skripsi perekrutan tentara anak di negara situasi konflik

advertisement
SKRIPSI
PEREKRUTAN TENTARA ANAK DI NEGARA SITUASI KONFLIK
BERSENJATA (KASUS PERANG SIPIL KOLOMBIA)
OLEH :
ANDI NURIMANAH MANGOPO SINI
B111 09 118
BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
HALAMAN JUDUL
PEREKRUTAN TENTARA ANAK DI NEGARA SITUASI KONFLIK
BERSENJATA (KASUS PERANG SIPIL KOLOMBIA)
SKRIPSI
Diajukan Sebaga Usulan Penelitian Pada Seminar Usulan Penelitian Untuk
Penyusunan Skripsi Pada Bagian Hukum Internasional
Program Studi Ilmu Hukum
OLEH :
Andi Nurimanah Mangopo Sini
B111 09 118
BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ABSTRAK
ANDI NURIMANAH MANGOPO SINI (B11109118), Perekrtutan Tentara Anak
Di Negara Situasi Konflik Bersenjata (Kasus Perang Sipil Kolombia). Dibimbing
oleh Abdul Maasba Magassing dan Albert Lokollo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa dan bagaimana perlindungan
hukum humaniter internasional terhadap anak dibawah umur yang direkrut sebagai
tentara anak di negara konflik bersenjata, dan khususnya praktik perekrutan tentara
anak di negara Kolombia. Penelitian ini dilakukan dengan metode “library research”
atau melalui studi kepustakaan, penulis mengumpulkan bahan dari literatur-literatur baik
yang bersifat hardcopy maupun softcopy dan menganalisis secara normatif
berdasarkan kajian hukum internasional.
Hasil dari penelitian menuguhkan: 1). Hukum Internasional khususnya hukum
humaniter internasional telah melindungi dan menjaga hak anak di bawah umur untuk
tidak direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata, aturan itu telah banyak di
ratifikasi oleh negara-negara, namun masih banyak negara yang melanggar perjanjian
tersebut. 2). Anak-anak memiliki mental yang rentan, sehingga dengan mudah untuk
menjadi tentara anak. 3). Ada berbagai macam cara untuk merekrut tentara anak yang
dilakukan oleh kelompok bersenjata, antara lain anak yang di culik pada saat mereka
sedang tertidur dimalam hari, banyak pula yang diculik pada saat mereka sedang
berada disekolah, bahkan kelompok bersenjata mengiming-imingi mereka dengan
sejumlah uang apabila mereka bergabung dengan kelompok tersebut.
Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan hal sebagai berikut: 1). Negara
pihak harus meningkatkan perhatian dan keseriusan penerapan Undang-undang
internasional dalam menjaga anak-anak dibawah umur agar tidak direkrut sebagai
tentara dalam konflik bersenjata disuatu negara. 2.) dan Negara yang bersangkutan
bersikap tegas dalam mengawasi dan melindungi anak terhadap perekrutan anak dan
menghukum pelakunya dengan seberat-beratnya. 3). Negara pihak harus lebih serius
terhadap penerapan berbagai konvensi hukum humaniter internasional yang khusus
melindungi anak dan kepentingan anak dalam situasi konflik bersenjata.
ABSTRACT
ANDI NURIMANAH MANGOPO SINI (B11109118), Recruitment of a Child Soldier in
State Armed Conficlt (Colombia Civil War Case). Supervised by Abdul Maasba
Magassing and Albert Lokollo.
This research intended to create understanding on what and how the protection of
international humanitarian law to juvenile whom recruited as child soldiers in conflicting
state in which would mainly assess the child soldiers recruitment in Colombia. This
research conducted through “library research” or “literature analysis” method. Author
collected both hardcopy and softcopy literatures and analyze normatively the field of
International Law.
The research suggested; 1) International Law especially international humanitarian law
regulated the rights of juvenile not to be recruited as soldier during armed conflict, such
regulation subject to ratification in several States. Unfortunately, some States still violate
this regulation; 2) Children known with mental fragility, consequently making them easily
to be recruited. 3) There are several methods to recruit child soldiers by the armed
group, such as the children who kidnapped while fall asleep in the night, some were
taken while at school, the children even framed by armed group promise to gave them
sum of money if they enlisting to the group.
From this research, author would suggests; 1) State party should be more considerate
implanting any international humanitarian law conventions specifically those that protect
children and their interests during armed conflict; 2) Government in question should
strictly control and protecting children from any practice of recruiting child soldier and
punish the committer severely.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirrabbil alamin. Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT
atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Sajana Hukum (S.H) Jurusan Ilmu
Hukum Universitas Hasanuddin.
Seluruh kegiatan penyusunan skripsi
ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa
adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu, maka izinkanlah
penunlis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang paling pertama ingin
penulis sampaikan kepada kedua orang tua dari penulis yang telah banyak memberikan
pelajaran yang berharga dalam hidup, terima kasih atas segala do‟a, semangat,
kesabaran, dan kasih sayang yang tiada habisnya diberikan kepada penulis, terima
kasih untuk selalu membantu dan mendukung baik dalam penulisan skripsi ini maupun
dalam menyelesaikan proses belajar di Fakultas Hukum Unhas.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kakak penulis, terima kasih sudah
menjadi kakak yang terbaik, yang selalu jadi penolong sekaligus penada di kala dompet
lagi kering. Selanjutnya, Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Rektor Universitas Hasanuddin, Prof.Dr.dr.Idrus Paturusi,Sp.B.,Sp.BO
2.
Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof.Dr.Aswanto,S.H.,M.Si.,DFM beserta
jajarannya, Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H., Dr. Anshory Ilyas, S.H.,
M.H., dan Bapak Romi Librayanto, S.H., M.H.
3.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Abdul Maasba
Magassing, S.H,M.H selaku dosen pembimbing I dan Bapak Abertl
Lokollo, S.H,M.H. selaku pembimbing II. Penulis sangat beruntung bisa
dibimbing oleh kedua dosen yang menurut penulis sangat dedikatif, dan
juga memberikan arahan, support dan telah memberikan sangat banyak
bantuan terutama pinjaman buku-buku selama masa bimbingan sehingga
dapat menyempurnakan skripsi ini.
4.
Terima kasih kepada tim penguji ujian skripsi dan ujian proposal Prof.Dr.
Alma Manuputty,S.H,M.H, Prof.Dr.S.M.Noor,S.H.,M.H.,dan Ibu Iin Karita
Sakharina,S.H.,M.A. yang telah memeriksa dan memberikan masukan
positif sehingga penulisan skripsi ini jauh lebih baik.
5.
Terima Kasih kepada Ketua Bagian Hukum Internasional, Prof.DR.S.M.
Noor,S.H.,M.H., dan Sekretaris Bagian, Ibu Iin Karita Sakharina,S.H.,M.A.
serta jajaran dosen Hukum Internasional, Prof. DR. Muhammad Ashri,
S.H., M.H., Prof. DR. Juajir Sumardji, S.H., M.H.,
Bapak Laode
Muhammad Syarif, S.H., L.LM., Ph.D, Bapak DR. Judhariksawan, S.H.,
M.H, Bapak Maskun, S.H., L.LM., Ibu Birkah Latief S.H., M.H., Ibu Tri
Fenny,
S.H.,
M.H.,
terima
kasih
banyak
atas
ilmu,
bimbingan,
pengalaman, serta nasihat yang telah diberikan kepada penulis selama
menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
6.
Terima kasih kepada seluruh Dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama
menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
7.
Terima kasih penulis ucapkan kepadan Prof.Dr.Soekarno Aburera selaku
Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktu untuk berkonsultasi
mengenai perkuliahan.
8.
My Best Friends, geng df sahabat dari kecil hingga dewasa Iona Hiroshi,
Rillyan, Fadhillah Fitriani, Afifah Fianda, St. Adintya, Rinsy Nilawati, Dinda
Arumdalu, dan Athirah. Terima kasih atas semua pengalaman yang
berharga, terima kasih sudah mau menjadi crying shoulder disaat penulis
sedang galau hehehe, terima kasih untuk semua kebahagiaan yang kalian
berikan, dan motivasi untuk menjadi orang yang lebih baik. A tons of love
for you all.
9.
Marwan
Madjid,
Terima
kasih
banyak
atas
do‟a,
support,
dan
kesabarannya dalam menghadapi unstoppable grumping everyday dari
penulis selama mengerjakan skripsi ini, that’s mean a lot for me. Ihiy :D
10.
Terima kasih untuk Adik Mistri, Nitha Bunda, Dea, Mila, Oriza, Vivi, Aqila
dan geng freakz lainnya atas berbagai pengalaman menarik, unik, dan
menegangkan semasa SMA hingga sekarang.
11.
Terima kasih kepada geng Bruiziqhh, yang dari namanya sudah kelihatan
kalau tidak bisa diam. Terima kasih Nita Isrina Inyol, dan Mutia Nadira
Emon yang sudah menjadi teman seperjangan dari semester I hingga
semester akhir dan sekaligus sebagai pelipur lara selama di Fakultas
Hukum Unhas.
12.
Terimakasih kepada teman-teman Fakultas Hukum lainnya Amy, Belia,
Kiham, Nunu, Novia, Adel, Irham, Andri Boldsom, Joe, Jaka, Mas Gilang,
terima kasih juga untuk kakak senior Alfan dan Wawa, dan tak lupa pula
teman seperjuangan dari ujian proposal hingga ujian skripsi, Sri Rahayu
Bon yang sering penulis repotkan setiap pagi, siang, malam, hingga
subuh. I love you kakak Bon.
13.
Teman-teman dan senior-senior International Law Student Association
(ILSA), teman-teman bagian hukum internasional, dan seluruh panitia
CILS terimakasih atas pengalaman internasional yang tidak akan
terlupakan dan membuat bagian hukum internasional menjadi jauh lebih
menyenangkan. From me, with International love
14.
Kepada teman-teman KKN Unhas gelombang 82 Kabupaten Pinrang,
Kecamatan Watang Sawitto, khususnya posko kelurahan Siparappe, My
lovely sist Wahdaniyah, Aprilia Mbake , Ayu Le‟, Kathy, Wulan, Hikmah,
Kak Yoel, Kak Syukur, dan Syahrir terima kasih atas berbagai
pengalaman adventure and back to nature nya, terima kasih juga saya
ucapkan kepada Nenek dan Kak Lia selaku ibu posko yang telah bersedia
direpotkan selama kurang lebih 2 bulan.
15.
Kepada
keluarga
besar
Hasanuddin
Law
Study
Center
(HLSC)
terimakasih atas semua pengalaman menarik yang tidak akan pernah
terlupakan, sukses selalu untuk kedepannya. Karena yang merah
memang lebih asyik.
16.
Teman-teman DOKTRIN 2009 yang tidak dapat yang saya sebutkan satu
per satu, terima kasih telah sama-sama berjuang untuk meraih gelar
Sarjana Hukum.
17.
Seluruh staff akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, terima
kasih atas bantuannya. Dan Hj. Sanny sebagai pemilik Sunny Café yang
dengan baik hati membolehkan penulis beruhutang dikala kere.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
DAFTAR SINGKTAN …………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ...................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 6
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Hukum Humaniter Internasional
A.1. Pengertian Hukum Humaniter ............................................... 8
A.2. Istilah Hukum Humaniter ....................................................... 10
A.3. Prinsip-prinsip Dasar Hukum Humaniter ............................... 13
A.4. Sumber-sumber Hukum Humaniter ...................................... 15
A.5. Tujuan Hukum Humaniter ..................................................... 17
A.6. Perjanjian Internasional Terkait Hukum Humaniter ............... 17
A.7. Kebiasaan Internasional........................................................ 18
B. Perang
B.1. Defenisi Perang .................................................................... 20
B.2. Contoh Perang yang menggunakan anak sebagai tentara ... 23
B.
Anak
C.1. Defenisi Anak ....................................................................... 27
C.2. Hak Anak.............................................................................. 27
C.3. Hak Anak menurut Hukum Internasional .............................. 28
C.4. Defenisi Tentara Anak .......................................................... 30
C.
Kasus Tentara Anak di Kolombia
D.1. Gambaran umum tentang perang di Kolombia ..................... 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ................................................................... 36
B. Jenis Bahan dan Sumber Data.............................................. 36
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 37
D. Analisis Bahan ...................................................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Humaniter
Internasional
Terhadap
Anak Dibawah Umur Yang direkrut Sebagai Tentara Anak
di Negara Situasi Konflik Bersenjata .......................................... 38
B. Praktik Perekrutan Tentara Anak di Negara Konflik Bersenjata
Khusus di Kolombia ...................................................................... 46
B.1. Penyebab Konflik .................................................................. 49
B.2. Perekrutan Tentara Anak di Kolombia .................................. 50
B.2.1. Perekrutan Anak menggunakan Obat-obatan ......... 52
B.2.2. Perekrutan Laki-laki Sebagai Tentara Anak ............ 55
B.2.3. Perekrutan Perempuan Sebagai Tentara Anak ...... 57
B.3. Pemindahan dan Penyatuan kembali Tentara Anak ............ 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN ..................................................................... 61
B.
SARAN ................................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SINGKATAN
ACRWC
African Charter on the Rights and Welfare of the Child
AUC
Autodefensas Unidas de Colombia
CNDD-FDD
National Council for the Defense of Democracy–Forces for
the Defense of Democracy
CRC
Convention on the Rights of the Child
ELN
Ejército de Liberación Nacional
FARC
Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia
GC AP I
Geneva Convention Additional Protocol I
CG AP II
Geneva Convention Additional Protocol II
ICC
International Criminal Court
ILO
International Labour Organization
NGO
Non-governmental Organization
OAU
Organization of African Unity
PBB
Persatuan Bangsa-Bangsa
UN
United Nations
UNCRC
United Nations Convention on the Rights of the Child
UNICEF
The United Nations Children's Fund
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang anak saat ini seperti tidak akan ada habisnya, ada saja
fakta menarik tentang permasalahan anak. Secara umum anak adalah seorang
yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang lakilaki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita
meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 Masa
kanak-kanak adalah masa yang paling indah, masa dimana mereka bebas
melakukan apa saja, seperti bermain dengan riangnya, mendapatkan kasih
sayang dari kedua orang tuanya. Setiap anak wajib mendapatkan kesenangan
tersebut, karena hal itu merupakan hak yang wajib diberikan orang tua terhadap
anak dan pada masa itu adalah masa dimana manusia memerlukan contoh
teladan yang baik dan sangat penting bagi perkembangan fase kehidupannya di
masa yang akan datang. Saat ini, anak-anak akan dengan cepat melakukan
duplikasi terhadap apa yang mereka lihat. Baik atau buruk, semuanya akan di
duplikasi. Pada masa ini, tentu saja anak harus mendapatkan perhatian khusus
dari kedua orang tuanya, ataupun lingkungannya.
