I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah

advertisement
1
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah
puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat
sebagai sumber protein berupa telur dan daging. Puyuh memproduksi telur sekitar 300
butir per ekor setiap tahunnya. Produksi telur dapat optimum apabila puyuh dijaga
kesehatannya melalui permberian pakan yang memiliki kandungan nutrisi sesuai
kebutuhan.
Upaya lain yang dilakukan agar puyuh dapat berproduksi optimum dan
meningkatkan kesehatan dapat dilengkapi dengan feed additive (pakan tambahan).
Kegunaan feed additive dapat berfungsi sebagai antioksidan yang berperan dalam
mengawetkan pakan serta membantu pencernaan dalam meningkatkan kecernaan
nutrien. Kegunaan-kegunaan tersebut telah dibuktikan berdasarkan penelitian Bintang,
dkk. (2008) dengan penambahan feed additive yang berasal mengkudu.
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan tumbuhan tropis yang memiliki
populasi tinggi sehingga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai obat herbal.
Produksi buah mengkudu di Indonesia terus mengalami peningkatan pada tahun 2003
sebanyak 1,9 ton menjadi 16,2 ton pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik, 2013).
Mengkudu mengandung sejumlah bahan aktif antara lain terpenoid dapat membantu
pemulihan sel-sel yang rusak; skopoletin efektif sebagai unsur anti peradangan dan anti
alergi; dan xeronine berfungsi untuk mengaktifkan protein-protein yang tidak aktif
2
serta mengatur struktur dan sel yang aktif. Buah mengkudu mengandung banyak bahan
pembentuk xeronine yaitu proxeronine.
Mengkudu juga mengandung sejumlah
mineral dan vitamin sebagai antioksidan yang berfungsi dalam mendukung sistem
kekebalan tubuh dengan melindungi sel dari radikal bebas sehingga dapat
meningkatkan kesehatan.
Kesehatan puyuh dapat diamati melalui kondisi fisiologis yaitu melalui
gambaran hematologinya.
Pengukuran jumlah eritrosit, hemoglobin dan nilai
hematokrit merupakan sebagian pengukuran dalam penentuan nilai hematologi.
Hemoglobin merupakan kompleks protein berpigmen merah yang mengandung zat
besi dan terdapat dalam eritrosit. Nilai Hematokrit merupakan persentase eritrosit
dalam 100 ml darah.
Jumlah eritrosit erat kaitannya dengan tingkat cekaman pada ternak yang
dipengaruhi oleh konsumsi pakan, kondisi lingkungan, dan sistem pemeliharaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Pemberian
Tepung Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam Ransum terhadap Nilai
Hematologi Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Fase Layer”.
1.2.
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh tepung buah mengkudu dalam ransum terhadap jumlah
eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit darah puyuh.
2.
Berapa konsentrasi pemberian tepung buah mengkudu dalam ransum agar
jumlah eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit darah puyuh berada dalam
batas normal.
3
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh tepung buah mengkudu dalam ransum terhadap jumlah
eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit darah puyuh.
2. Mengetahui konsentrasi pemberian tepung buah mengkudu dalam ransum agar
jumlah eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit darah puyuh berada dalam
batas normal.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah untuk para
peneliti, peternak, praktisi dan instasi terkait dalam menambah ilmu pengetahuan
tentang pemanfaatan tepung buah mengkudu sebagai feed additive yang berfungsi
untuk menjaga kesehatan ternak.
1.5.
Kerangka Pemikiran
Puyuh (Cortunix cortunix japonica) merupakan salah satu unggas yang
dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani.
Populasinya di Indonesia terus
meningkat yaitu pada tahun 2008 sebanyak 6.683.000 ekor menjadi 7.841.000 ekor
pada tahun 2012 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Hal
ini menunjukkan bahwa minat masyarakat dalam memelihara puyuh meningkat selaras
dengan permintaan produk asal puyuh seperti telur dan dagingnya.
