12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pada subbab

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Pada subbab Landasan Teori, peneliti akan menjelaskan seluruh teori yang
digunakan dalam menyusun penelitian ini, yaitu teori atribusi dan teori motivasi
yang mendasari penelitian, auditing dan prosedur audit, dysfunctional audit
behavior, locus of control, komitmen organisasi, kinerja (performance), turnover
intention, dan etika profesi.
2.1.1
Teori Atribusi
Teori atribusi menjelaskan tentang proses bagaimana kita menentukan
penyebab perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang
menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri yang ditentukan
dari internal atau eksternal dan pengaruhnya terhadap perilaku individu
(Harini dkk., 2010). Teori atribusi yaitu bagaimana kita membuat keputusan
tentang seseorang. Kita membuat sebuah atribusi ketika kita mendeskripsikan
perilaku seseorang dan mencoba menggali pengetahuan mengapa mereka
berperilaku seperti itu (Febrina, 2012).
Dalam hidupnya, setiap orang selalu membentuk ide tentang orang
lain dan situasi sosial di sekitarnya melalui berbagai hal. Dalam teori atribusi
Correspondent Inference (Edward Jones dan Keith Davis), perilaku
berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal, berarti dengan melihat
perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang
tersebut serta prediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.
12
13
Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan
(correspondent inference). Hubungan tersebut dapat diamati melalui hal
berikut:
1.
Melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan
keinginan masyarakat, sulit
untuk dikatakan bahwa tindakannya
merupakan cermin karakternya, bisa saja karena suatu keharusan.
2.
Pengamatan
terhadap
perilaku
yang
terjadi
pada
situasi
yang
memunculkan beberapa pilihan.
3.
Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan.
Contohnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran
baru, tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran kepribadiannya.
Model of Scientific Kelley dan Margheim (1967) mendeskripsikan 4
informasi penting untuk menyimpulkan atribusi seseorang sebagai berikut:
1) Distinctiveness – perilaku dapat dibedakan dari perilaku orang lain saat
menghadapi situasi yang sama.
2) Consensus – jika orang lain setuju bahwa perilaku diatur oleh beberapa
karakteristik personal.
3) Consistency over time – apakah perilaku diulang.
4) Consistency over modality (cara dimana perilaku itu dilakukan) – apakah
perilaku diulang pada situasi yang berbeda
Penelitian ini menggunakan teori atribusi karena peneliti melakukan
studi empiris untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi auditor
dalam menerima penyimpangan perilaku dalam audit (dysfunctional audit
14
behavior), khususnya pada karakteristik personal auditor itu sendiri.
Karakteristik
personal
menjadi
penentu
utama
dalam
penerimaan
penyimpangan perilaku dalam audit (dysfunctional audit behavior) karena
merupakan faktor internal yang mendorong seorang individu untul melakukan
suatu aktivitas.
2.1.2
Teori Motivasi X dan Y
Motivasi merupakan suatu penggerak dari dalam hati seseorang untuk
melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi merupakan dorongandorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut
berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan (Febrina, 2012).
Dalam teori motivasi X dan Y yang ditemukan oleh Mc Gregor,
individu yang memiliki external locus of control akan bertipe X karena
mereka tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi,
mereka harus dimotivasi oleh lingkungannya. Sedangkan internal locus of
control internal akan bertipe Y karena mereka menyukai kerja, kreatif,
berusaha bertanggung jawab, dan dapat mengarahkan diri sendiri dengan
target tertentu.
Peneliti menggunakan teori ini karena seorang auditor akan menerima
lalu melakukan penyimpangan perilaku dalam audit (dysfunctional audit
behavior), terutama karena pengaruh faktor internal, seperti kepribadian dasar
seseorang (X atau Y), yang memberikan pengaruh terbesar dibandingkan
situational factor.
15
2.1.3
Audit
a. Defenisi Audit
Menurut
Arens and
Approach,2000:9),
Audit
Loebbecke
adalah
(Auditing: An Integrated
kegiatan
mengumpulkan
dan
mengevaluasi dari bukti-bukti mengenai informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Proses audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independent.
Menurut The American Accounting Association’s Committee on
Basic Auditing Concepts (Auditing: Theory And Practice,2001:1-2) audit
merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kegiatan
dan kejadian ekonomi dengan tujuan umtuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan serta menyampaikan hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Berdasarkan defenisi diatas, dapat disimpulkan pengertian audit
adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan
kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan- pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
16
b. Tujuan Audit
Tujuan audit secara umum dapat diklasifikasilkan sebagai berikut :
1) Kelengkapan (Completeness). Untuk meyakinkan bahwa seluruh
transaksi telah dicatat atau ada dalam jurnal secara aktual telah
dimasukkan.
