analisis semiotika nilai-nilai pluralitas dalam film jerusalem

advertisement
ANALISIS SEMIOTIKA NILAI-NILAI PLURALITAS
DALAM FILM JERUSALEM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Dityan Zahra Pranissa
1112051000149
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memeroleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang, 29 Desember 2016
Dityan Zahra Pranissa
ABSTRAK
Dityan Zahra Pranissa
Analisis Semiotika Nilai Pluralitas dalam Film Jerusalem
Pluralitas atau keberagaman merupakan gejala sosial yang sangat umum
ditemui dalam setiap kehidupan bermasyarakat. Masyarakat menempati satu
wilayah dengan beragam suku, ras, agama, budaya dan lainnya. Keberagaman
mengenai agama masih sangat sulit untuk diterima dalam bermasyarakat, terutama
saat ada yang memakai pakaian keagamaan sebagai identitas agama mereka. Film
merupakan media massa yang dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan
formal maupun non-formal dalam memengaruhi dan membentuk masyarakat
berdasarkan muatan pesan di dalam sebuah film. Film Jerusalem merupakan salah
satu film dokumenter yang menyajikan kisah kota Yerusalem yang dianggap
sebagai kota suci oleh tiga agama besar di dunia, di mana Yahudi, Kristen dan
Islam hidup berdampingan di kota Yerusalem. Film ini bertujuan agar kita bisa
saling menerima dan menghargai agama lainnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut: bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos
yang terdapat dalam film Jerusalem menurut teori semiotika model Roland
Barthes yang mempresentasikan nilai-nilai pluralisme?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika model
Roland Barthes dan konsep pluralitas. Dalam semiotika Roland Barthes, sistem
signifikansi terbagi ke dalam dua tingkatan, di mana denotasi merupakan sistem
signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua.
Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai „mitos‟, yang
berfungsi guna mengungkapkan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang
berlaku dalam periode tertentu. Sedangkan pluralitas adalah adanya keadaan yang
berisi keberagaman, baik budaya, ras, suku, agama maupun lokalitas.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Yaitu
metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar
dan buku-buku. Paradigma penelitian yang digunakan ialah paradigma
konstruktivis yang berdasar pada pemikiran umum tentang teori-teori yang
dihasilkan oleh peneliti dan teoritis aliran konstruktivis.
Hasil penelitian ini menampilkan beberapa scene yang mempresentasikan
nilai-nilai pluralitas, baik secara verbal maupun non-verbal, seperti adanya scene
saat bangunan suci ketiga agama ada di dalam satu frame, penerimaan publik
terhadap hak orang lain untuk mengenakan atribut keagamaan, penjelasan
mengenai perspektif Islam tentang pluralitas, seperti saling menghargai dan
menerima agama satu dengan lainnya dalam satu wilayah, adanya interaksi positif
secara duniawi, dan berbuat adil terhadap agama selain agama Islam.
Kata kunci: Semiotika, Pluralitas, Film, Jerusalem.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika NilaiNilai Pluralitas dalam Film Jerusalem”. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah bagi junjungan besar Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa umat
manusia kepada jalan kebenaran.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi salah satu
persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu
(S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini,
penulis tentu menyadari bahwa skripsi ini tidak akan mampu terselesaikan tanpa
bantuan dari pihak lain yang telah memberikan bimbingan, nasihat, serta motivasi
baik secara moral maupun material. Oleh karenanya, penulis hendak
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Dr. H. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
2.
Drs. Masran, MA, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3.
Fita Fathurokhmah SS, M.Si, Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
4.
Drs. H. Arief Subhan, MA, dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya guna memberikan bimbingan, arahan, memberikan koreksi,
ii
saran dan masukan kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
5.
Dr. Gun Gun Heryanto M.Si, dosen Pembimbing Akademik yang telah
membantu mengarahkan seluruh mahasiswa untuk mengikuti seluruh
kegiatan akademik dan selalu memberikan masukan serta semangat
kepada peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan berbagai pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada
penulis selama dalam masa perkuliahan.
7.
Segenap
Pimpinan
serta
Karyawan
Perpustakaan
Utama
dan
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
melayani penulis dalam menggunakan buku-buku serta literatur yang
penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
8.
Kepada orangtua ku tercinta, Budiman dan Titin Suhartini yang selalu
mendoakan, menjadi inspirasi serta memberikan dukungan baik secara
moral maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9.
Adik saya Widi Arya Pinandita, Viendra Zahryan Yugabuana, Taffyne
Alfidha Zatibayani, Adlina Kalya Ghaisani dan Alisha Azra Ameera
yang selalu menjadi motivasi dan sudah memberikan keceriaan disaat
penulis merasakan lelah.
10. Ka Rustanto Sudin dan Ka Abdullah Fajri, Pimpinan BTA8 Fatmawati,
tempat saya bekerja. Terima kasih atas saran dan wejangan yang selalu
diberikan kepada penulis agar tidak lupa dengan skripsi. Serta
dukungan, pengertian dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan
iii
skripsi.
11. Raihan Abel Farissi, S.E, yang selalu meluangkan waktu untuk
membantu, mendukung, mendoakan dan menyemangati penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
12. Annisa Febrina Syahrin, S.E dan Arif Maulana Ichram, sahabat semasa
putih abu-abu hingga sekarang, yang tidak pernah lelah mengingatkan
penulis untuk tidak lelah dalam mengerjakan skripsi.
13. Annisah Bilqis, sahabat seperjuangan semasa kuliah yang selalu siap
disaat suka dan duka dan siap menjadi apapun. Selalu mendukung tanpa
lelah dan terus memberikan arahan, saran dan masukan bagi penulis.
14. Sahabat perkuliahan yang asik diajak diskusi, Melqy Amirussoleh,
Ridho Falah Adli, Achmad Faizal Riwanto dan M. Arif Faturrahman
yang selalu bisa memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam
mengerjakan skripsi.
15. Kawan seperjuangan sejak semester awal KPI E, Mudillah, Aisyah,
Sarah, Tabitha, Fitri, Syifa, Nenden, Apik, Dewi, Novi, Nufus, Mia,
Nirma, Gio, Fahmi, Taufik, Arif Syahrizal, Hilman, Ahmad Fikry,
Trisaka, Aidillah. Tanpa kalian kuliah tidak akan semenyenangkan dan
seseru ini.
16. Keluarga Besar KPI angkatan 2012 serta kakak-kakak senior dan adikadik junior yang sudah memberikan inspirasi kepada peneliti.
17. Keluarga besar KKN SHARE 2015, Karina, Ithessa, Dwi, Novi, Annisa
F, Meydha, Nanda, Abdul, M.Agung, Deny, Enung, Gusti, Jae, Bang
Rosi, Bang Peni, yang selalu mendukung dan mendoakan penulis tiada
iv
henti, yang sudah juga memberikan pengalaman berharga dan tak
terlupakan untuk penulis. Semoga silaturahmi kita dapat terjaga dengan
baik.
18. Keluarga besar LSO SKETSA yang telah memberikan pengalaman dan
keluarga baru kepada penulis.
19. Seluruh pihak yang selalu mengingatkan dan membantu peneliti dalam
penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Peneliti mengharapkan masukan, baik berupa saran maupun kritik yang
membangun yang diharapkan mampu memberikan pelajaran untuk ke depannya
agar bisa menjadi lebih baik lagi. Peneliti berharap semoga apa yang telah peneliti
tuliskan dalam skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi peneliti, juga bagi
pembaca pada umumnya.
Tangerang, Desember 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................... 10
A. Latar Belakang............................................................................... 10
B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................... 13
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 14
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 14
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 15
F. Kerangka Konsep .......................................................................... 17
G. Metodologi Penelitian ................................................................... 20
H. Sistematika Penulisan .................................................................... 22
BAB II
LANDASAN TEORI ............................................................................... 24
A. Ruang Lingkup Semiotika ............................................................. 24
1. Pengertian Semiotika ...................................................................... 24
2. Semiotika Roland Barthes .............................................................. 25
B. Kajian Mengenai Pluralitas ........................................................... 29
1. Sikap Pluralitas ................................................................................ 31
C. Tinjauan Tentang Film .................................................................. 32
1. Pengertian Film ................................................................................ 32
2. Film sebagai Media Komunikasi ................................................... 34
3. Film Dokumenter............................................................................. 36
4. Unsur-unsur Pembentukan Film .................................................... 38
5. Struktur Film .................................................................................... 39
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM JERUSALEM .................................... 42
A. Sinopsis.......................................................................................... 42
B. Profil Film ..................................................................................... 43
vi
C. Tim Produksi Film......................................................................... 49
D. Profil Sutradara Film Jerusalem .................................................... 51
BAB IV
TELAAH SEMIOTIKA TENTANG NILAI-NILAI
PLURALITAS DALAM FILM JERUSALEM...................................................... 52
A. Temuan Analisis Semiotika Roland Barthes ................................. 52
BAB V
PENUTUP ................................................................................................. 70
A. Kesimpulan .................................................................................... 70
B. Saran .............................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 72
LAMPIRAN................................................................................................................... 77
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.3 Tabel Tim Produksi Film ................................................................... 49
Tabel 2.4 Scene 1 (03:03 - 03:22) ...................................................................... 52
Tabel 3.4 Scene 2 (03:47 – 05:09) ..................................................................... 57
Tabel 4.4 Scene 3 (09:26)................................................................................... 62
Tabel 5.4 Scene 4 (40:31 - 40:38) ...................................................................... 65
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Peta Tanda Roland Barthes ............................................................. 26
Gambar 2.3 Benedict Cumberbatch ..................................................................... 43
Gambar 3.3 Dr. Jodi Magness ............................................................................. 45
Gambar 4.3 Revital Zacharie ............................................................................... 47
Gambar 5.3 Nadia Tadros .................................................................................... 48
Gambar 6.3 Farah Ammouri ................................................................................ 48
Gambar 7.3 Daniel Ferguson ............................................................................... 51
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran media massa seringkali menampilkan makna-makna terhadap
realitas yang terjadi di kehidupan sekitar kita.1 Salah satunya adalah film sebagai
salah satu media komunikasi massa, film dapat menjadi sebuah komunikator atau
perantara
dalam
berkomunikasi.
Hal
ini
dikarenakan
film
seringkali
menggambarkan sesuatu yang dekat atau berhubungan langsung dengan
masyarakat atau penontonnya. Sebagai sarana komunikasi yang memiliki
kekuatan penyampaian melalui sifatnya yang audio visual, film mampu
memengaruhi nilai dan perilaku para penontonnya.Selain itu, film juga selalu
mampu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di
dalam atau dibalik film tersebut tanpa pernah berlaku sebaliknya. 2 Kedudukan
media film juga dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan non-formal dalam
memengaruhi dan membentuk budaya kehidupan masyarakat sehari-hari melalui
kisah yang ditampilkan. Film dianggap sebagai medium sempurna untuk
mempresentasikan dan mengkontruksikan realitas kehidupan yang bebas dari
konflik-konflik ideologis serta berperan dalam pelestarian budaya bangsa. 3
Terlepas dari jenisnya, film mampu memberikan informasi yang baru bagi
masyarakat dan selalu memberikan pesan-pesan moral di dalamnya.
1
Diakses melalui website
https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_Representasi?auto=do
wnload, uploaded by Sigit Surahman, pada tanggal 14 April 2016, pukul 12:09 WIB.
2
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 127.
3
Diakses melalui website
https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_Representasi?auto=do
wnload, uploaded by Sigit Surahman, pada tanggal 14 April 2016, pukul 12:21 WIB
10
11
Selain itu, film juga merupakan dokumen sosial, masyarakat dapat melihat
gambaran secara nyata apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu,
melalui gaya bahasa, mode pakaian, pola pikir dan tatanan sosial masyarakat yang
digambarkan pada film tersebut.4
Jerusalem merupakan film yang diproduksi oleh Cosmic Picture dan Arcane
Picture, dan didistribusikan oleh National Geographic Entertainment pada tahun
2013. Film dokumenter yang berdurasi selama 40 menit ini menyajikan dan
memberikan pengetahuan kepada para penontonnya mengenai keragaman budaya
agama di kota Yerusalem melalui mata tiga remaja dengan berbeda keyakinan;
Yahudi, Kristen dan Islam serta menceritakan sejarah Yerusalem yang dinarasikan
oleh Benedict Cumberbatch dan melalui seorang arkeolog, Dr. Jodi Magness.
Film ini berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Best Film Short Subject dan
Best Cinematography di Giant Screen Cinema Association pada tahun 2014.
Film Jerusalem menceritakan bagaimana arti kota Yerusalem bagi tiga remaja
yang berbeda agama; Yahudi, Kristen dan Islam. Mereka juga menceritakan
bagaimana budaya-budaya agama mereka dilaksanakan di kota Yerusalem.
