Buku-Ajar-PLH-2014_Feb - UPT Pengembangan Konservasi UNNES

advertisement
ii
PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
Buku Ajar MKU
By
Tim MKU PLH
Editor:
Dewi Liesnoor Setyowati
Sunarko
Rudatin
Sri Mantini Rahayu Sedyawati
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FEBRUARI 2014
iii
Kata Pengantar
Saat ini lingkungan hidup menjadi salah satu isu utama dalam wacana semua
tingkat, baik nasional maupun internasional. Hal ini tidak lepas dari timbulnya
kesadaran bahwa fenomena perubahan alam yang banyak menimbulkan bencana ini
juga disumbang oleh perilaku manusia. Kesadaran bahwa manusia adalah makhluk
ekologis yang juga masuk dalam jaringan ekosistem yang luas membuat manusia
harus selalu mempertimbangkan faktor lingkungan dalam setiap kegiatan maupun
pembangunan.
Kesadaran lingkungan ini harus ditanamkan pada semua level, mulai dari
pendidikan usia tinggi sampai pendidikan tinggi. Universitas Negeri Semarang
mencanangkan diri sebagai Universitas Konservasi sebagai jalan untuk ikut
berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan dan juga dalam rangka masuk dalam
jajaran universitas kelas dunia. Salah satu wujud dari program Universitas
Konservasi adalah dengan memasukkan mata kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup
sebagai mata kuliah umum yang wajib diambil oleh mahasiswa Universitas Negeri
Semarang.
Semoga dengan dimasukkannya Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai bagian
integral dari kurikulum Universitas Negeri Semarang dapat membekali mahasiswa
dengan kompetensi jurusan masing-masing yang berwawasan lingkungan sesuai
dengan visi Universitas Negeri Semarang sebagai Universitas Konservasi yang
Sehat, Unggul dan Sejahtera.
Tim Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
v
Daftar Tabel
vii
Daftar Gambar
viii
BAB 1 Pendahuluan
A. Kompetensi Dasar
B. Uraian Materi
1.Latar Belakang
2.Pengertian Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
3. Ruang Lingkup PLH
4.Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup
C. Penugasan
D. Daftar Pustaka
1
1
1
1
2
5
5
6
6
BAB 2 Pengelolaan Sumber Daya
A. Kompetensi Dasar
B. Uraian Materi
1. Pengertian
2. Sumber Daya Alam
3. Sumber Daya Buatan
4. Sumber Daya Manusia
C. Latihan
D. Penugasan
E. Daftar Pustaka
7
7
7
7
8
10
12
14
14
15
BAB 3 Keanekaragaman Hayati
A. Kompetensi Dasar
B. Uraian Materi
1. Pendahuluan
2. Pengertian Keanekaragaman Hayati
3. Kekayaan Jenis Hayati Indonesia
4. Nilai Keanekaragaman Hayati
5. Konservasi Keanekaragaman Hayati
C. Studi Kasus
D. Latihan
E. Penugasan
F. Daftar Pustaka
16
16
16
16
17
19
21
23
24
24
24
25
BAB 4 Masalah Lingkungan
A. Kompetensi Dasar
B. Uraian Materi
1. Lingkungan dan Permasalahannya
2. Masalah Lingkungan secara Global
v
166
Error! Bookmark not defined.6
Error! Bookmark not defined.6
26
27
3. Masalah Lingkungan secara Nasional
29
4. Masalah Lingkungan secara Lokal (Kota Semarang)
34
C. Latihan
Error! Bookmark not defined.
D. Daftar Pustaka
Error! Bookmark not defined.7
BAB 5 Konservasi
A. Kompetensi Dasar
B. Uraian Materi
1. Pengertian Konservasi
2. Konservasi di Universitas Negeri Semarang
3. Konservasi Berbasis Masyarakat
C. Latihan
D. Penugasan
E. Daftar Pustaka
38
38
38
38
40
Error! Bookmark not defined.
Error! Bookmark not defined.6
Error! Bookmark not defined.7
Error! Bookmark not defined.7
BAB 6 Kesehatan Lingkungan
A. Kompetensi
B. Uraian Materi
1. Pendahuluan
2. Faktor dalam Membangun Rumah
3. Komponen Rumah Sehat
4. Fasilitas Air Sehat
5. Sumber-Sumber Air Minum
6. Pengolahan Air Minum secara Sederhana
7. Sanitasi Lingkungan
8. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM)
C. Latihan
D. Penugasan
E. Daftar Pustaka
48
48
48
48
49
51
55
56
57
59
60
61
61
61
BAB 7 Paradigma dan Etika Lingkungan Hidup
A. Kompetensi Dasar
B. Uraian Materi
1. Pendahuluan
2. Ruang Lingkup Etika Lingkungan
3. Sumber-Sumber Etika
4. Paradigma Etika Lingkungan
5. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan
6. Kearifan dalam Menjaga Lingkungan
C. Studi Kasus dan Penugasan
D. Latihan
E. Daftar Pustaka
62
62
62
62
62
63
63
65
67
71
72
73
Kontrak Perkuliahan
74
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kemampuan Produksi Ikan di Indonesia Tahun 2004-2007........ ........... .......... 9
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Sensus............ ........... ........... .......... 13
Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 ................... ........... 13
Tabel 2.4. Distribusi Persentase Luas dan Penduduk menurut Pulau .......... ........... .......... 13
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Air Kali Garang ........... ........... ........... ........... .......... 36
Tabel 6.1.Kadar Zat Kimia yang Diperbolehkan dalam Air Baku.... ........... ........... .......... 56
vii
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Tujuh Pilar Unnes Konservasi.................................... ........... ...................
5
Gambar 3.1. Keanekaragaman genetik pada ayam.... ........... ........... ........... ........... ........
18
Gambar 3.2. Keanekaragaman jenis mammalia........ ........... ........... ........... ........... ........
18
Gambar 4.1. Efek Rumah Kaca………………………………………………….............
28
Gambar 4.2. Sumber dan Terbentuknya Hujan Asam……………………........................ 29
Gambar 4.3. Tingkat Deforestasi di Indonesia 1990-2011.... ........... ........... ........... ........
31
Gambar 6.1 Ragam bentuk rumah yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan............. 50
Gambar 6.2 Contoh rumah dengan lingkungan yang sehat.. ........... ........... ........... ........
51
Gambar 6.3 Tampak utuh sebuah rumah....... ........... ........... ........... ........... ........... ........
52
Gambar 6.4 Skema ventilasi alami.... ........... ........... ........... ........... ........... ...................
53
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. KOMPETENSI DASAR
Memahami pengertian, ruang lingkup, dan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup
B. URAIAN MATERI
1. Latar Belakang
Sasaran pembangunan lingkungan hidup di Kota Semarang adalah meningkatnya
kualitas lingkungan hidup wilayah dan terselenggaranya kegiatan pembangunan yang
memperhatikan daya dukung lahan secara serasi dan berkelanjutan (Soemarmo, 2006). Ini
saat yang tepat bagi UNNES untuk mempelopori dan sekaligus sebagai model dalam
membangun kawasan yang berorientasi pembangunan berkelanjutan berwawasan
berkelanjutan sesuai kaidah konservasi.
Kebijakan Universitas Negeri Semarang menerapkan Universitas Konservasi
(conservation university) merupakan kebijakan yang tepat, tidak saja sejalan dengan
kebijakan Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah, tetapi juga sejalan dengan kebijakan
nasional serta strategi pelestarian dunia. Hal ini dimungkinkan karena UNNES memiliki
kekuatan dalam program-program, tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang sudah
dijalankan. Selanjutnya telah dirancang program baru yang berbasis konservasi. Kehadiran
UNNES sebagai Universitas Konservasi di Kelurahan Sekaran diharapkan antara lain
menata kembali ekosistem sehingga berfungsi sebagaimana mestinya.
Universitas Konservasi adalah konsep yang memadukan antara pedagogi dengan
ekologi dengan mempertimbangkan sumber daya hayati dan lingkungan universitas
sehingga mewarnai pelaksanaan dan pengembangan Tri Darma Perguruan Tinggi.
Universitas Konservasi dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah atau aspek-aspek
konservasi yaitu pemanfaatan secara lestari, pengawetan, penyisihan, perlindungan,
perbaikan dan pelestarian. UNNES sebagai Universitas Konservasi berarti visi dan misi
UNNES yang memayungi Tri Darma Perguruan Tinggi dilaksanakan dengan kaidah
konservasi.
UNNES sebagai Universitas Konservasi mempunyai tujuan untuk meningkatkan
sikap mental (mind set), perilaku (behavior), dan peran serta(participation) seluruh warga
UNNES dalam pembangunan untuk mendukung nation and caracter building sesuai kaidah
konservasi. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari kebijakan UNNES sebagai
Universitas Konservasi, adalah: (1) terciptanya lingkungan kampus yang ideal untuk
mengembangkan Tri Darma Perguruan Tinggi, (2) mendukung laju percepatan UNNES
yang sehat, unggul dan sejahtera (SUTERA), (3) melalui alumni dapat menyebarluaskan
kaidah konservasi ini ke seluruh daerah (Jawa Tengah) saat para alumni bekerja kelak,
dengan demikian penyebaran paradigma konservasi menjadi luas dan cepat terutama di
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
1
daerah yang memerlukan, (4) sebagai sumber belajar, penelitian dan rekreasi pendidikan,
khususnya di bidang keanekaragaman hayati.
Pada diri manusia memiliki pikiran dan rasa, keduanya harus dijalankan secara
seimbang. Melalui pikiran manusis berpikir dan melalui rasa manusia dalam melakukan
penalaran. Namun dalam mempelajari lingkungan rasa menjadi penting untuk digerakkan
terlebih dahulu, karena Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) harus dimulai dari hati. Tanpa
sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan tidak akan
membawa perubahan sikap dan perilaku.Untuk membangkitkan kesadaran manusia
terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan
adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap
dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan
pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan
dalam mengelola lingkungan hidup.
2. Pengertian Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
PLH merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai
pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan kesadaran mayarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan
lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif
dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang
dan yang akan datang. Pendidikan lingkungan hidup mempelajari permasalahan lingkungan
khususnya masalah dan pengelolaan pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya
dan konservasi.
Perubahan lingkungan semakin cepat terjadi, berbagai bencana datang silih berganti,
sungguh merupakan fenomena yang menyentak pemikiran kita. Beberapa musibah bencana
disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan, menjadikan kita berpikir kebelakang dan
menghubungkan kejadian tersebut dengan proses pendidikan yang diterapkan. Musibah
hutan gundul yang menyebabkan erosi dan longsor mengakibatkan banyak korban
dikarenakan longsoran menimpa kawasan permukiman padat, permasalahan polusi udara di
kota besar dikarenakan banyaknya penggunaan kendaraan bermotor, sikap penduduk yang
masih membuang sampah sembarangan, dan masih banyak penyimpangan perilaku yang
dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Permasalahan diatas membuat kita berpikir apakah kepedulian masyarakat akan
lingkungan sedang mengalami krisis, apakah selama ini pendidikan yang mengupayakan
peningkatan kepedulian masyakat masih kurang atau kurang optimum. Hal tersebut yang
menyebabkan kita harus berpikir bagaimana upaya-upaya yang perlu di tempuh agar
masyarakat dapat meningkat kepeduliaannya terhadap lingkungan.
Pernyataan yang sampai saat ini masih terngiang dari Sumarwoto (1997) adalah
pembangunan dapat dan telah merusak lingkungan, tetapi pembangunan juga diperlukan
untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Kita semua memang menginginkan keadaan
lingkungan yang lestari, yaitu kondisi lingkungan yang secara terus menerus dapat
menjamin kesejahteraan hidup manusia dan juga mahluk hidup lainnya. Untuk memelihara
kelestarian lingkungan ini setiap pengelolaan harus dilakukan secara bijaksana. Pengelolaan
yang bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang lingkungan dan akibat
yang dapat timbul karena gangguan manusia. Pengelolaan yang bijaksana juga menuntut
kesadaran akan tanggung jawab manusia terhadap kelangsungan generasi mendatang.
Pengetahuan dan kesadaran akan pengelolaan lingkungan ini dapat diperoleh melalui
pendidikan dan sejenisnya.
Bagaimana perkembangan dan pendidikan lingkungan di Indonesia? Indonesia ikut
serta dalam berbagai kegiatan internasional. Bahkan sebelum diselenggarakan konferensi di
Stockholm 5-11 Juni 1972, Indonesia menurut Soemarwoto (1997) telah menyelenggarakan
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
2
pertemuan untuk pertama kalinya mengenai lingkungan ini 15-18 Mei 1972. Kemajuan
berikutnya adalah dengan dibentuknya Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup
yang menghasilkan UURI No.4 Th 1982 kemudian diperbaiki dengan UURI No.23 Th
1997. Selanjutnya Depdiknas telah memasukkan pendidikan lingkungan ini, baik
terintegrasi dengan mata pelajaran lain maupun dalam muatan lokal. Pembukaan
konferensi Stockholm pada tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup.
Pendidikan lingkungan hidup di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1975,
dimulai oleh IKIP Jakarta dengan membuat GBPP bidang lingkungan hidup untuk
pendidikan dasar yang kemudian pada tahun ajaran 1977/1978 dilakukan uji coba di 15
sekolah dasar. Perkembangan selanjutnya PLH pada tahun 1996 ditetapkan Memorandum
Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan
dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan
itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga
terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan
hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti
lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri,
dan lain-lain. LSM dan perguruan tinggi terus mendukung dan membantu dalam dalam
mengembangkan PLH melalui kegiatan seminar, sarasehan, lokakarya, penataran guru,
pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku
bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan
Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk
pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama
ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi
dengan mata ajaran yang telah ada.Selanjutnya dibuat surat Edaran Direktur Jendral
Manajemen Dasar dan Menengah No.5555/C/C5/TU/2005 tentang pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan surat ini
diharapkan jajaran pendidikan di tingkat provinsi, kota dan kabupaten dapat segera
menindaklanjuti dengan menyusun program, strategi dan materi PLH untuk diaplikasikan
sejak SD. Berbagai permasalahan memang banyak dihadapi, mulai dari padatnya
kurikulum, pelatihan yang belum merata, SDM belum siap untuk menyediakan materi/
bahan ajar dan alat.
Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup, sejak 2004, telah mengadakan sosialisasi dan pelatihan (TOT) tingkat
nasional tentang konsep pendidikan lingkungan pada pendidikan dasar dan menengah. Jika
pada tingkat satuan pendidikan SD, SMP segerajat, SMA sederajat sudah memulai
pendidikan lingkungan hidup, maka di tingkat perguruan tinggi, apalagi Universitas Negeri
Semarang, mahasiswa diseluruh program studi diwajibkan untuk mengambil mata kuliah
PLH ini. Apalagi jika diperhatikan di Perancis pendidikan berbasis lingkungan
(ekopedagodi) ini telah dikembangkan sejak awal tahun 60-an. Apakah ekopedagogi itu?
a. Alam jangan dipandang sebagai lingkungan hidup (environment) semata tetapi sebagai
ruang pemberi dan pemakna kehidupan (lebenstraum).
b. Pendidikan yang dapat mengubah paragidma ilmu dan bersifat mekanistik, reduksionis,
parsial dan bebas nilai menjadi ekologis, holistik dan terikat nilai sehingga dapat
tumbuh kearifan (wisdom), misalnya dengan: membangun watak dan menghargai hak
hidup mahluk hidup lainnya.
c. Pendidikan lebih menekankan pendekatan biosentrisme dan ekosentrisme, bukan lagi
antroposentrisme.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
3
d. Pendidikan untuk mengenali alam, sehingga tumbuh rasa cinta/ respek terhadap alam
beserta isinya.
3. Ruang Lingkup PLH
Dengan melihat masih banyaknya sampah (domestik, industri, transportasi) di sungai,
pantai; penebangan liar pohon tanpa penanaman kembali; pengambilan secara berlebihan
sumber daya tak terbarukan, mengingatkan kepada kita bahwa pendidikan lingkungan
hidup (PLH) masih sangat diperlukan. Bahkan harus secara terus menerus disampaikan
kepada semua lapisan, sampai kesadaran akan pentingnya kualitas yang baik dari
lingkungan telah dimiliki oleh sebagian besar bangsa ini. Untuk warga kota Semarang
teruskan kegiatan resik-resik kutho sebagai budaya warga Semarang. UNNES sebagai
Universitas Konservasi jelas harus mengusung pendidikan lingkungan hidup (PLH) ini bagi
mahasiswa baik program studi kependidikan maupun non-kependidikan.Kegiatan ini
merupakan pembinaan sekaligus pendidikan yang sangat nyata.
Aspek penting yang diterapkan dalam pembelajaran PLH adalah kognitif dan afektif.
Aspek kognitif meliputi proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang
lain. Materi PLH harus diberikan sebagai materi yang harus diketahui dan dipahami oleh
mahasiswa, selanjutnya dikembangkan sendiri oleh mahasiswa. Aspek afektif yang dapat
diterapkan dalam PLH meliputi tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk
membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Dalam PLH perlu diberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah. Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah adalah sebagai berikut.
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive,
desain grafis
b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara,
menganalisa data;
c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan
keputusan dan kerjasama.
Unnes menerapkan tujuh pilar unnes konservasi meliputi: biodiversity conservation,
paperless policy, green architecture & internal transportation, waste management, clean
energy, etika seni dan budaya, kader konservasi. Ketujuh pilar tersebut akan diterapkan
pada Unnes secara bertahap. Berikut ini disajikan gambar tentang kedudukan pilar
unneskonservasi.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
4
Gambar 1.1 Tujuh Pilar Unnes Konservasi
Ketujuh pilar tersebut diatas diharapkan dapat mempersiapkan mahasiswa UNNES
untuk dapat menjaga keselarasan,keserasian,keseimbangan terhadap lingkungan hidup.
4. Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup
Selain ada tujuan perkuliahan PLH, maka secara global ada 5 tujuan pendidikan
lingkungan yang disepakati usai pertemuan di Tbilisi 1977 oleh dunia internasional. Fien
dalam Miyake, dkk. (2003) mengemukakan kelima tujuan yaitu sebagai berikut.
a. Bidang pengetahuan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
mendapatkan berbagai pengalaman dan mendapat pengetahuan tentang apa yang
diperlukan untuk menciptakan dan menjaga lingkungan yang berkelanjutan.
b. Bidang kesadaran: membantu kelompok sosial dan individu untuk mendapatkan
kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan beserta isu-isu yang
menyertainya, pertanyaan, dan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan
dan pembangunan.
c. Bidang perilaku: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk memperoleh
serangkaian nilai perasaan peduli terhadap lingkungan dan motivasi untuk
berpartisipasi aktif dalam perbaikan dan perlindungan lingkungan.
d. Bidang ketrampilan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk
mendapatkan ketrampilan untuk megidentifikasi, mengantisipasi, mencegah, dan
memecahkan permasalahan lingkungan.
e. Bidang partisipasi: memberikan kesempatan dan motivasi terhadap individu,
kelompok dan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan lingkungan
yang berkelanjutan.
Jadi pendidikan lingkungan hidup diperlukan untuk dapat mengelola secara bijaksana
sumber daya kita dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan generasi
yang akan datang diperlukan pengetahuan, sikap dan ketrampilan atau perilaku yang
membuat sumber daya kita tetap dapat dimanfaatkan secara lestari atau dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan (sutainable used).
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
5
Tentu tidak kalah penting adalah peranan pendidikan baik di tingkat sekolah dasar,
menengah maupun pendidikan tinggi. Di Jawa Tengah, sampai tahun 2007, pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup baru dalam taraf sosialisasi. Masih sedikit sekolah yang telah
melaksanakannya. Padahal jika baru dimulai sejak sekarang setidaknya akan terasa dalam
pengelolaan lingkungan setelah 12-16 tahun kemudian. Setelah peserta didik lulus dari
bangku SMA atau Perguruan Tinggi dan memasuki dunia kerja, mereka baru dapat
menerapkan pengelolaan berwawasan lingkungan. Harapan ini baru berhasil bila pilar
lainnya juga menerapkan pendidikan lingkungan hidup pada wilayahnya masing-masing.
Semoga berhasil, karena pendidikan lingkungan hidup merupakan tumpuan bagi
pengelolaan sumber daya sebagai sumber bagi kehidupan sekarang dan di masa yang akan
datang.
C. PENUGASAN
1. Tulis pengalaman pribadi baik positif maupun negatif tentang apa yang telah dan akan
dikerjakan terkait dengan perilaku peduli lingkungan!
2. Buat kajian tentang satu kasus kerusakan lingkungan berikan ulasan pendidikan
lingkungan yang sesuai dalam mengatasi kasus tersebut.
D. DAFTAR PUSTAKA
Alam. 2004. Kebun Raya Masuk Halaman SD. Warta 3 bulanan. Bogor: Investing in
Nature-Indonesia, Kebun Raya Bogor.
Keraf, Sony. 2004. Bencana dan Krisis Lingkungan Global. Materi TOT PKLH
Dikdasmen di Sawangan Bogor.
Kompas. 2004. Upaya Jempol mengatasi Sampah Plastik.
Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Modul Kerjasama
Bappedal Prov. Jabar dengan Unpad.
Parus. 2004. Konsep PLH pada Pendidikan Dasar dan Mengah. Materi TOT PKLH
Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas.
Santosa, Kukuh.2004. Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Materi Pelatihan bagi Guru SD diselenggarakan Kerjasama BintariDinas Pendidikan Kota Semarang dan UNNES.
Seumahu, JG; Nuryanti Y Rustaman. 1981. Kelestarian Alam. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit
Jambatan
Sutrisno, Djoko (Ed). 2005. Pendidikan Lingkungan Hidup. Buku Pegangan Guru SD
Kerjasama Bappedal Prov. Jateng dengan FMIPA UNNES.
Wahyono, Sri. 2004. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Padat. Materi TOT
PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
6
BAB 2
Pengelolaan Sumber Daya
A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu mendeskripsikan dan mengidentifikasi jenis-jenis sumber daya alam,
buatan dan manusia; serta mampu menentukan dan memanfaatkan sumber daya alam
secara berkelanjutan dan bijaksana.
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian
Berdasarkan UU No 32 tahun 2009 Sumber Daya Alam diartikan sebagai ” unsur
lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara
keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.”Dengan demikian semua komponen alam
termasuk manusia merupakan sumber daya alam. Keberadaan Sumber Daya Alam yang
ada di Indonesia dilindungi dengan adanya Konservasi Sumber Daya Alam yang berisi
tentang “pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana
serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya.
Pengertian tentang sumber daya alam ini diperjelas dalam Pasal 6 Bagian Kesatu UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Inventarisasi Lingkungan Hidup yang menjelaskan,
Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai sumber daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan;
b. jenis yang dimanfaatkan;
c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Sedangkan pengertian dari sumber daya manusia (kadang disingkat SDM) adalah
potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai
makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta
seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan
dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
7
2. Sumber Daya Alam
Dalam melaksanakan pembangunan nasional, sumberdaya alam Indonesia harus
digunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam harus diusahakan agar tidak
merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang
menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Kebijaksanaan yang seksama dalam mengelola sumberdaya alam diperlukan baik terhadap
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui maupun terhadap sumberdaya alam yang
dapat diperbaharui.
Ada beberapa pembagian sumberdaya alam yang telah dibuat oleh para ahli,
beberapa contoh pembagian tersebut adalah: perpetual, reneweble resources, non
reneweble resourches, dan potensial resourches.
a. Perpetual merupakan sumber daya yang selalu ada dan keberadaannya relative konstan
meskipun sumber daya tersebut kita eksploitasi secara besar-besaran.
b. Reneweble Resourches merupakan sumberdaya yang dalam waktu pendek dapat
berkurang, tetapi dalam jangka panjang akan pulih kembali karena proses alam.
Persyaratan tercapainya renewable: 1) harus ada syarat/kondisi yang harus dipenuhi,
yaitu lingkungan yang terjaga yang dapat memungkinkan pulihnya sumber daya dan 2)
pemanfaatan sumberdaya yang terbaharui dalam jangka waktu tertentu harus ada pada
kondisi untuk pulih kembali. Klasifikasi yang termasuk dalam renewable resourches
antara lain:
1) Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang
luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide
sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan
salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan
yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis
maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau
kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri
adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda
dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda
karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang
dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan
kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya.
Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna
yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya.
Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga
yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian
penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Hutan merupakan sumberdaya penting seperti bahan makanan, kayu bakar, bahan
bangunan, pakan ternak, obat-obatan, dan banyak hal lainnya. Pohon dan hutan juga
berperan penting bagi keberlanjutan lingkungan yang sehat. Mereka menjaga
kebersihan udara dan air, mencegah erosi dan banjir, menyuburkan tanah,
menyediakan tempat bersarang bagi burung-burung, hewan, dan tanaman,
memberikan perlindungan, dan membuat lingkungan kita indah.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
8
Agar hutan dapat terus memberikan sumberdaya dan menjamin kelangsungan
suatu lingkungan yang sehat, maka hutan harus dipelihara dengan baik, dikelola
secara adil, dan digunakan dengan bijaksana. Namun mengingat hutan berharga bagi
industri dan juga bagi warga, dan karena lahan hutan kadang-kadang diinginkan untuk
kepentingan lain, maka pembabatan hutan di seluruh dunia terjadi lebih cepat
dibanding kemampuan hutan untuk tumbuh kembali.
2) Perikanan
Perikanan adalah semua kegiatan yang di/terorganisir berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan. Umumnya, Perikanan ada untuk kepentingan
penyediaan makanan bagi manusia, walaupun mungkin ada tujuan lain (seperti
olahraga atau pemancingan yang berkaitan dengan rekreasi), mungkin juga
memperoleh ikan untuk tujuan membuat perhiasan atau produk ikan seperti minyak
ikan.
Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk
menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan,
termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan
untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis).
Untuk memenuhi kebutuhan akan ikan dengan melakukan budidaya dan juga ada
yang dengan cara melakukan penangkapan. Saat ini produksi ikan di Indonesia masih
didominasi dari sektor penangkapan yang mencapai 70 % dari total produksi
perikanan di Indonesia.
Untuk melihat seberapa besar kemampuan produksi ikan di Indonesia,
berdasarkan data dari berbagai sumber antara lain Biro Pusat Statistik dan
Departemen Kelautan dan Perikanan. Dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kemampuan Produksi Ikan di Indonesia Tahun 2004-2007
Tahun
2004
2005
2006
2007
Prod Budidaya (Ton)
1,468,610
2,163,674
2,682,596
3,088,800
Prod Penangkapan (Ton)
4,651,121
4,705,868
4,769,160
4,940,000
Total Produksi (Ton)
6,119,731
6,869,542
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2008)
7,451,756
8,028,800
Produksi perikanan budidaya Indonesia digolongkan atas jenis budidaya antara
lain: Budidaya Laut, Budidaya Tambak, Budidaya Kolam, Budidaya Karamba,
Budidaya Jaring Apung, Budidaya Sawah (DKP 2007). Untuk perikanan tangkap
Indonesia digolongkan atas jenis Perairan Laut, dan Perairan Umum (DKP 2006).
Melihat data diatas, potensi perikanan kita masih terbuka dan pemanfaatannya
masih minim. Namun jika kita melihat lebih jauh, ternyata di sektor penangkapan
pemanfaatan sudah mencapai 65% dan beberapa daerah dilaporkan sudah over fishing,
namun di sektor budidaya pemanfaatan baru mencapai 5 % saja. Dari beberapa laporan
dan kegiatan Departemen Kelautan dan Perikanan, pemerintah berusaha
mengoptimalkan kedua sektor diperikanan ini.
Di Perikanan Budidaya, pemerintah mencoba mengembangkan industri yang
menyerap tenaga kerja, perikanan berskala mikro, pengembangan kawasan budidaya,
produksi induk dan benih unggul dan lainnya. Di Perikanan Tangkap, pemerintah
menerapkan kegiatan pemacuan stock ikan, memaksimalkan rumpon, perbaikan
ekositem laut dan pembrantasan ilegal fishing.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
9
c. Non Reneweble Resourches
Keberadaan sumber daya semakin lama akan semakin berkurang apabila
dilakukan pemanfaatan. Sampai suatu saat tertentu sumber daya alam ini akan habis.
Bahan bakar fosil termasuk sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, maka
harus dipergunakan sebijaksana mungkin bagi pembangunan nasional tanpa
menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahan bakar fosil yang telah banyak
dipergunakan adalah minyak dan gas bumi serta batu bara.
Untuk mempergunakan bahan bakar fosil perlu pengetahuan cadangan dan
dampak negatifnya. Ketersediaan minyak dan gas bumi di Indonesia sangat terbatas,
sehingga pada suatu saat indonesia harus mengimpor minyak dan gas bumi untuk
memenuhi kebutuhan energinya. Dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap
minyak bumi dilakukan upaya untuk memanfaatkan energi panas bumi. Pemanfaatan
sumberdaya panas bumi selama ini masih terbatas pada penggunaan sebagai
pembangkit tenaga listrik.
Cadangan bahan bakar fosil Indonesia yang masih melimpah adalah batubara
(masih dapat digunakan ratusan tahun), namun penggunaan batubara dipandang lebih
mencemari lingkungan dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar minyak. Selain
kandungan belerangnya tinggi, menimbulkan pencemaran debu yang sangat tinggi. Di
samping itu memerlukan tempat penyimpanan yang lebih besar dan waktu
pengangkutan yang lebih lama.
Pemanfaatan batubara merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan
diversifikasi energi guna mengurangi ketergantungan pada minyak bumi.
Pengembangan produksi batubara dilakukan dengan meningkatkan eksplorasi,
rehabilitasi dan perluasan tambang milik pemerintah. Pembakaran minyak bumi dan gas
dalam pabrik dan di kendaraan bermotor menciptakan polusi yang beragam. Salah satu
gas yang dihasilkan adalah karbon dioksida (CO2) yang menangkap panas di udara. Gas
ini adalah salah satu penyebab utama pemanasan global, yang mendatangkan bencana
seperti banjir, badai, kekeringan, dan permukaan air laut yang meningkat. Polusi ini
juga berdampak pada tanaman, hewan, dan serangga, dan memudahkan penyakit seperti
demam berdarah menyebar lebih luas. Di stasiun bahan bakar dan di kota-kota yang
padat, orang-orang terpapar asap-asap beracun yang dapat menyebabkan kanker dan
penyakit-penyakit lain.
d. Potensial Resourches
Sumber daya yang karena pengetahuan dari manusia, saat ini belum sebagai
sumber daya, belum dimanfaatkan. Akan tetapi suatu saat akan menjadi SDA karena
kemampuan manusia untuk memanfaatkannya. Hal ini tergantung dari pengenalan,
teknologi dan aspek ekonomi. Dalam pembangunan tanpa adanya kerusakan lingkungan
yang penting adalah mengelola sumberdaya alam secara bijaksana supaya bisa
menopang proses pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi di masa
mendatang. Prinsip ini berlaku baik untuk sumberdaya alam yang bisa diperbaharui
maupun untuk sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.
3. Sumber Daya Buatan
Sumber daya buatan merupakan sumber daya yang sengaja dibuat manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa sumberdaya buatan yang banyak terdapat di
Indonesia antara lain:
a. Sawah
Sawah merupakan lahan pertanian basah untuk menanam padi, sudah dikenal lama
di berbagai daerah Indonesia. Padi sebagai tanaman utama di sawah memerlukan banyak
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
10
air jika dibanding dengan tanaman lain. Karena tanaman padi memerlukan banyak air,
maka sawah harus mampu menahan air selama mungkin, baik dari air hujan maupun air
limpahan sungai, danau/rawa.
Pertanian yang berkelanjutan tidak hanya menghasilkan bahan pangan, tapi juga
membuat tanah menjadi subur, melindungi pasokan air, mempertahankan benih-benih
yang berharga, memelihara keanekaragaman hayati, dan membuat tanah tetap dapat
memberi hidup bagi generasi selanjutnya. Dengan pertanian yang berkelanjutan untuk
tanaman pangan, para petani dapat menanam lebih banyak di lahan yang sempit, dengan
sedikit atau tanpa pupuk dan pestisida kimia. Ini akan menghasilkan pangan yang lebih
banyak dan lebih baik untuk dimakan dan dijual, biaya memproduksi bahan makanan
lebih kecil, dan mengurangi pencemaran udara, air, tanah, dan tubuh kita.
Pertanian yang berkelanjutan sangat bermanfaat karena: mengurangi ancaman
kekeringan melalui konservasi air, mengurangi ketergantungan pada bahan kimia,
menghemat uang, dan membangun kepercayaan pada kemampuan untuk mandiri. Sawah
diklasifikasikan berdasarkan irigasi dan pola tanam. Sawah Irigasi dipengaruhi adanya
kebutuhan bahan pangan semakin tinggi. Untuk sawah irigasi kebutuhan air harus selalu
tercukupi. Pola tanam merupakan usaha pergantian tanaman atau polikultur untuk
efisinesi pemanfaatan sawah.
Untuk menjaga kualitas sawah agar dapat memenuhi kebutuhan manusia, maka
dilakukan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitasnya. Cara-cara yang biasa
dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitasnya antara lain dengan: 1)
menggunakan pupuk dan pestisida sesuai kebutuhan. Untuk ini disarankan adanya
pertanian organik. Dengan pertanian organic, petani menyuburkan tanahnya dengan
pupuk alami seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos. Pupuk alami lebih sehat
bagi tanah, tanaman, air, udara, dan manusia dibanding pupuk kimia. 2) sawah dibero,
sehingga dapat mengembalikan hara sawah secara alami.
Dengan semakin tingginya kebutuhan penduduk akan pangan dan dalam rangka
mengejar produktivitasnya, petani tidak hanya menggunakan pupuk dan pestisida
organik, tetapi juga menggunakan pestisida dan pupuk anorganik yang sebenarnya
mempunyai dampak terhadap lingkungan. Adapun dampak dari penggunaan pestisida dan
pupuk anorganik tersebut antara lain: perubahan mikrobia sawah, infiltrasi air ke dalam
tanah berkurang, pencemaran lingkungan, dan biodiversitas berkurang.
b. Waduk
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai
kebutuhan Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air
sampai waduk tersebut penuh. Tujuan pembuatan waduk adalah unutk kegiatan irigasi,
rekreasi, energi, pengendali banjir dan perikanan. Waduk diklasifikasikan atas dasar
peruntukannya.
c. Perkebunan
Perkebunan dibedakan dan diklasifikasi atas dasar komuditas seperti perdagangan
(kelapa sawit, teh, kopi, karet, dsb), pengelola perkebunan pemerintah dan swasta,
masalah yang berkaitan dengan lingkungan: 1) perkebunan monokultur pada umumnya
tidak bisa mengkonservasi lingkungan secara maksimal, sehingga terjadi perubahan
lingkungan (mis. Kelapa sawit menyebabkan jalur lintasan gajah terputus, populasi gajah
menurun) dan 2) perkebunan yang memanfaatkan fungisida dan pestisida dengan kadar
tinggi (teh, kopi, cengkeh), menyebabkan pencemaran lingkungan dan
lingkungan sulit untuk pulih diri secara alami.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
11
d. Tegalan
Pada umumnya masyarakat di pedesaan mempunyai lahan-lahan di sekitar rumah
tinggalnya yang ditanami dengan sayur mayur atau kebutuhan hidup lainnya. Tegalan
atau kebun tersebut dapat menopang ekonomi dan kebutuhan hidup sehari hari bagi
masyarakat. Adanya pola tanam yang kurang sempurna pada tanah tegalan yang dibuat
tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan,
antara lain:
1) erosi dan sedimentasi tinggi (daerah lereng perbukitan ditanami sayur mayur,
tembakau)
2) pencemaran karena penggunaan pestisida dan pupuk an organik
3) monokultur yang menyebabkan kerusakkan biodiversitas lingkungan
4. Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2003) Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari
daya pikir dan daya fisik yang dimikiki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh
keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan
untuk memenuhi kepuasannya. Sumber Daya Manusia atau man power di singkat SDM
merupakan yang dimiliki setiap manusia . SDM terdiri dari daya fikir dan daya fisik setiap
manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya
fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan.
Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa. Daya
pikir adalah kecerdasan yang dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan diperoleh
dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya Intelegence Quotient (IQ)
dan Emotion Quality (EQ).
Sumber Daya Manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap
kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan
dengan cara tersebut. Waktu, tenaga dan kemampuanya benar-benar dapat dimanfaatkan
secara optimal bagi kepentingan organisasi, maupun bagi kepentingan individu.
Terkait dengan masalah Sumber Daya Manusia adalah masalah tentang
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan
manusia. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana
jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.
Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok
tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau
etnisitas tertentu.
Berdasarkan hasil sensus tahun 2010, dalam pendataan penduduk oleh Kementerian
Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai
259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan.
Sensus Penduduk 2010 yang dilakukan BPS, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai
237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun
selama periode 2000-2010, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan
ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833
jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya
penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan
penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih
tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia
umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa
migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia
terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
12
Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan
laju pertumbuhan yang tinggi pula. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1971-2010
serta pertumbuhannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 1971, 1980,
1990, 2000 dan 2010 (Juta Jiwa)
Tahun
Jumlah Penduduk
1971
119,2
1980
147,5
1990
179,4
2000
205,1
2010
237,6
Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 (Persen)
Periode
1971-1980
1980-1990
1990-2000
2000-2010
2,30
1,97
1,49
1,49
Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen
pertahun. Artinya bahwa rata-rata peningkatan jumlah penduduk indonesia per tahun dari
tahun 2000 sampai 2010 adalah sebesar 1,49 persen/pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap tahunnya antara tahun 2000 sampai 2010 jumlah penduduk Indonesia bertambah
sebesar 1,49 persennya.
Dengan jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa tersebut, membuat Indonesia tetap
bercokol sebagai negara berpenduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika Serikat.
Jumlah penduduk sebanyak itu menjadikan Indonesia menjadi negara dengan penduduk
terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan
lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua yaitu
orang yang tinggal di daerah tersebut dan orang yang secara hukum berhak tinggal di
daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ.
Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah
geografi dan ruang tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu
Demografi. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan
geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan
unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.
Tabel 2.4. Distribusi Persentase Luas dan Penduduk menurut Pulau
Pulau
1. Jawa dan Madura
Luas
Penduduk / Population (%)
Wilayah
Area(%) 1930 1961 1971 1980 1985 1990 1995 2000 2005
6.9
68.7
65.0
63.8
61.9
60.9
60.0
58.9
59.1
58.8
2. Sumatera
24.7
13.5
16.2
17.5
19.0
19.9
20.3
21.0
20.7
21.0
3. Kalimantan
28.1
3.6
4.2
4.4
4.5
4.7
5.1
5.5
5.5
5.5
9.9
6.9
7.3
7.1
7.1
7.0
7.0
7.3
7.3
7.2
30.4
7.3
7.3
7.2
7.5
7.5
7.6
7.3
7.4
7.5
4. Sulawesi
5. Pulau lainnya
6. Total
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber/Source: BPS, berbagai publikasi. Data Statistik Indonesia 2009
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal dasar pembangunan nasional bagi
bangsa Indonesia, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif.
Tetapi juga perlu disadari bahwa hanya dengan jumlah penduduk yang besar saja
bukanlah keberhasilan dalam pembangunan. Peningkatan jumlah penduduk yang besar
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
13
tanpa adanya peningkatan kesejahteraan justru akan merupakan bencana bagi umat
manusia. Peningkatan jumlah penduduk yang tak terkendali akan menimbulkan gangguan
bagi program pembangunan yang sedang dilaksanakan dan akan menimbulkan berbagai
kesulitan bagi generasi mendatang. Di sisi lain jumlah penduduk yang besar akan
memerlukan sumberdaya alam yang besar pula, di lain pihak jumlah sumberdaya ala itu
terbatas, sehingga bagaimanapun juga pertumbuhan penduduk harus ditekan.
Kemampuan bumi untuk mendukung manusia yang ada di dalamnya terbatas.
Pertambahan penduduk yang besar dari tahun ke tahun memerlukan tambahan
investasi dan sarana di bidang pendidikan, perumahan dan prasarana lainnya. Hal ini
merupakan masalah yang cukup rumit bagi pemerintahan yang sedang sedang berjalan
dalam upaya membangun dan meningkatkan taraf hidup warganya. Disisi lain Daerah
yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana
peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan
perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga
kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta
mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan
program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan
ketrampilan yang memadai.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dari waktu ke waktu diperlukan data
kependudukan secara rinci, termasuk diantaranya adalah pertumbuhan penduduk,
komposisi penduduk, dependency ratio, umur harapan hidup, tingkat kematian bayi dan
tingkat kematian anak. Data kependudukan ini sangat penting dalam perencanaan
pembangunan. Kita tidak akan merancang kota yang hanya dapat dipakai dalam beberapa
tahun akibat pertumbuhan penduduk yang tanpa diperhitungkan. Dengan adanya data
kependudukan yang lengkap, dapat diperkirakan berapa jumlah penduduk suatu kota pada
tahun tertentu, sehingga luas kota dan berbagai fasilitas lainnya dapat dipersiapkan
dengan lebih cermat.
Sudah sejak lama masyarkat Indonesia hidup dalam hubungan serba selaras dengan
lingkungannya. Bagian terbesar manusia Indonesia hidup di pedesaan, sehingga mereka
karab dengan lingkungan alam dan hidup dengan semangat kekeluargaan dalam
lingkungan sosial. Sungguhpun lingkungan hidup sebagi suatu sistem belum dikenal,
namun masyarakat Indonesia sudah menerapkan pola hidup yang serasi dengan
pengembangan lingkungan hidup.
Berdasarkan kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar
antara lain:
a) Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa dan sangat jarang di
Kalimantan dan Irian.
b) Piramida penduduk sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar.
c) Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun.
d) Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta
dan kota-kota besar dipulau Jawa.
e) Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat perhatian serius
f) Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
masih tinggi
C. LATIHAN
1. Jelaskan pengertian sumber daya alam yang saudara ketahui
2. sebutkan beberapa contoh pemanfaatan sumber daya perpetual yang sudah ada di
sekitar tempat tinggalmu
3. Jelaskan pengertian sumber daya buatan yang saudara ketahui
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
14
4. Jelaskan pengertian sumber daya manusia
5. Jelaskan permasalahan yang timbul akibat pertambahan penduduk yang tak terkendali
D. PENUGASAN
1. Pada lingkungan sekitar kampus, sebutkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan
yang tidak dapat diperbaharui. Masukkan data yang saudara ketahui pada tabel berikut.
No
Dapat diperbaharui
Sumber daya alam
Tidak dapat diperbaharui
1
2
3
dst
Dari hasil yang didapat di atas diskusikan dengan kelompok lainnya.
2. Mahasiswa diminta mencari data kependudukan yang ada di daerahnya masing-masing.
Data yang diperoleh digunakan sebagai bahan diskusi tentang masalah-masalah
kependudukan yang dihadapi masing-masing daerah. Antara lain:
a. populasi
b. kepadatan penduduk terkait luas daerah
c. penyebaran penduduk
d. angka natalitas dan mortalitas
e. permasalahan sosial yang timbul sebagai dampak kepadatan penduduk
f. indeks kesehatan
Hasil diskusi dilaporkan dalam bentuk tulisan/makalah
E. DAFTAR PUSTAKA
Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta. Penerbitan
Universitas Atma Jaya.
Gunawan, Totok dan Sudarmadji. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta. Program
Pasca Sarjana, UGM.
Santosa, Kukuh. 2006. Pengantar Ilmu Lingkungan. Semarang. Unnes Press.
Soerjani, M. 2009. Pendidikan Lingkungan, Sebagai Dasar Kearifan Sikap Bagi
Kelangsungan Kehidupan Menuju Pembangunan Berkelanjuttan. Yayasan Institut
Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan. Jakarta
Tandjung, Shalihuddin Djalal. Tt. Ekologi Dan Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta.
Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana, UGM.
Kemen. LH. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup
RI.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
15
BAB 3
Keanekaragaman Hayati
A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa memahami tentang keanekaragaman hayati, kekayaan jenis hayati di
Indonesia dan nilai keanekaragaman hayati.
B. URAIAN MATERI
1. Pendahuluan
Kekayaan hayati di dunia tidak tersebar seragam, daerah tropis umumnya merupakan
tempat hidup berbagai jenis spesies dalam jumlah yang besar dibandingkan daerah lain.
Secara efisien dan efektif diperlukan target dalam usaha konservasi dengan mengetahui
dimana pusat keanekaragaman hayati yang dijadikan tingkatan prioritas secara nasional
maupun internasional. Dalam skala global, secara sederhana dapat diidentifikasi daerah
target yang dimaksud dengan membuat penilaian (scoring) antar negara yang memiliki
kekayaan spesies yang tinggi. Seperti misalnya didasarkan atas kekayaan hayati vertebrata,
kupu-kupu dan tumbuh-tumbuhan terdapat 12 negara teridentifikasi sebagai
‘megadiversity’ yaitu: Brazil, Indonesia, Peru, Ecuador, Malaysia Colombia, Mexico, India,
Zaire, Madagaskar, China dan Australia. Negara-negara ini menyumbang lebih dari 70%
dari keseluruhan taxonomy spesies tersebut. Jika ditambah dan didasarkan atas kekayaan
hayati dari laut maka ‘megadiversity’ akan terpusat penyebarannya di wilayah ‘Coral
Triangle’ yaitu Indonesia, Filipina, Timor Timur, Malaysia dan Brunei (Sabah), Papua New
Guinea, Australia Utara serta Jepang di wilayah kepulauan paling selatan.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi dan merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan perlu dilestarikan
melalui perlindungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan, seperti diamanatkan dalam
UU Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Keanekaragaman Hayati, yang meliputi konservasi,
pemanfaatan berkelanjutan atas komponen keanekaragaman hayati, serta akses dan
pembagian keuntungan yang adil.
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi, yang ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah (genetik)
yang berada di dalam setiap jenisnya. Dengan demikian, Indonesia menjadi salah satu pusat
keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara mega-biodiversity.
Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan kekayaan alam yang dapat
memberikan manfaat serga buna, dan mempunyai manfaat yang vital dan strategis, sebagai
modal dasar pembangunan nasional, serta merupakan paru-paru dunia yang mutlak
dibutuhkan, baik di masa kini maupun yang akan datang.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
16
Namun demikian, Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman
lingkungan yang tinggi, terutama terjadinya kepunahan jenis dan kerusakan habitat, yang
menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan karena proses
/pembangunan, dimana jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah menyebabkan
kebutuhan dasar pun semakin besar, sehingga sering terjadi perubahan fungsi areal hutan,
sawah dan kebun rakyat baik oleh pemerintah maupun swasta. Keadaan demikian
menyebabkan menyusutnya keanekaragaman hayati dalam tingkat jenis. Ketika
pembangunan pemukiman, perkantoran, dan industri berjalan dengan cepat, secara
bersamaan terjadi penurunan populasi jenis tumbuhan, hewan dan mikroba. Maka dari itu
Indonesia merupakan salah satu wilayah prioritas konservasi keanekaragaman hayati dunia.
Sebagai kader bangsa, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan tentang
keanekaragaman hayati dan nilai pentingnya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian
mahasiswa akan memiliki kepekaan untuk menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan
keanekaragaman hayati Indonesia secara berkelanjutan.
2. Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodiversity, adalah semua kehidupan di atas bumi ini
baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang
dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi dimana mereka hidup. Termasuk
didalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme
yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan
lainnya. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari
organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel
satu hingga mahluk bersel banyak; dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai
tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
a. Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen
Jika mengamati tanaman bunga mawar, maka tanaman ini memiliki bunga yang
berwarna-warni, dapat berwarna merah, putih atau kuning. Contoh lain pada tanaman
pisang, keanekaragaman dapat ditemukan antara lain pada bentuk buahnya, rasa, dan
warnanya. Demikian juga pada hewan dapat dibandingkan antara ayam kampung,
ayam hutan, ayam ras, dan ayam lainnya. Disini akan terlihat keanekaragaman sifat
antara lain pada bentuk dan ukuran tubuh, warna bulu dan bentuk pial (jengger).
Keanekaragaman warna bunga pada tanaman mawar. Bentuk, rasa, warna pada buah
mangga, serta keanekaragaman sifat, warna bulu dan bentuk pial pada ayam, ini semua
disebabkan oleh pengaruh perangkat pembawa sifat yang disebut dengan gen. Semua
makhluk hidup dalam satu spesies/jenis memiliki perangkat dasar penyusun gen yang
serupa. Gen merupakan bagian kromosom yang mengendalikan ciri atau sifat suatu
organisme yang bersifat diturunkan dari induk/orang tua kepada keturunannya. Gen pada
setiap individu, walaupun perangkat dasar penyusunnya sama, tetapi susunannya
berbeda-beda bergantung pada masing-masing induknya. Susunan perangkat gen inilah
yang menentukan ciri atau sifat suatu individu dalam satu spesies.
Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen? Perkawinan antara dua
individu makhluk hidup sejenis merupakan salah satu penyebabnya. Keturunan dari hasil
perkawinan memiliki susunan perangkat gen yang berasal dari kedua induk/orang
tuanya. Kombinasi susunan perangkat gen dari dua induk tersebut akan
menyebabkan keanekaragaman individu dalam satu spesies berupa varietas yang terjadi
secara alami atau secara buatan. Keanekaragaman yang terjadi secara alami adalah
akibat adaptasi atau penyesuaian diri setiap individu dengan lingkungan, seperti pada
buah rambutan. Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi sifat yang tampak (fenotip)
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
17
suatu individu disamping ditentukan oleh faktor genetiknya (genotip), sedangkan
keanekaragaman buatan dapat terjadi antara lain melalui perkawinan silang (hibridisasi).
Gambar 3.1. Keanekaragaman genetik pada ayam
Pada manusia juga terdapat keanekaragaman gen yang menunjukkan sifat-sifat
berbeda, antara lain ukuran tubuh (besar, kecil, sedang); warna kulit (hitam, putih, sawo
matang, kuning); warna mata (biru, hitam, coklat), serta bentuk rambut (ikal, lurus,
keriting).
b. Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis
Dapatkah kita membedakan antara tumbuhan kelapa aren, nipah dan pinang? atau
membedakan jenis kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang buncis, kacang kapri,
dan kacang hijau? atau membedakan kelompok hewan antara kucing, harimau, singa
dan citah?. Jika hal ini dapat dibedakan dengan benar, maka paling tidak sedikitnya kita
telah mengetahui tentang keanekaragaman jenis.
Gambar 3.2. Keanekaragaman jenis mammalia
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
18
Untuk mengetahui keanekaragaman hayati tingkat jenis pada tumbuhan
atau hewan, dapat diamati, antara lain ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk dan
ukuran tubuh,warna, kebiasaan hidup dan lain-lain. Sebagai contoh dalam suku kacangkacangan, antara lain; kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau dan kacang buncis.
Di antara jenis kacang-kacangan tersebut dapat dengan mudah dibedakan, karena
diantara jenis tersebut ditemukan ciri-ciri yang berbeda antara ciri satu dengan yang
lainnya. Misalnya ukuran tubuh atau batang (ada yang tinggi dan pendek); kebiasaan
hidup (tumbuh tegak, ada yang merambat), bentuk buah dan biji, warna biji, jumlah
biji, serta rasanya yang berbeda.
Sebagai contoh hewan adalah suku Felidae. Walaupun hewan-hewan tersebut
termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaanperbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran
tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya.
c. Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem
Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen
biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai
makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita.
Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua
disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam),
tingkat keasaman, dan kandungan mineral. Baik komponen biotik maupun komponen
abiotik sangat beragam atau bervariasi. Oleh karena itu, ekosistem yang merupakan
interaksi antara komponen biotik dengan komponen abiotik pun bervariasi pula.
Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu
melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup
dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini
menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Apa yang menyebabkan
terjadinya keanekaragaman tingkat ekosistem?. Perbedaan letak geografis antara
lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem.
Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim
menyebabkan terjadinya perbedaan temperature, curah hujan, intensitas cahaya matahari,
dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis flora
(tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah.
Di daerah dingin terdapat bioma Tundra. Di tempat ini tidak ada pohon, yang
tumbuh hanya jenis lumut. Hewan yang dapat hidup, antara lain rusa kutub dan beruang
kutub. Di daerah beriklim sedang terdpat bioma Taiga. Jenis tumbuhan yang paling
sesuai untuk daerah ini adalah tumbuhan conifer, dan fauna/hewannya antara lain anjing
hutan, dan rusa kutub.
3. Kekayaan Jenis Hayati Indonesia
Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman hayati
terbesar di dunia untuk darat dan laut. Dari 1,5 juta spesies yang telah diidentifikasi di
muka bumi ini hampir setengahnya ada di Indonesia untuk ikan dan moluska, tidak
kurang dari 30% untuk serangga dan reptilia, 25% untuk fungi, atau secara total
setidaknya 20% dari keragaman hayati dunia ada di Indonesia (Tabel-1). Gambaran itupun
baru dari yang telah teridentifikasi, belum termasuk yang banyak sekali belum
teridentifikasi terutama keragaman hayati di bawah laut dan mikroba yang baru
diperkirakan teridentifikasi tidak lebih dari 10% dari semua jenis kehidupan mikroba.
Kekayaan hayati Indonesia dimungkinkan oleh beberapa hal, yaitu: letaknya
diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia); jumlah
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
19
pulaunya yang amat banyak; serta sifat-sifat geografisnya yang unik. Tak ada negara lain
di dunia yang mempunyai keadaan sama dengan Indonesia karena terletak di antara dua
wilayah biogeografi yaitu Indo-Malaya dan Australia dengan garis Wallace diantaranya.
Oleh karena itu, Indonesia tidak hanya merupakan negara mega biodiversity tetapi juga
mempunyai tingkat endemisme yang tinggi.
Dari segi ekosistem, paling tidak terdapat 42 ekosistem daratan alami dan lima
ekosistem lautan terdapat di Indonesia, dari padang es dan padang rumput pegunungan di
Irian Jaya sampai berbagai jenis hutan hujan dataran rendah di Kalimantan; dari terumbu
karang sampai padang lamun di laut dan rawa bakau atau mangrove. Keanekaragaman
ekosistem menghasilkan keanekaragaman spesies. Walaupun menempati hanya 1,3%
wilayah daratan bumi, Indonesia memiliki 17% dari seluruh jumlah spesies dunia. Dari
segi fauna Indonesia memiliki fauna dari kawasan Indo-Malaya (Asia), dan dari kawasan
Australia. Indonesia dihuni paling tidak oleh 12% mammalia dunia, 15% amphibi dan
reptilia, 17% dari semua burung dan 37% dari ikan dunia. Flora Indonesia termasuk ke
dalam wilayah Malenesia dan paling tidak mengandung 11% dari spesies tanaman
berbunga yang diketahui. Tingkat endemisme di Indonesia tinggi terutama di pulau-pulau
Sulawesi, Irian Jaya dan Mentawai.
Kebutuhan Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara ekologis dan
berkelanjutan sudah sangat mendesak. Eksploitasi berlebihan akan meningkatkan risiko
terjadinya perusakan lingkungan dan mengurangi pilihan untuk pembangunan di masa
depan. Eksploitasi biota secara berlebihan bukan merupakan tujuan bagi pembangunan
jangka panjang Indonesia. Keputusan-keputusan yang sulit harus diambil untuk dapat
menjamin penurunan tingkat eksploitasi bagi populasi organisme di Indonesia.
Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi
kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan masyarakat Indonesia maupun bagi negara
secara keseluruhan. Sekitar 40 juta orang Indonesia hidupnya ditopang langsung oleh
keanekaragaman hayati, dengan menggantungkan hidupnya pada hutan, sumberdaya
pesisir dan laut maupun pertanian. Masyarakat menggunakan lebih dari 6.000 spesies
tanaman dan hewan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi negara, keanekaragaman hayati adalah sumberdaya yang mempunyai arti
ekonomi yang penting. Adanya sumberdaya alam hayati yang berlimpah, terutama dalam
hal tumbuhan yang bernilai ekonomi dan dalam keanekaragaman jenis membuat Indonesi
juga dikenal sebagai pusat keanekaragaman dunia atau pusat vavilov. Banyak jenis
tanaman yang kini mempunyai makna global dan nasional berasal dari Indonesia. Selain
itu hutan menyediakan lebih dari 100 spesies pohan kayu dengan nilai ekspor sekitar US $
4,5 milyar setiap tahun, sementara devisa dari hasil hutan non-kayu mencapai US $ 300
juta per tahun. Sektor perikanan Indonesia menyumbangkan sekitar US $ 2 milyar pada
tahun 1991 atau 5% dari total ekspor non-migas.
Penyebaran Flora Fauna di Indonesia, tumbuhan atau flora Indonesia termasuk
dalam pengaruh flora Asia dan Australia yang terbagi dalam tiga zona. Flora zona barat
didominasi suku Dipterocarpaceae yang meliputi Pulau Sumatera dan sebagian
Kalimantan (dipengaruhi vegetasi Asia), pada zona timur dipengaruhi vegetasi Australia
yang meliputi pulau-pulau Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Pada zona timur
banyak didominasi suku Araucariaceae dan Myrtaceae. Antara kedua zona tersebut adalah
zona peralihan meliputi pulau Jawa dan Sulawesi yang didominasi suku Araucariaceae,
Myrtaceae dan Verbenaceae.
Hewan atau fauna Indonesia juga dipengaruhi oleh fauna Asia dan Australia. Zona
tengah sering disebut garis Wallace yang meliputi pulau Bali dan Lombok terus ke utara
Pulau kalimantan dan Sulawesi sampai sebelah selatan Kepulauan Filipina. Pada zona
tersebut dapat dijumpai jenis-jenis endemik yaitu burung jalak Bali (Leucopser rotschildii)
yang hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Bali Barat, babi rusa (Babyroussa
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
20
babirussa) di Pulau Sulawesi. Zona barat meliputi pulau-pulau di sebelah barat garis
Wallace. Pada zona tersebut fauna yang dijumpai adalah gajah Asia (Elephas maximus
sumatranus) di hampir seluruh pulau Sumatera, badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di
Taman Nasional Ujung Kulon. Sedang zona timur meliputi pulau-pulau di sebelah timur
garis Wallace, antara lain dijumpai komodo (Varanus comodoensis) di pulau Komodo,
kangguru pohon, burung kasuari dan cenderawasih dijumpai di Irian Jaya.
4. Nilai Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keberlangsungan
kehidupan manusia. Dengan mengetahui potensi dari nilai dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati, diharapkan kita mampu melakukan kegiatan-kegiatan
pemanfaatan secara lestari untuk mempertahankan kekayaan sumber daya hayati. Nilai dan
manfaat keanekaragaman hayati tersebut antara lain:
a. Pasokan makanan
1) Hewan; hanya beberapa dari spesies hewan yang telah didomestikasi untuk produksi
makanan. Pada dasarnya semua protein dari hewan hanya berasal dari domestikasi
hewan liar yang pernah dilakukan oleh manusia, termasuk proses pemuliaannya.
Contoh Ikan menjadi hewan yang didomestikasi melalui teknik akuakultur
saat ini dikonsumsi hamper menyamai hasil tangkapan laut.
2) Tanaman; hanya sebagian kecil tanaman di dunia telah dimanfaatkan untuk bahan
makanan dalam skala besar. Kurang lebih 10.000-50.000 spesies diperkirakan
dapat
dimakan, tetapi hanya sedikit sekali yang telah dipergunakan sebagai
makanan manusia. Sementara perkonomian menjadi
semakin mengglobal,
manusia cenderung mengkonsentrasikan beberapa spesies saja, sehingga
dewasa ini 90 % makanan di dunia berasal dari sedikitjenis tanaman saja di
antaranya: gandum, jagung, dan beras.
Meskipun terdapat lebih dari 10.000 spesies padi-padian, tidak ada spesies baru
yang dibudidayakan sejak 2000 tahun yang lalu. Bahayanya tergantung hanya
pada beberapa jenis tanaman adalah diilustrasikan oleh kelaparan di Irlandia (potato
famine) yang terjadi tahun 1845-1847. Irlandia hanya menggantungkan satu jenis
tanaman sebagai sumber karbohidrat, yaitu kentang. Penyakit hawar daun (leaf
blight) menghancurkan tanaman kentang di negara ini dan menyebabkan kelaparan,
kurang lebih 1 juta orang meninggal. Gen dari tumbuhan liar merupakan sumber gen
dengan karakteristik yang berguna untuk tanaman yang dibudidayakan. Tanaman
kentang liar diketemukan di Peru dan ketika disilangkan dengan kentang yang telah
dibudidayakan, varietas yang dihasilkan resisten terhadap penyakit hawar daun.
Tanaman padi dilindungi dari empat macam penyakit oleh gen yang diambil dari
spesies padi liar di India. Di Asia dan Afrika produksi ketela pohon meningkat berlipatlipat karena adanya varietas yang tahan penyakit yang berasal dari ketela pohon liar dari
Brazil. Industri gula di Amerika Serikat diselamatkan dari kehancuran dengan
mengintroduksi spesies liar dari Asia. Tomat liar dari Pegunungan Andes
telah dipergunakan untuk meningkatkan kandungan gula pada varietas tomat
yang telah dibudidayakan. Spesies tumbuhan liar biasanya memiliki variabiltas genetik
yang besar, sehingga strain yang berbeda dapat dikembangkan melalui pemuliaan.
Ini merupakan alasan penting untuk mengonservasi tidak hanya spesies, tetapi sampel
dari variabilitas genetik di dalam spesies: sampel dari lokasi berbeda, subspesies
berbeda.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
21
b. Produk pestisida alami
Banyak tumbuhan tropis menghasilkan bahan kimia. Masyarakat lokal
telah menemukan banyak tumbuhan berguna sebagai racun atau obat-obatan.
Chrysanthemum, pertama kali digunakan seabad lalu di Timur Tengah untuk obat kutu.
Bijinya mengandung purethrin. Telah dipergunakan untuk sampo obat kutu, dan obat
semprot serangga di rumah dan obat nyamuk bakar.
Tuba.(Deris), dipergunakan untuk meracun ikan, mengandung rotenone. Pohon
mamba (Azadirachta indica).- Sebagai sumber insektisida (azadirachtin), fungisida dan
spermasida dan berharga untuk pengendalian kelahiran.
Azadirachta indica
c. Obat-obatan
Potensi untuk menemukan senyawa obat-obatan pada organisme liar sangat besar
dan memberikan salah satu alasan untuk konservasi biodiversitas. Ini terutama di hutan
tropis. Sesungguhnya industri farmasi lebih tergantung pada produk alami. Kurang lebih
seperempat obat-obatan yang beredar diambil secara langsung dari tumbuhan atau versi
bahan kimia yang dimodifikasi dari senyawa tumbuhan. Kurang lebih 121 obatobatan berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, termasuk morfin, codeine, quinine,
atropine, dan digitalis. Namun, kurang dari 1% tumbuhan hutan tropis telah diuji sebagai
sumber obat-obatan.
Tumbuhan liar telah mengembangkan mekanisme pertahanan kimiawi selama
jutaan tahun. Bahan kimia yang dikembangkan adalah racun yang sangat spesifik yang
menyerang herbivora. Meskipun bahan kimia ini sering beracun, kadang-kadang bila
diberikan dengan dosis dan cara yang tepat, atau diubah sifat kimiawinya,
dapat dipergunakan untuk obat. Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai
obat antara lain kumis kucing (sakit kencing batu dan ginjal), jambu batu (diare), salam
(darah tinggi), kunir (maag, hepatitis), tapak dara (kanker dan diabet).
Kumis kucing
kunir kuning/kunyit
tapak dara
d. Pupuk
Penelitian yang dilakukan baru-baru ini telah berhasil mengidentifikasi spesies
bakteria dari lautan dalam yang mampu menambat nitrogen, mengonversinya menjadi
bentuk yang dapat dipergunakan sebagai pupuk.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
22
e. Bahan Baku Rumah Tangga/ Industri
Serat, misal ulat sutera, Pelapis (coating).- misal lak Adesif.- Casein, protein dan tanin
telah dipergunakan secara intensif sebagai lem untuk industri.
Biopolimer.- Terutama polimer seperti plastik telah dihasilkan dari bakteri dan secara
teoritis dapat dihasilkan oleh tanaman. Sehingga senyawa kimia ini dapat
diproduksi dengan menumbuhan tanaman tertentu.
Minyak.- Minyak dari fosil dapat juga disintesis dari produk tanaman.
Enzim.- Beberapa bakteri yang hidup pada sumber air panas dapat hidup pada suhu
setinggi 113 oC dan mungkin berguna dalam produksi enzim yang stabil pada suhu
tinggi (misal untuk cuci mesin).
f. Manfaat lingkungan
Organisme liar melakukan fungsi-fungsi lingkungan yang vital dan kita
mengalami kesulitan untuk melakukannya sendiri. Kelalawar menyerbuki sukun, jambu
biji, durian, kaliandra dsb. Mikroorganisme mendekomposisi sampah dan serasah.
Cacing tanah membalik tanah dan menjaga aerasi. Bakteri tanah merubah
nitrogen menjadi pupuk nitrat. Tumbuhan menyerap karbon dioksida dan menghasilkan
oksigen, sehingga mengurangi pemanasan global karena CO2. Semua manfaat ini
adalah gratis dan biasanya diterima apa adanya (taken for granted) dan baru
disadari kalau tidak memberikan manfaat lagi.
Bioremediasi (fitoremediasi) mengacu kepada penggunaan organisme untuk
membersihkan limbah beracun. Beberapa spesies tumbuhan yang hidup alami
dalam tanah dengan kandungan metal berat yang tinggi telah mengembangkan
mekanisme biokimiawi
untuk mengekstraksi metal
ini
dari
tanah
dan
mengakumulasinya dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan tumbuhan.
5. Konservasi Keanekaragaman hayati
Upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam pelestarian (konservasi) keanekaragaman
hayati antara lain sebagai berikut:
a. Taman Nasional, merupakan kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik di
darat maupun di perairan. Beberapa taman nasional di Indonesia:
1) Taman Nasional Gunung Leuser; terletak di Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi
Daerah Istimewa Aceh. Contoh tumbuhan yang dilestarikan: meranti, keruing, durian
hutan, menteng, Rafflesia arnoldi var.atjehensis. Hewan yang dilestarikan: gajah,
beruang Malaya, harimau Sumatra, badak Sumatra, orangutan Sumatra, kambing
sumba, itik liar, tapir.
2) Taman Nasional Kerinci Seblai; terletak di Propinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan dan Bengkulu. Tumbuhan yang dilestarikan: bunga bangkai (Amorphophalus
titanium), Rafflesia arnoldi, palem, anggrek, kismis. Hewan yang dilestarikan: tapir,
kelinci hutan, landak, berang-berang, badak Sumatra, harimau Sumatra, siamang, kera
ekor panjang.
3) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan; terletak di propinsi Bengkulu sampai
Lampung. Tumbuhan yang dilestarikan: meranti (Shorea sp), keruing (Diptetrocarpus
sp), damar (Agathis alba), kemiri (Aleurites moluccana), mengkudu (Morinda
citrifolia), Rafflesia arnoldi. Hewan yang dilestarikan: gajah, tapir, badak Sumatra,
landak, trenggiling, ular sanca, bangau putih, rangkong, dan lain-lain.
4) Taman Nasional Ujung Kulon; terletak di kawasan ujung barat Pulau Jawa. Taman
Nasional ini merupakan habitat terakhir dari hewan-hewan yang terancam punah,
seperti: badak bercula satu (Rhinoceros sendaicus), banteng (Bos sondaicus), harimau
loreng (Panthera tigris), dan surili (Presbytis aygula).
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
23
b. Cagar Alam, kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan
ekosistem, yang perkembangannya diserahkan pada alam. jadi di cagar alam digunakan
untuk melindungi hewan2 dan tumbuhan2 langka.
c. Suaka marga satwa, berbeda dengan cagar alam kepentingan khusus suaka marga satwa
adalah untuk melestarikan hewan2 langka.
d. Kebun Raya, kumpulan tumbuh-tumbuhan di suatu tempat, berasal dari berbagai daerah
yang ditanam untuk tujuan konservasi ex situ (pelestarian di luar tempat asalnya), ilmu
pengetahuan, dan rekreasi, contoh: Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Purwodadi.
e. Hutan Wisata, kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya perlu dibina
dan dipertahankan sebagai hutan, yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan,
konservasi alam, dan rekreasi. Contoh hutan wisata yaitu hutan wisata Pangandaran.
f. Taman laut, merupakan wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa ke-indahan
alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam, yang diperuntukkan guna
melindungi plasma nutfah lautan. Contoh: Bunaken di Sulawesi Utara.
g. Hutan lindung, kawasan hutan alam yang biasanya terletak di daerah pegunungan yang
dikonservasikan untuk tujuan melindungi lahan agar tidak tererosi dan untuk mengatur
tata air. Contoh: Gunung Gede Pangrango.
C. STUDI KASUS
1. Lakukan pengamatan keanekaragaman hayati pada beberapa lokasi taman di Unnes,
Kebun Pendidikan, dan Taman Kehati Unnes. Jelaskan upaya yang harus dilakukan
untuk mempertahankan dan mengembangkan taman tersebut.
2. Lakukan kajian, pengamatan, dan analisis tentang potensi keanekaragaman hayati di
sekitar tempat tinggalmu. Bagaimana peran manusia dalam melestarikan
keanekaragaman hayati tersebut?
D. LATIHAN
1.
2.
3.
4.
5.
Jelaskan pengertian keanekaragaman hayati!
Jelaskan berbagai macam keanekaragaman hayati dan berikan contohnya!
Bagaimanakah kondisi kekayaan jenis hayati yang dimiliki Indonesia?
Jelaskan nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati bagi kehidupan manusia?
Berikan contoh perilaku atau tindakan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sebagai
kader bangsa dalam menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia!
E. PENUGASAN
1. Lakukan inventarisasi kekayaan jenis hayati di sekitar fakultas (masing-masing) dan
lingkungan kampus Unnes.
2. Berilah saran tentang jenis, pengelolaan dan penataan keanekaragaman hayati yang
ada di sekitar kampus Unnes.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
24
F. DAFTAR PUSTAKA
IUCN-UNEP, WWF. Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkelanjutan.
Jakarta: PT.Gramedia.
Salim, E. 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.
Soemarwoto, O. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung:
Penerbit Djambatan.
Soerjani, M., Rofiq, M. dan M. Rozy, M. 1987. Lingkungan Sumberdaya Alam dan
Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
25
E.
BAB
4
Masalah Lingkungan
A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu memahami tentang permasalahan lingkungan, jenis masalah
lingkunga global, nasional, dan lokal, mengenal beberapa kasus kerusakan lingkungan.
B. URAIAN MATERI
1. Lingkungan dan Permasalahannya
Masalah Iingkungan sudah ada sejak dahulu kala, tetapi dampaknya yang lebih luas
mulai dirasakan pada dasawarsa 1950-an, akibat dari berkembangnya teknologi. Menurut
Soeriaatmadja (1990), suatu penemuan yang sangat besar dampaknya terhadap alam
pikiran manusia pada abad ke 20 ini ialah ketika manusia berhasil pertama kalinya
mengarungi angkasa kuar dengan pesawat luar angkasa. Dari jendela pesawat para
astronot dapat melihat planet bumi kita yang dihuni oleh bermacam-macam makhluk
hidup. Pandangan lama menganggap bahwa manusia hidup di tengah-tengah berbagai
benua yang terhampar luas tanpa batas dan dipisahkan oleh samudra yang batasnya tak
jelas. Sehingga dengan berhasilnya manusia mengarungi angkasa luar, manusia juga dapat
mengamati kerusakan planet bumi dari atas bumi.
Kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kerusakan kehidupan, contohnya smog,
asap menyerupai kabut yang berasal dari buangan mobil dan pabrik yang kemudian
bereaksi dengan matahari, akan menganggu kesehatan (sistem pernafasan). Juga pengaruh
logam berat air raksa (Hg) yang menyebabkan penyakit Minamata serta Iimbah logam
kadmium (Cd) yang menyebabkan penyakit Itai-itai, keduanya di Jepang. Contoh di atas
telah menarik perhatian serius beberapa negara sejak mulai 1970-an. Tepatnya setelah
diselenggarakan konferensi PBB tentang Iingkungan hidup di Stockholm 5-11 Juni 1972.
Sehingga tanggal 5 Juni selain dijadikan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (The
Environment Day), didirikan pula badan PBB yang mengurus masalah lingkungan yaltu
United Nation Environmental Programme (UNEP). Perlu diketahui bahwa pada
konferensi tersebut ikut serta perwakilan Indonesia, yang sebelumnya telah mengadakan
seminar tentang lingkungan hidup untuk pertama kalinya di Indonesia 15-18 Mei 1972
(Soemarwoto, 1997).
Beberapa hal pokok yang menyebabkan timbulnya masalah lingkungan antara lain
adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, meningkatnya kualitas dan kuantitas
limbah, adanya pencemaran lintas batas negara.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
26
2. Masalah Lingkungan Secara Global
Masalah lingkungan saat ini menjadi salah satu isu yang paling sering dibahas baik
oleh pemerintah, peneliti maupun badan organisasi di level internasional maupun lokal.
Beberapa masalah lingkungan global antara lain:
a. Perubahan Iklim (Pemanasan Global)
Iklim bumi telah berganti beberapa kali sepanjang sejarah sampai saat ini, terentang
mulai jaman es sampai periode-periode panjang bumi menjadi hangat dan es mencair.
