BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Kebencanaan Di Indonesia Potensi bencana sangat mempengaruhi tingkat risiko bencana di komunitas. Faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat risiko bencana adalah upaya mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (Fima & Sudaryono, 2012). Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bencana dan kurangnya kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana merupakan sejumlah faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana gempa. Diantara korban jiwa tersebut, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak (Pribadi K. & Yuliawati A., 2009). Hal tersebut juga disampaikan oleh Setiawan (2010) bahwa pengetahuan dan pemahaman yang rendah terhadap risiko bencana merupakan salah satu faktor pemicu kerentanan anak terhadap bencana. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman anak kemudian berdampak pada rendahnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sehingga saat bencana benarbenar terjadi, anak-anak kemudian banyak yang menjadi korban. Anak sebagai generasi harapan bangsa perlu diperhatikan keselamatannya . Untuk itu pendidikan kebencanaan di sekolah semakin diperhatikan saat ini. Penerapannya dapat dimulai dari berbagai jenjang baik sekolah dasar sampai jenjang sekolah menengah atas. Sekolah berdampak langsung terhadap generasi muda karena adanya proses penyampaian pengetahuan serta penanaman nilai budaya pada siswa (Honesti & Djali, 2012). Oleh karena itu, Astuti (2015) menyampaikan penting untuk dirintis sekolah siaga bencana yang memiliki tujuan meningkatkan pemahaman dan kesadaran warga sekolah tentang bahaya dan risiko bencana, membentuk jejaring siaga bencana 8 9 berbasis sekolah dan memperkuat interaksi sosial warga sekolah. Selain itu sekolah siaga bencana juga penting agar terorganisasinya warga sekolah yang terlatih siaga bencana, serta berkesinambungannya pelaksanaan kesiapsiagaan berbasis sekolah. Sarwidi (2013) menyebutkan masih adanya paradigma lama bahwa manajemen kebencanaan hanya dilakukan saat dan sesudah terjadi bencana meyebabkan masih dikesampingkannya konsep manajemen bencana yang menitikberatkan pada manajemen pra-bencana. Maka dari itu rintisan sekolah siaga bencana, dimulai dari perubahan paradigma peserta didik tentang konsep bencana. Perubahan paradigma ini dapat meningkatkan partisipasi peserta didik dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan pengurangan resiko bencana tidak hanya dalam komunitas sekolah tetapi juga di masyarakat (Astuti, 2015). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga memperhatikan isu kesiapsiagaan bencana dilihat dari aspek kominitas sekolah. Hal tersebut diwujudkan dengan dibuatnya Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012 tentang Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Adapun unsur-unsur terbentuknya Sekolah Aman Bencana yang ideal berdasarkan Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 meliputi definisi, nilai, prinsip, strategi pelaksanaan, kerangka kerja serta pemantauan dan evaluasi. 2.2 Program Sekolah Aman Bencana 2.2.1 Definisi Lampiran penjelasan atau pedoman dalam Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 menyebutkan bahwa sekolah aman dibagi menjadi tiga definisi, yaitu definisi umum, definisi khusus dan definisi terkait pengurangan risiko bencana. Secara umum sekolah aman adalah sekolah yang mengakui dan melindungi hak-hak anak dengan 10 menyediakan suasana dan lingkungan yang menjamin proses pembelajaran, kesehatan, keselamatan, dan keamanan siswanya terjamin setiap saat. Untuk definisi khususnya, sekolah aman adalah sekolah yang menerapkan standar sarana dan prasarana yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana. Sedangkan definisi terkait pengurangan risiko bencana menyebutkan sekolah aman adalah komunitas pembelajar yang berkomitmen akan budaya aman dan sehat, sadar akan risiko, memiliki rencana yang matang dan mapan sebelum, saat, dan sesudah bencana, dan selalu siap untuk merespons pada saat darurat dan bencana. 