lnisiasi Menyusu Dini dan Faktor Ddeterminannya

advertisement
PGM 2010, 33(1): 1-13
lnisiasiMenyusuDini dan FaktorDdeterminannyapada Anak Balira
Anies lrawatl
INlSlASl MENYUSU DIN1 DAN FAKTOR DETERMINANNYA
PADA ANAK BALITA D l INDONESIA: Analisis Data Sekunder Survei Demografi
d a n Kesehatan lndonesia T a h u n 2007
(EARLY BREASTFEEDING INITIATION AND ITS DETERMINANT FACTORS
F O R CHILDREN UNDERFIVE YEARS O L D I N INDONESIA: Secondary Analysis
o f the lndonesia Demographic a n d Health Survey 2007)
Anies lrawati
'
ABSTRACT
Introduction: Breastfeeding initiated within 1 hour after infant birth is important to
successfully exclusive breastfeeding and infant health, especially protective infant from
nfecl~ondesease In lndones~alnforrnat~ondeterm nant factors of in tlatra breaslmllk w~thln1
hour after nfant olrth are rare Ob~ectlveto eval~aleoetermlnant factor of lnll~aledoreastm lk
within 1 hour after infant birth. ~ e t h o d s :Data demography health survey 2007 (DHS 2007)
was analyzed using multiple regression logistic. Result: The proportion initiated of breastmilk
within 1 hour after infant birth is 45.6% for infant 0-1 1 months age. and 45.9% infant 12-23
months age. The proportion initiated breastmilk within 1 hour after birth infant in rural area
lower than infant in urban area (44.7% and 46.6%). In the urban area, parity is determinant
factor of initiated of breastmilk within 1 hour after infant birth controlling sex of infant,
birthweight, mother age, work status, education level, and delivery health care and pregnancy
health care. In the rural area, pregnancy health care is determinant factor of initiated of
breastmilk within 1 hour after infant birth controlling sex of infant, birthweight, mother age.
parity, work status, education level, and delivery health care. Conclusion: The proportion of
initiated breastmilk within 1 hour after infant birth still low.[Penel Gizi Makan 2010, 33(1):1-131
Keywords: initiated breastmillk, parity and pregriancy health care
PENDAHULUAN
A
SI adalah makanan terbaik bagi bayi,
khususnya pada bayi baru lahir
sampai umur 6 bulan. Dalam enam
bulan pertama sebaiknya bayi hanya
mendapat
AS I
saja
(tanpa
rnakananlminuman lain), yang berarti bayi
mendapat AS1 eksklusif sesuai anjuran
WHO dan Kementerian Kesehatan RI.
Keberhasilan AS1
eksklusif
sangat
ditentukan oleh inisiasi menyusu segera
setelah dilahirkan, atau dikenal sebagai
inisiasi menyusui Dini (IMD). IMD adalah
kontak dengan kulit segera setelah lahir
dan menyusu sendiri dalam 1 jam pertama
setelah me~ahirkan.'.~'~
dan IMD adalah
pemberian AS1 (Air Susu Ibu) pada 1 jam
pertama setelah melahirkam3
Pada satu jam pertama setelah
dilahirkan, bayi menemukan payudara ibu.
Ini merupakan awal hubungan kegiatan
rnenyusui yang berdampak pada kegiatan
selanjutnya agar AS1 eksklusif berhasil
I
Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan L'tbang Kesehatan, Kemenkes RI
dilakukan dan bayi mendapat AS1 sampai
umur 2 tahun. Bila bayi yang baru lahir
dipisahkan dari ibunya, maka hormon stres
akan meningkat 50 persen. Kondisi ini
berisiko pada penurunan kekebalan tubuh
bayi (daya tahan tubuh bayi menurun). IMD
merangsang keluarnya hormon oksitosin
yang bermanfaat pada kesehatan ibu
(mengurangi
perdarahan
karena
melahirkan).
IMD dapat melindungi bayi dari infeksi
dan kematian sebab dengan IMD (dalam 1
jam pertama) bayi akan terhindar dari
hipotermi (kedinginan) karena kontak kulit
antara bayi dan ibu, bayi mendapat
kolostrum AS1 yang kaya akan zat antibodi
dan antiinfeksi untuk melindungi usus bayi.
