AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKusta ReversaldanKecacatanTingkatI AuliaRahmaNoviastuti,TriUmianaSoleha FakultasKedokteran,UniversitasLampung Abstrak Penyakit kusta merupakan penyakit granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan saraf tepi. Minimnya pengetahuan dan tingginya stigma negatif masyarakat terhadap kusta meningkatkan transmisiinfeksidankecacatan.Reaksikustamerupakanreaksiimunologiyangdapatterjadisebelum,selama,dansetelah terapi kombinasi. Penegakkan diagnosis dan penatalaksaan yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka kecacatan. Pasien wanita, usia 22 tahun, datang ke Rumah Sakit Provinsi dr. H. Abdul Moeloek dengan keluhan muncul bercak kemerahandisertairasatebalpadawajah,telinga,tangandankakisejak4bulansebelummasukrumahsakit.Lesisemakin lama semakin banyak dan gelap. Tangan terasa kesemutan dan kram dan kaki mulai terasaa baal. Pada regio facialis, auricularis dextra etsinistra, antebrachii dextra et sinistra, cruris dextra et sinistra dan dorsum pedis dextra et sinistra terdapat makula-patcheritematosa multiple, berbentuk ireguler, berukuran lentikuler-plakat, berbatas ireguler, tersebar diskret dengan sebagian konfluens. Penatalaksanaannya disesuaikan dengan jenis reaksi, derajat keparahannya dan keluhan penyerta dengan pilihan terapi Multi Drug Therapy-Multibacilllary (MDT-MB), neurobionserta krim urea 10%. Pengobatan yang dilakukan pada kasus ini sudah tepat. Pengobatan yang tepat menurunkan morbiditas, sehingga dapat memperbaikikualitashidup. Katakunci:kecacatan,kusta,reaksireversal MultibacillaryHansen’sDisease(MidBorderline)withReversalReactionand GradeIDisability Abstract LeprosyisachronicgranulomatousdiseasecausedbyMycobacteriumlepraethataffectstheskinandperipheralnerves. Thelackofknowledgeandthehighnegativestigmaagainstleprosycommunitiesimprovethetransmissionofinfectionand disability.Leprosyreactionsareimmunologicalphenomenathatoccurbefore,during,orafterthecompletionofmulti-drug therapy(MDT).Quicklyandaccuratelydiagnosisandtreatmentcanreducethenumberofdisability.Female,aged22years, cametotheProvincialHospitaldr.H.AbdulMoeloekwithcomplaintsappearreddishpatcheswithboldflavorsontheface, ears,handsandfeetsince4monthsbeforeadmission.Lesionsaregraduallybecomingmoreanddarker.Numbandcramp handsandfeetbegannumbness.Intheregionofthefacial,auriculardextraetsinistra,dextraetsinistraantebrachii,cruris dextra et sinistra and dextra et sinistra dorsum of the foot-contained macular multiple erythematous patches, irregular shaped, sized lentikuler-plaque, irregular bounded, discrete scattered with most confluent. Drugs of choice are Multibacilllary Multi-Drug Therapy, Neurobion and 10% urea cream. Management depends on the type and severity. Treatmentinthiscaseisappropriate.Propertreatmentisessentialtoreducemorbidityandtoprovideabetterqualityof life. Keywords:disability,leprosy,reversalreaction Korespodensi: Aulia Rahma Noviastuti, S.Ked., alamat Jalan Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, HP 085770373587,[email protected] Pendahuluan Morbus hansen atau kusta atau lepra adalah suatu penyakit granuloma kronik progesif yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacteriumleprae,yangmenyerangkulit dan sistem saraf tepi.1 Kusta termasuk salah satupenyakitmenulardenganangkakejadian yang tinggi di dunia. Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075 dan jumlah terbanyak ditemukan di Asia Tenggara.2 Menurut Weekly Epidemiological Report oleh World Health Organization, jumlah pasien baru kusta di JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|30 Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2011 ke 2012, yaitu dari 20.023 pasien baru menjadi 18.994 pasien baru. Lampung terdapat143kasusbaruyangtermasukdalam beban kusta rendah.3 Pada penelitian crosssectional di Jakarta tahun 2012, dari 1.021 pasien kusta didapatkan 24,2% pasien mengalami reaksi kusta,4 sedangkan pada penelitian retrospektif di India Utara selama 15 tahun, 30,9% pasien mengalami reaksi padakunjunganpertamakepusatkesehatan.5 Prevalensi reaksi reversal sendiri bervariasi antara 8-33% dari seluruh kasus kusta, AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI umumnya terjadi pada kusta tipe borderline.6 Penularannya dapat melalui kontak langsung dengan sekret nasal atau inokulasi pada kulit dari individu yang terinfeksi.7 Masa inkubasinya cukup lama, yaitu sekitar 2-6 tahun.8 Kusta merupakan penyakit kronik yang jarang menyebabkan kematian, namun paling sering menyebabkan kecacatan. Kusta merupakan salah satu penyebab neuropati perifer non-traumatik.9 Minimnya pengetahuan dan tingginya stigma negatif masayarakat terhadap kusta membuat penderita enggan untuk berobat dan menyembunyikan penyakitnya. Hal ini menyebabkan transmisi infeksi terus terjadi dan angka kecacatan semakin tinggi.10 Sayangnya tingginya kejadian kusta tidak sejalan dengan kasus yang dilaporkan, oleh karena itu penulis ingin melaporkan kasus kusta yang terjadi di Rumah Sakit Abdul Moloek(RSAM). Kasus Pasien wanita, usia 22 tahun, datang dengan keluhan timbul bercak kemerahan yang diawali dari bagian paha depan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Awalnya bercak seukuran uang logam, kering, sedikit berkilau,tidakgatal,tidaknyerinamunterasa sedikit menebal. Dalam 1 minggu, keluhan tersebutbertambahhinggakekakidanwajah denganukuranlebihbesar.Keluhandirasakan mendadak dan semakin lama semakin memberat. Keluhan ini muncul tanpa didahului dengan mengonsumsi makanan tertentu atau obat-obatan tertentu. Keluhan ini tidak didahului demam, dan tidak dipengaruhisinarmatahari. Selain bercak kemerahan, pasien juga mengeluhkan mudah lelah dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien sering mengeluhkan kesemutan dan kram pada bagian tangan dan kaki terutama ketika beraktivitas berlebih. Keluhan ini dirasakan mengganggu aktivitas. Saat itu pasien berdomisili di Bandung sehingga pasien datang ke Puskesmas di Bandung, kemudian dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung. Menurut pasien, selama di RSHS pasien menjalani beberapa pemeriksaan, seperti pengambilan kerokan kulit dari kulit yang kemerahan dan dari daun telinga. Menurut pasien hasil pemeriksaan adalah positif kuman, namun pasien tidak membawa hasilnya ketika berkunjung ke Poli RSAM. Selainitupasienjugadimintauntukmenebak benda tajam atau tumpul, dingin atau panas pada telapak tangan, telapak kaki, dan terutama pada kulit yang bercak merah. Pasien diberitahu menderita kusta dan rutin mengosnsumsi obat MDT-MB adult, neurobion dan krim urea 10% sejak 4 bulan SMRS. Selama tiga bulan SMRS pasien mengeluhkan bercak kemerahan baru mulai timbul pada kedua daun telinga dan kedua lengan. Bercak kemerahan lama pada wajah dan paha lebih gelap dibandingkan bercak kemerahan pada kedua lengan. Selain itu pasienmerasakantelapakkakinyabaal,pasien sulit untuk merasakan tapakan dingin pada telapakkaki.Pasienmasihrutinmengonsumsi MDTdanneurobion.Pasiendatangkembalike RSHSuntukmengatasikeluhannya,laludokter menambahkan obat minum prednison 40 mg sebagaidosisawal. 