ISI BUKU - Universitas Lambung Mangkurat

advertisement
IKAN BETOK
BUDI DAYA DAN PELUANG BISNIS
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2 :
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72 :
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Junius Akbar
IKAN BETOK
BUDI DAYA DAN PELUANG BISNIS
Kata Pengantar
Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si
(Ketua Lembaga Penelitian Unlam)
Eja_Publisher, 2012
Ikan Betok: Budi Daya dan Peluang Bisnis
©Junius Akbar
Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia
oleh Penerbit Eja Publisher, Yogyakarta, Juni, 2012
Kronggahan, Gamping, Sleman, 085228114879
Email: [email protected]
Penulis: Julius Akbar
Layout/Cover: Aqil NF
Pracetak: Azet
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Ikan Betok: Budi Daya dan Peluang Bisnis
Yogyakarta: Eja_Publisher, 2012
xvi + 94 hlm.: 15 x 23 cm
ISBN: 978-979-1407-35-9
PRAKATA
Salah satu spesies ikan lokal air tawar di Kalimantan
Selatan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ikan budi daya adalah ikan betok atau ikan papuyu (Anabas
testudineus). Budi daya ikan betok yang sudah dikembangkan
di Kalimantan Selatan meliputi usaha pembenihan dan pembesaran di kolam, karamba, bak terkontrol (bak beton), dan
fish pen (hampang). Peluang pasar untuk komoditas ikan
betok cukup bagus karena diminati masyarakat sebagai ikan
konsumsi dengan harga kisaran Rp.40.000-Rp.60.000/kg.
Selama ini kebutuhan benih ikan betok maupun ikan konsumsinya masih mengandalkan hasil penangkapan di alam,
sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan jumlah populasi ikan betok di alam.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka usaha budi daya
menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, baik dalam
masyarakat pembudidaya maupun pelaku usaha perikanan
lainnya karena teknologi budi daya ikan betok sudah tersedia.
Pengembangan budi daya ikan betok yang sudah dilakukan
melalui penerapan teknologi pembenihan dan pembesaran
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
protein hewani dan dapat menciptakan peluang usaha yang
v
Junius Akbar
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ikan betok banyak ditemui di perairan umum seperti
danau, sungai, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Selain
di perairan tawar ikan betok dapat hidup di perairan payau.
Ikan betok dikenal sebagai pemakan segala-galanya (omnivora), makanannya berupa tumbuh-tumbuhan air seperti
eceng gondok, kiambang, gulma itik, kiapu, ikan-ikan kecil,
udang-udang renik, hewan-hewan kecil lainnya, dan serangga.
Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan, di mana fungsi utama
pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
Pakan yang berasal dari alam tidaklah cukup untuk kebutuhan ikan, maka diperlukan pakan buatan yang tepat dan
berkesinambungan. Keperluan pakan memberikan kontribusi
lebih dari 50% dari biaya produksi.
Semua jenis ikan membutuhkan zat-zat gizi yang baik
untuk kelangsungan hidupnya. Selain kualitas, jumlah dan
komposisi zat-zat gizi tersebut juga harus diperhatikan agar
dapat memenuhi kebutuhan ikan. Jumlah dan komposisi zatzat gizi yang harus ada dalam pakan ikan seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Buku ini memuat enam bab. Bab pertama membahas sekilas dan ringkas tentang isi dari bab 2 sampai bab 6 sebagai
pengantar dan sebagai jalan cepat untuk mengetahui isi buku
secara keseluruhan. Bab 2, membahas tentang biologi dan
ekologi ikan betok. Bab 3, membahas tentang teknologi pembenihan ikan betok. Bab 4, tentang teknologi pembesaran ikan
betok dalam kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap.
Bab 5, membahas tentang serba serbi ikan betok meliputi hama
dan penyakit yang sering menyerang ikan betok serta masakan khas berbahan baku dari ikan betok. Bab 6, membahas
vi
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
peluang pengembangan usaha budi daya ikan betok yang
dilihat dari analisis usaha budi daya ikan betok baik pembenihan dan pembesaran di kolam, karamba, fish pen, dan
jaring tancap.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa S1 dan S2 di Fakultas Perikanan Unlam yang telah
membantu penulis dalam penelitian dan semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada DP2M-Dikti yang telah
memberikan bantuan dana berupa skim (Dosen Muda, Kajian
Wanita, Hibah Pekerti, Hibah Fundamental, dan Hibah
Strategis Nasional), Program I-MHERE B.1 Batch II, dan DIPA
Unlam untuk penelitian yang penulis laksanakan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam pengembangan
teknologi budi daya ikan betok yang hasilnya diharapkan dapat diadopsi masyarakat pembudidaya sehingga memberikan
peluang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Banjarmasin, 4 Juni 2012
Junius Akbar
vii
KATA PENGANTAR
Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Lambung Mangkurat
Seorang dosen wajib mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak hanya dalam bentuk pelaksanaan pendidikan
dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada
masyarakat saja, tetapi juga dalam bentuk karya yang berupa
buku, artikel ilmiah, bahan ajar, dan paten. Empat bentuk
karya terakhir sebenarnya lebih monumental dibandingkan
Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain bisa dijadikan bahan
referensi tanpa perlu bertatap muka langsung dengan dosen
bersangkutan, karya-karya ini lebih bersifat tahan lama atau
relatif abadi. Sayangnya, walaupun lebih monumental, ternyata banyak dosen yang merasa terbebani untuk menghasilkan karya seperti ini. Keterbebanan seperti ini sudah seharusnya dihindari.
Sebagai ketua Lembaga Penelitian Unlam, saya menyambut baik terbitnya buku Ikan Betok Budi Daya dan Peluang
Bisnis yang sebetulnya merupakan ide, gagasan, dan hasil
penelitian si penulis yang didanai oleh Dikti dan DIPA Unlam.
Buku ini membuktikan bahwa dosen sebenarnya mampu ber-
viii
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
karya lebih banyak dan mampu mewujudkan hasil penelitian
menjadi sebuah buku, yang diharapkan dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat banyak. Pada sisi lain, buku ini juga menunjukkan bahwa Unlam memiliki sumber daya manusia handal.
Sebagai institusi kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan, kemampuan Unlam tentu tidak diragukan. Unlam selalu
siap dan terbuka untuk bekerja sama mengembangkan
potensi sumber daya alam dan sumber daya masyarakat
untuk kesejahteraan daerah.
Saya berharap penerbitan buku ini membangkitkan niat,
minat, dan gairah para dosen Unlam untuk terus ikut berperan serta mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni serta budaya (ipteksb) pada masyarakat. Dengan demikian, para dosen Unlam, tidak lagi dianggap seperti menara
gading, yang hanya bagus dipandang, tetapi tidak menghasilkan dan memberikan karya bermanfaat bagi masyarakat.
Unlam memang harus berubah menjadi menara air yang
mampu mendistribusikan “air pengetahuan” kepada masyarakat di sekitarnya dan masyarakat luas.
Atas nama Lembaga Penelitian Unlam, saya mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada
Junius Akbar yang menyumbangkan ide, gagasan, dan hasil
penelitian dalam bentuk buku untuk memajukan bidang
perikanan di Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan
Selatan pada khususnya. Saya berharap hal ini dapat diikuti
oleh civitas akademika Unlam. Saya yakin mereka mampu
berbuat lebih untuk mengharumkan nama Unlam.
Ketua Lemlit Unlam
Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si.
ix
DAFTAR ISI
Prakata ~ v
Kata Pengantar ~ viii
Daftar Tabel ~ xii
Daftar Gambar ~ xiv
I PENDAHULUAN ~ 1
II SEKILAS TENTANG IKAN BETOK ~ 5
A. Mengenal Ikan Betok ~ 5
B. Klasifikasi ~ 7
C. Morfologi Ikan Betok ~ 8
D. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Betok ~ 9
III TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN BETOK ~ 17
A. Pemeliharaan Induk ~ 18
B. Seleksi Induk ~ 19
C. Pemijahan ~ 20
D. Penetasan Telur ~ 21
E. Pemeliharaan Larva ~ 26
F. Pakan dan Pemberian Pakan ~ 32
G. Pengelolaan Kualitas Air ~ 33
IV TEKNOLOGI PEMBESARAN IKAN BETOK ~ 34
A. Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam ~ 34
x
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
B. Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba ~ 38
C. Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen (Hampang) ~ 45
D. Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap ~ 48
V SERBA SERBI IKAN BETOK ~ 51
A. Hama dan Penyakit Ikan Betok ~ 51
B. Aneka Masakan Ikan Betok ~ 58
VI ANALISIS USAHA BUDI DAYA IKAN BETOK ~ 64
A. Potensi Sumber Daya ~ 64
B. Peluang Pasar ~ 65
C. Analisis Usaha ~ 66
D. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok ~ 68
E. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Kolam ~ 70
F. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Karamba ~ 72
G. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish
Pen ~ 73
H. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring
Tancap ~ 74
DAFTAR PUSTAKA ~ 76
GLOSARIUM ~ 87
TENTANG PENULIS ~ 93
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Kebiasaan Makan Ikan Sepat, Betok, Mujair,
Nila, dan Gabus
3.1. Waktu Perkembangan Embrio dan Ukuran
Telur Ikan Betok dari Terbuahi hingga
Menetas
3.2. Kecepatan Penetasan Telur Ikan Betok
(Anabas testudineus) Selama Masa Inkubasi
dalam Akuarium
3.3. Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas
testudineus)
3.4. Tingkat Kelangsungan HidupLarva Ikan
Betok (Anabas testudineus)
3.5. Rerata Pertumbuhan Larva Ikan Betok
(Anabas testudineus)
3.6. Jenis, Dosis, dan Frekuensi Pemberian Pakan
Larva Ikan Betok (Anabas testudineus)
4.1. Komposisi Bahan Pellet
4.2. Pembesaran Ikan Betok pada Berbagai
Tempat Pemeliharaan
5.1. Interval Berat dan Panjang Baku, Organ
Terinfeksi, dan Jenis Parasit pada Ikan Betok
xii
Hlm
13
23
25
26
28
31
33
37
50
54
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
5.2. Kadar Protein dan Asam Amino pada Ikan
Betok Segar dan Wadi
6.1. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok
6.2. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Kolam
6.3. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Karamba
6.4. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Fish Pen
6.5. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Jaring Tancap
62
68
70
72
73
74
xiii
DAFTAR GAMBAR
Hlm
Papuyu Baubar
5
Ikan Betok (Anabas testudineus)
8
Habitat Ikan Betok
10
Kromium
14
Kolam dan Bak Pemeliharaan Induk Ikan Betok
18
Seleksi Induk Betina dan Jantan Ikan Betok
20
Hormon Ovaprim dan Penyuntikan Induk
21
Ikan Betok
22
3.4. Telur Ikan Betok
22
3.5. Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur
Ikan Betok
27
3.6. Larva Ikan Betok
27
3.7. Pemeliharaan Larva dalam Akuarium
29
3.8. Nauplii Artemia
30
3.9. Pemeliharaan Larva dalam Hapa
31
3.10. Perkembangan Larva dan Juvenil Ikan Betok,
Anabas testudineus
32
3.11. Pengeringan Air Kolam
35
4.1. Kolam
39
4.2. Karamba dan Tutup Karamba
42
4.3. Pemasangan Karamba Terendam Sebagian
Gbr
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
3.1.
3.2.
3.3.
xiv
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
4.4.
4.5.
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
5.8.
5.9.
Fish Pen atau Hampang
Jaring Tancap
Ikan Betok yang Terserang Jamur
Tiga Genus Umum Monogenea (Peggy et al,
2009)
Morfologi Trichodina (Pouder et al, 2005)
Morfologi Lernaea sp. (Pouder et al, 2005)
Persentase Cacing yang Ditemukan pada
Ikan Betok (Luangphai et al, 2004)
Papuyu Baubar
Papuyu Goreng
Wadi Ikan Betok
Wadi Papuyu Asam Manis
46
49
53
55
56
57
58
59
60
61
63
xv
1
PENDAHULUAN
Pembangunan perikanan di Indonesia dilakukan melalui
usaha penangkapan ikan dan usaha budi daya ikan. Dari
tahun ke tahun peningkatan produksi perikanan dari usaha
penangkapan ikan cenderung mengalami penurunan, sedangkan produksi perikanan dari usaha budi daya ikan
mempunyai kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan. Untuk memenuhi kebutuhan produksi perikanan yang
terus meningkat dan untuk menjaga supaya kegiatan penangkapan ikan tetap berkelanjutan, sudah saatnya dilakukan
upaya peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan
intensifikasi dan ekstensifikasi budi daya baik di perairan
tawar, payau, dan laut.
Salah satu spesies ikan lokal di Kalimantan terutama di
Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ikan budi daya adalah ikan betok atau ikan
papuyu (Anabas testudineus). Budi daya ikan betok yang sudah
dikembangkan di Kalimantan Selatan meliputi usaha pembenihan dan pembesaran di kolam, karamba, fish pen (hampang), dan jaring tancap. Peluang pasar untuk komoditas
ikan betok cukup bagus karena diminati masyarakat sebagai
ikan konsumsi dengan harga kisaran Rp.40.000-Rp.60.000/
1
Junius Akbar
kg. Selama ini kebutuhan benih ikan betok maupun ikan
konsumsinya masih mengandalkan hasil penangkapan di
alam, sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan
jumlah populasi ikan betok di alam.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka usaha budi daya
menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, baik dalam
masyarakat pembudidaya maupun pelaku usaha perikanan
lainnya karena teknologi budi daya ikan betok sudah tersedia.
Pengembangan budi daya ikan betok yang sudah dilakukan
melalui penerapan teknologi pembenihan dan pembesaran
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
protein hewani dan dapat menciptakan peluang usaha yang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Buku ini terdiri dari 6 bab yang disusun sedemikian rupa
dengan harapan apa yang ditulis mudah dipahami. Dalam
bab 1 ini, dibahas secara sekilas dan ringkas tentang isi dari
bab 2 sampai bab 6 sebagai pengantar dan sebagai jalan cepat
untuk mengetahui isi buku secara keseluruhan.
Bab 2. Sekilas tentang Ikan Betok
Dalam bab 2, dibahas tentang biologi dan ekologi ikan
betok. Ikan betok sering disebut sebagai ikan pejalan (walking fish atau climbing perch). Ikan betok memiliki sifat biologi
yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan jenis
ikan air tawar lainnya dalam hal pemanfaatan air sebagai
media hidupnya. Kelebihan tersebut adalah ikan betok memiliki labyrinth yang berfungsi sebagai alat pernafasan tambahan. Ikan betok hidup di perairan umum seperti danau,
sungai, rawa, dan di perairan payau. Ikan ini merupakan
organisme air yang termasuk euryhaline, yaitu mampu bertahan hidup pada rentang salinitas yang lebar. Kebiasaan
makan ikan betok terdiri atas makrofita (88,5%), detritus
2
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
(5,0%), dan fitoplankton (6,5%), sehingga dapat dikatakan
ikan betok merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora. Kendala utama pengembangan budi daya ikan betok
adalah rendahnya laju pertumbuhan ikan betok. Untuk
mencapai ukuran konsumsi (75-100 g/ekor) diperlukan satu
tahun lebih pemeliharaan. Hal ini disebabkan pemanfaatan
karbohidrat oleh ikan betok rendah, sehingga penyerapan
energi pakan tidak efisien. Penyebab kurang mampunya ikan
memanfaatkan karbohidrat pakan, karena ikan tidak memiliki
enzim pencernaan karbohidrat yang memadai di saluran
pencernaan dan kemampuan sel untuk memanfaatkan glukosa. Untuk masuk ke dalam sel, glukosa perlu dibantu oleh
insulin. Aktivitas insulin dapat ditingkatkan melalui pemberian kromium dalam pakan.
Bab 3. Teknologi Pembenihan Ikan Betok
Dari judul babnya, kita dapat memperkirakan isi dari bab
ini, yaitu teknologi pembenihan ikan betok. Pemijahan ikan
betok dilakukan secara semi buatan dengan penyuntikan
hormon ovaprim dosis 0,5 mL/kg bobot induk. Selain dengan
hormon ovaprim, juga dapat digunakan hormon HCG dosis
3.000 IU/kg bobot induk, dan hormon hipofisa 10 mg/kg
bobot ikan. Keberhasilan perekayasaan teknologi produksi
ikan betok telah membuka peluang untuk pengembangan
pembesaran ikan betok.
Bab 4. Teknologi Pembesaran Ikan Betok
Bab ini membahas tentang teknologi pembesaran ikan
betok. Budi daya ikan betok yang sudah dilakukan, yaitu pembesaran ikan betok di kolam, karamba, fish pen (hampang),
dan jaring tancap.
