PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN LAHAN BERBASIS SPASIAL DI DAS TALLO, SULAWESI SELATAN, INDONESIA CHANGE IN LAND USE PATTERNSBASED ONSPATIAL TALLO CATCHMENT AREA , SOUTH SULAWESI, INDONESIA Surni1, Sumbangan Baja2, Usman Arsyad3 1 Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Dosen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar 3 Dosen Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi: Surni Program Studi Pengelolaan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 085 299 583 294 Email: [email protected] 0 Abstrak Penelitian perubahan pola penggunaan lahan berbasis spasial di DAS Tallo, Sulawesi Selatan, Indonesia telah dilakukan pada bulan Februari-Mei 2014. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di DAS Tallo selama 8 tahun dan merekomendasikan penataan ruang di DAS Tallo. Penelitian dilakukan dengan mengoverlay peta penggunaan lahan tahun 1997 dan tahun 2004. Analisis data dilakukan secara deskriptif sedangkan data spasial dianalisis dengan menggunakan metoda SIG. Hasil analisis geospasial menunjukkan luasan kebun berkurang dari 18.308,31 hektar atau 41,97% pada tahun 1997 menjadi seluas 18.088,92 hektar atau 41,47%. Dan selama kurun waktu 8 (delapan) tahun terjadi penambahan luasan permukiman sebesar 219,4 hektar dari luas permukiman tahun 1997 seluas 6.970,82 hektar atau 15,98% menjadi seluas 7.190,22 atau 16,48%. Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini yaitu pola penggunaan lahan di DAS Tallo cenderung mengalami perubahan dari penggunaan non terbangun menjadi terbangun. Kata Kunci: Penggunaan Lahan, DAS Tallo, GIS. Abstract The researchchange in land use patternsbased onspatial tallo catchment area, south sulawesi, indonesiahasdonein February-May 2014. Purpose of this studytodeterminethe pattern ofland use change inthe watershedTallofor 8yearsandrecommendTallospatial planningin the watershed.The study was conductedwithoverlay land use mapsof 1997 and2004.Descriptivedata analysis wasconductedwhile thespatial datawere analyzed usingGISmethods. Geospatialanalysis ofthe resultsshowedreducedgardenareaof18308.31hectaresreducedor41.97% in 1997 toan area of 18,088.92hectaresor41.47%. Andover a period of8(eight) yearsby an additionalareaof219.4hectaresofresidentialsettlementsbroadarea of6970.82hectaresin 1997, or 15.98%, to an area of7190.22or16.48%. The conclusion thatcan bedrawninthis study isthe pattern ofland useinthe watershedTallotend to experiencea changeofuse ofnon-awakened being woken. Keywords: Land Use, Tallo Catchman Area, GIS. 1 PENDAHULUAN Pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem.Pembangunan bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat atau menaikkan mutu hidup masyarakat(Soemarwoto, 2004). Makin tingginya tingkat konsumsi manusia, makin banyak sumberdaya yang diperlukan untuk menopang pola hidup tersebut. Yang mencemaskan ialah bahwa penyusutan luas dan rusaknya hutan nampaknya tidak menimbulkan keresahan yang mendalam di kalangan masyarakat luas dan terus berjalan (Soemarwoto, 2004). Pesatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan di kawasan perkotaan memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat serta lingkungan sekitarnya.Sehingga perlu adanya pengendalian pemanfaatan ruang.Yang dimaksud dengan pengendalian pemanfaatan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Laju pertambahan penduduk juga membawa dampak terhadap laju perubahan penggunaan lahan, penurunan luas dan kualitas sumberdaya hutan (Jaya, 