BAB II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Teori Portofolio Moderen
Teori portofolio moderen dicetuskan pertama kali oleh Harry Markowitz pada
tahun 1952. Menurut Brealey et al (2000) teori ini menghubungkan antara resiko dan
imbal hasil dalam suatu perekonomian yang kompetitif. Brealey juga menjelaskan
bahwa Markowitz dalam teorinya menyatakan bahwa variance dari imbal hasil
merupakan alat ukur yang bermanfaat untuk menentukan resiko dari suatu portofolio
dengan
mempertimbangkan
asumsi-asumsi
tertentu.
Markowitz
juga
memperkenalkan efficient frontier dan Optimal Portfolio.
•
Efficient Frontier adalah kombinasi dari saham yang menghasilkan imbal
hasil yang paling tinggi untuk tingkat resiko tertentu.
•
Optimal Portfolio adalah portfolio pada efficient frontier yang memberikan
imbal hasil maksimum untuk seorang investor. Optimal Portfolio bila
digambarkan pada efficient frontier berada pada titik tangent antara efficient
frontier dengan kurva utility dari investor tersebut. Kurva utility adalah kurva
yang menunjukkan tingkat pengambilan resiko dari investor apakah dia
5
6
seorang yang risk averse (sangat menghindari resiko) atau yang tidak risk
averse.
Inti dari teori ini adalah bagaimana seorang investor dapat mengurangi resiko
atau meminimalkan standard deviasi dari imbal hasilnya dengan meningkatkan
investasinya pada saham yang tidak sama reaksinya terhadap pergerakan pasar.
Gambar 2.1 memperlihatkan dengan jelas hubungan resiko dan imbal hasil dan kurva
utiliy dari seorang investor yang risk averse (X) dan seorang investor non-risk averse
(Y).
E(Rport)
U’3 U’2
U’1
Y
X
U3 U2
U1
E(σport)
Gambar 2.1 Kurva Utility, Risk Averse vs Non-Risk Averse
Sumber: Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly & Brown
Berdasarkan teori Markowitz, William Sharpe, Lintner dan Mossin masingmasing mengembangkan teori tersebut dan menemukan hasil yang sama. Dengan
menambahkan riskfree asset pada risky portofolio. akan diperoleh suatu garis yang
7
disebut sebagai capital market line (CML), garis ini menjadi efficient frontier yang
baru karena semua titik pada garis ini mendominasi semua titik di bawahnya. Seorang
investor akan berada pada titik CML tertentu sesuai dengan penerimaannya terhadap
resiko, misalnya (X) sebagai seorang yang risk averse akan cenderung menanamkan
sebagai uangnya dalam riskfree assets dan sebagian lainnya dalam market portfolio
yang terdiri dari risky assets. Sementara investor (Y) yang lebih “berani” akan
meminjam uang pada riskfree assets dan menanamkan total dana yang diperoleh pada
market portfolio yang berisi risky assets.
E(Rport)
CML
Y
X
RFR
E(σport)
Gambar 2.2 CML, Risk Averse Investor (X) dan Non Risk Averse Investor (Y)
Sumber: Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly & Brown
Teori portofolio moderen juga memperkenalkan adanya unsystematic
(diversifiable risk) dan systematic risk (yaitu standard deviasi terhadap market
portfolio).
Dengan diversifikasi, unsystematic risk menjadi tidak relevan karena
dengan bertambahnya kombinasi dari asset mendekati kombinasi dari pasar, resiko
8
tersebut akan hilang (Lihat Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly &
Brown, Chapter 9). Untuk itu, dikembangkan lagi suatu teori yang hanya
mempertimbangkan resiko yang relevan yaitu covariance dari suatu asset terhadap
pasar, atau yang umum dikenal sebagai beta. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
pada perkembangannya digunakan untuk memperkirakan imbal hasil yang akan
diperoleh oleh seorang investor dari investasinya, berdasarkan resiko yang ada pada
investasi tersebut, dan untuk menentukan apakah suatu investasi terlalu mahal, sesuai
atau terlalu murah dengan membandingkan expected rate of return (imbal hasil yang
diharapkan) dengan required rate of return (imbal hasil yang seharusnya diperoleh;
lihat Investment Analysis and Portfolio Management, Reilly & Brown, Chapter 9).
2.2
Investasi
Secara formal, Reilly et al (2003) mendefinisikan investasi sebagai komitmen
untuk melepaskan kesempatan menggunakan sejumlah uang pada saat ini hingga
suatu periode tertentu dengan imbalan suatu penerimaan di masa datang yang akan
mengkompensasikan:
1. berapa lama dana terikat dalam suatu periode investasi (time);
2. tingkat inflasi yang diharapkan (inflation rate);
3. ketidakpastian penerimaan masa datang (risk).
