PATOGENISITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN Beauveria

advertisement
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
PATOGENISITAS JAMUR ENTOMOPATOGEN
Beauveria bassiana (DEUTEROMYCOTINA: HYPHOMYCETES) TERHADAP
TELUR Crocidolomia pavonana (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE)
Pathogenicity of Entomopathogenic Fungi Beauveria bassiana (Deuteromycotina:
Hyphomycetes) on Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae) egg
Oleh:
Trizelia , T. Santoso , S. Sosromarsono2), A. Rauf2) dan L.I. Sudirman 3)
1)
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta, Universitas Andalas
2)
Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, Institut Pertanian Bogor
3)
Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor
1)
2)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patogenisitas jamur entomopatogen Beauveria bassiana
(Bals.) Vuill. (Deuteromycotina: Hyphomycetes) yang diisolasi dari berbagai lokasi dan jenis inang di
Indonesia terhadap telur Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Pada percobaan ini
digunakan kelompok telur dan 13 isolat B. bassiana, yaitu Bb-La1, Bb-La2, Bb-La3, Bb-La4, Bb-Hh1, BbHh2, Bb-Cp, Bb-Thr, Bb-Sl, Bb-Nl, Bb-725, Bb-Cc, Bb-Rl. Aplikasi jamur dilakukan dengan cara
perendaman kelompok telur C. Pavonana ke dalam suspensi konidia selama 60 detik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh aplikasi seluruh isolat B. bassiana terhadap mortalitas telur, akan
tetapi beberapa larva instar I mati 3 hari setelah keluar dari telur. Mortalitas larva instar I maksimal 91.00%.
Kata kunci: Beauveria bassiana, patogenesitas, isolat, telur Crocidolomia pavonana
ABSTRACT
The purpose of this research was to study the pathogenicity of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill.
(Deuteromycotina: Hyphomycetes) originated from different geographical locations and host ranges in
Indonesia to eggs of Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Egg clusters and thirteen
isolates, i.e., Bb-La1, Bb-La2, Bb-La3, Bb-La4, Bb-Hh1, Bb-Hh2, Bb-Cp, Bb-Thr, Bb-Sl, Bb-Nl, Bb-725,
Bb-Cc, Bb-Rl were used in the experiment. Egg cluster directly inoculated with conidial suspensions using
dipping methods in 60 seconds. The results of experiment showed that there was no effect of all isolates on
egg mortality, but that some first instar larvae died 3 days after eclosion. The maximum mortality of first
instar larvae was 91.00%.
Key words: Beauveria bassiana, pathogenicity, isolates, Crocidolomia pavonana eggs
PENDAHULUAN
Di
Indonesia,
Crocidolomia
pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae)
merupakan salah satu jenis hama yang
52
menimbulkan masalah penting pada
pertanaman sayuran Brassicaceae, seperti
kubis, brokoli, kubis bunga, sawi dan
lobak (Kalshoven, 1981; Shepard et al.,
1997). Kerusakan ditimbulkannya dengan
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
cara memakan daun, terutama daun yang
masih muda dan menuju ke bagian titik
tumbuh, sehingga titik tumbuh habis dan
tanaman dapat mati (Kalshoven ,1981).
Pada saat ini, pengendalian hama C.
pavonana masih sangat tergantung
kepada pestisida sintetis, karena cara ini
mudah dilaksanakan, cepat menurunkan
populasi hama dan belum ditemukan
pilihan pengendalian lainnya yang cukup
efektif.
Aplikasi pestisida dilakukan
secara intensif, seminggu sekali, bahkan
2-3 hari sekali (Rauf, 1996). Kadangkadang
petani
masih
melakukan
penyemprotan pada tanaman yang siap
dipanen
tanpa
memperhatikan
dampaknya
terhadap
konsumen.
Penggunaan insektisida kimia yang
sangat intensif ini dapat mengganggu
kehidupan
bahkan
mematikan
sumberdaya alam hayati dan mencemari
lingkungan hidup. Hal ini sangat
disayangkan mengingat Indonesia sedang
menuju era pembangunan pertanian yang
berwawasan
lingkungan,
sehingga
penggunaan pestisida kimia sintetis harus
digunakan seminimum mungkin.
Untuk menjawab dilema tersebut,
konsep pengendalian hama terpadu
(PHT) merupakan pilihan yang tepat,
karena PHT bertujuan membatasi
penggunaan pestisida sesedikit mungkin
tetapi sasaran kualitas dan kuantitas
produksi pertanian masih dapat dicapai
(Sastrosiswojo
dan
Oka,
1997).
