BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan hukum khususnya dalam lapangan hukum perdata. Dokumen yang berhubungan dengan perbuatan hukum yang akan dibuat agar dapat tersusun secara benar dan sesuai dengan prosedur hukum maka haruslah dibuat oleh orang yang benar-benar menguasai bidang tersebut. Notaris adalah salah satu profesi yang merupakan pejabat umum yang mempunyai tugas dan kewajiban dalam memberikan pelayanan dan kebutuhan hukum kepada masyarakat. Bantuan hukum yang dapat diberikan dari seorang notaris adalah salah satunya dalam bentuk pembuat akta autentik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Definisi yang diberikan 2 oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan notaris, artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya. Tugas dan pekerjaan notaris sebagai pejabat umum tidak hanya membuat akta autentik tetapi juga mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat-surat dibawah tangan, kemudian didaftarkan ke dalam buku khusus. Tulisan-tulisan autentik berupa akta autentik yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang. Pasal 165 Herziene Inlandsch Reglement (selanjutnya disebut dengan HIR), Pasal 285 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (selanjutnya disebut dengan RBg) menyebutkan bahwa akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu. 3 Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya. Pasal 101 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa akta autentik adalah surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut peraturan perundang-undangan yang berwenang membuat surat tersebut, dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya. Pengertian-pengertian akta autentik sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai akta autentik harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang 2. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang 3. Dibuat dengan maksud untuk dijadikan alat bukti Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBg/ Pasal 1866 KUHPerdata menyebutkan bahwa alat bukti terdiri atas lima macam, yaitu bukti surat, bukti saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Alat bukti tulisan ditempatkan dalam urutan pertama, hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa jenis surat atau akta dalam perkara perdata memegang peran yang sangat penting. Semua kegiatan yang menyangkut bidang lapangan hukum perdata, 4 sengaja dicatat atau dituliskan dalam surat atau akta. Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta autentik harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materiil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).1 Dalam lapangan hukum perdata tidak dapat dipungkiri bahwa bukti tulisan terutama yang berbentuk akta adalah yang paling utama dan berkedudukan lebih kuat dari alat bukti lainnya. Alat bukti tulisan ada dua yaitu surat bukan akta dan akta. Akta adalah surat yang ditandatangani, dibuat sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk apa akta itu dibuat sehingga suatu surat untuk dapat disebut akta mesti mempunyai tanda tangan.2 Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg juncto (jo) Pasal 1868 Kitab Undangundang Hukum Perdata membedakan akta autentik menjadi: 1. Ambtelijk acte/akta pejabat Ambtelijk acte/akta pejabat/akta relaas adalah akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya berita acara rapat umum pemegang saham suatu perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian. 2. Partij acte/akta para pihak Partij acte/akta para pihak adalah akta yang dibuat dihadapan notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak dalam perbuatan hukum 1 Habib Adjie, 2011, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 197. 2 A. Pitlo, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda (Alih Bahasa M. Isa Arief), Cetakan Kedua, Intermasa, Jakarta, hlm. 52. 5 yang dilakukan oleh para pihak tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian kredit. Akta autentik merupakan bukti yang mengikat dan sempurna. Mengikat dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, sedangkan suatu akta autentik memberikan bukti yang sempurna artinya bahwa cukup dengan akta autentik sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian.3 Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti yaitu berupa surat sebagai alat bukti tertulis. Surat ialah segala sesuatu yang memuat tandatanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.4 Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan akta dibagi lebih lanjut menjadi akta autentik dan akta dibawah tangan. Akta sendiri adalah surat sebagai alat bukti tertulis yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Jadi untuk dapat digolongkan dalam pengertian akta maka surat harus ditandatangani. Keharusan adanya tanda tangan tidak lain bertujuan untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lain atau dari akta yang dibuat orang lain.5 3 R. Subekti, “Hukum Perjanjian”, dalam Nico, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center For Documentation Studies of Business Law (CDBSL), Yogyakarta. 