Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Masyarakat (Suatu Kajian Terhadap Masyarakat Miskin dan Dampak Keberadaan BMT- PKBM Terhadap Ekonomi Masyarakat di Nagai Nan VII Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam) Muhiddinur Kamal* Abstract: Poverty is a problem that is very urgens the unresolved problems facing the nation at this time. Various programs have been performed but have not been able to solve the problem of poverty. This can be seen from the number of poor people who exist in this beloved country Indonesia. Poverty has made millions of children can not be a quality education, health financing difficulties, lack of savings and lack of investment, lack of access to public services, lack of jobs, lack of social security and protection of the family, strengthening urbanization to the city, and more severe, causing poverty millions of people meet needs for food, clothing and shelter on a limited basis. Keywords: Poverty, PKBM, Economy PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kemiskinan dan kesenjangan pembangunan tetap menjadi agenda utama pemerintah Indonesia, hal ini mengingat masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2007, BPS mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia adalah 37,17 juta orang atau 16,58% dari jumlah total penduduk Indonesia. Bahkan pada saat krisis ekonomi terjadi pada tahun 1999, jumlah penduduk miskin di Indonesia sempat mencapai 23%. Kemudian perbaikan demi perbaikan * Staf Pengajar STAIN Sjech. M. Djamil Djambek Bukittinggi Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... peningkatan ekonomi terus dilakukan pemerintah dengan berbagai pro­ gram hingga dapat mengurangi angka kemiskinan. BPPS memberikan keterangan bahwa angka kemiskinan setiap tahun terus ditekan hingga berkisar16% atau 17%. Hingga saat ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat mencemaskan Kabupaten Agam merupakan salah satu kabupaten yang ada di Su­ matera Barat yang memiliki jumlah warga miskin cukup banyak mencapai 18.000 orang yang tersebar di 15 kecamatan. Menurut Humas Pemerintah Kabupaten Agam menjelaskan bahwa kecamatan paling banyak yang ber­penduduk miskin adalah kecamatan Palupuh, Kecamatan Matur, dan Kecamatan IV koto (www//http.Agamkab.Go.id). Banyaknya warga miskin di kabupaten Agam mendorong pemerintah kabupaten mencari program pengentasan kemiskinan yang berbasis pada modal sosial masyarakat berupa nilai nilai luhur yang ada pada masyarakat. Dalam hal ini mantan bupati Agam, Aristo Munandar menjelaskan bahwa pengentasan kemiskinan haruslah berbasis pada modal social dan nilainilai luhur yang ada dalam masyarakat. Hal ini mengingat bahwa pengen­ tasan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata tapi merupakan tanggung jawab bersama, pemerintah, tokoh masyarakat ter­utama masyarakat itu sendiri yang ingin merubah keadaannya, (http// www.indonesia.go.id). Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis Mesjid (PKBM) merupakan program pengentasan kemiskinan yang berakar dan bersumber dari mo­ dal sosial masyarakat. Masyarakat Agam yang merupakan bagian dari ma­syarakat adat Minangkabau yang menganut falsafah,”Adat basandi Syara’,Syarak Basandi Kitabullah” (Adat bersendi Syara, Syara’ Bersendi Kitabullah) . Hal ini mengandung makna adat yang berlandaskan pada ajaran Islam. Mesjid bagi umat Islam merupakan pusat kegiatan ibadah, baik yang bersifat ibadah pokok (mahdhah) maupun ibadah penunjang (ghairu mah­dhah). Sebagai pusat kegiatan tentunya mesjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat tetapi juga berfungsi untuk hal-hal yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Sungguhpun demikian belum semua umat Islam memfungsikan mesjid dengan hal-hal yang menyangkut dengan perekonomian, sebagaian masyarakat Islam umumnya dan masyarakat di Kabupaten Agam pada khususnya masih banyak yang belum mengoptimalkan 100 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 mesjid sebagai pusat perekonomian. Mesjid masih dianggap sebagai tempat khusus yang digunakan untuk kegiatan shalat dan pengajian. Namun pada beberapa mesjid telah mulai mengoptimalkan mesjid sebagai berbagai pusat kegiatan agama, sosial dan ekonomi masyarakat terutama sejak di­ canangkannya Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis Mesjid dengan didukung oleh kebedaraan Baitul mal wa tamwil (BMT). Program pengentasan kemiskinan berbasis mesjid ini sebagai program yang mencoba kembali mengangkat nilai-nilai luhur masyarakat sebagai modal sosial dalam pengentasan kemiskinan. Berbagai terobasan yang dilakukan dalam program pengentasan kemiskinan yang berbasis pada nilai-nilai luhur masyarakat seperti yang diungkapkan diatas mendapat sambutan hangat dari presiden RI Susilo bambang Yudhoyono dengan tulus menyatakan bahwa setiap berkunjung ke Sumatera Barat selalu saja ada perubahan dan ide dari masyarakat yang mengkat kembali nilainilai luhur dalam melaksanakan pembangunan termasuk dalam program pengentasan kemiskinan baik itu pengentasan kemiskinan berbasis nagari maupun pengentasan kemiskinan berbasisi mesjid yang ada di kabupaten Agam yang dapat dikembangkan dan dijadikan acuan dalam nasional dalam pengentasan kemiskinan. (http//www.indonesia.go.id) Palupuh merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Agam dan merupakan kecamatan tertinggal dibanding kecamatan lainnya. Di Kecamatan ini juga masih banyak terdapat keluarga miskin baik miskin secara ekonomi maupun miskin secara SDM. Dari observasi awal yang dilakukan di kecamatan Palupuh, telah berdiri BMT-PKBM namun dugaan sementara keberadaan BMT-PKBM belum lagi maksimal dalam penggalian maupun pengelolaan terhadap ekonomi masyarakat pedesaan di kecamatan Palupuh. Hal ini terindikasi bahwa masih banyak masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life¹ mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan ke­miskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua 101 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... kom­ponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Faktor kultur dan struktural juga sering dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut, tetapi dibu­ tuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat banyak dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan. Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini hasilnya masih belum sesuai harapan semua pihak. Evaluasi penanganan tampaknya masih memperlihatkan beberapa kekeliruan pa­ radigmatik.² Masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek multi­dimen­ sional. Penanggulangan kemiskinan dengan fokus perhatian pada aspek ekonomi terbukti mengalami kegagalan, karena pengentasan ke­miskinan yang direduksi dalam soal-soal ekonomi tidak akan mewakili per­soalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin diin­ dikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb. Sementara dalam konteks dimensi struk­tural atau politik, orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural dan politis. Lebih bernuansa karitatif (kemurahan hati) ketimbang produktivitas. Penanggulangan kemiskinan yang hanya didasarkan atas karitatif, tidak akan muncul dorongan dari masyarakat miskin sendiri untuk berupaya bagaimana mengatasi kemiskinannya. Mereka akan selalu menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan pihak lain. Padahal program penanggulangan ke­ miskinan seharusnya diarahkan supaya mereka menjadi produktif. Memosisikan masyarakat miskin sebagai objek daripada subjek. Se­ harusnya,mereka dijadikan sebagai subjek, yaitu sebagai pelaku perubahan yang aktif terlibat dalam aktivitas program penanggulangan kemiskinan. Pemerintah masih sebagai penguasa daripada fasilitator. Dalam pe­na­ nganan kemiskinan, pemerintah masih bertindak sebagai penguasa yang kerapkali turut campur tangan terlalu luas dalam kehidupan orang-orang miskin. Sebaliknya, pemerintah semestinya bertindak sebagai fasilitator, yang tugasnya mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki. 102 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk di kaji lebih men­­ dalam mengenai pengentasan kemiskinan yang berbasiskan pada mo­ dal sosial dan nilai-nilai luhur masyarakat berupa pengkajian terhadap modal sosial dalam pengentasan kemiskinan sebagaimana pengentasan kemiskinan berbasis mesjid, agar dapat diperoleh nantinya modal sosial dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat dalam perbaikan kehidupan dan peningkatan ekonomi sehingga dapat menekan angka kemiskinan bahkan mengurangi jumlah orang miskin. Masalah Penelitian 1. Masih banyak warga masyarakat yang termasuk dalam kategori keluarga miskin 2. BMT yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat 3. Sumber Ekonomi yang belum tergarap Pembatasan Masalah Agar penelitian ini tidak mengambang nantinya, maka perlu dibatasi pada beberapa hal pokok saja yaitu: 1. Pengkajian dan analisis masyarakat miskin di nagari Nan VII Kecamatan Palupuh kabupaten Agam. 2. Dampak program pengentasan kemiskinan berbasis masjid (BMT) ter­hadap ekonomi masyarakat di nagari Nan VII kecamatan Palupuh Kabupaten Agam KAJIAN TEORITIS Kemiskinan Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen social dan BPS, mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut dengan garis kemiskinan (powertyline) atau batas kemiskinan (powertytresshold).³ 103 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... Kemiskinan adalah akar kata dari miskin dengan awalan ke dan akhiran an yang menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai persamaan arti dengan kefakiranyang berasal dari asal kata fakir dengan awalan ke dan akhiran an. Dua kata tersebut seringkali juga disebutkan secara bergandengan; fakir miskin dengan pengertian orang yang sangat kekurangan. Al-Qur’an memakai beberapa kata dalam menggambarkan kemiskinan, yaitu faqir, miskin, al-sail, dan al-mahrum ,tetapi dua kata yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al-Qur’an. Kata fakir dijumpa dalam al-Qur’an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut sebanyak 25 kali, yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang hampir sama. Kemiskinan dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidak-berdayaan – ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, kelompok, bangsa bahkan negara yang me­nyebabkan kondisi tersebut rentan terhadap timbulnya berbagai per­ masalahan kehidupan sosial dan budaya. Kemisknan merupakan satu satu sisi dalam kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Dalam menjalankan kehidupan manusia, salah satu pranata dari delapan pranata yang ada adalah pranata ekonomi yaitu sebuah pranata yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kemiskinan merupakan salah satu kajian dalam prata ekonomi. Pranata ekonomi merupakan wujud kongkrit dari salah satu wujud kebudayaan. Pranata ini dinyatakan dalam tindakan aktual manusia yang dasarnya merupakan aturan yang secara langsung mengatur tindakan yang berkenaan dengan potensi lingkungan hidup sesuai dengan peranan dan kebudayaan sebagai anggota masyarakat. Sementara ekonomi menurut Firth adalah seluruh pri­laku manusia dalam organisasi dan pranata khusus yang mengatur penggunaan-penggunaan sumber-sumber terbatas untuk memenuhi ke­ butuhan hidupnya dalam suatu masyarakat tertentu Chambers mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, 104 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.4 Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk ma­ kanan dan nonmakanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang di ba­ wahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara. Untuk mempermudah bagaimana mengukur kemiskinan tersebut, kemudian muncul konsep poverty line (garis kemiskinan). Ada banyak teori tentang kemiskinan, namun menurut Michael Sherraden dapat di­ kelompokkan ke dalam dua kategori yang saling bertentangan dan satu ke­lompok teori yang tidak memihak (middle ground), yaitu teori yang mem­ fokuskan pada tingkah laku individu (behavioral), teori yang mengarah pada struktur sosial, dan yang satu teori mengenai budaya miskin. Sementara itu faktor penyebab kemiskinan secara umum dibedakan menjadi dua yaitu faktor eksogen dan endogen. Faktor eksogen (faktor yang berada di luar individu tersebut) dibedakan menjadi faktor alamiah (keadaan alam, iklim, dan bencana alam) dan faktor buatan atau struktur (kolonialisme, sifat pemerintahan, sistem ekonomi dan sebagainya). Se­ dangkan faktor endogen (faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri) misalnya sifat fatalis, malas, boros, konformis, dan sebagainya. Pembagian faktor penyebab kemiskinan ini merupakan kesimpulan dari pendapat beberapa ahli seperti Geertz.5 Kemiskinan adalah suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibanding dengan standar kehidupan yang umumnya berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.6 Menurut Djajadiningrat, ke­miskinan merupakan suatu ketidakberadaan atau ketidakberfungsian individu dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Faktor yang berasal dari dalam antara lain yaitu tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan, 