SKRIPSI PEREKRUTAN TENTARA ANAK DI NEGARA SITUASI KONFLIK BERSENJATA (KASUS PERANG SIPIL KOLOMBIA) OLEH : ANDI NURIMANAH MANGOPO SINI B111 09 118 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 HALAMAN JUDUL PEREKRUTAN TENTARA ANAK DI NEGARA SITUASI KONFLIK BERSENJATA (KASUS PERANG SIPIL KOLOMBIA) SKRIPSI Diajukan Sebaga Usulan Penelitian Pada Seminar Usulan Penelitian Untuk Penyusunan Skripsi Pada Bagian Hukum Internasional Program Studi Ilmu Hukum OLEH : Andi Nurimanah Mangopo Sini B111 09 118 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ABSTRAK ANDI NURIMANAH MANGOPO SINI (B11109118), Perekrtutan Tentara Anak Di Negara Situasi Konflik Bersenjata (Kasus Perang Sipil Kolombia). Dibimbing oleh Abdul Maasba Magassing dan Albert Lokollo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa dan bagaimana perlindungan hukum humaniter internasional terhadap anak dibawah umur yang direkrut sebagai tentara anak di negara konflik bersenjata, dan khususnya praktik perekrutan tentara anak di negara Kolombia. Penelitian ini dilakukan dengan metode “library research” atau melalui studi kepustakaan, penulis mengumpulkan bahan dari literatur-literatur baik yang bersifat hardcopy maupun softcopy dan menganalisis secara normatif berdasarkan kajian hukum internasional. Hasil dari penelitian menuguhkan: 1). Hukum Internasional khususnya hukum humaniter internasional telah melindungi dan menjaga hak anak di bawah umur untuk tidak direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata, aturan itu telah banyak di ratifikasi oleh negara-negara, namun masih banyak negara yang melanggar perjanjian tersebut. 2). Anak-anak memiliki mental yang rentan, sehingga dengan mudah untuk menjadi tentara anak. 3). Ada berbagai macam cara untuk merekrut tentara anak yang dilakukan oleh kelompok bersenjata, antara lain anak yang di culik pada saat mereka sedang tertidur dimalam hari, banyak pula yang diculik pada saat mereka sedang berada disekolah, bahkan kelompok bersenjata mengiming-imingi mereka dengan sejumlah uang apabila mereka bergabung dengan kelompok tersebut. Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan hal sebagai berikut: 1). Negara pihak harus meningkatkan perhatian dan keseriusan penerapan Undang-undang internasional dalam menjaga anak-anak dibawah umur agar tidak direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata disuatu negara. 2.) dan Negara yang bersangkutan bersikap tegas dalam mengawasi dan melindungi anak terhadap perekrutan anak dan menghukum pelakunya dengan seberat-beratnya. 3). Negara pihak harus lebih serius terhadap penerapan berbagai konvensi hukum humaniter internasional yang khusus melindungi anak dan kepentingan anak dalam situasi konflik bersenjata. ABSTRACT ANDI NURIMANAH MANGOPO SINI (B11109118), Recruitment of a Child Soldier in State Armed Conficlt (Colombia Civil War Case). Supervised by Abdul Maasba Magassing and Albert Lokollo. This research intended to create understanding on what and how the protection of international humanitarian law to juvenile whom recruited as child soldiers in conflicting state in which would mainly assess the child soldiers recruitment in Colombia. This research conducted through “library research” or “literature analysis” method. Author collected both hardcopy and softcopy literatures and analyze normatively the field of International Law. The research suggested; 1) International Law especially international humanitarian law regulated the rights of juvenile not to be recruited as soldier during armed conflict, such regulation subject to ratification in several States. Unfortunately, some States still violate this regulation; 2) Children known with mental fragility, consequently making them easily to be recruited. 3) There are several methods to recruit child soldiers by the armed group, such as the children who kidnapped while fall asleep in the night, some were taken while at school, the children even framed by armed group promise to gave them sum of money if they enlisting to the group. From this research, author would suggests; 1) State party should be more considerate implanting any international humanitarian law conventions specifically those that protect children and their interests during armed conflict; 2) Government in question should strictly control and protecting children from any practice of recruiting child soldier and punish the committer severely. UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirrabbil alamin. Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar Sajana Hukum (S.H) Jurusan Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin. Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu, maka izinkanlah penunlis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang paling pertama ingin penulis sampaikan kepada kedua orang tua dari penulis yang telah banyak memberikan pelajaran yang berharga dalam hidup, terima kasih atas segala do‟a, semangat, kesabaran, dan kasih sayang yang tiada habisnya diberikan kepada penulis, terima kasih untuk selalu membantu dan mendukung baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam menyelesaikan proses belajar di Fakultas Hukum Unhas. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kakak penulis, terima kasih sudah menjadi kakak yang terbaik, yang selalu jadi penolong sekaligus penada di kala dompet lagi kering. Selanjutnya, Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof.Dr.dr.Idrus Paturusi,Sp.B.,Sp.BO 2. Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof.Dr.Aswanto,S.H.,M.Si.,DFM beserta jajarannya, Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H., Dr. Anshory Ilyas, S.H., M.H., dan Bapak Romi Librayanto, S.H., M.H. 3. Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Abdul Maasba Magassing, S.H,M.H selaku dosen pembimbing I dan Bapak Abertl Lokollo, S.H,M.H. selaku pembimbing II. Penulis sangat beruntung bisa dibimbing oleh kedua dosen yang menurut penulis sangat dedikatif, dan juga memberikan arahan, support dan telah memberikan sangat banyak bantuan terutama pinjaman buku-buku selama masa bimbingan sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini. 4. Terima kasih kepada tim penguji ujian skripsi dan ujian proposal Prof.Dr. Alma Manuputty,S.H,M.H, Prof.Dr.S.M.Noor,S.H.,M.H.,dan Ibu Iin Karita Sakharina,S.H.,M.A. yang telah memeriksa dan memberikan masukan positif sehingga penulisan skripsi ini jauh lebih baik. 5. Terima Kasih kepada Ketua Bagian Hukum Internasional, Prof.DR.S.M. Noor,S.H.,M.H., dan Sekretaris Bagian, Ibu Iin Karita Sakharina,S.H.,M.A. serta jajaran dosen Hukum Internasional, Prof. DR. Muhammad Ashri, S.H., M.H., Prof. DR. Juajir Sumardji, S.H., M.H., Bapak Laode Muhammad Syarif, S.H., L.LM., Ph.D, Bapak DR. Judhariksawan, S.H., M.H, Bapak Maskun, S.H., L.LM., Ibu Birkah Latief S.H., M.H., Ibu Tri Fenny, S.H., M.H., terima kasih banyak atas ilmu, bimbingan, pengalaman, serta nasihat yang telah diberikan kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 6. Terima kasih kepada seluruh Dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 7. Terima kasih penulis ucapkan kepadan Prof.Dr.Soekarno Aburera selaku Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktu untuk berkonsultasi mengenai perkuliahan. 8. My Best Friends, geng df sahabat dari kecil hingga dewasa Iona Hiroshi, Rillyan, Fadhillah Fitriani, Afifah Fianda, St. Adintya, Rinsy Nilawati, Dinda Arumdalu, dan Athirah. Terima kasih atas semua pengalaman yang berharga, terima kasih sudah mau menjadi crying shoulder disaat penulis sedang galau hehehe, terima kasih untuk semua kebahagiaan yang kalian berikan, dan motivasi untuk menjadi orang yang lebih baik. A tons of love for you all. 9. Marwan Madjid, Terima kasih banyak atas do‟a, support, dan kesabarannya dalam menghadapi unstoppable grumping everyday dari penulis selama mengerjakan skripsi ini, that’s mean a lot for me. Ihiy :D 10. Terima kasih untuk Adik Mistri, Nitha Bunda, Dea, Mila, Oriza, Vivi, Aqila dan geng freakz lainnya atas berbagai pengalaman menarik, unik, dan menegangkan semasa SMA hingga sekarang. 11. Terima kasih kepada geng Bruiziqhh, yang dari namanya sudah kelihatan kalau tidak bisa diam. Terima kasih Nita Isrina Inyol, dan Mutia Nadira Emon yang sudah menjadi teman seperjangan dari semester I hingga semester akhir dan sekaligus sebagai pelipur lara selama di Fakultas Hukum Unhas. 12. Terimakasih kepada teman-teman Fakultas Hukum lainnya Amy, Belia, Kiham, Nunu, Novia, Adel, Irham, Andri Boldsom, Joe, Jaka, Mas Gilang, terima kasih juga untuk kakak senior Alfan dan Wawa, dan tak lupa pula teman seperjuangan dari ujian proposal hingga ujian skripsi, Sri Rahayu Bon yang sering penulis repotkan setiap pagi, siang, malam, hingga subuh. I love you kakak Bon. 13. Teman-teman dan senior-senior International Law Student Association (ILSA), teman-teman bagian hukum internasional, dan seluruh panitia CILS terimakasih atas pengalaman internasional yang tidak akan terlupakan dan membuat bagian hukum internasional menjadi jauh lebih menyenangkan. From me, with International love 14. Kepada teman-teman KKN Unhas gelombang 82 Kabupaten Pinrang, Kecamatan Watang Sawitto, khususnya posko kelurahan Siparappe, My lovely sist Wahdaniyah, Aprilia Mbake , Ayu Le‟, Kathy, Wulan, Hikmah, Kak Yoel, Kak Syukur, dan Syahrir terima kasih atas berbagai pengalaman adventure and back to nature nya, terima kasih juga saya ucapkan kepada Nenek dan Kak Lia selaku ibu posko yang telah bersedia direpotkan selama kurang lebih 2 bulan. 15. Kepada keluarga besar Hasanuddin Law Study Center (HLSC) terimakasih atas semua pengalaman menarik yang tidak akan pernah terlupakan, sukses selalu untuk kedepannya. Karena yang merah memang lebih asyik. 16. Teman-teman DOKTRIN 2009 yang tidak dapat yang saya sebutkan satu per satu, terima kasih telah sama-sama berjuang untuk meraih gelar Sarjana Hukum. 17. Seluruh staff akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, terima kasih atas bantuannya. Dan Hj. Sanny sebagai pemilik Sunny Café yang dengan baik hati membolehkan penulis beruhutang dikala kere. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii ABSTRAK ............................................................................................ iii UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................... v DAFTAR SINGKTAN …………………………………………………… vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................. 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Humaniter Internasional A.1. Pengertian Hukum Humaniter ............................................... 8 A.2. Istilah Hukum Humaniter ....................................................... 10 A.3. Prinsip-prinsip Dasar Hukum Humaniter ............................... 13 A.4. Sumber-sumber Hukum Humaniter ...................................... 15 A.5. Tujuan Hukum Humaniter ..................................................... 17 A.6. Perjanjian Internasional Terkait Hukum Humaniter ............... 17 A.7. Kebiasaan Internasional........................................................ 18 B. Perang B.1. Defenisi Perang .................................................................... 20 B.2. Contoh Perang yang menggunakan anak sebagai tentara ... 23 B. Anak C.1. Defenisi Anak ....................................................................... 27 C.2. Hak Anak.............................................................................. 27 C.3. Hak Anak menurut Hukum Internasional .............................. 28 C.4. Defenisi Tentara Anak .......................................................... 30 C. Kasus Tentara Anak di Kolombia D.1. Gambaran umum tentang perang di Kolombia ..................... 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ................................................................... 36 B. Jenis Bahan dan Sumber Data.............................................. 36 C. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 37 D. Analisis Bahan ...................................................................... 37 BAB IV PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Humaniter Internasional Terhadap Anak Dibawah Umur Yang direkrut Sebagai Tentara Anak di Negara Situasi Konflik Bersenjata .......................................... 38 B. Praktik Perekrutan Tentara Anak di Negara Konflik Bersenjata Khusus di Kolombia ...................................................................... 46 B.1. Penyebab Konflik .................................................................. 49 B.2. Perekrutan Tentara Anak di Kolombia .................................. 50 B.2.1. Perekrutan Anak menggunakan Obat-obatan ......... 52 B.2.2. Perekrutan Laki-laki Sebagai Tentara Anak ............ 55 B.2.3. Perekrutan Perempuan Sebagai Tentara Anak ...... 57 B.3. Pemindahan dan Penyatuan kembali Tentara Anak ............ 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ..................................................................... 61 B. SARAN ................................................................................ 