Perbandingan Efektivitas Trans Arterial Embolization (TAE) dengan Intervensi Bedah dalam Menghentikan Perdarahan akibat Ruptur Spontan pada Pasien dengan Karsinoma Hepatoseluler: Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti Melisa Diah Puspitasari* *Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Divisi Hepatologi Abstrak Latar Belakang: Kejadian ruptur spontan pada Karsinoma Hepatoselular (KHS) merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa. Modalitas terapi yang dapat dilakukan antara lain dengan tindakan Trans-arterial Embolization (TAE) ataupun dengan intervensi bedah untuk menghentikan perdarahan tersebut. Belum banyak data yang membandingkan efektivitas antara kedua terapi tersebut untuk menghentikan perdarahan akibat ruptur spontan pada KHS. Metodologi: Artikel ini menggunakan bentuk laporan kasus berbasis bukti dengan menggunakan studi-studi klinis yang ada. Pertanyaan klinis yang digunakan adalah “Pada pasien dengan [karsinoma hepatoseluler], bagaimanakah efektivitas [Trans arterial Embolization] bila dibandingkan [intervensi bedah] dalam menghentikan [perdarahan akibat ruptur spontan]?” Semua studi yang dianggap layak ditelaah dengan menggunakan kriteria dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM). Hasil: Pencarian dengan kata kunci tersebut menghasilkan 3 studi yang kami anggap layak untuk dimasukkan dalam telaah ini. Ketiga studi tersebut menunjukkan keunggulan intervensi bedah bila dibandingkan dengan TAE dalam hal luaran kesintasan yang lebih tinggi. Kesimpulan: Terapi dengan intervensi bedah menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal luaran kesintasan bila dibandingkan dengan TAE. Namun, kesintasan tersebut dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya kondisi sebelum terjadinya ruptur, fungsi liver saat terjadinya ruptur dan tingkat keparahan perdarahan akibat ruptur, dan bukan hanya dipengaruhi oleh modalitas yang dipilih dalam penatalaksanaan kasus tersebut. 1 Latar Belakang Karsinoma hepatoseluler (KHS) berada pada peringkat ke-5 keganasan yang tersering di seluruh dunia dan merupakan keganasan ke-3 terbanyak yang menyebabkan kematian. KHS sering dijumpai di negara berkembang dan insidensinya di Negara-negara Barat mulai meningkat.1 Ruptur spontan pada KHS merupakan komplikasi yang mengancam nyawa.2 Kejadian ruptur spontan pada KHS dalam literatur disebutkan bervariasi antara 5-26%. 3, 4 Terdapat perbedaan insidensi terkait dengan kondisi geografis. Di Asia, insidensi terjadinya ruptur spontan pada KHS sebesar 12,4% di Thailand dan 14,5% di Hong Kong. Di Jepang sendiri, ruptur spontan pada KHS merupakan 10% penyebab dari kematian pada KHS. Hal ini bertolak belakang dengan insidensi terjadinya ruptur spontan pada KHS di negara-negara barat yang lebih sedikit jumlahya, misalnya di Inggris insidensi kejadian ruptur spontan pada KHS kurang dari 3%.4 Karena kejadian ruptur spontan pada KHS bukan merupakan hal yang sering terjadi, sehingga sering terjadi kesalahan dalam diagnosis walaupun kejadian tersebut ditemukan pada daerah dengan endemisitas KHS yang tinggi seperti Hong Kong, dimana diagnosis ruptur spontan ditegakkan saat laparotomi pada 20% kasus. Gejala klinis dan tanda pasien dengan ruptur spontan pada KHS antara lain berupa nyeri abdomen mendadak, distensi abdomen, syok, anemia, hemoperitoneum, ataupun terdapatnya cairan ascites berwarna darah pada saat