ANALISIS SEMIOTIKA NILAI-NILAI PLURALITAS DALAM FILM JERUSALEM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Dityan Zahra Pranissa 1112051000149 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2017 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memeroleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tangerang, 29 Desember 2016 Dityan Zahra Pranissa ABSTRAK Dityan Zahra Pranissa Analisis Semiotika Nilai Pluralitas dalam Film Jerusalem Pluralitas atau keberagaman merupakan gejala sosial yang sangat umum ditemui dalam setiap kehidupan bermasyarakat. Masyarakat menempati satu wilayah dengan beragam suku, ras, agama, budaya dan lainnya. Keberagaman mengenai agama masih sangat sulit untuk diterima dalam bermasyarakat, terutama saat ada yang memakai pakaian keagamaan sebagai identitas agama mereka. Film merupakan media massa yang dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan formal maupun non-formal dalam memengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di dalam sebuah film. Film Jerusalem merupakan salah satu film dokumenter yang menyajikan kisah kota Yerusalem yang dianggap sebagai kota suci oleh tiga agama besar di dunia, di mana Yahudi, Kristen dan Islam hidup berdampingan di kota Yerusalem. Film ini bertujuan agar kita bisa saling menerima dan menghargai agama lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam film Jerusalem menurut teori semiotika model Roland Barthes yang mempresentasikan nilai-nilai pluralisme? Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika model Roland Barthes dan konsep pluralitas. Dalam semiotika Roland Barthes, sistem signifikansi terbagi ke dalam dua tingkatan, di mana denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai „mitos‟, yang berfungsi guna mengungkapkan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam periode tertentu. Sedangkan pluralitas adalah adanya keadaan yang berisi keberagaman, baik budaya, ras, suku, agama maupun lokalitas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Yaitu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar dan buku-buku. Paradigma penelitian yang digunakan ialah paradigma konstruktivis yang berdasar pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritis aliran konstruktivis. Hasil penelitian ini menampilkan beberapa scene yang mempresentasikan nilai-nilai pluralitas, baik secara verbal maupun non-verbal, seperti adanya scene saat bangunan suci ketiga agama ada di dalam satu frame, penerimaan publik terhadap hak orang lain untuk mengenakan atribut keagamaan, penjelasan mengenai perspektif Islam tentang pluralitas, seperti saling menghargai dan menerima agama satu dengan lainnya dalam satu wilayah, adanya interaksi positif secara duniawi, dan berbuat adil terhadap agama selain agama Islam. Kata kunci: Semiotika, Pluralitas, Film, Jerusalem. i KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika NilaiNilai Pluralitas dalam Film Jerusalem”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah bagi junjungan besar Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi salah satu persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini, penulis tentu menyadari bahwa skripsi ini tidak akan mampu terselesaikan tanpa bantuan dari pihak lain yang telah memberikan bimbingan, nasihat, serta motivasi baik secara moral maupun material. Oleh karenanya, penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2. Drs. Masran, MA, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Fita Fathurokhmah SS, M.Si, Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Drs. H. Arief Subhan, MA, dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan, arahan, memberikan koreksi, ii saran dan masukan kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 5. Dr. Gun Gun Heryanto M.Si, dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu mengarahkan seluruh mahasiswa untuk mengikuti seluruh kegiatan akademik dan selalu memberikan masukan serta semangat kepada peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan berbagai pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama dalam masa perkuliahan. 7. Segenap Pimpinan serta Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani penulis dalam menggunakan buku-buku serta literatur yang penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini. 8. Kepada orangtua ku tercinta, Budiman dan Titin Suhartini yang selalu mendoakan, menjadi inspirasi serta memberikan dukungan baik secara moral maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Adik saya Widi Arya Pinandita, Viendra Zahryan Yugabuana, Taffyne Alfidha Zatibayani, Adlina Kalya Ghaisani dan Alisha Azra Ameera yang selalu menjadi motivasi dan sudah memberikan keceriaan disaat penulis merasakan lelah. 10. Ka Rustanto Sudin dan Ka Abdullah Fajri, Pimpinan BTA8 Fatmawati, tempat saya bekerja. Terima kasih atas saran dan wejangan yang selalu diberikan kepada penulis agar tidak lupa dengan skripsi. Serta dukungan, pengertian dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan iii skripsi. 11. Raihan Abel Farissi, S.E, yang selalu meluangkan waktu untuk membantu, mendukung, mendoakan dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi. 12. Annisa Febrina Syahrin, S.E dan Arif Maulana Ichram, sahabat semasa putih abu-abu hingga sekarang, yang tidak pernah lelah mengingatkan penulis untuk tidak lelah dalam mengerjakan skripsi. 13. Annisah Bilqis, sahabat seperjuangan semasa kuliah yang selalu siap disaat suka dan duka dan siap menjadi apapun. Selalu mendukung tanpa lelah dan terus memberikan arahan, saran dan masukan bagi penulis. 14. Sahabat perkuliahan yang asik diajak diskusi, Melqy Amirussoleh, Ridho Falah Adli, Achmad Faizal Riwanto dan M. Arif Faturrahman yang selalu bisa memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam mengerjakan skripsi. 15. Kawan seperjuangan sejak semester awal KPI E, Mudillah, Aisyah, Sarah, Tabitha, Fitri, Syifa, Nenden, Apik, Dewi, Novi, Nufus, Mia, Nirma, Gio, Fahmi, Taufik, Arif Syahrizal, Hilman, Ahmad Fikry, Trisaka, Aidillah. Tanpa kalian kuliah tidak akan semenyenangkan dan seseru ini. 16. Keluarga Besar KPI angkatan 2012 serta kakak-kakak senior dan adikadik junior yang sudah memberikan inspirasi kepada peneliti. 17. Keluarga besar KKN SHARE 2015, Karina, Ithessa, Dwi, Novi, Annisa F, Meydha, Nanda, Abdul, M.Agung, Deny, Enung, Gusti, Jae, Bang Rosi, Bang Peni, yang selalu mendukung dan mendoakan penulis tiada iv henti, yang sudah juga memberikan pengalaman berharga dan tak terlupakan untuk penulis. Semoga silaturahmi kita dapat terjaga dengan baik. 18. Keluarga besar LSO SKETSA yang telah memberikan pengalaman dan keluarga baru kepada penulis. 19. Seluruh pihak yang selalu mengingatkan dan membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Peneliti mengharapkan masukan, baik berupa saran maupun kritik yang membangun yang diharapkan mampu memberikan pelajaran untuk ke depannya agar bisa menjadi lebih baik lagi. Peneliti berharap semoga apa yang telah peneliti tuliskan dalam skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi peneliti, juga bagi pembaca pada umumnya. Tangerang, Desember 2016 Penulis v DAFTAR ISI ABSTRAK...............................................................................................................i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 10 A. Latar Belakang............................................................................... 10 B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 13 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 14 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 14 E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 15 F. Kerangka Konsep .......................................................................... 17 G. Metodologi Penelitian ................................................................... 20 H. Sistematika Penulisan .................................................................... 22 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 24 A. Ruang Lingkup Semiotika ............................................................. 24 1. Pengertian Semiotika ...................................................................... 24 2. Semiotika Roland Barthes .............................................................. 25 B. Kajian Mengenai Pluralitas ........................................................... 29 1. Sikap Pluralitas ................................................................................ 31 C. Tinjauan Tentang Film .................................................................. 32 1. Pengertian Film ................................................................................ 32 2. Film sebagai Media Komunikasi ................................................... 34 3. Film Dokumenter............................................................................. 36 4. Unsur-unsur Pembentukan Film .................................................... 38 5. Struktur Film .................................................................................... 39 BAB III GAMBARAN UMUM FILM JERUSALEM .................................... 42 A. Sinopsis.......................................................................................... 42 B. Profil Film ..................................................................................... 43 vi C. Tim Produksi Film......................................................................... 49 D. Profil Sutradara Film Jerusalem .................................................... 51 BAB IV TELAAH SEMIOTIKA TENTANG NILAI-NILAI PLURALITAS DALAM FILM JERUSALEM...................................................... 52 A. Temuan Analisis Semiotika Roland Barthes ................................. 52 BAB V PENUTUP ................................................................................................. 70 A. Kesimpulan .................................................................................... 70 B. Saran .............................................................................................. 71 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 72 LAMPIRAN................................................................................................................... 77 vii DAFTAR TABEL Tabel 1.3 Tabel Tim Produksi Film ................................................................... 49 Tabel 2.4 Scene 1 (03:03 - 03:22) ...................................................................... 52 Tabel 3.4 Scene 2 (03:47 – 05:09) ..................................................................... 57 Tabel 4.4 Scene 3 (09:26)................................................................................... 62 Tabel 5.4 Scene 4 (40:31 - 40:38) ...................................................................... 65 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.2 Peta Tanda Roland Barthes ............................................................. 26 Gambar 2.3 Benedict Cumberbatch ..................................................................... 43 Gambar 3.3 Dr. Jodi Magness ............................................................................. 45 Gambar 4.3 Revital Zacharie ............................................................................... 47 Gambar 5.3 Nadia Tadros .................................................................................... 48 Gambar 6.3 Farah Ammouri ................................................................................ 48 Gambar 7.3 Daniel Ferguson ............................................................................... 51 ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran media massa seringkali menampilkan makna-makna terhadap realitas yang terjadi di kehidupan sekitar kita.1 Salah satunya adalah film sebagai salah satu media komunikasi massa, film dapat menjadi sebuah komunikator atau perantara dalam berkomunikasi. Hal ini dikarenakan film seringkali menggambarkan sesuatu yang dekat atau berhubungan langsung dengan masyarakat atau penontonnya. Sebagai sarana komunikasi yang memiliki kekuatan penyampaian melalui sifatnya yang audio visual, film mampu memengaruhi nilai dan perilaku para penontonnya.Selain itu, film juga selalu mampu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di dalam atau dibalik film tersebut tanpa pernah berlaku sebaliknya. 