BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pada subbab Landasan Teori, peneliti akan menjelaskan seluruh teori yang digunakan dalam menyusun penelitian ini, yaitu teori atribusi dan teori motivasi yang mendasari penelitian, auditing dan prosedur audit, dysfunctional audit behavior, locus of control, komitmen organisasi, kinerja (performance), turnover intention, dan etika profesi. 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi menjelaskan tentang proses bagaimana kita menentukan penyebab perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri yang ditentukan dari internal atau eksternal dan pengaruhnya terhadap perilaku individu (Harini dkk., 2010). Teori atribusi yaitu bagaimana kita membuat keputusan tentang seseorang. Kita membuat sebuah atribusi ketika kita mendeskripsikan perilaku seseorang dan mencoba menggali pengetahuan mengapa mereka berperilaku seperti itu (Febrina, 2012). Dalam hidupnya, setiap orang selalu membentuk ide tentang orang lain dan situasi sosial di sekitarnya melalui berbagai hal. Dalam teori atribusi Correspondent Inference (Edward Jones dan Keith Davis), perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal, berarti dengan melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut serta prediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. 12 13 Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (correspondent inference). Hubungan tersebut dapat diamati melalui hal berikut: 1. Melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinginan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya merupakan cermin karakternya, bisa saja karena suatu keharusan. 2. Pengamatan terhadap perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan. 3. Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Contohnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran baru, tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran kepribadiannya. Model of Scientific Kelley dan Margheim (1967) mendeskripsikan 4 informasi penting untuk menyimpulkan atribusi seseorang sebagai berikut: 1) Distinctiveness – perilaku dapat dibedakan dari perilaku orang lain saat menghadapi situasi yang sama. 2) Consensus – jika orang lain setuju bahwa perilaku diatur oleh beberapa karakteristik personal. 3) Consistency over time – apakah perilaku diulang. 4) Consistency over modality (cara dimana perilaku itu dilakukan) – apakah perilaku diulang pada situasi yang berbeda Penelitian ini menggunakan teori atribusi karena peneliti melakukan studi empiris untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi auditor dalam menerima penyimpangan perilaku dalam audit (dysfunctional audit 14 behavior), khususnya pada karakteristik personal auditor itu sendiri. Karakteristik personal menjadi penentu utama dalam penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit (dysfunctional audit behavior) karena merupakan faktor internal yang mendorong seorang individu untul melakukan suatu aktivitas. 2.1.2 Teori Motivasi X dan Y Motivasi merupakan suatu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi merupakan dorongandorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan (Febrina, 2012). Dalam teori motivasi X dan Y yang ditemukan oleh Mc Gregor, individu yang memiliki external locus of control akan bertipe X karena mereka tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi, mereka harus dimotivasi oleh lingkungannya. Sedangkan internal locus of control internal akan bertipe Y karena mereka menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat mengarahkan diri sendiri dengan target tertentu. Peneliti menggunakan teori ini karena seorang auditor akan menerima lalu melakukan penyimpangan perilaku dalam audit (dysfunctional audit behavior), terutama karena pengaruh faktor internal, seperti kepribadian dasar seseorang (X atau Y), yang memberikan pengaruh terbesar dibandingkan situational factor. 