BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Menurut Effendy (2003), komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Wilbur Schramm dalam Effendy (1992), komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of references), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences), yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1992). Menurut Laswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Dari defenisi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yakni Who Universitas Sumatera Utara (siapa), Says What (berkata apa), in Which Channel (melalui saluran apa), to Whom (kepada siapa) dan With What Effect (dengan efek apa) (Effendy, 2003). a) Who (siapa) : Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi bisa dalam bentuk perorangan ataupun lembaga atau instansi. b) Says What (apa yang dikatakan) : pernyataan umum adalah dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan dan sikap yang sangat erat kaitannya dengan pesan yang disampaikan. c) In Which Channel (melalui saluran apa) : media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan komunikasi. d) To Whom (kepada siapa) : komunikan atau audience yang menjadi sasaran komunikasi adalah kepada siapa pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan si penerima pesan. e) With What Effect (dengan efek apa) : hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu pada sasaran yang dituju. Sedangkan defenisi lain menyebutkan bahwa komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang yang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2005). Universitas Sumatera Utara 2.1.1. Tujuan Komunikasi Menurut Effendy (2003), pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan, antara lain : 1. Untuk mengubah sikap (to charge the attitude), yaitu kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya. 2. Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to the change the opinion), mencakup pemberian berbagai informasi pada masyarakat. Tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan. 3. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior), yaitu kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya. 4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society), mencakup pemberian berbagai informasi kepada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan. 2.1.2. Fungsi Komunikasi Menurut Effendy (2003), proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Universitas Sumatera Utara Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut : 1) Menginformasikan (to inform) Fungsi memberikan informasi adalah suatu fungsi yang menyebarluaskan suatu berita atau info yang kita ketahui kepada masyarakat. Perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah dari masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram. 2) Mendidik (to educated) Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan memberi pengetahuan atau mendidik dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan dan dalam arti sempit adalah memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai tatanan komunikasi pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan sebagainya. 3) Menghibur (to entertain) Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa aman juga menjadi sarana hiburan. Apalagi pada masa sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana hiburan. Fungsi menghibur ini dapat memberi kesenangan dan mencegah kebosanan masyarakat sebagai penerima informasi. Fungsi menghibur ini dapat menumbuhkan kesadaran (social awareness) dalam menerima pesan. Maksudnya adalah penerima pesan itu dapat merasakan apa yang dialami oleh seseorang. Universitas Sumatera Utara 4) Memengaruhi (to influence) Fungsi memengaruhi adalah suatu kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk memengaruhi masyarakat tersebut kearah perubahan sikap, pendapat dan perilaku yang diharapkan. 2.2. Efektivitas 2.2.1. Pengertian Efektivitas Menurut Danfar (2009) efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Suprapto (2011), efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas berarti ada pengaruhnya, efeknya, manjur atau mujarab dan dapat membawa hasil atau berdaya guna. efektivitas dipandang tidak hanya dari aspek hasil atau output yang berdimensi sempit, tetapi sebagai sebuah konsep, efektivitas juga dapat dipandang dari aspek yang berdimensi lebih luas. Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan Universitas Sumatera Utara yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif (Suprapto, 2011). Menurut Campbell (1989), terdapat cara pengukuran terhadap efektivitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah : keberhasilan program, keberhasilan sasaran, kepuasan terhadap program, tingkat input dan output, pencapaian tujuan menyeluruh. 2.2.2. Pendekatan Efektivitas Menurut Price (1972), pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu : a) Pendekatan Sasaran (Goal Approach) Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. b) Pendekatan Sumber (System Resource Approach) Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan Universitas Sumatera Utara yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumbersumber yang merupakan input dan output yang dihasilkan juga dikembalikan pada lingkungannya. c) Pendekatan Proses (Internal Process Approach) Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga. 2.2.3. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas Steers (1985), mengemukakan bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut : a) Adanya macam-macam output Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas Universitas Sumatera Utara yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas dimana kriteria dalam pengukuran efektivitas adalah : adaptabilitas dan fleksibilitas, produktivitas, keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, keberhasilan pencapaian program, pengembangan program (Steers, 1985). b) Subjektivitas dalam adanya penilaian Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya (Steers, 1985). Universitas Sumatera Utara 2.3. Peran Komunikasi Kesehatan Menurut Liliweri (2009), komunikasi kesehatan adalah studi yang mempelajari bagaimana cara menggunakan strategi komunikasi untuk menyebarluaskan informasi kesehatan yang dapat memengaruhi individu dan komunitas agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan pengelolaan kesehatan. Komunikasi kesehatan merupakan kegunaan teknik komunikasi dan teknologi komunikasi secara positif untuk memengaruhi individu, organisasi, komunitas dan penduduk bagi tujuan mempromosikan kondisi yang kondusif atau yang memungkinkan tumbuhnya kesehatan manusia dan lingkungan. Kegunaan itu termasuk beragam aktivitas seperti interaksi antara profesional kesehatan dengan para pasien di Klinik, kampanye, media massa, dan penciptaan peristiwa. Komunikasi kesehatan meliputi informasi tentang pencegahan penyakit, promosi kesehatan, kebijaksanaan pemeliharaan kesehatan, yang sejauh mungkin mengubah dan membaharui kualitas individu dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan mempertimbangkan aspek ilmu pengetahuan dan etika (Liliweri, 2009). 2.4. Komunikasi Tatap Muka Forum (Kelompok) 2.4.1. Pengertian Komunikasi Tatap Muka Forum Menurut Vardiansyah (2004) yang mengutip pendapat Goldberg dan Larson (1985), komunikasi tatap muka forum adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada gejala-gejala komunikasi di Universitas Sumatera Utara dalam kelompok, tetapi pada tingkah laku individu dalam komunikasi kelompok tatap muka yang kecil. Komunikasi tatap muka forum bersifat langsung, terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana para pesertanya lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran tinggi tentang sasaran bersama, komunikasi ini kurang dipengaruhi emosi dan melibatkan pengaruh antar pribadi, umpan balik pesan berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta lebih cenderung dilakukan secara sengaja dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing (Vardiansyah, 2004). Komunikasi tatap muka forum merupakan komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (kalau kelompok kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang) (Liliweri, 2009). Komunikasi tatap muka forum pada dasarnya adalah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi tatap muka ini bentuknya bermacam-macam, mulai dari perbincangan, wawancara, ceramah, seminar, rapat, konseling, lokakarya, hingga pameran (Vardiansyah, 2004). 2.4.2. Efek Komunikasi Tatap Muka Forum Efek komunikasi kita artikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu) dan konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu). Efek Universitas Sumatera Utara komunikasi dapat diukur dengan membandingkan antara pengetahuan, sikap dan tingkah laku sebelum dan sesudah komunikan menerima pesan (Stuart, 1987) dalam (Vardiansyah, 2004). Karenanya efek adalah salah satu elemen komunikasi yang penting untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi yang anda inginkan. Menurut (Vardiansyah, 2004) komunikasi efektif adalah sejauh mana motif komunikasi komunikator terwujud dalam diri komunikannya, apabila motif komunikasi kita maknai sebagai tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan komunikasi, maka dapat dinyatakan bahwa komunikasi berlangsung efektif, apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efektif, sebaliknya apabila hasil yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan yang diharapkan, dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif. Menurut Huraerah dan Purwanto (2006) yang mengutip pendapat De vito (1983), ada enam faktor efektivitas komunikasi tatap muka forum, yaitu : 1) Leadership (Kepemimpinan) Kemampuan pembicara untuk memengaruhi pihak lain. Untuk dapat memengaruhi orang lain, maka pada diri seseorang pembicara diperlukan adanya suatu kekuatan, kekuasaan (power) dan kredibilitas (credibility) agar dapat mengarahkan atau memengaruhi orang lain pada pencapaian tujuan. Pada dasarnya dalam suatu komunikasi, komunikator telah disiapkan kekuatan serta kredibilitas sebagai seorang pemimpin yang dapat digunakan untuk memengaruhi atau mengatur komunikannya. Universitas Sumatera Utara Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat (De Vito, 1983) aspek kredibilitas komunikator meliputi : a. Competence (Kompetensi) yaitu kemampuan komunikator yang diperlihatkan melalui kewenangan (pangkat, jabatan, kepakaran) atas suatu subjek yang sedang diperbincangkan. b. Character (Karakter), kebiasaan yang diperlihatkan oleh moral komunikator. c. Intention (Intensi), motif atau maksud yang mendorong komunikator mengatakan sesuatu. d. Personality (Personaliti), yakni perasaan kedekatan (proximity) antara komunikan dengan komunikator (kesamaan psikologis, sosiologis, antropologis sering memengaruhi rasa kedekatan antara komunikan dengan komunikator). e. Dynamics (Dinamis), yakni dinamika yang diperlihatkan oleh seorang komunikator. 