Pengurangan masukan pestisida sekaligus
juga akan menurunkan residu pestisida,
sehingga produk yang dihasilkan dapat
lebih bersaing di pasar.
Didalam
PHT,
pemberdayaan
musuh alami dan potensi hayati lainnya
merupakan komponen utama, karena
musuh alami mempunyai peranan penting
dalam penekanan populasi hama dan
menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh
karena itu, musuh alami yang sudah ada
perlu dijaga kelestariannya dan upaya
untuk meningkatkan peranannya dalam
pengendalian hama juga perlu dilakukan.
Di antara musuh alami yang dapat
digunakan untuk pengendalian hama C.
pavonana secara hayati adalah jamur
entomopatogen Beauveria bassiana
(Bals.)
Vuill.
(Deuteromycotina:
Hyphomycetes).
Pemanfaatan B.
bassiana untuk pengendalian hama C.
pavonana belum banyak dilaporkan.
Hasil
penelitian
pendahuluan
menunjukkan bahwa B. bassiana yang
diisolasi dari hama Hypothenemus
hampei (Ferr.) (Coleoptera: Scolytidae)
efektif dalam mengendalikan hama C.
pavonana (Trizelia dan Arneti, 1996;
Trizelia, 1997), tetapi tidak efektif dalam
mengendalikan Spodoptera litura (F.)
(Lepidoptera: Noctuidae) (Yunisman et
al., 1997).
Salah satu keuntungan penggunaan
jamur B. bassiana untuk pengendalian
hayati adalah dapat digunakan untuk
mengendalikan
berbagai
tingkat
perkembangan serangga hama mulai dari
telur, larva, pupa dan imago. Hasil
penelitian Prayogo (2004) menunjukkan
bahwa B. bassiana dapat menginfeksi
telur
Riptortus
linearis
(Linn.)
(Hemiptera: Alydidae) sehingga jumlah
nimfa yang terbentuk rendah. Hal ini
berarti bahwa kematian serangga hama
yang terjadi pada stadium awal ini
sangat
menguntungkan
dalam
pengendalian karena populasi serangga
hama dapat ditekan lebih dini.
Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari patogenisitas B. bassiana
terhadap telur C. pavonana.
53
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
METODE PENELITIAN
Percobaan ini dilaksanakan di
Laboratorium Patologi Serangga Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian IPB Bogor dari bulan April
2003 sampai dengan Juli 2003.
diinkubasikan pada suhu 25C selama 15
hari. Untuk mempertahankan kevirulenan
dari isolat yang diuji, semua isolat
diinokulasikan kembali pada larva C.
pavonana. Dari larva C. pavonana yang
terinfeksi
diisolasi
kembali
dan
dimurnikan pada media SDAY.
A. Koleksi dan Perbanyakan Isolat
B. Penyediaan Tanaman Kubis
Isolat B. bassiana yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan koleksi
Laboratorium Patologi Serangga Jurusan
HPT IPB, Balitro Bogor, koleksi
langsung dari serangga yang terinfeksi di
lapangan dari lokasi yang berbeda (Tabel
1). Seluruh isolat ditumbuhkan pada
medium Sabauraud dextrose agar
(SDAY) (dekstrosa 10 g, pepton 2.5 g,
ekstrak khamir 2.5 g, agar 20 g,
kloramfenikol 0.5 g dan akuades 1 l)
(Samuels et al., 2002).
Isolasi B. bassiana dari serangga
yang telah terinfeksi oleh B. bassiana
dilakukan dengan cara mengambil
miselium
atau
konidiumnya
dan
ditumbuhkan pada medium SDAY,
kemudian dilakukan pemurnian pada
media yang sama. Semua isolat
Tanaman kubis yang digunakan
sebagai pakan larva C. pavonana ditanam
dalam polibeg kapasitas 5 kg. Benih
kubis yang digunakan adalah Cabbage F1
Asia Cross merek Tropica.
Benih
dibibitkan dalam kotak persemaian
sampai berumur satu bulan dan
kemudian dipindahkan ke dalam polibeg
yang berisi campuran tanah dan pupuk
kandang.
Tanaman dipupuk dengan
pupuk dasar NPK (15:15:15) seminggu
setelah tanam sebanyak 0.5 g /polibeg.
Pemupukan dilakukan kembali pada
waktu tanaman telah berumur satu dan
dua bulan. Tanaman disiram setiap hari
dan tanaman tidak disemprot dengan
pestisida.
