pembangunan perdamaian dan harmoni sosial di bali melalui

advertisement
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN HARMONI SOSIAL DI BALI
MELALUI KEARIFAN LOKAL MENYAMA BRAYA
PEACEBUILDING AND SOCIAL HARMONY IN BALI WITH THE LOCAL
WISDOM MENYAMA BARAYA
Isrotul Fajriyah1
Letjen TNI I Wayan Midhio
Supandi Halim
Abstract - Bali has been known as an ethnic which has peaceful image, however, this is not a
guarantee that Bali is conflict free province in terms of the people and its plurality as well.
This article is aimed at analyzing the utilization of local wisdom in Balinese society, that is,
menyama braya in creating peaceful and harmonious society. Local wisdom is part of Bali's
cultures which function as fundamental concepts thereby maintaining and building strong
social relation to get rid of potential conflict. The notions of menyama braya correspond
with the values of culture of peace and can be social capital to build community resilience.
This article also denotes that stakeholders are the important elements to formulate the
strategy of conflict prevention. Stakeholders are also utilize menyama braya to keep
maintaining social stability towards racism, furthermore it function as precaution in terms
of achieving peaceful and harmonious society.
Keywords: menyama braya, social capital, local wisdom, culture of peace, community
resilience, CEWERS, conflict prevention and conflict resolution
Abstrak - Bali telah dikenal sebagai provinsi yang cinta damai, namun ini bukan jaminan
bahwa Bali adalah juga provinsi bebas konflik dalam hal masyarakat dan pluralitasnya.
Makalahl ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan kearifan lokal masyarakat Bali,
yaitu “menyama braya” dalam menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis. Kearifan
lokal adalah bagian dari budaya Bali yang berfungsi sebagai konsep dasar sehingga menjaga
dan membangun hubungan sosial yang kuat untuk menyingkirkan potensi konflik. Gagasan
“menyama braya” sesuai dengan nilai budaya damai dan bisa menjadi modal sosial untuk
membangun ketahanan masyarakat. Makalah ini juga menunjukkan bahwa pemangku
kepentingan merupakan elemen penting untuk merumuskan strategi pencegahan konflik.
Pemangku kepentingan juga memanfaatkan “menyama braya” untuk tetap menjaga
stabilitas sosial terhadap rasisme, selain itu berfungsi sebagai tindakan pencegahan dalam
mencapai masyarakat yang damai dan harmonis.
Kata kunci: Menyama braya, modal sosial, kearifan lokal, budaya damai, ketahanan
komunitas, CEWERS, pencegahan dan resolusi konflik
1
Penulis adalah alumnus Universitas Pertahanan Program Studi Damai dan Resolusi Konflik
Pendahuluan
sesama masyarakat Bali juga dapat terjadi
B
ali tidak hanya dikenal
karena faktor politik yang melibatkan
sebagai
satu
massa pendukung partai politik. Hal
wisata
tersebut dicontohkan dengan bentrokan
terpopuler di Indonesia, namun juga lekat
antara Desa Petandakan, Kecamatan
dengan citra damai dan harmonis yang
Buleleng
terbentuk secara kuat sejak era kolonial
Kecamatan
Banjar
yang
turut
Belanda melalui kebijakan rust en orde
menewaskan
warga
pengurus
Partai
(perdamaian dan ketertiban). Masyarakat
Golkar di Desa Petandakan pada tahun
Bali yang menentukan identitas Kebalian
2003. 2 Sementara itu, perebutan akses
berdasarkan adat, agama, dan budaya
politik dan ekonomi pada suatu wilayah di
mengenal falsafah Tri Hita Karana yang
Bali juga kerap diikuti oleh sentimen adat.
menekankan keseimbangan hidup antara
Di sisi lain, Bali saat ini dihuni oleh
salah
destinasi
dengan
masyarakat
antar sesama manusia (pawongan), dan
berbagai latar belakang etnis dan agama.
antara
alam
Pluralitas masyarakat Bali sebenarnya
(palemahan). Meski demikian, masyarakat
telah terbentuk sekian lama sejak era
Bali pada dasarnya bukanlah masyarakat
kerajaan. Pada mulanya, umat Muslim
yang bebas konflik sama sekali. Di balik
datang ke Bali sebagai pengawal raja-raja
citra Bali yang damai dan harmonis,
Bali,
masyarakat
beragama
Bali
dengan
menyimpan
potensi
seperti
yang
Pedawa,
manusia dengan Tuhan (parahyangan),
manusia
plural
Desa
pengawal
Islam
yang
terdiri
dari
Majapahit
mengiringi
konflik yang bersumber dari berbagai
kepulangan Raja Gelgel Dalem Ketut
faktor, mulai dari adat, budaya, ekonomi,
Ngelisir pada abad ke-14 dan pengawal
politik,
Muslim Blambangan yang turut menyertai
maupun
dari
kondisi
sosial
masyarakat Bali yang plural.
Permasalahan
mengalih
soroh,
pakraman
penggunaan
baru,
I Gusti Ngurah Panji Sakti. Masyarakat
adat
seperti
dari berbagai etnis, seperti Tionghoa,
desa
Arab, dan Bugis masuk ke Bali melalui
pelarangan
interaksi dagang di sejumlah wilayah
pembentukan
dan
kuburan
kerap
menjadi
sumber konflik yang melibatkan antar
sesama masyarakat Bali. Konflik antar
2
I Ngurah Suryawan, Bali, Narasi dalam Kuasa:
Politik & Kekerasan di Bali, Penerbit Ombak,
Yogyakarta, 2005
pelabuhan
seperti
pesisir
Buleleng.
penyebab konflik. Masyarakat Bali yang
Migrasi orang-orang Sasak dari Lombok di
multikultur
Karangasem
ekonomi
bahkan
membentuk
dengan
problema
sosial
tersendiri
sangat
rentan
perkampungan Islam yang mengeliling
terhadap ancaman konflik yang dapat
Puri Karangasem dan difungsikan sebagai
menghancurkan integrasi sosial sehingga
3
perlu ada mekanisme pencegahan dan
benteng besar pertahanan kerajaan.