15 2.1.3 Audit a. Defenisi Audit Menurut Arens and Approach,2000:9), Audit Loebbecke adalah (Auditing: An Integrated kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi dari bukti-bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Proses audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independent. Menurut The American Accounting Association’s Committee on Basic Auditing Concepts (Auditing: Theory And Practice,2001:1-2) audit merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan umtuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta menyampaikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan defenisi diatas, dapat disimpulkan pengertian audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan- pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. 16 b. Tujuan Audit Tujuan audit secara umum dapat diklasifikasilkan sebagai berikut : 1) Kelengkapan (Completeness). Untuk meyakinkan bahwa seluruh transaksi telah dicatat atau ada dalam jurnal secara aktual telah dimasukkan. 2) Ketepatan (Accurancy). Untuk memastikan transaksi dan saldo perkiraan yang ada telah dicatat berdasarkan jumlah yang benar, perhitungan yang benar, diklasifikasikan, dan dicatat dengan tepat. 3) Eksistensi (Existence). Untuk memastikan bahwa semua harta dan kewajiban yang tercatat memiliki eksistensi atau keterjadian pada tanggal tertentu, jadi transaksi tercatat tersebut harus benar-benar telah terjadi dan tidak fiktif. 4) Penilaian (Valuation). Untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum telah diterapkan dengan benar. 5) Klasifikasi (Classification). Untuk memastikan bahwa transaksi yang dicantumkan dalam jurnal diklasifikasikan dengan tepat. Jika terkait dengan saldo maka angka-angka yang dimasukkan didaftar klien telah diklasifikasikan dengan tepat. 6) Ketepatan (Accurancy). Untuk memastikan bahwa semua transaksi dicatat pada tanggal yang benar, rincian dalam saldo akun sesuai dengan angka-angka buku besar. Serta penjumlahan saldo sudah dilakukan dengan tepat. 17 7) Pisah Batas (Cut-Off). Untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang dekat tanggal neraca dicatat dalam periode yang tepat. Transaksi yang mungkin sekali salah saji adalah transaksi yang dicatat mendekati akhir suatu peride akuntansi. 8) Pengungkapan (Disclosure). Untuk meyakinkan bahwa saldo akun dan persyaratan pengungkapan yang berkaitan telah disajikan dengan wajar dalam laporan keuangan dan dijelaskan dengan wajar dalam isi dan catatan kaki laporan tersebut 2.1.4 Penyimpangan Perilaku dalam Audit Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta kode etik akuntan. Dalam kenyataan di lapangan, auditor banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap standar audit dan kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari karakteristik personal yang kurang bagus yang dimiliki oleh seorang auditor. Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit secara negatif dari segi akurasi dan reabilitas. Pelanggaran yang dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai penyimpangan perilaku dalam audit (Istianah, 2013) Perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional audit behavior) adalah perilaku auditor yang menyimpang dari standar audit dalam melaksanakan penugasan audit yang dapat menurunkan kualitas audit. Perilaku menyimpang dari auditor seperti penghentian terhadap langkah audit dalam program audit (premature sign-off), mengurangi jumlah pekerjaan 18 yang dikerjakan dalam langkah audit yang dianggap beralasan oleh auditor, ataupun tidak melakukan review dengan sungguh–sungguh terhadap dokumen klien (Basudewa dan Lely, 2015). SAS No 82 menyatakan bahwa sikap auditor menerima perilaku disfungsional merupakan indikator perilaku disfungsional aktual. Dysfunctional audit behavior merupakan reaksi terhadap lingkungan. Beberapa perilaku disfungsional yang membahayakan kualitas audit yaitu: Underreporting of time, premature sign-off, altering/ replacement of audit procedure (Pujaningrum, 2012) Dalam studinya, menemukan bahwa kondisi yang tertekan (secara waktu), auditor cenderung berperilaku disfungsional, misal melakukan premature sign off, terlalu percaya pada penjelasan dan presentasi klien, serta gagal mengivestigasi isu-isu relevan, yang pada gilirannya dapat menghasilkan laporan audit berkualitas rendah. 