SKRIPSI PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

advertisement
SKRIPSI
PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA
PERIODE TAHUN 1988 - 2008
Disusun Oleh:
Fatmi Ratna Ningsih
106084003633
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H/2010 M
1
SKRIPSI
PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA
PERIODE TAHUN 1988 - 2008
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Fatmi Ratna Ningsih
106084003633
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H/2010 M
2
PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA
TAHUN 1988-2008
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Fatmi Ratna Ningsih
106084003633
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Abbas Ghozali, Ph.D
NIP. 196101151987031001
Fahmi Wibawa,SE,MBA
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
3
Hari ini Senin Tanggal 30 Bulan Agustus Tahun 2010 telah dilakukan Ujian
Komprehensif atas nama Fatmi Ratna Ningsih dengan NIM: 106084003633
dengan judul Skripsi "PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA TAHUN
1988-2008". Memperhatikan hasil dan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut
selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ihnu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 Agustus 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Lukman. M.Si
Ketua
Utami Baroroh. M.Si.
Sekretaris
Prof.Dr. Ahmad Rodoni
Penguji Ahli
4
Hari ini Kamis Tanggal 16 Desember Dua Ribu Sepuluh dilakukan Ujian Skripsi
atas nama Fatmi Ratna Ningsih NIM : 106084003633 dengan judul Skripsi
“PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP
PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1988-2008”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlansung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Abbas Ghozali, Ph.D
Ketua
Fahmi Wibawa, SE., MBA
Sekretaris
Dr. Yahya Hamja, MM
Penguji Ahli
Lukman, M.Si
Penguji II
Zuhairan Y Yunan, SE., MSc
Penguji Seminar Proposal
5
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Fatmi Ratna Ningsih
Nim
: 106084003633
Jurusan
: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan/IESP
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan
merupakan rekapitulasi maupun saduran hasil karya atau penelitian orang lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat rekapitulasi maka skripsi ini
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari
menjadi hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 09 Desember 2010
(Fatmi Ratna Ningsih)
6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fatmi Ratna Ningsih
Tempat/Tgl. Lahir
: Sukabumi, 10 April 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Semanggi 2 Rt 002 Rw 03 No 67 Kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat Timur.
Nomor Telepon
: 085691416964
Pendidikan
:
2006-2010
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Jurusan IESP
2002-2005
MAN 1 Cibadak
1999-2002
MTS Yasti 1 Cisaat
1993-1999
SD Negeri IV Karangtengah
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengangguran di Indonesia, (faktor-faktor tersebut adalah inflasi
dan pertumbuhan ekonomi). Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier
berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dilakukan dengan
menggunakan 21 data pada tahun 1988-2008.
Hasil penelitian menunjukkan hanya variabel pertumbuhan ekonomi saja
yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengangguran dengan probabilitas
0,0000 Sedangkan inflasi tidak berpengaruh terhadap pengangguran dengan
probabilitas 0,2586.
Kata kunci : inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran.
ii
ABSTRACT
This is the objective research to analyze factors which influence unemployment in
Indonesia. Those factors are inflation and economy development. This research
using multiple regression and then with analysis ordinary least square (OLS)
method since 1988 until 2008.
Based on the results test, only economy development variable that significantly
influence the probability of unemployment by 0,0000, while inflation has not
effect on unemployment with probability 0,2586.
Keymwrd : inflation,economy development and unemployee
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil „alamin, wasshalatu wassalamu „ala
ashrafil anbiya‟i wal mursalin, wal „aqibatu lil muttaqin, wala „udwaana illa
„aladzalimin.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Dan tak lupa shalawat serta salam penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik. Adapun judul skripsi yang penulis ambil
adalah “Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran DI
Indonesia tahun 1988-2008”.
Apresiasi dan terimakasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal
baik dan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus,
apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada :
1. Ayahanda Drs. Nanang Abdul Fatah, M.Ag dan Ibunda E.Nurhayati, yang
kasih sayanganya kepada peneliti tidak terbatas, semoga Allah selalu
menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs.Lukman, M.SI selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan.
4. Bapak Abbas Ghozali,Ph.D dan Bapak Fahmi Wibawa, SE,MBA yang telah
memberikan pengarahan dan meluangkan waktunya untuk penyelesaian skripsi
ini.
iv
5. Kakanda tercinta : Ismat, Aksan, Yosi dan adik tercinta Ruslan dan Ramdan
tempat berkeluh kesah dan sumber inspirasi serta semangat, bagian kehidupan
yang tak tergantikan.
6. Yusuf Suryana yang setia menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu
memberikan semangat, bagian kehidupan yang selalu menyenangkan.
7. Ka Sugih, terimakasih banyak atas segala bantuannya sehingga memudahkan
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga Besar Kost Cantik, yang menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih
khususnya kepada Lela, Ima, Dilas, Resna, Zee, Uwi, Anis, Leni, Tika, Maya,
Fani, Mput, Iceh, Ewi, Lis yang memberikan suport dan menemani penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa IESP Angkatan 2006
10. Power-ranger girls : Isti, Uwi, Veby, dan Asri, terimakasih untuk
persahabatan yang luar biasa, 4 tahun lebih dalam tangis dan tawa bersama
kalian adalah sesuatu yang sangat berharga dan takan terlupa.
11. Rekan Penelitian : Zahra, Ria, Emil,May, Tria yang menjadi tempat keluh
kesah penenulis. Makasih buat tawa bersama nya.
12. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu
yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan Skripsi.
Penulis berharap skripsi ini menjadi kontribusi serta menambah pustaka dan
referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para
pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapakan.
Ciputat, Desember 2010
Fatmi Ratna Ningsih
106084003633
v
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................
i
ABSTRAK .........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTA ISI......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Perumusan Masalah ....................................................................
7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
8
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
8
BAB II
LANDASAN TEORI....................................................................... 10
A. Pengertian Ketenagakerjaan ........................................................ 10
1. Pengertian Tenaga Kerja ....................................................... 10
2. Teori Permintaan Tenaga Kerja ............................................ 11
3. Teori Penawaran Tenaga Kerja ............................................. 12
4. Interaksi Antara Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja .. 13
5. Pengangguran ........................................................................ 15
B. Pengertian Inflasi ........................................................................ 20
1. Teori Inflasi ........................................................................... 22
vi
2. Indikator Inflasi ..................................................................... 23
3. Jenis-jenis Inflasi ................................................................... 25
4. Inflasi Berdasarkan Parah Tidaknya ..................................... 26
5. Dampak Inflasi ...................................................................... 27
6. Hubungan Inflasi Dengan Pengangguran.............................. 28
C. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 31
1. Proses Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 32
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 34
3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran 39
D. Penelitian Terdahulu ................................................................... 39
E. Kerangka Pemikiran .................................................................... 45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 50
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 50
B. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 50
C. Metode Analisis .......................................................................... 51
1. Uji Asumsi Klasik ................................................................. 52
a. Uji Normalitas ................................................................. 52
b. Uji Multikoliniaritas ............................................................... 53
c. Uji Autokorelasi....................................................................... 53
d. Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 54
2. Pengujian Statistik................................................................. 55
a. Uji t .......................................................................................... 55
b. Uji F ......................................................................................... 55
c. Koefisien Determinasi (R2) ...................................................... 56
vii
D. Operasional Variabel Penelitian .................................................. 56
1. Variabel Bebas (Independent Variables) .............................. 56
2. Variabel Terikat (Dependent Variables) ............................... 57
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 58
A. Analisis Deskriftip ...................................................................... 58
1. Tingkat Pengangguran ......................................................... 58
2. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................ 60
3. Inflasi..................................................................................... 63
B. Analisis Dan Pembahasan ........................................................... 65
1. Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................... 65
2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ............. 70
3. Uji Statistik ............................................................................. 71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 77
A. Kesimpulan ................................................................................. 77
B. Implikasi ...................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Hal
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu ................................................................... 44
Tabel 4.1
Pertumbuhan Ekonomi ................................................................ 62
Tabel 4.2
Inflasi........................................................................................... 64
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinieritas .......................................................... 67
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi................................................................. 68
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 69
Tabel 4.6
Hasil Regresi Metode OLS ......................................................... 70
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Hal
Gambar 2.1
Permintaan dan penawaran tenaga ............................................ 14
Gambar 2.2
Inflasi dan Permintaan................................................................. 25
Gambar 2.3
Inflasi Dorongan Biaya ............................................................... 26
Gambar 2.4
Kurva Phillips ............................................................................. 30
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran .................................................................... 48
Gambar 4.1
Tingkat Pengangguran Tahun 1988-1997 ................................... 59
Gambar 4.2
Tingkat Pengangguran Tahun 1998-2008 ................................... 60
Gambar 4.3
Hasil Uji Normalitas ................................................................... 66
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua
negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik
secara umum dan terus-menerus (Boediono, 1989:155). Pembicaraan
mengenai inflasi mulai sangat popular di Indonesia ketika laju inflasi
demikian tingginya hingga mencapai 650 persen pada pertengahan dasawarsa
1960-an. Tingginya inflasi tersebut dengan berbagai implikasi negatifnya
telah menyebabkan pemerintah memberikan perhatian yang khusus terhadap
laju inflasi. Dengan kebijaksanaan makro ekonomi yang diarahkan pada
penekanan laju inflasi maka memasuki tahun 1980-an laju inflasi telah mulai
dapat ditekan. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya laju inflasi di Indonesia
tidak pernah lagi mengalami inflasi yang double-digit.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu tolak ukur bagi keberhasilan
pembangunan suatu negara, khususnya di bidang ekonomi. Suatu negara
memiliki pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan terus-menerus
tiap tahunnya akan memajukan pembangunan di negara tersebut. Dalam
ekonomi makro dijelaskan keadaan ekonomi suatu negara secara menyeluruh
berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan GDP). Keberhasilan
pembangunan suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonominya. Oleh
karena itu, naik turunnya ekonomi tentunya akan mempengaruhi beberapa
1
sektor. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi yang meningkat tentu akan
meningkatkan pendapatan per kapita sehingga dapat meningkatkan konsumsi
rumah
tangga.
Selain
itu,
pertumbuhan
ekonomi
meningkat
akan
meningkatkan pula investasi sehingga terjadi pembangunan diberbagai
daerah.
Pengangguran merupakan masalah bagi semua negara di dunia. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi akan menganggu stabilitas nasional setiap
negara. Sehingga setiap negara berusaha untuk mempertahankan tingkat
pengangguran pada tingkat yang wajar. Dalam teori makro ekonomi, masalah
pengangguran dibahas pada pasar tenaga kerja (Labour Market) yang juga
dihubungkan dengan keseimbangan antara tingkat upah dan tenaga kerja.
Secara umum, kondisi perekonomian Indonesia tahun 2004 mengalami
perkembangan yang lebih baik. Kegiatan ekonomi mencatat pertumbuhan
tertinggi pascakrisis ekonomi, yaitu sebesar 5,1 persen, yang diikuti dengan
perbaikan pola ekspansi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut didukung dan dicapai
dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga. Perkembangan inflasi pada
tahun 2004 lebih tinggi dibandingkan tahun 2003, tetapi tingkat inflasi relatif
terkendali pada tingkat 6,4 persen, atau masih dalam kisaran 5,5 persen.
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi belum dapat memperbaiki tingkat
pengangguran. Selama 2004, tingkat pengangguran mencapai 9,86 persen,
relatif tidak berubah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
9,50 persen. Kondisi pengangguran yang tidak menunjukkan perbaikan
2
tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang terjadi disektor riil.
Ketersediaan lapangan kerja yang lebih kecil dari jumlah pencari kerja
didorong oleh kegiatan sektor produksi yang kurang memadai bagi penciptaan
lapangan kerja (Laporan Perekonomian Indonesia, 2004).
Secara keseluruhan, kinerja perekonomian Indonesia di 2005 tumbuh
sebesar 5,6 persen, terutama ditopang oleh pertumbuhan permintaan domestik
yang relatif tinggi. Meskipun lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2004 sebesar 5,1 persen.
Inflasi mengalami peningkatan tinggi mencapai 17,1 persen, terutama
sejak kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005. Kenaikan inflasi yang sangat
tajam didorong oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan harga yang diatur
pemerintah khususnya tarif angkutan. Disamping menyebabkan tingginya
ekspektasi inflasi, kenaikan harga dan kelangkaan BBM telah pula
menyebabkan kenaikan harga yang tinggi pada kelompok bahan makanan
yang bersifat fluktuatif akibat kelangkaan pasokan dan gangguan distribusi di
berbagai daerah. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, kondisi
ketenagakerjaan di 2005 belum membaik. Hal ini antara lain tercermin dari
tingkat pengangguran yaitu mencapai 10,26 persen. (Laporan Perekonomian
Indonesia, 2005).
Pada tahun 2006 inflasi mengalami penurunan sebesar 6,60 persen,
dengan perkembangan tersebut maka perekonomian tumbuh dalam tren
membaik sehingga untuk keseluruhan 2006 pertumbuhan mencapai 5,5
persen, sedikit lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Berdasarkan
3
sektornya, pertumbuhan ekonomi 2006 terutama dipengaruhi meningkatnya
pertumbuhan pada sektor primer, seperti sektor pertanian, dan sektor tersier,
seperti sektor pengangkutan dan komunikasi. Perekonomian yang belum
diimbangi peningkatan kapasitas produksi secara signifikan mengakibatkan
pengaruh pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi tingkat pengangguran
menjadi terbatas. Tingkat pengangguran menjadi 10,27 persen, namun
demikian jumlah pengangguran ini masih relatif lebih tinggi dibanding
periode sebelum krisis yang rata-rata mencapai 5,5 persen. (Laporan
Perekonomian Indonesia, 2006).
