ANALISIS JARINGAN TANAMAN LINDUR

advertisement
ANALISIS JARINGAN TANAMAN LINDUR
(Bruguiera gymnorrhiza) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI
BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL
HELMY
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
RINGKASAN
HELMY, Analisis Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan
Pemanfaatannya sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol. Dibimbing oleh
AGOES M. JACOEB dan PIPIH SUPTIJAH.
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang berpotensi
menggantikan bahan bakar minyak. Bioetanol adalah etanol (alkohol) yang
diproduksi dari proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Bahan-bahan
yang bisa digunakan sebagai penghasil bioetanol biasanya mengandung
karbohidrat, seperti pati, gula dan selulosa. Salah satu sumber hayati yang dapat
dikaji dalam pembuatan bioetanol adalah buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza),
yang merupakan buah dari tumbuhan mangrove, yang cukup banyak ditemui di
Indonesia. Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan buah ini digunakan
sebagai sumber alternatif pembuatan bioetanol.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari jaringan tanaman
lindur (B. gymnorrhiza), memanfaatkan buah lindur sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol dan menentukan waktu optimum fermentasi untuk
menghasilkan bioetanol, serta menghasilkan kadar etanol yang terbaik.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2012 di Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratoriurn Biokimia Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, penelitian histologi buah lindur dilakukan
di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
dan pengujian kadar bioethanol di Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi bahan baku (buah lindur), analisis
histologi, uji proksimat, pembuatan starter (regenerasi kultur dan starter media
cair), pembuatan media fermentasi, penambahan nutrient, pengaturan pH dan
pasteurisasi. Penelitian utama meliputi pembuatan bioetanol, yaitu fermentasi
alkohol, perlakuan inkubasi, pengujian (uji pH akhir dan uji kadar etanol).
Daun lindur tersusun atas jaringan epidermis, bunga karang, parenkim
palisade dan jaringan pengangkut. Bagian batang lindur terdiri dari jaringan
epidermis, jaringan korteks yang mengandung butiran pati dan jaringan
pengangkut. Sedangkan, buah lindur tersusun atas jaringan epidermis, jaringan
korteks yang terdapat pati dan jaringan pengangkut. Hasil uji proksimat buah
lindur (B. gymnorrhiza) segar memperlihatkan kadar air 62,92 %, abu 1,29 %,
lemak 0,79 %, protein 2,11 % dan karbohidrat 32,91 %. Semakin lama fermentasi,
maka pH akhir fermentasi cenderung semakin rendah. Nilai pH paling tinggi dari
fermentasi 3 hari (XI) yaitu 4,41 dan pH paling rendah pada waktu fermentasi 7
hari (X3) yaitu 3,97. Kadar etanol paling tinggi dihasilkan dari fermentasi dengan
waktu 5 hari (X2) yaitu 3,51 %. Kadar etanol yang paling rendah dihasilkan dari
fermentasi dengan waktu fermentasi 3 hari (XI) yaitu sebesar 3,01 %.
ANALISIS JARINGAN TANAMAN LINDUR
(Bruguiera gymnorrhiza) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI
BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL
HELMY
C34080047
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
: Analisis Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol
Nama
: HELMY
NRP
: C34080047
Program studi : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir.Agoes M. Jacoeb.Dipl.-Biol.
NIP. 195911 27 198601 1 005
Dr. Pipih Suptijah. MBA
NIP. 195310 20 198503 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phill.
NIP.19580511 198503 1 002
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Jaringan Tanaman Lindur
(Bruguiera gymnorrhiza) dan Pemanfataannya sebagai Bahan Baku Pembuatan
Bioetanol” dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan partisipasi
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan saran, masukan, dan bimbingannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Pipih Suptijah, MBA selaku pembimbing II atas segala bimbingan
dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
3. Roni Nugraha S.Si, M.Sc selaku dosen penguji atas segala saran yang
diberikan kepada penulis.
4. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5. Orang tua dan keluarga tersayang yang telah memberikan cinta, kasih
sayang dan doanya kepada penulis.
6. Teman-teman satu team buah lindur (Hardi, Niswani, Zahidah, Siluh
Putu, dan Selviani) terima kasih atas kebersamaan dan kerjasamanya
yang telah terjalin selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini memiliki banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan penulisan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebet Timur Jakarta Selatan pada
tanggal 20 Juni 1990 dari pasangan Bapak Muhammad
Husein dan Ibu Ruthellena, dan merupakan anak kedua
dari
empat
bersaudara.
Pendidikan
formal
yang
ditempuh penulis dimulai dari SD Negeri 03 Pagi Tebet
Timur Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2002. Pada
tahun yang sama melanjutkan pendidikan SLTP Negeri
265 Asem Baris Jakarta selatan dan lulus pada tahun 2005, serta melanjutkan
pendidikan di SMA Muhammadiyah 5 Tebet Jakarta Selatan dan lulus pada tahun
2008.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu program Strata 1 (S1) Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa
Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) IPB, asisten
mata kuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan
periode
2010/2011, Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan periode 2011/2012 dan
Teknologi Pengolahan Hasil Perairan periode 2011/2012.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian berjudul “Analisis
Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Pemanfaatannya
sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol” dengan dosen pembimbing yaitu
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. dan Dr. Pipih Suptijah, MBA.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul "Analisis
Jaringan Tanaman Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Pemanfaatannya
sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol" benar-benar hasil karya sendiri
yang belum pernah diajukan sebagai karya tulis pada perguruan tinggi atau
lembaga. Saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak mengandung bahan-bahan
yang pernah diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang telah
dinyatakan dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
HELMY
C34080047
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
1 PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................
2
1.2 Tujuan ......................................................................................................
2
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
2.1 Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) ....................................................
3
2.2 Pemeriksaan Anatomi dan Jaringan Tumbuhan .......................................
5
2.3 Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin ...........................................
6
2.4 Pati ...........................................................................................................
8
2.5 Ragi ..........................................................................................................
8
2.6 Hidrolisis Asam........................................................................................ 10
2.7 Bioetanol .................................................................................................. 11
2.4.1 Pembuatan bioetanol .......................................................................
2.4.2 Sakarifikasi ......................................................................................
2.4.3 Fermentasi .......................................................................................
2.4.4 Destilasi ...........................................................................................
11
12
13
15
3 METODE PENELITIAN ............................................................................. 16
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 16
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 16
3.3 Metode Penelitian...................................................................................... 16
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel .................................................
3.3.2 Pembuatan preparat dengan metode parafin dan pengamatan ........
3.3.3 Analisis proksimat...........................................................................
3.3.4 Pembuatan starter ............................................................................
3.3.5 Pembuatan media fermentasi ..........................................................
3.3.6 Pembuatan bioetanol .......................................................................
3.3.7 Pengujian .........................................................................................
17
17
19
22
22
22
23
4 PEMBAHASAAN ......................................................................................... 28
4.1 Karakteristik Histologi Tumbuhan Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) ..... 28
4.4.1 Dekripsi histologi daun tumbuhan lindur......................................... 28
vi
4.4.2 Dekripsi histologi batang tumbuhan lindur ...................................... 29
4.4.3 Dekripsi histologi buah tumbuhan lindur......................................... 31
4.2 Komposisi Kimia Buah Lindur Segar ........................................................ 32
4.2.3 Kadar air ............................................................................................
4.2.4 Kadar abu ..........................................................................................
4.2.3 Kadar lemak ......................................................................................
4.2.4 Kadar protein .....................................................................................
4.2.5 Kadar karbohidrat..............................................................................
33
34
34
35
35
4.3 pH Akhir Media ....................................................................................... 37
4.4 Kadar Bioetanol ....................................................................................... 39
5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 42
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 42
5.2 Saran ......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43
LAMPIRAN ....................................................................................................... 48
vii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1
Komposisi Kimia buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) segar .................... 32
2
pH akhir media fermentasi ............................................................................ 49
3
Kadar etanol .................................................................................................. 49
viii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1
Buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) ..........................................................
3
2
Morfologi tumbuhan lindur (Bruguiera gymnorrhiza) .................................
4
3
Daun, bunga, dan buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza)..............................
5
4
Kurva pertumbuhan mikroba ........................................................................ 10
5
Diagram alir pembuatan preparat dengan metode paravin ........................... 18
6
Diagram alir pembuatan media fermentasi buah lindur ................................ 25
7
Diagram alir pembuatan kultur starter .......................................................... 26
8
Diagram alir proses fermentasi alkohol dan penentuan kadar etanol ........... 27
9
Penampang melintang daun tumbuhan lindur ............................................... 29
10 Stomata pada bagian atas daun tumbuhan lindur ......................................... 30
11 Penampang melintang batang tumbuhan lindur ............................................ 30
12 Penampang melintang buah tumbuhan lindur ............................................... 31
13 Berkas pembuluh pada buah tumbuhan lindur .............................................. 32
14 Diagram nilai pH akhir fermentasi ................................................................ 37
15 Diagram nilai kadar bioetanol ....................................................................... 39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1
pH akhir media fermentasi ............................................................................ 49
2
Kadar etanol .................................................................................................. 49
3
Dokumentasi pembuataan bioetanol ............................................................. 49
x
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, dan polusi adalah
masalah-masalah yang perlu mendapat perhatian bersama. Pertambahan kadar
CO2 yang sangat tinggi dari masa ke masa merupakan salah satu penyebab
terjadinya perubahan tersebut. Pembakaran kayu dan pemakaian energi fosil yang
terus meningkat merupakan faktor utama dari eskalasi kadar gas karbon dioksida
diudara. Kondisi seperti itu diperparah oleh penggundulan hutan tropis yang
dijuluki sebagai paru-paru dunia, akibatnya polusi semakin meningkat dari waktu
ke waktu.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi peningkatan polusi yaitu
meminimalkan emisi gas atau bahan bakar dengan penggunaan atau pembuatan
bioetanol. Bioetanol adalah etanol (alkohol) yang diproduksi dari proses
fermentasi dengan bantuan makhluk hidup. Bahan-bahan yang bisa digunakan
sebagai penghasil bioetanol biasanya mengandung karbohidrat, misalnya pati,
gula dan selulosa (Caylak et al. 1998). Pembuatan bioetanol dari bahan yang
kurang memiliki nilai jual dan kurang bermanfaat akan sangat menguntungkan.
Karena selain menambah nilai guna dan nilai ekonomis, kegiatan ini juga
merupakan solusi dalam peningkatan produksi campuran bahan bakar yang ramah
lingkungan (Qiu et al. 2010).
Salah satu sumber hayati yang dapat dikaji sebagai bahan baku dalam
pembuatan bioetanol adalah buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza), buah ini adalah
salah satu jenis buah dari tumbuhan mangrove yang keberadaannya cukup banyak
ditemui di Indonesia. Penyebaran buah lindur yaitu di daerah tropis Afrika Selatan
dan Timur, Madagaskar, Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan
negara di kawasan Malaysia), sampai timur laut Australia, Mikronesia, Polinesia
and kepulauan Ryukyu (Duke dan James 2006).