9
Ketiga unsur ini lah yang membentuk required rate of return (imbal hasil yang
seharusnya diperoleh).
2.2.1 Proses Investasi
Ada lima langkah yang harus dilakukan sebelum membuat keputusan
investasi, Sharpe et al (1995) mengungkapkan bahwa:
1. pertama yang harus dilakukan adalah menentukan kebijakan investasi
2. melakukan security analysis
3. membentuk suatu portofolio
4. mendisain ulang portofolio
5. mengevaluasi performansi dari portofolio tersebut.
Pembahasan tesis ini akan tidak akan difokuskan pada keseluruhan dari langkahlangkah tersebut, melainkan hanya berfokus pada security analysis dan pembentukan
suatu portofolio, dan evaluasi terhadap performansi portofolio.
2.2.2 Instrumen yang Tersedia
Investor pada periode dimana informasi sangat mudah diperoleh seperti saat
ini memiliki kesempatan-kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya. Informasi
mampu memperpendek jarak, meruntuhkan batas negara dan secara revolusioner
menciptakan hal-hal yang belum pernah ada sebelumnya. Seorang investor di Cina
misalnya dapat ikut berjual beli saham di Amerika hanya dengan melalui internet dari
10
ruang kerjanya di Shang-Hai. Akan tetapi informasi yang luar biasa banyaknya
tersebut harus diolah sedemikian rupa sehingga dapat diterjemahkan menjadi suatu
kesempatan investasi yang layak untuk dipertimbangkan. Batas negara dan issue
spesifik untuk suatu negara menjadi tidak relevan lagi dalam mempertimbangkan
suatu kesempatan untuk berinvestasi. Hanya biaya transaksi lah yang nantinya akan
menjadi penentu apakah suatu investasi dapat dianggap layak untuk dipertimbangkan.
Untuk membuat suatu portofolio yang terdiversifikasi dengan sempurna, dengan kata
lain sangat optimal, seorang analis harus mengenal dan mengerti karakteristik dari
jenis-jenis investasi . Menurut Reilly et al (2003), jenis-jenis investasi adalah sebagai
berikut:
1. Fixed-Income
Investments,
memiliki
ketentuan
mengenai
skedul
pembayaran yang dipersyaratkan dimuka dan bersifat kontraktual, pemegang
instrument inilah adalah pemberi pinjaman kepada penerbit. Jenis-jenis dari
fixed income adalah saving accounts (tabungan), certificates of deposit
(deposito, CD), capital market instrument (SBI, SUN, obligasi korporasi,
income bond, convertible bond, zero coupon bond dan saham preferen)
2. Equity Investment, berbeda dengan fixed income, tidak ada jaminan
kontraktual mengenai imbal hasil dari investasi ini, dengan kata lain resiko
yang ada pada investasi ini lebih besar. Pemilik dari equity investment
adalah pemilik dari perusahaan.
3. Special Equity Instrument, selain dari investasi langsung dalam saham,
investor dapat juga menginvestasikan dananya pada produk equity-
11
derivative, yaitu sekuritas yang memiliki klaim atas saham suatu
perusahaan. Dalam jajaran jenis ini adalah opsi saham, yang dapat dibagi
dua kategori yaitu opsi waran dan opsi put dan call. Opsi waran memberikan
kepada pemegang opsi hak untuk membeli saham penerbit pada harga
tertentu dalam periode tertentu. Opsi waran dikeluarkan oleh penerbit yaitu
perusahaan yang sahamnya menjadi underlying asset. Sedangkan pada opsi
put dan call, penulis opsi bukanlah perusahaan yang sahamnya menjadi
underlying asset. Opsi put adalah hak yang diberikan kepada pemegang opsi
untuk menjual pada harga tertentu pada periode tertentu. Sementara opsi call
sama dengan waran.
4. Futures Contracts, yaitu suatu persetujuan untuk transaksi pada suatu waktu
tertentu untuk suatu asset tertentu sesuai dengan harga yang disepakati saat
ini. Kontrak future umumnya kurang dari satu tahun.
Asset yang
diperjualbelikan umumnya adalah barang-barang komoditi dan financial
assets.
5. Investment Companies, adalah investasi pada dengan membeli saham atau
obligasi dari perusahaan investasi, atau yang kita kenal sebagai mutual fund.