Pada tahun 2007, Inflasi tercatat sebesar 6,59 persen, atau berada
dalam kisaran yang ditetapkan pemerintah yakni 6,0 persen. Secara
keseluruhan, perkembangan inflasi pada tahun laporan dipengaruhi oleh
perkembangan berbagai faktor, baik fundamental maupun nonfundamental.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007 mencapai 6,3 persen, lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5,5 persen.
pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan pada tahun 2007 diiringi
oleh penyerapan jumlah tenaga kerja yang lebih tinggi yang berdampak pada
penurunan angka pengangguran. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang
lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja mendorong tren penurunan
persentase tingkat pengangguran menjadi 9,10 persen. Tingkat pengangguran
terbuka mengalami penurunan sampai dengan Agustus 2008. Sementara itu,
tingkat pengangguran mencapai 10.77 persen. (Laporan Perekonomian
Indonesia, 2007).
4
Perekonomian
Indonesia tahun 2008 secara
umum
mencatat
perkembangan yang cukup baik ditengah terjadinya gejolak eksternal.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1
persen, pada 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 6,3 persen. Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi
Indonesia tersebut terutama didukung oleh konsumsi dan ekspor.
Disisi harga, tekanan inflasi di Indonesia yang sampai dengan triwulan
III-2008 masih tinggi, mulai menurun pada triwulan IV-2008 terutama dipicu
oleh kenaikan harga komoditas internasional terutama minyak dan pangan.
Inflasi pada tahun 2008 mencapai 11,06 persen. Sementara itu tingkat
pengangguran pada tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yaitu mencapai 8.39 persen. (Laporan Perekonomian
Indonesia, 2008).
Berdasarkan laporan perekonomian Indonesia yang telah dijelaskan di
atas
maka
tingkat
pengangguran
menggambarkan
perkembangan
pengangguran tiap tahun dari suatu negara. Masalah pengangguran,
merupakan masalah yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Akan tetapi,
masalah pengangguran juga berhubungan dengan bidang sosial dan
pendidikan. Dulu, orang yang menganggur dikaitkan dengan tingkat
pendidikan yang rendah. Akan tetapi, di zaman sekarang tidak hanya orang
dengan pendidikan yang rendah yang menganggur, orang dengan tingkat
pendidikan yang tinggi pula banyak yang menganggur. Hal ini tentunya
memperlihatkan tingginya jumlah penduduk dengan sedikitnya lapangan
pekerjaan atau penawaran tenaga kerja di Indonesia.
5
Masalah pengangguran penting untuk dianalisa karena pengangguran
ini akan menimbulkan gejolak sosial politik yang dapat mengganggu stabilitas
ekonomi suatu negara. Pengangguran dapat menurunkan daya beli
masyarakat, karena orang yang menganggur berarti tidak berpenghasilan dan
bekerja tidak penuh.
Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi
terdadap pengangguran telah banyak dilakukan, namun penelitian ini tetap
penting dilakukan karena pengangguran perlu diperhatikan mengingat
dampaknya yang sangat luas bagi perekonomian suatu negara.
Penelitian dari Nando (2005) menyatakan bahwa hasil analisis yang
menggunakan metode koefisien korelasi momen-hasilkali pearson atau disebut
dengan koefisien korelasi menunjukan bahwa perhitungan antara laju inflasi
dengan tingkat pengangguran pada masa sebelum krisis dan pada masa setelah
krisis yaitu Z
hitung
lebih besar dengan Z
tabel
maka Ho diterima artinya, tidak
ada hubungan antara laju inflasi dengan tingkat pengangguran.
Penelitian Indriani (2006) menyatakan dengan menggunakan analisis
deskriptif dan analisis inferensial untuk menguji signifikansi pengaruh
variabel pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran diperoleh hasil
hubungan negatif. Artinya bahwa setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi
akan menurunkan tingkat pengangguran, ataupun sebaliknya.
Oleh karena itu, dengan berbagai gambaran di atas, maka penulis ingin
meneliti mengenai keadaan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran
di Indonesia. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis memilih judul
6
sebagai berikut : “Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan
tahun 2008”.
Adapun perbedaannya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Nando, dimana penelitian
mereka tidak memasukan variabel pertumbuhan ekonomi. Maka dalam
penelitian ini penggunaan pertumbuhan ekonomi dianggap penting dalam
pencapaian
sasaran
pengangguran
karena
pertumbuhan
ekonomi
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara.
2. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Indriani, dimana penelitian
mereka tidak memasukan variabel inflasi. Maka dalam penelitian ini
penggunaan
inflasi
dianggap
penting
dalam
pencapaian
sasaran
pengangguran karena inflasi memepengaruhi keadaan perekonomian yang
tidak menguntungkan dalam suatu negara.
3. Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian di Indonesia dengan
tahun pengamatan 1988-2008 dan menggunakan alat analisis regresi linier
berganda dengan metode OLS. Pemilihan metode ini adalah untuk melihat
seberapa jauh variasi perubahan variabel pengangguran mampu dijelaskan
oleh variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Masalah pengangguran masih menjadi salah satu masalah utama dalam
perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Berbagai upaya
7
dan kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah
pengangguran tersebut. Dikaitkan dengan kondisi Indonesia, permasalahan
yang akan diteliti adalah bagaimana sifat dan signifikansi dalam variabelvariabel ekonomi makro yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap
pengangguran di Indonesia. Dengan demikian peneliti mencoba melihat :
1. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia periode
tahun 1988 sampai dengan tahun 2008.
2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di
Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia
periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008.
2. Untuk
mengetahui
pengaruh
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi dunia akademis
hasil penelitian dapat dipakai sebagai bahan referensi perpustakaan, untuk
referensi perbandingan terhadap objek penelitian yang sama khususnya
tentang
pengaruh
inflasi
dan
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
pengangguran.
8
2. Bagi pemerintah
sebagai bahan masukan agar lebih peduli dengan masalah pengangguran
dan juga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada
pemerintah dalam menentukan kebijakan.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian ketenagakerjaan
1. Pengertian tenaga kerja
Tenaga kerja adalah bagian penduduk yang mampu bekerja
memproduksi
barang
dan
jasa.
Perserikatan
bangsa-bangsa
menggolongkan penduduk usia 15-64 tahun sebagai tenaga kerja.
Indonesia menggolongkan penduduk usia 10 tahun ke atas sebagai tenaga
kerja, dengan alasan terdapat banyak penduduk usia 10-14 tahun ke atas
yang bekerja (Ananta, 1990:124 ).
Tenaga kerja (employed) juga diartikan sebagai orang-orang yang
bekerja di bidang manapun dengan diberi bayaran (Wasana, 1985:268).
Namun, tidak semua penduduk yang mampu bekerja ini benar-benar mau
bekerja. Mereka yang mau bekerja dinamakan angkatan kerja. Tenaga
kerja yang tidak termasuk angkatan kerja disebut bukan angkatan kerja,
yaitu mencakup mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga,
penerima pendapatan, dan lain-lain.
a. Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk yang belum bekerja namun
siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah
yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan
golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan, (Simanjuntak,
1985:215). Selain itu, angkatan kerja diartikan sebagai bagian dari
10
tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk dalam
kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa (Mulyadi, 2003:88).
b. Bukan angkatan kerja
Kelompok ini bisa mencapai sekitar 35 persen dari jumlah
penduduk. Mereka ini masih berada di bangku sekolah, menjaga
rumah, pensiun, sakit parah sehingga tidak mampu bekerja, atau sudah
menyerah dan tidak akan mencari pekerjaan lain (Simanjuntak,
1985:217).
2. Teori permintaan tenaga kerja
Permintaan adalah suatu hubungan antar harga dan kuantitas.
Apabila kita membicarakan permintaan akan suatu komoditi, merupakan
hubungan antara harga dan kuantitas komoditi yang para pembeli bersedia
untuk membelinya. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan adalah
hubungan antara tingkat upah (yang ditilik dari perspektif seorang majikan
adalah harga tenagakerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki
oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan, dibeli).
Secara
khusus,
suatu
kurva
permintaan
menggambarkan
jumlah
maksimum yang dikehendaki seorang pembeli untuk membelinya pada
setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu
(Bellante,
1990:23).
a. Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek
Fungsi produk memperlihatkan hubungan yang terjadi antara
berbagai input faktor produksi dan output perusahaan. Dengan
11
tekonologi tertentu, semakin banyak input pekerja dan modal yang
digunakan semakin besar output yang dihasilkan (Ananta, 1990:19).
b. Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang
Perbedaan antara permintaan terhadap pekerja dalam jangka
pendek dan jangka panjang adalah bahwa dalam jangka panjang semua
input produksi dapat berubah. Dalam jangka pendek, yang bisa
berubah hanya input yang menjadi fokus pembahasan.
3. Teori penawaran tenaga kerja
Penawaran terhadap suatu barang merupakan hubungan antara
harga dan jumlah barang yang disetujui oleh pensupply untuk ditawarkan.
Penawaran terhadap pekerja adalah hubungan antara tingkat upah dan
jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk ditawarkan
(Ananta,1990:27).
Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada besarnya
penduduk, persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan
kerja, jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja. Ketiga
komponen tersebut tergantung pada upah pasar.
a. Penawaran tenaga kerja dalam jangka pendek
Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu
perekonomian tergantung pada jumlah penduduk, persentase jumlah
penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja dan jumlah jam
kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Jadi, dari ketiga komponen
tersebut jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan tergantung
pada upah pasar (Arfida, 2003:110).
12
Jangka pendek dimaksudkan sebagai periode waktu dimana
tidak mungkin dilakukan sejumlah penyesuaian dan sejumlah keadaan
tidak dapat diubah. Penyesuaian jam kerja dan penyesuaian angkatan
kerja yang akan dibahas adalah dari individu-individu dalam rumah
tangga yang ada dengan ukuran jumlah tertentu.
b. Penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang
Dalam jangka pendek, individu diasumsikan tidak dapat
mengubah modal manusianya. Individu hanya dapat menyesuaikan
jam kerjanya. Dia tidak dapat meningkatkan keahliannya. Dalam
jangka panjang, individu dapat mengubah modal manusianya. Usaha
ini disebut investasi dalam modal manusia. Investasi ini berujud
pengorbanan penggunaan waktu pasar untuk meningkatkan keahlian
individu tersebut. Pengorbanan penggunaan waktu pasar berarti
kesediaan mengalami penurunan jumlah komoditi pasar yang
digunakan dalam proses produksi rumah tangganya. Dengan kata lain,
investasi dalam modal manusia dapat mengurangi kepuasan dimasa
kini, walaupun diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dimasa
depan (Ananta,1990:40).
4. Interaksi antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga
kerja
Permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja pasar
secara bersama menetukan suatu tingkat upah keseimbangan dan suatu
penggunaan tenaga kerja keseimbangan. Apabila D dan S (gambar 2.1)
13
mewakili skedul permintaan dan penawaran semula, maka tingkat upah
keseimbangan adalah We sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan
dalam keseimbanganadalah Ne yang ditentukan oleh interaksi permintaan
D dan S. Dimana pada saat permintaan tenaga kerja naik akan membawa
kenaikan ke D, maka terdapat kelebihan permintaan tenaga kerja Nd-Ne
pada tingkat penggunaan tenaga kerja N* (Bellante,1990:131).
Gambar 2.1
Permintaan dan penawaran tenaga kerja
Sumber : Don Bellante
Gerakan kenaikan tingkat upah mendorong meningkatkan jumlah
tenaga kerja yang tersedia bahkan pada hakikatnya, tingkat upah itu harus
naik untuk menghapus kelebihan permintaan yang ditentukan oleh
tanggapan skedul penawaran tenaga kerja terhadap perubahan tingkat
upah. Jadi, tingkat penggunaan tenaga kerja dalam keseimbangan secara
bersama-sama ditentukan oleh keputusan rumah tangga maupun
14
perusahaan yang dimana kedua keputusan itu dipengaruhi oleh tingkat
upah (Bellante,1990:132).
5. Pengangguran
Menurut
Badan
Pusat
Statistik
(BPS)
dalam
indikator
ketenagakerjaan, pengangguran merupakan penduduk yang tidak bekerja
tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha
baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima
bekerja tetapi belum mulai bekerja.
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi
manusia secara
langsung dan merupakan yang paling berat. Bagi
kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar
kehidupan dan rekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika
pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan
politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka
tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw,
2003:150).
Pengangguran
(unemployment)
merupakan
kenyataan
yang
dihadapi tidak saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing
countries), akan tetapi juga oleh negara-negara yang sudah maju
(developed countries). Secara umum, pengangguran didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan
kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang
mencari pekerjaan (Nanga, 2001:253). Seseorang yang tidak bekerja,
15
tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai
penganggur. Selain itu pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan
dimana
seseorang
yang
tergolong
dalam
angkatan
kerja
ingin
mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya (Sukirno,
2000:472).
