3. metodologi penelitian

advertisement
37
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2010, di KKLD
G.Sulat-G.Lawang Kabupaten Lombok Timur, seperti Gambar 4 berikut :
Gambar 4. Lokasi Penelitian Pemanfaatan Ruang KKLD G.Sulat-G.Lawang
Metode penelitian menggunakan metode survai dengan penekanan pada
eksplorasi dan eksplanasi hubungan antar faktor ekologi dan sosial ekonomi.
Dalam kerangka penelitian survai, pemilihan indikator yang relevan dengan
tujuan penelitian menjadi sangat penting. Pemilihan indikator bersifat dinamik
mencakup indikator references (reference indicators) dan indikator kritis (critical
indicators) untuk sistem ekologi dan sosial ekonomi di G.Sulat-G.Lawang.
3.2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi kegiatan inventarisasi data, pengumpulan
data, analisis, dan sintesis yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Tahap
Identifikasi
Kondisi
Eksisting
G.Sulat-G.Lawang,
meliputi
pengumpulan data/informasi menyangkut kondisi potensi sumberdaya dan
jasa lingkungan, bentuk pemanfaatan ruang, batas-batas zona serta
pemasalahan yang ada.
38
2.
Tahap Evaluasi Zona yaitu penetapan zona berdasarkan kriteria kesesuaian
di kawasan konservasi, meliputi zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan
zona lainnya yang menghasilkan peta batas-batas zona dan sub zona.
3.
Tahap Analisis meliputi analisis kesesuaian lahan dan daya dukung yang
menghasilkan peta kesesuaian lahan pemanfaatan kawasan konservasi.
Analisis ekonomi menyangkut analisis valuasi ekonomi sumberdaya. Analisis
sosial menyangkut jumlah serapan tenaga kerja dalam setiap pemanfaatan.
4.
Tahap Penilaian Optimasi Pemanfaatan Ruang yang menghasilkan peta
optimasi pemanfaatan ruang kawasan yang paling optimal.
5.
Tahap Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi yang
menghasilkan atribut-atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan kawasan
secara berkelanjutan.
6.
Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang yang menghasilkan rekomendasi
model pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan.
Tahapan-tahapan tersebut membentuk alur kegiatan penelitian yang akan
dilakukan sebagaimana terlihat pada Gambar 5 berikut :
Data Spasial
Sumberdaya
Data Pemanfaatan
Zonasi KKLD
Analisis Kesesuaian
Ekologis
Analisis Daya Dukung
Analisis Optimasi
Analisis Daya Dukung
Gambar 5. Tahapan Kegiatan Penelitian
39
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Sumber Data dan Prosedur Penelitian
Data primer meliputi data biofisik dan sosial ekonomi, dilakukan melalui
observasi langsung di lapangan. Pengumpulan data ekologi menggunakan
pendekatan in-situ dengan metode sampling bio-ekologis untuk parameter
kawasan konservasi. Data sosial ekonomi menggunakan teknik cluster random
sampling pada tingkat unit rumahtangga dan non probability sampling untuk unit
desa. Pendekatan partisipatif juga dilakukan untuk mengeksplorasi harapan
masyarakat sekitar kawasan dengan teknik Focus Group Discussion (FGD).
3.3.2. Karakteristik Biofisik dan Sosial Ekonomi
Parameter biofisik dan sosial ekonomi yang diamati adalah :
Tabel 3. Jenis data biofisik yang diukur
No.
Parameter
A.
Fisika-Kimia
BOD5 (mg/l)
COD (mg/l)
Oksigen terlarut
(mg/l)
Amonia (mg/l)
pH
o
Salinitas ( /oo)
o
Suhu ( C)
Kekeruhan (NTU)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B.
C.
Biologi/Non-biologi
Tutupan terumbu
karang (%)
2. Kerapatan dan
Luasan mangrove
3. Luasan pantai
2
berpasir (m )
4. Jenis ikan
1.
1.
2.
3.
Hidrooseanografi
Kecerahan (m)
Pasang surut (m)
Kecepatan arus
(cm/det)
Stasiun Baku
I.......XIV mutu*)
Alat/Metode
Keterangan
10
>5
Titrasi
Titrasi
DO meter
Lab
Lab
Insitu
2
6.5 - 8.5
Alami
Alami
5
Spektrofotometer
pHmeter
Refraktometer
Termometer
Turbidimeter
Lab
In situ
In situ
Insitu
Insitu
-
-
Meteran/Line
Intercept Transect
Meteran/Transek
garis
Meteran
In situ /Data
sekunder
In situ/Data
sekunder
In situ
-
-
Data
Sekunder
>6
-
Secchi disk
-
-
-
In situ
Data
Sekunder
In situ
Layang-Layang
Arus, kompas dan
Stopwach
4. Kedalaman air
Tali penduga &
In situ
(m)
meteran
*)
Keterangan: = Baku Mutu Wisata Bahari (Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004).
40
Tabel 4. Jenis data sosial ekonomi dan kelembagaan
N
o
KOMPONEN
DATA
1 Karakteristik
. sosial
dan
budaya
masyarakat
2 Operasional
. usaha wisata
bahari
3 Kelembagaan
.
4 Profil
. Wisatawan
ATRIBUT
Pemanfaatan
SDA,
partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan wisata
bahari, persepsi dan perilaku masyarakat
terhadap
wisatawan,
pengetahuan
tentang
ekowisata,
jumlah
dan
pertumbuhan penduduk, konflik, etnis,
nilai budaya lokal, dan kualitas hidup
masyarakat.
Profil usaha wisata bahari, modal dan
biaya operasional, harga produk wisata,
permintaan dan penawaran produk
wisata, upah & tenaga kerja, promosi,
cottage/hotel,
manajemen
wisata,
dermaga, sarana penunjang, peralatan
wisata,
keselamatan,
jenis
dan
penanganan limbah.