2 Kedudukan media film juga dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan non-formal dalam memengaruhi dan membentuk budaya kehidupan masyarakat sehari-hari melalui kisah yang ditampilkan. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk mempresentasikan dan mengkontruksikan realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis serta berperan dalam pelestarian budaya bangsa. 3 Terlepas dari jenisnya, film mampu memberikan informasi yang baru bagi masyarakat dan selalu memberikan pesan-pesan moral di dalamnya. 1 Diakses melalui website https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_Representasi?auto=do wnload, uploaded by Sigit Surahman, pada tanggal 14 April 2016, pukul 12:09 WIB. 2 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 127. 3 Diakses melalui website https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_Representasi?auto=do wnload, uploaded by Sigit Surahman, pada tanggal 14 April 2016, pukul 12:21 WIB 10 11 Selain itu, film juga merupakan dokumen sosial, masyarakat dapat melihat gambaran secara nyata apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu, melalui gaya bahasa, mode pakaian, pola pikir dan tatanan sosial masyarakat yang digambarkan pada film tersebut.4 Jerusalem merupakan film yang diproduksi oleh Cosmic Picture dan Arcane Picture, dan didistribusikan oleh National Geographic Entertainment pada tahun 2013. Film dokumenter yang berdurasi selama 40 menit ini menyajikan dan memberikan pengetahuan kepada para penontonnya mengenai keragaman budaya agama di kota Yerusalem melalui mata tiga remaja dengan berbeda keyakinan; Yahudi, Kristen dan Islam serta menceritakan sejarah Yerusalem yang dinarasikan oleh Benedict Cumberbatch dan melalui seorang arkeolog, Dr. Jodi Magness. Film ini berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Best Film Short Subject dan Best Cinematography di Giant Screen Cinema Association pada tahun 2014. Film Jerusalem menceritakan bagaimana arti kota Yerusalem bagi tiga remaja yang berbeda agama; Yahudi, Kristen dan Islam. Mereka juga menceritakan bagaimana budaya-budaya agama mereka dilaksanakan di kota Yerusalem. Walaupun dalam penyajian ceritanya tidak ada komunikasi yang terjadi diantara ketiga remaja ini, tetapi film ini menggambarkan bagaimana keberadaan tiga agama tersebut di Yerusalem tidak saling bersinggungan dan dapat hidup secara berdampingan. Keseluruhan dari film ini menceritakan bagaimana sebuah kota kecil bisa menjadi pusat dunia dan menjadi tempat suci bagi tiga agama besar di dunia; Yahudi, Kristen dan Islam. 4 Diakses melalui website http://perfilman.perpusnas.go.id/artikel/detail/106 pada tanggal 02 Mei 2016, pukul 22:42 WIB. 12 Produser dalam film Jerusalem mengatakan tujuan dibuatnya dan dipilihnya Yerusalem sebagai objek film ini adalah untuk melihat alasan dari keterikatan universal Yerusalem: Yahudi, Kristen dan Islam. Mereka berharap penjajaran yang berbeda agama dan budaya - semua dengan koneksi spiritual dan sejarah yang mendalam ke kota - akan mengungkapkan berapa banyak orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam memiliki kesamaan dan menginspirasi kita semua untuk lebih memahami satu sama lain. Melalui situs resminya pula, para produsernya ingin menceritakan kota Yerusalem dengan cara yang berbeda. Apabila biasanya Yerusalem diceritakan identik dengan sejarah peperangan, maka dalam film ini kita bisa mengetahui bagaimana budaya tiga agama monoteistik di dunia dengan faktor sejarah dan arkeologinya di kota Yerusalem.5 Berbeda dengan film dokumenter biasanya, film ini tidak ada scene di mana seseorang sumber seperti sedang memberitakan fakta atau seperti diwawancara. Masing-masing narator menceritakan kota Yerusalem seperti bercerita. Pengambilan gambar di film Jerusalem juga berbeda dengan film dokumenter lainnya. 6 Sinematografi yang baik dan menakjubkan membuat interaksi antara penonton dan film menjadi lebih hidup. Walaupun cerita dari film Jerusalem sarat akan agama, tetapi film ini sama sekali tidak menjurus pengaruh ke unsur agama sedikit pun, karena di film ini membahas budaya dan tiga agama yang ada, Yahudi, Kristen dan Islam, dengan faktor sejarah dan arkeologi. Pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan dan kekhasan. Konsep ini mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many), keragaman 5 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/ pada tanggal 29 April 2016, pukul 23:14 WIB. 6 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/ pada tanggal 29 April 2016, pukul 23:30 WIB. 13 menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan tak dapat disamakan. 7 Keberagaman dalam pluralitas tidak hanya digambarkan pada konteks budaya saja, tetapi dilihat dari segi agama, ras, strata sosial dan sebagainya, yang mana di dalamnya masyarakat memiliki rasa menerima dan menghargai atas adanya keberagaman tersebut. Seharusnya, rasa menerima dan menghargai tidak hanya direalisasikan dengan bentuk komunikasi antar orang yang berbeda agama atau suku saja, tapi juga disaat ada individu yang menunjukkan identitas agamanya melalui bagaimana cara mereka berpakaian. Di dalam film Jerusalem, digambarkan bahwa masyarakatnya saling menghargai dan menerima satu sama lain ketika kaum Yahudi, Nasrani dan Muslim menunjukkan identitas keagamaannya dengan mengenakan pakaian-pakaian keagamaannya masing-masing.8 Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa perlu untuk meneliti dan mengkaji film Jerusalem dalam rangka memperoleh informasi dan menggali nilainilai pluralitas yang terkandung di dalamnya untuk acuan kehidupan pada masyarakat agar lebih bisa menerima keberagaman dalam segi keagamaan. B. Batasan dan Rumusan Masalah Peneliti membatasi penelitian ini dengan terfokus pada adegan-adegan dalam film Jerusalem yang memiliki nilai pluralitas, terutama agama. Berdasarkan batasan masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana nilai-nilai pluralitas dilihat dari makna denotasi yang terdapat dalam film Jerusalem? 7 Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 9. 8 Berdasarkan pengamatan dalam film Jerusalem pada 10 November 2016 14 2. Bagaimana nilai-nilai pluralitas dilihat dari makna konotasi yang terdapat dalam film Jerusalem? 3. Bagaimana nilai-nilai pluralitas dilihat dari makna mitos yang terdapat dalam film Jerusalem? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan peneliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui nilai-nilai pluralitas berdasarkan makna denotasi yang terdapat dalam film Jerusalem. 2. Untuk mengetahui nilai-nilai pluralitas berdasarkan makna konotasi yang terdapat dalam film Jerusalem. 3. Untuk mengetahui nilai-nilai pluralitas berdasarkan makna konotasi dalam film Jerusalem. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis a) Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya dan memperdalam ilmu dakwah dan ilmu komunikasi melalui metodologi penelitian kualitatif pada model semiotika Roland Barthes serta menambah dan memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai pluralitas. b) Memperdalam pemahaman tentang penelitian semiotika, khususnya dalam ranah perfilman dan komunikasi pada umumnya. 15 2. Manfaat Praktis a) Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemahaman bagi para pembaca dari makna-makna dalam film Jerusalem. b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran kepada para kreator-kreator perfilman agar dapat menambah kekreatifitasannya dalam membuat film. E. Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap hasil penelitian lain yang mempunyai kemiripan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, antara lain; Aminah Tuzahra menemukan makna kasih sayang seorang wanita terhadap anak yang menderita kelainan dalam film Biola Tak Berdawai (BTB) pada model Roland Barthes. Pada makna denotasi, film BTB menggambarkan seorang anak yang mempunyai kelainan sejak lahir, salah satunya adalah yang memiliki jaringan otak yang rusak berat, pada makna konotasinya adalah anak yang memiliki jaringan otak yang rusak berat, autisme dan juga tuna daksa sehingga membuat dia kesulitan dalam berkomunikasi. Sedangkan pada makna mitos adalah manusia memerlukan komunikasi dalam kehidupan karena manusia adalah makhluk sosial. 9 Pada skripsi ini memiliki kesamaan penelitian pada teori semiotika dengan film sebagai objeknya, selain itu metodologi yang digunakan sama, yaitu metode kualitatif dan model semiotika yang digunakan adalah 9 Aminah Tuzahra, Analisis Semiotika Film Biola Tak Berdawai, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta, 2011. 16 semiotika model Roland Barthes. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Aminah, film yang diteliti merupakan film produksi Nasional, Indonesia, dengan genre dan melihat makna kasih sayang dalam film tersebut, sedangkan pada penelitian ini film yang diteliti merupakan film produksi Internasional yang bergenre dokumenter dengan memperhatikan nilai-nilai pluralitas yang disajikan dalam film tersebut. Siti Mawarni Murdiati menemukan representasi simbol dalam film Mata Tertutup karya Garin Nugroho, yaitu proses perekrutan oleh NII (bai’at), uang yang dikumpulkan oleh NII (infaq), teknik persuasif yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah (muqayadhah) dan proses menjadi seorang pengantin bom bunuh diri (jihad). 10 Pada skripsi ini memiliki kesamaan penelitian pada film sebagai objeknya, selain itu metodologi yang digunakan sama, yaitu metode kualitatif. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Siti Mawarni, film yang diteliti merupakan film produksi Nasional, Indonesia, dengan genre drama dan model semiotika yang digunakan adalah Charles S. Piere, sedangkan pada penelitian ini film yang diteliti merupakan film produksi Internasional bergenre dokumenter dengan model semiotika Roland Barthes untuk mencari nilai-nilai pluralitas. Ratih Gema Utami menemukan pesan pluralisme secara verbal dan nonverbal yang dilihat dari makna denotasi, konotasi dan mitos pada setiap adegan pada film Cin(T)a. 11 Pada skripsi ini dengan film sebagai objeknya, selain itu 10 Siti Mawarni Murdiati, Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta, 2015. 11 Ratih Gema Utami, Representasi Pesan Pluralisme dalam Film CIN(T)A (Analisis Semiotika Roland Barthes mengenai Representasi Pesan Pluralisme Verbal dan Nonverbal dalam 17 metodologi yang digunakan sama, yaitu metode kualitatif. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Ratih, film yang diteliti merupakan film produksi Nasional, Indonesia, dengan genre drama untuk mencari nilai-nilai pluralitas secara verbal dan nonverbal dengan menggunakan teori semiotika model Charles S. Pierce, sedangkan pada penelitian ini film yang diteliti merupakan film produksi Internasional bergenre dokumenter dengan model semiotika Roland Barthes untuk mencari nilai-nilai pluralitas. F. Kerangka Konsep 1. Semiotika Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), makna tanda dan cara kerja tanda. Secara etimologis, kata semiotika berasal dari kata Semeion dalam bahasa Yunani yang berarti tanda. Sedangkan secara terminologis, semiotika diidentifikasikan sebagai ilmu yang memelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan dan tanda. 12 Menurut Littlejohn (1996: 64) tanda-tanda merupakan dasar atau basis dari seluruh komunikasi, karena melalui tanda-tanda manusia mampu melakukan komunikasi dengan sesamanya.13 2. Semiotika Roland Barthes Roland Barthes mendefinisikan tanda (sign) sebagai sebuah system yang terdiri dari ekspresi atau signifier dalam hubungannya dengan content. Film CIN(T)A), Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, 2012. 12 Fachrial Daniel, Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Cowo Blur” Go Ahead 2011), Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara, Vol. 1, No. 3, 2013, h.. 4. 13 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15. 