2.1.5 Locus of Control Salah satu variabel kepribadian yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah locus of control. Konsep locus of control digunakan secara luas dalam riset keperilakuan untuk menjelaskan perbedaan perilaku individual dalam setting organisasional. Locus of control individual mencerminkan tingkat keyakinan seseorang tentang sejauhmana perilaku atau tindakan yang mereka perbuat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan yang mereka alami. 19 Febrina (2012) mendefinisikan locus of control sebagai persepsi atau pandangan individu kepercayaan diri mengenali faktor dan kepercayaan yang mengendalikan nasib, mereka atas pencapaian dalam keberhasilan diri. Karakteristik personal mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespon lingkungannya (Tanjung, 2013). Hasil penelitian Donnelley et al., (2003) menunjukkan auditor dengan locus of control eksternal cenderung menerima perilaku audit disfungsional. Menurut Pujaningrum dan Sabeni (2012) seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki internal control yang tinggi cenderung percaya bahwa tindakan mereka secara langsung akan berpengaruh terhadap hasil kerja mereka. Selain itu, individu yang memiliki internal control yang tinggi juga dikatakan memiliki kemampuan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang timbul dari lingkungan dan akan berusaha untuk memecahkan masalahmasalah dengan usahanya sendiri. Individu dengan internal locus of control (internal) cenderung percaya bahwa tindakan mereka secara langsung berpengaruh terhadap outcome. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa internal cenderung bekerja lebih efektif dalam lingkungan yang mengijinkan mereka untuk lebih mengendalikan tindakan mereka. Individu dengan external locus of control (eksternal) cenderung percaya bahwa outcome adalah lebih merupakan akibat dari kekuatan luar daripada tindakan mereka sendiri. 20 2.1.6 Komitmen Organisasi Komitmen auditor terhadap profesinya merupakan faktor penting yang bepengaruh terhadap perilaku auditor dalam melakukan tugas audit. Komitmen profesional didasarkan pada premis bahwa individu membentuk suatu kesetiaan (attachment) terhadap profesi selama proses sosialisasi ketika profesi menanamkan nilai-nilai dan norma-norma profesi. Konsep komitmen profesional dikembangkan dari konsep yang lebih mapan yaitu komitmen organisasional. Komitmen organisasi merupakan penerimaan terhadap tujuan atau nilai-nilai organisasi dan memiliki kemauan untuk mengerahkan usaha atas nama organisasi (Donnelley et al., (2003). Menurut Porter, Steers dan Boulian (1974), komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi 3 karakteristik, yaitu (1) kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap tujuan serta nilai-nilai organisasi, (2) keinginan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi dan (3) keinginan yang sangat kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Pricilia (2014) menyatakan komitmen organisasional sebagai : a. Keinginan yang kuat seseorang untuk mempertahankan keanggotaannya dalam suatu organisasi, 21 b. Kesediaan untuk meningkatkan upaya yang lebih baik sebagai bagian dalam organisasi, c. Keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Secara teori, karyawan yang memiliki komitmen akan bekerja lebih giat, tetap tinggal dalam organisasi, dan memberikan kontribusi yang lebih efektif pada organisasi. Internal merasa bahwa mereka mempunyai lebih banyak peluang daripada eksternal. Ketika internal bergabung dengan perusahaan, mereka cenderung memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada eksternal (Donnelly et al., 2003). 2.1.7 Kinerja Performance adalah perilaku anggota organisasi yang membantu untuk mencapai tujuan organisasi. Usaha adalah perilaku manusia yang diarahkan untuk meraih tujuan organisasi. Kinerja adalah tingkatan dimana tujuan secara actual dicapai. Kinerja bisa melibatkan perilaku yang abstrak (Supervisi, planning, decision making). Kinerja melibatkan tingkatan yang mana anggota organisasi menyelesaikan tugasnya yang berkontribusi pada tujuan organisasi. Kinerja termasuk juga dimensi kualitas dan kuantitas. Kinerja adalah fungsi yang jelas dari usaha (effort). Tanpa usaha, kinerja tidak akan dihasilkan. Usaha sendiri tidak bisa menyebabkan kinerja: banyak faktor yang diperlukan, yang pertama atau utama dalam penyelesaian tugasnya. Seseorang adalah pekerja keras tetapi tidak melakukan pekerjaan, menjelaskan situasi dimana usaha tinggi tetapi kinerja rendah. 