II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Endothelial Progenitor Cell (EPC) Beberapa hasil penelitian baik secara in vitro maupun in vivo memberikan bukti yang meyakinkan bahwa di dalam sumsum tulang dan aliran darah tepi terdapat sel-sel yang mampu membelah dan berdiferensiasi menjadi sel-sel endotel dan memperbaiki jaringan iskemik akibat rusaknya dinding pembuluh darah. Sel-sel ini disebut endothelial progenitor cell (EPC). Melalui eksperimen in vitro, telah diketahui tiga kelompok sel yang memiliki kemampuan neovaskularisasi, antara lain kelompok EPC yang berasal dari sumsum tulang, kelompok sel endotel dari dinding pembuluh darah yang bersikulasi di dalam darah tepi (circulating endothelial cell/CEC), serta kelompok sel yang disebut endothelial outgrowth cell (EOC), dan dua kelompok terakhir diperoleh dari hasil kultur sel-sel mononuklear darah tepi didalam medium yang sesuai. (PKY Goon et all, 2006) Secara in vivo sel-sel endotel dapat berasal HSC, common myeloid progenitor, granulocytemacrophage progenitor, dan mesenchymal stem cell. Kemungkinan sumber EPC lain adalah sel-sel monosit yang berperan dalam proses neovaskularisasi melalui mekanisme yang berbeda dari keempat sumber diatas. EPC hasil diferensiasi sel monosit tidak langsung membentuk sel endotel, tetapi bermigrasi ke perivascular space dan mensekresikan proangiogenic cytokine, seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Human Growth Factor (HGF), Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF), dan Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF). Secara morfologi EPC dari sel-sel monosit berbentuk spindle, menyerupai sel-sel fibroblast. Sedangkan EPC yang berasal dari sumsum tulang berbentuk seperti cobblestone, menyerupai sel endotel. (Kouros Motamed et all, 2003) Gambar 1. Pluripotent SC (J. Xu. Journal Mol Medicine 2008) II. 2 Diferensiasi Sel Punca Pada terapi regeneratif diperlikan sel punca yang telah mengalami diferensiasi menjadi sel yang lebih spesifik tanpa memandang dari mana sumbernya, kemudian baru di transplantasikan ke penderita yang memerlukan. Diferensiasi menjai sel yang lebih spesifik lainnya terjadi secar spontan jika embryonic stem cell dikultur pada media tertentu. Agar supaya aplikasi sel punca dapat berhasil dengan baik diperlukan suatu pengaturan tertentu terhadap sel punca tersebut agar dapat berdeferensiasi menjadi sel yang dikehendaki. Pengaturan terhadap deferensiasi sel termasuk diantaranya bahan kimia tertentu yang dapat menginduksi proses deferensiasi menjadi sel tertentu saat ini menjadi bahan konsep penelitian yang menarik baik secara in vitro maupun secara in vivo. (FAN Chun-Ling et all, 2003) Growth factor terbukti dapat menginduksi suatu proses deferensiasi dan dalam proses deferensiasi sel, gen tertetu akan teraktifasi dan dilain pihak gen yang lain akan mengalami inaktifasi. Dalam proses diferensiasi akan terjadi perubahan-perubahan seperti fisiologi sel, ukuran, bentuk serta aktifitas metabolik, respon terhadap stimulus serta ekspresi gen, dan sebagai hasil akhir dari proses deferensiasi akan terbentuk sel yang spesifik dan mempunyai fungsi tertentu. (at all, 2009) Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, sel punca dibagi menjadi : 1. Totipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk dalam sel puncatotipotent adalah zigot (telur yang telah dbuahi). 2. Pluripotent. Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal : ektoderm, mesoderm, endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembryonik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel puncapluripotent adalah embryonic stem cells. 3. Multipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya : hematopoietic stem cells. 4. Unipotent. Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Tapi berbeda dengan yang lainnya, sel puncaunipoten mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (selfregenerate/self-renew) Sel punca hematopoetik dalam perkembangannya dapat menghasilkan sel-sel darah. Sel tipe hematopoetik merupakan tipe sel punca yang sejak lama telah digunakan dalam terapi keganasan darah (leukimia). Strategi terapi ini memungkinkan dilakukannya kemoterapi dosis tinggi yang dapat mengeliminasi sel abnormal (ablasi) pada penderita keganasan. Populasi sel yang ‘tereliminasi’ oleh kemoterapi akan digantikan oleh sel punca hematopoetik yang ditransplanstasikan. Namun perlu diperhatikan bahwa selama populasi sel belum tergantikan, pasien berada dalam kondisi yang sangat rentan untuk terkena infeksi sehingga diperlukan perawatan di fasilitas isolasi yang dapat menjamin kondisi yang aseptik. Saat ini fasilitas ruang isolasi masih jarang dimiliki oleh rumah sakit di Indonesia dan hal ini seringkali membuat biaya transplantasi sel punca menjadi sangat tinggi.(PKY Goon et all, 2006) Sel punca hematopoetik memiliki molekul yang khas pada permukaan selnya, yaitu molekul glikoprotein CD34+.Molekul penanda ini dapat digunakan sebagai sarana untuk menghitung jumlah sel punca hematopoetik yang berhasil diisolasi dari berbagai sumber di atas. Bahkan dalam penggunaannya dalam terapi keganasan, telah ditentukan jumlah CD34+ yang direkomendasikan oleh ASBMT (American Society for Blood and Marrow Transplatation) dan ISCT (International Society for Cellular Therapy) bahwa untuk meningkatkan angka keberhasilan engraftment dari sel yang ditransplantasikan diperlukan setidaknya 5 x 106CD34+ cells/kg berat badan. Oleh karena itu, fasilitas laboratorium terpercaya yang dapat menghitung jumlah sel CD34+ (CD34 enumeration) menjadi mutlak diperlukan untuk trans plantasi jenis ini. Beberapa tahun terakhir, dilaporkan bahwa + 80% dari sel punca CD34+ juga mengekspresikan penanda CD133. Sel dalam populasi CD34+/CD133+ dikenal dengan sebutan hemangioblast yang dalam perkembangannya dapat berdiferensiasi menjadi turunan sel hematopoetik (heme) dan sel endotel (angio). Hemangiblast pertama kali diekstraksi dari embryonic culture yang dimanipulasi dengan cytokine untuk di deferensiasi menjadi sel hemapoetik atau sel endotel dan temyata hemangioblast juga dapat ditemukan pada jaringan pada individu yang telah berkembang secara sempuma seperti pada bayi bahkan hemangioblast dapat ditemukan sebagai sel punca pada aliran darah tepi pada individu dewasa dan sumsum tulang. Hal ini dipertegas dengan temuan Asahara et al yang melaporkan bahwa populasi sel tersebut merupakan sel tipe Endothelial Progenitor Cell/ EPC. Lebih lanjut, EPC merupakan sel progenitor yang bertugas meregenerasikan sel endotel dalam pembuluh darah, Oleh karena itu, jumlah EPC dalam sirkulasi peredaran dilaporkan mengindikasikan besamya risiko terjadinya darah artherosklerosis maupun kejadian kardiovaskular mayor. (Hideki Kobayashi et all, 201) 11.2.1 Peranan Signal Tranduction pada diferensiasi sel Signal transduction adalah suatu proses yang di awali oleh aktifasi reseptor yang berada di membran (Transmembrane receptor)o\eh sinyal molekul dari luar sel, yang pada akhirnya akan mengakibatkan molekul didalam sel mengeluarkan suatu .respon tertentu. Transmembrane receptor terbentang pada membran sel dimana sebagian reseptor berada di luar dan sebagian berada di dalam sel, sinyal mengikat bagian reseptor yang