18 Barthes membagi sistem semiotika menjadi denotasi, konotasi dan mitos sebagai kunci dari analisisnya.14 Denotasi adalah makna pada apa yang kita lihat dan pada kenyataannya adalah sama, fenomena ini dapat dirasakan melalui panca indera. Sedangkan konotasi adalah makna-makna yang bukan sebenarnya, tidak langsung dan tidak pasti. Konotasi merupakan tingkatan pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda. Sementara mitos merupakan pengkodean makna-makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap alamiah.15 Menurut Barthes mitos terletak pada tingkat dua tahap penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda memiliki makna konotasi berkembang menjadi makna denotasi dan popular di masyarakat maka disebut dengan mitos. 3. Pluralitas Pluralitas merupakan gejala sosial yang sering ditemui dalam setiap kehidupan bermasyarakat, yang di mana di dalamnya memiliki budaya, ras, etnik dan agama yang beragam. Kemajemukan dalam suatu masyarakat sering disebabkan oleh berbagai faktor perbedaan yang terdapat di kelompokkelompok, kesatuan sosial dalam masyarakat tersebut, seperti perbedaan suku bangsa, agama dan perbedaan lainnya yang terdapat di dalam lapisan masyarakat tersebut. 16 Menerima kemajemukan berarti menerima adanya 14 Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna, (Bandung: Matahari, 2010), h.304. 15 Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna, h.305. 16 Wilodati, Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ikaa-an Kebudayaan di Indonesia, Artikel dalam “Seabad Kebangkitan Nasional Revitalisasi dan 19 perbedaan yang artinya mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak sama, bukan berarti harus menyamaratakan perbedaan menjadi sama.17 Kata “plural” berasal dari bahasa inggris yang berarti jamak. Jadi, pluralitas memiliki arti kemajemukan. Menurut Muhammad Imarah pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. 18 Plural atau majemuk merupakan lawan kata dari singular atau tunggal. Konsep pluralitas mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many), keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan tidak dapat disamakan. 4. Film Secara etimologi, film adalah gambar hidup dan cerita hidup.19 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film merupakan selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop). Jenis film ada bermacam-macam, yaitu; Komedi, Petualangan, Laga, Drama, Dokumenter dan lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dokumenter merupakan dokumentasi dalam bentuk film mengenai suatu film bersejarah atau suatu aspek seni budaya yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan dan alat pendidikan.20 Film merupakan potret dari masyarakat di mana film tersebut dibuat, karena menurut Irawanto (1999: Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan Sejahtera”, Pusat Kajian Wawasan Kebangsaan UPI, CV Yasindo Multi Aspek, April 2008, h. 5 17 A. Shobiri Muslim, “Pluralisme Agama dalam Perspektif Negara dan Islam”, (Jakarta: Madania, 1998), h. 4. 18 Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan, h. 9 19 Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan Documenter, FFTV-IKJ dengan YLP, (Jakarta: Fatma Press, 1977), h. 22. 20 Diakses melalui website http://kbbi.web.id/film, pada tanggal 22 April 2016, pukul 09:27 WIB. 20 13) film selalu merekam atau menyajikan suatu gambar yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke atas layar.21 G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian dengan kualitatif menekankan pada banyak aspek dari satu variabel, yang mana permasalahan tersebut dapat diteliti lebih dalam. Data yang didapat pun berupa kata-kata, kalimat, gambar, perilaku, replika, atau manuskrip yang didapat dari objek yang diobservasi peneliti. 22 Penelitian dengan metode kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu, yang ada dalam kehidupan sehari-hari dengan maksut menginvestigasi dan memahami fenomena-fenomena yang terjadi. 23 Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penggambaran apa adanya yang selanjutnya akan dianalisis, yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu populasi atau objek tertentu.24 2. Subjek dan Objek Penelitian Film Jerusalem merupakan subjek dalam penelitian ini. Sedangkan, setiap scene atau potongan gambar dalam film Jerusalem merupakan objeknya, di mana tiap bagian tersebut berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 21 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 127. Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi Kedua, (Jakarta: Erlangga, 2009.), h. 23. 23 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 83. 24 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktik Riset Komunikasi, (Jakarta : Kencana, 2007) , h. 69. 22 21 3. Tahapan Penelitian a. Pengumpulan Data 1) Observasi Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, menurut Arikunto (2002) dalam buku Imam Gunawan, observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati secara teliti kemudian dilakukan pencatatan secara sistematis. 25 Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah dengan menonton film dan mengamati dengan teliti adegan-adegan yang berkaitan dengan penelitian yang kemudian di dipilih, dicatat dan dianalisa.26 Adapun instrumen penelitiannya adalah; (a) Data Primer: Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Pada penelitian ini, objeknya berupa satu softcopy film Jerusalem dalam format mp4 dengan subtitle bahasa Indonesia. (b) Data Sekunder: Data sekunder adalah data pendukung yang diambil melalui sumber lain seperti buku, majalah, situs yang berhubungan dengan penelitian. Penulis mengumpulkan data-data melalui pustaka-pustaka dan literatur serta mengkajinya untuk kemudian dijadikan argumentasi yang mendukung penelitian. b. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, temuan-temuan data yang diperoleh akan ditafsirkan menurut semiotika model Roland Barthes untuk melihat makna-nilai-nilai pluralitas dalam film Jerusalem, indikatornya adalah; 25 26 Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 143 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Group, 2005), h. 126 22 1.) Denotasi, makna yang paling nyata dari tanda, apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek. 2.) Konotasi, bagaimana menggambarkan objek, ia bermakna subjektif dan intersubjektif, sehingga kehadirannya tidak disadari. 3.) Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai dominasi. Dalam dunia modern, mitos dikenal dengan bentuk feminism, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan. H. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II Kajian Teori Bab ini membahas tentang Ruang Lingkup Semiotika dan Teori Semiotika Roland Barthes, Pengertian dan Sikap Pluralitas, Tinjauan tentang Pengertian Film, Film sebagai Media Komunikasi Massa, Film Dokumenter, Unsurunsur Pembentuk Film dan Struktur Film. BAB III Gambaran Umum Film Jerusalem Bab ini membahas tentang Sinopsis Film Jerusalem, Profil Film dan Pemain Film, Tim Produksi dan Profil Sutradara Film Jerusalem. BAB IV Temuan dan Analisis Data 23 Bab ini menjelaskan hasil temuan yang diperoleh dan mengidentifikasi serta menganalisis hasil temuan tentang film Jerusalem melalui tanda-tanda verbal dan non-verbal terkait dengan pandangan Roland Barthes. BAB V Kesimpulan Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari penulis. BAB II LANDASAN TEORI A. Ruang Lingkup Semiotika 1. Pengertian Semiotika Secara etimologis, kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Kurniawan (2009) dalam Alex Sobur mengatakan bahwa semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Pada masa itu, tanda masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain, seperti asap yang menandai adanya api.27 Sedangkan secara terminologis, semiotika merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.28 Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan ketentuan dalam sistem bahasa yang bersangkutan.29 Semiotika merupakan ilmu atau metode analisis yang digunakan untuk mengkaji suatu tanda. Menurut Littlejohn (1996) dalam Alex Sobur, tandatanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Ketika berkomunikasi 27 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17. Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h. 8. 29 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17. 28 24 25 satu sama lain, manusia menggunakan tanda-tanda sebagai perantara. 30 Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Dalam kehidupan manusia tanda dapat berupa gambar, kata atau gerak tubuh, seperti menggelengkan kepala tanda tidak setuju atau ramburambu lalu lintas. Terdapat dua jenis kajian semiotika, semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi lebih menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi dan acuan (hal yang dibicarakan). Tanda dalam semiotika komunikasi ditempatkan dalam rantai komunikasi, sehingga tanda mempunyai peranan yang penting dalam penyampaian pesan. Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.31 2. Semiotika Roland Barthes Roland Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlanti di sebelah barat daya Prancis. 32 Ia dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia telah banyak menulis buku, yang beberapa diantaranya menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia. Tak hanya itu, Barthes juga merupakan seorang intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan struktualisme dan semiotika pada studi 30 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15. Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15. 32 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63 31 26 sastra. Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu.33 Konsep pemikiran Barthes merupakan terusan dari pemikiran Ferdinand de Saussure. Jika pemikiran de Saussure hanya berbatas pada hubungan antara penanda dengan petanda. Maka, Barthes meneruskannya dengan menekankan bahwa adanya interaksi antar teks dengan pengalaman personal dan kultur penggunanya.34 Barthes membuat peta bagaimana tanda bekerja: Gambar 1.2 Peta Tanda Roland Barthes Penanda (signifier) adalah objek atau benda yang dapat dirasakan oleh panca indera manusia. Penanda merupakan level of expressions karena mempunyai wujud atau bagian fisik seperti huruf, bunyi, gambar, kata dan sebagainya. Sedangkan petanda (signified) adalah gagasan, konsep atau makna yang terkandung di dalam hal-hal atau objek yang digambarkan oleh 33 34 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63 Rachmat Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 268. 27 aspek pertama (signifier). Adanya hubungan antara penanda dan petanda akan melahirkan sebuah makna bagi orang yang menerimanya.35 Dari peta tanda Roland Barthes dapat dijelaskan bahwa denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material, hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin. Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. 36 Pada dasarnya, terdapat perbedaan mengenai pengertian denotasi dan konotasi yang dipahami oleh Barthes dengan pengertian secara umum. Dalam pengertian umum, denotasi biasa dimengerti sebagai makna harfiah atau makna yang sesungguhnya. Sedangkan dalam pemahaman Barthes, denotasi merupakan first order of signification atau sistem signifikansi tingkat pertama. Denotasi adalah makna apa yang terlihat dan pada kenyataannya sama. Denotasi juga dapat dikatakan sebagai fenomena yang tampak dengan panca indera.37 Berbeda dengan denotasi, pengertian konotasi secara umum biasa dimengerti sebagai makna yang bukan sebenarnya, tidak pasti dan tidak langsung. Dalam pemahaman Barthes konotasi merupakan second of signification atau sistem signifikansi tingkat kedua. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tersembunyi, tidak langsung dan tidak 35 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: JALASUTRA, 2009), h. 12. 36 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 69 37 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70 28 pasti. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika penanda mengkaitkannya dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, keyakinan serta nilai-nilai dari kebudayaan pembacanya. 