Regulasi Gili sulat-Gili Lawang, aturan
formal, pembagian peran stakeholders
terkait
(pemerintah,
swasta
dan
masyarakat),
aturan
adat/kelompok,
lembaga ekonomi, regulasi usaha wisata,
izin tinggal, infrastruktur penunjang,
penegakan hukum
Karakteristik
personal
wisatawan,
perjalanan turis dan motivasi berkunjung
ke G. Sulat-G. Lawang, persepsi dan
perilaku wisatawan, penilaian ekonomi
terhadap obyek wisata dan biaya yang
dikeluarkan,
penilaian
terhadap
pelayanan dan ketersediaan infrastruktur,
dan jumlah wisatawan
SUMBER/METODE
PENGUMPULAN
DATA
Data primer dan
sekunder
Wawancara dan studi
literatur
Data primer
Wawancara dan
pengamatan
Data primer dan
sekunder
Wawancara dan studi
literatur
Data
primer
sekunder
Wawancara
dan
No KOMPONEN DATA SEKUNDER
Cara Analisis
1
Arc. View. 3.3 BTIC/LAPAN
Citra Landsat 7 ETM+ P.106/R.064
(liputan terakhir)
2 Peta
Peta Rupa Bumi
Peta Topografi
Peta Batimetri
Peta LPI
Peta Wilayah Administratif
Peta Pemanfaatan Lahan
3 Buku Laporan
RTRW, Propeda, Renstra, Administrasi dan
Pemerintahan, Kebijakan Pembangunan Sektoral
dan data lainnya yang terkait
SUMBER
Arc. View. 3.3 Bakosurtanal
Dishidros
TNI-AL,
Bappeda
Kab Lombok
Timur
Bappeda,
BPS, Instansi
Terkait
Sumber data sosial ekonomi diperoleh melalui wawancara langsung
dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan peralatan
visual. Kelompok contoh dalam penelitian ini meliputi kelompok nelayan,
41
pengelola wisata, wisatawan asing, masyarakat lokal, dan pegawai instansi yang
terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi, Dinas Perikanan dan Kelautan,
Dinas Kehutanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan instansi terkait lainnya.
3.3.3. Metode Pengambilan Data Primer dan Sekunder
Kebutuhan data primer biofisk dan sebaran sumberdaya menggunakan
visual survey serta pengukuran langsung dilapangan.
3.3.4. Penentuan Titik Pengamatan
Lokasi pengambilan contoh vegetasi mangrove dilakukan dengan
menentukan stasiun atau titik pengamatan secara konseptual berdasarkan
keterwakilan lokasi kajian.
Gambar 6. Titik Stasiun Pengamatan Lamun
42
Pengambilan data lamun dilakukan dengan transek yang berbeda
tergantung panjang garis pantai dengan metode RAS dan Fix Position, dilakukan
di sepanjang pantai G.Sulat mulai ujung utara sampai sisi barat, sedangkan di
G.Lawang mulai dari sisi barat sampai ke utara pulau.
Gambar 7. Titik Stasiun Pengamatan Terumbu Karang
Pengambilan data terumbu karang dilakukan terhadap karang hidup dan
karang mati sesuai dengan kategori life form, menggunakan metode Line
Intercept Transect (LIT) /garis menyinggung. Penggunaan metode transek garis
menyinggung, roll meter yang digunakan sepanjang 50 m dibentangkan sejajar
garis pantai pada kedalaman yang telah ditentukan. Koloni karang keras dan tipe
substrat lain serta biota yang menyinggung roll meter yang dimasukkan sebagai
data. Data yang di ambil adalah pertumbuhan (life form) tipe substrat dasar,
43
genus karang dan tipe substrat di daerah yang diamati. Data yang diambil dari
metode ini adalah persen penutupan karang keras (% coverage of hard coral)
dan tipe substrat dasar serta jenis dan jumlah genus karang keras (hard coral)
yang ditemukan, menggunakan kategori menurut Gomes dan Yap (1998).
Pengambilan data mangrove dilakukan dengan menggunakan perhitungan
Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan suatu index
untuk mengetahui tingkat kehijauan suatu areal atau menentukan tingkat
persentase penutupan lahan (Yin dan William, 1997). NDVI dari citra Landsat
dihitung dengan formula ((B4 – B3)/B4 + B3), dimana B4 dan B3 adalah nilai
reflectan dari band 4 (near infra red, ) dan band 3 (red). Untuk mengetahui nilai
NDVI setiap lokasi mangrove. Hasil penentuan lokasi mangrove tahap
sebelumnya dioverlay dengan nilai NDVI.
Gambar 8. Titik Stasiun Pengamatan Mangrove
44
Data sosial ekonomi menggunakan metode survei melalui teknik
wawancara,
dibantu
daftar
pertanyaan
terstruktur
(kuesioner).
Metode
pengambilan contoh menggunakan metode acak berlapis/stratifikasi, yaitu
pengambilan contoh dari populasi yang telah disekat menjadi beberapa
kelompok, dimana pengambilan contoh pada setiap kelompok dilakukan dengan
acak sederhana (Bengen, 2000). Kelompok contoh dalam penelitian ini meliputi
kelompok perikanan karang, pariwisata, masyarakat nelayan, dan pegawai dari
instansi yang terkait menggunakan metode purposive sampling atau dengan cara
penunjukan langsung terhadap contoh dengan pertimbangan keterwakilan
contoh. Total contoh (n)
ditentukan dengan menggunakan persamaan
(Scheaffer, et.al., 1986; Bengen, 2000) :
n
L
N i2 i2
i 1
wi

L
N 2 D   N i i2
i 1
Jumlah responden pada setiap kelompok ditentukan melalui persamaan :
Ni
ni  n
D =
B2
4N 2
B = t / 2( no ) s _ = 2
X
N
Ni
ni
no
=
=
=
=
N
i
i
ci
s
no
total populasi (orang)
total populasi per lapisan ke-i (orang)
jumlah contoh pada setiap lapisan (orang)
jumlah contoh pada survei awal (orang)
n
2 =
ci
L
i 1
dimana :
i
 (x
j 1
ij
 xi ) 2
ni  1
= simpangan baku contoh pada lapisan ke-i
wi = fraksi pengamatan yang dialokasikan pada lapisan ke-i (ni = nwi).
