JURNAL E-KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA, SURABAYA PROSES SOSIALISASI SISTEM "SEMBILAN ALUR KERJA" DI PT.XYZ SURABAYA (EX CV.MNO) Chandra Janaiver Singkoh, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses sosialisasi di PT. XYZ atas sistem "sembilan alur kerja" yang mereka miliki. Perusahaan atau yang dapat dikatakan sebagai pemilik berkeinginan untuk memperbaiki sistem yang mereka miliki dari yang terdahulu. Dibuatlah sistem sembilan alur kerja, dalam sistem ini terdapat alur komunikasi yang membentuk dan membangun sistem ini agar dalam pelaksanaannya karyawan dapat melihat bagaimana sistem sembilan alur kerja ini dapat berjalan. Namun yang terjadi dalam perusahaan ini adalah justru 80% karyawan menyatakan untuk mengundurkan diri dalam tempo waktu yang singkat. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan desain tunggal, dikarenakan desain tersebut lebih kuat serta kritis dalam melakukan analisis dan dapat digunakan sesuai dengan judul penelitian. dengan metode ini diharapkan Proses sosialisasi yang tidak jelas membentuk pro dan kontra dalam pelaksanaanya. Terdapat tiga tahapan sosialisasi yang membentuk proses sosialisasi itu sendiri, dimulai dari tahapan anticipatory, berlanjut ke encounter dan berakhir pada metamorphosis dalam diri setiap individu yang tergabung dalam perusahaan itu sendiri. Teori yang digunakan adalah teori sosialisasi dari Kramer yaitu dalam bukunya Organizational Sosialization dan Miller dalam bukunya Organizational Communication. Konsep-konsep ini juga didukung dengan konsep dari Goldhaber serta Pace dan Faules dalam buku komunikasi organisasi yang mereka buat. Kata Kunci: Proses, Sosialisasi, Anticipatory, Encounter, Metamorphosis. Pendahuluan Berawal di awal tahun 2011, yang mana perusahaan ini (PT.XYZ) akan melakukan serangkaian perubahan sistem setelah -/+ 7 tahun menggunakan sistem lama yang telah dijalankan. Pada sistem lama, setiap order-an pekerjaan yang masuk hanya ditangguhkan kepada satu orang orang saja yaitu BBB sebagai kepala proyek. Kemudian BBB'lah yang menentukan alur pembagian tugas, dan kepada siapakan order-an tersebut akan diberikan. Ketika terjadi kesalahan pada proses pengerjaan dan menimbulkan komplain dari pihak customer (pelanggan), para pekerja saling menyalahkan bagian-per bagian maupun individu-per individu. “ya kalau dulu itu semua pekerjaan terkonsentrasi sama pak BBBaja, dia yang atur semua nanti tinggal dijalankan. Cuma, setelah terjadi kesalahan, apalagi pak BBB, ketika dia salah, lalu dicari-cari klien, diminta pertanggungjawaban JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 selalu alasannya sakit, atau ditelfon berkali-kali ndak diangkat. Saya sudah tahu dia itu takut, makanya kayak gitu. Banyak hal yang saya backing dari dia, tapi dia ndak tahu, dia tahunya kalo dia mampu, sanggup, padahal waktu ada klien marah-marah sayapasti yang backing” (AAA, wawancara pribadi, 4 Juli 2011). Melihat hal-hal tersebut, AAA sebagai pimpinan dalam perusahaan kemudian dibantu dengan suatu lembaga konsultan perusahaan akhirnya membentuk sebuah sistem baru, dimana sistem tersebut dijalankan secara mendadak dan sepihak. Pada bulan Februari 2011, AAA mengundang seluruh karyawan tetap ke ruangannya untuk menghadiri rapat rutin setiap pagi dan mengadakan sosialisasi alur kerja yang baru dengan seluruh karyawan. Di sisi lain, banyak bawahan yang tidak puas terhadap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan (AAA) menyampaikan keberatannya secara lisan secara langsung maupun melalui karyawan lain. Keberatan tersebut ditanggapi oleh AAA dengan diberikan penjelasan-penjelasan mengenai alasan-alasan perubahan yang dilakukan oleh AAA “iya, memang banyak perubahan. Sebenarnya bagus, tapi kan ndak semuanya bisa dipaksakan, wong perusahaan kecil sudah mau pake pola perusahaan besar, kan ndak mungkin.” (BBB,wawancara pribadi, 14 Juli 2011). Berbagai bentuk negosiasi dan masukan-masukan lewat pertemuan formal maupun informal terus dilakukan oleh mayoritas karyawan yang tidak setuju, namun AAA tidak mengubah keputusannya untuk merubah sistem yang dianggap kurang menguntungkan dan dapat memperlambat laju perusahaan. Pada akhirnya 13 dari total 15 karyawan kantor (staff) PT.XYZ menyatakan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan mereka, pengunduran diri itu juga berdampak pada keluarnya