Diterbitkan oleh: BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR) I S S N : 1412-2588 Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai medium tukar pikiran, informasi dan penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan. Penanggung Jawab Ir. Budi Tarbudin, MBA. Pemimpin Redaksi Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A. Sekretaris Redaksi Rosmawati Situmorang Dewan Editor Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A. Prof. Dr. Theresia K. Brahim Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si. Dra. Vitriyani P., M.Pd. Dra. Mulyani Alamat Redaksi : Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470 Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968 http://www.bpkpenabur.or.id E-mail : [email protected] Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut. 1. Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku yang berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam bentuk bahasa ilmiah populer. 2. Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah dipublikasikan atau sedang dikirimkan ke media lain. 3. Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas. Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Book Antiqua 10 poin/spasi ganda. 4. Panjang naskah hasil penelitian atau opini + 4500 kata, sedangkan untuk info serta resensi buku + 2000 kata. 5. Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata. 6. Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, daftar pustaka, dan keterangan mengenai penulis. 7. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata. 9. Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan pada ilustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan besar huruf tidak lebih kecil dari 6 point. 10. Naskah dikirim dalam bentuk CD dan hasil print out ke Redaksi Jurnal Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren No. 4 Blok E Lantai 5. Jakarta Barat - 11470 atau melalui e-mail: jurnalpenabur @bpkpenabur.or.id 11. Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup penulis yang memuat latar belakang pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernah ditulis. 12. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuat tidak dikembalikan. 13. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isi naskah. 14. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat atau kebijakan BPK PENABUR. Jurnal Pendidikan Penabur Nomor 15/Tahun ke-9/ Desember 2010 ISSN: 1412-2588 Daftar Isi i Pengantar Redaksi ii - vi Meletakkan Dasar-Dasar Pengalaman Konsep Matematika melalui Permainan Praktis di Kelompok Bermain, Maryani, 1-11 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan melalui Media Foto Aktivitas Siswa, Herani Arundati, 12-21 Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan Gagasan Utama melalui Metode Cooperative Integrated Reading and Composition, Yustina Titik Purwanti, 22-36 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak melalui Percakapan Referensial, Adywibowo, 37-49 Inge Pudjiastuti Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan : Antara Kebijakan dan Realita, Premono, 50-61 Agung Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini melalui Aktivitas dan Permainan yang Menyenangkan, Hilda Karli, 62-84 Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi, Petrus Trimantara, Meningkatkan Mutu Pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas, 93-106 85-92 Keke Taruli Aritonang, Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban, Hotben Situmorang, 107-109 Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas, Fitri Kuswandi, 110-114 Profil BPK PENABUR Bandung, Keterangan Tentang Penulis, Muksin Wijaya, 115-122 123-124 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 i Pengantar Redaksi i samping masalah pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan di semua jenjang pendidikan yang belum tuntas, pendidikan nasional di Indonesia masih mengalami berbagai masalah yang berkaitan dengan mutu pendidikan. Sungguhpun program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun telah diterapkan sejak tahun 1994 dan telah memperlihatkan kemajuan terlihat dari meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) di sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama, nampaknya secara nasional pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak sekolah itu belum diimbangi dengan peningkatan mutu yang memadai. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia terlihat dari urutan mutu SDM Indonesia yang belum dapat bersaing dan mengungguli negaranegara tetangga di ASEAN, apalagi di tingkat internasional yang lebih luas. Masih tingginya angka pengangguran serta masih banyaknya lulusan lembaga pendidikan yang berpengharapan menjadi pegawai dan bukan berinisiatif menjadi wiraswasta mandiri atau masih tingginya jumlah lulusan yang bekerja bukan sesuai dengan latar belakang keahliannya, merupakan antara lain gejala rendahnya mutu pendidikan atau kekurangsesesuaian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lembaga pendidikan dengan yang dibutuhkan di dunia kerja (mismatch). Gejala lain yang juga menunjukkan rendahnya mutu pendidikan nasional terlihat dari nilai patokan kelulusan Ujian Nasional yang masih berkisar angka enam. D Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan secara nasional. Sejak awal tahun tujuh puluhan Pemerintah telah melakukan pembaharuan atau perubahan kurikulum, disertai dengan pengadaan buku teks pelajaran, alat peraga dan media, laboratorium, serta penyelenggaraan berbagai jenis pendidikan dan pelatihan untuk pendidik dan tenaga kependidikan dari semua jenjang dan jenis pendidikan baik negeri maupun swasta. Akan tetapi cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dan seni, yang berdampak pada perubahan tuntutan masyarakat dan dunia kerja, ditambah lagi dengan era globalisasi yang menimbulkan persaingan yang semakin ketat di bidang ekonomi dan berbagai aspek kehidupan lainnya, mengakibatkan pembangunan pendidikan nasional yang dilakukan selama ini sepertinya tenggelam begitu saja. Bahkan, yang dirasakan masyarakat sekarang ini adalah munculnya berbagai kekerasan, dekadensi moral, serta semakin melemahnya karakter bangsa. Dari benang kusut masalah-masalah pendidikan, dalam awal abad ke 21 ini semakin disadari bahwa pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu pengungkit (leverage) yang ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 dapat mengatasi berbagai macam masalah pendidikan. Perhatian terhadap pendidik dan tenaga pendidikan terlihat dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang kemudian disusul dengan UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. BAB XI UU tentang Sisdiknas mengatur tentang tugas, hak, dan kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan serta mengisyaratkan pendidik merupakan tenaga profesional. Sedangkan prinsip profesionalitas itu disebutkan secara rinci dalam BAB III UU tentang Guru dan Dosen. Mengacu pada prinsip profesionalitas, maka guru sebagai pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan di tingkat sekolah, wilayah, dan nasional. Untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik, guru diharuskan memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang dapat diperoleh melalui pendidikan profesi. Atas dasar penguasaan keempat kompetensi itulah, guru akan dinilai dan diberikan sertifikat pendidik dan setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. Dengan demikian ia pun memperoleh hak-haknya sebagai tenaga profesional. Selama ini untuk mendapatkan sertifikat pendidik untuk guru yang sudah dalam jabatan dilakukan melalui penilaian portofolio guru. Sungguhpun program ini sudah berjalan, masih dihadapi berbagai persoalan yang perlu diatasi misalnya keterbatasan kemampuan Pemerintah melakukan penilaian portofolio mengingat jumlah guru yang begitu banyak, keabsahan dokumen yang dijadikan bahan penilaian, serta masalah administrasi dan dana yang mengakibatkan guru yang telah disertifikasi itu dapat segera memperoleh haknya. Masalah yang lebih kritis ialah setelah mengamati proses sertifikasi melalui penilaian portofolio ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana sertifikasi guru melalui cara ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dalam Pasal 10 ayat (1) UU tentang Sisdiknas secara tegas disebutkan bahwa keempat kompetensi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh sertifikat pendidik diperoleh melalui pendidikan profesi. Pendidikan Profesi yang dimaksud telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 8 Tahun 2009. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional itu disebutkan bahwa pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian khusus. Dengan demikian guru harus berpendidikan minimal S-1/D-IV dan wajib memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru, agar Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 iii mereka dapat menjdi guru yang profesional sesuai dengan standar nasional pendidikan dan memperoleh sertifikat pendidik. Secara umum tujuan program PPG ialah menghasilkan calon guru yang memiliki kemampuan mengembangkan potensi anak dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Secara khusus tujuan program PPG adalah menghasilkan calon guru yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian, melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik serta melakukan penelitian, dan mampu mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan. Mengacu pada latar belakang dan tujuan program PPG, maka program PPG yang diarahkan untuk menghasilkan calon guru profesional untuk TK, SD, SLTP, dan SLTA ini dirancang pelaksanaannya selama satu tahun (dua semester) dengan fokus kegiatan dalam bentuk workshop pengemasan materi bidang studi untuk bidang studi yang mendidik (subject specific pedagogy) dan pengalaman praktek lapangan (PPL) di bawah bimbingan dosen pembimbing dan guru pamong. Prinsip-prinsip pembelajaran dalam program PPG yang memberikan kesempatan kepada guru dalam jabatan dan guru prajabatan ini, ialah mengutamakan keaktifan peserta, orientasi pada kemampuan berpikir tinggi (higher order thinking), pencapaian dampak instruksional (instructional effects) serta dampak pengiring (nurturant effect), pemanfaatan teknologi informasi, pembelajaran kontekstual, pembelajaran yang bervariasi dalam mengaktifkan peserta, serta belajar dengan berbuat. Proses pembelajaran dalam program PPG merupakan kegiatan workshop atau lokakarya yang bertujuan untuk untuk menyiapkan peserta mampu mengemas materi bidang studi untuk pembelajaran bidang studi yang mendidik (subject specific pedagogy) sehingga peserta dinyatakan siap melaksanakan tuga Praktik Pengalaman Lapangan, yang ditandai dengan kesiapan RPP, bahan ajar, media pembelajaran, pendukung pembelajaran lainnya, dan kemampuan menampilkan kinerja calon guru profesional. Program PPG kelihatannya direncanakan sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan calon guru yang profesional dan dapat memperbaiki mutu pendidikan. Sasaran program ini tidak hanya calon guru tetapi juga guru yang sudah dalam jabatan tetapi belum disertifikasi baik untuk sekolah negeri dan swasta. Besarnya jumlah guru negeri dan swasta di satu pihak serta keterbatasan kemampuan lembaga pendidikan program PPG mengakibatkan sertifikasi guru melalui program ini memerlukan waktu yang cukup lama. Sementara tuntutan perbaikan mutu pendidikan nasional semakin mendesak. Salah satu hal yang perlu disimak ialah dalam program PPG ini, peserta benar-benar dilatih dan dipersiapkan menjadi guru profesional yang menguasai bahan dan metode belajar dan membelajarkan. Pola lokakarya yang diterapkan juga mengandung unsur-unsur penelitian tindakan kelas (PTK) dalam bentuk peer iv Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 teaching dan micro teaching serta Praktik Pengalaman Lapangan. Tujuan PTK adalah meningkatkan mutu proses dan hasil belajar dan membelajarkan yang dilakukan secara bersama antara guru dan kelas dengan mengatasi masalah yang dialami oleh peserta didik dan guru di kelas. Perlunya PTK ini sebenarnya telah ditekankan sejak diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi. Setiap kali siswa mengalami kesulitan mencapai kompetensi yang ditetapkan, guru diharapkan melakukan analisis dan mengatasinya dengan mengikutsertakan peserta didik. Mengingat pentingnya PTK ini, maka di lembaga pendidikan tenaga guru, calon guru telah diberikan pengetahuan dan keterampilan melaksanakan PTK. Sedangkan guru yang belum pernah belajar tentang PTK, pada umumnya telah dilatih melalui berbagai penataran atau pelatihan. Guru-guru BPK PENABUR sendiri telah mengikuti pelatihanpelatihan tentang PTK dan banyak di antaranya telah menerapkan dan merasakan manfaatnya dalam meningkatkan mutu proses dan hasil belajar peserta didik. Dalam edisi Desember 2010 ini, Jurnal Pendidikan Penabur terbit dengan memuat sejumlah laporan tentang pelaksanaan PTK untuk berbagai bidang studi di berbagai tingkat pendidikan. Sungguhpun terdapat persyaratan minimal untuk laporan PTK dilihat dari sistematika dan penyajiannya, laporan PTK yang dimuat ini bervariasi tetapi unsur-unsur yang harus ada dalam laporan PTK tetap dipertahankan dengan harapan guru tidak terikat hanya pada satu bentuk laporan saja. Guru diharapkan dapat kreatif menyusun laporan yang tidak kaku dengan tetap memperhatikan persyaratan minimal laporan PTK. Oleh karena keterbatasan jumlah halaman Jurnal ini, tidak semua laporan PTK yang diterima Dewan Redaksi dapat dimuat dalam edisi ini, tetapi dipersiapkan untuk edisi berikutnya. Di samping laporan PTK, edisi ini juga memuat berbagai opini yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang diharapkan bermanfaat bagi guru untuk melakukan refleksi diri dalam rangka meningkatkan kualitas belajar dan membelajarkan di kelas. Pendekatan, strategi, serta metode dan teknik membelajarkan peserta didik sangat berpengaruh dalam membuat proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Oleh karena itu, dengan memiliki kemampuan pedagogi yang baik, guru diharapkan kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan bahan dan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, dan lingkungan belajar. Berbagai cara yang dipikirkan dan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi peserta didik. Belakangan ini terdengar pula metode untuk membuat peserta didik dapat belajar lebih cepat dengan hasil yang lebih baik dengan mengaktifkan kemampuan otak tengah. Sejauh mana kebenaran metode ini dan apakah bukan hanya merupakan upaya untuk mengeksplotasi anak dengan motif Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 v ekonomi, menjadi bahan ulasan isu mutakhir dalam terbitan edisi ini. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat dewasa ini, memungkinkan setiap orang dengan mudah memperoleh berbagai mcam informasi termasuk dalam pornografi. Keadaan yang demikian juga mempengaruhi nilai-nilai sosial dalam perilaku masyarakat. Kecenderungan kurang terawasinya pergaulan anak di dalam dan luar lingkungan keluarga karena berbagai alasan, termasuk kesibukan orang tua, cukup menjadi peluang bagi anak terlibat dalam pergaulan bebas. Pendidikan moral dan pendidikan agama sangat diperlukan dalam situasi seperti sekarang ini sehingga perilaku anak tetap dalam koridor nilai-nilai kepribadian yang mengantarkannya menjadi manusia yang religius, cerdas, dan bermartabat. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dan guru serta masyarakat adalah perilaku seks anak yang kalau tidak ditanggapi secara tepat dapat membuat anak itu jatuh ke dalam seks bebas. Oleh karena itu pendidian seks perlu diberikan kepada anak sedini mungkin dengan pendekatan dan cara yang tepat. Dalam kaitan dengan pendidikan seks itu, edisi ini mengangkat buku Melindungi Anak dari Seks Bebas sebagai bahan resensi. Sebagai bahan informasi dan perbandingan, dalam edisi ini dimuat pula profil BPK PENABUR Bandung yang tetap berupaya meningkatkan mutu dan citranya sebagai sebuah lembaga pendidikan yang didasari iman Kristiani. Berbagi tantangan yang dihadapi dalam era persaingan yang semakin ketat termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan, tetapi dengan semangat melayani dan kasih, BPK PENABUR di Bandung tetap menjalankan tugas dan fungsinya mencerdaskan anak-anak bangsa dalam berbagai tatanan kehidupan. Waktu datang dan berlalu terus, tidak seorang pun kuasa menghambatnya dan edisi ini terbit bertepatan pada saat kita telah memasuki tahun baru 2011. Perjalanan waktu pula yang mengantarkan Jurnal Pendidikan Penabur ini memasuki usia ke-X di tahun 2011. Seluruh Dewan Redaksi mengucapkan Selamat Natal 2010 dan Tahun Baru 2011 dengan harapan semoga Tuhan selalu memberkati semua usaha kita dalam bidang pendidikan serta memberikan kekuatan kepada kita semua. Amin. Redaksi vi Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika Penelitian Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika melalui Permainan Praktis di Kelompok Bermain Maryani*) Abstrak alam pembelajaran matematika, guru sering menemui kesulitan untuk memperkenalkan konsep matematika pada anak usia dini khususnya untuk anak kelompok bermain yang rata – rata berusia antara 3-4 tahun di Kelompok Bermain TKK BPK PENABUR, Kota Modern, Tangerang. Anak masih kesulitan untuk memahami konsep secara abtrak. Dengan berfokus pada masalah tersebut, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mencoba memecahkan kesulitan itu dengan cara memberikan permainan praktis dan sederhana. PTK yang dilakukan selama dua siklus, Oktober 2009 - Januari 2010, menunjukkan bahwa tehnik permainan dapat mengatasi kesulitan anak dalam mengenal konsep matematika. Diharapkan dalam memperkenalkan konsep matematika pada anak kelompok bermain diberikan dengan cara bermain atau kegiatan yang bervariasi, menyenangkan, rileks dan juga bermakna. Dalam metode bermain guru perlu menyediakan alat permainan yang menarik, bervariasi, sederhana dan dalam jumlah yang cukup sehingga anak dapat mencoba dan bermain dengan senang tanpa harus menunggu terlalu lama. D Kata – kata kunci : konsep matematika, bermain, tehnik permainan, penelitian tindakan kelas Abstract In learning mathematics, teachers often find difficulties to introduce mathematical concepts for early age children, especially for those in play group. The children of the ages between 3 to 4 years at BPK PENABUR Play Group Kindergarten in Modern Land, Tangerang, still face some difficulties to understand the abstract mathematical concept. This research attempts to solve the problem through a classroom action research (CAR) by providing practical and simple games. CAR performed in two cycles from October 2009 through January 2010 shows that the game techniques enable the children to overcome their difficulties in understanding mathematics concepts. The findings recommend the teacher to practice varied, relaxing, and contextual fun game models to introduce the mathematical concepts. Besides, the teacher should prepare the various game tools in approprate number to serve all children. Keywords: mathematical concepts, game, game techniques, classroom action research Pendahuluan Pelajaran matematika merupakan materi yang paling berat bagi anak pada umumnya karena dianggap susah sehingga anak tidak tertarik untuk mengenal dan mempelajarinya. Demikian halnya bagi anak – anak usia dini yang masih senang bermain. Oleh karena itu tehnik bermain sangat berperan untuk membantu guru dalam memperkenalkan konsep matematika pada anak usia dini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas di Kelompok Bermain 1TKK BPK PENABUR Kota Modern Tangerang untuk mempermudah *) Guru TKK BPK PENABUR Kota Modern Tangerang Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 1 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika guru dan anak dalam melakukan kegiatan pengenalan konsep matematika. Permainan permainan sederhana dalam kehidupan seharihari sebenarnya banyak dan bervariasi dan sangat praktis jika dipakai untuk memperkenalkan konsep matematika, seperti mengenal warna, bentuk atau bangun, konsep waktu, bilangan, memasangkan, dan mengelompokkan. Contoh: Memakai baju warna merah (untuk memperkenalkan warna, berapa orang yang pakai baju warna merah/hijau?). Berjalan maju - mundur, ke kanan, ke kiri, masuk ke ubin yang berbentuk segi empat, melihat bulan dan matahari yang berbentuk lingkaran dan masih banyak lagi yang sebenarnya sudah dikenal oleh anak dari pagi hingga sore hari. Pada hakikatnya anak sudah punya banyak bekal pengalaman matematika. Dengan demikian, sebagai guru alangkah baiknya jika terus membimbing dan memberikan stimulus dengan benar agar anak dapat menggunakan pengalaman matematika mereka dengan tepat dan benar sehingga pengalamannya dapat bermanfaat untuk melanjutkan ke tingkat pengalaman selanjutnya. Mengingat pentingnya dasar-dasar pengalaman matematika tersebut pada usia dini, perlu adanya teknik dan metode yang tepat dan sesuai dengan usia anak. Oleh karena itu proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak haruslah dapat diciptakan oleh guru. Guru yang berkualitas sangatlah berperan guna menciptakan situasi kegiatan pengajaran yang baik, sederhana, atraktif dan menyenangkan baik bagi anak sendiri. Tingkat kemampuan setiap anak juga perlu mendapatkan perhatian guru. Guru hendaknya mampu mengenali dan memahami kebutuhan setiap anak, siapa saja anak yang memiliki kemampuan lebih dan memerlukan perhatian dan pertolongan khusus. Situasi juga harus dipertimbangkan agar proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik. Namun demikian, keberhasilan proses pengenalan konsep matematika pada anak usia dini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : (1) waktu, (2) alat peraga dan (3) rencana kegiatan. Pelaksanaan harus cukup dan tidak buru-buru, karena setiap anak berbeda kemampuan. Ada yang cepat menerima informasi, ada pula yang memerlukan pengulangan 2 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 berkali-kali. Alat peraga/alat bantu permainan yang menarik dan memenuhi syarat. Untuk memperlancar proses permainan maka perlunya persiapan yang baik dan matang termasuk alat yang digunakanpun juga harus aman, menarik perhatian anak dan cukup untuk sejumlah anak tertentu. Diperlukan rencana kegiatan pengajaran yang atraktif, menarik dan menyenangkan. Selain waktu, alat, pelaksanaan dan teknik permainan hendaknya dikemas sedemikian menarik agar anak merasa tertantang dan tertarik untuk bermain. Dengan demikian anak akan terpancing untuk mencoba lagi dan mencoba lagi. Di sisi lain harus dipahami bahwa anak usia dini adalah masa usia bermain. Karena bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi setiap anak, maka seorang pendidik harus menciptakan pendekatan yang tepat agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih menarik dan menyenangkan. Hendaknya pendekatan/metode tersebut haruslah sejalan dengan tujuan pengenalan konsep matematika pada umumnya, yaitu agar anak dapat mengenal konsep matematika dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Profesionalisme seorang guru dalam mengembangkan dan menggunakan serta memilih metode amat sangat diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menggunakan teknik bermain sebagai metode untuk menyampaikan pengalaman konsep pada Kelompok Bermain mengingat Kelompok Bermain adalah masa-masa bermain dan harus kongkrit/nyata dalam mempelajari sesuatu. Bermain adalah alternatif yang digunakan untuk mendorong minat anak dalam mengenal konsep matematika di kelompok bermain dengan menekankan pada proses pembelajaran aktif, menyenangkan dan bermakna agar anak dapat mengekspresikan kemampuannya dengan baik. Maka rumusan masalah pada penelitian tindakan kelas ini adalah : “Sejauh mana dampak dari penggunaan tehnik bermain untuk meningkatkan kemampuan anak dalam pembelajaran konsep matematika di kelompok bermain TKK BPK PENABUR Kota Modern, Tangerang, Banten ?” Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah : (1) memperkenalkan konsep matematika pada anak sedini mungkin melalui permainan yang gampang dan bermakna; (2) memberikan pengalaman bermatematika yang bervariasi melalui permainan – permainan praktis, sederhana dan bermakna; (3) mempermudah anak usia dini dalam proses mengenal matematika melalui permainan konsep – konsep sederhana dalam kehidupan sehari – hari; (4) meningkatkan ketertarikan dan minat anak dalam bermatematika melalui konsep dengan tehnik bermain; (5) meletakkan dasar – dasar matematika yang kuat dan kokoh agar anak tidak mengalami kebingungan dan kerancuan pada tingkat matematika lebih lanjut: dan (6) menganalisis peningkatan kemampuan anak setelah melakukan kegiatan permainan matematika pada tingkat pengenalan konsep. Mengacu pada tujuan tersebut di atas maka penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Pertama, untuk guru TK dalam meningkatkan kemampuan mengajar dan untuk memberikan wawasan yang bervariasi agar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas dapat menghadirkan situasi yang lebih hidup, lebih efektif, inovatif, menyenangkan namun lebih bermakna. Dengan demikian, guru perlu meningkatkan pengetahuan teknik mengajar dan seni mengajar agar kelas dan anak merasa tertarik dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Kedua untuk anak, lebih mudah menerima informasi dan dapat melanjutkan proses pengetahuan lebih lanjut dengan benar, tepat dan tertarik pada matematika, selain itu peneliti juga berharap dengan banyaknya rangsangan dan pengalaman yang diberikan/ yang dialami oleh anak pada usia dini, dapat meningkatkan minat dan kemampuan dalam mempelajari dan memahami matematika. Ketiga, untuk orang tua, mempunyai peranan sangat penting dalam pendidikan anaknya dengan cara meletakkan dasar-dasar pengalaman matematis sedini mungkin melalui kegiatan sehari-hari di rumah. Banyak sekali kegiatan rumah yang bisa dilakukan bersama anak yang kadang – kadang tidak disadari oleh orang tua karena dalam kegiatan ini orang tua dan anak tidak harus duduk manis atau menyediakan tempat yang khusus dan menyita waktu ibu/orang tua. Sebaliknya, kegiatan ini dapat dilakukan tanpa mengganggu aktivitas orang tua. Misalnya, saat belanja bersama orang tua bisa menghitung jumlah belanjaan bersama anak, berapa kaleng susu yang dibeli, berapa yang rasa coklat, berapa yang rasa strawbery , berapa yang rasa vanila, berapa kue coklatnya, warna apa baju yang dipakai mama, berapa kantong belanjaan mama dan seterusnya. Keempat, bagi lembaga pecinta anak lebih memfasilitasi anak dengan memberikan sarana dan prasarana yang dapat dinikmati oleh anak pada usianya tanpa merugikan sisi lain dari anak. Kajian Pustaka 1. Definisi Pada hakekatnya bermain adalah kegiatan yang membuat anak merasa senang. Bermain adalah kegiatan yang anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan (Majesty,1990:196197). Sedangkan Piaget dalam Mayesti (1990:42) mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang–ulang dan menimbulkan kesenangan /kepuasan bagi diri seseorang. Sementara itu Parten dalam Dockett dan Fleer (2000:14) memandang kegiatan bermain sebagai sarana bersosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesepakatan anak bereksplorasi, menemukan, menekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan. Selain itu kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan dimana ia hiduh. Begitu kuatnya pengaruh permainan pada kehidupan dan perkembangan anak termasuk untuk perkembangan kognitifnya yang mengarahkan pada kecerdasan logika-matematika (logic smart). Logic smart adalah kecerdasan dalam hal angka dan atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan – kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus – rumus atau pola matematika dan menyelidiki Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 3 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika sesuatu secara ilmiah. Materi program dalam kurikulum yang dapat mengembangkan kecerdasan logika matematika antara lain: bilangan, beberapa pola, perhitungan, pengukuran, geometri, statistik, peluang, pemecahan masalah, logika , game strategi dan atau petunjuk grafik. Semua itu dapat berkembang pada setiap anak, asalkan guru dapat lebih kreatif dan tepat cara memberikannya. Dan semua dapat diberikan dengan cara bermain sesuai dengan masa perkembangan dan kemam-puan anak untuk menerima dan mengem-bangkannya mengingat dunia anak addalah dunia bermain. Tujuan pendidikan prasekolah menurut PP No.27 tahun 1990 ialah : “Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya”. Berbekal dari tujuan itu maka guru bertanggung jawab untuk memberikan pengalaman agar anak memperoleh dasar-dasar matematis melalui permainan sederhana/praktis pada kehidupan anak sehari-hari. Seorang pakar pendidikan anak usia dini, Anggani Sudono, memberikan definisi bermain sebagai “Suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak”. Pendapat itu menunjukkan bahwa kegiatan bermain sangat bermanfaat dan sungguh bermakna bagi seorang anak karena dengan bermain anak akan mendapatkan banyak informasi penting yang dapat menunjang daya nalar dan sekaligus menggembirakan banyak pengalaman yang berhubungan dengan matematis setiap hari dan anak sudah belajar tentang matematika sesuai dengan tahap perkembangannya. Dengan bermain anak akan berinteraksi sosial yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitifnya. Melalui interaksi sosial pula anak mengkonstruksi pemahaman dan memproduksi apa yang dihadirkan kepadanya secara aktif. JeIas ini sesuai dengan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget yang membedakan sesuai dengan tahapan–tahapan perkembangan dan kebutuhan anak sesuai dengan usia anak antara 4 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 lain : (a) tahap sensori motorik (0-2 th), (b) tahap praoperasional (2-7 th), (c) tahap operasional (711 th), dan (d) tahap operasional formal (11 dewasa). Jean Piaget juga menyatakan bahwa “anak membangun kemampuan kognitif melalui interaksinya dengan dunia sekitarnya”. Dalam hal ini Piaget menyamakan anak dengan peneliti yang selalu sibuk membangun teorinya tentang dunia sekitarnya, melalui interaksinya dengan lingkungan di sekitarnya. Hasil interaksi ini adalah terbentuknya struktur kognitif atau skema yang dimulai dari terbentuknya struktur berfikir secara logis, kemudian berkembang menjadi suatu generalisasi (kesimpulan umum). Lebih lanjut Marilyn Burn (1984), dan Baratta lorton (1976) juga menyatakan bahwa “kelompok matematika yang sudah dapat diperkenalkan mulai dari usia tiga tahun adalah kelompok bilangan (aritmatika, berhitung), pola dan fungsinya, geometri, ukuran-ukuran, grafik, estimasi, probabilitas dan pemecahan masalah”. Penugasan masing-masing kelompok tersebut selalu melihat tiga tingkat penekanan. Pertama, tahap konsep : anak akan paham jika ia bermain dengan menggunakan benda-benda kongkrit. Dengan menggunakan benda anak akan memperoleh pengalaman tentang konsep matematika. Contohnya jika kita ingin mengenalkan anak tentang konsep tiga maka kita bisa menggunakan benda yang berjumlah tiga. Kemudian anak mengikuti konsep yang dilihatnya, dan tugas guru memantau cara bermain anak. Kedua, masa transisi/masa peralihan dari konsep ke lambang bilangan. Sebagai contoh, anak dapat memasangkan jumlah suatu benda dengan lambang bilangannya. Misalnya, 5 berarti bendanya juga harus lima tidak boleh lebih atau kurang. Dan cara menghitung harus sesuai dengan ucapan dan jumlah benda yang dihitung. Ketiga, tahap transisi dari kongkrit ke abstrak : tahap dimana anak harus sudah menguasai dua tahap sebelumnya agar tidak terjadi kerancuan di tingkat selanjutnya baru kemudian berlanjut ke tahap transisi dari kongkrit ke abstrak. Akan tetapi peneliti hanya membahas sampai pada tahap kedua yaitu tahap transisi dari konsep ke lambang bilangan, mengingat kemampuan anak kelompok bermain yang belum bisa memahami sampai ke tahap kongkrit ke asbtrak. Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika Anak dalam masa pendidikan prasekolah ini adalah anak yang berusia di bawah enam tahun. Pendidikan prasekolah ini meliputi pendidikan pada lembaga taman kanak-kanak, kelompok bermain, penitipan anak, dan bentuk lainnya. Apabila kita perhatikan bahwa anak dalam tahap ini berada dalam masa pembentukan kecerdasan, maka pendidikan prasekolah menjadi amat penting dalam rangka usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan dalam masa usia ini memerlukan penataan lingkungan, situasi dan kondisi yang aman, nyaman, menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan rangsangan dan memotivasi rasa ingin tahu anak sehingga terciptalah pembelajaran yang berarti dan lebih bermakna yang dapat memaksimalkan kemampuan setiap anak. 2. Hipotesis Tindakan Jika dilihat dari permasalahan yang dialami oleh anak berusia antara 3 - 4 tahun serta mengacu pada kajian teoritis yang ada maka penelitian tindakan kelas ini beranggapan bahwa teknik bermain sebagai metode untuk menyampaikan materi pengenalan konsep matematika dapat mempermudah anak dalam mengenal konsep mengenal, membilang dan menghitung jumlah benda dengan benar. Metodologi Penelitian 1. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian tindakan kelas menurut Stephen Kemmis adalah metoda yang handal untuk menjembatani teori dan praktek. Bersumber dari teori tersebut maka peneliti memandang perlunya tindakan penelitian kelas dilaksanakan untuk menjembatani masalah yang dialami oleh anak kelompok bermain. Peneliti melihat masih banyaknya anak yang belum memiliki dasar-dasar pengalaman yang kuat dalam mengenal konsep-konsep dasar matemati, peneliti memandang bahwa hal ini akan menjadi masalah yang dapat menghambat proses pengenalan matematis lebih lanjut. Maka untuk mempermudah penyampaian materi, peneliti memilih tehnik bermain untuk memberikan dasar-dasar pengalaman yang berkaitan dengan konsep matematis. Penelitian dilaksanakan di Kelompok Bermain 1 (KB1) TKK BPK PENABUR Kota Modern Tangerang Banten pada semester ganjil tahun pelajaran 2009-2010 dengan jumlah anak 19 orang terdiri dari tujuh anak laki-laki dan 12 orang anak perempuan. TKK BPK PENABUR Kota Modern berlokasi di Kecamatan Tangerang yang terletak di tengah kota Tangerang. Sekolah yang berdiri tahun 1991 dengan jumlah 181 anak, meliputi delapan kelas (toddler 1 kelas, KB 2 kelas, TK A 3 kelas dan TK B 2 kelas dengan jumlah guru 13 orang. Implementasi kurikulum 2004 digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan KBK selain menggunakan kurikulum sekolah. Pihak sekolah juga sangat mendukung kegiatan pembelajaran yang bervariasi pihak sekolah juga secara bertahap menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan guna mendukung kelancaran proses belajar mengajar. 2. Prosedur Penelitian Prosedur PTK ini mengacu pada tahapan yang berpatokan pada konsep Kemmis dan Mc Taggard (1998). Penelitian tindakan kelas dilakukan meliputi empat tahapan antara lain : (a) tahap perencanaan, (b) tahap pelaksanaan, (c). tahap pengamatan, dan (d) tahap refleksi. Keempat tahap penelitian tindakan kelas tersebut dilakukan sebelum penelitian dimulai dan setelah melakukan penelitian berlangsung, tepatnya pada tahap analisis situasi pembelajaran yang telah dan yang dilakukan sambil memperhatikan situasi dan kondisi anak, kelas, lingkungan dan guru. Jika dalam pelaksanaan siklus I mengalami kegagalan atau hasil yang dipandang belum memenuhi harapan, maka prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat di ulang lagi pada siklus selanjutnya yaitu siklus II dan demikian seterusnya jika dalam siklus II belum mencapai hasil yang diharapakan maka siklus dapat dilanjutkan lagi pada siklus selanjutnya , demikian seterusnya. 3. a. Tahapan penelitian Rencana pembelajaran Pada tahap ini guru atau peneliti mempersiapkan rencana pembelajaran pengenalan konsep Lambang Bilangan dengan metode bermain. Antara lain menyiapkan alat – alat Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 5 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika juga guru dituntut untuk lebih jeli terhadap permainannya, materi yang akan dikenalperubahan setiap anak dan memberi kan ke anak, menyusun penilaian atau semangat agar anak lebih termotivasi. Aspek observasi, lembar pengamatan, lembar hasil berfungsi untuk melihat prosentase kegiatan belajar diperlukan, menetapkan anak yang dapat mengikuti pembelajaran waktu pelaksana-an dan tidak kalah dengan hasil yang baik. Sebagai contoh, pentingnya memilih metode yang sesuai anak yang semula belum bisa menghitung dengan materi, usia anak dan ke efektifan benda menjadi bisa dan mampu menghidalam pelaksaan kegiatan pembelajaran. tung benda dengan benar mengikuti berbaDiharapkan proses pembelajaran ini akan gai kegiatan permainan. Di sini guru juga berdampak lebih baik (efektif, kreatif, positif dapat mengetahui seberapa jauh tingkat dan menyenangkan). Disamping itu menyukeberhasilan pembelajaran melalui pengsun satuan kegiatan harian yang meliputi : amatan dan tanya jawab, dan keikutsertaan (a) kompetensi dasar, (b) hasil belajar, (c) anak dalam setiap jenis kegiatan. Jadi aspek indikator, (d) bidang pengembangan, (e) keberhasilan dapat dili-hat dari hasil media, (f) waktu, (g) teknik penilaian, dan perkembangan dan kemam-puan setiap (h) standar keberhasilan. anak dalam bermain konsep benda dan b. Pelaksanaan pembelajaran mengenal lambang bilangan. Setelah seluruh perencanaan disiapkan, tahap selanjutnya adalah pelaksaan atau f. Analisis data Berdasarkan pada kriteria keberhasilan, proses pembelajaran yang dilaksanakan penelitian data diambil dari dua jenis pada kelas KB1 TKK PENABUR Kota Modsumber data. Pertama hasil pengamatan ern sesuai dengan jadwal yang telah selama proses kegiatan untuk melihat ditentukan oleh peneliti yaitu peneliti telah keaktifan anak. Kedua, hasil data akhir menyusun antara lain sebagai berikut : (setelah penelitian berakhir) untuk melihat Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus keberhasilan setiap anak. selama tiga bulan. Siklus pertama dilaksanakan dalam empat kali dan siklus dua dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Hasil Penelitian dan Pembahasan c. Pengamatan Tindakan pengamatan ini dilakukan Jumah seluruh anak pada kelas Kelompok bersamaan dengan pelaksanaan proses Bermain ada 19 anak. Sebelum diadakan penepembelajaran sesuai dengan jadwal dalam litian kondisi kemampuan anak antara lain setiap siklus dan dengan tujuan untuk sebagai berikut. pengumpulan data yang bersifat kualitatif, Pembelajaran dikatakan berhasil apabila 75% sedangkan data kuantitatif dapat diambil dari jumlah anak dapat membilang, menghitung dari hasil akhir evaluasi pem-belajaran. dan mengenal lambang bilangan dengan baik. d. Refleksi Data yang diperoleh melalui pengamatan dianalisis dan dievaluasi Tabel 1: Kemampuan Awal Anak serta hasilnya diperguna-kan sebagai dasar mem-buat No Indikator Kemampuan rencana tindakan berikutnya. e. Evaluasi 1. Membilang 6 anak Evaluasi dilakukan melalui aspek proses dan kriteria 2. Menghitung benda/konsep 6 anak keberhasilan aspek hasil akhir. Aspek proses dapat 3. Mengenal lambang bilangan 7 anak dilihat dari keaktifan anak selama proses pembelajaran berlang-sung. Pada aspek ini 6 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika A. Peletakan dasar-dasar pengalaman konsep matematis melalui tehnik permainan sederhana pada siklus I 1. Pelaksanaan Siklus I Pelaksanaan pengenalan konsep matematis dengan tehnik bermain siklus I dilaksanakan dalam lima kali pertemuan. Masing-masing merupakan tahapan pembelajaran konsep matematika yang berkesinambungan mulai dari tahap konsep, tahap transisi/peralihan, tahap transisi dari abstrak ke kongkrit. Analisisnya disajikan untuk setiap pertemuan. a. Pertemuan pertama Pertemuan pertama sebagai awal pengenalan konsep dilaksanakan pada hari Senin Tanggal 9 Nopember 2009, pukul 07.30 – 08.00WIB. Pertama, peneliti yang bertindak sebagai guru ingin memperkenalkan konsep matematika kepada anak kelompok bermain (KB1). Sebagai langkah awal guru mengajak anak untuk duduk di karpet membentuk lingkaran agar semua anak mendapatkan perhatian yang sama. Kemudian guru mengajak anak bermain. Berikutnya guru mengeluarkan piring kertas dan jepitan jemuran. kelanjutnya guru mengajak anak untuk melihat apa isi piring tersebut (ada gambar bulatan yang berjumlah 1-3 bulatan), jawaban anak bervariasi ada yang menjawab ada gambar, ada bulatan dan ada juga anak yang diam saja. Kemudian guru menerangkan piring dan jepitan jemuran dan cara untuk memainkannya (menjepit piring sesuai dengan jumlah gambar bulatan yang ada di dalam piring kertas tesebut, kalau gambar bulatannya tiga berarti piring harus dijepit tiga dan seterusnya). Kegiatan ini diulang-ulang dengan harapan semua anak mencoba dan bisa memainkannya. Tingkat keterlibata anak bagus dalam arti rata-rata anak senang dengan permainan ini. Hasil pengamatan rata-rata pada tahap ini belum ada perkembangan yang meningkat tapi anak antusias dalam mengikuti permainan ini. b. Pertemuan kedua Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 10 Nopember 2009, pukul 08.15 s/d 08.45. Pada pertemuan kedua ini guru memberikan permainan yang sama c. dengan pertemuan pertama yaitu tentang pengenalan konsep, karena guru merasa bahwa pertemuan pertama belum dapat menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. Sebelum melanjutkan permainan kali ini guru mengajak anak untuk meningat permainan yang telah dilakukan pada pertemuan pertama sambil guru mempraktekan kembali, ada anak yang langsung menjawab dengan benar. Selanjutnya setelah anak terarah pada benda/alat yang disediakan guru, maka guru langsung mengajak anak untuk bermain mengambil benda sesuai dengan bulatan yang ada di piring kertas seperti pertemuan pertama. Sebelumnya guru menerangkan cara permainannya yaitu setiap anak akan mengambil satu piring kemudian menghi-tung jumlah gambar bulatan/kancing. Secara bergantian yaitu lima anak meng-ambil benda/mainan sesuai jumlah bulatan yang ada di piring msing-masing sambil diiringi yel-yel temantemannya. (ayo, ayo, ayo... sampai kelimalimanya kembali ke lingkaran untuk dihitung bersama) bagi anak yang masih salah diberi kesempatan lagi untuk mengambil benda sampai jumlahnya benar. Bagi anak yang benar diberi pujian (sebut nama...hebat). Demikian selanjutnya sampai semua anak mendapat-kan giliran dalam permainan ini. Hasil pengamatan pada pertemuan kedua ada peningkatan keberhasilan dibanding pada pertemuan pertama, dan keterlibatan guru juga berkurang karena anak sudah tahu cara permainannya. Tapi masih ada beberapa anak yang belum tepat dalam mengambil jumlah benda sesuai dengan angka yang ada. Pertemuan ketiga Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 Nopember 2009, pukul 09.00 – 08.30. kali ini memberikan tahap tingkat menghubungkan konsep kongkrit dengan lambang bilangan. Pada tahap ini guru menunjukkan lambang bilangan 1 2 3 dengan alat main bebek–bebekan dari plastik memberi contoh cara menghitungnya agar sesuai dengan lambang bilangannya. (Guru/peneliti sangat pelan dan hati-hati dalam menghitung benda agar Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 7 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika ada keserasian antara ucapan dan jumlah 2. Evaluasi Siklus I Untuk melihat apakah metode bermain benda yang sedang dihitung). Kemudian sudah diterapkan pada pembelajaran anak mulai diberi permainan cara konsep matematika pada siklus I dilakukan menghitung benda agar sesuai dengan evaluasi. Hasil evaluasi dapat diamati dari lambang bilangannya. Satu persatu anak jurnal hasil pengamatan yang mencoba menghitung dengan bantuan guru. selengkapnya dapat dilihat dari dua aspek Hasil pengamatan rata-rata anak sangat yaitu aspek proses dan aspek hasil akhir senang dengan permainan ini. Sebagian kegiatan anak. besar anak sudah bisa cara menghitungnya. Namun demikian guru/peneliti masih a. Evaluasi proses pembelajaran Evaluasi proses meliputi mulai dari proses merasa hasil belum cukup memuaskan pembelajaran tahap konsep sampai tahap karena hasil belum mencapai 80%. konsep ke lambang bilangan. Dapat disimd. Pertemuan keempat pulkan bahwa tingkat kesiapan dan pengePertemuan keampat dilaksanakan pada hari tahuan anak yang tidak sama mempengSenin tanggal 16 Nopember 2009. Dengan aruhi tingkat keberhasilan pada siklus I, materi permainan masih pada tahap ke dua namun motivasi dan semangat anak cukup yaitu tahap konsep kongkrit ke lambang baik sehingga kemampuan anak terus bilangan. Dengan menggunakan kartu meningkat sebagai berikut : (1) yang mampu angka maka guru mengajak anak untuk membilang ada 12 anak , sebelumnya memilih kartu yang sebelumnya dikocok hanya enam anak; dan (2) yang mampu dan ditumpuk seperti main kartu dan anak menghitung benda sekarang menjadi 10 mengambil satu-satu. Setelah mendapatkan anak, sebelumnya ada tujuh anak. Setelah kartu maka anak diminta oleh guru untuk diadakan pengulangan pada pertemuan I, membuka kartu dan menyebutkan lambang mulai terdapat juga peningkatan pada bilangan yang mereka dapat. Permainan tahap konsep matematika. selanjutnya anak mencari jumlah benda Namun, guru harus menambah jumlah alat yang disukai anak sebanyak/sesuai dengan peraga dan terus memperbanyak latihan lambang bilangan yang sudah didapat. dan pengulangan karena pada saat bermain Dengan senang anak mencari benda umumada anak yang rebutan piring karena nya anak mengambil mainan building foam merasa belum bermain. dan saling berlomba kecepatan. Anak b. Evaluasi Hasil Akhir merasa senang dengan permainan ini, ini Dari kegiatan yang dilakukan anak, dapat terlihat setelah waktu habis tapi masih disimpulkan bahwa penerapan metode banyak anak yang bermain lagi. Hasil bermain pada siklus I belum memenuhi pengamatan rata-rata anak senang dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Hasil permainan ini dan hasilnya sudah ada akhir siklus I antara lain : sedikit peningkatan. Tapi masih ada beberapa anak yang mengambil benda tidak sesuai dengan Tabel 2: Hasil Kemampuan Anak Siklus I lambang bilangan dan tidak konsenAwal Siklus I No Indikator trasi saat menghitung/mengambil 1. Membilang 6 anak 12 anak benda. Tapi sete2. Menghitung benda/konsep 6 anak 11 anak lah dilakukan berulang-ulang 3. Mengenal lambang bilangan 7 anak 10 anak dan dibantu oleh guru mereka bisa. 8 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika 3. Refleksi Siklus I Hasil evaluasi proses dan hasil kegiatan pada siklus I dapat disimpulkan bahwa pengenalan konsep matematika melalui permainan sangat menarik dan mengundang rasa penasaran anak untuk mencoba lagi . Namun karena peralatan/ alat peraga yang kurang cukup jumlahnnya maka pada tahap konsep ke lambang bilangan mengalami kendala dan belum memenuhi kriteria keberhasilan yang diharapkan peneliti, sehingga peneliti melanjutkan penelitian kembali pada siklus II. B. Peletakan dasar-dasar pengalaman konsep matematis melalui tehnik permainan sederhana pada siklus II 1. Pelaksanaan Siklus II a. Pertemuan pertama Pertemuan pertama pada siklus dua dilaksanakan pada hari selasa 12 Januari 2010, pukul 08.00 – 08.30. Pada pertemuan kali ini guru memberikan pembelajaran konsep benda mengulang dari pertemuan pertama pada siklus I. Dalam permainan kali ini guru memberikan lembar kertas yang berisi konsep yang berupa gambar lingkaran yang tengahnya terdapat tempelan bentuk-bentuk geometri dengan jumlah 1, 2 dan 3 tempelan. Kemudian anak diminta untuk menempel bentuk geometri sesuai dengan jumlah yang ada pada tiap-tiap lingkaran. Sebelumnya guru memberikan contoh dan cara permainannya, setelah anak melihat dan mengerti maka guru memanggil 5 anak untuk bermain menempel bentuk geometri, demikian selanjutnya sampai semua anak mendapatkan giliran. Pada siklus kedua ini anak terlihat berani dan mandiri dalam kegiatan di banding pada siklus I. b. Pertemuan kedua Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Januari 2010 dan dalam pertemuan ini guru mengajak anak mengingat kembali permainan pada pertemuan pertama, sambil guru melakukan penghitungan kembali seperti pada permainan tahap pertama. Selanjutnya, guru/peneliti menunjukkan permainan yang akan dilakukan pada pertemuan kedua. Kali ini peneliti menggunakan simpai, kerikil dan angka 1, 2 dan 3. Kemudian, menunjukkan dan memberi contoh cara permainannya. Tiga buah simpai ( holahop ) diletakkan di lantai kemudian detengah – tengah simpai diberi sejumlah kerikil sesuai dengan urutan lambang bilangan 1, 2 dan 3. Bila lambangnya angka 1 berarti kerikilnya satu biji dan seterusnya. Cara permainannya, anak melompat-lompat di dalam simpai/holahop sebanyak sesuai dengan kerikil atau lambang bilangannya, jika kerikilnya dua maka anak harus melompat sebanyak dua kali di dalam lingkaran tersebut, demikian selanjutnya. Rata-rata anak senang dan bisa melakukan permainan ini, keterlibatan guru atau peneliti juga tidak banyak ini menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil pada pertemuan ke 2. 2. Evaluasi Siklus II Evaluasi pada siklus II dilaksanakan untuk melihat seberapa tingkat perbaikan dari peningkatan intensitas terapan metode bermain pada pembelajaran pengenalan konsep matematika dibanding dengan hasil evaluasi pembelajaran pada siklus I. Pada siklus ini, evaluasi pembelajaran juga mencakup kedua aspek yaitu aspek prospek dan aspek hasil. a. Evaluasi proses pembelajaran Evaluasi pada aspek proses pada siklus II meliputi keseluruhan proses pembelajaran pengenalan konsep benda dan pengenalan konsep ke bilangan. Pada tahap pengenalan konsep anak lebih efektif dalam kegiatan permainan dan lebih terlihat mandiri di banding pada siklus I. Pada tahap pengenalan konsep ke lambang bilangan juga terlihat banyak peningkatan dalam antusias dan keterlibatan anak, pada siklus II guru tidak banyak mengajari anak hanya kepada anak yang memang membutuhkan bantuan. b. Evaluasi hasil akhir Penilaian hasil akhir pada tahap siklus II ini antara dari hasil pengamatan dan hasil kegiatan anak dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bermain dalam siklus II ada peningkatan hasil sesuai dengan yang diharapkan yaitu sebagai berikut. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 9 Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika Tabel 3: Hasil Kemampuan Anak Siklus II No Indikator Awal Siklus I Siklus II 1. Membilang 6 anak 12 anak 16 anak 2. Menghitung benda/konsep 6 anak 11 anak 16 anak 3. Mengenal lambang bilangan 7 anak 10 anak 17 anak 3. Refleksi Siklus II Setelah diadakan evaluasi dan refleksi pada siklus I, evaluasi proses dan evaluasi hasil pengenalan konsep matematika melalui permainan ini, siklus II menunjukkan bahwa proses dan hasil pembelajaran sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Pada tahap konsep benda dan konsep bilangan sudah mencapai ketuntasan (84%) sehingga tinggal memberikan pemantapan dan memperbanyak latihan untuk membantu anak yang masih dalam tahap proses. bisa menunggu terlalu lama. Kegiatan permainan juga bisa diulang-ulang agar anak semakin mengerti dan dapat mengulang kembali dirumah. Keempat, implementasi pembelajaran konsep melalui permainan memberikan makna bahwa proses pembimbingan guru yang efektif dapat meningkatkan kemajuan anak dalam mengenal konsep anak aktif terlibat pada seluruh proses pembelajaaran konsep mulai dari pengenalan benda, membilang benda, menghitung dan pengenalan simbol (angka). Saran Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil pembelajaran pengenalan konsep matematika melalui permainan maka dapat disimpulkan. Pertama, penggunaan tehnik bermain dapat dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam pembelajaran konsep matematika di Kelompok Bermain TKK PENABUR Kota Modern, Tangerang. Kedua, jenis kegiatan materi yang diberikan/dipelajari adalah pengenalan konsep matematika. karena anak usia kelompok bermain masih senang dengan kegiatan dan berimajinasi, sehingga dalam penyajian materi harus banyak menggunakan alat atau benda untuk membantu anak dalam mengenal konsep benda 1,2 dan 3. Ketiga, pda tahap konsep, guru memberi contoh cara permainan, simbol jumlah benda atau kuantitas angka yang akan diperkenalkan pada anak serta guru harus benar-benar menguasai tehnik dan menguasai materi agar anak tidak bingung dan bosan, bisa menggunakan alat peraga yang semenarik mungkin dengan jumlah yang cukup bagi anak mengingat anak tidak 10 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Setelah proses pengenalan konsep matematika diberikan dalam II siklus penelitian tindakan kelas, direkomendasikanbeberapa hal. Pertama, pada tahap pengenalan konsep matematika 1, 2, dan 3 dapat disajikan dalam bentuk permainan-permainan praktis karena anak usia dini mempelajari sesuatu lewat bermain dan berimajinasi dan apa yang dikenalkan dapat dilakukan dengan berulang-ulang agar anak dapat mengenal konsep dengan benar. Kedua, tahap pengenalan konsep benda ke angka dapat diterapkan dengan membentuk kelompok – kelompok sesuai dengan tingkat kemampuan anak atau individu ( ini berlaku pada anak yang memang membutuhkan perhatian khusus). Tehnik ini memudahkan guru/peneliti dalam melihat perubahan atau kemajuan dan progres tiap – tiap anak sehingga guru atau peneliti mudah dalam proses pembimbingan.Ketiga, tahap transisi/tahap konsep ke lambang bilangan hendaknya juga diberikan dengan suasana tenang dan santai agar anak tidak merasa asing atau tambah bingung. Pada tahap ini peran guru dituntut untuk lebih kreatif dan selektif dalam pemilihan permainan dan alat bermain agar memudahkan anak dalam Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika mengenal tahap lambang bilangan. Kegiatan ini hendaknya diberikan secara berulang-ulang agar setiap anak benar-benar kenal dan paham. Karena kemampuan tiap anak berbeda maka pada tahap ini guru harus tahu betul keberadaan atau tingkat kemampuan penerimaan anak atau keiapan anak dalam menerima materi. Sehingga diharqapakan semua anak dapat mendapat pemahaman yang sama. Jika sudah ada hasil kegiatan anak, boleh dipajang di kelas agar anak bangga dengan hasilnya. Keempat, sesungguhan, kerja keras, kesabaran, keiklasan dan kasih sayang adalah kunci dari suksesnya proses pembimbingan baik pembimbingan individual, kelompok atau klasikal. Untuk itu perlu terus mencoba dan mencoba untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan sepenuh hati. Kelima, diharapkan guru atau peniliti yang lain dapat melanjutkan proses penelitian tindakan kelas lagi agar dapat melengkapi dan menyempurnakan penelitian ini dan dapat memberikan manfaat bagi peneliti yang lain. Daftar Pustaka Barata-Lorton, M. (1976). Math their way. California : Addison – Wesley Burns, Marilyn, Ed. Associates. (1984). The math solution. California : Marilyn Burns Ed. Assocciates. Djiwandono, Sri Esti Wuryani. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta, PT. Grasindo Docket, Sue dan Marlyn Fleer. (2000). Play and pedagogy in early childhood – bending the rules. Sidney : Harcourt. Jamaris, Martini. (2005). Perkembangan dan pengembangan anak usia Taman Kanakkanak. Jakarta, Program PAUD UNJ Kemmis & Mc. Taggart. (1998). The research planner. Geelong : Deakin University Press Mayesty, Mary. (1990). Creative Activities for Young Children 4th Ed : Play, Development, and Creativity New York: Delmar Publisher Inc Sudono, Anggani. (2000). Sumber belajar dan alat permainan. Jakarta, PT. Grasindo. ------------. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 pasal 3 Tahun 1990 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 11 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Penelitian Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan melalui Media Foto Aktivitas Siswa Herani Arundati*) Abstrak eterampilan menulis diperlukan untuk menuangkan buah pikiran secara teratur dan terorganisasi. Oleh karena itu sejak dini siswa perlu dilatih agar dapat menuangkan ide kalimatnya secara kreatif dan imajinatif. Pengalaman menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan mengembangkan kalimat karena metode yang digunakan oleh guru kurang sesuai. Penggunaan media pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa termasuk dalam pelajaran bahasa Indonesia. Penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan selama tiga bulan dalam tahun 2009 ini, dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan dalam mengembangkan sebuah kalimat di kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR Jakarta, dengan menggunakan media foto. Setelah melalui dua kali siklus, ternyata siswa menjadi lebih terampil dalam mengembangkan kalimat. Berdasarkan hasil penelitian, guru disarankan memanfaatkan media dalam mengembangkan metode pembelajaran yang lebih bervariasi sehingga membuat siswa lebih aktif, senang, dan nyaman. K Kata-kata kunci: menulis, mengarang, keterampilan menulis, media foto. Abstract Writing skills are very important for students to present their ideas properly and systematically. Therefore, the students need to be trained to express their ideas creatively and imaginatively as early as possible. Experiences show many students unable to build and develop good sentences due to inappropriate teaching methods used by teacher. Using instructional media can solve many teaching and learning problems and improve the student’s learning achievement including in Indonesian language subject. This classroom action research (CAR) aims at improving the students’ writing skills, particularly in sentence building and development by using photos as instructional media. After two cycles in three months, the research which was conducted for grade three at SDK I BPK PENABUR Jakarta in 2009, proved that the students’probles in sentence building and development can be solved and their writing skills can be improved by using photos in teaching and learning process. This research recommends the teachers to use various instructional media to make the teaching and learning prosess more fun for the students and successfully to improve the students’ learning achievement. Key words: writing, composing, writing skill, photo media Pendahuluan Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara berkomunikasi, yaitu komunikasi secara langsung dan secara tidak langsung. Kegiatan berbicara dan *) Guru SDK 1 BPK PENABUR Jakarta 12 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 mendengarkan (menyimak), merupakan komunikasi secara langsung, sedangkan kegiatan menulis dan membaca merupakan komunikasi tidak langsung. Keterampilan menulis sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern dan merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa terpelajar. Menulis sangat penting bagi Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan dunia pendidikan karena memudahkan para siswa untuk berpikir secara kritis. Keterampilan menulis sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan manusia. Menulis merupakan kemampuan seseorang mengungkapkan ide-ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtun, gagasan, ekspresif, enak dibaca dan dipahami orang lain ( Marwoto, dkk, 1987: 12). Akan tetapi sebelum menulis, seseorang perlu memiliki gagasan yang diperolehnya melalui mengarang. Tujuan mengarang adalah menciptakan gagasan dan menggambarkan pikiran, imaginasi, atau peristiwa sejelas-jelasnya kepada orang lain. Sedangkan menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang-lambang grafik untuk menyampaikan ide atau gagasan yang dapat dimengerti oleh orang lain. Kegiatan menulis bukanlah kemampuan yang dapat dikuasai dengan sendirinya, melainkan proses pembelajaran panjang untuk menumbuhkembangkan tradisi menulis. Menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang harus dikuasai dengan baik oleh siswa. Menulis narasi yaitu jenis tulisan atau karangan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengalaman dan pengamatan oleh siswa. Menulis dan mengarang mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya, menulis dan mengarang adalah sama-sama mengungkapkan sebuah gagasan. Baik penulis maupun pengarang menyampaikan gagasan melalui huruf dan tanda baca. Huruf dan tanda baca itu menjadi “wakil” bunyi bahasa (berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf) yang berisi gagasan untuk disampaikan kepada orang lain. Orang lain yang dituju itu dapat menerima gagasan penulis dan pengarang melalui kegiatan membaca. Jadi, baik penulis maupun pengarang sama-sama berkomunikasi dengan pembaca melalui media tulisan. Itulah persamaan menulis dan mengarang. Sedangkan perbedaan menulis dengan mengarang adalah kegiatan menulis menghasilkan tulisan, sedangkan mengarang menghasilkan karangan. Tulisan dilandasi fakta, pengalaman, pengamatan, penelitian, pemikiran, atau analisis suatu masalah. Contoh tulisan antara lain makalah, proposal, artikel, buku umum, dan buku pelajaran. Sebaliknya, karangan banyak dipengaruhi oleh imajinasi dan perasaan pengarang. Contoh karangan antara lain puisi, cerpen, novel, dan drama. Semua karya sastra dihasilkan oleh pengarang (sastrawan). Salah satu hasil kegiatan mengarang adalah cerpen yang berupa cerita khayal atau fiksi. Namun, menuangkan buah pikiran secara teratur dan terorganisasi adalah hal yang tidak mudah. Banyak orang pandai berbicara atau berpidato di depan orang banyak , tetapi mereka masih kurang mampu menuangkan ide atau gagasan ke dalam bentuk bahasa tulisan. Untuk bisa mengarang dengan baik, seseorang harus mempunyai kemampuan atau bakat yang dapat dilatih sejak dini sehingga dalam mengembangkan kalimat akan lebih kreatif dan imajinatif. Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SD keterampilan menulis siswa masih menghadapi sejumlah masalah yang antara lain: pertama, kurang mampunya siswa menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena kesulitan memilih kata atau membuta kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis. Kedua, kurangnya latihan dan praktek menulis. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari empat aspek, waktu yang diberikan empat jam dalam satu minggu. Waktu hanya satu jam untuk aspek Keterampilan menulis khususnya menulis karangan sangatlah kurang. Ketiga, kurang terampilnya guru memberikan berbagai macam tulisan kepada siswa. Hal ini terlihat dari hasil tulisan siswa, seperti membuat kalimat atau membuat cerita pendek. Keempat, pada umumnya sekolah tidak memiliki program kegiatan menulis. Di samping keempat masalah itu, kegiatan belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain adalah media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Media pembelajaran mencakup media yang digunakan sebagai alat penampil, antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, film gambar, dan televisi. Penggunaan media secara tepat dapat Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 13 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan membuat proses pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, meningkatkan motivasi, serta menigkatkan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dicoba meningkatkan prestasi belajar menulis karangan dengan menggunakan media foto aktivitas siswa. Foto aktivitas tersebut merupakan foto-foto siswa pada saat siswa berkunjung ke tempat wisata atau melakukan aktivitas di luar lingkungan sekolah, misalnya : supermarket, pasar, toko buku, dan lain-lain. Sehingga dengan adanya kegiatan tersebut siswa bisa bebas bereksperimen dan bebas menentukkan tempat yang akan kunjunginya. Media foto aktivitas siswa dipergunakan dalam penelitian ini untuk menuntun dan membantu mengembangkan daya imajinasi siswa pada saat membuat karangan. Di samping itu penggunaan media foto aktivitas siswa dapat menimbulkan daya tarik bagi siswa serta memberikan inspirasi dalam melahirkan gagasan untuk ditulis. Keadaan yang demikian membuat mereka lebih senang belajar dan pada akhirnya dapat memberikan hasil belajar yang baik dalam keterampilan menulis. Berkaitan dengan itu semua, peneliti mengadakan penelitian tentang peningkatan kemampuan menulis karangan dengan menggunakan media foto aktivitas siswa kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR Jakarta. Kajian Pustaka Pengertian menulis Menulis adalah menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafik atau tulisan. Tulisan adalah suatu sistem komunikasi manusia yang menggunakan tanda-tanda yang dapat dibaca atau dilihat dengan nyata. Sedangkan Tarigan (dalam Agus Suriamiaharja, 1996 : 1), menyatakan: “ Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran tersebut”. Dengan demikian dapat disimpulkan, menulis merupakan kemampuan seseorang dalam 14 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 melukiskan lambang-lambang grafik untuk menyampaikan ide atau gagasan yang dapat dimengerti oleh orang lain. Pengertian mengarang Apabila seseorang menggunakan buah pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman atau lainnya kedalam bentuk bahasa tulisan, kegiatan tersebut dapat dikategorikan dengan kegiatan mengarang. Untuk menyampaikan gagasan ke dalam bahasa tulisan, seseorang harus memiliki perbendaharaan kata yang memadai serta terampil menyusun kata-kata dalam kalimat yang runtut dan jelas. Menurut The Liang Gie (1992 :18), “ Untuk dapat menyampaikan gagasan dan fakta secara lincah dan kuat, seseorang perlu memiliki perbendaharaan kata yang memadai, terampil dalam meyusun kata-kata menjadi beraneka kalimat yang jelas dan mahir memakai bahasa secara efektif”. Dan pengertian mengarang sendiri adalah “Keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengumpulkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulisan kepada pembaca untuk dipahami” (The Liang Gie : 17). Dalam proses mengarang, setiap ide perlu menggunakan kata yang kemudian dirangkai menjadi sebuah kalimat yang selanjutnya dikembangkan membentuk paragraf. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, mengarang adalah kegiatan menulis yang tersusun dengan teratur dari kata, kalimat, sampai paragraph yang saling berhubungan dan merupakan kesatuan yang utuh, dengan maksud menceritakan kejadian atau peristiwa. Unsur mengarang Berbicara mengenai karangan, baik yang berupa karangan pendek maupun panjang, kita harus berbicara mengenai beberapa hal atau masalah di sekitar karangan. The Liang Gie (1992: 17) mengemukakan ada empat unsur dalam mengarang yaitu (1) gagasan (idea) yaitu topik berikut tema yang diungkapkan secara tertulis, (2) tuturan (discourse) yaitu bentuk pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami pembaca, (3) tatanan (organization) yaitu tertib pengaturan dan penyusunan gagasan mengindahkan berbagai asas, aturan, dan teknik sampai merencanakan rangka dan langkah, (4) wahana Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan (medium) ialah sarana penghantar gagasan berupa bahasa tulis yang terutama menyangkut kosakata, gramatika (tata bahasa), dan terotika (seni memakai bahasa secara efektif). Masih menurut The Liang Gie, unsur mengarang terbagi menjadi empat bagian. Pertama, pencarian (narration) bentuk pengungkapan yang menyampaikan sesuatu peristiwa/ pengalaman. Kedua, pelukisan (description) bentuk pengungkapan yang menggambarkan pengindraan, perasaan mengarang tentang macam-macam hal yang berada dalam susunan ruang (misalnya : pemandangan indah, lagu merdu). Ketiga, pemaparan (exposition) bentuk pengungkapan yang menyajikan secara faktafakta yang bermaksud memberi penjelasan kepada pembaca mengenai suatu ide, persoalan, proses atau peralatan. Keempat, perbincangan (argumentation) bentuk pengungkapan dengan maksud menyalin pembaca agar mengubah pikiran, pendapat, atau sikapnya sesuai dengan yang dihadapi pengarang. Tujuan pembelajaran mengarang Menurut Ngalim Purwanto dan Djeniah Alim (1997 : 58), tujuan pembelajaran mengarang sama dengan tujuan bercakap-cakap hanya berbeda dengan bentuk tulisan, yaitu :(1) memperkaya perbendaharaan bahasa positif dan aktif, (2) melatih melahirkan pikiran dan perasaan dengan tepat, (3) latihan memaparkan pengalaman-pengalaman dengan tepat, dan (4) latihan-latihan penggunaan ejaan yang tepat (ingin menguasai bentuk bahasa). Jenis karangan di SD Karangan yang diajarkan di SD dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis yang menurut The Liang Gie, berdasarkan (a) tingkatan, (b) isi / bentuk, dan( c) susunannya. Pendapat lama mengatakan mengajar mengarang itu baru diberikan kelas V sekolah rendah, karena syaratsyarat yang ditentukan untuk mengarang itu berat, seperti ejaan bahasa, susunan kalimat, isi, tanda baca, dan sebagai-nya. Sementara itu pendapat sekarang, “ Mengarang “ itu semenjak di kelas 1 (satu) sudah dimulai disisipkan (Mengarang Permulaan). Di kelas I sudah dapat dimulai dengan menggambar bebas kemudian anak menulis beberapa kalimat tentang gambarnya. Di kelas III adalah lanjutan dari kegiatan di atas. Cerita tentang gambar telah memakai judul, kalimat lebih banyak pada saat menceritakan tentang benda, hewan, atau tanaman yang sesuai dengan lingkungan, anak telah menjelaskan sesuatu tentang benda, bahkan menggunakan foto aktivitas, siswa sudah mampu menceritakan dengan baik dan benar. Susunan Karangan Susunan karangan atau wacana menurut Tarigan dan Sulistyaningsih (1996 : 362 ) dibentuk dengan paragraf-paragraf, sedangkan paragraf itu sendiri dibentuk dengan kalimatkalimat. Kalimat-kalimat yang membentuk paragraf itu merupakan rangkaian yang berhubungan dari kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya dan seterusnya, sehingga membentuk satu kesatuan gagasan yang utuh. Selanjutnya , paragraf-paragraf pun merangkai secara utuh membentuk sebuah wacana yang memiliki tema yang utuh. Kata Setiap gagasan pikiran atau perasaan dituliskan dalam bentuk kata-kata. Kata adalah perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang digunakan dalam bahasa lisan atau tulisan. Untuk dapat menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan dalam tulisan karangan, seseorang perlu memiliki perbendaharaan kata yang memadai dan pemilihan kata yang tepat. “Dalam memilih kata itu harus diberikan dua persyaratan pokok yaitu (1) ketepatan dan (2) kesesuaian” (Suriamiharja, 1996 : 25). Persyaratan ketetapan yaitu kata-kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan sehingga pembaca juga dapat menafsirkan kata-kata tersebut tepat seperti maksud penulis. Persyaratan kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan kesempatan / situasi dengan pembaca, apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan sesuai dengan keadaan/ kenyataan yang sesungguhnya serta tidak menyinggung perasaan orang lain. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 15 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Kalimat Kalimat yang dipergunakan dalam karangan berupa kalimat yang efektif yaitu kalimat yang benar dan jelas sehingga mudah dipahami orang lain. Sebuah kalimat efektif haruslah memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pandangan atau pembaca seperti apa yang terdapat pada pikiran penulis. Kalimat efektif dalam bahasa tulis haruslah (1) dapat mewakili gagasan penulis serta (2) sanggup menciptakan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pembaca seperti yang dipikirkan penulis, (Suryamiharja, 1996: 38) Paragraf Paragraf adalah satu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari pada kalimat; paragraf merupakan kumpulan kalimat yang berkaitan dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Berkaitan dengan paragraph, Akhadiah, dkk (dalam Agus Suryamiharja, 1996 : 46), menjelaskan bahwa dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat utama atau kalimat topik, kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Dilihat dari fungsinya dalam karangan, paragraf berfungsi (1) sebagai penampung dari sebagaian kecil jalan pikiran atau ide keseluruhan karangan, (2) memudahkan pemahaman jalan pikiran atau ide pokok karangan. (Tarigan, 1996 : 48). Sedangkan persyaratan paragraf yang baik dan efektif, menurut Suriamuharja (1996 : 48), harus (1) kohesi (kesatuan), (2) koherensi (kepaduan), dan (3) memiliki pengembangan/kelengkapan paragraf. Media cerita foto aktivitas siswa sebagai model pembelajaran Dalam kriteria pemilihan media disinggung bahwa media digunakan harus sesuai dengan taraf berpikir peserta didik. Demikian pula dalam pembelajaran menulis karangan di SD, penggunaan media foto aktivitas siswa dirasakan sangat tepat untuk membantu siswa dalam keterampilan mengarang. Dengan melihat gambar, siswa dapat menarik kesimpulan isi dari foto tersebut, kemudian menguraikan dalam bentuk tulisan. 16 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Berkaitan dengan penggunaan media foto aktifitas siswa atau media gambar, Purwanto dan Alim (1997 : 63) mengemukakan bahwa penggunaan media gambar untuk melatih anak menentukan pokok pikiran yang mungkin akan menjadi karangan-karangan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa cerita dengan menggunakan media foto aktifitas siswa adalah cara dalam menyusun atau menulis sebuah karangan dengan menerjemahkan isi pesan visual (foto aktifitas) ke dalam bentuk tulisan. Ciri-ciri gambar yang baik dan peranannya sebagai media pembelajaran Gambar yang baik dan dapat digunakan sebagai sumber belajar adalah yang memiliki cirri-ciri sebagaimana dikemukakan Sudirman (1991: 219), yaitu: (1) dapat menyampaikan pesan atau ide tertentu, (2) memberi kesan kuat dan menarik perhatian, (3) merangsang orang yang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang obyekobyek dalam gambar, (4) berani dan dinamis, dan (5) ilustrasi tidak terlalu banyak, tetapi menarik, dan mudah dipahami. Sedangkan peranan gambar sebagai media pengajaran yaitu: (1) membantu guru dalam menyampaikan pelajaran dan membantu siswa dalam belajar, (2) menarik perhatian anak sehingga terdorong untuk lebih giat belajar, (3) membantu daya ingat siswa (retensi), dan (4) dapat digunakan lagi apabila diperlukan pada saat yang lain (Sudirman, 1991 : 220). Atas dasar uraian tersebut di atas, hendaknya guru mau mempertimbangkan penggunaan foto aktifitas siswa didalam pelaksanaan proses belajar mengajar terutama dalam mengajar menulis karangan. Karena dengan media foto dapat merangsang imajinasi seseorang siswa supaya mampu bercerita tentang aktifitas yang dilakukan pada hari itu dan diharapkan siswa tersebut mampu menuliskan karangan sesuai tema, ide, pengalaman, dan kejadiannya. Metodologi Penelitian Subjek penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR Jakarta tahun ajaran 2009 / 2010. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Jumlah siswa yang diteliti ada 28 siswa terdiri berkaitan tersebut merupakan rangkaian dari 12 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. kegiatan yang disebut dengan istilah siklus. Objek penelitian ini dalam Kegiatan Belajar Hasil dari refleksi terhadap tindakan yang Mengajar ( KBM ) adalah siswa, dan yang dilaksanakan akan dijadikan pedoman untuk melakukan revisi rencana perbaikan selanjutnya menjadi peneliti adalah guru. Guru menyampaikan materi pembelajaran jika tindakan yang dilakukan belum berhasil mengarang dengan menggunakan media foto memecahkan masalah. Tahap-tahap perbaikan aktivitas siswa. Dalam tahapan ini siswa diberi pembelajaran digambarkan oleh Kemmis dan kesempatan oleh guru untuk bebas pergi Taggart. beraktivitas kemana saja kemudian dikembangkan melalui tulisan karangan. Dalam menulis karangan PELAKSANAAN siswa diharapkan akan lebih tertarik dan mudah mengembangkan ide mengarangnya pada saat SIKLUS 1 PERENCANAAN PENGAMATAN beraktivitas. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di SDK REFLEKSI 1 BPK PENABUR Jakarta yang terletak di Jl. Samanhudi 29, PELAKSANAAN Jakarta Pusat. Gedung sekolah ini terletak di tepi jalan raya dengan kondisi daerah lingkungan di SIKLUS 2 sekitarnya penuh dengan gedung PERENCANAAN PENGAMATAN dan pertokoan dan merupakan lingkungan dunia bisnis niaga. Gedung SDK 1 memiliki empat REFLEKSI 2 lantai, di mana lantai satu adalah Gambar: Penelitian Model Kemmis & Taggart TKK 1 sedangkan untuk SDK 1 lantai 2-4. SDK 1 memiliki 14 ruang kelas, aula, perpustakaan, lapangan olahraga, laboratorium komputer, Deskripsi Data toilet setiap lantai, dll. Penelitian dimulai dan dilaksanakan pada bulan September 2009 Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan oleh dengan menggunakan dua siklus. peneliti dalam dua siklus. Tiap siklus dilaksanaProsedur pengumpulan dan perekaman data Prosedur pengumpulan dan perekaman data akan dilakukan dengan menggunakan model Kemmis & Taggart. Prosedur yang akan dilakukan mencakup empat langkah pokok, yaitu: (1) merumuskan masalah dan merencanakan tindakan (planning), (2) melaksanakan tindakan (acting), (3) merefleksikan (reflecting) hasil pengamatan, dan (4) perbaikan atau perubahan perencanaan (replaning) untuk mengembangkan tingkat keberhasilan. Keempat langkah utama yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang saling kan dalam empat tahap yang meliputi : (1) tahap perencanaan dan persiapan tindakan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi, dan (4) tahap analisis dan refleksi. Masing-masing siklus dilaksanakan dalam satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x jam pelajaran ( 2 x 40 menit ). Sebelum dilaksanakannya penelitian, peneliti melakukan survei awal untuk mengetahui kondisi yang ada di lapangan. Berdasarkan kegiatan survei ini, peneliti menemukan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis karangan pada siswa kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR Jakarta tergolong rendah. Hal ini Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 17 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan ditandai dengan indikator sebagai berikut: (1) minat dan motivasi siswa yang rendah, (2) sebagian siswa masih belum terbiasa untuk memanfaatkan media pembelajaran, (3) sebagian siswa membutuhkan waktu yang lama untuk menuangkan ide-ide dan gagasannya apalagi untuk dapat menggambarkan dalam bentuk kata-kata tentang gambaran suatu objek, (4) siswa belum mampu menuangkan ide atau gagasan dengan baik, dan (5) siswa kurang mengembangkan bahasa dan kurang memperhatikan penggunaan huruf kapital maupun tanda baca yang tepat. Selanjutnya, peneliti mengatasi masalah tersebut dengan memanfaatkan media foto aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menulis karangan. Pemilihan media tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. Penggunaan media foto aktivitas siswa adalah suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan aktifitas siswa di luar sekolah sehingga siswa bebas memilih aktifitas apa saja yang akan dilakukannya dan dapat melakukan observasi suatu objek secara langsung. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menuliskan gambaran suatu objek secara lebih jelas dan terperinci. Melalui penggambaran secara nyata terhadap suatu objek, secara tidak langsung membuat pembelajaran menulis karangan berjalan lebih efektif karena daya imajinasi siswa dapat berkembang. Peneliti kemudian menyusun rencana untuk siklus I. Siklus I ini mendeskripsikan pembelajaran menulis dengan menggunakan tema khusus. Ternyata masih terdapat kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaannya. Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kelemahan atau kekurangan yang ada pada siklus I. Siklus II merupakan siklus yang menguatkan siklus I bahwa observasi atau kunjungan ke tempat tertentu ataupun foto aktivitas siswa dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis karangan pada siswa kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR Jakarta. Setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas 3 dengan kompetensi dasar menyusun paragraf berdasarkan bahan yang tersedia dengan memperhatikan penggunaan ejaan. Adapun hasil analisis tersebut 18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menuangkan ide/gagasan ke dalam bentuk karangan mengalami peningkatan jika dibanding dengan pretes. Namun dalam siklus ini masih ada beberapa siswa yang menuliskan karangan tidak sesuai dengan ejaan dan kalimat sering diulang-ulang. Siswa masih kesulitan dalam mencari kata-kata dan kalimat yang tepat untuk menulis. Nilai/skor perolehan terendah siswa diperoleh tiga orang siswa dengan jumlah keseluruhan siswa 28, sedangkan nilai di atas rata-rata diperoleh 25 orang siswa dengan jumlah keseluruhan siswa 28. Ketuntasan hasil belajar menulis karangan siswa mencapai 89.28 %.Hal ini terlihat dari hasil kerja tulisan siswa berupa tulisan karangan dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 63 ke atas yaitu 25 siswa. Untuk lebih jelasnya , nilai menulis karangan siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 1. Akan tetapi masih ditemukan kesalahan dan kekurangan pada tulisan siswa antara lain : siswa masih kesulitan menggali ide dan menuangkannya dalam bentuk kata / kalimat hal ini terbukti dari jumlah prosentasenya. Proses pelaksanaan tindakan pada siklus II berjalan dengan baik. Kelemahan pada siklus II dapat teratasi dengan baik. Hal ini membuat kualitas pembelajaran menulis karangan mengalami peningkatan yaitu 92.85% siswa telah aktif pada siklus II. Peningkatan kualitas pembelajaran terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah ditetapkan seperti peningkatan keaktifan, perhatian serta konsentrasi siswa dalam mengikuti di setiap pembelajaran, guru telah berhasil membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran menulis karangan dengan baik dan tertib. Hasil tulisan siswa menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan Keterampilan menulis karangan siswa. Dilihat dari segi isinya, tulisan siswa pada siklus II ini jauh lebih baik dibanding siklus sebelumnya. Penggunaan huruf kapital dan tanda baca sudah baik dan penggunaan kosakata lebih bervariasi. Siswa telah mampu mengorganisasikan gagasan dengan baik. Sudah ada kesesuaian antara isi tulisan dengan objek yang diamati yaitu foto aktivitas itu tersebut. Nilai tertinggi siswa pada siklus ini adalah 94 dan nilai terendah siswa adalah 50. Ketuntasan Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Tabel 2: Perolehan Nilai Menulis Karangan Siklus II Siklus II Tabel 1: Perolehan Nilai Menulis Karangan Siklus I Siklus I No Nama I II III IV Jlh Nilai 4 4 4 4 16 100 No Nama I II III IV Jlh Nilai 4 4 4 4 16 100 1. Alexander 3 2 2 3 10 68 1. Alexander 3 3 2 3 11 69 2. Andres 3 4 3 3 13 81 2. Andres 3 4 4 3 14 88 3. Andrew 2 3 3 2 10 63 3. Andrew 3 3 2 3 11 69 4. Ariel 3 3 2 2 10 63 4. Ariel 4 3 3 3 13 81 5. Cosgrove 2 3 2 2 9 56 5. Cosgrove 3 2 3 3 11 69 6. Dorothy 3 2 2 3 10 63 6. Dorothy 4 2 3 3 12 75 7. Emanuelle 2 3 2 3 10 63 7. Emanuelle 3 3 2 3 11 69 8. Erika 3 3 3 3 15 79 8. Erika 4 3 3 3 13 81 9. Gabriella 4 3 2 3 12 75 9. Gabriella 4 4 3 4 15 94 10. Julius 4 3 3 4 14 88 10 . Julius 4 4 3 4 15 94 11. Maria T 3 3 2 3 11 69 11. Maria T 4 3 4 4 15 94 12. Mikaella 3 3 3 3 12 75 12. Mikaella 4 3 3 4 14 88 13. Nathalie 4 3 3 3 15 80 13. Nathalie 4 3 3 3 13 81 14. Nathasya 3 4 2 3 12 75 14. Nathasya 4 4 3 4 15 94 15. Owen 3 2 4 3 12 75 15. Owen 3 3 4 4 14 88 16. Rhea 3 2 2 2 9 56 16. Rhea 3 1 2 3 9 56 17. Richie 3 2 2 3 10 63 17. Richie 4 3 3 3 13 81 18. Sherly 4 3 3 4 14 88 18. Sherly 4 3 4 4 15 94 19. Steven 2 3 2 3 10 63 19. Steven 3 2 4 3 12 75 20. Tiara 3 2 3 3 11 69 20 . Tiara 4 4 3 4 14 88 21. Tiffany 3 2 2 3 10 63 21. Tiffany 3 2 3 3 11 69 22. Vanessa 3 3 2 3 11 69 22. V anessa 2 3 3 2 10 63 23. Vincent 3 3 3 3 12 75 23. V incent 4 3 4 4 15 94 24. Wilbert 2 2 3 3 10 63 24. Wilbert 4 2 3 3 12 75 25. Bi l l 3 2 3 3 11 69 25. Bi l l 3 3 3 4 13 81 26. William 2 1 1 2 6 38 26. William 2 2 2 2 8 50 27. Yehuda 3 2 3 2 10 63 27. Yehuda 3 2 3 3 11 69 28. Y osh 3 4 4 4 15 94 28. Y osh 4 4 4 3 15 94 317 70 355 79 Rata-rata Rata-rata Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 19 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Keterangan : Nilai Perolehan: (Jumlah Skor x 100)/16 I : Kesesuaian Isi II : Penggunaan EYD (huruf kapital dan tanda baca) III : Kerapian Tulisan IV: Keruntutan cerita hasil belajar menulis karangan berdasarkan media foto mencapai 92.85 %. Hal ini terlihat dari hasil kerja tulisan siswa berupa tulisan karangan dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 63 ke atas yaitu 26 siswa. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada tabel 2, tindakan pada siklus II dikatakan berhasil. Peningkatan terjadi pada beberapa indikator bila dibandingkan siklus sebelumnya. Dengan demikian pembelajaran menulis karangan yang telah dilaksanakan telah menunjukkan adanya peningkatan. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tersebut, guru dikatakan telah berhasil melaksanakan pembelajaran menulis karangan menggunakan media foto aktivitas yang mampu membantu siswa dalam memunculkan ide dan mengembangkannya sehingga kemampuan menulis karangan siswa dapat berkembang dengan optimal. Selain itu, penelitian ini juga bermanfat untuk meningkatkan Keterampilan guru dalam mengelola kelas karena metode ini dapat digunakan sebagai sarana bagi guru untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran menulis sebuah karangan. Keberhasilan metode ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis karangan dapat dilihat dari meningkatnya kualitas pembelajaran menulis karangan siswa. Tindakan-tindakan berupa penggunaan media foto aktivitas siswa yang dilaksanakan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis karangan siswa kelas 3 SDK 1 BPK PENABUR Jakarta. Peningkatan dari segi proses pembelajaran dapat dilihat dari meningkatnya keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis karangan dari siklus ke siklus. Indikator keaktifan siswa dalam proses 20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 pembelajaran meliputi keaktifan siswa dalam bertanya, merespon, mendengarkan penjelasn guru, dan semangat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Di samping itu terlihat juga meningkatnya perhatian dan minat siswa, perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran sangat penting. Untuk menumbuhkan dan memelihara hal tersebut, guru perlu merangsang siswa dengan menerapkan caracara baru, unik, ataupun cara-cara yang sudah biasa digunakan. Salah satu cara yang dapat digunakan guru adalah melalui media. Dalam penelitian ini, guru memanfaatkan pemanfaatan media foto aktivitas siswa. Selain adanya tindakan memanfaatkan media tersebut, perhatian siswa dalam pembelajaran menulis karangan meningkat. ketika guru membuat tugas pembelajaran mengenai siswa diberi kebebasan untuk pergi kemanapun sesuai dengan aktifitas yang dilakukan oleh siswa pada hari itu. Lebih lanjut, terlihat juga meningkatnya Keterampilan guru dalam mengelola kelas, kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru antara lain berupa tindakan memberikan penghargaan kepada siswa, menyajikan materi dengan mengombinasikan metode ceramah dengan metode lain yang menjadikan siswa tidak jenuh dalam mengikuti pembelajaran, memanfaatkan media pembelajaran, serta memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Pada saat peneliti melaksanakan kegiatan survei awal, diketahui bahwa pengelolaan kelas yang dilakukan guru kelas kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator-indikator sebagai berikut : (1) guru kurang bisa membangkitkan minat siswa dan motivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran, (2) guru kurang bisa menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, dan (3) guru kurang memberikan penghargaan kepada siswa. Setelah tindakan dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai berkurang. Kemampuan guru dalam mengelola kelas semakin meningkat. Guru tidak lagi terpancang pada kegiatan belajar yang harus dilaksanakan di ruangan kelas. Guru tidak lagi bertindak sebagai guru yang menguasai kelas sepenuhnya Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan tetapi lebih berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Guru membangkitkan minat dan motivasi siswa dengan memberikan penghargaan bagi siswa yang memperoleh nilai baik. Kesimpulan Hasil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: Pertama, penerapan media foto aktivitas siswa dapat meningkatkan pembelajaran menulis. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat dan motovasi siswa dalam pembelajaran menulis karangan pada setiap silusnya. Pada siklus I siswa yang aktif 89.28 % sedangkan pada siklus II siswa yang aktif meningkat menjadi 92.85 %. Kedua, meningkatkan aktivitas siswa dalam menulis. Hal ini ditandai dengan nilai hasil tulisan siswa yang mengalami peningkatan. Pada siklus I nilai terendah siswa adalah 38 dan nilai tertinggi siswa adalah 94 Pada siklus II nilai terendah siswa adalah 50 dan nilai tertinggi siswa 94. Ketiga, ketuntasan hasil belajar siswa meningkat. Dalam pretes hanya 57.11 siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar (memperoleh nilai 63 ke atas). Pada siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 89.28% atau sekitar 25 siswa kemudian pada siklus II menjadi 92.85% atau sekitar 26 siswa. Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikemukakan saran kepada Kepala Sekolah, guru, dan siswa. Kepala Sekolah hendaknya selalu menganjurkan kepada semua guru untuk mengajar dengan metode yang membuat siswa aktif, merasa senang, dan nyaman sehingga kejenuhan akan terhindar. Guru mata pelajaran bahasa Indonesia hendaknya: (a) berusaha memberi dorongan kepada siswa untuk lebih aktif berlatih menulis, (b membelajarkan siswa dengan metode yang bervariasi sehingga membuat siswa lebih nyaman, dan (c) memberikan perhatian dan waktu yang lebih banyak pada mata pelajaran menulis karena merupakan suatu Keterampilan yang tidak mudah. Siswa hendaknya banyak membaca berbagai buku baik fiksi maupun non-fiksi terutama yang berkaitan dengan menulis karangan. Di samping itu siswa juga hendaknya lebih banyak berlatih menulis karena menulis merupakan aktifitas yang memerlukan latihan yang konsisten. Kemudian siswa hendaknya aktif dan belajar menggali ide tulisan melalui berbagai sumber, salah satunya melalui media foto aktivitas siswa. Daftar Pustaka Purwanto, Ngalim, Djeniah Alim. (1997). .Metodologi pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta. Rosda Jayapura Sabarti, Akhadiah, Dr. Prof. (1996/1997). Menulis. Jakarta : Depdikbud Suriamiharja, Agus, M. Pd, dkk. (1996/1997). Petunjuk praktis penulis. Jakarta : Depdikbud Tarigan, Djago. (1996). Membina keterampilan menulis paragraf dan pengembangan. Bandung : Angkasa Tarigan, Henry Guntur. (1983). Menulis sebagai suatu Keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa The Liang Gie. (1992). Pengantar dunia karang mengarang. Yogyakarta : Liberty The Liang Gie. (2002). Terampil mengarang. Yogyakarta: Andi Wiyanto, Asul.(2008). Menulis dan mengarang samakah?. Jakarta: Asosisasi Guru Bahasa Indonesia-Jepang Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 21 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Penelitian Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan Gagasan Utama melalui Metode Cooperative Integrated Reading and Composition Yustina Titik Purwanti*) Abstrak iswa sering kesulitan menemukan gagasan utama dalam memahami isi sebuah artikel atau buku. Hal ini berdampak pada hasil tes membaca, karena malas membaca, siswa kesulitan untuk menemukan gagasan sebuah artikel sehingga hasil tes dalam materi membaca sangat rendah. Dampak kesulitan ini dapat mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian perlu ditemukan strategi atau metode tepat untuk meningkatkan kemampuan menemukan gagasan bagi siswa. Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas, penelitian ini mencoba mengatasi masalah tersebut di kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta, dengan metode Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC). Dalam dua siklus, hasil penelitiann yang dilakukan Januari dan Peberuari 2010 ini, menunjukkan bahwa belajar dengan menggunakan metode yang dipilih dapat membuat proses pembelajaran lebih dinamis, variatif, dan menyenangkan sehingga hasil belajar siswa meningkat. Agar metode CIRC berhasil dengan baik guru perlu merencanakan kegiatan pembelajaran dengan manajemen waktu dan pengelolaan kelas yang baik. Selain itu, guru perlu meningkatkan kompetensinya dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan setiap pembelajaran kebahasaan. S Kata-kata kunci: gagasan utama, metode Cooperative Integrated Reading and Composition, strategi pembelajaran Abstract Students often find some difficulties to figure out the main ideas in comprehending the content of a book or an article. It affects the result of the reading test. The students find it hard to figure out the main idea of an article. As a result, the students get low academic performance in all subjects. Therefore, a new method should be used to improve students’ ability in finding main idea in a passage. By using the classroom action research, this research tries to overcome the problem in grade 9 classes of SMPK 7 BPK PENABUR using “Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)” method. Within two cycles, the result of this research conducted in January and February 2010, shows that studying by the chosen method can make the teachinglearning process more dynamic, various, and enjoyable, so students’ school achievement will be improved. To make (CIRC) work well, teacher needs to plan all the teaching-learning activities with the good time and classroom management. Besides, the teachers need to improve their competencies in translating and implementing every single language learning process. Keywords: main ideas, Cooperative Integrated Reading and Composition method, learning strategies Pendahuluan Pelajaran Bahasa memiliki peran yang sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari *) GuruSMPK 7 BPK PENABUR Jakarta 22 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 semua bidang studi. Pelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan satra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersatra meliputi aspek-aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang diuraikan melalui standar kompetensi yang harus dicapai peserta didik. Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai peserta didik tingkat SMP kelas 9 adalah “Menemukan Gagasan dari Beberapa Artikel dan Buku”. Kemampuan untuk menemukan gagasan utama bagi siswa merupakan kemampuan yang paling dasar agar siswa dapat menangkap apa isi sebuah artikel ataupun buku. Kemampuan menemukan gagasan tersebut bagi sebagian besar siswa masih merupakan kegiatan yang tergolong sulit. Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa sering menghadapi soal-soal yang berkaitan dengan materi membaca artikel. Akan tetapi kelihatannya siswa kurang berminat membaca artikel secara cermat sehingga berdampak pada hasil tes membaca yang sangat rendah. Menyadari akan hal tersebut, maka kemampuan menemukan gagasan merupakan bagian dari kemampuan membaca yang harus digali supaya peserta didik dapat meningkatkan keterampilan berbahasa mereka, khususnya dalam hal membaca dan menemukan gagasan utama sebuah artikel dan buku. Kenyataan di lapangan ternyata proses belajar mengajar untuk melatih kemampuan siswa menemukan gagasan dari sebuah artikel dan buku masih menjadi persoalan yang besar. Apakah permasalahan ada pada guru yaitu rendahnya daya kreasi guru dalam pembelajaran atau dari siswa yang kurang mampu merumuskan gagasan dari sebuah artikel atau buku? Menyikapi permasalahan tersebut, penulis sebagai pengajar berupaya mencari titik permasalahan tersebut. Hal tersebut juga mendasari penulis agar dapat meningkatkan kemampuan menemukan gagasan melalui kegiatan membaca dan menulis sehingga menjadikan pembelajaran kompetensi tersebut menjadi lebih kreatif dan menarik dan tujuan berikutnya siswa lebih tertarik untuk mempelajari standar kompetensi tersebut. Oleh karena itu, penulis merasa perlu mengadakan Penelitian Tindakan Kelas untuk menemukan solusi bagi permasalahan tersebut. Permasalahan yang ada dalam pembelajaran menemukan gagasan utama adalah sebagai berikut: (1) Kemampuan siswa menemukan gagasan sebuah artikel masih rendah; (2) Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat untuk materi tersebut; (3) Belum ada kolaborasi yang tepat antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk materi tersebut; (4) Aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca artikel masih perlu ditingkatkan. Dari uraian permasalahan tersebut, secara umum permasalahan penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama bagi siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta melalui metode Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC). Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menemukan gagasan utama bagi siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta melalui metode (CIRC)” Hasil penelitian tindakan ini diharapkan bermanfaat bagi (1) siswa: penelitian ini agar memberdayakan potensi siswa terkait dengan kemampuan menemukan gagasan dari sebuah artikel dalam proses pembelajaran bahasa, khususnya pada aspek membaca; selain itu siswa juga menjadi lebih berkembang sesuai dengan kecepatan intelektual mereka masingmasing terutama yang berkaitan dengan kegiatan membaca; (2) guru: penelitian ini merupakan strategi alternatif bagi guru dalam mengaktifkan siswanya. Melalui metode CIRC” guru menjadi lebih fokus untuk meneliti kemampuan membaca dan menulis siswanya di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar, terarah, dan tetap terkondisi; (3) sekolah: penelitian ini menjadi gambaran bagi sekolah Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 23 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam sekolah salah satunya adalah dengan mendukung setiap usaha yang dilakukan oleh guru untuk mengaktifkan siswanya demi kemajuan pendidikan. Kajian Pustaka Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gagasan adalah hasil pemikiran; ide. Seorang pembaca dapat menemukan isi sebuah wacana (artikel) dengan menemukan gagasan-gagasan atau ide-ide pokok yang terdapat pada setiap paragraf. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka pemahaman wacana, (khususnya wacana yang berupa artikel) dimulai dari pemahaman paragraf. Paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru; alinea (KBBI:285). Seorang pembaca perlu memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar penyusunan sebuah paragraf agar dapat menentukan secara cepat dan tepat apa isi sebuah paragraf (Hayon, Josep :59) Paragraf yang baik, memiliki kalimat utama yang berisi gagasan atau ide pokok dan beberapa kalimat penjelas yang berisi gagasan penjelas. (2007:32, 59) Dasar-dasar penyusunan paragraf sebagai berikut, (1) letak kalimat utama; biasanya dalam tulisan ilmiah, kalimat utama menempati posisi bagian awal sebuah paragraf, yakni pada kalimat pertama atau kedua, bagian akhir sebuah paragraf, yakni kalimat terakhir atau kalimat kedua dari terakhir, dan gabungan (bagian awal dan akhir); (2) ide pokok sebuah paragraf; ide pokok terdapat dalam kalimat utama; ide pokok kadang terlihat secara jelas atau tersurat, tetapi ada juga yang tidak jelas atau tersirat, baik seluruh maupun sebagian; (3) cara menentukan ide pokok; ide pokok dapat dilihat dari kata pada kalimat utama diulang kembali, diganti dengan kata ganti persona atau kata yang sama arti, dan diikuti dengan kata ganti penunjuk pada kalimat-kalimat penjelas; (4) ideide penjelas terdapat pada kalimat-kalimat penjelas (Hayon, Josep:59) Kemampuan berbahasa sesuai dengan Standar Kompetensi Bahan Kajian Bahasa In24 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 donesia yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki beberapa aspek kemampuan yaitu: (1) mendengarkan: meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, pendapat, dan perasaan orang lain dalam berbahasa bentuk wacana lisan; (2) berbicara: meliputi berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, perasaan dalam berbagai bentuk kepada berbagai mitra bicara sesuai dengan tujuan dan konteks pembicaraan; (3) membaca: membaca dan memahami berbagi jenis wacana, baik secara tersurat maupun tersirat untuk berbagai tujuan; (4) menulis: meliputi kegiatan menulis secara efektif dan efisien berbagai jenis karangan dalam berbagai konteks. Menurut Mulyasa (2009) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar sekelompok peserta didik. PTK memiliki karakteristik yang membedakan dari penelitian formal, yaitu (1) bertujuan memperbaiki, meningkatkan, dan memberikan kerangka kerja yang teratur terhadap pemecahan masalah pembelajaran; (2) berawal dari kerisauan kinerja guru, situasional, praktis, dan secara langsung berkaitan dengan pemebelajaran; (3) fleksibel dan adaptif; (4) kolaboratif dan partisipatif; (5) self-evaluation; (6) fokus penelitian pada pembelajaran sehingga proses pengambilan keputusan dilakukan guru bersama peserta didik; (7) kooperatif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi atas tindakan antara guru sebagai peneliti dan peserta didik; (8) mengembangkan pemberdayaan, demokrasi, keadilan, kebebasan, dan kesempatan partisipatif; (9) mengembangkan model pembelajaran, baik sebagian maupun menyeluruh. Menurut Muslikah (2010) PTK merupakan satu jenis penelitian yang dipilih karena memiliki keunikan yang berbeda dengan jenis penelitian lain, yaitu (1) penelitian ini dimulai dari kesadaran kritis guru bahwa praktik pembelajaran yang dijalankan menghadapi persoalan sehingga guru ingin mencari solusinya; (2) penelitian tindakan kelas memiliki rencana tindakan (aksi) yang spesifik untuk Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama memecahkan masalah; (3) adanya kolaborasi antara sesama guru dan kepala sekolah, guru mungkin melakukan kekeliruan dalam proses belajar mengajar yang tidak disadari, dalam kondisi seperti ini guru dapat meminta bantuan teman untuk mengobservasi dan merumuskan masalah secara riil yang ada di kelas. PTK juga mempunyai manfaat bagi antara lain, (1) guru melakukan inovasi pembelajaran; (2) guru melakukan pengembangan kurikulum; dan (3) guru meningkatkan profesionalisme. Metode Cooperative Integrted Reading And Composition (CIRC) menurut Slavin (1995:5-11) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang khusus diterapkan pada pembelajaran membaca dan menulis di sekolah. Siswa dibagi dalam kelompok berdasarkan tingkat kecepatan membacanya. Dalam kelompok tersebut mereka saling bertukar informasi mengenai bacaan yang mereka baca, memprediksi bagaimana ending dari suatu cerita naratif, menuliskan respon mengenai bacaan, dan sebagainya. (www.muhfida.com/ ModelModel Pembelajaran) Metode CIRC ini dipilih karena metode ini mendorong siswa berperan serta secara aktif sehingga pembelajaran membaca menjadi lebih menarik, dinamis, dan menyenangkan. Heru Susanto (2009) dan Ruri Istiningsih (2010) pernah menggunakan metode CIRC ini dalam pembelajaran matematika bagi siswa SMP. Hasil pembelajaran yang didapatkan siswa menjadi lebih aktif dalam belajar matematika sehingga hasil belajar menunjukkan peningkatan. Perumusan Hipotesis Tindakan Perumusan hipotesis tindakan sebagai berikut. “Jika dalam pembelajaran membaca, khususnya untuk menemukan gagasan utama di kelas 9 SMPK 7 PENABUR menggunakan metode CIRC maka pembelajaran tersebut akan berhasil. Metodologi Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta. Sebagai sampel, dari lima kelas yang ada (9A, 9B, 9C, 9D, 9E) di ambil tiga kelas saja, yaitu kelas 9C, 9D, 9E . Ketiga kelas ini dipilih karena penulis mengajar pada ketiga kelas tersebut sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar dan peneliti bisa lebih fleksibel untuk melakukan penelitian. Jumlah siswa dari ketiga kelas tersebut berjumlah 104 siswa.Jumlah siswa dari ketiga kelas tersebut berjumlah 104 siswa. Penelitian ini dilaksanakan di kelas 9C, 9D, 9E, yang terletak di Jalan Surya Sarana, Sunrise Garden, Jakarta Barat. Siklus pertama diadakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2009 dengan menyesuaikan jam pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 9C, 9D, 9E SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta. Sedangkan siklus kedua dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2010 Setting yang digunakan dalam penelitian ini adalah setting kelas, dan data yang diperoleh pada saat proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Desain Penelitian PTK ini terdiri atas dua siklus, masing-masing siklus terdiri atas beberapa komponen, yakni tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan tindakan, refleksi, evaluasi dan revisi, serta kesimpulan hasil. Secara rinci tahap-tahap penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: Kegiatan pada Siklus 1 1. Perencanaan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan dalam Perencanaan Pembelajaran pada siklus pertama ini meliputi: (a) meyakinkan siswa bahwa kemampuan menemukan gagasan utama merupakan kemampuan dasar untuk dapat memahami sebuah artikel atau buku, (b) Menetapkan alternatif upaya peningkatan aktivitas belajar siswa yaitu dengan mencoba melakukan perbaikan proses pembelajaran di kelas dengan menerapkan metode pembelajaran CIRC, (c) menyusun alur pembelajaran dan rancangan tindakan yang akan dilaksanakan yakni dengan menerapkan metode pembelajaran CIRC, (d) Membuat dan mempersiapkan rencana pembelajaran/RPP yang sesuai dengan metode pembelajaran yang akan diterapkan, dan (e) menyusun dan mempersiapkan sarana dan media pembelajaran yang akan digunakan, misalnya perangkat tes kemampuan awal, alat evaluasi yang berupa pertanyaan tes membaca berupa pilihan ganda. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 25 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama 2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, guru melaksanakan desain pembelajaran yang telah direncanakan. Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, sebelum kegiatan belajar mengajar siswa diberikan pretes yang dipakai sebagai dasar pengukuran kemampuan awal siswa dalam menemukan gagasan utama paragraf atau artikel. Kedua guru menerapkan rencana pembelajaran yang telah dibuat yaitu (a) siswa diberikan artikel kemudian para siswa disuruh menentukan manakah gagasan utama setiap paragraf secara mandiri, (b) selanjutnya guru memberitahukan cara mencari gagasan utama yang tepat dengan mempresentasikan materi pembelajaran melalui power point, (c) siswa diberikan latihan menemukan gagasan utama artikel melalui “kartu alinea”. Kartu alinea ini berupa potonganpotongan artikel/sebuah paragraf kemudian siswa menentukan gagasan utamanya. Siswa juga dilatihkan menulis paragraf dan artikel berdasarkan ide pokok yang sudah ditentukan oleh guru. Tahap ketiga siswa diberikan tes akhir/postes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan para siswa dalam menemukan gagasan utama sebuah artikel. 3. Evaluasi dan revisi Berdasarkan hasil yang diperoleh dari postes pada siklus pertama, ternyata banyak siswa yang masih kurang memahami materi yang diajarkan. Hal ini terlihat dari hasil tes membaca pilihan ganda. Pada siklus pertama ini para siswa tidak diberikan tes menulis. Menurut beberapa siswa strategi pembelajaran yang dilatihkan dapat membantu para siswa dalam memahami artikel dan menemukan gagasan utamanya walau hasilnya ternyata masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pembelajaran pada siklus kedua. Kegiatan pada Siklus 2 1. Perencanaan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan dalam Perencanaan Pembelajaran pada siklus kedua ini meliputi: a) Meyakinkan siswa bahwa siswa mampu menemukan gagasan utama sebuah artikel atau buku. b) Menetapkan alternatif aktivitas belajar siswa yaitu dengan melakukan perbaikan proses 26 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 pembelajaran yang sudah dilakukan pada siklus yang pertama, c) Menyusun alur pembelajaran dan rancangan tindakan yang akan dilaksanakan yakni dengan menerapkan metode pembelajaran CIRC d) Menyusun dan mempersiapkan sarana dan media pembelajaran yang akan digunakan, misalnya memperbaiki dan menambah materi power point untuk dipresentasikan, alat evaluasi yang berupa pertanyaan tes menulis dan membaca. 2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, guru melaksanakan desain pembelajaran yang telah direncanakan yaitu guru mempresentasikan materi pembelajaran melalui power point dengan lebih rinci dengan contoh-contoh yang lebih banyak. Kemudian, siswa diberikan latihan menemukan gagasan utama artikel melalui “kartu alinea”. Pada siklus kedua ini “kartu alinea” yang diterima siswa boleh didiskusikan dengan teman sebangku. Berikutnya, siswa juga dilatihkan untuk menemukan gagasan sebuah wacana/artikel dan berlatih menulis paragraf dan artikel berdasarkan ide pokok yang sudah ditentukan oleh guru. Terakhir siswa diberikan tes akhir/ postes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan membaca dan menulis para siswa dalam menemukan gagasan utama sebuah artikel. 3. Evaluasi dan refleksi Berdasarkan hasil yang diperoleh dari postes pada siklus yang kedua ternyata kemampuan siswa dalam menemukan gagasan utama meningkat. Hal ini terlihat dari hasil tes membaca pilihan ganda maupun tes menulis. Pada saat pembelajaran siklus yang kedua ini terlihat para siswa lebih antusias dengan strategi pembelajaran yang dilatihkan. Mereka merasa terbantu dalam memahami gagasan sebuah artikel dengan dilatihkan paragraf yang mudah terlebih dahulu, baru yang tingkatnya sedang, selanjutnya paragraf dan artikel yang sulit. Dilihat dari hasil tes menulis, ternyata para siswa lebih mudah untuk mengembangkan sebuah gagasan utama menjadi sebuah paragraf atau pun mengembangkan gagasan utama menjadi sebuah artikel yang utuh. Berikut ini RPP yang digunakan untuk melakukan tindakan penelitian: Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah : SMPK 7 BPK PENABUR Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : IX/2 Standar kompetensi : 11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca cepat Kompetensi Dasar : 11.1 Menemukan gagasan dari beberapa artikel dan buku Indika tor : Siswa mampu (1) Menemukan gagasan utama dari artikel yang dibacanya (2) Menemukan gagasan dari buku yang dibacanya (3) Mengutip pernyataan dari artikel atau buku sebagai referensi dalam penulisan karya tulis Alokasi Waktu : 2 X 45 menit A. Tujuan Pembelajaran Siswa mampu menemukan gagasan dari beberapa artikel dan buku melalui kegiatan membaca ekstensif. B. Materi Pembelajaran 1. Gagasan utama dan gagasan penjelas 2. Cara menemukan gagasan dalam wacana C. Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Tanya Jawab 3. Penugasan 4. Inkuiri D. Kegiatan Pembelajaran Proses Kegiatan Langkah 1 a. b. c. d. Peralalatan Pendahuluan: Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari sebagai apersepsi. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus. Kegiatan Inti: 1. Eksplorasi a. Siswa menemukan gagasan utama dan gagasan penjelas yang terdapat dalam artikel dengan beberapa aktivitas yaitu: kartu alinea, b.Guru menjelaskan cara menentukan gagasan dalam wacana. B u ku T e ks Wacana dalam artikel dan b u ku Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 27 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Langkah 2 2. 3. Elaborasi Siswa membaca artikel dan buku untuk menemukan berbagai gagasan yang terdapat di dalamnya. Konfirmasi a. Guru dan siswa bertanya jawab untuk membahas hasil kerja siswa. b. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan secara lisan dengan pujian terhadap kelompok yang menjawab dengan benar. c. Guru memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa. d. Guru menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan dengan materi yang diajarkan e. Guru memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. B u ku T e ks Wacana dalam artikel dan b u ku Kegiatan Penutup: 1. Guru bersama-sama dengan siswa membuat rangkuman /kesimpulan pelajaran. .2. Guru melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. 3. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. 4. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. E. Alat/Sumber/Bahan Pembelajaran 1. Buku Teks: Agus Trianto, PASTI BISA: Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia, Jilid 3 untuk kelas IX, Jakarta: ESIS Erlangga, 2007. 2. Wacana dari berbagai artikel 3. Buku-buku penunjang E. Penilaian 1. Teknik : Tes Tertulis 2. Bentuk Instrumen : Tes Uraian 3. Contoh Instrumen : a. Tunjukkan gagasan penulis yang terdapat dalam suatu artikel/buku! b. Tulislah sebuah paragraf mengenai suatu hal! Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pretes dan postes kemampuan membaca dan menulis dengan materi “menemukan gagasan utama” sebuah artikel maka diperoleh skor yang beragam. Kriteria ketuntasan seorang siswa jika ia telah mencapai skor 65 yang merupakan KKM (Kriteria 28 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Ketuntasan Minimal) mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya untuk kelas 9. KKM ini telah ditentukan pada awal tahun pelajaran dan telah diberitahukan kepada orang tua, serta disebutkan/dicantumkan pada KTSP SMPK 7 PENABUR. Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama, maupun tes kemampuan akhir pada siklus yang kedua Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama dikelompokkan menjadi tiga tingkat kemampuan. Kelompok yang pertama yaitu siswa yang kemampuannya masih kurang / dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu siswa yang nilainya di bawah 69. Kelompok yang kedua yaitu siswa yang nilainya antara 69 sampai dengan 79 dengan tingkat kemampuan sedang, sedangkan kelompok yang ketiga yaitu siswa yang mempunyai nilai diatas 80, yaitu siswa yang tingkat kemampuan tinggi dalam “menemukan gagasan sebuah alinea”. Sedangkan indikator keberhasilan tindakan apabila : skor aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas belajar siswa ditandai dengan tercapainya persentase ratarata hasil skor observasi aktivitas belajar siswa lebih dari 60 %. Berikut hasil penelitian masingmasing kelas. 1. Kelas 9C Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama maupun kedua maka dapat diketahui data tingkat kemampuan yang diperoleh siswa kelas 9C sebagai berikut. Tabel 1: Tingkat Kemampuan Membaca Siswa Kelas 9C T ES NILAI < 69 NILAI NILAI > = 69 > = 80 Pretes 26 9 0 Postes I 30 5 0 Postes II 13 9 13 Berdasarkan data di atas maka dapat digambarkan diagram tes penempatan siswa kelas 9C sebagai berikut. 26% 0% < 69 >69 Penempatan Dari hasil tes penempatan bagi kelas 9C dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan kurang di bawah KKM berjumlah 74 %, sedangkan siswa yang mempunyai nilai cukup (69-79) berjumlah 26%, dan tidak ada siswa yang nilainya 80 ke atas atau 0%. Sedangkan dari hasil tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama, nilai kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9C adalah sebagai berikut. 14% 0% < 69 >69 >80 86% Diagram 2: Hasil Postes I Kemampuan Membaca Siswa kelas 9C Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa setelah diberikan penjelasan materi “cara menemukan gagasan sebuah artikel” maka pada akhir tahap dari siklus 1 ini diberikan tes kemampuan akhir. Dari hasil tes kemampuan akhir ini dapat diamati bahwa ternyata jumlah siswa kelas 9C yang mempunyai nilai di bawah KKM mengalami peningkatan jumlah yaitu menjadi 86%, sedangkan jumlah siswa yang nilainya cukup, yaitu 69-79 mengalami penurunan 14%, dan siswa yang mempunyai nilai 80 ke atas tidak ada atau 0%. Setelah dilakukan pengamatan, ternyata waktu KBM untuk menerangkan KD “Menemukan Gagasan sebuah alinea” saat pelajaran Bahasa Indonesia untuk 9C kurang (hanya 1 jam), sedangkan kelas lain 2 jam pelajaran. Hal lain yang bisa diamati pada saat guru menerangkan materi tersebut, siswa kelas 9C kurang serius. Selanjutnya akan dipaparkan hasil tes kemampuan akhir pada siklus yang kedua, nilai kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9C adalah sebagai berikut. >80 74% Diagram 1: Tingkat Kemampuan Membaca Siswa Kelas 9C Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 29 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama 37% Dari diagram tersebut terlihat adanya peningkatan kemampuan siswa kelas 9C dalam hal “membaca dan menemukan gagasan dari sebuah alinea”. 37% < 69 >69 >80 Dari hasil “tes menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama” kelas 9C berdasarkan pengelompokan tingkat kemampuan, maka diperoleh data sebagai berikut. 26% Diagram 3: Hasil Postes II Kemampuan Membaca Siswa Kelas 9C Dari data ini dapat diuraikan bahwa pada tes kemampuan akhir, nilai siswa kelas 9C mengalami peningkatan kemampuan “menemukan gagasan sebuah alinea”. Hal ini dapat dilihat ternyata siswa yang nilainya di bawah KKM semakin berkurang yaitu dari 86% menjadi 26%, sedangkan siswa yang nilainya 69-79 mengalami kenaikan yaitu dari 14% menjadi 37%, dan yang lebih menggembirakan ternyata ada 37% siswa yang nilainya di atas 80. Secara keseluruhan hasil kemampuan “membaca dan menemukan gagasan utama” siswa kelas 9C dapat dilihat dalam tabel 2. Tabel 3: Tingkat Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9C T ES NILAI < 69 NILAI > = 69 NILAI > = 80 Pretes 7 18 10 Postes II 1 10 24 Pengelompokan tingkat kemampuan siswa kelas 9C dapat dijelaskan melalui diagram berikut ini. Pretes 9C 20% 29% Tabel 2: Tingkat Kemampuan Membaca Siswa Kelas 9C < 69 >69 >80 T ES NILAI < 69 NILAI NILAI > = 69 > = 80 Pretes 26 9 0 Postes I 30 5 0 Postes 9C Postes II 13 9 13 3% 51% 29% Sedangkan kemampuan membaca siswa kelas 9 C terlihat pada diagram 4. < 69 >69 68% Diagram 5: Kemampuan Menulis Alinea Siswa Kelas 9C 35 30 30 26 25 Pretes 20 15 10 5 0 13 13 9 9 Pos tes I Pos tes II 5 0 0 1 2 Diagram 4: Rekapitulasi Kemampuan3Membaca Siswa Kelas 30 >80 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama 30 24 25 20 18 Pretes 15 10 10 Postes 10 7 5 1 0 <69 >69 >80 Diagram 6: Rekapitulasi Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9C Dari grafik hasil tes tersebut dapat diuraikan bahwa siswa kelas 9C yang nilai tesnya kurang/ di bawah KKM saat pretes berjumlah 20% setelah postes berjumlah 3%, yang nilainya 69-79 saat pretes berjumlah 51% dan pada saat postes berkurang menjadi 29%, sedangkan siswa yang nilainya 80 ke atas mengalami peningkatan yaitu dari 29% menjadi 68%, secara keseluruhan kemampuan siswa kelas 9C dalam “menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama”, mengalami peningkatan yang terlihat pada diagram batang di atas. 2. Kelas 9D Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama maupun kedua maka dapat diketahui data tingkat kemampuan yang diperoleh siswa kelas 9D sebagai berikut. Tabel 4: Tingkat Kemampuan Membaca Siswa Kelas 9D T es Nilai < 69 Nilai > = 69 Nilai > = 80 Pretes 13 19 3 Postes I 8 25 2 Postes II 2 17 16 Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan diagram tes penempatan siswa kelas 9D sebagai berikut. 9% 37% < 69 >69 >80 54% Diagram 7:Tingkat Kemampuan Membaca Siswa kelas 9D pada Tes Penempatan Dari hasil tes penempatan bagi kelas 9D dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan kurang/dibawah KKM berjumlah 37 %, sedangkan siswa yang mempunyai nilai cukup (69-79) berjumlah 54%, dan siswa yang nilainya 80 ke atas sebanyak 9%. Sedangkan dari hasil tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama, nilai kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9D adalah sebagai berikut. 6% 23% < 69 >69 >80 71% Diagram 8: Tingkat Kemampuan Membaca Siswa 9D pada Tes Akhir Siklus 1 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 31 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Dari hasil tes kemampuan akhir siklus yang Sedangkan tingkat kemampuan membaca dan pertama bagi siswa kelas 9D dapat diuraikan menemukan gagasan kelas 9D terlihat pada diabahwa siswa yang mempunyai kemampuan gram berikut. kurang/dibawah KKM berjumlah mengalami penurunan yaitu 30 25 dari 37 % menjadi 23%, sedang25 kan siswa yang mempunyai nilai 19 20 17 cukup (69-79) berjumlah mengPretes 16 13 15 alami kenaikan yaitu dari 54% Postes I Postes II menjadi 71%, dan siswa yang 8 10 nilainya 80 ke atas atau ternyata 3 2 5 2 mengalami penurunan yaitu 0 dari 9% menjadi 6%. Nilai <69 Nilai> 69 Nilai>80 Berdasarkan hasil nilai tes kemampuan akhir siklus yang Diagram 10: Tingkat Kemampuan Membaca dan Menemukan Gagasan Kelas 9D kedua, siswa kelas 9D dapat digambarkan diagram berikut. Dari diagram tersebut terlihat adanya peningkatan kemampuan siswa kelas 9D dalam 6% hal “membaca dan menemukan gagasan dari sebuah alinea”, yang dinyatakan pada diagram 46% < 69 batang yang berwarna merah dan kuning >69 Sedangkan hasil tes kemampuan “menulis 48% >80 alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas 9D dapat digambarkan melalui tabel Diagram 9: Tingkat Kemampuan Membaca berikut ini. Siswa 9D pada Tes Akhir Siklus 2 Berdasarkan data tersebut dapat diuraikan ternyata pada akhir siklus yang kedua, kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9D mengalami kenaikan. Siswa yang nilainya di bawah KKM hanya ada 6%, siswa yang nilainya 69-79 sejumlah 48%, sedangkan siswa yang nilainya 80 ke atas sejumlah 46%. Secara keseluruhan hasil penelitian tindakan kelas “membaca dan menemukan gagagsan sebuah alinea” bagi kelas 9D dapat digambarkan dalam tabel dan diagram berikut. Tabel 6: Tingkat Kemampuan Menulis Siswa kelas 9D Nilai > = 69 Nilai > = 80 Pretes 13 19 3 Postes I 8 25 2 Postes II 2 17 16 T es 32 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Nilai < 69 Nilai > = 69 Nilai > = 80 Pretes 5 13 17 Postes 1 20 14 Sedangkan kemampuan menulis alinea siswa kelas 9 D adalah seperti tertera pada diagram berikut. Tabel 5: Tingkat Kemampuan Membaca dan Menemukan Gagasan Kelas 9D Nilai < 69 T es Pretes Menulis Kelas 9D 14% < 69 49% >69 >80 37% Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Postes Menulis Kelas 9D 3% < 69 40% >69 >80 57% Diagram 11: Kemampuan Menulis Alinea Siswa Kelas 9D Rekapitulasi kemampuan menulis alinea siswa kelas 9 D adalah seperti terlihat pada diagram berikut. Tabel 7: Tingkat Kemampuan Siswa kelas 9E T es Nilai < 69 Nilai > = 69 Nilai > = 80 Pretes 27 7 0 Postes I 26 8 0 Postes II 10 11 13 Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan diagram tes penempatan siswa kelas 9E sebagai berikut. 25 PTK 1 20 21% 15 0% Pretes < 69 Postes 10 >69 >80 5 79% 0 Nilai<69 Nilai>69 Nilai>80 Diagram 13: Tingkat Kemampuan Siswa Kelas 9E pada Tes Penempatan Diagram 12: Rekapitulasi Dari grafik tersebut dapat diuraikan bahwa kemampuan “menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas 9D sebagai berikut: Siswa yang mendapat nilai kurang dari KKM saat pretes berjumlah 14% setelah diadakan pos tes berkurang menjadi 3%, siswa yang nilainya 69-79 saat pretes berjumlah 37% setelah diadakan pos tes bertambah menjadi 57%, sedangkan siswa yang mempunyai nilai 80 ke atas bertambah dari 40% menjadi 49%. Jadi secara keseluruhan “kemampuan menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas 9D mengalami peningkatan. 3. Kelas 9E Dari hasil tes penempatan, tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama maupun kedua maka dapat diketahui data tingkat kemampuan yang diperoleh siswa kelas 9E sebagai tertera dalam tabel berikut. Dari hasil tes penempatan bagi kelas 9E dapat diuraikan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan kurang/dibawah KKM berjumlah 79 %, sedangkan siswa yang mempunyai nilai cukup (69-79) berjumlah 21%, dan siswa yang nilainya 80 ke atas sebanyak tidak ada atau 0%. Sedangkan dari hasil tes kemampuan akhir pada siklus yang pertama, nilai kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9E adalah sebagai berikut. PTK 2 24% 0% < 69 >69 >80 76% Diagram 14: Tingkat Kemampuan Siswa Kelas 9E pada Akhir Siklus 1 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 33 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Dari hasil tes kemampuan akhir siklus yang pertama bagi siswa kelas 9E dapat diuraikan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan kurang/dibawah KKM berjumlah mengalami penurunan yaitu dari 79 % menjadi 76%, sedangkan siswa yang mempunyai nilai cukup (69-79) berjumlah mengalami kenaikan yaitu dari 21% menjadi 24%, dan siswa yang nilainya 80 ke atas atau ternyata mengalami penurunan masih )% atau tidak ada. Berdasarkan hasil nilai tes kemampuan akhir siklus yang kedua, siswa kelas 9E dapat digambarkan melalui diagram berikut. PTK 3 29% 39% < 69 >69 >80 32% Diagram 15: Tingkat Kemampuan Siswa 9E pada Akhir Siklus 2 Berdasarkan data tersebut dapat diuraikan ternyata pada akhir siklus yang kedua, kemampuan “menemukan gagasan” bagi siswa kelas 9E mengalami kenaikan. Siswa yang nilainya di bawah KKM turun menjadi 26%, siswa yang nilainya 69-79 sejumlah 32%, sedangkan siswa yang nilainya 80 ke atas sejumlah 32 %. Secara keseluruhan hasil penelitian tindakan kelas bagi siswa kelas 9E dalam hal “membaca dan menemukan gagasan sebuah alinea”dapat digambarkan dalam tabel berikut. Tabel 8: Tingkat Kemampuan Membaca dan Menemukan Gagasan Kelas 9E T es Nilai < 69 Nilai > = 69 Nilai > = 80 Pretes 27 7 0 Postes I 26 8 0 Postes II 10 11 27 26 25 20 Pretes 15 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 13 11 10 10 7 Postes II 0 0 Nilai>69 Postes I 8 5 Nilai>69 0 NILAI >80 Diagaram 16: Rekapitulasi Kemampuan Menemukan Gagasan Kelas 9E Dari diagram di atas terlihat adanya peningkatan kemampuan siswa kelas 9E dalam hal “membaca dan menemukan gagasan dari sebuah alinea”. Sedangkan hasil tes kemampuan “menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas 9E digambarkan melalui tabel berikut. Tabel 9: Tingkat Kemampuan Siswa dalam Menulis Alinea Siswa Kelas 9E T es Nilai < 69 Nilai > 69 Nilai > 80 Pretes 5 16 14 Postes 0 11 26 Pretes Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9E 14% < 69 40% >69 >80 46% Postes Kemampuan Menulis Alinea Kelas 9E 0% 26% < 69 >69 >80 13 Sedangkan rekapitulasi kemampuan menemukan gagasan kelas 9E adalah seperti tertera pada diagram berikut. 34 30 74% Diagram 17: Kemampuan Siswa dalam Menulis Alinea Siswa Kelas Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Dalam bentuk diagram kemampuan siswa dalam menulis siswa kelas 9E lihat tabel 17. Rekapitulasi kemampuanmenulis alinea siswa kelas 9 E terlihat pada diagram berikut 30 26 25 20 16 14 15 10 5 0 Pretes Postes 9 5 Kesimpulan dan Saran 0 Nilai<69 sampai Maret 2010 penuh dengan jadwal pemantapan dan try out sehingga rencana jadwal penelitian yang telah disusun mengalami beberapa perubahan. Jam pelajaran Bahasa Indonesia pun digunakan secara intensif untuk mempersiapkan materi-materi yang belum diajarkan. Keterbatasan kedua, berkurangnya jam pelajaran yang dikarenakan implementasi dari Kurikulum KTSP dan persiapan UN menyebabkan sedikitnya pengaturan durasi waktu pada tiap tahapan. Nilai > 69 Nilai >80 Diagram 18: Rekapitulasi Kemampuan Menulis Alinea Siswa Kelas 9 E Berdasarkan grafik tersebut dapat diuraikan bahwa kemampuan “menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas 9E sebagai berikut: Siswa yang mendapat nilai kurang dari KKM saat pretes berjumlah 14% setelah diadakan pos tes tidak ada satu siswa pun yang nilainya dibawah 69 (0%). Siswa yang nilainya 69-79 saat pretes berjumlah 46% setelah diadakan pos tes berkurang menjadi 26%, sedangkan siswa yang mempunyai nilai 80 ke atas bertambah dari 40% menjadi 74%. Jadi secara keseluruhan “kemampuan menulis alinea berdasarkan letak gagasan utama” siswa kelas 9E mengalami peningkatan. Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, nilai yang dicapai siswa belum banyak yang mempunyai nilai yang maksimal karena beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain, pertama penelitian hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan satu pokok bahasan dengan dua kali siklus. Pada siklus I dilakukan dengan tiga kali pertemuan dan dua kali pertemuan pada siklus II. Keterbatasan waktu ini ini disebabkan jadwal ujian nasional yang dilaksanakan lebih awal yaitu pada bulan Maret 2010. Untuk mempersiapkan Ujian Nasional, sekolah menyiapkan program pemantapan materi dan try out. Oleh karena itu, bulan Januari Kesimpulan Berdasarkan data penilaian hasil diperoleh kesimpulan bahwa belajar “menemukan gagasan utama dengan menggunakan CIRC pada siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta ternyata lebih dinamis, variatif, dan menyenangkan. Hal ini karena kegiatan belajar dengan metode tersebut menggabungkan antara kemampuan membaca dan menulis. Siswa benar-benar terlibat dalam kegiatan belajar yang telah diskenariokan. Siswa menjadi lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran dengan metode tersebut. Kegiatan pembelajaran “Menemukan gagasan utama artikel jurnalistik melalui metode CIRC” menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa kelas 9 SMPK 7 BPK PENABUR ternyata mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas belajar siswa ditandai dengan tercapainya persentase rata-rata hasil skor tes kemampuan akhir belajar siswa yang lebih dari 60 %. Ratarata hasil tes kemampuan “menemukan gagasan utama” untuk kelas 9C melalui tes membaca adalah 73,43 yang semula pada saat tes penempatan hanya 61,90. Sedangkan melalui tes menulis, rata-rata skor siswa kelas 9C adalah 82,46 dengan nilai terendah 68 dan tertinggi 90. Hasil rata-rata dari skor yang diperoleh kelas 9D untuk tes membaca adalah 74,28 yang pada saat tes penempatan hanya 64,54, sedangkan rata-rata tes menulisnya 79.40, dengan nilai terendah 68 dan nilai tertinggi 90. Hasil penilaian bagi siswa kelas 9E, rata-rata skor membaca 73,85 yang semula pada tes awal hanya 61.01, sedangkan skor rata-rata menulis 83,29 dengan nilai terendah 70 dan tertinggi 90. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 35 Meningkatkan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama Secara keseluruhan kemampuan siswa dalam menggunakan gagasan utama dalam kegiatan menulis artikel lebih tinggi daripada kemampuan membaca dan menemukan gagasan utama sebuah artikel. Saran Pembelajaran dengan menggunakan metode CIRC ini menjadi salah satu variasi alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan. Agar dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode CIRC siswa dapat mencapai hasil yang maksimal maka perlu dilakukan beberapa hal berikut. Pertama, perlu adanya peningkatan kompetensi guru dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan setiap pembelajaran kebahasaan, terutama materi menemukan gagasan utama sebuah artikel atau wacana. Kedua, perlu penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung proses belajar mengajar. Ketiga, perlu adanya perencanaan kegiatan pembelajaran dengan manajemen waktu dan pengelolaan kelas yang baik. Pembagian durasi waktu untuk setiap tahapan yang ada harus direncanakan dengan cermat dan juga dilaksanakan secara konsekuen agar penggunaan waktu menjadi lebih efektif. Keempat, perlu adanya upaya untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan diskusi kelompok Selain itu siswa harus sering diingatkan untuk mengesampingkan sikap individualnya dan serius ketika sedang belajar secara individu maupun dalam kelompok. Pembelajaran dengan menggunakan metode CIRC ini dapat diterapkan untuk materi yang berkaitan dengan bahasa, khususnya Bahasa Indonesia karena materi ini menggabungkan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis. Hal ini dapat diterapkan untuk kelas lain atau pun untuk sekolah lain. Daftar Pustaka Gunawan, dkk. (1994). Kiat membuat alinea. Jakarta: PT Aries Lima. Hayon, Josep. (2007). Membaca dan menulis wacana, petunjuk praktis bagi mahasiswa. Jakarta: PT Grasindo. Istiningsih, Ruri. (2010). Penerapan metode CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) melalui strategi index card match untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Klaten Tahun Ajaran 2009/ 2010. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta K, Septiawan Santana. (2007). Menulis itu ibarat ngomong. Jakarta: PT Kawan Pustaka. Mulyasa (2009). Praktik penelitian tindakan kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muslikah (2010). Sukses profesi guru dengan penelitian tindakan kelas. Yogyakarta: Interprebook Susanto, Heru. 2009. Implementasi metode CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dalam pembelajaran matematika ditinjau dari minat belajar (pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Purwodadi). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001 Kamus besar bahasa Indonesia,Eedisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. http://Learning-with-me.blogspot.com/2006/09/ pembelajaran.html. 17 September 2010. http://Pesisirjurnalis.wordpress.com/2010/06/ 01/belajar-menyimak-membacaberbicara-menulis-bahasa-indonesia/ 16 September 2010 http //www.muhfida.com/ Model-Model Pembelajaran. 10 Maret 2010 . 36 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Penelitian Memperkuat Kepercayaan Diri Anak melalui Percakapan Referensial Inge Pudjiastuti Adywibowo*) Abstrak asil pengamatan guru terhadap perilaku peserta didik dan pernyataan orang tua siswa menunjukkan bahwa anak-anak PG-1 Fanny Fish (Kelompok Bermain) TKK 11 BPK PENABUR Jakarta cenderung kurang percaya diri. Padahal kepercayaan diri (self confidence) berperan sangat penting dalam menentukan kesuksesan anak di masa mendatang. Orang tua dan guru mempunyai andil yang paling besar dalam membantu anak mengoptimalkan kemampuan anak di segala bidang, termasuk dalam meningkatkan kepercayaan diri anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah percakapan referensial yang dilakukan guru di kelas (saat meal time) dapat meningkatkan kepercayaan diri anak. Dari hasil checklist, observasi, interview, dan rekaman foto serta video, dan setelah melalui tiga siklus (perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi) disimpulkan bahwa kepercayaan diri anak dapat ditingkatkan dengan percakapan referensial. Percakapan referensial akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang kondusif, natural, dan menggunakan kata-kata yang spesifik untuk tiap anak. H Kata-katakunci: kepercayaan diri, percakapan referensial, kegiatan di kelas. Abstract The teachers’ observation and the parents’ information indicate the kids of PG-1 Fanny Fish (Play Group) TKK 11 BPK PENABUR Jakarta seem to have weak self-confidence. On the other hand self-confidence plays very important role in achieving the kids’ success in the future. The parents and teachers share big tasks to assist the kids to develop the kids’ competence optimally in all aspects including in their self-confidence. This classroom action research (CAR) was to prove if referential conversation in between the teacher and the kids the classroom during meal time can strengthen the kids’ self-confidence. The data obtained from the checklist, observation, interview, as well as photo and video recording in the three cycles of CAR show that referential conversation can build and strengthen the kids’ self-confidence. It is also noted that this method is more effective if it is done in a conducive and natural atmosphere using language familiar to each of the kid. Keywords: self-confidence, referential conversation, classroom activities. Pendahuluan Perkembangan anak merupakan proses yang kompleks, terbentuk dari potensi diri anak yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya. Artinya, ada beberapa perkembangan yang dipengaruhi oleh faktor bawaan, dan ada beberapa perkembangan yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan pertama dan utama yang berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah lingkungan keluarga, di mana orang tua merupakan sosok yang paling berperan. Terkadang kita jumpai orangtua yang *) Guru TKK 11 BPK PENABUR Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 37 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak menaruh harapan yang terlalu besar terhadap anaknya, tanpa disesuaikan dengan kemampuan anak itu sendiri. Akibatnya, anak dipaksa memenuhi harapan orang tua yang “tidak pada tempat-nya”, sehingga anak sering kali menerima kritikan, mengalami rasa takut, dan merasakan kekecewaan. Hal ini dapat menyebabkan anak kehilangan rasa percaya dirinya. Bila hal ini dibiarkan terus menerus terjadi, efek dari kehilangan kepercayaan diri ini dapat berlanjut hingga anak dewasa. Padahal, menurut para ahli, anak-anak akan tumbuh dengan baik bila kebutuhannya terpenuhi, yaitu kebutuhan untuk merasa penting dan berharga/ berarti. Ketika anak merasa aman, kompeten, dan mampu, ketika mereka didengarkan, terutama sebagai sumber kewenangan sehubungan dengan diri mereka sendiri. Ketika anak dapat mengembangkan bakat yang dimilikinya, anak akan tumbuh dengan perasaan kuat dalam diri mereka dan percaya diri. Sebaliknya, bila kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi, ia akan merasa diabaikan, tersisih, merasa tidak pantas mendapat perhatian, dan mudah malu. Berkembangnya rasa percaya diri atau citra diri yang positif pada diri anak sangatlah penting untuk kebahagiaan dan kesuksesan anak. Anak yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri, cenderung mengetahui potensi yang ada pada dirinya, dapat bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Orang tua dan guru sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam kehidupan awal seorang anak berperan besar dalam pembentukan kepercayaan diri anak. Pembentukan kepercayaan diri merupakan proses yang membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sejak dini, orang tua dan guru hendaknya selalu berusaha membentuk dan mempertahankan kepercayaan diri anak. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena kepercayaan diri merupakan hal yang dapat mengalami pasang surut, dan dipengaruhi oleh banyak hal. Upaya untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang membutuhkan proses. Dibutuhkan waktu dan usaha yang cukup keras untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri 38 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 seseorang. Semuanya itu tak lepas dari usahausaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru sebagai sosok terdekat anak. Laporan dari beberapa orang tua peserta didik saat berkonsultasi dengan guru dan saat mengisi Kuesioner Pertumbuhan Karakter pada awal semester I menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik PG-1 memiliki kepercayaan diri yang cukup rendah. Pengamatan guru-guru di kelas (saat kegiatan belajar mengajar berlangsung) juga menunjukkan indikasi yang sama. Beberapa anak terlihat kurang bersemangat atau antusias saat mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), kurang berani saat diminta untuk maju ke depan kelas seorang diri (untuk menyanyi / bercerita), bahkan ada yang enggan berkomunikasi dengan anak lain (tampak malu-malu). Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan diri mereka cenderung rendah. Padahal, salah satu kunci utama keberhasilan seseorang dalam kehidupan adalah ada tidaknya rasa percaya diri. Berkembangnya rasa percaya diri atau citra diri yang positif pada diri anak sangatlah penting untuk kebahagiaan dan kesuksesan mereka. Orang tua dan guru berperan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepercayaan diri anak. Kesempatan guru untuk membimbing dan membantu meningkatkan kepercayaan diri anak hanya dapat dilakukan di sekolah. Waktu yang sangat terbatas (kurang lebih 2,5 jam / hari) harus dapat dimanfaatkan guru dengan maksimal untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk dapat menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan diri anak. Studi yang dilakukan Bandura dalam Saefurohman (1997), pakar Psikologi dari Standford University, ada empat sumber yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kepercayaan diri anak, yaitu: pengalaman hidup, contoh/model, persuasi sosial, dan faktor psikologis. Bandura juga menambahkan, pengalaman merupakan hal terpenting yang dapat meningkatkan kepercayaan diri. Untuk itu, anak perlu mendapatkan sebanyak mungkin pengalaman sukses/berhasil dalam kehidupan, mulai dari hal-hal yang kecil. Contoh/model bisa didapatkan dari teman (sebagai perbandingan positif) ataupun dari orang-orang sekitarnya, misalnya: Memperkuat Kepercayaan Diri Anak pengalaman seseorang yang berhasil melakukan sesuatu setelah berusaha sekuat tenaga. Persuasi sosial adalah komentar positif atau pengakuan dari lingkungan keluarga, sekolah, atau lingkungan yang lebih luas lagi akan semakin memupuk kepercayaan diri anak. Pada umumnya, lingkungan luar memberikan komentar negatif, karena itu, sebagai pengimbangnya, kita perlu memberikan komentar yang positif. Tujuannya: bukan hanya supaya anak merasa senang (gembira), tetapi juga untuk memberikan penjelasan dan motivasi positif. Yang dimaksud dengan faktor psikologis ialah: jika anak sehat secara psikologis, maka ia akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri, nyaman dengan orang tua yang mendukungnya, dan akan lebih memiliki kepercayaan diri dibandingkan dengan anak yang dalam kondisi gelisah atau kurang nyaman dengan kehidupannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru di kelas adalah dengan melakukan percakapan referensial. Percakapan referensial adalah percakapan antar orang dewasa sependengaran anak. Percakapan antar orang dewasa (dalam hal ini guru) mungkin dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Sehubungan dengan hal di atas, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui apakah benar percakapan referensial dapat meningkatkan kepercayaan diri anak. Percakapan referensial yang dapat dilakukan di sekolah adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang guru di kelas. Dengan mendengar guru menyebut nama anak dan menyebutkan hal-hal yang positif tentang perilaku anak yang spesifik diharapkan dapat menambah kepercayaan diri anak. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut. Apakah percakapan referensial dapat meningkatkan kepercayaan diri anak? Percakapan referensial seperti apakah yang paling efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri anak? Permasalahan hanya terfokus pada upaya meningkatkan kepercayaan diri anak dalam hubungannya dengan percakapan referensial yang dilakukan oleh guru-guru di kelas dan menemukan jenis percakapan referensial yang paling efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Hipotesis untuk penelitian ini adalah: kepercayaan diri anak dapat ditingkatkan melalui percakapan referensial. Hipotesis ini disusun dengan asumsi: bagi anak, semua hal yang dibicarakan orang dewasa adalah hal yang benar, termasuk diantaranya adalah orang tua dan guru. Guru adalah sosok yang dipercaya anak, sehingga apa pun yang dibicarakan guru, dianggap benar oleh anak. Pada saat guru bercakapcakap dengan rekan guru yang lain (melakukan percakapan referensial) dengan menyebut nama anak yang bersangkutan, anak akan merasa “tersanjung” dan bangga, sehingga berpengaruh pada kepercayaan dirinya. Keper-cayaan diri anak yang tadinya rendah diharapkan akan mengalami peningkatan setelah dilakukannya percakapan referensial oleh guru-gurunya. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui hubungan kepercayaan diri dengan percakapan referensial dan mengetahui percakapan referensial yang paling efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi anak (peserta didik), guru (dalam hal ini adalah guru yang melaksanakan penelitian ini dan guru-guru lain), serta sekolah. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri peserta didik, bagi guru: guru diharapkan dapat mengetahui tentang percakapan referensial dan melakukan percakapan referensial yang efektif di kelas untuk mengembangkan kepercayaan diri anak. Bagi guru lain, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang percakapan referensial dan meningkatkan kerja sama antar guru. Sedangkan bagi sekolah, penelitian ini dapat menambah referensi perihal cara meningkatkan kepercayaan diri anak melalui percakapan referensial. Kajian Pustaka Perkembangan Anak Usia Kelompok Bermain Saat ini para ilmuwan Perkembangan mengakui bahwa perkembangan terjadi di sepanjang Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 39 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak kehidupan (Feldman, 2009: 9). Perkembangan psikososial yang dialami oleh anak usia 0 – 3 tahun adalah mulai terbentuk kelekatan (attachment) pada orang tua dan yang lain, kesadaran diri mulai berkembang, muncul peralihan dari ketergantungan ke kemandirian, dan meningkatnya ketertarikan kepada anak-anak yang lain. Sedangkan pada usia 3-6 tahun, perkembangan psikososialnya adalah: konsep diri dan pemahaman emosi jadi lebih rumit, konsep diri menyeluruh, kemandirian, inisiatif, dan kontrol diri meningkat, identitas gender berkembang, bermain jadi lebih imajinatif, elaboratif, dan biasanya lebih sosial. Altruisme, agresi, dan ketakutan adalah hal yang lazim. Keluarga tetap mejadi fokus kehidupan sosial, tetapi anak-anak yang lain (teman) menjadi lebih penting. Kepercayaan Diri Rasa percaya diri (self confidence) adalah keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perlaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu. Dengan kata lain, kepercayaan diri adalah bagaimana kita merasakan tentang diri kita sendiri, dan perilaku kita akan merefleksikannya tanpa kita sadari. Kepercayaan diri bukan merupakan bakat (bawaan), melainkan kualitas mental, artinya: kepercayaan diri merupakan pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan. Kepercayaan diri dapat dilatih atau dibiasakan. Faktor lingkungan, terutama orang tua dan guru berperan sangat besar. Anak yang penuh percaya diri akan memiliki sifat-sifat antara lain: lebih independen, tidak terlalu tergantung orang, mampu memikul tanggung jawab yang diberikan, bisa menghargai diri dan usahanya sendiri, tidak mudah mengalami rasa frustrasi, mampu menerima tantangan atau tugas baru, memiliki emosi yang lebih hidup tetapi tetap stabil, mudah berkomunikasi dan membantu orang lain. Pada sisi lain, anak yang memiliki percaya diri yang rendah / kurang, akan memiliki sifat dan perilaku antara lain: tidak mau mencoba suatu hal yang baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, punya kecenderungan melempar kesalahan pada orang lain, memiliki emosi yang kaku dan disembunyikan, mudah 40 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 mengalami rasa frustrasi dan tertekan, meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri, serta mudah terpengaruh orang lain. Menurut Eko Sugiarto (2009:114), ciri-ciri anak pemalu (rendah diri) yang dapat kita amati adalah: sering menghindari kontak mata (menunduk / membuang pandangan ke arah lain), sering mengamuk untuk melepaskan kecemasan, tidak banyak bicara (sering menjawab secukupnya bila ditanya, seperti: “ya” atau “tidak”, bahkan hanya mengangguk atau menggelengkan kepala), tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas maupun di luar kelas (pasif), tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang belum dikenal dengan baik, mengalami demam panggung di saat-saat tertentu, misalnya saat diminta maju ke depan kelas, sulit berbaur dengan lingkungan / situasi baru (butuh waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri). Percakapan referensial Menurut Sylvia Rimm (2003), percakapan referensial adalah: percakapan antarorang dewasa sependengaran anak. Percakapan referensial biasanya terjadi di hadapan anak. Percakapan referensial sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan anak, karena anak beranggapan apa yang dibicarakan orang dewasa itu benar. Anak akan menerima itu sebagai label dan bahkan merasa tak dapat merubah hal tersebut. Menurut Sylvia Rimm, percakapan referensial dapat digunakan untuk mengembangkan kepercayaan diri anak. Orang tua atau guru juga dapat menggunakannya bila ada sifat-sifat negatif pada diri anak yang akan kita hilangkan. Misalnya: sifat penakut, pemalu, tidak ramah, dan lain-lain. Apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan percakapan referensial? Apakah kepercayaan diri dapat ditingkatkan melalui percakapan referensial yang dilakukan guru di kelas (saat meal time)? Metodologi PTK ini menggunakan bentuk kolaborasi. Peneliti berperan sebagai observator dan penanggung jawab. Peneliti dibantu oleh dua Memperkuat Kepercayaan Diri Anak orang guru (sebagai partisipan/kolaborator), yang berperan sebagai pelaksana tindakan yang dirancang oleh peneliti untuk dilaksanakan di kelas. Peneliti dan partisipan terlibat secara penuh dalam perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada tiap-tiap siklusnya. Keempat tahapan tersebut saling terkait dan berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, yang dianggap sudah memenuhi kepuasan peneliti dalam meningkatkan kepercayaan diri anak dan mengatasi persoalan yang ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif bersifat deskriptif analitis. Melalui metode penelitian ini, peneliti berusaha memahami dan menafsirkan suatu peristiwa menurut perspektif dan hasil pengamatan, sehingga penulis mendapat gambaran secara menyeluruh mengenai masalah yang diteliti. Data yang dianalisis adalah data yang terkumpul dari hasil pengisian checklist, hasil observasi, data-data wawancara, serta data yang diperoleh dari hasil dokumentasi foto dan video yang telah diinterpretasikan. Analisis data dilakukan pada akhir setiap siklus, dan setelah semua siklus perbaikan selesai diimplementasikan. Dengan demikian, proses dalam penelitian ini berjalan berulang kali sesuai dengan perencanaan, yaitu: setiap perbaikan dalam penelitian diobservasi dan diinterpretasi. Kumpulan dari perbaikanperbaikan tersebut dianalisis secara keseluruhan untuk menghasilkan informasi yang dapat menjawab pertanyaan yang dirancang peneliti. Desain Penelitian PTK berlangsung pada minggu kedua dan minggu ketiga bulan November 2009di Kelompok Bermain 1 (PG-1 Fanny Fish) TKK 11 BPK PENABUR, Jalan Surya Sarana, Surya Gardenia, Jakarta Barat. Subjek penelitian seluruh peserta didik Kelompok Bermain (PG-1) Fanny Fish yang berjumlah 19 anak, 10 anak laki-laki dan 9 anak perempuan, dengan usia: 2 tahun 11 bulan hingga 4 tahun 1 bulan pada semester pertama tahun pelajaran 2009-2010. Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian adalah: 1). Checklist Kepercayaan Diri, disusun oleh peneliti berdasarkan definisi dan ciri-ciri kepercayaan diri. Indikator yang dipakai dalam menyusun checklist ini adalah: independen (mandiri), mudah berkomunikasi dengan orang lain, berani menerima tugas/ tantangan baru, dan dapat mengekspresikan emosi dengan wajar. Checklist ini diisi oleh peneliti dan dua orang kolaborator pada saat: sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan (pretes dan postes). Dengan diisi oleh tiga orang (peneliti dan dua kolaborator), diharapkan hasilnya akan lebih objektif. 