62 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR SINGKATAN ACRWC African Charter on the Rights and Welfare of the Child AUC Autodefensas Unidas de Colombia CNDD-FDD National Council for the Defense of Democracy–Forces for the Defense of Democracy CRC Convention on the Rights of the Child ELN Ejército de Liberación Nacional FARC Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia GC AP I Geneva Convention Additional Protocol I CG AP II Geneva Convention Additional Protocol II ICC International Criminal Court ILO International Labour Organization NGO Non-governmental Organization OAU Organization of African Unity PBB Persatuan Bangsa-Bangsa UN United Nations UNCRC United Nations Convention on the Rights of the Child UNICEF The United Nations Children's Fund BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berbicara tentang anak saat ini seperti tidak akan ada habisnya, ada saja fakta menarik tentang permasalahan anak. Secara umum anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang lakilaki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 Masa kanak-kanak adalah masa yang paling indah, masa dimana mereka bebas melakukan apa saja, seperti bermain dengan riangnya, mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Setiap anak wajib mendapatkan kesenangan tersebut, karena hal itu merupakan hak yang wajib diberikan orang tua terhadap anak dan pada masa itu adalah masa dimana manusia memerlukan contoh teladan yang baik dan sangat penting bagi perkembangan fase kehidupannya di masa yang akan datang. Saat ini, anak-anak akan dengan cepat melakukan duplikasi terhadap apa yang mereka lihat. Baik atau buruk, semuanya akan di duplikasi. Pada masa ini, tentu saja anak harus mendapatkan perhatian khusus dari kedua orang tuanya, ataupun lingkungannya. Kondisi seringkali membuat sesuatu yang diharapkan untuk berjalan dengan semestinya menjadi tidak berjalan sesuai dengan apa yang diarapkan. Hal tersebut termasuk keceriaan anak-anak. Pada beberapa daerah, anak-anak 1 http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/definisi-anak/ Defenisi Anak, diakses pada tanggal 31 Oktober 2012, pukul 20:28 WITA tidak mendapatkan hak yang seharusnya dia dapatkan. Anak-anak bahkan diperlakukan kasar bagai orang tua. Banyak anak-anak di jadikan sebagai pekerja paksa, pekerja seks komersial, penjualan atau perdagagan anak, bahkan anak-anak sering dijadikan tentara dalam konflik peperangan. Dalam skripsi ini saya akan membahas salah satu tentang pelanggaran hak anak dalam kasus perekrutan anak yang direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata atau peperangan. Seperti apa yang kita ketahui penggunaan anak-anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata merupakan salah satu praktek moral yang paling menjijikkan di dunia. Banyak Negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, Palestina dan Uganda yang masih merekrut dan menggunakan anak sebagai tentara baik laki-laki maupun perempuan. Banyak yang berusia antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada beberapa anak-anak berumur 7 tahun di rekrut sebagai tentara anak-anak.2 Konflik bersenjata tersebut telah mempengaruhi kehidupan jutaan warga sipil di seluruh dunia. Anak-anak adalah orang yang paling rentan selama konflik. Banyak anak yang terluka, kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan, atau yatim piatu akibat perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di 2 http://www.unicef.org/protection/index_armedconflict.html, UNICEF. 2011. Child Protection from Violence Exploitation and Abuse. diakses pada tanggal 31 Oktober 2012, pukul 23:08 WITA bawah usia 18 dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut oleh kelompok bersenjata untuk berpartisipasi. Kelompok atau fraksi militer bersenjata baik yang berkuasa maupun kelompok fraksi oposisi bersenjata memasukkan anak-anak dalam barisan tentara mereka. Beberapa dari anak-anak ini bergabung dengan militer dengan pilihan karena mereka percaya bahwa dengan memerangi, mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka, menyelamatkan keluarga mereka, atau karena mereka putus asa untuk bagaimana cara mendapatkan makanan dan penampungan. Selain itu alasan yang diberikan mulai dari kebutuhan materi, daya tarik terhadap ideologi, keinginan untuk balas dendam dan keinginan untuk menjauh dari situasi di rumah atau di sekolah. Dari 34 persen yang membenarkan pilihan mereka karena alasan materi, bagaimanapun, setengahnya mengatakan mereka mengambil keputusan di bawah tekanan psikologis yang ekstrim untuk kelangsungan hidup langsung mereka, sementara separuh lainnya melihat jangka panjang sarana pencarian nafkah3. Anak-anak dapat melakukan berbagai layanan termasuk bertindak sebagai penjaga, umpan, mata-mata, atau koki. Mereka juga digunakan untuk meletakkan ranjau darat, bahan peledak, digunakan untuk tenaga kerja domestik dan budak seksual4. 3 ibid http://www.unicef.org/graca/kidsoldi.htm, UNICEF. Impact of Armed Conflict on Children. “Children at both ends of the gun”. Diakses pada Tanggal 1 November 2012 pada pukul 19.05 WITA 4 Menurut sejarahnya, munculnya anak-anak sebagai tentara anak dan terlibat dalam konflik bersenjata dimulai sekitar abad ke 18. Anak-anak secara tidak langsung telah turut serta dalam konflik bersenjata. Pada waktu itu anakanak hanya dianggap sebagai penggembira saja yakni sebagai penabuh genderang perang. Dari sinilah dimulai perkembangan menuju sesuatu yang tidak baik dengan mulai merekrut anak-anak untuk menjadi sebuah angkatan perang. Peristiwa ini telah disebutkan dalam sejarah dan sesuai dengan kebudayaan beberapa warga masyarakat dunia, anak-anak telah diikutsertakan terlibat dalam kampanye militer meskipun terkadang hal-hal yang mereka lakukan tersebut tidak sesuai dengan etika moral. Bahkan beberapa kelompok minoritas menyebutkan bahwa tentara anak telah terjadi sejak zaman kuno tepatnya pada zaman Roma. Diceritakan bahwa sejak zaman tersebut, di daerah lembah Mediterania, para pemuda telah ikut berperang, baik hanya sebagai pembantu, pasukan berkuda, pasukan berbaju besi, hingga prajurit dewasa.5 Lebih parahnya, dalam kelompok militer pada zaman purbakala, anakanak juga dijadikan sebagai pembawa barang tanpa dipersenjatai. Hal ini semakin membahayakan posisi mereka dengan lebih mudah mendapat serangan dari musuh, seperti yang terjadi pada Agincourt War6 dimana anakanak Inggris pembawa barang dibantai besar-besaran oleh pihak Perancis.7 5 http://en.wikipedia.org/wiki/Military_use_of_children, Military use children diaakses pada tanggal 1 November puul 23.09 WITA 6 Agincourt War adalah Pertempuan antara Inggris dan Perancis di daerah Azincourt,utara Perancis Pada Hari Jumat, 25 Oktober 1415 7 Military use children, Op.cit Penggunaan militer anak-anak mengambil tiga bentuk yang berbeda: anak dapat mengambil bagian langsung dalam peperangan sebagai tentara anak, atau mereka dapat digunakan dalam peran pendukung seperti kuli, matamata, utusan, atau mereka dapat digunakan untuk keuntungan politik sebagai perisai manusia. Sepanjang sejarah dan dalam banyak budaya, anak-anak telah banyak terlibat dalam kampanye militer bahkan ketika praktik semacam itu melawan moral budaya. Sejak 1970-an, sejumlah konvensi internasional yang berlaku mencoba untuk membatasi partisipasi anak-anak dalam konflik bersenjata.8 Hal ini tentu saja melanggar pasal-pasal yang terdapat dalam Convention on the Rights of the Child9 Salah satu pasal yang melarang anak untuk di rekrut ada pada pasal 38 CRC dimana tiap Negara harus meletakkan kewajiban pada para pihak yang terlibat konflik untuk tidak merekrut anak-anak yang belum mencapai 15 tahun kedalam angkatan bersenjata dan melibatkan mereka secara langsung dalam petempuran. Negara menghormati dan menjamin penghormatan atas aturanaturan Hukum Humaniter Internasional yang relevan untuk melindungi anakanak. Disamping itu juga tidak boleh dilupakan mengenai Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak yang menerangkan mengenai larangan keterlibatan anak- 8 http://en.wikipedia.org/wiki/Military_use_of_children , Military use children di akses pada Tanggal 1 November 2012 Pukul 15:46 WITA 9 Konvensi Tentang Hak Anak Tahun 1989, dalam Konvensi ini menetapkan 54 pasal tantang hak-hak anak dan dua Protokol Tambahan anak dalam konflik bersenjata (Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the involvement of children in armed conflict 10). Sebagaimana ketentuan hukum humaniter internasional, maka dapat di pahami bahwa penggunaan anak-anak untuk membantu kegiatan konflik bersenjata atau bahkan justru menggunakan anak-anak untuk berada di garis depan suatu konflik bersenjata tidak saja melanggar hukum humaniter internasional tetapi juga melanggar Konvensi tentang Hak Anak (The Convention on the Rights of the Child) yang telah diterima Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989. Sungguh sangatlah tidak adil ketika anak-anak yang seharusnya mendapatkan belaian kasih sayang dari orang tuanya malah harus berdiri di medan perang mengorbankan nyawanya demi sesuatu hal yang mereka sendiri tidak paham akan untuk apa mereka melakuan dari hal tersebut. Berdasarkan pemaparan diatas, banyak anak dibawah umur yang direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata, maka penulis merasa perlu melakukan studi tinjauan hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional terhadap masalah ini. Berkaitan dengan hal itu penulis menyusun proposal untuk penelitian skripsi dengan judul “Perekrutan Tentara Anak dalam Negara Situasi Konflik Bersenjata (Kasus Perang Sipil Kolombia)” 10 Majelis Umum PBB mengadopsi protokol pilihan pada keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata dalam Lampiran I resolusi (54/263) Konvensi Hak Anak pada tanggal 25 Mei 2000. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Apa dan Bagaimanakah perlindungan hukum humaniter internasional terhadap anak dibawah umur yang direkrut sebagai tentara anak di Negara konflik bersenjata? 2. Bagaimanakah praktik perekrutan tentara anak di negara konflik bersenjata (khususnya di Kolombia)? C. Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan Penelitian: 1. Untuk mengetahui apa dan bagaimana perlindungan hukum humaniter internasional terhadap anak dibawah umur yang direkrut sebagai tentara anak di negara konflik bersenjata 2. Untuk mengetahui bagaimana praktik perekrutan tentara anak di negara konflik bersenjata Manfaat Penelitian 1. Sebagai kajian yang berguna untuk menjadi referensi mengenai Perekerutan tentara anak di negara konflik. 2. Sebagai panduan dalam melakukan suatu penelitian mengenai Perekerutan tentara anak di negara konflik. 3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis serta sebagai tugas akhir penulis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Humaniter Internasional A.1 Pengertian Hukum Humaniter Hukum humaniter internasional atau hukum humaniter merupakan nama lain dari apa yang dulu disebut dengan hukum perang atau hukum sengketa bersenjata. Hukum humaniter merupakan salah satu cabang dari hukum internasional publik, yaitu bidang hukum yang mengatur masalah-masalah lintas batas antar negara. Cabang hukum internasional publik lainnya antara lain hukum diplomatik, hukum laut, hukum perjanjian internasional dan hukum angkasa.11 Wikipedia Ensiklopedi Online mendefenisikan Hukum Humaniter adalah yang sering kali juga disebut sebagai hukum perang, hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan perang, atau hukum konflik bersenjata, batang tubuh hukum humaniter ini mencakup Konvensi Jenewa 1949 dan Konvensi Den Haag 1907 beserta perjanjian-perjanjian, yurisprudensi, dan Hukum Kebiasaan Internasional yang mengikutinya. Hukum Humaniter Internasional atau biasa di singakat HHI menetapkan perilaku dan tanggung jawab negara-negara yang berperang, negara-negara netral, dan individu-individu yang terlibat peperangan, 11 Arlina Permanasari, Fadillah Agus, et.al., Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999 yaitu terhadap satu sama lain dan terhadap orang-orang yang dilindungi, biasanya berarti orang sipil.12 Hukum Humaniter Internasional adalah wajib bagi negara yang terikat oleh perjanjian-perjanjian yang relevan dalam hukum tersebut. Dalam pengertian yang diperluas, aturan-aturan ini juga menetapkan sejumlah hak permisif serta sejumlah larangan perilaku bagi negara-negara yang berperang bila mereka berurusan dengan pasukan yang tidak reguler atau dengan pihak nonpenandatangan.13 Ada juga beberapa defenisi Hukum Humaniter menurut Para ahli Hukum Internasioanal yang mendefenisikan macam-macam tentang Hukum Humaniter. Seperti: Menurut Jean Pictet : “International humanitarian law in the wide sense is constitutional legapromosion, whether written and customary, ensuring respect for individual and his well being”.14 Menurut Geza Herzegh : “Part of the rules of public international law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish from these its purpose and spirit being different”15. Mochtar Kusumaatmadja: 12 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Humaniter_Internasional , Hukum Humaniter Internasional , Diakses pada tanggal 4 November 2012 , pukul 18.30 WITA 13 Ibid 14 15 Pictet, The Principles of International Humanitarian Law, dalam Haryomataram,. hlm. 15. Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law, hlm. 17 “Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”16 A.2 Istilah Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict berawal dari istilah hukum perang (Laws of War), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (Laws of Armed Conflict), yang akhirnya pada saat ini biasa dikenal dengan istilah hukum humaniter (International Humanitarian Laws). Secara umum, hukum humaniter terbagi menjadi dua aturan-aturan pokok, yaitu17: 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws); 2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Genewa Laws). Ada salah satu bagian dari Hukum Internasional yang membahas ajaran just war. Ajaran tersebut membagi Hukum Humaniter menjadi dua bagian, yaitu18: 16 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, 1980. hlm. 5. 