22 Dalam penelitian Donelly et. al., (2003), menyatakan bahwa individu yang tingkat kinerjanya dibawah standar memiliki kemungkinan yang lebih besar terlibat perilaku disfungsional karena menganggap dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam organisasi melalui usaha sendiri. Jadi, penerimaan auditor atas perilaku disfungsional akan lebih tinggi apabila auditor memiliki persepsi kinerja yang rendah atas dirinya. Hal ini terjadi karena seorang auditor yang memiliki tingkat kinerja dibawah standar merasa bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam organisasi melalui usaha sendiri. Oleh karena itu, ia cenderung melakukan perilaku disfungsional untuk mencapai tujuannya. 2.1.8 Turnover Intention Turnover intention (keinginan berpindah kerja atau berhenti kerja) adalah keinginan individu secara sadar untuk meninggalkan organisasi (Pujaningrum dan Sabeni, 2012). Keinginan berhenti kerja dapat terjadi karena adanya konflik pada organisasi atau profesi. Selain itu “turnover intention juga bias disebabkan oleh adanya ketidakpuasan di tempat kerja atau karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik”. Keinginan berpindah kerja mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti dan nyata untuk meninggalkan organisasi. “Turnover dapat terjadi secara sukarela (voluntary) dan (involuntary) tidak sukarela”. Keinginan keluar dari organisasi yang bersifat fungsional, jika pegawai yang meninggalkan organisasi merupakan pegawai yang dianggap layak untuk keluar. Kondisi ini 23 membuka kesempatan bagi orang yang bermotivasi atau berkemampuan lebih tinggi, membuka kesempatan untuk promosi, dan membuka ide ide baru dan segar bagi organisasi. Keinginan keluar dari organisasi yang bersifat disfungsional, jika pegawai yang meninggalkan perusahaan merupakan pegawai yang memiliki kemampuan tinggi (Charunnisa, dkk., 2014). Turnover intention terkait dengan keinginan karyawan untuk berpindah kerja. “Turnover individu bisa terjadi karena balas jasa terlalu rendah, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang cocok, kesempatan promosi tidak ada, dan perlakuan yang kurang adil” (Helniyoman, 2014). 2.1.9 Etika Profesi Pengertian etika dalam Bahasa Latin, “Ethica”, berarti falsafah moral yang merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan , karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar, dan bagus. Selanjutnya selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu etika tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut sebagai, „kode etik‟. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Nasution, 2013). 24 Etika profesi merupakan landasan etika yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap auditor (Arens, 2003). Agoes (2004) menunjukkan kode etik IAPI dan aturan etika Kompartemen Akuntan Publik, Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan standar pengendalian mutu auditing merupakan acuan yang baik untuk mutu auditing. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib menaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas. Pemahaman akan etika profesi tentunya akan mengarahkan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas guna mencapai hasil yang lebih baik. Dalam melaksanakan pemeriksaan, seorang auditor harus menjunjung tinggi etika profesinya sebagai auditor agar tercipta transparasi dalam pengelolaan keuangan Negara. Pemahaman etika ini akan mengarahkan sikap, tingkah laku dan perbuatan auditor dalam mencapai hasil yang lebih baik. 2.2 Audit dalam Islam Sistem perekonomian Indonesia tidak lagi sebatas pada perekonomian konvensional. Sistem ekonomi Islam yang telah lama hanya menjadi bahasan diskusi para ahli kini telah banyak dipraktikan dan diterapkan diberbagai sektor. 