beberapa pekerja lapangan (tukang), baik yang freelance maupun yang tetap. Ada tiga tahapan dalam proses sosialisasi terhadap diri karyawan yaitu ketika ia masuk (Anticipatory), mengenal perusahaan beserta semua yang ada di dalamnya (Encounter) dan berakhir di asimilasi karyawan terhadap perusahaan (Metamorphosis) Kajian tentang sosialisasi pada komunikasi organisasi telah berkembang menjadi kajian komunikasi yang menarik minat peneliti komunikasi. penelitian mengenai sosialisasi dalam sebuah lembaga dan berakhir pada keluarnya pegawai secara serentak pernah dilakukan sebelumnya oleh Stacy Connaughton dan Marya Doerfel, dipresentasikan dalam International Communication Association di Jerman, dengan judul “When Organizational Members Choose to Exit: Communication Networks, Indentification, and Intent to Leave. Penelitian ini mengumpulkan informasi tentang karyawan perusahaan yang melakukan Organizational Exit, dengan metode penelitian survey. Penelitian ini meneliti mengenai apa yang terjadi dalam sebuah lembaga namun proses serta bagaimana hal tersebut dapat terjadi yang dapat juga disebabkan dari cara perusahaan mensosialisasikan nilai-nilai serta sistem tidak dapat dijelaskan dengan benar tidak termasuk bagian yang diteliti oleh Stacy Connaughton dan Mary Doerfel. Kesenjangan penelitian terdahulu tersebut akan diteliti melalui proses bagaimana sosialisasi terjadi dalam PT XYZ kali ini. Diharapkan didapatkan gambaran, Jurnal e-Komunikasi Hal. 2 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 akibat sosialisasi (asimilasi / keluar), dapat diketahui disebabkan oleh proses yang seperti apa. Dari uraian di atas maka penelitian ini berfokus pada bagaimana proses Sosialisasi sistem "Sembilan Alur Kerja" di PT. XYZ Surabaya? Tinjauan Pustaka Komunikasi Organisasi “Komunikasi dalam organisasi adalah suatu proses penyampaian informasi, ideide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan” pengertian tersebut dikeluarkan oleh Wursanto dalam bukunya (Wursanto, 2003, p, 5). Ide-ide dalam suatu organisasi dan dikeuarkan oleh para anggota dan pelaku organisasi tersebutlah yang merupakan bentuk komunikasi dalam organisasi. Komunikasi organisasi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan intern dalam organisasi” (Wursanto, 2003, p.157). Pernyataan yang lain yang mendukung pengertian komunikasi Wursanto tersebut dikeluarkan oleh Devito (1997), ia mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi baik dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Devito lebih menjelaskan bahwa terdapat kelompok dalam Komunikasi dalam Organisasi, baik kelompok tersebut Formal maupun Informal mereka sama-sama menggunakan komunikasi sebagai perantara mereka untuk menyampaikan gagasan-gagasan, ide-ide serta aspirasi yang ingin mereka ungkapkan. Komunikasi Formal dalam organisasi di sini maksudnya adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada organisasi, di dalamnya adalah cara-cara kerja di dalam organisasi, produktivitas dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi: memo, kebijakan, pernyataan, juma pers, dan surat-surat resmi. Sedangkan komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya lebih kepada anggota atau individu. Sedangkan Pace & Faules (2006) lebih menitik beratkan pengertian mereka mengenai komunikasi organisasi ini kepada pertunjukan pesan serta penafsirannya dalam suatu organisasi, mereka menjelaskan bahwa komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Proses Komunikasi Organisasi Dikatakan oleh miller, bahwa “communication is a process that is transactional.” (Miller, 2006, p. 1) yang berarti komunikasi adalah suatu proses yang berlangsung secara transaksional, maksudnya adalah pertukaran pesan antara sender dan receiver (Komunikan dan komunikator) adalah memang negosiasi dari arti (meaning) pesan tersebut diantara keduanya (komunikan dan komunikator), sedangkan transaksional sendiri mengandung arti dinamis maksudnya adalah komunikasi tersebut terus bergerak. Bila diperhatikan pada dua pernyataan Miller dan Pace & Faules terdapat suatu hubungan antara proses komunikasi dan Jurnal e-Komunikasi Hal. 3 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 pengertian komunikasi yang selalu berubah kita mengambil benang merah bahwa komunikasi yang dibutuhkan dimana saja itu akan selalu berubah dan dengan kondisi ini maka