105 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... tidak mampu mengatasi masalah sosial yang dihadapinya, padahal se­be­ narnya mereka punya potensi yang dapat dikembangkan sesuai kemam­ puannya.7 Menurut Suparlan, kemiskinan adalah sebagai suatu standar hidup yang rendah, dikarenakan adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibanding dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.8 Dalam kenyataannya kemiskinan merupakan perwujudan dari hasil interaksi yang melibatkan hampir semua aspek yang dipunyai oleh manu­ sia dalam kehidupannya Menurut Soemardjan dalam buku kemiskinan perkotaan karangan Suparlan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat. Karna struktur sosial ma­ syarakat itu, tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Adapun jenis kemiskinan itu memiliki berbagai dimensi yang menyang­ kut aspek ekonomi, politik dan sosiologis/antropologis. Selanjutnya menurut Tadjuddin dalam Nurhadi membagi kemiskinan menjadi tiga aspek yaitu: kemiskinan ekonomi, kemiskinan social, dan kemiskinan politik. Kemiskinan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kekurangan sum­ ber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejehteraan sekelompok orang. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (powerty line). Hal ini berarti bahwa sumberdaya dalam konsep ini tidak ha­nya menyangkut pada masalah financial saja, tetapi juga meliputi semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang sangat kom­pleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulang­ an kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua kom­ponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, ber­kelanjutan dan tidak bersifat temporer. Indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BAPPENAS mempunyai makna yang relatif luas, yaitu dari berbagai sisi kebutuhan kehidupan, an­tara lain adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) ter­ 106 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 batasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan per­bedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi lingkungan Dari beberapa sudut pandang tersebut, sesungguhnya perlu dipa­ hami bahwa kemiskinan adalah sebuah fenomena multi fase, multi dimen­ sional, dan terpadu. Hidup miskin tidak hanya diartikan hidup dalam kon­disi kekurangan sandang, pangan, dan papan, tetapi hidup dalam ke­mis­kinan juga dapat diartikan akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling mendasar, seperti: informasi, tansportasi, pendidikan, kesehatan, teknologi dan ekonomi. Faktor dan Indikator Kemiskinan Adapun sebab-sebab terjadinya kemiskinan terkait dengan model interaksi antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya, dengan alam dan dengan masyarakatnya. Sebab-sebab kemiskinan yang berkaitan dengan kondisi alam terjadi bila dilakukan pola destruktif anta­ ra manusia dan alam seperti eksploitasi alam tanpa melakukan analisa dampak lingkungan, kecenderungan untuk menghabiskan seluruh potensi alam, keengganan mengadakan peremajaan demi kelanjutan alam, dan se­ bagainya. Akibat lebih lanjut dari pola interaksi demikian ialah terjadinya kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak, baik generasi yang sedang eksis maupun generasi selanjutnya. Di sisi lain kondisi alam yang gersang dan tidak memiliki potensi yang bisa dikembangkan juga merupakan cobaan yang diberikan Tuhan kepada umat manusia sebagaimana yang dilukiskan al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 155. Menurut Oscar Lewis dalam buku Suparlan, kebudayaan kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah. Namun lebih cenderung untuk tumbuh dan berkembang didalam masyarakat-masyarakat yang mempunyai seperangkat kondisi-kondisi sebagai berikut: 1. Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk keuntungan 107 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... 2. Tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil 3. Rendahnya upah buruh 4. Tak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan or­ ganisasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun prakarsa pemerintah 5. Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertikal dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya. Pendekatan dan Macam-Macam Kemiskinan Pendekatan Masalah Kemiskinan. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemiskinan, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif. Pendekatan obyektif yaitu pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial sesuai dengan standar kehidupan. Pendekatan subyektif adalah pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang ditentukan oleh orang miskin itu sendiri yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada dilingkungannya. Seperti diungkapkan oleh Joseph F. Stepanek bahwa pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat bahwa kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi. Se­ dang­kan pendekatan pendapatan, melihat bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Demikian pula 108 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 pendekatan kemampuan dasar yang menilai bahwa kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. METODOLOGI PENELITIAN Latar Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Palupuh kabupaten Agam te­ patnya di nagari Nan VII, untuk mengamati kehidupan sosial masyarakat di nagari Nan VII khususnya pada pengkajian masalah kemiskinan dan dam­ pak keberadaan BMT Agam Madani nagari Nan Tujuah dalam mengatasi kemiskinan di nagari Nan VII. Ada beberapa keunikan BMT Agam Madani nagari nan VII ini karena BMT ini salah satu BMT yang masih tetap eksis dan telah memberikan sumbangsih bagi masyarakat bagi masalah pengentasan kemiskinan kecamatan Palupuh khususnya nagari Nan VII. Pendekatan Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pende­ katan naturalistik, objek yang diteliti secara natural, dalam keadaan yang alami. Pengumpulan data akan dilakukan secara berulang-ulang agar men­ dapat informasi dengan benar dan mendalam sehingga dapat menghayati meaning atau arti tingkah laku. Spradley menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metode kualitatif lebih tepat digunakan pada penelitian tentang perilaku atau bu­ daya pada suatu situasi sosial. Pendekatan ini menurut Guba (Yvonna S Lin­ coln, & Guba),9 menganut paradigma yang berurusan dengan pemahaman terhadap penemuan gejala-gejala dalam suatu realitas konteks sosialnya. Metode Pengumpulan Data Data penelitian akan dikumpulkan dengan menggunakan tiga cara. Pertama, studi dokumentasi. Kedua, wawancara mendalam, dilakukan dengan in­forman di lapangan, penentuan informan-informan dengan menggunakan tekhnik snowball sampling. Ketiga, Observasi, dilakukan dengan mengamati fenomena sosial terutama kehidupan sosial budaya dan kehidupan masyarakat serta perilaku mental dan budaya masyarakatnya. 