Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak

advertisement
Jurnal Matematika & Sains, April 2015, Vol. 20 Nomor 1
Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak (Salacca zalacca (Gaertner)
Voss) Terhadap Mencit Diabetes yang Diinduksi Aloksan
Sri Peni Fitrianingsih, Fetri Lestari, dan Siti Aminah
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA
Universitas Islam Bandung
e-mail: [email protected]
Diterima 14 Maret 2015 disetujui untuk dipublikasikan 8 Mei 2015
Abstrak
Buah salak merupakan sumber antioksidan alami dan kulit buahnya (Salacca rind) juga telah terbukti memiliki
aktivitas antioksidan. Senyawa antioksidan mampu mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi
diabetes. Tujuan penelitian ini adalah menguji aktivitas antihiperglikemia ekstrak etanol kulit buah salak terhadap
mencit diabetes yang diinduksi aloksan (70 mg/kg BB). Parameter yang dinilai adalah perubahan kadar glukosa
darah yang diukur dengan alat glukometer setelah 7, 14 dan 21 hari terapi dibandingkan dengan kadar glukosa
darah setelah induksi (t0). Hasil uji aktivitas antihiperglikemia menunjukkan ekstrak etanol kulit buah salak pada
dosis 840 mg/kg BB mencit memberikan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan secara statistik yaitu
sebesar 50,5 % (p=0,021) sampai 53,2% setelah 21 hari terapi (p=0,003) dibandingkan kontrol positif dan tidak
berbeda bermakna dibandingkan kelompok pembanding (p=0,994). Ekstrak dosis 210 mg/kg BB dan 420 mg/kg BB
memberikan penurunan kadar 30 sampai 47% dibandingkan kadar pada t0 tetapi tidak signifikan secara statistik.
Kata kunci: Ekstrak etanol kulit buah salak, Antioksidan, Antihiperglikemia.
Antihiperglicemic Activity of Salacca Rind Ethanol Extract on Alloxan
Induced Diabetes Mice
Abstract
Salacca fruit is a good source of natural antioxidant and its also has antioxidant activity. Antioxidant compound
can control blood glucose level and prevent diabetes complication. This research aimed to determine
antihyperglicemic activity of salacca rind ethanol extract on alloxan induced diabetes mice. The changes of blood
glucose levels were measured with a glucometer after 7, 14, and 21 days of therapy compared to the blood glucose
levels after induced (t0). The results showed that the effect of the ethanol extract of salacca rind dosage 840 mg/kg
body weight provide the decreasing of glucose levels, when were statistically significant in the amount of 50.5 %
(p=0.021) to 53.2 % after 21 days of therapy (p=0.003); compared to the positive control and was not significantly
different compared comparison group (p=0.994). Dose of 210 mg extract/kg body weight and 420 mg/kg body
weight gave reduced levels of 30 to 47% compared to levels at t0 but not statistically significant.
Keywords : Ethanol extract salacca rind, Antioxidant, Antihyperglicemic.
sedangkan bagian lain seperti kulit buah kurang
dimanfaatkan, bahkan hanya dibuang dan menjadi
sampah yang tidak berguna. Padahal kulit buah yang
sering terabaikan, kemungkinan memiliki khasiat.
Penelitian-penelitian sebelumnya tentang
salak lebih terfokus pada daging buahnya. Menurut
hasil penelitian Haruenkit (2007), dalam buah salak
mengandung polifenol total sebesar 217,1 ± 13,2 mg
GAE (gallic acid equivalent)/100 g berat segar. Buah
salak memiliki aktivitas antioksidan yang diukur
dengan metoda DPPH dan ABTS berturut-turut
sebesar 110,4 ± 7,9 dan 1507,5 ± 70,1 µM TE
(micromolar trolox equivalent)/100 g berat segar
(Haruenkit, dkk., 2007). Buah salak mengandung
senyawa bioaktif dengan jumlah tinggi, sehingga
mempengaruhi profil lipid plasma secara positif dan
mempunyai aktivitas antioksidan terhadap tikus yang
diinduksi kolesterol (Leontowich, dkk., 2006).
1. Pendahuluan
Dewasa ini di Indonesia jumlah penderita
penyakit yang disebabkan gangguan metabolisme
atau disebut metabolic syndrome setiap tahunnya
selalu mengalami peningkatan, salah satunya
penyakit Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus ini
terjadi karena abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein, yang disebabkan oleh penurunan
sekresi insulin atau penurunan sensitifitas insulin,
atau keduanya dengan manifestasi klinik berupa
hiperglikemik yang menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Price,
1995).