25 Bermula dalam sektor perbankan yang ditandai dengan munculnya bank syariah, kemudian merambat pada sektor keuangan lainnya seperti asuransi, pasar modal, bisnis dan lainnya. Perkembangannya sangat pesat, dan pada saat ini banyak terdapat lembaga keuangan Islam telah beroperasi menerapkan sistem ekonomi Islam yang terdapat diberbagai belahan dunia bukan saja di negara Islam tetapi juga di negara non muslim. Munculnya lembaga keuangan Islam pastinya memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan pada umumnya. Operasional usahanya didasarkan pada prinsip Islam dan menerapkan nilai-nilai islami secara konsisten. Maka dari itu, sistem auditing islami sangat diperlukan untuk melakukan fungsi audit terhadap lembaga keuangan Islam tersebut dan kesesuaiannya dengan prinsip syariah. Seorang akuntan tidak harus membatasi dirinya hanya dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya, tetapi juga harus berjuang untuk mencari dan menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya dengan melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Sebagaimana dalam firman Allah, SWT. Dalam surat An-Nahl:90 : Artinya : ”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari 26 perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. 2.3 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan penelitian ini, maka peneliti akan menyebutkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilaksana sebelumnya. Penelitian terdahulu yang membahas tentang pengaruh Locus of Control, komitmen organisasi, kinerja, turnover intention, etika profesi terhadap kemampuan penyimpangann perilaku audit. Pujianingrum dan Sabeni (2012) melakukan penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan auditor atas penyimpangan perilaku dalam audit (studi empiris pada kantor akuntan publik di semarang). Dimana variabel locus of control, kinerja dan keinginan berpindah berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit, komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit. Helniyoman (2014) melakukan penelitian Pengaruh personalitas auditor dan Etika profesi terhadap penerimaan perilaku Audit disfungsional pada auditor BPK di makassar. Terdapat pengaruh personal auditor dan etika profesi secara bersama-sama terhadap perilaku disfungsional audit. Mardiana (2010) melakukan penelitian Analisis pengaruh personal auditor, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja terhadap tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit dengan kinerja auditor sebagai variable inventing. Hasil penelitian karekteristik personal, komitmen organisasi, kepuasa kerja berpengaruh signifikan positif terhadap penyimpangan perilaku dalam audit, sedangkan kinerja berpengaruh signifikan negatif terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. 27 Susanti dan Bambang dengan penelitian penerimaan auditor terhadap penyimpangan perilaku audit melalui pendekatan karateristik personal auditor, mengungkapkan bahwa keinginan berpindah kerja dipengaruhi oleh lokus kendali eksternal, kinerja karyawan dan komitmen organisasi. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa kinerja karyawan dan komitmen organisasi tidak dipengaruhi oleh lokus kendali eksternal. Wahyudi (2013) dalam penelitian pengaruh locus of control, kinerja, komitmen organisasi, dan turnover intention terhadap penyimpangan perilaku dalam audit (studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta selatan), menunjukkan bahwa locus of control dan kinerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap dysfunctional audit behavior. Sedangkan komitmen organisasi dan turnover intention tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap dysfunctional audit behavior. Tanjung (2013) dengan penelitian pengaruh karakteristik personal auditor dan time budget pressure terhadap perilaku disfungsional auditor (studi empiris pada kap di kota padang dan pekanbaru), menunjukkan karakteristik personal auditor dan time budget pressure berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku disfungsional auditor. Febrina (2012) dengan penelitian analisis pengaruh karakteristik personal auditor terhadap penerimaan auditor atas dysfunctional audit behavior (studi empiris pada kantor akuntan publik di jawa tengah dan di Yogyakarta), menunjukkan bahwa auditor dengan