SKRIPSI PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1988 - 2008 Disusun Oleh: Fatmi Ratna Ningsih 106084003633 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M 1 SKRIPSI PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1988 - 2008 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Disusun Oleh: Fatmi Ratna Ningsih 106084003633 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M 2 PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA TAHUN 1988-2008 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Fatmi Ratna Ningsih 106084003633 Dibawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Abbas Ghozali, Ph.D NIP. 196101151987031001 Fahmi Wibawa,SE,MBA JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M 3 Hari ini Senin Tanggal 30 Bulan Agustus Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Fatmi Ratna Ningsih dengan NIM: 106084003633 dengan judul Skripsi "PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA TAHUN 1988-2008". Memperhatikan hasil dan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ihnu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, 30 Agustus 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif Drs. Lukman. M.Si Ketua Utami Baroroh. M.Si. Sekretaris Prof.Dr. Ahmad Rodoni Penguji Ahli 4 Hari ini Kamis Tanggal 16 Desember Dua Ribu Sepuluh dilakukan Ujian Skripsi atas nama Fatmi Ratna Ningsih NIM : 106084003633 dengan judul Skripsi “PENGARUH INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1988-2008”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlansung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 16 Desember 2010 Tim Penguji Ujian Skripsi Abbas Ghozali, Ph.D Ketua Fahmi Wibawa, SE., MBA Sekretaris Dr. Yahya Hamja, MM Penguji Ahli Lukman, M.Si Penguji II Zuhairan Y Yunan, SE., MSc Penguji Seminar Proposal 5 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Fatmi Ratna Ningsih Nim : 106084003633 Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan/IESP Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan merupakan rekapitulasi maupun saduran hasil karya atau penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat rekapitulasi maka skripsi ini dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi hari menjadi tanggung jawab saya. Jakarta, 09 Desember 2010 (Fatmi Ratna Ningsih) 6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Fatmi Ratna Ningsih Tempat/Tgl. Lahir : Sukabumi, 10 April 1988 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jl. Semanggi 2 Rt 002 Rw 03 No 67 Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur. Nomor Telepon : 085691416964 Pendidikan : 2006-2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Jurusan IESP 2002-2005 MAN 1 Cibadak 1999-2002 MTS Yasti 1 Cisaat 1993-1999 SD Negeri IV Karangtengah i ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran di Indonesia, (faktor-faktor tersebut adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi). Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dilakukan dengan menggunakan 21 data pada tahun 1988-2008. Hasil penelitian menunjukkan hanya variabel pertumbuhan ekonomi saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengangguran dengan probabilitas 0,0000 Sedangkan inflasi tidak berpengaruh terhadap pengangguran dengan probabilitas 0,2586. Kata kunci : inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. ii ABSTRACT This is the objective research to analyze factors which influence unemployment in Indonesia. Those factors are inflation and economy development. This research using multiple regression and then with analysis ordinary least square (OLS) method since 1988 until 2008. Based on the results test, only economy development variable that significantly influence the probability of unemployment by 0,0000, while inflation has not effect on unemployment with probability 0,2586. Keymwrd : inflation,economy development and unemployee iii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil „alamin, wasshalatu wassalamu „ala ashrafil anbiya‟i wal mursalin, wal „aqibatu lil muttaqin, wala „udwaana illa „aladzalimin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Dan tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Adapun judul skripsi yang penulis ambil adalah “Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran DI Indonesia tahun 1988-2008”. Apresiasi dan terimakasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada : 1. Ayahanda Drs. Nanang Abdul Fatah, M.Ag dan Ibunda E.Nurhayati, yang kasih sayanganya kepada peneliti tidak terbatas, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs.Lukman, M.SI selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. 4. Bapak Abbas Ghozali,Ph.D dan Bapak Fahmi Wibawa, SE,MBA yang telah memberikan pengarahan dan meluangkan waktunya untuk penyelesaian skripsi ini. iv 5. Kakanda tercinta : Ismat, Aksan, Yosi dan adik tercinta Ruslan dan Ramdan tempat berkeluh kesah dan sumber inspirasi serta semangat, bagian kehidupan yang tak tergantikan. 6. Yusuf Suryana yang setia menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan semangat, bagian kehidupan yang selalu menyenangkan. 7. Ka Sugih, terimakasih banyak atas segala bantuannya sehingga memudahkan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Keluarga Besar Kost Cantik, yang menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih khususnya kepada Lela, Ima, Dilas, Resna, Zee, Uwi, Anis, Leni, Tika, Maya, Fani, Mput, Iceh, Ewi, Lis yang memberikan suport dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa IESP Angkatan 2006 10. Power-ranger girls : Isti, Uwi, Veby, dan Asri, terimakasih untuk persahabatan yang luar biasa, 4 tahun lebih dalam tangis dan tawa bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berharga dan takan terlupa. 11. Rekan Penelitian : Zahra, Ria, Emil,May, Tria yang menjadi tempat keluh kesah penenulis. Makasih buat tawa bersama nya. 12. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan Skripsi. Penulis berharap skripsi ini menjadi kontribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapakan. Ciputat, Desember 2010 Fatmi Ratna Ningsih 106084003633 v DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... i ABSTRAK ......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTA ISI......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Perumusan Masalah .................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8 BAB II LANDASAN TEORI....................................................................... 10 A. Pengertian Ketenagakerjaan ........................................................ 10 1. Pengertian Tenaga Kerja ....................................................... 10 2. Teori Permintaan Tenaga Kerja ............................................ 11 3. Teori Penawaran Tenaga Kerja ............................................. 12 4. Interaksi Antara Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja .. 13 5. Pengangguran ........................................................................ 15 B. Pengertian Inflasi ........................................................................ 20 1. Teori Inflasi ........................................................................... 22 vi 2. Indikator Inflasi ..................................................................... 23 3. Jenis-jenis Inflasi ................................................................... 25 4. Inflasi Berdasarkan Parah Tidaknya ..................................... 26 5. Dampak Inflasi ...................................................................... 27 6. Hubungan Inflasi Dengan Pengangguran.............................. 28 C. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 31 1. Proses Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 32 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 34 3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran 39 D. Penelitian Terdahulu ................................................................... 39 E. Kerangka Pemikiran .................................................................... 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 50 A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 50 B. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 50 C. Metode Analisis .......................................................................... 51 1. Uji Asumsi Klasik ................................................................. 52 a. Uji Normalitas ................................................................. 52 b. Uji Multikoliniaritas ............................................................... 53 c. Uji Autokorelasi....................................................................... 53 d. Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 54 2. Pengujian Statistik................................................................. 55 a. Uji t .......................................................................................... 55 b. Uji F ......................................................................................... 55 c. Koefisien Determinasi (R2) ...................................................... 56 vii D. Operasional Variabel Penelitian .................................................. 56 1. Variabel Bebas (Independent Variables) .............................. 56 2. Variabel Terikat (Dependent Variables) ............................... 57 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 58 A. Analisis Deskriftip ...................................................................... 58 1. Tingkat Pengangguran ......................................................... 58 2. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................ 60 3. Inflasi..................................................................................... 63 B. Analisis Dan Pembahasan ........................................................... 65 1. Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................... 65 2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) ............. 70 3. Uji Statistik ............................................................................. 71 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 77 A. Kesimpulan ................................................................................. 77 B. Implikasi ...................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 79 LAMPIRAN viii DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Hal Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 44 Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi ................................................................ 62 Tabel 4.2 Inflasi........................................................................................... 64 Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas .......................................................... 67 Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi................................................................. 68 Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 69 Tabel 4.6 Hasil Regresi Metode OLS ......................................................... 70 ix DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Hal Gambar 2.1 Permintaan dan penawaran tenaga ............................................ 14 Gambar 2.2 Inflasi dan Permintaan................................................................. 25 Gambar 2.3 Inflasi Dorongan Biaya ............................................................... 26 Gambar 2.4 Kurva Phillips ............................................................................. 30 Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran .................................................................... 48 Gambar 4.1 Tingkat Pengangguran Tahun 1988-1997 ................................... 59 Gambar 4.2 Tingkat Pengangguran Tahun 1998-2008 ................................... 60 Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas ................................................................... 66 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus (Boediono, 1989:155). Pembicaraan mengenai inflasi mulai sangat popular di Indonesia ketika laju inflasi demikian tingginya hingga mencapai 650 persen pada pertengahan dasawarsa 1960-an. Tingginya inflasi tersebut dengan berbagai implikasi negatifnya telah menyebabkan pemerintah memberikan perhatian yang khusus terhadap laju inflasi. Dengan kebijaksanaan makro ekonomi yang diarahkan pada penekanan laju inflasi maka memasuki tahun 1980-an laju inflasi telah mulai dapat ditekan. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya laju inflasi di Indonesia tidak pernah lagi mengalami inflasi yang double-digit. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu tolak ukur bagi keberhasilan pembangunan suatu negara, khususnya di bidang ekonomi. Suatu negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan terus-menerus tiap tahunnya akan memajukan pembangunan di negara tersebut. Dalam ekonomi makro dijelaskan keadaan ekonomi suatu negara secara menyeluruh berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan GDP). Keberhasilan pembangunan suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, naik turunnya ekonomi tentunya akan mempengaruhi beberapa 1 sektor. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi yang meningkat tentu akan meningkatkan pendapatan per kapita sehingga dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga. Selain itu, pertumbuhan ekonomi meningkat akan meningkatkan pula investasi sehingga terjadi pembangunan diberbagai daerah. Pengangguran merupakan masalah bagi semua negara di dunia. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi akan menganggu stabilitas nasional setiap negara. Sehingga setiap negara berusaha untuk mempertahankan tingkat pengangguran pada tingkat yang wajar. Dalam teori makro ekonomi, masalah pengangguran dibahas pada pasar tenaga kerja (Labour Market) yang juga dihubungkan dengan keseimbangan antara tingkat upah dan tenaga kerja. Secara umum, kondisi perekonomian Indonesia tahun 2004 mengalami perkembangan yang lebih baik. Kegiatan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi pascakrisis ekonomi, yaitu sebesar 5,1 persen, yang diikuti dengan perbaikan pola ekspansi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut didukung dan dicapai dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga. Perkembangan inflasi pada tahun 2004 lebih tinggi dibandingkan tahun 2003, tetapi tingkat inflasi relatif terkendali pada tingkat 6,4 persen, atau masih dalam kisaran 5,5 persen. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi belum dapat memperbaiki tingkat pengangguran. Selama 2004, tingkat pengangguran mencapai 9,86 persen, relatif tidak berubah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 9,50 persen. Kondisi pengangguran yang tidak menunjukkan perbaikan 2 tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang terjadi disektor riil. Ketersediaan lapangan kerja yang lebih kecil dari jumlah pencari kerja didorong oleh kegiatan sektor produksi yang kurang memadai bagi penciptaan lapangan kerja (Laporan Perekonomian Indonesia, 2004). Secara keseluruhan, kinerja perekonomian Indonesia di 2005 tumbuh sebesar 5,6 persen, terutama ditopang oleh pertumbuhan permintaan domestik yang relatif tinggi. Meskipun lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 sebesar 5,1 persen. Inflasi mengalami peningkatan tinggi mencapai 17,1 persen, terutama sejak kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005. Kenaikan inflasi yang sangat tajam didorong oleh kenaikan harga BBM dan kenaikan harga yang diatur pemerintah khususnya tarif angkutan. Disamping menyebabkan tingginya ekspektasi inflasi, kenaikan harga dan kelangkaan BBM telah pula menyebabkan kenaikan harga yang tinggi pada kelompok bahan makanan yang bersifat fluktuatif akibat kelangkaan pasokan dan gangguan distribusi di berbagai daerah. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, kondisi ketenagakerjaan di 2005 belum membaik. Hal ini antara lain tercermin dari tingkat pengangguran yaitu mencapai 10,26 persen. (Laporan Perekonomian Indonesia, 2005). Pada tahun 2006 inflasi mengalami penurunan sebesar 6,60 persen, dengan perkembangan tersebut maka perekonomian tumbuh dalam tren membaik sehingga untuk keseluruhan 2006 pertumbuhan mencapai 5,5 persen, sedikit lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Berdasarkan 3 sektornya, pertumbuhan ekonomi 2006 terutama dipengaruhi meningkatnya pertumbuhan pada sektor primer, seperti sektor pertanian, dan sektor tersier, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi. Perekonomian yang belum diimbangi peningkatan kapasitas produksi secara signifikan mengakibatkan pengaruh pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi tingkat pengangguran menjadi terbatas. Tingkat pengangguran menjadi 10,27 persen, namun demikian jumlah pengangguran ini masih relatif lebih tinggi dibanding periode sebelum krisis yang rata-rata mencapai 5,5 persen. (Laporan Perekonomian Indonesia, 2006). Pada tahun 2007, Inflasi tercatat sebesar 6,59 persen, atau berada dalam kisaran yang ditetapkan pemerintah yakni 6,0 persen. Secara keseluruhan, perkembangan inflasi pada tahun laporan dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor, baik fundamental maupun nonfundamental. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007 mencapai 6,3 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5,5 persen. pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan pada tahun 2007 diiringi oleh penyerapan jumlah tenaga kerja yang lebih tinggi yang berdampak pada penurunan angka pengangguran. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja mendorong tren penurunan persentase tingkat pengangguran menjadi 9,10 persen. Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan sampai dengan Agustus 2008. Sementara itu, tingkat pengangguran mencapai 10.77 persen. (Laporan Perekonomian Indonesia, 2007). 4 Perekonomian Indonesia tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan yang cukup baik ditengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1 persen, pada 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,3 persen. Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama didukung oleh konsumsi dan ekspor. Disisi harga, tekanan inflasi di Indonesia yang sampai dengan triwulan III-2008 masih tinggi, mulai menurun pada triwulan IV-2008 terutama dipicu oleh kenaikan harga komoditas internasional terutama minyak dan pangan. Inflasi pada tahun 2008 mencapai 11,06 persen. Sementara itu tingkat pengangguran pada tahun 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu mencapai 8.39 persen. (Laporan Perekonomian Indonesia, 2008). Berdasarkan laporan perekonomian Indonesia yang telah dijelaskan di atas maka tingkat pengangguran menggambarkan perkembangan pengangguran tiap tahun dari suatu negara. Masalah pengangguran, merupakan masalah yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Akan tetapi, masalah pengangguran juga berhubungan dengan bidang sosial dan pendidikan. Dulu, orang yang menganggur dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Akan tetapi, di zaman sekarang tidak hanya orang dengan pendidikan yang rendah yang menganggur, orang dengan tingkat pendidikan yang tinggi pula banyak yang menganggur. Hal ini tentunya memperlihatkan tingginya jumlah penduduk dengan sedikitnya lapangan pekerjaan atau penawaran tenaga kerja di Indonesia. 5 Masalah pengangguran penting untuk dianalisa karena pengangguran ini akan menimbulkan gejolak sosial politik yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara. Pengangguran dapat menurunkan daya beli masyarakat, karena orang yang menganggur berarti tidak berpenghasilan dan bekerja tidak penuh. Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terdadap pengangguran telah banyak dilakukan, namun penelitian ini tetap penting dilakukan karena pengangguran perlu diperhatikan mengingat dampaknya yang sangat luas bagi perekonomian suatu negara. Penelitian dari Nando (2005) menyatakan bahwa hasil analisis yang menggunakan metode koefisien korelasi momen-hasilkali pearson atau disebut dengan koefisien korelasi menunjukan bahwa perhitungan antara laju inflasi dengan tingkat pengangguran pada masa sebelum krisis dan pada masa setelah krisis yaitu Z hitung lebih besar dengan Z tabel maka Ho diterima artinya, tidak ada hubungan antara laju inflasi dengan tingkat pengangguran. Penelitian Indriani (2006) menyatakan dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial untuk menguji signifikansi pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran diperoleh hasil hubungan negatif. Artinya bahwa setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat pengangguran, ataupun sebaliknya. Oleh karena itu, dengan berbagai gambaran di atas, maka penulis ingin meneliti mengenai keadaan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran di Indonesia. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis memilih judul 6 sebagai berikut : “Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008”. Adapun perbedaannya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Nando, dimana penelitian mereka tidak memasukan variabel pertumbuhan ekonomi. Maka dalam penelitian ini penggunaan pertumbuhan ekonomi dianggap penting dalam pencapaian sasaran pengangguran karena pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. 2. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Indriani, dimana penelitian mereka tidak memasukan variabel inflasi. Maka dalam penelitian ini penggunaan inflasi dianggap penting dalam pencapaian sasaran pengangguran karena inflasi memepengaruhi keadaan perekonomian yang tidak menguntungkan dalam suatu negara. 3. Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian di Indonesia dengan tahun pengamatan 1988-2008 dan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan metode OLS. Pemilihan metode ini adalah untuk melihat seberapa jauh variasi perubahan variabel pengangguran mampu dijelaskan oleh variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. B. Perumusan Masalah Masalah pengangguran masih menjadi salah satu masalah utama dalam perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Berbagai upaya 7 dan kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran tersebut. Dikaitkan dengan kondisi Indonesia, permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana sifat dan signifikansi dalam variabelvariabel ekonomi makro yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Dengan demikian peneliti mencoba melihat : 1. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008. 2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008. 2. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia periode tahun 1988 sampai dengan tahun 2008. D. Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi dunia akademis hasil penelitian dapat dipakai sebagai bahan referensi perpustakaan, untuk referensi perbandingan terhadap objek penelitian yang sama khususnya tentang pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran. 8 2. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan agar lebih peduli dengan masalah pengangguran dan juga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan. 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian ketenagakerjaan 1. Pengertian tenaga kerja Tenaga kerja adalah bagian penduduk yang mampu bekerja memproduksi barang dan jasa. Perserikatan bangsa-bangsa menggolongkan penduduk usia 15-64 tahun sebagai tenaga kerja. Indonesia menggolongkan penduduk usia 10 tahun ke atas sebagai tenaga kerja, dengan alasan terdapat banyak penduduk usia 10-14 tahun ke atas yang bekerja (Ananta, 1990:124 ). Tenaga kerja (employed) juga diartikan sebagai orang-orang yang bekerja di bidang manapun dengan diberi bayaran (Wasana, 1985:268). Namun, tidak semua penduduk yang mampu bekerja ini benar-benar mau bekerja. Mereka yang mau bekerja dinamakan angkatan kerja. Tenaga kerja yang tidak termasuk angkatan kerja disebut bukan angkatan kerja, yaitu mencakup mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga, penerima pendapatan, dan lain-lain. a. Angkatan kerja Angkatan kerja adalah penduduk yang belum bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan, (Simanjuntak, 1985:215). Selain itu, angkatan kerja diartikan sebagai bagian dari 10 tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa (Mulyadi, 2003:88). b. Bukan angkatan kerja Kelompok ini bisa mencapai sekitar 35 persen dari jumlah penduduk. Mereka ini masih berada di bangku sekolah, menjaga rumah, pensiun, sakit parah sehingga tidak mampu bekerja, atau sudah menyerah dan tidak akan mencari pekerjaan lain (Simanjuntak, 1985:217). 2. Teori permintaan tenaga kerja Permintaan adalah suatu hubungan antar harga dan kuantitas. Apabila kita membicarakan permintaan akan suatu komoditi, merupakan hubungan antara harga dan kuantitas komoditi yang para pembeli bersedia untuk membelinya. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah (yang ditilik dari perspektif seorang majikan adalah harga tenagakerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan, dibeli). Secara khusus, suatu kurva permintaan menggambarkan jumlah maksimum yang dikehendaki seorang pembeli untuk membelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Bellante, 1990:23). a. Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek Fungsi produk memperlihatkan hubungan yang terjadi antara berbagai input faktor produksi dan output perusahaan. Dengan 11 tekonologi tertentu, semakin banyak input pekerja dan modal yang digunakan semakin besar output yang dihasilkan (Ananta, 1990:19). b. Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang Perbedaan antara permintaan terhadap pekerja dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah bahwa dalam jangka panjang semua input produksi dapat berubah. Dalam jangka pendek, yang bisa berubah hanya input yang menjadi fokus pembahasan. 3. Teori penawaran tenaga kerja Penawaran terhadap suatu barang merupakan hubungan antara harga dan jumlah barang yang disetujui oleh pensupply untuk ditawarkan. Penawaran terhadap pekerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk ditawarkan (Ananta,1990:27). Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada besarnya penduduk, persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja. Ketiga komponen tersebut tergantung pada upah pasar. a. Penawaran tenaga kerja dalam jangka pendek Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian tergantung pada jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Jadi, dari ketiga komponen tersebut jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan tergantung pada upah pasar (Arfida, 2003:110). 