berada diluar sel merubah bentuknya dan menghantarkan sinyal ke dalam sel. Beberapa molekul sinyal seperti testosteron dapat melewati membran sel dan mengikat secara langsung reseptor yang berada di dalam sitoplasma maupun di nukleus. Di lain fihak ada juga kaskade penghantaran sinyal di dalam sel, dimana setiap tahap dari kaskade, sinyal akan mengalami amplifikasi, jadi pada proses signal transduction, sinyal molekul yang kecil dari luar sel akan dapat menghasilkan respon yang besar dan diharapkansinyal yang lebih besar dapat menghasilkan perubahan pada sel baik melalui ekspresi dari DNA atau melalui aktifitas enzym di dalam sitoplasma. Proses tersebut dapat dalam milidetik melalui ion flux, beberapa menit untuk protein atau lipid yang dimediasi oleh kaskade kinase, beberapa jam bahkan hari jika melalui ekspresi gen.(Dhillon AS et all, 2007) 11.2.1.1 Signaling molecules Kebanyakan signal transduction melibatkan ikatan dari signaling molecules diluar sel dengan reseptor di permukaan sel yang secara khas akan menghadap keluar sel. Kaskade penghantaran sinyal di dalam sel juga dapat di picu tanpa melalui reseptor di membran oleh karena sifat lipofilik dan hidrofobik. Beberapa hormon steroid mempunyai reseptor di dalam sitoplasma dan bekerja dengan cara mengikat reseptor pada promoter region dari steroid-responsive genes. Pada organisma multiselular beberapa molekul kecil dan polipeptida mengkoordinasi sel melalui aktivitas biologi secara individual, berdasarkan fungsinya molekul-molekul tersebut di klasifikasikan sebagai berikut: • hormones (melatonin) • growth factors (epidermal growth factor) • extra-cellular matrix components (fibronectin) • cytokines (interferon-gamma) • chemokines ( RANTES) • neurotransmitters (acetylcholine) • neurotrophins ( nerve growth factor) • reactive oxygen species and other electronically-activated compounds 11.2.1.2 Respon seluler Aktifitas gen, perubahan metabolisme, sel menjadi proliferasi atau mati, stimulasi atau supresi, merupakan respon sel terhadap stimulasi dari luar sel yang memeriukan signal transduction. Faktor-faktor transkripsi yang dihasilkan dari kaskade signal transduction dapat mengaktifsi beberapa gen, oleh sebab itu adanya stimulus awal dapat memicu ekspresi dari keseluruhan kelompok gen yang pada akhimya dapat mengaktivasi beberapa kondisi fisilogis yang kompleks, termasuk diantaranya peningkatan ambilan glukosa dari sirkulasi darah oleh insulin, migrasi dari neutrofil ke tempat infeksi yang di stimulasi oleh produk dari bakteri, hal tersebut yang dikenal sebagai program genetik. Sebagian besar sel mamalia memeriukan stimulus untuk mengontrol tidak hanya pembelahan sel tapi juga untuk mempertahankan hidup. Tidak adanya stimulus growth factor sel-sel akan mengalami apoptosis secara keseluruhan, untuk itu signal transduction pathway merupakan pengendali utama proses biologi sel dan beberapa penyakit terjadi akibat dari gangguan regulasi dari signal transduction pathway ini. (Roberts PJet all, 2010) 11.2.1.3 Tipe reseptor Reseptor dapat di bagi menjadi dua tipe: 1. Cell-surface receptors. 