PEMULIHAN JASA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KEPUASAN

advertisement
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
PEMULIHAN JASA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN
KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN
Oleh : Darsono
[email protected]
Abstrak
Penanganan kegagalan dalam proses penyampaian jasa dapat dilakukan
dengan antisipasi dan penganganan serta proses pemulihan jasa. Kinerja
pemulihan jasa dapat ditingkatkan dengan melalui empat strategi utama,
yaitu pertama dimulai dari rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pemberdayaan
karyawan. Keberhasilan upaya pemulihan jasa banyak dipengaruhi oleh
efektivitas karyawan lini depan yang berinteraksi langsung dengan
pelanggan dan menerima complain dari mereka. Kedua, menyusun pedoman
dan standar pemulihan jasa. Kinerja perusahaan jasa dapat ditingkatkan
dengan cara menyusun pedoman pemulihan jasa yang berfokus pada
penciptaan kepuasan pelanggan dan keadilan (fairness). Ketiga,
menyediakan kemudahan akses dan respon yang efektif melalui call center,
call centers juga berkontribusi atas ketiga dimensi keadilan melalui
kemudahan dan kenyamanan akses (24 jam sehari, 7 hari seminggu) serta
respon atau penanganan masalah yang tepat. Keempat, menyusun data base
pelanggan dan produk. Data base menyangkut pelanggan (seperti preferensi
pelanggan, pembelian, dan insiden jasa), dapat menjadi sumber utama bagi
pemecahan masalah dan pemulihan jasa secara cepat dan efektif.
Kata kunci : recruitmen, standart, call center dan data base.
Sektor jasa relative rentan terhadap kemungkinan terjadinya kegagalan dalam proses
penyampaiannya (service delivery). Antisipasi dan penanganan setiap kegagalan tersebut serta
proses pemulihan jasa memainkan peranan penting dalam upaya mewujudkan kepuasan dan
loyalitas pelanggan.
Sekalipun perusahaan jasa telah melakukan yang terbaik, tetap saja kegagalan jasa (service
failure) sering tidak terelakan. Misalnya, pesawat terlambat, staf berlaku kasar atau tidak sopan,
dan persoalan-persoalan lainnya. Menurut Denham (1998), secara garis besar masalah-masalah
yang dihadapi setiap perusahaan dapat ditelusuri dari tiga sumber utama: (1) 40% masalah
disebabkan oleh perusahaan sendiri, misalnya janji yang berlebihan; (2) 20% masalah
disebabkan karyawan, misalnya perlakukan kasar dan tidak sopan; dan (3) 40% sisanya
disebabkan pelanggan, misalnya tidak teliti membaca instruksi atau petunjuk yang diberikan.
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Setiap perusahaan pasti membuat kesalahan. Namun bagaimana kesalahan itu ditangani
merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan atau kegagalan mempertahankan
pelanggan.
Bila perusahaan acuh tak acuh atau malah menerima kegagalan jasa sebagai bagian dari
bisnisnya sehari-hari, maka perusahaan bersangkutan akan mendapat masalah besar, bahkan
dapat kehilangan bisnisnya. Kunci sukses bagi setiap perusahaan adalah bersikap proaktif dalam
menekan setiap kemungkinan terjadinya kegagalan jasa dan memperlengkapi karyawan dengan
serangkaian alat pemulihan (recovery) yang efektif guna memperbaiki servive encounter
manakala terjadi kegagalan dalam memuaskan harapan pelanggan.
Factor utama yang menyebabkan kegagalan jasa bersifat inheren dalam service encounter adalah
karakteristik unik yang jasa yang membedakannya dari barang. Dikarenakan sifat intangibilitas,
perbandingan antara persepsi dengan harapan oleh pelanggan menjadi proses evaluasi yang
sangat subyektif. Konsekuensinya, tidak semua pelanggan akan merasa puas. Berkaitan dengan
sifat heterogenitas, dalam proses penyampaian jasa akan terdapat berbagai variasi dan akibatnya,
tidak semua service encounter akan sama atau identik. Sifat perishability menyebabkan
penawaran dan permintaan jasa sangat sulit diselaraskan. Konsekuensinya, pelanggan jasa akan
mengalami penundaan dalam layanan dari waktu ke waktu, sementara adakalanya pekerja jasa
kehilangan kesabaran dalam usahanya memenuhi begitu banyaknya tuntutan dari para pelanggan
yang tidak sabar dan panik. Selain itu, karakteristik inseparabilitas menempatkan penyedia jasa
dalam interaksi langsung (face to face) dengan pelanggan. Interaksi langsung dan partisipasi
pelanggan dalam proses produksi jasa sangat potensial menimbulkan berbagai macam masalah,
terutama menyangkut kualitas jasa.