ci = dimisalkan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengamatan satu unit
di lapisan ke-i
45
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan dengan
penelitian, dipilih secara terstruktur dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten,
provinsi hingga tingkat pusat dengan beragam institusi yang terkait dengan
tujuan penelitian. Data sekunder juga diperoleh melalui penelurusan penelitian
yang
bersumber
dari
Instansi
terkait
seperti:
Dinas
Pariwisata
Provinsi/Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten, Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi/Kabupaten, Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi/Kabupaten,
Bappeda Propinsi/Kabupaten, Bakosurtanal, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) serta Perguruan Tinggi berupa laporan hasil-hasil studi dan penelitian
yang sudah ada.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Identifikasi Kondisi Ekisting KKLD G.Sulat-G.Lawang
Analisis
data
mangrove
dilakukan
dengan
cara
pengelompokan
berdasarkan kepadatan vegetasi mangrove dengan menggunakan kriteria
persentase penutupan basal area atau kerapatan pohon persatuan luas.
Tabel 5. Kriteria Kerapatan Vegetasi Mangrove
Kepadatan Kriteria
Penutupan (%)
Kerapatan
Padat
Sedang
Jarang
>75
50 – 75
< 50
>1500
1000-1500
<1000
Baik
Sedang
Rusak
Sumber : KLH, 2000
Analisis data terumbu karang dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan
lifeform menurut kriteria kondisi yaitu baik, sedang dan rusak (Suharsono, 2001).
Tabel 6. Kriteria Penutupan Lifeform Terumbu Karang
Kriteria
Penutupan Lifeform (%)
Baik
Sedang
Rusak
>75
50 – 75
< 50
Sumber : Suharsono, 2001
Estimasi potensi ikan dengan melakukan sensus ikan pada transek sepanjang 50
meter dan mengestimasi total biomas ikan pada transek, kemudian mengalikan
dengan luas areal terumbu karang yang disurvei.
46
Kerusakan dan status lamun ditetapkan berdasarkan persentase luas area
kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup.
Tabel 7. Kriteria Kerusakan Lamun
Tingkat Kerusakan
Luas Area Kerusakan
Tinggi
Sedang
Rendah
≥ 50%
30% - 49,9%
< 29,9 %
Sumber : DKP (2009)
Tabel 8. Status Lamun
Kondisi
Penutupan
Baik
Kaya/sehat
≥ 60%
Rusak
Kurang sehat
30% - 59,9 %
Miskin
< 29,9 %
Sumber : DKP (2009)
3.4.2. Analisis Kesesuaian Zonasi
Arahan
pemanfaatan
ruang
G.Sulat-G.Lawang
menurut
RTRW
Kabupaten Lombok Timur tahun 2010 adalah sebagai kawasan pengembangan
ekowisata. Oleh karena itu analisis kesesuaian yang dimaksud dalam penelitian
ini yaitu menilai kesesuaian kawasan yang dikaitkan dengan arahan kebijakan
Pemerintah Daerah yang tertuang dalam RTRW dengan mempertimbangkan
kriteria kesesuaian ekologi, ekonomi dan sosial sehingga dilakukan evaluasi
penetapan kawasan beserta sub zona didalamnya dengan mempertimbangkan
parameter berdasarkan tingkat kepentingan/bobot yang paling dibutuhkan.
Matriks Kesesuaian Kawasan Konservasi Laut (Yulianda, 2006) dapat dilihat
pada lampiran 1. dengan kriteria penilaian sebagai berikut :
KRITERIA EKOLOGI terdiri dari atribut :
1. Keanekaragaman Hayati
1.1. Ekosistem :1)Terumbu karang; 2) Lamun ;3) Mangrove, dan 4) Laguna
Skor 3 : bila terdapat 4 ekosistem
Skor 2 : bila terdapat 2-3 ekosistem
Skor 1 : bila terdapat 1 ekosistem
47
1.2. Jenis Karang (Life Form)
Skor 3 : bila terdapat > 10 life form
Skor 2 : bila terdapat 6 – 9 life form
Skor 1 : bila terdapat < 5 life form
1.3. Jenis Ikan Karang
Skor 3 : bila terdapat > 120 jenis
Skor 2 : bila terdapat 61 – 120 jenis
Skor 1 : bila terdapat < 61 jenis
1.4. Jenis Lamun
Skor 3 : bila terdapat > 5 jenis
Skor 2 : bila terdapat 4 – 5 jenis
Skor 1 : bila terdapat 1 – 3 jenis
1.5. Jenis Mangrove
Skor 3 : bila terdapat > 5 jenis
Skor 2 : bila terdapat 4 – 5 jenis
Skor 1 : bila terdapat 1 - 3 jenis
2. Kealamian
2.1. Kondisi Terumbu Karang
Skor 3 : bila tutupan karang 75 – 100%
Skor 2 : bila tutupan karang 51 – 74%
Skor 1 : bila tutupan karang < 50%
2.2. Kondisi Pantai
Skor 3 : Tidak terdapat abrasi pantai (< 10%)
Skor 2 : Abrasi pantai 10 - 50%
Skor 1 : Abrasi pantai > 50%
3. Keunikan / kelangkaan jenis
(1) Sebagai habitat satwa (burung atau penyu)
(2) Memiliki bentuk tubir terumbu karang dengan kemiringan 90 derajat
(3) Memiliki rugosity, seperti goa-goa, alur-alur, dll.
