8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kinerja 1. Pengertian Kinerja Kinerja yang berarti pelaksanaan kerja merupakan suatu proses untuk pencapaian suatu hasil. Kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja dalam arti yang sederhana adalah prestasi kerja L.W Rue dan L.L Byars dalam Yudoyono (2001:158) mendefinisikan kerja (performance) sebagai “the degree of accomplishment” atau tingkat pencapaian hasil. Menurut Mangkunegara (2006:67), pengertian kenerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Sedangkan menurut Suyadi Prawirosentoso dalam Widodo (2001:206) mengartikan kinerja yaitu: 9 “kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi atau institusi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau institusi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan etika dan moral”. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Kusnadi (2002:267) kinerja adalah setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan, atau tindakan sadar yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu, dan tanpa adanya kinerja berarti tidak ada upaya untuk mencapai hasil atau target tersebut. Kinerja juga dapat diartikan sebagai hasil dari fungsi suatu pekerjaan, satu kegiatan tertentu selama periode tertentu yang dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi atau institusi. Dalam hal ini periode kinerja juga ditentukan oleh kriteria-kriteria tertentu dan kriteria kinerja yang baik menurut Simamora (Moenir,1992:134) adalah : a. kriteria yang baik haruslah mampu diukur dengan cara yang dapat dipercaya b. kriteria yang baik haruslah mampu membedakan individu-individu sesuai dengan kinerja mereka c. kriteria yang baik haruslah sensitif terhadap masukan-masukan dari tindakan pemegang jabatan d. kriteria yang baik haruslah dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya yang sedang dinilai Berdasarkan uraian di atas peneliti manarik kesimpulan bahwa pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi atau institusi dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 10 2. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja menurut Harbani Pasolong (2007:182) pada dasarnya digunakan untuk penilaian atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan, program, dan/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Definisi serupa juga dikemukakan Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Sedangkan menurut Lohman dalam (Mahsun,2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu aktifitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Sedangkan Mardiasmo dalam Tangkilisan (2005:177) mengemukakan bahwa tolak ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Satuan ukur yang relevan yang digunakan adalah efisiensi pengelolaan dan tingkat kualitas pelayanan yang dapat diberikan kepada publik. Berdasarkan pengertian tentang pengukuran kinerja yang telah diuraikan, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pengukuran kinerja bermanfaat bagi suatu organisasi untuk mengetahui seberapa berhasil suatu organisasi dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. 11 3. Model Pengukuran Kinerja Menurut Johson dan Lewin dalam (Widodo,2001) pengukuran kinerja dapat dibedakan dalam beberapa model, yaitu : 1. Model Tujuan (Goals Model) Kinerja organisasi dalam model tujuan (Goals Model) disamakan dengan efektifitas yang diukur dari produktifitas dan pencapaian tujuan. Efektifitas model tujuan menyadarkan pada spesifikasi hirarki tujuan, sasaran dan ukuran hasil (effect) yang ditetapkan secara formal. Pendekatan model tujuan menekankan bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang mengorganisir serangkaian tujuan, menentukan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Efektifitas model tujuan menekankan pada analisis biaya program (program cost) dikaitkan dengan hasil (program effect) program. 2. Model Sistem (System Model) Model tujuan yang pada umumnya digunakan untuk menyamakan kinerja dengan efektifitas dan memfokuskan pada pengukuran pencapaian tujuan. Model sistem seringkali tidak menggunakan ukuran efektivitas. Efektifitas dan efisiensi oleh Barnard dalam Johson dan Levin (Widodo,2001) adalah setipe (typical). Efektifitas sebagai pencapaian tujuan yang dikehendaki, dan efisiensi memberikan petunjuk dasar analisis kontemporer mengenai efektifitas. Barnard mengemukakan definisi efisiensi adalah organisasi yang memberikan tipe dan sedikit insentif yang diperlukan untuk mencapai perilaku produktif maksimum pada karyawannya. Efisiensi menurut pengertian Barnard hampir 12 menjadi konsep efektifitas pada kebanyakan literatur kontemporer. Pendekatan sistem sering juga disebut model sistem atau teori sistem alamiah efektifitas organisasi. Efektifitas organisasi dipandang sebagai konsep yang sulit untuk dioperasionalkan pada suatu model sistem yang menampakkan posisi efektivitas sebagai suatu resultante dari berbagai karekteristik sistem. 