38 Jadi dapat dikatakan bahwa denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sementara konotasi adalah bagaimana menggambarkan tanda tersebut.39 Dalam studi Roland Barthes tentang tanda, area penting yang dirambah Barthes adalah adanya peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda tetapi membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.40 Pada kerangka pemikiran Roland Barhes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang biasa disebut dengan mitos. Tak hanya itu, pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos lahir melalui sistem pemaknaan tataran kedua karena mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang sudah ada sebelumnya. 41 Dalam pemahaman Barthes, mitos merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap alamiah. Selain itu, mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. 42 Mitos berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. 43 Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi atau paradigma 38 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bangsa Agama, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 22 39 Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22. 40 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 68 41 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71 42 Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22 43 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71. 29 apabila sudah berakar lama dan digunakan sebagai acuan hidup serta menyentuh ranah norma sosial yang berlaku dimasyarakat.44 B. Kajian Mengenai Pluralitas Kata “plural” berasal dari bahasa inggris yang berarti jamak. Jadi, pluralitas memiliki arti kemajemukan. Menurut Muhammad Imarah pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. 45 Plural atau majemuk merupakan lawan kata dari singular atau tunggal. Konsep pluralitas mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many), keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan tidak dapat disamakan. Pluralitas merupakan suatu keadaan yang berkaitan dengan kehendak Tuhan atas kekhususan dan karakteristik atas makhluk ciptaan-Nya, sehingga keragaman tersebut tidak mungkin ditolak ataupun dihindari. 46 Pluralitas tak hanya menyangkut kebudayaan tapi juga agama. Menurut Salim Al-Awwa, pluralitas yang menyangkut agama adalah pengakuan adanya kehadiran agama-agama yang berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya dan menerima perbedaannya beserta haknya untuk berbeda dalam beragam dan berkeyakinan.47 Pluralitas merupakan gejala sosial yang sering ditemui dalam setiap kehidupan bermasyarakat, yang di mana di dalamnya memiliki budaya, ras, etnik 44 Benny Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 59. 45 Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan, h. 9. 46 Anis Malika Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif, 2005), h. 207. 47 Anis Malika Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 207. 30 dan agama yang beragam. Kemajemukan dalam suatu masyarakat sering disebabkan oleh berbagai faktor perbedaan yang terdapat di kelompok-kelompok, kesatuan sosial dalam masyarakat tersebut, seperti perbedaan suku bangsa, agama dan perbedaan lainnya yang terdapat di dalam lapisan masyarakat tersebut. 48 Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan yang artinya mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak sama, bukan berarti harus menyamaratakan perbedaan menjadi sama.49 Menurut Budhy Munawar Rachman, pluralitas merupakan suatu kenyataan dan untuk mengatur pluralitas diperlukan adanya pluralisme. Sebab, dalam pluralitas terkandung bibit perpecahan, karena ancaman perpecahan inilah diperlukan adanya sikap toleran, keterbukaan dan kesetaraan, menghilangkan segala prasangka serta bijaksana dalam memaknai pluralitas yang ada. 50 Toleransi tanpa sikap pluralistik tidak akan menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama. Dalam bukunya, Syamsul Ma‟arif (2005: 13) mendefinisikan toleransi merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan dan perilaku yang dimiliki orang lain. Sedangkan menurut agama Islam, toleransi disebut sebagai tasamuh yang artinya sifat atau sikap menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian atau pandangan orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita. Iskandar (Syamsul Ma‟arif, 2005: 14) 48 Wilodati, Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ikaa-an Kebudayaan di Indonesia, Artikel dalam “Seabad Kebangkitan Nasional Revitalisasi dan Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan Sejahtera”, Pusat Kajian Wawasan Kebangsaan UPI, CV Yasindo Multi Aspek, April 2008, h. 5 49 Muslim, “Pluralisme Agama dalam Perspektif Negara dan Islam”, h. 4. 50 Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam untuk Pluralisme, (Jakarta: Gramedia, 2010), h. 62. 31 1. Sikap Pluralitas Sikap pluralis adalah sikap mengakui adanya hak orang lain untuk menganut agama lain yang berbeda dengan agama dirinya. 51 Menurut Ali Maschan Moesa sikap yang sehat dalam menghadapi pluralitas adalah sebagai berikut; 1) Akomodatif, yang artinya memiliki kesediaan menampung berbagai aspirasi dari berbagai pihak. 2) Selektif, artinya dapat memilih kepentingan yang paling bermanfaat. 3) Integratif, mampu menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut secara proposional. 4) Kooperatif, memiliki kesediaan untuk hidup bersama dengan siapapun dan mau bekerja sama yang bersifat keduniaan, bukan bersifat ritual.52 Berikut adalah ciri-ciri sikap pluralitas;53 1) Pluralistik mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan bersama dilandasi sikap inklusif. 2) Sikap pluralistik tidak bersifat sektarian dan eksklusif yang terlalu membanggakan kelompoknya sendiri dan tidak memperhitungkan kelompok lain. 3) Sikap pluralistik mengarah pada tindakan konvergen. Sikap ini mencari common denominator dari keanekaragaman sebagai common platform dalam bersikap dan bertingkah laku bersama. 4) Sikap pluralistik tidak bersifat formalitas belak. 51 Momon Sudarma, Sosiologi Untuk Kesehatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2008), h. 44 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 11 53 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, h. 14 52 32 5) Tidak bersifat ekspansif, sehingga lebih mementingkan kualitas dibandingkan dengan kuantitas. 6) Bersikap toleran, memahami pihak lain serta menghormati dan menghargai pandangan pihak lain. 7) Sikap pluralistik tidak menyentuh hal-hal yang bersifat sensitif pada pihak lain. 8) Bersifat akomodatif, sportif, dilandasi kedewasaan dan pengendalian diri. 9) Berusaha menghindari sikap ekskrimitas, mengembangkan sikap moderat, berimbang dan proposional 10) Sikap pluralistik berusaha menghindari diskriminasi, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dan mengakui keunggulan serta kelemahan sendiri maupun orang lain. C. Tinjauan Tentang Film 1. Pengertian Film Secara etimologi, film adalah gambar hidup dan cerita hidup. 54 Film menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah selaput tipis yang dibuat dari bahan tipis berbentuk selluloid untuk tempat menyimpan gambar negatif dan positif dari sebuah objek (yang akan dimainkan di bioskop). 55 Pada UU Perfilman, pengertian film adalah; 54 Gatot Prakosa, Film Pinggiran-Antologi Film Pendek, Eksperimental dan Dokumenter, h.22. 55 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.316. 33 “Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.”56 Pendefinisian film pun berbeda-beda, menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, M. A., film merupakan kumpulan gambar dalam frame, yang nantinya frame demi frame akan diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga saat diproyeksikan di atas layar gambar itu terlihat hidup. Sebuah film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik tersendiri. 57 Irawanto (1999) dalam Alex Sobur mengatakan film selalu merekam cerita berdasarkan realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke atas layar.58 Film memiliki karakteristik tersendiri, yaitu menggunakan layar lebar, pengambilan gambar jarak jauh atau long shot bahkan extrem long shot, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologi, yang mana ketika penonton fokus untuk menyaksikan film, maka pikiran dan perasaannya akan larut dalam alur cerita yang disuguhkan. 59 Di samping fungsinya yang dianggap sebagai media hiburan, film lebih dianggap sebagai media pembujuk atau memiliki kekuatan persuasif yang besar. 60 Seperti halnya drama, film juga 56 UU Republik Indonesia No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Bab I, Pasal 1, ayat 1. Departemen Penerangan RI. 57 Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-5, h. 48. 58 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 127. 59 Elvinaro Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 145-147. 60 William L. Rivers, et al, Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 252. 34 melakukan komunikasi verbal berupa dialog antar pemain, selain itu juga film menggunakan bahasa gambar untuk membahasakan sebuah cerita.61 Cerita yang disuguhkan di atas layar tidak hanya berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tetapi juga bisa berasal dari imajinasi para pembuat cerita.62 Tak hanya itu, dimensi waktu dalam film pun tidak terbatas, cerita yang disampaikan bisa berasal dari kisah masa lalu, masa sekarang atau gambaran mengenai masa depan. Film juga dapat menyatukan spektrum kepekaan manusia, mulai dari yang paling lembut, kejam hingga memuakkan. Selain itu, film yang baik senantiasa dapat menimbulkan ilusi kejadian filemis yang berlangsung dalam batas waktu lebih lama dari waktu menonton film tersebut. Bahwa dalam kejadian itu ada permulaan, pengembangan dan akhir, serta mempunyai jangka waktu tertentu.63 2. Film sebagai Media Komunikasi Dalam kehidupan sehari-hari, manusia saling berkomunikasi satu sama lain baik melalui kata-kata, bahasa tubuh, simbol-simbol maupun tandatanda. Menurut Suprapto, komunikasi adalah suatu proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama manusia.64 Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang menggunakan saluran atau media untuk komunikator menyampaikan informasi kepada komunikan secara serentak, berjumlah 61 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 128. Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), h.13 63 D.A, Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ PRESS, 2005), h. 5. 64 Tommy Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam Komunikasi, (Jakarta: Buku Seru, 2011), h. 6. 62 35 banyak, berdemografis luas dan meninggalkan efek tertentu.65 Sebagai media komunikasi, film digunakan sebagai bentuk penyampaian pesan moral maupun kritik sosial melalui visualisasi gambar ataupun cerita yang dinarasikan narator. Cerita yang dibuat pun bisa berdasarkan pada masa lalu, kejadian pada masa sekarang atau pun penggambaran masa depan, dengan kata lain film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas atau bahkan membentuk sebuah realitas. Menurut Oey Hong Lee, film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia dan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati karena tidak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang mana saat itu menjadi hambatan dalam perkembangan kemajuan surat kabar di abad ke 18.66 Sebagai media komunikasi massa yang bersifat audio-visual, film memiliki kekuatan dan kemampuan yang mampu menjangkau banyak segmen sosial, yang mana menjadikan film sebagai alat komunikasi yang lebih berpotensi untuk memengaruhi khalayaknya dibandingkan dengan media massa lainnya.67 Dalam UU Perfilman, fungsi film tidak hanya untuk hiburan dan pendidikan, tetapi juga untuk pelestarian atau pengenalan budaya, penyebaran informasi, pendorong karya kreatif dan menumbuhkan serta meningkatkan ekonomi.68 Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam kesepakatan publik secara visual, hal ini dikarenakan film selalu bertautan 65 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 3. Sobur, Semiotik Komunikasi, h. 126. 67 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 127. 68 UU Republik Indonesia No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Bab II, Bagian ketiga, 66 Pasal 4. 