UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012 ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm. 1106046692 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm 1106046692 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 iii Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 1 Februari – 30 Maret 2012 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati dan menyelesaikan laporan ini. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ibu Dra. Farida Indyastuti, Apt., SE., MM. selaku pembimbing dari RSUP Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan dan penyusunan . 2. Ibu Dra. Alfina Rianti, M. Pharm, Apt., atas bimbingan, bantuan, dan pengetahuan yang telah di berikan selama melaksanankan kegiatan dan penyusunan laporan. 3. Bapak Ahmad Subhan, S.Si., M.Si., Apt. Selaku Ketua Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan dan penyusunan laporan. 4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. iv Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA-UI. 6. Ibu Prof. Dr. Effionora Anwar, MS selaku pembimbing dari Departemen Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta penyusunan laporan ini. 7. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat serta membantu penulis selama melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program pendidikan profesi apoteker FMIPA UI. 9. Seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, nasehat, dan dukungan materi. 10. Teman-teman Apoteker angkatan LXXIV atas perjuangan, semangat, dan kerjasamanya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekanrekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Juni 2012 Penulis v Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ii iii iv vi vii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Tujuan ...................................................................................... 1 1 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM ...................................................................... 2.1 Rumah Sakit ............................................................................. . 2.2 Standar Farmasi di Rumah Sakit ............................................. . 2.3 Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit ......................... . 2.4 Panitia Farmasi dan Terapi ...................................................... . 2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ..................................... . 4 4 7 10 11 17 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ................................................................... 3.1 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati ....................... 3.2 Pelayanan Farmasi RSUP Fatmawati ...................................... 3.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUP Fatmawati ............... 20 20 25 44 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................ 4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi oleh IFRS ............................. 4.2 Satuan Farmasi Fungsional (SFF) RSUP Fatmawati ................ 4.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUPFatmawati ................ 46 46 61 68 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 5.2 Saran ........................................................................................ 70 70 70 DAFTAR ACUAN ....................................................................................... 72 LAMPIRAN ................................................................................................. 73 vi Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7 Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Struktur organisasi RSUP Fatmawati .................................... Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ........ Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati .............................................................................. Alur perbekalan farmasi ........................................................ Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ................................................................... Alur pelayanan resep di Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati .......................................................... Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Askes RSUP Fatmawati .............................................................................. Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Pegawai RSUP Fatmawati .............................................................................. Alur pelayanan obat di Depo IBS (Instalasi Bedah Sentral) RSUP Fatmawati ................................................................... Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat inap RSUP Fatmawati ........................................................... Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat jalan RSUP Fatmawati .......................................................... Alur masuk ke ruang produksi aseptik Total Parenteral Nutrition (TPN) ..................................................................... Alur penanganan limbah ........................................................ Alur sistematis dalam menjawab pertanyaan informasi obat ......................................................................................... vii Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No. 36, 2009). Sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum, kesehatan harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Upaya ini dapat terlaksana dengan adanya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, apotek, praktek dokter, dan lain-lain (UU No. 44, 2009). Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (UU No. 44, 2009). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit tidak dapat dipisahkan oleh sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau semua lapisan masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, 2004). Adanya perubahan paradima dari drug oriented menjadi patient oriented, menjadikan pelayanan kefarmasian yang awalnya hanya terfokus pada 1 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 2 pengelolaan persediaan farmasi sekarang juga dituntut untuk menerapkan pelayanan kepada pasien. RSUP Fatmawati Jakarta adalah salah satu rumah sakit pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian serta mengembangkan pelayanan rujukan di wilayah Jakarta Selatan dan sekitarnya agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di segala lapisan (Fatmawati, 2010). Partisipasi farmasi sangat diperlukan agar upaya tersebut dapat tercapai. Oleh karena itu, dibentuk Instalasi Farmasi yang bertugas dalam pengelolaan sediaan farmasi di RSUP Fatmawati Jakarta. Pelayanan farmasi klinik dilakukan oleh Satuan Farmasi Fungsional (SFF) yang terdiri dari seluruh apoteker di RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dalam kinerjanya berkoordinasi dengan SFF untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan tepat bagi pasien yang ada di dalam rumah sakit tersebut. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati Jakarta dilakukan untuk mengetahui peran dan tugas seorang apoteker dalam Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta. PKPA yang diadakan oleh Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia diharapkan dapat menghasilkan calon apoteker yang berkualitas dan ikut mendukung kesehatan masyarakat Indonesia. Tujuan dari PKPA yang dilakukan oleh Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan beberapa rumah sakit dimana salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah meningkatkan pemahaman tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit, membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit, meningkatkan, dan melatih keterampilan komunikasi dan interaksi dengan berbagai profesional kesehatan lain di rumah sakit, mempersiapkan calon apoteker untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, serta memberi gambaran nyata tentang permasalahan dan solusi masalah dalam pekerjaan kefarmasian di rumah sakit. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 3 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati Jakarta adalah 1.2.1 Mengetahui tugas dan kegiatan Instalasi Farmasi di RSUP Fatmawati Jakarta. 1.2.2 Mengetahui peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker di dalam Instalasi Farmasi di RSUP Fatmawati Jakarta. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit diartikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut sedangkan pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 44, 2009). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44, 2009): a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 4 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 5 2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat Rumah Sakit publik dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat. Rumah Sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan. Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44, 2009). Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri, dan dapat ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas dibawahnya. Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 6 sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen. Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010). 2.1.4.1. Klasifikasi rumah sakit umum (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010) a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 7 2.1.4.2. Klasifikasi rumah sakit khusus Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin. Klasifikasi dari unsur pelayanan meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar sesuai kekhususan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010) . 2.2. Standar pelayanan farmasi di rumah sakit 2.2.1. Falsafah dan tujuan Standar Pelayanan Rumah Sakit menekankan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Tujuan pelayanan farmasi adalah (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004): a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 8 g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda 2.2.2. Tugas pokok (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit 2.2.3. Fungsi 2.2.3.1. Pengelolaan perbekalan farmasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuannya adalah mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Penjelasan mengenai kegiatan pengelolaan adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004): a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 9 d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian h. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit 2.2.3.2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Pelayanan kefarmasian adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004). Tujuan antara lain : a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien dengan seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis b. Melakukan dispensing pencampuran obat suntik , parenteral nutrisi, dan obat kanker c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat d. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga e. Memberi konseling kepada pasien/keluarga Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 10 f. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah g. Ronde atau visite pasien h. Melakukan pencatatan dan pelaporan setiap kegiatan 2.3. Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) : a. Terdaftar di Departeman Kesehatan b. Terdaftar di Asosiasi Profesi c. Mempunyai izin kerja. d. Mempunyai SK penempatan Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terusmenerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit Pengelolaan sumber daya manusia farmasi dimaksudkan demi terciptanya pelayanan kefarmasian,antara lain sebagai berikut: a. IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker. b. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit. a. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja. c. Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi (D3) dan Tenaga Menengah Farmasi (AA). d. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 11 e. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan. f. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi. g. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan. h. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannyapelatihan tersebut. i. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan. 2.4. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasispesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dariFarmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Tujuan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) : a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan. 2.4.1. Organisasi dan Kegiatan PFT Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat: a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 12 b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat. 2.4.2. a. Fungsi dan Ruang Lingkup PFT Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalamformularium harus didasarkan pada evaluasi secarasubjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama. b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus. d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkantinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumahsakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 13 f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat. g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat. 2.4.3. a. Kewajiban PFT Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut 2.4.4. Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalammengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi, dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit. 2.4.5. Tugas Apoteker dalam PFT a. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris) b. Menetapkan jadwal pertemuan mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan c. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan d. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 14 e. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait f. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan g. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,pedoman penggunaan antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain h. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia Farmasi dan Terapi i. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan j. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat k. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait 2.4.6. Formularium Rumah Sakit 2.4.6.1. Definisi formularium Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui Pantia Farmasi dan Terapi (PFT), mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Hanya obat-obat tersebut yang dipilih dan tersedia secara rutin di rumah sakit. Sistem formularium merupakan sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama itu (Charles, 2003). Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnyatetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004). Hasil utama dari sistem formularium adalah formularium rumah sakit (Charles, 2003). Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 15 kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus-menerus direvisi agar selalu dapat memenuhi kebutuhan pasien dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinikstaf medis rumah sakit tersebut (Charles, 2003). Formularium dapat juga didefinisikan sebagai himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004). Komposisi formularium terdiri dari halaman judul, daftar nama anggota panitia farmasi dan terapi, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran.Salah satu karakteristik penting dari suatu sistem fomularium adalah bahwa sistem itu mencerminkan pertimbangan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit tempat sistem itu diterapkan (Charles, 2003). 2.4.6.2. Keuntungan sistem formularium (Charles, 2003) a. Para dokter dan staf profesional lain yang memiliki keahlian bidang pokok utama untuk setiap kategori obat dapat mengetahui obat yang secara rutin tersedia bagi perawatan pasien. Misalnya seorang dokter spesialis penyakit dalam yang ingin menggunakan suatu obat mata antiinfeksi, memilih di antara formulasi yang oleh dokter spesialis penyakit mata paling dipercaya. Dalam hal ini, sistem formularium menyediakan suatu pencarian keterangan tidak resmi tentang obat pilihan. Obat formularium pada umumnya adalah obat yang paling tepat, tetapi itu tidak dapat menjaminbahwa obat itu digunakan untuk indikasi yang tepat pada dosis optimal atau untuk lama penggunaan yang tepat. Oleh karena itu, suatu program evaluasi penggunaan obat adalah suatu komponen penting dari suatu sistem formularium yang dikelola dengan baik. b. Bahan edukasi tentang obat. Ribuan formulasi obat tersedia secara komersial dan tidak semuaobat diketahui dengan cukup baik untuk semua Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 16 penggunaan secara rasional oleh para profesional. Formularium harus memuat sejumlah pilihan terapi obat yang wajar, yang jenisnya dibatasi agar anggota staf dapat mengetahui dan mengingat obat formularium yang mereka gunakan secara rutin. c. Keuntungan ekonomi pada rumah sakit. Formularium yang dibatasi menyebabkan IFRS dapat mempertahankan suatu pembelian dan sistem pengendalian perbekalan yang lebih efisien. Penghematan terjadi karena IFRS tidak membeli persediaan yang tidak perlu. 2.4.6.3. Pedoman Penggunaan Formularium Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada dokter, apoteker perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam menerapkan sistem formularium, meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) : a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap institusi. c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi. d. Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik. e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi Farmasi. f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama, seperti : 1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta. 2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 17 3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien. 2.5. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 2.5.1. Definisi IFRS Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu bagian, unit, divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Charles, 2003). 2.5.2. Tujuan IFRS Tujuan kegiatan harian IFRS antara lain (Charles, 2003): a. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan memenuhi syarat b. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat c. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, serta melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi d. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya e. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang serumpun f. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk: 1) Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi 2) Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 18 3) Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi serta dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, pasien, mahasiswa, dan masyarakat g. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktek farmasi rumah sakit kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi,dan profesional kesehatan lainnya h. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS i. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian 2.5.3. Tugas dan tanggung jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan, maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal. IFRS adalah satu-satunya unit di ruamh sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat atau perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut. IFRSbertanggungjawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasienyang lebih baik (Charles, 2003). 2.5.4. Lingkup Fungsi IFRS Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai berbagai fungai yang dapat digololongkan menjadi fungsi klinik dan non klinik. Fungsi non klinik biasanya tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, sekalipun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui panitia farmasi dan terapi (PFT). Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 19 sebagai bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien. Lingkup farmasi non klinikadalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan di gunakan di rumah sakit secara keseluruhan. Lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit, yaitu antara lain: pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitostoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, pemeliharaan formularium, penelitian, pengendalian infeksi di rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM), sistem formularium, panitia farmasi, dan terapi sistem pematauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi bagi apoteker, dokter, dan perawat, investigasi obat, dan unit gawat darurat (Charles, 2003). Mutu fungsi farmasi non klinik hanya dapat diases oleh hanya apoteker, sedangkan fungsi farmasi klinik memerlukan asesmen antar disiplin. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati 3.1.1 Sejarah RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno sebagai rumah sakit yang mengkhususkan bagi penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Pada tanggal 15 April 1961, penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Pada tahun 1984, RS Fatmawati ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan. Pada tahun 1991, RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana dan pada tahun 1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari Swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Selanjutnya pada tahun 2000, RS Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Dalam penilaian Tim Akreditasi RS, tahun 1997 RS Fatmawati memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. Tanggal 25 JanuariUP Fatmawati kembali memperoleh Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan yang ke-2. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopedik dan Rehabilitasi 20 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 21 Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2008 (RSUP Fatmawati, 2011). Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Bidang Pelayanan yang ke-3 diperoleh pada bulan Maret 2011. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 : 2007. Dan sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI (Join Commission International) pada tahun 2010 (RSUP Fatmawati, 2011). 3.1.2 Visi dan Misi Visi dari RSUP Fatmawati yaitu “Terdepan, Paripurna, dan Terpercaya di Indonesia” (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05.1.262 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2010). Fatmawati merupakan rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian dengan Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap; Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan pelayanan berkesinambungan (continum of care ) serta tuntas; serta Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah-kaidah IPTEK terkini; Menjangkau seluruh lapisan masyarakat; Berorientasi kepada para pelanggan Untuk mencapai visi tersebut, RSUP Fatmawati membentuk misi, yaitu (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05.1.262 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2010) : a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen risiko klinis. b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berdaya saing tinggi. d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini. e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan, dan kesejahteraan sumber daya manusia. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 22 3.1.3 Tujuan RSUP Fatmawati memiliki tujuan sebagai berikut (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05.1.262 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2010): a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety). b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian. d. Terwujudnya sumber daya manusia yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan. e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit. 3.1.4 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati dipimpin oleh seorang Direktur utama yang berkoordinasi dengan Dewan Pengawas. Direktur Utama membawahi tiga direktorat, yaitu Direktorat Medik Dan Keperawatan, Direktorat Umum, SDM dan Pendidikan, dan Direktorat Keuangan. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati terlampir pada Lampiran 1. 3.1.5 Kegiatan Pelayanan Kesehatan Bidang pelayanan meliputi kegiatan pelayanan kesehatan yang terdiri dari: a. Pelayanan Kegawatdaruratan Pelayanan ini meliputi instalasi gawat darurat, laboratorium 24 jam, radiologi 24 jam, ambulance 24 jam, dan apotek 24 jam. b. Pelayanan Rawat Jalan 1) Pelayanan Medis Unggulan: a) Bedah Tulang/Orthopedi b) Rehabilitasi Medis Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 23 2) Pelayanan Medis Dasar: a) Penyakit Dalam b) Kesehatan Anak c) Kebidanan dan Penyakit Kandungan d) Bedah 3) Pelayanan Spesialistik Lain: a) Bedah Syaraf b) Penyakit Syaraf c) Penyakit Jantung d) Penyakit Paru e) Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan f) Penyakit Kulit dan Kelamin g) Penyakit Jiwa h) Penyakit Gigi dan Mulut i) Anestesi j) Akupuntur 4) Pelayanan Medis Unggulan Terpadu: a) Perinatal Risiko Tinggi b) Klinik Wijaya Kusuma c) Klinik Kesehatan Remaja d) Klinik Tumbuh Kembang 5) Pelayanan Dokter Spesialis VIP: a) Penyakit dalam b) Kebidanan dan kandungan c) Bedah d) Mata e) THT f) Gigi dan mulut g) Kulit dan kelamin h) Syaraf i) Jantung j) Paru Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 24 c. Pelayanan Rawat Inap: 1) Ruang Rawat VIP 2) Rawat Inap A 3) Rawat Inap B 4) Rawat Inap C d. Pelayanan Rawat Intensif: 1) Ruang ICU (Intensive Care Unit) 2) Ruang ICCU (Intensive Cardiac Care Unit) 3) Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) 4) Ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit) e. Pelayanan Operasi: 1) Pelayanan Operasi Elektif 2) Pelayanan Operasi Cito 3) Pelayanan Operasi Eksekutif (Bedah Prima) f. Pelayanan Penunjang: 1) Laboratorium Klinik 2) Patologi Anatomi 3) Radiologi dan Kedokteran Nuklir 4) Pemeriksaan Canggih 5) Unit Haemodialisa 6) Unit Stroke 7) Apotek dan Farmasi 8) Pelayanan Gizi 9) Sterilisasi Sentral dan Binatu 10) Forensik dan Perawatan Jenazah 11) Unit Bank Jaringan 12) Pelayanan Thalasemia g. Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan: 1) Medical Check Up 2) Klub Kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 25 Pelayanan Farmasi RSUP Fatmawati 3.2 Kegiatan pelayanan farmasi di RSUP Fatmawati meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian. Pengelolaan perbekalan farmasi berada di bawah pengawasan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), sedangkan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional (SFF). 3.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi berada di bawah pengawasan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, bagian ini dikepalai oleh Apoteker. Kepala Instalasi Farmasi diangkat oleh Direktur Utama dan dalam menjalankan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi dan membawahi dua Wakil Kepala. Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yaitu pelopor kemajuan pelayanan farmasi rumah sakit di Indonesia. (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2011). Untuk mewujudkan misi tersebut, RSUP Fatmawati membentuk misi sebagai berikut: a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. b. Bertanggung jawab atas pengelolaan farmasi rumah sakit yang efektif dan efisien. c. Mengembangkan farmasi klinik terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi medik. d. Berperan serta dalam program-program rumah sakit untuk meningkatkan kesehatan pasien, tenaga kerja, dan lingkungan rumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi dua Wakil Kepala (Waka) dan berkoordinasi dengan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) serta Tim Pengendalian Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 26 Farmasi (TPF). Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati terlampir pada Lampiran 2. Pembagian tugas Wakil Kepala adalah sebagai berikut: a. Waka Pelayanan Farmasi membawahi Penyelia Depo IRJ Lt.1 dan Depo ASKES Lt.2, Penyelia Depo ASKES dan Pegawai, IRJ Lt.3, Penyelia Depo IGD dan IRI, Penyelia Depo IBS, Penyelia Depo Teratai, Penyelia Depo Griya Husada, dan Penyelia Depo Prof. Soelarto. b. Waka Perbekalan membawahi Penyelia Pencatatan dan Pelaporan, Penyelia Sistem Informasi Farmasi, Penyelia Gudang Farmasi, dan Penyelia Produksi Farmasi. Dalam melaksanakan kegiatannya Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian yaitu: a. Tata Usaha (TU) b. Depo Farmasi Rawat Inap 1) Depo Farmasi Teratai 2) Depo Farmasi Gedung Prof. Soelarto 3) Depo Farmasi Pav. Anggrek/Griya Husada 4) Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat c. Depo Farmasi Rawat Jalan Umum d. Depo Farmasi ASKES dan Pegawai e. Depo Farmasi ASKES lantai 2 dan lantai 3 f. Gudang Farmasi g. Produksi Farmasi h. Depo Farmasi IBS 3.2.1.1 Tata Usaha (TU) Tata usaha berada di bawah Waka Perbekalan. Kegiatan yang dilakukan di tata usaha antara lain: a. Pengolahan data farmasi Tata usaha melakukan pengolahan data farmasi seperti stok obat dan harga jual obat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 27 b. Pelaporan per tiga bulan Semua pelaporan yang berasal dari depo farmasi akan direkapitulasi oleh tata usaha. Laporan tersebut mencakup laporan narkotika dan psikotropika, laporan generik dan non generik, laporan penggunaan obat HIV/AIDS, dan laporan lembar R/. c. Kegiatan administrasi sehari-hari Surat masuk dan surat keluar merupakan salah satu contoh kegiatan administrasi sehari-hari. d. Penghapusan arsip-arsip 3.2.1.2 Depo Farmasi Instalasi Rawat Inap Depo Farmasi Instalasi Rawat Inap (IRI) berada di bawah Waka Pelayanan dengan Penanggung Jawab/Penyelia seorang apoteker dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh asisten apoteker, juru resep, petugas administrasi, dan petugas input data. Adapun kegiatan pada Depo Farmasi IRI ini antara lain: a. Persediaan perbekalan farmasi Persediaan obat dan alat kesehatan yang terdapat di Depo Farmasi IRI sesuai dengan yang tercantum dalam formularium RSUP Fatmawati. Setiap hari petugas depo farmasi menuliskan daftar obat dan alat kesehatan yang kurang atau habis ke gudang farmasi melalui komputer secara online dan petugas gudang farmasi akan menyiapkan obat dan alat kesehatan yang diminta lalu diserahkan kepada petugas depo farmasi. Perbekalan farmasi disimpan terpisah berdasarkan jenis sediaan, bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasaran abjad. b. Kegiatan pelayanan Dalam mendistribusikan perbekalan farmasi ke pasien, Depo Farmasi IRI dibagi menjadi tiga bagian yaitu Depo Farmasi Teratai, Depo Farmasi Gedung Prof. Soelarto, dan Depo Farmasi Griya Husada. 