(4) Memiliki spesies langka atau dilindungi
Skor 3 : bila terdapat semua komponen keunikan
Skor 2 : bila terdapat 2 - 3 komponen
Skor 1 : bila terdapat satu komponen
4. Kerentanan Pulau
4.1. Status pulau
Skor 3 : tidak berpenduduk
Skor 2 : berpenduduk sementara
Skor 1 : berpenduduk
48
4.2. Keterbukaan terhadap Samudera Pasifik
Skor 3: terbuka dari semua sisi
Skor 2: 50% terbuka
Skor 1: 25% terbuka
5. Keterkaitan Pulau
Skor 3 : terdapat lebih dari 3 pulau dalam gugusan
Skor 2 : terdapat 2 – 3 pulau dalam gugusan
Skor 1 : pulau bukan bagian dari gugus pulau
KRITERIA EKONOMI terdiri dari atribut :
1. Spesies Penting
(1) Terdapat ikan pelagis ekonomis penting
(2) Terdapat ikan karang (kelompok target dan hias)
(3) Terdapat moluska ekonomis penting (kerang, siput, gurita)
(4) Terdapat ekhinodermata (teripang)
(5) Terdapat krustase ekonomis penting (lobster & kepiting)
(6) Terdapat rumput laut ekonomis penting
Skor 3: bila memenuhi 5 - 6 komponen
Skor 2: bila memenuhi 3 – 4 komponen
Skor 1: bila memenuhi 1 – 2 komponen
2. Kepentingan Perikanan
(1) Sebagai daerah penangkapan ikan pelagis
(2) Sebagai daerah penangkapan ikan karang
(3) Sebagai daerah penangkapan siput dan gurita
(4) Sebagai daerah penangkapan lobster
(5) Sebagai daerah penangkapan teripang
(6) Sebagai daerah perikanan budidaya
Skor 3 : bila memenuhi 5 - 6 kriteria
Skor 2 : bila memenuhi 3 – 4 kriteria
Skor 1 : bila memenuhi 1 – 2 kriteria
3. Bentuk Ancaman
(1) Penggunaan bom atau sianida
(2) Penggunaan jangkar perahu
(3) Penggunaan belo (tongkat pendorong perahu)
(4) Penggunaan tuba
Skor 3 : bila memenuhi hanya 1 kriteria
Skor 2 : bila memenuhi 2 – 3 kriteria
Skor 1 : bila memenuhi semua kriteria
49
4. Pariwisata
(1) Terdapat wisata bahari
(2) Terdapat wisata pantai
(3) Terdapat wisata sejarah/budaya
Skor 3: bila terdapat semua komponen
Skor 2: bila terdapat 2 komponen
Skor 1: bila terdapat satu komponen
KRITERIA SOSIAL terdiri dari atribut :
1. Tingkat Dukungan Masyarakat :
(1) Pemerintah desa
(2) Tokoh adat
(3) Tokoh agama
(4) LSM
(5) Masyarakat
Skor 3 : bila terdapat dukungan semua komponen
Skor 2 : bila terdapat tiga hingga empat dukungan
Skor 1 : bila terdapat satu hingga dua dukungan
2. Tempat Rekreasi
(1) Terdapat daratan pantai luas
(2) Terdapat perairan pantai tenang
(3) Tempat lautan yang tenang
Skor 3: bila terdapat ketiga komponen
Skor 2: bila terdapat dua komponen
Skor 1: bila terdapat satu komponen
3. Budaya
(1) Memiliki sejarah
(2) Memiliki nilai budaya dan seni
(3) Memiliki agama
Skor 3: bila terdapat semua komponen
Skor 2: bila terdapat dua komponen
Skor 1: bila terdapat satu komponen
4. Estetika
(1) Bentuk pulau
(2) Keanekaragaman ekosistem tinggi
(3) Keanekaragaman habitat tinggi
(4) Keanekaragaman jenis biota
(5) Habitat satwa burung
50
Skor 3: bila terdapat semua komponen
Skor 2: bila terdapat 3 - 4 komponen
Skor 1: bila terdapat 1 – 2 komponen
5. Konflik Kepentingan
(1) Perorangan
(2) Marga (kelompok)
(3) Masyarakat adat
Skor 1 : bila lokasi memenuhi semua komponen
Skor 2 : bila lokasi memenuhi dua komponen
Skor 3 : bila lokasi memenuhi satu komponen
6. Keamanan
(1) Aman sepanjang musim
(2) Aman pada musim barat atau timur
Skor 1: Sepanjang musim
Skor 2: Salah satu musim
Skor 1: Tidak aman sepanjang musim
7. Aksesibilitas
Keterkaitan dengan ketersediaan alat transport laut
Skor 3 : Tersedia alat transport umum regular
Skor 2 : Tersedia alat transport masyarakat
Skor 1 : Menyewa alat transport masyarakat
8. Kepedulian masyarakat
(1) Kegiatan penelitian
(2) Kegiatan pengawasan (monitoring)
(3) Kegiatan pendidikan atau pelatihan
Skor 3: Bila memenuhi semua kriteria
Skor 2: Bila memenuhi 2 kriteria
Skor 1: Bila memenuhi hanya 1 kriteria
9. Penelitian dan Pendidikan
(1) Penelitian dan pendidikan oleh pemerintah
(2) Penelitian dan pendidikan skala projek
(3) Penelitian dan pendidikan oleh perguruan tinggi
(4) Penelitian dan pendidikan oleh LSM
Skor 3: Bila memenuhi semua kriteria
Skor 2: Bila memenuhi 2 – 3 kriteria
Skor 1: Bila memenuhi hanya 1 kriteria
51
KRITERIA KELEMBAGAAN terdiri dari atribut :
1. Keberadaan lembaga sosial
Skor 3: Terdapat lebih dari 2 lembaga sosial
Skor 2 : Terdapat 1 lembaga sosial
Skor 1 : Tidak ada lembaga sosial
2. Dukungan infrastruktur sosial
Skor 3: Terdapat lebih 1 infrastruktur sosial
Skor 2: Terdapat 1 infrastruktur sosial
Skor 1: Tidak ada dukungan infrastruktur sosial
3. Dukungan Pemerintah
Skor 3: Dukungan pemerintah pusat dan daerah
Skor 2: Dukungan pemerintah pusat atau daerah
Skor 1: Tidak ada dukungan pemerintah
Evaluasi kriteria kesesuaian zona didasarkan pada nilai perhitungan skor
dibuat dalam persen dengan cara total skor dari nilai masing-masing atribut
dibagi dengan total skor maksimum dikalikan 100%. Dengan menggunakan
teknik interval kelas (skor), zonasi KKLD dibagi atas tiga zona, yaitu:
Zona Inti
Zona inti diperuntukan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi
ikan, serta alur migrasi biota laut; perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/
atau rentan terhadap perubahan; perlindungan situs budaya/ adat tradisional;
penelitian dan/atau pendidikan. Kategori Zona Inti apabila memenuhi nilai
perhitungan atau skor ≥ 80%.