2) Ketepatan (Accurancy). Untuk memastikan transaksi dan saldo
perkiraan yang
ada telah dicatat berdasarkan jumlah yang benar,
perhitungan yang benar, diklasifikasikan, dan dicatat dengan tepat.
3) Eksistensi (Existence). Untuk memastikan bahwa semua harta dan
kewajiban yang tercatat memiliki eksistensi atau keterjadian pada
tanggal tertentu, jadi transaksi tercatat tersebut harus benar-benar telah
terjadi dan tidak fiktif.
4) Penilaian (Valuation). Untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum telah diterapkan dengan benar.
5) Klasifikasi (Classification). Untuk memastikan bahwa transaksi yang
dicantumkan dalam jurnal diklasifikasikan dengan tepat. Jika terkait
dengan saldo maka angka-angka yang dimasukkan didaftar klien telah
diklasifikasikan dengan tepat.
6) Ketepatan (Accurancy). Untuk memastikan bahwa semua transaksi
dicatat pada tanggal yang benar, rincian dalam saldo akun sesuai
dengan angka-angka buku besar. Serta penjumlahan saldo sudah
dilakukan dengan tepat.
17
7) Pisah Batas (Cut-Off). Untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi
yang dekat tanggal neraca dicatat dalam periode yang tepat. Transaksi
yang mungkin sekali salah saji adalah transaksi yang dicatat
mendekati akhir suatu peride akuntansi.
8) Pengungkapan (Disclosure). Untuk meyakinkan bahwa saldo akun
dan persyaratan pengungkapan yang berkaitan telah disajikan dengan
wajar dalam laporan keuangan dan dijelaskan dengan wajar dalam isi
dan catatan kaki laporan tersebut
2.1.4
Penyimpangan Perilaku dalam Audit
Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit
yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan serta kode etik akuntan. Dalam kenyataan di lapangan, auditor
banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap standar audit dan
kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari karakteristik personal
yang kurang bagus yang dimiliki oleh seorang auditor. Dampak negatif dari
perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit secara negatif dari segi
akurasi dan reabilitas. Pelanggaran yang dilakukan auditor dalam audit dapat
dikategorikan sebagai penyimpangan perilaku dalam audit (Istianah, 2013)
Perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional audit behavior)
adalah perilaku auditor yang menyimpang dari standar audit dalam
melaksanakan penugasan audit yang dapat menurunkan kualitas audit.
Perilaku menyimpang dari auditor seperti penghentian terhadap langkah audit
dalam program audit (premature sign-off), mengurangi jumlah pekerjaan
18
yang dikerjakan dalam langkah audit yang dianggap beralasan oleh auditor,
ataupun tidak melakukan review dengan sungguh–sungguh terhadap dokumen
klien (Basudewa dan Lely, 2015).
SAS No 82 menyatakan bahwa sikap auditor menerima perilaku
disfungsional
merupakan
indikator
perilaku
disfungsional
aktual.
Dysfunctional audit behavior merupakan reaksi terhadap lingkungan.
Beberapa perilaku disfungsional yang membahayakan kualitas audit yaitu:
Underreporting of time, premature sign-off, altering/ replacement of audit
procedure (Pujaningrum, 2012)
Dalam studinya, menemukan bahwa kondisi yang tertekan (secara
waktu), auditor cenderung berperilaku disfungsional, misal melakukan
premature sign off, terlalu percaya pada penjelasan dan presentasi klien, serta
gagal
mengivestigasi
isu-isu
relevan,
yang
pada
gilirannya
dapat
menghasilkan laporan audit berkualitas rendah.
2.1.5
Locus of Control
Salah satu variabel kepribadian yang membedakan seseorang dengan
orang lain adalah locus of control. Konsep locus of control digunakan secara
luas dalam riset keperilakuan untuk menjelaskan perbedaan perilaku
individual dalam setting organisasional. Locus of control individual
mencerminkan tingkat keyakinan seseorang tentang sejauhmana perilaku atau
tindakan yang mereka perbuat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
yang mereka alami.