Produksi telur puyuh dapat dioptimalkan dengan menjaga kesehatan puyuh,
disamping asupan makanan bernutrisi tinggi serta seimbang yang dibutuhkan dalam
mendukung sistem kekebalan. Salah satu tumbuhan yang dipercaya dan telah banyak
4
diteliti untuk memperbaiki metabolisme sel menjaga sistem kekebalan tubuh ialah
mengkudu. Hasil identifikasi Heinicke (1985) dalam Wang (2002), komponen utama
dalam tumbuhan mengkudu (Moringa citrifolia L.) antara lain: skopoletin, alkanoid,
asam oktanoid, kalium, vitamin C, terpenoid, karoten, vitamin A, asam linoleat, asam
amino, dan proxeronine, dimana enzim proxeroninase akan merubah proxeronine ke
dalam bentuk aktifnya yaitu xeronine.
Ekstrak buah mengkudu mengandung sejumlah zat aktif seperti skopoletin, beta
karoten, L-arginine yang dapat melindungi sel hati dari kerusakan dan menghambat
peningkatan enzim SGOT (Serum Glutamate Oxaloacetat Transaminase) dan SGPT
(Serum Glutamate Pyruvate Transaminase). Penurunan terbesar dalam SGOT dan
SGPT dicapai pada penggunaan 0,3% jus mengkudu (Adriani dkk, 2014). Sel-sel darah
dibentuk dalam sumsum tulang merah, spleen atau limfa, dan liver (hati). Hati
merupakan organ utama pembuat sel darah merah (Soeharsono dkk, 2010).
Antioksidan yang terkandung dalam buah mengkudu adalah fenolik dan vitamin C
yang berfungsi dalam penstabil radikal bebas.
Sistem mekanismenya dengan
menyediakan elektron atau menghentikan reaksi radikal bebas dan mencegah
dilanjutkannya rantai peroksidasi lipid dan protein.
Rataan titer antibodi dalam serum darah ayam broiler yang diberi ekstrak buah
mengkudu pada dosis 0,5 g/kg BB (berat badan) menghasilkan antibodi sebanyak 4,50
(log 2n HAU) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ayam broiler yang diberi
dosis 0,1 g/kg BB sebanyak 3,50 (log 2n HAU) dan 1 g/kg BB sebanyak 3,00 (log 2n
HAU) (Wiryanti, 2004). Penelitian Bintang, dkk. (2008), menyimpulkan penggunaan
5
bioaktif ampas mengkudu sebanyak 5 g/kg pada ayam petelur setara dengan yang
diberikan antibiotika dalam aspek produksi dan bobot telur.
Status hematologi berperan sebagai bioindikator terhadap status gizi, toksisitas
dan kondisi fisiologis tubuh (Frandson, 1996 dalam Patria, 2013). Parameter nilai
hematologi yaitu dengan mengetahui jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar
hemoglobin sesuai dengan batasan normal. Eritrosit puyuh dalam kondisi normal
berjumlah 3,0-3,78 × 106/mm3, nilai hematokrit berkisar 30-40%, dan hemoglobin
sebanyak 10-13 g/mm3 (Piliang, 2009).
Hemoglobin mengandung zat besi (Fe) yang apabila kurang akan menghambat
sintesis eritrosit.
Sintesis yang terganggu menyebabkan jumlah eritrosit akan
berkurang sehingga kadar hemoglobin dan nilai hematokrit akan rendah. Sintesis
hemoglobin dipengaruhi oleh keberadaan zat gizi dalam pakan.
Hematokrit
mempunyai hubungan yang selaras dengan hemoglobin, apabila kadar hemoglobin
meningkat maka nilai hematokrit pun akan meningkat dan sebaliknya (Schalm, 1965
dalam Ariyani, 2012). Kesehatan puyuh salah satuya dapat diukur melalui kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit darah karena darah adalah media untuk membentuk
sistem antibodi (Ariyani, 2012).
Hipotesis yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian kerangka pemikiran di
atas bahwa pemberian tepung buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) hingga kadar
0,5% dalam ransum dapat menjaga jumlah eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit
dalam darah puyuh (Coturnix coturnix japonica) berada dalam batas normal.
6
1.6.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama 7 minggu pada bulan April hingga Mei
2015. Proses pemeliharaan puyuh (Cortunix cortunix japonica) dengan pemberian
ransum yang mengandung tepung mengkudu dilakukan di Laboratorium Nutrisi
Ternak Unggas, Non Ruminansia dan Industri Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran. Sampel darah puyuh diambil dan dianalisis hematologinya
di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.
Download