BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan sangatlah penting bagi setiap individu. Jika individu tidak
memiliki kesehatan baik secara fisik, maupun mental menyebabkan kehidupan
individu tidak akan berjalan dengan baik. Menurut Amyadin (dalam
Priambodo, 2009) individu dapat beraktivitas dan berkarya dengan baik
apabila didukung dengan adanya kondisi psikologis yang baik, akan tetapi
bukan hanya kondisi psikologis saja yang mempengaruhi, melainkan kondisi
fisik dari individu itu sendiri juga ikut mempengaruhinya. Salah satu penyakit
pembunuh nomer satu di dunia adalah penyakit jantung. Terdapat beberapa
jenis penyakit jantung seperti gagal jantung, pembengkakan jantung dan
penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung.
Menyempitnya pembuluh darah oleh pengendapan kalsium dan endapan
lemak dikenal sebagai aterosklerosis, bila terdapat kekurangan aliran darah
ke otot jantung, kondisi ini dikenal sebagai iskemik. Penyakit jantung iskemik
biasanya mulai nampak pada umur setengah tua ketika urat nadi koroner mulai
tersumbat, sehingga suplai darah tidak cukup untuk memenuhi keperluan otot
jantung (dalam Soeharto, 2000).
1
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Penyakit jantung koroner (PJK) sampai saat ini masih merupakan
penyebab kematian utama di berbagai benua mulai dari Amerika Utara, Eropa
dan Asia termasuk Indonesia. Pada saat ini, kurang lebih 13.670.000 orang
menderita penyakit jantung, angina pectoris (nyeri dada) maupun keduaduanya. Keseluruhan jumlahnya terdapat 6.930.000 pasien adalah laki-laki
dan terdapat 6.750.000 pasien adalah perempuan. Sekita 250.000 pasien
meninggal dunia setiap tahun dalam masa satu jam setelah serangan jantung
dan sebelum sampai ke rumah sakit (Munginrarao, 2011).
Hasil survei yang dilakukan oleh Karim (dalam Hermansyah, 2012)
mengenai Survei Konsumsi Rumah Tangga (SKRT), Departemen R
Imenunjukkan bahwa proporsi penyakit kardiovaskuler meningkat dari tahun
ke tahun akibat kematian: tahun 1975 sebesar 5,9%, tahun 1986 sebesar 9,1%
dan tahun 1995 menjadi 19%. Tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit
kardiovaskuler telah menduduki urutan pertama pada masyarakat sebagai
penyebab kematian terbanyak saat ini. Tingkat penderita penyakit jantung
koroner di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya (tahun 1992 sejumlah
16,6%, tahun 1995 sejumlah 19,0% dan tahun 2001 sejumlah 26,0%).
Tabel. I
Data Pasien Penyakit Jantung Koroner di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto
No
Tahun
Jumlah Pasien
1
2012
76
2
2013
193
3
01 Januari 2014 – 21 Oktober 2014
201
TOTAL
470
Sumber: Rekam Medis RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Penyebab dari penyakit jantung koroner berbagai macam faktor, yaitu
terdapat beberapa faktor pemicu penyakit ini antara lain gaya hidup, faktor
genetik, usia, serta penyakit penyerta yang lain. Adapun gejala penyakit
jantung koroner yang ditimbulkan individu seperti nyeri dada, serangan
jantung, dan kematian mendadak. Kematian mendadak ini yang biasanya
ditakutkan
oleh
individu
yang
memiliki
penyakit
jantung
koroner
(Norhasimah dalam Salim, 2013).
Adapun dampak fisik dari penyakit jantung koroner yaitu individu
menjadi mudah lelah, lemas, nafasnya terasa sesak dan rasa sakit didada
seperti tertusuk atau tertekan, sehingga pasien harus bergantung pada obat.
Selain dampak fisik ada juga dampak psikologis yaitu ketika awal kaget
karena terkena penyakit jantung, menjadi mudah cemas, muncul perasaan
tidak berguna karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti dahulu, muncul
stres, merasa tidak berdaya ketika penyakitnya kambuh, cenderung memiliki
pemikiran yang negatif terhadap kondisinya yang membuat pasien menjadi
mudah putus asa dan kurangnya semangat.