3
Junius Akbar
Bab 5. Serba Serbi Ikan Betok
Faktor yang sering menimbulkan kematian selama pemeliharaan ikan betok adalah hama dan penyakit. Hama yang
biasa menyerang ikan betok bersifat predator, yaitu pemangsa
larva atau benih ikan betok. Sedangkan jenis penyakit yang
sering menyerang ikan betok berupa parasit, jamur, dan
bakteri. Ikan betok merupakan ikan yang menjadi primadona
di beberapa daerah di Indonesia terutama di pulau Kalimantan
dan khususnya di Kalimantan Selatan memiliki masakan khas
berbahan baku dari ikan betok, diantaranya adalah papuyu
baubar, papuyu goreng, wadi papuyu, dan pakasam papuyu.
Bab 6. Analisis Usaha Budi Daya Ikan Betok
Peluang pengembangan usaha budi daya ikan betok dapat dilihat dari aspek potensi sumber daya, peluang pasar,
dan analisis usaha apakah kegiatan budi daya tersebut
menguntungkan atau tidak. Analisis usaha dilakukan untuk
melihat prospek usaha yang akan dijalankan di masa mendatang, yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keuntungan
di dalam pengembangan usaha budi daya ikan betok mulai
dari kegiatan pembenihan sampai pembesaran mencapai
ukuran konsumsi baik yang dilakukan di kolam, karamba,
fish pen (hampang), maupun jaring tancap.
Penulis berharap bahwa setelah membaca buku ini, pembaca akan mengetahui biologi dan ekologi ikan betok,
pengembangan teknologi budi daya pembenihan ikan betok,
pengembangan teknologi budi daya pembesaran ikan betok
yang hasilnya diharapkan dapat diadopsi masyarakat pembudidaya, dan peluang usaha budi daya ikan betok untuk
masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya dan pelestarian plasma nutfah.
4
2
SEKILAS TENTANG IKAN BETOK
A. Mengenal Ikan Betok
Coba tanya orang suku Banjar (Kalimantan Selatan),
makanan apa yang paling dinanti untuk dinikmati? Jawabannya pasti kompak, “papuyu baubar”. Ya, ikan betok atau
ikan papuyu (Anabas testudineus) yang dibakar memang
makanan favorit masyarakat Kalimantan Selatan dan Kalimantan umumnya (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Papuyu Baubar.
Rasa dagingnya yang khas, gurih, dan enak serta menjadi
ikan primadona masyarakat Kalimantan (suku Banjar),
membuat masyarakat daerah itu tak bisa sedetik pun melupakan ikan betok. Sayangnya, selama ini pasok ikan betok
lebih banyak diperoleh dari hasil tangkapan. Padahal,
5
Junius Akbar
mengandalkan tangkapan apalagi yang gila-gilaan, jelas
bakal mengancam kelestarian ikan betok.
Saat ini populasi ikan betok bisa dibilang mengalami
penurunan. Hal ini bisa dilihat dari semakin sulitnya mencari
ikan betok di pasaran. Sesuai hukum ekonomi, makin sedikit
barang makin tinggi harganya. Jika dulu harga ikan betok
cuma Rp.8.000-Rp.10.000/kg, sekarang harganya melonjak
tinggi. Harga ikan betok saat ini berkisar Rp.40.000Rp.60.000/kg, semakin besar ikannya, semakin mahal
harganya.
Jika kita tak bisa mengandalkan hasil tangkapan lantas
apa yang jadi pilihan ?. Apalagi harga ikan betok terlanjur
menarik. Jawabannya jelas, budi daya ikan betok. Berdasarkan perhitungan ilmiah, budi daya ikan betok layak dan
menguntungkan.
Ikan betok mempunyai prospek yang sangat penting dan
potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai
ekonomi sebagai ikan konsumsi. Di Kalimantan Selatan
sampai saat ini, bentuk usaha budidayanya masih bersifat
skala rumah tangga (back yard culture) sebagai hobi dan usaha
sampingan. Selama ini kebutuhan ikan betok baik ukuran
benih maupun konsumsi masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga mengakibatkan penurunan jumlah
populasinya di alam. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka
sudah saatnya dilakukan usaha budi daya ikan betok agar
mampu diandalkan untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan protein hewani dimasa yang akan datang.
Secara umum, usaha budi daya ikan mencakup dua aspek
usaha, yaitu usaha pembenihan dan usaha pembesaran.
Usaha pembenihan merupakan usaha yang sangat penting
dalam kegiatan budi daya. Penyediaan benih dalam kualitas
maupun kuantitas yang memadai akan menentukan
6
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
keberhasilan usaha budi daya tersebut.
Penyediaan benih dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu menangkap benih dari alam dan melakukan produksi
benih dari hasil pemijahan buatan (artificial propagation).
Benih yang ditangkap dari alam, pada dasarnya tidak tersedia
secara terus menerus sepanjang waktu, jumlahnya terbatas,
dan ketersediaannya juga masih bergantung pada kondisi
lingkungan. Lain halnya dengan benih hasil pemijahan
buatan, mampu menyediakan benih setiap waktu, tidak
terpengaruh musim, dan tersedia dalam jumlah yang
banyak.
Tindakan untuk membudidayakan ikan betok telah dilakukan oleh Fakultas Perikanan Unlam dan Balai Budi Daya
Air Tawar Mandiangin, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dengan melakukan pemijahan secara semi buatan
dengan hasil derajat fertilisasi di atas 90% dan derajat
penetasan telur sebesar 95%. Tingkat kelangsungan hidup
larva selama di dalam akuarium mencapai 90% (13.500 ekor/
induk). Setiap hari larva diberi pakan alami berupa artemia
sampai kenyang (at satiation).
B. Klasifikasi
Klasifikasi ikan betok, sebagai berikut :
Filum
: Chordata
SubFilum : Vertebrata
Kelas
: Pisces
SubKelas : Teleostei
Ordo
: Labyrinthici
SubOrdo : Anabantoidei
Familia : Anabantidae
Genus
Species
: Anabas
: Anabas testudineus
7
Junius Akbar
Ikan betok sering disebut sebagai ikan pejalan (walking
fish atau climbing perch). Keterampilan untuk berjalan jauh
di darat sudah sangat dikenal, menggunakan ekor untuk
bergerak, sirip perut, sirip dada, dan tutup insang yang keras
digunakan untuk mendukung bobot badan. Sebenarnya tutup
insang ikan betok berfungsi sebagai kaki tambahan waktu
ikan ini berjalan di darat, tutup insang yang berduri ini direntangkan untuk menjaga keseimbangan, sedangkan sirip dada
dan sirip ekor mendorong untuk maju.
Di Indonesia dan Asia Tenggara lain, ikan betok merupakan ikan konsumsi dan di Kalimantan Selatan selain sebagai ikan konsumsi juga merupakan ikan primadona dan disukai masyarakat dengan harga yang cukup mahal. Sebagai
ikan yang hidup di rawa-rawa ikan ini mampu bertahan hidup di luar air dalam waktu yang cukup lama, asal kulit tetap
basah. Ikan betok dalam pemijahan menyukai tempat di rawa-rawa lebak pada habitat yang banyak ditumbuhi tanaman
kumpai (Gramineae). Selain itu ikan ini juga sering disebut
ikan puyu atau papuyu (Gambar 2.2).
Gamabar 2.2. Ikan Betok (Anabas testudineus).
C. Morfologi Ikan Betok
Secara morfologi ikan betok mempunyai bentuk tubuh
lonjong, lebih ke belakang menjadi pipih. Kepalanya besar,
8
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
mulut tidak dapat ditonjolkan. Seluruh badan dan kepalanya
bersisik kasar dan besar-besar. Warna kehijau-hijauan, gurat
sisi sempurna, tetapi di bagian belakang di bawah sirip punggung yang berjari-jari lunak menjadi terputus dan dilanjutkan
sampai ke pangkal ekor. Pinggiran belakang disirip ekor berbentuk bulat. Sirip punggung memanjang mulai dari kuduk
sampai depan pangkal sirip ekor, bagian depan disokong oleh
16-19 jari-jari keras, bagian belakang lebih pendek dari bagian
depan dengan 7-10 jari-jari lunak. Sirip dubur lebih pendek
dari sirip punggung dan sebelah depannya disokong oleh 910 jari-jari keras yang tajam dan bagian belakangnya disokong oleh 8-11 jari-jari lunak. Sirip dada tidak mempunyai
jari-jari keras, disokong oleh 14-16 jari-jari lunak yang letaknya lebih ke bawah pada badan di belakang tutup insang.
Sirip perut letaknya di depan, di bawah sirip dada, disokong
oleh jari-jari keras yang besar berujung runcing dan jari-jari
lunak. Jari-jari keras dari sirip dapat digerakkan dan dapat
digunakan untuk bergerak pada permukaan lumpur yang
kering. Pangkal-pangkal dari sirip dada, sirip ekor, sirip punggung, dan sirip dubur yang ada mempunyai jari-jari lunak,
semuanya mengandung otot dan ditutupi dengan sisik yang
kecil-kecil.
D. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Betok
Ikan betok banyak ditemui di perairan umum seperti
danau, sungai, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Selain
di perairan tawar ikan betok dapat hidup di perairan payau.
Di samping itu ikan ini umumnya ditemukan di rawa, sawah
dan parit, juga pada kolam yang mendapatkan air atau berhubungan dengan saluran air terbuka.
9
Junius Akbar
Gambar 2.3. Habitat Ikan Betok.
Daerah penyebarannya meliputi Kalimantan, Sumatera,
Jawa, Sulawesi, dan Papua. Di alam ikan betok tumbuh normal pada kisaran kualitas air untuk suhu 24-340C dan derajat
keasaman atau pH berkisar 4-8. Ikan betok tahan terhadap
kekeringan dan kadar oksigen yang rendah. Kadang-kadang
tahan hidup satu minggu tanpa air, bahkan mampu hidup
di lumpur yang mengandung sedikit air selama 1-2 bulan.
Ikan betok memiliki sifat biologis yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar
lainnya dalam hal pemanfaatan air sebagai media hidupnya.
Salah satu kelebihan tersebut adalah bahwa ikan betok memiliki labirin yang berfungsi sebagai alat pernafasan tambahan.
Nama labirin diberikan karena ikan ini mempunyai alat
pernafasan tambahan, yaitu Labyrinth yang terletak di bagian
atas rongga insang. Ikan betok bernafas dengan menghirup
udara bebas di permukaan air. Labirin ini terdiri atas lapisanlapisan kulit yang berlekuk-lekuk dan mengandung banyak
pembuluh darah. Udara masuk lewat mulut dan dipompakan
ke dalam organ labirin tempat terjadi pertukaran gas. Oksigen
akan larut ke dalam darah dan karbondioksida (CO2) dikeluarkan. Pada kebanyakan ikan labirin, pernafasan normal
dengan insang sangat berkurang, sehingga ikan akan tenggelam apabila dihalangi muncul ke permukaan air untuk
10
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
menghirup udara. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian
terhadap kondisi buruk di suatu perairan seperti di sungai
yang tercemar atau rawa-rawa yang kadar oksigen rendah,
terutama saat musim kemarau. Organ labirin tidak berkembang sebelum anak ikan berumur beberapa minggu, karena
kebutuhan oksigen pada ikan yang belum dewasa dapat
dipenuhi oleh pernafasan normal melalui insang.
Hal ini sangat efektif dalam membantu pengambilan
oksigen dari udara serta memiliki jari-jari keras pada sirip
punggung, tutup insang kuat dan keras sehingga dapat dipakai merayap di luar air terutama pada waktu musim hujan.
Oleh karena itu, ikan betok dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi pada lahan dengan ketersediaan air terbatas
sebagaimana pada lahan basah suboptimal.
Ikan betok merupakan jenis organisme air yang termasuk
euryhaline, yaitu mampu bertahan hidup pada rentang salinitas yang lebar. Salinitas salah satu faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan efisiensi pakan
ikan. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dan
fluktuasinya lebar dapat menyebabkan kematian pada ikan
dan mempengaruhi pertumbuhan ikan betok.
Pemeliharaan ikan betok di dalam akuarium selama 40
hari didapatkan tingkat kelangsungan hidup 82,5-90% pada
media air bersalinitas 0-20‰. Pada media air salinitas 10‰
memberikan tingkat kelangsungan hidup ikan betok yang
paling tinggi. Peningkatan salinitas media pemeliharaan
mengakibatkan energi banyak digunakan untuk osmoregulasi, sehingga energi yang digunakan untuk pertumbuhan
semakin berkurang. Kenyataan ini dapat dilihat dari penurunan tingkat pertumbuhan ikan betok dengan semakin
meningkatnya salinitas media pemeliharaan. Semakin jauh
perbedaan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik
11
Junius Akbar
lingkungan, maka akan semakin banyak beban kerja energi
metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi
sebagai upaya adaptasi pada lingkungan yang bersalinitas.
Dalam usaha budi daya ikan betok khususnya pembesaran, ketersediaan pakan dalam jumlah yang memadai
merupakan faktor terpenting. Keperluan akan pakan memberikan kontribusi kebutuhan biaya operasional akan pakan
mencapai 40-60% dari biaya produksi, sehingga pakan merupakan hal yang paling penting dari kegiatan budi daya
ikan betok, namun kuantitas pakan yang diberikan dalam
jumlah besar tersebut hanya sebagian kecil digunakan untuk
pertumbuhan, sehingga tingkat efisiensi pemanfaatan pakan
khususnya daya serap energi pakan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan khususnya pembesaran ikan betok masih
rendah sehingga tingkat efisiensi pakan masih rendah.
Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup
dan pertumbuhan. Ikan betok dikenal sebagai pemakan segala
(omnivora), berupa tumbuh-tumbuhan air seperti eceng
gondok, kiambang, gulma itik, kiapu, ikan-ikan kecil, udangudang renik, hewan-hewan kecil lainnya dan serangga. Berdasarkan analisis isi perut ikan sepat (Trichogaster pectoralis),
ikan betok (Anabas testudineus), ikan mujair (Oreochromis
mossambicus), dan ikan nila (O. niloticus) termasuk ikan herbivora. Ikan sepat dan ikan betok banyak mengkonsumsi
makrofita, sedangkan ikan mujair dan ikan nila banyak
mengkonsumsi fitoplankton. Ikan gabus (Channa striatus) termasuk golongan ikan predator.
12
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Tabel 2.1. Kebiasaan Makan Ikan Sepat, Betok, Mujair, Nila,
dan Gabus
Sumber: Tjahjo dan Kunto (1998).
Dari Tabel 2.1 kebiasaan makan ikan betok terdiri atas
makrofita (88,5%), detritus (5,0%), dan fitoplankton (6,5%),
sehingga dapat dikatakan ikan betok merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora.
Dengan pemanfaatan pakan yang berasal dari gulma air
(gulma itik, kiambang, kayu apu, dan eceng gondok), yang
memberikan respons positif sebagai pakan ikan betok adalah
gulma itik, disusul berturut-turut oleh kiambang, kayu apu,
dan eceng gondok.
Kandungan protein dalam pakan ikan betok sebaiknya
30%. Secara umum kebutuhan ikan akan protein berkisar antara 20-60%, lemak 4-18%, dan untuk ikan-ikan tropika kebutuhan karbohidrat dalam makanan sekitar 30%. Sedangkan
kebutuhan karbohidrat dalam makanan berkisar 10-15%.
Kendala utama yang masih dihadapi pada tingkat pembesaran adalah rendahnya nila laju pertumbuhan ikan betok
hingga mencapai bobot tubuh 75-100 g/ekor. Berbagai usaha
guna meningkatkan pertumbuhan telah dilakukan melalui
aspek biologi, aspek nutrisi, aspek kondisi lingkungan hidup,
aspek keragaman genetik. Namun laju pertumbuhan ikan
betok tergolong sangat lambat, meskipun dapat mencapai
ukuran bobot individu 75-100 g atau lebih apabila dipelihara
13
Junius Akbar
selama satu tahun. Hal ini merupakan kendala utama yang
dihadapi hingga sekarang.
Pertambahan biomassa ikan sangat bergantung pada
energi yang tersedia dan cara pemanfaatannya di dalam
tubuh ikan. Energi yang murah dan ramah lingkungan saat
ini adalah pemanfaatan karbohidrat yang efisien sehingga
penggunaan protein bisa maksimal di dalam tubuh. Untuk
itulah perlu dilakukan perbaikan formulasi pakan ikan betok,
dengan pemanfaatan sumber karbohidrat dan suplementasi
kromium trivalen (Cr+3).