2). Observasi kelas (pengamatan) Pengamatan atau observasi dilakukan oleh peneliti selama pelaksanaan percakapan referensial berlangsung, dilanjutkan dengan diskusi bersama kolaborator. Pengamatan ini dimaksudkan untuk mengetahui efek percakapan referensial terhadap kepercayaan diri anak. Hal-hal yang diamati yaitu: pelaksanaan percakapan referensial (oleh dua kolaborator), respon anak, ekspresi anak, dan perilaku subjek penelitian sebelum dan sesudah tindakan berlangsung. 3). Interview dengan guru kelas Wawancara (dalam hal ini: diskusi) dengan guru kelas (peneliti dan dua orang partisipan/ kolaborator) untuk menyamakan persepsi dalam pengisian checklist dan melakukan observasi terhadap subjek penelitian. 4). Rekaman video dan foto, merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data penting berkaitan dengan pelaksanaan percakapan referensial di kelas. Rekaman video dan foto dapat mendeskripsikan kegiatan, ekspresi, serta respon anak dan guru selama penelitian berlangsung, sehingga instrumen ini merupakan data yang cukup efektif dalam penelitian ini. Analisis data selanjutnya difokuskan pada lima anak yang mendapatkan skor rata-rata terendah pada hasil pengisian checklist (pre-tes) oleh tiga orang guru kelas (peneliti dan dua orang partisipan/kolaborator). Dari hasil pengisian checklist Kepercayaan Diri anak PG-1, diperoleh data sebagai berikut. Rata-rata tingkat kepercayaan diri anak: 2,58. Empat orang anak memiliki tingkat kepercayaan Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 41 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak diri cukup tinggi (lebih dari 2,95), lima orang anak memiliki tingkat kepercayaan diri agak rendah (kurang dari 2,4). Analisis data akan difokuskan pada kelima anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri terendah tersebut. Pelaksanaan Penelitian Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian adalah: (1) pengenalan metode percakapan referensial pada partisipan (oleh peneliti); (2) penyusunan checklist kepercayaan diri. Indikator dan sebaran itemnya dapat dilihat di Lampiran; (3) diskusi untuk menyamakan persepsi dalam hal pengisian checklist (peneliti dengan dua orang partisipan/kolaborator); (4) membuat skenario percakapan referensial, dua orang guru (partisipan) mengadakan percakapan referensial, sesuai skenario yang telah disusu; (5) melaksanakan percakapan referensial; (6) observasi secara langsung; (7) melakukan penilaian terhadap hasil tindakan (evaluasi); dan (8) refleksi Hasil Penelitian 1. Siklus I Perencanaan 1. Menyusun skenario percakapan referensial, dengan menggunakan kalimat yang intinya sama. 2. Pada saat meal time, dua orang guru (kolaborator) melakukan percakapan referensial, membicarakan perilaku “percaya diri” yang dilakukan oleh subjek penelitian dengan menyebut nama masingmasing anak. Pelaksanaan 1 Saat meal time: seperti biasa, kelas terlihat agak ramai ketika anak-anak tengah sibuk menyiapkan peralatan makan mereka. Ketika semua anak tengah asyik menyantap bekal, setelah situasi tenang, dua orang dua orang guru melakukan percakapan referensial. 2. Kedua guru (kolaborator) berdiri di belakang (dekat) anak yang akan diobservasi (subjek penelitian). Dengan menyebut nama anak, mereka mulai melakukan percakapan tentang: keberanian anak memberi salam kepada guru saat masuk kelas dan keberanian memimpin doa di depan kelas. 3. Kedua guru melakukan percakapan referensial dengan suara lantang, untuk memastikan suara mereka terdengar oleh subjek penelitian dan teman-teman di kelompoknya. 4. Dalam satu hari, dilaksanakan satu atau dua percakapan referensial terhadap subjek penelitian. 5. Percakapan dilakukan kurang lebih 2 menit untuk tiap-tiap anak. Observasi Hasil Observasi dapat dilihat di tabel berikut. Tabel 1: Observasi Siklus I No Nama 1. Alden Pertama, Alden tampak malu-malu saat mendengar namanya disebut, kemudian Alden menengok ke arah Ms.Tiar sejenak, tapi lalu menunduk. 2. Aurel Dengan wajah muram, menengok ke arah suara, mendengarkan sejenak, kemudian kembali melanjutkan makan. Sesekali, Aurel kembali menatap ke arah guru. 3. Bianca Tampak terkejut, lalu dengan antusias memandang ke arah suara, tapi kemudian pura-pura cuek. 4. Gabriel Tidak hadir (sakit) 5. Vincent Tampak terkejut, kemudian tersenyum saat mendengar namanya disebut. Sementara itu, beberapa anak yang mendengar percakapan tersebut berusaha mendekat dan ingin mengetahui isi percakapan, serta ingin terlibat dalam percakapan tersebut. 42 Observasi Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Tabel 2: Hasil Checklist Kepercayaan Diri setelah Pelaksanaan Siklus I Indikator Rata-rata Alden Aurel Bianca Gabriel Vincent 1 Independen 13, 7 11,7 16 - 16,3 2 Mudah berkomunikasi 19,3 17 19,3 - 22 3 Berani menerima tantangan/tugas baru 14,7 18 17,7 - 16,3 4 Dapat mengekspresikan emosi dengan wajar 7,7 7,7 7,7 - 8,3 Refleksi 1. Respon subjek berbeda-beda: ada yang menengok, ada yang cuek, ada yang tersenyum memandang guru yang melakukan percakapan. Hal ini disebabkan perbedaan kebiasaan. Bagi anak yang terbiasa mendengar suara lantang, akan “menikmati”, tapi bagi anak yang tidak terbiasa mendengar percakapan dengan suara keras, jadi terlihat enggan memperhatikan percakapan. 2. Suara percakapan yang cukup lantang mengundang perhatian anak-anak lain yang ada di sekitarnya. Hal ini membuat konsentrasi anak terpecah, sehingga kurang fokus dalam memperhatikan kata-kata yang diucapkan guru. Anak yang lain (bukan fokus penelitian) juga ingin ikut ambil bagian dalam pembicaraan, sehingga pembicaraan guru jadi kurang terfokus. 3. Waktu percakapan terlalu singkat, sehingga anak belum terlalu fokus pada percakapan, tapi percakapan sudah berakhir. 4. Ada sedikit peningkatan skor, tapi kurang signifikan, sehingga perlu dilakukan siklus berikutnya. 5. Untuk siklus yang selanjutnya: volume suara agak dikurangi, dan waktu percakapan diperpanjang (3-5 menit) untuk tiap anak. 2. Siklus II Perencanaan 1. Menyusun skenario Percakapan Referensial, dengan memperhatikan hasil Refleksi 2. Siklus I, yaitu: volume suara dikurangi, waktu percakapan agak diperpanjang (3-5 menit per anak) Dua orang guru (kolaborator) melakukan percakapan referensial saat meal time. Guru membicarakan perilaku “percaya diri” yang dilakukan oleh subjek penelitian dengan menyebut nama masing-masing anak menggunakan kalimat yang intinya sama. Pelaksanaan 1. Saat meal time: seperti biasa, kelas terlihat agak ramai ketika anak-anak tengah sibuk menyiapkan peralatan makan mereka. Ketika semua anak tengah asyik menyantap bekal, setelah situasi tenang, dua orang dua orang guru melakukan percakapan referensial. 2. Kedua guru (kolaborator) berdiri di belakang (dekat) anak yang akan diobservasi (subjek penelitian). Dengan menyebut nama anak, mereka mulai melakukan percakapan tentang: kebera-nian anak memberi salam kepada teman, dan kemauan untuk membantu teman. 3. Kedua guru melakukan percakapan referensial dengan suara lebih pelan, dan tetap memastikan suara mereka terdengar oleh subjek penelitian. 4. Dalam satu hari, dilaksanakan satu atau dua percakapan referensial terhadap subjek penelitian. 5. Percakapan dilakukan kurang lebih 3-5 menit untuk tiap-tiap anak. Observasi Hasil Observasi dapat dilihat di tabel berikut. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 43 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Tabel 3: Observasi Siklus II No Nama Observasi 1. Alden Mula-mula, Alden tampak cuek. Tapi setelah dia mendengar namanya disebut (dibicarakan), Alden menoleh ke belakang sejenak, dan berusaha ikut mendengarkan. Hal ini terlihat dari ekspresi saat difoto, Alden tampak memegang telinganya, dengan pandangan mata ke arah kolaborator. 2. Aurel Masih dengan wajah agak muram, Aurel menengok ke arah suara, dan berusaha mendengarkan percakapan. Sambil terus melanjutkan makan. 3. Bianca Memandang ke arah suara, tapi ketika guru melihat ke arahnya, Bianca langsung mengalihkan pandangan. 4. Gabriel Tidak hadir (sakit) 5. Vincent Senyum-senyum saat mendengar namanya disebut, dan terus melanjutkan makan. Tabel 4: Hasil Checklist Kepercayaan Diri setelah Pelaksanaan Siklus II Indikator Rata-rata Alden Aurel Bianca Gabriel Vincent 1. Independent 14,3 12,7 16,7 - 18,7 2. Mudah berkomunikasi 19,7 183, 20,0 - 23,3 3. Berani menerima tantangan/tugas baru 15 19,3 18,0 - 17,3 4. Dapat mengekspresikan emosi dengan wajar 8,0 8,7 8,3 - 9,0 Refleksi 1. Sebagian besar subjek tertarik pada percakapan yang dilakukan pada siklus II ini. 2. Volume suara percakapan yang lembut, tapi terdengar oleh subjek membuat subjek lebih fokus pada percakapan. 3. Waktu percakapan cukup. Tidak terlalu singkat dan tidak terlalu lama. Anak cukup waktu untuk menyimak sebagian dari percakapan 4. Ada peningkatan skor pada Checklist Kepercayaan Diri, hal ini mengindikasikan: percakapan referensial yang dilakukan memiliki efek positif terhadap peningkatan kepercayaan diri anak, meskipun belum maksimal, sehingga perlu dilakukan siklus berikutnya. 5. Untuk siklus yang selanjutnya: volume suara dan waktu pelaksanaan dipertahankan (sama dengan siklus II). Suara dan ekspresi 44 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 guru diusahakan lebih wajar, dan isi percakapan untuk siklus III diusahakan bersifat personal (berbeda untuk tiap anak). 3. Siklus III Perencanaan 1. Menyusun skenario Percakapan Referensial, dengan menggunakan kalimat yang berbeda untuk tiap subjek penelitian. 2. Pada saat meal time, dua orang guru (kolaborator) melakukan percakapan referensial, membicarakan perilaku “percaya diri” yang dilakukan oleh subjek penelitian dengan menyebut nama masingmasing anak. Pelaksanaan 1. Saat meal time: seperti biasa, kelas terlihat agak ramai ketika anak-anak tengah sibuk menyiapkan peralatan makan mereka. Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Ketika semua anak tengah asyik menyantap bekal, setelah situasi tenang, dua orang dua orang guru melakukan percakapan referensial. Kedua guru (kolaborator) berdiri di dekat anak yang akan diobservasi (subjek penelitian). Dengan menyebut nama anak, mereka mulai melakukan percakapan yang spesifik dan berbeda untuk tiap anak, 2. 4. 5. Dalam satu hari, dilaksanakan satu atau dua percakapan referensial terhadap subjek penelitian. Percakapan dilakukan kurang lebih 3-5 menit untuk tiap-tiap anak. Observasi Hasil Observasi dapat dilihat di tabel berikut. Tabel 5: Observasi Siklus III No Nama Observasi 1. Alden Alden Pertama, Alden tampak malu-malu saat mendengar namanya disebut, kemudian Alden menengok ke arah Ms.Tiar sejenak, tapi lalu menunduk. 2. Aurel Berusaha mendengarkan percakapan yang dilakukan guru, dengan wajah agak ceria. 3. Bianca Menatap ke arah guru, dengan ekspresi wajah yang ceria. 4. Gabriel Tetap pada posisi semula, menengok ke arah guru sejenak, kemudian melanjutkan makan. 5. Vincent Terus tersenyum menatap guru yang melakukan percakapan secara bergantian Tabel 6: Hasil Checklist Kepercayaan Diri setelah Pelaksanaan Siklus III Indikator 3. Rata-rata Alden Aurel Bianca Gabriel Vincent 1. Independent 12,7 11 15,7 10 15,7 2. Mudah berkomunikasi 18,3 15,7 18,7 17 20,3 3. Berani menerima tantangan/tugas baru 14,3 17,3 17,7 14,3 15 4. Dapat mengekspresikan emosi dengan wajar 7,3 7,7 7,7 6,7 8 misalnya: untuk Bianca: pujian karena Bianca mulai berani memberi salam pada teman dan memulai pembicaraan dengan guru. Kedua guru melakukan percakapan referensial dengan volume suara dan ekspresi yang wajar, dengan tetap memastikan suara mereka terdengar oleh subjek penelitian. Refleksi 1. Respon subjek rata-rata menunjukkan ekspresi ceria saat mendengar dirinya dibicarakan oleh guru. 2. Volume suara percakapan dan ekspresi yang wajar membuat percakapan referensial di Siklus III ini lebih efektif dalam meningkatkan kepercayaan diri anak. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 45 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Tabel 7: Hasil Observasi Akhir No Nama Observasi 1. Alden Sudah tidak menangis saat masuk kelas. Tidak lagi memasukkan jari ke dalam mulut, lebih aktif dalam mengikuti kegiatan di kelas, berani maju ke depan kelas (dengan wajah ceria), dan mau menjawab pertanyaan guru dengan baik dan benar. Lebih antusias saat menyanyi. 2. Aurel Mulai tampak antusias dalam mengikuti kegiatan di kelas, kebih ceria, tersenyum terhadap guru dan mulai bercakap-cakap dengan teman. 3. Bianca Masih tampak sedikit malu-malu, tapi sudah berani memulai pembicaraan dengan guru dan teman. "Ms. celanaku baru..." Saat maju ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan dan menyanyi masih bersuara pelan. Kebiasaan memasukkan jari tangan ke mulut mulai berkurang. 4. Gabriel Masih menangis waktu masuk kelas. Membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit, GA akan jadi lebih ceria dan mulai aktif seperti biasa 5. Vincent Sudah tidak menangis saat masuk kelas, kebiasaan memasukkan jari ke dalam mulut mulai berkurang, dan tampak lebih ceria. Berikut tabel nilai Checklist Kepercayaan Diri dari Pre-tes, Siklus I-III (post-tes) tiap indikator: Indikator 1: Kemandirian Score Rata-Rata 20.0 15.0 Pre Tes Siklus I 10.0 Siklus II Post Tes 5.0 0.0 Alden Aurel Bianca Gabriel Vicent Indikator 2: Mudah Berkomunikasi Score Rata-Rata 30.0 25.0 Pre Tes 20.0 Siklus I 15.0 Siklus II 10.0 Post Tes 5.0 0.0 Alden 46 Aurel Bianca Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Gabriel Vicent Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Indikator 3: Berani Menerima Tantangan Skor Rata-Rata 25.0 20.0 Pre Tes 15.0 Siklus I 10.0 Siklus II Post Tes 5.0 0.0 Alden Aurel Bianca Gabriel Vicent Indikator 4: Dapat Mengekspresikan Emosi dengan Wajar Skor Rata-Rata 10.0 8.0 Pre Tes 6.0 Siklus I 4.0 Siklus II Post Tes 2.0 0.0 Alden Aurel Bianca Dari tabel di atas, terlihat pada setiap siklus terjadi peningkatan skor. Hal ini menunjukkan percakapan referensial berperan meningkatkan kepercayaan diri, selaras dengan pernyataan Bandura (1997), bahwa persuasi sosial merupakan salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kepercayaan diri. Menurut Sylvia Rimm, percakapan referensial merupakan salah satu cara meningkatkan kepercayaan diri anak, karena setiap kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa di sekitarnya adalah benar bagi anak. Bahkan, anak akan menganggap kata-kata tersebut sebagai “label” bagi dirinya, sehingga membuat anak terkadang sulit melupakan atau menghilangkan “label” tersebut. Komentar positif yang didengar anak melalui percakapan referensial yang dilakukan Gabriel Vicent guru akan lebih ’terpatri” di benak anak, terlebih karena bagi anak guru merupakan yang dikagumi, dipercaya, dan diteladani, seperti ungkapan dalam Bahasa Jawa: Guru: “digugu lan ditiru”, artinya: guru: dipercaya dan dicontoh. Meskipun dari hasil observasi dan perubahan skor pada Checklist Kepercayaan Diri menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan setelah dilakukannya percaka-pan referensial dalam tiga siklus ini, peneliti tetap yakin, bahwa kepercayaan diri anak yang meningkat ini bukan hanya disebabkan oleh satu faktor, yaitu percakapan referensial, melainkan oleh banyak faktor. Karena untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang membutuhkan proses. Dibutuhkan waktu dan usaha yang cukup keras untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 47 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak Kesimpulan, Implikasi, Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari siklus I, II, dan III, pembahasan, dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan. Pertama, percakapan referensial dapat meningkatkan kepercayaan diri anak. Kedua, percakapan referensial akan efektif bila dilakukan dalam situasi yang santai dan anak dalam kondisi yang nyaman. Ketiga, percakapan referensial akan efektif bila kata-kata yang digunakan bersifat personal. Implikasi Melihat hasil pembahasan penelitian ini, bahwa percakapan referensial dapat meningkatkan kepercayaan diri anak, implikasi yang dapat dilakukan antara lain: 1. Terhadap Siswa Siswa hendaknya peka terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat “menangkap” percakapan referensial yang dilakukan guru. 2. Terhadap guru: hendaknya guru peka terhadap situasi peserta didiknya dan guru dapat melaksanakan percakapan referensial di kelas dengan cara yang wajar untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri anak. Alih-alih membicarakan hal yang negatif (misalnya: bergosip hal-hal yang “kurang penting”), lebih baik guru melakukan percakapan referensial untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta didiknya. 3. Terhadap sekolah Sekolah hendaknya memberi kesempatan kepada guru untuk melakukan percakapan referensial di kelas guna meningkatkan kepercayaan diri peserta didiknya. 4. Terhadap orang tua Orang tua hendaknya lebih mengenal anakanaknya, sehingga bila mendapati anaknya memiliki kepercayaan diri yang rendah, orang tua dapat melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kepercayaan diri anak, antara lain dengan melakukan percakapan 48 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 referensial, baik dengan guru maupun orang lain. Saran Untuk penelitian lanjut: 1. Mengingat pelaksanaan penelitian ini baru berjalan tiga siklus, maka peneliti / guru lain diharapkan dapat melanjutkan untuk mendapatkan temuan yang lebih signifikan. 2. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini masih merupakan instrumen yang tingkat validasinya belum memuaskan. Penelitian berikutnya dapat mencoba dengan instrumen yang lebih standar. Untuk penerapan hasil penelitian: 1. Mengingat percakapan referensial dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri anak, para guru dan orang tua hendaknya mempelajari metode ini lebih lanjut, sehingga dapat melakukan percakapan referensial dengan efektif. 2. Guru dan orang tua hendaknya lebih mawas diri, lebih berhati-hati dalam berkomunikasi dengan orang lain perihal anak-anak mereka. Hindari kata-kata yang negatif, karena anak akan mengingatnya, dan akan memengaruhi kepercayaan diri anak. Hindari pemberian “label negatif” pada anak. 3. Hati-hati membicarakan sesuatu hal tentang anak di hadapannya. Pembicaraan yang positif akan mengembangkan kepercayaan diri anak, sebaliknya pembicaraan yang negatif akan cenderung melekat sebagai label bagi anak, dan sulit untuk dihilangkan. 4. Selama pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, guru hendaknya lebih peka terhadap setiap peserta didiknya, sehingga anak-anak yang memiliki kepercayaan diri yang cukup rendah dapat ditingkatkan, antara lain dengan memberi kesempatan bagi mereka untuk maju ke depan kelas, memberikan pujian (baik secara langsung maupun melalui percakapan referensial). 5. Upaya untuk meningkatkan kepercayaan diri adalah sebuah proses, bukan hal yang Memperkuat Kepercayaan Diri Anak sekali jadi, jadi butuh waktu. Orang tua harus berperan sebagai model / teladan dalam segala hal, termasuk dalam hal kepercayaan diri. Daftar Pustaka Chalke, Steve. (2009). How to succeed as a parent, panduan praktis mengasuh anak dengan sukses. Yogyakarta: Andi Offset Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. 2008. Pengembangan model pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Feldman, Papalia Olds. (2009). Human development (Perkembangan manusia). Jakarta: Salemba Humanika Gredler, Margareth E. (1997). Learning and instruction, theory into practice. New Jersey: Prentice-Hall Kusumah, Wijaya & Dwigatama, D. (2010). Mengenal penelitian tindakan kelas. Jakarta: CV. Indeks Leman, Martin, Dr. (2000). Membangun rasa percaya diri anak. Jakarta:Majalah Anakku edisi 4 Rimm, Sylvi. (2003). Mendidik dan menerapkan disiplin pada anak prasekolah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Sugiarto, Eko. (2009). How confident are you?. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Zainal, Aqib, dkk. (2009). Penelitian tindakan kelas untuk guru SD, SLB, dan TK. Bandung: CV. Yrama Widya _______. Saefurohma.(http://usepaefurohman. wordpress.com/20/10/01/22 membangun-rasa-percaya-diripada anak-anak) Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 49 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita Penelitian Kompetensi Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan : Antara Kebijakan dan Realita Agung Premono*) Abstrak engembangan Sekolah Menengah Kejuruan saat ini ditujukan untuk memenuhi prosentase SMU : SMK = 30 : 70. Pemberlakuan Kepmen No. 251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum Keahlian SMK akan menimbulkan beberapa kemungkinan, yaitu : (1) Program Keahlian semakin banyak,(2) semakin berkurang, atau(3) tetap. Studi ini dilakukan untuk melihat kondisi Bidang Keahlian SMK saat ini dari sisi Kepmen No.251/C/KEP/MN/2008, dengan metode Sensus, yaitu mendata keseluruhan kompetensi keahlian yang ada di SMK di Kota Tangerang. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) bidang keahlian yang dikembangkan di Kota Tangerang, yaitu : Bisnis Manajemen, Teknologi Rekayasa, TIK, Seni Pariwisata, dan Kesehatan. Ada satu bidang keahlian yang belum dikembangkan yaitu Agroindustri. Kompetensi keahlian SMK terbanyak di Kota Tangerang : Akuntansi, Teknik Kendaraan Ringan (Sepeda Motor), dan Teknik Komputer dan Jaringan. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah Kota Tangerang mengembangkan SMK berdasarkan kebutuhan nyata. Penelitian ini menyerankan agar Pemerintah Kota Tangerang mengembangkan SMK berdasarkan kebutuhan nyata di kota tersebut. P Kata-kata kunci: bidang keahlian, kompetensi keahlian, pendidikan kejuruan. Abstract At present the Indonesian government is trying to balance the number of vocational schools to general/ academic schools to reach the ratio of 70-30. The development of vocational schools are based on the decree National Education Minister of No. 251/C/KEP/MN/2008 on the spectrum of vocational competences. This research focussed the study of vocational competences related to the man power needs in Tangerang City. The data collected show 5 (five) areas of vocational competences are being developed: Management Business, Engenering Technology, ICT, Tourism. and Health. Agroindustry is not developed yet.While the dominant vocational competences include accounting, automotive, and computer net working. This research recomends the Tangerang City Government to develop vocational schools based on the real local needs. Keywords: areas of expertise, competency skills, vocational educational. Pendahuluan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di masing-masing kabupaten/kota akan dilakukan hingga akhirnya akan dicapai perbandingan antara SMK dengan SMU menjadi 70 : 30. Upaya untuk terus memperbanyak SMK adalah karena lulusan SMK lebih mudah masuk ke pasar kerja dibandingkan lulusan SMA karena umumnya mata pelajaran di SMK dengan disertai dengan praktik keterampilan. Dalam analisis proyeksi pengembangan SMK ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi yaitu program keahlian mengalami perkembangan yang sangat pesat, program keahlian mengalami perkembangan yang wajar (stabil), dan program keahlian mengalami kejenuhan. *) Mechanical Engineering Department, Faculty of Engineering State University of Jakarta 50 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita Program keahlian yang diproyeksikan mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah kelompok program Pertanian, Pariwisata, Perikanan, Kelautan, dan Teknologi Informasi. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah SMK yang akan membuka kelompok program tersebut mencapai 6.151. Kelompok program cukup stabil dan diproyeksikan mengalami perkembangan yang wajar adalah kelompok program Teknologi dan Industri serta Kelompok Seni dan Kerajinan, yang diperkirakan akan mencapai 3.178 SMK yang menyelenggarakan program tersebut. Sedangkan kelompok program Bisnis dan Manajemen, merupakan program yang diproyeksikan mengalami kejenuhan di pasar kerja dan jumlahnya cenderung akan menurun dan diproyeksikan pada tahun 2020 hanya 923 SMK yang menyelenggarakan program tersebut. Diberlakukannya keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah tentang spektrum keahlian pendidikan menengah kejuruan, menjadikan SMK saat ini memiliki 121 kompetensi keahlian. Tujuan dikeluarkannya keputusan tersebut adalah agar SMK dalam mengembangkan program keahlian tidak semaunya membuat nama sendiri terhadap program tersebut dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja. Kajian Pustaka Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tersebut menetapkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan. Salah satu bentuk satuan pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, SMK merupakan pendidikan lebih mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di kemudian hari. Dengan kata lain bahwa SMK berperan dalam menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik bekerja secara mandiri maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Dengan demikian arah pengembangan SMK harus diorientasikan pada penentuan permintaan pasar kerja. Calhoun & Finch, 1982, seperti yang dikutip oleh As’ari Djohar, 2008, mengartikan pendidikan kejuruan sebagai berikut. “Vocational education is organized educational programs which are directly related to the preparation of individuals for paid or unpaid employment, or for additional preparation for a career requirements other than a baccalaureate of advanced degree” Di bagian lain, Djohar juga menyebutkan bahwa komponen yang menyangkut ketenagakerjaan mencakup tiga aspek pokok, yaitu (1) kesempatan kerja bagi semua yang memerlukannya dalam suatu struktur lapangan kerja yang menjamin kesinambungan antara pilihan perorangan, penghasilan yang memadai, dan pemenuhan masyarakat akan barang dan jasa; (2) pendidikan dan pelatihan yang mampu mengembangkan potensi manusia secara optimal; dan (3) mekanisme penyesuaian antara manusia dan pekerjaan, tanpa merugikan perorangan maupun jumlah produksi. Dari ketiga komponen tersebut sangat jelas, bahwa dunia pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam dunia ketenagakerjaan, khususnya dalam komponen kedua yang itu bisa dipenuhi oleh SMK (pada jenjang Sekolah Menengah) maupun pendidikan Vokasi (pada jenjang Pendidikan Tinggi). Dalam akhir tulisannya, Djohar menyimpulkan bahwa karena tingginya keterkaitan penyelenggaraan pendidikan kejuruan dengan tuntutan dunia kerja, maka pendidikan kejuruan haruslah memiliki sifat responsive-aktif, serta adaptasilitas dan fleksibilitas tinggi, seperti yang ditetapkan oleh sang pencetus, Calhoun & Finch yang menyebutkan bahwa : “Vocational education should be evaluated on the basis of economic efficiency. Vocational education is economically efficient when (a) it prepares students for specific jobs in the community on the basis of man power needs; (b) it insures an adequate labor supply for an occupational area; and (c) the student gets the job for which he was trained” Kebenaran kesimpulan Calhoun & Finch juga dirasakan di Indonesia. Pada Edisi Senin, Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 51 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita 02 Mei 2005 Harian SINAR HARAPAN menulis diberlakukan. Penamaan yang tidak headline tentang “Mendidik Tenaga Terampil berdasarkan ketentuan yang berlaku akan dan Pintar Butuh Dukungan Industri”. Tulisan menyulitkan dalam pengelolaan dan tersebut menyoroti perlunya sinergi antara dunia penyediaan tenaga pendidik serta ketidakjelasan pendidikan dan dunia industri agar lulusannya akan pengakuan masya-rakat pengguna. Oleh memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia karena itu, Direktur Jenderal manajemen industri. Kondisi ini sudah dilakukan di bebe- Pendidikan Dasar dan Menengah pada tanggal rapa SMK dan Politeknik terkemuka di Indone- 22 Agustus 2008 menerbitkan surat keputusan sia, seperti SMK PIKA Semarang, SMK Mikael nomor 251/C/KEP/MN/2008 tentang Surakarta, POLMAN Bandung, ATMI Solo, POL- spektrum keahlian pendidikan menengah MAN ASTRA, dan Politeknik lainnya, sehingga kejuruan. Pertimbangan dikeluarkannya SK tersebut adalah spektrum keahlian yang telah para lulusannya 100 % terserap dunia kerja. SMK sebagai salah satu institusi yang diberlakukan sudah tidak sesuai dengan menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu tuntutan kurikulum tingkat satuan pendidikan, menghasilkan lulusan sebagaimana yang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan diharapkan oleh dunia kerja. Tenaga kerja yang tuntutan dunia kerja. Spektrum keahlian pada dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang dasarnya menggambarkan alur atau pola memiliki kompetensi sesuai dengan bidang pengelom-pokkan program keahlian yang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya disusun berdasarkan kesetaraan atau kaitan saing yang tinggi. Atas dasar itu, pengembangan dengan kompetensi kerja yang diperlukan oleh kurikulum dalam rangka penyempurnaan dunia kerja terkait. Berdasarkan SK tersebut, ada enam bidang pendidikan menengah kejuruan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja keahlian yang dikembangkan di Sekolah serta dapat mengantisipasi perkembangan ilmu Menengah Kejuruan, dengan total program studi keahlian sebanyak 40, dan kompetensi kaahlian pengetahuan dan teknologi. Di samping kurikulum, pengembangan sebanyak 121. Tabel berikut menunjukkan program keahlian juga harus disesuaikan dengan kebutuhTabel 1: Bidang Keahlian SMK an lapangan kerja. BerdasarProgram Studi Kompetensi kan hal tersebut, program No Bidang Keahlian Keahlian Keahlian keahlian kemudian dikelompokkan menjadi kelompok 1. Teknologi dan 18 66 bidang industri, usaha, dan R e k ay as a profesi. Penamaan bidang 2. Teknologi Informasi 3 9 keahlian dan program dan Komunikasi keahlian pada kurikulum SMK Edisi 2006 dikembang3. Kesehatan 2 6 kan mengacu pada nama 4. Seni, Kerajinan, dan 7 22 bidang dan program keahlian Pariwisata yang berlaku pada kurikulum sebelumnya. Jenis keahlian 5. Agribisnis dan 7 14 Agroteknologi baru diwadahi dengan jenis program keahlian baru atau 6. Bisnis dan Manajemen 3 4 spesialisasi baru pada progJumlah 40 121 ram keahlian yang relevan. Di dalam perkembangannya banyak program keahlian yang dikembangkan oleh masing-masing SMK jumlah program studi keahlian dan kompetensi penamaannya tidak mengikuti ketentuan yang keahlian masing-masing bidang keahlian. 52 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita Substansi atau materi yang diajarkan di SMK disajikan dalam bentuk berbagai kompetensi yang dinilai penting dan perlu bagi peserta didik. Kompetensi yang dimaksud meliputi kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan pekerja yang kompeten, sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh industri, dunia usaha, dan asosiasi profesi. Oleh karena itu, substansi diklat dikemas dalam berbagai mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi program Normatif, Adaptif, Produktif, Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri. Saat ini, pembukaan SMK baru dalam rangka memenuhi komposisi SMU : SMK = 30 : 70 perlu ditelaah lebih lanjut. Penelaahan ini terkait dengan tujuan dibukanya SMK yaitu menyiapkan tenaga kerja siap pakai untuk level operator, baik di bidang jasa, industri, maupun yang lain. Hal ini tentunya sangat terkait dengan potensi perkembangan industri daerah tersebut. Sebagai contoh, Provinsi Bali memiliki potensi yang besar dalam bidang pariwisata, seni, dan kerajinan. Dengan demikian seharusnya di Bali lebih diutamakan SMK bidang Seni, Pariwisata, dan Kerajinan. Akan berbeda dengan Kabupaten Bontang Kalimantan Timur memiliki potensi tambang yang cukup besar sehingga SMK yang cocok untuk Kab Bontang Kaltim adalah SMK Pertambangan. Namun, pembukaan SMK yang sesuai dengan potensi daerah tersebut terkadang terkendala dengan biaya pengadaan yang tidak murah. Seperti halnya untuk melengkapi sarana prasarana sebuah SMK bidang Seni Tari, Musik, dan Drama di daerah Bali cukup menelan biaya yang tidak sedikit. Apalagi untuk membuka SMK bidang pertambangan, atau pemesinan dan sejenisnya. Dengan kondisi ini, maka untuk memenuhi tuntutan prosentase SMU : SMK = 30: 70, Pemda bekerja sama dengan pihak swasta yang ingin menanamkan modal dalam bidang pendidikan mengambil jalan pintas membuka SMK sebanyak-banyaknya tetapi dalam program keahlian yang sama, yang tentunya memerlukan dana yang tidak mahal. Jelas pembukaan SMK yang demikian akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari karena tujuan dibukanya SMK tidak lagi untuk melihat kebutuhan pasar kerja daerah tersebut tetapi lebih kepada pemenuhan kebijakan Kepmen- diknas. Jika ini dibiarkan, strategi Pemerintah untuk memperbanyak SMK dengan harapan lulusannya cepat masuk dunia kerja, yang terjadi justru sebaliknya karena jumlah lulusan SMK yang membludak, walaupun sebenarnya hanya pada satu program keahlian saja. Dari paparan di atas jelaslah terlihat bahwa permasalahan utama saat ini terkait dengan pengembangan SMK adalah pengambilan kebijakan pembukaan SMK baru yang nampaknya tidak berdasar pada kondisi potensi yang ada di daerah tersebut dan hanya memenuhi keperluan pemenuhan prosentase SMU : SMK. Untuk itu, penelitian ini ditujukan untuk (1) menggali data melalui survei seluruh SMK di Kota Tangerang; dan (2) memberi rekomendasi tentang kebijakan pembukaan SMK yang ada di Kota Tangerang. Analisis Survei dilakukan di 92 SMK Negeri dan Swasta di Kota Tangerang. Dari keseluruhan jumlah SMK tersebut diperoleh data sebagai berikut. I. Bidang Keahlian Sesuai dengan surat keputusan nomor 251/ C/KEP/MN/2008, terdapat 6 bidang keahlian. Dari keenam bidang keahlian itu, saat ini SMK di Tangerang membuka hanya 5 bidang keahlian, dan satu bidang keahlian yang belum ada adalah Bidang Keahlian Agribisnis. Bidang keahlian yang memiliki prosentase terbesar adalah Bisnis Manajemen sebesar 40 %; yang berikutnya adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi sebesar 33 %, Teknologi dan Rekayasa sebesar 22 %, Seni dan Pariwisata sebesar 4 %, dan yang terakhir adalah bidang keahlian Kesehatan sebesar 1 %. Adapun rekapitulasi bidang keahlian yang terdapat di SMK di Kota Tangerang terlihat dalam gambar 1. Dari data pada gambar 1 penulis melihat bahwa sesuai dengan tujuan SMK yaitu menghasilkan tenaga kerja siap pakai untuk level operator, maka kebijakan Kota Tangerang tidak membuka SMK bidang keahlian Agribisnis sudah benar. Kondisi lain yang menyebabkan tidak dibukanya SMK bidang Agribisnis, dalam Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 53 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita Bisnis Manajemen 4% 2% Teknologi Rekayasa 40% 32% Tehnik Informasi dan Komunikasi Seni Pariwisata 22% Kesehatan Gambar 1: Bidang Keahlian SMK di Kota Tangerang pandangan penulis, adalah kebijakan pihak Pemda serta swasta untuk tidak memberikan sarana dan prasarana SMK bidang Agribisnis. Selain sulitnya lahan pertanian yang harus disediakan, juga minimnya jumlah industri bidang Agribisnis di Tangerang. Hal lain yang menjadi penyebab keengganan Pemda membuka SMK bidang Agribisnis adalah minimnya jumlah peminat yang mau menggeluti bidang Agribisnis. Hal ini dapat dilihat dari kasus nyata yang ada di daerah Pemalang Jawa Tengah, yang pada tahun 1980-an ada SMK bidang pertanian yang dikelola Pemda Kab. Pemalang. Pada era 80-an, SMK tersebut merupakan SMK favorit bagi para lulusan SMP (pada saat itu) untuk masuk ke sekolah tersebut. Harapan para siswa adalah menjadi penyuluh pertanian maupun menjadi petani yang mapan dengan berbekal ilmu pengetahuan. Namun, memasuki era 90-an, sekolah tersebut surut peminat dan bahkan saat ini SMK tersebut telah berubah menjadi SMK bidang Teknik Mesin dan Manajemen Keuangan. Di sisi lain, Indonesia sebagai Negara agraris seharusnya memajukan sektor industri agribisnis, namun dalam pandangan penulis, Pemerintah lebih tertarik untuk menggenjot pembangunan dari indutsri manufaktur. Kondisi lain menunjukkan bahwa dari data BPS, pertanian di Kota Tangerang hanya menyumbang sekitar 10 % dari perekonomian di Kota Tangerang. Apabila program keahlian ini dibuka, maka dihasilkan akan 54 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 lulusan SMK yang menganggur karena tidak ada industri bidang agroindutsri. Yang perlu dikritisi dalam pengembangan keahlian SMK di wilayah Tangerang adalah besarnya prosentase SMK bidang Bisnis Manajemen. Dari data menunjukkan bahwa prosentase SMK bidang Bisnis Manajemen mencapai 40 %, padahal perekonomian di Kota Tangerang, dari segi usaha dan jasa, menyumbang hanya sekitar 20 % perekonomian Kota Tangerang. Inipun BPS tidak memberikan data secara jelas tentang usaha riilnya. Kondisi jika Dinas Pendidikan Kota Tangerang terus memberikan ijin pendirian SMK bidang Bisnis dan Manajemen, maka akan mengakibatkan kejenuhan jumlah lulusan karena terlalu banyaknya lulusan SMK yang ada, sementara perekonomian segi jasa dan usaha tidak meningkat. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas Pendidikan harus menghentikan pengeluaran ijin pendirian SMK bidang Bisnis Manajemen, karena apabila SMK bidang ini terus dibuka dengan tujuan hanya untuk memenuhi perbandingan SMU dan SMK yang ada di Kota Tangerang agar memenuhi angka 30 : 70, maka tujuan pembukaan SMK sudah tidak lagi sesuai dengan pendirian SMK yang seharusnya, yaitu ditujukan untuk menyiapkan lulusan memasuki pasar kerja, seperti yang dituliskan oleh Calhoun & Finch, 1982, yang menyebutkan bahwa pendidikan vokasi (SMK) akan efisien ketika: (1) para siswanya siap untuk memasuki dunia kerja yang didasarkan atas kebutuhan; (2) lulusannya Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita akan terserap oleh dunia kerja; dan (3) lulusannya akan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang dipelajari pada saat sekolah di SMK. Telaah ini jelas menunjukkan bahwa pemberian ijin SMK bidang Bisnis dan Manajemen di Kota Tangerang tidak berdasar pada analisis kebutuhan pasar. Hal ini terlihat dari data bahwa sektor jasa dan usaha hanya menyumbang 20 % perekonomian kota Tangerang, jadi seharusnya data sebaran SMK bidang Bisnis dan Manajemen juga tidak melebihi angka 20 %. Tetapi, yang ada sampai 40%. Ini akan mengakibatkan kelebihan jumlah lulusan SMK, sehingga akan menghasilkan pengangguran terdidik pada jenjang lulusan pendidikan menengah. Dari bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa, Dinas Pendidikan Kota Tangerang perlu mengintensifkan penambahan SMK bidang tersebut, karena jumlah industri manufaktur di Kota Tangerang memberikan kontribusi 30 % terhadap pemasukan ekonomi di Tangerang. Jumlah ini masih belum bisa dipenuhi oleh jumlah lulusan SMK di Kota Tangerang. Hal ini terlihat dari jumlah SMK bidang Teknologi dan Rekayasa yang hanya sekitar 22 %. Hal ini terjadi karena pembukaan SMK bidang Teknologi dan Rekayasa tidaklah murah. Perlu investasi yang cukup besar jika dibanding Bisnis dan Manajemen, sehingga investor pun enggan membuka SMK bidang ini. Walaupun dilihat dari kebutuhan, seharusnya jumlah SMK bidang Teknologi dan Rekayasa seharusnya lebih banyak. Jika ditinjau dari tujuan SMK untuk memenuhi tenaga terampil dalam satu bidang tertentu, maka seharusnya Pemerintah Kota Tangerang, melalui Dinas Pendidikan, meningkatkan jumlah SMK bidang Teknologi Rekayasa. Hal ini jelas akan mendorong pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang, karena dari prediksi angka penyumbang perekonomian dan jumlah sekolah yang ada, masih terjadi kekurangan SMK. Oleh sebab itu, hendaknya Pemkot melalui Dinas Pendidikan mendorong alih keahlian dari SMK bidang Bisnis dan Manajemen ke Teknologi dan Rekayasa. Hasil penelitian yang penulis lakukan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hampir 50 % tenaga kerja yang bekerja di industri di wilayah Kota Tangerang bukan penduduk asli Tangerang. Untuk bidang keahlian Teknologi dan Informasi, hampir semua daerah saat ini menunjukkan kenaikan jumlah SMK bidang tersebut secara drastis. Ini dapat dipahami karena saat ini teknologi informasi sedang banyak diminati oleh semua pihak. Kondisi ini sangat bagus untuk pengembangan SMK, namun yang menjadi kendala saat ini adalah jumlah guru yang sudah siap baik secara syarat administrasi maupun profesionalitas kerja. Hampir semua guru di SMK bidang Teknologi Informasi adalah guru yang berpindah tugas dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran bidang TIK, sehingga secara syarat administratif belum layak disebut sebagai guru profesional. Kalau ditelaah lebih mendalam, siswa SMK bidang TIK saat ini diajar oleh guru yang belum profesional. Hal ini harus segera ditangani oleh Dinas Pendidikan sebagai supervisor sekolah untuk segera memberikan pelatihan yang intensif untuk memberikan materi pengayaan kepada guru-guru yang beralih fungsi menjadi guru bidang TIK. Hal ini perlu dilakukan karena apabila guru yang mengajar bidang TIK di SMK bidang TIK hanya berdasar pada pengalaman pribadi dalam mempelajari ilmu TIK (belajar mandiri), maka tujuan utama penyiapan tenaga terampil bidang TIK tidak tercapai. Siswa hanya akan mendapat materi seperti yang gurunya ketahui saja. Selain itu dengan pelatihan yang terstruktur, maka baik dari segi muatan dan cara penyampaian akan dibuat semaksimal mungkin memenuhi kompeten-si akhir lulusan SMK bidang TIK. Kondisi lain yang perlu dipikirkan adalah penyi-apan calon guru SMK bidang Teknologi Informasi. Sampai saat ini, hampir semua LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan – Universitas ex-IKIP) belum meluluskan mahasiswa bidang ini. Sampai Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 55 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita saat ini, khususnya di UNJ, baru dikeluarkan SK Dikti pembukaan Prodi Pendidikan Teknologi, Informatika, dan Komputer dan baru akan menerima mahasiswa pada tahun akademik 2010/ 2011. Untuk memenuhi guru bidang ini, penulis melihat hampir semua SMK yang memiliki bidang keahlian Teknologi Informasi mengambil guru yang bukan berasal dari LPTK dan meng-upgrade guru yang ada untuk dikursuskan komputer dan selanjutnya mengajar sebagai guru TIK. Ini kondisi yang cukup dipertimbangkan oleh Dinas Pendidikan Kota maupun Kabupaten terkait pengembangan SMK bidang Teknologi dan Informasi. Prospek pasar yang bagus tanpa dibarengi oleh guru yang profesional maka yang dihasilkan adalah lulusan yang kurang kompetitif. Bidang seni dan pariwisata Kota Tangerang saat ini, dilihat dari prosentase kegiatan perekonomian yang ada tidak begitu tinggi. Dengan demikian pengembangan bidang ini perlu dilakukan dengan sangat hatihati. Telaah SMK bidang Seni akan dilakukan di luar tulisan ini untuk mengetahui, bagaimana meningkatkan kualitas seni dan pariwisata Indonesia menuju taraf internasional melalui pemberdayaan SMK. Sementara itu untuk bidang Keahlian Kesehatan, jumlah SMK yang ada terlalu sedikit. Banyak faktor yang menyebabkan SMK bidang Kesehatan menurun jumlah dan kecenderungannya adalah untuk memenuhi tenaga medis ratarata lulusan Diploma. Untuk seorang bidan saja, saat ini minimal Diploma 1 kebidanan dan tidak ada syarat khusus yang mengharuskan calon mahasiswa bidang kesehatan harus lulusan dari SMK bidang Kesehatan. Kondisi ini semakin menenggelamkan SMK bidang kesehatan. Sebenarnya jika ditelaah profesi bidang kesehatan, lulusan SMK bidang Kesehatan tidak akan pernah mengalami kejenuhan. Karena dalam tingkatan profesi bidang kesehatan dikenal adanya dokter, perawat, dan juru rawat, selain tentunya profesi yang sejenis. Selain kondisi lapangan kerja, investasi yang mahal untuk mendirikan sebuah SMK 56 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 bidang kesehatan juga merupakan kendala terbesar minimnya jumlah SMK bidang kesehatan. Namun, apabila Pemda dan Dinas Pendidikan dapat memberikan rancangan pembangunan pendidikan yang sesuai, maka seharusnya minimal ada satu SMK bidang Kesehatan dalam tiap kabupaten/kota. Untuk memenuhi minimal tenaga medik yang dibutuhkan rumah sakit di daerah tersebut. Dari keseluruhan analisis dalam bidang keahlian, masih terdapat ketimpangan kondisi SMK yang ada. Di satu sisi, pengembangan SMK bidang Kesehatan, serta Teknologi dan Rekayasa sangat dibutuhkan karena sangat sesuai dengan potensi daerah yang ada, justru jumlahnya sampai saat ini sangat minim, bahkan penulis melihat adanya kecenderungan kekurangan. Namun di sisi lain, jumlah SMK bidang Bisnis dan Manajemen memiliki jumlah SMK yang sangat banyak. Ini tidak terlepas dari mahalnya sarana dan prasarana yang harus dipenuhi apabila akan membuka SMK di bidang Teknologi dan Rekayasa maupun Kesehatan. Untuk hal ini hendaknya Dinas Pendidikan Kota Tangerang lebih selektif lagi memberikan ijin pendirian SMK baru, dengan memberikan pertimbangan terhadap potensi yang masih terbuka. Ini semua terkait dengan tujuan SMK untuk menghasilkan lulusan yang langsung masuk dunia kerja. II. Kompetensi Keahlian Sesuai dengan SK surat keputusan nomor 251/C/KEP/MN/2008, terdapat 121 Kompetensi Keahlian yang terdapat dibawah 6 (enam) bidang keahlian yang ada. Adapun kompetensi keahlian yang ada akan dibahas sesuai dengan program studi keahlian yang ada di bawah ini a. Program Studi Keahlian Pada Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa Sesuai dengan surat keputusan nomor 251/C/KEP/MN/2008, terdapat 18 program studi keahlian pada bidang keahlian teknologi dan rekayasa. Dari 18 program studi keahlian, baru 16 kompetensi keahlian yang dikembang- Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita kan di SMK. Namun karena keterbatasan tempat, yang ditampilkan dalam grafik 2 hanya 8 kompetensi keahlian yang memiliki prosentase besar. Dari 8 (delapan) kompetensi yang dikembangkan, yang paling banyak dikembangkan adalah program studi keahlian teknik kendaraan ringan (sepeda motor) yang mencapai 48 %. Komposisi selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2. kompetensi keahlian sepeda motor juga tidak menghadapi banyak kendala karena sarana dan prasarana bidang ini tidak terlalu mahal. b. Program Studi Keahlian pada Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Program studi keahlian yang dikembangkan pada bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi lebih dominan pada pengembangan kompeTeknik Kendaraan Ringan Teknik Mekanik Otomotif 27% 48% Persiapan Grafika Teknik Mesin 11% 5% 9% Lain-lain (Dari berbagai prodi dgn jumlah @ 1 Prodi) Gambar 2: Persentase Kompetensi Keahlian pada Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa Gambar 2 menunjukkan kompetensi keahlian Sepeda Motor yang mengalami jumlah yang cukup banyak, karena sampai saat ini jumlah kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor, cenderung naik. Bahkan dalam setiap tiga bulanan hampir setiap ATPM mampu menjual ratusan ribu sepeda motor. Selain itu, kompetensi bidang ini juga memiliki daya tarik tersendiri bagi para siswa SMK karena mampu membuat lulusan SMK berwirausaha bengkel sepeda motor atau menjadi operator mekanik bengkel sepeda motor yang saat ini banyak. Yang perlu diantisipasi dan dijaga ialah jumlah lulusan tidak melimpah, jauh melebihi kebutuhan. Jumlah lulusan perlu selalu dipantau agar tidak menjadi bumerang bagi pengembangan SMK. Penyiapan SDM dan sarana prasarana tensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan, yaitu sebesar 56 %. Untuk kompetensi keahlian bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, kompetensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan memiliki jumlah terbanyak. Kondisi ini dapat dimengerti dengan naiknya teknologi komputer di masyarakat. Jika dilihat dari tujuan pendirian SMK, maka kompetensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan sangat memenuhi tuntutan tujuan tersebut. Yang menjadi masalah sampai saat ini adalah belum ada satupun LPTK yang menghasilkan guru bidang Teknik Komputer dan Jaringan. Jika masalah ini tidak diantisipasi, maka tenaga guru yang mengajar dipastikan kurang profesionalitasnya. Kondisi lebih lanjut Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 57 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita 3% Teknik Komputer Jaringan 41% Multimedia 56% Rekayasa Perangkat Lunak Gambar 3: Persentase Program Studi Keahlian pada Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perlu diantisipasi adalah lulusan yang kurang kompetitif karena diajar oleh guru yang belum profesional. Oleh sebab itu, hendaknya Dinas Pendidikan melakukan pelatihan secara intensif guru yang mengajar bidang TIK, karena rata-rata guru yang mengajar bidang ini adalah bukan lulusan Pendidikan Teknologi Informatika dan Komputer, sehingga dikhawatirkan tujuan utama pembentukan lulusan SMK bidang TIK tidak maksimal. Selain itu perlu juga dikendalikan perubahan bidang keahlian SMK dari bidang lain ke bidang TIK. Hal ini mungkin terjadi karena banyaknya peminat SMK bidang TIK sehingga banyak SMK yang mengubah bidang keahliannya ke bidang SMK sementara baik dari tenaga guru, sarana dan prasarana belum disiapkan secara memadai. Hal ini perlu dilakukan diawasi oleh Dinas Pendidikan. c. Program Studi Keahlian Pada Bidang Keahlian Kesehatan Untuk bidang keahlian kesehatan hanya terdapat dua SMK yang mengembangkan kompetensi keahlian bidang Kesehatan, yaitu satu SMK Farmasi dan satu SMK Analis Kese-hatan. Kondisi ini sebenarnya perlu dilihat oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang sebagai sebuah peluang besar untuk membuka SMK bidang Kesehatan, khususnya perawat. Namun, karena pendirian SMK bidang kesehatan memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka baik Pemda maupun pihak swasta seolah 58 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 d. kurang tertarik membuka SMK bidang kesehatan, khususnya perawat. Jika kondisi ini dibiarkan yang menjadi masalah justru terjadi di tempat kerja, khususnya Rumah Sakit, karena tenaga operator perawat tidak ada. Saat ini kebanyakan rumah sakit, khususnya tenaga perawat diisi oleh lulusan Diploma III (ahli madya perawat). Program Studi Keahlian pada Bidang Keahlian Seni, Kerajinan dan Pariwisata. Dalam bidang keahlian Seni, Kerajinan dan Pariwisata, terdapat 5 kompetensi keahlian. Berdasarkan data yang diperoleh, ternyata hanya ada 7 sekolah yang mengembangkan bidang Keahlian Seni, Kerajinan, dan Pariwisata. Dari ketujuh sekolah tersebut 4 di antaranya mengembangkan kompetensi Akomodasi Hotel, satu sekolah mengembangkan kompetensi keahlian Busana Butik, satu sekolah mengembangkan kompetensi keahlian kecantikan kulit, dan satu sekolah mengembangkan kompetensi keahlian restoran. Sebenarnya kota Tangerang memiliki potensi yang besar untuk mengem-bangkan kompetensi keahlian bidang seni, kerajinan, dan pariwisata. Untuk akomodasi perhotelan, Kota Tangerang yang merupakan gerbang internasional memasuki Indonesia karena bandara terletak di kota ini, memiliki peluang yang sangat besar untuk mengem-bangkan bidang perhotelan. Dan inipun terlihat dari beberapa hotel berbintang yang terletak Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita di sekitar bandara. Kondisi ini tentu berimplikasi kepada kebutuhan tenaga kerja siap pakai pada level operator di bidang perhotelan, baik sebagai juru masak profesional, tata layanan hotel itu sendiri, serta seni pertunjukan yang bisa ditampilkan di event-event pertunjukan di hotel itu sendiri. Namun, pembukaan SMK bidang Perhotelan memerlukan sarana dan prasarana yang cukup mahal serta memerlukan banyak kerjasama dengan stakeholders, sehingga SMK bidang perhotelan tidak banyak. Untuk SMK bidang Seni, yang menjadi kendala adalah kurangnya SDM (guru) dan minimnya minat siswa yang mendalami bidang seni pertunjukan, khususnya budaya tradisional. e. Program Studi Keahlian pada Bidang Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi. Bidang keahlian Agribisnis dan Agroteknologi tidak terdapat di Kota Tangerang karena Kota Tangerang tidak memiliki lahan pertanian yang memadai. Lahan pertanian yang dimiliki Kota Tangerang hanyalah sawah tadah hujan yang dapat diolah satu tahun sekali. Program studi keahlian pada bidang ini, tidak banyak berkembang karena sedikitnya industri di Indonesia yang mengembangkan agribisnis dan agroteknologi. Ini tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah pusat yang sepertinya kurang tertarik mengembangkan industri agribisnis dan agroteknologi. Padahal bidang inilah yang seharusnya menjadi andalan Indonesia sebagai negara agraris. Namun, yang terjadi adalah kebalikannya. Sangat disayangkan adanya impor produk-produk pertanian, seperti beras, kedelai, gandum, dan produk agro lainnya, sementara Indonesia adalah negara yang hampir 50 % penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tidak adanya proteksi produk pertanian dalam negeri menyebabkan nasib petani di Indonesia bisa dikatakan kurang baik dan turunnya minat f. generasi muda mendalami bidang agribisnis dan agroindustri. Indonesia seharusnya belajar dari Negeri Belanda yang dulu mengetahui persis potensi bangsa Indonesia, sehingga hanya dari ekspor bunga potong, Belanda mendapat pendapatan yang cukup besar dari sektor ini. Nampaknya gembar-gembor slogan pengembangan agroindustri dan agrobisnis agar para pemuda berminat menekuni bidang ini akan hanya menjadi isapan jempol manakala tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan para petani dan industri olahan terkait. Dalam pengembangan SMK bidang agroindustri dan agribisnis, perlu adanya upaya menyeluruh agar sektor pertanian, agroindustri, dan agribisnis dapat berkembang, tidak hanya dibebankan kepada dinas pendidikan maupun sekolah. Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen Terdapat tiga program studi keahlian dalam bidang keahlian bisnis dan manajemen, yaitu program studi keahlian administrasi, keuangan, tata niaga. Dari ketiga program studi keahlian tersebut, program studi keahlian keuangan menjadi pilihan utama hingga mencapai 42,79 % untuk dikembangkan di SMK, kemudian disusul program keahlian administrasi (36,65 %) dan yang terakhir adalah program studi keahlian tata niaga yang hanya 20,56 %. Komposisi persentase program studi keahlian selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4 menunjukkan kompetensi keahlian Akuntansi sudah sangat jenuh. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian Kota Tangerang yang tidak begitu banyak disubsidi oleh segi usaha jasa, maka jumlah 46 % prodi Akuntansi sudah memasuki titik jenuh. Namun, masyarakat umum mungkin kurang menyadari kejenuhan tersebut, karena hampir lulusan SMK bidang Akuntansi dapat memperoleh peker- Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 59 Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita 11% 6% 47% Akuntansi Administrasi Kantor Penjualan 36% Sekretaris Gambar 4: Persentase Program Studi Keahlian pada Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen jaan. Kondisi ini memang benar, namun jika ditelaah lebih mendalam, pekerjaan yang dijalani oleh para lulusan bidang ini hampir bisa dikatakan tidak memerlukan kompetensi seorang lulusan SMK bidang akuntansi, karena hampir kebanyakan bekerja sebagai pelayan toko dan sejenisnya, dan tidak memegang tata buku atau pengelolaan keuangan dari segi jasa usaha tersebut. Responden di komplek pertokoan yang ada di ITC BSD, pada saat dilakukan wawancara secara acak terhadap hampir 50 orang pelayan di toko tersebut adalah rata-rata lulusan SMK bidang Bisnis dan Manajemen. Sebenarnya pekerjaan tersebut tidaklah memerlukan standar lulusan SMK, bahkan seorang lulusan SMP juga bisa melakukan dan dapat diterima bekerja, namun karena tidak ada pekerjaan lain, maka kondisi itupun dijalani. Kondisi banyaknya SMK bidang Akuntansi disebabkan pembukaan SMK di bidang ini tidak memerlukan biaya yang banyak, sementara di pihak orang tua siswa karena lulusan SMK bidang Akuntansi dapat diterima sebagai pramuniaga, maka SMK bidang Akuntansi berkembang mencapai jumlah yang banyak. Begitupun dengan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten yang terhimpit kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan jumlah SMK jauh lebih banyak dari SMU, sehingga walaupun jumlah SMK bidang 60 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 akuntansi sudah banyak, tetapi pada saat pihak swasta membuka SMK bidang Akuntansi tetap diberikan ijin. Jika jumlah SMK dengan kompetensi keahlian akuntansi ini tidak diberikan batasan maksimal prosentase dari seluruh jumlah SMK yang ada di suatu kabupaten / kota, maka jumlah SMK dengan kompetensi ini akan sangat banyak dan menyebabkan kejenuhan lulusan. Kesimpulan Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa dari enam bidang keahlian yang ditetapkan Kepmendiknas, tidak semua bidang keahlian SMK yang dikembangkan Dit PSMK di kota Tangerang. Sebagai daerah perkotaan yang pengembangan wilayahnya lebih dititik beratkan pada sektor industri dan jasa, maka terlihat bahwa SMK Bidang Keahlian Teknologi Rekayasa dan Bisnis Manajemen adalah dua bidang keahlian yang dititikberatkan pengembangannya. Namun, dari pengembangan tersebut, ada kecenderungan kompetensi keahlian yang saat ini ada akan menyebabkan kelebihan jumlah lulusan, dan kompetensi keahlian tersebut adalah Akuntansi. Jika pemerintah kota Tangerang tidak membatasi jumlah SMK bidang Akuntansi, maka yang terjadi adalah lulusan SMK yang tidak diterima di pasar kerja karena sudah kelebihan lulusan. Sementara itu, dua kompetensi keahlian lain yang trend-nya baik adalah Teknik Kendaraan Ringan / Sepeda Motor (Teknologi Rekayasa); Kompetensi Keahlian SMK : Antara Kebijakan dan Realita dan Teknik Komputer dan Jaringan (TIK), namun belum mendapat penanganan serius. Oleh karena itu perlu penekanan agar kedua program studi keahlian ini menjadi titik berat pengembangan SMK di Kota Tangerang. Lulusan SMK prodi Kendaraan Ringan dan TIK sampai saat ini masih dibutuhkan, dan masih belum dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi di kedua bidang tersebut. Namun, yang perlu diperhatikan dalam pengembangan SMK bidang TIK adalah penyiapan tenaga guru yang profesional sehingga lulusannya mampu memenuhi standar kompetensi lulusan SMK bidang TIK. Ini menjadi penekanan karena sampai saat ini guru yang mengajar di SMK TIK rata-rata adalah guru bidang lain yang beralih fungsi menjadi guru TIK berbekal pengalaman guru tersebut dalam menggunakan TIK. Untuk itu, Dinas Pendidikan hendaknya melakukan pelatihan yang intensif dan terstruktur agar para guru TIK mampu memenuhi tuntutan profesionalitas bidang TIK. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah pengembangan SMK bidang Kesehatan, yang sampai saat ini sangat minim jumlah dan ragamnya. Padahal kebutuhan akan tenaga medis semakin tinggi dengan makin banyaknya penduduk di Kota Tangerang yang merupakan kawasan industri di sekitar Jakarta. Terakhir setiap Pemerintah Kota/Kabupaten, khususnya Pemkot Tangerang perlu selalu melihat kondisi tingkat kejenuhan lapangan kerja dalam memberikan izin pembukaan SMK baru, tidak hanya berdasar atas pemenuhan prosentase SMU dan SMK mencapai angka 30 : 70. Rekomendasi Berdasar hasil survei, maka dalam rangka pemenuhan prosentase SMU : SMK = 30 : 70, maka Pemerintah Kota Tangerang hendaknya melihat data bahwa Kompetensi Keahlian Akuntansi sudah mencapai angka yang cukup banyak, sehingga apabila Pemerintah Kota Tangerang akan mengembangkan SMK guna memenuhi target prosentase, lebih baik membuka kompetensi keahlian yang masih sedikit dan sesuai dengan pengembangan daerah khususnya sebagai daerah industri. Pemerintah Kota Tangerang hendaknya tidak hanya melihat jumlah SMK yang sudah mencapai 70% tetapi dengan kondisi kompetensi keahlian yang homogen, yaitu Akuntansi. Perkembangan SMK bidang Akuntansi harus segera dikendalikan agar tidak terjadi kelebihan jumlah lulusan. Yang perlu dikembangkan adalah SMK bidang Teknologi dan Rekayasa serta Bidang Teknologi Informatika dan Komputer (TIK) dengan tetap melihat perkembangan jumlah lulusan yang ada. Selain itu, SMK bidang Kesehatan dengan kompetensi keahlian perawat juga perlu dikembangkan karena sampai saat ini belum ada. Daftar Pustaka A World Bank Review. (1995). Priorities and strategies for education. Washington D.C: The World Bank Publication Carnoy, Martin & H.M. Levin. (1976) . Limits of educational reform. New York: David Mc Kayco Delors, J. (1997). Learning : The traesure within. Paris: Unesco Soedijarto. (2008). Meningkatnya mutu pendidikan nasional sebagai suatu keharusan bagi dapat terlaksananya fungsi konstitusional sistem pendidikan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Pasca Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Jakarta UNESCO. (1990). Deklarasi Pendidikan untuk Semua Whitehead, Alfred North. The scinece and the modern world -----------.Keputusan Menteri No. 251/C/KEP/ MN/2008 Tentang Spektrum Keahlian SMK -----------UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional -----------.PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasiona Pendidikan -----------.UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen -----------.PERMEN No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi -----------.PERMEN No 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kelulusan Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 61 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Opini Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini melalui Aktivitas dan Permainan yang Menyenangkan Hilda Karli*) Abstrak embaca dan menulis merupakan keterampilan yang dibutuhkan oleh anak sejak memasuki lembaga pendidikan. Akan tetap tidak jarang terjadi guru mengalami kesulitan dalam membelajarkan anak dalam membaca dan menulis permulaan di kelas 1 SD. Di lain pihak, banyak anak merasa jenuh belajar membaca dan menulis karena metode yang dipakai guru tidak monoton dan tidak menarik. Tulisan ini membahas berbagai teknik dan kegiatan membelajarkan membaca dan menulis sehingga membuat proses pembelajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa misalnya dengan bermain kartu, bermain peran, panggung boneka, bernyanyi, dan keterampilan tangan. Berdasarkan analisis, dalam menerapkan teknik itu perlu memperhatikan perkembangan ppsikologi dan karakter anak, kemampuan berbahasa anak, dan tahapan membaca dan menulis untuk tahap pemula. M Kata-kata kunci: membaca, menulis, psikologi perkembangan anak, perkembangan motorik anak, pola permainan, pembelajaran bahasa. Abstract Reading and writing are basic skills to be learned and practiced by the children as they enter primary school. However the teacher often faces some problems to teach them to read and write. On the other hand many children find reading and writing classes monotone and dull. This article discusses a number of techniques and activities to make reading and writing class interesting, motivating, and joyful. The techniques introduced in this article among others are playing card, role playing, puppet show, singing, and crafting. This article suggests to make the techniques effective, the teacher should well consider the psychological development and characte-ristics of the children, the children’s language ability, and the learning procedure for reading and writing for early ages. Keywords: reading, writing, child psychological development, child physical development, game model, language teaching. Pendahuluan Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di kelas awal terutama kelas 1 dan 2 SD merupakan dasar untuk memperoleh kemampuan bahasa secara baik. Namun, pendidik menjadi salah kaprah tidak lagi memperhatikan kemampuan anak usia dini yang baru mengenal baca dan tulis di masa prasekolah. Guru kelas 1 SD menginginkan agar *) Dosen Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta 62 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 anak didiknya harus sudah bisa baca dan tulis dengan baik. Guru kelas 1 SD menganggap guru TK yang harus membelajarkan baca dan tulis. Sementara dalam kurikulum TK kegiatan baca dan tulis bukan merupakan fokus bagi pembelajaran di TK. Mereka perlu diperkenalkan huruf, angka dan membaca secara umum bukan menjadi titik fokus yang harus dikuasai oleh anak TK. Tekanan dari orang dewasa terutama orang tua pada anaknya terlalu berlebihan sehingga Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini membuat anak menjadi takut baca dan tulis. Orang tua akan bangga jika anak TK sudah lancar baca dan tulis seperti anak SD kelas 1-2. Sebenarnya kapan waktu tepat untuk membelajarkan baca dan tulis permulaan pada anak? Banyak orang tua sibuk membeli buku untuk membelajarkan baca dan tulis lalu anak diminta untuk belajar, atau diberi kursus baca tulis agar cepat menguasai. Tanpa mengindahkan perkembangan anak itu sendiri. Pada dasarnya anak itu senang bermain karena itu dunia mereka. Melalui pembelajaran bahasa yang menyenangkan diharapkan dapat membantu anak untuk memperoleh kemampuan bahasa secara lebih baik sesuai dengan karakteristik usia. Berbagai aktivitas dan permainan yang menyenangkan dapat diterapkan untuk membelajarkan membaca dan menulis bagi anak usia dini seperti: bermain kartu, bercerita, menggambar, dll. Kegiatan membaca dan menulis tidak lepas dari kegiatan untuk melatih motorik halus seperti menganyam, menarik garis, mewarnai, dll. Kegiatan melatih motorik tangan, mata dan kemampuan mengenal huruf digabung menjadi satu kegiatan yang menarik. Perkembangan anak usia TK (masa awal) dan SD (masa akhir) tentu berbeda. Untuk membelajarkan baca dan tulis dengan kegiatan yang menyenangkan, perlu diperhatikan beberapa aspek seperti: psikologi perkembangan karakteristik anak ditinjau dari perkembangan fisik/motorik, permainan, dan emosi. Kajian Pustaka 1. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini Konsep perkembangan dirumuskan oleh H.Werner (Gunarsa, 1990:22) dengan mengemukakan bahwa perkembangan merupakan suatu proses yang mula-mula global, masif, belum terpecah atau terperinci kemudian semakin lama semakin banyak, berdiferensiasi, dan terjadi integrasi yang hirarkis. Penggunaan istilah masa awal anak-anak (early childhood) menyebutnya usia prasekolah ketika anak masuk sekolah untuk persiapan masuk ke sekolah formal yaitu SD. Pada masa itu anak perlu mendapatkan selain pengetahuan juga keterampilan dan budi pekerti untuk dapat menyesuaikan diri pada kehidupan dewasa. Umumnya orang Indonesia menggo-longkan masa awal anak itu pada usia 7-12 tahun ( Sekolah Dasar kelas 1-6). a. Perkembangan fisik/motorik Menurut Hurlock (1980:110), proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak disebut perkembangan motorik. Secara umum perkembangan ini dibagi dua yaitu perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan ini pada dasarnya berkembang sejalan dengan kematangan saraf dan otot. Tabel 1: Keterampilan Motorik Kasar dan Keterampilan Halus Keterampilan Motorik Kasar 1. 2. 3. 4. Faktor genetik (normal) Kondisi prenatal (saat ibu hamil baik) Kondisi kesehatan (nutrisi cukup) Adanya stimulasi, dukungan dan kesempatan. 5. Urutan keluarga (anak pertama lebih diperhatikan). 6. Kelahiran yang sulit (trauma di kepala) 7. IQ anak rendah 8. Orang tua terlalu protektif 9. Kelahiran prematur 10. Cacat fisik 11. Perbedaan pola asuh anak laki beda dengan perempuan Keterampilan Motorik Halus 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kesiapan anak belajar fisik maupun p s i ki s Kesempatan untuk belajar Kesempatan untuk berlatih Contoh yang baik dan benar Bimbingan Motivasi Setiap keterampilan perlu dipelajari khusus (cara pegang sendok beda dengan cara pegang pinsil) Setiap keterampilan perlu dipelajari satu demi satu (melempar bola sambil makan anak bingung) Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 63 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Setiap anak mempunyai proses kematangan yang berbeda, oleh karena itu perkembangan motorik mereka juga akan berbeda setiap anak. Keterampilan motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motorik yang mencakup keterampilan otot-otot besar seperti merangkak dan berjalan. Keterampilan motorik halus melibatkan gerak gerik otot-otot kecil seperti mencoret, melempar, dan menjahit. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mempelajari kedua keterampilan motorik dapat di lihat pada tabel 1. Sementara itu, perkembangan motorik kasar dan halus berdasarkan usia anak dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2: Perkembangan Motorik Keterampilan Kasar dan Keterampilan Halus Usia Keterampilan Motorik Kasar 1-2 1. Merangkak. 2. Berdiri dan berjalan beberapa langkah (usia 12 bulan). 3. Berjalan cepat (15 bulan) 4. Cepat duduk agar tidak jatuh 5. Merangkak di tangga 6. Berdiri di kursi tanpa pegangan 7. Menarik dan mendorong benda keras seperti meja dan kursi 8. Melempar bola Tahun Keterampilan Motorik Halus 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 2-3 Tahun 3-4 Tahun 64 1. Melompat di tempat 2. Berjalan mundur hingga 3 meter 3. Menendang bola dgn mengayunkan k ak i 4. Memanjat mebel dan berdiri di atasnya 5. Langsung bangun tanpa berpegangan ketika berbaring 6. Berjalan jinjit 7. Naik tangga dengan kaki 8. Lompat dari anak tangga terakhir 9. Mengayuh sepeda 1. 1. Berdiri dengan tumit, tangan di samping tanpa kehilangan keseimbangan 2. Melompat dengan satu kaki 3. Berdiri dengan satu kaki selama 5 detik 4. Menggunakan bahu dan siku pada saat melempar bola hingga 3 meter 5. Menangkap bola besar 6. Mengendarai sepeda roda tiga 1. 2. 3. 4. 5. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk. Mengambil benda kecil dalam mangkuk Membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan Menyusun beberapa balok menjadi menara Menuang cairan dari satu wadah ke wadah lain Memakai kaus kaki, sepatu sendiri dengan hasil kurang sempurna Memutar tombol radio atau TV Mengupas pisang dengan hasil kurang sempurna Melakukan kegiatan dengan satu tangan seperti mencoret-coret Menggambar garis lurus serta lingkaran tak bertaruran Membuka gerendel pintu Mengenggam pensil Menggunting dengan hasil kurang sempurna Mengancingkankan baju dan restleting Membuka tutup toples Memakai baju lengkap sendiri Menggambar badan manusia Menyendok cairan Mencuci dan melap tangan Makan dengan sendok garpu Membawa wadah tanpa menumpahkan isinya Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Usia 4-5 Tahun Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan Motorik Halus 1. Menuruni tangga langkah demi langkah 2. Tetap seimbang ketika berjalan mundur 3. Melompat selokan selebar 0,5 meter dengan satu kaki 4. Melempar bola melebihi 4 meter 5. Membuat belokan tajam dengan sepeda roda tiga 6. Memanjat tangga di lapangan bermain 1. Menggunakan gunting dengan baik meski belum lurus 2. Memasukkan surat ke dalam amplop 3. Membawa secangkir kopi beberapa meter tanpa tumpah 4. Memasukkan benang ke dalam jarum Mengoleskan selai di atas roti Sumber : Majalah Ayah Bunda "Perkembangan Anak", (2002) Keterampilan motorik atau istilah pendidikan aspek psikomotor adalah masa paling penting dan ideal karena pada masa ini anak dengan senang hati mengulang-ulang suatu aktivitas hingga terampil, anak bersifat pemberani artinya tidak takut sakit atau tidak malu ketika diejek oleh temannya. Tubuh mereka masih lentur, keterampilan yang dikuasai sedikit sehingga ketika belajar keterampilan yang baru tidak mengganggu keterampilan yang sudah ada. Pada usia empat tahun sudah dapat menggerak motorik secara tepat karena sudah diatur oleh cortex dalam otak untuk mengerakkan otot. Lingkungan dapat mempengaruhi kematangan anak untuk mempelajari sesuatu aktivitas. Anak yang berada di lingkungan yang kurang dapat perhatian dari orang tuanya akan lebih cepat matang dan menguasai keterampilan lebih cepat daripada anak yang berada di lingkungan baik. Mereka sudah dapat mengikat tali sepatunya, menulis huruf abjad, berjalan, berlari, mewarnai, meronce, dll. Mereka juga dapat menunjukkan keterampilan motorik yang baik seperti memotong dengan gunting, menggunakan pensil warna untuk mewarnai sebuah gambar. Mereka juga mulai belajar menulis kalimat dan kata-kata. Setelah enam atau tujuh tahun semua keterampilan dasar dapat dikuasai. b. Perkembangan emosi Pada masa awal kanak-kanak emosinya sangat kuat karena ketidakseimbangan sehingga mudah terbawa ledakan-ledakan sehingga sulit untuk dibimbing. Hal ini dipengaruhi karena kegiatan terlalu lelah bermain, tidak mau tidur siang dan makan terlalu sedikit sehingga ada gangguan fisiologis. Emosi memegang peranan penting dalam hidup seorang anak. Tiap bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih menyenangkan. Oleh karena itu kehangatan perasaan, rasa persahabatan, simpati yang ditujukan pada orang lain. Setiap orang punya kebutuhan memberi dan menerima afeksi. Saat yang terpenting ketika masa awal kanak-kanak, bila kedua orang tua kurang memberikan kasih sayangnya maka anak akan mengalami berbagai macam gangguan seperti terlihat pada tabel 3. Bila kebutuhan emosional anak terpenuhi secara seimbang dalam awal kehidupannya maka ia akan berkembang menjadi anak yang mampu mewujudkan potensi secara optimal. c. Perkembangan bermain Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan tanpa ada tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Bermain sebagai suatu kegiatan yang muncul atas motivasi dan kehendaknya sendiri dan tak perlu diajarkan. Manfaat bermain ditinjau dari 3 aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor menurut yaitu: (1) aspek kognitif (berhubungan dengan kecerdasan-berpikir), (2) aspek afektif (sosial-emosional) , dan (3) aspek psikomotor (fisik-gerakan) . Ketiga aspek tesebut harus seimbang karena penelitian longitudinal, yang dilakukan di USA, terhadap anak TK antara kelompok yang diberikan 3M (Membaca, Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 65 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Tabel 3: Gangguan pada Diri Anak dan Penyebabnya No Gangguan berupa Men y eb ab k an 1. Perkembangan fisik yang lambat Anak depresi akibatnya terjadi hambatan sekresi (pengeluaran) hormon pituitary yaitu hormon yang mengatur metabolisma dan pertumbuhan badan. Sehingga anak terganggu perkembangan fisiknya 2. Keterlambatan perkembangan motorik Gangguan motorik kasar dan halus seperti duduk, berdiri, jalan, nulis tidak luwes seperti anak lannya. Bahkan gagap pada bicara pun bisa terjadi. 3. Sulit mempelajari hubungan Sulit berkomunikasi dengan orang di sekitarnya dan sulit konsentrasi dan mudah teralih perhatiannya. Sehingga tampak agresif dan nakal. Lebih penuntut, menarik diri, egois, kurang minat bergaul dengan orang lain. 4. Gangguan jiwa Ada gangguan dari masalah kejiwaannya jika hal ini terjadi pada anak dalam waktu lama dan pola asuh yang tidak baik dari waktu ke waktu. Su mber: Majalah Ayah Bunda "Perkembangan Anak" , (2002) Menulis dan Menghitung) sangat baik pada anak yang menekankan kognitif saja, kenyataannya 10 tahun kemudian kemampuan akademis mereka sama dengan kelompok anak TK yang diberikan 3M yang tidak optimal. Bahkan anak yang terlalu dini dirangsang 3M akan mengalami gangguan emosi, berperilaku menyimpang, tidak mau sekolah dan Tabel 4: Pola Permainan Anak Usia Pola permainan 0-1 Tahun Bermain b e b as d an spontan Tahapan bermain Usia 3-4 bulan Gerakan diulang-ulang Gerakan dari anggota tubuhnya sendiri seperti bermain ludah, tersenyum Usia 4-8 bulan Tertarik dengan objek luar dan gerakan yang diulang untuk kesenangan . Usia 7-8 senang melihat TV karena bergerak dan warna dominan . Usia 8 - 12 bulan Bermain dengan sengaja dan gerakan lebih majemuk Mencoba-coba untuk menggerakkan bola 66 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Jenis bermain Alat bermain Peran orang tua B e b as d an spontan. Melakukan aktivitas spontan tanpa tujuan dan terus bereksplorasi seperti merangkak dan berjalan kian kemari Warna yang cerah dan warna-warni. Permainan yang mengeluarkan bunyi-bunyian Permainan yang bergerak Sebagai teman bermainnya dan al at permainannya. Orang tua harus peka melihat kondisi anak ketika bermain. Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini memberontak. Sebaiknya anak yang kegiatan fisiknya sangat aktif harus juga diseimbangkan dengan kegiatan yang tidak membutuhkan kegiatan fisik terlalu banyak agar ketekunan, Usia Pola permainan Tahapan bermain konsentrasi dan kesabaranpun akan tumbuh dalam diri anak. Pola permainan berdasarkan usia anak dan jenis permainan dan peran orang tua dapat dilihat pada tabel 4. Jenis bermain Alat bermain Peran orang tua 1-2 Bermain Tahun eksplorasi Senang mengigit, dipencet, diraba, dipukul, diremas, dicorat-coret tanpa tujuan. Belum bisa bicara banyak tetapi ekspresi wajahnya bisa dilihat senang atau marah saat bermain. Senang bermain berpurapura (menyisir pakai sisir boneka, minum pakai gelas kosong). Nonton TV karena orang lain tertawa maka ia menirukan walaupun tidak tahu apa yang diketawakan. Bermain eksplorasi Kemampuan fisiknya sudah makin berkembang dan mulai tertarik dengan segala sesuatu di luar dirinya d an kemampuan kognitifnya terbatas sehingga peran orang tua sangat kuat Permainan yang melatih motorik dan mengasah k e p e k aan panca indera. Ukuran mainan besar, aman, bersih. Mainan berbu-nyi saat dige-rakkan, mainan gantungan (untuk merangsang berdiri) mainan yang dapat digerakkan (merangsang belajar jalan) mainan gigitan senang menggigit dan memasukkan kemulut) Orang tua harus ketat perhatian karena anak sudah senang dengan lingkungan di luar dirinya tetapi belum bisa kontrol diri. Jangan terlalu over protec tive dapat menyebabkan anak terhambat perkembangannya Pendampingan dari orang tua sehingga tahu perkembangan anaknya. 2-3 Dikenal-Tahun kan permainan konstruktif Memasuki tahap praoperasional Teori Piaget: mereka mempresentasikan dunianya melalui katakata dan imajinasi (bermain purapura/simbolik). Permainan konstruktif yang dapat melatih koordinasi motorik halus d an k e s ab ar annya. Bermain paralel dengan teman artinya mereka bermain bersama tetapi tidak saling berinteraksi karena sibuk dengan permainan masing- masing. Warna yang menyolok, ukuran besar, bersih dan tidak tajam. Permainan yang menggunakan pikiran seperti l e g o , b al o k , plastisin, alat menggambar, kertas lipat, tanah liat, gips. Sebagai teman bermain karena ingin mandiri dalam bermain. Sebagai pengawas tetapi b u k an pengkritik. Pemberi motivasi ketika g ag al melakukan kegiatan karena motivasinya sering berubahu b ah Usia 2,6 tahun Kebutuhan bicara dengan orang lain walau pembendaharaan terbatas . Usia 3 tahun Pembendaharaan meningkat sehingga dapat bicara lebih dimengerti. Permainan kognitif seperti menyusun balok, membuat karya dari plastisin. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 67 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Usia Pola permainan Tahapan bermain Jenis bermain Alat bermain Peran orang tua 3-4 PermainTahun an dengan aturan sederha-na Anak sudah terampil motorik kasar dan halus tetapi harus lebih diasah supaya lebih berkembang. Permainan role play sangat disenangi mereka karena mereka dapat berimajinasi, selain itu melatih sosioemosianal , motorik serta bahasa dan belajar menunggu giliran. Permainan yang menggunakan aturan sederhana Keterampilan motorik kasar dan halus s u d ah b ai k mulai bersosialisasi. Melalui permainan aturan sederhana anak dapat dilatih motorik dan sosial-emosinya serta bahasa Permainan yang dapat mengklasifikasi bentuk, warna, ukuran. Permainan role play seperti dokter-dokter-an, pasarpasaran. Permainan yang mengasah motorik halus seperti mengancing baju, meronce,dll. Permainan yang melatih motorik ka-sar seperti bermai n s e p e d a, ayunan Sebagai fasilitator dalam mendampingi anak bermain role play artinya ikut juga terlibat d al am permainan itu sambil membelajarkan anak mematuhi aturan permainan yang ad a 4-5 Bermain Tahun sosial Permainan yang bersifat kompetetif artinya ada unsur menantang dalam diri untuk berlomba dengan teman sebaya. Senang mengobrol denga teman sebaya dan menyukai bermain peran dengan teman sebaya Bermain sosial karena sudah d ap at bersosialisasi dengan baik. Sudah tidak bermain paralel l ag i Permainan yang bersifat bermain peran Permainan orang dewasa misalnya adu kelereng, lempar tangkap bola, bergulat, memasak. Permainan olahraga seperti lompat kodok, meniti trotoar, melemp ar b o l a k e kaki meja, berenang. Menghargai pilihan anak jangan melarang anak untuk bermain dengan siapa atau bermain apa. Mengarahkan anak untuk berkompetensi sehat . Keterlibatan orang tua jangan sampai mengurangi kebebasan anak. Memasuki tahap operasi-onal Teori Piaget: mereka sudah berpikir logis dan dapat mengkaitkan beberapa konsep tetapi masih perlu bantuan benda nyata. Bermain dengan teman gengnya artinya kegiatan yang dilakukan teman sebaya (geng) untuk mengisi Peralatan menjahit, peralatan untuk menggambar/melukis, peralatan untuk tukang, peralat- Pemberi motivasi ketika gagal melakukan kegiatan karena motivasinya sering berubah-ubah 7-9 Bermain Tahun konstru- ktif 68 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Usia Pola permainan Tahapan bermain Jenis bermain Alat bermain Peran orang tua Permainan kognitif lebih disukai mereka seperti membuat karya dari kayu/balok untuk anak laki-laki. Menjahit, menggambar, membentuk perhiasan dari tanah liat atau kancing dan bernyanyi untuk anak perempuan waktu mereka ketika kosong an listrik atau peralatan musik motivasinya sering berubahu b ah Bermain menjelaj ah Pada masa akhir kanakkanak anak sudah tidak senang menjelajah di dalam lingkungan rumah tetapi lingkungan yang lebih luas seperti lingkungan tetangga. Kegiatan ini senang dilakukan bersama teman sebaya satu gengnya. Permainan menjelajah d i l ak u k an karena rasa ingin tahu anak tentang segala yang terjadi di lingkungan sekitar di luar dirinya. Kegiatan pramuka, kegiatan kemah di luar halaman rumah, kegiatan, kegiatan berbelanja bersama teman. Mengawasi dan mengarahkan pada berbagai kegiatan di luar rumah. Mengumpulk an Sebagai salah satu kegiatan bermain yang s u d ah d i l ak u k an s e j ak kecil. Mengumpulkan benda yang menjadi favoritnya dilakukan karena iri hati pada teman, gengsi dan memberikan kesenangan bagi kolektornya. Mengkoleksi benda awalnya anak akan mengumpulkan segala benda yang menjadi perhatiannya tetapi berangsur usia maka anak ak an menfokuskan pada satu benda yang akan disenangi dan berbeda deng-an temanteman untuk dikumpulkannya dan menyimpannya secara sistematis dan dipajang Koleksi boneka barbi, koleksi yang berbau Superman, ko l e ks i perhiasan, k o l e k s i j am tangan, dll Memberi kepercayaan dan kesempatan kepada anak untuk dapat mengoleksi benda kesayangan dengan tujuan positif dan didapat dengan cara yang baik 7-9 Bermain Tahun konstruktif Sumber: Majalah Nakita "Mainan dan Permainan" , (2007) Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 69 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Menurut Jean Piaget seorang psikolog dari Swiss dalam Hurlock (1999: 222), kemampuan intelektual dibagi dalam 4 tahap yaitu: 1) tahap sensorimotorik (lahir – 2 tahun) , motorik anak berkembang dari refleks menjadi gerakan yang bertujuan, yang melibatkan seluruh alat indera (misalnya memasukkan benda ke dalam mulut , mulut terbuka ketika disuapi makanan); 2) tahap praoperasional (2-7 tahun) pada tahap ini pemikian anak masih didominasi oleh hal yang berkaitan dengan aktivitas fisik dan persepsinya sendiri, berpikir masih egosentris dan belum punya pemahaman realitis dan obyektif tentang lingkungan yang berada di luar dirinya, belum mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan angka atau pengelompokkan benda ; 3) tahap operasi kongkrit (7-11 tahun) kemampuan abstrak sudah lebih baik tetapi masih perlu benda kongkrit (dikaitkan dengan kehidupan nyata) untuk memahami suatu benda, pembentukan konsep waktu, ruang, bilangan, pengelompokkan benda, berpikir rasional sudah nampak pada tahap ini; 4) tahap operasi formal (di atas 11 tahun) anak sudah mampu untuk berpikir abstrak dan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai alternaif serta dapat berpikir secara kombinasi dari berberbagai informasi. Penalarannya sudah logis dan mampu memahami masalah yang kompleks. Dari tahapan bepikir di atas dapat disimpulkan bahwa anak berpikir dan melihat hubungan-hubungan terlihat ketika mereka bermain atau menjelajah lingkungan karena dengan meningkatnya koordinasi motorik, pembendaharaan kata, kemampuan untuk bertanya sehingga perkembangan pesat untuk mengerti apa itu benda dan makhluk hidup. Pada tahap praoperasional ini anak mulai berpikir lebih khusus karena mereka sudah mulai memperhatikan hal-hal yang lebih kecil. Sehingga tidak mudah bingung jika dia menemukan benda yang sama. Kemampuan anak dalam memahami konsep bilangan artinya berkaitan dengan jumlah dan angka pada usia tujuh ahun baru mereka memahami konsep blangan. Sementara 70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 banyak anak usia 18 bulan sudah bisa membilang satu sampai sepuluh bukanlah berarti anak itu paham melainkan mereka menirukan saja. Bila ada benda di atas meja dan mereka diminta untuk menghitung maka mereka tidak akan mampu. Perlu waktu lama untuk anak dapat memahami konsep bilangan karena sifatnya abstrak. Pada usia tiga tahun anak hanya dapat membilang dari angka satu sampai tiga sedangkan Pada usia empat tahun anak hanya dapat membilang dari angka satu sampai empat dan anak pada usia lima tahun anak hanya dapat membilang dari angka satu sampai lima. Kemampuan mereka belum dapat untuk mengoperasikan bilangan seperti menjumlah, mengurangi, mengali dan membagi. Sebelum mereka dapat memahami konsep bilangan secara lengkap awalnya anak harus mengerti dulu ukuran benda. Anak pada usia tiga –tiga setengah tahun sudah dapat membedakan benda yang ukuran benda besar dan kecil, pada usia empat - lima tahun. Setelah itu anak dapat mengelompokan benda-benda. 2. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa dipisahkan dari kegiatan saling berkomunikasi. Untuk berkomunikasi manusia memerlukan suatu media yaitu bahasa. Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi lisan, tertulis atau isyarat yang digunakan secara kombinasi oleh masyarakat. Menurut Semiawan (1999: 112), bahasa merupakan suatu kode atau sistem simbol dan urutan kata-kata yang diterima secara konvensional untuk menyampaikan konsepkonsep atau ide-ide dan berkomunikasi melalui penggunaan simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan yang ada. Bahasa juga merupakan alat komunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Menurut Tarigan (1985 : 3), bahasa meliputi empat aspek keterampilan yaitu aspek keterampilan berbicara, menulis, menyimak, dan membaca. Menurut Ralph Waldo dalam Santrock (2007:353), ada lima sistem aturan bahasa dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Tabel 5: Sistem Aturan Bahasa Sistem Aturan Deskripsi Contoh Fonologi Sistem suara dalam sebuah Sebuah fonem adalah unit terkecil dalam bahasa. sebuah bahasa. Morfologi Kata rumah dibunyikan dari "ru" dan "mah" Sistem dari unit-unit bermakna yang terlibat dalam pembentukan kata. Sintaksis Sistem yang melibatkan bagaimana kata-kata dikombinasikan sehingga membentuk frasa-frasa dan kalimat yang dapat diterima. Bus merupakan morfem tunggal, karena b dan us tidak memiliki arti. Walaupun "bu" dan "s" bila dipisahkan mempunyai arti bu adalah ibu. Tetapi s tidak. Semantik Sistem yang melibatkan arti kata dan kalimat. K u da hitam lari sangat kencang Kt benda kt sifat kt kerja kt keterangan Kalimat terdiri dari frasa kata benda dan frasa kata kerja Pragmatik Berbicara sopan pada guru dengan menggunakan Sistem yang menggunakan percakapan dan pengetahuan tata bahasa. Misalnya bolehkan saya izin untuk ke yang tepat terkait penggunaan kamar mandi? bahasa secara efektif dalam konteks. Sejak bayi sudah mulai belajar bahasa yaitu ketika ia menangis minta susu pada ibunya. Ketika itu bayi itu sedang berbicara melalui bahasa isyarat. Berangsurnya usia bayi mulai mereka untuk menyimak apa yang didengar dari lingkungan. Selanjutnya anak usia dua - tiga tahun mulai dengan belajar bicara dari kosa kata yang sering didengarnya. Usia empat – enam tahun anak sudah mulai belajar baca dan tulis dengan konsep yang sangat sederhana sebagai pengenalan anak pada baca dan tulis yaitu melatih gerakan motorik halus seperti menulis huruf. Usia tujuh - delapan tahun anak lebih matang untuk gerakan motorik halus seperti menulis dan mewarnai sehingga pengenalan baca dan tulis lebih kompleks. Usia sembilan sampai 12 tahun anak sudah paham akan bacaan yang dibaca dan anak dapat mengungkapkan ekspresi dirinya melalui tulisan seperti puisi, sajak atau karangan. Di atas secara singkat telah dipaparkan perkembangan bahasa yang dialami oleh bayi hingga anak usia 12 tahun (Anak SD kelas 6). Di bawah ini disajikan perubahan perkembangan bahasa anak pada masa awal kanak-kanak ( 0-5 tahun) terjadi sebagai tertera dalam tabel 6. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Fungsi pengembangan Bahasa Indonesia di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah: a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak. b. Mengenalkan anak dengan dunia sekitar. c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik. d. Mengembangkankemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi. e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas dan kemampuan yang dimiliki anak. f. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 71 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Tabel 6: Perubahan Perkembangan Berbahasa Anak No Sistem Aturan Kejadian 1 Fonologi Kesulitan untuk mengucapkan kelompok konsonan misalnya strika. Umumnya akan berlanjut hingga memasuki masa akhir anak-anak. 2 Morfologi Anak sudah dapat mengungkapkan lebih dari dua kata misalnya kakak memukul saya dan saya dipukul kakak. 3 Sintaksis Anak belajar menerapkan aturan untuk membentuk kalimat sesuai aturan. Misalnya badu membawa buku bukan membawa badu buku. Orang tua memperbaiki kalimat yang salah tersebut untuk sesuai aturan SPOK. Akan terus berlanjut pemelajaran hingga masa akhir dengan kalimat yang lebih kompleks. 4 Semantik Anak pada masa ini sangat pesat belajar kosa kata hingga 5 - 8 kata sehari mereka serap sehingga diperkirakan pada usia 6 tahun sudah 8000 hingga 14000 kata yang sudah dikuasai. 5 Pragmatik Usia 2 tahun berbeda dengan 6 tahun, pada usia 6 tahun mereka sudah dapat berbicara imaginatif dan gaya bicara lebih sopan dengan orang dewasa. Dikutip dari Ralph Waldo dalam Santrock (2007:355) Menurut Early Learning Goals 1999 dalam Masitoh tujuan pengembangan bahasa pada usia awal dijabarkan sebagai berikut: (a) menyenangi mendengarkan /menyimak dan menggunakan bahasa lisan dan lebih siap dalam bermain dan belajarnya; (b) menyelidiki dan mencoba dengan suara-suara, kata-kata dan teks; (c) mendengarkan dengan kesenangan dan merespon ceritera, lagu, irama, dan sajak-sajak daan memperbaiki sendiri ceritera, lagu, musik dan irama; (d) menggunakan bahasa untuk menciptakan, melukiskan kembali peran dan pengalaman; (e) Menggunakan pembicaraan, untuk mengorganisasi, mengurutkan, berpikir jelas, idea, perasaan dan kejadian-kejadian; (f) mendukung mendengarkan dengan penuh perhatian; (g) merespon terhadap apa yang mereka dengar dengan komentar pertanyaan dan perbuatan yang relevan; (h) interaksi dengan orang lain, merundingkan rencana dan kegiatan dan menunggu giliran dalam percakapan; (i) memperluas kosa kata mereka, meneliti arti dan suara dari kata-kata baru; (j) mengatakan kembali ceritera-ceritera dalam urutan yang benar, menggambarkan pola bahasa pada ceritera; (k). berbicara lebih jelas dan dapat 72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 di dengar dengan kepercayaan dan pengawasan dan bagaimana memperlihatkan kesadaran pada pendengar; (l) mendengarkan dan berkata, ciri dan suara akhir dalam katakata; (m) menyesuaikan suara dan huruf, memberi nama , mengarahkan huruf-huruf dalam alphabeth; (n) membaca kata-kata umum yang sudah dikenal dan kalimat sederhana; (o) mengetahui bahwa cetakan itu memiliki arti contoh dalam bahasa inggris membaca dari kiri ke kanan dari atas ke bawah; (p) menunjukkan pemahaman dari unsur-unsur buku seperti karakternya urutan kajian dan pembahasan; (q) mencoba menulis untuk berbagai pilihan; (r) menulis nama sendiri dan benda-benda lain seperti sebagai label dan kata-kata di bawah gambar dan mulai dari bentuk kalimat sederhana, kadang-kadang menggunakan tanda baca; (s) menggunakan pengetahuan huruf untuk menulis kata-kata sederhana dan mencoba dengan kata-kata yang lebih kompleks; dan (t) memegang pinsil dan menggunakan secara lebih efektif untuk membentuk huruf yang dapat dikenal. Pengembangan bahasa untuk anak TK dikutip dari Depdiknas dalam Masitoh (2000) Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini ada sembilan prinsip pembelajaran seperti: (1) sesuaikan dengan tema kegiatan dan lingkungan terdekat; (2) pembelajaran harus berorienatasi pada kemampuan yang hendak dicapai sesuai potensi anak; (3) tumbuhkan kebebasan dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan dikaitkan dalam spontanitas; (4) diberikan alternatif pikiran dalam mengungkapkan isi hatinya; (5) komunikasi guru dan anak akrab dan menyenangkan; (6) guru menguasai pengembangan bahasa; (7) guru harus bersikap normatif, model, contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar; (8) bahan pembelajaran membantu pengembangan kemampuan dasar anak ; dan (9) tidak menggunakan huruf satu-satu secara formal. Peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya pengembangan potensi anak empat - enam tahun. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. a. Keterampilan berbahasa 1) Aspek berbicara dan mendengarkan (menyimak) Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan erat seperti: ujaran biasanya dipelajari melalui menyimak atau meniru (pemodelan), kata-kata yang dipelajari anak biasanya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan budaya. Semakin banyak anak melakukan kegiatan menyimak maka kualitas berbicara anak akan menjadi lebih baik. Hal penting yang harus diperhatikan seorang anak kecil belajar berbicara adalah (a) persiapan fisik untuk berbicara artinya tergantung dari kematangan otot untuk berbicara seperti langit-langit mulut datar, saluran suara ,dll; (b) kesiapan mental untuk berbicara bergantung pada kematangan otak anak; (c) model yang baik untuk ditiru yaitu kondisi lingkungan ketika mendengar TV, perintah orang tua, dll; (d) kesempatan untuk berpraktek artinya diberi kesempatan untuk berceloteh walaupun salah; (e) motivasi akan melemah jika orang tua mencoba untuk terus memahami bahasa isyarat dan tangisan anak ; dan (f) bimbingan dengan cara menyediakan model yang baik dan mengatakan kata dengan perlahan dan jelas. Kosa kata yang dikuasai oleh anak-anak pada usia dini antara lain: (a) kata benda yaitu kata pertama yang dikuasai oleh anak bersuku kata satu (celoteh mereka) ; (b) kata kerja adalah tahap berikutnya belajar melukiskan tindakan (ambil...; pegang ...) ; (c) kata sifat mulai muncul dari usia satu setengah tahun seperti baik, buruk, bagus, jelek, nakal, baik... ; (d) kata keterangan mulai muncul bersamaan dengan kata sifat seperti di sana, di sini ; dan (e) kata perangai atau kata ganti akan muncul paling akhir karena Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 73 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini bingung untuk menggunakan kata “ku, nya , kami dan mereka”. Untuk lebih jelasnya mengenai tugas perkembangan bahasa pada aspek berbicara untuk anak usia dini dipaparkan dalam tabel 7. Kosa kata khusus yang dikuasai oleh anakanak pada masa ini antara lain: (a) kosa kata warna mulai dikenal anak usia empat tahun tergantung pada minat dan kesempatan mereka untuk belajar ; (b) jumlah kosa kata berdasarkan usia lima tahun diharapkan dapat menghitung tiga objek, usia enam tahun diharapkan dapat memahami bilangan seperti menghitung jumlah (lima, sembilan...) ; (c) kosa kata waktu seperti pagi, siang, hujan, panas sekitar enam atau tujuh tahun ; (d) kosa kata uang dikenal oleh anak pada usia empat atau lima tahun dengan melihat ukuran dan warna ; dan (e) kosa kata ucapan populer muncul usia empat sampai delapan tahun biasanya anak lelaki punya istilah sendiri dan anak perempuan juga dalam kelompoknya bisa jadi menjadi bahasa rahasia dalam bentuk isyarat. Orang tua yang baik akan peduli pada perkembangan bahasa bayi dan anak pada awal masa ini. Naomi Baron dalam Santrock (2007: 376) memberikan ide untuk menolong para orang tua mendukung perkembangan bahasa anak untuk bayi sebagai berikut: (1) menjadil teman bicara yang aktif, (2) berbicara seolah-olah bayi memahami apa yang dikatkan agar anak dapat menyesuaikan diri, (3) mempergunakan gaya bahasa yang nyaman, (4) menjadi pendengar yang baik, (5) menganggap orang tua mengerti apa yang diucapkan oleh anak , serta 6) tidak membandingkan jenis kelamin atau kemampuan berbicara anak dengan lainnya. Bentuk-bentuk perilaku anak yang mendapat gangguan untuk aspek-aspek keterampilan bahasa adalah sebagai pada tabel 8. Tabel 8: Bentuk-bentuk Perilaku Anak yang Mendapat Gangguan untuk Aspek-Aspek Keterampilan Bahasa No Perilaku Keterangan 1. Disleksia Gangguan perkembangan membaca karena ada kelainan atau hambatan perk pada belahan otak sebelah kiri (berbicara,verbal dan bahasa manusia). Hal ini disebabkan oleh kemampaun orientasi ruang si anak yang tidak berkembang dengan baik. (membedakan kanan, kiri, bawah, atas) sehingga dia tidak salah membunyikan huruf p,d, b atau palu dibaca pula) bila gejala ini muncul saat belajar membaca dan menulis belum menunjukkan gejala disleksia. Bahkan tidak bisa membedakan arah kiri dan kanan. Hal ini perlu latihan. 2. Gagap Bentuk kelainan bicara yang ditandai dengan tersendatnya pengucapan kata-kata. Misalnya tiba-tiba anak tidak dapat mengungkapkan kata-kata perlu waktu lama dan disertai kejang otot leher dan diagfragma yang disebabkan oleh tidak sempurnanya koordinasi otot bicara. Hal ini karena genetik, ganagguan alat pendengaran dan syaraf, tuntutan orangtua te rlalu tinggi untuk bisa bicara saat 2-3 tahun sehingga digembeleng terus sehingga anak tertekan dan cemas ada 3 jenis gagap yaitu gagap perkembangan pada usia 2-4 tahun , gagap sementara pada usia 6-8 tahun kaena adaptasi mental dengan lingkungan, gagap menetap pada usia 3-8 tahun. Gugup bisa berkembang menjadi gagap hal ini akan berpengaruh pada pola pikir anak, prestasi di sekolah. Oleh karena itu perlu diberi pelajaran tambahan, dengarkan keluhan anak, beri motivasi untuk terus mau belajar, beri kesempatan anak untuk mau bergaul dengan teman. 74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini No Perilaku Keterangan 3. Clutering Keahlian anak untuk bicara karena belum ada ide dalam pikirannya. Hal ini karena kurangnya koordinasi anatara ide dan pengucapan terjadi karena keterlambatan kontrol motorik dan perkembangan kemampuan bicara anak yang lambat. Ciri-ciri clutering seperti: bicara terburu-buru, beberapa kata sering tertukar, perilakunya sering terburu-buru melakukan aktivitas, tidak ada sinkronisasi dalam penggunaan bagian tubuh kanan dan kiri, kondisi anak stres dan tegang. Penanganannya melalui: melatih anak dengan bicara tempo lambat dan disertai latihan pernafasan perut, ciptakan suasana santai dan menyenangkan, beri pujian. 4 Komunik as i Pertukaran pikiran dan perasaan. Dapat dilakukan dengan berbagai cara: gerakan tubuh, ekspresi wajah, bahasa secara lisan dan tulisan. Anak menggunakan bentuk bahasa yang mempunyai arti bagi orang yang diajak bicara baik secara verbal maupun non, misalnya anak menunjuk botol sambil mengucapkan tol. Atau ibu melarang sambil menggelengkan kepala sambil telunjuknya bergoyang sambil mengucapkan tidak boleh. Anak dibawah usia 18 buan dipersiakan secara mental dan otot bicara untuk memasuki komunikasi bicara. 5 Menangis Cara awal bayi untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Arti tangisan bayi kuat, lemah, lama atau sebentarnya mempunyai arti. Melalui tangisan dia bisa mengkomunikan rasa sakit, ingin sesuatu, ingin di temani, dll. 6 Omong jorok Kata-kata yang diucapkan untuk tidak sepantasnya diucapkan karena tidak sopan. Penyebabnya karena ingin menarik perhatian, untuk membuat orang dewasa terkejut, untuk meredakan ketegangan, ingin dianggap orang dewasa, agar diterima oleh kempoknya. Pencegahannya dengan cara memberikan contoh yang baik, memberikan anak kesempatan mengekspresikan perasaannya, ajak berdiskusi. Penangangannya melalui cara sbb: jangan pedulikan apa yang telah diucapkan, berlagak bodoh dengan bertanya artinya, menunjukkan empati pada anak yang frustasi, memberi hukuman atau pujian dan tunjukkan ketidaksetujuan dengan ekspresi wajah. 