Zona Pemanfaatan Terbatas
Zona Pemanfaatan terbatas yaitu zona yang diperuntukkan bagi
perlindungan habitat dan populasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, untuk
kegiatan pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, dan/atau
pendidikan. Kategori Zona Perikanan Berkelanjutan (pemanfaatan langsung)
apabila memenuhi nilai atau skor 50% - < 60%, sedangkan pemanfaatan tidak
langsung nilai perhitungan 60% - < 79%.
52
Zona Lainnya
Zona Lainnya merupakan zona diluar zona inti, zona pemanfaatan
terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu
antara lain zona rehabilitasi, zona perikanan berkelanjutan, dan sebagainya.
Kategori Zona Pemanfaatan khusus, apabila nilai perhitungan < 50%.
3.4.3. Analisis Kesesuaian Ekologis
Ananlisis
kesesuaian
lahan
kawasan
konservasi
untuk
berbagai
peruntukan seperti pengembangan perikanan karang, wisata selam dan wisata
mangrove dilakukan dengan teknik yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan
Widiatmaka (2001) yaitu :
Pertama, penetapan persyaratan (parameter dan kriteria), pembobotan dan
skoring. Parameter yang menentukan mendapat bobot paling besar,
sedangkan kriteria yang sesuai diberi skor tertinggi.
Kedua, penilaian peruntukan lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian
bobot (B) dan Skor (S) dibagi dengan total nilai bobot-skor dilkalikan 100.
Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya, dibagi dalam tiga kelas berikut :
S1 = Sesuai (Moderately Suitable) dengan nilai 66,67 – 100 %, dimana lahan
tidak memiliki pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau
hanya memiliki pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap
kegiatan atau produksi hasil.
S2 = Sesuai bersyarat (Marginally Suitable),dengan nilai 33.34 – 66.66%, kelas
ini lahan memiliki faktor pembatas yang lebih besar untuk mempertahankan
tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas akan
mengurangi
aktivitas
atau
produksi
dan
keuntungan
atau
lebih
meningkatkan masukan yang diperlukan.
S3 = Tidak sesuai (Not Suitable) dengan nilai 0 < 33.33 %, pada kelas ini lahan
mempunyai
faktor
pembatas
permanen
yang
mencegah
segala
kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
Keempat, membandingkan nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan,
sehingga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu diperoleh.
Kelima, penentuan kesesuaian pemanfaatan dilakukan dengan bantuan
Geographic Information System (GIS) menggunakan Arc Info ver 3.4.2 dan
ArcView ver. 3.3.
53
3.4.3.1. Daerah Tangkapan Ikan Karang
Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan karang dianalisis
menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 9. Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan Karang
NO
PARAMETER
BOBOT
SKOR KESESUAIAN
SESUAI
TIDAK SESUAI
(SKOR 2)
(SKOR 1)
1
Kecerahan(m)
5
>8
<8
2
Topograpi dasar
5
landaicuram
landai
Perairan
3
Kedalaman Perairan (m)
5
>5
<5
4
Perubahan cuaca
2
jarang
sering
5
KondisiTerumbu Karang
2
baik
buruk
6
Sumber pencemaran
3
Tidak ada
banyak
7
Kelimpahan ikan target (ind/350 m)
5
>150
< 150
Sumber : Modifikasi Soselisa (2006)
3.4.3.2. Lahan Pengembangan Wisata Selam
Kesesuaian lahan untuk areal wisata selam dianalisis menggunakan
persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 10.
Tabel 10. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Selam
No
Parameter
Bobot
KELAS KESESUAIAN DAN SKOR
S1 (Skor 3)
S2 (Skor 2)
S3 (Skor 1)
1.
Tutupan karang hidup
(%),
3
75-100
50 - <75
< 50
2.
Genus karang
3
> 12
7 – 12
<7
3.
Genus ikan karang
2
> 50
26 – 50
< 26
4.
Kecerahan perairan (%)
2
> 80
50 – 80
<50
5.
Kecepatan arus (m/dt)
2
< 0.1
>0.1 – 0.5
> 0,5
6.
Kedalaman terumbu
karang (m)
1
5 – 15
> 15 – 30 &
< 3 & > 30
3-<5
Sumber: a = Davis and Tisdell 1995; b=Davis and Tisdell 1996;
c = Hutabarat et al.2009; d = Supriharyono 2007;
e = Barnes and Hughes 2004; f = deVantier &Turak 2004
54
3.4.3.3. Lahan Pengembangan Wisata Snorkeling
Kesesuaian lahan untuk areal wisata senorkeling dianalisis menggunakan
persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 11.
Tabel 11. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Snorkeling
No
Parameter
Bobot
KELAS KESESUAIAN DAN SKOR
S1 (SKOR 3) S2 (SKOR 2)
S3 (SKOR 1)
1.