36 dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik, dengan kata lain film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakatnya.69 3. Film Dokumenter Film dokumenter adalah karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality).70 Jenis film ini menyajikan cerita yang berasal dari realita kehidupan sekitar yang benar-benar terjadi yang dibuat untuk berbagai macam tujuan, seperti penyebaran informasi atau berita, pengetahuan, pendidikan, sosial, politik, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.71 Jenis ini termasuk ke dalam non-fiksi, karena alur cerita dalam film dokumenter menggambarkan situasi kehidupan nyata, di mana setiap individu menggambarkan perasaan dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Dokumenter dapat diambil pada lokasi pengambilan yang apa adanya atau disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan.72 Pada umumnya, pengertian dokumenter ialah rekaman audio visual suatu kejadian yang faktual dan aktual tanpa adanya unsur rekayasa. Biasanya, sebuah film dokumenter diangkat dari sebuah isu yang menarik atau dari peristiwa yang bersejarah pada masanya. Pembuatan film dokumenter dibuat apa adanya sesuai dengan kejadian nyata tanpa harus dilebih-lebihkan, sang pembuat film harus mampu merangkai potongan cerita dari isu atau peristiwa 69 Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, h.13 70 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 214 71 Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 4-5. 72 Marcel Danesi, Understanding Media Semiotics, terj. A. Gunawan Admiranto, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 134 37 tersebut menjadi cerita audio visual yang menarik dan istimewa secara keseluruhan. Istilah dokumenter pertama kali digunakan oleh John Grierson yang pertama kali mengkritik film-film karya Robert Flaherty pada 8 Februari 1926, di New York. Nanook of The Earth merupakan salah satu film yang dikritik oleh Grierson karena film yang berdurasi kurang lebih 1,5 jam tidak lagi sekedar bercerita seperti layaknya film Hollywood. Grierson menyampaikan pandangannya bahwa apa yang dilakukan Flaherty merupakan sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-kejadian aktual yang ada. 73 Definisi ini cukup bertahan lama hingga akhirnya orang-orang mencoba mendefinisikan dengan caranya masing-masing. Seperti Paul Wells yang berpendapat bahwa film dokumenter adalah film non-fiksi yang menggunakan rekam jejak yang aktual, yang didalamnya termasuk perekaman langsung dari peristiwa yang disajikan dan materi riset yang berhubungan dengan peristiwa itu, seperti hasil wawancara, statistik dan sebagainya. Film seperti ini biasanya disuguhkan dari sudut pandang tertentu dan memusatkan perhatian pada sebuah isu-isu sosial tertentu yang sangat memungkinkan untuk dapat menarik perhatian penontonnya.74 Ada tiga tahapan proses dalam membuat film dokumenter. Pertama adalah pra produksi, pada tahap ini pembuat film diharuskan untuk melakukan riset yang menyangkut dengan tema atau topik yang akan diangkat. Kedua adalah produksi dan yang terakhir adalah pasca produksi. 73 Fajar Nugroho, Cara Pintar Bikin Film Dokumenter, (Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas, 2007), h. 34. 74 Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter dan Teknik Editing, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 316. 38 4. Unsur-unsur Pembentukan Film Unsur pembentuk film dapat dibagi menjadi dua, unsur naratif dan unsur sinematik. Dalam pembentukan film, kedua unsur ini saling berkaitan. Unsur naratif merupakan materi atau bahan cerita yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mengolah materi cerita atau teknis pembentuk film. Unsur sinematik ini terbagi menjadi empat elemen pokok, yaitu mise-en-scene, sinematogfrafi, editing dan suara.75 1. Unsur Naratif Dalam pembentukan film, unsur naratif merupakan unsur dasar yang harus dibutuhkan. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Di dalam cerita pasti memiliki elemen-elemen seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu ataupun lainnya. Elemen tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan perisitiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas (logika sebab-akibat). Bersamaan dengan unsur ruang dan aspek, aspek kausalitas adalah elemen pokok pembentuk naratif. 2. Unsur Sinematik Unsur ini merupakan unsur pembentuk film yang menentukan bagaimana materi akan diolah menjadi sebuah cerita. Dengan kata lain, unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis produksi dalam membuat sebuah film. Aspek teknis dalam produksi memiliki empat elemen pokok, pertama Mise-en-scene, elemen ini memuat segala hal 75 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 1-2. 39 yang berada di depan kamera, seperti latar (setting), tata cahaya, kostum, make up, serta pergerakan pemain. Elemen kedua adalah sinematografi, elemen ini merupakan bagaimana perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang di ambil. Ketiga adalah editing, elemen ini adalah transisi sebuah gambar ke gambar lainnya. Dan elemen yang terakhir adalah suara, elemen ini memuat segala hal dalam film yang mampu kita tangkap dengan indera pendengaran kita. Sama seperti halnya dengan unsur naratif, seluruh elemen pokok dalam unsur sinematik ini saling berkaitan dan berkesinambungan untuk membentuk unsur sinematik secara keseluruhan.76 5. Struktur Film Film berjenis apapun maupun yang berdurasi panjang atau pendek, pasti memiliki struktur fisik yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:77 1. Shot Shot memiliki arti satu rangkaian gambar utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan, sedangkan satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit bahkan jam. 2. Scene (Adegan) Scene adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang, 76 77 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 1-2. Himawan Pratista, Memahami Film, h. 107 40 waktu, isi (cerita), tema, karakter atau motif. Umumnya, satu adegan terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita terdiri dari 30-35 adegan. 3. Sequence (Sekuen) Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh atau sebuah rangkaian adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Dalam film biasanya berisi 8-15 sekuen. Berikut ini adalah bentuk-bentuk tampilan yang terdapat dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu;78 1. Extreme Long Shot (ELS) merupakan jarak kamera yang paling jauh dari objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Umumnya, teknik ini menggambarkan sebuah objek yang sangat jauh. 2. Long Shot (LS), pada bentuk ini tubuh fisik manusia sudah tampak jelas namun latar belakang masih menjadi dominan. Long shot sering digunakan sebagai establising shot, yaitu gambar pembuka sebelum ditampilkannya shot-shot yang berjarak lebih dekat. 3. Medium Long Shot (MLS), pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas kepala. Tubuh fisik manusia dengan lingkungan sekitar relatif seimbang. 78 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 104-106 41 4. Medium Shot (MS), pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang hingga ke atas kepala. Gerak tubuh serta ekspresi wajah mulai terlihat. Sosok manusia mulai dominan dalam frame. 5. Medium Close Up (MCU), pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close up. 6. Close Up, umumnya pada jarak ini memperlihatkan wajah, tangan, kaki atau sebuah objek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta gerak tubuh yang mendetail. Biasanya teknik close up digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close up juga memperlihatkan detail sebuah objek atau benda. 7. Extreme Close Up (ECU), pada jarak ini, gambar mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian-bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung dan lainnya atau bagian dari sebuah objek. BAB III GAMBARAN UMUM FILM JERUSALEM A. Sinopsis Film Jerusalem mencoba menggambarkan potret sejarah dan kehidupan kebudayaan tiga agama besar di dunia yang berada di kota Yerusalem dari sudut pandang tiga wanita yang berbeda agama; Revital seorang perempuan yang beragama Yahudi, Nadia seorang perempuan yang beragama Kristen dan Farah seorang perempuan yang beragama Islam. Film ini diawali dengan kisah sejarah penamaan kota Yerusalem yang dinarasikan oleh Benedict Cumberbatch, yang kemudian dilanjutkan dengan sedikit cerita mengenai sejarah kota Yerusalem. Film ini berlanjut menceritakan kebudayaan dan tradisi yang dilakukan oleh masing-masing tiga agama besar yang ada di Yerusalem serta bagaimana arti kota Yerusalem bagi mereka. Diawali dengan cerita mengenai kebudayaan dan tradisi yang dijalankan umat Islam di Yerusalem melalui pandangan dan juga dinarasikan oleh seorang Muslim, Farah Ammouri. Selanjutnya, kita akan disuguhkan cerita mengenai kebudayaan dan tradisi yang dijalankan umat Yahudi yang diceritakan melalui perspektif seorang umat Yahudi, Revital Zacharie dan terakhir cerita mengenai kebudayaan dan tradisi umat Kristiani yang diceritakan melalui perspektif Nadia Tadros, seorang umat Kristiani. Selain kebudayaan dan tradisi keagamaan yang ada di Yerusalem, film ini juga menceritakan tempat-tempat penting dan bersejarah bagi masingmasing agama.79 79 Berdasarkan pengamatan dalam film Jerusalem pada tanggal 21 Agustus 2016. 42 43 Film ini tak hanya bercerita mengenai kebudayaan dan sejarah agama yang ada di kota Yerusalem, tetapi juga menceritakan bagaimana sejarah kota Yerusalem. Dalam film ini, Dr Jodi Magness, seorang arkeolog, memberikan pengetahuan untuk memahami masa lalu di kota Yerusalem menggunakan ilmu arkeolognya, membimbing penonton mengenai sejarah kota Yerusalem melalui sisa-sisa masa lalu kuno yang dilihat dari struktur bangunan.80 B. Profil Film 1. Tema Tema adalah ide pokok yang menjadi pokok utama dari sebuah cerita. Pada film Jerusalem, tema yang diangkat mengenai bagaimana kota Yerusalem menjadi kota suci bagi pusat dunia.81 Hal ini ditunjukkan melalui cerita-cerita bagaimana kehidupan dan kebudayaan yang ada di Jerusalem dari tiga perspektif remaja perempuan yang berbeda agama; Yahudi, Kristen dan Islam serta sejarah masa lampau kota Yerusalem. 2. Tokoh dan Profil Pemain Film a. Benedict Cumberbatch Gambar 2.3 Benedict Cumberbatch 80 Berdasarkan pengamatan dalam film Jerusalem pada tanggal 21 Agustus 2016. Diakses melalui http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=faq pada tanggal 01 September 2016, pukul 20:30 WIB. 81 44 Benedict Timothy Carlton Cumberbatch atau yang lebih dikenal dengan Benedict Cumberbatch merupakan produser film dan aktor Inggris yang tampil di radio, teater, televisi dan film. Lahir pada tanggal 19 Juli 1976 di London, Inggris. Ia lulusan dari University of Manchester, tempat di mana Benedict belajar mengenai drama. Setelah itu, Ia melanjutkan pelatihannya sebagai seorang aktor di London Academy of Music and Dramatic Art dan lulus dengan gelar Master of Art di Akting Klasik.82 Sejak di sekolah, Benedict aktif terlibat dalam kegiatan drama teater dan juga terlibat dalam berbagai karya Shakespeare. Ia memulai debut akting teaternya pada usia 12 tahun. Berawal daru dunia teater, Benedict juga mulai menjajal dunia perfilman, radio dan televisi. Pada tahun 2010, Ia pernah memerankan sosok Sherlock Holmes dalam serial TV Sherlock Homes. Ia juga pernah ikut beradu peran dalam film Star Trek Into Darkness, The Hobbit, The Penguins of Madagascar dan banyak lagi. Selain ikut terlibat sebagai aktor, Benedict juga menarasikan cerita dari sebuah film, beberapa film yang ia naratorkan seperti; Jerusalem, Did God Create the Universe, The Dreams of William Golding dan South Pacific.83 Berbagai penghargaan telah diraih oleh Benedict, diantaranya, pada tahun 2011 dan 2012 dia memenangkan penghargaan sebagai Best Actor untuk perannya di film Frankenstein. Ia juga mendapatkan penghargaan sebagai Best Actor in A Miniseries or Movie dan Best Detective pada tahun 82 Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Benedict_Cumberbatch pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 20:09 WIB. 83 Diakses melalui website http://www.benedictcumberbatch.co.uk/biography/ pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 21:57 WIB. 45 2014 untuk perannya sebagai Sherlock Holmes. 