1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia selain sebagai makhluk yang harus mengenal
dirinya, juga sebagai makhluk sosial, yang harus mampu hidup berinteraksi
dengan lingkungan tempat mereka tinggal yakni dalam kehidupan masyarakat.
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Kita
semua hidup dalam sebuah lingkungan, termasuk segala permasalahan yang ada di
dalamnya. Akhadi (2009, hlm. 59) menyebutkan bahwa “lingkungan tempat hidup
manusia sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Komponen lingkungan
yang sangat erat dengan kehidupan adalah udara yang dihirup melalui pernapasan
setiap detik, air yang diminum setiap hari, serta tanah yang menyediakan berbagai
kebutuhan bahan makanan setiap saat.” Segala kebutuhan makhluk hidup
disediakan oleh alam.
Mengingat vitalnya peran dan pengaruh lingkungan
terhadap keberadaan dan keberlangsungan mahluk hidup maka
masyarakat
berkewajiban menjaga kelestrarian lingkungan, karena lingkungan merupakan
warisan yang akan dan harus dapat dinikmati bukan hanya oleh kita namun juga
oleh generasi-generasi mendatang. Apabila lingkungan kita tidak terjaga, terjadi
kerusakan maka dampaknya selain akan dirasakan oleh kita juga diwariskan
kepada mereka.
Realita di lapangan menunjukan semakin rendahnya kesadaran masyarakat
terhadap kelestarian lingkungan, sehingga tidak sedikit akhirnya dampak dari
ketidakpedulian itu berbuah musibah dan bencana. Kerusakan lingkungan yang
terjadi sekarang ini yang sering kita lihat melalui berita, baik di televisi, radio,
koran, sosial media dan lain sebagainya banyak diakibatkan oleh kegiatan
manusia sendiri sebagai pengguna lingkungan. Pembakaran hutan yang sekarang
terjadi di pulau Sumatera dan Kalimantan sangat menganggu kehidupan, baik bagi
penduduk sekitar maupun untuk penduduk di negara tetangga yang berbatasan.
Polusi udara yang disebabkan oleh asap pembakaran hutan tersebut sangat
menganggu pernafasan karena udaranya sudah tidak layak untuk dihirup, sehingga
berdampak
pada kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2
Pengelolaan lingkungan yang baik sangat dibutuhkan agar kelangsungan hidup
seluruh
makhluk
hidup
dapat
terjaga.
Menurut
Soemarwoto
pengelolaan
lingkungan dapat kita artikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau
dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi
dengan sebaik-baiknya (1988, hlm. 73).
Siswa di sekolah sebagai generasi penerus harus memiliki tanggung jawab
terhadap lingkungan. Kenyataannya masih banyak siswa yang masih belum
memiliki kesadaran dan pengetahuan apalagi keterampilan dalam berinteraksi
dengan lingkungan sebagai tempat atau ruang berlangsungnya kehidupan. Siswa
masih perlu dipupuk dalam membangun kesadaran akan pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan, dalam hal ini lingkungan sekolah dan lingkungan rumah
sebagai tempat terdekat mereka berinteraksi dengan sesamanya.
Misalnya
membiasakan diri untuk berdisiplin membuang sampah pada tempat sampah,
menyayangi dan
merawat tumbuhan dengan memandang bahwa tumbuhan
merupakan bagian dari makhluk hidup yang perlu dirawat dan di sayangi karena
kita sebagai makhluk hidup saling memiliki ketergantungan satu sama lain di
dalam kehidupan.
Semua masalah diatas perlu ditanamkan melalui pendidikan lingkungan
yang berkelanjutan (sustainable environment) dengan tujuan agar mempunyai
pemahaman dan sikap untuk menjaga, mencintai dan melestarikan lingkungan.
Memperkenalkan,
mengajarkan
dan
menanamkan
pemahaman
dan
sikap
berkelanjutan kepada siswa dalam menjaga lingkungan sekitar di bumi ini bisa di
mulai di sekolah dan menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga dunia.
Dengan
ditanamkan
pendidikan
lingkungan,
siswa
diharapkan
mempunyai
pemahaman tentang melek ekologi atau ecoliteracy.
Ecoliteracy, sebuah paradigma baru yang dipopulerkan oleh Fritjof Capra,
bertujuan meningkatkan kesadaran ekologis masyarakat. Ecoliteracy berupaya
memperkenalkan dan memperbaharui pemahaman masyarakat akan pentingnya
kesadaran ekologis global, guna menciptakan keseimbangan antara kebutuhan
masyarakat
dan
kesanggupan
bumi
untuk
menopangnya.
Pada
awalnya
ecoliteracy lebih dikenal dengan ecological awareness, atau kesadaran ekologis.
