Ill. TINJAUAN TEORl DAN STUD1 TERDAHULU 3.1. Teori Perdagangan lnternasional Perdagangan internasional masih diyakini memberikan manfaat bagi semua pihak yang melakukan. Dilorenzo (1990) menyatakan bahwa perdagangan bebas tidak mengenal batas idiologi dan perdagangan bebas menguntungkan negara-negara yang terlibat dalam perdagangan dan dunia pada umumnya. Smith (1776) dalam Jhingan (1975) menyatakan bahwa perdagangan bebas dan persaingan yang mendorong para petani, produsen dan pengusaha memperluas pasar yang pada gilirannya rnernungkinkan pembangunan ekonomi. Perdagangan bebas mendorong meluasnya permintaan dan mendorong adanya peningkatan produksi yang dapat menciptakan surplus yang bermanfaat sebagai modal dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya akan membawa kemajuan bagi perniagaan dan berkembangnya industri manufaktur. Ricardo (1917) dalam Jhingan (1975) rnenyatakan bahwa perdagangan bebas merupakan faktor penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara, dengan perdagangan bebas dapat memperoleh keuntungan (gains from fade) yang terus menerus. Perdagangan bebas juga mendorong pemakaian sumberdaya yang efisien. Dengan asumsi " The Law of Diminishing Return " dan persaingan sempurna, menurut Ricardo suatu negara akan mengekspor barang-barang yang mernpunyai keunggulan komparatif dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah. Suatu negara mengimpor barang karena tidak mampu menghasilkan barang yang lebih efisien dibandingkan dengan negara lain atau relatif lebih rnahal. Di sisi lain, perdagangan dari suatu negara ke negara lain rnendorong perluasan pasar komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa dalam penyediaan dana bagi pertumbuhan suatu negara. Secara teoritis perdagangan internasional akan meningkatkan kesejahteraan suatu negara, dibandingkan dengan negara tersebut tidak melakukan perdagangan. Secara grafis dapat dijelaskan pada Garnbar 1. xz XI Gambar 1. Sumber X (Ekspor) : Perbedaan Tingkat Konsumsi dalam Perdagangan : Gonarsyah (1987) Suatu negara berproduksi berdasarkan k u ~ akemungkinan produksi (KKP), dengan tingkat produksi tersebut maka berdasarkan TOT, (Term of trade) dan kurva indeferen (Kll) dapat mengkonsumsi di B dengan kombinasi Xz, Y2. Apabila negara tersebut mempunyai keunggulan kornparatif dalam memproduksi barang X, maka dapat melakukan perdagangan dunia dengan mengekspor sebesar X2 - XI dan mengimpor Y1-Y2 dengan kurva indiferen (KI 2) dengan kombinasi baru di XI, Y1 di A. Dengan melihat bahwa KI 1 lebih kecil dari KI 2 maka dapat disimpulkan bahwa kombinasi di A lebih baik dari di B. Dengan demikian, perdagangan bebas memberikan rnanfaat lebih banyak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa perdagangan bebas mendorong pembagian kerja regional yang saling menguntungkan, meningkatkan potensi riel produk nasional semua negara, serta memungkinkan tercapainya tingkat hidup yang lebih baik di seluruh permukaan bumi., Maksud hidup lebih baik dalam Gambar 1 dijelaskan dengan bergesernya tingkat konsumsi dari B ke A dengan tingkat kurva indiferen yang lebih tinggi. Mekanisme terjadinya perdagangan internasional dapat dijelaskan dengan Gambar 2. Faktor yang mendasari ekspor dan impor dalarn perdagangan internasional adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran suatu negara. Excess Supply yang merupakan kelebihan penawaran dari permintaan suatu negara akan menjadi ekspor sedangkan kelebihan permintaan atas penawaran (Excess Perminfaan) akan menjadi suatu impor suatu negara. Adanya kelebihan permintaan dan penawaran suatu negara ini mendorong terjadinya perdagangan internasional. Dari Gambar 2 terlihat bahwa negara pengekspor yaitu negara A mempunyai harga yang lebih rendah dari negara B dimana Pa < Pb. Harga yang rendah di negara A dibandingkan dengan B, karena negara A kelebihan penawaran sebesar Qaj - Qa2 Di lain pihak negara B terjadi kelebihan permintaan sebesar Qbl - Qb2. Kelebihan permintaan ini mendorong adanya harga yang tinggi. Dengan adanya perdagangan internasional, negara A mempunyai keunggulan komparatif untuk mengekspor kelebihan produksinya ke 6 sehingga terjadi hubungan ekspor-impor antar negara A dan B. Dengan terjadinya perdagangan internasional, maka harga menjadi P, atau P1 di negara A dan Pz di negara B. Harga yang dijual di negara A menjadi PI atau meningkat sebelum adanya perdagangan yang sebesar Pa. Bagi negara B harga menjadi turun dari Pb menjadi P2. Akibat perdagangan tersebut negara importir dapat mengkonsumsi di Qb2 dan lebih besar dari sebelumnya yaitu Qbl. Sedangkan kelebihan penawaran dari negara A yaitu Qa2- Qal diekspor ke negara B. Dengan demikian perdagangan internasional dapat memberikan kombinasi yang lebih baik dari pada