SELAYANG PANDANG AHMADIYAH I. PENDAHULUAN Akhir-akhir ini Jemaat Ahmadiyah menjadi topik pembicaraan yang menarik di kalangan umat Islam, terkait dengan penyerangan yang dilakukan sekelompok masa yang menamakan diri “Gerakan Umat Islam” yang dipimpin oleh Habib Abdurahman Assegap ( dari Front Pembela Islam ). Tokoh-tokoh Islam lainnya yang turut serta pada penyerangan tersebut antara lain Bp. Amin Jamaludin dan Bp. Hartono Ahmad dari Lembaga pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI). Kedua tokoh LPPI ini sudah cukup lama meneliti ajaran Ahmadiyah, dan kemudian telah menyimpulkannya sebagai suatu aliran sesat dan menyesatkan, karena mempercayai lagi adanya nabi setelah nabi Muhammad SAW dan dianggap memiliki kitab suci baru yang dinamakan kitab Tazkirah. Penyerengan dilakukan pada saat anggota Ahmadiyah Indonesia tengah melakukan pertemuan tahunan (Jalsah Salanah ), pada hari Sabtu, tanggal 09 Juli 2005. Masa mengutuk Ahmadiyah dan menuntut agar Ahmadiyah dibubarkan. Tindakan anarkis pun terjadi sehingga mengakibatkan beberapa anggota Ahmadiyah terluka terkena lemparan batu dan hantaman kayu. Penyerangan kedua dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 15 Juli 2005 dengan menggerahkan sejumlah masa yang lebih besar lagi dan menuntut agar Ahmadiyah segera meninggalkan dan mengosongkan markas Parung Bogor. Akhirnya untuk menghindari amuk masa, dengan sangat berat hati para pengikut Imam Mahdi itupun dievakuasi oleh aparat kepolisian untuk meninggalkan markas Mubarak, sesuai permintaan para pendemo. Tragis memang kejadiannya, karena penghuni rumah yang selama lebih dari dua puluh tahun menempati tempat itu terpaksa harus meninggalkan kediamannya. Terusir dari rumahnya sendiri karena dianggap sebagai penganut ajaran sesat dan sangat meresahkan masyarakat. Menanggapi peristiwa ini, kami dapat menyimpulkan beberapa alasan mengapa masa yang menamakan diri Gerakan Umat Islam (terutama para tokohnya yang terdiri dari para alimulama) begitu membenci Ahmadiyah. Alasan Pertama : adalah karena ketidak tahuan mereka tentang ajaran Islam Ahmadiyah yang sebenarnya. Mereka menganggap bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad telah begitu lancang dan kurang ajar, berani menyatakan dirinya sebagai Nabi, padahal menurut anggapan mereka bahwa Hazrat Muhammad SAW adalah sebagai Nabi Terakhir dan tidak akan ada lagi Nabi setelah beliau. Alasan Kedua : adalah karena saking cintanya terhadap Hazrat Muhammad SAW, sehingga tidak boleh ada seorangpun yang menyaingi atau menggantikan kedudukan beliau dalam hatinya. Kebencian mereka terhadap Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya dapat kami maklumi, jika melihat kedua alasan tersebut. Hanya yang tidak bisa dimengerti mengapa kebencian terhadap seseorang atau sekelompok orang harus ditumpahkan melalui tindakan brutal dan anarkis ?.... Bukankah Islam mengajarkan kasih sayang, kedamaian dan musyawarah ?... Satu hal mendasar yang ingin kami tegaskan tentang pendirian pengikut Ahmadiyah, mengapa mereka begitu bersikukuh mempercayai bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad itu sebagai Imam Mahdi. Adalah karena pengikut Ahmadiyah menta’ati dengan jiwa sami’na wa atho’na terhadap apa yang diperintahkan oleh Hazrat Muhammad Rasulullah SAW. Beliau menyerukan kepada umatnya bahwa : “Apabila kamu melihatnya (Imam Mahdi), maka berbai’atlah sekalipun kamu harus merangkak di atas salju, karena sesungguhnya dia itu adalah Khalifah dari Allah dan Al Mahdi”. Ketika kami mengetahui ada perintah itu dari junjungan kami Muhammad SAW, kami langsung menurutinya tanpa harus mencari alasan ini dan itu. Seperti yang telah dilakukan Hazrat Abu Bakar Asy-Shidiq ketika mendengar pengakuan sahabat beliau ( Hazrat Muhammad SAW ) bahwa dia telah dianggkat oleh Allah sebagai utusan-Nya. Atau seperti halnya para sahabat yang ketika itu sedang dalam keadaan mabuk berat karena minuman keras, yang langsung membuang guci-guci araknya tatkala mendengar bahwa Rasulullah SAW atas perintah Allah telah memerintahkan kepada para sahabatnya untuk meninggalkan minuman keras. Tidak ada alasan yang mereka kemukakan untuk menta’ati perintah itu, melainkan tha’at terlebih dahulu baru kemudian mencari tahu apa penyebabnya. Demikian pula halnya dengan pengikut Ahmadiyah, tatkala ada perintah dari Hazrat Muhammad SAW bahwa hendaknya beriman kepada Imam Mahdi, yang pendakwaannya diserta dengan tanda-tanda samawi ( salah satunya berupa gerhana bulan dan gerhana matahari dalam satu bulan Ramadhan ), maka kami pun beriman. Kami tidak peduli apabila karena keita’atan kami terhadap Rasulullah SAW kemudian kami dicaci maki, dihinakan, dianggap gila, sesat dan kafir oleh orang-orang. Kecintaan dan kepatuhan kami terhadap junjungan kami Hazrat Muhammad SAW telah membuat kami tidak peduli terhadap diri sendiri. Keingin dekatan kami dengan sang kekasih sejati Allah Ta’ala yang kami ekpresikan melalui kecintaan kepada Rasulullah SAW membuat hati kami menjadi kebal terhadap segala caci maki dan hinaan dari siapapun. Tapi tentu saja kami pun tidak sembrono dalam menentukan figur Imam Mahdi yang dijanjikan itu. Ciri-ciri yang telah digambarkan oleh Rasulullah SAW menjadi patokan dalam menentukan siapa figur tersebut. Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sudah cukup bagi kami untuk dijadikan sumber rujukan dalam mencari siapa sebenarnya yang ditunjuk Allah sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa yang dijanjikan itu. Kesalahan kami yang terbesar yang kami lakukan, sehingga menyebabkan timbulnya kebencian masyarakat (yang tidak tahu) terhadap Hazrat Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah, adalah karena sangat kurangnya penjelasan yang diberikan kepada mereka tentang apakah itu Ahmadiyah, sehingga timbul fitnah-fitnah yang memojokkan Ahmadiyah. Fitnah-fitnah yang muncul di kalangan masyarakat umum tentang Ahmadiyah, antara lain : 1. Ahmadiyah tidak mengakui Hazrat Muhammad SAW sebagai Khataman Nabiyyin dan menganggap ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW. 2. Ahmadiyah memiliki kitab suci tersendiri yang bernama “Kitab Suci Tazkirah”. 3. Ahmadiyah Shahadatnya berbeda. 4. Ahmadiyah mempercayai adanya nabi yang ke dua puluh enam, yaitu Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. 5. Ahmadiyah melaksanakan ibadah hajinya ke India bukan ke Makkah. 6. Ahmadiyah menolak adanya Jihad Fisabilillah. 7. Ahmadiyah merupakan misionaris Inggris dan menjadi antek-anteknya karena menerima kucuran dana untuk pergerakannya dari pemerintah Inggris. 8. Ahmadiyah shalatnya eksklusif ( tidak mau bergabung dengan umat Islam lainnya ). 9. Ahmadiyah menganggap haram menikahkan anggotanya dengan orang di luar pengikut Ahmadiyah. II. MENJAWAB TUDUHAN-TUDUHAN TERHADAP AHMADIYAH Untuk meluruskan fitnah-fitnah itu, ada jawaban-jawaban praktis dan sederhana, tidak memerlukan dalil-dalil yang susah, sehingga para Dai yang tidak memahami ayat-ayat Al Qur’an pun bisa menjelaskannya. 