17 Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta. 1994, hlm. 1. 1. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata; 2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang. Jus ad bellum ini banyak teori yang berhubungan dengan ini, tetapi pada umumnya dikatakan bahwa Negara membahas kapan atau dalam keadaan bagaimana Negara itu dibenarkan untuk berperang. banyak teori yang berhubungan dengan ini, tetapi pada umumnya dikatakan bahwa Negara dibenarkan untuk berperang apabla dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Just cause; b. Right Authority; c. Right Intent; d. Proportionality; e. Last Resort.19 Sedangkan Jus in bello ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perang, yang di atur dalam sumber-sumber Hukum Humaniter, terutama sumber utama yaitu: a. Konvensi-konvensi Den Haag – 1907, yang disebut dengan Hukum Den Haag; 18 Prof. KGPH. Haryomataram, S.H. , Pengantar Hukum Humaniter, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2005, hlm. 2 19 Ibid hlm. 2 b. Konvensi-konvensi Jenewa – 1949, yang disebut Hukum Jenewa; c. Protokol-protokol tambahan – 1977.20 Berdasarkan uraian di atas, maka hukum humaniter internasional terdiri dari dua aturan pokok, yaitu Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Semula istilah yang digunakan adalah hukum perang. Tetapi karena istilah perang tidak disukai, yang terutama disebabkan oleh trauma Perang Dunia II yang menelan banyak korban21, maka dilakukan upaya-upaya untuk menghindarkan dan bahkan meniadakan perang. Upaya-upaya tersebut adalah melalui22: 1. Pembentukan LBB (Liga Bangsa-Bangsa)23 Karena para anggota organisasi ini sepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan, maka para anggota menerima kewajiban untuk tidak memilih jalan perang, apabila mereka terlibat dalam suatu permusuhan. 2. Pembentukan Kellog-Briand pact atau disebut pula dengan Paris Pact 1928. Anggota-anggota dari perjanjian ini menolak atau tidak mengakui perang sebagai alat politik nasional dan mereka sepakat akan mengubah hubungan mereka hanya dengan jalan damai. 20 Ibid hlm.3 Dalam Perang Dunia II terdapat lebih dari 60 juta orang terbunuh. Dalam abad 18 jumlah korban mencapai 5,5 juta jiwa, abab 19 mencapai 16 juta jiwa; Perang Dunia I 38 juta jiwa dan pada konflikkonflik yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah mencapai angka 24 juta jiwa. Dapat diakses di http://ms.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_Kedua ,Perang Dunia Kedua Pada tanggal 4 November Pukul 21.03 WIT 22 Haryomataram, Op. cit., hlm. 6-7 21 23 Liga Bangsa-Bangsa merupakan nama terdahulu sebelum diganti menjadi Persatuan Bangsa-Bangsa A.3 Prinsip-prinsip Dasar Hukum Humaniter24 Salah satu prinsip penting dalam hukum humaniter adalah prinsip pembedaan (distinction principle). Prinsip pembedaan ini adalah prinsip yang membedakan antara kelompok yang dapat ikut serta secara langsung dalam pertempuran (kombatan) disatu pihak, dan kelompok yang tidak ikut serta dan harus dilindungi dalam pertempuran (penduduk sipil). Di samping prinsip pembedaan, dalam hukum humaniter dikenal pula prinsip-prinsip lain, yaitu: 1. Prinsip kepentingan militer (military necessity). Berdasarkan prinsip ini pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Dalam prakteknya, untuk menerapkan asas kepentingan militer dalam rangka penggunaan kekerasan terhadap pihak lawan, suatu serangan harus memperhatikan prinsipprinsip berikut: a. Prinsip proporsionalitas (proportionality principle), yaitu: prinsip yang diterapkan untuk membatasi kerusakan yang disebabkan oleh operasi militer dengan mensyaratkan bahwa akibat dari sarana dan metoda berperang yang digunakan tidak boleh tidak proporsional (harus proporsional) dengan keuntungan militer yang diharapkan.25 24 Knut D. Asplund, Suparman Marzuki dan Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta ,2008, hlm. 334-335 25 Pietro Verri, Dictionary of International Law of Armed Conflict, International Committee of the Red Cross, Geneva, 1992, hlm. 90 b. Prinsip pembatasan (limitation principle), yaitu prinsip yang membatasi penggunaan alat-alat dan cara-cara berperang yang dapat menimbulkan akibat yang luar biasa kepada pihak musuh.26 2. Prinsip Perikemanusiaan (humanity). Berdasarkan prinsip ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. Oleh karena itu prinsip ini sering juga disebut dengan “unnecessary suffering principle”. 3. Prinsip Kesatriaan (chivalry). Prinsip ini mengandung arti bahwa di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, perbuatan curang dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang. 4. Prinsip pembedaan. Berdasarkan prinsip ini pada waktu terjadi perang/konflik bersenjata harus dilakukan pembedaan antara penduduk sipil (“civilian”) di satu pihak dengan “combatant” serta antara objek sipil di satu pihak dengan objek militer di lain pihak. Berdasarkan prinsip ini hanya kombatan dan objek militer yang boleh terlibat dalam perang dan dijadikan sasaran. Banyak ahli yang berpendapat bahwa prinsip pembedaan ini adalah yang paling penting dalam prinsip-prinsip hukum humaniter. Oleh karena itu pada bagian ini akan diuraikan sedikit lebih rincil tentang prinsip pembedaan yang dimaksud. 26 Ibid, hlm. 90 A.4 Sumber-sumber Hukum Humaniter Hukum Humaniter mempunyai sumber utama yaitu27: a. Konvensi-Konvensi Den Haag 1909 atau yang biasa disebut Hukum Den Haag. Hukum Den Haag merupakan ketentuan hukum humaniter yang mengatur mengenai cara alat berperang. Konvensi ini di hasilkan dari konvensi perdamaian pertama di Den Haag pada tahun 1899, yang kemudian di sempurnakan dalam Konferensi kedua pada tahun 1907. Rangkaian konvensi tersebut disebut “ Hukum Den Haag”. b. Konvensi-konvensi Jenewa 1949 Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 yang juga disebut konvensi Palang Merah, terdiri dari empat buku yaitu: I. Konvensi Jenewa Pertama (First Geneva Convention), mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Darat, 1864 (Geneva Konvention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field); II. Konvensi Jenewa Kedua (Second Geneva Convention), mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit, dan Karam di Laut, 1906 (Geneva Convention for the Amelioration of the condotion of the Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea); 27 Opcit hlm.45-49 III. Konvensi Jenewa Ketiga (Third Geneva Convention), mengenai Perlakuan Tawanan Perang, 1929 (Geneva Convention Relative to the Treatment of Prisoners of War); IV. Konvensi Jenewa Keempat (Fourth Geneva Convention), mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, 1949 (Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War). c. dan terakhir adalah Protokol Tambahan 1977 Protokol ini menambah atau menyempurnakan isi Konvensi Jenewa 1949. Dan prinsip-prinsi Konvensi Jenewa masih tetap berlaku. Protocol tambahan terdiri daari dua buku yaitu: 1. Protokol Additional to the Jeneva Covention of 12 August 1949, and Relating to the Protection of Victims of International Armed Conflict (Protocol I) yang mengatur perang atau konflik bersenjata yang bersifat internasional yaitu perang antarnegara.; 2. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Protection of Victims of Non International Armed Conlicts (Protocol II). yang mengatur perang atau konflik bersenjata yang sifatnya noninternasional, yaitu perang yang terjadi di wilayah salah satu negara, antara pasukan pemberontak. pemerintah dengan pasukan pembangkang atau A.5 Tujuan Hukum Humaniter Tujuan Hukum Humaniter adalah memberikan perlindungan dan pertolongan kepada mereka yang menderita atau menjadi korban perang, baik mereka yang secara nyata atau aktif turut dalam permusuhan (kombat), maupun mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil = civilian population)28 . A.6 Perjanjian Internasional Terkait Dengan Hukum Humaniter Di samping Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag, juga terdapat perjanjian-perjanjian lainnya sebagai sumber-sumber hukum humaniter antara lain : Deklarasi St. Petersburg tentang Penghapusan Penggunaan Proyektil yang Bersifat Mudah Meledak yang Beratnya Di bawah 400 Gram di waktu perang (Declaration Renouncing the Use, in Time of War, of Explosive Projectile under 400 Grammes Weight), November - 11 Desember 1868. Pada tahun 1863 telah ditemukan sejenis peluru, yang tutupnya meledak apabila mengenai benda yang keras. Berdasarkan perkembangan tersebut, maka Tsar Alexander II dari Russia kemudian memprakarsai Konferensi di kota St. Petersburg yang kemudian menghasilkan deklarasi tersebut di atas. Tujuan Deklarasi itu adalah untuk melarang penggunaan, baik oleh militer maupun marinir, tiap proyektil yang beratnya di bawah 400 gram.29 28 Ibid, hlm. 3 Dietrich Schindler & Jiri Toman hal. 96 29 Konvensi Den Haag 1954 tentang Perlindungan Benda-benda Budaya pada waktu Sengketa Bersenjata (Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict) pada tanggal 14 Mei 1954. Prinsipnya adalah bahwa benda-benda budaya seperti gereja, museum dan sebagainya, selama tidak dimanfaatkan untuk kepentingan militer, semaksimal mungkin harus dilindungi dari serangan.30 Pasal 19 Konvensi31 ini mewajibkan setiap pihak yang terlibat dalam sengketa bersenjata untuk melindungi benda budaya, meskipun sengketa tersebut tidak bersifat internasional. Konvensi ini membedakan antara dua rezim perlindungan, yaitu benda-benda budaya yang berada dibawah perlindungan umum dan yang berada di bawah perlindungan khusus. Masingmasing memiliki tanda atau lambang pelindung yang berbeda. A.7 Kebiasaan Internasional Kebiasaan-kebiasaan Internasional berkembang dengan terbentuknya Konvensi Jenewa tahun 1864 yaitu: Kebiasaan untuk menandai rumah sakit dengan bendera khusus yang melambangkan bendera masing-masing pihak, akhirnya menjadi penggunaan lambing Palang Merah pada rumah sakit dan sarana transportasi medis, tentara yang luka dan sakit merupakan tawanan 30 Ibid hal 100 Konvensi ini dilengkapi dengan Regulasi tentang Pelaksanaan Konvensi Perlindungan Benda Budaya dalam Sengketa Bersenjata (Regulations for the Execution of the Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict) serta Protokol tentang Perlindungan Benda Budaya dalam Sengketa Bersenjata (Protocol for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict) di mana keduanya dilampirkan pada Konvensi Den Haag tahun 1954 yang ditanda tangani pada tanggal 14 Mei tahun 1954 di Den Haag. Protokol II tentang Perlindungan Benda Budaya dalam Sengketa Bersenjata (Second Protocol to the Hague Convention of 1954 for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict) pada Konvensi Den Haag tahun 1954, diadopsi pada tanggal 26 Maret tahun 1999, di Den Haag. 31 perang dan diperlakukan sesuai dengan Konvensi Jenewa III.32 Dokter dan rohaniawan harus dilindungi dan dihormati; penduduk sipil bukan sasaran serangan. Aturan-aturan hukum kebiasaan internasional ditemukan dalam sejumlah perjanjian, seperti Konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang hukum dan kebiasaan perang didarat, Undang-undang Lieber tahun 1863, dan Deklarasi St. Petersburg tahun 1868.33 Pembenaran berlakunya hukum kebiasaan internasional dicontohkan dalam putusan Mahkamah Pengadilan Internasional dalam putusannya mengenai Aktifitas Militer dan Paramiliter dalam dan terhadap kasus Nicaragua (Case concerning Military and Paramilitary Activities in and Against Nicaragua), tahun 1986. Dalam putusan terhadap kasus tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa eksistensi hukum kebiasaan internasional mempunyai posisi yang sama dengan hukum perjanjian, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 38 ayat (b) Statuta Mahkamah.34 Bahkan eksistensi hukum kebiasaan juga merupakan aturan alternatif, jika ternyata diantara para pihak tidak ada perjanjian yang mengikat.35 32 L.R. Pena, "Customary International Law And Protocol I : An Analysis of Some Provisions", dalam Christophe Swinarski (Ed), Studies And Essays On International Humanitarian Law And Red Cross Principles, International Committee of the Red Cross/Martinus Nijhoff Publishers, 1984, hal. 210. 33 Ibid hal. 212 34 Claude Brudenlein, "Custom in International Humanitarian Law" dalam International Review of the Red Cross, Nomor 285, Nopember-Desember, 1991, hal. 580. 35 Ibid hal 581 B. Perang B.1 Defenisi Perang Secara defenitif, perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antarmanusia. Dalam studi hubungan Internasional, perang secara tradisional adalah penggunaan kekerasan yang terorganisir oleh unit-unit politik dalam system internasional. Perang akan terjadi apabila Negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka bsa tercapai, kecuali dengan cara kekerasan.36 Sedangkan menurut Wikipedia Ensiklopedia Online mendefenisikan Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba di maknai sebagai pertikaian bersenjata. Di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin angkatan perangnya seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia". Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi. Namun kata perang tidak lagi berperan sebagai kata kerja, namun sudah bergeser pada kata sifat. Yang membuat hal ini 36 Graham Evans and Jeffrey Newnham, The Penguin Dictionary of International Relations, London: Penguin Books, 1998, hlm.565 dalam Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter dalam Study Hubungan Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm 2 semakin menarik adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti "pertentangan".37 Perang juga merupakan suatu bentuk hubungan yang hampir sama tuanya dengan peradaban manusia dimuka bumi. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa sebagian besar sejarah manusia diwarnai dengan peperangan.38 Defenisi Oppenheim terhadap perang: “War is a contention between two or more states through their armed forces, for the purpose of over powering each other and imposing such conditions of peace as the victor pleases” Analisis perang Menurut Oppenheim: “There are four major constituent elements of war: (i) there has to be a contention between at least two States: (ii) the used of the armed forces of those States is required: (iii) the purpose must be overpowering the enemy (as well as the imposition of peace on the victor’s terms); (iv) both parties are expected to have symmetrical, although diametrically opposed, goals.”39 Selanjutnya Oppenheim mengemukakan: “Some qualifying words should nevertheless be appended. International law recognizes two disparate types of wars: inter-State wars (waged between two or more States) and intra-States wars (civil wars conducted between two or more parties whitin a single States)”40 Ada empat unsur utama dalam perang yaitu ada setidak-tidaknya dua negara, negara-negara disyaratkan menggunakan kekuatan bersenjata. 37 http://id.wikipedia.org/wiki/Perang , Defenisi Perang, diakses pada tanggal 5 November Pukul 17.46 WITA. 38 Quincy Wright, A study of War, (The University Chicago Press, Chicago, 1951), p.30-33, dalam Hukum Humaniter Suatu Perspektif, Fadillah Agus, (Pusat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta : 1997), hlm. 1 – 3. 39 Yoram Dinstein, War, Aggression and Self-Defence Second Edition, (Grotius Publications Cambridge University Press, 1944) hlm. 5 40 Ibid, hlm 5 Inti dari kutipan diatas adalah Perang terbagi atas dua jenis yang pertama perang antar-negara yang dilancarkan antara dua negara atau lebih dan perang intra-negara atau perang sipil yang dilakukan antara dua pihak atau lebih di suatu negara. Menurut Larry May dari Washington University, Amerika Serikat mengatakan ada beberapa argumen moral yang biasa dijadikan pegangan sehingga perang atau konflik bersenjata menjadi diterima sebagai “sesuatu” yang benar. Secara teoritis ini juga yang sering digunakan oleh kalangan militer di Indonesia dalam membenarkan perlunya mengangkat senjata dalam melawan “musuh”, siapapun mereka. Alasan – alasan tersebut, yaitu:41 a. Prinsip membela diri; b. Berkaitan dengan adanya suatu permintaan/kewajiban bahwa kita semua diminta/wajib untuk membantu orang – orang yang tidak bersalah yang menderita; c. Kekerasan senjata “terpaksa” digunakan untuk mencegah kejahatan yang lebih besar lagi. Quincy Wright mendefenisikan perang sebagai suatu keadaan hukum yang secara seimbang memperbolehkan dua kelompok atau lebih yang saling bermusuhan melakukan suatu konflik dengan didukung oleh kekuatan senjata. 41 Nur Iman Subono, “Konflik bersenjata, Kekerasan Militer dan Perempuan,” dalam Yayasan Jurnal Perempuan, Perempuan di Wilayah Konflik, SMKG Desa Putera, Jakarta : Juli : 2002, hlm : 110 ”War will be considered the legal condition which equality permits two or more hostile groups to carry out a conflict by armed force.”42 Yang berarti perang akan dipertimbangkan kondisi hukum yang sama memungkinkan dua atau lebih kelompok bermusuhan untuk melaksanakan suatu konflik dengan kekerasan bersenjata. B.2 Contoh Perang yang menggunakan anak sebagai tentara Pada bagian ini saya akan memberikan sebagian contoh-contoh perang yang telah terjadi di Dunia dari berbagai zaman, yaitu: 1. Afganistan Telah meratifikasi : CRC, ICC Perang di Afghanistan dimulai pada tanggal 7 Oktober 2001, angkatan bersenjata Amerika Serikat, Inggris, Australia, Perancis, dan Front Persatuan Afghanistan (Aliansi Utara) meluncurkan Operasi Enduring Freedom. Setelah serangan 11 September di Amerika Serikat, George W. Bush mengadakan invasi sekutu untuk membongkar organisasi teroris dan mengakhiri penggunaan Afghanistan sebagai basis. AS juga dimaksudkan untuk menghapus rezim Taliban dari kekuasaan fundamentalis, yang telah diperoleh dengan kekuatan bersenjata, dan menciptakan sebuah negara demokrasi yang layak.43 Pemimpin Aliansi Utara bernama Ahmad Shah Massoud telah dibunuh pada tanggal 9 September 2001, dalam serangan 11 September di AS, hampir 42 Opcit hlm. 4 Afganistan Conflict Profile http://www.insightonconflict.org/conflicts/afghanistan/conflict-profile/ diakses pada tanggal 13 desembar 2012 pukul 20.19 WITA 43 3.000 warga sipil tewas di New York City, Arlington, Virginia, dan Shanksville, Pennsylvania. AS mengidentifikasi al-Qaeda adalah sebuah organisasi yang berbasis, beroperasi, dan bersekutu dengan Imarah Islam Taliban Afghanistan, sebagai pelaku serangan.44 Pada tahap pertama Operasi Enduring Freedom, pasukan darat dari Front Persatuan Afghanistan bekerja sama dengan tim dari AS dan Pasukan Khusus Inggris dan dengan dukungan udara AS, Sebagian besar pemimpin senior. Republik Islam demokratis Afghanistan didirikan dan pemerintah sementara di bawah pimpinan Hamid Karzai, yang juga dipilih secara demokratis oleh rakyat Afghanistan pada pemilihan umum tahun 2004. Pada saat perang ini berlangsung anak di bawah 18 tahun bertugas di angkatan bersenjata, anak-anak juga digunakan sebagai pelaku bom bunuh diri oleh anti-pemerintah elemen termasuk Taliban.45 Sejumlah kelompok bersenjata yang terlibat dalam pemberontakan termasuk faksi-faksi suku, jaringan kriminal dan kelompok ideologis menentang pemerintah, termasuk Taliban dan Hizb-e Islami. Sebagian besar kelompok bersenjata telah bertanggung jawab atas perekrutan tentara anak-anak selama periode sebelumnya konflik.46 44 Ibid Child Soldier, Global Report 2008 46 UNICEF, Rapid Assessment on the Situation of Child Soldiers in Afghanistan, July 2003, cited in Child Soldiers: Global Report 2004. 45 Anak-anak dari perekrutan paksa dan sukarela baik itu anak di provinsi Taliban selatan dan bagian dari Pakistan serta laporan dari meningkatnya penggunaan anak-anak oleh Taliban sebagai utusan, kurir dan mantan pasukan GAM.47 2. Burundi Telah meratifikasi: CRC, GC AP I and II, ICC, ILO 138, ILO 182, ACRWC The 2001 Arusha Peace and Reconciliation Agreement untuk Burundi adalah titik awal untuk transisi politik untuk mengakhiri lebih dari satu dekade perang saudara. Pada bulan Oktober 2003 perjanjian pembagian kekuasaan (Perjanjian Pretoria) telah ditandatangani oleh pemerintah dan oposisi Dewan Nasional untuk Pertahanan Demokrasi - Pasukan untuk Pertahanan Demokrasi (Conseil nasional pour la défense de la democratie - Pasukan pour la Défense de la democratie, CNDD-FDD (Nkurunziza)). Pada bulan November pemerintah, baru inklusif didirikan setelah kesepakatan Pretoria kedua diberikan kekuatan dari kedua belah pihak kekebalan dari prosecution.1 Pada tahun 2005 CNDDFDD memenangkan pemilihan parlemen dan administrasi lokal.48 Pierre Nkurunziza, kepala CNDD-FDD, terpilih sebagai presiden pada bulan Agustus 2005.49 Pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok bersenjata yang tersisa, Tentara Pembebasan Nasional (Angkatan Nationales de 47 “Afghanistan: Civilians paying the price in Taliban conflict”, IRIN, 16 July 2007; “Recruiting Taleban „child soldiers‟”, BBC News, 12 June 2007. 48 Op.cit hal 77 49 Report of the Secretary-General on Children and Armed Conflict in Burundi, UN Doc. S/2006/851, 27 October 2006. Libération, FNL), berlanjut secara sporadis. Pada bulan Juni 2006 pemerintah dan FNL menandatangani kesepakatan tentang pemulihan perdamaian dan keamanan. Pada bulan September tahun yang sama Perjanjian Gencatan Senjata Komprehensif antara kedua belah pihak menetapkan tanggal bagi penghentian permusuhan dan integrasi militer mapan dan prosedur demobilisasi. Perjanjian tersebut dibuat mekanisme verifikasi dan monitoring bersama (JVMM) dan pasukan Uni Afrika tugas khusus untuk melindungi para pemimpin FNL dan memindahkan kombatan ke daerah perakitan.50 Dari November 2003 FNL adalah satu-satunya kelompok bersenjata yang aktif yang tersisa di Burundi. Pada tahun 2004 itu dilaporkan merekrut dan menggunakan anak-anak untuk tugas garis depan, untuk mengangkut amunisi, untuk membawa yang terluka atau mati dan untuk aktivitas pengumpulan intelijen.51 Anak-anak direkrut dan digunakan oleh FNL kelompok oposisi bersenjata. Pasukan pemerintah terus menggunakan tentara anak, mereka ditangkap untuk pengumpulan-intelijen. Puluhan anak-anak yang dituduh keanggotaan atau dukungan untuk FNL ditahan secara ilegal dan beberapa disiksa dalam tahanan.52 50 Ibid hal 77 Amnesty International (AI), “Burundi: child soldiers – the challenge of demobilisation”, AI Index: AFR 16/011/2004, 24 March 2004. 52 Op.cit 51 3. Republik Demokratik Kongo Sekitar 5,5 juta orang diperkirakan telah tewas di Republik Demokratik Kongo (DRC) sejak awal konflik bersenjata di 1998.53 Eksploitasi mineral dan sumber daya ekonomi lainnya memicu konflik, yang ditandai dengan sistematis pelanggaran hak asasi manusia dan perpindahan penduduk , khususnya di timur dan utara-timur. Setelah kesepakatan pada tahun 2002 sebuah pemerintahan persatuan nasional mulai menjabat pada bulan Juli 2003, terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah mantan, kelompok-kelompok bersenjata utama, partai-partai oposisi politik dan lingkungan sipil.54 C. Anak C.1 Defenisi Anak Anak menurut The United Nations Children's Fund (UNICEF) berarti setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun kecuali, berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak, kedewasaan yang di capai lebih cepat.55 Pasal 1 Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) 1989 menyatakan bahwa: 53 International Rescue Committee, Mortality in the DRC, an Ongoing Crisis, January 2008, http://theirc.org. diakses pada tanggal 14 desember 2012 pukul 12.30 WITA 54 Amnesty International Report 2005. 55 Article 1, Convention on the Rights of the Child (CRC) “Untuk digunakan dalam Konvensi yang sekarang ini, anak berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali, berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.” C.2 Hak Anak Pengertian Hak Anak adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak anak tersebut mencakup non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak.56 C.3 Hak Anak menurut Hukum Internasional. A. Sejarah Konvensi Hak Anak Internasional Konvensi, convention termasuk juga salah satu istilah yang sudah umum digunakan dalam bahasa Indonesia untuk menyebut suatu nama perjanjian Internasional multilateral, baik yang diprakarsai oleh Negara-negara maupun lembaga-lembaga atau organisasi internasional. Konvensi mencakup lingkungan Internasonal yang dapat berlaku secara luas, baik dalam lingkup regional maupun umum.57 56 57 Undang Undang Perlindungan anak Bab l pasal l No.12 dan Bab ll pasal 2 I wayan Parthiana, Perjanjian Internasional Bagian I, Mandar MAju, Bandung 2002, hlm.28 Gagasan mengenai Konvensi Hak Anak bermula saat berakhirnya Perang Dunia I sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana peperagan, terutama yang di alami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Perserikatan Bangsa-Bangsa saat itu tergerak karena banyaknya jumlah anak menjadi yatim piatu akibat perang. B. Dasar Hukum Hak Anak menurut Hukum Internasional Ketentuan internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak tertuang dalam berbagai system hukum internasional maupun nasional. Universal Declaration of Human Rights (Hak Asasi Manusia) merupakan dasar untuk semua standar hukum internasional hak-hak anak. Selanjutnya disusul oleh Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) tahun 1958 yang merupakan instrument internasional pertama yang mengikat secara hukum yang menggabungkan hak-hak sipil, budaya, ekonomi, politik, dan social anak. Dalam Konvensi Hak-Hak Anak atau biasa di sebut Convention on the Rights of the Child (CRC) terdapat 54 artikel di dalamnya dan dua Protokol Opsional, yang secara umum tergambar adalah: Hak untuk hidup; Hak untuk mendapatkan perlindungan; Hak untuk terhindar dari pengaruh berbahaya; Hak untuk terhindar dari pelecehan; Hak untuk terhndar dari eksploitasi; Hak untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam keluarga; Hak untuk kehidupan berbudaya dan bersosialisasi. C. Gambaran Dasar tentang Perekrutan Tentara Anak Sekitar 300.000 anak di bawah usia delapan belas tahun digunakan baik dalam internasional atau konflik nasional di seluruh dunia.58 Dua puluh juta anak meninggal akibat partisipasi dalam bersenjata conflict.59 Selama dua dekade terakhir, gerakan hak anak internasional telah mendorong perkembangan hukum internasional, kebijakan, dan program mengenai penggunaan tentara anak.60 Namun terlepas dari hukum yang lebih kuat dan advokasi yang memiliki mengakibatkan Perserikatan Bangsa-bangsa resolusi Dewan Keamanan, perjanjian internasional, undang-undang domestik, dan pembentukan pengadilan ad hoc61 Negara tertentu, baik tentara nasional dan pemberontak kelompok terus 58 Marsha L. Hackenberg, Can the Optional Protocol For the Convention on the Rights of the Child Protect the Ugandan Child Soldier? 10 Ind. Int‟l & Comp. L. Rev. 417, 418 (2000). 59 Ibid 60 Symposium, International Law Barring Child Soldiers in Combat: Problems in Enforcement and Accountability, 37 Cornell Int‟l L.J. 531 (2004). 61 Pengadilan ad hoc adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia merekrut dan menggunakan anak dalam konflik bersenjata konflik. 