Kondisi seringkali membuat sesuatu yang diharapkan untuk berjalan
dengan semestinya menjadi tidak berjalan sesuai dengan apa yang diarapkan.
Hal tersebut termasuk keceriaan anak-anak. Pada beberapa daerah, anak-anak
1
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/definisi-anak/ Defenisi Anak, diakses pada tanggal 31
Oktober 2012, pukul 20:28 WITA
tidak mendapatkan hak yang seharusnya dia dapatkan. Anak-anak bahkan
diperlakukan kasar bagai orang tua. Banyak anak-anak di jadikan sebagai
pekerja paksa, pekerja seks komersial, penjualan atau perdagagan anak, bahkan
anak-anak sering dijadikan tentara dalam konflik peperangan.
Dalam skripsi ini saya akan membahas salah satu tentang pelanggaran
hak anak dalam kasus perekrutan anak yang direkrut sebagai tentara dalam
konflik bersenjata atau peperangan. Seperti apa yang kita ketahui penggunaan
anak-anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata merupakan salah satu
praktek moral yang paling menjijikkan di dunia.
Banyak Negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Afghanistan,
Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, Nepal,
Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, Palestina dan Uganda
yang masih merekrut dan menggunakan anak sebagai tentara baik laki-laki
maupun perempuan. Banyak yang berusia antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada
beberapa anak-anak berumur 7 tahun di rekrut sebagai tentara anak-anak.2
Konflik bersenjata tersebut telah mempengaruhi kehidupan jutaan warga
sipil di seluruh dunia. Anak-anak adalah orang yang paling rentan selama konflik.
Banyak anak yang terluka, kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan,
atau yatim piatu akibat perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di
2
http://www.unicef.org/protection/index_armedconflict.html, UNICEF. 2011. Child Protection from
Violence Exploitation and Abuse. diakses pada tanggal 31 Oktober 2012, pukul 23:08 WITA
bawah usia 18 dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut
oleh kelompok bersenjata untuk berpartisipasi.
Kelompok atau fraksi militer bersenjata baik yang berkuasa maupun
kelompok fraksi oposisi bersenjata memasukkan anak-anak dalam barisan
tentara mereka. Beberapa dari anak-anak ini bergabung dengan militer dengan
pilihan karena mereka percaya bahwa dengan memerangi, mereka dapat
meningkatkan kehidupan mereka, menyelamatkan keluarga mereka, atau karena
mereka putus asa untuk bagaimana cara mendapatkan makanan dan
penampungan. Selain itu alasan yang diberikan mulai dari kebutuhan materi,
daya tarik terhadap ideologi, keinginan untuk balas dendam dan keinginan untuk
menjauh dari situasi di rumah atau di sekolah. Dari 34 persen yang
membenarkan
pilihan
mereka
karena
alasan
materi,
bagaimanapun,
setengahnya mengatakan mereka mengambil keputusan di bawah tekanan
psikologis yang ekstrim untuk kelangsungan hidup langsung mereka, sementara
separuh lainnya melihat jangka panjang sarana pencarian nafkah3.
Anak-anak dapat melakukan berbagai layanan termasuk bertindak
sebagai penjaga, umpan, mata-mata, atau koki. Mereka juga digunakan untuk
meletakkan ranjau darat, bahan peledak, digunakan untuk tenaga kerja domestik
dan budak seksual4.
3
ibid
http://www.unicef.org/graca/kidsoldi.htm, UNICEF. Impact of Armed Conflict on Children. “Children at
both ends of the gun”. Diakses pada Tanggal 1 November 2012 pada pukul 19.05 WITA
4
Menurut sejarahnya, munculnya anak-anak sebagai tentara anak dan
terlibat dalam konflik bersenjata dimulai sekitar abad ke 18. Anak-anak secara
tidak langsung telah turut serta dalam konflik bersenjata. Pada waktu itu anakanak hanya dianggap sebagai penggembira saja yakni sebagai penabuh
genderang perang. Dari sinilah dimulai perkembangan menuju sesuatu yang
tidak baik dengan mulai merekrut anak-anak untuk menjadi sebuah angkatan
perang. Peristiwa ini telah disebutkan dalam sejarah dan sesuai dengan
kebudayaan beberapa warga masyarakat dunia, anak-anak telah diikutsertakan
terlibat dalam kampanye militer meskipun terkadang hal-hal yang mereka
lakukan tersebut tidak sesuai dengan etika moral. Bahkan beberapa kelompok
minoritas menyebutkan bahwa tentara anak telah terjadi sejak zaman kuno
tepatnya pada zaman Roma. Diceritakan bahwa sejak zaman tersebut, di daerah
lembah Mediterania, para pemuda telah ikut berperang, baik hanya sebagai
pembantu, pasukan berkuda, pasukan berbaju besi, hingga prajurit dewasa.5
Lebih parahnya, dalam kelompok militer pada zaman purbakala, anakanak juga dijadikan sebagai pembawa barang tanpa dipersenjatai. Hal ini
semakin membahayakan posisi mereka dengan lebih mudah mendapat
serangan dari musuh, seperti yang terjadi pada Agincourt War6 dimana anakanak Inggris pembawa barang dibantai besar-besaran oleh pihak Perancis.7
5
http://en.wikipedia.org/wiki/Military_use_of_children, Military use children diaakses pada tanggal 1
November puul 23.09 WITA
6
Agincourt War adalah Pertempuan antara Inggris dan Perancis di daerah Azincourt,utara Perancis
Pada Hari Jumat, 25 Oktober 1415
7
Military use children, Op.cit
Penggunaan militer anak-anak mengambil tiga bentuk yang berbeda:
anak dapat mengambil bagian langsung dalam peperangan sebagai tentara
anak, atau mereka dapat digunakan dalam peran pendukung seperti kuli, matamata, utusan, atau mereka dapat digunakan untuk keuntungan politik sebagai
perisai manusia. Sepanjang sejarah dan dalam banyak budaya, anak-anak telah
banyak terlibat dalam kampanye militer bahkan ketika praktik semacam itu
melawan moral budaya. Sejak 1970-an, sejumlah konvensi internasional yang
berlaku mencoba untuk membatasi partisipasi anak-anak dalam konflik
bersenjata.8 Hal ini tentu saja melanggar pasal-pasal yang terdapat dalam
Convention on the Rights of the Child9
Salah satu pasal yang melarang anak untuk di rekrut ada pada pasal 38
CRC dimana tiap Negara harus meletakkan kewajiban pada para pihak yang
terlibat konflik untuk tidak merekrut anak-anak yang belum mencapai 15 tahun
kedalam angkatan bersenjata dan melibatkan mereka secara langsung dalam
petempuran. Negara menghormati dan menjamin penghormatan atas aturanaturan Hukum Humaniter Internasional yang relevan untuk melindungi anakanak. Disamping itu juga tidak boleh dilupakan mengenai Protokol Tambahan
Konvensi Hak Anak yang menerangkan mengenai larangan keterlibatan anak-
8
http://en.wikipedia.org/wiki/Military_use_of_children , Military use children di akses pada Tanggal 1
November 2012 Pukul 15:46 WITA
9
Konvensi Tentang Hak Anak Tahun 1989, dalam Konvensi ini menetapkan 54 pasal tantang hak-hak
anak dan dua Protokol Tambahan
anak dalam konflik bersenjata (Optional Protocol to the Convention on the Rights
of the Child on the involvement of children in armed conflict 10).
Sebagaimana ketentuan hukum humaniter internasional, maka dapat di
pahami bahwa penggunaan anak-anak untuk membantu kegiatan konflik
bersenjata atau bahkan justru menggunakan anak-anak untuk berada di garis
depan suatu konflik bersenjata tidak saja melanggar hukum humaniter
internasional tetapi juga melanggar Konvensi tentang Hak Anak (The Convention
on the Rights of the Child) yang telah diterima Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989.
Sungguh sangatlah tidak adil ketika anak-anak yang seharusnya
mendapatkan belaian kasih sayang dari orang tuanya malah harus berdiri di
medan perang mengorbankan nyawanya demi sesuatu hal yang mereka sendiri
tidak paham akan untuk apa mereka melakuan dari hal tersebut.
Berdasarkan pemaparan diatas, banyak anak dibawah umur yang
direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata, maka penulis merasa perlu
melakukan studi tinjauan hukum internasional, khususnya hukum humaniter
internasional terhadap masalah ini. Berkaitan dengan hal itu penulis menyusun
proposal untuk penelitian skripsi dengan judul “Perekrutan Tentara Anak
dalam Negara Situasi Konflik Bersenjata (Kasus Perang Sipil Kolombia)”
10
Majelis Umum PBB mengadopsi protokol pilihan pada keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata
dalam Lampiran I resolusi (54/263) Konvensi Hak Anak pada tanggal 25 Mei 2000.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Apa dan Bagaimanakah perlindungan hukum humaniter internasional
terhadap anak dibawah umur yang direkrut sebagai tentara anak di Negara konflik
bersenjata?
2. Bagaimanakah praktik perekrutan tentara anak di negara konflik bersenjata
(khususnya di Kolombia)?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan Penelitian:
1. Untuk mengetahui apa dan bagaimana perlindungan hukum humaniter
internasional terhadap anak dibawah umur yang direkrut sebagai tentara anak
di negara konflik bersenjata
2. Untuk mengetahui bagaimana praktik perekrutan tentara anak di negara
konflik bersenjata
Manfaat Penelitian
1. Sebagai kajian yang berguna untuk menjadi referensi mengenai Perekerutan
tentara anak di negara konflik.
2. Sebagai panduan dalam melakukan suatu penelitian mengenai Perekerutan
tentara anak di negara konflik.
3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah wawasan dan pengalaman
penulis serta sebagai tugas akhir penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Humaniter Internasional
A.1 Pengertian Hukum Humaniter
Hukum humaniter internasional atau hukum humaniter merupakan nama
lain dari apa yang dulu disebut dengan hukum perang atau hukum sengketa
bersenjata. Hukum humaniter merupakan salah satu cabang dari hukum
internasional publik, yaitu bidang hukum yang mengatur masalah-masalah lintas
batas antar negara. Cabang hukum internasional publik lainnya antara lain
hukum diplomatik, hukum laut, hukum perjanjian internasional dan hukum
angkasa.11
Wikipedia Ensiklopedi Online mendefenisikan Hukum Humaniter adalah
yang sering kali juga disebut sebagai hukum perang, hukum-hukum dan
kebiasaan-kebiasaan perang, atau hukum konflik bersenjata, batang tubuh
hukum humaniter ini mencakup Konvensi Jenewa 1949 dan Konvensi Den Haag
1907 beserta perjanjian-perjanjian, yurisprudensi, dan Hukum Kebiasaan
Internasional yang mengikutinya. Hukum Humaniter Internasional atau biasa di
singakat HHI menetapkan perilaku dan tanggung jawab negara-negara yang
berperang, negara-negara netral, dan individu-individu yang terlibat peperangan,
11
Arlina Permanasari, Fadillah Agus, et.al., Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999
yaitu terhadap satu sama lain dan terhadap orang-orang yang dilindungi,
biasanya berarti orang sipil.12
Hukum Humaniter Internasional adalah wajib bagi negara yang terikat
oleh perjanjian-perjanjian yang relevan dalam hukum tersebut. Dalam pengertian
yang diperluas, aturan-aturan ini juga menetapkan sejumlah hak permisif serta
sejumlah larangan perilaku bagi negara-negara yang berperang bila mereka
berurusan dengan pasukan yang tidak reguler atau dengan pihak nonpenandatangan.13
Ada juga beberapa defenisi Hukum Humaniter menurut Para ahli Hukum
Internasioanal yang mendefenisikan macam-macam tentang Hukum Humaniter.
Seperti:
Menurut Jean Pictet :
“International humanitarian law in the wide sense is constitutional
legapromosion, whether written and customary, ensuring respect for
individual and his well being”.14
Menurut Geza Herzegh :
“Part of the rules of public international law which serve as the protection
of individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is
closely related to them but must be clearly distinguish from these its purpose and
spirit being different”15.
Mochtar Kusumaatmadja:
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Humaniter_Internasional , Hukum Humaniter Internasional , Diakses
pada tanggal 4 November 2012 , pukul 18.30 WITA
13
Ibid
14
15
Pictet, The Principles of International Humanitarian Law, dalam Haryomataram,. hlm. 15.
Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law, hlm. 17
“Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan
korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu
sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu
sendiri”16
A.2 Istilah Hukum Humaniter
Istilah
hukum
humaniter
atau
lengkapnya
disebut
International
Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict berawal dari istilah hukum
perang (Laws of War), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa
bersenjata (Laws of Armed Conflict), yang akhirnya pada saat ini biasa dikenal
dengan istilah hukum humaniter (International Humanitarian Laws).
Secara umum, hukum humaniter terbagi menjadi dua aturan-aturan
pokok, yaitu17:
1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai
untuk berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws);
2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan
penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Genewa Laws).
Ada salah satu bagian dari Hukum Internasional yang membahas ajaran
just war. Ajaran tersebut membagi Hukum Humaniter menjadi dua bagian,
yaitu18:
16
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di
Indonesia, 1980. hlm. 5.
17
Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta.
1994, hlm. 1.
1. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal
bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata;
2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang.
Jus ad bellum ini banyak teori yang berhubungan dengan ini, tetapi pada
umumnya dikatakan bahwa Negara membahas kapan
atau dalam keadaan
bagaimana Negara itu dibenarkan untuk berperang. banyak teori yang
berhubungan dengan ini, tetapi pada umumnya dikatakan bahwa Negara
dibenarkan untuk berperang apabla dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Just cause;
b. Right Authority;
c. Right Intent;
d. Proportionality;
e. Last Resort.19
Sedangkan Jus in bello ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perang, yang di
atur dalam sumber-sumber Hukum Humaniter, terutama sumber utama yaitu:
a. Konvensi-konvensi Den Haag – 1907, yang disebut dengan Hukum
Den Haag;
18
Prof. KGPH. Haryomataram, S.H. , Pengantar Hukum Humaniter, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2005, hlm. 2
19
Ibid hlm. 2
b. Konvensi-konvensi Jenewa – 1949, yang disebut Hukum Jenewa;
c. Protokol-protokol tambahan – 1977.20
Berdasarkan uraian di atas, maka hukum humaniter internasional terdiri
dari dua aturan pokok, yaitu Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Semula
istilah yang digunakan adalah hukum perang. Tetapi karena istilah perang tidak
disukai, yang terutama disebabkan oleh trauma Perang Dunia II yang menelan
banyak korban21, maka dilakukan upaya-upaya untuk menghindarkan dan
bahkan meniadakan perang. Upaya-upaya tersebut adalah melalui22:
1. Pembentukan LBB (Liga Bangsa-Bangsa)23 Karena para anggota
organisasi ini sepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan, maka
para anggota menerima kewajiban untuk tidak memilih jalan
perang, apabila mereka terlibat dalam suatu permusuhan.
