Jurnal Pendidikan Penabur

advertisement
Diterbitkan oleh:
BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)
I S S N : 1412-2588
Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai
sebagai medium tukar pikiran, informasi dan
penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan.
Penanggung Jawab
Ir. Budi Tarbudin, MBA.
Pemimpin Redaksi
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Sekretaris Redaksi
Rosmawati Situmorang
Dewan Editor
Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.
Prof. Dr. Theresia K. Brahim
Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.
Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.
Dra. Vitriyani P., M.Pd.
Dra. Mulyani
Alamat Redaksi :
Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470
Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968
http://www.bpkpenabur.or.id
E-mail : [email protected]
Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur
Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut.
1. Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku yang
berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam bentuk
bahasa ilmiah populer.
2.
Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah dipublikasikan atau sedang dikirimkan ke media lain.
3.
Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, dan
bawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas.
Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Book Antiqua 10
poin/spasi ganda.
4.
Panjang naskah hasil penelitian atau opini + 4500 kata, sedangkan untuk
info serta resensi buku + 2000 kata.
5.
Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata.
6.
Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, daftar
pustaka, dan keterangan mengenai penulis.
7.
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata.
9.
Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan pada
ilustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan besar
huruf tidak lebih kecil dari 6 point.
10. Naskah dikirim dalam bentuk CD dan hasil print out ke Redaksi Jurnal
Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren No. 4 Blok E Lantai 5. Jakarta
Barat - 11470 atau melalui e-mail: jurnalpenabur @bpkpenabur.or.id
11. Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup penulis yang memuat latar
belakang pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernah
ditulis.
12. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuat
tidak dikembalikan.
13. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isi
naskah.
14. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat atau
kebijakan BPK PENABUR.
Jurnal Pendidikan Penabur
Nomor 15/Tahun ke-9/ Desember 2010
ISSN: 1412-2588
Daftar Isi
i
Pengantar Redaksi
ii - vi
Meletakkan Dasar-Dasar Pengalaman Konsep Matematika melalui Permainan Praktis di Kelompok
Bermain,
Maryani,
1-11
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan melalui Media Foto Aktivitas Siswa,
Herani Arundati,
12-21
Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan Gagasan Utama melalui Metode Cooperative
Integrated Reading and Composition,
Yustina Titik Purwanti,
22-36
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak melalui Percakapan Referensial,
Adywibowo,
37-49
Inge Pudjiastuti
Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan : Antara Kebijakan dan Realita,
Premono,
50-61
Agung
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini melalui Aktivitas dan Permainan yang Menyenangkan,
Hilda Karli,
62-84
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi,
Petrus Trimantara,
Meningkatkan Mutu Pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas,
93-106
85-92
Keke Taruli Aritonang,
Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban,
Hotben Situmorang,
107-109
Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas,
Fitri Kuswandi,
110-114
Profil BPK PENABUR Bandung,
Keterangan Tentang Penulis,
Muksin Wijaya,
115-122
123-124
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
i
Pengantar Redaksi
i samping masalah pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan di semua jenjang pendidikan yang belum
tuntas, pendidikan nasional di Indonesia masih mengalami
berbagai masalah yang berkaitan dengan mutu pendidikan.
Sungguhpun program wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun telah diterapkan sejak tahun 1994 dan telah memperlihatkan
kemajuan terlihat dari meningkatnya angka partisipasi kasar (APK)
dan angka partisipasi murni (APM) di sekolah dasar dan sekolah
lanjutan pertama, nampaknya secara nasional pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak sekolah itu belum
diimbangi dengan peningkatan mutu yang memadai. Rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia terlihat dari urutan mutu SDM
Indonesia yang belum dapat bersaing dan mengungguli negaranegara tetangga di ASEAN, apalagi di tingkat internasional yang
lebih luas. Masih tingginya angka pengangguran serta masih
banyaknya lulusan lembaga pendidikan yang berpengharapan
menjadi pegawai dan bukan berinisiatif menjadi wiraswasta
mandiri atau masih tingginya jumlah lulusan yang bekerja bukan
sesuai dengan latar belakang keahliannya, merupakan antara lain
gejala rendahnya mutu pendidikan atau kekurangsesesuaian
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lembaga
pendidikan dengan yang dibutuhkan di dunia kerja (mismatch).
Gejala lain yang juga menunjukkan rendahnya mutu pendidikan
nasional terlihat dari nilai patokan kelulusan Ujian Nasional yang
masih berkisar angka enam.
D
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan
masyarakat dalam meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan
secara nasional. Sejak awal tahun tujuh puluhan Pemerintah telah
melakukan pembaharuan atau perubahan kurikulum, disertai
dengan pengadaan buku teks pelajaran, alat peraga dan media,
laboratorium, serta penyelenggaraan berbagai jenis pendidikan dan
pelatihan untuk pendidik dan tenaga kependidikan dari semua
jenjang dan jenis pendidikan baik negeri maupun swasta. Akan
tetapi cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dan seni, yang
berdampak pada perubahan tuntutan masyarakat dan dunia kerja,
ditambah lagi dengan era globalisasi yang menimbulkan
persaingan yang semakin ketat di bidang ekonomi dan berbagai
aspek kehidupan lainnya, mengakibatkan pembangunan
pendidikan nasional yang dilakukan selama ini sepertinya
tenggelam begitu saja. Bahkan, yang dirasakan masyarakat
sekarang ini adalah munculnya berbagai kekerasan, dekadensi
moral, serta semakin melemahnya karakter bangsa.
Dari benang kusut masalah-masalah pendidikan, dalam awal
abad ke 21 ini semakin disadari bahwa pendidik dan tenaga
kependidikan merupakan salah satu pengungkit (leverage) yang
ii
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
dapat mengatasi berbagai macam masalah pendidikan. Perhatian
terhadap pendidik dan tenaga pendidikan terlihat dalam UU No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang
kemudian disusul dengan UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. BAB XI UU tentang Sisdiknas mengatur tentang tugas, hak,
dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan serta
mengisyaratkan pendidik merupakan tenaga profesional. Sedangkan
prinsip profesionalitas itu disebutkan secara rinci dalam BAB III UU
tentang Guru dan Dosen. Mengacu pada prinsip profesionalitas,
maka guru sebagai pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan di
tingkat sekolah, wilayah, dan nasional.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai
pendidik, guru diharuskan memiliki kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang dapat diperoleh melalui pendidikan profesi. Atas
dasar penguasaan keempat kompetensi itulah, guru akan dinilai dan
diberikan sertifikat pendidik dan setiap orang yang telah
memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama
untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian ia pun memperoleh hak-haknya sebagai tenaga
profesional.
Selama ini untuk mendapatkan sertifikat pendidik untuk guru
yang sudah dalam jabatan dilakukan melalui penilaian portofolio
guru. Sungguhpun program ini sudah berjalan, masih dihadapi
berbagai persoalan yang perlu diatasi misalnya keterbatasan
kemampuan Pemerintah melakukan penilaian portofolio mengingat
jumlah guru yang begitu banyak, keabsahan dokumen yang
dijadikan bahan penilaian, serta masalah administrasi dan dana
yang mengakibatkan guru yang telah disertifikasi itu dapat segera
memperoleh haknya. Masalah yang lebih kritis ialah setelah
mengamati proses sertifikasi melalui penilaian portofolio ini
menimbulkan pertanyaan sejauh mana sertifikasi guru melalui cara
ini dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam Pasal 10 ayat (1) UU tentang Sisdiknas secara tegas
disebutkan bahwa keempat kompetensi yang menjadi persyaratan
untuk memperoleh sertifikat pendidik diperoleh melalui pendidikan
profesi. Pendidikan Profesi yang dimaksud telah diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 8 Tahun 2009.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional itu disebutkan
bahwa pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan keahlian khusus. Dengan demikian guru harus
berpendidikan minimal S-1/D-IV dan wajib memiliki sertifikat
pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Program
Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang
diselenggarakan untuk lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non
Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru, agar
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
iii
mereka dapat menjdi guru yang profesional sesuai dengan standar
nasional pendidikan dan memperoleh sertifikat pendidik.
Secara umum tujuan program PPG ialah menghasilkan calon
guru yang memiliki kemampuan mengembangkan potensi anak
dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Secara khusus
tujuan program PPG adalah menghasilkan calon guru yang memiliki
kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai
pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian, melakukan
pembimbingan, dan pelatihan peserta didik serta melakukan
penelitian, dan mampu mengembangkan profesionalitas secara
berkelanjutan. Mengacu pada latar belakang dan tujuan program
PPG, maka program PPG yang diarahkan untuk menghasilkan calon
guru profesional untuk TK, SD, SLTP, dan SLTA ini dirancang
pelaksanaannya selama satu tahun (dua semester) dengan fokus
kegiatan dalam bentuk workshop pengemasan materi bidang studi
untuk bidang studi yang mendidik (subject specific pedagogy) dan
pengalaman praktek lapangan (PPL) di bawah bimbingan dosen
pembimbing dan guru pamong.
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam program PPG yang
memberikan kesempatan kepada guru dalam jabatan dan guru prajabatan ini, ialah mengutamakan keaktifan peserta, orientasi pada
kemampuan berpikir tinggi (higher order thinking), pencapaian
dampak instruksional (instructional effects) serta dampak pengiring
(nurturant effect), pemanfaatan teknologi informasi, pembelajaran
kontekstual, pembelajaran yang bervariasi dalam mengaktifkan
peserta, serta belajar dengan berbuat. Proses pembelajaran dalam
program PPG merupakan kegiatan workshop atau lokakarya yang
bertujuan untuk untuk menyiapkan peserta mampu mengemas
materi bidang studi untuk pembelajaran bidang studi yang mendidik
(subject specific pedagogy) sehingga peserta dinyatakan siap
melaksanakan tuga Praktik Pengalaman Lapangan, yang ditandai
dengan kesiapan RPP, bahan ajar, media pembelajaran, pendukung
pembelajaran lainnya, dan kemampuan menampilkan kinerja calon
guru profesional.
Program PPG kelihatannya direncanakan sedemikian rupa
untuk dapat menghasilkan calon guru yang profesional dan dapat
memperbaiki mutu pendidikan. Sasaran program ini tidak hanya
calon guru tetapi juga guru yang sudah dalam jabatan tetapi belum
disertifikasi baik untuk sekolah negeri dan swasta. Besarnya jumlah
guru negeri dan swasta di satu pihak serta keterbatasan kemampuan
lembaga pendidikan program PPG mengakibatkan sertifikasi guru
melalui program ini memerlukan waktu yang cukup lama.
Sementara tuntutan perbaikan mutu pendidikan nasional semakin
mendesak.
Salah satu hal yang perlu disimak ialah dalam program PPG
ini, peserta benar-benar dilatih dan dipersiapkan menjadi guru
profesional yang menguasai bahan dan metode belajar dan
membelajarkan. Pola lokakarya yang diterapkan juga mengandung
unsur-unsur penelitian tindakan kelas (PTK) dalam bentuk peer
iv
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
teaching dan micro teaching serta Praktik Pengalaman Lapangan.
Tujuan PTK adalah meningkatkan mutu proses dan hasil belajar dan
membelajarkan yang dilakukan secara bersama antara guru dan
kelas dengan mengatasi masalah yang dialami oleh peserta didik
dan guru di kelas. Perlunya PTK ini sebenarnya telah ditekankan
sejak diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi. Setiap kali
siswa mengalami kesulitan mencapai kompetensi yang ditetapkan,
guru diharapkan melakukan analisis dan mengatasinya dengan
mengikutsertakan peserta didik. Mengingat pentingnya PTK ini,
maka di lembaga pendidikan tenaga guru, calon guru telah
diberikan pengetahuan dan keterampilan melaksanakan PTK.
Sedangkan guru yang belum pernah belajar tentang PTK, pada
umumnya telah dilatih melalui berbagai penataran atau pelatihan.
Guru-guru BPK PENABUR sendiri telah mengikuti pelatihanpelatihan tentang PTK dan banyak di antaranya telah menerapkan
dan merasakan manfaatnya dalam meningkatkan mutu proses dan
hasil belajar peserta didik.
Dalam edisi Desember 2010 ini, Jurnal Pendidikan Penabur
terbit dengan memuat sejumlah laporan tentang pelaksanaan PTK
untuk berbagai bidang studi di berbagai tingkat pendidikan.
Sungguhpun terdapat persyaratan minimal untuk laporan PTK
dilihat dari sistematika dan penyajiannya, laporan PTK yang dimuat
ini bervariasi tetapi unsur-unsur yang harus ada dalam laporan PTK
tetap dipertahankan dengan harapan guru tidak terikat hanya pada
satu bentuk laporan saja. Guru diharapkan dapat kreatif menyusun
laporan yang tidak kaku dengan tetap memperhatikan persyaratan
minimal laporan PTK. Oleh karena keterbatasan jumlah halaman
Jurnal ini, tidak semua laporan PTK yang diterima Dewan Redaksi
dapat dimuat dalam edisi ini, tetapi dipersiapkan untuk edisi
berikutnya.
Di samping laporan PTK, edisi ini juga memuat berbagai opini
yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang diharapkan
bermanfaat bagi guru untuk melakukan refleksi diri dalam rangka
meningkatkan kualitas belajar dan membelajarkan di kelas.
Pendekatan, strategi, serta metode dan teknik membelajarkan peserta
didik sangat berpengaruh dalam membuat proses pembelajaran
yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Oleh karena
itu, dengan memiliki kemampuan pedagogi yang baik, guru
diharapkan kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran
yang bervariasi sesuai dengan bahan dan tujuan pembelajaran,
karakteristik peserta didik, dan lingkungan belajar.
Berbagai cara yang dipikirkan dan dilaksanakan untuk
mengembangkan potensi peserta didik. Belakangan ini terdengar
pula metode untuk membuat peserta didik dapat belajar lebih cepat
dengan hasil yang lebih baik dengan mengaktifkan kemampuan otak
tengah. Sejauh mana kebenaran metode ini dan apakah bukan
hanya merupakan upaya untuk mengeksplotasi anak dengan motif
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
v
ekonomi, menjadi bahan ulasan isu mutakhir dalam terbitan edisi
ini.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
begitu cepat dewasa ini, memungkinkan setiap orang dengan
mudah memperoleh berbagai mcam informasi termasuk dalam
pornografi. Keadaan yang demikian juga mempengaruhi nilai-nilai
sosial dalam perilaku masyarakat. Kecenderungan kurang
terawasinya pergaulan anak di dalam dan luar lingkungan
keluarga karena berbagai alasan, termasuk kesibukan orang tua,
cukup menjadi peluang bagi anak terlibat dalam pergaulan bebas.
Pendidikan moral dan pendidikan agama sangat diperlukan dalam
situasi seperti sekarang ini sehingga perilaku anak tetap dalam
koridor nilai-nilai kepribadian yang mengantarkannya menjadi
manusia yang religius, cerdas, dan bermartabat. Salah satu hal yang
perlu diperhatikan oleh orang tua dan guru serta masyarakat
adalah perilaku seks anak yang kalau tidak ditanggapi secara tepat
dapat membuat anak itu jatuh ke dalam seks bebas. Oleh karena itu
pendidian seks perlu diberikan kepada anak sedini mungkin
dengan pendekatan dan cara yang tepat. Dalam kaitan dengan
pendidikan seks itu, edisi ini mengangkat buku Melindungi Anak
dari Seks Bebas sebagai bahan resensi.
Sebagai bahan informasi dan perbandingan, dalam edisi ini
dimuat pula profil BPK PENABUR Bandung yang tetap berupaya
meningkatkan mutu dan citranya sebagai sebuah lembaga
pendidikan yang didasari iman Kristiani. Berbagi tantangan yang
dihadapi dalam era persaingan yang semakin ketat termasuk
dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi dengan semangat
melayani dan kasih, BPK PENABUR di Bandung tetap menjalankan
tugas dan fungsinya mencerdaskan anak-anak bangsa dalam
berbagai tatanan kehidupan.
Waktu datang dan berlalu terus, tidak seorang pun kuasa
menghambatnya dan edisi ini terbit bertepatan pada saat kita telah
memasuki tahun baru 2011. Perjalanan waktu pula yang
mengantarkan Jurnal Pendidikan Penabur ini memasuki usia ke-X
di tahun 2011. Seluruh Dewan Redaksi mengucapkan Selamat
Natal 2010 dan Tahun Baru 2011 dengan harapan semoga Tuhan
selalu memberkati semua usaha kita dalam bidang pendidikan serta
memberikan kekuatan kepada kita semua. Amin.
Redaksi
vi
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
Penelitian
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
melalui Permainan Praktis di Kelompok Bermain
Maryani*)
Abstrak
alam pembelajaran matematika, guru sering menemui kesulitan untuk memperkenalkan
konsep matematika pada anak usia dini khususnya untuk anak kelompok bermain yang
rata – rata berusia antara 3-4 tahun di Kelompok Bermain TKK BPK PENABUR, Kota
Modern, Tangerang. Anak masih kesulitan untuk memahami konsep secara abtrak. Dengan
berfokus pada masalah tersebut, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mencoba memecahkan
kesulitan itu dengan cara memberikan permainan praktis dan sederhana. PTK yang dilakukan
selama dua siklus, Oktober 2009 - Januari 2010, menunjukkan bahwa tehnik permainan dapat
mengatasi kesulitan anak dalam mengenal konsep matematika. Diharapkan dalam memperkenalkan
konsep matematika pada anak kelompok bermain diberikan dengan cara bermain atau kegiatan
yang bervariasi, menyenangkan, rileks dan juga bermakna. Dalam metode bermain guru perlu
menyediakan alat permainan yang menarik, bervariasi, sederhana dan dalam jumlah yang cukup
sehingga anak dapat mencoba dan bermain dengan senang tanpa harus menunggu terlalu lama.
D
Kata – kata kunci : konsep matematika, bermain, tehnik permainan, penelitian tindakan kelas
Abstract
In learning mathematics, teachers often find difficulties to introduce mathematical concepts for early age
children, especially for those in play group. The children of the ages between 3 to 4 years at BPK PENABUR
Play Group Kindergarten in Modern Land, Tangerang, still face some difficulties to understand the abstract
mathematical concept. This research attempts to solve the problem through a classroom action research (CAR)
by providing practical and simple games. CAR performed in two cycles from October 2009 through January
2010 shows that the game techniques enable the children to overcome their difficulties in understanding
mathematics concepts. The findings recommend the teacher to practice varied, relaxing, and contextual fun
game models to introduce the mathematical concepts. Besides, the teacher should prepare the various game
tools in approprate number to serve all children.
Keywords: mathematical concepts, game, game techniques, classroom action research
Pendahuluan
Pelajaran matematika merupakan materi yang
paling berat bagi anak pada umumnya karena
dianggap susah sehingga anak tidak tertarik
untuk mengenal dan mempelajarinya. Demikian
halnya bagi anak – anak usia dini yang masih
senang bermain. Oleh karena itu tehnik bermain
sangat berperan untuk membantu guru dalam
memperkenalkan konsep matematika pada anak
usia dini.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
maka penulis melakukan penelitian tindakan
kelas di Kelompok Bermain 1TKK BPK PENABUR
Kota Modern Tangerang untuk mempermudah
*) Guru TKK BPK PENABUR Kota Modern Tangerang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
1
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
guru dan anak dalam melakukan kegiatan
pengenalan konsep matematika. Permainan permainan sederhana dalam kehidupan seharihari sebenarnya banyak dan bervariasi dan
sangat praktis jika dipakai untuk
memperkenalkan konsep matematika, seperti
mengenal warna, bentuk atau bangun, konsep
waktu, bilangan, memasangkan, dan
mengelompokkan. Contoh: Memakai baju warna
merah (untuk memperkenalkan warna, berapa
orang yang pakai baju warna merah/hijau?).
Berjalan maju - mundur, ke kanan, ke kiri, masuk
ke ubin yang berbentuk segi empat, melihat bulan
dan matahari yang berbentuk lingkaran dan
masih banyak lagi yang sebenarnya sudah
dikenal oleh anak dari pagi hingga sore hari.
Pada hakikatnya anak sudah punya banyak
bekal pengalaman matematika. Dengan
demikian, sebagai guru alangkah baiknya jika
terus membimbing dan memberikan stimulus
dengan benar agar anak dapat menggunakan
pengalaman matematika mereka dengan tepat
dan benar sehingga pengalamannya dapat
bermanfaat untuk melanjutkan ke tingkat
pengalaman selanjutnya.
Mengingat pentingnya dasar-dasar
pengalaman matematika tersebut pada usia dini,
perlu adanya teknik dan metode yang tepat dan
sesuai dengan usia anak. Oleh karena itu proses
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan
bagi anak haruslah dapat diciptakan oleh guru.
Guru yang berkualitas sangatlah berperan guna
menciptakan situasi kegiatan pengajaran yang
baik, sederhana, atraktif dan menyenangkan
baik bagi anak sendiri. Tingkat kemampuan
setiap anak juga perlu mendapatkan perhatian
guru. Guru hendaknya mampu mengenali dan
memahami kebutuhan setiap anak, siapa saja
anak yang memiliki kemampuan lebih dan
memerlukan perhatian dan pertolongan khusus.
Situasi juga harus dipertimbangkan agar
proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik.
Namun demikian, keberhasilan proses
pengenalan konsep matematika pada anak usia
dini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain : (1) waktu, (2) alat peraga dan (3)
rencana kegiatan. Pelaksanaan harus cukup dan
tidak buru-buru, karena setiap anak berbeda
kemampuan. Ada yang cepat menerima informasi, ada pula yang memerlukan pengulangan
2
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
berkali-kali. Alat peraga/alat bantu permainan
yang menarik dan memenuhi syarat. Untuk
memperlancar proses permainan maka perlunya
persiapan yang baik dan matang termasuk alat
yang digunakanpun juga harus aman, menarik
perhatian anak dan cukup untuk sejumlah anak
tertentu. Diperlukan rencana kegiatan pengajaran yang atraktif, menarik dan menyenangkan.
Selain waktu, alat, pelaksanaan dan teknik
permainan hendaknya dikemas sedemikian
menarik agar anak merasa tertantang dan tertarik
untuk bermain. Dengan demikian anak akan
terpancing untuk mencoba lagi dan mencoba
lagi. Di sisi lain harus dipahami bahwa anak
usia dini adalah masa usia bermain. Karena
bermain adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan bagi setiap anak, maka seorang
pendidik harus menciptakan pendekatan yang
tepat agar proses pembelajaran dapat berjalan
lebih menarik dan menyenangkan. Hendaknya
pendekatan/metode tersebut haruslah sejalan
dengan tujuan pengenalan konsep matematika
pada umumnya, yaitu agar anak dapat mengenal
konsep matematika dan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Profesionalisme seorang guru dalam
mengembangkan dan menggunakan serta
memilih metode amat sangat diperlukan agar
proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka
penulis menggunakan teknik bermain sebagai
metode untuk menyampaikan pengalaman
konsep pada Kelompok Bermain mengingat
Kelompok Bermain adalah masa-masa bermain
dan harus kongkrit/nyata dalam mempelajari
sesuatu.
Bermain adalah alternatif yang digunakan
untuk mendorong minat anak dalam mengenal
konsep matematika di kelompok bermain dengan
menekankan pada proses pembelajaran aktif,
menyenangkan dan bermakna agar anak dapat
mengekspresikan kemampuannya dengan baik.
Maka rumusan masalah pada penelitian
tindakan kelas ini adalah : “Sejauh mana
dampak dari penggunaan tehnik bermain untuk
meningkatkan kemampuan anak dalam
pembelajaran konsep matematika di kelompok
bermain TKK BPK PENABUR Kota Modern,
Tangerang, Banten ?”
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
Berdasarkan permasalahan tersebut maka
tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah : (1)
memperkenalkan konsep matematika pada anak
sedini mungkin melalui permainan yang
gampang dan bermakna; (2) memberikan
pengalaman bermatematika yang bervariasi
melalui permainan – permainan praktis,
sederhana dan bermakna; (3) mempermudah
anak usia dini dalam proses mengenal
matematika melalui permainan konsep – konsep
sederhana dalam kehidupan sehari – hari; (4)
meningkatkan ketertarikan dan minat anak
dalam bermatematika melalui konsep dengan
tehnik bermain; (5) meletakkan dasar – dasar
matematika yang kuat dan kokoh agar anak tidak
mengalami kebingungan dan kerancuan pada
tingkat matematika lebih lanjut: dan (6)
menganalisis peningkatan kemampuan anak
setelah melakukan kegiatan permainan
matematika pada tingkat pengenalan konsep.
Mengacu pada tujuan tersebut di atas maka
penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak. Pertama, untuk
guru TK dalam meningkatkan kemampuan
mengajar dan untuk memberikan wawasan yang
bervariasi agar dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas dapat menghadirkan
situasi yang lebih hidup, lebih efektif, inovatif,
menyenangkan namun lebih bermakna. Dengan
demikian, guru perlu meningkatkan pengetahuan teknik mengajar dan seni mengajar agar kelas
dan anak merasa tertarik dalam mengikuti proses
kegiatan pembelajaran. Kedua untuk anak, lebih
mudah menerima informasi dan dapat
melanjutkan proses pengetahuan lebih lanjut
dengan benar, tepat dan tertarik pada matematika, selain itu peneliti juga berharap dengan
banyaknya rangsangan dan pengalaman yang
diberikan/ yang dialami oleh anak pada usia
dini, dapat meningkatkan minat dan
kemampuan dalam mempelajari dan memahami
matematika. Ketiga, untuk orang tua, mempunyai peranan sangat penting dalam pendidikan
anaknya dengan cara meletakkan dasar-dasar
pengalaman matematis sedini mungkin melalui
kegiatan sehari-hari di rumah. Banyak sekali
kegiatan rumah yang bisa dilakukan bersama
anak yang kadang – kadang tidak disadari oleh
orang tua karena dalam kegiatan ini orang tua
dan anak tidak harus duduk manis atau
menyediakan tempat yang khusus dan menyita
waktu ibu/orang tua. Sebaliknya, kegiatan ini
dapat dilakukan tanpa mengganggu aktivitas orang tua. Misalnya, saat belanja bersama orang
tua bisa menghitung jumlah belanjaan bersama
anak, berapa kaleng susu yang dibeli, berapa
yang rasa coklat, berapa yang rasa strawbery ,
berapa yang rasa vanila, berapa kue coklatnya,
warna apa baju yang dipakai mama, berapa
kantong belanjaan mama dan seterusnya.
Keempat, bagi lembaga pecinta anak lebih
memfasilitasi anak dengan memberikan sarana
dan prasarana yang dapat dinikmati oleh anak
pada usianya tanpa merugikan sisi lain dari
anak.
Kajian Pustaka
1. Definisi
Pada hakekatnya bermain adalah kegiatan yang
membuat anak merasa senang. Bermain adalah
kegiatan yang anak lakukan sepanjang hari
karena bagi anak bermain adalah hidup dan
hidup adalah permainan (Majesty,1990:196197). Sedangkan Piaget dalam Mayesti (1990:42)
mengatakan bahwa bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan berulang–ulang dan
menimbulkan kesenangan /kepuasan bagi diri
seseorang. Sementara itu Parten dalam Dockett
dan Fleer (2000:14) memandang kegiatan
bermain sebagai sarana bersosialisasi,
diharapkan melalui bermain dapat memberi
kesepakatan anak bereksplorasi, menemukan,
menekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar
secara menyenangkan. Selain itu kegiatan
bermain dapat membantu anak mengenal
tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta
lingkungan dimana ia hiduh.
Begitu kuatnya pengaruh permainan pada
kehidupan dan perkembangan anak termasuk
untuk perkembangan kognitifnya yang mengarahkan pada kecerdasan logika-matematika
(logic smart). Logic smart adalah kecerdasan dalam
hal angka dan atau kemahiran menggunakan
logika atau akal sehat. Kecerdasan logika
matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan – kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus –
rumus atau pola matematika dan menyelidiki
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
3
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
sesuatu secara ilmiah. Materi program dalam kurikulum yang dapat mengembangkan kecerdasan logika matematika antara lain: bilangan,
beberapa pola, perhitungan, pengukuran,
geometri, statistik, peluang, pemecahan
masalah, logika , game strategi dan atau petunjuk
grafik. Semua itu dapat berkembang pada setiap
anak, asalkan guru dapat lebih kreatif dan tepat
cara memberikannya. Dan semua dapat
diberikan dengan cara bermain sesuai dengan
masa perkembangan dan kemam-puan anak
untuk menerima dan mengem-bangkannya
mengingat dunia anak addalah dunia bermain.
Tujuan pendidikan prasekolah menurut PP
No.27 tahun 1990 ialah : “Membantu meletakkan
dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang
diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya”. Berbekal dari tujuan itu maka guru bertanggung jawab
untuk memberikan pengalaman agar anak
memperoleh dasar-dasar matematis melalui
permainan sederhana/praktis pada kehidupan
anak sehari-hari.
Seorang pakar pendidikan anak usia dini,
Anggani Sudono, memberikan definisi bermain
sebagai “Suatu kegiatan yang dilakukan dengan
atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi,
memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi pada anak”. Pendapat itu menunjukkan bahwa kegiatan bermain sangat bermanfaat
dan sungguh bermakna bagi seorang anak
karena dengan bermain anak akan mendapatkan banyak informasi penting yang dapat
menunjang daya nalar dan sekaligus menggembirakan banyak pengalaman yang
berhubungan dengan matematis setiap hari dan
anak sudah belajar tentang matematika sesuai
dengan tahap perkembangannya. Dengan
bermain anak akan berinteraksi sosial yang dapat
mempengaruhi perkembangan kognitifnya.
Melalui interaksi sosial pula anak mengkonstruksi pemahaman dan memproduksi apa yang
dihadirkan kepadanya secara aktif. JeIas ini
sesuai dengan tahap perkembangan kognitif
menurut Piaget yang membedakan sesuai
dengan tahapan–tahapan perkembangan dan
kebutuhan anak sesuai dengan usia anak antara
4
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
lain : (a) tahap sensori motorik (0-2 th), (b) tahap
praoperasional (2-7 th), (c) tahap operasional (711 th), dan (d) tahap operasional formal (11
dewasa).
Jean Piaget juga menyatakan bahwa “anak
membangun kemampuan kognitif melalui
interaksinya dengan dunia sekitarnya”. Dalam
hal ini Piaget menyamakan anak dengan peneliti
yang selalu sibuk membangun teorinya tentang
dunia sekitarnya, melalui interaksinya dengan
lingkungan di sekitarnya. Hasil interaksi ini
adalah terbentuknya struktur kognitif atau
skema yang dimulai dari terbentuknya struktur
berfikir secara logis, kemudian berkembang
menjadi suatu generalisasi (kesimpulan umum).
Lebih lanjut Marilyn Burn (1984), dan Baratta
lorton (1976) juga menyatakan bahwa “kelompok matematika yang sudah dapat diperkenalkan mulai dari usia tiga tahun adalah kelompok
bilangan (aritmatika, berhitung), pola dan
fungsinya, geometri, ukuran-ukuran, grafik,
estimasi, probabilitas dan pemecahan masalah”.
Penugasan masing-masing kelompok
tersebut selalu melihat tiga tingkat penekanan.
Pertama, tahap konsep : anak akan paham jika
ia bermain dengan menggunakan benda-benda
kongkrit. Dengan menggunakan benda anak
akan memperoleh pengalaman tentang konsep
matematika. Contohnya jika kita ingin mengenalkan anak tentang konsep tiga maka kita bisa
menggunakan benda yang berjumlah tiga.
Kemudian anak mengikuti konsep yang dilihatnya, dan tugas guru memantau cara bermain
anak. Kedua, masa transisi/masa peralihan dari
konsep ke lambang bilangan. Sebagai contoh,
anak dapat memasangkan jumlah suatu benda
dengan lambang bilangannya. Misalnya, 5
berarti bendanya juga harus lima tidak boleh
lebih atau kurang. Dan cara menghitung harus
sesuai dengan ucapan dan jumlah benda yang
dihitung. Ketiga, tahap transisi dari kongkrit ke
abstrak : tahap dimana anak harus sudah
menguasai dua tahap sebelumnya agar tidak
terjadi kerancuan di tingkat selanjutnya baru
kemudian berlanjut ke tahap transisi dari
kongkrit ke abstrak.
Akan tetapi peneliti hanya membahas sampai
pada tahap kedua yaitu tahap transisi dari konsep
ke lambang bilangan, mengingat kemampuan
anak kelompok bermain yang belum bisa
memahami sampai ke tahap kongkrit ke asbtrak.
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
Anak dalam masa pendidikan prasekolah
ini adalah anak yang berusia di bawah enam
tahun. Pendidikan prasekolah ini meliputi
pendidikan pada lembaga taman kanak-kanak,
kelompok bermain, penitipan anak, dan bentuk
lainnya. Apabila kita perhatikan bahwa anak
dalam tahap ini berada dalam masa pembentukan kecerdasan, maka pendidikan prasekolah
menjadi amat penting dalam rangka usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena
itu, pendidikan dalam masa usia ini memerlukan
penataan lingkungan, situasi dan kondisi yang
aman, nyaman, menyenangkan, sehingga dapat
menimbulkan rangsangan dan memotivasi rasa
ingin tahu anak sehingga terciptalah pembelajaran yang berarti dan lebih bermakna yang
dapat memaksimalkan kemampuan setiap anak.
2. Hipotesis Tindakan
Jika dilihat dari permasalahan yang dialami oleh
anak berusia antara 3 - 4 tahun serta mengacu
pada kajian teoritis yang ada maka penelitian
tindakan kelas ini beranggapan bahwa teknik
bermain sebagai metode untuk menyampaikan
materi pengenalan konsep matematika dapat
mempermudah anak dalam mengenal konsep
mengenal, membilang dan menghitung jumlah
benda dengan benar.
Metodologi Penelitian
1. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas menurut Stephen
Kemmis adalah metoda yang handal untuk
menjembatani teori dan praktek. Bersumber dari
teori tersebut maka peneliti memandang
perlunya tindakan penelitian kelas dilaksanakan untuk menjembatani masalah yang dialami
oleh anak kelompok bermain. Peneliti melihat
masih banyaknya anak yang belum memiliki
dasar-dasar pengalaman yang kuat dalam
mengenal konsep-konsep dasar matemati,
peneliti memandang bahwa hal ini akan menjadi
masalah yang dapat menghambat proses
pengenalan matematis lebih lanjut. Maka untuk
mempermudah penyampaian materi, peneliti
memilih tehnik bermain untuk memberikan
dasar-dasar pengalaman yang berkaitan dengan
konsep matematis.
Penelitian dilaksanakan di Kelompok
Bermain 1 (KB1) TKK BPK PENABUR Kota Modern Tangerang Banten pada semester ganjil
tahun pelajaran 2009-2010 dengan jumlah anak
19 orang terdiri dari tujuh anak laki-laki dan 12
orang anak perempuan. TKK BPK PENABUR
Kota Modern berlokasi di Kecamatan Tangerang
yang terletak di tengah kota Tangerang. Sekolah
yang berdiri tahun 1991 dengan jumlah 181
anak, meliputi delapan kelas (toddler 1 kelas, KB
2 kelas, TK A 3 kelas dan TK B 2 kelas dengan
jumlah guru 13 orang. Implementasi kurikulum
2004 digunakan sebagai panduan dalam
melaksanakan KBK selain menggunakan kurikulum sekolah. Pihak sekolah juga sangat mendukung kegiatan pembelajaran yang bervariasi
pihak sekolah juga secara bertahap menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
guna mendukung kelancaran proses belajar
mengajar.
2. Prosedur Penelitian
Prosedur PTK ini mengacu pada tahapan yang
berpatokan pada konsep Kemmis dan Mc
Taggard (1998). Penelitian tindakan kelas
dilakukan meliputi empat tahapan antara lain :
(a) tahap perencanaan, (b) tahap pelaksanaan,
(c). tahap pengamatan, dan (d) tahap refleksi.
Keempat tahap penelitian tindakan kelas
tersebut dilakukan sebelum penelitian dimulai
dan setelah melakukan penelitian berlangsung,
tepatnya pada tahap analisis situasi pembelajaran yang telah dan yang dilakukan sambil
memperhatikan situasi dan kondisi anak, kelas,
lingkungan dan guru. Jika dalam pelaksanaan
siklus I mengalami kegagalan atau hasil yang
dipandang belum memenuhi harapan, maka
prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat di
ulang lagi pada siklus selanjutnya yaitu siklus
II dan demikian seterusnya jika dalam siklus II
belum mencapai hasil yang diharapakan maka
siklus dapat dilanjutkan lagi pada siklus
selanjutnya , demikian seterusnya.
3.
a.
Tahapan penelitian
Rencana pembelajaran
Pada tahap ini guru atau peneliti mempersiapkan rencana pembelajaran pengenalan
konsep Lambang Bilangan dengan metode
bermain. Antara lain menyiapkan alat – alat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
5
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
juga guru dituntut untuk lebih jeli terhadap
permainannya, materi yang akan dikenalperubahan setiap anak dan memberi
kan ke anak, menyusun penilaian atau
semangat agar anak lebih termotivasi. Aspek
observasi, lembar pengamatan, lembar
hasil berfungsi untuk melihat prosentase
kegiatan belajar diperlukan, menetapkan
anak yang dapat mengikuti pembelajaran
waktu pelaksana-an dan tidak kalah
dengan hasil yang baik. Sebagai contoh,
pentingnya memilih metode yang sesuai
anak yang semula belum bisa menghitung
dengan materi, usia anak dan ke efektifan
benda menjadi bisa dan mampu menghidalam pelaksaan kegiatan pembelajaran.
tung benda dengan benar mengikuti berbaDiharapkan proses pembelajaran ini akan
gai kegiatan permainan. Di sini guru juga
berdampak lebih baik (efektif, kreatif, positif
dapat mengetahui seberapa jauh tingkat
dan menyenangkan). Disamping itu menyukeberhasilan pembelajaran melalui pengsun satuan kegiatan harian yang meliputi :
amatan dan tanya jawab, dan keikutsertaan
(a) kompetensi dasar, (b) hasil belajar, (c)
anak dalam setiap jenis kegiatan. Jadi aspek
indikator, (d) bidang pengembangan, (e)
keberhasilan dapat dili-hat dari hasil
media, (f) waktu, (g) teknik penilaian, dan
perkembangan dan kemam-puan setiap
(h) standar keberhasilan.
anak dalam bermain konsep benda dan
b. Pelaksanaan pembelajaran
mengenal lambang bilangan.
Setelah seluruh perencanaan disiapkan,
tahap selanjutnya adalah pelaksaan atau f. Analisis data
Berdasarkan pada kriteria keberhasilan,
proses pembelajaran yang dilaksanakan
penelitian data diambil dari dua jenis
pada kelas KB1 TKK PENABUR Kota Modsumber data. Pertama hasil pengamatan
ern sesuai dengan jadwal yang telah
selama proses kegiatan untuk melihat
ditentukan oleh peneliti yaitu peneliti telah
keaktifan anak. Kedua, hasil data akhir
menyusun antara lain sebagai berikut :
(setelah penelitian berakhir) untuk melihat
Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus
keberhasilan setiap anak.
selama tiga bulan. Siklus pertama dilaksanakan dalam empat kali dan siklus dua
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
c. Pengamatan
Tindakan pengamatan ini dilakukan
Jumah seluruh anak pada kelas Kelompok
bersamaan dengan pelaksanaan proses
Bermain ada 19 anak. Sebelum diadakan penepembelajaran sesuai dengan jadwal dalam
litian kondisi kemampuan anak antara lain
setiap siklus dan dengan tujuan untuk
sebagai berikut.
pengumpulan data yang bersifat kualitatif,
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila 75%
sedangkan data kuantitatif dapat diambil
dari jumlah anak dapat membilang, menghitung
dari hasil akhir evaluasi pem-belajaran.
dan mengenal lambang bilangan dengan baik.
d. Refleksi
Data yang diperoleh melalui pengamatan
dianalisis dan dievaluasi
Tabel 1: Kemampuan Awal Anak
serta hasilnya diperguna-kan
sebagai dasar mem-buat
No
Indikator
Kemampuan
rencana tindakan berikutnya.
e. Evaluasi
1. Membilang
6 anak
Evaluasi dilakukan melalui
aspek proses dan kriteria
2. Menghitung benda/konsep
6 anak
keberhasilan aspek hasil
akhir. Aspek proses dapat
3. Mengenal lambang bilangan
7 anak
dilihat dari keaktifan anak
selama proses pembelajaran
berlang-sung. Pada aspek ini
6
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
A.
Peletakan dasar-dasar pengalaman konsep
matematis melalui tehnik permainan
sederhana pada siklus I
1. Pelaksanaan Siklus I
Pelaksanaan pengenalan konsep matematis
dengan tehnik bermain siklus I dilaksanakan
dalam lima kali pertemuan. Masing-masing
merupakan tahapan pembelajaran konsep
matematika yang berkesinambungan mulai dari
tahap konsep, tahap transisi/peralihan, tahap
transisi dari abstrak ke kongkrit. Analisisnya
disajikan untuk setiap pertemuan.
a. Pertemuan pertama
Pertemuan pertama sebagai awal pengenalan konsep dilaksanakan pada hari Senin
Tanggal 9 Nopember 2009, pukul 07.30 –
08.00WIB. Pertama, peneliti yang bertindak
sebagai guru ingin memperkenalkan konsep
matematika kepada anak kelompok bermain
(KB1). Sebagai langkah awal guru mengajak
anak untuk duduk di karpet membentuk
lingkaran agar semua anak mendapatkan
perhatian yang sama. Kemudian guru
mengajak anak bermain. Berikutnya guru
mengeluarkan piring kertas dan jepitan
jemuran. kelanjutnya guru mengajak anak
untuk melihat apa isi piring tersebut (ada
gambar bulatan yang berjumlah 1-3
bulatan), jawaban anak bervariasi ada yang
menjawab ada gambar, ada bulatan dan ada
juga anak yang diam saja.
Kemudian guru menerangkan piring dan
jepitan jemuran dan cara untuk memainkannya (menjepit piring sesuai dengan jumlah
gambar bulatan yang ada di dalam piring
kertas tesebut, kalau gambar bulatannya tiga
berarti piring harus dijepit tiga dan
seterusnya). Kegiatan ini diulang-ulang
dengan harapan semua anak mencoba dan
bisa memainkannya. Tingkat keterlibata
anak bagus dalam arti rata-rata anak senang
dengan permainan ini. Hasil pengamatan
rata-rata pada tahap ini belum ada perkembangan yang meningkat tapi anak antusias
dalam mengikuti permainan ini.
b. Pertemuan kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Selasa tanggal 10 Nopember 2009, pukul
08.15 s/d 08.45. Pada pertemuan kedua ini
guru memberikan permainan yang sama
c.
dengan pertemuan pertama yaitu tentang
pengenalan konsep, karena guru merasa
bahwa pertemuan pertama belum dapat
menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. Sebelum melanjutkan permainan kali
ini guru mengajak anak untuk meningat
permainan yang telah dilakukan pada
pertemuan pertama sambil guru mempraktekan kembali, ada anak yang langsung
menjawab dengan benar. Selanjutnya
setelah anak terarah pada benda/alat yang
disediakan guru, maka guru langsung
mengajak anak untuk bermain mengambil
benda sesuai dengan bulatan yang ada di
piring kertas seperti pertemuan pertama.
Sebelumnya guru menerangkan cara permainannya yaitu setiap anak akan mengambil
satu piring kemudian menghi-tung jumlah
gambar bulatan/kancing. Secara bergantian
yaitu lima anak meng-ambil benda/mainan
sesuai jumlah bulatan yang ada di piring
msing-masing sambil diiringi yel-yel temantemannya. (ayo, ayo, ayo... sampai kelimalimanya kembali ke lingkaran untuk
dihitung bersama) bagi anak yang masih
salah diberi kesempatan lagi untuk mengambil benda sampai jumlahnya benar. Bagi
anak yang benar diberi pujian (sebut
nama...hebat). Demikian selanjutnya sampai semua anak mendapat-kan giliran dalam permainan ini. Hasil pengamatan pada
pertemuan kedua ada peningkatan keberhasilan dibanding pada pertemuan pertama, dan keterlibatan guru juga berkurang
karena anak sudah tahu cara permainannya. Tapi masih ada beberapa anak
yang belum tepat dalam mengambil jumlah
benda sesuai dengan angka yang ada.
Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari
Jumat tanggal 13 Nopember 2009, pukul
09.00 – 08.30. kali ini memberikan tahap
tingkat menghubungkan konsep kongkrit
dengan lambang bilangan. Pada tahap ini
guru menunjukkan lambang bilangan 1 2 3
dengan alat main bebek–bebekan dari
plastik memberi contoh cara menghitungnya agar sesuai dengan lambang
bilangannya. (Guru/peneliti sangat pelan
dan hati-hati dalam menghitung benda agar
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
7
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
ada keserasian antara ucapan dan jumlah 2. Evaluasi Siklus I
Untuk melihat apakah metode bermain
benda yang sedang dihitung). Kemudian
sudah diterapkan pada pembelajaran
anak mulai diberi permainan cara
konsep matematika pada siklus I dilakukan
menghitung benda agar sesuai dengan
evaluasi. Hasil evaluasi dapat diamati dari
lambang bilangannya. Satu persatu anak
jurnal
hasil
pengamatan
yang
mencoba menghitung dengan bantuan guru.
selengkapnya dapat dilihat dari dua aspek
Hasil pengamatan rata-rata anak sangat
yaitu aspek proses dan aspek hasil akhir
senang dengan permainan ini. Sebagian
kegiatan anak.
besar anak sudah bisa cara menghitungnya.
Namun demikian guru/peneliti masih a. Evaluasi proses pembelajaran
Evaluasi proses meliputi mulai dari proses
merasa hasil belum cukup memuaskan
pembelajaran tahap konsep sampai tahap
karena hasil belum mencapai 80%.
konsep ke lambang bilangan. Dapat disimd. Pertemuan keempat
pulkan bahwa tingkat kesiapan dan pengePertemuan keampat dilaksanakan pada hari
tahuan anak yang tidak sama mempengSenin tanggal 16 Nopember 2009. Dengan
aruhi tingkat keberhasilan pada siklus I,
materi permainan masih pada tahap ke dua
namun motivasi dan semangat anak cukup
yaitu tahap konsep kongkrit ke lambang
baik sehingga kemampuan anak terus
bilangan. Dengan menggunakan kartu
meningkat sebagai berikut : (1) yang mampu
angka maka guru mengajak anak untuk
membilang ada 12 anak , sebelumnya
memilih kartu yang sebelumnya dikocok
hanya enam anak; dan (2) yang mampu
dan ditumpuk seperti main kartu dan anak
menghitung benda sekarang menjadi 10
mengambil satu-satu. Setelah mendapatkan
anak, sebelumnya ada tujuh anak. Setelah
kartu maka anak diminta oleh guru untuk
diadakan pengulangan pada pertemuan I,
membuka kartu dan menyebutkan lambang
mulai terdapat juga peningkatan pada
bilangan yang mereka dapat. Permainan
tahap konsep matematika.
selanjutnya anak mencari jumlah benda
Namun, guru harus menambah jumlah alat
yang disukai anak sebanyak/sesuai dengan
peraga dan terus memperbanyak latihan
lambang bilangan yang sudah didapat.
dan pengulangan karena pada saat bermain
Dengan senang anak mencari benda umumada anak yang rebutan piring karena
nya anak mengambil mainan building foam
merasa belum bermain.
dan saling berlomba kecepatan. Anak b. Evaluasi Hasil Akhir
merasa senang dengan permainan ini, ini
Dari kegiatan yang dilakukan anak, dapat
terlihat setelah waktu habis tapi masih
disimpulkan bahwa penerapan metode
banyak anak yang bermain lagi. Hasil
bermain pada siklus I belum memenuhi
pengamatan rata-rata anak senang dengan
kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Hasil
permainan ini dan hasilnya sudah ada
akhir siklus I antara lain :
sedikit peningkatan. Tapi masih ada beberapa anak yang mengambil benda tidak
sesuai dengan
Tabel 2: Hasil Kemampuan Anak Siklus I
lambang bilangan
dan tidak konsenAwal
Siklus I
No
Indikator
trasi saat menghitung/mengambil
1. Membilang
6 anak
12 anak
benda. Tapi sete2. Menghitung benda/konsep
6 anak
11 anak
lah dilakukan
berulang-ulang
3. Mengenal lambang bilangan
7 anak
10 anak
dan dibantu oleh
guru mereka bisa.
8
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
3. Refleksi Siklus I
Hasil evaluasi proses dan hasil kegiatan
pada siklus I dapat disimpulkan bahwa
pengenalan konsep matematika melalui
permainan sangat menarik dan mengundang rasa penasaran anak untuk mencoba
lagi . Namun karena peralatan/ alat peraga
yang kurang cukup jumlahnnya maka pada
tahap konsep ke lambang bilangan
mengalami kendala dan belum memenuhi
kriteria keberhasilan yang diharapkan
peneliti, sehingga peneliti melanjutkan
penelitian kembali pada siklus II.
B.
Peletakan dasar-dasar pengalaman konsep
matematis melalui tehnik permainan
sederhana pada siklus II
1. Pelaksanaan Siklus II
a. Pertemuan pertama
Pertemuan pertama pada siklus dua
dilaksanakan pada hari selasa 12 Januari
2010, pukul 08.00 – 08.30. Pada pertemuan
kali ini guru memberikan pembelajaran
konsep benda mengulang dari pertemuan
pertama pada siklus I. Dalam permainan
kali ini guru memberikan lembar kertas yang
berisi konsep yang berupa gambar lingkaran yang tengahnya terdapat tempelan
bentuk-bentuk geometri dengan jumlah 1, 2
dan 3 tempelan. Kemudian anak diminta
untuk menempel bentuk geometri sesuai
dengan jumlah yang ada pada tiap-tiap
lingkaran. Sebelumnya guru memberikan
contoh dan cara permainannya, setelah
anak melihat dan mengerti maka guru
memanggil 5 anak untuk bermain menempel
bentuk geometri, demikian selanjutnya
sampai semua anak mendapatkan giliran.
Pada siklus kedua ini anak terlihat berani
dan mandiri dalam kegiatan di banding
pada siklus I.
b. Pertemuan kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari
Senin tanggal 16 Januari 2010 dan dalam
pertemuan ini guru mengajak anak mengingat kembali permainan pada pertemuan
pertama, sambil guru melakukan penghitungan kembali seperti pada permainan
tahap pertama. Selanjutnya, guru/peneliti
menunjukkan permainan yang akan
dilakukan pada pertemuan kedua. Kali ini
peneliti menggunakan simpai, kerikil dan
angka 1, 2 dan 3. Kemudian, menunjukkan
dan memberi contoh cara permainannya.
Tiga buah simpai ( holahop ) diletakkan di
lantai kemudian detengah – tengah simpai
diberi sejumlah kerikil sesuai dengan urutan
lambang bilangan 1, 2 dan 3. Bila lambangnya angka 1 berarti kerikilnya satu biji dan
seterusnya. Cara permainannya, anak
melompat-lompat di dalam simpai/holahop
sebanyak sesuai dengan kerikil atau
lambang bilangannya, jika kerikilnya dua
maka anak harus melompat sebanyak dua
kali di dalam lingkaran tersebut, demikian
selanjutnya. Rata-rata anak senang dan bisa
melakukan permainan ini, keterlibatan guru
atau peneliti juga tidak banyak ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil
pada pertemuan ke 2.
2. Evaluasi Siklus II
Evaluasi pada siklus II dilaksanakan untuk
melihat seberapa tingkat perbaikan dari
peningkatan intensitas terapan metode
bermain pada pembelajaran pengenalan
konsep matematika dibanding dengan hasil
evaluasi pembelajaran pada siklus I. Pada
siklus ini, evaluasi pembelajaran juga
mencakup kedua aspek yaitu aspek prospek
dan aspek hasil.
a. Evaluasi proses pembelajaran
Evaluasi pada aspek proses pada siklus II
meliputi keseluruhan proses pembelajaran
pengenalan konsep benda dan pengenalan
konsep ke bilangan. Pada tahap pengenalan
konsep anak lebih efektif dalam kegiatan
permainan dan lebih terlihat mandiri di
banding pada siklus I. Pada tahap pengenalan konsep ke lambang bilangan juga terlihat
banyak peningkatan dalam antusias dan
keterlibatan anak, pada siklus II guru tidak
banyak mengajari anak hanya kepada anak
yang memang membutuhkan bantuan.
b. Evaluasi hasil akhir
Penilaian hasil akhir pada tahap siklus II
ini antara dari hasil pengamatan dan hasil
kegiatan anak dapat disimpulkan bahwa
penerapan metode bermain dalam siklus II
ada peningkatan hasil sesuai dengan yang
diharapkan yaitu sebagai berikut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
9
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
Tabel 3: Hasil Kemampuan Anak Siklus II
No
Indikator
Awal
Siklus I
Siklus II
1.
Membilang
6 anak
12 anak
16 anak
2.
Menghitung benda/konsep
6 anak
11 anak
16 anak
3.
Mengenal lambang bilangan
7 anak
10 anak
17 anak
3. Refleksi Siklus II
Setelah diadakan evaluasi dan refleksi pada
siklus I, evaluasi proses dan evaluasi hasil
pengenalan konsep matematika melalui
permainan ini, siklus II menunjukkan bahwa
proses dan hasil pembelajaran sudah mencapai
kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Pada
tahap konsep benda dan konsep bilangan sudah
mencapai ketuntasan (84%) sehingga tinggal
memberikan pemantapan dan memperbanyak
latihan untuk membantu anak yang masih
dalam tahap proses.
bisa menunggu terlalu lama. Kegiatan
permainan juga bisa diulang-ulang agar anak
semakin mengerti dan dapat mengulang kembali
dirumah. Keempat, implementasi pembelajaran
konsep melalui permainan memberikan makna
bahwa proses pembimbingan guru yang efektif
dapat meningkatkan kemajuan anak dalam
mengenal konsep anak aktif terlibat pada
seluruh proses pembelajaaran konsep mulai dari
pengenalan benda, membilang benda,
menghitung dan pengenalan simbol (angka).
Saran
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran pengenalan
konsep matematika melalui permainan maka
dapat disimpulkan. Pertama, penggunaan
tehnik bermain dapat dipergunakan untuk
meningkatkan kemampuan anak dalam
pembelajaran konsep matematika di Kelompok
Bermain TKK PENABUR Kota Modern,
Tangerang. Kedua, jenis kegiatan materi yang
diberikan/dipelajari adalah pengenalan konsep
matematika. karena anak usia kelompok bermain
masih senang dengan kegiatan dan berimajinasi,
sehingga dalam penyajian materi harus banyak
menggunakan alat atau benda untuk membantu
anak dalam mengenal konsep benda 1,2 dan 3.
Ketiga, pda tahap konsep, guru memberi contoh
cara permainan, simbol jumlah benda atau
kuantitas angka yang akan diperkenalkan pada
anak serta guru harus benar-benar menguasai
tehnik dan menguasai materi agar anak tidak
bingung dan bosan, bisa menggunakan alat
peraga yang semenarik mungkin dengan jumlah
yang cukup bagi anak mengingat anak tidak
10
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Setelah proses pengenalan konsep matematika
diberikan dalam II siklus penelitian tindakan
kelas, direkomendasikanbeberapa hal. Pertama,
pada tahap pengenalan konsep matematika 1,
2, dan 3 dapat disajikan dalam bentuk
permainan-permainan praktis karena anak usia
dini mempelajari sesuatu lewat bermain dan
berimajinasi dan apa yang dikenalkan dapat
dilakukan dengan berulang-ulang agar anak
dapat mengenal konsep dengan benar. Kedua,
tahap pengenalan konsep benda ke angka dapat
diterapkan dengan membentuk kelompok –
kelompok sesuai dengan tingkat kemampuan
anak atau individu ( ini berlaku pada anak yang
memang membutuhkan perhatian khusus).
Tehnik ini memudahkan guru/peneliti dalam
melihat perubahan atau kemajuan dan progres
tiap – tiap anak sehingga guru atau peneliti
mudah dalam proses pembimbingan.Ketiga,
tahap transisi/tahap konsep ke lambang
bilangan hendaknya juga diberikan dengan
suasana tenang dan santai agar anak tidak
merasa asing atau tambah bingung. Pada tahap
ini peran guru dituntut untuk lebih kreatif dan
selektif dalam pemilihan permainan dan alat
bermain agar memudahkan anak dalam
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika
mengenal tahap lambang bilangan. Kegiatan ini
hendaknya diberikan secara berulang-ulang
agar setiap anak benar-benar kenal dan paham.