1 bulan SMRS pasien dipindah tugaskan ke Muara Dua, menurut pasien di sana tidak terdapat dokter spesialis kulit. Untuk meneruskan pengobatannya tersebut, pasien datangkepolikulit&kelaminRSAM.Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien tidak memiliki penyakit hipertensi,kencingmanis,alergidanpenyakit autoimun. Pasien mengaku tidak ada anggota keluargayangmemilikikeluhanserupa.Pasien tinggal bersama suaminya, dengan rumah yang memiliki ventilasi yang baik. Pasien menjaga kebersihannya dengan mandi 2 kali dalam sehari. Pasien bekerja sebagai buruh pabrik, 10 jam dalam sehari dihabiskan di lingkunganpabrik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80mmHg,nadi80x/menit,suhu36,8 0C. Status generalis didapatkan kepala, leher, thoraks,abdomendalambatasnormal. Pada status dermatologis didapatkan pada regio facialis, auricularis dextra et sinistra, antebrachii dextra et sinistra, cruris dextra et sinistradan dorsum pedis dextra et sinistraterdapat makula-patch eritematosa multiple, berbentuk ireguler, berukuran lentikuler-plakat, berbatas ireguler, tersebar diskretdengansebagiankonfluens. JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|31 AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI Gambar2.Penampakanefloresensiregio antebrachiianterior Pada pemeriksaan sensibilitas berupa sentuhan halus dan rasa nyeri, didapatkan hipoanestesi pada plantar pedis dextra et sinistra dan sebagaian lesi. Pada pemeriksaan motorikdidapatkannervusulnaris5/5,nervus medianus 5/5, nervus radialis 5/5 dan nervustibialisposterior5/5.Padapemeriksaan kecacatantidakditemukanadanyakecacatan. Berdasarkan keluhan pasien dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa yang dapat dijadikan diagnosis banding diantaranya; Morbus hansen Tipe Multibasiler (Mid Borderline) dengan Reaksi Reversal dan Kecacatan Tipe I, Tinea corporis, Ptiriasis Rosea dan Lupus Eritematous. Diagnosa kerja yang ditegakkan adalah Morbus hansen Tipe Multibasiler (Mid Borderline) dengan Reaksi Reversal dan KecacatanTipeI. Gambar1.Penampakefloresensiregiofasialis Gambar3.Penampakanefloresensiregio antebrachiiposterior JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|32 Pasien ditatalaksana dengan penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan umum yaitu dengan mengonfirmasi bahwa pasien terdiagnosis penyakit kusta dan menjelaskan cara penularannya. Selanjutnya menginformasikan bahwa keluhan kesemutan, kram dan baal merupakan proses dari perjalan penyakit kusta, dan juga menginformasikan bahwa penyakit kusta dapat disembuhkan tetapi membutuhkan kepatuhan dalam pengobatan. Terakhir adalah memberikan edukasi ke pasien untuk selalu menjaga kebersihan terutama menggunakan pelembab dan alas kaki, agar mencegah terjadinya komplikasi berupakecacatan. Penatalaksaan khusus yang diberikan berupa pemberian Multidrug Therapy (MDT) tipe Multibacillary (MB) lanjutan kepada pasien hingga mencapai pengobatan 12-18 bulan. Obat MDT berisi rimfapicin 600mg (2x300 mg), klofazimin 300 mg (3x100 mg) dan dapson 100 mg. Selain itu pasien juga diberikankrimUrea10%yangdiberikan2kali seharipadakulityangkemerahan. Prognosis pada pasien ini adalah bonam untuk quo ad vitam, dan dubia ad malam untuk quo ad