2. Pembentukan Kellog-Briand pact atau disebut pula dengan Paris Pact
1928. Anggota-anggota dari perjanjian ini menolak atau tidak mengakui
perang sebagai alat politik nasional dan mereka sepakat akan mengubah
hubungan mereka hanya dengan jalan damai.
20
Ibid hlm.3
Dalam Perang Dunia II terdapat lebih dari 60 juta orang terbunuh. Dalam abad 18 jumlah korban
mencapai 5,5 juta jiwa, abab 19 mencapai 16 juta jiwa; Perang Dunia I 38 juta jiwa dan pada
konflikkonflik yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah mencapai angka 24 juta jiwa. Dapat
diakses di http://ms.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_Kedua ,Perang Dunia Kedua Pada tanggal 4
November Pukul 21.03 WIT
22
Haryomataram, Op. cit., hlm. 6-7
21
23
Liga Bangsa-Bangsa merupakan nama terdahulu sebelum diganti menjadi Persatuan Bangsa-Bangsa
A.3 Prinsip-prinsip Dasar Hukum Humaniter24
Salah satu prinsip penting dalam hukum humaniter adalah prinsip
pembedaan (distinction principle). Prinsip pembedaan ini adalah prinsip yang
membedakan antara kelompok yang dapat ikut serta secara langsung dalam
pertempuran (kombatan) disatu pihak, dan kelompok yang tidak ikut serta dan
harus dilindungi dalam pertempuran (penduduk sipil). Di samping prinsip
pembedaan, dalam hukum humaniter dikenal pula prinsip-prinsip lain, yaitu:
1. Prinsip kepentingan militer (military necessity). Berdasarkan prinsip ini pihak
yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan
lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Dalam prakteknya,
untuk menerapkan asas kepentingan militer dalam rangka penggunaan
kekerasan terhadap pihak lawan, suatu serangan harus memperhatikan prinsipprinsip berikut:
a. Prinsip proporsionalitas (proportionality principle), yaitu: prinsip yang
diterapkan untuk membatasi kerusakan yang disebabkan oleh operasi
militer dengan mensyaratkan bahwa akibat dari sarana dan metoda
berperang yang digunakan tidak boleh tidak proporsional (harus
proporsional) dengan keuntungan militer yang diharapkan.25
24
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki dan Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak
Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta ,2008, hlm. 334-335
25
Pietro Verri, Dictionary of International Law of Armed Conflict, International Committee of the
Red Cross, Geneva, 1992, hlm. 90
b. Prinsip pembatasan (limitation principle), yaitu prinsip yang membatasi
penggunaan alat-alat dan cara-cara berperang yang dapat menimbulkan
akibat yang luar biasa kepada pihak musuh.26
2. Prinsip Perikemanusiaan (humanity). Berdasarkan prinsip ini maka pihak yang
bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, di mana
mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka
yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. Oleh karena itu prinsip ini
sering juga disebut dengan “unnecessary suffering principle”.
3. Prinsip Kesatriaan (chivalry). Prinsip ini mengandung arti bahwa di dalam
perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat,
perbuatan curang dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.
4. Prinsip pembedaan. Berdasarkan prinsip ini pada waktu terjadi perang/konflik
bersenjata harus dilakukan pembedaan antara penduduk sipil (“civilian”) di satu
pihak dengan “combatant” serta antara objek sipil di satu pihak dengan objek
militer di lain pihak. Berdasarkan prinsip ini hanya kombatan dan objek militer
yang boleh terlibat dalam perang dan dijadikan sasaran. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa prinsip pembedaan ini adalah yang paling penting dalam
prinsip-prinsip hukum humaniter. Oleh karena itu pada bagian ini akan diuraikan
sedikit lebih rincil tentang prinsip pembedaan yang dimaksud.
26
Ibid, hlm. 90
A.4 Sumber-sumber Hukum Humaniter
Hukum Humaniter mempunyai sumber utama yaitu27:
a. Konvensi-Konvensi Den Haag 1909 atau yang biasa disebut Hukum
Den Haag. Hukum Den Haag merupakan ketentuan hukum humaniter
yang mengatur mengenai cara alat berperang. Konvensi ini di hasilkan
dari konvensi perdamaian pertama di Den Haag pada tahun 1899,
yang
kemudian di sempurnakan dalam Konferensi kedua pada tahun
1907. Rangkaian konvensi tersebut disebut “ Hukum Den Haag”.
b. Konvensi-konvensi Jenewa 1949 Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 yang juga
disebut konvensi Palang Merah, terdiri dari empat buku yaitu:
I. Konvensi Jenewa Pertama (First Geneva Convention), mengenai Perbaikan
Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Darat, 1864
(Geneva Konvention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and
Sick in Armed Forces in the Field);
II. Konvensi Jenewa Kedua (Second Geneva Convention), mengenai Perbaikan
Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit, dan Karam di Laut,
1906 (Geneva Convention for the Amelioration of the condotion of the Wounded,
Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea);
27
Opcit hlm.45-49
III. Konvensi Jenewa Ketiga (Third Geneva Convention), mengenai Perlakuan
Tawanan Perang, 1929 (Geneva Convention Relative to the Treatment of
Prisoners of War);
IV. Konvensi Jenewa Keempat (Fourth Geneva Convention), mengenai
Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, 1949 (Geneva Convention Relative to
the Protection of Civilian Persons in Time of War).
c. dan terakhir adalah Protokol Tambahan 1977
Protokol ini menambah atau menyempurnakan isi Konvensi Jenewa 1949.
Dan prinsip-prinsi Konvensi Jenewa masih tetap berlaku. Protocol tambahan
terdiri daari dua buku yaitu:
1. Protokol Additional to the Jeneva Covention of 12 August 1949, and
Relating to the Protection of Victims of International Armed Conflict
(Protocol I) yang mengatur perang atau konflik bersenjata yang
bersifat internasional yaitu perang antarnegara.;
2. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and
Relating to the Protection of Victims of Non International Armed Conlicts
(Protocol II). yang mengatur perang atau konflik bersenjata yang sifatnya
noninternasional, yaitu perang yang terjadi di wilayah salah satu negara,
antara pasukan
pemberontak.
pemerintah dengan
pasukan
pembangkang
atau
A.5 Tujuan Hukum Humaniter
Tujuan
Hukum
Humaniter
adalah
memberikan
perlindungan
dan
pertolongan kepada mereka yang menderita atau menjadi korban perang, baik
mereka yang secara nyata atau aktif turut dalam permusuhan (kombat), maupun
mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil = civilian
population)28 .
A.6 Perjanjian Internasional Terkait Dengan Hukum Humaniter
Di samping Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag, juga terdapat
perjanjian-perjanjian lainnya sebagai sumber-sumber hukum humaniter antara
lain : Deklarasi St. Petersburg tentang Penghapusan Penggunaan Proyektil yang
Bersifat Mudah Meledak yang Beratnya Di bawah 400 Gram di waktu perang
(Declaration Renouncing the Use, in Time of War, of Explosive Projectile under
400 Grammes Weight), November - 11 Desember 1868. Pada tahun 1863 telah
ditemukan sejenis peluru, yang tutupnya meledak apabila mengenai benda yang
keras. Berdasarkan perkembangan tersebut, maka Tsar Alexander II dari Russia
kemudian memprakarsai Konferensi di kota St. Petersburg yang kemudian
menghasilkan deklarasi tersebut di atas. Tujuan Deklarasi itu adalah untuk
melarang penggunaan, baik oleh militer maupun marinir, tiap proyektil yang
beratnya di bawah 400 gram.29
28
Ibid, hlm. 3
Dietrich Schindler & Jiri Toman hal. 96
29
Konvensi Den Haag 1954 tentang Perlindungan Benda-benda Budaya pada
waktu Sengketa Bersenjata (Convention for the Protection of Cultural Property in
the Event of Armed Conflict) pada tanggal 14 Mei 1954. Prinsipnya adalah
bahwa benda-benda budaya seperti gereja, museum dan sebagainya, selama
tidak dimanfaatkan untuk kepentingan militer, semaksimal mungkin harus
dilindungi dari serangan.30 Pasal 19 Konvensi31 ini mewajibkan setiap pihak yang
terlibat dalam sengketa bersenjata untuk melindungi benda budaya, meskipun
sengketa tersebut tidak bersifat internasional. Konvensi ini membedakan antara
dua rezim perlindungan, yaitu benda-benda budaya yang berada dibawah
perlindungan umum dan yang berada di bawah perlindungan khusus. Masingmasing memiliki tanda atau lambang pelindung yang berbeda.
A.7 Kebiasaan Internasional
Kebiasaan-kebiasaan Internasional berkembang dengan terbentuknya
Konvensi Jenewa tahun 1864 yaitu: Kebiasaan untuk menandai rumah sakit
dengan bendera khusus yang melambangkan bendera masing-masing pihak,
akhirnya menjadi penggunaan lambing Palang Merah pada rumah sakit dan
sarana transportasi medis, tentara yang luka dan sakit merupakan tawanan
30
Ibid hal 100
Konvensi ini dilengkapi dengan Regulasi tentang Pelaksanaan Konvensi Perlindungan Benda
Budaya dalam Sengketa Bersenjata (Regulations for the Execution of the Convention for the Protection of
Cultural Property in the Event of Armed Conflict) serta Protokol tentang Perlindungan Benda Budaya
dalam Sengketa Bersenjata (Protocol for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed
Conflict) di mana keduanya dilampirkan pada Konvensi Den Haag tahun 1954 yang ditanda tangani pada
tanggal 14 Mei tahun 1954 di Den Haag. Protokol II tentang Perlindungan Benda Budaya dalam
Sengketa Bersenjata (Second Protocol to the Hague Convention of 1954 for the Protection of Cultural
Property in the Event of Armed Conflict) pada Konvensi Den Haag tahun 1954, diadopsi pada tanggal 26
Maret tahun 1999, di Den Haag.
31
perang dan diperlakukan sesuai dengan Konvensi Jenewa III.32 Dokter dan
rohaniawan harus dilindungi dan dihormati; penduduk sipil bukan sasaran
serangan. Aturan-aturan hukum kebiasaan internasional ditemukan dalam
sejumlah perjanjian, seperti Konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang hukum
dan kebiasaan perang didarat, Undang-undang Lieber tahun 1863, dan Deklarasi
St. Petersburg tahun 1868.33 Pembenaran berlakunya hukum kebiasaan
internasional dicontohkan dalam putusan Mahkamah Pengadilan Internasional
dalam putusannya mengenai Aktifitas Militer dan Paramiliter dalam dan terhadap
kasus Nicaragua (Case concerning Military and Paramilitary Activities in and
Against Nicaragua), tahun 1986. Dalam putusan terhadap kasus tersebut,
Mahkamah menyatakan bahwa eksistensi hukum kebiasaan internasional
mempunyai posisi yang sama dengan hukum perjanjian, sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 38 ayat (b) Statuta Mahkamah.34 Bahkan eksistensi
hukum kebiasaan juga merupakan aturan alternatif, jika ternyata diantara para
pihak tidak ada perjanjian yang mengikat.35
32
L.R. Pena, "Customary International Law And Protocol I : An Analysis of Some Provisions",
dalam Christophe Swinarski (Ed), Studies And Essays On International Humanitarian Law And Red
Cross Principles, International Committee of the Red Cross/Martinus Nijhoff Publishers, 1984, hal. 210.
33
Ibid hal. 212
34
Claude Brudenlein, "Custom in International Humanitarian Law" dalam International Review of
the Red Cross, Nomor 285, Nopember-Desember, 1991, hal. 580.
35
Ibid hal 581
B. Perang
B.1 Defenisi Perang
Secara defenitif, perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik
antarmanusia. Dalam studi hubungan Internasional, perang secara tradisional
adalah penggunaan kekerasan yang terorganisir oleh unit-unit politik dalam
system internasional. Perang akan terjadi apabila Negara-negara dalam situasi
konflik dan saling bertentangan merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka
bsa tercapai, kecuali dengan cara kekerasan.36
Sedangkan menurut Wikipedia Ensiklopedia Online mendefenisikan
Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi
permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok
manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang
secara purba di maknai sebagai pertikaian bersenjata. Di era modern, perang
lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari
doktrin angkatan perangnya seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka
menguasai dunia". Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian
harus dicapai oleh teknologi. Namun kata perang tidak lagi berperan sebagai
kata kerja, namun sudah bergeser pada kata sifat. Yang membuat hal ini
36
Graham Evans and Jeffrey Newnham, The Penguin Dictionary of International Relations, London:
Penguin Books, 1998, hlm.565 dalam Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter
dalam Study Hubungan Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm 2
semakin menarik adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini
mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti "pertentangan".37
Perang juga merupakan suatu bentuk hubungan yang hampir sama tuanya
dengan peradaban manusia dimuka bumi. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan
bahwa sebagian besar sejarah manusia diwarnai dengan peperangan.38
Defenisi Oppenheim terhadap perang:
“War is a contention between two or more states through their armed
forces, for the purpose of over powering each other and imposing such
conditions of peace as the victor pleases”
Analisis perang Menurut Oppenheim:
“There are four major constituent elements of war: (i) there has to be a
contention between at least two States: (ii) the used of the armed forces of
those States is required: (iii) the purpose must be overpowering the
enemy (as well as the imposition of peace on the victor’s terms); (iv) both
parties are expected to have symmetrical, although diametrically
opposed,
goals.”39
Selanjutnya Oppenheim mengemukakan:
“Some qualifying words should nevertheless be appended. International
law recognizes two disparate types of wars: inter-State wars
(waged
between two or more States) and intra-States wars (civil
wars conducted between two or more parties whitin a single States)”40
Ada empat unsur utama dalam perang yaitu ada setidak-tidaknya dua
negara, negara-negara disyaratkan menggunakan kekuatan bersenjata.
37
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang , Defenisi Perang, diakses pada tanggal 5 November Pukul 17.46
WITA.
38
Quincy Wright, A study of War, (The University Chicago Press, Chicago, 1951), p.30-33, dalam Hukum
Humaniter Suatu Perspektif, Fadillah Agus, (Pusat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Universitas
Trisakti, Jakarta : 1997), hlm. 1 – 3.
39
Yoram Dinstein, War, Aggression and Self-Defence Second Edition, (Grotius Publications Cambridge
University Press, 1944) hlm. 5
40
Ibid, hlm 5
Inti dari kutipan diatas adalah Perang terbagi atas dua jenis yang pertama
perang antar-negara yang dilancarkan antara dua negara atau lebih dan perang
intra-negara atau perang sipil yang dilakukan antara dua pihak atau lebih di
suatu negara.
