PENJELASAN MENGENAI MATA ACARA RAPAT

advertisement
PENJELASAN MENGENAI MATA ACARA
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA
PT HANJAYA MANDALA SAMPOERNA Tbk.
Sehubungan dengan rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(“Rapat”) PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (“Perseroan”) pada hari/tanggal Jumat,
18 September 2015, Perseroan telah mengumumkan melalui harian Bisnis Indonesia:
1. Pengumuman mengenai rencana Rapat pada tanggal 12 Agustus 2015; dan
2. Pemanggilan atau Undangan menghadiri Rapat pada tanggal 27 Agustus 2015.
Mata Acara Rapat beserta penjelasannya adalah sebagai berikut:
MATA ACARA RAPAT 1
Persetujuan atas penentuan penggunaan laba ditahan untuk tahun 2014 dan tahun
sebelumnya sebagai dividen tunai.
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan ketentuan:
a. Pasal 70 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”)
1. Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku
untuk cadangan.
2. Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
3. Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai
cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dan disetor.
4. Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup
kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
b. Pasal 71 UUPT
1. Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
2. Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
3. Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila
Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
1
c. Pasal 22 ayat (1) Anggaran Dasar Perseroan
Laba bersih Perseroan dalam suatu tahun buku seperti tercantum dalam neraca dan
perhitungan laba rugi yang telah disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham
(“RUPS”) Tahunan dan merupakan saldo laba yang positif dibagi menurut cara
penggunaannya yang ditentukan oleh RUPS.
RUPS memberikan wewenang kepada Direksi untuk menentukan penggunaan laba
ditahan, termasuk membagikan sebagai dividen dari waktu ke waktu, dengan tunduk
kepada pembatasan yang ditentukan oleh RUPS.
1.2
Penjelasan
Perseroan akan mengajukan usul kepada Rapat Perseroan agar Rapat Perseroan
memutuskan penggunaan laba ditahan untuk tahun 2014 dan tahun sebelumnya
sebagai dividen tunai.
MATA ACARA RAPAT 2
Persetujuan perubahan anggota Direksi Perseroan
2.1
Latar Belakang
Berdasarkan ketentuan (i) Pasal 94 ayat (1) UUPT dan (ii) pasal 15 ayat (3) Anggaran
Dasar Perseroan, anggota Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham
Perseroan:
a. Pasal 94 ayat (1) UUPT
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
b. Pasal 15 ayat (3) Anggaran Dasar Perseroan:
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS, terhitung sejak tanggal RUPS yang
mengangkatnya samapi dengan penutupan RUPS Tahunan yang kelima setelah
pengangkatannya, dengan tidak mengurangi hak RUPS untuk memberhentikannya
sewaktu-waktu setelah anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
hadir dan membela diri. Anggota Direksi yang masa jabatannya telah berakhir dapat
diangkat kembali sesuai dengan keputusan RUPS.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
33/POJK.04/2014 mengenai Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan
Publik, bahwa pengunduran anggota Direksi dapat dilakukan sebelum masa
jabatannya berakhir, ditujukan kepada Emiten dan Emiten wajib menyelenggarakan
RUPS untuk memutuskan permohonan pengunduran diri anggota Direksi paling
lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah diterimanya permohonan penguduran diri
tersebut:
2
1) Anggota Direksi dapat mengundurkan diri dari jabatannya sebelum masa
jabatannya berakhir
2) Dalam hal terdapat anggota Direksi yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota Direksi yang bersangkutan wajib
menyampaikan permohonan pengunduran diri kepada Emiten atau Perusahaan
Publik
3) Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyelenggarakan RUPS untuk
memutuskan permohonan pengunduran diri anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah
diterimanya permohonan pengunduran diri dimaksud.
2.2.
Penjelasan
Pada tanggal 31 Juli 2015 Perseroan menerima surat pengunduran diri Bapak Nikolaos
Papathanasiou sebagai Direksi Perseroan. Sehubungan dengan pengunduran diri
Bapak Nikolaos Papathanasiou, pada tanggal 4 Agustus 2015, Perseroan telah
melakukan keterbukaan informasi kepada masyarakat melalui surat kabar harian
Bisnis Indonesia yang berbahasa Indonesia dan berperedaran nasional, serta kepada
Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal yang sama.
Pada tanggal 31 Juli 2015 Perseroan menerima surat dari PT Philip Morris Indonesia
sebagai pemegang saham mayoritas Perseroan, di mana pada surat tersebut PT Philip
Morris Indonesia mengusulkan Bapak Troy J. Modlin sebagai anggota Direksi Perseroan
menggantikan Bapak Nikolaos Papathanasiou, untuk masa jabatan yang sama dengan
sisa masa jabatan Direktur yang digantikannya, yang berlaku efektif sejak tanggal
pelaksanaan Rapat pada 18 September 2015, dengan memperhatikan peraturan dan
anggaran dasar Perseroan yang berlaku.
Biografi Calon Direksi Perseroan
Informasi mengenai biografi calon Direksi Perseroan tersedia pada situs Perseroan
www.sampoerna.com .
3
MATA ACARA RAPAT 3
Persetujuan atas Transaksi Material Perseroan.