Berdasarkan fakta tersebut, upaya pengobatan
terus dilakukan termasuk pengobatan tradisional.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah
kulit buah salak, di mana masyarakat memanfaatkan
salak kebanyakan pada daging buahnya saja,
12
Fitrianingsih, dkk., Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak (Salacca zalacca ……………… 13
Saat ini penelitian kulit buah salak masih
sedikit dilaporkan. Menurut penelitian Deng (2012),
kulit buah salak mengandung TPC (Total Phenolic
Content) sebesar 3,28 ± 0,42 mg GAE/g kulit buah.
Dan kulit buah salak juga memiliki aktivitas
antioksidan dengan nilai FRAP (Ferric-Reducing
Antioxidant Power) sebesar 0,74 ± 0,10 µmol
Fe(II)/g, nilai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant
Capacity) sebesar 4,50 ± 0,22 µmol Trolox/g kulit
buah (Deng, dkk., 2012). Berdasarkan penelitian
Fitrianingsih (2014), ekstrak etanol kulit buah salak
mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
sebesar 229,27 ± 6,35 µg/mL.
Berdasarkan penelitian di Shiga-Jepang
pemberian antioksidan vitamin E dapat memperbaiki
komplikasi diabetes, memperbaiki fungsi ginjal,
menormalkan hipertensi pada hewan uji yang
menderita DM tipe 2 hal ini menunjukkan bahwa
stres oksidatif berperan dalam perkembangan
diabetes nefropati dan antioksidan sebagai terapeutik
DM tipe 2. Penelitian di Swedia menunjukkan bahwa
pemberian α-tocopherol ternyata dapat mencegah
diabetes dan melindungi gangguan ginjal pada tikus.
Pemberian diet yang kaya tocotrienol dapat
menurunkan kadar glukosa darah dibanding pada
hewan uji kontrol. Pemberian vitamin E setiap hari
selama 4 bulan pada pasien ternyata dapat
melindungi dari diabetes nefropati (Steelsmith, 2001;
Schoenhals, 2005).
Kandungan polifenol sebagai antioksidan dan
tannin yang terdapat pada kulit buah salak berpotensi
memiliki aktivitas antihiperglikemia. Maka dari itu
dilakukan pengujian aktivitas antihiperglikemia dari
ekstrak etanol kulit buah salak.
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji
aktivitas antihiperglikemia ekstrak etanol kulit buah
salak sehingga dapat dimanfaatkan menjadi bahan
yang berguna bagi kesehatan dan menjadi salah satu
solusi terapi penyakit diabetes mellitus.
2. Bahan dan Metode Penelitian
2.1 Bahan dan alat
Kulit buah salak diperoleh dari kampung
Jambu Sumedang-Jawa Barat, alloxan monohydrate
(Sigma), tablet glibenclamide (Kimia Farma), etanol
70%, mencit Swiss Webster jantan usia 2 bulan sehat
dengan bobot badan 20-40 g.
Glukometer (EasyTouch), spuit 1cc (terumo),
kandang restriksi, sonde oral, maserator, rotary
vacuum evaporator.
2.2 Penyiapan ekstrak etanol kulit buah salak
Kulit buah salak diperoleh dari kampung
Jambu, Sumedang, Jawa Barat. Kemudian
determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium
Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati
ITB. Dibuat serbuk simplisia selanjutnya dimaserasi
dengan etanol 70%. Setelah itu filtrat ditampung, lalu
dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali. Filtrat yang
diperoleh digabung kemudian dipekatkan dengan
rotary vacuum evaporator untuk menguapkan
pelarutnya. Kemudian dilakukan pengujian parameter
standar non spesifik dan penapisan fitokimia sesuai
metoda dari Farnsworth (1966).
2.3
Uji aktivitas antihiperglikemia ekstrak
etanol kulit buah salak
Hewan uji diaklimasi selama 2 minggu, diberi
makan dan minum ad-libitum. Hewan uji yang
digunakan yaitu mencit galur Swiss Webster jantan
yang dibagi menjadi 6 kelompok secara acak dengan
sistem undian. Semua kelompok kecuali kontrol
negatif disuntikkan larutan aloksan monohidrat
secara intravena dosis tunggal 70 mg/kg BB, dan
kontrol negatif disuntikkan larutan NaCl fisiologis.