Pesatnya
industri
pariwisata
di
Bali
resolusi konflik yang tepat.
menjadi faktor lain yang mendorong para
pendatang
Indonesia
dari
berbagai
untuk
daerah
menetap
di
dan
Pada dasarnya, masyarakat Bali
memiliki
mekanisme
pencegahan
dan
tradisional
resolusi
konflik
memanfaatkan peluang ekonomi yang
tersendiri, yakni dengan memanfaatkan
tersedia sehingga masyarakat Bali saat ini
keberadaan
menjadi masyarakat multikultur.
memang berdasarkan Perda No. 3/2001
desa
pakraman
yang
Di Bali, para pendatang Islam
memiliki tugas untuk membina kerukunan
tidak hanya memasuki ranah nafkah yang
dan berwenang menyelesaikan sengketa
diusahakan oleh penduduk asli Bali,
adat. Di sisi lain, masyarakat Bali juga
namun juga memanfaatkan lowongnya
mengenal banyak kearifan lokal, salah
sektor ekonomi informal yang kurang
satunya adalah menyama braya yang
diminati penduduk asli. Mereka dikenal
dapat diartikan sebagai persaudaraan
memiliki sifat ulet, pekerja keras, dan
yang erat di mana masyarakat Bali
semangat kewirausahaan yang tinggi
menganggap
sehingga menyebabkan penduduk asli
beragama
kalah bersaing dan terpinggirkan secara
saudara, sehingga dikenal istilah seperti
ekonomi. 4 Kondisi semacam ini dapat
nyama Selam (saudara Islam), nyama Cina
membentuk kesenjangan sosial ekonomi
(saudara Cina), nyama Kristen (saudara
yang dapat menjadi faktor struktural
Kristen), dan lain-lain. Kearifan lokal ini
orang
non-Hindu
non-Bali
pun
yang
sebagai
merupakan modal sosial yang dapat
3
Slamat Trisila, “Masyarakat Islam di Bali dalam
Lintasan
Historis”,
dalam
A.A.A.
Dewi
Girindrawardani, Trisila, Slamat (ed), Membuka
Jalan Keilmuan Kusumanjali 80 Tahun: Prof. Dr.
Anak Agung Gde Putra Agung, S.U., Pustaka
Larasan, Denpasar, 2015
4
Nengah Bawa Atmadja, Ajeg Bali: Gerakan,
Identitas Kultural, dan Globalisasi, LKIS, Yogyakarta,
2010
memperkuat solidaritas dan merekatkan
hubungan masyarakat multietnis dan
multiagama sehingga konflik yang rentan
terjadi pada masyarakat plural dapat
dihindari.
Selain
keberadaan pranata
sosial desa pakraman dan kearifan lokal
dikenal, dipercayai dan diakui sebagai
menyama braya, pemangku kepentingan
elemen-elemen
(stakeholders)
yang
mempertebal kohesi sosial. 5 Indonesia
upaya
merupakan negara plural di mana setiap
mewujudkan perdamaian dan harmoni
daerah menganut kearifan lokal tersendiri
sosial karena stakeholders inilah yang
sebagai suatu perangkat pengetahuan
dapat merumuskan strategi pencegahan
dan praktik suatu komunitas, baik berasal
dan resolusi konflik yang tepat.
dari
berperan
menjadi
penting
Tulisan
ini
menggambarkan
aktor
dalam
bertujuan
bagaimana
untuk
generasi
pengalamannya
penting
yang
sebelumnya
maupun
berhubungan
dengan
kearifan
lingkungan dan masyarakat lain untuk
lokal menyama braya dapat dimanfaatkan
menyelesaikan berbagai persoalan dan
untuk
kesulitan yang dihadapi. Menurut Sartini
mewujudkan
perdamaian
dan
harmoni sosial di Bali. Menyama braya
kearifan
mengandung budaya damai dan dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal
menjadi modal sosial masyarakat Bali
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
dalam membentuk ketahanan masyarakat
dan bernilai baik yang tertanam dan
terhadap
diikuti
konflik.
Tulisan
ini
juga
lokal
oleh
secara
anggota
umum
dapat
masyarakat.
6
bertujuan untuk memberikan penjelasan
Berdasarkan
pengertian-pengertian
tentang peran pemangku kepentingan
tersebut maka kearifan lokal dapat
mulai dari tingkat desa pakraman hingga
dijadikan acuan oleh suatu masyarakat
pemerintah kota yang dalam fokus tulisan
dalam berperilaku dan menjadi filter
ini adalah Denpasar dalam pencegahan
kultural dalam menjaga marwah ikatan
dan resolusi konflik terutama dengan
sosial.
memanfaatkan modal sosial yang sudah
Menurut Malik kearifan lokal
tersedia pada masyarakat, yakni kearifan
merupakan modal sosial potensial yang
lokal menyama braya.
dimiliki
5
Menyama
Braya:
Kearifan
Lokal
Masyarakat Bali yang Berbudaya Damai
Kearifan lokal merupakan suatu
kekayaan budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, yang
oleh
masyarakat
untuk
John Haba, “Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi
Resolusi Konflik di Kalimantan Barat, Maluku, dan
Poso”, dalam Irwan Abdullah, Ibnu Mujib, dan M.
Iqbal Ahnaf (ed), Agama dan Kearifan Lokal Dalam
Tantangan Global, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2008
6
Putri Amal Wijayanti & Ali Rokhman, “Kearifan
Lokal sebagai Bagian dari Demokrasi dan
Pembangunan di Indonesia”, dalam Seminar
Nasional FISIP-UT, 2011
diaktualisasikan dalam resolusi konflik.
braya yang bermakna masyarakat atau
Hal ini berarti bahwa kearifan lokal dapat
komunitas tempat hidup bermasyarakat
dimanfaatkan
panduan
bukan
dalam
hanya
sebagai
orang Bali dengan tingkat terkecil adalah
interaksi
sosial
banjar. Dalam kearifan lokal menyama
masyarakat tapi juga dalam mewujudkan
braya,
perdamaian dan harmoni sosial. Gagasan-
orang lain yang bahkan tidak memiliki
gagasan kearifan, kebijaksanaan, dan
hubungan persaudaraan sedarah pun
kebaikan yang terkandung dalam kearifan
sebagai
lokal juga dapat menjadi modal bagi
komunitas.
masyarakat untuk mencegah konflik yang
masyarakat
bagian
Bali
dari
Dalam
menganggap
keluarga
kehidupan
atau
sosial
mungkin muncul dari hubungan sosial.
masyarakat Bali, terdapat sesanti-sesanti
Pencegahan konflik melalui pendekatan
yang
tradisional biasanya segera fokus pada
masyarakat, seperti pasukadukan (suka
dinamika konflik dan intervensi yang
dan duka dimiliki bersama), paras paros
dilakukan
sarpanaya (guyub dan selalu melakukan
seharusnya
mengindentifikasi
yang
bersifat
mampu
ketidakpuasan,
laten
maupun
baik
memperkuat
musywarah
untuk
penyamabrayaan
mufakat),
sagilik
telah
saguluk (tetap bersatu padu dengan
menimbulkan ketegangan dan berpotensi
kokoh), salunglung sabayantaka (sedapat
meledakkan konflik.7
mungkin selalu dalam kebersamaan dan
Kearifan lokal menyama braya
saling menghargai), dan briuk sapanggul
yang menjadi bagian dari kekayaan
(terdorong oleh jiwa sama tinggi dan
budaya Bali telah dikenal oleh masyarakat
sama rendah, saling tolong menolong).
