BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Struktur Modal
Struktur modal menurut Riyanto (2011:22) merupakan pembelanjaan
permanen yang mencerminkan pertimbangan antara utang jangka panjang dengan
modal sendiri. Anwar (2008:3) juga mengatakan bahwa struktur modal
merupakan cerminan dari perimbangan antara utang jangka panjang dan modal
sendiri. Sasaran struktur modal (optimal capital structure) suatu perusahaan
didefinisikan sebagai struktur yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan
tersebut (Brigham dan Houston, 2011:155). Struktur modal yang optimal adalah
struktur modal yang
mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan
pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham (Weston dan Eugene,
1990:150).
Moeljadi (2006:237) mengatakan keputusan pendanaan (struktur modal)
akan berkaitan dengan penentuan kombinasi yang optimal dari penggunaan
berbagai sumber dana yang pada dasarnya dibagi dua yaitu:
1) Berhubungan dengan pendanaan ekstern karena mengarah pada
pengambilan keputusan mengenai struktur modal dimana akan
menentukan proporsi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri.
Hal tersebut akan terlihat pada debt to equity ratio dari perusahaan
tersebut.
13
2) Berhubungan dengan pendanaan intern dimana aplikasinya terlihat
pada penentuan kebijakan deviden yang digambarkan melalui dividend
payout ratio.
2.1.2 Teori Struktur Modal
2.1.2.1 Modigliani-Miller (MM) Theory
Menurut Modigliani dan Miller, dalam David Sukardi Kodrat dan
Christian Herdinata (2009:109) melalui teori capital structure irrelevance
menyimpulkan bahwa financial leverage tidak mempengaruhi nilai pasar
perusahaan. Hal ini terjadi karena penggunaan hutang tidak merubah weighted
average cost of capital. Biaya hutang lebih kecil dibandingkan biaya modal
sendiri. Namun semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula risikonya
sehingga biaya modal sendiri akan bertambah. Artinya kenaikan penggunaan
hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan karena keuntungan dari biaya
hutang lebih kecil ditutup dengan naiknya biaya modal sendiri. Teori ini
didasarkan pada asumsi yang mencakup pasar modal yang sempurna, investor
memiliki ekspektasi tentang aliran laba perusahaan yang sama, tidak ada pajak,
tidak ada biaya transaksi dan perusahaan hanya dapat menerbitkan dua jenis
sekuritas yaitu risk equity dan risk-free debt.
Modigliani dan Miller, melanjutkan hasil penelitiannya dengan mengubah
asumsi tidak adanya pajak menjadi adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan
sebagai penentu struktur modal perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa
penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga
14
hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak. Namun di sisi lain,
penggunaan hutang akan menimbulkan biaya kesulitan keuangan (David Sukardi
Kodrat, 2009:110).
2.1.2.2 Trade-off Theory
Trade-off theory mengatakan bahwa adanya fakta bahwa bunga yang
dibayarkan sebagai beban pengurang pajak membuat utang menjadi lebih murah
dibandingkan saham biasa atau preferen. Secara tidak langsung pemerintah
membayar sebagian biaya utang atau dengan kata lain utang memberikan manfaat
perlindungan pajak. Sebagai akibatnya, penggunaan utang dalam jumlah yang
lebih besar akan mengurangi pajak dan menyebabkan makin banyak laba operasi
(EBIT) perusahaan yang mengalir kepada para investor (Brigham and Houston,
2011:183-184).
Trade-off theory muncul karena penggabungan teori Modigliani-Miller
yang memasukkan biaya kebangrutan dan biaya agensi. Hal ini mengindikasikan
adanya trade-off antara penghematan pajak dari utang dan biaya kebangkrutan
(Hanafi, 2004:311). Semakin besar proporsi utang maka semakin besar
perlindungan pajak yang diperoleh. Di sisi lain, semakin besar proporsi utang
maka semakin besar biaya kebangkrutan yang mungkin timbul. Dengan demikian,
struktur modal optimal dapat dicapai oleh perusahaan dengan menyeimbangkan
keuntungan dari perlindungan pajak dengan beban dari penggunaan jumlah utang
yang semakin besar (Sartono, 2001:247).