Tutupan karang hidup (%)
3
> 67
34 – 67
< 34
2.
Genus karang
3
> 10
6 – 10
<6
3.
Kecerahan perairan (%)
2
> 80
50 – 80
< 50
4.
Genus ikan karang
2
> 50
26 – 50
< 26
5.
Kecepatan arus (cm/dt)
2
< 0.1
> 0.1 – 0.5
> 0.5
6.
Kedalaman terumbu karang
(m)
1
1–3
>3–5
> 5 & <1
7.
Lebar hamparan datar karang
(m)
1
> 100
20-100
< 20
Sumber: a=Davis and Tisdell 1995;;b=Hutabarat et al.2009;
c=Supriharyono 2007; d=Barnes and Hughes 2004;
e = Marine National Park Division 2001
3.4.3.4. Lahan Pengembangan Wisata Mangrove
Kesesuaian lahan untuk areal wisata mangrove dianalisis menggunakan
persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 12.
Tabel 12. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Mangrove
KELAS KESESUAIAN DAN SKOR
NO
PARAMETER
BOBOT S1 (SKOR 3) S2 (SKOR 2)
S3 (SKOR 1)
1
Ketebalan
mangrove(m)
5
> 300
50 - 300
< 50
2
Kerapatan mangrove
2
(100 m )
4
> 10 - 25
5 – 10
< 5 atau > 25
3
Jenis mangrove (sp)
4
>3
1-3
0
4
Jenis biota
3
5
Tinggi Pasut (m)
3
0- <2
2-5
>5
6
Jarak dari kawasan
lainnya (m)
2
> 500
300 - 500
< 300
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007).
Ikan, Udang, Ikan, Moluska Salah satu biota
Kepiting,
air
Moluska, Reptil,
Burung.
55
3.4.4. Analisis Daya Dukung Lingkungan
Analisis daya dukung lingkungan ditujukan untuk menganalisis jumlah
maksimum
pemanfaatan
dalam
suatu
kawasan
tanpa
mengganggu
keseimbangan ekosistem tersebut. Gangguan keseimbangan akibat kerusakan
biofisik secara langsung dan tidak langsung melalui pencemaran. Berdasarkan
sumber gangguan ekosistem tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kawasan yang rentan terhadap kerusakan langsung.
3.4.4.1. Analisis Daya Dukung Kawasan
Untuk mengukur daya dukung setiap kegiatan pemanfaatan disesuaikan
dengan parameter fisika, kimia dan biologi perairan, maka kegiatan pemanfaatan
dilakukan melalui penentuan daya dukung kawasan berikut (Yulianda 2007) :
DDK  K 
Lp Wt

Lt Wp
Dimana :
DDK = Daya Dukung Kawasan;
K
= Potensi ekologis persatuan unit area;
Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan;
Lt = Unit area untuk kategori tertentu;
Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan
3.4.4.2. Potensi Sumberdaya Ikan Karang
Analisis (estimasi) potensi sumberdaya perikanan karang dilakukan
melalui beberapa tahapan :
Pertama, penghitungan jumlah ikan karang pada tali transek sepanjang (2x 50)m
dengan lebar ke kiri – kanan 2,5 m ( English et al. 1994).
Kedua, penghitungan kepadatan ikan dengan metode Misra (1978) yaitu :
d
c
 10.000
A
(ekor/hektar)
Dimana :
d = kepadatan
c = jumlah ikan yang terhitung dalam pengamatan
A = Luas daerah pengamatan
10.000 = konversi hektar ke meter
56
Ketiga, penghitungan kelimpahan stok digunakan persamaan :
Bo  d  L
Dimana :
Bo = kelimpahan stok (ekor); d = kepadatan; L = Luas daerah pengamatan
Keempat, penghitungan potensial yield digunakan rumus Gulland (1975) :
Py  Bo  M  c
Dimana :
Py = potensial yield (ekor/tahun)
Bo = kelimpahan stok (ekor)
M = koefiisien kematian alami
C = konstanta
Kelima, penghitungan MSY optimal = (0,5 x Py) x 0,8 dimana 0,8 adalah
konstanta precautionary approach dari MSY
3.4.4.3. Daya Dukung Wisata Bahari
Estimasi daya dukung wisata bahari mengikuti ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona
pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam yakni 10 % dari luas zona
pemanfaatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Hutabarat et al. (2009)
membuat suatu formulasi dalam menghitung daya dukung kawasan untuk
kegiatan wisata bahari di kawasan konservasi, yakni:
DDW

LpWt
 0 .1  K
LtWp




Dimana :
DDW
K
Lp
Lt
Wt
Wp
= Daya dukung kawasan untuk ekowisata
= Maksimum wisatawan per satuan unit area
= Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
= Unit area untuk kategori tertentu
= Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata per hari
= Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
Nilai maksimum wisatawan (K) per satuan unit area (Lt) untuk setiap
kategori wisata bahari disajikan pada Tabel 13.
57
Tabel 13. Potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata
Jenis Kegiatan
K
(orang)
Unit Area
(Lt)
Keterangan
Wisata Selam
2
1000 m2
Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m
Wisata Snorkling
1
300 m2
Setiap 1 org dalam 100 m x 3 m
Wisata Mangrove
1
100 m2
Dihitung panjang track, setiap 1 org
sepanjang 100 m
Sumber: Hutabarat et al.(2009); deVantier and Turak (2004).
Nilai konstanta waktu dalam sehari yang diperlukan oleh setiap wisatawan
dalam melakukan kegiatan wisata bahari, dimana nilai ini merupakan hasil
wawancara terhadap seluruh turis per kategori wisata.
Tabel 14. Waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan wisata
No.
Kegiatan
Waktu yang
dibutuhkan
Wp-(jam)
Total waktu 1 hari
Wt-(jam)
1.
Selam
2
8
2.