Kegagalan jasa terjadi pada berbagai critical incidents dalam serfvice encounter. Setiap service
encounter terbentuk dari sejumlah critical incident atau “moments of truth”, yaitu momen
interaksi spesifik dan actual antara pelanggan dengan karyawan penyedia jasa yang terjadi dalam
critical incident jasa penerbangan antara lain: kekeliruan dalam penanganan bagasi, layanan
yang lambat, sikap petugas yang tidak simpatik, dan perubahan jadwal penerbangan tanpa
pemberitahuan.
Respon karyawan terhadap kegagalan jasa berhubungan langsung dengan kepuasan atau ketidak
puasan pelanggan. Kegagalan jasa umumnya dikelompokkan dalam tiga kategori berikut (Binter,
et al., 1990)
1. Respon karyawan terhadap kegagalan system penyampaian jasa
Tipe ini merupakan kegagalan dalam penawaran jasa inti perusahaan. Dalam konteks
perusahaan penerbangan, contoh kegagalan semacam ini antara lain menghidangkan
makanan yang sudah basi atau kadaluwarsa; keliru menangani bagasi penumpang; tidak
mengumumkan perubahan jadwal penerbangan; kondisi pesawat yang jorok; kekurangan
stok (seperti makanan, minuman, selimut, bantal, headphone, dan lain-lain; dan jumlah
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
pramugari/.pramugara yang tidak memadai untuk melayani kebutuhan para penumpang.
Semua aktivitas ini berkaitan langsung dengan jasa inti perusahaan penerbangan. Secara
garis besar, kegagalan system penyampaian jasa terdiri atas respon karyawan terhadap
tiga tipe kegagalan jasa.
a. Ketidaktersediaan jasa (unavailable service), berkenaan dengan tidak adanya
layanan tertentu yang biasanya tersedia
b. Layanan yang lambatnya keterlaluan (unreasonable slow service) yaitu layanan atau
karyawan yang dipersepsikan pelanggan sangat lambat dalam menjalankan fungsi
atau tugasnya.
c. Kegagalan jasa inti lainnya (other core service failurures) yang mencerminkan
berbagai jasa inti yang ditawarkan oleh industry yang berbeda-beda, misalnya
makanan yang sudah dingin, pesawat yang kotor, dan bagasi yang keliru ditangani
(industry jasa penerbangan)
2. Respon karyawan terhadap kebutuhan individual dan permintaan special pelanggan.
Kebutuhan pelanggan dapat implisit maupun eksplisit. Kebutuhan implisit adalah
kebutuhan pelanggan yang tidak diminta secara khusus, namun sepatutnya diketahui
dengan jelas oleh penyedia jasa. Contohnya kalau ada perubahan jadwal penerbangan,
kebutuhan implisit para penumpang adalah bahwa informasi tersebut seharusnya
diumumkan sehingga mereka dapat mengatur jadwal penerbangan alternatif selanjutnya.
Sebaliknya, kebutuhan eksplisit adalah kebutuhan pelanggan yang memang jelas-jelas
diminta. Misalnya, penumpang pesawat yang meminta voucher penginapan sehubungan
dengan tertundanya jadwal penerbangan oleh pihak perusahaan. Secara garis besar,
kebutuhan dan permintaan pelanggan mencakup respon karyawan terhadap empat tipe
keumngkinan kegagalan jasa:
a. Kebutuhan special, yaitu permintaan yang didasarkan pada pertimbangan medis, diet,
psikologi, bahasa, atau sosiologis khusus pelanggan. Misalnya, menyediakan
makanan khusus untuk vegetarian merupakan upaya memenuhi permintaan special.