seseorang sangat membutuhkan kemampuan dalam berkomunikasi, bahkan pada organisasi yang di mana seseorang berada ia harus selalu mampu untuk mengikuti suatu proses komunikasi yang transaksional. Goldhaber (Goldhaber, 1986, p. 186) membagi proses komunikasi organisasi ke dalam dua bagian yaitu, Creating And Exchanging Verbal Messages dan Creating and Exchanging Nonverbal Messages . Model Sosialisasi Pada Komunikasi Organisasi Miller (2003) dalam bukunya menjabarkan proses asimilasi ke dalam beberapa bagian besar. Ketika seorang pekerja bersatu dengan suatu organisasi, adaptasi tidak terjadi otomatis dan segera. Melainkan, penyesuaian akan kehidupan organisasi tersebut memakan waktu secara bertahap. Para peneliti mempertimbangkan proses ini seringkali membagi sosialisasi ke dalam tiga fase (Anticipatory socialization, encounter dan methamorphosis). Asimilasi dalam komunikasi organisasi dicapai ketika individu mampu bersosilaisasi dengan segala perubahan serta sistem yang berlaku dalam suatu organisasi. Tabel 1. Tahapan dari Proses Sosialisasi dalam Organisasi Stage Description Deskripsi (Tahapan) (English) (Indonesia) Socialization that occurs Suatu bentuk sosialisasi yang Anticipatory before entry into the terjadi sebelum masuk ke socialization organization. Encompasses dalam perusahaan. both socialization to an Menekankan sosialisasi occupation and socialization. terhadap pekerjaan dan sosialisasi itu sendiri. Sensemaking stage that Tahapan pengertian yang Encounter occurs when a new employee terjadi ketika karyawan baru enters the organization. The memasuki sebuah organisasi. new comer must let go of old Pendatang baru harus roles and values in adapting melepaskan peran-peran lama to the expectation of the new dan nilai-nilai guna organization. beradaptasi pada organisasi yang baru The state reached at the “completion” of the socialization process. The new employee is now accepted as an organizational insider. Sumber :Miller, 2003, p. 139 Metamorphosis Tahap di mana proses sosialisasi mencapai kesempurnaan. Karyawan yang baru tersebut telah diterima sebagai bagian dari sebuah organisasi. Van Maanen (1975) mengatakan bahwa "Anticipatory socialization refers to socialization processes that occur before an individual actually enters an Jurnal e-Komunikasi Hal. 4 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 organization. There are several aspects to anticipatory socialization: learning about work in general, learning about particular occupation, and learning about a particular organization." (dalam Miller, 2003, p. 139). yang berarti bahwa Anticipatory socialization merujuk pada proses sosialisasi yang terjadi sebelum sesorang benar-benar memasuki suatu organisasi. Sebelum seseorang mengenal dan bersatu dengan organisasi terdapat tahapan dimana ia masuk belajar mengenai bagian-bagian dari organisasi. Banyak hal dan expektasi yang timbul dalam diri karyawan mengenai perusahaan, demikian pula sebaliknya. Tahapan ini adalah dasar dari proses pengenalan dan bersatunya seseorang ke dalam organisasi atau perusahaan di mana ia tekerja. Lebih dalam lagi Miller menjelaskan bahwa dalam pengertian yang sangat dasar kita tumbuh dewasa dan belajar mengenai apa arti dari “bekerja”. Pengetahuan ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang awal dari kehidupan, anak-anak belajar tentang sifat “pekerjaan” melalui pekerjaan di rumah dan melalui tugas-tugas di sekolah. Hal tersebut dijelaskan oleh Bowes dan Goodnow (1996) dan dikutip oleh Miller bahwa In a very basic sense, we grow up learning about what “work” means. This knowledge can come from a variety of sources. Very early in life, children learn about the nature of “work” through participation in household chores and through assignments at school (dalam Miller, 2003,p. 139). Tahapan Encounter merupakan tahapan ke dua dalam proses sosialisasi, "the second phase of socialization occurs at the organizational “point of entry,” when a new employee first encounters life on the job". (Miller, 2003, p. 141). Bila diartikan adalah fase kedua dari sosialisasi terjadi pada organisasi “titik masuknya” ketika karyawan yang baru mengalami pertemuan pertama dalam pekerjaan. Louis (1980) menggambarkan bahwa "encounter experiences as one of change, contrast, and surprise, and argues that the new comer must work to make sense of the new