Tabel 1. Sumber isolat B. bassiana yang digunakan
Is o lat
B b -N l
B b -L a1
B b -L a2
B b -L a3
B b -L a4
B b -T h r
B b -7 2 5
B b -H h 1
B b -H h 2
B b -C p
B b -S l
B b -C c
B b -R l
54
A sal in an g
N ila p a rva ta lu g en s
L ep to co risa
L ep to co risa
L ep to co risa
L ep to co risa
T h rip s sp
T id ak d ik etah u i
H yp o th en em u s
H yp o th en em u s
C ro cid o lo m ia
S p o d o p tera litu r a
C h ryso d eixis
R ip to rtu s lin ea ris
S tad ia
Im ag o
Im ag o
Im ag o
Im ag o
Im ag o
Im ag o
Im ag o
Im ag o
L arv a
L arv a
L arv a
Im ag o
A s al lo k as i (T ah u n )
B o go r (2 0 0 1 )
B o go r (2 0 0 1 )
C ian ju r (2 0 0 3 )
C ilacap (2 0 0 2 )
P ro b o lin g go (2 0 0 3 )
B o go r (2 0 0 2 )
B o go r (2 0 0 2 )
B o go r (2 0 0 1 )
Fajar B u lan (2 0 0 2 )
C ib o d as (2 0 0 3 )
C ib o d as (2 0 0 3 )
C ih eran g (2 0 0 2 )
P ro b o lin g go (2 0 0 3 )
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
C. Perbanyakan C. pavonana
Hama C. pavonana dikumpulkan
dari pertanaman kubis di lapangan. Larva
dipelihara dalam kotak plastik dan diberi
makanan berupa daun kubis yang masih
segar. Makanan larva diganti setelah
habis atau sudah tidak segar lagi.
Pada waktu larva akan berpupa, di
dasar kotak diberi serbuk gergaji. Semua
imago yang keluar dari pupa dipelihara
secara massal dalam kurungan serangga
yang telah diberi daun kubis segar
sebagai tempat peletakan telur. Sebagai
makanan imago digunakan madu dengan
konsentrasi 10%. Kelompok telur yang
diletakkan pada daun kubis digunakan
untuk pengujian.
D. Penyiapan Suspensi Konidium
Seluruh isolat diperbanyak pada
medium SDAY dalam cawan Petri pada
suhu 25 o C selama 15 hari. Konidium
jamur
dipanen
dengan
cara
menambahkan 5 ml akuades steril dan
0.05% Triton X100 sebagai bahan perata
ke dalam cawan Petri dan konidia dilepas
dari medium dengan
kuas halus.
Suspensi disaring dan konsentrasi konidia
dihitung menggunakan hemositometer.
E. Aplikasi Konidium
B. bassiana
Terhadap Telur C. pavonana
Konsentrasi konidium masingmasing isolat yang digunakan untuk
pengujian patogenisitas B. bassiana
terhadap stadia telur C. pavonana adalah
108 konidium/ml.
Telur uji terdiri atas dua kelompok
telur C. pavonana yang diletakkan pada
daun kubis dan berumur satu hari.
Perlakuan berupa perendaman kelompok
telur dalam suspensi konidium selama 60
detik,
kemudian
kelompok
telur
dipindahkan ke dalam cawan Petri yang
telah dialas dengan kertas saring lembap.
Kelompok telur yang telah diperlakukan
dipelihara sampai menetas. Percobaan
diulang tiga kali dan percobaan disusun
dalam rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 13 taraf perlakuan (isolat). Data
hasil percobaan diolah dengan sidik
ragam dan dilanjutkan dengan pengujian
nilai tengah menggunakan uji Tukey
(HSD) pada taraf nyata 5%. Variabel
pengamatan adalah persentase telur yang
menetas dan persentase larva instar I
yang terinfeksi. Data dianalisis dengan
menggunakan
program
Statistical
Analysis System (SAS) versi 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji patogenisitas B. bassiana
terhadap telur C. pavonana menunjukkan
bahwa seluruh isolat B. bassiana yang
diuji tidak memengaruhi perkembangan
telur C. pavonana. Analisis statistika
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang nyata antara telur C. pavonana yang
diaplikasi dengan suspensi konidium B.
bassiana dengan kontrol (F=1.11; db=13,
28; P<0.3885). Hampir 100% telur C.
pavonana masih mampu menetas
walaupun telah diberi perlakuan dengan
suspensi konidium B. bassiana (Tabel 2).