12 Jangka pendek dimaksudkan sebagai periode waktu dimana tidak mungkin dilakukan sejumlah penyesuaian dan sejumlah keadaan tidak dapat diubah. Penyesuaian jam kerja dan penyesuaian angkatan kerja yang akan dibahas adalah dari individu-individu dalam rumah tangga yang ada dengan ukuran jumlah tertentu. b. Penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang Dalam jangka pendek, individu diasumsikan tidak dapat mengubah modal manusianya. Individu hanya dapat menyesuaikan jam kerjanya. Dia tidak dapat meningkatkan keahliannya. Dalam jangka panjang, individu dapat mengubah modal manusianya. Usaha ini disebut investasi dalam modal manusia. Investasi ini berujud pengorbanan penggunaan waktu pasar untuk meningkatkan keahlian individu tersebut. Pengorbanan penggunaan waktu pasar berarti kesediaan mengalami penurunan jumlah komoditi pasar yang digunakan dalam proses produksi rumah tangganya. Dengan kata lain, investasi dalam modal manusia dapat mengurangi kepuasan dimasa kini, walaupun diharapkan dapat meningkatkan kepuasan dimasa depan (Ananta,1990:40). 4. Interaksi antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja Permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja pasar secara bersama menetukan suatu tingkat upah keseimbangan dan suatu penggunaan tenaga kerja keseimbangan. Apabila D dan S (gambar 2.1) 13 mewakili skedul permintaan dan penawaran semula, maka tingkat upah keseimbangan adalah We sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam keseimbanganadalah Ne yang ditentukan oleh interaksi permintaan D dan S. Dimana pada saat permintaan tenaga kerja naik akan membawa kenaikan ke D, maka terdapat kelebihan permintaan tenaga kerja Nd-Ne pada tingkat penggunaan tenaga kerja N* (Bellante,1990:131). Gambar 2.1 Permintaan dan penawaran tenaga kerja Sumber : Don Bellante Gerakan kenaikan tingkat upah mendorong meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia bahkan pada hakikatnya, tingkat upah itu harus naik untuk menghapus kelebihan permintaan yang ditentukan oleh tanggapan skedul penawaran tenaga kerja terhadap perubahan tingkat upah. Jadi, tingkat penggunaan tenaga kerja dalam keseimbangan secara bersama-sama ditentukan oleh keputusan rumah tangga maupun 14 perusahaan yang dimana kedua keputusan itu dipengaruhi oleh tingkat upah (Bellante,1990:132). 5. Pengangguran Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam indikator ketenagakerjaan, pengangguran merupakan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan rekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2003:150). Pengangguran (unemployment) merupakan kenyataan yang dihadapi tidak saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing countries), akan tetapi juga oleh negara-negara yang sudah maju (developed countries). Secara umum, pengangguran didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2001:253). Seseorang yang tidak bekerja, 15 tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai penganggur. Selain itu pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya (Sukirno, 2000:472). Untuk mengetahui besar kecilnya tingkat pengangguran dapat diamati melalui dua pendekatan antara lain sebagai berikut : a. Pendekatan Angkatan Kerja (Labor force apprpach) Besar kecilnya tingkat pengangguran dihitung berdasarkan presentase dari perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja. Tingkat pengangguran = jumlah yang menganggur x 100 % Jumlah angkatan kerja b. Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (Labor utilization approach). Untuk menentukan besar kecilnya tingkat pengangguran yang didasarkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja antara lain: 1) Bekerja penuh (employed) yaitu orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu. 2) Setengah menganggur (underemployed) yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh, artinya jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam (Murni, 2006:198). 16 1. Jenis-Jenis Pengangguran Menurut Case and Fair (2004:54) dalam bukunya Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis yaitu sebagai berikut : a. Pengangguran Friksional (frictional unemployment) Pengangguran Friksional adalah bagian pengangguran yang disebabkan oleh kerja normalnya pasar tenaga kerja. Istilah itu merujuk pada pencocokan pekerjaan atau keterampilan jangka pendek. Selain itu pengangguran Friksional juga merupakan jenis pengangguran yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan didalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi. Jenis pengangguran ini dapat pula terjadi karena berpindahnya orangorang dari satu daerah ke daerah lain, atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan akibanya harus mempunyai tenggang waktu dan berstatus sebagai penganggur sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain. b. Pengangguran musiman (seasonal unemployment) Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian. Yang dimaksud dengan pengangguran musiman yaitu pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu didalam satu tahun. Biasanya pengangguran seperti ini berlaku pada waktu dimana kegiatan bercocok tanam sedang menurun kesibukannya. Dengan demikian, jenis pengangguran ini terjadi untuk sementara waktu saja. 17 c. Pengangguran siklis (cyclical unemployment) Pengangguran siklis atau pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian. Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan-perusahaan harus mengurangi kegiatan memproduksinya. Dalam pelaksanaannya berarti jam kerja dikurangi, sebagian mesin produksi tidak digunakan, dan sebagian tenaga kerja diberhentikan. Dengan demikian, kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran. d. Pengangguran stuktural (struktural unemployment) Dikatakan pengangguran stuktural karena sifatnya yang mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini terjadi dalam perekonomian yang berkembang pesat. Makin tinggi dan rumitnya proses produksi atau teknologi produksi yang digunakan, menuntut persyaratan tenaga kerja yang juga makin tinggi. Dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dibanding pengangguran friksional. Selain membutuhkan pendanaan yang besar, juga waktu yang lama. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan pengangguran struktural yaitu sebagai akibat dari kemerosotan permintaan atau sebagai akibat dari semakin canggihnya teknik memproduksi. Faktor yang kedua memungkinkan suatu perusahaan menaikkan produksi dan pada waktu yang sama mengurangi pekerja. 18 2. Akibat-Akibat Buruk Pengangguran beberapa akibat buruk dari pengangguran dibedakan kepada dua aspek (Sukirno,2000:514) dimana dua aspek tersebut yaitu : a. Akibat buruk ke atas kegiatan perekonomian Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai pertumbuhan ekonomi yang teguh. Hal ini dapat dengan jelas dilihat dari memperlihatkan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya. 2) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang. Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah, dan dalam kegiatan ekonomi yang rendah pendapatan pajak pemerintah semakin sedikit. 3) Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor swasta. Yang pertama, pengangguran tenaga buruh diikuti pula oleh kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Kedua, pengangguran yang diakibatkan keuntungan kelesuan berkurang. kegiatan Keuntungan perusahaan yang rendah menyebabkan mengurangi keinginan untuk melakukan investasi. 19 b. Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat Pengangguran akan mempengaruhi kehidupan individu dan kestabilan sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang diakibatkan oleh pengangguran adalah : 1) Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencarian dan pendapatan. 2) Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan. Keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktek. 3) Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah. B. Pengertian Inflasi Angka inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi selalu menjadi pusat perhatian orang. Paling tidak turunnya angka inflasi mencerminkan gejolak ekonomi di suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi jelas merupakan hal yang sangat merugikan bagi perekonomian negara. Pengalaman menunjukkan bahwa dibelahan dunia ketiga, keadaan perekonomian yang tidak menguntungkan (buruk) telah memacu tingkat inflasi yang tinggi dan pada gilirannya akan menjadi malapetaka bagi masyarakat terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus (Boediono,1989:155). 20 Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Inflasi adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh tidak adanya keseimbangan antara permintaan akan barang-barang dan persediannya, yaitu permintaan melebihi persediaan dan semakin besar perbedaan itu semakin besar bahaya yang ditimbulkan oleh inflasi bagi kesehatan ekonomi (Soesastro,2005:56). Inflasi terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terusmenerus dan saling mempengaruhi. Inflasi juga dikatakan sebagai ukuran terbaik bagi perekonomian dalam suatu negara, tetapi bukan berarti jika suatu negara berada dalam kondisi inflasi yang tinggi maka negara tersebut sangat baik perekonomiannya dan masyarakatnya sejahtera secara keseluruhan. Pemahaman awal tentang inflasi lebih menekankan pada nilai uang. Keseluruhan tingkat harga dalam perekonomian dapat dipandang dari dua sisi, yaitu tingkat harga sebagai harga sejumlah barang dan jasa. Ketika tingkat harga naik maka orang harus membayar lebih untuk membeli barang dan jasa. Sebagai alternatif, kita memandang tingkat harga sebagai ukuran nilai uang. Kenaikan tingkat harga berarti nilai uang menjadi lebih rendah. Apabila hal ini diungkapkan secara matematis, maka anggaplah P sebagai tingkat harga yang diukur, misal oleh indeks harga konsumen atau deflator PDB. Maka, P mengukur jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli sejumlah barang dan jasa. Jika dibalik, maka jumlah barang dan jasa dapat diperoleh dengan $ 1 adalah 1/P. Dengan kata lain, bila P merupakan harga barang dan jasa yang 21 diukur dalam nilai uang, maka 1/P merupakan nilai uang yang diukur dalam barang dan jasa. Ini berarti ketika tingkat harga keseluruhan naik, maka nilai uang jatuh (Mankiw,2006:195). Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Pratama,2008:359), yaitu sebagai berikut: a. Kenaikan harga. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya. b. Bersifat umum. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik. c. Berlangsung terus-menerus. Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. 1. Teori Inflasi Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing teori ini menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori tersebut diantaranya yaitu : a. Teori Kuantitas Menurut teori ini inflasi terjadi karena adanya penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang giral atau kartal) tanpa diimbangi oleh penambahan arus barang dan jasa serta 22 harapan masyarakat mengenai kenaikan harga dimasa akan datang (Boediono,1985:169). b. Teori Keynes Menurut teori ini adalah inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (Boediono,1985:172). c. Teori Strukturalis Teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Karena struktur pertambahan produksi barang–barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya, adalah kenaikan harga–harga lain, sehingga terjadi inflasi. 2. Indikator Inflasi Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Prathama, 2008:367). Diantaranya yaitu : 23 a. Indeks harga konsumen (consumer price index atau CPI). Indeks harga konsumen atau disingkat IHK adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Dalam indeks harga konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen. b. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index) Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi. c. Indeks harga implicit (Gnp Deflator) Indeks harga implicit (Gnp Deflator) adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100. GNP Riil adalah nilai barang-barang dan jasajasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output dinilai dengan menggunakan harga tahun dasar (base year). d. Alternative dari indeks harga implicit Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa diatasi. Sebab prinsip dasar penghitungan inflasi berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan 24 tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi. 3. Jenis Inflasi Menurut Sebabnya Dilihat dari faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam ( Prathama, 2008:365) yaitu : a. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Secara grafik, demand-pull inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar sebagai berikut : Gambar 2.2 : inflasi dan permintaan Gambar. 2.2 Inflasi dan Permintaan Sumber : Ragarja Prathama 25 b. Inflasi dorongan biaya (cost-pust inflation) Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-side inflation) atau inflasi karena gunjangan penawaran (supply-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Secara grafik, supply-side inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva sebagai berikut: Gambar. 