TUTURAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN DI SMK AL-BASTHI PLAKPAK PEGANTENAN PAMEKASAN Abdur Rohman Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak. Menguasai bahasa sering diartikan sebagai mampu berbicara dalam bahasa itu. Penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, simbol, makna, dan komunikasi. Dalam Panduan Pengembangan Silabus dikemukakan bahwa fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk komunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berfikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi. Bahasa secara pragmatis lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi pembelajaran tentang sistem bahasa. Penelitian ini mencari wujud dan fungsi tuturan guru dan siswa di SMK Al-Basthi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan wujud tuturan guru dan siswa adalah berbentuk deklaratif (Berita), imperatif (perintah), interogatif (tanya), eksklamatif (seruan), empatik (penegas). Dari semua wujud tersebut bentuk imperatif (perintah), atau empatik (penegas) mempunyai kuantitas tuturan yang paling banyak. Fungsi tuturan guru dan siswa adalah (1) tuturan deklaratif untuk mengungkapkan peristiwa secara langsung dan tidak langsung, (2) tuturan imperatif Untuk memerintah dengan halus, memerintah dengan sangat halus, dan memerintah dengan kesantunan, (3) tuturan interogatif untuk menanyakan setuju atau tidaknya mitra tutur, dan untuk menanyakan benda, waktu dan perbuatan, (4) tuturan eksklamatif untuk menyatakan rasa kagum, (5) tuturan empatik untuk mempertegas sesuatu. Kata Kunci: tindak tutur, wujud tuturan, fungsi tuturan Guru adalah pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didiknya di sekolah (Saiful dalam Faturrohman, 2007:43). Selain memberikan sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar anak didik memiliki kepribadian yang paripurna. Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam mengembangkan potensinya. Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen – komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar- NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 485 mengajar yang tersedia (Hasibuan dan Moejiono, 2008:3). Menguasai bahasa sering diartikan sebagai mampu berbicara dalam bahasa itu. Menurut Phenik (dalam Alwasilah, 2008:45) Penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, simbol, makna, dan komunikasi. Dalam Panduan Pengembangan Silabus dikemukakan bahwa fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk komunikasi antar penutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berfikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi. Bahasa secara pragmatis lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi pembelajaran tentang sistem bahasa. Pragmatik menurut Verhar (dalam Rahardi, 2005:47) adalah mempelajari apa saja yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacauan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik. Sedangkan menurut David dan Dowty (dalam Rahardi, 2007:13) menjelaskan bahwa sesungguhnya pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, dan percakapan atau kegiatan konversional antara penutur dan mitra tutur. Pragmatik dianggap berurusan dengan aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan namun yang juga muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan kontek tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan). Studi pragmatik selalu berkaitan dengan penggunaan bahasa. Berkaitan dengan penggunaan bahasa ini ada tiga konsep dasar yaitu tindak komunikatif, peristiwa komunikatif dan situasi komunikatif. Tindak komunikatif melihat bahasa sebagai alat mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain. Setiap gagasan dihasilkan seorang tidak akan diketahui oleh khalayak jika tidak dikomunikasikan melalui bahasa. Untuk itu, bahasa Indonesia menjadi penting dan menarik untuk dipelajari, diteliti dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari dan meneliti bahasa Indonesia dari berbagai sudut pandang sangatlah banyak manfaatnya bagi masyarakat luas. Khususnya dalam konteks situasi formal, yang notabene dibutuhkan bahasa yang baku, santun, sesuai konteks, namun luwes dan mudah dipahami. Austin (dalam Rahardi, 2009:17) menyatakan bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya terdapat tiga macam tindak tutur, yaitu 1) tindak tutur lokusioner, (2) tindak tutur ilokusioner, dan (3) perlokusioner. Di dalam bidang pragmatik, dan sosiopragmatik, tindak tutur yang disebut kedua itulah yang banyak dipelajari. Lazimnya, kalimat dipahami sebagai rentetan kata yang disusun secara teratur berdasarkan kaidah pembentukan tertentu. setiap kata dalam rentetan itu memiliki makna sendiri-sendiri dan urutan kata-kata itu menentukan jenis kalimatnya. Berdasarkan nilai komunikatifnya kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima macam, yakni (1) kalimat deklaratif (berita), (2) kalimat imperatif (perintah), (3) kalimat interogatif (tanya), (4) NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 486 kalimat eksklamatif (seruan), (5) kalimat empatik (penegas). Secara umum, dapat diasumsikan bahwa sekolah-sekolah yang ada di pedesaan konsep ketatabahasaannya kurang baik. Selain itu, cara pengucapan bahasa indonesianya pun kurang lancar dan banyak yang keliru. Asumsi ini didasari pada pengalaman peneliti dalam mengajar di sekolah-sekolah pedesaan ditambah dengan studi pendahuluan dari penelitian ini. METODE Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif maksudnya penelitan ini tidak menggunakan angkaangka melainkan berupa penjelasan dan uraian sesuai dengan masalah yang diteliti yaitu wujud dan fungsi tuturan antara guru dan siswa saat pembelajaran. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak atau observasi, metode cakap atau wawancara dan metode survey (Rahardi, 2009:34). Ketiga metode tersebut sudah biasa digunakan dalam penelitian sosiolinguistik dan sosiopragmatik. Dalam metode observasi dan wawancara peneliti perlu berperan serta dalam kegiatan pengumpulan data penelitian. Hal ini diperlukan karena entitas kebahasaan imperatif bersifat temporal dan terikat konteks. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yang selalu terikat konteks. Dengan demikian maka keikut sertaan peneliti dalam pengumpulan data sangatlah diperlukan. Hal ini tidaklah sulit karena peneliti merupakan salah satu staf pengajar di SMK Al-Basthi. Jadi bagi peneliti sendiri mudah saja untuk membaur dengan informan. Perlu dijelaskan juga di sini bahwa peneliti merupakan salah satu informan dari seluruh informan yang ada. Pemilihan informan didasarkan pada fokus penelitian dan rumusan masalah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian populasi karena seluruh anggota populasi dilibatkan dalam perolehan data penelitian. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data di lapangan sampai pada proses pelaporan adalah empat bulan. Sekolah yang dijadikan wilayah penelitian adalah SMK Al-Basthi yang berada di bawah naungan yayasan AlBasthi. Untuk melaksanakan penelitian di wilayah tersebut maka peneliti perlu mengajukan izin terlebih dahulu kepada ketua yayasan Al-Basthi dan kepala sekolah SMK Al-Basthi. Yayasan Al-Basthi memiliki beberapa satuan tingkat pendidikan formal dan satu satuan tingkat pendidikan non formal. Satuan tingkat pendidikan formal yang dimaksud meliputi TK Al-Basthi, SDI Al-Basthi, SMP Al-Basthi, SMK Al-Basthi dan MD Al-Basthi tingkat ula dan wustho. Sedangkan satu satuan tingkat pendidikan non formal yang dimaksud adalah kajian Al-Qur’an dan kitab kuning di musolla Al-Basthi setiap habis solat magrib. SMK Al-Basthi terdiri dari tiga kelas dengan lima ruangan. Tiga ruangan untuk ruangan kelas dan dua ruangan untuk laboratorium. Guru atau staf pengajar terdiri dari 12 guru dari berbagai bidang studi. Jumlah siswa kelas X ada 12 orang siswa, kelas XI ada 5 orang siswa dan kelas XII ada 8 orang siswa. Untuk mengumpulkan data dibutuhkan sumber data. Untuk penelitian ini sumber data meliputi siswa SMK Al-Basthi kelas X dan guru pengajar ditambah kepala sekolah. Dengan demikian maka jumlah sumber data dalam penelitian ini secara keseluruhan ada 25 orang. Selain sumber data, suatu penelitian membutuhkan unit analisis. Adapun unit analisis untuk penelitian ini adalah sama dengan sumber data, yaitu meliputi NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 487 siswa SMK Al-Basthi kelas X dan guru pengajar ditambah kepala sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN TUTURAN Tuturan merupakan ujaran dalam bentuk kata ataupun kalimat yang disampaikan kepada orang lain dengan maksud tertentu. Menurut John R. Searle tuturan dibagi menjadi tiga macam, yaitu (1) tindak tutur lokusioner, (2) tindak tutur ilokusioner, dan (3) perlokusioner (dalam Rahardi, 2007:70). Satu persatu, setiap wujud tindak tutur itu dijelaskan pada bagian berikut. Tindak tutur lokusioner adalah Tindak tutur dengan kata, frase dan kalimat, sesuai dengan makna yang di kandung oleh kata, frase, dan kalimat itu sendiri. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Dalam tuturan ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang di sampaikan oleh penutur. Dalam lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh si penutur. Jadi, tuturan “tanganku gatal” misalnya, semata-mata hanya dimaksudkan memberitahukan si mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu tangan penutur sedang dalam keadaan gatal. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something. Tuturan “tanganku gatal” diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan tersebut, rasa gatal sedang bersarang pada tangan penutur, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa gatal pada tangan penutur, misalnya mitra tutur mengambil balsem. Tindak tutur ilokusioner merupakan tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu didalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa inggris the act of doing something. Jadi, ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan. Tindak tutur perlokusioner merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada asing mitra tutur oleh penutur. Tindak tutur perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa inggris the act a ffecting someane. (Rahardi, 2009:17). Tuturan “tanganku gatal”, misalnya dapat digunakan untuk menumbuhkan pengaruh (effect) rasa takut kepada mitra tutur. Rasa takut itu muncul, misalnya, karena si penutur itu berprofesi sebagai seseorang tukang pukul yang pada kesehariannya sangat erat dengan kegiatan memukul dan melukai orang lain. Tindak tutur yang ditemukan dalam penelitan ini adalah dalam bentuk (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat perintah atau imperatif, (3) kalimat tanya atau interogatif, (4) kalimat seruan atau ekslamatif, dan (5) kalimat penegas atau empatik. Hamalik (2009:113) menyatakan bahwa faktor lingkungan sekolah besar pengaruhnya kepada siswa terhadap perkembangan perilaku anak. Tuturan guru dalam proses pembelajaran membuat siswa semakin mengerti terhadapa tuturan yang disampaikan, baik itu kalimat deklaratif (berita), kalimat imperatif (perintah), kalimat interogatif (tanya), kalimat eksklamatif (seruan), kalimat empatik (penegas). Tuturan guru di SMK Al-basthi sudah merupakan bentuk kebahasaan yang sangat jelas dan sangat informatif isinya. Dapat dikatakan demikian karena baik itu kalimat deklaratif (berita), NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 488 kalimat imperatif (perintah), kalimat interogatif (tanya), kalimat eksklamatif (seruan), kalimat empatik (penegas) menjadi saling melengkapi untuk tujuan dapat dipahami maksudnya oleh mitra tutur. Guru tidak hanya sekadar menyampaikan sesuatu kepada siswa, tetapi guru juga bermaksud agar siswa melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh guru. Ibrahim (dalam Etikasari, 2012:5), menyatakan bahwa menyarankan termasuk dalam bentuk advisories, yaitu menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, dan mendorong yang artinya, apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitratutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan tindakan itu merupakan kepentingan mitratutur. Tuturan guru di SMK Al-basthi merupakan bentuk kebahasaan yang sangat jelas dan sangat informatif isinya. Dapat dikatakan demikian karena baik itu kalimat deklaratif (berita), kalimat imperatif (perintah), kalimat interogatif (tanya), kalimat eksklamatif (seruan), kalimat empatik (penegas) menjadi saling melengkapi untuk tujuan dapat dipahami maksudnya oleh mitra tutur. Guru tidak hanya sekadar menyampaikan sesuatu kepada siswa, tetapi guru juga bermaksud agar siswa melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh guru. Ibrahim (dalam Etikasari, 2012:5), menyatakan bahwa menyarankan termasuk dalam bentuk advisories, yaitu menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, dan mendorong yang artinya, apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitratutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan tindakan itu merupakan kepentingan mitratutur. Fungsi Tindak Tutur Guru dan Siswa Setiap tindak tutur memiliki fungsi yang berbeda. Baik tuturan berbentuk kalimat deklaratif (berita), kalimat imperatif (perintah), kalimat interogatif (tanya), kalimat eksklamatif (seruan), kalimat empatik (penegas). Sehingga masing-masing fungsi tersebut memiliki implikasi fungsi tutur yang berbedabeda Fungsi tuturan deklaratif adalah untuk mengungkapkan peristiwa secara langsung dan dapat pula untuk mengungkapkan peristiwa secara tidak langsung. Berkaitan dengan pernyataan di atas tuturan berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi. (1) Tuturan deklaratif langsung Tuturan deklaratif langsung digunakan untuk menyampaikan secara langsung informasi terkait. Contoh 1) Guru: Jika kekayaan alam kita bagus, kita punya modal tetapi sumber daya manusia kita terbatas maka akan mengalami kendala. (IPS B; 07:35) Dengan tuturan langsung tersebut siswa bisa menangka informasi secara lebih terperinci dan lebih kongkrit. Hal ini berdampak kepada pengetahuan siswa yang semakin bertambah luas. Contoh lain 2) Guru: Untuk menjalankan tugasnya, pemerintah memerlukan dana sebagai biaya. (IPS C; 00:09) Tuturan tersebut merupakan deklaratif langsung yang berusah mengungkapkan perihal rumah tangga pemerintah. Perlunya pemerintah dalam membangun negeri ini terhadap dana sebagai operasional dibahas dan di tuturkan secara gamblang kepada siswa melewati tuturan deklaratif langsung. Sehingga siswa menjadi lebih faham dan mengerti terhadap materi. Dengan demikian dimungkinkan ketika ditanyakan oleh guru pada akhir NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 489 pembelajaran, siswa akn lebih mudah untuk menjawabnya. (2) Tuturan deklaratif tidak langsung Guru: Kalau kalian naik sepeda motor kemudian kalian mau parkir, itu dimintai retribusikan?. (IPS C; 00:38) Tuturan tersebut mengungkap peristiwa secara tidak langsung. Di mana hal yang sebenarnya ingin di ungkapkan guru adalah retribusi. Dan minimnya pemahaman siswa terhadap kegunaan rertribusi. Sehingga dengan bertanya tentang retribusi nantinya akan membantu pengetahuan siswa yang yang minim tersebut. Dan jawaban dari siswa akan mewujudkan pembelajaran aktif di dalam kelas. Guru: Lho kok bisa? mereka yang berusaha, kok negara yang mendapatkan uang?. (IPS B; 10:23) Pertanyaan di samping merupakan ungkapan deklaratif tidak langsung. Dimana sebenarnya yang ingin di sampaikan guru adalah menyarakat luar negeri dengan visa yang masuk ke negara. Dalam tuturan ini siswa di berikan pertanyaan untuk memancing respon dan pandangan siswa terhadap materi dan sejauh mana siswa mengerti terhadap materi. Tidak sedikit dari siswa yang merasa ingin tahu dan penasaran terhadap jawaban yang benar. Sehingga adanya tuturan deklaratif tidak langsung ini, mempunyai energi positif tehadap diri siswa dan berfungsi untuk melatih siswa aktif (bertanya/menjawab). Dan bagi guru tuturan deklaratif langsung akan lebih meminimalisir waktu. Karena waktu yang seharusnya digunaka untuk menjabarkan, cukup diganti dengan bertanya kepada siswa, dan dari jawaban yang terkumpul nantinya diluruskan. Berdasarkan data yang diperoleh, guru menggunakan tuturan deklaratif untuk memaparkan materi pelajaran. Selain itu tuturan deklaratif digunakan untuk memancing koginisi siswa untuk memberikan pendapatnya perihal materi/isu yang dilontarkan oleh guru. Fungsi tuturan imperatif adalah untuk memerintah baik dengan cara kasar, halus, sangat halus, dan memakai penanda kesantunan. Berkaitan dengan pernyataan di atas tuturan berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi. (a) (1) Imperatif biasa Guru: Bisa dari pajak. Terus? (IPS C; 00:22) Tuturan tersebut merupakan imperatif biasa yang berfungsi untuk memerintah dengan halus atau kasar. Tuturan ini berusaha merangsang respon siswa, dengan melibatkan siswa pada saat materi diberikan. Kata Terus? oleh guru adalah untuk meneruskan contoh yang sudah di paparkan sebelumnya yaitu Bisa dari pajak. Tuturan ini berfungsi untuk membuat siswa aktif dan merasa dilibatkan di dalam kelas. Tidak