Semua isolat yang diuji tidak dapat
menginfeksi telur C. pavonana dan telur
menetas secara normal.
Hasil pengamatan makroskopis
menunjukkan bahwa telur C. pavonana
yang telah diaplikasi dengan B. bassiana
tidak memperlihatkan adanya gejala
infeksi B. bassiana. Hal ini menunjukkan
bahwa
B.
bassiana
tidak
bisa
menginfeksi telur C. pavonana. Tidak
terjadinya infeksi pada telur mungkin
55
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
disebabkan oleh sifat fisik dan kimia telur
C. pavonana yang diduga menghalangi
tabung kecambah konidium menembus
ke bagian dalam telur.
Tabel 2. Rata-rata persentase telur
C. pavonana menetas
setelah aplikasi berbagai
isolat B. bassiana
Is o la t
T e lu r m e n e ta s ( % )  S D
B b -L a 2
9 9 .5 5  0 .7 8 a
B b -C p
9 6 .8 6  1 .4 5 a
B b -S l
1 0 0 .0 0  0 .0 0 a
B b -7 25
9 7 .9 4  2 .3 1 a
B b -L a 4
9 9 .3 9  0 .5 3 a
B b -T h r
9 7 .2 3  2 .5 0 a
B b -R l
9 8 .7 4  1 .5 9 a
B b -L a 3
9 7 .0 9  5 .0 5 a
B b -H h 2
9 8 .6 8  2 .2 8 a
B b -C c
9 7 .3 7  1 .6 4 a
B b -N l
1 0 0 .0 0  0 .0 0 a
B b -L a 1
9 5 .7 2  3 .6 7 a
B b -H h 1
9 9 .7 1  0 .5 1 a
K o n tr o l
9 8 .2 4  1 .7 7 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf
yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata
menurut uji Tukey (HSD)
pada taraf nyata 5%.
Menurut Inglis et al. (2001)
kemampuan
patogen
untuk
bisa
menimbulkan infeksi pada serangga
ditentukan oleh tiga faktor yaitu patogen,
inang dan lingkungan. Dari segi patogen,
dosis
dan
cara
aplikasi
akan
mempengaruhi
mortalitas serangga,
sedangkan dari segi inang, berbagai
faktor fisiologi dan morfologi inang
mempengaruhi kerentanan serangga
terhadap jamur entomopatogen.
56
Dos Santos dan Gregorio (2003)
mengemukakan bahwa lapisan kulit telur
famili Pyralidae tersusun oleh membran
vitellin, korion dan lapisan lilin. Lapisan
ini mempunyai banyak fungsi di
antaranya melindungi embrio dari
serangan mikroba (Margaritis 1985,
dalam Dos Santos dan Gregorio, 2003).
James et al. (2003) mengemukakan
bahwa lapisan lilin pada serangga dapat
menghambat perkecambahan konidia B.
bassiana. Selanjutnya Smith dan Grula
(1982) mengemukakan bahwa beberapa
jenis asam lemak seperti caprylic acid
yang ada pada permukaan tubuh serangga
dapat
menghambat
perkecambahan
konidium B. bassiana.
James et al. (2003) juga
melaporkan bahwa telur Bemisia
argentifolii
Bellows
&
Perring
(Homoptera: Aleyrodidae) tahan terhadap
infeksi B. Bassiana. Hasil pengamatan
mikroskop elektron menunjukkan bahwa
hanya 13.0% konidium B. bassiana yang
berkecambah pada telur. Di alam juga
belum pernah dilaporkan adanya jamur
entomopatogen yang menginfeksi telur B.
argentifolii (Lacey et al. 1996, dalam
James et al. 2003).
Walaupun aplikasi B. bassiana
tidak memengaruhi persentase telur yang
menetas, akan tetapi aplikasi B. bassiana
pada telur berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup larva instar I (
F=195.04; db= 13, 28; P<0.0001).
Aplikasi konidium B. bassiana pada
konsentrasi 108 konidium per ml
menghasilkan mortalitas larva instar I
maksimum sebesar 91.223 % (Bb-La2)
dan minimum 5.537 % (Bb-Hh1). Isolat
Bb-Hh1 dianggap tidak bersifat patogen
terhadap larva instar I yang baru keluar
dari telur, karena persentase mortalitas
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
larvanya tidak berbeda nyata dengan
kontrol (Tabel 3).