3.1
Latar Belakang
Sebagaimana telah disampaikan oleh Perseroan (1) pada tanggal 12 Agustus 2015 atas
rencana transaksi material Perseoan melalui Keterbukaan Informasi Perseroan kepada
Pemegang Saham melalui harian Bisnis Indonesia, (2) tambahan Keterbukaan Informasi pada
tanggal 13 Agustus 2015 pada harian yang sama dan (3) perubahan dan/atau tambahan
Keterbukaan Informasi Perseroan kepada Pemegang Saham pada tanggal 16 September 2015
pada harian yang sama, yang dimaksud dengan Rencana Transaksi adalah rencana penerimaan
dan pemberian fasilitas pinjaman Perseroan dengan Philip Morris Finance S.A. (“PM Finance”)
yang akan dituangkan dalam perjanjian-perjanjian sebagai berikut:
1. Perjanjian Pinjaman Antar Perusahaan I: yaitu penerimaan fasilitas
pinjaman (uncommitted revolving loan facility) oleh Perseroan dari PM Finance,
melalui satu atau lebih penarikan untuk suatu jangka waktu tertentu, dengan total
nilai pinjaman dapat mencapai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari ekuitas
Perseroan berdasarkan laporan keuangan auditan terakhir pada waktu yang
bersangkutan sampai dengan 100% (seratus persen) ekuitas Perseroan berdasarkan
laporan keuangan tahunan konsolidasi terakhir yang telah diaudit, yaitu sebesar Rp
13.498 miliar berdasarkan laporan keuangan tahunan konsolidasi yang telah diaudit
pada 31 Desember 2014 atau USD 1.085.000.000 berdasarkan kurs 31 Desember
2014 namun tidak dapat melebihi batas yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia; dan
2. Perjanjian Pinjaman Antar Perusahaan II: yaitu pemberian fasilitas
pinjaman (uncommitted revolving loan facility) oleh Perseroan kepada PM Finance
melalui satu atau lebih penarikan untuk suatu waktu tertentu, dengan nilai pinjaman
yang tidak boleh melebihi 100% (seratus persen) dari laba bersih Perseroan
(berdasarkan laporan keuangan tahunan auditan terakhir pada waktu yang
bersangkutan), yaitu sebesar Rp 10.181 miliar berdasarkan laporan keuangan tahunan
konsolidasi yang telah diaudit pada 31 Desember 2014 atau USD 818.000.000
bersarkan kurs 31 Desember 2014, namun tidak dapat melebihi batas yang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Alasan dan latar belakang atas Rencana Transaksi Perseroan adalah dalam rangka
memenuhi peningkatan kebutuhan modal kerja dan pengelolaan dana (cash-flow
management), Perseroan bermaksud melaksanakan Rencana Transaksi untuk
4
meningkatkan batas maksimum fasilitas pinjaman yang akan dituangkan dalam
Perjanjian Pinjaman Antar Perusahaan I dan Perjanjian Pinjaman Antar Perusahaan II.
Perjanjian Pinjaman Antar Perusahaan I dan Perjanjian Pinjaman Antar Perusahaan II
akan menggantikan Perjanjian-perjanjian Pinjam Meminjam 2008.
3.2
Penjelasan
Rencana Transaksi yang akan dilakukan oleh Perseroan merupakan suatu Transaksi
Material sebagaimana dimaksud dalam Peraturan No. IX.E.2 di mana nilai total
pinjaman dapat melebihi 50% (lima puluh persen) dari ekuitas Perseroan berdasarkan
laporan keuangan tahunan auditan terakhir pada waktu yang bersangkutan. Oleh
karenanya, merujuk pada Peraturan No. IX.E.2, Rencana Transaksi wajib terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari RUPSLB Perseroan.
“Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan nilai transaksi lebih
dari 50% (lima puluh perseratus) dari ekuitas Perusahaan diwajibkan untuk
memperoleh persetujuan RUPS.”
Sebagaimana diatur dalam Peraturan IX.E.1 dan Peraturan IX.E.2, untuk memastikan
kewajaran Rencana Transaksi, Perseroan telah menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik
Nirboyo Adiputro, Dewi Apriyanti & Rekan (KJPP), sebagai Penilai Independen untuk
melakukan penilaian kewajaran Rencana Transaksi.
Atas dasar analisis yang dilakukan oleh KJPP terhadap kewajaran Rencana Transaksi
yang meliputi analisis transaksi, analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis
jaminan KJPP berpendapat bahwa Rencana Transaksi Pinjaman Antar Perusahaan
antara Perseroan dengan PM Finance sebesar lebih dari 50% ekuitas Perseroan adalah
Wajar (Fair).
Rencana Transaksi merupakan Transaksi Afiliasi sebagaimana didefinisikan dalam
Peraturan IX.E.1 karena dibuat antara Perseroan dengan afiliasi dari pemegang saham
utamanya; namun demikian, bukan merupakan transaksi Benturan Kepentingan
sebagaimana diatur dalam Peraturan IX.E.I.
Berdasarkan keterangan di atas, Perseroan akan mengajukan usul kepada Rapat
Perseroan agar Rapat Perseroan memberikan persetujuannya agar Perseroan dapat
melakukan Transaksi Material.
5
Download