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3
Dengan
penggunaan
kata
ecoliteracy,
berarti kita
bukan
sekedar
membangkitkan kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan, tapi juga memahami
bekerjanya prinsip-psinsip ekologi dalam kehidupan bersama yang berkelanjutan
di planet bumi ini. Kita memercayai bahwa prinsip-prinsip ekologi sejatinya
menjadi penunjuk arah bagi penciptaan komunitas belajar berbasis pembangunan
berkelanjutan. Dengan demikian, “melek ekologi” merupakan tahap pertama dari
pembangunan komunitas-komunitas yang berkelanjutan. Tahap kedua adalah apa
yang disebut dengan ecodesign, atau rancangan bercorak ekologi. Ecodesign dapat
diterapkan di hampir segala bidang. Tahap ketiga dari proses ini adalah
terbentuknya komunitas-komunitas berkelanjutan yang menyadarkan dirinya pada
prinsip ekologi.
Untuk menumbuhkan ecoliteracy siswa maka perlu ada penelitian yang
bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan ecoliteracy siswa sekolah dasar
agar bisa berkembang menjadi sebuah kesadaran sehingga membentuk individuindividu yang bertanggung jawab dan peduli terhadap lingkungannya. Guru dapat
membimbing dan mengajarkan serta menumbuhkan pemahaman akan lingkungan
melalui
pembelajaran.
Fritjof
Capra
sebagai
pengagas
ecoliteracy
juga
mengungkapkan pentingnya integrasi paradigma ecoliteracy dalam kurikulum di
sekolah. Pendidikan perlu memastikan pemahaman peserta didik yang lebih baik
akan sistem kehidupan, siklus dan jaring kehidupan, ataupun daya dukung bumi di
masa depan.
Pemahaman dan sikap melek ekologi atau bersikap ecoliteracy perlu
diperkenalkan dan ditanamkan sejak usia dini mulai dari bangku sekolah dasar.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bisa berperan untuk mendidik dan
memberikan pemahaman tentang pentingnya memahami dan menjaga lingkungan
dengan
pemahaman
ecoliteracy.
Siswa
harus
terbiasa
hidup
bersih dan
bertanggungjawab baik pada dirinya maupun lingkungan. Hal ini akan tercermin
dalam aktivitas keseharian siswa baik di rumah maupun di sekolah, misalnya
dalam kebersihan merawat tubuh dan menjaga penampilan, kebiasaan buang
sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah.
Hanya dalam lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat berkembang dengan
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4
baik, dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan akan berkembang kearah
yang optimal (Soemarwoto, 1988, hlm. ix).
Pendidikan diharapkan dapat membangun pemahaman tentang kecerdasan
ekologi dan ikatan emosional dengan alam. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan Capra (Stone dan Barlow, 2005, hal xv) yang mengungkapkan
bahwa
education for sustainable living fosters both an intellectual understanding
of ecology and emotional bonds with nature that make it more likely that
our children will grow into responsible citizens who truly care about
sustaining life, and develop a passion for applying their ecological
understanding to the fundamental redesign of our technologies and social
institutions, so as to bridge the current gap between human design and the
ecologically sustainable systems of nature.
Proses
pembelajaran untuk
meningkatkan
ecoliteracy
membutuhkan
pendekatan pembelajaran yang memancing siswa untuk aktif terlibat langsung.
Untuk itu peneliti memilih model problem based learning, yang digunakan dalam
pembelajarn IPS untuk bisa menumbuhkan pemahaman konsep dan sikap
ecoliteracy siswa sehingga proses pembelajaran memberikan kesempatan kepada
seluruh siswa agar siswa dapat mengembangkan potensi sehingga proses
pembelajaran
akan
mengarahkan
siswa
menjadi
aktif
dengan
melibatkan
pengalaman siswa itu sendiri, sehingga siswa menjadi kreatif dalam berbagai
bidang
kehidupan.
Hal
ini
memerlukan
kreatifitas
guru
dalam
meramu
pembelajaran sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu guru
dituntut untuk satu langkah lebih menguasai materi pembelajaran atau bahkan
lebih paham dari siswa.
Pembelajaran untuk menanamkan sikap dan pemahaman ecoliteracy di
sekolah dapat ditumbuhkan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
karena melalui IPS siswa biasa mempelajari interaksi baik interaksi dengan
manusia lain maupun dengan lingkungannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
penelitian terdahulu yang telah melakukan penelitian
tentang ecoliteracy,
diataranya Santa pada tahun 2013 dengan penelitiannya mengenai “Penerapan
Pendekatan SAVI (Somatik, Audio, Visual, dan Intelegensi) dalam Pembelajaran
IPS untuk Meningkatkan ecoliteracy siswa kelas IV”. Kemudian penelitian Fajar
Kusuma Solihin (2013) tentang “Peningkatan Ecoliteracy melalui Kegiatan
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5
Bertanam Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IV”, dan penelitian Dadan Hermawan
(2014) “Pengaruh Metode Problem Based Learning Terhadap Pemahaman
Konsep dan Sikap Kepedulian Siswa Pada Lingkungan”
Guru harus bisa menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan dengan
menjaga kelestarian lingkungan. Lingkungan terdekat dengan siswa adalah rumah
dan sekolah. Kegiatan yang bisa dilakukan guru di sekolah misalnya dengan cara
mengadakan lomba kebersihan antar kelas, mengajak dan membimbing berkebun
di halaman sekolah, dan menanam pohon agar sekolah teduh dan rindang.