19
Febrina (2012) mendefinisikan locus of control sebagai persepsi atau
pandangan
individu
kepercayaan diri
mengenali
faktor
dan kepercayaan
yang
mengendalikan
nasib,
mereka atas pencapaian dalam
keberhasilan diri. Karakteristik personal mengacu pada bagian karakteristik
psikologi dalam diri seseorang yang menentukan dan mencerminkan
bagaimana orang tersebut merespon lingkungannya (Tanjung, 2013). Hasil
penelitian Donnelley et al., (2003) menunjukkan auditor dengan locus of
control eksternal cenderung menerima perilaku audit disfungsional.
Menurut Pujaningrum dan Sabeni (2012) seseorang yang percaya
bahwa mereka memiliki internal control yang tinggi cenderung percaya
bahwa tindakan mereka secara langsung akan berpengaruh terhadap hasil
kerja mereka. Selain itu, individu yang memiliki internal control yang tinggi
juga dikatakan memiliki kemampuan untuk menghadapi ancaman-ancaman
yang timbul dari lingkungan dan akan berusaha untuk memecahkan masalahmasalah dengan usahanya sendiri.
Individu dengan internal locus of control (internal) cenderung percaya
bahwa tindakan mereka secara langsung berpengaruh terhadap outcome.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa internal cenderung bekerja lebih
efektif
dalam
lingkungan
yang
mengijinkan
mereka
untuk
lebih
mengendalikan tindakan mereka. Individu dengan external locus of control
(eksternal) cenderung percaya bahwa outcome adalah lebih merupakan akibat
dari kekuatan luar daripada tindakan mereka sendiri.
20
2.1.6
Komitmen Organisasi
Komitmen auditor terhadap profesinya merupakan faktor penting yang
bepengaruh terhadap perilaku auditor dalam melakukan tugas audit.
Komitmen profesional didasarkan pada premis bahwa individu membentuk
suatu kesetiaan (attachment) terhadap profesi selama proses sosialisasi ketika
profesi menanamkan nilai-nilai dan norma-norma profesi. Konsep komitmen
profesional dikembangkan dari konsep yang lebih mapan yaitu komitmen
organisasional.
Komitmen organisasi merupakan penerimaan terhadap tujuan atau
nilai-nilai organisasi dan memiliki kemauan untuk mengerahkan usaha atas
nama organisasi (Donnelley et al., (2003). Menurut Porter, Steers dan
Boulian
(1974),
komitmen
organisasi
dapat
dibedakan
menjadi
3
karakteristik, yaitu (1) kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap
tujuan serta nilai-nilai organisasi, (2) keinginan untuk bekerja dengan
sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi dan (3) keinginan yang sangat
kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi.
Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan
formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk
mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi
pencapaian tujuan. Pricilia (2014) menyatakan komitmen organisasional
sebagai :
a. Keinginan yang kuat seseorang untuk mempertahankan keanggotaannya
dalam suatu organisasi,
21
b. Kesediaan untuk meningkatkan upaya yang lebih baik sebagai bagian
dalam organisasi,
c. Keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Secara teori, karyawan yang memiliki komitmen akan bekerja lebih
giat, tetap tinggal dalam organisasi, dan memberikan kontribusi yang lebih
efektif pada organisasi. Internal merasa bahwa mereka mempunyai lebih
banyak peluang daripada eksternal. Ketika internal bergabung dengan
perusahaan, mereka cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada
eksternal (Donnelly et al., 2003).
2.1.7
Kinerja
Performance adalah perilaku anggota organisasi yang membantu untuk
mencapai tujuan organisasi. Usaha adalah perilaku manusia yang diarahkan
untuk meraih tujuan organisasi. Kinerja adalah tingkatan dimana tujuan secara
actual dicapai. Kinerja bisa melibatkan perilaku yang abstrak (Supervisi,
planning, decision making). Kinerja melibatkan tingkatan yang mana anggota
organisasi menyelesaikan tugasnya yang berkontribusi pada tujuan organisasi.
Kinerja termasuk juga dimensi kualitas dan kuantitas. Kinerja adalah fungsi
yang jelas dari usaha (effort). Tanpa usaha, kinerja tidak akan dihasilkan.
Usaha sendiri tidak bisa menyebabkan kinerja: banyak faktor yang diperlukan,
yang pertama atau utama dalam penyelesaian tugasnya. Seseorang adalah
pekerja keras tetapi tidak melakukan pekerjaan, menjelaskan situasi dimana
usaha tinggi tetapi kinerja rendah.