Beberapa jenis dari investment companies dibedakan berdasarkan kepada
jenis instrument investasi yang dibelinya, misalnya money market funds,
yang berspesialisasi pada high quality, dan jangka pendek seperti T-bill atau
SBI. Bond fund, berspesialisasi pada investasi berbagai obligasi jangka
panjang pemerintah, korporasi atau pemda. Common stock fund, investasi
pada common stock dengan beraneka ragam tujuan seperti, agresive growth,
12
imbal hasil yang tinggi, diversifikasi internasional. Balanced funds,
kombinasi dari obligasi dan saham sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
6. Real Estate, ada beberapa jenis dari investasi pada real estate, beberapa
memerlukan investasi dana yang tidak sedikit, tetapi ada juga yang tidak
memerlukan investasi yang besar, REITs adalah salah satu dari investasi
dalam real estate yang tidak memerlukan investasi yang besar. Pemegang
REITs memiliki portofolio yang memperoleh penghasilan dari properti.
7. Low Liquidity Investment, yang termasuk dalam low liquidity investment
adalah investasi dalam barang antik, benda seni, berlian, koleksi perangko
dan koins. Investasi ini umumnya berbiaya transaksi yang tinggi. Hal ini
disebabkan tidak adanya pasar lokal yang aktif sehingga untuk menjualnya
umumnya dilakukan melalui balai lelang internasional.
Walaupun ragam instrument investasi banyak sekali tetapi bahasan dalam tesis ini
hanya akan dikhususkan dalam pembentukan equity portofolio saja.
2.2.3 Financial Market
Pasar financial adalah pasar yang terorganisir dimana produk financial
diperjualbelikan. Pada umumnya sekuritas diperjualbelikan pada pasar sekunder,
karena pada dasarnya produk financial tersebut pernah diterbitkan sebelumnya. Pasar
primer adalah pasar dimana suatu asset financial pertama kali diterbitkan (Bodie et al,
2005).
Pengertian pasar tentunya sudah tidak lagi mengacu kepada fisik pasar,
13
karena pasar primer dan pasar skunder dapat terjadi pada tempat yang sama pada
waktu yang sama. Misalnya di Bursa Efek Jakarta dapat terjadi IPO, yang merupakan
bentuk pasar primer dan transaksi perdagangan harian yang merupakan pasar
skunder. Tujuan utama dari pasar skunder adalah untuk menentukan harga yang
menggambarkan semua informasi yang tersedia berkaitan dengan asset tersebut.
Fungsi ini menjadi sangat penting karena berguna sekali untuk menentukan nilai asset
yang tercatat di bursa, juga bermanfaat untuk menentukan nilai asset sejenis yang
tidak tercatat di bursa. Nilai tersebut juga dianggap sebagai nilai pasar yang wajar
yang berguna untuk menentukan kinerja manajemen dari waktu ke waktu dalam
upayanya meningkatkan nilai perusahaan.
Ada empat tipe dari pasar financial yang dibedakan berdasarkan seberapa
terorganisirnya pasar tersebut, menurut Bodie et al (2005), yaitu:
1. Direct search, adalah pasar yang paling tidak terorganisir dibanding pasarpasar lainnya. Baik penjual dan pembeli harus saling mencari untuk
menemukan transaksi yang sesuai. Karakteristik dari pasar ini adalah
partisipasi terbatas, harga yang rendah dan kualitas barang tidak standar.
2. Brokered market adalah pasar dimana broker memberikan jasa untuk
menemukan penjual dan pembeli yang sesuai untuk suatu transaksi,
contoh yang paling umum dari brokered market adalah pasar real estate.
3. Dealer market adalah pasar dimana dealer menciptakan pasar dengan
melakukan transaksi jual beli untuk dirinya. Bursa saham adalah salah
satu dealer market.
14
4. Auction market adalah pasar dimana semua pemain berpartisipasi dalam
lelang untuk menentukan harga, NYSE adalah salah satu aution market.
2.3 Portofolio
Portofolio per definisi adalah suatu kombinasi dari asset-asset yang dibuat
untuk mencapai suatu tujuan yaitu sesuai dengan preferensi dan kebutuhan dari
pemilik portofolio tersebut. Dari AIMR reading assignment level 3 CFA Exam,
2004, dalam pembentukan suatu portofolio, dikenal ada dua metode manajemen
yaitu:
2.3.1 Passive Portfolio Management,
Dimana portfolio dikelola dengan tujuan bahwa portofolio tersebut akan
disimpan dalam waktu yang lama, dengan sedikit atau tanpa perubahan apa pun dari
tujuan awal pembentukan portofolio tersbut. Passive management dalam hal ini
berpendapat bahwa pembentukan portofolio telah efisien dan konsisten dengan
komitmen dengan klien berkaitan dengan resiko dan imbal hasil dari portofolionya.