Gambar 2.4. Kromium.
Pemanfaatan karbohidrat menjadi bahan bakar (glukosa)
oleh ikan betok masih rendah, sehingga penyerapan energi
pakan tidak efisien. Penyebab kurang mampunya ikan
memanfaatkan karbohidrat pakan karena ikan tidak memiliki
enzim pencernaan karbohidrat yang memadai di dalam
saluran pencernaan, selain enzim pencernaan, juga produksi
insulin pada ikan rendah. Aktivitas insulin dapat ditingkatkan melalui pemberian Cr+3.
Kromium mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan
pakan dan pertumbuhan ikan. Kebutuhan optimum Cr pada
ikan gurami 1,5-3 mg/kg pakan. Kadar Cr optimum dalam
pakan ikan gurami yang menghasilkan kinerja pertumbuhan
14
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
terbaik adalah 1,3-1,5 mg/kg pakan. Kadar Cr optimum
dalam pakan ikan mas yang menghasilkan pertumbuhan dan
retensi protein terbaik adalah 1,6-2,2 mg/kg pakan. Pada ikan
nila, pemberian Cr 4,5 mg/kg pakan memberikan pertumbuhan yang baik. Kebutuhan optimum Cr pada ikan lele
dumbo 3-6 mg/kg pakan. Pemberian kadar Cr 2,60 mg/kg
pakan pada ikan lele dumbo menghasilkan kinerja pertumbuhan yang terbaik. Bawal air tawar dengan 3 mg/kg meningkatkan retensi protein dan efisiensi pakan. Pada ikan
patin, pemberian Cr dengan kadar yang berbeda tidak mempengaruhi pertumbuhan. Sedangkan pada ikan betok, pemberian pakan yang mengandung Cr berkisar 3-4,5 mg/kg
pakan, memberikan pertumbuhan yang baik.
Pemberian Cr dalam bentuk organik memberikan efek
positif karena mudah diabsorpsi. Kromium organik mempunyai bioavailability yang lebih baik dibandingkan Cr
anorganik, sehingga lebih mudah diserap. Kromium organik
bisa dalam bentuk Cr-chelate, ragi berkadar Cr tinggi (highCr yeast) dan Cr-pikolinat. Pembentukan Cr organik dapat
dilakukan dengan inkorporasi Cr ke dalam fungi. Hal tersebut
dilakukan melalui proses biofermentasi yang menggunakan
fungi sebagai produsen dengan substrat yang diperkaya
dengan mineral Cr anorganik. Proses biofermentasi tersebut
sangat ditentukan oleh spesies fungi yang paling tepat untuk
menghasilkan Cr organik. Pemberian pakan ber-Cr organik
pada ikan betok dengan menggunakan stater yang berbeda
dari khamir (Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae) dan
kapang (Rhyzopus oryzae). Stater dari R. oryzae memberikan
respons pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan
stater dari S. cerevisiae dan A. oryzae.
Vitamin C mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan.
Kebutuhan vitamin C pada ikan untuk mendapatkan
15
Junius Akbar
pertumbuhan yang optimal sangat bervariasi bergantung
pada spesies dan umur atau ukuran ikan, laju pertumbuhan,
lingkungan, dan fungsi metabolisme. Untuk meningkatkan
laju pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan betok, ditambahkan vitamin C sebanyak 375 mg/kg pakan.
16
3
TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN BETOK
Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan ikan lokal air
tawar yang potensial untuk dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagai ikan konsumsi dan memiliki rasa yang khas gurih dan enak serta menjadi ikan primadona masyarakat Kalimantan terutama masyarakat Kalimantan Selatan (suku Banjar). Selama ini kebutuhan ikan betok
baik ukuran benih maupun konsumsi masih mengandalkan
hasil penangkapan di alam sehingga mengakibatkan
penurunan jumlah populasinya di alam. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka sudah saatnya dilakukan usaha budi
daya.
Kendala utama dalam pengembangan budi daya ikan
betok adalah terbatasnya benih, baik dalam kualitas maupun
kuantitasnya. Keberhasilan budi daya ikan betok sangat bergantung pada teknologi pembenihan dan pemeliharaan
larva. Usaha pembenihan bertujuan untuk menghasilkan
benih dalam jumlah besar, sehingga tidak bergantung pada
ketersediaan di alam yang pada akhirnya dapat menunjang
kegiatan usaha pembesaran dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani ikan sekaligus dapat menunjang
peningkatan produksi budidayanya. Juga turut serta dalam
17
Junius Akbar
upaya pelestarian plasma nuftah pada umumnya dan khususnya ikan betok.
Teknologi pembenihan ikan betok meliputi pemeliharaan
induk, seleksi induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pakan dan pemberian pakan, dan pengelolaan
kualitas air.
A. Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk sangat penting karena mempengaruhi keberhasilan dalam proses pematangan gonad dan
keberhasilan pemijahan ikan betok. Dengan pengelolaan
induk yang baik akan menghasilkan produksi telur yang bermutu baik sehingga pada akhirnya akan diharapkan produksi
benih ikan betok dengan kelangsungan hidup yang tinggi.
Induk ikan betok berasal dari hasil penangkapan di alam
yang sudah diadaptasikan dalam lingkungan buatan melalui
proses domestikasi. Induk dipelihara dengan jumlah induk
sebanyak 100-200 ekor. Induk jantan dan induk betina dipelihara secara terpisah dalam kolam yang berbeda untuk mencegah terjadinya pemijahan liar. Setiap hari induk ikan betok
diberi pakan pellet yang mengandung protein berkisar 2028% sebanyak 3-5% dari bobot biomassa/hari yang diberikan
2 kali pada pagi dan sore hari.
Gambar 3.1. Kolam dan Bak Pemeliharaan Induk Ikan Betok.
18
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Sirkulasi dalam bak pemeliharaan induk dilakukan terus
menerus dengan mengalirkan air ke dalam bak pemeliharaan
induk. Setiap bulan sekali dilakukan pergantian air total dan
pengamatan tingkat kematangan gonad induk. Induk ikan
diseleksi yang sakit dari induk yang sehat kemudian induk
yang sakit dipindahkan ke bak penampungan untuk diobati.
Kematangan gonad ikan betok masih bersifat musiman, yaitu
dimulai pada awal musim hujan. Selama musim pemijahan
induk ikan betok dapat dipijahkan kembali setelah 2 bulan
masa induk habis memijah.
B. Seleksi Induk
Syarat ikan betok yang dijadikan induk minimal mempunyai bobot di atas 90 g untuk betina dan di atas 30 g untuk
jantan. Beberapa persyaratan ikan betok yang dapat dijadikan
induk, yaitu badan terlihat segar, tidak cacat, gerakannya lincah,
mampu menghasilkan telur dalam jumlah cukup banyak, umur
induk lebih dari 10 bulan, dan pertumbuhannya cepat.
Seleksi induk ikan betok dilakukan secara hati-hati agar
tidak mengakibatkan ikan menjadi stress dengan cara mengeringkan bak pemeliharaan induk dan menangkap induk satu
persatu kemudian ditampung di baskom besar. Seleksi induk
dilakukan dengan menangkap induk ikan betok satu per satu.
Apabila ditemukan induk yang telah matang gonad maka induk
tersebut dipindahkan ke dalam bak fiber atau bak penampungan
yang lain untuk diberok dari pagi sampai sore hari.
Ciri-ciri induk betina yang sudah siap pijah adalah tubuh
gemuk dan melebar ke samping, warna badan agak gelap, sirip
punggung lebih pendek, bagian bawah perut agak melengkung,
jika matang gonad pada bagian perut diurut (stripping) akan
keluar telur pada organ reproduksinya, dan alat kelamin berwarna kemerah-merahan. Sedangkan induk jantan yang siap
19
Junius Akbar
pijah memiliki ciri-ciri tubuh ramping dan panjang, warna
badan agak cerah, sirip punggung lebih panjang, bagian bawah perut rata, dan jika perut diurut akan keluar cairan sperma pada organ reproduksinya yang berwarna putih susu.
Gambar 3.2. Seleksi Induk Betina dan Jantan Ikan Betok.
C. Pemijahan
Ikan betok memijah sepanjang musim penghujan, pada
saat musimnya mampu memijah 2-3 kali dengan jumlah telur
(fekunditas) 4.500-35.000 butir. Pemijahan ikan betok dilakukan dalam akuarium (60x50x45 cm) yang diisi air sebanyak
125 L. Rasio jantan dan betina adalah 1 : 1 dalam ukuran
bobot badan. Akuarium diberi aerasi dengan kecepatan
sedang dan diberi penutup pada bagian atasnya.
Peyuntikan secara intramuscular (penyuntikan langsung
pada daging), yaitu pada 5 sisik ke belakang dan 2 sisik di
bawah bagian sirip punggung ikan (Gambar 3.3). Induk betina 2 kali penyuntikan dan induk jantan 1 kali penyuntikan.
Interval waktu penyuntikan pertama ke penyuntikan kedua
adalah 6 jam. Penyuntikan induk jantan bersamaan pada
saat penyuntikan kedua induk betina. Dosis ovaprim yang
digunakan 0,5 mL/kg bobot induk (Widodo et al, 2006;
Marlida, 2008). Proses terjadinya perkawinan dan ovulasi
dilakukan secara alami.
20
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Induk jantan dan betina yang sudah disuntik kemudian
dicampur dalam satu akuarium dengan perbandingan satu
ekor induk betina dan empat ekor jantan (1 : 1 ukuran bobot
tubuh) dengan tujuan agar telur yang diovulasikan dapat
dibuahi semua oleh sperma dari induk jantan.
Untuk merangsang pemijahan, selain hormon ovaprim
juga dapat digunakan ekstrak kelenjar hipofisa 10 mg/kg bobot
ikan betok dan hormon HCG 3.000 IU/kg bobot ikan betok.
Gambar 3.3. Hormon Ovaprim dan Penyuntikan Induk Ikan Betok.
D. Penetasan Telur
Setelah penyuntikan kedua induk betina, maka ovulasi
akan terjadi 5 jam (4-6 jam) berikutnya. Setelah selesai ovulasi
induk ikan betok dipisahkan dari telur dan dikembalikan ke
dalam kolam atau bak pemeliharaan induk. Telur-telur ikan
betok yang telah dibuahi berbentuk bulat, transparan, dan
menyebar di dalam dan permukaan air, jika berwarna putih
susu berarti telur tidak dibuahi dan harus segera dipisahkan.
Untuk menjaga telur dan larva dari serangan jamur atau
penyakit ke dalam akuarium ditambahkan methiline blue
(MB) sebanyak 1 ppm.
Telur ikan betok akan menetas setelah lebih kurang 21
jam (20-24 jam) masa inkubasi pada suhu 26 0C atau akan
menetas dalam waktu 12 jam pada suhu 30 0C. Persentase
21
Junius Akbar
dari telur yang dibuahi sekitar 95% dengan daya tetas 95%.
Penetasan telur bisa langsung di akuarium atau langsung ke
tempat pendederan I jika sudah siap.
Gambar 3.4. Telur Ikan Betok.
Sumber : Jalilah et al, (2011).
Gambar 3.5. Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur Ikan Betok.
22
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
(a) pembelahan zygot 2 sel (b) 4 sel (c) 8 sel (d) 16 sel (e) stadia morula (f)
pembentukan cincin germinal (blastocoels) (g) pembentukan plug kuning
telur (h) kepala dan ekor terbentuk dengan sempurna (i) ekor larva dipisah
dari sack kuning telur dan gerakan ekor dan hati jelas dilihat (j) ekor adalah
organ pertama yang keluar dari telur saat menetas (k) yang baru menetas dari
Anabas testudineus.
Perkembangan embrio ikan betok membelah secara
meroblastik, yaitu yang membelah adalah inti sel dan
sitoplasma pada daerah kutub anima (Gambar 3.5). Tang dan
Affandi (2000), menjelaskan bahwa pembelahan pada embrio
dibedakan menjadi 2, yaitu 1) pembelahan holoblastik, yaitu
seluruh sel telur membelah menjadi dua bagian, kemudian
anak sel tersebut membelah lagi secara sempurna dan seterusnya, 2) meroblastik, yaitu pembelahan mitosis yang tidak
disertai oleh pembagian kuning telur (kuning telur tidak ikut
membelah), yang membelah diri adalah inti sel dan sitoplasma
di daerah kutub anima. Kumulatif waktu terjadinya pembelahan sel hingga menetas telur ikan betok selama 21.05 jam
(Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Waktu Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur
Ikan betok dari Terbuahi hingga Menetas
Sumber : Muhammad (2001)
23
Junius Akbar
Telur ikan betok mengalami pembelahan pertama 15
menit setelah pembuahan. Dua buah blastomer pada pembelahan pertama selanjutnya masing-masing akan membelah
lagi menjadi 4, 8, 16, dan 32 sel. Stadia morula dimulai saat
pembelahan mencapai 32 sel. Pembelahan telur mencapai
stadia morula (32 sel) secara sempurna selama 1 jam 57 menit
atau terjadi 5 jam setelah pembuahan. Stadia blastula telur
ikan betok terjadi 7 jam 50 menit setelah pembuahan. Waktu
yang diperlukan pada stadia blastula selama 2 jam 50 menit.
Embrio memasuki stadia gastrula pada saat 10 jam 50 menit
setelah pembuahan. Waktu yang diperlukan pada stadia gastrula selama 3 jam. Proses organogenesis berlangsung selama
10 jam 15 menit. Pergerakan embrio dimulai pada saat 12
jam 12 menit setelah pembuahan. Embrio bergerak aktif mulai
15 jam 4 menit setelah pembuahan. Embrio terus bergerak
mendesak cangkang dan bagian ekor memukul dinding
cangkang sehingga rusak dan bagian kepala embrio keluar
lebih dulu (Gambar 3.5.j). Penetasan telur terjadi 21 jam 5
menit setelah pembuahan. Embrio yang telah keluar dari
cangkang dan masih memiliki kuning telur (Gambar 3.5.k)
disebut eleutheroembrio.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap waktu inkubasi
telur adalah suhu. Suhu yang tidak cocok selama inkubasi
telur tidak hanya menghambat penetasan tetapi juga menurunkan kelangsungan hidup. Hasil penelitian Marlida (2008),
rerata kecepatan penetasan telur ikan betok tercepat pada
suhu 320C, yaitu 18,17 jam dibandingkan dengan suhu 300C
(19,25 jam) dan suhu 280C (19,74 jam) (Tabel 3.2).
24
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Tabel 3.2. Kecepatan Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus) Selama Masa Inkubasi dalam Akuarium
Sumber : Marlida, (2008)
Telur ikan yang ditetaskan di daerah yang bersuhu tinggi
waktu penetasannya lebih cepat dibandingkan dengan telur
yang ditetaskan di daerah yang bersuhu lebih rendah. Suhu
yang tinggi akan mempercepat masa inkubasi sehingga telur
dapat menetas dengan cepat dan sebaliknya pada suhu yang
rendah akan memperlambat masa penetasan, perbedaan
suhu ini berkaitan erat dengan proses metabolisme.
Tingkat penetasan telur berhubungan erat dengan tingkat
pembuahan telur. Daya tetas telur selalu ditentukan oleh
tingkat pembuahan. Tingkat penetasan telur akan menurun
dengan semakin menurunnya derajat pembuahan telur atau
sebaliknya tingkat penetasan telur akan meningkat dengan
semakin meningkatnya derajat pembuahan.
25
Junius Akbar
Tabel 3.3. Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus)
Sumber: Marlida (2008)
Dari hasil penelitian Marlida (2008), suhu 300C menghasilkan daya tetas telur sebesar 84,67% lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 28 0C (78,67%) dan suhu 32 0C (66,67%).
Dengan kata lain semakin tinggi suhu (320C), daya tetas telur
ikan betok semakin rendah. Hal ini disebabkan pada suhu
tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga lebih cepat yang berakibat lanjut
pada pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif
sehingga mempercepat proses penetasan, namun demikian
suhu yang terlalu tinggi (320C) atau terlalu rendah (280C)
dapat menghambat proses penetasan, bahkan suhu yang terlalu ekstrim dapat menyebabkan kematian embrio dan
kegagalan penetasan.
E. Pemeliharaan Larva
Pada awal penetasan telur, aerasi dikecilkan agar larva
betok yang baru menetas tidak rusak karena teraduk oleh
arus dari aerasi. Pada hari pertama menetas sampai berumur
± 3 hari, larva betok belum memanfaatkan pakan dari luar
26
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
karena masih memiliki cadangan pakan berupa kuning telur
(yolk egg) di tubuhnya. Larva yang baru menetas berwarna
putih transparan, bersifat planktonik dan bergerak mengikuti
arus.