15
2.1.2.3 Pecking Order Theory
Myers and Majluf (1984) dan Myers (1984) merumuskan teori struktur
modal yang disebut pecking order theory. Teori ini disebut sebagai pecking order
theory karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan
hierarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini mendasarkan diri atas
informasi asimetrik (asymmetric information), suatu istilah yang menunjukkan
bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak (tentang prospek,
risiko dan nilai perusahaan) daripada pemodal publik. Manajemen mempunyai
informasi yang lebih banyak dari pemodal karena merekalah yang mengambil
keputusan-keputusan keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan dan
sebagainya. Kondisi ini dapat dilihat dari reaksi harga saham pada waktu
manajemen mengumumkan sesuatu (seperti peningkatan pembayaran dividen).
Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal (yaitu
dana dari hasil operasi perusahaan) ataukah eksternal, dan antara penerbitan
hutang baru ataukah ekuitas baru. Sesuai dengan teori ini maka investasi akan
dibiayai dengan dana internal terlebih dahulu (yaitu laba yang ditahan), kemudian
baru diikuti oleh penerbitan hutang baru, dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas
baru (Husnan dan Enny, 2012:275-276).
Secara ringkas teori pecking order menyatakan sebagai berikut (Brealey
and Myers, 1996:500):
1) Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal.
16
2) Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen
dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak
melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar.
3) Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang
diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih
ataupun kurang untuk investasi.
4) Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu. Penerbitan
sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi
yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya
menerbitkan saham baru.
2.1.2.4 Signaling Theory
Isyarat atau sinyal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang prospek perusahaan
(Brigham dan Houston, 2001 : 36). Perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan
setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan
hutang yang melebihi target struktur modal.
Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung
untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan
umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang
prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan
17
penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan
menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang
kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah
(Kusumaningrum, 2010).
Signaling Theory didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang
saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Terdapat
informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang
saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang tidak semetri
(symmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika
struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa
infomasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan
berubah, dengan kata lain terjadi pertanda atau sinyal (signaling) (Sulistiyani,
2013).
2.1.3 Variabel-variabel yang Memengaruhi Struktur Modal
Menurut
Sartono
(2010:248-249),
manajer
keuangan
perlu
mempertimbangkan beberapa faktor penting dalam menentukan struktur modal
seperti:
1) Tingkat penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran
kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan utang lebih besar
daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil.
18
2) Struktur Asset
Perusahaan yang memiliki asset tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan utang dalam jumlah besar hal ini disebabkan karena dari
skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke
sumber dana dibandingkan dengan perusahaan kecil.
3) Tingkat pertumbuhan perusahaan
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan
dana untuk pembiayaan ekspansi.
4) Profitabilitas
Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang
menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan utang.
5) Variabel laba dan perlindungan pajak
Variabel ini sangat erat kaitannya dengan stabilitas penjualan. Jika
variabilitas atau volatilitas laba perusahaan kecil maka perusahaan
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban
tetap dari utang.
6) Skala perusahaan
Perusahaan yang besar yang sudah well-established akan lebih mudah
memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.
7) Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro
Perusahaan perlu menanti saat yang tepat untuk menjual saham dan
obligasi. Kondisi yang tepat untuk menjual saham dan obligasi adalah
pada saat tingkat bunga pasar sedang reandah dan pasar sedang bullish.
19
Menurut Brigham dan Houston (2011:188-189), perusahaan akan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal,
yaitu sebagai berikut:
1) Stabilitas Penjualan
Perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman
mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan
beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
penjualannya tidak stabil. Perusahaan dalam melakukan usaha untuk
menjaga kestabilan penjualan dan meningkatkan laju pertumbuhan
penjualan yang tinggi harus menyediakan modal yang cukup untuk
membiayai operasi perusahaan.
2) Struktur Aset
Perusahaan yang struktur asetnya memadai untuk digunakan sebagai
jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang.
3) Leverage Operasi
Perusahaan dengan leverage yang operasi yang lebih rendah akan lebih
mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan tersebut
akan memiliki risiko usaha yang lebih rendah.
4) Tingkat Pertumbuhan
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat akan lebih
mengandalkan pendanaan eksternal.
20
5) Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat
tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit.
6) Pajak
Bunga merupakan suatu beban pengurang pajak, dan pengurangan ini
lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Jadi,
semakin tinggi tarif pajak suatu perusahaan, maka semakin besar
keunggulan dari utang.
7) Kendali
Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu
perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal. Pertimbangan kendali
dapat mengarah pada penggunaan baik itu utang maupun ekuitas
karena jenis modal yang memberikan perlindungan terbaik kepada
manajemen akan bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain.
Apapun kondisinya, jika manajemen merasa tidak aman, maka
manajemen akan mempertimbangkan situasi kendali.
