BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Supply Chain Management
Supply chain atau dapat diterjemahkan “rantai pasokan” adalah rangkaian hubungan
antar perusahaan atau aktivitas yang melaksanakan penyaluran pasokan barang atau
jasa dari tempat asal sampai ke pembeli atau pelanggan. Supply chain menyangkut
hubungan yang terus-menerus mengenai barang, uang dan informasi. Barang
umumnya mengalir dari hulu ke hilir, uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan
informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun dari hilir ke hulu. Dilihat secara
horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply chain, yaitu supplier
(pemasok), manufacturer (pabrik pembuat barang), distributor (pedagang besar),
retailer (pengecer), dan customer (pelanggan). Secara vertikal, ada beberapa
komponen utama supply chain, yaitu buyer (pembeli), transporter (pengangkut),
warehouse (penyimpan), seller (penjual), dan sebagainya. Hubungan mata rantai ini
dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.1.
10 11 Gambar 2.1. Komponen Supply Chain
Sumber: Eko Indrajit, Richardus and Djokopranoto, Richardus. 2005.
Dengan demikian, manajemen supply chain pada hakikatnya adalah perluasan dan
pengembangan konsep dan arti dari manajemen logistik. Kalau manajemen logistik
mengurusi arus barang, termasuk pembelian, pengendalian tingkat persediaan,
pengangkutan, penyimpanan dan distribusi dalam satu perusahaan, maka manajemen
supply chain mengurusi hal yang sama tetapi meliputi dari bahan mentah sampai
dengan barang jadi yang dibeli dan digunakan oleh pelanggan.
Hakikatnya manajemen supply chain adalah integrasi lebih lanjut dari manajemen
logistik antar perusahaan yang terkait, dengan tujuan lebih meningkatkan kelancaran
arus barang, meningkatkan efisiensi penggunaan ruangan, kendaraan, dan fasilitas
lainnya, mengurangi tingkat persediaan barang, mengurangi biaya, dan lebih
meningkatkan layanan lain yang diperlukan oleh pelanggan akhir.
12 Menurut
Wikipedia
(2008),
seperti
yang
dikutip
dari
halaman
http://id.wikipedia.org/wiki/Supply_chain_management , definisi dari supply chain
management adalah sebagai berikut:
Rantai suplai rantai pasokan, jaringan logistik, atau jaringan suplai adalah sebuah
sistem terkoordinasi yang terdiri atas organisasi, sumber daya manusia, aktivitas,
informasi, dan sumber-sumber daya lainnya yang terlibat secara bersama-sama dalam
memindahkan suatu produk atau jasa baik dalam bentuk fisik maupun virtual dari
suatu pemasok kepada pelanggan. Badan usaha yang melaksanakan fungsi suplai
pada umumnya terdiri dari manufaktur, penyedia layanan jasa, distributor, dan
saluran penjualan (seperti: pedagang eceran, ecommerce, dan pelanggan (pengguna
akhir). Aktivitas rantasi suplai (rantai nilai dan proses siklus hidup) mengubah bahan
baku dan bahan pendukung menjadi sebuah barang jadi yang dapat dikirimkan
kepada pelanggan pengguna akhir. Rantai suplai menghubungkan rantai nilai. Ada
berbagai jenis model rantai suplai, yang masing-masing menghubungkan mulai dari
sisi hulu hingga hilir.
Tujuan utama supply chain management adalah untuk memenuhi permintaan
pelanggan melalui penggunaan sumber daya yang pailng efisien, termasuk kapasitas
distribusi, persediaan, dan sumber daya manusia.
Beberapa perusahaan memilih untuk mengalihdayakan supply chain manegement
mereka dengan bekerja sama dengan penyedia jasa logistik pihak ketiga.
13 Menurut Schroeder (2003), Supply Chain Management adalah perencanaan,
desain, dan control akan aliran informasi dan barang sepanjang supply chain yang
bertujuan untuk memenuhi persyaratan kebutuhan dari pelanggan secara efisien untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Menurut Burt-Dobler-Starling (2003), definisi dari Supply Chain Management ,
adalah antara lain:

Suatu filosofi untuk mengatur keseluruhan aliran dari sebuah saluran
distribusi mulai dari supplier hingga ke pelanggan,

Suatu pendekatan sistem untuk mengatur keseluruhan aliran informasi barang
dan jasa mulai dari supplier bahan baku menuju ke pabrik produsen dan
gudang penyimpanan hingga ke pelanggan,

Koordinasi yang sistematik dan strategik dari fungsi-fungsi bisnis tradisional
dalam sebuah perusahaan dan antar bisnis dalam sebuah supply chain, untuk
meningkatkan performa jangka panjang dari masing-masing perusahaan pada

khususnya dan supply chain tersebut pada umumnya.
Meliputi seluruh aktivitas yang berkaitan dengan aliran hulu dan hilir dan
perubahan barang dan informasi mulai dari tahap pengambilan bahan baku
(extraction), sampai ke pelanggan. Supply Chain Management adalah
14 integrasi dari seluruh aktivitas yang meliputi peningkatan hubungan di dalam
rangkaian supply chain, untuk mencapai kemampuan bersaing yang dapat
dipertahankan (sustainable).

Suatu usaha kolaborasi dari beberapa anggota supply chain untuk mendesain,
mengimplementasikan, dan mengatur proses peningkatan nilai secara otomatis
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang sebenarnya. Pengembangan dan
integrasi dari sumber daya manusia dan teknologi dan juga manajemen aliran
barang, informasi, dan dana yang terkoordinasi akan menghasilkan integrasi
supply chain yang baik.
Menurut Chaffey (2007), pengertian supply chain management adalah sebagai
berikut:
“Supply chain management (SCM), the coordination of all supply activities of an
organization from its suppliers and partners to its customers. Upstream supply chain,
transactions between an organization and its suppliers and intermediaries, equivalent
to buy-side e-commerce. Downstream supply chain, transactions between an
organization and its customers and intermediaries, equivalent to sell-side ecommerce”.
Upstream dan downstream supply chain dapat di lihat pada Gambar 2.2.
15 Gambar 2.2. Supply chain management
Sumber: Chaffey, Dave. 2007.
Supply Chain Management masa kini sudah didukung oleh sistem informasi yang
bersifat
menyeluruh
di
penjuru
perusahaan.
Biasanya
sistem
demikian
menggunakan database yang standar agar dapat menyediakan fasilitas penyebaran
data dan informasi sepanjang rangkaian entitas yang berada di dalam supply chain.
Melalui fasilitas ini, aplikasi-aplikasi supply chain memiliki potensi untuk
meningkatkan cepatnya waktu barang sampai ke tangan pelanggan, mengurangi
biaya, dan mengijinkan entitas-entitas yang berada pada supply chain untuk
mengatur sumber dayanya dan melakukan perencanaan untuk menghadapi kebutuhan
16 di masa yang akan datang. Selanjutnya di masa depan, sistem supply chain akan
dibuat berlandaskan teknologi internet dengan aplikasi berbasiskan web. Ini
menggambarkan betapa eratnya hubungan antara e-commerce dan supply chain
management.
II.2. Procurement
Bagian yang melakukan fungsi pembelian kadang-kadang disebut bagian pembelian
atau purchasing department, atau sering juga disebut bagian pengadaan atau
procurement department. Kedua istilah ini sebetulnya mempunyai pengertian yang
berbeda, namun seringkali dalam praktiknya dianggap sama.
Perkembangan pengertian dan cakupan manajemen pembelian melahirkan istilahistilah pengganti. Istilah-istilah seperti purchasing,
procurement, materials
management, logistic management, supply management, dan supply chain
management sering kali saling di pertukarkan, padahal sebetulnya kalau diteliti
dengan lebih saksama, ada perbedaan-perbedaannya, meskipun ada juga lingkup
kesamaannya. Untuk itu, mungkin perlu di kutip rumusan yang umum mengenai apa
yang dimaksud dengan pembelian atau purchasing, maupun manajemen pembelian
atau purchasing management.
