IKAN BETOK BUDI DAYA DAN PELUANG BISNIS Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 : 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 : 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Junius Akbar IKAN BETOK BUDI DAYA DAN PELUANG BISNIS Kata Pengantar Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si (Ketua Lembaga Penelitian Unlam) Eja_Publisher, 2012 Ikan Betok: Budi Daya dan Peluang Bisnis ©Junius Akbar Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Eja Publisher, Yogyakarta, Juni, 2012 Kronggahan, Gamping, Sleman, 085228114879 Email: [email protected] Penulis: Julius Akbar Layout/Cover: Aqil NF Pracetak: Azet Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ikan Betok: Budi Daya dan Peluang Bisnis Yogyakarta: Eja_Publisher, 2012 xvi + 94 hlm.: 15 x 23 cm ISBN: 978-979-1407-35-9 PRAKATA Salah satu spesies ikan lokal air tawar di Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ikan budi daya adalah ikan betok atau ikan papuyu (Anabas testudineus). Budi daya ikan betok yang sudah dikembangkan di Kalimantan Selatan meliputi usaha pembenihan dan pembesaran di kolam, karamba, bak terkontrol (bak beton), dan fish pen (hampang). Peluang pasar untuk komoditas ikan betok cukup bagus karena diminati masyarakat sebagai ikan konsumsi dengan harga kisaran Rp.40.000-Rp.60.000/kg. Selama ini kebutuhan benih ikan betok maupun ikan konsumsinya masih mengandalkan hasil penangkapan di alam, sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan jumlah populasi ikan betok di alam. Untuk mengatasi hal tersebut, maka usaha budi daya menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, baik dalam masyarakat pembudidaya maupun pelaku usaha perikanan lainnya karena teknologi budi daya ikan betok sudah tersedia. Pengembangan budi daya ikan betok yang sudah dilakukan melalui penerapan teknologi pembenihan dan pembesaran dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani dan dapat menciptakan peluang usaha yang v Junius Akbar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ikan betok banyak ditemui di perairan umum seperti danau, sungai, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Selain di perairan tawar ikan betok dapat hidup di perairan payau. Ikan betok dikenal sebagai pemakan segala-galanya (omnivora), makanannya berupa tumbuh-tumbuhan air seperti eceng gondok, kiambang, gulma itik, kiapu, ikan-ikan kecil, udang-udang renik, hewan-hewan kecil lainnya, dan serangga. Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan, di mana fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pakan yang berasal dari alam tidaklah cukup untuk kebutuhan ikan, maka diperlukan pakan buatan yang tepat dan berkesinambungan. Keperluan pakan memberikan kontribusi lebih dari 50% dari biaya produksi. Semua jenis ikan membutuhkan zat-zat gizi yang baik untuk kelangsungan hidupnya. Selain kualitas, jumlah dan komposisi zat-zat gizi tersebut juga harus diperhatikan agar dapat memenuhi kebutuhan ikan. Jumlah dan komposisi zatzat gizi yang harus ada dalam pakan ikan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Buku ini memuat enam bab. Bab pertama membahas sekilas dan ringkas tentang isi dari bab 2 sampai bab 6 sebagai pengantar dan sebagai jalan cepat untuk mengetahui isi buku secara keseluruhan. Bab 2, membahas tentang biologi dan ekologi ikan betok. Bab 3, membahas tentang teknologi pembenihan ikan betok. Bab 4, tentang teknologi pembesaran ikan betok dalam kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap. Bab 5, membahas tentang serba serbi ikan betok meliputi hama dan penyakit yang sering menyerang ikan betok serta masakan khas berbahan baku dari ikan betok. Bab 6, membahas vi Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis peluang pengembangan usaha budi daya ikan betok yang dilihat dari analisis usaha budi daya ikan betok baik pembenihan dan pembesaran di kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa S1 dan S2 di Fakultas Perikanan Unlam yang telah membantu penulis dalam penelitian dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada DP2M-Dikti yang telah memberikan bantuan dana berupa skim (Dosen Muda, Kajian Wanita, Hibah Pekerti, Hibah Fundamental, dan Hibah Strategis Nasional), Program I-MHERE B.1 Batch II, dan DIPA Unlam untuk penelitian yang penulis laksanakan. Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam pengembangan teknologi budi daya ikan betok yang hasilnya diharapkan dapat diadopsi masyarakat pembudidaya sehingga memberikan peluang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Banjarmasin, 4 Juni 2012 Junius Akbar vii KATA PENGANTAR Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat Seorang dosen wajib mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak hanya dalam bentuk pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat saja, tetapi juga dalam bentuk karya yang berupa buku, artikel ilmiah, bahan ajar, dan paten. Empat bentuk karya terakhir sebenarnya lebih monumental dibandingkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain bisa dijadikan bahan referensi tanpa perlu bertatap muka langsung dengan dosen bersangkutan, karya-karya ini lebih bersifat tahan lama atau relatif abadi. Sayangnya, walaupun lebih monumental, ternyata banyak dosen yang merasa terbebani untuk menghasilkan karya seperti ini. Keterbebanan seperti ini sudah seharusnya dihindari. Sebagai ketua Lembaga Penelitian Unlam, saya menyambut baik terbitnya buku Ikan Betok Budi Daya dan Peluang Bisnis yang sebetulnya merupakan ide, gagasan, dan hasil penelitian si penulis yang didanai oleh Dikti dan DIPA Unlam. Buku ini membuktikan bahwa dosen sebenarnya mampu ber- viii Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis karya lebih banyak dan mampu mewujudkan hasil penelitian menjadi sebuah buku, yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat banyak. Pada sisi lain, buku ini juga menunjukkan bahwa Unlam memiliki sumber daya manusia handal. Sebagai institusi kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan, kemampuan Unlam tentu tidak diragukan. Unlam selalu siap dan terbuka untuk bekerja sama mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya masyarakat untuk kesejahteraan daerah. Saya berharap penerbitan buku ini membangkitkan niat, minat, dan gairah para dosen Unlam untuk terus ikut berperan serta mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta budaya (ipteksb) pada masyarakat. Dengan demikian, para dosen Unlam, tidak lagi dianggap seperti menara gading, yang hanya bagus dipandang, tetapi tidak menghasilkan dan memberikan karya bermanfaat bagi masyarakat. Unlam memang harus berubah menjadi menara air yang mampu mendistribusikan “air pengetahuan” kepada masyarakat di sekitarnya dan masyarakat luas. Atas nama Lembaga Penelitian Unlam, saya mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada Junius Akbar yang menyumbangkan ide, gagasan, dan hasil penelitian dalam bentuk buku untuk memajukan bidang perikanan di Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan Selatan pada khususnya. Saya berharap hal ini dapat diikuti oleh civitas akademika Unlam. Saya yakin mereka mampu berbuat lebih untuk mengharumkan nama Unlam. Ketua Lemlit Unlam Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si. ix DAFTAR ISI Prakata ~ v Kata Pengantar ~ viii Daftar Tabel ~ xii Daftar Gambar ~ xiv I PENDAHULUAN ~ 1 II SEKILAS TENTANG IKAN BETOK ~ 5 A. Mengenal Ikan Betok ~ 5 B. Klasifikasi ~ 7 C. Morfologi Ikan Betok ~ 8 D. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Betok ~ 9 III TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN BETOK ~ 17 A. Pemeliharaan Induk ~ 18 B. Seleksi Induk ~ 19 C. Pemijahan ~ 20 D. Penetasan Telur ~ 21 E. Pemeliharaan Larva ~ 26 F. Pakan dan Pemberian Pakan ~ 32 G. Pengelolaan Kualitas Air ~ 33 IV TEKNOLOGI PEMBESARAN IKAN BETOK ~ 34 A. Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam ~ 34 x Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis B. Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba ~ 38 C. Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen (Hampang) ~ 45 D. Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap ~ 48 V SERBA SERBI IKAN BETOK ~ 51 A. Hama dan Penyakit Ikan Betok ~ 51 B. Aneka Masakan Ikan Betok ~ 58 VI ANALISIS USAHA BUDI DAYA IKAN BETOK ~ 64 A. Potensi Sumber Daya ~ 64 B. Peluang Pasar ~ 65 C. Analisis Usaha ~ 66 D. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok ~ 68 E. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam ~ 70 F. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba ~ 72 G. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen ~ 73 H. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap ~ 74 DAFTAR PUSTAKA ~ 76 GLOSARIUM ~ 87 TENTANG PENULIS ~ 93 xi DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kebiasaan Makan Ikan Sepat, Betok, Mujair, Nila, dan Gabus 3.1. Waktu Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur Ikan Betok dari Terbuahi hingga Menetas 3.2. Kecepatan Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus) Selama Masa Inkubasi dalam Akuarium 3.3. Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus) 3.4. Tingkat Kelangsungan HidupLarva Ikan Betok (Anabas testudineus) 3.5. Rerata Pertumbuhan Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) 3.6. Jenis, Dosis, dan Frekuensi Pemberian Pakan Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) 4.1. Komposisi Bahan Pellet 4.2. Pembesaran Ikan Betok pada Berbagai Tempat Pemeliharaan 5.1. Interval Berat dan Panjang Baku, Organ Terinfeksi, dan Jenis Parasit pada Ikan Betok xii Hlm 13 23 25 26 28 31 33 37 50 54 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis 5.2. Kadar Protein dan Asam Amino pada Ikan Betok Segar dan Wadi 6.1. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok 6.2. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam 6.3. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba 6.4. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen 6.5. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap 62 68 70 72 73 74 xiii DAFTAR GAMBAR Hlm Papuyu Baubar 5 Ikan Betok (Anabas testudineus) 8 Habitat Ikan Betok 10 Kromium 14 Kolam dan Bak Pemeliharaan Induk Ikan Betok 18 Seleksi Induk Betina dan Jantan Ikan Betok 20 Hormon Ovaprim dan Penyuntikan Induk 21 Ikan Betok 22 3.4. Telur Ikan Betok 22 3.5. Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur Ikan Betok 27 3.6. Larva Ikan Betok 27 3.7. Pemeliharaan Larva dalam Akuarium 29 3.8. Nauplii Artemia 30 3.9. Pemeliharaan Larva dalam Hapa 31 3.10. Perkembangan Larva dan Juvenil Ikan Betok, Anabas testudineus 32 3.11. Pengeringan Air Kolam 35 4.1. Kolam 39 4.2. Karamba dan Tutup Karamba 42 4.3. Pemasangan Karamba Terendam Sebagian Gbr 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 3.1. 3.2. 3.3. xiv Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis 4.4. 4.5. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7. 5.8. 5.9. Fish Pen atau Hampang Jaring Tancap Ikan Betok yang Terserang Jamur Tiga Genus Umum Monogenea (Peggy et al, 2009) Morfologi Trichodina (Pouder et al, 2005) Morfologi Lernaea sp. (Pouder et al, 2005) Persentase Cacing yang Ditemukan pada Ikan Betok (Luangphai et al, 2004) Papuyu Baubar Papuyu Goreng Wadi Ikan Betok Wadi Papuyu Asam Manis 46 49 53 55 56 57 58 59 60 61 63 xv 1 PENDAHULUAN Pembangunan perikanan di Indonesia dilakukan melalui usaha penangkapan ikan dan usaha budi daya ikan. Dari tahun ke tahun peningkatan produksi perikanan dari usaha penangkapan ikan cenderung mengalami penurunan, sedangkan produksi perikanan dari usaha budi daya ikan mempunyai kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan. Untuk memenuhi kebutuhan produksi perikanan yang terus meningkat dan untuk menjaga supaya kegiatan penangkapan ikan tetap berkelanjutan, sudah saatnya dilakukan upaya peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi budi daya baik di perairan tawar, payau, dan laut. Salah satu spesies ikan lokal di Kalimantan terutama di Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ikan budi daya adalah ikan betok atau ikan papuyu (Anabas testudineus). Budi daya ikan betok yang sudah dikembangkan di Kalimantan Selatan meliputi usaha pembenihan dan pembesaran di kolam, karamba, fish pen (hampang), dan jaring tancap. Peluang pasar untuk komoditas ikan betok cukup bagus karena diminati masyarakat sebagai ikan konsumsi dengan harga kisaran Rp.40.000-Rp.60.000/ 1 Junius Akbar kg. Selama ini kebutuhan benih ikan betok maupun ikan konsumsinya masih mengandalkan hasil penangkapan di alam, sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan jumlah populasi ikan betok di alam. Untuk mengatasi hal tersebut, maka usaha budi daya menjadi pilihan yang tepat untuk dilakukan, baik dalam masyarakat pembudidaya maupun pelaku usaha perikanan lainnya karena teknologi budi daya ikan betok sudah tersedia. Pengembangan budi daya ikan betok yang sudah dilakukan melalui penerapan teknologi pembenihan dan pembesaran dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani dan dapat menciptakan peluang usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Buku ini terdiri dari 6 bab yang disusun sedemikian rupa dengan harapan apa yang ditulis mudah dipahami. Dalam bab 1 ini, dibahas secara sekilas dan ringkas tentang isi dari bab 2 sampai bab 6 sebagai pengantar dan sebagai jalan cepat untuk mengetahui isi buku secara keseluruhan. Bab 2. Sekilas tentang Ikan Betok Dalam bab 2, dibahas tentang biologi dan ekologi ikan betok. Ikan betok sering disebut sebagai ikan pejalan (walking fish atau climbing perch). Ikan betok memiliki sifat biologi yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya dalam hal pemanfaatan air sebagai media hidupnya. Kelebihan tersebut adalah ikan betok memiliki labyrinth yang berfungsi sebagai alat pernafasan tambahan. Ikan betok hidup di perairan umum seperti danau, sungai, rawa, dan di perairan payau. Ikan ini merupakan organisme air yang termasuk euryhaline, yaitu mampu bertahan hidup pada rentang salinitas yang lebar. Kebiasaan makan ikan betok terdiri atas makrofita (88,5%), detritus 2 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis (5,0%), dan fitoplankton (6,5%), sehingga dapat dikatakan ikan betok merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora. Kendala utama pengembangan budi daya ikan betok adalah rendahnya laju pertumbuhan ikan betok. Untuk mencapai ukuran konsumsi (75-100 g/ekor) diperlukan satu tahun lebih pemeliharaan. Hal ini disebabkan pemanfaatan karbohidrat oleh ikan betok rendah, sehingga penyerapan energi pakan tidak efisien. Penyebab kurang mampunya ikan memanfaatkan karbohidrat pakan, karena ikan tidak memiliki enzim pencernaan karbohidrat yang memadai di saluran pencernaan dan kemampuan sel untuk memanfaatkan glukosa. Untuk masuk ke dalam sel, glukosa perlu dibantu oleh insulin. Aktivitas insulin dapat ditingkatkan melalui pemberian kromium dalam pakan. Bab 3. Teknologi Pembenihan Ikan Betok Dari judul babnya, kita dapat memperkirakan isi dari bab ini, yaitu teknologi pembenihan ikan betok. Pemijahan ikan betok dilakukan secara semi buatan dengan penyuntikan hormon ovaprim dosis 0,5 mL/kg bobot induk. Selain dengan hormon ovaprim, juga dapat digunakan hormon HCG dosis 3.000 IU/kg bobot induk, dan hormon hipofisa 10 mg/kg bobot ikan. Keberhasilan perekayasaan teknologi produksi ikan betok telah membuka peluang untuk pengembangan pembesaran ikan betok. Bab 4. Teknologi Pembesaran Ikan Betok Bab ini membahas tentang teknologi pembesaran ikan betok. Budi daya ikan betok yang sudah dilakukan, yaitu pembesaran ikan betok di kolam, karamba, fish pen (hampang), dan jaring tancap. 