Synurbization: Integrasi Binatang dengan Manusia di Kota Monika dan Yandi Andri Yatmo Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Tulisan ini membahas pentingnya synurbization untuk hadir di kota. Synurbization adalah kejadian ketika binatang datang, beradaptasi, dan berkembang biak di kota karena kecocokan akan lingkungan kota. Manusia dan binatang perlu diintegrasi kehidupannya. Binatang merupakan komponen penting dalam ekosistem yang perlu diberikan ruang dalam kota. Sehingga kota tidak bisa dipandang hanya untuk kepentingan dan hunian bagi manusia saja karena kota mempunyai ekosistem yang membuat segala sesuatu hidup di dalamnya. Suatu ekosistem terdiri dari berbagai jenis keanekaragaman hayati yang bersama-sama memfungsikan ekosistem tersebut. Jadi, synurbization adalah subjek yang penting dalam kota yang mempunyai peluang untuk menjadikan kota lebih berkualitas. Synurbization: Integration of Animal With Human in The City Abstract This writing discusses the importance of synurbization existence in the city. Synurbization is phenomenon in which the animals come, adapt, and breed in urban areas because of the environment. Human and animal environment need to be integrated. Animals, as one of component in urban ecosystem should be given the space to live in the city. City cannot be considered only for human, because a city is the ecosystem where human and animal live and alive. Within the ecosystem, there are biodiversity that participate in the functioning of the ecosystem. Thus, synurbization is an important aspect to enhance the quality of the city. Keyword: Synurbization; city; animal; urban ecosystem; integrate Pendahuluan Kota modern pada saat ini seringkali melupakan lingkungan dan alam sekitarnya. Kota terbentuk karena urbanisasi, yaitu perubahan dan pengaturan lansekap dari alam liar menjadi wilayah urban atau terbangun. Sesuai dengan sejarahnya, kota didefinisikan berdasarkan batas secara fisik; kota menjadi pusat aktivitas manusia seperti perdagangan dan sumber pendapatan, sementara untuk produksi seperti pertanian, peternakan, dan industri ditempatkan di luar dari batas (Kostof, 1992). Kota bersifat eksklusif dengan manusia sebagai sudut pandang utamanya, sehingga kota memisahkan antara yang terbangun dengan alam. Bumi terdiri dari berbagai macam keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya. Aktivitas manusia telah merubah 30-50% permukaan bumi (Alberti, 2008). Banyak spesies- Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 spesies di alam harus beradaptasi dengan perubahan lingkungannya. Kedatangan binatang ke dalam kota tidak dapat dihindari. Ketika binatang datang, berada dalam kota, dan beradaptasi terhadap lingkungannya serta berkembang biak, itulah yang disebut dengan synurbization. Synurbization merupakan respon dari kehidupan liar terhadap meluasnya urbanisasi secara global (Luniak, 2004). Perubahan alam menjadi kota telah membuat beberapa spesies binatang untuk menempati kota tersebut. Kota menjadi tempat yang adaptif bagi binatang untuk dijadikan habitatnya. Ketika mereka berhasil melewati tantangan ekologis dengan perbedaan alam tersebut dan berhasil menempati kota, mereka dapat disebut spesies synurbic yang berarti mereka hidup bersama-sama dengan lingkungan urban. Setiap keanekaragaman hayati mempunyai peranannya masing-masing dalam memfungsikan ekosistem. Kehadiran synurbization di tengah–tengah kota yang diperani oleh binatang termasuk dalam komponen biotik di mana mereka turut serta dalam sebuah sistem ekosistem. Jika binatang termasuk ke dalam ekosistem, maka ia berperan secara tidak langsung bagi kelangsungan hidup masyarakat di