IMPLEMENTASI PEMANFAATAN RUANG DALAM MEMPERCEPAT PERWUJUDAN RENCANA PEMBANGUNAN STRUKTUR DAN POLA RUANG DAERAH Semarang, 12 Desember 2013 Ir. Dedy Permadi, CES Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM OUTLINE Daya Dukung Lingkungan Ditinjau dari Aspek Penataan Ruang Peran Pusat-pusat Kegiatan dalam Mempercepat Pembangunan di Daerah Konsistensi Pemanfaatan Ruang dalam Pembangunan Daerah dengan Perencanaan Penataan Ruang DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DITINJAU DARI ASPEK PENATAAN RUANG Aspek LH dlm UUPR UU No. 26 Tahun 2007 Penjelasan Umum, butir 5 PENATAAN RUANG diharapkan: i. dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; ii. tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; iii. tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Asas Penataan Ruang, Ps.2 Penjelasan Pasal 2 huruf c Yang dimaksud dengan “keberlanjutan” adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang Aspek LH dlm UUPR (2) UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 6, ay. (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Pasal 17, ay. (5) Dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 persen dari luas DAS. Pasal 22, ay. (2), huruf d dan Pasal 25, ay. (2), huruf d Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten MEMPERHATIKAN daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. HARUS Aspek LH dlm UUPR (3) UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 29 1. Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. 2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. 3. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 % dari luas wilayah kota. Pasal 34, ay. (4) Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan: a. standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; b. standar kualitas lingkungan; dan c. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Pasal 48, ay. (1) , huruf b Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya. untuk pertahanan kualitas Aspek LH dlm RTR P. Jawa-Bali Perpres No. 28 Tahun 2012 Pasal 5 Penataan ruang Pulau Jawa-Bali bertujuan untuk mewujudkan: a. lumbung pangan utama nasional; b. kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi dan adaptasi bencana; c. pusat industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan; d. pemanfaatan potensi sumber daya mineral, minyak dan gas bumi, serta panas bumi secara berkelanjutan; e. pemanfaatan potensi perikanan, perkebunan, dan kehutanan secara berkelanjutan; f. pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional; g. pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE); h. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan; i. Pulau Jawa bagian selatan dan Pulau Bali bagian utara yang berkembang dengan memperhatikan keberadaan kawasan lindung dan kawasan rawan bencana; j. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan daya saing. Aspek LH dlm RTR P. Jawa-Bali Perpres No. 28 Tahun 2012 Pasal 13, ay. (1) Kebijakan untuk mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan: a. peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30% dari luas Pulau JawaBali sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan b. pengembangan kawasan lindung dan kawasan budi daya untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pasal 13, ay. (2) Strategi untuk peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30% dari luas Pulau Jawa-Bali sesuai dengan kondisi ekosistemnya meliputi: a. mempertahankan luasan kawasan berfungsi lindung dan merehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi b. mengendalikan kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu kawasan berfungsi lindung; c. mengendalikan dan merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) kritis d. mengendalikan dan merehabilitasi kawasan lindung di bagian hulu Wilayah Sungai (WS), kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, dan kawasan konservasi e. mengendalikan perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan peruntukan hutan Aspek LH dlm RTR P. Jawa-Bali Perpres No. 28 Tahun 2012 Pasal 13, ay. (3) Strategi untuk pengembangan kawasan lindung dan kawasan budi daya untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup meliputi: a. mengembangkan kawasan lindung dan kawasan budi daya dengan menggunakan teknologi lingkungan b. mengembangkan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya melalui kerja sama antardaerah untuk kelestarian pemanfaatan sumber daya alam c. mengembangkan kawasan perkotaan nasional dengan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah Pasal 16 Dalam rangka melaksanakan kebijakan dan strategi penataan ruang Pulau Jawa-Bali, Pemerintah dan pemerintah daerah WAJIB melaksanakan KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS terhadap penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi Penataan Ruang bagi Keberlanjutan