Karena kemampuan tiap anak berbeda maka
pada tahap ini guru harus tahu betul keberadaan
atau tingkat kemampuan penerimaan anak atau
keiapan anak dalam menerima materi. Sehingga
diharqapakan semua anak dapat mendapat
pemahaman yang sama. Jika sudah ada hasil
kegiatan anak, boleh dipajang di kelas agar anak
bangga dengan hasilnya. Keempat, sesungguhan, kerja keras, kesabaran, keiklasan dan
kasih sayang adalah kunci dari suksesnya
proses pembimbingan baik pembimbingan individual, kelompok atau klasikal. Untuk itu
perlu terus mencoba dan mencoba untuk
melaksanakan proses pembelajaran dengan
sepenuh hati. Kelima, diharapkan guru atau
peniliti yang lain dapat melanjutkan proses
penelitian tindakan kelas lagi agar dapat
melengkapi dan menyempurnakan penelitian ini
dan dapat memberikan manfaat bagi peneliti
yang lain.
Daftar Pustaka
Barata-Lorton, M. (1976). Math their way. California : Addison – Wesley
Burns, Marilyn, Ed. Associates. (1984). The math
solution. California : Marilyn Burns Ed.
Assocciates.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. (2002). Psikologi
pendidikan. Jakarta, PT. Grasindo
Docket, Sue dan Marlyn Fleer. (2000). Play and
pedagogy in early childhood – bending
the rules. Sidney : Harcourt.
Jamaris, Martini. (2005). Perkembangan dan
pengembangan anak usia Taman Kanakkanak. Jakarta, Program PAUD UNJ
Kemmis & Mc. Taggart. (1998). The research planner. Geelong : Deakin University Press
Mayesty, Mary. (1990). Creative Activities for
Young Children 4th Ed : Play, Development, and Creativity New York:
Delmar Publisher Inc
Sudono, Anggani. (2000). Sumber belajar dan alat
permainan. Jakarta, PT. Grasindo.
------------. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 pasal 3 Tahun 1990
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
11
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
Penelitian
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis
Karangan melalui Media Foto Aktivitas Siswa
Herani Arundati*)
Abstrak
eterampilan menulis diperlukan untuk menuangkan buah pikiran secara teratur dan
terorganisasi. Oleh karena itu sejak dini siswa perlu dilatih agar dapat menuangkan ide
kalimatnya secara kreatif dan imajinatif. Pengalaman menunjukkan bahwa masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan mengembangkan kalimat karena metode yang digunakan
oleh guru kurang sesuai. Penggunaan media pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa termasuk dalam pelajaran bahasa Indonesia. Penelitian
tindakan kelas (PTK) yang dilakukan selama tiga bulan dalam tahun 2009 ini, dimaksudkan
untuk mengatasi kesulitan dalam mengembangkan sebuah kalimat di kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR
Jakarta, dengan menggunakan media foto. Setelah melalui dua kali siklus, ternyata siswa menjadi
lebih terampil dalam mengembangkan kalimat. Berdasarkan hasil penelitian, guru disarankan
memanfaatkan media dalam mengembangkan metode pembelajaran yang lebih bervariasi sehingga
membuat siswa lebih aktif, senang, dan nyaman.
K
Kata-kata kunci: menulis, mengarang, keterampilan menulis, media foto.
Abstract
Writing skills are very important for students to present their ideas properly and systematically. Therefore,
the students need to be trained to express their ideas creatively and imaginatively as early as possible.
Experiences show many students unable to build and develop good sentences due to inappropriate teaching
methods used by teacher. Using instructional media can solve many teaching and learning problems and
improve the student’s learning achievement including in Indonesian language subject. This classroom action
research (CAR) aims at improving the students’ writing skills, particularly in sentence building and development by using photos as instructional media. After two cycles in three months, the research which was
conducted for grade three at SDK I BPK PENABUR Jakarta in 2009, proved that the students’probles in
sentence building and development can be solved and their writing skills can be improved by using photos in
teaching and learning process. This research recommends the teachers to use various instructional media to
make the teaching and learning prosess more fun for the students and successfully to improve the students’
learning achievement.
Key words: writing, composing, writing skill, photo media
Pendahuluan
Di dalam masyarakat modern seperti sekarang
ini dikenal dua macam cara berkomunikasi,
yaitu komunikasi secara langsung dan secara
tidak langsung. Kegiatan berbicara dan
*) Guru SDK 1 BPK PENABUR Jakarta
12
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
mendengarkan (menyimak), merupakan komunikasi secara langsung, sedangkan kegiatan
menulis dan membaca merupakan komunikasi
tidak langsung. Keterampilan menulis sangat
dibutuhkan dalam kehidupan modern dan
merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau
bangsa terpelajar. Menulis sangat penting bagi
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
dunia pendidikan karena memudahkan para
siswa untuk berpikir secara kritis.
Keterampilan menulis sebagai salah satu
dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai
peranan yang penting di dalam kehidupan
manusia. Menulis merupakan kemampuan
seseorang mengungkapkan ide-ide, pikiran,
pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas,
runtun, gagasan, ekspresif, enak dibaca dan
dipahami orang lain ( Marwoto, dkk, 1987: 12).
Akan tetapi sebelum menulis, seseorang perlu
memiliki gagasan yang diperolehnya melalui
mengarang. Tujuan mengarang adalah menciptakan gagasan dan menggambarkan pikiran,
imaginasi, atau peristiwa sejelas-jelasnya kepada orang lain. Sedangkan menulis adalah
kemampuan seseorang dalam melukiskan
lambang-lambang grafik untuk menyampaikan
ide atau gagasan yang dapat dimengerti oleh
orang lain. Kegiatan menulis bukanlah kemampuan yang dapat dikuasai dengan sendirinya,
melainkan proses pembelajaran panjang untuk
menumbuhkembangkan tradisi menulis. Menulis merupakan salah satu dari keterampilan
berbahasa yang harus dikuasai dengan baik oleh
siswa. Menulis narasi yaitu jenis tulisan atau
karangan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengalaman dan pengamatan oleh siswa.
Menulis dan mengarang mempunyai
persamaan dan perbedaan. Persamaannya,
menulis dan mengarang adalah sama-sama
mengungkapkan sebuah gagasan. Baik penulis
maupun pengarang menyampaikan gagasan
melalui huruf dan tanda baca. Huruf dan tanda
baca itu menjadi “wakil” bunyi bahasa (berupa
kata, frasa, kalimat, dan paragraf) yang berisi
gagasan untuk disampaikan kepada orang lain.
Orang lain yang dituju itu dapat menerima
gagasan penulis dan pengarang melalui
kegiatan membaca. Jadi, baik penulis maupun
pengarang sama-sama berkomunikasi dengan
pembaca melalui media tulisan. Itulah persamaan menulis dan mengarang.
Sedangkan perbedaan menulis dengan
mengarang adalah kegiatan menulis menghasilkan tulisan, sedangkan mengarang menghasilkan karangan. Tulisan dilandasi fakta, pengalaman, pengamatan, penelitian, pemikiran, atau
analisis suatu masalah. Contoh tulisan antara
lain makalah, proposal, artikel, buku umum, dan
buku pelajaran. Sebaliknya, karangan banyak
dipengaruhi oleh imajinasi dan perasaan
pengarang. Contoh karangan antara lain puisi,
cerpen, novel, dan drama. Semua karya sastra
dihasilkan oleh pengarang (sastrawan). Salah
satu hasil kegiatan mengarang adalah cerpen
yang berupa cerita khayal atau fiksi.
Namun, menuangkan buah pikiran secara
teratur dan terorganisasi adalah hal yang tidak
mudah. Banyak orang pandai berbicara atau
berpidato di depan orang banyak , tetapi mereka
masih kurang mampu menuangkan ide atau
gagasan ke dalam bentuk bahasa tulisan. Untuk
bisa mengarang dengan baik, seseorang harus
mempunyai kemampuan atau bakat yang dapat
dilatih sejak dini sehingga dalam mengembangkan kalimat akan lebih kreatif dan imajinatif.
Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di
SD keterampilan menulis siswa masih menghadapi sejumlah masalah yang antara lain:
pertama, kurang mampunya siswa menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari
pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang
kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan
karena kesulitan memilih kata atau membuta
kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis. Kedua,
kurangnya latihan dan praktek menulis. Hal ini
disebabkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari empat aspek, waktu yang
diberikan empat jam dalam satu minggu. Waktu
hanya satu jam untuk aspek Keterampilan
menulis khususnya menulis karangan sangatlah
kurang. Ketiga, kurang terampilnya guru
memberikan berbagai macam tulisan kepada
siswa. Hal ini terlihat dari hasil tulisan siswa,
seperti membuat kalimat atau membuat cerita
pendek. Keempat, pada umumnya sekolah tidak
memiliki program kegiatan menulis.
Di samping keempat masalah itu, kegiatan
belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang antara lain adalah media
pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran
yang tepat sangat dibutuhkan dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Media
pembelajaran mencakup media yang digunakan
sebagai alat penampil, antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, film gambar, dan
televisi. Penggunaan media secara tepat dapat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
13
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
membuat proses pembelajaran lebih menarik,
menyenangkan, meningkatkan motivasi, serta
menigkatkan prestasi belajar siswa. Oleh karena
itu, dalam penelitian ini dicoba meningkatkan
prestasi belajar menulis karangan dengan
menggunakan media foto aktivitas siswa. Foto
aktivitas tersebut merupakan foto-foto siswa
pada saat siswa berkunjung ke tempat wisata
atau melakukan aktivitas di luar lingkungan
sekolah, misalnya : supermarket, pasar, toko
buku, dan lain-lain. Sehingga dengan adanya
kegiatan tersebut siswa bisa bebas bereksperimen dan bebas menentukkan tempat yang akan
kunjunginya.
Media foto aktivitas siswa dipergunakan
dalam penelitian ini untuk menuntun dan
membantu mengembangkan daya imajinasi
siswa pada saat membuat karangan. Di samping
itu penggunaan media foto aktivitas siswa dapat
menimbulkan daya tarik bagi siswa serta
memberikan inspirasi dalam melahirkan
gagasan untuk ditulis. Keadaan yang demikian
membuat mereka lebih senang belajar dan pada
akhirnya dapat memberikan hasil belajar yang
baik dalam keterampilan menulis. Berkaitan
dengan itu semua, peneliti mengadakan
penelitian tentang peningkatan kemampuan
menulis karangan dengan menggunakan media
foto aktivitas siswa kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR
Jakarta.
Kajian Pustaka
Pengertian menulis
Menulis adalah menyampaikan ide atau
gagasan dan pesan dengan menggunakan
lambang grafik atau tulisan. Tulisan adalah
suatu sistem komunikasi manusia yang
menggunakan tanda-tanda yang dapat dibaca
atau dilihat dengan nyata. Sedangkan Tarigan
(dalam Agus Suriamiaharja, 1996 : 1), menyatakan: “ Menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipakai
seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan gambaran tersebut”.
Dengan demikian dapat disimpulkan, menulis
merupakan kemampuan seseorang dalam
14
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
melukiskan lambang-lambang grafik untuk
menyampaikan ide atau gagasan yang dapat
dimengerti oleh orang lain.
Pengertian mengarang
Apabila seseorang menggunakan buah pikiran,
gagasan, perasaan, pengalaman atau lainnya
kedalam bentuk bahasa tulisan, kegiatan tersebut
dapat dikategorikan dengan kegiatan mengarang. Untuk menyampaikan gagasan ke dalam
bahasa tulisan, seseorang harus memiliki
perbendaharaan kata yang memadai serta
terampil menyusun kata-kata dalam kalimat
yang runtut dan jelas.
Menurut The Liang Gie (1992 :18), “ Untuk
dapat menyampaikan gagasan dan fakta secara
lincah dan kuat, seseorang perlu memiliki
perbendaharaan kata yang memadai, terampil
dalam meyusun kata-kata menjadi beraneka
kalimat yang jelas dan mahir memakai bahasa
secara efektif”. Dan pengertian mengarang
sendiri adalah “Keseluruhan rangkaian kegiatan
seseorang mengumpulkan gagasan dan
menyampaikan melalui bahasa tulisan kepada
pembaca untuk dipahami” (The Liang Gie : 17).
Dalam proses mengarang, setiap ide perlu
menggunakan kata yang kemudian dirangkai
menjadi sebuah kalimat yang selanjutnya
dikembangkan membentuk paragraf.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, mengarang adalah kegiatan menulis yang
tersusun dengan teratur dari kata, kalimat,
sampai paragraph yang saling berhubungan
dan merupakan kesatuan yang utuh, dengan
maksud menceritakan kejadian atau peristiwa.
Unsur mengarang
Berbicara mengenai karangan, baik yang berupa
karangan pendek maupun panjang, kita harus
berbicara mengenai beberapa hal atau masalah
di sekitar karangan. The Liang Gie (1992: 17)
mengemukakan ada empat unsur dalam
mengarang yaitu (1) gagasan (idea) yaitu topik
berikut tema yang diungkapkan secara tertulis,
(2) tuturan (discourse) yaitu bentuk pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami
pembaca, (3) tatanan (organization) yaitu tertib
pengaturan dan penyusunan gagasan mengindahkan berbagai asas, aturan, dan teknik sampai
merencanakan rangka dan langkah, (4) wahana
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
(medium) ialah sarana penghantar gagasan
berupa bahasa tulis yang terutama menyangkut
kosakata, gramatika (tata bahasa), dan terotika
(seni memakai bahasa secara efektif).
Masih menurut The Liang Gie, unsur
mengarang terbagi menjadi empat bagian.
Pertama, pencarian (narration) bentuk pengungkapan yang menyampaikan sesuatu peristiwa/
pengalaman. Kedua, pelukisan (description)
bentuk pengungkapan yang menggambarkan
pengindraan, perasaan mengarang tentang
macam-macam hal yang berada dalam susunan
ruang (misalnya : pemandangan indah, lagu
merdu). Ketiga, pemaparan (exposition) bentuk
pengungkapan yang menyajikan secara faktafakta yang bermaksud memberi penjelasan
kepada pembaca mengenai suatu ide, persoalan,
proses atau peralatan. Keempat, perbincangan
(argumentation) bentuk pengungkapan dengan
maksud menyalin pembaca agar mengubah
pikiran, pendapat, atau sikapnya sesuai dengan
yang dihadapi pengarang.
Tujuan pembelajaran mengarang
Menurut Ngalim Purwanto dan Djeniah Alim
(1997 : 58), tujuan pembelajaran mengarang
sama dengan tujuan bercakap-cakap hanya
berbeda dengan bentuk tulisan, yaitu :(1)
memperkaya perbendaharaan bahasa positif dan
aktif, (2) melatih melahirkan pikiran dan
perasaan dengan tepat, (3) latihan memaparkan
pengalaman-pengalaman dengan tepat, dan (4)
latihan-latihan penggunaan ejaan yang tepat
(ingin menguasai bentuk bahasa).
Jenis karangan di SD
Karangan yang diajarkan di SD dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis yang menurut
The Liang Gie, berdasarkan (a) tingkatan, (b) isi
/ bentuk, dan( c) susunannya. Pendapat lama
mengatakan mengajar mengarang itu baru
diberikan kelas V sekolah rendah, karena syaratsyarat yang ditentukan untuk mengarang itu
berat, seperti ejaan bahasa, susunan kalimat, isi,
tanda baca, dan sebagai-nya. Sementara itu
pendapat sekarang, “ Mengarang “ itu semenjak
di kelas 1 (satu) sudah dimulai disisipkan
(Mengarang Permulaan). Di kelas I sudah dapat
dimulai dengan menggambar bebas kemudian
anak menulis beberapa kalimat tentang
gambarnya. Di kelas III adalah lanjutan dari
kegiatan di atas. Cerita tentang gambar telah
memakai judul, kalimat lebih banyak pada saat
menceritakan tentang benda, hewan, atau
tanaman yang sesuai dengan lingkungan, anak
telah menjelaskan sesuatu tentang benda,
bahkan menggunakan foto aktivitas, siswa
sudah mampu menceritakan dengan baik dan
benar.
Susunan Karangan
Susunan karangan atau wacana menurut
Tarigan dan Sulistyaningsih (1996 : 362 )
dibentuk dengan paragraf-paragraf, sedangkan
paragraf itu sendiri dibentuk dengan kalimatkalimat. Kalimat-kalimat yang membentuk
paragraf itu merupakan rangkaian yang
berhubungan dari kalimat yang satu dengan
kalimat berikutnya dan seterusnya, sehingga
membentuk satu kesatuan gagasan yang utuh.
Selanjutnya , paragraf-paragraf pun merangkai
secara utuh membentuk sebuah wacana yang
memiliki tema yang utuh.
Kata
Setiap gagasan pikiran atau perasaan dituliskan
dalam bentuk kata-kata. Kata adalah perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang digunakan
dalam bahasa lisan atau tulisan. Untuk dapat
menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan
dalam tulisan karangan, seseorang perlu
memiliki perbendaharaan kata yang memadai
dan pemilihan kata yang tepat. “Dalam memilih
kata itu harus diberikan dua persyaratan pokok
yaitu (1) ketepatan dan (2) kesesuaian”
(Suriamiharja, 1996 : 25).
Persyaratan ketetapan yaitu kata-kata yang
dipilih harus secara tepat mengungkapkan apa
yang ingin diungkapkan sehingga pembaca juga
dapat menafsirkan kata-kata tersebut tepat
seperti maksud penulis. Persyaratan kesesuaian
menyangkut kecocokan antara kata-kata yang
dipakai dengan kesempatan / situasi dengan
pembaca, apakah pilihan kata dan gaya bahasa
yang dipergunakan sesuai dengan keadaan/
kenyataan yang sesungguhnya serta tidak
menyinggung perasaan orang lain.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
15
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
Kalimat
Kalimat yang dipergunakan dalam karangan
berupa kalimat yang efektif yaitu kalimat yang
benar dan jelas sehingga mudah dipahami
orang lain. Sebuah kalimat efektif haruslah
memiliki kemampuan untuk menimbulkan
kembali gagasan pada pikiran pandangan atau
pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran
penulis. Kalimat efektif dalam bahasa tulis
haruslah (1) dapat mewakili gagasan penulis
serta (2) sanggup menciptakan gagasan yang
sama tepatnya dalam pikiran pembaca seperti
yang dipikirkan penulis, (Suryamiharja, 1996:
38)
Paragraf
Paragraf adalah satu kesatuan pikiran, suatu
kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari
pada kalimat; paragraf merupakan kumpulan
kalimat yang berkaitan dalam suatu rangkaian
untuk membentuk sebuah gagasan. Berkaitan
dengan paragraph, Akhadiah, dkk (dalam Agus
Suryamiharja, 1996 : 46), menjelaskan bahwa
dalam paragraf terkandung satu unit buah
pikiran yang didukung oleh semua kalimat
utama atau kalimat topik, kalimat penjelas
sampai kalimat penutup. Dilihat dari fungsinya
dalam karangan, paragraf berfungsi (1) sebagai
penampung dari sebagaian kecil jalan pikiran
atau ide keseluruhan karangan, (2) memudahkan
pemahaman jalan pikiran atau ide pokok
karangan. (Tarigan, 1996 : 48). Sedangkan persyaratan paragraf yang baik dan efektif, menurut
Suriamuharja (1996 : 48), harus (1) kohesi
(kesatuan), (2) koherensi (kepaduan), dan (3) memiliki pengembangan/kelengkapan paragraf.
Media cerita foto aktivitas siswa sebagai model
pembelajaran
Dalam kriteria pemilihan media disinggung
bahwa media digunakan harus sesuai dengan
taraf berpikir peserta didik. Demikian pula
dalam pembelajaran menulis karangan di SD,
penggunaan media foto aktivitas siswa dirasakan sangat tepat untuk membantu siswa dalam
keterampilan mengarang. Dengan melihat
gambar, siswa dapat menarik kesimpulan isi
dari foto tersebut, kemudian menguraikan dalam
bentuk tulisan.
16
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Berkaitan dengan penggunaan media foto
aktifitas siswa atau media gambar, Purwanto
dan Alim (1997 : 63) mengemukakan bahwa
penggunaan media gambar untuk melatih anak
menentukan pokok pikiran yang mungkin akan
menjadi karangan-karangan. Dengan demikian,
dapat ditarik kesimpulan bahwa cerita dengan
menggunakan media foto aktifitas siswa adalah
cara dalam menyusun atau menulis sebuah
karangan dengan menerjemahkan isi pesan
visual (foto aktifitas) ke dalam bentuk tulisan.
Ciri-ciri gambar yang baik dan peranannya
sebagai media pembelajaran
Gambar yang baik dan dapat digunakan sebagai
sumber belajar adalah yang memiliki cirri-ciri
sebagaimana dikemukakan Sudirman (1991:
219), yaitu: (1) dapat menyampaikan pesan atau
ide tertentu, (2) memberi kesan kuat dan menarik
perhatian, (3) merangsang orang yang melihat
untuk ingin mengungkapkan tentang obyekobyek dalam gambar, (4) berani dan dinamis,
dan (5) ilustrasi tidak terlalu banyak, tetapi
menarik, dan mudah dipahami. Sedangkan
peranan gambar sebagai media pengajaran
yaitu: (1) membantu guru dalam menyampaikan
pelajaran dan membantu siswa dalam belajar,
(2) menarik perhatian anak sehingga terdorong
untuk lebih giat belajar, (3) membantu daya ingat
siswa (retensi), dan (4) dapat digunakan lagi
apabila diperlukan pada saat yang lain
(Sudirman, 1991 : 220).
Atas dasar uraian tersebut di atas, hendaknya guru mau mempertimbangkan penggunaan
foto aktifitas siswa didalam pelaksanaan proses
belajar mengajar terutama dalam mengajar
menulis karangan. Karena dengan media foto
dapat merangsang imajinasi seseorang siswa
supaya mampu bercerita tentang aktifitas yang
dilakukan pada hari itu dan diharapkan siswa
tersebut mampu menuliskan karangan sesuai
tema, ide, pengalaman, dan kejadiannya.
Metodologi Penelitian
Subjek penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas 3 SDK 1 BPK
PENABUR Jakarta tahun ajaran 2009 / 2010.
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
Jumlah siswa yang diteliti ada 28 siswa terdiri berkaitan tersebut merupakan rangkaian
dari 12 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. kegiatan yang disebut dengan istilah siklus.
Objek penelitian ini dalam Kegiatan Belajar Hasil dari refleksi terhadap tindakan yang
Mengajar ( KBM ) adalah siswa, dan yang dilaksanakan akan dijadikan pedoman untuk
melakukan revisi rencana perbaikan selanjutnya
menjadi peneliti adalah guru.
Guru menyampaikan materi pembelajaran jika tindakan yang dilakukan belum berhasil
mengarang dengan menggunakan media foto memecahkan masalah. Tahap-tahap perbaikan
aktivitas siswa. Dalam tahapan ini siswa diberi pembelajaran digambarkan oleh Kemmis dan
kesempatan oleh guru untuk bebas pergi Taggart.
beraktivitas kemana saja kemudian dikembangkan melalui tulisan karangan. Dalam menulis karangan
PELAKSANAAN
siswa diharapkan akan lebih
tertarik dan mudah mengembangkan ide mengarangnya pada saat
SIKLUS 1
PERENCANAAN
PENGAMATAN
beraktivitas.
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDK
REFLEKSI
1 BPK PENABUR Jakarta yang
terletak di Jl. Samanhudi 29,
PELAKSANAAN
Jakarta Pusat. Gedung sekolah ini
terletak di tepi jalan raya dengan
kondisi daerah lingkungan di
SIKLUS 2
sekitarnya penuh dengan gedung
PERENCANAAN
PENGAMATAN
dan pertokoan dan merupakan
lingkungan dunia bisnis niaga.
Gedung SDK 1 memiliki empat
REFLEKSI 2
lantai, di mana lantai satu adalah
Gambar: Penelitian Model Kemmis & Taggart
TKK 1 sedangkan untuk SDK 1
lantai 2-4. SDK 1 memiliki 14
ruang kelas, aula, perpustakaan,
lapangan olahraga, laboratorium komputer,
Deskripsi Data
toilet setiap lantai, dll. Penelitian dimulai dan
dilaksanakan pada bulan September 2009 Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan oleh
dengan menggunakan dua siklus.
peneliti dalam dua siklus. Tiap siklus dilaksanaProsedur pengumpulan dan perekaman data
Prosedur pengumpulan dan perekaman data
akan dilakukan dengan menggunakan model
Kemmis & Taggart. Prosedur yang akan
dilakukan mencakup empat langkah pokok,
yaitu: (1) merumuskan masalah dan merencanakan tindakan (planning), (2) melaksanakan
tindakan (acting), (3) merefleksikan (reflecting)
hasil pengamatan, dan (4) perbaikan atau
perubahan perencanaan (replaning) untuk
mengembangkan tingkat keberhasilan.
Keempat langkah utama yaitu perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi yang saling
kan dalam empat tahap yang meliputi : (1) tahap
perencanaan dan persiapan tindakan, (2) tahap
pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi, dan
(4) tahap analisis dan refleksi. Masing-masing
siklus dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
dengan alokasi waktu 2 x jam pelajaran ( 2 x 40
menit ).
Sebelum dilaksanakannya penelitian,
peneliti melakukan survei awal untuk mengetahui kondisi yang ada di lapangan. Berdasarkan
kegiatan survei ini, peneliti menemukan bahwa
kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis
karangan pada siswa kelas 3 SDK 1 BPK
PENABUR Jakarta tergolong rendah. Hal ini
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
17
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
ditandai dengan indikator sebagai berikut: (1)
minat dan motivasi siswa yang rendah, (2)
sebagian siswa masih belum terbiasa untuk
memanfaatkan media pembelajaran, (3) sebagian
siswa membutuhkan waktu yang lama untuk
menuangkan ide-ide dan gagasannya apalagi
untuk dapat menggambarkan dalam bentuk
kata-kata tentang gambaran suatu objek, (4)
siswa belum mampu menuangkan ide atau
gagasan dengan baik, dan (5) siswa kurang
mengembangkan bahasa dan kurang memperhatikan penggunaan huruf kapital maupun
tanda baca yang tepat.
Selanjutnya, peneliti mengatasi masalah
tersebut dengan memanfaatkan media foto
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
menulis karangan. Pemilihan media tersebut
didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut.
Penggunaan media foto aktivitas siswa adalah
suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan
aktifitas siswa di luar sekolah sehingga siswa
bebas memilih aktifitas apa saja yang akan
dilakukannya dan dapat melakukan observasi
suatu objek secara langsung. Dengan demikian
diharapkan siswa dapat menuliskan gambaran
suatu objek secara lebih jelas dan terperinci.
Melalui penggambaran secara nyata
terhadap suatu objek, secara tidak langsung
membuat pembelajaran menulis karangan
berjalan lebih efektif karena daya imajinasi siswa
dapat berkembang. Peneliti kemudian menyusun
rencana untuk siklus I. Siklus I ini mendeskripsikan pembelajaran menulis dengan menggunakan tema khusus. Ternyata masih terdapat
kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaannya. Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi
kelemahan atau kekurangan yang ada pada
siklus I. Siklus II merupakan siklus yang
menguatkan siklus I bahwa observasi atau
kunjungan ke tempat tertentu ataupun foto
aktivitas siswa dapat meningkatkan kualitas
proses dan hasil pembelajaran menulis
karangan pada siswa kelas 3 SDK 1 BPK
PENABUR Jakarta.
Setelah
melaksanakan
perbaikan
pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas 3 dengan kompetensi dasar
menyusun paragraf berdasarkan bahan yang
tersedia dengan memperhatikan penggunaan
ejaan. Adapun hasil analisis tersebut
18
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
menuangkan ide/gagasan ke dalam bentuk
karangan mengalami peningkatan jika
dibanding dengan pretes. Namun dalam siklus
ini masih ada beberapa siswa yang menuliskan
karangan tidak sesuai dengan ejaan dan kalimat
sering diulang-ulang. Siswa masih kesulitan
dalam mencari kata-kata dan kalimat yang tepat
untuk menulis. Nilai/skor perolehan terendah
siswa diperoleh tiga orang siswa dengan jumlah
keseluruhan siswa 28, sedangkan nilai di atas
rata-rata diperoleh 25 orang siswa dengan
jumlah keseluruhan siswa 28.
Ketuntasan hasil belajar menulis karangan
siswa mencapai 89.28 %.Hal ini terlihat dari hasil
kerja tulisan siswa berupa tulisan karangan dan
dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh
nilai 63 ke atas yaitu 25 siswa. Untuk lebih jelasnya , nilai menulis karangan siswa pada siklus
I dapat dilihat pada tabel 1.
Akan tetapi masih ditemukan kesalahan dan
kekurangan pada tulisan siswa antara lain :
siswa masih kesulitan menggali ide dan
menuangkannya dalam bentuk kata / kalimat
hal ini terbukti dari jumlah prosentasenya.
Proses pelaksanaan tindakan pada siklus II
berjalan dengan baik. Kelemahan pada siklus II
dapat teratasi dengan baik. Hal ini membuat
kualitas pembelajaran menulis karangan
mengalami peningkatan yaitu 92.85% siswa
telah aktif pada siklus II. Peningkatan kualitas
pembelajaran terlihat dari tercapainya sejumlah
indikator yang telah ditetapkan seperti peningkatan keaktifan, perhatian serta konsentrasi
siswa dalam mengikuti di setiap pembelajaran,
guru telah berhasil membangkitkan minat dan
motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran
menulis karangan dengan baik dan tertib.
Hasil tulisan siswa menunjukkan bahwa
telah terjadi peningkatan Keterampilan menulis
karangan siswa. Dilihat dari segi isinya, tulisan
siswa pada siklus II ini jauh lebih baik dibanding
siklus sebelumnya. Penggunaan huruf kapital
dan tanda baca sudah baik dan penggunaan
kosakata lebih bervariasi. Siswa telah mampu
mengorganisasikan gagasan dengan baik. Sudah
ada kesesuaian antara isi tulisan dengan objek
yang diamati yaitu foto aktivitas itu tersebut.
Nilai tertinggi siswa pada siklus ini adalah 94
dan nilai terendah siswa adalah 50. Ketuntasan
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
Tabel 2: Perolehan Nilai Menulis
Karangan Siklus II
Siklus II
Tabel 1: Perolehan Nilai Menulis
Karangan Siklus I
Siklus I
No
Nama
I
II
III
IV
Jlh
Nilai
4
4
4
4
16
100
No
Nama
I
II
III
IV
Jlh
Nilai
4
4
4
4
16
100
1.
Alexander
3
2
2
3
10
68
1.
Alexander
3
3
2
3
11
69
2.
Andres
3
4
3
3
13
81
2.
Andres
3
4
4
3
14
88
3.
Andrew
2
3
3
2
10
63
3.
Andrew
3
3
2
3
11
69
4.
Ariel
3
3
2
2
10
63
4.
Ariel
4
3
3
3
13
81
5.
Cosgrove
2
3
2
2
9
56
5.
Cosgrove
3
2
3
3
11
69
6.
Dorothy
3
2
2
3
10
63
6.
Dorothy
4
2
3
3
12
75
7.
Emanuelle
2
3
2
3
10
63
7.
Emanuelle
3
3
2
3
11
69
8.
Erika
3
3
3
3
15
79
8.
Erika
4
3
3
3
13
81
9.
Gabriella
4
3
2
3
12
75
9.
Gabriella
4
4
3
4
15
94
10.
Julius
4
3
3
4
14
88
10 .
Julius
4
4
3
4
15
94
11.
Maria T
3
3
2
3
11
69
11.
Maria T
4
3
4
4
15
94
12.
Mikaella
3
3
3
3
12
75
12.
Mikaella
4
3
3
4
14
88
13.
Nathalie
4
3
3
3
15
80
13.
Nathalie
4
3
3
3
13
81
14.
Nathasya
3
4
2
3
12
75
14.
Nathasya
4
4
3
4
15
94
15.
Owen
3
2
4
3
12
75
15.
Owen
3
3
4
4
14
88
16.
Rhea
3
2
2
2
9
56
16.
Rhea
3
1
2
3
9
56
17.
Richie
3
2
2
3
10
63
17.
Richie
4
3
3
3
13
81
18.
Sherly
4
3
3
4
14
88
18.
Sherly
4
3
4
4
15
94
19.
Steven
2
3
2
3
10
63
19.
Steven
3
2
4
3
12
75
20.
Tiara
3
2
3
3
11
69
20 .
Tiara
4
4
3
4
14
88
21.
Tiffany
3
2
2
3
10
63
21.
Tiffany
3
2
3
3
11
69
22.
Vanessa
3
3
2
3
11
69
22.
V anessa
2
3
3
2
10
63
23.
Vincent
3
3
3
3
12
75
23.
V incent
4
3
4
4
15
94
24.
Wilbert
2
2
3
3
10
63
24.
Wilbert
4
2
3
3
12
75
25.
Bi l l
3
2
3
3
11
69
25.
Bi l l
3
3
3
4
13
81
26.
William
2
1
1
2
6
38
26.
William
2
2
2
2
8
50
27.
Yehuda
3
2
3
2
10
63
27.
Yehuda
3
2
3
3
11
69
28.
Y osh
3
4
4
4
15
94
28.
Y osh
4
4
4
3
15
94
317
70
355
79
Rata-rata
Rata-rata
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
19
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
Keterangan :
Nilai Perolehan: (Jumlah Skor x 100)/16
I : Kesesuaian Isi
II : Penggunaan EYD (huruf kapital dan
tanda baca) III : Kerapian Tulisan
IV: Keruntutan cerita
hasil belajar menulis karangan berdasarkan
media foto mencapai 92.85 %. Hal ini terlihat
dari hasil kerja tulisan siswa berupa tulisan
karangan dan dihitung dari jumlah siswa yang
memperoleh nilai 63 ke atas yaitu 26 siswa.
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada
tabel 2, tindakan pada siklus II dikatakan
berhasil. Peningkatan terjadi pada beberapa
indikator bila dibandingkan siklus sebelumnya.
Dengan demikian pembelajaran menulis karangan yang telah dilaksanakan telah menunjukkan
adanya peningkatan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
tersebut, guru dikatakan telah berhasil
melaksanakan pembelajaran menulis karangan
menggunakan media foto aktivitas yang mampu
membantu siswa dalam memunculkan ide dan
mengembangkannya sehingga kemampuan
menulis karangan siswa dapat berkembang
dengan optimal. Selain itu, penelitian ini juga
bermanfat untuk meningkatkan Keterampilan
guru dalam mengelola kelas karena metode ini
dapat digunakan sebagai sarana bagi guru
untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran menulis sebuah
karangan.
Keberhasilan metode ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
menulis karangan dapat dilihat dari meningkatnya kualitas pembelajaran menulis karangan
siswa. Tindakan-tindakan berupa penggunaan
media foto aktivitas siswa yang dilaksanakan
mampu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran menulis karangan siswa kelas 3
SDK 1 BPK PENABUR Jakarta. Peningkatan dari
segi proses pembelajaran dapat dilihat dari
meningkatnya keaktifan siswa dalam
pembelajaran menulis karangan dari siklus ke
siklus. Indikator keaktifan siswa dalam proses
20
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
pembelajaran meliputi keaktifan siswa dalam
bertanya, merespon, mendengarkan penjelasn
guru, dan semangat mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan guru. Di samping itu terlihat juga
meningkatnya perhatian dan minat siswa,
perhatian dan minat siswa dalam proses
pembelajaran sangat penting. Untuk menumbuhkan dan memelihara hal tersebut, guru perlu
merangsang siswa dengan menerapkan caracara baru, unik, ataupun cara-cara yang sudah
biasa digunakan. Salah satu cara yang dapat
digunakan guru adalah melalui media. Dalam
penelitian ini, guru memanfaatkan pemanfaatan
media foto aktivitas siswa. Selain adanya
tindakan memanfaatkan media tersebut,
perhatian siswa dalam pembelajaran menulis
karangan meningkat. ketika guru membuat tugas
pembelajaran mengenai siswa diberi kebebasan
untuk pergi kemanapun sesuai dengan aktifitas
yang dilakukan oleh siswa pada hari itu. Lebih
lanjut, terlihat juga meningkatnya Keterampilan
guru dalam mengelola kelas, kemampuan guru
dalam mengelola kelas merupakan salah satu
penentu keberhasilan dalam suatu proses
pembelajaran. Pengelolaan kelas yang
dilakukan oleh guru antara lain berupa tindakan
memberikan penghargaan kepada siswa,
menyajikan materi dengan mengombinasikan
metode ceramah dengan metode lain yang
menjadikan siswa tidak jenuh dalam mengikuti
pembelajaran, memanfaatkan media pembelajaran, serta memotivasi siswa untuk aktif dalam
pembelajaran.
Pada saat peneliti melaksanakan kegiatan
survei awal, diketahui bahwa pengelolaan kelas
yang dilakukan guru kelas kurang baik. Hal ini
tercermin dari indikator-indikator sebagai
berikut : (1) guru kurang bisa membangkitkan
minat siswa dan motivasi siswa untuk aktif
dalam pembelajaran, (2) guru kurang bisa
menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa, dan (3) guru kurang
memberikan penghargaan kepada siswa.
Setelah tindakan dilaksanakan, sedikit demi
sedikit kelemahan guru mulai berkurang.
Kemampuan guru dalam mengelola kelas
semakin meningkat. Guru tidak lagi terpancang
pada kegiatan belajar yang harus dilaksanakan
di ruangan kelas. Guru tidak lagi bertindak
sebagai guru yang menguasai kelas sepenuhnya
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan
tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dalam
pembelajaran. Guru membangkitkan minat dan
motivasi siswa dengan memberikan penghargaan bagi siswa yang memperoleh nilai baik.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, penerapan media foto aktivitas siswa
dapat meningkatkan pembelajaran menulis. Hal
ini ditandai dengan meningkatnya persentase
keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat dan
motovasi siswa dalam pembelajaran menulis
karangan pada setiap silusnya. Pada siklus I
siswa yang aktif 89.28 % sedangkan pada siklus
II siswa yang aktif meningkat menjadi 92.85 %.
Kedua, meningkatkan aktivitas siswa dalam
menulis. Hal ini ditandai dengan nilai hasil
tulisan siswa yang mengalami peningkatan.
Pada siklus I nilai terendah siswa adalah 38 dan
nilai tertinggi siswa adalah 94 Pada siklus II
nilai terendah siswa adalah 50 dan nilai tertinggi
siswa 94. Ketiga, ketuntasan hasil belajar siswa
meningkat. Dalam pretes hanya 57.11 siswa
yang mencapai ketuntasan hasil belajar
(memperoleh nilai 63 ke atas). Pada siklus I
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi
89.28% atau sekitar 25 siswa kemudian pada
siklus II menjadi 92.85% atau sekitar 26 siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka
dapat dikemukakan saran kepada Kepala
Sekolah, guru, dan siswa. Kepala Sekolah
hendaknya selalu menganjurkan kepada semua
guru untuk mengajar dengan metode yang
membuat siswa aktif, merasa senang, dan
nyaman sehingga kejenuhan akan terhindar.
Guru mata pelajaran bahasa Indonesia
hendaknya: (a) berusaha memberi dorongan
kepada siswa untuk lebih aktif berlatih menulis,
(b membelajarkan siswa dengan metode yang
bervariasi sehingga membuat siswa lebih
nyaman, dan (c) memberikan perhatian dan
waktu yang lebih banyak pada mata pelajaran
menulis karena merupakan suatu Keterampilan
yang tidak mudah.
Siswa hendaknya banyak membaca
berbagai buku baik fiksi maupun non-fiksi
terutama yang berkaitan dengan menulis
karangan. Di samping itu siswa juga hendaknya
lebih banyak berlatih menulis karena menulis
merupakan aktifitas yang memerlukan latihan
yang konsisten. Kemudian siswa hendaknya
aktif dan belajar menggali ide tulisan melalui
berbagai sumber, salah satunya melalui media
foto aktivitas siswa.
Daftar Pustaka
Purwanto, Ngalim, Djeniah Alim. (1997).
.Metodologi pengajaran bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar. Jakarta. Rosda Jayapura
Sabarti, Akhadiah, Dr. Prof. (1996/1997).
Menulis. Jakarta : Depdikbud
Suriamiharja, Agus, M. Pd, dkk. (1996/1997).
Petunjuk praktis penulis. Jakarta :
Depdikbud
Tarigan, Djago. (1996). Membina keterampilan
menulis paragraf dan pengembangan.
Bandung : Angkasa
Tarigan, Henry Guntur. (1983). Menulis sebagai
suatu Keterampilan berbahasa. Bandung:
Angkasa
The Liang Gie. (1992). Pengantar dunia karang
mengarang. Yogyakarta : Liberty
The Liang Gie. (2002). Terampil mengarang.
Yogyakarta: Andi
Wiyanto, Asul.(2008). Menulis dan mengarang
samakah?. Jakarta: Asosisasi Guru
Bahasa Indonesia-Jepang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
21
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Penelitian
Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan
Gagasan Utama melalui Metode Cooperative Integrated
Reading and Composition
Yustina Titik Purwanti*)
Abstrak
iswa sering kesulitan menemukan gagasan utama dalam memahami isi sebuah artikel
atau buku. Hal ini berdampak pada hasil tes membaca, karena malas membaca, siswa
kesulitan untuk menemukan gagasan sebuah artikel sehingga hasil tes dalam materi
membaca sangat rendah. Dampak kesulitan ini dapat mengakibatkan rendahnya hasil
belajar siswa dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian perlu ditemukan strategi atau metode
tepat untuk meningkatkan kemampuan menemukan gagasan bagi siswa. Dengan menggunakan
penelitian tindakan kelas, penelitian ini mencoba mengatasi masalah tersebut di kelas 9 SMPK 7
BPK PENABUR Jakarta, dengan metode Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC). Dalam
dua siklus, hasil penelitiann yang dilakukan Januari dan Peberuari 2010 ini, menunjukkan bahwa
belajar dengan menggunakan metode yang dipilih dapat membuat proses pembelajaran lebih
dinamis, variatif, dan menyenangkan sehingga hasil belajar siswa meningkat. Agar metode CIRC
berhasil dengan baik guru perlu merencanakan kegiatan pembelajaran dengan manajemen waktu
dan pengelolaan kelas yang baik. Selain itu, guru perlu meningkatkan kompetensinya dalam
menerjemahkan dan mengimplementasikan setiap pembelajaran kebahasaan.
S
Kata-kata kunci: gagasan utama, metode Cooperative Integrated Reading and Composition, strategi
pembelajaran
Abstract
Students often find some difficulties to figure out the main ideas in comprehending the content of a book or an
article. It affects the result of the reading test. The students find it hard to figure out the main idea of an article.
As a result, the students get low academic performance in all subjects. Therefore, a new method should be used
to improve students’ ability in finding main idea in a passage. By using the classroom action research, this
research tries to overcome the problem in grade 9 classes of SMPK 7 BPK PENABUR using “Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC)” method. Within two cycles, the result of this research conducted in January and February 2010, shows that studying by the chosen method can make the teachinglearning process more dynamic, various, and enjoyable, so students’ school achievement will be improved. To
make (CIRC) work well, teacher needs to plan all the teaching-learning activities with the good time and
classroom management. Besides, the teachers need to improve their competencies in translating and implementing every single language learning process.
Keywords: main ideas, Cooperative Integrated Reading and Composition method, learning strategies
Pendahuluan
Pelajaran Bahasa memiliki peran yang sentral
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional peserta didik dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari
*) GuruSMPK 7 BPK PENABUR Jakarta
22
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
semua bidang studi. Pelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dalam
Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik
secara lisan maupun tulisan.
Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa
Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
minimal peserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa
dan satra Indonesia. Standar kompetensi ini
merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional,
nasional, dan global.
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini, ruang
lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia
mencakup komponen kemampuan berbahasa
dan kemampuan bersatra meliputi aspek-aspek:
mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis yang diuraikan melalui standar
kompetensi yang harus dicapai peserta didik.
Salah satu standar kompetensi yang harus
dicapai peserta didik tingkat SMP kelas 9 adalah
“Menemukan Gagasan dari Beberapa Artikel
dan Buku”. Kemampuan untuk menemukan
gagasan utama bagi siswa merupakan kemampuan yang paling dasar agar siswa dapat
menangkap apa isi sebuah artikel ataupun buku.
Kemampuan menemukan gagasan tersebut bagi
sebagian besar siswa masih merupakan kegiatan
yang tergolong sulit. Dalam kegiatan belajar
mengajar, siswa sering menghadapi soal-soal
yang berkaitan dengan materi membaca artikel.
Akan tetapi kelihatannya siswa kurang berminat
membaca artikel secara cermat sehingga
berdampak pada hasil tes membaca yang sangat
rendah.
Menyadari akan hal tersebut, maka
kemampuan menemukan gagasan merupakan
bagian dari kemampuan membaca yang harus
digali supaya peserta didik dapat meningkatkan
keterampilan berbahasa mereka, khususnya
dalam hal membaca dan menemukan gagasan
utama sebuah artikel dan buku. Kenyataan di
lapangan ternyata proses belajar mengajar untuk
melatih kemampuan siswa menemukan gagasan
dari sebuah artikel dan buku masih menjadi
persoalan yang besar. Apakah permasalahan
ada pada guru yaitu rendahnya daya kreasi
guru dalam pembelajaran atau dari siswa yang
kurang mampu merumuskan gagasan dari
sebuah artikel atau buku?
Menyikapi permasalahan tersebut, penulis
sebagai pengajar berupaya mencari titik
permasalahan tersebut. Hal tersebut juga
mendasari penulis agar dapat meningkatkan
kemampuan menemukan gagasan melalui
kegiatan membaca dan menulis sehingga
menjadikan pembelajaran kompetensi tersebut
menjadi lebih kreatif dan menarik dan tujuan
berikutnya siswa lebih tertarik untuk
mempelajari standar kompetensi tersebut. Oleh
karena itu, penulis merasa perlu mengadakan
Penelitian Tindakan Kelas untuk menemukan
solusi bagi permasalahan tersebut.
Permasalahan yang ada dalam pembelajaran menemukan gagasan utama adalah
sebagai berikut: (1) Kemampuan siswa menemukan gagasan sebuah artikel masih rendah; (2)
Belum ditemukan strategi pembelajaran yang
tepat untuk materi tersebut; (3) Belum ada
kolaborasi yang tepat antara guru dan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk
materi tersebut; (4) Aktivitas siswa dalam
pembelajaran membaca artikel masih perlu
ditingkatkan.
Dari uraian permasalahan tersebut, secara
umum permasalahan penelitian ini adalah
“Bagaimana meningkatkan kemampuan
menemukan gagasan utama bagi siswa kelas 9
SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta melalui metode
Cooperative Integrated Reading And Composition
(CIRC).
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka
tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan menemukan
gagasan utama bagi siswa kelas 9 SMPK 7 BPK
PENABUR Jakarta melalui metode (CIRC)”
Hasil penelitian tindakan ini diharapkan
bermanfaat bagi (1) siswa: penelitian ini agar
memberdayakan potensi siswa terkait dengan
kemampuan menemukan gagasan dari sebuah
artikel dalam proses pembelajaran bahasa,
khususnya pada aspek membaca; selain itu
siswa juga menjadi lebih berkembang sesuai
dengan kecepatan intelektual mereka masingmasing terutama yang berkaitan dengan kegiatan
membaca; (2) guru: penelitian ini merupakan
strategi alternatif bagi guru dalam mengaktifkan
siswanya. Melalui metode CIRC” guru menjadi
lebih fokus untuk meneliti kemampuan membaca
dan menulis siswanya di dalam kelas ketika
proses pembelajaran berlangsung sehingga
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan
lancar, terarah, dan tetap terkondisi; (3) sekolah:
penelitian ini menjadi gambaran bagi sekolah
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
23
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan
dalam sekolah salah satunya adalah dengan
mendukung setiap usaha yang dilakukan oleh
guru untuk mengaktifkan siswanya demi
kemajuan pendidikan.
Kajian Pustaka
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
gagasan adalah hasil pemikiran; ide. Seorang
pembaca dapat menemukan isi sebuah wacana
(artikel) dengan menemukan gagasan-gagasan
atau ide-ide pokok yang terdapat pada setiap
paragraf.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut,
maka pemahaman wacana, (khususnya wacana
yang berupa artikel) dimulai dari pemahaman
paragraf.
Paragraf adalah bagian bab dalam suatu
karangan (biasanya mengandung satu ide pokok
dan penulisannya dimulai dengan garis baru;
alinea (KBBI:285). Seorang pembaca perlu
memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar
penyusunan sebuah paragraf agar dapat menentukan secara cepat dan tepat apa isi sebuah
paragraf (Hayon, Josep :59) Paragraf yang baik,
memiliki kalimat utama yang berisi gagasan atau
ide pokok dan beberapa kalimat penjelas yang
berisi gagasan penjelas. (2007:32, 59)
Dasar-dasar penyusunan paragraf sebagai
berikut, (1) letak kalimat utama; biasanya dalam
tulisan ilmiah, kalimat utama menempati posisi
bagian awal sebuah paragraf, yakni pada
kalimat pertama atau kedua, bagian akhir
sebuah paragraf, yakni kalimat terakhir atau
kalimat kedua dari terakhir, dan gabungan
(bagian awal dan akhir); (2) ide pokok sebuah
paragraf; ide pokok terdapat dalam kalimat
utama; ide pokok kadang terlihat secara jelas
atau tersurat, tetapi ada juga yang tidak jelas atau
tersirat, baik seluruh maupun sebagian; (3) cara
menentukan ide pokok; ide pokok dapat dilihat
dari kata pada kalimat utama diulang kembali,
diganti dengan kata ganti persona atau kata
yang sama arti, dan diikuti dengan kata ganti
penunjuk pada kalimat-kalimat penjelas; (4) ideide penjelas terdapat pada kalimat-kalimat
penjelas (Hayon, Josep:59)
Kemampuan berbahasa sesuai dengan
Standar Kompetensi Bahan Kajian Bahasa In24
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
donesia yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki beberapa
aspek kemampuan yaitu: (1) mendengarkan:
meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap
gagasan, pendapat, dan perasaan orang lain
dalam berbahasa bentuk wacana lisan; (2)
berbicara: meliputi berbicara secara efektif dan
efisien untuk mengungkapkan gagasan,
pendapat, kritikan, perasaan dalam berbagai
bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai
dengan tujuan dan konteks pembicaraan; (3)
membaca: membaca dan memahami berbagi
jenis wacana, baik secara tersurat maupun
tersirat untuk berbagai tujuan; (4) menulis:
meliputi kegiatan menulis secara efektif dan
efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai
konteks.
Menurut Mulyasa (2009) Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian
tindakan (action research) yang dilakukan dengan
tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan
hasil belajar sekelompok peserta didik. PTK
memiliki karakteristik yang membedakan dari
penelitian formal, yaitu (1) bertujuan memperbaiki, meningkatkan, dan memberikan kerangka
kerja yang teratur terhadap pemecahan masalah
pembelajaran; (2) berawal dari kerisauan kinerja
guru, situasional, praktis, dan secara langsung
berkaitan dengan pemebelajaran; (3) fleksibel
dan adaptif; (4) kolaboratif dan partisipatif; (5)
self-evaluation; (6) fokus penelitian pada
pembelajaran sehingga proses pengambilan
keputusan dilakukan guru bersama peserta
didik; (7) kooperatif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi atas tindakan antara
guru sebagai peneliti dan peserta didik; (8)
mengembangkan pemberdayaan, demokrasi,
keadilan, kebebasan, dan kesempatan partisipatif; (9) mengembangkan model pembelajaran,
baik sebagian maupun menyeluruh.
Menurut Muslikah (2010) PTK merupakan
satu jenis penelitian yang dipilih karena memiliki
keunikan yang berbeda dengan jenis penelitian
lain, yaitu (1) penelitian ini dimulai dari
kesadaran kritis guru bahwa praktik
pembelajaran yang dijalankan menghadapi
persoalan sehingga guru ingin mencari
solusinya; (2) penelitian tindakan kelas memiliki
rencana tindakan (aksi) yang spesifik untuk
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
memecahkan masalah; (3) adanya kolaborasi
antara sesama guru dan kepala sekolah, guru
mungkin melakukan kekeliruan dalam proses
belajar mengajar yang tidak disadari, dalam
kondisi seperti ini guru dapat meminta bantuan
teman untuk mengobservasi dan merumuskan
masalah secara riil yang ada di kelas. PTK juga
mempunyai manfaat bagi antara lain, (1) guru
melakukan inovasi pembelajaran; (2) guru
melakukan pengembangan kurikulum; dan (3)
guru meningkatkan profesionalisme.
Metode Cooperative Integrted Reading And
Composition (CIRC) menurut Slavin (1995:5-11)
merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang khusus diterapkan pada
pembelajaran membaca dan menulis di sekolah.
Siswa dibagi dalam kelompok berdasarkan
tingkat kecepatan membacanya. Dalam
kelompok tersebut mereka saling bertukar
informasi mengenai bacaan yang mereka baca,
memprediksi bagaimana ending dari suatu cerita
naratif, menuliskan respon mengenai bacaan,
dan sebagainya. (www.muhfida.com/ ModelModel Pembelajaran) Metode CIRC ini dipilih
karena metode ini mendorong siswa berperan
serta secara aktif sehingga pembelajaran
membaca menjadi lebih menarik, dinamis, dan
menyenangkan.
Heru Susanto (2009) dan Ruri Istiningsih
(2010) pernah menggunakan metode CIRC ini
dalam pembelajaran matematika bagi siswa
SMP. Hasil pembelajaran yang didapatkan siswa
menjadi lebih aktif dalam belajar matematika
sehingga hasil
belajar menunjukkan
peningkatan.
Perumusan Hipotesis Tindakan
Perumusan hipotesis tindakan sebagai berikut.
“Jika dalam pembelajaran membaca, khususnya
untuk menemukan gagasan utama di kelas 9
SMPK 7 PENABUR menggunakan metode CIRC
maka pembelajaran tersebut akan berhasil.
Metodologi Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 9 SMPK
7 BPK PENABUR Jakarta. Sebagai sampel, dari
lima kelas yang ada (9A, 9B, 9C, 9D, 9E) di ambil
tiga kelas saja, yaitu kelas 9C, 9D, 9E . Ketiga
kelas ini dipilih karena penulis mengajar pada
ketiga kelas tersebut sehingga tidak mengganggu
proses belajar mengajar dan peneliti bisa lebih
fleksibel untuk melakukan penelitian. Jumlah
siswa dari ketiga kelas tersebut berjumlah 104
siswa.Jumlah siswa dari ketiga kelas tersebut
berjumlah 104 siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas 9C, 9D,
9E, yang terletak di Jalan Surya Sarana, Sunrise
Garden, Jakarta Barat. Siklus pertama diadakan
pada bulan November sampai dengan bulan
Desember 2009 dengan menyesuaikan jam
pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 9C, 9D, 9E
SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta. Sedangkan
siklus kedua dilaksanakan pada bulan Januari
sampai Februari 2010
Setting yang digunakan dalam penelitian
ini adalah setting kelas, dan data yang diperoleh
pada saat proses pembelajaran berlangsung di
dalam kelas.
Desain Penelitian
PTK ini terdiri atas dua siklus, masing-masing
siklus terdiri atas beberapa komponen, yakni
tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan
tindakan, refleksi, evaluasi dan revisi, serta
kesimpulan hasil. Secara rinci tahap-tahap
penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
Kegiatan pada Siklus 1
1. Perencanaan pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan dalam Perencanaan
Pembelajaran pada siklus pertama ini meliputi:
(a) meyakinkan siswa bahwa kemampuan
menemukan gagasan utama merupakan kemampuan dasar untuk dapat memahami sebuah
artikel atau buku, (b) Menetapkan alternatif
upaya peningkatan aktivitas belajar siswa yaitu
dengan mencoba melakukan perbaikan proses
pembelajaran di kelas dengan menerapkan
metode pembelajaran CIRC, (c) menyusun alur
pembelajaran dan rancangan tindakan yang
akan dilaksanakan yakni dengan menerapkan
metode pembelajaran CIRC, (d) Membuat dan
mempersiapkan rencana pembelajaran/RPP
yang sesuai dengan metode pembelajaran yang
akan diterapkan, dan (e) menyusun dan
mempersiapkan sarana dan media pembelajaran
yang akan digunakan, misalnya perangkat tes
kemampuan awal, alat evaluasi yang berupa
pertanyaan tes membaca berupa pilihan ganda.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
25
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
2. Pelaksanaan tindakan.
Pada tahap ini, guru melaksanakan desain
pembelajaran yang telah direncanakan.
Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama
dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, sebelum
kegiatan belajar mengajar siswa diberikan pretes
yang dipakai sebagai dasar pengukuran
kemampuan awal siswa dalam menemukan
gagasan utama paragraf atau artikel. Kedua guru
menerapkan rencana pembelajaran yang telah
dibuat yaitu (a) siswa diberikan artikel kemudian para siswa disuruh menentukan manakah
gagasan utama setiap paragraf secara mandiri,
(b) selanjutnya guru memberitahukan cara
mencari gagasan utama yang tepat dengan
mempresentasikan materi pembelajaran melalui
power point, (c) siswa diberikan latihan menemukan gagasan utama artikel melalui “kartu
alinea”. Kartu alinea ini berupa potonganpotongan artikel/sebuah paragraf kemudian
siswa menentukan gagasan utamanya. Siswa
juga dilatihkan menulis paragraf dan artikel
berdasarkan ide pokok yang sudah ditentukan
oleh guru. Tahap ketiga siswa diberikan tes
akhir/postes untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan para siswa dalam menemukan
gagasan utama sebuah artikel.
3. Evaluasi dan revisi
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari postes
pada siklus pertama, ternyata banyak siswa
yang masih kurang memahami materi yang
diajarkan. Hal ini terlihat dari hasil tes membaca
pilihan ganda. Pada siklus pertama ini para
siswa tidak diberikan tes menulis. Menurut
beberapa siswa strategi pembelajaran yang
dilatihkan dapat membantu para siswa dalam
memahami artikel dan menemukan gagasan
utamanya walau hasilnya ternyata masih
rendah. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan
pembelajaran pada siklus kedua.
Kegiatan pada Siklus 2
1. Perencanaan pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan dalam Perencanaan
Pembelajaran pada siklus kedua ini meliputi: a)
Meyakinkan siswa bahwa siswa mampu
menemukan gagasan utama sebuah artikel atau
buku. b) Menetapkan alternatif aktivitas belajar
siswa yaitu dengan melakukan perbaikan proses
26
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
pembelajaran yang sudah dilakukan pada siklus
yang pertama, c) Menyusun alur pembelajaran
dan rancangan tindakan yang akan dilaksanakan yakni dengan menerapkan metode pembelajaran CIRC d) Menyusun dan mempersiapkan
sarana dan media pembelajaran yang akan
digunakan, misalnya memperbaiki dan
menambah materi power point untuk dipresentasikan, alat evaluasi yang berupa pertanyaan
tes menulis dan membaca.
2. Pelaksanaan tindakan.
Pada tahap ini, guru melaksanakan desain
pembelajaran yang telah direncanakan yaitu
guru mempresentasikan materi pembelajaran
melalui power point dengan lebih rinci dengan
contoh-contoh yang lebih banyak. Kemudian,
siswa diberikan latihan menemukan gagasan
utama artikel melalui “kartu alinea”. Pada siklus
kedua ini “kartu alinea” yang diterima siswa
boleh didiskusikan dengan teman sebangku.
Berikutnya, siswa juga dilatihkan untuk
menemukan gagasan sebuah wacana/artikel
dan berlatih menulis paragraf dan artikel
berdasarkan ide pokok yang sudah ditentukan
oleh guru. Terakhir siswa diberikan tes akhir/
postes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan membaca dan menulis para siswa dalam
menemukan gagasan utama sebuah artikel.
3. Evaluasi dan refleksi
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari postes
pada siklus yang kedua ternyata kemampuan
siswa dalam menemukan gagasan utama
meningkat. Hal ini terlihat dari hasil tes membaca
pilihan ganda maupun tes menulis. Pada saat
pembelajaran siklus yang kedua ini terlihat para
siswa lebih antusias dengan strategi
pembelajaran yang dilatihkan. Mereka merasa
terbantu dalam memahami gagasan sebuah
artikel dengan dilatihkan paragraf yang mudah
terlebih dahulu, baru yang tingkatnya sedang,
selanjutnya paragraf dan artikel yang sulit.
Dilihat dari hasil tes menulis, ternyata para
siswa lebih mudah untuk mengembangkan
sebuah gagasan utama menjadi sebuah paragraf
atau pun mengembangkan gagasan utama
menjadi sebuah artikel yang utuh.
Berikut ini RPP yang digunakan untuk
melakukan tindakan penelitian:
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sekolah
: SMPK 7 BPK PENABUR
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: IX/2
Standar kompetensi : 11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif,
membaca intensif, dan membaca cepat
Kompetensi Dasar : 11.1 Menemukan gagasan dari beberapa artikel dan buku
Indika tor
: Siswa mampu
(1) Menemukan gagasan utama dari artikel yang dibacanya
(2) Menemukan gagasan dari buku yang dibacanya
(3) Mengutip pernyataan dari artikel atau buku sebagai referensi
dalam penulisan karya tulis
Alokasi Waktu
: 2 X 45 menit
A. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menemukan gagasan dari beberapa artikel dan buku melalui kegiatan
membaca ekstensif.
B. Materi Pembelajaran
1. Gagasan utama dan gagasan penjelas
2. Cara menemukan gagasan dalam wacana
C. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Penugasan
4. Inkuiri
D. Kegiatan Pembelajaran
Proses
Kegiatan
Langkah 1
a.
b.
c.
d.
Peralalatan
Pendahuluan:
Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran.
Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari sebagai apersepsi.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
dasar yang akan dicapai.
Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan
uraian kegiatan sesuai dengan silabus.
Kegiatan Inti:
1. Eksplorasi
a. Siswa menemukan gagasan utama dan gagasan penjelas
yang terdapat dalam artikel dengan beberapa aktivitas
yaitu: kartu alinea,
b.Guru menjelaskan cara menentukan gagasan dalam
wacana.
B u ku T e ks
Wacana dalam
artikel dan
b u ku
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
27
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Langkah 2
2.
3.
Elaborasi
Siswa membaca artikel dan buku untuk menemukan
berbagai gagasan yang terdapat di dalamnya.
Konfirmasi
a. Guru dan siswa bertanya jawab untuk membahas hasil
kerja siswa.
b. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan
secara lisan dengan pujian terhadap kelompok yang
menjawab dengan benar.
c. Guru memberikan konfirmasi terhadap hasil
eksplorasi dan elaborasi siswa.
d. Guru menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi
kesulitan dengan materi yang diajarkan
e. Guru memberikan motivasi kepada siswa yang
kurang atau belum berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran.
B u ku T e ks
Wacana dalam
artikel dan
b u ku
Kegiatan Penutup:
1. Guru bersama-sama dengan siswa membuat
rangkuman /kesimpulan pelajaran.
.2. Guru melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan
terprogram.
3. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran.
4. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
E. Alat/Sumber/Bahan Pembelajaran
1. Buku Teks: Agus Trianto, PASTI BISA: Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia,
Jilid 3 untuk kelas IX, Jakarta: ESIS Erlangga, 2007.
2. Wacana dari berbagai artikel
3. Buku-buku penunjang
E. Penilaian
1. Teknik
: Tes Tertulis
2. Bentuk Instrumen : Tes Uraian
3. Contoh Instrumen :
a. Tunjukkan gagasan penulis yang terdapat dalam suatu artikel/buku!
b. Tulislah sebuah paragraf mengenai suatu hal!
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pretes dan postes kemampuan
membaca dan menulis dengan materi
“menemukan gagasan utama” sebuah artikel
maka diperoleh skor yang beragam. Kriteria
ketuntasan seorang siswa jika ia telah mencapai
skor 65 yang merupakan KKM (Kriteria
28
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Ketuntasan Minimal) mata pelajaran Bahasa
Indonesia khususnya untuk kelas 9. KKM ini
telah ditentukan pada awal tahun pelajaran dan
telah diberitahukan kepada orang tua, serta
disebutkan/dicantumkan pada KTSP SMPK 7
PENABUR.
Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan
akhir pada siklus yang pertama, maupun tes
kemampuan akhir pada siklus yang kedua
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
dikelompokkan menjadi tiga tingkat kemampuan. Kelompok yang pertama yaitu siswa yang
kemampuannya masih kurang / dibawah KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu siswa yang
nilainya di bawah 69. Kelompok yang kedua
yaitu siswa yang nilainya antara 69 sampai
dengan 79 dengan tingkat kemampuan sedang,
sedangkan kelompok yang ketiga yaitu siswa
yang mempunyai nilai diatas 80, yaitu siswa
yang tingkat kemampuan tinggi dalam “menemukan gagasan sebuah alinea”.
Sedangkan indikator keberhasilan tindakan
apabila : skor aktivitas belajar siswa mengalami
peningkatan. Peningkatan aktivitas belajar siswa
ditandai dengan tercapainya persentase ratarata hasil skor observasi aktivitas belajar siswa
lebih dari 60 %. Berikut hasil penelitian masingmasing kelas.
1. Kelas 9C
Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir
pada siklus yang pertama maupun kedua maka
dapat diketahui data tingkat kemampuan yang
diperoleh siswa kelas 9C sebagai berikut.
Tabel 1: Tingkat Kemampuan
Membaca Siswa Kelas 9C
T ES
NILAI
< 69
NILAI NILAI
> = 69
> = 80
Pretes
26
9
0
Postes I
30
5
0
Postes II
13
9
13
Berdasarkan data di atas maka dapat
digambarkan diagram tes penempatan siswa
kelas 9C sebagai berikut.
26%
0%
< 69
>69
Penempatan
Dari hasil tes penempatan bagi kelas 9C dapat
disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai
kemampuan kurang di bawah KKM berjumlah
74 %, sedangkan siswa yang mempunyai nilai
cukup (69-79) berjumlah 26%, dan tidak ada
siswa yang nilainya 80 ke atas atau 0%.
Sedangkan dari hasil tes kemampuan akhir
pada siklus yang pertama, nilai kemampuan
“menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9C
adalah sebagai berikut.
14%
0%
< 69
>69
>80
86%
Diagram 2: Hasil Postes I Kemampuan
Membaca Siswa kelas 9C
Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa
setelah diberikan penjelasan materi “cara
menemukan gagasan sebuah artikel” maka pada
akhir tahap dari siklus 1 ini diberikan tes
kemampuan akhir. Dari hasil tes kemampuan
akhir ini dapat diamati bahwa ternyata jumlah
siswa kelas 9C yang mempunyai nilai di bawah
KKM mengalami peningkatan jumlah yaitu
menjadi 86%, sedangkan jumlah siswa yang
nilainya cukup, yaitu 69-79 mengalami
penurunan 14%, dan siswa yang mempunyai
nilai 80 ke atas tidak ada atau 0%. Setelah
dilakukan pengamatan, ternyata waktu KBM
untuk menerangkan KD “Menemukan Gagasan
sebuah alinea” saat pelajaran Bahasa Indonesia untuk 9C kurang (hanya 1 jam), sedangkan
kelas lain 2 jam pelajaran. Hal lain yang bisa
diamati pada saat guru menerangkan materi
tersebut, siswa kelas 9C kurang serius.
Selanjutnya akan dipaparkan hasil tes
kemampuan akhir pada siklus yang kedua, nilai
kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa
kelas 9C adalah sebagai berikut.
>80
74%
Diagram 1: Tingkat Kemampuan
Membaca Siswa Kelas 9C
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
29
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
37%
Dari diagram tersebut terlihat adanya
peningkatan kemampuan siswa kelas 9C dalam
hal “membaca dan menemukan gagasan dari
sebuah alinea”.
37%
< 69
>69
>80
Dari hasil “tes menulis alinea berdasarkan
letak gagasan utama” kelas 9C berdasarkan
pengelompokan tingkat kemampuan, maka
diperoleh data sebagai berikut.
26%
Diagram 3: Hasil Postes II Kemampuan
Membaca Siswa Kelas 9C
Dari data ini dapat diuraikan bahwa pada tes
kemampuan akhir, nilai siswa kelas 9C mengalami peningkatan kemampuan “menemukan
gagasan sebuah alinea”. Hal ini dapat dilihat
ternyata siswa yang nilainya di bawah KKM
semakin berkurang yaitu dari 86% menjadi 26%,
sedangkan siswa yang nilainya 69-79 mengalami kenaikan yaitu dari 14% menjadi 37%, dan
yang lebih menggembirakan ternyata ada 37%
siswa yang nilainya di atas 80. Secara
keseluruhan hasil kemampuan “membaca dan
menemukan gagasan utama” siswa kelas 9C
dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 3: Tingkat Kemampuan
Menulis Alinea Kelas 9C
T ES
NILAI
< 69
NILAI
> = 69
NILAI
> = 80
Pretes
7
18
10
Postes II
1
10
24
Pengelompokan tingkat kemampuan siswa kelas
9C dapat dijelaskan melalui diagram berikut ini.
Pretes 9C
20%
29%
Tabel 2: Tingkat Kemampuan
Membaca Siswa Kelas 9C
< 69
>69
>80
T ES
NILAI
< 69
NILAI NILAI
> = 69
> = 80
Pretes
26
9
0
Postes I
30
5
0
Postes 9C
Postes II
13
9
13
3%
51%
29%
Sedangkan kemampuan membaca siswa
kelas 9 C terlihat pada diagram 4.
< 69
>69
68%
Diagram 5: Kemampuan Menulis Alinea
Siswa Kelas 9C
35
30
30
26
25
Pretes
20
15
10
5
0
13
13
9
9
Pos tes I
Pos tes II
5
0
0
1
2
Diagram
4: Rekapitulasi
Kemampuan3Membaca Siswa Kelas
30
>80
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
30
24
25
20
18
Pretes
15
10
10
Postes
10
7
5
1
0
<69
>69
>80
Diagram 6: Rekapitulasi Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9C
Dari grafik hasil tes tersebut dapat diuraikan
bahwa siswa kelas 9C yang nilai tesnya kurang/
di bawah KKM saat pretes berjumlah 20% setelah
postes berjumlah 3%, yang nilainya 69-79 saat
pretes berjumlah 51% dan pada saat postes
berkurang menjadi 29%, sedangkan siswa yang
nilainya 80 ke atas mengalami peningkatan
yaitu dari 29% menjadi 68%, secara keseluruhan
kemampuan siswa kelas 9C dalam “menulis
alinea berdasarkan letak gagasan utama”,
mengalami peningkatan yang terlihat pada diagram batang di atas.
2. Kelas 9D
Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir
pada siklus yang pertama maupun kedua maka
dapat diketahui data tingkat kemampuan yang
diperoleh siswa kelas 9D sebagai berikut.
Tabel 4: Tingkat Kemampuan
Membaca Siswa Kelas 9D
T es
Nilai
< 69
Nilai
> = 69
Nilai
> = 80
Pretes
13
19
3
Postes I
8
25
2
Postes II
2
17
16
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
digambarkan diagram tes penempatan siswa
kelas 9D sebagai berikut.
9%
37%
< 69
>69
>80
54%
Diagram 7:Tingkat Kemampuan Membaca
Siswa kelas 9D pada Tes Penempatan
Dari hasil tes penempatan bagi kelas 9D
dapat disimpulkan bahwa siswa yang
mempunyai kemampuan kurang/dibawah
KKM berjumlah 37 %, sedangkan siswa yang
mempunyai nilai cukup (69-79) berjumlah 54%,
dan siswa yang nilainya 80 ke atas sebanyak
9%.
Sedangkan dari hasil tes kemampuan akhir
pada siklus yang pertama, nilai kemampuan
“menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9D
adalah sebagai berikut.
6%
23%
< 69
>69
>80
71%
Diagram 8: Tingkat Kemampuan Membaca
Siswa 9D pada Tes Akhir Siklus 1
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
31
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Dari hasil tes kemampuan akhir siklus yang
Sedangkan tingkat kemampuan membaca dan
pertama bagi siswa kelas 9D dapat diuraikan menemukan gagasan kelas 9D terlihat pada diabahwa siswa yang mempunyai kemampuan gram berikut.
kurang/dibawah KKM berjumlah mengalami penurunan yaitu
30
25
dari 37 % menjadi 23%, sedang25
kan siswa yang mempunyai nilai
19
20
17
cukup (69-79) berjumlah mengPretes
16
13
15
alami kenaikan yaitu dari 54%
Postes I
Postes II
menjadi 71%, dan siswa yang
8
10
nilainya 80 ke atas atau ternyata
3 2
5
2
mengalami penurunan yaitu
0
dari 9% menjadi 6%.
Nilai <69
Nilai> 69
Nilai>80
Berdasarkan hasil nilai tes
kemampuan akhir siklus yang
Diagram 10: Tingkat Kemampuan Membaca
dan Menemukan Gagasan Kelas 9D
kedua, siswa kelas 9D dapat
digambarkan diagram berikut.
Dari diagram tersebut terlihat adanya
peningkatan kemampuan siswa kelas 9D dalam
6%
hal “membaca dan menemukan gagasan dari
sebuah alinea”, yang dinyatakan pada diagram
46%
< 69
batang yang berwarna merah dan kuning
>69
Sedangkan hasil tes kemampuan “menulis
48% >80
alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa
kelas 9D dapat digambarkan melalui tabel
Diagram 9: Tingkat Kemampuan Membaca
berikut ini.
Siswa 9D pada Tes Akhir Siklus 2
Berdasarkan data tersebut dapat diuraikan
ternyata pada akhir siklus yang kedua,
kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa
kelas 9D mengalami kenaikan. Siswa yang
nilainya di bawah KKM hanya ada 6%, siswa
yang nilainya 69-79 sejumlah 48%, sedangkan
siswa yang nilainya 80 ke atas sejumlah 46%.
Secara keseluruhan hasil penelitian
tindakan kelas “membaca dan menemukan
gagagsan sebuah alinea” bagi kelas 9D dapat
digambarkan dalam tabel dan diagram berikut.
Tabel 6: Tingkat Kemampuan
Menulis Siswa kelas 9D
Nilai
> = 69
Nilai
> = 80
Pretes
13
19
3
Postes I
8
25
2
Postes II
2
17
16
T es
32
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Nilai
< 69
Nilai
> = 69
Nilai
> = 80
Pretes
5
13
17
Postes
1
20
14
Sedangkan kemampuan menulis alinea siswa
kelas 9 D adalah seperti tertera pada diagram
berikut.
Tabel 5: Tingkat Kemampuan
Membaca dan Menemukan
Gagasan Kelas 9D
Nilai
< 69
T es
Pretes Menulis Kelas 9D
14%
< 69
49%
>69
>80
37%
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Postes Menulis Kelas 9D
3%
< 69
40%
>69
>80
57%
Diagram 11: Kemampuan Menulis Alinea
Siswa Kelas 9D
Rekapitulasi kemampuan menulis alinea
siswa kelas 9 D adalah seperti terlihat pada
diagram berikut.
Tabel 7: Tingkat Kemampuan
Siswa kelas 9E
T es
Nilai
< 69
Nilai
> = 69
Nilai
> = 80
Pretes
27
7
0
Postes I
26
8
0
Postes II
10
11
13
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
digambarkan diagram tes penempatan siswa
kelas 9E sebagai berikut.
25
PTK 1
20
21%
15
0%
Pretes
< 69
Postes
10
>69
>80
5
79%
0
Nilai<69
Nilai>69
Nilai>80
Diagram 13: Tingkat Kemampuan
Siswa Kelas 9E pada Tes Penempatan
Diagram 12: Rekapitulasi
Dari grafik tersebut dapat diuraikan bahwa
kemampuan “menulis alinea berdasarkan letak
gagasan utama” siswa kelas 9D sebagai berikut:
Siswa yang mendapat nilai kurang dari KKM
saat pretes berjumlah 14% setelah diadakan pos
tes berkurang menjadi 3%, siswa yang nilainya
69-79 saat pretes berjumlah 37% setelah diadakan
pos tes bertambah menjadi 57%, sedangkan
siswa yang mempunyai nilai 80 ke atas
bertambah dari 40% menjadi 49%. Jadi secara
keseluruhan “kemampuan menulis alinea
berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas
9D mengalami peningkatan.
3. Kelas 9E
Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir
pada siklus yang pertama maupun kedua maka
dapat diketahui data tingkat kemampuan yang
diperoleh siswa kelas 9E sebagai tertera dalam
tabel berikut.
Dari hasil tes penempatan bagi kelas 9E
dapat diuraikan bahwa siswa yang mempunyai
kemampuan kurang/dibawah KKM berjumlah
79 %, sedangkan siswa yang mempunyai nilai
cukup (69-79) berjumlah 21%, dan siswa yang
nilainya 80 ke atas sebanyak tidak ada atau 0%.
Sedangkan dari hasil tes kemampuan akhir
pada siklus yang pertama, nilai kemampuan
“menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9E
adalah sebagai berikut.
PTK 2
24%
0%
< 69
>69
>80
76%
Diagram 14: Tingkat Kemampuan
Siswa Kelas 9E pada Akhir Siklus 1
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
33
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Dari hasil tes kemampuan akhir siklus yang
pertama bagi siswa kelas 9E dapat diuraikan
bahwa siswa yang mempunyai kemampuan
kurang/dibawah KKM berjumlah mengalami
penurunan yaitu dari 79 % menjadi 76%,
sedangkan siswa yang mempunyai nilai cukup
(69-79) berjumlah mengalami kenaikan yaitu
dari 21% menjadi 24%, dan siswa yang nilainya
80 ke atas atau ternyata mengalami penurunan
masih )% atau tidak ada.
Berdasarkan hasil nilai tes kemampuan
akhir siklus yang kedua, siswa kelas 9E dapat
digambarkan melalui diagram berikut.
PTK 3
29%
39%
< 69
>69
>80
32%
Diagram 15: Tingkat Kemampuan
Siswa 9E pada Akhir Siklus 2
Berdasarkan data tersebut dapat diuraikan
ternyata pada akhir siklus yang kedua,
kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa
kelas 9E mengalami kenaikan. Siswa yang
nilainya di bawah KKM turun menjadi 26%,
siswa yang nilainya 69-79 sejumlah 32%,
sedangkan siswa yang nilainya 80 ke atas
sejumlah 32 %.
Secara keseluruhan hasil penelitian
tindakan kelas bagi siswa kelas 9E dalam hal
“membaca dan menemukan gagasan sebuah
alinea”dapat digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 8: Tingkat Kemampuan
Membaca dan Menemukan
Gagasan Kelas 9E
T es
Nilai
< 69
Nilai
> = 69
Nilai
> = 80
Pretes
27
7
0
Postes I
26
8
0
Postes II
10
11
27 26
25
20
Pretes
15
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
13
11
10
10
7
Postes II
0
0
Nilai>69
Postes I
8
5
Nilai>69
0
NILAI >80
Diagaram 16: Rekapitulasi Kemampuan
Menemukan Gagasan Kelas 9E
Dari diagram di atas terlihat adanya
peningkatan kemampuan siswa kelas 9E dalam
hal “membaca dan menemukan gagasan dari
sebuah alinea”.
Sedangkan hasil tes kemampuan “menulis
alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa
kelas 9E digambarkan melalui tabel berikut.
Tabel 9: Tingkat Kemampuan
Siswa dalam Menulis Alinea
Siswa Kelas 9E
T es
Nilai
< 69
Nilai
> 69
Nilai
> 80
Pretes
5
16
14
Postes
0
11
26
Pretes Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9E
14%
< 69
40%
>69
>80
46%
Postes Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9E
0%
26%
< 69
>69
>80
13
Sedangkan rekapitulasi kemampuan
menemukan gagasan kelas 9E adalah seperti
tertera pada diagram berikut.
34
30
74%
Diagram 17: Kemampuan Siswa
dalam Menulis Alinea Siswa Kelas
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Dalam bentuk diagram kemampuan siswa
dalam menulis siswa kelas 9E lihat tabel 17.
Rekapitulasi kemampuanmenulis alinea
siswa kelas 9 E terlihat pada diagram berikut
30
26
25
20
16
14
15
10
5
0
Pretes
Postes
9
5
Kesimpulan dan Saran
0
Nilai<69
sampai Maret 2010 penuh dengan jadwal
pemantapan dan try out sehingga rencana jadwal
penelitian yang telah disusun mengalami
beberapa perubahan. Jam pelajaran Bahasa Indonesia pun digunakan secara intensif untuk
mempersiapkan materi-materi yang belum
diajarkan. Keterbatasan kedua, berkurangnya
jam pelajaran yang dikarenakan implementasi
dari Kurikulum KTSP dan persiapan UN
menyebabkan sedikitnya pengaturan durasi
waktu pada tiap tahapan.
Nilai > 69
Nilai >80
Diagram 18: Rekapitulasi Kemampuan
Menulis Alinea Siswa Kelas 9 E
Berdasarkan grafik tersebut dapat diuraikan
bahwa kemampuan “menulis alinea
berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas
9E sebagai berikut: Siswa yang mendapat nilai
kurang dari KKM saat pretes berjumlah 14%
setelah diadakan pos tes tidak ada satu siswa
pun yang nilainya dibawah 69 (0%). Siswa yang
nilainya 69-79 saat pretes berjumlah 46% setelah
diadakan pos tes berkurang menjadi 26%,
sedangkan siswa yang mempunyai nilai 80 ke
atas bertambah dari 40% menjadi 74%. Jadi
secara keseluruhan “kemampuan menulis alinea
berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas
9E mengalami peningkatan.
Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, nilai yang
dicapai siswa belum banyak yang mempunyai
nilai yang maksimal karena beberapa
keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain,
pertama penelitian hanya dapat dilaksanakan
dengan menggunakan satu pokok bahasan
dengan dua kali siklus. Pada siklus I dilakukan
dengan tiga kali pertemuan dan dua kali
pertemuan pada siklus II. Keterbatasan waktu
ini ini disebabkan jadwal ujian nasional yang
dilaksanakan lebih awal yaitu pada bulan Maret
2010. Untuk mempersiapkan Ujian Nasional,
sekolah menyiapkan program pemantapan
materi dan try out. Oleh karena itu, bulan Januari
Kesimpulan
Berdasarkan data penilaian hasil diperoleh
kesimpulan bahwa belajar “menemukan
gagasan utama dengan menggunakan CIRC
pada siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR
Jakarta ternyata lebih dinamis, variatif, dan
menyenangkan. Hal ini karena kegiatan belajar
dengan metode tersebut menggabungkan antara
kemampuan membaca dan menulis. Siswa
benar-benar terlibat dalam kegiatan belajar yang
telah diskenariokan. Siswa menjadi lebih tertarik
untuk mengikuti pembelajaran dengan metode
tersebut.
Kegiatan pembelajaran “Menemukan
gagasan utama artikel jurnalistik melalui metode
CIRC” menunjukkan bahwa aktivitas belajar
siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR ternyata
mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas
belajar siswa ditandai dengan tercapainya
persentase rata-rata hasil skor tes kemampuan
akhir belajar siswa yang lebih dari 60 %. Ratarata hasil tes kemampuan “menemukan gagasan
utama” untuk kelas 9C melalui tes membaca
adalah 73,43 yang semula pada saat tes
penempatan hanya 61,90. Sedangkan melalui tes
menulis, rata-rata skor siswa kelas 9C adalah
82,46 dengan nilai terendah 68 dan tertinggi 90.
Hasil rata-rata dari skor yang diperoleh kelas
9D untuk tes membaca adalah 74,28 yang pada
saat tes penempatan hanya 64,54, sedangkan
rata-rata tes menulisnya 79.40, dengan nilai
terendah 68 dan nilai tertinggi 90. Hasil
penilaian bagi siswa kelas 9E, rata-rata skor
membaca 73,85 yang semula pada tes awal
hanya 61.01, sedangkan skor rata-rata menulis
83,29 dengan nilai terendah 70 dan tertinggi 90.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
35
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama
Secara keseluruhan kemampuan siswa dalam
menggunakan gagasan utama dalam kegiatan
menulis artikel lebih tinggi daripada
kemampuan membaca dan menemukan gagasan
utama sebuah artikel.
Saran
Pembelajaran dengan menggunakan metode
CIRC ini menjadi salah satu variasi alternatif
pembelajaran yang dapat diterapkan. Agar
dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan metode CIRC siswa dapat
mencapai hasil yang maksimal maka perlu
dilakukan beberapa hal berikut. Pertama, perlu
adanya peningkatan kompetensi guru dalam
menerjemahkan dan mengimplementasikan
setiap pembelajaran kebahasaan, terutama
materi menemukan gagasan utama sebuah
artikel atau wacana. Kedua, perlu penyediaan
sarana dan prasarana untuk mendukung proses
belajar mengajar. Ketiga, perlu adanya
perencanaan kegiatan pembelajaran dengan
manajemen waktu dan pengelolaan kelas yang
baik. Pembagian durasi waktu untuk setiap
tahapan yang ada harus direncanakan dengan
cermat dan juga dilaksanakan secara konsekuen
agar penggunaan waktu menjadi lebih efektif.
Keempat, perlu adanya upaya untuk memotivasi
siswa agar lebih aktif dalam kegiatan diskusi
kelompok Selain itu siswa harus sering
diingatkan untuk mengesampingkan sikap
individualnya dan serius ketika sedang belajar
secara individu maupun dalam kelompok.
Pembelajaran dengan menggunakan metode
CIRC ini dapat diterapkan untuk materi yang
berkaitan dengan bahasa, khususnya Bahasa
Indonesia karena materi ini menggabungkan
kemampuan siswa dalam membaca dan
menulis. Hal ini dapat diterapkan untuk kelas
lain atau pun untuk sekolah lain.
Daftar Pustaka
Gunawan, dkk. (1994). Kiat membuat alinea.
Jakarta: PT Aries Lima.
Hayon, Josep. (2007). Membaca dan menulis
wacana, petunjuk praktis bagi mahasiswa.
Jakarta: PT Grasindo.
Istiningsih, Ruri. (2010). Penerapan metode CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) melalui strategi index card match untuk
meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran matematika pada pokok bahasan
persegi panjang dan persegi siswa Kelas VII
SMP Negeri 5 Klaten Tahun Ajaran 2009/
2010. Skripsi thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
K, Septiawan Santana. (2007). Menulis itu ibarat
ngomong. Jakarta: PT Kawan Pustaka.
Mulyasa (2009). Praktik penelitian tindakan kelas.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Muslikah (2010). Sukses profesi guru dengan
penelitian tindakan kelas. Yogyakarta:
Interprebook
Susanto, Heru. 2009. Implementasi metode CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) dalam pembelajaran matematika
ditinjau dari minat belajar (pada siswa kelas
VII SMP Negeri 3 Purwodadi). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001 Kamus
besar bahasa Indonesia,Eedisi ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka.
http://Learning-with-me.blogspot.com/2006/09/
pembelajaran.html. 17 September 2010.
http://Pesisirjurnalis.wordpress.com/2010/06/
01/belajar-menyimak-membacaberbicara-menulis-bahasa-indonesia/ 16
September 2010
http
//www.muhfida.com/ Model-Model
Pembelajaran. 10 Maret 2010
.
36
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Penelitian
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
melalui Percakapan Referensial
Inge Pudjiastuti Adywibowo*)
Abstrak
asil pengamatan guru terhadap perilaku peserta didik dan pernyataan orang tua siswa
menunjukkan bahwa anak-anak PG-1 Fanny Fish (Kelompok Bermain) TKK 11 BPK
PENABUR Jakarta cenderung kurang percaya diri. Padahal kepercayaan diri (self confidence) berperan sangat penting dalam menentukan kesuksesan anak di masa mendatang.
Orang tua dan guru mempunyai andil yang paling besar dalam membantu anak mengoptimalkan
kemampuan anak di segala bidang, termasuk dalam meningkatkan kepercayaan diri anak. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah percakapan referensial yang dilakukan guru di kelas (saat
meal time) dapat meningkatkan kepercayaan diri anak. Dari hasil checklist, observasi, interview,
dan rekaman foto serta video, dan setelah melalui tiga siklus (perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi) disimpulkan bahwa kepercayaan diri anak dapat ditingkatkan dengan
percakapan referensial. Percakapan referensial akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang
kondusif, natural, dan menggunakan kata-kata yang spesifik untuk tiap anak.
H
Kata-katakunci: kepercayaan diri, percakapan referensial, kegiatan di kelas.
Abstract
The teachers’ observation and the parents’ information indicate the kids of PG-1 Fanny Fish (Play Group)
TKK 11 BPK PENABUR Jakarta seem to have weak self-confidence. On the other hand self-confidence plays
very important role in achieving the kids’ success in the future. The parents and teachers share big tasks to
assist the kids to develop the kids’ competence optimally in all aspects including in their self-confidence. This
classroom action research (CAR) was to prove if referential conversation in between the teacher and the kids
the classroom during meal time can strengthen the kids’ self-confidence. The data obtained from the checklist,
observation, interview, as well as photo and video recording in the three cycles of CAR show that referential
conversation can build and strengthen the kids’ self-confidence. It is also noted that this method is more
effective if it is done in a conducive and natural atmosphere using language familiar to each of the kid.
Keywords: self-confidence, referential conversation, classroom activities.
Pendahuluan
Perkembangan anak merupakan proses yang
kompleks, terbentuk dari potensi diri anak yang
bersangkutan dan lingkungan sekitarnya.
Artinya, ada beberapa perkembangan yang
dipengaruhi oleh faktor bawaan, dan ada
beberapa perkembangan yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Lingkungan pertama dan
utama yang berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah lingkungan keluarga, di
mana orang tua merupakan sosok yang paling
berperan. Terkadang kita jumpai orangtua yang
*) Guru TKK 11 BPK PENABUR Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
37
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
menaruh harapan yang terlalu besar terhadap
anaknya, tanpa disesuaikan dengan
kemampuan anak itu sendiri. Akibatnya, anak
dipaksa memenuhi harapan orang tua yang
“tidak pada tempat-nya”, sehingga anak sering
kali menerima kritikan, mengalami rasa takut,
dan merasakan kekecewaan. Hal ini dapat
menyebabkan anak kehilangan rasa percaya
dirinya.
Bila hal ini dibiarkan terus menerus terjadi,
efek dari kehilangan kepercayaan diri ini dapat
berlanjut hingga anak dewasa. Padahal,
menurut para ahli, anak-anak akan tumbuh
dengan baik bila kebutuhannya terpenuhi, yaitu
kebutuhan untuk merasa penting dan berharga/
berarti. Ketika anak merasa aman, kompeten,
dan mampu, ketika mereka didengarkan, terutama sebagai sumber kewenangan sehubungan
dengan diri mereka sendiri.
Ketika anak dapat mengembangkan bakat
yang dimilikinya, anak akan tumbuh dengan
perasaan kuat dalam diri mereka dan percaya
diri. Sebaliknya, bila kebutuhan dasar anak tidak
terpenuhi, ia akan merasa diabaikan, tersisih,
merasa tidak pantas mendapat perhatian, dan
mudah malu. Berkembangnya rasa percaya diri
atau citra diri yang positif pada diri anak
sangatlah penting untuk kebahagiaan dan
kesuksesan anak. Anak yang mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi akan merasa
nyaman dengan dirinya sendiri, cenderung
mengetahui potensi yang ada pada dirinya,
dapat bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan
orang lain dengan baik.
Orang tua dan guru sebagai sosok yang
paling berpengaruh dalam kehidupan awal
seorang anak berperan besar dalam pembentukan kepercayaan diri anak. Pembentukan
kepercayaan diri merupakan proses yang
membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sejak
dini, orang tua dan guru hendaknya selalu
berusaha membentuk dan mempertahankan
kepercayaan diri anak. Hal ini bukanlah sesuatu
yang mudah, karena kepercayaan diri merupakan hal yang dapat mengalami pasang surut,
dan dipengaruhi oleh banyak hal.
Upaya untuk meningkatkan kepercayaan
diri seseorang membutuhkan proses.
Dibutuhkan waktu dan usaha yang cukup keras
untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri
38
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
seseorang. Semuanya itu tak lepas dari usahausaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dan
guru sebagai sosok terdekat anak. Laporan dari
beberapa orang tua peserta didik saat berkonsultasi dengan guru dan saat mengisi Kuesioner
Pertumbuhan Karakter pada awal semester I
menunjukkan bahwa sebagian besar peserta
didik PG-1 memiliki kepercayaan diri yang
cukup rendah. Pengamatan guru-guru di kelas
(saat kegiatan belajar mengajar berlangsung)
juga menunjukkan indikasi yang sama. Beberapa
anak terlihat kurang bersemangat atau antusias
saat mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM),
kurang berani saat diminta untuk maju ke depan
kelas seorang diri (untuk menyanyi / bercerita),
bahkan ada yang enggan berkomunikasi dengan
anak lain (tampak malu-malu). Hal ini
menunjukkan bahwa kepercayaan diri mereka
cenderung rendah. Padahal, salah satu kunci
utama keberhasilan seseorang dalam kehidupan
adalah ada tidaknya rasa percaya diri.
Berkembangnya rasa percaya diri atau citra diri
yang positif pada diri anak sangatlah penting
untuk kebahagiaan dan kesuksesan mereka.
Orang tua dan guru berperan sangat penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan kepercayaan diri anak.
Kesempatan guru untuk membimbing dan
membantu meningkatkan kepercayaan diri anak
hanya dapat dilakukan di sekolah. Waktu yang
sangat terbatas (kurang lebih 2,5 jam / hari)
harus dapat dimanfaatkan guru dengan
maksimal untuk meningkatkan kepercayaan diri
anak. Banyak usaha yang dapat dilakukan
untuk dapat menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan diri anak. Studi yang dilakukan
Bandura dalam Saefurohman (1997), pakar
Psikologi dari Standford University, ada empat
sumber yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepercayaan diri anak, yaitu:
pengalaman hidup, contoh/model, persuasi
sosial, dan faktor psikologis. Bandura juga
menambahkan, pengalaman merupakan hal
terpenting yang dapat meningkatkan
kepercayaan diri. Untuk itu, anak perlu
mendapatkan sebanyak mungkin pengalaman
sukses/berhasil dalam kehidupan, mulai dari
hal-hal yang kecil. Contoh/model bisa didapatkan dari teman (sebagai perbandingan positif)
ataupun dari orang-orang sekitarnya, misalnya:
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
pengalaman seseorang yang berhasil melakukan
sesuatu setelah berusaha sekuat tenaga. Persuasi
sosial adalah komentar positif atau pengakuan
dari lingkungan keluarga, sekolah, atau
lingkungan yang lebih luas lagi akan semakin
memupuk kepercayaan diri anak. Pada umumnya, lingkungan luar memberikan komentar
negatif, karena itu, sebagai pengimbangnya, kita
perlu memberikan komentar yang positif.
Tujuannya: bukan hanya supaya anak merasa
senang (gembira), tetapi juga untuk memberikan
penjelasan dan motivasi positif. Yang dimaksud
dengan faktor psikologis ialah: jika anak sehat
secara psikologis, maka ia akan merasa nyaman
dengan dirinya sendiri, nyaman dengan orang
tua yang mendukungnya, dan akan lebih
memiliki kepercayaan diri dibandingkan dengan
anak yang dalam kondisi gelisah atau kurang
nyaman dengan kehidupannya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
guru di kelas adalah dengan melakukan
percakapan referensial. Percakapan referensial
adalah percakapan antar orang dewasa
sependengaran anak. Percakapan antar orang
dewasa (dalam hal ini guru) mungkin dapat
membantu meningkatkan kepercayaan diri
peserta didik. Sehubungan dengan hal di atas,
perlu diadakan penelitian untuk mengetahui
apakah benar percakapan referensial dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak. Percakapan referensial yang dapat dilakukan di sekolah
adalah percakapan yang dilakukan oleh dua
orang guru di kelas. Dengan mendengar guru
menyebut nama anak dan menyebutkan hal-hal
yang positif tentang perilaku anak yang spesifik
diharapkan dapat menambah kepercayaan diri
anak.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas,
permasalahan yang akan dikaji dalam Penelitian
ini adalah sebagai berikut. Apakah percakapan
referensial dapat meningkatkan kepercayaan diri
anak? Percakapan referensial seperti apakah
yang paling efektif untuk meningkatkan
kepercayaan diri anak?
Permasalahan hanya terfokus pada upaya
meningkatkan kepercayaan diri anak dalam
hubungannya dengan percakapan referensial
yang dilakukan oleh guru-guru di kelas dan
menemukan jenis percakapan referensial yang
paling efektif untuk meningkatkan kepercayaan
diri anak.
Hipotesis untuk penelitian ini adalah:
kepercayaan diri anak dapat ditingkatkan melalui percakapan referensial. Hipotesis ini disusun
dengan asumsi: bagi anak, semua hal yang dibicarakan orang dewasa adalah hal yang benar,
termasuk diantaranya adalah orang tua dan
guru. Guru adalah sosok yang dipercaya anak,
sehingga apa pun yang dibicarakan guru, dianggap benar oleh anak. Pada saat guru bercakapcakap dengan rekan guru yang lain (melakukan
percakapan referensial) dengan menyebut nama
anak yang bersangkutan, anak akan merasa
“tersanjung” dan bangga, sehingga berpengaruh
pada kepercayaan dirinya. Keper-cayaan diri
anak yang tadinya rendah diharapkan akan
mengalami peningkatan setelah dilakukannya
percakapan referensial oleh guru-gurunya.
Tujuan penelitian ini adalah: untuk
mengetahui hubungan kepercayaan diri dengan
percakapan referensial dan mengetahui
percakapan referensial yang paling efektif untuk
meningkatkan kepercayaan diri anak.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna
bagi anak (peserta didik), guru (dalam hal ini
adalah guru yang melaksanakan penelitian ini
dan guru-guru lain), serta sekolah. Adapun
manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah: bagi peserta didik, penelitian ini
diharapkan dapat membantu meningkatkan
kepercayaan diri peserta didik, bagi guru: guru
diharapkan dapat mengetahui tentang percakapan referensial dan melakukan percakapan
referensial yang efektif di kelas untuk mengembangkan kepercayaan diri anak. Bagi guru lain,
penelitian ini dapat menambah pengetahuan
tentang percakapan referensial dan meningkatkan kerja sama antar guru. Sedangkan bagi
sekolah, penelitian ini dapat menambah referensi perihal cara meningkatkan kepercayaan diri
anak melalui percakapan referensial.
Kajian Pustaka
Perkembangan Anak Usia Kelompok Bermain
Saat ini para ilmuwan Perkembangan mengakui
bahwa perkembangan terjadi di sepanjang
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
39
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
kehidupan (Feldman, 2009: 9). Perkembangan
psikososial yang dialami oleh anak usia 0 – 3
tahun adalah mulai terbentuk kelekatan (attachment) pada orang tua dan yang lain, kesadaran
diri mulai berkembang, muncul peralihan dari
ketergantungan ke kemandirian, dan meningkatnya ketertarikan kepada anak-anak yang lain.
Sedangkan pada usia 3-6 tahun, perkembangan
psikososialnya adalah: konsep diri dan
pemahaman emosi jadi lebih rumit, konsep diri
menyeluruh, kemandirian, inisiatif, dan kontrol
diri meningkat, identitas gender berkembang,
bermain jadi lebih imajinatif, elaboratif, dan
biasanya lebih sosial. Altruisme, agresi, dan
ketakutan adalah hal yang lazim. Keluarga tetap
mejadi fokus kehidupan sosial, tetapi anak-anak
yang lain (teman) menjadi lebih penting.
Kepercayaan Diri
Rasa percaya diri (self confidence) adalah
keyakinan seseorang akan kemampuan yang
dimiliki untuk menampilkan perlaku tertentu
atau untuk mencapai target tertentu. Dengan
kata lain, kepercayaan diri adalah bagaimana
kita merasakan tentang diri kita sendiri, dan
perilaku kita akan merefleksikannya tanpa kita
sadari.
Kepercayaan diri bukan merupakan bakat
(bawaan), melainkan kualitas mental, artinya:
kepercayaan diri merupakan pencapaian yang
dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan. Kepercayaan diri dapat dilatih atau
dibiasakan. Faktor lingkungan, terutama orang
tua dan guru berperan sangat besar.
Anak yang penuh percaya diri akan
memiliki sifat-sifat antara lain: lebih independen,
tidak terlalu tergantung orang, mampu memikul
tanggung jawab yang diberikan, bisa menghargai diri dan usahanya sendiri, tidak mudah
mengalami rasa frustrasi, mampu menerima
tantangan atau tugas baru, memiliki emosi yang
lebih hidup tetapi tetap stabil, mudah berkomunikasi dan membantu orang lain.
Pada sisi lain, anak yang memiliki percaya
diri yang rendah / kurang, akan memiliki sifat
dan perilaku antara lain: tidak mau mencoba
suatu hal yang baru, merasa tidak dicintai dan
tidak diinginkan, punya kecenderungan
melempar kesalahan pada orang lain, memiliki
emosi yang kaku dan disembunyikan, mudah
40
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
mengalami rasa frustrasi dan tertekan,
meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri,
serta mudah terpengaruh orang lain.
Menurut Eko Sugiarto (2009:114), ciri-ciri
anak pemalu (rendah diri) yang dapat kita amati
adalah: sering menghindari kontak mata
(menunduk / membuang pandangan ke arah
lain), sering mengamuk untuk melepaskan
kecemasan, tidak banyak bicara (sering
menjawab secukupnya bila ditanya, seperti: “ya”
atau “tidak”, bahkan hanya mengangguk atau
menggelengkan kepala), tidak mau mengikuti
kegiatan-kegiatan di kelas maupun di luar kelas
(pasif), tidak mau meminta pertolongan atau
bertanya pada orang yang belum dikenal dengan
baik, mengalami demam panggung di saat-saat
tertentu, misalnya saat diminta maju ke depan
kelas, sulit berbaur dengan lingkungan / situasi
baru (butuh waktu yang cukup lama untuk
menyesuaikan diri).
Percakapan referensial
Menurut Sylvia Rimm (2003), percakapan
referensial adalah: percakapan antarorang
dewasa sependengaran anak. Percakapan
referensial biasanya terjadi di hadapan anak.
Percakapan referensial sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan anak, karena anak
beranggapan apa yang dibicarakan orang
dewasa itu benar. Anak akan menerima itu
sebagai label dan bahkan merasa tak dapat
merubah hal tersebut. Menurut Sylvia Rimm,
percakapan referensial dapat digunakan untuk
mengembangkan kepercayaan diri anak. Orang
tua atau guru juga dapat menggunakannya bila
ada sifat-sifat negatif pada diri anak yang akan
kita hilangkan. Misalnya: sifat penakut, pemalu,
tidak ramah, dan lain-lain. Apakah ada
hubungan antara kepercayaan diri dengan
percakapan referensial? Apakah kepercayaan
diri dapat ditingkatkan melalui percakapan
referensial yang dilakukan guru di kelas (saat
meal time)?
Metodologi
PTK ini menggunakan bentuk kolaborasi.
Peneliti berperan sebagai observator dan
penanggung jawab. Peneliti dibantu oleh dua
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
orang guru (sebagai partisipan/kolaborator),
yang berperan sebagai pelaksana tindakan yang
dirancang oleh peneliti untuk dilaksanakan di
kelas. Peneliti dan partisipan terlibat secara
penuh dalam perencanaan, tindakan, observasi,
dan refleksi pada tiap-tiap siklusnya. Keempat
tahapan tersebut saling terkait dan berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga
siklus, yang dianggap sudah memenuhi kepuasan peneliti dalam meningkatkan kepercayaan
diri anak dan mengatasi persoalan yang ada.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif bersifat deskriptif
analitis. Melalui metode penelitian ini, peneliti
berusaha memahami dan menafsirkan suatu
peristiwa menurut perspektif dan hasil pengamatan, sehingga penulis mendapat gambaran
secara menyeluruh mengenai masalah yang
diteliti.
Data yang dianalisis adalah data yang
terkumpul dari hasil pengisian checklist, hasil
observasi, data-data wawancara, serta data yang
diperoleh dari hasil dokumentasi foto dan video
yang telah diinterpretasikan.
Analisis data dilakukan pada akhir setiap
siklus, dan setelah semua siklus perbaikan
selesai diimplementasikan. Dengan demikian,
proses dalam penelitian ini berjalan berulang
kali sesuai dengan perencanaan, yaitu: setiap
perbaikan dalam penelitian diobservasi dan
diinterpretasi. Kumpulan dari perbaikanperbaikan tersebut dianalisis secara keseluruhan untuk menghasilkan informasi yang dapat
menjawab pertanyaan yang dirancang peneliti.
Desain Penelitian
PTK berlangsung pada minggu kedua dan
minggu ketiga bulan November 2009di
Kelompok Bermain 1 (PG-1 Fanny Fish) TKK 11
BPK PENABUR, Jalan Surya Sarana, Surya Gardenia, Jakarta Barat. Subjek penelitian seluruh
peserta didik Kelompok Bermain (PG-1) Fanny
Fish yang berjumlah 19 anak, 10 anak laki-laki
dan 9 anak perempuan, dengan usia: 2 tahun 11
bulan hingga 4 tahun 1 bulan pada semester
pertama tahun pelajaran 2009-2010.
Instrumen pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian adalah:
1). Checklist Kepercayaan Diri, disusun oleh
peneliti berdasarkan definisi dan ciri-ciri
kepercayaan diri. Indikator yang dipakai
dalam menyusun checklist ini adalah: independen (mandiri), mudah berkomunikasi
dengan orang lain, berani menerima tugas/
tantangan baru, dan dapat mengekspresikan emosi dengan wajar. Checklist ini
diisi oleh peneliti dan dua orang kolaborator
pada saat: sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan (pretes dan postes). Dengan
diisi oleh tiga orang (peneliti dan dua
kolaborator), diharapkan hasilnya akan
lebih objektif.
2). Observasi kelas (pengamatan)
Pengamatan atau observasi dilakukan oleh
peneliti selama pelaksanaan percakapan
referensial berlangsung, dilanjutkan
dengan diskusi bersama kolaborator. Pengamatan ini dimaksudkan untuk mengetahui
efek percakapan referensial terhadap
kepercayaan diri anak. Hal-hal yang diamati yaitu: pelaksanaan percakapan referensial (oleh dua kolaborator), respon anak, ekspresi anak, dan perilaku subjek penelitian
sebelum dan sesudah tindakan berlangsung.
3). Interview dengan guru kelas
Wawancara (dalam hal ini: diskusi) dengan
guru kelas (peneliti dan dua orang partisipan/ kolaborator) untuk menyamakan
persepsi dalam pengisian checklist dan
melakukan observasi terhadap subjek
penelitian.
4). Rekaman video dan foto, merupakan salah
satu cara untuk mendapatkan data penting
berkaitan dengan pelaksanaan percakapan
referensial di kelas. Rekaman video dan foto
dapat mendeskripsikan kegiatan, ekspresi,
serta respon anak dan guru selama penelitian berlangsung, sehingga instrumen ini
merupakan data yang cukup efektif dalam
penelitian ini.
Analisis data selanjutnya difokuskan pada
lima anak yang mendapatkan skor rata-rata
terendah pada hasil pengisian checklist (pre-tes)
oleh tiga orang guru kelas (peneliti dan dua orang partisipan/kolaborator).
Dari hasil pengisian checklist Kepercayaan
Diri anak PG-1, diperoleh data sebagai berikut.
Rata-rata tingkat kepercayaan diri anak: 2,58.
Empat orang anak memiliki tingkat kepercayaan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
41
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
diri cukup tinggi (lebih dari 2,95), lima orang
anak memiliki tingkat kepercayaan diri agak
rendah (kurang dari 2,4). Analisis data akan
difokuskan pada kelima anak yang memiliki
tingkat kepercayaan diri terendah tersebut.
Pelaksanaan Penelitian
Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan
penelitian adalah: (1) pengenalan metode
percakapan referensial pada partisipan (oleh
peneliti); (2) penyusunan checklist kepercayaan
diri. Indikator dan sebaran itemnya dapat dilihat
di Lampiran; (3) diskusi untuk menyamakan
persepsi dalam hal pengisian checklist (peneliti
dengan dua orang partisipan/kolaborator); (4)
membuat skenario percakapan referensial, dua
orang guru (partisipan) mengadakan percakapan referensial, sesuai skenario yang telah
disusu; (5) melaksanakan percakapan
referensial; (6) observasi secara langsung; (7)
melakukan penilaian terhadap hasil tindakan
(evaluasi); dan (8) refleksi
Hasil Penelitian
1. Siklus I
Perencanaan
1. Menyusun skenario percakapan referensial,
dengan menggunakan kalimat yang intinya
sama.
2. Pada saat meal time, dua orang guru
(kolaborator) melakukan percakapan
referensial, membicarakan perilaku
“percaya diri” yang dilakukan oleh subjek
penelitian dengan menyebut nama masingmasing anak.
Pelaksanaan
1 Saat meal time: seperti biasa, kelas terlihat
agak ramai ketika anak-anak tengah sibuk
menyiapkan peralatan makan mereka.
Ketika semua anak tengah asyik menyantap
bekal, setelah situasi tenang, dua orang dua
orang guru melakukan percakapan
referensial.
2. Kedua guru (kolaborator) berdiri di belakang (dekat) anak yang akan diobservasi
(subjek penelitian). Dengan menyebut nama
anak, mereka mulai melakukan percakapan
tentang: keberanian anak memberi salam
kepada guru saat masuk kelas dan
keberanian memimpin doa di depan kelas.
3. Kedua guru melakukan percakapan referensial dengan suara lantang, untuk
memastikan suara mereka terdengar oleh
subjek penelitian dan teman-teman di
kelompoknya.
4. Dalam satu hari, dilaksanakan satu atau
dua percakapan referensial terhadap subjek
penelitian.
5. Percakapan dilakukan kurang lebih 2 menit
untuk tiap-tiap anak.
Observasi
Hasil Observasi dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 1: Observasi Siklus I
No
Nama
1.
Alden
Pertama, Alden tampak malu-malu saat mendengar namanya disebut,
kemudian Alden menengok ke arah Ms.Tiar sejenak, tapi lalu menunduk.
2.
Aurel
Dengan wajah muram, menengok ke arah suara, mendengarkan sejenak,
kemudian kembali melanjutkan makan. Sesekali, Aurel kembali menatap ke
arah guru.
3.
Bianca
Tampak terkejut, lalu dengan antusias memandang ke arah suara, tapi
kemudian pura-pura cuek.
4.
Gabriel
Tidak hadir (sakit)
5.
Vincent Tampak terkejut, kemudian tersenyum saat mendengar namanya disebut.
Sementara itu, beberapa anak yang mendengar percakapan tersebut
berusaha mendekat dan ingin mengetahui isi percakapan, serta ingin terlibat
dalam percakapan tersebut.
42
Observasi
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Tabel 2: Hasil Checklist Kepercayaan Diri setelah Pelaksanaan Siklus I
Indikator
Rata-rata
Alden
Aurel
Bianca
Gabriel
Vincent
1
Independen
13, 7
11,7
16
-
16,3
2
Mudah berkomunikasi
19,3
17
19,3
-
22
3
Berani menerima tantangan/tugas baru
14,7
18
17,7
-
16,3
4
Dapat mengekspresikan emosi dengan wajar
7,7
7,7
7,7
-
8,3
Refleksi
1. Respon subjek berbeda-beda: ada yang
menengok, ada yang cuek, ada yang
tersenyum memandang guru yang
melakukan percakapan. Hal ini disebabkan
perbedaan kebiasaan. Bagi anak yang
terbiasa mendengar suara lantang, akan
“menikmati”, tapi bagi anak yang tidak
terbiasa mendengar percakapan dengan
suara keras, jadi terlihat enggan memperhatikan percakapan.
2. Suara percakapan yang cukup lantang
mengundang perhatian anak-anak lain
yang ada di sekitarnya. Hal ini membuat
konsentrasi anak terpecah, sehingga kurang
fokus dalam memperhatikan kata-kata yang
diucapkan guru. Anak yang lain (bukan
fokus penelitian) juga ingin ikut ambil
bagian dalam pembicaraan, sehingga
pembicaraan guru jadi kurang terfokus.
3. Waktu percakapan terlalu singkat, sehingga
anak belum terlalu fokus pada percakapan,
tapi percakapan sudah berakhir.
4. Ada sedikit peningkatan skor, tapi kurang
signifikan, sehingga perlu dilakukan siklus
berikutnya.
5. Untuk siklus yang selanjutnya: volume suara agak dikurangi, dan waktu percakapan
diperpanjang (3-5 menit) untuk tiap anak.
2. Siklus II
Perencanaan
1. Menyusun skenario Percakapan Referensial,
dengan memperhatikan hasil Refleksi
2.