Walaupun dalam penyajian ceritanya tidak ada komunikasi yang terjadi diantara
ketiga remaja ini, tetapi film ini menggambarkan bagaimana keberadaan tiga
agama tersebut di Yerusalem tidak saling bersinggungan dan dapat hidup secara
berdampingan. Keseluruhan dari film ini menceritakan bagaimana sebuah kota
kecil bisa menjadi pusat dunia dan menjadi tempat suci bagi tiga agama besar di
dunia; Yahudi, Kristen dan Islam.
4
Diakses melalui website http://perfilman.perpusnas.go.id/artikel/detail/106 pada tanggal
02 Mei 2016, pukul 22:42 WIB.
12
Produser dalam film Jerusalem mengatakan tujuan dibuatnya dan dipilihnya
Yerusalem sebagai objek film ini adalah untuk melihat alasan dari keterikatan
universal Yerusalem: Yahudi, Kristen dan Islam. Mereka berharap penjajaran
yang berbeda agama dan budaya - semua dengan koneksi spiritual dan sejarah
yang mendalam ke kota - akan mengungkapkan berapa banyak orang-orang
Yahudi, Kristen dan Islam memiliki kesamaan dan menginspirasi kita semua
untuk lebih memahami satu sama lain. Melalui situs resminya pula, para
produsernya ingin menceritakan kota Yerusalem dengan cara yang berbeda.
Apabila biasanya Yerusalem diceritakan identik dengan sejarah peperangan, maka
dalam film ini kita bisa mengetahui bagaimana budaya tiga agama monoteistik di
dunia dengan faktor sejarah dan arkeologinya di kota Yerusalem.5
Berbeda dengan film dokumenter biasanya, film ini tidak ada scene di mana
seseorang sumber seperti sedang memberitakan fakta atau seperti diwawancara.
Masing-masing
narator
menceritakan
kota
Yerusalem
seperti
bercerita.
Pengambilan gambar di film Jerusalem juga berbeda dengan film dokumenter
lainnya. 6 Sinematografi yang baik dan menakjubkan membuat interaksi antara
penonton dan film menjadi lebih hidup. Walaupun cerita dari film Jerusalem sarat
akan agama, tetapi film ini sama sekali tidak menjurus pengaruh ke unsur agama
sedikit pun, karena di film ini membahas budaya dan tiga agama yang ada,
Yahudi, Kristen dan Islam, dengan faktor sejarah dan arkeologi.
Pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan dan kekhasan.
Konsep ini mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many), keragaman
5
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/ pada tanggal 29 April
2016, pukul 23:14 WIB.
6
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/ pada tanggal 29 April
2016, pukul 23:30 WIB.
13
menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen
dan bahkan tak dapat disamakan. 7 Keberagaman dalam pluralitas tidak hanya
digambarkan pada konteks budaya saja, tetapi dilihat dari segi agama, ras, strata
sosial dan sebagainya, yang mana di dalamnya masyarakat memiliki rasa
menerima dan menghargai atas adanya keberagaman tersebut. Seharusnya, rasa
menerima dan menghargai tidak hanya direalisasikan dengan bentuk komunikasi
antar orang yang berbeda agama atau suku saja, tapi juga disaat ada individu yang
menunjukkan identitas agamanya melalui bagaimana cara mereka berpakaian. Di
dalam film Jerusalem, digambarkan bahwa masyarakatnya saling menghargai dan
menerima satu sama lain ketika kaum Yahudi, Nasrani dan Muslim menunjukkan
identitas keagamaannya dengan mengenakan pakaian-pakaian keagamaannya
masing-masing.8
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa perlu untuk meneliti dan
mengkaji film Jerusalem dalam rangka memperoleh informasi dan menggali nilainilai pluralitas yang terkandung di dalamnya untuk acuan kehidupan pada
masyarakat agar lebih bisa menerima keberagaman dalam segi keagamaan.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Peneliti membatasi penelitian ini dengan terfokus pada adegan-adegan dalam
film Jerusalem yang memiliki nilai pluralitas, terutama agama. Berdasarkan
batasan masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai pluralitas dilihat dari makna denotasi yang terdapat
dalam film Jerusalem?
7
Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai
Persatuan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 9.
8
Berdasarkan pengamatan dalam film Jerusalem pada 10 November 2016
14
2. Bagaimana nilai-nilai pluralitas dilihat dari makna konotasi yang terdapat
dalam film Jerusalem?
3. Bagaimana nilai-nilai pluralitas dilihat dari makna mitos yang terdapat
dalam film Jerusalem?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
peneliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pluralitas berdasarkan makna denotasi yang
terdapat dalam film Jerusalem.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pluralitas berdasarkan makna konotasi yang
terdapat dalam film Jerusalem.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pluralitas berdasarkan makna konotasi dalam
film Jerusalem.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
a) Hasil
penelitian
ini
diharapkan
mampu
memperkaya
dan
memperdalam ilmu dakwah dan ilmu komunikasi melalui metodologi
penelitian kualitatif pada model semiotika Roland Barthes serta
menambah
dan
memperdalam
pemahaman
tentang
nilai-nilai
pluralitas.
b) Memperdalam pemahaman tentang penelitian semiotika, khususnya
dalam ranah perfilman dan komunikasi pada umumnya.
15
2. Manfaat Praktis
a) Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan dan
pemahaman bagi para pembaca dari makna-makna dalam film
Jerusalem.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran
kepada para kreator-kreator perfilman agar dapat menambah
kekreatifitasannya dalam membuat film.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap
hasil penelitian lain yang mempunyai kemiripan dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan, antara lain;
Aminah Tuzahra menemukan makna kasih sayang seorang wanita terhadap
anak yang menderita kelainan dalam film Biola Tak Berdawai (BTB) pada model
Roland Barthes. Pada makna denotasi, film BTB menggambarkan seorang anak
yang mempunyai kelainan sejak lahir, salah satunya adalah yang memiliki
jaringan otak yang rusak berat, pada makna konotasinya adalah anak yang
memiliki jaringan otak yang rusak berat, autisme dan juga tuna daksa sehingga
membuat dia kesulitan dalam berkomunikasi. Sedangkan pada makna mitos
adalah manusia memerlukan komunikasi dalam kehidupan karena manusia adalah
makhluk sosial. 9 Pada skripsi ini memiliki kesamaan penelitian pada teori
semiotika dengan film sebagai objeknya, selain itu metodologi yang digunakan
sama, yaitu metode kualitatif dan model semiotika yang digunakan adalah
9
Aminah Tuzahra, Analisis Semiotika Film Biola Tak Berdawai, Konsentrasi Jurnalistik,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta,
2011.
16
semiotika model Roland Barthes. Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah
pada penelitian Aminah, film yang diteliti merupakan film produksi Nasional,
Indonesia, dengan genre dan melihat makna kasih sayang dalam film tersebut,
sedangkan pada penelitian ini film yang diteliti merupakan film produksi
Internasional yang bergenre dokumenter dengan memperhatikan nilai-nilai
pluralitas yang disajikan dalam film tersebut.
Siti Mawarni Murdiati menemukan representasi simbol dalam film Mata
Tertutup karya Garin Nugroho, yaitu proses perekrutan oleh NII (bai’at), uang
yang dikumpulkan oleh NII (infaq), teknik persuasif yang dilakukan oleh Jamaah
Islamiyah (muqayadhah) dan proses menjadi seorang pengantin bom bunuh diri
(jihad). 10 Pada skripsi ini memiliki kesamaan penelitian pada film sebagai
objeknya, selain itu metodologi yang digunakan sama, yaitu metode kualitatif.
Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Siti Mawarni, film
yang diteliti merupakan film produksi Nasional, Indonesia, dengan genre drama
dan model semiotika yang digunakan adalah Charles S. Piere, sedangkan pada
penelitian ini film yang diteliti merupakan film produksi Internasional bergenre
dokumenter dengan model semiotika Roland Barthes untuk mencari nilai-nilai
pluralitas.
Ratih Gema Utami menemukan pesan pluralisme secara verbal dan nonverbal yang dilihat dari makna denotasi, konotasi dan mitos pada setiap adegan
pada film Cin(T)a. 11 Pada skripsi ini dengan film sebagai objeknya, selain itu
10
Siti Mawarni Murdiati, Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya
Garin Nugroho, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah Jakarta, 2015.
11
Ratih Gema Utami, Representasi Pesan Pluralisme dalam Film CIN(T)A (Analisis
Semiotika Roland Barthes mengenai Representasi Pesan Pluralisme Verbal dan Nonverbal dalam
17
metodologi yang digunakan sama, yaitu metode kualitatif. Adapun perbedaan
dengan penelitian ini adalah pada penelitian Ratih, film yang diteliti merupakan
film produksi Nasional, Indonesia, dengan genre drama untuk mencari nilai-nilai
pluralitas secara verbal dan nonverbal dengan menggunakan teori semiotika
model Charles S. Pierce, sedangkan pada penelitian ini film yang diteliti
merupakan film produksi Internasional bergenre dokumenter dengan model
semiotika Roland Barthes untuk mencari nilai-nilai pluralitas.
F. Kerangka Konsep
1. Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign), makna tanda dan
cara kerja tanda. Secara etimologis, kata semiotika berasal dari kata Semeion
dalam bahasa Yunani yang berarti tanda. Sedangkan secara terminologis,
semiotika diidentifikasikan sebagai ilmu yang memelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan dan tanda. 12 Menurut
Littlejohn (1996: 64) tanda-tanda merupakan dasar atau basis dari seluruh
komunikasi, karena melalui tanda-tanda manusia mampu melakukan
komunikasi dengan sesamanya.13
2. Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes mendefinisikan tanda (sign) sebagai sebuah system yang
terdiri dari ekspresi atau signifier dalam hubungannya dengan content.
Film CIN(T)A), Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, 2012.
12
Fachrial Daniel, Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild (Analisis Semiotika Tentang
Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Cowo Blur” Go Ahead 2011), Jurnal Ilmu
Komunikasi, Universitas Sumatera Utara, Vol. 1, No. 3, 2013, h.. 4.
13
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.
18
Barthes membagi sistem semiotika menjadi denotasi, konotasi dan mitos
sebagai kunci dari analisisnya.14 Denotasi adalah makna pada apa yang kita
lihat dan pada kenyataannya adalah sama, fenomena ini dapat dirasakan
melalui panca indera. Sedangkan konotasi adalah makna-makna yang bukan
sebenarnya, tidak langsung dan tidak pasti. Konotasi merupakan tingkatan
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda. Sementara
mitos merupakan pengkodean makna-makna dan nilai-nilai sosial yang
dianggap alamiah.15 Menurut Barthes mitos terletak pada tingkat dua tahap
penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda
tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua
dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda memiliki makna konotasi
berkembang menjadi makna denotasi dan popular di masyarakat maka disebut
dengan mitos.
3. Pluralitas
Pluralitas merupakan gejala sosial yang sering ditemui dalam setiap
kehidupan bermasyarakat, yang di mana di dalamnya memiliki budaya, ras,
etnik dan agama yang beragam. Kemajemukan dalam suatu masyarakat
sering disebabkan oleh berbagai faktor perbedaan yang terdapat di kelompokkelompok, kesatuan sosial dalam masyarakat tersebut, seperti perbedaan suku
bangsa, agama dan perbedaan lainnya yang terdapat di dalam lapisan
masyarakat tersebut. 16 Menerima kemajemukan berarti menerima adanya
14
Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna,
(Bandung: Matahari, 2010), h.304.
15
Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna, h.305.
16
Wilodati, Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ikaa-an
Kebudayaan di Indonesia, Artikel dalam “Seabad Kebangkitan Nasional Revitalisasi dan
19
perbedaan yang artinya mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak
sama, bukan berarti harus menyamaratakan perbedaan menjadi sama.17
Kata “plural” berasal dari bahasa inggris yang berarti jamak. Jadi,
pluralitas memiliki arti kemajemukan. Menurut Muhammad Imarah pluralitas
adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan
kekhasan. 18 Plural atau majemuk merupakan lawan kata dari singular atau
tunggal. Konsep pluralitas mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu
(many), keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu
berbeda-beda, heterogen dan bahkan tidak dapat disamakan.
4. Film
Secara etimologi, film adalah gambar hidup dan cerita hidup.19 Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film merupakan selaput tipis yang
dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret)
atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop).
