TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir, seperti dasar teori tentang box girder, balance cantilever, metode launching gantry, metode traveller, waktu pelaksanaan proyek; yang terdiri dari jaringan kerja, bar chart, dan kurva S; Work Breakdown Structure (WBS), estimasi biaya proyek, dan jenis-jenis biaya proyek. 2.1. Box Girder Girder merupakan suatu struktur dalam jembatan atau fly over yang berfungsi sebagai penghubung antara struktur atas dan bawah, dengan kata lain girder berfungsi sebagai penyangga pelat diatasnya. Hal ini membuat girder menjadi elemen konstruksi jembatan yang sangat penting (Cahyadi dan Dwinata, 2012, hlm. II-1). Pada umumnya girder berbentuk balok I, namun seiring dengan perkembangan zaman dibuat girder dengan bentuk box. Box girder merupakan balok yang memiliki lubang ditengahnya, lihat gambar 2.1. Box girder biasa digunakan dalam pembangunan fly over yang mempunyai fungsi untuk menahan beban yang besar yang berada di atasnya. Box girder digunakan untuk menggantikan balok girder yang bertujuan untuk menghemat material dan membuat efesiensi dimensi, maka dibuat box girder tanpa mengurangi fungsi dari girder tersebut. Jika digunakan balok girder, dimensi balok harus diperbesar dan berat sendirinya pun bertambah besar. Selain dapat menghemat material, lubang pada box girder juga berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengecekkan. Pada pekerjaan box girder tidak dibuat deck slab, karena deck slab sudah menyatu dengan box girder. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Seiring dengan berjalannya waktu, fungsi box gireder semakin berkembang dan menjadi ciri atau identitas dari jembatan atau fly over tersebut. Berikut ini adalah gambar I girder dan box girder. (a) (b) Gambar 2.1 (a) I Girder, (b) Box Girder 2.2. Balance Cantilever balanced cantilever yaitu dengan membuat segmen box girder dengan menyeimbangkan antara sisi kanan dan sisi kiri dengan ditopang oleh satu pier agar tidak terjadi guling karena momen akibat girder (Akbar dan Larasati, 2012, hlm. 31). Menurut penjelasan yang disebutkan dapat dipahami bahwa balance cantilever system ini dibuat untuk berfungsi sebagai alternatif agar mendapatkan ketepatan waktu dan biaya suatu pekerjaan konstruksi. Serta meminimalisir mobilisasi atau aktifitas yang berada di bawah bentang jembatan atau fly over. Perbedaan antara sistem balance cantilever precast segment dengan cast in site balance cantilever adalah metode pekerjaannya saja, tidak mempengaruhi perkuatan segmen box girder tersebut. Berikut adalah penjelasan dari metode balance cantilever sistem launching gantry dan traveller. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK 2.3. Metode Launching Gantry Metode launcing gantry adalah metode pemasangan segmen box girder precast yang dilakukan dengan mengangkat segmen box girder dari bawah bentang jembatan atau fly over yang kemudian dipasangkan pada bentang tersebut dengan tujuan untuk menyambung struktur atas jembatan atau fly over. Keuntungan dari metode launching gantry ini adalah waktu pengerjaan pada saat erection lebih cepat karena pembuatan segmen dilakukan di tempat lain. Kekurangan dari metode launching gantry ini adalah sebagai berikut : Mengganggu mobilitas atau aktifitas yang ada di bawah bentang jembatan atau fly over karena dipastikan menggunakan daerah bawah bentang. Terbatasnya jarak bentang antar pier dengan jarak maksimum 50 meter. Adanya risiko-risiko pekerjaan, seperti tergulingnya girder saat proses pengangkatan karena penempatan yang tidak seimbang, patahnya girder saat diangkat, dll. Pada dasarnya pekerjaan pemasangan box girder precast adalah sebagai berikut : (Sumber : Dokumen Penulis) Gambar 2.2 Flowchart Pemasangan Box Girder Precast Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Gambar 2.3 merupakan contok aplikasi penggunaan alat gantry launcher. (Sumber : Dokumen Penulis Juli 2012) Gambar 2.3 Contoh Aplikasi Alat Gantry Launcher 2.4. Metode Traveller pengecoran cast in situ maka pelaksanaan pengecoran untuk masing-masing segmen box girder memerlukan alat bantu. Alat bantu tersebut dinamakan traveller, yaitu alat yang digunakan untuk menopang/menggantung formwork guna pengecoran box girder. (Akbar dan Larasati, 2012, hlm. 25) !"