2010). Perencanaan pengelolaan lingkungan secara dini perlu dikembangkan agar dapat memberikan petunjuk pembangunan apa yang sesuai disuatu daerah dan bagaimana pelaksanaan pembangunan tersebut (Baja, 2012). Dalam mendukung penataan ruang secara teknisdiperlukan suatu sistem mulai dari pembangunan database suatu wilayah hingga simulasi analisis keruangan dalam suatu wilayah yang terintegrasi secara universal dan dapat digunakan oleh semua kalangan, mulai dari masyarakat, perencana hingga pengambil keputusan. Sehingga, nyata bahwa nilai spasial memiliki peranan utama dalam menyusun sistem ini (Wardhani, dkk., 2010). Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2012). 2 Dampak adalah suatu perubahan. Perubahan hanya dapat diukur apabila ada titik acuannya. Perencanaanpenggunaan lahanyang tepatsangat penting untukpembangunan berkelanjutan (Prakasam, 2010). Lahan yang tidak tertutup oleh vegetasi akan menyebabkan berkurangnya bahan organik akibat terkena langsung air hujan yang turun, selain itu aliran permukaan akan lebih besar sehingga produktivitas tanah akan berkurang. Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan bila terjadi terus menerus yang akan menyebabkan lahan menjadi kritis akbibat penurunan kesuburan dan produktivitas tanah. Penggunaan citra temporal dapat digunakan untuk mengungkap pola-pola fragmentasi habitat dan kerusakan yang perlu ditanggapi secepatnya. Citra tersebut dapat menggambarkan kenyataan yang ada, serta memberikan masukan agar kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik dilapangan (Indrawan, 2012). Pemahaman mengenai perubahan penggunaan lahan dan penutup tanah dalam siklus hidrologi sangat dibutuhkan untuk pengelolaan sumberdaya alam secara optimal (Bridget, et al., 2005).Olehnya itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan di DAS Tallo selama 8 tahun dan merekomendasikan penataan ruang di DAS Tallo. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di DAS Tallo pada bulan Februari-Mei 2014. Secara geografi DAS Tallo terletak pada posisi 119º 25’ 00’’- 119º 47’ 00’’ BT dan 05º 03’ 00’’- 05º 18’ 00’’ LS. Adapun luas keseluruhannya yaitu ± 43.000 hektar. TahapPersiapan Pengumpulan peta dasar berupa peta topografi, peta existing jaringan jalan dan sungai, serta citra satelit. Studi kepustakaan baik itu berupa studi mengenai konsep yang akan terbangun nantinya maupun studi tentang data sekunder untuk menentukan jenis data yang termuat dalam aplikasi GIS. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah survey primer, berupa observasi lapangan penggunaan lahan dan survey sekunder, berupa data-data sekunder dari instansi terkait dan studi literatur. 3 Tahap Pengolahan dan PemrogramanKomputer Tahapan ini meliputi kegiatan spatial analisis di GIS dengan menganalisis data spasial tahun 1997 dan 2004dari Balai Lahan dan Kehutanan Indonesia. Adapun prosedur pengerjaan yaitu dengan mengoverlay (tumpang susun) antara data spasial masing-masing time series dengan peta DAS Tallo kemudian dilakukan penyeragaman format data, penyeragaman koordinat UTM, perbaikan (editing) poligon yang masih belum clean, dan penyesuaian dengan data lapangan hasil ground truth. Analisis Data Data geospasial hasil penyeragaman format, koordinat dan editing kemudian dilakukan overlay (tumpang susun). Hasil overlay kemudian dilakukan penyesuaian dengan data lapangan hasil groundtruth. Analisis data spasial dianalisis dengan menggunakan metoda SIG. HASIL Berdasarkan analisis geospasial penggunaan lahan di DAS Tallo tahun 1997 