Tidak ada kesempatan bayi diiberi
makanan lain selain AS1 sehingga risiko
bayi terkena infeksi dari makanan yang
terkontarninasi tidak ada
PGM 2010.33(1):1-73
lnisiasi Menyusu Dini dan FaMor Ddeterminannya pada Anak Balita
Penelitian di Ghana membuktikan
bahwa sebanyak 16% kematian bayi dapat
dicegah melalui pemberian AS1 pada bayi
sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini
naik menjadi 22% jika pemberian AS1
dimulai dalam satu jam pertama setelah
kelahiran bayi. Berbagai penelitian kohor
dan intewensi menunjukkan bahwa hanya
sekitar 8 persen ibu memberi AS1 eksklusif
kepada bayinya sampai berumur enam
bulan dan hanya 4 persen bayi disusui
ibunya dalam waktu satu jam pertama
setelah kelahirannya. Padahal, sekitar
21.000 kematian bayi baru lahir (usia di
bawah 28 hari) di lndonesia dapat dicegah
melalui pemberian AS1 pada satu jam
pertama setelah lahir.
Banyak faktor yang berkaitan
dengan IMD pada bayi baru lahir, yaitu
faktor bayi (jenis kelamin dan berat lahir).
faktor ibu (status kesehatan, umur, paritas,
pendidikan,
pekerjaan,
pengetahuan
tentang gizi dan kesehatan), faktor
pelayanan
kesehatan
(pemeriksaan
kehamilan dan penolong persalinan), faktor
lingkungan (suami/orangtua/kerabat). Data
Suwei
Demografi
dan
Kesehatan
lndonesia (SDKI) 2007 menyediakan
beberapa variabel yang digunakan untuk
mempelajari faktor apa sajakah yang
berkaitan dengan IMD pada bayi baru lahir.
Diketahuinya variabel deterrninan tersebut
merupakan
informasi
bagi
petugas
kesehatan dan pengambil kebijakan dalam
mendorong ibu agar melakukan IMD bagi
bayi baru lahir.
METODE
Artikel ini m e ~ p a k a nhasil analisis
data sekunder dari data SDKl tahun
2007.13 Populasi adalah pasangan ibu dan
bayi umur 0-23 bulan di s e l u ~ hlndonesia.
Sampel adalah pasangan ibu dan bayi
umur 0-23 bulan di seluruh lndonesia dan
masih mendapat ASI.
Batasan yang digunakan untuk
menetapkan IMD dalam waktu 1 jam
pertama
adalah
apabila
bayi-anak
mendapat AS1 pertama dalam 1 jam
setelah dilahirkan. Faktor determinan yang
dipelajari sesuai ketersediaan pada data
SDKI 2007 adalah faktor bayi (jenis
kelamin dan berat bayi lahir), faktor ibu
(umur, paritas, pendidikan, pekerjaan), dan
faktor pelayanan kesehatan (petugas
pemeriksa
kehamilan
dan
petugas
penolong persalinan).
Anies lrawati
Sebelum data dianalisis, dilakukan
persiapan yang meliputi pemilihan variabel,
pemeriksaan kelengkapan dan karakteristik
data, serta pembuatan variabel komposit
(variabel berat lahir bayi, umur ibu, paritas.
pendidikan, status ibu bekerja, petugas
pemeriksa kehamilan dan penolong
persalinan). Kelemahan analisis ini adalah
tidak tersedianya data peran lingkungan
(suami/orangtua/kerabat).
Anaiisis deskriptif dilakukan untuk
mengetahui proporsi IMD pada bayi umur
0-11 bulan dan 12-23 bulan, serta untuk
mengetahui karakteristik masing-masing
faktor determinan yang dipelajari. Analisis
regresi logistik sederhana dilakukan untuk
melihat hubungan masing-masing faktor
determinan yang dipelajari dengan IMD.
Analisis regresi ganda dilakukan untuk
mengetahui faktor determinan utama IMD.
Analisis
data
dilakukan
dengan
menggunakan program SPSS.
