TINJAUAN BERBAGAI ASPEK PAJAK PADA TRANSAKSI DI

advertisement
TINJAUAN BERBAGAI ASPEK PAJAK PADA TRANSAKSI
BERJANGKA JAKARTA
DI BURSA
Sem Paulus Silalahi
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru – Pekanbaru 28293
ABSTRAK
Melihat pentingnya Bursa Berjangka Jakarta secara ekonomis dan sangat bermanfaat bagi negara,
pelaku usaha, petani, maupun masyarakat luas serta banyaknya keberatan yang ditujukan pada
peraturan perpajakan yang mengatur transaksi kontrak berjangka secara tegas dan jelas. Maka dirasa
perlu untuk melakukan tinjauan aspek pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka
Jakarta. Tinjauan yang dilakukan dilihat dari berbagai aspek perpajakan yang sesuai dengan
ketetapan dan undang-undang perpajakan di Indonesia. Perlakuan pajak atas transaksi yang terjadi
pada Bursa Berjangka Jakarta merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.
Perlakuan perpajakan atas transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta serta perlakuan
perpajakan bagi pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka
Jakarta, antara lain hedger, investor, Bursa Berjangka Jakarta, lembaga kliring berjangka, pialang
berjangka dan penasihat berjangka merupakan rumusan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini. Diharapkan Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan peraturan perpajakan yang
akan memberikan kontribusi positif bagi pelaku Bursa Berjangka Jakarta. Semua ini tidak terlepas
dari tujuan untuk mengembangkan Bursa Berjangka Jakarta ke arah yang lebih baik yaitu
mewujudkan sebuah pasar perdagangan berjangka yang memiliki landasan serta dukungan sistem dan
mekanisme yang efisien, wajar serta transparan serta terwujudnya efisiensi pemungutan dan tertib
pajak serta terhadap komponen perekonomian.
PENDAHULUAN
Sejak tanggal 15 Desember 2000, Indonesia telah memiliki bursa berjangka komoditas pertama, dengan
nama Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Bursa ini didirikan sebagai jawaban atas permintaan kalangan
pelaku pasar komoditas primer yang mengeluhkan atas nasib komoditas primer Indonesia di pasar
internasional yang selalu kalah bersaing karena belum memiliki mekanisme penentuan harga (price
discovery mechanism).
Secara ekonomis, Bursa Berjangka Jakarta sangat bermanfaat, baik bagi negara, pelaku usaha, petani,
maupun masyarakat luas. Melihat pentingnya Bursa Berjangka Jakarta serta banyaknya sikap keberatan
yang di kemukakan oleh pihak yang bertransaksi di Bursa Berjangka jakarta atas peraturan pajak atas
transaksi di bursa berjangka, seperti aturan pelaksanaan pasal 4 ayat 2 UU PPh yaitu PP No. 17/2009
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang
Diperdagangkan di Bursa , yang mendapat penolakan keras dari Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta
(BBJ), Hasan Zein Mahmud, penolakan keras dari Direktur Utama PT Kliring Berjangka Jakarta
Indonesia (KBI), seperti yang di lansir di bisnis.com pada tanggal 28 februari 2009, maka dirasa perlu
untuk melakukan tinjauan aspek pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka Jakarta.
Tinjauan yang dilakukan dilihat dari berbagai aspek perpajakan yang sesuai dengan peraturan undangundang perpajakan di Indonesia. Perlakuan pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka
Jakarta merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah penelitian
ini adalah:
1. Kewajiban perpajakan apa yang harus dipenuhi dalam transaksi kontrak
berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta?
2. Kewajiban perpajakan apa yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait
dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi dalam transaksi
kontrak berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta.
2. Untuk mengetahui bagaimana kewajiban perpajakan dipenuhi oleh pihakpihak yang terkait dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka
Jakarta.
METODE PENELITIAN
Jenis data dan Variabel
Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif, yang terdiri dari data primer dan data
sekunder. Adapun data primer termasuk di dalamnya yaitu data yang berhubungan dengan Bursa
Berjangka Jakarta. Sedangkan data sekundernya diantaranya meliputi: peraturan perpajakan yang
dikeluarkan pemerintah, yakni peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan, surat edaran dan
surat keputusan direktur jendral pajak, yang tentunya mempunyai relevansi dengan perdagangan
berjangka.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Derivatif dan Kontrak Berjangka
Sekuritas derivatif adalah sebuah sekuritas yang nilainya tergantung pada aset lain yang lebih elementer
atau aset yang mendasarinya (underlying asset) (Sembel, Roy & Fardiansyah, Tedy. Sekuritas derivatif.
Jakarta: Salemba Empat, 2002).
Futures contract adalah kontrak standar antara dua pihak untuk membeli (long position) atau menjual
(short position) suatu aset dengan harga tertentu (delivery price) untuk penyerahan di masa depan
melalui mekanisme bursa terorganisasi. Aset yang diperdagangkan bisa berupa komoditas ataupun aset
keuangan. Kedua belah pihak yang terlibat tidak saling mengetahui satu sama lain. Beberapa jenis
kontrak futures antara lain, komoditas, valas, suku bungadan indeks
Konsep Dasar dan Aspek Pajak
Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif
Analisa mengenai ketentuan perpajakan atas penghasilan yang didapat dari
transaksi instrumen derivatif akan diuraikan sebagai berikut :
1. Penghasilan Usaha
Defenisi penghasilan usaha tidak dijelaskan dalam undang-undang pajak
penghasilan. Pembedaan antara penghasilan usaha dan penghasilan lainnya
sangat penting dan dibutuhkan untuk menentukan jenis penghasilan sesuai
dengan penerapan undang-undang domestik maupun tax-treaty yang
bersangkutan. Apabila di dalam penghasilan usaha termasuk penghasilan yang
didapat dari transaksi instrumen keuangan derivatif, maka semua biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan transaksi instrumen keuangan derivatif
diperkenankan untuk mengurangi penghasilan usaha (Perkasa 2004,108).