Bali sejak dahulu, bahkan jauh sebelum
Pada dasarnya, sesanti-sesanti tersebut
konsep Tri Hita Karana dilahirkan pada
bersumber
tahun 1966. Kearifan lokal ini tetap lestari
mengenal ajaran Tat Twam Asi yang
dalam relasi sosial masyarakat Bali hingga
bermakna ‘saya adalah kamu, kamu
kini. Menyama braya berasal dari istilah
adalah saya’ sehingga jika saya menyakiti
nyama, yakni saudara yang memiliki
kamu, maka saya menyakiti diri sendiri.
hubungan darah atau kekerabatan, dan
Ungkapan yang lebih luas lagi dalam
dari
agama
Hindu
yang
Hindu adalah Vasudewam Khutumbhakam
7
Ho Won Jeong, Understanding Conflict and
Conflict Analysis, SAGE Publications Ltd, London,
2008
yang bermakna kita semua bersaudara.
Artinya, tidak ada batasan agama, suku,
maupun ras karena semua manusia
hidup secara damai dan harmonis. Desa
adalah saudara.
Pemogan yang terdiri dari dua desa
Sesanti-sesanti yang membentuk
kuatnya
menyama
braya
tersebut
pakraman,
yaitu
Desa
Pakraman
Pemogan dan Desa Pakraman Kepaon
mengandung nilai-nilai solidaritas dan
merupakan
kerjasama yang selaras dengan prinsip
multikultur yang dihuni oleh penduduk
budaya
PBB
dari berbagai etnis dan juga agama, yaitu
A/RES/53/243. Persaudaraan yang erat
Hindu, Islam, Kristen, Katholik, Budha,
pada masyarakat Hindu di Bali dibuktikan
dan Konghucu. Masyarakat yang multi-
dengan adanya gotong royong dalam
agama
suka maupun duka. Dalam berbagai
berdampingan tanpa saling mengganggu
upacara agama, masyarakat Hindu di Bali
keyakinan masing-masing. Mereka hidup
terbiasa untuk guyub dan saling tolong
saling berbaur tanpa ada segregasi sosial
menolong satu sama lain. Kegiatan
dan dapat menjalankan kegiatan ibadah
semacam ini merupakan perwujudan dari
dengan nyaman dengan adanya rumah-
rasa
dapat
rumah peribadatan yang ditujukan untuk
mempertebal kohesi sosial. Selain itu,
semua agama. Masyarakat Islam dan
prinsip toleransi, kebebasan, menerima
Kristen misalnya tetap dapat menjalankan
pluralisme dan keragamaan budaya, serta
kegiataan
penghormatan penuh terhadap HAM dan
maupun Gereja yang terletak di tengah-
kebebasan fundamental juga terkandung
tengah
dalam
Menyama
damai
dalam
persaudaraan
menyama
Resolusi
yang
braya.
Pengakuan
potret
masyarakat
tersebut
agama
dapat
mereka
pemukiman
braya
hidup
di
warga
pada
Bali
Masjid
Hindu.
masyarakat
sebagai saudara terhadap orang-orang
Pemogan dapat terlihat dengan adanya
dari etnis dan agama lain dalam menyama
sikap toleran antar umat beragama ketika
braya yang memunculkan istilah seperti
umat
nyama Selam memungkinkan masyarakat
penyepian.
untuk hidup saling toleran, menghormati
menghormati
kebebasan beragama umat lain, dan
menyalakan
saling bekerjasama.
menimbulkan keributan. Ketika Nyepi
Hal tersebut dibuktikan oleh
Hindu
menjalankan
Umat
brata
non-Hindu
turut
Nyepi
dengan
tidak
lampu
dan
tidak
berbenturan dengan kegiatan agama lain,
masyarakat Desa Pemogan di Denpasar
seperti
misa,
umat
Katholik
dapat
Selatan yang multikultur namun dapat
bersikap fleksibel dengan membentuk
persekutuan dan beribadah di rumah.
(madelokan). Hal tersebut membuktikan
Ketika Nyepi berlangsung bersamaan
bahwa menyama braya pada masyarakat
dengan Sholat Jum’at pun umat Muslim
di
tetap dapat menjalankan ibadah di masjid
semangat gotong royong antar umat
terdekat dengan berjalan kaki dan tidak
beragama. Masyarakat di Desa Pemogan
membunyikan speaker. Demikian pula
juga masih menjalankan sejumlah tradisi
ketika Nyepi bersamaan dengan Natal
yang
dan Idul Fitri, setiap umat dapat bersikap
seperti megibung, yakni makan bersama
toleran
mencegah
dalam satu tempat dan ngejot, yakni
timbulnya konflik yang terkait dengan isu-
saling berbagi makanan pada perayaan
isu agama.
hari raya Galungan, Idul Fitri, dan Maulid
sehingga
dapat
Desa
Pemogan
telah
menunjukkan
melahirkan
penyamabrayaan,
Perbedaan agama merupakan hal
Nabi. Pada perayaan Idul Adha pun
yang
oleh
pembagian hewan kurban tidak terbatas
masyarakat Desa Pemogan dalam jangka
hanya pada penduduk beragama Islam,
waktu yang lama karena di wilayah Desa
tapi juga turut diberikan kepada umat dari
Pakraman Kepaon terdapat Kampung
agama
Islam Kepaon, suatu enklave Muslim yang
merupakan implementasi dari menyama
telah tinggal menggenarasi di wilayah
braya yang memperkokoh ikatan sosial
tersebut dan berstatus sebagai penduduk
pada masyarakat plural dan membangun
wed atau penduduk asli. Dengan adanya
hubungan masyarakat yang harmonis.
biasa
telah
dihadapi
lain.