Untuk mengetahui besar kecilnya tingkat pengangguran dapat
diamati melalui dua pendekatan antara lain sebagai berikut :
a. Pendekatan Angkatan Kerja (Labor force apprpach)
Besar kecilnya tingkat pengangguran dihitung berdasarkan presentase
dari perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah
angkatan kerja.
Tingkat pengangguran =
jumlah yang menganggur
x 100 %
Jumlah angkatan kerja
b. Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (Labor utilization approach).
Untuk menentukan besar kecilnya tingkat pengangguran yang
didasarkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja antara lain:
1) Bekerja penuh (employed) yaitu orang-orang yang bekerja penuh
atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
2) Setengah menganggur (underemployed) yaitu mereka yang bekerja,
tetapi belum dimanfaatkan secara penuh, artinya jam kerja mereka
dalam seminggu kurang dari 35 jam (Murni, 2006:198).
16
1. Jenis-Jenis Pengangguran
Menurut Case and Fair (2004:54) dalam bukunya Prinsip-prinsip
Ekonomi Makro, pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
yaitu sebagai berikut :
a. Pengangguran Friksional (frictional unemployment)
Pengangguran Friksional adalah bagian pengangguran yang
disebabkan oleh kerja normalnya pasar tenaga kerja. Istilah itu merujuk
pada pencocokan pekerjaan atau keterampilan jangka pendek. Selain itu
pengangguran Friksional juga merupakan jenis pengangguran yang timbul
sebagai akibat dari adanya perubahan didalam syarat-syarat kerja, yang
terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi.
Jenis pengangguran ini dapat pula terjadi karena berpindahnya orangorang dari satu daerah ke daerah lain, atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lain, dan akibanya harus mempunyai tenggang waktu dan berstatus sebagai
penganggur sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain.
b. Pengangguran musiman (seasonal unemployment)
Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi
jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian. Yang dimaksud
dengan pengangguran musiman yaitu pengangguran yang terjadi pada
waktu-waktu tertentu didalam satu tahun. Biasanya pengangguran seperti
ini berlaku pada waktu dimana kegiatan bercocok tanam sedang menurun
kesibukannya. Dengan demikian, jenis pengangguran ini terjadi untuk
sementara waktu saja.
17
c. Pengangguran siklis (cyclical unemployment)
Pengangguran siklis atau pengangguran konjungtur adalah
pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat
kegiatan perekonomian. Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami
kemunduran,
perusahaan-perusahaan
harus
mengurangi
kegiatan
memproduksinya. Dalam pelaksanaannya berarti jam kerja dikurangi,
sebagian mesin produksi tidak digunakan, dan sebagian tenaga kerja
diberhentikan. Dengan demikian, kemunduran ekonomi akan menaikkan
jumlah dan tingkat pengangguran.
d. Pengangguran stuktural (struktural unemployment)
Dikatakan pengangguran stuktural karena sifatnya yang mendasar.
Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk
lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini terjadi dalam perekonomian
yang berkembang pesat. Makin tinggi dan rumitnya proses produksi atau
teknologi produksi yang digunakan, menuntut persyaratan tenaga kerja
yang juga makin tinggi. Dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural
lebih sulit diatasi dibanding pengangguran friksional. Selain membutuhkan
pendanaan yang besar, juga waktu yang lama. Ada dua kemungkinan yang
menyebabkan
pengangguran struktural
yaitu
sebagai
akibat
dari
kemerosotan permintaan atau sebagai akibat dari semakin canggihnya
teknik memproduksi. Faktor yang kedua memungkinkan suatu perusahaan
menaikkan produksi dan pada waktu yang sama mengurangi pekerja.
18
2. Akibat-Akibat Buruk Pengangguran
beberapa akibat buruk dari pengangguran dibedakan kepada dua aspek
(Sukirno,2000:514) dimana dua aspek tersebut yaitu :
a. Akibat buruk ke atas kegiatan perekonomian
Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat
mencapai pertumbuhan ekonomi yang teguh. Hal ini dapat dengan jelas
dilihat dari memperlihatkan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi
yang ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk
tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan
tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya.
2) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.
Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah,
dan dalam kegiatan ekonomi yang rendah pendapatan pajak
pemerintah semakin sedikit.
3) Pengangguran
tidak
menggalakkan
pertumbuhan
ekonomi.
Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor
swasta. Yang pertama, pengangguran tenaga buruh diikuti pula oleh
kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Kedua, pengangguran
yang diakibatkan
keuntungan
kelesuan
berkurang.
kegiatan
Keuntungan
perusahaan
yang
rendah
menyebabkan
mengurangi
keinginan untuk melakukan investasi.
19
b. Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat
Pengangguran akan mempengaruhi kehidupan individu dan kestabilan
sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang diakibatkan
oleh pengangguran adalah :
1) Pengangguran
menyebabkan
kehilangan
mata
pencarian
dan
pendapatan.
2) Pengangguran
dapat
menyebabkan
kehilangan
keterampilan.
Keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat
dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktek.
3) Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.
Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat
menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah.
B. Pengertian Inflasi
Angka inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi selalu
menjadi pusat perhatian orang. Paling tidak turunnya angka inflasi
mencerminkan gejolak ekonomi di suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi
jelas merupakan hal yang sangat merugikan bagi perekonomian negara.
Pengalaman
menunjukkan
bahwa
dibelahan
dunia
ketiga,
keadaan
perekonomian yang tidak menguntungkan (buruk) telah memacu tingkat
inflasi yang tinggi dan pada gilirannya akan menjadi malapetaka bagi
masyarakat terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk menaik secara umum dan terus-menerus (Boediono,1989:155).
20
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali
bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian
besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh tidak adanya
keseimbangan antara permintaan akan barang-barang dan persediannya, yaitu
permintaan melebihi persediaan dan semakin besar perbedaan itu semakin
besar bahaya yang ditimbulkan oleh inflasi bagi kesehatan ekonomi
(Soesastro,2005:56).
Inflasi terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terusmenerus dan saling mempengaruhi. Inflasi juga dikatakan sebagai ukuran
terbaik bagi perekonomian dalam suatu negara, tetapi bukan berarti jika suatu
negara berada dalam kondisi inflasi yang tinggi maka negara tersebut sangat
baik perekonomiannya dan masyarakatnya sejahtera secara keseluruhan.
Pemahaman awal tentang inflasi lebih menekankan pada nilai uang.
Keseluruhan tingkat harga dalam perekonomian dapat dipandang dari dua sisi,
yaitu tingkat harga sebagai harga sejumlah barang dan jasa. Ketika tingkat
harga naik maka orang harus membayar lebih untuk membeli barang dan jasa.
Sebagai alternatif, kita memandang tingkat harga sebagai ukuran nilai uang.
Kenaikan tingkat harga berarti nilai uang menjadi lebih rendah. Apabila hal ini
diungkapkan secara matematis, maka anggaplah P sebagai tingkat harga yang
diukur, misal oleh indeks harga konsumen atau deflator PDB. Maka, P
mengukur jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli sejumlah barang dan
jasa. Jika dibalik, maka jumlah barang dan jasa dapat diperoleh dengan $ 1
adalah 1/P. Dengan kata lain, bila P merupakan harga barang dan jasa yang
21
diukur dalam nilai uang, maka 1/P merupakan nilai uang yang diukur dalam
barang dan jasa. Ini berarti ketika tingkat harga keseluruhan naik, maka nilai
uang jatuh (Mankiw,2006:195).
Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar
dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Pratama,2008:359), yaitu sebagai berikut:
a. Kenaikan harga. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih
tinggi daripada harga periode sebelumnya.
b. Bersifat umum. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan
inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara
umum naik.
c. Berlangsung terus-menerus. Kenaikan harga yang bersifat umum juga
belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu
perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.
1. Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi,
masing-masing teori
ini menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses
inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang
mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori tersebut
diantaranya yaitu :
a. Teori Kuantitas
Menurut teori ini inflasi terjadi karena adanya penambahan
volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang giral atau
kartal) tanpa diimbangi oleh penambahan arus barang dan jasa serta
22
harapan masyarakat mengenai kenaikan harga dimasa akan datang
(Boediono,1985:169).
b. Teori Keynes
Menurut teori ini adalah inflasi terjadi karena suatu masyarakat
ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi,
menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian
rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian
yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat
tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan
dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi
jumlah barang-barang yang tersedia (Boediono,1985:172).
c. Teori Strukturalis
Teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab
inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Karena struktur
pertambahan produksi barang–barang ini terlalu lambat dibanding
dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan
makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya, adalah kenaikan
harga–harga lain, sehingga terjadi inflasi.
2. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk
mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Prathama, 2008:367).
Diantaranya yaitu :
23
a. Indeks harga konsumen (consumer price index atau CPI).
Indeks harga konsumen atau disingkat IHK adalah angka
indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus
dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Dalam indeks harga
konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot
tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran
pengeluaran konsumen.
b. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks
Harga perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen.
Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga
produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga
yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.
c. Indeks harga implicit (Gnp Deflator)
Indeks harga implicit (Gnp Deflator) adalah suatu indeks yang
merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil
dikalikan dengan 100. GNP Riil adalah nilai barang-barang dan jasajasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika
output dinilai dengan menggunakan harga tahun dasar (base year).
d. Alternative dari indeks harga implicit
Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi
dengan menggunakan IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki
data IHI. Hal ini bisa diatasi. Sebab prinsip dasar penghitungan inflasi
berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan
24
tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil.
Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi.
3. Jenis Inflasi Menurut Sebabnya
Dilihat dari faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke
dalam tiga macam ( Prathama, 2008:365) yaitu :
a. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan
(demand-side inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan
(demand-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari
adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat
dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Secara grafik,
demand-pull inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar
sebagai berikut :
Gambar 2.2 : inflasi dan permintaan
Gambar. 2.2
Inflasi dan Permintaan
Sumber : Ragarja Prathama
25
b. Inflasi dorongan biaya (cost-pust inflation)
Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi
penawaran (supply-side inflation) atau inflasi karena gunjangan
penawaran (supply-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai
akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan
dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan
mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Secara grafik,
supply-side inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva
sebagai berikut:
Gambar. 2.3
Inflasi dorongan biaya
Sumber : Ragarja Prathama
4. Inflasi Berdasarkan Parah Tidaknya
Berdasarkan parah tidaknya inflasi dibedakan menjadi 4 macam
diantaranya :
a. Inflasi ringan ( di bawah 10% setahun).
26
b. Inflasi sedang ( antara 10 – 30% setahun).
c. Inflasi berat ( antara 30 – 100% setahun)
d. Hiperinflasi ( di atas 100% setahun).
Inflasi yang tinggi tidaklah baik karena sangat menyengsarakan
masyarakat dalam suatu negara. Sebaliknya inflasi yang terlalu rendah
juga sangat merugikan negara, maka dari itu kondisi inflasi yang wajarlah
yang dapat memberikan keadaan positif bagi perekonomian suatu negara.
Inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
akibat naiknya tingkat harga. Inflasi berpengaruh besar terhadap produksi
maupun ekspor dan impor. Inflasi menyebabkan turunnya produksi,
terutama produksi barang yang akan diekspor. Turunnya produksi ini
disebabkan karena biaya produksi akan meningkat sehingga harga pokok
dari hasil yang diproduksi juga meningkat.
5. Dampak Inflasi
Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa
dampak atau akibat yaitu sebagai berikut :
a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara
anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan
ekonomi dari anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang
terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi
pendapatan riil orang lainnya jatuh.
b. Inflasi dapat menyebabkan penurunan di dalam efisiensi ekonomi
(economic efficiecy).
27
c. Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan
kesempatan kerja (employment).
d. Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unsable
environment) bagi keputusan ekonomi.
Adapun Dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat yaitu :
1) Memperburuk distribusi pendapatan
Pada masa inflasi, nilai harta tetap seperti tanah atau
bangunan mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada
pendapatan, sedangkan masyarakat berpendapatan rendah yang
biasanya tidak memiliki harta tetap tersebut akan mengalami
kemerosotan nilai pendapatan riilnya.
2) Pendapatan riil merosot
Sebagian besar tenaga kerja memiliki pendapatan nominal
yang nilainya tetap. Dalam masa inflasi kenaikan harga barangbarang akan membuat pendapatan riil masyarakat menjadi turun.
6. Hubungan Inflasi dan Pengangguran
Sejak lama ahli-ahli ekonomi telah menyadari bahwa apabila
tingkat pengangguran rendah, masalah inflasi akan dihadapi. Makin
rendah tingkat pengangguran, makin tinggi tingkat inflasi. Sebaliknya
apabila terdapat masalah pengangguran yang serius, tingkat harga-harga
adalah relatif stabil. Berarti tidak mudah untuk menciptakan penggunaan
tenaga
kerja
penuh
dan
kestabilan
harga
secara
serentak
(Sukirno,2000:309).
28
Pada tahun 1958, AW Phillips, seorang Profesor di London School of
Economics menulis artikel berdasarkan studi lapangan tentang adanya
hubungan antara kenaikan tingkat upah dan pengangguran di Inggris pada
tahun 1861-1957. Dari hasil studi ini maka diperoleh hubungan negatif antara
presentase kenaikan upah dengan pengangguran.