sebelum perdagangan terhadap tingkat konsumsi, harga dan penggunaan sumberdaya. Negara lmportir Garnbar 2 Surnber : Mekanisrne Perdagangan Dunia : Kindleberger (1993) Pasar Dunia Negara Eksportir Bagaimana pengaruh ekspor dan impor terhadap keseimbangan ekonomi nasional?, secara teoritis keseimbangan ekonomi nasional dapat dirumuskan sebagai keseimbangan antara penawaran total dan permintaan total. Penawaran total (St) merupakan jumlah dari produksi di dalam negeri Pd dan di tambah dari penawaran dari luar negeri berupa impor (M). Perrnintaan total (Dt) terdiri dari konsumsi dalam negeri (Cd) di tambah ekspor (X). Sehingga terlihat pengaruh langsung dari impor dan ekspor terhadap penawaran dan permintaan total di dalam negeri. Secara grafis dapat dijelaskan dalam Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh Ekspor dan lmpor Terhadap Penawaran Domestik. Sumber : Hady (1998) Permintaan dan Apabila impor naik (M), maka penawaran total (St) di dalam negeri akan bertambah, sehingga kuwa penawaran total kanan bawah menjadi St,. akan bergeser ke Apabila permintaan tetap, maka harga di dalam negeri akan turun menjadi PI, dimana produksi di dalam negeri akan turun menjadi menjadi El. Q1, sedangkan titik keseimbangan bergeser dari E, Kondisi sebaliknya bisa terjadi, apabila permintaan di luar negeri naik, maka ekspor (X) akan naik, sehingga kuwa permintaan akan bergeser ke kanan atas (D,,). Apabila penawaran tetap, maka harga akan naik menjadi P2 dan produksi di dalam negeri akan naik menjadi sedangkan titik keseimbangan bergeser dari Eoke EZ Q2, Dengan demikian, kenaikan ekspor dan produksi yang sama, akan mendorong terjadinya kenaikan harga di dalam negeri, sebaliknya kenaikan impor dengan kurva permintaan yang tetap maka akan mendorong penurunan harga. 3.1.1. Kebijakan Nilai Tukar Mata Uang Sistem nilai tukar mata uang di dunia terdiri dalam dua kategori yaitu sistem nilai tukar tetap dan fleksibel. Dalarn sistem nilai tukar tetap seperti dianut Malaysia, Austria dan kebanyakan negara Afrika, pemerintah menetapkan nilai mata uang secara tetap terhadap rnata uang asing. Kebaikan dari sistem ini adalah memberikan kepastian dan menghindari spekulasi, namun menuntut kesediaan cadangan devisa yang cukup besar. Pada sistem yang fleksibel seperti Indonesia dan kebanyakan negara lain, nilai mata uang diserahkan pada mekanisme permintaan dan penawaran rnata uang di pasar. Namun demikian kebanyakan negara menentukan batasan yang normal bagi mata uangnya dengan mengenakan batasan rnaksimal sesuai band intervention, apabila fluktuasi diluar yang dikendaki, maka pemerintah melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa yang dimiliki. Kebanyakan negara menghendaki nilai tukar yang normal atau stabil, apabila terjadi apresiasi yang terlalu besar, menyebabkan harga barang dan jasa menjadi semakin mahal dan tidak kompetitif untllk ekspor, sebaliknya apabila terjadi depresiasi yang terlalu besar mendorong ekspor dan produksi di dalam negeri, namun akan menaikkan harga barang impor dan akan mendorong terjadinya defisit neraca pembayaran. Mekanisme pada sistem mata uang yang fleksibel disajikan dalam Gambar 4 . Pada tingkat harga umum di negara A menurun, maka harga dalam mata uang asing juga menurun. Penurunan harga maka akan mendorong peningkatan permintaan, sehingga kebutuhan akan mata uang asing menjadi meningkat, sehingga permintaan mata uang asing bergerak dari Da menjadi Da'. Da' Gambar 4. Dampak Penurunan Tingkat Harga Umum Sumber : Hady (1998) Secara bersamaan atau simultan, negara B yang mengalami depresiasi, mulai menurunkan impor karena harga barang didalam negeri menjadi lebih murah. Negara pengimpor akan menurunkan penawaran permintaan uang dari Sa ke Sa'. Keseimbangan baru kemudian bergeser dari E menjadi E', mata uang negara A yang dibeli meningkat dari Qo menjadi Q1. Secara umum dapat terlihat bahwa efek atau pengaruh pergeseran kurva penawaran mata uang ke kiri atas akan menurunkan permintaan uang, dan pergeseran k u ~ penawaran a mata yang ke kanan bawah akan mendorong permintaan uang. Dengan demikian, pengaruh depresiasi mata uang akan mendorong ekspor negara bersangkutan dan mengurangi impor, begitu sebaliknya apabila suatu negara mengalami apresiasi akan mendorong impor meningkat dan ekspor menurun, karena harga didalam negeri menjadi relatif lebih mahal dibandingkan dengan negara lain. 3.1.2. Kebijakan Pajak Ekspor Pajak ekspor untuk minyak kelapa sawit di Indonesia dirnulai sejak tahun 1976 dengan dikeluarkannya SK Menteri Keuangan Nornor 3901KMKOll/76 yaitu pengenaan pajak ekspor sebesar 5-10% terhadap produk ekspor tertentu. Produk-produk ekspor yang dikenakan kebanyakan adalah produk perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa dll. Tujuan pelaksanaan pajak ekspor menurut Mulyono (1999) adalah sebagai fungsi budgeter yaitu sumber penerimaan pernerintah dari bukan pajak dalam APBN, sedangkan sesudah 1998, fungsi pajak ekspor adalah sebagai regulator disamping sebagai budgeter, karena kelangkaan produk-produk tertentu akibat krisis. adanya Bagairnana dampak pemberlakuan pajak ekspor terhadap perdagangan dunia, disajikan dalarn Garnbar 5. Dampak pemberlakuan pajak ekspor akan menurunkan pewaran dunia dari ES menjadi ES' atau rnenurun sebesar t. Akibat penurunan penawaran ekspor, maka akan menaikkan harga dunia dari Pw rnenjadi Pw'. Disisi lain akibat adanya pajak ekspor, maka harga yang diterirna produsen pada negara A adalah Pw'-t. Akibat dari kondisi ini maka harga domestik menurun atau tetap dan konsumsi menjadi rneningkat sebesar Qc'-Qc. Sementara itu, pada negara eksportir, produksi menurun sebesar Qp-Qp', penurunan ini dapat disebabkan karena dorongan harga yang negatif. Untuk negara eksportir besar, masih terdapat kelebihan penawaran yang diekspor sebesar Qp'-Qc'. Dampak pada negara pengimpor adalah, harga naik dari Pw menjadi Pw', sehingga impor menurun dari Qc-Qp, menjadi Qc'-Qp'. Produksi didalam negeri pengimpor meningkat dari Qp menjadi Qp', dan konsumsi domestik menurun dari Qc menjadi Qc', sehingga selisih konsumsi dan produksi yaitu Qc'-Qp' adalah besarnya impor dan lebih kecil dari impor sebelum pajak ekspor yaitu Qc-Qp. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan dan kenaikan pajak eksporakan Negara Pengirnpor (6) Pasar Dunia Garnbar 5 Darnpak Pajak Ekspor Terhadap Perdagangan Dunia : Hady (1998) Surnber Negara Pengekspor (A) menyebabkan penurunan harga produk domestik dan internasional, penurunan produksi domestik, peningkatan konsumsi domestik, penurunan volume ekspor dan devisa negara serta terjadinya peningkatan penerimaan negara dari pajak ekspor. Pada negara pengimpor terjadi kenaikan harga domestik yang mendorong kenaikan produksi didalam negeri dan penurunan konsumsi serta irnpor. 3.1.3. Kebijakan Tarif lmpor Tarif impor merupakan pajak yang dikenakan suatu barang yang diimpor. Tarif impor ada beberapa jenis yaitu tarif spesifik yang besarnya tetap untuk setiap barang yang diimpor dan tarif ad valorem yaitu pajak yang dikenakan sebagai suatu bagian dari barangyang diimpor. Dampak dari pemberlakuan tarif irnpor dapat dijelaskan pada Gambar 6. Pemberlakuan tarif impor menyebabkan biaya impor naik, sehingga kurva impor dunia (Ed) menjadi bergeser ke Ed+t. Pergeseran k u ~ a impor dunia menyebabkan harga dunia menurun dari Pw ke Pw', pada negara importir yang mengenakan tarif impor harga naik menjadi P'w+t dan lebih tinggi dibandingkan sebelum pemberlakukan tarif impor di Pw. Pada kondisi tersebut jumlah barang yang diimpor negara B menjadi menurun sebesar Qc'-Qp'. Pada negara A, selaku eksportir, harga dunia yang menjadi Pw' akan menyebabkan kelebihan penawaran sebesar Qp'- Qc'. Dampak dari kebijakan kenaikan tarif impor pada negara importir (negara 6) adalah harga produk yang meningkat, jumlah konsumsi mengalami penurunan, produksi barang mengalami kenaikan, volume impor sejenis didalam negeri mengalami penurunan dan penerimaan pemerintah dari kenaikan dan pemberlakuan tarif meningkat. Pada sisi eksportir negara A, terjadi penurunan ekspor dan akhirnya mendorong harga didalam negeri juga menurun. 3.2. Model Ekonorni Ekspor, lrnpor dan Harga Dunia Berdasarkan pada teori perdagangan internasional pada sub-bab 3.1. selanjutnya disajikan model ekonorni ekspor, impor dan harga dunia. Model ekonomi tersebut meliputi peubah-peubah yang mempengaruhi persarnaan ekspor, irnpor dan harga dunia yang akan digunakan dalam penelitian ini. 3.2.1. Ekspor Ekspor rnerupakan kelebihan produksi dari konsumsi dalam negeri dan stok (Labys, 1973). Persamaan ekspor tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: Xt dimana =Qt-Ct+St (3.1) : Xt Qt Ct S 11. : jurnlah ekspor pada periode t : jumlah produksi pada periode t :jurnlah konsurnsi pada periode t :jurnlah stok pada periode t Dalarn persarnaan 3.1 tersebut di asurnsikan bahwa jumlah impor cukup kecil di negara produsen dan stok (t-I) tetap di perlukan untuk rangka menghadapi fluktuasi baik dalam kegiatan produksi dan harga yang dapat berlangsung selama 1 tahun. Ekspor ditentukan oleh produksi (Qt) yang banyak dipengaruhi oleh luas lahan, produktivitas dan iklim. Di sisi lain ekspor juga dipengaruhi oleh konsumsi domestik. Besarnya konsumsi domestik (Ct) banyak ditentukan oleh pendapatan, harga, selera dan harga barang lain. Stok, khususnya untuk minyak nabati rnerupakan hasil produksi yang belurn dipasarkan dan bukan persediaan terhadap spekulasi harga. Hal ini disebabkan untuk minyak nabati akan rusak kandungan protein apabila disimpan dalam waktu lebih 1 tahun. Pada model yang bersifat umum, ekspor juga merupakan fungsi penawaran dimana besarnya ekspor juga di pengaruhi oleh harga ekspor yang dapat di jelaskan sebagai berikut. dimana : Xt PI* Zt : Ekspor pada periode t : Harga harapan pada periode t : Faktor lain selain harga harapan. Apabila ada harapan harga akan rnembaik, ha1 ini akan rnendorong produsen untuk rneningkatkan ekspor, begitu pula sebaliknya. Dalam ha1 ini rnenurut kaidah dalarn model Nerlovian disebut Adaptive Expectations (Nerlove, 1958), harga harapan tersebut dapat dirumuskan sbb: Pt" dimana - Pt-1 = P (Pt.1 - Pt-I*) ........................................ (3.3) : : Koefisien ekspektasi dirnana nilai a antara 0 dan 1 Pt.~* : Harga harapan pada periode pada tahun lalu. Xt-l* : Ekspor harapan pada periode pada tahun lalu a Dari persamaan 3.2 dan 3.4 dapat di peroleh persarnaan sebagai berikut: XI = o ( a o + a l I P i + a z Z t ) + ( I - a ) X t . i .................... (3.5) dan dari persarnaan 3.4 dan 3.3. kita mendapatkan persamaan: Xt = cr ao + o a10 Pt.1 + o al(1-P) Pt-I* + o a 2 Zt + o Ut +o (1- a) Xt.1 .................................................(3.6) dari persarnaan 3.4 diperoleh: Xt-I - Xt.2 = c ( Xt-q* - At.2) .......................................... (3.7) dan dari persarnaan 3.2 diperoleh: Xt-I* = ao + a1 Pt-I* + a 2 Zt-1 .................................. (3.8) apabila kita subsitusikan persamaan 3.7 dan 3.8 rnaka akan diperoleh persarnaan sebagai berikut: Xt-I = cr (ao + a1 Pt-I* + a 2 21.1 + Ut-I) + (1-G) Xt-2 ........ (3.9) dan dari persarnaan 3.9 dapat ditranforrnasikan menjadi Pt-I* = (11 alo) Xt-I - (aolal) - (azlal) Zt-9 - (1Ia1) Ut-1 -(Go )I a1 Xt.2 ............................................ (3.10) Kernudian kita dapat mentransformasikan dari persamaan 3.6 rnenjadi persamaan berikut: Dari persamaan 3.10 dan 3.1 1 kita mendapatkan persamaan ekspor yaitu: xt = oaop + (1-0) Xt-r - (1-0) (1- 0) Xt-2 + oalP Pt-I + oaz Zt - a~az(I-P) 2'1.1 + o Ut - o (I-P) Ut.l ...(3.12) Persamaan ekspor pada 3.12 tersebut dapat ditulis dalam bentuk sederhana yaitu: Xt dimana = f(Xt.1, Pt.j, Zt , Zt.1) ...................................... (3.13) : X, X,., P,., Z, Z,.t : Ekspor pada periode t : Ekspor pada tahun sebelurnnya : Harga ekspor pada tahun sebelurnnya : Faktor lain pada tahun t : Faktor lain pada tahun sebelurnnya Jadi faktor yang menentukan ekspor adalah ekspor pada tahun sebelumnya dan selang waktu 2 tahun untuk produk yang dapat dibuat stok. Selain itu harga pada selang waktu satu tahun. Faktor lain adalah selain harga dan jumlah ekspor sebelumnya dapat berupa tahun ini dan selang waktu satu tahun. Selain itu dalam perdagangan internasional juga di pengaruhi oleh nilai tukar mata uang (Branson and Litvack, 1981). Suatu negara irnportir akan selalu mencari harga yang lebih murah dari produk yang sama. Misalkan dalam 1 $ US, pada saat ini Rp. 2 000 di lndonesia dan di Malaysia 500 Ringgit. Apabila 1 US $ pada awalnya mendapat 1 Kg minyak sawit, kemudian mata uang lndonesia terdepresiasi atau dilakukan devaluasi rnisalnya rnenjadi Rp. 4 000 rnaka lmportir dapat mengimpor 2 Kg rninyak dari lndonesia sedang dari Malaysia tetap dapat 1 Kg. Dengan dernikian, importir akan beralih ke lndonesia dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan Malaysia. Devaluasi mata uang membuat nilai tukar mata uang negara pengimpor rnenjadi lebih besar dalarn mata uang lokal. Depresiasi mata uang menyebabkan peningkatan permintaan dan penurunan penawaran dari negara pesaing. Sehingga dengan demikian kebijakan atau proses ini menyebabkan impor dari negara pengimpor rnenjadi meningkat, ekspor dari negara pesaing menjadi menurun dan pangsa ekspor negara eksportir meningkat dengan jumlah sebesar penurunan dari negara saingan ekspor. Dengan demikian, model ekonomi persamaan ekspor dapat dinyatakan sebagai berikut: Xt dimana = f(Pt,Qt,Ert,St.1,Zt,X,l,) ...........................(3.14) : Xt Pt Qt Ert St.l Zt Xt.l : ekspor pada tahun t : harga ekspor pada tahun t : produksi pada tahun t : nilai tukar pada tahun t : Stok pada tahun t-I : faktor lain pada tahun t : ekspor pada tahun sebelumnya 3.2.2. lmpor lmpor merupakan aktifitas perdagangan dimana, suatu negara membeli barang dari luar negeri. Pembelian barang ini disebabkan oleh (1) produksi barang dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan konsumsi, (2) suatu negara tidak dapat memproduksi dengan baik akibat dari adanya keterbatasan teknologi dan iklim, dan atau barang tersebut sangat penting dalam proses kehidupan sehingga terpaksa harus diimpor, dan (3) suatu negara mempunyai teknologi dan tidak mempunyai bahan baku, dalam ha1 ini bermanfaat untuk kegiatan re-ekspor. Secara