2.3 Inflasi dorongan biaya Sumber : Ragarja Prathama 4. Inflasi Berdasarkan Parah Tidaknya Berdasarkan parah tidaknya inflasi dibedakan menjadi 4 macam diantaranya : a. Inflasi ringan ( di bawah 10% setahun). 26 b. Inflasi sedang ( antara 10 – 30% setahun). c. Inflasi berat ( antara 30 – 100% setahun) d. Hiperinflasi ( di atas 100% setahun). Inflasi yang tinggi tidaklah baik karena sangat menyengsarakan masyarakat dalam suatu negara. Sebaliknya inflasi yang terlalu rendah juga sangat merugikan negara, maka dari itu kondisi inflasi yang wajarlah yang dapat memberikan keadaan positif bagi perekonomian suatu negara. Inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang akibat naiknya tingkat harga. Inflasi berpengaruh besar terhadap produksi maupun ekspor dan impor. Inflasi menyebabkan turunnya produksi, terutama produksi barang yang akan diekspor. Turunnya produksi ini disebabkan karena biaya produksi akan meningkat sehingga harga pokok dari hasil yang diproduksi juga meningkat. 5. Dampak Inflasi Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat yaitu sebagai berikut : a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. b. Inflasi dapat menyebabkan penurunan di dalam efisiensi ekonomi (economic efficiecy). 27 c. Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja (employment). d. Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unsable environment) bagi keputusan ekonomi. Adapun Dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat yaitu : 1) Memperburuk distribusi pendapatan Pada masa inflasi, nilai harta tetap seperti tanah atau bangunan mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada pendapatan, sedangkan masyarakat berpendapatan rendah yang biasanya tidak memiliki harta tetap tersebut akan mengalami kemerosotan nilai pendapatan riilnya. 2) Pendapatan riil merosot Sebagian besar tenaga kerja memiliki pendapatan nominal yang nilainya tetap. Dalam masa inflasi kenaikan harga barangbarang akan membuat pendapatan riil masyarakat menjadi turun. 6. Hubungan Inflasi dan Pengangguran Sejak lama ahli-ahli ekonomi telah menyadari bahwa apabila tingkat pengangguran rendah, masalah inflasi akan dihadapi. Makin rendah tingkat pengangguran, makin tinggi tingkat inflasi. Sebaliknya apabila terdapat masalah pengangguran yang serius, tingkat harga-harga adalah relatif stabil. Berarti tidak mudah untuk menciptakan penggunaan tenaga kerja penuh dan kestabilan harga secara serentak (Sukirno,2000:309). 28 Pada tahun 1958, AW Phillips, seorang Profesor di London School of Economics menulis artikel berdasarkan studi lapangan tentang adanya hubungan antara kenaikan tingkat upah dan pengangguran di Inggris pada tahun 1861-1957. Dari hasil studi ini maka diperoleh hubungan negatif antara presentase kenaikan upah dengan pengangguran. Kurva phillips juga digunakan untuk menggambarkan hubungan diantara tingkat kenaikan harga dengan tingkat pengangguran. ini berarti sifat perkaitan diantara inflasi harga dan tingkat pengangguran tidak berbeda dengan sifat hubungan diantara inflasi upah dan tingkat pengangguran seperti yang diterangkan diatas. Pada waktu pengangguran tinggi, kenaikan hargaharga relatif lambat, akan tetapi makin rendah pengangguran, makin tinggi tingkat inflasi yang berlaku. Kurva Phillips diperoleh semata-mata atas dasar studi empirik, tidak ada dasar teorinya. Lipsey pada tahun 1960 mencoba untuk mengisi dasar teorinya. Untuk tujuan ini Lipsey menggunakan sebagai dasar penjelasannya adalah teori pasar tenaga kerja. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat upah cenderung turun apabila terdapat pengangguran (kelebihan tenaga kerja) dan akan naik apabila terdapat kelebihan permintaan akan tenaga kerja. Dengan demikian, apabila dalam pasar terdapat kelebihan penawaran, ini akan tercermin pada banyaknya orang yang (menganggur) mencari pekerjaan (Nopirin,1987:37). Natural rate of unemployment ini digambarkan sebagai perpotongan antara kuva Phillips dengan sumbu horizontal (UN). Artinya, pada titik 29 perpotongan tersebut tingkat pengangguran berada dalam situasi dimana terdapat kestabilan upah (W=0). Seperti gambar berikut : Gambar. 2.4 Kurva Phillips Sumber : Nopirin Analisis Lipsey mengenai kurva Phillips dengan menggunakan teori pasar tenaga kerja mulai dengan dua pernyataan yaitu penawaran dan permintaan akan tenaga kerja menentukan tingkat upah, kedua tingkat/laju perubahan tingkat upah ditentukan oleh besarnya kelebihan permintaan (excess demand) akan tenaga kerja. Tingkat perubahan upah mempunyai hubungan searah (positif) dengan kelebihan permintaan. Makin besar kelebihan permintaan akan tenaga kerja tingkat perubahan upah juga makin besar. Sedangkan kelebihan permintaan mempunyai hubungan terbalik (negatif) dengan tingkat pengangguran. Makin besar kelebihan permintaan akan tenaga kerja, pengangguran cenderung makin kecil. 30 C. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Prof. Simon Kuznets dalam kuliahnya pada peringatan Nobel mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barangbarang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Menurut Zaris, (1987:82) pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan domestik regional bruto per kapita (PDRB per kapita). Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994:10). Menurut Suryana, (2000:5) Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya. Menurut Boediono, (1992:9) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi 3 aspek yaitu : 1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu. 31 2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. 3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output. 1. Proses Pertumbuhan Ekonomi Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal, usaha, teknologi, dan sebagainya (Jhingan, 2004:67). a. Faktor Ekonomi Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Beberapa faktor ekonomi tersebut diantaranya ; 1) Sumber Alam Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang penting antara lain minyak-minyak gas, hutan air dan bahan-bahan mineral lainnya. 2) Akumulasi Modal Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama 32 beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang ekonomi. 3) Organisasi Organisasi bersifat melengkapi dan membantu meningkatkan produktivitasnya. 4) Kemajuan teknologi Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru. 5) Pembagian kerja dan skala produksi Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri. b. Faktor Nonekonomi Faktor nonekonomi bersama-sama saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Oleh karena itu, faktor nonekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor nonekonomi diantaranya : 1) Faktor sosial Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial. 33 2) Faktor sumber daya manusia Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. 3) Faktor politik dan administratif Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang. Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak korup, dengan demikian amat penting bagi pertumbuhan ekonomi. 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori-teori pertumbuhan ahli ekonomi klasik Ahli-ahli ekonomi klasik, di dalam menganalisis masalahmasalah pembangunan, terutama ingin mengetahui tentang sebabsebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya. Beberapa ahli ekonomi klasik yang terkemuka untuk dibahas satu demi satu (Sukirno,2000:448-450). 1) Pandangan Adam Smith Smith mengemukakan beberapa pandangan mengenai beberapa faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Pandangannya yang pertama adalah peranan sistem pasar bebas, Smith berpendapat bahwa sistem mekanisme pasar akan mewujudkan kegiatan ekonomi yang efisien dan pertumbuhan ekonomi yang teguh. Kedua perluasan pasar. Perusahaanperusahaan melakukan kegiatan memproduksi dengan tujuan untuk 34 menjualnya kepada masyarakat dan mencari untung. Ketiga spesialisasi dan kemajuan teknologi. Perluasan pasar, dan perluasan ekonomi yang digalakkannya, akan memungkinkan dilakukan spesialisasi dalam kegiatan ekonomi. Seterusnya spesialisasi dan perluasaan kegiatan ekonomi akan menggalakkan perkembangan teknologi dan produktivitas meningkat. Kenaikan produktivitas akan menaikkan pendapatan pekerja dan kenaikan ini akan memperluas pasaran. 2) Pandangan Malthus dan Ricardo Tidak semua ahli ekonomi Klasik mempunyai pendapat yang positif mengenai prospek jangka panjang pertumbuhan ekonomi. Malthus dan Ricardo berpendapat bahwa proses pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan kembali ke tingkat subsisten. Jumlah penduduk atau tenaga kerja adalah berlebihan apabila dibandingkan dengan faktor produksi yang lain, pertambahan penduduk akan menurunkan produksi per kapita dan taraf kemakmuran masyarakat. Maka, pertambahan penduduk yang terus berlaku tanpa diikuti pertambahan sumber-sumber daya yang lain akan menyebabkan kemakmuran masyarakat mundur kembali ke tingkat subsisten. 3) Teori Schumpeter Pada permulaan abad ini berkembang pula suatu pemikiran baru mengenai sumber dari pertumbuhan ekonomi dan sebabnya konjungtur berlaku.Schumpeter menyatakan bahwa pertumbuhan 35 ekonomi tidak akan terjadi secara terus menerus tetapi mengalami keadaan dimana adakalanya berkembang dan pada lain mengalami kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi atau pembaruan dalam kegiatan mereka menghasilkan barang dan jasa. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan, dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi. 4) Teori Harrod-Domar Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis Keynes mengenai penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Untuk menunjukkan hubungan diantara analisis keynes dengan teori harrod-domar. Teori keynes pada hakikatnya menentukan menerangkan tingkat bahwa kegiatan perbelanjaan perekonomian. agregat akan Analisis yang dikembangkan oleh keynes menunjukkan bagaimana konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan akan menentukan tingkat pendapatan nasional. Analisis harrod-domar bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal dalam perekonomian akan bertambah. Seterusnya teori harroddomar dianalisis keadaan yang perlu wujud agar pada masa berikutnya barang-barang modal yang tersedia tersebut akan sepenuhnya digunakan. Sebagai jawaban tersebut menurut harrod-domar agar seluruh barang modal yang tersedia digunakan sepenuhnya, permintaan agregat haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas 36 barang-barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi di masa lalu. b. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Dalam analisis Neo-Klasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju pertumbuhan. Dengan demikian menurut teori NeoKlasik, sampai dimana perekonmian akan berkembang, tergantung kepada pertambahan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi (Jhingan,2004:265). Ahli ekonomi yang menjadi perintis mengembangan teori tersebut diantarnya : 1) Teori J.E.Meade Profesor J.E.Meade dari Universitas Cambridge membangun suatu model pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana bentuk paling sederhana dari sistem ekonomi klasik akan berperilaku selama proses pertumbuhan ekuilibrium. 2) Teori Solow Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw dan Gn tersebut timbul dari asumsi pokok mengenai proporsi produksi yang dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk mengganti buruh dengan modal. Jika asumsi itu dilepaskan, keseimbangan tajam antara Gw dan Gn juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu Solow membangun model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi produksi yang tetap. Dengan asumsi tersebut, Solow menunjukan dalam modelnya bahwa dengan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio modal 37 buruh akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, ke arah rasio keseimbangan. Untuk mengetahui maju tidaknya suatu perekonomian diperlukan adanya suatu alat pengukur yang tepat. Alat pengukur pertumbuhan perekonomian ada beberapa macam diantaranya : a. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. b. Produk Domestik Bruto per Kapita (Pendapatan per Kapita) Produk Domestik Bruto per Kapita merupakan jumlah PDB nasional dibagi dengan jumlah penduduk atau dapat disebut sebagai PDB rata-rata atau PDB per kepala. c. Pendapatan per jam kerja Pendapatan per jam kerja merupakan upah atau pendapatan yang dihasilkan per jam kerja. Biasanya suatu negara yang mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja lebih tinggi daripada di negara lain, boleh dikatakan negara yang bersangkutan lebih maju daripada negara yang satunya. Beberapa alat ukur pertumbuhan ekonomi di atas dipilih oleh suatu negara dengan keadaan ekonomi di negara tersebut. Peningkatan atau penurunan GDP ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor pertumbuhan ekonomi tersebut yaitu tenaga kerja, kapital, sumberdaya alam dan lingkungan, teknologi dan faktor sosial. 