BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Diabetes Mellitus a. Pengertian Diabetes mellitus (DM) yang dikenal dengan kencing manis atau kencing gula. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Kadar glukosa dalam darah kita biasanya berfluktuasi, artinya naik turun sepanjang hari dan setiap saat, tergantung pada makan yang masuk dan aktivitas fisik seseorang (Mistra, 2005). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer & Bare, 2002). Tabel 2.1 Gula Darah Normal, IFG, IGT, dan Diabetes (Sumber : Tandra, 2009) Kadar Glukosa Darah Normal Puasa 2 jam sesudah makan Impaired Fasting Glucose (IFG) Puasa 2 jam sesudah makan Impaired Glucose Tolerance (IGT) Puasa 2 jam sesudah makan Diabetes Mellitus Puasa 2 jam sesudah makan 7 mg/dl mol/dl < 100 < 140 < 5,6 < 7,8 ≥ 100 & > 126 < 140 ≥ 5,6 & < 7,0 < 7,8 < 126 ≥ 140 & < 200 < 7,0 ≥ 7,8 & < 11,1 ≥ 126 > 200 ≥ 7,0 > 11,1 8 b. Macam-macam Diabetes Mellitus Menurut Maulana (2009), diabetes mellitus terdiri dari dua jenis, yaitu diabetes mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau diabetes Tipe I, dan diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe II). 1) Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau Diabetes Tipe I Diabetes mellitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini, diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan atau pun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olah raga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. 9 Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui ”inhaled powder”. 2) Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe II) Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari ”kecacatan dalam produksi insulin” dan resistensi terhadap insulin” atau ”berkurangnya sensitifitas terhadap insulin” (adanya defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Gejala pada tipe kedua iuni terjadi secara perlahan-lahan. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah raga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga harus dapat mempertahankan berat badan yang normal. Namun, bagi penderita stadium terakhir, kemungkinan akan diberikan suntikan insulin. 10 c. Faktor-faktor Predisposisi Faktor-faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus menurut Tandra (2008), meliputi keturunan, ras atau etnis, obesitas, metabolic sydndrome, kurang gerak badan, penyakit lain, usia, riwayat diabetes pada kehamilan, infeksi, stres, obat-obatan. 1) Keturunan Apabila ibu, ayah, kakak, atau adik mengidap diabetes, kemungkinan diri juga terkena diabetes lebih besar daripada bila yang menderita diabetes adalah kakek, nenek, atau saudara ibu dan saudara ayah. Sekitar 50% pasien diabetes tipe 2 mempunyai orang tua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Diabetes tipe 2 lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga atau keturunan ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 1, kemungkinan orang terkena diabetes hanya 3-5% bila orang tua dan saudaranya adalah pengidap diabetes. 2) Ras atau Etnis Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes dan tekanan darah tinggi. Pada orang-orang Amerika di Afrika (African Americans) pada usia di atas 45 tahun, mereka yang kulit hitam, terutama wanita, lebih sering terkena diabetes 1,4-2,3 kali daripada mereka yang kulit putih. 3) Obesitas Kegemukan adalah faktor risiko yang paling penting untuk diperhatikan. Sebab, melonjaknya angka kejadian diabetes tipe 2 sangat terkait dengan obesitas. Lebih dari 8 di antara 10 penderita 11 diabetes tipe 2 adalah mereka yang obesitas. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin (insulin resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. 4) Metabolic syndrome Menurut World Health Organization (WHO) dan National Cholesterol Education Program : Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III), orang yang menderita Metabolic Syndrome adalah mereka yang kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebih dari 160/90 mmHg, trigliserida darah lebih dari 150 mg/dl, kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria. Metabolic syndrome makin banyak kita temukan di masyarakat modern ini. Gaya hidup sekarang yang kurang gerak dan banyak makan menyebabkan makin banyak orang yang mengidap diabetes, hipertensi, obesitas, stroke, sakit jantung, nyeri sendi dan lain-lain. 5) Kurang Gerak badan Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olah raga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi. Peredaran darah lebih baik. Dan risiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%. Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari olah raga adalah bertambahnya massa otot. Biasanya 70-90% glukosa darah diserap oleh otot. Pada orang tua atau yang kurang gerak badan, massa otot berkurang sehingga pemakaian glukosa berkurang dan gula darah pun akan meningkat. 12 6) Penyakit Lain Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar glukosa darah di kemudian hari. Akibatnya, pasien juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain : hipertensi, gout (pirai) atau radang sendi akibat kadar asam urat dalam darah yang tinggi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berulang. 7) Usia Risiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama diatas 40 tahun, serta mereka yang kurang gerak badan, massa ototnya berkurang, dan berat badannya makin bertambah. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe 2 pada anak dan remaja pun meningkat. 8) Riwayat Diabetes pada Kehamilan Diabetes pada kehamilan atau gestational diabetes dapat terjadi pada 2-5% ibu hamil. Biasanya di abetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, lebih dari setengahnya akan terkena diabetes di kemudian hari. Semua ibu hamil harus diperiksa glukosa darahnya. Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabaila ini terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak. 9) Infeksi Pada kasus diabetes tipe 1 yang terjadi pada anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang. Penyebabnya adalah infeksi oleh virus, seperti mumps dan Coxsackie, yang dapat merusak sel pankreas dan menimbulkan diabetes. 13 10) Stress Stres yang hebat, seperti halnya infeksi hebat, trauma hebat, operasi besar, atau penyakit berat lainnya, menyebabkan hormon counter-insulin (yang kerjanya berlawanan dengan insulin) lebih aktif. Akibatnya, glukosa darah pun akan meningkat. Diabetes sekunder ini biasanya hilang bila pengaruh stressnya teratasi. Diabetes ini kadang ditemukan secara kebetulan pada waktu si pasien memeriksakan glukosa darahnya. 11) Obat-obatan Beberapa obat dapat meningkatkan kadar glukosa darah, dan bahkan bisa menyebabkan diabetes. Bila mempunyai risiko terkena diabetes, harus memakai obat-obatan ini dengan sangat hati-hati. Obat-obatan yang dapat menaikkan glukosa darah antara lain adalah hormon steroid, beberapa obat anti-hipertensi, dan obat untuk menurunkan kolesterol. d. Gejala dan Keluhan Diabetes Mellitus Beberapa keluhan utama dari diabetes menurut Tandra (2008) adalah banyak kencing, rasa haus, barat badan turun, rasa seprti flu, mata kabur, luka yang sukar sembuh, rasa baal dan kesemutan, gusi merah dan bengkak kulit kering dan gatal, mudah kena infeksi, dan gatal pada kemaluan. 1) Banyak kencing Ginjal tidak dapat menyerap kembali gula yang berlebihan di dalam darah, gula ini akan menarik air keluar dari jaringan, sehingga selain kencing menjadi sering dan banyak, juga akan merasa dehidrasi atau kekurangan cairan. 2) Rasa Haus Untuk mengatasi dehidrasi, rasa haus timbul dan akan banyak minum dan terus minum. Kesalahan yang sering didapatkan adalah untuk mengatasi rasa haus, mencari softdrink yang manis dan 14 segar, akibatnya gula darah semakin naik dan hal ini dapat menimbulkan komplikasi akut yang membahayakan. 3) Berat Badan Turun Sebagai kompensasi dari pada dehidrasi dan harus banyak minum, mungkin mulai banyak makan. Memang pada mulanya berat badan meningkat, akan tetapi lama kelamaan otot tidak mendapat cukup gula untuk tumbuh dan energi, maka jaringan otot dan lemak harus dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi, berat badan menjadi turun, meskipun makannya banyak, keadaan ini makin diperburuk oleh adanya komplikasi yang timbulnya belakangan. 4) Rasa Seperti Flu dan Lemah Keluhan diabetes dapat menyerupai sakit flu, rasa capek, lemah, dan nafsu makan menurun. Pada diabetes, gula bukan lagi sumber energi, karena glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel untuk menjadi energi. 