Tumbuhan dengan nama famili Rhyzophoraceae ini cukup banyak ditemui
di pulau Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua. Buah
lindur telah banyak dimanfaatkan di berbagai negara, di pulau Solomon buah ini
sering dijadikan sayur dan dijual di pasaran, di Cambodia dijadikan obat malaria
2
bahkan di beberapa Negara, tanaman ini memiliki kandungan pati atau karbohidrat
yang sangat besar (Duke dan James 2006). Oleh karena itu, di Indonesia buah ini
dijadikan sumber pangan alternatif
ketika musim paceklik dan hanya pada
sebagian wilayah nusantara. Hal tersebut yang mendasari penelitian ini, untuk
memanfaatkan kandungan pati dari buah lindur dalam pembuatan bioetanol yang
ramah lingkungan.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari jaringan tanaman lindur
(B. gymnorrhiza), memanfaatkan buah lindur sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol, menentukan waktu optimum fermentasi untuk menghasilkan bioetanol,
serta menghasilkan kadar etanol terbaik.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
Buah lindur (B. gymnorrhiza) adalah salah satu buah tumbuhan mangrove
yang biasanya dikenal sebagai bakau daun besar. Buah lindur memiliki pohon
yang kadang-kadang mencapai ketinggian 30 m. Pohon lindur memiliki akar
papan dan lutut, melebar ke samping di bagian pangkal pohon. Kulit kayu
memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai
cokelat. Buah lindur berwarna hijau dengan kelopak bunga diujung buah
(berwarna merah), buah berbentuk silinder memanjang 12-30 cm dengan diameter
1,5-2 cm. B. gymnorrhiza tersebar di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur dan
Madagaskar, ke Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di
kawasan Malesia), sampai timur laut Australia, Mikronesia, Polinesia and
kepulauan Ryukyu (Duke dan James 2006). Berikut ini adalah klasifikasi dan
gambar buah lindur :
Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Magnoliopsida
Ordo
:
Myrtales
Family
:
Rhizophoraceae
Genus
:
Bruguiera
Species
:
Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.
Gambar 1 Buah lindur (B. gymnorrhiza)
Sumber : Duke dan James 2006
4
Tumbuhan lindur memiliki daun yang umumnya berwarna hijau tua dan
berbentuk elips. Daun memiliki panjang 8-22 cm dan lebar 5-8 cm. Ujung daun
meruncing, berwarna hijau pada bagian atas dan hijau kekuningan pada bagian
bawah dengan bercak-bercak hitam. Letak daun biasanya saling berhadapan
dengan posisi menyilang. Batang dari tumbuhan ini umumnya berwarna abu-abu
sampai hitam, memiliki lentisel yang besar dengan percabangan simpodial. Kulit
kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar dengan warna abu-abu
tua sampai coklat. Akar membentuk akar papan dan melebar kesamping tetapi
juga memiliki sejumlah akar lutut. Morfologi dari tanaman lindur dapat dilihat
pada Gambar 2.
Daun
Batang
Akar
Gambar 2 Morfologi tumbuhan lindur (B. gymnorrhiza).
Sumber : Duke dan James (2006)
Tumbuhan lindur juga memiliki bunga dan buah, bunga terletak diujung
buah dengan kelopak berwarna merah muda hingga merah serta panjang bunga
berkisar antara 1,5-3,5 cm. Buah berbentuk silinder (hipokotil), melingkar spiral
dengan lebar 2-2,5 cm dan panjang 12-30 cm. Gambar 3 menunjukkan daun (a),
bunga (b) dan buah (c).
(a)
(c)
Gambar 3 Daun, bunga dan buah lindur.
(b)
5
Sumber : Duke dan James (2006)
Tanaman lindur mampu membantu menstabilkan tanah, melindungi pantai,
dan sebagai habitat aneka fauna. Kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar
dan untuk membuat arang. Pepagan (kulit batang) dimanfaatkan sebagai bahan
penyamak kulit dan pengawet jala ikan yang baik karena mengandung tanin ratarata antara 28,5–32,2% (Glen 2005). Selain itu penduduk Solomon memanfaatkan
papagan untuk menyembuhkan luka bakar. Di pulau-pulau kecil Indonesia
digunakan untuk mengobati diare dan demam, sementara di Kamboja
dimanfaatkan sebagai anti malaria (Duke dan James 2006). Penduduk di pulaupulau terpencil memanfatkan daun mudanya sebagai lalap atau sayuran. Bagian
dalam hipokotil buah lindur dapat dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan
gula. Penduduk Indonesia bagian timur memanfaatkan buah lindur sebagai sumber
pangan saat musim paceklik tiba (Glen 2005).
2.2 Pemeriksaan Anatomi dan Jaringan Tumbuhan
Jaringan merupakan sekelompok sel yang mempunyai asal, struktur, dan
fungsi yang sama (Nugroho et al. 2006). Ilmu yang mempelajari struktur internal
tanaman disebut histologi tanaman. Histologi tumbuhan umumnya dikaji melalui
teknik mikroskopis. Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada
tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan
ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004).
Metode umum untuk mempelajari jaringan diantaranya metode beku,
metode seloidin, metode parafin, metode pananaman rangkap. Metode parafin
banyak digunakan karena hampir semua matriks jaringan dapat dipotong baik bila
menggunakan metode ini. Kelebihan metode parafin diantaranya irisan dapat jauh
lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin.
Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan
metode ini dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin
(Suntoro 1983).
Metode
pembuatan
preparat
terlebih
dahulu
dilakukan
sebelum
mempelajari hitologi tanaman. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi
tiga macam yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount) dan preparat yang
dilakukan dengan proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar
6
dilakukan dengan pembuatan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas
objek kemudian diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode
pembuatan preparat sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran
kecil. Tahapan untuk preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan silol
berseri, pewarnaan, inkubasi, dehidrasi dan perekatan ke gelas preparat kemudian
dilakukan penutupan. Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin
embedding, parafin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan
embedding pada plastik (Keirnan 1990, diacu dalam Kristiono 2009).
2.3 Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin
Proses pembuatan preparat dengan metode parafin terdiri dari beberapa
tahap yaitu fiksasi, pencucian, dehidrasi, infiltrasi, embedding, pengirisan,
penempelan, pewarnaan, dan penutupan. Tahap fiksasi dilakukan agar jaringan
tidak membusuk dan untuk mempertahankan struktur jaringan. Formalinacetoalcohol digunakan sebagai bahan yang memberikan fiksasi sempurna yang
dilanjutkan dengan pencucian dan dehidrasi. Proses pencucian dilakukan untuk
menghilangkan reagen yang masih ada pada obyek. Cairan yang digunakan dalam
proses pencucian ini tergantung pada reagen yang digunakan sebelumnya. Hampir
semua larutan pengencer terutama yang mengandung chromic acid dapat dicuci
dengan air, jika proses pencucian dengan air mengalir sulit dilakukan dapat
dilakukan dengan air dalam jumlah besar dan dikerjakan berulang kali. Apabila air
yang digunakan terlalu banyak mengandung udara, maka harus dilakukan proses
penguapan dengan pemanasan atau menggunakan suction pump. Proses pencucian
dengan menggunakan larutan jumlahnya harus sama dengan larutan fiksasi
(Johansen 1940).
Tahap dehidrasi pada proses pembuatan preparat dengan metode parafin
merupakan tahap pengambilan air dari jaringan. Jika pencucian dilakukan dengan
air maka dehidrasi dilakukan dengan 5 % etanol pada air dan diteruskan dengan
11, 18, dan 30 % etanol kemudian direndam setiap dua jam pada masing-masing
larutan. Jika pencucian dilakukan dengan alkohol diatas 70 % maka harus
menggunakan xilol, kloroform, atau larutan essensial setelah proses dehidrasi
pertama yang diikuti dengan alkohol absolut (Humason 1967).
7
Tahap dehidrasi selesai dilanjutkan dengan infiltrasi. Tahap ini merupakan
proses transfer butil alkohol ke parafin. Bahan ditransfer untuk campuran yang
sama pada minyak parafin dan tertier butil alkohol dilakukan selama 1 jam. Botol
kecil diisi 3/4 cairan parowax dan didiamkan sampai cairan tersebut mulai
mengeras namun jangan sampai membeku. Setelah obyek terendam campuran
minyak parafin, parowax, dan alkohol diganti dengan cairan yang baru. Pergantian
cairan parafin yang baru dilakukan tiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali
(Johansen 1940).
Proses penanaman dikerjakan dengan memasukkan obyek dalam parafin
cair ke dalam kotak/cetakan dan dibiarkan dalam air selama setengah jam sampai
dingin. Jika pendinginan parafin terlalu lambat maka akan terbentuk kristal yang
meyebabkan cetakan bercak putih dan tidak dapat dilakukan pengirisan. Proses
penanaman selesai dan parafin telah dingin dan keras, akan dilakukan proses
pengirisan yang merupakan pembuatan sayatan atau pita dari blok parafin yang
telah terbentuk dengan menggunakan mikrotom. Setelah itu dilakukan proses
penempelan pita yang telah dipotong ke dalam gelas obyek dan diberi beberapa
tetes air (Humason 1967).
Tahap selanjutnya adalah pewarnaan yang merupakan proses pemberian
warna pada gelas obyek. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam melihat
jaringan pada tumbuhan. Pewarnaan ini dapat menggunakan satu pewarna atau
beberapa kombinasi warna disesuaikan dengan tujuan pengamatan. Sebagai
contoh apabila pewarnaan ditujukan untuk melihat selulosa pada dinding sel maka
dapat digunakan aniline blue, fast green CFC, light green, dan congo red. Untuk
melihat protein dapat digunakan safranin, sedangkan lemak menggunakan sudan
III dan lain-lain (Humason 1967). Sebelum pewarnaan ini dilakukan, parafin harus
dihilangkan terlebih dahulu dari obyek. Untuk proses ini dapat digunakan xilol
dan campuran xilol dengan etanol. Sebelum diberi pewarna gelas preparat dibilas
terlebih dahulu dengan akuades kemudian dicelupkan ke dalam pewarna sesuai
dengan tujuan pewarnaan. Setelah pencelupan dalam larutan pewarna selesai
dilakukan dehidrasi dengan alkohol 35, 70, dan 95 % lalu ditutup dengan perekat
misalnya entelan (canada balsam) dan dilanjutkan dengan coverslip. Preparat
disimpan dengan suhu dibawah 60 0C (Johansen 1940).
8
2.4 Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi sebagai granula semi kristalin dari bahan
polimer. Dalam bentuk aslinya tepung pati merupakan butir-butir kecil yang
disebut granula pati. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang berbedabeda tergantung dari jenis patinya (Swinkle 1985). Granula pati tersusun atas tiga
komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara yang merupakan
komponen minor berupa lemak dan protein.
Secara umum pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air
panas di bawah suhu gelatinisasi. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak
terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan
ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% berat total (Winarno 2008). Konsentrasi
amilosa berpengaruh terhadap karakteristik gel yang terbentuk. Gel yang
mengandung banyak amilosa mempunyai karakteristik mekanik film yang
dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan gel yang kaya akan amilopektin
(Leloup et al. 1991).
Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan
penggunaan dari pati itu sendiri. Pati dapat diproses dengan cara ekstraksi yang
terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam
larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia
misal perubahan warna. Disintegrasi
dan sentrifugasi dilakukan untuk
memisahkan pati dari komponen lainnya (Cui 2005).
2.5 Ragi
Ragi adalah kelompok jamur uniseluler berukuran 5-20 µm yang umum
dipergunakan untuk fermentasi roti dan minuman beralkohol, lebih dari seribu
spesies ragi telah teridentifikasi hingga saat ini dan yang paling umum
dipergunakan adalah Saccharomyces cerevisiae Hansen (Muslimin 1996).