2) Goals (Tujuan) Tujuan masyarakat yang menyebabkan komunikasi berlangsung. Tiap komunikasi tatap muka forum pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut yang merupakan tujuan bersama, yang menjadi arah kegiatan bersama, karena tujuan ini merupakan integrasi dari tujuan individu masing-masing. 3) Norms (Norma) Aturan main yang ada sehingga komunikasi dapat berlangsung. Dalam komunikasi tatap muka forum akan terjadi perpindahan ide atau gagasan yang diubah menjadi Universitas Sumatera Utara simbol oleh seorang komunikator kepada komunikan. Norma disini adalah pedoman-pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok. Pedoman ini sesuai dengan rumusan tingkah laku yang patut dilakukan dalam komunikasi tatap muka forum. 4) Roles (Peran) Peran yang dijalankan oleh individu-individu yang ada dalam melakukan komunikasi. Peranan tersebut meliputi, pemecahan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru, memelihara emosional diantara komunikan dan komunikator, serta mengkoordinasi kegiatan yang menunjang demi tercapainya tujuan dalam komunikasi tatap muka forum. 5) Cohesiveness (Keeratan) Keeratan hubungan diantara anggota forum atau komunikan sangat perlu dilakukan. Cara yang paling efektif adalah membentuk hubungan yang kooperatif diantara komunikator dan komunikan pada saat berkomunikasi. Beberapa cara lainnya adalah memperdalam kepercayaan diantara anggota forum, mengekspresikan afeksi lebih jauh lagi diantara anggota forum, meningkatkan ekspresi saling inklusi dan menerima diantara anggota forum dan mengembangkan norma-norma yang menunjang ekspresi individu diantara anggota forum. Sehingga terbina komunikasi efektif diantara komunikator kepada komunikannya. Universitas Sumatera Utara 6) Outcomes (Hasil) Hasil penyelenggaraan komunikasi forum merupakan indikator yang baik untuk mengukur seberapa besar efektivitas yang terjalin selama komunikasi berlangsung karena untuk menimbulkan hasil yang dicapai, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik dalam seluruh proses komunikasi. Efektivitas komunikasi ditentukan oleh kualitas pelakunya, yakni persepsi yang dihasilkan oleh suatu pihak terhadap pihak lainnya. Kualitas pelaku tersebut meliputi kredibilitas (credibility) dan kekuasaan (power). Kredibillitas merupakan suatu image atau gambaran audiens mengenai kepribadian komunikator. Seorang pendengar akan mendengarkan komunikator yang dia nilai mempunyai tingkat kredibilitas tinggi. Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat De vito (1978), tiga tipe kredibilitas, yaitu : a. Initial credibility, yakni inisial yang menunjukkan status atau posisi seseorang, misalnya jabatan, pangkat, gelar-gelar akademik atau kebangsawanan, dan lain-lain. b. Derived credibility, yakni sesuatu yang mengesankan bagi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung, misalnya tentang kemampuan intelektual, moral komunikator, tentang kompetensi hingga kemampuan untuk mengekspresikan kata-kata melalui bahasa isyarat (non verbal) c. Terminal credibility, yakni hasil yang diperoleh akibat dua tipe kredibiltas terdahulu (initial dan derived) serta tingkat keterpengaruhan. Universitas Sumatera Utara Menurut Huraera dan Purwanto (2006) yang mengutip pendapat Iskandar (1990), power (kekuasaan ) meliputi : a. Legitimasi power, merupakan kekuatan yang sah dimiliki oleh seorang komunikator sebagai pemimpin, kepada komunikan untuk dapat memerintah dirinya atau mengatur dirinya dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuan berkomunikasi yang ingin dicapai. b. Coercive power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh komunikator untuk mengontrol atau mengawasi komunikan, sejalan dengan proses pencapaian tujuan. c. Reward power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh komunikator, yang mana komunikator dapat memberikan penghargaan, pujian serta hadiah kepada komunikan. Hal ini dilakukan oleh komunikator karena komunikannya telah berhasil menunjukkan perilaku yang sesuai dengan pencapaian tujuan. d. Expert power, merupakan kekuatan yang dimiliki oleh seorang komunikator yang karena keahliannya, dan atau pengetahuannya, komunikator diakui oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat dipengaruhi olehnya. e. Referent power, suatu kekuatan yang dimiliki oleh seseorang dimana selalu digunakan sebagai tempat acuan seperti, pesona kharismatik, panutan, idola, sehingga komunikator dianggap mempunyai kekuatan kepada komunikannya. 2.4.3. Teori Rogers Difusi Inovasi Menurut Liliweri (2009) yang mengutip pendapat Rogers, difusi inovasi adalah proses penyebarluasan informasi atau material baru dari satu sumber kepada Universitas Sumatera Utara para penerima yang ada dalam suatu sistem sosial. Difusi inovasi merupakan model penyebarluasan gagasan atau material (teknologi) dengan mengetengahkan cara penyebarluasan inovasi (misalnya gagasan baru, pendekatan baru, dan strategi baru) melalui saluran tertentu (umumnya sistem sosial tradisional-moderen) dalam suatu waktu tertentu kepada sejumlah anggota masyarakat atau komunitas dalam suatu sistem sosial. Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1978) merupakan suatu landasan yang menekankan pentingnya saluran komunikasi dan penyebarserapan ide-ide melalui peran agen-agen perubahan dalam lingkungan sosial. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, rnengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, mendapatkan sasaran dan jalan keluar yang potensial serta memotivasi seseorang supaya menerima dan memelihara aksi (Liliweri, 2009). Asumsi dari suatu inovasi adalah adanya jenis-jenis gagasan tertentu yang perlu diadopsikan kepada anggota-anggota dari suatu sistem sosial karena mereka sangat membutuhkan informasi tersebut dari para pemuka pendapat dalam sistem sosial. Sedangkan karakteristik sukses inovasi terjadi kalau para anggota sistem sosial itu menerima inovasi tersebut (Liliweri, 2009). Menurut Effendy (2003) yang mengutip pendapat Rogers (1995), mengatakan bahwa saluran komunikasi seperti ceramah lebih efektif dalam pembentukan Universitas Sumatera Utara pengetahuan dan percobaan sikap terhadap ide baru dalam upaya memengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide baru, sumber hubungan dari saluran komunikasi dapat menambahkan informasi atau mengklarifikasi poin-poin dan mungkin mengatasi kendala psikologis dan sosial (paparan yang selektif, perhatian, persepsi, daya ingat , norma-norma kelompok serta nilai-nilai). 2.5. Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2005). Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan, mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat menerima atau membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005). Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green (1984) merumuskan definisi promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Universitas Sumatera Utara Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Dengan kata lain, adanya promosi tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007). 2.6. Metode Promosi Kesehatan Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya untuk menyampaikan pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau masyarakat (Notoatmodjo, 2007). 2.6.1. Metode Ceramah Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran, minat sasaran, serta pembicara lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Mardikanto, 1993). Nurlaili (2009) mengatakan bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan), metode Universitas Sumatera Utara ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan. Peranan ceramah adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh orang yang memberikan ceramah tersebut. Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok sasaran yang besar yaitu lebih dari 15 orang. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2003). Pengaruh besarnya jumlah sasaran dalam metode ini seringkali dengan menggunakan alat bantu yang berupa materi tertulis dan gambar terproyeksi untuk menarik perhatian dan memperjelas materi yang disampaikan. Waktu penyelenggaraan ceramah juga harus dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto, 1993). Menurut Lunandi (1993), beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama. Metode ceramah juga mempunyai keunggulan-keunggulan antara lain : cepat untuk menyampaikan informasi, informasi yang disampaikan bisa masuk pada sasaran yang cukup besar, sangat cocok digunakan oleh pengajar yang bukan berasal Universitas Sumatera Utara dari kalangan kelompok sasaran. Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, metode ceramah juga memiliki kelemahan, dimana merupakan komunikasi satu arah sehingga sasaran menjadi pasif untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat, pada metode ceramah tidak dapat diidentifikasi kebutuhan per individu, sasaran tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif, sasaran mudah menjadi bosan jika waktu terlalu lama (LP3I Unair, 2009). Menurut Notoatmodjo (2007), ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri mempunyai persiapan dengan menguasai materi yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran (makalah singkat, slide, transparan, sound sistem dan sebagainya). Keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah harus mempunyai sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan) dan tidak boleh duduk (Notoatmodjo 2007). 2.7. Proses Adopsi Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baik), Universitas Sumatera Utara di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : kesadaran, interes, evaluasi, percobaan dan adopsi. Namun demikian dalam penelitian lanjutan Rogers (1983), telah menemukan model baru dalam memperbaiki penelitiannya proses perubahan perilaku terdahulu dengan teori yang dikenal “Diffusion of Innovation” meliputi : a. Knowledge (Pengetahuan) terjadi bila individu (ataupun suatu unit perbuatan keputusan lainnya) diekspos terhadap eksistensi inovasi dan memperoleh pemahamannya. b. Persuasion (Persuasi) terjadi bila suatu individu (ataupun suatu unit keputusan lainnya) suatu sikap mendukung atau tidak mendukung terhadap inovasi c. Decision (Keputusan) terjadi bila individu (atau unit pembuat keputusan lainnya) terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengarah kepada pilihan untuk menerapkan dan menolak inovasi d. Implementation (Implementasi) terjadi bila individu (atau unit keputusan lainnya) menggunakan inovasi e. Confirmation (Konfirmasi) terjadi bila individu (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari dukungan atas keputusan inovasi yang sudah dibuat, akan tetapi ia sendiri mungkin mencanangkan keputusan sebelumnya jika diarahkan terhadap pesan-pesan yang menimbulkan konflik tentang inovasi tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru dan adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak Universitas Sumatera Utara didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003). 