Portfolio yang dibuat umumnya mewakili market portfolio, sehingga sering disebut
index funds atau index portfolio; atau portofolio yang secara spesifik mengikuti
keinginan klien yang berbeda dari keinginan klien pada umumnya. Passive
management berusaha untuk mencapai komitmen, tetapi tidak melampaui benchmark,
karena tujuannya adalah mencapai benchmark dan bukan melampauinya. Hal-hal
15
yang mungkin menyebabkan perubahan pada portofolio yang dimanage secara pasif
adalah bila kondisi pasar berubah seperti risk free berubah, perubahan yang diajukan
oleh klien baik mengenai resiko maupun imbal hasilnya.
2.3.2 Active Portfolio Management
Active management akan selalu berupaya untuk mencari sekuritas yang
“murah”, active management tidak pernah berasumsi bahwa pasar telah beroperasi
dengan efisien.
Untuk seorang klien yang siap untuk mengambil resiko, active
management bertujuan untuk mencapai imbal hasil yang maksimal. Active
management akan sangat bergantung kepada kemampuan manager mengalokasikan
jenis asset (asset allocation), dan pemilihan sector dan sekuritas (sector and security
selection).
Bahasan dari tesis sendiri adalah pembuatan suatu portofolio yang merupakan
index portofolio atau passive management, namun bertujuan untuk melampaui imbal
hasil dari market portofolio, maupun index portofolio yang menjadi benchmark.
Benchmark dan juga sampel dari bahasan tesis adalah LQ 45 per Januari, mulai dari
tahun 1999 sampai dengan 2003.
Kriteria pembentukan portofolio adalah lima saham pada LQ 45 yang
memiliki EVA atau MVA tertinggi. Imbal hasil dari portofolio ini akan dibandingkan
dengan portofolio dari lima saham pada LQ 45 pada periode yang sama yang
memiliki EVA atau MVA terendah. Komparasi pun akan dilakukan dengan
16
membandingkannya dengan imbal hasil dari market (IHSG) dan LQ 45. Khusus
untuk kinerja diatas benchmark akan dievaluasi secara mendalam.
2.4
Pengukuran terhadap Penambahan Nilai Perusahaan
Ada berbagai metode digunakan untuk menaksir nilai perusahaan, diantaranya
adalah Dividend Discount Model, Free Cash Flow Model, Relative Value Analysis
dan yang terakhir adalah Residual Income Model. Belakangan ini, di Amerika, yang
mendapat sorotan utama karena keunggulannya memperhitungkan cost of capital
adalah residual income models. Residual Income juga dikenal sebagai economic
profit. Beberapa teknik valuasi yang termasuk dalam model ini adalah Economic
Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA).
2.4.1. Economic Value Added (EVA)
Dikemukakan pertama kali oleh Stern Stewart, pada tahun 1982, Stern&Co.
menklaim bahwa EVA dalam perkembangan dan penerapannya memiliki
keunggulan-keunggulan dibanding alat ukur kinerja keuangan lainnya, yaitu:
•
Keuntungan dihitung dari sisi pemilik modal, perhitungan biaya modal
dalam menentukan EVA, adalah hal yang utama dan paling penting dalam
EVA. Dari perhitungan akuntansi konvensional, perusahaan yang
tampaknya menguntungkan, seringkali ternyata pada kenyataannya tidak
menguntungkan. Peter Drucker dalam artikel nya di Harvard Business
17
Review, menyatakan bahwa "Bila perusahaan menghasilkan keuntungan
tetapi tidak lebih besar dari cost of capital nya maka perusahaan tersebut
merugi, tidak perduli apakah perusahaan tersebut membayar pajak
selayaknya perusahaan yang memperoleh keuntungan. Perusahaan tetap
tidak memberikan nilai tambah terhadap sumber daya yang digunakan,
karena itu tidak menambah kesejahteraan, bahkan menghabiskan sumber
daya pemegang saham.”
•
Menyesuaikan kebijakan perusahaan dengan tujuan memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham, ada dua prinsip utama yang perlu
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan keuangan. Pertama bahwa
semua
kebijakan
bertujuan
untuk
memaksimalkan
kesejahteraan
pemegang saham, dan kedua nilai perusahaan akan sangat bergantung
kepada harapan investor terhadap keuntungan di tahun mendatang, apakah
lebih besar atau kurang dari cost of capital. Dengan kata lain, EVA yang
secara konsisten meningkat akan meningkatkan harga dari suatu
perusahaan.