109 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... Tahap-tahap Penelitian Penelitian ini akan berpedoman pada dua belas (12) langkah penelitian model Spradley (1980) yang dimodifikasi menjadi sembilan (9) langkah: (1) menentukan situasi sosial, (2) melakukan observasi lapangan, (3) melakukan analisis kawasan, (4) melakukan observasi terfokus, (5) melakukan analisis taksonomi, (6) melakukan analisis terseleksi (6) melakukan observasi terseleksi, (melakukan analisis komponensial, (8) melakukan analisis tema budaya, (9) menulis laporan penelitian. Tekhnik Penjaminan Keabsahan Data. Untuk memperkuat kesahihan data hasil temuan dan otentisitas pene­ litian mengacu pada penggunaan standar keabsahan data yang disaranka oleh Lincoln dan Guba (1983) yang terdiri dari: (1) keterpercayaan (cre­ dibi­lity), (2) keteralihan (transferability), (3) dapat dipertanggungjawabkan (de­fen­dability), (4) penegasan atau kepastian (confirmability). HASIL PENELITIAN Gambaran Singkat Nagari Nan VII Kecamatan Palupuh Sebelum masuk ke gambaran singkat Nagari Nan VII terlebih dahulu menjelaskan gambaran umum kecamatan Palupuh. Kecamatan Palupuh dahulunya adalah bagian dari wilayah kecamatan Tilatang Kamang yang mana kepala wilayahnya adalah asisten wedana yang berkedudukan di Pe­ kan Kamis Tilatang Kamang. Dengan adanya perkembangan wilayah dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan sementara itu jarak dari Palupuh ke ibu kecamatan Tilatang Kamang di Pekan Kamis cukup jauh, maka dari itu timbul keinginan masyarakat Tujuh Lurah Koto Rantang untuk membentuk kecamatan perwakilan. Permintaan ini kemudian dikabulkan oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat dengan membentuk kecamatan perwakilan Tilatang Kamang di Palupuh dengan mengangkat Bapak B Sutan Bandaharo sebagai kepala perwakilan kecamatan di Palupuh. Selanjutnya, semakin meningkatnya perkembangan dan tuntutan masyarakat akan pe­ layanan maka pemerintah kabupaten Agam menetapkan kecamatan definitif bagi kecamatan Palupuh dengan ibu kecamatan di Palupuh. Kecamatan ini membawahi empat nagari taitu: Nagari Koto Rantang, Nagari Pasia Laweh, Nagari Nan Tujuah, Nagari Pagadih. 110 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 Adapun Nagari Nan VII merupakan salah satu di kecamatan Palupuh, alasan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi penelitian adalah karena nagari ini salah satu nagari yang masih banyak terdapat masyarakat miskin dan keberadaan BMT Agam Madani nagari Nan VII salah satu dari BMT yang cukup memberikan akses ekonomi dalam rangka penanggulangan kemis­ kinan dalam masyarakat di nagari tersebut. Kajian Kemiskinan di nagari Nan VII Kecamatan Palupuh Bentuk- Bentuk Kemiskinan di Nagari Nan VII Kecamatan Palupuh Berdasarkan observasi yang dilakukan di kecamatan Palupuh dan hasil wawancara dengan masyarakat dapat disimpulkan beberapa bentuk kemiskinan yang ada di kecamatan Palupuh. Adapun bentuk kemiskinan yang ada di kecamatan antara lain: 1. Kemiskinan semi absolut Kemiskinan di Palupuh umumnya dapat dikatakan semi obsolut kare­ na dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bentuk kemiskinan di Palupuh dapat dikategorikan semi absolut. Ma­syarakat Palupuh tidak dapat di kategorikan kemiskinan absolut karena beberapa indikator kemiskinan absolut tidak terlihat ketika observasi dan juga ketika dilakukan wawancara dengan beberapa warga masyarakat ma­ ka tidak dapat dikatakan absolut murni. Hal ini terlihat dari beberapa ciriciri dari kemiskinan absolut murni mengenai sandang dan pangan boleh dikatakan mereka tidak dikatakan lagi sebagai kemiskinan absolut. Namun disisi lain seperti masalah kesehatan, pendidikan dan perumahan masih ba­nyak terdapat ciri-ciri dari bentuk kemiskinan absolut. Kemiskinan yang ada di Palupuh dapat dikategorikan pada kemiskin­an semi absolut. Hal ini terlihat dari kehidupan masyarakat yang tidak murni miskin dalam pendapatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok, mereka telah memiliki pendapat namun pendapatan mereka idak lagi di bawah garis kemiskinan tetapi mereka telah dapat memenuhi kebutuhan makan. Namun pemenuhan kebutuhan pokok (makan) masih dalam kon­ disi yang sangat terbatas dan belum memenuhi standar gizi yang layak. Di bidang kesehatan dan pendidikan sebagian mereka dapat dikategorikan juga pada semi absolut karena masih ada beberapa keluarga yang tinggal di rumah kurang layak dan juga masih banyak yang putus sekolah akibat 111 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... dari keterbatasan ekonomi. Namun sebagian masyarakat telah memiliki rumah namun masih belum memenuhi standar rumah yang layak huni untuk ditempati. 2. Kemiskinan Relatif Dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan, kemiskinan relatif merupakan bentuk kemiskinan di Palupuh yang banyak ditemukan. Hal ini terlihat dari kehidupan masyarakat dan juga wawancara yang dilakukan, dimana masyarakat sudah mempunyai pendapatan di atas garis kemiskinan, namun masih relatif rendah jika dibandingkan dengan masyarakat ling­ kungan sekitar. Dari penjelasan warga melalui wawancara dapat dipahami bahwa ma­syarakat sudah banyak yang masuk dalam kategori kemiskinan relatif. Mereka sudah punya pendapatan namun pendapatan mereka masih di bawah rata- rata masyarakat pada umumnya. Berbeda mungkin dengan ke­miskinan pada masyarakat perkotaan yang tinggal di bantaran rel kereta api atau yang masyarakat tuna wisma yang umumnya mereka tergolong pada kategori kemiskinan absolut. Tetapi pada masyarakat Palupuh sudah banyak masyarakat yang dapat di kategorikan pada masyarakat dalam ka­ tegori kemiskinan relatif. 3. Kemiskinan Kultural Kemiskinan kultural berupa kemiskinan yang disebabkan oleh kare­ na sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang bersikap pasrah dengan keadaan dan kurang mau memperbaiki ting­kat kehidupan. Dari beberapa keluarga miskin yang diwawancarai da­­pat dipahami adanya sikap dan pandangan beberapa keluarga yang meng­­­indikasikan kepasrahan kepada keadaan dan kurang berusaha untuk mem­perbaiki nasib. Salah satu bentuk kemiskinan yang ada di Palupuh adalah kemiskin­ an kultural, dimana kemiskinan yang ada lebih disebabkan oleh sikap dan pandangan seseorang atau masyarakat terhadap kemiskinan. Adanya sikap pasrah dan pemahaman agama tentang taqdir yang masih kurang maka mereka memahami taqdir dengan pasrah. Pada dasarnya agama Islam me­ mandang taqdir itu sebagai akhir dari usaha maksimal manusia bukan awal dari ikhtiar manusia. 