22
Dalam penelitian Donelly et. al., (2003), menyatakan bahwa individu
yang tingkat kinerjanya dibawah standar memiliki kemungkinan yang lebih
besar terlibat perilaku disfungsional karena menganggap dirinya tidak
mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam organisasi melalui usaha
sendiri. Jadi, penerimaan auditor atas perilaku disfungsional akan lebih tinggi
apabila auditor memiliki persepsi kinerja yang rendah atas dirinya. Hal ini
terjadi karena seorang auditor yang memiliki tingkat kinerja dibawah standar
merasa bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam
organisasi melalui usaha sendiri. Oleh karena itu, ia cenderung melakukan
perilaku disfungsional untuk mencapai tujuannya.
2.1.8
Turnover Intention
Turnover intention (keinginan berpindah kerja atau berhenti kerja)
adalah keinginan individu secara sadar untuk meninggalkan organisasi
(Pujaningrum dan Sabeni, 2012). Keinginan berhenti kerja dapat terjadi
karena adanya konflik pada organisasi atau profesi. Selain itu “turnover
intention juga bias disebabkan oleh adanya ketidakpuasan di tempat kerja
atau karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik”. Keinginan berpindah
kerja
mengacu
pada
hasil
evaluasi
individu
mengenai
kelanjutan
hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti
dan nyata untuk meninggalkan organisasi. “Turnover dapat terjadi secara
sukarela (voluntary) dan (involuntary) tidak sukarela”. Keinginan keluar dari
organisasi yang bersifat fungsional, jika pegawai yang meninggalkan
organisasi merupakan pegawai yang dianggap layak untuk keluar. Kondisi ini
23
membuka kesempatan bagi orang yang bermotivasi atau berkemampuan lebih
tinggi, membuka kesempatan untuk promosi, dan membuka ide ide baru dan
segar bagi organisasi. Keinginan keluar dari organisasi yang bersifat
disfungsional, jika pegawai yang meninggalkan perusahaan merupakan
pegawai yang memiliki kemampuan tinggi (Charunnisa, dkk., 2014).
Turnover intention terkait dengan keinginan karyawan untuk
berpindah kerja. “Turnover individu bisa terjadi karena balas jasa terlalu
rendah, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, suasana dan lingkungan
pekerjaan yang kurang cocok, kesempatan promosi tidak ada, dan perlakuan
yang kurang adil” (Helniyoman, 2014).
2.1.9
Etika Profesi
Pengertian etika dalam Bahasa Latin, “Ethica”, berarti falsafah moral
yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang
budaya, susila serta agama.
Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi
kesusilaan , karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti
baik, benar, dan bagus. Selanjutnya selain kaidah etika masyarakat juga
terdapat apa yang disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku
dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu etika tersebut
dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut sebagai, „kode
etik‟. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau
disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Nasution,
2013).
24
Etika profesi merupakan landasan etika yang harus dipahami dan
dilaksanakan oleh setiap auditor (Arens, 2003). Agoes (2004) menunjukkan
kode etik IAPI dan aturan etika Kompartemen Akuntan Publik, Standar
Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar pengendalian mutu auditing
merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing. Etika profesi merupakan
karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi
lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Kode etik
harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa
pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi
masyarakat luas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib
menaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila
menyangkut kepentingan masyarakat luas. Pemahaman akan etika profesi
tentunya akan mengarahkan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan
tugas guna mencapai hasil yang lebih baik. Dalam melaksanakan
pemeriksaan, seorang auditor harus menjunjung tinggi etika profesinya
sebagai auditor agar tercipta transparasi dalam pengelolaan keuangan Negara.
Pemahaman etika ini akan mengarahkan sikap, tingkah laku dan perbuatan
auditor dalam mencapai hasil yang lebih baik.
2.2 Audit dalam Islam
Sistem perekonomian Indonesia tidak lagi sebatas pada perekonomian
konvensional. Sistem ekonomi Islam yang telah lama hanya menjadi bahasan
diskusi para ahli kini telah banyak dipraktikan dan diterapkan diberbagai sektor.
25
Bermula dalam sektor perbankan yang ditandai dengan munculnya bank syariah,
kemudian merambat pada sektor keuangan lainnya seperti asuransi, pasar modal,
bisnis dan lainnya. Perkembangannya sangat pesat, dan pada saat ini banyak
terdapat lembaga keuangan Islam telah beroperasi menerapkan sistem ekonomi
Islam yang terdapat diberbagai belahan dunia bukan saja di negara Islam tetapi
juga di negara non muslim.