62 ini terangterangan mengabaikan hukum internasional adalah bukti bahwa praktek di lapangan belum tertangkap dengan hukum tertulis. C.4 Defenisi Tentara Anak Unicef mendefenisikan tentara anak seperti layaknya seorang anak - anak laki-laki atau perempuan - di bawah 18 tahun, yang merupakan bagian dari setiap jenis kekuatan bersenjata reguler atau tidak teratur atau kelompok bersenjata dalam setiap kapasitas, termasuk, namun tidak terbatas pada: koki, kuli, utusan, dan siapa menyertai kelompok tersebut selain anggota keluarga. Ini termasuk anak perempuan dan anak laki-laki direkrut untuk tujuan seksual paksa dan atau kawin paksa. Definisi, oleh karena itu, tidak hanya merujuk pada anak yang membawa, atau telah menjalankan, senjata.63 Dan definisi lainnya tentang tentara anak adalah Keterlibatan anak yang bergantung dalam konflik bersenjata dan mereka tidak benar-benar memahami apa yang mereka lakukan, yang mereka tidak dapat memberikan persetujuan, dan yang buruk mempengaruhi hak anak untuk pertumbuhan tanpa hambatan dan identitas sebagai seorang anak, Definisi ini meletakkan dasar terhadap penggunaan tentara anak dari sudut pandang perilaku kesehatan, fisik, dan mental, Hal ini diperlukan untuk melihat solusi untuk pemulihan dan dampak dari 62 Id. at 534; Mike Crawley, Everyone’s Outraged, but Children Still Fight Wars: Promises by Militias, Government Not to Use them Often Broken, Chicago Sun-Times, November 21, 2004, at 45. 63 www.unicef.org/emerg/files/childsoldiers.pdf , FACTSHEET: CHILD SOLDIERS, diakses pada tanggal 5 November 2012 Pukul 22.01 WITA keprajuritan anak pada masing-masing aspek pertumbuhan dan perkembangan.64 D. Kasus Perang di Kolombia yang menggunakan tentara anak Perang sipil Kolombia atau Colombian civil war (1964–sekarang), juga disebut sebagai konflik bersenjata Kolombia, asimetris berkelanjutan dari intensitas konflik bersenjata di Kolombia yang sudah ada sejak 1964 atau 1966, antara pemerintah Kolombia dan gerilyawan petani seperti Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia atau Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC)65, dan Tentara Pembebasan Nasional (National Liberation Army).66 Hal ini berakar sejarah dalam konflik yang dikenal sebagai La Violencia67, yang dipicu oleh pembunuhan 1948 dari populis pemimpin politik Jorge Eliecer Gaitan, dan setelah Amerika Serikat yang didukung serangan militer terhadap masyarakat petani pedesaan di Kolombia pada tahun 1960 yang dipimpin militan Liberal dan Komunis untuk mengatur kembali ke FARC.68 64 http://www.iassw-aiets.org/index.php?option=com_content&view=article&id=124:childsoldiers&catid=58:other-reports-and-papers&Itemid=88 , An Exploration of Child Soldiering in Three Countries, diakses pada tanggal 5 November 2012, pukul 22.21 WITA 65 Revolutionary Armed Forces of Colombia adalah tentara petani dengan platform politik agrarianism dan anti-imperialisme terinspirasi oleh Bolivarianisme. FARC mengatakan mereka mewakili rakyat miskin pedesaan Kolombia terhadap penghancuran ekonomi kaum borjuis berkuasa, pengaruh politik AS dalam urusan internal Kolombia. 66 National Liberation Army adalah tentara gerilya revolusioner yang telah berjuang dalam Perang Sipil Kolombia sejak dimulai pada 1964. Para advokat ELN merupakan ideologi Komunis komposit Marxisme dan Teologi Pembebasan, mereka melakukan operasi militer di seluruh wilayah nasional dari Kolombia, pada tahun 2010, diperkirakan bahwa pasukan ELN terdiri dari sekitar 5.000 gerilyawan. 67 La Violencia adalah sepuluh tahun (1948-1958) periode perang sipil di Kolombia, antara Partai Konservatif Kolombia dan Partai Liberal Kolombia yang masing-masing pendukung berjuang pertempuran yang paling di pedesaan negara 68 Mario A. Murillo;. Colombia and the United States: war, unrest, and destabilization. Seven Stories Press ,2004. hlm. 57 Alasan untuk memerangi bervariasi dari satu kelompok ke kelompok. Gerakan gerilya FARC dan lainnya mengaku akan memperjuangkan hak-hak kaum miskin di Kolombia untuk melindungi mereka dari kekerasan pemerintah dan untuk memberikan keadilan sosial melalui sosialisme, Pemerintah Kolombia mengaku berjuang untuk ketertiban dan stabilitas, dan berusaha melindungi hak dan kepentingan warganya. Kelompok-kelompok paramiliter, seperti AUC, mengaku akan bereaksi terhadap ancaman yang dirasakan oleh gerakan gerilya.69 Kedua gerilyawan dan kelompok-kelompok paramiliter telah dituduh terlibat dalam perdagangan narkoba dan terorisme. Semua pihak yang terlibat dalam konflik telah dikritik karena berbagai pelanggaran hak asasi manusia, Pertempuran itu telah menewaskan 250.000 orang dan jutaan pengungsi.70 Pada tahun 1948 terjadi peristiwa yang radikal menimbulkan konflik bersenjata. Pembunuhan populis Jorge Eliecer Gaitan tahun 1948 mengarah pada Bogotazo, sebuah kerusuhan perkotaan menewaskan lebih dari 4.000 orang, dan kemudian sampai sepuluh tahun perang pedesaan berkelanjutan antara anggota Partai Liberal Kolombia dan Partai Konservatif Kolombia, periode yang dikenal sebagai La Violencia (Kekerasan), yang merenggut nyawa lebih dari 200.000 orang di seluruh pedesaan.71 La Violencia luka bawah, kebanyakan membela diri dan gerilya unit terdiri dari pendukung Partai Liberal didemobilisasi, namun pada saat yang sama beberapa mantan Liberal dan kelompok komunis 69 http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/counterinsurgency.htm, "War on Drugs and Human Rights in Colombia"., diakses pada tanggal 5 November 2012, pukul 21.01 WITA 70 http://www.businessweek.com/ap/2012-07-26/no-easy-road-to-peace-in-colombia, No easy road to peace in Colombia, diakses tanggal 5 November 2012, pukul 21.15 WITA 71 Garry Leech (2009). Beyond Bogota: Diary of a Drug War Journalist. Boston, MA: Beacon Press. hlm. 242–247. yang aktif terus beroperasi di kantong-kantong pedesaan beberapa. Salah satu band Liberal adalah kelompok yang dikenal sebagai "Armadas Fuerzas Revolucionarias de Colombia" (Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia), atau FARC, dibentuk oleh Dumar Aljure di awal 1950-an, salah satu gerilyawan Liberal terbesar pada tahun 1958. 72 kelompok ini akhirnya tidak ada lagi, tapi namanya tetap sebagai referensi sejarah. Dan juga pada tahun 1958, sistem pergantian eksklusif bipartisan politik, yang dikenal sebagai Front Nasional, hasil dari kesepakatan antara pihak Liberal dan Konservatif. Perjanjian tersebut telah datang sebagai hasil dari dua belah pihak berusaha untuk menemukan solusi politik akhir untuk dekade kekerasan dan kerusuhan saling, tetap berlaku sampai tahun 1974.73 Pemerintah Kolombia adalah Pihak yang ditentang oleh kelompok bersenjata di kolombia karena adanya perbedaan ideologi. Pemerintah Kolumbia, telah melaksanakan usaha bersifat rencana untuk mencegah perekrutan anak-anak dan mengintegrasikan kembali anak-anak ke dalam masyarakat mereka. Sejauh ini presiden Uribe memilih jalan tegas terhadap FARC. Hasilnya tidak menentu, Yang jelas, keamanan Kolombia memang meningkat. Banyak jalan kembali dibuka untuk lalu lintas, tetapi krisis penyanderaan tidak juga terselesaikan. 15 Agustus 2000, Uribe mengizinkan 72 http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/laviolencia.htm#aljure, La violencia , diakses tanggal 6 November 2012, pukul 01.15 WITA 73 http://en.wikipedia.org/wiki/Colombian_civil_war_(1964%E2%80%93present)#cite_note-americasother-war-57-12 , diakses tanggal 6 November 2012, pukul 01.55 WITA senator pihakoposisi, Piedad Cardoba, untuk berunding dengan FARC. Hasilnya pun negative. Penggunaan Tentara Anak di Kolombia, FARC dan ELN menggunakan anak-anak sebagai tentara. Meskipun ada UU dikolombia tahun 1999 bahwa umur minimal merekrut tentara adalah 18 tahun dan amandemen UN for human right yang menyebutkan bahwa umur minimal untuk masuk ketentaraan antara 15 sampai 18 tahun. Pada akhir tahun 2006 koalisi FARC dan ELN telah merekrut lebih dari 14.000 anak kecil yang rata-rata berumur 12 tahun baik lakilaki maupun anak perempuan.74 Anak-anak ini diberi pendidikan paramiliter dan gerilya. Mereka bertugas menjadi informanpergerakan pasukan pemerintah, mengikuti perang frontal melawan pasukan pemerintah, bahkan membakar desa. Banyak alasan anak-anak di Kolombia menjadi tentara anak. Pertama, anakanak yang menjadi tentara anak umumnya berasal dari keluarga miskin. Mereka masuk FARC atau ELN untuk mendapat gaji. Kedua, anak-anak yang tidak punya orang tua atau orangtuanya meninggal akibat konflik. Mereka hidup sebatang kara dan tidak punya perlindungan atau pelindung dari dunia jalanan yang keras. Ketiga, banyak anak-anak di kolombia yang kelaparan yang hidup miskin. Mereka bergabung ke kelompok pemberontak karena dengan bergabung dengan pemberontak mereka mendapat makanan.75 74 http://wikipedia.org/Revolutionary_Armed_Forces_of_Colombia, Revolutionary Armed Forces of Colombia, diakses tanggal 6 November 2012, pukul 02.15 WITA 75 Ibid, diakses tanggal 6 November 2012, pukul 02.22 WITA BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penulisan skripsi, penulis memilih empat tempat penelitian, yaitu: a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. b. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin. B. Jenis Bahan dan Sumber Data Jenis bahan yang diperoleh, yaitu: a. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, publikasi resmi dari PBB, bahan-bahan dokumentasi, dan datadata lain yang diperoleh secara langsung (hard copy) maupun yang diperoleh dari hasil pencarianmelalui internet (soft copy) yang terkait dengan Hukum Internasional terhadap perekrutan anak sebagai tentara dalam konflik bersenjata. b. Sumber Bahan Adapun sumber bahan yang akan menjadi sumber informasi yang digunakanoleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah: a. Buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. b. Literatur-literatur lain yang berhubungan dengan judul skripsi ini. C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan Data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik studi kepustakaan (library research), yang ditujukan untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi-informasi sekunder yang diperlukan dan relevan dengan penelitian, yang bersumber dari buku-buku, surat kabar, jurnal, serta sumbersumber informasi lainnya seperti data-data yang terdokumentasikan melalui situs-situs internet yang relevan. D. Analisis Data Dalam penulisan proposal ini, penulis menggunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tinjauan kepustakaan yang bersumber dari buku-buku danliteraturliteratur lain. Data yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan analisis normatif secara deduksi logis. Hasil akhirnya akan dipaparkan untuk mendapatkan hasil yang bersifat deskriptis dan logis. BAB IV PEMBAHASAN A. PERLINDUNGAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG DIREKRUT SEBAGAI TENTARA ANAK DI NEGARA KONFLK BERSENJATA. Pertama-tama, anak dilindungi oleh instrumen umum hak asasi manusia76. Selain itu, mereka berhak atas perlindungan di bawah instrumen hak anak yang secara langsung ditujukan kepada mereka. Instrumen ini adalah Konvensi Hak Anak dan Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak. Hal ini dimungkinkan untuk menyatakan bahwa Konvensi Hak Anak adalah instrument yang paling komprehensif dan luas saat ini yang dapat dianggap sebagai tonggak dalam pembentukan dari hak anak. Dalam Konvensi Hak Anak tersebut menetapkan berbagai komprehensif politik, sipil, ekonomi serta sosial dan budaya anak-anak.77 Pasal 38 dari Konvensi Hak Anak tentang masalah keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata dalam pasal ini menegaskan bahwa: “1. Negara-negara Pihak berusaha menghormati dan menjamin penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter internasional yang dapat berlaku bagi mereka dalam konflik bersenjata yang relevan bagi anak itu. 2. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai umur lima belas tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan. 3. Negara-negara Pihak harus mengekang diri agar tidak menerima siapa pun yang belum mencapai umur lima belas tahun ke dalam angkatan bersenjata 76 Universal Declaration of Human Rights adopted by General Assembly of the United Nations on 10 December 1948 77 Claudia Morini, First victims then perpetrators: child soldiers and International Law, Europe 20 Oct 2009 hal 187 mereka. Dalam menerima di antara orang-orang tersebut, yang telah mencapai umur lima belas tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun maka Negara-negara Pihak harus berusaha memberikan prioritas kepada mereka yang tertua. 