LOC eksternal cenderung menerima DAB. Karena auditor tidak percaya dengan kemampuannya sendiri sehingga membutuhkan DAB untuk meningkatkan kinerjanya. Sedangkan variabel OC, P, dan TI tidak berhubungan dengan DAB karena persaingan kerja yang ketat 28 dan penerimaan DAB saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal auditor. Signifikannya LOC mengindikasikan profesi akuntan yang rentan terhadap DAB yang dapat menurunkan kualitas audit. Hadi, dkk (2014) dengan penelitian pengaruh karakteristik personal dan faktor situasional dalam penerimaan perlakuan disfungsional, menunjukkan bahwa locus of control, kinerja, dan gaya kepemimpinan memiliki moderat positif berpengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsional, tapi keinginan bekerja tidak berpengaruh. Basudewa dan Lely Aryani (2015), dalam penelitian pengaruh locus of control, komitmen organisasi, kinerja auditor, dan turnover intention pada perilaku menyimpang dalam audit, menunjukkan bahwa locus of control dan turnover intention berpengaruh positif dan signifikan pada perilaku menyimpang dalam audit, sedangkan variabel komitmen orginasasi dan kinerja auditor berpengaruh negatif dan signifinkan pada perilaku menyimpang dalam audit. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu NO. 1. Nama (tahun) Intan Pujaningrum dan Sabeni (2012) Judul Variabel X Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan auditor atas penyimpangan perilaku dalam audit (studi empiris pada kantor akuntan publik di semarang) Locuf of Control (X1), Komitmen Organisasi (X2), Kinerja (X3), Turnover Intention (X4) Hasil Penelitian Penyimpangan Locus of Perilaku dalam control, Audit kinerja dan (Dysfungsional keinginan audit behavior berpindah ) berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit, komitmen organisasi tidak Variabel Y 29 2. Maria d. Helniyoman (2014) 3. Istianah Nasution (2013) 4. Eko Wahyudi (2013) Pengaruh personalitas auditor dan Etika profesi terhadap penerimaan perilaku Audit disfungsional pada auditor bpk Di Makassar Pengaruh karateristik personal auditor, Etika audit dan pengalaman auditor terhadap Tingkat penyimpangan perilaku dalam audit Pengaruh Locus Of Control, Kinerja, Komitmen Organisasi, Personalitas auditor (X1), etika profesi (X2) Perilaku disfungsional audit Karakteristik personal auditor (X1), etika audit (X2), pengalaman auditor (X3) Penyimpangan perilaku dalam audit Locus of control (X1), kinerja (X2), komitmen organisasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit terdapat pengaruh personal auditor dan etika profesi secara bersama-sama terhadap perilaku disfungsional audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik personal auditor dan etika audit memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat penyimpangan perilaku dalm audit. Sedangkan pengalaman auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. Dysfunctional locus of audit control dan behavior. kinerja mempunyai pengaruh signifikan 30 Dan Turnover Intention Terhadap Penyimpangan Perilaku Dalam Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta Selatan) 5. Dwi Harini, Agus Wahyudin Dan Indah Anisykurlillah (2010) Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior : Sebuah Pendekatan Karakteristik Personal Auditor turnover intention (X4), Locus of Control (X1), Turnover Intention (X2) ,dan kinerja (X3) Dysfunctional Audit Behavior. terhadap dysfunctional audit behavior. Komitmen organisasi dan turnover intention tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap dysfunctional audit behavior. Locus of control secara signifikan berpengaruh pada kinerja, kinerja secara signifikan berpengaruh pada turnover intention, locus of control tidak berpengaruh pada turnover intention, kinerja dan locus of control secara signifikan berpengaruh pada perilaku disfungsional audit, dan turnover intention tidak berpengaruh pada perilaku disfungsional audit. 