Terjadinya kematian pada larva
instar I disebabkan oleh larva yang baru
keluar dari telur memakan kulit telur dan
diduga konidium yang menempel pada
kulit telur juga termakan oleh larva dan
infeksi terjadi melalui saluran pencernaan
(Gambar 5.1). Hasil penelitian Broome et
al. (1976) serta Kramm dan West (1982)
menunjukkan bahwa selain melalui
integumen, infeksi B. bassiana pada
serangga juga dapat melalui saluran
pencernaan. Infeksi B. bassiana pada
larva C. pavonana instar I dapat melalui
kontak antara konidium yang ada pada
kulit telur dengan bagian ventral tubuh
larva, kaki dan alat mulut sewaktu larva
keluar dari kulit telur. Keberhasilan
proses infeksi sangat dipengaruhi oleh
kemampuan konidium dari masingmasing isolat bertahan pada permukaan
kulit telur.
Tabel 3. Rerata persentase mortalitas
larva instar I C. pavonana
setelah aplikasi berbagai
isolat B. Bassiana
Isolat
Bb-La2
Mortalitas larva instar I
 SD a
(%) 1.18
91.22
Bb-Cp
88.25  3.05 a
Bb-Sl
85.00  9.26 a
Bb-725
84.08  4.47 a
Bb-La4
83.43  2.89 a
Bb-Thr
83.10  2.07 a
Bb-Rl
80.49  2.33 a
Bb-La3
59.21  4.65 b
Bb-Hh2
48.27  5.56 bc
Bb-Cc
40.44  6.61 c
Bb-Nl
17.51  2.16 d
Bb-La1
16.00  2.19 d
Bb-Hh1
5.54  2.68 de
Kontrol
1.19  0.55 e
Ketarangan: Angka yang diikuti huruf yang
sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata menurut
uji Tukey (HSD) pada taraf
nyata 5%.
Isolat Bb-La2, Bb-Cp, Bb-Sl,
Bb725, Bb-La4, Bb-Thr, dan Bb-Rl
merupakan isolat yang sangat virulen,
karena mampu menyebabkan kematian
pada larva instar I lebih dari 80 %. Long
et al. (1998) juga melaporkan bahwa
aplikasi B. bassiana pada telur
Leptinotarsa
decemlineata
(Say)
(Coleoptera:
Chrysomelidae)
tidak
berpengaruh terhadap mortalitas telur,
tetapi berpengaruh nyata terhadap
mortalitas larva instar I yang baru keluar
dari telur.
Hasil penelitian ini berbeda dengan
hasil penelitian yang dilaporkan oleh
beberapa
peneliti
lain
yang
mengemukakan bahwa B. bassiana dapat
menginfeksi telur serangga. Pada
konsentrasi
5x10 8
konidium/ml,
mortalitas telur Neochetina bruchi
Hustache (Coleoptera: Curculionidae)
akibat infeksi B.bassiana pada hari ke-12
adalah 54.8%. Nilai LC50 B. bassiana
pada stadium telur adalah 9.5 x 107
konidium/ml. Stadium telur merupakan
stadium yang paling tahan dibandingkan
dengan stadium larva (Chikwenhere dan
Vestergaard, 2001). Pada telur Blissus
antillus
(Leonard)
(Hemiptera:
Lygaeidae), mortalitas telur akibat infeksi
B. bassiana bervariasi antara isolat.
Isolat B. bassiana CG24 mampu
menimbulkan infeksi telur sebesar 43.3%
sedangkan isolat CG04 dan ARSEF792
hanya 7.8%. Hasil pengamatan dengan
mikroskop pendar menunjukkan bahwa
adanya perbedaan kevirulenan ini
disebabkan
adanya
perbedaan
kemampuan konidia jamur menempel
pada permukaan telur dan selanjutnya
menembus korion (Samuels et al., 2002).
Selanjutnya Prayogo (2004) melaporkan
bahwa lima jenis jamur entomopatogen,
yaitu Nomuraea rileyi (Farl.) Sams,
57
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
Verticillium lecanii (Zimmermann),
Metarhizium
anisopliae
(Metschn.)
Sorokin, Beauveria bassiana, dan
Paecilomyces
fumosoroseus
(Wize)
Brown and Smith) mampu menginfeksi
telur Riptortus linearis (L.) (Hemiptera:
Alydidae), sehingga persentase telur yang
menetas menjadi nimfa sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Broome J.R, Sikorowski P.P, Norment
B.R. 1976. A mechanism of
pathogenicity of B. bassiana on
larvae of the imported fire ant
Solenopsis richteri. J. Invertebr.
Pathol. (28): 87-91.
Chikwenhere G.P, Vestergaard S. 2001.
