PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK SKRIPSI OLEH : CANDRA ADI SETIAWAN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK SKRIPSI OLEH : CANDRA ADI SETIAWAN NPM :12120008 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016 i PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya OLEH : CANDRA ADI SETIAWAN NPM : 12120008 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016 ii PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA BERDASARKAN KONVENSI HAK ANAK NAMA : CANDRA ADI SETIAWAN FAKULTAS : HUKUM JURUSAN : ILMU HUKUM N.P.M : 12120008 DISETUJUI dan DITERIMA OLEH PEMBIMBING Andy Usmina Wijaya, SH.,MH iii Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Surabaya, 19 Agustus 2016 Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua : Andy Usmina Wijaya.,SH.,MH (………………………) ( Dekan ) 2. Sekretaris : Andy Usmina Wijaya.,SH.,MH (………………………) ( Pembimbing ) 3. Anggota :1. Taufiqurrahman, Dr. H. SH, M.Hum (………………………) ( Dosen Penguji I ) 2. Musa, SH.,MH (……………………….) ( Dosen Penguji II ) iv MOTTO : “BERMIMPI TANPA MAU MELAKUKAN SESUATU UNTUK MEMBUAT MIMPI MENJADI KENYATAAN MENGGIRING KITA KEPADA KEHIDUPAN YANG TIDAK PERNAH MENGHASILKAN BUAH” KUPERSEMBAHKAN Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada: Bapak dan Ibu saya, yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan doa dan tiada doa yang paling khusuk selain doa yang terucap dari orang tua. Ucapan terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah persembahan bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku. v KATA PENGANTAR Bismillahirohmannirohim Assalammualaikum Wr. Wb Segala Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya kepada kita. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasullah Nabi Muhammad Saw, Keluarga,sahabat, dan kita sebagai penulis hingga akhir zaman. Skripsi ini disajikan dengan maksud untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Wijaya Putra Surabaya. Disamping itu penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan motivasi dari berbagai pihak mungkin dapat menyelesaikannya. Untuk Itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada : 1. Sekali lagi tak henti –hentinya saya panjatkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberkati saya dengan rahmat dan hidayah Nya sehingga ide penulis skripsi ini dapat terwujud. 2. Terima kasih pula saya tujukan kepada Bpk Andy Usmina S.H.,MH Selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Wijaya Putra dan selaku dosen pembimbing yang sangat begitu sabar memberikan pengarahan selama bimbingan dan tak segan bersikap sebagai sahabat dan sosok seorang bapak. vi 3. Bapak H. Budi Endarto, S.H.,M.Hum selaku Rektor dan Dosen kami selama perkuliahan selalu memberikan motivasi dan pandangan terhadap persaingan dalam dunia bisnis. 4. Alm. Ibu Tri Wahyu Andayani S.H.,M.HUM selaku Dekan dan Dosen pengajar kami pada semester awal perkulihaan, beliau sangat berjasa atas ilmu yang diberikan kepada Mahasiswanya dan beliau juga dapat menjadi sahabat bagi Para Mahasiswa, Semoga ilmu yang diberikan kepada anak didiknya menjadi sebuah amal kebaikan dan di terima di sisi Allah,SWT, Amin. 5. Ucapan terima kasih untuk Bapak dan ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan pada diri penulis. 6. Ucapan terima kasih yang terhingga atas segala usaha dan doa dari orang tua saya Bapak H. Soekadi dan Ibu Hj. Siti Nafiah . Saya ucapkan terima kasih atas dukungannya kepada Istri saya Nikmatur Rochmah dan anak saya tersayang Kenzie Adyatama Ardhani dan kakak saya Dony Joko Setiawan. S.H. 7. Terima kasih buat staff Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Ibu Fifin yang selalu memberikan informasi yang up to date dan yang selalu sabar ya bu dalam mengahadapi mahasiswanya yang jail dan humoris . 8. Terima Kasih buat Ibu Retno Widaryanti selaku Kepala Departement PGA & HSE PT. STEEL PIPE INDUSTRY OF INDONESIA. Tbk, dan sebagai atasan langsung saya yang sudah memberikan Dispensasi waktu kerja untuk menyelesaikan skripsi. vii 9. Terima kasih buat rekan – rekan musisi “OM”DZAFISTA “ Mr. Aziz Boroz, Cak Bagus kendang, Cak Arif keyboard, Cak Pooh MC, yang sudah memberikan dukungan saya untuk menjadi seorang Sarjana Hukum. 10. Terima kasih buat Abah Sholeh pimpinan Orkes “SERA” yang sudah memberikan kepercayaannya kepada saya dan menjadi Partner yang solid dalam dunia intertaiment, Semoga Jobnya Rame terus Buat SERA MUSIC. Akhir kata, seperti kata pepatah kesempurnaan manusia itu hanya dimiliki yang Maha sempurna, untuk itu penulis mohon maaf apabila terucap kata-kata yang tidak berkenan baik yang disengaja maupun tidak di sengaja, dan saya berharap skripsi ini bermanfaat serta dapat memperluas wawasan bidang hukum bagi para mahasiswa yang tertarik dengan pokok bahasan skripsi ini. Wasalamualiakum Wr. Wb Surabaya, 19 Agustus 2016 Candra Adi Setiawan viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii HALAMAN PENGUJIAN ............................................................................................ iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................ v KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3. Penjelasan Judul ......................................................................................... 5 1.4. Alasan Pemilihan Judul ............................................................................... 9 1.5. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 10 1.6. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 10 1.7. Metode Penelitian ....................................................................................... 11 1.7.1. Tipe Penelitian ......................................................................................... 11 1.7.2. Pendekatan Masalah.................................................................................. 11 1.7.3. Sumber bahan hukum................................................................................ 12 1.7.4 Prosedur Pengumpulan dan Pengelolahan bahan hukum ........................... 12 1.7.5 Analisa Data Hukum ................................................................................ 13 ix 1.8. Sistematika Penulisan ................................................................................. 13 BAB II PENGATURAN HUKUM HAK ANAK PADA KONVESI HAK ANAK ............................................................................................................... 15 2.1. Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Konvensi Hak Anak ........................... 15 2.2. Pengertian Anak,Bentuk-bentuk Hak Anak Yang Terdapat Dalam Konvensi Hak Anak Serta Bentuk Perlindunganya ....................................... 25 2.3. Hak dan Kewajiban Anak Yang Tercantum Dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak dalam Pasal 4 sampai dengan 19 ......................................................................................... 27 BAB III AKIBAT HUKUM BAGI NEGARA YANG TELAH MERATIFIKASI KONVENSI HAK ANAK SERTA UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA ANAK ................................................................................ 32 3.1. Implementasi Konvensi Hak Anak di Indonesia ......................................... 32 3.2. Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak......................................... 37 BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 49 4.1. Kesimpulan................................................................................................ 49 4.2. Saran ......................................................................................................... 51 DAFTAR BACAAN ...................................................................................................... 53 x 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian di Indonesia yang semakin memburuk sejak terjadinya krisis moneter, yang hingga kini belum pulih berdampak di berbagai bidang, baik dibidang perekonomian,social,budaya, dan pertahanan keamanan di Indonesia. Diantara bidang – bidang tersebut yang paling dirasakan dampaknya oleh masyarakat adalah dibidang ekonomi, karena segala macam kebutuhan hidup semakin mahal dan semakin sulit dijangkau oleh masyarakat yang berpengahasilan rendah. Walapun saat ini pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian di Indonesia hingga kini masih belum pulih secara keseluruhan. Sektor perindustrian dan perdagangan yang mengalami kerugian karena semakin melehmahnya nilai mata uang rupiah sehingga banyak yang tidak mampu melanjutkan kegiatan usahanya. Perusahaan yang masih melanjutkan kegiatan usahanya itu pun harus mengadakan efisiensi diberbagai sektor sehingga menyebabkan pengurangan tenaga kerja besar – besaran tersebut menyebabkan tingkat pengangguran meningkat tinggi. Mereka yang hidupnya hanya menggantungkan dari sumber penghasilan saja, yaitu mengharapkan upah sebagai tenaga kerja kerja,akhirnya harus menderita dan keluarga juga menjadi korban, karena kehilangan mata pencaharian yang berarti kehilangan sumber penghasilan. Anak – anak sekolah pun akhirnya banyak yang putus sekolah karena orang tua mereka sudah tidak mampu membiayai lagi. 2 Perkembangan masalah dan perlindungan anak dewasa ini menjadi perhatian penting di masyarakat dan menjadi bagian permasalahan dari suatu proses dan dinamika pembangunan khususnya pengembangan sumber daya manusia. Kebutuhan ekonomi yang semakin lama semakin sulit dipenuhi memaksa anak – anak yang seharusnya duduk dibangku sekolah untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan mereka. Usaha pemerintah yang hingga kini belum dapat mengurangi angka tenaga kerja anak menyebabkan semakin banyak anak di Indonesia yang terancam dengan berbagai macam kejahatan anak. Tingginya tingkat penganguran sejak terjadinya krisis yang hingga kini belum membaik, juga menjadi salah satu penyebab bertambahnya pekerja anak. Anak –anak yang putus sekolah mau tidak mau terpaksa harus bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan harapan suatu saat mereka dapat bersekolah kembali. Tidak sedikit juga diantara anak – anak yang putus sekolah tersebut menjadi anak –anak jalanan, pekerja seks anak dan korban