•
Suatu alat ukur kinerja financial yang mudah dimengerti oleh non
financial manager, kelebihan dari EVA adalah konsepnya yang sangat
simple dan mudah untuk dijelaskan kepada non financial manager, banyak
orang mengerti konsep operating profit, dimulai dari sini dan tinggal
dikurangkan dengan biaya modal yang diinvestasikan untuk perusahaan
secara
keseluruhan,
atau
untuk
suatu
lini
produksi.
Dengan
18
memperhitungkan biaya modal, EVA menyadarkan manager untuk selalu
mempertimbangkan
dampak
dari
semua
kebijakannya
terhadap
pendapatan dan biaya, dan laba bersih operasi.
•
Menghentikan segala keraguan tentang beragamnya tujuan perusahaan,
umumnya perusahaan memiliki sejumlah alat ukur untuk menentukan
tujuan dan target keuangan perusahaan. Misalnya strategic plan biasanya
dikuantifikasi dalam perkembangan dari revenue, atau market share.
Perusahaan juga mengevaluasi masing produk atau lini bisnisnya
berdasarkan laba kotor yang diperoleh atau arus kas masuk. Masingmasing bisnis unit bisa saja dievaluasi berdasarkan imbal hasil atas assets
yang digunakan atau atau dibandingkan dengan suatu tingkat keuntungan
yang ditargetkan. Perbedaan-perbedaan standard dan target membuat
perencanaan, perumusan strategi operasional dan pengambilan keputusan
menjadi tidak sejalan.
2.4.1.1 Definisi EVA
EVA adalah suatu alat ukur untuk menilai kinerja keuangan yang paling
mendekati dalam menampilkan keuntungan ekonomi sebenarnya. EVA juga
merupakan pengukur kinerja keuangan yang secara langsung berkaitan dengan
peningkatan kesejahteraan pemegang saham sepanjang waktu.
Dari websitenya,
www.sternstewart.com, dijabarkan dengan singkat bahwa EVA adalah laba operasi
bersih (net operating profit) dikurangi dengan pembebanan yang berkaitan dengan
19
opportunity cost atas modal yang diinvestasikan pada suatu perusahaan. Dengan kata
lain, EVA, adalah taksiran sebenarnya dari keuntungan ekonomis, dimana EVA
adalah nilai diatas atau dibawah nilai minimum yang diharapkan oleh investor dan
debitur.
2.4.1.2 Perhitungan EVA
Peterson and Peterson dalam Company Performance and Measures of Value
Added (2003) merumuskan EVA sebagai berikut:
EVA=NOPAT – (WACC x capital), dimana NOPAT sendiri dirumuskan sebagai:
NOPAT=adjusted operating profit before taxes – cash operating taxes.
Adjusted operating profit before taxes dapat dirumuskan dengan dua cara, yaitu
bottom-up approach dan top-down approach. Tesis ini menggunakan bottom-up
approach dalam perhitungan adjusted operating profit before taxes nya. Bottom-up
approach untuk perhitungan adjusted operating profit before taxes dimulai dari:
Adjusted Operating Profit before taxes=
Operating profit after depreciation and amortization
+ implied interest from operating leases
+ increase in the LIFO reserve
+ increase in bad debt reserve
+ increase in net capitalized research and development
+ goodwill amortization
Perhitungan cash operating taxes dimulai dari :
20
Cash operating taxes=
- change in deferred taxes
+ the tax benefit from interest expense
+ the tax benefit from interest on leases
- taxes on nonoperating income
Perhitungan capital pun ada dua pendekatan, pendekatan asset dan
pendekatan sumber pembiayaan, dalam tesis ini, akan dibahas perhitungan
capital dengan pendekatan sumber pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
Capital=
Book value of common equity
+ preferred stock
+ minority interest
+ deferred income tax reserve
+ LIFO reserve
+ accumulated goodwill amortization
+ interest-bearing short-term debt
+ long-term debt
+ capitalized lease obligations
+ present value of operating leases
2.4.1.3
Weighted Average Cost of Capital (WACC)
21
Biaya modal menurut Block et al (2005) per definisi adalah biaya yang mewakili
keseluruhan pembiayaan perusahaan, dan merupakan suatu discount rate yang
digunakan untuk menganalisa kesempatan investasi. Suatu perusahaan akan berusaha
mencari biaya modal yang minimum dengan memvariasikan sumber pendanaannya.