Saccharomyces cerevisiae Hansen adalah mikroorganisme yang anaerob
9
fakultatif. Ragi memproduksi energi dalam kondisi ketiadaan oksigen dengan
mengubah gula menjadi etanol dan karbon dioksida. S. cerevisiae berkembang
biak dengan spora dan juga berkembang biak secara vegetative dengan cara
penguncupan multilateral. Konjugasi isogami atau heterogami dapat terjadi setelah
pembentukan askus yang berbentuk tonjolan-tonjolan, setiap askus mengandung
satu sampai empat spora dengan berbagai bentuk spora yang dapat berkonjugasi
(Pelczar dan Chan 1988).
Etanol adalah produk yang diinginkan dalam pembuatan minuman
beralkohol. Dalam pembuatan roti, yang diinginkan adalah peran karbon dioksida
sehingga roti dapat mengembang sedangkan etanol yang terbentuk dibiarkan
menguap. Sebuah sel ragi mampu memfermentasi glukosa dengan massa yang
sama dengan massa selnya sendiri dalam jangka waktu satu jam. Ragi dapat
bereproduksi secara aseksual dengan membentuk tunas ataupun secara seksual
dengan pembentukan ascospora. Selama proses reproduksi aseksual, sebuah tunas
baru tumbuh dari ragi dengan kondisi tertentu dan saat mencapai ukuran dewasa ia
akan melepaskan diri dari sel induknya. Reproduksi seksual ragi umumnya
berlangsung pada kondisi kekurangan nutrisi pertumbuhan dengan cara
pembentukan ascospora (European Bioinformatics Institute 1996).
Saccharomyces
cerevisiae
Hansen
adalah
ragi
dari
famili
saccharomycetaceae. Famili Saccharomycetaceae adalah famili ragi dari ordo
saccharomycetales yang bereproduksi dengan pembentukan tunas. Saccharomyces
cerevisiae Hansen telah lama dimanfaatkan dalam pembuatan roti dan minuman
beralkohol. Ragi S. cerevisiae Hansen diperoleh dari hasil isolasi mikroorganisme
pada kulit anggur. S. cerevisiae Hansen dapat tumbuh secara aerob pada substrat
glukosa, maltose, laktosa dan selobiosa. Fruktosa dan galaktosa merupakan
substrat terbaik untuk pertumbuhan ragi ini (Kusmiyati 2010).
Ragi S. cerevisiae Hansen, selain dipergunakan dalam fermentasi juga
dimanfaatkan sebagai suplemen nutrisi karena ragi tersebut mengandung mineral
yaitu selenium dan chromium serta vitamin B complex yang meliputi vitamin B1
(thiamine), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (asam pantotenat), B6 (piridoxin), B7
(biotin) dan B9 (asam folat). Ragi S. cerevisiae Hansen tidak mengandung vitamin
B12 (cyanocobalamine). Sebagai sumber vitamin B complex dan mineral,
10
ragi S. cerevisiae Hansen berfungsi untuk menunjang kerja sistem saraf dan otototot saluran pencernaan serta memelihara kesehatan kulit, mata dan hati. Sumber
ragi
dapat
berasal
dari
buah-buahan,
bunga
dan
daun.
Ragi
adalah
mikroorganisme yang bersifat saprofit dan umumnya serangga adalah yang
berperan memindahkan ragi dari satu tanaman ke tanaman ke tanaman lain
(Shen et al. 2008).
Laju pertumbuhan mikroorganisme dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu
fase pertumbuhan lambat (lag phase), fase pertumbuhan cepat (exponential
phase), fase pertumbuhan statis (stationer phase) dan fase kematian (death phase)
(Shen et al. 2008). Laju pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4 Kurva pertumbuhan mikroba
Fase lag merupakan fase khamir beradaptasi untuk menyesuaikan dengan
substrat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Fase ini juga terjadi pertumbuhan
yang masih lambat. Fase ekponensial merupakan fase khamir membelah dengan
cepat dan konstan. Fase statis merupakan fase populasinya sel khamir tetap karena
jumlah sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Ukuran sel pada fase
ini lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis.
Fase kematian merupakan fase sebagian populasi khamir mulai mengalami
kematian yang disebabkan karena nutrient sudah habis dan energi cadangan dalam
sel juga habis (Fardiaz 1992).
2.6 Hidrolisis Asam
Konversi selulosa menjadi glukosa dapat dilakukan dengan menggunakan
hidrolisis secara asam. Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan menggunakan
11
asam pekat H2SO4 72% dan HCl 42% pada suhu ruang. Selain itu juga bisa
dilakukan dengan larutan asam 1% pada suhu 100-200 oC selama 3 jam.
Karbohidrat dapat dirombak secara hidrolisis dalam suasana asam menjadi gula
sederhana yang akan dijadikan sumber makanan bagi khamir, selanjutnya gula ini
difermentasi (Greethlein 1978).
Hidrolisis asam dapat dikategorikan melalui dua pendekatan umum, yaitu
hidrolisis asam konsentrasi tinggi pada suhu rendah dan konsentrasi rendah pada
suhu tinggi. Pemilihan antara dua cara tersebut pada umumnya didasarkan pada
beberapa pertimbangan yaitu laju hidrolisis, tingkat degradasi, produk dan biaya
total proses produksi. Hidrolisis asam konsentrasi tinggi akan lebih ekonomis jika
asam dapat diperoleh kembali (recovery). Akan tetapi, asam kuat bersifat korosif,
sehingga memerlukan teknik khusus dan biaya tambahan untuk perawatan alat
produksi (Kosaric dan Velayudhan 1991).
Asam yang biasa digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah asam
sulfat, asam klorida, dan asam fosfat. Hidrolisis selulosa dengan asam untuk
menghasilkan gula, pada proses ini juga terbentuk 5-hidroksi metil-2-5
furfuraldehid atau hidroksimetilifurfural (HMF) sebagai bentuk dari penguraian
glukosa pada suasana asam, HMF ini akan bereaksi membentuk asam-asam
organik, yakni asam levinulinat dan asam formiat pada suasana asam dan suhu
tinggi (Greethlein 1978).
2.7 Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari proses fermentasi yang
mengandung komponen pati atau selulosa, misal singkong dan tetes tebu. Dalam
dunia industri, etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan
alkohol, campuran untuk minuman keras (misal sake atau gin), serta bahan baku
farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga
grade sebagai berikut: (Prihardana dan Samsuri 2008).

Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%,

Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk
minuman keras atau bahan baku obat dalam industri farmasi,

Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5%.
2.6.1 Pembuatan bioetanol
12
Secara umum produksi bioetanol mencakup tiga rangkaian proses yaitu,
persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Bahan baku bioetanol bisa
diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula misal tebu dan molase
dan juga tanaman penghasil pati atau tepung yakni jagung, singkong dan juga
sagu. Pada tahapan persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi
terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk
menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk larutan
gula misal molase dapat secara langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai
perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran
dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, dan jagung) sebelum
memasuki tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi proses liquifikasi
dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi gula
(Hambali et al. 2008).
Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi
bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi
etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada suhu sekitar
27 – 32 0C. Pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai by product dan sludge
sebagai limbahnya. Gas CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan stoikiometri
yang sama dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1:1. Setelah melalui proses
pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan baku gas dalam minuman
berkarbonat (Hambali et al. 2008).
Tahap berikutnya adalah pemurnian bioetanol yang diperoleh. Tahap ini
dilakukan dengan metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih
etanol murni yaitu pada kisaran 78–100 0C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini
memiliki kemurnian hingga 96%. Etanol hasil destilasi kemudian dikeringkan
melalui metode purifikasi untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga
memenuhi
spesifikasi
bahan
bakar
ataupun
untuk
keperluan
industri
(Hambali et al. 2008).
2.6.2 Sakarifikasi
Ragi tidak dapat langsung memfermentasikan pati. Oleh karena itu
diperlukan tahap sakarifikasi, yakni perubahan pati menjadi maltose atau glukosa
dengan menggunakan enzim atau asam. Dengan memanfaatkan enzim pengurai
13
pati dari mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan dekstrin
yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi kimia dari
pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer dari glukosa
yang merupakan rantai lurus dan secara kuantitatif amilosa dapat dihidrolisis
menghasilkan maltose sedangkan amilopektin hanya akan terhidrolisis sebagian.
Pati jagung yang disakarifikasi akan menghasilkan 80% maltose dari total pati dan
sisanya disebut limit dekstrin (Hidayat et al. 2006).
2.6.3 Fermentasi
Tahap inti dari produksi bioetanol adalah fermentasi gula sederhana, baik
yang berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa dengan menggunakan ragi/yeast
terutama Saccharomyces sp. atau bakteri Zymomonas mobilis. Dalam proses ini,
gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas karbon dioksida (Nowak 2000).
Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim
beberapa bakteri, ragi, dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi
meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbon
dioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Wilkins et al. 2007). Bahan
dasar untuk kebutuhan fermentasi dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan,
maupun limbah industri. Bahan dasar yang umum dipergunakan di negara
berkembang adalah:
1) Molase (karena banyaknya tebu di negara tersebut).
2) Pati (gandum, jagung, beras, dll.)
3) Jerami
4) Dedak
5) Kulit kopi, kulit coklat, sabut kelapa.
6) Ampas tebu, ampas biji-bijian yang telah diambil minyaknya.
7) Kotoran binatang
8) Air limbah.
9) Sampah sebagai komponen pupuk
10) Sisa pabrik kertas, pabrik susu, dan sebagainya.
Penggunaan inokulum murni dalam fermentasi akan memperbaiki mutu
produk dan mengurangi kontaminasi. Inokulum tradisional yang umum dipakai
masyarakat awam adalah sumber kontaminan karena mikroorganisme di dalamnya
14
tidak diketahui secara pasti. Adanya mikroorganisme penghasil pigmen, terutama
kapang akan menyebabkan produk fermentasi menjadi berwarna, berasa asam dan
memiliki bau yang asing. Inokulum atau ragi yang ditambahkan dalam fermentasi
biasanya kurang dari 1%. Umumnya jumlah ragi yang dipakai adalah 0,2–0,5%
(Hidayat et al. 2006).
Secara garis besar, fermentasi karbohidrat oleh ragi dapat dibagi menjadi
dua tahap (Judoamidjojo et al.1992), yaitu :
1) Pemecahan karbohidrat (pati) menjadi gula pereduksi
Pemecahan karbohidrat menjadi gula pereduksi karena difermentasi oleh
enzim diastase dan zymase yang terkandung dalam ragi, seperti terlihat pada
reaksi berikut :
2(C6H10O5)n + nH2O
diastase
pati
nC12H22O11
Maltosa
C12H22O11
Zymase
Maltosa
C6H12O6
Glukosa
2) Perubahan gula pereduksi menjadi etanol
Perubahan gula pereduksi menjadi etanol dilakukan oleh enzyme
invertrase, yaitu enzim kompleks yang terkandung dalam ragi. Reaksinya adalah
sebagai berikut :
C6H12O6 invertase 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
gula
etanol + karbondioksida+(Energi=118 kJ per mol)
Ditinjau dari reaksi diatas, dapat dilihat bahwa oksigen (O2) ternyata tidak
diperlukan, hanya pengubahan zat organik yang satu menjadi zat organik yang
lain (glukosa menjadi etanol)
3) Fermentasi asam asetat
Merupakan kelanjutan dari proses fermentasi alkohol. Proses dimulai dari
proses pemecahan gula menjadi alkohol, selanjutnya alkohol menjadi asam asetat.