Tradisi
semacam
ini
menyama braya, penduduk Hindu dan
Menyama braya dengan nilai-nilai
Islam di Kampung Islam Kepaon terbiasa
luhur seperti solidaritas, toleransi, dan
hidup saling toleran dan bekerjasama
kerjasama dapat mempertebal kohesi
dalam suka maupun duka. Umat Hindu
sosial sehingga memungkinkan kekerasan
dan Islam di Desa Pemogan terbiasa
dan
untuk saling terlibat dalam berbagai
masyarakat. Dengan demikian, kohesi
kegiatan, termasuk kegiatan keagamaan,
sosial
seperti umat Hindu turut serta dalam
menyama
acara takbir keliling, pecalang membantu
berkontribusi dalam membangun apa
menjaga kelancaraan perayaan Idul Adha,
yang
dan umat Islam turut mengunjungi umat
negative peace, yakni kondisi tanpa
Hindu yang tertimpa musibah kematian
perang dan kekerasan. Di sisi lain,
konflik
dapat
yang
tebal
braya
disebut
oleh
dihindari
oleh
dengan
fondasi
tersebut
dapat
Galtung
sebagai
keberadaan kearifan lokal menyama braya
persaudaraan yang kuat antar masyarakat
dimana masyarakat Hindu di Bali dapat
di Bali, baik yang sesama etnis dan agama
menerima kehadiran etnis dan agama lain
maupun yang berbeda etnis dan agama.
serta memperlakukannya sebagai saudara
Rasa persaudaraan yang kuat ini juga lah
sebenarnya
yang
mampu
menghapus
memperkuat
solidaritas
dan
kekerasan sosiokultural seperti rasisme
memunculkan toleransi hidup beragama
dan intoleransi kehidupan beragama.
sehingga masyarakat multikultur seperti
Meski masyarakat Bali mayoritas Hindu,
yang ada di Desa Pemogan dapat hidup
masih ada keterbukaan untuk menerima
secara harmonis dan terhindar dari
kehadiran etnis lain dan kemampun untuk
konflik SARA.
hidup berdampingan secara harmonis
dengan umat dari agama lain. Kekuatan
Menyama Braya sebagai Modal Sosial
persaudaraan, baik antar sesama etnis
Pembangun
Bali beragama Hindu maupun antar etnis
terhadap Konflik
dan agama lain sudah sepantasnya
dijadikan
dasar
Masyarakat
Modal sosial merupakan jejaring
membangun
sosial yang memiliki nilai kebersamaan
kerjasama yang menguntungkan seperti
yang tumbuh dari suatu masyarakat,
dalam
sehingga
berupa norma resiprositas antar individu.
kekerasan struktural seperti kemiskinan
Modal sosial dapat ditinjau dari tiga
dapat dikurangi. Meski mungkin positive
tingkatan, yaitu tingkatan nilai, institusi,
peace
tercapai
dan mekanisme. Dalam tingkatan nilai,
sepenuhnya hingga saat ini, namun
sebuah jaringan dapat terbentuk karena
setidaknya kearifan lokal menyama braya
adanya
menjadi
terhadap nilai yang sama, seperti agama,
bidang
masih
ekonomi
belum
salah
membentuk
untuk
Ketahanan
satu
negative
dapat
modal
peace
untuk
dan
politik,
latar
belakang
keturunan,
lain-lain.
tingkatan
berkontribusi
tersebut diorganisasikan menjadi suatu
pembangunan
positive peace.
jaringan
Di
menghapus kekerasan sosiokultural yang
pada
institusi,
dan
kepercayaan
sosial
institusi yang mana ada perlakuan khusus
Kearifan lokal menyama braya
terhadap individu yang berada pada
merupakan suatu budaya damai yang
jaringan nilai sama untuk memperoleh
sudah lama dikenal oleh masyarakat Bali.
modal sosial dari jaringan tersebut.
Dengan adanya kearifan lokal ini, muncul
Berikutnya, pada tingkatan mekanisme,
modal sosial yang telah terbentuk pada
karena adanya latar belakang agama yang
tingkatan pertama (nilai) dan kedua
sama, yaitu Hindu dengan sejumlah
(institusi) mengambil bentuk kerjasama.8
ajarannya tentang keselarasan hidup
Modal sosial pada masyarakat
dengan
Tuhan,
manusia,
dan
alam;
Bali dapat ditemukan dalam adat, nilai-
keturunan yang mengikat seseorang; dan
nilai budaya lokal, serta kearifan lokal
profesi
yang melekat erat pada setiap sendi
nelayan,
kehidupan masyarakat. Adat, budaya, dan
tingkatan institusi, jaringan sosial yang
kearifan lokal inilah yang menjadi fondasi
ada tersebut
pembangunan ikatan sosial yang kuat
lembaga desa pakraman yang terbagi
pada suatu jaringan sosial, baik sesama
menjadi beberapa banjar pakraman di
etnis Bali yang beragama Hindu maupun
mana setiap krama adat Bali harus patuh
dengan etnis dan agama lain. Dalam
dengan awig-awig yang ada, keberadaan
hubungan intra-etnis, penyamabrayaan
pura kawitan (keluarga) yang wajib
yang dilatarbelakangi oleh kesamaan
didatangi oleh anggotanya, dan lembaga
etnis,
budaya
profesi seperti organisasi subak. Dari
merupakan modal untuk membangun apa
penyamabrayaan yang terbentuk karena
yang
adanya
agama,
disebut
adat,
oleh
dan
Putnam
sebagai
yang
sama,
ataupun
seperti
petani,
pedagang.
Pada
diorganisasikan melalui
kesamaan
nilai
dan
bonding yang memperekat hubungan
terlembagakan secara institusi tersebut
sosial dalam konteks inward looking.9
maka lahirlah kerjasama dalam bentuk
Adat, agama, budaya, maupun
kearifan
lokal
oleh
untuk memenuhi kebutuhan individu
masyarakat Bali dapat membentuk suatu
maupun sosial seperti pada upacara
jaringan sosial yang kuat mulai dari
keagamaan,
tataran nilai, institusi, dan mekanisme.
perayaan
Pada
persaudaraan
tataran
yang
nilai,
dimiliki
gotong royong antara masyarakat Bali
jaringan
sosial
masyarakat Bali terbentuk secara kuat
upacara
hari
masyarakat
mempertebal
8
Adi Dewanto &, Rahmania Utari, “Pemberdayaan
Modal Sosial dalam Manajemen Pembiayaan
Sekolah”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 3 No.
1, 2006
9
Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse
and Revival of American Community, Simon and
Shuster, New York, 2000
raya.
yang
Bali ini
kohesi
kematian,
dan
Kuatnya
rasa
terbangun
pada
berperan
untuk
sosial
sehingga
masyarakat memiliki solidaritas dan tetap
bersatu padu dalam berbagai keadaan,
baik suka maupun duka sesuai dengan
sesanti pasukadukan dan briuk sapanggul.