5) Mata Kabur Gula darah yang tinggi akan menarik keluar cairan dari dalam lensa mata, sehingga lensa menjadi tipis, mata mengalami kesulitan untuk memfokus dan penglihatan jadi kabur. Apabila bisa mengontrol glukosa darah dengan baik, penglihatan jadi membaik karena lensa kembali normal. Orang diabetes sering berganti-ganti ukuran kacamata, karena gula yang naik turun tidak terkontrol dengan baik. 6) Luka Yang Sukar Sembuh Penyebab luka yang sukar sembuh adalah : pertama akibat dari infeksi yang hebat, kuman atau jamur mudah tumbuh pada kondisi gula darah yang tinggi; yang kedua adalah karena kerusakan dinding pembuluh darah, aliran darah yang tidak lancar pada kapiler (pembuluh darah kecil) menghambat penyembuhan luka; dan yang ketiga adalah kerusakan syaraf, luka yang tidak terasa 15 menyebabkan penderita diabetes tidak menaruh perhatian pada luka dan membiarkannya semakin membusuk. 7) Rasa baal dan kesemutan Kerusakan syaraf disebabkan oleh glukosa yang tinggi merusak dinding pembuluh darah, yang akan menggangu nutrisi pada syaraf. Karena yang rusak adalah saraf sensoris, keluhan paling sering adalah rasa semutan atau tidak terasa, terutama pada tangan dan kaki. Selanjutnya bisa timbul rasa nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, tangan, dan lengan, bahkan bisa terasa seperti terbakar. 8) Gusi Merah dan Bengkak Kemampuan rongga mulut menjadi lemah untuk melawan infeksi, maka terjadilah gusi bengkak dan merah, infeksi, serta gigi yang tampak tidak rata dan mudah tanggal. 9) Kulit Kering dan Gatal Kulit terasa kering, sering gatal dan infeksi. Keluhan ini biasanya menjadi penyebab pasien datang memeriksakan diri ke dokter, lalu pada pemeriksaan dokter kulit ditemukan adanya diabetes. 10) Mudah Kena Infeksi Lekosit (sel darah merah) yang biasanya dipakai untuk melawan infeksi, tidak dapat berfungsi dengan baik paeda keadaan gula darah yang tinggi. Diabetes membuat lebih mudah terkena infeksi. 11) Gatal Pada Kemaluan Infeksi jamur juga menyukai suasana gula darah yang tinggi. Vagina mudah terkena infeksi jamur, mengeluarkan cairan kental putih kekuningan, serta timbul rasa gatal. e. Komplikasi Diabetes Mellitus Bilous (2002) menyebutkan bahwa komplikasi dari diabetes dapat terjadi pada semua organ atau semua sistem tubuh, misalnya saraf, jantung, pembuluh darah, ginjal, mata, otak, dan lain-lain yaitu: 16 1) Kerusakan Saraf (Neuropati) Kerusakan saraf adalah komplikasi diabetes yang paling sering terjadi. Gula darah yang tinggi akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf, sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut Neuropati Diabetik (Diabetic Neuropathy). Akibatnya adalah saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim, keluhan yang timbul bisa bervariasi, mungkin nyeri pada tangan dan kaki, atau gangguan pencernaan, bermasalah dengan kontrol buang air besar atau kencing, dan sebagainya. 2) Kerusakan Ginjal (Nefropati) Kerusakan saringan ginjal timbul akibat glukosa darah yang tinggi (umumnya diatas 200 mg/dl), lamanya diabetes, yang diperberat oleh tekanan darah yang tinggi (tekanan darah sistolik diatas 130 mg dan diastolik diatas 85 mg). Makin lama kena diabetes, maka semakin mudah pasien mengalami kerusakan ginjal. 3) Kerusakan Mata Penyakit diabetes bisa merusak mata, dan menjadi penyebab utama dari kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu retinopati, katarak, dan glaukoma. Ketiganya bisa dicegah atau diperbaiki bila ditemukan pada tahap awal penyakit. 4) Penyakit Jantung Diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), antara lain angina (nyeri dada atau chest pain), serangan jantung (acute myocardial infarction), tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner. Diabetes merusak dinding pembuluh darah, yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak tadi dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang, tekanan darah meningkat, dan dapat terjadi kematian mendadak. 17 5) Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang memberikan keluhan yang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Orang diabetes cenderung terkena hipertnsi dua kali lipat dibandingkan dengan yang tanpa diabetes. Hipertensi merusak pembuluh darah, anrara 35 sampai 75 persen komplikasi diabetes adalah disebabkan hipertensi. 