b. Respon karyawan terhadap preferensi pelanggan, menyangkut kemampuan karyawan
memodifikasi system penyampaian jasa sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
preferensi khusus pelanggan yang bukan disebabkan masalah medis, diet, psikologis,
bahasa, maupun sosiologis mereka. Contoh tipikal preferensi pelanggan restoran
adalah permintaan mereka agar hidangannya ditukar atau diganti.
c. Respon karyawan terhadap kesalahan pelanggan (customer error), meliputi skenario
di mana kegagalan jasa disebabkan kesalahan pelanggan yang diakui atau diterima,
seperti tiket dan kunci kamar hotel hilang.
d. Respon karyawan terhadap disruptive others (pelanggan atau pihak-pihak tertentu
yang mengganggu pengalaman jasa pelanggan lainnya), berkenaan dengan
kemampuan karyawan dalam menenangkan situasi atau menyelesaikan perselisihan
antar pelanggan. Misalnya meminta penonton bioskop agar tenang atau diam selama
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
pertunjukan, atau meminta perokok agat tidak merokok di ruangan-ruangan restoran
yang tidak boleh ada asap rokok.
3. Tindakan karyawan yang tidak cepat dan tidak diminta (unprompted and unsolicited
employee actions)
Tipe ini menyangkut kejadian dan perilaku karyawan (yang baik maupun yang jelek)
yang sama sekali tidak diharapkan pelanggan. Tindakan-tindakan ini tidak diminta
pelanggan dan juga tidak menjadi bagian dari system penyampaian jasa inti. Kategori ini
terdiri atas lima macam :
a. Tingkat perhatian (level of attention), menyangkut sejauh mana tingkat respek
karyawan kepada pelanggan. Salah satu cara mewujudkan tingkat perhatian positif
adalah upaya karyawan “memanjakan” pelanggan dan mengantisipasi kebutuhan
mereka. Di lain pihak, tingkat perhatian negative berkenaan dengan sikap karyawan
yang acuh tak acuh atau mengabaikan pelanggan.
b. Tindakan luar biasa (unusual actions) yang mencerminkan kejadian positif dan
negative, di mana karyawan merespon dengan tindakan yang di luar kebiasaan.
Contoh kejadian positif dia antaranya: perhatian khusus pada hari ulang tahun
pelanggan dan sikap empati atas masalah atau musibah yang dialami pelanggan.
Sedangkan contoh kejadian negative antara lain ketidak sopanan atau tutur kata yang
kasar.
c. Norma cultural, mengacu pada tindakan-tindakan karyawan jasa yang secara positif
memperkuat norma cultural (seperti kesamaan hak, keadilan, dan kejujuran), serta
yang melanggar norma social masyarakat. Pelanggaran norma social meliputi
perilaku diskriminatif; tindakan tidak jujur seperti berdusta dan mencuri; serta
aktivitas-aktivitas lainnya yang dianggap tidak fair oleh pelanggan.
d. Gestalt, yaitu evaluasi pelanggan yang dibuat secara holistic dan tidak merinci atau
menspesifikasi individual yang dianggap gagal dan bermasalah. Dalam hal ini,
pelanggan hanya menggunakan ungkapan penilaian menyeluruh (overall terms).
Contoh kompalin yang dapat dikategorikan evaluasi gestalt adalah komentar
pelanggan seperti ” Tidak dibayangkan betapa buruknya kami diperlakukan oleh para
karyawan perusahaan penerbangan Anda” tanpa menyebutkan aspek kegagalannya.
e. Adverse conditions, meliputi tindakan positif maupun negative karyawan dalam
kondisi penuh tekanan (stressfull). Pelanggan akan sangat terkesan bila ada karyawan
perusahaan jasa yang dapat mengendalikan secara efektif situasi di mana hampir
semua orang disekitarnya sudah kehilangan akal. Sebaliknya, tindakan anak buah
kapal dan kapten kapal yang akan tenggelam yang naik sekoci sebelum penumpang,
dikategorikan sebagai tindakan negatif dan tidak bertangung jawab dalam situasi
penuh tekanan.