Sementara itu, eksistensi kearifan
lokal menyama braya yang memandang
seperti keterlibatan umat Hindu dalam
takbir keliling dan Idul Adha.
etnis dan agama lain di Bali sebagai
Kearifan lokal menyama braya
saudara dapat dimanfaatkan untuk apa
yang
yang
sebagai
persaudaraan memang dapat menjadi
bridging yang menjembatani hubungan
modal yang kuat dalam membangun
sosial antar etnis dan agama sehingga
solidaritas intra-etnis dan membangun
tercipta toleransi dan kerjasama yang
kepercayaan terhadap etnis dan agama
saling
disebut
oleh
Putnam
menguntungkan.
10
menekankan
semangat
Di
Desa
lain yang merekatkan hubungan sosial
warga
tidak
inter-etnis serta inter-agama. Menyama
terkotak-kotakkan berdasarkan etnis dan
braya sendiri sesuai dengan falsafah
agama sehingga kemajemukan warga
bangsa,
dapat dijumpai di setiap banjar. Hal ini
menekankan persatuan dalam keragaman
sangat mendukung terbukanya ruang
yang ada pada masyarakat. Persatuan
komunikasi
pada
yang dijiwai oleh semangat persaudaraan
masyarakat yang berbeda etnis dan
ini menjadi fondasi bagi pembangunan
agama. Tradisi ngejot saat perayaan
ketahanan masyarakat multikultur yang
Galungan dan Idul Fitri yang masih
sangat rentan terhadap ancaman konflik.
Pemogan,
pemukiman
dan
interaksi
dilakukan oleh masyarakat Desa Pemogan
hingga
saat
berperan
Tunggal
Ika
yang
Ketahanan masyarakat terhadap
dalam
konflik memang sangat terkait dengan
pada
modal sosial yang membentuk kekuatan
masyarakat yang saling berbeda agama
jaringan sosial dan Conflict Early Warning
dan
asas
and Early Response System (CEWERS)
resiprositas dalam hubungan sosial. Rasa
dimana stakeholders memainkan peranan
persaudaraan
masyarakat
penting. Modal sosial merupakan salah
multikultural pun membentuk ikatan dan
satu dari klaster kapasitas ketahanan
rasa saling memiliki sehingga pelibatan
masyarakat
masyarakat yang berbeda latar belakang
ekonomi, informasi dan komunikasi, dan
etnis dan agama dalam berbagai kegiatan
kompetensi masyarakat dimana menurut
menjadi kebiasaan yang terus dijalankan,
Norris et al kualitas modal sosial terbagi
membangun
ini
Bhineka
kedekatan
menunjukkan
pada
sosial
adanya
selain
pembangunan
menjadi sense of community, citizen
10
Ibid
participation,
dan
place
attachment.
Menyama braya sebagai kearifan lokal
mengguncang Bali di tahun 2002 dan
yang
oleh
turut memakan korban umat Hindu dan
masyarakat Bali memiliki kekuatan untuk
Islam di Desa Pemogan. Peristiwa Bom
menumbuhkan rasa persatuan dan rasa
Bali tahun 2002 merupakan kondisi yang
memiliki pada desa serta komunitas yang
sangat rentan terhadap provokasi dan
kental. Ini artinya sebagai modal sosial,
perpecahan antar umat beragama di Bali
menyama braya memiliki kualitas untuk
karena
membentuk sense of community dimana
mengatasnamakan agama Islam. Meski
masyarakat di suatu desa seperti di Desa
demikian, masyarakat Bali dapat bertahan
Pemogan, misalnya tumbuh rasa saling
dari
memiliki
perbedaan
beragama dan harmoni sosial tetap dapat
agama, terutama masyarakat Hindu dan
terjaga karena menyama braya yang ada
Islam yang sudah hidup berdampingan
pada masyarakat masih kuat. Sense of
sangat lama dan sama-sama memiliki
community dan place attachment yang
identitas warga wed. Sense of community
dihasilkan karena adanya menyama braya
inilah yang menyebabkan ikatan sosial
dimanfaatkan oleh para stakeholders
pada masyarakat menjadi lebih kuat.
untuk
Terkait dengan sense of community
agama untuk bersama-sama menonjolkan
tersebut,
juga
persatuan pada masyarakat sehingga
attachment
masyarakat dapat menyaksikan bahwa
diyakini
dan
meski
dipraktikan
terdapat
menyama
menumbuhkan
braya
place
pelaku
ancaman
pengeboman
konflik
menggandeng
tokoh
seluruh
kebersamaan
Adanya lembaga genelogis pura kawitan
mereka bertahan dan agar harmoni sosial
yang turut membingkai menyama braya
yang sudah terpelihara dengan baik tetap
misalnya,
place
terjaga. Menyama braya yang dimiliki oleh
attachment yang mendorong anggota
masyarakat Bali juga menghasilkan kohesi
suatu keluarga untuk tetap kembali ke
sosial yang tebal yang berfungsi sebagai
tempat asalnya sejauh apapun ia pergi.
social
Kualitas
membentuk
modal
untuk
membuat
membangun
yang
ketahahanan masyarakat dari ancaman
terdapat dalam menyama braya tersebut
konflik sehingga secara keseluruhan Bom
dapat dimanfaatkan untuk membangun
Bali tidak memengaruhi hubungan sosial
masyarakat
umat Hindu dan Islam di Bali. Peristiwa
yang
sosial
enablers
yang
umat
terhadap desa tempat mereka tinggal.
juga
itulah
antar
tahan
terhadap
ancaman konflik, termasuk ketika bom
tersebut
tidak
sampai
merusak
kepercayaan terhadap umat Islam yang
pakraman dengan sub terkecil adalah
sudah lama hidup berdampingan dengan
banjar. Dari tingkat desa, masyarakat
umat Hindu meski kewaspadaan terhadap
harus sudah memiliki kewaspadaan dini
pendatang Islam memang mengemuka
agar senantiasa siap siaga mendeteksi,
setelahnya.
mengantisipasi sejak dini, dan mencegah
Social enablers tersebut juga
berbagai potensi konflik yang dapat
harus didukung oleh procedural enablers
menimbulkan perpecahan. Maka dari itu,
berupa
dalam
CEWERS yang kuat sangat diperlukan
dapat
sebagai upaya mencapai perdamaian dan
strategi
merespon
yang
situasi
menghasilkan
tepat
yang
gangguan
pada
masyarakat. Di sinilah perlunya CEWERS
harmoni sosial.
