ii PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP Buku Ajar MKU By Tim MKU PLH Editor: Dewi Liesnoor Setyowati Sunarko Rudatin Sri Mantini Rahayu Sedyawati UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FEBRUARI 2014 iii Kata Pengantar Saat ini lingkungan hidup menjadi salah satu isu utama dalam wacana semua tingkat, baik nasional maupun internasional. Hal ini tidak lepas dari timbulnya kesadaran bahwa fenomena perubahan alam yang banyak menimbulkan bencana ini juga disumbang oleh perilaku manusia. Kesadaran bahwa manusia adalah makhluk ekologis yang juga masuk dalam jaringan ekosistem yang luas membuat manusia harus selalu mempertimbangkan faktor lingkungan dalam setiap kegiatan maupun pembangunan. Kesadaran lingkungan ini harus ditanamkan pada semua level, mulai dari pendidikan usia tinggi sampai pendidikan tinggi. Universitas Negeri Semarang mencanangkan diri sebagai Universitas Konservasi sebagai jalan untuk ikut berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan dan juga dalam rangka masuk dalam jajaran universitas kelas dunia. Salah satu wujud dari program Universitas Konservasi adalah dengan memasukkan mata kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai mata kuliah umum yang wajib diambil oleh mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Semoga dengan dimasukkannya Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai bagian integral dari kurikulum Universitas Negeri Semarang dapat membekali mahasiswa dengan kompetensi jurusan masing-masing yang berwawasan lingkungan sesuai dengan visi Universitas Negeri Semarang sebagai Universitas Konservasi yang Sehat, Unggul dan Sejahtera. Tim Penyusun iv DAFTAR ISI Kata Pengantar iv Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Gambar viii BAB 1 Pendahuluan A. Kompetensi Dasar B. Uraian Materi 1.Latar Belakang 2.Pengertian Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) 3. Ruang Lingkup PLH 4.Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup C. Penugasan D. Daftar Pustaka 1 1 1 1 2 5 5 6 6 BAB 2 Pengelolaan Sumber Daya A. Kompetensi Dasar B. Uraian Materi 1. Pengertian 2. Sumber Daya Alam 3. Sumber Daya Buatan 4. Sumber Daya Manusia C. Latihan D. Penugasan E. Daftar Pustaka 7 7 7 7 8 10 12 14 14 15 BAB 3 Keanekaragaman Hayati A. Kompetensi Dasar B. Uraian Materi 1. Pendahuluan 2. Pengertian Keanekaragaman Hayati 3. Kekayaan Jenis Hayati Indonesia 4. Nilai Keanekaragaman Hayati 5. Konservasi Keanekaragaman Hayati C. Studi Kasus D. Latihan E. Penugasan F. Daftar Pustaka 16 16 16 16 17 19 21 23 24 24 24 25 BAB 4 Masalah Lingkungan A. Kompetensi Dasar B. Uraian Materi 1. Lingkungan dan Permasalahannya 2. Masalah Lingkungan secara Global v 166 Error! Bookmark not defined.6 Error! Bookmark not defined.6 26 27 3. Masalah Lingkungan secara Nasional 29 4. Masalah Lingkungan secara Lokal (Kota Semarang) 34 C. Latihan Error! Bookmark not defined. D. Daftar Pustaka Error! Bookmark not defined.7 BAB 5 Konservasi A. Kompetensi Dasar B. Uraian Materi 1. Pengertian Konservasi 2. Konservasi di Universitas Negeri Semarang 3. Konservasi Berbasis Masyarakat C. Latihan D. Penugasan E. Daftar Pustaka 38 38 38 38 40 Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined.6 Error! Bookmark not defined.7 Error! Bookmark not defined.7 BAB 6 Kesehatan Lingkungan A. Kompetensi B. Uraian Materi 1. Pendahuluan 2. Faktor dalam Membangun Rumah 3. Komponen Rumah Sehat 4. Fasilitas Air Sehat 5. Sumber-Sumber Air Minum 6. Pengolahan Air Minum secara Sederhana 7. Sanitasi Lingkungan 8. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM) C. Latihan D. Penugasan E. Daftar Pustaka 48 48 48 48 49 51 55 56 57 59 60 61 61 61 BAB 7 Paradigma dan Etika Lingkungan Hidup A. Kompetensi Dasar B. Uraian Materi 1. Pendahuluan 2. Ruang Lingkup Etika Lingkungan 3. Sumber-Sumber Etika 4. Paradigma Etika Lingkungan 5. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan 6. Kearifan dalam Menjaga Lingkungan C. Studi Kasus dan Penugasan D. Latihan E. Daftar Pustaka 62 62 62 62 62 63 63 65 67 71 72 73 Kontrak Perkuliahan 74 vi DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kemampuan Produksi Ikan di Indonesia Tahun 2004-2007........ ........... .......... 9 Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Sensus............ ........... ........... .......... 13 Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 ................... ........... 13 Tabel 2.4. Distribusi Persentase Luas dan Penduduk menurut Pulau .......... ........... .......... 13 Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Air Kali Garang ........... ........... ........... ........... .......... 36 Tabel 6.1.Kadar Zat Kimia yang Diperbolehkan dalam Air Baku.... ........... ........... .......... 56 vii Daftar Gambar Gambar 1.1 Tujuh Pilar Unnes Konservasi.................................... ........... ................... 5 Gambar 3.1. Keanekaragaman genetik pada ayam.... ........... ........... ........... ........... ........ 18 Gambar 3.2. Keanekaragaman jenis mammalia........ ........... ........... ........... ........... ........ 18 Gambar 4.1. Efek Rumah Kaca…………………………………………………............. 28 Gambar 4.2. Sumber dan Terbentuknya Hujan Asam……………………........................ 29 Gambar 4.3. Tingkat Deforestasi di Indonesia 1990-2011.... ........... ........... ........... ........ 31 Gambar 6.1 Ragam bentuk rumah yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan............. 50 Gambar 6.2 Contoh rumah dengan lingkungan yang sehat.. ........... ........... ........... ........ 51 Gambar 6.3 Tampak utuh sebuah rumah....... ........... ........... ........... ........... ........... ........ 52 Gambar 6.4 Skema ventilasi alami.... ........... ........... ........... ........... ........... ................... 53 viii BAB 1 PENDAHULUAN A. KOMPETENSI DASAR Memahami pengertian, ruang lingkup, dan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup B. URAIAN MATERI 1. Latar Belakang Sasaran pembangunan lingkungan hidup di Kota Semarang adalah meningkatnya kualitas lingkungan hidup wilayah dan terselenggaranya kegiatan pembangunan yang memperhatikan daya dukung lahan secara serasi dan berkelanjutan (Soemarmo, 2006). Ini saat yang tepat bagi UNNES untuk mempelopori dan sekaligus sebagai model dalam membangun kawasan yang berorientasi pembangunan berkelanjutan berwawasan berkelanjutan sesuai kaidah konservasi. Kebijakan Universitas Negeri Semarang menerapkan Universitas Konservasi (conservation university) merupakan kebijakan yang tepat, tidak saja sejalan dengan kebijakan Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah, tetapi juga sejalan dengan kebijakan nasional serta strategi pelestarian dunia. Hal ini dimungkinkan karena UNNES memiliki kekuatan dalam program-program, tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang sudah dijalankan. Selanjutnya telah dirancang program baru yang berbasis konservasi. Kehadiran UNNES sebagai Universitas Konservasi di Kelurahan Sekaran diharapkan antara lain menata kembali ekosistem sehingga berfungsi sebagaimana mestinya. Universitas Konservasi adalah konsep yang memadukan antara pedagogi dengan ekologi dengan mempertimbangkan sumber daya hayati dan lingkungan universitas sehingga mewarnai pelaksanaan dan pengembangan Tri Darma Perguruan Tinggi. Universitas Konservasi dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah atau aspek-aspek konservasi yaitu pemanfaatan secara lestari, pengawetan, penyisihan, perlindungan, perbaikan dan pelestarian. UNNES sebagai Universitas Konservasi berarti visi dan misi UNNES yang memayungi Tri Darma Perguruan Tinggi dilaksanakan dengan kaidah konservasi. UNNES sebagai Universitas Konservasi mempunyai tujuan untuk meningkatkan sikap mental (mind set), perilaku (behavior), dan peran serta(participation) seluruh warga UNNES dalam pembangunan untuk mendukung nation and caracter building sesuai kaidah konservasi. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari kebijakan UNNES sebagai Universitas Konservasi, adalah: (1) terciptanya lingkungan kampus yang ideal untuk mengembangkan Tri Darma Perguruan Tinggi, (2) mendukung laju percepatan UNNES yang sehat, unggul dan sejahtera (SUTERA), (3) melalui alumni dapat menyebarluaskan kaidah konservasi ini ke seluruh daerah (Jawa Tengah) saat para alumni bekerja kelak, dengan demikian penyebaran paradigma konservasi menjadi luas dan cepat terutama di Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 1 daerah yang memerlukan, (4) sebagai sumber belajar, penelitian dan rekreasi pendidikan, khususnya di bidang keanekaragaman hayati. Pada diri manusia memiliki pikiran dan rasa, keduanya harus dijalankan secara seimbang. Melalui pikiran manusis berpikir dan melalui rasa manusia dalam melakukan penalaran. Namun dalam mempelajari lingkungan rasa menjadi penting untuk digerakkan terlebih dahulu, karena Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) harus dimulai dari hati. Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan tidak akan membawa perubahan sikap dan perilaku.Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup. 2. Pengertian Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) PLH merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran mayarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Pendidikan lingkungan hidup mempelajari permasalahan lingkungan khususnya masalah dan pengelolaan pencemaran, kerusakan lingkungan serta sumber daya dan konservasi. Perubahan lingkungan semakin cepat terjadi, berbagai bencana datang silih berganti, sungguh merupakan fenomena yang menyentak pemikiran kita. Beberapa musibah bencana disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan, menjadikan kita berpikir kebelakang dan menghubungkan kejadian tersebut dengan proses pendidikan yang diterapkan. Musibah hutan gundul yang menyebabkan erosi dan longsor mengakibatkan banyak korban dikarenakan longsoran menimpa kawasan permukiman padat, permasalahan polusi udara di kota besar dikarenakan banyaknya penggunaan kendaraan bermotor, sikap penduduk yang masih membuang sampah sembarangan, dan masih banyak penyimpangan perilaku yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Permasalahan diatas membuat kita berpikir apakah kepedulian masyarakat akan lingkungan sedang mengalami krisis, apakah selama ini pendidikan yang mengupayakan peningkatan kepedulian masyakat masih kurang atau kurang optimum. Hal tersebut yang menyebabkan kita harus berpikir bagaimana upaya-upaya yang perlu di tempuh agar masyarakat dapat meningkat kepeduliaannya terhadap lingkungan. Pernyataan yang sampai saat ini masih terngiang dari Sumarwoto (1997) adalah pembangunan dapat dan telah merusak lingkungan, tetapi pembangunan juga diperlukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Kita semua memang menginginkan keadaan lingkungan yang lestari, yaitu kondisi lingkungan yang secara terus menerus dapat menjamin kesejahteraan hidup manusia dan juga mahluk hidup lainnya. Untuk memelihara kelestarian lingkungan ini setiap pengelolaan harus dilakukan secara bijaksana. Pengelolaan yang bijaksana menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang lingkungan dan akibat yang dapat timbul karena gangguan manusia. Pengelolaan yang bijaksana juga menuntut kesadaran akan tanggung jawab manusia terhadap kelangsungan generasi mendatang. Pengetahuan dan kesadaran akan pengelolaan lingkungan ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan sejenisnya. Bagaimana perkembangan dan pendidikan lingkungan di Indonesia? Indonesia ikut serta dalam berbagai kegiatan internasional. Bahkan sebelum diselenggarakan konferensi di Stockholm 5-11 Juni 1972, Indonesia menurut Soemarwoto (1997) telah menyelenggarakan Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 2 pertemuan untuk pertama kalinya mengenai lingkungan ini 15-18 Mei 1972. Kemajuan berikutnya adalah dengan dibentuknya Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang menghasilkan UURI No.4 Th 1982 kemudian diperbaiki dengan UURI No.23 Th 1997. Selanjutnya Depdiknas telah memasukkan pendidikan lingkungan ini, baik terintegrasi dengan mata pelajaran lain maupun dalam muatan lokal. Pembukaan konferensi Stockholm pada tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan hidup di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1975, dimulai oleh IKIP Jakarta dengan membuat GBPP bidang lingkungan hidup untuk pendidikan dasar yang kemudian pada tahun ajaran 1977/1978 dilakukan uji coba di 15 sekolah dasar. Perkembangan selanjutnya PLH pada tahun 1996 ditetapkan Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. LSM dan perguruan tinggi terus mendukung dan membantu dalam dalam mengembangkan PLH melalui kegiatan seminar, sarasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.Selanjutnya dibuat surat Edaran Direktur Jendral Manajemen Dasar dan Menengah No.5555/C/C5/TU/2005 tentang pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dengan surat ini diharapkan jajaran pendidikan di tingkat provinsi, kota dan kabupaten dapat segera menindaklanjuti dengan menyusun program, strategi dan materi PLH untuk diaplikasikan sejak SD. Berbagai permasalahan memang banyak dihadapi, mulai dari padatnya kurikulum, pelatihan yang belum merata, SDM belum siap untuk menyediakan materi/ bahan ajar dan alat. Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, sejak 2004, telah mengadakan sosialisasi dan pelatihan (TOT) tingkat nasional tentang konsep pendidikan lingkungan pada pendidikan dasar dan menengah. Jika pada tingkat satuan pendidikan SD, SMP segerajat, SMA sederajat sudah memulai pendidikan lingkungan hidup, maka di tingkat perguruan tinggi, apalagi Universitas Negeri Semarang, mahasiswa diseluruh program studi diwajibkan untuk mengambil mata kuliah PLH ini. Apalagi jika diperhatikan di Perancis pendidikan berbasis lingkungan (ekopedagodi) ini telah dikembangkan sejak awal tahun 60-an. Apakah ekopedagogi itu? a. Alam jangan dipandang sebagai lingkungan hidup (environment) semata tetapi sebagai ruang pemberi dan pemakna kehidupan (lebenstraum). b. Pendidikan yang dapat mengubah paragidma ilmu dan bersifat mekanistik, reduksionis, parsial dan bebas nilai menjadi ekologis, holistik dan terikat nilai sehingga dapat tumbuh kearifan (wisdom), misalnya dengan: membangun watak dan menghargai hak hidup mahluk hidup lainnya. c. Pendidikan lebih menekankan pendekatan biosentrisme dan ekosentrisme, bukan lagi antroposentrisme. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 3 d. Pendidikan untuk mengenali alam, sehingga tumbuh rasa cinta/ respek terhadap alam beserta isinya. 3. Ruang Lingkup PLH Dengan melihat masih banyaknya sampah (domestik, industri, transportasi) di sungai, pantai; penebangan liar pohon tanpa penanaman kembali; pengambilan secara berlebihan sumber daya tak terbarukan, mengingatkan kepada kita bahwa pendidikan lingkungan hidup (PLH) masih sangat diperlukan. Bahkan harus secara terus menerus disampaikan kepada semua lapisan, sampai kesadaran akan pentingnya kualitas yang baik dari lingkungan telah dimiliki oleh sebagian besar bangsa ini. Untuk warga kota Semarang teruskan kegiatan resik-resik kutho sebagai budaya warga Semarang. UNNES sebagai Universitas Konservasi jelas harus mengusung pendidikan lingkungan hidup (PLH) ini bagi mahasiswa baik program studi kependidikan maupun non-kependidikan.Kegiatan ini merupakan pembinaan sekaligus pendidikan yang sangat nyata. Aspek penting yang diterapkan dalam pembelajaran PLH adalah kognitif dan afektif. Aspek kognitif meliputi proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain. Materi PLH harus diberikan sebagai materi yang harus diketahui dan dipahami oleh mahasiswa, selanjutnya dikembangkan sendiri oleh mahasiswa. Aspek afektif yang dapat diterapkan dalam PLH meliputi tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Dalam PLH perlu diberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut. a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desain grafis b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data; c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama. Unnes menerapkan tujuh pilar unnes konservasi meliputi: biodiversity conservation, paperless policy, green architecture & internal transportation, waste management, clean energy, etika seni dan budaya, kader konservasi. Ketujuh pilar tersebut akan diterapkan pada Unnes secara bertahap. Berikut ini disajikan gambar tentang kedudukan pilar unneskonservasi. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 4 Gambar 1.1 Tujuh Pilar Unnes Konservasi Ketujuh pilar tersebut diatas diharapkan dapat mempersiapkan mahasiswa UNNES untuk dapat menjaga keselarasan,keserasian,keseimbangan terhadap lingkungan hidup. 4. Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup Selain ada tujuan perkuliahan PLH, maka secara global ada 5 tujuan pendidikan lingkungan yang disepakati usai pertemuan di Tbilisi 1977 oleh dunia internasional. Fien dalam Miyake, dkk. (2003) mengemukakan kelima tujuan yaitu sebagai berikut. a. Bidang pengetahuan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk mendapatkan berbagai pengalaman dan mendapat pengetahuan tentang apa yang diperlukan untuk menciptakan dan menjaga lingkungan yang berkelanjutan. b. Bidang kesadaran: membantu kelompok sosial dan individu untuk mendapatkan kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan beserta isu-isu yang menyertainya, pertanyaan, dan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan dan pembangunan. c. Bidang perilaku: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk memperoleh serangkaian nilai perasaan peduli terhadap lingkungan dan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam perbaikan dan perlindungan lingkungan. d. Bidang ketrampilan: membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk mendapatkan ketrampilan untuk megidentifikasi, mengantisipasi, mencegah, dan memecahkan permasalahan lingkungan. e. Bidang partisipasi: memberikan kesempatan dan motivasi terhadap individu, kelompok dan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan lingkungan yang berkelanjutan. Jadi pendidikan lingkungan hidup diperlukan untuk dapat mengelola secara bijaksana sumber daya kita dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang diperlukan pengetahuan, sikap dan ketrampilan atau perilaku yang membuat sumber daya kita tetap dapat dimanfaatkan secara lestari atau dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sutainable used). Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 5 Tentu tidak kalah penting adalah peranan pendidikan baik di tingkat sekolah dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Di Jawa Tengah, sampai tahun 2007, pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup baru dalam taraf sosialisasi. Masih sedikit sekolah yang telah melaksanakannya. Padahal jika baru dimulai sejak sekarang setidaknya akan terasa dalam pengelolaan lingkungan setelah 12-16 tahun kemudian. Setelah peserta didik lulus dari bangku SMA atau Perguruan Tinggi dan memasuki dunia kerja, mereka baru dapat menerapkan pengelolaan berwawasan lingkungan. Harapan ini baru berhasil bila pilar lainnya juga menerapkan pendidikan lingkungan hidup pada wilayahnya masing-masing. Semoga berhasil, karena pendidikan lingkungan hidup merupakan tumpuan bagi pengelolaan sumber daya sebagai sumber bagi kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang. C. PENUGASAN 1. Tulis pengalaman pribadi baik positif maupun negatif tentang apa yang telah dan akan dikerjakan terkait dengan perilaku peduli lingkungan! 2. Buat kajian tentang satu kasus kerusakan lingkungan berikan ulasan pendidikan lingkungan yang sesuai dalam mengatasi kasus tersebut. D. DAFTAR PUSTAKA Alam. 2004. Kebun Raya Masuk Halaman SD. Warta 3 bulanan. Bogor: Investing in Nature-Indonesia, Kebun Raya Bogor. Keraf, Sony. 2004. Bencana dan Krisis Lingkungan Global. Materi TOT PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Kompas. 2004. Upaya Jempol mengatasi Sampah Plastik. Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Modul Kerjasama Bappedal Prov. Jabar dengan Unpad. Parus. 2004. Konsep PLH pada Pendidikan Dasar dan Mengah. Materi TOT PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas. Santosa, Kukuh.2004. Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi. Materi Pelatihan bagi Guru SD diselenggarakan Kerjasama BintariDinas Pendidikan Kota Semarang dan UNNES. Seumahu, JG; Nuryanti Y Rustaman. 1981. Kelestarian Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Jambatan Sutrisno, Djoko (Ed). 2005. Pendidikan Lingkungan Hidup. Buku Pegangan Guru SD Kerjasama Bappedal Prov. Jateng dengan FMIPA UNNES. Wahyono, Sri. 2004. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Padat. Materi TOT PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 6 BAB 2 Pengelolaan Sumber Daya A. KOMPETENSI DASAR Mahasiswa mampu mendeskripsikan dan mengidentifikasi jenis-jenis sumber daya alam, buatan dan manusia; serta mampu menentukan dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan dan bijaksana. B. URAIAN MATERI 1. Pengertian Berdasarkan UU No 32 tahun 2009 Sumber Daya Alam diartikan sebagai ” unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.”Dengan demikian semua komponen alam termasuk manusia merupakan sumber daya alam. Keberadaan Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia dilindungi dengan adanya Konservasi Sumber Daya Alam yang berisi tentang “pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Pengertian tentang sumber daya alam ini diperjelas dalam Pasal 6 Bagian Kesatu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Inventarisasi Lingkungan Hidup yang menjelaskan, Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan; e. bentuk kerusakan; dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Sedangkan pengertian dari sumber daya manusia (kadang disingkat SDM) adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 7 2. Sumber Daya Alam Dalam melaksanakan pembangunan nasional, sumberdaya alam Indonesia harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang. Kebijaksanaan yang seksama dalam mengelola sumberdaya alam diperlukan baik terhadap sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui maupun terhadap sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Ada beberapa pembagian sumberdaya alam yang telah dibuat oleh para ahli, beberapa contoh pembagian tersebut adalah: perpetual, reneweble resources, non reneweble resourches, dan potensial resourches. a. Perpetual merupakan sumber daya yang selalu ada dan keberadaannya relative konstan meskipun sumber daya tersebut kita eksploitasi secara besar-besaran. b. Reneweble Resourches merupakan sumberdaya yang dalam waktu pendek dapat berkurang, tetapi dalam jangka panjang akan pulih kembali karena proses alam. Persyaratan tercapainya renewable: 1) harus ada syarat/kondisi yang harus dipenuhi, yaitu lingkungan yang terjaga yang dapat memungkinkan pulihnya sumber daya dan 2) pemanfaatan sumberdaya yang terbaharui dalam jangka waktu tertentu harus ada pada kondisi untuk pulih kembali. Klasifikasi yang termasuk dalam renewable resourches antara lain: 1) Hutan Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan. Hutan merupakan sumberdaya penting seperti bahan makanan, kayu bakar, bahan bangunan, pakan ternak, obat-obatan, dan banyak hal lainnya. Pohon dan hutan juga berperan penting bagi keberlanjutan lingkungan yang sehat. Mereka menjaga kebersihan udara dan air, mencegah erosi dan banjir, menyuburkan tanah, menyediakan tempat bersarang bagi burung-burung, hewan, dan tanaman, memberikan perlindungan, dan membuat lingkungan kita indah. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 8 Agar hutan dapat terus memberikan sumberdaya dan menjamin kelangsungan suatu lingkungan yang sehat, maka hutan harus dipelihara dengan baik, dikelola secara adil, dan digunakan dengan bijaksana. Namun mengingat hutan berharga bagi industri dan juga bagi warga, dan karena lahan hutan kadang-kadang diinginkan untuk kepentingan lain, maka pembabatan hutan di seluruh dunia terjadi lebih cepat dibanding kemampuan hutan untuk tumbuh kembali. 2) Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang di/terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Umumnya, Perikanan ada untuk kepentingan penyediaan makanan bagi manusia, walaupun mungkin ada tujuan lain (seperti olahraga atau pemancingan yang berkaitan dengan rekreasi), mungkin juga memperoleh ikan untuk tujuan membuat perhiasan atau produk ikan seperti minyak ikan. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis). Untuk memenuhi kebutuhan akan ikan dengan melakukan budidaya dan juga ada yang dengan cara melakukan penangkapan. Saat ini produksi ikan di Indonesia masih didominasi dari sektor penangkapan yang mencapai 70 % dari total produksi perikanan di Indonesia. Untuk melihat seberapa besar kemampuan produksi ikan di Indonesia, berdasarkan data dari berbagai sumber antara lain Biro Pusat Statistik dan Departemen Kelautan dan Perikanan. Dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2.1 Kemampuan Produksi Ikan di Indonesia Tahun 2004-2007 Tahun 2004 2005 2006 2007 Prod Budidaya (Ton) 1,468,610 2,163,674 2,682,596 3,088,800 Prod Penangkapan (Ton) 4,651,121 4,705,868 4,769,160 4,940,000 Total Produksi (Ton) 6,119,731 6,869,542 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2008) 7,451,756 8,028,800 Produksi perikanan budidaya Indonesia digolongkan atas jenis budidaya antara lain: Budidaya Laut, Budidaya Tambak, Budidaya Kolam, Budidaya Karamba, Budidaya Jaring Apung, Budidaya Sawah (DKP 2007). Untuk perikanan tangkap Indonesia digolongkan atas jenis Perairan Laut, dan Perairan Umum (DKP 2006). Melihat data diatas, potensi perikanan kita masih terbuka dan pemanfaatannya masih minim. Namun jika kita melihat lebih jauh, ternyata di sektor penangkapan pemanfaatan sudah mencapai 65% dan beberapa daerah dilaporkan sudah over fishing, namun di sektor budidaya pemanfaatan baru mencapai 5 % saja. Dari beberapa laporan dan kegiatan Departemen Kelautan dan Perikanan, pemerintah berusaha mengoptimalkan kedua sektor diperikanan ini. Di Perikanan Budidaya, pemerintah mencoba mengembangkan industri yang menyerap tenaga kerja, perikanan berskala mikro, pengembangan kawasan budidaya, produksi induk dan benih unggul dan lainnya. Di Perikanan Tangkap, pemerintah menerapkan kegiatan pemacuan stock ikan, memaksimalkan rumpon, perbaikan ekositem laut dan pembrantasan ilegal fishing. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 9 c. Non Reneweble Resourches Keberadaan sumber daya semakin lama akan semakin berkurang apabila dilakukan pemanfaatan. Sampai suatu saat tertentu sumber daya alam ini akan habis. Bahan bakar fosil termasuk sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, maka harus dipergunakan sebijaksana mungkin bagi pembangunan nasional tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahan bakar fosil yang telah banyak dipergunakan adalah minyak dan gas bumi serta batu bara. Untuk mempergunakan bahan bakar fosil perlu pengetahuan cadangan dan dampak negatifnya. Ketersediaan minyak dan gas bumi di Indonesia sangat terbatas, sehingga pada suatu saat indonesia harus mengimpor minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dilakukan upaya untuk memanfaatkan energi panas bumi. Pemanfaatan sumberdaya panas bumi selama ini masih terbatas pada penggunaan sebagai pembangkit tenaga listrik. Cadangan bahan bakar fosil Indonesia yang masih melimpah adalah batubara (masih dapat digunakan ratusan tahun), namun penggunaan batubara dipandang lebih mencemari lingkungan dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar minyak. Selain kandungan belerangnya tinggi, menimbulkan pencemaran debu yang sangat tinggi. Di samping itu memerlukan tempat penyimpanan yang lebih besar dan waktu pengangkutan yang lebih lama. Pemanfaatan batubara merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan diversifikasi energi guna mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Pengembangan produksi batubara dilakukan dengan meningkatkan eksplorasi, rehabilitasi dan perluasan tambang milik pemerintah. Pembakaran minyak bumi dan gas dalam pabrik dan di kendaraan bermotor menciptakan polusi yang beragam. Salah satu gas yang dihasilkan adalah karbon dioksida (CO2) yang menangkap panas di udara. Gas ini adalah salah satu penyebab utama pemanasan global, yang mendatangkan bencana seperti banjir, badai, kekeringan, dan permukaan air laut yang meningkat. Polusi ini juga berdampak pada tanaman, hewan, dan serangga, dan memudahkan penyakit seperti demam berdarah menyebar lebih luas. Di stasiun bahan bakar dan di kota-kota yang padat, orang-orang terpapar asap-asap beracun yang dapat menyebabkan kanker dan penyakit-penyakit lain. d. Potensial Resourches Sumber daya yang karena pengetahuan dari manusia, saat ini belum sebagai sumber daya, belum dimanfaatkan. Akan tetapi suatu saat akan menjadi SDA karena kemampuan manusia untuk memanfaatkannya. Hal ini tergantung dari pengenalan, teknologi dan aspek ekonomi. Dalam pembangunan tanpa adanya kerusakan lingkungan yang penting adalah mengelola sumberdaya alam secara bijaksana supaya bisa menopang proses pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi di masa mendatang. Prinsip ini berlaku baik untuk sumberdaya alam yang bisa diperbaharui maupun untuk sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. 3. Sumber Daya Buatan Sumber daya buatan merupakan sumber daya yang sengaja dibuat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa sumberdaya buatan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain: a. Sawah Sawah merupakan lahan pertanian basah untuk menanam padi, sudah dikenal lama di berbagai daerah Indonesia. Padi sebagai tanaman utama di sawah memerlukan banyak Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 10 air jika dibanding dengan tanaman lain. Karena tanaman padi memerlukan banyak air, maka sawah harus mampu menahan air selama mungkin, baik dari air hujan maupun air limpahan sungai, danau/rawa. Pertanian yang berkelanjutan tidak hanya menghasilkan bahan pangan, tapi juga membuat tanah menjadi subur, melindungi pasokan air, mempertahankan benih-benih yang berharga, memelihara keanekaragaman hayati, dan membuat tanah tetap dapat memberi hidup bagi generasi selanjutnya. Dengan pertanian yang berkelanjutan untuk tanaman pangan, para petani dapat menanam lebih banyak di lahan yang sempit, dengan sedikit atau tanpa pupuk dan pestisida kimia. Ini akan menghasilkan pangan yang lebih banyak dan lebih baik untuk dimakan dan dijual, biaya memproduksi bahan makanan lebih kecil, dan mengurangi pencemaran udara, air, tanah, dan tubuh kita. Pertanian yang berkelanjutan sangat bermanfaat karena: mengurangi ancaman kekeringan melalui konservasi air, mengurangi ketergantungan pada bahan kimia, menghemat uang, dan membangun kepercayaan pada kemampuan untuk mandiri. Sawah diklasifikasikan berdasarkan irigasi dan pola tanam. Sawah Irigasi dipengaruhi adanya kebutuhan bahan pangan semakin tinggi. Untuk sawah irigasi kebutuhan air harus selalu tercukupi. Pola tanam merupakan usaha pergantian tanaman atau polikultur untuk efisinesi pemanfaatan sawah. Untuk menjaga kualitas sawah agar dapat memenuhi kebutuhan manusia, maka dilakukan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitasnya. Cara-cara yang biasa dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitasnya antara lain dengan: 1) menggunakan pupuk dan pestisida sesuai kebutuhan. Untuk ini disarankan adanya pertanian organik. Dengan pertanian organic, petani menyuburkan tanahnya dengan pupuk alami seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos. Pupuk alami lebih sehat bagi tanah, tanaman, air, udara, dan manusia dibanding pupuk kimia. 2) sawah dibero, sehingga dapat mengembalikan hara sawah secara alami. Dengan semakin tingginya kebutuhan penduduk akan pangan dan dalam rangka mengejar produktivitasnya, petani tidak hanya menggunakan pupuk dan pestisida organik, tetapi juga menggunakan pestisida dan pupuk anorganik yang sebenarnya mempunyai dampak terhadap lingkungan. Adapun dampak dari penggunaan pestisida dan pupuk anorganik tersebut antara lain: perubahan mikrobia sawah, infiltrasi air ke dalam tanah berkurang, pencemaran lingkungan, dan biodiversitas berkurang. b. Waduk Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh. Tujuan pembuatan waduk adalah unutk kegiatan irigasi, rekreasi, energi, pengendali banjir dan perikanan. Waduk diklasifikasikan atas dasar peruntukannya. c. Perkebunan Perkebunan dibedakan dan diklasifikasi atas dasar komuditas seperti perdagangan (kelapa sawit, teh, kopi, karet, dsb), pengelola perkebunan pemerintah dan swasta, masalah yang berkaitan dengan lingkungan: 1) perkebunan monokultur pada umumnya tidak bisa mengkonservasi lingkungan secara maksimal, sehingga terjadi perubahan lingkungan (mis. Kelapa sawit menyebabkan jalur lintasan gajah terputus, populasi gajah menurun) dan 2) perkebunan yang memanfaatkan fungisida dan pestisida dengan kadar tinggi (teh, kopi, cengkeh), menyebabkan pencemaran lingkungan dan lingkungan sulit untuk pulih diri secara alami. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 11 d. Tegalan Pada umumnya masyarakat di pedesaan mempunyai lahan-lahan di sekitar rumah tinggalnya yang ditanami dengan sayur mayur atau kebutuhan hidup lainnya. Tegalan atau kebun tersebut dapat menopang ekonomi dan kebutuhan hidup sehari hari bagi masyarakat. Adanya pola tanam yang kurang sempurna pada tanah tegalan yang dibuat tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, antara lain: 1) erosi dan sedimentasi tinggi (daerah lereng perbukitan ditanami sayur mayur, tembakau) 2) pencemaran karena penggunaan pestisida dan pupuk an organik 3) monokultur yang menyebabkan kerusakkan biodiversitas lingkungan 4. Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003) Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimikiki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Sumber Daya Manusia atau man power di singkat SDM merupakan yang dimiliki setiap manusia . SDM terdiri dari daya fikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion Quality (EQ). Sumber Daya Manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu, tenaga dan kemampuanya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi, maupun bagi kepentingan individu. Terkait dengan masalah Sumber Daya Manusia adalah masalah tentang Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu. Berdasarkan hasil sensus tahun 2010, dalam pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan. Sensus Penduduk 2010 yang dilakukan BPS, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 2000-2010, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika di alokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan 99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 12 Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang tinggi pula. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1971-2010 serta pertumbuhannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010 (Juta Jiwa) Tahun Jumlah Penduduk 1971 119,2 1980 147,5 1990 179,4 2000 205,1 2010 237,6 Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 (Persen) Periode 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010 2,30 1,97 1,49 1,49 Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen pertahun. Artinya bahwa rata-rata peningkatan jumlah penduduk indonesia per tahun dari tahun 2000 sampai 2010 adalah sebesar 1,49 persen/pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya antara tahun 2000 sampai 2010 jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 1,49 persennya. Dengan jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa tersebut, membuat Indonesia tetap bercokol sebagai negara berpenduduk terbanyak setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk sebanyak itu menjadikan Indonesia menjadi negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York. Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua yaitu orang yang tinggal di daerah tersebut dan orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial. Tabel 2.4. Distribusi Persentase Luas dan Penduduk menurut Pulau Pulau 1. Jawa dan Madura Luas Penduduk / Population (%) Wilayah Area(%) 1930 1961 1971 1980 1985 1990 1995 2000 2005 6.9 68.7 65.0 63.8 61.9 60.9 60.0 58.9 59.1 58.8 2. Sumatera 24.7 13.5 16.2 17.5 19.0 19.9 20.3 21.0 20.7 21.0 3. Kalimantan 28.1 3.6 4.2 4.4 4.5 4.7 5.1 5.5 5.5 5.5 9.9 6.9 7.3 7.1 7.1 7.0 7.0 7.3 7.3 7.2 30.4 7.3 7.3 7.2 7.5 7.5 7.6 7.3 7.4 7.5 4. Sulawesi 5. Pulau lainnya 6. Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber/Source: BPS, berbagai publikasi. Data Statistik Indonesia 2009 Jumlah penduduk yang besar merupakan modal dasar pembangunan nasional bagi bangsa Indonesia, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif. Tetapi juga perlu disadari bahwa hanya dengan jumlah penduduk yang besar saja bukanlah keberhasilan dalam pembangunan. Peningkatan jumlah penduduk yang besar Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 13 tanpa adanya peningkatan kesejahteraan justru akan merupakan bencana bagi umat manusia. Peningkatan jumlah penduduk yang tak terkendali akan menimbulkan gangguan bagi program pembangunan yang sedang dilaksanakan dan akan menimbulkan berbagai kesulitan bagi generasi mendatang. Di sisi lain jumlah penduduk yang besar akan memerlukan sumberdaya alam yang besar pula, di lain pihak jumlah sumberdaya ala itu terbatas, sehingga bagaimanapun juga pertumbuhan penduduk harus ditekan. Kemampuan bumi untuk mendukung manusia yang ada di dalamnya terbatas. Pertambahan penduduk yang besar dari tahun ke tahun memerlukan tambahan investasi dan sarana di bidang pendidikan, perumahan dan prasarana lainnya. Hal ini merupakan masalah yang cukup rumit bagi pemerintahan yang sedang sedang berjalan dalam upaya membangun dan meningkatkan taraf hidup warganya. Disisi lain Daerah yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan ketrampilan yang memadai. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dari waktu ke waktu diperlukan data kependudukan secara rinci, termasuk diantaranya adalah pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk, dependency ratio, umur harapan hidup, tingkat kematian bayi dan tingkat kematian anak. Data kependudukan ini sangat penting dalam perencanaan pembangunan. Kita tidak akan merancang kota yang hanya dapat dipakai dalam beberapa tahun akibat pertumbuhan penduduk yang tanpa diperhitungkan. Dengan adanya data kependudukan yang lengkap, dapat diperkirakan berapa jumlah penduduk suatu kota pada tahun tertentu, sehingga luas kota dan berbagai fasilitas lainnya dapat dipersiapkan dengan lebih cermat. Sudah sejak lama masyarkat Indonesia hidup dalam hubungan serba selaras dengan lingkungannya. Bagian terbesar manusia Indonesia hidup di pedesaan, sehingga mereka karab dengan lingkungan alam dan hidup dengan semangat kekeluargaan dalam lingkungan sosial. Sungguhpun lingkungan hidup sebagi suatu sistem belum dikenal, namun masyarakat Indonesia sudah menerapkan pola hidup yang serasi dengan pengembangan lingkungan hidup. Berdasarkan kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar antara lain: a) Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa dan sangat jarang di Kalimantan dan Irian. b) Piramida penduduk sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar. c) Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun. d) Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa. e) Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat perhatian serius f) Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi C. LATIHAN 1. Jelaskan pengertian sumber daya alam yang saudara ketahui 2. sebutkan beberapa contoh pemanfaatan sumber daya perpetual yang sudah ada di sekitar tempat tinggalmu 3. Jelaskan pengertian sumber daya buatan yang saudara ketahui Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 14 4. Jelaskan pengertian sumber daya manusia 5. Jelaskan permasalahan yang timbul akibat pertambahan penduduk yang tak terkendali D. PENUGASAN 1. Pada lingkungan sekitar kampus, sebutkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Masukkan data yang saudara ketahui pada tabel berikut. No Dapat diperbaharui Sumber daya alam Tidak dapat diperbaharui 1 2 3 dst Dari hasil yang didapat di atas diskusikan dengan kelompok lainnya. 2. Mahasiswa diminta mencari data kependudukan yang ada di daerahnya masing-masing. Data yang diperoleh digunakan sebagai bahan diskusi tentang masalah-masalah kependudukan yang dihadapi masing-masing daerah. Antara lain: a. populasi b. kepadatan penduduk terkait luas daerah c. penyebaran penduduk d. angka natalitas dan mortalitas e. permasalahan sosial yang timbul sebagai dampak kepadatan penduduk f. indeks kesehatan Hasil diskusi dilaporkan dalam bentuk tulisan/makalah E. DAFTAR PUSTAKA Darsono, Valentinus. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta. Penerbitan Universitas Atma Jaya. Gunawan, Totok dan Sudarmadji. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta. Program Pasca Sarjana, UGM. Santosa, Kukuh. 2006. Pengantar Ilmu Lingkungan. Semarang. Unnes Press. Soerjani, M. 2009. Pendidikan Lingkungan, Sebagai Dasar Kearifan Sikap Bagi Kelangsungan Kehidupan Menuju Pembangunan Berkelanjuttan. Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan. Jakarta Tandjung, Shalihuddin Djalal. Tt. Ekologi Dan Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta. Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana, UGM. Kemen. LH. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup RI. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 15 BAB 3 Keanekaragaman Hayati A. KOMPETENSI DASAR Mahasiswa memahami tentang keanekaragaman hayati, kekayaan jenis hayati di Indonesia dan nilai keanekaragaman hayati. B. URAIAN MATERI 1. Pendahuluan Kekayaan hayati di dunia tidak tersebar seragam, daerah tropis umumnya merupakan tempat hidup berbagai jenis spesies dalam jumlah yang besar dibandingkan daerah lain. Secara efisien dan efektif diperlukan target dalam usaha konservasi dengan mengetahui dimana pusat keanekaragaman hayati yang dijadikan tingkatan prioritas secara nasional maupun internasional. Dalam skala global, secara sederhana dapat diidentifikasi daerah target yang dimaksud dengan membuat penilaian (scoring) antar negara yang memiliki kekayaan spesies yang tinggi. Seperti misalnya didasarkan atas kekayaan hayati vertebrata, kupu-kupu dan tumbuh-tumbuhan terdapat 12 negara teridentifikasi sebagai ‘megadiversity’ yaitu: Brazil, Indonesia, Peru, Ecuador, Malaysia Colombia, Mexico, India, Zaire, Madagaskar, China dan Australia. Negara-negara ini menyumbang lebih dari 70% dari keseluruhan taxonomy spesies tersebut. Jika ditambah dan didasarkan atas kekayaan hayati dari laut maka ‘megadiversity’ akan terpusat penyebarannya di wilayah ‘Coral Triangle’ yaitu Indonesia, Filipina, Timor Timur, Malaysia dan Brunei (Sabah), Papua New Guinea, Australia Utara serta Jepang di wilayah kepulauan paling selatan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan perlu dilestarikan melalui perlindungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan, seperti diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Keanekaragaman Hayati, yang meliputi konservasi, pemanfaatan berkelanjutan atas komponen keanekaragaman hayati, serta akses dan pembagian keuntungan yang adil. Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, yang ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah (genetik) yang berada di dalam setiap jenisnya. Dengan demikian, Indonesia menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara mega-biodiversity. Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan kekayaan alam yang dapat memberikan manfaat serga buna, dan mempunyai manfaat yang vital dan strategis, sebagai modal dasar pembangunan nasional, serta merupakan paru-paru dunia yang mutlak dibutuhkan, baik di masa kini maupun yang akan datang. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 16 Namun demikian, Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman lingkungan yang tinggi, terutama terjadinya kepunahan jenis dan kerusakan habitat, yang menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan karena proses /pembangunan, dimana jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah menyebabkan kebutuhan dasar pun semakin besar, sehingga sering terjadi perubahan fungsi areal hutan, sawah dan kebun rakyat baik oleh pemerintah maupun swasta. Keadaan demikian menyebabkan menyusutnya keanekaragaman hayati dalam tingkat jenis. Ketika pembangunan pemukiman, perkantoran, dan industri berjalan dengan cepat, secara bersamaan terjadi penurunan populasi jenis tumbuhan, hewan dan mikroba. Maka dari itu Indonesia merupakan salah satu wilayah prioritas konservasi keanekaragaman hayati dunia. Sebagai kader bangsa, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan tentang keanekaragaman hayati dan nilai pentingnya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian mahasiswa akan memiliki kepekaan untuk menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia secara berkelanjutan. 2. Pengertian Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati atau biodiversity, adalah semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi dimana mereka hidup. Termasuk didalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan lainnya. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak; dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem. a. Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen Jika mengamati tanaman bunga mawar, maka tanaman ini memiliki bunga yang berwarna-warni, dapat berwarna merah, putih atau kuning. Contoh lain pada tanaman pisang, keanekaragaman dapat ditemukan antara lain pada bentuk buahnya, rasa, dan warnanya. Demikian juga pada hewan dapat dibandingkan antara ayam kampung, ayam hutan, ayam ras, dan ayam lainnya. Disini akan terlihat keanekaragaman sifat antara lain pada bentuk dan ukuran tubuh, warna bulu dan bentuk pial (jengger). Keanekaragaman warna bunga pada tanaman mawar. Bentuk, rasa, warna pada buah mangga, serta keanekaragaman sifat, warna bulu dan bentuk pial pada ayam, ini semua disebabkan oleh pengaruh perangkat pembawa sifat yang disebut dengan gen. Semua makhluk hidup dalam satu spesies/jenis memiliki perangkat dasar penyusun gen yang serupa. Gen merupakan bagian kromosom yang mengendalikan ciri atau sifat suatu organisme yang bersifat diturunkan dari induk/orang tua kepada keturunannya. Gen pada setiap individu, walaupun perangkat dasar penyusunnya sama, tetapi susunannya berbeda-beda bergantung pada masing-masing induknya. Susunan perangkat gen inilah yang menentukan ciri atau sifat suatu individu dalam satu spesies. Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen? Perkawinan antara dua individu makhluk hidup sejenis merupakan salah satu penyebabnya. Keturunan dari hasil perkawinan memiliki susunan perangkat gen yang berasal dari kedua induk/orang tuanya. Kombinasi susunan perangkat gen dari dua induk tersebut akan menyebabkan keanekaragaman individu dalam satu spesies berupa varietas yang terjadi secara alami atau secara buatan. Keanekaragaman yang terjadi secara alami adalah akibat adaptasi atau penyesuaian diri setiap individu dengan lingkungan, seperti pada buah rambutan. Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi sifat yang tampak (fenotip) Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 17 suatu individu disamping ditentukan oleh faktor genetiknya (genotip), sedangkan keanekaragaman buatan dapat terjadi antara lain melalui perkawinan silang (hibridisasi). Gambar 3.1. Keanekaragaman genetik pada ayam Pada manusia juga terdapat keanekaragaman gen yang menunjukkan sifat-sifat berbeda, antara lain ukuran tubuh (besar, kecil, sedang); warna kulit (hitam, putih, sawo matang, kuning); warna mata (biru, hitam, coklat), serta bentuk rambut (ikal, lurus, keriting). b. Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis Dapatkah kita membedakan antara tumbuhan kelapa aren, nipah dan pinang? atau membedakan jenis kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang buncis, kacang kapri, dan kacang hijau? atau membedakan kelompok hewan antara kucing, harimau, singa dan citah?. Jika hal ini dapat dibedakan dengan benar, maka paling tidak sedikitnya kita telah mengetahui tentang keanekaragaman jenis. Gambar 3.2. Keanekaragaman jenis mammalia Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 18 Untuk mengetahui keanekaragaman hayati tingkat jenis pada tumbuhan atau hewan, dapat diamati, antara lain ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk dan ukuran tubuh,warna, kebiasaan hidup dan lain-lain. Sebagai contoh dalam suku kacangkacangan, antara lain; kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau dan kacang buncis. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut dapat dengan mudah dibedakan, karena diantara jenis tersebut ditemukan ciri-ciri yang berbeda antara ciri satu dengan yang lainnya. Misalnya ukuran tubuh atau batang (ada yang tinggi dan pendek); kebiasaan hidup (tumbuh tegak, ada yang merambat), bentuk buah dan biji, warna biji, jumlah biji, serta rasanya yang berbeda. Sebagai contoh hewan adalah suku Felidae. Walaupun hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaanperbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya. c. Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral. Baik komponen biotik maupun komponen abiotik sangat beragam atau bervariasi. Oleh karena itu, ekosistem yang merupakan interaksi antara komponen biotik dengan komponen abiotik pun bervariasi pula. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman tingkat ekosistem?. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem. Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan temperature, curah hujan, intensitas cahaya matahari, dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah. Di daerah dingin terdapat bioma Tundra. Di tempat ini tidak ada pohon, yang tumbuh hanya jenis lumut. Hewan yang dapat hidup, antara lain rusa kutub dan beruang kutub. Di daerah beriklim sedang terdpat bioma Taiga. Jenis tumbuhan yang paling sesuai untuk daerah ini adalah tumbuhan conifer, dan fauna/hewannya antara lain anjing hutan, dan rusa kutub. 3. Kekayaan Jenis Hayati Indonesia Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman hayati terbesar di dunia untuk darat dan laut. Dari 1,5 juta spesies yang telah diidentifikasi di muka bumi ini hampir setengahnya ada di Indonesia untuk ikan dan moluska, tidak kurang dari 30% untuk serangga dan reptilia, 25% untuk fungi, atau secara total setidaknya 20% dari keragaman hayati dunia ada di Indonesia (Tabel-1). Gambaran itupun baru dari yang telah teridentifikasi, belum termasuk yang banyak sekali belum teridentifikasi terutama keragaman hayati di bawah laut dan mikroba yang baru diperkirakan teridentifikasi tidak lebih dari 10% dari semua jenis kehidupan mikroba. Kekayaan hayati Indonesia dimungkinkan oleh beberapa hal, yaitu: letaknya diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia); jumlah Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 19 pulaunya yang amat banyak; serta sifat-sifat geografisnya yang unik. Tak ada negara lain di dunia yang mempunyai keadaan sama dengan Indonesia karena terletak di antara dua wilayah biogeografi yaitu Indo-Malaya dan Australia dengan garis Wallace diantaranya. Oleh karena itu, Indonesia tidak hanya merupakan negara mega biodiversity tetapi juga mempunyai tingkat endemisme yang tinggi. Dari segi ekosistem, paling tidak terdapat 42 ekosistem daratan alami dan lima ekosistem lautan terdapat di Indonesia, dari padang es dan padang rumput pegunungan di Irian Jaya sampai berbagai jenis hutan hujan dataran rendah di Kalimantan; dari terumbu karang sampai padang lamun di laut dan rawa bakau atau mangrove. Keanekaragaman ekosistem menghasilkan keanekaragaman spesies. Walaupun menempati hanya 1,3% wilayah daratan bumi, Indonesia memiliki 17% dari seluruh jumlah spesies dunia. Dari segi fauna Indonesia memiliki fauna dari kawasan Indo-Malaya (Asia), dan dari kawasan Australia. Indonesia dihuni paling tidak oleh 12% mammalia dunia, 15% amphibi dan reptilia, 17% dari semua burung dan 37% dari ikan dunia. Flora Indonesia termasuk ke dalam wilayah Malenesia dan paling tidak mengandung 11% dari spesies tanaman berbunga yang diketahui. Tingkat endemisme di Indonesia tinggi terutama di pulau-pulau Sulawesi, Irian Jaya dan Mentawai. Kebutuhan Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara ekologis dan berkelanjutan sudah sangat mendesak. Eksploitasi berlebihan akan meningkatkan risiko terjadinya perusakan lingkungan dan mengurangi pilihan untuk pembangunan di masa depan. Eksploitasi biota secara berlebihan bukan merupakan tujuan bagi pembangunan jangka panjang Indonesia. Keputusan-keputusan yang sulit harus diambil untuk dapat menjamin penurunan tingkat eksploitasi bagi populasi organisme di Indonesia. Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan masyarakat Indonesia maupun bagi negara secara keseluruhan. Sekitar 40 juta orang Indonesia hidupnya ditopang langsung oleh keanekaragaman hayati, dengan menggantungkan hidupnya pada hutan, sumberdaya pesisir dan laut maupun pertanian. Masyarakat menggunakan lebih dari 6.000 spesies tanaman dan hewan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi negara, keanekaragaman hayati adalah sumberdaya yang mempunyai arti ekonomi yang penting. Adanya sumberdaya alam hayati yang berlimpah, terutama dalam hal tumbuhan yang bernilai ekonomi dan dalam keanekaragaman jenis membuat Indonesi juga dikenal sebagai pusat keanekaragaman dunia atau pusat vavilov. Banyak jenis tanaman yang kini mempunyai makna global dan nasional berasal dari Indonesia. Selain itu hutan menyediakan lebih dari 100 spesies pohan kayu dengan nilai ekspor sekitar US $ 4,5 milyar setiap tahun, sementara devisa dari hasil hutan non-kayu mencapai US $ 300 juta per tahun. Sektor perikanan Indonesia menyumbangkan sekitar US $ 2 milyar pada tahun 1991 atau 5% dari total ekspor non-migas. Penyebaran Flora Fauna di Indonesia, tumbuhan atau flora Indonesia termasuk dalam pengaruh flora Asia dan Australia yang terbagi dalam tiga zona. Flora zona barat didominasi suku Dipterocarpaceae yang meliputi Pulau Sumatera dan sebagian Kalimantan (dipengaruhi vegetasi Asia), pada zona timur dipengaruhi vegetasi Australia yang meliputi pulau-pulau Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Pada zona timur banyak didominasi suku Araucariaceae dan Myrtaceae. Antara kedua zona tersebut adalah zona peralihan meliputi pulau Jawa dan Sulawesi yang didominasi suku Araucariaceae, Myrtaceae dan Verbenaceae. Hewan atau fauna Indonesia juga dipengaruhi oleh fauna Asia dan Australia. Zona tengah sering disebut garis Wallace yang meliputi pulau Bali dan Lombok terus ke utara Pulau kalimantan dan Sulawesi sampai sebelah selatan Kepulauan Filipina. Pada zona tersebut dapat dijumpai jenis-jenis endemik yaitu burung jalak Bali (Leucopser rotschildii) yang hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Bali Barat, babi rusa (Babyroussa Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 20 babirussa) di Pulau Sulawesi. Zona barat meliputi pulau-pulau di sebelah barat garis Wallace. Pada zona tersebut fauna yang dijumpai adalah gajah Asia (Elephas maximus sumatranus) di hampir seluruh pulau Sumatera, badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon. Sedang zona timur meliputi pulau-pulau di sebelah timur garis Wallace, antara lain dijumpai komodo (Varanus comodoensis) di pulau Komodo, kangguru pohon, burung kasuari dan cenderawasih dijumpai di Irian Jaya. 4. Nilai Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Dengan mengetahui potensi dari nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, diharapkan kita mampu melakukan kegiatan-kegiatan pemanfaatan secara lestari untuk mempertahankan kekayaan sumber daya hayati. Nilai dan manfaat keanekaragaman hayati tersebut antara lain: a. Pasokan makanan 1) Hewan; hanya beberapa dari spesies hewan yang telah didomestikasi untuk produksi makanan. Pada dasarnya semua protein dari hewan hanya berasal dari domestikasi hewan liar yang pernah dilakukan oleh manusia, termasuk proses pemuliaannya. Contoh Ikan menjadi hewan yang didomestikasi melalui teknik akuakultur saat ini dikonsumsi hamper menyamai hasil tangkapan laut. 2) Tanaman; hanya sebagian kecil tanaman di dunia telah dimanfaatkan untuk bahan makanan dalam skala besar. Kurang lebih 10.000-50.000 spesies diperkirakan dapat dimakan, tetapi hanya sedikit sekali yang telah dipergunakan sebagai makanan manusia. Sementara perkonomian menjadi semakin mengglobal, manusia cenderung mengkonsentrasikan beberapa spesies saja, sehingga dewasa ini 90 % makanan di dunia berasal dari sedikitjenis tanaman saja di antaranya: gandum, jagung, dan beras. Meskipun terdapat lebih dari 10.000 spesies padi-padian, tidak ada spesies baru yang dibudidayakan sejak 2000 tahun yang lalu. Bahayanya tergantung hanya pada beberapa jenis tanaman adalah diilustrasikan oleh kelaparan di Irlandia (potato famine) yang terjadi tahun 1845-1847. Irlandia hanya menggantungkan satu jenis tanaman sebagai sumber karbohidrat, yaitu kentang. Penyakit hawar daun (leaf blight) menghancurkan tanaman kentang di negara ini dan menyebabkan kelaparan, kurang lebih 1 juta orang meninggal. Gen dari tumbuhan liar merupakan sumber gen dengan karakteristik yang berguna untuk tanaman yang dibudidayakan. Tanaman kentang liar diketemukan di Peru dan ketika disilangkan dengan kentang yang telah dibudidayakan, varietas yang dihasilkan resisten terhadap penyakit hawar daun. Tanaman padi dilindungi dari empat macam penyakit oleh gen yang diambil dari spesies padi liar di India. Di Asia dan Afrika produksi ketela pohon meningkat berlipatlipat karena adanya varietas yang tahan penyakit yang berasal dari ketela pohon liar dari Brazil. Industri gula di Amerika Serikat diselamatkan dari kehancuran dengan mengintroduksi spesies liar dari Asia. Tomat liar dari Pegunungan Andes telah dipergunakan untuk meningkatkan kandungan gula pada varietas tomat yang telah dibudidayakan. Spesies tumbuhan liar biasanya memiliki variabiltas genetik yang besar, sehingga strain yang berbeda dapat dikembangkan melalui pemuliaan. Ini merupakan alasan penting untuk mengonservasi tidak hanya spesies, tetapi sampel dari variabilitas genetik di dalam spesies: sampel dari lokasi berbeda, subspesies berbeda. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 21 b. Produk pestisida alami Banyak tumbuhan tropis menghasilkan bahan kimia. Masyarakat lokal telah menemukan banyak tumbuhan berguna sebagai racun atau obat-obatan. Chrysanthemum, pertama kali digunakan seabad lalu di Timur Tengah untuk obat kutu. Bijinya mengandung purethrin. Telah dipergunakan untuk sampo obat kutu, dan obat semprot serangga di rumah dan obat nyamuk bakar. Tuba.(Deris), dipergunakan untuk meracun ikan, mengandung rotenone. Pohon mamba (Azadirachta indica).- Sebagai sumber insektisida (azadirachtin), fungisida dan spermasida dan berharga untuk pengendalian kelahiran. Azadirachta indica c. Obat-obatan Potensi untuk menemukan senyawa obat-obatan pada organisme liar sangat besar dan memberikan salah satu alasan untuk konservasi biodiversitas. Ini terutama di hutan tropis. Sesungguhnya industri farmasi lebih tergantung pada produk alami. Kurang lebih seperempat obat-obatan yang beredar diambil secara langsung dari tumbuhan atau versi bahan kimia yang dimodifikasi dari senyawa tumbuhan. Kurang lebih 121 obatobatan berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, termasuk morfin, codeine, quinine, atropine, dan digitalis. Namun, kurang dari 1% tumbuhan hutan tropis telah diuji sebagai sumber obat-obatan. Tumbuhan liar telah mengembangkan mekanisme pertahanan kimiawi selama jutaan tahun. Bahan kimia yang dikembangkan adalah racun yang sangat spesifik yang menyerang herbivora. Meskipun bahan kimia ini sering beracun, kadang-kadang bila diberikan dengan dosis dan cara yang tepat, atau diubah sifat kimiawinya, dapat dipergunakan untuk obat. Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat antara lain kumis kucing (sakit kencing batu dan ginjal), jambu batu (diare), salam (darah tinggi), kunir (maag, hepatitis), tapak dara (kanker dan diabet). Kumis kucing kunir kuning/kunyit tapak dara d. Pupuk Penelitian yang dilakukan baru-baru ini telah berhasil mengidentifikasi spesies bakteria dari lautan dalam yang mampu menambat nitrogen, mengonversinya menjadi bentuk yang dapat dipergunakan sebagai pupuk. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 22 e. Bahan Baku Rumah Tangga/ Industri Serat, misal ulat sutera, Pelapis (coating).- misal lak Adesif.- Casein, protein dan tanin telah dipergunakan secara intensif sebagai lem untuk industri. Biopolimer.- Terutama polimer seperti plastik telah dihasilkan dari bakteri dan secara teoritis dapat dihasilkan oleh tanaman. Sehingga senyawa kimia ini dapat diproduksi dengan menumbuhan tanaman tertentu. Minyak.- Minyak dari fosil dapat juga disintesis dari produk tanaman. Enzim.- Beberapa bakteri yang hidup pada sumber air panas dapat hidup pada suhu setinggi 113 oC dan mungkin berguna dalam produksi enzim yang stabil pada suhu tinggi (misal untuk cuci mesin). f. Manfaat lingkungan Organisme liar melakukan fungsi-fungsi lingkungan yang vital dan kita mengalami kesulitan untuk melakukannya sendiri. Kelalawar menyerbuki sukun, jambu biji, durian, kaliandra dsb. Mikroorganisme mendekomposisi sampah dan serasah. Cacing tanah membalik tanah dan menjaga aerasi. Bakteri tanah merubah nitrogen menjadi pupuk nitrat. Tumbuhan menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, sehingga mengurangi pemanasan global karena CO2. Semua manfaat ini adalah gratis dan biasanya diterima apa adanya (taken for granted) dan baru disadari kalau tidak memberikan manfaat lagi. Bioremediasi (fitoremediasi) mengacu kepada penggunaan organisme untuk membersihkan limbah beracun. Beberapa spesies tumbuhan yang hidup alami dalam tanah dengan kandungan metal berat yang tinggi telah mengembangkan mekanisme biokimiawi untuk mengekstraksi metal ini dari tanah dan mengakumulasinya dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan tumbuhan. 5. Konservasi Keanekaragaman hayati Upaya-upaya pemerintah Indonesia dalam pelestarian (konservasi) keanekaragaman hayati antara lain sebagai berikut: a. Taman Nasional, merupakan kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan. Beberapa taman nasional di Indonesia: 1) Taman Nasional Gunung Leuser; terletak di Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Contoh tumbuhan yang dilestarikan: meranti, keruing, durian hutan, menteng, Rafflesia arnoldi var.atjehensis. Hewan yang dilestarikan: gajah, beruang Malaya, harimau Sumatra, badak Sumatra, orangutan Sumatra, kambing sumba, itik liar, tapir. 2) Taman Nasional Kerinci Seblai; terletak di Propinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Tumbuhan yang dilestarikan: bunga bangkai (Amorphophalus titanium), Rafflesia arnoldi, palem, anggrek, kismis. Hewan yang dilestarikan: tapir, kelinci hutan, landak, berang-berang, badak Sumatra, harimau Sumatra, siamang, kera ekor panjang. 3) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan; terletak di propinsi Bengkulu sampai Lampung. Tumbuhan yang dilestarikan: meranti (Shorea sp), keruing (Diptetrocarpus sp), damar (Agathis alba), kemiri (Aleurites moluccana), mengkudu (Morinda citrifolia), Rafflesia arnoldi. Hewan yang dilestarikan: gajah, tapir, badak Sumatra, landak, trenggiling, ular sanca, bangau putih, rangkong, dan lain-lain. 4) Taman Nasional Ujung Kulon; terletak di kawasan ujung barat Pulau Jawa. Taman Nasional ini merupakan habitat terakhir dari hewan-hewan yang terancam punah, seperti: badak bercula satu (Rhinoceros sendaicus), banteng (Bos sondaicus), harimau loreng (Panthera tigris), dan surili (Presbytis aygula). Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 23 b. Cagar Alam, kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan ekosistem, yang perkembangannya diserahkan pada alam. jadi di cagar alam digunakan untuk melindungi hewan2 dan tumbuhan2 langka. c. Suaka marga satwa, berbeda dengan cagar alam kepentingan khusus suaka marga satwa adalah untuk melestarikan hewan2 langka. d. Kebun Raya, kumpulan tumbuh-tumbuhan di suatu tempat, berasal dari berbagai daerah yang ditanam untuk tujuan konservasi ex situ (pelestarian di luar tempat asalnya), ilmu pengetahuan, dan rekreasi, contoh: Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Purwodadi. e. Hutan Wisata, kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan, yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi. Contoh hutan wisata yaitu hutan wisata Pangandaran. f. Taman laut, merupakan wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa ke-indahan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam, yang diperuntukkan guna melindungi plasma nutfah lautan. Contoh: Bunaken di Sulawesi Utara. g. Hutan lindung, kawasan hutan alam yang biasanya terletak di daerah pegunungan yang dikonservasikan untuk tujuan melindungi lahan agar tidak tererosi dan untuk mengatur tata air. Contoh: Gunung Gede Pangrango. C. STUDI KASUS 1. Lakukan pengamatan keanekaragaman hayati pada beberapa lokasi taman di Unnes, Kebun Pendidikan, dan Taman Kehati Unnes. Jelaskan upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan taman tersebut. 2. Lakukan kajian, pengamatan, dan analisis tentang potensi keanekaragaman hayati di sekitar tempat tinggalmu. Bagaimana peran manusia dalam melestarikan keanekaragaman hayati tersebut? D. LATIHAN 1. 2. 3. 4. 5. Jelaskan pengertian keanekaragaman hayati! Jelaskan berbagai macam keanekaragaman hayati dan berikan contohnya! Bagaimanakah kondisi kekayaan jenis hayati yang dimiliki Indonesia? Jelaskan nilai dan pemanfaatan keanekaragaman hayati bagi kehidupan manusia? Berikan contoh perilaku atau tindakan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sebagai kader bangsa dalam menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia! E. PENUGASAN 1. Lakukan inventarisasi kekayaan jenis hayati di sekitar fakultas (masing-masing) dan lingkungan kampus Unnes. 2. Berilah saran tentang jenis, pengelolaan dan penataan keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kampus Unnes. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 24 F. DAFTAR PUSTAKA IUCN-UNEP, WWF. Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkelanjutan. Jakarta: PT.Gramedia. Salim, E. 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta. Soemarwoto, O. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Djambatan. Soerjani, M., Rofiq, M. dan M. Rozy, M. 1987. Lingkungan Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 25 E. BAB 4 Masalah Lingkungan A. KOMPETENSI DASAR Mahasiswa mampu memahami tentang permasalahan lingkungan, jenis masalah lingkunga global, nasional, dan lokal, mengenal beberapa kasus kerusakan lingkungan. B. URAIAN MATERI 1. Lingkungan dan Permasalahannya Masalah Iingkungan sudah ada sejak dahulu kala, tetapi dampaknya yang lebih luas mulai dirasakan pada dasawarsa 1950-an, akibat dari berkembangnya teknologi. Menurut Soeriaatmadja (1990), suatu penemuan yang sangat besar dampaknya terhadap alam pikiran manusia pada abad ke 20 ini ialah ketika manusia berhasil pertama kalinya mengarungi angkasa kuar dengan pesawat luar angkasa. Dari jendela pesawat para astronot dapat melihat planet bumi kita yang dihuni oleh bermacam-macam makhluk hidup. Pandangan lama menganggap bahwa manusia hidup di tengah-tengah berbagai benua yang terhampar luas tanpa batas dan dipisahkan oleh samudra yang batasnya tak jelas. Sehingga dengan berhasilnya manusia mengarungi angkasa luar, manusia juga dapat mengamati kerusakan planet bumi dari atas bumi. Kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kerusakan kehidupan, contohnya smog, asap menyerupai kabut yang berasal dari buangan mobil dan pabrik yang kemudian bereaksi dengan matahari, akan menganggu kesehatan (sistem pernafasan). Juga pengaruh logam berat air raksa (Hg) yang menyebabkan penyakit Minamata serta Iimbah logam kadmium (Cd) yang menyebabkan penyakit Itai-itai, keduanya di Jepang. Contoh di atas telah menarik perhatian serius beberapa negara sejak mulai 1970-an. Tepatnya setelah diselenggarakan konferensi PBB tentang Iingkungan hidup di Stockholm 5-11 Juni 1972. Sehingga tanggal 5 Juni selain dijadikan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (The Environment Day), didirikan pula badan PBB yang mengurus masalah lingkungan yaltu United Nation Environmental Programme (UNEP). Perlu diketahui bahwa pada konferensi tersebut ikut serta perwakilan Indonesia, yang sebelumnya telah mengadakan seminar tentang lingkungan hidup untuk pertama kalinya di Indonesia 15-18 Mei 1972 (Soemarwoto, 1997). Beberapa hal pokok yang menyebabkan timbulnya masalah lingkungan antara lain adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, meningkatnya kualitas dan kuantitas limbah, adanya pencemaran lintas batas negara. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 26 2. Masalah Lingkungan Secara Global Masalah lingkungan saat ini menjadi salah satu isu yang paling sering dibahas baik oleh pemerintah, peneliti maupun badan organisasi di level internasional maupun lokal. Beberapa masalah lingkungan global antara lain: a. Perubahan Iklim (Pemanasan Global) Iklim bumi telah berganti beberapa kali sepanjang sejarah sampai saat ini, terentang mulai jaman es sampai periode-periode panjang bumi menjadi hangat dan es mencair. Berdasarkan sejarah, faktor-faktor alam seperti erupsi vulkanik, perubahan orbit bumi, dan jumlah energi yang dilepaskan oleh matahari dapat mempengaruhi iklim bumi. Sejak akhir abad 18, aktivitas manusia yang berhubungan dengan revolusi industri juga telah mengubah komposisi atmosfer sehingga mempengaruhi iklim bumi. Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC), perubahan iklim adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan mengakibatkan perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan selama kurun waktu tertentu. Perubahan iklim telah menjadi masalah yang sering diteliti oleh para ahli. Masalah perubahan iklim ini muncul bersama krisis ekonomi, kesehatan dan keselamatan, produksi pangan, keamanan dan dimensi-dimensi yang lain. Perubahan pola iklim, sebagai misal, mengancam produksi pangan melalui meningkatnya curah hujan yang tidak normal, meningkatnya permukaan air laut mengkontaminasi persediaan air tawar di pesisir dan meningkatnya resiko bencana banjir, dan menghangatnya atmosfer juga membuat penyebaran hama dan penyakit tropis ke daerah lain. Beberapa efek lain dari perubahan iklim antara lain: o 1. Meningkatnya suhu bumi. Rata-rata kenaikan suhu global sekitar 0,74 C selama abad 20 ini. Kenaikan selama 50 tahun terakhir ini hampir 2 kali lebih tinggi dibanding 100 tahun sebelumnya. 2. Terdapat karbon dioksida lebih banyak di atmosfer. Karbon dioksida adalah penyumbang utama terjadinya perubahan iklim. 3. Banyak curah hujan dan banyak terjadi kekeringan. Terjadi curah hujan yang lebih tinggi pada daerah timur Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara dan Asia Tengah selama dekade belakangan ini. Tetapi di Mediterania, Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami kekeringan. 4. Kenaikan permukaan air laut. Total kenaikan permukaan air laut selama abad 20 sekitar 0,74 meter dan ini jauh lebih besar dibandingkan kenaikan selama 2000 tahun sebelumnya. 5. Berkurangnya lapisan es, terutama pada musim panas. b. Penipisan Lapisan Ozon Lapisan ozon adalah lapisan konsentrasi molekul ozon yang terdapat di stratosfer. Ozon adalah senyawa kimia yang terdiri dan 3 atom oksigen (O3). Sekitar 90% dari ozon yang ada di bumi terdapat di lapisan ozon. Di lapisan atmosfer (dekat permukaan bumi) ozon dapat mengganggu kesehatan, tetapi di lapisan stratosfer ozon akan melindungi mahluk hidup dan sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Berlubangnya lapisan ozon mengakibatkan semakin banyak radiasi yang mencapai permukaan bumi. Untuk manusia, paparan sinar UV yang berlebihan dapat mengakibatkan kanker kulit, katarak, dan memperlemah sistem kekebalan tubuh. Peningkatan radiasi UV juga mengakibatkan berkurangnya hasil panen dan gangguan pada rantai makanan di laut. Berlubangnya lapisan ozon sebagian besar disebabkan oleh CFC (Chlorofluorocarbons), HCFC (Hydrochlorofluorocarbons), HFC (Hydrofluorocarbons), Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 27 dan PFC (Perfluorocarbon). Gas-gas ini biasanya digunakan pada AC dan lemari es, emisi dari industri energi, semen, pulp dan kertas. Peristiwa berlubangnya ozon karena CFC melalui urutan sebagai berikut: CFC terlepas dari sumber dan naik ke stratosfer, sinar matahari memecah CFC sehingga menjadi atom klorin yang kemudian menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon. c. Efek Rumah Kaca Selain penipisan ozon, masih banyak lagi ancaman Iingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan kita, yaitu adanya gas pencemar (polutan) yang menyebabkan efek rumah kaca (ERK). Gas-gas pencemar akan melapisi bumi sehingga sinar matahari yang berhasil menerobos, panasnya akan tertahan tidak dapat lepas kembali ke atmosfer bebas. Fenomena ini menyerupai efek rumah kaca (green house effect), suhu dalam rumah kaca lebih tinggi karena panasnya tidak dapat menembus kaca. Sebenarnya bila bumi ini tidak ada gas polutan yang membentuk gas rumah kaca (GRK) seperti CO, Ca 2, metana, maka suhu rata-rata permukaan bumi hanya -18°C suhu yang dingin bagi kehidupan mahluk hidup. Tetapi dengan meningkatnya kadar GRK akan meningkat pula ERK (efek rumah kaca) sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula, sehingga menyebabkan pemanasan global. Gambar 4.1. Efek Rumah Kaca. Sumber: Assessment Report of Intergovernmental Panel on Climate Change, UNEP dan WMO, Cambridge University Press, 1996 d. Hujan Asam Hujan asam adalah istilah yang secara luas digunakan untuk campuran materi asam nitrit dan asam sulfit baik secara basah dan kering dari atmosfer melebihi jumlah normal. Penyebab atau unsur kimia pembentuk dari hujan asam berasal dari sumber-sumber alami seperti kegiatan vulkanik dan vegetasi yang terurai, maupun yang diakibatkan oleh Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 28 aktivitas manusia, yang terutama berasal dari sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Unsur-unsur kimia asam dapat berupa hujan yang mengandung asam, fog (kabut asap), dan salju. Jika unsur-unsur asam di udara tertiup angin dimana kondisi cuaca lembab, unsur kimia tersebut akan jatuh ke tanah dalam bentuk hujan, salju, fog, atau kabut. Setelah jatuh ke bawah dan mengalir akan mempengaruhi bermacam-macam tanaman dan hewan. Gambar 4.2. Sumber dan Terbentuknya Hujan Asam. Sumber: www.epa.gov Pada area dengan cuaca kering, unsur kimia asam dapat berupa debu atau asap dan jatuh ke tanah dalam bentuk deposisi kering, menempel ke tanah, gedung, rumah, mobil dan pepohonan. Partikel gas dan padat bersifat asam ini dapat terbilas air hujan dan jatuh sebagai air limpasan yang mengandung asam. Sekitar separuh dari keasaman di atmosfer turun ke tanah dalam bentuk deposisi kering. 3. Masalah Lingkungan Secara Nasional Masalah lingkungan secara nasional tidak jauh berbeda dengan masalah lingkungan secara global. Bedanya terletak pada corak, bobot besaran masalahnya. Masalah lingkungan secara nasional mempunyai persamaan yang jelas bila dibandingkan dengan masalah lingkungan di negara-negara berkembang dalam lingkup nasional. Keadaan dan masalah lingkungan pada tingkat nasional didahului oleh uraian mengenai keadaan dan masalah kependudukan yang secara global merupakan penyebab utama dan munculnya masalah lingkungan tersebut. Masalah kependudukan di Indonesia ditandai oleh laju pertumbuhan penduduk relatif masih tinggi, penyebaran penduduk belum berimbang, dan mutu kehidupan penduduk secara umum masih perlu ditingkatkan. Hal demikian dibarengi oleh berbagai pola dan langkah pembangunan yang cenderung: a. Merusak/mengganggu sistem pendukung kehidupan manusia b. Menciptakan ancaman dan bahaya buatan manusia dalam bentuk berbagai sumber bencana c. Berlanjutnya dampak dan resiko lingkungan ini pada generasi masa datang Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 29 d. Makin lemahnya struktur dan fungsi organisasi sosial masyarakat dalam berperan serta dalam mendukung kegiatan pembangunan maupun mengelola lingkungan Masalah lingkungan nasional (lokal) yang ditimbulkan juga menimbulkan kerusakan pada alam, yaitu : 1) Kerusakan Hutan Tropis Kerusakan disebabkan penjarahan yang dilakukan secara terang-terangan menyebabkan hutan-hutan rusak parah. Disamping penjarahan kerusakan juga diakibatkan karena kebakaran baik karena faktor alam maupun ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. Luas daratan Indonesia mencapai 190,47 juta Ha, terbagi atas Kawasan Hutan Negara seluas 130,61 juta Ha (69%) dan areal penggunaan lain seluas 59,86 juta Ha (31%). Kawasan hutan negara terbagi atas hutan konservasi (21,17 juta Ha), hutan lindung (32,06 juta Ha), hutan produksi (77,37 juta Ha) (Kementerian Kehutanan, 2012). Di dalam Pasal 4 ayat (1) UU NO. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dikemukakan, semua hutan di dalam wilayah republik indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di dalam Pasal 38 UU NO.41 Tahun 1999: (1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam Kawasan Hutan Produksi dan Kawasan Hutan Lindung. (2) Penggunaan kawasan hutan tersebut dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. (3) Penggunaan kawasan hutan untuk Pertambangan dilakukan melalui Ijin Pinjam Pakai oleh Menhut. Pada kawasan Hutan Lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. (4) Pemberian ijin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan DPR Implementasi instrumen perundangan secara konsisten telah menurunkan laju deforestasi di Indonesia. Tingkat deforestasi terbesar terjadi pada awal era reformasi (1996-2000), yang mencapai 3,51 juta Ha per tahun. Laju deforestasi berangsur-angsur dapat diturunkan sehingga tinggal 0,45 juta Ha pada tahun 2009-2011. Tingkat deforestasi sejak tahun 1990 sampai dengan 2011, disajikan pada Gambar 3.3. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 30 Tingkat Deforestasi 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 3,51 2,83 1,87 1,37 0,68 0,5 1,08 0,780,3 1,17 0,76 0,41 0,83 0,61 0,22 0,45 0,32 2006-2009 2009-2011 0,13 1990-1996 Seluruh Indonesia 1996-2000 2000-2003 2003-2006 Di dalam Kawasan Hutan Di luar Kawasan Hutan (APL) Deforestasi 1990-1996 1996-2000 2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011* National 1,87 3,51 1,08 1,17 0,83 0,45 1,37 2,83 0,78 0,76 0,61 0,32 0,5 0,68 0,3 0,41 0,22 0,13 Kawasan Hutan* Di Luar Kawasan Source: Ministry of Forestry 39 Gambar 4.3. Tingkat Deforestasi di Indonesia 1990-2011 Unnes Menanam di Kalisegoro dan Mangunsari Untuk mengendalikan laju deforestasi dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi dan reforestasi. Badan Pengembang Konservasi Universitas Negeri Semarang bersama Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi melakukan penanaman pohon di Kelurahan Kalisegoro dan Mangunsari, Kecamatan Gunungpati, Semarang, Jumat (27/1). Dalam kegiatan itu, tak kurang dari 650 mahasiswa angkatan 2010 kedua fakultas ambil bagian. Jumlah dan jenis bibit yang ditanam berdasar pada usulan dari masing-masing kelurahan yang dikoordinasikan dengan Unnes. Adapun bibit yang ditanam di Kelurahan Kalisegoro, yakni rambutan 275 bibit, manggis 120, durian 100, mahoni 125, dan trembesi 30 bibit. Sedangkan di Kelurahan Mangunsari ditanami bibit durian 100, manggis 25 dan trembesi 40. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari program One Man, One Tree yang digalakkan Unnes sebagai universitas konservasi. Kegiatan menanam ini merupakan upaya nyata mewujudkan Kecamatan Gunungpati sebagai salah satu daerah hijau dan sentra buah. Penanaman ini merupakan wujud kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan sekitar. (Sumber: www.unnes.ac.id, Senin, 30 Januari 2012 | 14:08 ) 2) Kerusakan terumbu karang Terumbu karang adalah suatu tumbuhan dan hewan yang berada di daerah perairan laut dangkal. Fungsi terumbu karang sebagai : 1. Penahan gelombang sehingga erosi tepi pantai dapat dikurangi 2. Tempat tinggal tetap atau sementara bagi berbagai jenis hewan serta tempat, persembunyian yang paling aman bagi hewan-hewan kecil 3. Tempat tumbuhnya berbagai macam zooxantellae dan alga, sehingga pada siang hari menghasilkan O2 yang diperlukan ikan dan mahluk hidup di bumi,serta dapat Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 31 dijadikan taman laut yang paling mengesankan. 4. Sumber penghasilan dan makanan bagi masyarakat pesisir karena potensi perikanan terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi 5. Bahan obat-obatan penyakit kanker berasal dari biota terumbu karang 6. Tujuan pariwisata yang indah dan unik Kerusakan terumbu karang sampai kedalaman 3 m di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan terumbu karang antara lain penangkapan udang atau ikan dengan merusak karang, pengambilan karang untuk bangunan, pembersihan karang dari perairan pantai untuk keperluan pariwisata. Dengan rusaknya terumbu karang maka fungsi terumbu karang sebagai penahan gelombang, tempat tinggal banyak organisme, potensi ekonomi dan pariwisata jelas terganggu. Terumbu Karang Buatan Keberadaan terumbu karang buatan (TKB) berdampak terhadap produktivitas fitoplankton, juvenil ikan, dan hasil tangkapan. Dengan adanya TKB secara langsung maupun tidak langsung berupa membaiknya potensi fitoplankton, yang berpotensi sebagai pakan alami yang mendukung kehidupan dan tumbuh kembangnya biota laut. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) antara kelimpahan plankton sebelum dan sesudah adanya TKB. Sumber: Sri Mulatsih, 2004 3) Kerusakan hutan bakau. Hutan bakau atau lebih dikenal dengan mangrove adalah hutan yang tumbuh sepanjang daerah pantai atau sekitar muara sungai dan sangat dipengaruhi pasang surut air laut. Ekosistem hutan mangrove tumbuh di daerah pantai yang landai dan terlindung. Tempat yang paling ideal untuk pertumbuhan hutan mangrove adalah sekitar muara dan delta sungai yang lebar dan kaya dengan lumpur dan pasir. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, memiliki hutan mangrove yang sangat luas. Menurut data hutan mangrove Indonesia dipekirakan 3,6 milyar hektar khususnya di sepanjang pantai timur Sumatra, pantai Kalimantan dan Irian Jaya. Fungsi hutan bakau (Reksodihardjo dan Lilley, 1996) adalah sebagai berikut: 1. Hutan bakau merupakan sumber daya yang kaya baik dalam hal penyedia tempat tinggal bagi binatang air seperti ikan, udang dan penyedia kayu atau pemanfaatan daun bakau bagi binatang ternak. 2. Selama proses pembusukan, hutan bakau menjadi sumber makanan utama untuk moluska, kepiting, cacing dan binatang-binatang kecil lainnya. 3. Sebagai pelindung dan stabilisator garis pantai dan bahaya abrasi. 4. Sebagai pengikat lumpur dalam pembentukan lahan. 5. Sebagai lahan yang digunakan untk berbagai kegiatan manusia, seperti tempat pemancingan atau tempat wisata. 6. Buah dan daun beberapa tumbuhan bakau dapat dimanfaat nelayan sebagai makanan dan obat, seperti di Asia Tenggara, abu rebung, dan daun nipah sudah lama digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan herpes, sakit gigi dan sakit kepala. 7. Tanaman mangrove juga merupakan penghasil madu meskipun hal ini belum tersebut dimanfaatkan secara sempurna Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 32 Kerusakan hutan bakau yang utama adalah alih fungsi hutan bakau tersebut menjadi daerah tambak (Kep. Karimunjawa, Cilacap), daerah pemukiman (Tanah Mas Semarang), perluasan objek wisata atau rekreasi. Belum lagi penebangan hutan bakau sebagai kayu bakar atau bahan bangunan. Polusi minyak juga mengancam juga tumbuhnya hutan bakau. UNNES Menaman Mangrove di Pantai Tirang Civitas akademika Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNNES mengadakan penanaman mangrove di Pantai Tirang, Tugurejo Kecamatan Tugu Semarang, Sabtu (25/6). Sebanyak 1.200 pohon ditanam dalam kegiatan itu. Kegiatan ini merupakan kali kedua dilakukan FIS. Sebelumnya kegiatan serupa dilaksanakan Mei lalu untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup. Melalui penanaman ini, FIS ingin meneguhkan semangat konservasi yang telah ditegaskan oleh Unnes. Unnes sebagai universitas konservasi merupakan cita-cita luhur yang peduli terhadap masa depan bumi dan manusia, sehingga harus didukung oleh seluruh civitas akademika, sesuai dengan bidang aktivitasnya masing-masing, termasuk penanaman mangrove. Penanaman Mangrove merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Semarak FIS SMART 2011, yang mengangkat tema “Hidup Selaras dengan Alam, Harmoni dalam Hubungan Sosial”. Selain menanam, civitas akademika FIS Unnes juga memantau dan merawat mangrove yang telah ditanam. (Sumber: www.unnes.ac.id, Senin, 27 Juni 2011 | 14:08 ) 4. Masalah Lingkungan Secara Lokal (Kota Semarang) Kota Semarang yang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dapat digolongkan sebagai kota metropolitan. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Luas wilayah kota Semarang 373, 70 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah sebesar 1.481.640 jiwa. Secara umum masalah lingkungan yang terjadi di Kota Semarang antara lain penyebaran air payau (intrusi air laut), longsor dan limbah cair, banjir dan rob. a. Penyebaran air payau (intrusi air laut) Penyebaran air payau di Kota Semarang semakin luas dan kadar garam semakin tinggi. Pemanfaatan air tanah di kawasan pantai yang dilakukan berlebihan tanpa perhitungan akan menyebabkan air laut begitu mudah meresap ke darat. Kondisi menyolok terjadi di sekitar Tawangsari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari, Tambaksari, dan Bedono. Pada daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40 meter air tanah sudah payau. Air tanah segar baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 meter. Hampir semua air tanah dangkal di kawasan Semarang, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 meter memiliki salinitas tinggi. Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena kandungan garam, tetapi juga dari jumlah koloid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan. Akibatnya beberapa sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk minum, hanya untuk MCK. Air tanah dangkal di kawasan Kalisari, Tapak, Beji dan kompleks Pertamina mengandung unsur CaCO3 522 mg/l, Mg 177,7 mg/l dan Fe 11,7 mg/l. Kekeruhan Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 33 tersebut melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Kekeruhan dan kelebihan unsurunsurnya begitu jelas sehingga air berwarna kecoklatan dan terasa asin. b. Banjir dan Rob Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk dari Kaligawe sampai perbatasan Demak. Persoalan yang juga sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di beberapa bagian di wilayah perencanaan yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya (terjadi backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar dan semakin tinggi. c. Longsor Kota Semarang merupakan salah satu kota besar yang unik. Karena kota ini terbagi dalam dua alam yang kontras dengan jarak sangat berdekatan. Kawasan kota bawah berbatasan langsung dengan pantai. Sementara kawasan perbukitan jaraknya sangat pendek. Kawasan kota yang berada di bawah tentu rawan banjir dan rob. Sementara daerah perbukitan rawan longsor. Tujuh dari 16 kecamatan di Kota Semarang memiliki titik-titik rawan longsor. Ketujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran, Gunungpati, Gajahmungkur, Tembalang, Ngaliyan, Mijen, dan Tugu. Kontur tanah di kecamatankecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah patahan dengan struktur tanah yang labil. Pengertian tanah longsor adalah terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang umumnya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang gundul serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor. Ulah manusiapun bisa menjadi penyebab tanah longsor seperti penambangan tanah, pasir dan batu yang tidak terkendalikan. Menurut organisasi MPBI (Masyarakat Peduli Bencana Indonesia), gejala umum tanah longsor meliputi: 1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing 2. Muncul mata air secara tiba-tiba 3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh 4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 34 Penegak-Pandega Menanam Seribu Pohon Peserta Perkemahan Jumat-Sabtu-Minggu (Perjusami) yang terdiri atas penegak dan pandega menanam 1.000 bibit pohon di lingkungan Perumahan Ayodya, Minggu (27/3). Acara ini sekaligus sebagai penutup perkemahan dan sosialisasi Undang-Undang Gerakan Kepramukaan. Penanaman dilakukan untuk menghijaukan kembali lahan kosong guna menghindari berbagai masalah lingkungan, terutama tanah longsor seperti yang terjadi beberapa tahun lalu di perumahan tersebut. Dalam penanaman, pramuka juga dibantu oleh Green Community Unnes serta Mahasiswa Pencinta Alam (Mahapala), dan Resimen Mahasiswa Unnes. Bibit yang ditanam antara lain jati kobon, mahoni, ketapang, dan trembesi. (Sumber: www.unnes.ac.id, Minggu, 27 Maret 2011| 10:26 C. LATIHAN 1. Apa yang anda ketahui tentang masalah lingkungan? 2. Faktor apa saja yang menyebabkan masalah lingkungan global?Jelaskan. 3. Pada tanggal berapakah hari lingkungan hidup diperingati? 4. Bagaimana sebab dan dampak yang ditimbulkan dari penipisan lapisan ozon? 5. Bagaimana penanggulangan dari penipisan lapisan ozon? 6. Bagaimana sebab dan dampak yang ditimbulkan dari pemanasan global? 7. Bagaimana cara menanggulangi pemanasan global? 8. Bagaimana penyebab kerusakan hutan tropis? 9. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe terumbu karang? 10. Jelaskan fungsi dari terumbu karang, dan bagaimana jika terumbu karang rusak? 11. Apa peranan hutan bakau? 12. Menurut anda, pentingkan terdapat terumbu karang dan hutan bakau? 13. Daerah manakah yang memiliki terumbu karang dan hutan bakau? 14. Menurut anda, apakah peran serta pemerintah dalam upaya mengurangi masalah lingkungan? Berhasilkah pemerintah dalam mengatasi masalah lingkungan? Jelaskan? Relokasi Industri Ancaman relokasi industri yang telah beroperasi di Kawasan Simongan direspon para pengusaha dengan mengadukan persoalan ke Gubernur Jawa Tengah. Mereka melakukan audiensi dengan Gubernur dan mengancam akan melakukan tuntutan pembatalan Perda No 14 Tahun 2011 ke Mahkamah Konstitusi. (Sumber: Suara Merdeka, 11 Juli 2012). Rumuskan langkah-langkah strategis untuk menemukan win-win solution Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 35 Pencemaran Kali Garang Meski masih memenuhi baku mutu air minum, namun konsentrasi logam berat di Kali Garang patut diwaspadai. Masyarakat yang biasa mengambil ikan di sungai itu untuk dikonsumsi maupun diperjualbelikan agar menghentikan kegiatan tersebut. Lingkungan sekitar Kali Garang banyak digunakan untuk kegiatan industri yang menghasilkan limbah kadmium, timbal, dan merkuri. Industri-industri tersebut membuang limbahnya ke Kali Garang. Dari hasil penelitian dosen Biologi FMIPA Unnes ini diketahui terjadi kenaikan konsentrasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg), sehingga meningkatkan konsentrasi toksik (racun) bagi kehidupan biota yang hidup di dalamnya dan berpotensi sebagai polutan berbahaya. Hasil pengujian kualitas air Kali Garang di 3 (tiga) stasiun, yakni Tugu Suharto, Intake PDAM, dan Bendung Simongan disajikan pada Tabel 3.1. Tugas a. Petakan pola aliran limbah industri yang berada di Kawasan Simongan b. Lakukan analisis untuk mengkaji industri yang mencemari kali garang. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Air Kali Garang Parameter Satuan Tugu Suharto I. FISIKA TSS mg/l 12,20 II. KIMIA pH 7,88 BOD mg/l 1,85 COD mg/l 6,16 Minyak Lemak mg/l 1 Sianida (CN) mg/l 0,003 Sulfida (S) mg/l 0,010 Fenol mg/l 0,00 Deterjen (MBAS) mg/l 0,2007 Fospat (PO43-) mg/l 0,0887 + Amoniak (NH4 ) mg/l 0,00 +6 Krom (Cr ) mg/l 0,006 Krom total (Cr) mg/l 0,015 Tembaga (Cu) mg/l 0,1365 Seng (Zn) mg/l 0,1685 Nikel (Ni) mg/l 0,0380 Timbal (Pb) mg/l 0,0667 Kadmium (Cd) mg/l 0,1637 Sumber: Zaenuri Mastur, 2009 Konsentrasi Intake PDAM Bendung Simongan 8,73 8,00 7,79 1,54 5,14 3 0,004 0,016 0,00 0,1935 0,1193 0,00 0,0013 0,0999 0,1261 0,1460 0,0359 0,0621 0,1325 7,79 1,58 5,40 3 0,003 0,007 0,00 0,0654 0,4739 0,00 0,0011 0,0514 0,1038 0,1314 0,0264 0,0463 0,1255 Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 36 D. DAFTAR PUSTAKA Dinas Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya. 2001. Profil Kabupaten/Kota, Kota Semarang Jawa Tengah. Semarang. Bappeda Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik Kota Semarang. 