31 2.4 Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Locus of Control terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit Locus of control merupakan persepsi atau cara pandang seseorang terhadap sumber-sumber yang mengendalikan peristiwa-peristiwa baik atau buruk dalam hidupnya. Locus of control ini dapat berupa internal dan eksternal. Individu dengan internal locus of control akan aktif mencari informasi sebelum mengambil keputusan, lebih termotivasi untuk berprestasi dan melakukan usaha lebih besar untuk mengendalikan lingkungan mereka. Sebaliknya orang dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya. Karenanya auditor dengan eksternal locus of control memiliki kemungkinan lebih besar untuk memenuhi permintaan klien (Nadirsyah dan Intan, 2009). Penggunaan manipulasi, penipuan, atau taktik menjilat atau mengambil muka dapat menggambarkan usaha locus of control eksternal untuk mempertahankan pengaruh mereka terhadap lingkungan yang kurang ramah dan memberikan kepada mereka sebuah pendekatan berorientasi internal seperti kerja keras. Penelitian sebelumnya (Harini dkk., 2010; Sitanggang, 2007) menunjukkan bahwa locus of control eksternal berpengaruh positif terhadap penerimaan dysfunctional audit behavior. Sehingga peneliti akan menguji hipotesis sebagai berikut: H1 : Locus of control berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku dalam audit 32 2. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit Komitmen pada organisasi merupakan alat prediksi yang sangat baik untuk beberapa perilaku penting, diantaranya adalah perputaran pegawai, kesetiaan pegawai kepada nilai organisasi dan keinginan mereka untuk melakukan pekerjaan ekstra (untuk melakukan pekerjaan melebihi apa yang seharusnya dikerjakan). Individu yang merasa mempunyai komitmen yang tinggi akan mempunyai tingkat ketidakhadiran (abseinteism) dan turnover yang rendah. Kedua, komitmen yang tinggi, kurangnya kecenderungan bagi mereka untuk aktif mencari posisi lainnya. Komitmen organisasional juga berhubungan (linked) effort dan performance. Pegawai yang mempunyai komitmen yang tinggi pada perusahaan, mereka akan mempunyai usaha yang keras dan akan mempunyai kinerja yang lebih baik (Pujaningrum dan Sabeni, 2012). Individu yang mempunyai komitmen organisasional akan bekerja lebih baik untuk organisasi daripada yang tidak berkomitmen (Pujaningrum dan Sabeni, 2012). Dalam penelitian Mardiana (2010), komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. H2 : Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku dalam audit 33 3. Pengaruh Kinerja terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit Performance adalah perilaku anggota organisasi yang membantu untuk mencapai tujuan organisasi. Usaha adalah perilaku manusia yang diarahkan untuk meraih tujuan organisasi. Kinerja bisa melibatkan perilaku yang abstrak (Supervisi, planning, decision making). Kinerja melibatkan tingkatan yang mana anggota organisasi menyelesaikan tugasnya yang berkontribusi pada tujuan organisasi. Kinerja termasuk juga dimensi kualitas dan kuantitas. Auditor yang memiliki persepsi yang rendah terhadap tingkat kinerja mereka dianggap akan memperlihatkan penerimaan perilaku menyimpang dalam audit yang lebih tinggi (Basudewa dan Lely Aryani, 2015). Hal ini dikarenakan auditor dengan kinerja yang rendah akan merasa harus meningkatkan kinerja mereka dengan berbagai tindakan termasuk salah satunya perilaku menyimpang, seperti menghentikan satu atau beberapa prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah yang lain untuk mencapai waktu tugas yang ditetapkan oleh atasan. Dalam penelitian Pujaningrum dan Sabeni (2012), Harini dkk (2010), dan Wahyudi (2013) kinerja berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. H3 : Kinerja berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku dalam audit 4. Pengaruh Turnover Intention terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit Turnover intention adalah berhenti atau keluar dari organisasi secara permanen baik sukarela seperti pensiun, atau tidak sukarela seperti 34 pemecatan. Auditor yang memiliki keinginan berpindah kerja lebih dapat terlibat dalam perilaku disfungsional karena menurunnya tingkat ketakutan yang ada dalam dirinya terhadap sanksi yang didapat bila perilaku tersebut dideteksi. Individu yang berniat meninggalkan pekerjaan, tidak begitu peduli dengan dampak buruk dari