2. Bunga
Defenisi mengenai “premium” yang dapat dikatagorikan sebagai bunga harus
diberi defenisi dan penjelasan yang lebih rinci sehingga terdapat kejelasan
dalam perlakuan pajak atas premium yang tidak dapat digolongkan sebagai
bunga (Perkasa 2004,109).
3. Keuntungan Penjualan/Pengalihan Harta (Capital Gain)
Penjelasan pasal (4) ayat 1 huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat
digunakan untuk penerapan tarif pajak yang berbeda atau untuk pengecekan
apabila ada dugaan tax avoidance yang dilakukan oleh wajib pajak.
Analisis Pengenaan
Komoditi Berjangka
Pajak
Penghasilan
Terhadap
Transaksi
Bursa
Beberapa konsep sebagai bahan perbandingan dalam rangka menganalisa model pengenaan pajak
penghasilan terhadap transaksi bursa komoditi berjangka:
1.
Konsep Perdagangan
Transaksi derivatif diperlakukan sebagai
transaksi dagang biasa, laba
dikenakan pajak penghasilan dan kerugian dapat dikompensasikan baik secara
vertikal maupun horizontal. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan
berkaitan dengan transaksi derivatif dapat di perhitungkan sebagai pengurang
pendapatan.
2. Konsep Zero Sum-Game
Dengan konsep ini laba dari transaksi derivatif tidak dikenakan pajak
penghasilan, begitu pula dengan kerugian dari transaksi derivatif tidak dapat
dikompensasikan. Menurut konsep ini, negara secara makro tidak mendapat
apa-apa karena wajib pajak yang mendapatkan laba tidak dikenakan pajak,
sedangkan
wajib
pajak
yangmendapatkan
kerugian
tidak
dapat
mengkompensasikan kerugiannya.
Dengan penerapan konsep ini jelas para pelaku bursa dibebaskan dari
kewajiban perpajakan khususnya pajak penghasilan, namun pengenaan pajak
pertambahan nilai (PPN) tetap bisa dilaksanakan.
3. Konsep Investasi
Dengan konsep ini suatu transaksi di bursa komoditi berjangka dianggap sebagai suatu investasi.
Sebagai suatu investasi jumlah kerugian yang diakui tentunya tidak boleh melebihi nilai
investasinya. Pengenaan pajak penghasilan baik dikategorikan sebagai aktiva lancar maupun
sebagai investasi jangka panjang akan diperhitungkan ketika investasi tersebut mengalamai gain
atau loss saat realisasi penjualannya. Jadi tidak ada pengakuan keuntungan atau kerugian dari
penilaian investasi tidak lancar (investasi jangka panjang) di akhir tahun jika terjadi penurunan atau
kenaikan harga pasar sebagaimana yang diperkenankan dalam akuntansi komersial.
4. Konsep
Pengenaan
Pajak
Penghasilan
Final
( gross
final
basis/presumptive taxation).
Konsep ini paling mudah diterapkan untuk mengatasi kesulitan mengidentifikasikan suatu transaksi
bertujuan lindung nilai atau spekulatif. Setiap transaksi di bursa komoditi langsung dikenakan pajak
penghasilan final. Pengenaan pajak penghasilan dengan pola ini terkesan yang mudah diterapkan.
Tidak disulitkan dengan identifikasi hedging atau bukan dari transaksi yang ada di bursa komoditi
berjangka, dan yang jelas semua pelaku baik individual maupun berbentuk badan tidak akan bisa
menyembunyikan transaksi yang dilakukan di bursa. Namun demikian, perlu dipertimbangkan
bahwa pengenaan pajak penghasilan final ini bisa membuat pasar tidak bergairah, karena semua
transaksi baik yang laba maupun rugi dikenakan pajak. Di samping itu pula, bagi para pelaku
lindung nilai (hedger) ketentuan ini tentunya dirasa lebih memberatkan karena mereka bertransaksi
bener-benar untuk mendapatkan komoditinya, namun dikenakan pajak penghasilan final yang akan
menambah beban perusahaan ketika terjadi kerugian. Dengan tidak adanya kalkulasi deductible
expense bagi para pelaku transaksi maka rasa keadilan bagi calon wajib pajak menjadi terpenuhi,
juga secara akuntansi prinsip pengakuan pendapatan seperti ini tidak sesuai dengan matching
principle, dan metode akrual. Bagi perusahaan yang menderita kerugian, pengenaan pajak
penghasilan final ini akan menambah beban mereka, namun dalam kondisi normal kerugian ini
hanya bersifat jangka pendek (Wijono 2001,63).
BURSA BERJANGKA JAKARTA
Sejarah Pendirian Bursa Berjangka Jakarta
Sederetan menteri sejak zaman orde baru mencoba memfasilitasi berdirinya bursa berjangka dan
mencegah menjadikannya suatu kasino.