4 Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 151 5 Ibid. 6 Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata. Akta notaris sebagai akta autentik merupakan bukti yang sengaja diadakan sebagai suatu alat pembuktian yang sempurna, artinya akta autentik sebagai dokumen tertulis dapat memberikan pembuktian akan suatu perbuatan hukum yang membuktikan adanya suatu hak atau perikatan bagi para pihak. Selanjutnya, yang disebut dengan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh para pihak, tidak ada keterlibatan notaris dalam menentukan isi dari akta di bawah tangan tersebut. Hal ini akan berpengaruh dengan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sebagai alat bukti di pengadilan. Akta di bawah tangan dapat mempunyai kekuatan pembuktian apabila didaftarkan dalam buku khusus notaris (waarmeking) dan dengan cara pengesahan oleh notaris (legalisasi). Legalisasi merupakan pengesahan akta di bawah tangan yang dibacakan oleh notaris dan ditandatangani oleh penghadap di muka notaris pada waktu itu juga menjamin kepastian tanggal dari akta yang bersangkutan. 6 Para penghadap yang mencantumkan tanda tangannya dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris, kemudian notaris menjelaskan isi akta tersebut 6 Ibid., hlm. 151. 7 kepada penandatangan atau yang membubuhkan cap ibu jari pada waktu itu juga akta lalu ditandatangani atau dibubuhi cap ibu jari oleh yang bersangkutan dihadapan notaris tersebut, notaris mencatat nomor legalisasi dalam buku daftar legalisasi. Tanggal dilakukannya tanda tangan atau pembubuhan cap ibu jari harus sama dengan tanggal legalisasi. Untuk dijadikan alat bukti yang berlaku di pengadilan maka legalisasi ini harus bermaterai cukup. Kewenangan notaris melakukan legalisasi diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Selanjutnya dalam penjelasannya dijelaskan bahwa ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak di atas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris. Dalam legalisasi, notaris bertanggung jawab terhadap kepastian tanggal dan tanda tangan pihak atau para pihak, karena penandatanganan akta dilakukan dihadapan notaris. Permasalahan mengenai legalisasi ini akan muncul apabila salah satu pihak mengingkari kepastian tanggal dan tanda tangan akta di bawah tangan tersebut. Akibat dari permasalahan ini adalah berkaitan dengan kekuatan pembuktian akta yang disahkan pada legalisasi 8 tersebut dan pertanggungjawaban notaris sebagai pejabat umum yang mendaftarkan dan mengesahkan akta tersebut. Perbedaannya dengan register/waarmerking adalah dokumen/surat yang didaftarkan di dalam buku khusus yang dibuat oleh notaris. Biasanya hal ini ditempuh apabila dokumen/surat tersebut sudah ditandatangani terlebih dahulu oleh para pihak, sebelum disampaikan kepada notaris yang bersangkutan. Peran notaris tidak hanya sekedar mencatat dan membuat akta autentik sebagai alat pembuktian mengenai hukum pihak-pihak tertentu saja, tetapi juga memberikan penyuluhan hukum bagi masyarakat sebagai pejabat publik, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekeliruan masyarakat dalam menerapkan hukum, termasuk persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk keabsahan suatu perbuatan hukum. Notaris merupakan profesi hukum dengan demikian profesi notaris adalah suatu profesi yang mulia (nobile officium). Disebut sebagai nobile officium dikarenakan profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atau status harta benda, hak, dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atas suatu kewajiban.7 Apabila dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya notaris melakukan pelanggaran hukum, maka notaris akan berhadapan dengan ketentuan hukum perdata, ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta dapat ditarik ke ranah 7 Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 25. 9 hukum pidana.8 Nilai lebih dari profesi adalah sejauh apakah seorang profesional mampu menahan godaan atas kepercayaan yang diembankan kepada notaris sebagai profesional. Landasan yang berbentuk moralitas menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok papan atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas.9 B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Mengapa prosedur pengesahan akta di bawah tangan berbeda dengan legalisasi oleh notaris? 