Siklus I, yaitu: volume suara dikurangi,
waktu percakapan agak diperpanjang (3-5
menit per anak)
Dua orang guru (kolaborator) melakukan
percakapan referensial saat meal time. Guru
membicarakan perilaku “percaya diri” yang
dilakukan oleh subjek penelitian dengan
menyebut nama masing-masing anak
menggunakan kalimat yang intinya sama.
Pelaksanaan
1. Saat meal time: seperti biasa, kelas terlihat
agak ramai ketika anak-anak tengah sibuk
menyiapkan peralatan makan mereka.
Ketika semua anak tengah asyik menyantap
bekal, setelah situasi tenang, dua orang dua
orang guru melakukan percakapan
referensial.
2. Kedua guru (kolaborator) berdiri di belakang
(dekat) anak yang akan diobservasi (subjek
penelitian). Dengan menyebut nama anak,
mereka mulai melakukan percakapan
tentang: kebera-nian anak memberi salam
kepada teman, dan kemauan untuk
membantu teman.
3. Kedua guru melakukan percakapan
referensial dengan suara lebih pelan, dan
tetap memastikan suara mereka terdengar
oleh subjek penelitian.
4.
Dalam satu hari, dilaksanakan satu atau
dua percakapan referensial terhadap subjek
penelitian.
5. Percakapan dilakukan kurang lebih 3-5 menit untuk tiap-tiap anak.
Observasi
Hasil Observasi dapat dilihat di tabel berikut.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
43
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Tabel 3: Observasi Siklus II
No
Nama
Observasi
1.
Alden
Mula-mula, Alden tampak cuek. Tapi setelah dia mendengar namanya disebut
(dibicarakan), Alden menoleh ke belakang sejenak, dan berusaha ikut mendengarkan.
Hal ini terlihat dari ekspresi saat difoto, Alden tampak memegang telinganya, dengan
pandangan mata ke arah kolaborator.
2.
Aurel
Masih dengan wajah agak muram, Aurel menengok ke arah suara, dan berusaha
mendengarkan percakapan. Sambil terus melanjutkan makan.
3.
Bianca
Memandang ke arah suara, tapi ketika guru melihat ke arahnya, Bianca langsung
mengalihkan pandangan.
4.
Gabriel
Tidak hadir (sakit)
5.
Vincent
Senyum-senyum saat mendengar namanya disebut, dan terus melanjutkan makan.
Tabel 4: Hasil Checklist Kepercayaan Diri setelah Pelaksanaan Siklus II
Indikator
Rata-rata
Alden
Aurel
Bianca
Gabriel
Vincent
1.
Independent
14,3
12,7
16,7
-
18,7
2.
Mudah berkomunikasi
19,7
183,
20,0
-
23,3
3.
Berani menerima tantangan/tugas baru
15
19,3
18,0
-
17,3
4.
Dapat mengekspresikan emosi dengan wajar
8,0
8,7
8,3
-
9,0
Refleksi
1. Sebagian besar subjek tertarik pada percakapan yang dilakukan pada siklus II ini.
2. Volume suara percakapan yang lembut, tapi
terdengar oleh subjek membuat subjek lebih
fokus pada percakapan.
3. Waktu percakapan cukup. Tidak terlalu
singkat dan tidak terlalu lama. Anak cukup
waktu untuk menyimak sebagian dari
percakapan
4. Ada peningkatan skor pada Checklist
Kepercayaan Diri, hal ini mengindikasikan:
percakapan referensial yang dilakukan
memiliki efek positif terhadap peningkatan
kepercayaan diri anak, meskipun belum
maksimal, sehingga perlu dilakukan siklus
berikutnya.
5. Untuk siklus yang selanjutnya: volume suara dan waktu pelaksanaan dipertahankan
(sama dengan siklus II). Suara dan ekspresi
44
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
guru diusahakan lebih wajar, dan isi
percakapan untuk siklus III diusahakan
bersifat personal (berbeda untuk tiap anak).
3. Siklus III
Perencanaan
1. Menyusun skenario Percakapan Referensial,
dengan menggunakan kalimat yang berbeda
untuk tiap subjek penelitian.
2. Pada saat meal time, dua orang guru
(kolaborator) melakukan percakapan
referensial, membicarakan perilaku
“percaya diri” yang dilakukan oleh subjek
penelitian dengan menyebut nama masingmasing anak.
Pelaksanaan
1. Saat meal time: seperti biasa, kelas terlihat
agak ramai ketika anak-anak tengah sibuk
menyiapkan peralatan makan mereka.
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Ketika semua anak tengah asyik menyantap
bekal, setelah situasi tenang, dua orang dua
orang guru melakukan percakapan
referensial.
Kedua guru (kolaborator) berdiri di dekat
anak yang akan diobservasi (subjek
penelitian). Dengan menyebut nama anak,
mereka mulai melakukan percakapan yang
spesifik dan berbeda untuk tiap anak,
2.
4.
5.
Dalam satu hari, dilaksanakan satu atau
dua percakapan referensial terhadap subjek
penelitian.
Percakapan dilakukan kurang lebih 3-5 menit untuk tiap-tiap anak.
Observasi
Hasil Observasi dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 5: Observasi Siklus III
No
Nama
Observasi
1.
Alden
Alden Pertama, Alden tampak malu-malu saat mendengar namanya disebut,
kemudian Alden menengok ke arah Ms.Tiar sejenak, tapi lalu menunduk.
2.
Aurel
Berusaha mendengarkan percakapan yang dilakukan guru, dengan wajah agak ceria.
3.
Bianca
Menatap ke arah guru, dengan ekspresi wajah yang ceria.
4.
Gabriel
Tetap pada posisi semula, menengok ke arah guru sejenak, kemudian melanjutkan
makan.
5.
Vincent
Terus tersenyum menatap guru yang melakukan percakapan secara bergantian
Tabel 6: Hasil Checklist Kepercayaan Diri setelah Pelaksanaan Siklus III
Indikator
3.
Rata-rata
Alden
Aurel
Bianca Gabriel
Vincent
1.
Independent
12,7
11
15,7
10
15,7
2.
Mudah berkomunikasi
18,3
15,7
18,7
17
20,3
3.
Berani menerima tantangan/tugas baru
14,3
17,3
17,7
14,3
15
4.
Dapat mengekspresikan emosi dengan wajar
7,3
7,7
7,7
6,7
8
misalnya: untuk Bianca: pujian karena
Bianca mulai berani memberi salam pada
teman dan memulai pembicaraan dengan
guru.
Kedua guru melakukan percakapan
referensial dengan volume suara dan
ekspresi yang wajar, dengan tetap
memastikan suara mereka terdengar oleh
subjek penelitian.
Refleksi
1. Respon subjek rata-rata menunjukkan
ekspresi ceria saat mendengar dirinya
dibicarakan oleh guru.
2. Volume suara percakapan dan ekspresi yang
wajar membuat percakapan referensial di
Siklus III ini lebih efektif dalam
meningkatkan kepercayaan diri anak.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
45
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Tabel 7: Hasil Observasi Akhir
No
Nama
Observasi
1.
Alden
Sudah tidak menangis saat masuk kelas. Tidak lagi memasukkan jari ke dalam
mulut, lebih aktif dalam mengikuti kegiatan di kelas, berani maju ke depan kelas
(dengan wajah ceria), dan mau menjawab pertanyaan guru dengan baik dan benar.
Lebih antusias saat menyanyi.
2.
Aurel
Mulai tampak antusias dalam mengikuti kegiatan di kelas, kebih ceria, tersenyum
terhadap guru dan mulai bercakap-cakap dengan teman.
3.
Bianca
Masih tampak sedikit malu-malu, tapi sudah berani memulai pembicaraan dengan
guru dan teman. "Ms. celanaku baru..." Saat maju ke depan kelas untuk menjawab
pertanyaan dan menyanyi masih bersuara pelan.
Kebiasaan memasukkan jari tangan ke mulut mulai berkurang.
4.
Gabriel
Masih menangis waktu masuk kelas. Membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit,
GA akan jadi lebih ceria dan mulai aktif seperti biasa
5.
Vincent
Sudah tidak menangis saat masuk kelas, kebiasaan memasukkan jari ke dalam
mulut mulai berkurang, dan tampak lebih ceria.
Berikut tabel nilai Checklist Kepercayaan Diri dari Pre-tes, Siklus I-III (post-tes) tiap indikator:
Indikator 1: Kemandirian
Score Rata-Rata
20.0
15.0
Pre Tes
Siklus I
10.0
Siklus II
Post Tes
5.0
0.0
Alden
Aurel
Bianca
Gabriel
Vicent
Indikator 2: Mudah Berkomunikasi
Score Rata-Rata
30.0
25.0
Pre Tes
20.0
Siklus I
15.0
Siklus II
10.0
Post Tes
5.0
0.0
Alden
46
Aurel
Bianca
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Gabriel
Vicent
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Indikator 3: Berani Menerima Tantangan
Skor Rata-Rata
25.0
20.0
Pre Tes
15.0
Siklus I
10.0
Siklus II
Post Tes
5.0
0.0
Alden
Aurel
Bianca
Gabriel
Vicent
Indikator 4: Dapat Mengekspresikan Emosi dengan Wajar
Skor Rata-Rata
10.0
8.0
Pre Tes
6.0
Siklus I
4.0
Siklus II
Post Tes
2.0
0.0
Alden
Aurel
Bianca
Dari tabel di atas, terlihat pada setiap siklus
terjadi peningkatan skor. Hal ini menunjukkan
percakapan referensial berperan meningkatkan
kepercayaan diri, selaras dengan pernyataan
Bandura (1997), bahwa persuasi sosial merupakan salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Menurut Sylvia Rimm, percakapan referensial merupakan salah satu cara meningkatkan
kepercayaan diri anak, karena setiap kalimat
yang diucapkan oleh orang dewasa di sekitarnya
adalah benar bagi anak. Bahkan, anak akan
menganggap kata-kata tersebut sebagai “label”
bagi dirinya, sehingga membuat anak terkadang
sulit melupakan atau menghilangkan “label”
tersebut.
Komentar positif yang didengar anak
melalui percakapan referensial yang dilakukan
Gabriel
Vicent
guru akan lebih ’terpatri” di benak anak, terlebih
karena bagi anak guru merupakan yang dikagumi, dipercaya, dan diteladani, seperti ungkapan
dalam Bahasa Jawa: Guru: “digugu lan ditiru”,
artinya: guru: dipercaya dan dicontoh.
Meskipun dari hasil observasi dan
perubahan skor pada Checklist Kepercayaan Diri
menunjukkan adanya peningkatan yang cukup
signifikan setelah dilakukannya percaka-pan
referensial dalam tiga siklus ini, peneliti tetap
yakin, bahwa kepercayaan diri anak yang
meningkat ini bukan hanya disebabkan oleh
satu faktor, yaitu percakapan referensial,
melainkan oleh banyak faktor. Karena untuk
meningkatkan kepercayaan diri seseorang
membutuhkan proses. Dibutuhkan waktu dan
usaha yang cukup keras untuk dapat
meningkatkan kepercayaan diri seseorang.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
47
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
Kesimpulan, Implikasi, Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
yang
dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari
siklus I, II, dan III, pembahasan, dan analisis
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan.
Pertama, percakapan referensial dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak. Kedua,
percakapan referensial akan efektif bila
dilakukan dalam situasi yang santai dan anak
dalam kondisi yang
nyaman. Ketiga,
percakapan referensial akan efektif bila kata-kata
yang digunakan bersifat personal.
Implikasi
Melihat hasil pembahasan penelitian ini, bahwa
percakapan referensial dapat meningkatkan
kepercayaan diri anak, implikasi yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Terhadap Siswa
Siswa hendaknya peka terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat “menangkap”
percakapan referensial yang dilakukan
guru.
2. Terhadap guru: hendaknya guru peka
terhadap situasi peserta didiknya dan guru
dapat melaksanakan percakapan referensial di kelas dengan cara yang wajar untuk
membantu meningkatkan kepercayaan diri
anak. Alih-alih membicarakan hal yang
negatif (misalnya: bergosip hal-hal yang
“kurang penting”), lebih baik guru
melakukan percakapan referensial untuk
meningkatkan kepercayaan diri peserta
didiknya.
3. Terhadap sekolah
Sekolah hendaknya memberi kesempatan
kepada guru untuk melakukan percakapan
referensial di kelas guna meningkatkan
kepercayaan diri peserta didiknya.
4. Terhadap orang tua
Orang tua hendaknya lebih mengenal anakanaknya, sehingga bila mendapati anaknya
memiliki kepercayaan diri yang rendah, orang tua dapat melakukan langkah-langkah
untuk meningkatkan kepercayaan diri anak,
antara lain dengan melakukan percakapan
48
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
referensial, baik dengan guru maupun orang lain.
Saran
Untuk penelitian lanjut:
1. Mengingat pelaksanaan penelitian ini baru
berjalan tiga siklus, maka peneliti / guru
lain diharapkan dapat melanjutkan untuk
mendapatkan temuan yang lebih
signifikan.
2. Instrumen tes yang digunakan dalam
penelitian ini masih merupakan instrumen
yang tingkat validasinya belum memuaskan.
Penelitian berikutnya dapat mencoba
dengan instrumen yang lebih standar.
Untuk penerapan hasil penelitian:
1. Mengingat percakapan referensial dapat
membantu meningkatkan kepercayaan diri
anak, para guru dan orang tua hendaknya
mempelajari metode ini lebih lanjut,
sehingga dapat melakukan percakapan
referensial dengan efektif.
2. Guru dan orang tua hendaknya lebih mawas
diri, lebih berhati-hati dalam berkomunikasi
dengan orang lain perihal anak-anak
mereka. Hindari kata-kata yang negatif,
karena anak akan mengingatnya, dan akan
memengaruhi kepercayaan diri anak.
Hindari pemberian “label negatif” pada
anak.
3. Hati-hati membicarakan sesuatu hal tentang
anak di hadapannya. Pembicaraan yang
positif akan mengembangkan kepercayaan
diri anak, sebaliknya pembicaraan yang
negatif akan cenderung melekat sebagai label bagi anak, dan sulit untuk dihilangkan.
4. Selama pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di kelas, guru hendaknya lebih
peka terhadap setiap peserta didiknya,
sehingga anak-anak yang memiliki
kepercayaan diri yang cukup rendah dapat
ditingkatkan, antara lain dengan memberi
kesempatan bagi mereka untuk maju ke
depan kelas, memberikan pujian (baik
secara langsung maupun melalui
percakapan referensial).
5. Upaya untuk meningkatkan kepercayaan
diri adalah sebuah proses, bukan hal yang
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak
sekali jadi, jadi butuh waktu. Orang tua
harus berperan sebagai model / teladan
dalam segala hal, termasuk dalam hal
kepercayaan diri.
Daftar Pustaka
Chalke, Steve. (2009). How to succeed as a parent,
panduan praktis mengasuh anak dengan
sukses. Yogyakarta: Andi Offset
Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan
Sekolah Dasar. 2008. Pengembangan model pembelajaran di Taman Kanak-kanak.
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Feldman, Papalia Olds. (2009). Human development (Perkembangan manusia). Jakarta:
Salemba Humanika
Gredler, Margareth E. (1997). Learning and instruction, theory into practice. New Jersey:
Prentice-Hall
Kusumah, Wijaya & Dwigatama, D. (2010).
Mengenal penelitian tindakan kelas.
Jakarta: CV. Indeks
Leman, Martin, Dr. (2000). Membangun rasa
percaya diri anak. Jakarta:Majalah
Anakku edisi 4
Rimm, Sylvi. (2003). Mendidik dan menerapkan
disiplin pada anak prasekolah. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Sugiarto, Eko. (2009). How confident are you?.
Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Zainal, Aqib, dkk. (2009). Penelitian tindakan kelas
untuk guru SD, SLB, dan TK. Bandung:
CV. Yrama Widya
_______. Saefurohma.(http://usepaefurohman.
wordpress.com/20/10/01/22
membangun-rasa-percaya-diripada
anak-anak)
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
49
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
Penelitian
Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan :
Antara Kebijakan dan Realita
Agung Premono*)
Abstrak
engembangan Sekolah Menengah Kejuruan saat ini ditujukan untuk memenuhi prosentase
SMU : SMK = 30 : 70. Pemberlakuan Kepmen No. 251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum
Keahlian SMK akan menimbulkan beberapa kemungkinan, yaitu : (1) Program Keahlian
semakin banyak,(2) semakin berkurang, atau(3) tetap. Studi ini dilakukan untuk melihat
kondisi Bidang Keahlian SMK saat ini dari sisi Kepmen No.251/C/KEP/MN/2008, dengan metode
Sensus, yaitu mendata keseluruhan kompetensi keahlian yang ada di SMK di Kota Tangerang.
Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) bidang keahlian yang dikembangkan di Kota
Tangerang, yaitu : Bisnis Manajemen, Teknologi Rekayasa, TIK, Seni Pariwisata, dan Kesehatan.
Ada satu bidang keahlian yang belum dikembangkan yaitu Agroindustri. Kompetensi keahlian
SMK terbanyak di Kota Tangerang : Akuntansi, Teknik Kendaraan Ringan (Sepeda Motor), dan
Teknik Komputer dan Jaringan. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah Kota Tangerang
mengembangkan SMK berdasarkan kebutuhan nyata. Penelitian ini menyerankan agar Pemerintah
Kota Tangerang mengembangkan SMK berdasarkan kebutuhan nyata di kota tersebut.
P
Kata-kata kunci: bidang keahlian, kompetensi keahlian, pendidikan kejuruan.
Abstract
At present the Indonesian government is trying to balance the number of vocational schools to general/
academic schools to reach the ratio of 70-30. The development of vocational schools are based on the decree
National Education Minister of No. 251/C/KEP/MN/2008 on the spectrum of vocational competences. This
research focussed the study of vocational competences related to the man power needs in Tangerang City. The
data collected show 5 (five) areas of vocational competences are being developed: Management Business,
Engenering Technology, ICT, Tourism. and Health. Agroindustry is not developed yet.While the dominant
vocational competences include accounting, automotive, and computer net working. This research recomends
the Tangerang City Government to develop vocational schools based on the real local needs.
Keywords: areas of expertise, competency skills, vocational educational.
Pendahuluan
Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di masing-masing kabupaten/kota akan
dilakukan hingga akhirnya akan dicapai
perbandingan antara SMK dengan SMU menjadi
70 : 30. Upaya untuk terus memperbanyak SMK
adalah karena lulusan SMK lebih mudah masuk
ke pasar kerja dibandingkan lulusan SMA
karena umumnya mata pelajaran di SMK
dengan disertai dengan praktik keterampilan.
Dalam analisis proyeksi pengembangan
SMK ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi
yaitu program keahlian mengalami perkembangan yang sangat pesat, program keahlian
mengalami perkembangan yang wajar (stabil),
dan program keahlian mengalami kejenuhan.
*) Mechanical Engineering Department, Faculty of Engineering State University of Jakarta
50
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
Program keahlian yang diproyeksikan mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah
kelompok program Pertanian, Pariwisata,
Perikanan, Kelautan, dan Teknologi Informasi.
Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah SMK
yang akan membuka kelompok program tersebut
mencapai 6.151. Kelompok program cukup stabil
dan diproyeksikan mengalami perkembangan
yang wajar adalah kelompok program Teknologi
dan Industri serta Kelompok Seni dan Kerajinan,
yang diperkirakan akan mencapai 3.178 SMK
yang menyelenggarakan program tersebut.
Sedangkan kelompok program Bisnis dan
Manajemen, merupakan program yang diproyeksikan mengalami kejenuhan di pasar kerja dan
jumlahnya cenderung akan menurun dan
diproyeksikan pada tahun 2020 hanya 923 SMK
yang menyelenggarakan program tersebut.
Diberlakukannya keputusan Direktur
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah tentang spektrum keahlian pendidikan menengah kejuruan, menjadikan SMK saat
ini memiliki 121 kompetensi keahlian. Tujuan
dikeluarkannya keputusan tersebut adalah agar
SMK dalam mengembangkan program keahlian
tidak semaunya membuat nama sendiri terhadap
program tersebut dan disesuaikan dengan
kebutuhan pasar kerja.
Kajian Pustaka
Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 20
tersebut menetapkan bahwa setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuan. Salah satu bentuk satuan pendidikan menengah adalah
Sekolah Menengah Kejuruan.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan pada jenjang pendidikan menengah
sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk
lain yang sederajat. Sebagai bagian dari Sistem
Pendidikan Nasional, SMK merupakan pendidikan lebih mengutamakan pengembangan
kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja
dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi
di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan
mengembangkan diri di kemudian hari. Dengan
kata lain bahwa SMK berperan dalam
menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik
bekerja secara mandiri maupun mengisi
lowongan pekerjaan yang ada. Dengan
demikian arah pengembangan SMK harus
diorientasikan pada penentuan permintaan
pasar kerja. Calhoun & Finch, 1982, seperti yang
dikutip oleh As’ari Djohar, 2008, mengartikan
pendidikan kejuruan sebagai berikut.
“Vocational education is organized educational
programs which are directly related to the preparation
of individuals for paid or unpaid employment, or for
additional preparation for a career requirements other
than a baccalaureate of advanced degree”
Di bagian lain, Djohar juga menyebutkan
bahwa komponen yang menyangkut ketenagakerjaan mencakup tiga aspek pokok, yaitu (1)
kesempatan kerja bagi semua yang memerlukannya dalam suatu struktur lapangan kerja
yang menjamin kesinambungan antara pilihan
perorangan, penghasilan yang memadai, dan
pemenuhan masyarakat akan barang dan jasa;
(2) pendidikan dan pelatihan yang mampu
mengembangkan potensi manusia secara
optimal; dan (3) mekanisme penyesuaian antara
manusia dan pekerjaan, tanpa merugikan
perorangan maupun jumlah produksi. Dari
ketiga komponen tersebut sangat jelas, bahwa
dunia pendidikan merupakan salah satu
komponen penting dalam dunia ketenagakerjaan, khususnya dalam komponen kedua
yang itu bisa dipenuhi oleh SMK (pada jenjang
Sekolah Menengah) maupun pendidikan Vokasi
(pada jenjang Pendidikan Tinggi).
Dalam akhir tulisannya, Djohar menyimpulkan bahwa karena tingginya keterkaitan
penyelenggaraan pendidikan kejuruan dengan
tuntutan dunia kerja, maka pendidikan kejuruan
haruslah memiliki sifat responsive-aktif, serta
adaptasilitas dan fleksibilitas tinggi, seperti yang
ditetapkan oleh sang pencetus, Calhoun & Finch
yang menyebutkan bahwa :
“Vocational education should be evaluated on
the basis of economic efficiency. Vocational education
is economically efficient when (a) it prepares students
for specific jobs in the community on the basis of man
power needs; (b) it insures an adequate labor supply
for an occupational area; and (c) the student gets the
job for which he was trained”
Kebenaran kesimpulan Calhoun & Finch
juga dirasakan di Indonesia. Pada Edisi Senin,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
51
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
02 Mei 2005 Harian SINAR HARAPAN menulis diberlakukan. Penamaan yang tidak
headline tentang “Mendidik Tenaga Terampil berdasarkan ketentuan yang berlaku akan
dan Pintar Butuh Dukungan Industri”. Tulisan menyulitkan dalam pengelolaan dan
tersebut menyoroti perlunya sinergi antara dunia penyediaan tenaga pendidik serta ketidakjelasan
pendidikan dan dunia industri agar lulusannya akan pengakuan masya-rakat pengguna. Oleh
memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia karena itu, Direktur Jenderal manajemen
industri. Kondisi ini sudah dilakukan di bebe- Pendidikan Dasar dan Menengah pada tanggal
rapa SMK dan Politeknik terkemuka di Indone- 22 Agustus 2008 menerbitkan surat keputusan
sia, seperti SMK PIKA Semarang, SMK Mikael nomor 251/C/KEP/MN/2008 tentang
Surakarta, POLMAN Bandung, ATMI Solo, POL- spektrum keahlian pendidikan menengah
MAN ASTRA, dan Politeknik lainnya, sehingga kejuruan. Pertimbangan dikeluarkannya SK
tersebut adalah spektrum keahlian yang telah
para lulusannya 100 % terserap dunia kerja.
SMK sebagai salah satu institusi yang diberlakukan sudah tidak sesuai dengan
menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu tuntutan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
menghasilkan lulusan sebagaimana yang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
diharapkan oleh dunia kerja. Tenaga kerja yang tuntutan dunia kerja. Spektrum keahlian pada
dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang dasarnya menggambarkan alur atau pola
memiliki kompetensi sesuai dengan bidang pengelom-pokkan program keahlian yang
pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya disusun berdasarkan kesetaraan atau kaitan
saing yang tinggi. Atas dasar itu, pengembangan dengan kompetensi kerja yang diperlukan oleh
kurikulum dalam rangka penyempurnaan dunia kerja terkait.
Berdasarkan SK tersebut, ada enam bidang
pendidikan menengah kejuruan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja keahlian yang dikembangkan di Sekolah
serta dapat mengantisipasi perkembangan ilmu Menengah Kejuruan, dengan total program studi
keahlian sebanyak 40, dan kompetensi kaahlian
pengetahuan dan teknologi.
Di samping kurikulum, pengembangan sebanyak 121. Tabel berikut menunjukkan
program keahlian juga harus
disesuaikan dengan kebutuhTabel 1: Bidang Keahlian SMK
an lapangan kerja. BerdasarProgram Studi Kompetensi
kan hal tersebut, program
No
Bidang Keahlian
Keahlian
Keahlian
keahlian kemudian dikelompokkan menjadi kelompok
1. Teknologi dan
18
66
bidang industri, usaha, dan
R e k ay as a
profesi. Penamaan bidang
2. Teknologi Informasi
3
9
keahlian dan program
dan Komunikasi
keahlian pada kurikulum
SMK Edisi 2006 dikembang3. Kesehatan
2
6
kan mengacu pada nama
4. Seni, Kerajinan, dan
7
22
bidang dan program keahlian
Pariwisata
yang berlaku pada kurikulum
sebelumnya. Jenis keahlian
5. Agribisnis dan
7
14
Agroteknologi
baru diwadahi dengan jenis
program keahlian baru atau
6. Bisnis dan Manajemen
3
4
spesialisasi baru pada progJumlah
40
121
ram keahlian yang relevan.
Di dalam perkembangannya banyak program keahlian
yang dikembangkan oleh masing-masing SMK jumlah program studi keahlian dan kompetensi
penamaannya tidak mengikuti ketentuan yang keahlian masing-masing bidang keahlian.
52
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
Substansi atau materi yang diajarkan di
SMK disajikan dalam bentuk berbagai
kompetensi yang dinilai penting dan perlu bagi
peserta didik. Kompetensi yang dimaksud
meliputi kompetensi yang dibutuhkan untuk
menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan
pekerja yang kompeten, sesuai dengan standar
kompetensi yang ditetapkan oleh industri, dunia
usaha, dan asosiasi profesi. Oleh karena itu,
substansi diklat dikemas dalam berbagai mata
diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan
menjadi program Normatif, Adaptif, Produktif,
Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri.
Saat ini, pembukaan SMK baru dalam
rangka memenuhi komposisi SMU : SMK = 30 :
70 perlu ditelaah lebih lanjut. Penelaahan ini
terkait dengan tujuan dibukanya SMK yaitu
menyiapkan tenaga kerja siap pakai untuk level
operator, baik di bidang jasa, industri, maupun
yang lain. Hal ini tentunya sangat terkait dengan
potensi perkembangan industri daerah tersebut.
Sebagai contoh, Provinsi Bali memiliki potensi
yang besar dalam bidang pariwisata, seni, dan
kerajinan. Dengan demikian seharusnya di Bali
lebih diutamakan SMK bidang Seni, Pariwisata,
dan Kerajinan. Akan berbeda dengan Kabupaten
Bontang Kalimantan Timur memiliki potensi
tambang yang cukup besar sehingga SMK yang
cocok untuk Kab Bontang Kaltim adalah SMK
Pertambangan. Namun, pembukaan SMK yang
sesuai dengan potensi daerah tersebut terkadang
terkendala dengan biaya pengadaan yang tidak
murah. Seperti halnya untuk melengkapi sarana
prasarana sebuah SMK bidang Seni Tari, Musik,
dan Drama di daerah Bali cukup menelan biaya
yang tidak sedikit. Apalagi untuk membuka SMK
bidang pertambangan, atau pemesinan dan
sejenisnya. Dengan kondisi ini, maka untuk
memenuhi tuntutan prosentase SMU : SMK = 30:
70, Pemda bekerja sama dengan pihak swasta
yang ingin menanamkan modal dalam bidang
pendidikan mengambil jalan pintas membuka
SMK sebanyak-banyaknya tetapi dalam
program keahlian yang sama, yang tentunya
memerlukan dana yang tidak mahal. Jelas
pembukaan SMK yang demikian akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari karena
tujuan dibukanya SMK tidak lagi untuk melihat
kebutuhan pasar kerja daerah tersebut tetapi
lebih kepada pemenuhan kebijakan Kepmen-
diknas. Jika ini dibiarkan, strategi Pemerintah
untuk memperbanyak SMK dengan harapan
lulusannya cepat masuk dunia kerja, yang terjadi
justru sebaliknya karena jumlah lulusan SMK
yang membludak, walaupun sebenarnya hanya
pada satu program keahlian saja.
Dari paparan di atas jelaslah terlihat bahwa
permasalahan utama saat ini terkait dengan
pengembangan SMK adalah pengambilan
kebijakan pembukaan SMK baru yang
nampaknya tidak berdasar pada kondisi potensi
yang ada di daerah tersebut dan hanya
memenuhi keperluan pemenuhan prosentase
SMU : SMK. Untuk itu, penelitian ini ditujukan
untuk (1) menggali data melalui survei seluruh
SMK di Kota Tangerang; dan (2) memberi
rekomendasi tentang kebijakan pembukaan
SMK yang ada di Kota Tangerang.
Analisis
Survei dilakukan di 92 SMK Negeri dan Swasta
di Kota Tangerang. Dari keseluruhan jumlah
SMK tersebut diperoleh data sebagai berikut.
I. Bidang Keahlian
Sesuai dengan surat keputusan nomor 251/
C/KEP/MN/2008, terdapat 6 bidang
keahlian. Dari keenam bidang keahlian itu,
saat ini SMK di Tangerang membuka hanya
5 bidang keahlian, dan satu bidang keahlian
yang belum ada adalah Bidang Keahlian
Agribisnis. Bidang keahlian yang memiliki
prosentase terbesar adalah Bisnis Manajemen sebesar 40 %; yang berikutnya adalah
Teknologi Informasi dan Komunikasi
sebesar 33 %, Teknologi dan Rekayasa
sebesar 22 %, Seni dan Pariwisata sebesar 4
%, dan yang terakhir adalah bidang
keahlian Kesehatan sebesar 1 %. Adapun
rekapitulasi bidang keahlian yang terdapat
di SMK di Kota Tangerang terlihat dalam
gambar 1.
Dari data pada gambar 1 penulis melihat
bahwa sesuai dengan tujuan SMK yaitu
menghasilkan tenaga kerja siap pakai untuk
level operator, maka kebijakan Kota
Tangerang tidak membuka SMK bidang
keahlian Agribisnis sudah benar.
Kondisi lain yang menyebabkan tidak
dibukanya SMK bidang Agribisnis, dalam
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
53
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
Bisnis Manajemen
4% 2%
Teknologi Rekayasa
40%
32%
Tehnik Informasi dan
Komunikasi
Seni Pariwisata
22%
Kesehatan
Gambar 1: Bidang Keahlian SMK di Kota Tangerang
pandangan penulis, adalah kebijakan
pihak Pemda serta swasta untuk tidak
memberikan sarana dan prasarana SMK
bidang Agribisnis. Selain sulitnya lahan
pertanian yang harus disediakan, juga
minimnya jumlah industri bidang Agribisnis di Tangerang. Hal lain yang menjadi
penyebab keengganan Pemda membuka
SMK bidang Agribisnis adalah minimnya
jumlah peminat yang mau menggeluti
bidang Agribisnis. Hal ini dapat dilihat dari
kasus nyata yang ada di daerah Pemalang
Jawa Tengah, yang pada tahun 1980-an ada
SMK bidang pertanian yang dikelola Pemda
Kab. Pemalang. Pada era 80-an, SMK
tersebut merupakan SMK favorit bagi para
lulusan SMP (pada saat itu) untuk masuk
ke sekolah tersebut. Harapan para siswa
adalah menjadi penyuluh pertanian
maupun menjadi petani yang mapan
dengan berbekal ilmu pengetahuan.
Namun, memasuki era 90-an, sekolah
tersebut surut peminat dan bahkan saat ini
SMK tersebut telah berubah menjadi SMK
bidang Teknik Mesin dan Manajemen
Keuangan. Di sisi lain, Indonesia sebagai
Negara agraris seharusnya memajukan
sektor industri agribisnis, namun dalam
pandangan penulis, Pemerintah lebih
tertarik untuk menggenjot pembangunan
dari indutsri manufaktur.
Kondisi lain menunjukkan bahwa dari data
BPS, pertanian di Kota Tangerang hanya
menyumbang sekitar 10 % dari perekonomian di Kota Tangerang. Apabila program
keahlian ini dibuka, maka dihasilkan akan
54
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
lulusan SMK yang menganggur karena
tidak ada industri bidang agroindutsri.
Yang perlu dikritisi dalam pengembangan
keahlian SMK di wilayah Tangerang adalah
besarnya prosentase SMK bidang Bisnis
Manajemen. Dari data menunjukkan bahwa
prosentase SMK bidang Bisnis Manajemen
mencapai 40 %, padahal perekonomian di
Kota Tangerang, dari segi usaha dan jasa,
menyumbang hanya sekitar 20 % perekonomian Kota Tangerang. Inipun BPS tidak
memberikan data secara jelas tentang usaha
riilnya. Kondisi jika Dinas Pendidikan Kota
Tangerang terus memberikan ijin pendirian
SMK bidang Bisnis dan Manajemen, maka
akan mengakibatkan kejenuhan jumlah
lulusan karena terlalu banyaknya lulusan
SMK yang ada, sementara perekonomian
segi jasa dan usaha tidak meningkat.
Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Tangerang
melalui Dinas Pendidikan harus menghentikan pengeluaran ijin pendirian SMK
bidang Bisnis Manajemen, karena apabila
SMK bidang ini terus dibuka dengan tujuan
hanya untuk memenuhi perbandingan SMU
dan SMK yang ada di Kota Tangerang agar
memenuhi angka 30 : 70, maka tujuan
pembukaan SMK sudah tidak lagi sesuai
dengan pendirian SMK yang seharusnya,
yaitu ditujukan untuk menyiapkan lulusan
memasuki pasar kerja, seperti yang
dituliskan oleh Calhoun & Finch, 1982, yang
menyebutkan bahwa pendidikan vokasi
(SMK) akan efisien ketika: (1) para siswanya
siap untuk memasuki dunia kerja yang
didasarkan atas kebutuhan; (2) lulusannya
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
akan terserap oleh dunia kerja; dan (3)
lulusannya akan memperoleh pekerjaan
yang sesuai dengan bidang yang dipelajari
pada saat sekolah di SMK.
Telaah ini jelas menunjukkan bahwa
pemberian ijin SMK bidang Bisnis dan
Manajemen di Kota Tangerang tidak
berdasar pada analisis kebutuhan pasar.
Hal ini terlihat dari data bahwa sektor jasa
dan usaha hanya menyumbang 20 %
perekonomian kota Tangerang, jadi seharusnya data sebaran SMK bidang Bisnis dan
Manajemen juga tidak melebihi angka 20 %.
Tetapi, yang ada sampai 40%. Ini akan
mengakibatkan kelebihan jumlah lulusan
SMK, sehingga akan menghasilkan
pengangguran terdidik pada jenjang
lulusan pendidikan menengah.
Dari bidang keahlian Teknologi dan
Rekayasa, Dinas Pendidikan Kota
Tangerang perlu mengintensifkan
penambahan SMK bidang tersebut, karena
jumlah industri manufaktur di Kota
Tangerang memberikan kontribusi 30 %
terhadap pemasukan ekonomi di Tangerang. Jumlah ini masih belum bisa dipenuhi
oleh jumlah lulusan SMK di Kota Tangerang. Hal ini terlihat dari jumlah SMK
bidang Teknologi dan Rekayasa yang
hanya sekitar 22 %. Hal ini terjadi karena
pembukaan SMK bidang Teknologi dan
Rekayasa tidaklah murah. Perlu investasi
yang cukup besar jika dibanding Bisnis dan
Manajemen, sehingga investor pun enggan
membuka SMK bidang ini. Walaupun
dilihat dari kebutuhan, seharusnya jumlah
SMK bidang Teknologi dan Rekayasa
seharusnya lebih banyak. Jika ditinjau dari
tujuan SMK untuk memenuhi tenaga terampil dalam satu bidang tertentu, maka
seharusnya Pemerintah Kota Tangerang,
melalui Dinas Pendidikan, meningkatkan
jumlah SMK bidang Teknologi Rekayasa.
Hal ini jelas akan mendorong pertumbuhan
ekonomi di kota Tangerang, karena dari
prediksi angka penyumbang perekonomian
dan jumlah sekolah yang ada, masih terjadi
kekurangan SMK. Oleh sebab itu, hendaknya Pemkot melalui Dinas Pendidikan
mendorong alih keahlian dari SMK bidang
Bisnis dan Manajemen ke Teknologi dan
Rekayasa.
Hasil penelitian yang penulis lakukan pada
tahun 2008 menunjukkan bahwa hampir 50
% tenaga kerja yang bekerja di industri di
wilayah Kota Tangerang bukan penduduk
asli Tangerang.
Untuk bidang keahlian Teknologi dan
Informasi, hampir semua daerah saat ini
menunjukkan kenaikan jumlah SMK bidang
tersebut secara drastis. Ini dapat dipahami
karena saat ini teknologi informasi sedang
banyak diminati oleh semua pihak. Kondisi
ini sangat bagus untuk pengembangan
SMK, namun yang menjadi kendala saat ini
adalah jumlah guru yang sudah siap baik
secara syarat administrasi maupun
profesionalitas kerja. Hampir semua guru
di SMK bidang Teknologi Informasi adalah
guru yang berpindah tugas dari satu mata
pelajaran ke mata pelajaran bidang TIK,
sehingga secara syarat administratif belum
layak disebut sebagai guru profesional.
Kalau ditelaah lebih mendalam, siswa SMK
bidang TIK saat ini diajar oleh guru yang
belum profesional. Hal ini harus segera
ditangani oleh Dinas Pendidikan sebagai
supervisor sekolah untuk segera memberikan pelatihan yang intensif untuk memberikan materi pengayaan kepada guru-guru
yang beralih fungsi menjadi guru bidang
TIK. Hal ini perlu dilakukan karena apabila
guru yang mengajar bidang TIK di SMK
bidang TIK hanya berdasar pada pengalaman pribadi dalam mempelajari ilmu TIK
(belajar mandiri), maka tujuan utama
penyiapan tenaga terampil bidang TIK
tidak tercapai. Siswa hanya akan mendapat
materi seperti yang gurunya ketahui saja.
Selain itu dengan pelatihan yang terstruktur,
maka baik dari segi muatan dan cara
penyampaian akan dibuat semaksimal
mungkin memenuhi kompeten-si akhir
lulusan SMK bidang TIK. Kondisi lain yang
perlu dipikirkan adalah penyi-apan calon
guru SMK bidang Teknologi Informasi.
Sampai saat ini, hampir semua LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan – Universitas ex-IKIP) belum
meluluskan mahasiswa bidang ini. Sampai
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
55
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
saat ini, khususnya di UNJ, baru
dikeluarkan SK Dikti pembukaan Prodi
Pendidikan Teknologi, Informatika, dan
Komputer dan baru akan menerima
mahasiswa pada tahun akademik 2010/
2011. Untuk memenuhi guru bidang ini,
penulis melihat hampir semua SMK yang
memiliki bidang keahlian Teknologi
Informasi mengambil guru yang bukan
berasal dari LPTK dan meng-upgrade guru
yang ada untuk dikursuskan komputer dan
selanjutnya mengajar sebagai guru TIK. Ini
kondisi yang cukup dipertimbangkan oleh
Dinas Pendidikan Kota maupun Kabupaten
terkait pengembangan SMK bidang
Teknologi dan Informasi. Prospek pasar
yang bagus tanpa dibarengi oleh guru yang
profesional maka yang dihasilkan adalah
lulusan yang kurang kompetitif.
Bidang seni dan pariwisata Kota Tangerang
saat ini, dilihat dari prosentase kegiatan
perekonomian yang ada tidak begitu tinggi.
Dengan demikian pengembangan bidang
ini perlu dilakukan dengan sangat hatihati. Telaah SMK bidang Seni akan
dilakukan di luar tulisan ini untuk
mengetahui, bagaimana meningkatkan
kualitas seni dan pariwisata Indonesia
menuju taraf internasional melalui
pemberdayaan SMK. Sementara itu untuk
bidang Keahlian Kesehatan, jumlah SMK
yang ada terlalu sedikit. Banyak faktor yang
menyebabkan SMK bidang Kesehatan
menurun jumlah dan kecenderungannya
adalah untuk memenuhi tenaga medis ratarata lulusan Diploma. Untuk seorang bidan
saja, saat ini minimal Diploma 1 kebidanan
dan tidak ada syarat khusus yang
mengharuskan calon mahasiswa bidang
kesehatan harus lulusan dari SMK bidang
Kesehatan. Kondisi ini semakin menenggelamkan SMK bidang kesehatan. Sebenarnya
jika ditelaah profesi bidang kesehatan,
lulusan SMK bidang Kesehatan tidak akan
pernah mengalami kejenuhan. Karena
dalam tingkatan profesi bidang kesehatan
dikenal adanya dokter, perawat, dan juru
rawat, selain tentunya profesi yang sejenis.
Selain kondisi lapangan kerja, investasi
yang mahal untuk mendirikan sebuah SMK
56
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
bidang kesehatan juga merupakan kendala
terbesar minimnya jumlah SMK bidang
kesehatan. Namun, apabila Pemda dan
Dinas Pendidikan dapat memberikan
rancangan pembangunan pendidikan yang
sesuai, maka seharusnya minimal ada satu
SMK bidang Kesehatan dalam tiap
kabupaten/kota. Untuk memenuhi minimal
tenaga medik yang dibutuhkan rumah sakit
di daerah tersebut.
Dari keseluruhan analisis dalam bidang
keahlian, masih terdapat ketimpangan
kondisi SMK yang ada. Di satu sisi,
pengembangan SMK bidang Kesehatan,
serta Teknologi dan Rekayasa sangat
dibutuhkan karena sangat sesuai dengan
potensi daerah yang ada, justru jumlahnya
sampai saat ini sangat minim, bahkan
penulis melihat adanya kecenderungan
kekurangan. Namun di sisi lain, jumlah
SMK bidang Bisnis dan Manajemen
memiliki jumlah SMK yang sangat banyak.
Ini tidak terlepas dari mahalnya sarana dan
prasarana yang harus dipenuhi apabila
akan membuka SMK di bidang Teknologi
dan Rekayasa maupun Kesehatan. Untuk
hal ini hendaknya Dinas Pendidikan Kota
Tangerang lebih selektif lagi memberikan
ijin pendirian SMK baru, dengan memberikan pertimbangan terhadap potensi yang
masih terbuka. Ini semua terkait dengan
tujuan SMK untuk menghasilkan lulusan
yang langsung masuk dunia kerja.
II.
Kompetensi Keahlian
Sesuai dengan SK surat keputusan nomor
251/C/KEP/MN/2008, terdapat 121
Kompetensi Keahlian yang terdapat
dibawah 6 (enam) bidang keahlian yang
ada. Adapun kompetensi keahlian yang ada
akan dibahas sesuai dengan program studi
keahlian yang ada di bawah ini
a. Program Studi Keahlian Pada Bidang
Keahlian Teknologi dan Rekayasa
Sesuai dengan surat keputusan nomor
251/C/KEP/MN/2008, terdapat 18
program studi keahlian pada bidang
keahlian teknologi dan rekayasa. Dari
18 program studi keahlian, baru 16
kompetensi keahlian yang dikembang-
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
kan di SMK. Namun karena keterbatasan tempat, yang ditampilkan dalam
grafik 2 hanya 8 kompetensi keahlian
yang memiliki prosentase besar. Dari 8
(delapan) kompetensi yang dikembangkan, yang paling banyak
dikembangkan adalah program studi
keahlian teknik kendaraan ringan
(sepeda motor) yang mencapai 48 %.
Komposisi selengkapnya dapat dilihat
pada gambar 2.
kompetensi keahlian sepeda motor juga
tidak menghadapi banyak kendala karena
sarana dan prasarana bidang ini tidak
terlalu mahal.
b. Program Studi Keahlian pada Bidang
Keahlian Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
Program studi keahlian yang dikembangkan pada bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi lebih
dominan pada pengembangan kompeTeknik Kendaraan
Ringan
Teknik Mekanik
Otomotif
27%
48%
Persiapan Grafika
Teknik Mesin
11%
5%
9%
Lain-lain (Dari berbagai
prodi dgn jumlah @ 1
Prodi)
Gambar 2: Persentase Kompetensi Keahlian pada Bidang Keahlian
Teknologi dan Rekayasa
Gambar 2 menunjukkan kompetensi
keahlian Sepeda Motor yang mengalami
jumlah yang cukup banyak, karena sampai
saat ini jumlah kendaraan bermotor,
khususnya sepeda motor, cenderung naik.
Bahkan dalam setiap tiga bulanan hampir
setiap ATPM mampu menjual ratusan ribu
sepeda motor. Selain itu, kompetensi bidang
ini juga memiliki daya tarik tersendiri bagi
para siswa SMK karena mampu membuat
lulusan SMK berwirausaha bengkel sepeda
motor atau menjadi operator mekanik
bengkel sepeda motor yang saat ini banyak.
Yang perlu diantisipasi dan dijaga ialah
jumlah lulusan tidak melimpah, jauh
melebihi kebutuhan. Jumlah lulusan perlu
selalu dipantau agar tidak menjadi
bumerang bagi pengembangan SMK.
Penyiapan SDM dan sarana prasarana
tensi keahlian Teknik Komputer dan
Jaringan, yaitu sebesar 56 %. Untuk
kompetensi keahlian bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi, kompetensi
keahlian Teknik Komputer dan Jaringan
memiliki jumlah terbanyak. Kondisi ini
dapat dimengerti dengan naiknya
teknologi komputer di masyarakat. Jika
dilihat dari tujuan pendirian SMK,
maka kompetensi keahlian Teknik
Komputer dan Jaringan sangat memenuhi tuntutan tujuan tersebut. Yang
menjadi masalah sampai saat ini
adalah belum ada satupun LPTK yang
menghasilkan guru bidang Teknik
Komputer dan Jaringan. Jika masalah ini
tidak diantisipasi, maka tenaga guru
yang mengajar dipastikan kurang
profesionalitasnya. Kondisi lebih lanjut
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
57
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
3%
Teknik Komputer
Jaringan
41%
Multimedia
56%
Rekayasa Perangkat
Lunak
Gambar 3: Persentase Program Studi Keahlian pada
Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi
yang perlu diantisipasi adalah lulusan
yang kurang kompetitif karena diajar
oleh guru yang belum profesional. Oleh
sebab itu, hendaknya Dinas Pendidikan
melakukan pelatihan secara intensif
guru yang mengajar bidang TIK, karena
rata-rata guru yang mengajar bidang ini
adalah bukan lulusan Pendidikan
Teknologi Informatika dan Komputer,
sehingga dikhawatirkan tujuan utama
pembentukan lulusan SMK bidang TIK
tidak maksimal. Selain itu perlu juga
dikendalikan perubahan bidang
keahlian SMK dari bidang lain ke bidang
TIK. Hal ini mungkin terjadi karena
banyaknya peminat SMK bidang TIK
sehingga banyak SMK yang mengubah
bidang keahliannya ke bidang SMK
sementara baik dari tenaga guru, sarana
dan prasarana belum disiapkan secara
memadai. Hal ini perlu dilakukan
diawasi oleh Dinas Pendidikan.
c. Program Studi Keahlian Pada Bidang
Keahlian Kesehatan
Untuk bidang keahlian kesehatan hanya
terdapat dua SMK yang mengembangkan kompetensi keahlian bidang
Kesehatan, yaitu satu SMK Farmasi dan
satu SMK Analis Kese-hatan. Kondisi
ini sebenarnya perlu dilihat oleh Dinas
Pendidikan Kota Tangerang sebagai
sebuah peluang besar untuk membuka
SMK bidang Kesehatan, khususnya
perawat. Namun, karena pendirian
SMK bidang kesehatan memerlukan
biaya yang tidak sedikit, maka baik
Pemda maupun pihak swasta seolah
58
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
d.
kurang tertarik membuka SMK bidang
kesehatan, khususnya perawat. Jika
kondisi ini dibiarkan yang menjadi
masalah justru terjadi di tempat kerja,
khususnya Rumah Sakit, karena tenaga
operator perawat tidak ada. Saat ini
kebanyakan rumah sakit, khususnya
tenaga perawat diisi oleh lulusan
Diploma III (ahli madya perawat).
Program Studi Keahlian pada Bidang
Keahlian Seni, Kerajinan dan Pariwisata.
Dalam bidang keahlian Seni, Kerajinan
dan Pariwisata, terdapat 5 kompetensi
keahlian. Berdasarkan data yang
diperoleh, ternyata hanya ada 7 sekolah
yang mengembangkan bidang Keahlian
Seni, Kerajinan, dan Pariwisata. Dari
ketujuh sekolah tersebut 4 di antaranya
mengembangkan kompetensi Akomodasi Hotel, satu sekolah mengembangkan kompetensi keahlian Busana Butik,
satu sekolah mengembangkan kompetensi keahlian kecantikan kulit, dan
satu sekolah mengembangkan kompetensi keahlian restoran. Sebenarnya kota
Tangerang memiliki potensi yang besar
untuk mengem-bangkan kompetensi
keahlian bidang seni, kerajinan, dan
pariwisata. Untuk akomodasi perhotelan, Kota Tangerang yang merupakan
gerbang internasional memasuki
Indonesia karena bandara terletak di
kota ini, memiliki peluang yang sangat
besar untuk mengem-bangkan bidang
perhotelan. Dan inipun terlihat dari
beberapa hotel berbintang yang terletak
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
di sekitar bandara. Kondisi ini tentu
berimplikasi kepada kebutuhan tenaga
kerja siap pakai pada level operator di
bidang perhotelan, baik sebagai juru
masak profesional, tata layanan hotel
itu sendiri, serta seni pertunjukan yang
bisa ditampilkan di event-event
pertunjukan di hotel itu sendiri. Namun,
pembukaan SMK bidang Perhotelan
memerlukan sarana dan prasarana yang
cukup mahal serta memerlukan banyak
kerjasama dengan stakeholders, sehingga SMK bidang perhotelan tidak banyak.
Untuk SMK bidang Seni, yang menjadi
kendala adalah kurangnya SDM (guru)
dan minimnya minat siswa yang
mendalami bidang seni pertunjukan,
khususnya budaya tradisional.
e. Program Studi Keahlian pada Bidang
Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi.
Bidang keahlian Agribisnis dan
Agroteknologi tidak terdapat di Kota
Tangerang karena Kota Tangerang
tidak memiliki lahan pertanian yang
memadai. Lahan pertanian yang
dimiliki Kota Tangerang hanyalah
sawah tadah hujan yang dapat diolah
satu tahun sekali. Program studi
keahlian pada bidang ini, tidak banyak
berkembang karena sedikitnya industri
di Indonesia yang mengembangkan
agribisnis dan agroteknologi. Ini tidak
terlepas dari kebijakan Pemerintah
pusat yang sepertinya kurang tertarik
mengembangkan industri agribisnis
dan agroteknologi. Padahal bidang
inilah yang seharusnya menjadi
andalan Indonesia sebagai negara
agraris. Namun, yang terjadi adalah
kebalikannya. Sangat disayangkan
adanya impor produk-produk
pertanian, seperti beras, kedelai,
gandum, dan produk agro lainnya,
sementara Indonesia adalah negara
yang hampir 50 % penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani.
Tidak
adanya proteksi produk
pertanian dalam negeri menyebabkan
nasib petani di Indonesia bisa dikatakan
kurang baik dan turunnya minat
f.
generasi muda mendalami bidang
agribisnis dan agroindustri. Indonesia
seharusnya belajar dari Negeri Belanda
yang dulu mengetahui persis potensi
bangsa Indonesia, sehingga hanya dari
ekspor bunga potong, Belanda
mendapat pendapatan yang cukup
besar dari sektor ini. Nampaknya
gembar-gembor slogan pengembangan
agroindustri dan agrobisnis agar para
pemuda berminat menekuni bidang ini
akan hanya menjadi isapan jempol
manakala tidak dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan para petani
dan industri olahan terkait. Dalam
pengembangan SMK bidang agroindustri dan agribisnis, perlu adanya
upaya menyeluruh agar sektor
pertanian, agroindustri, dan agribisnis
dapat berkembang, tidak hanya
dibebankan kepada dinas pendidikan
maupun sekolah.
Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen
Terdapat tiga program studi keahlian
dalam bidang keahlian bisnis dan
manajemen, yaitu program studi
keahlian administrasi, keuangan, tata
niaga. Dari ketiga program studi
keahlian tersebut, program studi
keahlian keuangan menjadi pilihan
utama hingga mencapai 42,79 % untuk
dikembangkan di SMK, kemudian
disusul program keahlian administrasi
(36,65 %) dan yang terakhir adalah
program studi keahlian tata niaga yang
hanya 20,56 %. Komposisi persentase
program studi keahlian selengkapnya
dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan kompetensi
keahlian Akuntansi sudah sangat jenuh.
Kondisi ini jika dibandingkan dengan
kondisi perekonomian Kota Tangerang
yang tidak begitu banyak disubsidi oleh
segi usaha jasa, maka jumlah 46 % prodi
Akuntansi sudah memasuki titik jenuh.
Namun, masyarakat umum mungkin
kurang menyadari kejenuhan tersebut,
karena hampir lulusan SMK bidang
Akuntansi dapat memperoleh peker-
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
59
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
11%
6%
47%
Akuntansi
Administrasi Kantor
Penjualan
36%
Sekretaris
Gambar 4: Persentase Program Studi Keahlian pada
Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen
jaan. Kondisi ini memang benar, namun
jika ditelaah lebih mendalam, pekerjaan
yang dijalani oleh para lulusan bidang
ini hampir bisa dikatakan tidak
memerlukan kompetensi seorang
lulusan SMK bidang akuntansi, karena
hampir kebanyakan bekerja sebagai
pelayan toko dan sejenisnya, dan tidak
memegang tata buku atau pengelolaan
keuangan dari segi jasa usaha tersebut.
Responden di komplek pertokoan yang
ada di ITC BSD, pada saat dilakukan
wawancara secara acak terhadap
hampir 50 orang pelayan di toko
tersebut adalah rata-rata lulusan SMK
bidang Bisnis dan Manajemen. Sebenarnya pekerjaan tersebut tidaklah
memerlukan standar lulusan SMK,
bahkan seorang lulusan SMP juga bisa
melakukan dan dapat diterima bekerja,
namun karena tidak ada pekerjaan lain,
maka kondisi itupun dijalani. Kondisi
banyaknya SMK bidang Akuntansi
disebabkan pembukaan SMK di bidang
ini tidak memerlukan biaya yang
banyak, sementara di pihak orang tua
siswa karena lulusan SMK bidang
Akuntansi dapat diterima sebagai
pramuniaga, maka SMK bidang
Akuntansi berkembang mencapai
jumlah yang banyak. Begitupun dengan
pihak Dinas Pendidikan Kabupaten
yang terhimpit kebijakan pemerintah
pusat yang menetapkan jumlah SMK
jauh lebih banyak dari SMU, sehingga
walaupun jumlah SMK bidang
60
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
akuntansi sudah banyak, tetapi pada
saat pihak swasta membuka SMK
bidang Akuntansi tetap diberikan ijin.
Jika jumlah SMK dengan kompetensi
keahlian akuntansi ini tidak diberikan
batasan maksimal prosentase dari
seluruh jumlah SMK yang ada di suatu
kabupaten / kota, maka jumlah SMK
dengan kompetensi ini akan sangat
banyak dan menyebabkan kejenuhan
lulusan.