2. Intracellular receptors Ligand-gated ion channel receptors adalah reseptor yang dapat di temukan pada permukaan sel atau di dalam sel. Ligan yang hanya berikatan dengan reseptor intracellular termasuk diantaranya steroid hormones, thyroid hormone, retinoic acid, dan derivat dari vitamin D 3. Di lain pihak ligan yang berikatan dengan reseptor di permukaaan sel untuk menginisiasi signal tmsduction harus melewati membran sel. 11.2.1.3.1 Cell-Surface Receptors Reseptor pada permukaan sel merupakan bagian dari protein transmembran dan yang dapat dikenal oleh molekul sinyal dari luar sel. Reseptor tersebut terbentang pada membran plasma dengan satu bagian berada diluar sel dan yang lainnya berada di dalam sel (the intracellular domain). Signal tranduction dapat terjadi sebagai hasil dari stimulasi molekul atau ligan pada ekstraselluler domain, dan ligan tidak dapat melewati membran plasma tanda mengikat reseptor terlebih dahulu. Ikatan antara ligan dan reseptor pada permukaan sel menstimulasi serial kejadian di dalam sel, dimana berbeda tipe reseptor akan memberikan respon yang berbeda pula. Reseptor secara spesifik akan mengikat ligan tertentu kemudian ligan akan mengawali transmisi sinyal melewati membran plasma dengan cara merubah bentuk atau menyesuaikan diri sesuai dengan model molekul tertentu, yang kemudian akan menghasilkan aktifitas enzymatik atau membuka ikatan untuk protein sinyal yang lain di dalam sel. Sekali protein berikatan dengan reseptor kemudian akan menjadi aktif dan menghantarkan sinyal kedalam sitoplasma. Padasel eukaryotic sebagian besar protein intraseluler yang diaktifkan oleh ikatan ligan dan reseptor mempunyai aktifitas enzymatik, enzym tersebut ternasuk tyrosine kinase G protein, small GTP ase, serine/threonine protein kinase, phospatase, lipid kinase dan hydrolases. Beberapa camp serta cGMP PIP, DAG dan IP3, IP3 mengatur pengeluaran kalsium intraseluler yang di keluarkan ke sitoplasma. Protein lain berinteraksi dengan adapter protein, adapter protein memfasilitasi interaksi diantara protein sinyal dan mengatur pembentukan komplek sinyal yang dipertukan untuk menghasilkan respon seluler yang memadai. Ada beberapa klas dari reseptor transmembran yang dapat mengenali molekul sinyal ekstra seluler yang berbeda diantaranya adalah: 1. Receptor tyrosine kinases 2. Integrins 3. G-protein coupled receptors 4. Toll-like receptors 11.2.1.3.2 Receptor Tyrosine Kinases Receptor tyrosine kinases (RTKs) adalah protein transmembran yang mempunyai domain intraseluler dan domain ekstraseluler yang mengikat ligan. Ada beberapa protein RTK yang di klasifikasikan dalam subfamili tergantung dari struktur yang di miliki serta ligan spesifik, termasuk diantaranya resptor growth factor, seperti reseptor insulin dan insulin-like receptor, untuk mengatur sinyal biokimianya RTK membentuk dimers di dalam membran yang di stabilisasi oleh ikatan ligan dan reseptor, kemudian interaksi antara kedua dimmer pada domain sitoplasma akan menstimulasi autophosporilation dari tyrosine yang ada pada domain tyrosine kinase sitoplasma dari RTK yang akhimya dapat menyebabkan perubahan konformasi. Domain kinase dari reseptor kemudian teraktifasi mengawali kaskade phosporilasi dari molekul sitoplasma, dan sinyal tersebut diperlukan untuk beberapa proses seluler seperti mengontrol pertumbuhan sel, diferensiasi, migrasi serta metabolisma dari sel. Small G protein yang terdiri dari Ras, Rho, Raf merupakan Protein yang dapat mengikat GTP, protein ini mempunyai peran penting dalam transmisi sinyal dari RTK ke dalam selyang bertindak sebagai molecular switcher yang biasanya terikat pada membran melalui gugus carboxyl dari grup isoprenyl, dan selama aktifasi mereka bertanggung jawab dalam rekruitmen protein pada subdomain membran yang spesifik yang berperan pada penghantaran sinyal. RTKs yang aktif kembali mengaktifkan small G protein kemudian mengaktifkan Guanine Nucleotide Exchange Factors seperti SOSLDan sekali aktif faktor pengubah tersebut dapat mengaktifkan small G protein lebih banyak lagi yang akhimya dapat memperbesar sinyal awal. Jika terjadi mutasi pada mutasi pada gentertentu