3 Junius Akbar Bab 5. Serba Serbi Ikan Betok Faktor yang sering menimbulkan kematian selama pemeliharaan ikan betok adalah hama dan penyakit. Hama yang biasa menyerang ikan betok bersifat predator, yaitu pemangsa larva atau benih ikan betok. Sedangkan jenis penyakit yang sering menyerang ikan betok berupa parasit, jamur, dan bakteri. Ikan betok merupakan ikan yang menjadi primadona di beberapa daerah di Indonesia terutama di pulau Kalimantan dan khususnya di Kalimantan Selatan memiliki masakan khas berbahan baku dari ikan betok, diantaranya adalah papuyu baubar, papuyu goreng, wadi papuyu, dan pakasam papuyu. Bab 6. Analisis Usaha Budi Daya Ikan Betok Peluang pengembangan usaha budi daya ikan betok dapat dilihat dari aspek potensi sumber daya, peluang pasar, dan analisis usaha apakah kegiatan budi daya tersebut menguntungkan atau tidak. Analisis usaha dilakukan untuk melihat prospek usaha yang akan dijalankan di masa mendatang, yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keuntungan di dalam pengembangan usaha budi daya ikan betok mulai dari kegiatan pembenihan sampai pembesaran mencapai ukuran konsumsi baik yang dilakukan di kolam, karamba, fish pen (hampang), maupun jaring tancap. Penulis berharap bahwa setelah membaca buku ini, pembaca akan mengetahui biologi dan ekologi ikan betok, pengembangan teknologi budi daya pembenihan ikan betok, pengembangan teknologi budi daya pembesaran ikan betok yang hasilnya diharapkan dapat diadopsi masyarakat pembudidaya, dan peluang usaha budi daya ikan betok untuk masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya dan pelestarian plasma nutfah. 4 2 SEKILAS TENTANG IKAN BETOK A. Mengenal Ikan Betok Coba tanya orang suku Banjar (Kalimantan Selatan), makanan apa yang paling dinanti untuk dinikmati? Jawabannya pasti kompak, “papuyu baubar”. Ya, ikan betok atau ikan papuyu (Anabas testudineus) yang dibakar memang makanan favorit masyarakat Kalimantan Selatan dan Kalimantan umumnya (Gambar 2.1). Gambar 2.1. Papuyu Baubar. Rasa dagingnya yang khas, gurih, dan enak serta menjadi ikan primadona masyarakat Kalimantan (suku Banjar), membuat masyarakat daerah itu tak bisa sedetik pun melupakan ikan betok. Sayangnya, selama ini pasok ikan betok lebih banyak diperoleh dari hasil tangkapan. Padahal, 5 Junius Akbar mengandalkan tangkapan apalagi yang gila-gilaan, jelas bakal mengancam kelestarian ikan betok. Saat ini populasi ikan betok bisa dibilang mengalami penurunan. Hal ini bisa dilihat dari semakin sulitnya mencari ikan betok di pasaran. Sesuai hukum ekonomi, makin sedikit barang makin tinggi harganya. Jika dulu harga ikan betok cuma Rp.8.000-Rp.10.000/kg, sekarang harganya melonjak tinggi. Harga ikan betok saat ini berkisar Rp.40.000Rp.60.000/kg, semakin besar ikannya, semakin mahal harganya. Jika kita tak bisa mengandalkan hasil tangkapan lantas apa yang jadi pilihan ?. Apalagi harga ikan betok terlanjur menarik. Jawabannya jelas, budi daya ikan betok. Berdasarkan perhitungan ilmiah, budi daya ikan betok layak dan menguntungkan. Ikan betok mempunyai prospek yang sangat penting dan potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi sebagai ikan konsumsi. Di Kalimantan Selatan sampai saat ini, bentuk usaha budidayanya masih bersifat skala rumah tangga (back yard culture) sebagai hobi dan usaha sampingan. Selama ini kebutuhan ikan betok baik ukuran benih maupun konsumsi masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga mengakibatkan penurunan jumlah populasinya di alam. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka sudah saatnya dilakukan usaha budi daya ikan betok agar mampu diandalkan untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan protein hewani dimasa yang akan datang. Secara umum, usaha budi daya ikan mencakup dua aspek usaha, yaitu usaha pembenihan dan usaha pembesaran. Usaha pembenihan merupakan usaha yang sangat penting dalam kegiatan budi daya. Penyediaan benih dalam kualitas maupun kuantitas yang memadai akan menentukan 6 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis keberhasilan usaha budi daya tersebut. Penyediaan benih dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menangkap benih dari alam dan melakukan produksi benih dari hasil pemijahan buatan (artificial propagation). Benih yang ditangkap dari alam, pada dasarnya tidak tersedia secara terus menerus sepanjang waktu, jumlahnya terbatas, dan ketersediaannya juga masih bergantung pada kondisi lingkungan. Lain halnya dengan benih hasil pemijahan buatan, mampu menyediakan benih setiap waktu, tidak terpengaruh musim, dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Tindakan untuk membudidayakan ikan betok telah dilakukan oleh Fakultas Perikanan Unlam dan Balai Budi Daya Air Tawar Mandiangin, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dengan melakukan pemijahan secara semi buatan dengan hasil derajat fertilisasi di atas 90% dan derajat penetasan telur sebesar 95%. Tingkat kelangsungan hidup larva selama di dalam akuarium mencapai 90% (13.500 ekor/ induk). Setiap hari larva diberi pakan alami berupa artemia sampai kenyang (at satiation). B. Klasifikasi Klasifikasi ikan betok, sebagai berikut : Filum : Chordata SubFilum : Vertebrata Kelas : Pisces SubKelas : Teleostei Ordo : Labyrinthici SubOrdo : Anabantoidei Familia : Anabantidae Genus Species : Anabas : Anabas testudineus 7 Junius Akbar Ikan betok sering disebut sebagai ikan pejalan (walking fish atau climbing perch). Keterampilan untuk berjalan jauh di darat sudah sangat dikenal, menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada, dan tutup insang yang keras digunakan untuk mendukung bobot badan. Sebenarnya tutup insang ikan betok berfungsi sebagai kaki tambahan waktu ikan ini berjalan di darat, tutup insang yang berduri ini direntangkan untuk menjaga keseimbangan, sedangkan sirip dada dan sirip ekor mendorong untuk maju. Di Indonesia dan Asia Tenggara lain, ikan betok merupakan ikan konsumsi dan di Kalimantan Selatan selain sebagai ikan konsumsi juga merupakan ikan primadona dan disukai masyarakat dengan harga yang cukup mahal. Sebagai ikan yang hidup di rawa-rawa ikan ini mampu bertahan hidup di luar air dalam waktu yang cukup lama, asal kulit tetap basah. Ikan betok dalam pemijahan menyukai tempat di rawa-rawa lebak pada habitat yang banyak ditumbuhi tanaman kumpai (Gramineae). Selain itu ikan ini juga sering disebut ikan puyu atau papuyu (Gambar 2.2). Gamabar 2.2. Ikan Betok (Anabas testudineus). C. Morfologi Ikan Betok Secara morfologi ikan betok mempunyai bentuk tubuh lonjong, lebih ke belakang menjadi pipih. Kepalanya besar, 8 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis mulut tidak dapat ditonjolkan. Seluruh badan dan kepalanya bersisik kasar dan besar-besar. Warna kehijau-hijauan, gurat sisi sempurna, tetapi di bagian belakang di bawah sirip punggung yang berjari-jari lunak menjadi terputus dan dilanjutkan sampai ke pangkal ekor. Pinggiran belakang disirip ekor berbentuk bulat. Sirip punggung memanjang mulai dari kuduk sampai depan pangkal sirip ekor, bagian depan disokong oleh 16-19 jari-jari keras, bagian belakang lebih pendek dari bagian depan dengan 7-10 jari-jari lunak. Sirip dubur lebih pendek dari sirip punggung dan sebelah depannya disokong oleh 910 jari-jari keras yang tajam dan bagian belakangnya disokong oleh 8-11 jari-jari lunak. Sirip dada tidak mempunyai jari-jari keras, disokong oleh 14-16 jari-jari lunak yang letaknya lebih ke bawah pada badan di belakang tutup insang. Sirip perut letaknya di depan, di bawah sirip dada, disokong oleh jari-jari keras yang besar berujung runcing dan jari-jari lunak. Jari-jari keras dari sirip dapat digerakkan dan dapat digunakan untuk bergerak pada permukaan lumpur yang kering. Pangkal-pangkal dari sirip dada, sirip ekor, sirip punggung, dan sirip dubur yang ada mempunyai jari-jari lunak, semuanya mengandung otot dan ditutupi dengan sisik yang kecil-kecil. D. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Betok Ikan betok banyak ditemui di perairan umum seperti danau, sungai, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Selain di perairan tawar ikan betok dapat hidup di perairan payau. Di samping itu ikan ini umumnya ditemukan di rawa, sawah dan parit, juga pada kolam yang mendapatkan air atau berhubungan dengan saluran air terbuka. 9 Junius Akbar Gambar 2.3. Habitat Ikan Betok. Daerah penyebarannya meliputi Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua. Di alam ikan betok tumbuh normal pada kisaran kualitas air untuk suhu 24-340C dan derajat keasaman atau pH berkisar 4-8. Ikan betok tahan terhadap kekeringan dan kadar oksigen yang rendah. Kadang-kadang tahan hidup satu minggu tanpa air, bahkan mampu hidup di lumpur yang mengandung sedikit air selama 1-2 bulan. Ikan betok memiliki sifat biologis yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya dalam hal pemanfaatan air sebagai media hidupnya. Salah satu kelebihan tersebut adalah bahwa ikan betok memiliki labirin yang berfungsi sebagai alat pernafasan tambahan. Nama labirin diberikan karena ikan ini mempunyai alat pernafasan tambahan, yaitu Labyrinth yang terletak di bagian atas rongga insang. Ikan betok bernafas dengan menghirup udara bebas di permukaan air. Labirin ini terdiri atas lapisanlapisan kulit yang berlekuk-lekuk dan mengandung banyak pembuluh darah. Udara masuk lewat mulut dan dipompakan ke dalam organ labirin tempat terjadi pertukaran gas. Oksigen akan larut ke dalam darah dan karbondioksida (CO2) dikeluarkan. Pada kebanyakan ikan labirin, pernafasan normal dengan insang sangat berkurang, sehingga ikan akan tenggelam apabila dihalangi muncul ke permukaan air untuk 10 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis menghirup udara. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian terhadap kondisi buruk di suatu perairan seperti di sungai yang tercemar atau rawa-rawa yang kadar oksigen rendah, terutama saat musim kemarau. Organ labirin tidak berkembang sebelum anak ikan berumur beberapa minggu, karena kebutuhan oksigen pada ikan yang belum dewasa dapat dipenuhi oleh pernafasan normal melalui insang. Hal ini sangat efektif dalam membantu pengambilan oksigen dari udara serta memiliki jari-jari keras pada sirip punggung, tutup insang kuat dan keras sehingga dapat dipakai merayap di luar air terutama pada waktu musim hujan. Oleh karena itu, ikan betok dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi pada lahan dengan ketersediaan air terbatas sebagaimana pada lahan basah suboptimal. Ikan betok merupakan jenis organisme air yang termasuk euryhaline, yaitu mampu bertahan hidup pada rentang salinitas yang lebar. Salinitas salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dan fluktuasinya lebar dapat menyebabkan kematian pada ikan dan mempengaruhi pertumbuhan ikan betok. Pemeliharaan ikan betok di dalam akuarium selama 40 hari didapatkan tingkat kelangsungan hidup 82,5-90% pada media air bersalinitas 0-20‰. Pada media air salinitas 10‰ memberikan tingkat kelangsungan hidup ikan betok yang paling tinggi. Peningkatan salinitas media pemeliharaan mengakibatkan energi banyak digunakan untuk osmoregulasi, sehingga energi yang digunakan untuk pertumbuhan semakin berkurang. Kenyataan ini dapat dilihat dari penurunan tingkat pertumbuhan ikan betok dengan semakin meningkatnya salinitas media pemeliharaan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik 11 Junius Akbar lingkungan, maka akan semakin banyak beban kerja energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi pada lingkungan yang bersalinitas. Dalam usaha budi daya ikan betok khususnya pembesaran, ketersediaan pakan dalam jumlah yang memadai merupakan faktor terpenting. Keperluan akan pakan memberikan kontribusi kebutuhan biaya operasional akan pakan mencapai 40-60% dari biaya produksi, sehingga pakan merupakan hal yang paling penting dari kegiatan budi daya ikan betok, namun kuantitas pakan yang diberikan dalam jumlah besar tersebut hanya sebagian kecil digunakan untuk pertumbuhan, sehingga tingkat efisiensi pemanfaatan pakan khususnya daya serap energi pakan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan khususnya pembesaran ikan betok masih rendah sehingga tingkat efisiensi pakan masih rendah. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ikan betok dikenal sebagai pemakan segala (omnivora), berupa tumbuh-tumbuhan air seperti eceng gondok, kiambang, gulma itik, kiapu, ikan-ikan kecil, udangudang renik, hewan-hewan kecil lainnya dan serangga. Berdasarkan analisis isi perut ikan sepat (Trichogaster pectoralis), ikan betok (Anabas testudineus), ikan mujair (Oreochromis mossambicus), dan ikan nila (O. niloticus) termasuk ikan herbivora. Ikan sepat dan ikan betok banyak mengkonsumsi makrofita, sedangkan ikan mujair dan ikan nila banyak mengkonsumsi fitoplankton. Ikan gabus (Channa striatus) termasuk golongan ikan predator. 