studi pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan kota batu

advertisement
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
STUDI PEMETAAN TANAH DAN EVALUASI KONDISI LAHAN
KOTA BATU
Hirijanto
Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang
ABSTRAKSI
Kota Batu merupakan salah satu sentra produsen komoditas
hortikultura yang cukup terkemuka, namun pada saat inii ditengarai
muncul berbagai masalah yang dapat mengancam kelanjutan budidaya
komoditi tersebut. Budidaya yang sangat intensif menyebabkan
terkurasnya unsur hara dalam tanah. Penggunaan pupuk dan obat
pertisida yang seringkali jauh di atas kebutuhan tanaman, selain terjadi
pemborosan, juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain itu,
lahan pegunungan dengan variasi lereng yang curam menimbulkan
potensi bahaya tanah longsor.
Studi ini bermaksud untuk memetakan kondisi lahan yang ada
sekarang serta untuk menciptakan kelestarian lingkungan jangka
panjang. Dengan demikian, maka tujuannya adalah melakukan
penilaian kondisi lahan dan kesesuaian lahan melalui evaluasi lahan
serta mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan fungsinya melalui
pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan yang ada di Kota Batu
Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa di Kecamatan
Bumiaji yang meliputi 8 desa mempunyai tingkat kesesuaian lahan
yang paling tinggi, khususnya untuk kehutanan. Selain itu, perkebunan
juga bisa diterapkan di daerah ini sepanjang tidak merubah fungsi
hutan yang ada. Sedangkan di Kecamatan Batu potensi perkebunan
lebih dominan kecuali di desa Oro-oro Ombo yang didominasi oleh
hutan. Di Kecamatan Junrejo lebih didominasi oleh potensi budidaya/
wanatani.
Kata Kunci: Pemetaan Tanah, Evaluasi Lahan, SIG.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Batu memiliki daya tarik wisata yang didukung oleh berbagai
macam sumberdaya yang unik, baik sumber daya manusia maupun sumber
daya alamnya. Sebagai suatu wilayah, Kota Batu memiliki keunikan
tersendiri. Disamping tata guna lahan tersebut, bentuk lahan (landform)
yang ada juga memiliki bentuk yang khas sehingga dapat menarik
wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.
1
Spectra
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
Kota Batu merupakan salah satu sentra produsen komoditas
hortikultura yang cukup terkemuka, namun pada saat inii ditengarai muncul
berbagai masalah yang dapat mengancam kelanjutan budidaya komoditi
tersebut. Budidaya yang sangat intensif menyebabkan terkurasnya hara
dalam tanah. Penggunaan pupuk dan obat pertisida yang seringkali jauh
diatas kebutuhan tanaman selain terjadi pemborosan juga menyebabkan
pencemaran lingkungan. Selain itu lahan pegunungan dengan variasi lereng
yang curam menimbulkan potensi bahaya tanah longsor.
Produksi usaha perkebunan atau pertanian dapat mencapai kondisi
optimal bila memenuhi beberapa kriteria, antara lain :
1. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha tani yang secara teknis
mencapai suatu tingkat efisiensi.
2. Perbandingan masukan dan keluaran kegiatan usaha tani yang
mencapai suatu tingkat penggunaan yang paling menguntungkan.
3. Potensi daya dukung sumber daya lingkungan baik lingkungan
tanah maupun iklim.
Untuk tercapainya pengelolaan pengelolaan produksi usaha tani yang
optimal pada suatu lahan paling tidak terdapat beberapa tahapan prosedur,
yaitu: pemilihan lokasi, deskripsi daerah, desain dan pengujian, penyuluhan,
dan alih teknologi.
Tahap deskripsi daerah merupakan kegiatan yang akan
mengungkapkan keadaan daerah masa kini mengenai seluruh komponen
sistem dan keterkaitan antara tiap komponen dari proses produk pertanian.
Dengan kegiatan deskripsi akan diperoleh data yang dapat digunakan untuk
penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan, misalnya untuk
mempertimbangkan kelayakan pola usaha tani dan untuk menilai dampak
diwaktu mendatang. Berbagai perubahan yang terjadi selama dasawarsa
terakhir juga mempengaruhi perubahan tanah.
Penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu merupakan
langkah awal yang sangat penting sebelum dilakukan pengusahaan secara
besar-besaran dari tanaman tersebut, sehingga kegiatan yang produktif,
berkelanjutan dan menguntungkan dapat dicapai. Penilaian kesesuaian
lahan terutama dilaksanakan untuk mencari lokasi yang mempunyai sifat
positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi tanaman, yang
dikenal melalui tiga tahapan, yaitu:
1. Menilai persyaratan tumbuh tanaman yang bersangkutan atau
mengetahui sifat tanah dan lokasi yang pengaruhnya bersifat
negative terhadap tanaman
2. Mengidentifikasi dan membatasi satuan lahan yang mempunyai
sifat yang diinginkan
3. Mengidentifikai dan memetakan potensi lahan.
Wilayah Kota Batu merupakan kawasan pegunungan dimana dataran
vulkanik berada dibagian tengah dikelilingi dua kompleks pegunungan. Di
sisi selatan merupakan kompleks pegunungan Kawi-Panderman, sedang
2
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
dibagian utara kompleks pegunungan Arjuna-Anjasmara. Dengan demikian
landform yang ada dikontrol oleh proses vulkanisme. Lahan budidaya
menempati kawasan dataran sampai perbukitan dibagian tengah , lahan
hutan berada dikawasan pegunungan. Kota batu tidak begitu luas , lebar
terpanjang hanya 12,5 km dengan panjang terpanjang hanya 22,5 km
dengan luas sekitar 19.000 Ha. Dengan demikian untuk kepentingan
perencanaan ditingkat Kota Batu ini pemetaan tingkat detil dengan skala
1:250.000 kiranya cukup memadai.
Dalam program pemupukan, jumlah pupuk yang diberikan disesuaikan
dengan kebutuhan tanaman. Oleh karena itu data kandungan hara tanah
sangat penting untuk diketahui. Dengan tersedianya data lahan dan tanah
maka program pembangunan pertanian akan dapat disusun secara benar,
baik untuk pemilihan tanaman, kendala yang akan dihadapi dalam
pembudidayaannya maupun upaya menjaga kelestarian dan meningkatkan
kesuburan tanah yang ada. Disamping itu, potensi bahaya banjir dan
longsor serta kemungkinan pengembangan pariwisata juga dapat
menggunakan data tersebut.
Maksud dan Tujuan
Maksud dari Studi Pemetaan dan Evaluasi Kondisi Lahan Kota Batu
adalah untuk memetakan kondisi lahan yang ada sekarang ini serta untuk
menciptakan kelestarian lingkungan jangka panjang.
Berdasarkan maksud Studi Pemetaan dan Evaluasi Kondisi Lahan
Kota Batu diatas, maka tujuannya adalah:
1. Melakukan penilaian kondisi lahan dan kesesuaian lahan melalui
evaluasi lahan.
2. Mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan fungsinya melalui
pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan yang ada di Kota Batu.
METODOLOGI KEGIATAN PELAKSANAAN
Studi pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan Kota Batu dibagi
dalam 2 (dua) tahap yaitu :
Tahap I : Persiapan dan Prasurvey
Tahap II : Survei Tanah
Kegiatan pada Tahap I meliputi kajian pustaka/kajian laboratorium
terhadap data-data yang tersedia serta pengecekan lapangan ke daerah
survey yang telah ditentukan. Kegiatan tahap I juga mencakup persiapan
rencana kerja untuk survey tanah yang akan dilakukan pada tahap II.
Sedangkan kegiatan pada tahap II meliputi kegiatan survey tanah detail
skala 1 : 25000 pada daerah yang telah dipersiapkan dalam tahap I. Hasil
survey akan dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan
pengembangan daerah Kota Batu.
3
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
Spectra
Dalam pekerjaan Tahap I ini pengumpulan data menggunakan metode
survey, pekerjaan survey terdiri dari dua bagian yaitu data primer dan data
sekunder. Data Primer yang dicari adalah :
1. Peta Topografi / Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000, Kota
Batu
2. Foto Udara Kota Batu skala 1 : 10.000 atau 1 : 25.000
3. Hasil pengolahan data survey lapangan
Pada pekerjaan tahap II merupakan kegiatan lapangan untuk
mendapatkan data tanah pada daerah survey. Survei tanah yang dilakukan
ini meliputi pekerjaan pemboran, minipit, dan deskrepsi profil pada titik-titik
yang telah direncanakan. Hasil survey tanah ini kemudian diproses untuk
mendapatkan peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta iklim, data
sosial-ekonomi, dan lain-lain.
