BAB II KEPRIBADIAN MUSLIM DAN LEMBAGA DAKWAH KAMPUS A. Kepribadian Muslim 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterimadari lingkungan, misalnya, keluarga masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.1 Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah “human behavior”, perilaku manusia yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa dan bagaimana perilaku tersebut.2 Kepribadian merupakan pengaturan individu yang bersifat dinamis pada sistem fisik dan psikis yang menentukan tabiatnya serta selaras dengan lingkungannya. 3 Sigmund Freud mengungkapkan bahwa kepribadian adalah integrasi dari landasan, ego dan super ego. Landasan sebagai komponen kepribadian psikologis, ego sebagai komponen psikologis, dan super ego sebagai komponen kepribadian sosiologis. 4 1 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, and Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 11 2 Syamsu Yusuf dan A dan Juntika Nurihsan,Op. Cit., hlm. 1 3 Rahmat Ramadhana Al Banjari, Membaca Kepribadian Muslim seperti Membaca AlQur’an, (Yogyakarta: Diva Press, 2008), hlm. 168 4 Nety Hartati, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 121 18 19 Schultz mengungkapkan bahwa konsep awal dari kepribadian adalah tingkahlaku yang ingin ditunjukkan kepada lingkungan sosial dan kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh orang lain.5 J.F . Dasbid menyebut kepribadian sebagai nurani seluruh tingkah laku seseorang. Selanjutnya William Stern, seorang pakar ilmu jiwa menyatakan bahwa kepribadian merupakan gambaran totalitas yang penuh arti dalam diri seseorang yang ditujukan kepada suatu tujuan tertentu secara bebas.6 Menurut Phares berpendapat kepribadian merupakan pola khas dari fikiran, perasaan serta tingkah laku yang membedakan orang yang satu dengan yang lainnya dan tidak tidak berubah lintas waktu dan situasi. 7 Sedangkan G.W. All Port, berpendapat bahwa kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap karakteristik perilaku dan pemikirannya.8 2. Pengertian Kepribadian Muslim Kepribadian Muslim merupakan identitas yang dimiliki oleh seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku lahiriyah 5 Dede Rahmat Hidayat, Psikologi Kepribadian dalam Konseling, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 6 6 Jalaludin,Op. Cit., hlm. 180 7 Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UPT. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 2007), hlm. 9 8 Paulus Budi Raharjo, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir, ( Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 81 20 maupun batiniyah. 9 Kepribadian manusia yang ideal menurut Islam, dicontohkan pada sosok Nabi Muhammad Saw. Pada diri beliaulah yang sebenar-benarnya terjadi keseimbangan antara tubuh dan jiwa sehingga mewujudkan bentuk kepribadian yang hakiki dan sempurna.10 Kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspekaspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam. Kepribadian muslim juga dapat diartikan kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaan menunjukkan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepadaNya. Menurut Muhammad Zein bahwa kepribadian muslim tidak akan terlepas dari tiga aspek yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. 11 Menurut Abdul Khobir, kepribadian muslim dibentuk dari faktor bawaan dan faktor pendidikan akhlak yang berpedoman pada nilai-nilai Islam. Faktor bawaan dikembangkan melalui bimbingan dan pembiasaan, berfikir, bersikap dan bertingkah laku menurut norma-norma Islam. Sedangkan faktor pendidikan akhlak dilakukan dengan cara mempengaruhi dengan menggunakan usaha membentuk kondisi yang mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan norma-norma Islam contoh teladan dan lingkungan yang serasi.12 9 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan STAIN Pekalongan Press, 2007), hlm.129 10 Purwa Atmaja Prawita, Psikologi Kepribadian dengan Perspektif Baru, (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2013) hlm. 332 11 Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. Ke-2 revisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) hlm. 20 12 Abdul Khobir, Op.Cit., hlm. 134 21 Kepribadian dapat dilihat dari empat aspek muatannya. Pertama, aspek personalia, yaitu kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir dan batin yang dimiliki seseorang. Kedua, aspek individualitas, yakni karakteristik atau sifat-sifat khas yang dimiliki seseorang secara individu berbeda dengan individu lainnya. Ketiga, aspek mentalis, sebagai perbedaan yang berkaitan dengan cara berfikir. Keempat, aspek identitas, yaitu kecenderungan seseorang untuk mempertahankan sikap dirinya dari pengaruh luar. Identitas merupakan karakteristik seseorang. 