84 Selain itu, Ia juga menerima enam nominasi pada British Academy of Film and Television Arts, lima nominasi pada Screen Actors Guild Award dan dua nominasi pada Golden Globe Award. Pada tahun 2014, majalah Time memasukkan Benedict Cumberbatch sebagai salah satu orang yang berpengaruh di dunia.85 b. Dr. Jodi Magness Gambar 3.3 Dr. Jodi Magness Jodi Magness lahir pada tanggal 19 September, 1956. Ia merupakan dosen senior di Department of Religious Studies di University of North California, Chapel Hill. Ia menyelesaikan pendidikannya the Hebrew University of Jerusalem dan mendapatkan gelar B.A untuk ilmu Arkeologi dan Sejarah, Ia juta mendapatkan gelar Ph.D untuk ilmu Classical Archaelogy dari University of Pennsylvania. Dia seorang arkeolog dan Wakil Presiden pertama dari Archaeological Institute of America.86 Jodi Magness telah berpartisipasi di dalam 20 penggalian yang berbeda di Israel dan Yunani. Dia ikut memimpin 1.995 penggalian pengepungan 84 Diakses melalui website http://www.benedictcumberbatch.co.uk/biography/ pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 22:08 WIB. 85 Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Benedict_Cumberbatch pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 22:37 WIB. 86 Diakses melalui website http://jodimagness.org/ pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:03 WIB. 46 Romawi bekerja di Masada. Sejak tahun 2003, Magness telah ikut menjadi pemimpin penggalian di benteng Romawi lama, di Yotvata, Israel, 87 dan sejak tahun 2011, Dr. Jodi Magness telah mengarahkan proyek penggalian di Huqoq, di Galilea.88 Dr. Jodi Magness merupakan seorang ahli dalam arkeologi Palestine kuno, di Romawi, Bizantium dan Islam pada periode awal.89 Jodi Magness juga menulis puluhan artikel dan telah menerbitkan 10 buku, diantaranya adalah The Archaeology of Qumran and the Dead Sea Scrolls yang memenangkan penghargaan sebagai Best Popular Book in Archeology in 2001-2002 dalam Biblical Archaeology Society’s Award di tahun 2003, buku ini juga terpilih sebagai Outstanding Academic Book for 2003 oleh Choice Magazine. Buku lain yang telah diterbitkan berjudul The Archaeology of the Holy Land, Jerusalem Ceramic Chronology circa 200800 C.E dan The Archaeology of the Early Islamic Settlement in Palestine.90 87 Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Jodi_Magness pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:01 WIB. 88 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 22:41 WIB. 89 Diakses melalui website http://jodimagness.org/ pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:10 WIB. 90 Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Jodi_Magness pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:15 WIB. 47 c. Revital Zacharie Gambar 4.3 Revital Zacharie Revital Zacharie seorang Yahudi, ia lulusan dari Sekolah Menengah Atas Pelech di Yerusalem. Ia seorang penari berbakat yang telah mempelajari balet dan tari kontemporer sejak usia 7 tahun.91 Sebelumnya, Revital tidak pernah memerankan suatu tokoh di dalam film, Jerusalem merupakan film pertama yang di mana ia ikut terlibat di dalamnya. Untuk menjadi orang yang menceritakan kehidupan budaya Yahudi di Yerusalem di dalam film Jerusalem, Revital mengikuti audisi yang diselenggarakan oleh para pembuat film Jerusalem yang Ia ketahui melalui Facebook. Walaupun pada awalnya Ia tidak yakin untuk ikut terlibat di dalam film Jerusalem, akhirnya Ia sadar dan mengerti bahwa film ini menceritakan kota Yerusalem dari tiga perspektif dan Ia mendapatkan hak istimewa untuk menjadi gadis yang mewakili agama dan saudara-saudaranya.92 91 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada tanggal 24 Juli 2014, pukul 20:45 WIB. 92 Diakses melalui website http://nationalgeographic.org/news/jerusalem-girls/ pada tanggal 24 Juli 2014, pukul 21:12 WIB 48 d. Nadia Tadros Gambar 5.3 Nadia Tadros Nadia Tadros merupakan penduduk asli kota Yerusalem yang beragama Kristen. Sebelum memerankan perannya sebagai seorang yang menceritakan kehidupan budaya agama Kristen di Yerusalem, Nadia mengikuti audisi yang diselenggarakan oleh para pembuat film Jerusalem. Nadia seorang penyanyi dan juga penulis lagu yang sebagian lagunya ia ciptakan sendiri, 93 Ia menempuh pendidikan vokalnya di Magnificat Institute di Jerusalem. e. Farah Ammouri Gambar 6.3 Farah Ammouri Farah Ammouri merupakan lulusan dari Rosary Sisters High School di Yerusalem dan Collin County College di Amerika untuk ilmu sains. 94 93 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada tanggal 24 Juli 2014, pukul 20:30 WIB. 94 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada tanggal 16 Juli 2014, pukul 16:19 WIB. 49 Sebelumnya Farah tidak pernah berperan dalam suatu film, Jerusalem merupakan film pertama yang dia perankan. Farah sendiri merupakan penduduk asli kota Yerusalem, dia mengikuti audisi untuk berperan di film ini setelah mengetahui ada audisi di sekolahnya. 95 Di film Jerusalem, Farah berperan sebagai seorang perempuan Muslim yang memperkenalkan dan menceritakan kebudayaan agamanya di kota Yerusalem serta menceritakan dari sudut pandangnya mengapa kota Yerusalem begitu penting baginya. C. Tim Produksi Film Berikut adalah tim produksi Film Jerusalem. 96 Tabel 1.3 Tabel Tim Produksi Film Director Daniel Ferguson Producer Taran Davies George Duffield Daniel Ferguson Jake Eberts Executive Producer Jake Eberts Dominic Cunningham-Reid 1st Assistant Director Shabtai Itzhak Israa Salhab 2nd Assistant Director 95 Ruba Mimi Diakses melalui website http://nationalgeographic.org/news/jerusalem-girls/ pada tanggal 24 Juli 2016, pukul 20:02 WIB 96 Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:35 WIB. 50 Writer Daniel Ferguson Director of Photography Reed Smoot, ASC Aerial Director Duby Tal Composer Michael Brook Sound Recordist Thierry Morlaas-Lurbe Line Producer Noam Shalev International Line Producer Michael Chauvin Production Coordinator Jill Kasian Production Supervisor Elisabeth-Ann Gimber Picture Editor Jean-Marie Drot Bob Eisenhardt Doug O‟Connor VFX Supervisor Robert Bock Alan Markowitz Time-lapse Cinematographer Dustin Farrell Peter Chang Post Production Supervisor Alexis Cadorette Vigneau Lion of Jerusalem Garo Nalbandian Associate Producer Hammoudie Boqaie Associate Producer and Consultant Mike Slee Aerial Director of Photography Ron Goodman 51 D. Profil Sutradara Film Jerusalem Gambar 7.3 Daniel Ferguson Daniel Ferguson merupakan pembuat film, produser dan juga seorang penulis naskah. Dia menjadi seorang penulis naskah untuk beberapa film dokumenter, seperti Journey to Mecca: In Footsteps of Ibn Battuta, Jerusalem dan menjadi seorang pendamping penulis naskah untuk film Wired to Win: Surviving the Tour de France. Dia juga pernah memproduseri film Jerusalem, Roads to Mecca and Lost Worlds: Life in the Balanc dan Journey to Mecca: In Footsteps of Ibn Battuta. Beberapa film garapannya berhasil memenangkan penghargaan, seperti film Journey to Mecca: In Footsteps of Ibn Battuta sebagai Best Short Documentary in 2010 di The Houston International Film Festival Award, film ini juga berhasil memenangkan penghargaan Tribeca Film Festival di New York. Selain itu Jerusalem juga merupakan film hasil garapannya yang berhasil memenangkan penghargaan Giant Screen Cinema Association sebagai Best Film Short Subject dan Best Cinematography pada tahun 2014.97 97 Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_Ferguson pada tanggal 12 Juli 2016 , pukul 01:38 AM BAB IV TELAAH SEMIOTIKA TENTANG NILAI-NILAI PLURALITAS DALAM FILM JERUSALEM A. Temuan Analisis Semiotika Roland Barthes Pada bab ini, peneliti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Melalui film Jerusalem, film bergenre dokumenter yang sarat akan sejarah kota Yerusalem dan sejarah kebudayaan tiga agama yang ada di sana; Yahudi, Nasrani dan Islam, penonton dapat mengambil pelajaran tentang nilai-nilai pluralitas yang ditemui oleh peneliti pada scene-scene berikut; Tabel 2.4: Scene 1 (03:03 - 03:22) Visual Dialog Type of Shot Narator : Kini kota Extreme Long Shot, yang dikelilingi memperlihatkan kota dinding di Pusat Yerusalem dari atas, Yerusalem dalam scene ini wujud fisik manusia tidak nampak. 52 53 Narator : Menjadi Extreme Long Shot, mosaik budaya dan scene ini masih keyakinan memerlihatkan keadaan kota Yerusalem nampak dari atas dan wujud fisik manusia masih tidak tampak dalam scene ini. Narator : Di mana Extreme Long Shot, Yahudi, Kristen dan masih Muslim hidup memerlihatkan berdampingan keadaan kota Yerusalem nampak dari atas. Narator : Namun Extreme Long Shot, dalam wilayah scene ini masih terpisah memerlihatkan kota Yerusalem namun nampak dari sisi samping. 54 Narator : Mereka Extreme Long Shot, saling memiliki scene ini masih Yerusalem memerlihatkan kota Yerusalem namun nampak dari sisi samping. 1. Denotasi Gambar pertama, kedua dan ketiga menampilkan keadaan keseluruhan kota Yerusalem dari atas langit. Gambar keempat dan kelima menampilkan kota Yerusalem dari samping dengan adanya objek kubah emas yang terlihat. 2. Konotasi Yerusalem merupakan sebuah kota di Timur Tengah yang disebut sebagai kota suci bagi tiga agama besar di dunia, Yahudi, Kristen dan Islam. Kota Yerusalem dibagi menjadi dua kota. Kota Lama dan Kota Baru. Di Kota Lama, Yerusalem dibagi menjadi empat wilayah; Wilayah Yahudi, Wilayah Kristen, Wilayah Armenia dan Wilayah Muslim. Wilayah tersebut diberi nama sesuai dengan komunitas yang mendiami wilayah tersebut.98 Meskipun Yerusalem sering menjadi fokus cerita perpecahan dan konflik antara orang-orang dari agama yang berbeda, namun di sisi lain, umat dari ketiga agama ini bersatu dalam penghormatan mereka untuk tanah suci ini. Ketiga agama yang sama-sama mencintai Tuhan dapat menunjukkannya melalui caranya masing-masing di kota 98 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, (Jakarta: Kompas, 2008), h. 180. 55 Yerusalem. Tak hanya itu, ketiga agama tersebut juga dapat menjalankan kebudayaan keagamaannya meskipun terkadang pergelaran kebudayaannya melalui wilayah agama lain.99 Pada gambar keempat dan kelima terdapat gambar Kubah Emas, bangunan itu merupakan salah satu bangunan suci bagi umat Islam dan Kristen. Kubah Emas atau yang lebih dikenal dengan Dome of The Rock merupakan ikon dari kota Yerusalem. 3. Mitos Yerusalem merupakan kota yang sarat beban sejarah. Berbagai kekuatan besar masa lalu seperti Mesopotemia, Assyria, Romawi (Kristen), Arab, Turki (Daulah „Utsmaniyah) dan Inggris, telah hadir dan meninggalkan bekas tersendiri yang cukup dalam.100 Sejatinya, Yerusalem adalah kota yang sudah berusia lbih dari 50.000 tahun. Sejak “ditemukan” oleh Canaaties pada 2000 M, tanah ini menjadi rebutan berbagai bangsa. Mulai bangsa Babilonia hingga bangsa Romawi, mulai bangsa Arab hingga bangsa Israel. Karena tiap zaman kota ini selalu mengalami pergantian kekuasaan, tak heran jika Yerusalem memiliki ciri khas sisi keanekaragaman budaya dan agama. Itu membuat Karen Amstrong menyebut kota Yerusalem sebagai “Kota 3 Agama; Yahudi, Kristen dan Islam”.101 Kota ini mendapatkan julukan kota Tuhan karena hampir seluruh penganut besar agama dunia (Yahudi, Kristen dan Islam) berkiblat ke Yerusalem. Hampir setiap hari kota ini dikunjungi para penziarah dari seluruh dunia untuk datang lebih dekat kepada Tuhannya. Di Kota Lama, terdapat banyak bangunan suci bagi tiap-tiap 99 Pengamatan melalui film Jerusalem pada tanggal 28 Januari 2017, pukul 09.45 WIB. T. Taufiqulhadi, Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem, (Jakarta: PARAMADINA, 2000), h. xvii. 101 Diakses melalui website http://www.atjehcyber.net/2012/05/yerusalem-kota-satutuhan-tiga-agama.html 100 56 agama, seperti Tembok Ratapan, Gereja Makam Kristus, Masjid Al-Aqsha dan di Dome of The Rock atau Kubah Batu. Orang-orang Yahudi selama bertahun-tahun meyakini bahwa menyentuh Tembok Ratapan seperti menyentuh Tuhan, mereka juga meyakini bahwa Tembok Ratapan merupakan perantara mereka berkirim surat kepada Sang Maha Kudus, maka tak heran apabila begitu banyak pesan doa yang diselipkan dicelahcelah batu tembok. Bagi orang Kristen, Gereja Makam Kristus dianggap penting karena di sanalah Yesus bangkit dari kematiannya. Sedangkan bagi orang Islam, kota Yerusalem dianggap penting karena mereka meyakini Nabi Muhammad melakukan perjalanan malam dari Mekkah ke Yerusalem yang disebut Isra Mi‟raj, mereka meyakini pula di Masjid Al-Aqsa, Nabi Muhammad sholat bersama dengan seluruh Nabi. Dan dekat dengan Dome of The Rock, terdapat batu yang merupakan tempat yang dipijak Nabi Muhammad sebelum melakukan perjalanan ke surga.102 Dome of The Rock sendiri dibangun antara tahun 687 hingga tahun 691 oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Ummayah. Bangunan ini tak hanya dianggap penting oleh umat Islam, tetapi juga dianggap penting oleh umat Yahudi karena mereka meyakini bahwa dibangunan ini Nabi Ibrahin mengorbankan anaknya, Ismail.103 102 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 45. Diakses melalui website http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/mengapayerusalem-penting-bagi-kristen-islam-dan-yahudi pada tanggal 30 Januari 2017, pukul 23.11 WIB. 103 57 Tabel 3.4: Scene 2 (03:47 – 05:09) Visual Dialog Type of Shot Narator Muslim, Long Shot, wujud Farah : Saat kau fisik manusia memasuki Gerbang sudah terlihat Damascus namun latar belakang dalam scene ini masih menjadi dominan. Narator Muslim, Long Shot, wujud Farah : kalian berada fisik manusia di Wilayah Muslim sudah terlihat tempatku tinggal namun latar belakang dalam scene ini masih menjadi dominan. Long Shot, wujud fisik manusia sudah terlihat namun latar belakang dalam scene ini masih menjadi dominan. 