universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012
ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm.
1106046692
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN
PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm
1106046692
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
ii
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
iii
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan
pada tanggal 1 Februari – 30 Maret 2012 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Fatmawati dan menyelesaikan laporan ini.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian
dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa.
Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya
dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada
masyarakat pada saat memasuki dunia kerja.
Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Ibu Dra. Farida Indyastuti, Apt., SE., MM. selaku pembimbing dari RSUP
Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang
bermanfaat selama melaksanakan kegiatan dan penyusunan .
2. Ibu Dra. Alfina Rianti, M. Pharm, Apt., atas bimbingan, bantuan, dan
pengetahuan yang telah di berikan selama melaksanankan kegiatan dan
penyusunan laporan.
3. Bapak Ahmad Subhan, S.Si., M.Si., Apt. Selaku Ketua Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan
yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan dan penyusunan laporan.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
iv
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA-UI.
6. Ibu Prof. Dr. Effionora Anwar, MS selaku pembimbing dari Departemen
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan serta penyusunan laporan ini.
7. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan
pengalaman yang bermanfaat serta membantu penulis selama melaksanakan
kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program pendidikan profesi apoteker
FMIPA UI.
9. Seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi,
nasehat, dan dukungan materi.
10. Teman-teman Apoteker angkatan LXXIV atas perjuangan, semangat, dan
kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan
ini
masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap
semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani
Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekanrekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Depok, Juni 2012
Penulis
v
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ii
iii
iv
vi
vii
BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Tujuan ......................................................................................
1
1
3
BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................
2.1 Rumah Sakit ............................................................................. .
2.2 Standar Farmasi di Rumah Sakit ............................................. .
2.3 Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit ......................... .
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi ...................................................... .
2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ..................................... .
4
4
7
10
11
17
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ...................................................................
3.1 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati .......................
3.2 Pelayanan Farmasi RSUP Fatmawati ......................................
3.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUP Fatmawati ...............
20
20
25
44
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................
4.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi oleh IFRS .............................
4.2 Satuan Farmasi Fungsional (SFF) RSUP Fatmawati ................
4.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUPFatmawati ................
46
46
61
68
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
5.1 Kesimpulan ..............................................................................
5.2 Saran ........................................................................................
70
70
70
DAFTAR ACUAN .......................................................................................
72
LAMPIRAN .................................................................................................
73
vi
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Struktur organisasi RSUP Fatmawati ....................................
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ........
Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati ..............................................................................
Alur perbekalan farmasi ........................................................
Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati ...................................................................
Alur pelayanan resep di Depo Farmasi Instalasi Rawat
Jalan RSUP Fatmawati ..........................................................
Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Askes RSUP
Fatmawati ..............................................................................
Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Pegawai RSUP
Fatmawati ..............................................................................
Alur pelayanan obat di Depo IBS (Instalasi Bedah Sentral)
RSUP Fatmawati ...................................................................
Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat
inap RSUP Fatmawati ...........................................................
Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat
jalan RSUP Fatmawati ..........................................................
Alur masuk ke ruang produksi aseptik Total Parenteral
Nutrition (TPN) .....................................................................
Alur penanganan limbah ........................................................
Alur sistematis dalam menjawab pertanyaan informasi
obat .........................................................................................
vii
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU No. 36, 2009). Sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum,
kesehatan harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu
sistem kesehatan nasional. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif),
yang
dilaksanakan
secara
menyeluruh,
terpadu,
dan
berkesinambungan. Upaya ini dapat terlaksana dengan adanya fasilitas kesehatan
seperti rumah sakit, klinik, apotek, praktek dokter, dan lain-lain (UU No. 44,
2009).
Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan
rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (UU No. 44,
2009). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi
rumah sakit tidak dapat dipisahkan oleh sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau semua lapisan masyarakat
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
2004).
Adanya perubahan paradima dari drug oriented menjadi patient oriented,
menjadikan pelayanan kefarmasian yang awalnya hanya terfokus pada
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
2
pengelolaan persediaan farmasi sekarang juga dituntut untuk menerapkan
pelayanan kepada pasien. RSUP Fatmawati Jakarta adalah salah satu rumah sakit
pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
serta mengembangkan pelayanan rujukan di wilayah Jakarta Selatan dan
sekitarnya agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di segala lapisan
(Fatmawati, 2010). Partisipasi farmasi sangat diperlukan agar upaya tersebut dapat
tercapai. Oleh karena itu, dibentuk Instalasi Farmasi yang bertugas dalam
pengelolaan sediaan farmasi di RSUP Fatmawati Jakarta. Pelayanan farmasi
klinik dilakukan oleh Satuan Farmasi Fungsional (SFF) yang terdiri dari seluruh
apoteker di RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dalam kinerjanya berkoordinasi
dengan SFF untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan tepat bagi pasien
yang ada di dalam rumah sakit tersebut.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati Jakarta
dilakukan untuk mengetahui peran dan tugas seorang apoteker dalam Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta. PKPA yang diadakan oleh Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia diharapkan dapat menghasilkan calon
apoteker yang berkualitas dan ikut mendukung kesehatan masyarakat Indonesia.
Tujuan dari PKPA yang dilakukan oleh Program Profesi Apoteker Universitas
Indonesia bekerja sama dengan beberapa rumah sakit dimana salah satunya adalah
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah meningkatkan pemahaman tentang
peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
rumah sakit, membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di
rumah sakit, meningkatkan, dan melatih keterampilan komunikasi dan interaksi
dengan berbagai profesional kesehatan lain di rumah sakit, mempersiapkan calon
apoteker untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional,
serta memberi gambaran nyata tentang permasalahan dan solusi masalah dalam
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
3
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati Jakarta
adalah
1.2.1 Mengetahui tugas dan kegiatan Instalasi Farmasi di RSUP Fatmawati
Jakarta.
1.2.2 Mengetahui peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab apoteker di dalam
Instalasi Farmasi di RSUP Fatmawati Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Rumah Sakit
2.1.1
Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit diartikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Gawat Darurat
adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut sedangkan pelayanan
Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan
Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas,
manfaat,
keadilan,
persamaan
hak
dan
anti
diskriminasi,
pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 44, 2009).
2.1.2
Tugas dan Fungsi
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit
mempunyai fungsi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44, 2009):
a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
4
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
5
2.1.3.
Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah
sakit
dapat
dibagi
berdasarkan
jenis
pelayanan
dan
pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah Sakit
Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.
Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit publik dan Rumah Sakit privat Rumah Sakit publik dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah
Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan
menjadi Rumah Sakit privat. Rumah Sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola
oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau
Persero.
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan ditetapkan oleh
Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan
pendidikan.
Rumah
sakit
pendidikan
merupakan
rumah
sakit
yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44, 2009).
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang
dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Setiap rumah sakit
wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri, dan dapat ditingkatkan kelasnya
setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas dibawahnya. Klasifikasi Rumah
Sakit Umum ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
6
sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen. Rumah Sakit harus
mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum,
gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah,
pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam
medik,
pelayanan
administrasi
dan
manajemen,
penyuluhan
kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana
rumah sakit, serta pengolahan limbah (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
340, 2010).
2.1.4.1. Klasifikasi rumah sakit umum (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
340, 2010)
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan
Medik Sub Spesialis.
b.
Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2
Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
c.
Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik
d.
Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
7
2.1.4.2. Klasifikasi rumah sakit khusus
Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan
Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan
Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik,
Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin. Klasifikasi dari
unsur pelayanan meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat
sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar sesuai kekhususan,
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain,
Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non
Klinik (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010) .
2.2. Standar pelayanan farmasi di rumah sakit
2.2.1. Falsafah dan tujuan
Standar Pelayanan Rumah Sakit menekankan bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat
yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua
barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Tujuan pelayanan farmasi
adalah
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004):
a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
c.
Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat
d.
Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
e.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
f.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
8
g.
Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda
2.2.2. Tugas pokok (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004)
a.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c.
Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d.
Memberi
pelayanan
bermutu
melalui
analisa,
dan
evaluasi
untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e.
Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g.
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h.
Memfasilitasi
dan
mendorong
tersusunnya
standar
pengobatan
dan
formularium rumah sakit
2.2.3.
Fungsi
2.2.3.1. Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuannya adalah mengelola
perbekalan farmasi yang efektif dan efesien, menerapkan farmakoekonomi dalam
pelayanan, Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, mewujudkan
Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan. Penjelasan mengenai kegiatan pengelolaan adalah
sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004):
a.
Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b.
Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c.
Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
9
d.
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
e.
Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku
f.
Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
h.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit
2.2.3.2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Pelayanan kefarmasian adalah pendekatan profesional yang bertanggung
jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi,
efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,
keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan
profesi kesehatan lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004). Tujuan antara lain :
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan
dan efisiensi penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
dengan seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis
b.
Melakukan dispensing pencampuran obat suntik , parenteral nutrisi, dan obat
kanker
c.
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
d.
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
e.
Memberi konseling kepada pasien/keluarga
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
10
f.
Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
g.
Ronde atau visite pasien
h.
Melakukan pencatatan dan pelaporan setiap kegiatan
2.3.
Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit
Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia
yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam
bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) :
a. Terdaftar di Departeman Kesehatan
b. Terdaftar di Asosiasi Profesi
c. Mempunyai izin kerja.
d. Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga
farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi
persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun
kuantitas
dengan
jaminan
kepastian
adanya
peningkatan
pengetahuan,
keterampilan dan sikap keprofesian terusmenerus dalam rangka menjaga mutu
profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan
dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi
rumah sakit
Pengelolaan
sumber
daya
manusia
farmasi
dimaksudkan
demi
terciptanya pelayanan kefarmasian,antara lain sebagai berikut:
a.
IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker.
b.
Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang
mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit.
a.
Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat ijin kerja.
c.
Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya Farmasi
(D3) dan Tenaga Menengah Farmasi (AA).
d.
Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum
dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun
administrasi barang farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
11
e.
Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan
mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang
bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan.
f.
Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
g.
Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
h.
Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau
tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk apoteker yang memiliki
kualifikasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannyapelatihan tersebut.
i.
Penilaian terhadap staf
harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait
dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja
yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
2.4.
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasispesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dariFarmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) :
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.
2.4.1.
Organisasi dan Kegiatan PFT
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah
sakit setempat:
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 dokter,
apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih
dari 3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
12
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali.
Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam
maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan
Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah
sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.4.2.
a.
Fungsi dan Ruang Lingkup PFT
Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalamformularium harus didasarkan pada evaluasi
secarasubjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama.
b.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis.
c.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
d.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkantinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumahsakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
13
f.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
2.4.3.
a.
Kewajiban PFT
Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
b.
Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
c.
Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait
d.
Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut
2.4.4. Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalammengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di
rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara
baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam dibekali
dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi, dan
farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit.
2.4.5. Tugas Apoteker dalam PFT
a.
Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
b.
Menetapkan jadwal pertemuan mengajukan acara yang akan dibahas dalam
pertemuan
c.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
d.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
14
e.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait
f.
Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan
g.
Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain
h.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia
Farmasi dan Terapi
i.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
j.
Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
k.
Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait
2.4.6. Formularium Rumah Sakit
2.4.6.1. Definisi formularium
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari
suatu rumah sakit yang bekerja melalui Pantia Farmasi dan Terapi (PFT),
mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat
yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Hanya
obat-obat tersebut yang dipilih dan tersedia secara rutin di rumah sakit. Sistem
formularium merupakan sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan
obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan,
penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat
dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama itu (Charles,
2003). Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnyatetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan
kesejahteraan
pasien
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004). Hasil utama dari
sistem formularium adalah formularium rumah sakit (Charles, 2003).
Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih
PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
15
kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut,
yang terus-menerus direvisi agar selalu dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data
morbiditas serta pertimbangan klinikstaf medis rumah sakit tersebut (Charles,
2003). Formularium dapat juga didefinisikan sebagai himpunan obat yang
diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah
sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 ,
2004).
Komposisi formularium terdiri dari halaman judul, daftar nama anggota
panitia farmasi dan terapi, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur
di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran.Salah
satu karakteristik penting dari suatu sistem fomularium adalah bahwa sistem itu
mencerminkan pertimbangan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit tempat
sistem itu diterapkan (Charles, 2003).
2.4.6.2. Keuntungan sistem formularium (Charles, 2003)
a. Para dokter dan staf profesional lain yang memiliki keahlian bidang
pokok utama untuk setiap kategori obat dapat mengetahui obat yang
secara rutin tersedia bagi perawatan pasien. Misalnya seorang dokter
spesialis penyakit dalam yang ingin menggunakan suatu obat mata
antiinfeksi, memilih di antara formulasi yang oleh dokter spesialis
penyakit mata paling dipercaya. Dalam hal ini, sistem formularium
menyediakan suatu pencarian keterangan tidak resmi tentang obat
pilihan. Obat formularium pada umumnya adalah obat yang paling tepat,
tetapi itu tidak dapat menjaminbahwa obat itu digunakan untuk indikasi
yang tepat pada dosis optimal atau untuk lama penggunaan yang tepat.
Oleh karena itu, suatu program evaluasi penggunaan obat adalah suatu
komponen penting dari suatu sistem formularium yang dikelola dengan
baik.
b. Bahan edukasi tentang obat.
Ribuan formulasi obat tersedia secara
komersial dan tidak semuaobat diketahui dengan cukup baik untuk semua
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
16
penggunaan secara rasional oleh para profesional. Formularium harus
memuat sejumlah pilihan terapi obat yang wajar, yang jenisnya dibatasi
agar anggota staf dapat mengetahui dan mengingat obat formularium
yang mereka gunakan secara rutin.
c. Keuntungan ekonomi pada rumah sakit. Formularium yang dibatasi
menyebabkan IFRS dapat mempertahankan suatu pembelian dan sistem
pengendalian perbekalan yang lebih efisien. Penghematan terjadi karena
IFRS tidak membeli persediaan yang tidak perlu.
2.4.6.3. Pedoman Penggunaan Formularium
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk
kepada dokter, apoteker perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium, meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004) :
a.
Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem
formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
b.
Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap-tiap institusi.
c.
Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis
oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang
dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi.
d.
Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik.
e.
Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi
Farmasi.
f.
Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti :
1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang
sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
17
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat
dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh
dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
2.5.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.5.1.
Definisi IFRS
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu bagian, unit, divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter,pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional (Charles, 2003).
2.5.2.
Tujuan IFRS
Tujuan kegiatan harian IFRS antara lain (Charles, 2003):
a.
Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan,
dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan
memenuhi syarat
b.
Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah
sakit yang memenuhi syarat
c.
Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan
pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, serta
melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi
d.
Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu
farmasetik pada umumnya
e.
Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi
antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang
serumpun
f.
Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk:
1) Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi
2) Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
18
3) Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi serta
dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, pasien, mahasiswa, dan
masyarakat
g.
Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktek farmasi rumah sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi,dan profesional
kesehatan lainnya
h.
Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS
i.
Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian
2.5.3. Tugas dan tanggung jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai
dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan, maupun untuk
semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan
tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita
dan menjamin pelayanan bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan
biaya minimal. IFRS adalah satu-satunya unit di ruamh sakit yang bertugas dan
bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan
dengan obat atau perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah
sakit tersebut. IFRSbertanggungjawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi
yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan
berbagai bagian atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf
medik dan keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasienyang lebih baik
(Charles, 2003).
2.5.4. Lingkup Fungsi IFRS
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai berbagai fungai yang
dapat digololongkan menjadi fungsi klinik dan non klinik. Fungsi non klinik
biasanya tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, sekalipun
semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui panitia farmasi
dan terapi (PFT). Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
19
sebagai bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan
profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien.
Lingkup farmasi non klinikadalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan
pemasok, pengadan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan
pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan
yang beredar dan di gunakan di rumah sakit secara keseluruhan.
Lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam
program rumah sakit, yaitu antara lain: pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitostoksik, pelayanan di unit
perawatan kritis, pemeliharaan formularium, penelitian, pengendalian infeksi di
rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan dan pelaporan reaksi obat
merugikan (ROM), sistem formularium, panitia farmasi, dan terapi sistem
pematauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi bagi apoteker,
dokter, dan perawat, investigasi obat, dan unit gawat darurat (Charles, 2003).
Mutu fungsi farmasi non klinik hanya dapat diases oleh hanya apoteker,
sedangkan fungsi farmasi klinik memerlukan asesmen antar disiplin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati
3.1.1
Sejarah RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati
Soekarno sebagai rumah sakit yang mengkhususkan bagi penderita TBC anak dan
rehabilitasinya. Pada tanggal 15 April 1961, penyelenggaraan dan pembiayaan RS
Fatmawati diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut
ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Pada tahun 1984, RS Fatmawati
ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan.
Pada tahun 1991, RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana dan
pada tahun 1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun
1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit
mengalami perubahan kebijakan dari Swadana menjadi PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak). Selanjutnya pada tahun 2000, RS Fatmawati ditetapkan
sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11
Agustus
2005,
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Dalam penilaian Tim Akreditasi RS, tahun 1997 RS Fatmawati
memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP
Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16
Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap 16 Pelayanan. Tanggal 25 JanuariUP Fatmawati kembali memperoleh
Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan yang ke-2. RSUP Fatmawati
pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai
Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopedik dan Rehabilitasi
20
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
21
Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2008
(RSUP Fatmawati, 2011). Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Bidang
Pelayanan yang ke-3 diperoleh pada bulan Maret 2011.
Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat
Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 : 2007. Dan sedang menuju
untuk mendapatkan sertifikat JCI (Join Commission International) pada tahun
2010 (RSUP Fatmawati, 2011).
3.1.2
Visi dan Misi
Visi dari RSUP Fatmawati yaitu “Terdepan, Paripurna, dan Terpercaya di
Indonesia” (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05.1.262
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2010).
Fatmawati merupakan rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, pendidikan dan penelitian dengan Terdepan karena ketersediaan
sumber daya yang lengkap; Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan pelayanan
berkesinambungan
(continum of care ) serta tuntas; serta Terpercaya karena senantiasa mengikuti
kaidah-kaidah
IPTEK
terkini;
Menjangkau
seluruh
lapisan
masyarakat;
Berorientasi kepada para pelanggan
Untuk mencapai visi tersebut, RSUP Fatmawati membentuk misi, yaitu
(Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05.1.262 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2010) :
a.
Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopedi dan
rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen risiko klinis.
b.
Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
c.
Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
d.
Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
e.
Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan, dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
22
3.1.3
Tujuan
RSUP Fatmawati memiliki tujuan sebagai berikut (Keputusan Direktur
Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05.1.262 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2010):
a.
Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety).
b.
Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c.
Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian.
d.
Terwujudnya sumber daya manusia yang profesional dan berorientasi kepada
pelayanan pelanggan.
e.
Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya
manusia rumah sakit.
3.1.4
Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati dipimpin oleh seorang Direktur utama yang
berkoordinasi dengan Dewan Pengawas. Direktur Utama membawahi tiga
direktorat, yaitu Direktorat Medik Dan Keperawatan, Direktorat Umum, SDM dan
Pendidikan, dan Direktorat Keuangan. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
terlampir pada Lampiran 1.
3.1.5
Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Bidang pelayanan meliputi kegiatan pelayanan kesehatan yang terdiri
dari:
a.
Pelayanan Kegawatdaruratan
Pelayanan ini meliputi instalasi gawat darurat, laboratorium 24 jam, radiologi
24 jam, ambulance 24 jam, dan apotek 24 jam.
b.
Pelayanan Rawat Jalan
1) Pelayanan Medis Unggulan:
a) Bedah Tulang/Orthopedi
b) Rehabilitasi Medis
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
23
2) Pelayanan Medis Dasar:
a) Penyakit Dalam
b) Kesehatan Anak
c) Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d) Bedah
3) Pelayanan Spesialistik Lain:
a) Bedah Syaraf
b) Penyakit Syaraf
c) Penyakit Jantung
d) Penyakit Paru
e) Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
f) Penyakit Kulit dan Kelamin
g) Penyakit Jiwa
h) Penyakit Gigi dan Mulut
i) Anestesi
j) Akupuntur
4) Pelayanan Medis Unggulan Terpadu:
a) Perinatal Risiko Tinggi
b) Klinik Wijaya Kusuma
c) Klinik Kesehatan Remaja
d) Klinik Tumbuh Kembang
5) Pelayanan Dokter Spesialis VIP:
a) Penyakit dalam
b) Kebidanan dan kandungan
c) Bedah
d) Mata
e) THT
f) Gigi dan mulut
g) Kulit dan kelamin
h) Syaraf
i) Jantung
j) Paru
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
24
c.
Pelayanan Rawat Inap:
1) Ruang Rawat VIP
2) Rawat Inap A
3) Rawat Inap B
4) Rawat Inap C
d.
Pelayanan Rawat Intensif:
1) Ruang ICU (Intensive Care Unit)
2) Ruang ICCU (Intensive Cardiac Care Unit)
3) Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit)
4) Ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
e.
Pelayanan Operasi:
1) Pelayanan Operasi Elektif
2) Pelayanan Operasi Cito
3) Pelayanan Operasi Eksekutif (Bedah Prima)
f.
Pelayanan Penunjang:
1) Laboratorium Klinik
2) Patologi Anatomi
3) Radiologi dan Kedokteran Nuklir
4) Pemeriksaan Canggih
5) Unit Haemodialisa
6) Unit Stroke
7) Apotek dan Farmasi
8) Pelayanan Gizi
9) Sterilisasi Sentral dan Binatu
10) Forensik dan Perawatan Jenazah
11) Unit Bank Jaringan
12) Pelayanan Thalasemia
g.
Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan:
1) Medical Check Up
2) Klub Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
25
Pelayanan Farmasi RSUP Fatmawati
3.2
Kegiatan pelayanan farmasi di RSUP Fatmawati meliputi pengelolaan
perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian. Pengelolaan perbekalan farmasi
berada di bawah pengawasan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), sedangkan
pelayanan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati berada di bawah
pengawasan Satuan Farmasi Fungsional (SFF).
3.2.1
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi berada di bawah pengawasan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah
bagian yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi di
rumah sakit, bagian ini dikepalai oleh Apoteker. Kepala Instalasi Farmasi
diangkat oleh Direktur Utama dan dalam menjalankan tugasnya berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Instalasi
Farmasi dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi dan membawahi dua Wakil
Kepala.
Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yaitu pelopor kemajuan pelayanan
farmasi rumah sakit di Indonesia. (Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, 2011). Untuk mewujudkan misi tersebut, RSUP Fatmawati
membentuk misi sebagai berikut:
a.
Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
b.
Bertanggung jawab atas pengelolaan farmasi rumah sakit yang efektif dan
efisien.
c.
Mengembangkan farmasi klinik terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi
medik.
d.
Berperan serta dalam program-program rumah sakit untuk meningkatkan
kesehatan pasien, tenaga kerja, dan lingkungan rumah sakit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dipimpin oleh
seorang Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi dua Wakil Kepala (Waka) dan
berkoordinasi dengan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) serta Tim Pengendalian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
26
Farmasi (TPF). Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati terlampir
pada Lampiran 2. Pembagian tugas Wakil Kepala adalah sebagai berikut:
a.
Waka Pelayanan Farmasi membawahi Penyelia Depo IRJ Lt.1 dan Depo
ASKES Lt.2, Penyelia Depo ASKES dan Pegawai, IRJ Lt.3, Penyelia Depo
IGD dan IRI, Penyelia Depo IBS, Penyelia Depo Teratai, Penyelia Depo
Griya Husada, dan Penyelia Depo Prof. Soelarto.
b.
Waka Perbekalan membawahi Penyelia Pencatatan dan Pelaporan, Penyelia
Sistem Informasi Farmasi, Penyelia Gudang Farmasi, dan Penyelia Produksi
Farmasi.
Dalam melaksanakan kegiatannya Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
dibagi menjadi beberapa sub bagian yaitu:
a.
Tata Usaha (TU)
b.
Depo Farmasi Rawat Inap
1) Depo Farmasi Teratai
2) Depo Farmasi Gedung Prof. Soelarto
3) Depo Farmasi Pav. Anggrek/Griya Husada
4) Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat
c.
Depo Farmasi Rawat Jalan Umum
d.
Depo Farmasi ASKES dan Pegawai
e.
Depo Farmasi ASKES lantai 2 dan lantai 3
f.
Gudang Farmasi
g.
Produksi Farmasi
h.
Depo Farmasi IBS
3.2.1.1 Tata Usaha (TU)
Tata usaha berada di bawah Waka Perbekalan. Kegiatan yang dilakukan
di tata usaha antara lain:
a.
Pengolahan data farmasi
Tata usaha melakukan pengolahan data farmasi seperti stok obat dan harga
jual obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
27
b.
Pelaporan per tiga bulan
Semua pelaporan yang berasal dari depo farmasi akan direkapitulasi oleh tata
usaha. Laporan tersebut mencakup laporan narkotika dan psikotropika,
laporan generik dan non generik, laporan penggunaan obat HIV/AIDS, dan
laporan lembar R/.
c.
Kegiatan administrasi sehari-hari
Surat masuk dan surat keluar merupakan salah satu contoh kegiatan
administrasi sehari-hari.
d.
Penghapusan arsip-arsip
3.2.1.2 Depo Farmasi Instalasi Rawat Inap
Depo Farmasi Instalasi Rawat Inap (IRI) berada di bawah Waka
Pelayanan dengan Penanggung Jawab/Penyelia seorang apoteker dan dalam
pelaksanaannya dibantu oleh asisten apoteker, juru resep, petugas administrasi,
dan petugas input data. Adapun kegiatan pada Depo Farmasi IRI ini antara lain:
a.
Persediaan perbekalan farmasi
Persediaan obat dan alat kesehatan yang terdapat di Depo Farmasi IRI
sesuai dengan yang tercantum dalam formularium RSUP Fatmawati. Setiap hari
petugas depo farmasi menuliskan daftar obat dan alat kesehatan yang kurang atau
habis ke gudang farmasi melalui komputer secara online dan petugas gudang
farmasi akan menyiapkan obat dan alat kesehatan yang diminta lalu diserahkan
kepada petugas depo farmasi. Perbekalan farmasi disimpan terpisah berdasarkan
jenis sediaan, bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun
berdasaran abjad.
b.
Kegiatan pelayanan
Dalam mendistribusikan perbekalan farmasi ke pasien, Depo Farmasi IRI
dibagi menjadi tiga bagian yaitu Depo Farmasi Teratai, Depo Farmasi Gedung
Prof. Soelarto, dan Depo Farmasi Griya Husada.
1) Depo Farmasi Teratai
Gedung rawat inap Teratai terbagi menjadi dua yaitu bagian utara dan
selatan. Gedung teratai menyediakan ruang rawat inap kelas 3 dan untuk
pasien tidak mampu (TM). Depo Farmasi Teratai melayani pasien di
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
28
gedung Teratai dari lantai 1 sampai dengan lantai 6 dan pasien gedung
Prof. Soelarto lantai 3
Tiap lantai diklasifikasikan berdasarkan:
a) Lantai 1 merupakan ruang kebidanan.
b) Lantai 2 merupakan ruang untuk ibu yang sudah melahirkan dan
bayinya.
c) Lantai 3 merupakan ruang untuk pasien anak-anak.
d) Lantai 4 merupakan ruang untuk pasien bedah umum dan ruang High
Care Unit.
e) Lantai 5 merupakan ruang untuk pasien penyakit dalam.
f) Lantai 6 merupakan ruang untuk syaraf
2) Depo Farmasi Prof. Soelarto
Depo Farmasi Prof. Soelarto melayani pasien di gedung Prof. Soelarto di
lantai 1, 2, dan 4. Pasien tersebut meliputi pasien rehabilitasi medis dan
orthopedi. Sedangkan pasien di lantai 3 dilayani oleh Depo Teratai. Lantai
3 Prof. Soelarto merupakan Hospital Base yang menyediakan ruang rawat
inap kelas 1 dan 2.
Depo Farmasi IRI menerapkan sistem distribusi obat berupa sistem
distribusi dosis unit, floor stock, dan resep individual. Sistem distribusi dosis unit
adalah sistem pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali
pakai dalam jangka waktu 24 jam. Alur distribusi obat dosis unit tertera pada
Lampiran 5. Sistem floor stock diterapkan untuk barang-barang habis pakai yang
digunakan secara bersama seperti perban, kapas, kassa, dan lain-lain.
c.
Pelaporan
Laporan-laporan yang dibuat oleh Depo Farmasi IRI adalah:
1) Laporan analisa penjualan dan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2) Laporan pemakaian obat–obat narkotika dan psikotropika yang dibuat
setiap bulan.
3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
29
3.2.1.3 Depo Farmasi IGD
Depo Farmasi
IGD
berada dibawah Waka Pelayanan. Dalam
pelaksanaannya dibantu oleh seorang apoteker sebagai penyelia, asisten apoteker,
juru resep, petugas administrasi dan petugas input data.
a.
Persediaan barang
Pengadaan obat dilakukan setiap hari, dengan melakukan permintaan
secara online ke Gudang Induk Farmasi. Penyediaan obat darurat seperti obat
jantung, asma, dan syok anafilaktik hanya berdasarkan perkiraan penggunaan
yang biasa dilayani. Penyimpanan barang disusun berdasarkan jenis alkes dan
obat, bentuk sediaan, suhu penyimpanan, dan abjad. Khusus untuk obat golongan
narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci.
b.
Kegiatan pelayanan
Depo Farmasi IGD melayani:
1) Pasien rawat inap, yang terdiri dari pasien:
a) Instalasi Gawat Darurat (IGD)
b) CEU
c) ICU
d) NICU
e) PICU
2) Pasien rawat jalan, yaitu pasien yang pulang dan tidak perlu menginap di
rumah sakit.
c.
Pelaporan
Laporan-laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD dan dilaporkan
setiap sebulan sekali adalah:
1) Laporan analisa penjualan dan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2) Laporan pemakaian obat–obat narkotika dan psikotropika yang dibuat
setiap bulan.
3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
30
3.2.1.4 Depo Farmasi Rawat Jalan
Depo Farmasi Rawat Jalan berada di bawah Waka Pelayanan dengan
penanggung jawab seorang apoteker. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh seorang
asisten apoteker senior, asisten apoteker, juru resep, dan petugas administrasi.
a.
Persediaan obat
Obat yang disediakan di Depo Farmasi Rawat Jalan sesuai dengan yang
tertera dalam Formularium RSUP Fatmawati dan jumlahnya sesuai kebutuhan.
Permintaan barang dan obat-obatan ke Gudang Farmasi dilakukan setiap hari
dengan cara memesan langsung melalui komputer secara online. Obat-obat
disimpan berdasarkan jenis sediaan dan disusun sesuai abjad. Alat-alat kesehatan
disimpan tersendiri. Obat narkotika disimpan tersendiri dalam laci yang terkunci,
obat-obat bebas diletakkan di rak dekat kasir, dan obat-obat HIV dan obat kontras
diletakkan di lemari tersendiri dan setiap pengambilan dicatat nama pasien,
alamat, nomor telepon, umur, dan jumlah obatnya di kartu.
b.