sederhana persamaan impor tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: dimana Mt Ct Qt St.1 : jumlah impor pada tahun t : konsumsi pada tahun t : jumlah produksi pada tahun t : jumlah stok pada tahun sebelumnya Dari persarnaan 3.15 ha1 yang rnenentukan irnpor adalah konsurnsi. Pendekatan selanjutnya dapat di dekati dari fungsi konsurnsi yang rnernbentuk fungsi perrnintaan. Fungsi permintaan dapat dinyatakan sebagai berikut: dirnana Ct : : f ( Pt, Pst, Yt, Pddt, Dyt, St) .............................. (3.16) Ct : konsurnsi pada tahun t Pt : harga produk pada tahun ke t Psi : harga barang lain yang bersifat subsitusi dan kornplernen pada tahun t : tingkat pendapatan pada tahun t Yt Pddt : jurnlah penduduk pada tahun t Dyt : distribusi pendapatan pada tahun t St : selera pada tahun t Dari persamaan 3.16 terlihat apabila harga kornoditi menurun, rnaka konsumsi akan meningkat begitu pula sebaliknya. Konsumsi juga dipengaruhi oleh kornoditi lain yang dapat bersifat subsitusi dan kornplemen. Apabila komoditi bersifat subsitusi maka kenaikan harga lain akan meningkatkan konsumsi dan penurunan harga komodoti ini akan rnenurunkan konsumsi produk lain. Apabila barang bersifat kornplemen artinya kedua barang saling rnelengkapi. Kenaikan suatu kornoditi akan di ikuti dengan kornoditi komplernennya. Faktor konsumsi juga dipengaruhi oleh.jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk akan rneningkatkan jurnlah konsumsi, begitu pula apabila terjadi peningkatan laju perturnbuhan konsumsinya. Selain itu, irnpor juga di pengaruhi oleh nilai tukar mata uang untuk rnernperoleh harga yang lebih rnurah dari barang yang sarna dan berasal dari negara yang berbeda. Sehingga model ekonomi persarnaan irnpor dapat dinyatakan sebagai berikut: dirnana : Pt Ct : harga impor pada tahun t : konsurnsi pada tahun t Er, Z, Mt.l : nilai tukar mata uang pada periode t : faktor lain yang mempengaruhi impor pada tahun t : impor pada tahun sebelumnya 3.2.3. Harga Dunia Harga dunia merupakan titik keseimbangan antara penawaran (total ekspor dunia) dan permintaan (total impor dunia). Penawaran dan permintaan merupakan kekuatan pasar, apabila dalam proses produksi terjadi peningkatan, maka bisa menyebabkan terjadinya pergeseran kurva penawaran dan menyebabkan terjadinya penurunan harga. Begitu pula apabila terjadi peningkatan permintaan, maka akan menyebabkan kenaikan harga. Gambar 7. Sumber Keseirnbangan Harga oleh Kekuatan Penawaran dan Permintaan : Dahl and Hammond (1977) Dari Gambar 7 terlihat bahwa apabila terjadi kenaikan penawaran dari S1 ke S2 dengan perrnintaan yang tetap (Dl), maka harga akan turun dari PI ke P2 dan ekspor meningkat dari Q1 ke Q2. Apabila terjadi kenaikan konsumsi yang jauh lebih besar rnisalnya dari 01 ke D2 maka terlihat ekspor meningkat dari Q1 ke Q3 dan harga naik dari PI Ke P3. Besarnya perubahan baik penurunan dan kenaikan dalam ekspor, impor dan harga tergantung pada besarnya kimiringan atau slope dari k u ~ a penawaran dan permintaan. Slope atau kemiringan ini yang dikenal dengan nilai elastisitas. Sedang besar dan kecilnya perubahan terhadap penawaran dan permintaan tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti yang dikemukakan pada bagian 3.1 dan 3.2 diatas. Model ekonomi persamaan harga dapat dinyatakan sebagai berikut: dimana : harga pada tahun t : ekspor pada tahun t Mt : impor pada tahun t PIt : harga produk lain pada tahun t Pt.l : harga pada tahun sebelurnnya Pt Xt 3.3. Metode Pendugaan Parameter Untuk menganalisis dan mendapatkan nilai parameter dugaan dalarn persamaan ekspor 3.14, persarnaan konsurnsi 3.16, persamaan impor 3.17 dan persamaan harga 3.18 di dalam penelitian ini digunakan met3de pendugaan 2SLS (fwo stage least squares). menggunakan model ekonometrika dengan Penelitian ini persamaan sirnultan. Penggunaan persamaan simultan dalam penelitian ini disebabkan karena model yang dibangun mengandung lebih dari satu persamaan dan di antara persamaan tersebut menggambarkan ketergantungan di antara peubahnya. Pada persamaan ekspor misalnya dipengaruhi oleh harga ekspor, harga barang lain, dan produksi. Di sisi lain, produksi sebagai sebagai peubah eksogen pada persamaan ekspor, juga dipengaruhi oleh produktivitas dan luas areal, sedangkan peubah produktivitas dan luas areal dipengaruhi oleh harga sarana produksi, kebijakan dan harga outputnya. Sehingga antara peubah luas areal, produktivitas, produksi dan ekspor terdapat keterkaitan. Untuk harga ekspor pada suatu negara juga dipengaruhi oleh peubah harga dunia. Harga dunia sebagai peubah endogen juga dipengaruhi oleh peubah ekspor dan impor dunia yang merupakan penjumlahan dari ekspor dan impor masing-masing negara. Sehingga terlihat adanya hubungan keterkaitan antara peubah