Jenis film ada bermacam-macam, yaitu; Komedi, Petualangan, Laga, Drama,
Dokumenter dan lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, film
dokumenter merupakan dokumentasi dalam bentuk film mengenai suatu film
bersejarah atau suatu aspek seni budaya yang mempunyai makna khusus agar
dapat menjadi alat penerangan dan alat pendidikan.20 Film merupakan potret
dari masyarakat di mana film tersebut dibuat, karena menurut Irawanto (1999:
Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan Sejahtera”, Pusat
Kajian Wawasan Kebangsaan UPI, CV Yasindo Multi Aspek, April 2008, h. 5
17
A. Shobiri Muslim, “Pluralisme Agama dalam Perspektif Negara dan Islam”, (Jakarta:
Madania, 1998), h. 4.
18
Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan,
h. 9
19
Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan Documenter,
FFTV-IKJ dengan YLP, (Jakarta: Fatma Press, 1977), h. 22.
20
Diakses melalui website http://kbbi.web.id/film, pada tanggal 22 April 2016, pukul
09:27 WIB.
20
13) film selalu merekam atau menyajikan suatu gambar yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke atas layar.21
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Metode
penelitian dengan kualitatif menekankan pada banyak aspek dari satu
variabel, yang mana permasalahan tersebut dapat diteliti lebih dalam. Data
yang didapat pun berupa kata-kata, kalimat, gambar, perilaku, replika, atau
manuskrip yang didapat dari objek yang diobservasi peneliti. 22 Penelitian
dengan metode kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan dalam setting
tertentu,
yang
ada
dalam
kehidupan
sehari-hari
dengan
maksut
menginvestigasi dan memahami fenomena-fenomena yang terjadi.
23
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penggambaran apa adanya yang
selanjutnya akan dianalisis, yang bertujuan membuat deskripsi secara
sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu
populasi atau objek tertentu.24
2. Subjek dan Objek Penelitian
Film Jerusalem merupakan subjek dalam penelitian ini. Sedangkan, setiap
scene atau potongan gambar dalam film Jerusalem merupakan objeknya, di
mana tiap bagian tersebut berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
21
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 127.
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, Edisi Kedua, (Jakarta: Erlangga, 2009.), h. 23.
23
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), h. 83.
24
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktik Riset Komunikasi, (Jakarta : Kencana, 2007) , h.
69.
22
21
3. Tahapan Penelitian
a. Pengumpulan Data
1) Observasi
Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi,
menurut Arikunto (2002) dalam buku Imam Gunawan, observasi
merupakan
teknik
pengumpulan
data
yang
dilakukan
dengan
mengamati secara teliti kemudian dilakukan pencatatan secara
sistematis.
25
Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah dengan
menonton film dan mengamati dengan teliti adegan-adegan yang
berkaitan dengan penelitian yang kemudian di dipilih, dicatat dan
dianalisa.26 Adapun instrumen penelitiannya adalah;
(a) Data Primer: Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian.
Pada penelitian ini, objeknya berupa satu softcopy film Jerusalem
dalam format mp4 dengan subtitle bahasa Indonesia.
(b) Data Sekunder: Data sekunder adalah data pendukung yang diambil
melalui sumber lain seperti buku, majalah, situs yang berhubungan
dengan penelitian. Penulis mengumpulkan data-data melalui
pustaka-pustaka dan literatur serta mengkajinya untuk kemudian
dijadikan argumentasi yang mendukung penelitian.
b. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, temuan-temuan data yang diperoleh akan
ditafsirkan menurut semiotika model Roland Barthes untuk melihat
makna-nilai-nilai pluralitas dalam film Jerusalem, indikatornya adalah;
25
26
Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, h. 143
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Group, 2005), h. 126
22
1.) Denotasi, makna yang paling nyata dari tanda, apa yang
digambarkan tanda terhadap sebuah objek.
2.) Konotasi, bagaimana menggambarkan objek, ia bermakna subjektif
dan intersubjektif, sehingga kehadirannya tidak disadari.
3.) Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai
dominasi. Dalam dunia modern, mitos dikenal dengan bentuk
feminism, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.
H. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep,
Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II Kajian Teori
Bab ini membahas tentang Ruang Lingkup Semiotika dan Teori Semiotika
Roland Barthes, Pengertian dan Sikap Pluralitas, Tinjauan tentang Pengertian
Film, Film sebagai Media Komunikasi Massa, Film Dokumenter, Unsurunsur Pembentuk Film dan Struktur Film.
BAB III Gambaran Umum Film Jerusalem
Bab ini membahas tentang Sinopsis Film Jerusalem, Profil Film dan Pemain
Film, Tim Produksi dan Profil Sutradara Film Jerusalem.
BAB IV Temuan dan Analisis Data
23
Bab ini menjelaskan hasil temuan yang diperoleh dan mengidentifikasi serta
menganalisis hasil temuan tentang film Jerusalem melalui tanda-tanda verbal
dan non-verbal terkait dengan pandangan Roland Barthes.
BAB V Kesimpulan
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dari
penulis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Secara etimologis, kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion
yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Kurniawan (2009)
dalam Alex Sobur mengatakan bahwa semiotika berakar dari studi klasik dan
skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Pada masa itu, tanda masih
bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain, seperti asap yang
menandai adanya api.27 Sedangkan secara terminologis, semiotika merupakan
ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa dan
seluruh kebudayaan sebagai tanda.28
Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak
memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti
(significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang
menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan
ketentuan dalam sistem bahasa yang bersangkutan.29
Semiotika merupakan ilmu atau metode analisis yang digunakan untuk
mengkaji suatu tanda. Menurut Littlejohn (1996) dalam Alex Sobur, tandatanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Ketika berkomunikasi
27
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17.
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h. 8.
29
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17.
28
24
25
satu sama lain, manusia menggunakan tanda-tanda sebagai perantara. 30
Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat
komunikatif. Dalam kehidupan manusia tanda dapat berupa gambar, kata atau
gerak tubuh, seperti menggelengkan kepala tanda tidak setuju atau ramburambu lalu lintas.
Terdapat dua jenis kajian semiotika, semiotika komunikasi dan semiotika
signifikasi. Semiotika komunikasi lebih menekankan pada teori tentang
produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam
komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran
komunikasi dan acuan (hal yang dibicarakan). Tanda dalam semiotika
komunikasi
ditempatkan
dalam
rantai
komunikasi,
sehingga
tanda
mempunyai peranan yang penting dalam penyampaian pesan. Sedangkan
semiotika
signifikasi
memberikan
tekanan
pada
teori
tanda
dan
pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.31
2. Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah
protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai
Atlanti di sebelah barat daya Prancis. 32 Ia dikenal sebagai seorang pemikir
strukturalis yang giat mempraktikan model linguistik dan semiologi
Saussurean. Ia telah banyak menulis buku, yang beberapa diantaranya
menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia. Tak hanya
itu, Barthes juga merupakan seorang intelektual dan kritikus sastra Prancis
yang ternama; eksponen penerapan struktualisme dan semiotika pada studi
30
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.
32
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63
31
26
sastra. Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam kurun
waktu tertentu.33
Konsep pemikiran Barthes merupakan terusan dari pemikiran Ferdinand
de Saussure. Jika pemikiran de Saussure hanya berbatas pada hubungan
antara penanda dengan petanda. Maka, Barthes meneruskannya dengan
menekankan bahwa adanya interaksi antar teks dengan pengalaman personal
dan kultur penggunanya.34
Barthes membuat peta bagaimana tanda bekerja:
Gambar 1.2 Peta Tanda Roland Barthes
Penanda (signifier) adalah objek atau benda yang dapat dirasakan oleh
panca indera manusia. Penanda merupakan level of expressions karena
mempunyai wujud atau bagian fisik seperti huruf, bunyi, gambar, kata dan
sebagainya. Sedangkan petanda (signified) adalah gagasan, konsep atau
makna yang terkandung di dalam hal-hal atau objek yang digambarkan oleh
33
34
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63
Rachmat Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 268.
27
aspek pertama (signifier). Adanya hubungan antara penanda dan petanda akan
melahirkan sebuah makna bagi orang yang menerimanya.35
Dari peta tanda Roland Barthes dapat dijelaskan bahwa denotatif (3) terdiri
atas penanda (1) dan petanda (2). Tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif
juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur
material, hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti
harga diri, kegarangan dan keberanian menjadi mungkin. Jadi, dalam konsep
Barthes, tanda konotatif mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaannya. 36 Pada dasarnya, terdapat perbedaan mengenai
pengertian denotasi dan konotasi yang dipahami oleh Barthes dengan
pengertian secara umum. Dalam pengertian umum, denotasi biasa dimengerti
sebagai makna harfiah atau makna yang sesungguhnya. Sedangkan dalam
pemahaman Barthes, denotasi merupakan first order of signification atau
sistem signifikansi tingkat pertama. Denotasi adalah makna apa yang terlihat
dan pada kenyataannya sama. Denotasi juga dapat dikatakan sebagai
fenomena yang tampak dengan panca indera.37
Berbeda dengan denotasi, pengertian konotasi secara umum biasa
dimengerti sebagai makna yang bukan sebenarnya, tidak pasti dan tidak
langsung. Dalam pemahaman Barthes konotasi merupakan second of
signification atau sistem signifikansi tingkat kedua. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di
dalamnya beroperasi makna yang tersembunyi, tidak langsung dan tidak
35
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: JALASUTRA, 2009),
h. 12.
36
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 69
37
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70
28
pasti. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika penanda
mengkaitkannya dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi,
keyakinan serta nilai-nilai dari kebudayaan pembacanya.
38
Jadi dapat
dikatakan bahwa denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap
objek, sementara konotasi adalah bagaimana menggambarkan tanda
tersebut.39
Dalam studi Roland Barthes tentang tanda, area penting yang dirambah
Barthes adalah adanya peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat
asli tanda tetapi membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.40
Pada kerangka pemikiran Roland Barhes, konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang biasa disebut dengan mitos. Tak hanya itu, pada signifikansi
tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos
(myth). Mitos lahir melalui sistem pemaknaan tataran kedua karena mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang sudah ada sebelumnya. 41 Dalam
pemahaman Barthes, mitos merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai
sosial yang dianggap alamiah. Selain itu, mitos adalah bagaimana
kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau
gejala alam. 42 Mitos berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode
tertentu. 43 Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi atau paradigma
38
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bangsa Agama, (Malang:
UIN-Malang Press, 2007), h. 22
39
Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22.
40
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 68
41
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71
42
Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22
43
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71.
29
apabila sudah berakar lama dan digunakan sebagai acuan hidup serta
menyentuh ranah norma sosial yang berlaku dimasyarakat.44
B. Kajian Mengenai Pluralitas
Kata “plural” berasal dari bahasa inggris yang berarti jamak. Jadi, pluralitas
memiliki arti kemajemukan. Menurut Muhammad Imarah pluralitas adalah
kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. 45 Plural
atau majemuk merupakan lawan kata dari singular atau tunggal. Konsep pluralitas
mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many), keragaman
menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen
dan bahkan tidak dapat disamakan.
Pluralitas merupakan suatu keadaan yang berkaitan dengan kehendak Tuhan
atas kekhususan dan karakteristik atas makhluk ciptaan-Nya, sehingga keragaman
tersebut tidak mungkin ditolak ataupun dihindari.
46
Pluralitas tak hanya
menyangkut kebudayaan tapi juga agama. Menurut Salim Al-Awwa, pluralitas
yang menyangkut agama adalah pengakuan adanya kehadiran agama-agama yang
berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya dan
menerima perbedaannya beserta haknya untuk berbeda dalam beragam dan
berkeyakinan.47
Pluralitas merupakan gejala sosial yang sering ditemui dalam setiap
kehidupan bermasyarakat, yang di mana di dalamnya memiliki budaya, ras, etnik
44
Benny Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu,
2011), h. 59.
45
Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan,
h. 9.
46
Anis Malika Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Perspektif,
2005), h. 207.
47
Anis Malika Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 207.
30
dan agama yang beragam. Kemajemukan dalam suatu masyarakat sering
disebabkan oleh berbagai faktor perbedaan yang terdapat di kelompok-kelompok,
kesatuan sosial dalam masyarakat tersebut, seperti perbedaan suku bangsa, agama
dan perbedaan lainnya yang terdapat di dalam lapisan masyarakat tersebut. 48
Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan yang artinya
mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak sama, bukan berarti harus
menyamaratakan perbedaan menjadi sama.49
Menurut Budhy Munawar Rachman, pluralitas merupakan suatu kenyataan
dan untuk mengatur pluralitas diperlukan adanya pluralisme. Sebab, dalam
pluralitas terkandung bibit perpecahan, karena ancaman perpecahan inilah
diperlukan adanya sikap toleran, keterbukaan dan kesetaraan, menghilangkan
segala prasangka serta bijaksana dalam memaknai pluralitas yang ada. 50 Toleransi
tanpa sikap pluralistik tidak akan menjamin tercapainya kerukunan antar umat
beragama. Dalam bukunya, Syamsul Ma‟arif (2005: 13) mendefinisikan toleransi
merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan dan perilaku
yang dimiliki orang lain. Sedangkan menurut agama Islam, toleransi disebut
sebagai tasamuh yang artinya sifat atau sikap menghargai, membiarkan,
membolehkan pendirian atau pandangan orang lain yang bertentangan dengan
pandangan kita. Iskandar (Syamsul Ma‟arif, 2005: 14)
48
Wilodati, Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ikaa-an
Kebudayaan di Indonesia, Artikel dalam “Seabad Kebangkitan Nasional Revitalisasi dan
Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Baru yang Adil dan Sejahtera”, Pusat
Kajian Wawasan Kebangsaan UPI, CV Yasindo Multi Aspek, April 2008, h. 5
49
Muslim, “Pluralisme Agama dalam Perspektif Negara dan Islam”, h. 4.