HASlL DAN BAHASAN
A.
lnisiasi AS1 dan Karakteristik ibu
dan Anak
Data SDKl 2007 menginformasikan
bahwa anak yang dilahirkan lima tahun
sebelum suwei dan pernah mendapat AS1
sebanyak 9 5 2 persen (16.504 bayi-anak),
43.9 persen di antaranya mendapat IMD
(inisiasi AS1 dalam satu jam pertama sejak
lahir). Di antara jumlah tersebut, sebanyak
10.766 anak umur kurang dari 2 tahun, dan
sebanyak 6.751 anak masih mendapat AS1
pada saat suwei dilakukan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa IMD (inisiasi AS1
dalam 1 jam pertama pada bayi umur 0-11
bulan (45,6%) sama banyaknya dengan
anak umur 12-23 bulan (45,9%) (Gambar
1). Menurut tempat tinggal ibu, tidak ada
perbedaan bermakna IMD pada ibu yang
tinggal di perkotaan dan perdesaan.
Namun, ada kecenderungan proporsi IMD
pada bayi umur 0-1 1 bulan yang tinggal di
perkotaan lebih sedikit daripada anak yang
tinggal di perdesaan (P=0,27). Ibu di
perkotaan yang memberikan IMD pada
bayi umur 12-23 bulan juga tidak berbeda
bermakna dengan ibu di perdesaan,
walaupun ibu di perkotaan cenderung lebih
banyak yang memberikan IMD pada bayi
umur 12-23 bulan (Tabel 1). Untuk ibu
yang tinggal di perkotaan, menggambarkan
kondisi dua tahun sebelum suwei
(kelompok anak umur 12-23 tahun), bahwa
bayi yang mendapat IMD cenderung lebih
banyak dibandingkan dengan kondisi saat
lnisiasiMenyusuDinidan FaMor Ddetenninannyapada Anak Baliia
PGM 2010,33(1): 1-13
survei sampai setahun sebelum survei
(bayi umur 0-1 1 bulan) (Tabel 1). Ini berarti
perilaku IMD setelah melahirkan pada ibu
di perkotaan pada dua tahun sebelum
survei lebih baik dari setahun sebelum
survei.
Pada ibu di perdesaan, walaupun
tidak ada perbedaan berrnakna, namun
proporsi ibu yang melakukan IMD pada
satu tahun sebelum survei (kelompok umur
0-11 bulan) lebih banyak dibandingkan
dengan dua tahun sebelum survei
(kelompok umur 12 - 23 bulan).
Dalam dua tahun terakhir sejak
pengumpulan data SDKl 2007, pola inisiasi
Anies lrawati
AS1 dalam 1 jam pertama tidak berbeda,
yaitu sekitar 46 persen. Demikian pula
proporsi ibu di desa dan di kota yang
memberi IMD dalam 1 jam pertama tidak
berbeda bermakna (45,6% dan 45.9%).
Fenomena ini juga lebih rendah dari data
SDKl tahun 1996 di myna sebanyak 56
persen ibu mernberi IMD.
Pada ibu di kota, faktor tenaga
penolong persalinan dan pemeriksa
kehamilan merupakan faktor penghambat
IMD.' Beberapa pakar mengemukakan
bahwa inisiasi susu formula justru berasal
dari tenaga kesehatan di rumah sakit
tempat
ibu
me~ahirkan.~'~
Tabel 1
lnisiasi Menyusu dalam 1 Jam Pertama Setelah Lahir pada Bayi-Anak
Umur 0- 23 Bulan dan Masih Mendapat AS1 pada SDKl2007
menurut Wilayah Perdesaan dan Perkotaan
Perkotaan
< Ijam
Perdesaan
2 1jam
< Ijam
2 1 jam
Umur
n
%
n
%
n
Oh
n
%
Total
1009
45,6
1232
54,4
1961
45,9
2267
54,l
N total = 6469 bayi-anak
Perkotaan
Perdesaan
Indonesia
Gambar I
lnisiasi Menyusu dalam 1Jam Pertama Setelah Lahir
pada Bayi Anak Umur 0 - 23 Bulan dan Masih Mendapat AS1
pada Saat Suwei SDKl2007 di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan
-
Nilai P
0.40
PGM 2010. 33(1): 1-13
B.