112 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 Kemiskinan kultural di Palupuh dapat dipahami juga dari sosial budaya masyarakat dalam memahami kemiskinan itu sendiri. Hal ini terlihat dari cara hidup mereka dari sebab kultur yang membuat kemiskinan itu timbul karena kesadaran terhadap meningkatkan ekonomi serta pengetahuan mereka dalam memahami kemiskinan. 4. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural sebagai salah satu bentuk kemiskinan di Pa­lupuh. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. Untuk kasus di Palupuh dapat terlihat dari belum meratanya pembangunan yang dilaksanakan terutama pada pemukiman-pemukiman penduduk di daerah terisolir dan jauh dari pusat informasi. Pada daerahdaerah terisolir ini masyarakatnya belum merasakan dampak pembangunan terutama sarana jalan dan sarana pendidikan. Kekurangan sarana trans­ portasi jalan menyebabkan mereka kesulitan dalam menjual hasil pertanian mereka. Pembangunan yang belum merata sangat terasa sekali di Palupuh, daerah daerah terisolir yang jauh dari jangkauan pembangunan umumnya masyarakatnya hidup dalam garis kemiskinan. Pada dasarnya sumber ekonomi mereka cukup tersedia seperti hasil pertanian, tetapi kesulitan da­ lam memasarkan hasil pertanian akibat dari tidak tersedianya transportasi jalan mengakibatkan hasil pertanian mereka tidak dapat dipasarkan dengan baik, ataupun bisa dipasarkan namun memakan waktu. Tidak ayal lagi hasil pertanian berupa sayuran sering rusak sebelum sampai ke pasar akibat sarana jalan yang jelek. 5. Penyebab- Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Palupuh Faktor Aspek Sosial Budaya Aspek Sosial budaya menjadi salah satu penyebab kemiskinan di kecamatan Palupuh. Indikasi ini terlihat dari pengamatan yang dilakukan di lapangan bahwa produktivitas masyarakat tergolong rendah. Jam kerja prduktif juga tergolong kurang. Hasil pengamatan yang dilakukan juga terlihat bahwa masyarakat kecamatan Palupuh umumnya berangkat ke sawah atau ke kebun maupun ke peladangan ketika jam 9 pagi bahkan jam 10 pagi. Hal ini sangat kontras sekali dengan masyarakat tetangga mereka 113 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... di kabupaten Pasaman yang berangkat kerja setelah selesai shalat subuh atau sekitar jam 6 pagi. Kondisi struktur atau tatanan kehidupan di atas sangat tidak meng­ untungkan dari aspek ekonomi khususnya produktivitas kerja. Waktu pro­duktivitas kerja khususnya di sawah atau di kebun adalah ketika waktu masih pagi dimana tenaga masih kuat dengan cuaca yang belum begitu panas. Dikatakan tak menguntungkan karena tatanan budaya kerja yang demikian itu, tidak hanya menerbitkan akan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat. Karakteristik sosial budaya kerja yang rendah dengan kurang semangat kerja keras dan banyaknya waktu yang terbuang akan dapat melanggengkan kemiskinan tersebut. Budaya malas bagi sebagian besar masyarakat dengan jam kerja produktif yang rendah menyebabkan mata rantai kemiskinan sulit untuk di putus. Banyak waktu yang terbuang dengan kegiatan di lapau (ngopi bareng di warung sambil main domino) bagi laki-laki dan baciloteh (merumpi) bagi perempuan masih terlihat di kampung-kampung yang ada di Palupuh. Faktor Sumber Daya Alam Penyebab kemiskinan di kecamatan Palupuh selanjutnya adalah faktor sumber daya alam yang terbatas. Daerah yang berbukit terjal ser­ ta jurang-jurang yang dalam menyebabkan sulit untuk dijadikan lahan pertanian dan peladangan. Lahan- lahan pertanian yang ada sangat ter­ batas, sawah sawah juga tidak terlalu luas. Akibat dari kondisi lahan ter­ sebut menyebabkan terbatas pula sumber kehidupan masyarakat dalam pertanian dan perkebunan. Lahan pertanian sempit ini terlihat dari sebagian saja masyarakat yang mempunyai tanah yang luas, atau lahan pertanian yang luas, yang mempunyai lahan yang mencukupi untuk bertani, ini disebabkan oleh sempitnya tanah yang dapat digarap untuk pertanian atau perkebunan. Sehingga satu jorong di nagari Nan Tujuah kecamatan Palupuh bernama “Sarik Laweh” yng berarti jarang atau susah mencari lahan yang lus sebagaimana yang diunggkap oleh informan berikut ini. Tingkat Pendidikan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, ciri-ciri warga miskin di nagari Nan VII antara lain, kepala rumah tangga sebagian besar berpendidikan rendah (tamat SD). Faktor pendidikan, pendidikan di pada masarakat Nagari Nan VII 114 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 masih rendah, ini disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya, oleh sebab itu keluarganya hanya mampu menyekolahkan anaknya semampu perokonomian keluarganya dan akibatnya banyak anak-anak yang putus sekolah, mengakibatkan banyak yang pergi merantau dan penggangguran. Lapangan Pekerjaan yang sempit Lapangan pekerjaan sempit, di nagari Nan VII terbukti dengan la­ pa­ngan pekerjaan boleh dikatakan sedikit, sebagian besar masyarakat Nagari Nan VII adalah petani, selebihnya adalah pegawai negri sipil, pe­ dagang. lapangan pekerjaan yang banyak adalah di sektor pertanian dan perkebunan, selebihnya adalah usaha perorangan. Disektor pertanian, lapangan pekerjaan adalah buruh tani, dengan mengerjakan tanah yang bukan milik sendiri tetapi menerima upah dari si pemilik tanah, pekerjaan buruh tani ini dengan membantu orang kesawah kemudian jasanya di bayar oleh si pemilik lahan. Penyewa sawah, dengan cara menyewa tanah yang dimiliki oleh orang lain dengan cara menyewa. Adapun di bidang perkebunan pekerjaannya adalah memanen hasil kebun perorangan dan buruh kebun. Tingkat Produktivitas kerja yang rendah Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja disektor pertanian tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas serta - tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya sangat rendah. Daya saing petani atau daya tukar hasil produk pertanian rendah, disebabkan hasil panen tidak bagus, hingga murah dijual dipasaran. Usaha pertanian yang akan ditukar keindustri tidak ada, misalnya pengolahan bahan mentah (industri) untuk di eksport tidak ada. Dari wawancara dapat dipahami bahwa sebagian masyarakat memiliki tingkat produktivitas kerja yang rendah. Pekerjaan sebagai buruh penyadap karet yang sangat tergantung dengan kondisi alam. Jika hujan turun ke­giatan menyadap karet tidak bisa dilakukan. Mereka