dari RTK dapat menghasilkan ekspresi reseptor dalam keadaan akti terus menerus, dan bersifat onkogenik. Integrins Gambar 2. Diferensiasi Embrionic stem sel ( J.Xu. Jurnal Mol Medicine 2008) An overview of integrin-mediated signal transduction, adapted from Hehlgens et al. (2007). Integrin dihasilkan oleh beberapa macam tipe sel dan memainkan peran dalam ikatan sel terhadap sel lain juga terhadap extracellular matrix (ECM), dan pada proses signal transduction sinyai diterima dari komponen matriks ekstra seluler seperti misalnya fironectin, collagen dan laminin. ligan akan berikatan dengan domain ekstraseleler dari integrin kemudian akan menginduksi perubahan pada protein atau cluster protein di permukaan sel untuk mengawali proses signal ransduction. Signal transduction yang di mediasi integrin ditempuh melalui beberapa protein kinase di dalam sel demikian juga melalui molekul adaptor seperti integrin-linked kinase (ILK), focal-adhesion kinase (FAK), talin, paxillin, parvins, p130Cas, Srcfamily kinases, and GTPases dari famili Rho, dan yang paling berperan adalah ILK. Signal tranduction hasil kerjasama antara integrin dan TRK sangat menentukan kelangsungan hidup sel, apoptosis, proliferasi serta diferensiasi sel. Ada perbedaan penting antara signaling integrin pada sel yang terdapat pada sirkulasi darah dan sel yang bukan di sirkulasi seperti sel epitel. Pada keadaan normal fisiologis integrin yang terdapat pada permukaaan sel pada sirkulasi darah adalah dalam keadaan tidak aktif, seperti misalnya integrin pada leukosit dalam keadaan fisiologis dijaga dalam keadaan tidak aktif, dan integrin hanya akan merespon jika ada stimulus respon adekuat seperti misalnya dalam keadaan inflamasi. Demikian juga pada platelet dijaga tetap tidak aktif untuk menghindari trombosis. Dilain pihak pada sel epitel integrin di pertahanankan untuk tetap aktif untuk mengikat stromal sel yang akan meyalurkan sinyai untuk kepentingan diferensiasi sel. G-Prote in-Coupled Receptors Gambar 3. G - Protein - Coupled Receptors (Robert.PJ.Oncogene 2007) OC X AMP G-protein-coupled receptors (GPCRs) adalah famili dari integral membrane proteins yang mempunyai tujuh membrane-spanning domains, yang berikatan dengan guanine nucleotide-binding protein (or heterotrimeric G protein). Signal transduction yang dihasilkan oleh GPCR di mulai dari ikatan reseptor G protein yang tidak aktif dengan ligan. Inaktif G protein merupakan heterotrimer, dimana molekul tersebut terdiri dari tiga subunit protein yang berbeda. Yaitu Ga, Gp, and Gy. Dan sekali Gprotein-coupled receptors (GPCRs) mengenali ligan bentuk dari reseptor akan mengalami perubahan, kemudian G protein yang akan mengakibatkan sub unit Ga berikatan dengan molekul dari GTP untuk menjadi aktif dan mengalami disosiasi dengan sub unut protein yang lain, disosiasi ini akan mengakibatkan G protein dapat berinteraksi dengan molekul yang lain. Pada akhirnya G protein yang aktif akan melepaskan diri dari reseptor untuk mengawali pensinyalan dari beberapa protein effector termasuk phosphodiesterases, adenylyl cyclases, phospholipases, ion channels yang akan menghasilkan second messenger molecules seperti cyclic-AMP (cAMP), cyclic-GMP (cGMP), inositol triphosphate (IP3), diacylglycerol (DAG), serta calcium (Ca2+) ions. Toll-Like Receptors Toll-like receptors (TLRs) yang aktif akan menarik molekul adapter di dalam sitoplasma dalam usaha mengawali suatu pensinyalan, ada empat molekul adapter yang terlibat dalam proses pensinyalan diantaranya dikenal sebagai MyD88, Trap (juga di sebut Mai), Trif, dan Tram. Molekul adapter mengaktifkan molekul lainnnya di dalam sel termasuk protein kinase tertentu seperti (IRAKI, IRAK4, TBK1, and IKKi) yang pada akhirnya akan menginduksi atau mensupresi gene yang terlibat dalam proses inflamasi. Secara keseluruhan ada ribuan gen yang diaktifasi oleh TLR signaling. 