lnisiasi Menyusu Dini dan Fakior Ddetenninannya pada Anak Balita
Gambaran Faktor Risiko Tidak
IMD pada lbu yang Tinggal di
Perdesaan dan Perkotaan
Data pads Tabel merupakan
gambaran faktor risiko tidak IMD (dalam 1
jam setelah bayi lahir lahir pada ibu di
perkotaan dan di perdesaan). Di perkotaan,
sekitar 22 persen ibu yang sedang
Anies lrawati
menyusui pada kelompok umur berisiko
( 4 9 tahun dan >35 tahun). 36.6 persen
pada ibu dengan S2 anak, 34.6 persen
pada ibu bekerja, 48 persen pada ibu yang
berpendidikan SLTP ke bawah, 52,5
persen bayi perempuan dan 4,6 persen
pads bayi BBLR,
Tabel 2
Karakteristik lbu dan Bayi-Anak Umur 0-23 Bulan menurut Wilayah yang Masih
Mendapat AS1 pada SDKl2007
Perkotaan
Karakteristik
n
Perdesaan
O
h
n
a/o
Ibu
Umur
<19dan>35th
20 - 35 th
Paritas
S 2 anak
11 3 anak
Status Bekerja
Bekerja
Tidak bekerja
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA keatas
Akademi
Universitas
Bayi-Anak
Jenis Kelamin
Perernpuan
Laki-Laki
Berat Lahir
BBLR
Normal
Di perdesaan, sebanyak 22,7
persen ibu rnenyusui pada kelompok umur
berisiko ( 4 9 tahun dan >35 tahun). 37,l
persen dengan paritas S2 anak, 36.5
persen ibu bekerja di luar rumah; 48.8
persen ibu berpendidikan SLTP ke bawah,
52.3 persen anak perempuan dan 4.7
persen
BBLR.
lnformasi di
atas
memberikan gambaran bahwa lebih
banyak ibu di perkotaan yang berisiko tidak
Inisiasi Menyusu Dini dan Faktor Ddeferminannyapada Anak Baliia
PGM 2010,33(1):1-13
IMD. Kondisi ini cenderung sama dengan
tahun 1994.'
Pada ibu yang tinggal di perkotaan.
sebanyak
83
persen memeriksakan
kehamilannya pada petugas kesehatan.
dan 75 persen persalinannya ditolong oleh
petugas kesehatan. Pada ibu di perdesaan,
90 persen memeriksakan kehamilannya
bukan di tempat pelayanan kesehatan, dan
33.4 persen ibu yang melahirkan ditolong
oleh petugas pelayanan kesehatan. Ini
Anies lrawati
berarti, ibu di perkotaan lebih banyak yang
belum menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan dengan benar, dan berisiko
tidak IMD setelah bayi lahir (Tabel 3).
Tampaknya
proporsi
tempat
ibu
memeriksakan kehamilan dan tempat ibu
melahirkan masih sama dengan data SDKl
tahun 1994, di rnana sebanyak 83 persen
ibu memeriksakan kehamilanya pada
petugas kesehatan dan 24 persen
persalinannya ditolong petugas kesehatan'.
Tabel 3
Gambaran Pelayanan Kesehatan lbu menurut Wilayah
Perkotaan
Perdesaan
n
Oh
n
O
h
Bukan Petugas ~esehatan'
742
16,6
2050
90.1
Petugas Kesehatan
3733
83,4
226
9.9
Bukan Petugas ~esehatan'
1108
24,8
1516
66,6
Petugas Kesehatan
' ~ u k u nterlatih, dukun tidak terlatih, keluarga
3367
75.2
760
33.4
Karakteristik
Petugas Pemeriksa Kehamilan
Penolong Persalinan
C.