17 Purchasing describes the process of buying: learning of the need, locating and
selecting a supplier, negotiating prices and other pertinent terms, and following up to
ensure delivery. Leenders, Fearon, Flynn, Johnson (2005)
Definisi yang lebih terkini, yang menggambarkan juga perkembangan fungsi
pembelian dalam perusahaan, dirumuskan oleh The British Chartered Institude of
Purchasing
Management
(CIPS)
(2005)
sebagai
berikut:
Purchasing is the process by the organizational unit which, either as a function or as
part of an integrated supply chain, is responsible both for procuring supplier of the
right quality, quantity, time and price and the management of the suppliers, thereby
contributing to the competitive advantages of the enterprise and the achievement of
corporate strategy.
Procurement mempunyai pengertian yang lebih luas daripada purchasing karena
mengandung arti pembelian, penyewaan, peminjaman, tukar tambah, transfer dari
perusahaan lain, dan sebagainya. Materials management adalah integrasi dari
berbagai fungsi material untuk menyediakan material dengan biaya yang efisien bagi
perusahaan. Sedangkan logistics, adalah staf yang bertanggung jawab atas
pemasokan, angkutan, pemilihan barang. Supply management dirumuskan sebagai
suatu sistem manajemen yang dirancang untuk optimalisasi biaya, mutu, dan layanan
material. Sedangkan supply chain management adalah suatu sistem untuk mengelola
seluruh aliran informasi, material, layanan dari pemasok bahan baku, melalui pabrik,
dan gudang penyalur, sampai ke pemakai akhir
18 Menurut
Wikipedia
(2008),
seperti
yang
dikutip
dari
halaman
http://en.wikipedia.org/wiki/Procurement , definisi dari procurement adalah sebagai
berikut:
“Procurement is the acquisition of goods or services at the best possible total cost of
ownership, in the right quantity and quality, at the right time, in the right place for
the direct benefit or use of the governments, corporations, or individuals generally
via, but not limited to a contract.”
Menurut Kerzner (2003), procurement didefinisikan sebagai akuisisi barang atau
jasa. Procurement (dan contracting) adalah sebuah proses yang melibatkan dua pihak
dengan tujuan berbeda yang berinteraksi satu sama lain pada sebuah segmen pasar.
Pelaksanaan procurement yang baik dapat meningkatkan keuntungan perusahaan
dari diskon pembelian barang dalam jumlah besar, mengurangi masalah aliran
kas, dan mencari supplier yang berkualitas. Karena procurement memberikan
kontribusi
pada
keuntungan
sehingga
menyebabkan
perusahaan,
biaya
procurement kadang
dokumentasi
menjadi
disentralisasi,
lebih murah dan
pelaksanaannya terstandarisasi dari pusat.
Sedangkan menurut Bowersox-Closs-Cooper
dalam
supply
chain
management
berevolusi
(2002), peranan procurement di
seiring
dengan bertambahnya
perspektif akan fokus perusahaan menilai procurement sebagai kapabilitas yang
terpenting demi majunya perusahaan. Penekanannya mulai berubah dari negosiasi
yang berfokus pada transaksi dan hubungan jangka pendek dengan supplier -supplier
19 untuk memastikan bahwa perusahaan berada pada posisi yang menguntungkan
untuk menjalankan proses manufaktur dan strategi marketing-nya untuk mendukung
basis supply perusahaan, khususnya berfokus utama untuk mencapai kepastian
supply, minimasi inventory, peningkatan kualitas, pengembangan supplier, dan total
cost of ownership yang paling rendah.
Setiap organisasi, apakah itu produsen ataupun pengecer, membeli bahan, jasa, dan
supply dari supplier luar untuk mendukung operasi perusahaan. Sejak dahulu, proses
untuk mendapatkan input–input yang dibutuhkan seringkali sangat menyulitkan
dibandingkan dengan aktivitas lain di dalam perusahaan. Dahulu, bagian purchasing
dibutuhkan untuk fungsi ini sebagai aktivitas managerial yang pada tingkat dasar
yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan dan memproses pesanan yang
diajukan dari bagian lain dalam perusahaan.
Peranan purchasing adalah untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan pada
harga beli yang serendah mungkin dari supplier. Pandangan lama akan purchasing
ini lama kelamaan berubah pada beberapa dekade terakhir ini. Pandangan modern
akan supply chain management dan penekanannya pada hubngan antara pembeli dan
penjual mengangkat bagian purchasing ke tingkat aktivitas yang lebih tinggi dan
lebih strategik. Peranan strategik ini dibedakan dari pandangan lama tadi dengan
istilah baru yaitu procurement , namun pada kenyataannya banyak orang yang masih
rancu menggunakan istilah purchasing dan procurement secara bersamaan.
20 II.3. E-Procurement
E-procurement adalah salah satu bentuk e-commerce yang mulai berkembang pada
akhir abad ke-20 ini dan tanpa ragu-ragu lagi akan terus berkembang dengan pesat
pada permulaan abad ke-21.
Menurut
Wikipedia
(2008),
seperti
yang
dikutip
dari
halaman
http://en.wikipedia.org/wiki/E-procurement , definisi dari E-procurement adalah
sebagai berikut:
“e-Procurement (Electronic
Procurement) is the business -to-business purchase
and sale of supplies and services through the Internet as well as other information
and
networking
systems,
such
as
electronic
data interchange (EDI) and
Enterprise Resource Planning (ERP). An important part of many B2B sites, eprocurement is also sometimes referred to by other terms, such as supplier exchange.
Typically, e-Procurement Web sites allow qualified and registered users to look for
buyers or sellers of goods and services. Depending on the approach, buyers or sellers
may specify prices or invite bids. Transactions can be initiated and completed.
Ongoing purchases may qualify customers for volume discounts or special offers. eProcurement software may make it possible to automate some buying and
selling. Companies participating expect to be able to control parts inventories more
effectively, reduce purchasing agent overhead, and improve manufacturing cycles.
21 e-Procurement is expected to be integrated with the trend toward computerized
supply chain management .”
Menurut Schroeder (2003), E-procurement memainkan peranan penting baik
untuk
penempatan pesanan dan proses pemenuhan. E-procurement mengijinkan
suatu perusahaan untuk berinteraksi secara elektronis dengan para supplier-nya
melalui interkoneksi business-to-business (B2B). Ada beberapa proses yang terdapat
pada sistem e-procurement seperti yang terdapat pada Gambar 2.3 dan juga pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.3. Proses-proses untuk E-procurement
Sumber: Schroeder, Roger G. 2004.
22 Gambar 2.4. Kunci Kegiatan Procurement
Sumber: Chaffey, Dave. 2007.
Masing-masing proses ini dapat dilakukan secara elektronik melalui koneksi internet.
Pada umumnya terdapat tiga macam pelayanan e-procurement :
1. Katalog online, yang menyediakan informasi mengenai produk, harga,
spesifikasi, detil penjualan dan pengiriman.
2. Pelelangan bagi pembeli dan penjual.
3. Tempat pertukaran yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan besar.
23 Situs E-procurement dan B2B kian berkembang pesat. Perkembangan yang pesat ini
belum sempurna karena masih disertai oleh beberapa masalah seperti:
•
Terlalu berfokus pada perkembangan teknologi tanpa memperhatikan desain
ulang proses yang ada dan masalah koordinasi antar proses yang ada.
•
Belum ada perjanjian persamaan agar semua pihak dari masing masing
partner sama-sama diuntungkan dengan adanya tempat pertukaran B2B ini.
