37 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2010, di KKLD G.Sulat-G.Lawang Kabupaten Lombok Timur, seperti Gambar 4 berikut : Gambar 4. Lokasi Penelitian Pemanfaatan Ruang KKLD G.Sulat-G.Lawang Metode penelitian menggunakan metode survai dengan penekanan pada eksplorasi dan eksplanasi hubungan antar faktor ekologi dan sosial ekonomi. Dalam kerangka penelitian survai, pemilihan indikator yang relevan dengan tujuan penelitian menjadi sangat penting. Pemilihan indikator bersifat dinamik mencakup indikator references (reference indicators) dan indikator kritis (critical indicators) untuk sistem ekologi dan sosial ekonomi di G.Sulat-G.Lawang. 3.2. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini meliputi kegiatan inventarisasi data, pengumpulan data, analisis, dan sintesis yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap Identifikasi Kondisi Eksisting G.Sulat-G.Lawang, meliputi pengumpulan data/informasi menyangkut kondisi potensi sumberdaya dan jasa lingkungan, bentuk pemanfaatan ruang, batas-batas zona serta pemasalahan yang ada. 38 2. Tahap Evaluasi Zona yaitu penetapan zona berdasarkan kriteria kesesuaian di kawasan konservasi, meliputi zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona lainnya yang menghasilkan peta batas-batas zona dan sub zona. 3. Tahap Analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung yang menghasilkan peta kesesuaian lahan pemanfaatan kawasan konservasi. Analisis ekonomi menyangkut analisis valuasi ekonomi sumberdaya. Analisis sosial menyangkut jumlah serapan tenaga kerja dalam setiap pemanfaatan. 4. Tahap Penilaian Optimasi Pemanfaatan Ruang yang menghasilkan peta optimasi pemanfaatan ruang kawasan yang paling optimal. 5. Tahap Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi yang menghasilkan atribut-atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan kawasan secara berkelanjutan. 6. Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang yang menghasilkan rekomendasi model pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan. Tahapan-tahapan tersebut membentuk alur kegiatan penelitian yang akan dilakukan sebagaimana terlihat pada Gambar 5 berikut : Data Spasial Sumberdaya Data Pemanfaatan Zonasi KKLD Analisis Kesesuaian Ekologis Analisis Daya Dukung Analisis Optimasi Analisis Daya Dukung Gambar 5. Tahapan Kegiatan Penelitian 39 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Sumber Data dan Prosedur Penelitian Data primer meliputi data biofisik dan sosial ekonomi, dilakukan melalui observasi langsung di lapangan. Pengumpulan data ekologi menggunakan pendekatan in-situ dengan metode sampling bio-ekologis untuk parameter kawasan konservasi. Data sosial ekonomi menggunakan teknik cluster random sampling pada tingkat unit rumahtangga dan non probability sampling untuk unit desa. Pendekatan partisipatif juga dilakukan untuk mengeksplorasi harapan masyarakat sekitar kawasan dengan teknik Focus Group Discussion (FGD). 3.3.2. Karakteristik Biofisik dan Sosial Ekonomi Parameter biofisik dan sosial ekonomi yang diamati adalah : Tabel 3. Jenis data biofisik yang diukur No. Parameter A. Fisika-Kimia BOD5 (mg/l) COD (mg/l) Oksigen terlarut (mg/l) Amonia (mg/l) pH o Salinitas ( /oo) o Suhu ( C) Kekeruhan (NTU) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. B. C. Biologi/Non-biologi Tutupan terumbu karang (%) 2. Kerapatan dan Luasan mangrove 3. Luasan pantai 2 berpasir (m ) 4. Jenis ikan 1. 1. 2. 3. Hidrooseanografi Kecerahan (m) Pasang surut (m) Kecepatan arus (cm/det) Stasiun Baku I.......XIV mutu*) Alat/Metode Keterangan 10 >5 Titrasi Titrasi DO meter Lab Lab Insitu 2 6.5 - 8.5 Alami Alami 5 Spektrofotometer pHmeter Refraktometer Termometer Turbidimeter Lab In situ In situ Insitu Insitu - - Meteran/Line Intercept Transect Meteran/Transek garis Meteran In situ /Data sekunder In situ/Data sekunder In situ - - Data Sekunder >6 - Secchi disk - - - In situ Data Sekunder In situ Layang-Layang Arus, kompas dan Stopwach 4. Kedalaman air Tali penduga & In situ (m) meteran *) Keterangan: = Baku Mutu Wisata Bahari (Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004). 40 Tabel 4. Jenis data sosial ekonomi dan kelembagaan N o KOMPONEN DATA 1 Karakteristik . sosial dan budaya masyarakat 2 Operasional . usaha wisata bahari 3 Kelembagaan . 