38 3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dapat dijelaskan dengan hukum okun (okun’s law), diambil dari nama Arthur Okun, ekonom yang pertama kali mempelajarinya (Demburg,1985:53). Yang menyatakan adanya pengaruh empiris antara pengangguran dengan output dalam siklus bisnis. Hasil studi empirisnya menunjukan bahwa penambahan 1 (satu) point pengangguran akan mengurangi GDP (Gross Domestik Product) sebesar 2 persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan juga sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Penurunan pengangguran memperlihatkan ketidakmerataan. Hal ini mengakibatkan konsekuensi distribusional. Pengangguran Berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi, sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin besarlah harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga kerja baru. D. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi penelitian yaitu sebagai berikut: Nikensari (2001) meneliti tentang dampak stuktur dari pertumbuhan ekonomi sektor industri dan perdagangan terhadap penyerapan tenaga kerja di 39 Indonesia. Variabel yang digunakan yaitu sektor industri, perdagangan dan ketenagakerjaan. Metode yang digunakan analisa Diskriptif dan analisa kuantitatif dengan menggunakan model analisa Computabel General Equilibrium (CGE) dan kalkulasi hukum Okun. Hal-hal yang akan dicari dalam analisa simulasi ini adalah proyeksi struktur dan besarnya penyerapan tenaga kerja tahun 2003-2007, yang diakibatkan oleh pertumbuhan sektor industri dan perdagangan serta sektorsektor lain, dengan mengacu pada prakiraan tingkat ratio antara inventory investment terhadap gross output tahun yang bersangkutan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, seiring dengan laju pertumbuhan PDB, maka kebutuhan tenaga kerja pertanian, tenaga kerja produksi, tenaga kerja operasional serta tenaga kerja profesional juga meningkat. Prosentase peningkatan tenaga kerja operasional dan profesional yang biasanya diisi oleh lulusan siswa setingkat akademi dan universitas lima tahun ke depan (dari tahun 2003-2007) cenderung meningkat. Hukum okun yang menganalisa hubungan terbalik antara laju pertumbuhan PDB dan tingkat pengangguran dapat dibuktikan dengan data di Indonesia. Dari prakiraan laju pertumbuhan PDB yang semakin meningkat dalam lima tahun ke depan oleh peneliti, dengan asumsi tingkat pertumbuhan angkatan kerja 0 persen, diperoleh tingkat pengangguran yang semakin menurun dari tahun ke tahun lima tahun ke depan. Indriani (2006) penelitian ini mengangkat permasalahan tentang besarnya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di 40 Indonesia. Masalah penelitian adalah berapa besar pengaruh dari pertumbuhan ekonomi GDP dalam mempengaruhi pengangguran di Indonesia dengan rentang waktu analisis 1985-2002. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk membangun model regresi dari data sampel selama tahun 1985 sampai 2002, sedangkan analisis inferensial untuk menguji signifikansi pengaruh variabel bebas, yaitu pertumbuhan ekonomi terhadap variabel terikat yaitu tingkat pengangguran. Persamaan regresi hubungan antara tingkat pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan didapatkan melalui perhitungan ekonometrika sebagai berikut 0.039121 ln PE + 0.234484 TPt-1 + Ln TP = 0.492723. Nilai 0.492723 merupakan nilai dari tingkat pengangguran bila tidak ada pertumbuhan ekonomi. Nilai 0.039121 merupakan besarnya perubahan pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan tingkat pengangguran. Artinya, setiap perubahan pertumbuhan ekonomi sebesar -0.039121 persen. Nilai minus menandakan hubungan antara tingkat pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi dalam persamaan ini adalah hubungan negatif. Ini menandakan bahwa setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat pengangguran, ataupun sebaliknya. Berdasarkan penelitian ini pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Indonesia tahun 1985 sampai 2002, penurunan 41 pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan tingkat pengangguran. Jadi, untuk menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia adalah dengan meningkatkan Nando (2005) meneliti tentang pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi dan pengnagguran. Model yang digunakan koefisien korelasi momen-hasilkali pearson atau singkatnya disebut dengan koefisien korelasi. Studi ini seluruhnya memanfaatkan data statistik yang diperoleh dari BPS periode 1987 hingga 1996. Dalam penelitian ini mencoba mengamati pengaruh antara laju inflasi dengan tingkat pengangguran di Indonesia pada masa sebelum dan setalah krisis. Adanya hubungan inflasi dengan pengangguran yaitu kurva Phillips dimana adanya hubungan terbalik (trade-off) antara inflasi dengan tingkat pengangguran. Apabila inflasi tinggi, maka tingkat pengangguran rendah. Demikian pula sebaliknya, apabila inflasi rendah, maka tingkat pengangguran tinggi. Dari hasil penelitian hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran dari pengujian statistik Zhitung lebih besar dari Ztabel maka Ho diterima. Artinya, tidak terdapat hubungan antara laju inflasi dengan tingkat pengangguran. Dengan demikian, pada masa sebelum dan pada masa krisis ekonomi laju inflasi tidak mempengaruhi tingkat pengangguran di Indonesia. Kharie (2007) studi ini berfokus pada analisis tentang sifat dan signifikansi pengaruh variabel makroekonomi utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi terhadap kemiskinan di Indonesia. Data yang dianalisis berupa data runtut waktu tahunan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber lainnya yang relevan. Analisis data secara kuantitatif 42 didekati dengan Least Square Method melalui satu persamaan regresi berganda yang dikondisikan untuk periode observasi 1987-2005. hasil estimasi menunjukkan bahwa perubahan tingkat pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan dengan probabilitas α=0.0882. sifat dan signifikansi pengaruh yang sama berlaku pula bagi pengaruh perubahan inflasi terhadap kemiskinan dengan probabilita α=0.0875. secara parsial, setiap 1 unit perubahan tingkat pertumbuhan ekonomi diprediksikan bisa menurunkan 1 unit tingkat kemiskinan, sedangkan efek perubahan inflasi relatif kecil dengan sifat pengaruh yang sama. Hasil estimasi menunjukkan pula bahwa secara simultan, variasi dalam pertumbuhan ekonomi dan inflasi berpengaruh secara signifikan pula terhadap kemiskinan, dengan koefisien determinasi R2=0.50. Irawan (2005) meneliti tentang kebijakan moneter, pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Metode yang digunakan dalm penelitian ini VAR dan hipotesis Ekspektasi Rasional. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah time series kuartalan tahun 1980-2003, data yang dikumpulkan adalah sesuai dengan semua variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat seperti (Real GDP, inflasi, uang beredar, dan tingkat suku bunga) yang ada dalam persamaan. berdasarkan hasil analisa, beberapa temuan penting dari studi ini dapat menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara kebijakan moneter yang dapat diantisipasi (anticipated) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi (output) Indonesia. Tingkat inflasi di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan moneter yang bersifat 43 dapat diantisipasi (anticipated). Kebijakan moneter yang semakin dapat diantisipasi oleh pelaku ekonomi semakin besar dampaknya terhadap tingkat inflasi. Kebijakan moneter (uang beredar) yang tidak dapat diantisipasi tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti 1. Nikensari 2. Indriani 3 Nando Variabel Metodologi Hasil Dependent : Analisis Laju pertumbuhan PDB, tenaga kerja diskriptif dan maka tenaga kerja juga Independent : analisa meningkat. Hukum okun pertumbuhan Equilibrium yang menganalisa hubungan ekonomi terbalik antara laju pertumbuhan PDB dan tingkat pengangguran dapat dibuktikan dengan data di Indonesia. Dependent : analisis Hubungan antara tingkat Pengangguran. deskriptif untuk pengangguran dengan Independent : membangun pertumbuhan ekonomi dalam Pertumbuhan model regresi persamaan ini adalah Ekonomi dari data sampel hubungan negatif. Ini selama tahun menandakan bahwa setiap 1985 sampai peningkatan pertumbuhan 2002 ekonomi akan menurunkan tingkat pengangguran, ataupun sebaliknya Dependent : Korelasi linear Dari hasil penelitian pengangguran antara inflasi hubungan antara inflasi Independent: dengan dengan tingkat pengangguran inflasi pengangguran dari pengujian statistik Zhitung digunakan lebih besar dari Ztabel maka koefisien Ho diterima. Artinya, tidak korelasi momen- terdapat hubungan antara laju hasilkali pearson inflasi dengan tingkat atau singkatnya pengangguran. Dengan disebut dengan demikian, pada masa koefisien sebelum dan pada masa krisis korelasi. ekonomi laju inflasi tidak mempengaruhi tingkat pengangguran di Indonesia. 44 4. Kharie 5. Irawan Independent : pertumbuhan ekonomi, inflasi Dependent : kemiskinan Analisis data secara kuantitatif didekati dengan Least Square Method melalui satu persamaan regresi berganda yang dikondisikan untuk periode observasi 1987-2005. Dependent : Kebijakan Moneter Independent : Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Sumber : diperoleh dari berbagai sumber VAR dan hipotesis Ekspektasi Rasional. Hasil estimasi menunjukkan bahwa perubahan tingkat pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan. sifat dan signifikansi pengaruh yang sama berlaku pula bagi pengaruh perubahan inflasi terhadap kemiskinan. Sedangkan efek perubahan inflasi relatif kecil dengan sifat pengaruh yang sama. Hasil estimasi menunjukkan pula bahwa secara simultan, variasi dalam pertumbuhan ekonomi dan inflasi berpengaruh secara signifikan pula terhadap kemiskinan. Terdapat pengaruh positif signifikan antara kebijakan moneter dengan pertumbuhan ekonomi. Dan juga tingkat inflasi di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan moneter Dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut, peneliti memakai inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel independen sedangkan pengangguran sebagai variabel dependen. E. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid,2009:26) 45 Diantara salah satu penyebab terjadinya inflasi dikarenakan suku bunga turun maka banyak orang yang ingin memegang uang tunai. Akibatnya permintaan uang naik dan mencerminkan banyaknya jumlah uang beredar. Dengan demikian, terjadilah peningkatan daya beli barang dan jasa. Kenaikan daya beli yang tidak dibarengi dengan kenaikan output produksi menyebabkan harga barang dan jasa meningkat yang disebut dengan inflasi. Inflasi dan pangangguran sudah sejak lama menjadi permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara, terutama negara sedang berkembang. Inflasi sering didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Dengan kenaikan harga tersebut maka perekonomian akan mengalami ketidakstabilan secara menyeluruh. Inflasi ditandai dengan adanya kemerosotan nilai mata uang, dimana merosotnya nilai mata uang tersebut tercermin dalam kenaikan harga barangbarang. Inflasi bukanlah sekedar harga yang tinggi, tetapi merupakan suatu kenaikan tingkat harga. Dalam penelitian ini juga masalah yang akan dibahas adalah masalah pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Bila pertumbuhan ekonomi menurun, maka pengangguran akan meningkat, dan sebaliknya bila pertumbuhan ekonomi meningkat, maka pengangguran akan menurun. Pengaruh antara dua variabel tersebut merupakan pengaruh negatif. Tingkat pengangguran yang tinggi disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja yang tersedia di suatu negara. Lapangan pekerjaan yang ditawarkan bagi angkatan kerja yang tersedia di suatu negara ditentukan oleh tingkat investasi. Semakin tinggi investasi suatu negara maka akan 46 merangsang lapangan pekerjaan baru. Apabila investasi semakin rendah, maka GDP (Gross Domestik Product) rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi menurun. Pada umumnya, ekonomi suatu negara diukur dengan menggunakan GDP (Gross Domestik Product). Komponen-komponen GDP adalah pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah serta ekspor netto. Pengeluaran konsumsi merupakan pengeluaran sektor rumah tangga. Bila pengeluaran sektor konsumsi meningkat, maka GDP akan meningkat pula. Sedangkan, pengeluaran investasi merupakan sektor pemerintah dan swasta untuk melakukan pembangunan. Jika investasi bertambah, maka GDP akan bertambah pula. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran dari sektor pemerintah untuk membiayai kebutuhan pemerintah. Ekspor netto merupakan selisih ekspor dan impor, jika ekspor meningkat maka GDP akan meningkat pula. Masalah pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pengangguran suatu negara. Bila GDP atau pendapatan negara tersebut berkurang maka, jumlah pengangguran bertambah atau meningkat. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun. Sebaliknya, jika GDP atau pendapatan suatu negara meningkat maka, tingkat pengangguran menurun. Berdasarkan teori tersebut bahwa inflasi memiliki pengaruh terhadap pengangguran. Begitu juga pengaruh pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut : 47 INFLASI (X1) PENGANGGURAN (Y) PERTUMBUHAN EKONOMI (X2) Gambar. 2.