Individu yang memiliki penyakit jantung koroner ada yang mudah
melakukan perubahan, mulai dari pola hidup sehat dan perilaku yang lebih
sehat. Namun ada juga yang sulit sehingga memperburuk keadaan
penyakitnya. Berbagai macam persoalan kehidupan yang dihadapi yang
terkadang bisa menjadi stresor bagi individu, baik individu yang masih
bekerja maupun individu yang sudah tidak bekerja. Bagi individu yang masih
bekerja adanya penyakit jantung koroner merupakan hal baru yang penuh
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
tantangan dan perubahan yang harus dijalani, begitu pula pada individu yang
sudah tidak bekerja. Menurut Pramudiani (dalam Pratiwi, 2009) bagi individu
penyakit jantung koroner kehidupan selanjutnya merupakan suatu babak baru
yang penuh tantangan dan perubahan. Mengingat bahwa penyakit jantung
tergolong ke dalam penyakit kronis yang berlangsung lama dan sulit untuk
disembuhkan.
Adapun usaha untuk meningkatkan kekuatan adalah dengan adanya
hardiness. Hardiness merupakan karakteristik kepribadian kuat yang
didalamnya terdapat ketahanan dalam menghadapi sumber stres yang datang.
Menurut Kobasa (dalam Schellenberg, 2005) menemukan bahwa orang yang
memiliki kekuatan cenderung mengalami lebih sedikit stres. Penelitian telah
menunjukkan bahwa individu kuat memiliki kemampuan untuk berperilaku
dengan cara yang adaptif ketika stres yang dirasakan atau dialami.
Menurut
Funk
(dalam
Schellenberg,
2005) dengan
memiliki
karakteristik kuat individu mampu untuk tetap sehat walaupun dibawah
tekanan. Adanya kekuatan yang timbul dari dalam diri individu, dapat
membantu individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Menurut Kobasa
(dalam Schellenberg, 2005) hardiness adalah konstelasi karakteristik
kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya tahan ketika menghadapi
peristiwa kehidupan yang penuh stres.
Tingkat hardiness seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang
terhadap stresor potensial dan respon terhadap stresnya (Maddi dalam Dewi,
2012). Orang yang memiliki kekuatan yang rendah akan lebih rentan terhadap
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
faktor-faktor yang berbahaya dalam jangka waktu yang panjang atau
sementara orang-orang dengan sifat tahan yang tinggi memiliki keamanan
alami terhadap faktor stres. Sifat kuat adalah kemampuan untuk memahami
kondisi eksternal dan keputusan yang diinginkan dalam meningkatkan kualitas
diri (Hasanvand, 2013).
Kobasa mendefinisikan tahan banting sebagai karakteristik pribadi
yang kompleks yang telah dibentuk oleh tiga konstituen, tantangan, kontrol
dan komitmen. Komitmen, kontrol dan tantangan diasumsikan sebagai satu
gabungan yang menengahi efek stres dengan mengubah persepsi situasi dan
mengurangi tekanan peristiwa kehidupan yang penuh stres (Hasanvand, 2013).
Hardiness memiliki fungsi sebagai proses dalam membantu individu
untuk beradaptasi dan lebih memiliki toleran terhadap stres (Florian dalam
Heriyanto, 2011). Individu yang memiliki kekuatan memunculkan ketahanan
dalam dirinya, dapat membantu individu dalam menyesuaiakan terhadap
perubahan yang terjadi. Sehingga individu mampu menghadapi persoalan
secara positif dan bersikap optimis dalam mencari jalan keluar dari setiap
persoalan yang dihadapi.
Menurut Sweetman (dalam Hersen, 2006) disisi lain, optimisme adalah
faktor pelindung yang berfungsi untuk meningkatkan dan sebagai sumber
dasar bagi hardiness yang dimiliki individu, yang merupakan kapasitas untuk
bertahan dan bangkit dalam menghadapi tantangan. Menurut Seligman (dalam
Waruwu, 2006) optimisme adalah bagaimana individu bersikap positif
terhadap suatu keadaan. Optimisme lebih ditujukan pada bagaimana individu
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
menjelaskan mengenai sebab terjadinya suatu keadaan yang baik atau pun
yang buruk.