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
PERILAKU KOMPLAIN
Dalam hal terjadi ketidakpuasan, paling tidak terdapat empat kemungkinan respon
pelanggan. (lihat Gambar )
Terjadi Ketidakpuasan
Mengambil Tindakan
Melakukan
Private Action
Berhenti
Membeli
produk di
persh tsb
Memperingatk
an rekan
mengenai
produk persh
Komplain ke
Produsen/Penngecr/
produsen
Tidak Mengambil Tindakan
Melakukan
Direct Action
Melakukan
Public Action
Menempuh
jalur hukum
utk ganti rugi
Komplain ke
instansi
pemerintah
Menuntut ganti
rugi dari produsen
Ganbar: Alternatif Reaksi Pelanggan Bila Terjadi Ketidakpuasan.
Sumber : Singh, J. (1998)
Pertama: tidak melakukan apa-apa. Maksudnya mereka tidak menyampaikan komplainnya
kepada siapapun. Namun, mereka praktis sudah beralih ke pemasok atau penyedia jasa lain.
Kemungkinan kedua, berhenti membeli produk/jasa perusahaan bersangkutan dan atau
menyampaikan negative/bad word–of-word kepada keluarga, rekan sejawat, maupun orang
dekat lainnya (private actions). Informasi negative semacam ini biasanya mengalir cepat dan
berdampak negative terhadap citra perusahaan maupun sikap pelanggan terhadap penyedia jasa
dan produknya. Akibatnya, perusahaan dapat kehilangan banyak pelanggan potensial maupun
pelanggan saat ini yang beralih ke pesaing.
Kemungkinan ketiga, menyampaikan keluhan secara langsung dan atau meminta kompensasi
kepada perusahaan maupun penyalurnya. Bila ini yang terjadi, sesungguhnya perusahaan
memperoleh berkah. Paling tidak perusahaan mendapat umpan balik berharga dari berbagai
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
komplain yang masuk dan ada peluang untuk mengatasi masalah-masalah sebelum menyebar
luas (apalagi sampai merusak citra dan reputasi perusahaan). Bila komplain berhasil ditangani
dengan efektif dan memuaskan, konsumen yang semula tidak puas dapat berubah menjadi puas
dan tetap akan membeli produk/jasa perusahaan. Ini sangat kontras dengan konsumen yang
langsung berhenti memakai jasa perusahaan tanpa menyampaikan komplain. Perusahaan tidak
akan dapat mengetahui penyebab kekecewaan mereka dan melakukan perbaikan.
Kemungkinan keempat, mengadu lewat media massa (misal menulis di surat pembaca surat
kabar), mengadu ke lembaga konsumen atau instansi pemerintah terkait, dan atau menuntut
produsen atau penyedia jasa secara hukum. Ini merupakan bentuk komplain yang paling di takuti
setiap perusahaan. Komunikasi pemasaran dan public relation memegang peranan vital dalam
mengantisipasi dan menangani kemungkinan terjadinya bentuk komplain ini.
Berbagai riset psikologi konsumen menunjukkan bahwa kompalin dapat dibedakan menjadi dua
tipe: instrumental complaints dan non-instrumental complaints. Instrumental complaints
merupakan komplain yang diungkapkan dengan tujuan mengubah situasi atau keadaan yang
tidak diinginkan. Sebagai contoh, komplain kepada pramusaji mengenai steak yang kurang
matang merupakan instrumental complaints. Dalam kasus ini pengkomplain sangat berharap
bahwa si pramusaji memperbaiki situasi tersebut (dengan jalan memasak kembali steak itu atau
menggantinya dengan yang lain). Sebaliknya non-instrumetal complaints dilontarkan tanpa
harapan khusus bahwa situasi yang tidak diinginkan tersebut akan berubah. Contohnya komplain
mengenai cuaca yang terlalu panas atau kualitas vocal diri sendiri yang jelek. Tipe non
instrumental ini mencakup pula instrumental complaints yang disampaikan kepada pihak ketiga
dan bukannya kepada pihak yang menimbulkan masalah.misalnya komplain tentang masakan
yang tidak enak di restoran tertentu disampaikan ke teman dan tidak kepada restoran
bersangkutan. Menarik diamati, ternyata tipe non-instrumentals justru yang lebih banyak
disuarakan oleh para pelanggan dari pada instrumental complaints.
Dalam kaitannya dengan complain, Denham (1998) mengidentifikasi tiga tipe pelanggan ; active
complainers, nactive complainers dan hyperactive comppaliners.