Berdasarkan sejarah, faktor-faktor alam seperti erupsi vulkanik, perubahan orbit bumi,
dan jumlah energi yang dilepaskan oleh matahari dapat mempengaruhi iklim bumi. Sejak
akhir abad 18, aktivitas manusia yang berhubungan dengan revolusi industri juga telah
mengubah komposisi atmosfer sehingga mempengaruhi iklim bumi.
Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC),
perubahan iklim adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan
mengakibatkan perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan selama
kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim telah menjadi masalah yang sering diteliti oleh para ahli. Masalah
perubahan iklim ini muncul bersama krisis ekonomi, kesehatan dan keselamatan,
produksi pangan, keamanan dan dimensi-dimensi yang lain. Perubahan pola iklim,
sebagai misal, mengancam produksi pangan melalui meningkatnya curah hujan yang
tidak normal, meningkatnya permukaan air laut mengkontaminasi persediaan air tawar di
pesisir dan meningkatnya resiko bencana banjir, dan menghangatnya atmosfer juga
membuat penyebaran hama dan penyakit tropis ke daerah lain.
Beberapa efek lain dari perubahan iklim antara lain:
o
1. Meningkatnya suhu bumi. Rata-rata kenaikan suhu global sekitar 0,74 C selama abad
20 ini. Kenaikan selama 50 tahun terakhir ini hampir 2 kali lebih tinggi dibanding 100
tahun sebelumnya.
2. Terdapat karbon dioksida lebih banyak di atmosfer. Karbon dioksida adalah
penyumbang utama terjadinya perubahan iklim.
3. Banyak curah hujan dan banyak terjadi kekeringan. Terjadi curah hujan yang lebih
tinggi pada daerah timur Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara
dan Asia Tengah selama dekade belakangan ini. Tetapi di Mediterania, Afrika Selatan
dan sebagian Asia Selatan mengalami kekeringan.
4. Kenaikan permukaan air laut. Total kenaikan permukaan air laut selama abad 20
sekitar 0,74 meter dan ini jauh lebih besar dibandingkan kenaikan selama 2000 tahun
sebelumnya.
5. Berkurangnya lapisan es, terutama pada musim panas.
b. Penipisan Lapisan Ozon
Lapisan ozon adalah lapisan konsentrasi molekul ozon yang terdapat di stratosfer.
Ozon adalah senyawa kimia yang terdiri dan 3 atom oksigen (O3). Sekitar 90% dari ozon
yang ada di bumi terdapat di lapisan ozon. Di lapisan atmosfer (dekat permukaan bumi)
ozon dapat mengganggu kesehatan, tetapi di lapisan stratosfer ozon akan melindungi
mahluk hidup dan sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Berlubangnya
lapisan ozon mengakibatkan semakin banyak radiasi yang mencapai permukaan bumi.
Untuk manusia, paparan sinar UV yang berlebihan dapat mengakibatkan kanker kulit,
katarak, dan memperlemah sistem kekebalan tubuh. Peningkatan radiasi UV juga
mengakibatkan berkurangnya hasil panen dan gangguan pada rantai makanan di laut.
Berlubangnya lapisan ozon sebagian besar disebabkan oleh CFC
(Chlorofluorocarbons), HCFC (Hydrochlorofluorocarbons), HFC (Hydrofluorocarbons),
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
27
dan PFC (Perfluorocarbon). Gas-gas ini biasanya digunakan pada AC dan lemari es, emisi
dari industri energi, semen, pulp dan kertas. Peristiwa berlubangnya ozon karena CFC
melalui urutan sebagai berikut: CFC terlepas dari sumber dan naik ke stratosfer, sinar
matahari memecah CFC sehingga menjadi atom klorin yang kemudian menjadi penyebab
rusaknya lapisan ozon.
c. Efek Rumah Kaca
Selain penipisan ozon, masih banyak lagi ancaman Iingkungan yang dapat
mempengaruhi kehidupan kita, yaitu adanya gas pencemar (polutan) yang menyebabkan
efek rumah kaca (ERK). Gas-gas pencemar akan melapisi bumi sehingga sinar matahari
yang berhasil menerobos, panasnya akan tertahan tidak dapat lepas kembali ke atmosfer
bebas. Fenomena ini menyerupai efek rumah kaca (green house effect), suhu dalam
rumah kaca lebih tinggi karena panasnya tidak dapat menembus kaca. Sebenarnya bila
bumi ini tidak ada gas polutan yang membentuk gas rumah kaca (GRK) seperti CO, Ca 2,
metana, maka suhu rata-rata permukaan bumi hanya -18°C suhu yang dingin bagi
kehidupan mahluk hidup. Tetapi dengan meningkatnya kadar GRK akan meningkat pula
ERK (efek rumah kaca) sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula, sehingga
menyebabkan pemanasan global.
Gambar 4.1. Efek Rumah Kaca. Sumber: Assessment Report of
Intergovernmental Panel on Climate Change, UNEP dan
WMO, Cambridge University Press, 1996
d. Hujan Asam
Hujan asam adalah istilah yang secara luas digunakan untuk campuran materi asam
nitrit dan asam sulfit baik secara basah dan kering dari atmosfer melebihi jumlah normal.
Penyebab atau unsur kimia pembentuk dari hujan asam berasal dari sumber-sumber alami
seperti kegiatan vulkanik dan vegetasi yang terurai, maupun yang diakibatkan oleh
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
28
aktivitas manusia, yang terutama berasal dari sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida
(NOx) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.
Unsur-unsur kimia asam dapat berupa hujan yang mengandung asam, fog (kabut
asap), dan salju. Jika unsur-unsur asam di udara tertiup angin dimana kondisi cuaca
lembab, unsur kimia tersebut akan jatuh ke tanah dalam bentuk hujan, salju, fog, atau
kabut. Setelah jatuh ke bawah dan mengalir akan mempengaruhi bermacam-macam
tanaman dan hewan.
Gambar 4.2. Sumber dan Terbentuknya Hujan Asam. Sumber: www.epa.gov
Pada area dengan cuaca kering, unsur kimia asam dapat berupa debu atau asap dan
jatuh ke tanah dalam bentuk deposisi kering, menempel ke tanah, gedung, rumah, mobil
dan pepohonan. Partikel gas dan padat bersifat asam ini dapat terbilas air hujan dan jatuh
sebagai air limpasan yang mengandung asam. Sekitar separuh dari keasaman di atmosfer
turun ke tanah dalam bentuk deposisi kering.
3. Masalah Lingkungan Secara Nasional
Masalah lingkungan secara nasional tidak jauh berbeda dengan masalah lingkungan
secara global. Bedanya terletak pada corak, bobot besaran masalahnya. Masalah
lingkungan secara nasional mempunyai persamaan yang jelas bila dibandingkan dengan
masalah lingkungan di negara-negara berkembang dalam lingkup nasional.
Keadaan dan masalah lingkungan pada tingkat nasional didahului oleh uraian
mengenai keadaan dan masalah kependudukan yang secara global merupakan penyebab
utama dan munculnya masalah lingkungan tersebut. Masalah kependudukan di Indonesia
ditandai oleh laju pertumbuhan penduduk relatif masih tinggi, penyebaran penduduk
belum berimbang, dan mutu kehidupan penduduk secara umum masih perlu ditingkatkan.
Hal demikian dibarengi oleh berbagai pola dan langkah pembangunan yang
cenderung:
a. Merusak/mengganggu sistem pendukung kehidupan manusia
b. Menciptakan ancaman dan bahaya buatan manusia dalam bentuk berbagai sumber
bencana
c. Berlanjutnya dampak dan resiko lingkungan ini pada generasi masa datang
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
29
d. Makin lemahnya struktur dan fungsi organisasi sosial masyarakat dalam berperan serta
dalam mendukung kegiatan pembangunan maupun mengelola lingkungan
Masalah lingkungan nasional (lokal) yang ditimbulkan juga menimbulkan kerusakan pada
alam, yaitu :
1)
Kerusakan Hutan Tropis
Kerusakan disebabkan penjarahan yang dilakukan secara terang-terangan
menyebabkan hutan-hutan rusak parah. Disamping penjarahan kerusakan juga
diakibatkan karena kebakaran baik karena faktor alam maupun ulah manusia yang tidak
bertanggungjawab.
Luas daratan Indonesia mencapai 190,47 juta Ha, terbagi atas Kawasan Hutan
Negara seluas 130,61 juta Ha (69%) dan areal penggunaan lain seluas 59,86 juta Ha
(31%). Kawasan hutan negara terbagi atas hutan konservasi (21,17 juta Ha), hutan
lindung (32,06 juta Ha), hutan produksi (77,37 juta Ha) (Kementerian Kehutanan,
2012). Di dalam Pasal 4 ayat (1) UU NO. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
dikemukakan, semua hutan di dalam wilayah republik indonesia termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Di dalam Pasal 38 UU NO.41 Tahun 1999:
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam Kawasan Hutan Produksi dan
Kawasan Hutan Lindung.
(2) Penggunaan kawasan hutan tersebut dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok
kawasan hutan.
(3) Penggunaan kawasan hutan untuk Pertambangan dilakukan melalui Ijin Pinjam
Pakai oleh Menhut. Pada kawasan Hutan Lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
(4) Pemberian ijin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupan luas serta
bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DPR
Implementasi instrumen perundangan secara konsisten telah menurunkan laju
deforestasi di Indonesia. Tingkat deforestasi terbesar terjadi pada awal era reformasi
(1996-2000), yang mencapai 3,51 juta Ha per tahun. Laju deforestasi berangsur-angsur
dapat diturunkan sehingga tinggal 0,45 juta Ha pada tahun 2009-2011. Tingkat
deforestasi sejak tahun 1990 sampai dengan 2011, disajikan pada Gambar 3.3.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
30
Tingkat Deforestasi
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
3,51
2,83
1,87
1,37
0,68
0,5
1,08
0,780,3
1,17
0,76
0,41
0,83
0,61
0,22
0,45
0,32
2006-2009
2009-2011
0,13
1990-1996
Seluruh Indonesia
1996-2000
2000-2003
2003-2006
Di dalam Kawasan Hutan
Di luar Kawasan Hutan (APL)
Deforestasi
1990-1996
1996-2000
2000-2003
2003-2006
2006-2009
2009-2011*
National
1,87
3,51
1,08
1,17
0,83
0,45
1,37
2,83
0,78
0,76
0,61
0,32
0,5
0,68
0,3
0,41
0,22
0,13
Kawasan
Hutan*
Di Luar
Kawasan
Source: Ministry of Forestry
39
Gambar 4.3. Tingkat Deforestasi di Indonesia 1990-2011
Unnes Menanam di Kalisegoro dan Mangunsari
Untuk mengendalikan laju deforestasi dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi
dan reforestasi. Badan Pengembang Konservasi Universitas Negeri Semarang
bersama Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi melakukan penanaman pohon di
Kelurahan Kalisegoro dan Mangunsari, Kecamatan Gunungpati, Semarang, Jumat
(27/1). Dalam kegiatan itu, tak kurang dari 650 mahasiswa angkatan 2010 kedua
fakultas ambil bagian. Jumlah dan jenis bibit yang ditanam berdasar pada usulan dari
masing-masing kelurahan yang dikoordinasikan dengan Unnes. Adapun bibit yang
ditanam di Kelurahan Kalisegoro, yakni rambutan 275 bibit, manggis 120, durian 100,
mahoni 125, dan trembesi 30 bibit. Sedangkan di Kelurahan Mangunsari ditanami
bibit durian 100, manggis 25 dan trembesi 40.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari program One Man, One Tree yang
digalakkan Unnes sebagai universitas konservasi. Kegiatan menanam ini merupakan
upaya nyata mewujudkan Kecamatan Gunungpati sebagai salah satu daerah hijau dan
sentra buah. Penanaman ini merupakan wujud kepedulian mahasiswa terhadap
lingkungan sekitar.
(Sumber: www.unnes.ac.id, Senin, 30 Januari 2012 | 14:08 )
2)
Kerusakan terumbu karang
Terumbu karang adalah suatu tumbuhan dan hewan yang berada di daerah perairan laut
dangkal. Fungsi terumbu karang sebagai :
1. Penahan gelombang sehingga erosi tepi pantai dapat dikurangi
2. Tempat tinggal tetap atau sementara bagi berbagai jenis hewan serta tempat,
persembunyian yang paling aman bagi hewan-hewan kecil
3. Tempat tumbuhnya berbagai macam zooxantellae dan alga, sehingga pada siang hari
menghasilkan O2 yang diperlukan ikan dan mahluk hidup di bumi,serta dapat
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
31
dijadikan taman laut yang paling mengesankan.
4. Sumber penghasilan dan makanan bagi masyarakat pesisir karena potensi perikanan
terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
5. Bahan obat-obatan penyakit kanker berasal dari biota terumbu karang
6. Tujuan pariwisata yang indah dan unik
Kerusakan terumbu karang sampai kedalaman 3 m di Indonesia sangat
mengkhawatirkan. Kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan terumbu karang antara
lain penangkapan udang atau ikan dengan merusak karang, pengambilan karang untuk
bangunan, pembersihan karang dari perairan pantai untuk keperluan pariwisata. Dengan
rusaknya terumbu karang maka fungsi terumbu karang sebagai penahan gelombang,
tempat tinggal banyak organisme, potensi ekonomi dan pariwisata jelas terganggu.
Terumbu Karang Buatan
Keberadaan terumbu karang buatan (TKB) berdampak terhadap produktivitas
fitoplankton, juvenil ikan, dan hasil tangkapan. Dengan adanya TKB secara langsung
maupun tidak langsung berupa membaiknya potensi fitoplankton, yang berpotensi
sebagai pakan alami yang mendukung kehidupan dan tumbuh kembangnya biota laut.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara kelimpahan
plankton sebelum dan sesudah adanya TKB.
Sumber: Sri Mulatsih, 2004
3)
Kerusakan hutan bakau.
Hutan bakau atau lebih dikenal dengan mangrove adalah hutan yang tumbuh
sepanjang daerah pantai atau sekitar muara sungai dan sangat dipengaruhi pasang surut air
laut. Ekosistem hutan mangrove tumbuh di daerah pantai yang landai dan terlindung.
Tempat yang paling ideal untuk pertumbuhan hutan mangrove adalah sekitar muara dan
delta sungai yang lebar dan kaya dengan lumpur dan pasir.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km,
memiliki hutan mangrove yang sangat luas. Menurut data hutan mangrove Indonesia
dipekirakan 3,6 milyar hektar khususnya di sepanjang pantai timur Sumatra, pantai
Kalimantan dan Irian Jaya. Fungsi hutan bakau (Reksodihardjo dan Lilley, 1996) adalah
sebagai berikut:
1. Hutan bakau merupakan sumber daya yang kaya baik dalam hal penyedia tempat
tinggal bagi binatang air seperti ikan, udang dan penyedia kayu atau pemanfaatan
daun bakau bagi binatang ternak.
2. Selama proses pembusukan, hutan bakau menjadi sumber makanan utama untuk
moluska, kepiting, cacing dan binatang-binatang kecil lainnya.
3. Sebagai pelindung dan stabilisator garis pantai dan bahaya abrasi.
4. Sebagai pengikat lumpur dalam pembentukan lahan.
5. Sebagai lahan yang digunakan untk berbagai kegiatan manusia, seperti tempat
pemancingan atau tempat wisata.
6. Buah dan daun beberapa tumbuhan bakau dapat dimanfaat nelayan sebagai makanan
dan obat, seperti di Asia Tenggara, abu rebung, dan daun nipah sudah lama digunakan
sebagai obat untuk menyembuhkan herpes, sakit gigi dan sakit kepala.
7. Tanaman mangrove juga merupakan penghasil madu meskipun hal ini belum tersebut
dimanfaatkan secara sempurna
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
32
Kerusakan hutan bakau yang utama adalah alih fungsi hutan bakau tersebut menjadi
daerah tambak (Kep. Karimunjawa, Cilacap), daerah pemukiman (Tanah Mas Semarang),
perluasan objek wisata atau rekreasi. Belum lagi penebangan hutan bakau sebagai kayu
bakar atau bahan bangunan. Polusi minyak juga mengancam juga tumbuhnya hutan bakau.
UNNES Menaman Mangrove di Pantai Tirang
Civitas akademika Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNNES mengadakan penanaman
mangrove di Pantai Tirang, Tugurejo Kecamatan Tugu Semarang, Sabtu (25/6).
Sebanyak 1.200 pohon ditanam dalam kegiatan itu. Kegiatan ini merupakan kali
kedua dilakukan FIS. Sebelumnya kegiatan serupa dilaksanakan Mei lalu untuk
memperingati Hari Lingkungan Hidup.
Melalui penanaman ini, FIS ingin meneguhkan semangat konservasi yang telah
ditegaskan oleh Unnes. Unnes sebagai universitas konservasi merupakan cita-cita
luhur yang peduli terhadap masa depan bumi dan manusia, sehingga harus didukung
oleh seluruh civitas akademika, sesuai dengan bidang aktivitasnya masing-masing,
termasuk penanaman mangrove.
Penanaman Mangrove merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Semarak FIS
SMART 2011, yang mengangkat tema “Hidup Selaras dengan Alam, Harmoni dalam
Hubungan Sosial”. Selain menanam, civitas akademika FIS Unnes juga memantau
dan merawat mangrove yang telah ditanam.
(Sumber: www.unnes.ac.id, Senin, 27 Juni 2011 | 14:08 )
4. Masalah Lingkungan Secara Lokal (Kota Semarang)
Kota Semarang yang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dapat digolongkan
sebagai kota metropolitan. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 kecamatan
dan 177 kelurahan. Luas wilayah kota Semarang 373, 70 km2 dengan jumlah penduduk
pada tahun 2008 adalah sebesar 1.481.640 jiwa. Secara umum masalah lingkungan yang
terjadi di Kota Semarang antara lain penyebaran air payau (intrusi air laut), longsor dan
limbah cair, banjir dan rob.
a. Penyebaran air payau (intrusi air laut)
Penyebaran air payau di Kota Semarang semakin luas dan kadar garam semakin
tinggi. Pemanfaatan air tanah di kawasan pantai yang dilakukan berlebihan tanpa
perhitungan akan menyebabkan air laut begitu mudah meresap ke darat. Kondisi
menyolok terjadi di sekitar Tawangsari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari, Tambaksari,
dan Bedono. Pada daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40 meter air tanah sudah
payau. Air tanah segar baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 meter. Hampir semua
air tanah dangkal di kawasan Semarang, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai
10 meter memiliki salinitas tinggi.
Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena kandungan garam, tetapi juga dari
jumlah koloid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan. Akibatnya beberapa
sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk minum, hanya untuk
MCK. Air tanah dangkal di kawasan Kalisari, Tapak, Beji dan kompleks Pertamina
mengandung unsur CaCO3 522 mg/l, Mg 177,7 mg/l dan Fe 11,7 mg/l. Kekeruhan
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
33
tersebut melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Kekeruhan dan kelebihan unsurunsurnya begitu jelas sehingga air berwarna kecoklatan dan terasa asin.
b. Banjir dan Rob
Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak
terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan
penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu
(wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta diakibatkan
pula oleh ketidakseimbangan input – output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir
saat ini telah meluas di beberapa kawasan di Kota Semarang, yang mencakup sekitar
muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar Bandara Achmad Yani, Karangayu,
Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang
Lima sampai Kali Semarang, di Genuk dari Kaligawe sampai perbatasan Demak.
Persoalan yang juga sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di beberapa
bagian di wilayah perencanaan yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran
drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya
(terjadi backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat berjalan dengan
semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari
saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar
dan semakin tinggi.
c. Longsor
Kota Semarang merupakan salah satu kota besar yang unik. Karena kota ini terbagi
dalam dua alam yang kontras dengan jarak sangat berdekatan. Kawasan kota bawah
berbatasan langsung dengan pantai. Sementara kawasan perbukitan jaraknya sangat
pendek. Kawasan kota yang berada di bawah tentu rawan banjir dan rob. Sementara
daerah perbukitan rawan longsor. Tujuh dari 16 kecamatan di Kota Semarang memiliki
titik-titik rawan longsor. Ketujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran, Gunungpati,
Gajahmungkur, Tembalang, Ngaliyan, Mijen, dan Tugu. Kontur tanah di kecamatankecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah patahan dengan struktur tanah
yang labil.
Pengertian tanah longsor adalah terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan dalam
jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang umumnya terjadi di daerah terjal yang
tidak stabil. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang
gundul serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah pemicu utama
terjadinya tanah longsor. Ulah manusiapun bisa menjadi penyebab tanah longsor seperti
penambangan tanah, pasir dan batu yang tidak terkendalikan. Menurut organisasi MPBI
(Masyarakat Peduli Bencana Indonesia), gejala umum tanah longsor meliputi:
1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing
2. Muncul mata air secara tiba-tiba
3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
34
Penegak-Pandega Menanam Seribu Pohon
Peserta Perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu (Perjusami) yang terdiri atas
penegak dan pandega menanam 1.000 bibit pohon di lingkungan Perumahan
Ayodya, Minggu (27/3). Acara ini sekaligus sebagai penutup perkemahan dan
sosialisasi Undang-Undang Gerakan Kepramukaan. Penanaman dilakukan
untuk menghijaukan kembali lahan kosong guna menghindari berbagai
masalah lingkungan, terutama tanah longsor seperti yang terjadi beberapa
tahun lalu di perumahan tersebut. Dalam penanaman, pramuka juga dibantu
oleh Green Community Unnes serta Mahasiswa Pencinta Alam (Mahapala),
dan Resimen Mahasiswa Unnes. Bibit yang ditanam antara lain jati kobon,
mahoni, ketapang, dan trembesi.
(Sumber: www.unnes.ac.id, Minggu, 27 Maret 2011| 10:26
C. LATIHAN
1. Apa yang anda ketahui tentang masalah lingkungan?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan masalah lingkungan global?Jelaskan.
3. Pada tanggal berapakah hari lingkungan hidup diperingati?
4. Bagaimana sebab dan dampak yang ditimbulkan dari penipisan lapisan ozon?
5. Bagaimana penanggulangan dari penipisan lapisan ozon?
6. Bagaimana sebab dan dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global?
7. Bagaimana cara menanggulangi pemanasan global?
8. Bagaimana penyebab kerusakan hutan tropis?
9. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe terumbu karang?
10. Jelaskan fungsi dari terumbu karang, dan bagaimana jika terumbu karang rusak?
11. Apa peranan hutan bakau?
12. Menurut anda, pentingkan terdapat terumbu karang dan hutan bakau?
13. Daerah manakah yang memiliki terumbu karang dan hutan bakau?
14. Menurut anda, apakah peran serta pemerintah dalam upaya mengurangi masalah
lingkungan? Berhasilkah pemerintah dalam mengatasi masalah lingkungan?
Jelaskan?
Relokasi Industri
Ancaman relokasi industri yang telah beroperasi di Kawasan Simongan direspon
para pengusaha dengan mengadukan persoalan ke Gubernur Jawa Tengah. Mereka
melakukan audiensi dengan Gubernur dan mengancam akan melakukan tuntutan
pembatalan Perda No 14 Tahun 2011 ke Mahkamah Konstitusi.
(Sumber: Suara Merdeka, 11 Juli 2012).
Rumuskan langkah-langkah strategis untuk menemukan win-win solution
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
35
Pencemaran Kali Garang
Meski masih memenuhi baku mutu air minum, namun konsentrasi logam berat di Kali
Garang patut diwaspadai. Masyarakat yang biasa mengambil ikan di sungai itu untuk
dikonsumsi maupun diperjualbelikan agar menghentikan kegiatan tersebut. Lingkungan
sekitar Kali Garang banyak digunakan untuk kegiatan industri yang menghasilkan limbah
kadmium, timbal, dan merkuri. Industri-industri tersebut membuang limbahnya ke Kali
Garang. Dari hasil penelitian dosen Biologi FMIPA Unnes ini diketahui terjadi kenaikan
konsentrasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg), sehingga
meningkatkan konsentrasi toksik (racun) bagi kehidupan biota yang hidup di dalamnya dan
berpotensi sebagai polutan berbahaya. Hasil pengujian kualitas air Kali Garang di 3 (tiga)
stasiun, yakni Tugu Suharto, Intake PDAM, dan Bendung Simongan disajikan pada Tabel
3.1.