organizational culture" (dalam Miller, 2003,p. 141). Pengalaman dalam pertemuan sebagai permulaan dalam perubahan, berbeda, dan mengejutkan, dan pendapat bahwa orang baru harus bekerja dan terlibat dalam budaya organisasi. Penrnyataan Louis yang dikutip oleh Miller dalam bukunya menjabarkan bahwa dalam tahapan ini seseorang akan mengalami perubahan, perasaan berbeda dan perasaan yang terkejut atas apa yang ia alami dalam perusahaan. tidak cukup dengan itu, lebih ditekankan bahwa dalam tahapan ini seseorang yang baru menjadi member dalam suatu perusahaan harus bekerja dan terlibat dalam budaya organisasi atau perusahaan yang ia diami. Van Maanen & Schein menambahkan bahwa "The encounter phase can involve a wide variety of both formal and informal communication processes. These include organizationally designed orientation programs" (Van Maanen & Schein, 1979), maksudnya adalah fase perjumpaan/encounter dapat meliputi berbagai jenis proses komunikasi, baik formal maupun informal. formal and informal mentoring (Kramer, 1985,; Zey, 1991), and information seeking on the part of the employee (Miller & Jablin, 1991) (Miller, 2003, p. 142). Jika diperhatikan dari berbagai endapat para pakar maka yang dapat ditarik adalah segala hal yang sangat vital sebagai bagian dari proses penyatuan seseorang kepada sebuah perusahaan terjadi dalam tahapan ini. bahkan Kram dan Zey mengatakan berbagai macam komunikasi, baik formal maupun informal terjadi dalam fase Encounter ini. Hal Jurnal e-Komunikasi Hal. 5 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 ini termasuk dalam program orientasi organisasi yang telah dirancang, formal dan informal mentoring, dan mencari informasi mengenai karyawan. Peneliti menyetujui rangkaian pengertian dan penjelasan yang dijelaskan oleh para pakar. Oleh karena ini pendekatan Miller ini peneiti angkat karna mampu mengupas banyak hal mengenai fenomena komunikasi organisasi yang terdapat di perusahaan yang sedang diteliti oleh peneliti. Tahapan akhir dari proses sosialisasi ini adalah Metamorphosis. dimana metamorphosis merupakan tahap akhir dari proses sosialisasi. Tahap tahap akhir dari proses sosialisasi terjadi ketika karyawan baru telah membuat suatu transisi dari “orang luar” menjadi “orang dalam” atau dengan kata lain menjadi bagian dari perusahaan tersebut “Organizational Communication sebagai berikut. The Final stage of the socialization process occurs when the new employee has made the transition from outsider to insider” (Miller, 2003, p. 142). Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang memiliki hak untuk menolak untuk menerima nilai-nilai perusahaan yang dianggap tidak sesuai dengan pengertiannya. Kramer sendiri menjelaskan bahwa merupakan suatu hal yang umum ketika seorang individu mencoba untuk menimbang keuntungan maupun kerugian untuk menerima nilai-nilai perusahaan atau dalam hal ini seorang individu masih meneruskan atau menghentikan interaksi sosial yang sedang ia alami dalam suatu perusahaan. pendekatan ini disebut dengan Social Exchange Theory atau dengan kata lain teori perubahan sosial. Adalah istilah umum yg digunakan untuk menggabungkan pekerjaan yg dilakukan oleh individu yg memfokuskan diri untuk menimbang kerugian dan keuntungan dalam mengambil keputusan tentang meneruskan atau mengentikan interaksi sosial (Kramer, 2010, p. 15). Menyetujui pendekatan yang diungkapkan oleh kramer Kramer bahwa setiap individu memiliki pemahaman dan pertimbangan sendiri untuk menerima atau menolak sesuatu yang diberikan organisasi ataupun perusahaan kepada mereka, dalam hal ini adalah sistem atau nilai-nilai perusahaan yang berusaha perusahaan tanamkan ke dalam diri karyawan. Terjadilah suatu proses individualisasi yang mempertimbangkan setiap apa yang perusahaan tanamkan, dalam hal ini individupun berusaha untuk menerima atau menolak sosialisasi tersebut. Dalam tahapan ini terkait dengan karyawan. Karyawan akan mengalami masa transisi yang disebabkan oleh proses yang terjadi dalam dua tahapan terakhir yaitu encounter dan tahapan metamorphosis, di dalamnya proses asimilasi dimulai. Pertama, seseorang akan menyatu dengan perusahaan ketika ia dapat bermetamorfosis dengan kata lain dapat menyatu dengan seluruh hal-hal dalam perusahaan, dalam hal ini aturan-aturan dalam perusahaan. Namun, ketika seseorang karyawan tidak dapat menyatu dengan perusahaan