1. Penjelasan Masalah Pertama : Ahmadiyah tidak mengakui Hazrat Muhammad SAW sebagai Khataman nabiyyin dan menganggap ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikut Ahmadiyah sangat meyakini bahwa Hazrat Muhammad SAW adalah Khataman Nabiyyin, namun dalam pengertian yang lebih bermakna lagi dari pada hanya sekedar “Nabi Terakhir”. Makna Khataman Nabiyyin yang diyakini Ahmadiyah adalah bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang “Nabi yang paling sempurna” diantara semua rasul yang diciptakan Allah Ta’ala. Dalil Al Qur’an yang menyatakan tentang Khataman Nabiyyin terdapat dalam surah Al Ahzab ayat 40, yang terjemahannya sebagai berikut : “ Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang laki-laki diantaramu, melainkan dia itu adalah utusan Allah dan Khataman Nabiyyin” . Seorang nabi bisa saja turun setelah nabi Muhammad SAW, tetapi nabi itu tentunya dari kalangan umat Islam / keluarga beliau sendiri. Adanya seorang nabi setelah nabi Muhammad SAW bukan berarti akan merendahkan martabat nabi Muhammad SAW sebagai khataman nabiyyin, melainkan malah akan semakin memuliakan beliau. Bukanlah seorang guru yang baik selalu menghasilkan murid yang baik pula?. Sebagai contoh, setelah nabi Ibrahim as banyak lagi para nabi yang diturunkan Allah Ta’ala, namun bukan merendahkan martabat beliau, melainkan malah justru semakin memuliakan kebesaran beliau, apalagi nabi-nabi yang turun itu dari keturunan beliau sendiri. 2. Penjelasan Masalah Kedua : Ahmadiyah memiliki kitab suci tersendiri yang bernama “Kitab Suci Tazkirah”. Kitab “Tazkirah” itu memang ada, walaupun tidak semua pengikut Ahmadiyah pernah melihatnya. Kalau seandainya Tazkirah itu merupakan kitab sucinya orang-orang Ahmadiyah, berarti seluruh pengikut Ahmadiyah harus memiliki kitab itu dan harus mempelajarinya. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, karena jangankan di rumahrumah anggotanya, di mesjid-mesjid Ahmadiyah pun belum tentu terdapat kitab Tazkirah, sedangkan kitab suci Al Qur’an sudah pasti dimiliki oleh pengikut-pengikut Ahmadiyah apalagi di mesjid-mesjid Ahmadiyah. Perlu kami jelaskan bahwa kitab Tazkirah itu adalah merupakan buku catatan kumpulan mimpi-mimpi, kasyaf-kasyaf, ilham-ilham dan wahyu-wahyu yang diterima oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Allah Ta’ala. Kalau pun di dalam buku Tazkirah itu ada cuplikan-cuplikan ayat-ayat Al Qur’an, bukan berarti beliau menjiplak kitab suci Al Qur’an, tetapi memang demikianlah adanya, bahwa Allah Ta’ala berbicara kepada beliau dengan menggunakan kalimat-kalimat yang terdapat dalam Al Qur’an, baik melalui mimpi, kasyaf, Ilham maupun wahyu. Dan itu merupakan hak Allah Ta’ala, apakah Dia mau berbicara dengan menggunakan kalimat yang terdapat dalam Al Qur’an, dengan kalimat yang pernah Dia ucapkan kepada nabi-nabi sebelumnya, atau dengan kalimat yang baru. Dan apakah Dia akan menggunakan bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Urdu atau bahasa Indonesia sekalipun, itu adalah hak Allah Ta’ala. Tidak ada hak manusia untuk campur tangan dan memprotesnya. Dan mengenai benar atau tidaknya bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, itu bukan urusan kita, melainkan urusan beliau dengan Allah Ta’ala. Kita boleh percaya atau tidak. Kalaupun ternyata beliau berdusta tentang wahyu-wahyu itu, maka beliau sendirilah yang bertanggung jawab, dan Allah sendirilah yang akan menghukumnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Haqqah ayat : 44 – 47, yang artinya : Dan sekiranya dia (para nabi) mengadakan sebagian perkataan atas nama Kami, pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian kami potong pembuluh jantungnya. Maka tidak ada seorangpun dari kamu dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya). 3. Penjelasan Masalah Ketiga : Ahmadiyah Syahadatnya berbeda. Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya senantiasa mengucapkan dan berusaha memahami makna dua kalimah syahadat yang pernah diajarkan Rasulullah SAW, yaitu : “Asyhadu an-l-la ilaaha ilallah Wa asyhadu anna Muhammadan-rrasulullah”. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah. Itulah syahadat yang diyakini orang-orang Ahmadiyah. Memang dalam membaca dua kalimah syahadat, kami tidak pernah menambahkan kalimat “Laa nabiyya ba’da”, karena Rasulullah SAW pun tidak pernah menambahkan kalimat tersebut pada dua kalimah syahadat. 