abdominal parasintesis.4, 5 Terdapat beberapa tatalaksana dalam mengatasi ruptur spontan pada KHS. Diantaranya TAE dan intrvensi bedah untuk menghentikan perdarahan. Kelebihan TAE dalam tatalaksana pada pasien KHS dengan ruptur spontan telah disebutkan dalam beberapa penelitian sebelumnya. TAE dapat mengontrol perdarahan pada fase akut dan kemudian selanjutnya pasien dapat menjalani reseksi hati. 2 Hingga saat ini belum banyak penelitian yang membandingkan efektivitas antara TAE dengan intervensi bedah dalam menghentikan perdarahan pada kejadian ruptur pasien dengan KHS. Studi ini bertujuan untuk membandingkan secara langsung efektivitas dalam hal luaran kesintasan antara kedua modalitas tersebut. Kasus Klinis Seorang wanita usia 31 tahun dengan keluhan utama rasa tidak nyaman di perut kanan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Perut sisi kanan atas dirasa makin mengeras. Keluhan kuning, demam, sesak nafas, mual dan muntah disangkal, namun terdapat penurunan berat badan 8 kg dalam 1 tahun terakhir. Pasien tidak memiliki riwayat sakit kuning. Pada pemeriksaan fisik pasien terdapat hepatomegali, teraba massa keras di perut kanan atas yang menonjol ke permukaan. Dari gambaran USG didapatkan adanya nodul di hati sebesar 14 cm. Pemeriksaan laboratorium pada pasien menunjukkan kadar AFP dan LDH yang tinggi. Pemeriksaan CT scan abdomen 3 fase menjelaskan bahwa nodul hati dapat merupakan karsinoma hepatoseluler. Pemeriksaan lebih lanjut berupa biopsi hati dilakukan pada pasien karena hasil CT scan yang masih meragukan. Hasil biopsi tersebut menyatakan bahwa nodul di hepar merupakan karsinoma hepato seluler. Pasien didiagnosis menderita karsinoma hepatoseluler stadium BCLC B. Mengingat ukuran KHS pasien tersebut sangat besar, terdapat risiko terjadinya ruptur spontan pada pasien tersebut. Pertanyaan Klinis Bagaimanakah efektivitas TAE dibanding intervensi bedah dalam menghentikan perdarahan akibat ruptur spontan pada pasien KHS dalam hal meningkatkan luaran kesintasan? 3 Metodologi Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan mesin pencari PubMed, ScienceDirect dan Cochrane pada tanggal 21 Agustus 2014 dengan menggunakan kata kunci “[transcatheter arterial embolization OR TAE] AND surgical AND ruptured hepatocellular carcinoma”. Hasil pencarian ditampilkan dalam gambar 1. Penapisan awal dilakukan dengan memasukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kami hanya mengikutsertakan studi pada pasien dewasa yang ditulis dalam bahasa Inggris. Penapisan berikutnya dikerjakan dengan membaca abstrak masing-masing artikel untuk menilai apakah studi tersebut menjawab pertanyaan penelitian kami. Kami lalu membaca naskah lengkap dari 5 artikel yang tersisa. Dua studi kami eksklusikan karena tidak membandingkan TAE dan intervensi bedah. Pada akhirnya kami memasukan 3 studi ke dalam artikel ini. Studi tersebut kemudian ditelaah dengan menggunakan kriteria validitas dan relevansi dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM). 