kota. Sebagai komponen yang penting dalam sebuah ekosistem di kota, synurbization menciptakan kesempatan untuk membuka batas baik secara fisik maupun secara konsep. Sehingga kota perlu dikaji kembali apakah kota harus selalu menjadi eksklusif, hanya berupa hunian dan hanya untuk aktivitas manusia atau kota seharusnya dapat terintegrasi dengan kehidupan yang lainnya yaitu binatang. Tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari seberapa besar pengaruh binatang dalam kota dan membuka batasan kota dari batas secara fisik maupun konsep dengan melihat dari sudut pandang binatang karena mereka merupakan bagian dari ekosistem urban yang menunjang keberlangsungan hidup manusia di kota. Dalam kesempatan ini juga, saya mencoba mengkaji kota–kota yang telah memfasilitasi synurbization baik di Indonesia dan di seluruh dunia, sehingga synurbization dapat dianggap sebagai keadaan yang penting dan dibutuhkan dalam suatu kota. Tulisan ini mula-mula akan membahas keadaan synurbization dan nilai positif dari synurbization. Bagian selanjutnya akan membahas mengenai kota yang terintegrasi dengan kehidupan binatang yang dikaji melalui studi kota-kota. Binatang merupakan bagian dari alam yang memfungsikan sebuah ekosistem. Kota juga mempunyai ekosistem yang mempertahankan kehidupan di dalamnya, yaitu manusia. Dengan adanya kota yang terintegrasi dengan binatang, maka binatang tersebut mempunyai peranan yang spesifik di dalam kota. Peranan binatang dalam kota tidak dapat digantikan dengan subjek lainnya, Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 karena binatang mempunyai implikasi yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia di dalam kota tersebut. Synurbization Bagian Dari Kota: Kota Tidak Hanya Hunian Untuk Manusia Synurbization adalah kejadian ketika binatang datang ke dalam kota karena kecocokan akan lingkungan kota. ‘Syn’ merupakan awalan yang berarti ‘bersama dengan’ dari bahasa Yunani (Merriam Webster, 2014). Synurbization ditandai oleh penyesuaian populasi binatang pada kondisi spesifik dari lingkungan urban sehubungan dengan kebiasaan dari binatang liar untuk berkembang biak (Luniak, 2004). Francis dan Chawick (2011) mendukung dengan mengatakan istilah 'synurbic' (atau 'synurban') untuk spesies yang mendiami atau ditemukan pada suatu wilayah urban dalam kuantitas yang besar dibanding dengan pedesaannya. Synurbization terjadi karena perubahan lingkungan dari alami menjadi buatan manusia sehingga membuka peluang bagi suatu spesies untuk beradaptasi. Adaptasi merupakan mutasi atau perubahan genetik yang dapat membantu organisme seperti tumbuhan atau binatang hidup dalam lingkungannya (National Geography Encyclopedia, 2014). Synurbization berkaitan dengan 2 hal, yaitu: synanthropization dan urbanization; synanthropization mengacu kepada populasi binatang yang beradaptasi di lingkungan buatan manusia (antropogenik) sementara urbanization mengacu kepada perubahan lansekap (lingkungan) yang disebabkan oleh perkembangan urban (Luniak, 2004). Urbanisasi telah membentuk kota dengan merubah dan mengatur lansekap dari alam liar menjadi lingkungan urban. Synurbization merupakan respon dari kehidupan liar terhadap meluasnya urbanisasi secara global (Luniak, 2004). Dengan keadaan ini, tidak aneh jika ditemukan beberapa binatang pada habitat manusia karena mereka harus mengalami perubahan habitat dari alam menjadi buatan manusia. Kota sesuai dengan perkembangan sejarahnya dijelaskan oleh Kostof (1992) terbentuk dari kebutuhan manusia akan perlindungan, sehingga batas fisik adalah alat untuk mendefinisikan kota secara utuh. Sementara Francis dan Chadwick (2011) mendefinisikan ‘kota’ murni sebagai