Tugas
a. Petakan pola aliran limbah industri yang berada di Kawasan Simongan
b. Lakukan analisis untuk mengkaji industri yang mencemari kali garang.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Air Kali Garang
Parameter
Satuan
Tugu Suharto
I. FISIKA
TSS
mg/l
12,20
II. KIMIA
pH
7,88
BOD
mg/l
1,85
COD
mg/l
6,16
Minyak Lemak
mg/l
1
Sianida (CN)
mg/l
0,003
Sulfida (S)
mg/l
0,010
Fenol
mg/l
0,00
Deterjen (MBAS)
mg/l
0,2007
Fospat (PO43-)
mg/l
0,0887
+
Amoniak (NH4 )
mg/l
0,00
+6
Krom (Cr )
mg/l
0,006
Krom total (Cr)
mg/l
0,015
Tembaga (Cu)
mg/l
0,1365
Seng (Zn)
mg/l
0,1685
Nikel (Ni)
mg/l
0,0380
Timbal (Pb)
mg/l
0,0667
Kadmium (Cd)
mg/l
0,1637
Sumber: Zaenuri Mastur, 2009
Konsentrasi
Intake PDAM Bendung Simongan
8,73
8,00
7,79
1,54
5,14
3
0,004
0,016
0,00
0,1935
0,1193
0,00
0,0013
0,0999
0,1261
0,1460
0,0359
0,0621
0,1325
7,79
1,58
5,40
3
0,003
0,007
0,00
0,0654
0,4739
0,00
0,0011
0,0514
0,1038
0,1314
0,0264
0,0463
0,1255
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
36
D. DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya. 2001. Profil Kabupaten/Kota, Kota
Semarang Jawa Tengah. Semarang.
Bappeda Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik Kota Semarang. 2009. Kota Semarang
dalam Angka 2008. Semarang
Prawiro Ruslan H.1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Satya Wacana. Semarang
Manahan, Stanley E. 2002. Enviromental Chemistry, 7th ed., CRC Press, US of America.
Mantini, Sri.dkk. 2006. Kimia Lingkungan.Untuk Kalangan Sendiri.Semarang.
Mido, Y., et.al., 1995, Chemistry of Air and Air Pollution, Discovery Publishing House,
New Dehli, India.
Santosa, Kukuh. 2006. Pengantar Ilmu Lingkungan. UNNES Press. Semarang.
Slamet, Juli Soemirat.1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Bandung
UN Department of Public Information. 2007. Addressing the Leadership Challenge of
Climate Change, Fact Sheet. United Nations Headquarters. New York.
Yayasan IDEP. 2005. Tanah Longsor. Cerita Tentang Peran Masyarakat Desa Saat
Menghadapi Bencana Tanah Longsor. Penanggulangan Bencana Berbasis
Masyarakat. Bali
www.epa.gov
www.unep.org
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
37
F.
BAB
5
Konservasi
A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa memahami tentang pengertian konservasi, konsep konservasi dan
memahami konsep konservasi yang diterapkan di Unnes.
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Konservasi
Konservasi merupakan upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan,
manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap
komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan. Konsep konservasi adalah kegiatan
pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut.
konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar
makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik. Kegiatan
konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal
maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Suatu program konservasi
sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perawatannya tetapi juga bisa
mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas.
Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 terdapat 3 hal utama yang ada dalam konservasi yaitu: 1)
perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem
penyangga kehidupan, 2) pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah, 3)
pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara lestari beserta ekosistemnya.
Konservasi tanah dan air di Indonesia bukan merupakan hal baru. Pada masa kerajaan
Majapahit petani telah mengenal sistem persawahan lengkap dengan pengairan, sistem
’subak’ di Bali juga telah dilakukan sejak zaman kerajaan. Sistem bertani pada lahan sawah
merupakan contoh klasik konservasi yang dapat berfungsi efektif dalam mempertahankan
kesuburan tanah sehingga produktivitas tetap terjaga. Pada masa pemerintahan Belanda, telah
terjadi pembukaan hutan untuk tanaman perkebunan, telah menyebabkan erosi sangat besar
yang mengakibatkan banjir antara lain di Bengawan Solo pada abad 19. Pada tahun 1844
dikeluarkan undang-undang yang mengatur tentang pembukaan hutan. Namun UU tersebut
tidak dijalankan dengan efektif karena desakan perubahan lahan. Pada tahun 1930 dibawah
pimpinan Coster dibentuk Badan Reboisasi, kegiatan yang dilakukan antara lain
mengeluarkan ordomansi hutan yang mengatur luas minimum kawasan hutan di Jawa Barat
sebesar 23% dari luas daerah (Setyowati, 2012).
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut, dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1989). Konservasi
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
38
dibedakan menjadi konservasi tanah dan konservasi air. Konservasi tanah dan air memiliki
fungsi bersama dan berjalan beriringan dalam menjaga tanah sekaligus memasukkan air ke
dalam tanah. Konservasi tanah merupakan upaya menjaga agar struktur tanah tidak
terdispersi dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.Konservasi air
merupakan upaya meresapkan air ke dalam tanah, sehingga air dapat masuk mengisi ronggarongga dalam tanah dan tanah mampu menyimpan air. Kegiatan konservasi air
mengupayakan agar air hujan tidak terlalu cepat dibuang kelaut melalui saluran dan sungai,
namun agar dapat ditahan pada kawasan hulu sungai untuk memperbesar resapan air kedalam
tanah.Peresapan air dapat dilakukan secara alamiah maupun buatan, melalui vegetasi tanaman
keras, embung, sumur resapan, ataupun biopori.
Konservasi air yang baik dapat menyimpan air dikala berlebihan dan menggunakan
sesedikit mungkin untuk keperluan yang produktif. Pengertian konservasi air domestik berarti
menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, masak, dan
jenis penggunaan air untuk rumah tangga lainnya. Konservasi air untuk industri berarti
pemakaian air sesedikit mungkin untuk menghasilkan suatu produk. Konservasi air pertanian
pada dasarnya berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan produksi
pertanian yang besar (Suripin, 2002). Berbagai upaya konservasi air dilakukan untuk
mencapai keseimbangan antara tingkat pemanfaatan air dengan upaya pelestarian.
Manfaat tindakan konservasi air sudah jelas, namun implementasinya kepada
masyarakat luas masih dipertanyakan. Bagaimana agar masyarakat bisa peduli terhadap air,
mau melakukan tindakan konservasi air, dan menjadikan konservasi air sebagai kebutuhan
yang berkelanjutan. Kebanyakan masyarakat sadar akan pentingnya air pada saat terjadi
kelangkaan air saja. Namun hanya sedikit masyarakat yang mengerti dan peduli akan
pentingya memanen air pada musim hujan (rain water harvesting) sebagai tandon air dapat
dimanfaatkan setiap saat.
Tujuan dari kegiatan konservasi, antara lain:
a. Memelihara dan melindungi tempat-tempat yang indah dan berharga, agar tidak hancur
atau berubah sampai batas-batas yang wajar.
b. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama, agar tidak terlantar. Apakah
dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah dengan mengubah fungsi bangunan
lama dengan fungsi baru yang dibutuhkan.
c. Melindungi bend-benda cagar budaya yang dilakukan secara langsung dengan cara
membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik maupun khemissecara
langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan yang merusak.
e. Melindungi benda-benda (peninggalan sejarah dan purbakala) dari kerusakan yang
diakibatkan oleh alam, kimiawi dan mikro organisme.
Sasaran konservasi adalah
1. Tercapainya keselarasan, keserasian, keseimbangan, antara manusia danlingkungan hidup,
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan
tindak melindungi dan membina lingkungan hidup,
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan,
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup,
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
6. Terlindunginya Indonesia terhadap dampak usaha dan atau kegiatan di luar wilayah negara
yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. (dari berbagai
sumber).
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
39
2. Konservasi di Universitas Negeri Semarang
Universitas Negeri Semarang (UNNES) merupakan perguruan tinggi negeri yang
terus berkembang. Sebagai konsekuensi perubahan status dari Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) menjadi sebuah universitas, UNNES harus bersedia menjawab setiap
tantangan agar tidak tersingkir dalam persaingan dunia pendidikan yang semakin ketat baik
di tingkat nasional maupun internasional. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UNNES
memiliki peranan penting dalam masyarakat, tidak hanya sebagai pendidik bagi pemimpinpemimpin di masa depan tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pemecahan masalah-masalah
baik di bidang sosial, ekonomi maupun lingkungan. Didukung letak dan topografi serta
potensi sumber daya alam hayati yang dimiliki, UNNES merupakan sebuah situs bagi
pelestarian sumberdaya alam dan ekosistem melalui pengembangannya menuju
“Universitas Konservasi” (Renstra Unnes 2010-2014)
Secara geografis, UNNES terletak di daerah pegunungan dengan topografi yang
beragam. Secara administratif, lokasi UNNES termasuk bagian dari wilayah kecamatan
Gunungpati Kota Semarang yang sejak dulu telah difungsikan sebagai area resapan air guna
menjaga siklus hidrologi dan penyedia air bagi kehidupan daerah kota Semarang. Fungsi ini
perlu untuk terus dijaga agar tidak terjadi bencana dan utamanya krisis air di kawasan
Semarang dan sekitarnya. Lokasi kampus UNNES yang berada di daerah perbukitan dan
dikelilingi beberapa tipe habitat seperti hutan, sawah, ladang, kebun campuran, dan
pemukiman memiliki tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora maupun
fauna yang relatif tinggi. Selain itu, kawasan perbukitan ini sangat memungkinkan untuk
dimanfaatkan dan didayagunakan bagi pengembangan sumber-sumber energi terbarukan
seperti air, angin dan sinar matahari.
Dalam upaya meneguhkan diri menjadi sebuah universitas konservasi, UNNES
telah melakukan beberapa program, antara lain adalah gerakan penghijauan kampus,
pengembangan ”Taman Keanekaragaman Hayati” (Taman Kehati), gerakan penggunaan
moda transportasi non bahan bakar fosil (non-fosil-fuel driven vehicle), pemilahan sampah,
pengelolaan sampah organik menjadi kompos, melakukan inventarisasi awal flora dan
fauna khususnya burung dan kupu-kupu, penangkaran kupu-kupu, melakukan pendidikan
konservasi, pengelolaan administrasi akademik di UNNES dari sistem lama yang berjalan
secara stand alone dan melalui jaringan komputer terbatas di tingkat universitas ke sistem
baru berbasis web yang bernama Sikadu.
Mewujudkan konsep kampus ramah lingkungan, eko kampus, kampus
berkelanjutan, kampus konservasi atau istilah-istilah lainnya yang sebenarnya memiliki
prinsip yang sama, yaitu berwawasan lingkungan, maka perlu didukung oleh setiap civitas
akademika yang ada di dalamnya. Merujuk pada pengertian kampus dan kawasan
konservasi, maka kampus atau universitas konservasi adalah sebuah univeritas yang dalam
pelaksanaannya sebagai tempat aktivitas pendidikan berlangsung tetap mengacu pada
prinsip perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari, sumber daya alam dan
seni budaya, serta berwawasan lingkungan. Pada dasarnya kampus konservasi merupakan
bentuk turunan dari konsep kampus berkelanjutan. Intinya kampus konservasi yang
mengacu pada asas pembangunan berkelanjutan berarti kampus tersebut harus dapat
menyelaraskan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi sehingga tercipta kampus yang
ramah lingkungan tapi tetap produktif dengan suasana kampus yang nyaman untuk
beraktivitas (Phramesti dan Yuliastuti, 2013).
Cita-cita menjadi sebuah ”Universitas Konservasi” bagi UNNES untuk jangka
panjang perlu dikembangkan selain untuk menjaga keseimbangan tata guna lahan seiring
dengan pembangunan sarana dan prasarana kampus agar tidak terjadi kerusakan lingkungan
juga untuk terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistem.
Guna mewujudkan UNNES sebagai “Universitas Konservasi” diperlukan jaminan dan
komitmen yang kuat bagi keberlanjutan program-program yang sudah dilakukan
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
40
sebelumnya, khususnya yang mencakup tiga unsur kegiatan konservasi yang saling
berkaitan, yaitu melindungi dan menyelamatkan keanekaragaman hayati (saving), mengkaji
keanekaragaman hayati (studying), dan memanfaatkan keanekaragaman hayati (using).
Program-program yang telah dilaksanakan oleh UNNES saling mendukung untuk
mewujudkan UNNES menjadi Universitas Konservasi. Hal tersebut dinilai sudah baik
karena tidak ada program yang telah dilaksanakan tidak sesuai dengan visi atau pun misi
UNNES sebagai Universitas Konservasi. Pada tahun 2010 program-program yang
dilaksanakan merupakan program-program dalam tahap awal menuju Universitas
Konservasi. Hal itu dilakukan karena pada tahun 2010 merupakan tahun awal dalam
penyelenggaraan UNNES sebagai Universitas Konservasi yang masih menumbuhkan
perubahan-perubahan kecil secara bertahap untuk melihat dukungan baik dari pihak internal
UNNES maupun pihak eksternal UNNES. Program-program yang dilakukan dalam
mendukung pengembangan UNNES sebagai Universitas Konservasi adalah :
a. Green Campuss
Program ini mencakup konservasi biodiversitas (keanekaragaman hayati) dan
manajemen lingkungan (Green Space management, Green Architecture, Green Internal
Transportation System, biopori).
b. Paperless Policy
Paperless Policy merupakan program meminimalisasi penggunaan kertas dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang dimiliki UNNES, antara lain dengan
melakukan pengembangan sistem aplikasi berbasis web, pengembangan penerbitan on
line, peningkatan sarana pendukung, dan pengembangan organisasi.
c. Pengolahan limbah
Program ini meliputi pengolahan kompos, daur ulang kertas, plastik, logam/kaleng,
pengolahan limbah laboratorium, dan pengolahan bunga/daun kering.
d. Green Energy
Program ini merupakan upaya pemanfaatan sumber energi terbarukan dan penggunaan
teknologi energi yang efisien dengan budaya hemat energi. Kegiatan yang akan
dilaksanakan adalah, Penerapan peralatan hemat energ, Intensifikasi pencarian dan
pemanfaatan sumber-sumber energi tebarukan dengan bahan local, Penerapan teknologi
hemat energi dan manajemen energi pada sektor pembangkit listrik cadangan (GenSet)
dengan menggunakan hybrid Energy (PLN, Panel Surya, Bahan Bakar Nabati/Biofuel),
pengalokasian dana untuk Penelitian dan Pengembangan Material Energi (fotovoltaik
dan biofuel).
f. Kader Konservasi
Program ini merupakan upaya peningkatan kader konservasi baik di lingkungan
UNNES maupun masyarakat sekitar UNNES. Kegiatan yang dilakukan antara lain
adalah: penjaringan kader, pelatihan kader melalui pendidikan konservasi, sosialisasi,
dan memperluas kerjasama dengan pihak yang terkait dengan kegiatan konservasi dan
lingkungan hidup.
3. Konservasi Berbasis Masyarakat
Banyak kajian tentang konservasi, tetapi memasyarakatkan teknologi konservasi
sehingga masyarakat mau menerapkan masih menjadi angan-angan. Sungguh sangat sulit
menanamkan slogan ’sadar lingkungan’ yang betul-betul diimplementasikan.Seyogyanya
ada program nyata untuk mengajak masyarakat agar peduli pada upaya konservasi
air,bukan sebatas pemasyarakatan slogan ajakan ’Hemat Air’ saja. Menurut Hungerford
(dalam Robottom and Hart, 1993), ada enam indikator sadar lingkungan hidup, yaitu (1)
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
41
memahami dan mengkomunikasikan dampak perilaku manusia terhadap lingkungan, (2)
mengidentifikasi masalah dan dampak lingkungan hidup, (3) mengidentifikasi dan
mengkomunikasikan cara menyelesaikan masalah lingkungan, (4) meneliti dan
mengevaluasi setiap masalah lingkungan untuk mengambil keputusan, (5) memahami
pentingnya kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah
lingkungan, dan (6) memahami pentingnya tindakan bijaksana dan bertanggung jawab
dalam setiap solusi lingkungan.
Manusia sangat berperan dalam mengubah alam. Partisipasi pemerintah bersama
masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya konservasi air. Program pemerintah
yang berkaitan dengan optimalisasi ketersediaan air melalui konservasi akan berhasil
dengan dukungan partisipasi masyarakat, diperkuat dengan jaminan UU yang dilaksanakan
dengan benar dan tegas. Lahan terbuka yang masih ada di sekitar kita harus dimaksimalkan
keberadaannya sebagai areal resapan. Kawasan bekas rawa, sempadan sungai, bantaran
jalan kereta api, sempadan pantai, masih dapat dikelola secara optimal sebagai areal
resapan. Menggiatkan tamanisasi, setiap KK diharuskan memiliki taman atau pohon di
pekarangan rumah, atau dalam satu Rukun Tetangga (RT) diharuskan memiliki taman kecil
dengan beberapa pohon yang dikelola warga secara gotong royong. Pembuatan bak
penampungan untuk memanen air hujan juga dapat dilakukan secara mandiri maupun
berkelompok.
Upaya-upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan dan satwa telah diwujudkan dengan
menetapkan bentangan-bentangan alam tertentu, baik daratan maupun laut, sebagai
kawasan konservasi. Kawasan konservasi darat terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata
Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, sedangkan
kawasan konservasi laut terdiri dari Taman Nasional Laut, Taman Wisata Laut, Cagar
Alam Laut dan Suaka Margasatwa Laut.
Dengan penetapan status sebuah kawasan sebagai kawasan konservasi ternyata tidak
dengan otomatis berarti habitat dan keanekaragaman yang berada dalam kawasan tersebut
terlindungi dengan baik. Kawasan-kawasan konservasi di seluruh Indonesia mempunyai
masalah-masalah yang mengancam kelestariannya. Salah satu ancaman terhadap kawasan
konservasi berasal dari masyarakat yang hidup di dalam dan sekitarnya. Mereka memenuhi
berbagai kebutuhan hidup seperti bahan makanan, pakaian dan bahan bangunan dari dalam
kawasan. Selain itu mereka juga berkebun dan bahkan bermukim dalam kawasan
konservasi.
Sejumlah 40 juta orang di Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung
kepada keanekaragaman hayati di alam. Dua belas juta di antaranya hidup di dalam dan
sekitar hutan dan lebih banyak lagi bergantung kepada sumber daya pesisir (Anonymous,
1993). Pada umumnya masyarakat setempat telah hidup sejak sebelum daerah tersebut
ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Mereka telah turun temurun menjalankan
kehidupan tradisional mereka yang dicirikan dengan eratnya hubungan mereka dengan
alam sekitar. Namun tidak jarang terjadi bahwa masyarakat yang sebenarnya pendatang di
daerah tersebut sengaja menerobos ke dalam kawasan untuk mengambil hasil hutan atau
membuka kebun karena alasan ekonomis yang mendesak.
Masyarakat di sekitar hutan atau kawasan konservasi pada umumnya memiliki ciriciri: berpendidikan rendah, tidak banyak berhubungan dengan dunia luar, sistem pertanian
yang sederhana dan belum mengembangkan perilaku petani produsen yang berorientasi ke
pasar. Dengan tingkat pengetahuan yang rendah, pendidikan yang rendah, penguasaan
ketrampilan dan teknologi yang rendah serta akses pasar yang minim pada umumnya
mereka adalah masyarakat yang miskin. Konflik kepentingan antara masyarakat dan
kawasan konservasi menjadi tak terhindarkan dibanyak tempat. Kedua belah pihak merasa
memiliki alasan yang kuat untuk mempertahankan kepentingannya di kawasan tersebut.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
42
Namun demikian, sulit menemukan jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh
masyarakat yang dapat memberikan penghasilan yang memadai bagi masyarakat dan dalam
waktu yang sama tidak merusak keanekargaman hayati. Sering terjadi kegiatan yang
ditawarkan untuk meningkatkan pendapatan tetap diterima oleh masyarakat. Namun
demikian pada saat yang sama masyarakat tersebut tetap melakukan aktivitas yang merusak
keanekaragaman hayati. Dengan demikian kegiatan baru tersebut di satu sisi berhasil
meningkatkan pendapatan masyarakat tetapi di sisi lain gagal mengurangi ancaman
terhadap kawasan. Dalam hal ini tidak ada kaitan antara peningkatan pendapatan yang
dicapai oleh masyarakat lewat kegiatan baru tersebut dan upaya konservasi.
Berikut ini disampaikan beberapa bentuk konservasi berbasis masyarakat pada
beberapa wilayah di Indonesia, tentang partisipasi masyarakat dalam mengelola lahan dan
dalam menjaga kelestarian lingkungan (Manullang, 1999).
a. Keputusan-Keputusan Desa Alungbanua, Sulawesi Utara
Desa Alungbanua, Kecamatan Molas, Daerah Tingkat II Kotamadya Manado,
Sulawesi Utara pada Tahun 1994/1995 telah membuat 3 buah Keputusan Desa dalam satu
seri kegiatan untuk mengatur pemanfaatan dan perlindungan sumber-sumber daya alam di
lingkungan desa tersebut. Proses pembuatan surat-surat tersebut difasilitasi oleh program
NRMP. Semua surat keputusan tersebut berbentuk formal seperti surat-surat keputusan
pemerintah yang memiliki bagian-bagian menimbang, mengingat dan memutuskan.
Keputusan Desa Nomor 02 Tahun 1994 tentang Penetapan/Penentuan Zona Tabungan
dan Zona Pendukung Kegiatan untuk Masyarakat berisi tentang penetapan zona tabungan
dan zona pendukung kegiatan di pesisir serta secara singkat cara pemanfaatannya.
Keputusan ini dilampiri oleh peta yang menunjukkan secara garis besar posisi zona-zona
tersebut.
Keputusan Desa Nomor 03 Tahun 1994 tentang Pemeliharaan/Perlindungan Satwa
dan Biota Laut berisi tentang larangan mengganggu dan mengambil satwa yang
dilindungi undang-undang beserta dengan sanksi bagi para pelanggarnya. Keputusan ini
dilampiri denan daftar satwa yang dilindungi yang ada di daera yang bersangkutan.
Keputusan Desa Nomor 01 Tahun 1995 tentang Larangan Kegiatan, Sanksi dan
Penempatan Tanda Batas Zona Inti berisi tentang berbagai larangan kegiatan-kegiatan
yang dapat mengganggu kelestarian pesisir, hutan bakau dan biota-biota laut serta sanksi
atas pelanggaran pelanggaran.
Ketiga surat keputusan tersebut masing-masing dilampiri oleh daftar nama dan tanda
tangananggota masyarakat yang mengikuti pertemuan-pertemuan tersebut yang berjumlah
antara 20 sampai 74 orang, dan masing-masing surat keputusan tersebut ditandatangani
oleh Sekretaris Desa dan Kepala Desa. Namun demikian, ruang tempat tanda tangan
persetujuan dari Camat di ketiga surat tersebut masih belum terisi. Naskah ketiga surat
keputusan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran.
b. Keputusan Desa Blongko, Sulawesi Utara
Keputusan Desa ini dibuat oleh Desa Blongko Kecamatan Tange Kabupaten
Minahasa Sulawesi Utara. Dokumen ini telah tersusun pada akhir tahun 1998, namun
demikian sampai saat ini masih dalam bentuk draft dan belum diberi nomor. Fasilitator
dalam pembuatan keputusan ini adalah Proyek Pesisir (Coastal Resources Management
Project - CRMP - Salah satu komponen program NRM2). Keputusan desa ini mempunyai
bentuk yang formal yang mengikuti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai
oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan potensi pesisir dan laut serta
kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan. Bagian mengingat berisi berbagai
undang-undang dan peraturan tentang pengaturan pemanfaatan dan pelestarian SDA.
Bagian memutuskan berisi penetapan untuk mengeluarkan keputusan desa yang terdiri
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
43
dari 8 bab dan 13 pasal, yaitu; ketentuan umum, cakupan wilayah perlindungan pesisir
dan laut, tugas dan tanggung jawab kelompok pengelola, kewajiban dan hal-hal yang
diperbolehkan, tata cara pemungutan dan penerimaan dana, hal-hal yang tidak dapat
dilakukan atau dilarang, sanksi, pengawasan, dan penutup.
c. Keputusan Desa Gili Indah, Nusa Tenggara Barat
Desa Gili Indah Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
telah membuat sebuah Keputusan Nomor 12/Pem.1.1./06/1998 tanggal September 1998
tentang Awig-Awig Pemeliharaan dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang.
Pembuatan awig-awig ini dilaksanakan oleh Pengurus Kelompok Pelestarian Lingkungan
Terumbu Karang (KPLTK). Di desa ini terdapat 3 KPLTK yang mewakili tiga dusun.