Pada tanggal 11 Juli 2000 jam 16.00 dimasukkan permohonan untuk ijin usaha suatu bursa berjangka
sudah diajukan kepada BAPPEBTI. Ini merupakan permohonan ijin usaha pertama untuk satu bursa
berjangka dalam sejarah Republik Indonesia.
Pada tanggal 21 November 2000 Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) resmi mendapat ijin dari BAPPEBTI.
Setelah melalui perjuangan yang panjang dan melelahkan, akhirnya Bursa Berjangka Jakarta resmi
berdiri dan mulai resmi melakukan perdagangan pertamanya sejak tanggal 15 Desember 2000.
Struktur Organisasi Bursa Berjangka Jakarta
Bursa Berjangka Jakarta dikelola dewan dan direksi. Fungsi dewan komisaris adalah mengawasi
direksi dan mewakili kepentingan para pemegang saham Bursa Berjangka Jakarta dan masyarakat luas.
Kepentingan para anggota Bursa Berjangka Jakarta diwakili dalam sistem komite, yaitu komite
pelaksanaan perdagangan, komite arbitrase,komite keanggotaan, komite produk
Kelembagaan
Dalam industri perdagangan berjakangka, ada empat unsur atau lembaga yang penting, yaitu unsur
pengawas, penyelenggara,pelaku dan penunjang serta pengguna/pemakai. Sebagai lembaga pengawas
adalah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, lazimnya adalah pemerintah. Bursa
Berjangkan dan lembaga kliring adalah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan
berjangka dan dimiliki serta dijalankan oleh swasta. Para pelaku perdagangan berjangka adalah mereka
yang memiliki ijin sebagai anggota bursa dan memiliki hak untuk secara langsung melakukan transaksi
perdagangan di bursa. Kelompok itu terdiri dari pialang berjangka yang bertransaksi untk kepentingan
nasabahnya dan pedagang berjangka yang bertransaksi untuk kepentingan dirinya atau kelompok
usahanya. Adapun pnegguna/pemakai bursa adalah pihak yang memanfaatkan perdagangan berjangka
di bursa sebagai sarana untuk mencari keuntungan. Selaku unsur penunjang adalah penasihat berjangka
(memiki keahlian di bidang analisis perdagangan berjangka), sentra dana berjangka beserta
pengelolanya, bank, dan para ahli di bidang akuntansi dan hukum, serta lembaga penguji mutu
komoditi.
Perdagangan Berjangka
Berbeda dengan pengertian kontrak dalam perdagangan biasa, kontrak berjangka adalah kontrak
standar (standardized contract) dengan jumlah, mutu, jenis, tempat dan waktu penyerahan yang telah
diterapkan terlebih dahulu. Istilah kontrak dalam perdagangan biasa yang berarti perjanjian yang
mengikat secara hukum di antara dua pihak untuk membeli atau menjual aset tertentu, termasuk
komoditi. Oleh karena bentuknya yang standar itu hanya harganya yang dinegosiasikan di bursa
berjangka. Performance atau pemenuhan kontrak dilakukan sesuai spesifikasi yang tercantum dalam
kontrak dan dijamin suatu lembaga khusus, yaitu lembaga kliring berjangka.
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Transaksi di Bursa Berjangka Jakarta
Secara sederhana, mekanisme transaksi di Bursa dapat digambarkan sebagai berikut, pembeli dan
penjual bertemu di lantai bursa dengan sistem transaksi lewat monitor (trading screen atau price
quotation board) yang digunakan untuk mengetahui harga-harga kontrak berjangka.
Proses perdagangan berawal ketika calon nasabah mendiskusikan tujuan yang diinginkan dengan wakil
pialang yang memiliki ijin (terdaftar). Pada saat itu, selain penjelasan tentang resiko yang berhubungan
dengan perdagangan berjangka, wakil pialang pun harus benar-benar mengetahui pihak dan keadaaan
calon nasabahnya. Langkah berikutnya adalah membuka rekening setelah calon nasabah menyadari
resiko yang dihadapi dan memenuhi persyaratan tertentu. Kemudian, nasabah menandatangani
beberapa dokumen legal, mengenai tanggung jawabnya terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Penyelesaian Transaksi
Secara garis besar, ada tiga macam penyelesaian transaksi dalam kontrak berjangka:
a. Penyelesaian transaksi kontrak berjangka – sebelum kontrak bersangkutan jatuh tempo - dapat
dilakukan dengan cara likuidasi (offset) atau liquidation by off-set.
b. Penyelesaian transaksi dengan penyerahan fisik (physical delivery settlement)
Kontrak berjangka yang masih terbuka sampai hari perdagangan terakhir bulan berjalan (jatuh
tempo) harus diselesaikan dengan cara penyerahan komoditi atau produk secara fisik.
c. Penyelesaian transaksi secara tunai (cash settlement)
Untuk kontrak-kontrak tertentu yang tidak mungkin diselesaikan secara fisik, penyelesaian dapat
dilakukan secara tunai sesuai peraturan dan tata tertib yang berlaku.
Tinjauan Aspek Pajak atas Transaksi Perdagangan Kontrak Berjangka di Bursa Berjangka
Jakarta
•
Pada saat transaksi derivatif terjadi di Bursa Berjangka Jakarta, terjadi tanpa tahu lawan
transaksinya atau anonim (tidak perlu diberitahu siapa yang bertransaksi). Kontrak berjangka tidak
dibuat secara tertulis, tetapi isinya mengenai standar kualitas, kuantitas, tempat penyerahan, cara
pembayaran, waktu penyerahan dan penyelesaian peselisihan, ada di peraturan bursa. Berdasarkan
Undang-Undang Bea Materai maka kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka
Jakarta tidak terutang bea materai.