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Tulungrejo
Sumbergondo
Bulukerto
Punten
Gunungsari
Sidomulyo
Sumberrejo
Bumiaji
Giripurno
Pandanrejo
Kel Songgokerto
Kel Sisir
Kel NgaglikKel Temas
Pesanggrahan
Torongrejo
Beji
Oro-oro Ombo
MojorejoPendem
Junrejo
Dadaprejo
Tlekung
Gambar 1.
Peta Administrasi Kota Batu
4
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
Dilihat dari keadaan geografinya, secara umum Kota Batu dapat
dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu daerah lereng/bukit dan daerah
dataran, di mana lereng/bukit memiliki proporsi yang lebih luas. Untuk
melihat dengan jelas kondisi geografis desa/kelurahan di Kota Batu
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.
Kondisi Geografis Desa/Kelurahan di Kota Batu
I. Kecamatan Batu
Desa/
Kelurahan
Oro-Oro Ombo
Temas
Sisir
Ngaglik
Pesanggrahan
Songgokerto
Sumberejo
Sidomulyo
Kondisi
Geografis
Lereng/Bukit
Pantai
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Dataran
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
II. Kecamatan Junrejo
Desa/
Kelurahan
Tlekung
Junrejo
Mojorejo
Torongrejo
Beji
Pendem
Dadaprejo
Kondisi
Geografis
Lereng/Bukit
Dataran
Dataran
Lereng/Bukit
Dataran
Dataran
Dataran
III. Kecamatan Bumiaji
Desa/
Kelurahan
Pandanrejo
Bumiaji
Bulukerto
Gunungsari
Punten
Tulungrejo
Sumbergondo
Giripurno
Kondisi
Geografis
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lereng/Bukit
Lembah/DAS
Sumber: Statistik Desa dan Kelurahan Kota Batu (Hasil Sensus 2002)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelidikan Tanah (Soil Survey)
Tanah merupakan tubuh alam (natural body) tiga dimensi yang
menempati bagian teratas dari kerak bumi, memiliki sifat yang berbeda
dengan batuan yang ada di bawahnya sebagai hasil interaksi dari bahan
induk, makhluk hidup, iklim, dan topografi dalam periode waktu tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut maka untuk mempelajari tanah, sifat-sifatnya
harus ditentukan di lapangan, dimana tanah terdapat dalam keadaaan yang
sebenarnya dengan melihat ciri-ciri morfologi tanah (profil tanah) dan
morfologi lahan yang mempengaruhi proses perkembangan (generasi)
tanah tersebut. Selanjutnya, untuk mendapatkan data penunjang yang
lengkap dari hasil pengamatan di lapangan, dilakukan analisa tanah di
laboratorium.
Sebagai bagian bumi, setiap jenis/seri tanah perlu diketahui tempat
dan penyebarannya. Untuk itu, perlu dilakukan survey. Dalam pelaksanaan
survey diperlukan peta tanah yang dilengkapi tanda-tanda dan keterangan
singkat. Survey tanah memisahkan jenis-jenis tanah dan melukiskannya
dalam suatu peta disertai uraiannya. Klasifikasi dan survey tanah
merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi
manfaat dalam meningkatkan daya gunanya.
5
Spectra
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
Pemetaan Tanah (Soil Mapping)
Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang
pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, yaitu satuan tanah,
satuan bahan induk, dan satuan wilayah. Perbedan satuan peta dalam
berbagai kategori peta tanah terletak pada ketelitian masing-masing unsur
satuan petanya. Penggunaan tiga unsur ini dimaksudkan untuk dapat
memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah
dan wilayahnya.
Kategori Peta Tanah
Seperti halnya klasifikasi tanah, peta tanah dapat dibedakan dalam
lima kategori yaitu: (1) peta tanah bagan, (2) peta tanah ekplorasi, (3) peta
tanah tinjau, (4) peta tanah tinjau mendalam, dan (5) peta tanah terperinci.