dikarenakan seperti penjelasan sebelumnya, maka ia akan keluar (Exit) dari perusahaan tersebut. Jurnal e-Komunikasi Hal. 6 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 Metode Konseptualisasi Penelitian Dalam penelitian kualitatif ini peneliti akan menggunakan metode Studi kasus. Menurut Prof. Dr. Robert K. Yin dalam bukunya Studi Kasus Desain & Metode (Robert. K. Yin, 2004, p.4) menyebutkan bahwa : "studi kasus sebagai suatu upaya penelitian, dapat memberi nilai tambah pada pengetahuan kita secara unik tentang fenomena, individual, organisasi, sosial dan politik. Pada semua situasi, kebutuhan akan studi kasus melampaui keinginan untuk memahami fenomena sosial yang kompleks. Studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata seperti siklus kehidupan seseorang, proses-proses organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial, hubungan internasional, dan kematangan industri". Penelitian ini menggunakan metode wawancara dalam pemenuhan data dan informasi yang ingin didapatkan. Subjek Penelitian Sasaran penelitian pada penelitian ini yakni kepada pegawai lama yang masih berada dan bekerja di PT.XYZ, mereka yang telah menyatakan diri untuk mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dan pemimpin perusahaan/organisasi yang dalam hal ini sebagai pembuat/ penggerak sistem yang baru diberlakukan di dalam perusahaan ini. penetapan sasaran ini dilandasi dengan alasan PT.XYZ memiliki masalah dalam sosialisasi beberapa sistem yang baru diberlakukan dalam perusahaan ini, serta cara perusahaan yang dalam hal ini adalah pemimpin untuk mensosialisasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam perusahaan sehingga mempengaruhi sosialisasi dan asimiliasi yang terjadi pada karyawan PT.XYZ. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan para informan untuk diwawancara dan dianggap kompeten sesuai dengan kriteria menurut Spradley di atas yakni : 1. Informan merupakan pegawai (staff, pekerja lapangan –freelance dan non freelance- dan telah lama bekerja lebih dari 3 tahun di PT.XYZ Surabaya, dan secara tidak langsung mengetahui dan mengenal dengan baik kegiatan baik di dalam maupun luar organisasi 2. Informan memiliki waktu dan bersedia untuk memberikan informasi 3. Informan memiliki relasi yang baik dengan peneliti serta bersikap terbuka terhadap peneliti sehingga akan memberikan informasi yang faktual mengenai kenyataan terkait Proses Komunikasi Organisasi pada sosialisasi sistem baru di PT.XYZ. Yang menjadi unit analisis penelitian adalah enam orang narasumber sebagai pegawai di PT.XYZ, baik mereka yang baru/belum ataupun yang telah menyatakan diri mengundurkan diri dari perusahaan tersebut. Jurnal e-Komunikasi Hal. 7 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 Analisis Data Analisis data sesuai dengan metode yang digunakan yakni studi kasus dan menurut Robert K. Yin dalam bukunya Studi kasus Desain & Metode terdiri dari tiga cara yakni sebagai berikut: 1. pertama menggunakan multisumber bukti yakni dengan mengambil satu sumber bukti terlebih dahulu (informan) untuk dijadikan satusatunya landasan bagi suatu keseluruhan penelitian. 2. kedua yakni menciptakan data dasar studi kasus, hal ini berkenaan dengan cara mengorganisasikan dan mendokumentasikan data yang terkumpul, dimana data-data tersebut terdiri dari bukti dasar, dan dari laporan peneliti seperti dalam bentuk artikel, laporan atau buku. 3. ketiga yakni memelihara rangkaian bukti, hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan pengamat dalam lingkup yang lebih luas dengan mengikuti asal muasal bukti sejak dari pertanyaan awal penelitian hingga konklusi akhir studi kasus yang bersangkutan (Yin, 2004, p.118-129). Temuan Data Tahapan Sosialisasi Proses Sosialisasi Sistem : Tahap Anticipatory Pada bagian ini, yang termasuk pegawai lama adalah BBB, CCC, EEE, BBB, dan Pak DDD. Mereka menjelaskan sumber informasi tentang lowongan pekerjaan dan harapan pada pekerjaan yang ditawarkan. Tahun 2005, ketika perusahaan menghire para pegawai, keseluruhan dari mereka dihire langsung oleh AAA perusahaan tanpa melalui wawancara dan panggilan-panggilan melalui telefon maupun alat media apapun. Tidak ada satupun prosedural, sistem yang ditetapkan dalam penerimaan pegawai baru. "Dulu itu perekrutan ndak profesional mas, namanya juga masih merintis usaha jadi ndak ada interview-interviewan. Karna