4 Profil . Wisatawan ATRIBUT Pemanfaatan SDA, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari, persepsi dan perilaku masyarakat terhadap wisatawan, pengetahuan tentang ekowisata, jumlah dan pertumbuhan penduduk, konflik, etnis, nilai budaya lokal, dan kualitas hidup masyarakat. Profil usaha wisata bahari, modal dan biaya operasional, harga produk wisata, permintaan dan penawaran produk wisata, upah & tenaga kerja, promosi, cottage/hotel, manajemen wisata, dermaga, sarana penunjang, peralatan wisata, keselamatan, jenis dan penanganan limbah. Regulasi Gili sulat-Gili Lawang, aturan formal, pembagian peran stakeholders terkait (pemerintah, swasta dan masyarakat), aturan adat/kelompok, lembaga ekonomi, regulasi usaha wisata, izin tinggal, infrastruktur penunjang, penegakan hukum Karakteristik personal wisatawan, perjalanan turis dan motivasi berkunjung ke G. Sulat-G. Lawang, persepsi dan perilaku wisatawan, penilaian ekonomi terhadap obyek wisata dan biaya yang dikeluarkan, penilaian terhadap pelayanan dan ketersediaan infrastruktur, dan jumlah wisatawan SUMBER/METODE PENGUMPULAN DATA Data primer dan sekunder Wawancara dan studi literatur Data primer Wawancara dan pengamatan Data primer dan sekunder Wawancara dan studi literatur Data primer sekunder Wawancara dan No KOMPONEN DATA SEKUNDER Cara Analisis 1 Arc. View. 3.3 BTIC/LAPAN Citra Landsat 7 ETM+ P.106/R.064 (liputan terakhir) 2 Peta Peta Rupa Bumi Peta Topografi Peta Batimetri Peta LPI Peta Wilayah Administratif Peta Pemanfaatan Lahan 3 Buku Laporan RTRW, Propeda, Renstra, Administrasi dan Pemerintahan, Kebijakan Pembangunan Sektoral dan data lainnya yang terkait SUMBER Arc. View. 3.3 Bakosurtanal Dishidros TNI-AL, Bappeda Kab Lombok Timur Bappeda, BPS, Instansi Terkait Sumber data sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan peralatan visual. Kelompok contoh dalam penelitian ini meliputi kelompok nelayan, 41 pengelola wisata, wisatawan asing, masyarakat lokal, dan pegawai instansi yang terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan instansi terkait lainnya. 3.3.3. Metode Pengambilan Data Primer dan Sekunder Kebutuhan data primer biofisk dan sebaran sumberdaya menggunakan visual survey serta pengukuran langsung dilapangan. 3.3.4. Penentuan Titik Pengamatan Lokasi pengambilan contoh vegetasi mangrove dilakukan dengan menentukan stasiun atau titik pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian. Gambar 6. Titik Stasiun Pengamatan Lamun 42 Pengambilan data lamun dilakukan dengan transek yang berbeda tergantung panjang garis pantai dengan metode RAS dan Fix Position, dilakukan di sepanjang pantai G.Sulat mulai ujung utara sampai sisi barat, sedangkan di G.Lawang mulai dari sisi barat sampai ke utara pulau. Gambar 7. Titik Stasiun Pengamatan Terumbu Karang Pengambilan data terumbu karang dilakukan terhadap karang hidup dan karang mati sesuai dengan kategori life form, menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) /garis menyinggung. Penggunaan metode transek garis menyinggung, roll meter yang digunakan sepanjang 50 m dibentangkan sejajar garis pantai pada kedalaman yang telah ditentukan. Koloni karang keras dan tipe substrat lain serta biota yang menyinggung roll meter yang dimasukkan sebagai data. Data yang di ambil adalah pertumbuhan (life form) tipe substrat dasar, 43 genus karang dan tipe substrat di daerah yang diamati. Data yang diambil dari metode ini adalah persen penutupan karang keras (% coverage of hard coral) dan tipe substrat dasar serta jenis dan jumlah genus karang keras (hard coral) yang ditemukan, menggunakan kategori menurut Gomes dan Yap (1998). Pengambilan data mangrove dilakukan dengan menggunakan perhitungan Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan suatu index untuk mengetahui tingkat kehijauan suatu areal atau menentukan tingkat persentase penutupan lahan (Yin dan William, 1997). NDVI dari citra Landsat dihitung dengan formula ((B4 – B3)/B4 + B3), dimana B4 dan B3 adalah nilai reflectan dari band 4 (near infra red, ) dan band 3 (red). Untuk mengetahui nilai NDVI setiap lokasi mangrove. Hasil penentuan lokasi mangrove tahap sebelumnya dioverlay dengan nilai NDVI. Gambar 8. Titik Stasiun Pengamatan Mangrove 44 Data sosial ekonomi menggunakan metode survei melalui teknik wawancara, dibantu daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner). Metode pengambilan contoh menggunakan metode acak berlapis/stratifikasi, yaitu pengambilan contoh dari populasi yang telah disekat menjadi beberapa kelompok, dimana pengambilan contoh pada setiap kelompok dilakukan dengan acak sederhana (Bengen, 2000). Kelompok contoh dalam penelitian ini meliputi kelompok perikanan karang, pariwisata, masyarakat nelayan, dan pegawai dari instansi yang terkait menggunakan metode purposive sampling atau dengan cara penunjukan langsung terhadap contoh dengan pertimbangan keterwakilan contoh. Total contoh (n) ditentukan dengan menggunakan persamaan (Scheaffer, et.al., 1986; Bengen, 2000) : n L N i2 i2 i 1 wi L N 2 D N i i2 i 1 Jumlah responden pada setiap kelompok ditentukan melalui persamaan : Ni ni n D = B2 4N 2 B = t / 2( no ) s _ = 2 X N Ni ni no = = = = N i i ci s no total populasi (orang) total populasi per lapisan ke-i (orang) jumlah contoh pada setiap lapisan (orang) jumlah contoh pada survei awal (orang) n 2 = ci L