Setiap kategori peta tanah mempunyai tingkat ketelitian tertentu sesuai
dengan skalanya. Makin besar skala peta (angka pembanding makin kecil),
maka akan semakin teliti penyusunan peta tersebut.
1. Peta Tanah Bagan (Schematic/Generalized Soil Map)
Peta tanah bagan berskala 1:2.500.000 sampai dengan
1:5.000.000 memiliki tingkat ketelitian yang sangat kasar karena jarak
1 mm dalam peta sama dengan 2,5 sampai dengan 5 km di lapangan.
Satuan peta disini terdiri dari satuan jenis tanah utama (great soil
group) atau assosiasi/ kompleks tanah dan satuan wilayah yang hanya
membedakan daratan dan bukit/gunung. Perbedaan bahan induk yang
membentuk tanah dipisahkan.
Peta tanah bagan dapat digunakan untuk menyusun peta tanah
dunia, bahan pelajaran di sekolah, atau data geogrfis tentang wilayah
tersebut. Data yang dapat diambil dari peta ini hanyalah gambaran
prosentase dan penyebarannya guna menyusun rencana garis besar
pembangunan negara.
2. Peta Tanah Eksplorasi (Exploratory Soil Map)
Peta tanah eksplorasi pada umumnya berskala 1:1.000.000. Hal
ini berarti setiap 1 mm dalam peta sama dengan 1 km di lapangan,
sehingga areal seluas 100 ha dalam peta ini menjadi 1 mm2, sedang
10.000 ha = 1 cm2. Peta ini merupakan sistematik tertinggi.
Peta tanah eksplorasi disusun dari hasil survey tanah kemudian
disesuaikan dengan satuan peta dan skalanya. Survey ini terdiri dari
pemboran-pemboran tanah dan penyidikan (description) profil tanah.
Dengan 20-40 pemboran terdapat 2 profil tanah setiap 100.000
bergantung pada keadaan lapangan. Makin sulit kondisi lapangan,
maka diperlukan pengamatan yang lebih rapat, sehingga lapangan
6
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
yang sederhana/ homogen pengamatan dapat diperjarang. Penetapan
nama jenis tanah dilakukan setelah ada hasil analisa labolatorium
contoh tanah hasil survey.
Sesuai dengan skala dan satuan peta yang masih kasar, peta
tanah eksplorasi merupakan hasil inventarisasi jenis-jenis tanah utama
yang terdapat dalam wilayah yang cukup luas (satu pulau, satu
propinsi, dan sebagainya), dapat menunjukkan areal yang tanahnya
merupakan masalah (probematik), dan areal yang ada harapan dalam
usaha pembangunan pertanian pada umumnya. Data yang disajikan
dalam legenda masih memerlukan penafsiran sifat tanah dan bahan
induknya guna merencanakan pembangunan pertanian seperti
tersebut di atas. Untuk tujuan pelaksanaan proyek atau percobaan,
maka peta ini sama sekali tak berguna karena terlalu kasar dan tidak
sesuai.
3. Peta Tanah Tinjau (Recoinnaissance Soil Map)
Pada umumnya peta tanah tinjau berskala 1:250.000. Atas dasar
tujuan bagi daerah-daerah tertentu dapat disusun peta tanah tinjau
berskala lebih kecil (1:500.000) atau lebih besar (1:100.000).
Penyusunan dengan skala lebih kecil biasanya dimaksud untuk
memperkecil volume atau luas gambar tanpa mengurangi tingkat
ketelitiannya. Penyusunan dengan skala lebih besar menunjukkan
bahwa pengamatan untuk daerah tersebut cukup dapat
dipertanggungjawabkan guna menyusun peta dalam skala yang lebih
besar.
Peta tanah tinjau disusun berdasarkan hasil survey di lapangan.
Satuan tanah ditetapkan dari penyidikan profil-profil tanah dan hasil
analisa contoh-contoh tanah di laboratorium. Penetapan batas-batas
penyebaran satuan peta disusun berdasarkan geomorfologi daerah
dan pemboran-pemboran tanah. Pengamatan untuk penyusunan peta
tanah tinjau dengan 20-40 pemboran dan lebih dari 2 profil/100 km2
(10.00 Ha). Peta dasar yang digunakan dalam survey berskala
1:25.000 sampai dengan 1:100.000. Peta tanah lapangan kemudian
diperkecil dan disederhanakan sesuai dengan skala peta tanah tinjau.