perdagangan anak. Anak – anak putus sekolah yang bekerja dengan para majikan atau pengusaha seringkali dijadikan alat untuk mencari keuntungan, sehingga dalam perjanjian kerjanya mereka tidak tahu apa saja hak –hak yang seharusnya mereka peroleh sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, masalah pekerja anak sering kali terkait dengan masalah kesejahteraan sosial anak serta kesehatan keselamatan kerja anak sebagian besar terjadi pada sektor –sektor usaha pada umumnya dan disektor formil khususnya, yaitu sejak dikeluarkannya Keppres Nomor 36 tahun 1990 yang berarti pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak. Dengan diratifikasinya konvensi hak anak, maka Pemerintah Indonesia sebagai Negara peserta Konvensi Hak 3 Anak mempunyai kewajiban dalam pemerintah Indonesia juga mempunyai kewajiban yaitu.1 1) Membentuk sebuah komisi yang disebut dengan komisi Nasional Hak Anak. 2) Membuat laporan nasional ( Country Report) kepada UNICEF dalam rangka monitoring pelaksanan Konvensi Hak Anak. Adapun kewajiban membuat laporan dimaksud dilaksanakan pada saat 2 (dua) tahun setelah Negara peserta meratifikasi Konvensi Hak Anak,dan laporan rutin setelah itu periode lima tahun sekali. Hak – hak yang seharusnya diperoleh anak – anak yang berkerja pada majikan atau pengusaha seringkali diabaikan, karena kurangnya sosialisasi hak serta pembekalan atau penyuluhan bagi anak –anak yang terpaksa bekerja kepada majikan atau pengusaha rawan menjadi subyek pelanggaran dalam hal pemenuhan haknya,terutama bagi mereka yang bekerja disektor industri, yang penuh dengan resiko keselamatan kerja. Anak –anak bekerja, kebanyakan berpendapat mereka bekerja sesuai dengan pekerjaanya dan mendapat upah, tanpa memperdulikan hak –hak lainya,yang seharusnya mereka peroleh di tempat mereka bekerja. Para pengusaha seringkali menggunakan kontrak kerja yang bersifat sepihak dan sementara, sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan tanpa adanya tunjangan maupun jaminan –jaminan sosial serta hak-hak lainya yang seharusnya diperoleh. Para pekerja anak bukan sekedar bekerja menjalankan pekerjaan dengan memperoleh yang sangat rendah tetapi juga terancam akan bahaya keselamatan kerja bagi mereka yang bekerja di 1 Muhammad Joni / Zulchaina Z.Tanamas,” Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak” Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1999 ( Selanjutnya disebut Muhammad Joni ),hal. 69 4 lingkungan industri serta ancaman bahaya yang merusak masa depan mereka karena pekerjaan yang menghambat pertumbuhan fisik dan psikis mereka. Perlindungan anak sebenarnya telah terintegrasi dalam hukum nasional Indonesia yang terdapat dalam KUHPerdata KUHPidana dan sejumlah peraturan perundang – undangan perlindungan anak,namun baru semenjak tahun 1989 ketika PBB mengesahkan Konvensi Hak Anak pada 20 November 1989, gerakan perlindungan dan penegakan Hak Anak makin gencar termasuk Indonesia sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Anak,yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.36 Tahun 1990. 2Nasib anak yang tergantung dari berbagai macam faktor makro dan mikro yang langsung maupun tidak langsung diantaranya factor kemiskinan, perencanaan kota, sistim pendidikan, lingkungan sekitar,dan masih banyak lagi, yang semuanya itu tidak lepas dari peran serta masyarakat dan pemerintah. Masalah pekerja anak sebenarnya masalah yang sangat kompleks karena menyangkut pertumbuhan ekonomi suatu Negara, sehingga dengan semakin meninggkatnya pekerja anak juga akan mempengaruhi laju perekonomian suatu Negara, walaupun Konvensi Hak Anak telah diratifikasi serta sejumlah program dan legislasi hak –hak anak telah dilakukan dan diakui,namun realitas nasib anak di Indonesia masih belum terlihat menggembirakan bahkan jumlah anak putus sekolah dan pekerja anak terus bertambah. Konvensi Hak Anak sebagai bentuk kepedulian Negara –negara di dunia akan perlindungan anak memiliki karakteristik sebagai pengakuan dan penghormatan terhadap hak –hak asasi manusia. Hukum dan peraturan –peraturan yang ada belum cukup untuk melindungi dan mengurangi jumlah tenaga kerja anak di Indonesia. 2 Muhammad Joni, hal.33 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah bentuk –bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak di Indonesia sehubungan diratifikasinya Konvensi Hak Anak ? 2. Bagaimana akibat hukumnya apabila terjadi pelanggaran hak terhadap pekerja anak, yang dilakukan oleh majikan atau pengusaha yang mempekerjakan anak ? 1.3 Penjelasan Judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak di Indonesia Berdasarkan konvensi Hak Anak” dan saya akan menjelaskan dan menjabarkan tentang judul tersebut sebagai berikut : Anak merupakan suatu bagian dari masyarakat yang memerlukan pemeliharaan dan perlindungan secara khusus serta tidak dapat dilepaskan dari bantuan orang dewasa pada tahun-tahun permulaan kehidupannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, ketidakberdayaan yang dimiliki oleh anak-anak menjadikan mereka sering dipandang sebagai kelompok usia belia yang bodoh maka perlu diajar, tidak bertanggungjawab maka perlu didisiplinkan, belum matang maka perlu dididik tidak mampu maka perlu dilindungi dan sebagai sumber daya anak-anak sering dimanfaatkan. 6 Beberapa pengertian anak dari beberapa sumber antara lain : 1. Dalam kamus sosiologi, yang dimaksud anak adalah seseorang yang menurut hukum mempunyai usia tertentu, sehingga dianggap hak dan kewajibannya terbatas. 3Sehingga perlakuan seorang anak dan manusia dewasa sangatlah berbeda. Seorang anak harusnya mendapatkan perhatian dan pemenuhan hak yang penuh dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan kepribadiaannya sehingga berpengaruh baik terhadap kehidupan dewasanya. 2. Pengertian anak berdasarkan UU RI No.23 Th. 2002 tentang perlindungan anak, disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.4 3. Sedangkan yang dimaksud anak dalam UU RI No.3 Th. 1997 tentang pengadilan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Dari beberapa pengertian anak berdasarkan Undang-undang diatas dapat diambil beberapa karakter yang di sebut anak, yaitu yang pertama, anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berumur antara 8 sampai 18 tahun. Karena anak yang berumur kurang dari 8 tahun dapat disebut dengan bayi atau balita. Karakter yang kedua, yang dimaksud dengan anak adalah orang yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah. Jadi yang dimaksud anak adalah yang tidak terikat dengan pernikahan maupun perceraian. Sehingga apabila seseorang berumur kurang dari 18 tahun namun memiliki ikatan 3 Soerjono Soekanto,kamus sosiologi (Jakarta:PT Raja Grafindo dan tempar Jakarta kencana,2010) hal 235. 4 UU Perlindungan anak ( UU RI No 23 thn 2002) Jakarta Redaksi Sinar Grafika 2002.hal 3 7 pernikahan maupun perceraian, maka anak tersebut sudah dapat dikatakan orang dewasa. Pengertian pekerja atau buruh anak sendiri secara umum adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak.5 Berdasarkan UU Nomor 25/1997 tentang ketenagakerjaan tepatnya ayat 20 disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. Umur tersebut hanya di dapat dari anakanak yang hanya sekolah sampai tingkat pendidikan SLTP atau SMP (Sekolah Menengah Pertama). Ataupun apabila anak sudah bekerja lama maka kemungkinan anak tersebut tidak mendapatkan hak pendidikan di sekolah maupun tempat formal.6 Menurut Tjandraningsih, dalam banyak kasus dikalangan keluarga miskin , anak-anak biasanya bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga atau rumah tangganya. Hubungan kerja pada pekerja anak ada beberapa bentuk. sebagai buruh, anak-anak menerima imbalan atau upah untuk pekerjaannya. Untuk pekerja anak yang magang mereka ada yang dibayar dan ada yang tidak dibayar. Sedangkan sebagai tenaga kerja keluarga umumnya anak-anak tidak di bayar. Konvensi Hak anak adalah perjanjian internasional yang memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak5 Bagong Suyanto,(Masalah sosial anak, Jakarta: Kencana 2010) hl 111 6 Undang –Undang Ketenagakerjaan, Jakarta Redaksi Sinar Grafika,1997. hl 34 8 hak anak. (konvensi = fakta, perjanjian), Konvensi Hak Anak disetujui dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989. Konvensi Hak Anak bersifat mengikat terhadap Negara-Negara yang telah menandatangani atau meratifikasinya dan Indonesia meratifikasi KHA melalui Keppres No. 36/1990 tertanggal 25 Agustus 1990 dan sejak 5 Oktober 1990 Indonesia terikat pada ketentuan – ketentuan Konvensi Hak Anak.7 8 Di Indonesia juga sudah mempunyai Undang-Undang khusus untuk melindungi hak-hak anak, yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tentang perlindungan anak ini ditetapkan pada tahun 2002, dua belas tahun setelah Indonesia menyatakan meratifikasi konvensi hak anak. Dari lamanya rentang waktu ini terlihat kurang seriusnya pemerintah untuk benar-benar melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak. Pasal 2 menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera, selanjutnya Pasal 20 mewajibkan kepada negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua untuk ikut bertanggung jawab terhadap perlindungan anak. Bagian lain dari undang-undang ini merumuskan ancaman pidana bagi pelaku eksploitasi anak, termasuk orang yang mengetahui adanya eksploitasi. Pasal-pasal dalam undang-undang ini sangat berkaitan dengan rumusan perlindungan anak sebagai pekerja. Terutama dengan kaitan jenis-jenis pekerjaan terburuk bagi anak seperti 7 https://pedulihakanak.wordpress.com/2008/11/20/konvensi-hak-anak 8 http://mcrizzwan.blogspot.co.id/2015/02/artikel-aturan-aturan-dan perlindungan.html. 9 yang dimaksudkan dalam konvensi ILO No. 182. dengan adanya ketentuan pidana dalam undang-undang ini, maka perlindungan terhadap anak terutama dalam hal anak sebagai pekerja, diharapkan dapat terlaksana. Memang undangundang ini tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan anak sebagai pekerja. Akan tetapi ketentuan-ketentuan konvensi ILO No. 138 dan konvensi ILO No. 182 telah dijadikan dasar hukum adanya undang-undang ini. Kebijakan perlindungan anak terhadap penanggulangan pekerja anak dianggap belum efektif. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala di lapangan. Antara lain, nilai-nilai sosial seperti nilai historis, tradisi, kebiasaan, lingkungan sosial, budaya masyarakat yang tersusun dari tingkah laku yang terpola, dan lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh bidang pengawasan ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1.4 Alasan Pemilihan Judul Pemerintah Indonesia tampak masih belum konsisten dalam melaksanakan Konvensi hak Anak PBB yang telah menjadi hukum internasional sejak 2 September 1990. Umur pekerja anak yang menurut ketentuan dunia berumur minimal 18 tahun tidak ditaati, sejumlah anak masih dieksploitasi dan dipekerjakan secara tidak manusiawi. 1.5 Tujuan Penelitian Penulisan ini bertujuan agar pemerintah lebih mengefektifkan aturan-aturan yang telah ada, termasuk pemberdayaan aparatur Negara dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang konsisten terhadap perlindungan hak-hak anak untuk bisa lebih mengawasi dan mendampingi anak yang dipekerjakan agar tidak 10 diperlakukan sewenang-wenang oleh yang mempekerjakannya,dalam kaitannya dengan upaya penghapusan anak sebagai pekerja, Pemerintah haruslah mempunyai target untuk menghapus pekerja anak secara tuntas. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang bersifat nasional dengan upaya penghapusan kemiskinan yang telah terstruktur dan menambah wacana pengetahuan tentang hukum perburuhan khususnya tentang perlindungan hukum tenaga kerja anak,yang selama ini kurang tersosialisasi dengan baik, di kalangan masyarakat pada umumnya,guna menambah pengetahuan kepada pengusaha –pengusaha yang memperkerjakan pekerja anak serta kepada orang tua yang dimana anaknya sebagai pekerja anak dan untuk mengetahui hak –haknya sebagai pekerja anak serta mengetahui akibat hukumnya apabila terjadi pelanggaran terhadap pekerja anak yang dilakukan oleh majikan atau pengusaha yang sudah di atur dalam undang – undang No 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak dan Undang –undang No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Manfaat dari penulisan Skripsi ini untuk memberikan pengetahuan yang lebih luas mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja anak 2. Skripsi ini akan memberikan masukan berupa saran dari penulis kepada berbagai pihak khususnya pemerintah lebih konsentrasi dalam mengawasi 3. pelaku usaha dalam mempekerjakan pekerja anak 4. Bagi pekerja anak adalah sebagai suatu bentuk perhatian yang khusus terutama adanya jaminan perlindungan hukum terhadap hak – hak pekerja anak. 11 5. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai masukan tentang implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja anak sebagaimana telah dituangkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002. 1.7 Metode Penelitian Skripsi Ini mengkaji masalah perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak yang sering kali di langgar oleh para majikan atau pengusaha yang memperkerjakan anak. 1.7.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normative, yaitu penelitian yang menekankan pada hukum dan peraturan perundang – undangan yang memiliki hubungan dengan praktek kegiatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak. 1.7.2 Pendekatan Penelitian Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian melalui pendekatan perundang – undangan,yaitu penelitin yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum dan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan praktek kegiatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja anak. 12 1.7.3 Sumber bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang – undangan yang berlaku dalam mewujudkan perlindungan hukum terhadap anak : 1. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang tenagakerjaan 2. Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak 3. Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang konvensi ILO No.182 4. Undang-Undang No. 20 tahun1999 tentang konvensi ILO No.138 5. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang peradilan anak 6. Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak 7. Kitab Undang-Undang Hukum perdata ( Terjemahan ). Serta bahan hukum sekunder yang diperoleh dari kepustakaan yaitu berupa artikel – artikel dan literature –literatur atau karya tulis para sarjana yang berhubungan dan berkaitan dengan pekerja anak serta yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dapat mendukung menyusun skripsi ini. 1.7.4 Prosedur Pengumpulan dan pengelolahan bahan hukum Di dalam pengumpulan bahan hukum diperoleh dengan menggunakan cara studi keperpustakaan, yaitu dilakukan dengan mengumpulkan bahan –bahan hukum dan menganalisa literature-literatur yang berhubungan dengan pokok bahasan skripsi ini. Sedangkan proses pengolahan bahan hukum , yaitu data –data disusun berdasarkan maslah yang dikemukakan tentang bentuk perlindungan terhadap pekerja anak sehubungan diratifikasinya Konvensi Hak Anak dan akibat hukum apabila terjadi pelanggaran hak terhadap pekerja anak tersebut. Kemudian dari 13 hasil data-data yang diperoleh disusun secara sistematis dan berurutan sehingga dapat mendukung penulisan skripsi ini. 17,5. Analisa Data Hukum Teknik analisa bahan hukum yang menggunakan adalah deskriptif analisa, yaitu dengan menggunakan Undang-Undang yang berlaku dan dari data-data yang diperoleh dari kepustakaan yang digunakan sebagai arahan dan untuk kemudian dipadukan dan dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan secara menyeluruh. 1.8 Pertanggungjawaban Sistematika Sistematika penulisan skiripsi ini dibuat sebagaimana lazimnya suatu karya ilmiah,sehingga dapat dipahami dengan mudah. Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam empat bab, dimana antara bab yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada Bab I, sebagai pendahuluan yang berisikan tentang garis besar permasalahan yang akan kami bahas serta arah pemikiran dari penulisan yang dituangkan dalam skripsi ini. Dalam bab ini terdapat uraian mengenai latar belakang dan permaslahan yang dihadapi, penjelasan judul dimaksudkan guna memberikan batasan dalam pembahasan, tujuan penulisan,metode penulisan dan akhiri dengan pertanggungjawaban sistematika. Pada Bab II, di kemukakan pembahasan rumusan masalah yang pertama, yaitu dalam hal ini akan dijabarkan menjadi dua sub bab, dalam sub bab pertama akan membahas tentang sejarah dan latar belakang yang menyebabkan adanya Konvensi hak anak, karena untuk memahami Konvensi Hak anak, terlebih dahulu 14 harus memahami sejarah dan latar belakang yang menyebabkan adanya konvensi hak anak, Sub bab ke dua akan membahas tentang pengertian tentang pekerja anak serta bentuk – bentuk hak anak yang terdapat dalam Konvensi Hak Anak,serta bentuk perlindunganya sehubungan dengan adanya tenaga kerja anak Indonesia. Pada Bab III, menguraikan pembahasan dari rumusan masalah yang kedua, dalam bab ini akan dijabarkan menjadi tiga sub bab, sub bab pertama akan membahas mengenai implementasi Konvensi Hak Anak Indonesia, sehubungan dengan Indonesia sebagai salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak, Sub Bab yang kedua akan menjelaskan mengenai pelaksanaan konvensi Hak Anak sehubungan dengan adanya tenaga kerja anak. Sub Bab ketiga membahas tentang perlindungan hak anak dalam praktek serta akibat hukumnya apabila terjadi pelanggaran terhadap Hak Anak sehubungan diratifikasinya Konvensi Hak Anak. Pada Bab IV, adalah bab penutup dari skripsi ini merupakan kesimpulan saran dari pokok – pokok masalah yang dibahas dalam kesimpulan dalam Bab II dan III. 15 BAB II PENGATURAN HUKUM HAK ANAK PADA KONVENSI HAK ANAK 2.1 Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Konvensi Hak Anak Realita keadaan anak di dunia belum bisa menyingkirkan keadaan yang buruk bagi anak. Hampir diseluruh belahan dunia tatanan dan perilaku kehidupan masyarakat masih menyimpan masalah anak yang seolah tiada habisnya. 9 Anak –anak sering menjadi korban perang konflik bersenjata antar bangsa yaitu sering digunakan sebagai prajurit yang akhirnya membawa korban anak – anak. Dalam Negara berkembang, anak-anak juga menjadi korban pertumbuhan ekonomi,diantaranya menjadi anak-anak jalanan, pekerja anak, eksploitasi seks anak hingga perdagangan anak dan penculikan anak. Data yang didapat melalui ILO menyatakan bahwa sekitar 200 juta anak – anak bekerja atau aktif secara ekonomi diluar rumah karena kimiskinan dan urbanisasi dengan penjelasan bahwa sejumlah 7% adalah anak-anak di Amerika Latin, Kemudian 18% adalah anak-anak dikawasan Asia, sedangkan 25% adalah anak –anak dibenua Afrika sebagai jumlah terbesar pekerja anak. Sementara itu Indonesia, menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik( BPS ) diperkirakan 2,4 Juta anak-anak usia 10 sampai dengan usia14 tahun aktif secara ekonomi. Belum lagi anak-anak yang berusia dibawah 10 tahun. Angka yang dikeluarkan BPS itu Konservatif, artinya masih kecil dibandingkan dengan 9 Irwanto, dalam Muhammad Joni, et.al.,ibid 16 realitas anak-anak usia belajar yang putus sekolah yang diperkirakan 6,5 juta. Bahkan beberapa peneliti dari lembaga yang peduli dengan masalah pekerja anak menyebut angka yang lebih besar,seperti doctor Irawanto mengungkap 6 juta anak –anak bekerja, dan penelitian lain memperkirakan sekitar 10 juta jiwa.10 Anak pada dasarnya adalah sumber daya dan penerus cita – cita bangsa yang potensinya telah diolah atau bahkan direkayasa oleh generasi penerus sebelumnya. Sebagai generasi penerus, anak harus memikul tanggungjawab mengembangkan kemampuanya semaksimal mungkin. Oleh karenanya, ia mutlak memerlukan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar,baik dari aspek jasmani,rohani,maupun sosial budaya dan ekonomi. Namun demikian,di dalam masyarakat selalu ada sebagian komunitas yang terdiri dari anak –anak yang mengalami kendala kesejahteraan jasmani, Rohani,Sosial budaya dan ekonomi. Yang paling sering dijumpai adalah pekerja anak. Masalah pekerja anak tidak akan lepas dari komunitas anak yang terpaksa bekerja dan atau pekerja anak baik disektor formal maupun informal. Fenomena pekerja anak terutama diperkotaan dan secara ekonomis akhirnnya akan terbentuk masyarakat yang teraliansi dari peradaban pendidikan formal.akibatnya harapan tumbuh kembang secara wajar bagi pekerja anak bukan lagi merupakan cita –cita,tetapi sekedar slogan yang semakin tidak dipahami kegunaannya. Menurut Undang –Undang Nomor 12 Tahun 1948.Pasal 2 disebutkan “ Anak tidak boleh menjalankan pekerjaan”. Yang dimaksud dengan pekerjaan yang 10 Ibid.,h.3 17 dilakukan oleh pekerja untuk pengusaha dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah. Tidak termasuk dalam hal sebagai berikut : 1. Murid-murid yang magang/berkaitan dengan pendidikan 2. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang anak untuk orang tuanya 3. Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang anak untuk membantu tetanganya ( sesuai adat kebiasaan ). Larangan terhadap adanya pekerja anak dalam Undang –undang Nomor 12 Tahun 1948 bersifat mutlak, tanpa pengecualian. Bahkan menurut Pasal 17 dan 18 undang – undang ini juga ditegaskan bahwa apabila seorang majikan mengabaikan larangan termaksud akan dikenai sanksi pidana. Jika dikaitkan dengan undang –undang kesejahteraan anak, maka larangan sebagaimana dicantumkan ( termasuk ancaman sanksi ) dalam undang –undang tersebut memiliki relevansi yang sangat tinggi. Melalui perserikatan Bangsa- bangsa (PBB) yang mengesahkan Konvensi Hak Anak ( UN’s Convention on The Rights of the child ) pada 20 November 1989, yang hingga kini telah mengikat 191 (seratus Sembilan puluh satu) Negara peserta,maka upaya promosi,penyebaran dan penegakan hak –hak anak digerakan ke seluruh dunia, utamanya di Negara –negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak.11 Sebelum adanya Konvensi Hak Anak, usaha untuk memperjuangan hak –hak anak telah berlangsung sejak perang dunia pertama yaitu dengan dirumuskan draft hak –hak anak yang dilakukan oleh Mrs.Eglantynee Jebb, pendiri “Save The Cihildern Fund dan membuat draft” Piagam Anak “pada tahun 1923 yang berisi 11 Ibid.,hal 3 18 :12 “Bawasannya kita harus menuntut hak –hak tertentu untuk anak –anak dan memperjuangainya untuk mendapat pengakuan universal” Draft Tersebut kemudian dikembangkan menjadi 7 gagasan mengenai hak – hak anak yaitu :13 1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai ras , kebangsaan dan kepercayaan. 2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga. 3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material, moral dan spiritual. 4. Anak yang lapar harus diberi makan,anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus di didiik,anak yatim piatu dan anak terlantar harus di urusi/ diberi perumahan. 5. Anaklah yang pertama –tama harus mendapat bantuan/ pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan. 6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agara pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi. 7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian kepada sesame umat. Fenomena dan persoalan anak yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang kultur sosial ekonomi setempat yang menyebabkan sejarah perkembangan hak – hak anak terus berkembang. Berikut perkembangan sejarah hak-hak anak:14 12 Ibid., h.29 Ibid., h.30 14 ibid h.31 13 19 1. Tahun 1923 Hak – hak anak disetujui oleh Save The Children International Union. 2. Tahun 1924 Hak yang disetujui oleh League Of Nation ( Liga Bangsa – bangsa ), yang merupakan suatu upaya International sebagai hasil dari pengalaman dengan anak yang menderita karena perang. 3. Tahun 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan di terimanya Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia. Walaupun hak anak secara Implisit sudah termasuk didalamnya, banyak yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus anak perlu disusun dalam kebutuhan khusus anak perlu disusun dalam suatu dokumen secara terpisah. 4. Tahun 1959 Majelis Umum PBB mengangkat Deklarasi kedua mengenai Hak Anak. Kelompok komisi Hak asasi manusia PBB mulai mengerjakan konsep Konvensi Hak Anak. 5. Tahun 1979 Tahun Anak Internasional. Sepuluh butir dari deklarasi telah dipublikasikan secara meluas. 6. Tahun 1989 Konsep Konvensi telah disiapkan dengan lengkap Konvensi disetujui oleh Majelis Umum. 7. Pada 2 September 1990 Konvensi Hak Anak mulai diberlakukan. Sampai dengan bulan Februari 1996, konvensi Hak Anak telah diratifikasi oleh 187 (seratus delapan puluh tujuh) Negara dari 163 (seratus enam puluh tiga) Negara anggota PBB. Sebagai sebuah perjanjian internasional, Konvensi Hak Anak diratifikasi oleh hampir seluruh Negara, namun ratifikasi bukan merupakan tujuan akhir dari Konvensi Hak Anak. Pelaksanaanya ke dalam hukum, kebijaksanaan, 20 kebiasaan, praktek sehari – hari adalah muara dari maksud diadakannya Konvensi Hak Anak. Majelis Umum PBB telah memberikan mandat kepada UNICEF untuk menegakkan perlindungan hak –hak anak yang membantu peluang mereka mengembangkan potensinya secara penuh. Untuk mengimplementasikan Konvensi Hak Anak kepada Negara –negara peserta, Unicef telah ditunjuk untuk mendirikan hak –hak anak yang telah diungkapkan dengan merumuskan program aksi (Plan of Action), dimana kedua kebijakan tersebut ditegaskan dalam Mission Statement of UNICEF.15 Sehubungan dengan Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of The Child) yang telah disahkan oleh majelis umum Perserikatan Bangsa –bangsa pada tanggal 20 November 1989 mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered to force ). Pada tanggal 2 September 1990. Konvensi Hak Anak ini merupakan instrument yang merumuskan prinsip –prinsip universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Oleh Karena itu, Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian Internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukan masing –masing hak sipil dan politik hak ekonomi, sosial dan budaya. Konvensi Hak Anak merupakan hasil dari konsultasi dan pembicaraan Negara –Negara, lembaga- lembaga PBB dan lebih dari lima puluh organisasi Internasional. Berkenan dengan Konvensi Hak Anak, Pemerintah RI telah ikut mengesahkan Konvensi termaksud yang dinyatakan dalam KEPRES No .36 Tahun 1999 tentang pengesahan Convention on The Right of The Child; Yang 15 ”Impelementasi Hak (Sebuah gerakan Mondial,” Analisa, September 1996,Citra Aditya bahkan,bandung,1999,h.24 21 dalam hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang –undang dasar 1945 Pasal 11 yang berisi ;16 (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****) (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***) (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang. ***) Sebagai sebuah perjanjian internasional, konvensi hak anak diratifikasi hampir seluruh Negara. Namun peratifikasian bukan merupakan tujuan akhir dari konvensi itu. Pelaksanakan kedalam hukum kebijaksanaan, kebiasaan, praktek sehari-hari, adalah muara dari maksud di adakanya Konvensi Hak Anak . Majelis umum PBB telah memberikan mandate kepada UNICEF untuk menegakkan perlindungan hak –hak anak yang membantu mereka untuk menemukan kebutuhan dasarnya dan untuk membuka peluang mereka mengembangkan potensinya secara penuh. Konvensi Hak Anak merupakan wujud nyata atas upaya perlindungan terhadap anak, agar hidup anak menjadi lebih baik. Sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak di Tahun 1990 banyak kemajuan yang telah ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Konvensi Hak Anak. Dalam menerapkan Konvensi Hak Anak, negara peserta konvensi punya kewajiban 16 UUD 1945 22 untuk melaksanakan ketentuan dan aturan-aturannya dalam kebijakan, program dan tata laksana pemerintahannya. Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian yang mengikat, yang artinya ketika disepakati oleh suatu negara, maka negara tersebut terikat pada janji-janji yang ada di dalamnya dan negara wajib untuk melaksanakannya. Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian hukum international tentang hak-hak anak. Konvensi ini secara sederhana dapat dikelompokkan kedalam 3 hal. Pertama, mengatur tentang pihak yang berkewajiban menanggung tentang hak yaitu negara. Kedua, pihak penerima hak yaitu anak-anak. Ketiga, memuat tentang bentuk-bentuk hak yang harus dijamin untuk dilindungi, dipenuhi dan ditingkatkan. 17 Negara punya kewajiban untuk melindungi, memenuhi, menghormati, mempromosikan hak-hak anak. Sedangkan anak, karena dianggap belum matang secara fisik dan mental maka kewajiban anak dianggap beralih pada orang dewasa yang menjadi pengasuhnya, baik keluarga maupun pengasuh dalam bentuk lain seperti adopsi dan lainnya. Konvensi Hak Anak berisi 54 pasal, Komite Hak Anak PBB mengelompokkan Konvensi Hak Anak ke dalam 8 klaster, yang berisi Langkah-langkah implementasi umum, definisi anak, prinsip-prinsip umum, hak-hak sipil dan Kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pengasuhan pengganti, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dan langkahlangkah perlindungan khusus. 