12 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Tabel 2.1. Kebiasaan Makan Ikan Sepat, Betok, Mujair, Nila, dan Gabus Sumber: Tjahjo dan Kunto (1998). Dari Tabel 2.1 kebiasaan makan ikan betok terdiri atas makrofita (88,5%), detritus (5,0%), dan fitoplankton (6,5%), sehingga dapat dikatakan ikan betok merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora. Dengan pemanfaatan pakan yang berasal dari gulma air (gulma itik, kiambang, kayu apu, dan eceng gondok), yang memberikan respons positif sebagai pakan ikan betok adalah gulma itik, disusul berturut-turut oleh kiambang, kayu apu, dan eceng gondok. Kandungan protein dalam pakan ikan betok sebaiknya 30%. Secara umum kebutuhan ikan akan protein berkisar antara 20-60%, lemak 4-18%, dan untuk ikan-ikan tropika kebutuhan karbohidrat dalam makanan sekitar 30%. Sedangkan kebutuhan karbohidrat dalam makanan berkisar 10-15%. Kendala utama yang masih dihadapi pada tingkat pembesaran adalah rendahnya nila laju pertumbuhan ikan betok hingga mencapai bobot tubuh 75-100 g/ekor. Berbagai usaha guna meningkatkan pertumbuhan telah dilakukan melalui aspek biologi, aspek nutrisi, aspek kondisi lingkungan hidup, aspek keragaman genetik. Namun laju pertumbuhan ikan betok tergolong sangat lambat, meskipun dapat mencapai ukuran bobot individu 75-100 g atau lebih apabila dipelihara 13 Junius Akbar selama satu tahun. Hal ini merupakan kendala utama yang dihadapi hingga sekarang. Pertambahan biomassa ikan sangat bergantung pada energi yang tersedia dan cara pemanfaatannya di dalam tubuh ikan. Energi yang murah dan ramah lingkungan saat ini adalah pemanfaatan karbohidrat yang efisien sehingga penggunaan protein bisa maksimal di dalam tubuh. Untuk itulah perlu dilakukan perbaikan formulasi pakan ikan betok, dengan pemanfaatan sumber karbohidrat dan suplementasi kromium trivalen (Cr+3). Gambar 2.4. Kromium. Pemanfaatan karbohidrat menjadi bahan bakar (glukosa) oleh ikan betok masih rendah, sehingga penyerapan energi pakan tidak efisien. Penyebab kurang mampunya ikan memanfaatkan karbohidrat pakan karena ikan tidak memiliki enzim pencernaan karbohidrat yang memadai di dalam saluran pencernaan, selain enzim pencernaan, juga produksi insulin pada ikan rendah. Aktivitas insulin dapat ditingkatkan melalui pemberian Cr+3. Kromium mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan. Kebutuhan optimum Cr pada ikan gurami 1,5-3 mg/kg pakan. Kadar Cr optimum dalam pakan ikan gurami yang menghasilkan kinerja pertumbuhan 14 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis terbaik adalah 1,3-1,5 mg/kg pakan. Kadar Cr optimum dalam pakan ikan mas yang menghasilkan pertumbuhan dan retensi protein terbaik adalah 1,6-2,2 mg/kg pakan. Pada ikan nila, pemberian Cr 4,5 mg/kg pakan memberikan pertumbuhan yang baik. Kebutuhan optimum Cr pada ikan lele dumbo 3-6 mg/kg pakan. Pemberian kadar Cr 2,60 mg/kg pakan pada ikan lele dumbo menghasilkan kinerja pertumbuhan yang terbaik. Bawal air tawar dengan 3 mg/kg meningkatkan retensi protein dan efisiensi pakan. Pada ikan patin, pemberian Cr dengan kadar yang berbeda tidak mempengaruhi pertumbuhan. Sedangkan pada ikan betok, pemberian pakan yang mengandung Cr berkisar 3-4,5 mg/kg pakan, memberikan pertumbuhan yang baik. Pemberian Cr dalam bentuk organik memberikan efek positif karena mudah diabsorpsi. Kromium organik mempunyai bioavailability yang lebih baik dibandingkan Cr anorganik, sehingga lebih mudah diserap. Kromium organik bisa dalam bentuk Cr-chelate, ragi berkadar Cr tinggi (highCr yeast) dan Cr-pikolinat. Pembentukan Cr organik dapat dilakukan dengan inkorporasi Cr ke dalam fungi. Hal tersebut dilakukan melalui proses biofermentasi yang menggunakan fungi sebagai produsen dengan substrat yang diperkaya dengan mineral Cr anorganik. Proses biofermentasi tersebut sangat ditentukan oleh spesies fungi yang paling tepat untuk menghasilkan Cr organik. Pemberian pakan ber-Cr organik pada ikan betok dengan menggunakan stater yang berbeda dari khamir (Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae) dan kapang (Rhyzopus oryzae). Stater dari R. oryzae memberikan respons pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan stater dari S. cerevisiae dan A. oryzae. Vitamin C mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan. Kebutuhan vitamin C pada ikan untuk mendapatkan 15 Junius Akbar pertumbuhan yang optimal sangat bervariasi bergantung pada spesies dan umur atau ukuran ikan, laju pertumbuhan, lingkungan, dan fungsi metabolisme. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan betok, ditambahkan vitamin C sebanyak 375 mg/kg pakan. 16 3 TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN BETOK Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan ikan lokal air tawar yang potensial untuk dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagai ikan konsumsi dan memiliki rasa yang khas gurih dan enak serta menjadi ikan primadona masyarakat Kalimantan terutama masyarakat Kalimantan Selatan (suku Banjar). Selama ini kebutuhan ikan betok baik ukuran benih maupun konsumsi masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga mengakibatkan penurunan jumlah populasinya di alam. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka sudah saatnya dilakukan usaha budi daya. Kendala utama dalam pengembangan budi daya ikan betok adalah terbatasnya benih, baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Keberhasilan budi daya ikan betok sangat bergantung pada teknologi pembenihan dan pemeliharaan larva. Usaha pembenihan bertujuan untuk menghasilkan benih dalam jumlah besar, sehingga tidak bergantung pada ketersediaan di alam yang pada akhirnya dapat menunjang kegiatan usaha pembesaran dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani ikan sekaligus dapat menunjang peningkatan produksi budidayanya. Juga turut serta dalam 17 Junius Akbar upaya pelestarian plasma nuftah pada umumnya dan khususnya ikan betok. Teknologi pembenihan ikan betok meliputi pemeliharaan induk, seleksi induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pakan dan pemberian pakan, dan pengelolaan kualitas air. A. Pemeliharaan Induk Pemeliharaan induk sangat penting karena mempengaruhi keberhasilan dalam proses pematangan gonad dan keberhasilan pemijahan ikan betok. Dengan pengelolaan induk yang baik akan menghasilkan produksi telur yang bermutu baik sehingga pada akhirnya akan diharapkan produksi benih ikan betok dengan kelangsungan hidup yang tinggi. Induk ikan betok berasal dari hasil penangkapan di alam yang sudah diadaptasikan dalam lingkungan buatan melalui proses domestikasi. Induk dipelihara dengan jumlah induk sebanyak 100-200 ekor. Induk jantan dan induk betina dipelihara secara terpisah dalam kolam yang berbeda untuk mencegah terjadinya pemijahan liar. Setiap hari induk ikan betok diberi pakan pellet yang mengandung protein berkisar 2028% sebanyak 3-5% dari bobot biomassa/hari yang diberikan 2 kali pada pagi dan sore hari. Gambar 3.1. Kolam dan Bak Pemeliharaan Induk Ikan Betok. 18 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Sirkulasi dalam bak pemeliharaan induk dilakukan terus menerus dengan mengalirkan air ke dalam bak pemeliharaan induk. Setiap bulan sekali dilakukan pergantian air total dan pengamatan tingkat kematangan gonad induk. Induk ikan diseleksi yang sakit dari induk yang sehat kemudian induk yang sakit dipindahkan ke bak penampungan untuk diobati. Kematangan gonad ikan betok masih bersifat musiman, yaitu dimulai pada awal musim hujan. Selama musim pemijahan induk ikan betok dapat dipijahkan kembali setelah 2 bulan masa induk habis memijah. B. Seleksi Induk Syarat ikan betok yang dijadikan induk minimal mempunyai bobot di atas 90 g untuk betina dan di atas 30 g untuk jantan. Beberapa persyaratan ikan betok yang dapat dijadikan induk, yaitu badan terlihat segar, tidak cacat, gerakannya lincah, mampu menghasilkan telur dalam jumlah cukup banyak, umur induk lebih dari 10 bulan, dan pertumbuhannya cepat. Seleksi induk ikan betok dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan ikan menjadi stress dengan cara mengeringkan bak pemeliharaan induk dan menangkap induk satu persatu kemudian ditampung di baskom besar. Seleksi induk dilakukan dengan menangkap induk ikan betok satu per satu. Apabila ditemukan induk yang telah matang gonad maka induk tersebut dipindahkan ke dalam bak fiber atau bak penampungan yang lain untuk diberok dari pagi sampai sore hari. Ciri-ciri induk betina yang sudah siap pijah adalah tubuh gemuk dan melebar ke samping, warna badan agak gelap, sirip punggung lebih pendek, bagian bawah perut agak melengkung, jika matang gonad pada bagian perut diurut (stripping) akan keluar telur pada organ reproduksinya, dan alat kelamin berwarna kemerah-merahan. Sedangkan induk jantan yang siap 19 Junius Akbar pijah memiliki ciri-ciri tubuh ramping dan panjang, warna badan agak cerah, sirip punggung lebih panjang, bagian bawah perut rata, dan jika perut diurut akan keluar cairan sperma pada organ reproduksinya yang berwarna putih susu. Gambar 3.2. Seleksi Induk Betina dan Jantan Ikan Betok. C. Pemijahan Ikan betok memijah sepanjang musim penghujan, pada saat musimnya mampu memijah 2-3 kali dengan jumlah telur (fekunditas) 4.500-35.000 butir. Pemijahan ikan betok dilakukan dalam akuarium (60x50x45 cm) yang diisi air sebanyak 125 L. Rasio jantan dan betina adalah 1 : 1 dalam ukuran bobot badan. Akuarium diberi aerasi dengan kecepatan sedang dan diberi penutup pada bagian atasnya. Peyuntikan secara intramuscular (penyuntikan langsung pada daging), yaitu pada 5 sisik ke belakang dan 2 sisik di bawah bagian sirip punggung ikan (Gambar 3.3). Induk betina 2 kali penyuntikan dan induk jantan 1 kali penyuntikan. Interval waktu penyuntikan pertama ke penyuntikan kedua adalah 6 jam. Penyuntikan induk jantan bersamaan pada saat penyuntikan kedua induk betina. Dosis ovaprim yang digunakan 0,5 mL/kg bobot induk (Widodo et al, 2006; Marlida, 2008). Proses terjadinya perkawinan dan ovulasi dilakukan secara alami. 20 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Induk jantan dan betina yang sudah disuntik kemudian dicampur dalam satu akuarium dengan perbandingan satu ekor induk betina dan empat ekor jantan (1 : 1 ukuran bobot tubuh) dengan tujuan agar telur yang diovulasikan dapat dibuahi semua oleh sperma dari induk jantan. Untuk merangsang pemijahan, selain hormon ovaprim juga dapat digunakan ekstrak kelenjar hipofisa 10 mg/kg bobot ikan betok dan hormon HCG 3.000 IU/kg bobot ikan betok. Gambar 3.3. Hormon Ovaprim dan Penyuntikan Induk Ikan Betok. D. Penetasan Telur Setelah penyuntikan kedua induk betina, maka ovulasi akan terjadi 5 jam (4-6 jam) berikutnya. Setelah selesai ovulasi induk ikan betok dipisahkan dari telur dan dikembalikan ke dalam kolam atau bak pemeliharaan induk. Telur-telur ikan betok yang telah dibuahi berbentuk bulat, transparan, dan menyebar di dalam dan permukaan air, jika berwarna putih susu berarti telur tidak dibuahi dan harus segera dipisahkan. Untuk menjaga telur dan larva dari serangan jamur atau penyakit ke dalam akuarium ditambahkan methiline blue (MB) sebanyak 1 ppm. Telur ikan betok akan menetas setelah lebih kurang 21 jam (20-24 jam) masa inkubasi pada suhu 26 0C atau akan menetas dalam waktu 12 jam pada suhu 30 0C. Persentase 21 Junius Akbar dari telur yang dibuahi sekitar 95% dengan daya tetas 95%. Penetasan telur bisa langsung di akuarium atau langsung ke tempat pendederan I jika sudah siap. Gambar 3.4. Telur Ikan Betok. Sumber : Jalilah et al, (2011). Gambar 3.5. Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur Ikan Betok. 22 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis (a) pembelahan zygot 2 sel (b) 4 sel (c) 8 sel (d) 16 sel (e) stadia morula (f) pembentukan cincin germinal (blastocoels) (g) pembentukan plug kuning telur (h) kepala dan ekor terbentuk dengan sempurna (i) ekor larva dipisah dari sack kuning telur dan gerakan ekor dan hati jelas dilihat (j) ekor adalah organ pertama yang keluar dari telur saat menetas (k) yang baru menetas dari Anabas testudineus. Perkembangan embrio ikan betok membelah secara meroblastik, yaitu yang membelah adalah inti sel dan sitoplasma pada daerah kutub anima (Gambar 3.5). Tang dan Affandi (2000), menjelaskan bahwa pembelahan pada embrio dibedakan menjadi 2, yaitu 1) pembelahan holoblastik, yaitu seluruh sel telur membelah menjadi dua bagian, kemudian anak sel tersebut membelah lagi secara sempurna dan seterusnya, 2) meroblastik, yaitu pembelahan mitosis yang tidak disertai oleh pembagian kuning telur (kuning telur tidak ikut membelah), yang membelah diri adalah inti sel dan sitoplasma di daerah kutub anima. Kumulatif waktu terjadinya pembelahan sel hingga menetas telur ikan betok selama 21.05 jam (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Waktu Perkembangan Embrio dan Ukuran Telur Ikan betok dari Terbuahi hingga Menetas Sumber : Muhammad (2001) 23 Junius Akbar Telur ikan betok mengalami pembelahan pertama 15 menit setelah pembuahan. Dua buah blastomer pada pembelahan pertama selanjutnya masing-masing akan membelah lagi menjadi 4, 8, 16, dan 32 sel. Stadia morula dimulai saat pembelahan mencapai 32 sel. Pembelahan telur mencapai stadia morula (32 sel) secara sempurna selama 1 jam 57 menit atau terjadi 5 jam setelah pembuahan. Stadia blastula telur ikan betok terjadi 7 jam 50 menit setelah pembuahan. Waktu yang diperlukan pada stadia blastula selama 2 jam 50 menit. Embrio memasuki stadia gastrula pada saat 10 jam 50 menit setelah pembuahan. Waktu yang diperlukan pada stadia gastrula selama 3 jam. Proses organogenesis berlangsung selama 10 jam 15 menit. Pergerakan embrio dimulai pada saat 12 jam 12 menit setelah pembuahan. Embrio bergerak aktif mulai 15 jam 4 menit setelah pembuahan. Embrio terus bergerak mendesak cangkang dan bagian ekor memukul dinding cangkang sehingga rusak dan bagian kepala embrio keluar lebih dulu (Gambar 3.5.j). Penetasan telur terjadi 21 jam 5 menit setelah pembuahan. Embrio yang telah keluar dari cangkang dan masih memiliki kuning telur (Gambar 3.5.k) disebut eleutheroembrio. Faktor yang paling berpengaruh terhadap waktu inkubasi telur adalah suhu. Suhu yang tidak cocok selama inkubasi telur tidak hanya menghambat penetasan tetapi juga menurunkan kelangsungan hidup. Hasil penelitian Marlida (2008), rerata kecepatan penetasan telur ikan betok tercepat pada suhu 320C, yaitu 18,17 jam dibandingkan dengan suhu 300C (19,25 jam) dan suhu 280C (19,74 jam) (Tabel 3.2). 24 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Tabel 3.2. Kecepatan Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus) Selama Masa Inkubasi dalam Akuarium Sumber : Marlida, (2008) Telur ikan yang ditetaskan di daerah yang bersuhu tinggi waktu penetasannya lebih cepat dibandingkan dengan telur yang ditetaskan di daerah yang bersuhu lebih rendah. Suhu yang tinggi akan mempercepat masa inkubasi sehingga telur dapat menetas dengan cepat dan sebaliknya pada suhu yang rendah akan memperlambat masa penetasan, perbedaan suhu ini berkaitan erat dengan proses metabolisme. Tingkat penetasan telur berhubungan erat dengan tingkat pembuahan telur. Daya tetas telur selalu ditentukan oleh tingkat pembuahan. Tingkat penetasan telur akan menurun dengan semakin menurunnya derajat pembuahan telur atau sebaliknya tingkat penetasan telur akan meningkat dengan semakin meningkatnya derajat pembuahan. 25 Junius Akbar Tabel 3.3. Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus) Sumber: Marlida (2008) Dari hasil penelitian Marlida (2008), suhu 300C menghasilkan daya tetas telur sebesar 84,67% lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 28 0C (78,67%) dan suhu 32 0C (66,67%). Dengan kata lain semakin tinggi suhu (320C), daya tetas telur ikan betok semakin rendah. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga lebih cepat yang berakibat lanjut pada pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif sehingga mempercepat proses penetasan, namun demikian suhu yang terlalu tinggi (320C) atau terlalu rendah (280C) dapat menghambat proses penetasan, bahkan suhu yang terlalu ekstrim dapat menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan. E. Pemeliharaan Larva Pada awal penetasan telur, aerasi dikecilkan agar larva betok yang baru menetas tidak rusak karena teraduk oleh arus dari aerasi. Pada hari pertama menetas sampai berumur ± 3 hari, larva betok belum memanfaatkan pakan dari luar 26 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis karena masih memiliki cadangan pakan berupa kuning telur (yolk egg) di tubuhnya. Larva yang baru menetas berwarna putih transparan, bersifat planktonik dan bergerak mengikuti arus. Gambar 3.6. Larva Ikan Betok. Setelah larva berumur 3 hari diberi pakan tambahan berupa suspensi kuning telur. Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari (pagi, siang, dan sore) selama 10 hari. Setelah itu, bisa diberikan cacing rambut (tubificid worms) atau pakan pellet yang dihaluskan. Masa kritis larva terjadi pada saat hari ke7 sampai hari ke-14. Gambar 3.7. Pemeliharaan Larva dalam Akuarium. Suhu selain dapat menghambat penetasan telur juga dapat menurunkan kelangsungan hidup larva ikan betok. Hasil penelitian Marlida (2008), tingkat kelangsungan hidup larva pada suhu 280C dan 300C masing-masing 100%, sedangkan pada suhu 320C sebesar 80,61%. 27 Junius Akbar Tabel 3.4. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) Sumber: Marlida (2008) Larva yang dipelihara dengan suhu tinggi (320C), menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah terutama pada hari ketiga. Mortalitas larva disebabkan larva tidak memperoleh pakan eksogen setelah kuning telur (yolk) terserap habis. Pada suhu yang lebih tinggi laju metabolisme berlangsung lebih cepat, otomatis larva memanfaatkan lebih banyak energi dari kuning telur sebagai cadangan makanan. Sedangkan pada suhu yang lebih rendah penyerapan kuning telur berjalan lebih lambat. Pemeliharaan larva betok dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu dengan memelihara larva sampai umur 3 hari di akuarium kemudian ditebar langsung di kolam pendederan semi permanen, di mana kolam tersebut terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan dengan diberi pupuk kandang sebanyak 200-400 g/m2 dan kapur dengan dosis 200 g/m2. Metode kedua dengan cara memelihara larva di akuarium selama 2 minggu (14 hari) sampai larva besar dan lebih kuat untuk berenang sehingga larva lebih mudah bergerak mencari 28 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis makanan dan dapat menghindar dari pemangsaan predator, sedangkan cara yang ketiga, yaitu dengan cara memelihara larva umur 3 hari di dalam hapa yang dipasang di kolam selama 1 minggu sampai larva lebih besar dan lebih kuat untuk berenang. Kemudian ditebar di kolam pendederan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri. Metode pertama lebih mudah dilakukan, tidak sulit penanganannya namun tingkat kelangsungan hidup larva masih rendah sebesar 10-30% dikarenakan ukuran larva yang sangat kecil dan gerakannya masih lemah sehingga daya tahan larva masih lemah. Sedangkan metode yang kedua lebih sulit penanganannya namun daya tahan larva di kolam sudah kuat sehingga kelangsungan hidup larva lebih besar. Metode ketiga adalah yang paling baik dibanding dua metode sebelumnya, yaitu mudah penanganannya sampai larva menjadi lebih kuat dan besar saat didederkan sehingga kelangsungan hidup larva di kolam lebih besar. Kelemahannya terletak dalam pemberian pakan alami yang tepat sesuai dengan bukaan mulut larva belum tersedia. Selama ini larva diberi pakan berupa suspensi kuning telur ayam dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari dan diberi nauplii artemia yang baru menetas setelah larva berumur 3 hari. Kelangsungan hidup larva dalam pemeliharaan ini mencapai 40-50%. Gambar 3.8. Nauplii Artemia. 29 Junius Akbar Setelah 2 minggu dipelihara di akuarium, larva betok siap ditebar di kolam pendederan dengan masa pemeliharaan selama 30-45 hari dengan padat tebar 50 ekor/m2. Selama di kolam larva diberi pakan berupa pellet yang dihancurkan sebanyak 10-20% dari bobot biomassa tubuh/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari pada pagi dan sore hari. Kelangsungan hidup benih pada pemeliharaan ini mencapai 55% dengan ukuran benih 1-3 cm. Benih ikan betok dapat didederkan kembali di kolam sampai mencapai ukuran 3-5 cm selama 1 bulan dengan padat tebar 100 ekor/m2. Selama pemeliharaan di kolam, benih betok diberi pakan pellet sebesar 10% dari bobot biomassa tubuh per hari dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Kelangsungan hidup benih dalam pemeliharaan ini mencapai 60% dengan ukuran benih 3-5 cm. Gambar 3.9. Pemeliharaan Larva dalam Hapa. Suhu juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan larva ikan betok. Hasil penelitian Marlida (2008), pertumbuhan larva ikan betok pada fase yolk sac yang dipelihara pada suhu 300C menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dengan panjang total rerata 2,23 mm, dibandingkan dengan suhu 280C dan 320C (1,9 mm). 30 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Tabel 3.5. Rerata Pertumbuhan Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) Sumber: Marlida (2008) Sumber : Morioka et al, (2009) Gambar 3.10. Perkembangan Larva dan Juvenil Ikan Betok Anabas testudineus. a larva baru menetas[1.8 mm BL]; b larva hari ke-1 [2.7 mm 31 Junius Akbar BL]; c larva hari ke-2 [3.1 mm BL]; d larva hari ke-3 [3.7 mm BL]; e larva hari ke-4 [4.4 mm BL]; f larva hari ke-5 [4.7 mm BL]; g larva hari ke-6 [4.9 mm BL]; h larva hari ke-7 [5.0 mm BL]; i larva hari ke-8 [5.5 mm BL]; j larva hari ke-10 [5.9 mm BL]; k postlarva hari ke-13 [6.4 mm BL]; l postlarva hari ke-16 [7.5 mm BL]; m juvenile hari ke-19 [8.3 mm BL]; n juvenil hari ke-26 [12.7 mm BL]. YS Yolk Sac, GB Gas Bladder. 1 Lateral, 2 Dorsal, 3 Ventral. Pemanenan benih betok dilakukan dengan cara membuang atau menggeringkan air kolam melalui pintu pengeluaran air. Setelah volume air kolam berkurang dan hanya tersisa di kemalir atau caren maka benih betok dapat di panen dengan menggunakan serok. Selanjutnya benih dapat dimasukkan dalam baskom plastik dan ditampung di bak penampungan atau bak fiber. Gambar 3.11. Pengeringan Air Kolam. F. Pakan dan Pemberian Pakan Ketersediaan pakan alami merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan larva ikan betok. Jenis, mutu, dosis, dan frekuensi pemberian pakan yang tepat sangat berpengaruh terhadap hasil kelangsungan hidup larva ikan betok sampai ukuran panen. Pakan yang dipersiapkan untuk larva betok terdiri atas suspensi kuning telur, artemia, daphnia, dan pakan pellet. 32 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Ukuran larva yang sangat kecil memerlukan pakan yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Jenis, dosis, dan frekuensi pemberian pakan larva ikan betok dapat dilihat dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6. Jenis, Dosis, dan Frekuensi Pemberian Pakan Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) Sumber: Widodo (2006); Widodo et al, (2007) G. Pengelolaan Kualitas Air Selama masa pemeliharaan larva dilakukan pengelolaan kualitas air secara terus menerus. Untuk menjaga kualitas air, akuarium selalu diusahakan dalam keadaan bersih dengan cara menyipon dasar akuarium bila terlihat dasar akuarium kotor akibat sisa pakan, kotoran, dan larva yang mati. Pergantian air di akuarium dilakukan setiap 3 hari sekali sebanyak 25%. Sedangkan pengelolaan kualitas air selama pemeliharaan di kolam dengan mengalirkan air masuk secara terus menerus ke dalam kolam. Selain itu, pengelolaan pakan sesuai dosis dan frekuensi yang tepat dapat mencegah turunnya kualitas air di media pemeliharaan ikan betok. Dalam pemeliharaan ikan betok di kolam, kualitas air yang berpengaruh positif terhadap kelangsungan hidup ikan betok, yaitu suhu berkisar antara 28-300C, kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,9-7,9 mg/L, dan pH air berkisar antara 6,62-7,63. 33 4 TEKNOLOGI PEMBESARAN IKAN BETOK Pemeliharaan ikan betok di Kalimantan Selatan sudah dilakukan oleh sebagian besar pembudidaya di kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap. Pertumbuhan ikan betok yang dipelihara ternyata cukup baik, sehingga minat pembudidaya untuk mengembangkan ikan tersebut cukup besar. Hal ini didukung dengan pemasarannya yang mudah dengan harga yang cukup tinggi. Budi daya ikan betok dalam kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap merupakan sistem budi daya ikan di perairan umum. Pada sistem ini, ikan betok perlu dipelihara secara intensif, karena lingkungan hidupnya terbatas, sehingga suplai makanan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan. A. Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam Kolam merupakan tempat yang paling ideal untuk pemeliharaan ikan. Lokasi perkolaman harus memenuhi persyaratan antara lain sumber air cukup, letak kolam bebas dari banjir dan pencemaran air, kondisi tanah kolam liat berpasir, dan sarana lain seperti jalan sudah tersedia. Kolam yang digunakan adalah kolam semi permanen agar ikan betok tidak dapat merayap keluar dari kolam. Tahapan-tahapan kegiatan 34 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis budi daya ikan betok di dalam kolam, meliputi persiapan kolam, pengolahan tanah dan pemupukan, pengisian air, penebaran benih, pemeliharaan, dan panen. Gambar 4.1. Kolam. 1. Persiapan Kolam Persiapan kolam diawali dengan pengeringan kolam, perbaikan pematang, pintu air, dan saringan air yang bocor atau rusak. 2. Pengolahan Tanah, Pengapuran, dan Pemupukan 2.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dengan cara pencangkulan dasar kolam (tanah dicangkul balik). 2.2. Pengapuran Pengapuran dilakukan dengan dosis 200 g/m2. 2.3. Pemupukan Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 200-400 g/m2. 3. Pengisian Air Setelah pengolahan tanah selesai petakan kolam diairi dengan jalan membuka pintu pemasukan air. Pintu penge- 35 Junius Akbar luaran air diatur sedemikian rupa sehingga ketinggian air dapat dipertahankan sesuai kebutuhan, yaitu 1-1,5 m. 4. Penebaran Benih Penebaran benih hendaknya dilakukan dengan sebaik mungkin, melalui proses aklimatisasi. Benih ikan betok yang digunakan ukuran 3-5 cm atau lebih yang berasal dari hasil pembenihan. Biasanya benih ini dipilih dahulu agar ukuran benih seragam dan benih ikan betok betina ukurannya lebih besar dibanding jenis jantan. Benih ikan betok juga harus sehat dan tidak cacat. Bisa juga benih ini didederkan terlebih dahulu sampai 5-8 cm sehingga waktu pembesaran ikan betok sampai mencapai ukuran konsumsi tidak terlalu lama. 5. Pembesaran 5.1. Padat Tebar Pembesaran ikan betok akan berhasil dengan baik apabila disesuaikan antara padat tebar dan luas kolam. Padat tebar yang digunakan untuk benih ukuran 3-5 cm adalah 50-100 ekor/m2. Pembesaran ikan betok selama 6 bulan di kolam semi permanen dengan diberi pakan pellet sebanyak 5% dari bobot biomassa, menghasilkan pertumbuhan benih ikan mencapai ukuran 75-100 g/ekor dengan kelangsungan hidup > 80%. 5.2. Kualitas Air Selama masa pemeliharaan kualitas air di kolam harus selalu diperhatikan, yaitu dengan mengupayakan adanya sirkulasi air. 5.3. Pemberian Pakan Di kolam banyak dijumpai berbagai organisme, seperti zooplankton, serangga air, dan sejenisnya yang dapat diman- 36 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis faatkan oleh ikan sebagai pakan alami. Benih ikan betok yang berasal dari pembenihan dapat langsung dipelihara di kolam sampai ukuran konsumsi dengan diberi pakan pellet. Jenis pellet yang diberikan bisa berupa pellet apung atau pellet tenggelam dengan kandungan protein 28-30%. Namun untuk lebih mudah mengetahui pakan tersebut habis dimakan atau tidak lebih baik menggunakan pellet apung. Pakan pellet diberikan sebanyak 5% dari bobot biomassa ikan yang telah ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae sebanyak 3 mg per kg pakan dan penambahan vitamin C sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi 2 kali sehari, yakni pagi hari dan sore hari. Tabel 4.1. Komposisi Bahan Pellet Sumber: Akbar et al, (2010; 2011). 5.4. Pengamatan Hama Penyakit Selama masa pemeliharaan sanitasi kolam perlu mendapat perhatian demikian juga pengamatan terhadap kemungkinan adanya gangguan hama dan penyakit. 6. Panen Ukuran panen dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya ukuran ikan yang dikehendaki pasar (ukuran konsumsi) adalah 75-100 g/ekor. Untuk mencapai ukuran ini, benih ikan betok dengan ukuran 3-5 cm harus dipelihara 37 Junius Akbar selama 8-10 bulan. Ikan betok mempunyai harga jual tinggi dalam keadaan hidup sehingga penanganan pasca panen harus dilakukan dengan sangat hati-hati sehingga tidak menimbulkan luka pada tubuh ikan yang dapat menyebabkan kematian. Panen dapat dilakukan secara selektif maupun panen total. Panen di kolam dilakukan dengan cara mengeringkan kolam dan menangkap ikan dengan menggunakan serok. Selanjutnya ikan ditampung di kolam atau bak penampungan ikan sampai saatnya untuk dijual. B. Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba 1. Jenis dan Bahan Pembuatan Karamba Budi daya ikan dalam karamba merupakan sistem budi daya ikan di perairan umum. Pada sistem ini, ikan perlu dipelihara secara intensif, karena lingkungan hidupnya terbatas, sehingga suplai pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Sebelum membuat karamba, sebelumnya perlu ditentukan jenis karamba yang akan dibuat, sehingga dapat menentukan dan mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan. Secara umum dkenal dua jenis karamba, yaitu karamba yang terbuat dari kayu atau bambu dan karamba yang menggunakan campuran kayu atau bambu untuk kerangka dengan jaring kawat sebagai jeruji karamba. Konstruksi karamba secara garis besar dibagi ke dalam 3 bagian besar, yaitu kerangka karamba, jeruji, dan pelengkap karamba. 38 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Gambar 4.2. Karamba dan Tutup Karamba. a. Kerangka Karamba Bahan dasar pembuatan kerangka karamba bisa dari kayu ulin, bambu atau besi yang diberi lapisan anti karat. Pemilihan bahan didasarkan pada tingkat ketersediaan bahan di lokasi pembuatan, harga dan tingkat keawetan dari bahan tersebut. Pada umumnya kerangka karamba digunakan bambu atau kayu ulin, Besi jarang digunakan karena harganya cukup mahal, sukar diperoleh dan perawatannya mahal, sebab besi harus diberi lapisan anti karat. Untuk pembuatan karamba ukuran panjang 3 m, lebar 2 m, dan tinggi 1 m, bahan dasar yang diperlukan adalah 8 buah balok kayu ulin sepanjang 3 m dengan tebal 7 cm dan lebar 7 cm. b. Jeruji Karamba Untuk pembuatan jeruji karamba, bahan dasarnya adalah potongan kayu yang panjangnya sama dengan tinggi karamba yang akan dibuat. Pada saat memotong kayu, ukuran kayu harus dilebihkan sedikit agar memudahkan pemasangannya pada kerangka. Tebal dan lebar disesuaikan dengan kerangka sehingga karamba yang dibuat akan terlihat proporsional. 