tidak memiliki keterampilan lain (skill) untuk menggantikan pekerjaan lain ketika hujan kecuali hanya sebagai buruh angkut baik mengakut karet atau mengangkut hasil pertanian. Rendah produktivitas kerja ini tentunya mempengaruhi pada penghasilan. Akibat penghasilan yang rendah maka akan kesultan dalam pemenuhan kebutuhan hidup standar seperti kebutuhan pangan, 115 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... sandang dan papan dan kebutuhan lain seperti pendidikan bagi anak- anak mereka. Produktivitas yang rendah ini sebagai salah satu faktor penyebab kemiskinan di nagari Nan VII dan sebagai salah satu mata rantai kemiskinan yang mesti diputus. Keberadaan BMT Agam Madani di Nagari Nan VII Ke­ camatan Palupuh Pendirian BMT di Nagari Nan VII Kecamatan Palupuh Munculnya ide pendirian BMT yang bergerak dalam bidang keuangan dengan sistem Syari’ah berawal dari adanya bantuan dari pemerintah ka­ bupaten Agam kepada masing- masing nagari yang ada di kabupaten Agam sebesar 300 juta rupiah. Berdasarkan musyawarah nagari maka disepati untuk mendirikan BMT yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Maka kemudian dibentuklah sebuah tim pelaksana dan pengawas dari perencanaan pembentukan BMT tersebut (Dokumentasi, BMT Agam Madani nagari Nan VII). BMT Agam Madani Nagari Nan VII pada awalnya didirikan dengan tu­juan pengentasan keluarga miskin dengan cara peminjaman bagi RTM (Rumah Tangga Miskin) dengan sistem pengembalian modal dan laba yang diperoleh dari peminjam akan diberikan kepada peminjam. Jika modal yang berikan kepada peminjam dan modal tersebut dapat berkembang secara baik maka modal pinjaman akan diberikan kembali dengan nama pinjaman mudharabah (sistem bagi hasil). Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Program Perbankan Syariah, dan BMT ini diharapkan bisa mengurangi tinggkat kemiskinan diwilayah ini, seperti di kanagarian Nan VII kecamatan Palupuh kabupaten Agam. Kecamatan ini termasuk salah satu kecamatan yang tingkat kemiskinannya masih tinggi. Masyarakat kadang kadang memiliki pekerjaan yang tetap, kadang kadang ada pekerjaan serabutan dan bahkan kadang- kadang juga tidak ada pekerjaan. Berpenghasialan pas-pasan untuk makan, dalam hal ini hanya bisa untuk lepas makan sehari-hari bahkan kadang- kadang harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan pokok. BMT (Baitul Mal wat tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan ka­ 116 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 um fakir mskin. Usaha BMT Agam Madani Nagari Nan VII Untuk mencapai visi dan pelaksanaan misi dan tujuan BMT, maka BMT melakukan usaha-usaha: 1. Mengembangkan kegiatan dengan prinsip bagi hasil/syariah; Usaha ini dilakukan oleh BMT Agam Madani Nagari Nan VII dalam bentuk mudhorobah berupa bagi hasil antara pihak BMT dengan masyarakat nasabah. Kerjasama pihak BMT dengan nasabah berupa BMT sebagai pe­ nyedia modal yang akan dikembangkan oleh nasabah kemudian hasilnya di bagi antara BMT dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Adapun keuntungan yang diperoleh pembagiannya harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang dihasilkan. Kesepakatan rasio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kon­ trak. Sedangkan pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah pengembalian sebagian atau seluruh modal 2. Mengembangkan lembaga bisnis Kelompok Usaha Muamalah Mengembangkan lembaga bisnis kelompok usaha muamalah berupa kelompok simpan pinjam yang binaan BMT Agam Madani khusus di nagari Nan VII bantuan dana modal usaha di berikan kepada petani, peternak dan perajin rumahan berupa usaha bordir. Jika BMT telah berkembang cukup mapan, memprakarsai pengembangan badan usaha sektor riil (BUSRIL) sebagai badan usaha pendamping menggerakkan ekonomi riil rakyat kecil diwilayah kerja BMT tersebut yang manajemennya terpisah sama sekali da­ri BMT; 3. Mengembangkan jaringan kerja dan jaringan bisnis BMT dan sektor riil mitranya Mengembangkan jaringan kerjasama bisnis BMT dan sektor ril mitra dilakukan sehingga menjadi barisan semut yang tangguh sehingga mampu mendongkrak kekuatan ekonomi. Dalam hal ini yang paling banyak dimi­nati oleh jenis layanan yang paling banyak diminati oleh nasabah/ masyarakat nagari Nan VII adalah jenis layanan Ba’I Bitsaman Ajil. Dalam pengembangan jaringan dalam mendobrak ekonomi masyarakat ini, layanan ini paling ba­ 117 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... nyak diminati oleh masyarakat. Layanan ini jenis paling mudah di pahami oleh masyarakat. Layanan Ba’i Bitsaman Ajil juga memiliki resiko yang rendah diban­ dingkan dengan jenis layanan keuangan lainnya dalam hal kegagalan atau kemacetan dalam pengembalian modal oleh nasabah. Dalam mengatasi resiko di atas pihak BMT Agam Madani Nagari Nan VII berpedoman pada prinsip kehati- hatian agar tidak terjadi kegagalan. Kehati hatian terhadap berbagai resiko di atas maka baik pihak BMT Agam Madani nagari Nan VII maupun masyarakat sebagai nasabah lebih banyak menggunakan jasa layanan Ba’I Bitsama Ajil. Prinsip Operasional BMT Agam Madani Nagari Nan VII Prinsip operasional BMT antara lain: 1. Penumbuhan a. Tumbuh dari masyarakat sendiri dengan dukungan tokoh masyarakat, wali nagari, dan kelompok masyarakat yang ada didaerah; b. Modal awal diberikan oleh Pemda Kabupaten Agam yaitu sebesar 300 juta dalam benuk simpanan Pokok dan simpanan Pokok Khusus c. Jumlah pendiri minimum 20 orang d. Landasan sebaran keanggotaan yang kuat sehingga BMT tidak diku­ asai oleh perseorangan dalam jangka panjang 2. Pengembangan BMT sebagai lembaga bisnis, membuat keuntungan, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat untuk membela kaum dalam penanggulangan kemiskinan, BMT mengelola dana Maal. a. Profesionalitas 1) Pengelola professional, bekerja penuh waktu, pendidikan S-1 mi­ nimum D-3, mendapat pelatihan penelolaan BMT oleh PINBUK 2 minggu, memiliki komitmen kerja penuh waktu, penuh hati dan perasaannya untuk mengembangkan bisnis dan lembaga BMT 2) Menjemput bola, akif dalam masyarakat 3) Pengelola professional berlandaskan sifat-sifat: amanah, siddiq, tabligh, 4) fathihah, sabar, istiqhomah b. Berlandaskan sistem dan prosedur: SOP, sistem Akuntansi yang mema­dai 118 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 c. Bersedia mengikat kerjasama dengan PINBUK untuk menerima dan membayar jasa manajemen 1) Pengurus mampu melaksanakan fungsi pengawasan yang efektif 2) Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan 3) Prinsip islamiyah 4) Menerapkan cita-cita dan nilai-nilai Islam (salaam: keselamatan berkeadilan, kedamaian dan kesejahteraan) dalam kehidupan ekonomi masyarakat banyak 5) Akad yang jelas 6) Rumusan penghargaan dan sanksi yang jelas dan penerapannya yang tegas/lugas 7) Berpihak pada yang lemah Kendala dan Strategi Pengembangan BMT Kendala BMT di Nagari Nan VII Kecamatan Palupuh Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari kendala, walaupun tidak sepenuhnya kendala ini disuatu BMT. Kendala tersebut yaitu: 1. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi oleh BMT Belum terpenuhinya akumululasi kebutuhan dana masyarakat ini disebabkan oleh dana yang akan dipinjamkan terbatas, tidak bisa di­ pin­jamkan banyak-banyak, dan harus bertahap. Hal ini terungkap dari dari salah seorang nasabah BMT Agam Madani Kenagarian Nan VII menyatakan bahwa “dana yang dikeluarkan oleh BMT Nagari Nan VII tidak sesuai dengan permohonan yang diajukan karena dana yang ada pada BMT terbatas” 2. Nasabah bermasalah Nasabah bermasalah ini adalah nasabah yang mengembalikan cicilan pinjaman tidak menepati janjinya atau usaha yang dilakukan mengalami kegagalan. contoh: dana yang dipinjam oleh nasabah tidak kembali atau usaha yang dijalankan nasabah mengalami kegagalan, akibatnya dana untuk dipinjamkan kepada masyarakat miskin lain terhambat. 119 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... 3. SDM yang terbatas Salah satu kendala pada BMT Agam Madani Kenagarian Nan VII adalah terbatasnya SDM yang ada di BMT tersebut. Akibat dari ter­ batasnya sumber daya manusia (SDM) pengelola BMT tersebut maka pengelola melakukan pekerjaan rangkap sehingga tidak jarang peker­ jaan-pekerjaan ada yang tertinggal atau terabaikan. Keterbatasan SDM pada BMT Agam Madani di kenagarian Nan VII ini mengakibatkan sosialisasi kepada masyarakat juga kurang sehingga sebagian masyarakat kurang memperoleh sosialisasi. Hal ini terungkap dari beberapa informan yang menjelaskan bahwa masyarakat kurang mengetahui dan memahami BMT Agam Madani kenagarian Nan VII sebagai suatu kegiatan lembaga keuangan dengan berbagai layanan. Masyarakat hanya tahu kalau BMT nagari Nan VII hanya sebatas usaha simpan pinjam. Strategi Pengembangan BMT Agam Madani Nagari Nan VII Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi pro­ blematika ekonomi yang ada di BMT saat ini Agam Madanai Nagari Nan VII, diantaranya: 1. Optimalisasi SDM yang ada di BMT. Misalnya dengan menambahkan anggota pengurus BMT dengan yang lebih baik, dengan merekrut pengelolan BMT dari sarjana lulusan perguruan tingi seperti Unand Padang dan STAIN Bukittinggi. 2. Strategi pemasaran yang lebih meluas dengan mempromosikan produk produk dalam BMT yang terdiri dari empat jenis produk yaitu: a. Pembiayaan total bagi hasil (Mudharobah), yakni pembiayaan untuk kegiatan usaha produktif anggotan yang keseluruhan modal dibiayai oleh BMT Agam Madani Nagari Nan VII dan ditentukan bagi hasil dengan porsi sesuai kesepakatan. b. Pembiayaan bersama bagi hasil (Musyarokah), yakni pembiayaan usaha produktif anggota yang modalnya dibiayai bersama antara BMT Agam Madani Nagari Nan VII dan anggota dengan modal dan bagi hasil yang sesuai keepakatan. c. Pembelian barang bayar jatuh tempo (Murabahah) yakni berupa anggota perlu sarana usaha atas suatu barang namun belum ada uang, BMT memberikan dan menjualnya kepada anggota tersebut dengan dan pembayaran jatuh tempo yang disepakati. 120 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 d. Pembelian barang bayar angsuran (Ba’I bitsaman Ajil) yakni pem­ biayaan bagi anggota yang membutuhkan sarana usaha atau suatu barang. BMT Agam Madani Nagari Nan VII yang membelikan dan menjualnya kepada yang bersangkutan dengan harga dan angsuran yang disepakati. 3. Inovasi produk sesuai dengan kebutuhan masyarakat Inovasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna jasa dari BMT Agam Madani nagari Nan VII. Kebutuhan masyarakat be­ragam sesuai dengan usaha yang digeluti juga beragam. Adapun jenis-jenis usaha masyarakat nagari Nan VII antara lain: bertani (sawah, kebun cabe, jagung, sayuran), berdagang kecil (keliling), kolam ikan, berternak (Ayam, itik, sapi, kerbau), warung kebutuhan rumah tangga, jahit bordir. 4. Fungsi partner BMT perlu digalakkan, bukannya menjadi lawan 5. Evaluasi bersama BMT, baik internal maupun eksternal misalnya pada evaluasi hasil kerja dan yang lainnya. Dampak PKM-BMT terhadap Ekonomi Masyarakat di Nagari Nan VII Kecamatan Palupuh BMT Agam Madani Nagari Nan VII berpartisipasi dalam penanggulangan kemiskinan masyarakat di kecamatan Palupuh dan nagari Nan VII khu­ susnya bergerak dalam bidang perkreditan rakyat, dengan sistem awal me­minjamkan sebagian dana untuk orang miskin yang lulus seleksi dengan syarat setelah usaha berhasil, dana yang dipinjamkan dikembalikan dan digulirkan kembali kepada masyarakat miskin yang lain. Konsep yang dilakukan dengan menumbuh kesadaran kepada masya­ rakat untuk keluar dari jeratan tengkulak dan belenggu kemiskinan. Masya­ rakat sendiri harus menyadari dan berkeinginan untuk keluar dari himpitan kesusahan dan memutus mata rantai kemiskinan. Adapun dampak dari kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat setelah adanya BMT Agam Madani Nagari Nan VII antara lain: Peningkatan Taraf Hidup Ekonomi Masyarakat. Sejak berdirinya BMT Agam Madani Nagari Nan VII telah memberikan sumbangsih yang besar dalam peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat. Kehadiran BMT dengan pembiayaan atau pendanaan usaha telah dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup ekonomi masya­ 121 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... rakat. Sejalan dengan misi dan misi BMT Agam Madani Nagari Nan VII mengembangkan atau membuka usaha ekonomi masyarakat sesuai de­ ngan nilai- nilai ajaran Islam agar masyarakat dapat keluar dari belenggu kemiskinan dan dapat untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi mereka. Dari wawancara dapat di pahami bahwa sejak berdirinya BMT Agam Ma­dani Nagari Nan VII, kehidupan ekonomi masyarakat sudah mulai ber­ ubah. Masyarakat biasanya hanya terpaku dengan kehidupan tani telah mulai berusaha dengan mata pencaharian lain untuk menambah peng­ hasilan keluarga. Khusunya ibu-ibu rumah tangga yang biasanya hanya mengandalkan pemberian suami tetapi sekarang mereka telah memiliki pekerjaan rumahan untuk menopang ekonomi kelurga. Dari sisi permodalan kehadiran BMT Agam Madani nagari Nan VII juga telah memberi perubahan terhadap ekonomi masyarakat Masyarakat yang dulu hanya mengandalkan modal sendiri yang serba terbatas telah dapat bantuan modal usaha dari BMT Agam Madani