terdiri atas hutan, kebun, padang, perairan darat, perkebunan, permukiman, persawahan, pertanian tanah kering semusim dan tanah terbuka. Dengan penggunaan lahan terluas yakni kebun seluas 18.088,92 atau 41,47 %, hektar dan penggunaan lahan terkecil yakni perkebunan seluas 161,53 hektar atau 0,37% (Tabel 1.). Sedangkan penggunaan lahan DAS Tallo tahun 2004 terdiri atas hutan, kebun, padang, perairan darat, perkebunan, permukiman, persawahan, pertanian tanah kering semusim dan tanah terbuka. Penggunaan lahan terluas yakni kebun seluas 18.088,92 hektar atau 41,47% dan penggunaan lahan terkecil yakni perkebunan seluas 161,53 hektar atau 0,37%. Berdasarkan hasil analisis geospasial diketahui dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun luasan kebun berkurang dari 18.308,31 hektar atau 41,97% pada tahun 1997 menjadi seluas 18.088,92 hektar atau 41,47%. Dan selama kurun waktu 8 (delapan) tahun terjadi penambahan luasan permukiman sebesar 219,4 hektar dari luas permukiman tahun 1997 seluas 6.970,82 hektar atau 15,98% menjadi seluas 7.190,22 atau 16,48% (Tabel 2). Berdasarkan hasil ground truth tahun 2014 diketahui vegetasi sekunder penyusun ekosistem mangrove di Kecamatan Tamalanrea dikonversi menjadi permukiman. Terdapat permukiman nelayan dan pabrik di sempadan pantai dan sungai Tallo (Gambar 1.) Konversi lahan juga terjadi di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa dimana sawah di konversi 4 menjadi perumahan baru (Gambar 2.). Pengembangan pasar tradisional ini dibangun dengan menimbun rawa disekitar pasar (Gambar 3.). Beberapa lokasi disepanjang sempadan sungai Tallo di jadikan permukiman oleh warga dengan pola permukiman membelakangi sungai. Kondisi ini rentan terhadap penurunan kualitas air akibat limbah domesti rumah tangga serta rentan dengan kondisi kumuh. Dengan adanya kondisi ini, mendorong perlu adanya penataan disepanjang sempadan sungai guna menghindari dampak lanjutan meningkatnya debit sungai. PEMBAHASAN Penelilitian ini menunjukkan berdasarkan hasil analisis spasial diketahui penggunaan lahan di DAS Tallo terdiri atas 7 (tujuh) penggunaan lahan yaitu (1) permukiman.Penggunaan lahan ini termasuk bangunan perdagangan, jasa, dan perkantoran. Permukiman hampir tersebar di seluruh kecamatan. Penyebaran permukiman dengan luasan terbesar terdapat pada Kecamatan Makassar, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Panakukang dan Kecamatan Rappocini. (2) persawahan.Persawahan yang dimaksud adalah pertanian lahan basahyang ditanami padi sebagai tanaman utamanya. Persebaran luas persawahan di DAS Tallo terbesar terdapat pada Kecamatan Pattalasang, Kecamatan Somba Opu, Kecamatan Mandai dan Kecamatan Biringkanaya. (3) Tanaman Pertanian Lahan Kering Semusim. Tanaman pertanian lahan kering semusim biasanya terdiri dari ladang dan tegalan, yang ditanami dengan tanaman semusim. Persebaran tanaman pertanian lahan kering semusim hanya pada Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Mandai, Kecamatan Pattalasang dan Kecamatan Tamalanrea dengan sebaran terluas terdapat pada kecamatan Kecamatan Pattalasang dan Kecamatan Mandai. (4) Kebun.Kebun adalah tanah pertanian yang ditanami tanaman tahunan. Penggunaan lahan kebun hanya terdapat pada Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Bontomarannu, Kecamatan Mandai, Kecamatan Manggala, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Pattalasang, Kecamatan Sombaopu, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tanralili dan Kecamatan Parangloe. Sebaran penggunaan