Keputusan desa ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang
biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan potensi pesisir dan
laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan. Bagian mengingat berisi
berbagai undang-undang dan peraturan tentang pengaturan pemanfaatan dan pelestarian
SDA. Bagian memutuskan berisi penetapan untuk mengeluarkan awig-awig desa yang
terdiri dari 19 bab dan 33 pasal, yaitu: Ketentuan Umum, Zonasi Dusun Gili Air, Zonasi
Dusun Gili Meno, Zonasi Dusun Gili Trawangan, Koleksi Biota Laut, Budidaya Mutiara,
Kelembagaan dan Sumber Dana Pengelolaan, Sanksi, Ketentuan Peralihan, dan Penutup.
Pada bagian Penutup, dokumen ini ditandatangani oleh Wakil LMD, Sekretaris Desa dan
Kepala Desa. Dokumen ini juga ditandatangani oleh Camat Tanjung sebagai yang
mengetahui dan disahkan oleh Bupati Lombok Barat.
Dokumen ini dilengkapi dengan sketsa yang bersifat makro yang menggambarkan
letak zonazona dengan landmarks serta petunjuk mengenai kegiatan-kegiatan apa yang
boleh, boleh dengan izin dan tidak boleh di zona-zona tersebut. Naskah keputusan desa
ini dapat dilihat dalam Lampiran.
d. Kesepakatan Pemburu Lebah Madu di Taman Nasional Lore Lindu
Taman Nasional Lore Lindu Di Sulawesi Tengah dikelilingi oleh desa-desa yang
masyarakatnya mempunyai hubungan yang cukup erat dengan sumber daya alam dalam
Taman Nasional. Salah satu hasil hutan yang sudah biasa dipanen oleh masyarakat adalah
madu dari lebah hutan Apis dorsata. Dalam pengambilan madu dari hutan, masyarakat
memakai cara-cara yang dapat memberikan dampak negatif kepada lingkungan hutan.
Selain itu, ketika para pemburu madu hutan sedang berada di dalam hutan, mereka
seringkali dikelirukan dengan pencuri kayu, rotan atau pemburu satwa liar.
Untuk menghilangkan dampak negatif dari pengambilan madu hutan dan untuk
menghindari kecurigaan petugas hutan maka pihak pemburu madu hutan dan pengelola
Taman Nasional Lore Lindu membuat kesepakatan. Kesepakatan tersebut berisi tentang
pemberian izin dari Taman Nasional kepada para pemburu madu hutan untuk mengambil
madu hutan dengan cara yang tidak merusak lingkungan. Sementara itu pihak Taman
Nasional berkewajiban membantu memasarkan madu hutan tersebut. Di sisi lain, para
pemburu madu hutan berhak masuk hutan tetapi diwajibkan melaksanakannya dengan
cara yang benar sesuai dengan kesepakatan. Para pemburu madu hutan diwajibkan
melaporkan kepada pengelolan TN kalau engetahui adanya hal-hal yang mengganggu
kelestarian TN serta diwajibkan menanam tanaman pakan lebah seperti Kaliandra seluas
25 ha di luar TN.
Untuk mendukung hal tersebut TN memberikan pelatihan mengenai cara-cara
pemanenan madu hutan yang benar serta memberikan perlengkapan pemanenan dan
pengolahan pasca panen madu. Kesepakatan yang bersifat kelompok ini ditandatangani
oleh Ketua Kelompok Pemburu Lebah Madu yang beranggotakan 39 orang, Kepala
Taman Nasional, Kepala Desa dan Camat.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
44
Selanjutnya, kepada setiap pemburu madu hutan yang telah mengikuti pelatihan dan
berminat melaksanakan kesepakatan tersebut diberikan sebuah kartu pengenal yang
disebut Surat Izin Pemanfaatan (disingkat SIPMAN) di mana tertera nama, umur, alamat,
foto dan nomor anggota dan ditanda tangani oleh Kepala Taman nasional Lore Lindu.
Dengan demikian kartu ini tidak dapat dipakai oleh orang lain yang tidak berwenang.
Kartu SIPMAN ini mempunyai masa berlaku hanya satu tahun dan harus diperpanjang.
Pelaksanaan kesepakatan yang difasilitasi oleh TNC ini telah dimulai sejak Januari 1998.
Kesepakatan yang serupa dengan sekelompok pemburu madu hutan di sebuah desa
telah dilaksanakan juga di sebuah hutan yang berada di bawah pembinaan Cabang Dinas
Kehutanan Tingkat II Poso, Sulawesi Tengah. Naskah utama kesepakatan ini dapat dilihat
dalam Lampiran.
e. Kerja Sama Yayasan Leuser International dengan Kemukiman Manggamat di
Daerah Istimewa Aceh
Sebuah kesepakatan telah dibuat antara Yayasan Leuser International dan masyarakat
Kemukiman Manggamat di Aceh yang berkenaan dengan pemanfaat hasil hutan non kayu
secara lestari di kawasan Hutan Lindung Kemukiman Manggamat pada Kawasan
Ekosistem Leuser seluas sekitar 13.810 ha. Dalam surat kesepakatan tersebut
dicantumkan kewajiban kedua belah pihak dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu.
Surat kesepakatan yang dibuat pada 1995 tersebut ditandatangani oleh pihak Unit
Manajemen Leuser, Kepala Kemukiman Manggamat dan Gubernur KDHI Aceh sebagai
yang mengetahui.
Pada tahun 1998, kesepakatan tersebut ditingkatkan dengan keluarnya Surat
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi
Daerah Istimewa Aceh tentang Penunjukan Pengusahaan Kawasan Hutan Lindung Tripa
Kluet sebagai Hutan Kemukiman Konservasi Manggamat kepada Yayasan Perwalian
Pelestarian Alam Masyarakat Adat Manggamat (YPPAMAM).
Salah satu klausul dalam SK tersebut merupakan pemberian sangsi apabila
pemanfaatan hasil hutan non kayu tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang telah disepakati. Naskah Kesepakatan dan SK Kanwilhutbun tersebut dapat dilihat
dalam Lampiran.
f. Konservasi Maleo Berbasis Masyarakat di Desa Wosu, Sulawesi Tengah
Yayasan Sahabat Morowali dengan dukungan NRM Program memfasilitasi upaya
konservasi suatu populasi Maleo yang terancam di hutan dekat Desa Wosu, Kecamatan
Bungku Barat. Selama setahun masyarakat Wosu telah didampingi untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk melestarikan Maleo yang selama ini telah
dimanfaatkan telurnya secara tidak terkendali. Masyarakat Wosu kini telah menyadari
bahwa pemanenan telur secara tidak terkendali akan mengancam populasi Maleo. Di sisi
lain, pihak BKSDA Wilayah VI Sulawesi juga telah menyadari bahwa walaupun Maleo
merupakan jenis yang dilindungi tetapi masyarakat setempat tidak mungkin dilarang
untuk mengambil telur-telur Maleo dari alam karena ini sudah merupakan tradisi sejak
abad lalu. Selain itu disadari bahwa upaya konservasi Maleo akan sulit berhasil apabila
tidak didukung oleh masyarakat. Agar masyarakat mau mendukung upaya konservasi ini,
maka masyarakat harus mendapatkan keuntungan dari upaya konservasi tersebut.
Yayasan Sahabat Morowali kini sedang mempersiapkan suatu kesepakatan konservasi
masyarakat yang akan mengatur cara-cara pemanenan telur oleh masyarakat sekaligus
menetapkan kewajiban-kewajiban untuk melestarikan populasi Maleo tersebut. Dengan
adanya KKM tersebut populasi Maleo di Wosu diharapkan dapat terjaga kelestariannya
sementara masyarakat dapat tetap memanen telur Maleo secara berkelanjutan.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
45
g. Kesepakatan Masyarakat Desa Lempe, Lembah Behoa, Taman Nasional Lore Lindu
Sebuah kesepakatan sedang dipersiapkan oleh Yayasan Tadulako Membangun
(Yakobang), yang didukung oleh NRM Program, untuk mengatur pemanfaatan hasil-hasil
hutan dalam Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Desa Lempe adalah salah satu dari
empat desa yang terletak dalam enclave Lembah Behoa. Masyarakat desa ini memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup seperti kayu bangunan, kayu bakar dan satwa buruan dari
dalam TNLL Mereka masih memegang adat istiadat dalam menjalankan hidup mereka
sehari-hari. Pendekatan yang diterapkan oleh Yakobang adalah dengan menggali aturanaturan adat yang berlaku dalam wilayah adat lokal.
Dengan metode-metode yang partisipatif telah berhasil didokumentasi beberapa
aturan adat dalam bidang konservasi. Sebagian dari aturan-aturan tersebut sebenarnya
sudah mulai dilupakan oleh masyarakat, tetapi berkat adanya kegiatan ini aturan-aturan
tersebut diungkapkan kembali karena mereka menganggap aturan-aturan tersebut
sebenarnya baik.
Sebagaimana dapat dilihat dalam Lampiran, naskah kesepakatan masyarakat tersebut
masih sangat mentah dan masih tercampur dengan masalah-masalah di luar bidang
konservasi. Namun demikian menurut Yakobang, masyarakat tidak boleh terlalu
diarahkan untuk mengerti tentang konservasi. Mereka lebih menganggap bahwa ini
adalah masalah adat yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu adalah tugas
para konservasionis untuk memilah-milah aturan yang ada kaitan dengan konservasi.
C. LATIHAN
1. Unnes Konservasi telah berjalan sejak tahun 2010, bagaimana branding Universitas
konservasi?
2. Jelaskan dan berikan contoh kasus tentang konservasi lahan, konservasi tanah,
konservasi air, konservasi social, konservasi budaya, konservasi seni, konservasi DAS,
konservasi terumbu karang, konservasi hutan, konservasi pesisir dan laut.
3. Apakah perilaku masyarakat mempengaruhi keberlangsungan upaya konservasi?
4. Bagaimana keterkaitan antara bencana banjir dan longsor dengan upaya konservasi?
5. Berikan deskripsi tentang bentuk-bentuk konservasi lingkungan yang ada di sekitar anda
D. PENUGASAN
1. Amati tentang implementasi konservasi di kampus Unnes, diskusikan dan deskripsikan.
2. Buat kajian tentang perjalanan konservasi di kawasan simpanglima dari tahun 1900
sampai tahun 2013.
3. Amati dan diskusikan tentang konservasi di kawasan Kota Lama Kota Semarang.
4. Buatlah konsep pendidikan konservasi bagi anak usia dini (7-12 tahun) dan bagi remaja
(12-18 tahun).
E. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Manullang, Sastrawan. 1999. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Kawasan Konservasi. Environmental Policy and Institutional Stregthening IQC.
Phramesti Ruby, Yuliastuti Nany. 2013. Kajian Keberlanjutan Universitas Negeri
Semarang (Unnes) Sebagai Kampus Konservasi (Studi Kasus UNNES Sekaran,
Semarang). Jurnal Teknik PWK Vol. 2; No. 1; 2013; Hal. 183-190
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
46
Robottom, I and Hart, P. 1993. Reseach in Environmental Education Study Guide and
Reader. Geelong: Deakin University and Griffith University Press.
Setyowati, D.L., Hariyanto, Iswari R. 2011. Model Agrokonservasi Berbasis Komunitas
Untuk Antisipasi Banjir Kali Garang Hulu Jawa Tengah. Laporan Penelitian.
Semarang: Lemlit Unnes.
Suripin, 2002. Kelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Offset.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
47
G.
BAB
6
Kesehatan Lingkungan
A. KOMPETENSI
Memahami faktor membangun rumah, konsep rumah sehat, fasilitas air bersih, sanitasi
lingkungan, tempat umum dan pengolahan makanan.
B. URAIAN MATERI
1. Pendahuluan
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah "sehatsakit" atau kesehatan tersebut.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai kesehatan lingkungan marilah kita bahas
lebih dulu pengertian dari kesehatan lingkungan. Menurut Walter R. Lym kesehatan
lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan yang
berakibat atau mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sedangkan menurut WHO
kesehatan lingkungan adalah ilmu dan keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada
usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang
diperkirakan menimbulkan atau akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan
fisiknya, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya. Jadi Ilmu Kesehatan Lingkungan
berkisar pada usaha manusia mengelola lingkungan sedemikian rupa, sehingga derajat
kesehatan manusia dapat lebih ditingkatkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat. Untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan adanya empat
faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu: keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayan
kesehatan. Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung kepada kesehatan,
juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal
bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal
pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka
status kesehatan akan tergeser ke arah dibawah optimal.
Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain
mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih,
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
48
pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang)
dan sebagainya.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kesehatan lingkungan adalah Ilmu yang
merupakan cabang dari ilmu kesehatan masyarakat yang lebih menitikberatkan
perhatiarnnya pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan,
pengkoordinasian dan penilaian dari semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia
yang diperkirakan ada hubungan atau berhubungan dengan perkembangan fisik, kesehatan
ataupun kelangsungan hidup manusia, sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat
lebih ditingkatkan.
Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha
untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan
media yang baik untuk terwujudnya kesehatan optimum bagi manusia yang hidup di
dalamnya. Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke
masa dan dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan bertingkat-tingkat,
dari yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang paling mutakhir (modern).
Dengan perkataan lain bahwa teknologi di bidang kesehatan lingkungan sangat bervariasi,
dari teknologi primitif, teknologi menengah (teknologi tepat guna) sampai dengan teknologi
mutakhir.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan,
pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah,
pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Adapun
yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki
atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk
terwujudnya kesehatan optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya.
Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke masa
dan dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan bertingkat-tingkat, dari
yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang paling mutakhir (modern). Dengan
perkataan lain bahwa teknologi di bidang kesehatan lingkungan sangat bervariasi, dari
teknologi primitif, teknologi menengah (teknologi tepat guna) sampai dengan teknologi
mutakhir. Mengingat bahwa masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang sedang
berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan
(housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor) maka hanya akan
dibahas kelima masalah tersebut.
2. Faktor dalam Membangun Rumah
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau
tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman
purba manusia bertempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan mendirikan
rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini
manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi
dengan peralatan yang serba modern.
Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide
mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat
setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (local material)
pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun
dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainnya masih mewarisi
kebudayaan generasi sebelumnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah.
a. Faktor lingkungan. Baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial.
Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu
didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
49
dingin ataukah di daerah panas, di daerah dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di
daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah di daerah pedesaan, sudah barang tentu
disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaan, misalnya bahannya, bentuknya,
menghadapnya dan lain sebagainya. Rumah di daerah gempa harus dibuat dengan
bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah di dekat hutan harus dibuat
sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas.
Gambar 6.1 Ragam bentuk rumah yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan
b. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dimaksudkan rumah dibangun
berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan
setempat yang murah misal bambu, kayu, atap rumbia dan sebagainya adalah
merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan
rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu saja namun diperlukan pemeliharaan
seterusnya. Oleh karena itu, kemampuan pemeliharaan oleh penghuninya perlu
dipertimbangkan.
c. Teknologi yang dimiliki masyarakat. Pada dewasa ini teknologi perumahan sudah
begitu maju dan sudah begitu modern. Akan tetapi teknologi modern itu sangat mahal
bahkan kadang-kadang tidak dimengerti oleh masyarakat. Rakyat pedesaan
bagaimanapun sederhananya sudah mempunyai teknologi perumahan sendiri yang
dipunyai turun temurun. Dalam rangka penerapan teknologi tepat guna maka teknologi
yang sudah dipunyai masyarakat tersebut dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan
kesehatan dikurangi dan mempertahankan segi-segi yang sudah positif. Contoh :
Rumah limasan yang terbuat dari dinding dan atap daun rumbai yang dihuni oleh orang
yang memang kemampuannya sejauh itu, dapat dipertahankan, hanya kesadaran dan
kebiasaan membuat lubang angin (jendela) yang cukup perlu ditanamkan kepada
mereka.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
50
Gambar 6.2 Contoh rumah dengan lingkungan yang sehat
d. Kebijaksanaan (peraturan-peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah.
Untuk hal ini, bagi perumahan masyarakat pedesaan belum merupakan problem namun
di kota sudah menjadi masalah yang besar.
3. Komponen Rumah Sehat
a. Elemen Rumah
1) Lantai; ubin atau semen adalah baik namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi
pedesaan. lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di
pedesaan dan mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah
biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang
padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan
dengan benda-benda yang berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan
berdebu merupakan sarang penyakit.
2) Dinding; tembok adalah baik namun disamping mahal, tembok sebenarnya kurang
cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di
daerah tropis khususnya di pedesaan, lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun
jendela tidak cukup maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat
merupakan ventilasi dan dapat menambah penerangan alamiah.
3) Atap; atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di
pedesaan. Disamping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis juga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.
Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka
atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng maupun asbes
tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas
didalam rumah.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
51
Gambar 6.3 Tampak utuh sebuah rumah
4) Lain-lain (Tiang, Kaso dan Reng); kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng
adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman, bahan-bahan ini tahan lama. Tapi
perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik.
Untuk menghindari ini maka cara memotongnya harus menurut ruas-ruas bambu
tersebut. Apabila tidak pada ruas maka lubang pada ujung-ujung bambu yang
digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
c. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun
bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk
bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).
Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terusmenerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah
untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban (humudity) yang
optimum. Ada 2 macam ventilasi, yakni:
1) Ventilasi Alamiah; dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara
alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan
sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga
merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu
harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk
tersebut.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
52
Gambar 6.4 Skema ventilasi alami
Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan
jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada
usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.
Jendela bukaan biasa
Jendela krepyak
Jendela kaca nako
Rooster
2) Ventilasi Buatan; mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara terebut,
misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok
dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan
ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir.
Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
53
d. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya
matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk
hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam
rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata. Cahaya dapat
dibedakan menjadi 2, yakni:
1) Cahaya alamiah, yakni matahari; cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah
yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan
masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai yang
terdapat dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan didalam membuat jendela
diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak
terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini disamping sebagai ventilasi juga
sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar
matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela
itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya alamiah
juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara
sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatannya kemudian
menutupnya dengan pecahan kaca.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
54
2) Cahaya buatan
Yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah,
listrik, api dan sebagainya.
e. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas
bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila
dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).
f. Fasilitas-Fasilitas didalam Rumah Sehat
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut :
1) Penyediaan air bersih yang cukup
2) Pembuangan tinja
3) Pembuangan air limbah (air bekas)
4) Pembuangan sampah
5) Fasilitas dapur
6) Ruang berkumpul keluarga
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri
untuk rumah pedesaan, yakni:
4. Fasilitas Air Sehat
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Didalam tubuh manusia
itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan
terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%.
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,
mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO, di
negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60 liter per
hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu untuk keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
55
Agar air minum tidak menyebabkan penyakit maka air tersebut hendaknya diusahakan
memenuhi persyaratan kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut.
Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut:
a. Syarat Fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak berwarna), tidak
berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Cara
mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
b. Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri
patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen
adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100
cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E-coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat
kesehatan.
c. Syarat Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang tertentu
pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan
gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan atau zat kimia yang terdapat dalam air
yang ideal antara lain sebagai berikut:
Tabel 6.1 Kadar Zat Kimia yang Diperbolehkan dalam Air Baku
-------------------------------------------------------------------Jenis Bahan
Kadar yang Dibenarkan (mg/liter)
-------------------------------------------------------------------Fluor (F)
1-1,5
Chlor (Cl)
250
Arsen (As)
0,05
Tembaga (Cu)
1,0
Besi (Fe)
0,3
Zat organik
10
Ph (keasaman)
6,5-9,0
CO2
0
-------------------------------------------------------------------Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal
dari mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi
ketiga persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama
kotoran manusia dan binatang. Oleh karena itu mata air atau sumur yang ada di pedesaan
harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak dicemari oleh penduduk yang
menggunakan air tersebut.
5. Sumber-Sumber Air Minum
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini,
sebagai berikut:
1. Air Hujan; air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi air hujan ini
tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu agar dapat dijadikan air minum yang sehat
perlu ditambahkan kalsium didalamnya.
2. Air Sungai dan Danau; menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga
dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau ini.
Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan
danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran maka bila
akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
56
3. Mata Air; air yang keluar dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul secara
alamiah. Oleh karena itu air dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah
dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum
tercemar maka alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.
4. Air Sumur Dangkal; air ini keluar dari dalam tanah maka juga disebut air tanah. Air
berasal dari lapisan air didalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari
permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar
antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini
belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh
karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum.
5. Air Sumur Dalam; air ini berasal dari lapisan air kedua didalam tanah. Dalamnya dari
permukaan tanah biasanya diatas 15 meter. Oleh karena itu sebagaian besar air sumur
dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui
proses pengolahan).
6. Pengolahan Air Minum Secara Sederhana
Seperti telah disebutkan didalam uraian terdahulu bahwa air minum yang sehat harus
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Sumber-sumber air minum pada umumnya dan
di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung (protected) sehingga air tersebut tidak atau
kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu. Ada
beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut:
a. Pengolahan Secara Alamiah; pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan
(storage) dari air yang diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti air danau, air kali,
air sumur dan sebagainya. Didalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam di
tempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat didalam air dan
akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada
dalam air akan ikut mengendap.
b. Pengolahan Air dengan Menyaring; penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan
dengan kerikil, ijuk dan pasir. Lebih lanjut akan diuraikan kemudian. Penyaringan pasir
dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya
dapat dikonsumsi umum.
c. Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia; zat kimia yang digunakan dapat
berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya
mempercepat pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi
untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air, misalnya
chlor).
d. Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara; tujuan utamanya adalah untuk
menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak
diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat keasaman air.
e. Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih; tujuannya untuk membunuh
kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk
konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga.
Dilihat dari konsumennya, pengolahan air pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi
2 yaitu, pengolahan air minum untuk umum dan air minum rumah tangga.
1) Pengolahan Air Minum untuk Umum
i. Penampungan Air Hujan; air hujan dapat ditampung didalam suatu dam (danau
buatan) yang dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat setempat. Semua air hujan
dialirkan ke danau tersebut melalui alur-alur air. Kemudian disekitar danau tersebut
dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk umum. Air hujan juga dapat ditampung
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
57
dengan bak-bak ferosemen dan disekitarnya dibangun atap-atap untuk
mengumpulkan air hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar untuk
pengambilan air untuk umum. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan
bak penampungan tersebut secara bakteriologik belum terjamin untuk itu maka
kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri misalnya dengan merebus
air tersebut.
ii. Pengolahan Air Sungai; Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampung I
melalui saringan kasar yang dapat memisahkan benda-benda padat dalam partikel
besar. Bak penampung I tadi diberi saringan yang terdiri dari ijuk, pasir, kerikil dan
sebagainya. Kemudian air dialirkan ke bak penampung II. Disini dibubuhkan tawas
dan chlor. Dari sini baru dialirkan ke penduduk atau diambil penduduk sendiri
langsung ke tempat itu. Agar bebas dari bakteri bila air akan diminum masih
memerlukan direbus terlebih dahulu.
iii. Pengolahan Mata Air; Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu
dikelola dengan melindungi sumber mata air tersebut agar tidak tercemar oleh
kotoran. Dari sini air tersebut dapat dialirkan ke rumah-rumah penduduk melalui
pipa-pipa bambu atau penduduk dapat langsung mengambilnya sendiri ke sumber
yang sudah terlindungi tersebut.
2) Pengolahan Air Untuk Rumah Tangga
i. Air Sumur; air sumur pompa terutama air sumur pompa dalam sudah cukup
memenuhi persyaratan kesehatan. Tetapi sumur pompa ini di daerah pedesaan masih
mahal, disamping itu teknologi masih dianggap tinggi untuk masyarakat pedesaan.
Yang lebih umum di daerah pedesaan adalah sumur gali. Agar air sumur pompa gali
ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu adanya syarat-syarat sebagai
berikut: Harus ada bibir sumur agar bila musim huujan tiba, air tanah tidak akan
masuk ke dalamnya. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus
ditembok, agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur. Perlu diberi lapisan
kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan. Sebagai
pengganti kerikil, ke dalam sumur ini dapat dimasukkan suatu zat yang dapat
membentuk endapan, misalnya aluminium sulfat (tawas). Membersihkan air sumur
yang keruh ini dapat dilakukan dengan menyaringnya dengan saringan yang dapat
dibuat sendiri dari kaleng bekas.
ii. Air Hujan; Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui
penampungan air hujan. Tiap-tiap keluarga dapat melakukan penampungan air
hujan dari atapnya masing-masing melalui aliran talang. Pada musim hujan hal ini
tidak menjadi masalah tetapi pada musim kemarau mungkin menjadi masalah.