Munculnya lembaga keuangan Islam pastinya memiliki karakteristik yang
berbeda dengan lembaga keuangan pada umumnya. Operasional usahanya
didasarkan pada prinsip Islam dan menerapkan nilai-nilai islami secara konsisten.
Maka dari itu, sistem auditing islami sangat diperlukan untuk melakukan fungsi
audit terhadap lembaga keuangan Islam tersebut dan kesesuaiannya dengan
prinsip syariah.
Seorang akuntan tidak harus membatasi dirinya hanya dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya, tetapi juga harus berjuang untuk
mencari dan menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya dengan
melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya
dan sesempurna mungkin. Sebagaimana dalam firman Allah, SWT. Dalam surat
An-Nahl:90 :
Artinya : ”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
26
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
2.3 Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan penelitian ini, maka peneliti akan menyebutkan beberapa
penelitian terdahulu yang telah dilaksana sebelumnya. Penelitian terdahulu yang
membahas tentang pengaruh Locus of Control, komitmen organisasi, kinerja,
turnover intention, etika profesi terhadap kemampuan penyimpangann perilaku
audit. Pujianingrum dan Sabeni (2012) melakukan penelitian analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat penerimaan auditor atas penyimpangan perilaku
dalam audit (studi empiris pada kantor akuntan publik di semarang). Dimana
variabel locus of control, kinerja dan keinginan berpindah berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit, komitmen organisasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit.
Helniyoman (2014) melakukan penelitian Pengaruh personalitas auditor
dan Etika profesi terhadap penerimaan perilaku Audit disfungsional pada auditor
BPK di makassar. Terdapat pengaruh personal auditor dan etika profesi secara
bersama-sama terhadap perilaku disfungsional audit. Mardiana (2010) melakukan
penelitian Analisis pengaruh personal auditor, komitmen organisasi, dan kepuasan
kerja terhadap tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit dengan
kinerja auditor sebagai variable inventing. Hasil penelitian karekteristik personal,
komitmen organisasi, kepuasa kerja berpengaruh signifikan positif terhadap
penyimpangan perilaku dalam audit, sedangkan kinerja berpengaruh signifikan
negatif terhadap penyimpangan perilaku dalam audit.
27
Susanti dan Bambang dengan penelitian penerimaan auditor terhadap
penyimpangan perilaku audit melalui pendekatan karateristik personal auditor,
mengungkapkan bahwa keinginan berpindah kerja dipengaruhi oleh lokus kendali
eksternal, kinerja karyawan dan komitmen organisasi. Selain itu, dapat
disimpulkan pula bahwa kinerja karyawan dan komitmen organisasi tidak
dipengaruhi oleh lokus kendali eksternal. Wahyudi (2013) dalam penelitian
pengaruh locus of control, kinerja, komitmen organisasi, dan turnover intention
terhadap penyimpangan perilaku dalam audit (studi empiris pada kantor akuntan
publik di jakarta selatan), menunjukkan bahwa locus of control dan kinerja
mempunyai pengaruh signifikan terhadap
dysfunctional audit behavior.
Sedangkan komitmen organisasi dan turnover intention tidak mempunyai
pengaruh signifikan terhadap dysfunctional audit behavior.
Tanjung (2013) dengan penelitian pengaruh karakteristik personal auditor
dan time budget pressure terhadap perilaku disfungsional auditor (studi empiris
pada kap di kota padang dan pekanbaru), menunjukkan karakteristik personal
auditor dan time budget pressure berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku
disfungsional auditor. Febrina (2012) dengan penelitian analisis pengaruh
karakteristik personal auditor terhadap penerimaan auditor atas dysfunctional
audit behavior (studi empiris pada kantor akuntan publik di jawa tengah dan di
Yogyakarta),
menunjukkan bahwa auditor dengan LOC eksternal cenderung
menerima DAB. Karena auditor tidak percaya dengan kemampuannya sendiri
sehingga membutuhkan DAB untuk meningkatkan kinerjanya. Sedangkan variabel
OC, P, dan TI tidak berhubungan dengan DAB karena persaingan kerja yang ketat
28
dan penerimaan DAB saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal auditor.
Signifikannya LOC mengindikasikan profesi akuntan yang rentan terhadap DAB
yang dapat menurunkan kualitas audit.