lahan kebun terbesar terdapat pada Kecamatan Parangloe. (5) Lahan Terbuka.Lahan terbuka adalah lahan terbuka yang diatasnya tidak terdapat bangunan. Biasanya lahan terbuka dulunya adalah lahan sawah yang akan dijadikan area terbangun. Lahan kosong hampir tersebar pada semua kecamatan. Kecamatan Tamalanrea adalah kecamatan yang memiliki luasan lahan terbuka terbesar. (6) Perairan darat.Persebaran badan air tidak merata di seluruh kecamatan. Kecamatan-kecamatan memiliki badan air yaitu Kecamatan Mandai, Manggala, Panakkukang, Pattalasang Tallo, Tamalanrea dan Kecamatan Parangloe. Kecamatan Tamalanrea adalah kecamatan yang 5 memiliki luasan lahan terbuka terbesar. (7) Padang. Padang terdiri atas penggunaan lahan rumput, semak, ilalang. Persebaran penggunaan lahan padang terbesar yaitu terdapat pada Kecamatan Mandai dan Tanralili. Analisis perubahan penggunaan lahan dengan memanfaatkan data spasial yang bersifat temporal sangat bermanfaat, khususnya untuk mengetahui lokasi-lokasi tempat dimana perubahan penggunaan lahan terjadi utamanya perubahan tutupan hijau. Menurut Asdak (2007) vegetasi mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses erosisedimentasi Berdasarkan hasil analisis geospasial, persentase penggunaan lahan untuk tutupan hijau masih relatif baik. Dengan kondisi ini, perlu dilakukan upaya pengelolaan guna mempertahankan atau meningkatkan tutupan hijau. Beberapa rekomendasi yang di arahkan untuk wilayah studi antara lain (1) upaya penataan kawasan ini dilakukan dengan pendekatan vegetatif guna meningkatkan tutupan hijau dikawasan ini, (2) perlu disediakan jalur pedesterian, (3) perlu penataan jalur hijau disepanjang jalan perintis kemerdekaan dengan menambah jumlah vegetasi (pohon, schrub dan penutup tanah), (4) perlu adanya taman-taman sebagai ruang publik, dan (5) mewajibkan kantor pemerintah serta perdagangan jasa menyediakan taman minimal 5%. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis geospasial dapat disimpulkan pola penggunaan lahan di DAS Tallo cenderung mengalami perubahan dari penggunaan non terbangun menjadi terbangun.Disarankan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan setingkat DAS sebaiknya menggunakan citra spasial resolusi sedang dan resolusi tinggi. 6 DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Baja, S., (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Penerbit Andi. Yogyakarta Bridget R. Scanlon, Robert C. Reedy, David A . S Tonestromw ,Bridget R. Scanlon, Robert C. Reedy, David A . S Tonestromw , et. al.,(2005). Impact of land use and Land Cover Change on Groundwater Recharge and Quality in The Southwestern US. Global Change Biology (2005) 11, 1577–1593, doi: 10.1111/j.1365-2486.2005.01026.x Indarawan, M., Richard, B. P. Dan Jatna, S., (2012). Biologi Konservasi. Penerbit: Yayasan Pustaka obor Indonesia. Jakarta. Jaya, I. N. S., (2010). Teori dan Praktek Menggunakan Erdas Image. Fakultas Kehutanan. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Prakasam.C., (2010). Land Use And Land Cover Change Detection Through Remote Sensing Approach: A Case Study Of Kodaikanal Taluk, Tamil Nadu. International Journal Of Geomatics And Geosciences Volume 1, No 2, 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Soemarwoto, O., (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan ruang. Wardhani, D. K., Adipandang, Y., Christianto, K. P., (2010). Spatial Urban Design pada Area Sempadan Sungai (Penerapan GIS dalam Urban Design). Local Wisdom Journal Online. Volume: ii, Nomor: 4 Halaman: 36 – 46. 