Kesimpulan
Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa dari
enam bidang keahlian yang ditetapkan
Kepmendiknas, tidak semua bidang keahlian
SMK yang dikembangkan Dit PSMK di kota
Tangerang. Sebagai daerah perkotaan yang
pengembangan wilayahnya lebih dititik
beratkan pada sektor industri dan jasa, maka
terlihat bahwa SMK Bidang Keahlian Teknologi
Rekayasa dan Bisnis Manajemen adalah dua
bidang keahlian yang dititikberatkan pengembangannya. Namun, dari pengembangan
tersebut, ada kecenderungan kompetensi
keahlian yang saat ini ada akan menyebabkan
kelebihan jumlah lulusan, dan kompetensi
keahlian tersebut adalah Akuntansi. Jika
pemerintah kota Tangerang tidak membatasi
jumlah SMK bidang Akuntansi, maka yang
terjadi adalah lulusan SMK yang tidak diterima
di pasar kerja karena sudah kelebihan lulusan.
Sementara itu, dua kompetensi keahlian lain
yang trend-nya baik adalah Teknik Kendaraan
Ringan / Sepeda Motor (Teknologi Rekayasa);
Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita
dan Teknik Komputer dan Jaringan (TIK),
namun belum mendapat penanganan serius.
Oleh karena itu perlu penekanan agar kedua
program studi keahlian ini menjadi titik berat
pengembangan SMK di Kota Tangerang.
Lulusan SMK prodi Kendaraan Ringan dan TIK
sampai saat ini masih dibutuhkan, dan masih
belum dapat mengimbangi pertumbuhan
ekonomi di kedua bidang tersebut. Namun, yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan SMK
bidang TIK adalah penyiapan tenaga guru yang
profesional sehingga lulusannya mampu
memenuhi standar kompetensi lulusan SMK
bidang TIK. Ini menjadi penekanan karena
sampai saat ini guru yang mengajar di SMK TIK
rata-rata adalah guru bidang lain yang beralih
fungsi menjadi guru TIK berbekal pengalaman
guru tersebut dalam menggunakan TIK. Untuk
itu, Dinas Pendidikan hendaknya melakukan
pelatihan yang intensif dan terstruktur agar
para guru TIK mampu memenuhi tuntutan
profesionalitas bidang TIK. Hal lain yang perlu
menjadi perhatian adalah pengembangan SMK
bidang Kesehatan, yang sampai saat ini sangat
minim jumlah dan ragamnya. Padahal kebutuhan akan tenaga medis semakin tinggi dengan
makin banyaknya penduduk di Kota Tangerang
yang merupakan kawasan industri di sekitar
Jakarta.
Terakhir setiap Pemerintah Kota/Kabupaten, khususnya Pemkot Tangerang perlu selalu
melihat kondisi tingkat kejenuhan lapangan kerja dalam memberikan izin pembukaan SMK baru,
tidak hanya berdasar atas pemenuhan prosentase SMU dan SMK mencapai angka 30 : 70.
Rekomendasi
Berdasar hasil survei, maka dalam rangka
pemenuhan prosentase SMU : SMK = 30 : 70,
maka Pemerintah Kota Tangerang hendaknya
melihat data bahwa Kompetensi Keahlian
Akuntansi sudah mencapai angka yang cukup
banyak, sehingga apabila Pemerintah Kota
Tangerang akan mengembangkan SMK guna
memenuhi target prosentase, lebih baik
membuka kompetensi keahlian yang masih
sedikit dan sesuai dengan pengembangan
daerah khususnya sebagai daerah industri.
Pemerintah Kota Tangerang hendaknya tidak
hanya melihat jumlah SMK yang sudah
mencapai 70% tetapi dengan kondisi kompetensi
keahlian yang homogen, yaitu Akuntansi.
Perkembangan SMK bidang Akuntansi harus
segera dikendalikan agar tidak terjadi kelebihan
jumlah lulusan. Yang perlu dikembangkan
adalah SMK bidang Teknologi dan Rekayasa
serta Bidang Teknologi Informatika dan
Komputer (TIK) dengan tetap melihat
perkembangan jumlah lulusan yang ada. Selain
itu, SMK bidang Kesehatan dengan kompetensi
keahlian perawat juga perlu dikembangkan
karena sampai saat ini belum ada.
Daftar Pustaka
A World Bank Review. (1995). Priorities and
strategies for education. Washington D.C:
The World Bank Publication
Carnoy, Martin & H.M. Levin. (1976) . Limits of
educational reform. New York: David Mc
Kayco
Delors, J. (1997). Learning : The traesure within.
Paris: Unesco
Soedijarto. (2008). Meningkatnya mutu pendidikan
nasional sebagai suatu keharusan bagi dapat
terlaksananya fungsi konstitusional sistem
pendidikan nasional dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Makalah yang
disajikan dalam Seminar Nasional
Pasca Penuntasan Wajib Belajar
Sembilan Tahun. Jakarta
UNESCO. (1990). Deklarasi Pendidikan untuk
Semua
Whitehead, Alfred North. The scinece and the
modern world
-----------.Keputusan Menteri No. 251/C/KEP/
MN/2008 Tentang Spektrum Keahlian
SMK
-----------UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
-----------.PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasiona Pendidikan
-----------.UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen
-----------.PERMEN No 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi
-----------.PERMEN No 23 Tahun 2006 Tentang
Standar Kelulusan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
61
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Opini
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini melalui
Aktivitas dan Permainan yang Menyenangkan
Hilda Karli*)
Abstrak
embaca dan menulis merupakan keterampilan yang dibutuhkan oleh anak sejak memasuki
lembaga pendidikan. Akan tetap tidak jarang terjadi guru mengalami kesulitan dalam
membelajarkan anak dalam membaca dan menulis permulaan di kelas 1 SD. Di lain pihak,
banyak anak merasa jenuh belajar membaca dan menulis karena metode yang dipakai
guru tidak monoton dan tidak menarik. Tulisan ini membahas berbagai teknik dan kegiatan
membelajarkan membaca dan menulis sehingga membuat proses pembelajaran menarik dan
menyenangkan bagi siswa misalnya dengan bermain kartu, bermain peran, panggung boneka,
bernyanyi, dan keterampilan tangan. Berdasarkan analisis, dalam menerapkan teknik itu perlu
memperhatikan perkembangan ppsikologi dan karakter anak, kemampuan berbahasa anak, dan
tahapan membaca dan menulis untuk tahap pemula.
M
Kata-kata kunci: membaca, menulis, psikologi perkembangan anak, perkembangan motorik anak,
pola permainan, pembelajaran bahasa.
Abstract
Reading and writing are basic skills to be learned and practiced by the children as they enter primary school.
However the teacher often faces some problems to teach them to read and write. On the other hand many children find reading and writing classes monotone and dull. This article discusses a number of techniques and
activities to make reading and writing class interesting, motivating, and joyful. The techniques introduced in
this article among others are playing card, role playing, puppet show, singing, and crafting. This article suggests to make the techniques effective, the teacher should well consider the psychological development and
characte-ristics of the children, the children’s language ability, and the learning procedure for reading and
writing for early ages.
Keywords: reading, writing, child psychological development, child physical development, game model,
language teaching.
Pendahuluan
Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di kelas
awal terutama kelas 1 dan 2 SD merupakan dasar
untuk memperoleh kemampuan bahasa secara
baik. Namun, pendidik menjadi salah kaprah
tidak lagi memperhatikan kemampuan anak usia
dini yang baru mengenal baca dan tulis di masa
prasekolah. Guru kelas 1 SD menginginkan agar
*) Dosen Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta
62
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
anak didiknya harus sudah bisa baca dan tulis
dengan baik. Guru kelas 1 SD menganggap guru
TK yang harus membelajarkan baca dan tulis.
Sementara dalam kurikulum TK kegiatan baca
dan tulis bukan merupakan fokus bagi pembelajaran di TK. Mereka perlu diperkenalkan huruf,
angka dan membaca secara umum bukan
menjadi titik fokus yang harus dikuasai oleh anak
TK. Tekanan dari orang dewasa terutama orang
tua pada anaknya terlalu berlebihan sehingga
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
membuat anak menjadi takut baca dan tulis.
Orang tua akan bangga jika anak TK sudah
lancar baca dan tulis seperti anak SD kelas 1-2.
Sebenarnya kapan waktu tepat untuk membelajarkan baca dan tulis permulaan pada anak?
Banyak orang tua sibuk membeli buku
untuk membelajarkan baca dan tulis lalu anak
diminta untuk belajar, atau diberi kursus baca
tulis agar cepat menguasai. Tanpa mengindahkan perkembangan anak itu sendiri. Pada
dasarnya anak itu senang bermain karena itu
dunia mereka. Melalui pembelajaran bahasa
yang menyenangkan diharapkan dapat membantu anak untuk memperoleh kemampuan
bahasa secara lebih baik sesuai dengan
karakteristik usia.
Berbagai aktivitas dan permainan yang
menyenangkan dapat diterapkan untuk
membelajarkan membaca dan menulis bagi anak
usia dini seperti: bermain kartu, bercerita,
menggambar, dll. Kegiatan membaca dan
menulis tidak lepas dari kegiatan untuk melatih
motorik halus seperti menganyam, menarik
garis, mewarnai, dll. Kegiatan melatih motorik
tangan, mata dan kemampuan mengenal huruf
digabung menjadi satu kegiatan yang menarik.
Perkembangan anak usia TK (masa awal)
dan SD (masa akhir) tentu berbeda. Untuk
membelajarkan baca dan tulis dengan kegiatan
yang menyenangkan, perlu diperhatikan
beberapa aspek seperti: psikologi perkembangan
karakteristik anak ditinjau dari perkembangan
fisik/motorik, permainan, dan emosi.
Kajian Pustaka
1. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini
Konsep perkembangan dirumuskan oleh
H.Werner (Gunarsa, 1990:22) dengan mengemukakan bahwa perkembangan merupakan suatu
proses yang mula-mula global, masif, belum
terpecah atau terperinci kemudian semakin lama
semakin banyak, berdiferensiasi, dan terjadi
integrasi yang hirarkis. Penggunaan istilah
masa awal anak-anak (early childhood) menyebutnya usia prasekolah ketika anak masuk sekolah
untuk persiapan masuk ke sekolah formal yaitu
SD. Pada masa itu anak perlu mendapatkan
selain pengetahuan juga keterampilan dan budi
pekerti untuk dapat menyesuaikan diri pada
kehidupan dewasa. Umumnya orang Indonesia
menggo-longkan masa awal anak itu pada usia
7-12 tahun ( Sekolah Dasar kelas 1-6).
a. Perkembangan fisik/motorik
Menurut Hurlock (1980:110), proses tumbuh
kembang kemampuan gerak seorang anak
disebut perkembangan motorik. Secara umum
perkembangan ini dibagi dua yaitu
perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
Keterampilan ini pada dasarnya berkembang
sejalan dengan kematangan saraf dan otot.
Tabel 1: Keterampilan Motorik Kasar dan Keterampilan Halus
Keterampilan Motorik Kasar
1.
2.
3.
4.
Faktor genetik (normal)
Kondisi prenatal (saat ibu hamil baik)
Kondisi kesehatan (nutrisi cukup)
Adanya stimulasi, dukungan dan
kesempatan.
5. Urutan keluarga (anak pertama lebih
diperhatikan).
6. Kelahiran yang sulit (trauma di kepala)
7. IQ anak rendah
8. Orang tua terlalu protektif
9. Kelahiran prematur
10. Cacat fisik
11. Perbedaan pola asuh anak laki beda
dengan perempuan
Keterampilan Motorik Halus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kesiapan anak belajar fisik maupun
p s i ki s
Kesempatan untuk belajar
Kesempatan untuk berlatih
Contoh yang baik dan benar
Bimbingan
Motivasi
Setiap keterampilan perlu dipelajari
khusus (cara pegang sendok beda
dengan cara pegang pinsil)
Setiap keterampilan perlu dipelajari
satu demi satu (melempar bola sambil
makan anak bingung)
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
63
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Setiap anak mempunyai proses kematangan
yang berbeda, oleh karena itu perkembangan
motorik mereka juga akan berbeda setiap anak.
Keterampilan motorik kasar adalah bagian dari
aktivitas motorik yang mencakup keterampilan
otot-otot besar seperti merangkak dan berjalan.
Keterampilan motorik halus melibatkan gerak
gerik otot-otot kecil seperti mencoret, melempar,
dan menjahit. Hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk mempelajari kedua keterampilan motorik
dapat di lihat pada tabel 1.
Sementara itu, perkembangan motorik kasar dan
halus berdasarkan usia anak dapat dilihat pada
tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2: Perkembangan Motorik Keterampilan Kasar dan Keterampilan Halus
Usia
Keterampilan Motorik Kasar
1-2
1. Merangkak.
2. Berdiri dan berjalan beberapa langkah
(usia 12 bulan).
3. Berjalan cepat (15 bulan)
4. Cepat duduk agar tidak jatuh
5. Merangkak di tangga
6. Berdiri di kursi tanpa pegangan
7. Menarik dan mendorong benda keras
seperti meja dan kursi
8. Melempar bola
Tahun
Keterampilan Motorik Halus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2-3
Tahun
3-4
Tahun
64
1. Melompat di tempat
2. Berjalan mundur hingga 3 meter
3. Menendang bola dgn mengayunkan
k ak i
4. Memanjat mebel dan berdiri di
atasnya
5. Langsung bangun tanpa berpegangan
ketika berbaring
6. Berjalan jinjit
7. Naik tangga dengan kaki
8. Lompat dari anak tangga terakhir
9. Mengayuh sepeda
1.
1. Berdiri dengan tumit, tangan di samping tanpa kehilangan keseimbangan
2. Melompat dengan satu kaki
3. Berdiri dengan satu kaki selama 5
detik
4. Menggunakan bahu dan siku pada
saat melempar bola hingga 3 meter
5. Menangkap bola besar
6. Mengendarai sepeda roda tiga
1.
2.
3.
4.
5.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mengambil benda kecil dengan ibu
jari dan telunjuk.
Mengambil benda kecil dalam
mangkuk
Membuka 2-3 halaman buku secara
bersamaan
Menyusun beberapa balok menjadi
menara
Menuang cairan dari satu wadah ke
wadah lain
Memakai kaus kaki, sepatu sendiri
dengan hasil kurang sempurna
Memutar tombol radio atau TV
Mengupas pisang dengan hasil
kurang sempurna
Melakukan kegiatan dengan satu
tangan seperti mencoret-coret
Menggambar garis lurus serta
lingkaran tak bertaruran
Membuka gerendel pintu
Mengenggam pensil
Menggunting dengan hasil kurang
sempurna
Mengancingkankan baju dan
restleting
Membuka tutup toples
Memakai baju lengkap sendiri
Menggambar badan manusia
Menyendok cairan
Mencuci dan melap tangan
Makan dengan sendok garpu
Membawa wadah tanpa
menumpahkan isinya
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Usia
4-5
Tahun
Keterampilan Motorik Kasar
Keterampilan Motorik Halus
1. Menuruni tangga langkah demi
langkah
2. Tetap seimbang ketika berjalan
mundur
3. Melompat selokan selebar 0,5 meter
dengan satu kaki
4. Melempar bola melebihi 4 meter
5. Membuat belokan tajam dengan
sepeda roda tiga
6. Memanjat tangga di lapangan
bermain
1.
Menggunakan gunting dengan baik
meski belum lurus
2. Memasukkan surat ke dalam
amplop
3. Membawa secangkir kopi beberapa
meter tanpa tumpah
4. Memasukkan benang ke dalam
jarum Mengoleskan selai di atas roti
Sumber : Majalah Ayah Bunda "Perkembangan Anak", (2002)
Keterampilan motorik atau istilah
pendidikan aspek psikomotor adalah masa paling penting dan ideal karena pada masa ini anak
dengan senang hati mengulang-ulang suatu
aktivitas hingga terampil, anak bersifat
pemberani artinya tidak takut sakit atau tidak
malu ketika diejek oleh temannya. Tubuh mereka
masih lentur, keterampilan yang dikuasai sedikit
sehingga ketika belajar keterampilan yang baru
tidak mengganggu keterampilan yang sudah
ada. Pada usia empat tahun sudah dapat menggerak motorik secara tepat karena sudah diatur oleh
cortex dalam otak untuk mengerakkan otot.
Lingkungan dapat mempengaruhi
kematangan anak untuk mempelajari sesuatu
aktivitas. Anak yang berada di lingkungan yang
kurang dapat perhatian dari orang tuanya akan
lebih cepat matang dan menguasai keterampilan
lebih cepat daripada anak yang berada di
lingkungan baik. Mereka sudah dapat mengikat
tali sepatunya, menulis huruf abjad, berjalan,
berlari, mewarnai, meronce, dll. Mereka juga
dapat menunjukkan keterampilan motorik yang
baik seperti memotong dengan gunting,
menggunakan pensil warna untuk mewarnai
sebuah gambar. Mereka juga mulai belajar
menulis kalimat dan kata-kata. Setelah enam
atau tujuh tahun semua keterampilan dasar
dapat dikuasai.
b. Perkembangan emosi
Pada masa awal kanak-kanak emosinya sangat
kuat karena ketidakseimbangan sehingga
mudah terbawa ledakan-ledakan sehingga sulit
untuk dibimbing. Hal ini dipengaruhi karena
kegiatan terlalu lelah bermain, tidak mau tidur
siang dan makan terlalu sedikit sehingga ada
gangguan fisiologis. Emosi memegang peranan
penting dalam hidup seorang anak. Tiap bentuk
emosi pada dasarnya membuat hidup terasa
lebih menyenangkan. Oleh karena itu kehangatan perasaan, rasa persahabatan, simpati yang
ditujukan pada orang lain. Setiap orang punya
kebutuhan memberi dan menerima afeksi. Saat
yang terpenting ketika masa awal kanak-kanak,
bila kedua orang tua kurang memberikan kasih
sayangnya maka anak akan mengalami berbagai
macam gangguan seperti terlihat pada tabel 3.
Bila kebutuhan emosional anak terpenuhi
secara seimbang dalam awal kehidupannya
maka ia akan berkembang menjadi anak yang
mampu mewujudkan potensi secara optimal.
c. Perkembangan bermain
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan
berulang-ulang demi kesenangan tanpa ada
tujuan atau sasaran yang hendak dicapai.
Bermain sebagai suatu kegiatan yang muncul
atas motivasi dan kehendaknya sendiri dan tak
perlu diajarkan. Manfaat bermain ditinjau dari
3 aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor
menurut yaitu: (1) aspek kognitif (berhubungan
dengan kecerdasan-berpikir), (2) aspek afektif
(sosial-emosional) , dan (3) aspek psikomotor
(fisik-gerakan) . Ketiga aspek tesebut harus
seimbang karena penelitian longitudinal, yang
dilakukan di USA, terhadap anak TK antara
kelompok yang diberikan 3M (Membaca,
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
65
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Tabel 3: Gangguan pada Diri Anak dan Penyebabnya
No
Gangguan berupa
Men y eb ab k an
1.
Perkembangan fisik yang
lambat
Anak depresi akibatnya terjadi hambatan sekresi
(pengeluaran) hormon pituitary yaitu hormon yang
mengatur metabolisma dan pertumbuhan badan. Sehingga
anak terganggu perkembangan fisiknya
2.
Keterlambatan
perkembangan motorik
Gangguan motorik kasar dan halus seperti duduk, berdiri,
jalan, nulis tidak luwes seperti anak lannya. Bahkan
gagap pada bicara pun bisa terjadi.
3.
Sulit mempelajari
hubungan
Sulit berkomunikasi dengan orang di sekitarnya dan sulit
konsentrasi dan mudah teralih perhatiannya. Sehingga
tampak agresif dan nakal. Lebih penuntut, menarik diri,
egois, kurang minat bergaul dengan orang lain.
4.
Gangguan jiwa
Ada gangguan dari masalah kejiwaannya jika hal ini
terjadi pada anak dalam waktu lama dan pola asuh yang
tidak baik dari waktu ke waktu.
Su mber: Majalah Ayah Bunda "Perkembangan Anak" , (2002)
Menulis dan Menghitung) sangat baik pada
anak yang menekankan kognitif saja,
kenyataannya 10 tahun kemudian kemampuan
akademis mereka sama dengan kelompok anak
TK yang diberikan 3M yang tidak optimal.
Bahkan anak yang terlalu dini dirangsang 3M
akan mengalami gangguan emosi, berperilaku
menyimpang, tidak mau sekolah dan
Tabel 4: Pola Permainan Anak
Usia
Pola permainan
0-1
Tahun
Bermain
b e b as
d an
spontan
Tahapan bermain
Usia 3-4 bulan
Gerakan diulang-ulang
Gerakan dari anggota
tubuhnya sendiri seperti
bermain ludah, tersenyum
Usia 4-8 bulan
Tertarik dengan objek luar
dan gerakan yang diulang
untuk kesenangan .
Usia 7-8 senang melihat TV
karena bergerak dan warna
dominan .
Usia 8 - 12 bulan
Bermain dengan sengaja
dan gerakan lebih majemuk
Mencoba-coba untuk
menggerakkan bola
66
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Jenis bermain
Alat bermain
Peran orang tua
B e b as d an
spontan.
Melakukan
aktivitas
spontan tanpa
tujuan dan
terus
bereksplorasi
seperti
merangkak dan
berjalan kian
kemari
Warna yang
cerah dan
warna-warni.
Permainan
yang
mengeluarkan
bunyi-bunyian
Permainan
yang bergerak
Sebagai teman
bermainnya dan
al at
permainannya.
Orang tua harus
peka melihat
kondisi anak
ketika bermain.
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
memberontak. Sebaiknya anak yang kegiatan
fisiknya sangat aktif harus juga diseimbangkan
dengan kegiatan yang tidak membutuhkan
kegiatan fisik terlalu banyak agar ketekunan,
Usia
Pola permainan
Tahapan bermain
konsentrasi dan kesabaranpun akan tumbuh
dalam diri anak. Pola permainan berdasarkan
usia anak dan jenis permainan dan peran orang
tua dapat dilihat pada tabel 4.
Jenis bermain
Alat bermain
Peran orang tua
1-2
Bermain
Tahun eksplorasi
Senang mengigit, dipencet,
diraba, dipukul, diremas,
dicorat-coret tanpa tujuan.
Belum bisa bicara banyak
tetapi ekspresi wajahnya
bisa dilihat senang atau
marah saat bermain.
Senang bermain berpurapura (menyisir pakai sisir
boneka, minum pakai
gelas kosong).
Nonton TV karena orang
lain tertawa maka ia
menirukan walaupun
tidak tahu apa yang
diketawakan.
Bermain
eksplorasi
Kemampuan
fisiknya sudah
makin
berkembang
dan mulai
tertarik dengan
segala sesuatu
di luar dirinya
d an
kemampuan
kognitifnya
terbatas
sehingga peran
orang tua
sangat kuat
Permainan
yang melatih
motorik dan
mengasah
k e p e k aan
panca indera.
Ukuran mainan
besar, aman,
bersih. Mainan
berbu-nyi saat
dige-rakkan,
mainan
gantungan
(untuk merangsang berdiri) mainan
yang dapat
digerakkan
(merangsang
belajar jalan)
mainan gigitan
senang
menggigit dan
memasukkan
kemulut)
Orang tua harus
ketat perhatian
karena anak
sudah senang
dengan
lingkungan di
luar dirinya
tetapi belum
bisa kontrol
diri.
Jangan terlalu
over protec tive
dapat menyebabkan anak
terhambat perkembangannya
Pendampingan
dari orang tua
sehingga tahu
perkembangan
anaknya.
2-3
Dikenal-Tahun kan
permainan
konstruktif
Memasuki tahap praoperasional Teori Piaget:
mereka mempresentasikan
dunianya melalui katakata dan imajinasi
(bermain purapura/simbolik).
Permainan
konstruktif
yang dapat
melatih
koordinasi
motorik halus
d an k e s ab ar annya. Bermain
paralel dengan
teman artinya
mereka bermain
bersama tetapi
tidak saling
berinteraksi
karena sibuk
dengan
permainan
masing- masing.
Warna yang
menyolok,
ukuran besar,
bersih dan
tidak tajam.
Permainan
yang menggunakan
pikiran seperti
l e g o , b al o k ,
plastisin, alat
menggambar,
kertas lipat,
tanah liat, gips.
Sebagai teman
bermain karena
ingin mandiri
dalam bermain.
Sebagai
pengawas tetapi
b u k an
pengkritik.
Pemberi
motivasi ketika
g ag al
melakukan
kegiatan karena
motivasinya
sering berubahu b ah
Usia 2,6 tahun
Kebutuhan bicara dengan
orang lain walau
pembendaharaan terbatas .
Usia 3 tahun
Pembendaharaan meningkat sehingga dapat bicara
lebih dimengerti.
Permainan kognitif seperti
menyusun balok, membuat karya dari plastisin.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
67
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Usia
Pola permainan
Tahapan bermain
Jenis bermain
Alat bermain
Peran orang tua
3-4
PermainTahun an dengan aturan
sederha-na
Anak sudah terampil
motorik kasar dan halus
tetapi harus lebih diasah
supaya lebih berkembang.
Permainan role play sangat
disenangi mereka karena
mereka dapat berimajinasi,
selain itu melatih sosioemosianal , motorik serta
bahasa dan belajar
menunggu giliran.
Permainan yang
menggunakan aturan
sederhana
Keterampilan
motorik kasar
dan halus
s u d ah b ai k
mulai
bersosialisasi.
Melalui
permainan
aturan
sederhana anak
dapat dilatih
motorik dan
sosial-emosinya
serta bahasa
Permainan
yang dapat
mengklasifikasi bentuk, warna, ukuran.
Permainan role
play seperti
dokter-dokter-an, pasarpasaran.
Permainan
yang mengasah motorik
halus seperti
mengancing
baju, meronce,dll.
Permainan
yang melatih
motorik ka-sar
seperti bermai n s e p e d a,
ayunan
Sebagai fasilitator dalam
mendampingi
anak bermain
role play artinya
ikut juga terlibat
d al am
permainan itu
sambil
membelajarkan
anak mematuhi
aturan
permainan yang
ad a
4-5
Bermain
Tahun sosial
Permainan yang bersifat
kompetetif artinya ada
unsur menantang dalam
diri untuk berlomba
dengan teman sebaya.
Senang mengobrol denga
teman sebaya dan
menyukai bermain peran
dengan teman sebaya
Bermain sosial
karena sudah
d ap at
bersosialisasi
dengan baik.
Sudah tidak
bermain paralel
l ag i
Permainan
yang bersifat
bermain peran
Permainan
orang dewasa
misalnya adu
kelereng,
lempar tangkap bola, bergulat, memasak. Permainan
olahraga seperti lompat
kodok, meniti
trotoar, melemp ar b o l a k e
kaki meja,
berenang.
Menghargai
pilihan anak
jangan melarang
anak untuk
bermain dengan
siapa atau
bermain apa.
Mengarahkan
anak untuk
berkompetensi
sehat .
Keterlibatan
orang tua jangan
sampai
mengurangi
kebebasan anak.
Memasuki tahap
operasi-onal Teori
Piaget: mereka sudah
berpikir logis dan dapat
mengkaitkan beberapa
konsep tetapi masih
perlu bantuan benda
nyata.
Bermain dengan teman
gengnya
artinya kegiatan yang dilakukan teman
sebaya (geng)
untuk mengisi
Peralatan
menjahit,
peralatan
untuk menggambar/melukis, peralatan untuk tukang, peralat-
Pemberi
motivasi
ketika gagal
melakukan
kegiatan
karena
motivasinya
sering
berubah-ubah
7-9
Bermain
Tahun konstru-
ktif
68
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Usia
Pola permainan
Tahapan bermain
Jenis bermain
Alat bermain
Peran orang tua
Permainan kognitif lebih
disukai mereka seperti
membuat karya dari
kayu/balok untuk anak
laki-laki.
Menjahit, menggambar,
membentuk perhiasan dari
tanah liat atau kancing dan
bernyanyi untuk anak
perempuan
waktu mereka
ketika kosong
an listrik atau
peralatan
musik
motivasinya
sering berubahu b ah
Bermain
menjelaj ah
Pada masa akhir kanakkanak anak sudah tidak
senang menjelajah di
dalam lingkungan rumah
tetapi lingkungan yang
lebih luas seperti
lingkungan tetangga.
Kegiatan ini senang
dilakukan bersama teman
sebaya satu gengnya.
Permainan
menjelajah
d i l ak u k an
karena rasa
ingin tahu anak
tentang segala
yang terjadi di
lingkungan
sekitar di luar
dirinya.
Kegiatan
pramuka,
kegiatan
kemah di luar
halaman
rumah,
kegiatan,
kegiatan
berbelanja
bersama teman.
Mengawasi dan
mengarahkan
pada berbagai
kegiatan di luar
rumah.
Mengumpulk an
Sebagai salah satu
kegiatan bermain yang
s u d ah d i l ak u k an s e j ak
kecil.
Mengumpulkan benda
yang menjadi favoritnya
dilakukan karena iri hati
pada teman, gengsi dan
memberikan kesenangan
bagi kolektornya.
Mengkoleksi
benda awalnya
anak akan
mengumpulkan
segala benda
yang menjadi
perhatiannya
tetapi berangsur
usia maka anak
ak an
menfokuskan
pada satu
benda yang
akan disenangi
dan berbeda
deng-an temanteman untuk
dikumpulkannya dan
menyimpannya secara
sistematis dan
dipajang
Koleksi boneka
barbi, koleksi
yang berbau
Superman,
ko l e ks i
perhiasan,
k o l e k s i j am
tangan, dll
Memberi
kepercayaan
dan kesempatan
kepada anak
untuk dapat
mengoleksi
benda
kesayangan
dengan tujuan
positif dan
didapat dengan
cara yang baik
7-9
Bermain
Tahun konstruktif
Sumber: Majalah Nakita "Mainan dan Permainan" , (2007)
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
69
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Menurut Jean Piaget seorang psikolog dari
Swiss dalam Hurlock (1999: 222), kemampuan
intelektual dibagi dalam 4 tahap yaitu: 1) tahap
sensorimotorik (lahir – 2 tahun) , motorik anak
berkembang dari refleks menjadi gerakan yang
bertujuan, yang melibatkan seluruh alat indera
(misalnya memasukkan benda ke dalam mulut ,
mulut terbuka ketika disuapi makanan); 2) tahap
praoperasional (2-7 tahun) pada tahap ini
pemikian anak masih didominasi oleh hal yang
berkaitan dengan aktivitas fisik dan persepsinya
sendiri, berpikir masih egosentris dan belum
punya pemahaman realitis dan obyektif tentang
lingkungan yang berada di luar dirinya, belum
mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan angka atau pengelompokkan benda ;
3) tahap operasi kongkrit (7-11 tahun)
kemampuan abstrak sudah lebih baik tetapi
masih perlu benda kongkrit (dikaitkan dengan
kehidupan nyata) untuk memahami suatu
benda, pembentukan konsep waktu, ruang,
bilangan, pengelompokkan benda, berpikir
rasional sudah nampak pada tahap ini; 4) tahap
operasi formal (di atas 11 tahun) anak sudah
mampu untuk berpikir abstrak dan memecahkan
masalah dengan menggunakan berbagai
alternaif serta dapat berpikir secara kombinasi
dari berberbagai informasi. Penalarannya sudah
logis dan mampu memahami masalah yang
kompleks.
Dari tahapan bepikir di atas dapat
disimpulkan bahwa anak berpikir dan melihat
hubungan-hubungan terlihat ketika mereka
bermain atau menjelajah lingkungan karena
dengan meningkatnya koordinasi motorik,
pembendaharaan kata, kemampuan untuk
bertanya sehingga perkembangan pesat untuk
mengerti apa itu benda dan makhluk hidup.
Pada tahap praoperasional ini anak mulai
berpikir lebih khusus karena mereka sudah
mulai memperhatikan hal-hal yang lebih kecil.
Sehingga tidak mudah bingung jika dia
menemukan benda yang sama.
Kemampuan anak dalam memahami
konsep bilangan artinya berkaitan dengan
jumlah dan angka pada usia tujuh ahun baru
mereka memahami konsep blangan. Sementara
70
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
banyak anak usia 18 bulan sudah bisa
membilang satu sampai sepuluh bukanlah
berarti anak itu paham melainkan mereka
menirukan saja. Bila ada benda di atas meja dan
mereka diminta untuk menghitung maka mereka
tidak akan mampu. Perlu waktu lama untuk
anak dapat memahami konsep bilangan karena
sifatnya abstrak. Pada usia tiga tahun anak
hanya dapat membilang dari angka satu sampai
tiga sedangkan Pada usia empat tahun anak
hanya dapat membilang dari angka satu sampai
empat dan anak pada usia lima tahun anak
hanya dapat membilang dari angka satu sampai
lima. Kemampuan mereka belum dapat untuk
mengoperasikan bilangan seperti menjumlah,
mengurangi, mengali dan membagi. Sebelum
mereka dapat memahami konsep bilangan secara
lengkap awalnya anak harus mengerti dulu
ukuran benda. Anak pada usia tiga –tiga
setengah tahun sudah dapat membedakan
benda yang ukuran benda besar dan kecil, pada
usia empat - lima tahun. Setelah itu anak dapat
mengelompokan benda-benda.
2. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa
dipisahkan dari kegiatan saling berkomunikasi.
Untuk berkomunikasi manusia memerlukan
suatu media yaitu bahasa. Bahasa adalah suatu
bentuk komunikasi lisan, tertulis atau isyarat
yang digunakan secara kombinasi oleh
masyarakat. Menurut Semiawan (1999: 112),
bahasa merupakan suatu kode atau sistem
simbol dan urutan kata-kata yang diterima secara
konvensional untuk menyampaikan konsepkonsep atau ide-ide dan berkomunikasi melalui
penggunaan simbol-simbol yang diatur oleh
ketentuan yang ada.
Bahasa juga merupakan alat komunikasi
dengan orang lain dan kemudian berlangsung
dalam suatu interaksi sosial. Menurut Tarigan
(1985 : 3), bahasa meliputi empat aspek
keterampilan yaitu aspek keterampilan
berbicara, menulis, menyimak, dan membaca.
Menurut Ralph Waldo dalam Santrock
(2007:353), ada lima sistem aturan bahasa dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Tabel 5: Sistem Aturan Bahasa
Sistem Aturan
Deskripsi
Contoh
Fonologi
Sistem suara dalam sebuah Sebuah fonem adalah unit terkecil dalam
bahasa.
sebuah bahasa.
Morfologi
Kata rumah dibunyikan
dari "ru" dan "mah"
Sistem dari unit-unit bermakna yang terlibat
dalam pembentukan kata.
Sintaksis
Sistem yang melibatkan
bagaimana kata-kata
dikombinasikan sehingga
membentuk frasa-frasa dan
kalimat yang dapat diterima.
Bus merupakan morfem tunggal, karena b dan us
tidak memiliki arti. Walaupun "bu" dan "s" bila
dipisahkan mempunyai arti bu adalah ibu. Tetapi
s tidak.
Semantik
Sistem yang melibatkan arti
kata dan kalimat.
K u da
hitam
lari
sangat kencang
Kt benda kt sifat kt kerja
kt keterangan
Kalimat terdiri dari frasa kata benda dan frasa kata
kerja
Pragmatik
Berbicara sopan pada guru dengan menggunakan
Sistem yang menggunakan
percakapan dan pengetahuan tata bahasa. Misalnya bolehkan saya izin untuk ke
yang tepat terkait penggunaan kamar mandi?
bahasa secara efektif dalam
konteks.
Sejak bayi sudah mulai belajar bahasa yaitu
ketika ia menangis minta susu pada ibunya.
Ketika itu bayi itu sedang berbicara melalui
bahasa isyarat. Berangsurnya usia bayi mulai
mereka untuk menyimak apa yang didengar dari
lingkungan. Selanjutnya anak usia dua - tiga
tahun mulai dengan belajar bicara dari kosa kata
yang sering didengarnya. Usia empat – enam
tahun anak sudah mulai belajar baca dan tulis
dengan konsep yang sangat sederhana sebagai
pengenalan anak pada baca dan tulis yaitu
melatih gerakan motorik halus seperti menulis
huruf. Usia tujuh - delapan tahun anak lebih
matang untuk gerakan motorik halus seperti
menulis dan mewarnai sehingga pengenalan
baca dan tulis lebih kompleks. Usia sembilan
sampai 12 tahun anak sudah paham akan
bacaan yang dibaca dan anak dapat mengungkapkan ekspresi dirinya melalui tulisan seperti
puisi, sajak atau karangan.
Di atas secara singkat telah dipaparkan
perkembangan bahasa yang dialami oleh bayi
hingga anak usia 12 tahun (Anak SD kelas 6). Di
bawah ini disajikan perubahan perkembangan
bahasa anak pada masa awal kanak-kanak ( 0-5
tahun) terjadi sebagai tertera dalam tabel 6.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
Fungsi pengembangan Bahasa Indonesia di
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah:
a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan
disiplin pada anak.
b. Mengenalkan anak dengan dunia sekitar.
c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang
baik.
d. Mengembangkankemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas
dan kemampuan yang dimiliki anak.
f. Menyiapkan anak untuk memasuki
pendidikan dasar.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
71
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Tabel 6: Perubahan Perkembangan Berbahasa Anak
No
Sistem Aturan
Kejadian
1
Fonologi
Kesulitan untuk mengucapkan kelompok konsonan misalnya strika.
Umumnya akan berlanjut hingga memasuki masa akhir anak-anak.
2
Morfologi
Anak sudah dapat mengungkapkan lebih dari dua kata misalnya
kakak memukul saya dan saya dipukul kakak.
3
Sintaksis
Anak belajar menerapkan aturan untuk membentuk kalimat sesuai
aturan. Misalnya badu membawa buku bukan membawa badu
buku. Orang tua memperbaiki kalimat yang salah tersebut untuk
sesuai aturan SPOK. Akan terus berlanjut pemelajaran hingga masa
akhir dengan kalimat yang lebih kompleks.
4
Semantik
Anak pada masa ini sangat pesat belajar kosa kata hingga 5 - 8 kata
sehari mereka serap sehingga diperkirakan pada usia 6 tahun sudah
8000 hingga 14000 kata yang sudah dikuasai.
5
Pragmatik
Usia 2 tahun berbeda dengan 6 tahun, pada usia 6 tahun mereka
sudah dapat berbicara imaginatif dan gaya bicara lebih sopan dengan
orang dewasa.
Dikutip dari Ralph Waldo dalam Santrock (2007:355)
Menurut Early Learning Goals 1999 dalam
Masitoh tujuan pengembangan bahasa pada
usia awal dijabarkan sebagai berikut: (a)
menyenangi mendengarkan /menyimak dan
menggunakan bahasa lisan dan lebih siap dalam
bermain dan belajarnya; (b) menyelidiki dan
mencoba dengan suara-suara, kata-kata dan teks;
(c) mendengarkan dengan kesenangan dan
merespon ceritera, lagu, irama, dan sajak-sajak
daan memperbaiki sendiri ceritera, lagu, musik
dan irama; (d) menggunakan bahasa untuk
menciptakan, melukiskan kembali peran dan
pengalaman; (e) Menggunakan pembicaraan,
untuk mengorganisasi, mengurutkan, berpikir
jelas, idea, perasaan dan kejadian-kejadian; (f)
mendukung mendengarkan dengan penuh
perhatian; (g) merespon terhadap apa yang
mereka dengar dengan komentar pertanyaan
dan perbuatan yang relevan; (h) interaksi
dengan orang lain, merundingkan rencana dan
kegiatan dan menunggu giliran dalam
percakapan; (i) memperluas kosa kata mereka,
meneliti arti dan suara dari kata-kata baru; (j)
mengatakan kembali ceritera-ceritera dalam
urutan yang benar, menggambarkan pola bahasa
pada ceritera; (k). berbicara lebih jelas dan dapat
72
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
di dengar dengan kepercayaan dan
pengawasan dan bagaimana memperlihatkan
kesadaran pada pendengar; (l) mendengarkan
dan berkata, ciri dan suara akhir dalam katakata; (m) menyesuaikan suara dan huruf,
memberi nama , mengarahkan huruf-huruf
dalam alphabeth; (n) membaca kata-kata umum
yang sudah dikenal dan kalimat sederhana; (o)
mengetahui bahwa cetakan itu memiliki arti
contoh dalam bahasa inggris membaca dari kiri
ke kanan dari atas ke bawah; (p) menunjukkan
pemahaman dari unsur-unsur buku seperti
karakternya urutan kajian dan pembahasan; (q)
mencoba menulis untuk berbagai pilihan; (r)
menulis nama sendiri dan benda-benda lain
seperti sebagai label dan kata-kata di bawah
gambar dan mulai dari bentuk kalimat
sederhana, kadang-kadang menggunakan tanda
baca; (s) menggunakan pengetahuan huruf
untuk menulis kata-kata sederhana dan
mencoba dengan kata-kata yang lebih kompleks;
dan (t) memegang pinsil dan menggunakan
secara lebih efektif untuk membentuk huruf yang
dapat dikenal.
Pengembangan bahasa untuk anak TK
dikutip dari Depdiknas dalam Masitoh (2000)
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
ada sembilan prinsip pembelajaran seperti: (1)
sesuaikan dengan tema kegiatan dan
lingkungan terdekat; (2) pembelajaran harus
berorienatasi pada kemampuan yang hendak
dicapai sesuai potensi anak; (3) tumbuhkan
kebebasan dalam mengungkapkan pikiran dan
perasaan dikaitkan dalam spontanitas; (4)
diberikan alternatif pikiran dalam mengungkapkan isi hatinya; (5) komunikasi guru dan
anak akrab dan menyenangkan; (6) guru
menguasai pengembangan bahasa; (7) guru
harus bersikap normatif, model, contoh
penggunaan bahasa yang baik dan benar; (8)
bahan pembelajaran membantu pengembangan
kemampuan dasar anak ; dan (9) tidak menggunakan huruf satu-satu secara formal.
Peran pendidik (orang tua, guru, dan orang
dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya
pengembangan potensi anak empat - enam
tahun. Upaya pengembangan tersebut harus
dilakukan melalui kegiatan bermain sambil
belajar atau belajar seraya bermain. Dengan
bermain anak memiliki kesempatan untuk
bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
a. Keterampilan berbahasa
1) Aspek berbicara dan mendengarkan
(menyimak)
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan
komunikasi dua arah yang langsung antara
berbicara dan menyimak terdapat hubungan erat
seperti: ujaran biasanya dipelajari melalui
menyimak atau meniru (pemodelan), kata-kata
yang dipelajari anak biasanya dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan budaya. Semakin banyak
anak melakukan kegiatan menyimak maka
kualitas berbicara anak akan menjadi lebih baik.
Hal penting yang harus diperhatikan
seorang anak kecil belajar berbicara adalah (a)
persiapan fisik untuk berbicara artinya
tergantung dari kematangan otot untuk berbicara
seperti langit-langit mulut datar, saluran suara
,dll; (b) kesiapan mental untuk berbicara
bergantung pada kematangan otak anak; (c)
model yang baik untuk ditiru yaitu kondisi
lingkungan ketika mendengar TV, perintah orang tua, dll; (d) kesempatan untuk berpraktek
artinya diberi kesempatan untuk berceloteh
walaupun salah; (e) motivasi akan melemah jika
orang tua mencoba untuk terus memahami
bahasa isyarat dan tangisan anak ; dan (f)
bimbingan dengan cara menyediakan model
yang baik dan mengatakan kata dengan
perlahan dan jelas.
Kosa kata yang dikuasai oleh anak-anak
pada usia dini antara lain: (a) kata benda yaitu
kata pertama yang dikuasai oleh anak bersuku
kata satu (celoteh mereka) ; (b) kata kerja adalah
tahap berikutnya belajar melukiskan tindakan
(ambil...; pegang ...) ; (c) kata sifat mulai muncul
dari usia satu setengah tahun seperti baik, buruk,
bagus, jelek, nakal, baik... ; (d) kata keterangan
mulai muncul bersamaan dengan kata sifat
seperti di sana, di sini ; dan (e) kata perangai
atau kata ganti akan muncul paling akhir karena
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
73
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
bingung untuk menggunakan kata “ku, nya ,
kami dan mereka”.
Untuk lebih jelasnya mengenai tugas
perkembangan bahasa pada aspek berbicara
untuk anak usia dini dipaparkan dalam tabel 7.
Kosa kata khusus yang dikuasai oleh anakanak pada masa ini antara lain: (a) kosa kata
warna mulai dikenal anak usia empat tahun
tergantung pada minat dan kesempatan mereka
untuk belajar ; (b) jumlah kosa kata berdasarkan
usia lima tahun diharapkan dapat menghitung
tiga objek, usia enam tahun diharapkan dapat
memahami bilangan seperti menghitung jumlah
(lima, sembilan...) ; (c) kosa kata waktu seperti
pagi, siang, hujan, panas sekitar enam atau tujuh
tahun ; (d) kosa kata uang dikenal oleh anak
pada usia empat atau lima tahun dengan melihat
ukuran dan warna ; dan (e) kosa kata ucapan
populer muncul usia empat sampai delapan
tahun biasanya anak lelaki punya istilah sendiri
dan anak perempuan juga dalam kelompoknya
bisa jadi menjadi bahasa rahasia dalam bentuk
isyarat.
Orang tua yang baik akan peduli pada
perkembangan bahasa bayi dan anak pada awal
masa ini. Naomi Baron dalam Santrock (2007:
376) memberikan ide untuk menolong para
orang tua mendukung perkembangan bahasa
anak untuk bayi sebagai berikut: (1) menjadil
teman bicara yang aktif, (2) berbicara seolah-olah
bayi memahami apa yang dikatkan agar anak
dapat menyesuaikan diri, (3) mempergunakan
gaya bahasa yang nyaman, (4) menjadi
pendengar yang baik, (5) menganggap orang tua
mengerti apa yang diucapkan oleh anak , serta
6) tidak membandingkan jenis kelamin atau
kemampuan berbicara anak dengan lainnya.
Bentuk-bentuk perilaku anak yang mendapat gangguan untuk aspek-aspek keterampilan bahasa adalah sebagai pada tabel 8.
Tabel 8: Bentuk-bentuk Perilaku Anak yang Mendapat Gangguan untuk
Aspek-Aspek Keterampilan Bahasa
No
Perilaku
Keterangan
1.
Disleksia
Gangguan perkembangan membaca karena ada kelainan atau hambatan
perk pada belahan otak sebelah kiri (berbicara,verbal dan bahasa
manusia). Hal ini disebabkan oleh kemampaun orientasi ruang si anak
yang tidak berkembang dengan baik. (membedakan kanan, kiri, bawah,
atas) sehingga dia tidak salah membunyikan huruf p,d, b atau palu
dibaca pula) bila gejala ini muncul saat belajar membaca dan menulis
belum menunjukkan gejala disleksia. Bahkan tidak bisa membedakan
arah kiri dan kanan. Hal ini perlu latihan.
2.
Gagap
Bentuk kelainan bicara yang ditandai dengan tersendatnya pengucapan
kata-kata. Misalnya tiba-tiba anak tidak dapat mengungkapkan kata-kata
perlu waktu lama dan disertai kejang otot leher dan diagfragma yang
disebabkan oleh tidak sempurnanya koordinasi otot bicara. Hal ini
karena genetik, ganagguan alat pendengaran dan syaraf, tuntutan
orangtua te rlalu tinggi untuk bisa bicara saat 2-3 tahun sehingga
digembeleng terus sehingga anak tertekan dan cemas ada 3 jenis gagap
yaitu gagap perkembangan pada usia 2-4 tahun , gagap sementara pada
usia 6-8 tahun kaena adaptasi mental dengan lingkungan, gagap menetap
pada usia 3-8 tahun. Gugup bisa berkembang menjadi gagap hal ini akan
berpengaruh pada pola pikir anak, prestasi di sekolah. Oleh karena itu
perlu diberi pelajaran tambahan, dengarkan keluhan anak, beri motivasi
untuk terus mau belajar, beri kesempatan anak untuk mau bergaul
dengan teman.
74
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
No
Perilaku
Keterangan
3.
Clutering
Keahlian anak untuk bicara karena belum ada ide dalam pikirannya. Hal
ini karena kurangnya koordinasi anatara ide dan pengucapan terjadi
karena keterlambatan kontrol motorik dan perkembangan kemampuan
bicara anak yang lambat. Ciri-ciri clutering seperti: bicara terburu-buru,
beberapa kata sering tertukar, perilakunya sering terburu-buru
melakukan aktivitas, tidak ada sinkronisasi dalam penggunaan bagian
tubuh kanan dan kiri, kondisi anak stres dan tegang. Penanganannya
melalui: melatih anak dengan bicara tempo lambat dan disertai latihan
pernafasan perut, ciptakan suasana santai dan menyenangkan, beri
pujian.
4
Komunik as i
Pertukaran pikiran dan perasaan. Dapat dilakukan dengan berbagai cara:
gerakan tubuh, ekspresi wajah, bahasa secara lisan dan tulisan. Anak
menggunakan bentuk bahasa yang mempunyai arti bagi orang yang
diajak bicara baik secara verbal maupun non, misalnya anak menunjuk
botol sambil mengucapkan tol. Atau ibu melarang sambil menggelengkan
kepala sambil telunjuknya bergoyang sambil mengucapkan tidak boleh.
Anak dibawah usia 18 buan dipersiakan secara mental dan otot bicara
untuk memasuki komunikasi bicara.
5
Menangis
Cara awal bayi untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Arti
tangisan bayi kuat, lemah, lama atau sebentarnya mempunyai arti.
Melalui tangisan dia bisa mengkomunikan rasa sakit, ingin sesuatu, ingin
di temani, dll.
6
Omong
jorok
Kata-kata yang diucapkan untuk tidak sepantasnya diucapkan karena
tidak sopan. Penyebabnya karena ingin menarik perhatian, untuk
membuat orang dewasa terkejut, untuk meredakan ketegangan, ingin
dianggap orang dewasa, agar diterima oleh kempoknya. Pencegahannya
dengan cara memberikan contoh yang baik, memberikan anak
kesempatan mengekspresikan perasaannya, ajak berdiskusi.
Penangangannya melalui cara sbb: jangan pedulikan apa yang telah
diucapkan, berlagak bodoh dengan bertanya artinya, menunjukkan
empati pada anak yang frustasi, memberi hukuman atau pujian dan
tunjukkan ketidaksetujuan dengan ekspresi wajah.
7
Mengoceh
Bayi pada minggu ke-6 sudah dapat mengeluarkan suara kesenangan
atau kepuasan. Suara itu berasal dari gerakan alat suara. Tergantung pula
pada rongga mulut. Rangkaian satu huruf dan konsonan misalnya da,
ma, pa.. lalu kombinasi menjadi satu rangkaian ma-ma-ma, da-da-da...
lalu menjadi serangkaian kata seperti mama, papa, dada.
Sumber: Majalah Ayah Bunda "Perkembangan Anak", (2002).
2). Aspek membaca dan menulis
Membaca adalah menerjemahkan simbol (huruf)
ke dalam suara yang dikombinasikan dengan
kata-kata. Kata-kata tersebut disusun sehingga
kita dapat belajar memahaminya dan kita dapat
membaca catatan (Lee Tze Peng, 1844 dalam
Masitoh). Memulai membaca sejak usia dini
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi
anak usia pra sekolah, karena usia satu sampai
lima tahun dikenal sebagai sesuatu yang paling
penting dalam perkembangan anak. Tentunya
berbeda dengan membaca di SD. Kegiatan di TK
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
75
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
dirancang untuk mempersiapkan membaca dari
pada mengajar anak membaca. Anak usia dini
yang menyukai gambar atau huruf sejak awal
perkembangannya akan mempunyai keinginan
membaca lebih besar karena mereka tahu
membaca dapat membuka pintu baru dan
menyenangkan bagi mereka.
Perilaku kesiapan membaca dapat
diperlihatkan sebagai (a) rasa ingin tahu yang
besar tentang benda-benda di dalam lingkungan,
manusia, proses dan sebagainya; (b) mampu
untuk menerjemahkan atau membaca gambar
dengan mengidentifikasikan dan menggambarkan; (c) menyeluruh dalam pembelajaran
anak; (d) melalui kemampuan berkomunikasi
dengan bahasa percakapan khususnya kalimat;
(e) memiliki kemampuan untuk membedakan
persamaan dan perbedaan dalam dan suara
secara cukup baik untuk mencocokan satu kata
dengan yang lainnya; (f) keinginan untuk belajar
membaca; (g) memiliki kematangan emosional
yang cukup untuk dapat konsentrasi dan terus
menerus dalam satu tugas; (h) memiliki percaya
diri dan stabilitas emosi; dan (h) mempunyai
banyak pengalaman yang menyenangkan
dengan membaca. (bahan bacaan untuk
membaca dini harus sesuai dengan bahas dan
pengalaman anak).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca pada anak usia dini antara lain .
a). Fisiologis yaitu meliputi kesehatan fisik,
jenis kelamin dan otak. Misalnya, perlu
diperiksa mata anak sebelum mereka akan
memulai kegiatan membaca permulaan.
Atau kadang-kadang anak belum matang
untuk mengucapkan perbedaan bunyi
bahasa dan mendengar kemiripan huruf b,
p, d.
b). Intelektual adalah kemampuan untuk
bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir
rasional dan berbuat efektif terehadap
lingkungan. IQ baik untuk mempengaruhi
membaca permulaan.
c). Lingkungan dapat membentuk pribadi,
sikap dan nilai-nilai serta kemampuan
bahasa anak. Seperti latar belakang anak
dan pengalaman anak di rumah dan sosial
ekonomi sangat mempengaruhi kemampuan membaca juga. Bila anak dalam
76
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
keluarga yang hangat atmosfernya maka
anak lebih termotivasi membaca daripada
anak yang mengalami brokenhome. Apabila
fasilitas membaca disediakan untuk
membaca maka anak tersebut akan lebih
baik kemampuan membacanya daripada
yang tidak ada fasilitas membaca di rumah.
Terdapat hubungan erat antara membaca
dan menulis ketika anak memperlihatkan
kegiatannya dalam menulis kegiatan membaca
akan meningkat. Menulis memerlukan
kemampuan motorik halus, koordinasi mata
dengan tangan anak memegang peralatan
menulis, cara dasar penulisan persepsi huruf
dan bahasa cetak .
Anak mulai menulis dimulai dengan
kegiatan mencorat coret (scribbing) sekitar usia 2
tahun atau 3 tahun. Keahlian motorik mereka
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
mulai sanggup menulis huruf-huruf pada masa
awal kanak-kanak (Santrock : 2007: 365). Pada
usia 4 tahun mereka sudah dapat menuliskan
nama depan nama mereka. Pada usia 5 tahun
dapat menuliskan kembali huruf-huruf yang
mereka lihat dan menirukan menuliskan
beberapa kata yang pendek. Mereka lambat laun
akan mampu membedakan ciri khas dari huruf
seperti huruf V, S, T, ...
Kegiatan anak ketika mereka mencoba
teknik menulis menggunakan lekuk-lekuk dan
garis sebagai huruf, meniru tulisan atau meniru
huruf-huruf yang dapat dikenal, menulis nama
sendiri, menulis beberapa kata atau frase pendek,
menulis frase atau kalimat bervariasi. Menulis
dapat dilakukan anak dengan berbagai cara
seperti menggambar, tulisan cakar ayam, bentuk
yang mirip dengan huruf, ejaan konvensional
yang ditulis sendiri. Anak usia prasekolah harus
memiliki pengetahuan tentang segi-segi grafis
dari cetak sebelum menerima pembelajaran formal membaca dan menulis. Mereka harus
memiliki pengertian dari hubungan antara
simbol tulisan dan suara bahasa kata.
Kemampuan menulis anak akan berangsurangsur bersamaan dengan munculnya bahasa
lisan. Oleh karena itu kita sebagai guru atau
pembimbingnya harus memahami dan
menerima tulisan anak usia prasekolah sebagai
alat komunikasi dan memahami apa yang
diharapkan anak melalui tulisannya, karena
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
anak TK belum sebagaimana halnya tulisan
dengan bentuk-bentuk huruf yang jelas seperti
tulisan kita.
Menurut Brown 1990 dalam Masitoh, ada
empat tahap dalam menulis yaitu pre communicative writing, semphonic writing, phonic writing,
dan trantitional writing. Pre communicative writing, anak belajar bahwa huruf-huruf itu
membantu kata-kata untuk keperluan berkomunikasi. Anak memperhatikan orang tua atau
saudara-saudaranya membaca dan menulis
sekalipun anak belum menghubungkan huruf
dan bunyi. Anak tetap saja menulis sekalipun
orang tua menganggapnya main-main. Semphonic writing, dengan membayangkan kemampuan
berbahasa anak melalui pemahaman huruf,
bunyi dengan konsonan dalam posisinya sebuah
kata. Sayangnya ini belum diakui sebagai
komunikasi yang sesungguhnya. Pembaca dapat
memahaminya apabila anak membaca apa yang
telah dituliskan. Phonic writing, anak mulai
mengeja bunyi kata menutur struktur katadan
trantitional writing, periode transisi di mana anak
mulai mengikuti aturan-aturan bagi standar
ejaan. Setelah itu anak mulai mendemonstrasikan pengetahuannya tentang ketatabahasaan dan standar ejaan.