Gambar 3.6. Larva Ikan Betok.
Setelah larva berumur 3 hari diberi pakan tambahan berupa suspensi kuning telur. Frekuensi pemberian pakan 3 kali
sehari (pagi, siang, dan sore) selama 10 hari. Setelah itu, bisa
diberikan cacing rambut (tubificid worms) atau pakan pellet
yang dihaluskan. Masa kritis larva terjadi pada saat hari ke7 sampai hari ke-14.
Gambar 3.7. Pemeliharaan Larva dalam Akuarium.
Suhu selain dapat menghambat penetasan telur juga
dapat menurunkan kelangsungan hidup larva ikan betok.
Hasil penelitian Marlida (2008), tingkat kelangsungan hidup
larva pada suhu 280C dan 300C masing-masing 100%, sedangkan pada suhu 320C sebesar 80,61%.
27
Junius Akbar
Tabel 3.4. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok
(Anabas testudineus)
Sumber: Marlida (2008)
Larva yang dipelihara dengan suhu tinggi (320C), menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah terutama
pada hari ketiga. Mortalitas larva disebabkan larva tidak
memperoleh pakan eksogen setelah kuning telur (yolk) terserap habis. Pada suhu yang lebih tinggi laju metabolisme berlangsung lebih cepat, otomatis larva memanfaatkan lebih
banyak energi dari kuning telur sebagai cadangan makanan.
Sedangkan pada suhu yang lebih rendah penyerapan kuning
telur berjalan lebih lambat.
Pemeliharaan larva betok dapat dilakukan dengan 3
metode, yaitu dengan memelihara larva sampai umur 3 hari
di akuarium kemudian ditebar langsung di kolam pendederan
semi permanen, di mana kolam tersebut terlebih dahulu
dilakukan pengolahan lahan dengan diberi pupuk kandang
sebanyak 200-400 g/m2 dan kapur dengan dosis 200 g/m2.
Metode kedua dengan cara memelihara larva di akuarium
selama 2 minggu (14 hari) sampai larva besar dan lebih kuat
untuk berenang sehingga larva lebih mudah bergerak mencari
28
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
makanan dan dapat menghindar dari pemangsaan predator, sedangkan cara yang ketiga, yaitu dengan cara memelihara larva umur 3 hari di dalam hapa yang dipasang di kolam
selama 1 minggu sampai larva lebih besar dan lebih kuat untuk berenang. Kemudian ditebar di kolam pendederan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya.
Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri. Metode pertama lebih mudah dilakukan,
tidak sulit penanganannya namun tingkat kelangsungan hidup larva masih rendah sebesar 10-30% dikarenakan ukuran
larva yang sangat kecil dan gerakannya masih lemah sehingga
daya tahan larva masih lemah. Sedangkan metode yang kedua lebih sulit penanganannya namun daya tahan larva di
kolam sudah kuat sehingga kelangsungan hidup larva lebih
besar. Metode ketiga adalah yang paling baik dibanding dua
metode sebelumnya, yaitu mudah penanganannya sampai
larva menjadi lebih kuat dan besar saat didederkan sehingga
kelangsungan hidup larva di kolam lebih besar. Kelemahannya terletak dalam pemberian pakan alami yang tepat sesuai
dengan bukaan mulut larva belum tersedia. Selama ini larva
diberi pakan berupa suspensi kuning telur ayam dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari dan diberi nauplii artemia yang baru menetas setelah larva berumur 3 hari. Kelangsungan hidup larva dalam pemeliharaan ini mencapai 40-50%.
Gambar 3.8. Nauplii Artemia.
29
Junius Akbar
Setelah 2 minggu dipelihara di akuarium, larva betok siap
ditebar di kolam pendederan dengan masa pemeliharaan
selama 30-45 hari dengan padat tebar 50 ekor/m2. Selama di
kolam larva diberi pakan berupa pellet yang dihancurkan
sebanyak 10-20% dari bobot biomassa tubuh/hari dengan
frekuensi pemberian 2 kali/hari pada pagi dan sore hari.
Kelangsungan hidup benih pada pemeliharaan ini mencapai
55% dengan ukuran benih 1-3 cm.
Benih ikan betok dapat didederkan kembali di kolam
sampai mencapai ukuran 3-5 cm selama 1 bulan dengan
padat tebar 100 ekor/m2. Selama pemeliharaan di kolam,
benih betok diberi pakan pellet sebesar 10% dari bobot
biomassa tubuh per hari dengan frekuensi pemberian 2 kali
sehari pada pagi dan sore hari. Kelangsungan hidup benih
dalam pemeliharaan ini mencapai 60% dengan ukuran benih
3-5 cm.
Gambar 3.9. Pemeliharaan Larva dalam Hapa.
Suhu juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan larva
ikan betok. Hasil penelitian Marlida (2008), pertumbuhan
larva ikan betok pada fase yolk sac yang dipelihara pada suhu
300C menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dengan
panjang total rerata 2,23 mm, dibandingkan dengan suhu
280C dan 320C (1,9 mm).
30
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Tabel 3.5. Rerata Pertumbuhan Larva Ikan Betok (Anabas
testudineus)
Sumber: Marlida (2008)
Sumber : Morioka et al, (2009)
Gambar 3.10. Perkembangan Larva dan Juvenil Ikan Betok Anabas
testudineus. a larva baru menetas[1.8 mm BL]; b larva hari ke-1 [2.7 mm
31
Junius Akbar
BL]; c larva hari ke-2 [3.1 mm BL]; d larva hari ke-3 [3.7 mm BL]; e larva
hari ke-4 [4.4 mm BL]; f larva hari ke-5 [4.7 mm BL]; g larva hari ke-6
[4.9 mm BL]; h larva hari ke-7 [5.0 mm BL]; i larva hari ke-8 [5.5 mm
BL]; j larva hari ke-10 [5.9 mm BL]; k postlarva hari ke-13 [6.4 mm BL];
l postlarva hari ke-16 [7.5 mm BL]; m juvenile hari ke-19 [8.3 mm BL];
n juvenil hari ke-26 [12.7 mm BL]. YS Yolk Sac, GB Gas Bladder. 1
Lateral, 2 Dorsal, 3 Ventral.
Pemanenan benih betok dilakukan dengan cara membuang atau menggeringkan air kolam melalui pintu pengeluaran
air. Setelah volume air kolam berkurang dan hanya tersisa
di kemalir atau caren maka benih betok dapat di panen
dengan menggunakan serok. Selanjutnya benih dapat dimasukkan dalam baskom plastik dan ditampung di bak penampungan atau bak fiber.
Gambar 3.11. Pengeringan Air Kolam.
F. Pakan dan Pemberian Pakan
Ketersediaan pakan alami merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan larva
ikan betok. Jenis, mutu, dosis, dan frekuensi pemberian pakan
yang tepat sangat berpengaruh terhadap hasil kelangsungan
hidup larva ikan betok sampai ukuran panen.
Pakan yang dipersiapkan untuk larva betok terdiri atas
suspensi kuning telur, artemia, daphnia, dan pakan pellet.
32
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Ukuran larva yang sangat kecil memerlukan pakan yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Jenis, dosis, dan frekuensi
pemberian pakan larva ikan betok dapat dilihat dalam Tabel
3.6.
Tabel 3.6. Jenis, Dosis, dan Frekuensi Pemberian Pakan Larva
Ikan Betok (Anabas testudineus)
Sumber: Widodo (2006); Widodo et al, (2007)
G. Pengelolaan Kualitas Air
Selama masa pemeliharaan larva dilakukan pengelolaan
kualitas air secara terus menerus. Untuk menjaga kualitas
air, akuarium selalu diusahakan dalam keadaan bersih
dengan cara menyipon dasar akuarium bila terlihat dasar
akuarium kotor akibat sisa pakan, kotoran, dan larva yang
mati. Pergantian air di akuarium dilakukan setiap 3 hari sekali
sebanyak 25%. Sedangkan pengelolaan kualitas air selama
pemeliharaan di kolam dengan mengalirkan air masuk secara
terus menerus ke dalam kolam. Selain itu, pengelolaan pakan
sesuai dosis dan frekuensi yang tepat dapat mencegah turunnya kualitas air di media pemeliharaan ikan betok.
Dalam pemeliharaan ikan betok di kolam, kualitas air
yang berpengaruh positif terhadap kelangsungan hidup ikan
betok, yaitu suhu berkisar antara 28-300C, kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,9-7,9 mg/L, dan pH air berkisar antara
6,62-7,63.
33
4
TEKNOLOGI PEMBESARAN IKAN BETOK
Pemeliharaan ikan betok di Kalimantan Selatan sudah
dilakukan oleh sebagian besar pembudidaya di kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap. Pertumbuhan ikan betok yang
dipelihara ternyata cukup baik, sehingga minat pembudidaya
untuk mengembangkan ikan tersebut cukup besar. Hal ini
didukung dengan pemasarannya yang mudah dengan harga
yang cukup tinggi.
Budi daya ikan betok dalam kolam, karamba, fish pen,
dan jaring tancap merupakan sistem budi daya ikan di perairan umum. Pada sistem ini, ikan betok perlu dipelihara secara intensif, karena lingkungan hidupnya terbatas, sehingga
suplai makanan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
A. Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam
Kolam merupakan tempat yang paling ideal untuk pemeliharaan ikan. Lokasi perkolaman harus memenuhi persyaratan antara lain sumber air cukup, letak kolam bebas dari
banjir dan pencemaran air, kondisi tanah kolam liat berpasir,
dan sarana lain seperti jalan sudah tersedia. Kolam yang digunakan adalah kolam semi permanen agar ikan betok tidak
dapat merayap keluar dari kolam. Tahapan-tahapan kegiatan
34
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
budi daya ikan betok di dalam kolam, meliputi persiapan kolam, pengolahan tanah dan pemupukan, pengisian air, penebaran benih, pemeliharaan, dan panen.
Gambar 4.1. Kolam.
1. Persiapan Kolam
Persiapan kolam diawali dengan pengeringan kolam,
perbaikan pematang, pintu air, dan saringan air yang bocor
atau rusak.
2. Pengolahan Tanah, Pengapuran, dan Pemupukan
2.1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara pencangkulan
dasar kolam (tanah dicangkul balik).
2.2. Pengapuran
Pengapuran dilakukan dengan dosis 200 g/m2.
2.3. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk
kandang sebanyak 200-400 g/m2.
3. Pengisian Air
Setelah pengolahan tanah selesai petakan kolam diairi
dengan jalan membuka pintu pemasukan air. Pintu penge-
35
Junius Akbar
luaran air diatur sedemikian rupa sehingga ketinggian air
dapat dipertahankan sesuai kebutuhan, yaitu 1-1,5 m.
4. Penebaran Benih
Penebaran benih hendaknya dilakukan dengan sebaik
mungkin, melalui proses aklimatisasi. Benih ikan betok yang
digunakan ukuran 3-5 cm atau lebih yang berasal dari hasil
pembenihan. Biasanya benih ini dipilih dahulu agar ukuran
benih seragam dan benih ikan betok betina ukurannya lebih
besar dibanding jenis jantan.
Benih ikan betok juga harus sehat dan tidak cacat. Bisa
juga benih ini didederkan terlebih dahulu sampai 5-8 cm
sehingga waktu pembesaran ikan betok sampai mencapai
ukuran konsumsi tidak terlalu lama.
5. Pembesaran
5.1. Padat Tebar
Pembesaran ikan betok akan berhasil dengan baik apabila
disesuaikan antara padat tebar dan luas kolam. Padat tebar
yang digunakan untuk benih ukuran 3-5 cm adalah 50-100
ekor/m2. Pembesaran ikan betok selama 6 bulan di kolam
semi permanen dengan diberi pakan pellet sebanyak 5% dari
bobot biomassa, menghasilkan pertumbuhan benih ikan
mencapai ukuran 75-100 g/ekor dengan kelangsungan hidup
> 80%.
5.2. Kualitas Air
Selama masa pemeliharaan kualitas air di kolam harus
selalu diperhatikan, yaitu dengan mengupayakan adanya
sirkulasi air.
5.3. Pemberian Pakan
Di kolam banyak dijumpai berbagai organisme, seperti
zooplankton, serangga air, dan sejenisnya yang dapat diman-
36
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
faatkan oleh ikan sebagai pakan alami. Benih ikan betok yang
berasal dari pembenihan dapat langsung dipelihara di kolam
sampai ukuran konsumsi dengan diberi pakan pellet. Jenis
pellet yang diberikan bisa berupa pellet apung atau pellet
tenggelam dengan kandungan protein 28-30%. Namun untuk
lebih mudah mengetahui pakan tersebut habis dimakan atau
tidak lebih baik menggunakan pellet apung. Pakan pellet
diberikan sebanyak 5% dari bobot biomassa ikan yang telah
ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae sebanyak 3
mg per kg pakan dan penambahan vitamin C sebanyak 375
mg/kg dalam pakan dengan frekuensi 2 kali sehari, yakni
pagi hari dan sore hari.
Tabel 4.1. Komposisi Bahan Pellet
Sumber: Akbar et al, (2010; 2011).
5.4. Pengamatan Hama Penyakit
Selama masa pemeliharaan sanitasi kolam perlu mendapat perhatian demikian juga pengamatan terhadap kemungkinan adanya gangguan hama dan penyakit.
6. Panen
Ukuran panen dapat disesuaikan dengan permintaan
pasar. Biasanya ukuran ikan yang dikehendaki pasar (ukuran
konsumsi) adalah 75-100 g/ekor. Untuk mencapai ukuran
ini, benih ikan betok dengan ukuran 3-5 cm harus dipelihara
37
Junius Akbar
selama 8-10 bulan. Ikan betok mempunyai harga jual tinggi
dalam keadaan hidup sehingga penanganan pasca panen harus dilakukan dengan sangat hati-hati sehingga tidak
menimbulkan luka pada tubuh ikan yang dapat menyebabkan kematian.
Panen dapat dilakukan secara selektif maupun panen
total. Panen di kolam dilakukan dengan cara mengeringkan
kolam dan menangkap ikan dengan menggunakan serok.
Selanjutnya ikan ditampung di kolam atau bak penampungan
ikan sampai saatnya untuk dijual.
B. Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba
1. Jenis dan Bahan Pembuatan Karamba
Budi daya ikan dalam karamba merupakan sistem budi
daya ikan di perairan umum. Pada sistem ini, ikan perlu dipelihara secara intensif, karena lingkungan hidupnya terbatas,
sehingga suplai pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Sebelum membuat karamba, sebelumnya perlu ditentukan jenis karamba yang akan dibuat, sehingga dapat menentukan dan mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan.
Secara umum dkenal dua jenis karamba, yaitu karamba
yang terbuat dari kayu atau bambu dan karamba yang menggunakan campuran kayu atau bambu untuk kerangka
dengan jaring kawat sebagai jeruji karamba. Konstruksi
karamba secara garis besar dibagi ke dalam 3 bagian besar,
yaitu kerangka karamba, jeruji, dan pelengkap karamba.
38
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Gambar 4.2. Karamba dan Tutup Karamba.
a. Kerangka Karamba
Bahan dasar pembuatan kerangka karamba bisa dari kayu
ulin, bambu atau besi yang diberi lapisan anti karat. Pemilihan
bahan didasarkan pada tingkat ketersediaan bahan di lokasi
pembuatan, harga dan tingkat keawetan dari bahan tersebut.
Pada umumnya kerangka karamba digunakan bambu
atau kayu ulin, Besi jarang digunakan karena harganya cukup mahal, sukar diperoleh dan perawatannya mahal, sebab
besi harus diberi lapisan anti karat.
Untuk pembuatan karamba ukuran panjang 3 m, lebar 2 m,
dan tinggi 1 m, bahan dasar yang diperlukan adalah 8 buah
balok kayu ulin sepanjang 3 m dengan tebal 7 cm dan lebar 7 cm.
b. Jeruji Karamba
Untuk pembuatan jeruji karamba, bahan dasarnya
adalah potongan kayu yang panjangnya sama dengan tinggi
karamba yang akan dibuat. Pada saat memotong kayu,
ukuran kayu harus dilebihkan sedikit agar memudahkan
pemasangannya pada kerangka. Tebal dan lebar disesuaikan
dengan kerangka sehingga karamba yang dibuat akan
terlihat proporsional.