Jaringan
CEWERS
dan peranan aktif stakeholders dalam
dibangun
dengan
menjaga
Menyama
braya
perdamaian.
Stakeholders
yang
ada
pada
masyarakat
merumuskan strategi pencegahan dan
ikatan persaudaraan antar masyarakat
resolusi
konflik
dan rasa memiliki terhadap desa menjadi
memerlukan adanya aksi strategis dan
lebih kuat. Hal ini dapat menumbuhkan
responsif agar konflik yang sudah terjadi
kepedulian untuk bersama-sama menjaga
tidak meluas dan menimbulkan dampak
keamanan
yang
itu,
berbasis identitas dapat ditemukan dari
pencegahan konflik merupakan suatu
sistem pemerintahan desa yang terkecil,
upaya yang pro-aktif, bukan reaktif
yaitu banjar. Banjar merupakan sub desa
sehingga konflik dapat ditangani dengan
pakraman dimana krama banjar disatukan
cepat dan tepat tanpa terlambat.
oleh adat dan diikat oleh awig-awig serta
lebih
Penanganan
buruk.
Sementara
desa.
telah
identitas.
merupakan aktor penting yang dapat
konflik.
Bali
basis
dapat
menyebabkan
Jaringan
CEWERS
perarem dalam satu kelompok wilayah
Membangun Damai dan Harmoni Sosial
sementara relasi sosial dibangun atas
dari Tingkat Desa hingga Kota
dasar menyama braya. Dalam suatu banjar
Upaya
menciptakan
juga ada warga dinas yang tidak terikat
damai
dan
secara adat dan agama, namun memiliki
harmonis dapat dilakukan dari tingkat
tanggungjawab untuk mematuhi aturan
terkecil, yaitu desa yang mana desa di Bali
yang ada di banjar dan desa serta
terbagi menjadi desa dinas dan desa
menjaga keamanan bersama.
kehidupan
sosial
untuk
yang
Deteksi dini konflik dapat dimulai
desa
untuk
dapat
dari sistem banjar dimana banjar rutin
pemahaman
mengadakan paruman untuk membahas
terhadap
persoalan adat, agama, maupun isu-isu
dalam menjaga keamanan desa. Jika ada
lain yang dihadapi oleh masyarakat.
persoalan yang melibatkan masyarakat
Informasi sekecil apapun dapat segera
antar etnis, para tokoh paguyuban etnis
diketahui oleh masyarakat karena adanya
berperan besar untuk segera meredam
sistem
ketegangan
perbanjaran
dan
mekanisme
dan
menanamkan
umat
tanggungjawab
maupun
karena
anggotanya
mereka
memiliki
tradisional kulkul. Kelian dinas dan adat
kekuatan untuk didengar oleh anggota
bekerja layaknya pasangan suami istri
etnis. Penyelesaian permasalahan pun
yang selalu mengutamakan komunikasi
dilakukan secara kekeluargaan dimana
dan kerjasama dalam menjaga keamanan
tokoh etnis dan desa dapat bersama-
desa. Setiap permasalahan yang ada di
sama menyepakati parum yang harus
banjar dapat disampaikan kepada kelian
dipatuhi
banjar agar segera ada tanggapan dini
tentunya merupakan langkah yang tepat
dan tidak terjadi perluasan konflik. Jadi,
untuk menghindari konflik SARA pada
upaya
yang
masyarakat plural. Di Desa Pemogan,
dihadapi oleh masyarakat diutamakan
menyama braya yang kuat juga telah
untuk terselesaikan dahulu pada tingkat
memungkinkan
banjar dan dicegah agar tidak meluas
yang
hingga ke desa.
damai. Ini tidak terlepas dari peranan para
penyelesaian
masalah
Menyama braya yang dimiliki oleh
masyarakat
oleh
warga.
bersamaan
Hal
kegiatan
tersebut
keagamaan
berlangsung
secara
tokoh agama yang dapat memberikan
Bali juga memungkinkan
pemahaman kepada umatnya agar dapat
upaya pencegahan dan resolusi konflik
menjaga toleransi. Setiap akan ada Nyepi,
secara inklusif dengan turut melibatkan
misalnya tokoh lintas
tokoh lintas etnis dan agama. Di Desa
berdiskusi dan membuat kesepakatan
Pemogan
yang
yang
masyarakatnya
kemudian
agama dapat
disampaikan
kepada
heterogen, tokoh agama dan tokoh
warga sehingga meski beberapa kali
paguyuban etnis menjadi aktor penting
Nyepi berbentrokan dengan Natal, Sholat
yang
membangun
Jum’at, dan Idul Fitri, semua kegiatan
kehidupan damai dan harmonis. Tokoh
dapat berlangusung khidmat tanpa saling
agama dan tokoh etnis ini dirangkul oleh
mengganggu.
turut
berperan
Pada tingkat desa pakraman,
perayaan Idul Fitri dan Idul Adha serta
bendesa adat memiliki tanggungjawab
menjadi
yang besar untuk mengatur krama adat,
pesantren
maka dari itu setiap hal yang terjadi di
Pondok
banjar perlu diinformasikan ke bendesa
menunjukkan bahwa menyama braya
adat
telah
sehingga
tokoh
adat,
tokoh
pihak
di
keamanan
Desa
pondok
Pemogan,
Pesantren
Hidayatullah.
menumbuhkan
toleransi
dan
mendorong
dapat berkoordinasi menjaga kedamaian
beragama. Selain itu, menyama braya juga
dan keamanan. Dalam rapat adat di desa
mempersatukan masyarakat Hindu dan
pakraman, banjar juga wajib mengirimkan
Islam dalam Bankamdes untuk secara
perwakilan krama sehingga semua hal
bersama-sama
yang terjadi di banjar dapat diketahui oleh
ancaman
desa pakraman. Desa Pakraman juga
suasana yang aman dan damai. Upaya
memiliki
preventif ini dilakukan dengan patroli
kerukunan,
untuk
menjaga
membina
konflik
demi
umat
menghadapi
terciptanya
dan
rutin oleh anggota Bankamdes ke setiap
berwenang menyelesaikan sengketa adat
banjar setiap hari dari pukul sembilan
yang terjadi pada warganya. Sementara
malam hingga pukul lima pagi. Dengan
itu, kepala desa dengan kelian dinas di
patroli ini, Bankamdes dapat memantau
setiap
kondisi setiap banjar sehingga jika ada
banjar
keamanan,
toleransi,
waspada
antar
Ini
masyarakat, dan tokoh agama akan selalu
tugas
kerjasama
yakni
bekerjasama
seperti
menjaga
melakukan
tertib
administasi kependudukan.