Kurva phillips juga digunakan untuk menggambarkan hubungan
diantara tingkat kenaikan harga dengan tingkat pengangguran. ini berarti sifat
perkaitan diantara inflasi harga dan tingkat pengangguran tidak berbeda
dengan sifat hubungan diantara inflasi upah dan tingkat pengangguran seperti
yang diterangkan diatas. Pada waktu pengangguran tinggi, kenaikan hargaharga relatif lambat, akan tetapi makin rendah pengangguran, makin tinggi
tingkat inflasi yang berlaku.
Kurva Phillips diperoleh semata-mata atas dasar studi empirik, tidak
ada dasar teorinya. Lipsey pada tahun 1960 mencoba untuk mengisi dasar
teorinya. Untuk tujuan ini Lipsey menggunakan sebagai dasar penjelasannya
adalah teori pasar tenaga kerja. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat upah
cenderung turun apabila terdapat pengangguran (kelebihan tenaga kerja) dan
akan naik apabila terdapat kelebihan permintaan akan tenaga kerja. Dengan
demikian, apabila dalam pasar terdapat kelebihan penawaran, ini akan
tercermin pada banyaknya orang yang (menganggur) mencari pekerjaan
(Nopirin,1987:37).
Natural rate of unemployment ini digambarkan sebagai perpotongan
antara kuva Phillips dengan sumbu horizontal (UN). Artinya, pada titik
29
perpotongan tersebut tingkat pengangguran berada dalam situasi dimana
terdapat kestabilan upah (W=0). Seperti gambar berikut :
Gambar. 2.4
Kurva Phillips
Sumber : Nopirin
Analisis Lipsey mengenai kurva Phillips dengan menggunakan teori
pasar tenaga kerja mulai dengan dua pernyataan yaitu penawaran dan
permintaan akan tenaga kerja menentukan tingkat upah, kedua tingkat/laju
perubahan tingkat upah ditentukan oleh besarnya kelebihan permintaan
(excess demand) akan tenaga kerja. Tingkat perubahan upah mempunyai
hubungan searah (positif) dengan kelebihan permintaan. Makin besar
kelebihan permintaan akan tenaga kerja tingkat perubahan upah juga makin
besar. Sedangkan kelebihan permintaan mempunyai hubungan terbalik
(negatif) dengan tingkat pengangguran. Makin besar kelebihan permintaan
akan tenaga kerja, pengangguran cenderung makin kecil.
30
C. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Prof. Simon Kuznets dalam kuliahnya pada peringatan Nobel
mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam
kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barangbarang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang
diperlukannya.
Menurut Zaris, (1987:82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari
perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya
pertumbuhan domestik regional bruto per kapita (PDRB per kapita).
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian
yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat
bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994:10).
Menurut Suryana, (2000:5) Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan
itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa
memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya.
Menurut Boediono, (1992:9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu
proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang.
Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu
perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
31
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah
penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang.
Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5
tahun) mengalami kenaikan output.
1. Proses Pertumbuhan Ekonomi
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor,
faktor ekonomi dan nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara
tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal, usaha,
teknologi, dan sebagainya (Jhingan, 2004:67).
a. Faktor Ekonomi
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai
kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Beberapa faktor
ekonomi tersebut diantaranya ;
1) Sumber Alam
Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami
merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya
alam yang penting antara lain minyak-minyak gas, hutan air dan
bahan-bahan mineral lainnya.
2) Akumulasi Modal
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa
pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama
32
beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini
sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang
ekonomi.
3) Organisasi
Organisasi bersifat melengkapi dan membantu meningkatkan
produktivitasnya.
4) Kemajuan teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting di
dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan
dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil
pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru.
5) Pembagian kerja dan skala produksi
Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan
produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala
besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.
b. Faktor Nonekonomi
Faktor nonekonomi bersama-sama saling mempengaruhi
kemajuan perekonomian. Oleh karena itu, faktor nonekonomi juga
memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor
nonekonomi diantaranya :
1) Faktor sosial
Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan,
harapan, struktur dan nilai-nilai sosial.
33
2) Faktor sumber daya manusia
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan
faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi.
3) Faktor politik dan administratif
Struktur politik dan administrasi
yang lemah merupakan
penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.
Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak korup, dengan demikian
amat penting bagi pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Teori-teori pertumbuhan ahli ekonomi klasik
Ahli-ahli ekonomi klasik, di dalam menganalisis masalahmasalah pembangunan, terutama ingin mengetahui tentang sebabsebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan corak proses
pertumbuhannya. Beberapa ahli ekonomi klasik yang terkemuka untuk
dibahas satu demi satu (Sukirno,2000:448-450).
1) Pandangan Adam Smith
Smith mengemukakan beberapa pandangan mengenai
beberapa faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhan
ekonomi. Pandangannya yang pertama adalah peranan sistem pasar
bebas, Smith berpendapat bahwa sistem mekanisme pasar akan
mewujudkan kegiatan ekonomi yang efisien dan pertumbuhan
ekonomi yang teguh. Kedua perluasan pasar. Perusahaanperusahaan melakukan kegiatan memproduksi dengan tujuan untuk
34
menjualnya kepada masyarakat dan mencari untung. Ketiga
spesialisasi dan kemajuan teknologi. Perluasan pasar, dan
perluasan ekonomi yang digalakkannya, akan memungkinkan
dilakukan spesialisasi dalam kegiatan ekonomi. Seterusnya
spesialisasi dan perluasaan kegiatan ekonomi akan menggalakkan
perkembangan teknologi dan produktivitas meningkat. Kenaikan
produktivitas akan menaikkan pendapatan pekerja dan kenaikan ini
akan memperluas pasaran.
2) Pandangan Malthus dan Ricardo
Tidak semua ahli ekonomi Klasik mempunyai pendapat yang
positif mengenai prospek jangka panjang pertumbuhan ekonomi.
Malthus dan Ricardo berpendapat bahwa proses pertumbuhan ekonomi
pada akhirnya akan kembali ke tingkat subsisten. Jumlah penduduk
atau tenaga kerja adalah berlebihan apabila dibandingkan dengan
faktor produksi yang lain, pertambahan penduduk akan menurunkan
produksi per kapita dan taraf kemakmuran masyarakat. Maka,
pertambahan penduduk yang terus berlaku tanpa diikuti pertambahan
sumber-sumber daya yang lain akan menyebabkan kemakmuran
masyarakat mundur kembali ke tingkat subsisten.
3) Teori Schumpeter
Pada permulaan abad ini berkembang pula suatu pemikiran
baru mengenai sumber dari pertumbuhan ekonomi dan sebabnya
konjungtur berlaku.Schumpeter menyatakan bahwa pertumbuhan
35
ekonomi tidak akan terjadi secara terus menerus tetapi mengalami
keadaan dimana adakalanya berkembang dan pada lain mengalami
kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para
pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi atau pembaruan dalam
kegiatan mereka menghasilkan barang dan jasa. Untuk mewujudkan
inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan, dan pertambahan
investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.
4) Teori Harrod-Domar
Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis Keynes mengenai
penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Untuk menunjukkan hubungan
diantara analisis keynes dengan teori harrod-domar. Teori keynes pada
hakikatnya
menentukan
menerangkan
tingkat
bahwa
kegiatan
perbelanjaan
perekonomian.
agregat
akan
Analisis
yang
dikembangkan oleh keynes menunjukkan bagaimana konsumsi rumah
tangga dan investasi perusahaan akan menentukan tingkat pendapatan
nasional. Analisis harrod-domar bahwa sebagai akibat investasi yang
dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang
modal dalam perekonomian akan bertambah. Seterusnya teori harroddomar dianalisis keadaan yang perlu wujud agar pada masa berikutnya
barang-barang modal yang tersedia tersebut akan sepenuhnya
digunakan. Sebagai jawaban tersebut menurut harrod-domar agar
seluruh barang modal yang tersedia digunakan sepenuhnya,
permintaan agregat haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas
36
barang-barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi di
masa lalu.
b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Dalam
analisis
Neo-Klasik,
permintaan
masyarakat
tidak
menentukan laju pertumbuhan. Dengan demikian menurut teori NeoKlasik, sampai dimana perekonmian akan berkembang, tergantung kepada
pertambahan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi
(Jhingan,2004:265). Ahli ekonomi yang menjadi perintis mengembangan
teori tersebut diantarnya :
1) Teori J.E.Meade
Profesor J.E.Meade dari Universitas Cambridge membangun
suatu model pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang dirancang untuk
menjelaskan bagaimana bentuk paling sederhana dari sistem ekonomi
klasik akan berperilaku selama proses pertumbuhan ekuilibrium.
2) Teori Solow
Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw dan Gn
tersebut timbul dari asumsi pokok mengenai proporsi produksi yang
dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk mengganti
buruh dengan modal. Jika asumsi itu dilepaskan, keseimbangan tajam
antara Gw dan Gn juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu Solow
membangun model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi
produksi yang tetap.
Dengan asumsi tersebut, Solow menunjukan dalam modelnya
bahwa dengan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio modal
37
buruh akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu,
ke arah rasio keseimbangan.
Untuk mengetahui maju tidaknya suatu perekonomian diperlukan
adanya suatu alat pengukur yang tepat. Alat pengukur pertumbuhan
perekonomian ada beberapa macam diantaranya :
a. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto merupakan jumlah barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan
dinyatakan dalam harga pasar.
b. Produk Domestik Bruto per Kapita (Pendapatan per Kapita)
Produk Domestik Bruto per Kapita merupakan jumlah PDB
nasional dibagi dengan jumlah penduduk atau dapat disebut sebagai
PDB rata-rata atau PDB per kepala.
c. Pendapatan per jam kerja
Pendapatan per jam kerja merupakan upah atau pendapatan
yang dihasilkan per jam kerja. Biasanya suatu negara yang mempunyai
tingkat pendapatan atau upah per jam kerja lebih tinggi daripada di
negara lain, boleh dikatakan negara yang bersangkutan lebih maju
daripada negara yang satunya.
Beberapa alat ukur pertumbuhan ekonomi di atas dipilih oleh suatu
negara dengan keadaan ekonomi di negara tersebut. Peningkatan atau
penurunan
GDP
ditentukan
oleh
beberapa
faktor.
Faktor-faktor
pertumbuhan ekonomi tersebut yaitu tenaga kerja, kapital, sumberdaya
alam dan lingkungan, teknologi dan faktor sosial.
38
3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dapat
dijelaskan dengan hukum okun (okun’s law), diambil dari nama Arthur
Okun, ekonom yang pertama kali mempelajarinya (Demburg,1985:53).
Yang menyatakan adanya pengaruh empiris antara pengangguran dengan
output dalam siklus bisnis. Hasil studi empirisnya menunjukan bahwa
penambahan 1 (satu) point pengangguran akan mengurangi GDP (Gross
Domestik Product) sebesar 2 persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang
negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan juga
sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Penurunan
pengangguran memperlihatkan ketidakmerataan. Hal ini mengakibatkan
konsekuensi distribusional.
Pengangguran Berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan
pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi,
sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa
dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan
nasional, maka semakin besarlah harapan untuk pembukaan kapasitas
produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga kerja baru.
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi penelitian yaitu
sebagai berikut:
Nikensari (2001) meneliti tentang dampak stuktur dari pertumbuhan
ekonomi sektor industri dan perdagangan terhadap penyerapan tenaga kerja di
39
Indonesia. Variabel yang digunakan yaitu sektor industri, perdagangan dan
ketenagakerjaan. Metode yang digunakan analisa Diskriptif dan analisa
kuantitatif dengan menggunakan model analisa Computabel General
Equilibrium (CGE) dan kalkulasi hukum Okun.
Hal-hal yang akan dicari dalam analisa simulasi ini adalah proyeksi
struktur dan besarnya penyerapan tenaga kerja tahun 2003-2007, yang
diakibatkan oleh pertumbuhan sektor industri dan perdagangan serta sektorsektor lain, dengan mengacu pada prakiraan tingkat ratio antara inventory
investment terhadap gross output tahun yang bersangkutan.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, seiring dengan laju
pertumbuhan PDB, maka kebutuhan tenaga kerja pertanian, tenaga kerja
produksi, tenaga kerja operasional serta tenaga kerja profesional juga
meningkat. Prosentase peningkatan tenaga kerja operasional dan profesional
yang biasanya diisi oleh lulusan siswa setingkat akademi dan universitas lima
tahun ke depan (dari tahun 2003-2007) cenderung meningkat. Hukum okun
yang menganalisa hubungan terbalik antara laju pertumbuhan PDB dan tingkat
pengangguran dapat dibuktikan dengan data di Indonesia. Dari prakiraan laju
pertumbuhan PDB yang semakin meningkat dalam lima tahun ke depan oleh
peneliti, dengan asumsi tingkat pertumbuhan angkatan kerja 0 persen,
diperoleh tingkat pengangguran yang semakin menurun dari tahun ke tahun
lima tahun ke depan.
Indriani (2006) penelitian ini mengangkat permasalahan tentang
besarnya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di
40
Indonesia. Masalah penelitian adalah berapa besar pengaruh dari pertumbuhan
ekonomi GDP dalam mempengaruhi pengangguran di Indonesia dengan
rentang waktu analisis 1985-2002.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif untuk membangun model regresi dari data
sampel selama tahun 1985 sampai 2002, sedangkan analisis inferensial untuk
menguji signifikansi pengaruh variabel bebas, yaitu pertumbuhan ekonomi
terhadap variabel terikat yaitu tingkat pengangguran.