39 Junius Akbar c. Pelengkap Karamba Bahan-bahan pelengkap yang diperlukan seperti tali plastik atau tali kawat yang digunakan untuk mengikat karamba ke dasar perairan, untuk mengikat kayu pada kerangka karamba, dan mengikat jangkar untuk menahan letak karamba agar tidak bergeser. Disamping itu diperlukan juga paku untuk melekatkan potongan kayu pada kerangka karamba. Panjang dan ukuran tali disesuaikan dengan keperluan, untuk tali jangkar sebaiknya dipilih tali dengan diameter besar. 2. Tata Letak dan Konstruksi Jenis-Jenis Karamba Setelah menentukan lokasi yang tepat, tahap berikutnya adalah pembuatan karamba, kemudian pemasangan karamba di lokasi yang telah ditentukan. Pemasangan karamba tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tapi harus memperhatikan beberapa aspek: a. Syarat Konstruksi Karamba Pembuatan karamba harus memperhatikan persyaratan yang meliputi persyaratan biologis, ekonomis, dan praktis. Hal ini perlu agar perawatan karamba tidak terlalu sulit. Segi Biologis Karamba dirancang dalam bentuk dan ukuran yang memadai sehingga tersedia cukup ruang untuk gerak dan kehidupan ikan. Bentuk karamba yang ideal bentuk bujur sangkar berukuran 3x2x1 m termasuk pintu pemberian pakan dan pintu panen. Jeruji karamba dipasang sedemikian rupa dengan jarak tertentu sehingga memungkinkan proses pertukaran air dan proses pembuangan sisa pakan serta sisa metabolisme akan berlangsung lancar. 40 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Segi Ekonomis Karamba dirancang sesuai dengan bentuk dan ukuran yang telah ditentukan. Karamba bujur sangkar ukuran 3x2x1 m memakai tutup adalah ukuran ideal yang umum digunakan. Sisi karamba diperkuat dengan tali ris pada setiap sudutnya dan berfungsi pula sebagai tali pengikat pada dasar perairan. Tutup karamba dapat terbuat dari papan atau dari bahan yang sama dengan karambanya, umumnya berukuran 40x40 cm. Pemasangan jeruji harus memperhatikan jarak agar pada saat pemeliharaan tidak ada ikan yang lolos keluar dari karamba dan menyebabkan kerugian. Jarak pemasangan disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan dipelihara. Segi Praktis Konstruksi karamba harus mampu menahan gerakan air dan arus setiap saat. Konstruksi juga harus dapat dibongkar dengan mudah jika diperlukan, misalnya jika karamba harus diperbaiki. Posisi karamba akan ditahan pada tempatnya oleh jangkar atau pemberat yang ditempatkan di dasar perairan yang talinya diikatkan pada tiap sudut karamba. Bentuk pemberat yang dipasang harus dipilih agar sesuai dengan kondisi dasar perairan, misalnya dasar perairan curam dan berlumpur, dapat dipilih pemberat berbentuk cekung dibagian dalam. b. Tata Letak dan Konstruksi Karamba Karamba yang telah dibuat harus diletakkan di lokasi yang telah dipilih memanjang sejajar dengan tepi sungai atau tebing sesuai dengan ke dalaman yang telah ditentukan segaris dengan arah arus air. Hal ini agar pertukaran air (sekaligus sirkulasi oksigen) dan proses pembuangan sisa metabolisme organisme berlangsung dengan lancar. 41 Junius Akbar Hal lain yang perlu diperhatikan saat meletakkan karamba adalah harus terlindung dari angin maupun arus yang kuat, sehingga karamba tidak mudah rusak. Selain itu juga letak karamba tidak boleh menghalangi lalu lintas di perairan tersebut. Penempatan unit karamba harus diletakkan sedemikian rupa sehingga air buangan dari karamba yang satu tidak akan mencemari karamba lainnya. Tidak semua karamba yang dipasang atau dibangun disemua tempat. Berdasarkan cara pemasangan dan penempatannya dalam perairan, karamba terbagi atas dua jenis, yaitu karamba yang terendam sebagian dan karamba yang terendam keseluruhan. Pemasangan karamba yang terendam sebagian umumnya pada perairan yang relatif luas dan dalam. Penempatannya sekitar 20-25 cm di atas permukaan air. Sedangkan karamba terendam keseluruhan, biasanya ditempatkan 20-25 cm di bawah permukaan air. Karamba ini hanya dipasang di perairan yang relatif sempit dan tidak begitu dalam, seperti sungai-sungai kecil dan saluran-saluran air yang lebarnya tidak lebih dari 2 m. Gambar 4.3. Pemasangan Karamba Terendam Sebagian. 42 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Konstruksi karamba terendam sebagian sama dengan konstruksi karamba terendam keseluruhan. Konstruksi pintu pemberian pakan karamba terendam sebagian berbeda dengan karamba terendam keseluruhan. Pintu pemberian pakan diletakkan di bidang atas karamba dibuat dengan ukuran 40x40 cm. 3. Cara Pembuatan Karamba Setelah dipersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan, proses pembuatan karamba dapat dilakukan. Pembuatan karamba dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a) Menentukan ukuran karamba yang akan dibuat, misalnya 3x2x1 m. b) Kayu yang akan digunakan dipotong dengan ukuran sebagai berikut: 4 batang kayu dipotong dengan panjang 3 m, 4 batang kayu dipotong sepanjang 2 m, dan 4 batang kayu dipotong sepanjang 1 m. Agar ukuran karamba sesuai tepat seperti yang diinginkan, sebaiknya saat pemotongan ukuran dilebihkan kira-kira 2-2,5 cm. c) Setelah potongan kayu untuk kerangka disiapkan, maka rekatkan masing-masing potongan dengan menggunakan tali atau paku. d) Jika proses pembuatan kerangka telah selesai, maka disiapkan potongan-potongan kayu untuk jeruji karamba. Rekatkan potongan kayu untuk jeruji pada karamba dengan menggunakan paku. Lebar celah antar potongan diatur sesuai besar ikan yang akan dipelihara sehingga tidak memungkinkan ikan lolos ke perairan. Lebar celah sekitar 24 cm. Dengan lebar celah yang kecil juga akan menghindari masuknya sampah ke dalam karamba. e) Pada bidang atas karamba dibuat pintu pemberian pakan 43 Junius Akbar dengan ukuran 40x40 cm. Pintu karamba sebaiknya dibuat dua buah, satu dibagian atas dan satu dibagian tengah. Pintu dibagian tengah dimaksudkan untuk mempermudah proses panen. Agar aman dari jangkauan orang yang tidak bertanggung jawab, sebaiknya pada masing-masing pintu dipasang kunci. Pintu pemberian pakan sebaiknya diletakkan pada bagian ujung atas dibagian depan dari karamba yang langsung menghadap arus air. Hal ini agar pakan tambahan yang diberikan ke dalam karamba akan berada cukup lama dalam air sebelum dihanyutkan arus keluar karamba. f) Setelah karamba selesai dibuat, maka karamba dapat segera dipidahkan ke lokasi budi daya yang sudah ditentukan. g) Apabila karamba telah diletakkan di lokasi budi daya, maka tahap selanjutnya adalah pemasangan jangkar untuk menghindari hanyutnya karamba terbawa arus. Cara memasang jangkar dengan mengikat pemberat dengan menggunakan tali jangkar sekuat mungkin, lalu ikatkan ujung tali yang lain pada sudut karamba setelah panjang tali mencapai ke dalaman yang diinginkan. Jangkar dipasang pada setiap sudut rakit terapung. Agar karamba berfungsi secara optimal, perlu perawatan karamba. Merawat karamba cukup mudah asalkan dilakukan pemeriksaan kebersihan secara teratur dan memeriksa ikatan antar sambungan kayu atau bambu yang digunakan. Jika ada bagian dari karamba yang terlepas sebaiknya cepat diperbaiki dan jika ada bagian yang rusak atau lapuk cepat diganti sehingga tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah. 44 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis 4. Pembesaran a. Padat Tebar Pembesaran ikan betok dalam karamba akan berhasil dengan baik apabila disesuaikan antara padat tebar dan ukuran karamba. Padat tebar yang digunakan untuk benih ukuran 5-8 cm atau lebih (9-12 g/ekor) adalah 100 ekor/m3. b. Pemberian Pakan Ikan diberi pakan berupa pellet dengan kandungan protein 28-30%. Pakan pellet diberikan sebanyak 5% dari bobot biomassa ikan yang telah ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae sebanyak 3 mg/kg pakan dan penambahan vitamin C sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi 2 kali sehari, yakni pagi hari dan sore hari. c. Panen Ukuran panen dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya ukuran ikan yang dikehendaki pasar (ukuran konsumsi) adalah 75-100 g/ekor. Untuk mencapai ukuran ini, benih ikan betok dengan ukuran 5-8 cm harus dipelihara selama 4 bulan dengan kelangsungan hidup > 90%. Panen dapat dilakukan secara selektif maupun panen total. Panen di karamba dilakukan dengan cara mengangkat karamba dan menangkap ikan dengan menggunakan serok. Selanjutnya ikan ditampung di bak penampungan ikan sampai saatnya untuk dijual. C. Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen (Hampang) Ikan betok merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai tinggi. Pemeliharaan ikan betok dapat dilakukan dalam fish pen (hampang). Jenis ikan yang dipelihara dalam fish pen harus memiliki persyaratan sebagai berikut: 1). Mempunyai harga pasaran yang cukup tinggi; 2). Tahan terhadap penyakit; 3). Benih tersedia dan mudah didapat; 4). Tumbuh 45 Junius Akbar relatif cepat; 5). Makanan tersedia dan mudah didapat. Adapun kriteria untuk pembudidayaan ikan betok dalam fish pen adalah sebagai berikut: Gambar 4.4. Fish Pen atau Hampang. 1. Persiapan Fish pen biasa disebut juga dengan kurungan ikan atau hampang adalah tempat pemeliharaan ikan betok yang terbuat dari jaring, keren bambu atau ram kawat yang dilengkapi dengan tiang atau tonggak yang ditancapkan ke dasar perairan. Pemeliharaan ikan betok dalam fish pen sama seperti cara pemeliharaan ikan yang lain, dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik ekstensif (menggunakan pakan alami), semi intensif (diberi pakan tambahan), maupun intensif (diberi pakan buatan bermutu tinggi). Pemeliharaan ikan betok dalam fish pen dapat diusahakan khususnya oleh pembudidaya yang tinggal dekat dengan sungai, danau atau rawa, dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada disekitar tempat tinggal. Pemeliharaan ikan betok dalam fish pen dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan atau konsumsi ikan sehari-hari atau untuk menambah penghasilan. 46 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Lokasi yang cocok untuk pemasangan fish pen adalah 1) ke dalaman air 0,5-3 m dengan fluktuasi ke dalaman tidak lebih dari 50 cm, 2) arus air tidak terlalu deras, tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam fish pen, 3) perairan tidak tercemar dan dasarnya sedikit berlumpur, 4) terhindar dari gelombang dan angin yang kencang, dan 5) terhindar dari hama, penyakit, dan predator atau pemangsa. Fish pen terdiri atas dua bagian utama, yaitu kerangka/ tiang yang berfungsi sebagai penyangga dan dinding sebagai pembatas. Bahan yang digunakan untuk tiang bambu atau kayu yang diikat menggunakan tali plastik, sedang dinding dapat digunakan jaring, kerai bambu atau ram kawat. Pada perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu atau kayu sekitar 0,5-1 m. Setiap sisi atas dan bawah jaring diperkuat dengan menggunakan tambang. Setelah siap fish pen dipasang di dasar perairan dengan menancapkan tiang penyangga sedalam 0,5-1 m. 2. Benih Benih ikan betok dapat diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim kemarau pada saat pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring. Benih ikan betok dapat juga dibeli dari Balai Benih Ikan, Balai Budi Daya Air Tawar, dan Fakultas Perikanan. Benih ikan betok dikumpulkan dalam suatu wadah dan dirawat dengan hati-hati selama 2 minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor harus segera diganti dengan air bersih dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih ikan betok ditebar, dipelihara dahulu dalam jaring selama 1-2 minggu, selanjutnya dipindahkan ke dalam fish pen yang sudah disiapkan. Padat penebaran benih antara 50-100 ekor/m2. 47 Junius Akbar 3. Pemeliharaan Selama masa pemeliharaan, benih ikan betok diberi pakan berupa pellet sebanyak 5% dari bobot biomassa tubuh per hari yang telah ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae sebanyak 3 mg/kg pakan dan penambahan vitamin C sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari (pagi hari dan sore hari). 4. Panen Ikan betok yang dipelihara dalam fish pen dapat di panen setelah 10-12 bulan. Sebagai gambaran hasil yang diperoleh, untuk ikan betok yang ditebarkan dengan panjang 5-8 cm, setelah 10-12 bulan bisa mencapai 75-100 g/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan yang ditangkap dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan dan siap dipasarkan. D. Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap Usaha pembesaran ikan betok dapat dilakukan di daerah perairan rawa dengan ke dalaman air yang relatif stabil dan kandungan derajat keasaman (pH) yang asam. Metode budi daya yang dapat diterapkan adalah budi daya sistem jaring tancap dan sistem fish pen (hampang). Sistem jaring tancap, yaitu budi daya ikan dengan menggunakan jaring (hapa) dengan berbagai ukuran yang dipasang dengan cara diikat pada tonggak kayu yang ditancapkan di dasar perairan. Pemeliharaan ikan betok dengan sistem jaring tancap dengan padat tebar 50-100 ekor/m2 dengan ukuran tebar 58 cm selama masa pemeliharaan 5 bulan menghasilkan 48 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis ukuran bobot antara 60-75 g/ekor dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 85%. Gambar 4.5. Jaring Tancap. Pakan yang diberikan berupa pellet sebesar 5% yang telah ditambahkan Cr organik dari Rhyzopus oryzae sebanyak 3 mg/kg pakan dan penambahan vitamin C sebanyak 375 mg/ kg dalam pakan dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Usaha pembesaran, persentase keuntungan yang dihasilkan pun cukup besar. Jika pembesaran dilakukan di kolam, keuntungan yang dihasilkan bisa mencapai 35% dari modal awal. Keuntungan akan semakin besar jika pembesaran dilakukan di lahan rawa dengan sistem fish pen yang bisa mencapai 40-45% dari modal awal. Sementara jika dilakukan di dalam karamba, keuntungan memang masih terlalu kecil, hanya 6,5% dari modal awal. Hal ini dikarenakan modal investasi awalnya cukup besar terutama untuk pembuatan karamba. Di kolam banyak dijumpai berbagai organisme, seperti zooplankton, serangga air, dan sejenisnya yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami. Dengan demikian, makanan tidak hanya tergantung dari suplai pakan buatan (pellet). 49 Junius Akbar Tabel 4.2. Pembesaran Ikan Betok pada Berbagai Tempat Pemeliharaan Sumber : Widodo (2006), Widodo et al (2007). Beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik untuk pemeliharaan di kolam, karamba, fish pen, dan jaring tancap antara lain: 1) Untuk menghindari hama dan penyakit, sebelum ikan ditebar perlu disuci hamakan terlebih dahulu. Caranya dengan merendam ikan dalam larutan PK (Kalium Permanganat) dengan konsentrasi 4 mg/liter selama 30 menit. Saat perendaman diberi aerasi dengan menggunakan aerator. 2) Untuk menghindari terjadinya stress pada ikan, maka penebaran benih ikan, sebaiknya pada saat suhu rendah, yaitu pagi hari atau sore hari. 3) Sebelum benih ditebar, perlu diadakan penyesuaian atau aklimatisasi. Caranya kantong plastik yang berisi benih ikan direndam dalam air pemeliharaan. Kalau dirasakan sudah tidak ada perbedaan suhu air dalam kantong dengan suhu air pemeliharaan (5-10 menit), maka kantong dimiringkan dan dibuka sedikit demi sedikit. Biarkan benih ikan keluar dengan sendirinya. 