Hasil induksi setelah 3 hari, dipilih mencit yang
masuk kriteria inklusi yaitu glukosa darah > 126
mg/dL lalu diberi perlakuan sesuai kelompok.
Kelompok kontrol negatif: yaitu kelompok
mencit yang tidak diinduksi aloksan namun diberi
suspensi CMC-Na 0,5%.
Kelompok kontrol positif: yaitu kelompok
mencit yang diinduksi aloksan dan diberi suspensi
CMC-Na 0,5%.
Kelompok ekstrak kulit buah salak (EKBS)
dosis 210 mg/kg BB: yaitu kelompok mencit yang
diinduksi aloksan dan diberi suspensi ekstrak etanol
kulit buah salak dosis 210 mg/kg BB.
Kelompok EKBS dosis 420 mg/kg BB: yaitu
kelompok mencit yang diinduksi aloksan dan diberi
suspensi ekstrak etanol kulit buah salak dosis 420
mg/kg BB.
Kelompok EKBS dosis 840 mg/kg BB: yaitu
kelompok mencit yang diinduksi aloksan dan diberi
suspensi ekstrak etanol kulit buah salak dosis 840
mg/kg BB.
Kelompok pembanding: yaitu kelompok
mencit yang diinduksi aloksan dan diberi obat
glibenklamid 0,65 mg/kg BB.
Pemberian sediaan dilakukan secara berulang
sehari sekali selama 21 hari. Pengukuran glukosa
darah dilakukan sebelum induksi aloksan (t-3),
setelah induksi (t0), dan setelah pemberian perlakuan
setiap 7 hari selama 21 hari (t7, t14, t21).
Setelah pengukuran glukosa, hasil uji
dianalisis secara statistik menggunakan metode
Anova dan uji lanjutan Tukey untuk melihat
perbedaan bermakna secara statistik dari aktivitas
antihiperglikemia antar kelompok yaitu kelompok
kontrol, kelompok uji dan kelompok pembanding.
3. Hasil dan Diskusi
Ekstraksi kulit buah salak dilakukan secara
maserasi dengan pelarut etanol 70%. Ekstrak kental
yang didapatkan berwarna cokelat tua dan masih
mengandung aroma salak. Hasil rendemen ekstrak
yang diperoleh sebesar 3%.
Hasil pengujian parameter standar simplisia
non-spesifik dapat dilihat pada Tabel 1.
14 Jurnal Matematika & Sains, April 2015, Vol. 20 Nomor 1
Tabel 1. Hasil parameter standar simplisia nonspesifik.
Parameter
Kadar air
Kadar abu total
Kadar abu tidak larut
asam
Kadar
13,25%
5,61%
0,50%
Dari hasil pengujian terlihat bahwa kadar air
simplisia yaitu sebesar 13,25%. Hal ini terjadi karena
kemungkinan pengeringan simplisia kurang lama
yang ditandai dengan dibagian dalam kulit buah
masih basah. Selain karena hal tersebut,
kemungkinan bagian kulit luar terlalu kering,
sehingga sifatnya cenderung menarik air cukup kuat,
dan akhirnya membuat simplisia menjadi basah
kembali.
Pengujian kadar abu total dilakukan secara
gravimetri dengan prinsipnya adalah bahan
dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik
dan turunannya terdekstruksi dan menguap, sehingga
yang tertinggal hanya unsur mineral dan
anorganiknya. Kadar abu total ini menggambarkan
kandungan mineral internal maupun eksternal. Pada
pengujian kadar abu tidak larut asam hanya
mengandung 0,5%, dimana secara umum maksimal
kadar abu tidak larut asam adalah 2% sehingga
memenuhi standar simplisia. Kadar abu tidak larut
asam ini menggambarkan kandungan mineral
eksternal yang berasal dari luar seperti pengotor
(pasir, tanah).
Hasil penapisan fitokimia simplisia dan
ekstrak kulit buah salak, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia simplisia dan
ekstrak kulit buah salak.
Sampel
Simplisia
Ekstrak
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Alkaloid
Polifenolat
Flavonoid
Saponin
Tannin
Kuinon
Monoterpen &
Sesquiterpen
Triterpenoid & Steroid
Keterangan: (+) : terdeteksi;
+
+
(-) : tidak terdeteksi
Hasil penapisan fitokimia, kulit buah salak
memiliki metabolit sekunder diantaranya yaitu
alkaloid, polifenolat, flavonoid, tannin (tannin
katekat), kuinon, monoterpen dan sesquiterpen.