39
Junius Akbar
c. Pelengkap Karamba
Bahan-bahan pelengkap yang diperlukan seperti tali
plastik atau tali kawat yang digunakan untuk mengikat
karamba ke dasar perairan, untuk mengikat kayu pada
kerangka karamba, dan mengikat jangkar untuk menahan
letak karamba agar tidak bergeser. Disamping itu diperlukan
juga paku untuk melekatkan potongan kayu pada kerangka
karamba. Panjang dan ukuran tali disesuaikan dengan keperluan, untuk tali jangkar sebaiknya dipilih tali dengan
diameter besar.
2. Tata Letak dan Konstruksi Jenis-Jenis Karamba
Setelah menentukan lokasi yang tepat, tahap berikutnya
adalah pembuatan karamba, kemudian pemasangan karamba di lokasi yang telah ditentukan. Pemasangan karamba
tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tapi harus memperhatikan beberapa aspek:
a. Syarat Konstruksi Karamba
Pembuatan karamba harus memperhatikan persyaratan
yang meliputi persyaratan biologis, ekonomis, dan praktis.
Hal ini perlu agar perawatan karamba tidak terlalu sulit.
ƒ Segi Biologis
Karamba dirancang dalam bentuk dan ukuran yang
memadai sehingga tersedia cukup ruang untuk gerak dan
kehidupan ikan. Bentuk karamba yang ideal bentuk bujur
sangkar berukuran 3x2x1 m termasuk pintu pemberian pakan
dan pintu panen. Jeruji karamba dipasang sedemikian rupa
dengan jarak tertentu sehingga memungkinkan proses pertukaran air dan proses pembuangan sisa pakan serta sisa
metabolisme akan berlangsung lancar.
40
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
ƒ Segi Ekonomis
Karamba dirancang sesuai dengan bentuk dan ukuran
yang telah ditentukan. Karamba bujur sangkar ukuran 3x2x1
m memakai tutup adalah ukuran ideal yang umum digunakan. Sisi karamba diperkuat dengan tali ris pada setiap sudutnya dan berfungsi pula sebagai tali pengikat pada dasar
perairan. Tutup karamba dapat terbuat dari papan atau dari
bahan yang sama dengan karambanya, umumnya berukuran
40x40 cm.
Pemasangan jeruji harus memperhatikan jarak agar pada
saat pemeliharaan tidak ada ikan yang lolos keluar dari
karamba dan menyebabkan kerugian. Jarak pemasangan
disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan dipelihara.
ƒ Segi Praktis
Konstruksi karamba harus mampu menahan gerakan air
dan arus setiap saat. Konstruksi juga harus dapat dibongkar
dengan mudah jika diperlukan, misalnya jika karamba harus
diperbaiki.
Posisi karamba akan ditahan pada tempatnya oleh jangkar atau pemberat yang ditempatkan di dasar perairan yang
talinya diikatkan pada tiap sudut karamba. Bentuk pemberat
yang dipasang harus dipilih agar sesuai dengan kondisi dasar
perairan, misalnya dasar perairan curam dan berlumpur,
dapat dipilih pemberat berbentuk cekung dibagian dalam.
b. Tata Letak dan Konstruksi Karamba
Karamba yang telah dibuat harus diletakkan di lokasi
yang telah dipilih memanjang sejajar dengan tepi sungai atau
tebing sesuai dengan ke dalaman yang telah ditentukan segaris dengan arah arus air. Hal ini agar pertukaran air (sekaligus sirkulasi oksigen) dan proses pembuangan sisa
metabolisme organisme berlangsung dengan lancar.
41
Junius Akbar
Hal lain yang perlu diperhatikan saat meletakkan karamba adalah harus terlindung dari angin maupun arus yang
kuat, sehingga karamba tidak mudah rusak. Selain itu juga
letak karamba tidak boleh menghalangi lalu lintas di perairan
tersebut. Penempatan unit karamba harus diletakkan sedemikian rupa sehingga air buangan dari karamba yang satu
tidak akan mencemari karamba lainnya.
Tidak semua karamba yang dipasang atau dibangun
disemua tempat. Berdasarkan cara pemasangan dan penempatannya dalam perairan, karamba terbagi atas dua jenis,
yaitu karamba yang terendam sebagian dan karamba yang
terendam keseluruhan.
Pemasangan karamba yang terendam sebagian umumnya
pada perairan yang relatif luas dan dalam. Penempatannya
sekitar 20-25 cm di atas permukaan air. Sedangkan karamba
terendam keseluruhan, biasanya ditempatkan 20-25 cm di
bawah permukaan air. Karamba ini hanya dipasang di
perairan yang relatif sempit dan tidak begitu dalam, seperti
sungai-sungai kecil dan saluran-saluran air yang lebarnya
tidak lebih dari 2 m.
Gambar 4.3. Pemasangan Karamba Terendam Sebagian.
42
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Konstruksi karamba terendam sebagian sama dengan
konstruksi karamba terendam keseluruhan. Konstruksi pintu
pemberian pakan karamba terendam sebagian berbeda
dengan karamba terendam keseluruhan. Pintu pemberian
pakan diletakkan di bidang atas karamba dibuat dengan
ukuran 40x40 cm.
3. Cara Pembuatan Karamba
Setelah dipersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan, proses pembuatan karamba dapat dilakukan. Pembuatan karamba dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Menentukan ukuran karamba yang akan dibuat, misalnya
3x2x1 m.
b) Kayu yang akan digunakan dipotong dengan ukuran sebagai berikut: 4 batang kayu dipotong dengan panjang 3 m,
4 batang kayu dipotong sepanjang 2 m, dan 4 batang kayu
dipotong sepanjang 1 m. Agar ukuran karamba sesuai tepat
seperti yang diinginkan, sebaiknya saat pemotongan
ukuran dilebihkan kira-kira 2-2,5 cm.
c) Setelah potongan kayu untuk kerangka disiapkan, maka
rekatkan masing-masing potongan dengan menggunakan
tali atau paku.
d) Jika proses pembuatan kerangka telah selesai, maka disiapkan potongan-potongan kayu untuk jeruji karamba. Rekatkan potongan kayu untuk jeruji pada karamba dengan
menggunakan paku. Lebar celah antar potongan diatur
sesuai besar ikan yang akan dipelihara sehingga tidak memungkinkan ikan lolos ke perairan. Lebar celah sekitar 24 cm. Dengan lebar celah yang kecil juga akan menghindari masuknya sampah ke dalam karamba.
e) Pada bidang atas karamba dibuat pintu pemberian pakan
43
Junius Akbar
dengan ukuran 40x40 cm. Pintu karamba sebaiknya dibuat
dua buah, satu dibagian atas dan satu dibagian tengah.
Pintu dibagian tengah dimaksudkan untuk mempermudah
proses panen. Agar aman dari jangkauan orang yang tidak
bertanggung jawab, sebaiknya pada masing-masing pintu
dipasang kunci. Pintu pemberian pakan sebaiknya diletakkan pada bagian ujung atas dibagian depan dari karamba
yang langsung menghadap arus air. Hal ini agar pakan
tambahan yang diberikan ke dalam karamba akan berada
cukup lama dalam air sebelum dihanyutkan arus keluar
karamba.
f) Setelah karamba selesai dibuat, maka karamba dapat
segera dipidahkan ke lokasi budi daya yang sudah ditentukan.
g) Apabila karamba telah diletakkan di lokasi budi daya,
maka tahap selanjutnya adalah pemasangan jangkar untuk menghindari hanyutnya karamba terbawa arus. Cara
memasang jangkar dengan mengikat pemberat dengan
menggunakan tali jangkar sekuat mungkin, lalu ikatkan
ujung tali yang lain pada sudut karamba setelah panjang
tali mencapai ke dalaman yang diinginkan. Jangkar dipasang pada setiap sudut rakit terapung.
Agar karamba berfungsi secara optimal, perlu perawatan
karamba. Merawat karamba cukup mudah asalkan dilakukan
pemeriksaan kebersihan secara teratur dan memeriksa ikatan
antar sambungan kayu atau bambu yang digunakan. Jika
ada bagian dari karamba yang terlepas sebaiknya cepat diperbaiki dan jika ada bagian yang rusak atau lapuk cepat diganti
sehingga tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
44
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
4. Pembesaran
a. Padat Tebar
Pembesaran ikan betok dalam karamba akan berhasil
dengan baik apabila disesuaikan antara padat tebar dan
ukuran karamba. Padat tebar yang digunakan untuk benih
ukuran 5-8 cm atau lebih (9-12 g/ekor) adalah 100 ekor/m3.
b. Pemberian Pakan
Ikan diberi pakan berupa pellet dengan kandungan protein 28-30%. Pakan pellet diberikan sebanyak 5% dari bobot
biomassa ikan yang telah ditambahkan Cr organik dari
Rhyzopus oryzae sebanyak 3 mg/kg pakan dan penambahan
vitamin C sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi 2 kali sehari, yakni pagi hari dan sore hari.
c. Panen
Ukuran panen dapat disesuaikan dengan permintaan
pasar. Biasanya ukuran ikan yang dikehendaki pasar (ukuran
konsumsi) adalah 75-100 g/ekor. Untuk mencapai ukuran
ini, benih ikan betok dengan ukuran 5-8 cm harus dipelihara
selama 4 bulan dengan kelangsungan hidup > 90%.
Panen dapat dilakukan secara selektif maupun panen total. Panen di karamba dilakukan dengan cara mengangkat
karamba dan menangkap ikan dengan menggunakan serok.
Selanjutnya ikan ditampung di bak penampungan ikan sampai saatnya untuk dijual.
C. Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen (Hampang)
Ikan betok merupakan salah satu komoditas perikanan
yang bernilai tinggi. Pemeliharaan ikan betok dapat dilakukan
dalam fish pen (hampang). Jenis ikan yang dipelihara dalam
fish pen harus memiliki persyaratan sebagai berikut: 1). Mempunyai harga pasaran yang cukup tinggi; 2). Tahan terhadap
penyakit; 3). Benih tersedia dan mudah didapat; 4). Tumbuh
45
Junius Akbar
relatif cepat; 5). Makanan tersedia dan mudah didapat. Adapun kriteria untuk pembudidayaan ikan betok dalam fish pen
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.4. Fish Pen atau Hampang.
1. Persiapan
Fish pen biasa disebut juga dengan kurungan ikan atau
hampang adalah tempat pemeliharaan ikan betok yang terbuat dari jaring, keren bambu atau ram kawat yang dilengkapi dengan tiang atau tonggak yang ditancapkan ke dasar
perairan.
Pemeliharaan ikan betok dalam fish pen sama seperti cara
pemeliharaan ikan yang lain, dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik ekstensif (menggunakan pakan alami), semi
intensif (diberi pakan tambahan), maupun intensif (diberi
pakan buatan bermutu tinggi). Pemeliharaan ikan betok
dalam fish pen dapat diusahakan khususnya oleh pembudidaya yang tinggal dekat dengan sungai, danau atau rawa,
dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada disekitar
tempat tinggal. Pemeliharaan ikan betok dalam fish pen dapat
dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan atau konsumsi
ikan sehari-hari atau untuk menambah penghasilan.
46
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Lokasi yang cocok untuk pemasangan fish pen adalah 1)
ke dalaman air 0,5-3 m dengan fluktuasi ke dalaman tidak
lebih dari 50 cm, 2) arus air tidak terlalu deras, tetapi cukup
untuk sirkulasi air dalam fish pen, 3) perairan tidak tercemar
dan dasarnya sedikit berlumpur, 4) terhindar dari gelombang
dan angin yang kencang, dan 5) terhindar dari hama, penyakit, dan predator atau pemangsa.
Fish pen terdiri atas dua bagian utama, yaitu kerangka/
tiang yang berfungsi sebagai penyangga dan dinding sebagai
pembatas. Bahan yang digunakan untuk tiang bambu atau
kayu yang diikat menggunakan tali plastik, sedang dinding
dapat digunakan jaring, kerai bambu atau ram kawat.
Pada perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan
pemberat untuk membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu atau kayu sekitar 0,5-1 m. Setiap sisi atas
dan bawah jaring diperkuat dengan menggunakan tambang.
Setelah siap fish pen dipasang di dasar perairan dengan
menancapkan tiang penyangga sedalam 0,5-1 m.
2. Benih
Benih ikan betok dapat diperoleh dari hasil tangkapan di
perairan umum. Biasanya menjelang musim kemarau pada
saat pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau
jaring. Benih ikan betok dapat juga dibeli dari Balai Benih
Ikan, Balai Budi Daya Air Tawar, dan Fakultas Perikanan.
Benih ikan betok dikumpulkan dalam suatu wadah dan
dirawat dengan hati-hati selama 2 minggu. Jika air dalam
penampungan sudah kotor harus segera diganti dengan air
bersih dan usahakan terhindar dari sengatan matahari.
Sebelum benih ikan betok ditebar, dipelihara dahulu
dalam jaring selama 1-2 minggu, selanjutnya dipindahkan
ke dalam fish pen yang sudah disiapkan. Padat penebaran
benih antara 50-100 ekor/m2.
47
Junius Akbar
3. Pemeliharaan
Selama masa pemeliharaan, benih ikan betok diberi pakan
berupa pellet sebanyak 5% dari bobot biomassa tubuh per
hari yang telah ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae
sebanyak 3 mg/kg pakan dan penambahan vitamin C
sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi
pemberian pakan 2 kali sehari (pagi hari dan sore hari).
4. Panen
Ikan betok yang dipelihara dalam fish pen dapat di panen
setelah 10-12 bulan. Sebagai gambaran hasil yang diperoleh,
untuk ikan betok yang ditebarkan dengan panjang 5-8 cm,
setelah 10-12 bulan bisa mencapai 75-100 g/ekor.
Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan
jala sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan
sebanyak 2-3 orang. Ikan yang ditangkap dimasukkan ke
dalam wadah yang sudah disiapkan dan siap dipasarkan.
D. Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap
Usaha pembesaran ikan betok dapat dilakukan di daerah
perairan rawa dengan ke dalaman air yang relatif stabil dan
kandungan derajat keasaman (pH) yang asam. Metode budi
daya yang dapat diterapkan adalah budi daya sistem jaring
tancap dan sistem fish pen (hampang).
Sistem jaring tancap, yaitu budi daya ikan dengan menggunakan jaring (hapa) dengan berbagai ukuran yang dipasang dengan cara diikat pada tonggak kayu yang ditancapkan
di dasar perairan.
Pemeliharaan ikan betok dengan sistem jaring tancap
dengan padat tebar 50-100 ekor/m2 dengan ukuran tebar 58 cm selama masa pemeliharaan 5 bulan menghasilkan
48
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
ukuran bobot antara 60-75 g/ekor dengan tingkat
kelangsungan hidup sebesar 85%.
Gambar 4.5. Jaring Tancap.
Pakan yang diberikan berupa pellet sebesar 5% yang telah
ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae sebanyak 3
mg/kg pakan dan penambahan vitamin C sebanyak 375 mg/
kg dalam pakan dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali
sehari pada pagi dan sore hari.
Usaha pembesaran, persentase keuntungan yang
dihasilkan pun cukup besar. Jika pembesaran dilakukan di
kolam, keuntungan yang dihasilkan bisa mencapai 35% dari
modal awal. Keuntungan akan semakin besar jika pembesaran dilakukan di lahan rawa dengan sistem fish pen yang
bisa mencapai 40-45% dari modal awal. Sementara jika
dilakukan di dalam karamba, keuntungan memang masih
terlalu kecil, hanya 6,5% dari modal awal. Hal ini dikarenakan modal investasi awalnya cukup besar terutama untuk
pembuatan karamba.
Di kolam banyak dijumpai berbagai organisme, seperti
zooplankton, serangga air, dan sejenisnya yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami. Dengan demikian,
makanan tidak hanya tergantung dari suplai pakan buatan
(pellet).
49
Junius Akbar
Tabel 4.2. Pembesaran Ikan Betok pada Berbagai Tempat
Pemeliharaan
Sumber : Widodo (2006), Widodo et al (2007).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik untuk pemeliharaan di kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap
antara lain:
1) Untuk menghindari hama dan penyakit, sebelum ikan
ditebar perlu disuci hamakan terlebih dahulu. Caranya
dengan merendam ikan dalam larutan PK (Kalium Permanganat) dengan konsentrasi 4 mg/liter selama 30 menit.
Saat perendaman diberi aerasi dengan menggunakan aerator.
2) Untuk menghindari terjadinya stress pada ikan, maka
penebaran benih ikan, sebaiknya pada saat suhu rendah,
yaitu pagi hari atau sore hari.