Kegiatan pelayanan
Depo Farmasi Rawat Jalan melayani pasien poliklinik, jaminan kantor,
asuransi perusahaan, juga resep pegawai yang obatnya tidak diberikan di Depo
Farmasi Pegawai. Alur pelayanan resep dimulai dengan penyerahan resep oleh
pasien ke Depo Farmasi Rawat Jalan. Resep tersebut akan dihargai oleh petugas
administrasi dan diberitahukan harganya ke pasien. Apabila pasien menyetujui
harga tersebut maka resep akan diberi nomor antrian dan dikerjakan oleh asisten
apoteker berdasarkan nomor antrian. Obat yang telah selesai disiapkan diberikan
pada petugas front liner yang bertugas memberikan obat kepada pasien. Petugas
memanggil pasien dan memberikan obat beserta informasi cara penggunaannya.
Alur pelayanan resep tertera pada Lampiran 6.
Depo rawat jalan juga melayani resep HIV/AIDS secara gratis, karena
mendapatkan subsidi dari pemerintah. Konseling untuk pasien AIDS, diabetes,
jantung, dan epilepsi dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Kegiatan
konseling secara tetap hanya dilakukan untuk pasien AIDS, sedangkan konseling
untuk penyakit lain belum berjalan secara tetap. Adapun alur dan tata laksana
konseling obat untuk pasien rawat jalan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
31
c.
Pelaporan
Depo Farmasi Rawat Jalan membuat laporan-laporan, yaitu:
1) Laporan Harian
a) Rekapitulasi setoran harian.
b) Daftar pelunasan.
c) Analisa penjualan.
2) Laporan Bulanan
a) Rekapitulasi bulanan.
b) Analisa penjualan bulanan.
c) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
d) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
e) Laporan pemakaian obat HIV/AIDS dan obat kontras.
3.2.1.5 Depo Farmasi ASKES dan Pegawai
Depo ini berada dibawah Waka Pelayanan dan dibantu oleh apoteker
sebagai penyelia.
a.
Depo Farmasi ASKES
Depo Farmasi
ASKES terdiri dari Asisten Apoteker, petugas
administrasi, dan petugas input data. Depo Farmasi ASKES adalah depo farmasi
yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta ASKES, Jamkesmas
(Jaminan Kesehatan Masyarakat), TMLD (Tidak Mampu Luar DKI), dan TMDKI
(Tidak Mampu DKI).
1)
Persediaan barang
Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk
Farmasi menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara
online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan bentuk sediaan dan abjad. Obat
narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci.
2)
Kegiatan pelayanan
Tiga jenis pasien ASKES yang dilayani di Depo Farmasi ASKES, yaitu:
a) Pasien ASKES Wajib (sosial), yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS)
b) Pasien ASKES Sukarela (ASKES Komersial, yaitu pegawai perusahaan
swasta (non PNS).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
32
c) Pasien Tidak Mampu Luar DKI (TMLD), yaitu pasien-pasien tidak
mampu yang berasal dari luar DKI.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien ASKES untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan di Depo Farmasi ASKES adalah:
a) Resep obat dari dokter yang merawat dan 2 lembar fotokopi resep.
b) Surat rujukan dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan.
c) Fotokopi Kartu ASKES.
Acuan obat bagi pasien ASKES yaitu buku Daftar Plafon Harga Obat
(DPHO). Obat DPHO diberikan secara gratis dan sedangkan obat non DPHO,
pasien diwajibkan untuk membayar dan menandatangani lembar persetujuan
untuk bersedia membayar, apabila pasien tidak mau menebus obat tersebut, akan
dibuatkan salinan resepnya. Obat-obat ASKES tercantum dalam buku DPHO
ASKES yang diperbaharui setiap tahun.
Daftar obat dalam DPHO digolongkan menjadi 3 golongan, yang terdiri
dari:
a) Golongan I (obat peresepan umum), meliputi obat-obat untuk penyakit
umum yang dapat diresepkan tanpa ketentuan khusus. Pemberian resep
untuk penyakit biasa selama 3-5 hari dan untuk penyakit kronis selama
maksimal 30 hari.
b) Golongan II (obat-obatan peresepan khusus penyakit kanker), meliputi
obat kanker (sitostatika) yang peresepannya harus dilengkapi dengan
protokol terapi dari dokter yang merawat yang diketahui oleh tim dokter
onkologi/spesialis konsultannya dan didelegasi terlebih dahulu oleh PT.
ASKES (Persero).
c) Golongan III (obat-obatan peresepan khusus/obat dengan harga mahal).
Peresepan obat yang tercantum dalam daftar obat III diberikan atas dasar
keterangan medis dari dokter yang merawat, dan dilegalisasi oleh PT.
ASKES (Persero).
Alur pelayanan resep di Depo Farmasi ASKES dimulai dari masuknya
resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir), kemudian petugas Depo Farmasi
ASKES akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang harus dibawa oleh pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
33
Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, pasien akan mendapatkan
nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep.
Kemudian resep distempel dan dimasukkan datanya ke komputer. Terdapat 2
(dua) komputer untuk memasukkan data, yaitu komputer untuk memasukkan data
stok obat dan komputer untuk memasukkan data klaim (tagihan) ke PT. ASKES.
Setelah data dimasukkan ke komputer, selanjutnya adalah penyiapan obat baik
obat jadi maupun obat racikan dan pemberian etiket serta label. Obat yang telah
siap lalu dikemas dan diserahkan ke pasien disertai pemberian informasi
penggunaan obat.
Alur pelayanan resep di Depo ASKES tertera pada Lampiran 7.
3) Pelaporan
Laporan-laporan yang dibuat oleh Depo Farmasi ASKES yaitu:
a) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
c) Laporan penulisan obat yang masuk DPHO dan non DPHO.
d) Laporan analisa penjualan.
e) Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
b.
Konter Obat Pegawai
Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Asisten Apoteker, juru resep, dan
petugas input data untuk memasukkan data per hari.
1) Pengadaan barang
Pengadaan barang di Depo Farmasi Pegawai berasal dari gudang farmasi dan
produksi farmasi.
2) Kegiatan pelayanan
Depo Farmasi Pegawai melayani:
a)
Pegawai RSUP Fatmawati dan keluarga.
b) Pasien
tidak
mampu
atau
keluarga
miskin
(GAKIN)
dan
Jamkesmas/Jamkesda. Alur pelayanan resep di Depo Pegawai tertera pada
Lampiran 8.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
34
3) Pelaporan
Laporan-laporan yang dilaporkan setiap satu bulan sekali adalah:
a) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
c) Laporan analisa penjualan.
3.2.1.6 Gudang Farmasi
Sub bagian ini berada di bawah wewenang Waka Pebekalan, yang dalam
pelaksanaan tugasnya dibantu oleh kepala gudang, penyelia, apoteker, asisten
apoteker, juru resep, dan petugas pengentri data.
a.
Sarana fisik
Gudang Farmasi dibagi menjadi empat macam gudang, yaitu:
1. Gudang untuk menyimpan cairan infus.
2. Gudang gas.
3. Gudang tahan api untuk menyimpan barang yang mudah terbakar (berada
di ruang Depo Farmasi ASKES).
4. Gudang untuk menyimpan obat-obat (sediaan padat, setengah padat, dan
cair), alat-alat kesehatan, film rontgen, dan reagensia. Gudang ini terdiri
dari tiga bagian, yaitu:
a.
Tempat untuk menyimpan obat-obat seperti tablet, kapsul, sirup,
salep, krim, reagensia, obat-obat gigi, narkotika, psikotropika, dan
obat-obat HIV/AIDS.
b.
b.
Tempat khusus penyimpanan alat kesehatan.
c.
Film rontgen.
Kegiatan Perencanaan
Perencanaan pengadaan barang atau obat di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati berdasarkan pada kebutuhan dari tiap depo farmasi dan ruangan di
rumah sakit, sisa persediaan di gudang farmasi, jumlah pemakaian barang
bulanbulan sebelumnya, pola penyakit, dan dana yang tersedia. Perencanaan
pengadaan dibuat setiap tanggal 15 bulan berjalan untuk perencanan bulan yang
akan datang. Perencanaan ini dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi yang
dibantu oleh Waka Perbekalan dan penyelia gudang farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
36
c.
Pengadaan
Pengadaan barang atau obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui:
1. Pembelian
a.
Secara tender.
b.
Penunjukkan langsung distributor utama atau Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
2. Sumbangan/donasi (dari pihak pemerintah maupun pihak lain).
Dalam melakukan pengadaan barang di RSUP Fatmawati dibentuk dua
tim yang berada dibawah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yaitu tim pengadaan
dan tim penerima barang. Barang atau obat yang dipesan oleh bagian pengadaan
adalah yang termasuk dalam Formularium RSUP Fatmawati, buku DPHO
ASKES, Formularium JAMKESMAS, dan obat generik. Apabila barang yang
dipesan diluar yang tersebut di atas, maka harus mendapat persetujuan dari
Direktur Medik dan Keperawatan.
Alur pengadaan barang di RSUP Fatmawati bermula pada penyusunan
perencanaan pengadaan. Lembar perencanaan yang telah dibuat ditandatangani
oleh Kepala IFRS dan Tim Pengendalian Farmasi. Kemudian lembar perencanaan
tersebut ditujukan ke Direktur Medik dan Keperawatan untuk disetujui oleh
Direktur Utama. Setelah diperiksa dan disetujui oleh Direktur Utama maka lembar
perencanaan dikembalikan ke Direktur Medik dan Keperawatan untuk dikirim ke
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lalu diserahkan ke Tim Pengadaan untuk
diproses. Tim Pengadaan akan mengelompokkan berdasarkan PBF dan membuat
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan diskon dan HET (Harga Eceran
Tertinggi), kemudian lembar perencanaan ditandatangani oleh PPK untuk dikirim
ke Bendahara Rumah Sakit. Direktur Keuangan mendapat lembar perencanaan
dari Bendahara Rumah Sakit untuk disetujui dan ditandatangani. Lembar tersebut
dikembalikan ke Direktur Utama untuk disetujui dan ditanda tangani yang
diteruskan ke Tim Pengadaan untuk dibuatkan Surat Pesanan. Surat Pesanan
sebelum dikirim ke distributor akan diperiksa terlebih dahulu oleh petugas
gudang. Jika telah sesuai dengan perencanaan maka Surat Pesanan akan
ditandatangani oleh Kepala IFRS dan dikirim ke distributor oleh Tim Pengadaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
37
d.
Penerimaan
Pada saat barang yang dipesan datang, barang akan diterima oleh Tim
Penerima Barang, yang akan memeriksa kelengkapan dan kondisi barang (expired
date minimal 2 tahun) serta kesesuaian dengan faktur. Tim Penerima barang akan
membuat berita acara. Berita acara tersebut diberikan kepada Kepala Instalasi
Farmasi untuk ditandatangani, kemudian diserahkan kepada Kepala Gudang.
Rekanan atau distributor farmasi akan mengajukan penagihan kepada Bagian
Keuangan Rumah Sakit. Berdasarkan faktur yang diterima dari Tim Peneriman
Barang selanjutnya oleh petugas Gudang Farmasi data-data tersebut dimasukkan
atau dicatat dalam:
1. Kartu stok
Kartu stok adalah kartu kecil yang disimpan di gudang dekat barang yang
bersangkutan. Format kartu stok berisi tanggal, nomor gudang, jumlah
penerimaan dan pengeluaran, dari dan untuk siapa barang itu diberikan,
sisa barang, dan keterangan waktu kadaluarsa serta batch number. Tiap
jenis barang mempunyai kartu stok masing-masing.
2. Kartu persediaan
Kartu persediaan adalah kartu yang disimpan dalam ruang administrasi
gudang farmasi untuk mempermudah pemeriksaan barang. Isi format sama
dengan kartu stok, tetapi kartu persediaan dilengkapi dengan harga satuan
per box.
3. Buku Persediaan
Buku yang digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran barang.
Format buku persediaan adalah sama dengan kartu persediaan namun
dibuat dalam bentuk buku. Setiap pemasukan, permintaan, dan harga
barang dimasukkan datanya ke komputer.
4. Buku Induk
Buku yang mencatat penerimaan barang dan harga barang sesuai dengan
faktur. Barang yang diterima, sebelum disimpan diberikan nomor gudang.
Nomor gudang dimulai dari nomor 1 setiap awal bulan. Dengan adanya
penomoran pada barang yang disimpan di gudang farmasi, dapat diketahui
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
38
berapa banyak anggaran yang telah digunakan untuk pembelian obat dan
alat kesehatan.
e.
Penyimpanan
Sistem penyimpanan di Gudang Farmasi berdasarkan bentuk sediaan dan
abjad, serta berdasarkan First In First Out (FIFO) maupun First Expired First Out
(FEFO). Persyaratan penyimpanan barang atau obat di gudang yaitu harus
terlindung dari sinar matahari, kelembaban, dan suhu yang sesuai dengan barangbarang yang disimpan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Tujuan penyimpanan adalah
untuk menjaga keamanan persediaan farmasi dari kerusakan fisik dan kimia.
f.
Pendistribusian
Distribusi barang ke depo farmasi menggunakan sistem desentralisasi
didistribusikan ke pasien. Distribusi barang dari gudang farmasi ke ruangan dan
poliklinik mengikuti sistem distribusi floor stock yang didasarkan pada buku
standar kebutuhan, dimana jumlah dan jenisnya sudah ditentukan. Barang-barang
yang didistribusikan langsung untuk floor stock misalnya antiseptik, pembalut,
dan obat-obat tertentu yang dipergunakan bersama-sama di ruangan. Distribusi
barang ke depo farmasi dilakukan setiap hari sedangkan untuk poliklinik dan
ruangan dilakukan setiap bulan. Alur perbekalan farmasi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
g.
Pelaporan
Laporan yang dibuat oleh petugas gudang farmasi setiap bulan adalah:
1. Rekapitulasi penerimaan barang.
2. Rekapitulasi pengeluaran barang.
3. Perincian penerimaan barang.
4. Perincian pengeluaran barang.
5. Laporan mutasi barang.
6. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
7. Laporan barang sumbangan.
8. Laporan barang rusak dan kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
39
3.2.1.7 Produksi Farmasi
Produksi Farmasi berada di bawah Waka Perbekalan. Produksi Farmasi
mengerjakan 2 (dua) macam produk, yaitu produksi steril dan non steril. Produksi
steril berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional dan akan
dijelaskan pada subbab selanjutnya, sedangkan produksi nonsteril berada di
bawah Waka perbekalan.
a.
Produksi Non Steril
Produksi non steril dilakukan berdasarkan hasil evaluasi realisasi kerja produksi
bulan sebelumnya, permintaan dari depo farmasi dan ruangan, serta stok
minimum persediaan yang masih ada.
1) Pengadaan
a) Alur Bahan Baku
Permintaan barang langsung ke Gudang Induk Farmasi setiap 1 bulan
sekali secara online. Permintaan dilakukan berdasarkan rencana kerja
selama 1 bulan.
b) Alur Bahan Jadi
Produksi melayani depo farmasi di rumah sakit baik rawat inap serta rawat
jalan. Permintaan dari tiap ruangan langsung ke gudang, kemudian diantar
ke bagian produksi, selanjutnya diserahkan ke gudang kembali untuk
diantarkan ke tiap-tiap ruangan tersebut.
2) Penyimpanan
Penyimpanan obat dan bahan farmasi di ruang produksi farmasi non steril
dipisahkan berdasarkan obat untuk pemakaian dalam dan obat luar, serta
bahan-bahan farmasi.
3) Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril meliputi:
a) Pembuatan sediaan farmasi
Pembuatan obat non steril berdasarkan “Master Formula” yang tersedia.
Pembuatan didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain: adanya
formula khusus dari resep dokter, obat sulit diperoleh dan permintaan akan
obat tersebut selalu ada, pertimbangan biaya pengobatan yang lebih
ekonomis bagi pasien dengan kualitas yang sesuai standar. Contoh:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
40
Pembuatan OBH, Salep Kemicetin, Lotio Kummerfeldi, dan Handrub
berbasis alkohol.
b) Pengenceran
Pengenceran sediaan farmasi dilakukan dari sediaan yang konsentrasinya
pekat lalu diencerkan sesuai kebutuhan dan dikemas. Pengenceran
dilakukan karena pertimbangan biaya. Contoh: Alkohol 96% yang dibuat
menjadi alkohol 70%, Betadine, Formalin, dan lain-lain.
c) Pengemasan kembali
Pengemasan kembali dilakukan untuk meminimalkan harga sediaan.