1) Depo Farmasi Teratai Gedung rawat inap Teratai terbagi menjadi dua yaitu bagian utara dan selatan. Gedung teratai menyediakan ruang rawat inap kelas 3 dan untuk pasien tidak mampu (TM). Depo Farmasi Teratai melayani pasien di Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 28 gedung Teratai dari lantai 1 sampai dengan lantai 6 dan pasien gedung Prof. Soelarto lantai 3 Tiap lantai diklasifikasikan berdasarkan: a) Lantai 1 merupakan ruang kebidanan. b) Lantai 2 merupakan ruang untuk ibu yang sudah melahirkan dan bayinya. c) Lantai 3 merupakan ruang untuk pasien anak-anak. d) Lantai 4 merupakan ruang untuk pasien bedah umum dan ruang High Care Unit. e) Lantai 5 merupakan ruang untuk pasien penyakit dalam. f) Lantai 6 merupakan ruang untuk syaraf 2) Depo Farmasi Prof. Soelarto Depo Farmasi Prof. Soelarto melayani pasien di gedung Prof. Soelarto di lantai 1, 2, dan 4. Pasien tersebut meliputi pasien rehabilitasi medis dan orthopedi. Sedangkan pasien di lantai 3 dilayani oleh Depo Teratai. Lantai 3 Prof. Soelarto merupakan Hospital Base yang menyediakan ruang rawat inap kelas 1 dan 2. Depo Farmasi IRI menerapkan sistem distribusi obat berupa sistem distribusi dosis unit, floor stock, dan resep individual. Sistem distribusi dosis unit adalah sistem pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai dalam jangka waktu 24 jam. Alur distribusi obat dosis unit tertera pada Lampiran 5. Sistem floor stock diterapkan untuk barang-barang habis pakai yang digunakan secara bersama seperti perban, kapas, kassa, dan lain-lain. c. Pelaporan Laporan-laporan yang dibuat oleh Depo Farmasi IRI adalah: 1) Laporan analisa penjualan dan daftar pelunasan yang dibuat harian. 2) Laporan pemakaian obat–obat narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan. 3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. 4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. 5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 29 3.2.1.3 Depo Farmasi IGD Depo Farmasi IGD berada dibawah Waka Pelayanan. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh seorang apoteker sebagai penyelia, asisten apoteker, juru resep, petugas administrasi dan petugas input data. a. Persediaan barang Pengadaan obat dilakukan setiap hari, dengan melakukan permintaan secara online ke Gudang Induk Farmasi. Penyediaan obat darurat seperti obat jantung, asma, dan syok anafilaktik hanya berdasarkan perkiraan penggunaan yang biasa dilayani. Penyimpanan barang disusun berdasarkan jenis alkes dan obat, bentuk sediaan, suhu penyimpanan, dan abjad. Khusus untuk obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci. b. Kegiatan pelayanan Depo Farmasi IGD melayani: 1) Pasien rawat inap, yang terdiri dari pasien: a) Instalasi Gawat Darurat (IGD) b) CEU c) ICU d) NICU e) PICU 2) Pasien rawat jalan, yaitu pasien yang pulang dan tidak perlu menginap di rumah sakit. c. Pelaporan Laporan-laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD dan dilaporkan setiap sebulan sekali adalah: 1) Laporan analisa penjualan dan daftar pelunasan yang dibuat harian. 2) Laporan pemakaian obat–obat narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan. 3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. 4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. 5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 30 3.2.1.4 Depo Farmasi Rawat Jalan Depo Farmasi Rawat Jalan berada di bawah Waka Pelayanan dengan penanggung jawab seorang apoteker. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh seorang asisten apoteker senior, asisten apoteker, juru resep, dan petugas administrasi. a. Persediaan obat Obat yang disediakan di Depo Farmasi Rawat Jalan sesuai dengan yang tertera dalam Formularium RSUP Fatmawati dan jumlahnya sesuai kebutuhan. Permintaan barang dan obat-obatan ke Gudang Farmasi dilakukan setiap hari dengan cara memesan langsung melalui komputer secara online. Obat-obat disimpan berdasarkan jenis sediaan dan disusun sesuai abjad. Alat-alat kesehatan disimpan tersendiri. Obat narkotika disimpan tersendiri dalam laci yang terkunci, obat-obat bebas diletakkan di rak dekat kasir, dan obat-obat HIV dan obat kontras diletakkan di lemari tersendiri dan setiap pengambilan dicatat nama pasien, alamat, nomor telepon, umur, dan jumlah obatnya di kartu. b. Kegiatan pelayanan Depo Farmasi Rawat Jalan melayani pasien poliklinik, jaminan kantor, asuransi perusahaan, juga resep pegawai yang obatnya tidak diberikan di Depo Farmasi Pegawai. Alur pelayanan resep dimulai dengan penyerahan resep oleh pasien ke Depo Farmasi Rawat Jalan. Resep tersebut akan dihargai oleh petugas administrasi dan diberitahukan harganya ke pasien. Apabila pasien menyetujui harga tersebut maka resep akan diberi nomor antrian dan dikerjakan oleh asisten apoteker berdasarkan nomor antrian. Obat yang telah selesai disiapkan diberikan pada petugas front liner yang bertugas memberikan obat kepada pasien. Petugas memanggil pasien dan memberikan obat beserta informasi cara penggunaannya. Alur pelayanan resep tertera pada Lampiran 6. Depo rawat jalan juga melayani resep HIV/AIDS secara gratis, karena mendapatkan subsidi dari pemerintah. Konseling untuk pasien AIDS, diabetes, jantung, dan epilepsi dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Kegiatan konseling secara tetap hanya dilakukan untuk pasien AIDS, sedangkan konseling untuk penyakit lain belum berjalan secara tetap. Adapun alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat jalan dapat dilihat pada Lampiran 6. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 31 c. Pelaporan Depo Farmasi Rawat Jalan membuat laporan-laporan, yaitu: 1) Laporan Harian a) Rekapitulasi setoran harian. b) Daftar pelunasan. c) Analisa penjualan. 2) Laporan Bulanan a) Rekapitulasi bulanan. b) Analisa penjualan bulanan. c) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. d) Laporan penulisan obat generik dan non generik. e) Laporan pemakaian obat HIV/AIDS dan obat kontras. 3.2.1.5 Depo Farmasi ASKES dan Pegawai Depo ini berada dibawah Waka Pelayanan dan dibantu oleh apoteker sebagai penyelia. a. Depo Farmasi ASKES Depo Farmasi ASKES terdiri dari Asisten Apoteker, petugas administrasi, dan petugas input data. Depo Farmasi ASKES adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta ASKES, Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), TMLD (Tidak Mampu Luar DKI), dan TMDKI (Tidak Mampu DKI). 1) Persediaan barang Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk Farmasi menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan bentuk sediaan dan abjad. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci. 2) Kegiatan pelayanan Tiga jenis pasien ASKES yang dilayani di Depo Farmasi ASKES, yaitu: a) Pasien ASKES Wajib (sosial), yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) b) Pasien ASKES Sukarela (ASKES Komersial, yaitu pegawai perusahaan swasta (non PNS). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 32 c) Pasien Tidak Mampu Luar DKI (TMLD), yaitu pasien-pasien tidak mampu yang berasal dari luar DKI. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien ASKES untuk mendapatkan pelayanan pengobatan di Depo Farmasi ASKES adalah: a) Resep obat dari dokter yang merawat dan 2 lembar fotokopi resep. b) Surat rujukan dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan. c) Fotokopi Kartu ASKES. Acuan obat bagi pasien ASKES yaitu buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO). Obat DPHO diberikan secara gratis dan sedangkan obat non DPHO, pasien diwajibkan untuk membayar dan menandatangani lembar persetujuan untuk bersedia membayar, apabila pasien tidak mau menebus obat tersebut, akan dibuatkan salinan resepnya. Obat-obat ASKES tercantum dalam buku DPHO ASKES yang diperbaharui setiap tahun. Daftar obat dalam DPHO digolongkan menjadi 3 golongan, yang terdiri dari: a) Golongan I (obat peresepan umum), meliputi obat-obat untuk penyakit umum yang dapat diresepkan tanpa ketentuan khusus. Pemberian resep untuk penyakit biasa selama 3-5 hari dan untuk penyakit kronis selama maksimal 30 hari. b) Golongan II (obat-obatan peresepan khusus penyakit kanker), meliputi obat kanker (sitostatika) yang peresepannya harus dilengkapi dengan protokol terapi dari dokter yang merawat yang diketahui oleh tim dokter onkologi/spesialis konsultannya dan didelegasi terlebih dahulu oleh PT. ASKES (Persero). c) Golongan III (obat-obatan peresepan khusus/obat dengan harga mahal). Peresepan obat yang tercantum dalam daftar obat III diberikan atas dasar keterangan medis dari dokter yang merawat, dan dilegalisasi oleh PT. ASKES (Persero). Alur pelayanan resep di Depo Farmasi ASKES dimulai dari masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir), kemudian petugas Depo Farmasi ASKES akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 33 Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan dimasukkan datanya ke komputer. Terdapat 2 (dua) komputer untuk memasukkan data, yaitu komputer untuk memasukkan data stok obat dan komputer untuk memasukkan data klaim (tagihan) ke PT. ASKES. Setelah data dimasukkan ke komputer, selanjutnya adalah penyiapan obat baik obat jadi maupun obat racikan dan pemberian etiket serta label. Obat yang telah siap lalu dikemas dan diserahkan ke pasien disertai pemberian informasi penggunaan obat. Alur pelayanan resep di Depo ASKES tertera pada Lampiran 7. 3) Pelaporan Laporan-laporan yang dibuat oleh Depo Farmasi ASKES yaitu: a) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. b) Laporan penulisan obat generik dan non generik. c) Laporan penulisan obat yang masuk DPHO dan non DPHO. d) Laporan analisa penjualan. e) Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. b. Konter Obat Pegawai Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Asisten Apoteker, juru resep, dan petugas input data untuk memasukkan data per hari. 1) Pengadaan barang Pengadaan barang di Depo Farmasi Pegawai berasal dari gudang farmasi dan produksi farmasi. 2) Kegiatan pelayanan Depo Farmasi Pegawai melayani: a) Pegawai RSUP Fatmawati dan keluarga. b) Pasien tidak mampu atau keluarga miskin (GAKIN) dan Jamkesmas/Jamkesda. Alur pelayanan resep di Depo Pegawai tertera pada Lampiran 8. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 34 3) Pelaporan Laporan-laporan yang dilaporkan setiap satu bulan sekali adalah: a) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. b) Laporan penulisan obat generik dan non generik. c) Laporan analisa penjualan. 3.2.1.6 Gudang Farmasi Sub bagian ini berada di bawah wewenang Waka Pebekalan, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh kepala gudang, penyelia, apoteker, asisten apoteker, juru resep, dan petugas pengentri data. a. Sarana fisik Gudang Farmasi dibagi menjadi empat macam gudang, yaitu: 1. Gudang untuk menyimpan cairan infus. 2. Gudang gas. 3. Gudang tahan api untuk menyimpan barang yang mudah terbakar (berada di ruang Depo Farmasi ASKES). 4. Gudang untuk menyimpan obat-obat (sediaan padat, setengah padat, dan cair), alat-alat kesehatan, film rontgen, dan reagensia. Gudang ini terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Tempat untuk menyimpan obat-obat seperti tablet, kapsul, sirup, salep, krim, reagensia, obat-obat gigi, narkotika, psikotropika, dan obat-obat HIV/AIDS. b. b. Tempat khusus penyimpanan alat kesehatan. c. Film rontgen. Kegiatan Perencanaan Perencanaan pengadaan barang atau obat di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati berdasarkan pada kebutuhan dari tiap depo farmasi dan ruangan di rumah sakit, sisa persediaan di gudang farmasi, jumlah pemakaian barang bulanbulan sebelumnya, pola penyakit, dan dana yang tersedia. Perencanaan pengadaan dibuat setiap tanggal 15 bulan berjalan untuk perencanan bulan yang akan datang. Perencanaan ini dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi yang dibantu oleh Waka Perbekalan dan penyelia gudang farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 35 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 36 c. Pengadaan Pengadaan barang atau obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui: 1. Pembelian a. Secara tender. b. Penunjukkan langsung distributor utama atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). 2. Sumbangan/donasi (dari pihak pemerintah maupun pihak lain). Dalam melakukan pengadaan barang di RSUP Fatmawati dibentuk dua tim yang berada dibawah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yaitu tim pengadaan dan tim penerima barang. Barang atau obat yang dipesan oleh bagian pengadaan adalah yang termasuk dalam Formularium RSUP Fatmawati, buku DPHO ASKES, Formularium JAMKESMAS, dan obat generik. Apabila barang yang dipesan diluar yang tersebut di atas, maka harus mendapat persetujuan dari Direktur Medik dan Keperawatan. Alur pengadaan barang di RSUP Fatmawati bermula pada penyusunan perencanaan pengadaan. Lembar perencanaan yang telah dibuat ditandatangani oleh Kepala IFRS dan Tim Pengendalian Farmasi. Kemudian lembar perencanaan tersebut ditujukan ke Direktur Medik dan Keperawatan untuk disetujui oleh Direktur Utama. Setelah diperiksa dan disetujui oleh Direktur Utama maka lembar perencanaan dikembalikan ke Direktur Medik dan Keperawatan untuk dikirim ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lalu diserahkan ke Tim Pengadaan untuk diproses. Tim Pengadaan akan mengelompokkan berdasarkan PBF dan membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan diskon dan HET (Harga Eceran Tertinggi), kemudian lembar perencanaan ditandatangani oleh PPK untuk dikirim ke Bendahara Rumah Sakit. Direktur Keuangan mendapat lembar perencanaan dari Bendahara Rumah Sakit untuk disetujui dan ditandatangani. Lembar tersebut dikembalikan ke Direktur Utama untuk disetujui dan ditanda tangani yang diteruskan ke Tim Pengadaan untuk dibuatkan Surat Pesanan. Surat Pesanan sebelum dikirim ke distributor akan diperiksa terlebih dahulu oleh petugas gudang. Jika telah sesuai dengan perencanaan maka Surat Pesanan akan ditandatangani oleh Kepala IFRS dan dikirim ke distributor oleh Tim Pengadaan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 37 d. Penerimaan Pada saat barang yang dipesan datang, barang akan diterima oleh Tim Penerima Barang, yang akan memeriksa kelengkapan dan kondisi barang (expired date minimal 2 tahun) serta kesesuaian dengan faktur. Tim Penerima barang akan membuat berita acara. Berita acara tersebut diberikan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk ditandatangani, kemudian diserahkan kepada Kepala Gudang. Rekanan atau distributor farmasi akan mengajukan penagihan kepada Bagian Keuangan Rumah Sakit. Berdasarkan faktur yang diterima dari Tim Peneriman Barang selanjutnya oleh petugas Gudang Farmasi data-data tersebut dimasukkan atau dicatat dalam: 1. Kartu stok Kartu stok adalah kartu kecil yang disimpan di gudang dekat barang yang bersangkutan. Format kartu stok berisi tanggal, nomor gudang, jumlah penerimaan dan pengeluaran, dari dan untuk siapa barang itu diberikan, sisa barang, dan keterangan waktu kadaluarsa serta batch number. Tiap jenis barang mempunyai kartu stok masing-masing. 