Individu yang optimis terhadap kondisi penyakitnya, seperti dalam
menghadapi berbagai macam persoalan yang baik maupun buruk individu
dapat menghadapinya dengan pemikiran yang positif sehingga memunculkan
bahwa individu merasa mampu, yakin dan tidak mudah menyerah. Dengan
memiliki sikap yang optimis dapat membantu individu percaya bahwa hal-hal
baik yang dilakukan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan
jantungnya. Chang (2000) mendefinisikan optimisme sebagai kecenderungan
stabil untuk “percaya bahwa hal-hal yang baik akan terjadi dari pada yang
buruk”. Optimis dapat membantu individu dalam memandang persoalan
secara lebih positif, sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan. Menurut
Seligman (2008) optimisme adalah alat untuk membantu individu mencapai
tujuan yang ditetapkan pada dirinya sendiri.
Beberapa penelitian sebelumnya, yakni hasil penelitian Belsky (dalam
Andika, 2012) mengemukakan bahwa hardiness dan self efficacy merupakan
karakteristik kepribadian yang dapat berkontribusi langsung dalam mengatasi
stres. Hasil penelitian lain oleh Sari (2013) menemukan bahwa hardiness
memiliki hubungan yang positif pada problem focused coping pada wanita
karir dengan r
hitung
0,540 dan signifikansi 0,000. Kemudian pada hasil
penelitian oleh Saputro (2009) menemukan bahwa kepribadian hardiness dan
kecerdasan emosional dapat memprediksi depresi pada ODHA dengan R 12y
0,897 dan F
hitung
61,881 dengan p <0,01. Berdasarkan hasil penelitian diatas
yang mendukung peneliti untuk tertarik meneliti pengaruh optimisme terhadap
hardiness pada pasien penyakit jantung koroner.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Dari hasil penelitian Heriyanto(2011) menemukan bahwa individu
yang mempunyai kepribadian hardiness akan tetap tegar, dapat menyesuaikan
diri dengan sehat, ada kekuatan dan tetap tabah serta berusaha untuk
menyesuakan dalam menghadapi sumber stres di dalam kehidupan.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil dalam penelitiannya terhadap pasien
penyakit jantung koroner dari 60 pasien, bahwa terdapat 70% pasien yang
memiliki tingkat hardiness sedang dan 13% pasien yang memiliki tingkat
hardiness tinggi.
Data tersebut menunjukkan hasil tinggi yang berada diperingkat kedua
setelah hasil sedang, hal ini disebabkan oleh kurangnya keinginan yang kuat
untuk sembuh, rasa percaya diri yang kurang dan sikap yang mudah putus asa
dari pasien. Untuk membantu pasien agar tidak mudah putus asa dalam
menghadapi berbagai macam peristiwa dalam kehidupannya, maka diperlukan
adanya sikap yang optimis. Sikap optimis yang dimiliki pasien dapat
membantu menghadapi peristiwa baik yang menyenangkan ataupun yang
tidak menyenangkan secara positif. Hal ini sejalan dengan teori menurut
Seligman
(dalam
Chang,
2000)
mengemukakan
bahwa
optimisme
berhubungan dengan pola pikir tentang suatu kejadian yang menimpa
seseorang, khusunya kejadian buruk. Optimisme merupakan kemampuan
seseorang untuk menginterpretasi secara positif segala kejadian dan
pengalaman dalam kehidupannya. Segala sesuatu dimulai dari pikiran
seseorang, yang kemudian diwujudkan dalam perilaku.
Seligman (2008), mengatakan bahwa optimisme berpengaruh terhadap
kesuksesan di dalam pekerjaan, sekolah, kesehatan, dan relasi sosial. Dalam
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
studinya, Seligman membuktikan bahwa sikap optimis bermanfaat untuk
memotivasi seseorang di segala bidang kehidupan.Sikap yang optimis sangat
diperlukan demi kesembuhan total, karena individu yang bersikap optimis
lebih cepat sembuh dan menjalani hidup normal dibanding individu yang
pesimis.
Studi pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan terhadap 5 subjek
yang memiliki penyakit jantung koroner. Wawancara pada subjek pertama
pada tanggal 22 Januari 2015 di dukuh waluh, berinisial S (perempuan) umur
59 tahun. Subjek mengaku penyebab penyakit jantung koroner karena
hipertensi. Subjek mengaku merasa khawatir. Kematian ini lah yang paling
ditakuti subjek. Selain itu aktivitas subjek menjadi terbatas ketika berjalan
kaki subjek merasa sesak nafas dan mudah lelah. Subjek mengatakan sejak
memiliki penyakit jantung koroner ketika mendengar suara keras, berita
kecelakaan atau bencana di televisi terkadang membuat jantung berdetak
kencang dan terasa nyeri. Rasa nyeri yang ditimbulkan dari penyakitnya
seperti tertusuk. Subjek mengaku bosan ketika harus terus-terusan minum
obat.