nagari Nan VII. Sejak adanya BMT masyarakat mulai menggunakan dana tersebut untuk memulai usaha baru. Usaha-usaha yang mereka jalani telah mengalami perkembangan yang lumayan pesat. Karena selain mendapatkan pinjaman atau modal untuk memulai usaha baru, mereka juga mendapat pelatihan kewirausahaan oleh para petugas dari BMT. Sehingga usaha yang mereka rintis dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ilmu yang mereka peroleh dari pengelola BMT Agam Madani nagari Nan VII yang senantiasa melakukan pembinaan usaha bagi para nasabahnya. Masyarakat sendiri juga antusias untuk mengikuti pelatihan yang me­nentukan apakah usaha yang mereka geluti dapat berhasil dengan baik atau tidak. Jika mereka kurang mengikuti usaha untuk memahami pe­ latihan kewirausahaan mereka juga tidak akan berhasil dalam usaha yang mereka rintis. Bagi mereka kehadiran BMT adalah secercah harapan untuk perbaikan taraf hidup ekonomi mereka. Kehadiran BMT Agam Madani nagari Nan VII sebagai lembaga ke­ uangan yang syari’ah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat terlihat sewaktu observasi di lapangan maupun ketika wawancara dengan masyarakat nasabah pengguna jasa BMT Agam Madani nagari Nan VII, karena kehadiran BMT telah membuka jalan bagi masyarakat untuk mmbuka usaha atau mengembangkan usaha. Dengan terbuka pintu usaha atau ber­ 122 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 kembang usaha yang telah ada maka dengan sendirinya taraf kehidupan ekonomi masyarakat akan lebih baik. Pengurangan Pengangguran Pengangguran merupakan salah satu masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Penganguran akan berdampak terhadap rendahnya produk­ tifitas akhirnya bermuara pada kemiskinan. Penganguran di nagari Nan VII kecamatan Palupuh merupakan suatu persoalan yang cukup urgen. Dari observasi yang dilakukan dapat dipahami bahwa pengangguran ma­sih terlihat di nagari Nan VII dengan indikasi dari nongkrong pemuda un­tuk duduk-duduk. Banyaknya pemuda yang duduk-duduk santai sambil nong­ krong, berarti tingkat penganguran masih tinggi, dikarenakan para pe­ ngangguran biasanya kalau tidak ada kerjaan tetap, mereka duduk-duduk di warung menunggu orang mengajak kerja. BMT sering kali memberikan pembinaan kewirausahaan maupun pengelolaan keuangan kepada pemuda dan masyarakat menengah ke bawah dalam melakukan usahanya dan agar mampu mempertanggungjawabkan pembiayaannya. Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara meng­ adakan pelatihan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh penerima pembiayaan. Dalam program pembinaan ini, BMT dapat melakukan pembinaan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat umum, hal ini akan dapat me­ ningkatkan nilai positif bagi masyarakat umum sekaligus membangkitkan semangat berwirausaha kepada pemuda dan masyarakat umum. Penurunan Tingkat Keluarga Miskin Berdirinya BMT sangat positif sekali dirasakan masyarakat nagari Nan VII dalam sisi penurunan tingkat keluarga miskin. Usaha yang dilakukan ada­lah dengan memberikan modal usaha dan pembinaan serta pelatihan oleh BMT Agam Madani nagari Nan VII bagi keluarga miskin. Indikasi dari dari kehadiran BMT dalam penurunan tingkat kemiskinan terlihat dari banyaknya dari kelurga miskin yang dipinjamkan dana dari BMT Agam Madani nagari Nan VII yang sudah banyak berhasil untuk membuka usa­ha mereka, mereka sudah sanggup untuk meminjam ulang dana, itu mem­ buktikan usahanya lancar dan sudah bias menutupi biaya hidup sehari-hari atau kemiskinannya. 123 Muhiddinur Kamal, Pengentasan Kemiskinan Berbasis Masjid (PKBM) ... PENUTUP Kesimpulan BMT Agam Madani nagari Nan VII secara umum memiliki tujuan mem­ bangun ekonomi kalangan masyarakat bawah dalam rangka mem­perkokoh perekonomian masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Kehadiran BMT disambut gembira oleh masyarakat luas karena merupakan salah satu lembaga yang peduli terhadap masyarakat ekonomi lemah untuk me­ ngentaskan dari kemiskinan. Program BMT Agam Madani nagari Nan VII berupa pengembangan usaha kecil makro/ mikro berupa fasilitas- fasilitas pembiayaan untuk modal usaha dan pendamping menajemen bagi masyarakat pedesaan dengan filosofi kemiskinan hanya bisa dientaskan oleh orang miskin itu sendiri sedangkan BMT hanya memfasilitasi keluarga miskin untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Kehadiran BMT Agam Madani nagari Nan VII kecamatan Palupuh telah memberikan perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini terlihat dari temuan penelitian bahwa dampak dari kehadiran BMT Agam Madani nagari Nan VII kecamatan Palupuh dapat disimpulkan dalam tiga hal, pertama, peningkatan taraf hidup ekonomi ma­ syarakat. Kedua, pengurangan tingkat pengangguran. Ketiga, Penurunan tingkat keluarga miskin. Saran Disarankan kepada BMT Agam Madani nagari Nan VII kecamatan Pa­lupuh agar lebih sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pe­ningkatan layanan agar BMT tetap mendapat tempat di tengah- tengah masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup. [ ] ENDNOTEs 1 Scott, James C., 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsis-tensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES 2 Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora 3 Nurhady. 2010. Membangun Kesadaran Kritis. Jokjakarta: Insist 4 Chambers, Robert, 1987. Pembangunan Desa, Mulai Dari Belakang, Jakarta: LP3ES 5 Geertz, Clifford, 1966. The Religion of Java. London: The Free Press 124 Islam dan Realitas Sosial, Vol. 6, No. 2, Juli-Desember 2013 6 7 8 9 Ancok, Djamaluddin 1989. Kemiskinan Di Tengah Umat. Serial Media Dakwah. Kartasasmita, Ginanjar 1997. Kemiskinan. Jakarta: Balai Pustaka Paul, Suparlan, 1993. Kemiskinan Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lincoln, Yvona S & Guba. 1985. Naturalistic Inguiry. Beverly Hills: Sage Pub­lishing Daftar Pustaka Ancok, Djamaluddin 1989. Kemiskinan Di Tengah Umat. Serial Media Dakwah. Chambers, Robert, 1987. Pembangunan Desa, Mulai Dari Belakang, Jakarta: LP3ES Geertz, Clifford, 1966. The Religion of Java. London: The Free Press Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora Kartasasmita, Ginanjar 1997. Kemiskinan. Jakarta: Balai Pustaka Lincoln, Yvona S & Guba. 1985. Naturalistic Inguiry. Beverly Hills: Sage Pub­ lishing Nurhady. 2010. Membangun Kesadaran Kritis. Jokjakarta: Insist Paul, Suparlan, 1993. Kemiskinan Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indo­ nesia. Scott, James C., 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsis-tensi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES 125