11.2.1.3.3 Intracellular receptors Reseptor intraseluler termasuk diantaranya nuclear receptor dan cytoplasmic receptors, serta soluble protein yang terdapat pada nukleopiasma dan sitoplasma. Yang khas dari ligan untuk reseptor pada nukleus adalah sifatnya yang lipofilik seperti hormon, steroid, derivat dari vitamin A dan D. Untuk mencapai reseptor tersebut dan mengawali suatu signal transduction. Hormon harus melewati membran plasma biasanya secara difusi pasif ikatan ligan terhadap reseptor nukleus akan mengaktifkan transkripsi pada gen tertentu untuk memproduksi suatu protein. Reseptor nukleus yang diaktifasi oleh hormon menempel pada hormon responsive elemens (HREs) suatu reseptor yang spesifik untuk DNA, yang pada akhirnya akan mengaktifasi DNA sequences pada daerah regio promoter. Aktifasi trankripsi gen oleh hormon memerlukan waktu yang lebih lebih lama, sebagai konsekwensi efek hormon yang menggunakan reseptor nukleus mempunyai efek yang lebih lama. Salah satu contoh dari reseptor sitoplasma adalah reseptor untuk sistem imun. Akhirakhir ini dikenal sebagai NOD like receptors (NLRs) yang berinteraksi dengan ligan tertentu seperti molekul yang dihasilkan mikroba menggunakan leucine-rich repeat (LRR). Salah satunya adalah NOD1 dan NOD2 yang berinteraksi dengan enzym RICK kinase (RIP2 kinase) yang mengaktifasi NF-KB signaling yang mengawali pembentukan sitokin tertentu seperti interleukin-1 (3. (Carmela Ciccarelli et all. 2005) 11.2.1.4 Second Messenger Intracellular signal transduction sebagian besar dibawa oleh molekul pembawa yang disebut sebagai second massenger. Kalsium Konsentrasi kalsium didalam sitoplasma hasil sequestrasi dari retikulum endoplasmik dan mitokondria biasanya dalam jumlah kecil, kalsium yang dilepas tersebut akan berikatan dengan protein pembawa sinyai dan kemudian akan menjadi aktif. Ada dua reseptor/protein ion channel yang melakukan kontrol transport kalsium lnsPTreceptoryanQ akan menghantarkan kalsium melalui interaksi dengan inositol triphosphate. Ryanodine receptor sama dengan reseptor lnsP3 akan merangsang transport kalsium, jadi ini akan bertindak sebagai feedback mechanism, jumlah kalsium yang rendah di dalam sitosol yang berdekatan dengan reseptor akan merangsang pengeluaran kalsium lebih banyak, hal ini penting terutama untuk neuron, sel otot jantung dan pankreas. Kalsium dipergunakan pada berbagai macam proses diantaranya untuk kontraksi otot, pengeluaran neurotramsmitter, demikian juga untuk proliferasi, migrasi, sekresi serta metabolisma sel. Ada tiga jalur utama yang dapat menyebabkan aktifasi kalsium: • G protein-regulated pathways • Pathways regulated by receptor-tyrosine kinases • Ligand- or current-regulated ion channels Ada dua cara yang berbeda bagaimana kalsium dapat meregulasi protein • A direct recognition of Ca2+ by the protein • Binding of Ca2+ in the active site of an enzyme. Salah satu contoh interaksi kalsium dengan protein adalah regulasi calmodulin oleh kalsium, sedangkan calmudulin sendiri dapat meregulasi protein lainnnya. Kompleks calmudulin dan kalsium penting dalam proses proliferasi serta mitosis sel juga penting untu neural signal transduction. Lipofilik Molekul second messenger yang lipofilik adalah derivat dari lipid yang secara normal terletak pada membran sel. Enzym di stimulasi dengan cara mengaktifkan reseptor untuk mengubah