ekspor, impor dan harga dunia. Hubungan suatu peubah dalam suatu persamaan dan yang saling mempengaruhi dengan peubah dan persamaan lain itulah yang dimaksudkan dengan simultan. Untuk melihat interaksi antara peubah dalam penelitian ini selanjutnya dapat dilihat dalam Gambar 8. Untuk memperoleh nilai paremeter dugaan simultan dalam persamaan tersebut, tidak mungkin dilakukan hanya menaksir suatu persamaan demi persamaan dengan mengabaikan informasi yang ada pada persamaan-persamaan lain, oleh sebab itu metode pendugaan dengan OLS yang diterapkan pada setiap persamaan tanpa memperhatikan kaitan satu sama lain akan menghasilkan parameter dugaan yang bias dan tidak konsisten. Hal tersebut tejadi karena asumsi di dalam OLS bahwa peubah bebas dan peubah gangguan seharusnya tidak tergantung satu sama lain tidak dapat terpenuhi. Untuk mengatasi kelemahan metode pendugaan dengan OLS yang hasilnya bias dan tidak konsisten dalam persamaan simultan, menurut Koutsoyiannis (1977) dapat digunakan metode lain yaitu: (1) Reduced Form Method atau Indirect Least Squares (ILS), (2) Method of Instrumental Variabels (IV), (3) Two Stage Least Squares (2SLS), Three Stage Least Squares (3SLS), (4) Limited lnformation Maximum Likelihood (LIML), (5) Mixed Estimation Method, dan (6) Full lnformation Maximum Likelihood (FIML). Menurut Sumodingrat (1995), metode pendugaan parameter 2 SLS dan LIML memiliki hasil dugaan dengan derajat efisiensi yang sama, dimana kedua metode menggunakan jumlah informasi yang sama dan tersedia di dalam model. Metode 3 SLS dan FIML menggunakan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan metode 2 SLS dan LIML, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua metode lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi. Oleh sebab itu, metode ini tidak pernah yakin bahwa kesalahan tidak pernah terjadi dan kemudian menjadi kurang menarik, sehingga peneliti banyak menggunakan metode 2 SLS. Sebelum proses pendugaan parameter dengan metode 2 SLS, harus dilakukan identifikasi model. ldentifikasi model dimaksudkan untuk melihat apakah model yang dipendugaan dalam kondisi un-identified, exactly-identified dan over-identified. Apabila dalam kondisi unidentief maka persamaan tersebut tidak dapat diduga, sedangkan pada kondisi exactly dan overidentified proses pendugaan dari parameter dapat dilakukan, serta hasil dugaan sudah unik. 3.4. Tinjauan Studi Terdahulu yang Terkait Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang perdagangan dunia minyak nabati seperti oleh Librero (1971), Baharsjah (1974), Suryana (1986), Susilowati (1989), Putwanto (1997), dan Susila (1997). Namun demikian di dalam modelnya kesemua penelitian tersebut mengkaji satu persatu sumber nabati dalam pasar dunia dan belum menyatukan seluruh sumber minyak nabati dalam satu kerangka analisis. Librero (1971) dalam penelitian yang berjudul The International permintaan for Philippine Coconut Product: An Aggregrate Analysis, menggunakan persamaan simultan dan teknik 3-SLS rnemberikan kesimpulan bahwa ekspor minyak kelapa bersifat inelastisitas terhadap harga ekspor, bersifat subsitusi terhadap minyak kelapa sawit dengan elastisitas silang 0.37, bersifat komplemen terhadap minyak kedelai dengan elastisitas silang -0.62 dan merupakan barang normal dengan elastisitas pendapatan 1.74. Dari data tersebut terlihat bahwa minyak kelapa bersifat inelastis seperti halnya banyak produk pertanian, walaupun minyak kelapa telah mengalami pemrosesan lebih lanjut dari pada sekedar Kopra. Philipina yang merupakan produsen terbesar dari minyak kelapa memandang minyak kelapa sawit sebagai subsitusi. Apabila harga minyak kelapa sawit naik I%, maka konsumsinya akan menurun dan mendorong konsumsi minyak kelapa naik sebesar 0.37%. Sedangkan terhadap minyak kedelai bersifat komplemen, dimana apabila harga kedelai naik I%, konsumsi minyak kelapa juga menurun sebesar 0.62%. Dari sisi pendapatan ternyata minyak kelapa merupakan barang normal dengan diperlihatkan hasil yang positip sebesar 1.74. tersebut Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak kelapa bersifat inelastis, bersubsitusi dengan minyak kelapa sawit, berkomplemen dengan minyak kedelai dan merupakan barang normal. Baharsjah (1974) dalam disertasinya yang berjudul The Domestic and lnternational Trade of Indonesian Coconuts Products menunjukkan beberapa kesimpulan yaitu untuk ekspor kopra lndonesia ke MEE, harga bersifat elastis, dengan minyak kelapa sawit bersifat subsitusi dengan elastisitas silang 1.15, dengan minyak kedelai bersifat komplemen dengan elastisitas silang -0.008 dan terhadap pendapatan inferior dengan elastisitas pendapatan -0.74. Untuk bersifat ekspor kopra lndonesia ke Jepang, harga ekspor bersifat inelastis dengan