3) Sebelum benih ditebar, perlu diadakan penyesuaian atau
aklimatisasi. Caranya kantong plastik yang berisi benih
ikan direndam dalam air pemeliharaan. Kalau dirasakan
sudah tidak ada perbedaan suhu air dalam kantong dengan
suhu air pemeliharaan (5-10 menit), maka kantong dimiringkan dan dibuka sedikit demi sedikit. Biarkan benih ikan
keluar dengan sendirinya.
50
5
SERBA SERBI IKAN BETOK
A. Hama dan Penyakit Ikan Betok
Faktor lain yang sering menimbulkan kematian selama
proses pemeliharaan ikan betok dari larva sampai menjadi
benih atau ukuran konsumsi adalah adanya hama dan
penyakit. Hama yang biasa menyerang ikan betok bersifat
predator, yaitu pemangsa larva atau benih ikan betok. Sedangkan penyakit yang menyerang ikan betok berupa parasit
dan non parasit.
1. Hama
Binatang yang biasa memangsa ikan atau yang menjadi
saingan dalam memperoleh makanan harus dicegah melalui
berbagai cara sesuai dengan kebiasaan hidupnya masingmasing. Beberapa hama yang sering menyarang ikan betok
adalah :
a. Kodok. Binatang tersebut biasa memakan telur ikan, benih
ikan atau menyaingi dalam pencarian makanan. Pemberantasannya dengan cara membuang telur-telurnya yang
mengapung di tepian kolam.
51
Junius Akbar
b. Ular. Ular hanya dapat dicegah dengan jalan menangkap
basah pada waktu binatang ini berkeliaran di tepi kolam
atau dengan cara memagar kolam menggunakan kawat
kasa ayam yang kecil mata anyamannya setinggi kurang
lebih 50 cm. Kawat tersebut dipasang melintang pada jalan
yang biasanya dilalui ular kalau menuju ke kolam.
c. Linsang dan berang-berang. Hama tersebut dapat dicegah
dengan memagar kolam menggunakan kawat berduri.
d. Burung dapat dicegah serangannya dengan mengunakan
tali plastik yang dibentangkan berselang seling melintang
kolam.
e. Serangga air. Serangga air yang sering menyerang benih
ikan betok adalah ucrit, notonecta, dan kini-kini. Tindakan
untuk menanggulangi serangan hama ini dengan cara memasang saringan di pintu pemasukan air, tidak membuka
karung pupuk, mengurangi padat tebar, dan menyiramkan minyak tanah ke permukaan air kolam, mengurangi
benda atau tanaman air yang digunakan sebagai media
bertelur serangga air.
2. Penyakit
Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ikan betok
berupa cacing, jamur, parasit, bakteri, dan virus. Penyakit
secara umum dibagi menjadi dua, yakni penyakit noninfeksi
dan penyakit infeksi.
2.1. Penyakit noninfeksi
Penyakit ini bukan disebabkan oleh organisme melainkan
faktor kimia atau fisika, pakan yang tak memenuhi syarat
dan faktor biologis (antara lain badan lemah dan tidak seimbang).
52
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Faktor-faktor kimia dan fisika yang dapat mengganggu
kehidupan ikan misalnya pH air yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi, adanya zat-zat beracun, perubahan suhu air
yang mendadak, luka-luka atau gangguan fisik karena
pengangkutan. Sedangkan keadaan pakan dapat mengganggu perkembangan ikan antara lain karena nilai gizinya yang
rendah (disebabkan kekurangan vitamin dan protein) dan
pakan busuk atau rusak.
2.2. Penyakit infeksi
Penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh
organisme pengganggu. Penyakit infeksi yang sering dijumpai
dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan betok
adalah parasit, jamur, bakteri, dan virus.
a. Jamur
Jamur merupakan salah satu organisme yang dapat
menimbulkan penyakit infeksi pada ikan betok. Penyakit ini
biasa terjadi karena adanya luka pada tubuh ikan akibat
goresan atau gesekan kulit. Jenis jamur yang menyerang
adalah Saprolegnia sp. Ikan yang terserang jamur dapat diketahui dengan mudah, yaitu pada bagian organ luar ikan ditumbuhi benang-benang halus seperti kapas, biasanya di bagian
kepala, tutup insang, dan sirip atau kulit yang telah terluka.
Gambar 5.1. Ikan Betok yang Terserang Jamur.
53
Junius Akbar
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan
menjaga kualitas air dalam kondisi baik dan melakukan
penanganan saat panen atau sampling dengan hati-hati agar
tubuh ikan tidak terluka.
Pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman NaCl
dosis 20 ppm selama 1 jam atau 5% selama 1-2 detik. Obat
lain yang dapat digunakan adalah Methylene Blue (MB)
dengan cara melarutkan 2-4 mL larutan baku (1%) ke dalam
4 liter air dan merendam ikan yang sakit selama 24 jam.
Pengobatan ini dilakukan berulang-ulang sebanyak 3-5 kali
ulangan sampai ikan benar-benar sembuh.
b. Parasit
Parasit yang menyerang ikan betok bisa berupa ektoparasit dan endoparasit. Penyakit ektoparasit yang menyerang
ikan betok meliputi Dactylogyrus sp; Gyrodactylus sp; dan
Trichodina sp. Endoparasit yang menyerang ikan betok dari
kelas Nematoda dan Acanthocephala.
Tabel 5.1. Interval Berat dan Panjang Baku, Organ Terinfeksi
dan Jenis Parasit pada Ikan Betok
Sumber : Akbar (2011).
Keterangan : Dac : Dactylogrus sp, Tri : Trichodina sp, dan Nem : Nematoda
54
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Dactylogirus sp. menyerang pada insang ikan dengan
gejala ikan terlihat kurus, kulit pucat, produksi lendir tidak
normal, kesulitan dalam bernafas, sering muncul di permukaan air atau berenang mendekati pemasukan air, menggosokkan badan ke dasar kolam. Trichodina menyerang kulit
dan sirip ikan yang menimbulkan luka pada organ yang
diserang dengan disertai infeksi sekunder.
Penanggulangan penyakit ini dengan pemberian pakan
yang cukup, memindahkan ikan ke kolam yang lain, mengeringkan dan mengapur kolam. Pengobatan dilakukan dengan
perendaman dalam larutan garam NaCl dosis 12,5-13 g/m3
selama 24-36 jam atau Methylene Blue (MB) dosis 3 g/m3
selama 24 jam.
Gambar 5.2. Tiga genus umum Monogenea (Peggy et al, 2009).
55
Junius Akbar
Gambar 5.3. Morfologi Trichodina (Pouder et al, 2005).
c. Bakteri
Penyakit bakteri yang menyerang ikan betok adalah
bakteri Aeromonas hydrophila, Flavobacterium columnare,
Edwarsiella tarda, dan bakteri perusak sirip, yaitu Pseudomonas sp. Serangan baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan
menurun akibat stress yang ditimbulkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang
kurang baik.
Ikan yang sering terlihat berwarna gelap, mata ikan rusak
dan menonjol, kemampuan berenang menurun, sirip dan
insang menjadi rusak, perut ikan kembung, timbul pendarahan, dan luka di tubuh. Karena penyakit ini menular, maka
ikan yang terkena dan keadaannya cukup parah harus
dibuang atau dimusnahkan.
Pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman atau
dicampur dengan pakan. Perendaman dilakukan dalam
larutan Kalium Permanganat (PK) dosis 10-20 ppm selama
30-60 menit, Oxytetracycline 5 ppm selama 24 jam. Sedangkan pemberian pakan yang dicampur Oxytetracycline 50 mg/
kg pakan yang diberikan setiap hari selama 7-10 hari berturut-turut. Ikan yang diobati dengan antibiotik baru dapat
dikonsumsi 2 minggu setelah pengobatan.
56
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
d. Cacing
Lernaea cypriniceae menyerang hampir semua ikan air
tawar, hidup menempel dan menyerang semua bagian luar
tubuh ikan dan insang. Secara visual dapat dilihat
menyerupai panah yang merusak tubuh ikan, terdapat
pendarahan disertai infeksi jamur. Ikan yang terserang
mengalami penurunan bobot badan, penurunan jumlah
sekali darah sehingga menjadi lemah.
Gambar 5.4. Morfologi Lernaea sp. (Pouder at al, 2005).
Selain Lernaea cypriniceae, penyakit cacing yang sering
menyerang ikan betok adalah Stellantchasmus falcatus,
Acanthostomum sp, Centrocestus caninus, Camallanus sp,
Trianchoratus sp, Pallisentis sp, dan Allocreadium sp.
57
Junius Akbar
Gambar 5.5.Persentase Cacing yang Ditemukan pada Ikan Betok
(Luangphai et al, 2004)
Pencegahan yang dilakukan dengan a). Pengendapan
dan penyaringan air yang masuk kolam, memusnahkan ikan
yang terinfeksi, pengeringan dasar kolam, dan pengapuran,
b). Secara mekanis dapat dilakukan dengan menggunting
tubuh lernea yang menjuntai ke luar dan jangan mencabutnya, kemudian diobati dengan tetracycline yang dilarutkan
dalam air dengan cara merendamnya selama 2-3 jam.
Pengobatan dengan cara a). Penyemprotan dengan larutan Negufon 0,25-0,50 ppm selama 24 jam diulang setiap
seminggu sekali, b). Perendaman dalam larutan formalin 250
ppm selama 15 menit.
B. Aneka Masakan Ikan Betok
Ikan betok merupakan ikan yang menjadi primadona di
beberapa daerah di Indonesia terutama di Kalimantan Selatan
(suku Banjar), memiliki masakan khas berbahan ikan betok,
seperti :
58
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
1. Papuyu Baubar
a. Bahan-bahan
Ikan betok beberapa ekor, garam secukupnya, bawang
merah, alat panggang, dan arang.
b. Cara membuat
Ikan betok dibersihkan, dibuang sisik, dan dibelah
perutnya. Garam dan bawang merang dihaluskan, terus
dioleskan ke seluruh ikan betok. Selanjutnya dipanggang di
atas bara api. Supaya rata masaknya, ikan betok itu dibolakbalik. Setelah rata masaknya, itu dinamakan papuyu baubar.
Papuyu baubar sebagai lauk makan nasi rasanya enak
dengan tambahan pelengkap sambal lombok.
Gambar 5.6. Papuyu Baubar.
2. Papuyu Goreng
a. Bahan-bahan
Ikan betok beberapa ekor, minyak goreng, dan jeruk nipis
1 buah, jahe 1 potong sebesar ibu jari, kunyit 1 potong sebesar
ibu jari, bawang putih 1 siung, ketumbar ½-1 sendok teh,
dan garam secukupnya.
59
Junius Akbar
b. Cara membuat
Ikan dibersihkan sisik, isi perut, dan insangnya. Toreh
bagian badannya, lalu limuri dengan jeruk nipis sejenak.
Bumbu-bumbu dihaluskan, kemudian ikan dilumuri dengan
bumbu tersebut sampai merata keseluruh bagian ikan.
Gorenglah ikan tersebut sampai matang/garing. Angkat dari
penggorengan, hidangkan dalam keadaan hangat.
Gambar 5.7. Papuyu Goreng.
3. Wadi Ikan Betok
a. Bahan-bahan
Beberapa ikan betok (2 kg), berukuran panjang baku
berkisar 12-15 cm, dan bobot berkisar 40-50 g/ekor, garam
300 g, beras 300 g, pisau, baskom, dan toples.
b. Cara membuat
Ikan betok yang segar disiangi dengan cara membuang
sisik, tutup insang, insang, dan isi perut. Selanjutnya ikan
dicuci bersih dengan air PDAM, kemudian ditiriskan. Setelah
itu, direndam dalam air bersih pada suhu sekitar 100C selama
kira-kira 30 menit, kemudian dicuci dan ditirskan lagi selama
30 menit. Sebelum penggaraman, ikan ditimbang sebanyak
350-400 g (sekitar 9-10 ekor) untuk setiap wadah penggaraman. Wadah penggaraman yang digunakan adalah stoples
plastik transparan berukuran diameter permukaan 12,5 cm,
60
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
diameter dasar 11,5 cm, dan tinggi 12 cm. Konsentrasi garam
yang digunakan adalah 25% b/b, kemudian wadah stoples
plastik ditutup rapat dan didiamkan selama 7-15 hari sampai
terbentuk cita rasa atau aroma wadi. Perbandingan kandungan asam amino ikan betok segar dan wadi dapat dilihat
pada Tabel 5.2.
Gambar 5.8. Wadi Ikan Betok
61
Junius Akbar
Tabel 5.2. Kadar Protein dan Asam Amino pada Ikan Betok
Segar dan Wadi
Sumber : Khairina dan Khotimah (2006).
4. Wadi Papuyu Asam Manis
a. Bahan-bahan
½ kg ikan wadi papuyu, 5 buah bawang putih diiris tipis,
5 buah bawang merah diiris tipis, 5 belimbing wuluh diiris
halus, 3 cabe merah besar diiris tipis, 3 buah tomat diiris halus,
garam, penyedap rasa, gula merah, gula putih, dan asam
jawa secukupnya.
b. Cara membuat
Ikan dibersihkan dan direndam sebentar. Goreng ikan
yang telah bersih hingga matang dan tiriskan. Tumis bawang
merah dan bawang putih dengan minyak goreng secukupn-
62
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
ya. Masukkan air hingga mendidih. Masukkan ikan yang
telah digoreng. Tambahkan air asam jawa, garam, gula
merah, gula putih, dan penyedap rasa secukupnya. Setelah
matang atau mendidih tambahkan irisan cabe merah dan
tomat, diamkan sebentar. Kemudian angkat dan sajikan.
Gambar 5.9. Wadi Papuyu Asam Manis
63
6
ANALISIS USAHA BUDI DAYA IKAN BETOK
Kegiatan budi daya perikanan mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan kegiatan penangkapan diantaranya
dapat menentukan atau memilih jenis komoditas yang akan
dibudidayakan sesuai dengan permintaan pasar baik dalam nilai
ekonomis atau harga, jenis ukuran maupun waktunya.
Peluang pengembangan usaha budi daya ikan betok dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain potensi sumber
daya, peluang pasar, dan analisis usaha apakah kegiatan budi
daya tersebut menguntungkan atau tidak.
A. Potensi Sumber Daya
Pengembangan usaha budi daya ikan perlu didukung
potensi sumber daya antara lain lahan dan komoditas disamping faktor-faktor lain seperti pengairan, sarana produksi,
tenaga kerja, teknologi, dan modal.
Potensi lahan untuk pengembangan budi daya ikan betok
di Kalimantan sangat besar mengingat di pulau Kalimantan
banyak terdapat sungai dan rawa-rawa. Selain potensi lahan,
adanya teknologi pembenihan dan pembesaran ikan betok
serta tenaga kerja atau sumber daya manusia akan mendukung pengembangan usaha budi daya ikan betok di Kaliman-
64
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
tan Selatan. Sebagai suatu alternatif produksi, usaha budi
daya ikan betok dapat memberikan harapan usaha komersial
yang memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat pembudidaya.
B. Peluang Pasar
Permintaan pasar akan komoditas perikanan diperkirakan akan terus meningkat baik untuk konsumsi di dalam
negeri maupu untuk ekspor. Bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, adanya industri pengolahan dan berkembangnya
industri pariwisata akan membuka peluang pasar di dalam
negeri yang cukup besar.
Ketersediaan ikan betok di pasaran daerah Kalimantan
Selatan sangat berfluktuasi bergantung pada hasil penangkapan di alam. Peluang pasar untuk komoditas ikan betok
cukup bagus karena sangat diminati masyarakat dengan
harga pasaran berkisar Rp.40.000-Rp.60.000/kg. Selama ini
untuk memenuhi permintaan pasar masih mengandalkan
hasil penangkapan di alam sehingga ketersediaan ikan betok
mulai berkurang.
Melihat kenyataan harga pasaran tersebut mengakibatkan usaha penangkapan di alam semakin intensif. Dengan
adanya penangkapan di alam yang terus menerus maka
populasi ikan betok semakin lama akan menurun bahkan bisa
mengalami kepunahan. Selain itu, penggunaan bahan-bahan
kimia untuk menangkap ikan dapat merusak lingkungan
tempat hidup ikan dan mematikan anak ikan yang ada.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pengembangan budi
daya ikan betok harus dimulai dari sekarang. Keberhasilan
perekayasaan teknologi pembenihan ikan betok akan memberikan peluang usaha budi daya bagi masyarakat.