Persamaan regresi hubungan antara tingkat pengangguran dengan
pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan didapatkan melalui perhitungan
ekonometrika sebagai berikut  0.039121 ln PE + 0.234484 TPt-1 + Ln TP =
0.492723.
Nilai 0.492723 merupakan nilai dari tingkat pengangguran bila tidak
ada pertumbuhan ekonomi. Nilai 0.039121 merupakan besarnya perubahan
pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan tingkat pengangguran. Artinya,
setiap perubahan pertumbuhan ekonomi sebesar -0.039121 persen. Nilai
minus
menandakan
hubungan
antara
tingkat
pengangguran
dengan
pertumbuhan ekonomi dalam persamaan ini adalah hubungan negatif. Ini
menandakan
bahwa setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi
akan
menurunkan tingkat pengangguran, ataupun sebaliknya.
Berdasarkan penelitian ini pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
tingkat pengangguran di Indonesia tahun 1985 sampai 2002, penurunan
41
pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan tingkat pengangguran. Jadi, untuk
menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia adalah dengan meningkatkan
Nando (2005) meneliti tentang pengaruh inflasi terhadap tingkat
pengangguran. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi
dan pengnagguran. Model yang digunakan koefisien korelasi momen-hasilkali
pearson atau singkatnya disebut dengan koefisien korelasi. Studi ini
seluruhnya memanfaatkan data statistik yang diperoleh dari BPS periode 1987
hingga 1996. Dalam penelitian ini mencoba mengamati pengaruh antara laju
inflasi dengan tingkat pengangguran di Indonesia pada masa sebelum dan
setalah krisis. Adanya hubungan inflasi dengan pengangguran yaitu kurva
Phillips dimana adanya hubungan terbalik (trade-off) antara inflasi dengan
tingkat pengangguran. Apabila inflasi tinggi, maka tingkat pengangguran
rendah. Demikian pula sebaliknya, apabila inflasi rendah, maka tingkat
pengangguran tinggi.
Dari hasil penelitian hubungan antara inflasi dengan tingkat
pengangguran dari pengujian statistik Zhitung lebih besar dari Ztabel maka Ho
diterima. Artinya, tidak terdapat hubungan antara laju inflasi dengan tingkat
pengangguran. Dengan demikian, pada masa sebelum dan pada masa krisis
ekonomi laju inflasi tidak mempengaruhi tingkat pengangguran di Indonesia.
Kharie (2007) studi ini berfokus pada analisis tentang sifat dan
signifikansi pengaruh variabel makroekonomi utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan inflasi terhadap kemiskinan di Indonesia. Data yang dianalisis
berupa data runtut waktu tahunan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS) dan sumber lainnya yang relevan. Analisis data secara kuantitatif
42
didekati dengan Least Square Method melalui satu persamaan regresi
berganda yang dikondisikan untuk periode observasi 1987-2005.
hasil estimasi menunjukkan bahwa perubahan tingkat pertumbuhan
ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan dengan
probabilitas α=0.0882. sifat dan signifikansi pengaruh yang sama berlaku pula
bagi pengaruh perubahan inflasi terhadap kemiskinan dengan probabilita
α=0.0875. secara parsial, setiap 1 unit perubahan tingkat pertumbuhan
ekonomi diprediksikan bisa menurunkan 1 unit tingkat kemiskinan, sedangkan
efek perubahan inflasi relatif kecil dengan sifat pengaruh yang sama. Hasil
estimasi
menunjukkan
pula
bahwa
secara
simultan,
variasi
dalam
pertumbuhan ekonomi dan inflasi berpengaruh secara signifikan pula terhadap
kemiskinan, dengan koefisien determinasi R2=0.50.
Irawan (2005) meneliti tentang kebijakan moneter, pertumbuhan
ekonomi dan inflasi. Metode yang digunakan dalm penelitian ini VAR dan
hipotesis Ekspektasi Rasional. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian
ini adalah time series kuartalan tahun 1980-2003, data yang dikumpulkan
adalah sesuai dengan semua variabel baik variabel bebas maupun variabel
terikat seperti (Real GDP, inflasi, uang beredar, dan tingkat suku bunga) yang
ada dalam persamaan.
berdasarkan hasil analisa, beberapa temuan penting dari studi ini dapat
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara kebijakan
moneter yang dapat diantisipasi (anticipated) yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi (output) Indonesia. Tingkat inflasi di
Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan moneter yang bersifat
43
dapat diantisipasi (anticipated). Kebijakan moneter yang semakin dapat
diantisipasi oleh pelaku ekonomi semakin besar dampaknya terhadap tingkat
inflasi. Kebijakan moneter (uang beredar) yang tidak dapat diantisipasi tidak
mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
1.
Nikensari
2.
Indriani
3
Nando
Variabel
Metodologi
Hasil
Dependent
: Analisis
Laju pertumbuhan PDB,
tenaga kerja
diskriptif
dan maka tenaga kerja juga
Independent : analisa
meningkat. Hukum okun
pertumbuhan
Equilibrium
yang menganalisa hubungan
ekonomi
terbalik
antara
laju
pertumbuhan
PDB
dan
tingkat pengangguran dapat
dibuktikan dengan data di
Indonesia.
Dependent
: analisis
Hubungan antara tingkat
Pengangguran. deskriptif untuk pengangguran
dengan
Independent : membangun
pertumbuhan ekonomi dalam
Pertumbuhan
model
regresi persamaan
ini
adalah
Ekonomi
dari data sampel hubungan
negatif.
Ini
selama
tahun menandakan bahwa setiap
1985
sampai peningkatan
pertumbuhan
2002
ekonomi akan menurunkan
tingkat
pengangguran,
ataupun sebaliknya
Dependent
: Korelasi linear Dari
hasil
penelitian
pengangguran antara
inflasi hubungan
antara
inflasi
Independent:
dengan
dengan tingkat pengangguran
inflasi
pengangguran
dari pengujian statistik Zhitung
digunakan
lebih besar dari Ztabel maka
koefisien
Ho diterima. Artinya, tidak
korelasi momen- terdapat hubungan antara laju
hasilkali pearson inflasi
dengan
tingkat
atau singkatnya pengangguran.
Dengan
disebut dengan demikian,
pada
masa
koefisien
sebelum dan pada masa krisis
korelasi.
ekonomi laju inflasi tidak
mempengaruhi
tingkat
pengangguran di Indonesia.
44
4.
Kharie
5.
Irawan
Independent :
pertumbuhan
ekonomi,
inflasi
Dependent
:
kemiskinan
Analisis data
secara
kuantitatif
didekati
dengan
Least Square
Method
melalui satu
persamaan
regresi
berganda
yang
dikondisikan
untuk
periode
observasi
1987-2005.
Dependent
:
Kebijakan
Moneter
Independent :
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Inflasi
Sumber : diperoleh dari berbagai sumber
VAR
dan
hipotesis
Ekspektasi
Rasional.
Hasil estimasi menunjukkan
bahwa perubahan tingkat
pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
kemiskinan.
sifat
dan
signifikansi pengaruh yang
sama berlaku pula bagi
pengaruh perubahan inflasi
terhadap
kemiskinan.
Sedangkan efek perubahan
inflasi relatif kecil dengan
sifat pengaruh yang sama.
Hasil estimasi menunjukkan
pula bahwa secara simultan,
variasi dalam pertumbuhan
ekonomi
dan
inflasi
berpengaruh
secara
signifikan pula terhadap
kemiskinan.
Terdapat pengaruh positif
signifikan antara kebijakan
moneter dengan pertumbuhan
ekonomi. Dan juga tingkat
inflasi
di
Indonesia
dipengaruhi secara signifikan
oleh kebijakan moneter
Dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut, peneliti memakai inflasi
dan
pertumbuhan
ekonomi
sebagai
variabel
independen
sedangkan
pengangguran sebagai variabel dependen.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid,2009:26)
45
Diantara salah satu penyebab terjadinya inflasi dikarenakan suku
bunga turun maka banyak orang yang ingin memegang uang tunai. Akibatnya
permintaan uang naik dan mencerminkan banyaknya jumlah uang beredar.
Dengan demikian, terjadilah peningkatan daya beli barang dan jasa. Kenaikan
daya beli yang tidak dibarengi dengan kenaikan output produksi menyebabkan
harga barang dan jasa meningkat yang disebut dengan inflasi.
Inflasi dan pangangguran sudah sejak lama menjadi permasalahan
yang dihadapi oleh banyak negara, terutama negara sedang berkembang.
Inflasi sering didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk
menaik secara umum dan terus menerus. Dengan kenaikan harga tersebut
maka perekonomian akan mengalami ketidakstabilan secara menyeluruh.
Inflasi ditandai dengan adanya kemerosotan nilai mata uang, dimana
merosotnya nilai mata uang tersebut tercermin dalam kenaikan harga barangbarang. Inflasi bukanlah sekedar harga yang tinggi, tetapi merupakan suatu
kenaikan tingkat harga.
Dalam penelitian ini juga masalah yang akan dibahas adalah masalah
pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Bila pertumbuhan ekonomi
menurun, maka pengangguran akan meningkat, dan sebaliknya bila
pertumbuhan ekonomi meningkat, maka pengangguran akan menurun.
Pengaruh antara dua variabel tersebut merupakan pengaruh negatif.
Tingkat pengangguran yang tinggi disebabkan oleh kurangnya
lapangan kerja yang tersedia di suatu negara. Lapangan pekerjaan yang
ditawarkan bagi angkatan kerja yang tersedia di suatu negara ditentukan oleh
tingkat investasi. Semakin tinggi investasi suatu negara maka akan
46
merangsang lapangan pekerjaan baru. Apabila investasi semakin rendah, maka
GDP (Gross Domestik Product) rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi
menurun.
Pada umumnya, ekonomi suatu negara diukur dengan menggunakan
GDP (Gross Domestik Product). Komponen-komponen GDP adalah
pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah serta
ekspor netto. Pengeluaran konsumsi merupakan pengeluaran sektor rumah
tangga. Bila pengeluaran sektor konsumsi meningkat, maka GDP akan
meningkat pula. Sedangkan, pengeluaran investasi merupakan sektor
pemerintah dan swasta untuk melakukan pembangunan. Jika investasi
bertambah, maka GDP akan bertambah pula. Pengeluaran pemerintah
merupakan pengeluaran dari sektor pemerintah untuk membiayai kebutuhan
pemerintah. Ekspor netto merupakan selisih ekspor dan impor, jika ekspor
meningkat maka GDP akan meningkat pula.
Masalah pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pengangguran suatu
negara. Bila GDP atau pendapatan negara tersebut berkurang maka, jumlah
pengangguran
bertambah
atau
meningkat.
Hal
ini
mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi menurun. Sebaliknya, jika GDP atau pendapatan suatu
negara meningkat maka, tingkat pengangguran menurun.
Berdasarkan teori tersebut bahwa inflasi memiliki pengaruh terhadap
pengangguran. Begitu juga pengaruh pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Maka
dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :
47
INFLASI
(X1)
PENGANGGURAN
(Y)
PERTUMBUHAN
EKONOMI
(X2)
Gambar. 2.5
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka untuk menguji
signifikansi masing-masing variabel independen dapat dilakukan dengan uji t,
dengan membandingkan probability value t-statistik dengan nilai α yang
digunakan yaitu α=5 persen, bila probability value t-statistik < α=5 persen
maka Ho ditolak, dan juga sebaliknya. Untuk melihat signifikansi dari variabel
independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen dapat dilakukan
dengan membandingkan probability value F-statistik dengan α yang digunakan
yaitu α=5 persen, bila probability value F-statistik < α=5 persen maka Ho
ditolak, dan juga sebaliknya. Untuk pengujian selengkapnya dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Inflasi diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran. Kenaikan
inflasi akan meningkatkan pengangguran di Indonesia.
Ho:α1 = 0 Artinya, inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran di Indonesia.
Ha:α1 ≠ 0 Artinya, inflasi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran
di Indonesia.
48
2. Pertumbuhan
ekonomi
diduga
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengangguran. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan
pengangguran di Indonesia.
Ho:α2 = 0 Artinya, pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengangguran di Indonesia.
Ha:α2 ≠ 0 Artinya, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
pengangguran di Indonesia.
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai
dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya (Arikunto, 2002:10). Penelitian ini menggunakan variabel yang
terdiri sebagai berikut :
1. Variabel dependen, yaitu : pengangguran
2. Variabel independen, yaitu : inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
B. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dihimpun menggunakan data sekunder
dimana data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah
tersedia) yaitu data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh
pihak lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi. Jenis data yang digunakan
adalah time series (runtun waktu) dari tahun 1988-2008. Sumber data
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Data
tersebut meliputi :
1. Inflasi
2. Pertumbuhan ekonomi
3. Pengangguran
50
C. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linear berganda
dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang dirumuskan sebagai
berikut :

Linier
= 0 + 1 X1 + 2 X2 + 
Dimana :

= Pengangguran
X1
= Inflasi
X2
= Pertumbuhan ekonomi
L
= Logaritma
0,
= konstanta
1, 2
= koefisien penjelas masing - masing input nilai parameter

= eror term
Model Ordinary Least Square (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh
seorang ahli matematika dari Jerman, yaitu Carl Friedrich Gauss, metode
OLS adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan
meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis
tersebut (Kuncoro,2003:216).