4 Gambar 1. Alur Pencarian dan Seleksi Artikel Tanggal pencarian: 21 Agustus 2014 PubMed Cochrane ScienceDirect [transcatheter arterial embolization OR TAE] AND surgical AND ruptured hepatocellular carcinoma 74 Kriteria inklusi: Bahasa Inggris Studi pada populasi dewasa 50 Kriteria eksklusi: Laporan kasus Studi pada hewan Studi pada populasi anakanak 1 Pembatasan pencarian 52 Kriteria seleksi: TAE dan intervensi bedah digunakan sebagai intervensi utama Penapisan keterkaitan studi 5 Penapisan judul dan abstrak 3 Telaah Kritis Kriteria Liu Zhu Jin + + + Pemantauan yang cukup lengkap dan panjang + + + Kriteria luaran yang objektif + + + Penyesuaian untuk faktor-faktor prognostik - - - Total nilai validitas 3 3 3 Domain + + + Dampak klinis + + + Total nilai aplikabilitas 2 2 2 Sampel representatif yang jelas dan berada pada bilitas Aplika- Validitas tahap yang sama dalam perjalanan penyakit mereka 5 Hasil Didapatkan 3 studi yang membandingkan efektivitas TAE dengan intervensi bedah dalam meningkatkan kesintasan pada pasien KHS dengan ruptur spontan. Ketiga studi ini merupakan studi kohort. Rangkuman ketiga studi ini dapat dilihat di tabel 1. Tabel 1. Rangkuman Studi yang dianalisis Liu dkk Zhu dkk Jin dkk2 154 pasien 200 pasien 54 pasien TAE 42 pasien 105 pasien 6 pasien Intervensi Bedah 35 pasien 33 pasien 25 pasien Konservatif 53 pasien 62 pasien 23 pasien Pasien dengan KHS Pasien dengan KHS Pasien dengan KHS yang mengalami yang mengalami ruptur yang mengalami ruptur spontan spontan ruptur spontan Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan 5,6 minggu (MST/ Waktu median Angka kesintasan Median Survival kesintasan (MST) 4 (survival rates) 36% Time) pada kelompok bulan pada kelompok (2 bulan), 20% (4 TAE, TAE, 12 bulan pada bulan), 20% (6 35,6 minggu (MST) kelompok intervensi bulan) pada pada kelompok bedah kelompok TAE, Variabel Jumlah Peserta Domain Randomisasi Kesintasan intervensi bedah 60% (2 bulan), 60% (4 bulan), 60% (6 bulan) pada kelompok intervensi bedah 6 Pada studi Liu dkk yang dipublikasikan pada tahun 2001 mencoba menggambarkan penelitian pada satu sentra mengenai penatalaksanaan pasien dengan ruptur pada KHS, luaran sesaat dari kejadian ruptur dan hasil jangka panjang dari terapi definitif tumor dalam jangka waktu 10 tahun. Dari 1716 pasien yang masuk dalam periode penelitian, kejadian ruptur spontan KHS terjadi pada 154 pasien (9%). Pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang stabil hanya diberikan terapi konservatif berupa terapi pengganti cairan dan darah (67 pasien) Pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang tidak stabil TAE menjadi pilihan (53 pasien). Bila ada kecurigaan ke arah peritonitis dilakukan intervensi bedah (35 pasien). Angka mortalitas 30 hari pada ketiga kelompok tersebut berturut-turut sebesar 49%, 36% dan 34%. Sedangkan median survival ketiga kelompok tersebut sebesar 6,1 minggu; 5,6 minggu dan 35,6 minggu. Tabel 2. Hasil terapi segera pada ruptur KHS spontan4 Studi yang dilakukan oleh Jin dkk tahun 2013 pada 54 pasien KHS dengan ruptur spontan, 6 pasien (11,1%) menjalani operasi, 25 (46,3%) menjalani TAE dan 23 pasien (42,6%) mendapat terapi suportif. Angka kesintasan untuk bulan ke-2,ke4 dan ke-6 berturut-turut secara signifikan (p<0,01) lebih tinggi pada kelompok yang menjalani operasi (60%, 60%,60%), dan yang menjalani TAE (36%, 20%, 20%), dibandingkan yang mendapat terapi suportif saja (8,7%, 0%, 0%). (gambar 2) 7 Gambar 2. Kesintasan kumulatif untuk setiap perlakuan pada penelitian Jin dkk. Pada penelitian Zhu dkk, dari 200 pasien dengan kejadian ruptur spontan pada KHS, 105 pasien menjalani reseksi hepar, 33 pasien menjalani TAE dan 62 pasien diberikan tatalaksana konservatif. Waktu median kesintasan dari semua pasien KHS yang mengalami ruptur spontan sebesar 6 bulan (bervariasi dari 1-72 bulan dan kesintasan pada 1,3, dan 5 tahun secara keseluruhan berturut-turut sebesar 32,5%, 10% dan 4%. Waktu median kesintasan pada kelompok intervensi bedah sebesar 12 bulan (1-72 bulan), 4 bulan pada kelompok TAE, dan 1 bulan pada kelompok yang hanya mendapat tatalaksana konservatif. Diskusi Ruptur spontan pada Karsinoma Hepatoseluler (KHS) merupakan kejadian yang jarang terjadi, namun mengancam nyawa.6 Hal ini dilaporkan terjadi pada 5% pasien KHS di negara Barat, 2,9-14% di Jepang, 12,4% di Thailand dan 14,5% di Hong Kong. Walaupun penyebab pasti dari ruptur spontan pada KHS belum diketahui, namun lokasi yang terletak pada subkapsular, ukuran tumor yang besar, kadar hemoglobin yang rendah, kadar AFP yang tinggi, nekrosis tumor dan pertumbuhan tumor yang cepat, terdapatnya metastasis ekstra hepatik, hipertensi portal dan peningkatan tekanan vena lokal akibat obstruksi aliran vena oleh invasi tumor yang menyebabkan peningkatan tekanan intra massa tumor, dikaitkan dengan patogenesis penyebab kejadian tersebut.4, 5, 7-11 Penelitian lain menyebutkan kejadian ruptur spontan pada KHS dapat disebabkan akibat disfungsi pembuluh 8 darah kadar fibrinogen yang normal atau rendah dan penonjolan tumor lebih dari 1 cm dari permukaan liver.12 Gejala klinis dan tanda pasien dengan ruptur spontan pada KHS adalah nyeri abdomen mendadak, distensi abdomen, syok, anemia, hemoperitoneum, maupun terdapatnya cairan ascites berwarna darah pada saat abdominal parasintesis. Presentasi klinis tersebut kadang salah terdiagnosis menjadi apendisitis akut ataupun perforasi pada ulkus peptikum. USG dan CT Scan merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat mendiagnosis ruptur pada KHS dan dapat juga untuk mengevaluasi aliran darah di portal. Temuan khas yang didapatkan pada CT scan pasien dengan ruptur spontan pada KHS adalah ekstravasasi material kontras sebagai tanda perdarahan aktif ataupun disrupsi dinding massa tumor. Gambar 3. Gambaran CT scan pada perdarahan akibat ruptur spontan KHS (A) Non kontras, gambaran cairan perihepatik yang hiperdens akibat perdarahan intraperitoneal pada massa hepar luas di segmen VI dan VII (B dan C) fase arteri dan vena menunjukkan extravasasi material kontras pada rongga perihepatik akibat perdarahan aktif pada rupture spontan KHS.5 9 Selama tahun 1970-1980an, pilihan tatalaksana untuk ruptur spontan pada KHS adalah dengan melakukan reseksi pada tumor dan ligasi arteri hepatika, namun prosedur ini menyebabkan angka kematian yang tinggi.5 Meskipun pada awalnya prosedur TAE diperkenalkan sebagai terapi paliatif pada pasien yang tidak dapat dilakukan reseksi, banyak yang menggunakan prosedur ini untuk perdarahan pada KHS.5 TAE biasanya dilakukan dengan menggunakan partikel Gelfoam (spon gelatin yang dapat menyerap) atau Ivalon yang dicampur dengan kontras sampai perdarahan tersebut terhenti.5 TAE dilaporkan sangat efektif dalam menghentikan perdarahan dan mencapai hemostasis meskipun dalam keadaan hemoperitoneum yang berat.13 TAE juga merupakan prosedur yang aman bahkan untuk lansia dan pada pasien dengan fungsi liver yang kurang baik (Child Pugh B atau C), dengan angka mortalitas dalam waktu singkat sebesar 18%. Tidak dijumpai kematian akibat tindakan TAE dan angka mortalitas selama dirawat berkisar antara 26-29%, lebih rendah dibandingkan dengan angka kematian paska intervensi bedah atau yang hanya diatasi