elastisitas harga 0.73, elastisitas silang dengan minyak kelapa sawit menunjukkan sifat saling subsitusi 0.23 dan minyak kedelai bersifat subsitusi juga yaitu 0.48 dan bersifat barang normal terhadap pendapatan dengan elastisitas pendapatan positip sebesar 0.53. Untuk ekspor kopra lndonesia ke lnggris memperlihatkan bahwa harga eskpor bersifat elastis, terhadap minyak kelapa sawit bersifat subsitusi dengan elastisitas silang 0.50 dan terhadap rninyak kedelai bersifat subsitusi dengan elastisitas silang 0.20 dan bersifat inferior terhadap pendapatan dengan elastisitas yang bertanda negatif sebesar -1.52. Dari dua peneliitian yang mengkaji ekspor minyak kelapa terdapat beberapa kesimpulan penting yaitu terfihat bahwa harga ekspor bersifat inelastis, dengan produk minyak kelapa sawit bersifat subsitusi begitupula terhadap kedelai kecuali untuk MEE, sedangkan kaitannya dengan pendapatan bersifat inferior kecuali untuk Jepang dan Amerika Serikat. Suryana (1986) dalam disertasinya yang berjudul Trade prospects of lndonesia Palm Oil In The lnternational Markets For Fats dan Oils menyatakan bahwa untuk pasar Arnerika, ekspor rnempunyai elastisitas harga yang elastis (1.46), minyak kelapa sawit bersifat komplemen dengan minyak kelapa dan minyak kedelai serta merupakan barang normal (4.2), untuk pasar MEE, harga bersifat inelastis dan terhadap minyak kelapa dan minyak kedelai bersifat komplemen (-0.25 dan -0.03) dan minyak kelapa sawit merupakan barang normal (0.96), untuk pasar Jepang menunjukkan gejala yang sama yaitu bersifat inelastis dan berkomplemen dengan minyak kelapa dan minyak kedelai (0.89, -0.13 dan -0.07) dan untuk pasar Malaysia juga sama yaitu bersifat inelastis (-0.38) dan berkomplemen dengan minyak kelapa begitu pula dengan lndonesia (-0.31 dan -0.68). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa minyak kelapa sawit lndoneisa bersifat komplemen dengan minyak kedelai dan kelapa di USA, MEE,Jepang dan Malaysia, selain itu elastisitas harga bersifat inelastis dan merupakan barang normal. Susilowati (1989) dalam penelitiannya Pasar minyak kelapa sawit dunia dan kaitannya dengan eskpor minyak kelapa sawit lndonesia menyatakan bahwa ekspor minyak kelapa sawit lndonesia mempunyai elastisitas harga yang elastis (2.58), hubungan dengan minyak kelapa sawit Malaysia saling bersubsitusi (3.19), untuk penawaran ekspor Malaysia mempunyai elastisitas harga yang inelastis, dan minyak kelapa sawit Malaysia dan lndonesia bersifat komplemen (-0.27) ini menunjukkan bahwa apabila harga minyak kelapa sawit lndonesia menurun, maka terdapat kecenderungan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia akan meningkat. Untuk permintaan minyak kelapa sawit dalam negeri lndonesia memperlihatkan bahwa minyak kelapa sawit dengan minyak kelapa bersifat subsitusi. Dilihat dasi sisi elastisitas pendapatan, Minyak kelapa sawit merupakan barang yang bersifat barang normal dengan nilai elastisitas pendapatan yang positif sebesar 2.48. Untuk ekspor minyak kelapa sawit di pasar Amerika, harga bersifat inelastis (-0.19), rninyak kelapa sawit rnerupakan barang normal apabila dari elastisitas pendepatan (1.38) dan dengan minyak kelapa dan kedelai bersifat subsitusi (1.06 dan 1.52). Untuk ekspor ke Jepang, minyak kelapa sawit mempunyai elastisitas harga yang inelastis (0.39), dengan minyak kedelai bersifat subsitusi (0.71) dan merupakan barang normal (0.03). Untuk ekspor ke MEE memperlihatkan ekspor mempunyai elastisitas harga yang inelastis (0.72) dengan minyak kedelai bersifat subsitusi dan dengan minyak rape bersifat komplemen (-0.31) dan bersifat barang normal. Dari keterangan tersebut terlihat bahwa minyak sawit mempunyai elastisitas harga yang inelastis, bersifat subsitusi dengan minyak kedelai dan minyak kelapa serta berkomplemen dengan minyak rape seed dan merupakan barang normal. Purwanto (1997) dalam penelitian Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa Sawit lndonesia menyatakan bahwa impor rninyak kelapa sawit lndonesia mempunyai elastisitas harga yang inelastis (-0.0015) dan dengan minyak kelapa bersifat subsitusi (0.188), ekspor minyak kelapa sawit dipengaruhi secara positip oleh harga ekspor CPO dan mempunyai elastisitas harga yang inelastis terhadap pasar dalarn negeri. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di lndonesia minyak kelapa sawit bersubsitusi dengan minyak kelapa dan dipengaruhi positip oleh harga ekspor. Susila et a1 (1997) dalam penelitian Model Domestik Ekonomi Minyak kelapa sawit Mentah memberikan beberapa kesimpulan yaitu harga CPO dunia dipengaruhi oleh stok CPO, harga CPO dengan lagsatu dan lag-lima tahun sebelurnnya, konsumsi tahun sebelurnnya serta harga minyak nabati lainnya, untuk ekspor Malaysia dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar dan volume sedangkan impor dipengaruhi oleh stok, jumlah penduduk, harga CPO dunia dan nilai tukar, untuk ekspor minyak kelapa sawit lndonesia di simpulkan bahwa ekspor banyak dipengaruhi stok sesuai dengan kebijakan pengamanan konsumsi dalam negeri, sedangkan impor minyak goreng juga banyak dipengaruhi oleh stok dan waktu untuk pengamanan konsumsi di dalam negeri. Untuk Masyarakat Ekonorni Eropa terlihat bahwa eskpor lebih sebagai penyangga dan irnpor banyak ditentukan oleh harga CPO, harga rninyak nabati lain serta impor sebelurnnya. Untuk China rnerupakan pasar yang besar di mana konsumsi dipengaruhi oleh harga CPO, nilai tukar, harga minyak kacang tanah dan jurnlah penduduk. lmpor China juga dipengaruhi oleh harga CPO, harga minyak nabati lain dan konsumsi periode sebelumnya dan untuk Pakistan, konsumsi minyak nabati dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah penduduk sedang lmpor dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan tingkat pendapatan. Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan : a. Elastisitas harga dari ekspor minyak nabati seperti minyak kelapa dan minyak kelapa sawit bersifat inelastis, b. Minyak kelapa bersifat subsitusi terhadap minyak kedelai dan minyak kelapa sawit baik di pasaran Asia, MEE dan Arnerika, c. Minyak kelapa dari sudut nilai elastisitas pendapatan menunjukkan barang normal untuk negara berkembang dan inferior bagi negara maju, d. Elastisitas harga dari ekspor minyak kelapa sawit bersifat elastis untuk Asia dan inelastis untuk MEE dan Amerika, e. Minyak kelapa sawit bersifat subsitusi dengan minyak kedelai dan minyak kelapa baik di Asia, Amerika dan MEE, dan f. Elastisitas pendapatan menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit merupakan barang normal baik di MEE, Amerika dan Jepang. Dalam penelitian ini selanjutnya dikembangkan arah studi Dampak Kebijakan Domestik Indonesia dan Faktor Eksternal Terhadap Perdagangan Dunia Minyak Nabati dengan model analisis yang membedakan dari studi sebelumnya yaitu: a. Model analisis dilakukan dengan menggabungkan beberapa komoditi yang terdiri minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak matahari, dimana dalam penelitian sebelumnya sumber minyak nabati tersebut dianalisis satu persatu, padahal komoditi tersebut bisa bersubtitusi dan komplementer. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih luas tentang perdagangan dunia minyak nabati secara horisontal dibandingkan penelitian sebelumnya yang memberikan gambaran yang mendetail secara vertikal terhadap satu komoditas saja dalam suatu negara seperti kelapa dan kelapa sawit Indonesia. Dalam penelitian ini minyak kelapa dan kelapa sawit Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh pasar minyak kelapa dan kelapa sawit di dunia tetapi juga oleh sumber minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan minyak matahari serta perkembangan ekspor, impor dan konsumsi dari banyak sumber minyak nabati dan banyak negara yang terlibat sebagai eksportir dan importir utama. b Penelitian ini juga di dasarkan pada perdagangan dunia yang cenderung liberal dengan merumuskan persamaan ekspor dan impor, konsumsi domestik setiap masing-masing negara dan harga dunia yang saling berinteraksi dibandingkan dengan hanya harga dunia satu komoditas seperti pada penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan menggunakan analisis tersebut maka akan memberikan gambaran yang lebih luas dari penelitian Librero dan Baharsjah untuk komoditas kopra, Suryana, Susilowati, Susila et al. untuk komoditas minyak kelapa sawit dengan menggabungkan pengaruh komoditi terhadap komoditi lain, pengaruh suatu negara terhadap negara lain, harga dunia dengan harga masing-masing negara. c Pengaruh faktor luar negeri yang pada umumnya dalam penelitian sebelumnya merupakan peubah eksogen, dalam penelitian ini dimasukkan menjadi peubah endogen, dimana perubahan disuatu negara juga mempengaruhi perubahan dinegara lain dan bersifat simultan baik dari sisi negara pengekspor maupun pengimpor. Hal ini merupakan perluasan dari penelitian Baharsjah, Suryana, Susilawati dan Susila yang tidak banyak membahas perilaku impor dan konsumsi di masing-masing negara importir utama dan eksportir utama, interaksi antara harga dunia dan harga ekspor dan impor masing-masing negara serta pengaruhnya terhadap konsumsi di dalam negeri. d. Sebagai penelitian yang lebih bersifat horisontal dengan memasukkan banyak komoditi dan banyak negara, penelitian ini hanya menekankan pada perilaku ekspor, impor, konsumsi dan harga dan berbeda dengan penelitiannya sebelumnya yang juga membahas dari sisi produksi, produk hilir dan konsumsi domestik dan lebih bersifat integrasi vertikal suatu komoditi.