50 5 SERBA SERBI IKAN BETOK A. Hama dan Penyakit Ikan Betok Faktor lain yang sering menimbulkan kematian selama proses pemeliharaan ikan betok dari larva sampai menjadi benih atau ukuran konsumsi adalah adanya hama dan penyakit. Hama yang biasa menyerang ikan betok bersifat predator, yaitu pemangsa larva atau benih ikan betok. Sedangkan penyakit yang menyerang ikan betok berupa parasit dan non parasit. 1. Hama Binatang yang biasa memangsa ikan atau yang menjadi saingan dalam memperoleh makanan harus dicegah melalui berbagai cara sesuai dengan kebiasaan hidupnya masingmasing. Beberapa hama yang sering menyarang ikan betok adalah : a. Kodok. Binatang tersebut biasa memakan telur ikan, benih ikan atau menyaingi dalam pencarian makanan. Pemberantasannya dengan cara membuang telur-telurnya yang mengapung di tepian kolam. 51 Junius Akbar b. Ular. Ular hanya dapat dicegah dengan jalan menangkap basah pada waktu binatang ini berkeliaran di tepi kolam atau dengan cara memagar kolam menggunakan kawat kasa ayam yang kecil mata anyamannya setinggi kurang lebih 50 cm. Kawat tersebut dipasang melintang pada jalan yang biasanya dilalui ular kalau menuju ke kolam. c. Linsang dan berang-berang. Hama tersebut dapat dicegah dengan memagar kolam menggunakan kawat berduri. d. Burung dapat dicegah serangannya dengan mengunakan tali plastik yang dibentangkan berselang seling melintang kolam. e. Serangga air. Serangga air yang sering menyerang benih ikan betok adalah ucrit, notonecta, dan kini-kini. Tindakan untuk menanggulangi serangan hama ini dengan cara memasang saringan di pintu pemasukan air, tidak membuka karung pupuk, mengurangi padat tebar, dan menyiramkan minyak tanah ke permukaan air kolam, mengurangi benda atau tanaman air yang digunakan sebagai media bertelur serangga air. 2. Penyakit Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ikan betok berupa cacing, jamur, parasit, bakteri, dan virus. Penyakit secara umum dibagi menjadi dua, yakni penyakit noninfeksi dan penyakit infeksi. 2.1. Penyakit noninfeksi Penyakit ini bukan disebabkan oleh organisme melainkan faktor kimia atau fisika, pakan yang tak memenuhi syarat dan faktor biologis (antara lain badan lemah dan tidak seimbang). 52 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Faktor-faktor kimia dan fisika yang dapat mengganggu kehidupan ikan misalnya pH air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, adanya zat-zat beracun, perubahan suhu air yang mendadak, luka-luka atau gangguan fisik karena pengangkutan. Sedangkan keadaan pakan dapat mengganggu perkembangan ikan antara lain karena nilai gizinya yang rendah (disebabkan kekurangan vitamin dan protein) dan pakan busuk atau rusak. 2.2. Penyakit infeksi Penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme pengganggu. Penyakit infeksi yang sering dijumpai dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan betok adalah parasit, jamur, bakteri, dan virus. a. Jamur Jamur merupakan salah satu organisme yang dapat menimbulkan penyakit infeksi pada ikan betok. Penyakit ini biasa terjadi karena adanya luka pada tubuh ikan akibat goresan atau gesekan kulit. Jenis jamur yang menyerang adalah Saprolegnia sp. Ikan yang terserang jamur dapat diketahui dengan mudah, yaitu pada bagian organ luar ikan ditumbuhi benang-benang halus seperti kapas, biasanya di bagian kepala, tutup insang, dan sirip atau kulit yang telah terluka. Gambar 5.1. Ikan Betok yang Terserang Jamur. 53 Junius Akbar Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan menjaga kualitas air dalam kondisi baik dan melakukan penanganan saat panen atau sampling dengan hati-hati agar tubuh ikan tidak terluka. Pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman NaCl dosis 20 ppm selama 1 jam atau 5% selama 1-2 detik. Obat lain yang dapat digunakan adalah Methylene Blue (MB) dengan cara melarutkan 2-4 mL larutan baku (1%) ke dalam 4 liter air dan merendam ikan yang sakit selama 24 jam. Pengobatan ini dilakukan berulang-ulang sebanyak 3-5 kali ulangan sampai ikan benar-benar sembuh. b. Parasit Parasit yang menyerang ikan betok bisa berupa ektoparasit dan endoparasit. Penyakit ektoparasit yang menyerang ikan betok meliputi Dactylogyrus sp; Gyrodactylus sp; dan Trichodina sp. Endoparasit yang menyerang ikan betok dari kelas Nematoda dan Acanthocephala. Tabel 5.1. Interval Berat dan Panjang Baku, Organ Terinfeksi dan Jenis Parasit pada Ikan Betok Sumber : Akbar (2011). Keterangan : Dac : Dactylogrus sp, Tri : Trichodina sp, dan Nem : Nematoda 54 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Dactylogirus sp. menyerang pada insang ikan dengan gejala ikan terlihat kurus, kulit pucat, produksi lendir tidak normal, kesulitan dalam bernafas, sering muncul di permukaan air atau berenang mendekati pemasukan air, menggosokkan badan ke dasar kolam. Trichodina menyerang kulit dan sirip ikan yang menimbulkan luka pada organ yang diserang dengan disertai infeksi sekunder. Penanggulangan penyakit ini dengan pemberian pakan yang cukup, memindahkan ikan ke kolam yang lain, mengeringkan dan mengapur kolam. Pengobatan dilakukan dengan perendaman dalam larutan garam NaCl dosis 12,5-13 g/m3 selama 24-36 jam atau Methylene Blue (MB) dosis 3 g/m3 selama 24 jam. Gambar 5.2. Tiga genus umum Monogenea (Peggy et al, 2009). 55 Junius Akbar Gambar 5.3. Morfologi Trichodina (Pouder et al, 2005). c. Bakteri Penyakit bakteri yang menyerang ikan betok adalah bakteri Aeromonas hydrophila, Flavobacterium columnare, Edwarsiella tarda, dan bakteri perusak sirip, yaitu Pseudomonas sp. Serangan baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang ditimbulkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik. Ikan yang sering terlihat berwarna gelap, mata ikan rusak dan menonjol, kemampuan berenang menurun, sirip dan insang menjadi rusak, perut ikan kembung, timbul pendarahan, dan luka di tubuh. Karena penyakit ini menular, maka ikan yang terkena dan keadaannya cukup parah harus dibuang atau dimusnahkan. Pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman atau dicampur dengan pakan. Perendaman dilakukan dalam larutan Kalium Permanganat (PK) dosis 10-20 ppm selama 30-60 menit, Oxytetracycline 5 ppm selama 24 jam. Sedangkan pemberian pakan yang dicampur Oxytetracycline 50 mg/ kg pakan yang diberikan setiap hari selama 7-10 hari berturut-turut. Ikan yang diobati dengan antibiotik baru dapat dikonsumsi 2 minggu setelah pengobatan. 56 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis d. Cacing Lernaea cypriniceae menyerang hampir semua ikan air tawar, hidup menempel dan menyerang semua bagian luar tubuh ikan dan insang. Secara visual dapat dilihat menyerupai panah yang merusak tubuh ikan, terdapat pendarahan disertai infeksi jamur. Ikan yang terserang mengalami penurunan bobot badan, penurunan jumlah sekali darah sehingga menjadi lemah. Gambar 5.4. Morfologi Lernaea sp. (Pouder at al, 2005). Selain Lernaea cypriniceae, penyakit cacing yang sering menyerang ikan betok adalah Stellantchasmus falcatus, Acanthostomum sp, Centrocestus caninus, Camallanus sp, Trianchoratus sp, Pallisentis sp, dan Allocreadium sp. 57 Junius Akbar Gambar 5.5.Persentase Cacing yang Ditemukan pada Ikan Betok (Luangphai et al, 2004) Pencegahan yang dilakukan dengan a). Pengendapan dan penyaringan air yang masuk kolam, memusnahkan ikan yang terinfeksi, pengeringan dasar kolam, dan pengapuran, b). Secara mekanis dapat dilakukan dengan menggunting tubuh lernea yang menjuntai ke luar dan jangan mencabutnya, kemudian diobati dengan tetracycline yang dilarutkan dalam air dengan cara merendamnya selama 2-3 jam. Pengobatan dengan cara a). Penyemprotan dengan larutan Negufon 0,25-0,50 ppm selama 24 jam diulang setiap seminggu sekali, b). Perendaman dalam larutan formalin 250 ppm selama 15 menit. B. Aneka Masakan Ikan Betok Ikan betok merupakan ikan yang menjadi primadona di beberapa daerah di Indonesia terutama di Kalimantan Selatan (suku Banjar), memiliki masakan khas berbahan ikan betok, seperti : 58 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis 1. Papuyu Baubar a. Bahan-bahan Ikan betok beberapa ekor, garam secukupnya, bawang merah, alat panggang, dan arang. b. Cara membuat Ikan betok dibersihkan, dibuang sisik, dan dibelah perutnya. Garam dan bawang merang dihaluskan, terus dioleskan ke seluruh ikan betok. Selanjutnya dipanggang di atas bara api. Supaya rata masaknya, ikan betok itu dibolakbalik. Setelah rata masaknya, itu dinamakan papuyu baubar. Papuyu baubar sebagai lauk makan nasi rasanya enak dengan tambahan pelengkap sambal lombok. Gambar 5.6. Papuyu Baubar. 2. Papuyu Goreng a. Bahan-bahan Ikan betok beberapa ekor, minyak goreng, dan jeruk nipis 1 buah, jahe 1 potong sebesar ibu jari, kunyit 1 potong sebesar ibu jari, bawang putih 1 siung, ketumbar ½-1 sendok teh, dan garam secukupnya. 59 Junius Akbar b. Cara membuat Ikan dibersihkan sisik, isi perut, dan insangnya. Toreh bagian badannya, lalu limuri dengan jeruk nipis sejenak. Bumbu-bumbu dihaluskan, kemudian ikan dilumuri dengan bumbu tersebut sampai merata keseluruh bagian ikan. Gorenglah ikan tersebut sampai matang/garing. Angkat dari penggorengan, hidangkan dalam keadaan hangat. Gambar 5.7. Papuyu Goreng. 3. Wadi Ikan Betok a. Bahan-bahan Beberapa ikan betok (2 kg), berukuran panjang baku berkisar 12-15 cm, dan bobot berkisar 40-50 g/ekor, garam 300 g, beras 300 g, pisau, baskom, dan toples. b. Cara membuat Ikan betok yang segar disiangi dengan cara membuang sisik, tutup insang, insang, dan isi perut. Selanjutnya ikan dicuci bersih dengan air PDAM, kemudian ditiriskan. Setelah itu, direndam dalam air bersih pada suhu sekitar 100C selama kira-kira 30 menit, kemudian dicuci dan ditirskan lagi selama 30 menit. Sebelum penggaraman, ikan ditimbang sebanyak 350-400 g (sekitar 9-10 ekor) untuk setiap wadah penggaraman. Wadah penggaraman yang digunakan adalah stoples plastik transparan berukuran diameter permukaan 12,5 cm, 60 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis diameter dasar 11,5 cm, dan tinggi 12 cm. Konsentrasi garam yang digunakan adalah 25% b/b, kemudian wadah stoples plastik ditutup rapat dan didiamkan selama 7-15 hari sampai terbentuk cita rasa atau aroma wadi. Perbandingan kandungan asam amino ikan betok segar dan wadi dapat dilihat pada Tabel 5.2. Gambar 5.8. Wadi Ikan Betok 61 Junius Akbar Tabel 5.2. Kadar Protein dan Asam Amino pada Ikan Betok Segar dan Wadi Sumber : Khairina dan Khotimah (2006). 4. Wadi Papuyu Asam Manis a. Bahan-bahan ½ kg ikan wadi papuyu, 5 buah bawang putih diiris tipis, 5 buah bawang merah diiris tipis, 5 belimbing wuluh diiris halus, 3 cabe merah besar diiris tipis, 3 buah tomat diiris halus, garam, penyedap rasa, gula merah, gula putih, dan asam jawa secukupnya. b. Cara membuat Ikan dibersihkan dan direndam sebentar. Goreng ikan yang telah bersih hingga matang dan tiriskan. Tumis bawang merah dan bawang putih dengan minyak goreng secukupn- 62 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis ya. Masukkan air hingga mendidih. Masukkan ikan yang telah digoreng. Tambahkan air asam jawa, garam, gula merah, gula putih, dan penyedap rasa secukupnya. Setelah matang atau mendidih tambahkan irisan cabe merah dan tomat, diamkan sebentar. Kemudian angkat dan sajikan. Gambar 5.9. Wadi Papuyu Asam Manis 63 6 ANALISIS USAHA BUDI DAYA IKAN BETOK Kegiatan budi daya perikanan mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan kegiatan penangkapan diantaranya dapat menentukan atau memilih jenis komoditas yang akan dibudidayakan sesuai dengan permintaan pasar baik dalam nilai ekonomis atau harga, jenis ukuran maupun waktunya. Peluang pengembangan usaha budi daya ikan betok dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain potensi sumber daya, peluang pasar, dan analisis usaha apakah kegiatan budi daya tersebut menguntungkan atau tidak. A. Potensi Sumber Daya Pengembangan usaha budi daya ikan perlu didukung potensi sumber daya antara lain lahan dan komoditas disamping faktor-faktor lain seperti pengairan, sarana produksi, tenaga kerja, teknologi, dan modal. Potensi lahan untuk pengembangan budi daya ikan betok di Kalimantan sangat besar mengingat di pulau Kalimantan banyak terdapat sungai dan rawa-rawa. Selain potensi lahan, adanya teknologi pembenihan dan pembesaran ikan betok serta tenaga kerja atau sumber daya manusia akan mendukung pengembangan usaha budi daya ikan betok di Kaliman- 64 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis tan Selatan. Sebagai suatu alternatif produksi, usaha budi daya ikan betok dapat memberikan harapan usaha komersial yang memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat pembudidaya. B. Peluang Pasar Permintaan pasar akan komoditas perikanan diperkirakan akan terus meningkat baik untuk konsumsi di dalam negeri maupu untuk ekspor. Bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, adanya industri pengolahan dan berkembangnya industri pariwisata akan membuka peluang pasar di dalam negeri yang cukup besar. Ketersediaan ikan betok di pasaran daerah Kalimantan Selatan sangat berfluktuasi bergantung pada hasil penangkapan di alam. Peluang pasar untuk komoditas ikan betok cukup bagus karena sangat diminati masyarakat dengan harga pasaran berkisar Rp.40.000-Rp.60.000/kg. Selama ini untuk memenuhi permintaan pasar masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga ketersediaan ikan betok mulai berkurang. Melihat kenyataan harga pasaran tersebut mengakibatkan usaha penangkapan di alam semakin intensif. Dengan adanya penangkapan di alam yang terus menerus maka populasi ikan betok semakin lama akan menurun bahkan bisa mengalami kepunahan. Selain itu, penggunaan bahan-bahan kimia untuk menangkap ikan dapat merusak lingkungan tempat hidup ikan dan mematikan anak ikan yang ada. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pengembangan budi daya ikan betok harus dimulai dari sekarang. Keberhasilan perekayasaan teknologi pembenihan ikan betok akan memberikan peluang usaha budi daya bagi masyarakat. 65 Junius Akbar C. Analisis Usaha Analisis usaha dilakukan untuk melihat prospek usaha yang akan dijalankan di masa mendatang, yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Analisis usaha merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan risiko kegagalan usaha. Aspekaspek yang biasa dikaji untuk mengetahui kelayakan usaha adalah: 1. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang digunakan untuk menjalankan usaha baru. Biaya investasi biasanya terdiri atas biaya tetap, yaitu biaya bangunan dan peralatan. Biaya investasi sebaiknya ditambahkan berupa biaya tambahan untuk mengantisipasi ketersediaan barang yang belum terjual. Biaya ini biasanya merupakan biaya modal kerja selama 3 siklus. 2. Biaya Produksi/Operasional Biaya produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap pada biaya produksi biasanya adalah biaya penyusutan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh kapasitas produksi. 