58 Fahrah, Narator Medium Close Muslim : Kecuali saat Up, pada jarak ini aku pergi ke Masjid memperlihatkan dan mengenakan tubuh manusia jilbab mereka akan dari dada ke atas. kaget Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. 1. Denotasi Gambar pertama menampilkan dua orang lelaki yang menggunakan busana muslim berjalan masuk dengan latar sekelilingnya beberapa tenda-tenda dagangan, satu gerobak yang berisi jeruk, dua orang yang membawa nampan berisi kayukayu dan sedikit menampilkan kepala bapak-bapak. Gambar kedua menampilkan Farah berjalan masuk dari gerbang Damascus dengan latar sekelilingnya terdapat tenda-tenda dagangan, seorang wanita yang memakai pakaian biasa dan seorang bapak yang memakai peci dikepalanya. Gambar ketiga menampilkan keadaan pasar di mana terdapat seorang wanita yang memakai pakaian biasa, seorang wanita yang mengenakan pakaian muslim dan dua orang yang memakai baju formal dengan topi hitam. Gambar keempat memperlihatkan Fahrah sedang dipakaikan jilbab oleh ibunya disebuah lorong jalan, lalu dibelakangnya terdapat 59 seorang laki-laki yang mengenakan baju formal hitam dengan topi diatas kepalanya, tiga orang mengenakan pakaian biasa, satu orang laki-laki yang mengenakan pakaian muslim berwarna putih serta dua orang laki-laki yang sedang duduk. 2. Konotasi Latar scene ini diambil di dalam gerbang Damascus, hal ini digambarkan melalui sinematografi dan latar belakang di mana banyak sekali kios-kios pedagang dan orang yang berjualan. Pada scene ini, Farah, sebagai narator yang menceritakan dari sisi umat muslim mengatakan apabila kita memasuki gerbang Damascus, kita sedang berada di wilayah Muslim tempatnya tinggal. Gerbang Damascus merupakan salah satu gerbang utama untuk menuju ke Kota Lama Yerusalem. 104 Daerah sekitar gerbang Damascus adalah kawasan yang paling ramai karena terdapat pasar yang menjual berbagai cinderamata yang dicari para wisatawan dan peziarah. Mulai dari menjual makanan, baju, yarmulke atau kippa (topi yang biasa dikenakan kaum lelaki Yahudi), menorah (tempat lilin bercabang tujuh yang terbuat dari aluminium atau tembaga, benda keagamaan milik orang Yahudi), tasbih atau benda keagamaan umat Muslim lainnya hingga gambargambar Yesus atau Keluarga Kudus.105 3. Mitos Kota Yerusalem terbagi menjadi tiga kota, Kota Baru, Yerusalem Timur dan Kota Lama Yerusalem. Kota Lama Yerusalem ini dikelilingi tembok sepanjang 104 105 T. Taufiqulhadi, Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem, h. 7. Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 170. 60 empat kilometer dan tinggi 12 meter, dengan delapan pintu gerbang yang dibangun pada abad kedua dan dibangun lagi pada abad keenam belas karena pernah dirobohkan.106 Salah satu gerbang adalah gerbang Damascus, gerbang ini merupakan salah satu gerbang utama menuju ke Kota Lama Yerusalem. Tak heran, meskipun berada di Wilayah Islam, banyak Orang Yahudi maupun Orang Kristen dengan mengenakan atribut keagamaannya berada di gerbang Damascus baik hanya untuk sekedar lewat ataupun berbelanja untuk memenuhi kebutuhannya. Meski jarang terlihat adanya hubungan langsung dalam interaksi keseharian mereka, tetapi ketiga agama ini mampu hidup saling berdampingan.107 Kemajemukan atau pluralitas merupakan suatu gejala sosial yang umum ditemui disetiap kehidupan bermasyarakat. Al-Qur‟an membahas tentang pluralitas masyarakat dalam surat Al-Hujurat ayat 13: شعُىثًب َوقَجَبئِلَ لِ َتعَب َسفُىا ُ ْجعَلٌَْبكُن َ َيَب أَ ُيهَب الٌَبسُ إًَِب خَلَقٌَْبكُن هِي َر َكشٍ وَأًُثَى و ﴾٣١﴿خَجِيش ٌإِىَ َأ ْك َش َهكُنْ عٌِذَ الَلهِ أَتْقَبكُنْ إِىَ الَلهَ عَلِين Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat ayat 13) Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan makhluknya, lakilaki dan perempuan, dan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, untuk menjalin hubungan yang baik. Ayat tersebut mengajarkan manusia untuk berinteraksi positif dengan maksud untuk menciptakan kedamaian di dunia. Namun, yang 106 107 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 174. T. Taufiqulhadi, Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem, h. 3. 61 dinilai terbaik di sisi Tuhan adalah mereka yang betul-betul dekat dengan Allah. Jadi, jelas bahwa yang dikehendaki Tuhan adalah pluralitas interaksi positif dan saling menghormati. 108 Dalam pandangan Kristen, sikap keberagaman mulai berkembang setelah adanya pendekatan mutakhir yang berkembang dalam tradisi Kristen era modern. Salah satunya adalah pendekatan dialogis yang merupakan suatu pandangan dan gagasan bahwa agama Kristen harus mengakui agamaagama lain karena perkembangan Kristiani merupakan hasil dialog dan “persentuhan” langsung dengan agama-agama lain. 109 Sedangkan dalam perspektif Yahudi, pluralisme terjadi apabila terdapat interaksi dalam suasana saling menghargai yang dilandasi dengan kesatuan rohani meskipun mereka berbeda.110 108 Alwi Shihab, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 16. 109 Diakses melalui website http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blogfakultas/entry/sikap-keberagamaan-dalam-tradisi-agama-agama-ibrahim#_ftn28 pada tanggal 31 Januari 2017, pukul 00:44 WIB. 110 Harold Coward, Pluralisme Tantangan Bagi Agama-agama , (Jakarta: Kanisius, 1989), h. 23. 62 Tabel 4.4: Scene 3 (09:26) Visual Dialog Type of Shot Extreme Long Shot, memerlihatkan objek dari jauh dan hampir tidak nampak wujud fisik manusia 1. Denotasi Gambar ini menampilkan gereja, kubah Yahudi dan masjid dalam satu frame dengan berlatar langit yang berwarna jingga dan beberapa atap pemukiman penduduk. 2. Konotasi Di Kota Lama Yerusalem, terdapat bangunan suci tiga agama besar di dunia, salah satunya adalah yang diperlihatkan di dalam scene di atas, terdapat gambar gereja, sinagog dan masjid. Di kota ini, setiap umat beragama beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing tanpa ada kecurigaan dan kebencian. Di dalam buku Trias Kuncahyono dijelaskan bagaimana keadaan Kota Lama pada saat menjelang senja, Azan magrib mengumandang, yang kemudian berdentang lonceng gereja serta sementara sejumlah umat Yahudi yang masih khusyuk berdoa 63 di depan Tembok Ratapan. Di kota inilah, kehidupan agama-agama samawi dapat hidup berbarengan.111 3. Mitos Kota Yerusalem terbagi menjadi dua kota, Kota Baru dan Kota Lama Yerusalem. Di Kota Lama Yerusalem, sebagian besar bangunan suci dan tempat suci bagi ketiga agama monoteistik ini berada di sana. Bagi orang Kristen, Gereja Makam Kristus diyakini sebagai tempat yang paling suci. Pembangunan Gereja Makam Kristus ini dibangun oleh Santa Helena, ibunda Kaisar Konstantinus I dengan tujuan untuk mengenang awal kehidupan Yesus Kristus. 112 Sementara itu, bagi orang Yahudi, tempat paling suci mereka di Yerusalem adalah Tembok Ratapan, tembok ini dipuja-puja karena letaknya sangat dekat dengan Tempat Kudus di Temple Mount yang merupakan tempat Maha Kudus dalam Yudaisme.113 Dome of The Rock atau yang biasa disebut Masjid Umar merupakan salah satu landmark kota Yerusalem yang sangat terkenal. Bangunan tersebut merupakan monumen Islam tertua. Di sebelahnya terdapat batu yang diyakini sebagai tempat berpihak Nabi Muhammad untuk berjalan naik ke surga114 Di kota kecil ini, tempat suci atau bangunan suci tiap-tiap agama tidak selalu bertempat di Wilayah agama masing-masing. Seperti Gereja St. Anna yang dianggap suci oleh orang Kristen yang berada di Wilayah Muslim. Agama Islam mengajarkan kita untuk berbuat adil, menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Agama Islam 111 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. xxxvi. Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 198 113 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 207 114 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 214 112 64 melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hakhak mereka. Seperti yang tertulis dalam Al-Qur‟an Surat Al-Mumtahah ayat ke 8. ي لَ ْن يُقَبتِلُىكُنْ فِي الذِييِ وَلَ ْن يُخْشِجُىكُن هِي دِيَبسِكُ ْن أَى َ ي الَزِي ِ َلَب يٌَْهَبكُ ُن اللَ ُه ع َت الْوُقْضِطِيي ُ ِى اللَ َه يُح َ ِتَجَشُوهُنْ وَتُقْضِطُىا إِلَيْهِ ْن إ Artinya : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahah: 8) Islam menjelaskan prinsip yang sangat mendasar bagi kehidupan masyarakat, yaitu toleransi. Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. 115 Keragaman masyarakat dan budaya manusia hendaklah menagrahkan manusia untuk mengakui keberadaan yang saling mengetahui secara baik satu sama lain, dalam rangka saling berhubungan dan bekerjasama untuk kesejahteraan umum. 116 Umat Kristiani juga diajarkan untuk saling menghargai, mengasihi sesama dan berbuat baik pada mereka serta menolong mereka ketika kesusahan, hidup bertoleransi dengan orang berbeda keyakinan / agama.117 Dalam perspektif Islam, pluralitas agama adalah pengakuan akan realitas agama yang beranekaragam dan mengakui hak untuk berbeda agama. Untuk mengatur dan mengelola pluralitas agama dibutuhkan rujukan sebagai sebuah sistem. Islam memberikan kebebasan pada agama lain untuk mengekspresikan jati 115 Nurcholis Madjid, dkk., Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat InklusifPluralis, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 180. 116 Nurcholis Madjid, dkk., Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat InklusifPluralis, h. 20. 117 Diakses melalui website http://scdc.binus.ac.id/po/2016/05/toleransi-beragama-dalampandangan-kristen/ pada tanggal 30 Januari 2017, pukul 22.34 WIB. 65 dirinya secara utuh tanpa mengurangi perbedaannya dengan Islam. 118 Sedangkan dalam perspektif Kristen mengasihi sesama lain tidak hanya berbuat baik, tetapi juga menyetujui apa yang mereka pahami dan anut.119 Tabel 5.4: Scene 4 (40:31 - 40:38) Visual Dialog Type of Shot Fahrah, Narator Long Shot, pada Muslim : Setiap tipe shot ini tubuh agama memiliki fisik manusia asumsi satu sama lain sudah tampak jelas namun latar belakang masih menjadi dominan. Fahrah, Narator Long Shot, pada Muslim : Kami pikir tipe shot ini tubuh kita sangatlah berbeda fisik manusia sudah tampak jelas namun latar belakang masih menjadi dominan. 118 Anis Malika Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 217-218. Diakses melalui website http://scdc.binus.ac.id/po/2016/05/toleransi-beragama-dalampandangan-kristen/ pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 21.00 WIB 119 66 Fahrah, Narator Long Shot, pada Muslim : namun kami tipe shot ini tubuh memiliki kesamaan fisik manusia daripada yang kita sudah tampak sadari jelas namun latar belakang masih menjadi dominan. 