functionam dan quo ad sanationam. Pembahasan Penyakit kusta dinamakan juga sebagai Lepra, Morbus hansen, Hanseniasis, Elephantiasis graecorum, Satyriasis, Lepra arabum, Leontiasis, Kushta, Melaats, Mal de sanlazaro.Mycobacteriumlepraeataukuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia Gerhard Armauer Hansen pada tahun 1873.11 Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batangdengan ukuran 1-8 μ, lebar 0,2-0,5μ,biasanyaberkelompokdanadayang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikulturdalammediabuatan.1,7 Kustamerupakanpenyakitendemispada negara tropis, terutama negara yang tidak berkembangatausedangberkembang.Kurang lebihterdapat105negaraendemiskustayang lokasinya tersebar di Asia Tenggara, Amerika, Afrika, Pasifik Timur dan Mediterania Barat.12 Kusta dapat menyerang semua usia, di Manado kelompok dewasa usia 25-44 tahun merupakankelompokusiayangpalingbanyak ditemukan yaitu sebesar 46,4%.13 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Sachveda dkk di India pada tahun 1999-2009, didapatkan usia 11-15 tahun yang paling sering terinfeksi kusta.14 Hal ini disebabkan adanya masa inkubasikustayangpanjang.15 Saraf tepi/perifer merupakan afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa saluran nafas bagian atas, kemudian dapat ke organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat.7,16 Atas dasar defisini tersebut, maka untuk mendiagnosis kusta di cari kelainan yang berhubungandengangangguansaraftepidan kelainanyangtampakpadakulit.7,8 Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien perempuan berusia 22 tahun dengan keluhan timbul bercak kemerahan pada wajah, daun telinga, kedua tangan, dan kedua kaki. Bercak kemerahan awalnya sebesar uang logam dan makin lama makin membesar dan melebar, pasein merasakan kedua tangan sering kesemutan dan kram. Selain itu pasien juga mulai merasakan baal pada kedua telapak kaki. Keluhan tersebut merupakan2dari3tandautamaataucardinal sign dari penyakit kusta yaitu ditemukan lesi kulit berupa bercak eritematosa ataupun bercak hipopigmentasi, hipoestesi ataupun anestesipadabercaktersebut.1,7,8,10 Lesi pada kusta dapat berupa hipopigmentasi hingga eritematosa sesuai dengan tipe kusta. Predileksi kusta dapat disemua bagian tubuh, terutama pada bagian yang bersifat dingin seperti daun telinga dan ujungjari.1,7,8,10 Padastatusdermatologispada kasus ini didapatkan pada regio facialis, auricularis dextra et sinistra, antebrachii dextraetsinistra,crurisdextraetsinistradan dorsum pedis dextra et sinistra terdapat makula-patch eritematosa multiple, berbentuk ireguler, berukuran lentikulerplakat, berbatas ireguler, tersebar diskret dengan sebagian konfluens. Lesi masih dapat dihitung dan masih dapat dibedakan dengan kulityangsehat.Manifestasiklinispadakasus ini semakin mendukung klinis penyakit kusta.1,7,8 Pada pemeriksaan sensibilitas pasien kusta dapat ditemukan gejala neuritis yang dapat diikuti dengan gangguan fungsi saraf.1,7,8,10 Pada kasus iniditemukan adanya gangguan sensibilitas berupa kesemutan dan kram pada tangan dan hipoanestesi pada telapak kaki. Hal ini merupakan gejala klinis utamayangdapatmembedakankustadengan penyakitkulitdenganlesiyangserupa. Gejala kusta mirip dengan gejala Tinea corporis, Ptiriasis rosea dan Lupus eritematous. Pada Tinea corporis didapatkan lesi berupa skuama, vesikel dan pustul. Lesi menimbulkan rasa gatal, dan berdasarkan predileksi di badan, tungkai dan lengan.1 