•
Pada saat transaksi kontrak berjangka terjadi di Bursa Berjangka Jakarta, belum ada perpindahan
hak milik dan belum ada perpindahan uang. Dari kondisi ini kontrak berjangka yang
diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta belum terutang PPN dan PPh, karena tidak ada
penyerahan BKP dan belum ada pihak yang menerima penghasilan.
•
Atas setiap penempatan amanat/perintah bertransaksi, nasabah harus menempatkan margin. Setiap
harinya margin itu didebet atau dikredit setelah berakhirnya penutupan transaksi (marking to
market). Nasabah harus menjaga jumlah minimum margin (margin maintenance) di dalam
rekeningnya. Jika terjadi kerugian dalam transaksi dan dana di rekening nasabah berada di bawah
jumlah minimum, pialang akan meminta nasabah menambah dananya untuk memulihkan rekening
ke tingkat initial margin. Perubahan margin tersebut menunjukkan laba/rugi nasabah yang
merupakan objek pajak penghasilan. Dasar pengenaan pajak dapat menggunakan jumlah transaksi
dalam lot dikalikan margin awal.
Tinjauan Aspek Pajak atas Penyelesaian Transaksi Perdagangan Kontrak Berjangka di Bursa
Berjangka Jakarta
Pada penyerahan fisik ada pemakaian gudang yang ditunjuk oleh Bursa Berjangka Jakarta (bagi
nasabah yang mau menggunakan gudang tersebut). Tetapi Bursa Berjangka Jakarta hanya berperan
sebagai penunjuk/perantara, yang mewadahi nasabah dan pemilik gudang. Dalam hal ini Bursa
Berjangka Jakarta tidak mendapat tambahan nilai ekonomis.
Bursa Berjangka Jakarta tidak dikenakan pajak karena hanya berperan sebagai perantara dan tidak
memperoleh penghasilan dari transaksi sewa gudang atau penyerahan fisik komoditi. Pada jenis
penyelesaian transaksi ini terdapat perpindahan kepemilikan yang menyebabkan terhutang PPN, karen
suda ada penyerahan BKP.
Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Perdagangan Kontrak Berjangka di Bursa
Jakarta dan Tinjauan Aspek Pajaknya.
Berjangka
Tinjauan Aspek Pajak atas Hedger
Yang menjadi penghasilan bagi hedger penjual:
Keuntungan yang diperoleh dari Hedging. Keuntungan yang diperoleh tersebut dijelaskan dalam
beberapa kemungkinan yang akan dihadapi oleh hedger penjual dalam melakukan lindung nilai, yaitu
antara lain :
1.
Harga menurun
(Apabila penurunan harga di pasar fisik sama dengan penurunan harga di pasar berjangka, maka
hedger penjual tidak akan untung/rugi).
Contoh:
•
Pada bulan Maret 2011, Tuan A seorang petani kopi mengharapkan panen kopinya pada bulan Juli
2011 dan menjualnya dengan harga Rp.4.700,-/kg.
•
Tuan A khawatir jika pada bulan Juli 2011 (pada saat panen) harga kopi turun. Untuk melindungi
diri dari kemungkinan penurunan harga tersebut Tuan A pada bulan Maret 2011 memutuskan
untuk melakukan lindung nilai dengan cara membuka kontrak jual berjangka kopi pada harga
Rp.4.900,-/kg.
•
Pada bulan Juli 2011 harga kopi di pasar fisik benar-benar mengalami penurunan sebesar Rp.100.dan harga kopi di pasar berjangka juga turun Rp.100,-
•
Maka Tuan A tidak untuk/rugi, karena kerugian di pasar fisik sebesar Rp.100,- ditutup oleh
keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka sebesar Rp.100,-
Ilustrasinya sebagai berikut:
Pasar Fisik
Pasar Berjangka
Maret 2011:
Maret 2011:
Tuan A mengharapkan harga kopi Membuka kontrak jual berjangka
pada bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg
sebanyak 10 lot pada harga
Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada
bulan Agustus 2011
Juli 2011:
Juli 2011:
Harga kopi turun Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kopi turun Rp100,-/kg. Tuan A
menjual 50 ton kopi pada harga menyelesaikan kontrak berjangka pada
Rp.4.600,-/kg
harga Rp.4.800,-/kg
Rugi: Rp.100,Untung: Rp100,Keterangan: 1 lot = 5 ton.
Dengan melakukan lindung nilai, Tuan A tetap memperoleh harga jual pada bulan Juli 2011 sebesar
Rp.4.700,-/kg seperti yang diinginkannya, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual kopi bulan Juli 2011:
Rp.4.600,-/kg
Keuntungan di pasar berjangka yg diterima Tuan A, Juli 2011:
Rp.100,-/kg
Harga jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011:
Rp.4.700,-/kg
Menurut Akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011 Tuan A menjual 50 ton kopi dengan harga Rp.4.600,-/kg dan membuat ayat jurnal:
Juli 2011
Kas (Rp.4.600,- x 50 ton)
230.000.000
Penjualan
230.000
Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal
sebagai berikut:
Juli 2011
Kas
5.000.000
Kontrak berjangka(Rp.4.900 – Rp.4.800) x 50 ton
5.000.000
Menurut Pajak:
• Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang
dilakukannya maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak
penghasilan.