1. Active complainers, yakni mereka yang memahami haknya, asertif, percaya diri, dan tahu
persis cara menyampaikan komplain. Bila harapan mereka akan pelayanan dan nilai
(value) tidak terpenuhi, mereka akan menyampaikan komplainnya ke perusahaan yang
bersangkutan. Tipe pelanggan semacam ini sangat berharga bagi perusahaan, karena
mereka cenderung langsung menginformasikn dan mencari solusi atas setiap komplain
yang mereka rasakan. Dengan demikian perusahaan masih berpeluang untuk melakukan
perbaikan dan memuaskan mereka.
2. Inactive complainers, yakni mereka yang lebih suka menyampaikan keluhan kepada
orang lain (teman, keluarga, rekan kerja) dari pada langsung kepada perusahaan
bersangkutan. Mereka cenderung langsung berganti pemasok dan tidak pernah kembali
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
lagi ke perusahaan yang mengecewakan mereka. Dengan demikian peluang perbaikan
bagi perusahaan praktis tidak ada.
3. Hyperactive complainters, yaitu mereka yang selalu komplain terhadap siapapun. Tipe
ini dapat disebut pula chronic complainers yang kadangkala berlaku kasar dan agresif.
Mereka ini hampir tidak mungkin dipuaskan karena tujuan komplainnya lebih dilatar
belakangi keinginan untuk mencari untung.
Studi yang dilakukan Singh (1990) juga mengidentifikasikan bahwa respon pelanggan terhadap
ketidakpuasan dipengaruhi pula oleh karakteristik individu. Meskipun studi ini dilakukan di
Amerika Serikat kesimpulannya dapat bermanfaat sebagai peringatan bagi setiap pemasar di
mana pun. Reputasi dan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dapat terancam oleh
para pelanggan ‘diam’ yang tidak melakukan komplain secara langsung, namun menceriterakan
ketidakpuasannya kepada teman dan keluarga mereka. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus
selalu berusaha memuaskan setiap pelanggannya, menyempurnakan kualitas produknya, dan
menangani setiap komplain sebaik mungkin.
Selain pengaruh karakteristik indvidu, faktor produk juga memainkan peranan penting dalam
menjelaskan respon pelanggan terhadap ketidakpuasan. Sebagai contoh, pelanggan yang tidak
puas pada jasa yang mahal atau penting (seperti penumpang kelas eksekutif penerbangan luar
negeri) akan lebih mungkin melakukan direct action dibandingkan pelanggan jasa-jasa yang
relative murah atau kurang penting (seperti penonton film di bioskop). Demikian pula halnya
dalam situasi pelanggan memiliki banyak waktu dan saluran komplain mudah diakses direct
action akan lebih mungkin terjadi.
Ada sejumlah factor sebagai determinan apakah seorang konsumen yang tidak puas akan
melakukan komplain atau tidak (Day dalam Engel, et al., 1990)
1. Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan, yaitu menyangkut tingkat kepentingan
produk bagi pelanggan, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, dan
social visibility.
2. Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman
mengenai produk, persepsi terhadap kapabilitas sebagai konsumen, dan pengalaman
komplain sebelumnya.
3. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu penyelesaian
masalah, gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya.
4. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.
PROSES PEMULIHAN JASA
Proses pemulihan jasa yang efektif terdiri atas empat tahap utama: (1) mengidentifikasi
kegagalan jasa (service failure), (2) memecahkan masalah pelanggan, (3) mengkomunikasikan
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
dan mengklasifikasi kegagalan jasa, dan (4) mengintegrasikan data dan menyempurnakan jasa
keseluruhan (Tax and Brown, 1998).
1. Identifikasi kegagalan puas
Hambatan terbesar dalam upaya pemulihan jasa dan organization learning adalah fakta
bahwa hanya sekitar 5 sampai 10% dari pelanggan yang tidak puas yang melakukan
komplain atas kegagalan jasa. Sebagian besar dari mereka justru memilih beralih
pemasok atau berusaha membalas dendam dengan jalan menyampaikan komentar
negative kepada pihak-pihak lain. Riset yang dilakukan Tax and
Bown
mengidentifikasikan empat penyebab utama mengapa pelanggan enggan menyampaikan
komplain :
1. Pelanggan yakin bahwa organisasi bersangkutan tidak akan responsive
2. Mereka enggan mengkonfrontasikan tanggung jawab individual atas kegagalan yang
terjadi
3. Mereka kurang memahami hak-hak mereka dan tanggung jawab perusahaan, dan
4. Mereka mengkawatirkan biaya tinggi berkenaan dengan waktu dan usaha untuk
menyampaikan komplain.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, dibutuhkan beberapa pendekatan yang terbukti efektif pada
berbagai perusahaan, diantaranya :




2.