Peta tanah tinjau merupakan peta yang sangat berguna untuk
mengetahui potensi tanah suatu wilayah dan masalah-masalahnya
guna perencanaan pembangunan pertanian tingkat nasional sampai
dengan tingkat propinsi. Dari peta tanah ini dapat diketahui apakah
suatu wilayah mempunyai kemungkinan untuk suatu usaha
intensifikasi pertanian, pembukaan areal baru, diversifikasi, dan
sebagainya. Penggunaan peta tanah tinjau sebagai dasar pelaksanaan
suatu proyek percobaan dalam tanaman dan sebagainya masih terlalu
kasar. Untuk maksud tersebut diperlukan data tanah yang lebih
terperinci dan lebih teliti.
7
Spectra
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
4. Peta Tanah Tinjau Mendalam (Semi Detail Soil Map)
Peta tanah tinjau mendalam berskala 1:50.000 sampai dengan
1:100.000. Untuk penyusunan dengan maksud-maksud tertentu, dapat
pula dibuat peta tanah dengan skala 1:25.000 dengan pengamatan
lebih teliti dan dihasilkan peta tanah semi terperinci. Perbedaan antara
peta tanah tinjau mendalam dan peta tanah semi terperinci terutama
terletak pada tingkat ketelitian pengamatan tanah di lapangan. Dengan
pengamatan cukup rapat, dapat pula disusun peta tanah semi
terperinci dengan skala 1:50.000, misalnya peta tanah untuk daerah
kunci (key region) yang digunakan untuk mencek peta tanah tinjau.
5. Peta Tanah Terperinci (Detail Soil Map)
Sesuai dengan maksud penyusunan peta tanah ini, maka
disamping peta tanah tinjau mendalam, disusun pula peta-peta lainnya
misalnya peta kemampuan wilayah, peta fisiografi, peta rekomendasi,
dan sebagainya yang merupakan pelengkap bagi suatu naskah yang
disusun sesuai dengan maksud dilakukannya survey tanah tinjau
mendalam atau semi terperinci.
Peta tanah terperinci adalah peta tanah yang disusun terutama
untuk tujuan praktek dan pelaksanaan di bidang pertanian yang
mencakup areal yang tidak terlalu luas (2.000 - 10.000 ha). Sesuai
dengan maksud penyusunannya, maka survey tanah yang dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan produksi, pembukaan areal pertanian
baru, rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan masalah kerusakan
tanah, dan sebagainya, dimana menghasilkan suatu rekomendasi
untuk pelaksanaan tujuan tersebut.
Profil Tanah
Pelapisan atau perkembangan horison bumi akhirnya menimbulkan
tubuh alam yang disebut tanah. Tiap tanah dirincikan oleh urutan tertentu
horison tersebut. Urutan ini disebut dengan istilah profil tanah. Lapisan yang
dihasilkan oleh proses pembentukan tanah dibedakan menjadi empat
kelompok, yaitu O, A, B, dan C.
Kelompok O adalah horison organik yang terbentuk di atas tanah
mineral. Mereka dihasilkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Kelompok A
(eluvial) adalah horison pelindian maksimum, mulai dari permukaan bahan
mineral disebut A1, A2, dan seterusnya. Kelompok B (iluvial) mencakup
lapisan pengendapan, baik dari atas maupun dari bawah. Daerah ini
merupakan penimbun maksimum bahan seperti oksida besi, alumunium,
dan lempung silikat. Bahan dapat tercuci ke bawah dari lapisan permukaan
atau mereka dapat terbentuk di horison B. Daerah kering kalsium karbonat,
kalsium sulfat, dan garam–garam lain dapat tertimbun di horison B bawah.
Horisonnya disebut berturut-turut ke bawah B1, B2, dan seterusnya.
8
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan tersebut di atas, maka
pekerjaan studi pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan Kota Batu
diperlukan basis peta dengan skala 1:25.000. Hal ini cukup memadai,
mengingat salah satu tujuan pekerjaan ini digunakan secara teknis masih
diijinkan dengan skala maksimal 1:100.000. Diharapkan dengan skala peta
1:25.000 secara umum dapat dihasilkan pemetaan tanah yang baik dan
akurat.