3. Harga Produk dan Perkiraan Pendapatan Harga produk terdiri atas harga pokok dan harga jual. Harga pokok penjualan merupakan harga satuan produk sebagai hasil perbandingan antara total biaya dengan total produksi per periode tertentu. Harga tersebut merupakan harga terendah yang tidak merugikan bagi produsen. Harga jual adalah harga yang mengikuti dengan ketentuan pasar (harga pasar). Biasanya lebih tinggi daripada harga pokok. Pendapatan produsen (pembudidaya/perusahaan) merupakan aliran uang yang diperoleh dari hasil penjualan produk. Harga pokok penjualan dihitung dengan rumus seba- 66 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis gai berikut: Harga pokok = Total biaya produksi -------------------------------- Total produksi per silus Pendapatan = Jumlah satuan produk yang diproduksi x harga jual 4. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria yang biasa digunakan biasanya digunakan pada penghitungan analisis usaha secara sederhana adalah: a. Break Event Point (BEP) Break Event Point (BEP) sering disebut sebagai titik impas yang digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan, di mana semua biaya telah tertutupi tanpa mengalami keuntungan maupun kerugian. Penghitungan nilai BEP adalah sebagai berikut: Total biaya per siklus BEP = -----------------------------------------Harga jual per ekor atau per kg b. Pay Back Period (PBP) Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang diperlukan untuk dapat mengembangkan semua investasi yang telah dikeluarkan. PBP menunjukkan bahwa estimasi atau perkiraan jangka waktu pengembalian investasi industri. Penghitungan nilai PBP adalah sebagai berikut: PBP = Nilai investasi -----------------------------Keuntungan per siklus c. Return Cost Ratio (RCR) Return Cost Ratio (RCR) adalah perbandingan antara pendapatan kotor dengan biaya. Jika nilai RCR lebih besar dari 67 Junius Akbar 1, maka usaha itu layak dijalankan. RCR dihitung dengan rumus: Total pendapatan RCR = ---------------------------Total biaya produksi Analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keuntungan di dalam pengembangan usaha budi daya ikan betok mulai dari kegiatan pembenihan sampai pembesaran mencapai ukuran konsumsi. Sebagai contoh di bawah ini disajikan analisis usaha kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan betok di kolam. D. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok Tabel 6.1. Analisis Usaha Pembenihan Ikan Betok 68 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis 69 Junius Akbar E. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam Usaha pembesaran ikan betok dalam kolam selama 1 siklus, biasanya berlangsung selama 1 tahun (12 bulan). Dalam kurun waktu tersebut, bobot ikan bisa mencapai 75-100 g (ukuran panen). Kolam 2 unit berukuran (100 m2) yang berkapasitas 40.000 ekor benih, dengan asumsi bahwa tingkat kelangsungan hidup 80%, maka analisis usaha untuk 1 unit kolam adalah sebagai berikut: Tabel 6.2. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Kolam 70 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran ikan betok dalam kolam dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 80%, menghasilkan keuntungan sebesar Rp.17.306.500,-. 71 Junius Akbar F. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba Usaha pembesaran ikan betok dalam karamba selama 1 siklus, biasanya berlangsung selama 1 tahun (12 bulan). Dalam kurun waktu tersebut, bobot ikan bisa mencapai 75100 g (ukuran panen). Karamba 1 unit berukuran (2x3 m) yang berkapasitas 1.200 ekor benih, dengan asumsi bahwa tingkat kelangsungan hidup 80%, maka analisis usaha untuk 1 unit karamba adalah sebagai berikut: Tabel 6.3. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Karamba 72 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran ikan betok dalam karamba dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 80% dan bobot total panen 103 kg, menghasilkan keuntungan sebesar Rp.2.173.000. G. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen Usaha pembesaran ikan betok dalam fish pen selama 1 siklus, biasanya berlangsung selama 1 tahun (12 bulan). Dalam kurun waktu tersebut, bobot ikan bisa mencapai 75-100 g (ukuran panen). Fish pen 1 unit berukuran (4x6 m) yang berkapasitas 2.400 ekor benih, dengan asumsi bahwa tingkat kelangsungan hidup 80%, maka analisis usaha untuk 1 unit fish pen adalah sebagai berikut: Tabel 6.4. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Fish Pen 73 Junius Akbar Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran ikan betok di dalam fish pen dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 80% dan bobot total panen 153 kg menghasilkan keuntungan sebesar Rp.3.219.000,H. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap Tabel 6.5. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Betok dalam Jaring Tancap Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran ikan betok dalam jaring tancap dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup 90%, mengha- 74 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis silkan keuntungan sebesar Rp.3.340.000,-. Dari hasil analisis usaha pembesaran ikan betok, pemeliharaan ikan betok dalam karamba dan jaring tancap, keuntungan yang diperoleh relatif rendah dibandingkan dengan pemeliharaan ikan betok dalam kolam dan fish pen. Hal ini disebabkan biaya investasi pemeliharaan ikan dalam karamba dan jaring tancap relatif tinggi, akan tetapi tahan lama. 75 DAFTAR PUSTAKA Affandi, R dan U.M. Tang., 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press, Pekanbaru. Akbar, J., 2008. Buku Ajar: Budi Daya Pakan Alami. Hibah Penulisan Buku Teks PT 2008. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Akbar, J., 2009. Pengaruh Media Air Bersalinitas yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas testudineus) yang Dipelihara di Akuarium. Fakultas Perikanan Unlam, Banjarbaru. Akbar, J dan A. Nur., 2008. Optimalisasi Perikanan Budi Daya Rawa dengan Pakan Buatan Alternatif Berbasis Bahan Baku Lokal. Program I-MHERE B.1 Bacth II Unlam. Akbar, J dan M. Adriani., 2010. Peranan Kromium (Cr+3) dalam Metabolisme Karbohidrat pada Ikan Betok (Anabas testudineus). Hibah Fundamental Dikti. Akbar, J; M. Adriani, dan S. Aisiah., 2010. Paket Teknologi Budi Daya Ikan Betok (Anabas testudineus) pada Lahan Basah Sub-Optimal melalui Pemberian Pakan yang Mengandung Kromium (Cr+3) Organik. Hibah Strategis Nasional Dikti Tahun ke-1. Akbar, J; N.A. Fauzana; M. Adriani, dan S. Aisiah., 2011. 76 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Paket Teknologi Budi Daya Ikan Betok (Anabas testudineus) pada Lahan Basah Sub-Optimal melalui Pemberian Pakan yang Mengandung Kromium (Cr+3) Organik. Hibah Strategis Nasional Dikti Tahun ke-2. Akbar, J., 2011. Identifikasi parasit pada ikan betok (Anabas testudineus). Bioscientiae. Jurnal Ilmu-Ilmu Biologi. Vol.8. No.2. ISSN 1693-4792. Hal: 36-45. Akbar, J; M. Adriani, dan S. Aisiah., 2011. Pengaruh Pemberian Pakan yang Mengandung Berbagai Level Kromium (Cr+3) pada Salinitas yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas testudineus). Jurnal Bionatura. Vol. 13. No.3. Hal : 248-254. Ali, M.Z; M. Zaher; M.J. Alam, dan M.G. Hussain., 2012. Effect of dietary carbohydrate to lipid ratioson growth, feed convertion, protein utilisation and body composition in climbing perch, Anabas testudineus. International Journal of Fisheries and Aquaculture. Vol. 4(1), pp. 1-6, 9 January, 2012. Amornsakun, T; W. Sriwatana, dan P. Promkaew., 2005. Some aspects in early life stage of climbing perch, Anabas testudineus larvae. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 27 (1): 403-418, 2005 Ansyari, P; R. Yunita; S. Asmawi, dan H. Kudsiah., 2008. Telaah food habits dan bio-limnologi habitat ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di perairan rawa Kalimantan Selatan. J. Sains & Teknologi, April 2008, Vol. 8 No. 1: 73-80. Anonim., 2005. Populasi Makin Berkurang. Pasok Ikan Papuyu Ditunggu. Demersal. Volume 1 Edisi Maret 2005. Hal:22-23. Anonim., 2006. Pemeliharaan Beberapa Jenis Ikan Lokal Air Tawar. Departemen Pertanian Balai Informasi Penelitian. Banjarbaru. 77 Junius Akbar Anonim., 2007. Teknologi Pembenihan dan Pembesaran Ikan Papuyu (Anabas testudineus Bloch). Balai Budi Daya Air Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan. Asmat, G.S.M; N. Mohammad, dan N. Sultana., 2003. Trichodian anabasi sp.n. (Cilioiphora: Trichodinidae) from climbing perch, Anabas testudineus (Bloch, 1795) (Anabantidae) in Chittagong. Pakistan Journal of Biological Sciences 6(3): 269-272, 2003. Asmawi, S., 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. Gramedia, Jakarta. Asyari., 2007. Pentingnya labirin bagi ikan rawa. Jurnal Bawal. Vol.1 No.5 Agustus 2007. 161-167. Azizi, A dan N.A. Wahyudi., 2001. Studi kelayakan penangkapan dan pemasaran ikan betok (Anabas testudineus) di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.7 No.2. Pusat Riset Perikanan Budi Daya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Hal: 70-78. Burnawi., 2005. Teknik pemeriksaan isi usus ikan patin darisungai Musi Sumatera Selatan. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan. Vol. 3, (1314) Tahun 2005. Burnawi., 2008. Teknik menghitung fekunditas telur ikan papuyu (Anabas testudineus) di Danau Panggang daerah aliran sungai Barito, Kalimantan Selatan. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan. Vol.6 No.1 Juni 2008: 15-16. Chotipuntu, P dan P. Avakul., 2010. Aquaculture potential of climbing perch, Anabas testudineus, in brackish water. Walailak Journal Sci & Tech 2010; 7(1): 15-21. Devaraj, K.V., 1975. Culture of Air-Breathing Fishes. College of Fisheries, Mangalore. Djajasewaka, H., 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). Cetakan I. Yasaguna, Jakarta. 78 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Djajasewaka, H; E. Tahapari, dan T. Pribadi., 1995. Formulasi pakan untuk pembesaran ikan betok di kolam tadah hujan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/ 1995. Hal; 165-168. Djauhari, R., 2006. Identifikasi potensi bakteri patogen pada budi daya ikan betok (Anabas testudineus). Journal of Tropical Fisheries. (2006) 1(1): 71-79. Djuhanda, T., 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung. Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Ernawati, Y; M.M. Kamal, dan N.A.Y. Pellokila., 2009. Biologi reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di rawa banjiran sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(2): 113-127, 2009 Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan). Rineka Cipta, Jakarta. Hasan, M; A.K.S. Ahammad, dan Md. M.R. Khan., 2010. A preliminary investigation into the production of Thai Koi (Anabas testudineus) reared in nylon hapas in Bangladesh. Bangladesh Research Publications Journal. Vol. 4 pp. 15-23, May-June, 2010. Hien, T.T.T; B.T. Thien; N.T. Phuong, dan M.N. Wilder., 2003. Effects of Feeding Rates and Frequencies on Growth and Survival Ratesof Climbing Perch (Anabas testudineus) Fingerlings. Research Topics of Aquaculture Production in 2003. Hossain, M.A; Z. Sultana; A.S.M. Kibria, dan K.M. Azimuddin., 2012. Optimum dietary protein requirement of a Thai strain of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch, 1792) fry. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 12: 1-8 (2012) Hughes, G.M dan B.N. Singh., 1970. Respiration in an-breathing fish, the climbing perch Anabas testudineus Bloch. 79 Junius Akbar J. Exp. Biol. (1970), 53, 265-280. Jacob, P.K., 2005. Studies on Some Aspects of Reproduction of Female Anabas testudineus (Bloch). Departement of Marine Biology, Microbiology and Biochemistry. Cochin University of Science and Technology Cochin, India. Jalilah, M; Z.A. Aizam, dan J. Safiah., 2011. Early development of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch). UMTAS. Hal : 516-521, 2011. Khairina, R dan I.K. Khotimah., 2006. Studi komposisi asam amino dan mikroflora pada wadi ikan betok. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 7 No. 2 (Agustus 2006). Hal: 120-126. Luangphai, P; C. Wongsawad; K. Kumchoo, dan P. Sripalwit., 2004. Survey of Helminths in Climbing Perch (Anabas testudineus) from Sai District, Chiang Mai Province. Departement of Biology Faculty of Science, Chiang Mai University, Chiang Mai, Thailand. Mahmood, S.U; M.S. Ali, dan M.A.U. Haque., 2004. Effect of different feed on larval/fry rearing of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch), in Bangladesh: II. growth and survival. Pakistan J. Zool. Vol. 36 (1), pp. 13-19, 2004. Mahmood, S.U., 2006. Comparison between single and double injection of pituitary gland (PG) on the breeding performance of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch). J. Bio. Sci. 14 : 57-60, 2006. Mangalik, A., 1982. Energy Requirements of Fish Nutrition. Fisheries and Allied Aquaculture Departement Auburn University. 55 pages. Mangalik, A., 1986. Kebutuhan Protein Ikan Betok. I. Pengaruh Tingkat Protein yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Konversi Makanan dari Ikan Betok (Anabas testudineus 80 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Bloch). Jurusan Budi Daya Perairan. Fakultas Perikanan. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. 13 halaman. Marimuthu, K; J. Arumugam; D. Sandragasan, dan R. Jegathambigai., 2009. Studies on the fecundity of native fish climbing perch (Anabas testudineus, Bloch) in Malaysia. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 3(3) : 266-274, 2009. Marlida, R., 2008. Efek cekaman suhu terhadap penetasan telur dan keragaan larva ikan papuyu (Anabas testudineus Bloch). Ziraa’ah. Vol. 22, No. 2, Juni 2008. Hal : 96-106. Moitra, A; T.K. Ghosh, dan A. Pandey., 1987. Scanning electron microscopy of the post-embryonic stages of the climbing perch, Anabas testudineus. Japanese Journal of Ichthyology. Vol. 34, No.1, 1987: 53-58. Mondal, M.N; J. Shahin; M.A. Wahab; M. Asaduzzaman, dan Y. Yang., Comparison between cage and pond production of Thai climbing perch (Anabas testudineus) and Tilapia (Oreochromis niloticus) under three management systems. J. Bangladesh Agril. Univ. 8(2): 313-322, 2010. Morioka, S; S. Ito; S. Kitamura, dan B. Vongvichith., 2009. Growth and morphological development of laboratoryreared larval and juvenile climbing perch Anabas testudineus. Ichthyol Res. (2009) 56 : 162-171. Mudjiman, A., 2000. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. Muhammad; H. Sunusi, dan I. Ambas., 2001. Pengaruh donor dan dosis kelenjar hipofisa terhadap ovulasi pemijahan dan daya tetas telur ikan betok (Anabas testudineus Bloch). Sci & Tech. Vol. 2, No. 2 (Agustus 2001). Hal: 14-22. 