•
Terlalu banyak usaha yang tidak terintegrasi secara baik antar-divisi dalam
satu perusahaan yang sama dan juga pendekatan yang tidak terintegrasi
dengan baik antar perusahaan.
•
Masalah pencatatan yang terlampau banyak sehingga tidak akurat dan
masalah data yang mengganggu proses yang ada.
Walaupun masalah di atas masih menghantui sebagian besar sistem yang dibangun,
namun usaha pengintegrasian supply chain ke dalam sistem elektronik yang utuh tetap
memiliki masa depan yang cerah. E -procurement terus akan menjadi standar industri.
24 II.4. Business Process
Menurut
Wikipedia
(2008),
seperti
yang
dikutip
dari
halaman
http://id.wikipedia.org/wiki/Proses_bisnis ,definisi dari proses bisnis adalah sebagai
berikut:
Proses bisnis adalah suatu kumpulan pekerjaan yang saling terkait untuk
menyelesaikan suatu masalah tertentu. Suatu proses bisnis dapat dipecah menjadi
beberapa subproses yang masing-masing memiliki atribut sendiri tapi juga
berkontribusi untuk mencapai tujuan dari superprosesnya. Analisis proses bisnis
umumnya melibatkan pemetaan proses dan subproses di dalamnya hingga tingkatan
aktivitas atau kegiatan.
Beberapa karakteristik umum yang dianggap harus dimiliki suatu proses bisnis
adalah:
1. Definitif: Suatu proses bisnis harus memiliki batasan, masukan, serta keluaran
yang jelas.
2. Urutan: Suatu proses bisnis harus terdiri dari aktivitas yang berurut sesuai
waktu dan ruang.
3. Pelanggan: Suatu proses bisnis harus mempunyai penerima hasil proses.
4. Nilai tambah: Transformasi yang terjadi dalam proses harus memberikan nilai
tambah pada penerima.
25 5. Keterkaitan: Suatu proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terkait
dalam suatu struktur organisasi.
6. Fungsi silang: Suatu proses umumnya, walaupun tidak harus, mencakup
beberapa fungsi.
Sering kali pemilik proses, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap kinerja dan
pengembangan berkesinambungan dari proses, juga dianggap sebagai suatu
karakteristik proses bisnis.
Banyak definisi yang telah dijabarkan oleh para ahli manajemen mengenai proses
bisnis.
Menurut Khoo (1994), Business Process (BP) didefinisikan sebagai suatu rangkaian
aktivitas yang secara langsung memenuhi keinginan pelanggan atau inisiatif strategis.
BP dipicu oleh keinginan pelanggan dan/atau persyaratan strategis serta
menghasilkan output yang dapat diukur. BP kadang memindahkan informasi dan/atau
barang melewati beberapa unit dan fungsi untuk mencapai hasil akhir yang telah
ditentukan.
Sedangkan menurut Laguna-Marklund (2005), dari sudut pandang yang pragmatis,
suatu Business Process menggambarkan bagaimana sesuatu hal dijalankan di
dalam sebuah organisasi. Untuk memahami lebih lanjut mengenai Business
Process maka dapat kita mulai dari mengartikan kedua kata tadi: “business”
dan “process”. Pada arti yang lebih luas, suatu “business ” dapat didefinisikan
sebagai sebuah entitas organisasional yang menggunakan sumber dayanya untuk
26 menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Definisi ini tidak
hanya sesuai dengan tujuan kebanyakan perusahaan yang pada umumnya
memaksimalkan keuntungan perusahaannya dan supply chain-nya, tetapi juga
organisasi-organisasi non-profit dan badan-badan pemerintah pada umumnya.
Sedangkan untuk “process” sendiri ada banyak arti, bergantung pada konteks di mana
kata itu digunakan. “Process ” dapat diartikan sebagai i) suatu fenomena natural
yang ditandai oleh perubahan bertahap menuju suatu hasil akhir, ii) suatu aktivitas
atau fungsi natural yang berkelanjutan, dan iii) serangkaian tindakan atau operasi
yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akhir. Definisi terakhir cocok untuk
memahami arti “business process ” di mana biasanya definisi umum dari suatu
“process” yang digunakan pada buku-buku operation management adalah sebagai
berikut : sebuah “process” menggambarkan transformasi input menjadi output.
Dengan begitu banyak yang menganalogikan suatu “process” sebagai proses
produksi.
Untuk menghindari hal ini maka digunakanlah istilah “business process ” untuk
menggambarkan proses-proses yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan
bisnisnya, tidak hanya proses produksi saja tapi juga proses lain, seperti proses
pencatatan akuntansi, admisi, auditing, penagihan, perencanaan budget , perencanaan
bisnis, akuisisi klien, perencanaan sumber daya manusia, manajemen inventory,
training, penilaian performa, pengembangan produk, purchasing, penerimaan barang,
pengiriman barang, pemenuhan pesanan, pengolahan proses klaim dan garansi,
sertifikasi vendor, dan masih banyak lagi.
27 II.5. Business Process Reengineering (BPR)
Menurut Tan (1994), Business Process Reengineering (BPR) adalah suatu paradigma
baru yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang
sukses
untuk
mengorganisasikan dan melaksanakan bisnis mereka untuk mencapai hasil yang
memuaskan. Business Process Reengineering (BPR) secara fundamental mengubah
cara suatu perusahaan mengkonversikan input menjadi output . Business Process
Reengineering (BPR) berfokus pada inovasi, kecepatan, pelayanan dan kualitas.
Business Process Reengineering (BPR) menuntut agar bisnis proses untuk ditinjau
lebih dalam secara organisasional bukan hanya secara individual. Business Process
Reengineering (BPR) menawarkan proses yang super efisien untuk peningkatan
performa yang radikal.
Sedangkan
Peppard-Rowland
(1995)
menyatakan
bahwa
Business
Process
Reengineering (BPR) adalah sebuah filosofi perbaikan yang bertujuan untuk
mengambil langkah-langkah guna memperbaiki performa dengan mendesain ulang
proses-proses bisnis perusahaan, memaksimalkan nilai tambah dan meminimalkan
unsur-unsur lain. Pendekatan ini dapat diterapkan pada tingkat individual atau pada
tingkat keseluruhan organisasi.
perusahaan,
Dengan mendesain ulang proses-proses dalam
Business Process Reengineering (BPR) memungkinkan
untuk
timbulnya langkah-langkah perbaikan performa untuk meningkatkan persaingan
dalam dunia bisnis.
28 Menurut
Wikipedia
(2008),
seperti
yang
dikutip
dari
halaman
http://en.wikipedia.org/wiki/Business_Process_Reengineering , definisi dari Business
Process Reengineering adalah sebagai berikut:
* "... the fundamental rethinking and radical redesign of business processes to
achieve dramatic improvements in critical contemporary measures of performance,
such as cost, quality, service, and speed."
* "encompasses the envisioning of new work strategies, the actual process design
activity, and the implementation of the change in all its complex technological,
human, and organizational dimensions."
Menurut Hunt (1994), ada sembilan dimensi dalam BPR yaitu Business Direction,
Scoping and Targeting, Process Design, Organization and People, Technology,
Physical Infrastructure, Policies, Implementation Planning and Financing, dan
Implementation. Hubungan antara kesembilan dimensi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut ini:
29 Gambar 2.5. Sembilan Dimensi BPR
Sumber: Hunt, Bruce. 1994.
Menurut Tan (1994, hal 41), BPR berusaha untuk mencapai hasil yang efektif melalui
empat elemen utama:
1. Memaksimalkan nilai tambah yang bisa dicapai.
Aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada hasil akhir,
seperti redundansi dan persetujuan-persetujuan yang tidak diperlukan atau
30 pengecekan awal dan pengecekan ulang yang tidak diperlukan harus
diidentifikasi dan dihilangkan.