dengan tindakan suportif saja. 3, 5 Disebutkan dalam sebuah penelitian paska prosedur TAE, pasien dapat mengalami sindroma paska embolisasi (85%) yang dapat diatasi dengan sendirinya, yaitu berupa gejala demam, nyeri abdomen, mual, peningkatan ALT yang dapat kembali normal dalam waktu satu sampai dua minggu paska TAE.5 Hemostasis memang merupakan tujuan utama dalam tatalaksana awal pasien dengan ruptur spontan pada KHS, namun beberapa ahli bedah merekomendasikan hepatektomi darurat pada fase akut sebagai terapi utama bilamana kondisi pasien memungkinkan. Dipikirkan bahwa kesintasan yang lebih baik pada pasien akan terganggu oleh operasi yang tertunda.14 Angka kematian dalam 30 hari dilaporkan sebesar 35% pada saat ini dan jauh menurun dibandingkan sebelumnya yang mencapai angka 43%. Hasil luaran yang tidak terlalu bagus dari reseksi hepar yang dilakukan secara darurat diakibatkan karena ketidaktahuan akan status fungsi hepar disaat itu dan adanya syok akibat perdarahan. Hal tersebut 10 menyebabkan fungsi hepar makin memburuk dibandingkan sebelum terjadi ruptur ataupun setelah kondisi menjadi stabil. Koagulopati dapat menambah komplikasi dari tindakan hepatektomi darurat karena terjadinya kehilangan darah yang sangat banyak. Oleh karena hal tersebut, tidaklah mengherankan bila separuh angka kematian akibat tindakan hepatektomi darurat untuk mengatasi kejadian ruptur spontan pada KHS adalah akibat kegagalan hati. Evaluasi yang menyeluruh mengenai penyakit dasar sebelum operasi merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan. Lokasi pasti dari tumor dan penyakit lain yang terkait juga biasanya masih belum jelas. Kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan luaran kesintasan yang tidak tinggi pada pasien yang menjalani reseksi hepar darurat.4 Hampir semua artikel menyebutkan bahwa TAE sulit untuk dibandingkan secara langsung dengan prosedur bedah, karena perbedaan kondisi klinis dari setiap pasien dalam studi. Sebagai contoh pasien dengan reseksi liver yang mendapat keberhasilan terapi memiliki lokasi tumor yang terjangkau dan fungsi liver yang masih baik. Sehingga untuk alasan ini studi dan analisis yang membandingkan kedua modalitas tersebut sangatlah sulit.4, 15 Dari pengalaman beberapa penulis yang melakukan studi menyatakan bahwa TAE diindikasikan untuk pasien dengan fungsi liver yang buruk (Child C) atau pada kasus KHS yang multifokal ataupun yang melibatkan kedua lobus hepar. Sebagai alternatif, TAE dapat digunakan sebagai terapi sementara sebelum dilakukan tindakan reseksi bedah. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan Bassi dkk bahwa pasien dengan Child C yang menjalani TAE, memiliki angka kematian paska tindakan yang sangat tinggi. Hal tersebut menegaskan bahwa fungsi liver yang buruk menentukan kesintasan, terlepas dari modalitas terapi yang diberikan. Kelemahan TAE yang perlu diperhatikan juga antara lain perdarahan berulang, abses hati dan metastasis peritoneum.15 Setelah kondisi pasien stabil dan dilakukan evaluasi klinis lebih lanjut, hepatektomi maupun TAE lanjutan dapat meningkatkan luaran kesintasan.3, 11 4 Disebutkan dalam suatu penelitian angka median kesintasan pasien yang dilakukan hepatektomi sebesar 25,7 bulan dan pasien yang menjalani TAE sebesar 9,7 bulan.4 . Kesimpulan Ruptur spontan merupakan komplikasi fatal dari KHS dengan angka mortalitas 30 hari sebesar 38% dan median kesintasan