13 3. Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian Muslim Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian muslim dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Faktor internal (faktor dalam atau pribadi itu sendiri) Faktor internal termasuk di dalamnya, yaitu: faktor biologis atau fisiologis, dan psikologis. Keadaan jasmani setiap individu sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan, demikian juga pembawaan bagi setiap pribadi muslim adalah tidak sama, bisa disebabkan oleh gen-unsur keturunan yang diperoleh dari orang tuanya, bahkan bisa juga keturunan dari nenek moyang. Faktor ras atau sukunya.14 Pertumbuhan dan perkembangan tersebut sejalan dengan bertambahnya usia yang dapat mengambil peranan beberapa unsur 13 H. Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 190 14 M Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 105 22 kepribadian, baik unsur jasmani atau rohani yang dapat mempengaruhi tingkah laku sehingga dapat juga berpengaruh pada kepribadian individu tersebut. b. Faktor eksternal Dalam faktor eksternal ini ada beberapa faktor yang turut menyumbangkan pengaruh, diantaranya: faktor lingkungan atau masyarakat, faktor kebudayaan, dan faktor pendidikan baik dari lembaga pendidikan maupun keluarga. 1) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan adalah masyarakat, yaitu manusiamanusia lain yang berada disekitar individu yang mempengaruhi individu yang bersangkutan. Sejak dilahirkan anak mulai bergaul dengan orang-orang di sekitarnya, dimulai dari lingkungan keluarganya. 15 Dalam pembentukan kepribadian yang baik, tentunya memerlukan kualitas lingkungan yang baik pula.16 Kebiasaan atau tradisi yang berjalan di dalam lingkungan keluarga turut berkontribusi terhadap pembentukan kepribadian muslim pada seseorang. 2) Faktor Kebudayaan Kebudayaan masyarakat yang berlaku di sekitar tempat tinggal anak, tentunya mempengaruhi perkembangan dan 15 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hlm. 161 16 Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa, Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke Tindakan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011), hlm. 44 23 pembentukan kepribadian pada diri masing-masing anak. Begitu juga dalam pembentukan kepribadian muslim pada diri seseorang yang tidak lepas dari pengaruh kebudayaan yang ada dalam masyarakat. 3) Faktor Pendidikan Perkembangan dan pembentukan kepribadian seseorang tidak dapat dipisahkan dari faktor pendidikan yang diperolehnya, baik pendidikan yang diperoleh dari orang tua atau keluarga maupun melalui lembaga pendidikan maupun pendidikan. Peranan orang tua dan lembaga pendidikan sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan kepribadian, terutama kepribadian muslim seseorang.17 Pendidikan dapat menolong manusia di tengah-tengah kehidupan dan bermanfaat bagi manusia.18 Mengingat pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.19 17 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 71 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta: 2008) hlm. 3 19 UU RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 9 18 24 c. Faktor Konvergensi Faktor konvergensi merupakan suatu proses perkembangan pribadi manusia yang bersifat dialektif (saling mempengaruhi satu sama lain antara faktor internal dan faktor eksternal) atau prinsip interaksi antara kemampuan pribadi dengan pengaruh lingkungan, baik kelompok masyarakat, maupun kebudayaan, pendidikan yang kesemuanya itu dapat mempengaruhi kepribadian seseorang.20 Faktor lingungan sosial masyarakat dan budaya di sekitar seseorang bertempat tinggal mempengaruhi tumbuh dan kembang kepribadian seseorang. Individu banyak dipengaruhi oleh kebiasaan dan etika kedua orang tuanya, pendidikan orang tua, teman sebaya lingkungan, guru yang mendidiknya,dan peristiwa yang dialaiminya dalam kesehariannya. 