Pengemasan kembali dilakukan untuk sediaan bervolume besar menjadi
volume yang lebih kecil. Contoh: Natrium Bikarbonat, Kalsium
Bikarbonat, Natrium Klorida dan lain-lain.
4) Pelaporan
Semua laporan dibuat setiap bulan. Laporan yang dibuat oleh petugas di
Produksi Farmasi adalah:
1) Realisasi Kerja.
2) Rekapitulasi Produksi.
3) Mutasi Bahan Baku.
4) Mutasi Bahan Jadi (hasil produksi).
b.
Produksi Steril
1) Pengadaan
Barang-barang diproduksi steril berasal dari gudang farmasi, berupa
cairan infus, alat kesehatan seperti disposable syringe dan sarung tangan,
sedangkan obat-obatnya berasal dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI) untuk
pasien tidak mampu. Apotek yang ditunjuk oleh PT. ASKES memiliki perbekalan
farmasi yang berasal dari gudang farmasi.
2) Pelaporan
Laporan-laporan yang dibuat oleh Depo Produksi Steril meliputi:
a) Daftar pelunasan (harian).
b) Rekapitulasi Daftar Pelunasan (bulanan).
c) Rekapitulasi Analisa Penjualan (bulanan).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
41
d) Rekapitulasi jumlah pasien kemoterapi, jumlah resep, dan asal ruangan
pasien (bulanan).
3.2.1.8 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) berada di bawah Waka
pelayanan dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh asisten apoteker, juru
resep dan petugas admnistrasi. Depo Farmasi IBS adalah depo yang khusus
melayani permintaan obat bagi pasien yang akan dioperasi. Depo Farmasi IBS
melayani OK (Operazie Kamer) elektif/ OK Reguler, Bedah Prima, dan OK Cito.
a.
Pengadaan barang
Pengadaan barang di Depo Farmasi IBS berasal dari Gudang Farmasi
yang dilakukan setiap hari melalui komputer secara online. Penyimpanan obat dan
alat kesehatan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun berdasarkan abjad.
Pemeriksaan barang di lemari emergensi di OK IBS dan OK Cito dilakukan setiap
hari oleh petugas Depo Farmasi IBS.
b.
Kegiatan pelayanan
Depo Farmasi IBS melayani kebutuhan 8 kamar operasi elektif/reguler
(terencana) dan 2 kamar operasi Cito. Terdapat 3 (tiga) paket di Depo Farmasi
IBS, yaitu:
1) OK Elektif/OK Reguler (Operasi yang terencana)
OK elektif/OK Reguler meliputi operasi yang terencana (misalnya
operasi orthopedi dan caesar. Contoh operasi elektif adalah operasi
plastik, operasi kanker dan lain-lain.
2) OK CITO
OK CITO melayani keperluan operasi yang dilaksanakan tiba-tiba
(mendadak) seperti kecelakaan.
3)
Bedah Prima
Bedah prima merupakan operasi VIP yang biaya, dokter, obat, hari, dan
waktu ditentukan oleh pasien sendiri dan jadwal operasi ini di luar operai
elektif dan operasi cito. Pasien dirawat kurang lebih 3 hari di rumah
sakit. Alur pelayanan obat di Depo IBS tertera pada Lampiran 11.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
42
c.
Pelaporan
Laporan-laporan yang dibuat oleh petugas Depo Farmasi OK/IBS,
meliputi:
1) Laporan penerimaan dari gudang farmasi.
2) Pelaporan pengeluaran barang.
3) Rincian penggunaan obat masing-masing pasien.
4) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
3.2.2
Pelayanan Kefarmasian RSUP Fatmawati
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati berada di
bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional (SFF). SFF merupakan wadah
nonstruktural bagi tenaga fungsional profesi Apoteker untuk melaksanakan
fungsinya dalam pelayanan farmasi klinik yang berorientasi kepada pasien di
RSUP Fatmawati. SFF berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Dalam melaksanakan
fungsinya, SFF dipimpin oleh seorang apoteker dengan sebutan Kepala Satuan
Farmasi Fungsional dan berkoordinasi dengan Kepala Instalasi Farmasi (RSUP
Fatmawati, 2011). Adapun Struktur Organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 3. SFF memiliki visi, misi, tugas pokok,
fungsi, dan tujuan sebagai berikut.
SFF mempunyai misi tersedianya Tenaga Fungsional Profesi Apoteker
yang terampil, profesional, dan berdedikasi tinggi di RSUP Fatmawati demi
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian kepada pasien. Misi SFF antara lain:
a.
Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati.
b.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati.
c.
Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati.
d.
Melaksanakan pembinaan Apoteker di RSUP Fatmawati.
Satuan Farmasi Fungsional mempunyai tugas pokok sebagai berikut
(RSUP Fatmawati, 2011):
a.
Meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan
pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
43
b.
Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan Apoteker.
c.
Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi.
d.
Menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengembangan tenaga
fungsional Profesi Apoteker di bidang teknis profesinya.
Selain mempunyai tugas pokok, SFF di RSUP Fatmawati mempunyai fungsi:
a.
Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis Profesi
Apoteker kepada seluruh anggota SFF.
b.
Mengembangkan
pelayanan
teknis
Profesi
Apoteker
berdasarkan
perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Tujuan SFF RSUP Fatmawati:
a.
Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada pasien.
b.
Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
c.
Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh
masyarakat rumah sakit.
d.
Meningkatkan peran Apoteker sebagai bagian integral dari Tim Pelayanan
Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi
klinik.
e.
Meningkatkan
kemampuan
Apoteker
lainnya
melalui
pendidikan
berkelanjutan.
f.
Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat.
SFF membawahi 2 orang Koordinator yaitu:
a.
Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian
Koordinator memiliki wewenang dalam konsep kegiatan pendidikan,
pelatihan, dan penelitian farmasi bagi pasien, staf Instalasi Farmasi serta
mahasiswa di RSUP Fatmawati. Kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan SFF tercakup dalam kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Promosi kesehatan di rumah sakit berusaha mengembangkan pemahaman pasien,
keluarga, dan pengunjung rumah sakit tentang penyakit dan pencegahannya.
Selain itu, promosi kesehatan di Rumah Sakit Fatmawati juga berusaha
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
44
menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan pengunjung rumah sakit
untuk berperan secara positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan
penyakit. Kegiatan SFF yang termasuk dalam PKRS antara lain edukasi pasien
diabetes, penyuluhan pasien rawat jalan di Depo ASKES dan pegawai, edukasi
staf farmasi, edukasi geriatri, dan edukasi pasien yang tergabung dalam
paguyuban rehabilitasi jantung.
b.
Koordinator Bidang Pelayanan
Koordinator ini memiliki wewenang dalam mempersiapkan konsep
kegiatan pelayanan farmasi klinik untuk pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat
darurat di RSUP Fatmawati. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
Koordinator bidang pelayanan meliputi kegiatan farmasi klinik anatara lain
Monitoring Penggunaan Obat (MPO) pada pasien rawat inap, visite/ronde,
konseling, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Monitoring Efek Samping Obat
(MESO), monitoring interaksi obat, pengkajian resep, penanganan obat
sitostatika, iv admixture, Therapetic Drug Monitoring (TDM) (RSUP Fatmawati,
2011).
3.3
Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUP Fatmawati
Tim Pengendalian Farmasi (TPF) dibentuk untuk meningkatkan mutu
dan pelayanan farmasi. TPF bertanggungjawab kepada Direktur Utama RSUP
Fatmawati dengan membuat laporan secara berkala minimal 1 bulan sekali
(Keputusan
Direktur
Utama
RSUP
Fatmawati
Nomor:
HK.03.05/11.1/1909/2011).
3.3.1
Tugas Tim Pengendalian Farmasi RSUP Fatmawati
Tugas Tim Pengendalian Farmasi RSUP Fatmawati adalah sebagai
berikut
(Keputusan
Direktur
Utama
RSUP
Fatmawati
Nomor:
HK.03.05/11.1/1909/2011):
a.
Sebagai Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
b.
Monitoring dan evaluasi perencanaan obat dan alkes habis pakai.
c.
Monitoring dan evaluasi proses pengadaan obat dan alkes habis pakai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
45
d.
Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan alkes habis pakai.
e.
Mengendalikan pemakaian obat sesuai dengan formularium.
f.
Mengendalikan dan memonitor pembayaran dan pembelian obat dan alkes
habis pakai.
g.
Membuat laporan secara berkala.
3.3.2
Formularium RSUP Fatmawati
Tim Pengendalian Farmasi RSUP Fatmawati telah menerbitkan
Formularium sebanyak 6 kali dengan edisi terbarunya yaitu Formularium edisi VI
tahun 2012. Berdasarkan SK Direktur Utama RSUP Fatmawati tentang
Pemberlakuan Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun 2012, Formularium
RSUP Fatmawati disusun atas dasar masukan Satuan Medik Fungsional (SMF)
melalui Tim Pengendalian Farmasi, bersumber pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) tahun 2008 dengan mengutamakan penggunaan Obat Generik.
Formularium RSUP Fatmawati digunakan sebagai acuan Instalasi
Farmasi dalam perencanaan dan pengadaan obat di RSUP Fatmawati, sehingga
penatalaksanaan obat dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Penggunaan obatobat yang tercantum dalam Formularium RSUP Fatmawati merupakan tanggung
jawab profesional dokter dan apoteker dalam pengobatan kepada pasien. Apabila
ada alasan rasional untuk tidak menggunakan obat yang tidak tercantum dalam
formularium, maka dapat dimintakan ijin kepada TPF dengan mengisi Formulir
Permintaan Obat Non Formularium.
Formularium
RSUP
Fatmawati
dimaksudkan
untuk
menunjang
peningkatan penggunaan obat yang rasional, dan sekaligus meningkatkan daya
guna dan hasil guna dana yang tersedia, sebagai usaha untuk meningkatkan mutu
dan memeratakan pelayanan kesehatan, khususnya di RSUP Fatmawati. Secara
berkala, minimal 3 tahun, Formularium RSUP ini akan mengalami perubahan dan
penyesuaian yang diperlukan, dan setiap enam bulan akan dievaluasi kembali
sesuai dengan tata kerja TPF. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap
penyediaan obat yang tercantum dalam formularium rumah sakit. Apabila ada
pengusulan obat baru untuk masuk dalam formularium rumah sakit, maka harus
menggunakan Formulir Usulan Obat Baru.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1
Pengelolaan Perbekalan Farmasi oleh IFRS
Instalasi farmasi RSUP Fatmawati memiliki tugas untuk melaksanakan
pengelolaan kegiatan pelayanan kefarmasian khususnya perbekalan farmasi.
Struktur organisasi Instalasi Farmasi yaitu Instalasi farmasi dipimpin oleh Kepala
instalasi farmasi yang dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan
Kepala Satuan Farmasi Fungsional dan Tim Pengendalian Farmasi serta
membawahi Wakil Kepala Pelayanan Farmasi dan Wakil Kepala Perbekalan
Farmasi.. Satuan Farmasi Fungsional berkonsentrasi terhadap kegiatan farmasi
klinik, sedangkan Tim Pengendalian Farmasi lebih berkonsetrasi terhadap
formularium rumah sakit.
Obat dan alat kesehatan yang terdapat di Instalasi Farmasi didistribusikan
ke depo-depo farmasi yang terdapat di RSUP Fatmawati seperti Depo ASKES,
Depo Rawat Jalan, Depo Instalasi Rawat Inap, Depo Instalasi Gawat Darurat,
Depo Griya Husada, Depo Gedung Profesor Soelarto dan Depo Instalasi Bedah
Sentral. Sistem pendistribusian obat dan alat kesehatan yang di terapkan ini
disebut desentralisasi yang memiliki keuntungan agar distribusi obat lebih dekat
ke pasien dan memudahkan petugas kesehatan lain memperoleh obat dan alat
kesehatan yang dibutuhkan. Sistem satu pintu juga diterapkan dalam
pendistribusian obat dan alat kesehatan, karena dengan sistem ini hanya terdapat
satu kebijakan dalam proses pendistribusian yang akan berdampak pada
penggunaan dan pengawasan yang lebih terkontrol.
4.1.1.Tata Usaha
Tata usaha (TU) berada di bawah Wakil Kepala Perbekalan dan dalam
struktur organisasi disebut bagian penyelia pencatatan dan pelaporan. Tata usaha
memiliki tiga tugas utama yaitu adminstrasi, pengarsipan, dan pelaporan yang
dilakukan perbulan, setiap tiga bulan, semester, atau tahunan. Kegiatan
administrasi dilakukan terhadap surat masuk dan keluar. Proses administrasi surat
46
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
47
masuk dimulai dengan pemberian nomor surat, kemudian penyampaian surat ke
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) untuk diketahui dan ditanda
tangani. Surat yang telah ditanda tangani akan melalui proses pendisposisian
untuk kemudian surat tersebut diarsipkan. Proses adminitrasi surat keluar dibagi
menjadi surat keluar untuk wilayah didalam RSUP Fatmawati dan diluar RSUP
Fatmawati. Surat keluar untuk wilayah diluar RSUP Fatmawati akan diproses
melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Surat keluar untuk wilayah di
dalam RSUP Fatmawati dimulai dengan pemberian nomor surat, setelah itu surat
akan ditandatangani oleh Kepala IFRS.Surat yang telah ditandatangani tersebut
akan digandakan minimal 2 rangkap untuk dikirim dan diarsipkan.
Berbagai depo farmasi yang terdapat di RSUP Fatmawati melakukan
berbagai pelaporan yang akan di rekapitulasi dan diarsipkan kembali oleh bagian
TU seperti jumlah pemesanan dan penggunaan psikotropika dan narkotika tiap
bulan, data permintaan barang floorstock atau pemakaian perbekalan farmasi
untuk pembuatan laporan keuangan, data jumlah penulisan resep obat generik dan
non generik tiap bulan, data penagihan obat tiap pasien,data lembar dan jumlah R/
untuk pasien rawat jalan dan rawat inap, serta data permintaan obat dan alkes dari
depo farmasi ke gudang sebagai laporan pengeluaran perbekalan farmasi.
Kegiatan pencatatan dan
pelaporan bulanan yang dilakukan oleh TU seperti
penyusunan laporan pengeluaran perbekalan farmasi, laporan tagihan pasien,
laporan penulisan obat generik dan non generik dilaporkan sebelum tanggal 20,
sedangkan pelaporan penggunaan psikotropika dan narkotika dilakukan sebelum
tanggal 10. Laporan selain pemakaian psikotropika dan narkotika akan ditujukan
kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan
Informasi Kesehatan (IRMIK), sedangkan laporan pemakaian psikotropik dan
narkotik dikirimkan oleh TU ke Bagian Umum Rumah Sakit untuk dibuatkan
surat pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan dan
dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
Arsip yang disimpan terlebuh dahulu disusun berdasarkan bulan dan
diurutkan dari tanggal yang termuda. Arsip inikemudian disimpan di dalam
kardus yang diberi label berisi nama kelompok, asal,serta bulan dan tahunnya.
Arsip-arsip seperti surat masuk dan keluar, kepegawaian, laporan bulanan, serta
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
48
SK Direktur Rumah sakit disimpan selama lima tahun sedangkan arsip resep
disimpan selama tiga tahun. Pemusnahan arsipdilakukan pada arsip yang sudah
lewat masa penyimpanannya, sebelum dimusnahkan terlebih dahulu arsip didata,
dipisahkan, dibuat surat permohonan pemusnahan ke Bagian Umum RSUP
Fatmawati dengan dilampirkan Laporan Pemusnahan Arsip. Arsip-arsip tersebut
kemudian dikirim ke Bagian Umum untuk dimusnahkan.