Wawancara pada subjek kedua pada tanggal 23 Januari 2015 terhadap
subjek berinisial UP (laki-laki) umur 55 tahun. Penyebab subjek terkena
penyakit jantung koroner dikarenakan merokok, kurang memperhatikan
makan dan minum kopi. Subjek mengaku awal terkena penyakit jantung
koroner ketika itu nafasnya sesak dan sakit. Kini subjek sudah melakukan
pemasangan dua ring. Kemudian subjek juga mengaku adanya penyakit
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
jantung koroner membuat dirinya tergantung pada obat, yang membuat subjek
merasa penyakitnya tidak sembuh-sembuh dan mudah stres. Subjek mengaku
ketika sedang melakukan kontrol kerumah sakit subjek merasa takut karena
disekeliling subjek banyak pasien penyakit jantung koroner yang duduk
dengan kondisi lemas.
Pada wawancara ketiga tanggal 25 Februari 2015 di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto, subjek berinisial T umur 52 tahun, dan
subjek bekerja sebagai guru MI. Ketika awal mengetahui diagnosis dokter,
subjek mengaku shock. Subjek mengatakan kesulitan untuk mengendalikan
makanan yang dikonsumsi. Ketika subjek bekerja terkadang subjek merasa
putus asa dalam menghadapi siswa yang sulit diatur. Selain itu penerapan
disiplin ketat yang menjadikan tekanan sendiri bagi subjek. Subjek
menceritakan bahwa banyak teman subjek yang meninggal akibat penyakit
jantung koroner, ada yang setelah bersepeda meninggal dan ada yang selesei
rapat meninggal. Hal tersebut yang membuat subjek takut meninggal secara
tiba-tiba. Subjek mengaku walaupun subjek melakukan chek up kedokter
sebulan sekali dan minum obat secara teratur, namun subjek merasa
penyakitnya sulit untuk sembuh.
Pada wawancara keempat tanggal 27 Februari 2015 di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto, subjek berinisial SR umur 65 tahun bekerja
sebagai buruh tani. Subjek mengaku kurang mengetahui penyebab pasti
terkena penyakit jantung koroner, hanya subjek merasa pada saat bertani yaitu
mencangkul dada subjek terasa sesak dan nyeri sampai ke lengan dan pundak,
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
dan subjek merasakan sakit seperti ditekan. Subjek kaget setelah mengetahui
bahwa subjek terkena penyakit jantung koroner, karena selain penyakit
jantung koroner, subjek memiliki penyakit prostat yang belum sembuh.
Subjek mengaku adanya penyakit jantung koroner menambah tekanan bagi
subjek. Subjek mengaku setelah terkena penyakit jantung koroner menjadi
kekhawatiran sendiri bagi. Subjek juga kurang memperhatikan pola makan.
Subjek mengatakan subjek harus bekerja, namun adanya penyakit ini
menjadikan hambatan tersendiri bagi subjek. Subjek mengaku penyakitnya
sulit untuk sembuh walaupun subjek sudah melakukan kontrol.
Pada wawancara ke lima tanggal 27 Februari 2015di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto, subjek berinisial A umur 57 tahun. Subjek
bekerja sebagai guru SD mengajar olah raga. Subjek mengatakan awal terkena
penyakit jantung koroner, pada saat sedang mengajar olah raga, subjek merasa
lelah dan dada subjek terasa sesak sakit. Penyebabnya karena kolesterol.
Subjek mengaku sudah tidak bisa bekerja semaksimal dulu, seperti
mempraktekkan gerakan olah raga, namun perasaan khawatir tetap ada ketika
subjek sedang mengajar. Subjek mengatakan awalnya sulit untuk menerima
kenyataan bahwa subjek memiliki penyakit jantung koroner, namun sekarang
subjek berusaha untuk menerima kondisi penyakitnya. Subjek mengaku ingin
terus bekerja sampai umur 60 tahun kemudian pensiun. Subjek meyakini dan
berdo’a bahwa dengan ketahanan dan ketekunan dalam melakukan
pengobatan subjek bisa sembuh. Subjek mengaku berusaha untuk berfikir
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
positif terhadap kondisi penyakitnya. Subjek mengaku pola makan penting
untuk dijaga, namun sesekali subjek melanggar.