Hadi, dkk (2014) dengan penelitian pengaruh karakteristik personal dan
faktor situasional dalam penerimaan perlakuan disfungsional, menunjukkan
bahwa locus of control, kinerja, dan gaya kepemimpinan memiliki moderat positif
berpengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsional, tapi keinginan bekerja
tidak berpengaruh. Basudewa dan Lely Aryani (2015), dalam penelitian pengaruh
locus of control, komitmen organisasi, kinerja auditor, dan turnover intention
pada perilaku menyimpang dalam audit, menunjukkan
bahwa locus of control
dan turnover intention berpengaruh positif dan signifikan pada perilaku
menyimpang dalam audit, sedangkan variabel komitmen orginasasi dan kinerja
auditor berpengaruh negatif dan signifinkan pada perilaku menyimpang dalam
audit.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
NO.
1.
Nama (tahun)
Intan
Pujaningrum
dan Sabeni
(2012)
Judul
Variabel X
Analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
penerimaan
auditor atas
penyimpangan
perilaku dalam
audit (studi
empiris pada
kantor akuntan
publik di
semarang)
Locuf of
Control (X1),
Komitmen
Organisasi
(X2), Kinerja
(X3),
Turnover
Intention (X4)
Hasil
Penelitian
Penyimpangan Locus of
Perilaku dalam control,
Audit
kinerja dan
(Dysfungsional keinginan
audit behavior berpindah
)
berpengaruh
signifikan
terhadap
penerimaan
perilaku
disfungsional
audit,
komitmen
organisasi
tidak
Variabel Y
29
2.
Maria d.
Helniyoman
(2014)
3.
Istianah
Nasution
(2013)
4.
Eko
Wahyudi
(2013)
Pengaruh
personalitas
auditor dan
Etika profesi
terhadap
penerimaan
perilaku
Audit
disfungsional
pada auditor
bpk
Di Makassar
Pengaruh
karateristik
personal
auditor,
Etika audit
dan
pengalaman
auditor
terhadap
Tingkat
penyimpangan
perilaku dalam
audit
Pengaruh
Locus Of
Control,
Kinerja,
Komitmen
Organisasi,
Personalitas
auditor (X1),
etika profesi
(X2)
Perilaku
disfungsional
audit
Karakteristik
personal
auditor (X1),
etika audit
(X2),
pengalaman
auditor (X3)
Penyimpangan
perilaku dalam
audit
Locus of
control (X1),
kinerja (X2),
komitmen
organisasi
(X3),
berpengaruh
signifikan
terhadap
penerimaan
perilaku
disfungsional
audit
terdapat
pengaruh
personal
auditor dan
etika
profesi secara
bersama-sama
terhadap
perilaku
disfungsional
audit.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
karakteristik
personal
auditor dan
etika
audit memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
tingkat
penyimpangan
perilaku dalm
audit.
Sedangkan
pengalaman
auditor tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
penyimpangan
perilaku
dalam audit.
Dysfunctional locus of
audit
control dan
behavior.
kinerja
mempunyai
pengaruh
signifikan
30
Dan Turnover
Intention
Terhadap
Penyimpangan
Perilaku
Dalam Audit
(Studi Empiris
Pada Kantor
Akuntan
Publik Di
Jakarta
Selatan)
5.
Dwi Harini,
Agus
Wahyudin
Dan Indah
Anisykurlillah
(2010)
Analisis
Penerimaan
Auditor Atas
Dysfunctional
Audit
Behavior :
Sebuah
Pendekatan
Karakteristik
Personal
Auditor
turnover
intention
(X4),
Locus of
Control (X1),
Turnover
Intention (X2)
,dan kinerja
(X3)
Dysfunctional
Audit
Behavior.
terhadap
dysfunctional
audit
behavior.
Komitmen
organisasi dan
turnover
intention tidak
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap
dysfunctional
audit
behavior.
Locus of
control
secara
signifikan
berpengaruh
pada kinerja,
kinerja
secara
signifikan
berpengaruh
pada
turnover
intention,
locus of
control tidak
berpengaruh
pada
turnover
intention,
kinerja dan
locus of
control
secara
signifikan
berpengaruh
pada perilaku
disfungsional
audit, dan
turnover
intention
tidak
berpengaruh
pada perilaku
disfungsional
audit.
31
2.4 Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Locus of Control terhadap Penyimpangan Perilaku dalam
Audit
Locus of control merupakan persepsi atau cara pandang seseorang
terhadap sumber-sumber yang mengendalikan peristiwa-peristiwa baik
atau buruk dalam hidupnya. Locus of control ini dapat berupa internal dan
eksternal. Individu dengan internal locus of control akan aktif mencari
informasi sebelum mengambil keputusan, lebih termotivasi untuk
berprestasi dan melakukan usaha lebih besar untuk mengendalikan
lingkungan mereka. Sebaliknya orang dengan eksternal locus of control
percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya dan
percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan
kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Karenanya
auditor dengan eksternal locus of control memiliki kemungkinan lebih
besar untuk memenuhi permintaan klien (Nadirsyah dan Intan, 2009).