2.2.2 Nilai, Prinsip dan Strategi Pelaksanaan Sekolah/Madrasah aman dari bencana dalam pedoman Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 mempertimbangkan nilai-nilai seperti perubahan budaya, berorientasi pemberdayaan, kemandirian, pendekatan berbasis hak, keberlanjutan dan kearifan lokal dan kemitraan. Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana merupakan salah satu upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang tangguh bencana. Upaya tersebut diharapkan berhasil melalui tercapainya tujuan penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Tujuan tersebut yaitu untuk menghasilkan perubahan budaya yang lebih aman dari bencana dan perubahan dari aman menjadi berketahanan terhadap bencana. Untuk orientasi nilai pemberdayaan diarahkan pada peningkatan kemampuan menerapkan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana pada beberapa aspek pengelolaan yang dilakukan oleh warga sekolah termasuk keterlibatan anak sebagai anak didik. Aspek tersebut meliputi pengembangan kurikulum, sarana prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan dan pembiayaan di sekolah/madrasah. Optimalisasi 11 pendayagunaan sumberdaya yang dimiliki sekolah/madrasah tersebut merupakan bentuk dari nilai kemandirian dalam Sekolah Aman Bencana. Yang juga sangat diperhatikan dalam pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana adalah hak-hak asasi manusia termasuk hak-hak anak dijadikan salah satu pertimbangan utama dalam upaya penerapannya. Selanjutnya upaya keberlanjutan program yang diharapkan adalah terbentuknya pelembagaan aktivitas warga sekolah/madrasah termasuk anak dalam upaya penerapan sekolah/madrasah dari bencana. Bentuk pelembagaan aktivitas itu dapat diwujudkan melalui pengaktifan lembaga yang sudah ada seperti TP UKS, Komite Sekolah, OSIS, Ekstrakurikuler, dsb. Nilai-nilai dari kearifan lokal yang ada di lingkungan masyarakat ataupun sekolah juga perlu untuk didalami guna mendukung upaya penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana. Terkait dengan kearifan lokal tersebut juga tidak terlepas pada nilai atau unsur kemitraan. Kemitraan dilakukan dalam upaya adanya keterlibatan dari semua elemen di sekolah mulai dari pemangku kepentingan termasuk anak secara individu maupun dalam kelompok. Keterlibatan semua elemen tersebut diharapkan bekerjasama dalam mencapai tujuan kegiatan berdasarkan prinsip-prinsip Sekolah/Madrasah Aman dari bencana. Dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana ini juga harus memperhatikan kepentingan warga sekolah/madrasah terutama anak berkebutuhan khusus yang mana hal tersebut merupakan wujud dari nilai inklusivitas Selain nilai-nilai tersebut, pelaksanaan Sekolah Aman Bencana juga mengacu pada beberapa prinsip yaitu berbasis hak, interdisiplin dan menyeluruh, dan komunikasi antar-budaya (intercultural approach). 12 Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana harus berbasis pemenuhan hak pendidikan anak dalam menerapkan keempat prinsip hak anak. Hak anak yang pertama adalah tidak ada satu anak pun yang sampai menderita akibat diskriminasi dan sikap tidak hormat yang menyangkut SARA, jenis kelamin, sikap, bahasa, pendapat, kebangsaan,kepemilikan, kecacatan fisik dan mental, status kelahiran dan lainnya. Kemudian hak kedua yaitu anak-anak memiliki hak atas kelangsungan dan tumbuh kembangnya dalam semua aspek kehidupannya, termasuk aspek fisik, emosional, psikososial, kognitif, sosial dan budaya. Hak ketiga berupa pertimbangan kepentingan terbaik untuk anak didalam seluruh keputusan atau aksi yang mempengaruhi anak dan kelompok anak, termasuk keputusan yang dibuat oleh pemerintah, pemerintah daerah, aparat hukum, bahkan yang diatur didalam keluarga anak itu sendiri. Dan hak keempat berupa hak anak-anak untuk berkumpul secara damai, berpartisipasi aktif dalam setiap aspek yang mempengaruhi kehidupan mereka, untuk mengekspresikan dengan bebas dan mendapatkan pendapat mereka didengar dan ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Sedangkan prinsip menyeluruh ditegaskan dalam ketepaduan pelaksanaan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana guna mencapai standar nasional pendidikan. Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana juga terintegrasi dalam standar pelayanan minimum pendidikan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan suatu pendekatan dengan komunikasi antar budaya. Komunikasi antarpribadi yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda (ras, etnik, atau sosioekonomi) sesuai dengan jati diri bangsa dan nilai–nilai luhur kemanusiaan menjadi pendekatan penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana yang harus diutamakan. 13 Dalam rencana Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana jangka panjang, pedoman Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 menyebutkan penggunaan tiga tema strategis. Tema tersebut antara lain yaitu (1) sinkronisasi kebijakan (2) peningkatan partisipasi publik termasuk anak (3) pelembagaan. Pemetaan kebijakan dari berbagai K/L/D/I menjadi bahan pertimbangan utama dalam tema strategi sinkronisasi kebijakan. Dasar hukum dalam pedoman ini disusun berdasarkan hasil sinkronisasi kebijakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip-prinsip penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana. Kemudian tema strategis peningkatan partisipasi publik termasuk anak dimaksudkan menjadikan anak menjadi kaum muda mitra dalam Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Kegiatan penerapan sekolah/madrasah aman terintegrasi dengan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki warga sekolah seperti Sekolah Sehat, Sekolah Hijau, Sekolah Adiwiyata, Lingkungan Inklusi dan Ramah Pembelajaran serta model-model Pendidikan Ramah Anak lainnya. Selanjutnya penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana sejalan dengan peran dan fungsi masing-masing K/L/D/I terkait diwujudkan melalui pembentukan kelembagaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.2.3 Peran Pemangku Kepentingan Sejumlah elemen ataupun pemangku kepentingan memiliki perannya dalam pelaksanaan program Sekolah Aman Bencana. Elemen tersebut antara lain peserta didik, orangtua, pendidik dan profesional lainnya, komite sekolah/madrasah, organisasi non-pemerintah, nasional, internasional, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta media massa. Bentuk peranan peserta didik dapat berupa pelembagaan aktivitas pengurangan risiko bencana misalnya dalam forum OSIS atau ekstrakurikuler tertentu. 14 Selain itu peserta didik dapat berperan sebagai tutor sebaya untuk meyampaikan informasi kebencanaan terutama untuk sekolah yang belum memenuhi standar sekolah aman bencana. Selanjutnya untuk orangtua dapat berperan dalam perumusan program Sekolah/Madrasah Aman dengan Komite sekolah serta membantu menyebarluaskan penerapan Sekolah/Madrasah aman. Untuk pendidik atau profesional lainnya dapat bekerjasama dengan warga sekolah lainnya termasuk anak dalam upaya penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana secara struktural maupun non struktural. Upaya tersebut dapat berupa peningkatkan pengetahuan dan keterampilan terhadap bahaya, kerentanan dan kapasitas sekolah/madrasah termasuk anak dalam upaya pengurangan risiko bencana. Serta melakukan usaha-usaha terencana guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif dalam penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana secara non-struktural. Seiring dengan hal tersebut maka perlu peran dari komite sekolah yang dapat diwujudkan dalam pembentukan forum orangtua dan guru dalam upaya penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana. Dalam forum diharapkan dibahas upaya pengenalan materi PRB kepada para peserta didik, pembuatan jalur evakuasi dan upaya lain termasuk memperhatikan anak berkebutuhan khusus. Komite Sekolah/Madrasah juga dapat berperan untuk pemantauan, pemeriksaan kelayakan gedung, pemeliharaan dan perawatan gedung. Kemudian secara garis besar peran yang diharapkan dari organisasi