•
Tindakan hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang
dilakukannya. Untuk dapat menjual komoditas pada harga yang diinginkan hedger penjual
melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti
biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena
mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
•
Bagi hedger penjual, atas adanya penyerahan BKP pada saat penyelesaian transaksi dengan cara
penyerahan fisik komoditi maka dikenakan PPN serta membuat faktur pajak atas penyerahan BKP
tersebut.
2.
Harga Naik
Contoh ilustrasinya sebagai berikut:
Pasar Fisik
Pasar Berjangka
Maret 2011:
Maret 2011:
Tuan A mengharapkan harga kopi Membuka kontrak jual berjangka
pada bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg
sebanyak 10 lot pada harga
Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada
bulan Agustus 2011
Juli 2011:
Juli 2011:
Harga kopi naik Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kontrak berjangka naik
menjual 50 ton kopi pada harga Rp.100,-/kg. Tuan A menyelesaikan
Rp.4.800,-/kg
kontrak berjangka pada harga
Rp.5.000,-/kg
Untung: Rp.100,Rugi: Rp100,Tuan A tetap dapat memperoleh harga yang diinginkannya. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Harga jual kopi bulan Juli 2011:
Rp.4.800,-/kg
Rugi di pasar berjangka, Juli 2011:
Rp.100,-/kg
Harga jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011
Rp.4.700,-/kg
Menurut Akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011 Tuan A menjual 50 ton kopi dengan Rp.4.800,-/kg dan membuat ayat jurnal
berikut:
Juli 2011
Kas (Rp.4.800,- x 50 ton)
Penjualan
240.000.000
240.000.000
Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal
sebagai berikut:
Juli 2011
Kontrak berjangka (Rp.4.900 – Rp.5.000) x 50 ton
5.000.000
Kas
5.000.000
Menurut Pajak:
Karena hedger penjual mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih
di sebabkan karena usaha untuk dapat menjual komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar
berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi
dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan
langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
3. Harga di pasar fisik naik tetapi harga di pasar berjangka turun atau kenaikan harga di pasar
fisik lebih besar daripada di pasar berjangka, maka produsen untung.
Ilustrasinya sebagai berikut:
Pasar Fisik
Pasar Berjangka
Maret 2011:
Maret 2011:
Tuan A mengharapkan harga kopi Membuka kontrak jual berjangka kopi
pada bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg
sebanyak 10 lot pada harga
Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada
bulan Agustus 2011
Juli 2011:
Juli 2011:
Harga kopi naik Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kontrak berjangka turun
menjual 50 ton kopi pada harga Rp.100,-/kg. Tuan A menyelesaikan
Rp.4.800,-/kg
kontrak
berjangka
pada
harga
Rp.4.800,-/kg
Untung: Rp.100,Untung: Rp100,Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Harga jual kopi bulan Juli 2011
Rp.4.800,-/kg
Untung di pasar berjangka, Juli 2011
Rp.100,-/kg
Harga jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011
Rp.4.900,-/kg
Untung Rp.200,- dari harga jual kopi yang diharapkan (Rp.4.700,-/kg)
Menurut Akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011 Tuan A menjual 50 ton kopi dengan harga Rp.4.800,-/kg dan membuat jurnal
berikut:
Juli 2011
Kas (Rp.4.800,- x 50 ton)
240.000.000
Penjualan
240.000.000
Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal
sebagai berikut:
Juli 2011
Kas
5.000.000
Kontrak berjangka (Rp.4.900 – Rp4.800) x 50 ton
5.000.000
Menurut Pajak
•
•
•
4.
Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang
dilakukannya maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak
penghasilan.
Tindakan hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang
dilakukannya. Untuk dapat menjual komoditas pada harga yang diinginkan hedger penjual
melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti
biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena
mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
Bagi hedger penjual, atas adanya penyerahan BKP pada saat penyelesaian transaksi dengan cara
penyerahan fisik komoditi maka dikenakan PPN serta membuat faktur pajak atas penyerahan BKP
tersebut.
Harga di pasar fisik turun, tetapi di pasar berjangka naik atau penurunan harga di pasar
fisik lebih besar daripada di pasar berjangka, maka produsen akan rugi.
Ilustrasinya sebagai berikut :
Pasar Fisik
Pasar Berjangka
Maret 2011:
Maret 2011:
Tuan A mengharapkan harga kopi pada Membuka kontrak jual berjangka kopi
bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg
sebanyak
10
lot
pada
harga
Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada
bulan Agustus 2011
Juli 2011:
Juli 2011:
Harga kopi turun Rp.100,-/kg. Tuan A Harga
kontrak
berjangka
turun
menjual 50 ton kopi pada harga Rp.100,-/kg. Tuan A menyelesaikan
Rp.4.600,-/kg
kontrak
berjangka
pada
harga
Rp.5.000,-/kg
Rugi: Rp.100,Rugi: Rp100,Perhitungannya sebagai berikut:
Harga Jual kopi bulan Juli 2011
Rp.4.600,-/kg
Rugi di pasar berjangka, Juli 2011
Rp.100,-/kg
Harga Jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011
Rp.4.500,-/kg
Rugi Rp.200,- dari harga jual kopi yang diharapkan (Rp.4.700,-/kg).