administratif atau berbasis populasi dan memiliki sedikit makna ekologi selain dari daerah yang tinggi perkembangan urbannya. Francis dan Chadwick (2011) mengatakan bahwa fenomena synurbization menjadi pertanda baik pada perkembangan lingkungan urban. Binatang mengisi peranannya dalam ekosistem urban dan turut serta dalam menunjang kehidupan manusia di kota. Sebuah ekosistem didefinisikan sebagai kumpulan interaksi antar spesies dan lingkungan setempat, baik lingkungan non-biologis dan biologis dapat berfungsi bersama-sama dalam Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 mempertahankan kehidupan (Moll dan Petit dalam Bolund dan Hunhammar, 1999). Semakin banyak keragaman spesies, maka suatu ekosistem dapat berfungsi dengan maksimal, seperti yang dikatakan Alberti (2008): The ability of earth’s processes to sustain life over a long period of time. Biodiversity is essential for the functioning and sustainability of an ecosystem. Different species play specific functions, and changes in species composition, species richness, and functional type affect the efficiency with which resources are processed within an ecosystem. (hal. 70) Kota membutuhkan kehidupan yang lainnya, seperti binatang. Jika merujuk kembali pada karakteristik kota menurut Kostof (1991) awalnya kota bersifat ekslusif untuk kepentingan manusia dengan memberikan batas dan memisahkan antara yang terbangun dengan alam. Kenyataannya, manusia tidak lepas dari aktivitas alam seperti ekosistem. Seharusnya kota mempunyai sistem yang melibatkan aktivitas organisme lainnya selain manusia. Kota membutuhkan subjek selain manusia. Mulai dari apa yang menunjang kehidupan kota sehingga membuat hubungan timbal balik antara kota dengan kehidupan ‘yang lainnya’. Synurbization ini akan terus meluas dan membawa dampak positif bagi ruang kota. Luniak (2004) mengatakan bahwa synurbization telah terjadi terutama pada burung dan mamalia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk binatang lainnya (contoh : binatang amfibi). Synurbization juga telah mendemonstrasikan perilaku yang elastis dan evolusi mikro yang mengubah populasi binatang menuju lingkungan antropogenik (Luniak, 2004). Kehadiran synurbization menunjukkan adanya kemungkinan integrasi antara alam dengan manusia pada perkembangan peradaban urban. Synurbization sebagai Kota yang Terintegrasi dengan Alam Kota bukanlah objek yang tetap, tetapi sistem yang aktif dengan aliran energi yang terus menerus bertransformasi dalam membuat lansekap dan bangunan (Berger dalam Dodington, 2013). Kota mempunyai karakteristiknya masing-masing sesuai dengan perkembangannya dalam sejarah. Kota dapat dideskripsikan sebagai proses keunikan sejarah, ekosistem manusia, ruang untuk berproduksi dan mengkonsumsi suatu benda, pusat dari kekuatan, sistem dari keputusan, atau tempat terjadinya konflik (Lynch dalam Alberti 2008). Disini terdapat banyak aktivitas yang terkait dalam suatu kota yang lebih dari sekedar hunian. Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 Kota perlu terintegrasi dengan alam agar sebuah ekosistem dapat berjalan secara alami. Ellin (2006) mengatakan tentang integral urbanism yang berupaya untuk menjadikan alam bagian dari desain, bukan menyingkirkannya. Synurbization diperani oleh binatang yang bagian dari alam. Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang integral urbanism, perlu diketahui makna dari intergral yang dijelaskan oleh Ellin (2006): Integral — Essential to completeness, lacking nothing essential, formed as a unit with another part. Integrate — To form, coordinate, or blend into a functioning or unified whole; to unite with something else; to end the segregation of and bring into equal membership in society or an organization; desegregate. Integrity — Adherence to artistic or moral values; incorruptibility; soundness; the quality or state of being complete and undivided; completeness. (hal. 1) Integral urbanism ada untuk memperbaiki habitat manusia. Tantangannya adalah melihat segala elemen yang ada pada suatu area urban sebagai bagian dari keseluruhannya. Ellin (2006) menyatakan bahwa yang dilakukan oleh integral urbanism adalah mengintegrasi fungsi di mana kota modern biasanya memisahkan fungsi dengan zona. Integral urbanism adalah integrasi dengan alam. Kota akan mempunyai kekayaannya tersendiri jika menjadikan alam sebagai bagian dari kota tersebut. Setiap lingkungan urban mempunyai keunikannya masing-masing dikarenakan adanya pola dari heterogenitas yang khas (Alberti, 2008). Pola tersebut terbentuk dari proses dan fungsinya dari setiap aktor yang menggerakan ekosistem di dalam lingkungan urban. Manusia dan organisme lainnya sama-sama mempunyai pola dan proses untuk fungsi yang spesifik. Dalam sebuah kota di mana terjadi synurbization, kedua pola dan fungsi tersebut dapat diintegrasi sehingga mampu meningkatkan kualitas kehidupan di dalamnya. Terdapat beberapa kota yang sudah mempunyai pola integrasi antara kehidupan binatang dengan manusia. Seperti Kota Watansoppeng, Sulawesi Selatan sebagai tempat terjadinya synurbization kalong (lihat gambar 1). Kalong–kalong dalam jumlah yang banyak ditemukan pada pepohonan sebagian jalan dari Jl. Merdeka yang merupakan jalan poros utama kota Watansoppeng. Walaupun mereka menghuni pepohonan pinggir jalan, mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran masyarakat. Kota Watansoppeng mempunyai keadaan yang spesifik sehingga kalong kalong mau mendiaminya. Kota masih tergolong kecil dan masih sangat asri yang ditandai dengan Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 banyaknya pepohonan, hutan dan hutan kota, agrikultur, dan dekat dari pegunungan (gunung jole) yang kurang lebih 20km jauhnya. Gambar 1. Kalong di Kota Watansoppeng Habitat utama kalong pada kota ini terutama di hutan kota galimporo (lihat gambar 2). Terlihat juga kalong banyak ditemukan pada pepohonan tinggi di hutan galimporo seperti pohon asam, flamboyan, kelapa, jati, ebony, mangga, dan pepohan tinggi lainnya. Kalongkalong tersebut menempati pohon yang relatif berdekatan. Gambar 2. Denah hutan galimporo dan hunian sekitarnya Kalong ditemukan berada di pohon yang berdiri di atas kontur menurun terutama pada hutan galimporo. Pada gambar 3 terlihat hutan galimporo yang berkontur dan terlihat juga Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 bahwa kota tidak membatasi antara yang terbangun dengan yang hijau atau pepohonan. Schneekloth (1994) menyatakan bahwa sudah seharusnya habitat manusia mempunyai batas yang kabur atau menyatu antara yang terbangun atau abu–abu dengan elemen alam atau hijau. Gambar 3. Potongan untuk memperlihatkan hutan galimporo dan hunian Upaya kalong dalam beradaptasi di tengah–tengah kota membuat kota tidak lagi ekslusif hanya untuk kepentingan manusia. Kota Watansoppeng mempunyai kualitas integral urbanism dengan elemen alam yaitu binatang kalong dan pohon yang menjadi satu dengan kota (Ellin, 2006). Kalong atau disebut sebagai kelelawar pemakan buah berperan dalam ekosistem, habitatnya di pepohonan hutan galimporo berfungsi dalam ekosistem kota secara keseluruhan. “Flying fox (kalong) berperan penting sebagai penyerbuk hutan dan penyebar benih buah-buahan hutan hujan dibanyak lokasi di seluruh dunia. Kalong adalah binatang yang bermobilitas tinggi dan melalui penyerbukan dan