Lingkungan Hidup Memberikan informasi spasial bagi pemda sehingga dapat mendahulukan pembangunan pada lahan yang sudah pernah dibangun sebelumnya (brownfield) daripada di lahan yang belum terbangun sama sekali (greenfield) Rencana tata ruang dapat diarahkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan di daerah (misal: banjir, polusi udara, dsb) Melindungi dan meningkatkan fungsi kawasan lindung Meningkatkan aksesibilitas warga ke berbagai bagian wilayah dengan berbagai moda transport selain mobil, seperti: berjalan, sepeda, transportasi publik. Rencana tata ruang dapat diarahkan untuk mendukung konsep kota hijau yang mengedepankan desain kota yang ramah lingkungan dan hemat energi Dapat membantu pemda untuk menata guna lahan, merencanakan penyediaan infrastruktur, dan mendesain tata letak bangunan secara tepat dan sesuai dengan kondisi wilayah. Mengkonservasi aset-aset historis, budaya, dan lingkungan hidup yang bernilai penting bagi daerah (Sumber: UN Report on SPATIAL PLANNING: Key Instrument for Development and Effective Governance with Special Reference to Countries in Transition, 2008) PERAN PUSAT-PUSAT KEGIATAN DALAM MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN DI DAERAH PERKEMBANGAN TATA GUNA LAHAN DI PULAU JAWA Ditinjau dari segi Kependudukan Terdapat gejala kependudukan di Pulau Jawa yang mempengaruhi perkembangan tata guna lahan: 1. Pertumbuhan penduduk (berdasarkan perkiraan jumlah penduduk rentang tahun 2005-2025) di Pulau Jawa mencapai angka 1% per tahunnya. 2. Penurunan lingkup keluarga. fenomena kependudukan menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah anggota keluarga per KK hingga mencapai 10% pada rentang tahun 19992000 3. Peningkatan penggunaan lahan per keluarga seiring dengan pertumbuhan tingkat pendapatan. Dengan ketiga gejala di atas, maka diproyeksikan pada tahun 2025, pertumbuhan penduduk berdampak pada meluasnya pertumbuhan kawasan perkotaan di Pulau Jawa sebanyak 70%. (Sumber: Java Spatial Model – 2008) PERTUMBUHAN KOTA-KOTA DI PULAU JAWA Results 2000 Total urban area 2025 (Sumber: Hasil Studi Java Spatial Model – 2008) PERKEMBANGAN TATA GUNA LAHAN DI PULAU JAWA Ditinjau dari segi Pertumbuhan Ekonomi Ditandai dengan pertumbuhan sektor industri dan jasa yang diikuti dengan: 1. Pertumbuhan ekonomi. 2. Peningkatan jumlah lapangan pekerjaan. 3. Peralihan sektor ekonomi utama dari pertanian ke industri dan jasa. Pertumbuhan sektor industri dan jasa pada kawasan perkotaan menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan guna menunjang kedua sektor tersebut sebanyak 60%. (Sumber: Java Spatial Model – 2008) PERKIRAAN KONVERSI LAHAN DI PULAU JAWA TAHUN 2025 2000 2025 dif sawah 32% 24% -7.7% upland area 32% 27% -4.2% urban area 18% 30% 12.8% plantation 6% 5% -0.4% private forest 6% 6% -0.3% non cultivated 2% 1% -0.2% other area 5% 5% 0.0% (Sumber: Java Spatial Model – 2008) DEGRADASI LAHAN PERTANIAN DI PULAU JAWA 2000 Sawah area 2025 (Sumber: Hasil Studi Java Spatial Model – 2008) SISTEM PUSAT KEGIATAN DALAM RENCANA TATA RUANG Sistem Nasional PKN ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; b. kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. Sistem Provinsi PKW ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; b. kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. Sistem Kabupaten/Kota PKL ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. PKN PKW PKL Untuk meningkatkan keseimbangan pembangunan, rencana struktur ruang dalam Rencana Tata Ruang terbagi dalam klasifikasi sistem pusat kegiatan. Peran Pusat Kegiatan Dalam Pembangunan Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali Pasal 19, ay (1) Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional meliputi: a. mengendalikan perkembangan fisik PKN dan PKW untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan b. mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan c. mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan d. mengendalikan perkembangan PKN dan PKW melalui optimalisasi pemanfaatan ruang secara kompak dan vertikal sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup e. mengendalikan perkembangan PKN dan PKW yang berdekatan dengan kawasan lindung f. mengendalikan perkembangan PKN dan PKW di kawasan rawan bencana g. mengembangkan PKN dan PKW untuk kegiatan industri kreatif yang berdaya saing dan ramah lingkungan h. mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan i. mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan j. mengembangkan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan k. mengembangkan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil hutan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan l. mengembangkan PKN sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup m. mengembangkan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran n. meningkatkan keterkaitan