7 LAMPIRAN Tabel 1. Penggunaan Lahan DAS Tallo Penggunaan Lahan Hutan 1997 (Hektar) 8.480,55 Persentase % 19,44 2004 (Hektar) 8.480,55 Persentase (%) 19,44 2009 (Hektar) 8.480,55 Persentase (%) 19,44 Kebun 18.308,31 41,97 18.088,92 41,47 18.045,73 41,37 Padang 2.285,68 5,24 2.285,68 5,24 2.285,68 5,24 Perairan Darat 1.514,99 3,47 1.514,99 3,47 1.514,99 3,47 Perkebunan 161,53 0,37 161,53 0,37 161,53 0,37 Permukiman 6.970,82 15,98 7.190,22 16,48 7.233,41 16,58 Persawahan Pertanian Tanah Kering Semusim Lahan Terbuka 3.488,40 8,00 3.488,40 8,00 3.488,40 8,00 917,19 2,10 917,19 2,10 917,19 2,10 1.492,38 3,42 1.492,38 3,42 1.492,38 3,42 Total 43.619,85 43.619,85 100 Sumber: Analisis Geospasial Balai Lahan dan Kehutanan Indonesia tahun 1997-2009 43619,85 19,44 8 Tabel 2. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1997 – Tahun 2004 di DAS Tallo Kabu paten Gowa 1997 Total 4095,52 Hutan 4095,52 Hutan-->Hutan 4095,52 Kebun 10770,92 Kebun-->Kebun 10770,92 Padang 906,59 Padang 906,59 Perairan Darat 190,77 Perairan Darat 190,77 Padang-->Padang Perairan Darat-->Perairan Darat Permukiman 683,21 Permukiman 683,21 Permukiman-->Permukiman 683,21 Persawahan 1720,60 Persawahan 1720,60 Persawahan-->Persawahan Pertanian Tanah Kering Semusim-->Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Terbuka-->Tanah Terbuka 1720,60 42,40 346,71 Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Terbuka 18756,72 42,40 346,71 18756,72 906,59 190,77 42,40 346,71 18756,72 Hutan 3966,19 Hutan 3966,19 Hutan-->Hutan 3966,19 Kebun 6457,33 Kebun 6457,33 Kebun-->Kebun 6457,33 Padang 895,23 Padang 895,23 Perairan Darat 76,57 Perairan Darat 76,57 Padang-->Padang Perairan Darat-->Perairan Darat Perkebunan 55,99 Perkebunan 55,99 Perkebunan-->Perkebunan Permukiman 355,62 Permukiman 355,62 Permukiman-->Permukiman 355,62 Persawahan 1271,54 Persawahan 1271,54 Persawahan-->Persawahan Pertanian Tanah Kering Semusim-->Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Terbuka-->Tanah Terbuka 1271,54 Pertanian Tanah Kering Semusim 829,36 Pertanian Tanah Kering Semusim 829,36 Tanah Terbuka 355,67 Tanah Terbuka 355,67 Total 14263,51 14263,51 895,23 55,99 76,57 829,36 355,67 14263,51 Hutan 418,85 Hutan 418,85 Hutan-->Hutan 418,85 Kebun 1080,07 Kebun 860,67 Kebun-->Kebun 860,67 Kebun-->Permukiman 219,39 483,85 1247,65 105,53 Padang 1247,65 Padang-->Padang Perairan Darat-->Perairan Darat Perkebunan 105,53 Perkebunan 105,53 Perkebunan-->Perkebunan Permukiman 5932,00 Permukiman 6151,39 Permukiman-->Permukiman 5932,00 Persawahan 496,26 Persawahan 496,26 Persawahan-->Persawahan Pertanian Tanah Kering Semusim-->Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Terbuka-->Tanah Terbuka 496,26 Perairan Darat Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Terbuka Total Perubahan 10770,92 Total Makassar Luas (Hektar) Kebun Tanah Terbuka Makassar 2004 Hutan Pertanian Tanah Kering Semusim Maros Luas (Hektar) 483,85 1247,65 45,43 789,99 Padang 483,85 Perairan Darat Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Terbuka 10599,62 45,43 789,99 10599,62 Grand Total 43619,85 43619,85 Sumber: Analisis Geospasial Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Puslitbang Wilayah Tata Ruang dan Wilayah Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2012 9 45,43 789,99 10599,62 43619,85 Gambar 1 Permukiman dan Pabrik di Sempadan Pantai dan Sungai Tallo Gambar 2. Perumahan Baru di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa Gambar 3. Pengembangan Pasar Tradisional Daya 10 11