8) Sikap manajemen
Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif dibandingkan yang
lain, dan menggunakan utang dalam jumlah yang lebih kecil
dibandingkan dengan rata-rata perusahaan di dalam industrinya,
sementara manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak utang
dalam usaha mereka untuk mendapat laba yang lebih tinggi.
21
9) Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat
Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak
pemberi
pinjaman
dan
lembaga
pemeringkat
serta
sangat
memperhatikan saran mereka.
10) Kondisi pasar
Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka
panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting
pada struktur modal optimal suatu perusahaan.
11) Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga dapat berpengaruh pada
sasaran struktur modalnya.
12) Fleksibilitas keuangan
Sebagai
manajer
pendanaan
yang
baik
adalah
selalu
dapat
menyediakan modal yang diperlukan untuk mendukung operasional
perusahaan.
Menurut Weston dan Copeland (1999:35) struktur modal dipengaruhi oleh
beberapa variabel seperti tingkat pertumbuhan penjualan, stabilitas arus kas,
karakteristik industri, struktur aktiva, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman.
2.1.4 Ukuran Perusahaan
Menurut Brigham dan Houston (2011:40), perusahaan yang tumbuh
dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Biaya
pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk
22
penerbitan surat hutang yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak
mengandalkan hutang. Jadi dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya ukuran
perusahaan akan berpengaruh pada struktur modal dengan didasarkan pada
kenyataan bahwa pada perusahaan besar dapat membiayai investasinya dengan
mudah lewat pasar modal karena mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang
tinggi. Perusahaan besar juga memiliki kemungkinan kebangkrutan yang lebih
rendah daripada perusahaan kecil, sehingga menurut trade-off theory, semakin
besar perusahaan maka perusahaan dapat memakai utang lebih banyak terkait
dengan rendahnya risiko perusahaan besar tersebut (Furi dan Saifudin, 2012).
Investor dapat memperoleh lebih banyak informasi dari perusahaan besar jika
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Jadi, dengan diperolehnya dana lewat
pasar modal menjadikan proporsi hutang menjadi semakin kecil dalam struktur
modalnya. Untuk itu perusahaan kecil mungkin menyukai hutang jangka pendek
karena biayanya yang lebih murah dan perusahaan besar lebih berani
mengeluarkan saham baru dan kecenderungan menggunakan jumlah pinjaman
juga semakin besar pula (Hakim, 2013).
2.1.5 Pertumbuhan Penjualan
Menurut Brigham dan Houston (2011:39), perusahaan dengan penjualan
yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan
menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
penjualannya tidak stabil. Hal ini disebabkan karena kebutuhan dana yang
digunakan untuk pembiayaan pertumbuhan penjualan semakin besar.
23
Home dan Wachowics (2012:169) mengemukakan pertumbuhan penjualan
merupakan
perubahan
pendapatan
penjualan
yang
diukur
berdasarkan
perbandingan antara net sales periode sekarang (net sales t) dikurangi periode
sebelumnya (net sales t-1) terhadap net sales periode sebelumnya (net sales t-1).
Indikator kinerja keuangan yang pertama adalah sales growth. Menurut
Kesuma (2009:41), pertumbuhan penjualan (growth of sales) adalah kenaikan
jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu. Perusahaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi akan membutuhkan lebih
lancar banyak investasi pada berbagai elemen aset, baik aset tetap maupun aset
lancar. Pihak manajemen perlu mempertimbangkan sumber pendanaan yang tepat
bagi pembelanjaan aset tersebut. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan
penjualan yang tinggi akan mampu memenuhi kewajiban finansialnya seandainya
perusahaan tersebut membelanjai asetnya dengan utang, begitu pula sebaliknya.
2.1.6 Profitabilitas
Menurut Kasmir (2010:115) profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dan juga memberikan ukuran
tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba
yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi, intinya adalah bahwa
rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Profitabilitas adalah hasil bersih dari
serangkaian
kebijakan
dan
keputusan
manajemen.
Sehingga
rasio
ini
menggambarkan hasil akhir dari kebijakan dan keputusan-keputusan operasional
perusahaan. Secara umum rasio profiabilitas dihitung dengan membagi laba
24
dengan modal (Rahman Hakim, 2013). Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan,
tidak hanya bagi pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar
perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan usaha.
Menurut Kasmir (2011:197), yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan rasio
profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu (1) untuk
mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode
tertentu, (2) untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang, (3) untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, (4) untuk
menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri dan (5) untuk
mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal
pinjaman maupun modal sendiri. Penelitian ini menggunakan variabel profitabilitas
yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA).