Dengan demikian, pada kegiatan ini pemetaan tanah yang dilakukan
adalah untuk membuat peta tanah semi detail dengan skala 1:25.000 yang
akan dijadikan pedoman dalam perencanaan pengembangan daerah Kota
Batu.
Potensi Lahan Kota Batu
Dari hasil analisa yang dilakukan dengan meng-overlay peta-peta
tematik yang ada, didapatkan peta potensi lahan Kota Batu. Dari peta
potensi Kota Batu tersebut dapat diketahui bahwa di Kota Batu terdapat 3
(tiga) jenis potensi lahan, yaitu:
1. Perkebunan; dengan budidaya tanaman tahunan, seperti
chinchona, cinnamon, klengkeng, leci, jambu, dan jeruk,
2. Kehutanan; dengan jenis potensi hutan produksi, seperti
eucaliptus, pinus, casuarina, lauracene, quercus, dan castanea.
3. Wanatani; dengan budidaya lorong dua jenis tanaman, yaitu:
a. Tanaman hortikultura, seperti apel, leci, jambu, anggur, jeruk,
wortel, cabe, kentang, kubis, dan tomat.
b. Tanaman pangan, seperti jambu mente, mangga, srikaya, dan
palawija (kacang hijau, kacang gude, kacang tanah, kedele,
jagung).
9
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
Spectra
Tabel 2.
Luasan Kesesuaian Kondisi Lahan Kota Batu
Desa/Kelurahan
Gunungsari
Tulungrejo
Sumbergondo
Bulukerto
Bumiaji
Giripurno
Punten
Pandanrejo
Sidomulyo
Songgokerto
Pesangrahan
Ngaglik
Sisir
Temas
Oro-oro Ombo
Sumberejo
Beji
Kecamatan
Bumiaji
Kebun
Hutan
Budidaya
1.079.205,75
20.236.220,14
6.036.095,85
3.178.476,83
3.126.792,96
3.160.654,09
5.548.193,09
50.282.720,55
6.997.388,43
3.553.144,86
1.834.098,25
1.791.218,76
1.984.028,54
25.235,67
287.017,16
24.365,20
817.398,14
3.382.396,78
3.522.865,02
4.895.452,61
483.465,65
3.743.376,76
2.524.501,89
2.540.126,78
Batu
73.376,63
1.303.418,87
1.482.928,98
2.096.657,52
2.005.441,88
2.567.547,23
5.619.338,77
5.636.518,89
1.667.692,19
14.399.362,25
1.911.390,60
579.215,42
Torongrejo
3.408.210,12
Pendem
Junrejo
Tlekung
Dadaprejo
Mojorejo
82.796,21
65.998,23
550.812,03
2.622.435,37
22.141,97
1.019.521,67
1.843.365,35
3.616.231,47
Junrejo
2.944.618,16
2.402.983,47
770.207,42
591.809,46
6.363.510,78
1.282.859,54
1.940.408,25
Dari tabel kesesuaian kondisi lahan tersebut di atas dapat diketahui
bahwa di Kecamatan Bumiaji yang meliputi 8 (delapan) desa/kelurahan
merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 12.852,99 Ha.
Penggunaan lahan eksisting didominasi oleh hutan, yaitu sebesar 10.025,41
Ha, selebihnya adalah lahan terbuka, tegalan, dan sawah. Luasan hutan
terbesar terletak di Desa Tulungrejo, yaitu seluas 5474,20 Ha. Selain itu, di
daerah ini terdapat lahan terbuka yang cenderung kritis karena mempunyai
kelerengan yang tinggi. Disamping itu terdapat tanah kosong/pasir di puncak
Gunung Arjuno yang rawan longsor, sehingga diperlukan perhatian yang
lebih intensif.