#$%&#$' (acuan dan perancah) atau bekisting adalah suatu konstruksi pembantu yang bersifat sementara yang merupakan cetakan / mal (beserta pelengkapnya) pada bagian samping dan bawah dari suatu konstruksi beton yang dikehendaki. Traveller formwork berarti bekisting berjalan, bekisting yang difungsikan berulang kali pada pekerjaan segmental, difungsikan sebagai penggantung atau penopang bekisting serta penggerak bekisting untuk pengecoran ( Ada beberapa jenis metode pekerjaan traveller formwork, secara garis besar dibagi menjadi traveller dengan sistem pergerakan manual dan traveller Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK dengan sistem pergerakan hidrolis. Dari kedua jenis traveller tersebut mempunyai prinsip pengerjaan yang sama yaitu berfungsi sebagai penopang dan penggerak formwork, yang membedakan ialah sistem gerak traveller-nya. Traveller manual digerakan secara manual, yaitu ditarik manual dengan bantuan chain block. Sedangkan traveller hidrolis digerakan secara hidrolis, yaitu dengan menggunakan bantuan alat penggerak hidrolic jack, lihat gambar 2.4. (a) (b) (Sumber : Dokumen Penulis Juli 2012) Gambar 2.4 (a) Traveller Hidrolis, (b) Traveller Manual Gambar 2.5 merupakan contoh aplikasi penggunaan alat traveller. (Sumber : Dokumen Penulis Juli 2012) Gambar 2.5. Contoh Aplikasi Alat Traveller Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK 2.5. Waktu Pelaksanaan Proyek Waktu pelaksanaan adalah alat manajemen yang digunakan untuk mengatur pelasksanaan tiap pekerjaan sehingga proyek dapat selesai tepat pada waktunya. Waktu pelaksanaan terdiri dari Jaringan Kerja (Network Planning), Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule), dan Kurva S (S Curve). 2.6. Jaringan Kerja Pengelola proyek selalu ingin mencari metode yang dapat meningkatkan kualitas perencanaan dan pengendalian untuk menghadapi jumlah kegiatan dan kompleksitas proyek yang cenderung bertambah. Oleh karena itu, diperlukan jaringan kerja secara sistematis, analitis, dan ekonomis. Berikut akan dibahas dua metode jaringan kerja yaitu Metode Jalur Kritis (Critical Path Method CPM) dan Metode Preseden Diagram (Precedence Diagram Method PDM). 2.6.1 CPM (Chritical Path Method) atau AOA (Activity on Arrow) Kegiatan digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua peristiwa (event), yaitu peristiwa i dan peristiwa j. Nama dan durasi kegiatan ditulis di atas dan di bawah anak panah. Ekor anak panah (titik i) sebagai awal kegiatan dan ujung panah (titik j) sebagai akhir kegiatan. (Sumber: Modul Ajar Manajemen Konstruksi 1, th.2002, hal.100 Gambar 2.6 Jaringan Kerja CPM atau AOA Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Berikut ini merupakan simbol-simbol yang digunakan dalam jaringan kerja CPM atau AOA. Simbol Tabel 2.1 Simbol dalam Jaringan Kerja CPM atau AOA Nama Simbol Simbol peristiwa / kejadian (event) Simbol kegiatan (activity) Simbol kegiatan semu (dummy) Keterangan Peristiwa menunjukkan waktu mulainya /selesainya suatu kegiatan dan tidak mempunyai jangka waktu. Kegiatan membutuhkan jangka waktu (durasi). Kegiatan yang berdurasi nol. (Sumber: Modul Ajar Manajemen Konstruksi 1, th.2002, hal.100) Persyaratan yang digunakan dalam pembuatan jaringan kerja CPM atau AOA dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Persyaratan dalam Jaringan Kerja CPM atau AOA No. 1 Simbol Keterangan Setiap kegiatan harus mempunyai suatu event awal (i) dan suatu event akhir (j). Setiap event harus paling sedikit satu 2 kegiatan yang mendahului, kecuali untuk event pertama. 3 4 Setiap event terakhir harus mempunyai paling sedikit satu aktivitas. Dua event hanya bisa dihubungkan dengan satu kegiatan. Dalam suatu jaringan kerja hanya boleh 5 ada satu event terawal dari satu event terakhir. (Sumber: Modul Ajar Manajemen Konstruksi 1, th.2002, hal.101) Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Berikut ini merupakan cara pembacaan hubungan antar kegiatan pada metode CPM atau AOA. No. Simbol Keterangan Kegiatan paralel. Kegiatan B dimulai 1 setelah kegiatan A selesai. 