Selama ini, proses pelaporan rutin yang diserahkan dari tiap Depo Farmasi
hanya dilakukan dalam bentuk hard copy. Sebaiknya pelaporan juga diserahkan
dalam bentuk file (soft copy) kepada TU. Hal ini perlu dilakukan agar TU lebih
mudah melakukan pengolahan atau rekapitulasi data-data yang diperoleh dari tiap
Depo Farmasi.
4.1.2. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Depo Instalasi Gawat Darurat memberikan pelayanan untuk pasien rawat
jalan dan pasien rawat inap di IGD. Pelayanan rawat jalan diberikan di Poli IGD
dan Rawat Darurat sedangkan pelayanan untuk rawat inap diberikan untuk ruang
ICCU, ICU, NICU, dan PICU. Poli IGD memiliki dua loket untuk memberikan
pelayanan pengobatan di rawat jalan yaitu loket untuk rawat darurat dan Poli IGD.
Poli IGD ini melayani pasien yang menjalani pemeriksaan umum di IGD
sedangkan rawat darurat untuk penolongan pertama pada pasien yang
membutuhkan penanganan segera. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat
inap dilakukan dengan sistem unit dose. Diruang rawatdarurat terdapat lemari
emergency yang selalu diperiksa tiga kali sehari sedangkan di ruang rawat inap
lemari emergency di periksa satu kali sehari.
Proses permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD terutama di rawat
darurat dimulai dari permintaan obat dan alat kesehatan yang sudah dipaketkan
oleh perawat, kemudian perawat mencatat nama pasien yang menggunakan paket
tersebut, setelah selesai digunakan pakettersebut dikembalikan dan dibuat
perincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh pasien, paket
yang sudah digunakan kemudian akan diisi kembali untuk penggunaan
selanjutnya.
Penyimpanan yang dilakukan di Depo IGD dibedakan antara obat dan alat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
49
kesehatan; sediaan padat, semi padat dan cair; obat generik dan non generik; suhu
penyimpanan; alfabetis; narkotika dan psikotropika. Pada tempat penyimpanan
tersebut telah ditempel tanda Look a Like Sound a Like (LASA) berwarna kuning
dan High Alert berwarna merah. Obat-obat yang dikategorikan LASA adalah
obat-obat yang memiliki nama, dosis, pelafalan, dan bentuk yang serupa seperti
Amdixal 5 dan Amdixal 10, Furosemid dan Diazepam. Kategori obat High Alert
adalah obat yang dapat menyebabkan kerusakan secara serius apabila terjadi
kesalahan dalam penanganan dan penggunaannya, seperti kalium klorida dan
kalsium glukonat. Penyimpanan yang terdapat di Depo IGD kurang rapi meskipun
telah disusun sedemikian rupa, mungkin dikarenakan tempatnya yang cukup
sempit disertai mobilitas yang tinggi.
Pelaporan yang dilakukan adalah pelaporan obat generi, narkotika dan
psikotropika, analisa penjualan, dan daftar pelunasan pasien kredit.
4.1.3. Depo Farmasi Instalasi Rawat Inap dan Depo Teratai
Instalasi rawat inap di RSUP Fatmawati terdapat di Depo Teratai, Depo
Profesor Soelarto, dan Depo IGD. Sistem pendistribusian yang dilakukan di Depo
Teratai adalah sistem unit dose, floor stock, dan individual prescription. Sistem
unit dose yaitu sistem pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dalam
kemasan sekali pakai dalam waktu 24 jam. Pembuatan kemasan sistem unit dose
dimulai dengan pemberian formulir instruksi obat dari dokter, kemudian obat
tersebut diperiksa oleh petugas lantai dan dicek ketersediaan dan kerasionalan
obatnya jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai akan dikonfirmasikan ke dokter.
Petugas lantai menyiapkan obat dalam kemasan sekali pakai yang disertai
keterangan waktu minum obat (pagi/siang/sore/malam), untuk obat-obat tertentu
seperti simvastatin dan rifampisin dipisahkan karena penggunaannya khusus
seperti simvastatin hanya diminum pada malam hari rifampisin diminum satu jam
sebelum makan. Setiap kemasan sekali pakai itu dibuat untuk satu hari dan
diantarkan ke kamar pasien setiap siang untuk mulai diminum di waktu sore hari.
Kemasan ini kemudian diletakkan di kereta obat yang sudah dituliskan nama
semua pasien yang akan diberikan obatnya. Penggunaan sistem unit dose ini
beranfaat bagi pasien karena pasien hanya membayar obat dan alat kesehatan yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
50
digunakan saja,namun kekurangannya membutuhkan sumber daya manusia yang
banyak, bahan pendukung seperti kemasan obat yang banyak sehingga lebih
mahal. Peran apoteker dalam sistem unit dose masih dirasakan kurang karena
hampir keseluruhan proses lebih banyak dikerjakan oleh asistem apoteker,
sehingga monitoring efek terapi belum dirasakan maksimal.
Sistem floor stock dilakukan untuk sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
digunakan untuk pemakian bersama seperti sarung tangan, alkohol, masker, dan
lainnya. Permintaan barang floor stock dilakukan langsung ke gudang induk.
Distribusi obat sistem individual prescription diberikan untuk obat yang akan
dibawa pulang atau resep pulang dan untuk resep cito.
Secara umum alur permintaan obat dan alat kesehatan di Depo Farmasi
Teratai adalah resep yang diterima kemudian dipisahkan antara yang cito dan
unit dose. Resep unit dose kemudian akan dipisahkan antara obat oral dan injeksi.
Resep cito diberikan kepada pasien yang membutuhkan obat dengan cepat, yang
membawa resep cito adalah perawat atau keluarga pasien. Resep kemudian
diserahkan ke petugas lantai, kemudian petugas lantai akan menyiapkan kemasan
dan etiket yang akan digunakan. Petugas gudanglah yang akan memasukan obat
dan alat kesehatan ke kantong, kemudian petugas lantai akan melakukan
pengecekan obat dan alat kesehatan yang diberikan petugas gudang. Petugas akan
menyerahkan obat dan alat kesehatan ke keluarga pasien atau perawat.
Penyimpanan obat dilakukan dengan memisahkan berdasarkan obat dan alat
kesehatan, bentuk sediaan, generik dan non generik, suhu penyimpanan, alfabetis,
narkotika dan psikotropika. Khusus untuk
obat narkotika dan psikotropika
disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci. Selain itu, terdapat lemari
emergency yang berisi obat dan alat kesehatan yang dapat langsung digunakan
sewaktu-waktu dibutuhkan tanpa meminta ke depo farmasi. Petugas farmasi juga
secara rutin melakukan pemeriksaan rutin terhadap lemari emergency yang
terdapatdi ruang High Care Unit (HCU) lantai 4 utara, 5 selatan dan 6 selatan.
Petugas memeriksa penggunaan obat dan alat kesehatan yang digunakan oleh
pasien dan mencatatnya dalam buku khusus. Depo Farmasi Teratai memiliki paket
obat dan alat kesehatan untuk meahirkan agar mempercepat pelayanan. Paket
tersebut terdiri dari partus normal, partus sectio, abortus/kuret, hamil kontraksi,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
51
(Kehamilan Ektopik Terganggu), KPD (Ketuban Pecah Dini), PEB (Pre
Eklampsia Berat), HPP (Haemoragic Post Partus).
Pada pasein rawat inap terdapat pelayanan konseling, dimulai dari
pemberitahuan kepulangan pasien dari perawat ke depo farmasi. Petugas depo
akan memberitahu kepada apoteker yang akan melakukan konseling. Obat yang
akan di bawa pulang oleh pasien akan diserahkan perawat kepada apoteker untuk
dapat diberikan konseling dan informasi obat yang dibutuhkan.
Laporan-laporan yang dikerjakan oleh depo farmasi rawat inap antara lain
pelaporan obat generik dan non generik, narkotika dan psikotropika, analisa
penjualan, serta daftar pelunasan.
Depo farmasi rawat inap setiap harinya menerima resep racikan lebih
kurang 19 resep per hari, namun hanya tersedia1 motor blender dan 2 mangkok
serta 1 pasang mortar alu. Jika resep racikan yang dibutuhkan banyak maka
pembersihan blender hanya menggunakan kuas untuk mempercepatnya , sehingga
akan lebih baik jika ditambahkan 1 hair dryer dan 1 motor blender untuk
mempercepat pengerjaan dan proses pengeringan jika blender sedang dipakai.
4.1.4
Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
Pelayanan rawat jalan RSUP Fatmawati dilakukan di dua tempat utama
yaitu poliklinik dan Depo ASKES dan Pegawai. Poliklinik yang melayani rawat
jalan terdapat di Instalasi Rawat Jalan dan Griya Husada. Depo Farmasi Rawat
Jalan di Instalasi Rawat Jalan (IRJ) yang terdapat terdapat di Instalasi Rawat
Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 melayani pasien tunai, jaminan kantor, pasien
asuransi kesehatan lain, dan pasien HIV/AIDS. Depo farmasi lantai 2 dan 3
melayani pasien ASKES, tunai, Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, dan TMDKI. Depo
farmasi rawat jalan menggunakan distribusi obat individual prescription.
Proses pelayanan resep di Depo IRJ diawali dengan pasien memberikan
resep di dalam keranjang disertai dengan kartu pasien. Petugas kemudian akan
memeriksa jenis pembayaran yang akan digunakan pasien, apabila menggunakan
jaminan kantor atau asuransi lain diluar ASKES maka di periksa kelengkapannya
seperti fotokopi kartu jaminan. Kemudian resep dihargai dan pasien akan
dipanggil untuk diberitahu harga yang harus dibayar. Pasien yang telah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
52
menyetujui harga yang ditentukan, kemudian pasien akan melakukan pembayaran
dan mendapatkan nomor antrian. Resep diserahkan ke bagian pemberian etiket
dan label melalui loket kecil di belakang kasir. Setelah pemberian etiket dan label,
penyiapan obat akan dibedakan menjadi dua bagian yaitu untuk obat racik dan
non racik. Obat yang tidak tersedia di depo farmasi manapun, akan diberikan copy
resep oleh petugas untuk ditebus di apotek lain. Obat-obat yang telah selesai di
siapkan ditaruh di keranjang di belakang loket penyerahan obat. Petugas bagian
penyerahan akan mengambil obat di keranjang untuk diserahkan ke pasien. Saat
penyerahan petugas akan memeriksa kesesuaian antara kuitansi dengan obat yang
disiapkan baik dari jumlahnya maupun nama dan jenis obatnya. Pasien dimintai
nomor telepon, tanda tangan, bukti pembayaran, serta diberikan informasi obat,
dan saran untuk konseling jika diperlukan. Setelah penyerahan obat selesai, maka
akan dilakukan pendataan dan pelaporan untuk dijadikan arsip. Pelaporan yang
dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika dan psikotropika setiap
bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa penjualan setiap bulan,dan jumlah
R/.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses peracikan.
Setiap harinya depo farmasi rawat jalan lantai 1 menerima resep racikan lebih
kurang 15-25 R/ per hari. Tersedia 3 motor blender dengan 5 mangkok serta 1
pasang mortar dan alu. Motor blender yang digunakan dibagi untuk 3 jenis resep,
yaitu resep dewasa, anak, dan HIV/AIDS. Saat proses peracikan berlangsung
blender yang telah dipakai dibersihkan hanya dengan kuas untuk mempersingkat
waktu, namun perlakuan ini dapat menyebabkan interaksi obat. Blender yang
telah dipakai akan lebih baik bila dibersihkan dengan air terlebih dahulu,
kemudian dikeringkan dengan alkohol atau hair dryer. Namun, karena jumlah
blender yang digunakan terbatas serta mortar dan alu yang cenderung lama
pengerjaannya maka terkadang hal tersebut sulit dilakukan. Pembersihan mortar
dan stemper pun terkadang hanya menggunakan alkohol. Untuk menangani hal
tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan 2 motor blender dan 1 hair dryer,
dimana 2 motor blender digunakan sebagai pengganti blender yang baru saja
dicuci untuk resep anak dan dewasa serta meja racik lebih didedekatan dengan
wastafel.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
53
Di depo farmasi rawat jalan terdapat satu ruangan khusus untuk
melaksanankan konseling. Pasien yang dikonseling adalah pasien dengan penyakit
kronik, rujukan dokter, dan juga atas permintaan pasien. Pasien dalam hal ini
dapat menghubungi petugas depo farmasi, petugas akan menghubungi apoteker
farmasi klinik untuk melakukan konseling obat. Apoteker yang memberikan
konseling akan mengisi kartu konseling yang berisi daftar obat yang digunakan
pasien saat ini, untuk membantu apoteker memonitor penggunaan dan terapi obat
yang dilakukan pasien.
Pada pasien HIV/AIDS mendapat kartu obat khusus yang berisi jenis
obat yang telah dikonsumsi, dengan kartu ini dapat dilihat apakah terdapat
penggantian obat atau tidak. Kartu ini juga berfungsi untuk mengendalikan obat
HIV/AIDS karena obat ini mahal dan merupakan obat sumbangan dari
Kementerian Kesehatan. Kartu ini selalu dibawa saat akan mengambil obat
disertai resep. Pasien mengambil obat ini satu bulan sekali, apabila pengambilan
ingin dilakukan lebih awal maka dilakukan sedikitnya satu minggu sebelum
tanggal pengambilan ditetapkan. Saat penyerahan obat ini pasien menandatangani
berkas registrasi pemberian obat untuk pengarsipan depo farmasi. Pasien
HIV/AIDS memiliki nomor registrasi yang dapat dipakai di seluruh Indonesia,
oleh RSUP Fatmawati nomor ini diterbitkan oleh Klinik Wijaya Kusuma.
Pelaporan penggunaan obat ini di tangani oleh Tim khusus dari Klinik Wijaya
Kusuma di RSUP Fatmawati untuk kemudian dilaporkan tiap bulan ke Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) di
Kementrian Kesehatan khusus penanganan HIV/AIDS dan Dinas Kesehatan
Jakarta Selatan. Pelaporan ini berisi penggunaan obat dari tanggal 26 sampai
tanggal 25 bulan berikutnya, laporan ini dikirim ke pihak terkait sebelum tanggal
10. Permintaan obat HIV/AIDS ini didasarkan pada laporan penggunaan obat
HIV/AIDS atau Rejimen Anti Retroviral Terapi (ART) setiap pasien per bulannya,
rejimen yang dimaksudkan adalah kombinasi obat yang digunakan. Penghitungan
penggunaan obat HIV/AIDS dan permintaan obat ini sudah menggunakan
program dengan sistem otomatis.
Sistem penyimpanan obat di Depo IRJ dilakukan berdasarkan jenis
sediaan, suhu, dan alfabetis. Alat kesehatan dan obat disimpan terpisah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
54
Penyimpanan obat psikotropika di lemari khusus, namun tidak selalu terkunci,
sedangkan untuk obat narkotik disimpan di lemari yang di tempel di dinding yang
selalu terkunci dan kuncinya dibawa oleh apoteker depo. Obat-obat yang mahal
dan diatas Rp.10.000,00 per tabletnya disimpan didalam laci tersendiri. Pada
penyimpanan beberapa obat terkadang tidak rapi, karena terdapat obat-obat yang
digunakan untuk racikan setelah digunakan tidak dikembalikan ke tempatnya
semula namun diletakkan di sebelah meja peracikan. Hal ini menyebabkan stok
obat di tempat penyimpanan menjadi kosong.