17 http://satunama.org/2201/konvensi-hak-anak-dan-aplikasinya-di-indonesia/ 23 Pasal-pasal dalam Konvensi Hak Anak berdasarkan klaster sebagai berikut: No I II III 1 2 3 4 IV 1 2 3 4 5 6 7 Kelompok (Cluster) Langkah-langkah Implementasi Umum V 1 Definisi Anak Prinsip-Prinsip Umum Non diskriminasi Yang terbaik bagi anak Hak Hidup dan Kelangsungan Hidup Penghargaan terhadap Pandangan Anak Hak Sipil dan Kemerdekaan Pencatatan kelahiran Hak untuk dilindungi identitas Hak atas kebebasan berpendapat Hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani dan berkeyakinan Hak atas kebebasan berkumpul secara damai Hak atas privasi Hak atasinformasi yang bermanfaat Hak atas perlindungan dari kekerasan, penyiksaan, perlakuan hukuman tidak manusiawi Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Hak atas bimbingan orang tua 2 Tanggung jawab orang tua 3 4 5 Hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua Penyatuan kembali dengan orang tua Pemindahan illegal Perlindungan dari kekerasan fisik, mental, seksual, pencideraan dalam asuhan orang tua, wali atau orang lain yang memelihara anak Anak-anak yang terpisah dari lingkungan keluarga Adopsi peninjauan atas penempatan 8 6 7 8 9 10 Pemulihan tanggung jawab orang tua Pemulihan fisik, psikologis dan re-integrasi sosial bagi anak11 anak korban kekerasan, eksploitasi, penyiksaan, hukuman yang kejam VI Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar 1 Hak hidup dan kelangsungan hidup 2 Hak atas pelayanan dan perawatan kesejahteraan dasar 3 4 5 Hak anak-anak difable ( anak-anak cacat) Hak atas kesehatan Hak atas jaminan sosial 6 standart kesejahteraan VII Pendidikan, Waktu Luang dan kegiatan Budaya Pasal (KHA) pasal 4 ; 42 dan 44 ayat 6 Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 6 Pasal 12 Pasal 7 pasal 8 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 37 (a) Pasal 5 Pasal 18 ayat 1 dan 2 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 25 Pasal 27 ayat 4 Pasal 39 Pasal 6 Pasal 18 ayat 3 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 26 Pasal 27 ayat 1-3 24 1 2 3 VIII A Hak atas pendidikan Tujuan pendidikan Hak atas waktu luang, rekreasi dan kegiatan budaya Pelindungan Khusus Anak-anak dalam situasi emergency Pengungsi Anak Anak dalam konflik bersenjata B Anak dalam situasi berkonflik dengan hukum c. Anak-anak korban kekerasan dan eksploitasi anak-anak korban eksploitasi ekonomi Anak-anak korban kekerasan dan eksploitasi seksual D anak-anak korban penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang Anak-anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak Anak-anak dari suku minoritas, penduduk asli dan terasing pasal 28 Pasal 29 Pasal 31 pasal 22 Pasal 38 Pasal 37, pasal 40 Pasal 32 Pasal 37 (b) – (d), pasal 34 Pasal 33 Pasal 35 Pasal 30 Konsekwensi atas telah diratifikasinya Konvensi Hak Anak tersebut, maka Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkandung dan atau memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak yang diakui dalam KHA yang secara umum memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap anak, agar anak dapat merasakan seluruh hak-haknya, sehingga terjauh dari tindakan kekerasan dan pengabaian. Sebagai individu maupun negara, sudah seharusnya setiap orang menyimak pasal demi pasal rumusan Konvensi Hak Anak yang terdiri dari 3 bagian yang mencakup kandungan substantif hak anak, mekanisme pelaksanaan dan pemantauan, serta pemberlakuan sebagai hukum yang mencakup secara internasional. Sehingga setidaknya akan mampu mendapat pemahaman tentang empat kategori Hak Anak yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak memperoleh pendapatnya. perlindungan dan hak untuk berpartisipasi atau dihargai 25 Kemudian setelahnya adalah melakukan monitoring situasi dengan mengum[ulkan berbagai bahan atau informasi tentang masalah seputar anak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang isu anak. Periksa ulang kembali segala informasi yang didapatkan untuk memastikan keakuratan informasi tersebut. Kemudian lakukan analisis situasi untuk memetakan berbagai masalah anak secara periodik.Terkait dengan hakhak anak selain mengacu kepada KHA, kita juga dapat menghubungkannya dengan berbagai instrument yang terkait dengan anak, seperti Konvensi ILO, Deklarasi dan sebagainya yang juga merupakan perjanjian-perjanjian International. Dengan adanya KHA (dan instrument international mengenai HAM lainnya) dapat digunakan sebagai acuan yang bisa digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan atau mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan-kebijakan ataupun program yang lebih baik bagi anak-anak. 2.2. Pengertian Anak, Bentuk –bentuk Hak Anak Yang Terdapat Dalam Konvensi HAK Anak Serta Bentuk Perlindungannya. 2.2.1 Pengertian Anak Anak sendiri dalam Undang -undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1.1 Menyembutnya bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun, termasuk anak masih dalam kandungan. 2.2.2 Bentuk –bentuk Hak Anak Yang Terdapat Dalam Konvensi Hak Anak Serta Bentuk Perlindungannya. Konvensi Hak Anak tahun 1989 yang disepakati dalam sidang majelis umum PBB Ke-44, yang selanjutnya telah dituangkan dalam resolusi Nomo 44/25 26 tanggal 5 Desember 1989, yang merupakan hukum Internasional sehingga mengikat negara peserta yang telah menanda tangani Konvensi tersebut, termasuk Indonesia. Berdasarkan materi hukum yang tercakup dalam kovensi Hak Anak dapat dikualifikasikan beberapa isi Konvensi yaitu :18 1. Penegasan Hak –hak Anak 2. Perlindungan oleh Negara 3. Peran serta berbagai pihak (Pemerintah, Masyarakat, dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap hak-hak anak dan dalam sistematikanya, Konvensi Hak Anak terdiri dari beberapa bagian yaitu : 1. Preambule 2. Subtansi 3. Mekanisme penerapanya Materi Hukum mengenai hak –hak anak dalam Konvensi Hak Anak, dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kategori hak-hak anak yaitu : 1) Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights),yaitu hak –hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak –hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak anak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan sebaik –baiknya (the rights to the highest standart of health an medical care attainable). Dalam pasal 6 Konvensi Hak Anak tercantum ketentuan yang mewajibkan kepada setiap Negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup (right to life ), kelangsungan hidup dan perkembangan anak (The survival and development of the child) 18 Ibid, h.32 27 2) Hak terhadap perlindungan ( protection rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak dari deskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran anak bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak –anak pengungsi. Hak terhadap perlindungan merupakan hak paling penting karena anak sering menderita berbagai jenis pelanggaran, perkosaan sebagai akibat dari keadaan ekonomi,politik dan lingkungan sosial mereka. 3) Hak untuk kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standart hidup yang layak bagi perkembangan fisik maupun, mental,spiritual, moral dan sosial anak. 4) Hak untuk berpartisipasi (participation rights) yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak-hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak untuk berpartisipasi (participation rights) merupakan hak anak mengenai identitas budaya mendasar bagi anak,masa kanak-kanaknya dan pengembangan keterlibatannya didalam masyarakat luas. 2.2.3 Hak dan Kewajiban Anak Yang Tercantum dalam Undang – Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 4 sampai dengan 19 adalah :19 1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta martabat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal ini juga 19 Sinar Grafika, Undang- undang Perlindungan Anak ( UU RI No.23 Tahun 2002), Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2003, Hal.6 28 diatur di dalam ketentuan Undang –undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) dan tercantum dalam Konvensi Hak – hak Anak. 2. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekpresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. Dalam arti ketentuan ini dimaksudkan untuk member kebebasan kepada anak dalam rangka mengembangkan kreatifitas dam intelektualnya (daya nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Ketentuan pasal ini juga menegaskan bahwa pengembangan tersebut masih tetap harus berada dalam bimbingan orang tuanya. 3. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tua,dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Tetapi dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar makan, anak htersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku. Dalam arti ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui siapa orang tuanya susunya),dimaksudkan adalah untuk arti asal menghindari usulnya (termasuk terputusnya silsilah ibu dan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya. Pengasuhan atau pengangkatan anak dapat dilaksanakan sesuai norma –norma hukum, adat istiadat yang berlaku dan tentunya agama yang dianut anak. 4. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,mental spiritual dan sosial. 5. Yang paling utama adalah setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan tingkat 29 kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, selain hak anak sebagaimana yang dimaksud tadi maka khusus bagi anak yang menyandang cacat juga memperoleh pendidikan luar biasa , sedangkan bagi anak ynang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus, dan berhak mendapat rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. 6. Dalam menyatakan maksud dan pendapatnya anak berhak didengarkan pendapatnya tersebut, dengan menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai pengembangan dengan dirinya tingkat sesuai kecerdasan dengan dan martabat usianya demi kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 7. Setiap anak dalam pengasuhan orang tua atau wali berhak mendapat perlindungan dari perlakuan : a. Diskriminasi, misalnya perlakuan yang membeda – bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak,urutan kelahiran anak dan kondisi fisik atau mental anak b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras, anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan. c. Penelantaran, misalnya tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat atau mengurus anak sebagaimana mestinya. d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, misalnya tindakan atau perbuatan secara lalim, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan 30 kepada anak. Perlakuan kekerasan dan penganiayaan, misalnya perbuatan melukai dan/ atau mencederai anak dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial. e. Ketidakadilan misalnya tindakan keberpihakan antara anak yang satu dan lainnya atau kesewenang-wenangan terhadap anak. f. Perlakuan salah salah alainya, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak. Apabila dalam hal orang tua atau wali melakukan segala bentuk pemberlakuan tersebut yang sudah disebutkan maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. 1. Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pemisahan disini dimaksud dalam ketentuan ini tidak menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya. 2. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari : a. Penyalagunaan dalam kegiatan politik; b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. Perlibatan dalam kerusuhan sosial; d. Perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; e. Perlibatan dalam peperangan; Perlindungan ini meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung, dari tindakan yang membahayakan anak secara psikis dan fisik. 