Faktor Risiko Tidak IMD menurut
Tempat Tinggal Ibu-anak
Data
pada
Tabel
4
menainformasikan bahwa paritas dan
status ~ b ubekerja merupakan faktor yang
berh~bunaanbermakna denaan IMD ~ a o a
ibu-anak ;ang tinggal di perk;otaan ( ~ = 0 , 0 2
dan P=0.04). Ibu dengan paritas 23 anak
protektif terhadap IMD. Artinya, risiko untuk
tidak IMD lebih rendah dari ibu dengan
paritas 52 anak (OR=0,82). Ibu yanp tidak
oekerja ber~s~ko
tldak IMD 1.16 kall Gars lbu
oeker~a(OR=l 16)
PGM 2010,33(1): 1-13
inisiasi Menyusu Dini dan Faidor Ddefenninannyapaa'a Anak Baiita
Anies lrawati
Tabel 4
Faktor lbu-Anak dan Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan lnisiasi
Menyusu dalam 1jam Pertama setelah Bayi-Anak Dilahirkan di Wilayah Perkotaan
> 1jam
S 1jam
Karakteristik
Ibu
Umur
19-35th
1; 18 dan r
36 th
Paritas
2 3 anak
1; 2
anak
Status Bekerja
Tidak bekerja
Bekerja
Pendidikan
SLTP ke bawah
SLTA ke atas
Bayi
- Anak
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Berat Lahir
Normal (22500 gr)
BBLR (<2500 gr)
Pelayanan Kesehatan
Periksa hamil
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas Kesehatan
Penolong persalinan
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas
Kesehatan
n
Oh
n
Oh
Nilai
P
OR
95 % CI
PGM 2010,33(1):1-13
lnisiasi Menyusu Dini dan FaMor Ddetenninannya pada Anak Balita
Anies lrawati
Tabel 5
Faktor lbu-Anak dan Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan lnisiasi
Menyusu dalam 1 Jam Pertama setelah Bayi-Anak Dilahirkan d i Wilayah Perdesaan
Karakteristik
Ibu
Umur
19-35th
s18danr36th
Paritas
2 3 anak
S
2 anak
Status Bekerja
Tidak bekerja
Bekerja
Pendidikan
SLTP ke bawah
SLTA ke atas
Bayi-Anak
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Berat Lahir
Normal (22500 gr)
BBLR ( ~ 2 5 0 0gr)
Pelayanan
Kesehatan
Periksa hamil
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas Kesehatan
Penolong persalinan
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas Kesehatan
z 1jam
S I jam
n
Oh
n
Nilai P
Oh
OR
95 % CI
PGM2010.33(1): 1-13
lnisiasi Menyusu Dini dan 1:ahfor Ddeterminannya pada Anak Balila
Data pada Tabel 5 menunjukkan
bahwa paritas, pendidikan ibu dan petugas
pemeriksa kehamilan merupakan faktor
yang berhubungan benakna dengan IMD
pada ibu di perdesaan (P c0.05).
Sebagaimana ibu di perkotaan, ibu dengan
paritas 23 anak protektif terhadap IMD.
Artinya, risiko untuk tidak IMD lebih rendah
dari ibu dengan paritas 52 anak (OR=0,90).
Ibu berpendidikan SLTP ke bawah berisiko
tidak IMD 1.23 kali ibu berpendidikan SLTA
ke atas. Ibu yang memeriksakan kehamilan
bukan pada pelayanan kesehatan protektif
terhadap IMD (OR = 0,76). Artinya, ibu
yang memeriksakan kehamilan ke petugas
kesehatan berisiko untuk tidak IMD lebih
besar dibandingkan dengan ibu yang
memeriksakan kehamilan kepada bukan
petugas pelayanan kesehatan.
D.
Paritas dan Pelayanan Kesehatan
sebagai Faktor Determinan Utama
lnisiasi Menyusu
Analisis untuk menentukan faktor
yang paling berisiko pada IMD dilakukan
Anies lrawati
dengan mengikutsertakan semua faktor
dengan menggunakan metode 'enter'.
Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan
bahwa paritas merupakan faktor yang
paling berhubungan dengan IMD pada ibu
di wilayah perkotaan, setelah dikontrol
dengan faktor umur ibu, status ibu bekerja,
pendidikan ibu, jenis kelamin, berat bayi
lahir, petugas pemeriksa kehamilan dan
petugas penolong persalinan (P=O,OO). Ibu
dengan paritas 23 anak protektif terhadap
IMD (OR = 0,75); ibu dengan paritas 52
anak berpeluang lebih kecil untuk
melakukan IMD dibandingkan ibu dengan
paritas 2 3 anak. Ini berarti ibu dengan
jumlah anak lebih dari 3 orang melakukan
IMD lebih baik dibandingkan ibu dengan
paritas 52 anak.