2009. Kota Semarang dalam Angka 2008. Semarang Prawiro Ruslan H.1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Satya Wacana. Semarang Manahan, Stanley E. 2002. Enviromental Chemistry, 7th ed., CRC Press, US of America. Mantini, Sri.dkk. 2006. Kimia Lingkungan.Untuk Kalangan Sendiri.Semarang. Mido, Y., et.al., 1995, Chemistry of Air and Air Pollution, Discovery Publishing House, New Dehli, India. Santosa, Kukuh. 2006. Pengantar Ilmu Lingkungan. UNNES Press. Semarang. Slamet, Juli Soemirat.1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Bandung UN Department of Public Information. 2007. Addressing the Leadership Challenge of Climate Change, Fact Sheet. United Nations Headquarters. New York. Yayasan IDEP. 2005. Tanah Longsor. Cerita Tentang Peran Masyarakat Desa Saat Menghadapi Bencana Tanah Longsor. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Bali www.epa.gov www.unep.org Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 37 F. BAB 5 Konservasi A. KOMPETENSI DASAR Mahasiswa memahami tentang pengertian konservasi, konsep konservasi dan memahami konsep konservasi yang diterapkan di Unnes. B. URAIAN MATERI 1. Pengertian Konservasi Konservasi merupakan upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan. Konsep konservasi adalah kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perawatannya tetapi juga bisa mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 terdapat 3 hal utama yang ada dalam konservasi yaitu: 1) perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem penyangga kehidupan, 2) pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah, 3) pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara lestari beserta ekosistemnya. Konservasi tanah dan air di Indonesia bukan merupakan hal baru. Pada masa kerajaan Majapahit petani telah mengenal sistem persawahan lengkap dengan pengairan, sistem ’subak’ di Bali juga telah dilakukan sejak zaman kerajaan. Sistem bertani pada lahan sawah merupakan contoh klasik konservasi yang dapat berfungsi efektif dalam mempertahankan kesuburan tanah sehingga produktivitas tetap terjaga. Pada masa pemerintahan Belanda, telah terjadi pembukaan hutan untuk tanaman perkebunan, telah menyebabkan erosi sangat besar yang mengakibatkan banjir antara lain di Bengawan Solo pada abad 19. Pada tahun 1844 dikeluarkan undang-undang yang mengatur tentang pembukaan hutan. Namun UU tersebut tidak dijalankan dengan efektif karena desakan perubahan lahan. Pada tahun 1930 dibawah pimpinan Coster dibentuk Badan Reboisasi, kegiatan yang dilakukan antara lain mengeluarkan ordomansi hutan yang mengatur luas minimum kawasan hutan di Jawa Barat sebesar 23% dari luas daerah (Setyowati, 2012). Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut, dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1989). Konservasi Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 38 dibedakan menjadi konservasi tanah dan konservasi air. Konservasi tanah dan air memiliki fungsi bersama dan berjalan beriringan dalam menjaga tanah sekaligus memasukkan air ke dalam tanah. Konservasi tanah merupakan upaya menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.Konservasi air merupakan upaya meresapkan air ke dalam tanah, sehingga air dapat masuk mengisi ronggarongga dalam tanah dan tanah mampu menyimpan air. Kegiatan konservasi air mengupayakan agar air hujan tidak terlalu cepat dibuang kelaut melalui saluran dan sungai, namun agar dapat ditahan pada kawasan hulu sungai untuk memperbesar resapan air kedalam tanah.Peresapan air dapat dilakukan secara alamiah maupun buatan, melalui vegetasi tanaman keras, embung, sumur resapan, ataupun biopori. Konservasi air yang baik dapat menyimpan air dikala berlebihan dan menggunakan sesedikit mungkin untuk keperluan yang produktif. Pengertian konservasi air domestik berarti menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, masak, dan jenis penggunaan air untuk rumah tangga lainnya. Konservasi air untuk industri berarti pemakaian air sesedikit mungkin untuk menghasilkan suatu produk. Konservasi air pertanian pada dasarnya berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan produksi pertanian yang besar (Suripin, 2002). Berbagai upaya konservasi air dilakukan untuk mencapai keseimbangan antara tingkat pemanfaatan air dengan upaya pelestarian. Manfaat tindakan konservasi air sudah jelas, namun implementasinya kepada masyarakat luas masih dipertanyakan. Bagaimana agar masyarakat bisa peduli terhadap air, mau melakukan tindakan konservasi air, dan menjadikan konservasi air sebagai kebutuhan yang berkelanjutan. Kebanyakan masyarakat sadar akan pentingnya air pada saat terjadi kelangkaan air saja. Namun hanya sedikit masyarakat yang mengerti dan peduli akan pentingya memanen air pada musim hujan (rain water harvesting) sebagai tandon air dapat dimanfaatkan setiap saat. Tujuan dari kegiatan konservasi, antara lain: a. Memelihara dan melindungi tempat-tempat yang indah dan berharga, agar tidak hancur atau berubah sampai batas-batas yang wajar. b. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama, agar tidak terlantar. Apakah dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah dengan mengubah fungsi bangunan lama dengan fungsi baru yang dibutuhkan. c. Melindungi bend-benda cagar budaya yang dilakukan secara langsung dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik maupun khemissecara langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan yang merusak. e. Melindungi benda-benda (peninggalan sejarah dan purbakala) dari kerusakan yang diakibatkan oleh alam, kimiawi dan mikro organisme. Sasaran konservasi adalah 1. Tercapainya keselarasan, keserasian, keseimbangan, antara manusia danlingkungan hidup, 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup, 3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan, 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, 5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. 6. Terlindunginya Indonesia terhadap dampak usaha dan atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. (dari berbagai sumber). Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 39 2. Konservasi di Universitas Negeri Semarang Universitas Negeri Semarang (UNNES) merupakan perguruan tinggi negeri yang terus berkembang. Sebagai konsekuensi perubahan status dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) menjadi sebuah universitas, UNNES harus bersedia menjawab setiap tantangan agar tidak tersingkir dalam persaingan dunia pendidikan yang semakin ketat baik di tingkat nasional maupun internasional. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, UNNES memiliki peranan penting dalam masyarakat, tidak hanya sebagai pendidik bagi pemimpinpemimpin di masa depan tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pemecahan masalah-masalah baik di bidang sosial, ekonomi maupun lingkungan. Didukung letak dan topografi serta potensi sumber daya alam hayati yang dimiliki, UNNES merupakan sebuah situs bagi pelestarian sumberdaya alam dan ekosistem melalui pengembangannya menuju “Universitas Konservasi” (Renstra Unnes 2010-2014) Secara geografis, UNNES terletak di daerah pegunungan dengan topografi yang beragam. Secara administratif, lokasi UNNES termasuk bagian dari wilayah kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang sejak dulu telah difungsikan sebagai area resapan air guna menjaga siklus hidrologi dan penyedia air bagi kehidupan daerah kota Semarang. Fungsi ini perlu untuk terus dijaga agar tidak terjadi bencana dan utamanya krisis air di kawasan Semarang dan sekitarnya. Lokasi kampus UNNES yang berada di daerah perbukitan dan dikelilingi beberapa tipe habitat seperti hutan, sawah, ladang, kebun campuran, dan pemukiman memiliki tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora maupun fauna yang relatif tinggi. Selain itu, kawasan perbukitan ini sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dan didayagunakan bagi pengembangan sumber-sumber energi terbarukan seperti air, angin dan sinar matahari. Dalam upaya meneguhkan diri menjadi sebuah universitas konservasi, UNNES telah melakukan beberapa program, antara lain adalah gerakan penghijauan kampus, pengembangan ”Taman Keanekaragaman Hayati” (Taman Kehati), gerakan penggunaan moda transportasi non bahan bakar fosil (non-fosil-fuel driven vehicle), pemilahan sampah, pengelolaan sampah organik menjadi kompos, melakukan inventarisasi awal flora dan fauna khususnya burung dan kupu-kupu, penangkaran kupu-kupu, melakukan pendidikan konservasi, pengelolaan administrasi akademik di UNNES dari sistem lama yang berjalan secara stand alone dan melalui jaringan komputer terbatas di tingkat universitas ke sistem baru berbasis web yang bernama Sikadu. Mewujudkan konsep kampus ramah lingkungan, eko kampus, kampus berkelanjutan, kampus konservasi atau istilah-istilah lainnya yang sebenarnya memiliki prinsip yang sama, yaitu berwawasan lingkungan, maka perlu didukung oleh setiap civitas akademika yang ada di dalamnya. Merujuk pada pengertian kampus dan kawasan konservasi, maka kampus atau universitas konservasi adalah sebuah univeritas yang dalam pelaksanaannya sebagai tempat aktivitas pendidikan berlangsung tetap mengacu pada prinsip perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari, sumber daya alam dan seni budaya, serta berwawasan lingkungan. Pada dasarnya kampus konservasi merupakan bentuk turunan dari konsep kampus berkelanjutan. Intinya kampus konservasi yang mengacu pada asas pembangunan berkelanjutan berarti kampus tersebut harus dapat menyelaraskan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi sehingga tercipta kampus yang ramah lingkungan tapi tetap produktif dengan suasana kampus yang nyaman untuk beraktivitas (Phramesti dan Yuliastuti, 2013). Cita-cita menjadi sebuah ”Universitas Konservasi” bagi UNNES untuk jangka panjang perlu dikembangkan selain untuk menjaga keseimbangan tata guna lahan seiring dengan pembangunan sarana dan prasarana kampus agar tidak terjadi kerusakan lingkungan juga untuk terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistem. Guna mewujudkan UNNES sebagai “Universitas Konservasi” diperlukan jaminan dan komitmen yang kuat bagi keberlanjutan program-program yang sudah dilakukan Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 40 sebelumnya, khususnya yang mencakup tiga unsur kegiatan konservasi yang saling berkaitan, yaitu melindungi dan menyelamatkan keanekaragaman hayati (saving), mengkaji keanekaragaman hayati (studying), dan memanfaatkan keanekaragaman hayati (using). Program-program yang telah dilaksanakan oleh UNNES saling mendukung untuk mewujudkan UNNES menjadi Universitas Konservasi. Hal tersebut dinilai sudah baik karena tidak ada program yang telah dilaksanakan tidak sesuai dengan visi atau pun misi UNNES sebagai Universitas Konservasi. Pada tahun 2010 program-program yang dilaksanakan merupakan program-program dalam tahap awal menuju Universitas Konservasi. Hal itu dilakukan karena pada tahun 2010 merupakan tahun awal dalam penyelenggaraan UNNES sebagai Universitas Konservasi yang masih menumbuhkan perubahan-perubahan kecil secara bertahap untuk melihat dukungan baik dari pihak internal UNNES maupun pihak eksternal UNNES. Program-program yang dilakukan dalam mendukung pengembangan UNNES sebagai Universitas Konservasi adalah : a. Green Campuss Program ini mencakup konservasi biodiversitas (keanekaragaman hayati) dan manajemen lingkungan (Green Space management, Green Architecture, Green Internal Transportation System, biopori). b. Paperless Policy Paperless Policy merupakan program meminimalisasi penggunaan kertas dengan memanfaatkan teknologi informasi yang dimiliki UNNES, antara lain dengan melakukan pengembangan sistem aplikasi berbasis web, pengembangan penerbitan on line, peningkatan sarana pendukung, dan pengembangan organisasi. c. Pengolahan limbah Program ini meliputi pengolahan kompos, daur ulang kertas, plastik, logam/kaleng, pengolahan limbah laboratorium, dan pengolahan bunga/daun kering. d. Green Energy Program ini merupakan upaya pemanfaatan sumber energi terbarukan dan penggunaan teknologi energi yang efisien dengan budaya hemat energi. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah, Penerapan peralatan hemat energ, Intensifikasi pencarian dan pemanfaatan sumber-sumber energi tebarukan dengan bahan local, Penerapan teknologi hemat energi dan manajemen energi pada sektor pembangkit listrik cadangan (GenSet) dengan menggunakan hybrid Energy (PLN, Panel Surya, Bahan Bakar Nabati/Biofuel), pengalokasian dana untuk Penelitian dan Pengembangan Material Energi (fotovoltaik dan biofuel). f. Kader Konservasi Program ini merupakan upaya peningkatan kader konservasi baik di lingkungan UNNES maupun masyarakat sekitar UNNES. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah: penjaringan kader, pelatihan kader melalui pendidikan konservasi, sosialisasi, dan memperluas kerjasama dengan pihak yang terkait dengan kegiatan konservasi dan lingkungan hidup. 3. Konservasi Berbasis Masyarakat Banyak kajian tentang konservasi, tetapi memasyarakatkan teknologi konservasi sehingga masyarakat mau menerapkan masih menjadi angan-angan. Sungguh sangat sulit menanamkan slogan ’sadar lingkungan’ yang betul-betul diimplementasikan.Seyogyanya ada program nyata untuk mengajak masyarakat agar peduli pada upaya konservasi air,bukan sebatas pemasyarakatan slogan ajakan ’Hemat Air’ saja. Menurut Hungerford (dalam Robottom and Hart, 1993), ada enam indikator sadar lingkungan hidup, yaitu (1) Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 41 memahami dan mengkomunikasikan dampak perilaku manusia terhadap lingkungan, (2) mengidentifikasi masalah dan dampak lingkungan hidup, (3) mengidentifikasi dan mengkomunikasikan cara menyelesaikan masalah lingkungan, (4) meneliti dan mengevaluasi setiap masalah lingkungan untuk mengambil keputusan, (5) memahami pentingnya kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah lingkungan, dan (6) memahami pentingnya tindakan bijaksana dan bertanggung jawab dalam setiap solusi lingkungan. Manusia sangat berperan dalam mengubah alam. Partisipasi pemerintah bersama masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya konservasi air. Program pemerintah yang berkaitan dengan optimalisasi ketersediaan air melalui konservasi akan berhasil dengan dukungan partisipasi masyarakat, diperkuat dengan jaminan UU yang dilaksanakan dengan benar dan tegas. Lahan terbuka yang masih ada di sekitar kita harus dimaksimalkan keberadaannya sebagai areal resapan. Kawasan bekas rawa, sempadan sungai, bantaran jalan kereta api, sempadan pantai, masih dapat dikelola secara optimal sebagai areal resapan. Menggiatkan tamanisasi, setiap KK diharuskan memiliki taman atau pohon di pekarangan rumah, atau dalam satu Rukun Tetangga (RT) diharuskan memiliki taman kecil dengan beberapa pohon yang dikelola warga secara gotong royong. Pembuatan bak penampungan untuk memanen air hujan juga dapat dilakukan secara mandiri maupun berkelompok. Upaya-upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan dan satwa telah diwujudkan dengan menetapkan bentangan-bentangan alam tertentu, baik daratan maupun laut, sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi darat terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, sedangkan kawasan konservasi laut terdiri dari Taman Nasional Laut, Taman Wisata Laut, Cagar Alam Laut dan Suaka Margasatwa Laut. Dengan penetapan status sebuah kawasan sebagai kawasan konservasi ternyata tidak dengan otomatis berarti habitat dan keanekaragaman yang berada dalam kawasan tersebut terlindungi dengan baik. Kawasan-kawasan konservasi di seluruh Indonesia mempunyai masalah-masalah yang mengancam kelestariannya. Salah satu ancaman terhadap kawasan konservasi berasal dari masyarakat yang hidup di dalam dan sekitarnya. Mereka memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti bahan makanan, pakaian dan bahan bangunan dari dalam kawasan. Selain itu mereka juga berkebun dan bahkan bermukim dalam kawasan konservasi. Sejumlah 40 juta orang di Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung kepada keanekaragaman hayati di alam. Dua belas juta di antaranya hidup di dalam dan sekitar hutan dan lebih banyak lagi bergantung kepada sumber daya pesisir (Anonymous, 1993). Pada umumnya masyarakat setempat telah hidup sejak sebelum daerah tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Mereka telah turun temurun menjalankan kehidupan tradisional mereka yang dicirikan dengan eratnya hubungan mereka dengan alam sekitar. Namun tidak jarang terjadi bahwa masyarakat yang sebenarnya pendatang di daerah tersebut sengaja menerobos ke dalam kawasan untuk mengambil hasil hutan atau membuka kebun karena alasan ekonomis yang mendesak. Masyarakat di sekitar hutan atau kawasan konservasi pada umumnya memiliki ciriciri: berpendidikan rendah, tidak banyak berhubungan dengan dunia luar, sistem pertanian yang sederhana dan belum mengembangkan perilaku petani produsen yang berorientasi ke pasar. Dengan tingkat pengetahuan yang rendah, pendidikan yang rendah, penguasaan ketrampilan dan teknologi yang rendah serta akses pasar yang minim pada umumnya mereka adalah masyarakat yang miskin. Konflik kepentingan antara masyarakat dan kawasan konservasi menjadi tak terhindarkan dibanyak tempat. Kedua belah pihak merasa memiliki alasan yang kuat untuk mempertahankan kepentingannya di kawasan tersebut. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 42 Namun demikian, sulit menemukan jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat yang dapat memberikan penghasilan yang memadai bagi masyarakat dan dalam waktu yang sama tidak merusak keanekargaman hayati. Sering terjadi kegiatan yang ditawarkan untuk meningkatkan pendapatan tetap diterima oleh masyarakat. Namun demikian pada saat yang sama masyarakat tersebut tetap melakukan aktivitas yang merusak keanekaragaman hayati. Dengan demikian kegiatan baru tersebut di satu sisi berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat tetapi di sisi lain gagal mengurangi ancaman terhadap kawasan. Dalam hal ini tidak ada kaitan antara peningkatan pendapatan yang dicapai oleh masyarakat lewat kegiatan baru tersebut dan upaya konservasi. Berikut ini disampaikan beberapa bentuk konservasi berbasis masyarakat pada beberapa wilayah di Indonesia, tentang partisipasi masyarakat dalam mengelola lahan dan dalam menjaga kelestarian lingkungan (Manullang, 1999). a. Keputusan-Keputusan Desa Alungbanua, Sulawesi Utara Desa Alungbanua, Kecamatan Molas, Daerah Tingkat II Kotamadya Manado, Sulawesi Utara pada Tahun 1994/1995 telah membuat 3 buah Keputusan Desa dalam satu seri kegiatan untuk mengatur pemanfaatan dan perlindungan sumber-sumber daya alam di lingkungan desa tersebut. Proses pembuatan surat-surat tersebut difasilitasi oleh program NRMP. Semua surat keputusan tersebut berbentuk formal seperti surat-surat keputusan pemerintah yang memiliki bagian-bagian menimbang, mengingat dan memutuskan. Keputusan Desa Nomor 02 Tahun 1994 tentang Penetapan/Penentuan Zona Tabungan dan Zona Pendukung Kegiatan untuk Masyarakat berisi tentang penetapan zona tabungan dan zona pendukung kegiatan di pesisir serta secara singkat cara pemanfaatannya. Keputusan ini dilampiri oleh peta yang menunjukkan secara garis besar posisi zona-zona tersebut. Keputusan Desa Nomor 03 Tahun 1994 tentang Pemeliharaan/Perlindungan Satwa dan Biota Laut berisi tentang larangan mengganggu dan mengambil satwa yang dilindungi undang-undang beserta dengan sanksi bagi para pelanggarnya. Keputusan ini dilampiri denan daftar satwa yang dilindungi yang ada di daera yang bersangkutan. Keputusan Desa Nomor 01 Tahun 1995 tentang Larangan Kegiatan, Sanksi dan Penempatan Tanda Batas Zona Inti berisi tentang berbagai larangan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian pesisir, hutan bakau dan biota-biota laut serta sanksi atas pelanggaran pelanggaran. Ketiga surat keputusan tersebut masing-masing dilampiri oleh daftar nama dan tanda tangananggota masyarakat yang mengikuti pertemuan-pertemuan tersebut yang berjumlah antara 20 sampai 74 orang, dan masing-masing surat keputusan tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Desa dan Kepala Desa. Namun demikian, ruang tempat tanda tangan persetujuan dari Camat di ketiga surat tersebut masih belum terisi. Naskah ketiga surat keputusan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran. b. Keputusan Desa Blongko, Sulawesi Utara Keputusan Desa ini dibuat oleh Desa Blongko Kecamatan Tange Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Dokumen ini telah tersusun pada akhir tahun 1998, namun demikian sampai saat ini masih dalam bentuk draft dan belum diberi nomor. Fasilitator dalam pembuatan keputusan ini adalah Proyek Pesisir (Coastal Resources Management Project - CRMP - Salah satu komponen program NRM2). Keputusan desa ini mempunyai bentuk yang formal yang mengikuti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan. Bagian mengingat berisi berbagai undang-undang dan peraturan tentang pengaturan pemanfaatan dan pelestarian SDA. Bagian memutuskan berisi penetapan untuk mengeluarkan keputusan desa yang terdiri Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 43 dari 8 bab dan 13 pasal, yaitu; ketentuan umum, cakupan wilayah perlindungan pesisir dan laut, tugas dan tanggung jawab kelompok pengelola, kewajiban dan hal-hal yang diperbolehkan, tata cara pemungutan dan penerimaan dana, hal-hal yang tidak dapat dilakukan atau dilarang, sanksi, pengawasan, dan penutup. c. Keputusan Desa Gili Indah, Nusa Tenggara Barat Desa Gili Indah Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat telah membuat sebuah Keputusan Nomor 12/Pem.1.1./06/1998 tanggal September 1998 tentang Awig-Awig Pemeliharaan dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Pembuatan awig-awig ini dilaksanakan oleh Pengurus Kelompok Pelestarian Lingkungan Terumbu Karang (KPLTK). Di desa ini terdapat 3 KPLTK yang mewakili tiga dusun. Keputusan desa ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan. Bagian mengingat berisi berbagai undang-undang dan peraturan tentang pengaturan pemanfaatan dan pelestarian SDA. Bagian memutuskan berisi penetapan untuk mengeluarkan awig-awig desa yang terdiri dari 19 bab dan 33 pasal, yaitu: Ketentuan Umum, Zonasi Dusun Gili Air, Zonasi Dusun Gili Meno, Zonasi Dusun Gili Trawangan, Koleksi Biota Laut, Budidaya Mutiara, Kelembagaan dan Sumber Dana Pengelolaan, Sanksi, Ketentuan Peralihan, dan Penutup. Pada bagian Penutup, dokumen ini ditandatangani oleh Wakil LMD, Sekretaris Desa dan Kepala Desa. Dokumen ini juga ditandatangani oleh Camat Tanjung sebagai yang mengetahui dan disahkan oleh Bupati Lombok Barat. Dokumen ini dilengkapi dengan sketsa yang bersifat makro yang menggambarkan letak zonazona dengan landmarks serta petunjuk mengenai kegiatan-kegiatan apa yang boleh, boleh dengan izin dan tidak boleh di zona-zona tersebut. Naskah keputusan desa ini dapat dilihat dalam Lampiran. d. Kesepakatan Pemburu Lebah Madu di Taman Nasional Lore Lindu Taman Nasional Lore Lindu Di Sulawesi Tengah dikelilingi oleh desa-desa yang masyarakatnya mempunyai hubungan yang cukup erat dengan sumber daya alam dalam Taman Nasional. Salah satu hasil hutan yang sudah biasa dipanen oleh masyarakat adalah madu dari lebah hutan Apis dorsata. Dalam pengambilan madu dari hutan, masyarakat memakai cara-cara yang dapat memberikan dampak negatif kepada lingkungan hutan. Selain itu, ketika para pemburu madu hutan sedang berada di dalam hutan, mereka seringkali dikelirukan dengan pencuri kayu, rotan atau pemburu satwa liar. Untuk menghilangkan dampak negatif dari pengambilan madu hutan dan untuk menghindari kecurigaan petugas hutan maka pihak pemburu madu hutan dan pengelola Taman Nasional Lore Lindu membuat kesepakatan. Kesepakatan tersebut berisi tentang pemberian izin dari Taman Nasional kepada para pemburu madu hutan untuk mengambil madu hutan dengan cara yang tidak merusak lingkungan. Sementara itu pihak Taman Nasional berkewajiban membantu memasarkan madu hutan tersebut. Di sisi lain, para pemburu madu hutan berhak masuk hutan tetapi diwajibkan melaksanakannya dengan cara yang benar sesuai dengan kesepakatan. Para pemburu madu hutan diwajibkan melaporkan kepada pengelolan TN kalau engetahui adanya hal-hal yang mengganggu kelestarian TN serta diwajibkan menanam tanaman pakan lebah seperti Kaliandra seluas 25 ha di luar TN. Untuk mendukung hal tersebut TN memberikan pelatihan mengenai cara-cara pemanenan madu hutan yang benar serta memberikan perlengkapan pemanenan dan pengolahan pasca panen madu. Kesepakatan yang bersifat kelompok ini ditandatangani oleh Ketua Kelompok Pemburu Lebah Madu yang beranggotakan 39 orang, Kepala Taman Nasional, Kepala Desa dan Camat. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 44 Selanjutnya, kepada setiap pemburu madu hutan yang telah mengikuti pelatihan dan berminat melaksanakan kesepakatan tersebut diberikan sebuah kartu pengenal yang disebut Surat Izin Pemanfaatan (disingkat SIPMAN) di mana tertera nama, umur, alamat, foto dan nomor anggota dan ditanda tangani oleh Kepala Taman nasional Lore Lindu. Dengan demikian kartu ini tidak dapat dipakai oleh orang lain yang tidak berwenang. Kartu SIPMAN ini mempunyai masa berlaku hanya satu tahun dan harus diperpanjang. Pelaksanaan kesepakatan yang difasilitasi oleh TNC ini telah dimulai sejak Januari 1998. Kesepakatan yang serupa dengan sekelompok pemburu madu hutan di sebuah desa telah dilaksanakan juga di sebuah hutan yang berada di bawah pembinaan Cabang Dinas Kehutanan Tingkat II Poso, Sulawesi Tengah. Naskah utama kesepakatan ini dapat dilihat dalam Lampiran. e. Kerja Sama Yayasan Leuser International dengan Kemukiman Manggamat di Daerah Istimewa Aceh Sebuah kesepakatan telah dibuat antara Yayasan Leuser International dan masyarakat Kemukiman Manggamat di Aceh yang berkenaan dengan pemanfaat hasil hutan non kayu secara lestari di kawasan Hutan Lindung Kemukiman Manggamat pada Kawasan Ekosistem Leuser seluas sekitar 13.810 ha. Dalam surat kesepakatan tersebut dicantumkan kewajiban kedua belah pihak dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu. Surat kesepakatan yang dibuat pada 1995 tersebut ditandatangani oleh pihak Unit Manajemen Leuser, Kepala Kemukiman Manggamat dan Gubernur KDHI Aceh sebagai yang mengetahui. Pada tahun 1998, kesepakatan tersebut ditingkatkan dengan keluarnya Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Daerah Istimewa Aceh tentang Penunjukan Pengusahaan Kawasan Hutan Lindung Tripa Kluet sebagai Hutan Kemukiman Konservasi Manggamat kepada Yayasan Perwalian Pelestarian Alam Masyarakat Adat Manggamat (YPPAMAM). Salah satu klausul dalam SK tersebut merupakan pemberian sangsi apabila pemanfaatan hasil hutan non kayu tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Naskah Kesepakatan dan SK Kanwilhutbun tersebut dapat dilihat dalam Lampiran. f. Konservasi Maleo Berbasis Masyarakat di Desa Wosu, Sulawesi Tengah Yayasan Sahabat Morowali dengan dukungan NRM Program memfasilitasi upaya konservasi suatu populasi Maleo yang terancam di hutan dekat Desa Wosu, Kecamatan Bungku Barat. Selama setahun masyarakat Wosu telah didampingi untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melestarikan Maleo yang selama ini telah dimanfaatkan telurnya secara tidak terkendali. Masyarakat Wosu kini telah menyadari bahwa pemanenan telur secara tidak terkendali akan mengancam populasi Maleo. Di sisi lain, pihak BKSDA Wilayah VI Sulawesi juga telah menyadari bahwa walaupun Maleo merupakan jenis yang dilindungi tetapi masyarakat setempat tidak mungkin dilarang untuk mengambil telur-telur Maleo dari alam karena ini sudah merupakan tradisi sejak abad lalu. Selain itu disadari bahwa upaya konservasi Maleo akan sulit berhasil apabila tidak didukung oleh masyarakat. Agar masyarakat mau mendukung upaya konservasi ini, maka masyarakat harus mendapatkan keuntungan dari upaya konservasi tersebut. Yayasan Sahabat Morowali kini sedang mempersiapkan suatu kesepakatan konservasi masyarakat yang akan mengatur cara-cara pemanenan telur oleh masyarakat sekaligus menetapkan kewajiban-kewajiban untuk melestarikan populasi Maleo tersebut. Dengan adanya KKM tersebut populasi Maleo di Wosu diharapkan dapat terjaga kelestariannya sementara masyarakat dapat tetap memanen telur Maleo secara berkelanjutan. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 45 g. Kesepakatan Masyarakat Desa Lempe, Lembah Behoa, Taman Nasional Lore Lindu Sebuah kesepakatan sedang dipersiapkan oleh Yayasan Tadulako Membangun (Yakobang), yang didukung oleh NRM Program, untuk mengatur pemanfaatan hasil-hasil hutan dalam Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Desa Lempe adalah salah satu dari empat desa yang terletak dalam enclave Lembah Behoa. Masyarakat desa ini memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup seperti kayu bangunan, kayu bakar dan satwa buruan dari dalam TNLL Mereka masih memegang adat istiadat dalam menjalankan hidup mereka sehari-hari. Pendekatan yang diterapkan oleh Yakobang adalah dengan menggali aturanaturan adat yang berlaku dalam wilayah adat lokal. Dengan metode-metode yang partisipatif telah berhasil didokumentasi beberapa aturan adat dalam bidang konservasi. Sebagian dari aturan-aturan tersebut sebenarnya sudah mulai dilupakan oleh masyarakat, tetapi berkat adanya kegiatan ini aturan-aturan tersebut diungkapkan kembali karena mereka menganggap aturan-aturan tersebut sebenarnya baik. Sebagaimana dapat dilihat dalam Lampiran, naskah kesepakatan masyarakat tersebut masih sangat mentah dan masih tercampur dengan masalah-masalah di luar bidang konservasi. Namun demikian menurut Yakobang, masyarakat tidak boleh terlalu diarahkan untuk mengerti tentang konservasi. Mereka lebih menganggap bahwa ini adalah masalah adat yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu adalah tugas para konservasionis untuk memilah-milah aturan yang ada kaitan dengan konservasi. C. LATIHAN 1. Unnes Konservasi telah berjalan sejak tahun 2010, bagaimana branding Universitas konservasi? 2. Jelaskan dan berikan contoh kasus tentang konservasi lahan, konservasi tanah, konservasi air, konservasi social, konservasi budaya, konservasi seni, konservasi DAS, konservasi terumbu karang, konservasi hutan, konservasi pesisir dan laut. 3. Apakah perilaku masyarakat mempengaruhi keberlangsungan upaya konservasi? 4. Bagaimana keterkaitan antara bencana banjir dan longsor dengan upaya konservasi? 5. Berikan deskripsi tentang bentuk-bentuk konservasi lingkungan yang ada di sekitar anda D. PENUGASAN 1. Amati tentang implementasi konservasi di kampus Unnes, diskusikan dan deskripsikan. 2. Buat kajian tentang perjalanan konservasi di kawasan simpanglima dari tahun 1900 sampai tahun 2013. 3. Amati dan diskusikan tentang konservasi di kawasan Kota Lama Kota Semarang. 4. Buatlah konsep pendidikan konservasi bagi anak usia dini (7-12 tahun) dan bagi remaja (12-18 tahun). E. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Manullang, Sastrawan. 1999. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Environmental Policy and Institutional Stregthening IQC. Phramesti Ruby, Yuliastuti Nany. 2013. Kajian Keberlanjutan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Sebagai Kampus Konservasi (Studi Kasus UNNES Sekaran, Semarang). Jurnal Teknik PWK Vol. 2; No. 1; 2013; Hal. 183-190 Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 46 Robottom, I and Hart, P. 1993. Reseach in Environmental Education Study Guide and Reader. Geelong: Deakin University and Griffith University Press. Setyowati, D.L., Hariyanto, Iswari R. 2011. Model Agrokonservasi Berbasis Komunitas Untuk Antisipasi Banjir Kali Garang Hulu Jawa Tengah. Laporan Penelitian. Semarang: Lemlit Unnes. Suripin, 2002. Kelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Offset. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 47 G. BAB 6 Kesehatan Lingkungan A. KOMPETENSI Memahami faktor membangun rumah, konsep rumah sehat, fasilitas air bersih, sanitasi lingkungan, tempat umum dan pengolahan makanan. B. URAIAN MATERI 1. Pendahuluan Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah "sehatsakit" atau kesehatan tersebut. Sebelum lebih jauh membahas mengenai kesehatan lingkungan marilah kita bahas lebih dulu pengertian dari kesehatan lingkungan. Menurut Walter R. Lym kesehatan lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan yang berakibat atau mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sedangkan menurut WHO kesehatan lingkungan adalah ilmu dan keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan atau akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya. Jadi Ilmu Kesehatan Lingkungan berkisar pada usaha manusia mengelola lingkungan sedemikian rupa, sehingga derajat kesehatan manusia dapat lebih ditingkatkan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat. Untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan adanya empat faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu: keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayan kesehatan. Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka status kesehatan akan tergeser ke arah dibawah optimal. Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 48 pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kesehatan lingkungan adalah Ilmu yang merupakan cabang dari ilmu kesehatan masyarakat yang lebih menitikberatkan perhatiarnnya pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, pengkoordinasian dan penilaian dari semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan ada hubungan atau berhubungan dengan perkembangan fisik, kesehatan ataupun kelangsungan hidup manusia, sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan dapat lebih ditingkatkan. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke masa dan dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan bertingkat-tingkat, dari yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang paling mutakhir (modern). Dengan perkataan lain bahwa teknologi di bidang kesehatan lingkungan sangat bervariasi, dari teknologi primitif, teknologi menengah (teknologi tepat guna) sampai dengan teknologi mutakhir. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke masa dan dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan bertingkat-tingkat, dari yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang paling mutakhir (modern). Dengan perkataan lain bahwa teknologi di bidang kesehatan lingkungan sangat bervariasi, dari teknologi primitif, teknologi menengah (teknologi tepat guna) sampai dengan teknologi mutakhir. Mengingat bahwa masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang sedang berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan (housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor) maka hanya akan dibahas kelima masalah tersebut. 2. Faktor dalam Membangun Rumah Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (local material) pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainnya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah. a. Faktor lingkungan. Baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial. Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 49 dingin ataukah di daerah panas, di daerah dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah di daerah pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaan, misalnya bahannya, bentuknya, menghadapnya dan lain sebagainya. Rumah di daerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah di dekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas. Gambar 6.1 Ragam bentuk rumah yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan b. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu, atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu saja namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. Oleh karena itu, kemampuan pemeliharaan oleh penghuninya perlu dipertimbangkan. c. Teknologi yang dimiliki masyarakat. Pada dewasa ini teknologi perumahan sudah begitu maju dan sudah begitu modern. Akan tetapi teknologi modern itu sangat mahal bahkan kadang-kadang tidak dimengerti oleh masyarakat. Rakyat pedesaan bagaimanapun sederhananya sudah mempunyai teknologi perumahan sendiri yang dipunyai turun temurun. Dalam rangka penerapan teknologi tepat guna maka teknologi yang sudah dipunyai masyarakat tersebut dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan kesehatan dikurangi dan mempertahankan segi-segi yang sudah positif. Contoh : Rumah limasan yang terbuat dari dinding dan atap daun rumbai yang dihuni oleh orang yang memang kemampuannya sejauh itu, dapat dipertahankan, hanya kesadaran dan kebiasaan membuat lubang angin (jendela) yang cukup perlu ditanamkan kepada mereka. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 50 Gambar 6.2 Contoh rumah dengan lingkungan yang sehat d. Kebijaksanaan (peraturan-peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah. Untuk hal ini, bagi perumahan masyarakat pedesaan belum merupakan problem namun di kota sudah menjadi masalah yang besar. 3. Komponen Rumah Sehat a. Elemen Rumah 1) Lantai; ubin atau semen adalah baik namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan dan mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit. 2) Dinding; tembok adalah baik namun disamping mahal, tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan, lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi dan dapat menambah penerangan alamiah. 3) Atap; atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Disamping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng maupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 51 Gambar 6.3 Tampak utuh sebuah rumah 4) Lain-lain (Tiang, Kaso dan Reng); kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman, bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini maka cara memotongnya harus menurut ruas-ruas bambu tersebut. Apabila tidak pada ruas maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu. c. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari bakteribakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terusmenerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban (humudity) yang optimum. Ada 2 macam ventilasi, yakni: 1) Ventilasi Alamiah; dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 52 Gambar 6.4 Skema ventilasi alami Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut. Jendela bukaan biasa Jendela krepyak Jendela kaca nako Rooster 2) Ventilasi Buatan; mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara terebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 53 d. Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni: 1) Cahaya alamiah, yakni matahari; cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan didalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini disamping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatannya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 54 2) Cahaya buatan Yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. e. Luas Bangunan Rumah Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga). f. Fasilitas-Fasilitas didalam Rumah Sehat Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut : 1) Penyediaan air bersih yang cukup 2) Pembuangan tinja 3) Pembuangan air limbah (air bekas) 4) Pembuangan sampah 5) Fasilitas dapur 6) Ruang berkumpul keluarga Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni: 4. Fasilitas Air Sehat Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Didalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu untuk keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 55 Agar air minum tidak menyebabkan penyakit maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut: a. Syarat Fisik Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar. b. Syarat Bakteriologis Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E-coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. c. Syarat Kimia Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan atau zat kimia yang terdapat dalam air yang ideal antara lain sebagai berikut: Tabel 6.1 Kadar Zat Kimia yang Diperbolehkan dalam Air Baku -------------------------------------------------------------------Jenis Bahan Kadar yang Dibenarkan (mg/liter) -------------------------------------------------------------------Fluor (F) 1-1,5 Chlor (Cl) 250 Arsen (As) 0,05 Tembaga (Cu) 1,0 Besi (Fe) 0,3 Zat organik 10 Ph (keasaman) 6,5-9,0 CO2 0 -------------------------------------------------------------------Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia dan binatang. Oleh karena itu mata air atau sumur yang ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak dicemari oleh penduduk yang menggunakan air tersebut. 5. Sumber-Sumber Air Minum Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini, sebagai berikut: 1. Air Hujan; air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium didalamnya. 2. Air Sungai dan Danau; menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau ini. Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran maka bila akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 56 3. Mata Air; air yang keluar dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu air dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar maka alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum. 4. Air Sumur Dangkal; air ini keluar dari dalam tanah maka juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan air didalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum. 5. Air Sumur Dalam; air ini berasal dari lapisan air kedua didalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya diatas 15 meter. Oleh karena itu sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan). 6. Pengolahan Air Minum Secara Sederhana Seperti telah disebutkan didalam uraian terdahulu bahwa air minum yang sehat harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Sumber-sumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung (protected) sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu. Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut: a. Pengolahan Secara Alamiah; pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan (storage) dari air yang diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti air danau, air kali, air sumur dan sebagainya. Didalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam di tempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat didalam air dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap. b. Pengolahan Air dengan Menyaring; penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk dan pasir. Lebih lanjut akan diuraikan kemudian. Penyaringan pasir dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi umum. c. Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia; zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air, misalnya chlor). d. Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara; tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat keasaman air. e. Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih; tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari konsumennya, pengolahan air pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 2 yaitu, pengolahan air minum untuk umum dan air minum rumah tangga. 1) Pengolahan Air Minum untuk Umum i. Penampungan Air Hujan; air hujan dapat ditampung didalam suatu dam (danau buatan) yang dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat setempat. Semua air hujan dialirkan ke danau tersebut melalui alur-alur air. Kemudian disekitar danau tersebut dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk umum. Air hujan juga dapat ditampung Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 57 dengan bak-bak ferosemen dan disekitarnya dibangun atap-atap untuk mengumpulkan air hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar untuk pengambilan air untuk umum. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut secara bakteriologik belum terjamin untuk itu maka kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri misalnya dengan merebus air tersebut. ii. Pengolahan Air Sungai; Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampung I melalui saringan kasar yang dapat memisahkan benda-benda padat dalam partikel besar. Bak penampung I tadi diberi saringan yang terdiri dari ijuk, pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialirkan ke bak penampung II. Disini dibubuhkan tawas dan chlor. Dari sini baru dialirkan ke penduduk atau diambil penduduk sendiri langsung ke tempat itu. Agar bebas dari bakteri bila air akan diminum masih memerlukan direbus terlebih dahulu. iii. Pengolahan Mata Air; Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu dikelola dengan melindungi sumber mata air tersebut agar tidak tercemar oleh kotoran. Dari sini air tersebut dapat dialirkan ke rumah-rumah penduduk melalui pipa-pipa bambu atau penduduk dapat langsung mengambilnya sendiri ke sumber yang sudah terlindungi tersebut. 2) Pengolahan Air Untuk Rumah Tangga i. Air Sumur; air sumur pompa terutama air sumur pompa dalam sudah cukup memenuhi persyaratan kesehatan. Tetapi sumur pompa ini di daerah pedesaan masih mahal, disamping itu teknologi masih dianggap tinggi untuk masyarakat pedesaan. Yang lebih umum di daerah pedesaan adalah sumur gali. Agar air sumur pompa gali ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu adanya syarat-syarat sebagai berikut: Harus ada bibir sumur agar bila musim huujan tiba, air tanah tidak akan masuk ke dalamnya. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus ditembok, agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur. Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan. Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur ini dapat dimasukkan suatu zat yang dapat membentuk endapan, misalnya aluminium sulfat (tawas). Membersihkan air sumur yang keruh ini dapat dilakukan dengan menyaringnya dengan saringan yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas. ii. Air Hujan; Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui penampungan air hujan. Tiap-tiap keluarga dapat melakukan penampungan air hujan dari atapnya masing-masing melalui aliran talang. Pada musim hujan hal ini tidak menjadi masalah tetapi pada musim kemarau mungkin menjadi masalah. Untuk mengatasi keluarga memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih besar agar mempunyai tandon (storage) untuk musim kemarau. Air bersih banyak hubungannya dengan persampahan, pengelolaan sampah yang setiap hari diproduksi oleh masyarakat serta pembuangan air limbah yang langsung dialirkan pada saluran/sungai. Hal tersebut menyebabkan pandangkalan saluran/sungai, tersumbatnya saluran/sungai karena sampah. Pada saat musim penghujan selalu terjadi banjir dan menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik serta pembuangan sampah dan air limbah yang kurang baik diantaranya adalah: diare, demam berdarah, disentri, hepatitis A, kolera, tiphus, cacingan dan Malaria. Mengapa BAB harus sehat? Kenapa jamban yang kita miliki harus sehat? Mungkin ini yang belum pernah terpikirkan oleh sebaian besar masyarakat pedesaan kita. Dari penjelasan di atas sudah dapat diketahui penyakit yang timbul akaibat BAB Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 58 dan jamban tidak sehat. Jamban sendiri merupakan tempat penampung kotoran manusia yang sengaja dibuat untuk mengamankannya, dengan tujuan: 1. Mencegah terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia. 2. Mencegah vektor pembawa untuk menyebarkan penyakit pada pemakai dan lingkungan sekitarnya Lalat yang hinggap di sampah dan dipermukaan air limbah atau tikus selokan yang masuk kedalam saluran air limbah dapat membawa sejumlah kuman penyebab penyakit. Bila lalat atau tikus tersebut menyentuh makanan atau minuman maka besar kemungkinan orang yang menelan makanan dan minuman tersebut akan menderita salah satu penyakit seperti yang tersebut diatas. Demikian pula dengan anak-anak kecil yang bermain atau orang dewasa yang bekerja didekat atau mengalami kontak langsung dengan air limbah dan sampah dapat terkena penyakit seperti yang tersebut diatas, terutama bila tidak membersihkan anggota badan terlebih dahulu. Air limbah dapat dikelompokkan kedalam 2 bagian, yaitu: 1) air bekas yang berasal dari bak atau lantai cuci piring atau peralatan rumah tangga, lantai cuci pakaian dan kamar mandi, 2) lumpur tinja yang berasal dari jamban atau water closet (WC). Tangki septic atau unit pengolahan air limbah terpusat diperlukan guna mengolah air limbah sebelum dibuang kesuatu badan air. Disamping untuk mencegah pencemaran termasuk diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah dimaksudkan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga memenuhi persyaratan standar kualitas ketika dibuang kesuatu badan air penerima. Sampah dan air limbah mengandung berbagai macam unsur seperti gas-gas terlarut, zat padat terlarut, minyak dan lemak serta mikroorganisme. Mikroorganisme yang terkandung dalam sampah dan air limbah dapat berupa organisme pengurai dan penyebab penyakit. Penanganan sampah dan air limbah yang kurang baik seperti: pengaliran air limbah ke dalam saluran terbuka dan dinding dan dasar saluran yang rusak karena kurang terpelihara. Pembuangan kotoran dan sampah ke dalam saluran yang menyebabkan penyumbatan dan timbulnya genangan akan mempercepat berkembangbiaknya mikroorganisme atau kuman-kuman penyebab penyakit, serangga dan mamalia penyebar penyakit seperti lalat dan tikus. Suatu badan air seperti sungai atau laut mempunyai kapasitas penguraian tertentu. Bila air limbah langsung dimasukkan begitu saja ke dalam badan air tanpa dilakukan suatu proses pengolahan, maka suatu saat dapat menimbulkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran tersebut berlangsung bila kapasitas penguraian limbah yang terdapat dalam badan air dilampaui sehingga badan air tersebut tidak mampu lagi melakukan proses pengolahan atau penguraian secara alamiah. Kondisi yang demikian dinamakan kondisi tercemar yang ditandai oleh: 1) timbulnya bau busuk, 2) warna air yang gelap dan pekat, 3) banyaknya ikan dan organisme air lainnya yang mati atau mengapung. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60 liter per hari. 7. Sanitasi Lingkungan Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 59 akses air bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM). Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan kegiatan yang biasa dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat-tempat umum (Hotel, Terminal), tempat pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya. Di dalam memantau pelaksanaan program kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagai berikut: 1. Penggunaan Air Bersih; perlu diperiksa jumlah keluarga yang memiliki akses air bersih. Berapa keluarga yang menggunakan air dari PDAM, sumur gali, sumur pompa ataupun dari sumber air yang lain. 2. Rumah Sehat; bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. perlu dilakukan pemeriksaan rumah sehat dan sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumah sehat sehingga pencegahan terhadap perkembangan vektor penyakit dapat diperkecil, demikian pula penyebab penyakit lainnya di sekitar rumah. 3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar; keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan. 8. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM) Makanan termasuk minuman, merupakan kebutuhan pokok dan sumber utama bagi kehidupan manusia, namun makanan yang tidak dikelola dengan baik justru akan menjadi media yang sangat efektif didalam penularan penyakit saluran pencernaan (Food Borne Deseases). Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut yang sering membawa kematian banyak bersumber dari makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan (TPM) khususnya jasaboga, rumah makan dan makanan jajanan yang pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan. Sehingga upaya pengawasan terhadap sanitasi makanan amat penting untuk menjaga kesehatan konsumen atau masyarakat. Agar kesehatan masyarakat selalu terjaga perlu digalakkan gerakan hidup bersih dan sehat. Pola hidup bersih dan sehat dapat diartikan sebagai hidup di lingkungan yang memiliki standar kebersihan dan kesehatan serta menjalankan pola/perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan yang sehat dapat memberikan efek terhadap kualitas kesehatan. Kesehatan seseorang akan menjadi baik jika lingkungan yang ada di sekitarnya juga baik. Begitu juga sebaliknya, kesehatan seseorang akan menjadi buruk jika lingkungan yang ada di sekitarnya kurang baik. Dalam penerapan hidup bersih dan sehat dapat dimulai dengan mewujudkan lingkungan yang sehat. Lingkungan yang sehat memiliki ciri-ciri tempat tinggal (rumah) dan lingkungan sekitar rumah yang sehat. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 60 C. LATIHAN 1. Sebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membangun suatu rumah yang sehat dan higienis. 2. Jelaskan secara singkat pengertian air yang sehat. 3. Jelaskan pengertian sanitasi secara singkat beserta contoh-contohnya. 4. Sebutkan indikator-indikator kesehatan lingkungan yang biasa dilakukan oleh Dinas Kesehatan. 5. Mengapa pengelolaan sanitasi makanan perlu dilakukan. Jelaskan secara singkat. 6. Apa yang dimaksud dengan pola hidup bersih dan sehat. Jelaskan dengan contoh. D. PENUGASAN 1. Amati kondisi sanitasi di lingkungan sekitar tempat tinggalmu, lalukan evaluasi dan desain sanitasi yang sehat untuk lingkungan di sekitar anda tersebut. 2. Buatlah indikator dan E. DAFTAR PUSTAKA Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta: Rineka Cipta. Riyadi, Sugeng. Kesehatan Lingkungan. Sri Budiyati. Tanpa tahun. Kesehatan Lingkungan. Bogor: Departemen Biologi FMIPA IPB. Sudomo dkk. 2006. Laporan Hasil Survey Cepat Penanggulangan Masalah Kesehatan Lingkungan Kejadian Tsunami di Kabupaten Ciamis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 61 BAB 7 PARADIGMA DAN ETIKA LINGKUNGAN HIDUP A. KOMPETENSI DASAR Memahami ruang lingkup etika lingkungan hidup, prinsip-prinsip etika lingkungan hidup, menerapkan prinsip-prinsip etika dalam kehidupan sehari-hari. B. URAIAN MATERI 1. Pendahuluan Jumlah penduduk di dunia terus meningkat. Tahun 2012, keseluruhan jumlah penduduk di dunia lebih dari tujuh milyar jiwa. di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010, jumlah penduduk telah mencapai 237.641.326 jiwa. Pada tahun 2012 berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 244.775.796 jiwa. Jumlah ini masih sangat dimungkinkan untuk meningkat secara tajam dalam beberapa tahun ke depan. Jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidup tempat mereka tinggal. Jumlah penduduk yang terus meningkat memiliki potensi yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan. Jumlah penduduk yang besar berpotensi dalam mendukung konservasi lingkungan sekaligus merusak lingkungan. Potensi negatif peningkatan jumlah penduduk dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan jumlah orang yang merusak dan tidak peduli terhadap konservasi lingkungan. Di satu sisi, potensi positif peningkatan jumlah penduduk diartikan sebagai terjadinya peningkatan jumlah orang yang peduli dalam menjaga, mengawetkan, dan memanfaatkan lingkungan secara lestari. Kecenderungan manusia untuk menjadi bagian dari potensi negatif atau positif dalam konservasi lingkungan sangat dipengaruhi oleh cara pandang manusia terhadap lingkungan. Cara pandang manusia terhadap lingkungan sangat dipengaruhi oleh nilainilai yang diyakini kebenarannya oleh mereka. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh manusia terhadap lingkungan sangat dipengaruhi oleh etika lingkungan yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan demikian, etika lingkungan sangat berpengaruh terhadap cara pikir dan cara tindak manusia dalam menaggapi lingkungan. Oleh karena itu, pemahaman, penghayatan, dan penerapan etika lingkungan tepat oleh manusia sangatlah penting untuk mendukung konservasi lingkungan. Pertanyaanya, “posisi mana yang akan kita pilih?” 2. Ruang Lingkup Etika Lingkungan Etika berasal dari Bahasa Yunani “ethikos” (kata sifat) yang berarti “muncul dari kebiasaan”, dan “ethos” (kata benda) yang berarti “watak kesusilaan atau adat” (Barthes, 1983; Syamsuri, 1996). Dalam perkembangannya, etika merupakan cabang dari filsafat Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 62 yang bersifat normatif, yang mengkaji mengenai standar dan penilaian moral (Bhs. Latin “mores” = adat/cara hidup). Magnis-Suseno (1987) menjelaskan bahwa etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Dengan demikian, etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Oleh karena etika merupakan cabang filsafat yang normatif dan terkait dengan moral, maka etika berperan sebagai penuntun moral yang datang dari dalam diri manusia itu (Syamsuri, 1996). Etika lingkungan merupakan pedoman tentang cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang didasari atas nilai-nilai positif untuk mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan. Nilai-nilai positif dapat berasal dari berbagai, seperti nilai agama, budaya, dan moral yang menjadi petunjuk manusia dalam memandang dan memperlakukan lingkungan. Sebagai sebuah pedoman etika lingkungan juga berfungsi sebagai kritik atas atas etika yang selama ini dianut oleh manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis (Keraf, 2005). Etika lingkungan mempermasalahkan pertanyaan “apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap lingkungan hidupnya?”. Dengan demikian, etika lingkungan berfungsi sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis dan komunitas ekologis. Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup. 3. Sumber-sumber etika Etika lingkungan berfungsi dalam dua hal. Pertama, sebagai pengimbangan atas hak dan kewajiban manusia terhadap lingkungan. Kedua, membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbaai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan (Syamsuri, 1996). Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan biologis (tumbuhan – hewan), lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama manusia, meliputi aspek sosial dan budaya). Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam lingkungan hidup tersebut. Oleh karena itu, ruang lingkup etika lingkungan mencakup apa yang harus dilakukan oleh manusia terkait dengan lingkungan alam fisik, biologis, buatan, dan lingkungan manusia. Dengan demikian etika lingkungan pada dasarnya adalah menerapkan etika tidak hanya untuk kepentingan manusia, tetapi untuk keberlanjuta ekologi (Rolston, 2003). 4. Paradigma Etika Lingkungan Holmes Rolston (2003) menyatakan bahwa etika lingkungan merupakan teori dan praktik terkait tindakan tepat yang didasari oleh nilai-nilai untuk menjaga alam. Namun demikian, tindakan yang tepat masih bersifat relatif. Banyak orang yang memiliki pandangan berbeda terkait tindakan yang tepat terhadap lingkungan. Dari sinilah muncul ragam pola terkait hubungan, cara pandang, cara pikir, dan cara tindak manusia terkait dengan alam. Secara teoretis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai shallow environmental ethics, intermediate environmental ethics, dan deep environmental ethics (Keraf, 2005). Dalam istilah lain, tiga teori tersebut secara berturutturut dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme (Gudolf & Huchingson, 2010). Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 63 Antroposentrisme dikenal sebagai pandangan yang bersifat human centered, artinya manusia sebagai pusat pertimbangan terhadap lingkungan (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2008). Pandangan ini disebut pula sebagai shallow environmental ethics (etika lingkungan yang dangkal). Atroposentrisme terbagi atas egosentrime (kepentingan pribadi sebagai pijakan nilai) dan homosentrisme (kepentingan kelompok sebagai pijakan nilai) (Gudolf & Huchingson, 2010). Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara mahkluk hidup lainnya. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Dalam pandangan ini, alam nonmanusia dilihat sebagai objek yang dimanfaatkan untuk kepentingan manusia sebagai alat pencapaian tujuanya. Pandangan kedua adalah biosentrisme yang disebut juga sebagai life-centered ethics. Artinya, konsep etika berpusat pada komunitas hidup, meliputi manusia, flora, dan fauna. Dalam hal ini manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan. Dalam pandangan ini, manusia dan makhluk hidup adalah kesatuan ekosistem yang saling berada dalam ketergantungan. Tiap makhluk hidup memiliki hidupnya sendiri dan memiliki sifat serta kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya (Syamsuri, 1996). Dengan demikian, perlu adanya upaya saling dukung dan saling melengkapi antarmakhluk hidup. Biosentrisme memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Dalam konsep ini, alam semesta dipandang sebuah komunitas moral, bahwa setiap kehidupan sama-sama memiliki nilai moral. Oleh karena itu, kehidupan mahkluk hidup apa pun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung dan rugi bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, etika tidak hanya dipahami secara terbatas dan sempit sebagai hanya berlaku pada komunitas manusia, tetapi juga berlaku bagi seluruh komunitas biotis termasuk komunitas manusia dan komunitas mahkluk hidup lainnya. Pandangan ketiga adalah ekosentrisme. Padangan ini merupakan kelanjutan dari pandangan biosentrisme. Pandangan ini menekankan bahwa penerapan etika tidak hanya pada komunitas hidup (biotik), tetapi juga mencakup komunitas ekosistem secara menyeluruh. Pandangan ini melihat ekosistem sebagai the land ethic, atau tempat penerapan etika (Rulston, 2003). Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos, di mana lingkungan secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Menurut ekosentrisme hal yang paling penting adalah tetap bertahannya semua yang hidup yang yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri (Sudriyanto, 1992). Pada etika ekosentrisme, Sudriyanto (1992) menjelaskan beberapa prinsip, yakni pertama, segala sesuatu saling berhubungan; Kedua, keseluruhan lebih daripada penjumlahan banyak bagian; Ketiga, setiap bagian memiliki makna dalam konteks keseluruhan; Keempat, alam manusia dan nonmanusia adalah satu. Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan Arne Naess, filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis. Dengan demikian, deep ecology dipahami sebuah gerakan diantara orang-orang yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 64 Dalam pandangan ini, semua spesies memiliki kedudukan yang setara (Gudolf & Huchingson, 2010). 5. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam. Serta secara lebih luas, dapat dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan. Keraf (2005: 143-159) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup. Pertama adalah sikap hormat terhadap alam atau respect for nature. Alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam. Tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam. Manusia anggota komunitas ekologis. Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kedudukan paling tinggi, mempunyai kewajiban menghargai hak semua mahkluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya. Maka sebagai perwujudan nyata dari penghargaan itu, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya. Manusia tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral. Kedua, prinsip tangungg jawab atau moral responsibility for nature. Prinsip tanggung jawab disini bukan saja secara individu tetapi juga secara berkelompok atau kolektif. Prinsip tanggung jawab bersama ini setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik pribadinya. Tangung jawab ini akan muncul seandainya pandangan dan sikap moral yang dimiliki adalah bahwa alam dilihat tidak sekadar demi kepentingan manusia, milik bersama lalu diekploitasi tanpa rasa tanggung jawab. Sebaliknya kalau alam dihargai sebagai bernilai pada dirinya sendiri maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya dalam diri manusia, kendati yang dihadapi sebuah milik bersama. Ketiga, solidaritas kosmis atau cosmic solidarity. Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam. Alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencermati alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta rumah tangganya sendiri. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam, pro lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang merusak alam. Keempat, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature. Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Diharapkan semakin mencintai dan peduli terhadap alam manusia semakin berkembang menjadi mnusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual. Kelima, prinsip tidak merugikan atau no harm, merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan ayng Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 65 merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Pada masyarakat tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini biasanya dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu. Misalnya pada masyarakat perdesasan yang masih percaya dan melakukan ritual di tempat tertentu, seperti sendang (jawa) yaitu suatu lokasi keluarnya sumber air secara alami, dipercayai memiliki nilai ritual tidak boleh setiap orang membuang sesuatu, tidak diperkenankan melakukan kegiatan secara sembarangan, dan setiap hari-hari tertentu dilaksanakan ritual. Siapa saja yang melakukan dipercayai akan mendapatkan sesuatu yang kurang baik bahkan kutukan. Keenam, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam. Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standart material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya, mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih penting adalah mutu kehidupan yang baik. Pola konsumsi dan produksi pada manusia modern yang bermewah-mewah dalam kelimpahan dan berlebihan, yang berakibat pada saling berlomba mengejar kekayaan harus ditinjau kembali. Hal ini menyangkut gaya hidup bersama, apabila dibiarkan dapat menyebabkan materialistis, konsumtif, dan eksploitatif. Prinsip moral hidup sederhana harus dapat diterima oleh semua pihak sebagai prinsip pola hidup yang baru. Selama tidak dapat menerima, kita sulit berhasil menyelamatkan lingkungan hidup. Emil Salim (1987) memebrikan penejalsan bahwa di Indonesia, sudah berulang kali dari pimpinan menganjurkan pola hidup sederhana, tetapi yang seperti apa? Masih sangat subjektif, karena harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing masyarakat, dan ukuran yang pasti belum ada. Untuk menuju pola hidup sederhana orang diminta untuk tenggang rasa, tetapi karena tidak semua orang peka untuk tenggang rasa, hasil anjuran untuk hidup sederhana belum banyak berhasil. Tetapi etis dapat menjadi dorongan yang amat kuat, apabila dapat dibina dengan baik. Misalnya, apabila rasa bangga untuk hidup mewah dapat diubah menjadi rasa malu, perasaan etis ini dengan sangat efektif akan menghambat pola hidup mewah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan mulai dari lingkup rumah tangga, di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, dan juga masyarakat. Ketujuh, prinsip keadilan. Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip –prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya. Kedelapan, prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hahikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakikat alam, hakikat kehidupan itu sendiri. Artinya, setiap kecenderungan reduksionistis dan antikeanekaragaman serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan. Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diversifikasi pola tanam, diversifiaki pola makan, keanekaragaman hayati, dan sebagainya. Kesembilan, prinsip integritas moral. Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk pejabat publik. Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik. Dituntut berperilaku sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 66 disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan terutama kepentingan masyarakat. Misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan Analisis Mengenai dampak Lingkungan (Amdal) merupakan orang-orang yang memiliki dedikasi moral yang tinggi. Karena diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan lingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia. Murdiyarto (2003) menjelaskan bahwa Clean Development Mechanism (CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) memiliki prospektif global yang menyangkut banyak kepentingan berbagai pihak, baik secara kolektif maupun secara individu. Kesembilan prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter atau pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan di segala bidang. 