4. Penjelasan Masalah Keempat : Ahmadiyah mempercayai adanya nabi yang kedua puluh enam, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Perlu kami jelaskan bahwa Ahmadiyah bukan saja mempercayai 25 nabi seperti pada umumnya, melainkan mempercayai semua nabi-nabi yang pernah diturunkan oleh Allah Ta’ala, baik yang diceritakan dalam Al Qur’an maupun yang tidak diceritakan. Tertulis dalam sebuah hadits bahwa Allah telah mengirim ke dunia ini lebih dari 124 ribu nabi. Jadi kepercayaan Ahmadiyah terhadap para nabi, bukan hanya sebatas 25 atau 26 nabi saja, bahkan lebih dari itu. 5. Penjelasan Masalah Kelima : Ahmadiyah melaksanakan ibadah hajinya ke Qadian India, bukan ke Makkah. Sejak zaman ketika Hazrat Mirza Ghulam Ahmad mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi atau sejak berdirinya organisasi Ahmadiyah, pelaksanaan ibadah Hajinya pengikut Ahmadiyah tidak pernah berubah, tetap ke Makkah yang terletak di negeri Saudi Arabia. Terbukti banyak para anggota Ahmadiyah yang telah melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Kalaupun ada beberapa anggota (yang mampu) pergi ke Qadian, bukan berarti mereka menunaikan ibadah haji ke sana (karena disana tidak ada Masjidil Haram dan Hajar Aswad) tetapi biasanya pergi ke Qadian dalam rangka mengikuti pertemuan tahunan Jemaat Ahmadiyah se dunia yang disebut dengan istilah “Jalsah Salanah”, sebagaimana yang setiap tahun biasa dilaksanakan oleh jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kampus Mubarak Parung Bogor. Acara yang digelar pada acara Jalsah Salanah bukanlah acara yang macam-macam, melainkan hanya mendengarkan ceramah-ceramah keagamaan, melaksanakan shalat berjamaah, baik shalat wajib maupun shalat tahajud. Jadi kalau ada yang beranggapan bahwa pengikut Ahmadiyah melaksanakan ibadah hajinya ke Qadian India, itu hanyalah sebuah kedustaan belaka. 6. Penjelasan Masalah Keenam : Ahmadiyah Menolak Adanya Jihad Fisabilillah. Bagaimana mungkin Ahmadiyah mengabaikan Jihad, sementara kami sangat yakin bahwa dengan jihad fisabilillah adalah merupakan sarana untuk meningkatkan ketakwaan dan kedekatan dengan Allah Ta’ala. Namun bentuk jihad yang dilakukan oleh Ahmadiyah bukanlah berjihad dengan menggunakan pedang, berperang menghancurkan musuh yang menentang, melainkan berjihad dengan mengorbankan harta benda, waktu, ilmu pengetahuan dan penghidmatan terhadap umat manusia. Namun bila diperlukan orang-orang Ahmadi pun siap mengorbankan jiwa raga dan kehormatannya demi menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Salah satu misi Imam Mahdi adalah melakukan jihad dengan menyebarkan cinta kasih sebagai perwujudan dari indahnya ajaran Islam. Di zaman Imam Mahdi justru bentuk jihad dengan kekerasan sudah tidak diperlukan lagi. Bentuk jihad yang dilaksanakan oleh Ahmadiyah jauh lebih indah dan bermakna lagi, yakni menaklukan hati manusia melalui sentuhan cinta kasih. Bukankah berjihad melawan hawa nafsu itu merupakan jihad yang paling besar ?.... Jihad itulah yang senantiasa diupayakan oleh Ahmadiyah. 7. Penjelasan Masalah Ketujuh : Ahmadiyah merupakan missionaris Inggris dan menjadi antek-anteknya, karena menerima kucuran dana untuk pergerakan Ahmadiyah dari pemerintah Inggris. Perlu kami jelaskan bahwa untuk melakukan aktifitasnya dalam rangka menegakkan syariat Islam, Ahmadiyah tidak menerima dana dari siapapun dan dari negara manapun, kecuali dari pengorbanan harta para anggotanya. Setiap anggota Ahmadiyah dengan suka rela menyerahkan minimal 1/16 sampai 1/3 dari penghasilan setiap bulannya kepada organisasi untuk keperluan perjuangan dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Dalam organisasi Ahmadiyah ada lebih