Diagnosis Tinea corporis dapat disingkirkan karenapadaTineacorporistidakadaanestesi pada lesi sedangkan pada pasien didapatkan adanya hipoanestesi.1,7,10 Selain itu, lesi kusta juga mirip dengan Ptiriasis rosea berupa makula patch dan terdapat herald patch dan denganpredileksidibadan,lenganatasbagian proksimal, dan paha atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dahulu.7,17 Diagnosis Ptiriasis rosea dapat disingkirkan karenatidakadabentukheraldpatchdanjuga adakasusini,lesimencapaipunggungkaki. Lesi kusta juga dapat menyerupai Lupus eritematous bentuk diskoid. Pada Lupus eritematous, lesi berupa malar rash dan atau diskoid rash muncul jika dipicu oleh sinar matahari dan stress.7,10 Untuk mendiagnosis Lupus eritematous harus memenuhi 4 dari 11 kriteria American Rheumathoid Association (ARA).18 Diagnosis Lupus eritematosa dapat disingkirkan karena keluhan pasien tidak memenuhi4dari11kriteria tersebut. Bentuk tipe klinis kusta akan berbedabeda sesuai dengan respon imun seluler penderita. Bentuk tipe klinis iyang berat menandakan pasien memiliki respon imun yang buruk terhadap M. Leprae.8 Menurut Internasioal kusta dibedakan menjadi indeterminate, tuberculoid, borderline dan JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|33 AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI lepromatous. Bila sistem imun baik akan tampak gambaran klinis tuberculoid, sebaliknya bila sistem imun seluler rendah akan tampak gambaran lepromatosa.10 World HealthOrganizationmembagikustamenjadi2 tipe yaitu multibasiler (MB) dan pausibasiler (PB)yangdibedakanberdasarkanlesikulitdan kerusakansaraf.7,16Padapasieninididapatkan lesi kulit makula-patch eritematosa lebih dari 5 dengan distribusi simetris, kerusakan saraftidak hanya menyerang satu cabang saraf, yang ditandai dengan munculnya rasa kesemutan di tangan dan hipoanestesi di telapak kaki, sehingga pasien termasuk kedalamkustamultibasiler(MB). Kustamultibasiler(MB)terdiriatas3tipe spektrum yaitu tipe lepromatosa (LL), borderline lepromatosa (BL) dan mid borderline (BB) yang dibedakan berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik.3 Penilaian untuk membedakan jenis tipe tersebut dapat dilihat berdasarkan sifat bentuk lesi, jumlah, distribusi, permukaan,batas,anestesi,pemeriksaanBTA, dan tes lepromin.7,10,16 Pada pasien ini didapatkan lesi makula-patch eritematosa berbentuk lentikuler-plakat yang tersebar simetris pada kedua sisi, jumlah lesi masih dapat dihitung dan masih dapat dibedakan batas dengan kulit sehat. Lesi tampak agak berkilat dan permukaan tidak licin. Pada pasien terdapat hipoanestesi, nyeri dan suhu dingin pada kedua telapak kaki. Berdasarkan anemesis, pasien pernah dilakukan pemeriksaan BTA lesi kulit, dinyatakan positif namun tidak mengingat angka pastinya. Pasien tidak pernah melakukan tes lepromin. Olehkarenaitupasiendapatdikatagorikanke dalam kusta multibasiler tipe mid borderline (BB).7 Penderita penyakit kusta dapat mengalami reaksi kusta, reaksi kusta adalah episode akut penyakit kusta dengan gejala konstitusi, aktivasi dan atau timbulnya efloresensi baru di kulit pada perjalanan penyakit kusta yang sebenarnya bersifat kronik.1,7 Hal ini biasanya terjadi selama menggunakan MDT dan merupakan respon hipersensitivitas tipe lambat terhadapat M. leprae.8 Terdapat 2 tipe reaksi kusta, yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe I atau reaksi reversal disebabkan karena meningkatnya kekebalan