4. Aspek-aspek Kepribadian Muslim Pada dasarnya aspek-aspek kepribadian itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Aspek-aspek kejasmanian: meliputi tingkah laku luar yang mudah Nampak dan ketahan dari luar, misalnya: cara-caranya berbuat, caranya berbicara, dan sebagainya. 20 Zakiah Darajat, Op. Cit., hlm. 71 25 b. Aspek-aspek kejiwaan meliputi aspek-aspek yang tidak dapat segera dilihat dan ketahuan dari luar, missal: cara-caranya berfikir, sifat, dan minat. c. Aspek-aspek kerohanian yang luhur: meliputi aspek-aspek kejiwaan sitem nilai-nilai yang telah meresap dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu itu. Bagi orang-orang yang beragama, aspek-aspek inilah yang mementukan kemana arah kebahagiaan, bukan saja di dunia tetapi juga di akhirat. Aspek-aspek inilah yang memberi kualitas kepribadian keseluruhannya.21 5. Ciri-ciri Kepribadian Muslim Dasardari kepribadian muslim adalah ajaran-ajaran Islam. Maka aspek-aspek yang dibangunnya tentu dilandasi dengan ajaran Islam pula. Untuk itu adapun ciri-ciri kepribadian muslim diantaranya: a. Beriman Seseorang dikatakan berkepribadian muslim apabila didalam hatinya telah tertanam keimanan atau keyakinan tentang adanya Tuhan Allah Yang Maha Esa, Malaikat malaikat-nya, Kitab-kitab-nya, Rasul-rasul-nya, Hari Kiamat dan Qodarnya. Keyakinan itu disertai dengan pengakuan yang diucapkan dalam bentuk syahadat. Kemudian 21 Ahmad D. Marimba, PengantarFilsafatPendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1962), hlm. 66-67 26 dibuktikan dalam bentuk amalan yang nyata yaituberibadahkepadaAllah. Rumusan ini telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Nisa’ ayat 136 sebagai berikut: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman , tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya serta kitab Allah yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitabnya, Rasul-rasul-Nya dan hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. Keimanan merupakan ciri pokok yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Dengan kepercayaan kepada Allah itu akan mempunyai efek kepercayaan kepada unsur lainnya yaitu percaya kepada Malaikat dan Rasul-Nya. Percaya kepada Rasul-Nya mengakibatkan percaya kepada kitab-kitab-Nya yang berisi peraturan dan ajaran-ajaran dari Allah selanjutnya akan percaya hari kiamat dan qodarnya. b. Beramal Kepribadian muslim adalah kepribadian yang tingkah lakunya menunjukkan diri pengabdian kepada Allah. Penyerahan dan pengabdian diri kepada Allah dan beramal sholeh yaitu berbuat 27 kebaikan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang tertulis dalam sabda Nabi sebagai berikut: ( ) Artinya: ”Dari ibnu Umar bersabda Rasulullah SAW.” Dirikanlah Islam atas lima perkara yaitu: 1) Mengakui tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. 2) Mengerjakan Sholat. 3) Mengerjakan Puasa Ramadhan. 4) Membayar zakat. 5) Menuniakan ibadah haji bagi yang mampu.(HR.Bukhari). Kepribadian muslim adalah kepribadian dimana setelah ia beriman akan dilanjutkan dengan melaksanakan syariat Islam dengan patuh mengerjakan ibadah sesuai dengan rukun Islam dengan penuh kesadaran dan pengertian. Allah juga mengingatkan bahwa barang siapa yang betulbetul beriman dan mengaharap perjumpaan dengan-Nya di akhirat supaya beramal sholeh, sebagaimana firman Allah dalam surat AlKahfi ayat 110 sebagai berikut: Artinya: ”Katakanlah: sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa 28 sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.22 c. Berakhlak Mulia Akhlak artinya tabiat, budi pekerti atau kebiasaan.23Berkahlak mulia merupakan tingkah laku atau budi pekerti yang diajarkan dalam Islam. Jadi selain mereka yang berkepribadian, mereka harus taqwa, taat menjalankan ajaran-ajaran agama, harus memiliki budi pekerti yang