2. Mempersingkat waktu proses
Alur kerja yang sejalan dengan aliran barang dan informasi yang
berkesinambungan, lancar, dan sesuai dengan jadwal dapat membantu dalam
mempersingkat waktu. Hal ini dapat dicapai melalui integrasi dan koordinasi
dari aktivitas-aktivitas antar fungsi. Siklus waktu juga dapat dipersingkat
dengan menjalankan aktivitas-aktivitas
yang
relevan
secara
efisien.
Produktivitas pegawai memberikan pengaruh pada waktu proses. Peningkatan
radikal dapat dicapai bukan hanya dengan kerja keras namun juga bekerja
secara
smart,
dan
dengan
menerapkan
keahlian
relevan
dan
pengetahuanpengetahuan khusus yang diperlukan.
3. Memaksimalkan fleksibilitas
Kemampuan untuk membuat keputusan pada waktu yang tepat dapat
meningkatkan fleksibilitas. Perusahaan juga dapat meningkatkan fleksibilitas
dengan menggunakan teknologi informasi untuk memberikan gambaran
kemungkinan alternatif-alternatif yang dapat terjadi sehingga banyak
membantu dalam pengambilan keputusan. Sistem terintegrasi dan Local Area
Network (LAN) dapat digunakan untuk menyalurkan informasi untuk
pengambilan keputusan ke berbagai lokasi. Dengan demikian, persaingan
menjadi lebih ketat bukan hanya dari segi jumlah pilihan untuk peningkatan
31 pemenuhan keinginan pelanggan tetapi juga kecepatan dan kualitas dari
pengambilan keputusan.
4. Memenuhi kebutuhan pelanggan
Ketepatan customer feedback dibutuhkan untuk memastikan suatu proses
menghasilkan output yang berkualitas. Kunci utama untuk peningkatan
kepuasan pelanggan adalah untuk mendesain proses-proses customer-driven.
Hal ini hanya dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan kebutuhan
pelanggan dan secara kritis menganalisa proses bisnis berjalan untuk
mengetahui apakah mereka meningkatkan nilai dari barang atau jasa yang
dianggap penting oleh pelanggan.
Inti dari mendesain proses bisnis yang sangat baik
ada
pada penyederhanaan,
pengotomatisasian, dan pengintegrasian macam-macam tugas yang menambah nilai
dan aktivitas-aktivitas yang inovatif dan sangat efisien.
Bagaimanapun juga, proses bisnis yang terbaik tidaklah cukup untuk dikatakan
sukses. Untuk membuat BPR berhasil, proses bisnis harus disejajarkan dengan visi
perusahaan. Manajemen tingkat atas harus menyediakan dukungan, dari tahap desain
ulang hingga tahap implementasi. Perusahaan juga harus dapat melatih dan
memotivasi pegawainya untuk mengimplementasikan proses-proses baru secara
benar. Mereka harus diberitahu apa saja yang harus mereka lakukan dan perubahan
apa saja yang akan terjadi. Tujuan, keuntungan, dan tingkat kepentingan usaha desain
32 ulang perlu dikomunikasikan dengan jelas untuk membuat para pegawai merasa
diikutsertakan, dan mempersiapkan diri mereka untuk berubah.
Untuk tetap bersaing, bisnis harus fleksibel, inovatif, dan fokus pada kebutuhan
pelanggan serta responsif terhadap perubahan yang cepat. Perusahaan dapat
melakukan hal ini dengan mendesain ulang proses bisnis yang baik dengan
menggunakan BPR untuk mengatasi persaingan.
II.6
Customer Satisfaction
Customer satisfaction dapat didefinisikan sebagai respons pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan yang dirasakan sebelumnya dan
kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Atau dengan kata lain, tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan terhadap tingkat
kepentingannya.
Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai berikut:
“Customer Satisfaction is the level of a person’s feeling of pleasure or
disappointment resulting from comparing a company product’s perceived
performance (or outcome) in relation to his or her expectations.”
33 S = f ( E , P)
Satisfaction (S) merupakan fungsi dari expectation (E) dan perceived performance
(P), jika:
P<EÆ dissatisfied
P=EÆ satisfied
P>EÆ highly satisfied or delighted
Jika kenyataan yang diterima di bawah ekspektasi maka pelanggan akan merasa
tidak puas. Bila kenyataan sama dengan ekspektasi maka pelanggan akan merasa
puas. Apabila perusahaan dapat memberikan sesuatu yang melebihi ekspektasi
maka pelanggan akan merasa sangat puas. Proses kepuasa pelanggan dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Proses Kepuasan Pelanggan
Sumber: Rangkuti, Freddy 2002.
34 II.7
Harapan Konsumen dan Kinerja Produk
Survey kepuasan pelanggan (customer satisfaction), sangat dibutuhkan untuk
mengetahui apa yang diinginkan pelanggan untuk masing-masing segmen. Caranya
adalah dengan menggunakan importance and performance analysis.
Dalam konsep ini intinya adalah tingkat kepentingan pelanggan (customer
expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh
perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Untuk
memperjelas konsep ini, istilah expectation sebaiknya diganti dengan importance atau
tingkat kepentingan menurut persepsi pelanggan. Dari berbagai persepsi tingkat
kepentingan pelanggan, kita dapat merumuskan tingkat kepentingan yang paling
dominan. Diharapkan dengan memakai konsep tingkat kepentingan ini, kita dapat
menangkap persepsi yang lebih jelas mengenai pentingnya variabel tersebut di mata
pelanggan. Selanjutnya, kita dapat mengkaitkan pentingnya variabel ini dengan
kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan. Importance dan performance matriks
dapat dilihat pada Gambar 2.7.
35 Gambar 2.7. Importance and performance matrix
Sumber: Rangkuti, Freddy 2002.
Matriks ini terdiri dari 4 kuadran: kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas,
kuadran kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan
kuadran keempat di sebelah kanan bawah.
Strategi yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing variabel pada
keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kuadran 1 (attributes to improve)
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan
tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang ia harapkan
36 (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang
masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah perusahaan melakukan
perbaikan secara terus-menerus sehingga performance variabel yang ada dalam
kuadran ini akan meningkat.
Kuadran 2 (maintain performance)
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan
dan faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang
dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel
yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini
menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.
Kuadran 3 (attributes to maintain)
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh
pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan
variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali
karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Kuadran 4 (main priority)
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh
pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam
kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
37 II.8
Keterkaitan E-Business - Supply Chain Management
Berdasarkan jurnal penelitian yang di lakukan oleh Yuniarto (2005).
(Sumber:
http://mmt.its.ac.id/publikasi/wp-content/uploads/2008/10/prosiding-
hariagungy-ugm.pdf ).
“KETERKAITAN E-BUSINESS DENGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT”
Perkembangan E-Business menunjukkan gejala positif yang significant dalam satu
dasawarsa terakhir ini.
Termasuk di dalamnya, kemajuan teknologi informasi
tersebut dalam dunia industri. Penelitian ini berfokus pada mengenali adakah
keterkaitan sebagai pengaruh diterapkannya E-Business terhadap proses yang ada di
area Supply Chain Management.
Studi empiris ke exploratory study beberapa perusahaan dalam berbagai sektor
dilakukan untuk meneliti keterkaitan tersebut dalam 4 bidang proses bahasan, proses
pembelian, proses manajemen pelayanan konsumen, proses pemenuhan pesanan, dan
proses analisa pendapatan revenue.
Hasil penelitian menunjukkan signifikansi pengaruh terhadap empat bidang
proses bahasan yang merepresentasikan area Supply Chain Management yang diteliti.