i 1 dimana : i (x j 1 ij xi ) 2 ni 1 = simpangan baku contoh pada lapisan ke-i wi = fraksi pengamatan yang dialokasikan pada lapisan ke-i (ni = nwi). ci = dimisalkan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengamatan satu unit di lapisan ke-i 45 Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan dengan penelitian, dipilih secara terstruktur dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat pusat dengan beragam institusi yang terkait dengan tujuan penelitian. Data sekunder juga diperoleh melalui penelurusan penelitian yang bersumber dari Instansi terkait seperti: Dinas Pariwisata Provinsi/Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/Kabupaten, Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi/Kabupaten, Bappeda Propinsi/Kabupaten, Bakosurtanal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta Perguruan Tinggi berupa laporan hasil-hasil studi dan penelitian yang sudah ada. 3.4. Analisis Data 3.4.1. Identifikasi Kondisi Ekisting KKLD G.Sulat-G.Lawang Analisis data mangrove dilakukan dengan cara pengelompokan berdasarkan kepadatan vegetasi mangrove dengan menggunakan kriteria persentase penutupan basal area atau kerapatan pohon persatuan luas. Tabel 5. Kriteria Kerapatan Vegetasi Mangrove Kepadatan Kriteria Penutupan (%) Kerapatan Padat Sedang Jarang >75 50 – 75 < 50 >1500 1000-1500 <1000 Baik Sedang Rusak Sumber : KLH, 2000 Analisis data terumbu karang dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan lifeform menurut kriteria kondisi yaitu baik, sedang dan rusak (Suharsono, 2001). Tabel 6. Kriteria Penutupan Lifeform Terumbu Karang Kriteria Penutupan Lifeform (%) Baik Sedang Rusak >75 50 – 75 < 50 Sumber : Suharsono, 2001 Estimasi potensi ikan dengan melakukan sensus ikan pada transek sepanjang 50 meter dan mengestimasi total biomas ikan pada transek, kemudian mengalikan dengan luas areal terumbu karang yang disurvei. 46 Kerusakan dan status lamun ditetapkan berdasarkan persentase luas area kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup. Tabel 7. Kriteria Kerusakan Lamun Tingkat Kerusakan Luas Area Kerusakan Tinggi Sedang Rendah ≥ 50% 30% - 49,9% < 29,9 % Sumber : DKP (2009) Tabel 8. Status Lamun Kondisi Penutupan Baik Kaya/sehat ≥ 60% Rusak Kurang sehat 30% - 59,9 % Miskin < 29,9 % Sumber : DKP (2009) 3.4.2. Analisis Kesesuaian Zonasi Arahan pemanfaatan ruang G.Sulat-G.Lawang menurut RTRW Kabupaten Lombok Timur tahun 2010 adalah sebagai kawasan pengembangan ekowisata. Oleh karena itu analisis kesesuaian yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu menilai kesesuaian kawasan yang dikaitkan dengan arahan kebijakan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam RTRW dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian ekologi, ekonomi dan sosial sehingga dilakukan evaluasi penetapan kawasan beserta sub zona didalamnya dengan mempertimbangkan parameter berdasarkan tingkat kepentingan/bobot yang paling dibutuhkan. Matriks Kesesuaian Kawasan Konservasi Laut (Yulianda, 2006) dapat dilihat pada lampiran 1. dengan kriteria penilaian sebagai berikut : KRITERIA EKOLOGI terdiri dari atribut : 1. Keanekaragaman Hayati 1.1. Ekosistem :1)Terumbu karang; 2) Lamun ;3) Mangrove, dan 4) Laguna Skor 3 : bila terdapat 4 ekosistem Skor 2 : bila terdapat 2-3 ekosistem Skor 1 : bila terdapat 1 ekosistem 47 1.2. Jenis Karang (Life Form) Skor 3 : bila terdapat > 10 life form Skor 2 : bila terdapat 6 – 9 life form Skor 1 : bila terdapat < 5 life form 1.3. Jenis Ikan Karang Skor 3 : bila terdapat > 120 jenis Skor 2 : bila terdapat 61 – 120 jenis Skor 1 : bila terdapat < 61 jenis 1.4. Jenis Lamun Skor 3 : bila terdapat > 5 jenis Skor 2 : bila terdapat 4 – 5 jenis Skor 1 : bila terdapat 1 – 3 jenis 1.5. Jenis Mangrove Skor 3 : bila terdapat > 5 jenis Skor 2 : bila terdapat 4 – 5 jenis Skor 1 : bila terdapat 1 - 3 jenis 2. Kealamian 2.1. Kondisi Terumbu Karang Skor 3 : bila tutupan karang 75 – 100% Skor 2 : bila tutupan karang 51 – 74% Skor 1 : bila tutupan karang < 50% 2.2. Kondisi Pantai Skor 3 : Tidak terdapat abrasi pantai (< 10%) Skor 2 : Abrasi pantai 10 - 50% Skor 1 : Abrasi pantai > 50% 3. Keunikan / kelangkaan jenis (1) Sebagai habitat satwa (burung atau penyu) (2) Memiliki bentuk tubir terumbu karang dengan kemiringan 90 derajat (3) Memiliki rugosity, seperti goa-goa, alur-alur, dll. (4) Memiliki spesies langka atau dilindungi Skor 3 : bila terdapat semua komponen keunikan Skor 2 : bila terdapat 2 - 3 komponen Skor 1 : bila terdapat satu komponen 4. Kerentanan Pulau 4.1. Status pulau Skor 3 : tidak berpenduduk Skor 2 : berpenduduk sementara Skor 1 : berpenduduk 48 4.2. Keterbukaan terhadap Samudera Pasifik Skor 3: terbuka dari semua sisi Skor 2: 50% terbuka Skor 1: 25% terbuka 5. Keterkaitan Pulau Skor 3 : terdapat lebih dari 3 pulau dalam gugusan Skor 2 : terdapat 