Menetapkan standar kinerja
Mengkomunikasikan pentingnya pemulihan jasa
Melatih pelanggan mengenai cara menyampaikan komplain
Memanfaatkan dukungan teknologi seperti custumer all centers dan internet.
Pemecahan masalah pelanggan
Berbagai riset menunjukkan bahwa sebagian besar dari komplain yang dikemukaan
menyangkut pengalaman pelanggan yang mereka persepsikan sebagai masalah serius
(Shets, et all, 1999). Oleh sebab itu, bila pelanggan sampai melakukan komplain, mereka
sangat mengharapkan tindakan dan perlakuan yang adil. Persepsi mereka terhadap
keadilan dibentuk atas dasar penilaian mereka terhadap tiga aspek pemulihan jasa :
outcome, procedural fairness, dan interactional (Tax and Brown, 1998). Outcome
fairness berkenaan dengan hasil yang diterima pelanggan dari komplain. Procedural
fairness berkenaan dengan kebijakan, peraturan dan ketepatan waktu proses komplain.
Sedangkan interactional fairness meyangkut perlakuan interpersonal yang didapatkan
selama proses komplain. Pada umumnya ada beberapa cara untuk mewujudkan ketiga
aspek pemulihan jasa ini:
 Memberikan hasil yang adil. Bila terjadi kegagalan jasa, pelanggan berharap ada
kompensasinya. Bentuk kompensasi dapat berujud permohonan maaf, refund,
reparasi, penggantian, korekasi harga maupun kombinasi di antaranya.
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012


Meyediakan proses yang adil. Prosedur yang adil mencakup tiga elemen penting
yakni: 1) perusahaan mengeban tanggungjawab atas kegagalan jasa;2)setiap
complain ditangani dengan cepat, dimulai oleh karyawan yang pertama kali
kontak pelanggan;3) adanya system fleksibel dan mempertimbangkan pula situasi
individual serta masukan dari pelanggan mengenai hasil akhir yang
diharapkannya.
Merealisasikan interaksi yang adil. Perilaku relasi antar-pribadi yang adil meliputi
kesopanan, perhatian dan kejujuran, penjelasan atas kegagalan jasa yang terjadi,
dan usaha yang tulus dalam memecahkan masalah yang dihadapi pelanggan.
Kinerja pemulihan jasa dapat ditingkatkan melalui empat stategi utama . Pertama,
rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pemberdayaan. Keberhasilan upaya pemulihan jasa
banyak dipengaruhi oleh efektivitas karyawan lini depan yang berinetraksi langsung
dengan pelanggan dan menerima kompalin dari mereka. Oleh karena itu desain
system pemulihan jasa harus berfokus pada kontak pertama dengan pelanggandan
penyusunan kebijakan yang memungkinkan kayawan menangani kompalin secara
efisien. Kedua, menyusun pedoman dan standar pemulihan jasa. Kinerja perusahaan
jasa dapat ditingkatkan dengan cara menyusun pedoman pemulihan jasa yang
berfokus pada penciptaan kepuasan pelanggan dan keadilan (fairness).Standar itu
disebut “AAAA” Action Plan for Recovery, yang meliputi Anticipate (mengantisipasi
dan mengoreksi masalah sebelum timbul), Acknowledge (mengakui adnya kesalahan
manakala itu terjadi, tanpa mencari kambing hitam atau mencari-cari alas an),
Apologize ( meminta maaf atas kesalahan yang terjadi, bahkan sekalipun bukan
perusahaan atau karyawan yang salah, dan Amends (memberikan kompensasi atas
kesalahan yang terjadi dngan jalan mengambil tindkan dan menindaklanjutinya guna
memastikan bahwa masalah itu telah terpecahkan. Ketiga, menyediakan kmudahan
akses dan respon yang efektif melalui call centers.Selain bermanfaat untuk
mengurangi hambatan bagi keputusan pelanggan untuk menyampaikan complain, call
centers juga berkontribusi atas ketiga dimens keadilan melalaui kemudahan dan
kenyamanan akses 24 jam sehari, 7 hari seminggu serta respon atau penganganan
masalah yang tepat. Keempat, menyusun database pelanggan dan poduk. Database
menyangkut pelanggan (seperti preferensi pelanggan pembelian, dan insiden jasa),
dapat menjadi sumber utama bagi pemecahan masalah dan pemulihan jasa secara
cepat dan efektif. Sebagai contoh, Disney Orientasi Program yang wajib diikuti
semua karyawan, apapun posisinya, memberikan perhatian khusus pada penanganan
komplain dan pertanyaan dari pelanggan salah satu aspek penting dalam orientasi
Disney mengenai pemulihan jasa adalah penekanan pada pentingnya melaporkan
setiap kegagalan jasa kepada penyedia. Disney berusaha melacak kegagalan ‘moment
of truth’ dalam rangka mengeliminasi sumber masalah pelanggan.