penyebaran benih, mereka memainkan peran penting dalam menjaga keragaman genetik dalam jangka panjang untuk berbagai jenis habitat. ... Kalong juga berperan penting dalam siklus pe-nutrisi-an. (Flying fox policy, 2008 dalam www.parksandwildlife.nt.gov.au) Integrasi antara kehidupan binatang dengan kehidupan manusia membuat ekosistem urban dapat berjalan secara maksimal dengan fungsi, pola, dan proses warga dan kalong yang saling mengisi peranannya dalam ekosistem urban. Sesuai dengan teori Alberti (2008) setiap keanekaragaman hayati mempunyai pola hidup, proses untuk fungsi tertentu, dan setiap keberagaman hayati menempati fungsi yang berbeda-beda. Kalong menghasilkan guano (kotoran) yang menjadi nutrisi bagi tanah dan bolus (ekstrak buah yang dimuntahkan sisa– sisanya ke tanah) yang mengandung sisa buah-buahan berserat dan berbiji (Goveas, et al., Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 2005). Pola kehidupan kalong di hutan galimporo dapat berfungsi sebagai penyuburan dengan proses mereka berterbangan ataupun bergelantungan saat menyebarkan guano dan bolus (lihat gambar 4). Gambar 4. Fungsi, pola, dan proses kalong Kesuburan dan keasrian hutan galimporo berhubungan dengan guano dan bolus yang berjatuhan di tanah hutan tersebut (lihat gambar 5). Guano dan bolus mengandung fosfor yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kadar fosfor dalam guano dan bolus tersebut lebih besar dibandingkan dari pupuk yang berasal dari sapi dan domba. Dengan demikian, guano dan bolus berperan sebagai pemicu pertumbuhan akar, perkembangan cabang di tunas, dan menumbuhkan bunga pada tanaman (Goveas, et al. 2005). Gambar 5. Kalong dengan guano dan bolus di hutan kota galimporo Heinze (2011) memaparkan fungsi dari hutan kota adalah menjadi pencegah erosi dan longsor, pemurnian air, pembersih udara dari polusi ataupun debu, penyejuk temperatur dan Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 menurunkan penggunaan akan Air Conditioning (AC), memproduksi banyak oksigen, dan penyerap karbon. Organisme yang berada pada hutan galimporo yaitu pohon-pohonan dan lain-lainnya, berfungsi sebagai penetral dari polusi yang dikeluarkan oleh suatu kota. Gambar 6. Pola integral urbanism yang dihasilkan dari integrasi manusia dan kalong Kehidupan manusia dan kalong telah terintegrasi yang terlihat pada pola huniannya di Kota Watansoppeng saat ini seperti yang pada gambar 6. Kota Watansoppeng mempunyai kualitas integral urbanism yang mana menjadikan alam yaitu kalong dan hutan galomporo bagian dari kota. Secara tidak langsung, manusia pada kota ini tidak dapat terlepas dari kehidupan kalong karena fungsinya terhadap hutan. Kehadiran kalong menjadi indikator kehidupan kota yang membuat kota bertahan dalam jangka panjang melalui ekosistem yang bekerja secara maksimal. Ekosistem tersebut berfungsi untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Synurbization Menjadi Indikator Kota yang Sehat Masih banyak kota-kota lain yang terjadi synurbization dari berbagai binatang. Ada juga kota-kota yang sengaja membuat keadaan tertentu agar terjadi synurbization. Hal ini dilakukan karena kota-kota tersebut ingin menciptakan lingkungan kota yang baik. Pada aliran Sungai Seto yang mengalir di tengah-tengah Kota Hida Furukawa, Jepang terdapat banyak ikan koi. Air merupakan elemen yang penting dalam kehidupan manusia. Ikan koi dapat memakan kotoran ataupun lumut yang ada pada sungai. Sehingga, ikan koi menjadi penanda bahwa air sungai tersebut bersih. Ikan koi juga berperan dalam menjaga dan memelihara kebersihan air pada sungai yang ada di tengah-tengah kehidupan manusia. Air sungai di Kota Hida Furukawa dapat dikatakan bersih karena terdapat kehidupan di dalamnya. Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 Sama halnya dengan kunang-kunang yang di ceritakan dalam film Hotaru no Hoshi yang sangat sensitif dengan keadaan lingkungan kotor. Diceritakan, kunang-kunang tersebut berusaha didatangkan kembali untuk hidup di sungai kota oleh warga di kota Jepang. Kunang-Kunang dan Ikan koi dapat menjadi indiktor dari sungai yang bersih ataupun dari kualitas kebersihan lingkungan kota. Sementara di Kota Birmingham, West Midlands didatangi oleh burung black redstarts. Burung-burung tersebut kemudian di fasilitasi lagi oleh beberapa institusi dan warga dengan membangun proyek green/brown roof. Burung dapat membantu penyerbukan tumbahan dan menambah keanekaragaman hayati, sama seperti kupu-kupu di taman Wolverhampton. Binatang tersebut dapat membantu ekosistem urban, dan menjadi indikator dari penyeimbang ekosistem di lingkungan tersebut. Terdapat juga proyek arsitektur yang berusaha untuk mendatangkan bintang untuk memfungsikan ekosistem urban. Seperti proyek Bat House di London yang didesain oleh Jorgen Tandberg dan Yo Murata untuk mendatangkan kelelawar dan proyek Elevator B di New York untuk mendatangkan lebah madu. Kedua bintang tersebut berperan dalam penyerbukan dan menjaga kestabilan ekosistem. Dan yang terakhir, proyek Wildlife Bridge yang berada di beberapa negara. Wildlife bridge merupakan jembatan menyebrang bagi binatang liar. Jalan raya yang melintasi hutan dapat mengganggu siklus kehidupan binatang liar untuk berpindah-pindah tempat. Banyak terjadi kecelakaan di jalanan akibat tabrakan antara binatang dan mobil. Hal ini disebabkan terputusnya ruang hidup binatang karena adanya jalan. Binatang liar ini merupakan bagian dari alam yang menggerakan ekosistem dan terdapat rantai makanan. jika kehidupan mereka terganggu, pada akhirnya akan membawa dampak buruk bagi kehidupan manusia. Beberapa negara dan masyarakatnya menyadari pentingnya kehidupan binatang liar ini, sehingga mereka mengakomodasi kehidupan binatang dengan membuat wildlife bridge. Dengan adanya binatang tersebut maka dapat tercipta harmonisasi antara lingkung bangun dengan alam. Pada akhirnya, binatang-binatang tersebut menjadi aspek dari kota yang sehat. Kota tidak lagi dipandang sebagai hunian saja ataupun sebagai aktivitas manusia, melainkan kota dianggap sebagai bagian dari ekosistem. Binatang merupakan subjek penting dalam kota yang bersama-sama dengan manusia memfungsikan ekosistem untuk keberlangsungan hidup bersama. Synurbization merupakan kejadian yang penting dalam suatu kota dan kota perlu memfasilitasinya. Kedepannya, dalam merencanakan kota perlu memikirkan semuanya, yaitu binatang, manusia, dan alam sebagai sumber kehidupan. Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 Daftar Referensi Alberti, Mariana. (2008). Advances in Urban Ecology: Integrating Humans and Ecological Processes in Urban Ecosystems. USA: Springer Aggie-horticulture.tamu.edu, (2014). Beneficial insects in the garden: #40 Lightning bug, Firefly (Photinus sp.). [online] Tersedia di: http://aggiehorticulture.tamu. edu/galveston/beneficials/beneficial40_lightning_bug. htm [Diakses pada 7 Mei. 2014]. Ando, Tadao. (1991). Toward New Horizon. New York: Princeton Architectural Press Betsky, A. and Adigard, E. (2000). Architecture must burn. 1st ed. Corte Madera, CA: Gingko. Bolund, P. dan Hunhammar, S. (1999). Ecosystem services in urban areas. Ecological economics, 29(2), pp.293--301. Bruni, J. (2014). Cary Wolfe, Before the Law: Humans and Other Animals in a Biopolitical Frame (Chicago and London: The University of Chicago Press, 2013). | Electronic