Menurut Larry May dari Washington University, Amerika Serikat
mengatakan ada beberapa argumen moral yang biasa dijadikan pegangan
sehingga perang atau konflik bersenjata menjadi diterima sebagai “sesuatu”
yang benar. Secara teoritis ini juga yang sering digunakan oleh kalangan militer
di Indonesia dalam membenarkan perlunya mengangkat senjata dalam melawan
“musuh”, siapapun mereka. Alasan – alasan tersebut, yaitu:41
a. Prinsip membela diri;
b. Berkaitan dengan adanya suatu permintaan/kewajiban bahwa kita
semua diminta/wajib untuk membantu orang – orang yang tidak bersalah
yang menderita;
c. Kekerasan senjata “terpaksa” digunakan untuk mencegah kejahatan
yang lebih besar lagi.
Quincy Wright mendefenisikan perang sebagai suatu keadaan hukum
yang secara seimbang memperbolehkan dua kelompok atau lebih yang saling
bermusuhan melakukan suatu konflik dengan didukung oleh kekuatan senjata.
41
Nur Iman Subono, “Konflik bersenjata, Kekerasan Militer dan Perempuan,” dalam Yayasan Jurnal
Perempuan, Perempuan di Wilayah Konflik, SMKG Desa Putera, Jakarta : Juli : 2002, hlm : 110
”War will be considered the legal condition which equality permits two or
more hostile groups to carry out a conflict by armed force.”42
Yang berarti perang akan dipertimbangkan kondisi hukum yang sama
memungkinkan dua atau lebih kelompok bermusuhan untuk melaksanakan suatu
konflik dengan kekerasan bersenjata.
B.2 Contoh Perang yang menggunakan anak sebagai tentara
Pada bagian ini saya akan memberikan sebagian contoh-contoh perang yang
telah terjadi di Dunia dari berbagai zaman, yaitu:
1. Afganistan
Telah meratifikasi : CRC, ICC
Perang di Afghanistan dimulai pada tanggal 7 Oktober 2001, angkatan
bersenjata Amerika Serikat, Inggris, Australia, Perancis, dan Front Persatuan
Afghanistan (Aliansi Utara) meluncurkan Operasi Enduring Freedom. Setelah
serangan 11 September di Amerika Serikat, George W. Bush mengadakan invasi
sekutu untuk membongkar organisasi teroris dan mengakhiri penggunaan
Afghanistan sebagai basis. AS juga dimaksudkan untuk menghapus rezim
Taliban dari kekuasaan fundamentalis, yang telah diperoleh dengan kekuatan
bersenjata, dan menciptakan sebuah negara demokrasi yang layak.43
Pemimpin Aliansi Utara bernama Ahmad Shah Massoud telah dibunuh
pada tanggal 9 September 2001, dalam serangan 11 September di AS, hampir
42
Opcit hlm. 4
Afganistan Conflict Profile http://www.insightonconflict.org/conflicts/afghanistan/conflict-profile/ diakses
pada tanggal 13 desembar 2012 pukul 20.19 WITA
43
3.000 warga sipil tewas di New York City, Arlington, Virginia, dan Shanksville,
Pennsylvania. AS mengidentifikasi al-Qaeda adalah sebuah organisasi yang
berbasis, beroperasi, dan bersekutu dengan Imarah Islam Taliban Afghanistan,
sebagai pelaku serangan.44
Pada tahap pertama Operasi Enduring Freedom, pasukan darat dari Front
Persatuan Afghanistan bekerja sama dengan tim dari AS dan Pasukan Khusus
Inggris dan dengan dukungan udara AS, Sebagian besar pemimpin senior.
Republik Islam demokratis Afghanistan didirikan dan pemerintah sementara di
bawah pimpinan Hamid Karzai, yang juga dipilih secara demokratis oleh rakyat
Afghanistan pada pemilihan umum tahun 2004.
Pada saat perang ini berlangsung anak di bawah 18 tahun bertugas di
angkatan bersenjata, anak-anak juga digunakan sebagai pelaku bom bunuh diri
oleh anti-pemerintah elemen termasuk Taliban.45
Sejumlah kelompok bersenjata yang terlibat dalam pemberontakan
termasuk faksi-faksi suku, jaringan kriminal dan kelompok ideologis menentang
pemerintah, termasuk Taliban dan Hizb-e Islami. Sebagian besar kelompok
bersenjata telah bertanggung jawab atas perekrutan tentara anak-anak selama
periode sebelumnya konflik.46
44
Ibid
Child Soldier, Global Report 2008
46
UNICEF, Rapid Assessment on the Situation of Child Soldiers in Afghanistan, July 2003, cited in Child
Soldiers: Global Report 2004.
45
Anak-anak dari perekrutan paksa dan sukarela baik itu anak di provinsi
Taliban selatan dan bagian dari Pakistan serta laporan dari meningkatnya
penggunaan anak-anak oleh Taliban sebagai utusan, kurir dan mantan pasukan
GAM.47
2. Burundi
Telah meratifikasi: CRC, GC AP I and II, ICC, ILO 138, ILO 182, ACRWC
The 2001 Arusha Peace and Reconciliation Agreement untuk Burundi
adalah titik awal untuk transisi politik untuk mengakhiri lebih dari satu dekade
perang saudara. Pada bulan Oktober 2003 perjanjian pembagian kekuasaan
(Perjanjian Pretoria) telah ditandatangani oleh pemerintah dan oposisi Dewan
Nasional untuk Pertahanan Demokrasi - Pasukan untuk Pertahanan Demokrasi
(Conseil nasional pour la défense de la democratie - Pasukan pour la Défense
de la democratie, CNDD-FDD (Nkurunziza)). Pada bulan November pemerintah,
baru inklusif didirikan setelah kesepakatan Pretoria kedua diberikan kekuatan
dari kedua belah pihak kekebalan dari prosecution.1 Pada tahun 2005 CNDDFDD memenangkan pemilihan parlemen dan administrasi lokal.48
Pierre Nkurunziza, kepala CNDD-FDD, terpilih sebagai presiden pada
bulan Agustus 2005.49 Pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok
bersenjata yang tersisa, Tentara Pembebasan Nasional (Angkatan Nationales de
47
“Afghanistan: Civilians paying the price in Taliban conflict”, IRIN, 16 July 2007; “Recruiting Taleban
„child soldiers‟”, BBC News, 12 June 2007.
48
Op.cit hal 77
49
Report of the Secretary-General on Children and Armed Conflict in Burundi, UN Doc. S/2006/851, 27
October 2006.
Libération, FNL), berlanjut secara sporadis. Pada bulan Juni 2006 pemerintah
dan FNL menandatangani kesepakatan tentang pemulihan perdamaian dan
keamanan. Pada bulan September tahun yang sama Perjanjian Gencatan
Senjata Komprehensif antara kedua belah pihak menetapkan tanggal bagi
penghentian permusuhan dan integrasi militer mapan dan prosedur demobilisasi.
Perjanjian tersebut dibuat mekanisme verifikasi dan monitoring bersama (JVMM)
dan pasukan Uni Afrika tugas khusus untuk melindungi para pemimpin FNL dan
memindahkan kombatan ke daerah perakitan.50
Dari November 2003 FNL adalah satu-satunya kelompok bersenjata yang
aktif yang tersisa di Burundi. Pada tahun 2004 itu dilaporkan merekrut dan
menggunakan anak-anak untuk tugas garis depan, untuk mengangkut amunisi,
untuk membawa yang terluka atau mati dan untuk aktivitas pengumpulan
intelijen.51 Anak-anak direkrut dan digunakan oleh FNL kelompok oposisi
bersenjata. Pasukan pemerintah terus menggunakan tentara anak, mereka
ditangkap untuk pengumpulan-intelijen. Puluhan anak-anak yang dituduh
keanggotaan atau dukungan untuk FNL ditahan secara ilegal dan beberapa
disiksa dalam tahanan.52
50
Ibid hal 77
Amnesty International (AI), “Burundi: child soldiers – the challenge of demobilisation”, AI Index: AFR
16/011/2004, 24 March 2004.
52
Op.cit
51
3. Republik Demokratik Kongo
Sekitar 5,5 juta orang diperkirakan telah tewas di Republik Demokratik
Kongo (DRC) sejak awal konflik bersenjata di 1998.53 Eksploitasi mineral dan
sumber daya ekonomi lainnya memicu konflik, yang ditandai dengan sistematis
pelanggaran hak asasi manusia dan perpindahan penduduk , khususnya di timur
dan utara-timur. Setelah kesepakatan pada tahun 2002 sebuah pemerintahan
persatuan nasional mulai menjabat pada bulan Juli 2003, terdiri dari wakil-wakil
dari pemerintah mantan, kelompok-kelompok bersenjata utama, partai-partai
oposisi politik dan lingkungan sipil.54
C. Anak
C.1 Defenisi Anak
Anak menurut The United Nations Children's Fund (UNICEF) berarti
setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun kecuali,
berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak, kedewasaan yang di
capai lebih cepat.55
Pasal 1 Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) 1989
menyatakan bahwa:
53
International Rescue Committee, Mortality in the DRC, an Ongoing Crisis, January 2008,
http://theirc.org. diakses pada tanggal 14 desember 2012 pukul 12.30 WITA
54
Amnesty International Report 2005.
55
Article 1, Convention on the Rights of the Child (CRC)
“Untuk digunakan dalam Konvensi yang sekarang ini, anak berarti setiap
manusia yang berusia di bawah
delapan belas tahun kecuali, berdasarkan
undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan
telah dicapai
lebih cepat.”
C.2 Hak Anak
Pengertian Hak Anak adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara. Hak anak tersebut mencakup non diskriminasi,
kepentingan terbaik bagi anak, hak kelangsungan hidup, perkembangan dan
penghargaan terhadap pendapat anak.56
C.3 Hak Anak menurut Hukum Internasional.
A. Sejarah Konvensi Hak Anak Internasional
Konvensi, convention termasuk juga salah satu istilah yang sudah umum
digunakan dalam bahasa Indonesia untuk menyebut suatu nama perjanjian
Internasional multilateral, baik yang diprakarsai oleh Negara-negara maupun
lembaga-lembaga atau organisasi internasional. Konvensi mencakup lingkungan
Internasonal yang dapat berlaku secara luas, baik dalam lingkup regional
maupun umum.57
56
57
Undang Undang Perlindungan anak Bab l pasal l No.12 dan Bab ll pasal 2
I wayan Parthiana, Perjanjian Internasional Bagian I, Mandar MAju, Bandung 2002, hlm.28
Gagasan mengenai Konvensi Hak Anak bermula saat berakhirnya Perang
Dunia I sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana
peperagan, terutama yang di alami oleh kaum perempuan dan anak-anak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa saat itu tergerak karena banyaknya jumlah anak
menjadi yatim piatu akibat perang.
B. Dasar Hukum Hak Anak menurut Hukum Internasional
Ketentuan internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak
anak tertuang dalam berbagai system hukum internasional maupun nasional.
Universal Declaration of Human Rights (Hak Asasi Manusia) merupakan dasar
untuk semua standar hukum internasional hak-hak anak. Selanjutnya disusul
oleh Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the
Child) tahun 1958 yang merupakan instrument internasional pertama yang
mengikat secara hukum yang menggabungkan hak-hak sipil, budaya, ekonomi,
politik, dan social anak.
Dalam Konvensi Hak-Hak Anak atau biasa di sebut Convention on the Rights of
the Child (CRC) terdapat 54 artikel di dalamnya dan dua Protokol Opsional, yang
secara umum tergambar adalah:
Hak untuk hidup;
Hak untuk mendapatkan perlindungan;
Hak untuk terhindar dari pengaruh berbahaya;
Hak untuk terhindar dari pelecehan;
Hak untuk terhndar dari eksploitasi;
Hak untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam keluarga;
Hak untuk kehidupan berbudaya dan bersosialisasi.
C. Gambaran Dasar tentang Perekrutan Tentara Anak
Sekitar 300.000 anak di bawah usia delapan belas tahun digunakan baik
dalam internasional atau konflik nasional di seluruh dunia.58 Dua puluh juta anak
meninggal akibat partisipasi dalam bersenjata conflict.59 Selama dua dekade
terakhir, gerakan hak anak internasional telah mendorong perkembangan hukum
internasional, kebijakan, dan program mengenai penggunaan tentara anak.60
Namun terlepas dari hukum yang lebih kuat dan advokasi yang memiliki
mengakibatkan Perserikatan Bangsa-bangsa resolusi Dewan Keamanan,
perjanjian internasional, undang-undang domestik, dan pembentukan pengadilan
ad hoc61 Negara tertentu, baik tentara nasional dan pemberontak kelompok terus
58
Marsha L. Hackenberg, Can the Optional Protocol For the Convention on the Rights of the Child
Protect the Ugandan Child Soldier? 10 Ind. Int‟l & Comp. L. Rev. 417, 418 (2000).
59
Ibid
60
Symposium, International Law Barring Child Soldiers in Combat: Problems in Enforcement and
Accountability, 37 Cornell Int‟l L.J. 531 (2004).
61
Pengadilan ad hoc adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia
merekrut dan menggunakan anak dalam konflik bersenjata konflik. 62 ini terangterangan mengabaikan hukum internasional adalah bukti bahwa praktek di
lapangan belum tertangkap dengan hukum tertulis.
C.4 Defenisi Tentara Anak
Unicef mendefenisikan tentara anak seperti layaknya seorang anak - anak
laki-laki atau perempuan - di bawah 18 tahun, yang merupakan bagian dari
setiap jenis kekuatan bersenjata reguler atau tidak teratur atau kelompok
bersenjata dalam setiap kapasitas, termasuk, namun tidak terbatas pada: koki,
kuli, utusan, dan siapa menyertai kelompok tersebut selain anggota keluarga. Ini
termasuk anak perempuan dan anak laki-laki direkrut untuk tujuan seksual paksa
dan atau kawin paksa. Definisi, oleh karena itu, tidak hanya merujuk pada anak
yang membawa, atau telah menjalankan, senjata.63
Dan definisi lainnya tentang tentara anak adalah Keterlibatan anak yang
bergantung dalam konflik bersenjata dan mereka tidak benar-benar memahami
apa yang mereka lakukan, yang mereka tidak dapat memberikan persetujuan,
dan yang buruk mempengaruhi hak anak untuk pertumbuhan tanpa hambatan
dan identitas sebagai seorang anak, Definisi ini meletakkan dasar terhadap
penggunaan tentara anak dari sudut pandang perilaku kesehatan, fisik, dan
mental, Hal ini diperlukan untuk melihat solusi untuk pemulihan dan dampak dari
62
Id. at 534; Mike Crawley, Everyone’s Outraged, but Children Still Fight Wars: Promises by Militias,
Government Not to Use them Often Broken, Chicago Sun-Times, November 21, 2004, at 45.