dari 17 jenis pengorbanan harta yang bisa dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini bukannya menjadi beban bagi para anggotanya, justru menjadikan peluang untuk berlomba-lomba dalam melakukan pengorbanan harta di jalan Allah Ta’ala. Satu hal yang perlu dipahami adalah bagaimana mungkin Ahmadiyah mendapatkan kucuran dana dari pemerintah Inggris dan menjadi antek-anteknya, sementara Ahmadiyah sangat menentang kepercayaan Trinitas. Justru salah satu tujuan diturunkannya Imam Mahdi adalah untuk “membunuh babi dan mematahkan salib”, dalam pengertian mematahkan kepercayaan bahwa Tuhan memiliki anak dan nabi Isa as sebagai anak Tuhan. Kalaupun Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah berlaku baik terhadap negeri Inggris, itu adalah karena negeri Inggris pun memberikan kebaikan berupa kebebasan kepada warganya untuk melaksanakan agama dan kepercayaan yang dianut warganya, termasuk terhadap Ahmadiyah. Pemerintah Inggris nampaknya memahami bahwa urusan pemerintahan semestinya tidak dicampur adukkan dengan urusan keyakinan warganya. Dan kebaikan seperti itu sewajarnyalah bila dibalas dengan kebaikan pula. Bukankah Hazrat Muhammad SAW pun senantiasa membalas kebaikan orang-orang dengan kebaikan pula?.... 8. Penjelasan Masalah Kedelapan : Ahmadiyah shalatnya Ekslusif (tidak mau bergabung dengan umat Islam lainnya ). Shalatnya pengikut Ahmadiyah sama dengan shalat yang dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Ahmadiyah pun senantiasa mempersilahkan siapa saja (umat Islam) yang akan melaksanakan shalat di mesjid-mesjid Ahmadiyah dan bergabung bersama (bahkan kami menerima dengan senang hati). Kami menganggap bahwa urusan shalat adalah urusan diri pribadi dengan Tuhan, dan tidak ada seorangpun yang berhak memfonis bahwa shalat seseorang itu sah atau tidak, kecuali Allah Ta’ala. Kalaupun pengikut Ahmadiyah tidak mau bermakmum di belakang umat Islam lainnya, bukan berarti Ahmadiyah menganggap haram atau lebih baik dari umat Islam lainnya, tetapi semua ini dilakukan karena merupakan aturan organisasi, dan sebagai konsequensinya kami harus mematuhinya. Imam kami melarang kami bermakmum di belakang umat Islam lainnya, tentu ada sebab musababnya, namun bagi kami hal itu tidak begitu penting, yang terpenting bagi kami adalah “tha’at” dengan jiwa “sami’na wa atho’na”. Apapun yang diperintahkan oleh Imam kami, kami harus mematuhinya, dan apapun yang dilarang oleh Imam kami, kami harus menjauhinya. Sebagai contoh, apabila dalam sebuah lapangan upacara militer, bolehkah seorang anggota pasukan ARMED berdiri dibarisan pasukan KOPASUS?. Jawabannya sudah pasti “TIDAK”. Dan alasannya bukan karena pasukan ARMED lebih baik dari pasukan KOPASUS atau sebaliknya, tetapi itulah aturan organisasi, dan sebagai anggota pasukan, konsequensinya adalah harus mematuhinya. Tetapi untuk menampik anggapan keliru berkenaan dengan hal ini, perlu kami jelaskan pula bahwa sebelumnya, pengikut Ahmadiyah pun diperbolehkan untuk bermakmum di belakang umat Islam lainnya. Namun ketika itu di negeri India, pengikut Ahmadiyah selalu dianggap hina dan nazis. Jadi apabila ada anggota Ahmadiyah yang turut bermakmum di belakang mereka dianggapnya suatu nazis dan bekas tempat sujudnya selalu dibersihkan seakan-akan benda nazis. Hal itu terus berlangsung cukup lama. Melihat hal itu akhirnya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad memutuskan untuk melarang pengikutnya bersembahyang di belakang umat Islam lainnya (tetapi kalau sebagai Imam shalat diperbolehkan). Alasan lain adalah bagaimana mungkin kami bisa tenang berhalat dibelakang orangorang yang jelas-jelas membenci Imam kami dan menganggap kami kafir atau sesat. Bukankah Imam shalat itu adalah sebagai penghubung antara makmum dengan Allah Ta’ala ? Bagaimana kami yakin bahwa penghubung / Imam shalat tersebut bisa menghubungkan kami dengan Allah Ta’ala kalau mereka tetap menganggap kami kafir atau sesat. 