3. Setiap anak dirampas kebebasanya berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatanya dipisahkan dari orang dewasa, 31 memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dimaksud dengan bantuan lainya misalnya bimbingan sosial pekerja sosial, konsultasi dari psikologi dan psikiater atau bantuan dari ahli bahasa, serta membela diri dan memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Dengan demikian setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak merahasiakan. 4. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Hal ini termasuk bantuan medic, sosial, rehabilitasi,vokasional dan pendidikan. 5. Kewajiban setiap anak adalah menghormati orang tua, wali dan mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman, mencintai tanah air, bangsa dan Negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, melaksanakan etika dan akhlak mulia. 32 BAB III AKIBAT HUKUM BAGI NEGARA YANG TELAH MERATIFIKASI KONVENSI HAK ANAK SERTA UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA ANAK 3.1 Implementasi Konvensi Hak Anak di Indonesia Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang di perbaharui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah bentuk implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani pada 20 November 1989. Di dalam Undang –Undang Nomor 13 tahun 2003 di atur tentang pekerja anak, yang memberikan pengertian bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 Tahun. Batasan ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997, yang memberikan pengertian bahwa anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berumur kurang dari 15 tahun. Batas umur bekerja ini sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 Tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja menyebutkan usia minimum tidak boleh kurang dari usia wajib belajar yakni 15 tahun. Dengan demikian mengenai batas usia kerja ini kontradiktif dengan konsep anak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menggunakan umur lebih tinggi yakni 18 tahun. Pertanyaan tentang batasan pengertian anak menurut Undang –Undang Nomor 4 Tahun 1979 berbeda dengan yang dicantumkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 namun demikian perbedaan batasan ini tidak mengurangi 33 legalitas salah satunya. Pasal 1 angka 2 Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa : “ Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin “. Di dalam penjelasannya dikatakan, batas umur 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kepentingan kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, kematangan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut, Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu. Bila membandingkan dengan ketentuan yang dicantumkan dalam Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan batas usia yang disebut anak ialah orang laki –laki atau perempuan yang berumur dibawah 14 tahun. Jika dikaitkan dengan permasalahan pekerja anak maka tentunya yang dirunut adalah ketentuan yang tercantum dalam Undangundang Nomor 25 Tahun 1997,akan tetapi pekerja anak pada hakekatnya adalah anak-anak yang seharusnya diberikan kesempatan untuk menikmati hak-haknya, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 lebih mengena untuk diterapkan dalam hal batasan usia yang digolongkan sebagai anak. Larangan bekerja bagi anak telah dicantumkan dalam Pasal 95 Undang – Undang Nomor 25 tahun 1997,akan tetapi larangan tersebut dapat ditiadakan jika terjadi situasi tertentu sebagaimana disebutkan pada Pasal 96. Memperbolehkan (melegalisasi) adanya pekerja anak namun tetap dibatasi dengan sejumlah rambu – rambu tententu dan hanya berlaku bagi anak –anak 34 yang terpaksa bekerja. Keterpaksaan ini dapat dideskripsikan sebagai suatu gambaran situasi yang sulit dan serba dilematis, diantaranya : a) Anak – anak yang berada dalam situasi diskriminatif b) Anak – anak yang berada dalam situasi eksploitatif c) Anak – anak yang berada dalam situasi darurat dan kritis. 20 Pekerja anak dalam hal ini termasuk dalam kategori terekploitasi berdasarkan pemikiran bahwa seharunya anak-anak menikmati hak-haknya secara wajar. Menurut Soedijarto permasalahan anak yang paling menonjol adalah anak-anak yang bekerja disektor formal maupun informal. Ada beberapa latar belakang anak-anak masuk ke pasar kerja menjadi pekerja anak, yakni : 1. Kemiskinan yang melanda sekitar 24 Juta rakyat Indonesia. 2. Pendidikan yang masih rendah,yakni terdapat 12,7% rakyat Indonesia yang masih buta huruf dan sekitar 70% tenaga kerja Indonesia berpendidikan SD ke bawah, serta masih banyaknya orang tua yang belum menyadari pentingnya pendidikan bagi anak di masa depan. 3. Masih banyak pengusaha yang sengaja mempekerjakan anak untuk mendapatkan ongkos buruh yang murah. Jika dicermati dari aspek bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan anak – anak serta ancama resiko yang dihadapi, ternyata banyak terdapat pekerja anak yang harus dikategorikan sebagai eksploitasi anak yang benar-benar tidak layak dilakukan oleh seorang anak (The Most Intolerable Child Labour ). Isu tentang pekerja anak dapat dikatakan telah mendunia karena begitu banyak anak-anak dihampir semua Negara yang ternyata telah memasuki dunia 20 Machsoen Ali, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Dalam Perpektif Hak –Hak Anak, Yuridika, Volume 14,No 5, September 1999.hl. 380.Diadaptasi dari: “Guide to the Convention on the Rights of Child”, UNICEF,1995 35 kerja baik formal maupun informal sejak usia dini. Di dalam Konvensi Hak Anak dicantumkan adanya larangan untuk melakukan eksploitasi ekonomi terhadap anak-anak yakni sebagai berikut : Pasal 32 : 1. Negara- Negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi dari ekploitasi ekonomi dan dari segala pekerjaan yang kiranya berbahaya atau menggangu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan atau menggangu perkembangan fisik,mental,spiritual atau sosial anak. 2. Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah legislative, administrative, sosial dan edukatif untuk menjamin pelaksanaan ini. Untuk maksud ini, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang relevan dan instrument Internasional lainya, Negara-negara peserta khusus akan: a. Menentukan batas usia minimum atau usia-usia minimum untuk diterima bekerja; b. Menertibkan tata aturan yang tepat mengenai jam dan kondisi kerja; c. Menetapkan hukuman atau sanksi-sanksi lain yang sesuai untuk menjamin penerapan efektif dari pasal ini. Pasal 32 dari konvensi Hak Anak tesebut secara tegas telah mencantumkan larangan eksploitasi bagi anak-anak dari pemerintah dalam hal ini berkewajiban untuk melindungi anak-anak dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan atau perkembangan mereka serta menetapkan persyaratan kondisi kerja dan batas usia minimum untuk bekerja. Hukum nasional kita memang telah mengatur dan menetapkan adanya larangan bagi pengusahan untuk memperkerjakan anak, yaitu Pasal 95 Undang- undang Nomor 25 Tahun 1997 yang ternyata masih diikuti oleh ketentuan berikutnya 36 (Pasal 96) yang kembali membuka peluang bagi pengusaha untuk mempekerjakan anak-anak yang situasi tertentu dan alasan-alasan tertentu dan alasan –alasan ekonomis ( kemiskinan keluarga ) terpaksa bekerja. Pasal 96 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 disamping “terpaksa” membuka kembali peluang adanya pekerja anak juga mengatur tentang larangan bagi pengusaha untuk tidak mempekerjakan anak-anak ditempat sebagaimana disebutkan pada ayat (3). Larangan yang tercantum pada ayat (3) itu dimaksudkan sebagai upaya perlindungan hukum bagi anak yang terpaksa bekerja. Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa : “Ketentuan mengenai pekerjaan yang berbahaya lainya dan tatacara mempekerjakan anak yang karena suatu alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri”. Pasal 96 ayat (4) telah ditindaklanjuti oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1999 yang telah diberlakukan sejak tanggal 26 Januari 1999; yang merupakan “Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Pekerja Anak” (selanjutnya disingkat PPA). Menurut Instruksi Mendagri termaksud, PPA adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghapus atau mengurangi dan melindungi pekerja anak berusia dibawah 15 tahun agar terhindar dari pengaruh buruh pekerjaan berat dan berbahaya yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksudkan pengaruh buruk dalam hal ini adalah dampak negative pekerjaan yang dilakukan anak yang dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,moral dan intelektual. Dengan pengamatan sepintas, nampaknya Instruksi Mendagri “tidak melarang” adanya pekerjaan anak sebagaimana ketentuan Pasal 95 ayat (1) akan tetapi berusaha memberikan perlindungan bagi pekerja anak dan 37 menanggulangi permasalahanya melalui pengaturan –pengaturan yang lebih transparan tetapi justru lebih berpeluang untuk melakukan pengawasan terhadap keberadaan pekerja anak sehingga akan lebih mudah mengupayakan perlindungan hukum bagi anak. 3.2 Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang saat ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh undang-undang Nomor 13 tahun 2003, upaya perlindungan hukum bagi pekerja anak menurut Undang-undang tersebut menyatakan pengusaha dilarang memperkerjakan anak ( Pasal 68 Undangundang Nomor 13 tahun 2003 ) . Perlindungan terhadap larangan anak untuk dipekerjakan dimaksudkan agar anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan kepribadiannya serta untuk memperoleh pendidikan karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Namun demikian ketentuan ini di kecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat 1). Selanjutnya dalam pasal 69 ayat 2 disebutkan Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a) Izin tertulis dari orang tua atau wali; b) Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c) Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d) Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah; 38 e) Keselamatan dan kesehatan kerja; f) Adanya hubungan kerja yang jelas dan g) Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, f dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya (Pasal 69 ayat 3 ). Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangakan bakat dan minatnya (Pasal 71 ayat 1). Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat : a) Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b) Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan c) Kondisi dan lingkungan kerja tidak menggangu perkembangan fisik, mental,sosial dan waktu sekolah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini merupakan tindak pidana pelanggaran yang diancam pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Dalam hal anak diperkerjakan bersama –sama dengan pekerja/ buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72 ). Anak dianggap bekerja bilamana berada ditempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya ( Pasal 73 ). Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan,menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; 39 c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan/ atau d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak. Perlindungan hukum bagi pekerja anak sebagaimana yang dicantumkan pada pasal 68 termaksud akan lebih optimal jika peraturan –peraturannya memiliki kekuatan untuk diberlakukan atau untuk melakukan pemaksaan hukum (Law Enforcement) dalam konteks penegakan hukum. Misalnya dengan sanksi pidana. Hanya saja, pengenaan dan pelaksanaan ketentuan pidana tentunya juga harus merujuk pada pasal-pasal yang secara efektif memiliki kekuatan hukumuntuk diberlakukan. Di samping itu, pelaksanaan peraturan perundang-undangan bukan sekedar menerapkan materi-materi hukum “inabstracto” menjadi “inconcreto” akan tetapi harus diperhitungkan pula factor-faktor “non teknis “ yang sudah berurat berakar pula di dalam sistem nilai budaya masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka mengupayakan perlindungan hukum bagi anak yang terpaksa berkaja (pekerja anak) harus pula dikaji keterkaitanya dengan implementasi hak –hak anak kedalam hukum ketenagakerjaan dan penegakan hukumnya. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak dapat dilakukan sepanjang tidak menggangu perkembangan fisik, mental, sosial maupun intelektualnya sehingga perlu adanya suatu pertimbangan kembali tentang pekerjaan yang dilakukannya. Oleh karena itu, diperlakukan suatu pengaturan bagi pekerja anak yang terpaksa 40 bekerja supaya dapat diketahui pekerjaan-pekerjaan mana yang dilarang untuk dilakukannya oleh mereka beserta perlindungannya.21 Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), agar setiap perjanjian kerja yang diadakan sah maka terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang kemudian diitrodusir oleh Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa perjanjian dibuat atas dasar : 1. Kesempatan kedua belah pihak 2. Kemampuan atau kecakapan melakukan hukum 3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan 4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sepakat maksudnya antara pengusaha dan pekerja telah mengadakan persetujuan sehingga yang dikehendaki pengusaha juga dikehendaki pekerja, begitu sebaliknya. Apabila ada paksaan, maka berarti tidak ada kesepakatan. Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) menyatakan : tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Biasanya untuk menunjukan tidak adanya kekhilafan, ada tambahan kata-kata “perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh masing-masing pihak dalam keadaan badan dan akal pikiran yang sehat “ Atau “ Perjanjian ini dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak manapun”. Karena dengan keadaan psikologis yang labil dan tidak cakap hukum, pekerja anak dapat dengan mudah di tipu oleh 21 Muzni Tambusai, Kebijaksanaan Penanganan Pekerja Anak di Indonesia , dalam Bagung S dan Sri Sanituti (ed) Pekerja anak, kebijaksanaan dan upaya penangananya, Lutfansah Mediatama, 2000,hl 79 41 pengusaha agar memperoleh hasil produksi yang banyak tapi biaya yang ringan atau murah. Namun dalam pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerja harus telah cakap menurut hukum dan cakap menurut hukum artinya yang bersangkutan telah dewasa. Menurut Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Mereka yang belum dewasa 2. Mereka yang ditaruh dalam pengampuan 3. Isteri yang tanpa izin suami 4. Dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian. Dalam hal ini pekerja anak termasuk kategori angka 1 (satu) dan angka 2 (dua) dimana mereka masih dalam pengawasan orang tua karena dianggap belum dewasa dan cakap hukum. Jadi apabila pekerja anak yang tidak cakap menurut hukum, maka diperlukan persetujuan orang tua. Biasanya orang tua yang membuat perjanjian kerja dengan pengusaha. Atau bisa juga wali pekerja anak. Ketentuan tersebut, ternyata tidak banyak “mengentas” kemiskinan di kalangan pekerja anak. Masih banyak anak-anak mengalami eksploitasi secara ekonomi sosial, menjadi pekerja anak dan anak-anak jalanan, bahkan ada yang tereksploitasi secara seksual sebagai pelacur anak. 42 22 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa factor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum antara lain : a. Faktor hukumanya b. Faktor penegakan hukumnya c. Faktor sarana atau fasilitas hukumnya d. Faktor masyarakat hukumnya e. Faktor budaya hukum masyarakatnya Pada prinsipnya, penegakan hukum anak dan penegakan hak-hak anak sama dan sebangun keseluruhannya dengan prinsip-prinsip penegakan hukum pada umumnya. Sehingga implementasi dan penegakan hukum anak khususnya yang menyangkut aspek perlindungan hukum bagi anak-anak yang terpaksa bekerja, juga dipengaruhi oleh factor-faktor tersebut diatas, yang secara spesifik dapat diuraikan sebagai berikut : a. Faktor Hukumnya Mengingat Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, melalui KEPPRES Nomor 36 Tahun 1990 bahkan sebelumnya juga telah memberlakukan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, maka perlindungan hukum bagi anak-anak yang terpaksa bekerja juga harus merupakan perwujudan dari kaidah-kaidah hukum tentang hak-hak anak, yang secara formil materiil harus disemangati oleh nilai-nilai,asas-asas dan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan hak-hak anak yang wajar atau yang wajib didapatkan walaupun dia terpaksa bekerja. 22 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1996,hl.3-4. 43 Untuk itu dapat diidentifikasikan beberapa peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak pada umumnya yang ditertibkan setelah peratifikasian Konvensi Hak Anak, Yaitu : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan 2. Undang-undang Nomor 25 tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000, Tentang Konvensi ILO No.182 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun1997, Tentang Peradilan Anak 5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999, Tentang Konvensi ILO No.138 6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, Tentang Kesejahteraan Anak b. Faktor Penegak Hukumnya Para petugas atau lembaga yang bertanggung jawab atas berlangsungnya (terlaksananya) hukum dalam masyarakat harus benar-benar merupakan sumber daya manusia yang mau dan mampu memahami hukum anak, hakhak anak serta memiliki kualitas pendidikan/keahlian manajerial untuk menegakkan hukum anak dan hak-hak anak.baik itu dari lembaga penyidik (Kepolisian) Penuntut (Kejaksaan)- Hakim ( Peradilan) maupun lembaga advokasi pengacara/ penasehat hukum. c. Faktor Sarana dan Fasilitas Hukumnya Sarana dan fasilitas untuk menegakkan hukum anak,khususnya yang terkait dengan perlindungan hukum bagi pekerja anak, seyogyanya juga berpedoman pada ketentuan-ketentuan tentang sarana dan fasilitas hukum yang harus ada dalam upaya memberikan perlindungan hukum bagi pekerja anak yang disemangati oleh kehendak untuk mewujudkan hak-hak anak. 44 d. Faktor Masyarakat Hukumnya Masyarakat merupakan wada dinamika hukum dalam perilaku kehidupan sehari-hari yang lebih merujuk pada kondisi : Sejauh mana kepedulian masyarakat terhadap pekerja anak dan sejauh mana pula kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur/ mewajibkan adanya perlindungan hukum bagi pekerja anak, sebagai menifestasi pengakuan hukum anak dan hak-hak anak. e. Faktor Budaya Hukumnya Yaitu terkait dengan pandangan masyarakat atau nilai-nilai yang berakar dalam menegakkan hukum sebagai pedoman perilaku keseharian dan keyakinan masyarakat terhadap itikad penegak hukum dalam rangka mengupayakan perlindungan hukum bagi pekerja anak serta mewujudkan hak-hak anak. Konvensi Hak Anak merupakan dokumen hak asasi manusia yang spesifik dan untuk mengatur hak-hak anak. Oleh karena itu sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ke dalam hukum nasional maka Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban untuk menjamin tegaknya hak-hak anak yang harus diberikan secara wajar, walaupun anak-anak itu sedang “terperangkap” dalam peran sosial sebagai pekerja anak, mengupayakan perlindungan hukum bagi pekerja anak tanpa mengabaikan hak-hak anak, secara kontekstual perlu menyusun kesepakatan-kesepakatan hukum ( “bargaining”) dengan masyarakat orang dewasa yang pasti lebih memiliki bebagai akses menuju penegakan hukum. 45 Berdasarkan pemikiran bahwa anak atau pekerja anak tidak mungkin berjuang sendiri, harus ada masyarakat orang dewasa yang diwajibkan oleh Negara untuk melegitimasi fasilitas dan infrastruktur yang diharapkan. Materi hukum mengenai hak-hak anak konvensi hak anak dapat dikelompokan dalam 4 kategori, yaitu :23 Categories of Right in The Convention on The Rights Of Child : 1. Survival Rights : these cover the rights to life and the rights to highest standart of health and medical care attainable. 2. Protection Rights : these include protection from discrimination, from abuse and neglect, protection for children without families and protection for refugee children. 3. Development Rights : these include all kind of education (formal and non formal ) and rights to a standart of living which is adequate for the child’s physical,metal,spiritual,moral and social development. 