Sumber pendanaan perusahaan adalah modal pinjaman (debt), saham preferen
(preferred stock), dan common equity atau retained earnings. Menurut Damodaran
(1996), definisi dari WACC adalah rata-rata tertimbang dari biaya sumber
pembiayaan yang berbeda, yang dirumuskan sebagai berikut:
WACC=(D/D+E+PS)*kd + (E/D+E+PS)*ke+(PS/D+E+PS)*kps
Dimana;
D= Debt
kd=cost of debt
E=Equity
ke=cost of equity
PS=Preferred Stock
kps=cost of preferred stock
2.4.1.3.1. Cost of Debt
Biaya pinjaman biasanya ditentukan oleh tingkat suku bunga yang harus
dibayarkan kepada pemegang dari obligasi. Pembayaran bunga atas pinjaman adalah
biaya yang dapat dikreditkan dalam perhitungan pajak, oleh karena itu biaya dari
pinjaman harus dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh karena penghematan
pajak, sehingga rumus cost of debt (Kd) adalah:
22
Kd= Y ( yield )(1 − T )
Cost of debt bukan tingkat suku bunga yang terdapat pada kupon obligasi
yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, dan bukan merupakan tingkat suku bunga
yang bisa diperoleh suatu perusahaan untuk pinjaman di tahun-tahun sebelumnya.
Cost of debt harus diperoleh dari perhitungan interest rate atas hutang yang
relative paling baru, dan bukan berdasarkan pada hutang yang telah outstanding,
karena adanya marginal cost of debt. Walaupun cost of debt adalah sumber
pembiayaan yang paling murah, tapi penggunaan sumber dana ini tidak boleh
melampaui batas yang wajar. Penggunaan pinjaman melebihi batas yang wajar akan
meningkatkan
resiko
keuangan
perusahaan
secara
keseluruhan,
sehingga
meningkatkan semua biaya sumber dana, bukan hanya cost of debt saja.
2.4.1.3.2
Cost of Preferred Stock
Cost of preferred stock dihitung dengan membagi dividen saham preferen
dengan nilai netto dari saham preferen, yaitu harga saham preferen setelah dikurangi
dengan biaya-biaya emisi saham preferen atau dikenal dengan floatation cost.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
kps =
2.4.1.3.3
Dps
P
Cost of Equity
23
Cost of equity adalah imbal hasil yang diminta oleh investor untuk
investasinya pada suatu perusahaan. Cost of equity umumnya terbagi dua yaitu cost of
retained earnings dan cost of newly issued common stock. Cost of newly common
stock biasanya lebih tinggi dari cost of retained earnings karena adanya floatation
cost. Untuk simplifikasi, akan dibahas satu cost of equity yaitu cost of retained
earnings.
Berbeda dengan cost of debt dan cost of preferred stock yang memiliki
kewajiban imbal hasil yang dipersyaratkan di muka, sehingga memudahkan
perhitungan. Cost of equity lebih sulit untuk dihitung. Secara prinsip, investor harus
diberi imbalan sama dengan imbal hasil yang seharusnya mereka terima dari investasi
lain (required rate of return=expected rate of return).
Ada berbagai metode untuk menentukan required rate of return ini,
diantaranya adalah dengan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM), yang secara
matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
ke = E ( R) = Rf + β ( E[ Rm] − Rf )
dimana, Rf = riskfree
E ( Rm) = expected return on the market index
β = beta
Standard prosedur untuk memperoleh beta adalah dengan melakukan regresi stock
return (Ri) terhadap market return (Rm).
24
2.4.2 Market Value Added (MVA)
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara EVA dan MVA, EVA secara
teoritis sangat berpandangan ke depan, dan mendasarkan perhitungannya dari sajian
data akuntansi yang lampau. EVA menjelaskan nilai tambah yang dicapai perusahaan
pada satu periode. Sangat berbeda dengan MVA, dimana MVA dihitung dengan
mempergunakan harga pasar yang diasumsikan terjadi berdasarkan data ekspektasi
pasar. Dengan kata lain, MVA tidak terpengaruh sama sekali oleh metode penyajian
data akuntansi.
2.4.2.1
Definisi MVA
Reilly et al (2003) mendefinisikan MVA sebagai alat ukur untuk menilai
kinerja manajemen dengan membandingkan harga pasar hutang dan modal
perusahaan
dengan
membandingkannya
dengan
total
modal
yang
telah
diinvestasikan.