nonpemerintah baik yang berskala nasional maupun internasional adalah pemberian bantuan teknis penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana secara struktural maupun nonstruktural. Bantuan tersebut dapat berupa pengembangan dan penyediaan materi-materi pendidikan kebencanaan serta mendukung adanya kemitraan antar 15 sekolah. Oleh karena itu, diperlukan peran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah berperan dalam penegakan acuan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana yang meliputi ketiga tema strategis, prinsip-prinsip, nilai-nilai dan kerangka kerja. Disamping penyediaan acuan teknis pelaksanaan program sekolah/madrasah aman dari bencana, peran lainnya dapat berupa pemutahiran data rehabilitasi sekolah, baik secara elektronik maupun manual. Langkah selanjutnya berupa penguatan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pelaporan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana. Mendorong pembinaan berkelanjutan dengan mengintegrasikan penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana kedalam program lain disekolah. Serta memastikan perencanaan Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana sebagai bagian dari Rencana Penanggulangan Bencana. Dan yang terakhir, elemen media massa memiliki peran untuk melakukan sosialisasi dan advokasi penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana kepada masyarakat luas. Selain itu media massa berperan sebagai alat kontrol dalam penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana. 2.2.4 Kerangka Kerja Kerangka kerja dari program Sekolah Aman Bencana terdiri atas dua yaitu Kerangka Kerja Struktural dan Kerangka Kerja Non-Struktural. 1. Kerangka Kerja Struktural Berdasarkan pedoman Perka BNPB No. 4 Tahun 2012, kerangka kerja struktural adalah konstruksi fisik sekolah/madrasah untuk mengurangi risiko bencana. Adapun aspek mendasar dari kerangka kerja struktural sekolah/madrasah aman dari bencana meliputi lokasi aman dari bencana, struktur bangunan, desain penataan kelas dan dukungan sarana prasarana. Dimana dalam kriterianya sebagian besar mengacu pada PerMenPU No. 29 Tahun 2006. 16 Untuk kriteria lokasi aman dari bencana yang pertama dapat dinilai dari kesesuaian lahan dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta adanya izin dari Pemerintah Daerah setempat mengacu pada PerMenPU No. 29 Tahun 2006. Selain itu lahan tersebut juga harus digunakan secara efektif untuk membangun sarana dan prasarana sekolah yang memadai dan tetap memperhatikan ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik. Letak sekolah juga disarankan agak jauh dari sempadan jalan yang ada dan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa. Sekolah juga harus memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. Kemudian untuk kriteria struktur bangunan, secara umum bangunan harus memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan termasuk kelayakan bagi anak berkebutuhan khusus, kenyamanan dan keamanan sesuai dengan PerMenPU No.29 Tahun 2006 dan Pedoman Teknis Rumah dan Bangungan Gedung Tahan Gempa yang dikeluarkan oleh Kementerian PU Tahun 2006. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait struktur bangunan sekolah/madrasah aman dari bencana. Pertama, bangunan harus didesain berdasarkan standar teknis dan mutu yang berlaku untuk desain bangunan, material bahan bangunan yang digunakan, serta tata cara pelaksanaan konstruksi, dengan mengacu pada SNI dan peraturan perundangan yang berlaku. Pemilihan bahan material yang digunakan selain tidak menimbulkan kerusakan lingkungan juga disesuaikan dengan kearifan lokal setempat. Desain bangunan juga harus memperhitungkan analisa gempa sesuai aturan Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI. Hal lain 17 yang harus diperhatikan yaitu kompentensi dari sumber daya manusia (SDM) yang berperan dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan, pemeliharaan, perawatan, perbaikan maupun pemeriksaan berkala bangunan. Dalam desain bangunan juga harus disediakan