10
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
655000
680000
675000
670000
665000
660000
N
9145000
9145000
W
E
S
500
0
500 1000 1500 2000 Meters
PETA POTENSI LAHAN
KOTA BATU
9140000
9140000
TULUNGREJO
LEGENDA :
SUMBERGONDO
Batas desa
Apel, Leci, Jambu, Anggur, Jeruk (Wortel, Cabe, Kentang, Kubis, Tomat)
Chinchona, Cinnamon, Klengkeng, Leci, Jambu, Jeruk
Eucaliptus, Pinus, Casuarina, Lauracene, Quercus, Castanea, Nothofagus, Rapanes, Laptoenarnum
Jambu Mente, Mangga, Srikaya/ Palawija (Kacang Hijau, Kacang Gude, Kacang Tanah, Kedele, Jagung)
Kopi Robusta, Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet, Rambutan, Nangka, Manggis, Durian, Duku
BULUKERTO
9135000
9135000
BUMIAJI
PUNTEN
GUNUNGSARI
PANDANREJO
SIDOMULYO
SUMBEREJO
GIRIPURNO
SONGGOKERTO
SISIR
9130000
9130000
NGAGLIK
PESANGGRAHAN
TEMAS
TORONGREJO
BEJI
PENDEM
ORO-ORO OMBO
MOJOREJO
JUNREJO
DADAPREJO
PEMERINTAH KOTA BATU
BADAN PERENCANAAN DAERAH
(BAPEDA)
TLEKUNG
9125000
9125000
STUDI PEMETAAN TANAH DAN
EVALUASI KONDISI LAHAN KOTA BATU
TAHUN ANGGARAN
2006
655000
660000
665000
670000
675000
680000
Gambar 2.
Peta Potensi Lahan Kota Batu
11
Spectra
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
Evaluasi Lahan Kota Batu
Untuk keperluan evaluasi kondisi lahan dibutuhkan informasi yang
akurat dan terkini mengenai penggunaan lahan yang terbaru. Untuk itu,
diperlukan proses updating peta penggunaan lahan yang dibuat
berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) terbitan Bakosurtanal. Hal ini
dikarenakan peta RBI ini dibuat berdasarkan foto udara hasil pemotretan
tahun 1998.
Proses perbaikan (updating) peta penggunaan lahan dilakukan
dengan menggunakan citra satelit Landsat TM tahun perekaman September
2002. Citra satelit yang telah melalui koreksi radiometrik dan koreksi
geometrik serta proses penajaman citra, kemudian dilakukan proses
tumpangsusun (overlay) dengan peta penggunaan lahan yang dibuat dari
peta RBI (Rupa Bumi Indonesia ) terbitan Bakosurtanal, sehingga lahan
yang berubah dapat terlihat jelas, untuk kemudian dilakukan penyesuaian.
Pola penggunaan lahan hasil updating di wilayah Kota Batu untuk
lahan terbangun hanya sekitar 7,59% atau sekitar 1.511,55 Ha dari seluruh
pola penggunaan lahan yang ada. Sisanya merupakan lahan non terbangun.
Hal ini disebabkan wilayah kota Batu sebagian besar merupakan kawasan
dengan topografi yang cenderung berbukit dan terjal, sehingga penggunaan
lahan didominasi oleh kegiatan non terbangun seperti kegiatan hutan dan
pertanian.
Untuk lahan non terbangun, luas terbesar adalah hutan sebesar ±
6.523,39 Ha atau 32,77%. Sedangkan luas lainnya digunakan untuk tegalan
± 5.025,37 Ha atau 25,24%, lahan terbuka ± 2.682,01 Ha atau 13,47%,
sawah ± 2.458,19 Ha atau 12,35%. Sisanya lahan gundul/pasir sebesar
6,60%. Konsentrasi penggunaan lahan terbangun yang terbesar berada di
wilayah Kecamatan Batu, yaitu sekitar ± 707,21 Ha atau 46,79% dari luas
keseluruhan lahan terbangun. Keadaan ini wajar karena Kecamatan Batu
merupakan pusat kegiatan dan aktifitas kota.
Hasil updating peta penggunaan lahan dari citra satelit ditampilkan
pada gambar di bawah ini.