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka untuk menguji signifikansi masing-masing variabel independen dapat dilakukan dengan uji t, dengan membandingkan probability value t-statistik dengan nilai α yang digunakan yaitu α=5 persen, bila probability value t-statistik < α=5 persen maka Ho ditolak, dan juga sebaliknya. Untuk melihat signifikansi dari variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan membandingkan probability value F-statistik dengan α yang digunakan yaitu α=5 persen, bila probability value F-statistik < α=5 persen maka Ho ditolak, dan juga sebaliknya. Untuk pengujian selengkapnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Inflasi diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran. Kenaikan inflasi akan meningkatkan pengangguran di Indonesia. Ho:α1 = 0 Artinya, inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Indonesia. Ha:α1 ≠ 0 Artinya, inflasi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Indonesia. 48 2. Pertumbuhan ekonomi diduga berpengaruh signifikan terhadap pengangguran. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pengangguran di Indonesia. Ho:α2 = 0 Artinya, pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Indonesia. Ha:α2 ≠ 0 Artinya, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran di Indonesia. 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2002:10). Penelitian ini menggunakan variabel yang terdiri sebagai berikut : 1. Variabel dependen, yaitu : pengangguran 2. Variabel independen, yaitu : inflasi dan pertumbuhan ekonomi. B. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dihimpun menggunakan data sekunder dimana data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (sudah tersedia) yaitu data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi. Jenis data yang digunakan adalah time series (runtun waktu) dari tahun 1988-2008. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Data tersebut meliputi : 1. Inflasi 2. Pertumbuhan ekonomi 3. Pengangguran 50 C. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang dirumuskan sebagai berikut : Linier = 0 + 1 X1 + 2 X2 + Dimana : = Pengangguran X1 = Inflasi X2 = Pertumbuhan ekonomi L = Logaritma 0, = konstanta 1, 2 = koefisien penjelas masing - masing input nilai parameter = eror term Model Ordinary Least Square (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli matematika dari Jerman, yaitu Carl Friedrich Gauss, metode OLS adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro,2003:216). Menurut Gujarati (1995:72-73), setiap estimator OLS harus memenuhi kriteria BLUE, yaitu : 1. Best adalah yang terbaik 51 2. Linier adalah kombinasi linier dari sampel jika ukuran sampel ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter populasi yang sebenarnya. 3. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. 4. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara pemerkira lain yang tidak bias. Untuk memenuhi analisis regresi tersebut perlu diuji asumsi klasik dan uji hipotesis teori sehingga hasil estimasi tersebut dapat terhindar dari masalah regresi lancang. 1. Uji Asumsi Klasik Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksir. Disamping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari : a. Uji Normalitas Digunakan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak. Menggunakan Jarque-Bera test atau J-B test, membandingkan JB hitung dengan X2 tabel. Jika JB hitung < nilai X2 tabel maka data berdistribusi normal atau nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan (Insukindro, 2003:61). 52 b. Uji Multikoliniaritas Uji multikoliniaritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat interkorelasi yang sempurna di antara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi. Uji multikoliniaritas menggunakan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan diregresi terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Lebih ditegaskan oleh Ghozali bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 90% maka VIF-nya diatas 10 maka dapat dikatakan bahwa model tersebut terkena multikolinieritas (Ghozali, 2001: 63-66). c. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu sendiri pada pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test (uji LM). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat derajat. Dikatakan 53 terjadi autokorelasi jika nilai X2 (Obs* R-Squared) hitung > X2 tabel atau nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan (Insukindro, 2003:60). d. Uji heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variansi data yang digunakan untuk membuat model menjadi tidak konstan. Pengujian terhadap ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam suatu model empiris yang sedang diamati juga merupakan langkah penting sehingga dapat terhindar dari masalah regresi lancung. Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model empiris dengan menggunakan uji White (Insukindro, 2003:62). Untuk menguji heteroskedastisitas, program olah data Eviews menyediakan metode pengujian dengan menggunakan uji White, dimana dalam program olah data Eviews dibedakan menjadi dua bentuk uji White Hetedoskedasticity (no cross term) dan White Hetedoskedasticity (cross term). Dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas dari hasil estimasi model OLS, jika X2 (Obs* RSquared) untuk uji White baik cross term ataupun no cross term > X2 tabel atau nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan (Insukindro, 2003:62). 54 2. Pengujian Statistik Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabelvariabel independen secara individu dan bersama-sama mempengaruhi signifikan terhadap variabel dependen. Uji statistik meliputi Uji t, Uji F dan koefisien determinasi (R2). a. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Untuk melakukan uji t dengan cara Quick Look, yaitu : melihat nilai Probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t tabel dengan t hitungnya. Jika nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan dan jika nilai t hitung lebih tinggi dari t tabel maka suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:219). b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Untuk melakukan uji F dengan cara Quick Look, yaitu : melihat nilai Probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t tabel dengan F hitungnya. Jika nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan dan jika nilai F hitung lebih tinggi dari t tabel maka suatu 55 variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:219). c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:220). D. Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya adalah sebagai berikut : 1. Variabel Bebas (Independent Variabel) Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui (Azwar, 2001:62). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas antara lain : 56 a. inflasi (X1) Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah inflasi. Dimana inflasi merupakan kenaikan harga keseluruhan dan terjadi secara berkelanjutan serta mempengaruhi harga barang dan jasa yang lainnya (Boediono,1989:155). b. Pertumbuhan ekonomi (X2) Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1994:10). 2. Variabel Terikat/tergantung (Dependent Variabel) Variabel tergantung adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel yang lain. Besarnya efek tersebut diamati dari ada tidaknya, timbul-hilangnya, membesarmengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain (Azwar,2001:62). Pengangguran dalam penelitian ini menggunakan pengertian pengangguran terbuka, yaitu orang-orang yang tidak bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik dan orang-orang yang mau bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan. Tingkat penganggura terbuka merupakan jumlah pengangguran terbuka dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja dalam satu periode. 57 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN C. Analisis Deskriptif Penelitian ini menganalisis pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rentang waktu analisis mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2008. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (sofware) komputer Eviews 6.1 dengan metode analisis Ordinary Least Square (OLS). Maka oleh itu, perlu dilihat bagaimana gambaran perkembangan secara umum dari inflasi, pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. 4. Tingkat Pengangguran Pengangguran Indonesia menjadi masalah yang terus menerus membengkak. Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen. Artinya jika tingkat pengangguran paling tinggi 5 persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh. Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. 58 Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan melihat jumlah orang yang menganggur atau pengangguran terbuka bagi dengan angkatan kerja dan dikalikan 100%. Perkembangan tingkat pengangguran Indonesia tahun 1988-2008 dapat dilihat dari gambar berikut ini. Gambar 4.1 Tingkat Pengangguran (%) Tahun 1988-1997 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Dari gambar di atas, dapat dikatakan bahwa perkembangan tingkat pengangguran Indonesia selama tahun 1988 sampai tahun 1997 terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 1995 tingkat pengangguran mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 4,36 persen menjadi 7,24 persen. Dan pada tahun 1997 tingkat pengangguran mencapai 4,68 persen, pada tahun tersebut terjadi krisis yang pada dasarnya merupakan akibat dari semakin cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global sementara pada saat yang sama perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien belum tertata dengan baik. 59 Gambar 4.2 Tingkat Pengangguran (%) Tahun 1998-2008 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Berdasarkan gambar di atas dapat dikatakan bahwa perkembangan tingkat pengangguran Indonesia selama tahun 1988 sampai tahun 2008 terus meningkat tiap tahunnya. Dari 21 tahun tersebut tingkat pengangguran Indonesia telah meningkat dari 2,81 persen pada tahun 1988 menjadi 9,69 persen pada tahun 2008. Peningkatan sebesar 6,88 persen itu menjadikan Indonesia memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Walaupun, setiap tahunnya tingkat pengangguran terus meningkat. 5. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada 60 periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang kecil dan meningkat tiap tahunnya belum tentu bisa dikatakan telah berhasil dalam membangun perekonomian negaranya. Masih banyak lagi kondisi-kondisi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang berbeda-beda pula. Salah satu target dari trilogi pembangunan adalah meningkatkan pendapatan nasional yang tinggi, yaitu dilihat dari perkembangan dana Produk Domestik Bruto (PDB) baik atas dasar harga konstan maupun harga yang berlaku. PDB adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh perekonomian (baik itu dilakukan oleh penduduk warga negara maupun warga negara asing yang bermukim di negara yang bersangkutan). Perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun, yang pada umumnya mengalami perkembangan seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian. Bagaimana kondisi perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 21 tahun tersebut disajikan dalam tabel. 61 Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1988-2008 No . Tahun Pertumbuhan Ekonomi(%) 1. 5,7 1988 2. 1989 7,5 3. 1990 7,4 4. 1991 6,6 5. 1992 6,1 6. 1993 6,5 7. 1994 7,5 8. 1995 8,1 9. 1996 7,8 10 1997 4,7 11. 1998 -13,1 12. 1999 0,79 13. 2000 4,92 14. 2001 3,44 15. 2002 3,66 16. 2003 4,10 17. 2004 5,1 18. 2005 5,6 19. 2006 5,5 20. 2007 6,3 21. 2008 6,1 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Dalam tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, namun ada juga yang mengalami penurunan tetapi tidak terlalu signifikan. Hal tersebut terutama didorong oleh peningkatan konsumsi swasta dan pemerintah, yaitu dengan dipulihkannya kegiatan disektor industri, pengolahan, sektor jasa, sektor listrik (gas dan air minum) serta berlanjutnya kegiatan yang dapat menaikkan kenaikan produksi sektor pertanian. Meskipun demikian, proses perbaikan 62 ekonomi masih berjalan secara lambat terutama pada gejolak sosial dan politik dalam negeri yang menyebabkan pertumbuhan cenderung melambat. 6. Inflasi Inflasi juga merupakan suatu masalah bagi ekonomi makro yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan ketidakstabilan perekonomian yang pada akhirnya hanya akan memperburuk kinerja perekonomian suatu negara. Kestabilan nilai mata uang, baik inflasi maupun nilai tukar sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inflasi adalah kecenderungan dari harga yang naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas dan mengakibatkan pada sebagian besar dari harga-harga barang lain (Boediono, 2001:161). Jika inflasi mengalami fluktuasi, maka kegiatan perekonomian akan cenderung menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi. Dampak dari kenaikan inflasi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Dikarenakan nilai riil pada mata uang mengalami penurunan. Inflasi adalah proses peningkatan harga secara umum dan terus menerus. Indikator yang digunakan untuk melihat inflasi adalah indeks harga konsumen. Di mana indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam periode tertentu. Dalam indeks harga konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran 63 konsumen (Prathama, 2008:367). Perkembangan inflasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Inflasi Tahun 1988-2008 No. Tahun Inflasi(%) 1. 