Penggunaan manipulasi, penipuan, atau taktik menjilat atau
mengambil muka dapat menggambarkan usaha locus of control eksternal
untuk mempertahankan pengaruh mereka terhadap lingkungan yang
kurang ramah dan memberikan kepada mereka sebuah pendekatan
berorientasi internal seperti kerja keras. Penelitian sebelumnya (Harini
dkk., 2010; Sitanggang, 2007) menunjukkan bahwa locus of control
eksternal berpengaruh positif terhadap penerimaan dysfunctional audit
behavior. Sehingga peneliti akan menguji hipotesis sebagai berikut:
H1 : Locus of control berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku
dalam audit
32
2. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Penyimpangan Perilaku
dalam Audit
Komitmen pada organisasi merupakan alat prediksi yang sangat
baik untuk beberapa perilaku penting, diantaranya adalah perputaran
pegawai, kesetiaan pegawai kepada nilai organisasi dan keinginan mereka
untuk melakukan pekerjaan ekstra (untuk melakukan pekerjaan melebihi
apa yang seharusnya dikerjakan).
Individu yang merasa mempunyai komitmen yang tinggi akan
mempunyai tingkat ketidakhadiran (abseinteism) dan turnover yang
rendah. Kedua, komitmen yang tinggi, kurangnya kecenderungan bagi
mereka untuk aktif mencari posisi lainnya. Komitmen organisasional juga
berhubungan (linked) effort dan performance. Pegawai yang mempunyai
komitmen yang tinggi pada perusahaan, mereka akan mempunyai usaha
yang keras dan akan mempunyai kinerja yang lebih baik (Pujaningrum dan
Sabeni, 2012). Individu yang mempunyai komitmen organisasional akan
bekerja lebih baik untuk organisasi daripada yang tidak berkomitmen
(Pujaningrum dan Sabeni, 2012).
Dalam
penelitian
Mardiana
(2010),
komitmen
organisasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyimpangan perilaku
dalam audit.
H2 : Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap penyimpangan
perilaku dalam audit
33
3. Pengaruh Kinerja terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit
Performance adalah perilaku anggota organisasi yang membantu
untuk mencapai tujuan organisasi. Usaha adalah perilaku manusia yang
diarahkan untuk meraih tujuan organisasi. Kinerja bisa melibatkan
perilaku yang abstrak (Supervisi, planning, decision making). Kinerja
melibatkan tingkatan yang mana anggota organisasi menyelesaikan
tugasnya yang berkontribusi pada tujuan organisasi. Kinerja termasuk juga
dimensi kualitas dan kuantitas. Auditor yang memiliki persepsi yang
rendah terhadap tingkat kinerja mereka dianggap akan memperlihatkan
penerimaan perilaku menyimpang dalam audit yang lebih tinggi
(Basudewa dan Lely Aryani, 2015). Hal ini dikarenakan auditor dengan
kinerja yang rendah akan merasa harus meningkatkan kinerja mereka
dengan berbagai tindakan termasuk salah satunya perilaku menyimpang,
seperti
menghentikan
satu
atau
beberapa
prosedur
audit
tanpa
menggantikan dengan langkah yang lain untuk mencapai waktu tugas yang
ditetapkan oleh atasan. Dalam penelitian Pujaningrum dan Sabeni (2012),
Harini dkk (2010), dan Wahyudi (2013) kinerja berpengaruh terhadap
penyimpangan perilaku dalam audit.
H3 : Kinerja berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku dalam
audit
4. Pengaruh Turnover Intention terhadap Penyimpangan Perilaku dalam
Audit
Turnover intention adalah berhenti atau keluar dari organisasi secara
permanen baik sukarela seperti pensiun, atau tidak sukarela seperti
34
pemecatan. Auditor yang memiliki keinginan berpindah kerja lebih dapat
terlibat dalam perilaku disfungsional karena menurunnya tingkat ketakutan
yang ada dalam dirinya terhadap sanksi yang didapat bila perilaku tersebut
dideteksi. Individu yang berniat meninggalkan pekerjaan, tidak begitu
peduli dengan dampak buruk dari penyimpangan perilaku terhadap
penilaian kinerja dan promosi.