4.1.5
Depo Farmasi ASKES dan Pegawai
Depo ASKES di RSUP Fatmawati terdapat di tiga tempat yaitu Depo
ASKES lantai 1 di gedung farmasi, lantai 2, dan 3 di Gedung IRJ. Lantai 1
gedung farmasi merupakan depo ASKES dan pegawai yang melayani untuk
pegawai negeri sipil ,TM-DKI, Gakin, Askes, Jamkesmas, Jamkesda. Lantai 2 dan
3 gedung poliklinik rawat jalan melayanai Tunai, Jamkesmas, Jamkesda, Askes,
Gakin, dan TMDKI.
Alur pelayanan di depo ASKES dimulai dari pasien datang membawa
resep disertai dengan kelengkapan administrasi sesuai dengan status jaminan
pasien. Petugas depo kemudian akan melakukan penyortiran dan pemeriksaan
sesuai dengan kelengkapan status penjamin pasien, apabila tidak lengkap pasien
akan diminta untuk melengkapinya terlebih dahulu. Di depo ASKES lantai 1
penerimaan resep dibagi menjadi dua bagian yaitu untuk pegawai negeri sipil,
TMDKI, Gakin dan Askes, Jamkesmas, Jamkesda. Pada tahap penyortiran
diperiksa juga kesesuaian obat dengan buku standar ASKES adalah DPHO (Daftar
Plafon Harga Obat) untuk pasien ASKES dan pegawai serta Formularium
Jamkesmas untuk pasien TMLD. Persyaratan untuk pasien ASKES adalah Resep
asli, SJP (Surat Jaminan Pelayanan) Merah dan Kuning, Surat rujukan asli dari
puskesmas, Kartu berobat di RSUP Fatmawati, bila prosedur khusus dengan
melampirkan formulir tindakan khusus rangkap 2 dan diagnosis rangkap 2.
Persyaratan untuk pasien pegawai adalah resep asli dan 1 lembar foto copy resep,
SJP Asli dan 1 lembar foto copy SJP, surat rujukan asli dari puskesmas, Kartu
berobat di RSUP Fatmawati, foto copy kartu JPK 2 lembar, foto copy kartu
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
55
ASKES 2 lembar untuk yang sakit. Persyaratan untuk pasien TM-LD atau
Jamkesda adalah resep asli dan 1 lembar foto copy resep, SJP asli dan 2 lembar
foto copy SJP, foto copy 2 lembar surat pengantar dari Dinkes daerah, foto copy 2
lembar kartu Jamkesda, surat rujukan asli dari Puskesmas, kartu berobat di RSUP
Fatmawati, foto copy 2 lembar Kartu Keluarga (KK), foto copy KTP, Akte untuk
anak dibawah umur.
Tahapan selanjutnya akan dilakukan penghitungan obat generik dan
generik, kemudian akan penginputan data resep untuk pemotongan stok barang
farmasi dan penagihan ke PT ASKES. Resep kemudian diserahkan ke petugas
pemberian etiket dan label, lalu dilakukan pengisian dan peracikan obat. Obat
yang telah selesai disiapkan akan diambil oleh petugas penyerahan obat yang
dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker, saat penyerahan dilakukan
pengecekan dan pemberian informasi obat. Pada bagian tertentu terdapat petugas
yang memisahkan berkas resep yang telah diinput untuk arsip depo farmasi dan
untuk diberikan ke petugas IPP (Instalasi Penagihan Pasien) untuk diteruskan ke
PT ASKES. Obat-obat di luar ASKES, pembayaran dilakukan setelah penyerahan
dan untuk obat yang tidak tersedia akan diberikan salinan resep. Setiap harinya
depo ASKES gedung farmasi menerima resep racikan lebih kurang 30 R/ per hari.
Tersedia 1 motor blender dengan 3 mangkok serta 2 pasang mortar dan alu. Saat
proses peracikan berlangsung blender yang telah dipakai dibersihkan hanya
dengan kuas untuk mempersingkat waktu, namun perlakuan ini dapat
menyebabkan interaksi obat. Blender yang telah dipakai akan lebih baik bila
dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kermudian dikeringkan dengan alkohol
atau hair dryer. Namun karena jumlah blender yang digunakan terbatas serta
mortar dan stemper yang cenderung lama pengerjaannya maka terkadang hal
tersebut sulit dilakukan. Pembersihan mortar dan alupun terkadang hanya
menggunakan alkohol. Untuk menangani hal tersebut dapat dilakuan dengan
menyediakan 1 motor blender dan 1 hair dryer, dimana 1 motor blender
digunakan sebagai pengganti blender yang baru saja dicuci dan meja racik lebih di
didekatan dengan wastafel.
Penyimpanan barang di depo ASKES gedung farmasi berdasarkan jenis
sediaannya, alfabetis, dan suhu penyimpanan. Obat narkotika dan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
56
disimpan di lemari khusus dimana kuncinya dipegang oleh apoteker. Pasien dalam
hal ini pelaporan yang dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika dan
psikotropika setiap bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa penjualan setiap
bulan,dan jumlah R.
4.1.6
Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Instalasi bedah sentral (IBS) terdiri dari 8 kamar operasi untuk operasi
terjadwal yaitu bedah prima dan elektif dan 2 kamar operasi cito. IBS melayani
lebih kurang 40 pasien perhari dimana untuk pasien bedah cito lebih kurang 10-15
pasien dan untuk bedah terjadwal lebih kurang 25-30 pasien per hari. Depo
farmasi IBS melayani bedah cito, bedah elektif, dan bedah prima. Bedah cito
adalah jenis pembedahan yang dilakukan secara tidak terjadwal atau tiba-tiba
misalnya terjadi kecelakaan. Bedah elektif adalah bedah yang sudah terjadwal
sebelumnya, sedangkan bedah prima merupakan program pembedahan yang
terjadwal namun pembayaran dilakukan lebih dahulu sebelum operasi
berlangsung. Setiap jenis pembedahan telah disediakan kotak paketan yang berisi
beberapa obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan selama proses pembedahan
berlangsung, jenisnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Pada bedah cito selalu disediakan paket sebanyak 40 buah di lemari
emergency dan 9 kotak paket cadangan. Lemari emergency diperiksa setiap hari
dan terdapat dua buah yaitu untuk obat dan alat kesehatan. Pada hari sabtu dan
minggu terdapat persediaan tambahan untuk obat dan alat kesehatan untuk
mengantisipasi kekurangan persediaan di lemari emergency, dikarenakan pada
hari sabtu dan minggu petugas farmasi libur. Paket bedah elektif dan prima
disediakan sesuai dengan jumlah pasien yang akan dioperasi.
Alur pelayanan untuk bedah prima dan elektif adalah petugas depo
farmasi mendapatkan jadwal operasi dan resep anastesi sehari sebelum operasi
berlangsung, kemudian petugas depo akan menyiapkan kotak paket dan resep
tersebut. Pada saat operasi berlangsung resep dan kotak paket akan diambil oleh
penata bedah. Obat dan alat kesehatan yang belum diresepkan atau kurang akan
dilayani langsung di depo farmasi IBS, kemudian penata bedah yang mengambil
akan menuliskan nama pasien dan obat atau alat kesehatan yang digunakan di
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
57
buku catatan khusus per ruang operasi. Obat dan alat kesehatan yang telah
digunakan akan diperinci dan diinput ke dalam komputer untuk pemotongan stok
obat persediaan barang. Tagihan pembayaran untuk pemakaian obat dan alat
kesehatan pasien akan diberikan ke depo dimana pasien akan dirawat, kemudian
dibayarkan di ITURP (Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien) sedangkan untuk bedah
Prima pembayaran sudah dilakukan sebelum operasi berlangsung di bagian tata
usaha IBS.
Proses pelayanan bedah cito berbeda dengan bedah prima atau elektif.
Pada saat pembedahan berlangsung penata bedah akan mengambil obat dan alat
kesehatan yang diperlukan di lemari emergency. Penata bedah akan menulis obat
dan alat kesehatan yang digunakan di Formulir Habis Pakai dan kartu stok untuk
pemakaian dari lemari emergency. Petugas depo mengambil paket kosong bedah
cito & mencatat obat dan alat kesehatan (alkes) yang terpakai di lemari emergency
untuk kemudian diperinci dan di berikan ke depo farmasi tempat pasien dirawat.
Pembayaran dilakukan di ITURP (Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien).
Pengadaaan barang dilakukan setiap pagi secara online yang terhubung
langsung dengan gudang induk farmasi. Penyusunan dan penyimpanan obat
berdasarkan suhu penyimpanan namun tidak alfabetis karena jumlahnya tidak
sebanyak alat kesehatan. Penyimpanan alat kesehatan tidak disusun berdasarkan
alfabetis karena banyaknya jumlah sehingga mempersulit petugas yang belum
terbiasa. Proses stock opname dilakukan tiga bulan sekali. Pelaporan yang
dilakukan adalah obat generik setiap bulan, narkotika, dan psikotropika setiap
bulan, daftar pelunasan dibuat harian, analisa penjualan setiap bulan.
4.1.7
Gudang Induk Farmasi
Gudang induk farmasi memilki tugas dan fungsi untuk membuat
perencanaan perbekalan farmasi, menyimpan perbekalan farmasi, melakukan dan
mengatur pendistribusian perbekalan farmasi ke setiap depo sesuai dengan
kebutuhan dan stok optimal di masing-masing depo, serta membuat pelaporan.
Dasar perencanaan yang dilakukan berdasarkan formularium, DPHO (Daftar
Plafon Harga Obat), pengeluaran rata-rata 3 bulan terakhir, anggaran, analisis
VEN dan Pareto, serta data IRMIK (Jumlah Kunjungan Pasien), rencana
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
58
pengembangan RS, dan lead time. Metode yang digunakan dalam perencanaan
merupakan kombinasi antara metode konsumsi dan metode morbiditas.
Proses pengadaan dilakukan dengan sistem tender untuk pembelian bernilai
lebih dari 100 juta rupiah serta untuk pembelian alat kesehatan dasar, reagensia,
pembaleut, serta perbekalan farmasi yang dipakai bersama; sistem penunjukkan
langsung; sistem pembelian langsung untuk obat-obat yang dibeli kurang dari 100
juta, obat, dan alat kesehatan lain.
Perencanaan yang dilakukan oleh gudang yang telah disetujui akan ditanda
tangani oleh kepala IFRS, kemudian akan diteruskan ke direktur medik dan
keperawatan dalam hal ini direktur keuangan akan menetapkan jumlah anggaran
yang diberikan dengan disesuaikan pada perencanaan dan jumlah anggaran yang
tersedia di RS, kemudian disampaikan ke direktur utama untuk mendapatkan
persetujuan. Pihak KPA (Kuasa Pemegang Anggaran) akan memberikan sejumlah
anggaran yang telah disetujui. Pengadaan dilakukan oleh bagian pengadaan yang
ditunjuk oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen, yaitu melalui ULP (Unit
Layanan dan Pengadaan) dan pejabat pengadaan. Sesuai dengan peraturan dari
presiden, untuk pengadaan barang dan jasa dari pemerintah harus dilakukan secara
tender. Untuk pengadaan barang < 100 juta akan dilakukan oleh pejabat
pengadaan melalui pengadaan langsung dan perencanaan dibuat setiap bulannya.
Sedangkan untuk pengadaan barang > 100 juta akan dilakukan oleh ULP melalui
tender dengan perencanaan yang dibuat untuk kebutuhan tiap 6 atau 3 bulan.
Pada saat barang diterima hal-hal yang harus diperhatikan adalah
keadaan fisik barang, jumlah dan tanggal kadaluarsa (minimal 2 tahun), certificate
of analysis untuk obat, certificate of origin untuk alat kesehatan, dan MSDS
(Material Savety Data Sheet) untuk bahan-bahan berbahaya. Tim penerima barang
medik di RS akan didampingi oleh salah satu petugas farmasi untuk menerima
barang berdasarkan surat pesanan. Penyimpanan di gudang induk didasarkan pada
bentuk sediaan, alfabetis, suhu penyimpanan, narkotika dan psikotropika.
Terdapat lima jenis gudang yaitu gudang obat, alat kesehatan, tahan api, infus, dan
gas medis. Obat sumbangan seperti TBC dan HIV disimpan terpisah ditempat
tertentu. Gudang tahan api digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah
terbakar disimpan terpisah di tempat dekat Depo ASKES dan Pegawai. Sistem
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
59
keluar masuknya barang dilakukan dengan sistem secara FIFO (First In First Out)
dan FEFO (Firs Expired First Out) untuk mencegah terjadinya penumpulkan
barang kadaluarsa.
Proses permintaan obat dilakukan secara komputerisasi online setiap
harinya oleh depo farmasi, dan petugas gudang farmasi akan melihat secara
online. Petugas akan melayani barang sesuai dengan stok yang ada di gudang dan
mengaturnya agar setiap depo mendapatkan barang sesuai dengan jumlah stok
optimal pada masing-masing depo. Permintaan barang floor stock dilakukan
secara langsung dan terjadwal. Permintaan tambahan maka akan ditulis di
formulir bon obat. Poses serah terima dilakukan cara petugas depo farmasi akan
mengambil barang ke gudang farmasi dan petugas gudang akan memasukan data
secara real time setiap barang yang keluar gudang.
Pelaporan yang dilakukan gudang induk adalah narkotik dan psikotropik
barang donasi dan sumbangan, laporan permintaan barang gudang berdasarkan
distributor, laporan permintaan barang gudang berdasarkan bentuk sediaan
laporan pengeluaran barang berdasarkan unit kerja, laporan pengeluaran barang
berdasarkan bentuk sediaan .
4.1.8
Produksi
Produksi farmasi merupakan kegiatan untuk melengkapi pengadaan obat
di rumah sakit. Sediaan farmasi yang diproduksi adalah sediaan farmasi yang
tidak tersedia di pasaran, jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan,
sediaan farmasi yang jika diproduksi sendiri harganya lebih murah, dan sediaan
farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
Produksi yang dilakukan adalah produksi steril dan non steril. Produksi
non steril yang dilakukan antara lain pembuatan obat batuk hitam, dan handrub,
pengenceran alkohol, pengemasan kembali pada betadine atau vaselin. Produksi
steril dilakukan pada penanganan obat sitostatika, IV admixture, dan Total
Parenteral Nutrition (TPN). Kegiatan IV admixture yang dilakukan pada te
Mantoux sedangkan, kegiatan TPN tidak digunakan karena biaya yang mahal dan
menggunakan sediaan TPN yang telah dikemas lebih murah. Kegiatan produksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
60
steril berada di bawah pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan
produksi non steril berada di bawah pengawasan Instalasi Farmasi.
Proses pelayanan obat sitostatik dimulai dengan pasien menebus resep
yang akan digunakan untuk kemoterapi ke depo farmasi. Pasien akan
menunjukkan obat yang telah ditebus kepada dokter untuk di periksa
kebenarannya, kemudian dokter akan menulis protokol (formulir permintaan obat
kanker). Obat dan protokol ini akan dibawa oleh pasien ke instalasi farmasi
bagian produksi steril, kemudian petugas menanyakan
perkiraaan jadwal
kemoterapi ke pasien. Satu hari sebelum kemoterapi dilakukan petugas farmasi
menanyakan ke perawat untuk memastikan jadwal kemoterapi. Saat jadwal
kemoterapi dan satu hari sebelum jadwal kemoterapi perawat juga akan
mengkonfirmasikan jadwal khemoterapi dan memberi instruksi ke bagian
produksi steril agar obat segera disiapkan.