2 – 3 pulau dalam gugusan Skor 1 : pulau bukan bagian dari gugus pulau KRITERIA EKONOMI terdiri dari atribut : 1. Spesies Penting (1) Terdapat ikan pelagis ekonomis penting (2) Terdapat ikan karang (kelompok target dan hias) (3) Terdapat moluska ekonomis penting (kerang, siput, gurita) (4) Terdapat ekhinodermata (teripang) (5) Terdapat krustase ekonomis penting (lobster & kepiting) (6) Terdapat rumput laut ekonomis penting Skor 3: bila memenuhi 5 - 6 komponen Skor 2: bila memenuhi 3 – 4 komponen Skor 1: bila memenuhi 1 – 2 komponen 2. Kepentingan Perikanan (1) Sebagai daerah penangkapan ikan pelagis (2) Sebagai daerah penangkapan ikan karang (3) Sebagai daerah penangkapan siput dan gurita (4) Sebagai daerah penangkapan lobster (5) Sebagai daerah penangkapan teripang (6) Sebagai daerah perikanan budidaya Skor 3 : bila memenuhi 5 - 6 kriteria Skor 2 : bila memenuhi 3 – 4 kriteria Skor 1 : bila memenuhi 1 – 2 kriteria 3. Bentuk Ancaman (1) Penggunaan bom atau sianida (2) Penggunaan jangkar perahu (3) Penggunaan belo (tongkat pendorong perahu) (4) Penggunaan tuba Skor 3 : bila memenuhi hanya 1 kriteria Skor 2 : bila memenuhi 2 – 3 kriteria Skor 1 : bila memenuhi semua kriteria 49 4. Pariwisata (1) Terdapat wisata bahari (2) Terdapat wisata pantai (3) Terdapat wisata sejarah/budaya Skor 3: bila terdapat semua komponen Skor 2: bila terdapat 2 komponen Skor 1: bila terdapat satu komponen KRITERIA SOSIAL terdiri dari atribut : 1. Tingkat Dukungan Masyarakat : (1) Pemerintah desa (2) Tokoh adat (3) Tokoh agama (4) LSM (5) Masyarakat Skor 3 : bila terdapat dukungan semua komponen Skor 2 : bila terdapat tiga hingga empat dukungan Skor 1 : bila terdapat satu hingga dua dukungan 2. Tempat Rekreasi (1) Terdapat daratan pantai luas (2) Terdapat perairan pantai tenang (3) Tempat lautan yang tenang Skor 3: bila terdapat ketiga komponen Skor 2: bila terdapat dua komponen Skor 1: bila terdapat satu komponen 3. Budaya (1) Memiliki sejarah (2) Memiliki nilai budaya dan seni (3) Memiliki agama Skor 3: bila terdapat semua komponen Skor 2: bila terdapat dua komponen Skor 1: bila terdapat satu komponen 4. Estetika (1) Bentuk pulau (2) Keanekaragaman ekosistem tinggi (3) Keanekaragaman habitat tinggi (4) Keanekaragaman jenis biota (5) Habitat satwa burung 50 Skor 3: bila terdapat semua komponen Skor 2: bila terdapat 3 - 4 komponen Skor 1: bila terdapat 1 – 2 komponen 5. Konflik Kepentingan (1) Perorangan (2) Marga (kelompok) (3) Masyarakat adat Skor 1 : bila lokasi memenuhi semua komponen Skor 2 : bila lokasi memenuhi dua komponen Skor 3 : bila lokasi memenuhi satu komponen 6. Keamanan (1) Aman sepanjang musim (2) Aman pada musim barat atau timur Skor 1: Sepanjang musim Skor 2: Salah satu musim Skor 1: Tidak aman sepanjang musim 7. Aksesibilitas Keterkaitan dengan ketersediaan alat transport laut Skor 3 : Tersedia alat transport umum regular Skor 2 : Tersedia alat transport masyarakat Skor 1 : Menyewa alat transport masyarakat 8. Kepedulian masyarakat (1) Kegiatan penelitian (2) Kegiatan pengawasan (monitoring) (3) Kegiatan pendidikan atau pelatihan Skor 3: Bila memenuhi semua kriteria Skor 2: Bila memenuhi 2 kriteria Skor 1: Bila memenuhi hanya 1 kriteria 9. Penelitian dan Pendidikan (1) Penelitian dan pendidikan oleh pemerintah (2) Penelitian dan pendidikan skala projek (3) Penelitian dan pendidikan oleh perguruan tinggi (4) Penelitian dan pendidikan oleh LSM Skor 3: Bila memenuhi semua kriteria Skor 2: Bila memenuhi 2 – 3 kriteria Skor 1: Bila memenuhi hanya 1 kriteria 51 KRITERIA KELEMBAGAAN terdiri dari atribut : 1. Keberadaan lembaga sosial Skor 3: Terdapat lebih dari 2 lembaga sosial Skor 2 : Terdapat 1 lembaga sosial Skor 1 : Tidak ada lembaga sosial 2. Dukungan infrastruktur sosial Skor 3: Terdapat lebih 1 infrastruktur sosial Skor 2: Terdapat 1 infrastruktur sosial Skor 1: Tidak ada dukungan infrastruktur sosial 3. Dukungan Pemerintah Skor 3: Dukungan pemerintah pusat dan daerah Skor 2: Dukungan pemerintah pusat atau daerah Skor 1: Tidak ada dukungan pemerintah Evaluasi kriteria kesesuaian zona didasarkan pada nilai perhitungan skor dibuat dalam persen dengan cara total skor dari nilai masing-masing atribut dibagi dengan total skor maksimum dikalikan 100%. Dengan menggunakan teknik interval kelas (skor), zonasi KKLD dibagi atas tiga zona, yaitu: Zona Inti Zona inti diperuntukan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut; perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/ atau rentan terhadap perubahan; perlindungan situs budaya/ adat tradisional; penelitian dan/atau pendidikan. Kategori Zona Inti apabila memenuhi nilai perhitungan atau skor ≥ 80%. Zona Pemanfaatan Terbatas Zona Pemanfaatan terbatas yaitu zona yang diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, dan/atau pendidikan. Kategori Zona Perikanan Berkelanjutan (pemanfaatan langsung) apabila memenuhi nilai atau skor 50% - < 60%, sedangkan pemanfaatan tidak langsung nilai perhitungan 60% - < 79%. 