Perkembangan yang sangat pesat dari sistem internet beserta perangkat keras dan
lunaknya dewasa ini, sebagai suatu communication channel, telah memberikan
kontribusi besar pada perubahan mendasar dalam hal economics of information
38 systems. Evans dan Wurster (2000) menegaskan bahwa sistem internet memberi
peluang didapatkannya efisiensi perusahaan karena mampu menyediakan format baru
dalam hal bertransaksi, bekerjasama antar banyak pihak, serta kemudahan berafiliasi
antar organisasi. Sedangkan Tan (2001) menyimpulkan bahwa e-business akan
mempengaruhi supply chain management (SCM) sedikitnya dalam 4 bidang; biaya
peningkatan performansi, kualitas pelayanan konsumen, kemampuan proses produksi,
dan produktifitas.
Beberapa penelitian lain yang juga dilakukan untuk melihat keterkaitan antara
ecommerce dan SCM cukup menunjukkan peningkatan konseptual yang berarti;
masih banyak potensi penelitian dalam bidang e-SCM (Van Hoek, 2001;
Chandrashekar dan Schary, 1999; Cagliano et al., 2003), meningkatkan kinerja eSCM dengan pendekatan holistics (Croom et al., 2000), dan peningkatan produktifitas
SCM berdasarkan sistem pengendalian pasokan terintegrasi (Muffatto dan Payaro,
2004).
Namun disayangkan masih sedikit penelitian dalam bidang yang sama yang
didasarkan pada performansi internal perusahaan sebagai parameter terukur dari
pengaruh e-business terhadap SCM itu sendiri. Walaupun Croom (2005) telah
mencoba mendasari
penelitiannya
pada 3 parameter
SCM yaitu purchasing,
customer, dan process, akan tetapi di dalamnya belum terakomodasi aspek
revenue dan aspek integrated procurement yang mempunyai cakupan lebih luas.
39 Penelitian ini mendasarkan proses analisisnya pada 4 parameter utama yaitu
procurement, customer relationship management, fulfilment process, dan revenue
untuk menyelidiki pengaruh e-business pada SCM. Setelah dianalisis, maka
kemudian hasil analisis dirumuskan sebagai 5 tahapan evolusi e-business dalam
penerapannya di SCM. Perumusan kerangka five-stage evolution untuk e-business
dalam SCM sangat diperlukan untuk dapat memberikan panduan teknis kepada
perusahaan baru yang ingin memulai penerapan e-business sebagai bagian dari sistem
SCM yang akan / sudah dijalankannya (Croom, 2005).
Penelitian ini menerapkan metode exploratory study agar dapat dianalisis
kebijakan beberapa perusahaan di Indonesia yang menerapkan e-business dalam
SCM. Kombinasi
antara
open
&
closed
questions
dengan
pengumpulan
qualitative & quantitative data, dirumuskan sebagai instrumen penelitian dalam
exploratory study.
Tahap pertama, dilakukan preliminary research terhadap
10 perusahan secara
random. Tahap ini digunakan hanya untuk merumuskan dan memvalidasi instrumen
penelitian, sehingga hasilnya tidak didokumentasikan.
Tahap kedua, dilakukan pengumpulan data dari 102 perusahaan di Indonesia sebagai
responden. Tabel 2.1 menunjukkan konfigurasi responden. Pengumpulan dan analisa
data diarahkan pada 4 parameter penilaian: procurement, customer relationship
management, fulfilment process, dan revenue.
40 Tabel 2.1.
Konfigurasi Responden
Jenis Perusahaan
N
Retail
28
Manufaktur
35
Jasa Kurir
8
Perbankan
12
Business Service
5
Telekomunikasi
3
Pariwisata
11
Tahap ketiga, hasil pengolahan serta analisa data dari tahap kedua di atas
dirumuskan ke dalam format tahapan evolusi e-business dalam penerapannya di
SCM, dengan cara dilakukan cluster discriminant analysis menggunakan perangkat
lunak SPSS. Untuk memvalidasi tahapan evolusi yang berhasil dirumuskan di atas,
dilakukan studi kasus terhadap 8 perusahaan lainnya. Sehingga total perusahaan yang
dilibatkan dalam penelitian ini sejumlah 110 perusahaan. Diagram alir penelitian,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut ini:
41 Tahap 1: Penentuan instrumen penelitian
Tahap 2: Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data responden (fokus pada 4 paramater penilaian) Tahap 3: Perumusan, format tahapan E‐Business dalam SCM menggunakan metode cluster discriminant analysis Gambar 2.8. Diagram Alir Penelitian
Hasil pengumpulan serta pengolahan data kuesioner dari responden, dapat
dianalisis yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 2.2; Tabel 2.3; Tabel 2.4; Tabel
2.5; Tabel 2.6; Tabel 2.7; Tabel 2.8 di bawah ini.
Tujuan strategis
perusahaan dalam menerapkan e-supply chain management
menunjukkan bahwa integrasi manajemen merupakan main objective bagi sebagian
besar perusahaan responden (84%), seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2.2. Hal ini
mempunyai sasaran agar upstream supply chain links dapat juga diperhatikan
penanganannya setara dengan yang sudah diperlakukan dengan baik selama ini
kepada downstream supply chain links. Croom (2005) juga menekankan pentingnya
knowledge development
and
learning
sebagai
salah
satu
tujuan
strategis
42 perusahaan, agar didapatkan shared information systems. Tabel 2.2 juga
menunjukkan the top 3 SCM strategic objectives.
Tabel 2.2.
Tujuan Strategis SCM
Tujuan Strategis SCM
Kemunculan (%)
Integrasi SCM pada downstream
84
Penurunan harga produk dan biaya
produksi
65
Pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan
59
Business Process Reengineering
42
Lead time management
18
Tabel 2.3 menyimpulkan beberapa bentuk e-SCM infrastructure yang paling banyak
diminati oleh responden. Dimana EDI unit cost baru akan ekonomis bila terjadi high
volume communication, sehingga sesuai diperuntukkan bagi frequently trading
partners (eg. manufacturers and their major suppliers).
43 Tabel 2.3.
SCM Infrastructure
e-SCM Infrastructure
Kemunculan (%)
e-mail
79
Internet
75
Transfer moneter
74
Electronic Data Interchange (EDI)
72
Customer relationship management
60
Enterprise resource planning
58
Intranet
35
Analisa penerapan customer relationship management (CRM) dalam perusahaan,
menunjukkan kecenderungan bahwa sebanyak 75% responden menempatkan posisi
pentingnya konsumen sebagai alas an utama diadopsinya CRM. Salah satu contoh
sistem CRM yang cukup fleksibel penggunaannya adalah Siebel, seperti yang juga
dilakukan oleh Avlonitis dan Karayanni (2000) dalam penelitiannya.
Proces fulfilment dalam SCM adalah sangat dipengaruhi oleh 2 karakteristik demand
- stabil dan fluktuatif. Oleh karena itu perusahaan harus cermat dalam
menentukan pilihannya untuk cenderung mengadopsi efficient supply chain ataukah
responsive supply chain. Croom (2005) mendefinisikan kedua hal tersebut sebagai
lean supply chain dan agile supply chain. Analisa tersebut di atas sejalan dengan
kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Fisher (1997) yang diilustrasikannya
dalam bentuk framework seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9.
44 Gambar 2.9. Fisher’s framework
Tabel 2.4 menyimpulkan beberapa faktor keuntungan serta kerugian dalam process
fulfilment. Sebagian besar perusahaan (65%) menganggap bahwa process fulfilment
yang baik akan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Sedangkan 40% dari
mereka percaya bahwa biaya produksi yang tinggi dapat mengakibatkan process
fulfilment tidak dapat berjalan baik.