Untuk mengatasi keluarga memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih
besar agar mempunyai tandon (storage) untuk musim kemarau.
Air bersih banyak hubungannya dengan persampahan, pengelolaan sampah yang
setiap hari diproduksi oleh masyarakat serta pembuangan air limbah yang langsung
dialirkan pada saluran/sungai. Hal tersebut menyebabkan pandangkalan saluran/sungai,
tersumbatnya saluran/sungai karena sampah. Pada saat musim penghujan selalu terjadi
banjir dan menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi
yang kurang baik serta pembuangan sampah dan air limbah yang kurang baik
diantaranya adalah: diare, demam berdarah, disentri, hepatitis A, kolera, tiphus,
cacingan dan Malaria.
Mengapa BAB harus sehat? Kenapa jamban yang kita miliki harus sehat?
Mungkin ini yang belum pernah terpikirkan oleh sebaian besar masyarakat pedesaan
kita. Dari penjelasan di atas sudah dapat diketahui penyakit yang timbul akaibat BAB
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
58
dan jamban tidak sehat. Jamban sendiri merupakan tempat penampung kotoran manusia
yang sengaja dibuat untuk mengamankannya, dengan tujuan:
1. Mencegah terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi
manusia akibat pembuangan kotoran manusia.
2. Mencegah vektor pembawa untuk menyebarkan penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya
Lalat yang hinggap di sampah dan dipermukaan air limbah atau tikus selokan
yang masuk kedalam saluran air limbah dapat membawa sejumlah kuman penyebab
penyakit. Bila lalat atau tikus tersebut menyentuh makanan atau minuman maka besar
kemungkinan orang yang menelan makanan dan minuman tersebut akan menderita
salah satu penyakit seperti yang tersebut diatas. Demikian pula dengan anak-anak kecil
yang bermain atau orang dewasa yang bekerja didekat atau mengalami kontak langsung
dengan air limbah dan sampah dapat terkena penyakit seperti yang tersebut diatas,
terutama bila tidak membersihkan anggota badan terlebih dahulu. Air limbah dapat
dikelompokkan kedalam 2 bagian, yaitu: 1) air bekas yang berasal dari bak atau lantai
cuci piring atau peralatan rumah tangga, lantai cuci pakaian dan kamar mandi, 2)
lumpur tinja yang berasal dari jamban atau water closet (WC).
Tangki septic atau unit pengolahan air limbah terpusat diperlukan guna mengolah
air limbah sebelum dibuang kesuatu badan air. Disamping untuk mencegah pencemaran
termasuk diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah
dimaksudkan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar
sehingga memenuhi persyaratan standar kualitas ketika dibuang kesuatu badan air
penerima.
Sampah dan air limbah mengandung berbagai macam unsur seperti gas-gas
terlarut, zat padat terlarut, minyak dan lemak serta mikroorganisme. Mikroorganisme
yang terkandung dalam sampah dan air limbah dapat berupa organisme pengurai dan
penyebab penyakit. Penanganan sampah dan air limbah yang kurang baik seperti:
pengaliran air limbah ke dalam saluran terbuka dan dinding dan dasar saluran yang
rusak karena kurang terpelihara.
Pembuangan kotoran dan sampah ke dalam saluran yang menyebabkan
penyumbatan dan timbulnya genangan akan mempercepat berkembangbiaknya
mikroorganisme atau kuman-kuman penyebab penyakit, serangga dan mamalia
penyebar penyakit seperti lalat dan tikus.
Suatu badan air seperti sungai atau laut mempunyai kapasitas penguraian tertentu.
Bila air limbah langsung dimasukkan begitu saja ke dalam badan air tanpa dilakukan
suatu proses pengolahan, maka suatu saat dapat menimbulkan terjadinya pencemaran
lingkungan. Pencemaran tersebut berlangsung bila kapasitas penguraian limbah yang
terdapat dalam badan air dilampaui sehingga badan air tersebut tidak mampu lagi
melakukan proses pengolahan atau penguraian secara alamiah. Kondisi yang demikian
dinamakan kondisi tercemar yang ditandai oleh: 1) timbulnya bau busuk, 2) warna air
yang gelap dan pekat, 3) banyaknya ikan dan organisme air lainnya yang mati atau
mengapung.
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,
mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Menurut perhitungan
WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari.
Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan
air 30-60 liter per hari.
7. Sanitasi Lingkungan
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan
lingkungan sehat telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
59
akses air bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi
dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM). Beberapa upaya untuk
memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi
terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan,
pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan.
Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan
masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang
biasanya ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan kegiatan yang
biasa dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah
sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat-tempat umum (Hotel, Terminal), tempat
pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya.
Di dalam memantau pelaksanaan program kesehatan lingkungan dapat dilihat
beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagai berikut:
1. Penggunaan Air Bersih; perlu diperiksa jumlah keluarga yang memiliki akses air bersih.
Berapa keluarga yang menggunakan air dari PDAM, sumur gali, sumur pompa ataupun
dari sumber air yang lain.
2. Rumah Sehat; bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul
bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga
kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara
anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. perlu dilakukan pemeriksaan rumah sehat dan
sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumah sehat sehingga pencegahan
terhadap perkembangan vektor penyakit dapat diperkecil, demikian pula penyebab
penyakit lainnya di sekitar rumah.
3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar; keluarga dengan kepemilikan
sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga,
tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga keseluruhan hal tersebut sangat
diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan.
8. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM)
Makanan termasuk minuman, merupakan kebutuhan pokok dan sumber utama bagi
kehidupan manusia, namun makanan yang tidak dikelola dengan baik justru akan menjadi
media yang sangat efektif didalam penularan penyakit saluran pencernaan (Food Borne
Deseases). Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut yang sering
membawa kematian banyak bersumber dari makanan yang berasal dari tempat pengolahan
makanan (TPM) khususnya jasaboga, rumah makan dan makanan jajanan yang
pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan. Sehingga upaya
pengawasan terhadap sanitasi makanan amat penting untuk menjaga kesehatan konsumen
atau masyarakat.
Agar kesehatan masyarakat selalu terjaga perlu digalakkan gerakan hidup bersih dan
sehat. Pola hidup bersih dan sehat dapat diartikan sebagai hidup di lingkungan yang
memiliki standar kebersihan dan kesehatan serta menjalankan pola/perilaku hidup bersih
dan sehat. Lingkungan yang sehat dapat memberikan efek terhadap kualitas kesehatan.
Kesehatan seseorang akan menjadi baik jika lingkungan yang ada di sekitarnya juga baik.
Begitu juga sebaliknya, kesehatan seseorang akan menjadi buruk jika lingkungan yang ada
di sekitarnya kurang baik. Dalam penerapan hidup bersih dan sehat dapat dimulai dengan
mewujudkan lingkungan yang sehat. Lingkungan yang sehat memiliki ciri-ciri tempat
tinggal (rumah) dan lingkungan sekitar rumah yang sehat.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
60
C. LATIHAN
1. Sebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membangun suatu rumah yang
sehat dan higienis.
2. Jelaskan secara singkat pengertian air yang sehat.
3. Jelaskan pengertian sanitasi secara singkat beserta contoh-contohnya.
4. Sebutkan indikator-indikator kesehatan lingkungan yang biasa dilakukan oleh Dinas
Kesehatan.
5. Mengapa pengelolaan sanitasi makanan perlu dilakukan. Jelaskan secara singkat.
6. Apa yang dimaksud dengan pola hidup bersih dan sehat. Jelaskan dengan contoh.
D. PENUGASAN
1. Amati kondisi sanitasi di lingkungan sekitar tempat tinggalmu, lalukan evaluasi dan
desain sanitasi yang sehat untuk lingkungan di sekitar anda tersebut.
2. Buatlah indikator dan
E. DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet.
ke-2, Mei. Jakarta: Rineka Cipta.
Riyadi, Sugeng. Kesehatan Lingkungan.
Sri Budiyati. Tanpa tahun. Kesehatan Lingkungan. Bogor: Departemen Biologi FMIPA
IPB.
Sudomo dkk. 2006. Laporan Hasil Survey Cepat Penanggulangan Masalah Kesehatan
Lingkungan Kejadian Tsunami di Kabupaten Ciamis. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
61
BAB 7
PARADIGMA DAN ETIKA LINGKUNGAN
HIDUP
A. KOMPETENSI DASAR
Memahami ruang lingkup etika lingkungan hidup, prinsip-prinsip etika lingkungan hidup,
menerapkan prinsip-prinsip etika dalam kehidupan sehari-hari.
B. URAIAN MATERI
1. Pendahuluan
Jumlah penduduk di dunia terus meningkat. Tahun 2012, keseluruhan jumlah
penduduk di dunia lebih dari tujuh milyar jiwa. di Indonesia berdasarkan sensus tahun
2010, jumlah penduduk telah mencapai 237.641.326 jiwa. Pada tahun 2012 berdasarkan
data BPS, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 244.775.796 jiwa. Jumlah ini
masih sangat dimungkinkan untuk meningkat secara tajam dalam beberapa tahun ke
depan. Jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun akan sangat berpengaruh
terhadap lingkungan hidup tempat mereka tinggal.
Jumlah penduduk yang terus meningkat memiliki potensi yang sangat berpengaruh
terhadap kelestarian lingkungan. Jumlah penduduk yang besar berpotensi dalam
mendukung konservasi lingkungan sekaligus merusak lingkungan. Potensi negatif
peningkatan jumlah penduduk dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan jumlah
orang yang merusak dan tidak peduli terhadap konservasi lingkungan. Di satu sisi, potensi
positif peningkatan jumlah penduduk diartikan sebagai terjadinya peningkatan jumlah
orang yang peduli dalam menjaga, mengawetkan, dan memanfaatkan lingkungan secara
lestari.
Kecenderungan manusia untuk menjadi bagian dari potensi negatif atau positif
dalam konservasi lingkungan sangat dipengaruhi oleh cara pandang manusia terhadap
lingkungan. Cara pandang manusia terhadap lingkungan sangat dipengaruhi oleh nilainilai yang diyakini kebenarannya oleh mereka. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
oleh manusia terhadap lingkungan sangat dipengaruhi oleh etika lingkungan yang
dijadikan sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan demikian, etika lingkungan sangat
berpengaruh terhadap cara pikir dan cara tindak manusia dalam menaggapi lingkungan.
Oleh karena itu, pemahaman, penghayatan, dan penerapan etika lingkungan tepat oleh
manusia sangatlah penting untuk mendukung konservasi lingkungan. Pertanyaanya,
“posisi mana yang akan kita pilih?”
2. Ruang Lingkup Etika Lingkungan
Etika berasal dari Bahasa Yunani “ethikos” (kata sifat) yang berarti “muncul dari
kebiasaan”, dan “ethos” (kata benda) yang berarti “watak kesusilaan atau adat” (Barthes,
1983; Syamsuri, 1996). Dalam perkembangannya, etika merupakan cabang dari filsafat
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
62
yang bersifat normatif, yang mengkaji mengenai standar dan penilaian moral (Bhs. Latin
“mores” = adat/cara hidup). Magnis-Suseno (1987) menjelaskan bahwa etika merupakan
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Dengan demikian,
etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Oleh karena etika merupakan cabang filsafat yang normatif dan terkait
dengan moral, maka etika berperan sebagai penuntun moral yang datang dari dalam diri
manusia itu (Syamsuri, 1996).
Etika lingkungan merupakan pedoman tentang cara berpikir, bersikap, dan bertindak
yang didasari atas nilai-nilai positif untuk mempertahankan fungsi dan kelestarian
lingkungan. Nilai-nilai positif dapat berasal dari berbagai, seperti nilai agama, budaya,
dan moral yang menjadi petunjuk manusia dalam memandang dan memperlakukan
lingkungan. Sebagai sebuah pedoman etika lingkungan juga berfungsi sebagai kritik atas
atas etika yang selama ini dianut oleh manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial
manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan
juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis (Keraf, 2005).
Etika lingkungan mempermasalahkan pertanyaan “apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap lingkungan hidupnya?”. Dengan demikian, etika lingkungan berfungsi
sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini
dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas
biotis dan komunitas ekologis. Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi
kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral
yang terkait dengan isu lingkungan hidup.
3. Sumber-sumber etika
Etika lingkungan berfungsi dalam dua hal. Pertama, sebagai pengimbangan atas hak
dan kewajiban manusia terhadap lingkungan. Kedua, membatasi tingkah laku dan upaya
untuk mengendalikan berbaai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan
lingkungan (Syamsuri, 1996).
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air,
udara) dan biologis (tumbuhan – hewan), lingkungan buatan (sarana prasarana), dan
lingkungan manusia (hubungan sesama manusia, meliputi aspek sosial dan budaya).
Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam lingkungan
hidup tersebut. Oleh karena itu, ruang lingkup etika lingkungan mencakup apa yang
harus dilakukan oleh manusia terkait dengan lingkungan alam fisik, biologis, buatan, dan
lingkungan manusia. Dengan demikian etika lingkungan pada dasarnya adalah
menerapkan etika tidak hanya untuk kepentingan manusia, tetapi untuk keberlanjuta
ekologi (Rolston, 2003).
4. Paradigma Etika Lingkungan
Holmes Rolston (2003) menyatakan bahwa etika lingkungan merupakan teori dan
praktik terkait tindakan tepat yang didasari oleh nilai-nilai untuk menjaga alam. Namun
demikian, tindakan yang tepat masih bersifat relatif. Banyak orang yang memiliki
pandangan berbeda terkait tindakan yang tepat terhadap lingkungan. Dari sinilah muncul
ragam pola terkait hubungan, cara pandang, cara pikir, dan cara tindak manusia terkait
dengan alam.
Secara teoretis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal
sebagai shallow environmental ethics, intermediate environmental ethics, dan deep
environmental ethics (Keraf, 2005). Dalam istilah lain, tiga teori tersebut secara berturutturut dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme (Gudolf &
Huchingson, 2010).
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
63
Antroposentrisme dikenal sebagai pandangan yang bersifat human centered, artinya
manusia sebagai pusat pertimbangan terhadap lingkungan (Stanford Encyclopedia of
Philosophy, 2008). Pandangan ini disebut pula sebagai shallow environmental ethics
(etika lingkungan yang dangkal). Atroposentrisme terbagi atas egosentrime (kepentingan
pribadi sebagai pijakan nilai) dan homosentrisme (kepentingan kelompok sebagai pijakan
nilai) (Gudolf & Huchingson, 2010).
Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi
manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi
dan paling penting diantara mahkluk hidup lainnya. Manusia dan kepentingannya
dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang
diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai
tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Dalam pandangan ini, alam nonmanusia
dilihat sebagai objek yang dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sebagai alat
pencapaian tujuanya.
Pandangan kedua adalah biosentrisme yang disebut juga sebagai life-centered ethics.
Artinya, konsep etika berpusat pada komunitas hidup, meliputi manusia, flora, dan fauna.
Dalam hal ini manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan. Dalam pandangan ini,
manusia dan makhluk hidup adalah kesatuan ekosistem yang saling berada dalam
ketergantungan. Tiap makhluk hidup memiliki hidupnya sendiri dan memiliki sifat serta
kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya (Syamsuri, 1996). Dengan
demikian, perlu adanya upaya saling dukung dan saling melengkapi antarmakhluk hidup.
Biosentrisme memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai
nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan
kepedulian moral. Dalam konsep ini, alam semesta dipandang sebuah komunitas moral,
bahwa setiap kehidupan sama-sama memiliki nilai moral. Oleh karena itu, kehidupan
mahkluk hidup apa pun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan
tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung dan rugi bagi kepentingan manusia.
Dengan demikian, etika tidak hanya dipahami secara terbatas dan sempit sebagai hanya
berlaku pada komunitas manusia, tetapi juga berlaku bagi seluruh komunitas biotis
termasuk komunitas manusia dan komunitas mahkluk hidup lainnya.
Pandangan ketiga adalah ekosentrisme. Padangan ini merupakan kelanjutan dari
pandangan biosentrisme. Pandangan ini menekankan bahwa penerapan etika tidak hanya
pada komunitas hidup (biotik), tetapi juga mencakup komunitas ekosistem secara
menyeluruh. Pandangan ini melihat ekosistem sebagai the land ethic, atau tempat
penerapan etika (Rulston, 2003).
Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos, di mana lingkungan secara
keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Menurut ekosentrisme hal yang paling penting
adalah tetap bertahannya semua yang hidup yang yang tidak hidup sebagai komponen
ekosistem yang sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung
jawab moralnya sendiri (Sudriyanto, 1992).
Pada etika ekosentrisme, Sudriyanto (1992) menjelaskan beberapa prinsip, yakni
pertama, segala sesuatu saling berhubungan; Kedua, keseluruhan lebih daripada
penjumlahan banyak bagian; Ketiga, setiap bagian memiliki makna dalam konteks
keseluruhan; Keempat, alam manusia dan nonmanusia adalah satu.
Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini
dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan
Arne Naess, filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang dikembangkan
adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis. Dengan demikian, deep ecology
dipahami sebuah gerakan diantara orang-orang yang sama, mendukung suatu gaya hidup
yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
64
Dalam pandangan ini, semua spesies memiliki kedudukan yang setara (Gudolf &
Huchingson, 2010).
5. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai
sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam,
baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia
yang berakibat tertentu terhadap alam. Serta secara lebih luas, dapat dipakai sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan.
Keraf (2005: 143-159) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam etika
lingkungan hidup. Pertama adalah sikap hormat terhadap alam atau respect for nature.
Alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung
pada alam. Tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian
integral dari alam. Manusia anggota komunitas ekologis. Manusia merupakan makhluk
yang mempunyai kedudukan paling tinggi, mempunyai kewajiban menghargai hak semua
mahkluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai
dengan tujuan penciptanya. Maka sebagai perwujudan nyata dari penghargaan itu,
manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta
seluruh isinya. Manusia tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan sejenisnya
bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.
Kedua, prinsip tangungg jawab atau moral responsibility for nature. Prinsip
tanggung jawab disini bukan saja secara individu tetapi juga secara berkelompok atau
kolektif. Prinsip tanggung jawab bersama ini setiap orang dituntut dan terpanggil untuk
bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara
memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik pribadinya. Tangung jawab ini akan
muncul seandainya pandangan dan sikap moral yang dimiliki adalah bahwa alam dilihat
tidak sekadar demi kepentingan manusia, milik bersama lalu diekploitasi tanpa rasa
tanggung jawab. Sebaliknya kalau alam dihargai sebagai bernilai pada dirinya sendiri
maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya dalam diri manusia, kendati
yang dihadapi sebuah milik bersama.
Ketiga, solidaritas kosmis atau cosmic solidarity. Solidaritas kosmis mendorong
manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di
alam. Alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan
kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan
mencermati alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan
merusak kehidupannya serta rumah tangganya sendiri. Solidaritas kosmis berfungsi untuk
mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong
manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam, pro lingkungan atau tidak setuju
setiap tindakan yang merusak alam.
Keempat, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa
mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan
pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Diharapkan semakin mencintai dan
peduli terhadap alam manusia semakin berkembang menjadi mnusia yang matang,
sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan
dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.
Kelima, prinsip tidak merugikan atau no harm, merupakan prinsip tidak merugikan
alam secara tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan ayng
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
65
merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia
tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Pada masyarakat
tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini biasanya
dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu. Misalnya pada masyarakat
perdesasan yang masih percaya dan melakukan ritual di tempat tertentu, seperti sendang
(jawa) yaitu suatu lokasi keluarnya sumber air secara alami, dipercayai memiliki nilai
ritual tidak boleh setiap orang membuang sesuatu, tidak diperkenankan melakukan
kegiatan secara sembarangan, dan setiap hari-hari tertentu dilaksanakan ritual. Siapa saja
yang melakukan dipercayai akan mendapatkan sesuatu yang kurang baik bahkan kutukan.
Keenam, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam. Prinsip ini menekankan
pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material. Bukan
rakus dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya,
mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih penting adalah mutu kehidupan yang baik. Pola
konsumsi dan produksi pada manusia modern yang bermewah-mewah dalam kelimpahan
dan berlebihan, yang berakibat pada saling berlomba mengejar kekayaan harus ditinjau
kembali. Hal ini menyangkut gaya hidup bersama, apabila dibiarkan dapat menyebabkan
materialistis, konsumtif, dan eksploitatif.
Prinsip moral hidup sederhana harus dapat diterima oleh semua pihak sebagai
prinsip pola hidup yang baru. Selama tidak dapat menerima, kita sulit berhasil
menyelamatkan lingkungan hidup. Emil Salim (1987) memebrikan penejalsan bahwa di
Indonesia, sudah berulang kali dari pimpinan menganjurkan pola hidup sederhana, tetapi
yang seperti apa? Masih sangat subjektif, karena harus disesuaikan dengan keadaan
masing-masing masyarakat, dan ukuran yang pasti belum ada. Untuk menuju pola hidup
sederhana orang diminta untuk tenggang rasa, tetapi karena tidak semua orang peka untuk
tenggang rasa, hasil anjuran untuk hidup sederhana belum banyak berhasil. Tetapi etis
dapat menjadi dorongan yang amat kuat, apabila dapat dibina dengan baik. Misalnya,
apabila rasa bangga untuk hidup mewah dapat diubah menjadi rasa malu, perasaan etis
ini dengan sangat efektif akan menghambat pola hidup mewah. Contoh dalam kehidupan
sehari-hari dapat dilakukan mulai dari lingkup rumah tangga, di lembaga-lembaga
pemerintahan maupun swasta, dan juga masyarakat.
Ketujuh, prinsip keadilan. Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip –prinsip
sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus
berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan
bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan
hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi
semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.
Kedelapan, prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hahikat
alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah
hakikat alam, hakikat kehidupan itu sendiri. Artinya, setiap kecenderungan reduksionistis
dan antikeanekaragaman serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti
kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan,
keanekaragaman, pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap lingkungan
adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin
seorang pemerhati lingkungan. Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme,
diversifikasi pola tanam, diversifiaki pola makan, keanekaragaman hayati, dan
sebagainya.
Kesembilan, prinsip integritas moral. Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan
untuk pejabat publik. Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan
perilaku yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan
kepentingan publik. Dituntut berperilaku sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
66
disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan
terutama kepentingan masyarakat. Misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk
melakukan Analisis Mengenai dampak Lingkungan (Amdal) merupakan orang-orang
yang memiliki dedikasi moral yang tinggi. Karena diharapkan dapat menggunakan akses
kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan
lingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia. Murdiyarto (2003) menjelaskan bahwa
Clean Development Mechanism (CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB)
memiliki prospektif global yang menyangkut banyak kepentingan berbagai pihak, baik
secara kolektif maupun secara individu.
Kesembilan prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter atau
pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi dengan lingkungan
hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan di segala bidang.
6. Kearifan dalam menjaga Lingkungan
Pada saat ini fenomena lingkungan memasuki kondisi krisis, baik krisis lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial. Indikasinya adalah tanah pertanian makin tidak
produktif, flora dan fauna makin punah akibat eksploitasi sumber daya alam dengan tidak
memikirkan daya dukung lingkungan. Fenomena tersebut seharusnya menyadarkan kita
untuk mengoreksi tindakan yang salah pada masa lalu. Terus berusaha memperbaiki
lingkungan masa depan yang berbentuk tindakan baik pada tingkat afektif, kognitif,
psikomotorik, maupun bersifat teoritis dan praktis. Bagaimanapun, narasi besar
mengatakan bahwa persoalan lingkungan jelas berkaitan dengan watak manusia, terutama
sebagai konsekuensi interaksi manusia dengan alam lingkungan.
Kegiatan manusia dalam era modern menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi
untuk mencapai kesejahteraan. Indikator berhasil tidaknya suatu pembangunan pada
sebuah negara ditekankan pada industrialisasi yang didukung dengan kemajuan teknologi.
Pembangunan sering dilakukan membabi buta tanpa memperhatikan kelangsungan
ekologi untuk masa yang akan datang. Kondisi suhu, kebisingan, cahaya dan iklim
mempengaruhi kehidupan manusia. Suhu panas akan mengakibatkan manusia mudah
dehidrasi dan kehilangan konsentrasi, sehingga menyebabkan rendahnya kinerja
seseorang. Manusia berinteraksi secara timbal balik dengan lingkungan, sehingga
mempengaruhi dan dipengaruhi serta membentuk dan dibentuk oleh lingkungan
hidupnya. Manusia yang hidup dalam lingkungan tropis panas kulitnya akan berwarna
gelap karena sering terbakar panas matahari. Manusia yang hidup di daerah dingin akan
mengalami kekurangan pigmen sehingga kulitnya berwarna putih dan merah jika terbakar
matahari (Setyowati dkk., 2013).