luhur atau akhlak yang mulia. Akhlak mulia menurut ukuran Islam ialah setiap perbuatan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits.Tuhan telah memperintahkan kita untuk menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, sebagaimana firmannya dalam surat Al-Qoshos ayat 77 sebagai berikut: Artinya: ”Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan negeri akhirat), dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepadaorang lain) sebagaiman Allah berbuat baik kepadamu, dan 22 janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi, http://makalah.blogspot.com/2011/10/ciri-ciri-kepribadian-muslim.html, diakses 18 Agustus 2015 23 Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 26 29 sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qoshos: 77). Dari ayat tersebut jelaslah, Allah menghendaki agar umat manusia (terutama orang Islam) berbuat baik, berbudi pekerti luhur. Dan Allah sangat membenci orang-orang yang berbuat kerusakan dimuka bumi ini. Akhlak mulia yang dikehendaki oleh Islam telah tercermin dalam pribadi Nabi Muhammad SAW. Beliau telah memberi contoh akhlak yang mulia yaitu melalui perkataan, perbuatan dan tingkah lakunya.24 Manusia yang berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat hatinya, sedangkan manusia yang tidak berakhlak adalah manusia yang kotor hatinya. Manusia yang berakhlak (husn al-khuluq) akan tertanam iman dan hatinya, sebaliknya manusia yang tidak berakhlak (su’ul al-khuluq) ialah manusia yang ada sikap mendua dalam tuhan (nifaq) di dalam hatinya.25 6. Proses PembentukanKepribadian 24 http://makalah.blogspot.com/2011/10/ciri-ciri-kepribadian-muslim.html, diakses 18 Agustus 2015 25 M. Abduh Malik, dkk, Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 2009), hlm.78 30 Ciri khas kepribadian muslim adalah terwujudnya perilaku mulia sesui dengan tuntunan Allah SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak mulia. Ciri khas ini sekaligus menjadi sasaran pembentukan kepribadian. Tampak jelas bagaimana eratnya hubungan antara keimanan seseorang dengan ketinggian akhlaknya. Dalam memberikan analisanya tentang akhlak yang berhubungan dengan pembentukan kepribadian; Mohd. Abdullah Darraz mengemukakan bahwa “pendidikan akhlak berfungsi sebagai pemberi nilai-nilai Islam”. Dengan adanya nilai-nilai Islam itu dalam diri seseorang atau ummah akan pulalah kepribadiannya sebagai kepribadian muslim. Akhlak mulia mengandung konotasi pengaturan hubungan yang baik antara hamba dengan Allah, dengan sesamanya, dengan makhluk lainnya. a. Pembentukan Kepribadian Kemanusiaan Proses ini dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Proses pembentukan kepribadian muslim secara perorangan dapat dilakukan melalui tiga macam pendidikan, antara lain: a) Pranatal Education (Tarbiyah Qalb Al-Wiladah) Proses pendidikan ini dilakukan secara tidak langsung (in-direct). Proses ini dimulai saat pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan berakhlak, sudah disinyalir oleh beberapa hadits. 31 Kemudian dilanjutkan dengan sikap dan perilaku orang tua yang islami, disaat bayi sedang berada dalam kandungan, ditambah lagi dengan pemberian makanan dan minuman yang halal dan baik (thayyib), serta dilengkapi dengan sikap penerimaan yang baik dari kedua orang tua atas kehadiran bayi tersebut. b) Education by Another (Tarbiyah ma’a ghairih) Proses pendidikan jenis ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua di rumah tangga, guru di sekolah dan pemimpin di dalam masyarakat dan para ulama). Manusia sewaktu dilahirkan tidak mengetahui sesuatu tentang apa yang ada dalam dirinya dan di luar dirinya. Firman Allah SWT: Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui apapun dan ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati. (QS. An-Nahl: 78) Oleh karena itu diperlukan orang lain untuk mendidik manusia supaya dia mengetahui tentang dirinya dan lingkungannya. Dan sekaligus bantuan rang lain juga diperlukan agar ia dapat melakukan kegiatan belajar sendiri. proses ini dimulai semenjak anak dilahirkan sampai anak mencapai kedewasaan baik jasmani maupun rohani. 32 Anak yang baru lahir diazankan bagi pria dan diqomatkan bagi wanita, dan kemudian mendo’akannya agar menjadi anak yang sholeh dan beragama dan mendo’akannya terhindar dari gangguan syetan dan lainnya. Setelah anak berumur tujuh hari lalu diaqeqohkan. Setelah agak dewasa sedikit lalu dikhitankan. Setelah timbul masa pekanya lalu anak-anak disuruh belajar di masjid atau mushola di sekolah atau di lembaga pendidikan lainnya. “kalau sudah berumur tujuh tahun, lalu disuruh mengerjakan sholat, dan kalau sudah berumur sepuluh tahun kalau dia tidak mau sholat maka dia boleh dipukul”. (HR. Jamaah). c) Self Education (Tarbiyah al-Nafs) Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti membaca buku, majalah, koran, dan sebagainya, atau melalui penelitian untuk menemukan hakikat segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Muzayyin, Self education timbul karena dorongan dari naluri kemanusiaan yangh ingin mengetahui anugerah Tuhan. Dalam ajaran Islam yang menyebabkan adanya dorongan tersebut adalah hidayah Allah. Allah SWT berfirman: 33 Artinya: “Tuhan kami ialah (tuhan) yang memberikan kepada tiap-tiap makhluk bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk. (QS. Thaha: 50). 2) Proses pembentukan kepribadian muslim secara ummah (bangsa/negara) dilakukan dengan memantabkan kepribadian individu muslim (karena individu bagian dari ummah) juga, dapat dilakukan dengan menyiapka kondisi dan tradisi sehingga memungkinkan terbentuknya kepribadian (akhlak) ummah. Tradisi dan kondisi tersebut diisi dengan usaha-usaha untuk mengisi pergaulan sosial bernegara dan antar negara dengan akhlak Islam berupa: a) Pergaulan sosial 1) Tidak melakukan hal-hal yang keji dan tercela seperti: membunuh, menipu, riba, merampok, makan harta anak yatim, menyakiti anggota masyarakat, dendam, iri hati, sombong, takabbur, bakhil, dan sebagainya. 2) Membina hubungan tat tertib, meliputi bersikap sopan santun dalam pergaulan, meminta izin ketika hendak masuk ke rumah orang lain, berkata baik, memberi serta membalas salam. 3) Mempererat hubungan kerja sama dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak dasar 34 kerjasama untuk membela kejahatan, berhianat, mengadakan saksi palsu, menyembunyikan kebenaran, menganggap rendah orang lain, tidak memperdulikan keadaan masyarakat dan sebagainya. 4) Menggalakkan perbuatan-perbuatan terpuji yang memberi dampak positif kepada masyarakat antara lain berupa menepati janji, memaafkan, memperbaiki hubungan antar sesama muslim, amanah, membina kasih sayang, berbuat ikhsan terutama kepada fakir miskin, mengembangkan harta anak yatim, mengajak berbuat baik, bersifat pemurah, menyebarkan ilmu pengetahuan, membina persaudaraan dan sebagainya. b) Pergaulan dalam Negara Pergaulan dalam negara dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai ke Islaman dalam negara berupa: 1) Kewajiban kepala negara untuk bermusyawarah dengan rakyatnya. 2) Menetapkan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran dan kasih sayang serta tanggung jawab terhadap rakyat. 3) Tidak menyelenggarakan menyalahhunakan kekuasaan. kepercayaan rakyat dan 35 4) Tidak membedakan kedudukan dan status sosial antara orang kaya dan orang miskin dalam penerapan undangundang. Sebaliknya sebagai rakyat, kaum muslimin diminta pula untuk menjalankan kewajiban dalam bentuk aktifitas yang memiliki nilai-nilai Islam itu berupa: 1) Kewajiban mengikuti disiplin dengan taat dan bersyarat, yaitu selama kepala negara masih dapat mengunjung tinggi perintah agama. 2) Menyiapkan diri dalam membela negara. 3) Menjauhi hal-hal yang dapat merugiakan negara seperti bekerja sama dengan musuh, menjauhi kerusakan dan membuat makar. c) Pergaulan Antar Negara 1) Melaksanakan perdamaian antar bangsa. 2) Menghargai perjanjian. 3) Tidak serang menyerang. 4) Membina kerukunan antar negara dan bantu membantu sesama. b. Pembentukan Kepribadian Samawi Menurut Jalaluddin, proses pembentukan kepribadian ini dapat dilakukan dengan cara membina nilai-nilai ke Islaman dengan hubungan dengan Allah SWT. 36 Nilai ke Islaman dalam hubungan dengan Allah SWT dapat dilakukan dengan cara: 1) Beriman kepada Allah SWT. 2) Mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya. 3) Bertaqwa kepadaNya. 4) Mensyukuri nikmat Allah dan tidak berputus harapan terhadap rahmatNya. 5) Berdo’a kepada Tuhan selalu, mensuci dan membesarkanNya dan selalu mengingat Allah. 6) Menggantungkan segala perbuatan masa depan kepadaNya. Dan yang paling tinggi diantaranya adalah mencintai Allah dan Rosulnya melebihi kecintaan kepada yang lain. Penerapan beberap unsur akhlak ummah menempatkan manusia (muslim) kembali kefitrah kejadiannya sebagai suatu ummah yang terpilih dan jabatan khalifah Allah yang dipertanggung jawabkan kepadanya melalui amanah yang diberikan Allah. Selanjutnya Jalaluddin menjelaskan bahwa, pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah berjalan seiring. Tujuan utama pembentukan itu adalah untuk merealisasikan diri dan ummah sebagai pengabdi Allah yang setia, yang menjadi dasar dan tujuan yang akan dicapai. Kepribadian muslim baik yang terbentuk secara perorangan, maupun secara ummah seperti yang diuraiakan di atas itulah yang 37 disebut dengan kepribadian utama menurut Islam. Kepribadian itu pulalah yang membedakan antara muslim dengan non-muslim baik secara individu (perorangan) maupun ummah (berbangsa dan bernegara). Kepribadian itu pulalah yang menjadi salah satu tujuan akhir pendidikan Islam.26 B. Lembaga Dakwah Kampus 1. Sejarah Lembaga Dakwah Kampus Pada pertengahan tahun 80-an ketika kebijakan orde baru menghapus kegiatan politik mahasiswa di kampus dengan NKK/BKK-nya, muncul geliat keislaman yang berpusat di masjid-masjid kampus yang awalnya dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang berdiskusi seputar keislaman. Hal ini juga didukung dengan minimnya pelajaran agama dan kuatnya rasa ingin tahu tentang jati diri sebagai seorang muslim. Selain itu adanya berbagai tekanan terhadap umat Islam seperti tragedi lampung, tanjung priok, kasus-kasus soal jilbab, dan semacamnya ditambah dengan kebangkitan Islam di negara-negara timur tengah pada masa itu juga turut mempengaruhi geliat keislaman mahasiswa kala itu. Pada awalnya mereka secara intens bertukar informasi, mengkaji, memahami dan mencoba mengaplikasikan hal-hal seputar keislaman yang berpusat pada kelompok-kelompok kecil yang kemudian berkembang 26 M. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 295-300 38 menjadi kegiatan rutin yang melembaga. Maka bermunculan-lah Lembaga Dakwah Kampus berbasis masjid dengan berbagai nama, seperti Salam UI, Salman ITB, UKKI Unair, JS UGM, JN UKMI UNS, BDM Al Hikmah UM, baik dalam bentuk sayap kegiatan masjid atau musholla kampus, Unit Kegiatan Kemahasiswaan di bawah Universitas atau Lembaga Semi Otonom di bawah BEMU bahkan ada pula yang masih kegiatan ekstra kampus dan akhirnya terus berkembang terutama pada saat reformasi 98 dimana terbuka bebasnya aktivitas mahasiswa, membuat makin berkembangnya kegiatan-kegiatan ekstra mahasiswa termasuk Lembaga Dakwah Kampus. Dengan begitu kegiatan-kegiatan Islam pun menemukan tempatnya, ada banyak mentoring, pelatihan, seminar, bahkan trend busana baru yaitu jilbab, kemudian munculnya penerbitan buku-buku Islam dan gerakan Islam, menjamurnya grup-grup dan pecinta nasyid sebagai trend hiburan islami. Pola dan gerak Lembaga Dakwah Kampus yang berkembang saat ini memiliki berbagai macam pola dan landasan. Ada yang mengikuti pola-pola gerakan para pemikir Islam seperti Hasan al Banna, atau para salafus shalih, ada yang berbasis organisasi kemahasiswaan seperti HMI, IMM, PMII atau pun KAMMI, bahkan ada pula yang bergerak tanpa pola pembinaan yang jelas. Lembaga Dakwah Kampus saat ini sejatinya adalah lembaga atau institusi yang berada di kampus yang menjadi dakwah sebagai aktivitas 39 utamanya apapun basis massanya, Karena Lembaga Dakwah Kampus adalah gerakan mahasiswa islam yang berbasis sosial dan moral.27 Lembaga Dakwah Kampus (LDK) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan intra kampus yang terdapat di tiap-tiap perguruan tinggi di Indonesia. Organisasi ini bergerak dengan Islam sebagai asasnya. Sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia pasti mempunyai LDK. Tiap-tiap perguruan tinggi, nama LDK bisa