lipid menjadi second messenger. Diacylglycerol adalah suatulipophilic second messenger, yang diperlukan untuk aktivasi dari protein kinase C. Ceramide, the eicosanoids, dan lysophosphatidic acid juga merupakan lipophilic second messengers. Nitric Oxide Nitric oxide (NO) dapat juga bertindak sebagai second messenger yang dapat berperan sebagai second messenger. Nitric oxide gas adalah a free radical yang dapat berdifusi melalui membran plasma dan memberikan memberikan pengaruh pada sel di sekitamya. NO dibuat dari arginine and oxygen melalui enzyme NO synthase, NO terutama bekerja melalui aktifasi dari reseptor target, enzyme soluble guanylate cyclasejika diaktifkan akan menghasilkan second messenger cyclicguanosine monophosphate (cGMP). NO juga mempunyai beberapa fungsi termasuk diantaranya relaksasi dari pembuluh darah; regulasiexocytosis dari neurotransmitters; immune response seluler dan mengaktifkan apoptosis denga cara mengawali signal pensinyalan yang menyebabkan phosphorilasi H2AX. (Xiaoxia Liet all, 2010) II.2.1.5 Major Pathways cAMP dependent pathway pada manusia, cAMP bekerja dengan cara mengaktifkan protein kinase A (PKA, cAMP-dependent protein kinase). MAPK/ERK pathway berikatan dengan growth factors pada reseptor yang ada di permukaaan sel. Jalur ini sangat kompleks dan melibatkan banyak komponen protein. Pada beberapa sel aktifasi dari jalur ini akan menyebabkan pembelahan sel. IP3/DAG pathway: PLC memecah the phospholipidphosphatidylinositol 4,5 bisphosphate (PIP2) yielding diacyl glycerol (DAG) and inositol 1,4,5-triphosphate (IP3). DAG tetap melekat pada membran dan IP3 dilepaskan ke dalan sitosol.lP3 kemudian berdifusi melalui sitosol untuk mengikat IP3 receptors, saluran khusus kalsium pada endoplasmic reticulum (ER). Dan saluran ini hanya bisa dilewati kalsium untuk meningkatkan jumlah kalsium di dalam sel pada akhirnya akan menyebabkan kaskade di dalam sel berubah dan aktif. (Jeong Kim et all, 2011). II.3 MAPK Signaling Kaskade MAPK signaling adalah suatu kaskade signaling klasik dan jalur ini akan terlibat dalam beberapa peran biologis yang berbeda beda seperti pertumbuhan dan perkembangan normal sel serta akan merespon stress terhadap beberap stimulus dari luar sel. Selain itu MAPK juga terlibat dalam beberapa program sel seperti proliferasi, diferensiasi, mobilisasi sel. Ada tiga kaskade MAPK signaling yaitu ERK, JNK and p38 MAPK pathways. Gambar 4. MAPK/ERK Pathway (McCubrey. Adv Enzyme Regul 2006) MAPK/ERK pathway adalah rangkaian protein di dalam sel yang menghubungkan signal dari reseptor pada permukaan sel dengan DNA di dalam inti sel. Signal dimulai ketika growth factor berikatan dengan reseptor pada permukaan sel dan berakhir ketika DNA di dalam inti sel sudah mengekspresikan suatu protein dan menghasilkan perubhan di dalam sel, seperti misalnya pembelahan sel. Jalur tersebut melibatkan beberapa protein termasuk diantaranya MAPK/ERK yang terhubung dengan menambahkan group phospat ke protein yang bersebelahan dan bertindak sebagai saklar on and off. Pada awalnya Receptor-linked tyrosine kinases seperti epidermal growth factor receptor (EGFR) diaktifkan oleh ligan ektra seluler, ikatan antara epidermal growth factor receptor (EGF) dengan EGFR mengaktifkan tyrosine kinase yang merupakan Cytoplasmic domain dari reseptor, selanjutnya EGFR menjadi terphoporilasi pada residu tyrosine. Kemudian protein GRB2 yang bertindak sebagai adaptor menghubungkan reseptor yang sudah aktif dengan SOS suatu guanine nucleotide exchange factor yang kemudian mentransduksi suatu signal ke small GTP binding protein (RAS, Rapi) yang pada