Beberapa dari metabolit sekunder ini memiliki
potensi sebagai antidiabetes. Mekanisme kerja
berbagai tanaman yang mempunyai efek antidiabetes
di antaranya adalah mempunyai kemampuan sebagai
astringen yang dapat mempresipitasikan protein
selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan
yang melindungi usus, sehingga menghambat asupan
glukosa dan laju peningkatan glukosa darah tidak
terlalu tinggi, misalnya tannin. Kemudian
mempercepat keluarnya glukosa dari sirkulasi,
dengan cara mempercepat peredaran darah yang erat
kaitannya dengan kerja jantung dan dengan cara
mempercepat filtrasi dan ekskresi ginjal sehingga
produksi urin meningkat, laju ekskresi glukosa
melalui ginjal meningkat sehingga kadar glukosa
dalam darah menurun dan mekanisme mempercepat
keluarnya glukosa melalui peningkatan metabolisme
atau memasukan ke dalam deposit lemak. Proses ini
melibatkan pankreas untuk memproduksi insulin
(Widowati, 2008).
Selain beberapa mekanisme tersebut, terdapat
mekanisme lain dalam hal mendukung penghambatan
komplikasi pada penderita diabetes mellitus yaitu
adanya antioksidan dan komponen senyawa polifenol
yang menunjukkan dapat menangkap radikal bebas,
mengurangi stres oksidatif, menurunkan ekspresi
TNF-α. Senyawa fitokimia ternyata mampu
memanipulasi dengan berbagai mekanisme sehingga
dapat mengurangi komplikasi diabetes melalui
pengurangan stres oksidatif, ROS dan TNF-α
(Tiwari, 2002).
Metabolit sekunder dari kulit buah salak yang
memungkinkan berpengaruh pada penurunan glukosa
darah yaitu adanya tanin dan flavonoid. Dimana
tannin bekerja sebagai astringen yang mempresipitasi
protein pori-pori disaluran cerna dan mengurangi
absorpsi glukosa serta kerja dari flavonoid yang
bersifat antioksidan untuk mencegah stres oksidatif
penyebab dari komplikasi penderita diabetes mellitus
serta dapat pula membantu mensekresi insulin dari
sel β-pankreas (Suarsana, 2009).
Pengujian aktivitas antihiperglikemia ekstrak
etanol kulit buah salak dilakukan terhadap mencit
yang telah diinduksi aloksan dan telah memenuhi
kriteria inklusi pengujian yaitu kadar glukosa darah
>126 mg/dL. Kelompok pengujian diberi terapi
sediaan ekstrak dengan 3 dosis bertingkat maupun
obat pembanding selama 21 hari berturut-turut. Dosis
1 sebesar 210 mg/kg BB, dosis 2 sebesar 420 mg/kg
BB, dosis 3 sebesar 840 mg/kg BB. Obat pembanding
glibenklamid diberikan dengan dosis 0,65 mg/kg BB.
Pengukuran glukosa darah dilakukan sebanyak
lima kali yaitu saat sebelum induksi (t-3), setelah
induksi diabetes berhasil (t0) dan setelah terapi pada
hari ke 7, 14, 21 (t7, t14, t21) menggunakan alat
glukometer yang bekerja secara enzimatik, terhadap
sampel darah yang diambil dari vena ekor mencit.
Kadar glukosa darah hasil pengukuran tercantum
dalam Tabel 3.
Fitrianingsih, dkk., Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak (Salacca zalacca ……………… 15
Tabel 3. Hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit.