50
Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam untuk Pluralisme, (Jakarta: Gramedia,
2010), h. 62.
31
1. Sikap Pluralitas
Sikap pluralis adalah sikap mengakui adanya hak orang lain untuk
menganut agama lain yang berbeda dengan agama dirinya. 51 Menurut Ali
Maschan Moesa sikap yang sehat dalam menghadapi pluralitas adalah sebagai
berikut;
1) Akomodatif, yang artinya memiliki kesediaan menampung berbagai
aspirasi dari berbagai pihak.
2) Selektif, artinya dapat memilih kepentingan yang paling bermanfaat.
3) Integratif, mampu menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut
secara proposional.
4) Kooperatif, memiliki kesediaan untuk hidup bersama dengan siapapun
dan mau bekerja sama yang bersifat keduniaan, bukan bersifat ritual.52
Berikut adalah ciri-ciri sikap pluralitas;53
1) Pluralistik mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan bersama
dilandasi sikap inklusif.
2) Sikap pluralistik tidak bersifat sektarian dan eksklusif yang terlalu
membanggakan kelompoknya sendiri dan tidak memperhitungkan
kelompok lain.
3) Sikap pluralistik mengarah pada tindakan konvergen. Sikap ini
mencari common denominator dari keanekaragaman sebagai common
platform dalam bersikap dan bertingkah laku bersama.
4) Sikap pluralistik tidak bersifat formalitas belak.
51
Momon Sudarma, Sosiologi Untuk Kesehatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2008), h. 44
Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama,
(Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 11
53
Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, h. 14
52
32
5) Tidak bersifat ekspansif, sehingga lebih mementingkan kualitas
dibandingkan dengan kuantitas.
6) Bersikap toleran, memahami pihak lain serta menghormati dan
menghargai pandangan pihak lain.
7) Sikap pluralistik tidak menyentuh hal-hal yang bersifat sensitif pada
pihak lain.
8) Bersifat akomodatif, sportif, dilandasi kedewasaan dan pengendalian
diri.
9) Berusaha menghindari sikap ekskrimitas, mengembangkan sikap
moderat, berimbang dan proposional
10) Sikap pluralistik berusaha menghindari diskriminasi, mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dan mengakui keunggulan serta
kelemahan sendiri maupun orang lain.
C. Tinjauan Tentang Film
1. Pengertian Film
Secara etimologi, film adalah gambar hidup dan cerita hidup. 54 Film
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah selaput tipis yang dibuat dari
bahan tipis berbentuk selluloid untuk tempat menyimpan gambar negatif dan
positif dari sebuah objek (yang akan dimainkan di bioskop). 55 Pada UU
Perfilman, pengertian film adalah;
54
Gatot Prakosa, Film Pinggiran-Antologi Film Pendek, Eksperimental dan Dokumenter,
h.22.
55
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.316.
33
“Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau
tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.”56
Pendefinisian film pun berbeda-beda, menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.
A., film merupakan kumpulan gambar dalam frame, yang nantinya frame
demi frame akan diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis
sehingga saat diproyeksikan di atas layar gambar itu terlihat hidup. Sebuah
film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik
tersendiri. 57 Irawanto (1999) dalam Alex Sobur mengatakan film selalu
merekam cerita berdasarkan realitas yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat yang kemudian diproyeksikan ke atas layar.58
Film memiliki karakteristik tersendiri, yaitu menggunakan layar lebar,
pengambilan gambar jarak jauh atau long shot bahkan extrem long shot,
konsentrasi penuh dan identifikasi psikologi, yang mana ketika penonton
fokus untuk menyaksikan film, maka pikiran dan perasaannya akan larut
dalam alur cerita yang disuguhkan. 59 Di samping fungsinya yang dianggap
sebagai media hiburan, film lebih dianggap sebagai media pembujuk atau
memiliki kekuatan persuasif yang besar. 60 Seperti halnya drama, film juga
56
UU Republik Indonesia No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Bab I, Pasal 1, ayat 1.
Departemen Penerangan RI.
57
Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-5, h.
48.
58
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 127.
59
Elvinaro Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung, Simbiosa
Rekatama Media, 2007), h. 145-147.
60
William L. Rivers, et al, Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua, Terj.
Haris Munandar dan Dudy Priatna, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 252.
34
melakukan komunikasi verbal berupa dialog antar pemain, selain itu juga film
menggunakan bahasa gambar untuk membahasakan sebuah cerita.61
Cerita yang disuguhkan di atas layar tidak hanya berdasarkan realitas
kehidupan sehari-hari yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tetapi
juga bisa berasal dari imajinasi para pembuat cerita.62 Tak hanya itu, dimensi
waktu dalam film pun tidak terbatas, cerita yang disampaikan bisa berasal
dari kisah masa lalu, masa sekarang atau gambaran mengenai masa depan.
Film juga dapat menyatukan spektrum kepekaan manusia, mulai dari yang
paling lembut, kejam hingga memuakkan. Selain itu, film yang baik
senantiasa dapat menimbulkan ilusi kejadian filemis yang berlangsung dalam
batas waktu lebih lama dari waktu menonton film tersebut. Bahwa dalam
kejadian itu ada permulaan, pengembangan dan akhir, serta mempunyai
jangka waktu tertentu.63
2. Film sebagai Media Komunikasi
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia saling berkomunikasi satu sama
lain baik melalui kata-kata, bahasa tubuh, simbol-simbol maupun tandatanda. Menurut Suprapto, komunikasi adalah suatu proses interaksi yang
mempunyai arti antara sesama manusia.64 Film merupakan salah satu bentuk
media komunikasi yang menggunakan saluran atau media untuk komunikator
menyampaikan informasi kepada komunikan secara serentak, berjumlah
61
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 128.
Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia,
(Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), h.13
63
D.A, Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ PRESS, 2005), h. 5.
64
Tommy Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam
Komunikasi, (Jakarta: Buku Seru, 2011), h. 6.
62
35
banyak, berdemografis luas dan meninggalkan efek tertentu.65 Sebagai media
komunikasi, film digunakan sebagai bentuk penyampaian pesan moral
maupun kritik sosial melalui visualisasi gambar ataupun cerita yang
dinarasikan narator. Cerita yang dibuat pun bisa berdasarkan pada masa lalu,
kejadian pada masa sekarang atau pun penggambaran masa depan, dengan
kata lain film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas atau
bahkan membentuk sebuah realitas.
Menurut Oey Hong Lee, film sebagai alat komunikasi massa yang kedua
muncul di dunia dan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati
karena tidak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi
yang mana saat itu menjadi hambatan dalam perkembangan kemajuan surat
kabar di abad ke 18.66
Sebagai media komunikasi massa yang bersifat audio-visual, film
memiliki kekuatan dan kemampuan yang mampu menjangkau banyak
segmen sosial, yang mana menjadikan film sebagai alat komunikasi yang
lebih berpotensi untuk memengaruhi khalayaknya dibandingkan dengan
media massa lainnya.67 Dalam UU Perfilman, fungsi film tidak hanya untuk
hiburan dan pendidikan, tetapi juga untuk pelestarian atau pengenalan
budaya, penyebaran informasi, pendorong karya kreatif dan menumbuhkan
serta meningkatkan ekonomi.68
Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam
kesepakatan publik secara visual, hal ini dikarenakan film selalu bertautan
65
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 3.
Sobur, Semiotik Komunikasi, h. 126.
67
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 127.
68
UU Republik Indonesia No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Bab II, Bagian ketiga,
66
Pasal 4.
36
dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik, dengan
kata lain film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakatnya.69
3. Film Dokumenter
Film dokumenter adalah karya ciptaan mengenai kenyataan (creative
treatment of actuality).70 Jenis film ini menyajikan cerita yang berasal dari
realita kehidupan sekitar yang benar-benar terjadi yang dibuat untuk berbagai
macam tujuan, seperti penyebaran informasi atau berita, pengetahuan,
pendidikan, sosial, politik, dan propaganda bagi orang atau kelompok
tertentu.71 Jenis ini termasuk ke dalam non-fiksi, karena alur cerita dalam film
dokumenter menggambarkan situasi kehidupan nyata, di mana setiap individu
menggambarkan perasaan dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya,
tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Dokumenter dapat
diambil pada lokasi pengambilan yang apa adanya atau disusun secara
sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan.72
Pada umumnya, pengertian dokumenter ialah rekaman audio visual suatu
kejadian yang faktual dan aktual tanpa adanya unsur rekayasa. Biasanya,
sebuah film dokumenter diangkat dari sebuah isu yang menarik atau dari
peristiwa yang bersejarah pada masanya. Pembuatan film dokumenter dibuat
apa adanya sesuai dengan kejadian nyata tanpa harus dilebih-lebihkan, sang
pembuat film harus mampu merangkai potongan cerita dari isu atau peristiwa
69
Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia,
h.13
70
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), h. 214
71
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 4-5.
72
Marcel Danesi, Understanding Media Semiotics, terj. A. Gunawan Admiranto,
(Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 134
37
tersebut menjadi cerita audio visual yang menarik dan istimewa secara
keseluruhan.
Istilah dokumenter pertama kali digunakan oleh John Grierson yang
pertama kali mengkritik film-film karya Robert Flaherty pada 8 Februari
1926, di New York. Nanook of The Earth merupakan salah satu film yang
dikritik oleh Grierson karena film yang berdurasi kurang lebih 1,5 jam tidak
lagi
sekedar
bercerita
seperti
layaknya
film
Hollywood.
Grierson
menyampaikan pandangannya bahwa apa yang dilakukan Flaherty merupakan
sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-kejadian aktual yang ada. 73
Definisi ini cukup bertahan lama hingga akhirnya orang-orang mencoba
mendefinisikan dengan caranya masing-masing. Seperti Paul Wells yang
berpendapat
bahwa
film
dokumenter
adalah
film
non-fiksi
yang
menggunakan rekam jejak yang aktual, yang didalamnya termasuk
perekaman langsung dari peristiwa yang disajikan dan materi riset yang
berhubungan dengan peristiwa itu, seperti hasil wawancara, statistik dan
sebagainya. Film seperti ini biasanya disuguhkan dari sudut pandang tertentu
dan memusatkan perhatian pada sebuah isu-isu sosial tertentu yang sangat
memungkinkan untuk dapat menarik perhatian penontonnya.74
Ada tiga tahapan proses dalam membuat film dokumenter. Pertama adalah
pra produksi, pada tahap ini pembuat film diharuskan untuk melakukan riset
yang menyangkut dengan tema atau topik yang akan diangkat. Kedua adalah
produksi dan yang terakhir adalah pasca produksi.
73
Fajar Nugroho, Cara Pintar Bikin Film Dokumenter, (Yogyakarta: Penerbit Indonesia
Cerdas, 2007), h. 34.
74
Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan
Investigasi, Dokumenter dan Teknik Editing, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 316.
38
4. Unsur-unsur Pembentukan Film
Unsur pembentuk film dapat dibagi menjadi dua, unsur naratif dan unsur
sinematik. Dalam pembentukan film, kedua unsur ini saling berkaitan. Unsur
naratif merupakan materi atau bahan cerita yang akan diolah, sedangkan
unsur sinematik merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mengolah materi
cerita atau teknis pembentuk film. Unsur sinematik ini terbagi menjadi empat
elemen pokok, yaitu mise-en-scene, sinematogfrafi, editing dan suara.75
1. Unsur Naratif
Dalam pembentukan film, unsur naratif merupakan unsur dasar yang
harus dibutuhkan. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau
tema film. Di dalam cerita pasti memiliki elemen-elemen seperti
tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu ataupun lainnya. Elemen
tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk sebuah
jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan
perisitiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas
(logika sebab-akibat). Bersamaan dengan unsur ruang dan aspek,
aspek kausalitas adalah elemen pokok pembentuk naratif.