Tahapan perkembangan bahasa dapat
dilihat berdasarkan usia anak adalah seperti
terlihat dalam tabel 9.
Tabel 9: Bentuk-bentuk Perilaku Anak yang Mendapat Gangguan untuk
Aspek-Aspek Keterampilan Bahasa
T ah ap an
Rentang
Usia
Deskripsi
0
Mulai
lahir
hingga
u si a 1
tahun
Anak-anak menguasai prasayarat membaca. Banyak anak mempelajari
gerak membaca kiri-kanan dan tatanan membaca, bagaimana
mengidentifikasi huruf-huruf dan alpabeth serta bagaimana menulis
nama mereka. Banyak anak belajar membaca kata-kata yang muncul di
rambu jalan. Sebagai akibat dari acara TV dan program prasekolah dan
TK, banyak anak belia telah memiliki kemampuan membaca pada usia
lebih awal daripada masa lampau.
1.
Tingkat
1 d an 2
Pada tingkat ini, anak mulai belajar membaca. Dengan melakukannya
mereka juga memperoleh kemampuan membunyikan kata-kata
menerjemahkan huruf menjadi bunyi dan mencampur bunyi menjadi
kata). Mereka juga melengkapi pembelajaran mereka dengan nama dan
bunyi huruf.
2.
Tingkat
2 d an 3
Anak menjadi lancar dalam mengulang tiap kata dan keahlian membaca
yang lain. Akan tetapi, pada tahapan ini membaca belum digunakan
secara efektif dalam pembelajaran. Tuntutan membaca dakan menguras
stamina anak-anak pada tahapan ini sehingga mereka umumnya
kelelahan sebelum mampu menyerap intisari bacaan.
3.
Tingkat 4 Pada tingkat 4 hingga 8 anak menjadi lebih mampu memperoleh
hingga 8 informasi dari media cetak. Dengan kata lain, mereka membaca untuk
belajar. Mereka masih mengalami kesulitan memahami intonasi yang
ditampilkan dari beragam sudut pandang dalam satu cerita. Ketika anak
tidak belajar membaca, anak cenderung mengalami kesulitan serius
dalam berbagai mata pelajaran.
4.
SMA
Banyak siswa menjadi pembaca-pembaca yang sangat kompeten. Mereka
mengembangkan kemampuan untuk memahami materi yang
ditampilkan dari berbagai sudut pandang. Hal ini memupuk mereka
mendiskusikan literatur, sejarah, ekonomi, dan politik.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
77
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
3. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk
mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan
atas pembiasaan-pembiasaan yang memiliki
tujuan untuk mengembangkan kemampuan
menolong diri sendiri.
Pembelajaran berorientasi pada prinsipprinsip perkembangan anak usia prasekolah dan
sekolah awal kelas 1-2 SD yaitu: (a) anak belajar
dengan baik apabila kebutuhan fisiknya
terpenuhi serta merasakan aman dan tentram
secara psikologis; (b) siklus belajar anak selalu
berulang. (c) Anak belajar melalui interaksi
sosial dengan orang dewasa dan anak-anak
lainnya; (d) minat dan keingintahuan anak akan
memotivasi belajarnya; (e) perkembangan dan
belajar anak harus memperhatikan perbedaan
individu; (f) kegiatan pembelajaran pada anak
harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak; (g) bermain merupakan pendekatan
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
pada anak usia TK dan kelas awal SD; (h)
kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang
dengan menggunakan pendekatan tematik dan
beranjak dari tema yang menarik minat anak; (i)
pemilihan tema dalam kegiatan pembelajaran
hendaknya dikembangkan dari hal-hal yang
paling dekat dengan anak, sederhana, serta
menarik minat anak; (j) proses pembelajaran
yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh
pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang
menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak,
memotivasi anak untuk berpikir kritis dan
menemukan hal-hal baru; dan (k) lingkungan
pembelajaran harus diciptakan sedemikian
menarik dan menyenangkan sehingga anak
selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di
dalam maupun di luar ruangan.
Beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mengajar pada anak usia dini dan awal
kelas SD seperti: (a) metode bercerita; (b) metode
bercakap-cakap; (c) metode tanya jawab ; (d)
metode pemberian tugas; (e) metode karya
wisata; (f) metode demonstrasi ; (g) metode
sosiodrama ; (h) metode eksperimen ; (i) metode
bermain peran ; dan (j) metode proyek. Dalam
tabel 10 akan dipaparkan setiap metode.
Tabel 10: Metode Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Metode
Keterangan
Bercerita
Cara bertutur kata
d an
menyampaikan
cerita atau
memberikan
penjelasan kepada
anak secara lisan.
Bercakap-- Suatu cara
cakap(c ir- penyampaian
bahan
c le time)
pengembangan
yang dilaksanakan
melalui bercakapcakap dalam
bentuk tanya jawab
antara guru dan
anak (diskusi)
78
Tujuan
Kegiatan
Melatih daya tangkap anak.
Melatih daya pikir .
Melatih daya konsentrasi
Membantu perkembangan
imajinasi anak .
Menciptakan suasana
menyenangkan dan akrab.
Bercerita tanpa alat peraga.
Bercerita dengan alat peraga
(tiruan, gambar atau nyata) .
Membacakan cerita Sandiwara
boneka
Mengembangkan kecakapan dan
keberanian anak dalam
menyampaikan pendapatnya
kepada orang lain .
Memberi kesempatan kpd anak
untuk berekpresi secara lisan.
Mengembangkan daya pikir anak
secara lisan.
Memperbaiki lafal dan ucapan .
Menambah pembendaharaan kosa
kata
Bercakap-cakap bebas .
Bercakap menurut pokok
bahasan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Metode
Keterangan
Tujuan
Tanya
Jawab
Dilaksanakan
dengan memberi
pertanyaan-pertanyaan yang dapat
memberikan rangsangan agar anak
aktif untuk
berpikir.
Melalui pertanyaan
anak berusaha
untuk memahami
dan menemukan
jawabannya
Mengetahui pengetahuan awal
dan pengalaman anak sudah
sampai di mana .
Memberikan kesempatan kepada
anak untuk bertanya mengenai hal
yang belum dipahami .
Membangkitkan perhatian dan
semangat belajar anak pada saat
suasana kelas lesu Mendorong
keberanian anak untuk
mengemukakan pendapatnya.
Saat bercerita .
Saat bercakap-cakap .
Saat melakukan ekspreimen .
Saat karya wisata.
Saat demonstrasi
Pemberian T u g as
Memberi kesempatan kepada anak
untuk melaksanakan tugas yang
telah disiapkan
oleh guru
TK: tugas yang diberikan dikerjakan
di kelas secara individu /kelompok.
SD: tugas yang
dikerjakan di
rumah atau di luar
s e k o l ah
Melatih keterampilan dan kemampuan anak misalnya menggambar,
meronce, melompat, mengurutkan
bilangan, menyebutkan benda,dll
Melalui kegiatan menyanyi .
Melalui kegiatan mengucapkan
s y ai r .
Melalui kegiatan praktik
langsung (Kegiatan ini
diberikan secara berulang dan
bertahap)
Karya
Wisata
Guru mengajak
anak untuk
mengunjungi
secara langsung
objek-objek sesuai
dengan bahan
pengembangan dan
kemampuan yang
sedang di bahas di
kelas yang tidak
dapat langsung
diamati oleh anak
Melihat dan mengenal secara
langsung lingkungan atau objek
yang dikunjungi secara langsung.
Menambah pembendaharaan
bahasa dan kecerdasan anak
Memancing anak untuk dapat
menjawab pertanyaan guru
tentang apa yang dilihat, didengar
atau dirabanya .
Memperoleh informasi melalaui
percakapan , tanya jawab atau
penjelasan dari tempat yang
dikunjungi.
Memupuk rasa kerjasama anak
Mengunjungi museum
Mengunjungi cagar alam .
Mengunjungi kebun binatang
Mengunjungi kantor pos
Mengunjungi pasar.
Mengunjungi rumah sakit
(perlu diperhitungkan biaya,
transportasi, keselamatan, dan
waktu perjalanan)
Demonstrasi
Mempertunjukkan
atau
memperagakan
suatu objek/proses
dari suatu kejadian
atau persitiwa.
Memperlihatkan kepada semua
anak tentang kejadian atau peristiwa, agar anak memiliki pemahaman/pengertian dari sang
diperagakan/didemonstrasikan
Kegiatan motorik kasar seperti
melompat, melempar bola ,
berjingkat , meniup balon,
mengoles roti dengan mentega.
Kegiatan motorik halus seperti:
menggunting, melipat,
menempel, mencampur warna,
menanam biji
Kegiatan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
79
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Metode
Keterangan
Tujuan
Sosiodrama
Cara memainkan
peran dalam suatu
cerita tertentu yang
menuntut integrasi
antara pemeran
lainnya, umumnya
ceritanya di ambil
dari kehidupan
sehari-hari yang
dekat dengan anak
Mengembangkan kemampuan
berekpresi untuk menghayati
perasaannya.
Memberi kesempatan anak untuk
mengekpresikan diri melalui
pemodelan tokoh .
Memberi kesempatan untuk
bergantian berbicara lisan
Membangkitkan rasa percaya diri,
kreatifitas, dan partisipasi anak
Dramatisasi bebas (atas
keinginannya sendiri dan
dengan caranya sendiri)
Dramatisasi terpimpin (atas
bimbingan guru dan guru
sudah menyiapkan cerita yang
akan diperankan oleh anak
waktunya ± 15 menit)
Eksperi
men
Melakukan sesuatu
percobaan dengan
cara mengamati
proses dan hasil
percobaan itu.
(metode
demonstrasi ,
pemberian tugas
dan eksperimen
sangat berkaitan)
Melatih anak untuk mencari
jawaban dengan usaha sendiri
berdasarkan fakta/data yang
benar.
Memberikan pengalaman
langsung kepada anak tenatng
proses terjadinya sesuatu
Membuktikan suatu teori melalui
pengamatan langsung anak agar
bermakna
Kegiatan seperti menimbang
benda, menanam biji, membuat
sirup, mengoles roti dengan
selai, memelihara ikan
Bermain
Peran
Memerankan tokoh
atau benda di
sekitar anak
dengan
menggunakan
sarana atau
prasarana yang ada
Melatih daya tangkap serta daya
konsentrasi anak.
Melatih anak berbicara lancar.
Melatih membuat kesimpulan.
Melatih perkembangan intelegensi
dan imajinasi anak.
Menciptakan suasana
menyenangkan
Kegiatan seperti bermain peran
menjadi : dokter-dokteran,
polisi-polisian, guru-guruan,
tukang sayur, sopir, dll
Proyek
Memberikan kesempatan kepada
anak untuk menggunakan alam sekitar dan kegiatan
sehari-hari anak
sebagai bahan
pembahasan
melalui berbagai
kegiatan
Membangun rasa keterikatan
anak.
Mengembangkan konsep yang
dipelajari seperti mengamati,
mengukur, mengelompokkan,
mengkomunikasikan,
menyimpulkan .
Memotivasi rasa ingin tahu anak
dan bersikap jujur
Kergiatan seperti: anak diajak
untuk mengamati pertumbuhan
dari biji hingga tanaman.
Anak diajak untuk memlihara
hewan kesayangan .
Anak diajak untuk memelihara
mainan kesayangan
4.
Tahapan Membelajarkan Baca dan Tulis
Permulaan
a. Latihan membaca permulaan untuk anak
TK
1). Belajar membaca tanpa buku
Awali KBM yang dapat merangsang dan
menggali pengalaman anak (sapaan,
nyanyian, permainan). Pilihlah variasi
kegiatan seperti : menunjukkan gambar,
80
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Kegiatan
menemukan /mencari jejak berupa gambar,
bermain kartu bergambar, memperkenalkan
bentuk tulisan melalui gambar, membaca
tulisan bergambar.
2). Belajar membaca dengan menggunakan
buku
Perkenalkan cara membaca buku dari arah
kiri ke kanan dan membalikkan halaman
buku dari arah depan ke belakang. Bila
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
yakin semua anak sudah mengenal huruf
dengan baik maka sebaiknya belajar
membaca dengan menggunakan buku.
Untuk anak TK B sebaiknya menggunakan
buku yang helai halamannya tebal agar
tidak mudah robek bila anak membuka dan
membalikkan kertas.
b. Latihan Membaca Permulaan untuk anak
SD kelas 1-2
1). Belajar membaca tanpa buku
Awali KBM yang dapat merangsang dan
menggali pengalaman anak (sapaan,
percakapan, nyanyian atau demonstrasi).
Pilihlah variasi kegiatan seperti : menunjukkan gambar, menemukan gambar, anak
bercerita dengan bahasa sendiri, memperkenalkan bentuk tulisan melalui gambar,
membaca tulisan bergambar, memperkenalkan huruf, suku kata, kalimat.
2). Belajar membaca menggunakan buku
a) Membaca buku pelajaran ( Paket )
(1).Beri kesempatan pada anak untuk isi
buku terutama gambarnya.
(2).Beri penjelasan singkat tentang buku
tersebut misalnya : warna, jilid,
tulisan, dsb.
(3).Beri penjelasan cara membuka halaman buku agar buku tidak rusak.
(4).Beri penjelasan tentang fungsi dan
kegunaan angka-angka yang
menunjukkan halaman buku.
(5).Anak diajak untuk memusatkan
perhatian pada salah satu teks yang
terdapat pada halaman tertentu.
(6).Jika bacaan itu disertai gambar,
sebaiknya terlebih dulu guru
bercerita tentang gambar.
(7).Kemudian pembelajaran membaca
dimulai.
b). Membaca buku dan majalah anak yang
sudah terpilih.
Pertimbangkan taraf kemampuan anak,
asas kebermaknaan, kebermanfaatan,
kemenarikan, dan kemudahan pemerolehan, untuk menumbuhkan minat baca
anak.
c). Membaca bacaan susunan bersama
guru- anak
(1). Perlihatkan beberapa gambar, anak
diminta menyebutkan gambargambar tersebut.
(2). Perlihatkan beberapa kartu (huruf,
suku kata/kata), anak diminta
untuk menempelkan di bawah
gambar
(3). Satu – dua gambar dipilih siswa
untuk bahan diskusi dan stimulus
untuk membuat bacaan bersama.
Melalui tanya jawab dan bimbingan guru, diharapkan anak dapat
membuat bacaan bersama.
(4). Membaca bacaan melalui kegiatan
secara berkelompok atau kegiatan
anak secara perorangan.
d). Pengenalan huruf
Pengenalan huruf diarahkan pada
pengenalan bentuk tulisan serta pelafalan yang benar. Untuk melatih indera
anak dalam mengenal dan membedabedakan bentuk gambar atau tulisan.
(1). Guru menunjukkan gambar seorang
anak laki-laki dan perempuan.
(2). Memperkenalkan namanya sambil
menunjuk tulisan di bawah gambar.
(3). Proses tanya jawab secara berulangulang dan menghafal bentuk
tulisannya.
(4). Guru
memindahkan
dan
menuliskan kedua bentuk tulisan di
papan tulis dan siswa diminta
untuk memperhatikan.
(5). Guru menulis secara perlahanlahan dan anak diminta untuk
memperhatikan gerakan-gerakan
tangan serta contoh pengucapan
dari tulisan yang sudah ditulis guru.
(6). Setiap tulisan dianalisis dan
disintesis kembali.
(7). Kegiatan ini dilakukan berulangulang bersamaan dengan pembelajaran membaca permulaan.
c). Latihan menulis permulaan untuk TK
1). Latihan menggunakan pensil dan duduk
dengan sikap dan posisi yang benar.
2). Latihan gerak tangan, mula-mula melatih
gerakan tangan di udara dengan
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
81
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
3).
4)
5).
6).
7).
8).
telunjuk sendiri atau dengan bantuan
alat seperti: pensil kemudian
dilanjutkan dengan latihan di buku
latihan disertai kegiatan cerita.
Misalnya : membuat lingkaran cerita
tentang telur,dsb.
Latihan meraba dengan jari pada sebuah
huruf yang dibuat dari sebuah amplas
(kertas kasar) dengan ukuran besar.
Latihan mengeblat yaitu menirukan atau
menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan huruf yang sudah ada.
Latihan menghubungkan tanda titik yang
membentuk tulisan huruf.
Latihan mewarnai sebuah huruf.
Latihan menyalin, latihan ini hendaknya
diberikan setelah dipastikan anak
mengenal huruf dengan baik (menggunakan buku kotak yang ukuran kotaknya lebih besar daripada ukuran kotak
yang biasa digunakan anak SD kelas 1)
Latihan menatap bentuk tulisan (untuk
mengkoordinasi antara mata, ingatan,
dan jemari anak untuk menulis
sehingga anak dapat menyimpan
bentuk kata/huruf dalam benaknya dan
memindahkannya ke jari jemari tangan.
Pinsil yang digunakan untuk usia 4-6
tahun adalah ukuran diameternya lebih
besar daripada yang ukuran diameter
pinsil umumnya dan bentuk permukaannya berbentuk segitiga bukan
lingkaran yang pada umumnya ada.
Ukuran kotak yang digunakan ( ±8 mm
untuk TK A dan ±6 mm untuk TK B).
d.
Latihan menulis permulaan untuk anak
SD kelas awal (1-2)
1. Latihan menggunakan pensil dan duduk
dengan sikap dan posisi yang benar.
2. Latihan gerak tangan, mula-mula melatih
gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri atau dengan bantuan alat
seperti: pensil kemudian dilanjutkan
dengan latihan di buku latihan disertai
kegiatan cerita. Misalnya : membuat
lingkaran cerita tentang telur,dsb.
3. Latihan mengeblat yaitu menirukan
atau menebalkan suatu tulisan dengan
menindas tulisan yang sudah ada.
82
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
4.
5.
6.
Latihan menghubungkan tanda titik
yang membentuk tulisan.
Latihan menarik garis atau lengkung
diawali dengan cerita dari guru seperti:
(bola)
(balon)
(matahari)
Latihan menatap bentuk tulisan (untuk
mengkoordinasi antara mata, ingatan,
dan jemari anak untuk menulis sehingga anak dapat menyimpan bentukkata/huruf dalam benaknya dan
memindahkannya ke jari jemari tangan.
7. Latihan menyalin, latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan anak
mengenal huruf dengan baik. Untuk
anak kelas 1 SD semester 1 menulis lepas
dahulu selanjutnya semester 2 anak
belajar menulis tegak bersambung.
8. Latihan menulis tegak bersambung
gunakan buku bergaris khusus untuk
menulis tegak bersambung (untuk
pemula gunakan garis tiga yang
ukurannya besar sekitar ±5 mm).
9. Latihan dikte/imla dimaksudkan agar
siswa terlatih untuk mengkoordinasikan antara ucapan, pendengaran,
ingatan, dan jari-jari ketika menulis.
10. Latihan memberi tanda baca seperti
titik, koma, tanya tanya dan tanda seru
untuk kalimat yang ditulis sejak awal.
Pinsil yang digunakan untuk usia 6-7
tahun sebaiknya pinsil yang ukuran
diameternya lebih besar dari umumnya
besar dan bentuk permukaan segitiga.
Anak usia 8 tahun bila ingin menulis
dengan pinsil yang dijual umumnya
mereka sudah dapat menggunakannya.
Buku kotak digunakan saat anak kelas
1 semester 1 awal masuk 1 bulan) sebagai penyesuaian menggu-nakan buku
kotak yang digunakan anak saat di TK
B untuk belajar huruf lepas setelah 1
bulan anak sudah dapat menggunakan
buku kotak yang ukurannya lebih kecil.
Saat anak kelas 1 semester 2 anak belajar
menulis tegak bersambung menggunakan buku tegak bersambung yang jaraknya lebih besar dari umumnya (±2mm).
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Cara membelajarkan baca tulis permulaan
sebagai berikut. Pertama, menggunakan alat
peraga (gambar, benda nyata) dan metode
variasi. Kedua, bernyanyi sesuai dengan kata
yang sedang dipelajari dan didiktekan namun
harus hati-hati misalnya dalam nyanyian naik
delman lalu yang didiktekan sado. Anak akan
bingung. Ketiga, berusaha untuk menciptakan
kelas bersih dan nyaman. Keempat, mengajar
dengan penuh semangat diikuti volume suara
tinggi. Kelima, pemperhatikan kesulitan dan
kesalahan menulis anak secara individu
misalnya kata sepeda anak menulis sepedah,
maka guru harus mengomentari sejak awal.
Keenam, menggunakan metode pembelajaran
menarik minat anak daripada menggunakan
metode ejaan yang membuat anak bosan. Ketujuh,
setelah menulis kata atau kalimat maka
sebaiknya anak membacakan berulang-ulang
kata atau kalimat yang ditulis. Kedelapan, jangan
terlalu fokus pada hasil penulisan anak (produk)
sehingga saat proses anak menulis terabaikan
karena guru sibuk memberi nilai produk.
Kesembilan, fasilitas untuk baca dan tulis perlu
disesuaikan dengan perkembangan anak seperti
ukuran dan bentuk pinsil, ukuran kotak dan
garis tiga, dll.
Saran
Beberapa komponen yang harus diperhatikan
oleh guru adalah:
1. Respon anak
Respon anak dapat kita deteksi dengan
mencoba menjawab pertanyaan sebagai
berikut: (a) Pada waktu kegiatan bermain
bebas apakah anak-anak berbicara dengan
temannya?; (b) Bagaimana sikap anak pada
waktu kegiatan berlangsung?; (c) Apakah
anak tersebut ikut terlibat dalam kegiatan
bercakap-cakap (aspek berbicara)?; (d)
Apakah sudah terlihat minat terhadap buku
sebagai akibat dari pembacaan ceritera
kepada mereka?
2. Kesesuaian alat/bahan
Taman kanak-kanak tidak akan lepas dari
alat dan bahan untuk bermain seraya belajar.
3.
Contoh pertanyaan yang berkaitan dengan
alat/bahan sebagai berikut: (a) Apakah alat
peraga yang dipakai merangsang anak
untuk bercakap-cakap?; (b) Apakah pokok
ceritera yang dibicarakan menarik minat
anak?; (c) Apakah ceritera yang disajikan
sesuai dengan daya tangkap anak?; (d)
Apakah boneka yang digunakan cukup
besar untuk dapat dilihat oleh semua anak
pada di kelas?; (e) serta Apakah syair atau
puisi yang diberikan sesuai dengan daya
tangkap anak?
Penilaian terhadap diri sendiri
Guru perlu merefleksi apa yang sudah
dilakukan pada anak dalam kegiatan belajar
mengajar, agar proses belajar mengajar
dapat lebih baik. Beberapa contoh pertanyaan untuk menilai kinerja sendiri:
misalnya: (a) Apakah guru cukup menyediakan alat/bahan untuk kegiatan yang
akan diselenggarakan?; (b) Apakah guru
cukup memberi kesempatan untuk berekspresi?; (c) Apakah guru dengan sadar
memasukkan unsur pendidikan intelektual,
perkembangan anak dan minat ke dalam
kegiatan kemampuan berbahasa?; dan (d)
Apakah ada jenis bentuk kegiatan yang
tidak disenangi anak?
Daftar Pustaka
Ahmad, Kasina. (2003). Pelaksanaan pembelajaran
terpadu bahasa Indonesia di Kelas III SD.
Jurnal penelitian : Teknodik
Ambary, Abdulla. (1986). Intisari tatabahasa Indonesia. Bandung: Jatnika
Depdiknas. (1997). Metodik khusus pengembangan
kemampuan bahasa di TK. Jakarta: Proyek
Peningkatan Mutu TK Jakarta
Depdiknas. (1997). Metodik umum di TK. Jakarta:
Proyek Peningkatan Mutu TK Jakarta
Depdiknas. (2004). Kurikulum berbasis kompetensi
untuk jenjang TK. Jakarta: Pusat
Kurikulum
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan
Pelajaran untuk jenjang SD. Jakarta:
Pusat Kurikulum
Dwijawiyata. (1970). Cakap membaca dan menulis.
Yogyakarta: Kanisius
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
83
Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini
Dyson, Anna and Genishi, Celia. (1993). Handbook of research on the education of young
children. New York : Macmillan Publishing company
Gunarsa, Singgih. (1990). Dasar dan teori
perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung
Mulia
Guru BPK PENABUR. (2000). Laporan hasil
pendidikan di LPGTK Tadika Puri.
Bandung: BPK
Haditono, Siti Rahayu. (1985). Psikologi
perkembangan. UGM: Yogyakarta
Hurlock, Elisabeth. (1988). Perkembangan anak.
Jilid I. Edisi ke-6.Jakarta: Erlangga
Karli, Hilda. (2003). Head hand heart dalam KBK .
Bandung: BMI
Masitoh. (2003). Model pembelajaran bahasa
berdasarkan pendekatan bahasa menyeluruh
(whole language approach) di TK.
Bandung: Tesis UPI: PPS
Santrock, John. (2007). Perkembangan anak. Jilid I.
Edisi ke-11. Jakarta: Erlangga.
Semiawan, Conny. (1999). Perkembangan dan
belajar peserta didik. Jakarta: Depdikbud
84
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Tandiono. 1984. Berlatih gerakan menulis untuk
anak-anak. Semarang: Mandira: Jilid 2
Tarigan, Henry. (1985). Membaca sebagai suatu
keterampilan berbahasa. Bandung:
Angkasa
Tarigan, Henry. (1985). Menyimak sebagai suatu
keterampilan berbahasa. Bandung:
Angkasa
Tarjo, Enday, dkk. (2004). Pendidikan seni rupa
dan kerajinan. Bahan ajar bagi
mahasiswa PGDS/PGTK dan guru SD/
TK. Bandung: Fakultas Pendidikan
Bahasa danSeni rupa
Tim Editor.(2002). Majalah Ayahbundaseri
perkembangan anak. Jakarta: Gramedia
Tim Editor.2007). Seri Nakita Mainan dan
Permainan. Majalah. Jakarta: Gramedia
Tim PGSD FIP UNJ dan Unesco. (2007). Kasuskasus dalam pembelajaran bahasa Indoensia
di Kelas Awal SD. Jakarta: Unesco
Tim PGSD. (2007). Kasus dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di kelas awal SD. Jakarta: Unesco
Wuryani, Sri Esti. (2002). Psikologi pendidikan.
Jakarta: Grasindo
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
Opini
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
Petrus Trimantara*)
Abstrak
embelajaran puisi banyak menghadapi hambatan, baik bagi siswa maupun guru. Metode
pembelajaran puisi yang tepat sangat diperlukan agar siswa dapat dengan mudah
menikmati dan mengapresiasi puisi. Tulisan ini membahas bagaimana, metode suluk dapat
digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran puisi. Bunyi, irama, dan rima dianggap
sebagai faktor berpengaruh dalam menentukan hasil belajar puisi. Secara sistematis disajikan
rancangan pembelajaran pusi dengan menggunakan metode suluk. Atas dasar pengalaman dan
analisis dalam meggunakan metode ini, disarankan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru
dalam menerapkan metode ini secara kreatif fan menyenangkan.
P
Kata-kata kunci: metode suluk, puisi, bunyi, irama, rima
Abstract
The teachers and students often face some difficulties in teaching-learning potery. The instructional methods
applied fail to encourage the students to learn and appreciate poetry. This article discusses how suluk method
can be used as an alternative method to learn poetry. It discusses how this method can motivate the students
learn poetry and make them easy understand and appreciate a poem. Voice, rhytm. and rima (voice having the
same sound) are identified as important factors to reach the learning objectives. The discussion is completed
with an instructional model of suluk model in teaching poetry and some suggestions are provided to assist the
teachers to implement the teachers.
Keywords: suluk method, poetry, voice, rhytm, rhyme.
Pendahuluan
Karya sastra lahir dari sebuah bakat. Bakat
merupakan kepandaian yang dibawa dari lahir.
Banyak seniman besar yang sama sekali tidak
memiliki latar belakang pendidikan seni.
Bahkan, ada seniman yang pernah dianggap
tidak layak duduk di kelas seni atau sekolah seni.
Namun demikian, bakat tetap membawa mereka
menjadi seniman besar dengan karya-karyanya
yang melegenda.
Kenyataan bahwa manusia lahir dengan
bakat-bakat tertentu memang tidak terban-
tahkan. Begitu banyak fakta yang mencengangkan dan membuat kita sangat yakin bahwa bakat
mempunyai peran yang sangat besar dalam
keberhasilan hidup seseorang. Keyakinan pada
besarnya peran bakat dalam keberhasilan hidup
seseorang tidaklah salah. Dalam dunia
pendidikan, kita masih sering bahkan bisa
dikatakan selalu dihadapkan pada pengutamaan peran bakat. Misalnya, para siswa
diharuskan menjalani tes bakat dan minat
sebelum menentukan jurusan. Di sisi lain,
sekolah sudah memiliki daftar kriteria untuk
penentuan jurusan dan para siswa juga sudah
memiliki acuan nilai untuk penentuan jurusan
*) Guru SMAK 2 BPK PENABUR Bandung
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
85
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sekolah.
Sebuah kebijakan ambivalen yang terus
berlangsung dan seakan telah mentradisi di
lingkungan pendidikan kita.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah
bagaimanakah dengan puisi? Bagaimanakah
seorang guru harus menyelenggarakan pembelajaran puisi bagi siswa yang kurang berbakat
dan kurang berminat pada puisi? Metode apa
yang dapat digunakan agar pembelajaran puisi
menarik? Ini sebuah pertanyaan yang sederhana
namun menuntut jawaban yang sangat
kompleks.
Permasalahan dalam Pembelajaran
Puisi
Dalam konteks pembelajaran sastra Indonesia,
pembelajaran puisi sering menimbulkan banyak
kesulitan, baik bagi guru maupun siswa.
Sebagian guru cenderung menghindari pembelajaran puisi karena merasa kesulitan untuk
pembelajarannya. Keyakinan pada besarnya
peran bakat terlalu mendominasi. Ditambah lagi,
keyakinan ini juga mereka aplikasikan pada diri
mereka sendiri. Hasilnya adalah keyakinan
bahwa guru kurang berbakat dalam pembelajaran puisi dan kebanyakan siswa pun
demikian sehingga tidak ada gunanya
pembelajaran puisi dilaksanakan.
Di kalangan siswa, pembelajaran puisi
menjadi tidak menarik karena tiga alasan.
Pertama, adanya anggapan bahwa pembelajaran
puisi tidak ada gunanya. Kehidupan yang serba
praktis membuat orang cenderung mengarahkan
diri pada sesuatu yang mempunyai nilai guna
material. Sesuatu yang dicari adalah yang bisa
memberikan hasil yang bisa dinilai dengan
materi. Kedua, adanya penilaian bahwa
mempelajari puisi hanya akan menghasilkan
“kebingungan”. Puisi menjadi sesuatu yang
menyulitkan dengan bahasa yang padat, simbolis, hiperbola, dan yang lainnya lagi. Ketiga,
siswa menganggap puisi sebagai beban tugas
untuk mengisi nilai rapor(Rahmanto,1988: 44).
Untuk itu, diperlukan cara pandang/
paradigma baru dalam pembelajaran sastra,
dalam hal ini puisi. Setidaknya ada enam
paradigma baru dalam pembelajaran sastra/
puisi (Ismail, 2003: 24). Keenam paradigma baru
86
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, siswa
dibimbing memasuki sastra atau puisi secara
asyik, nikmat, dan gembira. Puisi dalam
pembelajarannya ibarat sepotong kue. Siswa
harus dapat menikmatinya dengan rasa senang.
Dengan demikian, pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran puisi berbeda dengan
pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran materi yang lain. Pendekatan pembelajaran puisi bukanlah pendekatan keilmuan
melainkan pendekatan yang memung-kinkan
siswa mempunyai kebebasan dalam mengapreasiasi dan mengekspresikan sebuah puisi.
Kedua, siswa membaca langsung karya
sastra. Dalam pembelajaran puisi setiap siswa
harus diberi kesempatan untuk membacakan
puisi di depan kelas. Dengan membaca secara
langsung, siswa akan merasakan sendiri
keindahan, kesedihan, atau bahkan kebahagiaan
yang terkandung dalam puisi yang dibacanya.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengekspresikan diri sebagai bentuk apresiasi
siswa terhadap puisi.
Ketiga, kelas harus diselenggarakan secara
menyenangkan sehingga tidak terasa jadi beban,
baik bagi siswa maupun guru. Pembelajaran
puisi bersifat rekreatif. Suasana kepenatan,
kejenuhan, kebosanan, rutinitas, dan beban
tugas yang dialami siswa sehari-hari harus
dihilangkan. Dengan demikian, pembelajaran
puisi harus dilakukan dalam suasana menyenangkan.
Keempat, ketika membicarakan karya sastra,
khususnya puisi, beraneka ragam tafsir harus
dihargai. Pada dasarnya sebuah puisi
merupakan kumpulan simbol-simbol. Karena
itu, Puisi bersifat multi interpretable. Artinya,
sebuah puisi mempunyai tafsir makna yang
berbeda-beda. Dengan demikian, guru harus
menghargai setiap penafsiran yang disampaikan
oleh siswa karena tidak ada kebenaran mutlak
terhadap tafsir puisi.
Kelima, pengetahuan tentang sastra, baik
teori, definisi, maupun sejarah tidak menjadi
bahan utama dalam pembelajaran sastra, cukup
tersambil saja sebagai informasi sekunder ketika
membicarakan karya sastra. Pembelajaran puisi
harus berhubungan langsung dengan puisi
bukan teori puisi. Pengetahuan tentang teori
puisi bersifat komplemen saja. Fokus utama
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
Bahkan, Rahmanto (1988: 15) memaparkan
bahwa pembelajaran sastra atau puisi perlu
dilakukan karena pembelajaran sastra atau
puisi mempunyai 4 manfaat. Pertama, pembelajaran sastra atau puisi dapat membantu
keterampilan berbahasa siswa. Kedua,
pembelajaran sastra atau puisi dapat meningkatkan pengetahuan budaya. Ketiga, pembelajaran sastra atau puisi dapat mengembangkan
cipta dan rasa siswa. Keempat, pembelajaran
sastra atau puisi dapat menunjang pembentukan
watak siswa.
Pemahaman yang benar akan manfaat
pembelajaran puisi seharusnya menjadi
motivasi bagi guru untuk menyelenggarakan
Pentingnya Pembelajaran Puisi
pembelajaran puisi dengan baik. Guru menyePermasalahan pembelajaran puisi yang pelik lenggarakan pembelajaran puisi bukan dengan
tidak berarti pembelajaran puisi harus tujuan membantu siswa mampu menikmati dan
ditiadakan. Setidaknya, ada satu alasan utama menulis puisi saja melainkan demi optimalisasi
yang membuat pembelajaran puisi menjadi pengembangan kecakapan indra, kecakapan
penalaran, kecamutlak dilakukapan afeksi, kekan yaitu pemcakapan sosial,
belajaran puisi
dan kecakapan
dapat membe... pembelajaran puisi dapat
religi. Membantu
rikan peluang
memberikan peluang bagi
siswa bertumbuh
bagi pengempengembangan kecakapan indera,
menjadi manusia
bangan kecakappenalaran, afeksi, sosial, dan
dewasa yang
an indera, penakecakapan
religi
seimbang segi
laran, afeksi,
intelektual,
sosial, dan kecainderawi, afeksi,
kapan religi.
sosial, dan reliPembelajaran
puisi yang dilakukan dengan benar dapat giusitasnya patut dijadikan tujuan yang lebih
memberikan peluang yang lebih besar bagi mendasar bagi pembelajaran puisi.
pengembangan kecakapan-kecakapan tersebut
daripada pembelajaran mata pelajaran yang
Membangun Motivasi dengan
lain. Karya seni, dalam hal ini puisi, telah lama
Langkah Nyata
diman-faatkan oleh para profesional mental
untuk mem-bantu anak mempelajari banyak Langkah awal yang harus ditempuh guru
keterampilan yang berhubung-an dengan EQ, adalah melepaskan diri dari dominasi atau
termasuk ber-pikir kritis dan realitis, meme- “pendewaan” peran bakat. Puisi harus lebih
cahkan masalah, dan ekspresi emosi (Shapiro, dipandang sebagai objek pembelajaran. Sebagai
1997: 326). Dengan berpuisi anak dapat objek pembelajaran, puisi dapat ditelaah dengan
mengeks-presikan diri sehingga emosi anak da-sar ilmu sas-tra. Dengan ilmu sastra, siswa
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik juga dapat memper-oleh kemampuan menulis
karena sebagaimana pendapat Daniel Goleman sebuah puisi. Apresiasi terhadap puisi dan
yang dikutip oleh Agus Nggermanto (2001: 208) ekspresi melalui puisi menjadi sarana
kecerdasan atau kesuksesan 20% ditentukan oleh optimalisasi pengembangan lima aspek
IQ dan 80% ditentukan oleh EQ.
kecakapan tersebut.
pembelajaran puisi adalah puisi itu sendiri.
Dalam pembahasan puisi, teori puisi dapat
disertakan secara sekilas saja. Dengan demikian,
siswa tidak dibebani untuk menghapal teoriteori puisi.
Keenam, pembelajaran sastra mestinya
menyemaikan nilai-nilai positif pada batin
siswa, yang membekalinya menghadapi
kenyataan kehidupan masa kini yang keras di
masyarakat. Puisi merupakan ekspresi jiwa atau
batin pengarangnya. Dengan demikian,
pembelajaran puisi harus berfokus pada olah
rasa/batin siswa.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
87
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
Langkah kedua yang harus dilakukan
adalah mencari atau menemukan sebuah
metode pembelajaran puisi yang bisa memupus
permasalahan yang dihadapi siswa dalam
pembelajaran puisi. Metode yang tepat dapat
membawa siswa pada pemahaman bahwa
pembelajaran puisi bisa memberikan kontribusi
yang besar bagi perkembangan siswa sebagai
pribadi yang utuh. Metode yang sesuai dengan
kondisi siswa dapat memperkecil/mengurangi
tingkat kesulitan yang dihadapi siswa dalam
pembelajaran puisi. Perasaan senang yang
muncul kemudian akan menghentikan
anggapan bahwa pembelajaran puisi adalah
beban tugas untuk mengisi nilai rapor.
Yang muncul kemudian di benak guru
tentulah pertanyaan tentang metode pembelajaran puisi seperti apa yang tepat dan sesuai
dengan kondisi siswa. Pengertian tepat dan
sesuai dengan kondisi siswa bersifat relatif.
Ketajaman analisis guru ter-hadap kemam-puan
dan kondisi siswa adalah pe-nentu tepat/tidak
tepatnya sebuah metode pembel-ajaran puisi.
Setidaknya, ada tiga metode pembelajaran
puisi yang biasa digunakan. Pertama, metode
deskripsi. Dengan metode ini, siswa diminta
mendeskripsikan hasil pengamatan siswa
terhadap sebuah gambar. Metode deskripsi ini
sebenarnya lebih sesuai digunakan untuk siswa
dengan daya imajinasi yang kurang. Siswa
membutuhkan media yang dapat membantu
mereka agar dapat mendeskripsikan suatu objek
dengan baik. Pada tahap awal pembelajaran
puisi, metode ini dapat menjadi dasar lompatan
yang baik. Kedua, metode narasi (penceritaan).
Metode narasi menghendaki siswa mampu
menceritakan suatu objek yang tidak lagi terbatas
pada yang bersifat nyata, seperti pemandangan
alam. Siswa dapat diminta mence-ritakan sebuah
suasana dari yang paling sederhana sampai
yang kom-pleks. Media yang dapat membantu
siswa adalah teks cerita pendek. Cerita pendek
dapat dibuat oleh siswa dari pengalamannya
pribadi ma-sing-masing atau pengalaman orang
yang ada di sekitar siswa. Metode narasi ini
dapat menjadi pilihan tahap lanjut dalam
pembel-ajaran puisi. Ketiga, metode musikalisasi
puisi. Hakikat metode musikalisasi adalah
mengubah (mengarasemen) puisi menjadi
sebuah lagu dan menyanyikannya dengan
88
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
iringan musik. Dengan demikian, metode ini
mensyaratkan adanya kemampuan siswa untuk
mengubah puisi menjadi lagu dan kemampuan
siswa dalam bermain musik. Metode ini sangat
menarik diterapkan dalam pembelajaran puisi
namun sulit dilaksanakan dalam pembelajaran
karena biasanya tidak banyak siswa yang
memiliki kemampuan mengubah puisi menjadi
lagu dan bermain musik.
Ketiga metode tersebut, metode deskripsi,
metode narasi, dan musikalisasi dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran puisi,
bahkan ketiga metode tersebut dapat bersinergi.
Guru dapat menuntun siswa untuk mendeskripsikan atau menarasikan kembali sebuah
puisi dengan bahasa yang denotatif dan lengkap
sehingga pemahaman akan makna sebuah puisi
dapat lebih mudah diperoleh.
Metode Suluk sebagai Alternatif
dalam Pembelajaran Puisi
Setiap metode pasti memiliki kelemahan. Metode
deskripsi dan metode narasi mengandaikan
siswa sudah memiliki penguasaan kosa kata
yang cukup, termasuk pemahaman terhadap
makna denotasi dan makna konotasi, gaya
bahasa, dan simbol-simbol yang biasa digunakan dalam puisi.
Kelemahan-kelemahan tersebut tentu saja
menjadi masalah bagi keberhasilan sebuah
pembelajaran puisi yang harus disikapi dengan
menggali krea-tivitas guru. Jika satu metode belum memberikan hasil yang opti-mal, mengapa
tidak dilengkapi dengan metode yang lain atau
sarana pembel-ajaran yang bisa memaksimalkan
hasil?
Guru dapat mengasah keterampilan siswa
dalam memahami makna konotasi, gaya bahasa,
dan simbol-simbol dengan permainan menyusun kata. Bagaimana menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam pembel-ajaran puisi?
Metode suluk berikut ini dapat menjadi alternatif
penyelesaian masalah tersebut.
Suluk adalah nyanyian (tembang) dalang
yang dilakukan ketika akan memulai suatu
adegan (babak) dalam pertunjukan wayang
(KBBI, 1990: 866). Dalam hal ini, hakikat metode
suluk dalam pembelajaran puisi adalah metode
untuk memahami dan mengapreasiasi sebuah
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
puisi dengan cara menyanyikannya (menem- kelas XI SMA. Ada tiga tahap penerapan metode
bangkannya). Metode suluk ini lebih mudah suluk dalam pembelajaran puisi, yaitu pendahuditerapkan daripada metode musikalisasi karena luan, kegiatan pembelajaran, dan penutup.
dalam menyanyikan puisi, siswa tidak dituntut
menguasai musik atau memiliki kemampuan 1. Pendahuluan
a. Introduksi
mengarasemen lagu. Metode suluk memberikan
kebebasan siswa berekspresi untuk menyanyi- Pada tahap ini, guru dapat memberikan contoh
kan puisi, bahkan tanpa persiapan apapun alias mengapreasiasi puisi dengan menggunakan
spontan. Dengan demikian, tidak ada beban bagi metode suluk. Penyampaian metode suluk ini
akan lebih menarik jika guru menggunakan
siswa untuk berekspresi.
Metode suluk digunakan agar pembelajaran berbagai alat peraga yang mendukung. Alat
puisi menarik bagi siswa. Dengan pembelajaran peraga yang digunakan harus berkaitan erat
yang menarik, siswa akan lebih mudah dengan metode yang digunakan. Alat peraga
memahami dan mengapresiasi sebuah puisi. yang digunakan harus berhubungan dengan
Ada tiga faktor yang mempengaruhi keber- seni pedalangan. Misalnya wayang (tokoh
hasilan pembelajaran puisi dengan metode punokawan: Semar, Gareng, Petrus, Bagong),
suluk. Pertama, bunyi. Lapis pertama untuk gamelan (salah satu saja) , kepyak dan sebagaimemahami puisi adalah lapis bunyi/sound nya. Guru juga dapat menggunakan kostum
dalang untuk
stratum (Pradopo,
menarik perha1993: 15). Bila
tian siswa. Guru
orang membaca
dapat memilih
puisi, yang terMetode suluk memberikan
satu atau beberadengar adalah
kebebasan siswa berekspresi
pa saja dari alat
rangkaian bunyi
untuk
menyanyi-kan
puisi,
peraga tersebut.
yang dibatasi jeda
bahkan tanpa persiapan apapun
Dengan mependek, agak panalias spontan. Dengan demikian,
dia yang digunajang, dan panjang.
tidak ada beban bagi siswa untuk
kan, guru dengan
Bunyi itu bukan
mudah dapat mehanya bunyi yang
berekspresi.
masukkan unsurtak berarti. Bunyi
unsur budaya
sersuai dengan
konvensi bahasa sehingga menimbulkan arti. wayang, nilai filosofis wayang, atau bahkan
Dalam pembelajaran puisi bunyi berfungsi untuk ajaran-ajaran moral yang mulai dilupakan/
mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. ditinggalkan generasi muda. Misalnya, lewat
Kedua, Irama. Irama masih mempunyai tokoh punokawan, guru dapat menyampaikan
hubungan yang erat dengan bunyi. Irama dalam nilai-nilai kejujuran, kepolosan, pengabdian,
puisi berupa pergantian naik turun, panjang keberanian, dan bahkan nilai religiusitasnya.
pendek, dan keras lembutnya bunyi. Bunyi-bunyi
b. Model Pembelajaran
yang berulang, pergantian yang teratur dan
variasi-variasi bunyi yang menimbulkan gerak Guru berperan sebagai model dalam pemanfaatan metode suluk. Guru melagukan/menyanyihidup yang teratur.
Ketiga adalah rima atau persamaan bunyi. kan sepenggal suluk, misalnya suluk yang biasa
Dalam puisi persamaan bunyi berfungsi agar digunakan dalang pada saat/adegan “Goropuisi menjadi indah dan menarik.
Goro”, yaitu saat para tokoh punokawan (Semar,
Gareng, Petrus, dan Bagong) akan muncul dalam
Penerapan Metode Suluk dalam
pementasan wayang. Tentunya dalam menyanyikan sepenggal suluk ini, guru menggunakan
Pembelajaran Puisi
seperangkat media pembelajaran yang sudah
Pembelajaran puisi dengan menggunakan disiapkan. Dalam hal ini, guru berperan sebagai
metode suluk ini telah diterapkan pada siswa dalang.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
89
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
Contoh Suluk:
Apa tandanya ada gara-gara
Dunia bergoyang-goyang
Halilintar bergetar bergelegar menyambaryambar
Lagu pilu mendayu syahdu di relung
kalbu
pejabat khianat, Rakyat kiamat
Koruptor kotor makan uang kantor
Politikus rakus bikin rakyat mampus
Mereka memanen untuk tuan tanah
Yang mempunyai istana indah
Keringat mereka menjelma menjadi emas
Yang diambil oleh cukong-cukong pabrik
cerutu di eropa
Dan bila mereka menuntut pemerataan
pendapatan,
Para ahli ekonomi membetulkan letak dasi
Dan menjawab dengan mengirimkan
kondom.
c. Konklusi
Setelah menyanyikan penggalan suluk, Guru
dapat menyampaikan tentang makna suluk
tersebut. Guru juga dapat melakukan tanya
jawab pada siswa tentang suluk tersebut.
Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku
Dari pagi sampai sore
Rakyat negri bergerak dengan lunglai
Menggapai-gapai
Menoleh ke kiri, menoleh ke kanan
Di dalam usaha tak menentu
Di hari senja mereka menjadi onggokan
sampah
Dan di malam hari mereka terpelanting ke
lantai
Dan sukmanya berubah menjadi burung
kondor
2.
Kegiatan Pembelajaran
a. Pembacaan Puisi
Sedapat mungkin setiap siswa diberi kesempatan untuk mengapresiasikan sebuah puisi
dengan menggunakan metode suluk seperti yang
sudah dimodelkan oleh guru. Meskipun sudah
ada model, siswa mempunyai kebebasan
berekspresi sesuai dengan kemampuannya.
Contoh puisi yang harus diapresiasikan
oleh siswa adalah Sajak Burung-Burung Kondor
karya W.S. Rendra.
Sajak Burung-Burung Kondor
Karya W.S. Rendra
Angin gunung turun merembes ke hutan
Lalu bertiup di atas permukaan kali yang
luas
Dan akhirnya berumah di daun-daun
tembakau
Kemudian hatinya pilu
Melihat jejak-jejak sedih para petani
Buruh yang terpacak di atas tanah gembur
Namun tidak memberi kemakmuran bagi
penduduknya.
Para petani, buruh kerja
Berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela
Menanam bibit di tanah yang subur
Memanen hasil yang berlimpah dan
makmur
Namun, hidup mereka sendiri sengsara.
90
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Beribu-ribu burung kondor
Berjuta-juta burung kondor
Bergerak menuju ke gunung tinggi
Dan di sana mendapat hiburan dari sepi
Karena hanya sepi
Mampu menghisap dendam dan sakit hati
Burung-burung kondor menjerit
Di dalam marah menjerit
Bergema di tempat-tempat yang sepi
Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
Bergema di tempat-tempat yang sepi
Berjuta-juta burung kondor mencakar
batu-batu
Mematuki batu-batu, mematuki udara
Dan di kota orang-orang bersiap
menembakinya.
b. Apresisiasi puisi lewat diskusi
Untuk membahas apresiasi siswa terhadap puisi
tersebut, siswa melakukan diskusi kelompok.
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
Siswa dibagi menjadi lima kelompok. Adapun
pertanyaan sebagai panduan diskusi kelompok
adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan tema/masalah yang diungkapkan
pengarang melalui puisi “Sajak BurungBurung Kondor”!
2. Jelaskan makna “keringat mereka menjade
emas” pada bait ke-3!
3. Jelaskan makna bait ke-1 puisi di atas!
4. Jelaskan makna bait ke-2 puisi di atas!
5. Jelaskan makna bait ke-3 puisi di atas!
6. Jelaskan makna bait ke-4 puisi di atas!
7. Jelaskan makna bait ke-5 puisi di atas!
8. Jelaskan makna bait ke-6 puisi di atas!
9. Jelaskan makna bait ke-7 puisi di atas!
10. Jelaskan makna bait ke-8 puisi di atas!
11. Jelaskan mengapa pengarang memberi
judul puisinya “Sajak Burung-Burung
Kondor”!
12. Jelaskan suasana yang tergambar dalam
puisi “Sajak Burung-Burung Kondor”!
13. Apakah puisi tersebut masih relevan
dengan kondisi masyarakat saat ini?
Jelaskan!
14. Bagaimana penilaian Anda terhadap puisi
“Sajak Burung-Burung Kondor”?
15. Latar belakang sosial apa yang
menyebabkan lahirnya puisi tersebut?
Jelaskan!
c. Presentasi kelompok
Presentasi kelompok dilakukan untuk
mengetahui pemahaman siswa akan makna
puisi. Sebaiknya, presentasi kelompok ini
dipandu langsung oleh siswa. Dalam hal ini,
guru hanya sebagai fasilitator dan pengamat
saja.
3. Penutup
Guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi.
Kesimpulan ini dibuat berdasarkan hasil diskusi
siswa. Kemudian, guru memberikan tugas untuk
dikerjakan di rumah. Adapun tugas yang harus
dikerjakan siswa adalah menulis puisi. Siswa
diberi kebebasan untuk mengekspresikan diri
dalam sebuah puisi. Dari hasil kerja siswa ini
kemudian dikumpulkan dan disatukan menjadi
sebuah kumpulan puisi karya siswa.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Keterampilan mengapresiasi dan menulis puisi
memerlukan pelatihan yang cukup dengan
bimbingan dari seorang guru yang berkompeten
di bidangnya. Guru bahasa Indonenesia harus
“berproses” untuk menjadi seorang guru yang
berkompeten di dalam pembelajaran puisi,
termasuk memfasilitasi pembelajaran puisi.
Keyakinan seorang guru akan kompetensinya
dalam menyelenggarakan pembelajaran puisi
menjadi modal awal bagi “terjaminnya” kualitas
pembelajaran puisi tersebut.
Permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan pembelajaran puisi seharusnya
menjadi sebuah tantangan untuk mengasah
kreativitas guru. Rasanya akan terlalu naif, tidak
“mengenalkan” pembelajaran puisi hanya
karena kesulitan dalam pembelajarannya. Setiap
kesulitan pasti selalu ada cara untuk mengatasinya. Perolehan manfaat dari sebuah
pembelajaran puisi seharusnya bisa menjadi
motivasi bagi guru dan siswa. Dalam hal ini,
guru haruslah yang pertama termotivasi sebagai
seorang pribadi pendidik.
Pemanfaatan metode suluk sebagai
alternatif menciptakan pembelajaran puisi yang
menyenangkan perlu dilakukan. Dengan
demikian pembelajaran puisi akan semakin
menarik dan diminati para siswa. Dengan
metode suluk, siswa terbantu untuk memahami
dan mengapresiasi sebuah puisi dengan mudah.
Saran
Agar pembelajaran puisi dengan metode suluk
ini dapat berlangsung dengan efektif dan
rekreatif ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru. Pertama, guru bahasa
Indonesia perlu mempunyai keyakinan
“mampu” melaksanakan pembelajaran puisi
dengan menarik. Pembelajaran puisi tidak hanya
sekadar memenuhi tuntutan kurikulum saja.
Dengan demikian, pembelajaran puisi yang
selama ini “dianaktirikan” menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan mendapat
tempat di hati siswa. Kedua, guru harus memilih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
91
Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi
media puisi yang menarik dan mudah dipahami
siswa. Disarankan puisi yang digunakan
sebagai media pembelajaran adalah puisi-puisi
yang berisikan cerita(balada). Ketiga, dalam
konteks pembelajaran puisi dengan metode
suluk, guru juga harus mempunyai wawasan
yang luas terutama berkaitan dengan masalahmasalah sosial, moral/etika, budaya, agama,
dan bahkan politik. Keempat, guru harus
menyadari bahwa nilai (angka-angka) siswa
bukanlah faktor/tujuan utama dalam pembelajaran puisi dengan metode suluk melainkan
hanya dampak ikutan saja. Oleh sebab itu, tugastugas yang diberikan tidak membebani siswa.
Bahkan, tidak perlu ada nilai ulangan dalam
pembelajaran ini. Nilai siswa diperoleh dari
hasil apresiasi siswa terhadap puisi.
92
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(1990). Kamus besar bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Ismail, Taufiq. (2003). “Agar anak bangsa tak rabun
membaca tak pincang mengarang”. Pidato
Penganugerahan Gelar Kehormatan
Doctor Honoris Causa di Bidang
Pendidikan Sastra, Universitas Negeri
Yogyakarta, 8 Februari 2003
Nggermanto, Agus. (2001). Quantum quotien
(Kecerdasan quantum): Cara cepat melejitkan
IQ, EQ, dan SQ secara harmonis. Bandung:
Nusa Cendekia
Pradopo, Rachmat Djoko. (1993). Pengkajian
puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rani, Supratman Abdul. (1996). Ikthisar sastra
Indonesia. Bandung: Pustaka Setia
Rahmanto, B. 1988. Metode pengajaran sastra.
Yogyakarta: Kanisius
Shapiro, Laurence E. (1997). Mengajarkan emosional
intelligence pada anak. Jakarta: Gramedia
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
Opini
Meningkatkan Mutu Pembelajaran melalui
Penelitian Tindakan Kelas
Keke Taruli Aritonang*)
Abstrak
alah satu butir penilaian sertifikasi guru dan akreditasi sekolah yaitu adanya laporan
hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh guru. Sungguhpun sudah
mengikuti pelatihan, masih ada guru yang mengalami kesulitan melakukan PTK. Tulisan
berikut ini membahas apa yang dimaksud dengan PTK, tujuan dan manfaat PTK,
bagaimana menyusun proposal PTK, sistematika laporan PTK, dan bagaimana mengatasi kesulitankesulitan yang dihadapi oleh guru, termasuk guru BPK PENABUR dalam melaksanakan PTK.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memotivasi guru BPK PENABUR melakukan PTK sebagai upaya
meningkatkan mutu pembelajaran.
S
Kata-kata kunci: penelitian tindakan kelas, proposal, laporan.