yang saya rekrut itu teman-teman dan orang-orang yang saya kenal. Saya pikir untuk merintis usaha bagus kalau saya rekrut orang-orang yang saya kenal dekat." (AAA,wawancara pribadi, 4 Juli 2011). Salah satu dari narasumber (CCC-kepala logistik) justru tidak memiliki pengalaman kerja dan latar belakang yang berhubungan dengan Waterproofing, seperti yang diungkapkan oleh CCC “Saya itu dulunya jurusan sekolah Teologia, lalu setelah saya lulus bingung gitu mau kerja apa. Saya kan orang kupang juga, mau pulang kampung tanggung, mau di sini bingung mau ngapain. Nah waktu itu saya coba apply kerja di tempat AAA, eh akhirnya diterima juga. Ya sampai sekarang akhirnya.” (CCC, wawancara pribadi, 15 Juli 2011) Harapan CCC dalam rekruitmen ini adalah mendapat pekerjaan selepas sekolah. Tidak ada peran media dalam awal pembentukan PT.XYZ . pada awalnya AAA hanya merekrut mereka yang merupakan teman ataupun kerabat dekatnya. Ketika masuk ke dalam pekerjaan dan bagian masing-masing dalam perusahaan Jurnal e-Komunikasi Hal. 8 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 merekapun bekerja sesuai dengan arahan AAA tanpa ada jobdesk, dan dari tugastugas yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan pekerjaan dan profesi yang mereka miliki. Seringkali pegawai diberi tugas-tugas yang tidak nyambung dengan SOP mereka masing-masing, sebagai contohnya seperti yang diungkapkan oleh CCC sebagai kepala logistik dan pengadaan “Kerjaannya sama, tapi bedanya juga ada. Ada tambahan..hehe” (CCC, wawancara pribadi, 14 Juli 2011), kemudian CCC menambahkan bahwa ia juga bertugas untuk mengantar jemput anak dari AAA untuk berangkat ke sekolah. Pernyataan yang serupa juga dikeluarkan oleh FFF. Sebagian besar sih sesuai mas, tapi misal kalau pagi-pagi itu nganggur saya masih disuruh antar anaknya bapak ke sekolah. Hehe (FFF,wawancara pribadi, 8 Maret 2012). Harapan FFF saat masuk kerja adalah bekerja secara profesional di organisasi. Namun pada kenyataannya, terdapat hal-hal yang di luar harapannya, misalnya melakukan pekerjaan antar jemput anak. Tidak ada jobdesk yang jelas ini sangat mengganggu kinerja perusahaan dan karyawan yang bekerja. Seringkali mereka melakukan pekerjaan yang sifatnya serabutan. Manusia harus selalu berkembang mas, ya semakin lama tanggung jawab ya semakin besarlah, pasti mereka akan diimprove untuk punya kapasitas yang lebih besar lagi (AAA, wawancara pribadi, 4 Juli 2011). AAA mengatakan bahwa tanggung jawab setiap pegawai harus selalu ditingkatkan hari demi hari agar mereka dapat berkembang. Oleh karena itu tugas dan tanggung jawabnya perlu ditambah hari demi hari meskipun pekerjaan yang dilakukan seringkali tidak sesuai dengan SOP. Dari keseluruhan wawancara, harapan pegawai lama adalah mendapat pekerjaan selepas sekolah atau diberhentikan dari pekerjaan lain. Tahapan Sosialisasi Proses Sosialisasi Sistem : Tahapan Encounter (realitas) Sebagai pegawai lama yang telah mengetahui seluk beluk perusahaan, BBB menginginkan proses pembuatan dan perubahan sistem baru tersebut seharusnya mengikutsertakan pegawai lama sebagai bagian dari terciptanya sistem alur komunikasi sembilan alur kerja tersebut. Yang terjadi justru adalah AAA tidak memposisikan pegawai lamanya untuk ambil bagian dalam perubahan tersebut. Oleh karena itu pegawai lama dalam hal ini salah satunya adalah BBB merasa bahwa perusahaan melangkahi wewenangnya dengan menciptakan suatu sistem yang dirinya sendiri tidak mengetahui dan ikut campur dalam pembuatannya. Dalam rapat umum yang diadakan oleh perusahaan, Dari tiap laporan karyawankaryawan tersebut rupanya AAA telah merangkumnya untuk menjadi satu laporan setiap karyawannya. Dalam rapat setiap hari senin ini, AAA tidak mengevaluasi sistem yang ia telah sosialisasikan, namun yang dilakukan adalah mengevaluasi karyawan yang menjalankan sistem tersebut. Tidak ada komunikasi mengenai evaluasi sistem dalam rapat ini, secara sepihak AAA langsung membacakan laporan dan menjawabnya sendiri. Fungsi AAA dalam mengenalkan alur komunikasi sistem sembilan alur kerja pada rapat yang ia adakan bersifat otoritatif dan tujuan dari semuanya itu tidaklah lain untuk mengembangkan usahanya dan mengembangkan eksistensi perusahaan yang ia pimpin agar lebih dikenal banyak orang. "Eksistensi suatu organisasi bergantung pada kemampuan manusia untuk Jurnal e-Komunikasi Hal. 9 