2. Bagaimana kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris? C. Keaslian Penelitian Sebelum penelitian ini dilakukan, penulis terlebih dahulu telah melakukan penelusuran kepustakaan dan menemukan penelitian yang hampir sama dengan yang telah dilakukan oleh: 8 Pasal 27 UUD 1945 mengatur bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, dengan demikian dapat disimpulkan notaris dapat diajukan di muka pengadilan serta dapat dituntut apabila notaris melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. 9 Abdul Ghofur Anshori, op.cit., hlm. 1. 10 1. Margareth Sri Febriani Beda, tahun 2008, dengan judul “Kekuatan Hukum Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Terhadap Pertanggungjawaban Hukum Notaris”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut:10 a. Bagaimana kekuatan hukum akta di bawah tangan yang disahkan notaris dalam pembuktian apabila terjadi sengketa di pengadilan? b. Bagaimana tanggung jawab notaris dan para pihak terhadap akta di bawah tangan apabila tidak memiliki kekuatan mengikat berdasarkan putusan pengadilan? Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kekuatan pembuktian yang disahkan dalam pembuktian di persidangan pengadilan mencakup 2 dua macam kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materiil. Suatu akta di bawah tangan hanya memberi keuntungan kepada siapa di penandatangan hendak memberi bukti dan terhadap setiap orang lainnya kekuatan pembuktiannya adalah bebas. Tanggung jawab notaris dan para pihak terhadap akta di bawah tangan yang tidak memiliki kekuatan mengikat berdasarkan putusan pengadilan adalah tanggung jawab notaris meliputi pertanggungjawaban perdata, pidana administrasi, dan etika/kode etik namun tidak dapat diakumulasikan sedangkan tanggung jawab para pihak yang bersengketa adalah jika salah satu pihak terbukti melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum maka wajib melaksanakan putusan hakim dengan pemenuhan ganti rugi yang didertita oleh pihak yang dirugikan. 10 Margareth Sri Febriani Beda, “Kekuatan Hukum Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Terhadap Pertanggungjawaban Hukum Notaris”, Tesis, Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008. 11 2. Elva Fitrianingsih, tahun 2009, “Kekuatan Pembuktian Akta Autentik Yang Dibuat Oleh Notaris Apabila Terjadi Sengketa Perdata”, Tesis, Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta”. Dengan rumusan masalah sebagai berikut:11 a. Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta autentik yang dibuat oleh notaris apabila diajukan alat bukti lain oleh pihak lawan dalam sengketa perdata di Pengadilan Negeri Yogyakarta? b. Bagaimanakah tanggung jawab notaris mengenai akta autentik yang dibuatnya apabila terjadi sengketa perdata di pengadilan? Kesimpulan dari penelitian diatas adalah akta autentik memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sempurna dan mengikat. Namun demikian akta notaris masih dapat dibatalkan oleh institusi pengadilan apabila terdapat kesalahan/cacat dalam proses pembuatan akta. Jika akta autentik yang dibuat oleh notaris mengandung unsur kesalahan yang bertentangan dengan hukum dan atas itu dapat menimbulkan kerugiankerugian yang secara sengaja dilakukan dengan mengetahui sebelumnya maka notaris dapat dituntut untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Tanggung jawab tersebut dapat berupa sanksi administratif yang dilakukan secara langsung oleh instansi yang berwenang untuk itu atau sanksi perdata melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang amar putusannya menghukum notaris untuk 11 Elva Fitrianingsih, “Kekuatan Pembuktian Akta Autentik Yang Dibuat Oleh Notaris Apabila Terjadi Sengketa Perdata”, Tesis, Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009. 12 membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada pihak yang menggugat notaris berperkara. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan prosedur pengesahan akta di bawah tangan dengan legalisasi oleh notaris. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi oleh notaris. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu; 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, khususnya yang menyangkut praktek kenotariatan, dan dapat memberikan bahan masukan atau referensi bagi penelitian berikutnya. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi bagi masyarakat pada umumnya, serta secara khusus bagi notaris agar dalam pelaksanaan tugas jabatannya dapat profesional, baik, dan bertanggung jawab.