Kelompok
t-3
96,3±9,9
74,7±13,7
68,0±1,0
96,0±6,5
92,3±5,9
84,0±2,6
Rata-rata±SE kadar glukosa darah (mg/dL) pada hari ket0
t7
t14
t21
94,7±9,2
91,0±3,2
88,7±1,7
104,7±4,8
349,0±62,6
326,0±74,5
334,7±68,5
398,0±46,1
177,0±25,0
105,3±18,6
106,7±20,7
98,3±12,0
256,0±57,8
177,3±47,9
140,3±25,6
135,7±22,3
427,7±61,2
216,3±39,0
211,7±44,4
200,0±36,1
391,3±70,9
278,7±108,1
147,0±40,6
135,0±28,3
Kontrol negatif
Kontrol positif
EKBS dosis 210 mg/kg BB
EKBS dosis 420 mg/kg BB
EKBS dosis 840 mg/kg BB
Pembanding
Keterangan :
EKBS : Ekstrak etanol kulit buah salak
t-3
: kadar glukosa darah sebelum induksi aloksan
t0
: kadar gukosa darah setelah induksi aloksan, hewan uji masuk kriteria inklusi pengujian
t7
: kadar glukosa darah setelah 7 hari terapi
t14
: kadar glukosa darah setelah 14 hari terapi
t21
: kadar glukosa darah setelah 21 hari terapi
Pemberian aloksan terhadap semua kelompok
kecuali kontrol negatif (tanpa induksi) berhasil
meningkatkan kadar glukosa yang menunjukkan
aloksan yang diberikan secara intravena kepada
mencit telah memberikan efek perusakan sel β
pankreas. Aloksan merupakan zat diabetogen yang
menyebabkan hewan uji menjadi diabetes karena
adanya mekanisme pengrusakan sel β pankreas
sebagai penghasil insulin. Bila sel β pankreas dirusak,
maka insulin yang dihasilkan mengalami defisiensi
dan akhirnya glukosa darah menjadi meningkat.
Mekanisme kerja aloksan dalam merusak sel β
pankreas yaitu melalui reaksi redoks yang
membentuk radikal superoksida sehingga awalnya
adalah merusak bagian DNA pulau pankreas dan
menimbulkan diabetes tipe 1 (Szkudelski, 2001).
Hasil analisa statistik keberhasilan induksi
dengan metode paired t-test dengan selang
kepercayaan 95% menunjukkan perubahan signifikan
pada kelompok ekstrak dosis 1, dosis 3 dan
pembanding (p<0,05), tetapi tidak signifikan pada
kelompok kontrol positif dan kelompok ekstrak dosis
2. Akan tetapi karena kadar glukosa darah pada
kedua kelompok tersebut meningkat sampai melewati
batas kriteria inklusi yang diinginkan (> 140 mg/dL)
maka induksi dianggap berhasil dan dilanjutkan
dengan terapi. Selain itu, kontrol negatif yang tidak
diinduksi aloksan 70 mg/kg BB dan tidak diberi
terapi (kondisi normal) tidak mengalami peningkatan
kadar glukosa darah selama pengujian. Walaupun ada
sedikit peningkatan pada hari ke-21 tetapi masih pada
kondisi kadar normal atau tidak hiperglikemia. Hal
itu menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh eksternal
seperti makanan yang mempengaruhi peningkatan
kadar gula darah pada pengujian ini, dan
hiperglikemia pada kelompok lainnya hanya
disebabkan oleh pemberian induktor aloksan.
Pemberian ekstrak dan pembanding setelah
mencit diinduksi aloksan, memberikan penurunan
kadar glukosa darah mulai dari t7 dan semakin
menurun seiring lamanya durasi terapi (t14 dan t21).
Penurunan kadar glukosa terbesar diperoleh pada hari
ke-21. Kelompok kontrol positif yang tidak diberi
terapi menunjukkan kadar glukosa yang relatif
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa selama 21
hari tersebut, tubuh tidak menimbulkan penurunan
kadar glukosa darah secara alami, dengan demikian
penurunan kadar glukosa darah dihasilkan dari
pemberian ekstrak maupun pembanding. Profil
perubahan kadar glukosa darah pada semua
kelompok dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik perubahan kadar glukosa darah
semua kelompok uji.
Untuk membandingkan efek penurunan kadar
glukosa darah antar kelompok, maka dilakukan
perhitungan selisih kadar pada waktu pengukuran
tertentu dengan kadar pada t0, serta persentasenya
(selisih kadar glukosa darah dibagi kadar glukosa
darah pada t0, dikalikan 100%). Data penurunan
kadar glukosa darah ditampilkan pada Tabel 4.
Kemudian dilakukan analisa statistik untuk
mengetahui adanya perbedaan bermakna antara
kelompok uji dengan kelompok kontrol positif
maupun dengan pembanding dilakukan menggunakan
metoda Anova dan uji lanjut Tukey HSD. Selisih
kadar menjadi parameter untuk analisa statistik
karena kadar pada t0 (baseline) tidak seragam pada
setiap kelompok sehingga besaran kadar tidak dapat
dijadikan sebagai parameter untuk membandingkan
efek.