4. Sesuai dengan kewajiban-kewajiban mereka menurut hukum humaniter internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik bersenjata, maka Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin perlindungan dan pengasuhan anak- anak yang dipengaruhi oleh suatu konflik bersenjata.” Menurut hukum humaniter internasional, anak-anak tidak boleh dijadikan sasaran dalam pertempuran. Dengan demikian, anak-anak tidak dapat direkrut menjadi tentara. Berkaitan dengan hal tersebut, hal yang penting adalah batas umur perekrutan anak dan status anak saat mereka berada di tangan musuh. Dalam Protokol Tambahan I anak-anak memang tidak ditetapkan mempunyai hak untuk diperlakukan sebagai tawanan perang, melainkan mereka disebutkan harus memperoleh keuntungan perlindungan khusus yang ditetapkan dalam Hukum Jenewa, terlepas apakah berstatus tawanan perang atau tidak.78 Protokol Tambahan I memuat ketentuan yang mewajibkan pihak-pihak yang bersengketa untuk berusaha agar anak-anak dibawah 15 tahun tidak ambil bagian langsung dalam peperangan dan harus membebaskan mereka dari perekrutan ke dalam angkatan bersenjata mereka.79 Dalam kata-kata Pembukaan Konvensi 1989 dari Hak Anak (CRC), "anak harus dipersiapkan untuk hidup dalam suatu kehidupan individu dalam masyarakat, dan dibesarkan dalam semangat idealisme yang diproklamirkan dalam Piagam PBB” 78 79 Claudia Morini, Op.cit hal 191 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa Pasal 77 ayat (2). instrumen internasional lainnya menekankan kebutuhan pembangunan kebebasan anak dari kelaparan, akses ke memperoleh pendidikan, partisipasi dalam kehidupan sosial dan budaya dan mempunyai peran dalam keluarga.80 CRC mencakup seluruh spektrum hak-hak anak, khususnya mendukung prinsip dasar kepentingan terbaik bagi anak dan keseluruhan pengembangan dan pemenuhan diri mereka.81 Pasal 4 ayat 3.c Protokol Tambahan II juga memuat ketentuan yang menetapkan bahwa anak-anak yang belum mencapai umur 15 tahun seharusnya tidak direkrut dalam angkatan atau kelompok bersenjata dan juga seharusnya tidak diizinkan untuk ambil bagian dalam peperangan. Aturan tentang perekrutan tentara anak-anak juga dimuat dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak atau CRC (Convention on the Rights of the Child) 1989. Pada Konvensi Jenewa Keempat, 'relatif terhadap Perlindungan orang sipil pada saat perang', berisi banyak ketentuan yang menguntungkan atau melindungi anak-anak, baik sebagai warga sipil. Pasal Umum 3 memperpanjang ukuran perlindungan untuk orang yang mengambil peran tidak aktif di konflik bersenjata. Tentara anak yang telah meletakkan tangan mereka dalam peperangan dan mengakibatkan luka, sakit, ditahan, atau akibat lainnya berhak atas perlindungan, karena anak-anak bukan peserta peperangan. Ini termasuk 80 Ilene Cohn and Guy S. Goodwin-Gill, Child Soldiers the Role of Children In armed Conflicts, Oxford University press 1994, hal 121 81 Ibid hal.121 perbedaan mendasar antara penduduk sipil dan kombatan, dan prinsip yang melarang serangan pada warga sipil.82 Konvensi Jenewa Keempat 1949 dan Protokol Tambahan II tahun 1977 merupakan bentuk badan hukum humaniter internasional. Dalam Konvensi Jenewa, anak-anak dilindungi sebagai anggota penduduk sipil, oleh karena itu anak-anak sebagai non participants dalam konflik bersenjata berhak untuk di lindungi. Selain itu dalam Konvensi Jenewa yang keempat, ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini dibuat hanya untuk memastikan perlakuan khusus untuk anak-anak mengenai bantuan distribusi makanan, perawatan medis, dan penyatuan kembali dengan keluarga. Oleh karena itu, tidak ada ketentuan khusus dalam konvensi ini menangani perlindungan tentara anak secara khusus.83 Dalam hal ini muncullah Prinsip pembedaan (distinction principle) yang merupakan suatu asas penting dalam hukum humaniter, yaitu suatu prinsip yang membedakan atau membagi kategori penduduk dari suatu negara yang sedang berperang, atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata dalam dua golongan, yakni kombatan (combatant) dan penduduk sipil (civilian). Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan.84 82 Ilene Cohn and Guy S. Goodwin-Gill, Op.cit hal 122 Bothe M, Partsch K,New Rules for Victims of Armed Conflicts, 1982 Hal 292 84 Rupert Ticehurst, “The Martens Clause and the Laws of Armed Conflict”, International Review of the Red Cross, Nomor 317, Maret-April, 1997, hal. 125 83 Seiring dengan berjalannya waktu Kedua Protokol Tambahan mengalami perbaikan di karenakan kurangnya perlindungan. Protokol Tambahan I memberikan perlindungan korban konflik bersenjata internasional, sedangkan Protokol Tambahan II memberikan perlindungan serupa untuk konflik bersenjata non-internasional.85 Protokol Tambahan 1977 melangkah lebih jauh, dan tegas membenarkan adanya perlindungan khusus anak-anak. Dalam pasal 77 dari Protokol Tambahan Konvensi Jenewa I berjudul "Perlindungan Anak" menyatakan bahwa: “1. Anak-anak harus mendapat penghormatan khusus dan harus dilindungi terhadap setiap bentuk serangan tidak senonoh. Pihak-Pihak dalam sengketa harus memberikan kepada mereka perhatian dan bantuan yang mereka perlukan, baik karena usia mereka maupun karena alasan lain. 2. Pihak-pihak dalam sengketa harus mengambil segala tindakan yang dapat dilakukan agar supaya anak-anak yang belum mencapai usia lima belas tahun tidak ikut ambil bagian langsung dalam peperangan dan, khususnya mereka harus menjauhkan diri dari melatih anak-anak itu untuk masuk angkatan perang mereka. Didalam melatih anak-anak yang telah mencapai usia lima belas tahun tetapi yang belum mencapai usia delapan belas tahun, maka Pihak-pihak dalam sengketa harus berusaha memberikan pengutamaan kepada mereka yang tertua. 3. Apabila, di dalam hal-hal yang merupakan perkecualian, sekalipun adanya ketentuanketentuan dalam ayat (2) di atas, anak-anak yang belum mencapai usia lima belas tahun ikut ambil bagian langsung dalam permusuhan dan jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan, maka anak-anak itu harus tetap memperoleh manfaat dari perlindugan istimewa yang diberikan oleh Pasal ini, apakah mereka ini merupakan tawanan perang atau tidak. 4. Apabila ditangkap, ditahan atau diasingkan karena alasan-alasan yang berhubungan dengan sengketa bersenjata, anak-anak itu harus ditempatkan di markas yang terpisah dari markas orang dewasa, kecuali jika keluarga-keluarga mereka ditempatkan sebagai satuan keluarga.” 85 Bothe M, Partsch K. Op.cit hal 301 Aturan hukum humaniter internasional mengakui adanya kerentanan anak-anak yang terlibat dalam konflik bersenjata. Kemudian menyiapkan sejumlah aturan yang bertujuan untuk melindungi anak-anak terhadap konsekuensi terburuk dari perang. Berikut beberapa Konvensi-konvensi Internasional yang mengatur tentang perekrutan tentara anak, yaitu: 1. Protocol Additional to the Geneva Conventions, 1977 Pada Konferensi Diplomatik pada 1974-1977 Pengembangan Hukum Humaniter yang menyebabkan adopsi dari dua Protokol tambahan untuk Konvensi Jenewa 1949 tentang hukum humaniter internasional, partisipasi pertumbuhan anak-anak dalam konflik bersenjata internasional atau non-internasional di seluruh dunia, diakui. Kontribusi dari Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yang berkaitan dengan Perlindungan Korban International Bersenjata dan perlindungan anakanak dalam konflik bersenjata internasional seperti yang didefinisikan oleh Protokol itu adalah untuk mengatasi situasi tentara anak-anak.86 2. Convention on the Rights of the Child, 1989 Pada tahun 1989 para pemimpin duna sadar dan memutuskan bahwa anak-anak juga membutuhkan konvensi yang khusus hanya 86 http://www.iss.co.za/pubs/asr/6no3/fontana.html, Child Soldiers and International Law, diakses pada tanggal 5 Januari 2013 pukul 23.14 WITA mereka yang dibawah usia 18 tahun, membutuhkan perawatan dan perlindungan yang lebih dibandingkan dengan orang dewasa. 3. Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of Children in Armed Conflic, 2000 Protokol tambahan pada Konvensi Hak-Hak anak mengenai larangan keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata dinilai tidak membahas penuh tentang Hak-Hak Anak dalam konflik bersenjata. Maka karena itulah pada tahun 1999, ide tentang Protokol Tambahan yang mengatur anak-anak dan perang ini disusun. Pada Protokol Tambahan ini perlindungan hukum terhadap tentara anak dalam konflik bersenjata di tingkatkan, tetapi tidak meningkatkan batas usia untuk perekrutan. 4. Rome Statute of the International Criminal Court, 1998 Statuta Roma adalah suatu perjanjian internasional yang membentuk Pengadilan Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC). diadopsi melalui konferensi diplomatik di Roma pada tanggal 17 Juli 1998 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2002, Pada 1 Februari 2012, 121 negara87 telah meratifikasi statuta tersebut. Berdasarkan Statuta Roma, ICC hanya dapat menyelidiki dan menuntut kejahatan internasional (genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi) dalam situasi di mana negara tidak 87 http://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XVIII-10&chapter=18&lang=en, United Nations Treaty Database entry regarding the Rome Statute of the International Criminal Court. diakses pada tanggal 23 Januari 2013, pukul 15.34 WITA mampu atau tidak menyelidiki ingin melakukannya kejahatan hanya sendiri. di Pengadilan dapat negara-negara yang menandatangani Statuta Roma. 5. The African on The Rights and Welfare of the Child, 1990 Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak juga disebut ACRWC atau Piagam Anak diadopsi oleh Organisasi Persatuan Afrika (OAU) pada tahun 1990 dan mulai diberlakukan pada tahun 1999. Seperti Konvensi PBB tentang Hak Anak (CRC), Piagam Anak merupakan instrumen yang komprehensif yang mengatur hak dan mendefinisikan prinsip-prinsip universal dan norma-norma untuk status anak-anak. The ACRWC dan CRC adalah hak asasi manusia internasional dan regional dan hak perjanjian yang mencakup seluruh spektrum sipil, hak politik, ekonomi, sosial dan budaya. 6. Cape Town Principles, 1977 Cape Town Prinsip, diadopsi oleh Non-governmental organization (NGO)88 dari Konvensi Hak-hak Anak dan UNICEF dalam sebuah simposium tentang pencegahan perekrutan anak-anak ke dalam angkatan bersenjata dan regenerasi demobilisasi dan sosial tentara anak-anak di Afrika April 1997, yang mengusulkan agar Pemerintah Afrika harus mengadopsi dan meratifikasi protokol Opsional pada keterlibatan 88 Non-governmental organization (NGO) Sebuah organisasi non-pemerintah adalah sebuah organisasi hukum dibentuk diciptakan oleh perorangan atau badan hukum yang beroperasi secara independen dari segala bentuk pemerintah. anak- anak dalam konflik bersenjata menaikkan usia minimum 15-18, dan bahwa Pemerintah Afrika harus meratifikasi dan melaksanakan perjanjian terkait lainnya dan menggabungkannya ke dalam hukum nasional. 7. Worst Forms of Child Labour Convention No. 182 , 1999 Pada tahun 1999 177 Negara89 peserta ILO (International Labour Organization) mengadopsi Konvensi ILO No 182. Pasal 1 menegaskan bahwa setiap Negara yang meratifikasi Konvensi wajib untuk "mengambil langkah-langkah efektif untuk menjamin pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak sebagai hal yang mendesak". Kata anak menunjukkan semua orang yang berusia di bawah delapan belas tahun. B. Praktik perekrutan tentara anak di Negara situasi konflik bersenjata (secara khusus di Kolombia) Selama beberapa dekade Kolombia telah dilanda oleh konflik bersenjata internal yang berakar pada sejarah kompleks ketidaksetaraan sosial ekonomi, korupsi politik, budaya kekerasan, obat-obatan, dan terang-terangan mengabaikan norma hukum internasional. Konflik telah melanda negara itu, jutaan pengungsi, dan secara efektif menempatkan mayoritas penduduk sipil di 89 http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11300:0::NO:11300:P11300_INSTRUMENT_ID:312174 ILO Convention 182 diakses pada tanggal 2 Februari 2013 pukul 15.55 WITA tengah-tengah kekerasan yang mengerikan dan bentrokan antara berbagai kelompok bersenjata.90 Di Kolombia, pemerintah telah berusaha untuk menangani pasukan pemberontak dengan menggunakan pasukan militernya sendiri dan bantuan dari kelompok-kelompok paramiliter. Meskipun kelompok-kelompok bersenjata ilegal telah melemah dan kebijakan telah ditujukan untuk mengatasi hak-hak korban dan membangun akuntabilitas, beberapa kebijakan telah terbukti tidak efisien dan tidak adil. Selama lebih dari satu abad, kekuasaan memerintah di Kolombia telah dibagi antara dua partai politik, Partai Konservatif (Partido Conservador Colombiano, atau PCC) dan Liberal (Partido Liberal Colombiano, atau PL), sepanjang abad kedua puluh, persaingan ketat antara pihak diperburuk oleh ketimpangan sosial dan ekonomi yang luas, dan sering menyebabkan kekerasan.91 Dari tahun 1949 sampai 1958, di tengah-tengah kerusuhan internal sedang meluas, perang saudara pengikut muncul dan diperkirakan merenggut nyawa sekitar 280.000 jiwa.92 La Violencia menandai awal dari konflik kekerasan bersenjata internal yang telah berlangsung selama lebih dari setengah abad.93 Kelompok gerilya sayap kiri muncul pada pertengahan tahun 1960 sebagai reaksi terhadap faktor-faktor seperti pengecualian gerakan politik luar dari Front 90 Bouvier, Virginia Marie, Colombia: Building Peace in a Time of War (Washington, D.C.: United States Institute of Peace, 2009), hal 3. 91 http://www. europaworld.com.offcampus.lib.washington.edu/entry/co, “Colombia: Recent History,” Europa World Plus, Routledge Taylor and Francis Group, diakses pada tanggal 7 Februari 2013 Pukul 03.20 WITA 92 Ibid 93 Bouvier, Virginia Marie. Op.cit hal 9 Nasional, terpinggirkannya masyarakat miskin, pengaruh ideologi komunis dan sosialis, dan ketidakefektifan sistem peradilan.94 The Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia (Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia, atau FARC) berawal di La Violencia dan sebagian terdiri dari asosiasi lepas dari kelompok petani, tetapi kemudian semakin meningkat karena pengaruh Komunis partai dan kemudian mereka menyatakan dirinya sebagai tentara revolusioner pada tahun 1964. 95 Dengan keberadaan yang kuat di seluruh Kolombia, FARC dianggap sebagai kelompok gerilyawan paling kuat di dalam konflik tersebut.96 The National Liberation Army (ELN) yang berarti Tentara Pembebasan Nasional adalah kelompok gerilyawan yang memiliki akar di La Violencia dan terus menjadi salah satu pihak utama dalam konflik.97 Pasukan gerilya telah memperluas kekuatan mereka selama konflik: FARC diperkirakan meningkatkan 3.600 kombatan pada tahun 1986 dan pada tahun 1996 menjadi 16.500 kombatan, sedangkan ELN diperkirakan sekitar 800 kombatan pada tahun 1986 dan pada tahun 2001 menjadi 4.500. 