Menurut akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal
sebagai berikut:
Juli 2011
Kontrak berjangka (Rp.4.900 – Rp.5.000)
5.000.000
Kas
5.000.000
Menurut Pajak:
Karena hedger penjual mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih
disebabkan karena usaha untuk dapat menjual komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar
berajngka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi
dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan
langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
Yang Menjadi Penghasilan bagi Hedger pembeli:
Keuntungan yang diperoleh dari Hedging.
Keuntungan yang diperoleh tersebut dijelaskan beberapa kemungkinan yang akan dihadapi oleh
Hedger pembeli dalam melakukan lindung nilai, yaitu antara lain:
1. Harga Menurun
(Apabila penurunan harga di pasar fisik sama besarnya dengan penurunan harga di pasar berjangka
maka mereka tidak akan untung/rugi).
Contoh :
• PT. X, pabrik sabun mandi membutuhkan 100 ton minyak sawit untuk bulan Agustus 2011.
Perusahaan pengolah sawit (PKS), yang menghasilkan minyak sawit menetapkan harga sebesar
Rp.700.000,-/ton berdasarkan harga di pasar fisik, walaupun baru akan dibeli untuk penyerahan
bulan Juli 2011.
• Untuk melindungi dirinya dari kemungkinan naiknya harga minyak sawit di pasar fisik, PT.X
melakukan lindung nilai dengan membuka kontrak beli berjangka minyak sawit penyerahan
Agustus 2011 dengan harga sebesar Rp.800.000,-/ton sebanyak 25 lot.
• Ternyata harga di pasar fisik mengalami penurunan sebesar Rp.50.000,-/ton dan harga di pasar
berjangka juga turun sebesar Rp.50.000,-/ton.
• Maka para pemakai bahan baku tidak akan untung/rugi, karena keuntungan sebesar Rp.50.000,-/ton
yang diperoleh di pasar fisik sebagai akibat turunnya harga menjadi Rp.650.000,-/ton akan
dikompensasikan dengan kerugian di pasar berjangka sebesar Rp.50.000,-/ton.
Ilustrasinya sebagai berikut :
Pasar Fisik
Maret 2011:
PT. X memerlukan 100 ton minyak
sawit untuk bulan Agustus 2011
dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka
Maret 2011:
PT. X membuka kontrak beli
berjangka minyak sawit sebanya 25 lot
untuk penyerahan Agustus pada harga
Rp.800.000,-/ton
Juli 2011:
Juli 2011:
PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X
menyelesaikan
kontrak
pada harga Rp.650.000,-/ton
berjangka pada harga Rp.750.000,-/ton
Untung: Rp.50.000,-/ton
Rugi: Rp.50.000,-/ton
Keterangan: 1 lot = 4 ton
Dengan melakukan lindung nilai, PT.X akan tetap dapat membeli minyak sawit dengan harga
Rp.700.000,-/ton pada bulan Juli, dengan rincian sebagai berikut:
Harga beli minyak sawit, Juli 2011:
Rp.650.000,-/ton
Untung di pasar fisik, Juli 2011:
Rp.50.000,-/ton
Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT. X, Juli 2011: Rp.700.000,-/ton
Menurut akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi konprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011, PT. X membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.650.000,-/ton dan membuat
ayat jurnal:
Juli 2011
Persediaan minyak sawit
65.000.000
Kas (Rp.650.000,- x 100 ton)
650.000.000
Pada bulan Juli 2011, PT. X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal:
Juli 2011
Kontrak berjangka (Rp.800.000 – Rp.750.000)
50.000
Kas
50.000
Menurut Pajak:
Karena hedger pembeli mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih
disebabkan karena usaha untuk dapat membeli komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar
berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi
dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan
langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
2.
Harga Naik
Contoh ilustrasi sebagai berikut:
Pasar Fisik
Maret 2011:
PT. X memerlukan 100 ton minyak
sawit untuk bulan Agustus 2011
dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka
Maret 2011:
PT. X membuka kontrak beli
berjangka minyak sawit sebanya 25 lot
untuk penyerahan Agustus pada harga
Rp.800.000,-/ton
Juli 2011:
Juli 2011:
PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X
menyelesaikan
kontrak
pada harga Rp.750.000,-/ton
berjangka pada harga Rp.850.000,-/ton
Rugi: Rp.50.000,-/ton
Untung: Rp.50.000,-/ton
Keterangan : 1 lot = 4 ton
Dengan melakukan lindung nilai, PT.X akan tetap dapat membeli minyak sawit dengan harga Rp.
700.000,-/ton pada bulan Juli, dengan rincian sebagai berikut:
Harga beli minyak sawit, Juli 2011
Rp.750.000,-/ton
Untung di pasar berjangka, Juli 2011
Rp.50.000,-/ton
Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT.X, Juli 2011: Rp.700.000,-/ton
Menurut Akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011, PT. X membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.750.000,-/ton dan membuat
ayat jurnal:
Juli 2011
Persediaan minyak sawit
75.000.000
Kas (Rp.750.000,- x 100 ton)
75.000.000
Pada bulan Juli 2011, PT.X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal:
Juli 2011
Kas
50.000
Kontrak berjangka (Rp.850.000 – Rp.800.000)
50.000
Tidak terdapat pengaruh laba pada saat ini. Keuntungan atas kontrak berjangka diakumulasikan dalam
ekuitas sebagai bagian dari laba komprehensif lainnya sampai periode di mana persediaan itu dijual dan
laba dipengaruhi melalui harga pokok penjualan.