PGM 2010,33(1): 1 1 3
lnisiasi Menyusu Dini dan FaMor Ddeferminannyapada Anak Ballfa
Anies lrawati
Tabel 6
Faktor Determinan Utama lnisiasi AS1 dalam 1 Jam setelah Lahir pada Bayi di Wilayah
Perkotaan di Indonesia
Nilai P
OR
95 % CI
0,02
1,29
1,03 ; 1.60
Karakteristik
Ibu
Umur
s18dan236th
19-35th
Paritas
b 3 anak
S
2 anak
Status Bekerja
Bekerja
Tidak bekerja
Pendidikan
SLTP ke bawah
SLTA ke atas
Bayi - Anak
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Berat Lahir
BBLR (<2500 gr)
Normal (22500 gr)
Pelayanan Kesehatan
Periksa hamil
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas
Kesehatan
Penolong persalinan
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas
Kesehatan
Konstanta
Metode : enter
1.236
PGM 2010,33(1). 1-13
lnisiasiMenyusu Dinidan Fakior Ddeterminannyapada Anak Balka
Pada ibu yang tinggal di wilayah
perdesaan, faktor petugas pemeriksa
kehamilan merupakan faktor determinan
utama IMD setelah dikontrol oleh faktor
umur ibu, paritas, pendidikan ibu, status ibu
bekerja, jenis kelamin, berat bayi lahir, dan
petugas penolong persalinan (P=O.OO). Ibu
yang memeriksakan kehamilan bukan pada
petugas kesehatan, berisiko tidak IMD
lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang
memeriksakan kehamilan kepada petugas
kesehatan (OR =0,75;). Ini berarti ibu di
perdesaan yang memeriksakan kehamilan
pada bukan petugas kesehatan berisiko
untuk tidak IMD lebih besar (1,33 kali)
dibandingkan
dengan
ibu
yang
memeriksakan kehamilan pada petugas
kesehatan.
Selain
itu
ibu
yang
berpendidikan SLTP ke bawah berisiko
tidak IMD lebih besar dibandingkan ibu
yang berpendidikan SLTA ke atas (OR =
1,23; 95% CI 1.06; 1.43).
Di perkotaan dan di perdesaan, ibu
dengan paritas lebih dari 3 anak telah
berpengalaman dan berpengetahuan lebih
baik, sehingga risiko tidak IMD lebih
k e c i ~ . ~lbu
. ~ dengan paritas lebih dari 3
anak secara fisiologi dan psikologis lebih
baik dalam memberikan AS! kepada
Anies lmati
bayinya termasuk inisiasi menyusu. Ibu
yang sudah berpengalaman, lebih percaya
diri 'meminta kepada petugas kesehatan'
agar bayinya lanasung diberi AS1 dan tidak
diberi susu botol.
Ibu di perkotaan yang bekerja.
karena mengkhawatirkan anaknya akan
tergantung pada ASI, c e n d e ~ n gtidak IMD,
agar bila ibu kembali bekerja, ba in a
sudah terbiasa dengan susu formula.8 1 y
Ibu yang berumur 518 masih belum
berpengetahuan baik tentang pemberian
makanan lain selain ASI, sehingga
berpeluang tidak IMD lebih b e ~ a r . ~ .dan
"
pada ibu yang berumur 236 tahun.
kemungkinan sudah lebih berpengalaman
dalam menyusui, ditambah beban ekonomi
karena harus memberi makanan pada
anak yang lain, maka peluang IMD menjadi
lebih baik.'2'0
Di perdesaan, ibu berpendidikan
rendah kemungkinan kurang memiliki
pengetahuan tentang penggunaan susu
formula sehingga peluang untuk IMD lebih
besar.Z'.'O Sebagaimana ibu di kota, masih
ada fenomena di mana informasi tentang
pemberian susu formula Austru diperoleh
dari petugas ke~ehatan.',~,'
.'
PGM 2010, 33(1): 1-13
lnisiasi Menyusu Dini dan FaMor Ddeterminannyapada Anak Balita
Anies lrawati
Tabel 7
Faktor Determinan Utama lnisiasi Menyusu dalam 1 Jam setelah Lahir pada Bayi
(Wilayah Perdesaan) di Indonesia
Karakteristik
Ibu
Umur
s18dan236th
19-35th
Paritas
2 3 anak
< 2 anak
Status Bekerja
Bekerja
Tidak bekerja
Pendidikan
SLTP kebawah
SLTA keatas
Bayi Anak
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Berat Lahir
BBLR (<2500 gr)
Normal (22500 gr)
Pelayanan Kesehatan
Periksa hamil
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas
Kesehatan
Penolong Persalinan
Bukan Petugas
Kesehatan
Petugas
Kesehatan
Konstanta
Metode : enter
Nilai P
OR
-
1,490
95 % CI
PGM 2010.33(1): 1-13
inisiasiMenyusu Dinidan Faktor Ddetenninannyapada Anak Baida
submitted for the degree of Doctor of
Philosophy, Demography Program.