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 berkomunikasi dan kemauan untuk bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula" (Pace dan Faules, 2005, p. 57). Tahapan Sosialisasi Proses Sosialisasi Sistem: Tahap Metamorfosis "Kalau dulu sih semua saya serahkan ke BBB, meskipun masih banyak hal yang saya handel, tapi saya sudah kecewa dengan itu mas. Kalau sekarang mending saya tangani sendiri, kalaupun saya tidak ada ya saya ndak serahkan ke satu orang, tapi saya serahkan ke banyak orang tapi tak bagi-bagi tugasnya biar ndak ada pegawai yang ndasnya gede, nanti ngelunjak akhirnya saya sendiri yang repot" (AAA, wawancara pribadi, 20 September 2011). Dijelaskan oleh AAA bahwa bentuk kontrol yang ia berikan kepada para pegawai yaitu dengan rapat umum rutin yang diadakan setiap hari senin dalam satu minggu itu. "Ya ada, ya itu pas kita rapat tiap minggunya, saya kan sudah siapkan KPI. Nah secara berkala saya kan periksa terus KPI tiap karyawan, yang paling sering sih Marketing. Itu KPI mereka per orang saya rangkum jadi Marketing, jadi saya bisa tahu peningkatan mereka tiap minggu, bahkan tiap hari." (AAA, wawancara pribadi, 12 Agustus 2012). Tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan dikontrol dan diatur dalam KPI yang dipegang oleh setiap orang, setap harinya dan dari KPI tersebut akan dikumpulkan dan diterjemahkan oleh AAA ke dalam bentuk angka dan grafik. Dari sanalah perusahaan dapat tahu mana pegawai yang dapat diberikan kepercayaan lebih dan tidak, mana pegawai yang dapat bekerja di atas garis dan mana yang belum dapat diberikan tanggung jawab dan kepercayaan lebih. AAA sendiri dalam mengubah data tersebut menjadi angka dan grafik ia membelinya dari sebuah perusahaan manajemen/ advisor untuk dapat digunakan sebagai tolak ukurnya dalam menilai kinerja seorang pegawai. Analisis dan Interpretasi Diperlukan Komunikasi dalam perusahaan (encounter) Terdapat unsur budaya, hubungan, transisi dan lain-lain ketika sosialisasi mengenai sebuah alur komunikasi dalam perusahaan dijabarkan (Miller, 2010). bila pegawai hanya melihat tanpa perusahaan mengkomunikasikannya secara lisan dan dengan berbagai contoh maka kepuasan komunikasi dan pesan dari alur sistem tersebut tidak akan sampai dengan maksimal, atau mungkin bisa saja sampai namun belum tentu sepaham dengan paham perusahaan. Adanya Inkonsistensi Informasi yang dialirkan oleh Atasan pada bawahan dalam sosialisasi sistem sembilan alur kerja (encounter) Dalam alur kerja seorang karyawan baru harus melalui beberapa tahapan untuk pada akhirnya bertemu dengan direktur utama atau pemilik perusahaan dalam proses rekruitmen, namun yang terjadi tidak begitu pada diri Troy Andreas. Hal ini sangat dapat menimbulkan kebingungan pada diri karyawan perusahaan. ketidak konsistensian akan dapat mengganggu jalannya alur-alur yang lain yang telak dibentuk. Dalam alurnya melibatkan front office, departemen terkait dimana pelamar tersebut mendaftar. namun yang terjadi adalah AAA yang menghandel sendiri dari awal hingga keputusan karyawan tersebut diterima atau tidak. Kepala Jurnal e-Komunikasi Hal. 10 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 Departemen yang terkaitpun tidak tahu-menahu mengenai mengenai proses perekrutan karyawan, yang tejadi adalah secara tiba-tiba ada karyawan baru yang ditempatkan pada suatu departemen. Faktor kepercayaan sangat penting dalam hal ini, khususnya dalam hal pembentukan suatu perusahaan. lepas dari pengalaman yang pernah terjadi, ada baiknya AAA tidak menjadikan pengalaman yang ia alami sebagai caranya dalam menutup pintu kepercayaan pada setiap orang yang bekerja pada perusahaannya. Inkonsistensi yang terjadi dalam perusahaan dapat menimbulkan kebingungan pada kinerja karyawan. Faktor kekayaan bahasa (semantik) dalam informasi pada proses sosialisasi Seorang pemimpin seharusnya tidak mengeluarkan istilah-istilah ataupun bahasa asing yang ia sendiri kurang mengerti mengenai arti dan pengucapan. Hal tersebut akan berdampak pada ketidakpastian (uncertainty) di sisi penerima informasi (bawahan). ketika pemimpin memaksakan hal tersebut, ditambah lagi dengan pegawai yang kurang memiliki pengetahuan bahasa yang baik, hal tersebut akan menghasilkan komunikasi yang salah kaprah dan akan sangat berpengaruh kepada kesalahpahaman dengan sosialisasi yang telah dibentuk sebelumnya Cara pimpinan