52 Zona Lainnya Zona Lainnya merupakan zona diluar zona inti, zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi, zona perikanan berkelanjutan, dan sebagainya. Kategori Zona Pemanfaatan khusus, apabila nilai perhitungan < 50%. 3.4.3. Analisis Kesesuaian Ekologis Ananlisis kesesuaian lahan kawasan konservasi untuk berbagai peruntukan seperti pengembangan perikanan karang, wisata selam dan wisata mangrove dilakukan dengan teknik yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) yaitu : Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan skoring. Parameter yang menentukan mendapat bobot paling besar, sedangkan kriteria yang sesuai diberi skor tertinggi. Kedua, penilaian peruntukan lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot (B) dan Skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dilkalikan 100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya, dibagi dalam tiga kelas berikut : S1 = Sesuai (Moderately Suitable) dengan nilai 66,67 – 100 %, dimana lahan tidak memiliki pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau hanya memiliki pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap kegiatan atau produksi hasil. S2 = Sesuai bersyarat (Marginally Suitable),dengan nilai 33.34 – 66.66%, kelas ini lahan memiliki faktor pembatas yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas akan mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. S3 = Tidak sesuai (Not Suitable) dengan nilai 0 < 33.33 %, pada kelas ini lahan mempunyai faktor pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Keempat, membandingkan nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan, sehingga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu diperoleh. Kelima, penentuan kesesuaian pemanfaatan dilakukan dengan bantuan Geographic Information System (GIS) menggunakan Arc Info ver 3.4.2 dan ArcView ver. 3.3. 53 3.4.3.1. Daerah Tangkapan Ikan Karang Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan karang dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring disajikan pada tabel berikut : Tabel 9. Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan Karang NO PARAMETER BOBOT SKOR KESESUAIAN SESUAI TIDAK SESUAI (SKOR 2) (SKOR 1) 1 Kecerahan(m) 5 >8 <8 2 Topograpi dasar 5 landaicuram landai Perairan 3 Kedalaman Perairan (m) 5 >5 <5 4 Perubahan cuaca 2 jarang sering 5 KondisiTerumbu Karang 2 baik buruk 6 Sumber pencemaran 3 Tidak ada banyak 7 Kelimpahan ikan target (ind/350 m) 5 >150 < 150 Sumber : Modifikasi Soselisa (2006) 3.4.3.2. Lahan Pengembangan Wisata Selam Kesesuaian lahan untuk areal wisata selam dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 10. Tabel 10. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Selam No Parameter Bobot KELAS KESESUAIAN DAN SKOR S1 (Skor 3) S2 (Skor 2) S3 (Skor 1) 1. Tutupan karang hidup (%), 3 75-100 50 - <75 < 50 2. Genus karang 3 > 12 7 – 12 <7 3. Genus ikan karang 2 > 50 26 – 50 < 26 4. Kecerahan perairan (%) 2 > 80 50 – 80 <50 5. Kecepatan arus (m/dt) 2 < 0.1 >0.1 – 0.5 > 0,5 6. Kedalaman terumbu karang (m) 1 5 – 15 > 15 – 30 & < 3 & > 30 3-<5 Sumber: a = Davis and Tisdell 1995; b=Davis and Tisdell 1996; c = Hutabarat et al.2009; d = Supriharyono 2007; e = Barnes and Hughes 2004; f = deVantier &Turak 2004 54 3.4.3.3. Lahan Pengembangan Wisata Snorkeling Kesesuaian lahan untuk areal wisata senorkeling dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 11. Tabel 11. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Snorkeling No Parameter Bobot KELAS KESESUAIAN DAN SKOR S1 (SKOR 3) S2 (SKOR 2) S3 (SKOR 1) 1. Tutupan karang hidup (%) 3 > 67 34 – 67 < 34 2. Genus karang 3 > 10 6 – 10 <6 3. Kecerahan perairan (%) 2 > 80 50 – 80 < 50 4. Genus ikan karang 2 > 50 26 – 50 < 26 5. Kecepatan arus (cm/dt) 2 < 0.1 > 0.1 – 0.5 > 0.5 6. Kedalaman terumbu karang (m) 1 1–3 >3–5 > 5 & <1 7. Lebar hamparan datar karang (m) 1 > 100 20-100 < 20 Sumber: a=Davis and Tisdell 1995;;b=Hutabarat et al.2009; c=Supriharyono 2007; d=Barnes and Hughes 2004; e = Marine National Park Division 2001 3.4.3.4. Lahan Pengembangan Wisata Mangrove Kesesuaian lahan untuk areal wisata mangrove dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 12. Tabel 12. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Mangrove KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO PARAMETER BOBOT S1 (SKOR 3) S2 (SKOR 2) S3 (SKOR 1) 1 Ketebalan mangrove(m) 5 > 300 50 - 300 < 50 2 Kerapatan mangrove 2 (100 m ) 4 > 10 - 25 5 – 10 < 5 atau > 25 3 Jenis mangrove (sp) 4 >3 1-3 0 4 Jenis biota 3 5 Tinggi Pasut (m) 3 0- <2 2-5 >5 6 Jarak dari kawasan lainnya (m) 2 > 500 300 - 500 < 300 Sumber : Modifikasi Yulianda (2007). Ikan, Udang, Ikan, Moluska Salah satu biota Kepiting, air Moluska, Reptil, Burung. 