Hasil
wawancara
dengan
pasien
jantung
koroner
ditemukan
permasalahan yang terjadi pada pasien penyakit jantung koroner yaitu, pasien
yang memiliki penyakit jantung koroner dari luar terlihat tampak sehat, namun
sebenarnya pasien merasa cemas terhadap penyakitnya yang bisa kembuh
secara tiba-tiba. Mengingat penyakit jantung koroner ini dapat meninggal
secara tiba-tiba. Hal tersebut yang membuat pasien khawatir akan kondisi
penyakitnya. Kemudian rasa sakit yang harus diterima ketika penyakitnya
kambuh seperti ditekan. Rasa sakit yang dialami tentu juga akan berpengaruh
terhadap kondisi psikisnya, seperti mucul merasa tidak berguna, cemas, dan
stres karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh.
Aktivitas pasien menjadi terhambat, dimana pasien sudah tidak bisa
melakukan aktivitas yang dirasa berat bagi pasien. Pasien terkadang merasa
putus asa dalam melakukan aktivitas karena tidak sekuat dulu, pasienada yang
masih ingin bekerja dengan kondisi penyakit jantung koroner membuat
pasiendalam
bekerja
menjadi
terhambat,
sehingga
menjadi
kurang
bersemangat, selain itu juga pasien kurang menjaga pola makan. Pasien
merasa bahwa penyakitnya sulit untuk disembuhkan. Namun ada pasien yang
masih bisa melakukan aktivitas normal dan memperhatikan pola makan, serta
pasien berusaha untuk menerima bahwa pasien terkena penyakit jantung
koroner. Pasien memiliki keyakin dan berdo’a bahwa suatu saat pasien dapat
sembuh.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Kekuatan yang muncul dari dalam diri individu dapat memberikan
sikap yang optimis dalam menghadapi suatu persoalan. Sehingga individu
dapat memandang suatu persoalan dengan cara yang positif. Hardiness
memiliki korelasi positif dengan optimisme karena individu yang optimis
cenderung terlibat dalam perilaku yang terkait dengan hardiness, seperti
penerimaan keadaan, pemecahan masalah secara aktif, dan menghargai
dukungan yang diterima. Bahkan dalam menghadapi stres kesehatan secara
umum, seperti kelahiran anak, optimisme muncul untuk meningkatkan
ketahanan individu terhadap gejala depresi (Carver dalam Hersen, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merasa perlu untuk
mengkaji permasalahan yang terjadi pada individu yang memiliki penyakit
jantung koroner dengan judul “pengaruh optimisme terhadap hardiness pada
pasien penyakit jantung koroner di Instalasi Rawat Jalan RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat perumusan masalah
penelitiannya adalah: “ Apakah ada pengaruh optimisme terhadap hardiness
pada pasien penyakit jantung koroner di Instalasi Rawat Jalan RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto?”
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji secara empiris tentang pengaruh optimisme terhadap hardiness
pada pasien penyakit jantung koroner di Instalasi Rawat Jalan RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat antara lain:
1. Manfaat Toritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan di
bidangilmu psikologi, khususnya psikologi klinis.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian yang dipaparkan dapat dijadikan masukan atau saran
bagi pihak rumah sakit baik perawat maupun dokter terkait, agar lebih
dapat memahami kondisi pasien penyakit jantung koroner.
b. Bagi para pasien penyakit jantung koroner dapat dijadikan masukan
untuk lebih optimis sehingga lebih dapat kuat dalam menjalani
aktivitas kehidupan sehari-hari.
c. Bagi keluarga pasien penyakit jantung koroner agar lebih memahami
dan tetap mendukung pasien dalam menjalani kehidupannya.
d. Bagi bidang psikologi klinis hasil penelitian ini dapat dikembangkan
kembali dengan variabel-variabel yang berbeda.
Pengaruh Optimisme Terhadap..., Rahmawati, Fakultas Psikologi UMP, 2015
Download