2. Kartu persediaan Kartu persediaan adalah kartu yang disimpan dalam ruang administrasi gudang farmasi untuk mempermudah pemeriksaan barang. Isi format sama dengan kartu stok, tetapi kartu persediaan dilengkapi dengan harga satuan per box. 3. Buku Persediaan Buku yang digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran barang. Format buku persediaan adalah sama dengan kartu persediaan namun dibuat dalam bentuk buku. Setiap pemasukan, permintaan, dan harga barang dimasukkan datanya ke komputer. 4. Buku Induk Buku yang mencatat penerimaan barang dan harga barang sesuai dengan faktur. Barang yang diterima, sebelum disimpan diberikan nomor gudang. Nomor gudang dimulai dari nomor 1 setiap awal bulan. Dengan adanya penomoran pada barang yang disimpan di gudang farmasi, dapat diketahui Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 38 berapa banyak anggaran yang telah digunakan untuk pembelian obat dan alat kesehatan. e. Penyimpanan Sistem penyimpanan di Gudang Farmasi berdasarkan bentuk sediaan dan abjad, serta berdasarkan First In First Out (FIFO) maupun First Expired First Out (FEFO). Persyaratan penyimpanan barang atau obat di gudang yaitu harus terlindung dari sinar matahari, kelembaban, dan suhu yang sesuai dengan barangbarang yang disimpan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Tujuan penyimpanan adalah untuk menjaga keamanan persediaan farmasi dari kerusakan fisik dan kimia. f. Pendistribusian Distribusi barang ke depo farmasi menggunakan sistem desentralisasi didistribusikan ke pasien. Distribusi barang dari gudang farmasi ke ruangan dan poliklinik mengikuti sistem distribusi floor stock yang didasarkan pada buku standar kebutuhan, dimana jumlah dan jenisnya sudah ditentukan. Barang-barang yang didistribusikan langsung untuk floor stock misalnya antiseptik, pembalut, dan obat-obat tertentu yang dipergunakan bersama-sama di ruangan. Distribusi barang ke depo farmasi dilakukan setiap hari sedangkan untuk poliklinik dan ruangan dilakukan setiap bulan. Alur perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 4. g. Pelaporan Laporan yang dibuat oleh petugas gudang farmasi setiap bulan adalah: 1. Rekapitulasi penerimaan barang. 2. Rekapitulasi pengeluaran barang. 3. Perincian penerimaan barang. 4. Perincian pengeluaran barang. 5. Laporan mutasi barang. 6. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. 7. Laporan barang sumbangan. 8. Laporan barang rusak dan kadaluarsa. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 39 3.2.1.7 Produksi Farmasi Produksi Farmasi berada di bawah Waka Perbekalan. Produksi Farmasi mengerjakan 2 (dua) macam produk, yaitu produksi steril dan non steril. Produksi steril berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional dan akan dijelaskan pada subbab selanjutnya, sedangkan produksi nonsteril berada di bawah Waka perbekalan. a. Produksi Non Steril Produksi non steril dilakukan berdasarkan hasil evaluasi realisasi kerja produksi bulan sebelumnya, permintaan dari depo farmasi dan ruangan, serta stok minimum persediaan yang masih ada. 1) Pengadaan a) Alur Bahan Baku Permintaan barang langsung ke Gudang Induk Farmasi setiap 1 bulan sekali secara online. Permintaan dilakukan berdasarkan rencana kerja selama 1 bulan. b) Alur Bahan Jadi Produksi melayani depo farmasi di rumah sakit baik rawat inap serta rawat jalan. Permintaan dari tiap ruangan langsung ke gudang, kemudian diantar ke bagian produksi, selanjutnya diserahkan ke gudang kembali untuk diantarkan ke tiap-tiap ruangan tersebut. 2) Penyimpanan Penyimpanan obat dan bahan farmasi di ruang produksi farmasi non steril dipisahkan berdasarkan obat untuk pemakaian dalam dan obat luar, serta bahan-bahan farmasi. 3) Kegiatan Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril meliputi: a) Pembuatan sediaan farmasi Pembuatan obat non steril berdasarkan “Master Formula” yang tersedia. Pembuatan didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain: adanya formula khusus dari resep dokter, obat sulit diperoleh dan permintaan akan obat tersebut selalu ada, pertimbangan biaya pengobatan yang lebih ekonomis bagi pasien dengan kualitas yang sesuai standar. Contoh: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 40 Pembuatan OBH, Salep Kemicetin, Lotio Kummerfeldi, dan Handrub berbasis alkohol. b) Pengenceran Pengenceran sediaan farmasi dilakukan dari sediaan yang konsentrasinya pekat lalu diencerkan sesuai kebutuhan dan dikemas. Pengenceran dilakukan karena pertimbangan biaya. Contoh: Alkohol 96% yang dibuat menjadi alkohol 70%, Betadine, Formalin, dan lain-lain. c) Pengemasan kembali Pengemasan kembali dilakukan untuk meminimalkan harga sediaan. Pengemasan kembali dilakukan untuk sediaan bervolume besar menjadi volume yang lebih kecil. Contoh: Natrium Bikarbonat, Kalsium Bikarbonat, Natrium Klorida dan lain-lain. 4) Pelaporan Semua laporan dibuat setiap bulan. Laporan yang dibuat oleh petugas di Produksi Farmasi adalah: 1) Realisasi Kerja. 2) Rekapitulasi Produksi. 3) Mutasi Bahan Baku. 4) Mutasi Bahan Jadi (hasil produksi). b. Produksi Steril 1) Pengadaan Barang-barang diproduksi steril berasal dari gudang farmasi, berupa cairan infus, alat kesehatan seperti disposable syringe dan sarung tangan, sedangkan obat-obatnya berasal dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI) untuk pasien tidak mampu. Apotek yang ditunjuk oleh PT. ASKES memiliki perbekalan farmasi yang berasal dari gudang farmasi. 2) Pelaporan Laporan-laporan yang dibuat oleh Depo Produksi Steril meliputi: a) Daftar pelunasan (harian). b) Rekapitulasi Daftar Pelunasan (bulanan). c) Rekapitulasi Analisa Penjualan (bulanan). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 41 d) Rekapitulasi jumlah pasien kemoterapi, jumlah resep, dan asal ruangan pasien (bulanan). 3.2.1.8 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) berada di bawah Waka pelayanan dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh asisten apoteker, juru resep dan petugas admnistrasi. Depo Farmasi IBS adalah depo yang khusus melayani permintaan obat bagi pasien yang akan dioperasi. Depo Farmasi IBS melayani OK (Operazie Kamer) elektif/ OK Reguler, Bedah Prima, dan OK Cito. a. Pengadaan barang Pengadaan barang di Depo Farmasi IBS berasal dari Gudang Farmasi yang dilakukan setiap hari melalui komputer secara online. Penyimpanan obat dan alat kesehatan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun berdasarkan abjad. Pemeriksaan barang di lemari emergensi di OK IBS dan OK Cito dilakukan setiap hari oleh petugas Depo Farmasi IBS. b. Kegiatan pelayanan Depo Farmasi IBS melayani kebutuhan 8 kamar operasi elektif/reguler (terencana) dan 2 kamar operasi Cito. Terdapat 3 (tiga) paket di Depo Farmasi IBS, yaitu: 1) OK Elektif/OK Reguler (Operasi yang terencana) OK elektif/OK Reguler meliputi operasi yang terencana (misalnya operasi orthopedi dan caesar. Contoh operasi elektif adalah operasi plastik, operasi kanker dan lain-lain. 2) OK CITO OK CITO melayani keperluan operasi yang dilaksanakan tiba-tiba (mendadak) seperti kecelakaan. 3) Bedah Prima Bedah prima merupakan operasi VIP yang biaya, dokter, obat, hari, dan waktu ditentukan oleh pasien sendiri dan jadwal operasi ini di luar operai elektif dan operasi cito. Pasien dirawat kurang lebih 3 hari di rumah sakit. Alur pelayanan obat di Depo IBS tertera pada Lampiran 11. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 42 c. Pelaporan Laporan-laporan yang dibuat oleh petugas Depo Farmasi OK/IBS, meliputi: 1) Laporan penerimaan dari gudang farmasi. 2) Pelaporan pengeluaran barang. 3) Rincian penggunaan obat masing-masing pasien. 4) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. 3.2.2 Pelayanan Kefarmasian RSUP Fatmawati Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional (SFF). SFF merupakan wadah nonstruktural bagi tenaga fungsional profesi Apoteker untuk melaksanakan fungsinya dalam pelayanan farmasi klinik yang berorientasi kepada pasien di RSUP Fatmawati. SFF berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Dalam melaksanakan fungsinya, SFF dipimpin oleh seorang apoteker dengan sebutan Kepala Satuan Farmasi Fungsional dan berkoordinasi dengan Kepala Instalasi Farmasi (RSUP Fatmawati, 2011). Adapun Struktur Organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 3. SFF memiliki visi, misi, tugas pokok, fungsi, dan tujuan sebagai berikut. SFF mempunyai misi tersedianya Tenaga Fungsional Profesi Apoteker yang terampil, profesional, dan berdedikasi tinggi di RSUP Fatmawati demi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian kepada pasien. Misi SFF antara lain: a. Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati. b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati. c. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati. d. Melaksanakan pembinaan Apoteker di RSUP Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional mempunyai tugas pokok sebagai berikut (RSUP Fatmawati, 2011): a. Meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 43 b. Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan Apoteker. c. Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi. d. Menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengembangan tenaga fungsional Profesi Apoteker di bidang teknis profesinya. Selain mempunyai tugas pokok, SFF di RSUP Fatmawati mempunyai fungsi: a. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis Profesi Apoteker kepada seluruh anggota SFF. b. Mengembangkan pelayanan teknis Profesi Apoteker berdasarkan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Tujuan SFF RSUP Fatmawati: a. Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada pasien. b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien. c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit. d. Meningkatkan peran Apoteker sebagai bagian integral dari Tim Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi klinik. e. Meningkatkan kemampuan Apoteker lainnya melalui pendidikan berkelanjutan. f. Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat. SFF membawahi 2 orang Koordinator yaitu: a. Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian Koordinator memiliki wewenang dalam konsep kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penelitian farmasi bagi pasien, staf Instalasi Farmasi serta mahasiswa di RSUP Fatmawati. Kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan SFF tercakup dalam kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Promosi kesehatan di rumah sakit berusaha mengembangkan pemahaman pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit tentang penyakit dan pencegahannya. Selain itu, promosi kesehatan di Rumah Sakit Fatmawati juga berusaha Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 44 menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit untuk berperan secara positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit. Kegiatan SFF yang termasuk dalam PKRS antara lain edukasi pasien diabetes, penyuluhan pasien rawat jalan di Depo ASKES dan pegawai, edukasi staf farmasi, edukasi geriatri, dan edukasi pasien yang tergabung dalam paguyuban rehabilitasi jantung. b. Koordinator Bidang Pelayanan Koordinator ini memiliki wewenang dalam mempersiapkan konsep kegiatan pelayanan farmasi klinik untuk pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat di RSUP Fatmawati. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Koordinator bidang pelayanan meliputi kegiatan farmasi klinik anatara lain Monitoring Penggunaan Obat (MPO) pada pasien rawat inap, visite/ronde, konseling, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), monitoring interaksi obat, pengkajian resep, penanganan obat sitostatika, iv admixture, Therapetic Drug Monitoring (TDM) (RSUP Fatmawati, 2011). 3.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUP Fatmawati Tim Pengendalian Farmasi (TPF) dibentuk untuk meningkatkan mutu dan pelayanan farmasi. TPF bertanggungjawab kepada Direktur Utama RSUP Fatmawati dengan membuat laporan secara berkala minimal 1 bulan sekali (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05/11.1/1909/2011). 3.3.1 Tugas Tim Pengendalian Farmasi RSUP Fatmawati Tugas Tim Pengendalian Farmasi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05/11.1/1909/2011): a. Sebagai Tim Farmasi dan Terapi (TFT). b. Monitoring dan evaluasi perencanaan obat dan alkes habis pakai. c. Monitoring dan evaluasi proses pengadaan obat dan alkes habis pakai. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 45 d. Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan alkes habis pakai. e. Mengendalikan pemakaian obat sesuai dengan formularium. f. Mengendalikan dan memonitor pembayaran dan pembelian obat dan alkes habis pakai. g. Membuat laporan secara berkala. 3.3.2 Formularium RSUP Fatmawati Tim Pengendalian Farmasi RSUP Fatmawati telah menerbitkan Formularium sebanyak 6 kali dengan edisi terbarunya yaitu Formularium edisi VI tahun 2012. Berdasarkan SK Direktur Utama RSUP Fatmawati tentang Pemberlakuan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun 2012, Formularium RSUP Fatmawati disusun atas dasar masukan Satuan Medik Fungsional (SMF) melalui Tim Pengendalian Farmasi, bersumber pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2008 dengan mengutamakan penggunaan Obat Generik. Formularium RSUP Fatmawati digunakan sebagai acuan Instalasi Farmasi dalam perencanaan dan pengadaan obat di RSUP Fatmawati, sehingga penatalaksanaan obat dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Penggunaan obatobat yang tercantum dalam Formularium RSUP Fatmawati merupakan tanggung jawab profesional dokter dan apoteker dalam pengobatan kepada pasien. Apabila ada alasan rasional untuk tidak menggunakan obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dapat dimintakan ijin kepada TPF dengan mengisi Formulir Permintaan Obat Non Formularium. Formularium RSUP Fatmawati dimaksudkan untuk menunjang peningkatan penggunaan obat yang rasional, dan sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna dana yang tersedia, sebagai usaha untuk meningkatkan mutu dan memeratakan pelayanan kesehatan, khususnya di RSUP Fatmawati. Secara berkala, minimal 3 tahun, Formularium RSUP ini akan mengalami perubahan dan penyesuaian yang diperlukan, dan setiap enam bulan akan dievaluasi kembali sesuai dengan tata kerja TPF. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap penyediaan obat yang tercantum dalam formularium rumah sakit. Apabila ada pengusulan obat baru untuk masuk dalam formularium rumah sakit, maka harus menggunakan Formulir Usulan Obat Baru. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi oleh IFRS Instalasi farmasi RSUP Fatmawati memiliki tugas untuk melaksanakan pengelolaan kegiatan pelayanan kefarmasian khususnya perbekalan farmasi. Struktur organisasi Instalasi Farmasi yaitu Instalasi farmasi dipimpin oleh Kepala instalasi farmasi yang dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional dan Tim Pengendalian Farmasi serta membawahi Wakil Kepala Pelayanan Farmasi dan Wakil Kepala Perbekalan Farmasi.. Satuan Farmasi Fungsional berkonsentrasi terhadap kegiatan farmasi klinik, sedangkan Tim Pengendalian Farmasi lebih berkonsetrasi terhadap formularium rumah sakit. Obat dan alat kesehatan yang terdapat di Instalasi Farmasi didistribusikan ke depo-depo farmasi yang terdapat di RSUP Fatmawati seperti Depo ASKES, Depo Rawat Jalan, Depo Instalasi Rawat Inap, Depo Instalasi Gawat Darurat, Depo Griya Husada, Depo Gedung Profesor Soelarto dan Depo Instalasi Bedah Sentral. Sistem pendistribusian obat dan alat kesehatan yang di terapkan ini disebut desentralisasi yang memiliki keuntungan agar distribusi obat lebih dekat ke pasien dan memudahkan petugas kesehatan lain memperoleh obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan. Sistem satu pintu juga diterapkan dalam pendistribusian obat dan alat kesehatan, karena dengan sistem ini hanya terdapat satu kebijakan dalam proses pendistribusian yang akan berdampak pada penggunaan dan pengawasan yang lebih terkontrol. 4.1.1.Tata Usaha Tata usaha (TU) berada di bawah Wakil Kepala Perbekalan dan dalam struktur organisasi disebut bagian penyelia pencatatan dan pelaporan. Tata usaha memiliki tiga tugas utama yaitu adminstrasi, pengarsipan, dan pelaporan yang dilakukan perbulan, setiap tiga bulan, semester, atau tahunan. Kegiatan administrasi dilakukan terhadap surat masuk dan keluar. Proses administrasi surat 46 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 47 masuk dimulai dengan pemberian nomor surat, kemudian penyampaian surat ke Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) untuk diketahui dan ditanda tangani. Surat yang telah ditanda tangani akan melalui proses pendisposisian untuk kemudian surat tersebut diarsipkan. Proses adminitrasi surat keluar dibagi menjadi surat keluar untuk wilayah didalam RSUP Fatmawati dan diluar RSUP Fatmawati. Surat keluar untuk wilayah diluar RSUP Fatmawati akan diproses melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Surat keluar untuk wilayah di dalam RSUP Fatmawati dimulai dengan pemberian nomor surat, setelah itu surat akan ditandatangani oleh Kepala IFRS.Surat yang telah ditandatangani tersebut akan digandakan minimal 2 rangkap untuk dikirim dan diarsipkan. Berbagai depo farmasi yang terdapat di RSUP Fatmawati melakukan berbagai pelaporan yang akan di rekapitulasi dan diarsipkan kembali oleh bagian TU seperti jumlah pemesanan dan penggunaan psikotropika dan narkotika tiap bulan, data permintaan barang floorstock atau pemakaian perbekalan farmasi untuk pembuatan laporan keuangan, data jumlah penulisan resep obat generik dan non generik tiap bulan, data penagihan obat tiap pasien,data lembar dan jumlah R/ untuk pasien rawat jalan dan rawat inap, serta data permintaan obat dan alkes dari depo farmasi ke gudang sebagai laporan pengeluaran perbekalan farmasi. Kegiatan pencatatan dan pelaporan bulanan yang dilakukan oleh TU seperti penyusunan laporan pengeluaran perbekalan farmasi, laporan tagihan pasien, laporan penulisan obat generik dan non generik dilaporkan sebelum tanggal 20, sedangkan pelaporan penggunaan psikotropika dan narkotika dilakukan sebelum tanggal 10. Laporan selain pemakaian psikotropika dan narkotika akan ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan (IRMIK), sedangkan laporan pemakaian psikotropik dan narkotik dikirimkan oleh TU ke Bagian Umum Rumah Sakit untuk dibuatkan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan dan dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Arsip yang disimpan terlebuh dahulu disusun berdasarkan bulan dan diurutkan dari tanggal yang termuda. Arsip inikemudian disimpan di dalam kardus yang diberi label berisi nama kelompok, asal,serta bulan dan tahunnya. Arsip-arsip seperti surat masuk dan keluar, kepegawaian, laporan bulanan, serta Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 48 SK Direktur Rumah sakit disimpan selama lima tahun sedangkan arsip resep disimpan selama tiga tahun. Pemusnahan arsipdilakukan pada arsip yang sudah lewat masa penyimpanannya, sebelum dimusnahkan terlebih dahulu arsip didata, dipisahkan, dibuat surat permohonan pemusnahan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati dengan dilampirkan Laporan Pemusnahan Arsip. Arsip-arsip tersebut kemudian dikirim ke Bagian Umum untuk dimusnahkan. Selama ini, proses pelaporan rutin yang diserahkan dari tiap Depo Farmasi hanya dilakukan dalam bentuk hard copy. Sebaiknya pelaporan juga diserahkan dalam bentuk file (soft copy) kepada TU. Hal ini perlu dilakukan agar TU lebih mudah melakukan pengolahan atau rekapitulasi data-data yang diperoleh dari tiap Depo Farmasi. 4.1.2. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) Depo Instalasi Gawat Darurat memberikan pelayanan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap di IGD. Pelayanan rawat jalan diberikan di Poli IGD dan Rawat Darurat sedangkan pelayanan untuk rawat inap diberikan untuk ruang ICCU, ICU, NICU, dan PICU. Poli IGD memiliki dua loket untuk memberikan pelayanan pengobatan di rawat jalan yaitu loket untuk rawat darurat dan Poli IGD. Poli IGD ini melayani pasien yang menjalani pemeriksaan umum di IGD sedangkan rawat darurat untuk penolongan pertama pada pasien yang membutuhkan penanganan segera. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan dengan sistem unit dose. Diruang rawatdarurat terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa tiga kali sehari sedangkan di ruang rawat inap lemari emergency di periksa satu kali sehari. Proses permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD terutama di rawat darurat dimulai dari permintaan obat dan alat kesehatan yang sudah dipaketkan oleh perawat, kemudian perawat mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut, setelah selesai digunakan pakettersebut dikembalikan dan dibuat perincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh pasien, paket yang sudah digunakan kemudian akan diisi kembali untuk penggunaan selanjutnya. Penyimpanan yang dilakukan di Depo IGD dibedakan antara obat dan alat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 49 kesehatan; sediaan padat, semi padat dan cair; obat generik dan non generik; suhu penyimpanan; alfabetis; narkotika dan psikotropika. Pada tempat penyimpanan tersebut telah ditempel tanda Look a Like Sound a Like (LASA) berwarna kuning dan High Alert berwarna merah. Obat-obat yang dikategorikan LASA adalah obat-obat yang memiliki nama, dosis, pelafalan, dan bentuk yang serupa seperti Amdixal 5 dan Amdixal 10, Furosemid dan Diazepam. Kategori obat High Alert adalah obat yang dapat menyebabkan kerusakan secara serius apabila terjadi kesalahan dalam penanganan dan penggunaannya, seperti kalium klorida dan kalsium glukonat. Penyimpanan yang terdapat di Depo IGD kurang rapi meskipun telah disusun sedemikian rupa, mungkin dikarenakan tempatnya yang cukup sempit disertai mobilitas yang tinggi. Pelaporan yang dilakukan adalah pelaporan obat generi, narkotika dan psikotropika, analisa penjualan, dan daftar pelunasan pasien kredit. 4.1.3. Depo Farmasi Instalasi Rawat Inap dan Depo Teratai Instalasi rawat inap di RSUP Fatmawati terdapat di Depo Teratai, Depo Profesor Soelarto, dan Depo IGD. Sistem pendistribusian yang dilakukan di Depo Teratai adalah sistem unit dose, floor stock, dan individual prescription. Sistem unit dose yaitu sistem pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dalam kemasan sekali pakai dalam waktu 24 jam. Pembuatan kemasan sistem unit dose dimulai dengan pemberian formulir instruksi obat dari dokter, kemudian obat tersebut diperiksa oleh petugas lantai dan dicek ketersediaan dan kerasionalan obatnya jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai akan dikonfirmasikan ke dokter. Petugas lantai menyiapkan obat dalam kemasan sekali pakai yang disertai keterangan waktu minum obat (pagi/siang/sore/malam), untuk obat-obat tertentu seperti simvastatin dan rifampisin dipisahkan karena penggunaannya khusus seperti simvastatin hanya diminum pada malam hari rifampisin diminum satu jam sebelum makan. Setiap kemasan sekali pakai itu dibuat untuk satu hari dan diantarkan ke kamar pasien setiap siang untuk mulai diminum di waktu sore hari. Kemasan ini kemudian diletakkan di kereta obat yang sudah dituliskan nama semua pasien yang akan diberikan obatnya. Penggunaan sistem unit dose ini beranfaat bagi pasien karena pasien hanya membayar obat dan alat kesehatan yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 50 digunakan saja,namun kekurangannya membutuhkan sumber daya manusia yang banyak, bahan pendukung seperti kemasan obat yang banyak sehingga lebih mahal. Peran apoteker dalam sistem unit dose masih dirasakan kurang karena hampir keseluruhan proses lebih banyak dikerjakan oleh asistem apoteker, sehingga monitoring efek terapi belum dirasakan maksimal. Sistem floor stock dilakukan untuk sediaan farmasi dan alat kesehatan yang digunakan untuk pemakian bersama seperti sarung tangan, alkohol, masker, dan lainnya. Permintaan barang floor stock dilakukan langsung ke gudang induk. Distribusi obat sistem individual prescription diberikan untuk obat yang akan dibawa pulang atau resep pulang dan untuk resep cito. Secara umum alur permintaan obat dan alat kesehatan di Depo Farmasi Teratai adalah resep yang diterima kemudian dipisahkan antara yang cito dan unit dose. Resep unit dose kemudian akan dipisahkan antara obat oral dan injeksi. Resep cito diberikan kepada pasien yang membutuhkan obat dengan cepat, yang membawa resep cito adalah perawat atau keluarga pasien. Resep kemudian diserahkan ke petugas lantai, kemudian petugas lantai akan menyiapkan kemasan dan etiket yang akan digunakan. Petugas gudanglah yang akan memasukan obat dan alat kesehatan ke kantong, kemudian petugas lantai akan melakukan pengecekan obat dan alat kesehatan yang diberikan petugas gudang. Petugas akan menyerahkan obat dan alat kesehatan ke keluarga pasien atau perawat. Penyimpanan obat dilakukan dengan memisahkan berdasarkan obat dan alat kesehatan, bentuk sediaan, generik dan non generik, suhu penyimpanan, alfabetis, narkotika dan psikotropika. Khusus untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci. Selain itu, terdapat lemari emergency yang berisi obat dan alat kesehatan yang dapat langsung digunakan sewaktu-waktu dibutuhkan tanpa meminta ke depo farmasi. Petugas farmasi juga secara rutin melakukan pemeriksaan rutin terhadap lemari emergency yang terdapatdi ruang High Care Unit (HCU) lantai 4 utara, 5 selatan dan 6 selatan. Petugas memeriksa penggunaan obat dan alat kesehatan yang digunakan oleh pasien dan mencatatnya dalam buku khusus. Depo Farmasi Teratai memiliki paket obat dan alat kesehatan untuk meahirkan agar mempercepat pelayanan. Paket tersebut terdiri dari partus normal, partus sectio, abortus/kuret, hamil kontraksi, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 51 (Kehamilan Ektopik Terganggu), KPD (Ketuban Pecah Dini), PEB (Pre Eklampsia Berat), HPP (Haemoragic Post Partus). Pada pasein rawat inap terdapat pelayanan konseling, dimulai dari pemberitahuan kepulangan pasien dari perawat ke depo farmasi. Petugas depo akan memberitahu kepada apoteker yang akan melakukan konseling. Obat yang akan di bawa pulang oleh pasien akan diserahkan perawat kepada apoteker untuk dapat diberikan konseling dan informasi obat yang dibutuhkan. Laporan-laporan yang dikerjakan oleh depo farmasi rawat inap antara lain pelaporan obat generik dan non generik, narkotika dan psikotropika, analisa penjualan, serta daftar pelunasan. Depo farmasi rawat inap setiap harinya menerima resep racikan lebih kurang 19 resep per hari, namun hanya tersedia1 motor blender dan 2 mangkok serta 1 pasang mortar alu. Jika resep racikan yang dibutuhkan banyak maka pembersihan blender hanya menggunakan kuas untuk mempercepatnya , sehingga akan lebih baik jika ditambahkan 1 hair dryer dan 1 motor blender untuk mempercepat pengerjaan dan proses pengeringan jika blender sedang dipakai. 4.1.4 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Pelayanan rawat jalan RSUP Fatmawati dilakukan di dua tempat utama yaitu poliklinik dan Depo ASKES dan Pegawai. Poliklinik yang melayani rawat jalan terdapat di Instalasi Rawat Jalan dan Griya Husada. Depo Farmasi Rawat Jalan di Instalasi Rawat Jalan (IRJ) yang terdapat terdapat di Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 melayani pasien tunai, jaminan kantor, pasien asuransi kesehatan lain, dan pasien HIV/AIDS. Depo farmasi lantai 2 dan 3 melayani pasien ASKES, tunai, Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, dan TMDKI. Depo farmasi rawat jalan menggunakan distribusi obat individual prescription. Proses pelayanan resep di Depo IRJ diawali dengan pasien memberikan resep di dalam keranjang disertai dengan kartu pasien. Petugas kemudian akan memeriksa jenis pembayaran yang akan digunakan pasien, apabila menggunakan jaminan kantor atau asuransi lain diluar ASKES maka di periksa kelengkapannya seperti fotokopi kartu jaminan. Kemudian resep dihargai dan pasien akan dipanggil untuk diberitahu harga yang harus dibayar. Pasien yang telah Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 52 menyetujui harga yang ditentukan, kemudian pasien akan melakukan pembayaran dan mendapatkan nomor antrian. Resep diserahkan ke bagian pemberian etiket dan label melalui loket kecil di belakang kasir. Setelah pemberian etiket dan label, penyiapan obat akan dibedakan menjadi dua bagian yaitu untuk obat racik dan non racik. Obat yang tidak tersedia di depo farmasi manapun, akan diberikan copy resep oleh petugas untuk ditebus di apotek lain. Obat-obat yang telah selesai di siapkan ditaruh di keranjang di belakang loket penyerahan obat. Petugas bagian penyerahan akan mengambil obat di keranjang untuk diserahkan ke pasien. Saat penyerahan petugas akan memeriksa kesesuaian antara kuitansi dengan obat yang disiapkan baik dari jumlahnya maupun nama dan jenis obatnya. Pasien dimintai nomor telepon, tanda tangan, bukti pembayaran, serta diberikan informasi obat, dan saran untuk konseling jika diperlukan. Setelah penyerahan obat selesai, maka akan dilakukan pendataan dan pelaporan untuk dijadikan arsip. Pelaporan yang dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika dan psikotropika setiap bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa penjualan setiap bulan,dan jumlah R/. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses peracikan. Setiap harinya depo farmasi rawat jalan lantai 1 menerima resep racikan lebih kurang 15-25 R/ per hari. Tersedia 3 motor blender dengan 5 mangkok serta 1 pasang mortar dan alu. Motor blender yang digunakan dibagi untuk 3 jenis resep, yaitu resep dewasa, anak, dan HIV/AIDS. Saat proses peracikan berlangsung blender yang telah dipakai dibersihkan hanya dengan kuas untuk mempersingkat waktu, namun perlakuan ini dapat menyebabkan interaksi obat. Blender yang telah dipakai akan lebih baik bila dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan alkohol atau hair dryer. Namun, karena jumlah blender yang digunakan terbatas serta mortar dan alu yang cenderung lama pengerjaannya maka terkadang hal tersebut sulit dilakukan. Pembersihan mortar dan stemper pun terkadang hanya menggunakan alkohol. Untuk menangani hal tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan 2 motor blender dan 1 hair dryer, dimana 2 motor blender digunakan sebagai pengganti blender yang baru saja dicuci untuk resep anak dan dewasa serta meja racik lebih didedekatan dengan wastafel. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 53 Di depo farmasi rawat jalan terdapat satu ruangan khusus untuk melaksanankan konseling. Pasien yang dikonseling adalah pasien dengan penyakit kronik, rujukan dokter, dan juga atas permintaan pasien. Pasien dalam hal ini dapat menghubungi petugas depo farmasi, petugas akan menghubungi apoteker farmasi klinik untuk melakukan konseling obat. Apoteker yang memberikan konseling akan mengisi kartu konseling yang berisi daftar obat yang digunakan pasien saat ini, untuk membantu apoteker memonitor penggunaan dan terapi obat yang dilakukan pasien. Pada pasien HIV/AIDS mendapat kartu obat khusus yang berisi jenis obat yang telah dikonsumsi, dengan kartu ini dapat dilihat apakah terdapat penggantian obat atau tidak. Kartu ini juga berfungsi untuk mengendalikan obat HIV/AIDS karena obat ini mahal dan merupakan obat sumbangan dari Kementerian Kesehatan. Kartu ini selalu dibawa saat akan mengambil obat disertai resep. Pasien mengambil obat ini satu bulan sekali, apabila pengambilan ingin dilakukan lebih awal maka dilakukan sedikitnya satu minggu sebelum tanggal pengambilan ditetapkan. Saat penyerahan obat ini pasien menandatangani berkas registrasi pemberian obat untuk pengarsipan depo farmasi. Pasien HIV/AIDS memiliki nomor registrasi yang dapat dipakai di seluruh Indonesia, oleh RSUP Fatmawati nomor ini diterbitkan oleh Klinik Wijaya Kusuma. Pelaporan penggunaan obat ini di tangani oleh Tim khusus dari Klinik Wijaya Kusuma di RSUP Fatmawati untuk kemudian dilaporkan tiap bulan ke Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) di Kementrian Kesehatan khusus penanganan HIV/AIDS dan Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pelaporan ini berisi penggunaan obat dari tanggal 26 sampai tanggal 25 bulan berikutnya, laporan ini dikirim ke pihak terkait sebelum tanggal 10. Permintaan obat HIV/AIDS ini didasarkan pada laporan penggunaan obat HIV/AIDS atau Rejimen Anti Retroviral Terapi (ART) setiap pasien per bulannya, rejimen yang dimaksudkan adalah kombinasi obat yang digunakan. Penghitungan penggunaan obat HIV/AIDS dan permintaan obat ini sudah menggunakan program dengan sistem otomatis. Sistem penyimpanan obat di Depo IRJ dilakukan berdasarkan jenis sediaan, suhu, dan alfabetis. Alat kesehatan dan obat disimpan terpisah. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 54 Penyimpanan obat psikotropika di lemari khusus, namun tidak selalu terkunci, sedangkan untuk obat narkotik disimpan di lemari yang di tempel di dinding yang selalu terkunci dan kuncinya dibawa oleh apoteker depo. Obat-obat yang mahal dan diatas Rp.10.000,00 per tabletnya disimpan didalam laci tersendiri. Pada penyimpanan beberapa obat terkadang tidak rapi, karena terdapat obat-obat yang digunakan untuk racikan setelah digunakan tidak dikembalikan ke tempatnya semula namun diletakkan di sebelah meja peracikan. Hal ini menyebabkan stok obat di tempat penyimpanan menjadi kosong. 4.1.5 Depo Farmasi ASKES dan Pegawai Depo ASKES di RSUP Fatmawati terdapat di tiga tempat yaitu Depo ASKES lantai 1 di gedung farmasi, lantai 2, dan 3 di Gedung IRJ. Lantai 1 gedung farmasi merupakan depo ASKES dan pegawai yang melayani untuk pegawai negeri sipil ,TM-DKI, Gakin, Askes, Jamkesmas, Jamkesda. Lantai 2 dan 3 gedung poliklinik rawat jalan melayanai Tunai, Jamkesmas, Jamkesda, Askes, Gakin, dan TMDKI. Alur pelayanan di depo ASKES dimulai dari pasien datang membawa resep disertai dengan kelengkapan administrasi sesuai dengan status jaminan pasien. Petugas depo kemudian akan melakukan penyortiran dan pemeriksaan sesuai dengan kelengkapan status penjamin pasien, apabila tidak lengkap pasien akan diminta untuk melengkapinya terlebih dahulu. Di depo ASKES lantai 1 penerimaan resep dibagi menjadi dua bagian yaitu untuk pegawai negeri sipil, TMDKI, Gakin dan Askes, Jamkesmas, Jamkesda. Pada tahap penyortiran diperiksa juga kesesuaian obat dengan buku standar ASKES adalah DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) untuk pasien ASKES dan pegawai serta Formularium Jamkesmas untuk pasien TMLD. Persyaratan untuk pasien ASKES adalah Resep asli, SJP (Surat Jaminan Pelayanan) Merah dan Kuning, Surat rujukan asli dari puskesmas, Kartu berobat di RSUP Fatmawati, bila prosedur khusus dengan melampirkan formulir tindakan khusus rangkap 2 dan diagnosis rangkap 2. Persyaratan untuk pasien pegawai adalah resep asli dan 1 lembar foto copy resep, SJP Asli dan 1 lembar foto copy SJP, surat rujukan asli dari puskesmas, Kartu berobat di RSUP Fatmawati, foto copy kartu JPK 2 lembar, foto copy kartu Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 55 ASKES 2 lembar untuk yang sakit. Persyaratan untuk pasien TM-LD atau Jamkesda adalah resep asli dan 1 lembar foto copy resep, SJP asli dan 2 lembar foto copy SJP, foto copy 2 lembar surat pengantar dari Dinkes daerah, foto copy 2 lembar kartu Jamkesda, surat rujukan asli dari Puskesmas, kartu berobat di RSUP Fatmawati, foto copy 2 lembar Kartu Keluarga (KK), foto copy KTP, Akte untuk anak dibawah umur. Tahapan selanjutnya akan dilakukan penghitungan obat generik dan generik, kemudian akan penginputan data resep untuk pemotongan stok barang farmasi dan penagihan ke PT ASKES. Resep kemudian diserahkan ke petugas pemberian etiket dan label, lalu dilakukan pengisian dan peracikan obat. Obat yang telah selesai disiapkan akan diambil oleh petugas penyerahan obat yang dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker, saat penyerahan dilakukan pengecekan dan pemberian informasi obat. Pada bagian tertentu terdapat petugas yang memisahkan berkas resep yang telah diinput untuk arsip depo farmasi dan untuk diberikan ke petugas IPP (Instalasi Penagihan Pasien) untuk diteruskan ke PT ASKES. Obat-obat di luar ASKES, pembayaran dilakukan setelah penyerahan dan untuk obat yang tidak tersedia akan diberikan salinan resep. Setiap harinya depo ASKES gedung farmasi menerima resep racikan lebih kurang 30 R/ per hari. Tersedia 1 motor blender dengan 3 mangkok serta 2 pasang mortar dan alu. Saat proses peracikan berlangsung blender yang telah dipakai dibersihkan hanya dengan kuas untuk mempersingkat waktu, namun perlakuan ini dapat menyebabkan interaksi obat. Blender yang telah dipakai akan lebih baik bila dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kermudian dikeringkan dengan alkohol atau hair dryer. Namun karena jumlah blender yang digunakan terbatas serta mortar dan stemper yang cenderung lama pengerjaannya maka terkadang hal tersebut sulit dilakukan. Pembersihan mortar dan alupun terkadang hanya menggunakan alkohol. Untuk menangani hal tersebut dapat dilakuan dengan menyediakan 1 motor blender dan 1 hair dryer, dimana 1 motor blender digunakan sebagai pengganti blender yang baru saja dicuci dan meja racik lebih di didekatan dengan wastafel. Penyimpanan barang di depo ASKES gedung farmasi berdasarkan jenis sediaannya, alfabetis, dan suhu penyimpanan. Obat narkotika dan psikotropika Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 56 disimpan di lemari khusus dimana kuncinya dipegang oleh apoteker. Pasien dalam hal ini pelaporan yang dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika dan psikotropika setiap bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa penjualan setiap bulan,dan jumlah R. 4.1.6 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) Instalasi bedah sentral (IBS) terdiri dari 8 kamar operasi untuk operasi terjadwal yaitu bedah prima dan elektif dan 2 kamar operasi cito. IBS melayani lebih kurang 40 pasien perhari dimana untuk pasien bedah cito lebih kurang 10-15 pasien dan untuk bedah terjadwal lebih kurang 25-30 pasien per hari. Depo farmasi IBS melayani bedah cito, bedah elektif, dan bedah prima. Bedah cito adalah jenis pembedahan yang dilakukan secara tidak terjadwal atau tiba-tiba misalnya terjadi kecelakaan. Bedah elektif adalah bedah yang sudah terjadwal sebelumnya, sedangkan bedah prima merupakan program pembedahan yang terjadwal namun pembayaran dilakukan lebih dahulu sebelum operasi berlangsung. Setiap jenis pembedahan telah disediakan kotak paketan yang berisi beberapa obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan selama proses pembedahan berlangsung, jenisnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada bedah cito selalu disediakan paket sebanyak 40 buah di lemari emergency dan 9 kotak paket cadangan. Lemari emergency diperiksa setiap hari dan terdapat dua buah yaitu untuk obat dan alat kesehatan. Pada hari sabtu dan minggu terdapat persediaan tambahan untuk obat dan alat kesehatan untuk mengantisipasi kekurangan persediaan di lemari emergency, dikarenakan pada hari sabtu dan minggu petugas farmasi libur. Paket bedah elektif dan prima disediakan sesuai dengan jumlah pasien yang akan dioperasi. Alur pelayanan untuk bedah prima dan elektif adalah petugas depo farmasi mendapatkan jadwal operasi dan resep anastesi sehari sebelum operasi berlangsung, kemudian petugas depo akan menyiapkan kotak paket dan resep tersebut. Pada saat operasi berlangsung resep dan kotak paket akan diambil oleh penata bedah. Obat dan alat kesehatan yang belum diresepkan atau kurang akan dilayani langsung di depo farmasi IBS, kemudian penata bedah yang mengambil akan menuliskan nama pasien dan obat atau alat kesehatan yang digunakan di Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 57 buku catatan khusus per ruang operasi. Obat dan alat kesehatan yang telah digunakan akan diperinci dan diinput ke dalam komputer untuk pemotongan stok obat persediaan barang. Tagihan pembayaran untuk pemakaian obat dan alat kesehatan pasien akan diberikan ke depo dimana pasien akan dirawat, kemudian dibayarkan di ITURP (Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien) sedangkan untuk bedah Prima pembayaran sudah dilakukan sebelum operasi berlangsung di bagian tata usaha IBS. Proses pelayanan bedah cito berbeda dengan bedah prima atau elektif. Pada saat pembedahan berlangsung penata bedah akan mengambil obat dan alat kesehatan yang diperlukan di lemari emergency. Penata bedah akan menulis obat dan alat kesehatan yang digunakan di Formulir Habis Pakai dan kartu stok untuk pemakaian dari lemari emergency. Petugas depo mengambil paket kosong bedah cito & mencatat obat dan alat kesehatan (alkes) yang terpakai di lemari emergency untuk kemudian diperinci dan di berikan ke depo farmasi tempat pasien dirawat. Pembayaran dilakukan di ITURP (Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien). Pengadaaan barang dilakukan setiap pagi secara online yang terhubung langsung dengan gudang induk farmasi. Penyusunan dan penyimpanan obat berdasarkan suhu penyimpanan namun tidak alfabetis karena jumlahnya tidak sebanyak alat kesehatan. Penyimpanan alat kesehatan tidak disusun berdasarkan alfabetis karena banyaknya jumlah sehingga mempersulit petugas yang belum terbiasa. Proses stock opname dilakukan tiga bulan sekali. Pelaporan yang dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika, dan psikotropika setiap bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa penjualan setiap bulan. 4.1.7 Gudang Induk Farmasi Gudang induk farmasi memilki tugas dan fungsi untuk membuat perencanaan perbekalan farmasi, menyimpan perbekalan farmasi, melakukan dan mengatur pendistribusian perbekalan farmasi ke setiap depo sesuai dengan kebutuhan dan stok optimal di masing-masing depo, serta membuat pelaporan. Dasar perencanaan yang dilakukan berdasarkan formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat), pengeluaran rata-rata 3 bulan terakhir, anggaran, analisis VEN dan Pareto, serta data IRMIK (Jumlah Kunjungan Pasien), rencana Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 58 pengembangan RS, dan lead time. Metode yang digunakan dalam perencanaan merupakan kombinasi antara metode konsumsi dan metode morbiditas. Proses pengadaan dilakukan dengan sistem tender untuk pembelian bernilai lebih dari 100 juta rupiah serta untuk pembelian alat kesehatan dasar, reagensia, pembaleut, serta perbekalan farmasi yang dipakai bersama; sistem penunjukkan langsung; sistem pembelian langsung untuk obat-obat yang dibeli kurang dari 100 juta, obat, dan alat kesehatan lain. Perencanaan yang dilakukan oleh gudang yang telah disetujui akan ditanda tangani oleh kepala IFRS, kemudian akan diteruskan ke direktur medik dan keperawatan dalam hal ini direktur keuangan akan menetapkan jumlah anggaran yang diberikan dengan disesuaikan pada perencanaan dan jumlah anggaran yang tersedia di RS, kemudian disampaikan ke direktur utama untuk mendapatkan persetujuan. Pihak KPA (Kuasa Pemegang Anggaran) akan memberikan sejumlah anggaran yang telah disetujui. Pengadaan dilakukan oleh bagian pengadaan yang ditunjuk oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen, yaitu melalui ULP (Unit Layanan dan Pengadaan) dan pejabat pengadaan. Sesuai dengan peraturan dari presiden, untuk pengadaan barang dan jasa dari pemerintah harus dilakukan secara tender. Untuk pengadaan barang < 100 juta akan dilakukan oleh pejabat pengadaan melalui pengadaan langsung dan perencanaan dibuat setiap bulannya. Sedangkan untuk pengadaan barang > 100 juta akan dilakukan oleh ULP melalui tender dengan perencanaan yang dibuat untuk kebutuhan tiap 6 atau 3 bulan. Pada saat barang diterima hal-hal yang harus diperhatikan adalah keadaan fisik barang, jumlah dan tanggal kadaluarsa (minimal 2 tahun), certificate of analysis untuk obat, certificate of origin untuk alat kesehatan, dan MSDS (Material Savety Data Sheet) untuk bahan-bahan berbahaya. Tim penerima barang medik di RS akan didampingi oleh salah satu petugas farmasi untuk menerima barang berdasarkan surat pesanan. Penyimpanan di gudang induk didasarkan pada bentuk sediaan, alfabetis, suhu penyimpanan, narkotika dan psikotropika. Terdapat lima jenis gudang yaitu gudang obat, alat kesehatan, tahan api, infus, dan gas medis. Obat sumbangan seperti TBC dan HIV disimpan terpisah ditempat tertentu. Gudang tahan api digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar disimpan terpisah di tempat dekat Depo ASKES dan Pegawai. Sistem Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 59 keluar masuknya barang dilakukan dengan sistem secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (Firs Expired First Out) untuk mencegah terjadinya penumpulkan barang kadaluarsa. Proses permintaan obat dilakukan secara komputerisasi online setiap harinya oleh depo farmasi, dan petugas gudang farmasi akan melihat secara online. Petugas akan melayani barang sesuai dengan stok yang ada di gudang dan mengaturnya agar setiap depo mendapatkan barang sesuai dengan jumlah stok optimal pada masing-masing depo. Permintaan barang floor stock dilakukan secara langsung dan terjadwal. Permintaan tambahan maka akan ditulis di formulir bon obat. Poses serah terima dilakukan cara petugas depo farmasi akan mengambil barang ke gudang farmasi dan petugas gudang akan memasukan data secara real time setiap barang yang keluar gudang. Pelaporan yang dilakukan gudang induk adalah narkotik dan psikotropik barang donasi dan sumbangan, laporan permintaan barang gudang berdasarkan distributor, laporan permintaan barang gudang berdasarkan bentuk sediaan laporan pengeluaran barang berdasarkan unit kerja, laporan pengeluaran barang berdasarkan bentuk sediaan . 