9. Penjelasan Masalah Kesembilan : Ahmadiyah menganggap haram menikahkan anggotanya dengan orang-orang diluar pengikut Ahmadiyah. Sebagaimana halnya melaksanakan “shalat”, dimana pengikut Ahmadiyah tidak diperkenankan untuk bermakmum di belakang umat Islam lainnya adalah merupakan konsequensi organisasi, maka demikian pula halnya dengan “pernikahan”. Ini pun merupakan aturan organisasi. Untuk menjamin kelangsungan organisasi, sebaiknya anggota Ahmadiyah menikah hanya dengan anggota Ahmadiyah lagi. Hal ini juga dilakukan demi kebaikan anggota itu sendiri, karena bila menikah dengan sesama anggota, maka keduanya akan saling memahami akan tugas dan tanggung jawabnya baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota. Dan bagaimana mungkin orang tua Ahmadi rela memberikan putra / putrinya kepada luar Ahmadi yang jelas-jelas membenci / menolak keyakinannya (Ahmadiyah). Disatu sisi mereka membenci keyakinannya namun disisi lain mereka meminta anak gadisnya untuk dinikahinya. Kalau Anda berada pada posisi kami akankah Anda merelakan putrinya dinikahi pria yang membenci / menolak keyakinan Anda ???.... Itulah jawaan dari kami atas tuduhan-tuduhan di atas. Tentunya masih ada alasan-alasan lain yang lebih detail tentang masalah di atas, namun kami sengaja membaasi bahasannya. Seandainya diperlukan, insya Allah kami siap memberikan jawaban yang lebih detail lagi. III. SELAYANG PANDANG AHMADIYAH Jemaat Ahmadiyah adalah sebuah organisasi keagamaan di dalam Islam yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam ahmad pada tahun 1889 Masehi / 1306 Hijriyah, di Qadian India. Beliau mendakwakan diri sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa yang dijanjikan oleh Hazrat Muhammad Rasulullah SAW. Tujuan pendakwaannya adalah untuk menghidupkan kembali Agama Islam dan Menegakkan Syariat Islam, dengan ikhtiar menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Jemaat Ahmadiyah berpegang pada kitab suci Al Qur’an dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana umat Islam pada umumnya, orang-orang Ahmadiyah melaksanakan RUKUN ISLAM, yaitu : 1. Mengucapkan dua kalimah Syahadat “ Asyhadu alla ilaaha ilallah Wa asyhadu anna Muhammadarrasuulullah”. 2. Mengerjakan shalat wajib 5 waktu ( dan shalat-shalat sunah lainnya, menghadap ke kiblat / kabah). 3. Membayar Zakat ( dan infak-infak fisabilillah lainnya ). 4. Melaksanakan puasa pada bulan suci Ramadhan ( dan juga puasa-puasa sunat lainnya ). 5. Melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Makkah ( bukan ke Qadian, sebagaimana anggapan masyarakat Islam pada umumnya ). Melaksanakan RUKUN IMAN, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Beriman Beriman Beriman Beriman Beriman Beriman kepada kepada kepada kepada kepada kepada Allah SWT Malaikat-malaikat Allah Kitab-kitab Allah seluruh Rasul-rasul Allah Hari Akhirat Qodo dan Qodar. Jemaat Ahmadiyah berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Khataman nabiyyin, yaitu nabi dan rasul yang paling sempurna diantara semua nabi-nabi yang diciptakan Allah SWT pembawa syari’at terakhir, dan tidak akan ada lagi syariat baru setelah syariat yang dibawa beliau. Dalam usia lebih dari 100 tahun, Jemaat Ahmadiyah telah tersebar di 186 negara di dunia dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 200 juta orang. Dalam upaya menyebarkan syiar Islam ke seluruh dunia, Jemaat Ahmadiyah telah melakukan upaya-upaya antara lain : Mengirimkan ribuan Dai Ilallah ke seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran Islam. Membangun ribuan mesjid di berbagai negeri, membangun rumah-rumah