penyimpangan perilaku terhadap penilaian kinerja dan promosi. Pujaningrum (2012) menjelaskan bahwa auditor yang memiliki keinginan untuk berpindah kerja lebih mungkin terlibat dalam perilaku disfungsional, karena penurunan rasa takut dari kondisi yang terjadi bila hal tersebut terdeteksi. Irawati (2005) mengungkapkan bahwa Turnover Intention berpengaruh terhadap pemyimpangan perilaku dalam audit. H4 : Turnover Intention berpengaruh perilaku dalam audit terhadap penyimpangan 5. Pengaruh Etika Profesi terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit Etika pada dasarnya mempelajari perilaku atau tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Agoes dan Ardana (2009:74) dalam Helniyoman (2014) menambahkan bahwa ukuran untuk dapat menilai baik atau tidaknya suatu tindakan bila dilihat dari hakikat manusia utuh adalah dilihat dari manfaat atau kerugiannya bagi orang lain, kemampuan tindakan tersebut dalam menciptakan kebahagiaan individu, dan kemampuan tindakan tersebut dalam meningkatkan kesadaran spiritual seseorang. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suautu perilaku atau tindakan dapat 35 dikatakan menyimpang jika tindakan atau perilaku tersebut berdampak buruk bagi orang lain. Etika profesi menggambarkan komitmen profesi terhadap prinsip etika dan kode etik. “Suatu komitmen terhadap perilaku etis merupakan elemen kunci dalam audit” (Boynton and Johnson, 2011:104) dalam Helniyoman (2014). Etika profesi ini biasanya menggambarkan standar perilaku yang idealis dan praktis dalam tujuannya. Helniyoman (2014) mengatakan bahwa untuk menjadi seorang auditor yang mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan menjunjung tinggi etika profesi, kecerdasan emosionallah yang mengambil bagian penting. Helniyoman (2014) menambahkan bahwa dengan kecerdasan emosional seorang auditor diharapkan mampu mengatur perasaan dengan baik, mampu memotivasi diri sendiri, berempati ketika menghadapi gejolak emosi diri maupun orang lain, fleksibel daam situasi dan kondisi yang sering berubah, sehingga dengan akal sehat mampu berpikir positif dalam menghadapi tekanan dan gangguan yang dapat memengaruhi independensinya. Penelitian Helniyoman (2014) membuktikan bahwa etika profrsi berpengaruh signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. H5 : Etika Profesi berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku dalam audit 36 6. Pengaruh Locus of Control, Komitmen Organisasi, Kinerja, Turnover Intention, dan Etika Profesi terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit Penelitian yang dilakukan Nasution (2013) mengenai pengaruh karateristik personal auditor, etika audit dan pengalaman auditor terhadap tingkat penyimpangan perilaku dalam audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik personal auditor dan etika audit memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat penyimpangan perilaku dalm audit. Sedangkan pengalaman auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. Hasil Penelitian Pujaningrum (2012), mengungkapkan bahwa locus of control, turnover intention, dan kinerja berpengaruh singnifikan terhadap dysfunctional audit behavior. Dalam penelitian Mardiana (2010), mengungkapakan bahwa komitmen organisasi dan kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap penyimpangan perilaku dalam audit. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mendorong peneliti untuk menguji kembali apakah locus of control, komitmen organisasi, kinerja, turnover intention, dan etika profesi berpengaruh tehadap penyimpangan perilaku dalam audit. Maka hipotesisi yang diajukan adalah: H6 : Locus of Control, Komitmen Organisasi, Kinerja, Turnover Intention, dan Etika Profesi berpengaruh terhadap Penyimpangan Perilaku dalam Audit 37 2.5 Model Penelitian Model penelitian adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Anak panah menunjukkan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Gambar 2.1 Desain Penelitian (Variabel Independen) Locus of Control (X1) Komitmen Organisasi (Variabel Dependen) (X2) Penyimpangan Perilaku dalam Audit (Dysfunctional Audit Behavior) Kinerja (X3) Turnover Intention (X4) Etika Profesi (X5) (Y)