jalur evakuasi yang memadai dan tidak terhalang sebagai antisipasi kondisi darurat bencana. Secara aspek kesehatan, desain bangunan harus memperhatikan, penghawaan dan sirkulasi udara, pencahayaan alami, dan akses terhadap air dan sarana sanitasi. Selain itu menyediakan prasarana kemudahan akses bagi mereka yang berkebutuhan khusus dan potensi karakteristik jenis ancaman bencana di lokasi sekolah/madrasah merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan desain bangunan. Untuk kriteria ketiga yaitu desain dan penataan kelas ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain dan menata ruang kelas sekolah/madrasah aman dari bencana guna memperkecil risiko saat terjadi bencana. Yang pertama yaitu ketersediaan dua pintu kelas yang membuka keluar guna memudahkan evakuasi saat terjadi bencana. Terkait hal tersebut maka diharapkan sekolah memiliki jalur evakuasi dengan akses yang aman dan mudah dicapai. Jalur tersebut juga harus dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas dan mudah dikenal dengan baik oleh anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Untuk kriteria keempat yang berupa dukungan sarana prasarana mencakup kriteria minimum sarana dan ketersediaan sarana dan prasarana pencegahan kebakaran. Kriteria minimum sarana berupa perlengkapan yang wajib dimiliki setiap sekolah atau madrasah seperti perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi dan lain sebagainya. Sedangkan sarana dan atau prasarana pencegahan kebakaran 18 minimal dapat berupa Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang ditempatkan di setiap lantai dan mudah dijangkau. 2. Kerangka Kerja Non Struktural Kerangka kerja non struktural adalah upaya mengurangi risiko bencana yang diluar konstruksi fisik. Contoh dari kerangka kerja non-struktural yaitu upaya pembuatan kebijakan, kampanye penyadaran masyarakat, membangun sikap dan tindakan kesiapsiagaan kepada seluruh warga sekolah/madrasah dalam menghadapi bencana, yaitu penyiapan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Adapun aspek mendasar kerangka kerja non struktural berdasarkan pedoman Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 meliputi Pengetahuan, Sikap dan Tindakan, Kebijakan Sekolah/Madrasah, Perencanaan Kesiapsiagaan dan Mobilisasi Sumberdaya Persepsi, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki manusia mempengaruhi dasar sikap dan tindakan manusia. Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana mentargetkan seluruh warga sekolah sebagai sasaran. Hal tersebut karena Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana ingin membangun kemampuan seluruh warga sekolah/madrasah, baik individu maupun warga sekolah/madrasah secara kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat dan tepat guna. Maka dari itu perlu dibuat suatu kebijakan sekolah terkait penerapan Sekolah Aman Bencana. Kebijakan sekolah/madrasah adalah keputusan yang dibuat secara formal oleh sekolah/madrasah mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana, baik secara khusus maupun terpadu. Pada praktiknya, kebijakan sekolah/Madrasah berupa landasan, panduan, 19 arahan pelaksanaan kegiatan terkait dengan Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Selanjutnya juga diperlukan suatu perencanaan kesiapsiagaan di sekolah. Bentuk atau produk dari perencanaan ini adalah dokumen-dokumen, seperti protap kesiapsiagaan, rencana kedaruratan/kontinjensi, dan dokumen pendukung kesiapsiagaan terkait, termasuk sistem peringatan dini yang disusun dengan mempertimbangkan akurasi dan kontektualitas lokal. Perencanaan kesiapsiaagaan bertujuan agar terjaminnya tindakan cepat dan tepat guna pada saat terjadi bencana. Tindakan tersebut diwujudkan dengan memadukan dan mempertimbangkan sistem penanggulangan bencana di daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Sekolah/madrasah juga harus menyiapkan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana, serta finansial dalam pengelolaan untuk menjamin kesiapsiagaan bencana sekolah. Mobilisasi sumber daya didasarkan pada kemampuan sekolah/madrasah dan pemangku kepentingan sekolah/madrasah. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi dari para pemangku kepentingan lainnya. 2.2.5 Pemantauan dan Evaluasi 1. Pemantauan Pemantauan yang dimaksud adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana dan mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul agar dapat diambil tindakan sedini mungkin. Pemantauan dilakukan terhadap perkembangan realisasi penyerapan dana, realisasi pencapaian target keluaran (output) dan kendala yang dihadapi. Pemantauan harus dilakukan secara berkala untuk mendapatkan informasi akurat tentang pelaksanaan kegiatan, kinerja program serta hasil-hasil yang 20 dicapai. Selain untuk menemukan dan menyelesaikan kendala yang dihadapi, kegiatan ini juga berguna untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana. Pelaksanaan pemantauan (dan juga evaluasi) dilaksanakan dengan memperhatikan asas Efisiensi, yakni derajat hubungan antara barang/jasa yang dihasilkan melalui suatu program/kegiatan dan sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan barang/jasa tersebut yang diukur dengan biaya per unit keluaran (output); Efektivitas, yakni tingkat seberapa jauh program/kegiatan mencapai hasil dan manfaat yang diharapkan; dan Kemanfaatan, yaitu kondisi yang diharapkan akan dicapai bila keluaran (output) dapat diselesaikan tepat waktu, tepat lokasi dan tepat sasaran serta berfungsi dengan optimal. Selain ketiga asas tersebut, pelaksanaan pemantauan sebaiknya juga menilai aspek Konsistensi, Koordinasi, Konsultasi, Kapasitas dan Keberlanjutan dari pelaksanaan suatu rencana program/kegiatan. Secara umum, target pemantauan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana adalah sebagai berikut : a) memantau efektivitas input (dana, SDM, waktu, dan sumberdaya lainnya), tatalaksana penyelenggaraan kegiatan, administrasi dan pengelolaan keuangan oleh sekolah/madrasah dalam rangka mencapai sasaran penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana, b) memantau kinerja organisasi pelaksana penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana, c) memantau proses dan hasil pelaksanaan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana berdasarkan aspek dan kerangka kerja sekolah aman, meliputi: proses sosialisasi program, proses penilaian proposal, proses, pengolahan data, penentuan urutan prioritas sekolah 21 calon penerima program, pelaksanaan dan pemanfaatan program d) memantau pemanfaatan sarana-prasarana sekolah/madrasah yang telah diperbaiki sesuai fungsinya disesuaikan dengan desain dan penataan sekolah/madrasah aman e) memantau kegiatan pemenuhan indikator sekolah /madrasah aman dari baik struktural maupun nonstructural di tingkat sekolah/madrasah, f) mengidentifikasi kendala dalam penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana dan g) terkumpulnya data yang menyeluruh tentang kegiatan sekolah/madrasah aman dari bencana baik data kegiatan struktural maupun non struktural. 2. Evaluasi Evaluasi menilai aspek-aspek penerapan sekolah/madrasah aman sesuai dengan indikator sekolah/madrasah aman dari bencana baik struktural maupun non struktural sehingga dapat mengkategorikan tingkat amannya bagi setiap sekolah/madrasah meliputi: a. Penilaian tingkat pemenuhan perencanaan dengan pelaksanaan penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana serta kegiatan non-struktural b. Penilaian penerapan aspek dan kerangka kerja sekolah/madrasah aman dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah/madrasah meliputi Proses sosialisasi program, Proses penilaian proposal, Proses pengolahan data, Penentuan urutan prioritas sekolah calon penerima program, Pelaksanaan dan pemanfaatan program c. Penilaian setiap sekolah/madrasah dalam memenuhi indikator sekolah/madrasah aman dari bencana dan melakukan kategorisasi dengan perincian sebagai berikut a) Kategori 1: Memenuhi salah satu aspek yang mendasar dan parameter sekolah/madrasah aman dari bencana, b) Kategori 2: Memenuhi lebih dari dua aspek yang mendasar dan parameter sekolah/ 22 madrasah aman dari bencana, c) Kategori 3: Memenuhi seluruh aspek yang mendasar dan parameter sekolah/madrasah aman dari bencana 2.3 Pengetahuan Kebencanaan Adapun yang tercakup dalam pengetahuan kebencanaan dalam program Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana adalah pengetahuan terhadap bencana gempa bumi dan kebakaran. 