1. Denotasi Gambar pertama menampilkan Fahrah sedang berjalan menuruni tangga, dengan berlatar sebuah jalan yang bertangga, pada sisi kanan dan kirinya terdapat tembok-tembok rumah, di belakang Fahrah terdapat dua anak-anak yang sedang berjalan menaiki tangga. Pada gambar kedua terlihat Fahrah masih berjalan menuruni tangga dengan latar yang sama pada gambar pertama, namun pengambilan gambar ini diambil dari samping. Sementara pada gambar ketiga, berlatar sebuah jalan kecil yang terdapat sebuah toko dan beberapa hiasan kertas yang menggantung diatas jalan, selain itu juga ada empat orang laki-laki, terlihat saling bertegur sapa. 2. Konotasi Fahrah, sebagai narator muslim mengatakan bahwa di kota Yerusalem yang terdapat masyarakat yang memiliki keberagamaan budaya dan agama menjelaskan bahwa setiap agama memiliki asumsinya satu sama lain, yang mana mereka berfikir bahwa mereka berbeda karena pelaksanaan kebudayaan-kebudayaan 67 agama, tempat yang dianggap suci hingga lainnya. Walaupun begitu, mereka memiliki kesamaan yang mereka tidak mereka sadari, seperti kesamaan bahwa mereka sama-sama mencintai-Nya, hak untuk dihargai dan dihormati serta hak dalam memakai atribut atau pakaian keagamaan. 3. Mitos Islam mengajarkan kita untuk bersikap toleran, mampu memahami pihak lain serta menghormati dan menghargai pandangan pihak lain. 120 Al-Qur‟an juga menegaskan adanya pluralitas, termasuk keragaman agama, seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah: َوَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُىَ هُىَلِّيهَب فَبصْتَجِقُىا الْخَيْشَاتِ أَيْيَ هَب تَكُىًُىا يَأْتِ ثِكُنُ اللَّهُ جَوِيعًب إِىَّ اللَّه ٌعَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَذِيش Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (wikhah) sendiri yang ia menghadap kepadanya; maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, niscaya Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. AlBaqarah: 148) Isi kandungan dari surat ini adalah bahwa setiap umat mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke Ka‟bah, Bani Israil dan orangorang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap Ka‟bah dalam shalat. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkan-Nya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Hanya Allah yang mampu menilai tiaptiap manusia, maka dari itu Allah memerintahkan umatnya untuk berlomba dalam kebaikan. 120 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, h, 11. 68 Adian Husaini menjelaskan bahwa pluralitas agama merupakan keadaan di mana terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan dalam suatu wilayah tertentu. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.121 Adanya pengakuan kita terhadap adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk sistem dan tata cara peribadatannya serta memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing .122 Di dalam salah satu hadist Rasulullah SAW bersabda: ُحة َ ْضو َ أَحَتٌ الذِّيْيِ إِلىَ اهللِ الحٌَِيْفِ َيةُ ال Artinya : “Agama yang paling dicintai disisi Allah adalah agama yang lurus dan toleran."123 Islam lebih mengedepankan sikap keterbukaan (inklusif) dari pada kebencian dan permusuhan. Ajaran Islam secara jelas melarang sikap menghujat dan mendiskreditkan agama atau kelompok lain, sebagaimana firma-Nya dalam QS. Al – Hujurat ayat 11: ْخشْ قَىْمٌ هِيْ قَىْمٍ عَضَىٰ أَىْ َيكُىًُىا خَ ْيشًا هِ ٌْهُن َ ْيَب أَ ُيهَب الَزِييَ آهٌَُىا لَب يَض ضكُنْ وَلَب َ ُوَلَب ًِضَبءٌ هِيْ ًِضَبءٍ عَضَىٰ أَىْ َيكُيَ خَ ْيشًا هِ ٌْهُيَ ۖ وَلَب تَ ْل ِوزُوا أًَْف 121 Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 3- 6. 122 H. M. Daud Ali, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 83 123 Hadist ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, al-Jami’ al-Shahih, Kitab; Iman, Bab Agama itu Mudah, (Cet. I; Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H), Jld. I, h. 29. 69 َتٌََب َثزُوا ثِب ْلأَلْقَبةِ ۖ ثِئْشَ الِبصْنُ الْفُضُىقُ ثَعْذَ ا ْلإِيوَبىِ ۚ َوهَيْ لَنْ يَتُتْ َفأُولَٰ ِئك ﴾٣٣﴿الّظَبِلوُىى ُهُن Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang lakilaki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah Iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang dzalim.” (QS. Al-Hujurat ayat 11) Ayat ini menjelaskan larangan untuk memperolok-olokkan suatu kaum, sebab belum tentu mereka yang mengolok-olok lebih baik dari pada yang diolok-olok. Maka tidak etis bagi seorang muslim mengenal Allah dan mengharapkan kehidupan bahagia di akhirat nanti. Perbuatan memperolok-olok mengandung unsur kesombongan dan penghinaan yang tersembunyi di baliknya. Karna pada hakikatnya memperolok-olokkan itu merupakan bentuk penghinaan, perendahan, penyebutan aib dan kekurangan dengan cara melecehkan. Perbuatan mengitu dapat di lakukan dengan berbagai ekspresi seperti menirukan, isyarat dan semacamnya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil temuan penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya mengacu kepada rumusan masalah yang ada, terdapat 7 scene yang diperoleh dalam film Jerusalem yang menunjukkan adanya nilai-nilai pluralitas, baik secara visual maupun dialog. Maka kesimpulan peneliti terhadap hasil analisa yang menggunakan analisa semiotika Roland Barthes adalah sebagai berikut: 1. Makna Denotasi Makna-makna denotasi yang ditemukan pada kelima scene film tersebut adalah penjelasan mengenai gambar-gambar pada kelima scene yang berkaitan dengan nila-nilai pluralitas yang ada di kota Yerusalem. 2. Makna Konotasi Makna konotasi yang ditemukan pada kelima scene dalam film Jerusalem menjelaskan bagaimana gambaran saling menghargai dan menghormati antar umat yang berbeda agama terhadap keberagaman yang ada di kota Yerusalem, diantaranya seperti memberikan ruang kepada umat agama lain untuk mengenakan atribut atau pakaian keagamaannya, menghargai dan menghormati adanya perbedaan dan saling menerima adanya bangunan suci agama lain. 70 71 3. Mitos Dari hasil analisis data, mitos penelitian dalam kelima scene film Jerusalem yaitu menjelaskan bagaimana gambaran Wilayah Kota Lama Yerusalem, tempat dan bangunan suci tiap-tiap agama dan gambaran keadaan di Yerusalem. Selain itu, penjelasan mengenai perspektif Islam, Yahudi dan Kristen tentang pluralisme, menerima adanya keberagaman, terutama agama, saling menghargai, dan perspektif Islam tentang melarang mengolok-olok suatu kaum yang lain dari kaum kita dan berbuat adil termasuk kepada kaum musyrik. B. Saran Saran peneliti untuk film ini adalah agar film ini disosialisasikan lagi ke masyarakat karena kurangnya promosi dan penyebarluasan mengenai film Jerusalem, sehingga banyak masyarakat yang kurang tau tentang film ini. Film dokumenter ini sangat bagus untuk ditonton oleh masyarakat, mulai dari senimatografi hingga pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, yaitu menceritakan bagaimana masyarakat di sana dapat menerima, menghargai dan menghormati mengenai keberagaman (terutama agama) yang terjadi di kota Yerusalem melalui tiga perspektif gadis yang masing-masing berbeda agama, mengingat bahwa masih perlu adanya pembelajaran dan contoh untuk menerima nilai-nilai pluralitas, terutama agama, kepada masyarakat agar lebih bisa saling menghormati, saling menghargai dan menerima adanya kehadiran agama lain. . 72 DAFTAR PUSTAKA Ali, H. M. Daud, dkk. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang. 1989. Ardianto, Elvinaro. et al. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung, Simbiosa Rekatama Media. 2007. Arsyad, Azhar. Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003. Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Group. 2005. Danesi, Marcel. Understanding Media Semiotics. Terj. A. Gunawan Admiranto. Yogyakarta: Jalasutra. 2010. Coward, Harold. Pluralisme Tantangan Bagi Agama-agama. Jakarta: Kanisius. 1989. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003. Fachruddin, Andi. Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter dan Teknik Ediing. Jakarta: Kencana. 2012. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. 2013. Hoed, Benny. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu. 2011. Husaini, Adian. Pluralisme Agama: Haram. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2005. Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. 2009. 72 73 Imarah, Muhammad. Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan. Jakarta: Gema Insani Press. 1999. Irawanto, Budi. Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo. 1999. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2007. Kuncahyono, Trias. Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir. Jakarta: Kompas. 2008. Moesa, Ali Maschan. Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama. Yogyakarta: LKIS. 2007. Muslim, A. Shobiri. Pluralisme Agama dalam Perspektif Negara dan Islam. Jakarta: Madania. 1998. Muzakki, Akhmad. Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bangsa Agama. Malang: UIN-Malang Press. 2007. Nugroho, Fajar. Cara Pintar Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas. 2007. Peransi, D.A. Film/Media/Seni. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. 2005. Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna. Bandung: Matahari. 2010. Prakoso, Gatot. Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan Documenter. FFTV-IKJ dengan YLP. Jakarta: Fatma Press. 1977. Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. 2008. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2002. 73 74 Rachman, Budhy Munawar. Argumen Islam untuk Pluralisme. Jakarta: Gramedia. 2010 Rivers, William L. et al. Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua. Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna. Jakarta: Kencana. 2003. Shihab, Alwi, ed. Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak. Bandung: Penerbit Nuansa. 2005. Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006. __________. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006. Sudarma, Momon. Sosiologi Untuk Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika. 2008. Suprapto, Tommy. Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam Komunikasi. Jakarta: Buku Seru. 2011. Taufiqulhadi, T. Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem. Jakarta: PARAMADINA. 2000. Thoha, Anis Malika. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif. 2005. Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: JALASUTRA. 2009. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2014. 74 75 Karya Ilmiah Aminah Tuzahra. Analisis Semiotika Film Biola Tak Berdawai, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta. 2011. Siti Mawarni Murdiati. Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta. 2015. Ratih Gema Utami. Representasi Pesan Pluralisme dalam Film CIN(T)A (Analisis Semiotika Roland Barthes mengenai Representasi Pesan Pluralisme Verbal dan Nonverbal dalam Film CIN(T)A), Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. 2012. Fachrial Daniel, Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Cowo Blur” Go Ahead 2011), Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara, Vol. 1, No. 3, 2013. Wilodati, Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ikaa-an Kebudayaan di Indonesia, Artikel dalam “Seabad Kebangkitan Nasional Revitalisasi dan Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan Sejahtera”, Pusat Kajian Wawasan Kebangsaan UPI, CV Yasindo Multi Aspek, April 2008. 75 76 Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-undang Perfilman Indonesia. Jakarta: Departemen Penerangan RI. 2009 Website Website https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_ Representasi?auto=download, diunggah oleh Sigit Surahman. Website http://perfilman.perpusnas.go.id/artikel/detail/106 Website http://www.jerusalemthemovie.com/ Website http://kbbi.web.id/film Website https://en.wikipedia.org/wiki/Benedict_Cumberbatch Website http://www.benedictcumberbatch.co.uk/biography/ Website http://jodimagness.org/ Website https://en.wikipedia.org/wiki/Jodi_Magness Website http://nationalgeographic.org/news/jerusalem-girls/ Website https://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_Ferguson Website http://rayhanmogerz.blogspot.co.id/2012/03/benda-benda-alat-alat- ibadah.html 76 LAMPIRAN Cover Film Jerusalem 77