Menurut Gujarati (1995:72-73), setiap estimator OLS harus memenuhi
kriteria BLUE, yaitu :
1. Best adalah yang terbaik
51
2. Linier adalah kombinasi linier dari sampel jika ukuran sampel ditambah
maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter populasi yang
sebenarnya.
3. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan
nilai yang sebenarnya.
4. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara
pemerkira lain yang tidak bias.
Untuk memenuhi analisis regresi tersebut perlu diuji asumsi klasik
dan uji hipotesis teori sehingga hasil estimasi tersebut dapat terhindar dari
masalah regresi lancang.
1. Uji Asumsi Klasik
Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai
sifat-sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksir. Disamping itu suatu
model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila
sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Uji
asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Uji Normalitas
Digunakan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan
independen berdistribusi normal atau tidak. Menggunakan Jarque-Bera
test atau J-B test, membandingkan JB hitung dengan X2 tabel. Jika JB
hitung < nilai X2 tabel maka data berdistribusi normal atau nilai
Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan (Insukindro,
2003:61).
52
b. Uji Multikoliniaritas
Uji multikoliniaritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah
terdapat interkorelasi yang sempurna di antara beberapa variabel bebas
yang digunakan dalam persamaan regresi. Uji multikoliniaritas
menggunakan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang
dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi
variabel terikat dan diregresi terhadap variabel bebas lainnya.
Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang
tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance)
dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Lebih ditegaskan
oleh Ghozali bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 90%
maka VIF-nya diatas 10 maka dapat dikatakan bahwa model tersebut
terkena multikolinieritas (Ghozali, 2001: 63-66).
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu
sendiri pada pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi
dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange
Multiplier Test
(uji
LM). Uji
ini
sangat
berguna untuk
mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat
pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat derajat. Dikatakan
53
terjadi autokorelasi jika nilai X2 (Obs* R-Squared) hitung > X2 tabel
atau nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan
(Insukindro, 2003:60).
d. Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah variansi data yang digunakan untuk
membuat model menjadi tidak konstan. Pengujian terhadap ada
tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam suatu model empiris yang
sedang diamati juga merupakan langkah penting sehingga dapat
terhindar dari masalah regresi lancung. Metode untuk dapat
mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model
empiris dengan menggunakan uji White (Insukindro, 2003:62).
Untuk menguji heteroskedastisitas, program olah data Eviews
menyediakan metode pengujian dengan menggunakan uji White,
dimana dalam program olah data Eviews dibedakan menjadi dua
bentuk uji White Hetedoskedasticity (no cross term) dan White
Hetedoskedasticity
(cross
term).
Dikatakan
terdapat
masalah
heteroskedastisitas dari hasil estimasi model OLS, jika X2 (Obs* RSquared) untuk uji White baik cross term ataupun no cross term > X2
tabel atau nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan
(Insukindro, 2003:62).
54
2. Pengujian Statistik
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabelvariabel independen secara individu dan bersama-sama mempengaruhi
signifikan terhadap variabel dependen. Uji statistik meliputi Uji t, Uji F
dan koefisien determinasi (R2).
a. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi
variabel dependen. Untuk melakukan uji t dengan cara Quick Look,
yaitu : melihat nilai Probability dan derajat kepercayaan yang
ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t tabel dengan t
hitungnya. Jika
nilai Probability < derajat kepercayaan yang
ditentukan dan jika nilai t hitung lebih tinggi dari t tabel maka suatu
variabel
independen secara individual mempengaruhi variabel
dependennya (Kuncoro, 2003:219).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependennya. Untuk melakukan uji F dengan cara Quick
Look, yaitu : melihat nilai Probability dan derajat kepercayaan yang
ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t tabel dengan F
hitungnya. Jika
nilai Probability < derajat kepercayaan yang
ditentukan dan jika nilai F hitung lebih tinggi dari t tabel maka suatu
55
variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel
dependennya (Kuncoro, 2003:219).
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependennya (Kuncoro, 2003:220).
D. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel
yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya adalah
sebagai berikut :
1. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel
bebas
adalah
suatu
variabel
yang
variasinya
mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas
adalah variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui
(Azwar, 2001:62). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas
antara lain :
56
a. inflasi (X1)
Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah
inflasi. Dimana inflasi merupakan kenaikan harga keseluruhan dan
terjadi secara berkelanjutan serta mempengaruhi harga barang dan jasa
yang lainnya (Boediono,1989:155).
b. Pertumbuhan ekonomi (X2)
Pertumbuhan
ekonomi
berarti
perkembangan
kegiatan
dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
(Sukirno, 1994:10).
2. Variabel Terikat/tergantung (Dependent Variabel)
Variabel tergantung adalah variabel penelitian yang diukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel yang lain. Besarnya efek
tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul-hilangnya, membesarmengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat
perubahan pada variabel lain (Azwar,2001:62).
Pengangguran dalam penelitian ini menggunakan pengertian
pengangguran terbuka, yaitu orang-orang yang tidak bekerja karena
mengharapkan pekerjaan yang lebih baik dan orang-orang yang mau
bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan. Tingkat penganggura terbuka
merupakan jumlah pengangguran terbuka dibandingkan dengan jumlah
angkatan kerja dalam satu periode.
57
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
C. Analisis Deskriptif
Penelitian ini menganalisis pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi
terhadap pengangguran di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan rentang waktu analisis mulai tahun 1988 sampai dengan
tahun 2008. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat lunak (sofware) komputer Eviews 6.1 dengan metode analisis
Ordinary Least Square (OLS). Maka oleh itu, perlu dilihat bagaimana
gambaran perkembangan secara umum dari inflasi, pertumbuhan ekonomi dan
tingkat pengangguran.
4. Tingkat Pengangguran
Pengangguran Indonesia menjadi masalah yang terus menerus
membengkak. Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran
Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen. Artinya jika tingkat
pengangguran paling tinggi 5 persen itu berarti bahwa perekonomian
dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah
lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga
kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga
kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
58
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan melihat jumlah orang
yang menganggur atau pengangguran terbuka bagi dengan angkatan kerja
dan dikalikan 100%.
Perkembangan tingkat pengangguran Indonesia
tahun 1988-2008 dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Gambar 4.1
Tingkat Pengangguran (%)
Tahun 1988-1997
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Dari gambar di atas, dapat dikatakan bahwa perkembangan tingkat
pengangguran Indonesia selama tahun 1988 sampai tahun 1997 terus
meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 1995 tingkat pengangguran mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 4,36 persen menjadi 7,24 persen.
Dan pada tahun 1997 tingkat pengangguran mencapai 4,68 persen, pada tahun
tersebut terjadi krisis yang pada dasarnya merupakan akibat dari semakin
cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia perekonomian Indonesia ke
dalam perekonomian global sementara pada saat yang sama perangkat
kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien belum tertata
dengan baik.
59
Gambar 4.2
Tingkat Pengangguran (%)
Tahun 1998-2008
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Berdasarkan gambar di atas dapat dikatakan bahwa perkembangan
tingkat pengangguran Indonesia selama tahun 1988 sampai tahun 2008 terus
meningkat tiap tahunnya. Dari 21 tahun tersebut tingkat pengangguran
Indonesia telah meningkat dari 2,81 persen pada tahun 1988 menjadi 9,69
persen pada tahun 2008. Peningkatan sebesar 6,88 persen itu menjadikan
Indonesia memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Walaupun,
setiap tahunnya tingkat pengangguran terus meningkat.
5. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat
penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan
analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu
negara. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang
dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan
ekonomi
menunjukkan
sejauh
mana
aktivitas
perekonomian
dapat
menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada
60
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara yang terus menunjukkan
peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau
wilayah tersebut berkembang dengan baik. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi
yang kecil dan meningkat tiap tahunnya belum tentu bisa dikatakan telah
berhasil dalam membangun perekonomian negaranya. Masih banyak lagi
kondisi-kondisi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang berbeda-beda pula.
Salah satu target dari trilogi pembangunan adalah meningkatkan
pendapatan nasional yang tinggi, yaitu dilihat dari perkembangan dana Produk
Domestik Bruto (PDB) baik atas dasar harga konstan maupun harga yang
berlaku. PDB adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh
perekonomian (baik itu dilakukan oleh penduduk warga negara maupun warga
negara asing yang bermukim di negara yang bersangkutan). Perekonomian
Indonesia dari tahun ke tahun, yang pada umumnya mengalami perkembangan
seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian. Bagaimana kondisi
perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 21 tahun tersebut
disajikan dalam tabel.
61
Tabel 4.1
Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1988-2008
No
.
Tahun
Pertumbuhan
Ekonomi(%)
1.
5,7
1988
2.
1989
7,5
3.
1990
7,4
4.
1991
6,6
5.
1992
6,1
6.
1993
6,5
7.
1994
7,5
8.
1995
8,1
9.
1996
7,8
10
1997
4,7
11.
1998
-13,1
12.
1999
0,79
13.
2000
4,92
14.
2001
3,44
15.
2002
3,66
16.
2003
4,10
17.
2004
5,1
18.
2005
5,6
19.
2006
5,5
20.
2007
6,3
21.
2008
6,1
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Dalam tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, namun ada juga yang
mengalami penurunan tetapi tidak terlalu signifikan. Hal tersebut terutama
didorong oleh peningkatan konsumsi swasta dan pemerintah, yaitu dengan
dipulihkannya kegiatan disektor industri, pengolahan, sektor jasa, sektor listrik
(gas dan air minum) serta berlanjutnya kegiatan yang dapat menaikkan
kenaikan produksi sektor pertanian. Meskipun demikian, proses perbaikan
62
ekonomi masih berjalan secara lambat terutama pada gejolak sosial dan politik
dalam negeri yang menyebabkan pertumbuhan cenderung melambat.
6. Inflasi
Inflasi juga merupakan suatu masalah bagi ekonomi makro yang
apabila
tidak
segera
ditangani
akan
menyebabkan
ketidakstabilan
perekonomian yang pada akhirnya hanya akan memperburuk kinerja
perekonomian suatu negara. Kestabilan nilai mata uang, baik inflasi maupun
nilai tukar sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga yang naik secara umum dan
terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi,
kecuali kenaikan tersebut meluas dan mengakibatkan pada sebagian besar dari
harga-harga barang lain (Boediono, 2001:161).
Jika inflasi mengalami fluktuasi, maka kegiatan perekonomian akan
cenderung menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi. Dampak dari kenaikan
inflasi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Dikarenakan nilai riil
pada mata uang mengalami penurunan.
Inflasi adalah proses peningkatan harga secara umum dan terus
menerus. Indikator yang digunakan untuk melihat inflasi adalah indeks harga
konsumen. Di mana indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa
yang harus dibeli konsumen dalam periode tertentu. Dalam indeks harga
konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap
yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran
63
konsumen (Prathama, 2008:367). Perkembangan inflasi dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Inflasi
Tahun 1988-2008
No.
Tahun
Inflasi(%)
1.
9,53
1988
2.
1989
9,52
3.
1990
4,49
4.
1991
9,77
5.
1992
9,42
6.
1993
8,64
7.
1994
6,47
8.
1995
11,05
9.
1996
77,54
10
1997
2,01
11.
1998
9,35
12.
1999
12,55
13.
2000
10,03
14.
2001
5,16
15.
2002
6,40
16.
2003
5,16
17.
2004
6,40
18.
2005
17,11
19.
2006
6,60
20.
2007
6,59
21.
2008
11,06
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Dari tabel di atas bahwa inflasi mengalami penurunan 5,16 persen di
tahun 2003 dibandingkan dengan tahun sebelumnya mencapai 10,03 persen,
dan pada tahun 2004 inflasi mengalami peningkatan mencapai 6.40 persen,
sedangkan di tahun 2005 mencapai 17,11 persen. Pada tahun 2006 sampai
dengan tahun 2008 inflasi mengalami peningkatan terus menerus dimana
64
pada tahun 2008 hingga mencapai 11,06 persen. Hal tersebut dipicu
terutama oleh kenaikan harga komoditas internasional terutama minyak dan
pangan.
D. Analisis Dan Pembahasan
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum kita melakukan uji analisis regresi linear berganda maka
yang harus dilakukan adalah menguji data-data yang akan dianalisis agar
data tersebut valid tidak bias dan merupakan persyaratan, maka digunakan
uji Klasik. Adapun penjelasan uji asumsi klasik itu adalah sebagai berikut.
a. Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model penelitian, variabel dependen dan variabel independen
atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang
baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi
ada atau tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat
nilai Jarque-Bera.
Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak, apabila
nilai Jarque-Bera < X2, maka data tersebut berdistribusi normal.
Begitupun sebaliknya jika Jarque-Bera > X2 maka data tersebut tidak
normal.
Setelah data diolah menggunakan aplikasi eviews 6.1, maka
terlihat hasil sebagai berikut.