berbeda-beda. Kadang mereka menyebut dirinya sebagai Sie Kerohanian Islam, Forum Studi Islam, Lembaga Dakwah Kampus, Badan Kerohanian Islam, dan sebagainya. Lembaga Dakwah Kampus adalah lembaga yang bergerak di bidang dakwah Islam, kampus merupakan inti kekuatannya, dan warga civitas akademika adalah obyek utamanya. Ditinjau dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus merupakan satu kesatuan sistem sosial yang mempunyai peranan penting dalam perubahan sosial perikepemimpinan di tengah-tengah masyarakat. Potensi manusiawi, mahasiswa merupakan sekelompok manusia yang memiliki taraf berpikir di atas rata-rata. Dengan demikian, kedudukan mahasiswa adalah sangat strategis dalam mengambil peran yang menentukan keadaan masyarakat di masa depan. Perubahan masyarakat ke arah Islam terjadi apabila pemikiran Islam telah tertanam di 27 http://akselerasidakwahkampus.blogspot.co.id/2010/03/sejarah-singkat-lembaga-dakwahkampus.html, diakses tanggal 1 November 2015 40 masyarakat itu. Dengan berbagai potensi strategis kampus, maka tertanamnya pemikiran Islam di dalam kampus melalui dakwah Islam diharapkan dapat menyebar secara efektif ke tengah-tengah masyarakat. Kondisi obyektif dari masing-masing kampus yang berbeda-beda menjadikan masing-masing Lembaga Dakwah Kampus berkembang dengan pola sendiri-sendiri, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Di samping itu, banyaknya persoalan dakwah di dalam kampus menyebabkan Lembaga Dakwah Kampus lebih mengarahkan perhatiannya ke dalam kampusnya masing-masing, dan kurang memberikan perhatian pada kebersamaan gerak dakwah. Keadaan ini berakibat melemahnya kekuatan gerak dakwah secara global. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu jalinan koordinasi yang baik di antara LDK yang ada demi terciptanya kekuatan gerak dakwah yang terpadu dan kokoh laksana satu bangunan yang saling menguatkan. Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BK LDK) merupakan salah satu bentuk koordinasi dakwah kampus yang berfungsi sebagai sarana bagi terciptanya gerak dakwah yang teratur, terpadu, kompak, saling menguatkan laksana bangunan yang kokoh menuju terwujudnya kehidupan yang Islami dimana syariat Islam diterapkan secara menyeluruh.28 28 https://ukhuwahfdi.wordpress.com/about/forum-silaturrahim-lembaga-dakwah-kampusnasional/, diakses tanggal 1 November 2015 41 2. Tujuan Lembaga Dakwah Kampus Mahasiswa memiliki banyak keunggulan lainnya sebagai objek dakwah utama, selain potensi internalnya. Mahasiswa biasanya belum banyak sibuk dengan urusan dunia, ia masih banyak berkutat dalam hal menuntut ilmu saja. Masa depan mahasiswa yang relatif panjang juga merupakan kesempatan tersendiri, seorang mahasiswa saat ini bahkan bisa mendapat gelar sarjana pada usia 20 tahun. Usia yang sangat muda, dan mempunyai kesempatan periode hidup yang relatif panjang untuk merubah diri dan masyarakat. Serta sifat pemuda yang melekat pada mahasiswa menjadi kekuatan yang tidak boleh dilupakan, sejarah membuktikan bahwa pemudalah yang nantinya akan mengubah bangsa. Mahasiswa juga selalu dikenal sebagai pihak yang netral, dimana ia selalu memberi tanpa memihak, ia bergerak berdasar naluri untuk melakukan kebaikan dan perubahan. Budaya untuk berkontribusi juga dapat dilihat pada mahasiswa, ia terus bekerja dan bekerja untuk mencapai tujuannya, budaya dinamis dapat dilihat pada mahasiswa. Selain itu mahasiswa juga mampu menjaring kekuatan hingga tingkat internasional, banyak sekali mahasiswa di dunia ini, dan pada kondisi teknologi maju seperti saat ini, sangat memungkinkan antara mahasiswa beda negara untuk saling bertukar informasi dan membuat sebuah forum/aliansi mahasiswa yang dengan skala internasional. 