98 Sekirtar tahun 1980, pasukan paramiliter diciptakan oleh militer dengan bantuan AS, meskipun mereka diciptakan untuk memerangi revolusioner, paramiliter tak lama kemudian terlibat dalam perdagangan narkoba dan meneror 94 http://portal.eiu.com. Colombia: Country Profile – September 2008 Main Report,” Economist Intelligence Unit, September 2008, diakses pada tanggal 7 Februari 2013 Pukul 03.30 WITA 95 War Without Quarter: Colombia and International Humanitarian Law, Human Rights Watch (New York: Human Rights Watch, 1998), hal 131. 96 Ibid 97 Ibid. hal 161 98 Bouvier, Virginia Marie. Op.cit hal 43. warga negara Kolombia.99 Penculikan, eksekusi, dan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil menjadi karakteristik kehidupan sehari-hari di kota-kota dan daerah pedesaan Kolombia, dan ini memaksa upaya yang lebih besar untuk memenuhi tuntutan kaum revolusioner, sehingga merusak kekuasaan negara. 100 Dengan peradilan yang tidak efisien dan pergeseran budidaya, kokain dari Bolivia dan Peru masuk ke Kolombia pada pertengahan tahun 1980, budidaya obat juga mulai makmur di Kolombia. Kekayaan yang dihasilkan dari kartel narkoba memicu kekerasan dan korupsi dan memperkuat gerilya dan aktivitas paramiliter101. Konflik bersenjata internal di Kolombia terbentuk oleh sejarah yang rumit. Selama beberapa dekade konflik ini telah menyebabkan kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran, dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. B.1 Penyebab Konflik Ada beberapa faktor kompleks yang telah memberi kontribusi pada perang sipil Kolombia. Faktor-faktor ini tidak hanya mewakili akar penyebab dari konflik, tetapi juga memberikan kekuatan yang memungkinkan untuk memberi kelanjutan dari perang dan eskalasi kekerasan yang menjadi ciri evolusinya. Kekurangan dan Ketimpangan Struktural 99 Rebeca Toledo, War in Colombia: Made in U.S.A. (New York: International Action Center, 2003), hal 44 100 101 Ibid “Colombia: Country Profile.”. Op.cit Meskipun penduduk perkotaan di Kolombia merupakan mayoritas dari total penduduk di Kolombia, tetapi akar sejarah kekerasan politik di Kolombia berasal dari pedesaan. Kekerasan meningkat di pedesaan, masuknya para pengungsi ke masyarakat setempat juga menyebabkan kekerasan meluas.102 Akar kekerasan di Kolombia terletak pada ketidaksetaraan ekonomi terkait dengan kemiskinan, pengangguran, dan kurangnya pendidikan 103. Meskipun tingkat pertumbuhan masyarakat di Kolombia meningkat di tahun 1980 dan 1990, pada tahun 2001 52% dari penduduk Kolombia hidup dalam kemiskinan, 20% pengangguran, 63% dari petani tidak memiliki tanah, dan pengedar narkoba memiliki setengah lahan produktif di Kolombia.104 Konflik ini memiliki dampak signifikan pada konflik, dan berkontribusi terhadap ketidakamanan penduduk dan menyoroti kekurangan lembaga negara. Kelemahan dari Negara Sejarah kelemahan negara Kolombia berasal dari kekurangan kelembagaan. negara tidak efisien dalam pengumpulan pajak dan Kolombia memiliki basis sumber daya yang sangat lemah.105 Karena kurangnya sumber 102 Caroline O.N. Moser and Cathy McIlwaine, Encounters with Violence in Latin America: Urban Poor Perceptions from Colombia and Guatemala, New York: Routledge 2004, hal 71 103 Ibid, hal 88 104 William Avilés, “Institutions, Military Policy, and Human Rights in Colombia,” Latin American Perspectives 28, no. 1 2001 ,hal 36-37 105 Alex McDougall, “State Power and Its Implications for Civil War Colombia,” Studies in Conflict and Terrorism 32, no. 4 2009, hal 327 daya, jumlah militer Kolombia sedikit dan lemah.106 Sebagai hasil dari kurangnya pelatihan dan organisasi, militer tidak mampu untuk menegaskan dirinya dalam wilayah yang dikuasai oleh gerilyawan, dan mengandalkan pasukan paramiliter untuk berurusan dengan pasukan pemberontak.107 Sebagai akibatnya, pemberontak Kolombia telah mampu mengkonsolidasikan kegiatan mereka di daerah-daerah lemah di Kolombia, di daerah-daerah yang dimana budidaya obat terlarang adalah hal yang lazim.108 B.2 Perekrutan Tentara Anak di Kolombia Sebagian besar pelaku yang terlibat dalam konflik Kolombia telah menandatangani perjanjian dimana mereka telah berkomitmen untuk tidak menggunakan anak-anak dalam tentara mereka. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa perjanjian itu belum terpenuhi. Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kelompok bersenjata seperti FARC-EP bergerak lebih dalam ke hutan dan perbatasan, mereka merekrut lebih banyak anak-anak dari suku-suku asli di Kolombia.109 Pasukan pemberontak telah merekrut dan memaksa untuk melibatkan anak-anak dalam konflik yang bertentangan dengan UNCRC dan Protokol Opsional pada anak-anak dalam konflik bersenjata.110 Anak-anak telah diculik 106 Ibid Ibid. hal 333 108 Bouvier,Op.cit hal 4. 109 William Avilés, Op.cit hal 50 110 Alex McDougall, Op.cit hal 399 107 dari rumah mereka pada malam hari atau dari sekolah atau dilapangan pada siang hari.111 Penting untuk menyadari bahwa kurangnya pencatatan kelahiran yang akurat, terutama di daerah pedesaan di Kolombia membuat anak di bawah usia delapan belas tahun beresiko tinggi lahir tanpa akte kelahiran, dengan demikian dapat lebih mudah dipaksa untuk bergabung dengan angkatan bersenjata. Selain itu, anak lebih mudah dibujuk daripada orang dewasa. Hal ini yang membuat mereka merupakan target yang lebih mudah, dan kemudian anak-anak dituntun untuk menjadi pejuang yang sangat baik.112 Banyak anak-anak tidak menyadari betapa berbahayanya berjuang dalam perang. Mereka sering kurang takut terluka dibandingkan tentara dewasa, dan mereka cenderung tidak bersembunyi atau melarikan diri. Para kelompok bersenjata tahu ini, dan oleh karena itu mereka bahagia memiliki tentara anak di tentara mereka. Tentara anak juga kadang-kadan harus memimpin ketika pasukan menyerang atau mengatur penyergapan dan mereka yang pertama menerima peluru sehingga tentara lainnya dapat bertahan hidup.113 Tetapi tentara anak juga tidak selalu harus berada di garis depan pertempuran yang dianggap sebagai tentara anak. Setiap situasi yang menempatkan anak dalam risiko untuk kepentingan kelompok bersenjata atau anak yang terlibat dalam tenaga kerja untuk kelompok bersenjata dianggap sebagai tentara anak. Ini termasuk utusan, mata-mata, juru masak, budak seks dan mengirimkan pesan, karena musuh tidak mungkin 111 Ibid hal 400 http://www.hrw.org/reports/2003/colombia0903/18.htm , diakses pada tanggal 8 februari 2013 pukul 18.09 WITA 113 Alex McDougall, Op.cit hal 124 112 menduga mereka adalah tentara, atau anak-anak dapat digunakan untuk membersihkan ranjau darat karena mereka lebih dikorbankan daripada tentara yang mmpunyai peringkat yang lebih tinggi.114 B.2.1 Perekrutan Anak menggunakan Obat-obatan Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perekrutan anak menjadi kelompok bersenjata, banyak anak-anak yang bergabung untuk mendapatkan uang, sebagai alasan untuk tetap hidup, atau kekuatan. Penghargaan berupa uang terdiri dari upah, kesempatan untuk menjarah, dan manfaat berwujud lainnya seperti alkohol dan obat-obatan terlarang. Penghargaan non-materil dipecah menjadi penghargaan yang fungsional dan mempunyai solidaritas yang berfokus pada persahabatan yang muncul dalam kelompok. Ketika kekuatan yang terlibat, baik insentif non-materil dan ekonomi dapat diterapkan untuk menjaga anak-anak sehingga ingin tetap dalam kelompok.115 Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kolombia untuk membangun kembali masa depan anak-anak yang telah direkrut menjadi tentara anak, tetapi upaya ini terhambat oleh masalah penyalahgunaan narkoba di kalangan tentara anak, banyak dari mereka yang diculik oleh FARC dan di berikan obat-obatan untuk melupakan situasi-situasi yang sulit dan menjauhkan pikiran mereka tentang rumah dan kehidupan mereka sebelumnya. Setelah mereka di culik, para pasukan misili melatih mereka untuk benar-benar terpisah 114 Rebeca Toledo, Op.cit hal 57 Ingunn Bjørkhaug, ”Child Soldiers in Colombia: The Recruitment of Children into Non-state Violent Armed Groups”, MICROCON Research Working Paper 27, Brighton: MICROCON, June 2010, hal. 320 115 dari kehidupan lampau mereka. Banyak anak mengatakan kepada Human Rights Watch116 bahwa ketika mereka diculik, komandan memerintahkan mereka untuk melupakan tentang kehidupan lama mereka dan melupakan orangtua mereka. Setelah mereka melupakan keluarganya, mereka tahu bahwa ia memiliki tempat untuk menjalankan tugas sebagai tentara dan mengakui angkatan bersenjata sebagai keluarga satu-satunya.117 Orang-orang dewasa dalam kelompok menyediakan obat dan alkohol kepada anak-anak untuk tetap berada di dalam kelompok mereka dan membuat dan membuat anak-anak kurang menyadari bahaya saat berperang. Selain rokok, mereka juga diberi ganja dan obat-obatan lainnya yang terbuat dari campuran kopi, bumbu dan daun pepaya. Hal ini banyak membuat tentara anak mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok, dan mengkonsumsi obat-obatan secara teratur.118 Dengan mengkonsumsi obat, tentara anak menyadari bahwa obat dapat membuat mereka kehilangan tidak mampu menilai yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Tentara anak diberi pelatihan khusus untuk menghilangkan rasa takut pada saat berperang, tetapi pelatihan sederhana ini tidak efektif, apalagi pelatihan ini diberikan dalam jangka pendek. Inilah sebabnya mengapa banyak anak-anak diberi obat-obatan seperti kokain, ganja, mariyuana. Karena dengan diberikan obat-obtan tersebut ana-anak dapat menenangkan pikiran mereka 116 Human Rights Watch adalah sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang melakukan penelitian dan advokasi tentang hak asasi manusia. 117 Ibid, hal 367 118 International Labour Office, “Wounded Childhood The Use of Children in Armed Conflict” APRIL 2003. Hal 64 mereka dan membuat mereka lebih patuh dan untuk mematikan atau memadamkan perasaan negatif yang mungkin mereka miliki tentang tindakan mereka. 119 Penggunaan obat-obatan ini sangat umum di banyak konflik dan obat pilihan yang digunakan dalam kasus Kolombia adalah "Aguardiente"120 atau "Basuco"121, merupakan obat-obatan yang tingkatannya paling rendah. Kemudian obat-obatan ini diisap menggunakan pipa dan efeknya sangat adiktif. Hal ini digunakan untuk mendominasi dan menghancurkan hati nurani anak-anak sehingga mereka dapat diperintahkan untuk melakukan segala jenis tindakan.122 Tidak mengherankan, setelah periode singkat dari penggunaan narkoba paksa, tentara anak banyak menjadi kecanduan zat tersebut. Hal ini membuat mereka lebih mudah marah dan dengan demikian lebih mungkin untuk menyerang lebih keras pada saat pertempuran berlangsung. Disamping itu tentara anak akan melakukan apa saja untuk memperoleh uang dan mengobati rasa kecanduan terhadap obat-obatan tersebut.123 119 Child Soldiers: History, Horror, and Hope http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=history%20child%20soldiers%20drug&source=web&cd=2&cad= rja&ved=0CEQQFjAB&url=http://www.stanford.edu/class/e297a/Child%2520Soldiers%2520in%2520Liber ia.doc&ei=RpccUeDyG4HWrQffuIDwDA&usg=AFQjCNEIzk3n9QR9BQeA4MvQI0bs5Vm0mA&bvm=bv.4 2452523,d.bmk, 120 Aguardiente" merupakan istilah umum untuk minuman beralkohol yang mengandung antara 29% sampai 60% alcohol. 121 Basuco adalah Cocaine kelas rendah yang di campur dengan daun ganja 122 Nicolas Toro, “Child Soldiers: The Colombian Case”, Suffolk University Boston, April 2008 123 Ibid B.2.2 Perekrutan Anak Laki-laki Sebagai Tentara Anak124 Seperti telah di katakan sebelumnya, banyak anak-anak yang berpartisipasi langsung dibagian depan suatu pertempuran atau terlibat dalam tugas-tugas logistik seperti memata-matai, pembawa pesan atau budak seks. Usia rata-rata perekrutan adalah 12 tahun. Hal ini karena ketika anak-anak teruta anak lelaki pada usia ini lebih mudah untuk terpengaruh dan mudah tertarik oleh seragam. Bergabung dengan kelompok bersenjata memungkinkan mereka untuk mendaptkan semacam perlindungan dan keamanan, bahkan untuk memperoleh makanan sehari-hari. Para kelompok bersenjata sering membuat janji yang terdengar baik untuk anak-anak dan mengatakan kepada mereka, misalnya, bahwa mereka akan dibayar dengan upah yang baik. Telah dilaporkan bahwa tentara anak memang kadang-kadang dibayar upah, tapi setelah itu mereka harus berjuang untuk sesauty yang mereka tidak paham. Banyak kelompok bersenjata juga mencoba untuk memenangkan hati anak-anak dengan mengatakan bahwa betapa hebatnya untuk menjadi pejuang, dan apabila kelompok mereka menang dalam perang, situasi di Kolombia akan membaik. Alasan lain mengapa anak-anak bergabung dengan kelompok-kelompok bersenjata adlaah untuk membalas dendam, dengan tujuan membunuh pembunuh ibu atau ayah mereka. Perasaan benci mereka terhadap perampokan dan teror di kota dapat digunakan dalam perekrutan anak sebagai tentara. 