seluler secara cepat, reaksi ini biasanya JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|34 menyerang tipe spektrum tuberculoid dan borderline. Manifestasi yang muncul dapat berupaeritemadanindurasidaribercakyang sudahada.Reaksiinimembuatgejalaneuritis yang progesif. Gejala ini berkembang cepat dalambeberapaminggu.7,8,10Sebaliknyareaksi tipe II atau Erithema Nodosum Leprosum (ENL), merupakan reaksi humoral, yang biasanya terjadi pada tipe spektrum lepromatosadanborderlinelepromatosayang ditandai dengan timbulnya nodus eritema, nyeri, demam, malaise, athralgia dan penurunan berat badan,.8 Reaksi tipe II dapat menyerang sistem organ seperti sendi, mata, testis,sistemsaraf.Perjalananpenyakitreaksi II dapat berlangsung 1-2 minggu.7,8 Pada pasien ini terjadi reaksi kusta tipe I karena berdasarkananamnesisdanpemeriksaanfisik didapatkan lesi bertambah aktif dan lebih gelap dan timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat selama pengobatan MDT-MB berlangsung,selainitupasienjugamengalami gejala neuritis, yang ditandai dengan gangguanfungsisarafberuparasakesemutan, kramdanbaal. Pada kusta, hal yang harus dicegah adalah terjadinya kecacatan karena akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang.2Ada 2 jenis cacat kusta, yaitu cacat primer yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama akibat respons jaringan terhadap M.leprae,sepertianestesi,clawhanddankulit kering; sedangkan cacat sekunder terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf seperti ulkus dan kontraktur.1,8,10 Kecacatan dapat terjadi apabila penderita kusta tersebut terlambat didiagnosis dan tidak mendapatkan MDT sehingga memiliki risiko tinggi mengalami kerusakan saraf. Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas, dan berkurangnya kekuatan otot.7 WHO Expert Committee on Leprosy membuat klasifikasi cacat pada tangan dan kaki, serta mata bagi penderita kusta.7,8,19 Pada pemeriksaansensibilitaspasieninididapatkan gangguansarafsensorikpadatangandankaki, namun belum disertai adanya kelainan anatomissehinggapadapasieninimengalami kecacatantingkat1. Hal yang menjadi tujuan utama dari pengobatan kusta adalah memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insidensi penyakit, mengobati dan menyembuhkan AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI penderita, serta mencegah timbulnya komplikasi.20 Regimenpengobatanyangdapat diberikan sebagai antikusta MDT tipe multibasiler yaitu menurut WHO adalah Dapson 100 mg/hari, Rifampisin 600 mg/bulan, Lampren (Klofazimin) 50 mg/hari. Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis obat dam hasil bakteriologis negatif, maka pasien dinyatakan Release From Treatment (RFT), yaitu berhenti minum obat.10,16 Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk kusta yaitu selama 5 tahun jika hasil bakteriologis tetap negatif,makapasiendinyatakanReleaseFrom Control (RFC).1,7,8,10 Pada kasus ini, pasien sudah mendapatkan pengobatan regimen MDT sejak 4 bulan SMRS, sesuai dengan tetapan WHO, dan pasien harus tetap memantau hasil bakteriologis hingga pasien dinyatakanRFC. Untuk penatalaksanaan reaksi kusta diberikan prednison 40 mg/hari dengan tappering off selama 12 minggu. Dosis maksimal 1 mg/kgBB.10 Pemakaian prednison untukreaksikustatipe1adalahfakultatifjika ditemukan adanya neuritis yang terjadi <6 bulan. Hal ini sangat penting untuk untuk mencegah kerusakan saraf permanen.21 Biasanya terjadi penyembuhan dalam