2.3.1 Gempa Bumi Gempa bumi adalah gejala alamiah berupa gerakan goncangan atau getaran tanah yang ditimbulkan oleh beberapa sumber. Sumber tersebut meliputi terjadinya patahan atau sesar akibat aktivitas tektonik, aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya meteor dan asteroid), dan/atau ledakan bom akibat ulah manusia.(BNPB, 2012) Hal- hal yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya bahaya sebelum terjadi gempa bumi menurut BNPB (2012) antara lain: 1. Mencari informasi tentang gempa bumi termasuk mengetahui penyebab gempa. 2. Membangun konstruksi rumah tahan gempa. 3. Mengetahui dan siaga apabila terdapat tanda dari sistem peringatan dini. Selain itu juga dapat membuat sistem peringatan dini mandiri, seperti mengikat bendabenda yang tergantung dengan kuat. 4. Aktif mengikuti atau melaksanakan kegiatan simulasi. 5. Mengetahui dimana informasi gempa bisa didapatkan yaitu BMKG, TV, radio, dll. 6. Menyiapkan tas yang berisi kebutuhan pokok dalam keadaan darurat seperti pakaian, makanan kering, air dan obat-obatan. 23 Kemudian untuk hal-hal yang bisa dilakukan saat terjadi bencana gempa bumi antara lain berlindung dibawah meja yang kuat, berlari ke luar gedung berdasarkan jalur evakuasi yang aman dan menuju tempat lapang yang jaraknya aman dari reruntuhan gedung. 2.3.2 Kebakaran Pertimbangan utama mengapa perlu upaya penanggulangan bahaya kebakaran adalah karena adanya potensi bahaya kebakaran di semua tempat, kebakaran merupakan peristiwa berkobarnya api yang tidak dikehendaki dan selalu membawa kerugian. Dengan demikian usaha pencegahan harus dilakukan oleh setiap individu dan unit kerja agar jumlah peristiwa kebakaran, penyebab kebakaran dan jumlah kecelakaann dapat dikurangi sekecil mungkin melalui perencanaan yang baik. Keberhasilan pemadaman kebakaran juga ditentukan oleh keberadaan fasilitas penunjang yang memadai, antara lain: 1. Fire alarm secara otomatis mempercepat diketahuinya peristiwa kebakaran. Beberapa kebakaran terlambat diketahui karena tidak ada fire alarm, bila api terlanjur besar maka makin sulit memadamkannya. 2. Jalan petugas, diperlukan bagi petugas yang datang menggunakan kendaraan pemadam kebakaran, kadang harus mondar-mandir/keluar masuk mengambil air, sehingga perlu jalan yang memadai, keras dan lebar, juga untuk keperluan evakuasi. Untuk itu diperlukan fasilitas a) daun pintu dapat dibuka keluar , b) pintu dapat dibuka dari dalam tanpa kunci , c) Lebar pintu dapat dilewati 40 orang/menit , d) Bangunan beton strukturnya harus mampu terbakar minimal 7 jam. 24 Lestari, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap keselamatan kebakaran masih tergolong rendah. Oleh karena itu, pemahaman dan kesadaran tentang keselamatan kebakaran perlu ditanamkan sejak anak anak. Pada usia ini, kesadaran akan keselamatan kebakaran dapat tertanam dan melekat dalam ingatan anak-anak sehingga mereka dapat menerapkannya tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Selain itu, telah lama diketahui bahwa sekolah merupakan target utama program pencegahan dan penanggulangan kebakaran. 