1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya penyakit

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya
menyebabkan
penyakit
peningkatan
infeksi
penggunaan
yang
disebabkan
antibiotika
yang
oleh
dapat
bakteri
semakin
menimbulkan resistensi di seluruh dunia. Resistensi terhadap bakteri patogen
dengan menggunakan antibiotika dalam jangka panjang dapat merugikan
penderita. Hal ini mengakibatkan beberapa bakteri menjadi resisten terhadap
antibiotika. Kejadian resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika menjadi
masalah besar dalam bidang kesehatan. Banyak bakteri Gram negatif dan Gram
positif yang patogen opertunis menjadi resisten terhadap hampir semua antibiotika
yang digunakan di rumah sakit atau pusat kesehatan (Mulyadi and Sulistyani,
2013).
Salah satu bakteri Gram positif yang dinyatakan resisten terhadap
antibiotika adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus adalah bakteri
Gram posistif yang paling umum dikenal medis yang umumnya merupakan flora
normal. Mikroba ini telah resisten terhadap penisilin, oksasilin dan antibiotika
beta laktam lainnya. Di Asia, S. aureus yang resisten terhadap siprofloksasin
mencapai 37%. Persentase S. aureus yang telah resisten terhadap metisilin
(MRSA) cukup tinggi di Asia, seperti di Taiwan mencapai 60%, Cina 20%, Hong
Kong 70%, Filipina 5%, dan Singapura 60% (Mardiastuti et al., 2007).
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan beberapa sindrom seperti bakterimia,
infeksi saluran pernafasan, endokarditis, infeksi saluran urin, dan infeksi pada
1
2
kulit. Selain itu infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang
disertai abses bernanah. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis,
plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S.
aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan
Infeksi mikroorganisme yang tidak dapat diobati berakibat pada peningkatan
angka kematian (Bradley, 2002).
Penggunaan antibiotika yang kurang bijak, baik di luar maupun dalam
lingkup pelayanan kesehatan memegang peranan penting dalam resistensi
antibiotika. Banyak penderita tidak meminum antibiotika yang telah diresepkan
sampai habis karena sudah merasa sembuh, tingkat kepatuhan yang rendah terkait
frekuensi pemakaian obat dan penderita dengan sengaja meminum antibiotika
dengan dosis lebih rendah dari yang sudah diresepkan juga mempengaruhi
peningkatan resistensi antibiotika (Laras, 2012).
Semakin lama seorang penderita mendapat terapi antibiotika, akan
memudahkan timbulnya kolonisasi oleh mikroba yang resisten antibiotika. Bila
antibiotika diberikan berlebihan, tidak tepat penggunaan, dosis yang terlalu
rendah maka akan mengurangi efektifitasnya sehingga menimbulkan resistensi
(Adisasmito and Sri, 2004; Utami, 2012). Resistensi antibiotika menimbulkan
infeksi mikroorganisme yang tidak dapat diobati dengan antibiotika biasa,
berakibat perlunya digunakan antibiotika jenis baru dengan spektrum lebih luas.
Untuk mengatasi hal tersebut, pencarian antibiotika baru merupakan hal yang
penting dan harus dilakukan.
Selama beberapa dekade, metabolit mikroba menjadi salah satu sumber
utama obat baru, khususnya dari Actinomycetes (Mulayadi and Nanik, 2013).
3
Actinomycetes
menghasilkan
sejumlah
besar
bahan
antibiotika
baru.
Actinomycetes adalah bakteri Gram positif dan keberadaannya sangat luas di alam
dan dikenal juga sebagai organisme saprofit pada tanah. Penelitian oleh Vimal et
al. (2009)
yang mengisolasi Actinomycetes dari sedimen laut menemukan
Nocardiopsis sp. yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram
negatif yaitu Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella
pneumonia dan Gram positif yaitu Enterococcus faecalis, Bacillus cereus, dan
Staphylococcus aureus. .Actinomycetes yang diisolasi dari tanah oleh Singh et al.
(2012) mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji yaitu Escherichia coli dan
Vancomycin-Resistant Enterococci. Penelitian oleh Susilowati et al. (2007)
menemukan 2 isolat Actinomycetes yang diisolasi dari beberapa tanah perkebunan
di Indonesia yang mampu menghambat enteropatogen E. coli K1.1, Pseudomonas
pseudomallei 02 05,dan Listeria monocytogenes 5407. Penelitian yang dilakukan
oleh Kumari et al. (2013) yang mengkarakterisasi antibiotika yang dihasilkan oleh
Actinomycetes diisolasi dari tanah di India yaitu memproduksi LLE19085 yang
memiliki struktur seperti antibiotika glikosida.
Pada penelitian ini Actinomycetes diisolasi dari dari tanah pada
perkebunan cengkeh dan diuji efektifitas antimikrobanya terhadap bakteri
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah isolat Actinomycetes yang diisolasi dari tanah pada perkebunan
cengkeh mempunyai potensi dalam menghambat pertumbuhan Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)?
4
2. Apakah filtrat Actinomycetes menghambat pertumbuhan Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)?
3. Berapakah Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari filtrat yang
dihasilkan oleh Actinomycetes?
4. Jenis senyawa apakah yang terkandung dalam filtrat Actinomycetes?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kemampuan isolat Actinomycetes yang diisolasi dari
tanah pada perkebunan cengkeh yang mempunyai daya hambat terhadap
pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
2. Untuk mengetahui potensi filtrat Actinomycetes dalam menghambat
pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)..
3. Untuk mengetahui Minimum Inhibitory Concentration (MIC) filtrat
Actinomycetes.
4. Untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada filtrat Actinomycetes.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan isolat Actinomycetes
yang diisolasi dari tanah pada perkebunan cengkeh yang berpotensi dalam
menghambat pertumbuhan bakteri resisten antibiotika khususnya Methicillin
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang digunakan sebagai alternatif
antibiotika baru. Selain itu dapat ditentukan konsentrasi filtrat yang minimum
dalam menghambat pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus .
Download