Sebagai contoh tambahan: diasumsikan bahwa minyak sawit itu diproses menjadi barang jadi (sabun).
Total biaya sabun (termasuk minyak sawit yang dibeli pada bulan Juli 2011) adalah Rp.80.000.000,-.
PT. X menjual sabun-sabun itu pada bulan Agustus 2011 seharga Rp.100.000.000,-. Ayat jurnal untuk
mencatat penjualan ini adalah sebagai berikut:
Agustus 2011
Kas
100.000.000
Pendapatan Penjualan
100.000.000
Harga Pokok Penjualan
80.000.000
Persediaan (sabun)
80.000.000
Menurut Pajak:
•
•
Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang
dilakukannya maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak
penghasilan.
Tindakan hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang
dilakukannya. Untuk dapat membeli komoditas pada harga yang diinginkan hedger pembeli
melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada pada transaksi kontrak berjangka,
seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto,
karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
3. Harga di pasar fisik naik tetapi harga di pasar berjangka turun atau kenaikan harga di pasar
fisik lebih besar dari pada kenaikan di pasar berjangka, maka hedger pembeli akan rugi.
Contoh ilustrasinya sebagai berikut:
Pasar Fisik
Maret 2011:
PT. X memerlukan 100 ton minyak
sawit untuk bulan Agustus 2011
dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka
Maret 2011:
PT. X membuka kontrak beli
berjangka minyak sawit sebanya 25 lot
untuk penyerahan Agustus pada harga
Rp.800.000,-/ton
Juli 2011:
Juli 2011:
PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X
menyelesaikan
kontrak
pada harga Rp.750.000,-/ton
berjangka pada harga Rp.750.000,-/ton
Rugi: Rp.50.000,-/ton
Rugi: Rp.50.000,-/ton
Perhitungannya sebagai berikut:
Harga beli minyak sawit, Juli 2011
Rp.750.000,-/ton
Rugi di pasar berjangka, Juli 2011
Rp.50.000,-/ton
Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT. X, Juli 2011
Rp.800.000,-/ton
Yakni besar/rugi Rp.100.0000,-/ton dari harga beli yang diharapkan (Rp.700.000,-/ton)
Menurut Akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011, PT.X, membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.750.000,-/ton dan membuat
ayat jurnal sebagai berikut:
Juli 2011
Persediaan minyak sawit
75.000.000
Kas (Rp.750.000,- x 100 ton)
75.000.000
Pada bulan Juli 2011, PT. X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal:
Juli 2011
Kontrak Berjangka (Rp.800.000 – Rp.750.000)
50.000
Kas
50.000
Menurut Pajak:
Karena hedger penjual mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih
di sebabkan karena usaha untuk dapat menjual komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar
berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi
dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan
langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
4. Harga di pasar fisik turun, tetapi harga di pasar berjangka naik, atau penurunan harga di
pasar fisik lebih besar daripada penurunan di pasar berajangka (basis-nya melemah) maka
heder pembeli akan untung.
Contoh ilustrasinya sebagai berikut:
Pasar Fisik
Maret 2011:
PT. X memerlukan 100 ton minyak
sawit untuk bulan Agustus 2011
dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka
Maret 2011:
PT. X membuka kontrak beli
berjangka minyak sawit sebanya 25 lot
untuk penyerahan Agustus pada harga
Rp.800.000,-/ton
Juli 2011:
Juli 2011:
PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X
menyelesaikan
kontrak
pada harga Rp.650.000,-/ton
berjangka pada harga Rp.850.000,-/ton
Untung: Rp.50.000,-/ton
Untung: Rp.50.000,-/ton
Perhitungannya sebagai berikut:
Harga beli minyak sawit, Juli 2011
Rp.650.000,-/ton
Untung di pasar berjangka, Juli 2011
Rp.50.000,-/ton
Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT. X, Juli 2011
Rp.600.000,-/ton
Lebih kecil/untung Rp.100.0000,-/ton dari harga beli yang diharapkan (Rp.700.000,-/ton)
Menurut Akuntasi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak
berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011, PT.X, membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.650.000,-/ton dan membuat
ayat jurnal:
Juli 2011
Persediaan minyak sawit
65.000.000
Kas (Rp.650.000 x 100 ton)
65.000.000
Pada bulan Juli 2011, PT. X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal:
Juli 2011
Kas
50.000
Kontrak berjangka (Rp.850.0000 – Rp.800.0000)
50.000
Tidak terdapat pengaruh laba pada saat ini. Keuntungan atas kontrak berjangka diakumulasi dalam
ekuitas sebagai bagian dari laba komprehensif lainnya sampai periode di mana persediaan itu dijual dan
laba dipengaruhi melalui harga pokok penjualan.
Menurut Pajak:
•
Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang
dilakukan maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak
penghasilan.
• Tindahak hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang
dilakukannya. Untuk dapat membeli komoditas pada harga yang diinginkan hedger pembeli
melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti
biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena
mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
Yang Menjadi beban bagi Hedger adalah:
Biaya transaksi berupa iuran anggota Bursa Berjangka Jakarta, fee pialang.
Tinjauan Aspek Pajak Atas Investor
i. Yang menjadi penghasilan/kerugian bagi investor:
• Laba/rugi yang diperoleh dari spekulasi perubahan harga atau selisih harga beli dan harga jual suatu
kontrak berjangka yang diperdagangkan.
ii. Yang merupakan biaya bagi investor adalah:
• Fee untuk broker
• Biaya transaksi berupa iuran anggota Bursa Berjangka Jakarta.