antarPKN sebagai pusat pariwisata di Pulau Jawa-Bali dalam kesatuan tujuan pariwisata o. mengembangkan PKN dan PKW dengan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah Peran Pusat Kegiatan Dalam Pembangunan Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali Pasal 19 ay. (2) Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan dilakukan di: PKN Kawasan Perkotaan Kendal-Demak-Ungaran-Semarang-Purwodadi (Kedungsepur), PKN Cilacap PKW Kebumen, PKW Wonosobo, PKW Magelang, PKW Boyolali, PKW Klaten, PKW Kudus, PKW Pekalongan, PKW Tegal Pasal 19 ay. (3) Pengembangan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di: PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKN Cilacap PKW Boyolali, PKW Tegal, PKW Pekalongan, PKW Kudus, PKW Kebumen, PKW Wonosobo Peran Pusat Kegiatan Dalam Pembangunan Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali Pasal 19 ay. (4) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian tanaman pangan dilakukan di: PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur PKW Boyolali, PKW Tegal, PKW Kudus, PKW Kebumen, PKW Wonosobo Pasal 19 ay. (5) Pengendalian perkembangan PKN dan PKW melalui optimalisasi pemanfaatan ruang secara kompak dan vertikal sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan di: PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKN Cilacap, PKN Surakarta PKW Tegal, PKW Pekalongan, PKW Salatiga, PKW Kudus Peran Pusat Kegiatan Dalam Pembangunan Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali Pasal 19 ay. (7) Pengendalian perkembangan PKN dan PKW di kawasan rawan bencana dilakukan pada kawasan rawan bencana: a. gerakan tanah atau tanah longsor di PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKW Purwokerto, PKW Pekalongan, PKW Wonosobo, PKW Kebumen, PKW Magelang, PKW Boyolali b. gelombang pasang di PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKW Tegal, PKW Pekalongan c. banjir di PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKN Cilacap, PKW Purwokerto, PKW Tegal, PKW Pekalongan, PKW Kudus, PKW Kebumen d. letusan gunung berapi di PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKW Boyolali, PKW Klaten, PKW Magelang, PKW Tegal, PKW Wonosobo e. gempa bumi di PKN Cilacap, PKW Kebumen f. tsunami di PKN Cilacap g. abrasi di sepanjang wilayah pesisir PKW Tegal, PKW Pekalongan, PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur Peran Pusat Kegiatan Dalam Pembangunan Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali Pasal 19 ay. (8) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat kegiatan industri kreatif yang berdaya saing dan ramah lingkungan dilakukan di: PKN Cilacap, PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKN Surakarta PKW Tegal, PKW Pekalongan, PKW Magelang, PKW Salatiga Pasal 19 ay. (9) Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan dilakukan di: PKN Cilacap PKW Cepu Pasal 19 ay. (10) Pengembangan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di: PKN Cilacap, PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur PKW Tegal, PKW Pekalongan Peran Pusat Kegiatan Dalam Pembangunan Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali Pasal 19 ay. (12) Pengembangan PKW melalui peningkatan fungsi industri pengolahan dan industri jasa hasil hutan yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan dilakukan di PKW Tegal dan PKW Pekalongan. Pasal 19 ay. (9) Pengembangan PKN sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan di PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur dan PKN Surakarta. Pasal 19 ay. (16) Pengembangan PKN dan PKW dengan konsep kota hijau yang hemat energi, air, lahan, dan minim limbah dilakukan di: PKN Kawasan Perkotaan Kedungsepur, PKN Surakarta, PKN Cilacap PKW Boyolali, PKW Klaten, PKW Salatiga, PKW Tegal, PKW Pekalongan, PKW Kudus, PKW Cepu, PKW Magelang, PKW Wonosobo, PKW Kebumen, PKW Purwokerto SISTEM PUSAT KEGIATAN DALAM RENCANA TATA RUANG Nasional Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan (Metropolitan): • Jabodetabek; • Bandung Raya; • Kedungsepur; • Gerbangkertosusila. PKN Provinsi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) PKW • • • • • • • PKW Kabupaten Boyolali; Klaten; Salatiga; Tegal; Pekalongan; Kudus; Cepu; • • • • Magelang; Wonosobo; Kebumen; Purwokerto. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) 60 (enam puluh) kawasan perkotaan di Provinsi Jawa Tengah. PKL PKL Pembangunan di daerah sebaiknya memperhatikan perencanaan penataan ruang yang telah ditetapkan. PKN METROPOLITAN KEDUNGSEPUR Kendal Demak Semarang Purwodadi Ungaran (Sumber: Peta Rencana Struktur Ruang Perda No. 6 Tahun 2010 tentang RTRWP Jateng 2009-2029) PKW PROVINSI JAWA TENGAH Kota Tegal Purwokerto Kudus Kota Pekalongan Cepu Kota Salatiga Wonosobo Kota Magelang Boyolali Kebumen Klaten (Sumber: Peta Rencana Struktur Ruang Perda No. 6 Tahun 2010 tentang RTRWP Jateng 2009-2029) KONSISTENSI PEMANFAATAN RUANG DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 1 UUPR) Proses Penyelenggaraan Penataan Ruang Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) Pasal 55 ayat (1) Mengapa Perlu Pengendalian? 