65
Gambar 4.3
Hasil Uji Normalitas
5
Series: Residuals
Sample 1988 2008
Observations 21
4
3
2
1
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-5.00e-16
0.009788
0.413288
-0.400970
0.231625
-0.129484
2.190823
Jarque-Bera
Probability
0.631603
0.729204
0
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
Sumber : hasil Eviews 6
Dari gambar 4.3, dapat dilihat nilai Jarque-Bera adalah
0,631603. Nilai X2 untuk data ini adalah 5,991. Berdasarkan nilai
Jarque-Bera (0,631603) < X2 (5,991), maka data tersebut dinyatakan
berdistribusi normal, Sehingga bisa dilanjutkan ke pengujian
selanjutnya.
b. Hasil Uji Multikolinieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi
korelasi, maka terdapat multikolinieritas (Multikol) dimana model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Keadaan ini hanya terjadi pada regresi linear berganda,
karena jumlah variabel bebasnya lebih dari satu. Sedangkan pada
regresi sederhana, tidak mungkin adanya kasus ini disebabkan variabel
bebasnya hanya terdiri dari satu variabel.
66
Apabila hubungan diantara variabel bebas yang satu dengan yang
lain di atas 0,6, maka bisa dipastikan adanya gejala multikolinieritas.
Setelah data diolah menggunakan aplikasi eviews 6.1, maka terlihat hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinieritas
INF
PE
INF
1.000000
0.042277
FE
0.042277
1.000000
Sumber : hasil Eviews 6
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai korelasi diantara
variabel independen (yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi) yaitu
0,042277. Karena nilai 0,042277 menjauhi angka 1 (0,6), maka tidak
terdapat kolinieritas antara variabel independen. Hal ini menginformasikan
model OLS yang diajukan dapat dikatakan terbebas dari
gejala
multikolinieritas, Sehingga bisa dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.
c. Hasil Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah terdapat
hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian yang
digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Untuk n = 21; α = 5%; k = 2,
diperoleh nilai d 1.13 dan d sebesar 1.54
L
Positif
Autocorrel
ation
0
1,13
u
Indecision
Area
No
Autocorrelation
1.54
Indecision
Area
2,46
Negatif
Autoco
rrelatio
n
2,87
Sumber : hasil Eviews 6
67
Dari perhitungan menggunakan program Eviews diperoleh nilai
Durbin-Watson (D - W) adalah 1.203118. Sedangkan dari tabel D – W
diperoleh nilai d sebesar 1.13 dan d sebesar 1.54 sehingga diperoleh
L
u
nilai 4 - d adalah 2.87 dan nilai 4 – d adalah 2.46. Setelah melihat
L
u
angka-angka tersebut diketahui bahwa nilai D – W lebih kecil dari nilai
d dan lebih kecil dari 4 – d , sehingga dapat disimpulkan bahwa model
u
u
terletak didaerah ragu-ragu terdapat autokorelasi positif. Untuk itu agar
model tidak lagi terletak pada daerah keragu-raguan, dan tidak lagi
terdapat masalah autokorelasi, maka perlu dilakukan penyembuhan
autokorelasi.
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RESID01(-1)
-0.052923
0.431716
0.294614
0.229763
-0.179637
1.878965
0.8594
0.0765
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.163977
0.117531
1.313261
31.04379
-32.77544
1.718220
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-0.008276
1.397982
3.477544
3.577117
3.530509
0.076542
Sumber : hasil Eviews 6
Dari perhitungan menggunakan program Eviews diperoleh nilai
Durbin-Watson (D - W) adalah 1.718220. Sedangkan dari tabel D – W
diperoleh nilai d sebesar 1.31 dan d sebesar 1.54 sehingga diperoleh
L
u
nilai 4 - d adalah 2.46 dan nilai 4 – d adalah 2.87. Setelah melihat
L
u
angka-angka tersebut diketahui bahwa nilai D – W lebih besar dari
68
nilai d dan lebih kecil dari 4 – d , sehingga dapat disimpulkan bahwa
u
u
tidak ada lagi masalah autokorelasi pada model.
d. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah
varian dari dua observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk
semua variabel terikat dengan variabel bebas sehingga hasil estimasi
tidak
bias.
Identifikasi
ada
atau
tidaknya
permasalahan
heteroskedastisitas dilakukan melalui Uji White Heteroskedasticity
test.
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.745774
4.181048
1.828978
Prob. F(5,15)
Prob. Chi-Square(5)
Prob. Chi-Square(5)
0.6015
0.5237
0.8723
Sumber : hasil Eviews 6
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probability untuk
OBS*R-squared adalah 4.181048. karena nilai 4.181048 > dari derajat
kesalahan (α) = 5 persen (0.05), maka tidak terdapat heteroskedastisitas.
Hal ini menginformasikan model OLS yang diajukan dapat dikatakan
terbebas dari heteroskedastisitas., sehingga bisa dilanjutkan kepengujian
selanjutnya. heteroskedasitisitas.
69
2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Estimasi hubungan antara variabel-variabel yang memenuhi
pengangguran di Indonesia dilakukan melalui pendekatan OLS yang
ditampilkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6
Hasil Olah Data Dengan Metode OLS
Variable
Coefficient
C
LINF
LPE
-21.42868
0.220050
1.835487
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.813426
0.792695
0.244154
1.073002
1.429942
39.23816
0.000000
Std. Error
t-Statistic
2.661675 -8.050825
0.188622 1.166620
0.210386 8.724360
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Prob.
0.0000
0.2586
0.0000
1.718612
0.536240
0.149529
0.298747
0.181913
1.203118
Sumber : hasil Eviews 6
Berdasarkan tabel di atas, variabel LINF mempunyai nilai
signifikansi 0.2586. pada penelitian ini alpha yang digunakan yaitu 5%
(0,05). Variabel LINF mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan
dengan alpha (0,05 < 0.2586 ). Karena nilai signifikansi lebih besar
dibandingkan dengan alpha maka, variabel LINF tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran. Variabel LFE
mempunyai nilai signifikansi 0.0000, pada penelitian ini alpha yang
digunakan yaitu 5% (0,05) maka nilai 0.0000 < 0,05. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dibandingkan dengan alpha maka, variabel LFE
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran.
70
3. Uji Statistik
a. Uji F-statistik
Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap variabel Y secara
serentak. Dalam konteks penelitian ini, pengujian secara serentak ingin
melihat apakah variabel Inflasi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh
terhadap pengangguran atau tidak.
Untuk melihat apakah ada atau tidaknya pengaruh antara
variabel
bebas
terhadap
variabel
terikat
dilihat
dari
nilai
signifikansinya. Apabila nilai sig < alpha, maka terdapat pengaruh
yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, yang
mengandung arti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel
inflasi
dan
variabel
pertumbuhan ekonomi
terhadap
pengangguran. Begitupun sebaliknya, apabila nilai sig. > alpha, maka
tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap
variabel terikat. Artinya, variabel bebas pada penelitian ini yaitu
variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi
variabel terikat, yaitu pengangguran.
Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan software
eviews 6, maka terlihat hasil nilai signifikansinya adalah 0.0000.
karena nilai sig < alpha, yaitu 0.0000 < 0,05, yang berarti bahwa
variabel independen (inflasi dan pertumbuhan ekonomi) berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia selama periode
1988-2008.
71
Adapun nilai koefisiennya yaitu sebesar -21.42868. Arah nilai
koefisiennya negatif menandakan bahwa arah hubungannya yaitu
berbanding terbalik. Artinya, pada saat ada kenaikan pada nilai variabel
bebas (inflasi dan pertumbuhan ekonomi) akan menyebabkan penurunan
jumlah pengangguran.
b. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil olah data menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh dari hasil
estimasi adalah sebesar 0.813426. Hal ini berarti bahwa 81.3 persen dari
variasi pengangguran mampu dijelaskan oleh variabel inflasi dan
pertumbuhan ekonomi, sedangkan 0.186574. atau 18.7 persen dijelaskan
oleh variabel lain di luar model.
c. Uji t-statistik
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel
dependen. Untuk melakukan uji t dengan cara Quick Look, yaitu melihat
nilai Probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian
atau melihat nilai t tabel dengan t hitungnya. Jika nilai Probability <
derajat kepercayaan yang ditentukan dan jika nilai t hitung lebih tinggi dari
t tabel maka suatu variabel independen secara individual mempengaruhi
variabel dependennya (Kuncoro, 2003:219).
1) Pengujian t-statistik untuk variabel X1 (Inflasi)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
dapat digunakan untuk mempengaruhi pengangguran secara simultan
atau tidak, dengan kriteria pengujian tingkat signifikan (  =0,05).
72
Pengujian untuk uji ini adalah apabila prob(sig) < alpha maka
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap
variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya, apabila nilai
prob(sig) > alpha maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel X1 (Inflasi) terhadap variabel Y (Pengangguran).
Pengujian untuk uji ini adalah apabila t-statistik > t-tabel maka
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap
variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya, apabila nilai tstatistik < t-tabel maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel X1 (Inflasi) terhadap variabel Y (Pengangguran).
Berdasarkan tabel di atas, bisa kita lihat bahwa nilai sig. Untuk
variabel X1 (Inflasi) yaitu 0.2586. Karena 0.2586 > 0,05, maka dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel X1 (Inflasi) terhadap pengangguran.
Hasil pengujian di atas, sama dengan hasil penelitian
sebelumnya yang menerangkan bahwa variabel inflasi terhadap
pengangguran tidak mempunyai pengaruh. Adapun faktor yang
menyebabkan inflasi tidak mempengaruhi tingkat pengangguran
Indonesia diantaranya adalah kebijaksanaan pembangunan yang
dilakukan pemerintah orde baru bertumpu kepada apa yang disebut
trilogi pembangunan yaitu tercapainya pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya , pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
73
tinggi salah satunya diupayakan dengan kebijaksanaan moneter yang
bertujuan untuk mendukung terciptanya kestabilan harga dalam
perekonomian dan pengendalian jumlah uang beredar. Sementara itu
terciptanya dan perluasan tenaga kerja telah diupayakan terutama
melalui
peningkatan
dan
pemerataan
pembangunan.
Dengan
kebijaksanaan tersebut maka inflasi dapat ditekan di bawah dua digit
dan tingkat pengangguran pada tingkat yang rendah (rata-rata 5
persen). Hal ini berlangsung hingga tahun 1997 saat dimana krisis
moneter mulai menimpa Indonesia.
2) Pengujian t-statistik untuk variabel X2 (pertumbuhan ekonomi)
Pengujian untuk uji ini adalah apabila prob(sig) < alpha maka
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan
Ekonomi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya,
apabila nilai prob(sig) > alpha maka tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) terhadap
variabel Y (Pengangguran).
Pengujian untuk uji ini adalah apabila t-statistik > t-tabel maka
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan
Ekonomi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya,
apabila nilai t-statistik < t-tabel maka tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) terhadap
variabel Y (Pengangguran).
74
Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan aplikasi
eviews 6.1 terlihat bahwa nilai probabilita adalah 0.0000. karena nilai
prob(sig) < alpha (  =0,05), yang berarti bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran.
Arah koefisien regresi untuk variabel X2 yaitu bernilai positif.
Artinya, nilai yang bernilai positif tersebut mempunyai arti bahwa
semakin tinggi nilai dari variabel X2 (Pertumbuhan) maka akan diikuti
dengan kenaikan tingkat pengangguran. Begitupun dengan keadaan
sebaliknya, semakin rendah nilai variabel X2 (pertumbuhan) maka
akan semakin rendah pula variabel Y (tingkat pengangguran).
Nilai koefisien sebesar 1.835487 mempunyai arti bahwa nilai
yang akan didapatkan apabila variabel X2 naik sebesar 1 persen maka
akan diikuti oleh kenaikan variabel Y (pengangguran) sebesar 1,
835487 persen. Begitupun dengan sebaliknya, apabila nilai variabel X2
(pertumbuhan) turun sebesar 1 persen, maka akan diikuti oleh
penurunan nilai pengangguran sebesar nilai yang sama, yaitu 1,835487
persen, cateris paribus.
Pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak yang sangat signifikan
terhadap pengangguran dapat dijelaskan secara sederhana. Pada saat
pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami pertumbuhan dengan laju
positif dan mempunyai tren yang terus menerus, maka hal itu berarti
pendapatan dari masyarakat suatu negara bisa dipastikan akan meningkat
dikarenakan banyaknya lapangan pekerjaan. Akan tetapi, dikarenakan
75
pengangguran yang dimaksud di sini adalah pengangguran terbuka, maka
kenaikan pada pertumbuhan ekonomi menyebabkan laju yang searah, yaitu
menaiknya nilai dari
pengangguran. Hal ini bisa dijelaskan karena
naiknya nilai pertumbuhan ekonomi itu hanya dinikmati oleh sebagian
masyarakat saja, tidak dinikmati oleh seluruh masyakarat suatu negara.
Dalam konteks Indonesia, ternyata pada saat naiknya pertumbuhan
ekonomi, maka akan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran. Dengan
alasan di atas, yaitu bahwa naiknya pertumbuhan ekonomi itu tidak
dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 1998 sampai
dengan tahun 2008. Penyebaran yang tidak merata dari pertumbuhan
ekonomi tersebut menyebabkan tidak diimbanginya dengan turunnya
pengangguran di Indonesia.
Pada saat naiknya pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan
naiknya jumlah pengangguran, alasan yang lain yaitu dimana pertumbuhan
ekonomi itu ditandai dengan banyak berdirinya perusahaan yang bisa
menyerap
tenaga
kerja.