Yang menjadi kewajiban pajak investor yaitu :
1. Apabila investor pemegang kontrak jual tidak menyelesaikan kontrak pada saat jatuh tempo sehigga
ada kewajiban harus menyerahkan komoditi secara fisik, khususnya untuk kontrak komoditi, maka
dikenakan PPN atas adanya penyerahan barang kena pajak (BKP) tersebut.
2. Atas laba yang diperoleh dari tindakan spekulasi pada transaksi kontrak berjangka, maka dikenakan
PPh.
3. Memotong PPh pasal 23 atas fee pialang yang dibayar.
4. Kerugian yang dialami dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti
biaya transaksi dan fee pialang, tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto,
karena tidak berhubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
Tinjauan Aspek Pajak atas Bursa Berjangka Jakarta
i.
•
ii.
•
Yang menjadi penghasilan bagi PT. Bursa Berjangka Jakarta adalah:
Biaya transaksi dan iuran anggota
Yang menjadi beban PT. Bursa Berjangka Jakarta adalah:
Beban operasional PT. Bursa Berjangka Jakarta.
Yang menjadi kewajiban pajak PT. Bursa Berjangka Jakarta yaitu:
1. PPh Badan atas hasil usaha PT. Bursa Berjangka Jakarta
2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak
3. Wajib memungut PPN karena adanya Jasa Kena Pajak (JKP) yang diberikan oleh PT. Bursa
Berjangka Jakarta.
Tinjauan Aspek Pajak atas Lembaga Kliring Berjangka
i. Yang menjadi penghasilan bagi Lembaga Kliring Berjangka adalah:
• Biaya transaksi dan iuran anggota lembaga kliring berjangka
ii. Yang menjadi beban bagi lembaga kliring adalah:
• Biaya operasional
Yang menjadi kewajiban pajak lembaga kliring berjangka yaitu:
1. PPh Badan atas hasil usaha lembaga kliring berjangka.
2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak
3. Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan oleh lembaga kliring berjangka.
Tinjauan Aspek Pajak Atas Pialang Berjangka
i.
•
ii.
•
Yang merupakan penghasilan bagi pialang yaitu:
Fee (komisi), yang besarnya tidak diatur, tergantung kebijakan dari tiap-tiap pialang berjangka.
Yang merupakan beban bagi pialang yaitu:
Beban operasional
Yang menjadi kewajiban pajak bagi pialang, yaitu:
1. PPh Badan atas hasil usaha pialang.
2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak
3. Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan oleh pialang.
Tinjauan Aspek Pajak Atas Penasihat Berjangka
i. Yang menjadi penghasilan bagi penasihat berjangka adalah:
• Fee (komisi) atas pemberian nasihat atas transaksi perdagangan kontrak berjangka kepada kliennya.
ii. Yang menjadi beban penasihat berjangka adalah:
• Beban operasional
Yang menjadi kewajiban pajak penasihat berjangka, yaitu:
1. PPh Badan atas hasil usaha penasihat berjangka.
2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak
3. Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan oleh penasihat berjangka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada saat pembukaan kontrak berjangka tidak ada kewajiban pajak yang harus dipenuhi atas
transaksi kontrak berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta sampai pertengahan tahun
2011, tetapi pada saat penyelesaian kontrak dengan penyerahan fisik ada pengenaan PPN.
2. Kewajiban perpajakan harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kontrak
berjangka di Bursa Berjangka Jakarta, yaitu:
a) Hedger
• Keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak penghasilan.
• Kerugian yang dialami di pasar berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak
berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan
bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha.
• Bagi hedger penjual, atas adanya penyerahan BKP pada saat penyelesaian transaksi dengan cara
penyerahan fisik komoditi maka dikenakan PPN serta membuat faktur pajak atas penyerahan BKP
tersebut.
b) Investor
• Apabila investor pemegang kontrak jual tidak menyelesaikan kontraknya pada saat jatuh tempo
sehingga ada kewajiban harus menyerahkan komoditi secara fisik, khususnya untuk kontrak
komoditi, maka dikenakan PPN atas adanya penyerahan BKP tersebut.
• Atas laba yang diperoleh dari tindakan spekulasi pada transaksi kontrak berjangka, maka dikenakan
PPh.
• Memotong PPh pasal 23 atas fee pialang yang dibayar.
• Kerugian yang dialami dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti
biaya transaksi dan fee pialang, tidak dapat dibebankana sebagai pengurang penghasilan bruto,
karena tidak berhubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang PPh.
c) PT. Bursa Berjangka Jakarta, Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka dan Penasihat
Berjangka
• PPh Badan atas hasil usaha
• PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak
• Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan
Saran
Saat ini ada rumor yang berkembang tentang rencana Direktorat Jenderal Pajak akan memungut Pajak
Penghasilan (PPh) final sekitar 0,1% dari total nilai transaksi atas aktivitas transaksi di Bursa
Berjangka Jakarta. Kebijakan atas pengenaan PPh final tersebut boleh saja dilakukan, tetapi harus
memperhatikan tarif yang akan diberlakukan. Besarnya tarif tersebut nantinya harus mendukung
berkembangnya Bursa Berjangka di Indonesia serta memperhatikan sisi pendapatan/penerimaan
Negara.
Download