hal-hal yang berpotensi mengganggu
keamanan lingkungan dapat dideteksi
Upaya mewujudkan perdamaian
secara dini dan segera ditanggapi, seperti
dan harmoni sosial juga disokong dengan
misalnya pemuda yang mabuk-mabukan
lembaga keamanan yang dimiliki oleh
di pinggir jalan dapat segera diamanakan.
desa, seperti pecalang dan Bantuan
Anggota Bankamdes dan Linmas juga
Keamanan Desa (Bankamdes). Pecalang
berjaga 24 jam di kantor kepala desa
di Desa Pemogan bukan hanya beperan
sehingga selalu siaga jika ada masyarakat
dalam menjaga keamanan desa dan
yang menyampaikan pengaduan terkait
membantu
ketertiban dan keamanan desa.
melakukan
penertiban
penduduk pendatang, namun juga turut
terlibat
dalam
menjaga
kelancaran
kegiatan hari raya umat lain, seperti
Pembangunan
ketahanan
masyarakat terhadap konflik dengan
memperkuat
menyama
braya
juga
dilakukan oleh Desa Pemogan melalui
Jika
suatu
konflik
tidak
Pekan Olahraga Desa (Pordes) yang rutin
terselesaikan pada tingkat desa maupun
diadakan setiap tahun. Kegiatan ini
terdapat kejadian konflik yang melibatkan
memungkinkan warga banjar bersatu
antar desa, maka penyelesaian masalah
sebagai tim dan bekerjasama untuk
dapat dilakukan melalui Musyawarah
mengalahkan banjar lain dalam rangkaian
Pimpinan Kecamatan (Muspika) yang
lomba
terdiri dari camat, Kepala Kepolisan
tradisional
merekatkan
yang
bertujuan
penyamabrayaan
pada
Sektor (Kapolsek), dan Komandan Rayon
masyarakat sehingga tercipta kehidupan
Militer (Danramil). Pada tingkat yang
damai dan harmonis. Upaya lain yang
lebih tinggi, yakni tingkat pemerintah
dapat
memperkuat
kota, upaya pencegahan konflik dilakukan
pembinaan
dengan menyasar faktor-faktor penyebab
dilakukan
menyama
braya
untuk
adalah
generasi muda melalui sekaa teruna di
konflik.
setiap banjar. Melalui sekaa teruna inilah
pencegahan konflik disesuaikan dengan
generasi
merupakan
tingkat awal konflik, seperti misal pada
kelompok rentan dapat dibina dan dididik
tataran konflik laten, pencegahan dapat
untuk melestarikan budaya Bali dan
dilakukan
mempertahankan ikatan penyamabrayaan
struktural dan langsung yang ditunjukkan
yang kuat. Tokoh adat memiliki peranan
untuk
penting untuk menyebarkan semangat
sosial-ekonomi.
menyama braya dan mengajarkan gotong
permasalahan adat sering kali dapat
royong pada warga melalui tradisi lisan
menimbulkan
secara turun temurun. Sosialisasi tentang
sehingga
pemerinta
menyama braya juga dilakukan di tingkat
berusaha
untuk
banjar
ketika
penguatan peran tokoh adat dalam
Penduduk
organisasi upadesa yang dibantu oleh
Musiman (KIPEM) atau saat terjaring
majelis uttama desa pakraman (tingkat
sidak.
provinsi), majelis madya desa pakraman
membuat
muda
kepada
Kartu
yang
pendatang
Identitas
Momentum
dimanfaatkan
untuk
semacam
itu
Lund
melalui
metode
langkah-langkah
mengentaskan
11
sumber-sumber
Di
konflik
di
kota
Denpasar,
masyarakat
Denpasar
melakukan
upaya
menumbuhkan
kesadaran bagi warga pendatang untuk
turut serta menjaga ketertiban dan
keamanan desa.
Menurut
11
Michael S. Lund, “Conflict Prevention: Theory in
Pursuit of Policy and Practice”, dalam Jacob
Bercovitch,Victor Kremenyuk, I William Zartman,
The SAGE Handbook of Conflict Resolution, Sage,
London, 2009
(kota), dan majelis alit desa pakraman
masyarakat untuk melaporkan segala
(kecamatan). Langkah lain yang bertujuan
kejadian yang dihadapi mereka sehingga
untuk menyelesaikan persoalan struktural
pemerintah
adalah program Subak Lestari yang
responsif dengan menurunkan satuan
dicanangkan
Kota
kerja yang dibutuhkan. Hal serupa juga
Denpasar untuk mencegah terjadinya
dapat dilakukan melalui whatsapp group
konflik lahan. Pemerintah Kota Denpasar
Pro
juga mendorong peningkatan keahlian
perdamaian dan harmoni sosial juga
generasi muda, membuka peluang kerja
dilakukan
melalui job fair, dan pelatihan UKM agar
melibatkan tokoh semua agama dan
penduduk lokal dapat bersaing secara
paguyuban etnis yang ada di Bali. Hal ini
ekonomi dengan pendatang. Kebijakan
didukung
semacam
Pembauran Kebangsaan (FPK) di Kota
oleh
ini
Pemerintah
diharapkan
mampu
kota
Denpasar.
dapat
Upaya
secara
bertindak
mewujudkan
inklusif
dengan
dengan
adanya
yang
Forum
menimalisir kesenjangan sosial ekonomi
Denpasar
mewadahi
antar penduduk lokal dan pendatang
multikulturalisme di mana tokoh semua
yang dapat menjadi faktor struktural
etnis yang ada saling bersatu dalam
penyebab konflik di kemudian hari.
semangat
persaudaraan
untuk
Pemerintah kota Denpasar juga
menciptakan harmoni sosial. Jika ada
menjadikan desa pakraman, perangkat
permasalahan antar etnis, tokoh-tokoh
desa, tokoh-tokoh agama, dan tokoh adat
etnis
sebagai agen pendeteksi konflik. Tokoh
pemerintah
adat, tokoh agama, tokoh masyarakat,
menyelesaikannya. Hal ini tentu saja
tokoh pemuda, akademisi, dan tenaga
memanfaatkan kekuatan dari para tokoh
ahli
Forum
etnis yang dapat didengar dan dipatuhi
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM)
oleh anggota kelompoknya sehingga
sehngga ada kesiapsiagaan masyarakat
meski Denpasar terdiri dari masyarakat
dalam menghadapi gangguan keamanan
plural,
dan ancaman konflik. Salah satu bentuk
berdampingan secara harmonis.