akhirnya akan mengaktifasi inti dari kaskade yang terdiri dari MAPKKK (Raf), MAPKK (MEK1/2) dan terakhir MAPK (Erk). MAPK yang telah aktif akan meregulasi target yang ada di dalam sitosol dan melakukan translokasi ke dalam inti sel yang merupakan signal untuk melakukan prolifarasi ataupun mempertahankan kehidupan sel, selain itu ERK1/2 pathway juga memicu terjadinya diferensiasi dari embryonic stem sel. Penghambatan dari MAPK/ERK di dalam embryonic stem sel akan memblokir diferensiasi dari bermacam-macam tipe sel yang dibuktikan secara in vitro dan in vivo termasuk diantaranya sel neural, sel endotel adiposity serta sel kortek visual. Gambar 5. MAPK/ERK In Growth And Differentiation (Marcin.M. Exp Hematology. 2003) Pada akhirnya efek dari aktifasi MAPK akan mempengaruhi translation dari mRNA menjadi protein melalui proses phosporilasi Ribosomal protein kinase (RSK), kemudian RSK yang aktif memposporilasi ribosomal protein S6. Selain mempengaruhi proses translasi MAPK juga akan meregulasi aktifitas dari beberapa faktor transkipsi dari gen yang pentinguntuk siklus sel. Beberapa studi telah membuktikan bahwa VEGF dapat menginduksi diferensiasi serta ploriferasi dari pluripotent adult stem cell menjadi hematopoetic stem cell serta cardiac myocite melalui perantara phosporilasi MAPK/ERK, bahkan dalam penelitian in vitro MAPK/ERK telah terbukti berperan terhadap proses diferensiasi embryonic sel punca menjadi neural sell yang spesifik. Sampai saat ini apakah MAPK/ERK juga berperan dalam proses diferensiasi menjadi endotelial cell baik dari embrionik stem cell ataupun adult stem cell masih belum terjawab melalui penelitian baik seara invitro maupun in vivo, demikian juga apakah MAPK juga berperan terhadap diferensiasi endothelial proginator cell dari sumber hematopoetic sel punca masih perlu penelitian lebih lanjut (J. Xu et all 2011) Gambar 6. M A P K Signaling (Marcin.M. Exp Hematology. (2002)) III. KESIMPULAN Endothelial progenitor cells (EPC) yang terdapat di dalam sumsum tulang maupun beredar dalam pembuluh darah terbukti mempunyai hubungan yang kuat dengan perbaikan fungsi endotel yang memainkan peranan penting terhadap proses patogenesis dari aterosklerosis dan trombosis. Perbaikan kembali fungsi endotel segera setelah terjadinya jejas pada dinding arteri merupakan langkah kunci dalam upaya menghambat perkembangan dari proses ateroslerosis dan trombosis pada pembuluh darah jantung, akan tetapi jumlah EPC yang sangat terbatas dari berbagai sumber tersebut membatasi penggunaan EPC sebagai terapi alternatif. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperbanyak jumlah EPC dengan cara mengkultur secar in vitro untuk memenuhi jumlah kebutuhan dalam terapi. Aplikasi sel punca dapat berhasil dengan baik diperlukan suatu pengaturan tertentu terhadap sel punca tersebut agar dapat berdeferensiasi menjadi sel ysng dikehendaki. Pengaturan terhadap deferensiasi sel termaasuk diantaranya bahan kimia tertentu yang dapat menginduksi proses deferensiasi menjadi sel tertentu. Beberapa studi telah membuktikan bahwa VEGF dapat menginduksi diferensiasi serta ploriferasi dari pluripotent adult stem cell menjadi hematopoetic stem cell serta cardiac myocite melalui perantara phosporilasi MAPK/ERK, bahkan dalam penelitian in vitro MAPK/ERK telah terbukti berperan terhadap proses diferensiasi embryonicsel punca menjadi neural sell yang spesifik. Sampai saat ini apakah MAPK/ERK juga berperan dalam proses diferensiasi menjadi endotelial cell baik ari embrionik stem cell ataupun adult stem cell masih belum terjawab melalui penelitian baik secara invitro maupun in vivo.