63
www.unicef.org/emerg/files/childsoldiers.pdf , FACTSHEET: CHILD SOLDIERS, diakses pada tanggal
5 November 2012 Pukul 22.01 WITA
keprajuritan
anak
pada
masing-masing
aspek
pertumbuhan
dan
perkembangan.64
D. Kasus Perang di Kolombia yang menggunakan tentara anak
Perang sipil Kolombia atau Colombian civil war (1964–sekarang), juga
disebut sebagai konflik bersenjata Kolombia, asimetris berkelanjutan dari
intensitas konflik bersenjata di Kolombia yang sudah ada sejak 1964 atau 1966,
antara pemerintah Kolombia dan gerilyawan petani seperti Pasukan Bersenjata
Revolusioner Kolombia atau Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC)65,
dan Tentara Pembebasan Nasional (National Liberation Army).66
Hal ini berakar sejarah dalam konflik yang dikenal sebagai La Violencia67, yang
dipicu oleh pembunuhan 1948 dari populis pemimpin politik Jorge Eliecer Gaitan,
dan setelah Amerika Serikat yang didukung serangan militer terhadap
masyarakat petani pedesaan di Kolombia pada tahun 1960 yang dipimpin militan
Liberal dan Komunis untuk mengatur kembali ke FARC.68
64
http://www.iassw-aiets.org/index.php?option=com_content&view=article&id=124:childsoldiers&catid=58:other-reports-and-papers&Itemid=88 , An Exploration of Child Soldiering in Three
Countries, diakses pada tanggal 5 November 2012, pukul 22.21 WITA
65
Revolutionary Armed Forces of Colombia adalah tentara petani dengan platform politik agrarianism dan
anti-imperialisme terinspirasi oleh Bolivarianisme. FARC mengatakan mereka mewakili rakyat miskin
pedesaan Kolombia terhadap penghancuran ekonomi kaum borjuis berkuasa, pengaruh politik AS dalam
urusan internal Kolombia.
66
National Liberation Army adalah tentara gerilya revolusioner yang telah berjuang dalam Perang Sipil
Kolombia sejak dimulai pada 1964. Para advokat ELN merupakan ideologi Komunis komposit Marxisme
dan Teologi Pembebasan, mereka melakukan operasi militer di seluruh wilayah nasional dari Kolombia,
pada tahun 2010, diperkirakan bahwa pasukan ELN terdiri dari sekitar 5.000 gerilyawan.
67
La Violencia adalah sepuluh tahun (1948-1958) periode perang sipil di Kolombia, antara Partai
Konservatif Kolombia dan Partai Liberal Kolombia yang masing-masing pendukung berjuang
pertempuran yang paling di pedesaan negara
68
Mario A. Murillo;. Colombia and the United States: war, unrest, and destabilization. Seven Stories
Press ,2004. hlm. 57
Alasan untuk memerangi bervariasi dari satu kelompok ke kelompok.
Gerakan gerilya FARC dan lainnya mengaku akan memperjuangkan hak-hak
kaum miskin di Kolombia untuk melindungi mereka dari kekerasan pemerintah
dan untuk memberikan keadilan sosial melalui sosialisme, Pemerintah Kolombia
mengaku berjuang untuk ketertiban dan stabilitas, dan berusaha melindungi hak
dan kepentingan warganya. Kelompok-kelompok paramiliter, seperti AUC,
mengaku akan bereaksi terhadap ancaman yang dirasakan oleh gerakan
gerilya.69 Kedua gerilyawan dan kelompok-kelompok paramiliter telah dituduh
terlibat dalam perdagangan narkoba dan terorisme. Semua pihak yang terlibat
dalam konflik telah dikritik karena berbagai pelanggaran hak asasi manusia,
Pertempuran itu telah menewaskan 250.000 orang dan jutaan pengungsi.70
Pada tahun 1948 terjadi peristiwa yang radikal menimbulkan konflik
bersenjata. Pembunuhan populis Jorge Eliecer Gaitan tahun 1948 mengarah
pada Bogotazo, sebuah kerusuhan perkotaan menewaskan lebih dari 4.000
orang, dan kemudian sampai sepuluh tahun perang pedesaan berkelanjutan
antara anggota Partai Liberal Kolombia dan Partai Konservatif Kolombia, periode
yang dikenal sebagai La Violencia (Kekerasan), yang merenggut nyawa lebih
dari 200.000 orang di seluruh pedesaan.71 La Violencia luka bawah, kebanyakan
membela diri dan gerilya unit terdiri dari pendukung Partai Liberal didemobilisasi,
namun pada saat yang sama beberapa mantan Liberal dan kelompok komunis
69
http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/counterinsurgency.htm, "War on Drugs and Human Rights in
Colombia"., diakses pada tanggal 5 November 2012, pukul 21.01 WITA
70
http://www.businessweek.com/ap/2012-07-26/no-easy-road-to-peace-in-colombia, No easy road to
peace in Colombia, diakses tanggal 5 November 2012, pukul 21.15 WITA
71
Garry Leech (2009). Beyond Bogota: Diary of a Drug War Journalist. Boston, MA: Beacon Press.
hlm. 242–247.
yang aktif terus beroperasi di kantong-kantong pedesaan beberapa. Salah satu
band Liberal adalah kelompok yang dikenal sebagai "Armadas Fuerzas
Revolucionarias de Colombia" (Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia),
atau FARC, dibentuk oleh Dumar Aljure di awal 1950-an, salah satu gerilyawan
Liberal terbesar pada tahun 1958.
72
kelompok ini akhirnya tidak ada lagi, tapi
namanya tetap sebagai referensi sejarah. Dan juga pada tahun 1958, sistem
pergantian eksklusif bipartisan politik, yang dikenal sebagai Front Nasional, hasil
dari kesepakatan antara pihak Liberal dan Konservatif. Perjanjian tersebut telah
datang sebagai hasil dari dua belah pihak berusaha untuk menemukan solusi
politik akhir untuk dekade kekerasan dan kerusuhan saling, tetap berlaku sampai
tahun 1974.73
Pemerintah Kolombia adalah Pihak yang ditentang oleh kelompok
bersenjata di kolombia karena adanya perbedaan ideologi. Pemerintah
Kolumbia, telah melaksanakan usaha bersifat rencana untuk mencegah
perekrutan anak-anak dan mengintegrasikan kembali anak-anak ke dalam
masyarakat mereka. Sejauh ini presiden Uribe memilih jalan tegas terhadap
FARC. Hasilnya tidak menentu, Yang jelas, keamanan Kolombia memang
meningkat. Banyak jalan kembali dibuka untuk lalu lintas, tetapi krisis
penyanderaan tidak juga terselesaikan. 15 Agustus 2000, Uribe mengizinkan
72
http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/laviolencia.htm#aljure, La violencia , diakses tanggal 6
November 2012, pukul 01.15 WITA
73
http://en.wikipedia.org/wiki/Colombian_civil_war_(1964%E2%80%93present)#cite_note-americasother-war-57-12 , diakses tanggal 6 November 2012, pukul 01.55 WITA
senator pihakoposisi, Piedad Cardoba, untuk berunding dengan FARC. Hasilnya
pun negative.
Penggunaan Tentara Anak di Kolombia, FARC dan ELN menggunakan
anak-anak sebagai tentara. Meskipun ada UU dikolombia tahun 1999 bahwa
umur minimal merekrut tentara adalah 18 tahun dan amandemen UN for human
right yang menyebutkan bahwa umur minimal untuk masuk ketentaraan antara
15 sampai 18 tahun. Pada akhir tahun 2006 koalisi FARC dan ELN telah
merekrut lebih dari 14.000 anak kecil yang rata-rata berumur 12 tahun baik lakilaki maupun anak perempuan.74 Anak-anak ini diberi pendidikan paramiliter dan
gerilya. Mereka bertugas menjadi informanpergerakan pasukan pemerintah,
mengikuti perang frontal melawan pasukan pemerintah, bahkan membakar desa.
Banyak alasan anak-anak di Kolombia menjadi tentara anak. Pertama, anakanak yang menjadi tentara anak umumnya berasal dari keluarga miskin. Mereka
masuk FARC atau ELN untuk mendapat gaji. Kedua, anak-anak yang tidak
punya orang tua atau orangtuanya meninggal akibat konflik. Mereka hidup
sebatang kara dan tidak punya perlindungan atau pelindung dari dunia jalanan
yang keras. Ketiga, banyak anak-anak di kolombia yang kelaparan yang hidup
miskin. Mereka bergabung ke kelompok pemberontak karena dengan bergabung
dengan pemberontak mereka mendapat makanan.75
74
http://wikipedia.org/Revolutionary_Armed_Forces_of_Colombia, Revolutionary Armed Forces of
Colombia, diakses tanggal 6 November 2012, pukul 02.15 WITA
75
Ibid, diakses tanggal 6 November 2012, pukul 02.22 WITA
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Dalam penulisan skripsi, penulis memilih empat tempat penelitian, yaitu:
a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
b. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.
B. Jenis Bahan dan Sumber Data
Jenis bahan yang diperoleh, yaitu:
a. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui buku-buku, hasil penelitian,
jurnal ilmiah, publikasi resmi dari PBB, bahan-bahan dokumentasi, dan datadata lain yang diperoleh secara langsung (hard copy) maupun yang diperoleh
dari hasil pencarianmelalui internet (soft copy) yang terkait dengan Hukum
Internasional terhadap perekrutan anak sebagai tentara dalam konflik
bersenjata.
b. Sumber Bahan
Adapun sumber bahan yang akan menjadi sumber informasi yang
digunakanoleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah:
a. Buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
b. Literatur-literatur lain yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan Data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik studi
kepustakaan (library research), yang ditujukan untuk memperoleh bahan-bahan
dan informasi-informasi sekunder yang diperlukan dan relevan dengan
penelitian, yang bersumber dari buku-buku, surat kabar, jurnal, serta sumbersumber informasi lainnya seperti data-data yang terdokumentasikan melalui
situs-situs internet yang relevan.
D. Analisis Data
Dalam penulisan proposal ini, penulis menggunakan bahan-bahan yang
diperoleh dari tinjauan kepustakaan yang bersumber dari buku-buku danliteraturliteratur lain. Data yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan
analisis normatif secara deduksi logis. Hasil akhirnya akan dipaparkan untuk
mendapatkan hasil yang bersifat deskriptis dan logis.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PERLINDUNGAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TERHADAP ANAK
DIBAWAH UMUR YANG DIREKRUT SEBAGAI TENTARA ANAK DI NEGARA
KONFLK BERSENJATA.
Pertama-tama, anak dilindungi oleh instrumen umum hak asasi manusia76.
Selain itu, mereka berhak atas perlindungan di bawah instrumen hak anak yang secara
langsung ditujukan kepada mereka. Instrumen ini adalah Konvensi Hak Anak dan
Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak. Hal ini dimungkinkan untuk
menyatakan bahwa Konvensi Hak Anak adalah instrument yang paling komprehensif
dan luas saat ini yang dapat dianggap sebagai tonggak dalam pembentukan dari hak
anak. Dalam Konvensi Hak Anak tersebut menetapkan berbagai komprehensif politik,
sipil, ekonomi serta sosial dan budaya anak-anak.77 Pasal 38 dari Konvensi Hak Anak
tentang masalah keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata dalam pasal ini
menegaskan bahwa:
“1.
Negara-negara
Pihak
berusaha
menghormati
dan
menjamin
penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter internasional
yang dapat berlaku bagi mereka dalam konflik bersenjata yang relevan bagi
anak itu.
2. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk
menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai umur lima belas tahun
tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan.
3. Negara-negara Pihak harus mengekang diri agar tidak menerima siapa pun
yang belum mencapai umur lima belas tahun ke dalam angkatan bersenjata
76
Universal Declaration of Human Rights adopted by General Assembly of the United
Nations on 10 December 1948
77
Claudia Morini, First victims then perpetrators: child soldiers and International Law, Europe 20 Oct
2009 hal 187
mereka. Dalam menerima di antara orang-orang tersebut, yang telah
mencapai umur lima belas tahun tetapi belum mencapai umur delapan
belas tahun maka Negara-negara Pihak harus berusaha memberikan prioritas
kepada mereka yang tertua.
4. Sesuai dengan kewajiban-kewajiban mereka menurut hukum humaniter
internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik bersenjata, maka
Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk
menjamin perlindungan dan pengasuhan anak- anak yang dipengaruhi oleh
suatu konflik bersenjata.”
Menurut hukum humaniter internasional, anak-anak tidak boleh dijadikan
sasaran dalam pertempuran. Dengan demikian, anak-anak tidak dapat direkrut menjadi
tentara. Berkaitan dengan hal tersebut, hal yang penting adalah batas umur perekrutan
anak dan status anak saat mereka berada di tangan musuh. Dalam Protokol Tambahan
I anak-anak memang tidak ditetapkan mempunyai hak untuk diperlakukan sebagai
tawanan perang, melainkan mereka disebutkan harus memperoleh keuntungan
perlindungan khusus yang ditetapkan dalam Hukum Jenewa, terlepas apakah berstatus
tawanan perang atau tidak.78
Protokol Tambahan I memuat ketentuan yang mewajibkan pihak-pihak yang
bersengketa untuk berusaha agar anak-anak dibawah 15 tahun tidak ambil bagian
langsung dalam peperangan dan harus membebaskan mereka dari perekrutan ke
dalam angkatan bersenjata mereka.79
Dalam kata-kata Pembukaan Konvensi 1989 dari Hak Anak (CRC),
"anak harus dipersiapkan untuk hidup dalam suatu kehidupan individu
dalam masyarakat, dan dibesarkan dalam semangat idealisme yang
diproklamirkan dalam Piagam PBB”
78
79
Claudia Morini, Op.cit hal 191
Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa Pasal 77 ayat (2).
instrumen internasional lainnya menekankan kebutuhan pembangunan kebebasan
anak dari kelaparan, akses ke memperoleh pendidikan, partisipasi dalam kehidupan
sosial dan budaya dan mempunyai peran dalam keluarga.80
CRC mencakup seluruh spektrum hak-hak anak, khususnya mendukung prinsip
dasar kepentingan terbaik bagi anak dan keseluruhan pengembangan dan pemenuhan
diri mereka.81
Pasal 4 ayat 3.c Protokol Tambahan II juga memuat ketentuan yang menetapkan
bahwa anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun seharusnya tidak
direkrut dalam angkatan atau kelompok bersenjata dan juga seharusnya tidak
diizinkan untuk ambil bagian dalam peperangan. Aturan tentang perekrutan
tentara anak-anak juga dimuat dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak atau
CRC (Convention on the Rights of the Child) 1989.