Brigham et al (1998) menyatakan bahwa tujuan untama dari perusahaan
adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Tujuan ini jelas sekali
menguntungkan pemegang saham dan sekaligus menjamin bahwa sumber daya yang
terbatas dialokasikan dengan efisien, sehingga membawa manfaat bagi perekonomian
secara umum. Kekayaan pemegang saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan
perbedaan antara harga pasar dari ekuitas perusahaan dengan nilai ekuitas yang telah
ditanamkan sebagai modal. Perbedaan inilah yang kita kenal sebagai MVA.
25
2.4.2.2
Perhitungan MVA
Brigham et al (1998) merumuskan MVA sebagai market value dari ekuitas
dikurangi dengan modal yang ditanam oleh investor, atau
MVA=jumlah saham beredar x harga pasar dari saham – total capital
invested.
Sementara definisi dari total capital invested sama dengan definisi yang
dipergunakan dalam perhitungan EVA. Peterson and Peterson (2003) juga
mengemukakan bahwa ada hubungan langsung antara EVA dan MVA, dimana MVA
pada dasarnya adalah present value dari EVA di masa mendatang yang didiskonto
dengan cost of capital.
Atau secara matematis,
EVA
= MVA
WACC
2.4.3 Alasan Penggunaan Pengukuran Penambahan Nilai
Perusahaan Sebagai Kriteria Untuk Membentuk Suatu
Portofolio
1.
Berbagai kasus baik di dalam negeri maupun di luar negeri membuktikan
bahwa berbagai praktik “income smoothing”, membuat EPS dan penilaian
kinerja keuangan konvensional lainnya menjadi tidak efektif untuk menilai
perusahaan. Berbagai kasus seperti Enron, WorldCom, Xerox di luar negeri,
dan berbagai kasus di negeri sendiri walaupun tidak secara terbuka
26
diungkapkan menguatkan kesimpulan bahwa angka-angka yang ditampilkan
dalam laporan keuangan kurang dapat dipercaya. Hal ini tentu saja tidak
berlaku menyeluruh, data dari laporan keuangan pada perusahaan yang
dengan benar menerapkan good corporate governance tentu saja dapat
menjadi informasi yang berguna dalam menentukan nilai dan kinerja
perusahaan.
2.
Perlunya suatu alat ukur yang berbeda yang dapat digunakan dan diandalkan
untuk memilih investasi yang menguntungkan. Alat ukur konvensional,
seperti ROI, ROE, NI dan kondisi arus kas selama ini digunakan untuk
menentukan alokasi asset dalam proses investasi. Pengembangan dari alat
ukur konvensional, yang menggunakan perhitungan residual income sebagai
acuan diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan alat ukur konvensional.
Walaupun, pada kenyataannya baik alat ukur konvensional maupun alat ukur
masih sangat tergantung kepada akurasi data akuntansi yang disajikan.
2.5
Portfolio Performance Evaluation
Menilai kinerja portofolio tidak hanya menghitung return dari portofolio itu
saja, ada berbagai langkah lain yang harus dilakukan, misalnya melakukan
adjustment atas resiko yang ada pada investasi tersebut, dilanjutkan dengan teknik
performance attribution (seperti asset allocation decision dan sector dan security
selection), dan analisa style. Dalam tesis ini, langkah evaluasi yang dilakukan hanya
27
sampai adjustment atas resiko. Kegiatan evaluasi yang berkaitan dengan kinerja
manajer tidak menjadi pokok bahasan dalam tesis ini.
Time Weighted Return versus Dollar Weighted Return
Rate of return dari suatu investasi adalah total keuntungan yang diperoleh
dibandingkan dengan jumlah investasi awal. Keuntungan harus mencakup semua
cash yang diterima maupun yang masih dalam bentuk capital gain dan belum
direalisasi. Dalam perhitungan dengan metode dollar-weighted return, semua saham
yang dimiliki diperhitungkan keuntungannya masing-masing. Lain halnya dengan,
metode time-wighted return, metode ini tidak memperhitungkan jumlah saham yang
dikuasai. Masing-masing metode memiliki kegunaan sendiri. Metode time-weighted
return misalnya biasa digunakan oleh manajemen dana pensiun, karena manajer tidak
mempunyai control terhadap kapan dana diinvestasikan dan kapan dana ditarik,
sehingga jumlah dana yang diinvestasikan bisa sangat bervariasi. Sementara pada
metode dollar-weighted return, semua keuntungan diperhitungkan, dan ini
merupakan metode yang paling umum digunakan. Dalam tesis ini yang dipergunakan
adalah dollar-weighted namun karena portofolio yang dibuat terdiri dari masingmasing satu saham, maka tidak akan ada perbedaan antara dollar-weighted dan timeweighted return.