2C2H5OH + 2CO2
bakteri
Bakteri yang aktif :
Acetobacter aceti
Acetobacter paseurianum
Acetobacter oxydans
2CH3COOH + 2H2O
15
2.6.4 Destilasi
Kadar etanol hasil fermentasi tidak dapat mencapai level diatas 18 hingga
21%, sebab etanol dengan kadar tesebut bersifat toxic terhadap ragi yang
memproduksi etanol tersebut sehingga untuk memperoleh etanol dengan kadar
yang lebih tinggi perlu dilakukan destilasi. Destilasi adalah proses pemanasan
yang memisahkan etanol dan beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi
sehingga diperoleh kadar etanol yang lebih tinggi (Jirasak dan Sornvoraweat
2011).
Tujuan proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran
etanol-air. Titik didih etanol adalah 78 0C dan titik didih air adalah 100 0C
sehingga dengan pemanasan pada suhu 78 0C dengan metode destilasi maka etanol
dapat dipisahkan dari campuran etanol-air. Konsentrasi maksimum etanol yang
dapat diperoleh dengan cara destilasi adalah 96%. Etanol anhidrat (99,5%-100%)
dapat diperoleh dengan menggunakan metode destilasi azeotrop menggunakan
benzen (Waller 1981).
Campuran azeotrop etanol-air dapat dipisah dengan penambahan benzen
dimana akan terbentuk campuran azeotrop benzen-etanol-air dengan titik didih
64,9 0C. Titik didih campuran tersebut lebih rendah dari campuran etanol-air
(78,2 0C) sehingga etanol dapat dipisahkan dari air dengan destilasi bertingkat,
namun pemisahan etanol dengan metode ini akan menyisakan beberapa ppm
residu benzene di dalam etanol yang diperoleh. Benzen adalah bahan yang toxic
bagi manusia, selain itu penggunaan metode ini juga menghasilkan etanol yang
tidak murni sehingga metode ini tidak banyak dipergunakan (Graham 2003).
Metode alternatif yang dapat dipergunakan untuk memperoleh etanol
dengan kadar 100% dari etanol 96% adalah dengan menggunakan molecular
sieve, yakni suatu absorben sintetis berbentuk pellet yang dapat secara selektif
mengikat molekul air. Selain murah harganya, metode ini tidak meninggalkan
residu pada etanol yang diperoleh (Mathewson 1980).
16
3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2012. Penelitian
analisis komposisi kimia dan pembuatan bioetanol buah lindur dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
penelitian histologi buah lindur dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Hewan, Intitut Pertanian Bogor dan pengujian kadar bioetanol di
Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama,
yaitu dari buah lindur (B. gymnorrhiza) yang diperoleh dari Pulau Kaya, Kota
Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan bahan untuk perhitungan proksimat misal
akuades, HCl, NaOH, katalis selenium, H2SO4, H3BO3 dan pelarut heksana.
Bahan untuk pembuatan bioetanol adalah gula pasir, HCl, NaOH, pupuk NPK
(Natrium,
Posfor,
Kalium),
pupuk
ZA
(zwavelzuur
ammonia),
isolat
Saccharomyces cerevisiae, PDA (Potato Dextrose Agar), PDB (Potato Dextrose
Broth). Sedangkan bahan–bahan yang digunakan untuk pewarnaan preparat adalah
parafin, xylol, toluidine blue, etanol, larutan seri Johansen, FAA.
Alat-alat yang digunakan antara lain mikroskop merk Olympus BH-2,
kromatografi gas SupelcoTM 37 Component FAME Mix, beker glass 2 L, kompor
listrik, alat pengaduk, timbangan digital, pH meter, gelas ukur 100 ml, saringan,
spatula, pipet volumetrik, piknometer, selang (d=3 mm), toples kaca 300 ml,
alumunium foil, jarum ose, blender, parutan kelapa, pisau,
plastik, baskom,
inkubator, autoclave, thermometer, cawan porselen, oven, desikator, tabung
reaksi, gelas erlenmeyer, tabung Kjeldahl, tabung soxhlet, buret, mortar, tanur,
kertas saring, homogenizer, botol vial, waterbath, dan syringe.
17
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di Laboratorium sesuai
dengan prosedur kerja. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi
bahan baku (buah lindur), analisis histologi, uji proksimat, pembuatan starter
(regenerasi kultur dan starter media cair), pembuatan media fermentasi,
penambahan nutrient, pengaturan pH dan pasteurisasi. Penelitian utama meliputi
pembuatan bioetanol, yaitu fermentasi alkohol, pelakuan inkubasi, dan pengujian
(uji pH akhir dan uji kadar etanol).
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel
Penelitian ini diawali dengan pengambilan dan preparasi sampel buah
lindur (B. gymnorrhiza). Buah lindur ditemukan di daerah mangrove dan banyak
terkena sinar matahari. Setelah sampel buah lindur diperoleh kemudian dibawa
dengan cool box hingga ke laboratorium kemudian dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan benda asing yg menempel lalu dikeringkan di bawah sinar
matahari.
3.3.2 Pembuatan preparat dengan metode parafin dan pengamatan
Pengamatan jaringan tanaman diawali dengan pembuatan preparat
tanaman lindur (B. gymnorrhiza) kemudian pengambilan gambar objek pada
mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode parafin. Tahapannya
terdiri atas fiksasi, pencucian, dehidrasi dan penjernihan, infiltrasi, pemurnian
dalam blok, penyayatan, perekatan, dan pewarnaan. Bagian tanaman lindur yang
diambil adalah daun, batang dan daun.
Fiksasi dilakukan selama >24 jam (5 hari) dalam larutan FAA, setelah itu
larutan fiksasi dibuang dan sampel dicuci dengan etanol 50% sebanyak 4 kali
dengan waktu penggantian masing-masing selama 30 menit. Kemudian
didehidrasi dan dijernihkan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan
seri Johansen pada suhu ruang. Proses infiltrasi dimulai dari perendaman sampel
dalam TBA dengan minyak parafin dengan perbandingan 1 : 1 dan 1/3 parafin
beku dan disimpan pada suhu ruang selama 4 jam yang dilanjutkan pengovenan
pada suhu 58 oC selama 18 jam. Pergantian parafin dilakukan setiap 5 jam sekali
sebanyak 4 kali.
18
Proses penanaman dilakukan dengan cara sampel dari tahap infiltrasi
dimasukkan ke dalam blok kotak yang berisi parafin cair dan disimpan pada suhu
ruang hingga benar-benar membeku. Proses penyayatan dilakukan dengan
menggunakan mikrotom putar setebal 10 µm. Blok parafin terlebih dahulu
dipotong dan dirapihkan kemudian ditempelkan pada holder lalu disayat. Hasil
sayatan direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi albumin-gliserida dan
ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot plate dengan
suhu 45 oC selama 3-5 jam. Pewarnaan dilakukan dengan toluidin blue.
Proses selanjutnya adalah penutupan dengan pemberian entellen atau
canada balsam pada gelas objek dan ditutupi dengan gelas penutup. Proses
pengambilan gambar dilakukan dengan mikroskop cahaya. Diagram alir
pembuatan preparat dengan metode parafin, pewarnaan dan pengamatan disajikan
pada Gambar 5.
Tumbuhan Lindur
(daun, batang dan buah)
Pemotongan dengan panjang 2 cm dan tebal 0,1 mm
Fiksasi FAA
Pencucian dengan etanol
Infiltrasi dengan parafin
Penanaman dalam parafin
Penyayatan blok parafin
Perekatan dengan gelas objek
Pewarnaan
Pengamatan dengan mikroskop
19
Gambar 5 Diagram alir pembuatan preparat dengan metode parafin.
3.3.3 Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat
dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi
kadar air dengan menggunakan metode oven (AOAC 2005), kadar abu dengan
menggunakan tanur (AOAC 2005), protein dengan menggunakan metode kjeldahl
(AOAC 2005) dan lemak dengan menggunakan metode sokhlet (AOAC 2005).
a. Analisis Kadar air (AOAC 2005)
Kadar air dalam suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode
pengukuran kadar air yang umum digunakan di laboratorium adalah dengan cara
pengovenan atau destilasi. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan
cawan porselen pada suhu 102-105
o
C selama 30 menit. Cawan tersebut
diletakkan dalam desikator kurang lebih 30 menit hingga dingin kemudian
ditimbang. Sampel buah lindur ditimbang sebanyak 1-2 gram setelah terlebih
dahulu
dipotong
kecil-kecil,
lalu
dihomogenkan.
Sampel
yang
telah
dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan porselen beserta
sampel ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Setelah 6 jam
cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang
bobotnya.
Rumus
Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven
C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven
b. Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur.
Tahap pertama cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit
20
dengan suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Sampel buah lindur sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan porselen beserta sampel buah
lindur didalamnya dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu 105 oC sampai
tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu
600 oC selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih.
Setelah itu cawan abu porelin didinginkan dalam desikator selam 30 menit,
kemudian ditimbang bobotnya.
Perhitungan kadar abu:
Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (gram)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum ditanur
C = Berat cawan porselen dengansampel (gram) setelah ditanur
c. Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)
Tahap – tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pertama–tama, sampel dimasukkan sebanyak
0,1 gram ke dalam tabung kjelhdal. Selanjutnya ditambahkan selenium dan 3 ml
H2SO4 ke dalam tabung tersebut. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 0C. Proses dekstruksi dilakukan sampai
larutan berwarna bening (Tahap destruksi). Selanjutnya isi labu dituangkan ke
dalam labu destilasi, lalu ditambahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan
larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor
ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 indikator yang ada di
bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang
bercampur dengan H3BO3 indikator dalam erlenmeyer (Tahap destilasi). Terakhir
dilakukan titrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
Erlenmeyer berubah menjadi pink. Kadar protein ditentukan dengan rumus:
21
Keterangan:
fp = Faktor pengenceran = 10
fk = Faktor konversi = 6,25
d. Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)
Lemak adalah senyawa yag larut dalam pelarut non polar. Sifat kelarutan
lemak sangat tergantung pada strukturnya. Metode yang sering digunakan di
Laboratorium
adalah
metode
ekstraksi
soxhlet,
yakni
secara
langsung
mengekstraksi lemak dari bahan degan pelarut organik non polar, misal heksana,
petroleum eter, dan dietil eter. Mula–mula sampel seberat 5 gram (W1)
dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak,
kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya
(W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan
ke dalam ruang reaktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung
ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC
dengan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung diruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC,
setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak yaitu :
% Kadar lemak =
Keterangan:
W1 = berat sampel (g)
W2 = berat labu lemak tanpa lemak (g)
W3 = berat labu lemak dengan lemak (g)
e. Analisis Karbohidrat (AOAC 2005)
Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan
kadar lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal
ini
karena karbohidrat
sangat
berpengaruh
terhadap zat
Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan mengunakan rumus:
gizi lainnya.
22
[
[
3.3.4 Pembuatan starter (Fardiaz 1992)
Pembuatan starter untuk fermentasi diantaranya melalui proses regenerasi
kultur dan starter pada media cair. Metode regenerasi kultur yang digunakan untuk
menumbuhkan khamir atau S. cerevei adalah pada PDA (Potato Dextrose Agar)
dengan metode tebar. Isolat S. cerevei dimasukkan ke dalam agar miring. PDA
(Potato Dextrose Agar) sebanyak 10 ml dengan cara ditebar dipermukaan media
PDA (Potato Dextrose Agar) sebanyak 3-5 jarum ose dan dibiakkan dalam
inkubator selama ± 48 jam dengan kondisi aerobik pada suhu 25-30 oC. Setelah
itu, biakan pada PDA (Potato Dextrose Agar) diinokulasi sebayak 5 jarum ose ke
dalam PDB (Potato Dextrose Broth) 100 ml, kemudian diinkubasi selama ± 48
jam dengan kondisi aerobik pada suhu 25-30 oC. Hasil biakan ini akan dipakai
pada fermentasi utama. Diagram alir pembuatan starter disajikan pada Gambar 6.