Potential effects of Beauveria
bassiana (Balsamo) Vuillemin on
Neochetina
bruchi
Hustache
(Coleoptera: Curculionidae), a
biological control agent of water
hyacinth. Biol.Contr. (21): 105-110.
Dos Santos D.C, Gregorio E.A. 2003.
Deposition of the eggshell layers in
the sugarcane borer (Lepidoptera:
Pyralidae): ultrastructural aspects.
Acta microscopica 12(1): 37-41.
Inglis G.D, Goettel M.S, Butt T.M,
Strasser H. 2001. Use of
hyphomycetous fungi for managing
insect pests. in: Butt T.M, Jackson
C.W dan Magan N. (Eds). Fungi
as Biocontrol Agents, Progress,
Problems and Potential. CABI
Publishing, London.
James R.R, Buckner J.S, Freeman T.P.
2003. Cuticular lipids and silverleaf
whitefly stage affect conidial
germination of Beauveria bassiana
58
and Paecilomyces fumosoroseus. J.
Invertebr. Pathol. (84): 67-74.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of
Crops in Indonesia. Laan PA van
der. penerjemah. Jakarta: Ichtiar
Baru-Van Hoeve. Revisi dari : De
Plagen van de Cultuurgewassen in
Indonesie.
Kramm KR, West DF. 1982. Termite
pathogens: effects of ingested
Metarhizium,
beauveria
and
Gliocladium conidia on worker
termites (Reticulitermes sp.). J.
Invertebr. Pathol. (40): 7-11.
Long D.W, Drummond F.A, Groden E.,
1998. Susceptibility of Colorado
potato
beetle
(Leptinotarsa
decemlineata) eggs to Beauveria
bassiana. J. Invertebr. Pathol. (71):
182-183.
Prayogo Y. 2004. Keefektifan Lima
Jenis Cendawan Entomopatogen
untuk
Mengendalikan
Hama
Pengisap Polong Kedelai. Riptortus
linearis L. (Hemiptera: Alydidae)
dan Dampaknya Terhadap Predator
Oxyopes
javanus
(Araneidae:
Oxyopidae). Tesis. IPB, Bogor
Rauf, A. 1996. PHT mereguk manfaat
dari globalisasi pasar. Disampaikan
dalam
Seminar
dan
Rapat
Koordinasi Wilayah II. Himpunan
Mahasiswa Perlindungan Tanaman
Indonesia, 22-24 Desember 1996.
Samuels R.I, Coracini D.L.A, dos Santos
C.A.M, Gava C.A.T. 2002.
Infection of Blissus antillus
(Hemiptera: Lygaeidae) eggs by
entomopathogenic
fungi
M.
anisopliae and B. bassiana. Biol.
Contr. (23): 269-273.
ISSN: 1410-0029
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”, Vol.11 No. 1, April 2007
Sastrosiswodjo S, Oka I.N.
1997.
Implementasi pengelolaan serangga
secara berkelanjutan. Makalah
disajikan pada Kongres ke V dan
Simposium Entomologi. PEI. 24-26
Juni 1997, Bandung.
Trizelia, A. 1996. Kemampuan Jamur
Beauveria
bassiana
untuk
Pengendalian Hama Crocidolomia
binotalis Z. pada Tanaman Kubis.
Laporan
Penelitian. Lembaga
Penelitian Unand, Padang.
Shepard M, Shepard EF, Carner GR,
Hammig MD, Rauf A, Turnipseed
SG dan Samsudin. 1997. Prospect
for IPM in secondary food crops.
Makalah disajikan pada Kongres V
dan Simposium Entomologi, PEI,
24-26 Juni 1997, Bandung.
Trizelia, A. 1997. Pengaruh Infeksi
Beauveria
bassiana
terhadap
Biologi
Hama
Crocidolomia
binotalis Z. pada Tanaman Kubis.
Laporan
Penelitian. Lembaga
Penelitian Unand, Padang
Smith RJ, Grula E.A. 1982. Toxic
components on the larval surface of
the Corn Earworm (Heliothis zea)
and their effects on germination and
growth of Beauveria bassiana. J.
Invertebr. Pathol. (39):15-22.
Yunisman, Rusli R, Busnia M,
Yaherwandi, Kiman Z.B. 1997.
Patogenisitas Cendawan Beauveria
bassiana terhadap Hama Perusak
Daun Kubis, Spodoptera Litura F.
(Lepidoptera: Noctuidae). Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian
Unand, Padang.
59
Download