juga
dihimpun
dalam
kewaspadaan dini dalam menghadapi
ancaman
konflik
adalah
dengan
smart
Forum
memungkinkan
mereka
dirangkul
kota
tetap
oleh
untuk
dapat
hidup
besar dalam pengelolaan perdamaian
pada
yang
yang
Lembaga lain yang berperan
meluncurkan aplikasi Pro Denpasar Plus di
phone
inilah
masyarakat
Kerukunan
multikultur
Umat
adalah
Beragama
(FKUB). FKUB menjadi leading sector
masyarakat untuk saling berbaur tanpa
pembinaan kerukunan umat beragama
memandang etnis dan agama dalam
yang
kemeriahan
dapat
menyebarkan
semangat
pagelaran
budaya
dan
menyama braya dalam setiap kegiatannya
khidmatnya lantunan doa-doa. Gema
untuk mewujudkan kehidupan antar umat
Perdamaian
beragama yang saling toleran, rukun, dan
mengingatkan agar masyarakat Indonesia
harmonis. FKUB Bali juga mengeluarkan
tetap selalu waspada dan melakukan
kesepakatan antar tokoh agama yang
tindakan
memanfaatkan
rasa
konflik yang memecah belah bangsa.
persaudaraan antar umat untuk saling
Acara semacam ini dapat memperkuat
menjaga keamanan semua tempat ibadah
menyama
yang ada di Bali. Selain itu, FKUB juga
masyarakat
berupaya menanamkan menyama braya
mempersatukan
kepada
masyarakat
eratnya
generasi
muda
dengan
menjadi
preventif
braya
symbol
untuk
yang
mencegah
ada
karena
tanpa
untuk
pada
dapat
seluruh
elemen
membeda-bedakan
membentuk Forum Generasi Muda Lintas
etnis, adat-istiadat, maupun agama. Acara
Agama
Forum
ini juga menjadi sarana edukasi kepada
(Forpela)
masyarakat tentang pentingnya menjaga
sehingga kesadaran hidup berbhineka
menyama braya meski ada perbedaan
tunggal ika dan upaya pembangunan
etnis, ras, agama, dan warna kulit
kerukunan sudah dimulai sedini mungkin
sehingga masyarakat senantiasa hidup
oleh pemuda dan pemudi. Hal ini tentu
dalam persatuan dan mencapai hidup
saja
yang
(Forgimala)
Perempuan
Lintas
dapat
dan
Agama
mengurangi
kerentanan
pemuda terhadap ancaman konflik dan
damai
serta
harmonis
dalam
keragaman.
mempersiapkan generasi penerus yang
memiliki kewaspadaan dan kapasitas
dalam membina kerukunan antar umat
beragama.
Kesimpulan
Menyama
braya
merupakan
kearifan lokal masyarakat Bali yang
Dalam
meningkatkan
mengandung nilai-nilai budaya damai
kewaspadaan untuk mencapai keamanan
seperti solidaritas, kerjasama, toleransi,
nasional, saat ini Gema Perdamaian
kebebasan, menerima pluralisme dan
menjadi
yang
keragaman budaya, dan penghormatan
dalam
penuh terhadap HAM dan kebebasan
acara
menggandeng
rangka
yang
semua
rutin
unsur
fundamental.
dapat
dan FPK juga memiliki peranan masing-
menjadi modal sosial yang berfungsi
masing dalam pencegahan dan resolusi
memperkuat solidaritas antar sesama
konflik namun dapat saling bersinergi
masyarakat
untuk
kohesi
Menyama
Bali
sosial
braya
(bonding)
semakin
sehingga
perdamaian
dan
dan
harmoni sosial di Bali. Pada akhirnya,
menjembatani hubungan serta membuka
modal sosial yang mampu membangun
ruang kerjasama dengan masyarakat dari
ketahanan masyarakat terhadap konflik
etnis dan agama lain di Bali (bridging).
harus dibarengi oleh peran aktif para
Modal sosial tersebut sangat penting
pemangku
dalam
ketahanan
memperkuat modal sosial tersebut dan
masyarakat dalam menghadapi ancaman
merumuskan strategi pencegahan dan
konflik. Selain itu, stakeholders dari
resolusi
tingkat desa, kota, hingga lembaga yang
mencapai masyarakat yang damai dan
mewadahi multikulturalisme seperti FKUB
harmonis.
menciptakan
tebal
mewujudkan
kepentingan
konflik
yang
tepat
dalam
untuk
Daftar Pustaka
Atmadja, N. B. (2010). Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi. Yogyakarta:
LKiS.
Dewanto, A., & Utari, R. (2006). Pemberdayaan Modal Sosial dalam Manajemen
Pembiayaan Sekolah. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 3 No. 1, 25-33.
Haba, J. (2008). Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi Resolusi Konflik di Kalimantan Barat,
Maluku, dan Poso. Dalam I. M. Irwan Abdullah, Agama dan Kearifan Lokal Dalam
Tantangan Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hawkins, R. L., & Maurer, K. (2009). Bonding, Bridging and Linking: How Social Capital
Operated in New Orleans following Hurricane Katrina. British Journal of Social
Work, Vol. 40, 1777–1793.
Jeong, H. W. (2008). Understanding Conflict and Conflict Analysis. London: SAGE
Publications Ltd.
Lund, M. S. (2009). Conflict Prevention: Theory in Pursuit of Policy and Practice. In J.
Bercovitch, V. Kremenyuk, I. W. Zartman, & (eds), The SAGE Handbook of Conflict
Resolution (pp. 287-308). London: Sage.
Putnam, R. D. (2000). Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community.
New York: Simon and Shuster.
Suryawan, I. N. (2005). Bali, Narasi dalam Kuasa: Politik & Kekerasan di Bali. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Trisila, S. (2015). Masyarakat Islam di Bali dalam Lintasan Historis. In A. D. Girindrawardani,
S. Trisila, & (ed), Membuka Jalan Keilmuan Kusumanjali 80 Tahun: Prof. Dr. Anak
Agung Gde Putra Agung, S.U. Denpasar: Pustaka Larasan.
Wijayanti, P. A., & Rokhman, A. (2011). Kearifan Lokal sebagai Bagian dari Demokrasi dan
Pembangunan di Indonesia. Seminar Nasional FISIP-UT, (pp. 607-622).
Download