6. Kearifan dalam menjaga Lingkungan Pada saat ini fenomena lingkungan memasuki kondisi krisis, baik krisis lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Indikasinya adalah tanah pertanian makin tidak produktif, flora dan fauna makin punah akibat eksploitasi sumber daya alam dengan tidak memikirkan daya dukung lingkungan. Fenomena tersebut seharusnya menyadarkan kita untuk mengoreksi tindakan yang salah pada masa lalu. Terus berusaha memperbaiki lingkungan masa depan yang berbentuk tindakan baik pada tingkat afektif, kognitif, psikomotorik, maupun bersifat teoritis dan praktis. Bagaimanapun, narasi besar mengatakan bahwa persoalan lingkungan jelas berkaitan dengan watak manusia, terutama sebagai konsekuensi interaksi manusia dengan alam lingkungan. Kegiatan manusia dalam era modern menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan. Indikator berhasil tidaknya suatu pembangunan pada sebuah negara ditekankan pada industrialisasi yang didukung dengan kemajuan teknologi. Pembangunan sering dilakukan membabi buta tanpa memperhatikan kelangsungan ekologi untuk masa yang akan datang. Kondisi suhu, kebisingan, cahaya dan iklim mempengaruhi kehidupan manusia. Suhu panas akan mengakibatkan manusia mudah dehidrasi dan kehilangan konsentrasi, sehingga menyebabkan rendahnya kinerja seseorang. Manusia berinteraksi secara timbal balik dengan lingkungan, sehingga mempengaruhi dan dipengaruhi serta membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Manusia yang hidup dalam lingkungan tropis panas kulitnya akan berwarna gelap karena sering terbakar panas matahari. Manusia yang hidup di daerah dingin akan mengalami kekurangan pigmen sehingga kulitnya berwarna putih dan merah jika terbakar matahari (Setyowati dkk., 2013). Para pakar sosiologi, dan juga antropologi, menyakini bahwa dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, manusia tidak akan pernah terlepas dari alam sekitarnya (Poerwanto, 2008). Tidak semua manusia menyadari urgensitas hubungannya dengan alam yang harus selalu dijaga dan dipelihara dalam sebuah keseimbangan yang memungkinkannya terus berlangsung (sustainable). Kelompok manusia yang tidak menyadari pentingnya eksistensi alam dalam kehidupan manusia akan melakukan segala cara sesuai dengan keinginannya sehingga tidak jarang berimplikasi pada terjadinya beragam ketidakseimbangan bahkan juga bencana. Sementara sebaliknya, manusia yang sadar akan arti penting alam bagi kehidupannya akan memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan menciptakan beragam aturan atau metode agar keseimbangannya tetap selalu terjaga atau lestari. Inilah yang kemudian dikenal dalam khazanah ilmu pengetahuan modern dengan ‘kearifan lokal’. Secara sederhana, kearifan lokal (indigenous knowledge atau local knowledge) dapat dipahami sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 67 yang mencakup di dalamnya sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkaitan dengan model-model pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari (Zakaria, 1994: 56). Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa dalam sejarah manusia terdapat orang-orang yang sadar dan peduli akan kelestarian alam dan dari kelompok orang seperti inilah kearifan lokal tersebut berasal. Orang-orang yang memiliki kepedulian alam ini kemudian menciptakan aturan-aturan sederhana yang pada awalnya didapatkan melalui proses trial & errordengan cara meneruskan aktivitas yang diyakini dapat melestarikan alam dan meninggalkan praktek-praktek yang berujung pada kerusakan (Mitchell, 2003: 299). Aturan atau ketentuan dalam format ‘kearifan lokal’ tersebut diciptakan oleh masyarakat dalam terminologi pantangan yang bercorak religius-magis dan aturan adat (Lubis, 2005: 251). Masyarakat dilarang untuk mendekat dan memasuki apalagi memanfaatkan tempattempat atau zona-zona yang ditetapkan sebagai ‘larangan’. Agar ketentuan ini menjadi efektif, maka diciptakanlah beragam mitos atau cerita takhayul (superstition) sehingga orang-orang yang bermaksud untuk melakukan aktivitas destruktif menjadi takut. Ceritacerita tersebut dibuat dalam beragam format, seperti adanya hantu yang menjadi penunggu zona tersebut, atau dapat pula berupa binatang buas yang akan memangsa siapapun yang melakukan aktivitas merusak di kawasan tersebut serta ada juga berupa penyakit aneh yang akan menyerang orang-orang yang bertindak tidak baik di dalamnya. Namun demikian, warisan-warisan nenek moyang kita sebenarnya memiliki aspek positif yang sangat besar bagi kelangsungan dan kelestarian beragam sumberdaya yang sangat berguna di sekeliling kita. hutan larangan, lubuk larangan, sistem tumpangsari, pelestarian burung dan ular, keberadaannya mistik berkonotasi menakutkan, sepintas lalu adalah kegiatan yang ketinggalan zaman. Namun lihatlah manfaat positifnya bagi pelestarian hutan, sumber air dan sungai serta pertanian yang sekian lama terbukti mampu mencegah aktivitas yang berujung pada degradasi sumberdaya alam dan lingkungan sedini mungkin. Bumbu-bumbu mistis yang dianggap tidak logis dalam beragam kearifan lokal tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah masyarakat dalam melakukan perbuatan yang ‘semena-mena’ terhadap sumberdaya alam tersebut. Karena tingkat pengetahuan masyarakat pada saat itu masih pada taraf teologi, maka aturan dan ketentuan pelestarian sumberdaya alam yang dibuat pun harus mengikuti karakteristik seperti itu. Karena model berpikir manusia pada masa diciptakannya kearifan lokal ini masih belum menggunakan penalaran ilmiah, maka bumbu mistik berupa makhluk gaib dan kekuatan supernatural lainnya menghiasi aturan dan ketentuan tersebut. Menurut pemikiran Auguste Comte (1798-1857), seorang ilmuan sosial terkemuka asal Perancis, perkembangan pemikiran manusia terbagi atau melalui tiga tahapan (fase), yaitu: teologi atau fiktif; metafisik atau abstrak; dan ilmiah atau positif. Pada fase teologi, pemikiran manusia menganggap bahwa semua gejala dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal-hal yang supernatural dan berlangsung pada era sebelum 1300. Sedangkan fase kedua (metafisik) berlangsung pada era 1300-1800 yang ditandai dengan pemikiran manusia yang menganggap bahwa semua gejala bukan berasal dari hal-hal yang supernatural seperti pada tahapan pertama, tetapi berasal dari kekuatan-kekuatan abstrak. Terakhir, fase ilmiah yang berlangsung sejak era 1800 yang ditandai dengan model pemikiran manusia yang berlandaskan pada penalaran dan pengamatan yang kelak memunculkan pengetahuan ilmiah (Ritzer & Goodman, 2004). Dengan demikian, di dunia modern atau fase ilmiah menurut Comte yang ditandai dengan penggunaan nalar ilmiah sebagai indikator penerimaan sebuah aktivitas, kearifan-kearifan lokal tersebut tetap dapat diterapkan dengan memperhatikan manfaat positif yang ditimbulkannya. Kearifan lokal berkaitan dengan etika dan sopan santun berkehidupan, sedangkan lokal mencerminkan lingkungan sekitar. Sejak kecil orang tua sudah menanamkan bentuk Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 68 kearifan dalam berhubungan dengan sesama manusia atau dengan alam. Seorang anak memiliki bekal sopan santun adat setempat. Bentuk kearifan lokal tentu berbeda-beda, sikap anak pantai berbeda dengan sikap anak gunung. Anak kota memiliki pandangan uang berbeda dengan anak desa. Pendidikan kearifan lokal yang sejak kecil ditanamkan oleh orang tua, tidak boleh berhenti pada level SD. Sesuai dengan kematangan pola pikir, anak SMP dan SMA harus lebih banyak diskusi pentingnya hal ini. Menurut Syahrin (2010) kearifan merupakan seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat (komunitas) setempat. Kearifan itu terhimpun dari pengalaman panjang dalam menggeluti alam melalui ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan, diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungan khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas, dan peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan dalam tiga bentuk tersebut lalu dipahami, dikembangkan, dipedomani, dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Sikap dan perilaku menyimpang dari kearifan lingkungan, dianggap penyimpangan (deviant), tidak arif, merusak, mencemari, dan mengganggu. Kearifan lingkungan merupakan aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan, dan mengolah alam. Kesuksesan kearifan lingkungan itu biasanya ditandai dengan produktivitas, sustainabilitas, dan ekuitabilitas berupa keputusan yang bijaksana, benar, tepat, adil, serasi, dan harmonis . Bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam seperti untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam. Fungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup atau karma. Fungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, sebagai identitas suatu kelompok masyarakat, sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan, mempunyai makna sosial misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat (Setyowati dkk, 2013 ). Dinamika kebudayaan sebagai hasil dari karsa manusia merupakan suatu hal yang niscaya. Dinamika atau perubahan kebudayaan dapat terjadi karena berbagai hal. Secara fisik, bertambahnya penduduk, berpindahnya penduduk, masuknya penduduk asing, masuknya peralatan baru, mudahnya akses masuk ke daerah, menyebabkan perubahan pada kebudayaan. Kearifan lokal merupakan kebijakan untuk melawan segala perubahan, karena biasanya diwariskan secara turun temurun, berdasarkan kondisi lingkungan. Menurut UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya dalam melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: unsur hayati (biotik), unsur fisik (abiotik), dan unsur sosial budaya. Lingkungan Hidup dan sumber daya alam di Indonesia dan dunia telah mengalami degradasi (penurunan baik secara kuantitas maupun kualitas). Kerusakan lingkungan disebabkan ulah manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Mereka dengan sengaja mengeksploitasi lingkungan dengan semena-mena. Kelestarian dan kualitas lingkungan menurun menyebabkan terjadi degradasi lingkungan atau disebut penurunan kualitas lingkungan. Adat kebiasaan yang dilakukan oleh suatu kelompok pada dasarnya teruji secara alamiah dan bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan. Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 69 oleh masyarakat maka tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus. Perubahan sebagai sifat dasar manusia secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Sebagai suatu bentuk tindakan manusia hukum-hukum yang berlaku secara normatif sehingga ketika dilanggar tidak menimbulkan sangsi hukum yang tegas, adanya pengawasan dan saling mengingatkan diharapkan mampu menjadi pegangan dan kontrol yang kuat antara sesama manusia terutama untuk keberlangsungan pembangunan. Indonesia memiliki berbagai ragam kondisi geografi. Kondisi geografi, politik, dan tingkat kecerdasan mempengaruhi pembentukan kearifan komunitas. Suatu bentuk adaptasi dengan lingkungan akan membentuk dan berkembang kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Pemahaman tentang lingkungan setempat sangat terperinci dan cermat sehingga menjadi pedoman akurat bagi masyarakat dalam mengembangkan kehidupan lingkungan mereka. Pengetahuan masyarakat akan membentuk kearifan yang sangat dalam makna dan kaitan dengan pranata kebudayaan, terutama pranata kepercayaan (agama) dan hukum adat yang kadang-kadang diwarnai dengan mantra-mantra. Meskipun tidak masuk akal sehat, kegiatan tersebut sangat mewarnai kehidupan sosial pada sebagian masyarakat Indonesia, jika dimaknai lebih dalam dari syair, mantra dan bacaan serta aturan yang ada disana terkandung nilai luhur yang bermanfaat untuk menjaga keselarasan dan menjaga lingkungan. Di tengah ‘serbuan’ bencana alam yang seakan datang silih berganti menerjang negeri ini, ada baiknya kita kembali menengok beragam warisan yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita. Kearifan lokal yang diwariskan para pendahulu kita tersebut memang bercorak religius-magis yang tidak jarang menakutkan, namun dalam konteks sekarang tidak lagi dipandang demikian karena sebenarnya mengajarkan manusia pada kerendahan hati dan kebutuhan untuk belajar dari suatu komunitas sebelum kita mengajari mereka. Nenek moyang kita telah mewariskan beragam format kearifan lokal yang bertujuan untuk menjaga kelestarian dan menyelamatkan lingkungan dan sumberdaya alam sehingga dapat selalu dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya. Bencana disebabkan oleh kian menyusutnya kualitas dan kuantitas hutan. Pohonpohon yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap air makin berkurang . Akibatnya, terjadi tanah longsong dan banjir bandang. Di sinilah letak urgensi kearifan lokal dalam konteks sumberdaya hutan, yaitu adanya ‘hutan larangan’. Ketentuan ini mengatur suatu kawasan hutan yang tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, apalagi ditebangi untuk keperluan apapun. Penentuan ‘hutan larangan’ biasanya ditetapkan berdasarkan pada efektivitasnya dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti di perbukitan; di sepanjang aliran sungai dan dekat dengan sumber mata air warga (Lubis, 2005: 251). Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup 70 C. STUDI KASUS DAN PENUGASAN Kampung Naga: Masyarakat Adat yang Menjaga Kelestarian Lingkungan Kampung Naga adalah sebuah desa yang berada di Kampung Nagaratengah, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Masyarakat Kampung Naga sampai saat ini masih setia dalam menggunakan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjaga lingkungan. Menurut Kuncen (pemimpin adat) Kampung Naga, falsafah hidup seluruh masyarakat Kampung Naga adalah menjaga tata wilayah, tata wayah, dan tata lampah. Tata Wilayah berupa ruang yang tertinggi yaitu gunung hingga ruang lautan. Mereka berpendapat banyaknya bencana berasal dari sikap dan perilaku manusia yang tidak menjaga ”ruang”. Tata Wayah, adalah suatu waktu atau zaman/era, artinya masyarakat tidak boleh melupakan ajaran atau pesan leluhur. Tata Lampah, adalah kepercayaan moralitas masyarakat yang berpedoman pada ajaran agama dan kitabnya (Al-Quran). Kawasan hutan oleh Kuncen Kampung Naga di ibaratkan seperti bank, karena seluruh manfaat hutan digunakan untuk kelangsungan hidup tetapi yang dapat dimanfaatkan hanya sebagian kecil dari kawasan hutan atau yang dimanfaatkan hanya sebagian kecil saja seperti kayu atau ranting yang digunakan untuk bahan bakar masak, kayu/bambu untuk membuat beberapa peralatan rumah dan suvenir. Air diibaratkan sebagai kesatria dengan tempat istirahatnya adalah hutan. Bila masyarakat menjaga hutan maka mereka telah dapat menjaga air untuk kelangsungan hidup. Hukum yang berlaku pada masyarakat Kampung Naga adalah ”pamali” (Bhs. Sunda = pantangan), yang berarti pantangan untuk dilakukan atau dikerjakan. Mencapai Perkampungan Kampung Naga diawali dari kawasan parkir seputar Kampung Naga lalu menuju jalan setapak yang cukup curam (menurun) berupa anakanak tangga (+ 300 anak tangga atau + 500 meter). Pada seratus anak tangga pertama, kita akan melihat beberapa bangunan permanen dan non permanen rumah masyarakat luar Kampung Naga. Seratus anak tangga berikutnya akan menikmati pemandangan alam berupa sawahsawah dengan aliran-aliran airnya, sedangkan pada seratus anak tangga terakhir, kita dapat melihat beberapa atap rumah adat ciri khas masyarakat Kampung Naga yang seluruhnya berwarna hitam (berasal dari ijuk), aliran dan suara Sungai Ciwulan yang deras, petak-petak sawah, dan bukit Gunung Cikuray (lokasi Kampung Naga berada di lembah Cikuray) yang rindang oleh tumbuhan dan pepohonan. Suasana Lingkungan Kampung Naga Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup C. Studi Kasus dan penugasan 71 Kehidupan alamiah masyarakat Kampung Naga sangat tradisional dan sangat mempercayai cara-cara kehidupan para leluhur, sehingga mereka memegah teguh adat istiadat. Hal ini sudah berlangsung lama karena dijaga oleh seluruh masyarakatnya secara turun temurun. Kehidupan yang mayoritas mengandalkan pertanian dan peternakan, menjadikan bahan makanan yang selalu mereka nikmati adalah padi, ikan, dan ayam. Namun mereka sangat menikmati hasil dari usaha mereka karena mereka telah menjaga kelangsungan alamiah lingkungannya sehingga diberikan kesuburan yang tinggi serta aliran air yang tidak pernah berhenti. Kawasan hutan yang tumbuh secara alamiah dimanfaatkan secara terbatas oleh masyarakat Kampung Naga. Namun terdapat kawasan hutan yang sangat dilarang untuk dilewati ataupun dimanfaatkan yaitu hutan larangan dan hutan keramat. Hutan larangan berada di sisi arah timur Kampung Naga atau seberang Sungai Ciwulan, sedangkan hutan keramat berada sisi barat Kampung Naga di Bukit Cikuray. Di hutan keramat terdapat makam leluhur yang dapat dikunjungi hanya pada waktu ziarah saja. Seluruh masyarakat tidak dapat melakukan sesuatu yang berhubungan dengan merusak hutan walaupun hanya sedikit saja, seperti memotong atau mengambil ranting, bila merusak atau mengambilnya masyakarat Kampung Naga percaya akan terjadi musibah pada dirinya. Sumber : Redaksi Buletin Tata Ruang. 2008. “Kampung Naga: Masyarakat Adat Yang Menjaga Pelestarian Lingkungan”. Buletin Tata Ruang. November-Desember Penugasan 1. Nilai-nilai apa yanga Anda temukan dari cerita di atas? 2. Bagaimana kisah di atas dikaitkan dengan perspektif anrtoposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme? 3. Kunjungilah salah satu kawasan permukiman yang ada di sekitar kampus atau tempat tinggal saudara. Identifikasi nilai budaya dan perilaku arif apa yang masih diterapkan dan yang telah ditinggalkan! 4. Susunlah buku kerja tentang apa saja yang akan dan telah saudara lakukan setiap hari terkait dengan aspek budaya terkait perilaku arif terhadap lingkungan hidup. D. LATIHAN 1. Jelaskan peran etika lingkungan mengatasi permasalahan lingkungan! 2. Jelaskan perbedaan pokok antara paradigma antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme! 3. Jelaskan terkait etika yang menyebabkan munculnya masalah lingkungan di Indonesia! 4. Jelaskan paradigma yang tepat untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia! 5. Uraikan nilai-nilai budaya yang harus ditanamkan untuk menerapkan etika lingkungan bervisi konservasi! Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup C. Studi Kasus dan penugasan 72 E. DAFTAR PUSTAKA Berten, K., 1993. Etika. Jakarta: Gramedia. Gudorf, C & Huchingson, J.E. 2010. Boundaries: a Casebook in Environmental Ethics. Washington: Georgetown University Press. Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. Lubis, Zulkifli B. 2005. Menumbuhkan (Kembali) Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Tapanuli Selatan. Jurnal “Antropologi Indonesia”. Departemen Antropologi Fisipol Universitas Indonesia Jakarta. Volume 29 No. 3 Tahun 2005. Magnis-Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta. Kanisius. Murdiyarso, Daniel. 2003. CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. Ritzer, George. & Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Redaksi Buletin Tata Ruang. 2008. “Kampung Naga: Masyarakat Adat Yang Menjaga Pelestarian Lingkungan”. Buletin Tata Ruang. November-Desember Rolston, H. 2003. “Environmental Ethics”. Dalam Bunnin, N & Tsui-James, E.P. (Eds). The Blackwell Companion to Philosophy. Oxford: Blackwell Publishing. Salim, Emil. 1987. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Mutiara. Setyowati DL, Qomarudin, Hendro AW, Dany M. 2013. Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Perairan, Kepulauan, Pegunungan. Semarang: CV. Sanggar Krida Aditama. Stanford Encyclopedia of Psychology. 2008. Environmental Ethics. Dalam http://plato.stanford.edu/entries/ethics-environmental/ (diunduh 20 September 2012). Syahrin, Alvi. 2011. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Kerangka Hukum Nasional. Makalah. Surakarta: USU. Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup C. Studi Kasus dan penugasan 73 Mata Kuliah Nomor Kode MK/SKS Dosen Jurusan/Program Studi Semester 1. Deskripsi Mata Kuliah : 2. Tugas a. Tugas Individual : b. Tugas Kelompok : 3. Jadwal Perkuliahan : Mata kuliah ini mempelajari tentang pengertian, ruang lingkup dan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup; lingkungan dan degradasi lingkungan; konservasi biotik, abiotik, dan cultural; sumber daya alam; keanekaragaman hayati, kesehatan lingkungan, etika lingkungan dan kearifan lingkungan. Membuat makalah tentang permasalahan lingkungan di sekitar tempat tinggal saudara Menyusun sebuah essay tentang Pendidikan Lingkungan Hidup atau suatu kearifan lingkungan yang dapat diterapkan di masyarakat Pertemuan Pokok Bahasan dan Sub-Pokok Bahasan 1 Pengertian, ruang lingkup dan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup Mengenal tujuh pilar konservasi Unnes Lingkungan dan permasalahannya (masalah lokal dan nasional) Lingkungan dan permasalahan (masalah global) Sumber daya alam 2 3 4 5 6 Sumber daya buatan dan sumber daya manusia 7 Keanekaragaman Hayati (Jenis dan nilai) 8 keanekaragaman hayati (pengamatan di lapangan) UAS - ujian tengah semester 9 10 11 : Pendidikan Lingkungan Hidup : U0010004 / 2 : Tim Dosen : : 1 atau 2 Konservasi Sumber Daya Alam (pengertian dan landasan) Pengelolaan konservasi sumber daya alam Waktu* Sumber Kepustakaan Ket T Santosa, Kukuh.2004 Sutrisno, Djoko (Ed). 2005 Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001 v Renstra Unnes v Gunawan, Totok. 2003 Suseno, Franz Magnis. 1987 v Slamet, Juli Soemirat.1994 Mido, Y., et.al., 1995 Darsono, Valentinus. 1995 Tandjung, Shalihuddin Djalal Tandjung, Shalihuddin Djalal Gunawan dan Sudarmadji. 1998 Santosa, Kukuh. 2006 IUCN-UNEP, WWF. Soerjani, dan Rozy 1987 Soemarwoto, O. 1994 Soemarwoto, O. 1994 v Indrawan M, Primarck R., Suprijatna J. 2007 Widada, Kobayashi H. 2003 Widada, Mulyati S, Kobayashi H. 2003 v Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup P L v v v v v v v v v v v v C. Studi Kasus dan penugasan v 74 12 13 14 15 16 Sanitasi dan kesehatan lingkungan Sanitasi dan kesehatan lingkungan (Lanjutan) Pengertian dan paradiga etika lingkungan Kearifan dalam menjaga lingkungan (cultural) UAS – ujian akhir semester Notoatmodjo, Soekidjo. 2003 Sudomo dkk. 2006 Notoatmodjo, Soekidjo. 2003 Sudomo dkk. 2006 Gunn, Alastair S dan P. Aarne Vesilind. 1986 Murdiyarso, Daniel. 2003 Widada, Mulyati S, Kobayashi H. 2003 v v v v v (*) T: Teori, P: Praktek, L: Latihan/Tugas Mandiri 4. Daftar Pustaka Alam. 2004. Kebun Raya Masuk Halaman SD. Warta 3 bulanan. Bogor: Investing in Nature-Indonesia, Kebun Raya Bogor. Hasbullah, H., 2008. Pendidikan Konservasi untuk Orang Dewasa. Tropika 13. Indrawan M, Primarck R., Suprijatna J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Keraf, Sony. 2004. Bencana dan Krisis Lingkungan Global. Materi TOT PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Kompas. 2004. Upaya Jempol mengatasi Sampah Plastik. Megantara, Erri Noviar, dkk. 2001. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Modul Kerjasama Bappedal Prov. Jabar dengan Unpad. Parus. 2004. Konsep PLH pada Pendidikan Dasar dan Mengah. Materi TOT PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas. Primarck RB, 1995. A Primer Conservation Biology. USA: Sinauer Associates Inc. Santosa, Kukuh.2004. Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi. Materi Pelatihan bagi Guru SD diselenggarakan Kerjasama Bintari-Dinas Pendidikan Kota Semarang dan UNNES. Seumahu, JG; Nuryanti Y Rustaman. 1981. Kelestarian Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Jambatan Sutrisno, Djoko (Ed). 2005. Pendidikan Lingkungan Hidup. Buku Pegangan Guru SD Kerjasama Bappedal Prov. Jateng dengan FMIPA UNNES. Wahyono, Sri. 2004. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Padat. Materi TOT PKLH Dikdasmen di Sawangan Bogor. Jakarta: Proyek PKLH Depdiknas. Widada, Mulyati S, Kobayashi H. 2003. Sekilas tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Biodiversity Conservation Project. Bogor Dosen Pengampu, Perwakilan Mahasiswa (...........................................) NIP ( ______________________) NIM. .................................... Buku Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup C. Studi Kasus dan penugasan 75