124 Ibid, hal 9-12 Sebuah modus baru dari perekrutan anak yaitu anak-anak berumur sembilan tahun di culik dan dibesarkan oleh kelompok bersenjata, para kelompok bersenjata berfikir bahwa dengan strategi seperti itu dapat menciptakan keterikatan yang erat dengan kelompok bersenjata tersebut. Anak-anak yang berpartisipasi dalam konflik bersenjata sering mati atau terluka dalam pertempuran. Jika tidak, maka mereka dipaksa untuk melakukan tugas-tugas berbahaya seperti menyiapkan ranjau darat, dan bahan peledak. Laki-laki maupun perempuan dalam perang hidup dalam kondisi menyedihkan, di berikan makanan dan tidak mempunyai akses layanan kesehatan. Dalam kebanyakan kasus mereka diperlakukan dengan kejam, mereka dipukuli dan dihina agar mereka berusaha keras untuk mendapatkan rasa hormat dari pemimpin. Apabila mereka melakukan kesalahan, hukuman yang datang sangat kasar atau bahkan mengancam nyawa mereka. Keputusan berpartisipasi dalam konflik bersenjata seringkali ditentukan oleh, struktur sosial ekonomi serta struktur masyarakat dan keluarga yang telah hancur akbat situasi konflik bersenjata. Seperti yang dikatakan sebelumnya, pada saat seperti ini satu-satunya cara untuk bertahan hidup bagi anak-anak yaitu bergabung dalam jajaran angkatan bersenjata. Kemiskinan dan kurangnya akses ke pendidikan atau lapangan kerja merupakan faktor paling utama yang memungkinkan banyak pemuda untuk bergabung kedalam angkatan bersenjata. Menurut Presiden Uribe, anak afro Kolombia dan masyarakat adat adalah korban utama dari perekrutan karena mereka berada langsung di bidang kepentingan kelompok bersenjata. Cara utama dimana anak-anak dibawa ke dalam konflik adalah dengan mempekerjakan mereka di perkebunan Cocaine yang secara langsung terkait dengan konflik. Untuk menjaga konflik tetap hidup, anak-anak yang bekerja di perkebunan mereka dilatih secara militer sebagai imbalan atas kerja keras mereka dan "naik" di tangga militer ke posisi prajurit. Selain itu meluasnya senjata kecil dan senjata ringan di masyarakat Kolombia dan khususnya di daerah-daerah konflik tetap menjadi faktor penting yang memungkinkan untuk perekrutan anak sebagai tentara. Senjata-senjata ini murah, selain itu mudah dibawa dan mudah digunakan, bahkan kadang-kadang senjata-senjata ini disubsidi oleh kelompok-kelompok bersenjata. Oleh karena itu mereka dapat memberikan kepada anak-anak dan mengajarkan bagaimana cara menggunakannya.125 . B.2.3 Perekrutan Anak Perempuan Sebagai Tentara Anak Gadis-gadis tidak mencari cara untuk membalas membalas dendam dan membawa kerugian bagi mereka yang telah digunakan oleh kelompok bersenjata. Mereka hanya mencari cara untuk memberikan kontribusi, untuk melakukan sesuatu yang berarti yang produktif dengan kehidupan mereka. Sementara yang biasa terlihat adalah anak laki-laki memegang dari AK-47, kita tidak boleh melupakan semua gadis-gadis yang berada di belakang garis dan di 125 http://www.colombiajournal.org/colombia240.htm Charles Geisler, Niousha Roshan Cornell University, diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 20.42 WITA kamp mereka juga bisa dikatakan tentara, mereka memasak atau melakukan tugas dengan menjadi budak sex.126 Di Kolombia, pemimpin kelompok bersenjata memiliki perempuan sebagai pasangan mereka, mereka diperkosa dan dijadikan budak rumah tangga. Selain itu perempuan di jadikan budak seksual, pelacuran paksa serta bentuk-bentuk dari kebrutalan lainnya. Ketika gadis bergabung dengan kelompok-kelompok bersenjata dan menderita pelanggaran tersebut, mereka sering ditolak setelah mereka kembali ke desa asal mereka. Hal ini membuat proses penyatuan kembali sangat sulit. Hidup sebagai tentara anak untuk seorang gadis sangatlah berat, mereka diberikan suntikan kontrasepsi secara rutin, semua kehamilan adalah kesalahan dari gadis itu. Gadis itu bertanggung jawab dan dipaksa untuk mengakhiri kehamilannya dengan melakukan aborsi. Gadis-gadis mengakui bahwa hidup mereka akan lebih mudah jika mereka mempunyai hubungan mitra dengan komandan.127 B.3 Pemindahan Tentara Anak dan Penyatuan Kembali Upaya positif telah dilakukan oleh Pemerintah dalam pemindahan tentara anak dari Autodefensas Unidas de Colombia (AUC) atau dari kelompok militer. Menurut angka resmi, sekitar 63 anak yang telah di pindahkan dari AUC pada 126 Nicolas Toro, Op.cit hal.12 http://www.quno.org/newyork/Resources/girlSoldiersColombia.pdf, Kearnins, Yvonne: The Voices of Girl Child Soldiers. Diakses pada tanggal 10 februari pukul 21.33 WITA 127 tahun 2006, meskipun mereka tidak secara resmi diserahkan sesuai dengan persyaratan dari proses pemindahan secara kolektif.128 Ketika proses pemindahan berakhir dengan kelompok paramiliter, diperkirakan hanya 10% dari anak-anak menyerah untuk berjuang. Banyak dari mereka dikembali ke rumah oleh para pemimpin mereka, sehingga mereka tidak mendirita lagi sebagai tentara anak. Meskipun mengembalikan anak-anak kerumah adalah langkah yang baik, namun langkah yang benar adalah mengembalikan mereka melalu proses Demobilisasi dan Penyatuan pemerintah yang lebih siap untuk menangani anak-anak dan membuat mereka lebih baik.129 Tetapi kelompok bersenjata jelas tidak ingin tentara anak pergi, dan mereka membuat anak-anak merasa takut. Tapi mungkin jarang bagi tentara anak untuk kembali ke orang tua mereka sendiri. Banyak orang di desa mereka tahu bahwa mereka adalah seorang pejuang dan berpikir bahwa mereka masih memiliki kontak dengan pihak bersenjata. Oleh karena itu sebagian tentara anakanak harus pergi ke anggota keluarga yang lain (nenek atau bibi) yang tinggal di bagian negara yang berbeda, atau mereka pergi ke rumah milik negara. Organisasi seperti UNICEF tahu betapa sulitnya bagi bekas tentara anak untuk menemukan tempat lagi di kehidupan normal. Oleh karena itu UNICEF mengatakan bahwa 'mencegah lebih baik daripada mengobati'. Apa yang mereka maksudkan adalah bahwa lebih baik untuk mencegah anak-anak untuk 128 http://www.unhcr.org/cgi-bin/texis/vtx/refworld/rwmain?docid=479f54592 ,UN General Assembly, Children and armed conflict : report of the Secretary-General, 21 December 2007. A/62/609–S/2007/757. Online. UNHCR Refworld, diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 22.31 WITA 129 Nicolas Toro, Op.cit hal 14 menjadi tentara. UNICEF dan organisasi lainnya memberitahu pihak bersenjata berulang kali bahwa dilarang untuk merekrut anak-anak di bawah usia 18 tahun menjadi tentara mereka. Menurut Kementerian Pertahanan Kolombia, 110 telah dianak-anak kembalikan pada bulan Januari dan Juni 2003. Sebagian besar telah melarikan diri atau ditangkap oleh pasukan pemerintah. Pada tanggal 12 Juni 2003 40 tentara berusia antara 14 dan 17 dilepas dan diserahkan kepada pemerintah dan UNICEF, dan menurut The Colombian Press melaporkan bahwa ELN telah membebaskan beberapa tentara anak.130 Pada tahun 1997 Lembaga Pemerintah untuk Kesejahteraan Anak dan Keluarga didirikan dengan tujuan untuk merehabilitasi bekas tentara anak dan setelah itu mereka dikembalikan ke dalam masyarakat. Program saat ini memiliki kapasitas untuk menerima 250 anak.131 130 UN news, “Colombia: UNICEF welcomes demobilization of 40 child soldiers”, 13 June 2003 http://www.eenet.org.uk/newsletters/news7/page11.shtml, Erika Paez ,Demobilizing of Children, October 2002. Diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 23.11 WITA 131 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Hukum Internasional khususnya hukum humaniter internasional telah melindungi dan menjaga hak anak di bawah umur untuk tidak direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata, aturan itu telah banyak di ratifikasi oleh negaranegara, namun masih banyak negara yang melanggar perjanjian tersebut. Penggunaan anak-anak sebagai tentara dalam kelompok bersenjata adalah kejahatan yang sangat keji, mereka dipaksa untuk masuk kedalam kelompok bersenjata demi bertahan hidup, meskipun sebenarnya itu banayk kondisi-kondisi tidak manusiawi yang terjadi dalam kelompok tersebut, kekerasan fisik dan moral, mereka dipaksa untuk berperang. Didalam situasi seperti ini tidak ada lagi perhatian, perlindungan dan kasih sayang dari orangorang sekitar yang seharusnya mereka dapatkan Untuk alasan ini pemerintah Kolombia memiliki tugas untuk mengatur strategi dalam pembangunan gerakan ekonomi dan sosial dan anak-anak sebagai target sehingga mereka lebih terkait dengan masyarakat Kolombia. B. SARAN Negara pihak harus meningkatkan perhatian dan keseriusan penerapan Undangundang internasional dalam menjaga anak-anak dibawah umur agar tidak direkrut sebagai tentara dalam konflik bersenjata disuatu negara. Dan negara yang bersangkutan bersikap tegas dalam mengawasi dan melindungi anak terhadap praktik perekrutan anak seagai tentara dan menghukum pelakunya dengan seberat-beratnya. Selain itu negara pihak harus lebih serius terhadap penerapan berbagai konvensi hukum humaniter internasional yang khusus melindungi anak dan kepentingan anak dalam situasi konflik bersenjata. Saran lainnya, untuk alasan ini pemerintah Kolombia maupun pemerintah di negara lain sebaiknya mengatur strategi dalam kegiatan sosial dan anak-anak sebagai target kegiatan tersebut sehingga mereka lebih terkait dengan masyarakat, khusunya masyarakat Kolombia. DAFTAR PUSTAKA Buku - Ambarwati, Denny Ramadhany, Rina Rusman (2012) Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta - Arlina Permanasari, Fadillah Agus, et.al., Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999 - Garry Leech (2009). Beyond Bogota: Diary of a Drug War Journalist. Boston, MA: Beacon Press. - Haryomataram (1994), Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta. - Haryomataram, S.H. (2005) , Pengantar Hukum Humaniter, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. - Ilene Chon and Guy S. Goodwin-Gill (1997), Child Soldiers: The Role of Children in Armed Conflicts, Clarendon Press, Oxford - I wayan Parthiana (2002), Perjanjian Internasional Bagian I, Mandar Maju, Bandung. - Knut D. Asplund, Suparman Marzuki dan Eko Riyadi (2008), Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta - Mario A. Murillo (2004);. Colombia and the United States: war, unrest, and destabilization. Seven Stories Press, Colombia - Mike Crawley (2004), Everyone’s Outraged, but Children Still Fight Wars: Promises by Militias, Government Not to Use them Often Broken, Chicago SunTimes, Chicago - Mochtar Kusumaatmadja (1980),Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia. - Pietro Verri (1992), Dictionary of International Law of Armed Conflict, International Committee of the Red Cross, Geneva - Symposium (2004), International Law Barring Child Soldiers in Combat: Problems in Enforcement and Accountability, 37 Cornell Int‟l L.J. USA - Yoram Dinstein, War, Aggression and Self-Defence Second Edition, (Grotius Publications Cambridge University Press, 1944) Jurnal - Fadillah Agus, Hukum Humaniter Suatu Perspektif, Pusat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta : 1997 - Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law - Marsha L. Hackenberg (2000), Can the Optional Protocol For the Convention on the Rights of the Child Protect the Ugandan Child Soldier? - Michael Leggiere, The Fall of Napoleon: The Allied Invasion of France 18131814 - Yayasan Jurnal Perempuan, Perempuan di Wilayah Konflik, SMKG Desa Putera, Jakarta : Juli 2002 Dokumen PBB dan Perjanjian Internasional - Convention on the Rights of the Child atau Konvensi Tentang Hak Anak Tahun 1989 - Geneva Convention atau Konvensi Jenewa Tahun 1949 - Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor.182 tahun 1999 - Konvensi Den Haag Tahun 1907 - Protokol-protokol tambahan Konvensi Jenewa Tahun 1977 - The Rome Statute of the International Criminal Court 2002 - Undang-undang RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Case - Colombian Civil War (1964-Present) Artikel dan Website - An Exploration of Child Soldiering in Three Countries, diakses via http://www.iasswaiets.org/index.php?option=com_content&view=article&id=124:c hild-soldiers&catid=58:other-reports-and-papers&Itemid=88 - Child Protection from Violence Exploitation and Abuse diakses via http://www.unicef.org/protection/index_armedconflict.html - Child Soldiers and International Law, diakses via http://www.iss.co.za/pubs/asr/6no3/fontana.html - Child Soldiers Around the World diakses via http://www.cfr.org/human-rights/child-soldiers-around-world/p9331 - Colombia civil war, diakses via http://en.wikipedia.org/wiki/Colombian_civil_war_(1964%E2%80%93present)#cite_noteamericas-other-war-57-12 - Crimes of War - Educator's Guide: Child soldiers, diakses via http://www.hrea.org/index.php?base_id=128 - Defenisi Anak diakses via http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/definisi-anak/ - Ensiklopedi Wikipedia Online Defenisi Perang diakses via http://id.wikipedia.org/wiki/Perang - Ensiklopedi Wikipedia Online Hukum Humaniter Internasional diakses via http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Humaniter_Internasional - Ensklopedi Wikipedia Online Military use children diakses via http://en.wikipedia.org/wiki/Military_use_of_children - Ensiklopedi Wikipedia Online Perang Dunia Kedua diakses via http://ms.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_Kedua - Ensiklopedi Wikipedia Online , World War I diakses via http://en.wikipedia.org/wiki/World_War_I - Historia De La Guerrilla en Colombia diakses via http://www.ecsbdefesa.com.br/defesa/fts/HGC.pdf - ILO concern: the unbearable fate of child soldiers diakses via http://www.ilo.org/global/abouttheilo/newsroom/features/WCMS_075611/lang--en/index.htm ,. - Impact of Armed Conflict on Children. “Children at both ends of the gun diakses via http://www.unicef.org/graca/kidsoldi.htm - La Violencia diakses via http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/laviolencia.htm#aljure - Military Casualties of World War One diakses via http://www.firstworldwar.com/features/casualties.htm - No easy road to peace in Colombia - diakses via http://www.businessweek.com/ap/2012-07-26/no-easy-road-to- peace-in-colombia - UNICEF, FACTSHEET: CHILD SOLDIERS diakses via www.unicef.org/emerg/files/childsoldiers.pdf - United Nations Treaty Database entry regarding the Rome Statute of the International Criminal Court. http://treaties.un.org/Pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=XVIII10&chapter=18&lang=en, - War on Drugs and Human Rights in Colombia diakses via http://www.icdc.com/~paulwolf/colombia/counterinsurgency.html