45 Tabel 2.4.
Keuntungan-Hambatan Fulfilment
Keuntungan
Kemunculan
(%)
Hambatan
Kemunculan
(%)
Peningkatan pelayanan
konsumen
65
Biaya operasional
terlalu tinggi
40
Lancarnya arus
komunikasi
35
Budaya perusahaan
35
Keuntungan finansial
32
Waktu operasi relatif
tinggi
15
Peningkatan kepuasan
konsumen
31
Pemahaman pasar dan
konsumen
25
Kurang dari setengah responden (45%) yang percaya bahwa e-procurement dapat
menguntungkan dari sisi financial (harga produk dan total biaya produksi). Hal ini
disebabkan karena sebagian besar responden masih percaya bahwa dibutuhkan
investasi tinggi untuk membangun infrastruktur e-procurement, seperti dirangkum
dalam Tabel 2.5 di bawah ini.
46 Tabel 2.5.
Hambatan Sukses E-Procurement
Hambatan
Kemunculan (%)
Biaya investasi e-procurement
45
Dibutuhkan sistem terintegrasi
30
Budaya kerja
28
Waktu operasi cukup tinggi
18
Keamanan data transaksi
11
Berdasarkan analisis studi kasus di 8 perusahaan responden, menunjukkan bahwa
ratio of process cost and order value yang nilainya di bawah 10% didapatkan dari
perusahaan yang menerapkan Just-In Time concept dan e-procurement (Tabel 2.6).
Tabel 2.6.
Ratio Process Cost of Order Value
Perusahaan
Process Cost of
Order Value (%)
A
34
B
27
C
9
D
60
E
7
F
8
G
15
H
4
47 Pengaruh terhadap peningkatan revenue, tidak terlalu significant seperti
yang
ditunjukkan pada Tabel 2.7 di bawah ini. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan
e-SCM tidak berkaitan langsung terhadap profit margin perusahaan, namun bersifat
business ethics yang berkaitan secara long-term terhadap organization sustainability.
Tabel 2.7.
Pengaruh Terhadap Revenue
Peningkatan Revenue (%)
Kemunculan(%)
(<5)
75
(6-25)
25
(>26)
0
Keseluruhan analisis hasil di atas, dirumuskan menjadi 5-tahap evolusi e-business
dalam penerapannya di SCM dengan menggunakan metode SPSS cluster
discriminant analysis. Dalam penelitian ini, pengembangan tahapan evolusi
dilakukan terhadap evolution stage framework yang telah dideskripsikan oleh Croom
(2005). Deskripsi yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.8.
48 Tabel 2.8.
Berdasarkan analisis
survey
Lima Tahap Evolusi E-Business
responden yang kemudian dirumuskan ke dalam
tahapan evolusi e-business, disimpulkan bahwa terdapat 5 fase perubahan aplikasi
infrastruktur e-business di dalam supply chain management. Pengelompokan ini
dimungkinkan setelah dilakukan sorting cakupan SCM terhadap umpan balik
perusahaan yang menjadi responden dan hasil dari SPSS cluster discriminant
analysis.
Rumusan tahapan evolusi ini dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan dalam
usahanya menerapkan e-business ke dalam supply chain management, disesuaikan
dengan kapabilitas dan karakteristik tertentu yang dimiliki perusahaan tersebut.
49 II.9
Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Nerisa Pitrasari, Nuryani,Tony Pribadi
dan Edi Abdurrachman. (2007) “EVALUASI SISTEM SMALL SCALE
ELECTRONIC
PROCUREMENT
DI
BRITISH
PETROLEUM
(BP)
INDONESIA”.
Tujuan penelitian adalah melakukan analisis dan monitoring sistem small scale
electronic procurement (SSeP) serta mengevaluasi sistem yang berkaitan dengan
kepuasan pengguna. Penelitian menggunakan metode pengumpulan data dengan
menyebarkan kuesioner kepada vendor BP Indonesia yang menggunakan sistem SSeP
tersebut. Data yang terkumpul dianalisa dengan uji t-berpasangan dan analisis
harapan kinerja. Disimpulkan bahwa sistem SSeP sudah berjalan dengan baik namun
kinerjanya perlu lebih ditingkatkan dengan inovasi baru.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian maju, perusahaan industri
mengalami tekanan persaingan yang semakin ketat. Hal itu juga dialami oleh para
pelaku industri minyak dan gas bumi. Selain faktor tekanan teknologi tersebut,
perusahaan baru dalam industri ini pun banyak yang bermunculan, terutama yang
berasal dari China dan Korea. Dengan demikian dalam kegiatan usahanya,
perusahaan minyak dan gas bumi senantiasa melakukan berbagai upaya untuk
mempertahankan, bahkan meningkatkan kedudukan perusahaannya. Salah satu upaya
50 yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan proses bisnis, guna mencapai
efisiensi dan efektivitas perusahaan.
Procurement merupakan salah satu bidang yang berperan dalam peningkatan
proses bisnis yang didalamnya terdapat proses pembelian dan pengontrolan stok
barang.
Procurement
berperan
dalam
mempersiapkan,
mengadakan,
dan
menyelesaikan tender, membantu prose evaluasi dan persetujuan bersama dengan
user, dan track order ke supplier yang dipilih. Ada beberapa hal penting dalam
procurement, yakni waktu, biaya, dan risiko, serta sesuai dengan aturan dan kebijakan
procurement yang berlaku. Sebagai pelaku industri, waktu yang tepat adalah ketika
harga yang disetujui mencapai titik terendah dengan risiko yang minim. Meski sulit,
hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan sistem procurement secara efektif
sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
proses
procurement
adalah
mengenai
pengambilan keputusan.
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas procurement tersebut, saat ini
banyak perusahaan yang beralih ke E-Procurement, suatu aplikasi transaksi
procurement yang berbasis teknologi informasi. E-Procurement merupakan solusi
procurement yang dapat mengurangi kegiatan administrasi, proses purchase, dan
invoice sehingga proses procurement berjalan lebih efisien. Hal tersebut pada
akhirnya mampu mengurangi waktu, risiko, dan biaya, serta membuka kesempatan
bisnis yang baru. Aplikasi teknologi informasi yang baik dapat menyebabkan data
lebih cepat diproses dan terjaga akurasinya. Sifat itu diinginkan untuk menjaga
transparansi. Namun, aplikasi yang salah akan menyebabkan sistem tidak dapat
51 digunakan secara efektif dan efisien serta dapat menimbulkan harapan yang salah,
seperti adanya false sense of security. Di Indonesia, dasar dari E-Procurement adalah
Perpres Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara
elektronik.
British Petroleum (BP) mulai beroperasi sejak tahun 1909 dengan nama AngloPersian Oil Company. Asal mula BP adalah ketika didirikan pada Mei 1901. Saat ini
BP telah berkembang menjadi satu perusahaan internasional yang beroperasi di lebih
dari 100 negara di seluruh dunia, yaitu Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara,
Australia, Asia, dan Afrika. Sektor industrinya adalah pada bidang eksplorasi dan
produksi, refining dan marketing, serta gas bumi dan renewable energy.
Di Indonesia, BP telah beroperasi selama 40 tahun. Core brand yang dimilikinya
adalah BP dan Castrol. Selain dengan PT Castrol Indonesia, BP Indonesia ditandai
dengan dua kejadian penting, yakni ketika pada tahun 2000, BP melakukan akuisisi
terhadap ARCO. Kemudian pada 6 Maret 2005, BP diserahi tanggung jawab oleh
Pemerintah Indonesia untuk proyek Tangguh LNG (Liquefied Natural Gas) di Teluk
Bintuni di Papua.
Dengan investasi yang cukup besar di Indonesia, BP melakukan banyak kegiatan
bisnisnya, dari upstream (BP West Java, Tangguh, VICO) hingga downstream
(Castrol), serta petrochemicals (PT AMI). Sebagai perusahaan besar, BP menyadari
ketatnya persaingan di industri minyak dan gas bumi. Untuk itu, BP menyadari
pentingnya merespon perubahan yang modern dan global sehingga mampu bertindak
52 responsif dan fleksibel, untuk meningkatkan kesuksesannya dan memajukan nilai
bisnis serta objektifnya.