2.7.1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavioral). Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni : a. Tahu (Know) sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Universitas Sumatera Utara e. Sintesis (Synthesis) adalah suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dalam arti telah mampu untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) bahwa seseorang tersebut telah mampu untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003). 2.7.2 Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek . b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yakni : a. Menerima (Receiving) artinya bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek. Universitas Sumatera Utara b. Merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (Valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak). d. Bertanggung jawab (Responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003). Menurut Liliweri (2009), sikap manusia tersusun oleh 4 komponen utama, yaitu : 1. Kognitif Aspek kognitif berisi apa yang diketahui mengenai suatu obyek, bagaimana pengalaman anda tentang obyek tersebut, bagaimana pendapat atau pandangan anda tentang obyek tersebut. Aspek kognitif berkaitan dengan kepercayaan kita, teori, harapan, sebab dan akibat dari suatu kepercayaan, dan persepsi relatif terhadap obyek tertentu. 2. Afektif Afektif berisi apa yang anda rasakan mengenai suatu obyek, jadi komponen afektif berisi emosi. Afeksi sebagai komponen afektif menunjukkan perasaan respek atau perhatian kita terhadap obyek tertentu, seperti ketakutan, kesukaan atau kemarahan. Universitas Sumatera Utara 3. Konatif Konatif berisi predisposisi anda untuk bertindak terhadap obyek. Jadi berisi kecenderungan untuk bertindak (memutuskan) atau bertindak terhadap obyek, atau mengimplementasikan perilaku sebagai tujuan terhadap obyek. 4. Evaluatif Evaluasi seringkali dipertimbangkan sebagai inti dari tiga komponen sikap tersebut. Evaluasi dapat dibayangkan sebagai suatu rentangan menggambarkan derajat sikap kita terhadap obyek mulai dari yang paling baik sampai yang paling buruk. Ketika kita bicara tentang sikap yang positif dan negatif ke arah obyek, kita melakukan evaluasi. Evaluasi merupakan fungsi kognitif, afektif, dan perilaku terhadap obyek. Pada umumnya, evaluasi dikeluarkan dari memori yang sudah tersimpan dalam otak kita (kognitif). 2.8. Remaja 2.8.1. Definisi Remaja Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari kata Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004), masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Universitas Sumatera Utara Remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya terutama fisiknya yang telah mencapai kematangan. Dengan batasan usia berada pada usia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2000). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja merupakan suatu individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri (Notoatmodjo, 2007). Monks (1999) dalam Nasution (2007), menyatakan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 12-20 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-20 tahun masa remaja akhir. Berdasarkan pembagian tersebut, proses remaja menuju kedewasaan disertai dengan karakteristiknya, yaitu : 1) Remaja awal (12-15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahanperubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. Universitas Sumatera Utara 2) Remaja madya (15-18 tahun) Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai diri sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya. 3) Remaja akhir (18-20 tahun) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : a) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. c) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. 2.8.2. Ciri-ciri Masa Remaja Hurlock (2003) mengemukakan berbagai ciri remaja adalah sebagai berikut : a) Masa remaja adalah masa peralihan Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan Universitas Sumatera Utara juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya. b) Masa remaja adalah masa terjadi perubahan Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan sikap menjadi bercabang dua yang saling bertentangan (seperti mencintai dan membenci sekaligus terhadap orang yang sama). c) Masa remaja adalah masa yang penuh masalah. Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. d) Masa remaja adalah masa mencari identitas. Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya. Universitas Sumatera Utara e) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan. Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan selalu mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan membuat jarak antara orang tua dengan remaja. f) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis. Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia harapkan. g) Masa remaja adalah ambang masa dewasa. Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak. 2.8.3. Perkembangan Masa Remaja Menurut Ahmadi (1998), berbagai perkembangan pada masa remaja dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara a) Perkembangan fisik Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja merupakan gejala utama dari perkembangan remaja karena ada hubungannya dengan aspek lain dari perkembangan remaja. b) Perkembangan kognitif Perkembangan kognitif remaja dalam tahap formal operasional yaitu saat pemikirannya menjadi semakin rasional. Pada tahap ini remaja mulai mengembangkan pemikiran yang bersifat abstrak, hipotesis serta mampu melihat berbagai kemungkinan dalam pemecahan masalah yang dihadapi serta mulai memikirkan bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya. c) Perkembangan kepribadian Pada tahap ini terjadi suatu konflik diri. Dimasa ini remaja sedang dalam proses pembentukan identitas diri yang merupakan masa dimana individu berharap dapat mengatakan siapa dirinya saat ini dan apa yang dikehendakinya di masa mendatang. Ciri-ciri yang mencolok dari tahap ini adalah adanya sublimasi (usaha pengalihan hasrat yang bersifat primitif ke tingkah laku yang dapat diterima oleh norma masyarakat) melalui ekspresi libido, yaitu dengan cara jatuh cinta dengan lawan jenis. d) Perkembangan emosi Suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pada masa perkembangan emosi terjadi ketidakstabilan emosi dimana individu mengalami perasaan-perasaan yang kontradiktif Universitas Sumatera Utara sifatnya, seperti sinis terhadap orang lain maupun terhadap kejadian tertentu, benci, perasaan cinta, apatis, peduli dan sebagainya. e) Perkembangan sosial Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Upaya yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan ataupun dukungan dan penolakan sosial serta seleksi pemimpin. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai suatu kelompok, maka pengaruh teman sebaya lebih besar daripada pengaruh keluarga (Ahmadi, 1998). 2.9. HIV/AIDS 2.9.1. Pengertian HIV/AIDS Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyebab AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrome). Virus ini dapat merusak sel-sel system imun yang menyebabkan kekebalan tubuh hilang, sehingga sangat mudah terserang berbagai jenis penyakit (Djoerban, 2001). AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrome) merupakan kumpulan gejala penyakit dan sebagai fase terminal (akhir) yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turun atau hilangnya daya tahan tubuh, sehingga mudah Universitas Sumatera Utara terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007). AIDS disebabkan oleh adanya virus HIV. Virus HIV ini hidup didalam 4 (empat) cairan tubuh manusia, yaitu : cairan darah, cairan sperma, cairan vagina dan Air Susu Ibu (ASI). Virus ini tidak dapat hidup dalam cairan tubuh lainnya, seperti ludah (air liur), air mata maupun keringat, sehingga penularannya hanya lewat empat cairan tubuh tersebut (FK UI, 2005). Penularan virus ini adalah melalui hubungan seksual, suntikan jarum yang terkontaminasi HIV, transfusi darah atau komponen darah terkontaminasi HIV, ibu yang hamil ke bayi yang dikandungnya dan sperma terinfeksi HIV yang disimpan di bank sperma, yang dimaksud hubungan seksual adalah hubungan seksual dengan jenis (lelaki-perempuan), hubungan homoseksual (lelaki-lelaki) atau biseksual, yaitu lelaki kadang-kadang berhubungan seksual dengan lelaki dan kadang-kadang juga dengan wanita (Djoerban, 2001). AIDS adalah penyakit yang fatal, sementara vaksin atau obat untuk pengobatannya sampai saat ini belum ditemukan walaupun melalui berbagai penelitian dan penemuan para ahli sudah banyak yang mencoba membuat obat atau vaksin AIDS namun belum ada seperti yang diharapkan, sehingga tidak mengherankan bila sampai saat ini sudah banyak penderita AIDS yang meninggal. Obat yang ada sekarang ini hanya bermanfaat mengurangi penderitaan, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup penderita AIDS. Pembagian tingkat klinis infeksi HIV tersebut adalah : (1) Tingkat klinik 1 (Asimtomatik/LPG), (2) Universitas Sumatera Utara Tingkat klinik 2 (Dini), (3) tingkat klinik 3 (Menengah) dan (4) Tingkat klinik 4 (Lanjut). Ada pula yang membagi gambaran klinik AIDS dalam 3 kelompok yaitu : (1) Akibat langsung HIV, (2) Gejala infeksi Oportunistik dan (3) kanker (Djoerban, 2001). 2.9.2. Etiologi AIDS Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV (FK UI, 2005). Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T (sel-sel darah putih yang merupakan sistem kekebalan tubuh yang bertugas menangkal infeksi), karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Kini diketahui virus ini juga dapat langsung merusak sel-sel tubuh lainnya, seperti yang terdapat di otak, saluran pencernaan, dan saluran pernapasan (Djoerban, 2001). Universitas Sumatera Utara 2.9.3. Gejala dan Tanda AIDS Gejala seseorang telah terkena HIV dapat diketahui dengan dilakukannya tes darah Elisa-1 dan Elisa-2 dan bila positif harus dikonfirmasi dengan tes Western Blot. Gejala dan tanda seseorang terinfeksi AIDS antara lain : (1) Rasa lelah yang berkepanjangan, (2) Sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan, (3) Pembesaran kelenjar (sekitar leher dan lipatan paha), (4) tanpa sebab sering demam lebih dari 380C disertai keringat tanpa sebab yang jelas di malam hari, (5) Berat badan menurun secara mencolok, (6) Diare yang berkepanjangan dan (7) Bercak-bercak merah kebiruan yang timbul pada kulit (Djoerban, 2001). Untuk keperluan surveilans epidemiologi seseorang yang telah dewasa (>12 tahun) dianggap penderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi yang sesuai dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain tidak berkaitan dengan infeksi HIV (Depkes, 2005). Beberapa gejala mayor penyakit AIDS adalah penurunan kesadaran dan gangguan neurologis serta dementia atau HIV ensefalopati, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, dan berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan Untuk gejala minor penyakit AIDS ditandai dengan infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita, limadenopati generalisata, herpes simpleks kronis progresif, batuk menetap lebih dari 1 bulan, demertitis, generalisata yang gatal, Universitas Sumatera Utara herpes zoster multisegmental dan atau berulang serta kandidiasis orofaringeal (Djoerban, 2001). Seorang anak (<12 tahun) dianggap penderita AIDS bila umur anak tersebut dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor, dan gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV dan untuk anak umur kurang dari 18 bulan apabila ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dengan ibu yang HIV (+) (Depkes, 2005). 2.9.4. Penyebaran HIV dan Cara Penularan AIDS Menurut (Djoerban, 2001), penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu : 1. Transmisi seksual Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau servik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Risiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seksual, jumlah pasangan seksual, frekuensi melakukan hubungan seksual dan jenis hubungan seksualnya a. Homoseksual Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan risiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum Universitas Sumatera Utara yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan dan sering menyebabkan luka-luka kecil pada selaput lendir rektum. b. Heteroseksual Penularan heteroseksual dapat terjadi dari laki-laki ke wanita dan sebaliknya. Menurut beberapa pakar, penularan dari laki-laki ke wanita lebih besar kemungkinannya dari pada sebaliknya. Kontak seksual oral mengandung risiko yang rendah. 2. Transmisi Non Seksual a. Transmisi Parenteral Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik, tato) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan obat dengan suntikan yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. b. Darah/Produk Darah Transfusi darah dari donor dengan HIV positif mengandung risiko yang sangat tinggi c. Transmisi Transplasental Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai risiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan risiko rendah. Universitas Sumatera Utara AIDS tidak menular, karena bersentuhan dengan penderita HIV, berjabat tangan dengan penderita HIV, hidup serumah dengan penderita HIV (tidak mengadakan hubungan seksual), penderita HIV bersin atau batuk di dekat kita, melalui alat makan atau minum, gigitan nyamuk atau serangga lainnya, bersamasama berenang di kolam dengan penderita HIV, bersentuhan dengan pakaian atau barang lain dari bekas penderita HIV, berciuman di pipi dengan penderita HIV (Depkes, 2005). 2.9.5. Pencegahan Penularan Infeksi AIDS Menurut Depkes (2005), upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah : 1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual a. Transfusi darah, pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan uji skrining kepada pendonor darah sebelum ditransfusikan kepada orang lain. b. Pencegahan penularan melalui jarum suntik oleh dokter atau paramedis dapat dicegah dengan menggunakan jarum suntik sekali pakai tidak secara bergantian, baik menggunakan pisau cukur dan sikat gigi, menghentikan penyalahgunaan narkotik. c. Produk darah dapat dicegah dengan inaktivasi virus pada konsentrat faktor pembekuan darah. 2. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan menganjurkan kepada ibu yang menderita AIDS untuk tidak memilih melahirkan anak (hamil). Selain itu perlu dilakukan pendekatan melalui penyuluhan dalam bentuk KIE (komunikasi, informasi, Universitas Sumatera Utara edukasi) kepada masyarakat terutama masyarakat yang berisiko tinggi seperti remaja. Misalnya mengurangi pasangan seksual, monogami, menghindari hubungan seksual dengan WTS, tidak melakukan hubungan seksual dengan penderita AIDS dan meningkatkan penggunaan kondom. Masyarakat yang berisiko rendah juga perlu dilibatkan untuk mencegah penyebaran infeksi HIV dengan menanamkan rasa keimanan serta kesetiaan pada pasangan atau tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual (Depkes, 2005). 2.9.6. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS Prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS : 1. Setiap upaya penanggulangan HIV/AIDS harus mencerminkan nilai-nilai sosiobudaya masyarakat setempat. 