4.1.8 Produksi Produksi farmasi merupakan kegiatan untuk melengkapi pengadaan obat di rumah sakit. Sediaan farmasi yang diproduksi adalah sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran, jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan, sediaan farmasi yang jika diproduksi sendiri harganya lebih murah, dan sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. Produksi yang dilakukan adalah produksi steril dan non steril. Produksi non steril yang dilakukan antara lain pembuatan obat batuk hitam, dan handrub, pengenceran alkohol, pengemasan kembali pada betadine atau vaselin. Produksi steril dilakukan pada penanganan obat sitostatika, IV admixture, dan Total Parenteral Nutrition (TPN). Kegiatan IV admixture yang dilakukan pada te Mantoux sedangkan, kegiatan TPN tidak digunakan karena biaya yang mahal dan menggunakan sediaan TPN yang telah dikemas lebih murah. Kegiatan produksi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 60 steril berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan produksi non steril berada di bawah pengawasan Instalasi Farmasi. Proses pelayanan obat sitostatik dimulai dengan pasien menebus resep yang akan digunakan untuk kemoterapi ke depo farmasi. Pasien akan menunjukkan obat yang telah ditebus kepada dokter untuk di periksa kebenarannya, kemudian dokter akan menulis protokol (formulir permintaan obat kanker). Obat dan protokol ini akan dibawa oleh pasien ke instalasi farmasi bagian produksi steril, kemudian petugas menanyakan perkiraaan jadwal kemoterapi ke pasien. Satu hari sebelum kemoterapi dilakukan petugas farmasi menanyakan ke perawat untuk memastikan jadwal kemoterapi. Saat jadwal kemoterapi dan satu hari sebelum jadwal kemoterapi perawat juga akan mengkonfirmasikan jadwal khemoterapi dan memberi instruksi ke bagian produksi steril agar obat segera disiapkan. Pengelolaan limbah di RSUP Fatmawati terbagi menjadi limbah padat dan limbah gas. Pengelolaan limbah padat terbagi menjadi tiga yaitu limbah non infeksius, limbah infeksius, dan limbah sitostatika. Limbah non infeksius dikumpulkan dalam kantong plastik hitam yang selanjutnya akan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Limbah infeksius dikumpulkan dalam kantong plastik kuning yang selanjutnya dihancurkan dalam insinerator dan debu hasil penghancuran dibuang ke tempat pembuangan akhir. Limbah sitostatika dikumpulkan dalam kantong plastik ungu yang selanjutnya dihancurkan dalam insenerator dan debu hasil penghancuran dibuang ke tempat pembuangan akhir. Limbah gas disaring terlebih dahulu dengan menggunakan HEPA filter sebanyak dua lapis sebelum dikeluarkan ke udara bebas. 4.1.9. Instalasi Sentral Sterilisasi dan Binatu (ISSB) ISSB adalah instalasi yang bertanggung jawab untuk mensterilkan barang pakaian untuk operasi, alat-alat kesehatan inventaris, alat-alat kesehatan yang habis pakai, dan lainnya. ISSB terdiri dari ruang steril dan ruang binatu. Ruang steril merupakan ruang sterilisasi pakaian atau kain untuk operasi serta alat kesehatan. Sedangkan ruang binatu merupakan ruang pembersihan non steril untuk kain atau pakaian. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 61 Ruangan sterilisasi berada di dekat Instalasi Bedah Sentral (IBS). Loket penerimaan barang kotor berbeda dengan loket penyerahan barang bersih yang telah disterilisasi. Proses penerimaan barang kotor dari ruang perawatan maupun OK diterima di loket penerimaan barang kotor, kemdian dilakukan pemilahan barang yaitu barang logam, karet, tenun, dan alat kesehatan. Setelah dilakukan pemilahan barang, kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir. Tahap selanjutnya adalah desinfeksi dengan menggunakan desinfektor, kemudian. dibungkus menggunakan linen maupun plastik sterilisasi dan diberi indikator. Indikator berfungsi sebagai penanda bahwa instrumen telah melalui proses sterilisasi dengan adanya perubahan warna dari biru menjadi hitam. Sterilisasi dilakukan selama 60 menit dengan suhu ≥ 134° C. Hal ini sebagai jaminan kualitas sterilisasi barang. Instrumen yang dibungkus linen memiliki expired date 3 x 24 jam setelah instrumen disterilisasi dan untuk instrumen yang dibungkus dengan plastik memiliki expired date 1 tahun setelah instrumen disterilisasi.. Barang yang sudah steril akan diambil petugas untuk dilakukan serah terima barang, dimana akan dilakukan pengecekan oleh kedua belah pihak. Permintaan barang steril dari IBS akan dikirim melalui lift barang, sedangkan permintaan barang dari ruang perawatan diserahkan melalui loket pengambilan barang steril. Pelaporan yang dilakukan antara lain pelaporan pemakaian kantong steril, proses pensterilan dan pencucian. 4.2 Satuan Farmasi Fungsional (SFF) RSUP Fatmawati Satuan farmasi fungsional merupakan wadah non struktural bagi Tenaga Fungsional Profesi Apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP Fatmawati. SFF berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. SFF berkoordinasi dengan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. SFF membawahi dua bidang yaitu bidang pelayanan dan bidang pendidikan, pelatihan, dan penelitian. Kegiatan pendidikan dan penelitian bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan para apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya serta memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan kerja praktek. Kegiatan pelayanan SFF meliputi kegiatan farmasi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 62 klinik yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendorong terapi penggunaan obat dan alat kesehatan yang rasional, serta berorientasi pada pasien. Kegiatan pelayanan tersebut antara lain Monitoring Penggunaan Obat (MPO) pada pasien rawat inap, visite/ronde, konseling pasien, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), monitoring interaksi obat, pengkajian resep pasien, penanganan sitostatika, iv admixture, dan theurapeutic drug monitoring (TDM). 4.2.1 Kegiatan Pelayanan SFF 4.2.1.1. Monitoring Efek Samping Obat Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilakukan dengan berkoordinasi dengan perawat dan dokter, karena umumnya perawatlah yang pertama kali mengetahui adanya reaksi efek samping yang terjadi pada pasien. MESO di RSUP Fatmawati. Jika terjadi efek samping obat, maka perawat segera memberitahu dokter. MESO dilakukan dengan pengisian lembar kuning (formulir MESO) dari Badan POM oleh dokter. Komudian MESO ini dibawa ke forum TPF untuk didiskusikan. Formulir yang telah ditandatangi oleh dokter akan dikirimkan ke pusat MESO Nasional di subunit BPOM oleh sekretaris PFT. Nantinya, BPOM akan memberikan surat balasan yang berisi ucapan terimakasih karena sudah melaporkan ESO. MESO di RSUP Fatmawati sudah berjalan cukup baik. Namun, keterlibatan apoteker dalam MESO masih kurang. Pada tahun 2011, telah terdapat 11 kasus MESO yang dilaporkan. 4.2.1.2.Pengkajian Resep Pengkajian resep pasien dilakukan melalui skrining resep secara administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pengkajian secara administratif dan kesesuaian farmasetik dapat dilakukan oleh asisten apoteker, namun untuk pengkajian pertimbangan klinis dilakukan oleh farmasis klinis ataupun apoteker. Skrining resep yang dilakukan di RSUP Fatmawati belum maksimal, karena skrining yang dilakukan baru sebatas administratif dan kesesuaian farmasetik. Skrining pertimbangan klinis belum dilakukan karena keterbatasan waktu dan kurangnya jumlah apoteker. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 63 4.2.1.3. Penanganan Obat Sitostatika Penanganan sitostatika merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari sesuai permintaan pasien. Penanganan sitostatika ini meliputi pencampuran obat kanker untuk kemoterapi. Pencampuran obat sitostatika dilakukan setelah adanya konfirmasi jadwal kemoterapi pasien. Petugas mengkonfirmasi jadwal kemoterapi dan obat-obat yang digunakan pasien ke perawat 1 hari sebelumnya dan pada pagi hari sebelum pelaksanaan kemoterapi. Penyiapan obat kanker dilakukan pagi hari sebelum digunakan oleh pasien. Setelah direkonstitusi, obat diserahkan ke ruang kemoterapi untuk diberikan kepada perawat disertai lembar bukti pelayanan dan perincian biaya. Sehubungan dengan resiko yang dihadapi dan keselamatan kerja petugas, dalam pelaksanaan pencampuran obat sitostatika, maka petugas harus menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap meliputi baju/jas lab khusus, penutup kepala, masker, kaca mata (googel), sarung tangan, dan penutup kaki. Di RSUP Fatmawati, APD yang digunakan sudah lengkap, kecuali kaca mata google. Kaca mata google tidak digunakan di dalam ruang pencampuran karena Biological Safety Cabinet (BSC) yang digunakan tidak menggunakan sistem kaca buka tutup. Namun, petugas yang sedang bekerja masih sering keluar masuk ruang pencampuran. Seharusnya ini tidak boleh terjadi terkait dengan kesterilan sediaan yang sedang dicampur. Hal ini mungkin terjadi karena keterbatasan jumlah petugas. Sebaiknya minimal ada dua orang petugas yang bertugas, satu orang bertugas untuk melakukan pencampuran, dan yang lain membantu petugas yang ada di ruang pencampuran jika sewaktu waktu ada alat atau bahan yang kurang. 4.2.1.4. IV Admixture Kegiatan farmasi klinis lain di antaranya adalah kegiatan iv admixture, di mana kegiatan ini belum berjalan maksimal di bagian produksi steril RSUP Fatmawati. Kegiatan iv admixture yang dilakukan di ruang produksi steril adalah penyipapan tuberkulin untuk tes mantoux. Kegiatan iv admixture di RSUP Fatmawati masih dilakukan oleh perawat di ruang rawat, padahal diperlukan kesterilan dalam pencampuran untuk mencegah meningkatnya infeksi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 64 nosokomial. Kurang maksimalnya kegiatan ini disebabkan keterbatasan petugas farmasi dan jauhnya ruang produksi dari ruang rawat. 4.2.1.5. Monitoring Penggunaan Obat Proses pelaksanaan MPO dimulai dari pemeriksaan penggunaan obat pasien dari map pasien/rekam medis/instruksi harian. Obat-obatan yang digunakan oleh pasien dicatat di formulir MPO termasuk cara pemakaian dan lama terapinya. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi Drug Related Problem (DRP) dan mengatasinya jika ada, melalui penelusuran literatur. DRP yang sering terjadi antara lain adanya interaksi obat yang bermakna, ketidaksesuaian dosis, dan lama terapi yang tidak tepat. Apabila terjadi DRP maka sesegera mungkin dilaporkan ke dokter disertai dengan rekomendasi. Monitoring penggunaan obat (MPO) pada pasien rawat inap telah dilakukan di Gedung Teratai lantai 5 dan 6, Gedung GPS lantai 1 dan 4, Gedung IGD ruang ICU, NICU, dan PICU. 4.2.1.6 Visite/Ronde Visite atau visite mandiri di RSUP Fatmawati merupakan kegiatan farmasi klinik yang dilakukan secara mandiri oleh apoteker untuk mengetahui riwayat penyakit dan riwayat penggunaan obat pasien melalui suatu wawancara antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien. Visite juga dapat digunakan untuk tujuan mengidentifikasi DRP pada pasien. Visite biasanya dilakukan sebelum kegiatan ronde dengan tenaga kesehatan lain. Jika ditemukan adanya DRP maka Apoteker akan mendiskusikan dengan dokter. Ronde pasien telah dilakukan untuk pasien rehabilitasi medik di Gedung Prof. Soelarto. Kegiatan ronde ini juga berkaitan dengan monitoring penggunaan obat untuk melihat apakah terjadi Drug Related Problem atau tidak, di mana umumnya monitoring penggunaan obat yang sering dibahas adalah penggunaan antibiotik. Setelah kegiatan ronde, dilakukan diskusi di suatu ruangan bersama dengan tim kesehatan lainnya untuk memonitor kemajuan terapi pasien. Ketika kegiatan diskusi, apoteker diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat mengenai terapi pasien. Kegiatan ronde ini masih belum maksimal karena tidak Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 65 dilakukan di semua instalasi rawat inap. 4.2.1.7 Konseling Konseling yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati terdiri dari konseling obat rawat inap dan konseling obat rawat jalan. Konseling obat rawat inap dilakukan di Gedung Teratai dan Gedung Prof. Soelarto. Kegiatan konseling ini dilakukan pada pasien jantung, syaraf, penyakit dalam, anak, TBC, diabetes, dan pasien bedah. Konseling obat rawat jalan dilakukan pada di Depo Farmasi ASKES dan Depo Farmasi Rawat Jalan dengan menggunakan ruangan khusus yang tertutup. Konseling dilakukan untuk pasien jantung, HIV, penyakit dalam, diabetes, hipertensi, dan saraf. Pemilihan pasien dilakukan sesuai kriteria yang dianjurkan oleh WHO, yang umumnya ditujukan untuk pasien kronis atau berdasarkan permintaan dari pasien. 4.2.1.8 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) di RSUP Fatmawati dilakukan dengan menjawab permohonan informasi mengenai obat serta menyebarkan informasi tentang obat ke tim pelayanan kesehatan, pasien dan masyarakat. PIO dapat dilakukan secara lisan (telepon) atau tulisan (SMS). Hasil evaluasi SFF tahun 2011 menunjukkan bahwa pihak yang banyak bertanya adalah pihak intern rumah sakit dengan tiga penanya terbanyak secara berurutan adalah apoteker, asisten apoteker, dan dokter. Pertanyaan umumnya berupa identifikasi nama obat. Kegiatan lain yang dilakukan PIO adalah pembuatan brosur yang berisi informasi obat. Brosur ini akan diberikan bagi pasien yang membutuhkan. Selain itu unit kerja PIO menyediakan label yang berisi informasi penggunaan obat dalam bentuk sticker berwarna. Label yang telah dibuat unit kerja ini berjumlah 16 label dengan setiap label memiliki warna yang berbeda. Informasi penggunaan obat tersebut antara lain: a. Kocok dahulu (berwarna putih); b. Obat ini diminum, satu jam sebelum makan (biru muda) c. Obat ini diminum segera sesudah makan (berwarna kuningmuda); d. Obat ini harus diminum sampai habis sesuai petunjuk (berwarna merah); Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 66 e. obat ini menyebabkan mengantuk, jangan mengendarai mobil atau menjalankan mesin (berwarna hijau muda); f. hanya dipergunakan melalui anus/dubur (berwarna biru tua); g. hanya dipergunakan melalui vagina (berwarna ungu tua) h. obat luar jangan diminum! (berwarna kuning tua) i. Obat ini dipergunakan (diletakkan) di bawah lidah & dihisap sampai habis (berwarna cokelat tua) j. Obat ini harus dilarutkan dahulu dalam segelas air putih dan diminum (berwarna biru tua) k. Obat ini diminum dua jam sesudah makan (berwarna hijau tua) l. Jangan berhenti minum obat ini secara tiba-tiba kecuali atas petunjuk dokter (berwarna orange) m. Obat ini dikunyah dahulu sebelum ditelan (berwarna abu-abu) n. Obat ini diminum setengah jam sebelum makan (pink muda) o. Harus banyak minum air putih (berwarna pink tua) p. Simpan dalam lemari dingin (berwarna ungu muda) PIO di RSUP Fatmawati berjalan cukup baik, tetapi belum maksimal. Hal ini disebabkan karena petugas PIO terkadang tidak ada di tempat. Untuk mengatasi hal tersebut, apoteker lain dapat menggantikannya. PIO RSUP Fatmawati tidak menyediakan akses jurnal online. Hal ini disebabkan karena variasi jenis pertanyaan yang masuk ke PIO belum membutuhkan jawaban dari literatur-literatur jurnal online dan masih cukup dijawab dengan literatur buku yang ada. Literatur PIO RSUP Fatmawati sudah cukup lengkap dan up to date. 4.2.1.9 Theraupetic Drug Monitoring (TDM) Theraupetic Drug Monitoring penting dilakukan untuk obat dengan indeks terapi sempit, namun kegiatan ini masih belum berjalan di RSUP Fatmawati dikarenakan biaya yang diperlukan untuk berjalannya kegiatan ini cukup mahal. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 67 4.2.2 Kegiatan Pendidikan, pelatihan, dan penelitian Kegiatan SFF yang lain adalah pendidikan, pelatihan dan penelitian kepada pasien, apoteker, asisten apoteker, mahasiswa, dan tenaga kesehatan lain. 4.2.2.1 Promosi Kesehatan Rumah Sakit Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) merupakan salah satu kegiatan pendidikan dan pelatihan. PKRS di RSUP Fatmawati yang melibatkan farmasis klinis antara lain edukasi pasien diabetes, penyuluhan pasien rawat jalan di Depo ASKES dan pegawai, edukasi staf farmasi, edukasi geriatri, dan edukasi pasien Paguyuban Rehabilitasi Jantung. Edukasi pasien diabetes yang dilaksanakan oleh RSUP Fatmawati secara rutin 3 atau 4 minggu sekali di gedung IRJ lantai 2. Edukasi ini dilakukan oleh dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi. SFF memiliki kontribusi dalam memberikan edukasi seputar obat diabetes. Apoteker menjelaskan mengenai manfaat serta cara penggunaan obat yang tepat agar efek terapi dapat tercapai. Penyuluhan pasien rawat jalan dilakukan di depo ASKES dan pegawai. Penyuluhan ini dilaksanakan sesuai dengan permintaan dari tim PKRS rumah sakit sehingga jadwalnya tidak tetap. Materi yang diberikan biasanya berupa cara penggunaan obat yang benar, pengetahuan tentang label-label obat, cara penyimpanan obat, dan sebagainya. Edukasi staf farmasi rutin dilakukan terutama pada asisten apoteker dan juru resep melalui suatu presentasi profil obat yang disampaikan oleh apoteker atau medical representatif dari pabrik obat. Kegiatan ini biasanya dilakukan setiap hari Rabu sore. Kegiatan ini sangat diperlukan oleh para asisten apoteker dan juru resep karena pengetahuan seputar obat yang terus berkembang sehingga diperlukan penambahan informasi ke petugas farmasi yang sehari-hari melayani pasien. Edukasi geriatri merupakan salah satu kegiatan PKRS yang melibatkan farmasi klinis. Edukasi ini diberikan pada paguyuban geriatri RSUP Fatmawati. Kegiatan ini penting mengingat multipatologi yang biasa dialami oleh pasien geriatri. Selain itu, pasien geriatri juga merupakan suatu kelompok pasien yang harus mendapatkan perhatian lebih, khususnya dalam hal penggunaan obatnya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 68 Materi yang dapat diberikan oleh apoteker farmasi klinis pada edukasi geriatri ini misalnya cara pemakaian obat yang benar, cara penyimpanan obat, dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama minum obat. Selain itu, pemberian motivasi dalam kegiatan edukasi ini juga sangat penting. Hal ini terkait dengan kepatuhan para geriatri dalam meminum obtanya. 4.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUP Fatmawati TPF RSUP Fatmawati ini bertugas sebagai Tim Farmasi dan Terapi (TFT) atau umumnya disebut dengan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Tim Pengendalian Farmasi (TPF) bertujuan untuk peningkatkan mutu dan pelayanan farmasi. TPF akan bertanggungjawab kepada Direktur Utama RSUP Fatmawati dengan membuat laporan secara berkala minimal 1 bulan sekali. TPF di RSUP Fatmawati diketuai oleh seorang dokter. Wakil ketua dan sekretarisnya adalah seorang apoteker. TPF mempunyai 11 anggota yang terdiridari 4 orang dokter, 2 orang apoteker termasuk Ka IFRS, 3 orang perawat, 1 orang bagian keuangan, dan 1 orang bagian umum. Sebagai tim farmasi dan terapi, monitoring dan evaluasi perencanaan obat dan alkes habis pakai, monitoring dan evaluasi proses pengadaan obat dan alkes habis pakai, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan alkes habis pakai, mengendalikan pemakaian obat sesuai dengan formularium, mengendalikan dan memonitor pembayaran dan pembelian obat dan alkes habis pakai, membuat laporan secara berkala. Kegiatan TPF yang cukup penting adalah pembuatan formularium. Formularium dibentuk melalui suatu rapat TPF yang dihadiri oleh para anggotanya dan SMF. Melalui rapat ini, obat-obatan yang sering diresepkan oleh para dokter didata. Obat-obat tersebut kemudian dikumpulkan, dipilih, dan ditetapkan obat mana yang akan masuk ke dalam formularium. Permintaan obat non formularium terkadang masih sering ditemukan. Hal ini dikarenakan tidak semua dokter hadir dalam rapat tersebut. Permintaan obat resep non formularium dapat menyulitkan gudang farmasi dalam hal penyediaan obat. Oleh karena itu, sebaiknya pada saat perumusan formularium seluruh dokter hadir dan membantu penyusunan obat yang akan digunakan di RSUP Fatmawati. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 69 Formularium ini di evaluasi tiap 1 tahun sekali dan diperbaharui minimal 3 tahun sekali. Evaluasi ini bermanfaat untuk melihat kepatuhan terhadap sistem formularium rumah sakit dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan perencanaan dan pengadaan atau pembelian obat-obatan farmasi diperlukan suatu evaluasi penggunaan dan pembelian obat. Obat yang terdapat dalam formularium digolongkan berdasarkan kelompok farmakologis, kemudian bentuk sediaan, kekuatan, nama dagang, dan pabriknya. Formularium menyediakan 1 jenis obat paten, 1 jenis obat generik, dan 2 jenis metoo. Pada saat ini, TPF RSUP Fatmawati telah menerbitkan 6 formularium yaitu: formularium edisi I tahun 1990, edisi II tahun 1995, edisi III tahun 2003, edisi IV tahun 2007, edisi V tahun 2010, dan edisi VI tahun 2012. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Instalasi farmasi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki tugas dan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, pengarsipan, pemusnahan, dan monitoring serta evaluasi. 5.1.2 Apoteker di RSUP Fatmawati memiliki peran, fungsi, dan tanggung jawab dalam pelayanan farmasi klinik dan pengelolaan perbekalan farmasi. Fungsi klinik dijalankan melalui Satuan Farmasi Fungsional (SFF) RSUP Fatmawati dan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Fatmawati. 5.2 Saran 5.2.1. Meningkatkan kebersihan dalam peracikan di depo-depo farmasi agar tidak terjadi interaksi obat. Kebersihan dilakukan dengan membersihkan mixer, mortar, dan sptemper dengan dibilas air, dilap dengan kapas yang diberikan alkohol, kemudian dikeringkan dengan pengering (hair dryer). Selain itu petugas yang meracik obat harus menggunakan masker untuk menghindari terhirupnua serbuk obat oleh petugas dan menjaga kualitas obat yang sedang diracik 5.2.2. Dibutuhkan penambahan alat racik seperti mangkok blender, motor blender, dan pengering (hair dryer) sesuai dengan kebutuhan tiap depo sebagai upaya peningkatan kebersihan peralatan racik. 5.2.3. Tiap lantai rawat inap sebaiknya ditugaskan seorang apoteker farmasi klinis atau apoteker yang diarahkan untuk melakukan kegiatan farmasi klinis untuk memonitoring pemakaian obat pada pasien. Apoteker tiap lantai tersebut diharapkan juga dapat berperan sebagai penghubung komunikasi antara perawat dan petugas depo farmasi. 70 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 71 5.2.4. Peningkatkan pelayanan kefarmasian dalam hal farmasi klinis, dapat dilakukan dengan cara apoteker yang ada diarahkan secara bertahap untuk terlibat dalam kegiatan farmasi klinis, seperti visite/ronde, monitor penggunaan obat, dan konseling. 5.2.5. Petugas yang melakukan proses pencampuran obat sitostatika sebaiknya ada dua orang, dimana seorang petugas beraktivitas di dalam ruang steril dan satu orang lagi berperan membantu petugas dalam ruang steril, hal ini berfungsi untuk mengurangi aktivitas keluar masuk ruangan steril untuk mengambil peralatan atau mengangkat telepon. 5.2.6. Gudang tahan api sebaiknya diletekkan tersendiri terpisah dari bangunan lain tidak dijadikan satu dengan Depo ASKES dan pegawai. Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ACUAN Charles, J.P. Siregar. (2004). Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC. Fatmawati, R. S. (2010). Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit Fatmawati 20102014. Jakarta: Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. (2004). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340. (2010). Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta: Kemetrian Kesehatan RSUP Fatmawati. (2011). 50 Tahun RSUP Fatmawati 15 April 1961 – 15 April 2011. Jakarta: RSUP Fatmawati. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. (2009). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. (2009). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 72 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 1 LAMPIRAN Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 73 Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati DIREKTU R UTAMA KOMIT E KKRS KOMITE ETIKA & HUKUM KOMITE PENGEM BANGAN & MUTU KOMITE KEPEGA WAIAN KOMIT E MEDIK BIDANG YAN MEDIK SMF DIREKTORAT MEDIK DAN KEPERAWATAN BIDANG YAN KEPER BID. FAS MEDIK & KEPER SIE RENBAN G FAS YANDIK SIE RENB ANG YANG KEPER SIE MONE V FAS YANDI K SIE MONE V YAN KEPER SIE RENBAN G YANDIK SIE MONEV YANDIK DEWAN PENGAW AS DIREKTORAT UMUM, SDM, & PENDIDIKAN BAGIAN SDM BAGIAN UMUM SUB BAG RENBAN G SDM SUBBA G TATA USAHA SUBBA G AGM & MONEV SUBBA G RUMAH TANGG A SATUAN PEMERIKSA AN INTERN DIREAKTORAT KEUNGAN BAGIAN DIKLIT SUBBAG RENBANG DIKLATLI T SUBBAG MONEV DIKLATLI T BAG. PENERANGA N ANGGARAN BIDANG YAN KEPER SUBBAG PENYUS UN ANGGA RAN SUBBA G PERBEN DAHAR AAN SUBBA G EVALU ASI DAN LAPOR AN SUBBA G MOBILI SASI DANA BID. FAS MEDIK & KEPER SUBBAG AKUNTAN SI KEUANGA N SUBBAG AKUNTANS I MANAGEM EN & VERIFIKASI SFF INSTALA SI INSTALA SI INSTALA SI 73 Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 74 Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Direktur Utama Direktur Medik dan Kerawatan Satuan Farmasi Fungsional Kepala Instalasi Farmasi Waka Perbekalan Penyelia Pencatatan & Pelaporan Penyelia Sistem Informasi Farmasi Penyelia Gudang Farmasi Penyelia Produksi Farmasi Penyelia Distribusi Tim Pengendalian Farmasi Waka Pelayanan Penyelia Depo IRJ Lt. 1 & Depo Askes Lt.2 Penyelia Depo Askes dan Pegawai, Depo IRJ Lt.3 Penyelia Depo IGD dan IRI Penyelia Depo IBS Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 Penyelia Depo Teratai Penyelia Depo Griya Husada Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto 75 Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati Direktur Utama Direktur Medik dan Keperawatan Ketua Satuan Farmasi Fungsional Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Bidang Pelayanan Apoteker Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 76 Lampiran 4. Alur perbekalan farmasi Rawat Inap Depo Teratai Depo GPS Ruangan Depo IGD OK Cito Produksi Distributor Depo OK Gudang Depo IRJ Lt.1 Rawat Jalan Depo Askes Depo IRJ Lt.2 Depo IRJ Lt.3 Instalasi/Ruangan/Poliklinik Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 OK elektif OK Bedah Prima 77 Lampiran 5. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Dokter Ruangan - Resep - Map (Formulir Instruksi Obat) < jam 11 Farmasi Pusat Depo farmasi < jam 13 - Kereta Obat - Obat - Kereta Obat Perawat ruangan Sore Malam Pagi Siang - Obat Lemari emergency Ruangan Obat di luar jam kerja Formuli Pemberian Obat Insidetil Pasien Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 78 Lampiran 6. Pasien Alur pelayanan resep di Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati Bagian Penerimaan Pengecekan Obat, Meminta No Telp & Tanda Tangan Pasien, Bukti Pembayaran, Informasi Obat , Saran Konseling Kasir Pelayanan Resep Penyerahan Obat Penyiapan obat racin dan non racik Penyerahan Obat Arsip Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 79 Lampiran 7. Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Askes RSUP Fatmawati Penerimaan Resep Pengecekan (Keseuaian formularium dan kelengkapan adminstrasi) Penulisan etiket dan label Input data ke komputer Penyiapan obat Instalasi Penagihan Pasien Penyerahan, pengecekan, pemberian informasi obat Penghitungan obat generik dan non generik Penghitungan obat generik dan non generik PT ASKES Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 80 Lampiran 8. Pasien pegawai RSUP fatmawati Pasien Tidak Mampu (TM) Pasien DBD Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Pegawai RSUP Fatmawati Resep + Cap poli pegawai Resep + kartu sehat Farmasi Pegawai Resep diperiksa Obat jadi Obat racik Resep + Cap pasien DBD Pengemasan Penyerahan Obat + Informasi pelayanan obat Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 Etiket + Label 81 Lampiran 9. Alur pelayanan obat di Depo IBS (Instalasi Bedah Sentral) RSUP Fatmawati Jadwal operasi + resep diluar paket Bedah Prima Memeriksa paket Paket operasi + barang diluar paket Bedah Prima Pengembalian paket Perincian (Paket + diluar paket) Jadwal operasi + resep diluar paket Bedah Elektif Paket operasi + barang diluar paket Depo IBS Depo Ruang Rawat Pengembalian paket Penggiriman paket + pengisian lemari emergency Bedah Cito ITURP (Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien) Pengambilan paket yang terpakai + catat penggunaan lemari emergency Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 TU IBS 82 Lampiran 10. Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat inap RSUP Fatmawati Perawat (ruangan) (1) Pemberitahuan pasien pulang (1 hari sebelumnya) (2) Obat + resep Depo Farmasi (4) Obat + resep Apoteker (3) Pemberitahuan jumlah pasien pulang (5) Obat + konseling Pasien Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 83 Lampiran 11. Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat jalan RSUP Fatmawati Pasien (3) Resep Asisten Apoteker (AA) (2) Cito Peracikan (4) Obat + resep Apoteker (1) Obat + konseling Pasien Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 84 Lampiran 12. Alur masuk ke ruang produksi aseptik Total Parenteral Nutrition (TPN) Pintu masuk Membuka sepatu dan memakai sandal Ruang 0 Mencuci tangan dan kaki Ruang I - Melepas sandal - Memakai baju Steril - Mematikan lampu UV ruang II Ruang II - Mematikan lampu UV ruang III A/III B - Memasukkan obat ke dalam passbox - Mencuci tangan TPN Sitostatika Ruang III A Ruang III B Memakai baju sitostatika Ruang IV Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 85 Lampiran 13. Alur penanganan limbah a) Limbah Padat Limbah padat Noninfeksius Basah Kering Infeksius Sitostatika Plastik kuning Plastik ungu Plastik hitam Tempat pembuangan sementara Incenerator Debu Tempat pembuangan akhir b) Limbah Gas Limbah gas Saring dengan HEPA filter 2 lapis Udara bebas Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012 86 Lampiran 14. Alur sistematis dalam menjawab pertanyaan informasi obat 1 Pertanyaan Klasifikasi 2 Informasi latar belakang 3.1 3.3 Tindak lanjut 3 3.2 Respon Pencarian literatur yang sistematis Keterangan : Alur pertanyaan Alur jawaban Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012