16 Jurnal Matematika & Sains, April 2015, Vol. 20 Nomor 1
Tabel 4. Penurunan kadar glukosa darah selama periode terapi.
Kelompok
Rata-rata±SE penurunan kadar (Δ) glukosa darah (mg/dL)
Δt0-t7 (% Δ)
Δt0-t14 (% Δ)
Δt0-t21 (% Δ)
3,7±8,5 (3,9)
6,0±10,7 (6,3)
-10,0±5,5 (-10,5)
23,0±11,8 (6,5)
14,3±5,9 (4,1)
-49,0±26,1 (14,0)
71,7±6,9 (40,5)
70,3±4,4 (39,7)
78,7±13,2 (44,4)
78,7±32,2 (30,8)
115,7±36,4 (45,2)
120,3±35,6 (47,0)
211,4±80,1 (49,4) 216,0±75,6 (50,5)* 227,7±70,0 (53,2)*
112,7±43,7 (28,8) 244,3±31,1 (62,4)* 256,3±43,9 (65,5)*
Kontrol negatif (n=3)
Kontrol positif (n=3)
EKBS dosis 210 mg/kg BB (n=3)
EKBS dosis 420 mg/kg BB (n=3)
EKBS dosis 840 mg/kg BB (n=3)
Pembanding (n=3)
Keterangan:
Angka bertanda minus (-) menunjukkan terjadi peningkatan kadar.
* : penurunan kadar pada kelompok tersebut berbeda bermakna dibandingkan penurunan kadar
kelompok kontrol positif pada hari yang sama (p<0,05).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa efek
penurunan kadar pada kelompok uji meningkat
seiring meningkatnya dosis dan durasi terapi.
Penurunan kadar yang signifikan secara statistik
dibandingkan kontrol positif terjadi pada kelompok
yang diberi ekstrak etanol kulit buah salak dosis 840
mg/kg BB dan juga obat pembanding glibenklamid
0,65 mg/kg BB mencit, baik pada t14 maupun t21.
Ekstrak etanol kulit buah salak pada dosis 840 mg/kg
BB mencit memberikan penurunan kadar glukosa
darah sebesar 50,5 % (p=0,021) sampai 53,2%
setelah 21 hari terapi (p=0,003). Kelompok uji
ekstrak etanol kulit buah salak dosis 210 mg/kg BB
dan dosis 420 mg/kg BB juga memberikan penurunan
kadar yang besar yaitu 30 sampai 47% dibandingkan
kadar pada t0 tetapi tidak signifikan secara statistik.
Penurunan kadar glukosa darah pada
kelompok ekstrak etanol kulit buah salak dosis 840
mg/kg BB pada pemeriksaan t14 dan t21 tidak
berbeda bermakna secara statistik (p=0,994)
dibandingkan pembanding glibenklamid yang
menghasilkan sampai 65,5% penurunan kadar.
Glibenklamid adalah obat golongan sulfonilurea yang
bekerja menstimulasi sekresi insulin dari sel beta
pankreas. Obat ini dipilih sebagai pembanding karena
banyak digunakan untuk pengobatan diabetes
mellitus terutama pada pasien yang telah mengalami
defisiensi insulin. Hal ini sesuai dengan induktor
yang digunakan yaitu aloksan yang menyebabkan
defisiensi insulin.
Dari hasil pengujian ini terbukti bahwa ekstrak
etanol kulit buah salak berpotensi untuk digunakan
sebagai bagian terapi penyakit diabetes mellitus atau
sebagai antihiperglikemia, terutama pada dosis hasil
konversi dari 840 mg/kg BB mencit. Berdasarkan
hasil penelitian Fitrianingsih (2014), ekstrak kulit
buah salak memberikan efek antioksidan yang kecil
dilihat dari nilai IC50 yang besar (78 kali IC50 vitamin
C), maka diduga efek antihiperglikemia disebabkan
adanya perbaikan sel pankreas. Kulit buah salak
mengandung derivat asam sinamat yang mendorong
regenerasi sel epitel untuk perbaikan sel pankreas
pada diabetes melitus tipe I, arginin yang menstimulir
pembelahan sel dan memperkuat sintesis protein serta
pterostilben yang berperan langsung menurunkan
kadar gula darah (Widyaningrum, 2011). Mekanisme
kerja perbaikan sel pankreas tersebut diduga
menyebabkan sekresi insulin pada hewan uji menjadi
lebih baik sehingga mengembalikan fungsi insulin
dalam metabolisme glukosa darah sehingga kadar
glukosa darah menurun walaupun tidak mencapai
kondisi normalnya (kadar pada pemeriksaan t-3/
sebelum induksi) dikarenakan kemungkinan masih
ada bagian jaringan pankreas yang rusak akibat
pemberian aloksan.