berkomunikasi yang terkesan kasar dalam proses sosialisasi terhadap bawahan Proses sosialisasi yang baik tidak akan terjadi ketika kata-kata kasar dikeluarkan, hal tersebut akan sangat mengganggu proses komunikasi antara komunikan dan komunikator, dalam hal ini perusahaan dan karyawan begitupula sebaliknya. Kata-kata kasar hanya akan memperkeruh komunikasi yang terjadi antara komunikan dan komunikator dan sosialisasi tidak akan dapat terjalin dengan baik. Perusahaan tidak memiliki perencanaan proses komunikasi organisasi mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam tiap-tiap peran dan jabatan yang mereka miliki Organisasi adalah perwujudan dari organisasi komunikasi yang menggerakkan proses kerja di dalamnya. Sehingga berkomunikasi tidak dapat asal dilakukan, setiap komunikasi harus berdasar pada tujuan dan standar organisasi. Perusahaan juga tidak memiliki jobdesk yang seharusnya mengatur dan mengontrol setiap tugas dan apa saja yang harus dikerjakan oleh karyawan. AAA menyerahkan sepenuhnya kepada KPI sebagai pengganti dari jobdesk yang seharusnya ada dalam setiap perusahaan. Kekacauan perencanaan KPI, membuat komunikasi tidak terencanakan dengan baik. Proses sosialisasi pencapaian tujuan dibuat sewaktu-waktu, dan sekali lagi menyebabkan ketidakpastian dan ambiguitas pemahaman bawahan tentang informasi hal-hal yang harus dikerjakan. Simpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data, peneliti menyimpulkan bahwa sosialisasi terhadap sebuah sistem alur maupun perubahan apapun yang terjadi di dalam suatu perusahaan tidak lepas dari peran seorang pemimpin yang membentuk suatu Jurnal e-Komunikasi Hal. 11 JURNAL E-KOMUNIKASI VOL I. NO.1 TAHUN 2013 sistem alur komunikasi. Pemimpin mengambil suatu peranan yang sangat penting terhadap proses sosialisasi yang terjadi di dalam sebuah perusahaan. Proses sosialisasi juga sangat ditentukan dari tahapan encounter yang terjadi dalam diri karyawan. dalam penelitian terhadap PT. XYZ ditemukan banyak sekali permasalahan pada tahapan encounter untuk karyawan memasuki metamorfosis. Sosialisasi terhadap sistem alur komunikasi sembilan alur kerja tidak lepas dari peran pimpinan sebagai pembentuk dari Alur komunikasi tersebut. Pimpinan dalam mensosialisasikan alur komunikasi tersebut menggunakan momen rapat umum untuk mensosialisasikan alur Komunikasi tersebut. Namun follow up dalam prakteksasi alur tersebut tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan dengan beberapa hal yang menjadi penghalang karyawan untuk mengerti dan memahami Sistem baru yang mereka harus patuhi dan lakukan. Diperlukan komunikasi dalam perusahaan, karena proses komunikasi tidak akan pernah berhenti dalam suatu siklus di mana masih terdapat komunikan dan komunikator di dalamnya. Inkonsistensi informasi yang dialirkan dari atasan ke bawahan membuat komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik. Kekayaan bahasa yang dimiliki oleh pemimpin masih kurang mampu untuk menyalurkan informasi yang memuaskan ketika di sosialisasikan ke bawah. PT.XYZ belum memiliki perencanaan proses komunikasi organisasi mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam tiap-tiap peran dan jabatan yang dimiliki. Anggapan bypass yang dilakukan oleh pimpinan kepada para karyawannya yang membuat kebingungan yang dialami oleh para bawahan kepada pimpinan. Untuk penelitian selanjutnya dapat diteliti apakah dalam sosialisasi sebuah sistem baru diperlukan pendekatan interpersonal? apa sajakah metode-metode yang dilakukan dalam pendekatan interpersonal terhadap sosialisasi sistem baru? Apakah sosialisasi sistem baru harus dilakukan seluruhnya dalam forum, ataukah beberapa individu yang khusus memang memerlukan pendekatan? hal ini kiranya yang perlu diperdalam lagi pada penelitian selanjutnya. Daftar Referensi Kramer W Michael (2010). Organizational socialization. United Kingdom: Polity Press. Miller, Katherine (2003). Organizational communication, United States of America: Wadsworth. Robert, K. Yin (2008). Studi kasus: desain dan metode. Jakarta: Rajawali Pers. R Wayne Pace dan Don F, Faules (2006). Komunikasi organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Van Maanen, J. & Schein, E. G. (1979). Toward a theory of organizational socialization. In B. M. Staw (ed), Research in Organizational Behaviour. Greenwich, CT: JAI Press, Inc. Jurnal e-Komunikasi Hal. 12