Division of Demography and Sociology,
Research School of Social Sciences.
Canberra: The Australian National
Universitv
1996~
-
KESIMPULAN
1. lnisiasi menyusu dini (inisiasi menyusu
dalam 1 jam pertama pada bayi umur
0-1 1 bulan (45,6%) sama banyaknya
dengan anak umur 12-23 bulan
(45,9%). Artinya, proporsi pemberian
AS1 segera (dalam satu jam pertama)
dalam dua tahun sebelum survei
(tahun 2007) sama
banyaknya.
ProDorsi ibu vano
melakukan IMD di
,
perkotaan dan di perdesaan tidak
berbeda bermakna, yaitu sebanyak
45,7 dan 45,9 persen.
.
,.
3. World
3.
Di
wilayah
perkotaan,
paritas
merupakan faktor determinan utama
inisiasi AS1 segera setelah dikontrol
dengan faktor umur ibu, status ibu
bekerja, pendidikan ibu, jenis kelamin.
berat bayi lahir, petugas pemeriksa
kehamilan dan petugas penolong
persalinan (P=O.OO). Ibu dengan
paritas r 2 anak berpeluang tidak IMD
lebih kecil dari ibu dengan paritas 23
anak (OR = 0.75).
Di wilayah perdesaan, faktor petugas
pemeriksa kehamilan merupakan faktor
determinan utama IMD setelah di
kontrol faktor umur ibu, paritas.
pendidikan ibu, status ibu bekerja, jenis
kelamin, berat bayi lahir, dan petugas
penolong persalinan (P=O.OO). Peluang
IMD pada ibu yang memeriksakan
kehamilan bukan pada petugas
kesehatan lebih kecil dibandingkan
dengan ibu yang memeriksakan
kehamilan kepada petugas kesehatan
(OR= 0.75).
RUJUKAN
1. lrawati A. lnisiasi AS1 dan faktor-faktor
yang mempengaruhi inisiasi ASI.
Analisis
Data
Sekunder
Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia.
Tesis. Depok: Program Pascasarjana
Studi llmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, 1996.
2.
Utomo
B.
Health
and
Social
Dimensions of Infant Feeding: Lessons
from lndramayu. West Java. A Thesis
Health
Organization.
Complementary Feeding of Young
Children in Developing Countries: A
Review of Current Scientific Knowledge.
Geneva: WHO, 1998.
-
2.
Anies lrawati
4.
Brown KH. Lutte CK. Potential Role of
Processed Complimentary Foods in the
Improvement of Early Childhood
Nutrition in Latin America. Food Nutr
Bull2000. 21(1):5-23.
5. Worthington.
RBS.
Lactation:
Breastfeeding is a Diserable Option.
Nutrition throughout the Life Cycle.
Fourth Edition. London: McGraw Hill,
2000. p. 130-181.
6. Nakao Y, Moji K, Honda S, Oishi K.
Initiation of Breastfeeding within 120
Minutes after Birth is Associated with
Breastfeeding at Four Months among
Japanese women: A self-administered
questionnaire survey. International
Breastfeeding Journal 2008,3:1.
7. Mikiel-Kostyra K. Mazur J, Boltruszko I:
Effect of Early Skin to Skin Contact
After
Delivery on
Duration of
Breastfeeding: a Prospective Cohort
Study. Acta Paediatr 2002, 91(12):
1301-06.
8. Butte NF, Wong WW, Hopkinson JM,
Smith E, and Ellis KJ. Infant Feeding
Mode Affects Early Growth and Body
Composition. Pediatrics 2000, 106:
1355-66.
9.
Dewey KG. Cross-cultural Patterns of
Growth and Nutritional Status of
Breastfed Infants. Am J Clin Nutr 1998.
67: 10-17.
10. Kusin. Kardjati S (editor). Maternal and
Child Nutrition in Madura, Indonesia.
Royal
Tropical
Institute
The
Netherlands 1994: p.83-110.
11, lrawati A.
