3 TINJAUAN PUSTAKA Takokak (Solanum torvum) Takokak (Solanum torvum) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Serikat dan Hindia Barat, namun sudah dikenal lama oleh masyarakat Indian mulai dari Meksiko sampai Brasil dan sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropis di dunia. Tanaman ini dikelompokkan dalam kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, klas Magnoliopsidae, bangsa Solanales, suku Solanaceae, marga Solanum, nama jenis Solanum torvum. Takokak dikenal dengan nama yang berbeda di beberapa tempat, seperti terong pipit (Sumatra), poka, terongan, cepoka, congbelut, cokowana, pokok (Jawa), dan takokak (Sunda) (Hutapea 2000). Gambar 1 Tumbuhan Takokak (Solanum torvum) Secara morfologi, tanaman takokak merupakan tanaman perdu dengan tinggi kurang lebih 2 meter. Batang berbentuk bulat, berkayu, bercabang, berduri, percabangannya simpodial, berwarna putih kotor. Daun tunggal tersebar, berbentuk bulat telur, bertepi rata, ujungnya meruncing, berpangkal runcing dengan panjang 27-30 cm, lebar 20-24 cm, pertulangan menyirip, ibu tulang berduri, hijau. Bunganya majemuk, berbentuk bintang, bertajuk, waktu kuncup berbintik ungu, kelopaknya berbulu, bertajuk lima, runcing dengan panjang kurang 5 mm, berwarna hijau muda, memiliki lima benang sari, panjang tangkai kurang lebih 1 m, panjang kepala sari kurang lebih 6 mm, berbentuk jarum, 4 berwarna kuning, panjang tangkai putik kurang lebih 1 cm, kepala putik berwarna hijau dan putih. Buah berbentuk buni, bulat, masih muda berwarna hijau dan menjadi jingga bila sudah tua. Bijinya pipih, kecil, licin, berwarna kuning pucat. Akar berbentuk tunggang, berwarna kuning pucat (Stevanie 2007). Takokak banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Khasiat tumbuhan ini di antaranya untuk mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir atau ambeien, radang payudara, influenza, panas dalam, pembengkakan, bisul, koreng, sakit pinggang, asam urat tinggi, keropos tulang, jantung berdebar-debar, menetralkan racun dalam tubuh, dan melancarkan sirkulasi darah (Hembing 2006). Kusirisin et al. (2009) melaporkan bahwa takokak secara tradisional digunakan sebagai pengobatan alternatif pada diabetes. Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (80-120 mg/dl), yang biasa disebut hiperglikimia, akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut atau relatif. Insulin merupakan hormon yang secara alami di dalam darah dan penting dalam penyediaan energi dalam sel agar dapat berfungsi. Secara etiologi diabetes melitus dibagi menjadi empat kelompok, yaitu diabetes melitus tipe 1, tipe 2, tipe spesifik akibat kelainan genetik, dan akibat kehamilan. Namun yang banyak diderita adalah diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 merupakan penyakit diabetes melitus yang tergantung dengan insulin. Tipe ini sangat tergantung dengan insulin dari luar tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah karena sel-β pankreas penderita tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi insulin. Peristiwa ini terjadi akibat rusaknya selβ pankreas akibat proses autoimun tubuh atau serangan virus. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit diabetes melitus yang tidak tergantung dengan insulin. Penyakit jenis ini diasumsikan bahwa penderita mampu memproduksi insulin tetapi kerja insulin tidak maksimal (The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus 2003). 5 Inhibitor α-Glukosidase Senyawa yang dapat menghambat kerja katalisis enzim disebut dengan inhibitor. Senyawa ini merupakan bagian dari modulator enzim yang memberikan efek negatif terhadap kerja katalisis enzim. Terdapat dua jenis inhibitor, yaitu yang bersifat reversible dan irreversible. Inhibisi reversible merupakan jenis inhibisi enzim yang tidak merusak gugus fungsi dari enzim tersebut, hanya menghambat proses katalisis. Jenis inihibisi reversibel dibagi menjadi tiga jenis, yaitu competitive, noncompetitive, dan uncompetitive. Jenis inhibisi kedua adalah inhibisi irreversible. Jenis inhibisi ini merupakan inhibisi yang dapat merusak struktur atau gugus fungsi dari enzim sehingga enzim tersebut menjadi tidak aktif. Mekanisme inhibisi ini merupakan mekanisme