Abstract
One of the evaluation aspects in teacher certification and school accreditation is the teacher’s report about
classroom action research (CAR). Although the teachers have got some trainings to do CAR, it seems a lot of
them still find hard to do it. This article discusses classroom action research thoroughly starting from problem
identification, proposal, and report of CAR. This article is expected to motivate the teachers, particularly BPK
PENABUR teachers to do CAR to improve the quality of learning process and the student’s learning achievement .
Keywords: classroom action research, proposal, report .
Pendahuluan
Penulis bekerja sama dengan Training Centre
BPK PENABUR Jakarta dan Pusat Sumber
Belajar Universitas Negeri Jakarta (PSB-UNJ)
telah menyelenggarakan pelatihan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) bagi guru-guru BPK
PENABUR Jakarta mulai jenjang TK, SD, SMP,
dan SMA pada tanggal 29 Oktober 2009 dan
tanggal 4 Februari 2010. Tujuan diselenggarakan pelatihan PTK tersebut, adalah : (1) para
guru di lingkungan sekolah BPK PENABUR
Jakarta dapat melakukan PTK sesuai dengan
bidang studi yang diajarkan, (2) guru
berkreativitas dalam penulisan karya ilmiah, dan
(3) guru lebih berkreasi dan berinovasi dalam
merencanakan, melaksanakan serta menilai
proses dan hasil pembelajaran. Hasil yang
diharapkan setelah pelaksanaan pelatihan PTK
tersebut, yaitu : guru dapat menyusun proposal
PTK, guru dapat melaksanakan PTK di sekolah
masing-masing, dan guru dapat menyusun
laporan hasil PTK dalam bentuk karya ilmiah
yang nantinya dapat dimuat dalam Jurnal
Pendidikan PENABUR.
Peserta Pelatihan PTK sebanyak 80 guru
BPK PENABUR Jakarta mulai dari jenjang TK
*) Guru SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
93
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
sampai tingkat SMA. Ada pun perincian jumlah
peserta pelatihan PTK pertemuan pertama guru
BPK PENABUR sebagai berikut.
Tabel 1 : Jumlah
Peserta Pelatihan PTK
Pertemuan Pertama
No.
Jenjang
Jumlah
akan membuat pertemuan sebanyak tiga kali,
ternyata tidak dapat dijalankan, oleh sebab
berbagai kendala yang dialami panitia maupun
Tabel 2 : Jumlah Peserta Pelatihan PTK
Pertemuan Kedua
No.
Jenjang
Jumlah
Jumlah
Peserta
Peserta
Pertemuan 1 Pertemuan 2
%
1.
TK K
11
2.
SDK
22
1.
TK K
11
9
8 2%
3.
SMPK
25
2.
SDK
22
18
82%
4.
SMAK
22
3.
SMPK
25
14
56%
80
4
SMAK
22
8
36%
Jumlah
Jumlah
80
49
61%
Hasil kuesioner pada pertemuan
pertama pelatihan menunjukkan minat
guru PENABUR terhadap PTK sangat baik, yaitu guru peserta pelatihan. Dari 49 peserta yang telah
: (a) sebanyak 76 responden atau sebesar 95% mengikuti pelatihan kedua PTK yang seharusmenyatakan PTK sangat bermanfaat bagi nya membuat hasil pelaksanaan PTK di sekolah
mereka, (b) sebanyak 70 responden atau sebesar masing-masing dalam bentuk laporan jadi,
87% menyatakan PTK perlu ditindaklanjutkan, hanya 13 peserta atau sebesar 16% yang
(c) sebanyak 64 responden atau sebesar 80% guru membuat laporan hasil PTK tersebut. Perincian
menyatakan akan melakukan PTK di sekolah jumlah hasil pelaksanaan PTK guru BPK
masing-masing, dan (d) sebanyak 44 responden PENABUR dalam bentuk laporan sebagai
atau sebesar 55% menyatakan bahwa PTK itu berikut.
sulit bagi mereka, kesulitan tersebut antara lain,
belum memahami apa itu PTK, pentingnya PTK,
Tabel 3 : Perincian Jumlah Laporan
prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat proHasil PTK Guru BPK PENABUR
posal dan menyusun laporan PTK, banyaknya
Jumlah
tugas yang diberikan sekolah, dan tidak
No Jenjang Jumlah
%
L
aporan
terbiasanya guru melakukan penelitian.
Pada pertemuan kedua pelatihan PTK,
1. T K K
11
5
45%
diharapkan guru telah menyusun proposal PTK
dan melaksanakan PTK di sekolah masing2. SDK
22
5
23%
masing. Sangat disayangkan pada pertemuan
3. SMPK
25
2
8%
kedua pelatihan PTK dari 80 guru yang hadir
pada pertemuan pertama di pertemuan kedua
ini yang hadir sebanyak 49 guru atau sebesar
61%. Perincian jumlah peserta pelatihan PTK
guru BPK PENABUR pertemuan kedua dapat
dilihat pada tabel 2.
Hal ini disebabkan banyaknya kendala
yang dialami guru, baik itu kendala waktu, tidak
dapat hadir karena tugas lain, padatnya jam
mengajar, banyaknya tugas tambahan guru dari
sekolah, dan sebagainya. Dari rencana semula
94
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
4
SMAK
Jumlah
22
1
4%
80
13
16%
Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan
Classroom Action Research (CAR), (2001), PTK
telah menjadi bagian penting dari pekerjaan
guru karena mereka terbiasa menemukan
masalah-masalah dalam pembelajaran yang
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
dilaksanakan. Sebelumnya mereka dianggap
orang yang mempunyai masalah tetapi tidak
merasa, bahwa dirinya mempunyai masalah.
Menurut Koesoema (2009:172) ketika guru
masuk dalam kelas, guru sudah terlibat dalam
proses penelitian/analisis kelas. Guru
mendengarkan, mengamati, membuat hipotesis,
dan menganalisis situasi kelas (kesiapan anak
didik menerima pelajaran, menjelaskan di mana
proses belajar yang telah mereka lalui dan yang
sedang mereka pelajari, dan lain-lain). Dengan
tindakan pengamatan di kelas ini, guru
mengharapkan ada perubahan dan perbaikan
dalam kualitas pembelajaran di kelas. Dengan
adanya PTK guru dapat menerapkan hasil
temuan guru lain yang setting atau konteks
penelitiannya mirip dengan setting kelasnya.
Salah satu keberhasilan guru dalam
pembelajaran tercermin dari hasil penelitian
sederhana yang dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas professional guru,
khususnya kualitas pembelajaran. Menurut
Suharsimi (2006:2) penelitian sederhana yang
dapat dilaksanakan guru diutamakan dan
disarankan adalah penelitian tindakan. Sebab
dalam penelitian tindakan terdapat kata
tindakan. Artinya dalam hal ini guru melakukan
sesuatu, arah dan tujuan penelitian tindakan
yang dilakukan oleh guru sudah jelas, yaitu demi
kepentingan peserta didik dalam memperoleh
hasil belajar yang memuaskan. Penelitian
tindakan yang dimaksud adalah PTK, karena
berkaitan dengan pembelajaran dan menyangkut upaya guru dalam meningkatkan mutu
pembelajaran. Selain itu juga, salah satu
penilaian akreditasi sekolah adalah adanya
guru-guru bidang studi yang melaksanakan
PTK yang berkaitan dengan bidang studi yang
diajukan.
Tetapi sangat disayangkan, hasil Pelatihan
PTK guru-guru BPK PENABUR Jakarta yang
telah dilaksanakan belum tercapai sesuai dari
yang telah direncanakan, tujuan yang hendak
dicapai belum memuaskan, dan banyak
ditemukan berbagai masalah. Berdasarkan hal
di atas penulis akan menguraikan apa yang
dimaksud dengan PTK, tujuan dan manfaat PTK,
bagaimana menyusun proposal PTK, sistematika laporan PTK, dan bagaimana menumbuh-
kan minat guru BPK PENABUR agar melakukan
PTK untuk mening-katkan mutu pembelajaran.
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Istilah PTK berasal dari Inggris yang dikenal
dengan istilah Classroom Action Research (CAR).
Di Indonesia disebut PTK. Menurut Suharsimi
(2006:2) ada tiga kata yang membentuk
pengertian PTK, yaitu sebagai berikut.
1. Kata Penelitian, menunjuk pada suatu
kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan cara dan aturan metodologi
tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan
mutu suatu hal yang menarik minat dan
penting bagi peneliti.
2. Kata Tindakan, menunjuk pada suatu gerak
kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk
rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3. Kata Kelas, menunjuk pada sekelompok
siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang
sama.
Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa PTK merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi
dalam sebuah kelas secara bersama. Sedangkan,
Supardi (2006) menyatakan pada intinya PTK
merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas dan dirasakan
langsung oleh guru yang bersangkutan.
PTK termasuk penelitian kualitatif
walaupun data yang dikumpulkan dapat
bersifat kuantitatif tetapi PTK berbeda dengan
penelitian yang bertujuan untuk menguji
hipotesis dan membangun teori yang bersifat
umum. PTK lebih bertujuan untuk memperbaiki
kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak
untuk digeneralisasi. Dilihat dari cakupannya,
PTK dilakukan untuk mengatasi masalah belajar
membelajarkan yang dihadapi siswa dan guru.
Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan Classroom Action Research (CAR), (2001) perbedaan
antara penelitian formal dengan PTK disajikan
dalam tabel 4.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
95
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 4: Perbedaan antara PTK dengan Penelitian Formal
proses pembelajaran
(evaluation), dan
No
Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Formal
refleksi dari proses
dan hasil pembel1. Dilakukan oleh guru/dosen
Dilakukan oleh orang luar
ajaran (reflection).
Prinsip kedua ini
2. Kerepresentatifan sampel tidak Sampel harus representative
diperhatikan
mengisyaratkan
agar proses dan hasil
3. Instrumen yang valid dan
Instrumen harus valid dan
pembelajaran direreliable tidak diperhatikan
reliable
kam dan dilaporkan
secara sistemik dan
4. Tidak digunakan analisis
Menuntut penggunaan
terkendali menurut
statistik yang rumit
analisis statistik
kaidah ilmiah.
5. Tidak selalu menggunakan
Mempersyaratkan hipotesis
3.
Kegiatan mehipotesis
neliti merupakan
bagian integral dari
6. Memperbaiki praktik
Mengembangkan teori
pembelajaran harus
pembelajaran secara langsung
diselenggarakan
7. Tidak memperbaiki praktik
Hasil penelitian merupakan
dengan tetap bersanpembelajaran secara langsung produk ilmu dan terutama
dar pada alur dan
prosesnya
kaidah ilmiah. Alur
pimikiran
yang
digunakan dimulai
Berdasarkan pengertian di atas yang perlu
dari masalah, pemilihan tindakan yang
dipahami guru tentang prinsip dasar PTK
sesuai dengan permasalahan dan penyemenurut Hopkins (dalam Arikunto, dkk,
babnya, merumuskan hipotesis tindakan
2006:115) yaitu sebagai berikut.
yang tepat, penetapan skenario tindakan,
1. Tugas guru yang utama adalah menyelengpenetapan prosedur pengumpulan data,
garakan pembelajaran yang baik dan
dan analisis data. Objektivitas, reliabilitas,
berkualitas. Untuk itu guru perlu memiliki
dan validitas proses, data, dan hasil tetap
komitmen dalam mengupayakan perbaikan
dipertahankan
selama
penelitian
dan peningkatan kualitas pembelajaran
berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersecara terus-menerus. Guru harus
syaratkan bahwa dalam menyelenggarakan
menggunakan pertimbangan dan tanggung
penelitian tindakan agar tetap menggunajawab profesionalnya dalam mengupayakan kaidah-kaidah ilmiah.
kan jalan keluar dari masalah yang 4. Masalah yang ditangani adalah masalahdihadapi guru dalam pembelajaran. Prinsip
masalah pembelajaran yang riil merisaukan
utama ini berimplikasi pada sifat penelitian
tanggung jawab professional dan komitmen
tindakan sebagai suatu cara berkelanjutan
terhadap diagnosis masalah bersandar
secara siklus sampai terjadinya peningkapada kejadian nyata yang berlangsung
tan, sistem, proses, hasil, dan sebagainya.
dalam konteks pembelajaran yang sesung2. Meneliti merupakan bagian integral dari
guhnya. Apabila pendiagnosisan masalah
pembelajaran, yang tidak menuntut
berdasarkan pada kajian akademik atau
kekhususan waktu maupun metode
kajian literatur semata, maka penelitian
pengumpulan data. Tahapan penelitian
tersebut dipandang sudah melanggar
tindakan selaras dengan pelaksanaan
prinsip keotentikan masalah. Jadi, masalah
pembelajaran, yaitu persiapan program
harus didiagnosis dari kancah pembel(planning), pelaksanaan pembelajaran (acajaran yang sesungguhnya, bukan sesuatu
tion), observasi kegiatan pembelajaran (obyang dibayangkan akan terjadi secara
servation), evaluasi terhadap kegiatan/
akademik.
96
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
5.
6.
Konsistensi sikap dan kepedulian dalam
memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini
penting karena upaya peningkatan kualitas
pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil
lalu, tetapi menuntut perencanaan dan
pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh
karena itu, motivasi untuk memperbaiki
kualitas harus tumbuh dari dalam, bukan
sesuatu yang bersifat instrumental.
Cakupan permasalahan penelitian
tindakan tidak seharusnya dibatasi pada
masalah pembelajaran di kelas, tetapi dapat
diperluas pada tataran di luar kelas,
misalnya tataran sistem atau lembaga.
Perspektif yang lebih luas akan memberi
sumbangan lebih signifikan terhadap
upaya peningkatan kualitas pendidiakn
Tujuan dan Manfaat PTK
Maraknya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional
baik yang dikelola oleh pemerintah maupun
yayasan swasta menandakan pesatnya tuntutan
pendidikan yang lebih berkualitas. Akibatnya
masyarakat menuntut layanan pendidikan yang
dilakukan oleh guru harus lebih meningkat. PTK
merupakan salah satu cara yang strategis bagi
guru untuk meningkatkan atau memperbaiki
layanan pendidikan dalam konteks pembeajaran
di kelas.
Dasar utama dilaksanakan PTK menurut Mc
Niff (dalam Arikunto, 2006:106) adalah untuk
perbaikan, ketika guru dalam pembelajaran di
kelas menemukan masalah. Guru harus
berusaha memecahkan masalah tersebut demi
untuk perbaikan dalam pembelajarannya. N. A
Suprawoto.com (www.goegle 20 Juni 2010)
menuliskan bahwa tujuan utama PTK adalah
untuk memecahkan permasalahan nyata yang
terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban
ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan
melalui tindakan yang akan dilakukan. PTK juga
bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata
guru dalam pengembangan profesinya. Tujuan
khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai
persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas.
Secara lebih rinci tujuan PTK sebagai berikut.
1.
Memperhatikan dan meningkatkan kualitas
isi, masukan, proses, dan hasil pembelajaran.
2. Menumbuhkembangkan budaya meneliti
bagi tenaga kependidikan agar lebih proak
tif mencari solusi akan permasalahan
pembelajaran.
3. Menumbuhkan dan meningkatkan
produktivitas meneliti para tenaga pendidik
dan kependidikan, khususnya mencari
solusi masalah-masalah pembelajaran
4. Meningkatkan koloborasi antartenaga
pendidik dan tenaga kependidikan dalam
memecahkan masalah pembelajaran.
(Arikunto, dkk 2006:107)
Dengan kata lain, guru akan lebih banyak
mendapatkan pengalaman tentang keterampilan
praktik pembelajaran secara reflektif dan bukan
bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru dari
penelitian tindakan yang akan dilakukannya.
Borg (dalam Arikunto, dkk 2006:107) menyebut
secara eksplisit bahwa tujuan utama PTK ialah
pengembangan keterampilan proses pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya,
bukan bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan.
Adapun manfaat yang dicapai melalui PTK
berdasarkan tujuan dan hasil yang telah
disebutkan di atas antara lain sebagai berikut.
1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang
dapat dijadikan bahan panduan bagi para
guru lainnya untuk meningkatkan kulitas
pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK
yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai
bahan artikel ilmiah atau makalah untuk
berbagai kepentingan antara lain disajikan
dalam forum ilmiah, diikutsertakan dalam
event-event lomba penelitian karya ilmiah
yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun oleh yayasan BPK PENABUR, dan
dapat dimuat di Jurnal Pendidikan
PENABUR maupun jurnal ilmiah lainnya.
2. Menumbuhkembangkan kebiasaan,
budaya, meneliti dan menulis artikel ilmiah
di kalangan pendidik. Hal ini ikut
mendukung profesionalisme dan karir
pendidik serta masuk dalam penilaian
KKPP (Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat
Pegawai) tenaga pendidik BPK PENABUR.
3. Mewujudkan kerja sama, koloborasi, dan
atau sinergi antarpendidik dalam satu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
97
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
4.
5.
6.
sekolah atau beberapa sekolah BPK
PENABUR dan sekolah di luar BPK
PENABUR untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam pembelajaran dan
meningkatkan mutu pembelajaran.
Meningkatkan kemampuan pendidik dalam
upaya menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan
dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal
ini turut memperkuat relevansi pembelajaran bagi kebutuhan peserta didik.
Memupuk dan meningkatkan keterlibatan,
kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan
kesenangan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil
belajar siswa pun dapat meningkat.
Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman,
menyenangkan, serta melibatkan siswa
karena strategi, metode, teknik, dan atau
media yang digunakan dalam pembelajaran
demikian bervariasi dan dipilih secara
sungguh-sungguh. (N. A Suprawoto.com
www.goegle 20 Juni 2010)
Menyusun Proposal dan Laporan
Penelitian Tindakan Kelas
Jika kita akan memulai melakukan PTK, hal
pertama yang harus kita lakukan adalah
membuat rencana. Rencana penelitian tersebut
dalam bentuk proposal penelitian. Pada
umumnya sistematika proposal PTK adalah
sebagai berikut.
1. Judul PTK
Sebelum membuat judul terlebih dahulu
menemukan masalah dalam pembelajaran
yang dihadapi. Sehingga dari judul tersebut
menggambarkan permasalahan yang ada
dan bagaimana cara pemecahannya.
Umumnya di bawah judul dituliskan pula
subjudul. Subjudul ditulis untuk menambahkan keterangan lebih rinci tentang
populasi, misalnya di mana penelitian
dilakukan, kapan, di kelas berapa, dan
sebagainya.
Beberapa contoh judul PTK yang telah
dilaksanakan oleh Guru-guru BPK
PENABUR Jakarta hasil dari pelaksanaan
pelatihan PTK dapat di lihat pada tabel 5.
98
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
2.
Pendahuluan
Tujuan utama PTK adalah untuk
memecahkan permasalahan pembelajaran.
Bab pendahuluan ini intinya pemaparan
alasan latar belakang penelitian. Bab
pendahuluan terdiri dari:
a. Deskripsi masalah
Deskripsi berisi elaborasi dari masalah
yang telah dipilih disertai data-data
awal yang mendukung yaitu dari hasil
belajar siswa seperti, nilai ulangan,
tugas-tugas, karya tulis dan lain sebagainya dan yang penting itu masalah
proses belajar dan siswa secara umum.
b. Rumusan masalah
Masalah hendaknya dirumuskan secara
komprehensif yang menggambarkan
hasil dan proses. Bentuk kalimat dapat
berupa pernyataan, pertanyaan, atau
gabungan antara keduanya. Contoh
merumuskan masalah secara komprehensif yaitu dengan menginformasikan:
siapa yang terkena dampak negatifnya,
siapa atau apa yang diperkirakan
sebagai penyebab masalah itu, masalah
apa sebenarnya itu, siapa yang menjadi
tujuan perbaikan, dan apa yang akan
dilakukan untuk mengatasi hal itu.
c. Tujuan
Tuliskan tujuan dalam bentuk frase
secara singkat dan jelas, sejalan dengan
masalah. Rumusan tujuan harus
operasional dan dapat diukur. Tuliskan
indikator keberhasilannya sehingga
guru dapat mengecek dengan mudah
d. Manfaat hasil penelitian
Tuliskan secara singkat menyangkut
berbagai fihak : siswa, guru, sekolah,
pengembang kurikulum yayasan BPK
PENABUR, dan khasanah ilmu.
3. Kajian Pustaka
Menguraikan kajian teori dan pustaka yang
menumbuhkan gagasan yang mendasari
usulan rancangan penelitian tindakan.
Untuk menumbuhkan gagasan tersebut,
biasanya penulis mengumpulkan bukubuku yang berhubungan dengan judul
penelitian yang akan dibuat. Buku tersebut
dapat dipinjam di perpustakaan sekolah
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 5: Contoh Judul Laporan PTK Guru-Guru BPK PENABUR
No.
Nama Peserta
Sekolah
Judul Laporan
1.
Inge Pudjiastut TKK 11
Memperkuat Kepercayaan Diri Anak melalui
Percakapan Referensial pada Kelompok Bermain
2.
Maria Inawati
TK K 7
Mengenal Konsep Bilangan pada Anak Taman KanakKanak Melalui Metode Bermain Alat Manipulatif
3.
Eltin John
T K K 11
Meningkatkan Kedisiplinan Anak Melalui Metode
Bercerita pada Peserta Didik Kelompok
4.
Maryani
TK K K M
Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep
Matematika melalui Permainan Praktis di Kelompok
Bermain
5.
Desty
Wulansari A.
TK K K M
Memacu Keberanian Anak Taman Kanak-Kanak
Berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan
Menggunakan Bahasa Tubuh
6.
Niken
Indraswati
SDK
B e k as i
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menentukan
Pokok Pikiran Bacaan melalui Metode Inquiri
7.
Merry
Christine
SDK HI
Meningkatkan Pemahaman Membaca Siswa Kpada
Pelajaran Matematika melalui Story Telling
8.
Melanny
Susanto
SDK HI
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Operasi
Hitung Campuran dengan Metode Pemberian Tugas
Pekerjaaan Rumah
9.
Herani
Arundati
SDK 1
Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis
Karangan Melalui Media Foto Aktivitas Siswa
10.
Melania
Sutarni
SDK 3
Penerapan Metode "Mind Mapping" dalam Mengerjakan
Soal Cerita yang Menggunakan Konsep Pecahan
11. Yustina Titik
Purwanti
SMPK 7
Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan Gagasan
Utama melalui Metode Cooperative Integrated Reading and
Composition
12.
Noor Sari
Dewi
SMPK 5
Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa melalui
Media Artikel yang Ada di Majalah Remaja
13. Sugiharti
SMAK 4
Pemanfaatan Gambar Karikatur sebagai Media
Pembelajaran Menulis Esai Siswa
BPK PENABUR tempat guru mengajar atau
perpustakaan kompleks BPK PENABUR.
Hal ini dapat mengurangi dana yang dikeluarkan untuk penelitian. Dapat juga membuka internet, cari situs yang berhubungan
dengan masalah yang akan dibahas.
4. Metodologi Penelitian
Menjelaskan tentang rencana dan prosedur
penelitian yaitu :
a. Setting penelitian
Setting atau konteks penelitian perlu
diuraikan secara rinci karena penting
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
99
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
b.
c.
observasi, skala sikap, sosiometri, dan
artinya bagi guru lain yang ingin meniru
skala penilaian.
keberhasilan yang telah dilakukan.
e. Analisis dan refleksi
Guru lain tentu akan mempertimJelaskan secara singkat data apa yang
bangkan apakah ada kemiripan antara
akan guru catat, bagaimana menganalisetting sekolahnya dengan setting
sisnya, perubahan apa yang guru harappenelitian tersebut.
kan akan terjadi, dan bagaimana hasil
Persiapan penelitian
analisis itu akan guru gunakan untuk
Persiapan penelitian menjelaskan
melakukan refleksi.
tentang berbagai input instrumental
yang akan digunakan untuk memberi 5. Jadual Penelitian
Buatlah jadual berbentuk matriks yang
perlakuan dalam PTK. Uraikan yang
menunjukkan kegiatan per bulan, meliputi :
berhubungan dengan PTK saja. Hal-hal
kegiatan persiapan, siklus pertama, kedua,
yang berhubungan dengan RPP dan
ketiga, dan seterusnya, penulisan laporan
perangkat pembelajaran yang merupatiap siklus, penulisan laporan akhir, semikan pekerjaan pembelajaran standar
nar, dan perbaikan laporan akhir.
tidak perlu ikut diuraikan.
Contoh jadual kegiatan suatu PTK.
Siklus penelitian
Jelaskan berapa
siklus yang akan
Tabel 6: Jadual Rencana Kegiatan PTK
guru lakukan
Waktu (Minggu ke)
dan berdasarkan
No
Rencana Kegiatan
apa seperti, wak1 2 3
4 5 6
tu, pokok bahasan, atau lainnya.
1. Persiapan
Perlu juga dituliskan perlakuan
Menyusun konsep pelaksanaan
X
apa yang akan
Menyepakati jadual dan tugas
X
guru berikan
pada siklus pertama, kedua, dan
seterusnya sesuai
dengan rencana
tindakan yang
telah ditulis.
d. P e m b u a t a n
instrumen
Jelaskan data
apa saja yang
guru perlukan,
apa sumber datanya dan instrumen apa saja
yang akan guru
gunakan untuk
memperoleh data
tersebut. Contoh
instrumen dapat
berupa
tes,
kuesioner, lembar
100
2.
Menyusun instrument
X
Seminar konsep pelaksanaan
X
Pelaksanaan
Menyiapkan kelas dan alat
X
Melakukan tindakan siklus 1
X XX
Melakukan tindakan siklus 2
3.
XX
X
Penyusunan Laporan
Menyusun konsep laporan
X
Seminar hasil penelitian
X
Perbaikan laporan
X
Penggandaan dan pengiriman hasil
X
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
6.
Sistematika Laporan PTK
Penyajian tulisan laporan PTK menurut
Sitepu, BP (dalam Makalah PTK) ditulis
dalam bentuk naratif dan menghindari
rincian berbentuk pointer yang disusun
vertikal, tetapi bila harus menyebutkan
rincian, disusun secara horizontal/linear.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan baku dengan
memperhatikan kaidah-kaidah penulisan
ilmiah secara ketat. Panjang tulisan berkisar
4.000 kata.
Secara umum format laporan akhir hasil
PTK, salah satu diantaranya sebagai berikut.
1. Lembar Judul Penelitian
2. Lembar Identitas dan Pengesahan
3. Abstrak
4. Daftar Isi
5. Daftar Tabel
6. Daftar Gambar
7. Daftar Lampiran
8. Pendahuluan
9. Kajian Pustaka
10. Metode Penelitian
11. Hasil Penelitian
12. Pembahasan
13. Simpulan dan Saran
14. Daftar Pustaka
15. Identitas Penulis
A. Judul
Judul ditulis : a. singkat, jelas, dan
menggambarkan isi tulisan, b. Mudah
dimengerti, c. menarik dan memotivasi
membaca isi tulisan, d. dapat dalam bentuk
pernyataan, atau pertanyaan, e. dapat
menggunakan subjudul, f. di bawah judul,
ditulis nama penulis, g.tidak menggunakan
kata “Penelitian tentang ...”, “Survei ....”,
Kajian tentang ... “ , dan “Beberapa Catatan
tentang ....”, h. tidak menggunakan
singkatan atau akronim, i. tidak terlalu
umum, dan j. tidak lebih dari 14 kata.
B. Abstrak
Pada bagian ini abstrak ditulis : a.
Menggambarkan secara singkat latar
belakang, masalah, metode, hasil dan
kesimpulan penelitian secara singkat.
b.Merupakan ringkasan/summary singkat.
c. Memotivasi membaca isi tulisan secara
keseluruhan. d. Terdiri atas satu paragraf
dengan 150 – 200 kata. e. Dikuti dengan
kata-kata kunci isi tulisan sebanyak 3 – 5
kata. f. Ditulis dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris. g. Tidak merupakan
ringkasan isi tulisan. h. Tidak terlalu rinci.
i. Tidak memuat rumus-rumus. dan j. Tidak
terlalu singkat dan terlalu umum.
C. Pendahuluan
Memuat unsur : a. Latar belakang masalah
yang diteliti. b. Menguraikan keadaan
sekarang masalah tersebut (dapat diperkuat
dengan beberapa kutipan). c. Menguraikan
tentangketerbatasan pengetahuan tentang
masalah itu. d. Menyebutkan alasan
pentingnya masalah itu diteliti. e. Memberikan batasan masalah. f. Menyebutkan masalah yang diteliti secara spesifik. h. Menyebutkan tujuan penelitian secara jelas dan i.
Panjang pendahuluan sekitar 400 kata
D. Kajian Pustaka
Menguraikan teori terkait dan temuan
penelitian yang relevan, yang memberi arah
pada pelaksanaan PTK dan usaha peneliti
membangun argument teoritis bahwa
tindakan tertentu dimungkinkan dapat
meningkatkan mutu proses serta hasil
pendidikan dan pembelajaran, bab ini
berisikan kajian teoritis, hasil penelitian
yang relevan, kerangka berpikir, dan
hipotesis penelitian.
E. Metode Penelitian
Bab ini berisikan : a. Menguraikan desain
penelitian: tujuan, manfaat, tempat dan
waktu penelitian. b. Menyebutkan jenis
penelitian, dan c. Menguraikan sumber data,
teknik pengumpulan data, instrumen dan
analisis data.
F. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Menyajikan uraian masing-masing siklus
dengan data lengkap, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi yang berisi penjelasan tentang
aspek keberhasilan dan kelemahan yang
terjadi. Perlu ditambahkan hal yang
mendasar, yaitu hasil perubahan
(kemajuan) pada diri siswa, lingkungan,
guru sendiri, motivasi dan aktivitas belajar,
situasi kelas, dan hasil belajar. Gunakan
tabel atau grafik data, hasil analisis data
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
101
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
yang menunjukkan perubahan yang terjadi.
Sedangkan dalam pembahasan membandingkan kesimpulan penelitian dengan
hasil penelitian lain yang sejenis,
menguraikan implikasi praktis kesimpulan
penelitian, dan memberikan saran untuk
penelitian lebih lanjut.
G. Daftar Pustaka
1. Disusun berdasarkan sau sistem tertentu
secara konsisten.
2. Menggunakan kepustakaan yang
semutakhir mungkin.
3. Hanya mencantumkan kepustakaan
yang terkait langsung dengan penelitian.
4. Sumber dari internet dicantumkan
dengan menyebutkan nama/kode
website secara lengkap, judul tulisan dan
penulisnya, dan tanggal dakses.
H. Identitas Penulis
1. Nama lengkap dan gelar.
2. Tempat dan tanggal lahir.
3. Pekerjaan.
4. Hasil penelitian/tulisan ilmiah yang
pernah diterbitkan dan prestasi.
Kesulitan-Kesulitan yang dialami
dalam Melakukan PTK
Sebanyak 44 responden atau sebesar 55%
menyatakan bahwa PTK itu sulit bagi mereka,
kesulitan tersebut antara lain, belum memahami
apa itu PTK, pentingnya PTK, prinsip-prinsip
PTK, bagaimana membuat proposal dan
menyusun laporan PTK, banyaknya tugas yang
diberikan sekolah, dan tidak terbiasa guru
melakukan penelitian. Untuk menumbuhkan
minat guru BPK PENABUR agar dapat
melakukan PTK, kesulitan-kesulitan yang
dialami oleh guru harus dicari terlebih dahulu
bagaimana penyelesaiannya.
1. Guru belum memahami apa itu PTK,
pentingnya PTK, prinsip-prinsip PTK,
bagaimana membuat proposal dan
menyusun laporan PTK.
Tidak hanya guru saja yang belum paham
akan hal PTK, tetapi juga kepala sekolah di
lingkungan yayasan BPK PENABUR Jakarta
belum memahami pentingnya PTK bagi
peningkatan mutu pembelajaran. Sehingga
kepala sekolah tidak pernah memberi saran
102
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
kepada guru untuk melakukan PTK. Hal ini
dapat membuat guru tidak tertarik untuk
memahami dan melaksanakan PTK di
sekolah. Kesulitan di atas dapat diatasi
dengan cara, sebagai berikut.
a. Dalam buku program kerja guru BPK
PENABUR terdapat tugas kepala
sekolah yaitu sebagai Educator, yang
salah tugasnya ialah meningkatkan
mutu pembelajaran di sekolah. Untuk
melaksanakan tugas tersebut salah
satunya kepala sekolah dapat mengajak
kerjasama para gurunya untuk
bersama-sama melaksanakan PTK.
Kepala sekolah dapat membuat jadual
atau rencana masing-masing gurunya
untuk melakukan PTK. Pada saat guru
melaksanakan PTK di kelas kepala
sekolah dapat memantau jalannya PTK,
memberikan masukan dan dimasukkan
dalam penilaian prestasi kerja guru.
Dengan adanya perhatian dari kepala
sekolah akan hal ini, guru termotivasi
untuk melaksanakan PTK. Perhatian
dari kepala sekolah terhadap guru
sangat penting untuk meningkatkan
profesionalisme serta kinerja guru dan
tenaga kependidikan lain di sekolah
(Mulyasa, 2007:234). Perhatian kepala
sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui
kerjasama melaksanakan PTK.
b. Guru dapat memulai mencoba melakukan PTK, walaupun sama sekali belum
paham akan PTK. Menurut Koesoema
(2009:173), bahwa PTK itu sesungguhnya merupakan bagian esensial dari
kinerjanya sebagai guru. Dengan
memulai mencoba melakukan PTK pada
akhirnya guru akan bertanya, mencari,
dan membaca hal-hal yang berhubungan dengan PTK.
c. Mengikuti seminar, lokakarya, atau
pelatihan yang berhubungan dengan
PTK, baik yang diadakan oleh yayasan
BPK PENABUR sendiri atau dari Departemen Pendidikan Nasional. Menurut
Natawidjaja (dalam Mulyasa, 2007:233),
perbaikan kualitas kompetensi profesional guru dan tenaga kependidikan
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
lainnya dapat dilakukan melalui dua
jalur, yaitu pendidikan dalam jabatan
dan pendidikan prajabatan. Peningkatan kompetensi guru melalui pendidikan dalam jabatan dapat dilakukan
melalui penataran, lokakarya, atau seminar yang berkenaan dengan tugas
utama guru di sekolah. Dalam hal ini
sekolah BPK PENABUR dalam agenda
kerjanya setiap tahun ada program
pembinaan bagi guru-gurunya, untuk
itu kepala-kepala sekolah BPK
PENABUR diharapkan dapat mengundang para pakar dibidang PTK untuk
melatih para guru dalam program
pembinaan tersebut.
Dalam hal ini sudah dilakukan
pelatihan PTK pada tanggal 29 Oktober
2009 dan 4 Februari 2010, tetapi hasilnya
belum memuaskan. Setelah diberi pelatihan dari 80 guru, yang melaksa-nakan
PTK hanya 13 guru. Hal ini terlihat dari
pengumpulan laporan hasil PTK.
d. Musyawarah guru matapelajaran
(MGMP) dan kelompok kerja guru (KKG).
MGMP dan KKG merupakan dua
wadah yang dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru. Dalam
MGMP dan KKG, para guru dapat
saling bertukar pikiran dan saling
membantu memecahkan masalah yang
dihadapi, bahkan dapat saling belajar
dan membelajarkan. Melalui MGMP,
diharapkan persoalan dapat diatasi,
termasuk bagaimana mensiasati
kompetensi yang diuraikan dalam
kurikulum dan mencari alternatif
pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metode dan variasi
media untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran (Mulyasa, 2007:236).
Melalui KKG bidang studi guru BPK
PENABUR, guru dapat mendiskusikan
masalah-masalah yang dihadapi dalam
kelasnya dan bagaimana cara mengatasinya. Melalui temuan-temuan masalah
dalam diskusi tersebut, guru dapat
mulai merencanakan PTK, setelah itu
kembali mendiskusikannya pada saat
KKG berikutnya. Agar PTK itu berhasil
2.
diperlukan kultur kolaborasi dan
kerjasama antarguru bidang studi yang
sama. KKG BPK PENABUR menja-di
wadah untuk pelaksanaan PTK.
Banyaknya tugas yang diberikan sekolah
kepada guru
Dalam buku program kerja guru BPK
PENABUR Jakarta, tugas guru bidang studi,
yaitu bertanggung jawab atas : pada proses
kegiatan belajar mengajar di kelas dengan
efektif dan inovatif, ketertiban siswa pada
waktu KBM, adminstrasi guru setiap semester sesuai dengan jadwal pengumpulan
seperti: KTSP dan SK, program tahunan dan
semester, program ulangan, program materi
dan tugas, silabus, RPP, KKM, agenda guru
dan daftar nilai, buku pegangan siswa dan
guru, kumpulan soal, dan modul bila perlu,
penilaian hasil belajar siswa (soal dan
kriteria/rubrik), memasukkan nilai ke
komputer sesuai waktu yang ditetapkan,
dan bertanggung jawab atas remedial dan
pengayaan. Jika guru menjadi wali kelas
maka tugas tambahannya adalah sebagai
berikut : memahami siswa dan karakter
mereka dari kelas yang diasuhnya, mengatur tempat duduk siswa di kelas dan
membuat denah kelas, memelihara inventaris kelas, menyusun regu kerja harian,
menyusun jaringan telekomunikasi kelas,
mengadakan komunikasi dengan orang tua
dalam rangka pembinaan siswa dan
mencatatnya di buku komunikasi kelas,
membantu bendahara dalam pengumpulan
pembayaran uang sekolah dan uang lainnya, mengisi, membagi rapor dan mengisi
ledger, bekerja sama dengan guru BK dan
guru agama dan wakasis untuk membina
budi pekerti siswa kelasnya, membantu
siswa memecahkan masalahnya, memeriksa dan menindaklanjuti keterlam-batan
siswa, mencatat absen siswa di buku
absensi, memeriksa dan menandatangani
buku agenda siswa secara berkala, membuat
daftar pembagian tugas 9K dan mengawasi
pelaksanaannya, memeriksa kas kelas
bersama pengurus kelas, memantau pelaksanaan upacara bendera dan kebaktian,
membuat tata tertib kelas, dan memeriksa
pengisian buku jurnal kelas, dan
sebagainya.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
103
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
Selain itu dalam program kerja
kesiswaan (OSIS) guru juga dilibatkan
menjadi koordinator yaitu: kebaktian siswa,
kebaktian natal, kebaktian paskah, retreat,
upacara bendera, lomba kerapihan dan
kebersihan kelas, peringatan hari Kartini,
hari guru, pramuka, dewan galang, jamboree, Razia kelas, karyawisata, kerapihan
berpakaian, HUT RI, berbagai kompetensi
IPA, Matematika, bahasa Inggris, MOS,
PMR, bakti sosial Paskah, bakti sosial Natal, mengisi madding sekolah, bulletin
sekolah, buku tahunan, LDK OSIS
PENABUR, pelepasan siswa, pameran hasil
keterampilan dan seni, bazaar, kompetensi
olahraga dan seni, mengisi paduan suara
HUT BPK PENABUR, mengisi padus
gabungan di instansi pemerintah/swasta,
pentas seni, dan open school.
Segunung tugas lainnya yang berkaitan
dengan kegiatan mengajar, yaitu hadir
dalam berbagai rapat kenaikan, kelulusan,
pertemuan perwalian, komunikasi dengan
orang tua siswa, membuat soal-soal
ulangan, mempersiapkan materi mengajar,
dan lain-lain, guru masih memiliki
tanggung jawab lain di luar jam mengajar,
seperti mendampingi ekstrakurikuler,
menjadi panitia penerimaan siswa, panitia
UTS dan UUB semester ganjil, panitia UTS
dan UUB semester genap, panitia try out UN
dan US, pra UN, panitia UN dan US, ujian
praktek, panitia penjualan buku dan
seragam, pengurus koperasi, training, IAYP,
live in, menghadiri kelompok guru mata
pelajaran, tingkat sekolah maupun rayon,
mempersiapkan, melatih, dan mendampingi
siswa mengikuti berbagai perlombaan,
mempromosikan sekolah, dan membuat
berbagai laporan pertanggungjawaban
setelah selesai berbagai kegiatan sesuai
tugas yang diberikan.
Menurut Koesoema, (2009:43), beban
kerja akan semakin meningkat ketika
sekolah berada dalam proses akreditasi.
Karena sistem manajemen yang tidak bagus,
guru harus mendadak mempersiapkan
banyak hal agar akreditasi berjalan dengan
baik. Di beberapa sekolah, seringkali tidak
ada aturan yang jelas tentang jam kerja guru
104
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
3.
sehingga guru yang bekerja sampai sore
dianggap biasa dan tidak ada tambahan
sebagai lembur.
Dengan adanya tugas di atas yang
diberikan sekolah kepada guru semakin
membuat guru tidak mampu lagi
menyisihkan waktu untuk mengembangkan
diri. Jika guru diminta untuk memberikan
diri terus-menerus, tanpa menerima sesuatu
dari kegiatan memberi tersebut, guru akan
menjadi kurus kering secara propesional,
sebab apa yang ada dalam dirinya dikuras
terus-menerus sementara dalam dirinya
sendiri tidak ada masukan yang memperkaya kinerja propesional guru. Hal inilah
yang paling dominan bagi guru BPK
PENABUR sehingga tidak mempunyai
minat untuk melakukan PTK.
Bagaimana cara mengatasi masalah di
atas? Penulis hanya dapat berharap
perlunya kebijakan dari sekolah dan
yayasan untuk mengurangi tugas-tugas di
atas atau perlunya memanajemen tugas
dengan baik. Perlu diketahui juga oleh guru
bahwa PTK tidak mengorbankan proses
pembelajaran, justru akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. PTK tidak harus membebani
pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika
dilakukan secara kolaboratif yang bertujuan
memperbaiki proses pembelajaran tidak
akan mempengaruhi materi pelajaran dan
sudah harus dirancang dan dipersiapkan
dengan rinci serta matang, maka tidak terlalu
banyak menghabiskan waktu. Oleh karena
itu guru BPK PENABUR tidak perlu takut
terganggu dalam mencapai target kurikulumnya jika akan melaksanakan PTK.
Guru belum terbiasa melakukan
penelitian
Koesoema, (2009:172) menyatakan bahwa
tindakan melakukan riset dan penelitian
masih terasa asing di telinga guru. Jika guru
mendengar istilah riset dan penelitian,
spontan yang guru bayangkan adalah para
professor di universitas yang melakukan
penelitian di laboratorium atau mengadakan penelitian di lapangan dengan metode
ilmiah yang rumit dan kompleks,
menggunakan data-data statistik yang
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
seringkali sulit untuk dipahami. Tindakan
seperti ini sering dianggap bukan bagian
dari kinerja guru. Hal inilah yang membuat
guru tidak berminat untuk melakukan PTK.
Guru merasa tidak mampu untuk melakukan penelitian. Padahal begitu guru masuk
dalam kelas, guru sudah terlibat dalam
proses penelitian/analisis kelas. Guru
mendengarkan, mengamati, membuat
hipotesis, dan menganalisis situasi kelas.
Untuk itu diharapkan guru perlu
senantiasa merefleksikan dan mengevaluasi
praktik belajar-mengajar di kelas, mencoba
merumuskan pokok persoalan yang
diajukan, membuat pengamatan, membuat
dokumentasi dan menarik kesimpulan. Hal
terpenting yang menjadi sasaran PTK
adalah dampaknya bagi perkembangan
proses belajar-mengajar di kelas daripada
sekedar penemuan baru atau publikasi.
Masalah yang paling umum dalam
melakukan PTK adalah untuk memulainya.
Guru PENABUR sudah memiliki tugas yang
begitu berat, dan tugas yang bertumpuktumpuk, sehingga tidak memiliki waktu
untuk membuat penelitian. Salah satu cara
agar guru mampu melakukan tindakan professional yang terintegrasi dalam tugasnya
menurut Koesoema, (2009:174), adalah tertib
membuat dokumentasi, catatan pengamatan
di kelas, dan mencoba menganalisis situasi
kelas sesuai dengan persoalan yang
muncul. Data-data dalam kelas dapat
menjadi masukan berharga bagi penelitian
guru, seperti proses komunikasi dalam kelas,
suasana kelas pada saat pembelajaran,
mendokumentasikan jenis pertanyaan
siswa, mengumpulkan hasil kerja siswa dan
mencoba meneliti persoalan yang ada.
Banyak data yang dapat kita kumpulkan di
dalam kelas sebagai bahan penelitian.
Menurut Supardi dalam Arikunto, dkk.
(2006:114), syarat menjadi guru peneliti PTK
yang baik adalah miliki jiwa agen pembaru
untuk selalu dan berupaya mengubah/
kemajuan dalam proses pembelajaran.
Memahami filosofi action research itu sendiri,
kemudian menyenangi dan berupaya
mempersiapkan diri untuk menjadi agen
pembaru sehingga manfaat hasil PTK
langsung dapat dirasakan yaitu adanya
perubahan/kemajuan pada diri peneliti,
siswa, serta kelas/sekolahnya.
Beberapa strategi sederhana agar guru
terbiasa melakukan penelitian, yaitu :
a. Membuat dokumentasi proses pembelajaran di dalam kelas. Dokumentasi ini
dapat berupa catatan penting tentang
peristiwa belajar-mengajar di kelas,
memotret suasana kelas, cara berkomunikasi satu sama lain, mencatat berbagai
macam pertanyaan yang muncul dalam
proses belajar-mengajar, serta mendokumentasikan hasil belajar siswa (hasil
karya tulis, tugas-tugas, karangan, dan
lain-lain)
b. Dari dokumentasi data-data tersebut,
mencoba membuat peta persoalan dan
permasalahan yang dihadapi oleh siswa
selama perjumpaan di dalam kelas.
Pokok persoalan yang muncul itu
dipetakan berdasarkan pengelompokan
dan relevansinya dalam proses mengajar, seperti sistem pengaturan kelas
(fisik dan sosial). Fisik berupa penataan
kelas, kursi, meja, dan lain-lain. Apakah
pengaturan seperti itu mendukung
proses belajar? Sedangkan pengaturan
sosial berupa kesepakatan-kesepakatan
bersama dalam kelas-kelas (norma
sosial yang berlaku selama proses
pembelajaran), corak relasional satu
sama lain. Apakah aturan sosial ini
membantu memperlancar proses belajarmengajar? Selain itu, guru juga dapat
mendokumentasikan persoalan-persoalan yang muncul dalam proses pengajaran, seperti pemahaman konseptual
yang dipahami oleh siswa, keterampilan
praktis yang mesti mereka miliki, cara
menanggapi sebuah persoalan, dan lainlain.
c. Setelah langkah pengumpulan data ini,
guru dapat mencoba membuat hipotesis
dengan mengajukan pertanyaan yang
berkaitan dengan proses belajarmengajar di kelas, serta mencari
alternatif bagi pemecahan masalah yang
dihadapi selama proses belajarmengajar di kelas. Solusi itu dapat
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
105
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas
berupa, pembentukan tatanan komunitas baru dalam kelas, pergantian norma
sosial, latihan-latihan dasar yang
dibutuhkan agar anak mampu menguasai konsep-konsep tertentu yang selama
ini masih menjadi permasalahan bagi
siswa.
d. Mencoba menguji alternatif pemecahan
itu dalam kelas dan mencoba melihat
tanggapan, reaksi dan hasil dari
berbagai macam alternatif pemecahan
yang telah guru ajukan. Jika solusi
alternatif yang guru berikan gagal, guru
mesti mencoba melihat kembali
mengapa solusi itu gagal dengan
mengajukan pertanyaan baru yang lebih
relevan (Koesoema, 2009:176)
Ketika guru mampu mendokumentasikan data-data dan hasil penelitiannya dengan baik, hasil penelitian itu
pun akan bermanfaat bagi rekan guru
yang lain, juga bagi guru itu sendiri.
Penutup
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan
permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas
sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal
tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan
yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk
meningkatkan kegiatan nyata guru dalam
pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK
adalah untuk mengatasi berbagai persoalan
nyata guna memperbaiki atau meningkatkan
kualitas proses pembelajaran di kelas.
Selain itu, tujuan PTK untuk meningkatkan
atau memperbaiki praktik pembelajaran yang
seharusnya dilakukan oleh guru secara professional. PTK itu sesungguhnya merupakan
bagian esensial dari kinerjanya sebagai guru.
Untuk itu sudah saatnya guru-guru di lingkungan BPK PENABUR Jakarta melaksanakan
PTK untuk meningkatkan profesionalisme guru
dan meningkatkan mutu pembelajaran.
Sangat disayangkan ada beberapa kesulitan
yang dihadapi oleh guru PENABUR dalam
melaksanakan PTK, yaitu belum memahami apa
itu PTK, pentingnya PTK, prinsip-prinsip PTK,
bagaimana membuat proposal dan menyusun
106
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
laporan PTK, banyaknya tugas yang diberikan
sekolah, dan tidak terbiasa guru melakukan
penelitian.
Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi
guru BPK PENABUR dalam melaksanakan PTK
perlu guru memahami apa itu PTK, pentingnya
PTK, prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat
proposal dan menyusun laporan PTK, melalui
seminar, pelatihan, MGMP, dan KKG.
Melakukan koloborasi dengan rekan guru yang
sama bidang studinya, dan sebagainya.
Saran yang dapat saya sampaikan agar
guru di lingkungan BPK PENABUR berminat
melaksanakan PTK dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan mengembangkan
profesi guru adalah sebagai berikut.
1. Perlunya dosen pembimbing agar
membantu dan memantau para guru yang
melakukan PTK (dalam hal ini Prof. Sitepu,
dari Universitas Negeri Jakarta telah
membimbing kembali para guru PENABUR
yang telah mengumpulkan laporan hasil
PTK, pada tanggal 4 September dan 14 November 2010).
2. Kepala sekolah memberikan dukungan
sepenuhnya kepada para guru yang
melakukan PTK
3. Adanya pemberian reward kepada para
guru yang telah berhasil melakukan PTK
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. (2006). Penelitian tindakan
kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara
Diknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah. (2001). Pedoman teknis
pelaksanaan classroom action research (CAR).
Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama
Koesoema, Doni. (2009). Pendidik karakter di
zaman keblinger. Jakarta: Grasindo
Sitepu, BP. (2010). Sistematika tulisan ilmiah
(Makalah Pelatihan di BPK PENABUR)
Suprawoto, N.A . Tujuan dan manfaat PTK. (http:/
/nasuprawoto.wordpress.com)
_____. SMP Kristen 1 BPK PENABUR. (2010).
Program Kerja Guru Tahun Pelajaran 2010/
2010. Jakarta : SMP Kristen 1 BPK
PENABUR
.
Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban
Isu Mutakhir
Tes Otak Tengah Makan Korban
Hotben Situmorang*)
udul tulisan ini
Keberhasilan kepala sekolah
peserta dikenakan biaya Rp
1.000.000 (http:
menjadi “tread” yang
dalam memajukan
menarik untuk
pendidikan yang diukur dari
langlangjagad.com/
didiskusikan di antara para
hasil ujian akhir sekolah
product.php?id_product=38).
pendidik manakala kebijakan
berstandar nasional (UASBN) Pelatihan Psycho Cybernetic
yang sudah dilakukan di
yang dilakukan sekolah
telah mendorong sekolah
terpengaruh oleh usaha
mengusahakan berbagai
berbagai tempat di Indonesia
seperti Medan, Jambi, Batam,
marketing kelompok tertentu
program yang dinilai akan
yang melihat arena pendidikmembantu meningkatkan
Lampung, Jakarta hingga
Lombok dan Sumbawa.
an menjadi pasar yang
keberhasilannya. Maraknya
Berbagai pelatihan diklaim
potensial. Kepala sekolah
pelatihan aktivasi otak
yang menilai pentingnya
tengah, seperti halnya yang
oleh penggiatnya sebagai
upaya jalan pintas membuat
pelaksanaan program
dilakukan oleh Alfateta School
anak dengan tanda kutip
‘aktivasi otak tengah’ telah
of Life yang terletak di Jl
menulis surat edaran mengiPalmerah Barat, Jakarta pada
“jenius”. Kegiatan sejenis
belakangan ini banyak kita
kuti tes Alfateta yang selanjut- 14 Juli 2010, aktivasi indra ke
nya sampai ke tangan
6 yang dilakukan oleh Ki Aji
temukan menjadi bagian dari
wartawan dan
beritanya dimuat di
kompas.com oleh
M. Latief Jakarta,
Selasa (16/11/
2010). Konon
Kepala Sekolah
mengintimidasimurid yang tidak
bersedia ikut tes
alfateta atau
aktivasi otak
tengah (mid brain
activation) tersebut.
Biaya yang
dibebankan
kepada orang tua
Sumber: http://main.teknologiotak.com/images/mindsound/2.jpg
Rp 500.000,-
J
*)
Mahasiswa S3-Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
107
Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban
program peningkatan
kapasitas dan kualitas
Sumber Daya Manusia oleh
berbagai perusahaan dan
bahkan institusi kepolisian.
Keberhasilan pemasaran
program ini telah mempengaruhi banyak pihak, termasuk
para orang tua yang menginginkan keberhasilan yang
gemilang secara instan.
Paket Informasi Otak
Tengah yang
Diperdagangkan
Menurut pengelola Midsound
Technology (www.teknologi
otak.com) penelitian yang
dilakukan oleh penggiatnya
khusus untuk memperhatikan
fungsi dari midbrain yang
terletak di tengah-tengah otak
kiri dan otak kanan. Fungsi
dari midbrain adalah sebagai
jembatan antara otak kiri
dengan otak kanan, dan
kesimpulan penelitinya
menyatakan bahwa dalam
kondisi tertidur, interbrain
manusia tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal
inilah yang mengakibatkan
fungsi interaktif antara otak
kiri dan otak kanan
mengalami keterbatasan.
Saat ini banyak yang
mempercayai bahwa otak
anak akan berkembang
dengan baik jika otak tengah
diaktifkan. Informasi yang
dirilis “nasaconan
blogspot.com” pada hari Rabu
29 September 2010 tentang
aktivasi otak tengah
menyatakan bahwa orang
Tibet mensyaratkan para
peserta untuk masuk dalam
ritual keagamaan mereka.
Aktivasi otak tengah
108
dilakukan dengan menimbulkan gelombang alpha di otak.
Aktifitas gelombang alpha
tersebut akan muncul pada
saat meditasi. Berbeda
dengan kelompok GMC dari
Malaysia yang menemukan
suatu cara modern untuk
mengaktifkan otak tengah dan
menyebarkan penemuannya
ke masyarakat dengan cara
komersial. Jika sebelumnya
hanya orang-orang pilihan
yang dapat memelihara
rahasia untuk mengikuti
aktivasi otak tengah ini, maka
saat ini kita juga dapat
memberikan pelatihan
aktivasi otak tengah ini untuk
anak-anak kita. Midsound
Technology dengan web-side
www.teknologiotak.com
memasarkan produknya melalui internet berupa gelombang
suara khusus untuk stimulasi
otak pada frekuensi alpha,
theta dan delta. Informasi
seperti inilah yang disinyalir
memberi dampak sehingga
ada sekolah yang menjadikan
aktivasi otak tengah menjadi
program sekolah.
Orang yang diaktivasi
mengikuti pelatihan dengan
menutup mata dengan tujuan
membantu anak-anak memasuki kondisi terbimbing yang
disebut mifbrain. Dengan
demikian mereka dapat secara
seimbang menggunakan otak
kanan dan otak kiri serta
mengembangkan potensi
terbesar dari daya otak, anak
akan memiliki akses yang
mudah pada kedua belah otak
kiri maupun kanan. Dengan
akses mudah ini, mereka akan
belajar, membaca dan menghafal dalam kecepatan yang
lebih cepat sehingga mening-
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
katkan keyakinan, minat dan
konsentrasi mereka dalam
belajar. Ketika mereka tumbuh, hormonnya akan seimbang dan memiliki kesehatan
yang baik. Dengan demikian
disimpulkan kemampuan
“otak tengah merupakan
rahasia menuju sukses.” Setelah terbiasa, anak dapat dengan membuka mata mengembangkan keseimbangan otak
kanan dan otak kiri secara
seimbang. Dalam masa
pelatihan anak belajar “mind
mapping”, “speed reading”,
“excellence learning” dan lain
sebagainya sehingga anak
lebih santai dan gembira
dalam membaca. Hal ini menjadi penting karena situasi
dengan tekanan, ketakutan,
kurang percaya diri, curiga,
tidak mau menerima, berpikir
yang tidak-tidak dan lain
sebagainya menjadi factor
penghambat dalam
mengaktifkan otak tengah.