7 Mengoceh Bayi pada minggu ke-6 sudah dapat mengeluarkan suara kesenangan atau kepuasan. Suara itu berasal dari gerakan alat suara. Tergantung pula pada rongga mulut. Rangkaian satu huruf dan konsonan misalnya da, ma, pa.. lalu kombinasi menjadi satu rangkaian ma-ma-ma, da-da-da... lalu menjadi serangkaian kata seperti mama, papa, dada. Sumber: Majalah Ayah Bunda "Perkembangan Anak", (2002). 2). Aspek membaca dan menulis Membaca adalah menerjemahkan simbol (huruf) ke dalam suara yang dikombinasikan dengan kata-kata. Kata-kata tersebut disusun sehingga kita dapat belajar memahaminya dan kita dapat membaca catatan (Lee Tze Peng, 1844 dalam Masitoh). Memulai membaca sejak usia dini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi anak usia pra sekolah, karena usia satu sampai lima tahun dikenal sebagai sesuatu yang paling penting dalam perkembangan anak. Tentunya berbeda dengan membaca di SD. Kegiatan di TK Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 75 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini dirancang untuk mempersiapkan membaca dari pada mengajar anak membaca. Anak usia dini yang menyukai gambar atau huruf sejak awal perkembangannya akan mempunyai keinginan membaca lebih besar karena mereka tahu membaca dapat membuka pintu baru dan menyenangkan bagi mereka. Perilaku kesiapan membaca dapat diperlihatkan sebagai (a) rasa ingin tahu yang besar tentang benda-benda di dalam lingkungan, manusia, proses dan sebagainya; (b) mampu untuk menerjemahkan atau membaca gambar dengan mengidentifikasikan dan menggambarkan; (c) menyeluruh dalam pembelajaran anak; (d) melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa percakapan khususnya kalimat; (e) memiliki kemampuan untuk membedakan persamaan dan perbedaan dalam dan suara secara cukup baik untuk mencocokan satu kata dengan yang lainnya; (f) keinginan untuk belajar membaca; (g) memiliki kematangan emosional yang cukup untuk dapat konsentrasi dan terus menerus dalam satu tugas; (h) memiliki percaya diri dan stabilitas emosi; dan (h) mempunyai banyak pengalaman yang menyenangkan dengan membaca. (bahan bacaan untuk membaca dini harus sesuai dengan bahas dan pengalaman anak). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca pada anak usia dini antara lain . a). Fisiologis yaitu meliputi kesehatan fisik, jenis kelamin dan otak. Misalnya, perlu diperiksa mata anak sebelum mereka akan memulai kegiatan membaca permulaan. Atau kadang-kadang anak belum matang untuk mengucapkan perbedaan bunyi bahasa dan mendengar kemiripan huruf b, p, d. b). Intelektual adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional dan berbuat efektif terehadap lingkungan. IQ baik untuk mempengaruhi membaca permulaan. c). Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap dan nilai-nilai serta kemampuan bahasa anak. Seperti latar belakang anak dan pengalaman anak di rumah dan sosial ekonomi sangat mempengaruhi kemampuan membaca juga. Bila anak dalam 76 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 keluarga yang hangat atmosfernya maka anak lebih termotivasi membaca daripada anak yang mengalami brokenhome. Apabila fasilitas membaca disediakan untuk membaca maka anak tersebut akan lebih baik kemampuan membacanya daripada yang tidak ada fasilitas membaca di rumah. Terdapat hubungan erat antara membaca dan menulis ketika anak memperlihatkan kegiatannya dalam menulis kegiatan membaca akan meningkat. Menulis memerlukan kemampuan motorik halus, koordinasi mata dengan tangan anak memegang peralatan menulis, cara dasar penulisan persepsi huruf dan bahasa cetak . Anak mulai menulis dimulai dengan kegiatan mencorat coret (scribbing) sekitar usia 2 tahun atau 3 tahun. Keahlian motorik mereka berkembang sedemikian rupa sehingga mereka mulai sanggup menulis huruf-huruf pada masa awal kanak-kanak (Santrock : 2007: 365). Pada usia 4 tahun mereka sudah dapat menuliskan nama depan nama mereka. Pada usia 5 tahun dapat menuliskan kembali huruf-huruf yang mereka lihat dan menirukan menuliskan beberapa kata yang pendek. Mereka lambat laun akan mampu membedakan ciri khas dari huruf seperti huruf V, S, T, ... Kegiatan anak ketika mereka mencoba teknik menulis menggunakan lekuk-lekuk dan garis sebagai huruf, meniru tulisan atau meniru huruf-huruf yang dapat dikenal, menulis nama sendiri, menulis beberapa kata atau frase pendek, menulis frase atau kalimat bervariasi. Menulis dapat dilakukan anak dengan berbagai cara seperti menggambar, tulisan cakar ayam, bentuk yang mirip dengan huruf, ejaan konvensional yang ditulis sendiri. Anak usia prasekolah harus memiliki pengetahuan tentang segi-segi grafis dari cetak sebelum menerima pembelajaran formal membaca dan menulis. Mereka harus memiliki pengertian dari hubungan antara simbol tulisan dan suara bahasa kata. Kemampuan menulis anak akan berangsurangsur bersamaan dengan munculnya bahasa lisan. Oleh karena itu kita sebagai guru atau pembimbingnya harus memahami dan menerima tulisan anak usia prasekolah sebagai alat komunikasi dan memahami apa yang diharapkan anak melalui tulisannya, karena Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini anak TK belum sebagaimana halnya tulisan dengan bentuk-bentuk huruf yang jelas seperti tulisan kita. Menurut Brown 1990 dalam Masitoh, ada empat tahap dalam menulis yaitu pre communicative writing, semphonic writing, phonic writing, dan trantitional writing. Pre communicative writing, anak belajar bahwa huruf-huruf itu membantu kata-kata untuk keperluan berkomunikasi. Anak memperhatikan orang tua atau saudara-saudaranya membaca dan menulis sekalipun anak belum menghubungkan huruf dan bunyi. Anak tetap saja menulis sekalipun orang tua menganggapnya main-main. Semphonic writing, dengan membayangkan kemampuan berbahasa anak melalui pemahaman huruf, bunyi dengan konsonan dalam posisinya sebuah kata. Sayangnya ini belum diakui sebagai komunikasi yang sesungguhnya. Pembaca dapat memahaminya apabila anak membaca apa yang telah dituliskan. Phonic writing, anak mulai mengeja bunyi kata menutur struktur katadan trantitional writing, periode transisi di mana anak mulai mengikuti aturan-aturan bagi standar ejaan. Setelah itu anak mulai mendemonstrasikan pengetahuannya tentang ketatabahasaan dan standar ejaan. Tahapan perkembangan bahasa dapat dilihat berdasarkan usia anak adalah seperti terlihat dalam tabel 9. Tabel 9: Bentuk-bentuk Perilaku Anak yang Mendapat Gangguan untuk Aspek-Aspek Keterampilan Bahasa T ah ap an Rentang Usia Deskripsi 0 Mulai lahir hingga u si a 1 tahun Anak-anak menguasai prasayarat membaca. Banyak anak mempelajari gerak membaca kiri-kanan dan tatanan membaca, bagaimana mengidentifikasi huruf-huruf dan alpabeth serta bagaimana menulis nama mereka. Banyak anak belajar membaca kata-kata yang muncul di rambu jalan. Sebagai akibat dari acara TV dan program prasekolah dan TK, banyak anak belia telah memiliki kemampuan membaca pada usia lebih awal daripada masa lampau. 1. Tingkat 1 d an 2 Pada tingkat ini, anak mulai belajar membaca. Dengan melakukannya mereka juga memperoleh kemampuan membunyikan kata-kata menerjemahkan huruf menjadi bunyi dan mencampur bunyi menjadi kata). Mereka juga melengkapi pembelajaran mereka dengan nama dan bunyi huruf. 2. Tingkat 2 d an 3 Anak menjadi lancar dalam mengulang tiap kata dan keahlian membaca yang lain. Akan tetapi, pada tahapan ini membaca belum digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Tuntutan membaca dakan menguras stamina anak-anak pada tahapan ini sehingga mereka umumnya kelelahan sebelum mampu menyerap intisari bacaan. 3. Tingkat 4 Pada tingkat 4 hingga 8 anak menjadi lebih mampu memperoleh hingga 8 informasi dari media cetak. Dengan kata lain, mereka membaca untuk belajar. Mereka masih mengalami kesulitan memahami intonasi yang ditampilkan dari beragam sudut pandang dalam satu cerita. Ketika anak tidak belajar membaca, anak cenderung mengalami kesulitan serius dalam berbagai mata pelajaran. 4. SMA Banyak siswa menjadi pembaca-pembaca yang sangat kompeten. Mereka mengembangkan kemampuan untuk memahami materi yang ditampilkan dari berbagai sudut pandang. Hal ini memupuk mereka mendiskusikan literatur, sejarah, ekonomi, dan politik. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 77 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini 3. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan atas pembiasaan-pembiasaan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri. Pembelajaran berorientasi pada prinsipprinsip perkembangan anak usia prasekolah dan sekolah awal kelas 1-2 SD yaitu: (a) anak belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis; (b) siklus belajar anak selalu berulang. (c) Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya; (d) minat dan keingintahuan anak akan memotivasi belajarnya; (e) perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individu; (f) kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak; (g) bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia TK dan kelas awal SD; (h) kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik dan beranjak dari tema yang menarik minat anak; (i) pemilihan tema dalam kegiatan pembelajaran hendaknya dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, serta menarik minat anak; (j) proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru; dan (k) lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengajar pada anak usia dini dan awal kelas SD seperti: (a) metode bercerita; (b) metode bercakap-cakap; (c) metode tanya jawab ; (d) metode pemberian tugas; (e) metode karya wisata; (f) metode demonstrasi ; (g) metode sosiodrama ; (h) metode eksperimen ; (i) metode bermain peran ; dan (j) metode proyek. Dalam tabel 10 akan dipaparkan setiap metode. Tabel 10: Metode Pembelajaran untuk Anak Usia Dini Metode Keterangan Bercerita Cara bertutur kata d an menyampaikan cerita atau memberikan penjelasan kepada anak secara lisan. Bercakap-- Suatu cara cakap(c ir- penyampaian bahan c le time) pengembangan yang dilaksanakan melalui bercakapcakap dalam bentuk tanya jawab antara guru dan anak (diskusi) 78 Tujuan Kegiatan Melatih daya tangkap anak. Melatih daya pikir . Melatih daya konsentrasi Membantu perkembangan imajinasi anak . Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab. Bercerita tanpa alat peraga. Bercerita dengan alat peraga (tiruan, gambar atau nyata) . Membacakan cerita Sandiwara boneka Mengembangkan kecakapan dan keberanian anak dalam menyampaikan pendapatnya kepada orang lain . Memberi kesempatan kpd anak untuk berekpresi secara lisan. Mengembangkan daya pikir anak secara lisan. Memperbaiki lafal dan ucapan . Menambah pembendaharaan kosa kata Bercakap-cakap bebas . Bercakap menurut pokok bahasan Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Metode Keterangan Tujuan Tanya Jawab Dilaksanakan dengan memberi pertanyaan-pertanyaan yang dapat memberikan rangsangan agar anak aktif untuk berpikir. Melalui pertanyaan anak berusaha untuk memahami dan menemukan jawabannya Mengetahui pengetahuan awal dan pengalaman anak sudah sampai di mana . Memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya mengenai hal yang belum dipahami . Membangkitkan perhatian dan semangat belajar anak pada saat suasana kelas lesu Mendorong keberanian anak untuk mengemukakan pendapatnya. Saat bercerita . Saat bercakap-cakap . Saat melakukan ekspreimen . Saat karya wisata. Saat demonstrasi Pemberian T u g as Memberi kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas yang telah disiapkan oleh guru TK: tugas yang diberikan dikerjakan di kelas secara individu /kelompok. SD: tugas yang dikerjakan di rumah atau di luar s e k o l ah Melatih keterampilan dan kemampuan anak misalnya menggambar, meronce, melompat, mengurutkan bilangan, menyebutkan benda,dll Melalui kegiatan menyanyi . Melalui kegiatan mengucapkan s y ai r . Melalui kegiatan praktik langsung (Kegiatan ini diberikan secara berulang dan bertahap) Karya Wisata Guru mengajak anak untuk mengunjungi secara langsung objek-objek sesuai dengan bahan pengembangan dan kemampuan yang sedang di bahas di kelas yang tidak dapat langsung diamati oleh anak Melihat dan mengenal secara langsung lingkungan atau objek yang dikunjungi secara langsung. Menambah pembendaharaan bahasa dan kecerdasan anak Memancing anak untuk dapat menjawab pertanyaan guru tentang apa yang dilihat, didengar atau dirabanya . Memperoleh informasi melalaui percakapan , tanya jawab atau penjelasan dari tempat yang dikunjungi. Memupuk rasa kerjasama anak Mengunjungi museum Mengunjungi cagar alam . Mengunjungi kebun binatang Mengunjungi kantor pos Mengunjungi pasar. Mengunjungi rumah sakit (perlu diperhitungkan biaya, transportasi, keselamatan, dan waktu perjalanan) Demonstrasi Mempertunjukkan atau memperagakan suatu objek/proses dari suatu kejadian atau persitiwa. Memperlihatkan kepada semua anak tentang kejadian atau peristiwa, agar anak memiliki pemahaman/pengertian dari sang diperagakan/didemonstrasikan Kegiatan motorik kasar seperti melompat, melempar bola , berjingkat , meniup balon, mengoles roti dengan mentega. Kegiatan motorik halus seperti: menggunting, melipat, menempel, mencampur warna, menanam biji Kegiatan Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 79 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Metode Keterangan Tujuan Sosiodrama Cara memainkan peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut integrasi antara pemeran lainnya, umumnya ceritanya di ambil dari kehidupan sehari-hari yang dekat dengan anak Mengembangkan kemampuan berekpresi untuk menghayati perasaannya. Memberi kesempatan anak untuk mengekpresikan diri melalui pemodelan tokoh . Memberi kesempatan untuk bergantian berbicara lisan Membangkitkan rasa percaya diri, kreatifitas, dan partisipasi anak Dramatisasi bebas (atas keinginannya sendiri dan dengan caranya sendiri) Dramatisasi terpimpin (atas bimbingan guru dan guru sudah menyiapkan cerita yang akan diperankan oleh anak waktunya ± 15 menit) Eksperi men Melakukan sesuatu percobaan dengan cara mengamati proses dan hasil percobaan itu. (metode demonstrasi , pemberian tugas dan eksperimen sangat berkaitan) Melatih anak untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta/data yang benar. Memberikan pengalaman langsung kepada anak tenatng proses terjadinya sesuatu Membuktikan suatu teori melalui pengamatan langsung anak agar bermakna Kegiatan seperti menimbang benda, menanam biji, membuat sirup, mengoles roti dengan selai, memelihara ikan Bermain Peran Memerankan tokoh atau benda di sekitar anak dengan menggunakan sarana atau prasarana yang ada Melatih daya tangkap serta daya konsentrasi anak. Melatih anak berbicara lancar. Melatih membuat kesimpulan. Melatih perkembangan intelegensi dan imajinasi anak. Menciptakan suasana menyenangkan Kegiatan seperti bermain peran menjadi : dokter-dokteran, polisi-polisian, guru-guruan, tukang sayur, sopir, dll Proyek Memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan alam sekitar dan kegiatan sehari-hari anak sebagai bahan pembahasan melalui berbagai kegiatan Membangun rasa keterikatan anak. Mengembangkan konsep yang dipelajari seperti mengamati, mengukur, mengelompokkan, mengkomunikasikan, menyimpulkan . Memotivasi rasa ingin tahu anak dan bersikap jujur Kergiatan seperti: anak diajak untuk mengamati pertumbuhan dari biji hingga tanaman. Anak diajak untuk memlihara hewan kesayangan . Anak diajak untuk memelihara mainan kesayangan 4. Tahapan Membelajarkan Baca dan Tulis Permulaan a. Latihan membaca permulaan untuk anak TK 1). Belajar membaca tanpa buku Awali KBM yang dapat merangsang dan menggali pengalaman anak (sapaan, nyanyian, permainan). Pilihlah variasi kegiatan seperti : menunjukkan gambar, 80 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Kegiatan menemukan /mencari jejak berupa gambar, bermain kartu bergambar, memperkenalkan bentuk tulisan melalui gambar, membaca tulisan bergambar. 2). Belajar membaca dengan menggunakan buku Perkenalkan cara membaca buku dari arah kiri ke kanan dan membalikkan halaman buku dari arah depan ke belakang. Bila Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini yakin semua anak sudah mengenal huruf dengan baik maka sebaiknya belajar membaca dengan menggunakan buku. Untuk anak TK B sebaiknya menggunakan buku yang helai halamannya tebal agar tidak mudah robek bila anak membuka dan membalikkan kertas. b. Latihan Membaca Permulaan untuk anak SD kelas 1-2 1). Belajar membaca tanpa buku Awali KBM yang dapat merangsang dan menggali pengalaman anak (sapaan, percakapan, nyanyian atau demonstrasi). Pilihlah variasi kegiatan seperti : menunjukkan gambar, menemukan gambar, anak bercerita dengan bahasa sendiri, memperkenalkan bentuk tulisan melalui gambar, membaca tulisan bergambar, memperkenalkan huruf, suku kata, kalimat. 2). Belajar membaca menggunakan buku a) Membaca buku pelajaran ( Paket ) (1).Beri kesempatan pada anak untuk isi buku terutama gambarnya. (2).Beri penjelasan singkat tentang buku tersebut misalnya : warna, jilid, tulisan, dsb. (3).Beri penjelasan cara membuka halaman buku agar buku tidak rusak. (4).Beri penjelasan tentang fungsi dan kegunaan angka-angka yang menunjukkan halaman buku. (5).Anak diajak untuk memusatkan perhatian pada salah satu teks yang terdapat pada halaman tertentu. (6).Jika bacaan itu disertai gambar, sebaiknya terlebih dulu guru bercerita tentang gambar. (7).Kemudian pembelajaran membaca dimulai. b). Membaca buku dan majalah anak yang sudah terpilih. Pertimbangkan taraf kemampuan anak, asas kebermaknaan, kebermanfaatan, kemenarikan, dan kemudahan pemerolehan, untuk menumbuhkan minat baca anak. c). Membaca bacaan susunan bersama guru- anak (1). Perlihatkan beberapa gambar, anak diminta menyebutkan gambargambar tersebut. (2). Perlihatkan beberapa kartu (huruf, suku kata/kata), anak diminta untuk menempelkan di bawah gambar (3). Satu – dua gambar dipilih siswa untuk bahan diskusi dan stimulus untuk membuat bacaan bersama. Melalui tanya jawab dan bimbingan guru, diharapkan anak dapat membuat bacaan bersama. (4). Membaca bacaan melalui kegiatan secara berkelompok atau kegiatan anak secara perorangan. d). Pengenalan huruf Pengenalan huruf diarahkan pada pengenalan bentuk tulisan serta pelafalan yang benar. Untuk melatih indera anak dalam mengenal dan membedabedakan bentuk gambar atau tulisan. (1). Guru menunjukkan gambar seorang anak laki-laki dan perempuan. (2). Memperkenalkan namanya sambil menunjuk tulisan di bawah gambar. (3). Proses tanya jawab secara berulangulang dan menghafal bentuk tulisannya. (4). Guru memindahkan dan menuliskan kedua bentuk tulisan di papan tulis dan siswa diminta untuk memperhatikan. (5). Guru menulis secara perlahanlahan dan anak diminta untuk memperhatikan gerakan-gerakan tangan serta contoh pengucapan dari tulisan yang sudah ditulis guru. (6). Setiap tulisan dianalisis dan disintesis kembali. (7). Kegiatan ini dilakukan berulangulang bersamaan dengan pembelajaran membaca permulaan. c). Latihan menulis permulaan untuk TK 1). Latihan menggunakan pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar. 2). Latihan gerak tangan, mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 81 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini 3). 4) 5). 6). 7). 8). telunjuk sendiri atau dengan bantuan alat seperti: pensil kemudian dilanjutkan dengan latihan di buku latihan disertai kegiatan cerita. Misalnya : membuat lingkaran cerita tentang telur,dsb. Latihan meraba dengan jari pada sebuah huruf yang dibuat dari sebuah amplas (kertas kasar) dengan ukuran besar. Latihan mengeblat yaitu menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan huruf yang sudah ada. Latihan menghubungkan tanda titik yang membentuk tulisan huruf. Latihan mewarnai sebuah huruf. Latihan menyalin, latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan anak mengenal huruf dengan baik (menggunakan buku kotak yang ukuran kotaknya lebih besar daripada ukuran kotak yang biasa digunakan anak SD kelas 1) Latihan menatap bentuk tulisan (untuk mengkoordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak untuk menulis sehingga anak dapat menyimpan bentuk kata/huruf dalam benaknya dan memindahkannya ke jari jemari tangan. Pinsil yang digunakan untuk usia 4-6 tahun adalah ukuran diameternya lebih besar daripada yang ukuran diameter pinsil umumnya dan bentuk permukaannya berbentuk segitiga bukan lingkaran yang pada umumnya ada. Ukuran kotak yang digunakan ( ±8 mm untuk TK A dan ±6 mm untuk TK B). d. Latihan menulis permulaan untuk anak SD kelas awal (1-2) 1. Latihan menggunakan pensil dan duduk dengan sikap dan posisi yang benar. 2. Latihan gerak tangan, mula-mula melatih gerakan tangan di udara dengan telunjuk sendiri atau dengan bantuan alat seperti: pensil kemudian dilanjutkan dengan latihan di buku latihan disertai kegiatan cerita. Misalnya : membuat lingkaran cerita tentang telur,dsb. 3. Latihan mengeblat yaitu menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang sudah ada. 82 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 4. 5. 6. Latihan menghubungkan tanda titik yang membentuk tulisan. Latihan menarik garis atau lengkung diawali dengan cerita dari guru seperti: (bola) (balon) (matahari) Latihan menatap bentuk tulisan (untuk mengkoordinasi antara mata, ingatan, dan jemari anak untuk menulis sehingga anak dapat menyimpan bentukkata/huruf dalam benaknya dan memindahkannya ke jari jemari tangan. 7. Latihan menyalin, latihan ini hendaknya diberikan setelah dipastikan anak mengenal huruf dengan baik. Untuk anak kelas 1 SD semester 1 menulis lepas dahulu selanjutnya semester 2 anak belajar menulis tegak bersambung. 8. Latihan menulis tegak bersambung gunakan buku bergaris khusus untuk menulis tegak bersambung (untuk pemula gunakan garis tiga yang ukurannya besar sekitar ±5 mm). 9. Latihan dikte/imla dimaksudkan agar siswa terlatih untuk mengkoordinasikan antara ucapan, pendengaran, ingatan, dan jari-jari ketika menulis. 10. Latihan memberi tanda baca seperti titik, koma, tanya tanya dan tanda seru untuk kalimat yang ditulis sejak awal. Pinsil yang digunakan untuk usia 6-7 tahun sebaiknya pinsil yang ukuran diameternya lebih besar dari umumnya besar dan bentuk permukaan segitiga. Anak usia 8 tahun bila ingin menulis dengan pinsil yang dijual umumnya mereka sudah dapat menggunakannya. Buku kotak digunakan saat anak kelas 1 semester 1 awal masuk 1 bulan) sebagai penyesuaian menggu-nakan buku kotak yang digunakan anak saat di TK B untuk belajar huruf lepas setelah 1 bulan anak sudah dapat menggunakan buku kotak yang ukurannya lebih kecil. Saat anak kelas 1 semester 2 anak belajar menulis tegak bersambung menggunakan buku tegak bersambung yang jaraknya lebih besar dari umumnya (±2mm). Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Cara membelajarkan baca tulis permulaan sebagai berikut. Pertama, menggunakan alat peraga (gambar, benda nyata) dan metode variasi. Kedua, bernyanyi sesuai dengan kata yang sedang dipelajari dan didiktekan namun harus hati-hati misalnya dalam nyanyian naik delman lalu yang didiktekan sado. Anak akan bingung. Ketiga, berusaha untuk menciptakan kelas bersih dan nyaman. Keempat, mengajar dengan penuh semangat diikuti volume suara tinggi. Kelima, pemperhatikan kesulitan dan kesalahan menulis anak secara individu misalnya kata sepeda anak menulis sepedah, maka guru harus mengomentari sejak awal. Keenam, menggunakan metode pembelajaran menarik minat anak daripada menggunakan metode ejaan yang membuat anak bosan. Ketujuh, setelah menulis kata atau kalimat maka sebaiknya anak membacakan berulang-ulang kata atau kalimat yang ditulis. Kedelapan, jangan terlalu fokus pada hasil penulisan anak (produk) sehingga saat proses anak menulis terabaikan karena guru sibuk memberi nilai produk. Kesembilan, fasilitas untuk baca dan tulis perlu disesuaikan dengan perkembangan anak seperti ukuran dan bentuk pinsil, ukuran kotak dan garis tiga, dll. Saran Beberapa komponen yang harus diperhatikan oleh guru adalah: 1. Respon anak Respon anak dapat kita deteksi dengan mencoba menjawab pertanyaan sebagai berikut: (a) Pada waktu kegiatan bermain bebas apakah anak-anak berbicara dengan temannya?; (b) Bagaimana sikap anak pada waktu kegiatan berlangsung?; (c) Apakah anak tersebut ikut terlibat dalam kegiatan bercakap-cakap (aspek berbicara)?; (d) Apakah sudah terlihat minat terhadap buku sebagai akibat dari pembacaan ceritera kepada mereka? 2. Kesesuaian alat/bahan Taman kanak-kanak tidak akan lepas dari alat dan bahan untuk bermain seraya belajar. 3. Contoh pertanyaan yang berkaitan dengan alat/bahan sebagai berikut: (a) Apakah alat peraga yang dipakai merangsang anak untuk bercakap-cakap?; (b) Apakah pokok ceritera yang dibicarakan menarik minat anak?; (c) Apakah ceritera yang disajikan sesuai dengan daya tangkap anak?; (d) Apakah boneka yang digunakan cukup besar untuk dapat dilihat oleh semua anak pada di kelas?; (e) serta Apakah syair atau puisi yang diberikan sesuai dengan daya tangkap anak? Penilaian terhadap diri sendiri Guru perlu merefleksi apa yang sudah dilakukan pada anak dalam kegiatan belajar mengajar, agar proses belajar mengajar dapat lebih baik. Beberapa contoh pertanyaan untuk menilai kinerja sendiri: misalnya: (a) Apakah guru cukup menyediakan alat/bahan untuk kegiatan yang akan diselenggarakan?; (b) Apakah guru cukup memberi kesempatan untuk berekspresi?; (c) Apakah guru dengan sadar memasukkan unsur pendidikan intelektual, perkembangan anak dan minat ke dalam kegiatan kemampuan berbahasa?; dan (d) Apakah ada jenis bentuk kegiatan yang tidak disenangi anak? Daftar Pustaka Ahmad, Kasina. (2003). Pelaksanaan pembelajaran terpadu bahasa Indonesia di Kelas III SD. Jurnal penelitian : Teknodik Ambary, Abdulla. (1986). Intisari tatabahasa Indonesia. Bandung: Jatnika Depdiknas. (1997). Metodik khusus pengembangan kemampuan bahasa di TK. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu TK Jakarta Depdiknas. (1997). Metodik umum di TK. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu TK Jakarta Depdiknas. (2004). Kurikulum berbasis kompetensi untuk jenjang TK. Jakarta: Pusat Kurikulum Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran untuk jenjang SD. Jakarta: Pusat Kurikulum Dwijawiyata. (1970). Cakap membaca dan menulis. Yogyakarta: Kanisius Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 83 Membaca dan Menulis untuk Anak Usia Dini Dyson, Anna and Genishi, Celia. (1993). Handbook of research on the education of young children. New York : Macmillan Publishing company Gunarsa, Singgih. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia Guru BPK PENABUR. (2000). Laporan hasil pendidikan di LPGTK Tadika Puri. Bandung: BPK Haditono, Siti Rahayu. (1985). Psikologi perkembangan. UGM: Yogyakarta Hurlock, Elisabeth. (1988). Perkembangan anak. Jilid I. Edisi ke-6.Jakarta: Erlangga Karli, Hilda. (2003). Head hand heart dalam KBK . Bandung: BMI Masitoh. (2003). Model pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan bahasa menyeluruh (whole language approach) di TK. Bandung: Tesis UPI: PPS Santrock, John. (2007). Perkembangan anak. Jilid I. Edisi ke-11. Jakarta: Erlangga. Semiawan, Conny. (1999). Perkembangan dan belajar peserta didik. Jakarta: Depdikbud 84 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Tandiono. 1984. Berlatih gerakan menulis untuk anak-anak. Semarang: Mandira: Jilid 2 Tarigan, Henry. (1985). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa Tarigan, Henry. (1985). Menyimak sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa Tarjo, Enday, dkk. (2004). Pendidikan seni rupa dan kerajinan. Bahan ajar bagi mahasiswa PGDS/PGTK dan guru SD/ TK. Bandung: Fakultas Pendidikan Bahasa danSeni rupa Tim Editor.(2002). Majalah Ayahbundaseri perkembangan anak. Jakarta: Gramedia Tim Editor.2007). Seri Nakita Mainan dan Permainan. Majalah. Jakarta: Gramedia Tim PGSD FIP UNJ dan Unesco. (2007). Kasuskasus dalam pembelajaran bahasa Indoensia di Kelas Awal SD. Jakarta: Unesco Tim PGSD. (2007). Kasus dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas awal SD. Jakarta: Unesco Wuryani, Sri Esti. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi Opini Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi Petrus Trimantara*) Abstrak embelajaran puisi banyak menghadapi hambatan, baik bagi siswa maupun guru. Metode pembelajaran puisi yang tepat sangat diperlukan agar siswa dapat dengan mudah menikmati dan mengapresiasi puisi. Tulisan ini membahas bagaimana, metode suluk dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran puisi. Bunyi, irama, dan rima dianggap sebagai faktor berpengaruh dalam menentukan hasil belajar puisi. Secara sistematis disajikan rancangan pembelajaran pusi dengan menggunakan metode suluk. Atas dasar pengalaman dan analisis dalam meggunakan metode ini, disarankan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan metode ini secara kreatif fan menyenangkan. P Kata-kata kunci: metode suluk, puisi, bunyi, irama, rima Abstract The teachers and students often face some difficulties in teaching-learning potery. The instructional methods applied fail to encourage the students to learn and appreciate poetry. This article discusses how suluk method can be used as an alternative method to learn poetry. It discusses how this method can motivate the students learn poetry and make them easy understand and appreciate a poem. Voice, rhytm. and rima (voice having the same sound) are identified as important factors to reach the learning objectives. The discussion is completed with an instructional model of suluk model in teaching poetry and some suggestions are provided to assist the teachers to implement the teachers. Keywords: suluk method, poetry, voice, rhytm, rhyme. Pendahuluan Karya sastra lahir dari sebuah bakat. Bakat merupakan kepandaian yang dibawa dari lahir. Banyak seniman besar yang sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan seni. Bahkan, ada seniman yang pernah dianggap tidak layak duduk di kelas seni atau sekolah seni. Namun demikian, bakat tetap membawa mereka menjadi seniman besar dengan karya-karyanya yang melegenda. Kenyataan bahwa manusia lahir dengan bakat-bakat tertentu memang tidak terban- tahkan. Begitu banyak fakta yang mencengangkan dan membuat kita sangat yakin bahwa bakat mempunyai peran yang sangat besar dalam keberhasilan hidup seseorang. Keyakinan pada besarnya peran bakat dalam keberhasilan hidup seseorang tidaklah salah. Dalam dunia pendidikan, kita masih sering bahkan bisa dikatakan selalu dihadapkan pada pengutamaan peran bakat. Misalnya, para siswa diharuskan menjalani tes bakat dan minat sebelum menentukan jurusan. Di sisi lain, sekolah sudah memiliki daftar kriteria untuk penentuan jurusan dan para siswa juga sudah memiliki acuan nilai untuk penentuan jurusan *) Guru SMAK 2 BPK PENABUR Bandung Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 85 Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sekolah. Sebuah kebijakan ambivalen yang terus berlangsung dan seakan telah mentradisi di lingkungan pendidikan kita. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah dengan puisi? Bagaimanakah seorang guru harus menyelenggarakan pembelajaran puisi bagi siswa yang kurang berbakat dan kurang berminat pada puisi? Metode apa yang dapat digunakan agar pembelajaran puisi menarik? Ini sebuah pertanyaan yang sederhana namun menuntut jawaban yang sangat kompleks. Permasalahan dalam Pembelajaran Puisi Dalam konteks pembelajaran sastra Indonesia, pembelajaran puisi sering menimbulkan banyak kesulitan, baik bagi guru maupun siswa. Sebagian guru cenderung menghindari pembelajaran puisi karena merasa kesulitan untuk pembelajarannya. Keyakinan pada besarnya peran bakat terlalu mendominasi. Ditambah lagi, keyakinan ini juga mereka aplikasikan pada diri mereka sendiri. Hasilnya adalah keyakinan bahwa guru kurang berbakat dalam pembelajaran puisi dan kebanyakan siswa pun demikian sehingga tidak ada gunanya pembelajaran puisi dilaksanakan. Di kalangan siswa, pembelajaran puisi menjadi tidak menarik karena tiga alasan. Pertama, adanya anggapan bahwa pembelajaran puisi tidak ada gunanya. Kehidupan yang serba praktis membuat orang cenderung mengarahkan diri pada sesuatu yang mempunyai nilai guna material. Sesuatu yang dicari adalah yang bisa memberikan hasil yang bisa dinilai dengan materi. Kedua, adanya penilaian bahwa mempelajari puisi hanya akan menghasilkan “kebingungan”. Puisi menjadi sesuatu yang menyulitkan dengan bahasa yang padat, simbolis, hiperbola, dan yang lainnya lagi. Ketiga, siswa menganggap puisi sebagai beban tugas untuk mengisi nilai rapor(Rahmanto,1988: 44). Untuk itu, diperlukan cara pandang/ paradigma baru dalam pembelajaran sastra, dalam hal ini puisi. Setidaknya ada enam paradigma baru dalam pembelajaran sastra/ puisi (Ismail, 2003: 24). Keenam paradigma baru 86 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, siswa dibimbing memasuki sastra atau puisi secara asyik, nikmat, dan gembira. Puisi dalam pembelajarannya ibarat sepotong kue. Siswa harus dapat menikmatinya dengan rasa senang. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran puisi berbeda dengan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran materi yang lain. Pendekatan pembelajaran puisi bukanlah pendekatan keilmuan melainkan pendekatan yang memung-kinkan siswa mempunyai kebebasan dalam mengapreasiasi dan mengekspresikan sebuah puisi. Kedua, siswa membaca langsung karya sastra. Dalam pembelajaran puisi setiap siswa harus diberi kesempatan untuk membacakan puisi di depan kelas. Dengan membaca secara langsung, siswa akan merasakan sendiri keindahan, kesedihan, atau bahkan kebahagiaan yang terkandung dalam puisi yang dibacanya. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengekspresikan diri sebagai bentuk apresiasi siswa terhadap puisi. Ketiga, kelas harus diselenggarakan secara menyenangkan sehingga tidak terasa jadi beban, baik bagi siswa maupun guru. Pembelajaran puisi bersifat rekreatif. Suasana kepenatan, kejenuhan, kebosanan, rutinitas, dan beban tugas yang dialami siswa sehari-hari harus dihilangkan. Dengan demikian, pembelajaran puisi harus dilakukan dalam suasana menyenangkan. Keempat, ketika membicarakan karya sastra, khususnya puisi, beraneka ragam tafsir harus dihargai. Pada dasarnya sebuah puisi merupakan kumpulan simbol-simbol. Karena itu, Puisi bersifat multi interpretable. Artinya, sebuah puisi mempunyai tafsir makna yang berbeda-beda. Dengan demikian, guru harus menghargai setiap penafsiran yang disampaikan oleh siswa karena tidak ada kebenaran mutlak terhadap tafsir puisi. Kelima, pengetahuan tentang sastra, baik teori, definisi, maupun sejarah tidak menjadi bahan utama dalam pembelajaran sastra, cukup tersambil saja sebagai informasi sekunder ketika membicarakan karya sastra. Pembelajaran puisi harus berhubungan langsung dengan puisi bukan teori puisi. Pengetahuan tentang teori puisi bersifat komplemen saja. Fokus utama Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi Bahkan, Rahmanto (1988: 15) memaparkan bahwa pembelajaran sastra atau puisi perlu dilakukan karena pembelajaran sastra atau puisi mempunyai 4 manfaat. Pertama, pembelajaran sastra atau puisi dapat membantu keterampilan berbahasa siswa. Kedua, pembelajaran sastra atau puisi dapat meningkatkan pengetahuan budaya. Ketiga, pembelajaran sastra atau puisi dapat mengembangkan cipta dan rasa siswa. Keempat, pembelajaran sastra atau puisi dapat menunjang pembentukan watak siswa. Pemahaman yang benar akan manfaat pembelajaran puisi seharusnya menjadi motivasi bagi guru untuk menyelenggarakan Pentingnya Pembelajaran Puisi pembelajaran puisi dengan baik. Guru menyePermasalahan pembelajaran puisi yang pelik lenggarakan pembelajaran puisi bukan dengan tidak berarti pembelajaran puisi harus tujuan membantu siswa mampu menikmati dan ditiadakan. Setidaknya, ada satu alasan utama menulis puisi saja melainkan demi optimalisasi yang membuat pembelajaran puisi menjadi pengembangan kecakapan indra, kecakapan penalaran, kecamutlak dilakukapan afeksi, kekan yaitu pemcakapan sosial, belajaran puisi dan kecakapan dapat membe... pembelajaran puisi dapat religi. Membantu rikan peluang memberikan peluang bagi siswa bertumbuh bagi pengempengembangan kecakapan indera, menjadi manusia bangan kecakappenalaran, afeksi, sosial, dan dewasa yang an indera, penakecakapan religi seimbang segi laran, afeksi, intelektual, sosial, dan kecainderawi, afeksi, kapan religi. sosial, dan reliPembelajaran puisi yang dilakukan dengan benar dapat giusitasnya patut dijadikan tujuan yang lebih memberikan peluang yang lebih besar bagi mendasar bagi pembelajaran puisi. pengembangan kecakapan-kecakapan tersebut daripada pembelajaran mata pelajaran yang Membangun Motivasi dengan lain. Karya seni, dalam hal ini puisi, telah lama Langkah Nyata diman-faatkan oleh para profesional mental untuk mem-bantu anak mempelajari banyak Langkah awal yang harus ditempuh guru keterampilan yang berhubung-an dengan EQ, adalah melepaskan diri dari dominasi atau termasuk ber-pikir kritis dan realitis, meme- “pendewaan” peran bakat. Puisi harus lebih cahkan masalah, dan ekspresi emosi (Shapiro, dipandang sebagai objek pembelajaran. Sebagai 1997: 326). Dengan berpuisi anak dapat objek pembelajaran, puisi dapat ditelaah dengan mengeks-presikan diri sehingga emosi anak da-sar ilmu sas-tra. Dengan ilmu sastra, siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik juga dapat memper-oleh kemampuan menulis karena sebagaimana pendapat Daniel Goleman sebuah puisi. Apresiasi terhadap puisi dan yang dikutip oleh Agus Nggermanto (2001: 208) ekspresi melalui puisi menjadi sarana kecerdasan atau kesuksesan 20% ditentukan oleh optimalisasi pengembangan lima aspek IQ dan 80% ditentukan oleh EQ. kecakapan tersebut. pembelajaran puisi adalah puisi itu sendiri. Dalam pembahasan puisi, teori puisi dapat disertakan secara sekilas saja. Dengan demikian, siswa tidak dibebani untuk menghapal teoriteori puisi. Keenam, pembelajaran sastra mestinya menyemaikan nilai-nilai positif pada batin siswa, yang membekalinya menghadapi kenyataan kehidupan masa kini yang keras di masyarakat. Puisi merupakan ekspresi jiwa atau batin pengarangnya. Dengan demikian, pembelajaran puisi harus berfokus pada olah rasa/batin siswa. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 87 Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi Langkah kedua yang harus dilakukan adalah mencari atau menemukan sebuah metode pembelajaran puisi yang bisa memupus permasalahan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran puisi. Metode yang tepat dapat membawa siswa pada pemahaman bahwa pembelajaran puisi bisa memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan siswa sebagai pribadi yang utuh. Metode yang sesuai dengan kondisi siswa dapat memperkecil/mengurangi tingkat kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran puisi. Perasaan senang yang muncul kemudian akan menghentikan anggapan bahwa pembelajaran puisi adalah beban tugas untuk mengisi nilai rapor. Yang muncul kemudian di benak guru tentulah pertanyaan tentang metode pembelajaran puisi seperti apa yang tepat dan sesuai dengan kondisi siswa. Pengertian tepat dan sesuai dengan kondisi siswa bersifat relatif. Ketajaman analisis guru ter-hadap kemam-puan dan kondisi siswa adalah pe-nentu tepat/tidak tepatnya sebuah metode pembel-ajaran puisi. Setidaknya, ada tiga metode pembelajaran puisi yang biasa digunakan. Pertama, metode deskripsi. Dengan metode ini, siswa diminta mendeskripsikan hasil pengamatan siswa terhadap sebuah gambar. Metode deskripsi ini sebenarnya lebih sesuai digunakan untuk siswa dengan daya imajinasi yang kurang. Siswa membutuhkan media yang dapat membantu mereka agar dapat mendeskripsikan suatu objek dengan baik. Pada tahap awal pembelajaran puisi, metode ini dapat menjadi dasar lompatan yang baik. Kedua, metode narasi (penceritaan). Metode narasi menghendaki siswa mampu menceritakan suatu objek yang tidak lagi terbatas pada yang bersifat nyata, seperti pemandangan alam. Siswa dapat diminta mence-ritakan sebuah suasana dari yang paling sederhana sampai yang kom-pleks. Media yang dapat membantu siswa adalah teks cerita pendek. Cerita pendek dapat dibuat oleh siswa dari pengalamannya pribadi ma-sing-masing atau pengalaman orang yang ada di sekitar siswa. Metode narasi ini dapat menjadi pilihan tahap lanjut dalam pembel-ajaran puisi. Ketiga, metode musikalisasi puisi. Hakikat metode musikalisasi adalah mengubah (mengarasemen) puisi menjadi sebuah lagu dan menyanyikannya dengan 88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 iringan musik. Dengan demikian, metode ini mensyaratkan adanya kemampuan siswa untuk mengubah puisi menjadi lagu dan kemampuan siswa dalam bermain musik. Metode ini sangat menarik diterapkan dalam pembelajaran puisi namun sulit dilaksanakan dalam pembelajaran karena biasanya tidak banyak siswa yang memiliki kemampuan mengubah puisi menjadi lagu dan bermain musik. Ketiga metode tersebut, metode deskripsi, metode narasi, dan musikalisasi dapat diaplikasikan dalam pembelajaran puisi, bahkan ketiga metode tersebut dapat bersinergi. Guru dapat menuntun siswa untuk mendeskripsikan atau menarasikan kembali sebuah puisi dengan bahasa yang denotatif dan lengkap sehingga pemahaman akan makna sebuah puisi dapat lebih mudah diperoleh. Metode Suluk sebagai Alternatif dalam Pembelajaran Puisi Setiap metode pasti memiliki kelemahan. Metode deskripsi dan metode narasi mengandaikan siswa sudah memiliki penguasaan kosa kata yang cukup, termasuk pemahaman terhadap makna denotasi dan makna konotasi, gaya bahasa, dan simbol-simbol yang biasa digunakan dalam puisi. Kelemahan-kelemahan tersebut tentu saja menjadi masalah bagi keberhasilan sebuah pembelajaran puisi yang harus disikapi dengan menggali krea-tivitas guru. Jika satu metode belum memberikan hasil yang opti-mal, mengapa tidak dilengkapi dengan metode yang lain atau sarana pembel-ajaran yang bisa memaksimalkan hasil? Guru dapat mengasah keterampilan siswa dalam memahami makna konotasi, gaya bahasa, dan simbol-simbol dengan permainan menyusun kata. Bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembel-ajaran puisi? Metode suluk berikut ini dapat menjadi alternatif penyelesaian masalah tersebut. Suluk adalah nyanyian (tembang) dalang yang dilakukan ketika akan memulai suatu adegan (babak) dalam pertunjukan wayang (KBBI, 1990: 866). Dalam hal ini, hakikat metode suluk dalam pembelajaran puisi adalah metode untuk memahami dan mengapreasiasi sebuah Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi puisi dengan cara menyanyikannya (menem- kelas XI SMA. Ada tiga tahap penerapan metode bangkannya). Metode suluk ini lebih mudah suluk dalam pembelajaran puisi, yaitu pendahuditerapkan daripada metode musikalisasi karena luan, kegiatan pembelajaran, dan penutup. dalam menyanyikan puisi, siswa tidak dituntut menguasai musik atau memiliki kemampuan 1. Pendahuluan a. Introduksi mengarasemen lagu. Metode suluk memberikan kebebasan siswa berekspresi untuk menyanyi- Pada tahap ini, guru dapat memberikan contoh kan puisi, bahkan tanpa persiapan apapun alias mengapreasiasi puisi dengan menggunakan spontan. Dengan demikian, tidak ada beban bagi metode suluk. Penyampaian metode suluk ini akan lebih menarik jika guru menggunakan siswa untuk berekspresi. Metode suluk digunakan agar pembelajaran berbagai alat peraga yang mendukung. Alat puisi menarik bagi siswa. Dengan pembelajaran peraga yang digunakan harus berkaitan erat yang menarik, siswa akan lebih mudah dengan metode yang digunakan. Alat peraga memahami dan mengapresiasi sebuah puisi. yang digunakan harus berhubungan dengan Ada tiga faktor yang mempengaruhi keber- seni pedalangan. Misalnya wayang (tokoh hasilan pembelajaran puisi dengan metode punokawan: Semar, Gareng, Petrus, Bagong), suluk. Pertama, bunyi. Lapis pertama untuk gamelan (salah satu saja) , kepyak dan sebagaimemahami puisi adalah lapis bunyi/sound nya. Guru juga dapat menggunakan kostum dalang untuk stratum (Pradopo, menarik perha1993: 15). Bila tian siswa. Guru orang membaca dapat memilih puisi, yang terMetode suluk memberikan satu atau beberadengar adalah kebebasan siswa berekspresi pa saja dari alat rangkaian bunyi untuk menyanyi-kan puisi, peraga tersebut. yang dibatasi jeda bahkan tanpa persiapan apapun Dengan mependek, agak panalias spontan. Dengan demikian, dia yang digunajang, dan panjang. tidak ada beban bagi siswa untuk kan, guru dengan Bunyi itu bukan mudah dapat mehanya bunyi yang berekspresi. masukkan unsurtak berarti. Bunyi unsur budaya sersuai dengan konvensi bahasa sehingga menimbulkan arti. wayang, nilai filosofis wayang, atau bahkan Dalam pembelajaran puisi bunyi berfungsi untuk ajaran-ajaran moral yang mulai dilupakan/ mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. ditinggalkan generasi muda. Misalnya, lewat Kedua, Irama. Irama masih mempunyai tokoh punokawan, guru dapat menyampaikan hubungan yang erat dengan bunyi. Irama dalam nilai-nilai kejujuran, kepolosan, pengabdian, puisi berupa pergantian naik turun, panjang keberanian, dan bahkan nilai religiusitasnya. pendek, dan keras lembutnya bunyi. Bunyi-bunyi b. Model Pembelajaran yang berulang, pergantian yang teratur dan variasi-variasi bunyi yang menimbulkan gerak Guru berperan sebagai model dalam pemanfaatan metode suluk. Guru melagukan/menyanyihidup yang teratur. Ketiga adalah rima atau persamaan bunyi. kan sepenggal suluk, misalnya suluk yang biasa Dalam puisi persamaan bunyi berfungsi agar digunakan dalang pada saat/adegan “Goropuisi menjadi indah dan menarik. Goro”, yaitu saat para tokoh punokawan (Semar, Gareng, Petrus, dan Bagong) akan muncul dalam Penerapan Metode Suluk dalam pementasan wayang. Tentunya dalam menyanyikan sepenggal suluk ini, guru menggunakan Pembelajaran Puisi seperangkat media pembelajaran yang sudah Pembelajaran puisi dengan menggunakan disiapkan. Dalam hal ini, guru berperan sebagai metode suluk ini telah diterapkan pada siswa dalang. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 89 Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi Contoh Suluk: Apa tandanya ada gara-gara Dunia bergoyang-goyang Halilintar bergetar bergelegar menyambaryambar Lagu pilu mendayu syahdu di relung kalbu pejabat khianat, Rakyat kiamat Koruptor kotor makan uang kantor Politikus rakus bikin rakyat mampus Mereka memanen untuk tuan tanah Yang mempunyai istana indah Keringat mereka menjelma menjadi emas Yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di eropa Dan bila mereka menuntut pemerataan pendapatan, Para ahli ekonomi membetulkan letak dasi Dan menjawab dengan mengirimkan kondom. c. Konklusi Setelah menyanyikan penggalan suluk, Guru dapat menyampaikan tentang makna suluk tersebut. Guru juga dapat melakukan tanya jawab pada siswa tentang suluk tersebut. Penderitaan mengalir dari parit-parit wajah rakyatku Dari pagi sampai sore Rakyat negri bergerak dengan lunglai Menggapai-gapai Menoleh ke kiri, menoleh ke kanan Di dalam usaha tak menentu Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah Dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai Dan sukmanya berubah menjadi burung kondor 2. Kegiatan Pembelajaran a. Pembacaan Puisi Sedapat mungkin setiap siswa diberi kesempatan untuk mengapresiasikan sebuah puisi dengan menggunakan metode suluk seperti yang sudah dimodelkan oleh guru. Meskipun sudah ada model, siswa mempunyai kebebasan berekspresi sesuai dengan kemampuannya. Contoh puisi yang harus diapresiasikan oleh siswa adalah Sajak Burung-Burung Kondor karya W.S. Rendra. Sajak Burung-Burung Kondor Karya W.S. Rendra Angin gunung turun merembes ke hutan Lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas Dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau Kemudian hatinya pilu Melihat jejak-jejak sedih para petani Buruh yang terpacak di atas tanah gembur Namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya. Para petani, buruh kerja Berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela Menanam bibit di tanah yang subur Memanen hasil yang berlimpah dan makmur Namun, hidup mereka sendiri sengsara. 90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Beribu-ribu burung kondor Berjuta-juta burung kondor Bergerak menuju ke gunung tinggi Dan di sana mendapat hiburan dari sepi Karena hanya sepi Mampu menghisap dendam dan sakit hati Burung-burung kondor menjerit Di dalam marah menjerit Bergema di tempat-tempat yang sepi Burung-burung kondor menjerit di batu-batu gunung menjerit Bergema di tempat-tempat yang sepi Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu Mematuki batu-batu, mematuki udara Dan di kota orang-orang bersiap menembakinya. b. Apresisiasi puisi lewat diskusi Untuk membahas apresiasi siswa terhadap puisi tersebut, siswa melakukan diskusi kelompok. Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi Siswa dibagi menjadi lima kelompok. Adapun pertanyaan sebagai panduan diskusi kelompok adalah sebagai berikut. 1. Jelaskan tema/masalah yang diungkapkan pengarang melalui puisi “Sajak BurungBurung Kondor”! 2. Jelaskan makna “keringat mereka menjade emas” pada bait ke-3! 3. Jelaskan makna bait ke-1 puisi di atas! 4. Jelaskan makna bait ke-2 puisi di atas! 5. Jelaskan makna bait ke-3 puisi di atas! 6. Jelaskan makna bait ke-4 puisi di atas! 7. Jelaskan makna bait ke-5 puisi di atas! 8. Jelaskan makna bait ke-6 puisi di atas! 9. Jelaskan makna bait ke-7 puisi di atas! 10. Jelaskan makna bait ke-8 puisi di atas! 11. Jelaskan mengapa pengarang memberi judul puisinya “Sajak Burung-Burung Kondor”! 12. Jelaskan suasana yang tergambar dalam puisi “Sajak Burung-Burung Kondor”! 13. Apakah puisi tersebut masih relevan dengan kondisi masyarakat saat ini? Jelaskan! 14. Bagaimana penilaian Anda terhadap puisi “Sajak Burung-Burung Kondor”? 15. Latar belakang sosial apa yang menyebabkan lahirnya puisi tersebut? Jelaskan! c. Presentasi kelompok Presentasi kelompok dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa akan makna puisi. Sebaiknya, presentasi kelompok ini dipandu langsung oleh siswa. Dalam hal ini, guru hanya sebagai fasilitator dan pengamat saja. 3. Penutup Guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi. Kesimpulan ini dibuat berdasarkan hasil diskusi siswa. Kemudian, guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Adapun tugas yang harus dikerjakan siswa adalah menulis puisi. Siswa diberi kebebasan untuk mengekspresikan diri dalam sebuah puisi. Dari hasil kerja siswa ini kemudian dikumpulkan dan disatukan menjadi sebuah kumpulan puisi karya siswa. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Keterampilan mengapresiasi dan menulis puisi memerlukan pelatihan yang cukup dengan bimbingan dari seorang guru yang berkompeten di bidangnya. Guru bahasa Indonenesia harus “berproses” untuk menjadi seorang guru yang berkompeten di dalam pembelajaran puisi, termasuk memfasilitasi pembelajaran puisi. Keyakinan seorang guru akan kompetensinya dalam menyelenggarakan pembelajaran puisi menjadi modal awal bagi “terjaminnya” kualitas pembelajaran puisi tersebut. Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran puisi seharusnya menjadi sebuah tantangan untuk mengasah kreativitas guru. Rasanya akan terlalu naif, tidak “mengenalkan” pembelajaran puisi hanya karena kesulitan dalam pembelajarannya. Setiap kesulitan pasti selalu ada cara untuk mengatasinya. Perolehan manfaat dari sebuah pembelajaran puisi seharusnya bisa menjadi motivasi bagi guru dan siswa. Dalam hal ini, guru haruslah yang pertama termotivasi sebagai seorang pribadi pendidik. Pemanfaatan metode suluk sebagai alternatif menciptakan pembelajaran puisi yang menyenangkan perlu dilakukan. Dengan demikian pembelajaran puisi akan semakin menarik dan diminati para siswa. Dengan metode suluk, siswa terbantu untuk memahami dan mengapresiasi sebuah puisi dengan mudah. Saran Agar pembelajaran puisi dengan metode suluk ini dapat berlangsung dengan efektif dan rekreatif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru. Pertama, guru bahasa Indonesia perlu mempunyai keyakinan “mampu” melaksanakan pembelajaran puisi dengan menarik. Pembelajaran puisi tidak hanya sekadar memenuhi tuntutan kurikulum saja. Dengan demikian, pembelajaran puisi yang selama ini “dianaktirikan” menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan mendapat tempat di hati siswa. Kedua, guru harus memilih Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 91 Penerapan Metode Suluk dalam Pembelajaran Puisi media puisi yang menarik dan mudah dipahami siswa. Disarankan puisi yang digunakan sebagai media pembelajaran adalah puisi-puisi yang berisikan cerita(balada). Ketiga, dalam konteks pembelajaran puisi dengan metode suluk, guru juga harus mempunyai wawasan yang luas terutama berkaitan dengan masalahmasalah sosial, moral/etika, budaya, agama, dan bahkan politik. Keempat, guru harus menyadari bahwa nilai (angka-angka) siswa bukanlah faktor/tujuan utama dalam pembelajaran puisi dengan metode suluk melainkan hanya dampak ikutan saja. Oleh sebab itu, tugastugas yang diberikan tidak membebani siswa. Bahkan, tidak perlu ada nilai ulangan dalam pembelajaran ini. Nilai siswa diperoleh dari hasil apresiasi siswa terhadap puisi. 92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Daftar Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Ismail, Taufiq. (2003). “Agar anak bangsa tak rabun membaca tak pincang mengarang”. Pidato Penganugerahan Gelar Kehormatan Doctor Honoris Causa di Bidang Pendidikan Sastra, Universitas Negeri Yogyakarta, 8 Februari 2003 Nggermanto, Agus. (2001). Quantum quotien (Kecerdasan quantum): Cara cepat melejitkan IQ, EQ, dan SQ secara harmonis. Bandung: Nusa Cendekia Pradopo, Rachmat Djoko. (1993). Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rani, Supratman Abdul. (1996). Ikthisar sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia Rahmanto, B. 1988. Metode pengajaran sastra. Yogyakarta: Kanisius Shapiro, Laurence E. (1997). Mengajarkan emosional intelligence pada anak. Jakarta: Gramedia Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas Opini Meningkatkan Mutu Pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas Keke Taruli Aritonang*) Abstrak alah satu butir penilaian sertifikasi guru dan akreditasi sekolah yaitu adanya laporan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh guru. Sungguhpun sudah mengikuti pelatihan, masih ada guru yang mengalami kesulitan melakukan PTK. Tulisan berikut ini membahas apa yang dimaksud dengan PTK, tujuan dan manfaat PTK, bagaimana menyusun proposal PTK, sistematika laporan PTK, dan bagaimana mengatasi kesulitankesulitan yang dihadapi oleh guru, termasuk guru BPK PENABUR dalam melaksanakan PTK. Tulisan ini dimaksudkan untuk memotivasi guru BPK PENABUR melakukan PTK sebagai upaya meningkatkan mutu pembelajaran. S Kata-kata kunci: penelitian tindakan kelas, proposal, laporan. Abstract One of the evaluation aspects in teacher certification and school accreditation is the teacher’s report about classroom action research (CAR). Although the teachers have got some trainings to do CAR, it seems a lot of them still find hard to do it. This article discusses classroom action research thoroughly starting from problem identification, proposal, and report of CAR. This article is expected to motivate the teachers, particularly BPK PENABUR teachers to do CAR to improve the quality of learning process and the student’s learning achievement . Keywords: classroom action research, proposal, report . Pendahuluan Penulis bekerja sama dengan Training Centre BPK PENABUR Jakarta dan Pusat Sumber Belajar Universitas Negeri Jakarta (PSB-UNJ) telah menyelenggarakan pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru-guru BPK PENABUR Jakarta mulai jenjang TK, SD, SMP, dan SMA pada tanggal 29 Oktober 2009 dan tanggal 4 Februari 2010. Tujuan diselenggarakan pelatihan PTK tersebut, adalah : (1) para guru di lingkungan sekolah BPK PENABUR Jakarta dapat melakukan PTK sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, (2) guru berkreativitas dalam penulisan karya ilmiah, dan (3) guru lebih berkreasi dan berinovasi dalam merencanakan, melaksanakan serta menilai proses dan hasil pembelajaran. Hasil yang diharapkan setelah pelaksanaan pelatihan PTK tersebut, yaitu : guru dapat menyusun proposal PTK, guru dapat melaksanakan PTK di sekolah masing-masing, dan guru dapat menyusun laporan hasil PTK dalam bentuk karya ilmiah yang nantinya dapat dimuat dalam Jurnal Pendidikan PENABUR. Peserta Pelatihan PTK sebanyak 80 guru BPK PENABUR Jakarta mulai dari jenjang TK *) Guru SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 93 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas sampai tingkat SMA. Ada pun perincian jumlah peserta pelatihan PTK pertemuan pertama guru BPK PENABUR sebagai berikut. Tabel 1 : Jumlah Peserta Pelatihan PTK Pertemuan Pertama No. Jenjang Jumlah akan membuat pertemuan sebanyak tiga kali, ternyata tidak dapat dijalankan, oleh sebab berbagai kendala yang dialami panitia maupun Tabel 2 : Jumlah Peserta Pelatihan PTK Pertemuan Kedua No. Jenjang Jumlah Jumlah Peserta Peserta Pertemuan 1 Pertemuan 2 % 1. TK K 11 2. SDK 22 1. TK K 11 9 8 2% 3. SMPK 25 2. SDK 22 18 82% 4. SMAK 22 3. SMPK 25 14 56% 80 4 SMAK 22 8 36% Jumlah Jumlah 80 49 61% Hasil kuesioner pada pertemuan pertama pelatihan menunjukkan minat guru PENABUR terhadap PTK sangat baik, yaitu guru peserta pelatihan. Dari 49 peserta yang telah : (a) sebanyak 76 responden atau sebesar 95% mengikuti pelatihan kedua PTK yang seharusmenyatakan PTK sangat bermanfaat bagi nya membuat hasil pelaksanaan PTK di sekolah mereka, (b) sebanyak 70 responden atau sebesar masing-masing dalam bentuk laporan jadi, 87% menyatakan PTK perlu ditindaklanjutkan, hanya 13 peserta atau sebesar 16% yang (c) sebanyak 64 responden atau sebesar 80% guru membuat laporan hasil PTK tersebut. Perincian menyatakan akan melakukan PTK di sekolah jumlah hasil pelaksanaan PTK guru BPK masing-masing, dan (d) sebanyak 44 responden PENABUR dalam bentuk laporan sebagai atau sebesar 55% menyatakan bahwa PTK itu berikut. sulit bagi mereka, kesulitan tersebut antara lain, belum memahami apa itu PTK, pentingnya PTK, Tabel 3 : Perincian Jumlah Laporan prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat proHasil PTK Guru BPK PENABUR posal dan menyusun laporan PTK, banyaknya Jumlah tugas yang diberikan sekolah, dan tidak No Jenjang Jumlah % L aporan terbiasanya guru melakukan penelitian. Pada pertemuan kedua pelatihan PTK, 1. T K K 11 5 45% diharapkan guru telah menyusun proposal PTK dan melaksanakan PTK di sekolah masing2. SDK 22 5 23% masing. Sangat disayangkan pada pertemuan 3. SMPK 25 2 8% kedua pelatihan PTK dari 80 guru yang hadir pada pertemuan pertama di pertemuan kedua ini yang hadir sebanyak 49 guru atau sebesar 61%. Perincian jumlah peserta pelatihan PTK guru BPK PENABUR pertemuan kedua dapat dilihat pada tabel 2. Hal ini disebabkan banyaknya kendala yang dialami guru, baik itu kendala waktu, tidak dapat hadir karena tugas lain, padatnya jam mengajar, banyaknya tugas tambahan guru dari sekolah, dan sebagainya. Dari rencana semula 94 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 4 SMAK Jumlah 22 1 4% 80 13 16% Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan Classroom Action Research (CAR), (2001), PTK telah menjadi bagian penting dari pekerjaan guru karena mereka terbiasa menemukan masalah-masalah dalam pembelajaran yang Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan. Sebelumnya mereka dianggap orang yang mempunyai masalah tetapi tidak merasa, bahwa dirinya mempunyai masalah. Menurut Koesoema (2009:172) ketika guru masuk dalam kelas, guru sudah terlibat dalam proses penelitian/analisis kelas. Guru mendengarkan, mengamati, membuat hipotesis, dan menganalisis situasi kelas (kesiapan anak didik menerima pelajaran, menjelaskan di mana proses belajar yang telah mereka lalui dan yang sedang mereka pelajari, dan lain-lain). Dengan tindakan pengamatan di kelas ini, guru mengharapkan ada perubahan dan perbaikan dalam kualitas pembelajaran di kelas. Dengan adanya PTK guru dapat menerapkan hasil temuan guru lain yang setting atau konteks penelitiannya mirip dengan setting kelasnya. Salah satu keberhasilan guru dalam pembelajaran tercermin dari hasil penelitian sederhana yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas professional guru, khususnya kualitas pembelajaran. Menurut Suharsimi (2006:2) penelitian sederhana yang dapat dilaksanakan guru diutamakan dan disarankan adalah penelitian tindakan. Sebab dalam penelitian tindakan terdapat kata tindakan. Artinya dalam hal ini guru melakukan sesuatu, arah dan tujuan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru sudah jelas, yaitu demi kepentingan peserta didik dalam memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Penelitian tindakan yang dimaksud adalah PTK, karena berkaitan dengan pembelajaran dan menyangkut upaya guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Selain itu juga, salah satu penilaian akreditasi sekolah adalah adanya guru-guru bidang studi yang melaksanakan PTK yang berkaitan dengan bidang studi yang diajukan. Tetapi sangat disayangkan, hasil Pelatihan PTK guru-guru BPK PENABUR Jakarta yang telah dilaksanakan belum tercapai sesuai dari yang telah direncanakan, tujuan yang hendak dicapai belum memuaskan, dan banyak ditemukan berbagai masalah. Berdasarkan hal di atas penulis akan menguraikan apa yang dimaksud dengan PTK, tujuan dan manfaat PTK, bagaimana menyusun proposal PTK, sistematika laporan PTK, dan bagaimana menumbuh- kan minat guru BPK PENABUR agar melakukan PTK untuk mening-katkan mutu pembelajaran. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Istilah PTK berasal dari Inggris yang dikenal dengan istilah Classroom Action Research (CAR). Di Indonesia disebut PTK. Menurut Suharsimi (2006:2) ada tiga kata yang membentuk pengertian PTK, yaitu sebagai berikut. 1. Kata Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. 2. Kata Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. 3. Kata Kelas, menunjuk pada sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Sedangkan, Supardi (2006) menyatakan pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan. PTK termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif tetapi PTK berbeda dengan penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum. PTK lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Dilihat dari cakupannya, PTK dilakukan untuk mengatasi masalah belajar membelajarkan yang dihadapi siswa dan guru. Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan Classroom Action Research (CAR), (2001) perbedaan antara penelitian formal dengan PTK disajikan dalam tabel 4. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 95 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas Tabel 4: Perbedaan antara PTK dengan Penelitian Formal proses pembelajaran (evaluation), dan No Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Formal refleksi dari proses dan hasil pembel1. Dilakukan oleh guru/dosen Dilakukan oleh orang luar ajaran (reflection). Prinsip kedua ini 2. Kerepresentatifan sampel tidak Sampel harus representative diperhatikan mengisyaratkan agar proses dan hasil 3. Instrumen yang valid dan Instrumen harus valid dan pembelajaran direreliable tidak diperhatikan reliable kam dan dilaporkan secara sistemik dan 4. Tidak digunakan analisis Menuntut penggunaan terkendali menurut statistik yang rumit analisis statistik kaidah ilmiah. 5. Tidak selalu menggunakan Mempersyaratkan hipotesis 3. Kegiatan mehipotesis neliti merupakan bagian integral dari 6. Memperbaiki praktik Mengembangkan teori pembelajaran harus pembelajaran secara langsung diselenggarakan 7. Tidak memperbaiki praktik Hasil penelitian merupakan dengan tetap bersanpembelajaran secara langsung produk ilmu dan terutama dar pada alur dan prosesnya kaidah ilmiah. Alur pimikiran yang digunakan dimulai Berdasarkan pengertian di atas yang perlu dari masalah, pemilihan tindakan yang dipahami guru tentang prinsip dasar PTK sesuai dengan permasalahan dan penyemenurut Hopkins (dalam Arikunto, dkk, babnya, merumuskan hipotesis tindakan 2006:115) yaitu sebagai berikut. yang tepat, penetapan skenario tindakan, 1. Tugas guru yang utama adalah menyelengpenetapan prosedur pengumpulan data, garakan pembelajaran yang baik dan dan analisis data. Objektivitas, reliabilitas, berkualitas. Untuk itu guru perlu memiliki dan validitas proses, data, dan hasil tetap komitmen dalam mengupayakan perbaikan dipertahankan selama penelitian dan peningkatan kualitas pembelajaran berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersecara terus-menerus. Guru harus syaratkan bahwa dalam menyelenggarakan menggunakan pertimbangan dan tanggung penelitian tindakan agar tetap menggunajawab profesionalnya dalam mengupayakan kaidah-kaidah ilmiah. kan jalan keluar dari masalah yang 4. Masalah yang ditangani adalah masalahdihadapi guru dalam pembelajaran. Prinsip masalah pembelajaran yang riil merisaukan utama ini berimplikasi pada sifat penelitian tanggung jawab professional dan komitmen tindakan sebagai suatu cara berkelanjutan terhadap diagnosis masalah bersandar secara siklus sampai terjadinya peningkapada kejadian nyata yang berlangsung tan, sistem, proses, hasil, dan sebagainya. dalam konteks pembelajaran yang sesung2. Meneliti merupakan bagian integral dari guhnya. Apabila pendiagnosisan masalah pembelajaran, yang tidak menuntut berdasarkan pada kajian akademik atau kekhususan waktu maupun metode kajian literatur semata, maka penelitian pengumpulan data. Tahapan penelitian tersebut dipandang sudah melanggar tindakan selaras dengan pelaksanaan prinsip keotentikan masalah. Jadi, masalah pembelajaran, yaitu persiapan program harus didiagnosis dari kancah pembel(planning), pelaksanaan pembelajaran (acajaran yang sesungguhnya, bukan sesuatu tion), observasi kegiatan pembelajaran (obyang dibayangkan akan terjadi secara servation), evaluasi terhadap kegiatan/ akademik. 96 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas 5. 6. Konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam, bukan sesuatu yang bersifat instrumental. Cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar kelas, misalnya tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas pendidiakn Tujuan dan Manfaat PTK Maraknya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional baik yang dikelola oleh pemerintah maupun yayasan swasta menandakan pesatnya tuntutan pendidikan yang lebih berkualitas. Akibatnya masyarakat menuntut layanan pendidikan yang dilakukan oleh guru harus lebih meningkat. PTK merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan atau memperbaiki layanan pendidikan dalam konteks pembeajaran di kelas. Dasar utama dilaksanakan PTK menurut Mc Niff (dalam Arikunto, 2006:106) adalah untuk perbaikan, ketika guru dalam pembelajaran di kelas menemukan masalah. Guru harus berusaha memecahkan masalah tersebut demi untuk perbaikan dalam pembelajarannya. N. A Suprawoto.com (www.goegle 20 Juni 2010) menuliskan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Secara lebih rinci tujuan PTK sebagai berikut. 1. Memperhatikan dan meningkatkan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil pembelajaran. 2. Menumbuhkembangkan budaya meneliti bagi tenaga kependidikan agar lebih proak tif mencari solusi akan permasalahan pembelajaran. 3. Menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti para tenaga pendidik dan kependidikan, khususnya mencari solusi masalah-masalah pembelajaran 4. Meningkatkan koloborasi antartenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam memecahkan masalah pembelajaran. (Arikunto, dkk 2006:107) Dengan kata lain, guru akan lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktik pembelajaran secara reflektif dan bukan bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru dari penelitian tindakan yang akan dilakukannya. Borg (dalam Arikunto, dkk 2006:107) menyebut secara eksplisit bahwa tujuan utama PTK ialah pengembangan keterampilan proses pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya, bukan bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan. Adapun manfaat yang dicapai melalui PTK berdasarkan tujuan dan hasil yang telah disebutkan di atas antara lain sebagai berikut. 1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan bagi para guru lainnya untuk meningkatkan kulitas pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain disajikan dalam forum ilmiah, diikutsertakan dalam event-event lomba penelitian karya ilmiah yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasan BPK PENABUR, dan dapat dimuat di Jurnal Pendidikan PENABUR maupun jurnal ilmiah lainnya. 2. Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung profesionalisme dan karir pendidik serta masuk dalam penilaian KKPP (Kepangkatan dan Kenaikan Pangkat Pegawai) tenaga pendidik BPK PENABUR. 3. Mewujudkan kerja sama, koloborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam satu Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 97 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas 4. 5. 6. sekolah atau beberapa sekolah BPK PENABUR dan sekolah di luar BPK PENABUR untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran. Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini turut memperkuat relevansi pembelajaran bagi kebutuhan peserta didik. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat. Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh. (N. A Suprawoto.com www.goegle 20 Juni 2010) Menyusun Proposal dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas Jika kita akan memulai melakukan PTK, hal pertama yang harus kita lakukan adalah membuat rencana. Rencana penelitian tersebut dalam bentuk proposal penelitian. Pada umumnya sistematika proposal PTK adalah sebagai berikut. 1. Judul PTK Sebelum membuat judul terlebih dahulu menemukan masalah dalam pembelajaran yang dihadapi. Sehingga dari judul tersebut menggambarkan permasalahan yang ada dan bagaimana cara pemecahannya. Umumnya di bawah judul dituliskan pula subjudul. Subjudul ditulis untuk menambahkan keterangan lebih rinci tentang populasi, misalnya di mana penelitian dilakukan, kapan, di kelas berapa, dan sebagainya. Beberapa contoh judul PTK yang telah dilaksanakan oleh Guru-guru BPK PENABUR Jakarta hasil dari pelaksanaan pelatihan PTK dapat di lihat pada tabel 5. 98 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 2. Pendahuluan Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan pembelajaran. Bab pendahuluan ini intinya pemaparan alasan latar belakang penelitian. Bab pendahuluan terdiri dari: a. Deskripsi masalah Deskripsi berisi elaborasi dari masalah yang telah dipilih disertai data-data awal yang mendukung yaitu dari hasil belajar siswa seperti, nilai ulangan, tugas-tugas, karya tulis dan lain sebagainya dan yang penting itu masalah proses belajar dan siswa secara umum. b. Rumusan masalah Masalah hendaknya dirumuskan secara komprehensif yang menggambarkan hasil dan proses. Bentuk kalimat dapat berupa pernyataan, pertanyaan, atau gabungan antara keduanya. Contoh merumuskan masalah secara komprehensif yaitu dengan menginformasikan: siapa yang terkena dampak negatifnya, siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu, masalah apa sebenarnya itu, siapa yang menjadi tujuan perbaikan, dan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu. c. Tujuan Tuliskan tujuan dalam bentuk frase secara singkat dan jelas, sejalan dengan masalah. Rumusan tujuan harus operasional dan dapat diukur. Tuliskan indikator keberhasilannya sehingga guru dapat mengecek dengan mudah d. Manfaat hasil penelitian Tuliskan secara singkat menyangkut berbagai fihak : siswa, guru, sekolah, pengembang kurikulum yayasan BPK PENABUR, dan khasanah ilmu. 3. Kajian Pustaka Menguraikan kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan yang mendasari usulan rancangan penelitian tindakan. Untuk menumbuhkan gagasan tersebut, biasanya penulis mengumpulkan bukubuku yang berhubungan dengan judul penelitian yang akan dibuat. Buku tersebut dapat dipinjam di perpustakaan sekolah Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas Tabel 5: Contoh Judul Laporan PTK Guru-Guru BPK PENABUR No. Nama Peserta Sekolah Judul Laporan 1. Inge Pudjiastut TKK 11 Memperkuat Kepercayaan Diri Anak melalui Percakapan Referensial pada Kelompok Bermain 2. Maria Inawati TK K 7 Mengenal Konsep Bilangan pada Anak Taman KanakKanak Melalui Metode Bermain Alat Manipulatif 3. Eltin John T K K 11 Meningkatkan Kedisiplinan Anak Melalui Metode Bercerita pada Peserta Didik Kelompok 4. Maryani TK K K M Meletakkan Dasar-dasar Pengalaman Konsep Matematika melalui Permainan Praktis di Kelompok Bermain 5. Desty Wulansari A. TK K K M Memacu Keberanian Anak Taman Kanak-Kanak Berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan Menggunakan Bahasa Tubuh 6. Niken Indraswati SDK B e k as i Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menentukan Pokok Pikiran Bacaan melalui Metode Inquiri 7. Merry Christine SDK HI Meningkatkan Pemahaman Membaca Siswa Kpada Pelajaran Matematika melalui Story Telling 8. Melanny Susanto SDK HI Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Operasi Hitung Campuran dengan Metode Pemberian Tugas Pekerjaaan Rumah 9. Herani Arundati SDK 1 Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Melalui Media Foto Aktivitas Siswa 10. Melania Sutarni SDK 3 Penerapan Metode "Mind Mapping" dalam Mengerjakan Soal Cerita yang Menggunakan Konsep Pecahan 11. Yustina Titik Purwanti SMPK 7 Meningkatkan Kemampuan Siswa Menemukan Gagasan Utama melalui Metode Cooperative Integrated Reading and Composition 12. Noor Sari Dewi SMPK 5 Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa melalui Media Artikel yang Ada di Majalah Remaja 13. Sugiharti SMAK 4 Pemanfaatan Gambar Karikatur sebagai Media Pembelajaran Menulis Esai Siswa BPK PENABUR tempat guru mengajar atau perpustakaan kompleks BPK PENABUR. Hal ini dapat mengurangi dana yang dikeluarkan untuk penelitian. Dapat juga membuka internet, cari situs yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. 4. Metodologi Penelitian Menjelaskan tentang rencana dan prosedur penelitian yaitu : a. Setting penelitian Setting atau konteks penelitian perlu diuraikan secara rinci karena penting Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 99 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas b. c. observasi, skala sikap, sosiometri, dan artinya bagi guru lain yang ingin meniru skala penilaian. keberhasilan yang telah dilakukan. e. Analisis dan refleksi Guru lain tentu akan mempertimJelaskan secara singkat data apa yang bangkan apakah ada kemiripan antara akan guru catat, bagaimana menganalisetting sekolahnya dengan setting sisnya, perubahan apa yang guru harappenelitian tersebut. kan akan terjadi, dan bagaimana hasil Persiapan penelitian analisis itu akan guru gunakan untuk Persiapan penelitian menjelaskan melakukan refleksi. tentang berbagai input instrumental yang akan digunakan untuk memberi 5. Jadual Penelitian Buatlah jadual berbentuk matriks yang perlakuan dalam PTK. Uraikan yang menunjukkan kegiatan per bulan, meliputi : berhubungan dengan PTK saja. Hal-hal kegiatan persiapan, siklus pertama, kedua, yang berhubungan dengan RPP dan ketiga, dan seterusnya, penulisan laporan perangkat pembelajaran yang merupatiap siklus, penulisan laporan akhir, semikan pekerjaan pembelajaran standar nar, dan perbaikan laporan akhir. tidak perlu ikut diuraikan. Contoh jadual kegiatan suatu PTK. Siklus penelitian Jelaskan berapa siklus yang akan Tabel 6: Jadual Rencana Kegiatan PTK guru lakukan Waktu (Minggu ke) dan berdasarkan No Rencana Kegiatan apa seperti, wak1 2 3 4 5 6 tu, pokok bahasan, atau lainnya. 1. Persiapan Perlu juga dituliskan perlakuan Menyusun konsep pelaksanaan X apa yang akan Menyepakati jadual dan tugas X guru berikan pada siklus pertama, kedua, dan seterusnya sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditulis. d. P e m b u a t a n instrumen Jelaskan data apa saja yang guru perlukan, apa sumber datanya dan instrumen apa saja yang akan guru gunakan untuk memperoleh data tersebut. Contoh instrumen dapat berupa tes, kuesioner, lembar 100 2. Menyusun instrument X Seminar konsep pelaksanaan X Pelaksanaan Menyiapkan kelas dan alat X Melakukan tindakan siklus 1 X XX Melakukan tindakan siklus 2 3. XX X Penyusunan Laporan Menyusun konsep laporan X Seminar hasil penelitian X Perbaikan laporan X Penggandaan dan pengiriman hasil X Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas 6. Sistematika Laporan PTK Penyajian tulisan laporan PTK menurut Sitepu, BP (dalam Makalah PTK) ditulis dalam bentuk naratif dan menghindari rincian berbentuk pointer yang disusun vertikal, tetapi bila harus menyebutkan rincian, disusun secara horizontal/linear. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan baku dengan memperhatikan kaidah-kaidah penulisan ilmiah secara ketat. Panjang tulisan berkisar 4.000 kata. Secara umum format laporan akhir hasil PTK, salah satu diantaranya sebagai berikut. 1. Lembar Judul Penelitian 2. Lembar Identitas dan Pengesahan 3. Abstrak 4. Daftar Isi 5. Daftar Tabel 6. Daftar Gambar 7. Daftar Lampiran 8. Pendahuluan 9. Kajian Pustaka 10. Metode Penelitian 11. Hasil Penelitian 12. Pembahasan 13. Simpulan dan Saran 14. Daftar Pustaka 15. Identitas Penulis A. Judul Judul ditulis : a. singkat, jelas, dan menggambarkan isi tulisan, b. Mudah dimengerti, c. menarik dan memotivasi membaca isi tulisan, d. dapat dalam bentuk pernyataan, atau pertanyaan, e. dapat menggunakan subjudul, f. di bawah judul, ditulis nama penulis, g.tidak menggunakan kata “Penelitian tentang ...”, “Survei ....”, Kajian tentang ... “ , dan “Beberapa Catatan tentang ....”, h. tidak menggunakan singkatan atau akronim, i. tidak terlalu umum, dan j. tidak lebih dari 14 kata. B. Abstrak Pada bagian ini abstrak ditulis : a. Menggambarkan secara singkat latar belakang, masalah, metode, hasil dan kesimpulan penelitian secara singkat. b.Merupakan ringkasan/summary singkat. c. Memotivasi membaca isi tulisan secara keseluruhan. d. Terdiri atas satu paragraf dengan 150 – 200 kata. e. Dikuti dengan kata-kata kunci isi tulisan sebanyak 3 – 5 kata. f. Ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. g. Tidak merupakan ringkasan isi tulisan. h. Tidak terlalu rinci. i. Tidak memuat rumus-rumus. dan j. Tidak terlalu singkat dan terlalu umum. C. Pendahuluan Memuat unsur : a. Latar belakang masalah yang diteliti. b. Menguraikan keadaan sekarang masalah tersebut (dapat diperkuat dengan beberapa kutipan). c. Menguraikan tentangketerbatasan pengetahuan tentang masalah itu. d. Menyebutkan alasan pentingnya masalah itu diteliti. e. Memberikan batasan masalah. f. Menyebutkan masalah yang diteliti secara spesifik. h. Menyebutkan tujuan penelitian secara jelas dan i. Panjang pendahuluan sekitar 400 kata D. Kajian Pustaka Menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang relevan, yang memberi arah pada pelaksanaan PTK dan usaha peneliti membangun argument teoritis bahwa tindakan tertentu dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses serta hasil pendidikan dan pembelajaran, bab ini berisikan kajian teoritis, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. E. Metode Penelitian Bab ini berisikan : a. Menguraikan desain penelitian: tujuan, manfaat, tempat dan waktu penelitian. b. Menyebutkan jenis penelitian, dan c. Menguraikan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen dan analisis data. F. Hasil Penelitian dan Pembahasan Menyajikan uraian masing-masing siklus dengan data lengkap, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi yang berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan hal yang mendasar, yaitu hasil perubahan (kemajuan) pada diri siswa, lingkungan, guru sendiri, motivasi dan aktivitas belajar, situasi kelas, dan hasil belajar. Gunakan tabel atau grafik data, hasil analisis data Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 101 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas yang menunjukkan perubahan yang terjadi. Sedangkan dalam pembahasan membandingkan kesimpulan penelitian dengan hasil penelitian lain yang sejenis, menguraikan implikasi praktis kesimpulan penelitian, dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut. G. Daftar Pustaka 1. Disusun berdasarkan sau sistem tertentu secara konsisten. 2. Menggunakan kepustakaan yang semutakhir mungkin. 3. Hanya mencantumkan kepustakaan yang terkait langsung dengan penelitian. 4. Sumber dari internet dicantumkan dengan menyebutkan nama/kode website secara lengkap, judul tulisan dan penulisnya, dan tanggal dakses. H. Identitas Penulis 1. Nama lengkap dan gelar. 2. Tempat dan tanggal lahir. 3. Pekerjaan. 4. Hasil penelitian/tulisan ilmiah yang pernah diterbitkan dan prestasi. Kesulitan-Kesulitan yang dialami dalam Melakukan PTK Sebanyak 44 responden atau sebesar 55% menyatakan bahwa PTK itu sulit bagi mereka, kesulitan tersebut antara lain, belum memahami apa itu PTK, pentingnya PTK, prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat proposal dan menyusun laporan PTK, banyaknya tugas yang diberikan sekolah, dan tidak terbiasa guru melakukan penelitian. Untuk menumbuhkan minat guru BPK PENABUR agar dapat melakukan PTK, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru harus dicari terlebih dahulu bagaimana penyelesaiannya. 1. Guru belum memahami apa itu PTK, pentingnya PTK, prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat proposal dan menyusun laporan PTK. Tidak hanya guru saja yang belum paham akan hal PTK, tetapi juga kepala sekolah di lingkungan yayasan BPK PENABUR Jakarta belum memahami pentingnya PTK bagi peningkatan mutu pembelajaran. Sehingga kepala sekolah tidak pernah memberi saran 102 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 kepada guru untuk melakukan PTK. Hal ini dapat membuat guru tidak tertarik untuk memahami dan melaksanakan PTK di sekolah. Kesulitan di atas dapat diatasi dengan cara, sebagai berikut. a. Dalam buku program kerja guru BPK PENABUR terdapat tugas kepala sekolah yaitu sebagai Educator, yang salah tugasnya ialah meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Untuk melaksanakan tugas tersebut salah satunya kepala sekolah dapat mengajak kerjasama para gurunya untuk bersama-sama melaksanakan PTK. Kepala sekolah dapat membuat jadual atau rencana masing-masing gurunya untuk melakukan PTK. Pada saat guru melaksanakan PTK di kelas kepala sekolah dapat memantau jalannya PTK, memberikan masukan dan dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja guru. Dengan adanya perhatian dari kepala sekolah akan hal ini, guru termotivasi untuk melaksanakan PTK. Perhatian dari kepala sekolah terhadap guru sangat penting untuk meningkatkan profesionalisme serta kinerja guru dan tenaga kependidikan lain di sekolah (Mulyasa, 2007:234). Perhatian kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui kerjasama melaksanakan PTK. b. Guru dapat memulai mencoba melakukan PTK, walaupun sama sekali belum paham akan PTK. Menurut Koesoema (2009:173), bahwa PTK itu sesungguhnya merupakan bagian esensial dari kinerjanya sebagai guru. Dengan memulai mencoba melakukan PTK pada akhirnya guru akan bertanya, mencari, dan membaca hal-hal yang berhubungan dengan PTK. c. Mengikuti seminar, lokakarya, atau pelatihan yang berhubungan dengan PTK, baik yang diadakan oleh yayasan BPK PENABUR sendiri atau dari Departemen Pendidikan Nasional. Menurut Natawidjaja (dalam Mulyasa, 2007:233), perbaikan kualitas kompetensi profesional guru dan tenaga kependidikan Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas lainnya dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu pendidikan dalam jabatan dan pendidikan prajabatan. Peningkatan kompetensi guru melalui pendidikan dalam jabatan dapat dilakukan melalui penataran, lokakarya, atau seminar yang berkenaan dengan tugas utama guru di sekolah. Dalam hal ini sekolah BPK PENABUR dalam agenda kerjanya setiap tahun ada program pembinaan bagi guru-gurunya, untuk itu kepala-kepala sekolah BPK PENABUR diharapkan dapat mengundang para pakar dibidang PTK untuk melatih para guru dalam program pembinaan tersebut. Dalam hal ini sudah dilakukan pelatihan PTK pada tanggal 29 Oktober 2009 dan 4 Februari 2010, tetapi hasilnya belum memuaskan. Setelah diberi pelatihan dari 80 guru, yang melaksa-nakan PTK hanya 13 guru. Hal ini terlihat dari pengumpulan laporan hasil PTK. d. Musyawarah guru matapelajaran (MGMP) dan kelompok kerja guru (KKG). MGMP dan KKG merupakan dua wadah yang dapat meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru. Dalam MGMP dan KKG, para guru dapat saling bertukar pikiran dan saling membantu memecahkan masalah yang dihadapi, bahkan dapat saling belajar dan membelajarkan. Melalui MGMP, diharapkan persoalan dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati kompetensi yang diuraikan dalam kurikulum dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metode dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Mulyasa, 2007:236). Melalui KKG bidang studi guru BPK PENABUR, guru dapat mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kelasnya dan bagaimana cara mengatasinya. Melalui temuan-temuan masalah dalam diskusi tersebut, guru dapat mulai merencanakan PTK, setelah itu kembali mendiskusikannya pada saat KKG berikutnya. Agar PTK itu berhasil 2. diperlukan kultur kolaborasi dan kerjasama antarguru bidang studi yang sama. KKG BPK PENABUR menja-di wadah untuk pelaksanaan PTK. Banyaknya tugas yang diberikan sekolah kepada guru Dalam buku program kerja guru BPK PENABUR Jakarta, tugas guru bidang studi, yaitu bertanggung jawab atas : pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas dengan efektif dan inovatif, ketertiban siswa pada waktu KBM, adminstrasi guru setiap semester sesuai dengan jadwal pengumpulan seperti: KTSP dan SK, program tahunan dan semester, program ulangan, program materi dan tugas, silabus, RPP, KKM, agenda guru dan daftar nilai, buku pegangan siswa dan guru, kumpulan soal, dan modul bila perlu, penilaian hasil belajar siswa (soal dan kriteria/rubrik), memasukkan nilai ke komputer sesuai waktu yang ditetapkan, dan bertanggung jawab atas remedial dan pengayaan. Jika guru menjadi wali kelas maka tugas tambahannya adalah sebagai berikut : memahami siswa dan karakter mereka dari kelas yang diasuhnya, mengatur tempat duduk siswa di kelas dan membuat denah kelas, memelihara inventaris kelas, menyusun regu kerja harian, menyusun jaringan telekomunikasi kelas, mengadakan komunikasi dengan orang tua dalam rangka pembinaan siswa dan mencatatnya di buku komunikasi kelas, membantu bendahara dalam pengumpulan pembayaran uang sekolah dan uang lainnya, mengisi, membagi rapor dan mengisi ledger, bekerja sama dengan guru BK dan guru agama dan wakasis untuk membina budi pekerti siswa kelasnya, membantu siswa memecahkan masalahnya, memeriksa dan menindaklanjuti keterlam-batan siswa, mencatat absen siswa di buku absensi, memeriksa dan menandatangani buku agenda siswa secara berkala, membuat daftar pembagian tugas 9K dan mengawasi pelaksanaannya, memeriksa kas kelas bersama pengurus kelas, memantau pelaksanaan upacara bendera dan kebaktian, membuat tata tertib kelas, dan memeriksa pengisian buku jurnal kelas, dan sebagainya. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 103 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas Selain itu dalam program kerja kesiswaan (OSIS) guru juga dilibatkan menjadi koordinator yaitu: kebaktian siswa, kebaktian natal, kebaktian paskah, retreat, upacara bendera, lomba kerapihan dan kebersihan kelas, peringatan hari Kartini, hari guru, pramuka, dewan galang, jamboree, Razia kelas, karyawisata, kerapihan berpakaian, HUT RI, berbagai kompetensi IPA, Matematika, bahasa Inggris, MOS, PMR, bakti sosial Paskah, bakti sosial Natal, mengisi madding sekolah, bulletin sekolah, buku tahunan, LDK OSIS PENABUR, pelepasan siswa, pameran hasil keterampilan dan seni, bazaar, kompetensi olahraga dan seni, mengisi paduan suara HUT BPK PENABUR, mengisi padus gabungan di instansi pemerintah/swasta, pentas seni, dan open school. Segunung tugas lainnya yang berkaitan dengan kegiatan mengajar, yaitu hadir dalam berbagai rapat kenaikan, kelulusan, pertemuan perwalian, komunikasi dengan orang tua siswa, membuat soal-soal ulangan, mempersiapkan materi mengajar, dan lain-lain, guru masih memiliki tanggung jawab lain di luar jam mengajar, seperti mendampingi ekstrakurikuler, menjadi panitia penerimaan siswa, panitia UTS dan UUB semester ganjil, panitia UTS dan UUB semester genap, panitia try out UN dan US, pra UN, panitia UN dan US, ujian praktek, panitia penjualan buku dan seragam, pengurus koperasi, training, IAYP, live in, menghadiri kelompok guru mata pelajaran, tingkat sekolah maupun rayon, mempersiapkan, melatih, dan mendampingi siswa mengikuti berbagai perlombaan, mempromosikan sekolah, dan membuat berbagai laporan pertanggungjawaban setelah selesai berbagai kegiatan sesuai tugas yang diberikan. Menurut Koesoema, (2009:43), beban kerja akan semakin meningkat ketika sekolah berada dalam proses akreditasi. Karena sistem manajemen yang tidak bagus, guru harus mendadak mempersiapkan banyak hal agar akreditasi berjalan dengan baik. Di beberapa sekolah, seringkali tidak ada aturan yang jelas tentang jam kerja guru 104 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 3. sehingga guru yang bekerja sampai sore dianggap biasa dan tidak ada tambahan sebagai lembur. Dengan adanya tugas di atas yang diberikan sekolah kepada guru semakin membuat guru tidak mampu lagi menyisihkan waktu untuk mengembangkan diri. Jika guru diminta untuk memberikan diri terus-menerus, tanpa menerima sesuatu dari kegiatan memberi tersebut, guru akan menjadi kurus kering secara propesional, sebab apa yang ada dalam dirinya dikuras terus-menerus sementara dalam dirinya sendiri tidak ada masukan yang memperkaya kinerja propesional guru. Hal inilah yang paling dominan bagi guru BPK PENABUR sehingga tidak mempunyai minat untuk melakukan PTK. Bagaimana cara mengatasi masalah di atas? Penulis hanya dapat berharap perlunya kebijakan dari sekolah dan yayasan untuk mengurangi tugas-tugas di atas atau perlunya memanajemen tugas dengan baik. Perlu diketahui juga oleh guru bahwa PTK tidak mengorbankan proses pembelajaran, justru akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. PTK tidak harus membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika dilakukan secara kolaboratif yang bertujuan memperbaiki proses pembelajaran tidak akan mempengaruhi materi pelajaran dan sudah harus dirancang dan dipersiapkan dengan rinci serta matang, maka tidak terlalu banyak menghabiskan waktu. Oleh karena itu guru BPK PENABUR tidak perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulumnya jika akan melaksanakan PTK. Guru belum terbiasa melakukan penelitian Koesoema, (2009:172) menyatakan bahwa tindakan melakukan riset dan penelitian masih terasa asing di telinga guru. Jika guru mendengar istilah riset dan penelitian, spontan yang guru bayangkan adalah para professor di universitas yang melakukan penelitian di laboratorium atau mengadakan penelitian di lapangan dengan metode ilmiah yang rumit dan kompleks, menggunakan data-data statistik yang Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas seringkali sulit untuk dipahami. Tindakan seperti ini sering dianggap bukan bagian dari kinerja guru. Hal inilah yang membuat guru tidak berminat untuk melakukan PTK. Guru merasa tidak mampu untuk melakukan penelitian. Padahal begitu guru masuk dalam kelas, guru sudah terlibat dalam proses penelitian/analisis kelas. Guru mendengarkan, mengamati, membuat hipotesis, dan menganalisis situasi kelas. Untuk itu diharapkan guru perlu senantiasa merefleksikan dan mengevaluasi praktik belajar-mengajar di kelas, mencoba merumuskan pokok persoalan yang diajukan, membuat pengamatan, membuat dokumentasi dan menarik kesimpulan. Hal terpenting yang menjadi sasaran PTK adalah dampaknya bagi perkembangan proses belajar-mengajar di kelas daripada sekedar penemuan baru atau publikasi. Masalah yang paling umum dalam melakukan PTK adalah untuk memulainya. Guru PENABUR sudah memiliki tugas yang begitu berat, dan tugas yang bertumpuktumpuk, sehingga tidak memiliki waktu untuk membuat penelitian. Salah satu cara agar guru mampu melakukan tindakan professional yang terintegrasi dalam tugasnya menurut Koesoema, (2009:174), adalah tertib membuat dokumentasi, catatan pengamatan di kelas, dan mencoba menganalisis situasi kelas sesuai dengan persoalan yang muncul. Data-data dalam kelas dapat menjadi masukan berharga bagi penelitian guru, seperti proses komunikasi dalam kelas, suasana kelas pada saat pembelajaran, mendokumentasikan jenis pertanyaan siswa, mengumpulkan hasil kerja siswa dan mencoba meneliti persoalan yang ada. Banyak data yang dapat kita kumpulkan di dalam kelas sebagai bahan penelitian. Menurut Supardi dalam Arikunto, dkk. (2006:114), syarat menjadi guru peneliti PTK yang baik adalah miliki jiwa agen pembaru untuk selalu dan berupaya mengubah/ kemajuan dalam proses pembelajaran. Memahami filosofi action research itu sendiri, kemudian menyenangi dan berupaya mempersiapkan diri untuk menjadi agen pembaru sehingga manfaat hasil PTK langsung dapat dirasakan yaitu adanya perubahan/kemajuan pada diri peneliti, siswa, serta kelas/sekolahnya. Beberapa strategi sederhana agar guru terbiasa melakukan penelitian, yaitu : a. Membuat dokumentasi proses pembelajaran di dalam kelas. Dokumentasi ini dapat berupa catatan penting tentang peristiwa belajar-mengajar di kelas, memotret suasana kelas, cara berkomunikasi satu sama lain, mencatat berbagai macam pertanyaan yang muncul dalam proses belajar-mengajar, serta mendokumentasikan hasil belajar siswa (hasil karya tulis, tugas-tugas, karangan, dan lain-lain) b. Dari dokumentasi data-data tersebut, mencoba membuat peta persoalan dan permasalahan yang dihadapi oleh siswa selama perjumpaan di dalam kelas. Pokok persoalan yang muncul itu dipetakan berdasarkan pengelompokan dan relevansinya dalam proses mengajar, seperti sistem pengaturan kelas (fisik dan sosial). Fisik berupa penataan kelas, kursi, meja, dan lain-lain. Apakah pengaturan seperti itu mendukung proses belajar? Sedangkan pengaturan sosial berupa kesepakatan-kesepakatan bersama dalam kelas-kelas (norma sosial yang berlaku selama proses pembelajaran), corak relasional satu sama lain. Apakah aturan sosial ini membantu memperlancar proses belajarmengajar? Selain itu, guru juga dapat mendokumentasikan persoalan-persoalan yang muncul dalam proses pengajaran, seperti pemahaman konseptual yang dipahami oleh siswa, keterampilan praktis yang mesti mereka miliki, cara menanggapi sebuah persoalan, dan lainlain. c. Setelah langkah pengumpulan data ini, guru dapat mencoba membuat hipotesis dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan proses belajarmengajar di kelas, serta mencari alternatif bagi pemecahan masalah yang dihadapi selama proses belajarmengajar di kelas. Solusi itu dapat Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 105 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas berupa, pembentukan tatanan komunitas baru dalam kelas, pergantian norma sosial, latihan-latihan dasar yang dibutuhkan agar anak mampu menguasai konsep-konsep tertentu yang selama ini masih menjadi permasalahan bagi siswa. d. Mencoba menguji alternatif pemecahan itu dalam kelas dan mencoba melihat tanggapan, reaksi dan hasil dari berbagai macam alternatif pemecahan yang telah guru ajukan. Jika solusi alternatif yang guru berikan gagal, guru mesti mencoba melihat kembali mengapa solusi itu gagal dengan mengajukan pertanyaan baru yang lebih relevan (Koesoema, 2009:176) Ketika guru mampu mendokumentasikan data-data dan hasil penelitiannya dengan baik, hasil penelitian itu pun akan bermanfaat bagi rekan guru yang lain, juga bagi guru itu sendiri. Penutup Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Selain itu, tujuan PTK untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru secara professional. PTK itu sesungguhnya merupakan bagian esensial dari kinerjanya sebagai guru. Untuk itu sudah saatnya guru-guru di lingkungan BPK PENABUR Jakarta melaksanakan PTK untuk meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan mutu pembelajaran. Sangat disayangkan ada beberapa kesulitan yang dihadapi oleh guru PENABUR dalam melaksanakan PTK, yaitu belum memahami apa itu PTK, pentingnya PTK, prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat proposal dan menyusun 106 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 laporan PTK, banyaknya tugas yang diberikan sekolah, dan tidak terbiasa guru melakukan penelitian. Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi guru BPK PENABUR dalam melaksanakan PTK perlu guru memahami apa itu PTK, pentingnya PTK, prinsip-prinsip PTK, bagaimana membuat proposal dan menyusun laporan PTK, melalui seminar, pelatihan, MGMP, dan KKG. Melakukan koloborasi dengan rekan guru yang sama bidang studinya, dan sebagainya. Saran yang dapat saya sampaikan agar guru di lingkungan BPK PENABUR berminat melaksanakan PTK dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan mengembangkan profesi guru adalah sebagai berikut. 1. Perlunya dosen pembimbing agar membantu dan memantau para guru yang melakukan PTK (dalam hal ini Prof. Sitepu, dari Universitas Negeri Jakarta telah membimbing kembali para guru PENABUR yang telah mengumpulkan laporan hasil PTK, pada tanggal 4 September dan 14 November 2010). 2. Kepala sekolah memberikan dukungan sepenuhnya kepada para guru yang melakukan PTK 3. Adanya pemberian reward kepada para guru yang telah berhasil melakukan PTK Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. (2006). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Diknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2001). Pedoman teknis pelaksanaan classroom action research (CAR). Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Koesoema, Doni. (2009). Pendidik karakter di zaman keblinger. Jakarta: Grasindo Sitepu, BP. (2010). Sistematika tulisan ilmiah (Makalah Pelatihan di BPK PENABUR) Suprawoto, N.A . Tujuan dan manfaat PTK. (http:/ /nasuprawoto.wordpress.com) _____. SMP Kristen 1 BPK PENABUR. (2010). Program Kerja Guru Tahun Pelajaran 2010/ 2010. Jakarta : SMP Kristen 1 BPK PENABUR . Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban Isu Mutakhir Tes Otak Tengah Makan Korban Hotben Situmorang*) udul tulisan ini Keberhasilan kepala sekolah peserta dikenakan biaya Rp 1.000.000 (http: menjadi “tread” yang dalam memajukan menarik untuk pendidikan yang diukur dari langlangjagad.com/ didiskusikan di antara para hasil ujian akhir sekolah product.php?id_product=38). pendidik manakala kebijakan berstandar nasional (UASBN) Pelatihan Psycho Cybernetic yang sudah dilakukan di yang dilakukan sekolah telah mendorong sekolah terpengaruh oleh usaha mengusahakan berbagai berbagai tempat di Indonesia seperti Medan, Jambi, Batam, marketing kelompok tertentu program yang dinilai akan yang melihat arena pendidikmembantu meningkatkan Lampung, Jakarta hingga Lombok dan Sumbawa. an menjadi pasar yang keberhasilannya. Maraknya Berbagai pelatihan diklaim potensial. Kepala sekolah pelatihan aktivasi otak yang menilai pentingnya tengah, seperti halnya yang oleh penggiatnya sebagai upaya jalan pintas membuat pelaksanaan program dilakukan oleh Alfateta School anak dengan tanda kutip ‘aktivasi otak tengah’ telah of Life yang terletak di Jl menulis surat edaran mengiPalmerah Barat, Jakarta pada “jenius”. Kegiatan sejenis belakangan ini banyak kita kuti tes Alfateta yang selanjut- 14 Juli 2010, aktivasi indra ke nya sampai ke tangan 6 yang dilakukan oleh Ki Aji temukan menjadi bagian dari wartawan dan beritanya dimuat di kompas.com oleh M. Latief Jakarta, Selasa (16/11/ 2010). Konon Kepala Sekolah mengintimidasimurid yang tidak bersedia ikut tes alfateta atau aktivasi otak tengah (mid brain activation) tersebut. Biaya yang dibebankan kepada orang tua Sumber: http://main.teknologiotak.com/images/mindsound/2.jpg Rp 500.000,- J *) Mahasiswa S3-Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 107 Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban program peningkatan kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia oleh berbagai perusahaan dan bahkan institusi kepolisian. Keberhasilan pemasaran program ini telah mempengaruhi banyak pihak, termasuk para orang tua yang menginginkan keberhasilan yang gemilang secara instan. Paket Informasi Otak Tengah yang Diperdagangkan Menurut pengelola Midsound Technology (www.teknologi otak.com) penelitian yang dilakukan oleh penggiatnya khusus untuk memperhatikan fungsi dari midbrain yang terletak di tengah-tengah otak kiri dan otak kanan. Fungsi dari midbrain adalah sebagai jembatan antara otak kiri dengan otak kanan, dan kesimpulan penelitinya menyatakan bahwa dalam kondisi tertidur, interbrain manusia tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal inilah yang mengakibatkan fungsi interaktif antara otak kiri dan otak kanan mengalami keterbatasan. Saat ini banyak yang mempercayai bahwa otak anak akan berkembang dengan baik jika otak tengah diaktifkan. Informasi yang dirilis “nasaconan blogspot.com” pada hari Rabu 29 September 2010 tentang aktivasi otak tengah menyatakan bahwa orang Tibet mensyaratkan para peserta untuk masuk dalam ritual keagamaan mereka. Aktivasi otak tengah 108 dilakukan dengan menimbulkan gelombang alpha di otak. Aktifitas gelombang alpha tersebut akan muncul pada saat meditasi. Berbeda dengan kelompok GMC dari Malaysia yang menemukan suatu cara modern untuk mengaktifkan otak tengah dan menyebarkan penemuannya ke masyarakat dengan cara komersial. Jika sebelumnya hanya orang-orang pilihan yang dapat memelihara rahasia untuk mengikuti aktivasi otak tengah ini, maka saat ini kita juga dapat memberikan pelatihan aktivasi otak tengah ini untuk anak-anak kita. Midsound Technology dengan web-side www.teknologiotak.com memasarkan produknya melalui internet berupa gelombang suara khusus untuk stimulasi otak pada frekuensi alpha, theta dan delta. Informasi seperti inilah yang disinyalir memberi dampak sehingga ada sekolah yang menjadikan aktivasi otak tengah menjadi program sekolah. Orang yang diaktivasi mengikuti pelatihan dengan menutup mata dengan tujuan membantu anak-anak memasuki kondisi terbimbing yang disebut mifbrain. Dengan demikian mereka dapat secara seimbang menggunakan otak kanan dan otak kiri serta mengembangkan potensi terbesar dari daya otak, anak akan memiliki akses yang mudah pada kedua belah otak kiri maupun kanan. Dengan akses mudah ini, mereka akan belajar, membaca dan menghafal dalam kecepatan yang lebih cepat sehingga mening- Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 katkan keyakinan, minat dan konsentrasi mereka dalam belajar. Ketika mereka tumbuh, hormonnya akan seimbang dan memiliki kesehatan yang baik. Dengan demikian disimpulkan kemampuan “otak tengah merupakan rahasia menuju sukses.” Setelah terbiasa, anak dapat dengan membuka mata mengembangkan keseimbangan otak kanan dan otak kiri secara seimbang. Dalam masa pelatihan anak belajar “mind mapping”, “speed reading”, “excellence learning” dan lain sebagainya sehingga anak lebih santai dan gembira dalam membaca. Hal ini menjadi penting karena situasi dengan tekanan, ketakutan, kurang percaya diri, curiga, tidak mau menerima, berpikir yang tidak-tidak dan lain sebagainya menjadi factor penghambat dalam mengaktifkan otak tengah. Pendapat yang Berbeda Seorang warga Negara Belanda bernama Julia Maria van Tiel, menyerukan dalam bentuk siaran pers yang dikirim ke Kompas.com dan berbagai jaringan komunikasi sosial pada 05 September 2010, beliau berpendapat bahwa aktivasi otak tengah bukan jalan pintas menuju jenius dan menyatakannya sungguh tidak ilmiah, karena jauh dari pemahaman tentang jenius itu sendiri. Pandangan yang sama juga pernah dilontarkan oleh Dr. Sarlito, dosen Fisikologi Universitas Indonesia di media massa dengan menuduhnya sebagai Isu Mutakhir: Tes Otak Tengah Makan Korban pembohongan. Julia Maria van Tiel yang juga adalah mantan dosen Pasca Sarjana UI dan Unair bahkan mendesak pemerintah melalui “Petisi Stop Aktivitas Otak Tengah” untuk menyikapinya dengan tegas. Di samping itu, juga mendesak agar semua ikatan profesi, keahlian, dan praktisi pendidikan dan kesehatan menjalankan peranannya sebagai pendidik masyarakat berdasarkan asas keilmuan yang benar (evidence based practice). Menurut Julia Maria van Tiel dalam penjelasan petisinya dikatakan bahwa istilah jenius dalam pemahaman ilmu psikologi hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai tingkat inteligensi luar biasa (dengan IQ yang termasuk kategori “very superior” atau dua standar deviasi di atas rata-rata), dengan kreativitas yang luar biasa, dan yang penting lagi harus sudah mempunyai prestasi yang luar biasa, sebagaimana Einstein, atau Thomas Alfa Edison. Anak yang hanya bisa membaca, mewarnai gambar, atau naik sepeda dengan mata ditutup bukanlah anak jenius. Lebih jauh lagi menurut Ilmu Psikologi, Inteligensi luar biasa merupakan hal yang diturunkan, yaitu merupakan natur genetik. Natur genetik yang luar biasa juga masih membutuhkan dukungan lingkungan agar si anak bisa menghasilkan prestasi luar biasanya sebagai karya jenius. Julia Maria van Tiel juga menyatakan bahwa karya jenius adalah sebuah karya yang orijinal, yang merupakan pengembangan inteligensinya dengan kreativitas yang tinggi serta dikembangkannya sendiri, bukan hasil pelatihan. Lebih jauh Julia Maria van Tiel yang menyandang gelar Doktor dalam bidang antropologi medis, dan pernah menjadi dosen di UNAIR dan Universitas Indonesia, juga menjelaskan dalam petisinya bahwa dari sudut pandang ilmu kedokteran sendiri, baik ilmu syaraf yang mempelajari fungsi otak, maupun kedokteran anak yang mempelajari tumbuh kembang anak, jelas kedua cabang ilmu ini juga tidak bisa mendukung secara teoritis. Karena klaim aktivasi otak tengah tidak bisa berkorelasi dengan teori dalam Keilmuan kedokteran. Menurut persepsi penulis, sudut pandang agama yang mempercayai Tuhan sebagai pencipta manusia, mengalihkan fungsi penglihatan pada panca indra yang bukan mata juga berarti sebagai pengingkaran terhadap kehendak Tuhan sebagai pencipta. Fungsi penglihatan dari ciptaan Tuhan dikaruniakan kepada mata dan bukan pada tangan atau hidung yang mempunyai fungsi berbeda. Satu lagi tulisan Julia Maria van Tiel pada www. kompasiana.com/gifteddisinkroni.com menyatakan bahwa istilah gelombang alpha sendiri sebenarnya mengikuti perkembangan neuroscience yang diambil dari hasil penelitian menggunakan neurofeedback , yang menunjukkan orang bermeditasi ternyata dapat mencapai “apha state”. Filosofi yang ditanamkan adalah keharmonisan dan keseimbangan yang dikembangkan oleh kelompok new age movement. Penutup Sampai hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang menyatakan bahwa otak tengah dapat diaktifkan untuk meningkatkan kecerdasan manusia, apalagi mengupgrade nya menjadi jenius. Induksi lateralisasi aktifitas otak tengah menurut sebuah tulisan ilmiah tahun 2005 malahan dapat mengakibatkan mental stress (tekanan mental) dan berbagai stres lain yang akan memicu gangguan irama jantung dan kematian mendadak (sudden death). Sekolah sebagai lembaga pendidikan seyogianya melihat kegiatan aktivasi otak tengah juga menisbikan dan menolak keragaman yang terdapat pada tiap-tiap individu dan bertentangan dengan ragam teori dan kepustakaan ilmiah di bidang tumbuh kembangnya kognisi manusia. Keragaman yang ditentukan oleh potensi dasar seseorang akan mempengaruhi gaya belajar, cara berfikir dan cara menyerap suatu informasi. Apa yang ditawarkan oleh kegiatan aktivasi otak tengah, secara tidak langsung memberikan harapanharapan palsu terhadap orang tua dan anak didik. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 109 Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas Resensi buku Judul buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas Pengarang: Merry Magdalena Penerbit: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2010 Cetakan: PT Gramedia, Jakarta Tebal: 90 Halaman Oleh: Fitri Kuswandi*) engan tampilan luar yang mengundang perhatian serta isi yang membicarakan pendidikan seks bagi anak, buku ini tampil dengan 5 Bab. Penulis buku ini menggambarkan bagaimana kuatnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan seks anak. Dengan memberikan beberapa contoh nyata, buku ini menjelaskan bagaimana anak memperoleh pengetahuan tentang seks di dunia maya. Pengetahuan yang mereka peroleh melalui teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, jelas mempengaruhi tidak saja perilaku seks mereka tetapi juga dapat memicu mereka melakukan kekerasan fisik. Tidak saja membeberkan fakta, buku ini menawarkan bagaimana orang dapat melindungi anak dari seks bebas. Berbagai upaya telah dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan juga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk membatasi segala macam bentuk siaran di televisi yang menayangkan pemberitaan mengenai video porno mirip artis ataupun bentuk siaran yang D mengandung kekerasan fisik. Namun upaya itu belum cukup dan belum efektif. Karena itu tidak jarang orangtua mengkambinghitamkan pihak lain untuk bertanggung jawab atas penyimpangan yang dilakukan oleh anak mereka. Hal-hal berbau pornografi dan kekerasan kini bukan saja ada di televisi melainkan telah menjadi topik obrolan anak seharihari di bus, halte, bahkan di lingkungan sekolah. Fakta yang cukup mencengangkan ketika sebuah lembaga melakukan penelitian bahwa remaja di Indonesia banyak menjadi pelaku seks bebas akibat kenaifan mereka mengenai seks itu sendiri. Rasa tabu, malu, risih membuat anak tidak mau bertanya pada orang tua maupun guru (hal. 6). Di sisi lain, orang tua, keluarga, dan guru di sekolah merasa enggan untuk menjelaskan masalah seks secara terbuka pada anak-anak mereka. Pada umumnya orang tua saat ini sibuk bekerja sehingga mereka menyerahkan pola asuh anak-anaknya pada pembantu, suster, kakek/nenek dan ketika usia anak beranjak remaja, lingkunganlah yang menjadi “pengasuh” utama mereka. Media massa, *) Staf Bidang Pendidikan dan Diklat PH BPK PENABUR 110 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Resensi buku : Melindungi Anak dari Seks Bebas teknologi, dan teman-teman menjadi tiga hal pokok yang menjadi “pengasuh” anak-anak ketika orang tua mereka bekerja. Daripada harus berbicara dengan pembantu atau kakek/nenek, anak lebih memilih duduk asyik di depan komputer untuk bermain games, chatting, atau bermain internet tanpa ada pengawasan siapapun. Tidak ada yang mengawasi sehingga mereka bebas memilih games yang mereka mainkan, teman mereka chatting, dan situs-situs yang mereka baca di internet. Karena berbagai kesibukan, waktu berkomunikasi antara anak dan orangtua sangat kurang dan banyak orang tua sendiri tidak memperhatikan kegiatan anaknya di rumah. Mereka merasa aman dan tidak was-was atas prilaku anaknya karena anak-anak itu berada di kamarnya di rumah. Mereka tidak tahu anaknya sibuk mengakses berbagai situs pornografi serta menikmatinya. Sungguhpun akhir-akhir ini Pemerintah telah membatasi akses ke situs-situs pornografi, masih banyak celah anak dapat membuka situs-situs itu bahkan melalui handphone tanpa filter. Akhir-akhir ini muncul dalam surat kabar berita dengan topik “Game Kekerasan di Komputer Bikin Anak Makin Agresif” atau sebuah hasil wawancara dengan seorang remaja putri yang menyatakan bahwa dirinya diminta mengirimkan foto saat menggunakan pakaian renang, pada seorang laki-laki yang dikenalnya melalui sebuah jejaring sosial (hal.13 dan 16). Bagi para orang tua ada baiknya sebelum menyalahkan berbagai media massa, elektronik dan teman-teman, mereka mengintropeksi diri kenapa anak lebih senang mencurahkan perasaan dan pikirannya dengan facebook atau tergila-gila pada sebuah games. Ada banyak faktor yang jauh lebih berperan dibandingkan media, misalnya saja pola asuh orang tua, lingkungan sekitar, penanaman moral dan etika pada anak itu sendiri, dan masih banyak lagi. Masa anak-anak dan remaja adalah masa tumbuh kembang fisik dan psikis yang diwarnai dengan rasa keingintahuan yang tinggi , namun juga masih polos dan naif. Sebuah harian mengangkat berita yang mengagetkan yaitu seorang gadis di Denpasar berusia 15 tahun telah diperkosa oleh tetangganya. Dalam usia remaja seperti ini ada beberapa hal yang dirasa menjadi penyebab mereka begitu mudah dijadikan target sasaran, antara lain : (a) mereka lemah secara fisik, (b) lemah secara mental, serta (c) naif dan mudah dibohongi (hal. 22-23). Apapun faktor penyebabnya mereka hanyalah korban kejahatan seksual di usia muda, dan dampaknya mereka bukan saja menderita secara fisik tapi juga mental. Kerusakan organ intim, HIV/AIDS, dan hamil di luar nikah adalah beberapa contoh penderitaan fisik yang akan dialami anak ketika dirinya mengalami pelecehan seksual. Sedangkan rasa malu, trauma bahkan mungkin kecanduan berhubungan seks akan menjadi dampak penderitaan mental yang mereka alami. Akhir-akhir ini hanya dengan janji mendapatkan penghasilan yang besar, anak-anak dan remaja dibawa ke luar negri secara ilegal. Sesampainya di negri orang, mereka akan dijual (trafficking) kepada mucikari untuk dijadikan pekerja seks. Belakangan beredar video porno yang dibintangi oleh seorang public figure yang tentu menjadi idola banyak remaja di Indonesia. Anakanak remaja ataupun orang dewasa seolah berlomba untuk menjadi yang pertama menyaksikan adegan tersebut dan berusaha sedapat mungkin menyebarkan video tersebut. Ketika seseorang mengirim rekaman video tersebut kepada pihak lain, secara otomatis sesungguhnya orang tersebut telah menjadi pelaku tindak kriminal pornografi dengan pelanggaran hukum Pasal 29 UU No. 44/2008 tentang pornografi. Tidak mustahil anak atau remaja sendiri menjadi pelaku seks itu sendiri tanpa menyadari akibatnya. Mereka sesungguhnya sedang memasuki masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Fisik tampak seperti orang dewasa namun secara psikologis ia belum cukup matang, ia belum mampu menentukan secara memadai mana hal yang benar yang boleh dilakukan dan mana hal yang mutlak salah yang tidak boleh dilakukan sama sekali. Mereka sedang mencari identitas/jati diri yang sesungguhnya, oleh karena itu jika keluarga gagal menanamkan pendidikan nilai/karakter dalam diri si anak, maka mereka akan berusaha mendapatkannya dari lingkungan sosial yang luas. Beberapa faktor pemicu anak terjebak menjadi pelaku seks antara lain: (a) pernah menjadi korban, (b) pengaruh lingkungan, (c) liJurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 111 Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas bido yang tidak terkontrol, (d) kebutuhan situs porno, bahkan kecanduan karena perhatian, (e) kebutuhan ekonomi, atau (f) sebelumnya pernah menjadi korban (hal. 47). Anak-anak awalnya menjadi korban narkoba dan alkohol. Dari beberapa faktor tersebut jelas bahwa anak dan remaja menjadi kejahatan seksual karena kurang mendapat pelaku seks bukan semata-mata karena media informasi, perhatian, dan pemahaman etika dan internet atau video porno tetapi juga ada faktor moral. Anak laki-laki atau perempuan samalain. Pergaulan bebas bukan juga gaya hidup sama berpotensi menjadi korban kejahatan yang seiring dengan modernisasi karena telah seksual. Orang tua sering menganggap anaknya ada sejak jaman dahulu. Inilah fakta yang baik-baik saja selama berkelakuan sopan sedang dihadapi oleh anak remaja, tanpa dihadapan mereka, tanpa tahu apa yang diperkuat dengan fakta dan data seringkali diperbuat di belakang mereka. Salah satu cara masyarakat bersikap biasa saja bahkan meng- memberikan pendidikan seks terhadap anak anggap ini hanyalah kenakalan remaja biasa adalah melalui obrolan santai sehari-hari di rumah, untuk itu orang tua perlu meluangkan (hal. 33-34). Agar tidak tersesat ke dalam seks bebas, anak waktu untuk anak-anak hingga menghasilkan perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman waktu yang berkualitas bagi mereka. Berikut beberapa saran memulai pendidiyang tepat tentang seks melalui proses kan seksual pada pendidikan baik anak-anak (hal. di dalam keluar48-52) : ga maupun di sea) Usia 7–8 tahun kolah. Itu berarti Jelaskan pada bahwa pendidiAgar tidak tersesat ke dalam seks anak sesederhakan seks kepada bebas, anak perlu diberikan na mungkin dan anak menjadi pengetahuan dan pemahaman dengan bahasa tanggung jawab yang tepat tentang seks melalui yang mudah dikeluarga dan proses pendidikan baik di dalam mengerti, bagaipendidik di sekeluarga maupun di sekolah. mana proses kolah. Pengetapembuahan di huan dan pemadalam rahim ibu. haman tentang Jika ada istilah seks hendaknya yang tidak dapat disederhanakan, orang tua tidak ditabukan di dalam keluarga karena pada harus menyampaikannya melalui cerita. hakekatnya dibutuhkan oleh anak, khususnya Intinya adalah memberikan gambaran pada ketika mereka memasuki usia remaja. anak bahwa ada perbedaan antara laki-laki Berbagai bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan, mampu menghasilkan yang akhir-akhir kita dengar antara lain: sesuatu jika kelak menikah, dan harus tetap pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan, pada batas pergaulan mereka. penganiayaan, trafficking, aborsi, penelantaran, penculikan, dan penyandraan. Bahkan saat ini b) Usia 9 – 11 tahun Sebagian anak mulai mengalami masa sekolahpun dianggap bukan menjadi tempat puber pada usia ini. Anak semakin kritis yang aman bagi anak-anak. Data KPAI karena sudah mampu mencerna media menunjukkan, dari seluruh kekerasan terhadap sekitarnya seperti TV, majalah,surat kabar, anak 18% dilakukan oleh orang disekitar anak bahkan internet. Orang tua wajib menjedan 11,3% dilakukan oleh guru (hal.40). laskan tentang nafsu, jangan lupa meneSungguh memprihatinkan membaca pemberikankan bahwa munculnya hasrat bisa taan salah satu harian bahwa adanya perkosaan dialihkan dengan menyibukkan diri anak SD pada teman sekelasnya. Anak melakumelakukan aktivitas yang positif. Intinya kan hal-hal di luar dugaan ini antara lain karena adalah agar anak mampu mengendalikan terangsang oleh bacaan porno, surat kabar yang dirinya saat muncul rangsangan seksual. memberitakan kasus pemerkosaan, film porno, 112 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Resensi buku : Melindungi Anak dari Seks Bebas Selain itu orang tua perlu berbagi pengalaman mengenai mimpi basah pada anak laki-laki dan menstruasi pada anak perempuan. Hal ini akan membuat anak merasa bahwa semua perubaahn tersebut adalah hal wajar yang juga pernah dialami oleh orang tua mereka. Pembatasan pergaulan, anak-anak diarahkan untuk saling menghargai atau menghormati lawan jenisnya. Pelajaran yang diberikan lebih bersifat biologis, disaat inilah orang tua perlu menjawab pertanyaan yang mungkin tidak berani diungkapkan anak saat pelajaran disekolah. Libatkan anak dalam diskusi ringan agar mereka tidak merasa bosan dinasehati. Dalam suatu kesempatan jelaskan kasus-kasus kejahatan seksual yang saat ini tengah terjadi tanpa perlu merasamalu atau sungkan. Adabaiknya juga jelaskan mengenai dampak negatif narkoba dan juga minuman keras. Ancaman muncul bukan saja dari lingkungan sekitar tapi juga dari dunia maya, untuk menyikapi hal ini orang tua disarankan untuk melakukan beberapa hal seperti : (a) tidak melarang/membatasi anak secara otoriter, (b) arahkan anak pada kegiatan-kegiatan browsing yang positif, (c) bantu anak untuk mengerti informasi apa saja yang tidak boleh dipublikasikan di internet, (d) jelaskan pada anak untuk memublikasikan informasi yang nyaman dilihat orang lain, e) arahkan Netiket yaitu etika di internet, (f) jangan biarkan anak merasa aman dengan data kita yang sudah diunggah, (g) diskusikan dengan mereka untuk tidak melayani chatting yang mengarah pada seks, (h) buat mereka merasa aman dan terbuka saat bercerita tentang teman online-nya, dan (i) jangan biarkan mereka ketagihan (hal. 57-59). Sebagai cara membentengi anak saat berada jauh diluar pengawasan orang tua, ada baiknya jika anak diarahkan untuk; a) waspada jika berbicara dengan orang asing yang ditemui dijalan, b) berpakaian dan berperilaku selayaknya anak sekolah jika berada dalam kendaraan umum, c) tidak membukakan pintu bagi orang yang tidak dikenal saat sendirian di rumah. Anak dibesarkan pada sebuah lingkungan dan anak akan tumbuh dengan bersosialisasi, untuk itu orang tua juga perlu mengenali siapa sajakah teman-teman bermain anaknya, mengarahkan anak untuk berpakaian sopan ketika bermain diluar rumah, dan memberikan penjelasan tentang hubungan anak lakilaki dan perempuan yang semestinya pada usia anak tersebut. Memasuki usia remaja (usia 14 tahun keatas) seorang anak mulai memerlukan pengakuan eksistensi diri. Selama mereka kekurangan perhatian orang tua, tidak pandang dari kelas ekonomi, maka remaja tersbut akan bermasalah diluar. Salah satunya adalah dengan penyimpangan pergaulan bebas. Bebas artinya tidak mengindahkan norma, etika, bahkan hukum. Beberapa faktor pendukung remaja terlibat dalam pergaulan bebas antara lain: (a) faktor ekonomi, remaja dari kalangan ekonomi pas-pasan cenderung iri dengan temannya yang lebih mampu atau remaja dari kalangan ekonomi mampu yang justru tidak mendapatkan perhatian dari orang tua, dan (b) salah asuhan, tidak sedikit orang tua yang mampu memberitahu anaknya mana yang benar dan mana yang salah (hal. 69-70). Bahkan ada juga yang beranggapan bahwa segala kenakalan di usia remaja adalah kewajaran. Anggapan yang demikian menunjukkan perlunya konsultasi/ pendekatan orang tua terhadap anak atau dengan cara mengikuti ceramah mengenai pola asuh dan mendidik anak yang ideal. Orang tua dituntut untuk mengenali gejolak remaja dengan mengenali ciri-ciri remaja melalui (a) perkembangan fisik, (b) rangsangan nafsu yang menguat, (c) penampilan, dan (d) pergaulan ala anak “gank”. Segala “kegilaan” ini idealnya berakhir saat menginjak usia 17-19 tahun. Namun ada juga remaja yang mengalami pola asuh keliru atau pergaulan bebas yang menyimpang, sehingga sampai usia 20-an pun masih memiliki jiwa meletup-letup, nafsu seks yang tidak terkendali, dan tidak stabil. Bagaimanakah kita sebagai orang tua memberikan pendidikan seks dengan cara yang tepat. Pendidikan seks bukanlah berarti memperagakan hubungan seks, menjelaskan pada anak bagaimana cara berhubungan seks, atau memperlihatkan film porno. Akan tetapi pendidikan seks yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan melakukan pendekatan; (a) penjelasan soal nafsu, (b) berbagi pengalaman Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 113 Resensi buku: Melindungi Anak dari Seks Bebas tentang pubertas, (c) pembatasan pergaulan, dan (d) penjelasan tentang kasus-kasus kejahatan seks (hal. 76-78). Sebagai pendukung proses pendekatan yang dilakukan, orang tua juga perlu mengakrabkan diri dengan anak, antara lain dengan menceritakan masa remaja yang telah dialami, mengajak anak “happening” bersama, membuka obrolan saat ada waktu santai. Pendekatan dan pengakraban diri perlu dilakukan dalam menanamkan pendidikan seks terhadap anak karena pada usia remaja, mereka tidak mudah lagi menerima nasehat yang diberikan orang tua apalagi khotbah. Praktik memang tidak semudah teori, namun dengan mengakrabkan diri/melakukan pendekatan berarti telah membuka jalan untuk saling terbuka dan menghadirkan jalinan komunikasi yang sehat antar orang tua dengan anak. Buku ini menyoroti dampak negatif pemanfaatan dunia maya/teknologi bagi pendidikan seksualitas anak dan remaja, selain itu dijelaskan pula bagaimana orang tua harus menyikapi kondisi saat ini dimana dunia teknologi semakin membawa pengaruh yang kuat bagi anak-anak. Peresensi membaca sebuah buku lain yang berjudul “Cinta, Seks & Allah”, yang ditulis oleh Bill Ameiss & Jane Graver. Buku ini memiliki keunggulan karena di dalamnya secara rinci dijelaskan mengenai: (a) pengertian tentang seks, (b) perangkat/organ-organ seksual laki-laki dan perempuan, (c) hubungan antara seks dan 114 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 kesehatan, (d) dampak buruk penyimpangan seksualitas, dan (e) masa-masa berpacaran hingga pernikahan dan juga pertanyaanpertanyaan pelik sekaligus jawaban dalam masalah seksualitas. Bukan hanya itu, kelebihan buku ini lebih pada bagaimana sebagai seorang kristen memandang seksualitas dan permasalahannya dari sisi kerohanian. Bagi remaja yang sedang dalam masa berpacaran dan bagi pasangan suami istri juga ditekankan bahwa KASIH harus menjadi dasar suatu hubungan yang dibangun. Setiap pertanyaan pelik yang ditampilkan dalam buku ini, dijawab secara sederhana dan sangat jelas oleh penulis. Hampir disetiap penjelasannya dalam buku ini penulis memberikan perumpamaan melalui ayat-ayat Alkitab. Hal ini menunjukkan bahwa penulis ingin orang tua ataupun guru membimbing anak-anak dalam hal pendidikan seks dengan penuh kasih dan menekankan bahwa iman kepada Allah mampu menjadi benteng yang kuat dalam setiap permasalahan. “Predator” sedang mengincar anak dan remaja kita, kemajuan teknologi bukanlah satusatunya faktor pemicu keterpurukan moral anak bangsa. Sebagai orang tua maupun pendidik di sekolah perlu menggunakan hati untuk bisa membentengi anak-anak/remaja kita dari ancaman disekitarnya. Seks bukanlah suatu hal tabu yang harus terus ditutupi, tetapi seks adalah pendidikan yang perlu diperkenalkan kepada anak-anak sejak usia dini hingga remaja dengan pola pengawasan yang tidak mengintimidasi anak. Profil BPK PENABUR Bandung Profil Profil BPK PENABUR Bandung Muksin Wijaya*) Sejarah Singkat eralihan pemerintahan dari kolonial Belanda ke Republik Indonesia mendatangkan kegamangan di berbagai sektor, tak terkecuali di bidang pendidikan. Saat itu, posisi pemerintahan Belanda di Indonesia sudah semakin goyah. Terlebih dengan turun tangannya Perserikatan BangsaBangsa (PBB) dalam mengatasi pertikaian antara Indonesia-Belanda setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa itu, banyak sekolah yang dikelola oleh Belanda menjadi terbengkalai, padahal masyarakat sangat membutuhkan pendidikan. Hal itu tak pelak mengundang keprihatinan para pemuka gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Khu Hwee (THKTKHKH) Djawa Barat. Pada tanggal 28 Mei 1948, Sinode THKTKHKH di Bandung memutuskan membentuk panitia sebagai upaya persiapan untuk mendirikan kembali sekolah yang sebelumnya dikelola yayasan milik Belanda. Dalam persidangan tersebut, terpilihlah The Joe Twan, Lie Bo Tay, dr. Ong Teng Houw, Tan Houw Siang, Liem Boen Liong, dan O. E. van de Brug untuk duduk di kepanitiaan. Keenam orang ini dipilih karena sebelumnya mereka telah merintis langkah-langkah yang mengarah pada hal tersebut. Pada mulanya disadari bahwa upaya mengembangkan dunia pendidikan tersebut masih berorientasi “demi kepentingan masyarakat beretnis Tionghoa.” Tapi seiring perkembangan zaman, panitia tidak lagi bersifat P eksklusif dalam melaksanakan aktivitasnya dan membaur dengan masyarakat Indonesia. Hal itu sejalan dengan langkah Sinode THKTKHKH Djawa Barat yang menjalin kerja sama dengan tokoh-tokoh Zending, seperti Raad Agung dari Gereja Kristen Pasundan. Kendala yang dihadapi panitia saat itu adalah ketiadaan dana. Tapi mereka percaya, bahwa Tuhan akan turut bekerja dalam perencanaan yang mulia ini. Tuhan pun membuka jalan. Pendeta Pouw Peng Hong, salah seorang pelopor gerakan berdikari gereja-gereja di Jawa Barat, mengajak para tokoh gereja dan masyarakat untuk mengumpulkan dana untuk mewujudkan citacita tersebut yaitu berperan serta dalam bidang pendidikan melalui pendirian dan pengembangan sekolah. Badan Pendidikan Kristen Penabur Bandung didirikan pada 26 Mei 1959. Beberapa sekolah yang kini dikelola BPK PENABUR Bandung, pada awalnya merupakan peninggalan Belanda. Saat proses pemindahtanganan sekolah-sekolah dari Belanda, para tokoh pendidikan di Bandung saat itu harus melakukan serangkaian perundingan tingkat tinggi. Pendeta O. E. van de Brug mewakili NZV dan Pendeta Tan Houw Siang selaku Sekjen BP Sinode THKTKHKH Djawa Barat didampingi The Joe Twan (guru dari Bandung) dan Liem Boen Liong (guru dari Cirebon) mengadakan perundingan untuk menentukan nasib sekolahsekolah peninggalan Belanda tersebut. Setelah perundingan, Ketua dan Sekjen BP Sinode THKTKHKH Djawa Barat menghubungi notaris Tan Eng Kiam di Bandung untuk *) Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung. Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 115 Profil BPK PENABUR Bandung membuat akta. Dalam akta tertulis Yayasan Badan Pendidikan Kristen Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Khu Hwee (THKTKHKH) Djawa Barat mendapat kewenangan untuk melanjutkan misi di bidang pendidikan. Yayasan ini diketuai dr. Ong Teng Houw, sekretaris Liem Boen Liong, dan anggota Lie Bo Tay. Akta pendirian ditandatangani 19 Juli 1950 di Bandung. Dengan demikian, kota Bandung menjadi saksi sekaligus tempat lahir BPK PENABUR. Dalam operasionalnya, BPK PENABUR Bandung banyak melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga Kristen lainnya, terutama lembaga di bawah Gereja Kristen Pasundan (GKP). Dalam mengelola SMP Kristen Bahureksa dan SMA Kristen Jalan Dago misalnya, BPK PENABUR dan BPPK GKP membentuk lembaga baru, yaitu BPSMKDB (Badan Pendidikan Sekolah Menengah Kristen Djawa Barat). Guna mengembangkan SMA Kristen Jalan Dago, BPK PENABUR KPS Bandung dengan besar hati merelakan tenaga-tenaga pengajar terbaiknya untuk bekerja di sana. Sementara itu, tenaga-tenaga pengajar keluaran Kweek School (SGA) ditugaskan di SD-SD Kristen di Jalan Sudirman dan Jalan Kebonjati. Saat BPK PENABUR Bandung terbentuk, kepengurusan terdiri Ketua Oei Sioe Lam, Wakil Ketua Lie Tjien Hoen, Sekretaris Thio Peng Hoey, Ie Peng Siem, dan Bendahara Kho Boen Kiat. Sementara itu, kebutuhan akan visi makin dirasakan oleh BPK PENABUR. Menyadari adanya kebutuhan tersebut, maka diadakan lokakarya tentang perencanaan strategi (1991 dan 1992) dan pendalaman moto “Iman, Ilmu, dan Pelayanan” dalam konteks visi dan misi BPK PENABUR (1991, 1994). Setelah pertemuan dengan BPMK/BPMS di bulan September 1994, visi dan misi BPK PENABUR yang berhasil dirumuskan, disetujui dalam Persidangan Pleno BPK PENABUR pada bulan Oktober 1994. Visi tadi menjadi pernyataan dasar tentang nilai-nilai, aspirasi dan citacita BPK PENABUR. Visi tersebut tidak dibatasi oleh situasi yang dihadapi saat ini, tetapi diupayakan keluar dari paradigma (pola pikir) yang menghambat, sehingga dapat menumbuhkan kreativitas setiap pelaku kegiatan di 116 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 lingkungan BPK PENABUR. Visi tersebut berbunyi, “Menjadi Lembaga Pendidikan Kristen yang mengutamakan mutu penyelenggaraan pendidikan, untuk menghasil-kan lulusan yang beriman dan handal, dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahu-an dan teknologi, serta memberi peluang pengembangan bagi guru dan karyawan terbaiknya”. Melengkapi rumusan visi di atas, telah pula dirumuskan misi BPK PENABUR yaitu, “Memberikan pendidikan bermutu kepada siswa agar mandiri, berguna dan siap melayani, serta memberikan peluang kepada guru dan karyawan untuk mengembangkan diri, dengan didasari nilai-nilai iman Kristiani”. Memperhatikan perkembangan dan tuntutan pendidikan yang bertumbuh, maka pada Persidangan Pleno BPK PENABUR tgl 26-28 Juli 2002 di Jakarta, diputuskan Visi dan Misi yang baru. Visi, “Menjadi lembaga pendidikan Kristen unggul dalam iman, ilmu dan pelayanan”, dan Misi “Mengembangkan Potensi Peserta Didik secara Optimal melalui Pendidikan dan Pengajaran Bermutu berdasarkan Nilai-Nilai Kristiani”. Visi dan Misi terbaru itulah yang sampai saat ini digunakan di seluruh lingkungan BPK PENABUR, termasuk BPK PENABUR Bandung. Sekolah yang dikelola saat itu hanya dua, yaitu SD Kristen Pagi Citepus (Eerste Zending School yang dihibahkan pada tahun 1950 (sekarang dikenal sebagai SDK 1 BPK PENABUR); dan TK dan SD Kristen Pagi Jalan Kebonjati 108 yang dihibahkan tahun 1951. Pada tahun 1972, sekolah ini dipindahkan ke Jalan Jenderal Sudirman 246 Bandung, karena kompleks sekolah yang digunakan diminta kembali oleh BPPK GKP. Dalam perjalannya sepanjang lebih dari setengah abad, tercatat enam tokoh yang pernah memimpin BPK PENABUR Bandung sebagai Ketua, sosok pemimpin ikut mewarnai perjalanan sebuah organisasi. Tantangan yang dihadapi pun berbeda-beda, tergantung situasi yang berkembang pada saat itu. Ada kalanya krisis menerpa, tetapi misi pelayanan seperti yang sudah dicanangkan harus tetap berjalan. Sosok para ketua tersebut adalah Oei Sioe Lam (1959-1966), Isaac Tengkey (1982-1984), Drs. Kwee Wie Tjan (Tjokro Sutrisno) (1984-1990), Ir. Profil BPK PENABUR Bandung Ibrahim Surya, M.Eng (1990-1998), Ir. Eka Rahayu (1998-2002), Ir. Beng Sugiharto (2002-2010). Seturut perkembangan zaman pula, sekolahsekolah yang dikelola BPK PENABUR Bandung terus bertambah. Pada tahun 2010, BPK PENABUR Bandung telah memiliki delapan kompleks sekolah. Kedelapan kompleks sekolah itu ada di Jalan Guntur 34, Jalan H.O.S. Tjokroaminoto (Pasirkaliki) - Dursasana, Jalan Jenderal Sudirman 246, Jalan Jenderal Sudirman 638, Jalan Raya Cibeureum 92, Jalan Bahureksa 26, di Kompleks Perumahan Taman Holis Indah, dan di Kompleks Permukiman Singgasana Pradana. Seluruh kompleks tersebut meliputi enam TKK, enam SDK, empat SMPK, tiga SMAK, dan satu SMK Farmasi. (sumber di mutakhirkan dari BPK Penabur: 50 tahun mengabdi dan melayani, Jakarta 2000). Tabel 1 : Daftar Sekolah dan Kepala Sekolah BPK PENABUR Bandung (2010 - 2011) No Sekolah Kepala Sekolah Telepon (022) Alamat (Bandung) 1. T K K 2 46 Indriane Atmaja Telp/Fax. 6017344 Jl. Jend. Sudirman 246 2. T K K 638 Yuniati Lili Telp.Fax. 6037669 Jl. Jend. Sudirman 638 3. TKK Guntur Elly Setiawati Telp. Fax. 7305472 Jl. Guntur 34 4. TKK THI Yuyun Merita Telp. 6003614/Fax. 6031356 Komp. Taman Holis Indah Bl ok A 5. TKK PIS T e l p . 91102363, 91102255 Jl. Bahureksa No. 26 6. TK K Singgasana Yati Budiawati T e l p . 91200200 Jl. Indra Prahasta Timur No.2 7. SDK 1 Muliani Telp. 6000136/Fax. 6000137 Jl. Jend. Sudirman 246 8. SDK 5 Rina Rindayati Telp/Fax. 7319910 Jl. Guntur 34 9. SDK 6 Wening Astuti P. Telp. 6012483/Fax. 6018376 Jl. Jend. Sudirman 638 10. SDK THI Tjartika Tjahjadi Telp. 6003615/Fax. 6024720 Komp. T. H..Indah Blok A 11. SDK PIS T e l p . 91102363, 91102255 Jl. Bahureksa No. 26 12. SDK Singgasana T e l p . 91200200 Cibaduyut 13. SMPK 1 Lovanka H. A. Telp. 6013181/Fax. 6010781 Jl. Pasirkaliki 157 14. SMPK 4 Yogi Herawati A Telp/Fax. 7334013 Jl. Guntur 34 15. SMPK 5 Y. Lusi Mekarwati Telp. 6018476/Fax. 6037668 Jl. Jend. Sudirman 638 16. SMPK THI Timotius Tjandra Telp. 6003636/Fax. 6024721 Komp. Taman Holis Indah Bl ok A 17. SMAK 1 Boniwidiarti B. Telp. 6120270/Fax. 6019281 Jl. Pasirkaliki 157 18. SMAK 2 Debora Lilimihardja Telp. 6003497/Fax. 6120262 Jl. Pasirkaliki 157 19. SMAK 3 Jap Tjiu Siang Telp/Fax. 6015945 Jl. Raya Cibeureum No. 92 20. SMK F Linawati, S. Telp. Fax. 6015944 Jl. Raya Cibeureum No. 92 Yati Budiawati Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 117 Profil BPK PENABUR Bandung Program-Program Bidang Pendidikan Tahun 2006-2010 11. 1. menjadi suatu keharus-an dalam bentuk eLearning dan Learning Management System. Pemetaan Sekolah untuk mengetahui kondisi dan posisi stratejik pengembangan program sekolah Sekolah 5 hari Learner-Centered Education yang menempatkan para peserta didik sebagai pusat yang belajar, dan guru merupakan fasilitator yang mendorong dan mengembangkan belajar yang dilakukan oleh siswa. Standar Layanan Mutu Minimal sebagai acuan operasional layanan pendidikan yang dilakukan di semua jenjang Standar Pengawasan Internal sebagai acuan evaluasi dan kinerja lembaga dan penyelenggaran pendidikan . Pengembangan Kurikulum ke arah kurikulum standar internasional 2. Pengembangan Karakter Siswa yang ber- 12. 13. N2K 3. Target Prestasi sekolah dengan mengembangkan keunggulan masing-masing sekolah 4. Customer Satisfaction Survey yang berkualitas positif, yang dilaksanakan setiap dua tahun 14. sekali untuk memantau berbagai tanggapan dari pada pengguna jasa layanan pendi15. dikan. 5. Dual Certificate Programme (DCP), yang memberikan bekal kepada para siswa dua sertifikasi nasional dan internasional (OLevel) Pertumbuhan Jumlah Sekolah dan 6. Cambridge International Programme (CIP), Siswa Tahun 2006-2011 yang memberikan bekal kepada siswa yang sudah merencanakan untuk melanjutkan Pertumbuhan jumlah sekolah dan jumlah siswa studi ke luar negeri. 7. Program Bilingual, yang diharapkan pada di BPK PENABUR Bandung untuk periode 2006tahun 2014 mendatang sudah menjadi 2011 tidaklah selaju pertumbuhan yang standar bahasa pengantar pembelajaran di cenderung meningkat, bahkan lebih kepada seluruh jenjang sekolah-sekolah dalam jumlah yang relatif tetap dari setiap tahun akademiknya. Proyeksi laju pertumbuhan siswa lingkungan BPK PENABUR Bandung 8. Sekolah Internasional, sebagai suatu setiap tahun akademik yang diharapkan adalah layanan pendidikan yang secara khusus 15%, tetapi pada kenyataannya pencapaian mengacu pada kurikulum internasional IB. masih dibawah 15%. Berikut adalah tabel 9. Diversifikasi Proses Pembelajaran dengan pertumbuhan jumlah sekolah dan siswa BPK mengutamakan modalitas belajar peserta PENABUR Bandung untuk periode 2006-2011. didik serta potensi minat peserta didik. 10. Pendayagunaan TeknoTabel 2: Rekapitulasi Jumlah Siswa TKK logi Informasi KomuniTahun 2006-2011 kasi dalam menunjang pembelajaran, yang pada TKK '06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11 era digital ini sudah 118 TK 246 280 284 288 284 283 T K 638 278 279 267 237 254 TK Guntur 156 145 144 152 157 TK THI 385 304 275 248 257 TK PIS 90 74 70 68 53 TK Singgasana - 62 159 197 197 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Profil BPK PENABUR Bandung Tabel 3 : Rekapitulasi Jumlah Siswa SDK (2006-2011) SDK '06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11 SDK 1 998 982 905 888 904 SDK 5 464 43 8 417 441 449 SDK 6 990 971 887 850 769 SDK THI 1127 1094 1126 1117 1079 SDK PIS - 41 43 105 109 SDK Singgasana - - 60 119 227 Tabel 4: Rekapitulasi Jumlah Siswa SMPK (2006-2011) S MP K '06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11 SMPK 1 782 816 856 873 915 SMPK 4 98 103 108 117 103 SMPK 5 6 48 612 583 615 615 SMPK THI 361 354 328 318 312 Tabel 5: Rekapitulasi Jumlah SiswaSLTAK (2006-2011) SLT A '06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11 SMAK 1 773 799 818 835 800 SMAK 2 638 644 710 752 796 SMAK 3 537 501 425 339 303 SMK F 230 230 236 223 222 Tabel 6: Rekapitulasi Pertumbuhan Siswa (2006-2011) Jenjang '06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11 TK K 1.189 1.148 1.203 1.186 1201 SDK 3.579 3.526 3 . 43 8 3.520 3537 SMPK 1.889 1.885 1.875 1.923 1945 SMAK 2.178 2.174 2.189 2 . 1 49 2121 Jumlah 8.835 8.733 8.705 8.778 8.804 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 119 Profil BPK PENABUR Bandung Tabel 7: Rekapitulasi Jumlah Guru Tahun 2006-2011 Jenjang '06-'07 '07-'08 '08-'09 '09-'10 '10-'11 TK 78 91 93 118 124 SD 189 195 200 230 242 SMP 163 155 160 163 140 SMA 246 233 258 261 268 Jumlah 676 674 711 772 774 Tabel 8: Prestasi Guru dan Siswa Tahun 2006 - 2010 Jenjang Jenis Prestasi - Pengajar Terbaik pada Lomba Kreativitas Mengajar dalam rangka Lustrum IX HUT BPKPENABUR ke-55 - Bronze Medal pada Zainul-Quamrul International Children's Painting Competition 2009, Age Group 3-6, Bangladesh ShilpaKala Academy, Dhaka, Bangladesh. - Juara I Lomba Menggambar di atas kaos Sep One dan Karya Kreatif Origami Lesson & Competition Japanese Festival - Award "Honourable Mention of The International Children's Exhibition of Fine Art" TK K - Juara I Skate Asia 2008, Kategori Production Team, Sunway Pyramide Ice Malaysia. - Juara II Lomba Tari Tradisional China, Universitas maranatha 2010. - 1st Place Tk B Category - Rhyme Competition - 2009 - Juara I Lomba "The Most Creative In Teaching" - Lustrum BPK PENABUR Bandung - Medali emas pada kompetisi renang pada Butterfly d'GROOVE, Intern Invitation Competition - Kindergarten - 2010) - Aritmatika se-Indonesia tahun 2009 di Mall Lucky Square Juara II Kategori C. - World Sakamoto Mathematics Championship 2010 Juara 1 tahun 2010. - The 3rd winner of Spelling Bee Competition in Prefere 72, Juni 2008 - Perenang Terbaik se-Jawa Barat. SDK - Juara I Lomba Olimpiade IPA di Dinas Pendidikan Kecamatan Andir Bandung - Silver Award dalam Egypt in The Eyes of Children of The World - Juara III, Lomba Sains tingkat Provinsi Jawa Barat - Juara I, Lomba Olimpiade Matematika Kelas 3-6 "Mathemagic Fiesta II" 120 . Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 Profil BPK PENABUR Bandung Jenjang Prestasi dan Jenis Lomba Peraih medali Emas OSN Matematika. Peraih medali perunggu dalam OSN Fisika, 2009. Tim SMPK 1 meraih medali emas Mulan Quan di Taiwan, 2009. Juara II lomba Cipta Cerpen tingkat nasional pada Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tahun 2010. SMPK Juara I Invitasi Bola Basket 3 on 3 - Piala Walikota Bandung . Juara lari estafet 4 x 10 m putra - Piala Walikota Bandung. Livie Tamariska, Juara I Pelajar Teladan Tingkat Provinsi Jawa Barat, 2009. A Gold Medal Festival Paduan Suara ITB Tingkat Nasional, 2008. Juara III Lomba Tata Upacara Bendera (LTUB) Komponen SLTP TK.Kota Bandung dalam rangka Hardiknas. Juara III lomba WEB dalam rangka HUT BPK yang ke-60 tingkat Nasional. Juara I Lomba Pemrograman Komputer ITHB - 2009. Juara I Lomba BISNIS Fak. Ekonomi UNPAR "High Sc hool & Business Day 2009" Juara I Poem & Story Telling Mandarin Competition STAMFORD International School, Februari 2010. Peringkat IV UN tingkat Jawa Barat untuk program IPA. SMAK Juara II Chemistry Challenge, Chemistry EXPO, HMK AMISCA ITB. Juara I lomba poster dengan tema 'Lingkungan Hidup', ITB, 30 Maret 2010. Juara I Mural Painting dengan tema 'We Care' dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia, diadakan oleh STDI Bandung. Peringkat I rata-rata UN tahun pelajaran 2008-2009 se SMK Kota Bandung. Peringkat I, prestasi penjualan terbaik, Selling Contest "Beyon-CE" Business Entrepreneurship For Youth Generation Create You To Be Entrepreneur, Universitas Parahyangan tahun 2010. Penutup BPK PENABUR Bandung memiliki arti sejarah yang khusus bagi lahirnya BPK PENABUR. Pada tahun 2010 ini BPK PENABUR sudah menginjak usia yang ke-60 tahun, usia yang cukup dewasa, cukup matang, bahkan sudah bisa di katakan tua. Ada pepatah mengatakan semakin tua semakin menjadi, tapi bagi BPK PENABUR Bandung diharapkan di usia yang ke-60 itu dengan pertolongan Tuhan dan perkenanNya akan semakin bersantan, semakin berisi dan semakin bijaksana khususnya di dalam memberikan layanan pendidikannya. Bentuk sikap antisipatif dan adaptif tersebut dilakukan BPK PENABUR Bandung melalui upaya melaksanakan perbaikan secara terusJurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 121 Profil BPK PENABUR Bandung menerus dalam proses manajemen kantor maupun manajemen sekolah yang secara terpadu dan terarah pada perbaikan dan peningkatan kinerja sistem dan kinerja personal di seluruh lingkungan BPK PENABUR Bandung dari kantor sekretariat sampai sekolah secara berkelanjutan. Di samping isu internal BPK PENABUR Bandung sebagaimana diuraikan di atas, isu ekternal berupa perubahan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan teknologi dan seni juga merupakan tantangan yang amat kompleks dan saling berkaitan, dan itu pula tantangan yang dihadapi oleh BPK PENABUR Bandung pada saat ini. Dalam menghadapi tantangan global tersebut, tugas BPK PENABUR Bandung sebagai salah satu lembaga pendidikan yang cukup besar di kota Bandung akan semakin berat karena selain harus memenuhi tuntutan lokal dan nasional, pergumulan di dalam persaingan yang ketat untuk memperoleh peserta didik, juga harus berusaha menghasil- 122 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 kan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional dan global. Oleh karena itu, pendidikan di BPK PENABUR Bandung selain harus mampu memberikan pelayanan pedagogik, keilmuan dan profesionalisme untuk memenuhi kebutuhan individual peserta didik, juga harus mampu memberikan pencerahan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk menghadapi tantangan tersebut BPK PENABUR Bandung harus terus secara berkelanjutan berbenah dalam mengembangkan rencana stratejik yang disusun dengan memperhatikan hasil evaluasi dan analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman serta transisi budaya lembaga yang ada saat ini. Selanjutnya dikembangkan kebijakan dan arah strategis, sasaran, strategi, program kerja, dan indikator kinerjanya dengan standar mutu layanan minimal nasional tanpa mengabaikan kemungkinan penerapan standar internasional. Keterangan Mengenai Penulis Agung Premono Formal Education : 2001, Bachelor Degree in Mechanical Engineering, Diponegoro University, Semarang; 2009, Master Degree in Mechanical Engineering, Minor Manufacturing Engineeriing, University of Indonesia, Jakarta, Research and Publication :2007, Application of DFMA on Designing of the Pump’s, Published in National Seminar on Mechanical Engineering, Tarumanagara University (In Indonesia); 2008, Agung Premono & Gandjar Kiswanto, “The Mathematical Model for Gouging Elimination in 5-axis Machining Based on Faceted Models (Finite Element Model) Using Toroidal Cutter (Case Study with Tool Lifting Method), Unpublished; 2009, Agung Premono & Gandjar Kiswanto, “The Development of Interference Detection and Elimination Method for Multiaxis Machining Based on Faceted Models (Finite Element Model) Using Toroidal Cutter (Case Study With Tool Incline), Prepared to submit in Internatioanl Journal of Advance Manufacturing and Technology. Fitri Kuswandi lahir di Sukabumi, Juli 1983. Bekerja sebagai sekretaris di kantor Sekretariat BPK PENABUR Sukabumi pada tahun 2001 dan mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 pada akhir tahun 2005 melalui Unit Bea Siswa BPK PENABUR. Selama masa perkuliahan, tetap menjalani pekerjaan sebagai staf administrasi Bidang Pendidikan di Sekretariat PH BPK PENABUR hingga saat ini. Pada April 2010 lulus dari S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Herani Arundati, S.E, lahir di Kebumen, April 1980. Lulus Sarjana Ekonomi dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dengan konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia pada tahun 2004. Tahun 2005 bergabung dengan BPK PENABUR Jakarta sebagai guru SMPK, selanjutnya tahun 2006 sampai sekarang sebagai guru SDK 1 BPK PENABUR Jakarta. Tahun 2007 mengikuti pendidikan AKTA 4 di BPK PENABUR bekerja sama dengan Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Hilda Karli, Dra., M.Pd., lahir di Bandung, November 1967. Menyelesaikan program S2 Pendidikan IPA SD-UPI Bandung. Bekerja sebagai dosen tetap, penulis buku, trainer pendidikan, dan koordinator penulis. Sekarang bekerja sebagai dosen PGSD - Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta. Hasil karya antara lain, Bahan Ajar Tematik untuk siswa kelas 1-3 SD, Penerbit Erlangga; Aku Pandai Menulis untuk TK (for Kids) Penerbit: Erlangga; Kebesaran Allah dalam Sains untuk kelas 1-6 SD, Penerbit: GIM; Panduan Belajar dan Evaluasi IPA untuk kelas 4-6 SD, Penerbit: Grasindo. Buku untuk pemerhati pendidikan dan Guru SD: Implementasi KBK, Penerbit: BIM; Implementasi KTSP Penerbit BIM; Head Hand Heart dalam KBK Penerbit: BIM; Bagaimana Sertifikasi Guru dilaksanakan?, Penerbit: BIM Hotben Situmorang, Drs., lahir di Toba Sumatera Utara, April 1961. Menyelesaikan S1 di IKIP M.B.A., Jakarta Jurusan Pendidikan Fisika (1985). Sambil menyelesaikan S1, menjadi guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg. 31 (1983-1987) dan ikut mendirikan SMA PGRI 10. Guru dan Pejabat Kepala Sekolah Indonesia di Davao Philippines (1987-1994), sekaligus menyelesaikan S2 bidang Business Management di Ateneo de Davao Philippines (1994). Mengikuti Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010 123 Keterangan Mengenai Penulis Program Mission Studies di Overseas Ministries Study Centre, Connecticut USA (1994/1995). Menjadi konsultan Yakoma PGI dan dosen di UKI (1996). Bekerja di BPK PENABUR Jakarta sebagai Kepala Bidang Pengembangan (1997). Care taker Kepala SMKK 2 BPK PENABUR ( 1996-2004). Sebagai Kepala Seksi Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPK PENABUR Jakarta (2004-2009). Saat ini sedang mengikuti program S3 Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta Inge Pudjiastuti Adywi- lahir di Semarang, Mei 1972. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang tahun 1997. bowo, S. Psi., Tahun 1997 – 1999 menjadi guru di TK Kristen Tri Tunggal, Semarang. Sejak tahun 2000 hingga sekarang menjadi guru di TK Kristen 11 PENABUR, Jakarta. Keke T. Aritonang, M.Pd., lahir di Jakarta, April 1969. Menyelesaikan S1 di FKIP Universitas Jambi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1996), dan Magister l Pendidikan tahun 2004 di Universitas Kristen Jakarta. Pada tahun 2000 sampai tahun 2002 sebagai dosen di Akademi Sekretaris dan Manajemen LEPISI Tangerang. Bekerja di SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta sejak tahun 1988-sekarang sebagai guru Bahasa Indonesia, serta pelatih ekstrakurikuler menulis. Maryani, lahir di Gunung Kidul, Yogyakarta, Juni 1971. Tahun 1992 melanjutkan pendidikan di STK-IP Purnama Jakarta hingga menamatkan S1 pada tahun 1997. Sehari – hari bekerja sebagai tenaga guru di TKK BPK PENABUR Kota Modern Tangerang. Muksin Wijaya, M.Pd., lahir di Bandung, Juli 1971. Menyelesaikan Program Magister Manajemen di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, dengan M.M., konsentrasi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Program Magister Pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan Program Studi Pengembangan Kurikulum konsentrasi Teknologi Pendidikan. Sejak tahun 1994 menekuni dunia pendidikan sebagai guru di beberapa SMP dan SMA swasta Kristen dan Katolik. Menulis buku komputer yang diterbitkan oleh Gramedia–Elexmedia dan Penerbit ANDI Yogyakarta. Saat ini selain dosen luar biasa di Sekolah Tinggi Informatika dan Manajemen di Bandung, juga sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Program Pendidikan BPK PENABUR Bandung. Petrus Trimantara, S.Pd., lahir di Klaten, Oktober 1972. Menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta(1992) Jurusan Ilmu Biologi (A2). Menyelesaikan S1 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1998). Bekerja di BPK PENABUR Bandung sejak tahun 1998 yaitu sebagai staf pengajar Bahasa Indonesia di SMA Kristen 2 BPK PENABUR Bandung. Beberapa tulisan/artikel pernah dimuat di Jurnal BPK PENABUR, BPK News Bandung, dan pernah menjadi Juara III Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Guru SMP/SMA. Yustina Titik Purwanti, lahir di Yogyakarta, September 1968. Pendidikan Terakhir S1 IKIP S.Pd., Sanata Dharma (sekarang Universitas Sanata Dharma) Yogyakarta, Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Lulus tahun 1993. Menjadi guru SMEAK Fransiskus Jakarta, tahun 1994-1995, guru SMPK 7 BPK PENABUR Jakarta tahun 1994 – sekarang. 124 Jurnal Pendidikan Penabur - No.15/Tahun ke-9/Desember 2010