Pengaruh Pemberian
Makanan Pendamping AS1 Dini
terhadap Gangguan Pertumbuhan Bayi
PGM2010, 33(1): 1-13
InisiasiMenyusuDinidan FaMor Ddeterminannya pada Anak Balita
Lahir Normal Sampai Umur 4 Bulan.
Disertasi Program Doktor. Depok:
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Indonesia, 2004.
12. WHO. The Optimal Duration Exclusive
Breastfeeding. Report of An Expert
Consultan. Geneva: WHO, 2002.
Anies lrawati
13. Demographic and Health Surveys:
MEASURE DHS. Quality Information to
Plan, Monitor and Improve Population.
Health, and Nutrition Programs.
www.measuredhs.com.
PGM 2010. 33(1):14-22
Hubungan sfatus gizimikro dengan status gizi anak remaja SLTP
Yuniar R, dkk
HUBUNGAN STATUS ZAT GlZl MlKRO DENGAN STATUS GlZl
PADA ANAK REMAJA SLTP
(THE CORRELATION OF MICRONUTRIENT AND NUTRITIONAL STATUS
AMONG JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS)
Yuniar Rosmalina 'dan Fitrah Emawati
'
ABSTRACT
Rational: Good Nutritional status is the basic building block of human capital. To improve the
quality of human resources, some attention must be given to the micronutrient and the
nutritional status of our human resource. Junior high school students provide the pool of
human capital for the future. According to a survey, the micronutrient and nutritional status of
these children are still under the satisfactory level. Objectives: To find out the correlation
between micronutient status and nutrirional status among junior high school students.
Methods: Study design is a cross-sectional. The samples are junior high school at grade
one-two and healthy. They were not menstruating and willing to parcipate in this study.
Results: This study find out 27.6 % of junior high school were stunted, 6.7% were severely
stunted. and 14.7% were underwight. We also find around 37% anemic. 30% were vitamin A
deficient, and 41% had zinc deficiency. The average intake of iron, vitamin A and zinc were
40%, 50% and 40% respectively, while the average of energy and protein intake were 60% of
RDA. Conclucions: There is no correlation between micronutrient status and nutritional
status among the students (height by agelage standart) [Penel Gizi Makan 2010, 33(1):
14-22]
Keywords: micronutrient status, nutritional status, zinc status, junior high school
PENDAHULUAN
A
nak sekolah merupakan sumber daya
manusia (SDM) di masa depan
sebagai generasi penerus bangsa
yang potensinya dan kualitasnya masih
perlu ditingkatkan. Untuk mempersiapkan
SDM yang tangguh, sehat dan produktif
perlu perhatian sedini mungkin. Untuk
mewujudkan harapan seperti itu masih
banyak kendala yang harus diatasi.
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan
sebagian anak sekolah masih mengalami
berbagai gangguan gizi.
Hasil
RISKESDAS
2008
menunjukkan prevalensi status gizi anak
sekolah (6-14 tahun) secara nasional
dengan kategori kurus dan sangat kurus
menurut indeks IMT menurut umur pada
laki-laki sebesar 13,3% dan perempuan
10.9%.' Status gizi berdasarkan indeks
IMT menurut umur menggambarkan
kekurangan gizi pada saat ini
Gangguan gizi selain disebabkan
karena kekurangan zat gizi makro (energi
dan protein), dapat juga disebabkan kurang
1
Puslilbang Giri dan Makanan, Badan L'mang Kesehalan, Kemenkes RI
zat gizi mikro (zat besi.vitamin A dan seng)
atau kombinasi dari ketiganya.
Saat
ini status gizi
secara
antropometri lebih dikaitkan dengan
asupan zat gizi makro (karbohidrat, kalori.
protein dan iemak). Padahal peranan zat
gizi makro tidak akan optimal tanpa
kehadiran zat gizi mikro. Rata-rata
konsumsi orang dewasa yang dianjurkan
sebesar 2100 kalori per hari merupakan
patokan global dengan asumsi di dalamnya
tersedia zat gizi mikro yang memadai.
Pada kenyataannya masih ditemukan
kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi
dan vitamin A di masyarakat. Sulvei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001)
melaporkan prevalensi anemia pada anak
sekolah dan remaja masih sebesar 36,5%.'
Dampak anemia pada kalangan pelajar
sangat merugikan karena membuat lesu,
lemah, semangat belajar menurun, rentan
terhadap penyakit sehingga berakibat
prestasi belajar menurun.
Download