65
Junius Akbar
C. Analisis Usaha
Analisis usaha dilakukan untuk melihat prospek usaha
yang akan dijalankan di masa mendatang, yang disesuaikan
dengan kondisi saat ini. Analisis usaha merupakan salah satu
upaya untuk meminimalkan risiko kegagalan usaha. Aspekaspek yang biasa dikaji untuk mengetahui kelayakan usaha
adalah:
1. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang digunakan untuk
menjalankan usaha baru. Biaya investasi biasanya terdiri atas
biaya tetap, yaitu biaya bangunan dan peralatan. Biaya investasi sebaiknya ditambahkan berupa biaya tambahan untuk
mengantisipasi ketersediaan barang yang belum terjual. Biaya
ini biasanya merupakan biaya modal kerja selama 3 siklus.
2. Biaya Produksi/Operasional
Biaya produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap pada biaya produksi biasanya adalah biaya
penyusutan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
dipengaruhi oleh kapasitas produksi.
3. Harga Produk dan Perkiraan Pendapatan
Harga produk terdiri atas harga pokok dan harga jual.
Harga pokok penjualan merupakan harga satuan produk
sebagai hasil perbandingan antara total biaya dengan total
produksi per periode tertentu. Harga tersebut merupakan
harga terendah yang tidak merugikan bagi produsen. Harga
jual adalah harga yang mengikuti dengan ketentuan pasar
(harga pasar). Biasanya lebih tinggi daripada harga pokok.
Pendapatan produsen (pembudidaya/perusahaan)
merupakan aliran uang yang diperoleh dari hasil penjualan
produk. Harga pokok penjualan dihitung dengan rumus seba-
66
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
gai berikut:
Harga pokok =
Total biaya produksi
--------------------------------
Total produksi per silus
Pendapatan = Jumlah satuan produk yang diproduksi x
harga jual
4. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria yang biasa digunakan biasanya digunakan pada
penghitungan analisis usaha secara sederhana adalah:
a. Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) sering disebut sebagai titik impas
yang digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan, di mana semua biaya telah tertutupi tanpa mengalami
keuntungan maupun kerugian. Penghitungan nilai BEP adalah sebagai berikut:
Total biaya per siklus
BEP =
-----------------------------------------Harga jual per ekor atau per kg
b. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang diperlukan untuk dapat mengembangkan semua investasi yang telah dikeluarkan. PBP menunjukkan bahwa estimasi atau perkiraan
jangka waktu pengembalian investasi industri. Penghitungan
nilai PBP adalah sebagai berikut:
PBP =
Nilai investasi
-----------------------------Keuntungan per siklus
c. Return Cost Ratio (RCR)
Return Cost Ratio (RCR) adalah perbandingan antara pendapatan kotor dengan biaya. Jika nilai RCR lebih besar dari
67
Junius Akbar
1, maka usaha itu layak dijalankan. RCR dihitung dengan
rumus:
Total pendapatan
RCR =
---------------------------Total biaya produksi
Analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana keuntungan di dalam pengembangan usaha budi daya
ikan betok mulai dari kegiatan pembenihan sampai pembesaran mencapai ukuran konsumsi. Sebagai contoh di bawah
ini disajikan analisis usaha kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan betok di kolam.
D. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok
Tabel 6.1. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok
68
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
69
Junius Akbar
E. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam
Usaha pembesaran ikan betok dalam kolam selama 1
siklus, biasanya berlangsung selama 1 tahun (12 bulan). Dalam kurun waktu tersebut, bobot ikan bisa mencapai 75-100
g (ukuran panen). Kolam 2 unit berukuran (100 m2) yang
berkapasitas 40.000 ekor benih, dengan asumsi bahwa tingkat
kelangsungan hidup 80%, maka analisis usaha untuk 1 unit
kolam adalah sebagai berikut:
Tabel 6.2. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Kolam
70
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa usaha pembesaran ikan betok dalam kolam dengan
asumsi tingkat kelangsungan hidup 80%, menghasilkan
keuntungan sebesar Rp.17.306.500,-.
71
Junius Akbar
F. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Karamba
Usaha pembesaran ikan betok dalam karamba selama 1
siklus, biasanya berlangsung selama 1 tahun (12 bulan).
Dalam kurun waktu tersebut, bobot ikan bisa mencapai 75100 g (ukuran panen). Karamba 1 unit berukuran (2x3 m)
yang berkapasitas 1.200 ekor benih, dengan asumsi bahwa
tingkat kelangsungan hidup 80%, maka analisis usaha untuk
1 unit karamba adalah sebagai berikut:
Tabel 6.3. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Karamba
72
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa usaha pembesaran ikan betok dalam karamba dengan
asumsi tingkat kelangsungan hidup 80% dan bobot total panen 103 kg, menghasilkan keuntungan sebesar Rp.2.173.000.
G. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen
Usaha pembesaran ikan betok dalam fish pen selama 1
siklus, biasanya berlangsung selama 1 tahun (12 bulan). Dalam kurun waktu tersebut, bobot ikan bisa mencapai 75-100
g (ukuran panen). Fish pen 1 unit berukuran (4x6 m) yang
berkapasitas 2.400 ekor benih, dengan asumsi bahwa tingkat
kelangsungan hidup 80%, maka analisis usaha untuk 1 unit
fish pen adalah sebagai berikut:
Tabel 6.4. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen
73
Junius Akbar
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa usaha pembesaran ikan betok di dalam fish pen
dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 80% dan bobot
total panen 153 kg menghasilkan keuntungan sebesar
Rp.3.219.000,H. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring
Tancap
Tabel 6.5. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam
Jaring Tancap
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa usaha pembesaran ikan betok dalam jaring tancap
dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 90%, mengha-
74
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
silkan keuntungan sebesar Rp.3.340.000,-.
Dari hasil analisis usaha pembesaran ikan betok, pemeliharaan ikan betok dalam karamba dan jaring tancap,
keuntungan yang diperoleh relatif rendah dibandingkan
dengan pemeliharaan ikan betok dalam kolam dan fish pen.
Hal ini disebabkan biaya investasi pemeliharaan ikan dalam
karamba dan jaring tancap relatif tinggi, akan tetapi tahan
lama.
75
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R dan U.M. Tang., 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri
Press, Pekanbaru.
Akbar, J., 2008. Buku Ajar: Budi Daya Pakan Alami. Hibah
Penulisan Buku Teks PT 2008. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Akbar, J., 2009. Pengaruh Media Air Bersalinitas yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas testudineus)
yang Dipelihara di Akuarium. Fakultas Perikanan
Unlam, Banjarbaru.
Akbar, J dan A. Nur., 2008. Optimalisasi Perikanan Budi Daya
Rawa dengan Pakan Buatan Alternatif Berbasis Bahan
Baku Lokal. Program I-MHERE B.1 Bacth II Unlam.
Akbar, J dan M. Adriani., 2010. Peranan Kromium (Cr+3) dalam
Metabolisme Karbohidrat pada Ikan Betok (Anabas
testudineus). Hibah Fundamental Dikti.
Akbar, J; M. Adriani, dan S. Aisiah., 2010. Paket Teknologi
Budi Daya Ikan Betok (Anabas testudineus) pada Lahan
Basah Sub-Optimal melalui Pemberian Pakan yang
Mengandung Kromium (Cr+3) Organik. Hibah Strategis
Nasional Dikti Tahun ke-1.
Akbar, J; N.A. Fauzana; M. Adriani, dan S. Aisiah., 2011.
76
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Paket Teknologi Budi Daya Ikan Betok (Anabas testudineus) pada Lahan Basah Sub-Optimal melalui Pemberian
Pakan yang Mengandung Kromium (Cr+3) Organik. Hibah
Strategis Nasional Dikti Tahun ke-2.
Akbar, J., 2011. Identifikasi parasit pada ikan betok (Anabas
testudineus). Bioscientiae. Jurnal Ilmu-Ilmu Biologi. Vol.8.
No.2. ISSN 1693-4792. Hal: 36-45.
Akbar, J; M. Adriani, dan S. Aisiah., 2011. Pengaruh
Pemberian Pakan yang Mengandung Berbagai Level
Kromium (Cr+3) pada Salinitas yang Berbeda terhadap
Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas testudineus). Jurnal
Bionatura. Vol. 13. No.3. Hal : 248-254.
Ali, M.Z; M. Zaher; M.J. Alam, dan M.G. Hussain., 2012. Effect of dietary carbohydrate to lipid ratioson growth,
feed convertion, protein utilisation and body composition in climbing perch, Anabas testudineus. International Journal of Fisheries and Aquaculture. Vol. 4(1), pp.
1-6, 9 January, 2012.
Amornsakun, T; W. Sriwatana, dan P. Promkaew., 2005.
Some aspects in early life stage of climbing perch,
Anabas testudineus larvae. Songklanakarin J. Sci. Technol.
Vol. 27 (1): 403-418, 2005
Ansyari, P; R. Yunita; S. Asmawi, dan H. Kudsiah., 2008.
Telaah food habits dan bio-limnologi habitat ikan betok
(Anabas testudineus Bloch) di perairan rawa Kalimantan Selatan. J. Sains & Teknologi, April 2008, Vol. 8
No. 1: 73-80.
Anonim., 2005. Populasi Makin Berkurang. Pasok Ikan Papuyu Ditunggu. Demersal. Volume 1 Edisi Maret 2005.
Hal:22-23.
Anonim., 2006. Pemeliharaan Beberapa Jenis Ikan Lokal Air
Tawar. Departemen Pertanian Balai Informasi Penelitian. Banjarbaru.
77
Junius Akbar
Anonim., 2007. Teknologi Pembenihan dan Pembesaran Ikan
Papuyu (Anabas testudineus Bloch). Balai Budi Daya Air
Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan.
Asmat, G.S.M; N. Mohammad, dan N. Sultana., 2003.
Trichodian anabasi sp.n. (Cilioiphora: Trichodinidae)
from climbing perch, Anabas testudineus (Bloch, 1795)
(Anabantidae) in Chittagong. Pakistan Journal of Biological Sciences 6(3): 269-272, 2003.
Asmawi, S., 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. Gramedia, Jakarta.
Asyari., 2007. Pentingnya labirin bagi ikan rawa. Jurnal Bawal.
Vol.1 No.5 Agustus 2007. 161-167.
Azizi, A dan N.A. Wahyudi., 2001. Studi kelayakan penangkapan dan pemasaran ikan betok (Anabas testudineus)
di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.7 No.2. Pusat Riset Perikanan Budi Daya.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Hal: 70-78.
Burnawi., 2005. Teknik pemeriksaan isi usus ikan patin
darisungai Musi Sumatera Selatan. Buletin Teknik
Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan. Vol. 3, (1314) Tahun 2005.
Burnawi., 2008. Teknik menghitung fekunditas telur ikan
papuyu (Anabas testudineus) di Danau Panggang
daerah aliran sungai Barito, Kalimantan Selatan.
Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan.
Vol.6 No.1 Juni 2008: 15-16.
Chotipuntu, P dan P. Avakul., 2010. Aquaculture potential
of climbing perch, Anabas testudineus, in brackish water. Walailak Journal Sci & Tech 2010; 7(1): 15-21.
Devaraj, K.V., 1975. Culture of Air-Breathing Fishes. College
of Fisheries, Mangalore.
Djajasewaka, H., 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). Cetakan
I. Yasaguna, Jakarta.
78
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Djajasewaka, H; E. Tahapari, dan T. Pribadi., 1995. Formulasi
pakan untuk pembesaran ikan betok di kolam tadah
hujan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/
1995. Hal; 165-168.
Djauhari, R., 2006. Identifikasi potensi bakteri patogen pada
budi daya ikan betok (Anabas testudineus). Journal of
Tropical Fisheries. (2006) 1(1): 71-79.
Djuhanda, T., 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung.
Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusantara, Yogyakarta.
Ernawati, Y; M.M. Kamal, dan N.A.Y. Pellokila., 2009. Biologi
reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792)
di rawa banjiran sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(2): 113-127, 2009
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik
Perikanan). Rineka Cipta, Jakarta.
Hasan, M; A.K.S. Ahammad, dan Md. M.R. Khan., 2010. A
preliminary investigation into the production of Thai
Koi (Anabas testudineus) reared in nylon hapas in
Bangladesh. Bangladesh Research Publications Journal.
Vol. 4 pp. 15-23, May-June, 2010.
Hien, T.T.T; B.T. Thien; N.T. Phuong, dan M.N. Wilder., 2003.
Effects of Feeding Rates and Frequencies on Growth and
Survival Ratesof Climbing Perch (Anabas testudineus) Fingerlings. Research Topics of Aquaculture Production
in 2003.
Hossain, M.A; Z. Sultana; A.S.M. Kibria, dan K.M. Azimuddin., 2012. Optimum dietary protein requirement of a
Thai strain of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch,
1792) fry. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 12: 1-8 (2012)
Hughes, G.M dan B.N. Singh., 1970. Respiration in an-breathing fish, the climbing perch Anabas testudineus Bloch.
79
Junius Akbar
J. Exp. Biol. (1970), 53, 265-280.
Jacob, P.K., 2005. Studies on Some Aspects of Reproduction
of Female Anabas testudineus (Bloch). Departement of
Marine Biology, Microbiology and Biochemistry.
Cochin University of Science and Technology Cochin,
India.
Jalilah, M; Z.A. Aizam, dan J. Safiah., 2011. Early development of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch).
UMTAS. Hal : 516-521, 2011.
Khairina, R dan I.K. Khotimah., 2006. Studi komposisi asam
amino dan mikroflora pada wadi ikan betok. Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 7 No. 2 (Agustus 2006). Hal:
120-126.
Luangphai, P; C. Wongsawad; K. Kumchoo, dan P. Sripalwit.,
2004. Survey of Helminths in Climbing Perch (Anabas
testudineus) from Sai District, Chiang Mai Province.
Departement of Biology Faculty of Science, Chiang Mai
University, Chiang Mai, Thailand.
Mahmood, S.U; M.S. Ali, dan M.A.U. Haque., 2004. Effect of
different feed on larval/fry rearing of climbing perch,
Anabas testudineus (Bloch), in Bangladesh: II. growth
and survival. Pakistan J. Zool. Vol. 36 (1), pp. 13-19,
2004.
Mahmood, S.U., 2006. Comparison between single and double
injection of pituitary gland (PG) on the breeding performance of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch).
J. Bio. Sci. 14 : 57-60, 2006.
Mangalik, A., 1982. Energy Requirements of Fish Nutrition. Fisheries and Allied Aquaculture Departement Auburn
University. 55 pages.
Mangalik, A., 1986. Kebutuhan Protein Ikan Betok. I. Pengaruh
Tingkat Protein yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan
Konversi Makanan dari Ikan Betok (Anabas testudineus
80
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Bloch). Jurusan Budi Daya Perairan. Fakultas Perikanan. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
13 halaman.
Marimuthu, K; J. Arumugam; D. Sandragasan, dan R.
Jegathambigai., 2009. Studies on the fecundity of native fish climbing perch (Anabas testudineus, Bloch) in
Malaysia. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 3(3) : 266-274, 2009.
Marlida, R., 2008. Efek cekaman suhu terhadap penetasan
telur dan keragaan larva ikan papuyu (Anabas testudineus Bloch). Ziraa’ah. Vol. 22, No. 2, Juni 2008. Hal :
96-106.
Moitra, A; T.K. Ghosh, dan A. Pandey., 1987. Scanning electron microscopy of the post-embryonic stages of the
climbing perch, Anabas testudineus. Japanese Journal of
Ichthyology. Vol. 34, No.1, 1987: 53-58.
Mondal, M.N; J. Shahin; M.A. Wahab; M. Asaduzzaman, dan
Y. Yang., Comparison between cage and pond production of Thai climbing perch (Anabas testudineus) and
Tilapia (Oreochromis niloticus) under three management systems. J. Bangladesh Agril. Univ. 8(2): 313-322,
2010.
Morioka, S; S. Ito; S. Kitamura, dan B. Vongvichith., 2009.
Growth and morphological development of laboratoryreared larval and juvenile climbing perch Anabas
testudineus. Ichthyol Res. (2009) 56 : 162-171.
Mudjiman, A., 2000. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muhammad; H. Sunusi, dan I. Ambas., 2001. Pengaruh donor dan dosis kelenjar hipofisa terhadap ovulasi pemijahan dan daya tetas telur ikan betok (Anabas testudineus Bloch). Sci & Tech. Vol. 2, No. 2 (Agustus 2001).
Hal: 14-22.
81
Junius Akbar
Muhammad., 2001. Perkembangan embrio ikan betok (Anabas
testudineus Bloch). Fisheries and Oceanic Journal
Borneensis. Vol 2, No.1 (Agustus 2001). Hal:28-33.