55 3.4.4. Analisis Daya Dukung Lingkungan Analisis daya dukung lingkungan ditujukan untuk menganalisis jumlah maksimum pemanfaatan dalam suatu kawasan tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem tersebut. Gangguan keseimbangan akibat kerusakan biofisik secara langsung dan tidak langsung melalui pencemaran. Berdasarkan sumber gangguan ekosistem tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kawasan yang rentan terhadap kerusakan langsung. 3.4.4.1. Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk mengukur daya dukung setiap kegiatan pemanfaatan disesuaikan dengan parameter fisika, kimia dan biologi perairan, maka kegiatan pemanfaatan dilakukan melalui penentuan daya dukung kawasan berikut (Yulianda 2007) : DDK K Lp Wt Lt Wp Dimana : DDK = Daya Dukung Kawasan; K = Potensi ekologis persatuan unit area; Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan; Lt = Unit area untuk kategori tertentu; Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan 3.4.4.2. Potensi Sumberdaya Ikan Karang Analisis (estimasi) potensi sumberdaya perikanan karang dilakukan melalui beberapa tahapan : Pertama, penghitungan jumlah ikan karang pada tali transek sepanjang (2x 50)m dengan lebar ke kiri – kanan 2,5 m ( English et al. 1994). Kedua, penghitungan kepadatan ikan dengan metode Misra (1978) yaitu : d c 10.000 A (ekor/hektar) Dimana : d = kepadatan c = jumlah ikan yang terhitung dalam pengamatan A = Luas daerah pengamatan 10.000 = konversi hektar ke meter 56 Ketiga, penghitungan kelimpahan stok digunakan persamaan : Bo d L Dimana : Bo = kelimpahan stok (ekor); d = kepadatan; L = Luas daerah pengamatan Keempat, penghitungan potensial yield digunakan rumus Gulland (1975) : Py Bo M c Dimana : Py = potensial yield (ekor/tahun) Bo = kelimpahan stok (ekor) M = koefiisien kematian alami C = konstanta Kelima, penghitungan MSY optimal = (0,5 x Py) x 0,8 dimana 0,8 adalah konstanta precautionary approach dari MSY 3.4.4.3. Daya Dukung Wisata Bahari Estimasi daya dukung wisata bahari mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam yakni 10 % dari luas zona pemanfaatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Hutabarat et al. (2009) membuat suatu formulasi dalam menghitung daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata bahari di kawasan konservasi, yakni: DDW LpWt 0 .1 K LtWp Dimana : DDW K Lp Lt Wt Wp = Daya dukung kawasan untuk ekowisata = Maksimum wisatawan per satuan unit area = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan = Unit area untuk kategori tertentu = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata per hari = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Nilai maksimum wisatawan (K) per satuan unit area (Lt) untuk setiap kategori wisata bahari disajikan pada Tabel 13. 57 Tabel 13. Potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata Jenis Kegiatan K (orang) Unit Area (Lt) Keterangan Wisata Selam 2 1000 m2 Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m Wisata Snorkling 1 300 m2 Setiap 1 org dalam 100 m x 3 m Wisata Mangrove 1 100 m2 Dihitung panjang track, setiap 1 org sepanjang 100 m Sumber: Hutabarat et al.(2009); deVantier and Turak (2004). Nilai konstanta waktu dalam sehari yang diperlukan oleh setiap wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata bahari, dimana nilai ini merupakan hasil wawancara terhadap seluruh turis per kategori wisata. Tabel 14. Waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp-(jam) Total waktu 1 hari Wt-(jam) 1. Selam 2 8 2. Snorkeling 3 6 3. Wisata mangrove 2 8 Sumber : Modifikasi dari deVantier and Turak (2004) dan Hutabarat et al. (2009). 3.4.5. Analisis Nilai Manfaat Sumberdaya Analisis ini merupakan kelanjutan dari hasil identifikasi manfaat dan nilai manfaat pada tahap pengumpulan data kategori ekonomi yang menggunakan kuesioner. Pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai manfaat sehingga diperoleh total nilai manfaat sumberdaya. Metode valuasi setiap manfaat sumberdaya yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Transfer Manfaat (Benefit transfer) Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode transfer manfaat pada fungsi hutan mangrove sebagai konservasi, nilai keanekaragaman mangrove dan nilai keanekaragaman terumbu karang. 