Snorkeling
3
6
3.
Wisata mangrove
2
8
Sumber : Modifikasi dari deVantier and Turak (2004) dan Hutabarat et al. (2009).
3.4.5. Analisis Nilai Manfaat Sumberdaya
Analisis ini merupakan kelanjutan dari hasil identifikasi manfaat dan nilai
manfaat pada tahap pengumpulan data kategori ekonomi yang menggunakan
kuesioner. Pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai manfaat sehingga diperoleh
total nilai manfaat sumberdaya.
Metode valuasi setiap manfaat sumberdaya yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Transfer Manfaat (Benefit transfer)
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode transfer manfaat pada fungsi hutan
mangrove sebagai konservasi, nilai keanekaragaman mangrove dan nilai
keanekaragaman terumbu karang.
58
b. Biaya Kompensasi (Compensation cost)
Kuantifikasi
nilai
ini
menggunakan
metode
biaya
kompensasi
yang
dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan pelestarian dan perlindungan
sumberdaya dalam kawasan G.Sulat-G.Lawang.
c. Biaya pencegahan kerusakan (Damage avoided cost)
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pencegahan kerusakan jika
terjadi kehilangan fungsi tersebut.
d. Harga pasar (Market price)
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode harga pasar dari kayu bakar dan
biota sekitar mangrove dan terumbu karang.
e. Biaya pengganti (Replacement cost)
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pengganti untuk membangun
bangunan penahan abrasi dan perlindungan pantai.
f. Pasar pengganti (Surrogate market)
Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode pasar pengganti dengan
mengungkapkan nilai dari suatu perbaikan nyata dari kualitas lingkungan.
g. Penilaian berdasarkan preferensi
Kuantifikasi nilai ini dilakukan dengan menduga hubungan antara kesediaan
untuk membayar (WTP) atau kesediaan menerima (WTA). Kuantifikasi nilai
menggunakan teknik valuasi yang bersifat “partisipatif” berupa penilaian
langsung oleh responden yang telah ditetapkan. Estimasi WTP dan WTA
menggunakan pendekatan Total Kesediaan Membayar atau Total Kesediaan
Menerima dari para konsumen.
Analisis total ekonomi dengan metoda Valuasi Ekonomi, dengan formula
berikut :
TEV  UV  NUV
Dimana :
TEV = Total Economic Value (nilai ekonomi total)
UV = Use Value (nilai manfaat)
NUV = Non Use Value (bukan nilai manfaat)
59
Nilai
manfaat
pemanfaatan
(use
langsung
value)
merupakan
sumberdaya
alam
nilai
dan
yang
diperoleh
lingkungan,
atas
termasuk
pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sumberdaya alam. Nilai manfaat dapat diformulasikan sebagai berikut :
UV  DUV  IUV  OV
Dimana :
UV = Use Value (nilai manfaat)
DUV = Direct Use Value (nilai manfaat langsung)
IUV = Indirect Use Value (nilai manfaat tidak langsung)
OV = Option Value (nilai pilihan)
Nilai manfaat langsung (direct use value) merujuk langsung pada konsesi
sumberdaya alam, sedangkan nilai manfaat tidak langsung (indirect use value)
merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa
yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Nilai pilihan (option
value) merupakan nilai yang menunjukan pilihan seorang individu untuk
membayar dalam melestarikan sumberdaya alam bagi pengguna lainnya dimasa
mendatang.
Komponen bukan nilai manfaat (non use value) adalah nilai yang diberikan
kepada sumberdaya alam atas keberadaannya meskipun tidak digunakan secara
langsung, sulit diukur karena didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan
bukan pengamatan langsung, dengan formulasi berikut :
NUV  BV  EV  QOV
Dimana :
NUV =
BV =
EV =
QOV =
Non Use Value (bukan nilai manfaat)
Bequest Value (nilai pewarisan)
Existence Value (nilai keberadaan)
Quasi Option Value (nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang
irreversible)
Nilai keberadaan (existence value) adalah penilaian yang diberikan dengan
terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan, nilai pewarisan (bequest value)
diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan
atau mewariskan sumberdaya alam dan lingkungan kepada generasi mendatang,
nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible (quasi option value)
mengandung makna ketidak-pastian, dimana nilainya merujuk pada nilai barang
60
dan jasa dari sumberdaya alam yang mungkin timbul akibat ketidak-pastian
permintaan dimasa mendatang.
Untuk pengembangan ekowisata bahari, analisis ekonomi menggunakan
pendekatan penawaran dan permintaan. Pendekatan permintaan wisata
merupakan
pendekatan
yang
digunakan
untuk
menganalisis
besarnya
permintaan wisata bahari oleh wisatawan yang dibatasi oleh biaya perjalanan
wisata, pendapatan wisatawan, perubahan harga dan faktor lain. Pendekatan
permintaan ini dianalisis dengan mengukur besarnya kemampuan membayar
(Willingness to Pay, WTP) oleh wisatawan dalam melaksanakan kegiatan wisata
bahari. Metode yang digunakan untuk mengestimasi WTP didekati dengan
menilai total kesediaan membayar atau total kesediaan menerima dari
konsumen. Mengacu FAO (2000), nilai setiap konsumen dapat secara langsung
diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut :
10
MWT ( P / A)  1 / 10 yi
i 1
Keterangan :
MWT(P/A) = nilai tengah WTP atau WTA. Jumlah sampel 10 responden dan yi
adalah besaran WTP / WTA yang diberikan responden ke-i. Apabila sebaran
WTP /WTA terlalu ekstrim, maka disarankan mengganti teknik nilai tengah dari
rata-rata menjadi nilai median.