Book Review. [online] Electronicbookreview.com. Tersedia di:http://electronicbookreview.com/thread/criticalecologies/ animality [Diakses pada 20 Apr. 2014] Conniff, R. (2014). Urban Nature: How to Foster Biodiversity in World’s Cities by Richard Conniff: Yale Environment 360. [online] E360.yale.edu. Tersedia di: http://e360.yale.edu/feature/urban_nature_ how_to_foster_biodiversity_in_worlds_cities/2725/ [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Donovan, P. (2012). Animal Architecture: Rescued Bee Colony Gets New Waterfront Home - News Center. [online] Buffalo.edu. Tersedia di: http://www.buffalo.edu/news/releases/2012/06/13491.html [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Dodington, M, Edward. (2013). How to Design with the Animal : Lessons in cross-species architecture and design. Houston Texas : Animal architecture Ellin, Nan. (2006). Integral Urbanism. New York : Routledge Faust, L. (2004). Fireflies As a Catalyst For Science Education. Integrative and Comparative Biology, [online] 44(3), pp.264-265. Tersedia di: http://icb. oxfordjournals.org/content/44/3/264.long [Diakses pada 7 Mei. 2014]. Forty, Adrian. 2000. Words and Buildings a Vocabulary of Modern Architecture. UK : Thames & Hudson. pp 220 - 248 ; pp 256 - 275. Francis, R. dan Chadwick, M. (2012). What makes a species synurbic?. Applied Geography, 32(2), pp.514--521. Franck, K. and Lepori, R. (2000). Architecture inside out. 1st ed. Chichester: Wiley. Franck, K. and Schneekloth, L. (1994). Ordering space : Types in architecture and design. 1st ed. New York: Van Nostrand Reinhold. Goveas, Santosch., Miranda, Eldrich., Seena, Sahadevan,. dan Sridhar, Kandikere. (2006). Observations on guano and bolus of Indian flying fox, Pteropus giganteus. Current Science, 90(2), p.160. Gunnell, K., Murphy, B. and Williams, C. (2013). Design for Biodiversity. 2nd ed. London: Riba Publishing. pp viii -- ix Greenroofs.com, (n.d). Greenroofs.com Projects - West Midlands Fire and Rescue Authority?s (WMFRA) Regional Head-Quarters. [online] Tersedia di: http: //www.greenroofs.com/projects/pview.php?id=802 [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Gunnel, Kelly. (n.d.). Conserving Bats and Buildings: A Natural Synergy. [online] Buildingconservation.com. Tersedia di:http://www.buildingconservation.com/articles/bats/bats.htm [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Hance, J. (2009). South Korea's frogs have avoided amphibian crisis so far, an interview with Pierre Fidenci. [online] Mongabay. Tersedia di: http://news.mongabay.com/2009/0909-hance_fidenci.html [Diakses pada 15 Mei. 2014]. Haraway, D. J. (2008). When Species Meet. 1st ed. Minneapolis: University of Minnesota Press. Hayri, A. (n.d.). Selayang Pandang. [online] Pemerintah Kabupaten Soppeng. Tersedia di: http://www.soppengkab.go.id/index.php/profil/selayang-pandang [Diakses pada 6 Mei. 2014]. Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014 Heinze, J. (2011). Environmental Health Research Foundation. [online] ehrf info. Tersedia di: http://www.ehrf. info/wp-content/uploads/2011/09/ BenefitsofGreenSpace.pdf [Diakses pada 6 Mei. 2014]. Hill, Jonathan (1998). Occupying Architecture: Between The Architect and The User. London: Routledge. Ingraham, Catherine (2006). Architecture, Animal, Human: The Asymmetrical Condition. London : Routledge. Kostof, Spiro. (1992). The City Assembled; The Elements of Urban Form Through History. United Kingdom: Thames & Hudson. Kostof, Spiro. dan Tobias, R. (1991). The City Shaped. 