9,53 1988 2. 1989 9,52 3. 1990 4,49 4. 1991 9,77 5. 1992 9,42 6. 1993 8,64 7. 1994 6,47 8. 1995 11,05 9. 1996 77,54 10 1997 2,01 11. 1998 9,35 12. 1999 12,55 13. 2000 10,03 14. 2001 5,16 15. 2002 6,40 16. 2003 5,16 17. 2004 6,40 18. 2005 17,11 19. 2006 6,60 20. 2007 6,59 21. 2008 11,06 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Dari tabel di atas bahwa inflasi mengalami penurunan 5,16 persen di tahun 2003 dibandingkan dengan tahun sebelumnya mencapai 10,03 persen, dan pada tahun 2004 inflasi mengalami peningkatan mencapai 6.40 persen, sedangkan di tahun 2005 mencapai 17,11 persen. Pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 inflasi mengalami peningkatan terus menerus dimana 64 pada tahun 2008 hingga mencapai 11,06 persen. Hal tersebut dipicu terutama oleh kenaikan harga komoditas internasional terutama minyak dan pangan. D. Analisis Dan Pembahasan 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Sebelum kita melakukan uji analisis regresi linear berganda maka yang harus dilakukan adalah menguji data-data yang akan dianalisis agar data tersebut valid tidak bias dan merupakan persyaratan, maka digunakan uji Klasik. Adapun penjelasan uji asumsi klasik itu adalah sebagai berikut. a. Hasil Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model penelitian, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat nilai Jarque-Bera. Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak, apabila nilai Jarque-Bera < X2, maka data tersebut berdistribusi normal. Begitupun sebaliknya jika Jarque-Bera > X2 maka data tersebut tidak normal. Setelah data diolah menggunakan aplikasi eviews 6.1, maka terlihat hasil sebagai berikut. 65 Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas 5 Series: Residuals Sample 1988 2008 Observations 21 4 3 2 1 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -5.00e-16 0.009788 0.413288 -0.400970 0.231625 -0.129484 2.190823 Jarque-Bera Probability 0.631603 0.729204 0 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 Sumber : hasil Eviews 6 Dari gambar 4.3, dapat dilihat nilai Jarque-Bera adalah 0,631603. Nilai X2 untuk data ini adalah 5,991. Berdasarkan nilai Jarque-Bera (0,631603) < X2 (5,991), maka data tersebut dinyatakan berdistribusi normal, Sehingga bisa dilanjutkan ke pengujian selanjutnya. b. Hasil Uji Multikolinieritas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinieritas (Multikol) dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Keadaan ini hanya terjadi pada regresi linear berganda, karena jumlah variabel bebasnya lebih dari satu. Sedangkan pada regresi sederhana, tidak mungkin adanya kasus ini disebabkan variabel bebasnya hanya terdiri dari satu variabel. 66 Apabila hubungan diantara variabel bebas yang satu dengan yang lain di atas 0,6, maka bisa dipastikan adanya gejala multikolinieritas. Setelah data diolah menggunakan aplikasi eviews 6.1, maka terlihat hasil sebagai berikut : Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas INF PE INF 1.000000 0.042277 FE 0.042277 1.000000 Sumber : hasil Eviews 6 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai korelasi diantara variabel independen (yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi) yaitu 0,042277. Karena nilai 0,042277 menjauhi angka 1 (0,6), maka tidak terdapat kolinieritas antara variabel independen. Hal ini menginformasikan model OLS yang diajukan dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinieritas, Sehingga bisa dilanjutkan ke pengujian selanjutnya. c. Hasil Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Untuk n = 21; α = 5%; k = 2, diperoleh nilai d 1.13 dan d sebesar 1.54 L Positif Autocorrel ation 0 1,13 u Indecision Area No Autocorrelation 1.54 Indecision Area 2,46 Negatif Autoco rrelatio n 2,87 Sumber : hasil Eviews 6 67 Dari perhitungan menggunakan program Eviews diperoleh nilai Durbin-Watson (D - W) adalah 1.203118. Sedangkan dari tabel D – W diperoleh nilai d sebesar 1.13 dan d sebesar 1.54 sehingga diperoleh L u nilai 4 - d adalah 2.87 dan nilai 4 – d adalah 2.46. Setelah melihat L u angka-angka tersebut diketahui bahwa nilai D – W lebih kecil dari nilai d dan lebih kecil dari 4 – d , sehingga dapat disimpulkan bahwa model u u terletak didaerah ragu-ragu terdapat autokorelasi positif. Untuk itu agar model tidak lagi terletak pada daerah keragu-raguan, dan tidak lagi terdapat masalah autokorelasi, maka perlu dilakukan penyembuhan autokorelasi. Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C RESID01(-1) -0.052923 0.431716 0.294614 0.229763 -0.179637 1.878965 0.8594 0.0765 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.163977 0.117531 1.313261 31.04379 -32.77544 1.718220 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -0.008276 1.397982 3.477544 3.577117 3.530509 0.076542 Sumber : hasil Eviews 6 Dari perhitungan menggunakan program Eviews diperoleh nilai Durbin-Watson (D - W) adalah 1.718220. Sedangkan dari tabel D – W diperoleh nilai d sebesar 1.31 dan d sebesar 1.54 sehingga diperoleh L u nilai 4 - d adalah 2.46 dan nilai 4 – d adalah 2.87. Setelah melihat L u angka-angka tersebut diketahui bahwa nilai D – W lebih besar dari 68 nilai d dan lebih kecil dari 4 – d , sehingga dapat disimpulkan bahwa u u tidak ada lagi masalah autokorelasi pada model. d. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah varian dari dua observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk semua variabel terikat dengan variabel bebas sehingga hasil estimasi tidak bias. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan heteroskedastisitas dilakukan melalui Uji White Heteroskedasticity test. Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.745774 4.181048 1.828978 Prob. F(5,15) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5) 0.6015 0.5237 0.8723 Sumber : hasil Eviews 6 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probability untuk OBS*R-squared adalah 4.181048. karena nilai 4.181048 > dari derajat kesalahan (α) = 5 persen (0.05), maka tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini menginformasikan model OLS yang diajukan dapat dikatakan terbebas dari heteroskedastisitas., sehingga bisa dilanjutkan kepengujian selanjutnya. heteroskedasitisitas. 69 2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) Estimasi hubungan antara variabel-variabel yang memenuhi pengangguran di Indonesia dilakukan melalui pendekatan OLS yang ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.6 Hasil Olah Data Dengan Metode OLS Variable Coefficient C LINF LPE -21.42868 0.220050 1.835487 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.813426 0.792695 0.244154 1.073002 1.429942 39.23816 0.000000 Std. Error t-Statistic 2.661675 -8.050825 0.188622 1.166620 0.210386 8.724360 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat Prob. 0.0000 0.2586 0.0000 1.718612 0.536240 0.149529 0.298747 0.181913 1.203118 Sumber : hasil Eviews 6 Berdasarkan tabel di atas, variabel LINF mempunyai nilai signifikansi 0.2586. pada penelitian ini alpha yang digunakan yaitu 5% (0,05). Variabel LINF mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan alpha (0,05 < 0.2586 ). Karena nilai signifikansi lebih besar dibandingkan dengan alpha maka, variabel LINF tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran. Variabel LFE mempunyai nilai signifikansi 0.0000, pada penelitian ini alpha yang digunakan yaitu 5% (0,05) maka nilai 0.0000 < 0,05. Karena nilai signifikansi lebih kecil dibandingkan dengan alpha maka, variabel LFE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel pengangguran. 70 3. Uji Statistik a. Uji F-statistik Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap variabel Y secara serentak. Dalam konteks penelitian ini, pengujian secara serentak ingin melihat apakah variabel Inflasi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengangguran atau tidak. Untuk melihat apakah ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat dari nilai signifikansinya. Apabila nilai sig < alpha, maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, yang mengandung arti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi dan variabel pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran. Begitupun sebaliknya, apabila nilai sig. > alpha, maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Artinya, variabel bebas pada penelitian ini yaitu variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi variabel terikat, yaitu pengangguran. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan software eviews 6, maka terlihat hasil nilai signifikansinya adalah 0.0000. karena nilai sig < alpha, yaitu 0.0000 < 0,05, yang berarti bahwa variabel independen (inflasi dan pertumbuhan ekonomi) berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia selama periode 1988-2008. 71 Adapun nilai koefisiennya yaitu sebesar -21.42868. Arah nilai koefisiennya negatif menandakan bahwa arah hubungannya yaitu berbanding terbalik. Artinya, pada saat ada kenaikan pada nilai variabel bebas (inflasi dan pertumbuhan ekonomi) akan menyebabkan penurunan jumlah pengangguran. b. Koefisien Determinasi (R2) Hasil olah data menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0.813426. Hal ini berarti bahwa 81.3 persen dari variasi pengangguran mampu dijelaskan oleh variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan 0.186574. atau 18.7 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. c. Uji t-statistik Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Untuk melakukan uji t dengan cara Quick Look, yaitu melihat nilai Probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t tabel dengan t hitungnya. Jika nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan dan jika nilai t hitung lebih tinggi dari t tabel maka suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:219). 1) Pengujian t-statistik untuk variabel X1 (Inflasi) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk mempengaruhi pengangguran secara simultan atau tidak, dengan kriteria pengujian tingkat signifikan ( =0,05). 72 Pengujian untuk uji ini adalah apabila prob(sig) < alpha maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya, apabila nilai prob(sig) > alpha maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Pengujian untuk uji ini adalah apabila t-statistik > t-tabel maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya, apabila nilai tstatistik < t-tabel maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Berdasarkan tabel di atas, bisa kita lihat bahwa nilai sig. Untuk variabel X1 (Inflasi) yaitu 0.2586. Karena 0.2586 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X1 (Inflasi) terhadap pengangguran. Hasil pengujian di atas, sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang menerangkan bahwa variabel inflasi terhadap pengangguran tidak mempunyai pengaruh. Adapun faktor yang menyebabkan inflasi tidak mempengaruhi tingkat pengangguran Indonesia diantaranya adalah kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah orde baru bertumpu kepada apa yang disebut trilogi pembangunan yaitu tercapainya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya , pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang cukup 73 tinggi salah satunya diupayakan dengan kebijaksanaan moneter yang bertujuan untuk mendukung terciptanya kestabilan harga dalam perekonomian dan pengendalian jumlah uang beredar. Sementara itu terciptanya dan perluasan tenaga kerja telah diupayakan terutama melalui peningkatan dan pemerataan pembangunan. Dengan kebijaksanaan tersebut maka inflasi dapat ditekan di bawah dua digit dan tingkat pengangguran pada tingkat yang rendah (rata-rata 5 persen). Hal ini berlangsung hingga tahun 1997 saat dimana krisis moneter mulai menimpa Indonesia. 2) Pengujian t-statistik untuk variabel X2 (pertumbuhan ekonomi) Pengujian untuk uji ini adalah apabila prob(sig) < alpha maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya, apabila nilai prob(sig) > alpha maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Pengujian untuk uji ini adalah apabila t-statistik > t-tabel maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) terhadap variabel Y (Pengangguran). Begitupun sebaliknya, apabila nilai t-statistik < t-tabel maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel X2 (Pertumbuhan Ekonomi) terhadap variabel Y (Pengangguran). 74 Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan aplikasi eviews 6.1 terlihat bahwa nilai probabilita adalah 0.0000. karena nilai prob(sig) < alpha ( =0,05), yang berarti bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran. Arah koefisien regresi untuk variabel X2 yaitu bernilai positif. Artinya, nilai yang bernilai positif tersebut mempunyai arti bahwa semakin tinggi nilai dari variabel X2 (Pertumbuhan) maka akan diikuti dengan kenaikan tingkat pengangguran. Begitupun dengan keadaan sebaliknya, semakin rendah nilai variabel X2 (pertumbuhan) maka akan semakin rendah pula variabel Y (tingkat pengangguran). Nilai koefisien sebesar 1.835487 mempunyai arti bahwa nilai yang akan didapatkan apabila variabel X2 naik sebesar 1 persen maka akan diikuti oleh kenaikan variabel Y (pengangguran) sebesar 1, 835487 persen. Begitupun dengan sebaliknya, apabila nilai variabel X2 (pertumbuhan) turun sebesar 1 persen, maka akan diikuti oleh penurunan nilai pengangguran sebesar nilai yang sama, yaitu 1,835487 persen, cateris paribus. Pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap pengangguran dapat dijelaskan secara sederhana. Pada saat pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami pertumbuhan dengan laju positif dan mempunyai tren yang terus menerus, maka hal itu berarti pendapatan dari masyarakat suatu negara bisa dipastikan akan meningkat dikarenakan banyaknya lapangan pekerjaan. Akan tetapi, dikarenakan 75 pengangguran yang dimaksud di sini adalah pengangguran terbuka, maka kenaikan pada pertumbuhan ekonomi menyebabkan laju yang searah, yaitu menaiknya nilai dari pengangguran. Hal ini bisa dijelaskan karena naiknya nilai pertumbuhan ekonomi itu hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat saja, tidak dinikmati oleh seluruh masyakarat suatu negara. Dalam konteks Indonesia, ternyata pada saat naiknya pertumbuhan ekonomi, maka akan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran. Dengan alasan di atas, yaitu bahwa naiknya pertumbuhan ekonomi itu tidak dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2008. Penyebaran yang tidak merata dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebabkan tidak diimbanginya dengan turunnya pengangguran di Indonesia. Pada saat naiknya pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan naiknya jumlah pengangguran, alasan yang lain yaitu dimana pertumbuhan ekonomi itu ditandai dengan banyak berdirinya perusahaan yang bisa menyerap tenaga kerja. Namun sebaliknya, di lapangan angka pengangguran juga terus bertambah. Beberapa faktor yang menyebabkan angka pengangguran naik, diantaranya pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi industri padat modal yang banyak menggunakan teknologi. Itu tidak banyak menyerap tenaga kerja karena lebih mengandalkan pada tenaga mesin atau teknologi. 76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengujian data yang dilakukan secara statistic, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak terdapat pengaruh antara inflasi dengan tingkat pengangguran di Indonesia periode tahun 1988-2008. Dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) terlihat bahwa Indonesia inflasi tidak selalu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran. Artinya, hubungan yang digambarkan oleh Kurva Phillips tidak selalu berlaku bagi Indonesia. 2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia periode tahun 1988-2008. Hal ini disebabkan karena walaupun pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan akan tetapi tingkat pengangguran tidak mengalami penurunan yang berarti. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka penulis mencoba mengungkapkan beberapa implikasi, diantaranya adalah sebagai berikut : 77 1. Kecilnya peran pengangguran dalam mempengaruhi terjadinya tingkat inflasi membuat pemerintah bisa saja menyampingkan efek naik atau turunnya pengangguran terhadap inflasi, karena itu pemerintah bisa lebih mengkonsentrasikan cara untuk menstabilkan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia. Masalah pengangguran bukanlah masalah sepele yang bisa diabaikan oleh pemerintah, namun pemerintah tidak perlu lagi mengaitkan inflasi dengan pengangguran seperti yang disimpulkan AW Phillips bagi pembuat keputusan. Pemecahan masalah pengangguran menjadi sektor yang harus dibenahi secara terpisah dengan inflasi. 2. Untuk mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan bermakna, pemerintah harus mampu membuat kebijakan dan dilakukan secara konsisten untuk meningkatkan kinerja sektor riil dan industri seperti pertanian, kehutanan, serta industri manufacture dan kebijakan tersebut mengacu pada pemerataan pendapatan. 3. Pemerintah perlu merangsang terciptanya lapangan pekerjaan baru, seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) karena pada sektor itulah orang yang menganggur banyak bekerja. UKM dapat menyerap banyak tenaga kerja apabila dikembangkan dengan baik dan juga didukung oleh pemerintah. 78 DAFTAR PUSTAKA Aris, Ananta.” Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990. Arfida.” Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003. Arsyad.”Lincolin.Ekonomi pembangunan”, Yogyakarta, Bagian penerbitan Sekolah Tinggi. Arikunto, Suharsimi.” Prosedur Penelitian”, Jakarta, PT. Asdi Mahasatya, 2002, cet ke-12. Asfia, Murni.” Ekonomi Makro”.Bandung ,PT. Refika Aditama, 2006. Azwar, Saifudin.” Metode penelitian”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2001. Badan Pusat Statistik (1988-2008), Indikator Ekonomi”, Jakarta, BPS Bank Indonesia (1988-2008), Buku Laporan Perekonomian Indonesia”, Jakarta, BI. Bellante Don Mark Jackson. Ekonomi Ketenagakerjaan”, Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990. Boediono.” Indonesia Mau Kemana”, Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, Juni 2009. Boediono.”Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi no.2”, Yogyakarta, BPFE, 1985.cet ke -4. Boediono.”Teori Pertumbuhan Ekonomi,Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.4.Yogyakarta ,BPFE, 1992. Dornbusch, Rudiger. Stanley Fischer.” Makro Ekonomi”, Jakarta, Erlangga,1992. Gujarati, Damodar.” Ekonometrika Dasar”, Jakarta, Erlangga, 1999. Ghozali, Imam.” Aplikasi Analisi Multivariate Dengan Program SPSS”, Semarang, Universitas Diponegoro, 2005. Edisi 3 Gregory.N, Mankiw.” Teori Makroekonomi Edisi Kelima”, Jakarta, Erlangga, 2003. Hamid, Abdul.”Metode Penulisan Skripsi”, Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, 2009. 79 Hill, MCGraw.” Economics, 12th Edition”, Jakarta, Erlangga, 1985. Indriani,Rosi.” Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di indonesia”, Jakarta, FE Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, 2006. Insukindro.” Model Pelatihan Ekonometrika”, UGM, 2003 Irawan, Ferry.” Kebijakan Moneter, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi”, 2005. Jhingan, M. L.” Ekonomi pembangunan dan perencanaan”, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004,cet ke 10. Kharie, Latif.” Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Kemiskinan di Indonesia”, 2007. Muana, Nanga.” Makroekonomi teori, masalah dan kebijakan, edisi perdana”, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2001. Mankiw N Gregory.”Pengantar Ekonomi Makro”, Jakarta, Salemba Empat, 2006, Edisi. 3. Nando.” Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran Sebelum dan Pada Masa Krisis di Indonesia”, 2005. Nikensari, Sri Indah.” Dampak Struktural Dari Pertumbuhan Sektor Industri dan Perdagangan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia”, 2001. Nopirin.” Ekonomi Moneter”, Yogyakarta, BPFE,1988. Mulyadi.” Ekonomi SDM Dalam Perspektif Pembangunan”,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2003. Prathama, Ragarja.” Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi) Edisi Ketiga”, Jakarta, Lembaga Penerbit Fakltas Ekonomi Universitas Indonesia,2008. Setyawan, A, Anton.” Foreign Direci Investment (FDI), Kebijakan Industri, dan Masalah Pengangguran”, Studi Empiriik Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.9, No 1, Juni 2008, hal.107-119. Simanjuntak.” Pengantar Ekonomi SDM”, Jakarata, LPFE UI, 1985. Sukirno, Sadono.” Pengantar Teori Makroekonomi”, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994, cet ke-2. Sukirno, Sadono.” Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan”, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006, Cet ke-2. 80 Sukirno, Sadono.”Makroekonomi Modern”, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000. Suryana.” Ekonomi Pembangunan Jakarta:Salemba Empat, 2000. Problematika dan Pendekatan”, Soesastro, Hadi.” Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia”, Jakarta, Erlangga, 2005. Roeslan, Zaris.” Prespektif Daerah dalam Pembangunan Nasional”, Jakarta, LPFE UI,1987. Wasana, Jaka.” Sumber Daya Manusia”, Jakarta, Erlangga,1985 81 LAMPIRAN-LAMPIRAN 82 DATA TINGKAT PENGANGGURAN DI INDONESIA TAHUN 1988-2008 No . Tingkat Tahun Pengangguran (%) 1. 1988 2,81 2. 1989 2,75 3. 1990 2,72 4. 1991 2,60 5. 1992 2,71 6. 1993 2,76 7. 1994 4,36 8. 1995 7,24 9. 1996 4,89 10 1997 4,68 11. 1998 5,47 12. 1999 6,36 13. 2000 6,08 14. 2001 8,10 15. 2002 9,06 16. 2003 9,50 17. 2004 9,86 18. 2005 10,26 19. 2006 10,27 20. 2007 10,77 21. 2008 9,69 83 DATA PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1988-2008 No . PDB Pertumbuhan (000.000.000 Rp) Ekonomi(%) Tahun 1. 1988 99.936.0 5,7 2. 1989 107.522.8 7,5 3. 1990 115.110.0 7,4 4. 1991 122.727.0 6,6 5. 1992 131.184.8 6,1 6. 1993 139.707.0 6,5 7. 1994 150.156.6 7,5 8. 1995 150.240.8 8,1 9. 1996 175.302.0 7,8 10 1997 183.541.2 4,7 11. 1998 159.448.2 -13,1 12. 1999 160.709.2 0,79 13. 2000 168.616.6 4,92 14. 2001 174.435.9 3,44 15. 2002 180.785.0 3,66 16. 2003 188.930.1 4,10 17. 2004 203.531.2 5,1 18. 2005 215.117.4 5,6 19. 2006 226.950.9 5,5 20. 2007 241.350.9 6,3 21. 2008 255.847.8 6,1 84 DATA INFLASI DI INDONESIA TAHUN 1988-2008 Indek Harga No Tahun Konsumen (%) Inflasi(%) 1. 1988 290.32 9,53 2. 1989 99.80 9,52 3. 1990 109.58 4,49 4. 1991 114.56 9,77 5. 1992 126.39 9,42 6. 1993 136.76 8,64 7. 1994 150.63 6,47 8. 1995 159.44 11,05 9. 1996 177.05 77,54 10 1997 167.21 2,01 11. 1998 169.90 9,35 12. 1999 185.40 12,55 13. 2000 209.32 10,03 14. 2001 231.26 5,16 15. 2002 243.58 6,40 16. 2003 98.77 5,16 17. 2004 116.89 6,40 18. 2005 136.86 17,11 19. 2006 145.89 6,60 20. 2007 155.50 6,59 21. 2008 155.44 11,06 . 85 Dependent Variable: LUNP Method: Least Squares Date: 12/08/10 Time: 18:06 Sample: 1988 2008 Included observations: 21 Variable Coefficient C -21.42868 LINF LPE Std. Error t-Statistic Prob. 2.661675 -8.050825 0.0000 0.220050 0.188622 1.166620 0.2586 1.835487 0.210386 8.724360 0.0000 R-squared 0.813426 Mean dependent var 1.718612 Adjusted R-squared 0.792695 S.D. dependent var 0.536240 S.E. of regression 0.244154 Akaike info criterion 0.149529 Sum squared resid 1.073002 Schwarz criterion 0.298747 Log likelihood 1.429942 Hannan-Quinn criter. 0.181913 F-statistic 39.23816 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.000000 1.203118 86 AUTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.295129 Prob. F(2,16) 0.1329 Obs*R-squared 4.681603 Prob. Chi-Square(2) 0.0963 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/08/10 Time: 18:07 Sample: 1988 2008 Included observations: 21 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.113211 2.578807 0.043900 0.9655 LINF -0.009985 0.182600 -0.054681 0.9571 LPE -0.005366 0.210986 -0.025434 0.9800 RESID(-1) 0.507934 0.247921 2.048777 0.0573 RESID(-2) -0.321164 0.262928 -1.221489 0.2396 R-squared 0.222933 Mean dependent var -5.00E-16 Adjusted R-squared 0.028667 S.D. dependent var 0.231625 S.E. of regression 0.228281 Akaike info criterion 0.087776 Sum squared resid 0.833794 Schwarz criterion 0.336472 Log likelihood 4.078350 Hannan-Quinn criter. 0.141750 F-statistic 1.147565 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.370043 1.771009 87 NORMALITAS 5 Series: Residuals Sample 1988 2008 Observations 21 4 3 2 1 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis -5.00e-16 0.009788 0.413288 -0.400970 0.231625 -0.129484 2.190823 Jarque-Bera Probability 0.631603 0.729204 0 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 88 HETEROSKEDASTISITAS Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.745774 Prob. F(5,15) 0.6015 Obs*R-squared 4.181048 Prob. Chi-Square(5) 0.5237 Scaled explained SS 1.828978 Prob. Chi-Square(5) 0.8723 Std. Error Prob. Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 12/08/10 Time: 18:08 Sample: 1988 2008 Included observations: 21 Variable Coefficient C -53.82408 LINF 2.406777 LINF^2 t-Statistic 31.94419 -1.684941 0.1127 3.292237 0.731046 0.4760 -0.031969 0.185532 -0.172312 0.8655 LINF*LPE -0.179319 0.184951 -0.969546 0.3476 LPE 8.001734 5.058862 1.581726 0.1346 LPE^2 -0.295808 0.200362 -1.476370 0.1605 R-squared 0.199098 Mean dependent var 0.051095 Adjusted R-squared -0.067870 S.D. dependent var 0.057135 S.E. of regression 0.059042 Akaike info criterion -2.586190 Sum squared resid 0.052289 Schwarz criterion Log likelihood 33.15500 Hannan-Quinn criter. -2.521422 F-statistic 0.745774 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.601523 -2.287755 2.133447 89 LINEARITAS Ramsey RESET Test: F-statistic 2.297444 Prob. F(2,16) 0.1327 Log likelihood ratio 5.301538 Prob. Chi-Square(2) 0.0706 Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 165.0032 93.52680 1.764235 0.0968 LINF -1.693938 0.962526 -1.759887 0.0975 LPE -13.75826 7.822328 -1.758844 0.0977 FITTED^2 5.372106 2.614355 2.054849 0.0566 FITTED^3 -1.067680 0.508901 -2.098010 0.0521 Test Equation: Dependent Variable: LUNP Method: Least Squares Date: 11/21/10 Time: 16:38 Sample: 1988 2008 Included observations: 21 Variable R-squared 0.855052 Mean dependent var 1.718612 Adjusted R-squared 0.818815 S.D. dependent var 0.536240 S.E. of regression 0.228255 Akaike info criterion 0.087551 Sum squared resid 0.833606 Schwarz criterion 0.336247 Log likelihood 4.080711 Hannan-Quinn criter. 0.141525 F-statistic 23.59610 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.000002 1.795967 90 MULTIKOLIENARITAS LIHK LIHK LPDB 1.000000 0.42277 LPDB 0.42277 1.000000 91