Pengelolaan limbah di RSUP Fatmawati terbagi menjadi limbah padat dan
limbah gas. Pengelolaan limbah padat terbagi menjadi tiga yaitu limbah non
infeksius, limbah infeksius, dan limbah sitostatika. Limbah non infeksius
dikumpulkan dalam kantong plastik hitam yang selanjutnya akan dibuang ke
tempat pembuangan akhir. Limbah infeksius dikumpulkan dalam kantong plastik
kuning yang selanjutnya dihancurkan dalam insinerator dan debu hasil
penghancuran dibuang ke tempat pembuangan akhir. Limbah sitostatika
dikumpulkan dalam kantong plastik ungu yang selanjutnya dihancurkan dalam
insenerator dan debu hasil penghancuran dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Limbah gas disaring terlebih dahulu dengan menggunakan HEPA filter sebanyak
dua lapis sebelum dikeluarkan ke udara bebas.
4.1.9. Instalasi Sentral Sterilisasi dan Binatu (ISSB)
ISSB adalah instalasi yang bertanggung jawab untuk mensterilkan barang
pakaian untuk operasi, alat-alat kesehatan inventaris, alat-alat kesehatan yang
habis pakai, dan lainnya. ISSB terdiri dari ruang steril dan ruang binatu. Ruang
steril merupakan ruang sterilisasi pakaian atau kain untuk operasi serta alat
kesehatan. Sedangkan ruang binatu merupakan ruang pembersihan non steril
untuk kain atau pakaian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
61
Ruangan sterilisasi berada di dekat Instalasi Bedah Sentral (IBS). Loket
penerimaan barang kotor berbeda dengan loket penyerahan barang bersih yang
telah disterilisasi. Proses penerimaan barang kotor dari ruang perawatan maupun
OK diterima di loket penerimaan barang kotor, kemdian dilakukan pemilahan
barang yaitu barang logam, karet, tenun, dan alat kesehatan. Setelah dilakukan
pemilahan barang, kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir. Tahap
selanjutnya adalah desinfeksi dengan menggunakan desinfektor, kemudian.
dibungkus menggunakan linen maupun plastik sterilisasi dan diberi indikator.
Indikator berfungsi sebagai penanda bahwa instrumen telah melalui proses
sterilisasi dengan adanya perubahan warna dari biru menjadi hitam. Sterilisasi
dilakukan selama 60 menit dengan suhu ≥ 134° C. Hal ini sebagai jaminan
kualitas sterilisasi barang. Instrumen yang dibungkus linen memiliki expired date
3 x 24 jam setelah instrumen disterilisasi dan untuk instrumen yang dibungkus
dengan plastik memiliki expired date 1 tahun setelah instrumen disterilisasi..
Barang yang sudah steril akan diambil petugas untuk dilakukan serah
terima barang, dimana akan dilakukan pengecekan oleh kedua belah pihak.
Permintaan barang steril dari IBS akan dikirim melalui lift barang, sedangkan
permintaan barang dari ruang perawatan diserahkan melalui loket pengambilan
barang steril. Pelaporan yang dilakukan antara lain pelaporan pemakaian kantong
steril, proses pensterilan dan pencucian.
4.2 Satuan Farmasi Fungsional (SFF) RSUP Fatmawati
Satuan farmasi fungsional merupakan wadah non struktural bagi Tenaga
Fungsional Profesi Apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP Fatmawati.
SFF berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. SFF berkoordinasi dengan Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati.
SFF membawahi dua bidang yaitu bidang pelayanan dan bidang
pendidikan, pelatihan, dan penelitian. Kegiatan pendidikan dan penelitian
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan para apoteker dan tenaga
kefarmasian lainnya serta memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
melakukan kerja praktek. Kegiatan pelayanan SFF meliputi kegiatan farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
62
klinik yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendorong terapi penggunaan
obat dan alat kesehatan yang rasional, serta berorientasi pada pasien. Kegiatan
pelayanan tersebut antara lain Monitoring Penggunaan Obat (MPO) pada pasien
rawat inap, visite/ronde, konseling pasien, Pelayanan Informasi Obat (PIO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), monitoring interaksi obat, pengkajian
resep pasien, penanganan sitostatika, iv admixture, dan theurapeutic drug
monitoring (TDM).
4.2.1 Kegiatan Pelayanan SFF
4.2.1.1. Monitoring Efek Samping Obat
Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilakukan dengan
berkoordinasi dengan perawat dan dokter, karena umumnya perawatlah yang
pertama kali mengetahui adanya reaksi efek samping yang terjadi pada pasien.
MESO di RSUP Fatmawati. Jika terjadi efek samping obat, maka perawat segera
memberitahu dokter. MESO dilakukan dengan pengisian lembar kuning (formulir
MESO) dari Badan POM oleh dokter. Komudian MESO ini dibawa ke forum TPF
untuk didiskusikan. Formulir yang telah ditandatangi oleh dokter akan dikirimkan
ke pusat MESO Nasional di subunit BPOM oleh sekretaris PFT. Nantinya, BPOM
akan memberikan surat balasan yang berisi ucapan terimakasih karena sudah
melaporkan ESO. MESO di RSUP Fatmawati sudah berjalan cukup baik. Namun,
keterlibatan apoteker dalam MESO masih kurang. Pada tahun 2011, telah terdapat
11 kasus MESO yang dilaporkan.
4.2.1.2.Pengkajian Resep
Pengkajian resep pasien dilakukan melalui skrining resep secara
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pengkajian secara
administratif dan kesesuaian farmasetik dapat dilakukan oleh asisten apoteker,
namun untuk pengkajian pertimbangan klinis dilakukan oleh farmasis klinis
ataupun apoteker. Skrining resep yang dilakukan di RSUP Fatmawati belum
maksimal, karena skrining yang dilakukan baru sebatas administratif dan
kesesuaian farmasetik. Skrining pertimbangan klinis belum dilakukan karena
keterbatasan waktu dan kurangnya jumlah apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
63
4.2.1.3. Penanganan Obat Sitostatika
Penanganan sitostatika merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap
hari sesuai permintaan pasien. Penanganan sitostatika ini meliputi pencampuran
obat kanker untuk kemoterapi. Pencampuran obat sitostatika dilakukan setelah
adanya konfirmasi jadwal kemoterapi pasien. Petugas mengkonfirmasi jadwal
kemoterapi dan obat-obat yang digunakan pasien ke perawat 1 hari sebelumnya
dan pada pagi hari sebelum pelaksanaan kemoterapi. Penyiapan obat kanker
dilakukan pagi hari sebelum digunakan oleh pasien. Setelah direkonstitusi, obat
diserahkan ke ruang kemoterapi untuk diberikan kepada perawat disertai lembar
bukti pelayanan dan perincian biaya. Sehubungan dengan resiko yang dihadapi
dan keselamatan kerja petugas, dalam pelaksanaan pencampuran obat sitostatika,
maka petugas harus menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap meliputi
baju/jas lab khusus, penutup kepala, masker, kaca mata (googel), sarung tangan,
dan penutup kaki. Di RSUP Fatmawati, APD yang digunakan sudah lengkap,
kecuali kaca mata google. Kaca mata google tidak digunakan di dalam ruang
pencampuran karena Biological Safety Cabinet (BSC) yang digunakan tidak
menggunakan sistem kaca buka tutup. Namun, petugas yang sedang bekerja masih
sering keluar masuk ruang pencampuran. Seharusnya ini tidak boleh terjadi terkait
dengan kesterilan sediaan yang sedang dicampur. Hal ini mungkin terjadi karena
keterbatasan jumlah petugas. Sebaiknya minimal ada dua orang petugas yang
bertugas, satu orang bertugas untuk melakukan pencampuran, dan yang lain
membantu petugas yang ada di ruang pencampuran jika sewaktu waktu ada alat
atau bahan yang kurang.
4.2.1.4.
IV Admixture
Kegiatan farmasi klinis lain di antaranya adalah kegiatan iv
admixture, di mana kegiatan ini belum berjalan maksimal di bagian produksi steril
RSUP Fatmawati. Kegiatan iv admixture yang dilakukan di ruang produksi steril
adalah penyipapan tuberkulin untuk tes mantoux. Kegiatan iv admixture di RSUP
Fatmawati masih dilakukan oleh perawat di ruang rawat, padahal diperlukan
kesterilan
dalam
pencampuran
untuk
mencegah
meningkatnya
infeksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
64
nosokomial. Kurang maksimalnya kegiatan ini disebabkan keterbatasan petugas
farmasi dan jauhnya ruang produksi dari ruang rawat.
4.2.1.5. Monitoring Penggunaan Obat
Proses pelaksanaan MPO dimulai dari pemeriksaan penggunaan obat
pasien dari map pasien/rekam medis/instruksi harian. Obat-obatan yang
digunakan oleh pasien dicatat di formulir MPO termasuk cara pemakaian dan
lama terapinya. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi Drug Related
Problem (DRP) dan mengatasinya jika ada, melalui penelusuran literatur. DRP
yang sering terjadi antara lain adanya interaksi obat yang bermakna,
ketidaksesuaian dosis, dan lama terapi yang tidak tepat. Apabila terjadi DRP maka
sesegera mungkin dilaporkan ke dokter disertai dengan rekomendasi. Monitoring
penggunaan obat (MPO) pada pasien rawat inap telah dilakukan di Gedung
Teratai lantai 5 dan 6, Gedung GPS lantai 1 dan 4, Gedung IGD ruang ICU,
NICU, dan PICU.
4.2.1.6 Visite/Ronde
Visite atau visite mandiri di RSUP Fatmawati merupakan kegiatan
farmasi klinik yang dilakukan secara mandiri oleh apoteker untuk mengetahui
riwayat penyakit dan riwayat penggunaan obat pasien melalui suatu wawancara
antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien. Visite juga dapat digunakan
untuk tujuan mengidentifikasi DRP pada pasien. Visite biasanya dilakukan
sebelum kegiatan ronde dengan tenaga kesehatan lain. Jika ditemukan adanya
DRP maka Apoteker akan mendiskusikan dengan dokter.
Ronde pasien telah dilakukan untuk pasien rehabilitasi medik di Gedung
Prof. Soelarto. Kegiatan ronde ini juga berkaitan dengan monitoring penggunaan
obat untuk melihat apakah terjadi Drug Related Problem atau tidak, di mana
umumnya monitoring penggunaan obat yang sering dibahas adalah penggunaan
antibiotik. Setelah kegiatan ronde, dilakukan diskusi di suatu ruangan bersama
dengan tim kesehatan lainnya untuk memonitor kemajuan terapi pasien. Ketika
kegiatan diskusi, apoteker diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat
mengenai terapi pasien. Kegiatan ronde ini masih belum maksimal karena tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
65
dilakukan di semua instalasi rawat inap.
4.2.1.7 Konseling
Konseling yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati terdiri dari
konseling obat rawat inap dan konseling obat rawat jalan. Konseling obat rawat
inap dilakukan di Gedung Teratai dan Gedung Prof. Soelarto. Kegiatan konseling
ini dilakukan pada pasien jantung, syaraf, penyakit dalam, anak, TBC, diabetes,
dan pasien bedah. Konseling obat rawat jalan dilakukan pada di Depo Farmasi
ASKES dan Depo Farmasi Rawat Jalan dengan menggunakan ruangan khusus
yang tertutup. Konseling dilakukan untuk pasien jantung, HIV, penyakit dalam,
diabetes, hipertensi, dan saraf. Pemilihan pasien dilakukan sesuai kriteria yang
dianjurkan oleh WHO, yang umumnya ditujukan untuk pasien kronis atau
berdasarkan permintaan dari pasien.
4.2.1.8 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat (PIO) di RSUP Fatmawati dilakukan dengan
menjawab permohonan informasi mengenai obat serta menyebarkan informasi
tentang obat ke tim pelayanan kesehatan, pasien dan masyarakat. PIO dapat
dilakukan secara lisan (telepon) atau tulisan (SMS). Hasil evaluasi SFF tahun
2011 menunjukkan bahwa pihak yang banyak bertanya adalah pihak intern rumah
sakit dengan tiga penanya terbanyak secara berurutan adalah apoteker, asisten
apoteker, dan dokter. Pertanyaan umumnya berupa identifikasi nama obat.
Kegiatan lain yang dilakukan PIO adalah pembuatan brosur yang berisi informasi
obat. Brosur ini akan diberikan bagi pasien yang membutuhkan. Selain itu unit
kerja PIO menyediakan label yang berisi informasi penggunaan obat dalam
bentuk sticker berwarna. Label yang telah dibuat unit kerja ini berjumlah 16 label
dengan setiap label memiliki warna yang berbeda. Informasi penggunaan obat
tersebut antara lain:
a. Kocok dahulu (berwarna putih);
b. Obat ini diminum, satu jam sebelum makan (biru muda)
c. Obat ini diminum segera sesudah makan (berwarna kuningmuda);
d. Obat ini harus diminum sampai habis sesuai petunjuk (berwarna merah);
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
66
e. obat ini menyebabkan mengantuk, jangan mengendarai mobil atau
menjalankan mesin (berwarna hijau muda);
f. hanya dipergunakan melalui anus/dubur (berwarna biru tua);
g. hanya dipergunakan melalui vagina (berwarna ungu tua)
h. obat luar jangan diminum! (berwarna kuning tua)
i. Obat ini dipergunakan (diletakkan) di bawah lidah & dihisap sampai habis
(berwarna cokelat tua)
j. Obat ini harus dilarutkan dahulu dalam segelas air putih dan diminum
(berwarna biru tua)
k. Obat ini diminum dua jam sesudah makan (berwarna hijau tua)
l. Jangan berhenti minum obat ini secara tiba-tiba kecuali atas petunjuk
dokter (berwarna orange)
m. Obat ini dikunyah dahulu sebelum ditelan (berwarna abu-abu)
n. Obat ini diminum setengah jam sebelum makan (pink muda)
o. Harus banyak minum air putih (berwarna pink tua)
p. Simpan dalam lemari dingin (berwarna ungu muda)
PIO di RSUP Fatmawati berjalan cukup baik, tetapi belum maksimal. Hal
ini disebabkan karena petugas PIO terkadang tidak ada di tempat. Untuk
mengatasi hal tersebut, apoteker lain dapat menggantikannya. PIO RSUP
Fatmawati tidak menyediakan akses jurnal online. Hal ini disebabkan karena
variasi jenis pertanyaan yang masuk ke PIO belum membutuhkan jawaban dari
literatur-literatur jurnal online dan masih cukup dijawab dengan literatur buku
yang ada. Literatur PIO RSUP Fatmawati sudah cukup lengkap dan up to date.
4.2.1.9 Theraupetic Drug Monitoring (TDM)
Theraupetic Drug Monitoring penting dilakukan untuk obat dengan
indeks terapi sempit, namun kegiatan ini masih belum berjalan di RSUP
Fatmawati dikarenakan biaya yang diperlukan untuk berjalannya kegiatan ini
cukup mahal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
67
4.2.2
Kegiatan Pendidikan, pelatihan, dan penelitian
Kegiatan SFF yang lain adalah pendidikan, pelatihan dan penelitian
kepada pasien, apoteker, asisten apoteker, mahasiswa, dan tenaga kesehatan lain.
4.2.2.1 Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) merupakan salah satu kegiatan
pendidikan dan pelatihan. PKRS di RSUP Fatmawati yang melibatkan farmasis
klinis antara lain edukasi pasien diabetes, penyuluhan pasien rawat jalan di Depo
ASKES dan pegawai, edukasi staf farmasi, edukasi geriatri, dan edukasi pasien
Paguyuban Rehabilitasi Jantung.
Edukasi pasien diabetes yang dilaksanakan oleh RSUP Fatmawati secara
rutin 3 atau 4 minggu sekali di gedung IRJ lantai 2. Edukasi ini dilakukan oleh
dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi. SFF memiliki kontribusi dalam
memberikan edukasi seputar obat diabetes. Apoteker menjelaskan mengenai
manfaat serta cara penggunaan obat yang tepat agar efek terapi dapat tercapai.
Penyuluhan pasien rawat jalan dilakukan di depo ASKES dan pegawai.