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembentukan Sekolah Aman Bencana Bentuk dari kegiatan program Sekolah Aman Bencana yang dilakukan di SMPN 2 Tabanan berupa pemberian materi, diskusi dan simulasi saat terjadi bencana. Beberapa hasil penelitian yang terkait dengan program Sekolah Aman Bencana (SAB) dan atau kegiatan-kegiatan di dalamnya (pemberian materi, diskusi dan simulasi) yaitu sebagai berikut. Menurut penelitian yang dilakukan Dien (2015) disebutkan bahwa penyuluhan kesehatan memiliki pengaruh terhadap kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi pada siswa SMP Kristen Kakaskasen Kota Tomohon. Selain itu penelitian dari Nurudin (2015) menyebutkan adanya pengaruh pelatihan tentang penanggulangan bencana gempa bumi terhadap kesiapsiagaan siswa kelas VII di SMP N 1 Imogiri Bantul Yogyakarta tahun 2015. Kemudian penelitian lainnya yaitu dari Afandi (2014) menunjukkan bahwa pelatihan simulasi efektif meningkatkan pengetahuan siswa tentang mitigasi bencana gempa bumi di SMA Muhammadiyah 1 Surakarta. Begitu pula dengan hasil penelitian Chriesma (2013) yang menunjukkan bahwa pelatihan 25 tanggap darurat bencana gempa bumi memiliki pengaruh terhadap sikap kesiapsiagaan siswa SD N Wonutingal, Semarang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2015) terdapat perbedaan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi berdasarkan status kesiagaan sekolah di SMPN 1 dan SMPN 2 Imogiri Bantul Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan SMPN 2 yang merupakan Sekolah Aman Bencana memiliki kesiapsiagaan yang lebih baik daripada SMPN 1 Imogiri Bantul Yogyakarta. Selain itu terdapat penelitian dari Wibowo (2014) terkait implementasi sekolah aman pada SMK Nasional Berbah, Sleman, Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa, (1) SMK Nasional Berbah sudah mampu mengimplementasikan dari segi struktur bangunan, (2) sudah dilaksanakan MOU dengan BPBD Sleman dan Jogja Rescue sebagai pembina SSB, (3) perencanaan tanggap darurat di SMK Nasional Berbah sudah masuk ke dalam kebijakan, (4) sudah ada tim KSBS dan pelatihan, tetapi belum ada pelatihan untuk organisasi (5) prosedur tetapnya berupa penyelamatan diri, P3k dan Evakuasi, (6) sumber daya dan sarana perlu di tingkatkan, (7) pembinaan dan pelatihan intensif dilakukan selama 6 bulan oleh BPBD Sleman dan Jogja Rescue, (8) komunikasi dalam keadaan darurat terorganisir cukup baik, (9) ada organisasi luar yang mendukung SMK Nasional Berbah sebagai SSB, (10) sudah ada tim P3K/ PPGD, dan (11) sistem perlindungan dan penyelamatan diri untuk evakuasi memadai, aman dan mudah dijangkau. 2.5 Persepsi Pembahasan mengenai persepsi meliputi definisi persepsi, proses terjadinya persepsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pesepsi. 26 2.5.1 Definisi Sarwono (2012) mendefinisikan persepsi sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Notoatmodjo (2010) menyebutkan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi merupakan pemberian makna kepada stimulus. 2.5.2 Proses Terjadinya Persepsi Proses terjadinya persepsi melewati tiga proses yaitu proses fisik (kealaman), proses fisiologis dan proses psikologis. Walgito (2010) menyebutkan bahwa proses fisik berupa proses saat stimulus mengenai alat indera. Sedangkan saat stimulus yang diterima alat indera diteruskan syaraf sensoris menuju otak disebut dengan proses fisiologis. Setelah terjadi proses fisiologis maka selanjutnya terjadi proses psikologis yaitu proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran. Dalam proses psikologis ini individu menyadari tentang apa yang dilihat, apa yang diraba, atau apa yang didengar, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan pross terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. 2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Walgito (2010) antara lain: 1. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai reseptor yang berupa alat indera. Sebagian besar stimulus datang dari luar individu meskipun stimulus dapat datang baik dari dalam atau dari luar diri individu yang bersangkutan. 2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf. 27 Penerimaan stimulus dipengaruhi oleh alat indra atau reseptor. Selain itu syaraf sensoris juga memegang peranan penting untuk meneruskan stimulus yang dstimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Selanjutnya untuk dapat melakukan respon diperlukan syaraf motoris. 3. Perhatian Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu atau sekumpulan objek. Perhatian merupakan langkah pertama sebagai persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.