Para pakar sosiologi, dan juga antropologi, menyakini bahwa dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari, manusia tidak akan pernah terlepas dari alam sekitarnya
(Poerwanto, 2008). Tidak semua manusia menyadari urgensitas hubungannya dengan
alam yang harus selalu dijaga dan dipelihara dalam sebuah keseimbangan yang
memungkinkannya terus berlangsung (sustainable). Kelompok manusia yang tidak
menyadari pentingnya eksistensi alam dalam kehidupan manusia akan melakukan segala
cara sesuai dengan keinginannya sehingga tidak jarang berimplikasi pada terjadinya
beragam ketidakseimbangan bahkan juga bencana. Sementara sebaliknya, manusia yang
sadar akan arti penting alam bagi kehidupannya akan memanfaatkannya sesuai kebutuhan
dan menciptakan beragam aturan atau metode agar keseimbangannya tetap selalu terjaga
atau lestari. Inilah yang kemudian dikenal dalam khazanah ilmu pengetahuan modern
dengan ‘kearifan lokal’.
Secara sederhana, kearifan lokal (indigenous knowledge atau local knowledge)
dapat dipahami sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
67
yang mencakup di dalamnya sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkaitan dengan
model-model pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari (Zakaria,
1994: 56). Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa dalam sejarah manusia terdapat
orang-orang yang sadar dan peduli akan kelestarian alam dan dari kelompok orang seperti
inilah kearifan lokal tersebut berasal. Orang-orang yang memiliki kepedulian alam ini
kemudian menciptakan aturan-aturan sederhana yang pada awalnya didapatkan melalui
proses trial & errordengan cara meneruskan aktivitas yang diyakini dapat melestarikan
alam dan meninggalkan praktek-praktek yang berujung pada kerusakan (Mitchell, 2003:
299). Aturan atau ketentuan dalam format ‘kearifan lokal’ tersebut diciptakan oleh
masyarakat dalam terminologi pantangan yang bercorak religius-magis dan aturan adat
(Lubis, 2005: 251).
Masyarakat dilarang untuk mendekat dan memasuki apalagi memanfaatkan tempattempat atau zona-zona yang ditetapkan sebagai ‘larangan’. Agar ketentuan ini menjadi
efektif, maka diciptakanlah beragam mitos atau cerita takhayul (superstition) sehingga
orang-orang yang bermaksud untuk melakukan aktivitas destruktif menjadi takut. Ceritacerita tersebut dibuat dalam beragam format, seperti adanya hantu yang menjadi
penunggu zona tersebut, atau dapat pula berupa binatang buas yang akan memangsa
siapapun yang melakukan aktivitas merusak di kawasan tersebut serta ada juga berupa
penyakit aneh yang akan menyerang orang-orang yang bertindak tidak baik di dalamnya.
Namun demikian, warisan-warisan nenek moyang kita sebenarnya memiliki aspek
positif yang sangat besar bagi kelangsungan dan kelestarian beragam sumberdaya yang
sangat berguna di sekeliling kita. hutan larangan, lubuk larangan, sistem tumpangsari,
pelestarian burung dan ular, keberadaannya mistik berkonotasi menakutkan, sepintas lalu
adalah kegiatan yang ketinggalan zaman. Namun lihatlah manfaat positifnya bagi
pelestarian hutan, sumber air dan sungai serta pertanian yang sekian lama terbukti mampu
mencegah aktivitas yang berujung pada degradasi sumberdaya alam dan lingkungan
sedini mungkin. Bumbu-bumbu mistis yang dianggap tidak logis dalam beragam kearifan
lokal tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah masyarakat dalam melakukan
perbuatan yang ‘semena-mena’ terhadap sumberdaya alam tersebut. Karena tingkat
pengetahuan masyarakat pada saat itu masih pada taraf teologi, maka aturan dan
ketentuan pelestarian sumberdaya alam yang dibuat pun harus mengikuti karakteristik
seperti itu. Karena model berpikir manusia pada masa diciptakannya kearifan lokal ini
masih belum menggunakan penalaran ilmiah, maka bumbu mistik berupa makhluk gaib
dan kekuatan supernatural lainnya menghiasi aturan dan ketentuan tersebut.
Menurut pemikiran Auguste Comte (1798-1857), seorang ilmuan sosial terkemuka
asal Perancis, perkembangan pemikiran manusia terbagi atau melalui tiga tahapan (fase),
yaitu: teologi atau fiktif; metafisik atau abstrak; dan ilmiah atau positif. Pada fase teologi,
pemikiran manusia menganggap bahwa semua gejala dihasilkan oleh tindakan langsung
dari hal-hal yang supernatural dan berlangsung pada era sebelum 1300. Sedangkan fase
kedua (metafisik) berlangsung pada era 1300-1800 yang ditandai dengan pemikiran
manusia yang menganggap bahwa semua gejala bukan berasal dari hal-hal yang
supernatural seperti pada tahapan pertama, tetapi berasal dari kekuatan-kekuatan abstrak.
Terakhir, fase ilmiah yang berlangsung sejak era 1800 yang ditandai dengan model
pemikiran manusia yang berlandaskan pada penalaran dan pengamatan yang kelak
memunculkan pengetahuan ilmiah (Ritzer & Goodman, 2004). Dengan demikian, di
dunia modern atau fase ilmiah menurut Comte yang ditandai dengan penggunaan nalar
ilmiah sebagai indikator penerimaan sebuah aktivitas, kearifan-kearifan lokal tersebut
tetap dapat diterapkan dengan memperhatikan manfaat positif yang ditimbulkannya.
Kearifan lokal berkaitan dengan etika dan sopan santun berkehidupan, sedangkan
lokal mencerminkan lingkungan sekitar. Sejak kecil orang tua sudah menanamkan bentuk
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
68
kearifan dalam berhubungan dengan sesama manusia atau dengan alam. Seorang anak
memiliki bekal sopan santun adat setempat. Bentuk kearifan lokal tentu berbeda-beda,
sikap anak pantai berbeda dengan sikap anak gunung. Anak kota memiliki pandangan
uang berbeda dengan anak desa. Pendidikan kearifan lokal yang sejak kecil ditanamkan
oleh orang tua, tidak boleh berhenti pada level SD. Sesuai dengan kematangan pola pikir,
anak SMP dan SMA harus lebih banyak diskusi pentingnya hal ini.
Menurut Syahrin (2010) kearifan merupakan seperangkat pengetahuan yang
dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat (komunitas) setempat. Kearifan itu
terhimpun dari pengalaman panjang dalam menggeluti alam melalui ikatan hubungan
yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara
berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan lingkungan (ecological wisdom)
merupakan pengetahuan, diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap
lingkungan khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas, dan
peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan dalam tiga bentuk tersebut lalu
dipahami, dikembangkan, dipedomani, dan diwariskan secara turun-temurun oleh
komunitas pendukungnya. Sikap dan perilaku menyimpang dari kearifan lingkungan,
dianggap penyimpangan (deviant), tidak arif, merusak, mencemari, dan mengganggu.
Kearifan lingkungan merupakan aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap
secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan, dan mengolah alam.
Kesuksesan kearifan lingkungan itu biasanya ditandai dengan produktivitas,
sustainabilitas, dan ekuitabilitas berupa keputusan yang bijaksana, benar, tepat, adil,
serasi, dan harmonis .
Bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya
yang bermacam-macam dan hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya
menjadi bermacam-macam seperti untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
Fungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara
daur hidup atau karma. Fungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
sebagai identitas suatu kelompok masyarakat, sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan
pantangan, mempunyai makna sosial misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat
(Setyowati dkk, 2013 ).
Dinamika kebudayaan sebagai hasil dari karsa manusia merupakan suatu hal yang
niscaya. Dinamika atau perubahan kebudayaan dapat terjadi karena berbagai hal. Secara
fisik, bertambahnya penduduk, berpindahnya penduduk, masuknya penduduk asing,
masuknya peralatan baru, mudahnya akses masuk ke daerah, menyebabkan perubahan
pada kebudayaan. Kearifan lokal merupakan kebijakan untuk melawan segala perubahan,
karena biasanya diwariskan secara turun temurun, berdasarkan kondisi lingkungan.
Menurut UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya dalam
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: unsur hayati
(biotik), unsur fisik (abiotik), dan unsur sosial budaya. Lingkungan Hidup dan sumber
daya alam di Indonesia dan dunia telah mengalami degradasi (penurunan baik secara
kuantitas maupun kualitas). Kerusakan lingkungan disebabkan ulah manusia yang tidak
bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Mereka dengan sengaja
mengeksploitasi lingkungan dengan semena-mena. Kelestarian dan kualitas lingkungan
menurun menyebabkan terjadi degradasi lingkungan atau disebut penurunan kualitas
lingkungan.
Adat kebiasaan yang dilakukan oleh suatu kelompok pada dasarnya teruji secara
alamiah dan bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang
berulang-ulang dan mengalami penguatan. Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
69
oleh masyarakat maka tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus. Perubahan
sebagai sifat dasar manusia secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik
atau mengandung kebaikan. Sebagai suatu bentuk tindakan manusia hukum-hukum yang
berlaku secara normatif sehingga ketika dilanggar tidak menimbulkan sangsi hukum yang
tegas, adanya pengawasan dan saling mengingatkan diharapkan mampu menjadi
pegangan dan kontrol yang kuat antara sesama manusia terutama untuk keberlangsungan
pembangunan.
Indonesia memiliki berbagai ragam kondisi geografi. Kondisi geografi, politik, dan
tingkat kecerdasan mempengaruhi pembentukan kearifan komunitas. Suatu bentuk
adaptasi dengan lingkungan akan membentuk dan berkembang kearifan lingkungan
sebagai hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Pemahaman tentang
lingkungan setempat sangat terperinci dan cermat sehingga menjadi pedoman akurat bagi
masyarakat dalam mengembangkan kehidupan lingkungan mereka. Pengetahuan
masyarakat akan membentuk kearifan yang sangat dalam makna dan kaitan dengan
pranata kebudayaan, terutama pranata kepercayaan (agama) dan hukum adat yang
kadang-kadang diwarnai dengan mantra-mantra. Meskipun tidak masuk akal sehat,
kegiatan tersebut sangat mewarnai kehidupan sosial pada sebagian masyarakat Indonesia,
jika dimaknai lebih dalam dari syair, mantra dan bacaan serta aturan yang ada disana
terkandung nilai luhur yang bermanfaat untuk menjaga keselarasan dan menjaga
lingkungan.
Di tengah ‘serbuan’ bencana alam yang seakan datang silih berganti menerjang
negeri ini, ada baiknya kita kembali menengok beragam warisan yang ditinggalkan oleh
nenek moyang kita. Kearifan lokal yang diwariskan para pendahulu kita tersebut memang
bercorak religius-magis yang tidak jarang menakutkan, namun dalam konteks sekarang
tidak lagi dipandang demikian karena sebenarnya mengajarkan manusia pada kerendahan
hati dan kebutuhan untuk belajar dari suatu komunitas sebelum kita mengajari mereka.
Nenek moyang kita telah mewariskan beragam format kearifan lokal yang bertujuan
untuk menjaga kelestarian dan menyelamatkan lingkungan dan sumberdaya alam
sehingga dapat selalu dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
Bencana disebabkan oleh kian menyusutnya kualitas dan kuantitas hutan. Pohonpohon yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap air makin berkurang . Akibatnya,
terjadi tanah longsong dan banjir bandang. Di sinilah letak urgensi kearifan lokal dalam
konteks sumberdaya hutan, yaitu adanya ‘hutan larangan’. Ketentuan ini mengatur suatu
kawasan hutan yang tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, apalagi ditebangi untuk
keperluan apapun. Penentuan ‘hutan larangan’ biasanya ditetapkan berdasarkan pada
efektivitasnya dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti di perbukitan; di sepanjang
aliran sungai dan dekat dengan sumber mata air warga (Lubis, 2005: 251).
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
70
C. STUDI KASUS DAN PENUGASAN
Kampung Naga:
Masyarakat Adat yang Menjaga Kelestarian Lingkungan
Kampung Naga adalah sebuah desa yang berada di Kampung Nagaratengah, Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
Masyarakat Kampung Naga sampai saat ini masih setia dalam menggunakan kearifan
lokal dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjaga lingkungan.
Menurut Kuncen (pemimpin adat) Kampung Naga, falsafah hidup seluruh
masyarakat Kampung Naga adalah menjaga tata wilayah, tata wayah, dan tata lampah.
Tata Wilayah berupa ruang yang tertinggi yaitu gunung hingga ruang lautan. Mereka
berpendapat banyaknya bencana berasal dari sikap dan perilaku manusia yang tidak
menjaga ”ruang”. Tata Wayah, adalah suatu waktu atau zaman/era, artinya masyarakat
tidak boleh melupakan ajaran atau pesan leluhur. Tata Lampah, adalah kepercayaan
moralitas masyarakat yang berpedoman pada ajaran agama dan kitabnya (Al-Quran).
Kawasan hutan oleh Kuncen Kampung Naga di ibaratkan seperti bank, karena
seluruh manfaat hutan digunakan untuk kelangsungan hidup tetapi yang dapat
dimanfaatkan hanya sebagian kecil dari kawasan hutan atau yang dimanfaatkan hanya
sebagian kecil saja seperti kayu atau ranting yang digunakan untuk bahan bakar masak,
kayu/bambu untuk membuat beberapa peralatan rumah dan suvenir. Air diibaratkan
sebagai kesatria dengan tempat istirahatnya adalah hutan. Bila masyarakat menjaga
hutan maka mereka telah dapat menjaga air untuk kelangsungan hidup. Hukum yang
berlaku pada masyarakat Kampung Naga adalah ”pamali” (Bhs. Sunda = pantangan),
yang berarti pantangan untuk dilakukan atau dikerjakan.
Mencapai Perkampungan Kampung Naga diawali dari kawasan parkir seputar
Kampung Naga lalu menuju jalan setapak yang cukup curam (menurun) berupa anakanak tangga (+ 300 anak tangga atau + 500 meter). Pada seratus anak tangga pertama,
kita akan melihat beberapa bangunan permanen dan non permanen rumah masyarakat
luar Kampung Naga.
Seratus anak tangga berikutnya akan menikmati pemandangan alam berupa sawahsawah dengan aliran-aliran airnya, sedangkan pada seratus anak tangga terakhir, kita
dapat melihat beberapa atap rumah adat ciri khas masyarakat Kampung Naga yang
seluruhnya berwarna hitam (berasal dari ijuk), aliran dan suara Sungai Ciwulan yang
deras, petak-petak sawah, dan bukit Gunung Cikuray (lokasi Kampung Naga berada di
lembah Cikuray) yang rindang oleh tumbuhan dan pepohonan.
Suasana Lingkungan Kampung Naga
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
C. Studi Kasus dan penugasan
71
Kehidupan alamiah masyarakat Kampung Naga sangat tradisional dan sangat
mempercayai cara-cara kehidupan para leluhur, sehingga mereka memegah teguh adat
istiadat. Hal ini sudah berlangsung lama karena dijaga oleh seluruh masyarakatnya
secara turun temurun. Kehidupan yang mayoritas mengandalkan pertanian dan
peternakan, menjadikan bahan makanan yang selalu mereka nikmati adalah padi, ikan,
dan ayam. Namun mereka sangat menikmati hasil dari usaha mereka karena mereka
telah menjaga kelangsungan alamiah lingkungannya sehingga diberikan kesuburan yang
tinggi serta aliran air yang tidak pernah berhenti.
Kawasan hutan yang tumbuh secara alamiah dimanfaatkan secara terbatas oleh
masyarakat Kampung Naga. Namun terdapat kawasan hutan yang sangat dilarang untuk
dilewati ataupun dimanfaatkan yaitu hutan larangan dan hutan keramat. Hutan larangan
berada di sisi arah timur Kampung Naga atau seberang Sungai Ciwulan, sedangkan
hutan keramat berada sisi barat Kampung Naga di Bukit Cikuray. Di hutan keramat
terdapat makam leluhur yang dapat dikunjungi hanya pada waktu ziarah saja. Seluruh
masyarakat tidak dapat melakukan sesuatu yang berhubungan dengan merusak hutan
walaupun hanya sedikit saja, seperti memotong atau mengambil ranting, bila merusak
atau mengambilnya masyakarat Kampung Naga percaya akan terjadi musibah pada
dirinya.
Sumber
: Redaksi Buletin Tata Ruang. 2008. “Kampung Naga: Masyarakat Adat Yang Menjaga
Pelestarian Lingkungan”. Buletin Tata Ruang. November-Desember
Penugasan
1. Nilai-nilai apa yanga Anda temukan dari cerita di atas?
2. Bagaimana kisah di atas dikaitkan dengan perspektif anrtoposentrisme, biosentrisme,
dan ekosentrisme?
3. Kunjungilah salah satu kawasan permukiman yang ada di sekitar kampus atau tempat
tinggal saudara. Identifikasi nilai budaya dan perilaku arif apa yang masih diterapkan
dan yang telah ditinggalkan!
4. Susunlah buku kerja tentang apa saja yang akan dan telah saudara lakukan setiap hari
terkait dengan aspek budaya terkait perilaku arif terhadap lingkungan hidup.
D. LATIHAN
1. Jelaskan peran etika lingkungan mengatasi permasalahan lingkungan!
2. Jelaskan perbedaan pokok antara paradigma antroposentrisme, biosentrisme dan
ekosentrisme!
3. Jelaskan terkait etika yang menyebabkan munculnya masalah lingkungan di
Indonesia!
4. Jelaskan paradigma yang tepat untuk mengatasi permasalahan lingkungan di
Indonesia!
5. Uraikan nilai-nilai budaya yang harus ditanamkan untuk menerapkan etika
lingkungan bervisi konservasi!
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
C. Studi Kasus dan penugasan
72
E. DAFTAR PUSTAKA
Berten, K., 1993. Etika. Jakarta: Gramedia.
Gudorf, C & Huchingson, J.E. 2010. Boundaries: a Casebook in Environmental Ethics.
Washington: Georgetown University Press.
Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Lubis, Zulkifli B. 2005. Menumbuhkan (Kembali) Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Tapanuli Selatan. Jurnal “Antropologi Indonesia”.
Departemen Antropologi Fisipol Universitas Indonesia Jakarta. Volume 29 No. 3
Tahun 2005.
Magnis-Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta. Kanisius.
Murdiyarso, Daniel. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta. Penerbit
Buku Kompas.
Ritzer, George. & Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Redaksi Buletin Tata Ruang. 2008. “Kampung Naga: Masyarakat Adat Yang Menjaga
Pelestarian Lingkungan”. Buletin Tata Ruang. November-Desember
Rolston, H. 2003. “Environmental Ethics”. Dalam Bunnin, N & Tsui-James, E.P. (Eds).
The Blackwell Companion to Philosophy. Oxford: Blackwell Publishing.
Salim, Emil. 1987. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Mutiara.
Setyowati DL, Qomarudin, Hendro AW, Dany M. 2013. Kearifan Lokal dalam Menjaga
Lingkungan Perairan, Kepulauan, Pegunungan. Semarang: CV. Sanggar Krida
Aditama.
Stanford Encyclopedia of Psychology. 2008. Environmental Ethics. Dalam
http://plato.stanford.edu/entries/ethics-environmental/ (diunduh 20 September
2012).
Syahrin, Alvi. 2011. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada
Kerangka Hukum Nasional. Makalah. Surakarta: USU.
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
C. Studi Kasus dan penugasan
73
Mata Kuliah
Nomor Kode MK/SKS
Dosen
Jurusan/Program Studi
Semester
1. Deskripsi Mata Kuliah :
2. Tugas
a. Tugas Individual
:
b. Tugas Kelompok
:
3. Jadwal Perkuliahan
:
Mata kuliah ini mempelajari tentang pengertian, ruang lingkup
dan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup; lingkungan dan
degradasi lingkungan; konservasi biotik, abiotik, dan cultural;
sumber daya alam; keanekaragaman hayati, kesehatan
lingkungan, etika lingkungan dan kearifan lingkungan.
Membuat makalah tentang permasalahan lingkungan di sekitar
tempat tinggal saudara
Menyusun sebuah essay tentang Pendidikan Lingkungan
Hidup atau suatu kearifan lingkungan yang dapat diterapkan di
masyarakat
Pertemuan
Pokok Bahasan dan
Sub-Pokok Bahasan
1
Pengertian, ruang lingkup dan
tujuan Pendidikan Lingkungan
Hidup
Mengenal tujuh pilar konservasi
Unnes
Lingkungan dan
permasalahannya
(masalah lokal dan nasional)
Lingkungan dan permasalahan
(masalah global)
Sumber daya alam
2
3
4
5
6
Sumber daya buatan dan sumber
daya manusia
7
Keanekaragaman Hayati (Jenis
dan nilai)
8
keanekaragaman hayati
(pengamatan di lapangan)
UAS - ujian tengah semester
9
10
11
: Pendidikan Lingkungan Hidup
: U0010004 / 2
: Tim Dosen
:
: 1 atau 2
Konservasi Sumber Daya Alam
(pengertian dan landasan)
Pengelolaan konservasi sumber
daya alam
Waktu*
Sumber Kepustakaan
Ket
T
Santosa, Kukuh.2004
Sutrisno, Djoko (Ed). 2005
Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001
v
Renstra Unnes
v
Gunawan, Totok. 2003
Suseno, Franz Magnis. 1987
v
Slamet, Juli Soemirat.1994
Mido, Y., et.al., 1995
Darsono, Valentinus. 1995
Tandjung, Shalihuddin Djalal
Tandjung, Shalihuddin Djalal
Gunawan dan Sudarmadji. 1998
Santosa, Kukuh. 2006
IUCN-UNEP, WWF.
Soerjani, dan Rozy 1987
Soemarwoto, O. 1994
Soemarwoto, O. 1994
v
Indrawan M, Primarck R.,
Suprijatna J. 2007
Widada, Kobayashi H. 2003
Widada, Mulyati S, Kobayashi H.
2003
v
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
P
L
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
C. Studi Kasus dan penugasan
v
74
12
13
14
15
16
Sanitasi dan kesehatan
lingkungan
Sanitasi dan kesehatan
lingkungan (Lanjutan)
Pengertian dan paradiga etika
lingkungan
Kearifan dalam menjaga
lingkungan (cultural)
UAS – ujian akhir semester
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003
Sudomo dkk. 2006
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003
Sudomo dkk. 2006
Gunn, Alastair S dan P. Aarne
Vesilind. 1986
Murdiyarso, Daniel. 2003
Widada, Mulyati S, Kobayashi H.
2003
v
v
v
v
v
(*) T: Teori, P: Praktek, L: Latihan/Tugas Mandiri
4. Daftar Pustaka
 Alam. 2004. Kebun Raya Masuk Halaman SD. Warta 3 bulanan. Bogor: Investing in
Nature-Indonesia, Kebun Raya Bogor.
 Hasbullah, H., 2008. Pendidikan Konservasi untuk Orang Dewasa. Tropika 13.
 Indrawan M, Primarck R., Suprijatna J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta
 Keraf, Sony. 2004. Bencana dan Krisis Lingkungan Global. Materi TOT PKLH
Dikdasmen di Sawangan Bogor.
 Kompas. 2004. Upaya Jempol mengatasi Sampah Plastik.
 Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Modul Kerjasama
Bappedal Prov. Jabar dengan Unpad.
 Parus. 2004. Konsep PLH pada Pendidikan Dasar dan Mengah. Materi TOT PKLH
Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas.
 Primarck RB, 1995. A Primer Conservation Biology. USA: Sinauer Associates Inc.
 Santosa, Kukuh.2004. Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Materi Pelatihan bagi Guru SD diselenggarakan Kerjasama Bintari-Dinas
Pendidikan Kota Semarang dan UNNES.
 Seumahu, JG; Nuryanti Y Rustaman. 1981. Kelestarian Alam. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
 Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Jambatan
 Sutrisno, Djoko (Ed). 2005. Pendidikan Lingkungan Hidup. Buku Pegangan Guru SD
Kerjasama Bappedal Prov. Jateng dengan FMIPA UNNES.
 Wahyono, Sri. 2004. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Padat. Materi TOT
PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas.
 Widada, Mulyati S, Kobayashi H. 2003. Sekilas tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Biodiversity Conservation Project. Bogor
Dosen Pengampu,
Perwakilan Mahasiswa
(...........................................)
NIP
( ______________________)
NIM. ....................................
Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
C. Studi Kasus dan penugasan
75
Download