Penyuluhan ini dilaksanakan sesuai dengan permintaan dari tim PKRS rumah
sakit sehingga jadwalnya tidak tetap. Materi yang diberikan biasanya berupa cara
penggunaan obat yang benar, pengetahuan tentang label-label obat, cara
penyimpanan obat, dan sebagainya.
Edukasi staf farmasi rutin dilakukan terutama pada asisten apoteker dan
juru resep melalui suatu presentasi profil obat yang disampaikan oleh apoteker
atau medical representatif dari pabrik obat. Kegiatan ini biasanya dilakukan setiap
hari Rabu sore. Kegiatan ini sangat diperlukan oleh para asisten apoteker dan juru
resep karena pengetahuan seputar obat yang terus berkembang sehingga
diperlukan penambahan informasi ke petugas farmasi yang sehari-hari melayani
pasien.
Edukasi geriatri merupakan salah satu kegiatan PKRS yang melibatkan
farmasi klinis. Edukasi ini diberikan pada paguyuban geriatri RSUP Fatmawati.
Kegiatan ini penting mengingat multipatologi yang biasa dialami oleh pasien
geriatri. Selain itu, pasien geriatri juga merupakan suatu kelompok pasien yang
harus mendapatkan perhatian lebih, khususnya dalam hal penggunaan obatnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
68
Materi yang dapat diberikan oleh apoteker farmasi klinis pada edukasi geriatri ini
misalnya cara pemakaian obat yang benar, cara penyimpanan obat, dan hal-hal
yang tidak boleh dilakukan selama minum obat. Selain itu, pemberian motivasi
dalam kegiatan edukasi ini juga sangat penting. Hal ini terkait dengan kepatuhan
para geriatri dalam meminum obtanya.
4.3 Tim Pengendalian Farmasi (TPF) RSUP Fatmawati
TPF RSUP Fatmawati ini bertugas sebagai Tim Farmasi dan Terapi
(TFT) atau umumnya disebut dengan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Tim
Pengendalian Farmasi (TPF) bertujuan untuk peningkatkan mutu dan pelayanan
farmasi. TPF akan bertanggungjawab kepada Direktur Utama RSUP Fatmawati
dengan membuat laporan secara berkala minimal 1 bulan sekali. TPF di RSUP
Fatmawati diketuai oleh seorang dokter. Wakil ketua dan sekretarisnya adalah
seorang apoteker. TPF mempunyai 11 anggota yang terdiridari 4 orang dokter, 2
orang apoteker termasuk Ka IFRS, 3 orang perawat, 1 orang bagian keuangan,
dan 1 orang bagian umum. Sebagai tim farmasi dan terapi, monitoring dan
evaluasi perencanaan obat dan alkes habis pakai, monitoring dan evaluasi proses
pengadaan obat dan alkes habis pakai, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat
dan alkes habis pakai, mengendalikan pemakaian obat sesuai dengan
formularium, mengendalikan dan memonitor pembayaran dan pembelian obat dan
alkes habis pakai, membuat laporan secara berkala.
Kegiatan TPF
yang cukup penting adalah pembuatan formularium.
Formularium dibentuk melalui suatu rapat TPF yang dihadiri oleh para
anggotanya dan SMF. Melalui rapat ini, obat-obatan yang sering diresepkan oleh
para dokter didata. Obat-obat tersebut kemudian dikumpulkan, dipilih, dan
ditetapkan obat mana yang akan masuk ke dalam formularium. Permintaan obat
non formularium terkadang masih sering ditemukan. Hal ini dikarenakan tidak
semua dokter hadir dalam rapat tersebut. Permintaan obat resep non formularium
dapat menyulitkan gudang farmasi dalam hal penyediaan obat. Oleh karena itu,
sebaiknya pada saat perumusan formularium seluruh dokter hadir dan membantu
penyusunan obat yang akan digunakan di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
69
Formularium ini di evaluasi tiap 1 tahun sekali dan diperbaharui minimal 3
tahun sekali. Evaluasi ini bermanfaat untuk melihat kepatuhan terhadap sistem
formularium rumah sakit dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan
perencanaan dan pengadaan atau pembelian obat-obatan farmasi diperlukan suatu
evaluasi penggunaan dan pembelian obat. Obat yang terdapat dalam formularium
digolongkan berdasarkan kelompok farmakologis, kemudian bentuk sediaan,
kekuatan, nama dagang, dan pabriknya. Formularium menyediakan 1 jenis obat
paten, 1 jenis obat generik, dan 2 jenis metoo. Pada saat ini, TPF RSUP Fatmawati
telah menerbitkan 6 formularium yaitu: formularium edisi I tahun 1990, edisi II
tahun 1995, edisi III tahun 2003, edisi IV tahun 2007, edisi V tahun 2010, dan
edisi VI tahun 2012.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1 Instalasi farmasi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati
memiliki tugas dan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
perbekalan farmasi dan alat kesehatan dimulai dari perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan,
pengarsipan, pemusnahan, dan monitoring serta evaluasi.
5.1.2 Apoteker di RSUP Fatmawati memiliki peran, fungsi, dan tanggung jawab
dalam pelayanan farmasi klinik dan pengelolaan perbekalan farmasi.
Fungsi klinik dijalankan melalui Satuan Farmasi Fungsional (SFF) RSUP
Fatmawati dan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi melalui Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Fatmawati.
5.2
Saran
5.2.1. Meningkatkan kebersihan dalam peracikan di depo-depo farmasi agar
tidak terjadi interaksi obat. Kebersihan dilakukan dengan membersihkan
mixer, mortar, dan sptemper dengan dibilas air, dilap dengan kapas yang
diberikan alkohol, kemudian dikeringkan dengan pengering (hair dryer).
Selain itu petugas yang meracik obat harus menggunakan masker untuk
menghindari terhirupnua serbuk obat oleh petugas dan menjaga kualitas
obat yang sedang diracik
5.2.2. Dibutuhkan penambahan alat racik seperti mangkok blender, motor
blender, dan pengering (hair dryer) sesuai dengan kebutuhan tiap depo
sebagai upaya peningkatan kebersihan peralatan racik.
5.2.3. Tiap lantai rawat inap sebaiknya ditugaskan seorang apoteker farmasi
klinis atau apoteker yang diarahkan untuk melakukan kegiatan farmasi
klinis untuk memonitoring pemakaian obat pada pasien. Apoteker tiap
lantai tersebut diharapkan juga dapat berperan sebagai penghubung
komunikasi antara perawat dan petugas depo farmasi.
70
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
71
5.2.4. Peningkatkan pelayanan kefarmasian dalam hal farmasi klinis, dapat
dilakukan dengan cara apoteker yang ada diarahkan secara bertahap untuk
terlibat dalam kegiatan farmasi klinis, seperti visite/ronde, monitor
penggunaan obat, dan konseling.
5.2.5. Petugas yang melakukan proses pencampuran obat sitostatika sebaiknya
ada dua orang, dimana seorang petugas beraktivitas di dalam ruang steril
dan satu orang lagi berperan membantu petugas dalam ruang steril, hal ini
berfungsi untuk mengurangi aktivitas keluar masuk ruangan steril untuk
mengambil peralatan atau mengangkat telepon.
5.2.6. Gudang tahan api sebaiknya diletekkan tersendiri terpisah dari bangunan
lain tidak dijadikan satu dengan Depo ASKES dan pegawai.
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Charles, J.P. Siregar. (2004). Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan.
Jakarta: EGC.
Fatmawati, R. S. (2010). Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit Fatmawati 20102014. Jakarta: Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. (2004). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340. (2010). Klasifikasi Rumah Sakit.
Jakarta: Kemetrian Kesehatan
RSUP Fatmawati. (2011). 50 Tahun RSUP Fatmawati 15 April 1961 – 15 April
2011. Jakarta: RSUP Fatmawati.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. (2009). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. (2009). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
72
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
1
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
DIREKTU
R UTAMA
KOMIT
E KKRS
KOMITE
ETIKA &
HUKUM
KOMITE
PENGEM
BANGAN
& MUTU
KOMITE
KEPEGA
WAIAN
KOMIT
E
MEDIK
BIDANG
YAN
MEDIK
SMF
DIREKTORAT
MEDIK DAN
KEPERAWATAN
BIDANG
YAN
KEPER
BID. FAS
MEDIK &
KEPER
SIE
RENBAN
G FAS
YANDIK
SIE
RENB
ANG
YANG
KEPER
SIE
MONE
V FAS
YANDI
K
SIE
MONE
V YAN
KEPER
SIE
RENBAN
G
YANDIK
SIE
MONEV
YANDIK
DEWAN
PENGAW
AS
DIREKTORAT
UMUM, SDM, &
PENDIDIKAN
BAGIAN
SDM
BAGIAN
UMUM
SUB
BAG
RENBAN
G SDM
SUBBA
G TATA
USAHA
SUBBA
G AGM
&
MONEV
SUBBA
G
RUMAH
TANGG
A
SATUAN
PEMERIKSA
AN INTERN
DIREAKTORAT
KEUNGAN
BAGIAN
DIKLIT
SUBBAG
RENBANG
DIKLATLI
T
SUBBAG
MONEV
DIKLATLI
T
BAG.
PENERANGA
N
ANGGARAN
BIDANG
YAN
KEPER
SUBBAG
PENYUS
UN
ANGGA
RAN
SUBBA
G
PERBEN
DAHAR
AAN
SUBBA
G
EVALU
ASI
DAN
LAPOR
AN
SUBBA
G
MOBILI
SASI
DANA
BID. FAS
MEDIK &
KEPER
SUBBAG
AKUNTAN
SI
KEUANGA
N
SUBBAG
AKUNTANS
I
MANAGEM
EN &
VERIFIKASI
SFF
INSTALA
SI
INSTALA
SI
INSTALA
SI
73
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
74
Lampiran 2.
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Direktur Utama
Direktur Medik dan Kerawatan
Satuan Farmasi Fungsional
Kepala Instalasi Farmasi
Waka Perbekalan
Penyelia Pencatatan
& Pelaporan
Penyelia Sistem
Informasi Farmasi
Penyelia Gudang
Farmasi
Penyelia Produksi
Farmasi
Penyelia Distribusi
Tim Pengendalian Farmasi
Waka Pelayanan
Penyelia Depo IRJ
Lt. 1 & Depo Askes
Lt.2
Penyelia Depo
Askes dan Pegawai,
Depo IRJ Lt.3
Penyelia Depo IGD
dan IRI
Penyelia Depo IBS
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
Penyelia Depo
Teratai
Penyelia Depo
Griya Husada
Penyelia Depo
Gedung Prof.
Soelarto
75
Lampiran 3.
Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Ketua
Satuan Farmasi Fungsional
Koordinator
Bidang Pendidikan dan
Penelitian
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator
Bidang Pelayanan
Apoteker
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
76
Lampiran 4.
Alur perbekalan farmasi
Rawat
Inap
Depo Teratai
Depo GPS
Ruangan
Depo IGD
OK Cito
Produksi
Distributor
Depo OK
Gudang
Depo IRJ Lt.1
Rawat
Jalan
Depo Askes
Depo IRJ Lt.2
Depo IRJ Lt.3
Instalasi/Ruangan/Poliklinik
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
OK elektif
OK Bedah Prima
77
Lampiran 5.
Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati
Dokter Ruangan
- Resep
- Map (Formulir
Instruksi Obat)
< jam 11
Farmasi Pusat
Depo farmasi
< jam 13
- Kereta Obat
- Obat
- Kereta Obat
Perawat ruangan
Sore
Malam
Pagi
Siang
- Obat
Lemari
emergency
Ruangan
 Obat di luar
jam kerja
 Formuli
Pemberian
Obat
Insidetil
Pasien
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
78
Lampiran 6.
Pasien
Alur pelayanan resep di Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan RSUP
Fatmawati
Bagian
Penerimaan
Pengecekan Obat, Meminta
No Telp & Tanda Tangan
Pasien, Bukti Pembayaran,
Informasi Obat , Saran
Konseling
Kasir
Pelayanan
Resep
Penyerahan
Obat
Penyiapan obat
racin dan non
racik
Penyerahan
Obat
Arsip
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
79
Lampiran 7.
Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Askes RSUP Fatmawati
Penerimaan
Resep
Pengecekan
(Keseuaian
formularium dan
kelengkapan
adminstrasi)
Penulisan
etiket dan label
Input data
ke komputer
Penyiapan
obat
Instalasi
Penagihan
Pasien
Penyerahan,
pengecekan,
pemberian
informasi obat
Penghitungan
obat generik dan
non generik
Penghitungan
obat generik dan
non generik
PT ASKES
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
80
Lampiran 8.
Pasien pegawai
RSUP fatmawati
Pasien Tidak
Mampu (TM)
Pasien DBD
Alur pelayanan obat di Depo Farmasi Pegawai RSUP Fatmawati
Resep + Cap poli pegawai
Resep + kartu sehat
Farmasi
Pegawai
Resep
diperiksa
Obat
jadi
Obat
racik
Resep + Cap pasien DBD
Pengemasan
Penyerahan Obat
+
Informasi
pelayanan obat
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
Etiket + Label
81
Lampiran 9.
Alur pelayanan obat di Depo IBS (Instalasi Bedah Sentral) RSUP
Fatmawati
Jadwal operasi
+ resep diluar paket
Bedah Prima
Memeriksa
paket
Paket operasi
+ barang diluar paket
Bedah Prima
Pengembalian paket
Perincian
(Paket +
diluar paket)
Jadwal operasi
+ resep diluar paket
Bedah Elektif
Paket operasi
+ barang diluar paket
Depo
IBS
Depo
Ruang Rawat
Pengembalian paket
Penggiriman paket +
pengisian lemari
emergency
Bedah Cito
ITURP
(Instalasi
Tata Usaha
Rawat Pasien)
Pengambilan paket
yang terpakai +
catat penggunaan
lemari emergency
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
TU
IBS
82
Lampiran 10. Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat inap RSUP
Fatmawati
Perawat
(ruangan)
(1)
Pemberitahuan
pasien pulang
(1 hari sebelumnya)
(2) Obat + resep
Depo
Farmasi
(4) Obat + resep
Apoteker
(3) Pemberitahuan jumlah
pasien pulang
(5) Obat + konseling
Pasien
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
83
Lampiran 11. Alur dan tata laksana konseling obat untuk pasien rawat jalan
RSUP Fatmawati
Pasien
(3) Resep
Asisten Apoteker
(AA)
(2) Cito
Peracikan
(4) Obat + resep
Apoteker
(1) Obat + konseling
Pasien
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
84
Lampiran 12. Alur masuk ke ruang produksi aseptik Total Parenteral Nutrition
(TPN)
Pintu masuk
Membuka sepatu dan memakai sandal
Ruang 0
Mencuci tangan dan kaki
Ruang I
- Melepas sandal
- Memakai baju Steril
- Mematikan lampu UV ruang II
Ruang II
- Mematikan lampu UV ruang III A/III B
- Memasukkan obat ke dalam passbox
- Mencuci tangan
TPN
Sitostatika
Ruang III A
Ruang III B
Memakai baju sitostatika
Ruang IV
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
85
Lampiran 13. Alur penanganan limbah
a) Limbah Padat
Limbah padat
Noninfeksius
Basah
Kering
Infeksius
Sitostatika
Plastik kuning
Plastik ungu
Plastik hitam
Tempat pembuangan sementara
Incenerator
Debu
Tempat pembuangan akhir
b) Limbah Gas
Limbah gas
Saring dengan HEPA
filter 2 lapis
Udara bebas
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
86
Lampiran 14.
Alur sistematis dalam menjawab pertanyaan informasi obat
1
Pertanyaan
Klasifikasi
2
Informasi latar
belakang
3.1
3.3
Tindak lanjut
3
3.2
Respon
Pencarian literatur
yang sistematis
Keterangan :
Alur pertanyaan
Alur jawaban
Laporan praktek..., Annisa Rahma Hendarsula, FMIPA UI, 2012
Download