6) Stroke Dasar timbulnya stroke adalah terjadinya arteriosklerosis atau penyempitan pembuluh darah di otak. Dimulai dari proses inflamasi atau radang, diikuti dengan penumpukan lemak, perlekatan dan penggumpalanm sel darah lekosit dan trombosit, serta kolagen dan jaringan ikat lain pada dinding pembuluh darah, selanjutnya timbul penyumbatan serta tidak ada suplai makanan dan oksigen ke jaringan, sehingga terjadi kematian sel otak. 7) Impotensi Kebanyakan impotensi pada pria diabetes disebabkan oleh gula darah yang tinggi atau lebih lama mengidapo diabetes. Penyempitan pembuluh darah akan mengganggu aliran darah untuk mengisi penis. Apabila saraf juga mengalami kerusakan, tidak dapat menghantar impuls pengisian darah ke dalam pembuluh darah kecil di dalam penis, maka penis menjadi lemas dan gagal untuk ereksi. f. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya 18 hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penalaksanaan diabetes mellitus antara lain : 1) Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini : a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral) b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai c) Memenuhi kebutuhan energi d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat 2) Latihan Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan membawa tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). 3) Pemantauan Glukosa dan Keton Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG : self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan 19 mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi khusus, dan kemudian darah tersebut (biasanya antara 45 dan 60 detik sesuai ketentuan pabrik). Untuk beberapa produk, darah diapus dari strip (dengan menggunakan kapas atau kertas tisue sesuai ketentuan pabrik). Bantalan pereaksi pada strip akan berubah warnanya dan kemudian dapat dicocokkan dengan peta warna pada kemasan produk. Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita diabetes tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemia. 4) Terapi Insulin Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memprodusi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dann pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing- 20 masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah, maka pemantauan kadar glukosa yang akurat sangat penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin. 5) Pendidikan Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penghargaan pasien tentang pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh penderita diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan pendidikan dan penyuluhan. 2. Diet Diabetes Mellitus a. Pengertian Diet Diabetes Mellitus Pada dasarnya penyusunan program diit diabetes mellitus adalah : 1) Penghitungan jumlah kalori perhari sesuai kebutuhan setiap penderita 2) Mengarah ke berat badan normal 3) Menunjang pertumbuhan 4) Mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal 5) Mencegah atau memperlambat berkembangnya komplikasi vaskuler 6) Sesuai dengan kemampuan daya beli setiap penderita 7) Komposisi sesuai dengan pola makan penderita sehari-hari. 21 Standar komposisi makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%, jumlah kandungan kolesterol kurang dari 300 mg/hari, berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh, kandungan serat sekitar 25 gram/hari, kasuskasus diabetes dengan hipertensi sebaiknya membatasi konsumsi garam. Menurut Arisman (2004), penentuan jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang ditentukan dengan rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)2. Klasifikasi IMT sebagai berikut a) 17,0-18,4 = kurus b) 18,5-25,0 = normal c) 25,1-27,0 = gemuk Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif dengan rumus : BBR = BB x100% TB − 100 Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa menurut Darmono, (2007) adalah : 1) Kurus : BB X 40 – 50 kalori sehari. 2) Normal : BB X 30 kalori sehari. 