sakit, sekolahsekolah, dsb. ( Salah satu mesjid termegah di benua Eropa adalah mesjid “Baitul Futh” yang terletak di kota London Inggris, adalah merupakan mesjid yang dibangun oleh Ahmadiyah ). Menterjemahkan tafsir Al Qur’an kedalam 100 bahasa di dunia, dan mencetak buku-buku Islam dalam berbagai bahasa. Mendirikan sebuah Stasion Televisi Internasional (MTA) dengan daya pancar yang menjangkau ke seluruh dunia, dengan menggunakan 6 buah satelit dunia untuk mengumandangkan syiar Islam, keagunan Allah SWT dan memuliakan Hazrat Muhammad Rasulullah SAW serta memanggil umat manusia untuk menerima Islam (dengan cara yang indah). Mengudara selama 24 jam non-stop, tanpa iklan dan provokasi. Dalam kaitannya dengan penghidmatan terhadap umat manusia, Jemaat Ahmadiyah telah mengembangkan sistem pengobatan “Homeopathy” sebagai pengobatan alternatif masa depan yang aman, murah dan tanpa efek samping, sehingga dapat membantu masyarakat yang tidak mampu. Selama ini Jemaat Ahmadiyah telah melakukan pengobatan-pengobatan masal secara gratis kepada masyarakat di pelosok-pelosok pedesaan yang membutuhkan pengobatan, bekerjasama baik dengan pemerintahan setempat, LSM, Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Jati, Yayasan An Nahl Gununghalu Cililin dan masih banyak lagi tempat-tempat yang pernah dikunjungi dalam rangka pengobatan gratis. Penghidmatan lainnya adalah melaksanakan kegiatan Donor Darah secara rutin, bekerja sama dengan PMI, mendaji calon peserta Donor Mata dan membangu penanganan dalam musibah bencana alam. Di Indonesia, Ahmadiyah telah turut membantu masyarakat yang terkena bencana alam “Tsunami” di Aceh. Pada bencana longsor di TPA Leuwigajah Jemaat Ahmadiyah membuka Posko Bencana Alam yang menyediakan kebutuhan makan bagi sekitar 200 relawan, menyediakan masker, sarung tangan dsb. Paska Banjir di Bandung selatan pun tak luput dari perhatian Ahmadiyah. Di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah keberadaannya telah diakui secara hukum, melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. JA.5/23/13, Tgl. 13-3-1953, dan tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 26, Tgl. 31 Maret 1953. Pada masa revolusi fisik, Jemaat Ahmadiyah pun turut serta dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan Penjajah dan memberikan dukungan secara interenational melalui jaringan Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia. Khalifah ke II Ahmadiyah begitu gencar mempropagandakan tentang kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Salah seorang anggota Ahmadiyah yang gugur dalam membela negara Republik Indonesia adalah “Arif Rahman Hakim”, mahasiswa kedokteran universitas Indonesia, yang dikenal sebagai pahlawan Ampera pada tahun 1966. Dalam hal pengembangan di bidang pengetahuan bagi keadilan dan kesejahteraan umat manusia, Ahmadiyah telah membuktikan kiprahnya. Dr. Chaudry Muhammad Zafrullah Khan adalah orang Islam pertama yang menjadi Ketua Mahkamah International, dan Prof. Dr. Abdus Salam adalah orang Islam pertama yang memperoleh hadiah Nobel di bidang ilmu Fisika. Beliau berdua adalah anggota-anggota Ahmadiyah. Pada bulan Juni s/d Juli 2000, pimpinan Jemaat Ahmadiyah International, hazrat Mirza Tahir Ahmad ( Khalifatul Masih ke IV ) telah berkunjung ke Indonesia dan diterima oleh Ketua MPR RI, bp. Prof. Dr. Amin Rais di gedung MPR Jakarta, serta diterima oleh Presiden Republik Indonesia, Bp. Abdulrahman Wahid di Istana Negara. Dalam kunjungan tersebut Khalifah Ahmadiyah menjadi pembicara pada seminar “Persatuan Umat Islam” di universitas Gajah Mada, kemudian bersilaturahmi dan menjadi pembicara pada pertemuan tokoh-tokoh Cendikiawan Islam di Hotel Regent Jakarta. IV. MISI UTAMA DITURUNKANNYA IMAM MAHDI V. 10 SYARAT BAI’AT KETIKA MASUK AHMADIYAH