hanya mendengarkan saja, tetapi juga dimintai pedapatnya. Guru: Seperti apa contohnya? (IPS C; 00:34) Tuturan tersebut merupakan imperatif biasa yang berfungsi untuk memerintah dengan halus atau kasar. Guru pada tuturan ini berusaha memancing jawaban siswa terhadap contoh dari materi yang sedang dipelajari. Hampir sama dengan tuturan sebelumnya. Tuturan ini berusaha merangsang respon siswa, dengan melibatkan siswa pada saat materi diberikan. Tuturan ini berfungsi untuk membuat siswa aktif dan merasa dilibatkan di dalam kelas. Tidak hanya mendengarkan saja, tetapi juga dimintai pedapatnya. (b) (2) Imperatif permintaan Guru: Mungkin ada yang mempunyai pendapat? (IPS B; 01:13) Tuturan imperatif di ata sangat halus/santun, dengan maksud meminta NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 490 pendapat-pendapat siswa. Tuturan ini berusaha merangsang respon siswa, dengan melibatkan siswa pada saat materi diberikan. Tuturan ini berfungsi untuk membuat siswa aktif dan merasa dilibatkan di dalam kelas. Tidak hanya mendengarkan saja, tetapi juga dimintai pedapatnya. Tuturan Mungkin ada yang mempunyai pendapat? adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tehadap materi yang sedang dipelajari. Selain itu juga untuk meningkatkan konsentrasi siswa pada saat pembelajaran, karena hanya siswa yang konsentarsi yang bisa berpendapat dan menjawabnya dengan baik. (c) (3) Imperatif pemberian izin Guru: Sebelum pembelajaran dimulai silahkan ketua kelas memimpin doa. (IPS A; 00:09) Tuturan di atas merupakan perintah memberikan izin kepada ketua kelas untuk memimpin doa, yang berfungsi untuk memerintah dengan penanda kesantunan. Tuturan Sebelum pembelajaran dimulai silahkan ketua kelas memimpin doa adalah untuk memberikan izin kepada ketua kelas untuk memimpin doa. Hal yang demikian akan sangat berguna untuk terselenggarakannya proses pembelajaran yang efektif dan agamis. (d) (4) Imperatif ajakan Guru: Jadi dana itu diperoleh dari mana? (IPS C; 00:22) Tuturan tersebut merupakan imperatif ajakan yang berusaha mengajak mitra tutur untuk menjawab pertanyaan dari guru. Pertanyaan di atas menanyakan tentang sumber dana yang di peroleh pemerintah untuk pembangunan. Dimana pertanyaan tersebut digunakan agar siswa tetap fokus terhadap materi dan meminimalisir kegaduhan di dalam kelas. Dengan digunakannya tuturan imperatif ajakan, siswa akan terus berkonsentrasi untuk menjawab pertanyaan dari guru, jika dalam satu waktu tiba-tiba diberikan. (e) (5) Imperatif suruhan Guru: Sekarang pertanyaannya adalah siapa sajakah pelaku ekonomi itu? (IPS D; 00:13) Tuturan tersebut merupakan imperatif suruhan yang memerintah siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Pertanyaan ini terkadang digunakan guru pada akhir-akhir pelajaran, dengan tujuan untuk mengukur pemahaman siswa tehadap materi yang sudah diberikan. Jika dilihat dari data di atas, kata siapa sajakah pelaku ekonomi itu? adalah sebuah pertanyaan yang jawabannya berada semua pada materi yang sudah di berikan guru. Guru: Coba siapa yang bisa? (IPS D; 00:21) Tuturan tersebut merupakan imperatif suruhan yang memerintah siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Pertanyaan ini terkadang digunakan guru pada akhir-akhir pelajaran, dengan tujuan untuk mengukur pemahaman siswa tehadap materi yang sudah diberikan. Tuturan Coba siapa yang bisa? adalah suruhan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang sudah di berikan. Tuturan ini digunakan pada saat siswa di berikan pertanyaan pokok, siswa tidak ada yang menjawab, sehingga guru perlu menggunakan tuturan imperatif suruhan. Fungsi tuturan interogatif adalah untuk menanyakan setuju atau tidaknya mitra tutur dan untuk menanyakan benda, waktu dan perbuatan. Berkaitan dengan pernyataan di atas tuturan berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi. (1) Interogatif total Guru: Apa namanya ? (IPS B; 03:45) NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 491 Tuturan disamping menanyakan suatu benda yang di tunjuk oleh guru. Pengucapan tuturan diatas di perlukan untuk mengembalikan fokus siswa yang sudah mulai buyar dengan kondisi teman-temannya yang rame. Positifnya tuturan interogatif total bisa menjaga kondusifitas kelas dan konsentrasi siswa. Karena pertanyaan ini bisa