Untuk meningkatkan kinerja procurement, guna peningkatan efisiensi dan
produktivitas bisnis prosesnya, BP Indonesia menyelenggarakan e-procurement yang
dijalankan
dengan
mengacu
pada
Pedoman
Tata
Kerja
BPMIGAS
No.
007/PTK/VI/2004. E-Procurement yang diterapkan di BP Indonesia merupakan suatu
teknik pemesanan barang melalui elektronik mulai dari pencarian barang/jasa yang
tercantum di daftar barang/jasa yang tersedia di pasar (internet base). Sistem ini juga
berperan dalam mengatur dan mengontrol utilisasi pemesanan elektronik. Pemesanan
secara elektronik ini juga bertujuan untuk mempersingkat proses procurement,
mengurangi biaya transaksi dengan menggabungkan invoice, mengurangi persediaan
barang, dan meningkatkan pengawasan terhadap anggaran dan produktivitas.
BP Indonesia memiliki dua sistem e-procurement, yakni procurement card (procard) dan e-bidding dengan sistem Small Scale Electronic Procurement (SSeP).
Procurement card merupakan suatu sistem pembayaran seperti kartu kredit, dengan
transaksi maksimal sebesar USD 5,000 atau sekitar Rp 50.000.000,- sedangkan SSeP
merupakan suatu rangkaian proses tender dengan transaksi maksimal USD 20,000
atau sekitar Rp 200.000.000,-.
Sistem SSeP mulai diterapkan pada akhir 2004, kemudian dalam perjalanannya
para pengguna mengalami beberapa kesulitan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
survey untuk menemukan ada atau tidaknya kesenjangan (gap) antara harapan dan
53 kinerja sistem. Hal itu untuk mengidentifikasi layanan apa saja yang dibutuhkan oleh
pengguna serta hal apa yang perlu ditingkatkan.
Penelitian dilakukan untuk mengamati tingkat kepuasan pengguna sistem Small
Scale Electronic Procurement (SSeP) di BP Indonesia. Penelitian dilakukan dengan
metode survei di Jakarta pada tahun 2007 terhadap para vendor yang menggunakan
sistem e-procurement untuk mengikuti pelelangan yang diadakan BP Indonesia.
Penelitian ini memerlukan berbagai data dan informasi, baik yang sifatnya kuantitatif
maupun kualitatif yang didapatkan dengan cara berikut. Pertama, Riset Perpustakaan.
Penelitian yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan informasi
berdasarkan literatur, jurnal, dan buku yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti. Kedua, riset lapangan. Penelitian dilakukan dengan survei perusahaan objek
penelitian. Dengan melakukan riset lapangan ini diharapkan data dan informasi yang
diperoleh lebih akurat. Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
vendor dan buyer.
Subjek penelitian in adalah vendor yang menggunakan sistem e-procurement
dalam mengikuti proses tender di BP Indonesia. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut.
⎡ σ .z ⎤
n≥⎢
⎥
⎣ b ⎦
2
2
(
0.067.96 )
n=
(0.2)2
= 44
54 Keterangan:
n = Ukuran sampel yang diperlukan
b = Perbedaan antara yang ditaksir dengan tolak ukur penafsiran
z = Taraf kepercayaan yang ditetapkan
σ = Simpangan baku
Dengan derajat kepercayaan sebesar 95% maka ukuran sampel yang akan diteliti
adalah sebesar 44 orang dari populasi.
Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.
Pertama, Variabel Bebas, yaitu Keandalan sistem ( X 2 , X '2 ); Kemudahan Penggunaan
( X 3 , X '3 ); Tingkat Efisiensi ( X 4 , X '4 ).
Keterangan:
X 1 , X 2 , X 3 , X 4 merupakan variabel yang berhubungan dengan pandangan pengguna
mengenai kinerja sistem SSeP saat ini.
X '1 , X '2 , X '3 , X '4 merupakan variabel yang berhubungan dengan harapan pengguna
mengenai kinerja sistem SSeP saat ini.
Kedua, Variabel Terikat. Variabel terikat yang digunakan adalah tingkat kepuasan
pengguna terhadap sistem SSeP (Y).
55 Ketiga, Skala yang digunakan. Penelitian ini menggunakan skala likert dengan
penilaian sebagai berikut:
a) 1 = Sangat tidak setuju
b) 2 = Tidak setuju
c) 3 = Setuju
d) 4 = Sangat setuju
Penelitian ini memakai dua analisis statistik, yaitu analisis uji t-berpasangan (paired
t-test) dengan derajat signifikansi sebesar 0.025 dan analisis pada harapan dan kinerja
sistem. Analisis uji t-berpasangan digunakan untuk menganalisis kesenjangan antara
harapan pengguna terhadap kinerja sistem e-procurement dengan kinerja nyata sistem
tersebut. Kemudian analisis pada harapan dan kinerja sistem untuk melihat secara
lebih terperinci faktor apa yang perlu diperbaiki dari sistem tersebut.
Penelitian ini telah merumuskan beberapa hipotesis sesuai dengan variabel yang
digunakan. Kemudian hipotesis akan diuji dengan pendekatan statistik untuk
membentuk kesimpulan yang dibutuhkan sebagai hasil dari penelitian.
Hipotesis Fungsionalitas
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 < μ2
56 H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi
fungsionalitas.
H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi fungsionalitas.
Hipotesis Keandalan
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 < μ2
H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi
kehandalan.
H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kehandalan.
Hipotesis Kemudahan
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 < μ2
H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi
kemudahan.
H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kemudahan.
Hipotesis Tingkat Efisiensi
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 < μ2
57 H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi
tingkat efisiensi.
H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi tingkat efisiensi.
Hipotesis Kepuasan secara Keseluruhan
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 < μ2
H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem dimensi
kepuasan secara keseluruhan.
H1 : Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kepuasan secara
keseluruhan.
Selain hipotesis tersebut, digunakan pula hipotesis untuk melihat kesenjangan
kepuasan,
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 < μ2
H 0 : Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem.
H1 : Kinerja sistem lebih besar dari harapan pengguna.
Gambar 2.10 menggambarkan kerangka pikir penelitian pada Jurnal Evaluasi
Sistem Small Scale Electronic Procurement di BP Indonesia.
58 Analisa Sistem e-procurement yang sedang berjalan
pada BP Indonesia
Teknik pengumpulan data
‐
Wawancara
‐
Kuesioner
‐
Observasi
Analisa kepuasan user
Evaluasi sistem e-procurement
yang sedang berjalan
Analisa GAP
Hasil Analisa GAP dan Evaluasi
E-Procurement
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.10. Kerangka Pikir Penelitian pada Jurnal Evaluasi Sistem Small
Scale Electronic Procurement di BP Indonesia
Penelitian menggunakan data yang diperoleh dari responden yang mengisi kuesioner
yang dikirim melalui email sejak 15 Januari – 2 Februari 2007. Sesuai dengan
perhitungan sampel, data kuesioner yang diperlukan berjumlah 44. Dari profil
pengguna berdasarkan masa kerja, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama
penggunaan, frekuensi pemakaian, sebagian besar pemakai SSeP adalah laki-laki,
59 dengan tingkat pendidikan rata-rata S1, berusia 31-39 tahun, dengan masa kerja <5
tahun, rata-rata lama penggunaan <10 jam/bulan, dan rata-rata frekuensi pemakaian
<20 kali/bulan.
Validitas dan reliabilitas diuji dengan memakai Alpha Croanbach yang tersedia
ada perangkat lunak SPSS. Untuk menentukan apakah item pertanyaan pada suatu
faktor adalah valid atau tidak, digunakan tabel Alpha. Dalam penelitian ini, seluruh
item pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan telah valid dan reliable.