3. Komunikasi dan klasifikasi kegagalan jasa
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
Banyak perusahaan yang tidak mendokumentasikan dan mengkategorisasikan komplain
secara memadai, akibatnya proses belajar dari pengalaman menjadi terlambat. Situasi
semacam ini biasanya disebabkan oleh empat factor; Pertama, dalam banyak kasus
karyawan kurang perhatian dalam mendengarkan uraian atau penjelasan rinci pelanggan
mengenai masalah yang terjadi. Kedua, banyak karyawan dan manajer yang lebih suka
menghindari tanggung jawab atas masalah yang terjadi, sebaliknya mereka malah
cenderung menyalahkan pelanggan. Ketiga, banyak komplain yang tidak pernah
ditangani atau diselesaikan. Pelanggan telah menyampaikan komplain via telepon,
langsung ke karyawan serta mengirim surat komplain, namun tetap saja tidak ada tindak
lanjut. Keempat, banyak pula perusahaan yang tidak memiliki pendekatan sistematis
dalam mengumpulkan dan mendistribusikan informasi komplain kepada setiap individu
yang bertanggung jawab atas proses yang bermasalah. Organisasi jasa dapat
memfasilitasi klasifikasi data kegagalan jasa secara efektif melalui tiga cara:
 Membuat formulir complain internet
 Mengakses komplain yang ditujukan pada karyawan lini pertama
 Mengkategorikan pelanggan yang komplain
4. Integrasi data dan penyempurnaan jasa keseluruhan
Pada umumnya pelanggan hanya ingin menyampaikan complain mengenai masalahmasalah yang mereka persepsikan penting. Oleh karena itu, komplain mencerminkan
bentuk informasi pasar yang sangat berharga. Akan tetapi pelanggan jarang sekali
melakukan komplain manakala terjadi kegagalan jasa. Implikasinya perusahaan yang
ingin menyempurnakan kualitas jasanya harus mengupayakan sumber iformasi tambahan
lewat manajemen data. Tujuan manajemen data ini adalah memastikan bahwa organiasi
jasa mendapatkan informasi yang relevan, kredibel, dan tepat waktu, serta menyebar
luaskannya kepada setiap angota organisasi yang terlihat dalam keputusan investasi
kualitas jasa. Secara lebih spesifik upaya tersebut meliputi:



Mengumpulkan data kualitas jasa
Mendistribusikan data
Investasi dalam penyempurnaan kualitas
Sebagai contoh, United Airlines mengidentifikasikan dua kelompok pelanggan
utama, yakni (1) business travelers yang jumlahnya hanya 40 % dari total
penumpang, namun memberikan kontribusi 72% bagi total pendapatan, dan (2) milecollecting vacationer yang proporsinya 60% dari total penumpang namun hanya
menyumbang 28% dari total pendapatan perusahaan. Sementara itu, business
travelers yang paling sering bepergian dengan pesawat (biasa disebut road warriors)
memberikan kontribusi 37% pendapatan sekalipun jumlah mereka hanya 6% dari
total penumpang. United Airlines belajar dari komplain dan hasil riset bahwa road
warriors merupakan tipe pelanggan yang paling rendah tingkat kepuasannya dan
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012
paling sering frustasi terhadap jasa penerbangan. Berdasarkan data ini, perusahaan
tersebut menginvestasikan US$ 400 juta untuk menyediakan berbagai fasiltas khusus
kepada para business travelers, diantaranya tempat duduk, makanan, dan ruang
tunggu yang lebih nyaman dan bagus, layanan special sebelum keberangkatan agar
mereka terhindar dari antrian panjang, manfaat frequency-flier yang lebih banyak,
serta fasilitas lainnya seperti kamar mandi di terminal bandara.