58 b. Biaya Kompensasi (Compensation cost) Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya kompensasi yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan pelestarian dan perlindungan sumberdaya dalam kawasan G.Sulat-G.Lawang. c. Biaya pencegahan kerusakan (Damage avoided cost) Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pencegahan kerusakan jika terjadi kehilangan fungsi tersebut. d. Harga pasar (Market price) Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode harga pasar dari kayu bakar dan biota sekitar mangrove dan terumbu karang. e. Biaya pengganti (Replacement cost) Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pengganti untuk membangun bangunan penahan abrasi dan perlindungan pantai. f. Pasar pengganti (Surrogate market) Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode pasar pengganti dengan mengungkapkan nilai dari suatu perbaikan nyata dari kualitas lingkungan. g. Penilaian berdasarkan preferensi Kuantifikasi nilai ini dilakukan dengan menduga hubungan antara kesediaan untuk membayar (WTP) atau kesediaan menerima (WTA). Kuantifikasi nilai menggunakan teknik valuasi yang bersifat “partisipatif” berupa penilaian langsung oleh responden yang telah ditetapkan. Estimasi WTP dan WTA menggunakan pendekatan Total Kesediaan Membayar atau Total Kesediaan Menerima dari para konsumen. Analisis total ekonomi dengan metoda Valuasi Ekonomi, dengan formula berikut : TEV UV NUV Dimana : TEV = Total Economic Value (nilai ekonomi total) UV = Use Value (nilai manfaat) NUV = Non Use Value (bukan nilai manfaat) 59 Nilai manfaat pemanfaatan (use langsung value) merupakan sumberdaya alam nilai dan yang diperoleh lingkungan, atas termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Nilai manfaat dapat diformulasikan sebagai berikut : UV DUV IUV OV Dimana : UV = Use Value (nilai manfaat) DUV = Direct Use Value (nilai manfaat langsung) IUV = Indirect Use Value (nilai manfaat tidak langsung) OV = Option Value (nilai pilihan) Nilai manfaat langsung (direct use value) merujuk langsung pada konsesi sumberdaya alam, sedangkan nilai manfaat tidak langsung (indirect use value) merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Nilai pilihan (option value) merupakan nilai yang menunjukan pilihan seorang individu untuk membayar dalam melestarikan sumberdaya alam bagi pengguna lainnya dimasa mendatang. Komponen bukan nilai manfaat (non use value) adalah nilai yang diberikan kepada sumberdaya alam atas keberadaannya meskipun tidak digunakan secara langsung, sulit diukur karena didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan bukan pengamatan langsung, dengan formulasi berikut : NUV BV EV QOV Dimana : NUV = BV = EV = QOV = Non Use Value (bukan nilai manfaat) Bequest Value (nilai pewarisan) Existence Value (nilai keberadaan) Quasi Option Value (nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible) Nilai keberadaan (existence value) adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan, nilai pewarisan (bequest value) diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan sumberdaya alam dan lingkungan kepada generasi mendatang, nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible (quasi option value) mengandung makna ketidak-pastian, dimana nilainya merujuk pada nilai barang 60 dan jasa dari sumberdaya alam yang mungkin timbul akibat ketidak-pastian permintaan dimasa mendatang. Untuk pengembangan ekowisata bahari, analisis ekonomi menggunakan pendekatan penawaran dan permintaan. Pendekatan permintaan wisata merupakan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis besarnya permintaan wisata bahari oleh wisatawan yang dibatasi oleh biaya perjalanan wisata, pendapatan wisatawan, perubahan harga dan faktor lain. Pendekatan permintaan ini dianalisis dengan mengukur besarnya kemampuan membayar (Willingness to Pay, WTP) oleh wisatawan dalam melaksanakan kegiatan wisata bahari. Metode yang digunakan untuk mengestimasi WTP didekati dengan menilai total kesediaan membayar atau total kesediaan menerima dari konsumen. Mengacu FAO (2000), nilai setiap konsumen dapat secara langsung diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut : 10 MWT ( P / A) 1 / 10 yi i 1 Keterangan : MWT(P/A) = nilai tengah WTP atau WTA. Jumlah sampel 10 responden dan yi adalah besaran WTP / WTA yang diberikan responden ke-i. Apabila sebaran WTP /WTA terlalu ekstrim, maka disarankan mengganti teknik nilai tengah dari rata-rata menjadi nilai median. Setelah mengetahui tingkat WTP/WTA yang dihasilkan perindividu dari persamaan diatas maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan preferensi secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formula TB WTP / Ai P2010 Keterangan : TB adalah total benefit, WTP/A adalah nilai WTP/WTA perindividu dan P adalah total populasi di lokasi penelitian pada tahun 2010 Maksimum jumlah (daya dukung ekonomi) wisatawan yang berkunjung ke G.Sulat-G.Lawang dan harga maksimum yang dapat dibayarkan diperoleh dengan menyeimbangkan antara fungsi penawaran dengan fungsi permintaan produk ekowisata bahari (Supply = Demand). 