Setelah mengetahui tingkat WTP/WTA yang dihasilkan perindividu dari
persamaan diatas maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan preferensi
secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formula
TB  WTP / Ai  P2010
Keterangan :
TB adalah total benefit, WTP/A adalah nilai WTP/WTA perindividu dan P adalah
total populasi di lokasi penelitian pada tahun 2010
Maksimum jumlah (daya dukung ekonomi) wisatawan yang berkunjung ke
G.Sulat-G.Lawang dan harga maksimum yang dapat dibayarkan diperoleh
dengan menyeimbangkan antara fungsi penawaran dengan fungsi permintaan
produk ekowisata bahari (Supply = Demand).
61
3.4.6. Analisis Sosial
Daya dukung sosial untuk pengembangan perikanan karang dan
ekowisata bahari dihitung dengan menilai jumlah penyerapan tenaga kerja per
unit usaha, didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja dalam satu periode
produksi (1 tahun). diformulasikan sebagai berikut :
t n
KTK   UK/PE
t 1
Dimana :
KTK = Kebutuhan tenaga kerja (fungsi dari jumlah kunjungan atau unit usaha
(∑U)
K = rata-rata beban kerja
E
= waktu kerja efektif setiap tenaga kerja
P
= selang waktu dalam satu siklus produksi
3.4.7. Analisis Optimasi Pemanfaatan
Model yang dibangun dalam kajian pemanfaatan ruang kawasan
konservasi G.Sulat-G.Lawang secara optimal adalah sistem dinamik yang
memanfaatkan software Stella.9.0. dan Geographycal Information System (GIS).
Sistem dinamik dikembangkan sebagai alat analisis dalam pengambilan
kebijakan untuk memformulasikan pemanfaatan ruang kawasan konservasi
secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan
sosial yang disesuaikan dengan kondisi kawasan dan mengacu pada beberapa
parameter ilmiah dari hasil penelitian dan referensi terkait. GIS dalam penelitian
ini adalah: 1) analisis proximity, yaitu pembuatan buffer/coverage baru berupa
zona inti, pemanfaatan terbatas daan zona lainnya dari coverage input (titik,
garis, poligon), 2) analisis spasial/overlay, yaitu proses tumpang tindih coverage,
dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial (keruangan
dan informasinya) yang digunakan untuk mencari wilayah yang diinginkan
berdasarkan kriteria yang disetujui.
Aplikasi model SIG digunakan dalam beragam sistem pendukung
keputusan (Barlett 1999). SIG sebagai dasar pemodelan spasial untuk
pengelolaan sumberdaya alam digunakan untuk mengekspresikan unit spasial,
interaksinya dan bagaimana besaran serta lokasi unit spasial tersebut
berpengaruh dan mempengaruhi kondisi variable state seperti biomassa,
populasi dan sebagainya. Pemodelan yang memasukkan aspek wilayah dinamis
62
yang aktif dimana pengembangan setiap wilayah dilakukan secara terpisah dan
khusus (isolated) dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang ada
pada wilayah yang berdekatan (Camara et al. 1976).
Model dinamik spasial yang dibangun dengan pendekatan GIS meliputi
data biologi dan oceanografi dari literatur yang ada untuk menggambarkan area
studi dalam bentuk matrik sel grid 2 dimensi (Pitcher et al. 2002; Pitcher et al.
2007). Selanjutnya dioverlay dengan data kesesuaian lahan dan interaksi spasial
wilayah pengamatan yang direpresentasikan sebagai sel grid zona adaptif
pemanfaatan kawasan. Dengan memasukan model optimasi ruang yang
dikombinasikan dengan GIS serta komponen kebijakan yang mengatur
pemanfaatan ruang berbasis kawasan menghasilkan peta kawasan yang adaptif
(adaptive zoning). Analisis spasial digunakan untuk mengintegrasikan semua
komponen aspek yang diamati berdasarkan distribusi dan pengalokasian lahan
sesuai kondisi lapangan.
3.4.8. Analisis Keberlanjutan
Análisis keberlanjutan pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.SulatG.Lawang dilakukan dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS) yang
disebut RAP-KK yang merupakan pengembangan dari metode RAPFISH yang
digunakan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap (Pitcher TJ dan
D.Preikshot 2001; Kavanagh, P and Tony J. Pitcher. 2004). Analisis
keberlanjutan dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Perikanan Karang (ikbPK), Indeks Keberlanjutan Wisata Selam (ikb-WS), Indeks Keberlanjutan Wisata
Snorkeling (ikb-WSk), Indeks Keberlanjutan Wisata Mangrove (ikb-M). Analisis
dilakukan melalui tiga tahapan:
A. Penentuan atribut
Penentuan atribut perikanan karang dan ekowisata bahari
yang
mencakup empat dimensi pengelolaan, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial
dan kelembagaan. Pada setiap dimensi dipilih atribut yang mewakili dimensi
yang bersangkutan untuk digunakan sebagai indikator tingkat keberlanjutan dari
dimensi tersebut. Atribut pada setiap dimensi dipilih yang secara kuat mewakili
dimensi yang bersangkutan dan tidak tumpang tindih dengan atribut lain.
63
B. Pembuatan Skor
Pemberian skor atau peringkat dilakukan pada atribut yang teridentifikasi
berdasarkan tujuan pengelolaan potensi kawasan. Mengacu pada teknik
RAPFISH (Pitcher and Preikshot 2001; Susilo 2003), skor yang diberikan berupa
nilai “buruk” yakni mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan
dalam pengelolaan kawasan dan nilai “baik” yakni mengkondisikan pengelolaan
kawasan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini
terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan
oleh Good et al. (1999) dan Heershman et al. (1999), maka jumlah peringkat
yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak
tiga yakni nilai buruk skor 0, nilai antara skor 1, niilai baik skor 2 seperti terlihat
pada Lampiran 2.
C. Analisis Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan pengelolaan kawasan dilakukan untuk melihat
atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks efektivitas
pengelolaan di wilayah kajian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai ikb-KK
dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi
apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut dalam
bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbu-x.
Download