sebesar 8,9 minggu. Meskipun kesintasan yang lebih tinggi dapat diperoleh pada pasien dengan tindakan bedah dibandingkan yang menjalani TAE, kematian dini dari kejadian ruptur dipengaruhi oleh kondisi sebelum terjadinya ruptur, fungsi liver saat terjadinya ruptur dan tingkat keparahan perdarahan akibat ruptur, dan bukan hanya dipengaruhi oleh modalitas yang dipilih dalam penatalaksanaan kasus tersebut. Daftar Pustaka 1. U S. Diagnosis, Prognosis & Therapy of Hepatocellular Carcinoma. In: Mauss S BT, Rockstrob J, Sarrazin C, Wedemeyer H, editor. Hepatology a Clinical Textbook. 5th ed. Hannover: Flying; 2014. p. 380-8. 2. Jin YJ, Lee JW, Park SW, Lee JI, Lee DH, Kim YS,et al. Survival outcome of patients with spontaneously ruptured hepatocellular carcinoma treated surgically or by transarterial embolization. World J Gastroenterol 2013;19(28):4537-44. 3. Li WH, Cheuk EC, Kowk PC, Cheung MT. Survival after transarterial embolization for spontaneous ruptured hepatocellular carcinoma. J Hepatobiliary Pancreat Surg 2009;16:508-12. 4. Liu CL, Fan ST, Lo CM, Tso WK, Poon RTP, Lam CM, et al. Management of spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma: single-center experience. J Clin Oncol. 2001;19:3725–32. 5. Castells L, Morreiras M, Quiroga S, Castells AA, Segarra A, Esteban R, et al. Hemoperitoneum as a First Manifestation of Hepatocellular Carcinoma in Western Patients with Liver Cirrhosis Effectiveness of Emergency Treatment with Transcatheter Arterial Embolization. Dig Diseases and Sci. 2001;46(3):555-62. 12 6. Miyoshi A, Kitahara K, Kohya N, Noshiro H, Miyazahi K. Outcomes of patients with spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma. Hepatogastroenterology. 2011;58:99-102. 7. Rosseto A, Adani GL, Risaliti A, Baccarani U, Bresadola V, Lorenzin D, et al. Combined approach for spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma. World J Hepatol 2010;2(1):49-51. 8. Jing L, Huang L, Liu CF, Cao J, Yan JJ, Xu F, et al. Risk factors and surgical outcomes for spontaneous rupture of BCLC stages A and B hepatocellular carcinoma: A case-control study. World J Gastroenterol 2014;20(27):91217. 9. Kim HC, Yang DM, Jin W, Park SJ. . The various manifestations of ruptured hepatocellular carcinoma: CT imaging findings. Abdom Imaging. 2008;33:633-42. 10. Tan FL, Tan YM, Chung AY, Cheow PC, Chow PK, Ooi LL. Factors affecting early mortality in spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma. ANZ J Surg. 2006;76:448-52. 11. Al-Mashat FM, Sibiany AM, Kashgari RH, Maimani AA, Al-Radi AO, Balawy IA, et al. Spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma. Saudi Med J. 2002;23:866-70. 12. Zhu LX, Geng XP, Fan ST. Spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma and vascular injuryZhu LX1, Geng XP, Fan ST. Arch Surg 2001;136(6):6827. 13. Lau KY, Wong TP, Wong WW, Tan LT, Chan JK, Lee AS. Emergency embolization of spontaneous ruptured hepatocellular carcinoma: correlation between survival and Child-Pugh classification. Australas Radiol. 2003;47(3):231-5. 14. Vergara V, Muratore A, Bouzari H. Spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma: Surgical resection and long term survival. Eur J Surg Oncol. 2000;26:770-2. 15. Bassi N, Carratozzolo E, Bonariol L, Ruffolo C, Bridda A, Padoan L,et al. Management of ruptured hepatocellular carcinoma: Implications for therapy. World J Gastroenterol 2010;16(10):1221-5. 13