beberapa hari.8 Pada kasus ini 3 bulan SMRS pasien mengeluhkan muncul bercak baru dan bercak lama menjadi lebih gelap dan timbul gejala neuritis baru sehingga pasien berobat kembalidandiberikanobattambahanberupa prednison 40 mg yang diberikan selama 2 minggu dan rutin diturunkan, sehingga pada pasien ini pemberian prednison sudah sesuai dosis dan indikasi yaitu pada reaksi kusta reversalyangmemilikigejalaneuritis.Saatini pasien sudah tidak lagi mengonsumsi prednison. Prinsippencegahankecacatanbertambah berat pada dasarnya adalah 3M yaitu; memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur,melindungimata,tangandankakidari trauma fisik dan terakhir merawat diri.1,3 Kecacatan pada kaki berupa menjaga kelembabankulitdenganvaselineatauminyak kelapa dan juga menggunakan alas kaki.20 Pada kasus ini diberikan juga krim urea 10% yang berfungsi sebagai pelembab untuk mencegahkulitkering.10 MenurutCabalardkk, terdapat 3 dari 40 pasien kusta diketahui mengalamidefisiensivitaminB12,yangdapat mempengaruhi perburukan dari neuritis.23 Pada kasus ini, pasien mengonsumsi neurobion yang dalam 1 tablet mengandung B1sebanyak100mg,vitaminB6sebanyak200 mg,danvitaminB12200mcgyangdigunakan untuk mencegah terjadinya defisiensi vitamin Bpadaneuritiskusta. Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kusta membuat pasien kusta terlambatdidiagnosisdandiberiterapi.Halini semakinmeningkatkanangkakecacatankusta yang nantinya akan memperburuk kualitas hiduppasien.MenurutLastoriadandeAbreu, walaupun sudah dilakukan penurunan angka kecacatan pada kasus kusta dengan cara meningkatkan program diagnosis awal pada suatunegara,namumhasilnyaterdapat2.165 kasuskustayangmemilikikecacatantingkat2 di tahun 2011. Ini dimungkinkan karena adanya kasus kusta yang tidak terdeteksi dengan baik sehingga menjadi sumber infeksi.11 Pada kasus ini, pasien dengan cepat memeriksakan keadaannya, dan segera mendapatkan pengobatan kusta, sehingga tingkat kecacatannya belum menimbulkan kelainananatomis. Pada kasus ini prognosis bonam untuk quoadvitam,karenapenyakitkustawalaupun bersifat kronik progesif namun tidak mengancam jiwa.11 Sedangkan prognosis quo ada functionam adalah dubia ad malam karena efek neuritis pada perjalan penyakit dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.21 Pada prognosis quo ad sanationam adalah juga dubia ad malam, karena kemungkinan untuk terjadinya reinfeksi dapat terjadi jika pengobatandilakukansecaratidakteratur.22 Simpulan Kusta atau lepra atau Morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronik progesif yang disebabkan oleh bakteri M. leprae yang ditandai denga kelainan kulit dan gangguan saraf tepi. Reaksi kusta adalah episode akut pada perjalanan kronispenyakit kusta, salah satu bentuk reaksi kusta adalah reaksi kusta tipe reversal. Minimnya pengetahuan dan tingginya stigma negatif masayarakat terhadap kusta membuat penderita enggan untuk berobat, sehingga menyebabkan transmisi infeksi terus terjadi dan angka kecacatan semakin tinggi. Padahal tujuan utamapengobatankustaadalahmemutuskan JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|35 AuliadanTri|MorbusHansenTipeMultibasiler(MidBorderline)denganReaksiKustaReversaldanKecacatan TingkatI mata rantai penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, serta mencegah timbulnya komplikasi. Komplikasi berupa kecacatanakanterusmeningkatprevalensinya apabila penyakit kusta tidak ditangani secara cepatdantepat. DaftarPustaka 1. Siregar RS. Kusta. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3. EGC: Jakarta;2015. 2. World Health Organization. Weekly epidemiologycal record. World Health Organization. Switzerland. 2014; 89(36):389-400. 3. KemenkesRI.Pedomannasionalprogram pengendalian penyakit kusta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan PenyehatanLingkungan.Jakarta;2012. 4. WidodoAA,MenaldiSL.Characteristicsof leprosy patients in Jakarta. J Indon Med Assoc.2012;62(11):423-7. 5. Voorend CGN, Post EB. A systematic review on the epidemiological data of erythema nodosum leprosum, a type 2 leprosy reaction. Plos Negl Trop Dis. 2013;7(10):e2440. 6. Robertson J. The history of Leprosy. Dalam:MakinoM,MatsuokaM,GotoM, Hatano K, editors. Leprosy: Science Working Towards Dignity. 2011. Hadano: TokaiUniversityPress.Hlm.2-24. 7. Delphine JL, Thomas HR, Rea LM. Leprosy. Dalam: Wolff K, Godsmith LA, KatzSI,GilchrestBA,PallerAS,LeffellDJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-6. New York: McGrawHill;2008.hlm.1962-72. 8. Sung MS, Kobayashi TT. Diagnosis and treatment of leprosy type 1 (reversal) reaction.CUTIS.2015;95(1):222-6. 9. Ramesh MB, Prakash C. Leprosy: an overview of pathophysiology. Hin Pub Cor: Interdiciplinary Perspective on InfectiousDisease;2012.Hlm.1-6. 10. Wisnu IM, Daili ESS, Menaldi SL. Kusta. Dalam: Menaldi SLSW, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta:FKUI;2015:87-102. 11. Lastoria JC, Margado de Abreu MAM. Leprosy: review of the epidemiological, clinical,andetiopathogenicaspect-part1. AnBrasDermatol.2014;89(2):205-18. JMedulaUnila|Volume7|Nomor2|April2017|36 12. Global Leprosy Situation. Weekly EpidemolRec.2012;87:317-28. 13. Tiwow PI, Kandou RT, Pandaleke HEJ. Profil penderita morbus hansen (MH) di PoliklinikKulitdanKelaminRSUPProf.Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2012 [skripsi]. Manado: UniversitasSamRatulangi;2013. 14. SachdevaS,AminSS,KhanZ,SharmaPK, Bansal S. childhood leprosy: lest we forget.TropDoct.2011;41(3):163–5. 15. HandinataYA,DarmadaIGK,DwiKarmila IGAA. Morbus hansen tipe boderline lepromatous pada anak dengan reaksi reversal.MDVI.2013;40(1):16-20. 16. Smith WC, Aerts A. Role of contact tracing and prevention of leprosy transmission.LeprRev.2014;85:2-17. 17. MahajanK,RelhanV,RelhanAK,GargVK. Pityriasis rosea: an update on etiopathogenesis and management of difficultaspects.IndianJDermatol.2016; 61(4):375-84. 18. Roviati E. Systemic lupus eritematous (SLE): kelainan autoimun bawaan yang langka dan mekanisme molekulernya (review terhadap jurnal systemic lupus eritematous, oleh Rahman dan Isenberg. 2008.NEJM).JSciEdu.2013;2(1):20-33. 19. AlbertsCJ,SmithWCS,MeimaA,WangL, Richardus JH. Potential Effect of the World Health Organization’s 2011–2015 globalleprosystrategyontheprevalence of grade 2 disability: a trend analysis. Bulletin of The World Health Organization.2011;89:487-95. 20. ILEP.Howtopreventdisabilityinleprosy. The International Federation of AntiLeprosyAssociation:London;2006. 21. RamaswariNPAY.Masalahreaksireversal dan eritema nodusum leprosum pada penyakitkusta.CDK-232.2015;42(9):6547. 22. Gunawan D, Wijaya LV, Oroh EECh, Kartini A. Satu kasus kusta multibasiler tipeborderlinelepromatouspadageriatri yang diterapi dengan rejimen rifampisin klaritromisin.MDVI.2011;38:55-63. 23. CalabarM,YaylaV,UlutasS,SenadimM, Oktar AC. The clinical & neurophysiologicalstudyofleprosy.PakJ MedSci.2014;30(3):501-6.