Secara umum, dari hasil analisis kesenjangan untuk masing-masing dimensi
diperoleh bahwa kesenjangan terbesar antara harapan pengguna dan kinerja sistem
SSeP terjadi pada dimensi keandalan dan kesenjangan terkecil terjadi pada dimensi
kemudahan. Sesuai dengan UIS model, kesenjangan yang terjadi pada penelitian ini
secara keseluruhan berada pada posisi gap 1 dan terdapat perbedaan antara harapan
pengguna dengan perancangan sistem yang diharapkan. Tabel 2.9 berikut menyajikan
ringkasan rata-rata kesenjangan (gap) antara harapan pengguna dan kepuasan
pengguna terhadap sistem SSeP dari yang terbesar hingga terkecil:
60 Tabel 2.9. Ringkasan Rata-rata Gap Antara Harapan dan Kepuasan
Pengguna terhadap Sistem SSeP
No
Dimensi
Harapan
Kinerja Sistem
Pengguna (1)
(2)
GAP (2-1)
1
Fungsionalitas
3.17
2.99
-0.18
2
Kehandalan
3.28
2.89
-0.39
3
Kemudahan
3.18
3.08
-0.1
4
Efisiensi
3.34
2.99
-0.35
5
Kepuasan Secara keseluruhan
3.07
2.93
-0.14
Sumber: Data Kuesioner yang Diolah
Dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai p-value untuk harapan pengguna dan kinerja
sistem SSeP untuk tiap dimensi yang diukur adalah 0.000 dan 0.010, seperti yang
tersaji pada Tabel 2.10.
61 Tabel 2.10.
No
Dimensi
Ringkasan Hasil Uji T
Harapan
Kinerja Sistem
P Value
Pengguna
1
Fungsionalitas
3.1676
2.9915
.010
2
Kehandalan
3.2773
2.8909
.000
3
Kemudahan
3.1818
3.0795
.010
4
Efisiensi
3.3442
2.9870
.000
5
Kepuasan Secara keseluruhan
3.0727
2.9318
.010
Sumber: Data Kuesioner yang Diolah
Hasil uji hipotesis ini menyimpulkan bahwa pada kenyataannya terdapat perbedaan
antara harapan pengguna dengan kinerja sistem SSeP, yakni harapan pengguna lebih
tinggi dari kinerja sistem tersebut. Hal itu karena pengelola sistem belum mampu
memahami kebutuhan pengguna. Berdasarkan diagram harapan dan kinerja, item
yang memerlukan perhatian khusus dari pengelola dan harus diperbaiki atau
ditingkatkan dapat dilihat pada Tabel 2.11.
62 Tabel 2.11.
Item yang Perlu Diperbaiki/Ditingkatkan
Dimensi
Item Yang Perlu Diperbaiki
-
Sistem sesuai dengan kebutuhan Anda
-
Sistem dapat meningkatkan hubungan yang
baik antara klien
-
Sistem mampu menigkatkan informasi
manajemen
-
Sistem mampu meningkatkan kontrol
manajemen
Keandalan
-
Tingkat kesalahan relatif sedikit
Kemudahan
-
Sistem menyediakan petunjuk yang jelas
Fungsionalitas
dalam penggunaannya
Efektivitas
-
Proses pengubahan data dalam sistem dapat
dilakukan dengan singkat
Kepuasan Secara
Keseluruhan
-
Kepuasan Anda dalam menggunakan sistem
-
Jarang mendapat masalah dengan sistem
Dari hasil penelitian dan analisis, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, dari profil responden, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pemakai
sistem SSeP adalah laki-laki, dengan tingkat pendidikan rata-rata S1, berusia 31-49
tahun, dengan masa kerja <5 tahun, rata-rata lama penggunaan <10 jam/bulan, dan
rata-rata frekuensi pemakaian < 20 kali/bulan. Kedua, dari lima dimensi yang diukur,
yakni fungsionalitas, keandalan sistem, kemudahan, efektivitas, dan kepuasan secara
63 keseluruhan, semuanya masih memiliki gap (kesenjangan) antara harapan pengguna
dengan kinerja sistem. Ketiga, dengan adanya gap tersebut maka sistem SSeP masih
perlu diperbaiki atau ditingkatkan kinerjanya sesuai dengan harapan pengguna.
Keempat, berdasarkan simpulan dari kuesioner terbuka, secara umum dapat
digambarkan bahwa dengan adanya sistem SSeP pengguna memperoleh banyak
kemudahan. Namun disisi lain, sistem ini masih memiliki kelemahan-kelemahan yang
harus diperbaiki atau ditingkatkan.
Berdasarkan simpulan yang diutarakan, terdapat beberapa saran yang
disampaikan kepada BP Indonesia. Saran tersebut berdasarkan Analisis Dimensi
adalah sebagai berikut. Saran dalam Fungsionalitas Sistem, yaitu diperlukan sistem
yang sesuai bagi kebutuhan pengguna dan pengembang perlu memperhatikan
kemampuan sistem dalam menyajikan berbagai informasi secara akurat. Saran
Keandalan Sistem, yaitu pengembang perlu memperhatikan kecepatan dan
kemampuan sistem dalam melayani pengguna; Pengembang perlu memperhatikan
waktu penyajian, keakuratan data, penyajian data, dan kelengkapan data secara
relevan bagi pengguna.
Saran Kemudahan Sistem, yaitu pengembang perlu memperhatikan kemudahan
navigasi pada situs web oleh pengguna dalam penyajiannya terhadap fasilitas
pencarian informasi dan petunjuk penggunaan sistem. Saran Efisiensi Sistem, yaitu
pengembang perlu memperhatikan fleksibilitas sistem dan menjaga kinerja sistem
agar tetap baik, walaupun terjadi perubahan dalam sistem. Saran Kepuasan secara
Keseluruhan Sistem, yaitu pengembang perlu memperhatikan secara khusus masalah
64 kesalahan yang sering terjadi dalam sistem; Pengembang perlu memperhatikan
kemampuan sistem dalam menangani kesalahan yang terjadi serta memulihkan data
yang sedang digunakan oleh pengguna ketika terjadi kesalahan; Analisis kepuasan
sebaiknya dilakukan secara berkala dan hasilnya dibandingkan dengan kinerja sistem
sehingga kecenderungan pergerakan kinerja sistem dan harapan sistem terhadap
tingkat kepuasan pengguna dapat diamati; Secara keseluruhan, saran yang diajukan
adalah pengembang sebaiknya sering melakukan update terhadap sistem sesuai
dengan harapan pengguna.
Selain itu, terdapat juga saran umum sebagai berikut. Pertama, setelah closing
date, sistem perlu memberikan informasi mengenai proses tender untuk seluruh
vendor yang berpartisipasi, apakah tender tersebut masih dalam tahap evaluasi atau
sudah dimenangkan. Kedua, pengembang perlu menambah kapasitas bandwith untuk
mengakses sistem yang lebih cepat, seperti memasukkan data atau mengedit data.
Ketiga, sistem sebaiknya menyediakan fasilitas pembatalan penawaran selama ebidding belum ditutup. Keempat, pengembang perlu menambah jumlah karakter pada
kolom remark (keterangan).
Kelima, pengembang perlu menambah fasilitas untuk otomatisasi hasil dari ebidding kepada departemen yang membutuhkan barang tersebut. Keenam, sistem
memberikan peringatan mengenai kelengkapan dokumen vendor, seperti masa
berlaku sertifikasi perusahaan. Ketujuh, pengembang perlu memisahkan antara
bidding yang sedang berjalan dengan bidding yang telah selesai ke dalam folder yang
berbeda. Kedelapan, sistem perlu menambahkan fasilitas convert kurs IDR ke USD
65 dan sebaliknya. Kurs tersebut juga harus diperbaharui sesuai dengan pasar mata uang
pada saat itu.
Download