Pada Konvensi Jenewa Keempat, 'relatif terhadap Perlindungan orang
sipil pada saat perang', berisi banyak ketentuan yang menguntungkan atau
melindungi anak-anak, baik sebagai warga sipil. Pasal Umum 3 memperpanjang
ukuran perlindungan untuk orang yang mengambil peran tidak aktif di konflik
bersenjata. Tentara anak yang telah meletakkan tangan mereka dalam
peperangan dan mengakibatkan luka, sakit, ditahan, atau akibat lainnya berhak
atas perlindungan, karena anak-anak bukan peserta peperangan. Ini termasuk
80
Ilene Cohn and Guy S. Goodwin-Gill, Child Soldiers the Role of Children In armed Conflicts, Oxford
University press 1994, hal 121
81
Ibid hal.121
perbedaan mendasar antara penduduk sipil dan kombatan, dan prinsip yang
melarang serangan pada warga sipil.82
Konvensi Jenewa Keempat 1949 dan Protokol Tambahan II tahun 1977
merupakan bentuk badan hukum humaniter internasional. Dalam Konvensi
Jenewa, anak-anak dilindungi sebagai anggota penduduk sipil, oleh karena itu
anak-anak sebagai non participants dalam konflik bersenjata berhak untuk di
lindungi. Selain itu dalam Konvensi Jenewa yang keempat, ketentuan-ketentuan
dalam Konvensi ini dibuat hanya untuk memastikan perlakuan khusus untuk
anak-anak mengenai bantuan distribusi makanan, perawatan medis, dan
penyatuan kembali dengan keluarga. Oleh karena itu, tidak ada ketentuan
khusus dalam konvensi ini menangani perlindungan tentara anak secara
khusus.83 Dalam hal ini muncullah Prinsip pembedaan (distinction principle) yang
merupakan suatu asas penting dalam hukum humaniter, yaitu suatu prinsip yang
membedakan atau membagi kategori penduduk dari suatu negara yang sedang
berperang, atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata dalam dua golongan,
yakni kombatan (combatant) dan penduduk sipil (civilian). Kombatan adalah
golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities),
sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta
dalam permusuhan.84
82
Ilene Cohn and Guy S. Goodwin-Gill, Op.cit hal 122
Bothe M, Partsch K,New Rules for Victims of Armed Conflicts, 1982 Hal 292
84
Rupert Ticehurst, “The Martens Clause and the Laws of Armed Conflict”, International Review of the
Red Cross, Nomor 317, Maret-April, 1997, hal. 125
83
Seiring dengan berjalannya waktu Kedua Protokol Tambahan mengalami
perbaikan di karenakan kurangnya perlindungan. Protokol Tambahan I
memberikan perlindungan korban konflik bersenjata internasional, sedangkan
Protokol Tambahan II memberikan perlindungan serupa untuk konflik bersenjata
non-internasional.85
Protokol Tambahan 1977 melangkah lebih jauh, dan tegas membenarkan
adanya perlindungan khusus anak-anak. Dalam pasal 77 dari Protokol
Tambahan Konvensi Jenewa I berjudul "Perlindungan Anak" menyatakan bahwa:
“1. Anak-anak harus mendapat penghormatan khusus dan harus
dilindungi terhadap setiap bentuk serangan tidak senonoh. Pihak-Pihak
dalam sengketa harus memberikan kepada mereka perhatian
dan bantuan yang mereka perlukan, baik karena usia mereka maupun
karena alasan lain.
2. Pihak-pihak dalam sengketa harus mengambil segala tindakan yang
dapat dilakukan agar supaya anak-anak yang belum mencapai usia lima
belas tahun tidak ikut ambil bagian langsung dalam peperangan dan,
khususnya mereka harus menjauhkan diri dari melatih anak-anak itu untuk
masuk angkatan perang mereka. Didalam melatih anak-anak yang telah
mencapai usia lima belas tahun tetapi yang belum mencapai usia delapan
belas tahun, maka Pihak-pihak dalam sengketa harus berusaha
memberikan pengutamaan kepada mereka yang tertua.
3. Apabila, di dalam hal-hal yang merupakan perkecualian, sekalipun
adanya ketentuanketentuan dalam ayat (2) di atas, anak-anak yang belum
mencapai usia lima belas tahun ikut ambil bagian langsung dalam
permusuhan dan jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan, maka
anak-anak itu harus tetap memperoleh manfaat dari perlindugan
istimewa yang diberikan oleh Pasal ini, apakah mereka ini merupakan
tawanan perang atau tidak.
4. Apabila ditangkap, ditahan atau diasingkan karena alasan-alasan yang
berhubungan dengan sengketa bersenjata, anak-anak itu harus
ditempatkan di markas yang terpisah dari markas orang dewasa, kecuali
jika keluarga-keluarga mereka ditempatkan sebagai satuan keluarga.”
85
Bothe M, Partsch K. Op.cit hal 301
Aturan hukum humaniter internasional mengakui adanya kerentanan
anak-anak yang terlibat dalam konflik bersenjata. Kemudian menyiapkan
sejumlah aturan yang bertujuan untuk melindungi anak-anak terhadap
konsekuensi terburuk dari perang.
Berikut
beberapa Konvensi-konvensi
Internasional yang mengatur tentang perekrutan tentara anak, yaitu:
1. Protocol Additional to the Geneva Conventions, 1977
Pada Konferensi Diplomatik pada 1974-1977 Pengembangan
Hukum Humaniter yang menyebabkan adopsi dari dua Protokol tambahan
untuk Konvensi Jenewa 1949 tentang hukum humaniter internasional,
partisipasi pertumbuhan anak-anak dalam konflik bersenjata internasional
atau non-internasional di seluruh dunia, diakui. Kontribusi dari Protokol
Tambahan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yang berkaitan dengan
Perlindungan Korban International Bersenjata dan perlindungan anakanak dalam konflik bersenjata internasional seperti yang didefinisikan oleh
Protokol itu adalah untuk mengatasi situasi tentara anak-anak.86
2. Convention on the Rights of the Child, 1989
Pada tahun 1989 para pemimpin duna sadar dan memutuskan
bahwa anak-anak juga membutuhkan konvensi yang khusus hanya
86
http://www.iss.co.za/pubs/asr/6no3/fontana.html, Child Soldiers and International Law, diakses pada
tanggal 5 Januari 2013 pukul 23.14 WITA
mereka yang dibawah usia 18 tahun, membutuhkan perawatan dan
perlindungan yang lebih dibandingkan dengan orang dewasa.
3. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on
the Involvement of Children in Armed Conflic, 2000
Protokol tambahan pada Konvensi Hak-Hak anak mengenai larangan
keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata dinilai tidak membahas
penuh tentang Hak-Hak Anak dalam konflik bersenjata. Maka karena
itulah pada tahun 1999, ide tentang Protokol Tambahan yang mengatur
anak-anak dan perang ini disusun. Pada Protokol Tambahan ini
perlindungan hukum terhadap tentara anak dalam konflik bersenjata di
tingkatkan, tetapi tidak meningkatkan batas usia untuk perekrutan.
4. Rome Statute of the International Criminal Court, 1998
Statuta
Roma
adalah
suatu
perjanjian
internasional
yang
membentuk Pengadilan Pidana Internasional atau International Criminal
Court (ICC). diadopsi melalui konferensi diplomatik di Roma pada tanggal
17 Juli 1998 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2002, Pada 1 Februari
2012, 121 negara87
telah meratifikasi statuta tersebut. Berdasarkan
Statuta Roma, ICC hanya dapat menyelidiki dan menuntut kejahatan
internasional (genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan kejahatan agresi) dalam situasi di mana negara tidak
87
http://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XVIII-10&chapter=18&lang=en,
United Nations Treaty Database entry regarding the Rome Statute of the International Criminal Court.
diakses pada tanggal 23 Januari 2013, pukul 15.34 WITA
mampu atau tidak
menyelidiki
ingin
melakukannya
kejahatan
hanya
sendiri.
di
Pengadilan
dapat
negara-negara
yang
menandatangani Statuta Roma.
5. The African on The Rights and Welfare of the Child, 1990
Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak juga disebut
ACRWC atau Piagam Anak diadopsi oleh Organisasi Persatuan Afrika
(OAU) pada tahun 1990 dan mulai diberlakukan pada tahun 1999.
Seperti Konvensi PBB tentang Hak Anak (CRC), Piagam Anak merupakan
instrumen yang komprehensif yang mengatur hak dan mendefinisikan
prinsip-prinsip universal dan norma-norma untuk status anak-anak. The
ACRWC dan CRC adalah hak asasi manusia internasional dan regional
dan hak perjanjian yang mencakup seluruh spektrum sipil, hak politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
6. Cape Town Principles, 1977
Cape Town Prinsip, diadopsi oleh Non-governmental organization
(NGO)88 dari Konvensi Hak-hak Anak dan UNICEF dalam sebuah
simposium tentang pencegahan perekrutan anak-anak ke dalam angkatan
bersenjata dan regenerasi demobilisasi dan sosial tentara anak-anak di
Afrika April 1997, yang mengusulkan agar Pemerintah Afrika harus
mengadopsi dan meratifikasi protokol Opsional pada keterlibatan
88
Non-governmental organization (NGO) Sebuah organisasi non-pemerintah adalah sebuah organisasi
hukum dibentuk diciptakan oleh perorangan atau badan hukum yang beroperasi secara independen dari
segala bentuk pemerintah.
anak- anak dalam konflik bersenjata menaikkan usia minimum 15-18, dan
bahwa Pemerintah Afrika harus meratifikasi dan melaksanakan perjanjian
terkait lainnya dan menggabungkannya ke dalam hukum nasional.
7. Worst Forms of Child Labour Convention No. 182 , 1999
Pada tahun 1999 177 Negara89 peserta ILO (International Labour
Organization) mengadopsi Konvensi ILO No 182. Pasal 1 menegaskan
bahwa setiap Negara yang meratifikasi Konvensi wajib untuk "mengambil
langkah-langkah
efektif
untuk
menjamin
pelarangan
dan
penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak sebagai hal
yang mendesak". Kata anak menunjukkan semua orang yang berusia di
bawah delapan belas tahun.
B. Praktik perekrutan tentara anak di Negara situasi konflik bersenjata
(secara khusus di Kolombia)
Selama beberapa dekade Kolombia telah dilanda oleh konflik bersenjata
internal yang berakar pada sejarah kompleks ketidaksetaraan sosial ekonomi,
korupsi
politik,
budaya
kekerasan,
obat-obatan,
dan
terang-terangan
mengabaikan norma hukum internasional. Konflik telah melanda negara itu,
jutaan pengungsi, dan secara efektif menempatkan mayoritas penduduk sipil di
89
http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11300:0::NO:11300:P11300_INSTRUMENT_ID:312174
ILO Convention 182 diakses pada tanggal 2 Februari 2013 pukul 15.55 WITA
tengah-tengah kekerasan yang mengerikan dan bentrokan antara berbagai
kelompok bersenjata.90
Di Kolombia, pemerintah telah berusaha untuk menangani pasukan
pemberontak dengan menggunakan pasukan militernya sendiri dan bantuan dari
kelompok-kelompok paramiliter. Meskipun kelompok-kelompok bersenjata ilegal
telah melemah dan kebijakan telah ditujukan untuk mengatasi hak-hak korban
dan membangun akuntabilitas, beberapa kebijakan telah terbukti tidak efisien
dan tidak adil. Selama lebih dari satu abad, kekuasaan memerintah di Kolombia
telah dibagi antara dua partai politik, Partai Konservatif (Partido Conservador
Colombiano, atau PCC) dan Liberal (Partido Liberal Colombiano, atau PL),
sepanjang abad kedua puluh, persaingan ketat antara pihak diperburuk oleh
ketimpangan sosial dan ekonomi yang luas, dan sering menyebabkan
kekerasan.91
Dari tahun 1949 sampai 1958, di tengah-tengah kerusuhan internal
sedang meluas, perang saudara pengikut muncul dan diperkirakan merenggut
nyawa sekitar 280.000 jiwa.92 La Violencia menandai awal dari konflik kekerasan
bersenjata internal yang telah berlangsung selama lebih dari setengah abad.93
Kelompok gerilya sayap kiri muncul pada pertengahan tahun 1960 sebagai
reaksi terhadap faktor-faktor seperti pengecualian gerakan politik luar dari Front
90
Bouvier, Virginia Marie, Colombia: Building Peace in a Time of War (Washington, D.C.: United States
Institute of Peace, 2009), hal 3.
91
http://www. europaworld.com.offcampus.lib.washington.edu/entry/co, “Colombia: Recent History,”
Europa World Plus, Routledge Taylor and Francis Group, diakses pada tanggal 7 Februari 2013 Pukul
03.20 WITA
92
Ibid
93
Bouvier, Virginia Marie. Op.cit hal 9
Nasional, terpinggirkannya masyarakat miskin, pengaruh ideologi komunis dan
sosialis, dan ketidakefektifan sistem peradilan.94
The
Fuerzas
Armadas
Revolucionarias
de
Colombia
(Angkatan
Bersenjata Revolusioner Kolombia, atau FARC) berawal di La Violencia dan
sebagian terdiri dari asosiasi lepas dari kelompok petani, tetapi kemudian
semakin meningkat karena pengaruh Komunis partai dan kemudian mereka
menyatakan dirinya sebagai tentara revolusioner pada tahun 1964. 95 Dengan
keberadaan yang kuat di seluruh Kolombia, FARC dianggap sebagai kelompok
gerilyawan paling kuat di dalam konflik tersebut.96 The National Liberation Army
(ELN) yang berarti Tentara Pembebasan Nasional adalah kelompok gerilyawan
yang memiliki akar di La Violencia dan terus menjadi salah satu pihak utama
dalam konflik.97 Pasukan gerilya telah memperluas kekuatan mereka selama
konflik: FARC diperkirakan meningkatkan 3.600 kombatan pada tahun 1986 dan
pada tahun 1996 menjadi 16.500 kombatan, sedangkan ELN diperkirakan sekitar
800 kombatan pada tahun 1986 dan pada tahun 2001 menjadi 4.500. 98
Sekirtar tahun 1980, pasukan paramiliter diciptakan oleh militer dengan
bantuan AS, meskipun mereka diciptakan untuk memerangi revolusioner,
paramiliter tak lama kemudian terlibat dalam perdagangan narkoba dan meneror
94
http://portal.eiu.com. Colombia: Country Profile – September 2008 Main Report,” Economist
Intelligence Unit, September 2008, diakses pada tanggal 7 Februari 2013 Pukul 03.30 WITA
95
War Without Quarter: Colombia and International Humanitarian Law, Human Rights Watch (New York:
Human Rights Watch, 1998), hal 131.
96
Ibid
97
Ibid. hal 161
98
Bouvier, Virginia Marie. Op.cit hal 43.
warga negara Kolombia.99 Penculikan, eksekusi, dan kekerasan bersenjata
terhadap warga sipil menjadi karakteristik kehidupan sehari-hari di kota-kota dan
daerah pedesaan Kolombia, dan ini memaksa upaya yang lebih besar untuk
memenuhi tuntutan kaum revolusioner, sehingga merusak kekuasaan negara. 100
Dengan peradilan yang tidak efisien dan pergeseran budidaya, kokain dari
Bolivia dan Peru masuk ke Kolombia pada pertengahan tahun 1980, budidaya
obat juga mulai makmur di Kolombia. Kekayaan yang dihasilkan dari kartel
narkoba memicu kekerasan dan korupsi dan memperkuat gerilya dan aktivitas
paramiliter101.