3.3.5 Pembuatan media fermentasi (Junk dan Pancoast 1980)
Pembuatan media fermentasi yaitu dengan preparasi buah lindur,
penambahan nutrient, pengaturan pH dan pasteurisasi. Tepung buah lindur
(B. gymnorrhiza) sebanyak 100 g dibuat menjadi larutan suspensi, yakni tepung
buah lindur dicampur dengan HCl 5% (v/v) dengan perbandingan 1:20 (b/v),
kemudian diaduk hingga rata sambil dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam.
Kemudian hidrolisis dilanjutkan di autoclave pada suhu 121 oC, tekanan 1 kg/m2
dengan waktu 1 jam. Hasil hidrolisis diendapkan ± 1 jam, lalu disaring
menggunakan nilon mesh 150, dan diambil filtratnya sebagai media untuk
difermentasi. Selanjutnya, cairan hasil hidrolisis ditambah dengan nutrient berupa
0,5% NPK (b/b), 1% ZA (b/b) dan 2% gula pasir (b/b), diaduk hingga rata.
Kemudian pH larutan diatur 4-5, diambil nilai tengahnya ± 4,6 dengan cara
ditambah NaOH sedikit demi sedikit. Langkah selanjutnya adalah pasteurisasi
pada suhu 80 oC selama 5 menit, lalu didinginkan hingga 30 menit. Diagram alir
pembuatan media fermentasi diperlihatkan pada Gambar 7.
3.3.6 Pembuatan bioetanol
23
Pembuatan bioetanol ini terdiri dari fermentasi alkohol dan perlakuan
inkubasi. Fermentasi utama dilakukan pada toples kaca 200 ml. Substrat berupa
cairan glukosa hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam 3 toples kaca 250 ml masingmasing 200 ml. Starter ditambahkan sebanyak 10 %. Fermentasi dilakukan pada
kondisi anaerobik. Pipa kecil dipasang pada kepala toples kaca yang sebelumnya
ditutup, ujung pipa tersebut dibenamkan ke dalam air untuk menangkap CO2 dan
menghambat adanya sirkulasi udara bebas.
Perlakuan yang diberikan yaitu saat inkubasi atau waktu fermentasi (X)
adalah 3, 5, 7 hari. Terbentuknya gelembung-gelembung udara menunjukkan
proses fermentasi pembentukan alkohol sedang berjalan. Fermentasi berlangsung
pada suhu kamar (25-30 oC). Setelah masing-masing toples kaca dan isinya
mendapat perlakuan inkubasi, kemudian dilakukan pengujian jumlah alkohol yang
didapat dari tiap perlakukan dengan menggunakan Gas Chromatography (GC).
Diagram alir proses fermentasi diperlihatkan pada Gambar 8.
3.3.7 Pengujian
Pengujian yang dilakukan diantaranya uji pH akhir fermentasi, uji kadar
dan etanol (penetapan berat jenis). Diagram alir penentuan uji pH akhir, serta
kadar alkohol disajikan pada Gambar 8.
1) Uji pH akhir fermentasi (AOAC 2005)
Media yang sudah difermentasi di uji pH akhirnya dengan menggunakan
pH meter. Katoda pH meter dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan dengan
kertas tisu. Katoda dimasukkan ke dalam buffer dengan pH 6,8, ditunggu sampai
ada tanda bunyi yang menunjukkan bahwa pH meter siap digunakan. pH meter
dimasukkan ke dalam media uji, hasilnya dicatat.
2) Uji kadar etanol (Subekti 2006)
Pengukuran konsentrasi etanol yang dihasilkan dengan menggunakan
Gas Chromatography (GC). Identifikasi kadar etanol dilakukan dengan
menginjeksikan metil ester pada kromatografi gas SupelcoTM 37 Component Fame
Mix dengan kondisi sebagai berikut: gas yang digunakan sebagai fase bergerak
adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 20 ml/menit, sebagai bahan
pembakar adalah hidrogen dengan aliran bertekanan 30 ml/menit, dan oksigen
24
dengan aliran 200-300 ml/menit, kolom yang digunakan adalah kolom kapiler
(capillary column) dB-23 berisi cyanopropil methylsil sepanjang 60 m dengan
diameter dalam 0,25 mm, dengan tebal lapisan film 0,25 µm.
Temperatur
terprogram sebesar 125 oC, kemudian suhu dinaikkan 5 oC per menit hingga suhu
akhir 225 oC, suhu injektor 220 oC, dan suhu detektor 240 oC.
Konsentrasi etanol diperoleh dari perhitungan rasio Area dimana luas area
etanol sampel dibagi dengan luas area n-propanol sampel. Kemudian hasil rasio
area tersebut dibagi dengan slope hasil kurva kalibrasi etanol.
Rasio Area = Luas area etanol sampel : Luas area n-propanol sampel
Konsentrasi (%) = Rasio/Slope
Konsentrasi etanol standar = 99,9 %
Berat Jenis etanol standar = 798,21 g/L
25
Isolat
Sacharomyces cerevei
Inokulasi 3-5 jarum ose
Ditumbuhkan pada PDA 10 ml
Inkubasi 48 jam suhu 25-30 oC
Inokulasi (5 jarum ose)
Ditumbuhkan pada PDB 200 ml
Inkubasi 48 jam suhu 25-30 oC
Kultur starter
Diambil 10 % dari media,
dimasukan ke dalam 200 ml
media
Kultur starter
dan media
Gambar 6 Diagram alir pembuatan kultur starter.
(Rinaldy 1987 dalam Devis 2008 dimodifikasi)
26
Buah Lindur (B. gymnorrhiza)
Preparasi pemisahan daging
dan kulit buah lindur
Pengeringan dan
penghalusan
Diambil 200 gr
Hidrolisis (HCl 5 % 1:20
b/v, 121 oC, 2 jam)
Penyaringan (Nilon mesh 150)
Filtrat
Penambahan nutrisi
Gula 2 %
NPK 0,5 %
ZA 1%
Media
Pasteurisasi 80 oC, 5 menit
Media
Perlakuan 1 (X1)
200 ml media
(toples kaca)
Perlakuan 2 (X2)
200 ml media
(toples kaca)
Perlakuan 3 (X3)
200 ml media
(toples kaca)
27
Gambar 7 Diagram alir pembuatan media fermentasi dari buah lindur
(B. gymnorrhiza).
(Rinaldy 1987 dalam Devis 2008 dimodifikasi)
Kultur starter dan media
fermentasi 660 ml
Inkubasi 3 hari
(X1)
Inkubasi 5 hari
(X3)
Alkohol
Inkubasi 7 hari
(X5)
Uji pH
Uji Kadar etanol
Gambar 8 Diagram alir proses fermentasi dan penentuan kadar alkohol.
(Rinaldy 1987 dalam Davis 2008 dimodifikasi)
28
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Jaringan Tanaman Lindur (B. gymnorrhiza)
Histologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari struktur mikroskopis
atau karakteristik sel dan fungsi dari jaringan dan organ. Beberapa metode dapat
digunakan untuk melihat jaringan tumbuhan (Hidayat 1995). Pembuatan preparat
daun, batang, dan buah tumbuhan lindur (B. gymnorrhiza) serta pengamatan
menggunakan mikroskop cahaya merk Olympus BH-2, memberikan hasil anatomi
pada bagian daun, batang, dan buah tumbuhan lindur.
4.1.1 Deskripsi jaringan daun tanaman lindur (B. gymnorrhiza)
Daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada umumnya
tiap tumbuhan memiliki sejumlah besar daun. Alat ini hanya terdapat pada batang
saja dan tidak pernah terdapat pada bagian lain pada tumbuhan. Daun biasanya
kaya akan suatu zat berwarna hijau yang dinamakan klorofil. Bagian – bagian
daun biasanya terdiri atas pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus) dan
helaian daun (lamina). Umumnya warna daun pada sisi atas tampak lebih hijau,
tekstur licin, atau berwarna mengkilap jika dibandingkan dengan sisi bawah daun
(Tjitrosoepomo 1987).
Daun tumbuhan lindur terdiri atas lapisan-lapisan epidermis atas,
hipodemis, parenkim palisade, bunga karang, stoma, epidermis bawah dan
jaringan pengangkut. Epidermis atas biasanya tersusun dari satu lapis sel, yang
secara umum berbentuk memanjang, dengan dinding tangential atas cenderung
lebih tebal dari dinding tangential bawahnya. Kedua dinding radial sel cenderung
lebih pendek dari pada dinding tangential selnya. Di bawah epidermis terdapat
selapis sel hipodermis yang berbentuk memanjang ke arah tangential dan
cenderung berukuran lebih besar daripada sel epidermis. Jaringan selanjutnya
adalah palisade yang umumnya terdapat dibagian bawah epidermis atas, yang
tersusun hingga 3 lapis sel. Sel-sel palisade berbentuk memanjang secara radial.
Jaringan lain adalah bunga karang yang memiliki bentuk tidak beraturan, diantara
29
jaringan ini terdapat rongga interseluler. Bagian paling bawah biasanya terdapat
epidermis bawah, dengan struktur yang mirip dengan epidermis atas namun
berbeda dalam hal jumlah stomatanya. Menurut Astuti dan Sri (2010) menyatakan
bahwa epidermis tumbuhan air tidak berfungsi untuk perlidungan tetapi untuk
pengeluaran zat makanan, senyawa air dan pertukaran gas. Jaringan palisade
tersusun dalam dua lapis sel. Adanya titik-titik yang tersebar dalam parenkim
palisade menunjukan adanya kloroplas yang berfungsi untuk menangkap cahaya.
Keadaan penampang melintang daun lindur disajikan pada Gambar 9.
Epidermis
atas
Bunga
karang
Parenkim
Palisade
Epidermis
bawah
Gambar 9 Penampang melintang daun tumbuhan lindur
Stoma adalah lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ
tumbuhan yang berwarna hijau, dibatasi oleh sel khusus yang disebut penutup
(Nugroho et al. 2006). Stomata pada daun tumbuhan lindur terdapat pada bagian
atas dan bawah daun. Jenis stomata yang terdapat pada epidermis daun tumbuhan
buah lindur berdasarkan penampakan stomata dewasa adalah jenis parasitik, yaitu
stomata yang didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang sejajar terhadap
sumbu panjang dari celah dan sel penjaga (Dickison 2000). Berikut ini adalah
gambar stomata yang terdapat pada daun tumbuhan lindur.
Stoma
Sel-sel
penyerta
Gambar 10 Stomata pada bagian atas daun tumbuhan lindur.
30
4.1.2 Deskripsi jaringan batang tanaman lindur (B. gymnorrhiza)
Batang tanaman berperan dalam mendukung daun dan struktur reproduksi
tanaman, menyediakan pengakut bagian dalam dan menghasilkan jaringan baru
(Berg 2008). Fungsi utama dari batang adalah mendukung daun-daun sehingga
selalu terbuka terhadap cahaya matahari. Batang bertindak sebagai pengangkut air
dan mineral ke bagian atas tanaman dan mentransportasikan produk-produk
fotosintesis dari daun ke bagian lain tanaman. Bentuk batang jika dilihat dari
penampang melintang dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu bulat,
bersegi dan pipih. Batang tumbuhan dapat dibedakan menjadi batang basah,
batang berkayu, batang rumput dan batang mendong (Tjitrosoepomo 1987).