4. Participation Rights : these cover the right of a child to express her/his views in all matters affecting that child Dari materi hukum yang tercakup dalam konvensi Hak Anak yang seharusnya dapat diimplementasikan sebagai salah satu perangkat untuk mengupayakan perlindungan hukum bagi pekerja anak, terutama dalah pasalpasal berikut : Konvensi Hak Anak : Pasal 26 : Hak anak atas jaminan social. Pasal 27 : Hak anak untuk menikmati penghidupan yang layak dan tanggung jawab orang tua untuk memenuhinya. 23 UNICEF,Guide to The Convention on The Rights Of Child”, UNICEF, Jakarta,p.4. 46 Pasal 28 : Hak anak atas pendidikan dan Negara wajib memberikan/ menyediakan secara cuma-cuma sekurang-kurangnya sampai dengan pendidikan dasar. Pasal 32 : Hak anak atas perlindunganya yang harus diberikan oleh Negara dari ancaman pekerjaan yang membahayakan kesehatan, pendidikan,perkembangan dan batas usia minimum untuk bekerja. Pasal 36 : Hak anak atas perlindungan dari semua bentuk eksploitasi. Penanggulangan masalah pekerja merupakan bagian intergral dan subtansi pembangunan sosial yang meliputi penningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan perluasan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan pendapat/ penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Memang tidak mudah “melenyapkan” fenomena sosial dalam bentuk pekerja anak, karena keberadaanya (walaupun terpaksa) tetap dilakukan secara sadar. Disamping itu,sebagian besar rakyat Indonesia masih digolongkan sebagai masyarakat pra sejahtera (miskin) dan pemikiran untuk memperkerjakan anak di usia dini nampaknya selalu menjadi solusi yang dianggap tepat. Mengubah pemikiran masyarakat (yang terjerat oleh kemiskinan) dari yang cenderung eksploitatif terhadap anak menjadi pemikiran yang protektif memerlukan “brainwash” yang cukup mahal baik dari segi waktu maupun pembiayaan. Maka untuk mengubah prespektif pemikiran masyarakat itu harus dilakukan melalui rekayasa sosial budaya, terutama oleh pemerintah yang jelas-jelas memiliki berbagai akses 47 menuju penegakan hukum sebagai salah satu upaya perlindungan hukum bagi pekerja anak. Di antaranya dengan melaksanakan secara konsisten tujuan Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Pekerja Anak (selanjutnya disingkat PPA) yaitu : a. Melarang, mengurang dan menghapus pekerja anak yang hidup dipedesaan dan perkotaan. b. Membina, melindungi dan mengembangkan ekonomi orang tua pekerja anak. c. Membina generasi penerus bangsa yang handal, maju, mandiri, sehat jasmani,rohani dan sejahtera. d. Mengubah sikap orang tua untuk tidak mempekerjakan atau menyuruh anak menjadi pekerja,khususnya yang berumur dibawah 15 tahun. e. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengaruh buruk dan dampak negative pekerjaan berat dan berbahaya bagi pekerja anak, serta pentinganya wajib belajar 9 tahun. Adapun sasaran utamanya adalah : 1. Pekerja anak dipedesaan dan perkotaan yang memerlukan pekerjaan berat dan berbahaya,baik yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah 2. Orang tua yang mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun 3. Pengusaha yang mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun 4. Tokoh masyarakat yang diharapkan dapat memotivasi kegiatan PPA. Lebih mendasar yang harus dihadapi, diantaranya : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 belum dilaksanakan secara efektif, khususnya peraturan pelaksanaan dari Pasal 68 sebagai perangkat hukum yang sangat diharapkan dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum bagi pekerja anak; 48 2. Sosialisasi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan peratifikasian Konvensi Hak Anak oleh pemerintah Indonesia juga belum dilaksanakan secara efektif; 3. Belum pernah terdengar adanya tindakan hukum (dalam rangka penegakan hukum anak ) khususnya terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha berkenaan dengan kasus memperkerjakan anak yang tidak procedural; 4. Budaya masyarakat (miskin) yang masih mengedepankan pola piker perlunya anak bekerja untuk mendapatkan upah yang dimanfaatkan sebagai subsidi penghasilan keluarga; 5. Kerjasama nasional lintas sektoral dan atar departemen belum maksimal. 49 BAB IV PENUTUP 4.1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa : 1. Pasal 96 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan belum sepenuhnya dapat didayagunakan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi pekerja anak, karena adanya beberapa faktor baik internal maupun eksternal yaitu : a. Faktor Internal : belum semua pasal yang tercantum dalam Undangundang Nomor 2 tahun 1997 itu dapat efektif diberlakukan karena terkendala oleh belum adanya peraturan pelaksanaan yang mutlak di perlukan sebagai upaya penegakan hukum dalam masyarakat. b. Faktor Eksternal : budaya masyarakat belum mencerminkan adanya kesadaran untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja anak, yang dapat ditengarai melalui perilaku yang ekspoitatif terhadap pekerja anak. Komunitas pekerja anak, apapun bentuknya harus diakui bahwa itu memang ada. Hal ini dimungkinkan pula dengan pencantuman Pasal 96 yang “permissive” terhadap pekerja anak, walaupun telah ada dukungan perangkat hukum dalam bentuk juklak MENDAGRI Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Penanggulangan Pekerja Anak. Akan tetapi keberadaan pekerja anak itu memang terpaksa akibat ketidakberdayaan ekonomi keluarga untuk 50 memenuhi hak-hak anak secara wajar. Dalam perspektif hak-hak anak, legalitas pekerja anak masih ada kemungkinan dapat diakomodasi sejauh peran sosialnya sebagai pekerja anak itu tidak mengurangi hak-haknya yang asasi sebagai anak, terutama dalam hal pemerolehan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan serta proses tumbuh kembang yang layak bagi kemanusiaan. 2. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja anak dapat dilakukan sepanjang tidak menggangu perkembangan fisik,mental, dan sosial maupun intelektualnya sehingga perlu adanya pertimbangan kembali tentang pekerjaan yang dilakukannya. Majikan atau pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana apabila melakukan pelanggaran hak terhadap pekerja anak oleh karena itu,diperlukan suatu pengaturan bagi pekerjaan – pekerjaan mana yang dilarang untuk dilakukan oleh mereka berserta perlindungannya. 51 4.2. SARAN 1. Peranan Pemerintah sudah seharusnya untuk perperan lebih aktif dalam hal pengawasan penerapan pelaksanaan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan pekerja anak agar pengusaha tidak sewenag-wenang terhadap pekerja anak sehingga peraturan perundang–undangan yang berlaku lebih memiliki fungsinya sebagai peraturan yang harus ditaati dan dipatuhi oleh pengusaha perusahaan industri dimanapun. Peran yang dapat disarankan adalah : a. Melakukan kerjasama dengan SPSI untuk inventarisasi perusahaan yang memanfaatkan pekerja anak; b. Melakukan kerjasama penanganan/pengolahan dengan pekerja APINDO anak, dalam hal sekurang-kurangnya untuk mengeliminasi berkembangnya populasi pekerja anak; c. Konsistensi pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dengan menghilangkan kendala-kendala yang mempersulit keluarga miskin untuk memperoleh pendidikan bagi anak-anak mereka ( pemberian bea siswa,penerapan system belajar jarak jauh bagi pekerja anak ) d. Penyebaran Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan Konvensi Hak Anak melalui berbagai media komunikasi yang mudah dijangkau dan keluarga/masyarakat miskin dan pekerja anak. diserap oleh pemikiran 52 2. Sangat diperlukan perangkat hukum yang mampu mentranformasikan hak-hak anak secara lebih konseptual dan applicable untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja anak. Dengan demikian, upaya perlindungan hukum bagi pekerja anak sekurang-kurangnya harus mengakomodasi hak-hak anak baik yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 maupun dalam Konvensi Hak Anak. Atau sebaliknya, hak-hak anak harus diimplementasikan sebagai substansi perangkat perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur tentang perlindungan hukum bagi pekerja anak, yang tujuan akhirnya adalah supaya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa tetap dapat menikmati hak-haknya untuk bertumbuhkembang jasmani, rohani, mental, spiritual dan sosialnya secara wajar. 53 DAFTAR BACAAN Literatur : https://pedulihakanak.wordpress.com/2008/11/20/konvensi-hak-anak http://mcrizzwan.blogspot.co.id/2015/02/ artikel-aturan-aturan-dan perlindungan. html. http://satunama.org/2201/konvensi-hak-anak-dan-aplikasinya-di-indonesia Muhammad Joni / Zulchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bhakti, Bandung .1999. Muhammad Joni, Implementasi Hak Anak, Sebuah Gerakan Mondial, Analisa , September 1996, Citra Aditya Bhakti, Bandung.1999. Machsoen Ali, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Dalam Perpektif HakHak Anak, Yuridika,Volume 14, No.5, September 1999. Muzni Tambusai, Kebijaksanaan Penanganan Pekerja Anak Indonesia, dalam Bagus s dan Sri Sanituti (ed) Pekerja Anak,Kebijaksanaan dan Upaya Penanganannya, Lutfansah Mediatama.2000. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Pradya Paramita,Bandung.1992. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press,Jakarta.1996. Peraturan Undang-undangan : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, tambahan lembaran Negara Nomor 4279. 2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 54 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Batas Usia Minimum Anak Untuk diperbolehkan Bekerja. 4. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56.Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835. 5. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2000 mengenai Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 tentang pelanggaran dan tindakan segera pengahapusan bentukbentuk pekerjaan terbburuk untuk anak, Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941. 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4325. 7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143. 8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER-01/MEN/1987 Perlindungan Bagi Anak yang terpaksa Bekerja. tentang