42 Dakwah Kampus bagian integral dari dakwah secara umum Gambar diatas menggambarkan ekskalasi perbaikan peradaban, dimulai dari perbaikan individu, dimana individu ini akan membangun sebuah keluarga, lalu kumpulan keluarga ini akan membentuk dan bergabung dalam masyarakat dan menjadi bagian dalam perbaikan negara. Tahap terakhir adalah bagaimana kumpulan negara yang ada akan membangun sebuah era baru peradaban Dunia. Peran dakwah kampus dalam tahapan ini menekankan pada perbaikan individu dan masyarakat. Perbaikan Individu-Individu atau mahasiswa dalam konteks dakwah kampus perlu dibina sejak dini agar ia sebagai pribadi memiliki kepahaman keislaman yang komprehensif. Sebagai seorang pria, ia akan menjadi seorang kepala keluarga yang akan memimpin sebuah keluarga dan menjadi teladan bagi anak-anaknya. Begitu pula dengan seorang perempuan yang akan menjadi sosok Ibu untuk keluarganya. Dimana ia akan mendidilk anak-anaknya untuk menjadi seorang yang berdedikasi terhadap umat. Selain itu seorang individu juga dituntut untuk mampu mengoptimalkan segala potensinya agar ia dapat menjadi da’i dimana pun ia berada. Seorang kader dakwah yang terkibat dalam dakwah kampus diharapkan mampu memiliki tujuan hidup sejak dini dan membuat langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuannya. Kita juga diharapkan dapat memikirkan tentang problematika umat yang terjadi 43 dan dengan potensi yang kita miliki, kita dapat menjadi solusi perbaikan umat, baik secara parsial maupun integral. Perbaikan Negara Mahasiswa setelah lulus akan terlibat dalam struktur sosial masyarakat. dalam bentuk ia bekerja di bidangnya masing-masing. Ada mahasiswa yang nantinya akan menjadi dosen, profesional, birokrat, seniman, dan lainnya yang akan menjadi unsur perbaikan bangsa dalam masyarakat. Nantinya mahasiswa akan masuk dalam salah satu dari 3 sektor, antara lain: 1. Sektor publik yang terdiri dari birokrat, PNS, TNI/Polri, atau Diplomat. 2. Sektor swasta yang biasanya di isi oleh para profesional atau menjadi seorang wirasusaha, dan 3. Sektor masyarakat yang terdiri dari LSM, social workers,dan yayasan. Dengan semakin banyaknya mahasiswa yang memiliki keseimbangan antara fikriyah, jasadiyah, dan ruhiyah mengisi pos-pos dalam masyarakat ini, secara bertahap akan mampu mengubah strukur masyarakat di negara ini. Melihat kesempatan besar dari dakwah kampus, dengan melihat bahwa mahasiswa berada pada middle class dalam struktur sosial, terutama dalam aspek pendidikan. Dengan optimalnya perbaikan individu pada mahasiswa, ia diaharapkan dapat juga membuat perubahan di tempat ia bersosial dimanapun. Ketika semua perguruan tinggi mampu melakukan perubahan masyarakat kampus secara optimal, maka perbaikan bangsa akan menjadi 44 konsekuensi logis. Akan tetapi jika kampus gagal untuk memberikan manfaat bagi mahasiswanya dalam perbaikan individu, maka kegagalan masa depan bangsa tinggal menunggu waktu saja. ironisnya memang, hasil dakwah kampus terhadap perbaikan bangsa membutuhkan waktu hingga 30 tahun kemudian. Sehingga kita perlu bersabar terhadap apa yang kita jalankan di kampus. Semakin banyak mahasiswa yang tercerahkan dari dakwah yang dilakukan, maka akan sangat bermanfaat untuk perbaikan bangsa ke depannya. Untuk itu perlu kiranya kita memahami tujuan dakwah kampus, yakni : 1. Suplai alumni yang berafiliasi terhadap Islam, bagaimana dakwah kampus mampu mensuplai dan mencetak alumni yang punya afiliasi terhadap Islam. Paramater afiliasi disini adalah seorang tidak menolak kebaikan dan menolak kemungkaran, serta tidak menentang ajaran Islam. 2. Transformasi masyarakat menjadi masyarakat madani. Perbaikan masyarakat kampus dengan pembinaan di segala bidang, dengan harapan dapat membentuk masyarakat madani. Untuk membangun masyarakat madani di masyarakat luas, dapat dimulai dengan membangun masyarakat madani pada tingkat kampus. 3. Penyedia unsur-unsur perbaikan negara, yakni bagaimana dakwah kampus mampu mempersiapkan para mahasiswa untuk masuk ke salah satu dari sektor sosial (publik, swasta, masyarakat). Dimana ia 45 tidak hanya disiapkan secara kompetensi, akan tetapi juga disiapkan secara pemahaman dakwah. Sehingga perbaikan negara dapat dilakukan secara bottom up. Dengan memahami urgensi dakwah kampus ini diharapkan setiap aktifis dakwah kampus dapat mempunyai gambaran besar dakwah kampus ini. Dengan berpikir besar ini seorang akan mempunyai visi masa depan yang akan membuat dirinya senantiasa produktif dan inovatif.29 29 ldk-iaidu.blogspot.com/2011/12/urgensi-dakwah-kampus.html?m=1, diakses tanggal 1 November 2015