100% RTRW Provinsi dan 98.57% RTRW Kabupaten/Kota telah mendapatkan Persetujuan Substansi Menteri Pekerjaan Umum. Rencana Tata Ruang sudah siap diimplementasikan RTR ≠ justifikasi bencana alam yang terjadi Diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang agar konsisten terhadap RTR Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP-PPR) mengamanatkan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 147) Pengawasan penataan ruang diselenggarakan untuk : a.Menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang; b.Menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang penataan ruang; c.Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP-PPR) mengamanatkan pengawasan penataan ruang (Pasal 198) Pengendalian pembangunan kawasan perkotaan dilaksanakan terhadap : a.Rencana Pembangunan; dan b.Pelaksanaan Rencana Pembangunan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Ps. 36 ayat (1) sebagai upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang pedoman Ps. 1 angka15 Penetapan Peraturan Zonasi Pemberian Insentif & Disinsentif Perizinan Pengenaan Sanksi Ps.35 disusun berdasarkan sebagai dasar diatur oleh Pemerintah & pemda (menurut kewenangan masing-masing) tindakan penertiban yg dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTR & peraturan zonasi Ps. 37 ayat (1) Izin Pemanfaatan Ruang Rencana Rinci Tata Ruang apabila tidak sesuai RTRW Ps. 36 ayat (2) ditetapkan dengan dikeluarkan dan/atau diperoleh dgn tidak melalui prosedur yg benar PP untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional Perda provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi Perda kabupaten/kota untuk peraturan zonasi diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan RTRW akibat adanya perubahan RTRWN Ps. 36 ayat (3) batal demi hukum Ps. 37 ayat (3) dapat dibatalkan Ps. 37 ayat (4) penggantian / ganti kerugian yg layak Ps. 37 ayat (6) 31 KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG KELEMBAGAAN Instansi yang membidangi Penataan Ruang di daerah PPNS Penataan Ruang BENTUK WUJUD LEMBAGA Struktural Dinas PU/Dinas Tata Ruang Bappeda Ad Hoc BKPRD Forum-Forum Tematik (bentukan pemda) Otorita Kelembagaan lain (kelembagaan kawasan strategis provinsi/kabupaten, dsb) Pejabat Fungsional Belum ada keseragaman wujud lembaga yang menaungi di daerah, ada yang tetap dalam Instansi (Dinas/Badan/Sekretariat Daerah) masing-masing, ada yang disatukan bersama Satpol PP PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG BERSIFAT LINTAS SEKTOR, LINTAS WILAYAH, DAN LINTAS PEMANGKU KEPENTINGAN PENUTUP I. Daya Dukung Lingkungan Ditinjau dari Aspek Penataan Ruang a. Penataan ruang diharapkan mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjuta dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas b. Perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup c. UU No. 26 Tahun 2006 tentang Penataan Ruang telah mengamanatkan: penetapan kawasan hutan paling sedikit 30 % dari luas DAS proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota d. Pemerintah wajib menyusun KLHS terhadap kebijakan, rencana, dan program dalam RTRW e. Penataan ruang Pulau Jawa-Bali bertujuan: mewujudkan lumbung pangan nasional mengendalikan pengembangan PKN dan PKW mengembangkan kawasan perkotaan yang kompak dengan konsep kota hijau mengembangkan kawasan budidaya ramah lingkungan sesuai dgn daya dukung & daya tampung lingkungan meningkatkan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30% dari luas Pulau Jawa-Bali PENUTUP (2) II. Peran Pusat-pusat Kegiatan dalam Mempercepat Pembangunan di Daerah a. Pembangunan harus memperhatikan keseimbangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan. b. Sistem pusat kegiatan dalam Rencana Tata Ruang merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan keseimbangan pembangunan. c. Arahan pengembangan bagi PKN dan PKW yang diamanatkan dalam Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali hendaknya dijadikan acuan dalam pembangunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah. III. Konsistensi Pemanfaatan Ruang dalam Pembangunan Daerah dengan Perencanaan Penataan Ruang a. Salah satu upaya untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dalam kegiatan pembangunan adalah melalui pengawasan/pengendalian pemanfaatan ruang. b. Pengawasan/pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui: penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. c. Program pemerintah yang direncanakan untuk mendukung pelaksanaan pengawasan/pengendalian pemanfaatan ruang salah satunya dengan membentuk dan memberdayakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). TERIMA KASIH