digunakan guru setiap saat tanpa melihat materi selesai atau tidak. Pada hakikatnya interogatif total bisa digunakan guru pada pertanyaan ringan seperti Apa namanya ?, itu apa? Dan lain sebagainya. (f) (2) Interogatif parsial Guru: Gimana sehat semua? (IPS A; 00:32) Tuturan tersebut merupakan interogatif yang disampaikan oleh guru untuk menanyakan kondisi siswa sebelum pembelajaran dimulai. Tuturan di atas bisa juga disebut apersepsi yang digunakan guru untuk mengkondusifkan kelas pada saat guru baru masuk atau pembelajaran mau dimulai. Guru: Apakah kalian sudah menerima ilmu yang sudah ibu berikan? (IPS D; 00:06) Tuturan tersebut merupakan introgasi kepada siswa secara total yang berfungsi untuk menanyakan setuju atau tidaknya mitra tutur. Tuturan tersebut hanya memerlukan jawaban Ya atau Tidak. Guru biasa menggunakan tuturan ini pada akhir pembelajaran atau pada tahap refleksi. Berdasarkan data yang telah diperoleh, guru menggunakan tutuan interogatif untuk menanyakan keadaan siswa pada saat pembelajaran baru dimulai, hal itu bertujuan untuk menyiapkan mental siswa sebelum memasuki pembelajaran inti; dan membangkitkan motivasi dan perhatian siswa dalam mengikuti pelajara. Guru juga menggunakan tutuan interogatif untuk menanyakan tentang penyerapan ilmu yang sudah dipaparkan. Tuturan eksklamatif adalah untuk untuk menyatakan rasa kagum, karena tuturan ini menggambarkan suatu keadaan yang mengundang kekaguman. Contoh-contoh tuturan berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini. Guru: Bagus..! buat Rofiah (IPS D; 00:37) Tuturan tersebut untuk menyatakan rasa kagum kepada siswa. Karena siswa tersebut sudah menjawab dengan baik dan benar apa yang ditanyakan guru. Berdasarkan data yang diperoleh, guru di SMK Al-Basthi sangat mengapresiasi siswa yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan oleh guru. Terbukti sampai guru meminta siswa lain untuk memberikan aplous kepada siswa yang sudah bisa menjawab pertanyaan guru. Fungsi tuturan empatik (penegas) adalah untuk mempertegas sesuatu. Ketegasan ditandai dengan adanya penekanan di bagian-bagian tertentu yang ingin di tegaskan. Contoh-contoh tuturan berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini. Guru: Kita patut bersyukur karna kita diberikan kesehatan, sehingga dapat belajar bersama dikelas ini. (IPS A; 00:43) Tuturan guru disamping merupakan tuturan empatik yang berfungsi untuk mempertegas suasana sehat yang di tanyakan pada pertanyaan sebelumnya. Dikatakan penegas karena, tanpa diberi tahu pun siswa sudah mengerti dan mengetahui hal tesebut. Guru: Kalau tidak ada pertanyaan kita lanjutkan kepada eksperimen kelompok sosial (IPS A; 10:45) Guru dalam tuturan di samping menegaskan jika akan meneruskan materi jika tidak ada hal yang akan di tanyakan. Tuturan di atas memberikan kesempatan terakhir kepada siswa untuk bertanya. Dikatakan penegas karena tuturan di atas dikatakan pada saat NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 492 siswa, memang tidak ada yang mau bertanya lagi. Guru: Seperti berenang dan sebagainya (IPS A; 14:19) Tuturan ini berusaha mempertegas keterangan sebelumnya yaitu olahraga. Tuturan tersebut dikatakan penegas, karena tanpa di berikan contoh Seperti berenang dan sebagainya siswa memang sudah mengetahui contoh kongkrit dari olahraga. Guru: Misalnya dalam kelompok itu mengadakan lomba, maka mereka akan berniat saling mengalahkan di antara kelompok. (IPS A; 19:01) Tuturan ini berusaha mempertegas keterangan sebelumnya yaitu kerenggangan antar kelompok setelah pada fase kedua di buat kelompok yang berbeda. Guru: Kalau sepeda motor 500, mobil 1000. (IPS C; 00:38) Tuturan di samping menegaskan retribusi yang ungkapan guru dari awal. Penyebutan retribusi tersebut dikatakan penegas karena tarif retribusi sudah diketahui oleh siswa dan masyarakat umum. Siswa: Saya bu..! rumah tangga konsumsi, rumah tangga perusahaan, rumah tangga negara, dan masyarakat luar negeri. (IPS D; 00:24) Tuturan tersebut merupakan penegas dari bahasa tubuh yang di lakukan murid yaitu dengan mengacungkan tangan. Siswa: Saya Bu..!. (IPS D; 00:59) Tuturan tersebut merupakan penegas dari bahasa tubuh yang di lakukan murid yaitu dengan mengacungkan tangan. Tuturan tersebut dikatakan penegas, karena guru sudah tahu bahwa siswa akan menjawab pertanyaan dari guru. Jadi tuturan Saya Bu..! pada data di atas termasuk tuturan penegas empatik. Guru: Eplos buat Anis. (IPS D; 01:31) Tuturan tersebut merupakan empatik atau mempertegas kata sebelumnya yaitu bagus...!. Tuturan Eplos buat Anis merupakan penegas bahwa jawaban dari siswa memang betul-betul bagus dan benar. Tuturan Eplos buat Anis merupakan representasi jawaban siswa yang baik. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa siswa dan guru samasama menggunakan tuturan empatik (penegas). Guru menggunakan tuturan ini untuk menegaskan materi dengan jalan memberi contoh, seperti Kalau sepeda motor 500, mobil 1000. Contoh tersebut merupakan penegas dari tuturan guru tentang retribusi atau pendapatan negara. Siswa menggunakan tuturan ini untuk mempertegas bahasa tubuh berupa pengacungan tangan. Ketegasan tuturan tersebut di sampaikan siswa dengan tuturan Saya Bu..!. Tuturan empatik (penegas) siswa berfungsi untuk membuat siswa merasa lebih berani dalam mengajukan pendapat, share dan lainnya. Sehingga efek dari keberanian tersebut adalah keaktifan siswa dalam proses belajar-mengajar. SIMPULAN DAN SARAN (g) Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan dapat disimpulakan sebagai berikut. Dari hasil penelitian di SMK AlBasthi maka dapat disimpulkan bahwa wujud tuturan guru dan siswa adalah berbentuk deklaratif (Berita), imperatif (perintah), interogatif (tanya), eksklamatif (seruan), empatik (penegas). Dari semua wujud tersebut bentuk imperatif (perintah), atau empatik (penegas) mempunyai kuantitas tuturan yang paling banyak. Dampak dari wujud tuturan guru dan siswa adalah siswa tidak merasa diposisikan lebih rendah keberadaannya di dalam kelas sehingga kelas akan terasa nyaman bagi siswa. Implikasi lain adalah siswa merasa tidak takut untu NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 493 bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Dari hasil penelitian di SMK AlBasthi maka dapat disimpulkan bahwa fungsi tuturan guru dan siswa adalah (1) tuturan deklaratif untuk mengungkapkan peristiwa secara langsung dan tidak langsung, (2) tuturan imperatif Untuk memerintah dengan halus, memerintah dengan sangat halus, dan memerintah dengan kesantunan, (3) tuturan interogatif untuk menanyakan setuju atau tidaknya mitra tutur, dan untuk menanyakan benda, waktu dan perbuatan, (4) tuturan eksklamatif untuk menyatakan rasa kagum, (5) tuturan empatik untuk mempertegas sesuatu. Saran Guru diharapakan membuat suasana pembelajaran dengan baik, di antaranya dengan mengusahakan proses komunikasi menjadi lebih baik dan jelas. Hal itu dapat terwujud dengan mengetahui cara berkomunikasi yang baik dengan mitra tutur. Siswa hendaknya menggunakan bahasa yang santun dan jelas untuk menyampaikan pertanyaan, pendapat dan lain-lain. Bagi peneliti penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian awal untuk menemukan bentuk tuturan yang berbeda jenjang atau beda persepektif. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat bahasa dan Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus. Jakarta: CV. Timur Putra. Djaja sudarman, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bnadung: Refika Adiatma. Etikasari, Dian. 2012. Tindak Tutur Direktif Dalam Wacana Kelas (Kajian Mikroetnografi Terhadap Bahasa Guru). Universitas Negeri Malang: Tesis. Faturrohman. 2007. Strategi belajarmengajar. Bandung: Refika Aditama. Hasibuan dan Moejiono. 2008. Proses belajar-mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hamalik, Oemar. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafinddo Persada. Moleong, Lexy. 2009. Motode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nata, Abuddin. 2005. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid (Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik. Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Rahardi, Kunjana. 2006. Dimensi – Dimensi kebahasaan. Yogyakarta: Erlangga. Rahardi, Kunjana. 2007. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma. Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Malang: Dioma. Rahayu, Tuti. 2012. Innovative Journal of Curriculum and Educational Technology. Semarang: Unnes NOSI Volume 2, Nomor 6, Agustus 2014___________________________________Halaman | 494