2. Unsur Sinematik
Unsur ini merupakan unsur pembentuk film yang menentukan
bagaimana materi akan diolah menjadi sebuah cerita. Dengan kata
lain, unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis produksi dalam
membuat sebuah film. Aspek teknis dalam produksi memiliki empat
elemen pokok, pertama Mise-en-scene, elemen ini memuat segala hal
75
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 1-2.
39
yang berada di depan kamera, seperti latar (setting), tata cahaya,
kostum, make up, serta pergerakan pemain. Elemen kedua adalah
sinematografi, elemen ini merupakan bagaimana perlakuan terhadap
kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang di
ambil. Ketiga adalah editing, elemen ini adalah transisi sebuah gambar
ke gambar lainnya. Dan elemen yang terakhir adalah suara, elemen ini
memuat segala hal dalam film yang mampu kita tangkap dengan
indera pendengaran kita. Sama seperti halnya dengan unsur naratif,
seluruh elemen pokok dalam unsur sinematik ini saling berkaitan dan
berkesinambungan
untuk
membentuk
unsur
sinematik
secara
keseluruhan.76
5. Struktur Film
Film berjenis apapun maupun yang berdurasi panjang atau pendek, pasti
memiliki struktur fisik yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:77
1. Shot
Shot memiliki arti satu rangkaian gambar utuh yang tidak terinterupsi
oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot biasanya dapat
dikelompokkan menjadi sebuah adegan, sedangkan satu adegan bisa
berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi
kurang dari satu detik, beberapa menit bahkan jam.
2. Scene (Adegan)
Scene adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
76
77
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 1-2.
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 107
40
waktu, isi (cerita), tema, karakter atau motif. Umumnya, satu adegan
terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film
cerita terdiri dari 30-35 adegan.
3. Sequence (Sekuen)
Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian
peristiwa yang utuh atau sebuah rangkaian adegan. Satu sekuen
umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan.
Dalam film biasanya berisi 8-15 sekuen.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk tampilan yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot),
yaitu;78
1. Extreme Long Shot (ELS) merupakan jarak kamera yang paling
jauh dari objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak.
Umumnya, teknik ini menggambarkan sebuah objek yang sangat
jauh.
2. Long Shot (LS), pada bentuk ini tubuh fisik manusia sudah tampak
jelas namun latar belakang masih menjadi dominan. Long shot
sering digunakan sebagai establising shot, yaitu gambar pembuka
sebelum ditampilkannya shot-shot yang berjarak lebih dekat.
3. Medium Long Shot (MLS), pada jarak ini tubuh manusia terlihat
dari bawah lutut sampai ke atas kepala. Tubuh fisik manusia
dengan lingkungan sekitar relatif seimbang.
78
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 104-106
41
4. Medium Shot (MS), pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia
dari pinggang hingga ke atas kepala. Gerak tubuh serta ekspresi
wajah mulai terlihat. Sosok manusia mulai dominan dalam frame.
5. Medium Close Up (MCU), pada jarak ini memperlihatkan tubuh
manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi
frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan
normal biasanya menggunakan jarak medium close up.
6. Close Up, umumnya pada jarak ini memperlihatkan wajah, tangan,
kaki atau sebuah objek kecil lainnya. Teknik ini mampu
memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta gerak tubuh
yang mendetail. Biasanya teknik close up digunakan untuk adegan
dialog yang lebih intim. Close up juga memperlihatkan detail
sebuah objek atau benda.
7. Extreme Close Up (ECU), pada jarak ini, gambar mampu
memperlihatkan lebih mendetail bagian-bagian dari wajah, seperti
telinga, mata, hidung dan lainnya atau bagian dari sebuah objek.
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM JERUSALEM
A. Sinopsis
Film Jerusalem mencoba menggambarkan potret sejarah dan kehidupan
kebudayaan tiga agama besar di dunia yang berada di kota Yerusalem dari sudut
pandang tiga wanita yang berbeda agama; Revital seorang perempuan yang
beragama Yahudi, Nadia seorang perempuan yang beragama Kristen dan Farah
seorang perempuan yang beragama Islam.
Film ini diawali dengan kisah sejarah penamaan kota Yerusalem yang
dinarasikan oleh Benedict Cumberbatch, yang kemudian dilanjutkan dengan
sedikit cerita mengenai sejarah kota Yerusalem. Film ini berlanjut menceritakan
kebudayaan dan tradisi yang dilakukan oleh masing-masing tiga agama besar
yang ada di Yerusalem serta bagaimana arti kota Yerusalem bagi mereka. Diawali
dengan cerita mengenai kebudayaan dan tradisi yang dijalankan umat Islam di
Yerusalem melalui pandangan dan juga dinarasikan oleh seorang Muslim, Farah
Ammouri. Selanjutnya, kita akan disuguhkan cerita mengenai kebudayaan dan
tradisi yang dijalankan umat Yahudi yang diceritakan melalui perspektif seorang
umat Yahudi, Revital Zacharie dan terakhir cerita mengenai kebudayaan dan
tradisi umat Kristiani yang diceritakan melalui perspektif Nadia Tadros, seorang
umat Kristiani. Selain kebudayaan dan tradisi keagamaan yang ada di Yerusalem,
film ini juga menceritakan tempat-tempat penting dan bersejarah bagi masingmasing agama.79
79
Berdasarkan pengamatan dalam film Jerusalem pada tanggal 21 Agustus 2016.
42
43
Film ini tak hanya bercerita mengenai kebudayaan dan sejarah agama yang
ada di kota Yerusalem, tetapi juga menceritakan bagaimana sejarah kota
Yerusalem. Dalam film ini, Dr Jodi Magness, seorang arkeolog, memberikan
pengetahuan untuk memahami masa lalu di kota Yerusalem menggunakan ilmu
arkeolognya, membimbing penonton mengenai sejarah kota Yerusalem melalui
sisa-sisa masa lalu kuno yang dilihat dari struktur bangunan.80
B. Profil Film
1. Tema
Tema adalah ide pokok yang menjadi pokok utama dari sebuah cerita.
Pada film Jerusalem, tema yang diangkat mengenai bagaimana kota
Yerusalem menjadi kota suci bagi pusat dunia.81 Hal ini ditunjukkan melalui
cerita-cerita bagaimana kehidupan dan kebudayaan yang ada di Jerusalem
dari tiga perspektif remaja perempuan yang berbeda agama; Yahudi, Kristen
dan Islam serta sejarah masa lampau kota Yerusalem.
2. Tokoh dan Profil Pemain Film
a. Benedict Cumberbatch
Gambar 2.3 Benedict Cumberbatch
80
Berdasarkan pengamatan dalam film Jerusalem pada tanggal 21 Agustus 2016.
Diakses melalui http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=faq pada tanggal 01
September 2016, pukul 20:30 WIB.
81
44
Benedict Timothy Carlton Cumberbatch atau yang lebih dikenal dengan
Benedict Cumberbatch merupakan produser film dan aktor Inggris yang
tampil di radio, teater, televisi dan film. Lahir pada tanggal 19 Juli 1976 di
London, Inggris. Ia lulusan dari University of Manchester, tempat di mana
Benedict belajar mengenai drama. Setelah itu, Ia melanjutkan pelatihannya
sebagai seorang aktor di London Academy of Music and Dramatic Art dan
lulus dengan gelar Master of Art di Akting Klasik.82
Sejak di sekolah, Benedict aktif terlibat dalam kegiatan drama teater
dan juga terlibat dalam berbagai karya Shakespeare. Ia memulai debut
akting teaternya pada usia 12 tahun. Berawal daru dunia teater, Benedict
juga mulai menjajal dunia perfilman, radio dan televisi. Pada tahun 2010,
Ia pernah memerankan sosok Sherlock Holmes dalam serial TV Sherlock
Homes. Ia juga pernah ikut beradu peran dalam film Star Trek Into
Darkness, The Hobbit, The Penguins of Madagascar dan banyak lagi.
Selain ikut terlibat sebagai aktor, Benedict juga menarasikan cerita dari
sebuah film, beberapa film yang ia naratorkan seperti; Jerusalem, Did God
Create the Universe, The Dreams of William Golding dan South Pacific.83
Berbagai penghargaan telah diraih oleh Benedict, diantaranya, pada
tahun 2011 dan 2012 dia memenangkan penghargaan sebagai Best Actor
untuk perannya di film Frankenstein. Ia juga mendapatkan penghargaan
sebagai Best Actor in A Miniseries or Movie dan Best Detective pada tahun
82
Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Benedict_Cumberbatch pada
tanggal 14 Juli 2016, pukul 20:09 WIB.
83
Diakses melalui website http://www.benedictcumberbatch.co.uk/biography/ pada
tanggal 14 Juli 2016, pukul 21:57 WIB.
45
2014 untuk perannya sebagai Sherlock Holmes. 84 Selain itu, Ia juga
menerima enam nominasi pada British Academy of Film and Television
Arts, lima nominasi pada Screen Actors Guild Award dan dua nominasi
pada Golden Globe Award. Pada tahun 2014, majalah Time memasukkan
Benedict Cumberbatch sebagai salah satu orang yang berpengaruh di
dunia.85
b. Dr. Jodi Magness
Gambar 3.3 Dr. Jodi Magness
Jodi Magness lahir pada tanggal 19 September, 1956. Ia merupakan
dosen senior di Department of Religious Studies di University of North
California, Chapel Hill. Ia menyelesaikan pendidikannya the Hebrew
University of Jerusalem dan mendapatkan gelar B.A untuk ilmu Arkeologi
dan Sejarah, Ia juta mendapatkan gelar Ph.D untuk ilmu Classical
Archaelogy dari University of Pennsylvania. Dia seorang arkeolog dan
Wakil Presiden pertama dari Archaeological Institute of America.86
Jodi Magness telah berpartisipasi di dalam 20 penggalian yang berbeda
di Israel dan Yunani. Dia ikut memimpin 1.995 penggalian pengepungan
84
Diakses melalui website http://www.benedictcumberbatch.co.uk/biography/ pada
tanggal 14 Juli 2016, pukul 22:08 WIB.
85
Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Benedict_Cumberbatch pada
tanggal 14 Juli 2016, pukul 22:37 WIB.
86
Diakses melalui website http://jodimagness.org/ pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:03
WIB.
46
Romawi bekerja di Masada. Sejak tahun 2003, Magness telah ikut menjadi
pemimpin penggalian di benteng Romawi lama, di Yotvata, Israel, 87 dan
sejak tahun 2011, Dr. Jodi Magness telah mengarahkan proyek penggalian
di Huqoq, di Galilea.88 Dr. Jodi Magness merupakan seorang ahli dalam
arkeologi Palestine kuno, di Romawi, Bizantium dan Islam pada periode
awal.89
Jodi Magness juga menulis puluhan artikel dan telah menerbitkan 10
buku, diantaranya adalah The Archaeology of Qumran and the Dead Sea
Scrolls yang memenangkan penghargaan sebagai Best Popular Book in
Archeology in 2001-2002 dalam Biblical Archaeology Society’s Award di
tahun 2003, buku ini juga terpilih sebagai Outstanding Academic Book for
2003 oleh Choice Magazine. Buku lain yang telah diterbitkan berjudul The
Archaeology of the Holy Land, Jerusalem Ceramic Chronology circa 200800 C.E dan The Archaeology of the Early Islamic Settlement in
Palestine.90
87
Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Jodi_Magness pada tanggal 14
Juli 2016, pukul 23:01 WIB.
88
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada
tanggal 14 Juli 2016, pukul 22:41 WIB.
89
Diakses melalui website http://jodimagness.org/ pada tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:10
WIB.
90
Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Jodi_Magness pada tanggal 14
Juli 2016, pukul 23:15 WIB.
47
c. Revital Zacharie
Gambar 4.3 Revital Zacharie
Revital Zacharie seorang Yahudi, ia lulusan dari Sekolah Menengah
Atas Pelech di Yerusalem. Ia seorang penari berbakat yang telah
mempelajari balet dan tari kontemporer sejak usia 7 tahun.91 Sebelumnya,
Revital tidak pernah memerankan suatu tokoh di dalam film, Jerusalem
merupakan film pertama yang di mana ia ikut terlibat di dalamnya. Untuk
menjadi orang yang menceritakan kehidupan budaya Yahudi di Yerusalem
di dalam film Jerusalem, Revital mengikuti audisi yang diselenggarakan
oleh para pembuat film Jerusalem yang Ia ketahui melalui Facebook.
Walaupun pada awalnya Ia tidak yakin untuk ikut terlibat di dalam film
Jerusalem, akhirnya Ia sadar dan mengerti bahwa film ini menceritakan
kota Yerusalem dari tiga perspektif dan Ia mendapatkan hak istimewa
untuk menjadi gadis yang mewakili agama dan saudara-saudaranya.92
91
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada
tanggal 24 Juli 2014, pukul 20:45 WIB.