Batang dari tumbuhan lindur berwarna abu-abu hingga hitam. Batang tumbuhan
lindur ketika dipotong melintang dapat dilihat bahwa terdapat banyak rongga.
Jaringan yang terdapat pada batang lindur adalah epidermis, parenkim, korteks
dan jaringan pengangkut. Keadaan penampang melintang batang lindur disajikan
pada Gambar 11.
Sel korteks
dengan
butiran pati
Ruang
antar sel
Epidermis
Gambar 11 Penampang melintang batang tumbuhan lindur.
Jaringan epidermis batang tanaman lindur terdiri atas satu lapis sel dan
tersusun rapat. Pada penampang melintang batang lindur, bentuk sel epidermis
umumnya cenderung bentuk persegi panjang. Dinding sel tangential epidermis
bagian atas berukuran lebih panjang daripada dinding sel bagian bawah. Dinding
sel sisi radial cenderung tegak terhadap dinding tangential dan berukuran lebih
kecil dibandingkan dinding sel bagian atas. Sel-sel epidermis batang tersusun
rapat dan berdinding tangential yang tebal dan berfungsi mengurangi transpirasi.
31
Nugroho et al. (2006), menyatakan bahwa susunan epidermis menyebabkan
terjadinya pengurangan transpirasi dan melindungi jaringan di sebelah dalamnya.
Berkas pembuluh pada batang tersusun tegak lurus terhadap penampang
batang lindur yang berbentuk segitiga. berkas pembuluh batang lindur dikelilingi
oleh sejumlah sel yang merupakan bagian endodermis. Berkas pembuluh batang
terbagi atas floem dan xilem. Floem terdiri atas sel-sel yang berukuran kecil dan
mengelilingi pembuluh xilem.
4.1.3 Deskripsi jaringan buah tanaman lindur (B. gymnorrhiza)
Buah merupakan salah satu organ tumbuhan untuk pembiakan dan
biasanya mengandung biji. Setelah pembuahan pistil (bunga betina) akan tumbuh
menjadi buah (Sutrian 1992). Pada umumnya buah hanya akan terbentuk sesudah
terjadi penyerbukan dan pembuahan pada bunga. Walaupun demikian mungkin
pula buah terbentuk tanpa ada penyerbukan dan pembuahan.
Buah biasanya dibagi menjadi buah sejati dan buah semu. Buah lindur
diduga tergolong dalam buah semu (fructus spurius). Buah semu dibagi menjadi
tiga yaitu buah semu tunggal, buah semu ganda dan buah semu majemuk. Buah
lindur dapat digolongkan buah semu tunggal karena terjadi dari satu bunga dengan
satu bakal buah. Pada buah ini selain bakal buah ada bagian lain bunga yang ikut
membentuk buah (Tjitrosoepomo 1987). Keadaan penampang melintang dari buah
lindur disajikan pada Gambar 12.
Butiran pati
Rongga
antar sel
Epidermis
Gambar 12 Penampang melintang buah tumbuhan lindur.
Epidermis merupakan lapisan terluar pada buah yang tersusun rapat
bersifat sebagai pelindung dengan bentuk yang cenderung persegi panjang dan
terdiri dari satu lapis, dengan dinding tangential atas cenderung lebih tebal dari
dinding tangential bawahnya. Kedua dinding radial sel cenderung lebih pendek
32
dari pada dinding tangential selnya. Pati ditemukan dalam jumlah besar pada
jaringan korteks dalam vakuola.
Xilem
Korteks
Floem
Vakuola
dengan
butiran pati
Gambar 13 Berkas pembuluh pada buah tumbuhan lindur.
Berkas pembuluh pada buah tumbuhan lindur terlihat pada Gambar 13.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa silinder vaskuler pada buah tumbuhan lindur
membentuk sistem konsentris amphikribral dimana xilem berada di dalam
sedangkan floem mengelilingi xilem tersebut. Kerja xilem dalam hal transportasi
air dan zat mineral dari akar ke seluruh jaringan serta adanya kandungan pati
menyebabkan ukuran pembuluhnya lebih tebal daripada floem. Pati pada vakuola
berfungsi sebagai cadangan makanan pada tumbuhan.
4.2 Komposisi Kimia Buah Lindur Segar
Buah lindur (B. gymnorrhiza) biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai makanan pengganti nasi pada saat musim paceklik, khususnya di
Kabupaten Maluku Tenggara dan di beberapa wilayah nusantara. Salah satu cara
untuk menentukan kandungan gizi suatu produk yaitu dengan menggunakan
analisis proksimat. Hal paling mendasar dari unsur pokok dalam bahan pangan
terdiri dari air, lemak total, protein kasar, dan abu, sedangkan karbohidrat dihitung
dengan karbohidrat N-free (100%-kadar air-kadar abu-lemak-protein-serat)
(AOAC 2005). Komposisi kimia buah lindur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia buah lindur segar
No
Analisa Proksimat
Jumlah (%)
1
Kadar air
62,92
2
Kadar abu
1,29
3
Kadar lemak
0,79
33
4
Kadar protein
2,11
5
Kadar karbohidrat
32,91
4.2.1 Kadar air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air
dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan
di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk
hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80%.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran
serta daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Kandungan air dalam produk
perikanan diperkirakan sebesar 70-85 % (Nurjanah dan Abdullah 2008 dalam
Febrianti 2010). Berdasarkan hasil analisis proksimat dari buah lindur segar
menunjukkan bahwa nilai kadar air adalah 62,92 %. Nilai ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian Fortuna (2005), yang menyatakan kadar air buah
lindur sebesar 73,76%. Tingginya nilai kadar air pada buah lindur menyebabkan
buah ini mudah mengalami kebusukan. Hal ini didukung oleh pernyataan
Wirakusumah (2007), bahwa buah dan sayuran termasuk makanan yang yang
mudah mengalami kerusakan (high perishable food) karena peranan air dalam
bahan pangan dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim,
aktivitas mikroba, aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi
non enzimatik. Akan tetapi, nilai kadar air dari buah lindur tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian Wibowo et al. (2009) yang menyatakan bahwa
kadar air Avecennia marina sebesar 61,95%. Nilai ini menunjukan bahwa kadar
air yang dikandung oleh buah lindur cenderung tinggi, hal ini sesuai dengan
habitat hidupnya. Buah lindur merupakan tumbuhan mangrove yang habitatnya
berada didekat wilayah perairan dan umumnya tumbuh di pesisir pantai. Penelitian
lain yang mendukung yaitu penelitian Hikmiyati dan Sandrie (2008), yang
menyatakan kadar air pada kulit singkong sebesar 67,74%. Menurut Winarno
(2008) pengeringan dapat menghilangkan air yang terkandung dalam bahan
pangan. Semakin lama waktu pengeringan yang dilakukan, kadar air yang terdapat
pada suatu bahan pangan akan semakin rendah.
34
Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut zat-zat gizi,
terutama vitamin larut air dan mineral. Selain itu air juga berfungsi sebagai
katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu dan peredam benturan
(Wirakusumah 2007).
4.2.2 Kadar abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan yang dianalisis.
Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai unsur
anorganik (kadar abu). Komponen-komponen organik terbakar, tetapi komponen
anorganiknya tidak dan komponen ini disebut abu (Winarno 2008).
Analisis proksimat yang telah dilakukan pada buah lindur segar
menunjukkan bahwa kadar abu yang dikandung adalah 1,29 %. Hal ini tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian Fortuna (2005) yang menyatakan kadar abu
buah lindur sebesar 0,34 %. Apabila dibandingkan dengan kadar abu dari berbagai
jenis buah mangrove lain misalnya Sonneratia sp. dan Avecennia marina. Kadar
abu buah lindur hasil penelitian lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
Febrianti (2010) yang menyatakan kadar abu Sonneratia sp. sebesar 4,35% dan
lebih tinggi nilai kadar abu buah lindur apabila dibandingkan dengan penelitian
Wibowo et al. (2009) yang menyatakan kadar abu buah mangrove jenis Avecennia
marina sebesar 1,27%. Mineral pada tanaman juga berkaitan dengan kandungan
serat penyusun dinding sel dari jaringan tanaman. Elemen mineral tidak dapat
dirusak oleh panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim maupun faktor lainnya.
Mineral dapat dihilangkan dengan pelepasan secara fisik. Sejumlah mineral
memiliki kelarutan dalam air. Secara umum, perebusan dalam air menyebabkan
hilangnya mineral atau penyusutan mineral pada sebuah bahan jika dibandingkan
dengan pengukusan (Harris & Karmas 1989).
Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama
sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral
di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim,
pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting
35
melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap
rangsangan (Almatsier 2000).
4.2.3 Kadar lemak
Lemak merupakan bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak yang banyak digunakan dalam makanan
adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak.
Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat adalah fosfolipid, sterol,
vitamin dan zat warna yang larut dalam lemak misal klorofil dan karotenoid
(Kusnandar 2010).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, buah lindur mengandung kadar
lemak sebesar 0,79 %. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Fortuna
(2005) yang menyatakan kadar abu buah lindur sebesar 1,25 %. Apabila
dibandingkan dengan kadar lemak dari berbagai jenis buah mangrove lain
misalnya Sonneratia sp. dan Avecennia marina. Kadar lemak buah lindur hasil
penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Febrianti (2010) yang
menyatakan kadar lemak Sonneratia sp. sebesar 0,69 % dan penelitian Wibowo et
al. (2009) yang menyatakan kadar lemak buah mangrove jenis Avecennia marina
sebesar 0,04 %. Menurut Prabandari et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan
lemak yang rendah pada buah dan sayur mempunyai peranan penting dalam
mempertahankan tekstur, rasa, aroma dan warna berupa trigliserida, sterol dan
kolestrol
Menurut Coimbra dan Jorge (2011) menyatakan bahwa lemak pada
tumbuhan banyak terkandung di bagian biji dan buah. Di dalam sel tumbuhan
lemak disimpan dalam sitoplasma. Lemak pada bahan nabati umumnya berupa
asam lemak tidak jenuh. Fungsi asam lemak tidak jenuh yaitu sebagai komponen
dari sel-sel saraf, membrane seluler dan senyawa yang menyerupai hormon.
Penelitian lain yang mendukung yaitu nilai kadar lemak buah lindur penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Hikmiyati dan Sandrie (2008) yang
menyatakan bahwa kadar lemak kulit singkong sebesar 1,44 % (bb).
Lemak berfungsi sebagai sumber energi, pembentuk jaringan adipose,
asam-asam lemak esensial, pembentuk struktur tubuh, menghemat pemakaian
36
protein sebagai energi, pengemulsi, prekursor, dan penambah cita rasa.
(Wirakusumah 2007)
4.2.4 Kadar protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena
selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang
selalu terjadi di dalam jaringan tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar
apabila keperluan energi mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan
karbohidrat (Winarno 2008).
Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan
atau manusia. Protein dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan, protein pada
hewan disebut protein hewani sedangkan protein dari tumbuhan disebut protein
nabati. Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen.
Komposisi
rata-rata
unsur
kimia
yang
terdapat
pada
protein
adalah
50% karbon (C), 7% hidrogen (H), 23% oksigen (O), 16% nitrogen (N),
0-3% belerang dan 0-3% fosfor (Supriyanti dan Poedjiadi 2007). Kadar protein
yang didapatkan dari hasil analisis proksimat buah lindur segar adalah 2,11%,
nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein buah lindur dari penelitian
sebelumnya dan kadar protein buah pedada (Sonneratia sp.) yang berturut-turut
sebesar 1,13% dalam penelitian yang dilakukan oleh Fortuna (2005) dan kadar
protein pedada (Sonneratia sp.) yang dilakukan oleh Febrianti (2010)
sebesar 1,17%.