Dalam pembelajaran IPS guru berperan sebagai motivator dan fasilitator
dalam melaksanakan pembelajaran IPS. Guru juga harus mampu membimbing
dan mengarahkan siswa untuk memanfaatkan sumber belajar yang tersedia di
sekitarnya. Guru sebagai pemberi bekal pengetahuan tentang manusia dan seluk
beluk kehidupannya hendaknya mengarahkan siswa untuk tampil memecahkan
masalah sosial di sekitarnya. Guru jangan hanya menekankan pada aspek
pengetahuan atau hapalan saja tetapi harus diimbangi dengan
penanaman sikap
dan keterampilan dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar tempat siswa
berinteraksi.
Lickona (2012, hlm 438) dalam “Educating for Character” menyatakan
bahwa untuk mengembangkan tanggung jawab maka anak muda perlu diberi
tanggung jawab untuk belajar peduli, mereka perlu untuk menunjukan tindakan
kepedulian mereka. Dalam konteks peduli terhadap lingkungan dapat dimaknai
bahwa seseorang berperilaku baik terhadap lingkungan, seperti cepat tanggap dan
beretika
terhadap
lingkungannya,
lingkungan.
guru
dapat
Untuk
menanamkan
menerapkan
sikap
peduli terhadap
strategi yang bisa membangkitkan
motivasi siswa bertanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya. Hal ini bisa
dilakukan melalui latihan oleh guru dengan menggunakan model problem based
learning (Hermawan, 2013, hlm. 4 ).
Dalam
pembelajaran
melalui
model
PBL
siswa
diarahkan
untuk
menyajikan atau mencari masalah yang biasa mereka temui dan lihat dalam
kehidupan sehari-hari, baik itu di lingkungan mereka atau yang mereka lihat dari
media massa. Setelah ditentukan masalah yang akan dibahas, kemudian siswa
dibimbing
untuk
merumuskan
masalah,
kemudian
mengidentifikasi
masalah
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6
tersebut, mencari penyebab terjadinya, dan kemungkinan solusi penanganan yang
bisa dilakukan.
Melalui model
problem based learning (PBL) penanaman sikap dan
pemahaman melek ekologi atau bersikap ecoliteracy bisa membiasakan siswa
menjawab permasalahan yang terjadi di lingkungan berdasarkan permasalahan
yang sering mereka lihat dan hadapi. Siswa dilatih memberikan solusi atau
mencari solisi berdasarkan permasalahan yang terjadi di lingkungan sehingga
dapat diselesaikan atau ditemukan solusi pemecahannya.
Pembelajaran memerlukan keseimbangan antara peran guru dan siswa.
Jika guru terlalu banyak mendominasi maka pembelajaran akan menjadi pasif.
Agar siswa menjadi aktif maka pembelajaran dapat menggunakan model problem
based learning yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan mendapat bimbingan dan
pengarahan dari guru. Hamalik (2003, hlm. 171) mengungkapkan bahwa:
Potensi yang hidup itu perlu mendapat kesempatan yang luas untuk
berkembang, tanpa pengarahan dikhawatirkan terjadi penyimpangan
perkembangan dari tujuan yang telah ditentukan. Selain itu seorang guru
dalam mengajar harus dapat memantu dan mengatasi kesulitan belajar agar
siswa belajar dengan baik.
Pembelajaran IPS di sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang dapat
menumbuhkan sikap positif terhadap lingkungan dengan melatih keberlangsungan
hidup
yang berkelanjutan. Output yang diharapkan adalah siswa memiliki
pemahaman dan sikap yang bijak dan kritis untuk mampu menyelesaikan
permasalahan terutama tentang permasalahan sosial. Pada abad ini sebagaimana
dapat kita saksikan bersama, bahwa kerusakan lingkungan sudah merajalela, baik
itu udara, air, tanah dan kerusakan sumber daya lainnya di lingkungan sekitar kita.
Inti dari pembelajaran IPS adalah bagaimana membina kecerdasan sosial
siswa yang mampu berpikir kritis, analitis, kreatif, inovatif, berwatak dan
berkepribadian luhur, bersikap ilmiah dalam cara memandang, menganalisa serta
menelaah kehidupan nyata yang dihadapinya. Dengan memperhatikan asumsi
tersebut, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Penerapan Model
Problem Based Learning (PBL) dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
7
Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV”, melalui pembelajaran yang didasarkan pada
permasalahan yang terjadi di lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasi
masalah-masalah yang muncul di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Siswa belum memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ecoliteracy demi
kelangsungaan kehidupan lingkungan alam.