81 Junius Akbar Muhammad., 2001. Perkembangan embrio ikan betok (Anabas testudineus Bloch). Fisheries and Oceanic Journal Borneensis. Vol 2, No.1 (Agustus 2001). Hal:28-33. Mulyanti, N; Yosmaniar; Jaelani, dan N. Suhenda., 1995. Pengaruh pakan buatan dan ikan rucah terhadap pertumbuhan ikan betok (Anabas testudineus) di kolam tadah hujan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/1995. Hal; 181-186. Mursidin; D. Sadili; Z. Nasution; A. Azizi; A. Wahyudi, dan Tajerin., Status pemasaran ikan betok (Anabas testudineus) di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/1995. Hal; 211-219. Mustafa, Md.G; Md.J.Alam, dan Md.M. Islam., Effects of Some Artificial Diets on The Feed Utilization and Growth of The Fry of Climbing Perch, Anabas testudineus (Bloch, 1792). Departement of Fisheries, University of Dhaka, Dhaka1000, Bangladesh. Pandit, D.N dan T.K. Ghosh., 2007. Oxygen uptake in relation to group size in the juveniles of a climbing perch, Anabas testudineus (Bloch). Journal of Environmental Biology. January 2007, 28(1) 141-143 (2007). Peggy Reed, Ruth Francis-Floyd, dan Ruth Ellen Klinger., 2009. Monogenean Parasites of Fish. FA-28. University of Florida. IFAS Extension. Phuong, N.T; P.T. Liem; V.T. Toan; T.T.T. Hien, dan L.V. Tinh., 2002. Study on The Effects of Feeding Diets on Growth of Climbing Perch (Anabas testudineus) Culturedi n Garden Ditches. Technology Development for Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture Production in 2002. Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University, Cantho, Vietnam. Priyadi, A; M. Yunus; P. Yuliati, dan Chumaidi., Penggunaan 82 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis berbagai jenis pakan bagi benih ikan betok. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/1995. Hal; 169-173. Pouder, Deborah. B; Eric W, dan Roy P.E. Yanong., 2005. Common Freshwater Fish Parasites Pictorial Guide: Crustaceans. FA-115. University of Florida. IFAS Extension. Pouder, Deborah. B; Eric W. Curtis, dan Roy P.E. Yanong., 2005. Common Freshwater Fish Parasites Pictorial Guide: Monogeneans. FA-111. University of Florida. IFAS Extension. Rahman, M.A dan K. Marimuthu., 2010. Effects of different stocking density on growth, survival and production of endangered native fish climibing perch (Anabas testudineus, Bloch) fingerlings in nursery ponds. Advances in Anvironmental Biology, 4(2): 178-186, 2010. Rahman, M.M; H. Ferdowsy; M.A. Kashem, dan M.J. Foysal., 2010. Tail and fin rot disease of indian major carp and climbing perch in Bangladesh. Journal of Biological Sciences. 10(8): 800-804, 2010. Saanin, H., 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penebar Swadaya. Sahoo, P.K; P. Swain; S.K. Sahoo; S.C. Mukherjee, dan A.K. Sahu., 2000. Pathology caused by the bacterium Edwardsiella tarda in Anabas testudineus (Bloch). Asian Fisheries Science. 13 (2000) : 357-362. Slamat., 2009. Keanekaragaman Genetik Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) pada Tiga Tipe Ekosistem Perairan Rawa di Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis Magister. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor. Srivastava, A dan J.P.N. Singh., 2012. Operculum of climbing perch Anabas testudineus: a histochemical investigation. J. Exp. Zool. India. Vol. 15, No.1, pp: 123-127, 2012. Sularto; Rusmaedi, dan M. Sulhi., 1995. Pemberian pakan 83 Junius Akbar hewani pada pembesaran ikan betok di kolam tadah hujan. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian 1994/ 1995. Hal: 83-88. Sunarto; Suriansyah, dan Sabariah., 2008. Pengaruh pemberian vitamin C ascorbic acid terhadap kinerja pertumbuhan dan respon imun ikan betok Anabas testudineus Bloch. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 151159 (2008). Suryanti. Yanti., 2003. Kemampuan Ikan Memanfaatkan Karbohidrat sebagai Sumber Energi. Warta. Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 9 No.1. 2003. Edisi Akuakultur. Hal: 2-6. Tjahjo, D.W.H dan K. Purnomo., 1998. Studi Interaksi Pemanfaatan pakan alami antar ikan sepat (Trichogaster pectoralis), betok (Anabas testudineus), mujair (Oreochromis mossambicus), nila (O. niloticus), dan gabus (Channa striatus) di rawa Taliwang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.IV No.3 Tahun 1998. Hal: 50-59. Trieu, N.V dan D.N. Long., 2000. Seed Pr.oduction Technology of Climbing Perch (Anabas testudineus): Preliminary Results on the Use of Hormone for Induced Reproduction. Technology Development for Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture Production in 2000. Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University, Cantho, Vietnam. Trieu, N.V dan D.N. Long., 2001. Seed Production Technology of Climbing Perch (Anabas testudineus): A Study on the Larval Rearing. Technology Development for Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture Production in 2001. Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University, Cantho, Vietnam. Tuan, N.A; H.M. Hanh; L.M. Lan; D.N. Long; D.H. Tam; N.V. 84 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis Lanh, dan L.T.N. Thanh., 2002. Preliminary Results on Rearing Climbing Perch (Anabas testudineus) in Concrete Tanks and Earthen Ponds. Technology Development for Aquaculture Production. Research Topics of Aquaculture Production in 2002. Fresh Water Aquaculture Department, College of Agriculture, Cantho University, Cantho, Vietnam. Van, K.V dan V.Q. Hoan., 2009. Intensive nursing climbing perch (Anabas testudineus) in hapas using pellet feed at different protein levels. J. Sci. Dev. 2009, 7(2): 239242. Widodo, P., 2006. Budi Daya Ikan Papuyu (Anabas testudineus) Skala Usaha. Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin. Widodo, P; Bunasir; George Fauzan, dan Syafrudin., 2006. Peningkatan Produksi Benih Ikan Papuyu Di Kolam Permanen. Laporan Perekayasaan. Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin. Widodo, P; Bunasir; George Fauzan, dan Syafrudin., 2007. Teknologi Budi Daya Ikan Papuyu (Anabas testudineus Bloch). Balai Budi Daya Air Tawar Mandiangin. Yasin, M. N., 2011. Marine yeast as immunostimulant toward the activity of non specific immune respons of Aeromonas hydrophilla infected Climbing Perch (Anabas testudineus). Berkala Penelitian Hayati. Edisi Khusus: 6B (1925), 2011. Yulianingsih, Reni., 2004. Analisis kecernaan pakan ikan dengan indikator Cr 2O 3 . Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur. Vol. 3 No. 1 Tahun 2004 (9-12). Zalina, I; C.R. Saad; A.A. Rahim; A. Christianus, dan S.A. Harmin., 2011. Breeding performance and the effect of stocking density on the growth and survival of climbing perch, Anabas testudineus. Journal of Fisheries and Aquatic Science.. 6(7) : 834-839, 2011. 85 Junius Akbar Zalina, I; C.R. Saad; A. Christianus, dan S.A. Harmin., 2012. Induced breeding and embryonic development of climbing perch (Anabas testudineus, Bloch). Journal of Fisheries and Aquatic Science. 2012. Hal: 1-16. Zonneveld N, Huisman E.A, Boon J.H., 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 86 GLOSARIUM Adaptasi adalah masa penyesuaian suatu organisme dalam lingkungan baru. Aerasi adalah pemberian udara ke dalam air untuk penambahan oksigen. Aklimatisasi adalah penyesuaian suatu organisme (ikan) dalam lingkungan baru, pada seluruh kondisi lingkungan. Aseksuil adalah perkembangbiakan tidak melalui perkawinan. Biomassa adalah bobot seluruh bahan hidup (organik) pada satuan luas dalam suatu waktu tertentu. Budi Daya adalah suatu kegiatan pemeliharaan suatu organisme. Budi Daya Perairan adalah pengusahaan budi daya organisme akuatik termasuk ikan, moluska, krustasea, dan tumbuhan akuatik. Kegiatan usaha budi daya menyiratkan semacam intervensi dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran teratur, pemberian pakan, perlindungan terhadap pemangsa, dan seterusnya. Pengusahaan budi daya juga menyiratkan kepemilikan perorangan atau badan usaha dari stok yang dibudidayakan. Disiphon adalah membersihkan badan air dengan menge- 87 Junius Akbar luarkan kotoran bersama sebagian jumlah air. Fitoplankton adalah plankton tumbuhan. Fekunditas adalah kemampuan reproduksi ikan yang ditunjukkan dengan jumlah telur yang ada dalam ovarium ikan betina. Fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya. Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Fekunditas populasi adalah jumlah semua telur dari semua fekunditas mutlak ikan betina yang akan memijah, yaitu semua telur yang akan dikeluarkan dalam satu musim pemijahan. Fertilisasi adalah penyatuan gamet haploid untuk menghasilkan suatu zigot diploid. Ginogenesis adalah proses perkembangan embrio yang berasal dari telur tanpa kontribusi material genetik jantan. Gonad adalah organ seks jantan dan betina, organ penghasil gamet pada sebagianbesar hewan. Gonadotropin adalah hormon yang merangsang aktivitas testes dan ovarium. Habitat adalah tempat hidup suatu organisme. Herbivora adalah hewan heterotropik yang memakan tumbuhan. Hipofisasi adalah salah satu teknik dalam pengembangbiakan ikan dengan cara menyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa kepada induk ikan untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. Hormon adalah bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk dalam sel-sel khusus pada kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi tertentu secara fisiologik dan biokimia. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian 88 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Pengertian ikan menurut UU No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan meliputi: Ikan bersirip (Pisces) Udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (Crustacea) Kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (Mollusca) Ubur-ubur dan sebangsanya (Coelenterata) Teripang, bulu babi, dan sebangsanya (Echinodermata) Kodok dan sebangsanya (Amphibia) Buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (Reptilia) Paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (Mammalia) Rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (Algae). Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas, termasuk ikan yang dilindungi. Inkubasi adalah masa penyimpanan. Kelenjar hipofisa adalah kelenjar kecil di bagian otak bawah yang menghasilkan berbagai macam hormone yang dibutuhkan pada makhluk hidup. Kepadatan adalah masa persatuan volume yang biasanya dihitung dalam gram/cm3 atau jumlah sel/mL. Kisaran toleransi adalah setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis dari kisaran toleransi organisme terhadap kondisi faktor lingkungannya. Larva adalah organisme yang belum dewasa yang baru keluar 89 Junius Akbar dari telur atau stadia setelah telur menetas. Makanan adalah hasil dari proses pengolahan bahan pangan yang siap dimakan. Nauplii adalah bentuk stadia setelah menetas pada krustacea arau kopepoda. Omnivora adalah organisme pemakan segala. Osmoregulasi adalah proses penyesuaian tekanan osmosa oleh suatu organisme dalam suatu lingkungan. Ovulasi adalah proses terlepasnya sel telur dari folikel. Pakan adalah hasil olahan bahan pangan yang dikonsumsi hewan dan ikan. Pakan alami adalah pakan hidup bagi ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung. Pakan buatan adalah hasil prosesing berbagai bahan baku sedemikian rupa sehingga sukar dikenal lagi bahan asalnya. Patogen adalah organisme penyebab penyakit Pemijahan adalah proses peletakan telur atau perkawinan Pengapuran adalah menebar kapur hingga merata keseluruh bagian dalam kolam (tanah dasar dan pematang). Penyakit ikan adalah: a. Suatu keadaan patologi dari tubuh yang ditandai dengan adanya gangguan histologi atau psikologis. b. Keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal. c. Sebagai suatu bentuk abnormalitas dalam struktur atau fungsional yang disebabkan oleh organisme hidup melalui tanda-tanda yang spesifik. d. Dapat terjadi karena hubungan tiga faktor utama yaitu inang (host), penyebab penyakit (pathogen), dan lingkungan (environment). Penyakit infeksi adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (protozoa, cacing, krustasea), jamur, bakteri, dan virus. Karakteristik khusus yang terdapat pada 90 Ikan Betok: Budidaya dan Peluang Bisnis penyakit infeksi adalah kemampuan untuk menularkan penyakit dari satu ikan ke ikan yang lain secara langsung. Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, disebabkan oleh defisiensi nutrisi, dan genetik. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Plankton adalah organisme terapung yang pergerakannya tergantung arus air. Predator adalah organisme yang memangsa hewan lainnya. Pupuk adalah semua bahan yang diberikan pada media budidaya dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan fisik, kimia, dan biologi media budidaya. Pupuk organik adalah pupuk kandang dan limbah atau sisa tanaman yang mengandung 4-50% karbon pada berat keringnya. Pupuk anorganik adalah nutrisi anorganik dalam komposisi sederhana yang mempunyai komponen minimum satu jenis dari bahan N-P-K. Reproduksi adalah proses perkembangbiakan baik secara aseksual maupun seksual Salinitas adalah konsentrasi semua ion-ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam mg per liter atau bagian per juta atau promil. Salinitas adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu kilogram air laut, dalam hal mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, brom, dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang telah dioksidasi. Seksual adalah perkembangbiakan melalui perkawinan. Seks reversal adalah proses pembalikan kelamin dengan 91 Junius Akbar menggunakan metode tertentu. Seleksi adalah pemisahan populasi dasar yang digunakan ke dalam kedua kelompok, yaitu kelompok terpilih dan kelompok yang harus terbuang. Stress adalah organisme yang terdedah pada suatu kondisi lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya. Zooplankton adalah plankton hewani. 92 TENTANG PENULIS JUNIUS AKBAR, lahir di Surabaya, 4 Juni 1966. Sejak tahun 1993 sampai sekarang bekerja sebagai tenaga edukatif pada Fakultas Perikanan, Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) dan Program Pasca Sarjana Ilmu Perikanan Unlam. Pendidikan S-1 ditempuh di Program Studi Budi Daya Perairan Fakultas Perikanan, Unlam dan selesai tahun 1993. Pendidikan S-2 di Program Studi Biologi kekhususan Ekologi Hewan, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan selesai tahun 2002. Selain itu Penulis juga menempuh pendidikan Diploma I Program Studi Pengelolaan Lingkungan Fakultas MIPA, Universitas Terbuka, dan selesai tahun 1998. Saat ini jabatan fungsionalnya Lektor Kepala pada bidang keilmuan Budi Daya Perairan-Manajemen Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Buku yang sedang berada di tangan Anda ini merupakan buah karya yang pertama diterbitkan. Sebelumnya penulis telah menulis Buku Ajar: Biologi Laut (2005), Buku Ajar: Toksikologi Lingkungan (2006), Buku Ajar: Budi Daya Pakan Alami (2008), Buku Ajar: Manajemen Peningkatan Produksi 93 Junius Akbar (2009), dan Buku Ajar: Manajemen Kesehatan Ikan (2011). Tiga buku ajar terakhir merupakan buku ajar yang mendapatkan hibah penulisan buku ajar Perguruan Tinggi oleh DP2MDikti. 94