Kesimpulan
Ekstrak etanol kulit buah salak dosis 840
mg/kg BB mencit memberikan penurunan kadar
glukosa darah yang signifikan secara statistik yaitu
sebesar 50,5 % (p=0,021) sampai 53,2% setelah 21
hari terapi (p=0,003) dibandingkan kontrol positif
dan tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok
pembanding glibenklamid (p=0,994). Ekstrak dosis
210 mg/kg BB dan 420 mg/kg BB memberikan
penurunan kadar 30 sampai 47% dibandingkan kadar
pada t0 tetapi tidak signifikan secara statistik.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Islam Bandung yang telah mendanai penelitian ini.
Daftar Pustaka
Deng, G. F., C. Shen, X. R. Xu, R. D. Kuangg, Y. J.
Guo, L. S. Zeng, L. L. Gao, X. Lin, J. F.
Xie, E. Q. Xia, S. Li, S. Wu, F. Chen, W. H.
Ling, and H. B. Li, 2012, Potential of Fruit
Wastes as Natural Resources of Bioactive
Compounds, Int. J. Mol. Sci., 13, 8308-8323.
Farnsworth, N. R., 1966, Biological and
Phytochemical Screening of Plants, J Pharm
Sci, 55:3, 255-276.
Fitrianingsih, S. P., F. Lestari, and S. Aminah, 2014,
Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit
Buah salak [Salacca zalacca (Gaertner)
Voss] Dengan metode Peredaman DPPH,
Prosiding SnaPP2014 Sains, Teknologi, dan
Kesehatan, 4:1, 49-54.
Fitrianingsih, dkk., Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak (Salacca zalacca ……………… 17
Haruenkit, R., S. Poovarodom, H. Leontowicz, M.
Leontowicz, M. Sajewicz, T. Kowalska, E.
Delgado-Licon, N. E. Rocha-Guzman, J. A.
Gallegos-Infante, S. Trakhtenberg, and S.
Gorinstein, 2007, Comparative Study of
Health Properties and Nutritional Value of
Durian, Mangosteen, and Snake Fruit:
Experiments In vitro and In vivo, J. Agric.
Food Chem., 55, 5842-5849.
Leontowicz, H., M. Leontowicz, J. Drzewiecki, R.
Haruenkit, S. Poovarodom, Y. S. Park, S. T.
Jung, S. G. Kaang, S. Trakhtenberg, and S.
Gorinstein, 2006, Bioactive properties of
Snake fruit (Salacca edulis Reinw) and
Mangosteen (Garcinia mangostana) and their
influence on plasma lipid profile and
antioxidant activity in rats fed cholesterol,
Eur Food Res Technol., 223, 697-703.
Price, A. S. dan M. L. Wilson, 1995, Patofisiologi
Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit,
Penerbit EGC, Jakarta.
Schoenhals, K., 2005, Prepared Foods. Virgo
Publishing. Health & Nutrition Division.
http://www.vpico.com.
Steelsmith, L., 2001, Antioxidant nutrients help offset
diabetes. http://www.gannett.com/
Suarsana, I. I., 2009, Aktivitas Hipoglikemik dan Anti
Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus
Diabetes, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Szkudelski, T. 2001, The Mechanism of Alloxan and
Streptozotocin Action in ß cells of the Rat
Pancreas, Physiol Res., 50, 536-546.
Tiwari, A. K. and J. M. Rao, 2002, Diabetes mellitus
and multiple therapeutic approaches of
phytochemicals: Present status and future
prospect, Current Science, vol 83, 1 (30-38).
Widowati, W., 2008, Potensi Antioksidan sebagai
Antidiabetes, JKM, 7:2, 1-11.
Widyaningrum, Herlina dan Tim solusi Alternatif,
2011, Kitab Tanaman Obat Nusantara,
Media Persindo, Yogyakarta.
Download