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal
Ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang menunjukkan
kekuatan finansial perusahaan. Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal
dan memiliki fleksibilitas dan kemampuan lebih untuk mendapatkan dana (Joni
dan Lina, 2010). Perusahaan besar dapat memberikan jaminan dalam hal
pelunasan hutang yang lebih besar dari perusahaan yang kecil. Perusahaan yang
besar juga memiliki kecenderungan untuk menggunakan sumber pendanaan
eksternal dari pada perusahaan yang berukuran kecil karena accessibility
perusahaan ke pasar modal. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin
25
besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai leverage perusahaan
(Marshella, 2014).
Menurut Brigham dan Houston (2011:40), perusahaan yang tumbuh
dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Biaya
pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk
penerbitan surat hutang yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak
mengandalkan hutang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aurangzeb dan Anwar (2012)
menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap
leverage di perusahaan Tekstil di Pakistan. Sabir dan Qaisar (2012) sependapat
bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dengan leverage di
perusahaan minyak dan gas di Pakistan. Begitu pula dengan penelitian yang
dilakukan Turki (2014) di perusahaan di Saudi Arabia yang menyimpulkan bahwa
ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap leverage. Parlak
(2010) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
struktur modal pada perusahaan manufaktur di Turki. Kuhnhausen, Fabian dan
Harald (2014) juga sependapat bahwa ukuran perusahaan positif mempengaruhi
rasio leverage. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap struktur
modal
26
2.2.2 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal
Pertumbuhan penjualan mencerminkan prospek perusahaan dengan
horison waktu yang lebih panjang dari profitabilitas tetapi lebih pendek dari
pertumbuhan total aktiva. Pertama, pertumbuhan penjualan mencerminkan tingkat
produktifitas terpasang siap operasi, kedua mencerminkan kepasitas saat ini yang
dapat diserap pasar dan mencerminkan daya saing perusahaan dalam pasar
(Erdiana dan Mawardi, 2011). Sedangkan menurut Brigham dan Houston
(2011:39), perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Hal ini
disebabkan karena kebutuhan dana yang digunakan untuk pembiayaan
pertumbuhan penjualan semakin besar.
Meningkatnya pertumbuhan penjualan mendorong manajemen untuk
menggunakan atau menambah hutang. Penambahan hutang ini dapat dipandang
sebagai meningkatnya kepercayaan masyarakat, khususnya investor terhadap
perusahaan. Meskipun konsekuensi dari penambahan hutang adalah peningkatan
risiko bagi perusahaan, namun investor percaya bahwa manajemen akan mampu
mengelola hutang tersebut dengan baik, sehingga dampak penggunaan hutang
atau peningkatan risiko tidak membawa efek negatif bagi perusahaan (Marshella,
2014).
Bagus dan Bambang (2011) melakukan penelitian pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia yang menemukan bahwa pertumbuhan
penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal.
27
Menurutnya, semakin tinggi pertumbuhan penjualan maka semakin tinggi struktur
modal perusahaan. Aurangzeb dan Anwar (2012) juga menemukan bahwa
pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap struktur
modal. Nurul (2013) dalam penelitiannya di perusahaan pertambangan di Daftar
Efek Syariah juga menemukan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif
signifikan terhadap struktur modal dengan nilai standardized estimate 0,533 dan
memiliki pengaruh yang searah. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H2 : Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif signifikan terhadap
struktur modal
2.2.3 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan
proporsi hutang yang relatif kecil. Hal ini disebabkan return yang tinggi akan
menyediakan sejumlah dana internal yang relatif besar yang diakumulasikan
sebagai laba ditahan (Joni dan Lina, 2010). Hal ini sesuai dengan pecking order
theory yang menyatakan bahwa pendanaan internal lebih disukai oleh perusahaan.
Semakin tinggi porsi dana yang tersedia untuk membiayai operasional perusahaan
dan kesempatan investasi yang berasal dari laba ditahan, maka tingkat struktur
modalnya akan semakin kecil (Marshella, 2014).
Yuliani dan Ica (2013) menemukan bahwa profitabilitas yang diproksikan
ROA memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah negatif terhadap struktur
modal perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Sabir dan Qaisar (2012)
28
menemukan bahwa profitabilitas menunjukkan pengaruh negatif terhadap variabel
dependen leverage di perusahaan minyak dan gas di Pakistan. Al-Shubiri (2010)
menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara profitabilitas
(ROA) dan leverage di Jordanian Industrial Companies. Berdasarkan uraian
diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3 : Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal
29
Download