Konflik bersenjata internal di Kolombia terbentuk oleh sejarah yang rumit.
Selama beberapa dekade konflik ini telah menyebabkan kekerasan, pelanggaran
hak asasi manusia besar-besaran, dan pelanggaran hukum kemanusiaan
internasional oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik.
B.1 Penyebab Konflik
Ada beberapa faktor kompleks yang telah memberi kontribusi pada
perang sipil Kolombia. Faktor-faktor ini tidak hanya mewakili akar penyebab dari
konflik, tetapi juga memberikan kekuatan yang memungkinkan untuk memberi
kelanjutan dari perang dan eskalasi kekerasan yang menjadi ciri evolusinya.
Kekurangan dan Ketimpangan Struktural
99
Rebeca Toledo, War in Colombia: Made in U.S.A. (New York: International Action Center, 2003), hal
44
100
101
Ibid
“Colombia: Country Profile.”. Op.cit
Meskipun penduduk perkotaan di Kolombia merupakan mayoritas dari
total penduduk di Kolombia, tetapi akar sejarah kekerasan politik di Kolombia
berasal dari pedesaan. Kekerasan meningkat di pedesaan, masuknya para
pengungsi ke masyarakat setempat juga menyebabkan kekerasan meluas.102
Akar kekerasan di Kolombia terletak pada ketidaksetaraan ekonomi terkait
dengan kemiskinan, pengangguran, dan kurangnya pendidikan 103. Meskipun
tingkat pertumbuhan masyarakat di Kolombia meningkat di tahun 1980 dan
1990, pada tahun 2001 52% dari penduduk Kolombia hidup dalam kemiskinan,
20% pengangguran, 63% dari petani tidak memiliki tanah, dan pengedar narkoba
memiliki setengah lahan produktif di Kolombia.104 Konflik ini memiliki dampak
signifikan pada konflik, dan berkontribusi terhadap ketidakamanan penduduk dan
menyoroti kekurangan lembaga negara.
Kelemahan dari Negara
Sejarah
kelemahan
negara
Kolombia
berasal
dari
kekurangan
kelembagaan. negara tidak efisien dalam pengumpulan pajak dan Kolombia
memiliki basis sumber daya yang sangat lemah.105 Karena kurangnya sumber
102
Caroline O.N. Moser and Cathy McIlwaine, Encounters with Violence in Latin America: Urban Poor
Perceptions from Colombia and Guatemala, New York: Routledge 2004, hal 71
103
Ibid, hal 88
104
William Avilés, “Institutions, Military Policy, and Human Rights in Colombia,” Latin American
Perspectives 28, no. 1 2001 ,hal 36-37
105
Alex McDougall, “State Power and Its Implications for Civil War Colombia,” Studies in Conflict and
Terrorism 32, no. 4 2009, hal 327
daya, jumlah militer Kolombia sedikit dan lemah.106 Sebagai hasil dari kurangnya
pelatihan dan organisasi, militer tidak mampu untuk menegaskan dirinya dalam
wilayah yang dikuasai oleh gerilyawan, dan mengandalkan pasukan paramiliter
untuk
berurusan
dengan
pasukan
pemberontak.107
Sebagai
akibatnya,
pemberontak Kolombia telah mampu mengkonsolidasikan kegiatan mereka di
daerah-daerah lemah di Kolombia, di daerah-daerah yang dimana
budidaya
obat terlarang adalah hal yang lazim.108
B.2 Perekrutan Tentara Anak di Kolombia
Sebagian besar pelaku yang terlibat dalam konflik Kolombia telah
menandatangani perjanjian dimana mereka telah berkomitmen untuk tidak
menggunakan
anak-anak
dalam
tentara
mereka.
Tetapi
kenyataannya
menunjukkan bahwa perjanjian itu belum terpenuhi. Banyak bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa kelompok bersenjata seperti FARC-EP bergerak lebih
dalam ke hutan dan perbatasan, mereka merekrut lebih banyak anak-anak dari
suku-suku asli di Kolombia.109
Pasukan pemberontak telah merekrut dan memaksa untuk melibatkan
anak-anak dalam konflik yang bertentangan dengan UNCRC dan Protokol
Opsional pada anak-anak dalam konflik bersenjata.110 Anak-anak telah diculik
106
Ibid
Ibid. hal 333
108
Bouvier,Op.cit hal 4.
109
William Avilés, Op.cit hal 50
110
Alex McDougall, Op.cit hal 399
107
dari rumah mereka pada malam hari atau dari sekolah atau dilapangan pada
siang hari.111
Penting untuk menyadari bahwa kurangnya pencatatan kelahiran yang
akurat, terutama di daerah pedesaan di Kolombia membuat anak di bawah usia
delapan belas tahun beresiko tinggi lahir tanpa akte kelahiran, dengan demikian
dapat lebih mudah dipaksa untuk bergabung dengan angkatan bersenjata.
Selain itu, anak lebih mudah dibujuk daripada orang dewasa. Hal ini yang
membuat mereka merupakan target yang lebih mudah, dan kemudian anak-anak
dituntun untuk menjadi pejuang yang sangat baik.112 Banyak anak-anak tidak
menyadari betapa berbahayanya berjuang dalam perang. Mereka sering kurang
takut terluka dibandingkan tentara dewasa, dan mereka cenderung tidak
bersembunyi atau melarikan diri. Para kelompok bersenjata tahu ini, dan oleh
karena itu mereka bahagia memiliki tentara anak di tentara mereka. Tentara
anak juga kadang-kadan harus memimpin ketika pasukan menyerang atau
mengatur penyergapan dan mereka yang pertama menerima peluru sehingga
tentara lainnya dapat bertahan hidup.113 Tetapi tentara anak juga tidak selalu
harus berada di garis depan pertempuran yang dianggap sebagai tentara anak.
Setiap situasi yang menempatkan anak dalam risiko untuk kepentingan
kelompok bersenjata atau anak yang terlibat dalam tenaga kerja untuk kelompok
bersenjata dianggap sebagai tentara anak. Ini termasuk utusan, mata-mata, juru
masak, budak seks dan mengirimkan pesan, karena musuh tidak mungkin
111
Ibid hal 400
http://www.hrw.org/reports/2003/colombia0903/18.htm , diakses pada tanggal 8 februari 2013 pukul
18.09 WITA
113
Alex McDougall, Op.cit hal 124
112
menduga mereka adalah tentara, atau anak-anak dapat digunakan untuk
membersihkan ranjau darat karena mereka lebih dikorbankan daripada tentara
yang mmpunyai peringkat yang lebih tinggi.114
B.2.1 Perekrutan Anak menggunakan Obat-obatan
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perekrutan anak menjadi
kelompok bersenjata, banyak anak-anak yang bergabung untuk mendapatkan
uang, sebagai alasan untuk tetap hidup, atau kekuatan. Penghargaan berupa
uang terdiri dari upah, kesempatan untuk menjarah, dan manfaat berwujud
lainnya seperti alkohol dan obat-obatan terlarang. Penghargaan non-materil
dipecah menjadi penghargaan yang fungsional dan mempunyai solidaritas yang
berfokus pada persahabatan yang muncul dalam kelompok. Ketika kekuatan
yang terlibat, baik insentif non-materil dan ekonomi dapat diterapkan untuk
menjaga anak-anak sehingga ingin tetap dalam kelompok.115
Banyak
upaya
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
Kolombia
untuk
membangun kembali masa depan anak-anak yang telah direkrut menjadi tentara
anak, tetapi upaya ini terhambat oleh masalah penyalahgunaan narkoba di
kalangan tentara anak, banyak dari mereka yang diculik oleh FARC dan di
berikan obat-obatan untuk melupakan situasi-situasi yang sulit dan menjauhkan
pikiran mereka tentang rumah dan kehidupan mereka sebelumnya. Setelah
mereka di culik, para pasukan misili melatih mereka untuk benar-benar terpisah
114
Rebeca Toledo, Op.cit hal 57
Ingunn Bjørkhaug, ”Child Soldiers in Colombia: The Recruitment of Children into Non-state Violent
Armed Groups”, MICROCON Research Working Paper 27, Brighton: MICROCON, June 2010, hal. 320
115
dari kehidupan lampau mereka. Banyak anak mengatakan kepada Human
Rights Watch116 bahwa ketika mereka diculik, komandan memerintahkan mereka
untuk melupakan tentang kehidupan lama mereka dan melupakan orangtua
mereka. Setelah mereka melupakan keluarganya, mereka tahu bahwa ia
memiliki tempat untuk menjalankan tugas sebagai tentara dan mengakui
angkatan bersenjata sebagai keluarga satu-satunya.117
Orang-orang dewasa dalam kelompok menyediakan obat dan alkohol
kepada anak-anak untuk tetap berada di dalam kelompok mereka dan membuat
dan membuat anak-anak kurang menyadari bahaya saat berperang. Selain
rokok, mereka juga diberi ganja dan obat-obatan lainnya yang terbuat dari
campuran kopi, bumbu dan daun pepaya. Hal ini banyak membuat tentara anak
mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok, dan mengkonsumsi obat-obatan
secara teratur.118 Dengan mengkonsumsi obat, tentara anak menyadari bahwa
obat dapat membuat mereka kehilangan tidak mampu menilai yang mana yang
benar dan yang mana yang salah.
Tentara anak diberi pelatihan khusus untuk menghilangkan rasa takut
pada saat berperang, tetapi pelatihan sederhana ini tidak efektif, apalagi
pelatihan ini diberikan dalam jangka pendek. Inilah sebabnya mengapa banyak
anak-anak diberi obat-obatan seperti kokain, ganja, mariyuana. Karena dengan
diberikan obat-obtan tersebut ana-anak dapat menenangkan pikiran mereka
116
Human Rights Watch adalah sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang melakukan
penelitian dan advokasi tentang hak asasi manusia.
117
Ibid, hal 367
118
International Labour Office, “Wounded Childhood The Use of Children in Armed Conflict” APRIL 2003.
Hal 64
mereka dan membuat mereka lebih patuh dan untuk mematikan atau
memadamkan perasaan negatif yang mungkin mereka miliki tentang tindakan
mereka. 119
Penggunaan obat-obatan ini sangat umum di banyak konflik dan obat
pilihan yang digunakan dalam kasus Kolombia adalah "Aguardiente"120 atau
"Basuco"121,
merupakan
obat-obatan
yang
tingkatannya
paling
rendah.
Kemudian obat-obatan ini diisap menggunakan pipa dan efeknya sangat adiktif.
Hal ini digunakan untuk mendominasi dan menghancurkan hati nurani anak-anak
sehingga mereka dapat diperintahkan untuk melakukan segala jenis tindakan.122
Tidak mengherankan, setelah periode singkat dari penggunaan narkoba
paksa, tentara anak banyak menjadi kecanduan zat tersebut. Hal ini membuat
mereka lebih mudah marah dan dengan demikian lebih mungkin untuk
menyerang lebih keras pada saat pertempuran berlangsung. Disamping itu
tentara anak akan melakukan apa saja untuk memperoleh uang dan mengobati
rasa kecanduan terhadap obat-obatan tersebut.123
119
Child Soldiers: History, Horror, and Hope
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=history%20child%20soldiers%20drug&source=web&cd=2&cad=
rja&ved=0CEQQFjAB&url=http://www.stanford.edu/class/e297a/Child%2520Soldiers%2520in%2520Liber
ia.doc&ei=RpccUeDyG4HWrQffuIDwDA&usg=AFQjCNEIzk3n9QR9BQeA4MvQI0bs5Vm0mA&bvm=bv.4
2452523,d.bmk,
120
Aguardiente" merupakan istilah umum untuk minuman beralkohol yang mengandung antara 29%
sampai 60% alcohol.
121
Basuco adalah Cocaine kelas rendah yang di campur dengan daun ganja
122
Nicolas Toro, “Child Soldiers: The Colombian Case”, Suffolk University Boston, April 2008
123
Ibid
B.2.2 Perekrutan Anak Laki-laki Sebagai Tentara Anak124
Seperti
telah
di
katakan
sebelumnya,
banyak
anak-anak
yang
berpartisipasi langsung dibagian depan suatu pertempuran atau terlibat dalam
tugas-tugas logistik seperti memata-matai, pembawa pesan atau budak seks.
Usia rata-rata perekrutan adalah 12 tahun. Hal ini karena ketika anak-anak teruta
anak lelaki pada usia ini lebih mudah untuk terpengaruh dan mudah tertarik oleh
seragam. Bergabung dengan kelompok bersenjata memungkinkan mereka untuk
mendaptkan semacam perlindungan dan keamanan, bahkan untuk memperoleh
makanan sehari-hari.
Para kelompok bersenjata sering membuat janji yang terdengar baik untuk
anak-anak dan mengatakan kepada mereka, misalnya, bahwa mereka akan
dibayar dengan upah yang baik. Telah dilaporkan bahwa tentara anak memang
kadang-kadang dibayar upah, tapi setelah itu mereka harus berjuang untuk
sesauty yang mereka tidak paham. Banyak kelompok bersenjata juga mencoba
untuk memenangkan hati anak-anak dengan mengatakan bahwa betapa
hebatnya untuk menjadi pejuang, dan apabila kelompok mereka menang dalam
perang, situasi di Kolombia akan membaik.
Alasan lain mengapa anak-anak bergabung dengan kelompok-kelompok
bersenjata adlaah untuk membalas dendam, dengan tujuan membunuh
pembunuh ibu atau ayah mereka. Perasaan benci mereka terhadap perampokan
dan teror di kota dapat digunakan dalam perekrutan anak sebagai tentara.
124
Ibid, hal 9-12
Sebuah modus baru dari perekrutan anak yaitu anak-anak berumur sembilan
tahun di culik dan dibesarkan oleh kelompok bersenjata, para kelompok
bersenjata berfikir bahwa dengan strategi seperti itu dapat menciptakan
keterikatan yang erat dengan kelompok bersenjata tersebut.
Anak-anak yang berpartisipasi dalam konflik bersenjata sering mati atau
terluka dalam pertempuran. Jika tidak, maka mereka dipaksa untuk melakukan
tugas-tugas berbahaya seperti menyiapkan ranjau darat, dan bahan peledak.
Laki-laki maupun perempuan dalam perang hidup dalam kondisi menyedihkan, di
berikan makanan dan tidak mempunyai akses layanan kesehatan. Dalam
kebanyakan kasus mereka diperlakukan dengan kejam, mereka dipukuli dan
dihina agar mereka berusaha keras untuk mendapatkan rasa hormat dari
pemimpin. Apabila mereka melakukan kesalahan, hukuman yang datang sangat
kasar atau bahkan mengancam nyawa mereka.