Gambar : Proses Pemulihan Jasa
Tahap 1
Identifikasi
kegagalan jasa
Tahap 2
Pemecahan
masalah
pelanggan
Tahap 3
Komunikasi dan
Kegagalan Jasa
Tahap 4
Integrasi data
dan Perbaikan
Jasa
keseluruhan
Perbaikan system jasa
Kepuasan Pelanggan
Individual dan karyawan
Kepuasan Pelanggan dan
karyawan
Mempertahankan
loyalitas Pelanggan dan
karyawan
Mewujudkan Loyalitas Pelanggan &
karyawan
Profit
Sumber: Tax and Brown(1998)
KESIMPULAN
Kinerja pemulihan jasa merupakan proses belajar (learning) yang berlangsung terus
menerusdan dapat ditingkatkan dengan melalui empat strategi , yaitu:

Pertama, rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pemberdayaan. Keberhasilan
upaya pemulihan jasa banyak dipengaruhi oleh efektivitas karyawan lini
depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan dan menerima komplain
dari mereka. Oleh sebab itu, desain system pemulihan jasa harus berfokus
pada kontak pertama dengan pelanggan dan penyusunan kebijakan yang
memungkinkan karyawan menangani komplain secara efisien.
Dharma Ekonomi STIE Dharmaputra Semarang
No. 35 / Th XIX / April 2012



Kedua, menyusun pedoman dan standar pemulihan jasa. Kinerja perusahaan
jasa dapat ditingkatkan dengan cara menyusun pedoman pemulihan jasa yang
berfokus pada penciptaan kepuasan pelanggan dan keadilan (fairness).
Ketiga, menyediakan kemudahan akses dan respon yang efektif melalui call
center. selain bermanfaat untuk mengurangi hambatan
bagi keputusan
pelanggan untuk menyampaikan kompalin, call centers juga berkontribusi
atas ketiga dimensi keadilan melalui kemudahan dan kenyamanan akses (24
jam sehari, 7 hari seminggu) serta respon atau penanganan masalah yang
tepat.
Keempat, menyusun database pelanggan dan produk. Database menyangkut
pelanggan (seperti preferensi pelanggan, pembelian, dan insiden jasa), dapat
menjadi sumber utama bagi pemecahan masalah dan pemulihan jasa secara
cepat dan efektif.
DAFTAR BACAAN
Bitner, M.J Booms, B.H. & Tetreault, M.S (1990), Dalam Fandi Tjiptono (1996), Strategi Bisnis
dan manajemen, Yogjakarta, penerbit Andi
Denham, J. (1998), Handling Customer Complain Turning Challengers into Opportunity.
Sydney; Prencise Hall
Edwardson, M. (1998), “Measuring Costumer Emotion in Service Encounter: An Explanatory
Analysis”, Australian Journal of Market Research, Vol 6 (2), Jully.
Tjiptono Fandi (1998), Strategi Pemasaran Edisi 2 .Yogyakarta. Penerbit Andi
Tjiptono Fandi, 2002, Perspektif Manajemen Dan Pemasaran Kontemporer, penerbit Andi
Yogyakarta
Adrian Payne, 2000, The Essence of Management , Services Marketing, Pemasaran Jasa,
Penerbit ANDI Yogyakarta
Philip Kotler, 2003, Manajemen Pemasaran, edisi kesebelas, dicetak di Indonesia oleh PT. Tema
Baru ( alih bahasa: Drs. Benyamin Molan)
Tax,S.S & Brown, S.W (1998), “Recovering and Learning from Service Failure” , Sloan
Management Review, Fall, h. 75-88
Download