3) Gemuk : berat badan (kg) dikalikan 20 kalori b. Tujuan Diet Diabetes Mellitus Menurut Smelzer dan Bare (2001), diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini : 1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral) 22 2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai 3) Memenuhi kebutuhan energi 4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis 5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda merupakan hal penting. Di samping itu, konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah. Bagi pasien-pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes. Secara umum penurunan berat badan bagi individu obesitas menjadi faktor utama untuk mencegah timbulnya penyakit diabetes. Obesitas akan disertai peningkatan resistensi terhadap insulin dan merupakan salah satu faktor utama yang menyertai diabetes tipe II. Sebagian besar penderita diabetes tipe II dan memerlukan insulin atau obat oral untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya mungkin dapat mengurangi signifikan atau bahkan menghapus sama sekali kebutuhan terapi melalui penurunan berat badan. Bahkan penurunan berat yang hanya 10% dari total berat badan dapat memperbaiki kadar glukosa darah secara signifikan. Untuk pasien-pasien diabetes yang obesitas dan tidak menggunakan insulin, konsistensi dalam hal volume makanan atau penentuan jam makan tidak begitu menentukan. Sebaliknya, fokus utamanya terletak pada penurunan keseluruhan jumah kalori yang dimakan. Namun demikian, pasien tidak boleh terlambat untuk makan. Pengaturan jarak waktu 23 makan di sepanjang hari akan membuat pankreas dapat melakukan fungsinya dengan lebih teratur. Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang paling menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori yang moderat mungkin lebih realistis. Bagi pasien yang berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat badan sering lebih sulit dikerjakan. Untuk membantu pasien ini dalam mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru dalam terapi perilaku, dukungan kelompok dan penyuluhan gizi yang berkelanjutan sangat dianjurkan. Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi intensif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan serta latihan. c. Syarat-syarat Diet Diabetes Mellitus Menurut Almatsier (2009), syarat-syarat diet diabetes mellitus adalah : 1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus. Makanan dibagi dalam tiga porsi besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil untuk makanan selingan. 24 2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total. Protein dapat diperoleh dari berbagai macam sereal (roti, sereal, nasi, pasta, tepung terigu) atau yang berasal dari hewani (daging, ikan, telur, dan hasil peternakan). Protein hewani relatif cenderung kaya akan lemak dan kalori serta tidak mengandung karbohidrat, sehingga hal ini perlu diperhitungkan saat merencanakan makan. 3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg hari. Lemak jenuh (hewani) antara lain terdapat dalam daging berlemak, susu full cream, mentega, dan lemak babi. Jenis makanan tersebut dapat menyebabkan masalah dalam sirkulasi darah. Sangat penting mengkonsumsi jenis makanan tersebut bagi setiap orang.Lemak tak jenuh agak lebih baik dibandingkan lemak jenuh, yang terdapat dalam dua bentuk, yakni Lemak tak jenuh ganda, ditemukan dalam beberapa produk, seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran murni, minyak jagung, dan margarin bunga matahari, dan lemak tak jenuh tunggal, antara lain ditemukan dalam minyak zaitun dan minyak lokal. Jenis lemak ini dapat dipakai sebagai pengganti lemak jenuh maupun lemak tak jenuh. 4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70%. Contohnya adalah roti, kentang, pasta, nasi, sereal, dan buah. Kandungan gula makanan tersebut sangat rendah dan merupakan sumber energi yang baik. Karena itu pilihlah makanan tersebut sebagai menu harian. 5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah sudah terkendali, diperbolehkan 25 mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energi total. Contohnya adalah gula, permen dan coklat, bolu manis, biskuit manis dan puding, minuman soda. Makanan tersebut harus dihindari karena kadar gula akan masuk ke dalam aliran darah dengan cepat, sehingga dapat menyebabkan kenaikan gula darah secara tiba-tiba. Untuk itu, dapat menggunakan pemanis buatan, seperti sakarin, aspartame, dan acelsufame, ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula. Boleh saja memakai sedikit gula dalam adonan bolu, tetapi jangan dalam makan utama. 6) Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah bahan pemanis selain sukrosa. Ada dua jenis gula alternatif yaitu yang bergizii dan yang tidak bergizi. Gula alternatiff adalah fruktosa, gula alkohol berupa sorbitol, manitol dan silitol, sedangkan gula alternatif tak bergizi berupa aspartam dan sakarin. Penggunaann gula alternatif hendaknya dalam jumlah terbatas. Fruktosa dalam jumlah 20% dari kebutuhan energi total dapat meningkatkan kolesterol dan LDL. 7) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah. Menu seimbangg rata-rata memenuhi kebutuhan serat sehari. Maksud penambahan isi serat dalam makanan tidak berarti makan nasi dan yang lainnya, melainkan harus mengkonsumsi 30 gram serat setiap harinya. Sangat penting untuk membuat usus bekerja baik. Beberapa jenis serat yang dapat larut dapat membantu mengontrol kadar darah agar normal dan menjaga tingkat kolesterol darah agar turun. Makanan, seperti buncis matang, bubur kacang hijau, bubur gandum, sereal gandum lainnya, maupun kue gandum semuanya kaya akan serat dapat larut. Sedangkan sereal berkadar serat tinggi, roti, sayuran dan buah-buahan tanpa kulit, pasta, tepung terigu, dan beras merupakan makanan dengan serat yang tak dapat larut. 26 8) Asupan Garam. Pasien diabetes mellitus dengan tekanan normal diperbolehkan mengkonsumsi natrium daam bentuk garam dapur seperti sehat, yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus dikurangi. Terlalu banyak garam tidak bagi bagi siapa pun dan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Cobalah untuk memakai hanya sedikit garam saat memasak dan jangan tambahkan sedikit pun saat makan. Berbagai bumbu, rempah-rempah, dan lada dapat digunakan secukupnya untuk menambah rasa dalam makanan. 9) Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup, penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak diperlukan. Bila makan-makanan yang seimbang, maka tidak memerlukan tambahan vitamin atau mineral. Sebagian ahli berpendapat bahwa kekurangan elemen, seperti khromium dan selenium berperan dalam serangan komplikasi diabetes. Namun, tidak ada cara untuk mengukur jumlah dalam makanan maupun kadar yang diperlukan tubuh. Tampaknya sangat baik bila makan makanan yang bervariasi untuk menjamin kecukupan vitamin dan mineral serta gizi lainnya. Tabel 2.2 Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat (Sumber : Almatsier, 2006) Jenis diet I II III IV V VI VII VIII Energi kkal 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500 Protein g 43 45 51,5 55,5 60 62 73 80 Lemak g 30 35 36,5 36,5 48 53 59 62 Karbohidrat g 172 192 235 275 299 319 369 396 27 Keterangan : 1) Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang gemuk. 2) Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita diabetes normal tanpa komplikasi. 3) Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja (juvenile diabetes) atau diabetes dengan komplikasi. d. Pengaturan Diet Diabetes Mellitus Pengaturan diet diabetes mellitus, perlu mengetahui kebutuhan kalori sehari. Selain membantu dalam kebutuhan kalori, ahli gizi / diet juga menyarankan variasi makanan sesuai dengan daftar bahan makanan penukar. Porsi makanan hendaknya tersebar sepanjang hari, yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam serta kudapan di antara waktu makan. Menurut Almatsier (2009), jumlah dan jenis makanan yang dianjurkan makan 3 kali sehari yang terdiri dari komposisi yang berimbang. Tabel 2.3 Contoh menu diet diebetes mellitus (kkal) (Sumber : Almatsier, 2006) Waktu Pagi Pukul 10.00 Siang Pukul 16.00 Malam Bahan makanan Nasi Telur ayam Tempe Sayuran A Minyak Buah Nasi Ikan Tempe Sayuran B Buah Minyak Buah Nasi Ayam tanpa kulit Tahu Penukar Takaran Menu 1½ 1 1 2S 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 gelas 1 butir 2 ptg sedang Nasi Telur dadar Oseng-oseng tempe Sop oyong + tomat 1 sdm 1 ptg sdg 1 ½ gelas 1 ptg sdg 1 ¼ bh sdh 1 bh 1 ½ gelas 1 sdm 1 bh 1 ptg sdg 1 bh bs Pepaya Nasi Pepes ikan Tempe goreng Lalapan kacang + kol Nanas Pisang Nasi Ayam bakar bb kecap Tahu bacem Stup buncis + wortel 28 Sayuran B Buah Minyak 1 1 2 1 gelas 1 ptg sdg 1 sdm Pepaya 3. Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan merupakan tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Ketidakpatuhan adalah keadaan di mana seorang individu atau kelompok berkeinginan untuk mematuhi, tetapi ada faktor yang menghalangi kepatuhan terhadap nasehat yang berkaitan dengan kesehatan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Carpenito, 2000). Ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pengobatan pada prakteknya sulit dianalisa karena kepatuhan sulit diidentifikasikan, sulit diukur dengan teliti dan tergantung banyak faktor (Smet, 2004). Pasien yang patuh akan mempunyai kontrol glikemik yang lebih baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus menerus akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan penurunan kejadian retinopati, nefropati dan neuropati. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh akan mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol, hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang mungkin timbul tidak dapat dicegah (Bilous, 2002). Menurut Sunaryo (2009) metode-metode yang digunakan untuk mengukur sejauh mana seseorang dalam mematuhi nasehat dari tenaga kesehatan yang meliputi laporan dari data orang itu sendiri, laporan tenaga kesehatan, perhitungan jumlah pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat mekanis, observasi langsung dari hasil pengobatan. Kepatuhan terhadap aturan pengobatan diabetes mellitus sering kali dikenal dengan “Patient 29 Compliance”. Kepatuhan terhadap pengobatan dikhawatirkan akan menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan, seperti misalnya bila tidak minum obat sesuai aturan, maka akan semakin memperparah penyakit. Menurut Smet (2004) variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang yaitu demografi, penyakit, psikososial, dan dukungan sosial. a. Demografi Meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio-ekonomi dan pendidikan. Umur merupakan faktor yang penting dimana anak-anak terkadang tingkat kepatuhannya jauh lebih tinggi daripada remaja, sedangkan faktor kognitif serta pendidikan seseorang dapat juga meningkatkan kepatuhan terhadap aturan perawatan hipertensi. b. Penyakit Perilaku kepatuhan biasanya ditemuan rendah pada penyakit yasng sudah terlanjur kronis serta saran-saran mengenai gaya hidup seperti mengurangi makanan berlemak, olahraga dan berhenti merokok. c. Psikososial Sikap seseorang terhadap perilaku kepatuhan menentukan tingkat kepatuhan. Kepatuhan seseorang merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan orang tersebut, dan akan berpengaruh pada persepsi dan keyakinan orang tentang kesehatan. Selain itu keyakinan serta budaya juga ikut menentukan perilaku kepatuhan. Nilai seseorang mempunyai keyakinan bahwa anjuran kesehatan itu dianggap benar maka kepatuhan akan semakin baik. d. Dukungan Sosial Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu serta memainkan peran penting dalam program perawatan dan pengobatan. Pengaruh normatif pada keluarga dapat memudahkan atau menghambat perilaku kepatuhan, selain dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan diperlukan untuk mempertinggi tingkat kepatuhan, 30 dimana tenaga kesehatan adalah seseorang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien, sehingga apa yang dianjurkan akan dilaksanakan. 31 B. Kerangka Teori Diabetes Mellitus Penatalaksanaan Diabetes Mellitus : 1. Diet 2. Latihan 3. Pemantauan glukosa dan keton 4. Terapi insulin 5. Pendidikan Diet Diabetes Mellitus : 1. Tepat karbohidrat 2. Tepat lemak 3. Tepat serat 4. Tepat protein 5. Hindari garam 6. Vitamin dan mineral yang cukup Patuh kontrol gula darah baik Faktor yang mempengaruhi kepatuhan diit : 1. Demografi 2. Penyakit 3. Psikososial 4. Dukungan sosial (emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif ) Tidak patuh kontrol gula darah kurang baik Bagan 2.3 Kerangka Teori Sumber : Tandra (2008) dan Smet (2004) 32 C. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu kepatuhan diet pasien diabetes melitus. D. Masalah Penelitian Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam menjalankan diet di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Semarang.