Keputusan berpartisipasi dalam konflik bersenjata seringkali ditentukan
oleh, struktur sosial ekonomi serta struktur masyarakat dan keluarga yang telah
hancur akbat situasi konflik bersenjata. Seperti yang dikatakan sebelumnya,
pada saat seperti ini satu-satunya cara untuk bertahan hidup bagi anak-anak
yaitu bergabung dalam jajaran angkatan bersenjata. Kemiskinan dan kurangnya
akses ke pendidikan atau lapangan kerja merupakan faktor paling utama yang
memungkinkan banyak pemuda untuk bergabung kedalam angkatan bersenjata.
Menurut Presiden Uribe, anak afro Kolombia dan masyarakat adat adalah
korban utama dari perekrutan karena mereka berada langsung di bidang
kepentingan kelompok bersenjata. Cara utama dimana anak-anak dibawa ke
dalam konflik adalah dengan mempekerjakan mereka di perkebunan Cocaine
yang secara langsung terkait dengan konflik. Untuk menjaga konflik tetap hidup,
anak-anak yang bekerja di perkebunan mereka dilatih secara militer sebagai
imbalan atas kerja keras mereka dan "naik" di tangga militer ke posisi prajurit.
Selain itu meluasnya senjata kecil dan senjata ringan di masyarakat Kolombia
dan khususnya di daerah-daerah konflik tetap menjadi faktor penting yang
memungkinkan untuk perekrutan anak sebagai tentara. Senjata-senjata ini
murah, selain itu mudah dibawa dan mudah digunakan, bahkan kadang-kadang
senjata-senjata ini disubsidi oleh kelompok-kelompok bersenjata. Oleh karena itu
mereka dapat memberikan kepada anak-anak dan mengajarkan bagaimana cara
menggunakannya.125
. B.2.3 Perekrutan Anak Perempuan Sebagai Tentara Anak
Gadis-gadis tidak mencari cara untuk membalas membalas dendam dan
membawa kerugian bagi mereka yang telah digunakan oleh kelompok
bersenjata. Mereka hanya mencari cara untuk memberikan kontribusi, untuk
melakukan sesuatu yang berarti yang produktif dengan kehidupan mereka.
Sementara yang biasa terlihat adalah anak laki-laki memegang dari AK-47, kita
tidak boleh melupakan semua gadis-gadis yang berada di belakang garis dan di
125
http://www.colombiajournal.org/colombia240.htm Charles Geisler, Niousha Roshan Cornell University,
diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 20.42 WITA
kamp mereka juga bisa dikatakan tentara, mereka memasak atau melakukan
tugas dengan menjadi budak sex.126
Di Kolombia, pemimpin kelompok bersenjata memiliki perempuan sebagai
pasangan mereka, mereka diperkosa dan dijadikan budak rumah tangga. Selain
itu perempuan di jadikan budak seksual, pelacuran paksa serta bentuk-bentuk
dari kebrutalan lainnya. Ketika gadis bergabung dengan kelompok-kelompok
bersenjata dan menderita pelanggaran tersebut, mereka sering ditolak setelah
mereka kembali ke desa asal mereka. Hal ini membuat proses penyatuan
kembali sangat sulit. Hidup sebagai tentara anak untuk seorang gadis sangatlah
berat, mereka diberikan suntikan kontrasepsi secara rutin, semua kehamilan
adalah kesalahan dari gadis itu. Gadis itu bertanggung jawab dan dipaksa untuk
mengakhiri kehamilannya dengan melakukan aborsi. Gadis-gadis mengakui
bahwa hidup mereka akan lebih mudah jika mereka mempunyai hubungan mitra
dengan komandan.127
B.3 Pemindahan Tentara Anak dan Penyatuan Kembali
Upaya positif telah dilakukan oleh Pemerintah dalam pemindahan tentara
anak dari Autodefensas Unidas de Colombia (AUC) atau dari kelompok militer.
Menurut angka resmi, sekitar 63 anak yang telah di pindahkan dari AUC pada
126
Nicolas Toro, Op.cit hal.12
http://www.quno.org/newyork/Resources/girlSoldiersColombia.pdf, Kearnins, Yvonne: The Voices of
Girl Child Soldiers. Diakses pada tanggal 10 februari pukul 21.33 WITA
127
tahun 2006, meskipun mereka tidak secara resmi diserahkan sesuai dengan
persyaratan dari proses pemindahan secara kolektif.128
Ketika proses pemindahan berakhir dengan kelompok paramiliter,
diperkirakan hanya 10% dari anak-anak menyerah untuk berjuang. Banyak dari
mereka dikembali ke rumah oleh para pemimpin mereka, sehingga mereka tidak
mendirita lagi sebagai tentara anak. Meskipun mengembalikan anak-anak
kerumah adalah langkah yang baik, namun langkah yang benar adalah
mengembalikan mereka melalu proses Demobilisasi dan Penyatuan pemerintah
yang lebih siap untuk menangani anak-anak dan membuat mereka lebih baik.129
Tetapi kelompok bersenjata jelas tidak ingin tentara anak pergi, dan
mereka membuat anak-anak merasa takut. Tapi mungkin jarang bagi tentara
anak untuk kembali ke orang tua mereka sendiri. Banyak orang di desa mereka
tahu bahwa mereka adalah seorang pejuang dan berpikir bahwa mereka masih
memiliki kontak dengan pihak bersenjata. Oleh karena itu sebagian tentara anakanak harus pergi ke anggota keluarga yang lain (nenek atau bibi) yang tinggal di
bagian negara yang berbeda, atau mereka pergi ke rumah milik negara.
Organisasi seperti UNICEF tahu betapa sulitnya bagi bekas tentara anak
untuk menemukan tempat lagi di kehidupan normal. Oleh karena itu UNICEF
mengatakan bahwa 'mencegah lebih baik daripada mengobati'. Apa yang
mereka maksudkan adalah bahwa lebih baik untuk mencegah anak-anak untuk
128
http://www.unhcr.org/cgi-bin/texis/vtx/refworld/rwmain?docid=479f54592 ,UN General Assembly,
Children and armed conflict : report of the Secretary-General, 21 December 2007. A/62/609–S/2007/757.
Online. UNHCR Refworld, diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 22.31 WITA
129
Nicolas Toro, Op.cit hal 14
menjadi tentara. UNICEF dan organisasi lainnya memberitahu pihak bersenjata
berulang kali bahwa dilarang untuk merekrut anak-anak di bawah usia 18 tahun
menjadi tentara mereka.
Menurut Kementerian Pertahanan Kolombia, 110 telah dianak-anak
kembalikan pada bulan Januari dan Juni 2003. Sebagian besar telah melarikan
diri atau ditangkap oleh pasukan pemerintah. Pada tanggal 12 Juni 2003 40
tentara berusia antara 14 dan 17 dilepas dan diserahkan kepada pemerintah dan
UNICEF, dan menurut The Colombian Press melaporkan bahwa ELN telah
membebaskan beberapa tentara anak.130
Pada tahun 1997 Lembaga Pemerintah untuk Kesejahteraan Anak dan
Keluarga didirikan dengan tujuan untuk merehabilitasi bekas tentara anak dan
setelah itu mereka dikembalikan ke dalam masyarakat. Program saat ini memiliki
kapasitas untuk menerima 250 anak.131
130
UN news, “Colombia: UNICEF welcomes demobilization of 40 child soldiers”, 13 June 2003
http://www.eenet.org.uk/newsletters/news7/page11.shtml, Erika Paez ,Demobilizing of Children,
October 2002. Diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 23.11 WITA
131
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hukum Internasional khususnya hukum humaniter internasional telah
melindungi dan menjaga hak anak di bawah umur untuk tidak direkrut sebagai
tentara dalam konflik bersenjata, aturan itu telah banyak di ratifikasi oleh negaranegara, namun masih banyak negara yang melanggar perjanjian tersebut.
Penggunaan anak-anak sebagai tentara dalam kelompok bersenjata
adalah kejahatan yang sangat keji, mereka dipaksa untuk masuk kedalam
kelompok bersenjata demi bertahan hidup, meskipun sebenarnya itu banayk
kondisi-kondisi tidak manusiawi yang terjadi dalam kelompok tersebut,
kekerasan fisik dan moral, mereka dipaksa untuk berperang. Didalam situasi
seperti ini tidak ada lagi perhatian, perlindungan dan kasih sayang dari orangorang sekitar yang seharusnya mereka dapatkan
Untuk alasan ini pemerintah Kolombia memiliki tugas untuk mengatur
strategi dalam pembangunan gerakan ekonomi dan sosial dan anak-anak
sebagai target sehingga mereka lebih terkait dengan masyarakat Kolombia.
B. SARAN
Negara pihak harus meningkatkan perhatian dan keseriusan penerapan Undangundang internasional dalam menjaga anak-anak dibawah umur agar tidak direkrut
sebagai tentara dalam konflik bersenjata disuatu negara. Dan negara yang
bersangkutan bersikap tegas dalam mengawasi dan melindungi anak terhadap praktik
perekrutan anak seagai tentara dan menghukum pelakunya dengan seberat-beratnya.
Selain itu negara pihak harus lebih serius terhadap penerapan berbagai konvensi
hukum humaniter internasional yang khusus melindungi anak dan kepentingan anak
dalam situasi konflik bersenjata.
Saran lainnya, untuk alasan ini pemerintah Kolombia maupun pemerintah di
negara lain sebaiknya mengatur strategi dalam kegiatan sosial dan anak-anak sebagai
target kegiatan tersebut sehingga mereka lebih terkait dengan masyarakat, khusunya
masyarakat Kolombia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
-
Ambarwati, Denny Ramadhany, Rina Rusman (2012) Hukum Humaniter
Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta
-
Arlina Permanasari, Fadillah Agus, et.al., Pengantar Hukum Humaniter, ICRC,
Jakarta, 1999
-
Garry Leech (2009). Beyond Bogota: Diary of a Drug War Journalist. Boston,
MA: Beacon Press.
-
Haryomataram (1994), Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret
University Press, Surakarta.
-
Haryomataram, S.H. (2005) , Pengantar Hukum Humaniter, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
-
Ilene Chon and Guy S. Goodwin-Gill (1997), Child Soldiers: The Role of Children
in Armed Conflicts, Clarendon Press, Oxford
-
I wayan Parthiana (2002), Perjanjian Internasional Bagian I, Mandar Maju,
Bandung.
-
Knut D. Asplund, Suparman Marzuki dan Eko Riyadi (2008), Hukum Hak Asasi
Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta
-
Mario A. Murillo (2004);. Colombia and the United States: war, unrest, and
destabilization. Seven Stories Press, Colombia
-
Mike Crawley (2004), Everyone’s Outraged, but Children Still Fight Wars:
Promises by Militias, Government Not to Use them Often Broken, Chicago SunTimes, Chicago
-
Mochtar
Kusumaatmadja
(1980),Hukum
Internasional
Humaniter
dalam
Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia.
-
Pietro Verri (1992), Dictionary of International Law of Armed Conflict,
International Committee of the Red Cross, Geneva
-
Symposium (2004), International Law Barring Child Soldiers in Combat:
Problems in Enforcement and Accountability, 37 Cornell Int‟l L.J. USA
-
Yoram Dinstein, War, Aggression and Self-Defence Second Edition, (Grotius
Publications Cambridge University Press, 1944)
Jurnal
-
Fadillah Agus, Hukum Humaniter Suatu Perspektif, Pusat Studi Hukum
Humaniter, Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta : 1997
-
Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law
-
Marsha L. Hackenberg (2000), Can the Optional Protocol For the Convention on
the Rights of the Child Protect the Ugandan Child Soldier?
-
Michael Leggiere, The Fall of Napoleon: The Allied Invasion of France 18131814
-
Yayasan Jurnal Perempuan, Perempuan di Wilayah Konflik, SMKG Desa Putera,
Jakarta : Juli 2002
Dokumen PBB dan Perjanjian Internasional
-
Convention on the Rights of the Child atau Konvensi Tentang Hak Anak Tahun
1989
-
Geneva Convention atau Konvensi Jenewa Tahun 1949
-
Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor.182 tahun 1999
-
Konvensi Den Haag Tahun 1907
-
Protokol-protokol tambahan Konvensi Jenewa Tahun 1977
-
The Rome Statute of the International Criminal Court 2002
-
Undang-undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Case
-
Colombian Civil War (1964-Present)
Artikel dan Website
-
An Exploration of Child Soldiering in Three Countries, diakses via
http://www.iasswaiets.org/index.php?option=com_content&view=article&id=124:c
hild-soldiers&catid=58:other-reports-and-papers&Itemid=88
-
Child Protection from Violence Exploitation and Abuse
diakses via http://www.unicef.org/protection/index_armedconflict.html
-
Child Soldiers and International Law,
diakses via http://www.iss.co.za/pubs/asr/6no3/fontana.html
-
Child Soldiers Around the World
diakses via http://www.cfr.org/human-rights/child-soldiers-around-world/p9331
-
Colombia civil war, diakses via
http://en.wikipedia.org/wiki/Colombian_civil_war_(1964%E2%80%93present)#cite_noteamericas-other-war-57-12
-
Crimes of War - Educator's Guide: Child soldiers,
diakses via http://www.hrea.org/index.php?base_id=128
-
Defenisi Anak
diakses via http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/definisi-anak/
-
Ensiklopedi Wikipedia Online Defenisi Perang
diakses via http://id.wikipedia.org/wiki/Perang
-
Ensiklopedi Wikipedia Online Hukum Humaniter Internasional
diakses via http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Humaniter_Internasional
-
Ensklopedi Wikipedia Online Military use children
diakses via http://en.wikipedia.org/wiki/Military_use_of_children
-
Ensiklopedi Wikipedia Online Perang Dunia Kedua
diakses via http://ms.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_Kedua
-
Ensiklopedi Wikipedia Online , World War I
diakses via http://en.wikipedia.org/wiki/World_War_I
-
Historia De La Guerrilla en Colombia
diakses via http://www.ecsbdefesa.com.br/defesa/fts/HGC.pdf
-
ILO concern: the unbearable fate of child soldiers diakses via
http://www.ilo.org/global/abouttheilo/newsroom/features/WCMS_075611/lang--en/index.htm ,.
-
Impact of Armed Conflict on Children. “Children at both ends of the gun
diakses via http://www.unicef.org/graca/kidsoldi.htm
-
La Violencia
diakses via http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/laviolencia.htm#aljure
-
Military Casualties of World War One
diakses via http://www.firstworldwar.com/features/casualties.htm
-
No easy road to peace in Colombia
-
diakses
via
http://www.businessweek.com/ap/2012-07-26/no-easy-road-to-
peace-in-colombia
-
UNICEF, FACTSHEET: CHILD SOLDIERS
diakses via www.unicef.org/emerg/files/childsoldiers.pdf
-
United Nations Treaty Database entry regarding the Rome Statute of the
International Criminal Court.
http://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XVIII10&chapter=18&lang=en,
-
War on Drugs and Human Rights in Colombia
diakses via http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/counterinsurgency.html
Download