1st ed. London: Thames and Hudson. Pp. 35—43. KV, Gururaja. (2010). Frogs in the city: What do they indicate. [online] Slideshare.net. Tersedia di: http:// www.slideshare.net/gururajakv/frogs-in-the-city-what-do-they-indicate [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Library of Birmingham, (n.d.). Black Redstarts - The Facts - Library of Birmingham. [online] Tersedia di: http://www.libraryofbirmingham.com/article/bob/blackredstarts [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Luniak, M. (2004). Synurbization--adaptation of animal wildlife to urban development. pp.50--55. Marzluff, J. M., Shulenberger, Eric., Endlicher, Wilfried., et. al. (2008). Urban ecology an international perspective on the interaction between humans and nature. New York: Springer. Nesbitt, Kate. (1996). Theorizing A New Agenda For Architecture: An Anthology of Architectural Theory 1965 1995. New York : Princetown Architectural Press. Nsf.gov, (2014). nsf.gov - National Science Foundation (NSF) Discoveries - The Night Life: Why We Need Bats All the Time--Not Just on Halloween - US National Science Foundation (NSF). [online] Tersedia di: http://www.nsf.gov/discoveries/disc_summ.jsp?cntn_id=125883 [Diakses pada 6 Mei. 2014]. Organization, J. (2014). Hida Furukawa | Japan National Tourism Organization. [online] Jnto.go.jp. Tersedia di: https://www.jnto.go.jp/eng/location/regional/ gifu/hida_furukawa.html [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Ourcollectivegood.com, (2012). Wildlife Bridges! : Our Collective Good – a Wishadoo! Initiative. [online] Tersedia di:http://www.ourcollectivegood. com/animals-ecology-wildlife/wildlife-bridges/ [Diakses pada 15 Mei. 2014]. Parksandwildlife, (2008). Flying Fox Policy. [online] Tersedia di: http://www.parksandwildlife.nt.gov.au/__data/ assets/pdf_file/0014/10265/flyingfox_policy_200905.pdf [Diakses pada 6 Mei. 2014]. RIBA, (n.d.). Bat House Project : Competition Brief. [online] Tersedia di: http://live-riba.contensis.com/Files/ RIBAProfessionalServices/CompetitionsOffice/LiveCompetitions/BatHouseCompetition/BatHouseBriefi ngPaper.pdf [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Society, N. (2014). adaptation. [online] Education.nationalgeographic.com. Tersedia di:http://education. nationalgeographic.com/education/encyclopedia/adaptation/?ar_a=1 [Diakses pada 06 Mei. 2014]. Steadman, I. (2013). Gallery: architecture students build 'skyscraper for bees' (Wired UK). [online] Wired UK. Tersedia di: http://www.wired.co.uk/news/archive/2013-05/8/tower-for-bees [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Tan, J. (2012). Canals and Carps of Hida-Furukawa. [online] life to reset. Tersedia di: http://lifetoreset. wordpress.com/2012/05/30/canals-and-carps-of-hida-furukawa/ [Diakses pada 19 Mei. 2014]. Wolfe, Cary. (2010). What is posthumanism?. 1st ed. London : University of Minnesota Press Wolfe, Cary. (1998). Old orders for new: ecology, animal rights, and the poverty of humanism. Diacritics, 28(2), pp.21--40. Young, C. (2008). Urban Habitats -- Butterfly Activity in a Residential Garden. [online] Urbanhabitats.org. Tersedia di: http://www.urbanhabitats.org/v05n01/butterfly_full.html [Diakses pada 15 Mei. 2014]. YouTube, (2014). Cary Wolfe on Post-Humanism and Animal Studies. [online] Tersedia di: http://www.youtube.com/watch?v=5NN427KBZlI [Diakses pada 19 Apr. 2014]. YouTube, (2014). Hotaru no Hoshi [part 10]. [online] Tersedia di: http://www.youtube.com/watch?v= YvhM54HT3mA&list=PLE7654BD6E00641EC [Diakses pada 7 Mei. 2014]. Yunus. (2014 Mei 28). wawancara pribadi YouTube, (2012). Elevator B: A New Home for Bees on Buffalo's Waterfront. [online] Tersedia di: http://www.youtube.com/watch?v=ajxNHmnEFlI [Diakses pada 14 Mei. 2014]. Synurbization Integrasi..., Monika, FT UI, 2014