92
Diakses melalui website http://nationalgeographic.org/news/jerusalem-girls/ pada
tanggal 24 Juli 2014, pukul 21:12 WIB
48
d. Nadia Tadros
Gambar 5.3 Nadia Tadros
Nadia Tadros merupakan penduduk asli kota Yerusalem yang beragama
Kristen.
Sebelum
memerankan
perannya
sebagai
seorang
yang
menceritakan kehidupan budaya agama Kristen di Yerusalem, Nadia
mengikuti audisi yang diselenggarakan oleh para pembuat film Jerusalem.
Nadia seorang penyanyi dan juga penulis lagu yang sebagian lagunya ia
ciptakan sendiri, 93 Ia menempuh pendidikan vokalnya di Magnificat
Institute di Jerusalem.
e. Farah Ammouri
Gambar 6.3 Farah Ammouri
Farah Ammouri merupakan lulusan dari Rosary Sisters High School di
Yerusalem dan Collin County College di Amerika untuk ilmu sains. 94
93
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada
tanggal 24 Juli 2014, pukul 20:30 WIB.
94
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada
tanggal 16 Juli 2014, pukul 16:19 WIB.
49
Sebelumnya Farah tidak pernah berperan dalam suatu film, Jerusalem
merupakan film pertama yang dia perankan. Farah sendiri merupakan
penduduk asli kota Yerusalem, dia mengikuti audisi untuk berperan di film
ini setelah mengetahui ada audisi di sekolahnya. 95 Di film Jerusalem,
Farah berperan sebagai seorang perempuan Muslim yang memperkenalkan
dan menceritakan kebudayaan agamanya di kota Yerusalem serta
menceritakan dari sudut pandangnya mengapa kota Yerusalem begitu
penting baginya.
C. Tim Produksi Film
Berikut adalah tim produksi Film Jerusalem. 96
Tabel 1.3 Tabel Tim Produksi Film
Director
Daniel Ferguson
Producer
Taran Davies
George Duffield
Daniel Ferguson
Jake Eberts
Executive Producer
Jake Eberts
Dominic Cunningham-Reid
1st Assistant Director
Shabtai Itzhak
Israa Salhab
2nd Assistant Director
95
Ruba Mimi
Diakses melalui website http://nationalgeographic.org/news/jerusalem-girls/ pada
tanggal 24 Juli 2016, pukul 20:02 WIB
96
Diakses melalui website http://www.jerusalemthemovie.com/#/?page=cast-crew pada
tanggal 14 Juli 2016, pukul 23:35 WIB.
50
Writer
Daniel Ferguson
Director of Photography
Reed Smoot, ASC
Aerial Director
Duby Tal
Composer
Michael Brook
Sound Recordist
Thierry Morlaas-Lurbe
Line Producer
Noam Shalev
International Line Producer
Michael Chauvin
Production Coordinator
Jill Kasian
Production Supervisor
Elisabeth-Ann Gimber
Picture Editor
Jean-Marie Drot
Bob Eisenhardt
Doug O‟Connor
VFX Supervisor
Robert Bock
Alan Markowitz
Time-lapse Cinematographer
Dustin Farrell
Peter Chang
Post Production Supervisor
Alexis Cadorette Vigneau
Lion of Jerusalem
Garo Nalbandian
Associate Producer
Hammoudie Boqaie
Associate Producer and Consultant
Mike Slee
Aerial Director of Photography
Ron Goodman
51
D. Profil Sutradara Film Jerusalem
Gambar 7.3 Daniel Ferguson
Daniel Ferguson merupakan pembuat film, produser dan juga seorang penulis
naskah. Dia menjadi seorang penulis naskah untuk beberapa film dokumenter,
seperti Journey to Mecca: In Footsteps of Ibn Battuta, Jerusalem dan menjadi
seorang pendamping penulis naskah untuk film Wired to Win: Surviving the Tour
de France. Dia juga pernah memproduseri film Jerusalem, Roads to Mecca and
Lost Worlds: Life in the Balanc dan Journey to Mecca: In Footsteps of Ibn
Battuta. Beberapa film garapannya berhasil memenangkan penghargaan, seperti
film Journey to Mecca: In Footsteps of Ibn Battuta sebagai Best Short
Documentary in 2010 di The Houston International Film Festival Award, film ini
juga berhasil memenangkan penghargaan Tribeca Film Festival di New York.
Selain itu Jerusalem juga merupakan film hasil garapannya yang berhasil
memenangkan penghargaan Giant Screen Cinema Association sebagai Best Film
Short Subject dan Best Cinematography pada tahun 2014.97
97
Diakses melalui website https://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_Ferguson pada tanggal
12 Juli 2016 , pukul 01:38 AM
BAB IV
TELAAH SEMIOTIKA TENTANG NILAI-NILAI PLURALITAS DALAM
FILM JERUSALEM
A. Temuan Analisis Semiotika Roland Barthes
Pada bab ini, peneliti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah
dirumuskan pada bab sebelumnya. Melalui film Jerusalem, film bergenre
dokumenter yang sarat akan sejarah kota Yerusalem dan sejarah kebudayaan tiga
agama yang ada di sana; Yahudi, Nasrani dan Islam, penonton dapat mengambil
pelajaran tentang nilai-nilai pluralitas yang ditemui oleh peneliti pada scene-scene
berikut;
Tabel 2.4: Scene 1 (03:03 - 03:22)
Visual
Dialog
Type of Shot
Narator : Kini kota
Extreme Long Shot,
yang dikelilingi
memperlihatkan kota
dinding di Pusat
Yerusalem dari atas,
Yerusalem
dalam scene ini
wujud fisik manusia
tidak nampak.
52
53
Narator : Menjadi
Extreme Long Shot,
mosaik budaya dan
scene ini masih
keyakinan
memerlihatkan
keadaan kota
Yerusalem nampak
dari atas dan wujud
fisik manusia masih
tidak tampak dalam
scene ini.
Narator : Di mana
Extreme Long Shot,
Yahudi, Kristen dan
masih
Muslim hidup
memerlihatkan
berdampingan
keadaan kota
Yerusalem nampak
dari atas.
Narator : Namun
Extreme Long Shot,
dalam wilayah
scene ini masih
terpisah
memerlihatkan kota
Yerusalem namun
nampak dari sisi
samping.
54
Narator : Mereka
Extreme Long Shot,
saling memiliki
scene ini masih
Yerusalem
memerlihatkan kota
Yerusalem namun
nampak dari sisi
samping.
1.
Denotasi
Gambar pertama, kedua dan ketiga menampilkan keadaan keseluruhan kota
Yerusalem dari atas langit. Gambar keempat dan kelima menampilkan kota
Yerusalem dari samping dengan adanya objek kubah emas yang terlihat.
2.
Konotasi
Yerusalem merupakan sebuah kota di Timur Tengah yang disebut sebagai
kota suci bagi tiga agama besar di dunia, Yahudi, Kristen dan Islam. Kota
Yerusalem dibagi menjadi dua kota. Kota Lama dan Kota Baru. Di Kota Lama,
Yerusalem dibagi menjadi empat wilayah; Wilayah Yahudi, Wilayah Kristen,
Wilayah Armenia dan Wilayah Muslim. Wilayah tersebut diberi nama sesuai
dengan komunitas yang mendiami wilayah tersebut.98 Meskipun Yerusalem sering
menjadi fokus cerita perpecahan dan konflik antara orang-orang dari agama yang
berbeda, namun di sisi lain, umat dari ketiga agama ini bersatu dalam
penghormatan mereka untuk tanah suci ini. Ketiga agama yang sama-sama
mencintai Tuhan dapat menunjukkannya melalui caranya masing-masing di kota
98
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, (Jakarta:
Kompas, 2008), h. 180.
55
Yerusalem. Tak hanya itu, ketiga agama tersebut juga dapat menjalankan
kebudayaan keagamaannya meskipun terkadang pergelaran kebudayaannya
melalui wilayah agama lain.99 Pada gambar keempat dan kelima terdapat gambar
Kubah Emas, bangunan itu merupakan salah satu bangunan suci bagi umat Islam
dan Kristen. Kubah Emas atau yang lebih dikenal dengan Dome of The Rock
merupakan ikon dari kota Yerusalem.
3.
Mitos
Yerusalem merupakan kota yang sarat beban sejarah. Berbagai kekuatan
besar masa lalu seperti Mesopotemia, Assyria, Romawi (Kristen), Arab, Turki
(Daulah „Utsmaniyah) dan Inggris, telah hadir dan meninggalkan bekas tersendiri
yang cukup dalam.100 Sejatinya, Yerusalem adalah kota yang sudah berusia lbih
dari 50.000 tahun. Sejak “ditemukan” oleh Canaaties pada 2000 M, tanah ini
menjadi rebutan berbagai bangsa. Mulai bangsa Babilonia hingga bangsa Romawi,
mulai bangsa Arab hingga bangsa Israel. Karena tiap zaman kota ini selalu
mengalami pergantian kekuasaan, tak heran jika Yerusalem memiliki ciri khas sisi
keanekaragaman budaya dan agama. Itu membuat Karen Amstrong menyebut
kota Yerusalem sebagai “Kota 3 Agama; Yahudi, Kristen dan Islam”.101 Kota ini
mendapatkan julukan kota Tuhan karena hampir seluruh penganut besar agama
dunia (Yahudi, Kristen dan Islam) berkiblat ke Yerusalem. Hampir setiap hari
kota ini dikunjungi para penziarah dari seluruh dunia untuk datang lebih dekat
kepada Tuhannya. Di Kota Lama, terdapat banyak bangunan suci bagi tiap-tiap
99
Pengamatan melalui film Jerusalem pada tanggal 28 Januari 2017, pukul 09.45 WIB.
T. Taufiqulhadi, Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem, (Jakarta:
PARAMADINA, 2000), h. xvii.
101
Diakses melalui website http://www.atjehcyber.net/2012/05/yerusalem-kota-satutuhan-tiga-agama.html
100
56
agama, seperti Tembok Ratapan, Gereja Makam Kristus, Masjid Al-Aqsha dan di
Dome of The Rock atau Kubah Batu.
Orang-orang Yahudi selama bertahun-tahun meyakini bahwa menyentuh
Tembok Ratapan seperti menyentuh Tuhan, mereka juga meyakini bahwa
Tembok Ratapan merupakan perantara mereka berkirim surat kepada Sang Maha
Kudus, maka tak heran apabila begitu banyak pesan doa yang diselipkan dicelahcelah batu tembok. Bagi orang Kristen, Gereja Makam Kristus dianggap penting
karena di sanalah Yesus bangkit dari kematiannya. Sedangkan bagi orang Islam,
kota Yerusalem dianggap penting karena mereka meyakini Nabi Muhammad
melakukan perjalanan malam dari Mekkah ke Yerusalem yang disebut Isra Mi‟raj,
mereka meyakini pula di Masjid Al-Aqsa, Nabi Muhammad sholat bersama
dengan seluruh Nabi. Dan dekat dengan Dome of The Rock, terdapat batu yang
merupakan tempat yang dipijak Nabi Muhammad sebelum melakukan perjalanan
ke surga.102 Dome of The Rock sendiri dibangun antara tahun 687 hingga tahun
691 oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Ummayah. Bangunan ini
tak hanya dianggap penting oleh umat Islam, tetapi juga dianggap penting oleh
umat Yahudi karena mereka meyakini bahwa dibangunan ini Nabi Ibrahin
mengorbankan anaknya, Ismail.103
102
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 45.
Diakses melalui website http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/mengapayerusalem-penting-bagi-kristen-islam-dan-yahudi pada tanggal 30 Januari 2017, pukul 23.11 WIB.
103
57
Tabel 3.4: Scene 2 (03:47 – 05:09)
Visual
Dialog
Type of Shot
Narator Muslim,
Long Shot, wujud
Farah : Saat kau
fisik manusia
memasuki Gerbang
sudah terlihat
Damascus
namun latar
belakang dalam
scene ini masih
menjadi dominan.
Narator Muslim,
Long Shot, wujud
Farah : kalian berada
fisik manusia
di Wilayah Muslim
sudah terlihat
tempatku tinggal
namun latar
belakang dalam
scene ini masih
menjadi dominan.
Long Shot, wujud
fisik manusia
sudah terlihat
namun latar
belakang dalam
scene ini masih
menjadi dominan.
58
Fahrah, Narator
Medium Close
Muslim : Kecuali saat
Up, pada jarak ini
aku pergi ke Masjid
memperlihatkan
dan mengenakan
tubuh manusia
jilbab mereka akan
dari dada ke atas.
kaget
Sosok tubuh
manusia
mendominasi
frame dan latar
belakang tidak
lagi dominan.