2 Tabel 2.3 Cara Membaca Hubungan antar Kegiatan Kegiatan yang memancar. Kegiatan B dan C dapat dimulai setelah kegiatan A selesai. Kegiatan yang memusat. Kegiatan C 3 dapat dimulai setelah kegiatan A dan B selesai. Kegiatan C dapat dimulai setelah 4 kegiatan A dan B selesai. Kegiatan D dapat dimulai setelah kegiatan B selesai. (Sumber: Modul Ajar Manajemen Konstruksi 1, th.2002, hal.102) Dalam jaringan kerja CPM atau AOA terdapat 2 jenis kejadian antara lain: a. EET (Earliest Event Time) atau Peristiwa Paling Awal EET adalah waktu atau saat suatu kejadian paling cepat dapat terjadi. Manfaat EET adalah untuk mengetahui saat paling awal mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari peristiwa yang bersangkutan. b. LET (Latest Event Time) atau Peristiwa Paling Akhir LET adalah waktu atau saat suatu kegiatan paling lambat harus terjadi. Manfaat LET adalah untuk mengetahui saat paling akhir atau paling lambat mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari peristiwa yang bersangkutan. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK (Sumber: Modul Ajar Manajemen Konstruksi 1, th.2002, hal.105) Gambar 2.7 EET dan LET Suatu Kegiatan Dimana: EETi = (Earliest Event Time) waktu mulai paling cepat dari event i LETi = (Latest Event Time) waktu mulai paling lambat dari event i dij = durasi untuk melaksanakan kegiatan antara event i dan event j EETj = (Earliest Event Time) waktu mulai paling cepat dari event j LETj = (Latest Event Time) waktu mulai paling lambat dari event j Untuk mengetahui lamanya waktu suatu kegiatan atau pekerjaan terdapat 2 jenis perhitungan waktu, yaitu perhitungan maju untuk menghitung EET dan perhitungan mundur untuk menghitung LET. a. Perhitungan Maju untuk Menghitung EET EETj = (EETi + dij) max Dimana : EETi = (Earliest Event Time) waktu mulai paling cepat dari event i EETj = (Earliest Event Time) waktu mulai paling cepat dari event j dij = durasi untuk melaksanakan kegiatan antara event i dan event j Prosedur menghitung waktu mulai tercepat (EET) yaitu : Tentukan nomor dari peristiwa-peristiwa dari kiri ke kanan, mulai dari peristiwa nomor 1 berturut-turut sampai dengan nomor maksimal. Tentukan nilai EETi untuk peristiwa nomor satu (paling kiri) sama dengan nol. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Selanjutnya dapat dihitung nilai EETj peristiwa-peristiwa berikutnya dengan rumus di atas. Apabila terdapat beberapa kegiatan (termasuk dummy) menuju maksimum. atau dibatasi oleh peristiwa yang sama, maka diambil nilai EET j yang b. Perhitungan Mundur untuk Menghitung LET LETi = (LETj dij) min Dimana: LETi = (Latest Event Time) waktu mulai paling lambat dari event i LETj = (Latest Event Time) waktu mulai paling lambat dari event j dij = durasi untuk melaksanakan kegiatan antara event i dan event j Prosedur menghitung waktu mulai paling lambat (LET) yaitu : Lakukan prosedur menghitung waktu mulai tercepat (EET). Tentukan nilai LETj sama dengan nilai EETj pada peristiwa nomor maksimal (paling kanan). Selanjutnya dapat dihitung nilai LET i peristiwa-peristiwa sebelumnya dengan rumus di atas. Apabila terdapat beberapa kegiatan (termasuk dummy) dibatasi oleh peristiwa yang sama, maka diambil nilai LET i yang minimum. Float atau slack atau waktu ambang adalah waktu penundaan/waktu keterlambatan dalam pelaksanaan suatu kegiatan tanpa mempengaruhi waktu penyelesaian proyek. Float merupakan batas toleransi keterlambatan pada suatu proyek yang terjadi pada lintasan non-kritis. Float berfungsi untuk mengoptimalisasi waktu atau alokasi sumber daya atau sejumlah waktu yang menyatakan batas waktu dimana kejadian itu dapat atau boleh terjadi tanpa mempengaruhi selesainya proyek. Terdapat 3 (tiga) jenis float, yaitu Total Float, Free Float, dan Independent Float. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK a. Total Float (TF) Total float adalah jumlah waktu yang diperkenankan untuk suatu kegiatan boleh ditunda atau terlambat, tanpa mempengaruhi jadwal pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Nilai float total suatu kegiatan sama dengan waktu paling akhir terjadinya peristiwa berikutnya (LETj) dikurangi durasi kegiatan yang bersangkutan (dij), dikurangi waktu paling awal terjadinya peristiwa terdahulu i). (EET TF = LETj dij EETi Kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai float total tertentu (tidak sama dengan nol), maka pelaksanaan kegiatan tersebut dalam jalur yang bersangkutan dapat ditunda atau diperpanjang sampai batas tertentu, yaitu sampai float total sama dengan nol, tanpa mempengaruhi selesainya jadwal proyek secara keseluruhan. Dengan kata lain, kegiatan tersebut dapat ditunda pelaksanaannya selama sebesar nilai float tersebut. Kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai float total sama dengan nol, berarti kegiatan tersebut tidak boleh ditunda pelaksanaanya atau terlambat sama sekali. Penundaan kegiatan yang mempunyai nilai float total sama dengan nol, akan menyebabkan keterlambatan pada waktu penyelesaian proyek. Kegiatan inilah yang disebut kegiatan kritis. b. Free Float (FF) Free float suatu kegiatan adalah jumlah waktu yang diperkenankan untuk suatu kegiatan boleh ditunda atau terlambat, tanpa mempengaruhi atau menyebabkan keterlambatan pada kegiatan berikutnya. Nilai float bebas suatu kegiatan dapat dihitung dengan rumus; waktu mulai paling awal kegiatan berikutnya (successor) dikurangi durasi kegiatan, dikurangi waktu mulai paling awal kegiatan yang dimaksud. FF = EETj dij EETi Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK c. Independent Float (IF) Independent float adalah bila suatu kegiatan menggunakan sebagian dari IF (sisa waktu sebagai akibat selisih float total dan float bebas) sehingga kegiatan nonkritis berikutnya pada jalur tersebut perlu dijadwalkan lagi (digeser) meskipun tidak sampai mempengaruhi penyelesaian proyek secara keseluruhan. Float interferen adalah selisih waktu antara float total dengan float bebas. IF = TF FF Lintasan kritis, yaitu : a. Lintasan terpanjang b. Nilai EET = LET c. Nilai Total Float = Nilai Free Flot = 0 2.6.2 PDM (Precedence Diagram Method) atau AON (Activity on Node) Menurut Iman Soeharto dalam Manajemen Proyek th.1995 halaman 242, Precedence Diagram Method adalah jaringan kerja yang termasuk klasifikasi Activity on Node. Kegiatan dan peristiwa pada PDM ditulis dalam node yang berbentuk segi empat, sedangkan anak panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Adapun peristiwa merupakan ujungujung kegiatan. Setiap node mempunyai dua peristiwa, yaitu peristiwa awal dan akhir. Ruangan dalam node dibagi menjadi kompartemen-kompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari kegiatan dan peristiwa yang bersangkutan dan dinamakan atribut. Beberapa atribut yang sering dicantumkan di antaranya adalah kurun waktu kegiatan (D), identitas kegiatan (nomor dan nama), mulai dan selesainya kegiatan (ES, LS, EF, LF dan lain-lain). Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK (Sumber : Manajemen Proyek, Iman Soeharto, th.1995, hal.242) Gambar 2.8 Denah Yang Lazim Pada Node PDM Konstrain menunjukan hubungan antar kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikutnya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua node. Karena setiap node memiliki dua ujung yaitu ujung awal atau mulai = (S) dan ujung akhir atau selesai = (F), maka ada 4 macam konstrain yaitu awal ke awal (SS), awal ke akhir (SF), akhir ke akhir (FF) dan akhir ke awal (FS). Pada garis konstrain dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau terlambat tertunda (lag). Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah hari, maka penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut: c. Konstrain Selesai ke Mulai FS Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai FS(i-j) = a yang berarti kegiatan (j) mulai a hari, setelah kegiatan yang mendahuluinya (i) selesai. Proyek selalu menginginkan besar angka a sama dengan 0 kecuali bila dijumpai hal-hal tertentu, seperti akibat iklim yang tak dapat dicegah, proses kimia atau fisika saat pengeringan adukan semen, atau seprti mengurus perizinan. Jenis konstrain ini identik dengan kaidah utama jaringan kerja CPM, yaitu suatu kegiatan dapat mulai bila kegiatan yang mendahuluinya (predecessor) telah selesai. d. Konstrain Mulai ke Mulai SS Memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu. Atau SS(i-j) = b yang berarti suatu kegiatan (j) Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK mulai setelah b hari kegiatan terdahulu (i) mulai. Konstrain semacam ini terjadi bila sebelum kegiatan terdahulu selesai 100%, maka kegiatan (j) boleh mulai. Atau kegiatan (j) boleh mulai setelah bagian tertentu dari kegiatan (i) selesai. Besar angka b tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan terdahulu, karena per definisi b adalah sebagian dari kurun waktu kegiatan terdahulu. Jadi di sini terjadi kegiatan tumpang tindih. e. Konstrain Selesai ke Selesai FF Memberikan penjelasan hubungan antara selesainya suatu kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Atau FF(i-j) = c yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah c hari kegiatan terdahulu (i) selesai. Konstrain semacam ini mencegah selesainya suatu kegiatan mencapai 100%, sebelum kegiatan yang terdahulu telah sekian (= c) hari selesai. Besar angka c tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan yang bersangkutan (j). f. Konstrain Mulai ke Selesai F Menjelaskan hubungan antara selesainya kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu. Dituliskan dengan SF(i-j) = d, yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah di hari kegiatan (i) terdahulu mulai. Jadi dalam hal ini sebagian dari porsi kegiatan terdahulu harus selesai sebelum bagian akhir kegiatan yang dimaksud boleh diselesaikan. Gambar 2.9 merupakan cara penulisan konstrain pada PDM, yaitu dicantumkan di atas anak panah yang menghubungkan dua kegiatan. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Catatan : b dan d disebut lead time a dan c disebut lag time (Sumber : Manajemen Proyek, Iman Soeharto, th.1995, hal.244) Gambar 2.9 Konstrain pada PDM Kadang-kadang dijumpai satu kegiatan memiliki hubungan konstrain dengan lebih dari satu kegiatan seperti ditunjukkan oleh gambar 2.10. (Sumber : Manajemen Proyek, Iman Soeharto, th.1995, hal.244) Gambar 2.10 Satu Kegiatan Mempunyai Hubungan Konstrain dengan Lebih dari Satu Kegiatan Atau terdapat juga suatu multikonstrain, yaitu dua kegiatan dihubungkan oleh lebih dari satu konstrain seperti pada gambar 2.11. (Sumber : Manajemen Proyek, Iman Soeharto, th.1995, hal.244) Gambar 2.11 Multikonstrain Antar Kegiatan Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Jadi, dalam menyusun jaringan PDM khususnya menentukan urutan ketergantungan, mengingat adanya bermacam konstrain di atas, maka lebih banyak faktor harus diperhatikan dibandingkan CPM. Faktor ini dapat dikaji misalkan dengan menjawab berbagai pertanyaan seperti: Kegiatan mana boleh mulai, sesudah kegiatan tertentu A selesai, berapa lama jarak waktu antara selesainya kegiatan A dengan mulainya kegiatan berikutnya. Kegiatan mana harus diselesaikan, sebelum kegiatan tertentu B boleh mulai, dan berapa lama tenggang waktunya. Kegiatan mana harus mulai sesudah kegiatan tertentu C mulai dan berapa lama jarak waktunya. Dengan adanya parameter yang bertambah banyak, perhitungan untuk mengidentifikasi kegiatan dan jalur kritis akan lebih kompleks karena makin banyak faktor yang perlu diperhatikan. Untuk maksud tersebut, dikerjakan analisis serupa dengan metode AOA/CPM, dengan memperhatikan konstrain yang terkait. (Sumber : Manajemen Proyek, Iman Soeharto, th.1995, hal.246) Gambar 2.12 Menghitung ES dan EF (Sumber : Manajemen Proyek, Iman Soeharto, th.1995, hal.246) Gambar 2.13 Menghitung LS dan LF Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Hitungan maju pada metode PDM atau AON berlaku dan ditujukan untuk hal-hal berikut: Menghasilkan ES, EF dan kurun waktu penyelesaian proyek. Diambil angka ES terbesar bila lebih satu kegiatan bergabung. Notasi (i) bagi kegiatan terdahulu (predecessor) dan (j) kegiatan yang sedang ditinjau. Waktu awal dianggap nol. Menurut Iman Soeharto dalam Manajemen Proyek th.1995 hal.246, waktu mulai paling awal dari kegiatan yang sedang ditinjau ES(j), adalah sama dengan angka terbesar dari jumlah angka kegiatan terdahulu ES(i) atau EF(i) ditambah konstrain yang bersangkutan. Karena terdapat empat konstrain, maka bila ditulis dengan rumus menjadi: ES (j) = Pilih angka terbesar dari ES (i) + SS (i-j) atau ES(i) + SF(i-j) D(j) atau EF(i) + FS(i-j) atau EF(i) + FF(i-j) D(j) Angka waktu selesai paling awal kegiatan yang sedang ditinjau EF(j), adalah sama dengan angka waktu mulai paling awal kegiatan tersebut ES(j), ditambah kurun waktu kegiatan yang bersangkutan D(j). Atau ditulis dengan rumus, menjadi: EF(j) = ES(j) + D(j) Sedangkan, hitungan mundur pada metode PDM atau AON berlaku dan ditujukan untuk hal-hal berikut: Menentukan LS, LF dan kurun waktu float. Bila lebih dari satu kegiatan bergabung diambil angka LS terkecil. Notasi (i) bagi kegiatan yang sedang ditinjau sedangkan (j) adalah kegiatan berikutnya. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Hitung LF(i), waktu selesai paling akhir kegiatan (i) yang sedang ditinjau, yang merupakan angka terkecil dari jumlah kegiatan LS dan LF plus konstrain yang bersangkutan. LF (i) = Pilih angka terkecil dari LF (j) FF (i-j) atau LS (j) FS (i-j) atau LF (j) SF (i-j0 + D (i) atau LS (j) SS (i-j) + D (j) Waktu mulai paling akhir kegiatan yang sedang ditinjau LS(i), adalah sama dengan waktu selesai paling akhir kegiatan tersebut LF(i), dikurangi kurun waktu yang bersangkutan. LS(i) = LF(i) D(i) Menurut Iman Soeharto dalam Manajemen Proyek th.1995 hal.247, jalur dan kegiatan kritis PDM atau AON mempunyai sifat sama seperti CPM/AOA, yaitu: Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama ES = LS Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama EF = LF Kurun waktu kegiatan adalah sama dengan perbedaan waktu selesai paling akhir dengan waktu mulai paling awal LF ES = D Bila hanya sebagian dari kegiatan bersifat kritis, maka kegiatan tersebut secara utuh dianggap kritis. 2.7. Diagram Batang (Bar Chart) dan Kurva S Menurut Wulfram I Ervianto dalam Manajemen Proyek Kontruksi tahun 2003 hal. 162, rencana kerja yang paling sering dan banyak digunakan adalah diagram batang (bar chart). Diagram batang digunakan secara luas dalam proyek Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK konstruksi karena sederhana, mudah dalam pembuatannya dan mudah dimengerti oleh pemakai. Diagram batang adalah sekumpulan daftar kegiatan yang disusun dalam kolom arah vertikal. Kolom arah horizontal menunjukkan skala waktu. Saat mulai dan akhir kegiatan dapat terlihat dengan jelas sedangkan durasi kegiatan digambarkan oleh panjangnya diagram batang. Kurva S merupakan sebuah grafik yang menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu, dan bobot pekerjaan yang dipresentasikan sebagai presentase kumulatif dari seluruh kegiatan proyek. 2.8. Work Breakdown Structure (WBS) WBS merupakan suatu cara untuk membagi-bagi pekerjaan secara hirarkis dan logis menjadi divisi-divisi dan subdivisi-subdivisi, sampai ke bagian terkecil yang disebut dengan paket pekerjaan. WBS dibuat untuk berbagai keperluan, khususnya pengendalian biaya maupun jadwal pekerjaan. 2.9. Estimasi Biaya Proyek Estimasi biaya proyek secara umum dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu estimasi biaya kasar oleh pemilik, estimasi pendahulu oleh konsultan perencana, estimasi detail oleh kontraktor, dan estimasi sesungguhnya setelah proyek selesai. a. Estimasi Kasar oleh Pemilik (Owner) Estimasi ini dibutuhkan oleh pemilik proyek untuk memutuskan apakah proyek yang akan dilaksanakan layak dibangun atau tidak. Dalam hal ini pemilik proyek biasanya menggunakan jasa tenaga ahli untuk melakukan Studi kelayakan dari ide dasar yang muncul. Estimasi biaya yang dibuat umumnya masih dalam bentuk global dan kasar, karena perhitungan biaya hanya didasarkan pada ide Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK dasar, gambaran umum maupun pengalaman proyek sejenis, sehingga estimasi biaya yang diperoleh hanya merupakan nilai perkiraan sementara sebagai acuan apakah proyek tersebut mampu untuk dilaksanakan dalam hal ini ketersediaan dana, yang mana deviasi kesalahan masih relatif besar. b. Estimasi pendahuluan oleh Konsultan Perencana (Designer) Estimasi pendahuluan ini dilaksanakan setelah design perencanaan selesai dibuat oleh konsultan perencana, dimana estimasi yang dibuat lebih teliti dibandingkan estimasi terdahulu yang dibuat oleh pemilik proyek, sebab perhitungannya sudah berdasarkan gambar-gambar rencana dan rencana kerja & syarat-syarat (RKS) yang lengkap. Estimasi pendahuluan ini dipakai oleh pemilik proyek untuk acuan dalam mengevaluasi dan menentukan kontraktor mana yang harga penawarannya wajar mendekati estimasi. Estimasi pendahuluan di dasarkan pada desain dan masih dapat berubah, apabila ada perubahan pada desain. c. Estimasi detail oleh Kontraktor (Pelaksana) Estimasi detail dibuat oleh kontraktor dengan mengacu desain konsultan perencana yang berupa dokumen lelang, dimana estimasi yang dibuat lebih terperinci dan teliti karena sudah memperhitungkan segala kemungkinan seperti : Memperhatikan kondisi medan; Mempertimbangkan metoda pelaksanaan; Memperhitungkan stock material; Memperhatikan kemampuan peralatan kerja; Dan hal-hal lainnya yang berpengaruh terhadap estimasi biaya; Estimasi detail ini dijabarkan dalam bentuk harga penawaran yang diajukan oleh kontraktor p fixed price (harga pasti) bagi pemilik proyek setelah kontraktor ditunjuk sebagai pemenang Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK pelelangan dan Surat Perjanjian Kerja (SPK) sudah ditanda tangani. Estimasi detail ini dipakai untuk acuan dalam pelaksanaan pekerjaan proyek, seperti : Penentuan bobot item pekerjaan didasarkan pada harga satuan item pekerjaan. Pembuatan Kurva S berdasarkan bobot item yang telah dibuat dan nilai item pekerjaan. Perhitungan presentase pekerjaan didasarkan pada perbandingan antara harga item pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan harga item pekerjaan yang sama di kontrak. Pekerjaan tambah/kurang maksimum 10% juga didasarkan pada harga total kontrak. Dalam estimasi biaya detail sudah mencakup keuntungan, biaya pajak, dan overhead yang timbul selama pelaksanaan pekerjaan sehingga kontraktor dalam membuat estimasi biaya tersebut harus dilakukan dengan cermat jangan hanya mengejar kemenangan pelelangan untuk dapat pekerjaan. Demikian juga bagi pemilik proyek didalam evaluasi untuk menentukan pemenang pelelangan juga harus teliti apakah harga yang ditawarkan wajar (sesuai dengan harga acuan konsultan perencana). Untuk itu apabila ada harga yang masih meragukan biasanya kontraktor diminta datang untuk klarifikasi sebelum penunjukkan pemenang. d. Estimasi sesungguhnya setelah proyek selesai Estimasi biaya fixed price merupakan biaya yang harus dikeluarkan atau disiapkan oleh pemilik, kecuali dalam pelaksanaan pekerjaan terjadi pekerjaan tambah/kurang yang terjadi. Bagi kontraktor nilai kontrak yang telah ditanda tangani tersebut adalah nilai penerimaan yang fixed, sedangkan pengeluaran yang sesungguhnya (real cost) hanya diketahui oleh kontraktor sendiri. Nilai penerimaan dikurangi nilai real cost adalah merupakan keuntungan atau laba yang diperoleh kontraktor. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK !" dari estimasi biaya detail. Jika lebih besar maka kontraktor mengalami kerugian dan jika lebih kecil maka kontraktor untung dan ini yang diharapkan oleh kontraktor dalam pelaksanaan suatu proyek. Untuk itulah perlunya Manajemen Proyek diterapkan dalam pelaksanaan pekerjaan agar dicapai sesuai tujuan yang telah didefinisikan sejak awal. Perlu diperhatikan bahwa untuk estimasi biaya sesungguhnya kontraktor yang memegang peranan, untuk itu peranan konsultan pengawas (supervisi) sangat diperlukan sekali dalam pengawasan pekerjaan di lapangan agar pekerjaan di lapangan sesuai dengan spesifikasi yang ada di dokumen kontrak. Biaya proyek kontruksi yang dibahas pada Tugas Akhir ini hanya biaya estimasi detail yang dibuat oleh kontraktor. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam membuat estimasi biaya proyek adalah (Jauhari, 2011, hlm.21): # Menghitung volume / kuantitas pekerjaan. # Menghitung harga satuan. # Menghitung biaya langsung. 2.10. Jenis-Jenis Biaya Proyek Biaya proyek konstruksi dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah biaya yang langsung berhubungan dengan pekerjaan konstruksi / bangunan, seperti biaya bahan/material, upah buruh (man powers), dan biaya peralatan (equipments). Hal-hal yang diperlukan pada perhitungan biaya langsung, yaitu : Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK a. Bahan Bangunan Dalam menghitung biaya bangunan harus diperhatikan bahan sisa atau yang terbuang, harga loco atau franco mana, dan mencari harga terbaik yang masih memenuhi syarat dalam dokumen lelang, serta cara pembayaran kepada supplier. b. Upah Buruh Untuk menghitung upah buruh harus dibedakan apakah upah harian, upah borongan per-unit volume atau upah borongan keseluruhan. Dalam menentukan upah buruh selain tarif upahnya yang perlu diperhatikan faktor-faktor kemampuan dan kapasitas kerjanya. Perlu diantisipasi juga apakan buruh yang dipekerjakan didatangkan dari daerah sekitar lokasi proyek atau didatangkan dari daerah lain, hal ini menyangkut ongkos transport, penginapan, gaji extra, dan hal lai yang disepakati dengan buruh pada saat mulai kerja. Dalam mengupah nuruh hal yang perlu diperhatikan juga adalah undang-undang perburuhan yang berlaku pada saat itu. c. Peralatan Untuk menghitung biaya peralatan yang disewa halyang perlu diperhatikan adalah ongkos keluar masuk peralatan, ongkos operator yan menjalankan peralatan, biaya bahan bakar, dan sparepart peralatan serta biaya reparasi peralatan. Sedang untuk peralatan yang dibeli hal yang perlu diperhatikan adalah bunga investasi, depresisasi, reparasi besar, biaya pemeliharaan, dan ongkos mobilisasi peralatan. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak secara langsung berhubungan dengan pekerjaan kontruksi tetapi harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut, seperti biaya overhead, biaya tidak terduga (contingencies), dan keuntungan (profit). Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK a. Menghitung Biaya Overhead Biaya overhead digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu biaya overhead proyek dan biaya overhead kantor. Biaya overhead proyek meliputi biaya personil di lapangan, fasilitas sementara di proyek (kantor, gedung, pagar, penerangan, komunikasi, transportasi, dsb.), bank garansi, bunga bank, ijin bangunan, pajak, peralatan bantu yang umumnya habis/terbuang setelah proyek selesai,biaya pembuatan gambar bangunan nyata (as Built Drawing), kontrol kualitas (biaya pengetesan), biaya rapat, biaya pengukuran dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk kegiatan penunjang di lapangan. Overhead kantor adalah biaya untuk menjalankan suatu kegiatan proyek, seperti biaya sewa kantor, biaya fasilitas kantor, honor pegawai kantor, izin usaha, biaya prakualifikasi, biaya referensi bank dan biaya iuran anggota asosiasiasosiasi dan biaya lain yang dikeluarkan untuk kegiatan penunjang di kantor b. Menghitung Biaya Tidak Terduga Biaya tidak terduga adalah biaya untuk kejadian-kejadian yang mungkin bisa terjadi dan mungkin bisa tidak terjadi. Misalnya terjadinya banjir, tanah longsor, badai, kebakaran dan sebagainya, dimana sulit untuk memprediksi besarnya biaya tersebut tetapi harus juga diperkirakan / dianggarkan untuk hal-hal tersebut terjadi. Pada umumnya biaya tidak terduga ini diperkirakan antara 0.5% sampai 5% dari biaya total kontrak. Hal-hal yang termasuk dalam biaya tidak terduga dan mungkin bisa terjadi di dalam proyek adalah : Kesalahan. Kesalahan yang bisa terjadi oleh sebab ke-alpaan kontraktor dalam memasukkan beberapa pos pekerjaan, disebabkan gambar yang kurang lengkap. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK Ketidakpastian yang subjektif. Hal ketidakpastian ini timbul karena interpretasi subjektif terhadap isi dokumen lelang, umumnya mengenai merk suatu barang yang ditafsirkan secara subjektif sehingga akan mengakibatkan fluktuasi harga yang berbeda, maka perlu diperkirakan biaya tidak terduganya. Ketidakpastian yang objektif. Ketidakpastian tentang perlu tidaknya suatu pekerjaan dilakukan atau tidak, dimana ketidakpastian itu ditentukan oleh objek diluar kemampuan manusia, misalnya perlu tidaknyamemasang sheet pile untuk pembuatan pondasi. Dalam hal ini penggunaan sheet pile ditentukan oleh faktor tinggi rendahnya muka air tanah pada waktu pondasi dibuat. Variasi efesiensi. Variasi efesiensi dari sumber daya yaitu efesiensi dari buruh, peralatan, dan material yang bisa terjadi pada suatu proyek. Efesiensi yang bisa kita laksanakan akan sangat berpengaruh terhadap biaya tidak terduga dan akan menambah keuntungan. Diusahakan dalam setiap pelaksanaan proyek variasi efesiensi sekecil mungkin. Menghitung keuntungan. Keuntungan adalah hasil jerih payah dari keahlian ditambah hasil dari faktor resiko. Yang tidak termsuk keuntungan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek, sedang resiko adalah satu-satunya biaya yang dapat kita tambah atau kita kurangi, maka unutk memenangkan suatu pelelangan faktor keuntungan iniyang biasanya dikurangi. Seberapa jauh kita bisa mengurangi faktor resiko dan faktor keuntungan dapat dipelajari dengan strategi pelelangan, makin sering kita mengikuti pelelangan maka kita tahu strategi dan standard biaya untuk pelaksanaan sehingga kita Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja TU A AR D TEK PL PLTEK KE ER BAKDUK dapat mengurangi faktor-faktor tersebut, tetapi dari pos pekerjaan yang lain kita bisa dapat tambahan. Bagi kontraktor faktor keuntungan ini yang diharapkan walaupun ada resiko yang harus ditanggung, jadi pos keuntungan darus ada dalam setiap penawaran yang diajukan oleh kontraktor dan besarnya keuntungan harus ada dalam setiap penawaran yang diajukan oleh kontraktor dan besarnya keuntungan tersebut tidak secara implisit kelihatan besar nilainya dan kontraktor sendiri yang tahu berapa besarnya keuntungan yang diperoleh. Arul Abar, Bunga Au Lara a, Prncanaan Mod rja