Mulyanti, N; Yosmaniar; Jaelani, dan N. Suhenda., 1995.
Pengaruh pakan buatan dan ikan rucah terhadap
pertumbuhan ikan betok (Anabas testudineus) di kolam
tadah hujan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian
1994/1995. Hal; 181-186.
Mursidin; D. Sadili; Z. Nasution; A. Azizi; A. Wahyudi, dan
Tajerin., Status pemasaran ikan betok (Anabas
testudineus) di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar
Ilmiah Hasil Penelitian 1994/1995. Hal; 211-219.
Mustafa, Md.G; Md.J.Alam, dan Md.M. Islam., Effects of Some
Artificial Diets on The Feed Utilization and Growth of The
Fry of Climbing Perch, Anabas testudineus (Bloch, 1792).
Departement of Fisheries, University of Dhaka, Dhaka1000, Bangladesh.
Pandit, D.N dan T.K. Ghosh., 2007. Oxygen uptake in relation to group size in the juveniles of a climbing perch,
Anabas testudineus (Bloch). Journal of Environmental Biology. January 2007, 28(1) 141-143 (2007).
Peggy Reed, Ruth Francis-Floyd, dan Ruth Ellen Klinger.,
2009. Monogenean Parasites of Fish. FA-28. University
of Florida. IFAS Extension.
Phuong, N.T; P.T. Liem; V.T. Toan; T.T.T. Hien, dan L.V.
Tinh., 2002. Study on The Effects of Feeding Diets on
Growth of Climbing Perch (Anabas testudineus) Culturedi
n Garden Ditches. Technology Development for Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture
Production in 2002. Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University,
Cantho, Vietnam.
Priyadi, A; M. Yunus; P. Yuliati, dan Chumaidi., Penggunaan
82
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
berbagai jenis pakan bagi benih ikan betok. Prosiding
Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/1995. Hal; 169-173.
Pouder, Deborah. B; Eric W, dan Roy P.E. Yanong., 2005.
Common Freshwater Fish Parasites Pictorial Guide: Crustaceans. FA-115. University of Florida. IFAS Extension.
Pouder, Deborah. B; Eric W. Curtis, dan Roy P.E. Yanong.,
2005. Common Freshwater Fish Parasites Pictorial Guide:
Monogeneans. FA-111. University of Florida. IFAS Extension.
Rahman, M.A dan K. Marimuthu., 2010. Effects of different
stocking density on growth, survival and production
of endangered native fish climibing perch (Anabas
testudineus, Bloch) fingerlings in nursery ponds. Advances in Anvironmental Biology, 4(2): 178-186, 2010.
Rahman, M.M; H. Ferdowsy; M.A. Kashem, dan M.J. Foysal.,
2010. Tail and fin rot disease of indian major carp and
climbing perch in Bangladesh. Journal of Biological Sciences. 10(8): 800-804, 2010.
Saanin, H., 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan.
Penebar Swadaya.
Sahoo, P.K; P. Swain; S.K. Sahoo; S.C. Mukherjee, dan A.K.
Sahu., 2000. Pathology caused by the bacterium
Edwardsiella tarda in Anabas testudineus (Bloch). Asian
Fisheries Science. 13 (2000) : 357-362.
Slamat., 2009. Keanekaragaman Genetik Ikan Betok (Anabas
testudineus Bloch) pada Tiga Tipe Ekosistem Perairan
Rawa di Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis Magister.
Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor.
Srivastava, A dan J.P.N. Singh., 2012. Operculum of climbing perch Anabas testudineus: a histochemical investigation. J. Exp. Zool. India. Vol. 15, No.1, pp: 123-127,
2012.
Sularto; Rusmaedi, dan M. Sulhi., 1995. Pemberian pakan
83
Junius Akbar
hewani pada pembesaran ikan betok di kolam tadah
hujan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/
1995. Hal: 83-88.
Sunarto; Suriansyah, dan Sabariah., 2008. Pengaruh pemberian vitamin C ascorbic acid terhadap kinerja pertumbuhan dan respon imun ikan betok Anabas
testudineus Bloch. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 151159 (2008).
Suryanti. Yanti., 2003. Kemampuan Ikan Memanfaatkan
Karbohidrat sebagai Sumber Energi. Warta. Penelitian
Perikanan Indonesia. Vol 9 No.1. 2003. Edisi Akuakultur. Hal: 2-6.
Tjahjo, D.W.H dan K. Purnomo., 1998. Studi Interaksi Pemanfaatan pakan alami antar ikan sepat (Trichogaster
pectoralis), betok (Anabas testudineus), mujair (Oreochromis mossambicus), nila (O. niloticus), dan gabus (Channa
striatus) di rawa Taliwang. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol.IV No.3 Tahun 1998. Hal: 50-59.
Trieu, N.V dan D.N. Long., 2000. Seed Pr.oduction Technology
of Climbing Perch (Anabas testudineus): Preliminary Results on the Use of Hormone for Induced Reproduction.
Technology Development for Aquaculture Production.
Research Topics of Aquaculture Production in 2000.
Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University, Cantho, Vietnam.
Trieu, N.V dan D.N. Long., 2001. Seed Production Technology
of Climbing Perch (Anabas testudineus): A Study on the
Larval Rearing. Technology Development for Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture
Production in 2001. Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University,
Cantho, Vietnam.
Tuan, N.A; H.M. Hanh; L.M. Lan; D.N. Long; D.H. Tam; N.V.
84
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
Lanh, dan L.T.N. Thanh., 2002. Preliminary Results on
Rearing Climbing Perch (Anabas testudineus) in Concrete
Tanks and Earthen Ponds. Technology Development for
Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture Production in 2002. Fresh Water Aquaculture
Department, College of Agriculture, Cantho University, Cantho, Vietnam.
Van, K.V dan V.Q. Hoan., 2009. Intensive nursing climbing
perch (Anabas testudineus) in hapas using pellet feed
at different protein levels. J. Sci. Dev. 2009, 7(2): 239242.
Widodo, P., 2006. Budi Daya Ikan Papuyu (Anabas testudineus)
Skala Usaha. Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin.
Widodo, P; Bunasir; George Fauzan, dan Syafrudin., 2006.
Peningkatan Produksi Benih Ikan Papuyu Di Kolam Permanen. Laporan Perekayasaan. Balai Budidaya Air
Tawar Mandiangin.
Widodo, P; Bunasir; George Fauzan, dan Syafrudin., 2007.
Teknologi Budi Daya Ikan Papuyu (Anabas testudineus
Bloch). Balai Budi Daya Air Tawar Mandiangin.
Yasin, M. N., 2011. Marine yeast as immunostimulant toward
the activity of non specific immune respons of Aeromonas hydrophilla infected Climbing Perch (Anabas testudineus). Berkala Penelitian Hayati. Edisi Khusus: 6B (1925), 2011.
Yulianingsih, Reni., 2004. Analisis kecernaan pakan ikan
dengan indikator Cr 2O 3 . Buletin Teknik Litkayasa
Akuakultur. Vol. 3 No. 1 Tahun 2004 (9-12).
Zalina, I; C.R. Saad; A.A. Rahim; A. Christianus, dan S.A.
Harmin., 2011. Breeding performance and the effect
of stocking density on the growth and survival of
climbing perch, Anabas testudineus. Journal of Fisheries
and Aquatic Science.. 6(7) : 834-839, 2011.
85
Junius Akbar
Zalina, I; C.R. Saad; A. Christianus, dan S.A. Harmin., 2012.
Induced breeding and embryonic development of
climbing perch (Anabas testudineus, Bloch). Journal of
Fisheries and Aquatic Science. 2012. Hal: 1-16.
Zonneveld N, Huisman E.A, Boon J.H., 1991. Prinsip-Prinsip
Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
86
GLOSARIUM
Adaptasi adalah masa penyesuaian suatu organisme dalam
lingkungan baru.
Aerasi adalah pemberian udara ke dalam air untuk penambahan oksigen.
Aklimatisasi adalah penyesuaian suatu organisme (ikan)
dalam lingkungan baru, pada seluruh kondisi lingkungan.
Aseksuil adalah perkembangbiakan tidak melalui perkawinan.
Biomassa adalah bobot seluruh bahan hidup (organik) pada
satuan luas dalam suatu waktu tertentu.
Budi Daya adalah suatu kegiatan pemeliharaan suatu
organisme.
Budi Daya Perairan adalah pengusahaan budi daya organisme
akuatik termasuk ikan, moluska, krustasea, dan
tumbuhan akuatik. Kegiatan usaha budi daya
menyiratkan semacam intervensi dalam proses
pemeliharaan untuk meningkatkan produksi, seperti
penebaran teratur, pemberian pakan, perlindungan
terhadap pemangsa, dan seterusnya. Pengusahaan
budi daya juga menyiratkan kepemilikan perorangan
atau badan usaha dari stok yang dibudidayakan.
Disiphon adalah membersihkan badan air dengan menge-
87
Junius Akbar
luarkan kotoran bersama sebagian jumlah air.
Fitoplankton adalah plankton tumbuhan.
Fekunditas adalah kemampuan reproduksi ikan yang
ditunjukkan dengan jumlah telur yang ada dalam
ovarium ikan betina.
Fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan
selama hidupnya.
Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau
panjang.
Fekunditas populasi adalah jumlah semua telur dari semua
fekunditas mutlak ikan betina yang akan memijah,
yaitu semua telur yang akan dikeluarkan dalam satu
musim pemijahan.
Fertilisasi adalah penyatuan gamet haploid untuk menghasilkan suatu zigot diploid.
Ginogenesis adalah proses perkembangan embrio yang berasal
dari telur tanpa kontribusi material genetik jantan.
Gonad adalah organ seks jantan dan betina, organ penghasil
gamet pada sebagianbesar hewan.
Gonadotropin adalah hormon yang merangsang aktivitas testes dan ovarium.
Habitat adalah tempat hidup suatu organisme.
Herbivora adalah hewan heterotropik yang memakan
tumbuhan.
Hipofisasi adalah salah satu teknik dalam pengembangbiakan
ikan dengan cara menyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa kepada induk ikan untuk mempercepat tingkat
kematangan gonad.
Hormon adalah bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk
dalam sel-sel khusus pada kelenjar endokrin. Hormon
disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke
organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi
tertentu secara fisiologik dan biokimia.
Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian
88
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan
perairan (UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan).
Pengertian ikan menurut UU No. 16 Tahun 1992
Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
meliputi:
ƒ Ikan bersirip (Pisces)
ƒ Udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (Crustacea)
ƒ Kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (Mollusca)
ƒ Ubur-ubur dan sebangsanya (Coelenterata)
ƒ Teripang, bulu babi, dan sebangsanya (Echinodermata)
ƒ Kodok dan sebangsanya (Amphibia)
ƒ Buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan
sebangsanya (Reptilia)
ƒ Paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (Mammalia)
ƒ Rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang
hidupnya di dalam air (Algae).
ƒ Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan
jenis-jenis tersebut di atas, termasuk ikan yang
dilindungi.
Inkubasi adalah masa penyimpanan.
Kelenjar hipofisa adalah kelenjar kecil di bagian otak bawah
yang menghasilkan berbagai macam hormone yang
dibutuhkan pada makhluk hidup.
Kepadatan adalah masa persatuan volume yang biasanya
dihitung dalam gram/cm3 atau jumlah sel/mL.
Kisaran toleransi adalah setiap organisme mempunyai suatu
minimum dan maksimum ekologis dari kisaran
toleransi organisme terhadap kondisi faktor lingkungannya.
Larva adalah organisme yang belum dewasa yang baru keluar
89
Junius Akbar
dari telur atau stadia setelah telur menetas.
Makanan adalah hasil dari proses pengolahan bahan pangan
yang siap dimakan.
Nauplii adalah bentuk stadia setelah menetas pada krustacea
arau kopepoda.
Omnivora adalah organisme pemakan segala.
Osmoregulasi adalah proses penyesuaian tekanan osmosa oleh
suatu organisme dalam suatu lingkungan.
Ovulasi adalah proses terlepasnya sel telur dari folikel.
Pakan adalah hasil olahan bahan pangan yang dikonsumsi
hewan dan ikan.
Pakan alami adalah pakan hidup bagi ikan yang tumbuh di
alam tanpa campur tangan manusia secara langsung.
Pakan buatan adalah hasil prosesing berbagai bahan baku
sedemikian rupa sehingga sukar dikenal lagi bahan
asalnya.
Patogen adalah organisme penyebab penyakit
Pemijahan adalah proses peletakan telur atau perkawinan
Pengapuran adalah menebar kapur hingga merata keseluruh
bagian dalam kolam (tanah dasar dan pematang).
Penyakit ikan adalah:
a. Suatu keadaan patologi dari tubuh yang ditandai
dengan adanya gangguan histologi atau psikologis.
b. Keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang
mengalami perubahan dari kondisi normal.
c. Sebagai suatu bentuk abnormalitas dalam struktur
atau fungsional yang disebabkan oleh organisme
hidup melalui tanda-tanda yang spesifik.
d. Dapat terjadi karena hubungan tiga faktor utama
yaitu inang (host), penyebab penyakit (pathogen),
dan lingkungan (environment).
Penyakit infeksi adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit (protozoa, cacing, krustasea), jamur, bakteri,
dan virus. Karakteristik khusus yang terdapat pada
90
Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis
penyakit infeksi adalah kemampuan untuk menularkan penyakit dari satu ikan ke ikan yang lain secara
langsung.
Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
perubahan lingkungan, disebabkan oleh defisiensi
nutrisi, dan genetik.
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Plankton adalah organisme terapung yang pergerakannya
tergantung arus air.
Predator adalah organisme yang memangsa hewan lainnya.
Pupuk adalah semua bahan yang diberikan pada media
budidaya dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan
fisik, kimia, dan biologi media budidaya.
Pupuk organik adalah pupuk kandang dan limbah atau sisa
tanaman yang mengandung 4-50% karbon pada berat
keringnya.
Pupuk anorganik adalah nutrisi anorganik dalam komposisi
sederhana yang mempunyai komponen minimum satu
jenis dari bahan N-P-K.
Reproduksi adalah proses perkembangbiakan baik secara aseksual maupun seksual
Salinitas adalah konsentrasi semua ion-ion terlarut dalam air
dan dinyatakan dalam mg per liter atau bagian per
juta atau promil. Salinitas adalah jumlah kandungan
bahan padat dalam satu kilogram air laut, dalam hal
mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida,
brom, dan yodium yang telah disetarakan dengan klor
dan bahan organik yang telah dioksidasi.
Seksual adalah perkembangbiakan melalui perkawinan.
Seks reversal adalah proses pembalikan kelamin dengan
91
Junius Akbar
menggunakan metode tertentu.
Seleksi adalah pemisahan populasi dasar yang digunakan ke
dalam kedua kelompok, yaitu kelompok terpilih dan
kelompok yang harus terbuang.
Stress adalah organisme yang terdedah pada suatu kondisi
lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya.
Zooplankton adalah plankton hewani.
92
TENTANG PENULIS
JUNIUS AKBAR, lahir di Surabaya, 4
Juni 1966. Sejak tahun 1993 sampai sekarang bekerja sebagai tenaga edukatif pada
Fakultas Perikanan, Universitas Lambung
Mangkurat (Unlam) dan Program Pasca
Sarjana Ilmu Perikanan Unlam. Pendidikan S-1 ditempuh di Program Studi Budi
Daya Perairan Fakultas Perikanan, Unlam dan selesai tahun
1993. Pendidikan S-2 di Program Studi Biologi kekhususan
Ekologi Hewan, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan selesai
tahun 2002.
Selain itu Penulis juga menempuh pendidikan Diploma I
Program Studi Pengelolaan Lingkungan Fakultas MIPA,
Universitas Terbuka, dan selesai tahun 1998. Saat ini jabatan
fungsionalnya Lektor Kepala pada bidang keilmuan Budi
Daya Perairan-Manajemen Kesehatan Ikan dan Lingkungan.
Buku yang sedang berada di tangan Anda ini merupakan
buah karya yang pertama diterbitkan. Sebelumnya penulis
telah menulis Buku Ajar: Biologi Laut (2005), Buku Ajar:
Toksikologi Lingkungan (2006), Buku Ajar: Budi Daya Pakan
Alami (2008), Buku Ajar: Manajemen Peningkatan Produksi
93
Junius Akbar
(2009), dan Buku Ajar: Manajemen Kesehatan Ikan (2011). Tiga
buku ajar terakhir merupakan buku ajar yang mendapatkan
hibah penulisan buku ajar Perguruan Tinggi oleh DP2MDikti.
94
Download