Protein di dalam tubuh manusia berfungsi membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang telah ada. Kekurangan protein dalam jangka
waktu yang lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Angka kecukupan protein untuk
orang dewasa menurut Kusnandar (2010) yaitu 50 g/hari untuk pria dan 42 g/hari
untuk wanita.
4.2.5 Kadar karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama. Jumlah kalori yang
dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal. Karbohidrat merupakan
senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen yang terdapat di alam. Karbohidrat
memiliki peranan dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misal rasa,
37
warna, tekstur, dan lain-lain. Dalam tubuh, karbohidrat berfungsi mencegah
timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral,
dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008).
Buah lindur segar memiliki kandungan karbohidrat yang lebih besar dari
komponen gizi lainnya. Karbohidrat yang terdapat pada buah lindur segar yang
telah dianalisis adalah 32,91%. Kandungan karbohidrat buah lindur hasil
penelitian memiliki nilai yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kadar
karbohidrat buah lindur dari penelitian sebelumnya maupun dari kadar karbohidrat
beberapa buah mangrove lainnya. Kadar karbohidrat buah lindur sebelumnya yang
diteliti oleh Fortuna (2005) adalah 23,53%, buah Sonneratia sp. sebesar 14,35%
(Febrianti 2010) dan kadar karbohidrat Avecennia marina yang diteliti oleh
Wibowo et al. (2009) adalah 21,43%. Nilai kadar karbohidrat buah lindur tinggi
karena pada kloroplas kulit buah dan eksoderm buah mengandung amilum yang
tinggi (Duke dan James 2006).
4.3 pH Akhir Media
Salah satu faktor yang menentukan kehidupan khamir adalah pH substrat
atau media fermentasi. Nilai pH awal media hasil hidrolisis buah lindur
(B. gymnorrhiza) adalah 0,1. Nilai pH media fermentasi diatur hingga 4,5-5
dengan penambahan NaOH 40 % sebanyak 105 ml untuk semua perlakuan dan pH
yang didapat adalah 4,67, hal ini dimaksudkan agar S. cerevisiae dapat tumbuh
secara optimal. Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam
yaitu sekitar pH 4-5 (Jirasak dan Sornvoraweat 2011). Nilai pH rata-rata akhir
sebagai hasil dari beberapa perlakuan waktu fermentasi dapat dilihat pada Gambar
14.
38
5
4,41
4,28
3,97
pH akhir
4
3
2
1
0
ke-3
ke-5
ke-7
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 14 Diagram nilai pH rata-rata akhir fermentasi.
Gambar 14 menunjukkan nilai pH rata-rata akhir perlakuan X1 sebesar
4,41, X2 sebesar 4,28 dan X3 sebesar 3,97. Hasil pengukuran untuk ketiga
perlakuan tersebut bias dilihat pada Lampiran 1 Nilai pH paling tinggi dijumpai
pada waktu fermentasi 3 hari (X1) yaitu pada pH 4,41 dan pH paling rendah pada
waktu fermetasi 7 hari (X3) yaitu pH 3,97. Nilai ini sesuai dengan penelitian
Devis (2008) yang menyatakan bahwa semakin lama fermentasi berlangsung,
maka pH akhir fermentasi cenderung semakin rendah. Nilai pH paling tinggi yaitu
pada sebesar 4,47 pada waktu fermentasi 3 hari dan nilai pH paling rendah pada
waktu fermentasi 7 hari yaitu pH 4,10. Penurunan nilai pH diduga disebabkan
oleh jumlah mikroorganisme yang semakin banyak sehingga enzim yang
mengubah glukosa menjadi etanol semakin banyak, dan keasaman bahan semakin
meningkat, dimana asam dihasilkan dari perombakan alkohol menjadi asam asetat
dan asam-asam lainnya, sehingga nilai pH yang dihasilkan semakin menurun. Hal
ini terjadi pula pada fermentasi alkohol yang menggunakan molase (Shen et al.
2008).
Menurut Nowak (2000) pada proses fermentasi dihasilkan asam-asam
mudah menguap, diantaranya asam laktat, asam asetat, asam formiat, asam butirat
dan asam propionate, semakin besar persentase yeast maka jumlah asam semakin
tinggi. Semakin tinggi kadar keasaman bahan, pH bahan tersebut semakin
menurun.
Menurut Buckle et al.(1987) karbon dan energi dapat diperoleh dari
karbohidrat sederhana misal glukosa. Karbohidrat merupakan sumber karbon yang
39
paling banyak digunakan dalam fermentasi oleh khamir, selain itu terjadi pula
aktivitas bakteri asam asetat yang melakukan metabolism yang bersifat aerobik.
Peran utamanya dalam fermentasi yaitu mengubah karbohidrat menjadi alkohol
dan asam asetat. Asam yang dihasilkan pada proses tersebut akan menurunkan pH
lingkungan dan menimbulkan rasa asam. Jika tumbuh dalam keadaan anaerobik,
kebanyakan khamir cenderung memfermentasi substrat karbohidrat untuk
menghasilkan etanol bersama sedikit produk lainnya. Jika persentase waktu
fermentasi semakin lama, kadar alkohol dan keasaman semakin meningkat dan
kadar gula menurun.
Wilkins et al. (2007) Nilai pH yang tumbuh dalam keadaan anaerobik,
kebanyakan khamir cenderung memfermentasi substrat karbohidrat untuk
menghasilkan etanol bersama sedikit produk lainnya. Persentase waktu fermentasi
semakin lama, kadar alkohol dan keasaman semakin meningkat dan kadar gula
menurun.
4.4 Kadar Bioetanol
Kadar bioetanol merupakan perbandingan antara jumlah etanol dengan
jumlah total larutan dan dinyatakan dalam (b/b) atau (v/v). Kadar bioetanol adalah
parameter yang dapat menunjukkan kualitas etanol. Kadar etanol atau alkohol
yang dihasilkan dari fermentasi tergantung dari jenis khamir yang digunakan,
kadar gula, dan efisiensi fermentasi (Gozan et al. 2007). Kadar bioetanol sebagai
hasil dari beberapa perlakuan waktu fermentasi dapat dilihat pada Gambar 15.
Kadar Etanol (% v/v)
5
4
3,01
3,51
3,2
3
2
1
0
ke-3
ke-5
ke-7
Waktu fermentasi (hari)
Gambar 15 Diagram nilai rata-rata kadar bioetanol.
40
Gambar 15 menunjukkan nilai rata-rata kadar bioetanol pada hasil uji,
didapatkan kadar etanol dari perlakuan X1 sebesar 3,01%, X2 sebesar 3,51% dan
X3 sebesar 3,2% . Kadar etanol naik dari waktu fermentasi hari ke-3 (X1) sampai
hari ke-5 (X2), kemudian kadar etanol menjadi rendah pada hari ke-7 (X3). Kadar
etanol paling tinggi terdapat pada hasil fermentasi media dengan waktu 5 hari
(X2) yaitu 3,51%. Hasil pengukuran kadar bioetanol selengkapnya dicantumkan
pada Lampiran 2. Nilai kadar etanol dari penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yaitu Retnowati dan Susanti (2009) yang
menyatakan bahwa nilai kadar etanol buah lindur tertinggi yaitu sebesar 1,84%
pada hari ke-7 waktu fermentasi. Apabila dibandingkan dengan kadar etanol dari
jenis buah lain misalnya buah nanas. Kadar etanol lindur hasil penelitian lebih
rendah dibandingkan dengan penelitian Setyawati dan Rahman(2009) yang
menyatakan kadar etanol pada nanas sebesar 8,43% pada waktu fermentasi 2 hari.
Hal ini diduga karena fermentasi di hari ke-5 berjalan dengan optimum sehingga
kadar kadar etanol yang dihasilkan paling tinggi. Pada hari ke-5 diduga
pertumbuhan dan aktivitas S. cerevisiae berada pada fase pertumbuhan logaritmik.
Menurut Liu dan Shen (2007) menyatakan bahwa
fase logaritmik atau
pertumbuhan merupakan suatu fase dimana nutrient dikonsumsi secara baik dan
dihasilkan zat-zat metabolik secara maksimal. Kecepatan pertumbuhan pada fase
logaritmik dipengaruhi oleh tersedianya nutrient dalam media.
Kadar etanol yang paling rendah dihasilkan dari fermentasi media dengan
waktu fermentasi 3 hari (X1) yaitu 3,01%. Hal ini diduga karena pada hari ke-3
S. cerevisiae belum berkerja secara optimal yaitu masih dalam tahap adaptasi,
tumbuh dan memperbanyak diri sendiri sehingga kadar etanol yang terbentuk
masih sedikit. Pada awal proses fermentasi, Saccharomyces cerevisiae mulai
beradaptasi dengan lingkungannya dan memanfaatkan glukosa untuk tumbuh dan
memperbanyak diri (Liu dan Shen 2007).
Kadar etanol menurun pada hari ke-7 (X3) yaitu menjadi 3,2%. Beberapa
kemungkinan yang menyebabkan hal ini, yakni proses fermentasi pada hari ke-7
merupakan fasestatis dan hampir menuju fase kematian dan berjalan lambat
karena kandungan gula dan nutrient di dalam media semakin sedikit, sehingga
S. cerevisiae mengkonsumsi hasil metabolitnya. Kandungan etanol menjadi
41
rendah. Penelitian lain yang mendukung yaitu Devis (2008) yang menyatakan
nilai kadar etanol ampas rumput laut Kappaphycus alvarezli tertinggi yaitu
sebesar 4,15% pada hari ke-5 waktu fermentasi. Nilai ini lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian dari buah lindur tersebut. Selain itu, nilai kadar
bioetanol ampas rumput laut mengalami penurunan pada waktu fermentasi hari
ke-7 sebesar 3,3% . Hal ini disebabkan oleh konsentrasi glukosa buah lindur pada
penelitian ini yang lebih besar. Menurut Dombek dan Ingram (1987) menyatakan
bahwa bahan dengan konsentrasi glukosa tinggi mempunyai efek negatif pada
yeast, baik pada pertumbuhan maupun aktifitas fermentasinya. Kadar glukosa
yang baik berkisar 10-18%. Apabila terlalu pekat, aktifitas enzim akan terhambat
sehingga waktu fermentasi menjadi lama. Disamping itu terdapat sisa gula yang
tidak terpakai dan jika terlalu encer maka hasilnya berkadar alkohol rendah.
Fase statis merupakan fase yang menunjukan bahwa jumlah sel khamir
tetap karena jumlah sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Ukuran
sel pada fase ini lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah
mulai habis. Fase kematian merupakan fase dimana sebagai populasi khamir mulai
mengalami kematian yang disebabkan karena nutrient sudah habis dan energi
cadangan dalam sel juga habis (Fardiaz 1992).
Aktivitas S. cerevisiae dapat terhambat oleh etanol yang terbentuk. Papong
dan Malakul (2010) menyatakan bahwa khamir sangat peka terhadap sifat
penghambatan etanol, konsentasi 1-2 % (b/v) cukup menghambat pertumbuhan
pada konsentrasi 10 % (b/v) laju pertumbuhan khamir hampir berhenti.