1.
Denotasi
Gambar pertama menampilkan dua orang lelaki yang menggunakan busana
muslim berjalan masuk dengan latar sekelilingnya beberapa tenda-tenda dagangan,
satu gerobak yang berisi jeruk, dua orang yang membawa nampan berisi kayukayu dan sedikit menampilkan kepala bapak-bapak. Gambar kedua menampilkan
Farah berjalan masuk dari gerbang Damascus dengan latar sekelilingnya terdapat
tenda-tenda dagangan, seorang wanita yang memakai pakaian biasa dan seorang
bapak yang memakai peci dikepalanya. Gambar ketiga menampilkan keadaan
pasar di mana terdapat seorang wanita yang memakai pakaian biasa, seorang
wanita yang mengenakan pakaian muslim dan dua orang yang memakai baju
formal dengan topi hitam. Gambar keempat memperlihatkan Fahrah sedang
dipakaikan jilbab oleh ibunya disebuah lorong jalan, lalu dibelakangnya terdapat
59
seorang laki-laki yang mengenakan baju formal hitam dengan topi diatas
kepalanya, tiga orang mengenakan pakaian biasa, satu orang laki-laki yang
mengenakan pakaian muslim berwarna putih serta dua orang laki-laki yang
sedang duduk.
2.
Konotasi
Latar scene ini diambil di dalam gerbang Damascus, hal ini digambarkan
melalui sinematografi dan latar belakang di mana banyak sekali kios-kios
pedagang dan orang yang berjualan. Pada scene ini, Farah, sebagai narator yang
menceritakan dari sisi umat muslim mengatakan apabila kita memasuki gerbang
Damascus, kita sedang berada di wilayah Muslim tempatnya tinggal. Gerbang
Damascus merupakan salah satu gerbang utama untuk menuju ke Kota Lama
Yerusalem. 104 Daerah sekitar gerbang Damascus adalah kawasan yang paling
ramai karena terdapat pasar yang menjual berbagai cinderamata yang dicari para
wisatawan dan peziarah. Mulai dari menjual makanan, baju, yarmulke atau kippa
(topi yang biasa dikenakan kaum lelaki Yahudi), menorah (tempat lilin bercabang
tujuh yang terbuat dari aluminium atau tembaga, benda keagamaan milik orang
Yahudi), tasbih atau benda keagamaan umat Muslim lainnya hingga gambargambar Yesus atau Keluarga Kudus.105
3.
Mitos
Kota Yerusalem terbagi menjadi tiga kota, Kota Baru, Yerusalem Timur dan
Kota Lama Yerusalem. Kota Lama Yerusalem ini dikelilingi tembok sepanjang
104
105
T. Taufiqulhadi, Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem, h. 7.
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 170.
60
empat kilometer dan tinggi 12 meter, dengan delapan pintu gerbang yang
dibangun pada abad kedua dan dibangun lagi pada abad keenam belas karena
pernah dirobohkan.106 Salah satu gerbang adalah gerbang Damascus, gerbang ini
merupakan salah satu gerbang utama menuju ke Kota Lama Yerusalem. Tak heran,
meskipun berada di Wilayah Islam, banyak Orang Yahudi maupun Orang Kristen
dengan mengenakan atribut keagamaannya berada di gerbang Damascus baik
hanya untuk sekedar lewat ataupun berbelanja untuk memenuhi kebutuhannya.
Meski jarang terlihat adanya hubungan langsung dalam interaksi keseharian
mereka, tetapi ketiga agama ini mampu hidup saling berdampingan.107
Kemajemukan atau pluralitas merupakan suatu gejala sosial yang umum
ditemui disetiap kehidupan bermasyarakat. Al-Qur‟an membahas tentang
pluralitas masyarakat dalam surat Al-Hujurat ayat 13:
‫شعُىثًب َوقَجَبئِلَ لِ َتعَب َسفُىا‬
ُ ْ‫جعَلٌَْبكُن‬
َ َ‫يَب أَ ُيهَب الٌَبسُ إًَِب خَلَقٌَْبكُن هِي َر َكشٍ وَأًُثَى و‬
﴾٣١﴿‫خَجِيش‬
ٌ‫إِىَ َأ ْك َش َهكُنْ عٌِذَ الَلهِ أَتْقَبكُنْ إِىَ الَلهَ عَلِين‬
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat ayat 13)
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan makhluknya, lakilaki dan perempuan, dan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, untuk menjalin
hubungan yang baik. Ayat tersebut mengajarkan manusia untuk berinteraksi
positif dengan maksud untuk menciptakan kedamaian di dunia. Namun, yang
106
107
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 174.
T. Taufiqulhadi, Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem, h. 3.
61
dinilai terbaik di sisi Tuhan adalah mereka yang betul-betul dekat dengan Allah.
Jadi, jelas bahwa yang dikehendaki Tuhan adalah pluralitas interaksi positif dan
saling menghormati. 108 Dalam pandangan Kristen, sikap keberagaman mulai
berkembang setelah adanya pendekatan mutakhir yang berkembang dalam tradisi
Kristen era modern. Salah satunya adalah pendekatan dialogis yang merupakan
suatu pandangan dan gagasan bahwa agama Kristen harus mengakui agamaagama lain karena perkembangan Kristiani merupakan hasil dialog dan
“persentuhan” langsung dengan agama-agama lain.
109
Sedangkan dalam
perspektif Yahudi, pluralisme terjadi apabila terdapat interaksi dalam suasana
saling menghargai yang dilandasi dengan kesatuan rohani meskipun mereka
berbeda.110
108
Alwi Shihab, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang
Berserak, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 16.
109
Diakses melalui website http://syariah.uin-malang.ac.id/index.php/komunitas/blogfakultas/entry/sikap-keberagamaan-dalam-tradisi-agama-agama-ibrahim#_ftn28 pada tanggal 31
Januari 2017, pukul 00:44 WIB.
110
Harold Coward, Pluralisme Tantangan Bagi Agama-agama , (Jakarta: Kanisius,
1989), h. 23.
62
Tabel 4.4: Scene 3 (09:26)
Visual
Dialog
Type of Shot
Extreme Long
Shot,
memerlihatkan
objek dari jauh
dan hampir tidak
nampak wujud
fisik manusia
1.
Denotasi
Gambar ini menampilkan gereja, kubah Yahudi dan masjid dalam satu frame
dengan berlatar langit yang berwarna jingga dan beberapa atap pemukiman
penduduk.
2.
Konotasi
Di Kota Lama Yerusalem, terdapat bangunan suci tiga agama besar di dunia,
salah satunya adalah yang diperlihatkan di dalam scene di atas, terdapat gambar
gereja, sinagog dan masjid. Di kota ini, setiap umat beragama beribadah sesuai
dengan keyakinannya masing-masing tanpa ada kecurigaan dan kebencian. Di
dalam buku Trias Kuncahyono dijelaskan bagaimana keadaan Kota Lama pada
saat menjelang senja, Azan magrib mengumandang, yang kemudian berdentang
lonceng gereja serta sementara sejumlah umat Yahudi yang masih khusyuk berdoa
63
di depan Tembok Ratapan. Di kota inilah, kehidupan agama-agama samawi dapat
hidup berbarengan.111
3.
Mitos
Kota Yerusalem terbagi menjadi dua kota, Kota Baru dan Kota Lama
Yerusalem. Di Kota Lama Yerusalem, sebagian besar bangunan suci dan tempat
suci bagi ketiga agama monoteistik ini berada di sana. Bagi orang Kristen, Gereja
Makam Kristus diyakini sebagai tempat yang paling suci. Pembangunan Gereja
Makam Kristus ini dibangun oleh Santa Helena, ibunda Kaisar Konstantinus I
dengan tujuan untuk mengenang awal kehidupan Yesus Kristus. 112 Sementara itu,
bagi orang Yahudi, tempat paling suci mereka di Yerusalem adalah Tembok
Ratapan, tembok ini dipuja-puja karena letaknya sangat dekat dengan Tempat
Kudus di Temple Mount yang merupakan tempat Maha Kudus dalam
Yudaisme.113 Dome of The Rock atau yang biasa disebut Masjid Umar merupakan
salah satu landmark kota Yerusalem yang sangat terkenal. Bangunan tersebut
merupakan monumen Islam tertua. Di sebelahnya terdapat batu yang diyakini
sebagai tempat berpihak Nabi Muhammad untuk berjalan naik ke surga114 Di kota
kecil ini, tempat suci atau bangunan suci tiap-tiap agama tidak selalu bertempat di
Wilayah agama masing-masing. Seperti Gereja St. Anna yang dianggap suci oleh
orang Kristen yang berada di Wilayah Muslim.
Agama Islam mengajarkan kita untuk berbuat adil, menempatkan sesuatu
sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Agama Islam
111
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. xxxvi.
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 198
113
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 207
114
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, h. 214
112
64
melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hakhak mereka. Seperti yang tertulis dalam Al-Qur‟an Surat Al-Mumtahah ayat ke 8.
‫ي لَ ْن يُقَبتِلُىكُنْ فِي الذِييِ وَلَ ْن يُخْشِجُىكُن هِي دِيَبسِكُ ْن أَى‬
َ ‫ي الَزِي‬
ِ َ‫لَب يٌَْهَبكُ ُن اللَ ُه ع‬
َ‫ت الْوُقْضِطِيي‬
ُ ِ‫ى اللَ َه يُح‬
َ ِ‫تَجَشُوهُنْ وَتُقْضِطُىا إِلَيْهِ ْن إ‬
Artinya : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahah: 8)
Islam menjelaskan prinsip yang sangat mendasar bagi kehidupan masyarakat,
yaitu toleransi. Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada
budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. 115 Keragaman masyarakat
dan budaya manusia hendaklah menagrahkan manusia untuk mengakui
keberadaan yang saling mengetahui secara baik satu sama lain, dalam rangka
saling berhubungan dan bekerjasama untuk kesejahteraan umum.
116
Umat
Kristiani juga diajarkan untuk saling menghargai, mengasihi sesama dan berbuat
baik pada mereka serta menolong mereka ketika kesusahan, hidup bertoleransi
dengan orang berbeda keyakinan / agama.117
Dalam perspektif Islam, pluralitas agama adalah pengakuan akan realitas
agama yang beranekaragam dan mengakui hak untuk berbeda agama. Untuk
mengatur dan mengelola pluralitas agama dibutuhkan rujukan sebagai sebuah
sistem. Islam memberikan kebebasan pada agama lain untuk mengekspresikan jati
115
Nurcholis Madjid, dkk., Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat InklusifPluralis, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 180.
116
Nurcholis Madjid, dkk., Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat InklusifPluralis, h. 20.
117
Diakses melalui website http://scdc.binus.ac.id/po/2016/05/toleransi-beragama-dalampandangan-kristen/ pada tanggal 30 Januari 2017, pukul 22.34 WIB.
65
dirinya secara utuh tanpa mengurangi perbedaannya dengan Islam. 118 Sedangkan
dalam perspektif Kristen mengasihi sesama lain tidak hanya berbuat baik, tetapi
juga menyetujui apa yang mereka pahami dan anut.119
Tabel 5.4: Scene 4 (40:31 - 40:38)
Visual
Dialog
Type of Shot
Fahrah, Narator
Long Shot, pada
Muslim : Setiap
tipe shot ini tubuh
agama memiliki
fisik manusia
asumsi satu sama lain
sudah tampak
jelas namun latar
belakang masih
menjadi dominan.
Fahrah, Narator
Long Shot, pada
Muslim : Kami pikir
tipe shot ini tubuh
kita sangatlah berbeda
fisik manusia
sudah tampak
jelas namun latar
belakang masih
menjadi dominan.
118
Anis Malika Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 217-218.
Diakses melalui website http://scdc.binus.ac.id/po/2016/05/toleransi-beragama-dalampandangan-kristen/ pada tanggal 30 Januari 2017 pukul 21.00 WIB
119
66
Fahrah, Narator
Long Shot, pada
Muslim : namun kami
tipe shot ini tubuh
memiliki kesamaan
fisik manusia
daripada yang kita
sudah tampak
sadari
jelas namun latar
belakang masih
menjadi dominan.
1.
Denotasi
Gambar pertama menampilkan Fahrah sedang berjalan menuruni tangga,
dengan berlatar sebuah jalan yang bertangga, pada sisi kanan dan kirinya terdapat
tembok-tembok rumah, di belakang Fahrah terdapat dua anak-anak yang sedang
berjalan menaiki tangga. Pada gambar kedua terlihat Fahrah masih berjalan
menuruni tangga dengan latar yang sama pada gambar pertama, namun
pengambilan gambar ini diambil dari samping. Sementara pada gambar ketiga,
berlatar sebuah jalan kecil yang terdapat sebuah toko dan beberapa hiasan kertas
yang menggantung diatas jalan, selain itu juga ada empat orang laki-laki, terlihat
saling bertegur sapa.