Pendapat yang Berbeda
Seorang warga Negara
Belanda bernama Julia Maria
van Tiel, menyerukan dalam
bentuk siaran pers yang
dikirim ke Kompas.com dan
berbagai jaringan komunikasi
sosial pada 05 September
2010, beliau berpendapat
bahwa aktivasi otak tengah
bukan jalan pintas menuju
jenius dan menyatakannya
sungguh tidak ilmiah, karena
jauh dari pemahaman tentang
jenius itu sendiri. Pandangan
yang sama juga pernah
dilontarkan oleh Dr. Sarlito,
dosen Fisikologi Universitas
Indonesia di media massa
dengan menuduhnya sebagai
Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban
pembohongan. Julia Maria
van Tiel yang juga adalah
mantan dosen Pasca Sarjana
UI dan Unair bahkan
mendesak pemerintah melalui
“Petisi Stop Aktivitas Otak
Tengah” untuk menyikapinya
dengan tegas. Di samping itu,
juga mendesak agar semua
ikatan profesi, keahlian, dan
praktisi pendidikan dan
kesehatan menjalankan
peranannya sebagai pendidik
masyarakat berdasarkan asas
keilmuan yang benar (evidence
based practice).
Menurut Julia Maria van
Tiel dalam penjelasan petisinya dikatakan bahwa istilah
jenius dalam pemahaman
ilmu psikologi hanya diberikan kepada mereka yang
mempunyai tingkat inteligensi
luar biasa (dengan IQ yang
termasuk kategori “very
superior” atau dua standar
deviasi di atas rata-rata),
dengan kreativitas yang luar
biasa, dan yang penting lagi
harus sudah mempunyai
prestasi yang luar biasa,
sebagaimana Einstein, atau
Thomas Alfa Edison. Anak
yang hanya bisa membaca,
mewarnai gambar, atau naik
sepeda dengan mata ditutup
bukanlah anak jenius. Lebih
jauh lagi menurut Ilmu
Psikologi, Inteligensi luar
biasa merupakan hal yang
diturunkan, yaitu merupakan
natur genetik. Natur genetik
yang luar biasa juga masih
membutuhkan dukungan
lingkungan agar si anak bisa
menghasilkan prestasi luar
biasanya sebagai karya jenius.
Julia Maria van Tiel juga
menyatakan bahwa karya
jenius adalah sebuah karya
yang orijinal, yang merupakan pengembangan inteligensinya dengan kreativitas yang
tinggi serta dikembangkannya
sendiri, bukan hasil pelatihan.
Lebih jauh Julia Maria
van Tiel yang menyandang
gelar Doktor dalam bidang
antropologi medis, dan
pernah menjadi dosen di
UNAIR dan Universitas
Indonesia, juga menjelaskan
dalam petisinya bahwa dari
sudut pandang ilmu
kedokteran sendiri, baik ilmu
syaraf yang mempelajari
fungsi otak, maupun kedokteran anak yang mempelajari
tumbuh kembang anak, jelas
kedua cabang ilmu ini juga
tidak bisa mendukung secara
teoritis. Karena klaim aktivasi
otak tengah tidak bisa
berkorelasi dengan teori
dalam Keilmuan kedokteran.
Menurut persepsi penulis, sudut pandang agama
yang mempercayai Tuhan
sebagai pencipta manusia,
mengalihkan fungsi penglihatan pada panca indra yang
bukan mata juga berarti sebagai pengingkaran terhadap
kehendak Tuhan sebagai
pencipta. Fungsi penglihatan
dari ciptaan Tuhan dikaruniakan kepada mata dan bukan
pada tangan atau hidung
yang mempunyai fungsi
berbeda.
Satu lagi tulisan Julia
Maria van Tiel pada www.
kompasiana.com/gifteddisinkroni.com menyatakan
bahwa istilah gelombang
alpha sendiri sebenarnya
mengikuti perkembangan
neuroscience yang diambil dari
hasil penelitian menggunakan neurofeedback , yang
menunjukkan orang bermeditasi ternyata dapat mencapai “apha state”. Filosofi yang
ditanamkan adalah keharmonisan dan keseimbangan yang
dikembangkan oleh kelompok
new age movement.
Penutup
Sampai hari ini belum ada
satupun publikasi ilmiah
yang menyatakan bahwa otak
tengah dapat diaktifkan untuk
meningkatkan kecerdasan
manusia, apalagi mengupgrade nya menjadi jenius.
Induksi lateralisasi aktifitas otak tengah menurut
sebuah tulisan ilmiah tahun
2005 malahan dapat mengakibatkan mental stress (tekanan
mental) dan berbagai stres
lain yang akan memicu gangguan irama jantung dan
kematian mendadak (sudden
death).
Sekolah sebagai lembaga
pendidikan seyogianya melihat kegiatan aktivasi otak
tengah juga menisbikan dan
menolak keragaman yang
terdapat pada tiap-tiap individu dan bertentangan dengan
ragam teori dan kepustakaan
ilmiah di bidang tumbuh
kembangnya kognisi manusia.
Keragaman yang ditentukan
oleh potensi dasar seseorang
akan mempengaruhi gaya
belajar, cara berfikir dan cara
menyerap suatu informasi.
Apa yang ditawarkan oleh
kegiatan aktivasi otak tengah,
secara tidak langsung
memberikan harapanharapan palsu terhadap
orang tua dan anak didik.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
109
Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas
Resensi buku
Judul buku:
Melindungi Anak dari Seks Bebas
Pengarang:
Merry Magdalena
Penerbit:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2010
Cetakan:
PT Gramedia, Jakarta
Tebal:
90 Halaman
Oleh: Fitri Kuswandi*)
engan tampilan luar yang mengundang perhatian serta isi yang
membicarakan pendidikan seks bagi
anak, buku ini tampil dengan 5 Bab.
Penulis buku ini menggambarkan bagaimana
kuatnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan seks anak. Dengan
memberikan beberapa
contoh nyata, buku ini
menjelaskan bagaimana
anak memperoleh pengetahuan tentang seks di
dunia maya. Pengetahuan
yang mereka peroleh
melalui teknologi informasi dan komunikasi
yang semakin canggih,
jelas mempengaruhi tidak
saja perilaku seks mereka
tetapi juga dapat memicu
mereka melakukan kekerasan fisik. Tidak saja
membeberkan fakta, buku ini menawarkan
bagaimana orang dapat melindungi anak dari
seks bebas.
Berbagai upaya telah dilakukan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia dan juga Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) untuk membatasi
segala macam bentuk siaran di televisi yang
menayangkan pemberitaan mengenai video
porno mirip artis ataupun bentuk siaran yang
D
mengandung kekerasan fisik. Namun upaya itu
belum cukup dan belum efektif. Karena itu tidak
jarang orangtua mengkambinghitamkan pihak
lain untuk bertanggung jawab atas penyimpangan yang dilakukan oleh anak mereka.
Hal-hal berbau pornografi dan kekerasan kini
bukan saja ada di televisi
melainkan telah menjadi
topik obrolan anak seharihari di bus, halte, bahkan di
lingkungan sekolah. Fakta
yang cukup mencengangkan
ketika sebuah lembaga melakukan penelitian bahwa
remaja di Indonesia banyak
menjadi pelaku seks bebas
akibat kenaifan mereka
mengenai seks itu sendiri.
Rasa tabu, malu, risih membuat anak tidak mau bertanya pada orang tua maupun
guru (hal. 6). Di sisi lain, orang tua, keluarga, dan guru di sekolah merasa
enggan untuk menjelaskan masalah seks secara
terbuka pada anak-anak mereka.
Pada umumnya orang tua saat ini sibuk
bekerja sehingga mereka menyerahkan pola
asuh anak-anaknya pada pembantu, suster,
kakek/nenek dan ketika usia anak beranjak
remaja, lingkunganlah yang menjadi
“pengasuh” utama mereka. Media massa,
*) Staf Bidang Pendidikan dan Diklat PH BPK PENABUR
110
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Resensi buku : Melindungi Anak dari Seks Bebas
teknologi, dan teman-teman menjadi tiga hal
pokok yang menjadi “pengasuh” anak-anak
ketika orang tua mereka bekerja. Daripada harus
berbicara dengan pembantu atau kakek/nenek,
anak lebih memilih duduk asyik di depan
komputer untuk bermain games, chatting, atau
bermain internet tanpa ada pengawasan
siapapun. Tidak ada yang mengawasi sehingga
mereka bebas memilih games yang mereka
mainkan, teman mereka chatting, dan situs-situs
yang mereka baca di internet. Karena berbagai
kesibukan, waktu berkomunikasi antara anak
dan orangtua sangat kurang dan banyak orang
tua sendiri tidak memperhatikan kegiatan
anaknya di rumah. Mereka merasa aman dan
tidak was-was atas prilaku anaknya karena
anak-anak itu berada di kamarnya di rumah.
Mereka tidak tahu anaknya sibuk mengakses
berbagai situs pornografi serta menikmatinya.
Sungguhpun akhir-akhir ini Pemerintah telah
membatasi akses ke situs-situs pornografi, masih
banyak celah anak dapat membuka situs-situs
itu bahkan melalui handphone tanpa filter.
Akhir-akhir ini muncul dalam surat kabar
berita dengan topik “Game Kekerasan di
Komputer Bikin Anak Makin Agresif” atau
sebuah hasil wawancara dengan seorang remaja
putri yang menyatakan bahwa dirinya diminta
mengirimkan foto saat menggunakan pakaian
renang, pada seorang laki-laki yang dikenalnya
melalui sebuah jejaring sosial (hal.13 dan 16).
Bagi para orang tua ada baiknya sebelum
menyalahkan berbagai media massa, elektronik
dan teman-teman, mereka mengintropeksi diri
kenapa anak lebih senang mencurahkan
perasaan dan pikirannya dengan facebook atau
tergila-gila pada sebuah games. Ada banyak
faktor yang jauh lebih berperan dibandingkan
media, misalnya saja pola asuh orang tua,
lingkungan sekitar, penanaman moral dan etika
pada anak itu sendiri, dan masih banyak lagi.
Masa anak-anak dan remaja adalah masa
tumbuh kembang fisik dan psikis yang diwarnai
dengan rasa keingintahuan yang tinggi , namun
juga masih polos dan naif. Sebuah harian
mengangkat berita yang mengagetkan yaitu
seorang gadis di Denpasar berusia 15 tahun
telah diperkosa oleh tetangganya. Dalam usia
remaja seperti ini ada beberapa hal yang dirasa
menjadi penyebab mereka begitu mudah
dijadikan target sasaran, antara lain : (a) mereka
lemah secara fisik, (b) lemah secara mental, serta
(c) naif dan mudah dibohongi (hal. 22-23).
Apapun faktor penyebabnya mereka hanyalah
korban kejahatan seksual di usia muda, dan
dampaknya mereka bukan saja menderita secara
fisik tapi juga mental. Kerusakan organ intim,
HIV/AIDS, dan hamil di luar nikah adalah
beberapa contoh penderitaan fisik yang akan
dialami anak ketika dirinya mengalami pelecehan seksual. Sedangkan rasa malu, trauma
bahkan mungkin kecanduan berhubungan seks
akan menjadi dampak penderitaan mental yang
mereka alami. Akhir-akhir ini hanya dengan
janji mendapatkan penghasilan yang besar,
anak-anak dan remaja dibawa ke luar negri
secara ilegal. Sesampainya di negri orang,
mereka akan dijual (trafficking) kepada mucikari
untuk dijadikan pekerja seks.
Belakangan beredar video porno yang
dibintangi oleh seorang public figure yang tentu
menjadi idola banyak remaja di Indonesia. Anakanak remaja ataupun orang dewasa seolah
berlomba untuk menjadi yang pertama
menyaksikan adegan tersebut dan berusaha
sedapat mungkin menyebarkan video tersebut.
Ketika seseorang mengirim rekaman video
tersebut kepada pihak lain, secara otomatis
sesungguhnya orang tersebut telah menjadi
pelaku tindak kriminal pornografi dengan
pelanggaran hukum Pasal 29 UU No. 44/2008
tentang pornografi.
Tidak mustahil anak atau remaja sendiri
menjadi pelaku seks itu sendiri tanpa menyadari
akibatnya. Mereka sesungguhnya sedang memasuki masa peralihan dari kanak-kanak menjadi
dewasa. Fisik tampak seperti orang dewasa namun secara psikologis ia belum cukup matang,
ia belum mampu menentukan secara memadai
mana hal yang benar yang boleh dilakukan dan
mana hal yang mutlak salah yang tidak boleh
dilakukan sama sekali. Mereka sedang mencari
identitas/jati diri yang sesungguhnya, oleh
karena itu jika keluarga gagal menanamkan
pendidikan nilai/karakter dalam diri si anak,
maka mereka akan berusaha mendapatkannya
dari lingkungan sosial yang luas.
Beberapa faktor pemicu anak terjebak
menjadi pelaku seks antara lain: (a) pernah
menjadi korban, (b) pengaruh lingkungan, (c) liJurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
111
Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas
bido yang tidak terkontrol, (d) kebutuhan situs porno, bahkan kecanduan karena
perhatian, (e) kebutuhan ekonomi, atau (f) sebelumnya pernah menjadi korban (hal. 47).
Anak-anak awalnya menjadi korban
narkoba dan alkohol. Dari beberapa faktor
tersebut jelas bahwa anak dan remaja menjadi kejahatan seksual karena kurang mendapat
pelaku seks bukan semata-mata karena media informasi, perhatian, dan pemahaman etika dan
internet atau video porno tetapi juga ada faktor moral. Anak laki-laki atau perempuan samalain. Pergaulan bebas bukan juga gaya hidup sama berpotensi menjadi korban kejahatan
yang seiring dengan modernisasi karena telah seksual. Orang tua sering menganggap anaknya
ada sejak jaman dahulu. Inilah fakta yang baik-baik saja selama berkelakuan sopan
sedang dihadapi oleh anak remaja, tanpa dihadapan mereka, tanpa tahu apa yang
diperkuat dengan fakta dan data seringkali diperbuat di belakang mereka. Salah satu cara
masyarakat bersikap biasa saja bahkan meng- memberikan pendidikan seks terhadap anak
anggap ini hanyalah kenakalan remaja biasa adalah melalui obrolan santai sehari-hari di
rumah, untuk itu orang tua perlu meluangkan
(hal. 33-34).
Agar tidak tersesat ke dalam seks bebas, anak waktu untuk anak-anak hingga menghasilkan
perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman waktu yang berkualitas bagi mereka.
Berikut beberapa saran memulai pendidiyang tepat tentang seks melalui proses
kan seksual pada
pendidikan baik
anak-anak (hal.
di dalam keluar48-52) :
ga maupun di sea) Usia 7–8 tahun
kolah. Itu berarti
Jelaskan pada
bahwa pendidiAgar tidak tersesat ke dalam seks
anak sesederhakan seks kepada
bebas, anak perlu diberikan
na mungkin dan
anak menjadi
pengetahuan dan pemahaman
dengan bahasa
tanggung jawab
yang tepat tentang seks melalui
yang mudah dikeluarga dan
proses pendidikan baik di dalam
mengerti, bagaipendidik di sekeluarga maupun di sekolah.
mana
proses
kolah. Pengetapembuahan di
huan dan pemadalam rahim ibu.
haman tentang
Jika ada istilah
seks hendaknya
yang tidak dapat disederhanakan, orang tua
tidak ditabukan di dalam keluarga karena pada
harus menyampaikannya melalui cerita.
hakekatnya dibutuhkan oleh anak, khususnya
Intinya adalah memberikan gambaran pada
ketika mereka memasuki usia remaja.
anak bahwa ada perbedaan antara laki-laki
Berbagai bentuk kekerasan terhadap anak
dan perempuan, mampu menghasilkan
yang akhir-akhir kita dengar antara lain:
sesuatu jika kelak menikah, dan harus tetap
pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan,
pada batas pergaulan mereka.
penganiayaan, trafficking, aborsi, penelantaran,
penculikan, dan penyandraan. Bahkan saat ini b) Usia 9 – 11 tahun
Sebagian anak mulai mengalami masa
sekolahpun dianggap bukan menjadi tempat
puber pada usia ini. Anak semakin kritis
yang aman bagi anak-anak. Data KPAI
karena sudah mampu mencerna media
menunjukkan, dari seluruh kekerasan terhadap
sekitarnya seperti TV, majalah,surat kabar,
anak 18% dilakukan oleh orang disekitar anak
bahkan internet. Orang tua wajib menjedan 11,3% dilakukan oleh guru (hal.40).
laskan tentang nafsu, jangan lupa meneSungguh memprihatinkan membaca pemberikankan bahwa munculnya hasrat bisa
taan salah satu harian bahwa adanya perkosaan
dialihkan dengan menyibukkan diri
anak SD pada teman sekelasnya. Anak melakumelakukan aktivitas yang positif. Intinya
kan hal-hal di luar dugaan ini antara lain karena
adalah agar anak mampu mengendalikan
terangsang oleh bacaan porno, surat kabar yang
dirinya saat muncul rangsangan seksual.
memberitakan kasus pemerkosaan, film porno,
112
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Resensi buku : Melindungi Anak dari Seks Bebas
Selain itu orang tua perlu berbagi
pengalaman mengenai mimpi basah pada
anak laki-laki dan menstruasi pada anak
perempuan. Hal ini akan membuat anak
merasa bahwa semua perubaahn tersebut
adalah hal wajar yang juga pernah dialami
oleh orang tua mereka. Pembatasan
pergaulan, anak-anak diarahkan untuk
saling menghargai atau menghormati lawan
jenisnya. Pelajaran yang diberikan lebih
bersifat biologis, disaat inilah orang tua
perlu menjawab pertanyaan yang mungkin
tidak berani diungkapkan anak saat
pelajaran disekolah. Libatkan anak dalam
diskusi ringan agar mereka tidak merasa
bosan dinasehati. Dalam suatu kesempatan
jelaskan kasus-kasus kejahatan seksual
yang saat ini tengah terjadi tanpa perlu
merasamalu atau sungkan. Adabaiknya
juga jelaskan mengenai dampak negatif
narkoba dan juga minuman keras.
Ancaman muncul bukan saja dari lingkungan sekitar tapi juga dari dunia maya, untuk
menyikapi hal ini orang tua disarankan untuk
melakukan beberapa hal seperti : (a) tidak
melarang/membatasi anak secara otoriter, (b)
arahkan anak pada kegiatan-kegiatan browsing
yang positif, (c) bantu anak untuk mengerti
informasi apa saja yang tidak boleh dipublikasikan di internet, (d) jelaskan pada anak untuk
memublikasikan informasi yang nyaman dilihat
orang lain, e) arahkan Netiket yaitu etika di
internet, (f) jangan biarkan anak merasa aman
dengan data kita yang sudah diunggah, (g)
diskusikan dengan mereka untuk tidak melayani
chatting yang mengarah pada seks, (h) buat
mereka merasa aman dan terbuka saat bercerita
tentang teman online-nya, dan (i) jangan biarkan
mereka ketagihan (hal. 57-59).
Sebagai cara membentengi anak saat berada
jauh diluar pengawasan orang tua, ada baiknya
jika anak diarahkan untuk; a) waspada jika
berbicara dengan orang asing yang ditemui
dijalan, b) berpakaian dan berperilaku
selayaknya anak sekolah jika berada dalam
kendaraan umum, c) tidak membukakan pintu
bagi orang yang tidak dikenal saat sendirian di
rumah. Anak dibesarkan pada sebuah
lingkungan dan anak akan tumbuh dengan
bersosialisasi, untuk itu orang tua juga perlu
mengenali siapa sajakah teman-teman bermain
anaknya, mengarahkan anak untuk berpakaian
sopan ketika bermain diluar rumah, dan memberikan penjelasan tentang hubungan anak lakilaki dan perempuan yang semestinya pada usia
anak tersebut.
Memasuki usia remaja (usia 14 tahun
keatas) seorang anak mulai memerlukan
pengakuan eksistensi diri. Selama mereka kekurangan perhatian orang tua, tidak pandang dari
kelas ekonomi, maka remaja tersbut akan
bermasalah diluar. Salah satunya adalah dengan
penyimpangan pergaulan bebas. Bebas artinya
tidak mengindahkan norma, etika, bahkan
hukum. Beberapa faktor pendukung remaja
terlibat dalam pergaulan bebas antara lain: (a)
faktor ekonomi, remaja dari kalangan ekonomi
pas-pasan cenderung iri dengan temannya yang
lebih mampu atau remaja dari kalangan ekonomi
mampu yang justru tidak mendapatkan
perhatian dari orang tua, dan (b) salah asuhan,
tidak sedikit orang tua yang mampu memberitahu anaknya mana yang benar dan mana yang
salah (hal. 69-70). Bahkan ada juga yang
beranggapan bahwa segala kenakalan di usia
remaja adalah kewajaran. Anggapan yang
demikian menunjukkan perlunya konsultasi/
pendekatan orang tua terhadap anak atau
dengan cara mengikuti ceramah mengenai pola
asuh dan mendidik anak yang ideal.
Orang tua dituntut untuk mengenali gejolak
remaja dengan mengenali ciri-ciri remaja melalui
(a) perkembangan fisik, (b) rangsangan nafsu
yang menguat, (c) penampilan, dan (d) pergaulan
ala anak “gank”. Segala “kegilaan” ini idealnya
berakhir saat menginjak usia 17-19 tahun.
Namun ada juga remaja yang mengalami pola
asuh keliru atau pergaulan bebas yang
menyimpang, sehingga sampai usia 20-an pun
masih memiliki jiwa meletup-letup, nafsu seks
yang tidak terkendali, dan tidak stabil. Bagaimanakah kita sebagai orang tua memberikan
pendidikan seks dengan cara yang tepat.
Pendidikan seks bukanlah berarti memperagakan hubungan seks, menjelaskan pada anak
bagaimana cara berhubungan seks, atau
memperlihatkan film porno. Akan tetapi
pendidikan seks yang dapat dilakukan orang
tua adalah dengan melakukan pendekatan; (a)
penjelasan soal nafsu, (b) berbagi pengalaman
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
113
Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas
tentang pubertas, (c) pembatasan pergaulan, dan
(d) penjelasan tentang kasus-kasus kejahatan
seks (hal. 76-78).
Sebagai pendukung proses pendekatan
yang dilakukan, orang tua juga perlu
mengakrabkan diri dengan anak, antara lain
dengan menceritakan masa remaja yang telah
dialami, mengajak anak “happening” bersama,
membuka obrolan saat ada waktu santai.
Pendekatan dan pengakraban diri perlu
dilakukan dalam menanamkan pendidikan seks
terhadap anak karena pada usia remaja, mereka
tidak mudah lagi menerima nasehat yang
diberikan orang tua apalagi khotbah. Praktik
memang tidak semudah teori, namun dengan
mengakrabkan diri/melakukan pendekatan
berarti telah membuka jalan untuk saling terbuka
dan menghadirkan jalinan komunikasi yang
sehat antar orang tua dengan anak.
Buku ini menyoroti dampak negatif
pemanfaatan dunia maya/teknologi bagi
pendidikan seksualitas anak dan remaja, selain
itu dijelaskan pula bagaimana orang tua harus
menyikapi kondisi saat ini dimana dunia
teknologi semakin membawa pengaruh yang
kuat bagi anak-anak.
Peresensi membaca sebuah buku lain yang
berjudul “Cinta, Seks & Allah”, yang ditulis oleh
Bill Ameiss & Jane Graver. Buku ini memiliki
keunggulan karena di dalamnya secara rinci
dijelaskan mengenai: (a) pengertian tentang seks,
(b) perangkat/organ-organ seksual laki-laki dan
perempuan, (c) hubungan antara seks dan
114
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
kesehatan, (d) dampak buruk penyimpangan
seksualitas, dan (e) masa-masa berpacaran
hingga pernikahan dan juga pertanyaanpertanyaan pelik sekaligus jawaban dalam
masalah seksualitas. Bukan hanya itu, kelebihan
buku ini lebih pada bagaimana sebagai seorang
kristen memandang seksualitas dan permasalahannya dari sisi kerohanian. Bagi remaja yang
sedang dalam masa berpacaran dan bagi
pasangan suami istri juga ditekankan bahwa
KASIH harus menjadi dasar suatu hubungan
yang dibangun. Setiap pertanyaan pelik yang
ditampilkan dalam buku ini, dijawab secara
sederhana dan sangat jelas oleh penulis.
Hampir disetiap penjelasannya dalam buku ini
penulis memberikan perumpamaan melalui
ayat-ayat Alkitab. Hal ini menunjukkan bahwa
penulis ingin orang tua ataupun guru membimbing anak-anak dalam hal pendidikan seks
dengan penuh kasih dan menekankan bahwa
iman kepada Allah mampu menjadi benteng
yang kuat dalam setiap permasalahan.
“Predator” sedang mengincar anak dan
remaja kita, kemajuan teknologi bukanlah satusatunya faktor pemicu keterpurukan moral anak
bangsa. Sebagai orang tua maupun pendidik di
sekolah perlu menggunakan hati untuk bisa
membentengi anak-anak/remaja kita dari
ancaman disekitarnya. Seks bukanlah suatu hal
tabu yang harus terus ditutupi, tetapi seks
adalah pendidikan yang perlu diperkenalkan
kepada anak-anak sejak usia dini hingga remaja
dengan pola pengawasan yang tidak
mengintimidasi anak.
Profil BPK PENABUR Bandung
Profil
Profil BPK PENABUR Bandung
Muksin Wijaya*)
Sejarah Singkat
eralihan pemerintahan dari kolonial
Belanda ke Republik Indonesia mendatangkan kegamangan di berbagai
sektor, tak terkecuali di bidang pendidikan. Saat itu, posisi pemerintahan Belanda di
Indonesia sudah semakin goyah. Terlebih
dengan turun tangannya Perserikatan BangsaBangsa (PBB) dalam mengatasi pertikaian antara
Indonesia-Belanda setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa itu, banyak sekolah yang dikelola oleh Belanda menjadi terbengkalai, padahal
masyarakat sangat membutuhkan pendidikan.
Hal itu tak pelak mengundang keprihatinan para
pemuka gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Khu
Hwee (THKTKHKH) Djawa Barat.
Pada tanggal 28 Mei 1948, Sinode
THKTKHKH di Bandung memutuskan membentuk panitia sebagai upaya persiapan untuk
mendirikan kembali sekolah yang sebelumnya
dikelola yayasan milik Belanda. Dalam persidangan tersebut, terpilihlah The Joe Twan, Lie
Bo Tay, dr. Ong Teng Houw, Tan Houw Siang,
Liem Boen Liong, dan O. E. van de Brug untuk
duduk di kepanitiaan. Keenam orang ini dipilih
karena sebelumnya mereka telah merintis
langkah-langkah yang mengarah pada hal
tersebut.
Pada mulanya disadari bahwa upaya
mengembangkan dunia pendidikan tersebut
masih berorientasi “demi kepentingan masyarakat beretnis Tionghoa.” Tapi seiring perkembangan zaman, panitia tidak lagi bersifat
P
eksklusif dalam melaksanakan aktivitasnya dan
membaur dengan masyarakat Indonesia. Hal itu
sejalan dengan langkah Sinode THKTKHKH
Djawa Barat yang menjalin kerja sama dengan
tokoh-tokoh Zending, seperti Raad Agung dari
Gereja Kristen Pasundan. Kendala yang
dihadapi panitia saat itu adalah ketiadaan dana.
Tapi mereka percaya, bahwa Tuhan akan turut
bekerja dalam perencanaan yang mulia ini.
Tuhan pun membuka jalan. Pendeta Pouw
Peng Hong, salah seorang pelopor gerakan
berdikari gereja-gereja di Jawa Barat, mengajak
para tokoh gereja dan masyarakat untuk
mengumpulkan dana untuk mewujudkan citacita tersebut yaitu berperan serta dalam bidang
pendidikan melalui pendirian dan pengembangan sekolah.
Badan Pendidikan Kristen Penabur
Bandung didirikan pada 26 Mei 1959. Beberapa
sekolah yang kini dikelola BPK PENABUR
Bandung, pada awalnya merupakan peninggalan Belanda. Saat proses pemindahtanganan
sekolah-sekolah dari Belanda, para tokoh
pendidikan di Bandung saat itu harus melakukan serangkaian perundingan tingkat tinggi.
Pendeta O. E. van de Brug mewakili NZV dan
Pendeta Tan Houw Siang selaku Sekjen BP
Sinode THKTKHKH Djawa Barat didampingi
The Joe Twan (guru dari Bandung) dan Liem
Boen Liong (guru dari Cirebon) mengadakan
perundingan untuk menentukan nasib sekolahsekolah peninggalan Belanda tersebut.
Setelah perundingan, Ketua dan Sekjen BP
Sinode THKTKHKH Djawa Barat menghubungi
notaris Tan Eng Kiam di Bandung untuk
*) Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
115
Profil BPK PENABUR Bandung
membuat akta. Dalam akta tertulis Yayasan
Badan Pendidikan Kristen Tiong Hoa Kie Tok
Kauw Hwee Khu Hwee (THKTKHKH) Djawa
Barat mendapat kewenangan untuk melanjutkan misi di bidang pendidikan.
Yayasan ini diketuai dr. Ong Teng Houw,
sekretaris Liem Boen Liong, dan anggota Lie Bo
Tay. Akta pendirian ditandatangani 19 Juli 1950
di Bandung. Dengan demikian, kota Bandung
menjadi saksi sekaligus tempat lahir BPK
PENABUR.
Dalam operasionalnya, BPK PENABUR
Bandung banyak melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga Kristen lainnya, terutama
lembaga di bawah Gereja Kristen Pasundan
(GKP).
Dalam mengelola SMP Kristen Bahureksa
dan SMA Kristen Jalan Dago misalnya, BPK
PENABUR dan BPPK GKP membentuk lembaga
baru, yaitu BPSMKDB (Badan Pendidikan
Sekolah Menengah Kristen Djawa Barat).
Guna mengembangkan SMA Kristen Jalan
Dago, BPK PENABUR KPS Bandung dengan
besar hati merelakan tenaga-tenaga pengajar
terbaiknya untuk bekerja di sana. Sementara itu,
tenaga-tenaga pengajar keluaran Kweek School
(SGA) ditugaskan di SD-SD Kristen di Jalan
Sudirman dan Jalan Kebonjati.
Saat BPK PENABUR Bandung terbentuk,
kepengurusan terdiri Ketua Oei Sioe Lam, Wakil
Ketua Lie Tjien Hoen, Sekretaris Thio Peng Hoey,
Ie Peng Siem, dan Bendahara Kho Boen Kiat.
Sementara itu, kebutuhan akan visi makin
dirasakan oleh BPK PENABUR. Menyadari
adanya kebutuhan tersebut, maka diadakan
lokakarya tentang perencanaan strategi (1991
dan 1992) dan pendalaman moto “Iman, Ilmu,
dan Pelayanan” dalam konteks visi dan misi
BPK PENABUR (1991, 1994).
Setelah pertemuan dengan BPMK/BPMS di
bulan September 1994, visi dan misi BPK
PENABUR yang berhasil dirumuskan, disetujui
dalam Persidangan Pleno BPK PENABUR pada
bulan Oktober 1994. Visi tadi menjadi pernyataan dasar tentang nilai-nilai, aspirasi dan citacita BPK PENABUR. Visi tersebut tidak dibatasi
oleh situasi yang dihadapi saat ini, tetapi
diupayakan keluar dari paradigma (pola pikir)
yang menghambat, sehingga dapat menumbuhkan kreativitas setiap pelaku kegiatan di
116
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
lingkungan BPK PENABUR. Visi tersebut
berbunyi, “Menjadi Lembaga Pendidikan Kristen
yang mengutamakan mutu penyelenggaraan
pendidikan, untuk menghasil-kan lulusan yang
beriman dan handal, dengan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahu-an dan teknologi,
serta memberi peluang pengembangan bagi guru
dan karyawan terbaiknya”.
Melengkapi rumusan visi di atas, telah pula
dirumuskan misi BPK PENABUR yaitu,
“Memberikan pendidikan bermutu kepada siswa
agar mandiri, berguna dan siap melayani, serta
memberikan peluang kepada guru dan
karyawan untuk mengembangkan diri, dengan
didasari nilai-nilai iman Kristiani”.
Memperhatikan perkembangan dan tuntutan pendidikan yang bertumbuh, maka pada
Persidangan Pleno BPK PENABUR tgl 26-28 Juli
2002 di Jakarta, diputuskan Visi dan Misi yang
baru. Visi, “Menjadi lembaga pendidikan Kristen
unggul dalam iman, ilmu dan pelayanan”, dan
Misi “Mengembangkan Potensi Peserta Didik
secara Optimal melalui Pendidikan dan
Pengajaran Bermutu berdasarkan Nilai-Nilai
Kristiani”. Visi dan Misi terbaru itulah yang
sampai saat ini digunakan di seluruh
lingkungan BPK PENABUR, termasuk BPK
PENABUR Bandung.
Sekolah yang dikelola saat itu hanya dua,
yaitu SD Kristen Pagi Citepus (Eerste Zending
School yang dihibahkan pada tahun 1950
(sekarang dikenal sebagai SDK 1 BPK
PENABUR); dan TK dan SD Kristen Pagi Jalan
Kebonjati 108 yang dihibahkan tahun 1951.
Pada tahun 1972, sekolah ini dipindahkan ke
Jalan Jenderal Sudirman 246 Bandung, karena
kompleks sekolah yang digunakan diminta
kembali oleh BPPK GKP.
Dalam perjalannya sepanjang lebih dari
setengah abad, tercatat enam tokoh yang pernah
memimpin BPK PENABUR Bandung sebagai
Ketua, sosok pemimpin ikut mewarnai
perjalanan sebuah organisasi. Tantangan yang
dihadapi pun berbeda-beda, tergantung situasi
yang berkembang pada saat itu. Ada kalanya
krisis menerpa, tetapi misi pelayanan seperti
yang sudah dicanangkan harus tetap berjalan.
Sosok para ketua tersebut adalah Oei Sioe Lam
(1959-1966), Isaac Tengkey (1982-1984), Drs.
Kwee Wie Tjan (Tjokro Sutrisno) (1984-1990), Ir.
Profil BPK PENABUR Bandung
Ibrahim Surya, M.Eng (1990-1998), Ir. Eka Rahayu
(1998-2002), Ir. Beng Sugiharto (2002-2010).
Seturut perkembangan zaman pula, sekolahsekolah yang dikelola BPK PENABUR Bandung
terus bertambah. Pada tahun 2010, BPK
PENABUR Bandung telah memiliki delapan
kompleks sekolah. Kedelapan kompleks sekolah
itu ada di Jalan Guntur 34, Jalan H.O.S.
Tjokroaminoto (Pasirkaliki) - Dursasana, Jalan
Jenderal Sudirman 246, Jalan Jenderal Sudirman
638, Jalan Raya Cibeureum 92, Jalan Bahureksa
26, di Kompleks Perumahan Taman Holis Indah,
dan di Kompleks Permukiman Singgasana
Pradana. Seluruh kompleks tersebut meliputi
enam TKK, enam SDK, empat SMPK, tiga SMAK,
dan satu SMK Farmasi. (sumber di mutakhirkan
dari BPK Penabur: 50 tahun mengabdi dan
melayani, Jakarta 2000).
Tabel 1 : Daftar Sekolah dan Kepala Sekolah BPK PENABUR Bandung (2010 - 2011)
No
Sekolah
Kepala Sekolah
Telepon (022)
Alamat (Bandung)
1.
T K K 2 46
Indriane Atmaja
Telp/Fax. 6017344
Jl. Jend. Sudirman 246
2.
T K K 638
Yuniati Lili
Telp.Fax. 6037669
Jl. Jend. Sudirman 638
3.
TKK Guntur
Elly Setiawati
Telp. Fax. 7305472
Jl. Guntur 34
4.
TKK THI
Yuyun Merita
Telp. 6003614/Fax. 6031356
Komp. Taman Holis Indah
Bl ok A
5.
TKK PIS
T e l p . 91102363, 91102255
Jl. Bahureksa No. 26
6.
TK K
Singgasana
Yati Budiawati
T e l p . 91200200
Jl. Indra Prahasta Timur
No.2
7.
SDK 1
Muliani
Telp. 6000136/Fax. 6000137
Jl. Jend. Sudirman 246
8.
SDK 5
Rina Rindayati
Telp/Fax. 7319910
Jl. Guntur 34
9.
SDK 6
Wening Astuti P.
Telp. 6012483/Fax. 6018376
Jl. Jend. Sudirman 638
10.
SDK THI
Tjartika Tjahjadi
Telp. 6003615/Fax. 6024720
Komp. T. H..Indah Blok A
11.
SDK PIS
T e l p . 91102363, 91102255
Jl. Bahureksa No. 26
12.
SDK
Singgasana
T e l p . 91200200
Cibaduyut
13.
SMPK 1
Lovanka H. A.
Telp. 6013181/Fax. 6010781
Jl. Pasirkaliki 157
14.
SMPK 4
Yogi Herawati A
Telp/Fax. 7334013
Jl. Guntur 34
15.
SMPK 5
Y. Lusi Mekarwati
Telp. 6018476/Fax. 6037668
Jl. Jend. Sudirman 638
16.
SMPK THI
Timotius Tjandra
Telp. 6003636/Fax. 6024721
Komp. Taman Holis Indah
Bl ok A
17.
SMAK 1
Boniwidiarti B.
Telp. 6120270/Fax. 6019281
Jl. Pasirkaliki 157
18.
SMAK 2
Debora Lilimihardja
Telp. 6003497/Fax. 6120262
Jl. Pasirkaliki 157
19.
SMAK 3
Jap Tjiu Siang
Telp/Fax. 6015945
Jl. Raya Cibeureum No. 92
20.
SMK F
Linawati, S.
Telp. Fax. 6015944
Jl. Raya Cibeureum No. 92
Yati Budiawati
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
117
Profil BPK PENABUR Bandung
Program-Program Bidang Pendidikan
Tahun 2006-2010
11.
1.
menjadi suatu keharus-an dalam bentuk eLearning dan Learning Management System.
Pemetaan Sekolah untuk mengetahui
kondisi dan posisi stratejik pengembangan
program sekolah
Sekolah 5 hari
Learner-Centered
Education
yang
menempatkan para peserta didik sebagai
pusat yang belajar, dan guru merupakan
fasilitator yang mendorong dan mengembangkan belajar yang dilakukan oleh siswa.
Standar Layanan Mutu Minimal sebagai
acuan operasional layanan pendidikan
yang dilakukan di semua jenjang
Standar Pengawasan Internal sebagai
acuan evaluasi dan kinerja lembaga dan
penyelenggaran pendidikan .
Pengembangan Kurikulum ke arah
kurikulum standar internasional
2. Pengembangan Karakter Siswa yang ber- 12.
13.
N2K
3. Target Prestasi sekolah dengan mengembangkan keunggulan masing-masing
sekolah
4. Customer Satisfaction Survey yang berkualitas
positif, yang dilaksanakan setiap dua tahun 14.
sekali untuk memantau berbagai tanggapan
dari pada pengguna jasa layanan pendi15.
dikan.
5. Dual Certificate Programme (DCP), yang
memberikan bekal kepada para siswa dua
sertifikasi nasional dan internasional (OLevel)
Pertumbuhan Jumlah Sekolah dan
6. Cambridge International Programme (CIP),
Siswa Tahun 2006-2011
yang memberikan bekal kepada siswa yang
sudah merencanakan untuk melanjutkan
Pertumbuhan jumlah sekolah dan jumlah siswa
studi ke luar negeri.
7. Program Bilingual, yang diharapkan pada di BPK PENABUR Bandung untuk periode 2006tahun 2014 mendatang sudah menjadi 2011 tidaklah selaju pertumbuhan yang
standar bahasa pengantar pembelajaran di cenderung meningkat, bahkan lebih kepada
seluruh jenjang sekolah-sekolah dalam jumlah yang relatif tetap dari setiap tahun
akademiknya. Proyeksi laju pertumbuhan siswa
lingkungan BPK PENABUR Bandung
8. Sekolah Internasional, sebagai suatu setiap tahun akademik yang diharapkan adalah
layanan pendidikan yang secara khusus 15%, tetapi pada kenyataannya pencapaian
mengacu pada kurikulum internasional IB. masih dibawah 15%. Berikut adalah tabel
9. Diversifikasi Proses Pembelajaran dengan pertumbuhan jumlah sekolah dan siswa BPK
mengutamakan modalitas belajar peserta PENABUR Bandung untuk periode 2006-2011.
didik serta potensi minat peserta didik.
10. Pendayagunaan TeknoTabel 2: Rekapitulasi Jumlah Siswa TKK
logi Informasi KomuniTahun 2006-2011
kasi dalam menunjang
pembelajaran, yang pada
TKK
'06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11
era digital ini sudah
118
TK 246
280
284
288
284
283
T K 638
278
279
267
237
254
TK Guntur
156
145
144
152
157
TK THI
385
304
275
248
257
TK PIS
90
74
70
68
53
TK
Singgasana
-
62
159
197
197
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Profil BPK PENABUR Bandung
Tabel 3 : Rekapitulasi Jumlah Siswa SDK (2006-2011)
SDK
'06-'07
'07-'08
'08-'09
'09-'10
'10-'11
SDK 1
998
982
905
888
904
SDK 5
464
43 8
417
441
449
SDK 6
990
971
887
850
769
SDK THI
1127
1094
1126
1117
1079
SDK PIS
-
41
43
105
109
SDK
Singgasana
-
-
60
119
227
Tabel 4: Rekapitulasi Jumlah Siswa SMPK (2006-2011)
S MP K
'06-'07
'07-'08
'08-'09
'09-'10
'10-'11
SMPK 1
782
816
856
873
915
SMPK 4
98
103
108
117
103
SMPK 5
6 48
612
583
615
615
SMPK THI
361
354
328
318
312
Tabel 5: Rekapitulasi Jumlah SiswaSLTAK (2006-2011)
SLT A
'06-'07
'07-'08
'08-'09
'09-'10
'10-'11
SMAK 1
773
799
818
835
800
SMAK 2
638
644
710
752
796
SMAK 3
537
501
425
339
303
SMK F
230
230
236
223
222
Tabel 6: Rekapitulasi Pertumbuhan Siswa (2006-2011)
Jenjang
'06-'07
'07-'08
'08-'09
'09-'10
'10-'11
TK K
1.189
1.148
1.203
1.186
1201
SDK
3.579
3.526
3 . 43 8
3.520
3537
SMPK
1.889
1.885
1.875
1.923
1945
SMAK
2.178
2.174
2.189
2 . 1 49
2121
Jumlah
8.835
8.733
8.705
8.778
8.804
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
119
Profil BPK PENABUR Bandung
Tabel 7: Rekapitulasi Jumlah Guru Tahun 2006-2011
Jenjang
'06-'07
'07-'08
'08-'09
'09-'10
'10-'11
TK
78
91
93
118
124
SD
189
195
200
230
242
SMP
163
155
160
163
140
SMA
246
233
258
261
268
Jumlah
676
674
711
772
774
Tabel 8: Prestasi Guru dan Siswa Tahun 2006 - 2010
Jenjang
Jenis Prestasi
- Pengajar Terbaik pada Lomba Kreativitas Mengajar dalam rangka Lustrum IX
HUT BPKPENABUR ke-55
- Bronze Medal pada Zainul-Quamrul International Children's Painting
Competition 2009, Age Group 3-6, Bangladesh ShilpaKala Academy, Dhaka,
Bangladesh.
- Juara I Lomba Menggambar di atas kaos Sep One dan Karya Kreatif Origami
Lesson & Competition Japanese Festival
- Award "Honourable Mention of The International Children's Exhibition of Fine Art"
TK K
- Juara I Skate Asia 2008, Kategori Production Team, Sunway Pyramide Ice Malaysia.
- Juara II Lomba Tari Tradisional China, Universitas maranatha 2010.
- 1st Place Tk B Category - Rhyme Competition - 2009
- Juara I Lomba "The Most Creative In Teaching" - Lustrum BPK PENABUR
Bandung
- Medali emas pada kompetisi renang pada Butterfly d'GROOVE, Intern
Invitation Competition - Kindergarten - 2010)
- Aritmatika se-Indonesia tahun 2009 di Mall Lucky Square Juara II Kategori C.
- World Sakamoto Mathematics Championship 2010 Juara 1 tahun 2010.
- The 3rd winner of Spelling Bee Competition in Prefere 72, Juni 2008
- Perenang Terbaik se-Jawa Barat.
SDK
- Juara I Lomba Olimpiade IPA di Dinas Pendidikan Kecamatan Andir
Bandung
- Silver Award dalam Egypt in The Eyes of Children of The World
- Juara III, Lomba Sains tingkat Provinsi Jawa Barat
- Juara I, Lomba Olimpiade Matematika Kelas 3-6 "Mathemagic Fiesta II"
120
.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Profil BPK PENABUR Bandung
Jenjang
Prestasi dan Jenis Lomba
Peraih medali Emas OSN Matematika.
Peraih medali perunggu dalam OSN Fisika, 2009.
Tim SMPK 1 meraih medali emas Mulan Quan di Taiwan, 2009.
Juara II lomba Cipta Cerpen tingkat nasional pada Festival dan Lomba Seni
Siswa Nasional (FLS2N) tahun 2010.
SMPK
Juara I Invitasi Bola Basket 3 on 3 - Piala Walikota Bandung .
Juara lari estafet 4 x 10 m putra - Piala Walikota Bandung.
Livie Tamariska, Juara I Pelajar Teladan Tingkat Provinsi Jawa Barat, 2009.
A Gold Medal Festival Paduan Suara ITB Tingkat Nasional, 2008.
Juara III Lomba Tata Upacara Bendera (LTUB) Komponen SLTP TK.Kota
Bandung dalam rangka Hardiknas.
Juara III lomba WEB dalam rangka HUT BPK yang ke-60 tingkat Nasional.
Juara I Lomba Pemrograman Komputer ITHB - 2009.
Juara I Lomba BISNIS Fak. Ekonomi UNPAR "High Sc hool & Business Day 2009"
Juara I Poem & Story Telling Mandarin Competition STAMFORD International
School, Februari 2010.
Peringkat IV UN tingkat Jawa Barat untuk program IPA.
SMAK
Juara II Chemistry Challenge, Chemistry EXPO, HMK AMISCA ITB.
Juara I lomba poster dengan tema 'Lingkungan Hidup', ITB, 30 Maret 2010.
Juara I Mural Painting dengan tema 'We Care' dalam rangka memperingati hari
AIDS sedunia, diadakan oleh STDI Bandung.
Peringkat I rata-rata UN tahun pelajaran 2008-2009 se SMK Kota Bandung.
Peringkat I, prestasi penjualan terbaik, Selling Contest "Beyon-CE" Business
Entrepreneurship For Youth Generation Create You To Be Entrepreneur, Universitas
Parahyangan tahun 2010.
Penutup
BPK PENABUR Bandung memiliki arti sejarah
yang khusus bagi lahirnya BPK PENABUR.
Pada tahun 2010 ini BPK PENABUR sudah
menginjak usia yang ke-60 tahun, usia yang
cukup dewasa, cukup matang, bahkan sudah
bisa di katakan tua. Ada pepatah mengatakan
semakin tua semakin menjadi, tapi bagi BPK
PENABUR Bandung diharapkan di usia yang
ke-60 itu dengan pertolongan Tuhan dan
perkenanNya akan semakin bersantan, semakin
berisi dan semakin bijaksana khususnya di
dalam memberikan layanan pendidikannya.
Bentuk sikap antisipatif dan adaptif tersebut
dilakukan BPK PENABUR Bandung melalui
upaya melaksanakan perbaikan secara terusJurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
121
Profil BPK PENABUR Bandung
menerus dalam proses manajemen kantor maupun
manajemen sekolah yang secara terpadu dan terarah
pada perbaikan dan peningkatan kinerja sistem
dan kinerja personal di seluruh lingkungan BPK
PENABUR Bandung dari kantor sekretariat
sampai sekolah secara berkelanjutan.
Di samping isu internal BPK PENABUR
Bandung sebagaimana diuraikan di atas, isu
ekternal berupa perubahan politik, ekonomi,
sosial, budaya, ilmu pengetahuan teknologi dan
seni juga merupakan tantangan yang amat
kompleks dan saling berkaitan, dan itu pula
tantangan yang dihadapi oleh BPK PENABUR
Bandung pada saat ini. Dalam menghadapi
tantangan global tersebut, tugas BPK PENABUR
Bandung sebagai salah satu lembaga pendidikan yang cukup besar di kota Bandung akan
semakin berat karena selain harus memenuhi
tuntutan lokal dan nasional, pergumulan di
dalam persaingan yang ketat untuk memperoleh
peserta didik, juga harus berusaha menghasil-
122
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
kan lulusan yang mampu berkompetisi di
tingkat regional, nasional dan global. Oleh
karena itu, pendidikan di BPK PENABUR
Bandung selain harus mampu memberikan
pelayanan pedagogik, keilmuan dan profesionalisme untuk memenuhi kebutuhan individual
peserta didik, juga harus mampu memberikan
pencerahan bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Untuk menghadapi tantangan tersebut BPK
PENABUR Bandung harus terus secara
berkelanjutan berbenah dalam mengembangkan
rencana stratejik yang disusun dengan
memperhatikan hasil evaluasi dan analisis
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
serta transisi budaya lembaga yang ada saat ini.
Selanjutnya dikembangkan kebijakan dan arah
strategis, sasaran, strategi, program kerja, dan
indikator kinerjanya dengan standar mutu
layanan minimal nasional tanpa mengabaikan
kemungkinan penerapan standar internasional.
Keterangan Mengenai Penulis
Agung Premono
Formal Education : 2001, Bachelor Degree in Mechanical Engineering,
Diponegoro University, Semarang; 2009, Master Degree in Mechanical Engineering, Minor Manufacturing Engineeriing, University of Indonesia, Jakarta,
Research and Publication :2007, Application of DFMA on Designing of the
Pump’s, Published in National Seminar on Mechanical Engineering,
Tarumanagara University (In Indonesia); 2008, Agung Premono & Gandjar
Kiswanto, “The Mathematical Model for Gouging Elimination in 5-axis Machining Based on Faceted Models (Finite Element Model) Using Toroidal Cutter (Case Study with Tool Lifting Method), Unpublished; 2009, Agung Premono
& Gandjar Kiswanto, “The Development of Interference Detection and Elimination Method for Multiaxis Machining Based on Faceted Models (Finite Element Model) Using Toroidal Cutter (Case Study With Tool Incline), Prepared
to submit in Internatioanl Journal of Advance Manufacturing and Technology.
Fitri Kuswandi
lahir di Sukabumi, Juli 1983. Bekerja sebagai sekretaris di kantor
Sekretariat BPK PENABUR Sukabumi pada tahun 2001 dan mendapat
kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 pada akhir tahun
2005 melalui Unit Bea Siswa BPK PENABUR. Selama masa perkuliahan,
tetap menjalani pekerjaan sebagai staf administrasi Bidang Pendidikan
di Sekretariat PH BPK PENABUR hingga saat ini. Pada April 2010 lulus
dari S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta.
Herani Arundati, S.E,
lahir di Kebumen, April 1980. Lulus Sarjana Ekonomi dari Universitas
Kristen Duta Wacana Yogyakarta dengan konsentrasi Manajemen
Sumber Daya Manusia pada tahun 2004. Tahun 2005 bergabung dengan
BPK PENABUR Jakarta sebagai guru SMPK, selanjutnya tahun 2006
sampai sekarang sebagai guru SDK 1 BPK PENABUR Jakarta. Tahun
2007 mengikuti pendidikan AKTA 4 di BPK PENABUR bekerja sama
dengan Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
Hilda Karli, Dra., M.Pd.,
lahir di Bandung, November 1967. Menyelesaikan program S2
Pendidikan IPA SD-UPI Bandung. Bekerja sebagai dosen tetap, penulis
buku, trainer pendidikan, dan koordinator penulis. Sekarang bekerja
sebagai dosen PGSD - Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta.
Hasil karya antara lain, Bahan Ajar Tematik untuk siswa kelas 1-3 SD,
Penerbit Erlangga; Aku Pandai Menulis untuk TK (for Kids) Penerbit:
Erlangga; Kebesaran Allah dalam Sains untuk kelas 1-6 SD, Penerbit: GIM;
Panduan Belajar dan Evaluasi IPA untuk kelas 4-6 SD, Penerbit: Grasindo.
Buku untuk pemerhati pendidikan dan Guru SD: Implementasi KBK,
Penerbit: BIM; Implementasi KTSP Penerbit BIM; Head Hand Heart dalam
KBK Penerbit: BIM; Bagaimana Sertifikasi Guru dilaksanakan?, Penerbit:
BIM
Hotben Situmorang, Drs., lahir di Toba Sumatera Utara, April 1961. Menyelesaikan S1 di IKIP
M.B.A.,
Jakarta Jurusan Pendidikan Fisika (1985). Sambil menyelesaikan S1,
menjadi guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg. 31 (1983-1987) dan ikut
mendirikan SMA PGRI 10. Guru dan Pejabat Kepala Sekolah Indonesia
di Davao Philippines (1987-1994), sekaligus menyelesaikan S2 bidang
Business Management di Ateneo de Davao Philippines (1994). Mengikuti
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
123
Keterangan Mengenai Penulis
Program Mission Studies di Overseas Ministries Study Centre, Connecticut USA (1994/1995). Menjadi konsultan Yakoma PGI dan dosen di
UKI (1996). Bekerja di BPK PENABUR Jakarta sebagai Kepala Bidang
Pengembangan (1997). Care taker Kepala SMKK 2 BPK PENABUR (
1996-2004). Sebagai Kepala Seksi Pengkajian dan Pengembangan
Pendidikan BPK PENABUR Jakarta (2004-2009). Saat ini sedang
mengikuti program S3 Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri
Jakarta
Inge Pudjiastuti Adywi- lahir di Semarang, Mei 1972. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang tahun 1997.
bowo, S. Psi.,
Tahun 1997 – 1999 menjadi guru di TK Kristen Tri Tunggal, Semarang.
Sejak tahun 2000 hingga sekarang menjadi guru di TK Kristen 11
PENABUR, Jakarta.
Keke T. Aritonang, M.Pd., lahir di Jakarta, April 1969. Menyelesaikan S1 di FKIP Universitas
Jambi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1996), dan Magister
l
Pendidikan tahun 2004 di Universitas Kristen Jakarta. Pada tahun 2000
sampai tahun 2002 sebagai dosen di Akademi Sekretaris dan
Manajemen LEPISI Tangerang. Bekerja di SMPK 1 BPK PENABUR
Jakarta sejak tahun 1988-sekarang sebagai guru Bahasa Indonesia, serta
pelatih ekstrakurikuler menulis.
Maryani,
lahir di Gunung Kidul, Yogyakarta, Juni 1971. Tahun 1992 melanjutkan
pendidikan di STK-IP Purnama Jakarta hingga menamatkan S1 pada
tahun 1997. Sehari – hari bekerja sebagai tenaga guru di TKK BPK
PENABUR Kota Modern Tangerang.
Muksin Wijaya, M.Pd., lahir di Bandung, Juli 1971. Menyelesaikan Program Magister
Manajemen di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, dengan
M.M.,
konsentrasi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Program Magister Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan Program Studi Pengembangan Kurikulum konsentrasi Teknologi
Pendidikan. Sejak tahun 1994 menekuni dunia pendidikan sebagai
guru di beberapa SMP dan SMA swasta Kristen dan Katolik. Menulis
buku komputer yang diterbitkan oleh Gramedia–Elexmedia dan
Penerbit ANDI Yogyakarta. Saat ini selain dosen luar biasa di Sekolah
Tinggi Informatika dan Manajemen di Bandung, juga sebagai Kepala
Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung.
Petrus Trimantara, S.Pd., lahir di Klaten, Oktober 1972. Menyelesaikan pendidikan menengah
atas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta(1992) Jurusan Ilmu Biologi
(A2). Menyelesaikan S1 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1998). Bekerja di
BPK PENABUR Bandung sejak tahun 1998 yaitu sebagai staf pengajar
Bahasa Indonesia di SMA Kristen 2 BPK PENABUR Bandung. Beberapa
tulisan/artikel pernah dimuat di Jurnal BPK PENABUR, BPK News
Bandung, dan pernah menjadi Juara III Lomba Karya Tulis HUT ke-55
BPK PENABUR Kategori Guru SMP/SMA.
Yustina Titik Purwanti, lahir di Yogyakarta, September 1968. Pendidikan Terakhir S1 IKIP
S.Pd.,
Sanata Dharma (sekarang Universitas Sanata Dharma) Yogyakarta,
Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Lulus tahun 1993.
Menjadi guru SMEAK Fransiskus Jakarta, tahun 1994-1995, guru SMPK
7 BPK PENABUR Jakarta tahun 1994 – sekarang.
124
Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010
Download