12
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
660000
665000
670000
675000
680000
N
9145000
9145000
655000
W
E
S
500
0
500 1000 1500 2000 Meters
9140000
9140000
PETA TUTUPAN LAHAN
KOTA BATU
TULUNGREJO
LEGENDA :
hutan
lahan terbuka
lahar/pasir
pemukiman
sawah
tegalan
batas desa
SUMBERGONDO
9135000
9135000
BULUKERTO
BUMIAJI
PUNTEN
GUNUNGSARI
PANDANREJO
SIDOMULYO
SUMBEREJO
GIRIPURNO
SISIR
NGAGLIK
PESANGGRAHAN
9130000
9130000
SONGGOKERTO
TEMAS
TORONGREJO
BEJI
PENDEM
ORO-ORO OMBO
MOJOREJO
JUNREJO
DADAPREJO
PEMERINTAH KOTA BATU
BADAN PERENCANAAN DAERAH
(BAPEDA)
9125000
9125000
TLEKUNG
STUDI PEMETAAN TANAH DAN
EVALUASI KONDISI LAHAN KOTA BATU
TAHUN ANGGARAN
2006
655000
660000
665000
670000
675000
680000
Gambar 3.
Peta Tutupan Lahan Kota Batu
13
Spectra
Nomor 14 Volume VII Juli 2009: 1-15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari serangkaian kegiatan yang telah dilakukan dalam pelaksanaan
Studi Pemetaan Tanah dan Evaluasi Kondisi Lahan Kota Batu dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kegiatan ini telah menyediakan peta tematik tanah dan
penunjangnya secara digital, sehingga – apabila dibutuhkan –
informasi tersebut dapat ditemukan secara cepat dan mudah.
2. Dalam kegiatan pengumpulan, perbaikan, kemudian penyusunan
data-data fisik tanah, data-data tersebut dijadikan basic (dasar)
untuk menentukan jenis potensi komoditas pertanian yang sesuai
dengan kondisi tanah setempat serta evaluasi kondisi lahan
eksisiting. Selain itu, juga dilakukan survey lapangan guna
mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan dan untuk
meningkatkan ketelitian hasil analisa.
3. Hasil analisa dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bumiaji yang
meliputi 8 desa mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang paling
tinggi, khususnya untuk kehutanan. Selain itu, perkebunan juga
bisa diterapkan di daerah ini sepanjang tidak merubah fungsi hutan
yang ada. Sedangkan di Kecamatan Batu potensi perkebunan lebih
dominan, kecuali di Desa Oro-oro Ombo yang didominasi oleh
hutan. Di Kecamatan Junrejo lebih didominasi oleh potensi
budidaya/wanatani.
Saran
1. Agar hasil yang dicapai dalam kegiatan ini dapat maksimal, maka
diperlukan skala peta yang lebih besar, sehingga mencapai
kerincian data spasial yang lebih akurat. Selain itu, diperlukan data
atribut yang lebih up to date yang dapat menunjang informasi
spasial. Dalam kegiatan ini terlihat bahwa banyak data atribut yang
kurang lengkap, sehingga diperlukan lagi pemutakhiran data
spasial yang lebih detail untuk setiap data atribut.
2. Dengan segala keterbatasan waktu dan data, studi ini sudah
berusaha dilakukan dengan bekerja dan menjalin komunikasi
dengan semua dinas/instansi yang terkait semaksimal mungkin,
sehingga dapat berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukan.
3. Hasil dari pekerjaan ini masih dapat dikembangkan dengan studistudi yang berkelanjutan.
14
Pemetaan Tanah dan Evaluasi Lahan Hirijanto
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Laporan Monitoring Tata Air SPAS Sub DAS Genteng. Balai
Pengelolaan DAS Brantas. Jakarta: Departemen Kehutanan.
______. 2005. Laporan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah (RTL-RLKT) pada Sub DAS Genteng. Balai Pengelolaan
DAS Sungai Brantas. Kabupaten Malang.
______. 2005. Petunjuk Teknis Pembuatan Bangunan Konservasi Lahan (Tanah
dan Air) untuk Menanggulangi Erosi Lahan dan Sedimentasi. Balai
Pengelolaan DAS Brantas. Jakarta: Departemen Kehutanan.
______. 2006. Kota Batu Dalam Angka. Batu: Bappeda.
Hadi Utomo, Wani. 2002. Konservasi Lahan. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Sri Harto, Br. 1999. Analisis Hidrologi. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Ven Tee Chow. 1999. Open Channel (Saluran Terbuka). Jakarta:Penerbit Erlangga.
Wesley, LB. 1977. Mekanika Tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
15
Download