2.
Konotasi
Fahrah, sebagai narator muslim mengatakan bahwa di kota Yerusalem yang
terdapat masyarakat yang memiliki keberagamaan budaya dan agama menjelaskan
bahwa setiap agama memiliki asumsinya satu sama lain, yang mana mereka
berfikir bahwa mereka berbeda karena pelaksanaan kebudayaan-kebudayaan
67
agama, tempat yang dianggap suci hingga lainnya. Walaupun begitu, mereka
memiliki kesamaan yang mereka tidak mereka sadari, seperti kesamaan bahwa
mereka sama-sama mencintai-Nya, hak untuk dihargai dan dihormati serta hak
dalam memakai atribut atau pakaian keagamaan.
3.
Mitos
Islam mengajarkan kita untuk bersikap toleran, mampu memahami pihak lain
serta menghormati dan menghargai pandangan pihak lain. 120 Al-Qur‟an juga
menegaskan adanya pluralitas, termasuk keragaman agama, seperti yang
dijelaskan dalam surat Al-Baqarah:
َ‫وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُىَ هُىَلِّيهَب فَبصْتَجِقُىا الْخَيْشَاتِ أَيْيَ هَب تَكُىًُىا يَأْتِ ثِكُنُ اللَّهُ جَوِيعًب إِىَّ اللَّه‬
ٌ‫عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَذِيش‬
Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (wikhah) sendiri yang ia
menghadap kepadanya; maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.
Di mana saja kamu berada, niscaya Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada
hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. AlBaqarah: 148)
Isi kandungan dari surat ini adalah bahwa setiap umat mempunyai kiblat.
Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke Ka‟bah, Bani Israil dan orangorang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan
supaya kaum muslimin menghadap Ka‟bah dalam shalat. Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkan-Nya untuk mengumpulkan
seluruh manusia pada hari pembalasan. Hanya Allah yang mampu menilai tiaptiap manusia, maka dari itu Allah memerintahkan umatnya untuk berlomba dalam
kebaikan.
120
Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, h, 11.
68
Adian Husaini menjelaskan bahwa pluralitas agama merupakan keadaan di
mana terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan dalam
suatu wilayah tertentu. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk
agama lain dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah,
umat Islam tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain
sepanjang tidak saling merugikan.121
Adanya pengakuan kita terhadap adanya agama-agama lain selain agama kita
dengan segala bentuk sistem dan tata cara peribadatannya serta memberikan
kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing .122
Di dalam salah satu hadist Rasulullah SAW bersabda:
ُ‫حة‬
َ ْ‫ضو‬
َ ‫أَحَتٌ الذِّيْيِ إِلىَ اهللِ الحٌَِيْفِ َيةُ ال‬
Artinya : “Agama yang paling dicintai disisi Allah adalah agama yang lurus
dan toleran."123
Islam lebih mengedepankan sikap keterbukaan (inklusif) dari pada kebencian
dan permusuhan. Ajaran Islam secara jelas melarang sikap menghujat dan
mendiskreditkan agama atau kelompok lain, sebagaimana firma-Nya dalam QS.
Al – Hujurat ayat 11:
ْ‫خشْ قَىْمٌ هِيْ قَىْمٍ عَضَىٰ أَىْ َيكُىًُىا خَ ْيشًا هِ ٌْهُن‬
َ ْ‫يَب أَ ُيهَب الَزِييَ آهٌَُىا لَب يَض‬
‫ضكُنْ وَلَب‬
َ ُ‫وَلَب ًِضَبءٌ هِيْ ًِضَبءٍ عَضَىٰ أَىْ َيكُيَ خَ ْيشًا هِ ٌْهُيَ ۖ وَلَب تَ ْل ِوزُوا أًَْف‬
121
Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 3-
6.
122
H. M. Daud Ali, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1989), h. 83
123
Hadist ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhary, al-Jami’
al-Shahih, Kitab; Iman, Bab Agama itu Mudah, (Cet. I; Kairo: Maktah as-Salafiyah, 1400 H), Jld.
I, h. 29.
69
َ‫تٌََب َثزُوا ثِب ْلأَلْقَبةِ ۖ ثِئْشَ الِبصْنُ الْفُضُىقُ ثَعْذَ ا ْلإِيوَبىِ ۚ َوهَيْ لَنْ يَتُتْ َفأُولَٰ ِئك‬
﴾٣٣﴿‫الّظَبِلوُىى‬
ُ‫هُن‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang lakilaki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah Iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang dzalim.” (QS. Al-Hujurat ayat 11)
Ayat ini menjelaskan larangan untuk memperolok-olokkan suatu kaum, sebab
belum tentu mereka yang mengolok-olok lebih baik dari pada yang diolok-olok.
Maka tidak etis bagi seorang muslim mengenal Allah dan mengharapkan
kehidupan bahagia di akhirat nanti. Perbuatan memperolok-olok mengandung
unsur kesombongan dan penghinaan yang tersembunyi di baliknya. Karna pada
hakikatnya memperolok-olokkan itu merupakan bentuk penghinaan, perendahan,
penyebutan aib dan kekurangan dengan cara melecehkan. Perbuatan mengitu
dapat di lakukan dengan berbagai ekspresi seperti menirukan, isyarat dan
semacamnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil temuan penelitian dan pembahasan pada
bab sebelumnya mengacu kepada rumusan masalah yang ada, terdapat 7 scene
yang diperoleh dalam film Jerusalem yang menunjukkan adanya nilai-nilai
pluralitas, baik secara visual maupun dialog. Maka kesimpulan peneliti terhadap
hasil analisa yang menggunakan analisa semiotika Roland Barthes adalah sebagai
berikut:
1. Makna Denotasi
Makna-makna denotasi yang ditemukan pada kelima scene film tersebut
adalah penjelasan mengenai gambar-gambar pada kelima scene yang
berkaitan dengan nila-nilai pluralitas yang ada di kota Yerusalem.
2. Makna Konotasi
Makna konotasi yang ditemukan pada kelima scene dalam film Jerusalem
menjelaskan bagaimana gambaran saling menghargai dan menghormati
antar umat yang berbeda agama terhadap keberagaman yang ada di kota
Yerusalem, diantaranya seperti memberikan ruang kepada umat agama
lain untuk mengenakan atribut atau pakaian keagamaannya, menghargai
dan menghormati adanya perbedaan dan saling menerima adanya
bangunan suci agama lain.
70
71
3. Mitos
Dari hasil analisis data, mitos penelitian dalam kelima scene film
Jerusalem yaitu menjelaskan bagaimana gambaran Wilayah Kota Lama
Yerusalem, tempat dan bangunan suci tiap-tiap agama dan gambaran
keadaan di Yerusalem. Selain itu, penjelasan mengenai perspektif Islam,
Yahudi dan Kristen tentang pluralisme, menerima adanya keberagaman,
terutama agama, saling menghargai, dan perspektif Islam tentang melarang
mengolok-olok suatu kaum yang lain dari kaum kita dan berbuat adil
termasuk kepada kaum musyrik.
B. Saran
Saran peneliti untuk film ini adalah agar film ini disosialisasikan lagi ke
masyarakat karena kurangnya promosi dan penyebarluasan mengenai film
Jerusalem, sehingga banyak masyarakat yang kurang tau tentang film ini. Film
dokumenter ini sangat bagus untuk ditonton oleh masyarakat, mulai dari
senimatografi hingga pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, yaitu
menceritakan bagaimana masyarakat di sana dapat menerima, menghargai dan
menghormati mengenai keberagaman (terutama agama) yang terjadi di kota
Yerusalem melalui tiga perspektif gadis yang masing-masing berbeda agama,
mengingat bahwa masih perlu adanya pembelajaran dan contoh untuk menerima
nilai-nilai pluralitas, terutama agama, kepada masyarakat agar lebih bisa saling
menghormati, saling menghargai dan menerima adanya kehadiran agama lain.
.
72
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. M. Daud, dkk. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik.
Jakarta: Bulan Bintang. 1989.
Ardianto, Elvinaro. et al. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung,
Simbiosa Rekatama Media. 2007.
Arsyad, Azhar. Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Group. 2005.
Danesi, Marcel. Understanding Media Semiotics. Terj. A. Gunawan Admiranto.
Yogyakarta: Jalasutra. 2010.
Coward, Harold. Pluralisme Tantangan Bagi Agama-agama. Jakarta: Kanisius.
1989.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti. 2003.
Fachruddin, Andi. Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature,
Laporan Investigasi, Dokumenter dan Teknik Ediing. Jakarta: Kencana.
2012.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara. 2013.
Hoed, Benny. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas
Bambu. 2011.
Husaini, Adian. Pluralisme Agama: Haram. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2005.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. 2009.
72
73
Imarah, Muhammad. Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam
Bingkai Persatuan. Jakarta: Gema Insani Press. 1999.
Irawanto, Budi. Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema
Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo. 1999.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2007.
Kuncahyono, Trias. Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir. Jakarta:
Kompas. 2008.
Moesa, Ali Maschan. Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama.
Yogyakarta: LKIS. 2007.
Muslim, A. Shobiri. Pluralisme Agama dalam Perspektif Negara dan Islam.
Jakarta: Madania. 1998.
Muzakki, Akhmad. Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bangsa Agama.
Malang: UIN-Malang Press. 2007.
Nugroho, Fajar. Cara Pintar Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta: Penerbit
Indonesia Cerdas. 2007.
Peransi, D.A. Film/Media/Seni. Jakarta: FFTV-IKJ PRESS. 2005.
Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya
Makna. Bandung: Matahari. 2010.
Prakoso, Gatot. Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental dan
Documenter. FFTV-IKJ dengan YLP. Jakarta: Fatma Press. 1977.
Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. 2008.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. 2002.
73
74
Rachman, Budhy Munawar. Argumen Islam untuk Pluralisme. Jakarta: Gramedia.
2010
Rivers, William L. et al. Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua.
Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna. Jakarta: Kencana. 2003.
Shihab, Alwi, ed. Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang
Berserak. Bandung: Penerbit Nuansa. 2005.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006.
__________. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2006.
Sudarma, Momon. Sosiologi Untuk Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Suprapto, Tommy. Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam
Komunikasi. Jakarta: Buku Seru. 2011.
Taufiqulhadi, T. Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik di Yerusalem.
Jakarta: PARAMADINA. 2000.
Thoha, Anis Malika. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif.
2005.
Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: JALASUTRA.
2009.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2014.
74
75
Karya Ilmiah
Aminah Tuzahra. Analisis Semiotika Film Biola Tak Berdawai, Konsentrasi
Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarifhidayatullah Jakarta. 2011.
Siti Mawarni Murdiati. Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup
Karya Garin Nugroho, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas
Ilmu
Dakwah
dan
Ilmu
Komunikasi,
Universitas
Islam
Negeri
Syarifhidayatullah Jakarta. 2015.
Ratih Gema Utami. Representasi Pesan Pluralisme dalam Film CIN(T)A (Analisis
Semiotika Roland Barthes mengenai Representasi Pesan Pluralisme Verbal
dan Nonverbal dalam Film CIN(T)A), Program Studi Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Komputer Indonesia. 2012.
Fachrial Daniel, Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild (Analisis Semiotika
Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Cowo Blur” Go
Ahead 2011), Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara, Vol. 1,
No. 3, 2013.
Wilodati, Kesadaran Masyarakat Majemuk dan Kebhineka Tunggal Ikaa-an
Kebudayaan di Indonesia, Artikel dalam “Seabad Kebangkitan Nasional
Revitalisasi dan Reaktualisasi Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia
Baru yang Adil dan Sejahtera”, Pusat Kajian Wawasan Kebangsaan UPI,
CV Yasindo Multi Aspek, April 2008.
75
76
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang Perfilman Indonesia. Jakarta: Departemen
Penerangan RI. 2009
Website
Website
https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_
Representasi?auto=download, diunggah oleh Sigit Surahman.
Website http://perfilman.perpusnas.go.id/artikel/detail/106
Website http://www.jerusalemthemovie.com/
Website http://kbbi.web.id/film
Website https://en.wikipedia.org/wiki/Benedict_Cumberbatch
Website http://www.benedictcumberbatch.co.uk/biography/
Website http://jodimagness.org/
Website https://en.wikipedia.org/wiki/Jodi_Magness
Website http://nationalgeographic.org/news/jerusalem-girls/
Website https://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_Ferguson
Website
http://rayhanmogerz.blogspot.co.id/2012/03/benda-benda-alat-alat-
ibadah.html
76
LAMPIRAN
Cover Film Jerusalem
77
Download