2. Siswa masih banyak yang membuang sampah sembarangan, belum membuang
pada tempatnya.
3. Siswa belum menunjukan kecintaan terhadap lingkungan seperti menanam dan
merawat tumbuh-tumbuhan.
4. Pembelajaran IPS lebih cenderung menekankan aspek hapalan dan ingatan
belum mencerminkan pada pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan
yang terjadi di lingkungan.
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka masalah yang perlu
dijawab
dalam penelitian ini adalah “apakah model problem based learning
(PBL) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan sikap ecoliteracy siswa kelas
IV?”.
Selanjutnya diajukan pertanyaan penelitian sebagai rumusan masalah,
sebagai berikut:
1. Bagaimana
perencanaan pembelajaran dengan menggunakan model
problem based learning untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap
ecoliteracy siswa?
2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model
problem based learning?
3. Apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan
pemahaman konsep ecoliteracy siswa?
4. Apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan
sikap ecoliteracy siswa?
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui bagaimana guru merencanakan dan melaksanakan model problem
based learning
(PBL) untuk meningkatkan
pemahaman konsep dan sikap
ecoliteracy siswa.
2. Memperoleh gambaran tentang proses pembelajaran IPS dengan menggunakan
problem based learning (PBL).
3. Mengkaji peningkatan pemahaman konsep ecoliteracy
melalui model problem
based learning (PBL).
4. Memperoleh gambaran tentang peningkatan sikap ecoliteracy melalui model
problem based learning (PBL).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak terutama yang berkaitan dengan pendidikan, adapun manfaat
penelitian antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan
sosial khususnya tentang model problem based learning (PBL) dalam
meningkatkan ecoliteracy siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Menambah pengetahuan wawasan guru tentang metode problem based
learning
(PBL)
untuk
meningkatkan pemahaman konsep
dan sikap
ecoliteracy dalam mengajar, bahwa mengajar harus dengan perencanaan
sehingga hasilnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
b. Bagi Siswa
Memotivasi siswa agar lebih giat dalam belajar, serta untuk memahami dan
meningkatkan sikap ecoliteracy terhadap pembelajaran IPS dengan model
problem based learning (PBL), dan para siswa tidak mengalami kejenuhan
terhadap pembelajaran yang diberikan guru serta materi pelajaran dapat
dipahami oleh siswa.
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
9
c. Bagi Pihak Sekolah
Pihak sekolah dapat memberikan ruang dan fasilitas serta memberikan
kesempatan dan mendorong pada guru agar lebih kreatif, inovatif dalam
melaksankan proses pembelajarannya terutama salah satunya dengan model
problem based learning (PBL) untuk meningkatkan ecoliteracy.
d. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman
penelitian untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap ecoliteracy
dengan model problem based learning (PBL) pada materi pelajaran IPS di
Sekolah Dasar.
E. Struktur Organisasi Tesis
Dengan berdasarkan pada pedoman penulisan karya ilmiah UPI tahun
akademik 2014/2015 (2014, hal. 23), penulisan tesis ini disusun dengan
sistematika yang diawali dengan Bab I yaitu Pendahuluan, yang meliputi latar
belakang
penelitian,
rumusan masalah penelitian,
tujuan penelitian,
manfaat
penelitian, struktur organisasi tesis.
Bab II mengenai Kajian Pustaka atau Landasan Teoritis yang terdiri dari
enam sub bab yaitu: pertama, pembelajaran IPS di sekolah dasar, kedua,
pengertian model pembelajaran problem based learning, ciri-ciri problem based
learning, tujuan problem based learning, tahapan-tahapan problem based
learning, kelebihan dan kelemahan problem based learning, ketiga, pemahaman
konsep ecoliteracy, keempat, sikap ecoliteracy. Kelima, penelitian terdahulu yang
relevan, dan keenam hipotesis tindakan.
Bab
III
mengenai metode
penelitian,
meliputi: lokasi dan subjek
penelitian, model dan desain penelitian, penjelasan istilah, instrument penelitian
dan analisis data.
Bab IV mengenai hasil penelitian dan pembahasan, yang terdiri dari
analisis temuan hasil penelitian.
Bab
penelitianserta
V
mengenai
kesimpulan
rekomendasi untuk
dan
rekomendasi berdasarkan
peneliti selanjutnya,
hasil
diakhiri oleh daftar
pustaka dan lampiran penelitian.
Euis Karwati, 2015
Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) D alam Meningkatkan Pemahaman Konsep
D an Sikap Ecoliteracy Siswa Kelas IV
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Download