2.5.1
Arithmetic versus Geometric Averages
Perhitungan arithmetic average, adalah perhitungan rata-rata yang sangat
sederhana. Rumus umum untuk arithmetic average dengan n data, adalah total nilai
28
semua data dibagi dengan n ( x ); (Sumber :Robert D. Mason et al, 1996, Statistical
Techniques in Business and Economics).
n
x=
∑x
1
n
Geometric average berdasarkan pada prinsip compounding, dimana keuntungan yang
diperoleh kembali diinvestasikan. Geometric average selalu lebih kecil daripada
arithmetic average. Perbedaan antara kedua teknik semakin besar dengan semakin
besarnya variabilitas return untuk tiap-tiap periode.
Geometric average dirumuskan sebagai:
1 + rG = [(1 + r1)(1 + r 2)...(1 + rn)]
1/ n
Tesis
ini
pada
umumnya
akan
menggunakan
geometric
average
dalam
memperhitungkan return portofolio.
2.5.2
Metode-metode Konvensional
Untuk menilai kinerja dari portofolio, langkah pertama adalah menentukan
rata-rata imbal hasil, selanjutnya adalah melakukan adjustment terhadap imbal hasil
berdasarkan resikonya. Setelah tahap ini, imbal hasil sudah dapat dibandingkan
dengan imbal hasil dari investasi lain yang memiliki tingkat resiko yang mirip.
Metode konvensional ini mulai ditinggalkan karena performansi portofolio yang
dihitung dengan metode konvensional menunjukkan kinerja yang negative. Hal ini
29
terutama diakibatkan oleh tingginya biasa transaksi dan riset, yang tidak dapat
ditutupi oleh imbal hasil dari portofolio terutama bila pasar sudah sangat efisien (lihat
Reilly et al, 2003). Metode baru seperti M2 menyempurnakan metode-metode
konvensional.
2.5.2.1 Sharpe’s Measure
Metode ini membagi average excess return dari suatu portofolio dengan
standard deviasi dari return tersebut pada suatu periode (Reilly et al, 2003). Metode
ini mengukur tingkat pengembalian terhadap total volatility (keseluruhan resiko).
Sharpe’s measure dirumuskan sebagai berikut: (rP − r f )
σP
2.5.2.2 Treynor’s Measure
Mirip dengan Sharpe’s measure, tetapi Treynor hanya memperhitungkan
systematic risk saja, dan bukan total risk seperti sharpe’s (Reilly et al, 2003).
Treynor’s measure secara matematis adalah: (rP − r f )
βP
2.5.2.3 Jensen’s Measure
Jensen mengukur rata-rata return dari portofolio yang berada diatas atau
dibawah yang angka yang diprediksi oleh CAPM. Jensen’s measure dengan kata lain
adalah nilai alpha portofolio (Reilly et al, 2003).
Portofolio alpha= αP = rP −
[
rf
(
+ β P rM − r f
)]
30
2.5.2.4 Information Ratio
Sering disebut juga sebagai appraisal ratio, rasio ini membandingkan antara
alpha suatu portofolio dengan resiko nonsystematic, yang dikenal juga sebagai
tracking error. Rasio ini mengukur berapa return abonormal per unit resiko yang bisa
dieliminasi bila dibandingkan dengan market index portofolio (Selected Topics in
Equity Portfolio Management, Frank J. Fabozzi, 1998).
Secara matematis dirumuskan sebagai: αP
2.5.3
σ (eP )
M2 Measure
Kelemahan metode konvensional, umumnya tidak mudah untuk dimengerti,
seperti Sharpe’s misalnya, walaupun unggul karena dapat digunakan untuk
meranking kinerja beberapa portofolio, tetapi sebagai angka tersendiri sulit
mengartikan rasio tersebut. Bermula dari rasio ini, Leah Modigliani dan Franco
Modigliani, menyempurnakan dan mempopulerkannya sebagai M2. Sebagaimana
Sharpe, Modigliani menggunakan total volatility sebagai ukuran resiko, dan resiko
portofolio diadjust sehingga sama dengan resiko pasar dengan menambahkan atau
menjual sekuritas bebas resiko (metode capital market line). Setelah resiko
disesuaikan, return dapat dibandingkan secara langsung, karena baik pasar maupun
portofolio yang telah disesuaikan telah memiliki resiko yang sama (Reilly et al,
2003).
Secara matematis dituliskan sebagai M2= rP ∗ − rM
31
Dalam tesis, ini tidak dilakukan analisa non konvensional, karena bukan
merupakan fokus utama dari penelitian.
Download