Namun
sebaliknya,
di
lapangan
angka
pengangguran juga terus bertambah. Beberapa faktor yang menyebabkan
angka pengangguran naik, diantaranya pertumbuhan ekonomi lebih
dipengaruhi industri padat modal yang banyak menggunakan teknologi. Itu
tidak banyak menyerap tenaga kerja karena lebih mengandalkan pada
tenaga mesin atau teknologi.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian data yang dilakukan
secara statistic, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat pengaruh antara inflasi dengan tingkat pengangguran di
Indonesia periode tahun 1988-2008. Dari data yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) terlihat bahwa Indonesia inflasi tidak selalu
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran.
Artinya, hubungan yang digambarkan oleh Kurva Phillips tidak selalu
berlaku bagi Indonesia.
2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pertumbuhan
ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia periode tahun 1988-2008.
Hal ini disebabkan karena walaupun pertumbuhan ekonomi terus
mengalami peningkatan akan tetapi tingkat pengangguran tidak mengalami
penurunan yang berarti.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka penulis
mencoba mengungkapkan beberapa implikasi, diantaranya adalah sebagai
berikut :
77
1. Kecilnya peran pengangguran dalam mempengaruhi terjadinya tingkat
inflasi membuat pemerintah bisa saja menyampingkan efek naik atau
turunnya pengangguran terhadap inflasi, karena itu pemerintah bisa lebih
mengkonsentrasikan cara untuk menstabilkan tingkat inflasi yang terjadi di
Indonesia. Masalah pengangguran bukanlah masalah sepele yang bisa
diabaikan oleh pemerintah, namun pemerintah tidak perlu lagi mengaitkan
inflasi dengan pengangguran seperti yang disimpulkan AW Phillips bagi
pembuat keputusan. Pemecahan masalah pengangguran menjadi sektor
yang harus dibenahi secara terpisah dengan inflasi.
2. Untuk mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan bermakna, pemerintah
harus mampu membuat kebijakan dan dilakukan secara konsisten untuk
meningkatkan kinerja sektor riil dan industri seperti pertanian, kehutanan,
serta industri manufacture dan kebijakan
tersebut mengacu pada
pemerataan pendapatan.
3. Pemerintah perlu merangsang terciptanya lapangan pekerjaan baru,
seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap usaha kecil dan menengah
(UKM) karena pada sektor itulah orang yang menganggur banyak bekerja.
UKM dapat menyerap banyak tenaga kerja apabila dikembangkan dengan
baik dan juga didukung oleh pemerintah.
78
DAFTAR PUSTAKA
Aris, Ananta.” Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Jakarta, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1990.
Arfida.” Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003.
Arsyad.”Lincolin.Ekonomi pembangunan”, Yogyakarta, Bagian penerbitan
Sekolah Tinggi.
Arikunto, Suharsimi.” Prosedur Penelitian”, Jakarta, PT. Asdi Mahasatya, 2002,
cet ke-12.
Asfia, Murni.” Ekonomi Makro”.Bandung ,PT. Refika Aditama, 2006.
Azwar, Saifudin.” Metode penelitian”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2001.
Badan Pusat Statistik (1988-2008), Indikator Ekonomi”, Jakarta, BPS
Bank Indonesia (1988-2008), Buku Laporan Perekonomian Indonesia”, Jakarta,
BI.
Bellante Don Mark Jackson. Ekonomi Ketenagakerjaan”, Jakarta, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1990.
Boediono.” Indonesia Mau Kemana”, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia,
Juni 2009.
Boediono.”Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi no.2”,
Yogyakarta, BPFE, 1985.cet ke -4.
Boediono.”Teori Pertumbuhan Ekonomi,Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi
No.4.Yogyakarta ,BPFE, 1992.
Dornbusch, Rudiger. Stanley Fischer.” Makro Ekonomi”, Jakarta, Erlangga,1992.
Gujarati, Damodar.” Ekonometrika Dasar”, Jakarta, Erlangga, 1999.
Ghozali, Imam.” Aplikasi Analisi Multivariate Dengan Program SPSS”,
Semarang, Universitas Diponegoro, 2005. Edisi 3
Gregory.N, Mankiw.” Teori Makroekonomi Edisi Kelima”, Jakarta, Erlangga,
2003.
Hamid, Abdul.”Metode Penulisan Skripsi”, Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah, 2009.
79
Hill, MCGraw.” Economics, 12th Edition”, Jakarta, Erlangga, 1985.
Indriani,Rosi.” Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di
indonesia”, Jakarta, FE Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, 2006.
Insukindro.” Model Pelatihan Ekonometrika”, UGM, 2003
Irawan, Ferry.” Kebijakan Moneter, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi”, 2005.
Jhingan, M. L.” Ekonomi pembangunan dan perencanaan”, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2004,cet ke 10.
Kharie, Latif.” Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Kemiskinan di Indonesia”,
2007.
Muana, Nanga.” Makroekonomi teori, masalah dan kebijakan, edisi perdana”,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2001.
Mankiw N Gregory.”Pengantar Ekonomi Makro”, Jakarta, Salemba Empat, 2006,
Edisi. 3.
Nando.” Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran Sebelum dan Pada Masa
Krisis di Indonesia”, 2005.
Nikensari, Sri Indah.” Dampak Struktural Dari Pertumbuhan Sektor Industri dan
Perdagangan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia”, 2001.
Nopirin.” Ekonomi Moneter”, Yogyakarta, BPFE,1988.
Mulyadi.” Ekonomi SDM Dalam Perspektif Pembangunan”,Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada,2003.
Prathama, Ragarja.” Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan
Makroekonomi) Edisi Ketiga”, Jakarta, Lembaga Penerbit Fakltas
Ekonomi Universitas Indonesia,2008.
Setyawan, A, Anton.” Foreign Direci Investment (FDI), Kebijakan Industri, dan
Masalah Pengangguran”, Studi Empiriik Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol.9, No 1, Juni 2008, hal.107-119.
Simanjuntak.” Pengantar Ekonomi SDM”, Jakarata, LPFE UI, 1985.
Sukirno, Sadono.” Pengantar Teori Makroekonomi”, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1994, cet ke-2.
Sukirno, Sadono.” Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan”, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006, Cet ke-2.
80
Sukirno, Sadono.”Makroekonomi Modern”, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2000.
Suryana.” Ekonomi Pembangunan
Jakarta:Salemba Empat, 2000.
Problematika
dan
Pendekatan”,
Soesastro, Hadi.” Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia”, Jakarta,
Erlangga, 2005.
Roeslan, Zaris.” Prespektif Daerah dalam Pembangunan Nasional”, Jakarta,
LPFE UI,1987.
Wasana, Jaka.” Sumber Daya Manusia”, Jakarta, Erlangga,1985
81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
82
DATA TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA TAHUN 1988-2008
No
.
Tingkat
Tahun
Pengangguran
(%)
1.
1988
2,81
2.
1989
2,75
3.
1990
2,72
4.
1991
2,60
5.
1992
2,71
6.
1993
2,76
7.
1994
4,36
8.
1995
7,24
9.
1996
4,89
10
1997
4,68
11.
1998
5,47
12.
1999
6,36
13.
2000
6,08
14.
2001
8,10
15.
2002
9,06
16.
2003
9,50
17.
2004
9,86
18.
2005
10,26
19.
2006
10,27
20.
2007
10,77
21.
2008
9,69
83
DATA PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1988-2008
No
.
PDB
Pertumbuhan
(000.000.000 Rp)
Ekonomi(%)
Tahun
1.
1988
99.936.0
5,7
2.
1989
107.522.8
7,5
3.
1990
115.110.0
7,4
4.
1991
122.727.0
6,6
5.
1992
131.184.8
6,1
6.
1993
139.707.0
6,5
7.
1994
150.156.6
7,5
8.
1995
150.240.8
8,1
9.
1996
175.302.0
7,8
10
1997
183.541.2
4,7
11.
1998
159.448.2
-13,1
12.
1999
160.709.2
0,79
13.
2000
168.616.6
4,92
14.
2001
174.435.9
3,44
15.
2002
180.785.0
3,66
16.
2003
188.930.1
4,10
17.
2004
203.531.2
5,1
18.
2005
215.117.4
5,6
19.
2006
226.950.9
5,5
20.
2007
241.350.9
6,3
21.
2008
255.847.8
6,1
84
DATA INFLASI DI INDONESIA TAHUN 1988-2008
Indek Harga
No
Tahun
Konsumen (%)
Inflasi(%)
1.
1988
290.32
9,53
2.
1989
99.80
9,52
3.
1990
109.58
4,49
4.
1991
114.56
9,77
5.
1992
126.39
9,42
6.
1993
136.76
8,64
7.
1994
150.63
6,47
8.
1995
159.44
11,05
9.
1996
177.05
77,54
10
1997
167.21
2,01
11.
1998
169.90
9,35
12.
1999
185.40
12,55
13.
2000
209.32
10,03
14.
2001
231.26
5,16
15.
2002
243.58
6,40
16.
2003
98.77
5,16
17.
2004
116.89
6,40
18.
2005
136.86
17,11
19.
2006
145.89
6,60
20.
2007
155.50
6,59
21.
2008
155.44
11,06
.
85
Dependent Variable: LUNP
Method: Least Squares
Date: 12/08/10 Time: 18:06
Sample: 1988 2008
Included observations: 21
Variable
Coefficient
C
-21.42868
LINF
LPE
Std. Error
t-Statistic
Prob.
2.661675 -8.050825
0.0000
0.220050
0.188622
1.166620
0.2586
1.835487
0.210386
8.724360
0.0000
R-squared
0.813426
Mean dependent var
1.718612
Adjusted R-squared
0.792695
S.D. dependent var
0.536240
S.E. of regression
0.244154
Akaike info criterion
0.149529
Sum squared resid
1.073002
Schwarz criterion
0.298747
Log likelihood
1.429942
Hannan-Quinn criter. 0.181913
F-statistic
39.23816
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.000000
1.203118
86
AUTOKORELASI
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
2.295129
Prob. F(2,16)
0.1329
Obs*R-squared
4.681603
Prob. Chi-Square(2)
0.0963
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 12/08/10 Time: 18:07
Sample: 1988 2008
Included observations: 21
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.113211
2.578807
0.043900
0.9655
LINF
-0.009985
0.182600 -0.054681
0.9571
LPE
-0.005366
0.210986 -0.025434
0.9800
RESID(-1)
0.507934
0.247921
2.048777
0.0573
RESID(-2)
-0.321164
0.262928 -1.221489
0.2396
R-squared
0.222933
Mean dependent var -5.00E-16
Adjusted R-squared
0.028667
S.D. dependent var
0.231625
S.E. of regression
0.228281
Akaike info criterion
0.087776
Sum squared resid
0.833794
Schwarz criterion
0.336472
Log likelihood
4.078350
Hannan-Quinn criter. 0.141750
F-statistic
1.147565
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.370043
1.771009
87
NORMALITAS
5
Series: Residuals
Sample 1988 2008
Observations 21
4
3
2
1
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-5.00e-16
0.009788
0.413288
-0.400970
0.231625
-0.129484
2.190823
Jarque-Bera
Probability
0.631603
0.729204
0
-0.4
-0.2
-0.0
0.2
0.4
88
HETEROSKEDASTISITAS
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
0.745774
Prob. F(5,15)
0.6015
Obs*R-squared
4.181048
Prob. Chi-Square(5)
0.5237
Scaled explained SS
1.828978
Prob. Chi-Square(5)
0.8723
Std. Error
Prob.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 12/08/10 Time: 18:08
Sample: 1988 2008
Included observations: 21
Variable
Coefficient
C
-53.82408
LINF
2.406777
LINF^2
t-Statistic
31.94419 -1.684941
0.1127
3.292237
0.731046
0.4760
-0.031969
0.185532 -0.172312
0.8655
LINF*LPE
-0.179319
0.184951 -0.969546
0.3476
LPE
8.001734
5.058862
1.581726
0.1346
LPE^2
-0.295808
0.200362 -1.476370
0.1605
R-squared
0.199098
Mean dependent var
0.051095
Adjusted R-squared -0.067870
S.D. dependent var
0.057135
S.E. of regression
0.059042
Akaike info criterion -2.586190
Sum squared resid
0.052289
Schwarz criterion
Log likelihood
33.15500
Hannan-Quinn criter. -2.521422
F-statistic
0.745774
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.601523
-2.287755
2.133447
89
LINEARITAS
Ramsey RESET Test:
F-statistic
2.297444
Prob. F(2,16)
0.1327
Log likelihood ratio
5.301538
Prob. Chi-Square(2)
0.0706
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
165.0032
93.52680
1.764235
0.0968
LINF
-1.693938
0.962526 -1.759887
0.0975
LPE
-13.75826
7.822328 -1.758844
0.0977
FITTED^2
5.372106
2.614355
2.054849
0.0566
FITTED^3
-1.067680
0.508901 -2.098010
0.0521
Test Equation:
Dependent Variable: LUNP
Method: Least Squares
Date: 11/21/10 Time: 16:38
Sample: 1988 2008
Included observations: 21
Variable
R-squared
0.855052
Mean dependent var
1.718612
Adjusted R-squared
0.818815
S.D. dependent var
0.536240
S.E. of regression
0.228255
Akaike info criterion
0.087551
Sum squared resid
0.833606
Schwarz criterion
0.336247
Log likelihood
4.080711
Hannan-Quinn criter. 0.141525
F-statistic
23.59610
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.000002
1.795967
90
MULTIKOLIENARITAS
LIHK
LIHK
LPDB
1.000000 0.42277
LPDB 0.42277
1.000000
91
Download