yang dimiliki oleh obat-obat tertentu seperti obat kanker (Stryer 2000). Proses inhibisi ini dapat membantu penderita diabetes melitus untuk mengurangi kadar gula darah yang tinggi dengan cara menghambat kerja enzim yang berperan membantu penyerapan karbohidrat, yaitu enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase merupakan enzim dari golongan hidrolase. Enzim ini berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus. Enzim ini mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4 sehingga menghasilkan α-Dglukosa (Stuart et al. 2004). Terhambatnya kerja enzim α-glukosidase menyebabkan berkurangnya glukosa yang diserap oleh usus sehingga berkurangnya sumber glukosa yang masuk ke dalam aliran darah. Peristiwa ini mampu membantu menurunkan keadaan hiperglikemia sehingga penderita diabetes dapat mengatur kadar glukosa darahnya. Saat ini banyak obat-obat yang dibuat untuk menghambat (inhibitor) kerja α-glukosidase. Beberapa obat inhibitorenzim α-glukosidase dapat ditemukan dengan mudah seperti, acarbose, miglitol, dan voglibose. Namun, saat sekarang banyak penelitian yang telah melaporkan bahwa banyak ekstrak tumbuhan yang berkhasiat sebagai inhibitor α-glukosidase. Salah satu penelitian melaporkan bahwa asam triterpen yang diisolasi dari daun Lagerstroemia speciosa mampu menjadi inhibitor α-glukosidase (Wenli et al.2009). Selain itu, beberapa ekstrak tumbuhan asal Meksiko yang mengandung kaempferol seperti Cecropia obtusifolia, Equisetum myriochaetum, Acosmium panamense, dan Malmea 6 depressa dapat menghambat kerja α-glukosidase secara in vitro dan in vivo (Cetto et al. 2008). (a) (b) (c) Gambar 2 Struktur Molekul Acarbose (a), Miglitol (b), Voglibose (c) Ekstraksi dan Fraksinasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari campuran dengan bantuan pelarut. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut nonpolar (n-heksana) lalu dengan pelarut yang semi polar (etil asetat atau dietil eter) kemudian dengan pelarut polar (metanol dan air). Dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut senyawa nonpolar, semi polar dan senyawa polar. Markham (1988) menyatakan bahwa komponen yang terbawa pada proses ekstraksi adalah komponen yang berpolaritas sesuai dengan pelarutnya. Ekstraksi terdiri dari tahap penghancuran sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga meningkatkan kontak antara bahan dan pelarutnya. Maserasi adalah proses perendaman sampel dalam pelarut dengan waktu tertentu sehingga senyawa dalam sampel larut dalam pelarut tersebut. Evaporasi dilakukan untuk menguapkan pelarut sehingga ekstrak dapat terpisah dengan pelarutnya dan dilakukan pada 3040 oC untuk mengurangi kerusakan senyawa aktif pada suhu tinggi. Hasil ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah bahan alam, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel serta kondisi dan lama penyimpanan sampel. Fraksinasi adalah proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Rouessac & Rouessac 2007). Proses fraksinasi biasanya menggunakan kromatografi kolom, dalam pemisahan dengan kromatografi kolom ini suatu pelarut pengelusi akan 7 dialirkan secara kontinu melalui kolom dan komponen demi komponen dari campuran yang pada akhirnya akan keluar dari kolom dapat dikumpulkan. Kromatografi kolom dilakukan dalam sebuah kolom yang diisi dengan fase diam yang berpori. Cairan digunakan sebagai fase gerak untuk mengelusi sampel keluar melalui kolom, sampel yang ditempatkan di dalam kolom akan terpisah dan digambarkan sebagai pita. Sampel akan bergerak ke bawah dengan bantuan fase gerak dan terpisah jika kekuatan interaksi antara komponen dengan fase diam berbeda, komponen-komponen akan terpisah sebagai sebuah pita. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob. Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silika gel atau alumina. Silika gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat. Fase diam KLT yang digunakan biasanya silika gel. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf berjangka antara 0.00 dan 1.00, dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Rf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h) yang menghasilkan nilai 0 sampai 100 (Harvey 2000).