Menurut Wilkins et al. (2007) bahwa fermentasi merupakan perubahan
gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan kapang. Contoh perubahan kimia
dari fermentasi meliputi perubahan gula menjadi alkhol dan karbondioksida, serta
oksidasi senyawa nitrogen organik. Semakin lama proses fermentasi berlangsung,
maka jumlah karbohidrat yang dirombak menjadi glukosa semakin banyak. Hal ini
mengakibatkan kadar etanol meningkat sehingga pada proses destilasi mengalami
peningkatan kadar alkohol yang diperoleh.
42
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan memperoleh hasil bahwa buah lindur
(B. gymnorrhiza) dapat dijadikan sebagai bahan baku penghasil etanol. Hal ini
dapat menjadi alternatif dalam pengolahan bahan baku buah lindur. Daun tersusun
atas jaringan epidermis, bunga karang, parenkim palisade dan jaringan
pengangkut. Bagian batang terdiri dari jaringan epidermis, jaringan korteks yang
terdapat butiran pati dan jaringan pengangkut. Buah tersusun atas jaringan
epidermis, jaringan korteks yang terdapat pati dan jaringan pengangkut.
Semakin lama fermentasi, maka pH akhir fermentasi cenderung semakin
rendah. pH paling tinggi dari fermentasi 3 hari (XI) yaitu 4,41 dan pH paling
rendah pada waktu fermentasi 7 hari (X3) yaitu 3,97. Kadar etanol bertambah
sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi yaitu dari hari ke-3 (X1) sampai
hari ke-5 (X2). Kadar etanol yang paling tinggi hasil fermentasi media dengan
waktu 5 hari (X2) yaitu sebesar 3,51 %. Pada hari ke-5 diduga pertumbuhan dan
aktivitas S. cerevisiae pada pertumbuahan fase logaritmik, dimana nutrient
dikonsumsi secara baik dan dihasilakan zat-zat metabolik secara maksimal.
43
Sedangkan, kadar etanol yang paling rendah dihasilkan dari fermentasi media
dengan waktu fermentasi 3 hari (X1) yaitu 3,01 %. Pada hari ke-3 S. cerevisiae
belum berkerja secara optimal karena masih dalam tahap beradaptasi, tumbuh dan
memperbanyak diri sendiri sehingga kadar etanol yang terbentuk masih sedikit.
5.2 Saran
Saran yang diberikan pada penelitian ini yaitu perlunya penelitian lanjutan
pada pembuatan etanol untuk meningkatkan kadar dan rendemen etanol dengan
perlakuan faktor yang lain, diantaranya hidrolisis enzim, konsentrasi khamir,
pemurnian, pengaruh suhu dan lain-lain. Sehingga hasil penelitian dapat
diaplikasikan di masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Offial Analytical of Chemist. Arlington,:The
Association of Official Analytical Chemyst, Inc.
Almatsier S. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Archunan. 2004. Microbiology First Edition. Sarup and Sons,
Astuti T, Sri D. 2010. Perkembangan serat batang rosella (Hibiscus sabdariffa)
dengan perlakuan naungan dan volume penyiraman yang berbeda. Buletin
Anatomi dan Fisiologi 18(2): 47-55.
Berg L. 2008. Intoductory Botany Plants, People, and The Environment. United
States of America: Thomson Brooks Cole.
Buckle KA, Edward RA, Fleet H, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah :
Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Caylak B, Sukan FV. 1998. Comparison of Different Production Processes for
Bioethanol. Journal Turk Chem 22: 351-359.
Coimbra MC, Jorge N. 2011. Proximate composition of guariroba (Syagrus
aleracea), jeriva (Syagrus romanzoffiana), and macuba (Acrocomia
44
aculeate) palm fruits. Rad Researc International 44 (1): 2139-2142.
Cui SW. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and
Aplications. CRC Press, Boca Raton, London, New York, Singapores
Devis HF. 2008. Bioetanol Berbahan Dasar Ampas Rumput Laut Kappaphycus
alvarezli [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut
Pertanian Bogor.
Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. United States of America:
Elsevier.
Dombek KM, Ingram LO. 1987. Ethanol production during batch fermentation
with Saccharomyces cerevisiae changes in lycolytic enzyme and internal
pH. Appl Environ Microbial 53 (6): 1286-1291.
Duke NC, James A. 2006. Bruguiera gymnorrhiza (large-leafed mangrove).
Species Profiles for Pacific Island Agroforestry Apr; Ver 2.I.
www.traditionaltree.org
European Bioformatics Institute. 1996. Eurkaryotes Genomes-Saccharomyces
ebi.com/Saccharomyces_cerevisiae.html
cerevisiae.
http://www.embl
[5 Juli 2012]
Fardiaz S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan Bogor: Lembaga
Surnberdaya Informasi.UPT-Institut Pertanian Bogor
. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Febrianti F. 2010. Kandungan Total Fenol, Komponen Bioaktif, dan Aktivitas
Antioksidan Buah Pedada (Sonerattia caseolaris) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Fortuna J. 2005. Ditemukan Buah Bakau Sebagai Makanan Pokok. http//www.
ebookpangan.com. 2006 [10 Oktober 2011].
Glen HF. 2005. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam. KwaZulu-Natal Herbarium. the
South African National Biodiversity Institute's. www.plantzafrica.com. [22
Juli 2012].
Gozan M, Samsuri M, Fani SH, Bambang P, Nasikin M. 2007. sakarifikasi dan
fermentasi bagas menjadi etanol menggunakan enzim selulase dan
enzim sellobiase. Jurnal Teknologi 3: 1-6.
Greethlein. 1978. Chemical Breakdown of Cellulosic Material. Journal Appl.
Chem Bioethanol. Reinhold Publs, Corporision, New York.
45
Graham S. 2003. Fundanmental of Organic Chemistry Fifth Edition. NewYork:
John Wiley and Sons.p. 409
Guillemin F, Devaux MF, Guillon F. 2004. Evaluation of plant histology by
outomatic clustering based on individual cell morphological features.
Image Anal Stereol of Original Reserch Paper. Vol. 23: 13-22.
Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2008.
Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media.
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Edisi ke-2. Bandung: ITB Press.
Hidayat EB.1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Penerbit ITB
Hidayat NMC, Padaga, Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta.
Himiyati N, Sandrie YN. 2008. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong
Melalui Proses Hidrolisa Asam dan Enzimatis. Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Humason GL. 1967. Annimal Tissue Techniques. San Fransisco:W.H. Freemen
and Company
Jirasak K, Sornvoraweat B. 2011. Comparative study of bioetanol production from
cassava peels monoculture and co-culture of yeast. Journal Kasetsart
(Nat.Sci.) 45: 268-274.
Johansen 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill Book Company,
Inc.
Judoamidjojo M, Darwis AA, Said EG. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta:
Rajawali Press.
Junk BE, Pancoast T. 1973. Hand Book of Sugar. The Avi Publishing Company.
Inc Westport-Connecticut.
Kosaric N, Velayudhan R. 1991. Biorecovery Processes: Fundamental and
Economic Consideration, Bioconversion of Waste Material to Industrial
Product. Elviser Applied Science 22: 24-25
Kristiono SS. 2009. Analisis mikroskopis dan fitokimia semanggi air (Marsilea
crenata Presl (Marcileaceae) [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
46
Kusmiyati T. 2010. Comparasion of iles-iles and cassava tubers as a
Saccharomyces cerevisiae substrate fermentation for bioethanol
production. Journal Bioscience 2 (1): 7-13.
Kusnandar S. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat.
Leloup LM, Colonna P, Buleon A. 1991. Influence of amylase-amylopektin on
gel properties. J. Cereal Sci., 13, 1-13.
Liu R, Shen F. 2007. Impacts of main factors on bioethanol fermentation from
stalk juice of sweet sorghum by immobilizes Saccharomyces cerevisiae.
Biores Technol 99: 847-854.
Mathewson SW. 1980. Drying the Alcohol Chapter 12. In: The Manual For the
Home and Farm Production of Alcohol Fuel. California: Ten Speed Press.
Muslimin LW. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. IPB-Press. Bogor.
Nugroho H, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan.
Jakarta: Penebar Swadaya..
Nowak J. 2000. Bioethanol yield and productivity of zymomonas mobilis in
various fermentation methods. Electronic Journal of Publish Agricultural
Universities 3(2): 121-132.
Papong S, Malakul P. 2010. Life-Cycle Energy And Environmental Analysis Of
Bioethanol Production From Cassava In Thailand. Bioresource Technology
101 : 112-118.
Pelczar MJ, Chan ES. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Prabandari R, Mangalik A, Achmad J, Agustiana. 2005. Pengaruh waktu
perebusan dari dua jenis udang yang berbeda terhadap kualitas tepung
limbah udang putih (Penaeus indicus) dan udang windu
(Penaeus monodon). Enviroscienteae 1(1): 24-28.
Prihardana A, Samsuri M. 2008. Bioethanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan
Edisi ke-4. Jakarta: PT Agro Media Pustaka.
Qiu H, Huang J, Yang J, Ronzele S, Zhang Y, Zhang Y, Zhang Y. 2010.
Bioethanol Development in China and The Potential Impacts on its
Agricultural Economy. Journal Applied Energy 87: 76-83.
Retnowati D, Sutanti R. 2009. Pemanfaatan Limbah Padat Ampas Singkong dan
Lindur Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol. Program Studi Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
47
Subekti H. 2006. Produksi Etanol Dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol
Jagung [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Setyawati H, Rahman AN. 2009. Bioetanol dari Kulit Nanas dengan Variasi
Massa Saccharomyces ceriviceae dan Waktu Fermentasi. Malang: Program
Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Nasional.
Shen Y, Zhan Y, Ma T, Bao X, Du F, Zhang G, Qu Y. 2008. Simultaneous
saccharification and fermentation of acid-preatreatment corncorb with
recombinant Saccharomyces cerevisiae expressing b-glukosidase.
Biores technol 99: 5099-5103
Sutrian Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suntoro H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta:
Penerbit Bhatara Karya Aksara
Swinkle JJM. 1985. Source o Strach, Its Chemistry and Physic. Di Dalam
Beynum Van, G. M. A. and Roles, J. A. Strach Convention
Technology.1985. Marcell Dakker, Inc., New York and Bassel
Tjitrosoepomo G. 1987. Taksonomi Tumbuhan. Jogjakarta : Gajah Mada
University Press
Waller JC. 1981. Feeding Value of Ethanol Production By-product. National
Academy Press, Washington D.C.
Wibowo C, Cecep K, Ani S, Yekti H, Poppy O. 2009. Pemanfaatan pohon
mangrove api-api (Avecennia spp.) sebagai bahan pangan dan obat. Di
dalam Prosiding seminar hasil-hasil penelitian IPB.
Wilkins MR, Widmer W, Grohmann K. 2007. Simultaneous saccharification and
fermentation of citrus peel waste by Saccharomyces cerevisiae to produce
ethanol. Process Biochem 42: 1614-1619.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar
Swadaya.
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1. Tabel pH akhir media
pH
X1
X2
X3
Ulangan 1 (%)
4,43
4,25
3,92
Ulangan 2 (%)
4,39
4,31
4,02
Rata-rata (%)
4,41
4,28
3,97
Ulangan 2 (%)
2,98
3,54
3,1
Rata-rata (%)
3,01
3,51
3,2
Lampiran 2. Tabel kadar etanol
Uji kadar alkohol
X1
X2
X3
Ulangan 1 (%)
3,04
3,48
3,3
Lampiran 3. Dokumentasi pembuatan bioetanaol
50
Tepung lindur
Biakan Saccharomyces cerevisiae
Pembuatan starter
Hasil hidrolisis buah lindur
Fermentasi alkohol ulangan I
Fermentasi alkohol ulangan II
Fermentasi alkohol ulangan I
Download