61 3.4.6. Analisis Sosial Daya dukung sosial untuk pengembangan perikanan karang dan ekowisata bahari dihitung dengan menilai jumlah penyerapan tenaga kerja per unit usaha, didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja dalam satu periode produksi (1 tahun). diformulasikan sebagai berikut : t n KTK UK/PE t 1 Dimana : KTK = Kebutuhan tenaga kerja (fungsi dari jumlah kunjungan atau unit usaha (∑U) K = rata-rata beban kerja E = waktu kerja efektif setiap tenaga kerja P = selang waktu dalam satu siklus produksi 3.4.7. Analisis Optimasi Pemanfaatan Model yang dibangun dalam kajian pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.Sulat-G.Lawang secara optimal adalah sistem dinamik yang memanfaatkan software Stella.9.0. dan Geographycal Information System (GIS). Sistem dinamik dikembangkan sebagai alat analisis dalam pengambilan kebijakan untuk memformulasikan pemanfaatan ruang kawasan konservasi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang disesuaikan dengan kondisi kawasan dan mengacu pada beberapa parameter ilmiah dari hasil penelitian dan referensi terkait. GIS dalam penelitian ini adalah: 1) analisis proximity, yaitu pembuatan buffer/coverage baru berupa zona inti, pemanfaatan terbatas daan zona lainnya dari coverage input (titik, garis, poligon), 2) analisis spasial/overlay, yaitu proses tumpang tindih coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial (keruangan dan informasinya) yang digunakan untuk mencari wilayah yang diinginkan berdasarkan kriteria yang disetujui. Aplikasi model SIG digunakan dalam beragam sistem pendukung keputusan (Barlett 1999). SIG sebagai dasar pemodelan spasial untuk pengelolaan sumberdaya alam digunakan untuk mengekspresikan unit spasial, interaksinya dan bagaimana besaran serta lokasi unit spasial tersebut berpengaruh dan mempengaruhi kondisi variable state seperti biomassa, populasi dan sebagainya. Pemodelan yang memasukkan aspek wilayah dinamis 62 yang aktif dimana pengembangan setiap wilayah dilakukan secara terpisah dan khusus (isolated) dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang ada pada wilayah yang berdekatan (Camara et al. 1976). Model dinamik spasial yang dibangun dengan pendekatan GIS meliputi data biologi dan oceanografi dari literatur yang ada untuk menggambarkan area studi dalam bentuk matrik sel grid 2 dimensi (Pitcher et al. 2002; Pitcher et al. 2007). Selanjutnya dioverlay dengan data kesesuaian lahan dan interaksi spasial wilayah pengamatan yang direpresentasikan sebagai sel grid zona adaptif pemanfaatan kawasan. Dengan memasukan model optimasi ruang yang dikombinasikan dengan GIS serta komponen kebijakan yang mengatur pemanfaatan ruang berbasis kawasan menghasilkan peta kawasan yang adaptif (adaptive zoning). Analisis spasial digunakan untuk mengintegrasikan semua komponen aspek yang diamati berdasarkan distribusi dan pengalokasian lahan sesuai kondisi lapangan. 3.4.8. Analisis Keberlanjutan Análisis keberlanjutan pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.SulatG.Lawang dilakukan dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS) yang disebut RAP-KK yang merupakan pengembangan dari metode RAPFISH yang digunakan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap (Pitcher TJ dan D.Preikshot 2001; Kavanagh, P and Tony J. Pitcher. 2004). Analisis keberlanjutan dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Perikanan Karang (ikbPK), Indeks Keberlanjutan Wisata Selam (ikb-WS), Indeks Keberlanjutan Wisata Snorkeling (ikb-WSk), Indeks Keberlanjutan Wisata Mangrove (ikb-M). Analisis dilakukan melalui tiga tahapan: A. Penentuan atribut Penentuan atribut perikanan karang dan ekowisata bahari yang mencakup empat dimensi pengelolaan, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Pada setiap dimensi dipilih atribut yang mewakili dimensi yang bersangkutan untuk digunakan sebagai indikator tingkat keberlanjutan dari dimensi tersebut. Atribut pada setiap dimensi dipilih yang secara kuat mewakili dimensi yang bersangkutan dan tidak tumpang tindih dengan atribut lain. 63 B. Pembuatan Skor Pemberian skor atau peringkat dilakukan pada atribut yang teridentifikasi berdasarkan tujuan pengelolaan potensi kawasan. Mengacu pada teknik RAPFISH (Pitcher and Preikshot 2001; Susilo 2003), skor yang diberikan berupa nilai “buruk” yakni mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan dalam pengelolaan kawasan dan nilai “baik” yakni mengkondisikan pengelolaan kawasan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al. (1999) dan Heershman et al. (1999), maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak tiga yakni nilai buruk skor 0, nilai antara skor 1, niilai baik skor 2 seperti terlihat pada Lampiran 2. C. Analisis Keberlanjutan Analisis keberlanjutan pengelolaan kawasan dilakukan untuk melihat atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks efektivitas pengelolaan di wilayah kajian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai ikb-KK dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbu-x.