3. Model Desain Sistem Keputusan (Decision System Keputusan Model) Ukuran efisiensi dinyatakan secara tidak langsung oleh pendekatan model desain sistem keputusan yaitu konsep kesejahteraan ekonomi mengenai efisiensi dari keseluruhan sistem (total-system efficiency). Total sistem seperti sistem (ekonomi, pemerintahan, dan organisasi) dikatakan efisien jika setiap melakukan reorganisasi menambah atau memperbesar nilai satu variabel akan mengurangi nilai variabel lainnya. Konsep efisiensi di atas dapat diterapkan pada desain sistem yang berusaha menciptakan kontek pembuatan keputusan dimana pengeluaran pemerintah dapat dikomparasikan dengan tingkat penerimaan. Dengan kata lain, program pemerintah dapat dibuat lebih efisien dengan menaruh perhatian pada ukuran baik pada input program maupun output program dan membuat keputusan alokasi sumber daya diantara alternatif program yang tersedia. Kendati demikian konsep efisiensi dan efektifitas dalam pendekatan desain sistem keputusan belum nampak, pemerintah senantiasa mengumpulkan sejumlah data besar tentang input dan output program. Pemerintah secara teratur berusaha menggambarkan keberhasilan dan kegagalan program dengan membandingkan antara input dan output. Pengukuran input dan 13 output pendekatan sistem keputusan memiliki limitasi yang signifikan, output tidak diukur pada organisasi secara keseluruhan. Setelah manipulasi semua data program, semua kinerja diartikan dalam konteks proses internal seperti yang ada dalam model sistem. Menurut Cristopher Pollit dan Geer Bouckaert dalam (Keban,2004:206) mengemukakan model pengukuran kinerja program yang sangat populer yaitu model input/output (the input/output model). Model ini mengasumsikan bahwa institusi/program dibangun untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi tertentu. Berdasarkan tujuan tersebut disusun tujuan organisasi atau program. Organisasi atau program menyediakan input (staf, gedung, sumber daya), menyusun kegiatan-kegiatan (activities) untuk mengolah input tersebut dalam proses tertentu untuk menjadi output. Output yang dihasilkan kemudian berinteraksi dengan lingkungan sehingga memberi hasil tertentu (result) atau disebut intermediate outcomes, dan dalam jangka panjang hasil tersebut menjelma menjadi dampak atau final outcomes. Dalam model input/output ini, parameter penilaian kinerja terdiri : a. Relevansi, yaitu mengukur keterkaitan atau relevansi antara kebutuhan dengan tujuan yang dirumuskan b. Efisiensi, yaitu perbandingan antara input dengan output c. Efektifitas, yaitu tingkat kesesuaian antara tujuan dengan intermediate outcomes (result) dan final outcomes (impacts) d. Utility dan Sustainability, yaitu mengukur kebergunaan keberlanjutan antara kebutuhan dengan final outcemes (impacts) dan 14 Sedangkan pernyataan yang dikemukakan oleh Mahsun (2006:77-78), kinerja dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu : a. Masukan (Input) Adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana), sumber daya manusia, peralatan, material dan masukan lain, yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. b. Proses (Process) Dalam indikator proses, organisasi merumuskan ukuran kegiatan, baik dari kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. c. Keluaran (Output) Adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan non fisik. Indikator keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. d. Hasil (Outcome) Adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atau hasil lebih tinggi yang mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. 15 e. Manfaat (Benefit) Adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. f. Dampak (Impact) Adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. B. Tinjauan Tentang Dinas Tenaga Kerja Dinas adalah unsur pelaksana pemerintah daerah kota yang dipimpin oleh Kepala Dinas, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Berdasarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung, Dinas Tenaga Kerja mempunyai : 1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja Dinas mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan urusan pemerintah daerah dibidang ketenagakerjaan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung antara lain : a. Perumusan kebijakan teknis dibidang ketenagakerjaan b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya, dan d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. 16 C. Tinjauan Tentang Pelayanan 1. Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan umum menurut Widodo, (2001:269) diartikan sebagai pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Hanif Nurcholis (2005:175) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan badan-badan negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara diartikan sebagai segala bentuk barang atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pelayanan adalah segala bentuk layanan yang dilakukan dan yang ditawarkan oleh suatu pihak atau badan tertentu dan pada dasarnya tidak berwujud yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat dan memenuhi kepuasan masyarakat. 17 2. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik Di dalam KEPMENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip pelayanan publik antara lain : 1. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan 2. Kejelasan a. persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik b. unit kerja pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c. rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran 3. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan 4. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah 5. Keamanan Proses dan produk pelayanan memberikan rasa aman kepastian hukum 18 6. Tanggung Jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik 7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyedia sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika) 8. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika 9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas 10. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan indah serta sehat dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya seperti: tempat parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. 19 3. Faktor-Faktor Pendukung Pelayanan Moenir (1992:27) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mendukung terlaksananya pelayanan yaitu : 1. Kesadaran pejabat dan juga petugas serta kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya, diharapkan akan membawa mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh kesungguhan dan disiplin, yang merupakan faktor saling menentukan bagi pelayanan yang baik dan memuaskan 2. Peraturan yang menjadi landasan kerja pelayanan setiap organisasi yang menyangkut jalannya organisasi tersebut. Dengan peraturan yang telah ditetapkan diharapkan setiap kegiatan dan pekerjaan akan berjalan dengan tertib dalam mencapai tujuan yang ditetapkan 3. Faktor organisasi (pengorganisasian). Pengorganisasian yang dimaksud adalah organisasi ini tidak semata-mata mengenai pembentukan organisasi tetapi lebih banyak diarahkan pada peraturan-peraturan dan mekanisme kerjanya yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai. Sistem metode dan prosedur yang ditetapkan dalam organisasi harus mendukung pelaksanaan pelayanan 4. Pendapatan pegawai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum. Pendapatan ini dapat menciptakan ketenangan dalam bekerja, sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada pekerjaannya 5. Kemampuan dan keterampilan petugas sesuai dengan tugasnya. Adapun kemampuan dan keterampilan petugas yang sesuai dengan tugasnya akan 20 lebih mempercepat, memperlancar, dan meningkatkan mutu pelayanan dengan penempatan petugas yang sesuai dengan bidang kemampuannya. 6. Sarana pelayanan yang memadai. Tersedianya sarana pelayanan yang memadai sesuai dengan jenis dan bentuk pelayanan akan lebih mendorong terciptanya efisiensi dan efektifitas pelayanan. D. Tinjauan Tentang Kartu Pencari Kerja (AK/I) Kartu pencari kerja (AK/I) berukuran 15 x 11,5 Cm dengan warna kuning. Kartu pencari kerja (AK/I) adalah sebagai tanda pendaftaran kartu identitas, dapat juga digunakan sebagai lampiran permohonan (berlaku untuk melamar pekerjaan) khususnya untuk melamar menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, AK/I merupakan persyaratan utama. Persyaratan dalam pembuatan kartu pencari kerja (AK/I) : a. Pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar; b. Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku c. Fotokopy ijasah pendidikan terakhir d. Fotokopy sertifikat keterampilan bagi yang memiliki e. Fotokopy surat keterangan pengalaman kerja bagi yang memilliki Kartu pencari kerja (AK/I) berlaku selama 2 (dua) tahun dengan keharusan melapor selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sekali terhitung sejak tanggal pendaftaran bagi pencari kerja yang belum mendapat pekerjaan. Pencari kerja yang telah mendapatkan pekerjaan wajib melaporkan bahwa yang 21 bersangkutan telah diterima bekerja kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. E. Kerangka Pikir Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah dibidang ketenagakerjaan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta perundang-undangan yang berlaku. Dinas Tenaga Kerja merupakan salah satu instansi pemerintah daerah yang berhubungan langsung dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan pembuatan kartu pencari kerja (AK/I). Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung setiap harinya melayani pemohon kartu pencari kerja (AK/I) antara 10 sampai 20 orang pemohon. Kantor Dinas Tenaga Kerja biasanya akan padat dikunjungi pencari kerja pada saat pembukaan Calon Pegawai Negeri Sipil, petugas dapat melayani pemohon sampai ratusan pencari kerja yang ingin membuat kartu pencari kerja (AK/I). Berdasarkan pemaparan di atas, untuk mengukur kinerja Dinas Tenaga Kerja dalam pelayanan pembuatan kartu pencari kerja (AK/I) dengan menggunakan pernyataan yang dikemukakan oleh Mahsun (2006:77-78) bahwa kinerja dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu Masukan (Input), Proses (Process), Keluaran (Output), Hasil (Outcomes), Manfaat (Benefit), Dampak (Impact). Melalui pelayanan pembuatan kartu pencari kerja (AK/I) Dinas Tenaga Kerja dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya sehingga 22 dapat mencapai hasil kinerja yang memuaskan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Untuk lebih jelas dapat di lihat melalui bagan pada halaman berikut : 23 Kinerja dapat diukur dengan menggunakan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Masukan (Input) Proses (Process) Keluaran (Output) Hasil (Outcomes) Manfaat (Benefit) Dampak (Impact) (Sumber:Mahsun,2006:77-78) Hasil kinerja memuaskan / tidak memuaskan Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir