perlindungan hukum terhadap pekerja anak di indonesia

advertisement
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK
DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK
SKRIPSI
OLEH :
CANDRA ADI SETIAWAN
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA
2016
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK
DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK
SKRIPSI
OLEH :
CANDRA ADI SETIAWAN
NPM :12120008
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA
2016
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK
DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH :
CANDRA ADI SETIAWAN
NPM : 12120008
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA
2016
ii
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK
DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK
NAMA
: CANDRA ADI SETIAWAN
FAKULTAS
: HUKUM
JURUSAN
: ILMU HUKUM
N.P.M
: 12120008
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH
PEMBIMBING
Andy Usmina Wijaya, SH.,MH
iii
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS.
Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai
Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Wijaya Putra Surabaya.
Surabaya, 19 Agustus 2016
Tim Penguji Skripsi :
1. Ketua
: Andy Usmina Wijaya.,SH.,MH
(………………………)
( Dekan )
2. Sekretaris : Andy Usmina Wijaya.,SH.,MH
(………………………)
( Pembimbing )
3. Anggota
:1. Taufiqurrahman, Dr. H. SH, M.Hum
(………………………)
( Dosen Penguji I )
2. Musa, SH.,MH
(……………………….)
( Dosen Penguji II )
iv
MOTTO :
“BERMIMPI TANPA MAU MELAKUKAN SESUATU UNTUK MEMBUAT MIMPI
MENJADI KENYATAAN MENGGIRING KITA KEPADA KEHIDUPAN YANG
TIDAK PERNAH MENGHASILKAN BUAH”
KUPERSEMBAHKAN
Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta,
akhirnya skripsi ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia
saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:
Bapak dan Ibu saya, yang telah memberikan dukungan moril maupun materi
serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan doa
dan tiada doa yang paling khusuk selain doa yang terucap dari orang tua.
Ucapan terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena
itu terimalah persembahan bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmannirohim
Assalammualaikum Wr. Wb
Segala Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
karunianya kepada kita. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat
pada waktunya. Tidak lupa shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasullah
Nabi Muhammad Saw, Keluarga,sahabat, dan kita sebagai penulis hingga akhir
zaman.
Skripsi ini disajikan dengan maksud untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Disamping itu penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan motivasi dari
berbagai pihak mungkin dapat menyelesaikannya. Untuk Itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada :
1. Sekali lagi tak henti –hentinya saya panjatkan syukur kepada Allah SWT yang
telah memberkati saya dengan rahmat dan hidayah Nya sehingga ide penulis
skripsi ini dapat terwujud.
2. Terima kasih pula saya tujukan kepada Bpk Andy Usmina S.H.,MH Selaku
Dekan Fakultas hukum Universitas Wijaya Putra dan selaku dosen pembimbing
yang sangat begitu sabar memberikan pengarahan selama bimbingan dan tak
segan bersikap sebagai sahabat dan sosok seorang bapak.
vi
3. Bapak H. Budi Endarto, S.H.,M.Hum selaku Rektor dan Dosen kami selama
perkuliahan selalu memberikan motivasi dan pandangan terhadap persaingan
dalam dunia bisnis.
4. Alm. Ibu Tri Wahyu Andayani S.H.,M.HUM selaku Dekan dan Dosen pengajar
kami pada semester awal perkulihaan, beliau sangat berjasa atas ilmu yang
diberikan kepada Mahasiswanya dan beliau juga dapat menjadi sahabat bagi
Para Mahasiswa, Semoga ilmu yang diberikan kepada anak didiknya menjadi
sebuah amal kebaikan dan di terima di sisi Allah,SWT, Amin.
5. Ucapan terima kasih untuk Bapak dan ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas
Wijaya Putra yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan pada diri penulis.
6. Ucapan terima kasih yang terhingga atas segala usaha dan doa dari orang tua
saya Bapak H. Soekadi dan Ibu Hj. Siti Nafiah . Saya ucapkan terima kasih atas
dukungannya kepada Istri saya Nikmatur Rochmah dan anak saya tersayang
Kenzie Adyatama Ardhani dan kakak saya Dony Joko Setiawan. S.H.
7. Terima kasih buat staff Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Ibu Fifin yang
selalu memberikan informasi yang up to date dan yang selalu sabar ya bu dalam
mengahadapi mahasiswanya yang jail dan humoris .
8. Terima Kasih buat Ibu Retno Widaryanti selaku Kepala Departement PGA &
HSE PT. STEEL PIPE INDUSTRY OF INDONESIA. Tbk, dan sebagai atasan
langsung saya yang sudah memberikan Dispensasi waktu kerja untuk
menyelesaikan skripsi.
vii
9. Terima kasih buat rekan – rekan musisi “OM”DZAFISTA “ Mr. Aziz Boroz, Cak
Bagus kendang, Cak Arif keyboard, Cak Pooh MC, yang sudah memberikan
dukungan saya untuk menjadi seorang Sarjana Hukum.
10. Terima kasih buat Abah Sholeh pimpinan Orkes “SERA” yang sudah
memberikan kepercayaannya kepada saya dan menjadi Partner yang solid
dalam dunia intertaiment, Semoga Jobnya Rame terus Buat SERA MUSIC.
Akhir kata, seperti kata pepatah kesempurnaan manusia itu hanya dimiliki yang
Maha sempurna, untuk itu penulis mohon maaf apabila terucap kata-kata yang tidak
berkenan baik yang disengaja maupun tidak di sengaja, dan saya berharap skripsi
ini bermanfaat serta dapat memperluas wawasan bidang hukum bagi para
mahasiswa yang tertarik dengan pokok bahasan skripsi ini.
Wasalamualiakum Wr. Wb
Surabaya, 19 Agustus 2016
Candra Adi Setiawan
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
HALAMAN PENGUJIAN ............................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3. Penjelasan Judul ......................................................................................... 5
1.4. Alasan Pemilihan Judul ............................................................................... 9
1.5. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 10
1.6. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 10
1.7. Metode Penelitian ....................................................................................... 11
1.7.1. Tipe Penelitian ......................................................................................... 11
1.7.2. Pendekatan Masalah.................................................................................. 11
1.7.3. Sumber bahan hukum................................................................................ 12
1.7.4 Prosedur Pengumpulan dan Pengelolahan bahan hukum ........................... 12
1.7.5 Analisa Data Hukum ................................................................................ 13
ix
1.8. Sistematika Penulisan ................................................................................. 13
BAB II PENGATURAN HUKUM HAK ANAK PADA KONVESI HAK
ANAK ............................................................................................................... 15
2.1. Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Konvensi Hak Anak ........................... 15
2.2. Pengertian Anak,Bentuk-bentuk Hak Anak Yang Terdapat Dalam
Konvensi Hak Anak Serta Bentuk Perlindunganya ....................................... 25
2.3. Hak dan Kewajiban Anak Yang Tercantum Dalam Undang-undang
No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak dalam Pasal 4
sampai dengan 19 ......................................................................................... 27
BAB III AKIBAT HUKUM BAGI NEGARA YANG TELAH MERATIFIKASI
KONVENSI HAK ANAK SERTA UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEKERJA ANAK ................................................................................ 32
3.1. Implementasi Konvensi Hak Anak di Indonesia ......................................... 32
3.2. Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak......................................... 37
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 49
4.1. Kesimpulan................................................................................................ 49
4.2. Saran ......................................................................................................... 51
DAFTAR BACAAN ...................................................................................................... 53
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perekonomian di Indonesia yang semakin memburuk sejak terjadinya krisis
moneter, yang hingga kini belum pulih berdampak di berbagai bidang, baik
dibidang perekonomian,social,budaya, dan pertahanan keamanan di Indonesia.
Diantara bidang – bidang tersebut yang paling dirasakan dampaknya oleh
masyarakat adalah dibidang ekonomi, karena segala macam kebutuhan hidup
semakin
mahal
dan
semakin
sulit
dijangkau
oleh
masyarakat
yang
berpengahasilan rendah. Walapun saat ini pemerintah telah berupaya untuk
memperbaiki kondisi perekonomian di Indonesia hingga kini masih belum pulih
secara keseluruhan.
Sektor perindustrian dan perdagangan yang mengalami kerugian karena
semakin melehmahnya nilai mata uang rupiah sehingga banyak yang tidak
mampu melanjutkan kegiatan usahanya. Perusahaan yang masih melanjutkan
kegiatan usahanya itu pun harus mengadakan efisiensi diberbagai sektor
sehingga menyebabkan pengurangan tenaga kerja besar – besaran tersebut
menyebabkan tingkat pengangguran meningkat tinggi. Mereka yang hidupnya
hanya menggantungkan dari sumber penghasilan saja, yaitu mengharapkan
upah sebagai tenaga kerja kerja,akhirnya harus menderita dan keluarga juga
menjadi korban, karena kehilangan mata pencaharian yang berarti kehilangan
sumber penghasilan. Anak – anak sekolah pun akhirnya banyak yang putus
sekolah karena orang tua mereka sudah tidak mampu membiayai lagi.
2
Perkembangan masalah dan perlindungan anak dewasa ini menjadi perhatian
penting di masyarakat dan menjadi bagian permasalahan dari suatu proses dan
dinamika pembangunan khususnya pengembangan sumber daya manusia.
Kebutuhan ekonomi yang semakin lama semakin sulit dipenuhi memaksa anak –
anak yang seharusnya duduk dibangku sekolah untuk bekerja demi memenuhi
kebutuhan mereka. Usaha pemerintah yang hingga kini belum dapat mengurangi
angka tenaga kerja anak menyebabkan semakin banyak anak di Indonesia yang
terancam dengan berbagai macam kejahatan anak.
Tingginya tingkat penganguran sejak terjadinya krisis yang hingga kini belum
membaik, juga menjadi salah satu penyebab bertambahnya pekerja anak. Anak
–anak yang putus sekolah mau tidak mau terpaksa harus bekerja guna
memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan harapan suatu saat mereka dapat
bersekolah kembali. Tidak sedikit juga diantara anak – anak yang putus sekolah
tersebut menjadi anak –anak jalanan, pekerja seks anak dan korban
perdagangan anak.
Anak – anak putus sekolah yang bekerja dengan para majikan atau
pengusaha seringkali dijadikan alat untuk mencari keuntungan, sehingga dalam
perjanjian kerjanya mereka tidak tahu apa saja hak –hak yang seharusnya
mereka peroleh sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,
masalah pekerja anak sering kali terkait dengan masalah kesejahteraan sosial
anak serta kesehatan keselamatan kerja anak sebagian besar terjadi pada sektor
–sektor usaha pada umumnya dan disektor formil khususnya, yaitu sejak
dikeluarkannya Keppres Nomor 36 tahun 1990 yang berarti pemerintah
Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak. Dengan diratifikasinya konvensi
hak anak, maka Pemerintah Indonesia sebagai Negara peserta Konvensi Hak
3
Anak mempunyai kewajiban dalam pemerintah Indonesia juga mempunyai
kewajiban yaitu.1
1) Membentuk sebuah komisi yang disebut dengan komisi Nasional Hak Anak.
2) Membuat laporan nasional ( Country Report) kepada UNICEF dalam rangka
monitoring pelaksanan Konvensi Hak Anak. Adapun kewajiban membuat
laporan dimaksud dilaksanakan pada saat 2 (dua) tahun setelah Negara
peserta meratifikasi Konvensi Hak Anak,dan laporan rutin setelah itu periode
lima tahun sekali.
Hak – hak yang seharusnya diperoleh anak – anak yang berkerja pada
majikan atau pengusaha seringkali diabaikan, karena kurangnya sosialisasi hak
serta pembekalan atau penyuluhan bagi anak –anak yang terpaksa bekerja
kepada majikan atau pengusaha rawan menjadi subyek pelanggaran dalam hal
pemenuhan haknya,terutama bagi mereka yang bekerja disektor industri, yang
penuh dengan resiko keselamatan kerja. Anak –anak bekerja, kebanyakan
berpendapat mereka bekerja sesuai dengan pekerjaanya dan mendapat upah,
tanpa memperdulikan hak –hak lainya,yang seharusnya mereka peroleh di
tempat mereka bekerja. Para pengusaha seringkali menggunakan kontrak kerja
yang bersifat sepihak dan sementara, sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan tanpa adanya tunjangan maupun jaminan –jaminan sosial serta
hak-hak lainya yang seharusnya diperoleh. Para pekerja anak bukan sekedar
bekerja menjalankan pekerjaan dengan memperoleh yang sangat rendah tetapi
juga terancam akan bahaya keselamatan kerja bagi mereka yang bekerja di
1
Muhammad Joni / Zulchaina Z.Tanamas,” Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif
Konvensi Hak Anak” Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1999 ( Selanjutnya disebut Muhammad Joni
),hal. 69
4
lingkungan industri serta ancaman bahaya yang merusak masa depan mereka
karena pekerjaan yang menghambat pertumbuhan fisik dan psikis mereka.
Perlindungan anak sebenarnya telah terintegrasi dalam hukum nasional
Indonesia yang terdapat dalam KUHPerdata KUHPidana dan sejumlah peraturan
perundang – undangan perlindungan anak,namun baru semenjak tahun 1989
ketika PBB mengesahkan Konvensi Hak Anak pada 20 November 1989, gerakan
perlindungan dan penegakan Hak Anak makin gencar termasuk Indonesia
sebagai
Negara
yang
telah
meratifikasi
Konvensi
Anak,yaitu
dengan
dikeluarkannya Keppres No.36 Tahun 1990. 2Nasib anak yang tergantung dari
berbagai macam faktor makro dan mikro yang langsung maupun tidak langsung
diantaranya factor kemiskinan, perencanaan kota, sistim pendidikan, lingkungan
sekitar,dan masih banyak lagi, yang semuanya itu tidak lepas dari peran serta
masyarakat dan pemerintah.
Masalah pekerja anak sebenarnya masalah yang sangat kompleks karena
menyangkut pertumbuhan ekonomi suatu Negara, sehingga dengan semakin
meninggkatnya pekerja anak juga akan mempengaruhi laju perekonomian suatu
Negara, walaupun Konvensi Hak Anak telah diratifikasi serta sejumlah program
dan legislasi hak –hak anak telah dilakukan dan diakui,namun realitas nasib anak
di Indonesia masih belum terlihat menggembirakan bahkan jumlah anak putus
sekolah dan pekerja anak terus bertambah. Konvensi Hak Anak sebagai bentuk
kepedulian Negara –negara di dunia akan perlindungan anak memiliki
karakteristik sebagai pengakuan dan penghormatan terhadap hak –hak asasi
manusia. Hukum dan peraturan –peraturan yang ada belum cukup untuk
melindungi dan mengurangi jumlah tenaga kerja anak di Indonesia.
2
Muhammad Joni, hal.33
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk –bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga
kerja anak di Indonesia sehubungan diratifikasinya Konvensi Hak Anak ?
2. Bagaimana akibat hukumnya apabila terjadi pelanggaran hak terhadap
pekerja anak, yang dilakukan oleh majikan atau pengusaha yang
mempekerjakan anak ?
1.3 Penjelasan Judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak di Indonesia Berdasarkan
konvensi Hak Anak” dan saya akan menjelaskan dan menjabarkan tentang judul
tersebut sebagai berikut :
Anak
merupakan
suatu
bagian
dari
masyarakat
yang
memerlukan
pemeliharaan dan perlindungan secara khusus serta tidak dapat dilepaskan dari
bantuan orang dewasa pada tahun-tahun permulaan kehidupannya. Dalam
kehidupan bermasyarakat, ketidakberdayaan yang dimiliki oleh anak-anak
menjadikan mereka sering dipandang sebagai kelompok usia belia yang bodoh
maka perlu diajar, tidak bertanggungjawab maka perlu didisiplinkan, belum
matang maka perlu dididik tidak mampu maka perlu dilindungi dan sebagai
sumber daya anak-anak sering dimanfaatkan.
6
Beberapa pengertian anak dari beberapa sumber antara lain :
1. Dalam kamus sosiologi, yang dimaksud anak adalah seseorang yang
menurut hukum mempunyai usia tertentu, sehingga dianggap hak dan
kewajibannya terbatas. 3Sehingga perlakuan seorang anak dan manusia
dewasa sangatlah berbeda. Seorang anak harusnya mendapatkan perhatian
dan pemenuhan hak yang penuh dalam membantu pertumbuhan dan
perkembangan kepribadiaannya sehingga berpengaruh baik terhadap
kehidupan dewasanya.
2. Pengertian anak berdasarkan UU RI No.23 Th. 2002 tentang perlindungan
anak, disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.4
3. Sedangkan yang
dimaksud anak dalam UU RI No.3 Th. 1997 tentang
pengadilan anak
adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah kawin.
Dari beberapa pengertian anak berdasarkan Undang-undang diatas dapat
diambil beberapa karakter yang di sebut anak, yaitu yang pertama, anak adalah
seorang laki-laki atau perempuan yang berumur antara 8 sampai 18 tahun.
Karena anak yang berumur kurang dari 8 tahun dapat disebut dengan bayi atau
balita. Karakter yang kedua, yang dimaksud dengan anak adalah orang yang
belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah. Jadi yang dimaksud anak
adalah yang tidak terikat dengan pernikahan maupun perceraian. Sehingga
apabila seseorang berumur kurang dari 18 tahun namun memiliki ikatan
3
Soerjono Soekanto,kamus sosiologi (Jakarta:PT Raja Grafindo dan tempar Jakarta kencana,2010)
hal 235.
4
UU Perlindungan anak ( UU RI No 23 thn 2002) Jakarta Redaksi Sinar Grafika 2002.hal 3
7
pernikahan maupun perceraian, maka anak tersebut sudah dapat dikatakan
orang dewasa.
Pengertian pekerja atau buruh anak sendiri secara umum adalah anak-anak
yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain,
atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan
menerima imbalan atau tidak.5 Berdasarkan UU Nomor 25/1997 tentang
ketenagakerjaan tepatnya ayat 20 disebutkan bahwa yang dimaksud anak
adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. Umur
tersebut hanya di dapat dari anakanak yang hanya sekolah sampai tingkat pendidikan SLTP atau SMP (Sekolah
Menengah Pertama). Ataupun apabila anak sudah bekerja lama maka
kemungkinan anak tersebut tidak mendapatkan hak pendidikan di sekolah
maupun tempat formal.6
Menurut Tjandraningsih, dalam banyak kasus dikalangan keluarga miskin ,
anak-anak biasanya bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga atau
rumah tangganya. Hubungan kerja pada pekerja anak ada beberapa bentuk.
sebagai buruh, anak-anak menerima imbalan atau upah untuk pekerjaannya.
Untuk pekerja anak yang magang mereka ada yang dibayar dan ada yang tidak
dibayar. Sedangkan sebagai tenaga kerja keluarga umumnya anak-anak tidak di
bayar.
Konvensi Hak anak adalah perjanjian internasional yang memberikan
pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak5
Bagong Suyanto,(Masalah sosial anak, Jakarta: Kencana 2010) hl 111
6
Undang –Undang Ketenagakerjaan, Jakarta Redaksi Sinar Grafika,1997. hl 34
8
hak anak. (konvensi = fakta, perjanjian), Konvensi Hak Anak disetujui dengan
suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989. Konvensi
Hak
Anak
bersifat
mengikat
terhadap
Negara-Negara
yang
telah
menandatangani atau meratifikasinya dan Indonesia meratifikasi KHA melalui
Keppres No. 36/1990 tertanggal 25 Agustus 1990 dan sejak 5 Oktober 1990
Indonesia terikat pada ketentuan – ketentuan Konvensi Hak Anak.7
8
Di Indonesia juga sudah mempunyai Undang-Undang khusus untuk
melindungi hak-hak anak, yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Undang-undang tentang perlindungan anak ini ditetapkan
pada tahun 2002, dua belas tahun setelah Indonesia menyatakan meratifikasi
konvensi hak anak. Dari lamanya rentang waktu ini terlihat kurang seriusnya
pemerintah untuk benar-benar melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak.
Pasal
2
menyebutkan
bahwa
perlindungan
anak
bertujuan
menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera, selanjutnya
Pasal 20 mewajibkan kepada negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan
orang tua untuk ikut bertanggung jawab terhadap perlindungan anak. Bagian lain
dari undang-undang ini merumuskan ancaman pidana bagi pelaku eksploitasi
anak, termasuk orang yang mengetahui adanya eksploitasi. Pasal-pasal dalam
undang-undang ini sangat berkaitan dengan rumusan perlindungan anak sebagai
pekerja. Terutama dengan kaitan jenis-jenis pekerjaan terburuk bagi anak seperti
7
https://pedulihakanak.wordpress.com/2008/11/20/konvensi-hak-anak
8
http://mcrizzwan.blogspot.co.id/2015/02/artikel-aturan-aturan-dan perlindungan.html.
9
yang dimaksudkan dalam konvensi ILO No. 182. dengan adanya ketentuan
pidana dalam undang-undang ini, maka perlindungan terhadap anak terutama
dalam hal anak sebagai pekerja, diharapkan dapat terlaksana. Memang undangundang ini tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan anak sebagai
pekerja. Akan tetapi ketentuan-ketentuan konvensi ILO No. 138 dan konvensi
ILO No. 182 telah dijadikan dasar hukum adanya undang-undang ini.
Kebijakan perlindungan anak terhadap penanggulangan pekerja anak
dianggap belum efektif. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala di lapangan.
Antara lain, nilai-nilai sosial seperti nilai historis, tradisi, kebiasaan, lingkungan
sosial, budaya masyarakat yang tersusun dari tingkah laku yang terpola, dan
lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh bidang pengawasan
ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
1.4 Alasan Pemilihan Judul
Pemerintah Indonesia tampak masih belum konsisten dalam melaksanakan
Konvensi hak Anak PBB yang telah menjadi hukum internasional sejak 2
September 1990. Umur pekerja anak yang menurut ketentuan dunia berumur
minimal 18 tahun tidak ditaati, sejumlah anak masih dieksploitasi dan
dipekerjakan secara tidak manusiawi.
1.5 Tujuan Penelitian
Penulisan ini bertujuan agar pemerintah lebih mengefektifkan aturan-aturan
yang telah ada, termasuk pemberdayaan aparatur Negara dan lembaga-lembaga
swadaya masyarakat yang konsisten terhadap perlindungan hak-hak anak untuk
bisa lebih mengawasi dan mendampingi anak yang dipekerjakan agar tidak
10
diperlakukan sewenang-wenang oleh yang mempekerjakannya,dalam kaitannya
dengan upaya penghapusan anak sebagai pekerja, Pemerintah haruslah
mempunyai target untuk menghapus pekerja anak secara tuntas. Untuk itu
diperlukan suatu kebijakan yang bersifat nasional dengan upaya penghapusan
kemiskinan yang telah terstruktur dan menambah wacana pengetahuan tentang
hukum perburuhan khususnya tentang perlindungan hukum tenaga kerja
anak,yang selama ini kurang tersosialisasi dengan baik, di kalangan masyarakat
pada umumnya,guna menambah pengetahuan kepada pengusaha –pengusaha
yang memperkerjakan pekerja anak serta kepada orang tua yang dimana
anaknya sebagai pekerja anak dan untuk mengetahui hak –haknya sebagai
pekerja anak serta mengetahui akibat hukumnya apabila terjadi pelanggaran
terhadap pekerja anak yang dilakukan oleh majikan atau pengusaha yang sudah
di atur dalam undang – undang No 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak
dan Undang –undang No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
1.6 Manfaat Penelitian
1.
Manfaat dari penulisan Skripsi ini untuk memberikan pengetahuan yang
lebih luas mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja anak
2.
Skripsi ini akan memberikan masukan berupa saran dari penulis kepada
berbagai pihak khususnya pemerintah lebih konsentrasi dalam mengawasi
3.
pelaku usaha dalam mempekerjakan pekerja anak
4.
Bagi pekerja anak adalah sebagai suatu bentuk perhatian yang khusus
terutama adanya jaminan perlindungan hukum terhadap hak – hak pekerja
anak.
11
5.
Bagi
ilmu
pengetahuan,
sebagai
masukan
tentang
implementasi
perlindungan hukum terhadap pekerja anak sebagaimana telah dituangkan
dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002.
1.7 Metode Penelitian
Skripsi Ini mengkaji masalah perlindungan hukum terhadap tenaga kerja
anak yang sering kali di langgar oleh para majikan atau pengusaha yang
memperkerjakan anak.
1.7.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normative, yaitu
penelitian yang menekankan pada hukum dan peraturan perundang – undangan
yang memiliki hubungan dengan praktek kegiatan pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja anak.
1.7.2 Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah
penelitian melalui pendekatan perundang – undangan,yaitu penelitin yang
dilakukan dengan cara menganalisa hukum dan peraturan perundang –
undangan yang berkaitan dengan praktek kegiatan pelaksanaan perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja anak.
12
1.7.3 Sumber bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer
yaitu peraturan perundang – undangan yang berlaku dalam mewujudkan
perlindungan hukum terhadap anak :
1.
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang tenagakerjaan
2.
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
3.
Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang konvensi ILO No.182
4.
Undang-Undang No. 20 tahun1999 tentang konvensi ILO No.138
5.
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang peradilan anak
6.
Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak
7.
Kitab Undang-Undang Hukum perdata ( Terjemahan ).
Serta bahan hukum sekunder yang diperoleh dari kepustakaan yaitu berupa
artikel – artikel dan literature –literatur atau karya tulis para sarjana yang
berhubungan dan berkaitan dengan pekerja anak serta yang berkaitan dengan
pokok bahasan yang dapat mendukung menyusun skripsi ini.
1.7.4 Prosedur Pengumpulan dan pengelolahan bahan hukum
Di dalam pengumpulan bahan hukum diperoleh dengan menggunakan cara
studi keperpustakaan, yaitu dilakukan dengan mengumpulkan bahan –bahan
hukum
dan menganalisa literature-literatur yang berhubungan dengan pokok
bahasan skripsi ini.
Sedangkan proses pengolahan bahan hukum , yaitu data –data disusun
berdasarkan maslah yang dikemukakan tentang bentuk perlindungan terhadap
pekerja anak sehubungan diratifikasinya Konvensi Hak Anak dan akibat hukum
apabila terjadi pelanggaran hak terhadap pekerja anak tersebut. Kemudian dari
13
hasil data-data yang diperoleh disusun secara sistematis dan berurutan sehingga
dapat mendukung penulisan skripsi ini.
17,5. Analisa Data Hukum
Teknik analisa bahan hukum yang menggunakan adalah deskriptif analisa,
yaitu dengan menggunakan Undang-Undang yang berlaku dan dari data-data
yang diperoleh dari kepustakaan yang digunakan sebagai arahan dan untuk
kemudian dipadukan dan dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan secara
menyeluruh.
1.8
Pertanggungjawaban Sistematika
Sistematika penulisan skiripsi ini dibuat sebagaimana lazimnya suatu karya
ilmiah,sehingga dapat dipahami dengan mudah. Sistematika penulisan skripsi ini
dibagi dalam empat bab, dimana antara bab yang satu dengan yang lain saling
berkaitan.
Pada Bab I, sebagai pendahuluan yang berisikan tentang garis besar
permasalahan yang akan kami bahas serta arah pemikiran dari penulisan yang
dituangkan dalam skripsi ini. Dalam bab ini terdapat uraian mengenai latar
belakang dan permaslahan yang dihadapi, penjelasan judul dimaksudkan guna
memberikan batasan dalam pembahasan, tujuan penulisan,metode penulisan
dan akhiri dengan pertanggungjawaban sistematika.
Pada Bab II, di kemukakan pembahasan rumusan masalah yang pertama,
yaitu dalam hal ini akan dijabarkan menjadi dua sub bab, dalam sub bab pertama
akan membahas tentang sejarah dan latar belakang yang menyebabkan adanya
Konvensi hak anak, karena untuk memahami Konvensi Hak anak, terlebih dahulu
14
harus memahami sejarah dan latar belakang yang menyebabkan adanya
konvensi hak anak, Sub bab ke dua akan membahas tentang pengertian tentang
pekerja anak serta bentuk – bentuk hak anak yang terdapat dalam Konvensi Hak
Anak,serta bentuk perlindunganya sehubungan dengan adanya tenaga kerja
anak Indonesia.
Pada Bab III, menguraikan pembahasan dari rumusan masalah yang kedua,
dalam bab ini akan dijabarkan menjadi tiga sub bab, sub bab pertama akan
membahas mengenai implementasi Konvensi Hak Anak Indonesia, sehubungan
dengan Indonesia sebagai salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi Hak
Anak, Sub Bab yang kedua akan menjelaskan mengenai pelaksanaan konvensi
Hak Anak sehubungan dengan adanya tenaga kerja anak. Sub Bab ketiga
membahas tentang perlindungan hak anak dalam praktek serta akibat hukumnya
apabila terjadi pelanggaran terhadap Hak Anak sehubungan diratifikasinya
Konvensi Hak Anak.
Pada Bab IV, adalah bab penutup dari skripsi ini merupakan kesimpulan
saran dari pokok – pokok masalah yang dibahas dalam kesimpulan dalam Bab II
dan III.
15
BAB II
PENGATURAN HUKUM HAK ANAK
PADA KONVENSI HAK ANAK
2.1 Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Konvensi Hak Anak
Realita keadaan anak di dunia belum bisa menyingkirkan keadaan yang
buruk bagi anak. Hampir diseluruh belahan dunia tatanan dan perilaku kehidupan
masyarakat masih menyimpan masalah anak yang seolah tiada habisnya.
9
Anak –anak sering menjadi korban perang konflik bersenjata antar bangsa
yaitu sering digunakan sebagai prajurit yang akhirnya membawa korban anak –
anak. Dalam Negara berkembang, anak-anak juga menjadi korban pertumbuhan
ekonomi,diantaranya menjadi anak-anak jalanan, pekerja anak, eksploitasi seks
anak hingga perdagangan anak dan penculikan anak.
Data yang didapat melalui ILO menyatakan bahwa sekitar 200 juta anak –
anak bekerja atau aktif secara ekonomi diluar rumah karena kimiskinan dan
urbanisasi dengan penjelasan bahwa sejumlah 7% adalah anak-anak di Amerika
Latin, Kemudian 18% adalah anak-anak dikawasan Asia, sedangkan 25% adalah
anak –anak dibenua Afrika sebagai jumlah terbesar pekerja anak. Sementara itu
Indonesia, menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik( BPS )
diperkirakan 2,4 Juta anak-anak usia 10 sampai dengan usia14 tahun aktif
secara ekonomi. Belum lagi anak-anak yang berusia dibawah 10 tahun. Angka
yang dikeluarkan BPS itu Konservatif, artinya masih kecil dibandingkan dengan
9
Irwanto, dalam Muhammad Joni, et.al.,ibid
16
realitas anak-anak usia belajar yang putus sekolah yang diperkirakan 6,5 juta.
Bahkan beberapa peneliti dari lembaga yang peduli dengan masalah pekerja
anak menyebut angka yang lebih besar,seperti doctor Irawanto mengungkap 6
juta anak –anak bekerja, dan penelitian lain memperkirakan sekitar 10 juta jiwa.10
Anak pada dasarnya adalah sumber daya dan penerus cita – cita bangsa
yang potensinya telah diolah atau bahkan direkayasa oleh generasi penerus
sebelumnya. Sebagai generasi penerus, anak harus memikul tanggungjawab
mengembangkan kemampuanya semaksimal mungkin. Oleh karenanya, ia
mutlak memerlukan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang
secara wajar,baik dari aspek jasmani,rohani,maupun sosial budaya dan ekonomi.
Namun demikian,di dalam masyarakat selalu ada sebagian komunitas yang
terdiri dari anak –anak yang mengalami kendala kesejahteraan jasmani,
Rohani,Sosial budaya dan ekonomi.
Yang paling sering dijumpai adalah pekerja anak. Masalah pekerja anak tidak
akan lepas dari komunitas anak yang terpaksa bekerja dan atau pekerja anak
baik disektor formal maupun informal.
Fenomena pekerja anak terutama diperkotaan dan secara ekonomis
akhirnnya akan terbentuk masyarakat yang teraliansi dari peradaban pendidikan
formal.akibatnya harapan tumbuh kembang secara wajar bagi pekerja anak
bukan lagi merupakan cita –cita,tetapi sekedar slogan yang semakin tidak
dipahami kegunaannya.
Menurut Undang –Undang Nomor 12 Tahun 1948.Pasal 2 disebutkan “ Anak
tidak boleh menjalankan pekerjaan”. Yang dimaksud dengan pekerjaan yang
10
Ibid.,h.3
17
dilakukan oleh pekerja untuk pengusaha dalam suatu hubungan kerja dengan
menerima upah. Tidak termasuk dalam hal sebagai berikut :
1. Murid-murid yang magang/berkaitan dengan pendidikan
2. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang anak untuk orang tuanya
3. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang anak untuk membantu tetanganya
( sesuai adat kebiasaan ).
Larangan terhadap adanya pekerja anak dalam Undang –undang Nomor 12
Tahun 1948 bersifat mutlak, tanpa pengecualian. Bahkan menurut Pasal 17 dan
18 undang – undang ini juga ditegaskan bahwa apabila seorang majikan
mengabaikan larangan termaksud akan dikenai sanksi pidana. Jika dikaitkan
dengan undang –undang kesejahteraan anak, maka larangan sebagaimana
dicantumkan ( termasuk ancaman sanksi ) dalam undang –undang tersebut
memiliki relevansi yang sangat tinggi.
Melalui perserikatan Bangsa- bangsa (PBB) yang mengesahkan Konvensi
Hak Anak ( UN’s Convention on The Rights of the child ) pada 20 November
1989, yang hingga kini telah mengikat 191 (seratus Sembilan puluh satu) Negara
peserta,maka upaya promosi,penyebaran dan penegakan hak –hak anak
digerakan ke seluruh dunia, utamanya di Negara –negara yang telah meratifikasi
Konvensi Hak Anak.11
Sebelum adanya Konvensi Hak Anak, usaha untuk memperjuangan hak –hak
anak telah berlangsung sejak perang dunia pertama yaitu dengan dirumuskan
draft hak –hak anak yang dilakukan oleh Mrs.Eglantynee Jebb, pendiri “Save The
Cihildern Fund dan membuat draft” Piagam Anak “pada tahun 1923 yang berisi
11
Ibid.,hal 3
18
:12 “Bawasannya kita harus menuntut hak –hak tertentu untuk anak –anak dan
memperjuangainya untuk mendapat pengakuan universal”
Draft Tersebut kemudian dikembangkan menjadi 7 gagasan mengenai hak –
hak anak yaitu :13
1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai ras ,
kebangsaan dan kepercayaan.
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga.
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan
secara normal, baik material, moral dan spiritual.
4. Anak yang lapar harus diberi makan,anak yang sakit harus dirawat, anak
cacat mental atau cacat tubuh harus di didiik,anak yatim piatu dan anak
terlantar harus di urusi/ diberi perumahan.
5. Anaklah yang pertama –tama harus mendapat bantuan/ pertolongan pada
saat terjadi kesengsaraan.
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program
kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agara pada saat
diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus
dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya
dibutuhkan untuk pengabdian kepada sesame umat.
Fenomena dan persoalan anak yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang
kultur sosial ekonomi setempat yang menyebabkan sejarah perkembangan hak –
hak anak terus berkembang. Berikut perkembangan sejarah hak-hak anak:14
12
Ibid., h.29
Ibid., h.30
14
ibid h.31
13
19
1. Tahun 1923 Hak – hak anak disetujui oleh Save The Children International
Union.
2. Tahun 1924 Hak yang disetujui oleh League Of Nation ( Liga Bangsa –
bangsa ), yang merupakan suatu upaya International sebagai hasil dari
pengalaman dengan anak yang menderita karena perang.
3. Tahun 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan di terimanya Deklarasi
Universal mengenai Hak Asasi Manusia. Walaupun hak anak secara Implisit
sudah termasuk didalamnya, banyak yang beranggapan bahwa kebutuhan
khusus anak perlu disusun dalam kebutuhan khusus anak perlu disusun
dalam suatu dokumen secara terpisah.
4. Tahun 1959 Majelis Umum PBB mengangkat Deklarasi kedua mengenai Hak
Anak. Kelompok komisi Hak asasi manusia PBB mulai mengerjakan konsep
Konvensi Hak Anak.
5. Tahun 1979 Tahun Anak Internasional. Sepuluh butir dari deklarasi telah
dipublikasikan secara meluas.
6. Tahun 1989 Konsep Konvensi telah disiapkan dengan lengkap Konvensi
disetujui oleh Majelis Umum.
7. Pada 2 September 1990 Konvensi Hak Anak mulai diberlakukan.
Sampai dengan bulan Februari 1996, konvensi Hak Anak telah diratifikasi
oleh 187 (seratus delapan puluh tujuh) Negara dari 163 (seratus enam puluh
tiga) Negara anggota PBB.
Sebagai sebuah perjanjian internasional, Konvensi Hak Anak diratifikasi oleh
hampir seluruh Negara, namun ratifikasi bukan merupakan tujuan akhir dari
Konvensi
Hak
Anak. Pelaksanaanya ke dalam
hukum, kebijaksanaan,
20
kebiasaan, praktek sehari – hari adalah muara dari maksud diadakannya
Konvensi Hak Anak. Majelis Umum PBB telah memberikan mandat kepada
UNICEF untuk menegakkan perlindungan hak –hak anak yang membantu
peluang mereka mengembangkan potensinya secara penuh.
Untuk mengimplementasikan Konvensi Hak Anak kepada Negara –negara
peserta, Unicef telah ditunjuk untuk mendirikan hak –hak anak yang telah
diungkapkan dengan merumuskan program aksi (Plan of Action), dimana kedua
kebijakan tersebut ditegaskan dalam Mission Statement of UNICEF.15
Sehubungan dengan Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of The
Child) yang telah disahkan oleh majelis umum Perserikatan Bangsa –bangsa
pada tanggal 20 November 1989 mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered
to force ). Pada tanggal 2 September 1990. Konvensi Hak Anak ini merupakan
instrument yang merumuskan prinsip –prinsip universal dan norma hukum
mengenai kedudukan anak. Oleh Karena itu, Konvensi Hak Anak merupakan
perjanjian Internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukan masing
–masing hak sipil dan politik hak ekonomi, sosial dan budaya. Konvensi Hak
Anak merupakan hasil dari konsultasi dan pembicaraan Negara –Negara,
lembaga- lembaga PBB dan lebih dari lima puluh organisasi Internasional.
Berkenan
dengan
Konvensi
Hak
Anak,
Pemerintah
RI
telah
ikut
mengesahkan Konvensi termaksud yang dinyatakan dalam KEPRES No .36
Tahun 1999 tentang pengesahan Convention on The Right of The Child; Yang
15
”Impelementasi Hak (Sebuah gerakan Mondial,” Analisa, September 1996,Citra Aditya
bahkan,bandung,1999,h.24
21
dalam hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang –undang
dasar 1945 Pasal 11 yang berisi ;16
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban
keuangan
negara,
dan/atau
mengharuskan
perubahan atau
pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang. ***)
Sebagai sebuah perjanjian internasional, konvensi hak anak diratifikasi
hampir seluruh Negara. Namun peratifikasian bukan merupakan tujuan akhir dari
konvensi itu. Pelaksanakan kedalam hukum kebijaksanaan, kebiasaan, praktek
sehari-hari, adalah muara dari maksud di adakanya Konvensi Hak Anak . Majelis
umum PBB telah memberikan mandate kepada UNICEF untuk menegakkan
perlindungan hak –hak anak yang membantu mereka untuk menemukan
kebutuhan dasarnya dan untuk membuka peluang mereka mengembangkan
potensinya secara penuh.
Konvensi Hak Anak merupakan wujud nyata atas upaya perlindungan
terhadap anak, agar hidup anak menjadi lebih baik. Sejak Indonesia meratifikasi
Konvensi Hak Anak di Tahun 1990 banyak kemajuan yang telah ditunjukkan oleh
pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Konvensi Hak Anak. Dalam
menerapkan Konvensi Hak Anak, negara peserta konvensi punya kewajiban
16
UUD 1945
22
untuk melaksanakan ketentuan dan aturan-aturannya dalam kebijakan, program
dan tata laksana pemerintahannya.
Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian yang mengikat, yang
artinya ketika disepakati oleh suatu negara, maka negara tersebut terikat pada
janji-janji yang ada di dalamnya dan negara wajib untuk melaksanakannya.
Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian hukum international tentang
hak-hak anak. Konvensi ini secara sederhana dapat dikelompokkan kedalam 3
hal. Pertama, mengatur tentang pihak yang berkewajiban menanggung tentang
hak yaitu negara. Kedua, pihak penerima hak yaitu anak-anak. Ketiga, memuat
tentang bentuk-bentuk hak yang harus dijamin untuk dilindungi, dipenuhi dan
ditingkatkan.
17
Negara punya kewajiban untuk melindungi, memenuhi, menghormati,
mempromosikan hak-hak anak. Sedangkan anak, karena dianggap belum
matang secara fisik dan mental maka kewajiban anak dianggap beralih pada
orang dewasa yang menjadi pengasuhnya, baik keluarga maupun pengasuh
dalam bentuk lain seperti adopsi dan lainnya.
Konvensi Hak Anak berisi 54 pasal, Komite Hak Anak PBB mengelompokkan
Konvensi Hak Anak ke dalam 8 klaster, yang berisi Langkah-langkah
implementasi umum, definisi anak, prinsip-prinsip umum, hak-hak sipil dan
Kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pengasuhan pengganti, kesehatan dan
kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dan langkahlangkah perlindungan khusus.
17
http://satunama.org/2201/konvensi-hak-anak-dan-aplikasinya-di-indonesia/
23
Pasal-pasal dalam Konvensi Hak Anak berdasarkan klaster sebagai berikut:
No
I
II
III
1
2
3
4
IV
1
2
3
4
5
6
7
Kelompok (Cluster)
Langkah-langkah Implementasi Umum
V
1
Definisi Anak
Prinsip-Prinsip Umum
Non diskriminasi
Yang terbaik bagi anak
Hak Hidup dan Kelangsungan Hidup
Penghargaan terhadap Pandangan Anak
Hak Sipil dan Kemerdekaan
Pencatatan kelahiran
Hak untuk dilindungi identitas
Hak atas kebebasan berpendapat
Hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani dan berkeyakinan
Hak atas kebebasan berkumpul secara damai
Hak atas privasi
Hak atasinformasi yang bermanfaat
Hak atas perlindungan dari kekerasan, penyiksaan, perlakuan
hukuman tidak manusiawi
Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
Hak atas bimbingan orang tua
2
Tanggung jawab orang tua
3
4
5
Hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua
Penyatuan kembali dengan orang tua
Pemindahan illegal
Perlindungan dari kekerasan fisik, mental, seksual,
pencideraan dalam asuhan orang tua, wali atau orang lain
yang memelihara anak
Anak-anak yang terpisah dari lingkungan keluarga
Adopsi
peninjauan atas penempatan
8
6
7
8
9
10 Pemulihan tanggung jawab orang tua
Pemulihan fisik, psikologis dan re-integrasi sosial bagi anak11 anak korban kekerasan, eksploitasi, penyiksaan, hukuman
yang kejam
VI Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar
1 Hak hidup dan kelangsungan hidup
2
Hak atas pelayanan dan perawatan kesejahteraan dasar
3
4
5
Hak anak-anak difable ( anak-anak cacat)
Hak atas kesehatan
Hak atas jaminan sosial
6
standart kesejahteraan
VII Pendidikan, Waktu Luang dan kegiatan Budaya
Pasal (KHA)
pasal 4 ; 42
dan 44 ayat 6
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 6
Pasal 12
Pasal 7
pasal 8
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 37 (a)
Pasal 5
Pasal 18 ayat
1 dan 2
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 25
Pasal 27 ayat
4
Pasal 39
Pasal 6
Pasal 18 ayat
3
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 26
Pasal 27 ayat
1-3
24
1
2
3
VIII
A
Hak atas pendidikan
Tujuan pendidikan
Hak atas waktu luang, rekreasi dan kegiatan budaya
Pelindungan Khusus
Anak-anak dalam situasi emergency
Pengungsi Anak
Anak dalam konflik bersenjata
B
Anak dalam situasi berkonflik dengan hukum
c.
Anak-anak korban kekerasan dan eksploitasi
anak-anak korban eksploitasi ekonomi
Anak-anak korban kekerasan dan eksploitasi seksual
D
anak-anak korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obat
terlarang
Anak-anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan
anak
Anak-anak dari suku minoritas, penduduk asli dan terasing
pasal 28
Pasal 29
Pasal 31
pasal 22
Pasal 38
Pasal 37,
pasal 40
Pasal 32
Pasal 37 (b) –
(d), pasal 34
Pasal 33
Pasal 35
Pasal 30
Konsekwensi atas telah diratifikasinya Konvensi Hak Anak tersebut, maka
Indonesia
berkewajiban
untuk
melaksanakan
ketentuan-ketentuan
yang
terkandung dan atau memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak yang
diakui dalam KHA yang secara umum memberikan perlindungan dan
penghargaan terhadap anak, agar anak dapat merasakan seluruh hak-haknya,
sehingga terjauh dari tindakan kekerasan dan pengabaian.
Sebagai individu maupun negara, sudah seharusnya setiap orang menyimak
pasal demi pasal rumusan Konvensi Hak Anak yang terdiri dari 3 bagian yang
mencakup kandungan substantif hak anak, mekanisme pelaksanaan dan
pemantauan, serta pemberlakuan sebagai hukum yang mencakup secara
internasional. Sehingga setidaknya akan mampu mendapat pemahaman tentang
empat kategori Hak Anak yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak
memperoleh
pendapatnya.
perlindungan
dan
hak
untuk
berpartisipasi
atau
dihargai
25
Kemudian
setelahnya
adalah
melakukan
monitoring
situasi
dengan
mengum[ulkan berbagai bahan atau informasi tentang masalah seputar anak.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang isu
anak. Periksa ulang kembali segala informasi yang didapatkan untuk
memastikan keakuratan informasi tersebut. Kemudian lakukan analisis situasi
untuk memetakan berbagai masalah anak secara periodik.Terkait dengan hakhak anak selain mengacu kepada KHA, kita juga dapat menghubungkannya
dengan berbagai instrument yang terkait dengan anak, seperti Konvensi ILO,
Deklarasi
dan
sebagainya
yang
juga
merupakan
perjanjian-perjanjian
International. Dengan adanya KHA (dan instrument international mengenai HAM
lainnya) dapat digunakan sebagai acuan yang bisa digunakan untuk melakukan
advokasi bagi perubahan atau mendorong lahirnya peraturan perundangan,
kebijakan-kebijakan ataupun program yang lebih baik bagi anak-anak.
2.2.
Pengertian Anak, Bentuk –bentuk Hak Anak Yang Terdapat Dalam
Konvensi HAK Anak Serta Bentuk Perlindungannya.
2.2.1 Pengertian Anak
Anak sendiri dalam Undang
-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1.1
Menyembutnya bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18
tahun, termasuk anak masih dalam kandungan.
2.2.2
Bentuk –bentuk Hak Anak Yang Terdapat Dalam Konvensi Hak Anak
Serta Bentuk Perlindungannya.
Konvensi Hak Anak tahun 1989 yang disepakati dalam sidang majelis umum
PBB Ke-44, yang selanjutnya telah dituangkan dalam resolusi Nomo 44/25
26
tanggal 5 Desember 1989, yang merupakan hukum Internasional sehingga
mengikat negara peserta yang telah menanda tangani Konvensi tersebut,
termasuk Indonesia.
Berdasarkan materi hukum yang tercakup dalam kovensi Hak Anak dapat
dikualifikasikan beberapa isi Konvensi yaitu :18
1.
Penegasan Hak –hak Anak
2.
Perlindungan oleh Negara
3.
Peran serta berbagai pihak (Pemerintah, Masyarakat, dan swasta)
dalam
menjamin
penghormatan
terhadap
hak-hak
anak
dan
dalam
sistematikanya, Konvensi Hak Anak terdiri dari beberapa bagian yaitu :
1. Preambule
2. Subtansi
3. Mekanisme penerapanya
Materi Hukum mengenai hak –hak anak dalam Konvensi Hak Anak, dapat
dikelompokan menjadi 4 (empat) kategori hak-hak anak yaitu :
1) Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights),yaitu hak –hak anak
dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak –hak untuk melestarikan dan
mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak anak untuk memperoleh
standar kesehatan tertinggi dan perawatan sebaik –baiknya (the rights to the
highest standart of health an medical care attainable). Dalam pasal 6
Konvensi Hak Anak tercantum ketentuan yang mewajibkan kepada setiap
Negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup (right to life ),
kelangsungan hidup dan perkembangan anak (The survival and development
of the child)
18
Ibid, h.32
27
2) Hak terhadap perlindungan ( protection rights), yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi hak dari deskriminasi, tindak kekerasan
dan keterlantaran anak bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak
–anak pengungsi. Hak terhadap perlindungan merupakan hak paling penting
karena anak sering menderita berbagai jenis pelanggaran, perkosaan
sebagai akibat dari keadaan ekonomi,politik dan lingkungan sosial mereka.
3) Hak untuk kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non
formal) dan hak untuk mencapai standart hidup yang layak bagi
perkembangan fisik maupun, mental,spiritual, moral dan sosial anak.
4) Hak untuk berpartisipasi (participation rights) yaitu hak-hak anak dalam
Konvensi Hak Anak yang meliputi hak-hak anak untuk menyatakan pendapat
dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak untuk berpartisipasi
(participation rights) merupakan hak anak mengenai identitas budaya
mendasar
bagi
anak,masa
kanak-kanaknya
dan
pengembangan
keterlibatannya didalam masyarakat luas.
2.2.3
Hak dan Kewajiban Anak Yang Tercantum dalam Undang – Undang
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 4 sampai
dengan 19 adalah :19
1.
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian
serta martabat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal ini juga
19
Sinar Grafika, Undang- undang Perlindungan Anak ( UU RI No.23 Tahun 2002), Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta 2003, Hal.6
28
diatur di dalam ketentuan Undang –undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2)
dan tercantum dalam Konvensi Hak – hak Anak.
2.
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan
berekpresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua. Dalam arti ketentuan ini dimaksudkan untuk member kebebasan
kepada anak dalam rangka mengembangkan kreatifitas dam intelektualnya
(daya nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Ketentuan pasal ini juga
menegaskan bahwa pengembangan tersebut masih tetap harus berada
dalam bimbingan orang tuanya.
3.
Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tua,dibesarkan dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri. Tetapi dalam hal karena suatu sebab orang tuanya
tidak menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar
makan, anak htersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau
anak angkat oleh orang lain sesuai dengan peraturan perundang –undangan
yang berlaku. Dalam arti ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui
siapa
orang
tuanya
susunya),dimaksudkan
adalah
untuk
arti
asal
menghindari
usulnya
(termasuk
terputusnya
silsilah
ibu
dan
hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, dimaksudkan
agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya. Pengasuhan atau
pengangkatan anak dapat dilaksanakan sesuai norma –norma hukum, adat
istiadat yang berlaku dan tentunya agama yang dianut anak.
4.
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik,mental spiritual dan sosial.
5.
Yang paling utama adalah setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran
dalam
rangka
pengembangan
pribadi
dan
tingkat
29
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, selain hak anak
sebagaimana
yang
dimaksud tadi
maka khusus
bagi
anak
yang
menyandang cacat juga memperoleh pendidikan luar biasa , sedangkan
bagi anak ynang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus,
dan
berhak
mendapat
rehabilitasi,
bantuan
sosial,
dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
6.
Dalam menyatakan maksud dan pendapatnya anak berhak didengarkan
pendapatnya tersebut, dengan menerima, mencari dan memberikan
informasi
sesuai
pengembangan
dengan
dirinya
tingkat
sesuai
kecerdasan
dengan
dan
martabat
usianya
demi
kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7.
Setiap anak dalam pengasuhan orang tua atau wali berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda – bedakan suku, agama,
ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum
anak,urutan kelahiran anak dan kondisi fisik atau mental anak
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual misalnya tindakan atau
perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras, anak untuk
memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan.
c. Penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan
sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat atau mengurus anak
sebagaimana mestinya.
d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, misalnya tindakan atau
perbuatan secara lalim, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan
30
kepada
anak.
Perlakuan
kekerasan
dan
penganiayaan,
misalnya
perbuatan melukai dan/ atau mencederai anak dan tidak semata-mata
fisik, tetapi juga mental dan sosial.
e. Ketidakadilan misalnya tindakan keberpihakan antara anak yang satu dan
lainnya atau kesewenang-wenangan terhadap anak.
f. Perlakuan salah salah alainya, misalnya tindakan pelecehan atau
perbuatan tidak senonoh kepada anak.
Apabila dalam hal orang tua atau wali melakukan segala bentuk pemberlakuan
tersebut yang sudah disebutkan maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
1.
Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah
demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pemisahan disini dimaksud dalam ketentuan ini tidak menghilangkan
hubungan anak dengan orang tuanya.
2.
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari :
a. Penyalagunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Perlibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. Perlibatan dalam peperangan;
Perlindungan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak
langsung, dari tindakan yang membahayakan anak secara psikis dan fisik.
3.
Setiap anak dirampas kebebasanya berhak untuk mendapatkan perlakuan
secara manusiawi dan penempatanya dipisahkan dari orang dewasa,
31
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainya secara efektif dalam setiap
tahapan upaya hukum yang berlaku, dimaksud dengan bantuan lainya
misalnya bimbingan sosial pekerja sosial, konsultasi dari psikologi dan
psikiater atau bantuan dari ahli bahasa, serta membela diri dan memperoleh
keadilan didepan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam
sidang tertutup untuk umum. Dengan demikian setiap anak yang menjadi
korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak merahasiakan.
4.
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Hal ini termasuk
bantuan medic, sosial, rehabilitasi,vokasional dan pendidikan.
5.
Kewajiban setiap anak adalah menghormati orang tua, wali dan mencintai
keluarga, masyarakat dan menyayangi teman, mencintai tanah air, bangsa
dan Negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya,
melaksanakan etika dan akhlak mulia.
32
BAB III
AKIBAT HUKUM BAGI NEGARA YANG TELAH MERATIFIKASI
KONVENSI HAK ANAK SERTA UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEKERJA ANAK
3.1
Implementasi Konvensi Hak Anak di Indonesia
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang di
perbaharui
dengan
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
ketenagakerjaan adalah bentuk implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah
ditandatangani pada 20 November 1989. Di dalam Undang –Undang Nomor 13
tahun 2003 di atur tentang pekerja anak, yang memberikan pengertian bahwa
anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 Tahun. Batasan ini berbeda
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997, yang memberikan pengertian
bahwa anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berumur kurang dari
15 tahun.
Batas umur bekerja ini sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun
1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 Tentang Usia Minimum
untuk diperbolehkan bekerja menyebutkan usia minimum tidak boleh kurang dari
usia wajib belajar yakni 15 tahun. Dengan demikian mengenai batas usia kerja ini
kontradiktif dengan konsep anak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
yang menggunakan umur lebih tinggi yakni 18 tahun.
Pertanyaan tentang batasan pengertian anak menurut Undang –Undang
Nomor 4 Tahun 1979 berbeda dengan yang dicantumkan oleh Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1997 namun demikian perbedaan batasan ini tidak mengurangi
33
legalitas salah satunya. Pasal 1 angka 2 Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa :
“ Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun dan belum pernah kawin “.
Di dalam penjelasannya dikatakan, batas umur 21 (dua puluh satu) tahun
ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kepentingan kesejahteraan
sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, kematangan mental
seorang anak dicapai pada umur tersebut, Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun
tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan
tidak pula mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia
mempunyai kemampuan untuk itu.
Bila membandingkan dengan ketentuan yang dicantumkan dalam Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan
batas usia yang disebut anak ialah orang laki –laki atau perempuan yang
berumur dibawah 14 tahun. Jika dikaitkan dengan permasalahan pekerja anak
maka tentunya yang dirunut adalah ketentuan yang tercantum dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 1997,akan tetapi pekerja anak pada hakekatnya adalah
anak-anak yang seharusnya diberikan kesempatan untuk menikmati hak-haknya,
maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 lebih mengena untuk diterapkan
dalam hal batasan usia yang digolongkan sebagai anak.
Larangan bekerja bagi anak telah dicantumkan dalam Pasal 95 Undang –
Undang Nomor 25 tahun 1997,akan tetapi larangan tersebut dapat ditiadakan
jika
terjadi
situasi
tertentu
sebagaimana
disebutkan
pada
Pasal
96.
Memperbolehkan (melegalisasi) adanya pekerja anak namun tetap dibatasi
dengan sejumlah rambu – rambu tententu dan hanya berlaku bagi anak –anak
34
yang terpaksa bekerja. Keterpaksaan ini dapat dideskripsikan sebagai suatu
gambaran situasi yang sulit dan serba dilematis, diantaranya :
a) Anak – anak yang berada dalam situasi diskriminatif
b) Anak – anak yang berada dalam situasi eksploitatif
c) Anak – anak yang berada dalam situasi darurat dan kritis.
20
Pekerja anak dalam hal ini termasuk dalam kategori terekploitasi
berdasarkan pemikiran bahwa seharunya anak-anak menikmati hak-haknya
secara wajar. Menurut Soedijarto permasalahan anak yang paling menonjol
adalah anak-anak yang bekerja disektor formal maupun informal. Ada beberapa
latar belakang anak-anak masuk ke pasar kerja menjadi pekerja anak, yakni :
1. Kemiskinan yang melanda sekitar 24 Juta rakyat Indonesia.
2. Pendidikan yang masih rendah,yakni terdapat 12,7% rakyat Indonesia yang
masih buta huruf dan sekitar 70% tenaga kerja Indonesia berpendidikan SD
ke bawah, serta masih banyaknya orang tua yang belum menyadari
pentingnya pendidikan bagi anak di masa depan.
3. Masih banyak pengusaha yang sengaja mempekerjakan anak untuk
mendapatkan ongkos buruh yang murah.
Jika dicermati dari aspek bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan anak –
anak serta ancama resiko yang dihadapi, ternyata banyak terdapat pekerja anak
yang harus dikategorikan sebagai eksploitasi anak yang benar-benar tidak layak
dilakukan oleh seorang anak (The Most Intolerable Child Labour ).
Isu tentang pekerja anak dapat dikatakan telah mendunia karena begitu
banyak anak-anak dihampir semua Negara yang ternyata telah memasuki dunia
20
Machsoen Ali, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Dalam Perpektif Hak –Hak Anak,
Yuridika, Volume 14,No 5, September 1999.hl. 380.Diadaptasi dari: “Guide to the Convention on
the Rights of Child”, UNICEF,1995
35
kerja baik formal maupun informal sejak usia dini. Di dalam Konvensi Hak Anak
dicantumkan adanya larangan untuk melakukan eksploitasi ekonomi terhadap
anak-anak yakni sebagai berikut :
Pasal 32 :
1. Negara- Negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi dari ekploitasi
ekonomi dan dari segala pekerjaan yang kiranya berbahaya atau menggangu
pendidikan
anak,
atau
membahayakan
kesehatan
atau
menggangu
perkembangan fisik,mental,spiritual atau sosial anak.
2. Negara-negara
peserta
akan
mengambil
langkah-langkah
legislative,
administrative, sosial dan edukatif untuk menjamin pelaksanaan ini. Untuk
maksud ini, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang relevan dan
instrument Internasional lainya, Negara-negara peserta khusus akan:
a. Menentukan batas usia minimum atau usia-usia minimum untuk diterima
bekerja;
b. Menertibkan tata aturan yang tepat mengenai jam dan kondisi kerja;
c. Menetapkan hukuman atau sanksi-sanksi lain yang sesuai untuk
menjamin penerapan efektif dari pasal ini.
Pasal 32 dari konvensi Hak Anak tesebut secara tegas telah mencantumkan
larangan eksploitasi bagi anak-anak dari pemerintah dalam hal ini berkewajiban
untuk melindungi anak-anak dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam
kesehatan,
pendidikan
atau
perkembangan
mereka
serta
menetapkan
persyaratan kondisi kerja dan batas usia minimum untuk bekerja. Hukum
nasional kita memang telah mengatur dan menetapkan adanya larangan bagi
pengusahan untuk memperkerjakan anak, yaitu Pasal 95 Undang- undang
Nomor 25 Tahun 1997 yang ternyata masih diikuti oleh ketentuan berikutnya
36
(Pasal
96)
yang
kembali
membuka
peluang
bagi
pengusaha
untuk
mempekerjakan anak-anak yang situasi tertentu dan alasan-alasan tertentu dan
alasan –alasan ekonomis ( kemiskinan keluarga ) terpaksa bekerja.
Pasal 96 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 disamping “terpaksa”
membuka kembali peluang adanya pekerja anak juga mengatur tentang larangan
bagi pengusaha untuk tidak mempekerjakan anak-anak ditempat sebagaimana
disebutkan pada ayat (3). Larangan yang tercantum pada ayat (3) itu
dimaksudkan sebagai upaya perlindungan hukum bagi anak yang terpaksa
bekerja. Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa :
“Ketentuan mengenai pekerjaan yang berbahaya lainya dan tatacara
mempekerjakan anak yang karena suatu alasan tertentu terpaksa bekerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri”.
Pasal 96 ayat (4) telah ditindaklanjuti oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri
Nomor 3 Tahun 1999 yang telah diberlakukan sejak tanggal 26 Januari 1999;
yang merupakan “Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Pekerja Anak”
(selanjutnya disingkat PPA). Menurut Instruksi Mendagri termaksud, PPA adalah
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghapus atau mengurangi dan
melindungi pekerja anak berusia dibawah 15 tahun agar terhindar dari pengaruh
buruh pekerjaan berat dan berbahaya yang dilakukan. Sedangkan yang
dimaksudkan pengaruh buruk dalam hal ini adalah dampak negative pekerjaan
yang dilakukan anak yang dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental,moral dan intelektual.
Dengan
pengamatan
sepintas,
nampaknya
Instruksi
Mendagri
“tidak
melarang” adanya pekerjaan anak sebagaimana ketentuan Pasal 95 ayat (1)
akan tetapi berusaha memberikan perlindungan bagi pekerja anak dan
37
menanggulangi permasalahanya melalui pengaturan –pengaturan yang lebih
transparan tetapi justru lebih berpeluang untuk melakukan pengawasan terhadap
keberadaan
pekerja
anak
sehingga
akan
lebih
mudah
mengupayakan
perlindungan hukum bagi anak.
3.2 Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak
Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan sebelumnya yakni
Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang saat ini
sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh undang-undang Nomor 13 tahun 2003,
upaya perlindungan hukum bagi pekerja anak menurut Undang-undang tersebut
menyatakan pengusaha dilarang memperkerjakan anak ( Pasal 68 Undangundang Nomor 13 tahun 2003 ) .
Perlindungan terhadap larangan anak untuk dipekerjakan dimaksudkan agar
anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan kepribadiannya serta
untuk memperoleh pendidikan karena anak merupakan generasi penerus
bangsa. Namun demikian ketentuan ini di kecualikan bagi anak yang berumur
antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat 1). Selanjutnya dalam pasal 69
ayat 2 disebutkan Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a) Izin tertulis dari orang tua atau wali;
b) Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c) Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d) Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah;
38
e) Keselamatan dan kesehatan kerja;
f)
Adanya hubungan kerja yang jelas dan
g) Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, f dan g dikecualikan bagi
anak yang bekerja pada usaha keluarganya (Pasal 69 ayat 3 ). Anak dapat
melakukan pekerjaan untuk mengembangakan bakat dan minatnya (Pasal 71
ayat 1). Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib memenuhi syarat :
a) Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b) Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c) Kondisi dan lingkungan kerja tidak menggangu perkembangan fisik,
mental,sosial dan waktu sekolah.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini merupakan tindak pidana pelanggaran
yang diancam pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah). Dalam hal anak diperkerjakan bersama –sama dengan pekerja/ buruh
dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja
pekerja/buruh dewasa (Pasal 72 ). Anak dianggap bekerja bilamana berada
ditempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya ( Pasal 73 ). Siapapun
dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang
terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan,menyediakan atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
39
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak
untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya; dan/ atau
d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral
anak.
Perlindungan hukum bagi pekerja anak sebagaimana yang dicantumkan pada
pasal 68 termaksud akan lebih optimal jika peraturan –peraturannya memiliki
kekuatan untuk diberlakukan atau untuk melakukan pemaksaan hukum (Law
Enforcement)
dalam konteks penegakan hukum. Misalnya dengan sanksi pidana.
Hanya saja, pengenaan dan pelaksanaan ketentuan pidana tentunya juga harus
merujuk pada pasal-pasal yang secara efektif memiliki kekuatan hukumuntuk
diberlakukan.
Di samping itu, pelaksanaan peraturan perundang-undangan bukan sekedar
menerapkan materi-materi hukum “inabstracto” menjadi “inconcreto” akan tetapi
harus diperhitungkan pula factor-faktor “non teknis “ yang sudah berurat berakar
pula di dalam sistem nilai budaya masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka
mengupayakan perlindungan hukum bagi anak yang terpaksa berkaja (pekerja
anak) harus pula dikaji keterkaitanya dengan implementasi hak –hak anak
kedalam hukum ketenagakerjaan dan penegakan hukumnya.
Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak dapat dilakukan sepanjang tidak
menggangu perkembangan fisik, mental, sosial maupun intelektualnya sehingga
perlu adanya suatu pertimbangan kembali tentang pekerjaan yang dilakukannya.
Oleh karena itu, diperlakukan suatu pengaturan bagi pekerja anak yang terpaksa
40
bekerja supaya dapat diketahui pekerjaan-pekerjaan mana yang dilarang untuk
dilakukannya oleh mereka beserta perlindungannya.21
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), agar setiap perjanjian kerja yang
diadakan sah maka terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang kemudian
diitrodusir oleh Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang
menyebutkan bahwa perjanjian dibuat atas dasar :
1. Kesempatan kedua belah pihak
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan hukum
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Sepakat maksudnya antara pengusaha dan pekerja telah mengadakan
persetujuan sehingga yang dikehendaki pengusaha juga dikehendaki pekerja,
begitu sebaliknya. Apabila ada paksaan, maka berarti tidak ada kesepakatan.
Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
menyatakan : tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Biasanya untuk menunjukan tidak adanya kekhilafan, ada tambahan kata-kata
“perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh masing-masing pihak dalam
keadaan badan dan akal pikiran yang sehat “ Atau “ Perjanjian ini dibuat tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun”. Karena dengan keadaan psikologis yang
labil dan tidak cakap hukum, pekerja anak dapat dengan mudah di tipu oleh
21
Muzni Tambusai, Kebijaksanaan Penanganan Pekerja Anak di Indonesia , dalam Bagung S dan
Sri Sanituti (ed) Pekerja anak, kebijaksanaan dan upaya penangananya, Lutfansah Mediatama,
2000,hl 79
41
pengusaha agar memperoleh hasil produksi yang banyak tapi biaya yang ringan
atau murah.
Namun dalam pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerja harus telah
cakap menurut hukum dan cakap menurut hukum artinya yang bersangkutan
telah dewasa. Menurut Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek) orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian adalah sebagai berikut :
1. Mereka yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh dalam pengampuan
3. Isteri yang tanpa izin suami
4. Dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian.
Dalam hal ini pekerja anak termasuk kategori angka 1 (satu) dan angka 2
(dua) dimana mereka masih dalam pengawasan orang tua karena dianggap
belum dewasa dan cakap hukum. Jadi apabila pekerja anak yang tidak cakap
menurut hukum, maka diperlukan persetujuan orang tua. Biasanya orang tua
yang membuat perjanjian kerja dengan pengusaha. Atau bisa juga wali pekerja
anak.
Ketentuan tersebut, ternyata tidak banyak “mengentas” kemiskinan di
kalangan pekerja anak. Masih banyak anak-anak mengalami eksploitasi secara
ekonomi sosial, menjadi pekerja anak dan anak-anak jalanan, bahkan ada yang
tereksploitasi secara seksual sebagai pelacur anak.
42
22
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa factor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum antara lain :
a.
Faktor hukumanya
b.
Faktor penegakan hukumnya
c.
Faktor sarana atau fasilitas hukumnya
d.
Faktor masyarakat hukumnya
e.
Faktor budaya hukum masyarakatnya
Pada prinsipnya, penegakan hukum anak dan penegakan hak-hak anak sama
dan sebangun keseluruhannya dengan prinsip-prinsip penegakan hukum pada
umumnya.
Sehingga implementasi dan penegakan hukum anak khususnya yang
menyangkut aspek perlindungan hukum bagi anak-anak yang terpaksa bekerja,
juga dipengaruhi oleh factor-faktor tersebut diatas, yang secara spesifik dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor Hukumnya
Mengingat Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak
Anak, melalui KEPPRES Nomor 36 Tahun 1990 bahkan sebelumnya juga
telah memberlakukan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, maka perlindungan hukum bagi anak-anak yang
terpaksa bekerja juga harus merupakan perwujudan dari kaidah-kaidah
hukum tentang hak-hak anak, yang secara formil materiil harus disemangati
oleh nilai-nilai,asas-asas dan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak-hak
anak yang wajar atau yang wajib didapatkan walaupun dia terpaksa bekerja.
22
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, 1996,hl.3-4.
43
Untuk itu dapat diidentifikasikan beberapa peraturan perundang-undangan
tentang perlindungan anak pada umumnya yang ditertibkan setelah
peratifikasian Konvensi Hak Anak, Yaitu :
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-undang Nomor 25 tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000, Tentang Konvensi ILO No.182
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun1997, Tentang Peradilan Anak
5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999, Tentang Konvensi ILO No.138
6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, Tentang Kesejahteraan Anak
b. Faktor Penegak Hukumnya
Para petugas atau lembaga yang bertanggung jawab atas berlangsungnya
(terlaksananya) hukum dalam masyarakat harus benar-benar merupakan
sumber daya manusia yang mau dan mampu memahami hukum anak, hakhak anak serta memiliki kualitas pendidikan/keahlian manajerial untuk
menegakkan hukum anak dan hak-hak anak.baik itu dari lembaga penyidik
(Kepolisian) Penuntut (Kejaksaan)- Hakim ( Peradilan) maupun lembaga
advokasi pengacara/ penasehat hukum.
c. Faktor Sarana dan Fasilitas Hukumnya
Sarana dan fasilitas untuk menegakkan hukum anak,khususnya yang terkait
dengan
perlindungan
hukum
bagi
pekerja
anak,
seyogyanya
juga
berpedoman pada ketentuan-ketentuan tentang sarana dan fasilitas hukum
yang harus ada dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi pekerja
anak yang disemangati oleh kehendak untuk mewujudkan hak-hak anak.
44
d. Faktor Masyarakat Hukumnya
Masyarakat merupakan wada dinamika hukum dalam perilaku kehidupan
sehari-hari yang lebih merujuk pada kondisi :
Sejauh mana kepedulian masyarakat terhadap pekerja anak dan sejauh
mana pula kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur/ mewajibkan adanya perlindungan hukum bagi pekerja anak,
sebagai menifestasi pengakuan hukum anak dan hak-hak anak.
e. Faktor Budaya Hukumnya
Yaitu terkait dengan pandangan masyarakat atau nilai-nilai yang berakar
dalam menegakkan hukum sebagai pedoman perilaku keseharian dan
keyakinan masyarakat terhadap itikad penegak hukum dalam rangka
mengupayakan perlindungan hukum bagi pekerja anak serta mewujudkan
hak-hak anak.
Konvensi Hak Anak merupakan dokumen hak asasi manusia yang spesifik dan
untuk mengatur hak-hak anak. Oleh karena itu sebagai Negara yang telah
meratifikasi Konvensi Hak Anak ke dalam hukum nasional maka Pemerintah
Republik Indonesia berkewajiban untuk menjamin tegaknya hak-hak anak yang
harus diberikan secara wajar, walaupun anak-anak itu sedang “terperangkap”
dalam peran sosial sebagai pekerja anak, mengupayakan perlindungan hukum
bagi pekerja anak tanpa mengabaikan hak-hak anak, secara kontekstual perlu
menyusun kesepakatan-kesepakatan hukum ( “bargaining”) dengan masyarakat
orang dewasa yang pasti lebih memiliki bebagai akses menuju penegakan
hukum.
45
Berdasarkan pemikiran bahwa anak atau pekerja anak tidak mungkin
berjuang sendiri, harus ada masyarakat orang dewasa yang diwajibkan oleh
Negara untuk melegitimasi fasilitas dan infrastruktur yang diharapkan.
Materi
hukum
mengenai
hak-hak
anak
konvensi
hak
anak
dapat
dikelompokan dalam 4 kategori, yaitu :23
Categories of Right in The Convention on The Rights Of Child :
1. Survival Rights
: these cover the rights to life and the rights to
highest standart of health and medical care attainable.
2. Protection Rights
: these include protection from discrimination, from
abuse and neglect, protection for children without families and protection for
refugee children.
3. Development Rights
: these include all kind of education (formal and non
formal ) and rights to a standart of living which is adequate for the child’s
physical,metal,spiritual,moral and social development.
4. Participation Rights
: these cover the right of a child to express her/his
views in all matters affecting that child
Dari materi hukum yang tercakup dalam konvensi Hak Anak yang
seharusnya dapat diimplementasikan sebagai salah satu perangkat untuk
mengupayakan perlindungan hukum bagi pekerja anak, terutama dalah pasalpasal berikut :
Konvensi Hak Anak :
Pasal 26 :
Hak anak atas jaminan social.
Pasal 27 :
Hak anak untuk menikmati penghidupan yang layak dan tanggung jawab orang
tua untuk memenuhinya.
23
UNICEF,Guide to The Convention on The Rights Of Child”, UNICEF, Jakarta,p.4.
46
Pasal 28 :
Hak anak atas pendidikan dan Negara wajib memberikan/ menyediakan secara
cuma-cuma sekurang-kurangnya sampai dengan pendidikan dasar.
Pasal 32 :
Hak anak atas perlindunganya yang harus diberikan oleh Negara dari ancaman
pekerjaan yang membahayakan kesehatan, pendidikan,perkembangan dan
batas usia minimum untuk bekerja.
Pasal 36 :
Hak anak atas perlindungan dari semua bentuk eksploitasi.
Penanggulangan masalah pekerja merupakan bagian intergral dan subtansi
pembangunan sosial yang meliputi penningkatan kualitas SDM melalui
pendidikan dan perluasan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan
pendapat/ penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Memang tidak mudah
“melenyapkan”
fenomena
sosial
dalam
bentuk
pekerja
anak,
karena
keberadaanya (walaupun terpaksa) tetap dilakukan secara sadar. Disamping
itu,sebagian besar rakyat Indonesia masih digolongkan sebagai masyarakat pra
sejahtera (miskin) dan pemikiran untuk memperkerjakan anak di usia dini
nampaknya selalu menjadi solusi yang dianggap tepat. Mengubah pemikiran
masyarakat (yang terjerat oleh kemiskinan) dari yang cenderung eksploitatif
terhadap anak menjadi pemikiran yang protektif memerlukan “brainwash” yang
cukup mahal baik dari segi waktu maupun pembiayaan. Maka untuk mengubah
prespektif pemikiran masyarakat itu harus dilakukan melalui rekayasa sosial
budaya, terutama oleh pemerintah yang jelas-jelas memiliki berbagai akses
47
menuju penegakan hukum sebagai salah satu upaya perlindungan hukum bagi
pekerja anak.
Di antaranya dengan melaksanakan secara konsisten tujuan Petunjuk
Pelaksanaan Penanggulangan Pekerja Anak (selanjutnya disingkat PPA) yaitu :
a. Melarang, mengurang dan menghapus pekerja anak yang hidup dipedesaan
dan perkotaan.
b. Membina, melindungi dan mengembangkan ekonomi orang tua pekerja anak.
c. Membina generasi penerus bangsa yang handal, maju, mandiri, sehat
jasmani,rohani dan sejahtera.
d. Mengubah sikap orang tua untuk tidak mempekerjakan atau menyuruh anak
menjadi pekerja,khususnya yang berumur dibawah 15 tahun.
e. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengaruh buruk dan dampak
negative pekerjaan berat dan berbahaya bagi pekerja anak, serta
pentinganya wajib belajar 9 tahun.
Adapun sasaran utamanya adalah :
1. Pekerja anak dipedesaan dan perkotaan yang memerlukan pekerjaan berat
dan berbahaya,baik yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah
2. Orang tua yang mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun
3. Pengusaha yang mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun
4. Tokoh masyarakat yang diharapkan dapat memotivasi kegiatan PPA.
Lebih mendasar yang harus dihadapi, diantaranya :
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 belum dilaksanakan secara efektif,
khususnya peraturan pelaksanaan dari Pasal 68 sebagai perangkat hukum
yang sangat diharapkan dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum bagi
pekerja anak;
48
2. Sosialisasi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak dan peratifikasian Konvensi Hak Anak oleh pemerintah Indonesia juga
belum dilaksanakan secara efektif;
3. Belum pernah terdengar adanya tindakan hukum (dalam rangka penegakan
hukum anak ) khususnya terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
pengusaha berkenaan dengan kasus memperkerjakan anak yang tidak
procedural;
4. Budaya masyarakat (miskin) yang masih mengedepankan pola piker
perlunya anak bekerja untuk mendapatkan upah yang dimanfaatkan sebagai
subsidi penghasilan keluarga;
5. Kerjasama nasional lintas sektoral dan atar departemen belum maksimal.
49
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa :
1. Pasal 96 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan belum sepenuhnya dapat
didayagunakan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi pekerja anak,
karena adanya beberapa faktor baik internal maupun eksternal yaitu :
a.
Faktor Internal : belum semua pasal yang tercantum dalam Undangundang Nomor 2 tahun 1997 itu dapat efektif diberlakukan karena
terkendala oleh belum adanya peraturan pelaksanaan yang mutlak di
perlukan sebagai upaya penegakan hukum dalam masyarakat.
b.
Faktor Eksternal : budaya masyarakat belum mencerminkan adanya
kesadaran untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja anak,
yang dapat ditengarai melalui perilaku yang ekspoitatif terhadap pekerja
anak.
Komunitas pekerja anak, apapun bentuknya harus diakui bahwa itu
memang ada. Hal ini dimungkinkan pula dengan pencantuman Pasal 96
yang “permissive” terhadap pekerja anak, walaupun telah ada dukungan
perangkat hukum dalam bentuk juklak MENDAGRI Nomor 3 Tahun 1999
Tentang Penanggulangan Pekerja Anak. Akan tetapi keberadaan pekerja
anak itu memang terpaksa akibat ketidakberdayaan ekonomi keluarga untuk
50
memenuhi hak-hak anak secara wajar. Dalam perspektif hak-hak anak,
legalitas pekerja anak masih ada kemungkinan dapat diakomodasi sejauh
peran sosialnya sebagai pekerja anak itu tidak mengurangi hak-haknya yang
asasi sebagai anak, terutama dalam hal pemerolehan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan serta proses tumbuh kembang yang layak bagi
kemanusiaan.
2. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak dapat dilakukan sepanjang tidak
menggangu perkembangan fisik,mental, dan sosial maupun intelektualnya
sehingga perlu adanya pertimbangan kembali tentang pekerjaan yang
dilakukannya. Majikan atau pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana
apabila melakukan pelanggaran hak terhadap pekerja anak oleh karena
itu,diperlukan suatu pengaturan bagi pekerjaan – pekerjaan mana yang
dilarang untuk dilakukan oleh mereka berserta perlindungannya.
51
4.2.
SARAN
1.
Peranan Pemerintah sudah seharusnya untuk perperan lebih aktif dalam
hal pengawasan penerapan pelaksanaan perundang-undangan yang berlaku
yang terkait dengan pekerja anak agar pengusaha tidak sewenag-wenang
terhadap pekerja anak sehingga peraturan perundang–undangan yang
berlaku lebih memiliki fungsinya sebagai peraturan yang harus ditaati dan
dipatuhi oleh pengusaha perusahaan industri dimanapun. Peran yang dapat
disarankan adalah :
a. Melakukan kerjasama dengan SPSI untuk inventarisasi perusahaan yang
memanfaatkan pekerja anak;
b. Melakukan
kerjasama
penanganan/pengolahan
dengan
pekerja
APINDO
anak,
dalam
hal
sekurang-kurangnya
untuk
mengeliminasi berkembangnya populasi pekerja anak;
c. Konsistensi pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dengan menghilangkan
kendala-kendala yang mempersulit keluarga miskin untuk memperoleh
pendidikan bagi anak-anak mereka ( pemberian bea siswa,penerapan
system belajar jarak jauh bagi pekerja anak )
d. Penyebaran
Undang-undang
Nomor
4
Tahun
1979
Tentang
Kesejahteraan Anak dan Konvensi Hak Anak melalui berbagai media
komunikasi
yang
mudah
dijangkau
dan
keluarga/masyarakat miskin dan pekerja anak.
diserap
oleh
pemikiran
52
2.
Sangat diperlukan perangkat hukum yang mampu mentranformasikan
hak-hak anak secara lebih konseptual dan applicable untuk memberikan
perlindungan
hukum
bagi
pekerja
anak.
Dengan
demikian,
upaya
perlindungan
hukum
bagi
pekerja
anak
sekurang-kurangnya
harus
mengakomodasi hak-hak anak baik yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1979 maupun dalam Konvensi Hak Anak. Atau sebaliknya,
hak-hak anak harus diimplementasikan sebagai substansi perangkat
perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur tentang perlindungan
hukum bagi pekerja anak, yang tujuan akhirnya adalah supaya anak-anak
sebagai generasi penerus bangsa tetap dapat menikmati hak-haknya untuk
bertumbuhkembang jasmani, rohani, mental, spiritual dan sosialnya secara
wajar.
53
DAFTAR BACAAN
Literatur :
https://pedulihakanak.wordpress.com/2008/11/20/konvensi-hak-anak
http://mcrizzwan.blogspot.co.id/2015/02/ artikel-aturan-aturan-dan
perlindungan. html.
http://satunama.org/2201/konvensi-hak-anak-dan-aplikasinya-di-indonesia
Muhammad Joni / Zulchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan
Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bhakti,
Bandung .1999.
Muhammad Joni, Implementasi Hak Anak, Sebuah Gerakan Mondial, Analisa
, September 1996, Citra Aditya Bhakti, Bandung.1999.
Machsoen Ali, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Dalam Perpektif HakHak Anak, Yuridika,Volume 14, No.5, September 1999.
Muzni Tambusai, Kebijaksanaan Penanganan Pekerja Anak Indonesia, dalam
Bagus s dan Sri Sanituti (ed) Pekerja Anak,Kebijaksanaan dan Upaya
Penanganannya, Lutfansah Mediatama.2000.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Pradya
Paramita,Bandung.1992.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali Press,Jakarta.1996.
Peraturan Undang-undangan :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, tambahan lembaran
Negara Nomor 4279.
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
54
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang pengesahan Konvensi ILO
Nomor 138 mengenai Batas Usia Minimum Anak Untuk diperbolehkan
Bekerja.
4. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56.Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3835.
5. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2000 mengenai Pengesahan Konvensi ILO
nomor 182 tentang pelanggaran dan tindakan segera pengahapusan bentukbentuk pekerjaan terbburuk untuk anak, Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941.
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109,Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4325.
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3143.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
PER-01/MEN/1987
Perlindungan Bagi Anak yang terpaksa Bekerja.
tentang
Download