Pujaningrum (2012) menjelaskan bahwa auditor yang memiliki
keinginan untuk berpindah kerja lebih mungkin terlibat dalam perilaku
disfungsional, karena penurunan rasa takut dari kondisi yang terjadi bila
hal tersebut terdeteksi. Irawati (2005) mengungkapkan bahwa Turnover
Intention berpengaruh terhadap pemyimpangan perilaku dalam audit.
H4 : Turnover Intention berpengaruh
perilaku dalam audit
terhadap
penyimpangan
5. Pengaruh Etika Profesi terhadap Penyimpangan Perilaku dalam
Audit
Etika pada dasarnya mempelajari perilaku atau tindakan seseorang
dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Agoes
dan Ardana (2009:74) dalam Helniyoman (2014) menambahkan bahwa
ukuran untuk dapat menilai baik atau tidaknya suatu tindakan bila dilihat
dari hakikat manusia utuh adalah dilihat dari manfaat atau kerugiannya
bagi orang lain, kemampuan tindakan tersebut dalam menciptakan
kebahagiaan
individu,
dan
kemampuan
tindakan
tersebut
dalam
meningkatkan kesadaran spiritual seseorang. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa suautu perilaku atau tindakan dapat
35
dikatakan menyimpang jika tindakan atau perilaku tersebut berdampak
buruk bagi orang lain.
Etika profesi menggambarkan komitmen profesi terhadap prinsip
etika dan kode etik. “Suatu komitmen terhadap perilaku etis merupakan
elemen kunci dalam audit” (Boynton and Johnson, 2011:104) dalam
Helniyoman (2014). Etika profesi ini biasanya menggambarkan standar
perilaku yang idealis dan praktis dalam tujuannya. Helniyoman (2014)
mengatakan bahwa untuk menjadi seorang auditor yang mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan menjunjung tinggi etika profesi,
kecerdasan emosionallah yang mengambil bagian penting. Helniyoman
(2014) menambahkan bahwa dengan kecerdasan emosional seorang
auditor diharapkan mampu mengatur perasaan dengan baik, mampu
memotivasi diri sendiri, berempati ketika menghadapi gejolak emosi diri
maupun orang lain, fleksibel daam situasi dan kondisi yang sering
berubah, sehingga dengan akal sehat mampu berpikir positif dalam
menghadapi
tekanan
dan
gangguan
yang
dapat
memengaruhi
independensinya. Penelitian Helniyoman (2014) membuktikan bahwa
etika profrsi berpengaruh signifikan terhadap penyimpangan perilaku
dalam audit.
H5 : Etika Profesi berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku
dalam audit
36
6. Pengaruh Locus of Control, Komitmen Organisasi, Kinerja, Turnover
Intention, dan Etika Profesi terhadap Penyimpangan Perilaku dalam
Audit
Penelitian yang dilakukan Nasution (2013) mengenai pengaruh
karateristik personal auditor, etika audit dan pengalaman auditor terhadap
tingkat penyimpangan perilaku dalam audit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik personal auditor dan etika audit memiliki pengaruh
signifikan terhadap tingkat penyimpangan perilaku dalm audit. Sedangkan
pengalaman auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap penyimpangan
perilaku dalam audit.
Hasil Penelitian Pujaningrum (2012), mengungkapkan bahwa locus
of control, turnover intention, dan kinerja berpengaruh singnifikan
terhadap dysfunctional audit behavior. Dalam penelitian Mardiana (2010),
mengungkapakan bahwa komitmen organisasi dan kinerja berpengaruh
secara signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mendorong peneliti
untuk menguji kembali apakah locus of control, komitmen organisasi,
kinerja, turnover intention, dan etika profesi berpengaruh tehadap
penyimpangan perilaku dalam audit. Maka hipotesisi yang diajukan
adalah:
H6 : Locus of Control, Komitmen Organisasi, Kinerja, Turnover
Intention, dan Etika Profesi berpengaruh terhadap
Penyimpangan Perilaku dalam Audit
37
2.5 Model Penelitian
Model penelitian adalah model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting. Anak panah menunjukkan pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen.
Gambar 2.1
Desain Penelitian
(Variabel Independen)
Locus of Control
(X1)
Komitmen Organisasi
(Variabel Dependen)
(X2)
Penyimpangan Perilaku
dalam Audit
(Dysfunctional
Audit Behavior)
Kinerja
(X3)
Turnover Intention
(X4)
Etika Profesi
(X5)
(Y)
Download