2. Setiap kegiatan diharapkan untuk mempertahankan dan memperkukuh ketahanan dan kesejahteraan keluarga serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam masyarakat. 3. Pencegahan penularan HIV/AIDS diarahkan kepada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk memantapkan perilaku. 4. Setiap orang berhak mendapatkan informasi yang benar guna melindungi diri sendiri dan orang lain terhadap infeksi HIV/AIDS. 5. Setiap kebijakan, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat dan martabat individu. 6. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan. Sebelum dan Universitas Sumatera Utara sesudah pemeriksaan harus diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan. 7. Setiap pemberi layanan berkewajiban memberikan pelayanan tanpa diskriminasi pada pengidap HIV/AIDS (Depkes, 2005). a. Cakupan Program Dalam lingkup program upaya penanggulangan HIV/AIDS lebih difokuskan kepada : 1. Peningkatan kemampuan institusi baik kabupaten/kota maupun lembagalembaga non pemerintah dalam hal penanggulangan HIV/AIDS 2. Penyampaian informasi mengenai HIV/AIDS serta upaya-upaya penanggulangannya kepada masyarakat (KIE) 3. Advokasi terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan HIV/AIDS 4. Peningkatan kerjasama antar lembaga baik lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah (Depkes, 2005). b. Sasaran Program Secara umum sasaran program penanggulangan HIV/AIDS adalah : 1. Masyarakat Masyarakat yang menjadi sasaran program kegiatan penanggulangan HIV/AIDS dibedakan berdasarkan risiko yaitu : a. Kelompok risiko tinggi mencakup pekerja seks komersil, pengguna narkotika dengan jarum suntik yang bergantian, orang yang bekerja ditempat-tempat Universitas Sumatera Utara hiburan (pub, diskotik, dll), mitra pekerja seks komersil, supir jarak jauh, nelayan dan narapidana. b. Kelompok risiko rendah yang mencakup remaja/generasi muda, pasangan usia subur, calon pasangan suami istri, TKW, karyawan (pegawai Negeri dan Swasta) dan Aparat Keamanan (TNI, Polri). c. Sektor Pemerintahan Dalam hal ini kegiatan lebih ditekankan pada koordinasi program sehingga dapat terjadi sinergisme dari program-program yang dijalankan, diharapkan program-program pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS dengan lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak dalam hal yang sama d. Penentu Kebijakan Dalam hal ini kegiatan lebih ditekankan pada advokasi. Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan ini, upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS mendapat dukungan politis (Depkes, 2005). 2.10. Landasan Teori Penyakit AIDS belum banyak dikenal baik, sehingga hal ini semakin memicu penambahan jumlah penderitanya. HIV/AIDS merupakan virus dan penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status dan tingkat sosial. Namun ada kecenderungan besar penyakit ini menimpa kelompok masyarakat yang energik dan produktif dalam beraktifitas dimana termasuk di dalamnya adalah remaja. Remaja adalah kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS karena pola hidupnya yang Universitas Sumatera Utara relatif bebas sehingga memungkinkannya melakukan hubungan seks pranikah dimana cara penularan HIV/AIDS paling sering adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman (K4health, 2012). Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah termasuk melakukan upaya promosi kesehatan. Promosi kesehatan yang telah dilakukan ternyata belum mampu menurunkan angka temuan kasus. Promosi kesehatan pada hakekatnya adalah usaha menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat, kelompok atau individu, dengan harapan masyarakat, kelompok dan individu dapat memperoleh pengetahuan, akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2005). Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1983) merupakan suatu landasan yang menekankan pentingnya saluran komunikasi dan penyebarserapan ide-ide melalui peran agen-agen perubahan dalam lingkungan sosial. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, mengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, mendapatkan sasaran dan jalan keluar yang potensial serta memotivasi seseorang supaya menerima dan memelihara aksi. Teori difusi inovasi juga mencakup jenis-jenis gagasan tertentu yang perlu diadopsikan kepada anggota-anggota dari suatu sistem sosial karena mereka sangat membutuhkan informasi tersebut dari para pemuka pendapat dalam sistem sosial. Universitas Sumatera Utara Sedangkan karakteritik sukses inovasi terjadi kalau para anggota sistem sosial itu menerima inovasi tersebut (Liliweri, 2009). Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas saluran komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja. 2.11. Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kelompok Perlakuan Dengan Intervensi PRE TEST Metode Ceramah POST TEST Pengetahuan dan Pengetahuan dan Sikap Remaja Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS Tentang HIV/AIDS Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi Kelompok Kontrol yang Tidak Diberi Intervensi Metode Ceramah Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Konsep utama penelitian adalah untuk menganalisis efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja. Universitas Sumatera Utara