http://jurnal.fk.unand.ac.id Laporan Kasus Rinosinusitis Kronis dengan Komplikasi Abses Periorbita Effy Huriyati, Bestari Jaka Budiman, Heru Kurniawan Anwar Abstrak Abses periorbita merupakan salah satu komplikasi dari rinosinusitis baik akut ataupun kronis. Beberapa faktor sangat berperan pada penyebab penyebaran rinosinusitis ke orbita. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik baik THT ataupun Mata, pemeriksaan nasoendoskopi, pemeriksaan penunjang tomografi komputer dengan gambaran perselubungan pada sinus paranasal dan orbita serta MRI. Penatalaksanaan konservatif berupa pemberian antibiotik intravena spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan serta kortikosteroid. Sedangkan pembedahan dapat melalui pendekatan eksternal atau pendekatan bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis dengan komplikasi abses periorbita pada laki-laki umur 16 tahun dan telah diberikan terapi konservatif selama 48 jam tetapi tidak ada perbaikan sehingga dilanjutkan dengan pembedahan melalui pendekatan BSEF Kata kunci: abses periorbita, rinosinusitis kronis, bedah sinus endoskopi Abstract Periorbital abscess is a complication of acute or chronic rhinosinusitis. There was some factors can caused the spread of rhinosinusitis into orbital region. Diagnosis can be confirmed by anamnesis, physical examination either ENT department or Opthalmic department, nasoendoscopic, computer tomographic that showed homogenous appearence on the orbital and paranasal sinuses and also MRI. Conservative management with the provision of broadspectrum and or combination intravenous antibiotics, decongestants and corticosteroid. The surgery management can be performed with esternal approach or functional endoscopic sinus surgery (FESS). One case of chronic rhinosinusitis with complications periorbital abscess in boy aged 16 years old had presented and had given conservative therapy for 48 hours, since there is no improvement, the management then continued with FESS. Keywords: periorbital abscess, chronic rhinosinusitis, endoscopic sinus surgery Affiliasi penulis : Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang Korespondensi : Heru Kurniawan Anwar. E-mail: berlangsung selama < 12 minggu dan kronik bila berlangsung selama > 12 minggu. perubahan Rinosinusitis bakterialis merupakan proses mukosa hidung atau sinus paranasal yang disebabkan oleh kuman tertentu, ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala dimana salah satunya harus berupa gejala sumbatan hidung/ kongesti atau sekret yang keluar dari hidung baik dari anterior ataupun posterior (koana), dengan gejala lain adalah nyeri pada mukosa kompleks osteomeatal dan/atau sinus paranasal, sedangkan kultur sekret dan PENDAHULUAN pada Pemeriksaan penunjang tomografi komputer dapat memperlihatkan [email protected], Telp: 085769212047 peradangan 1-3 wajah dan gangguan penghidu. Berdasarkan periodenya dibedakan menjadi akut bila tes sensitivitas dapat digunakan untuk menentukan kuman penyebab rinosinusitis dan untuk menentukan jenis antibiotik penyebab. yang sesuai dengan kuman 1,2,4,5 Komplikasi rinosinusitis akut yang ataupun disebabkan kronik dapat oleh berupa komplikasi lokal (mukokel, osteomielitis), komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial. Komplikasi orbita umumnya terjadi akibat perluasan infeksi rinosinusitis Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 313 http://jurnal.fk.unand.ac.id akut pada anak sedangkan pada anak yang lebih 4. besar dan orang dewasa dapat disebabkan oleh rinosinusitis akut ataupun kronik. Abses orbita: terdapat dan pengumpulan pus di orbita ditandai dengan 6 optalmoplegi, Penyebaran infeksi rinosinusitis ke orbita dapat melalui penyebaran langsung melalui defek pembentukan proptosis dan kehilangan penglihatan 5. Trombosis sinus kavernosus: sudah terjadi kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang perluasan infeksi ke sinus kavernosus yang terbuka, erosi tulang terutama pada lamina papirasea ditandai dan melalui kehilangan penglihatan disertai perluasan tanda pembuluh darah vena yang tidak berkatup yang infeksi ke mata yang sehat dan tanda-tanda menghubungkan orbita dengan wajah, kavum nasi, meningitis. tromboflebitis retrograd dan sinus paranasal. langsung 6-8 dengan proptosis, optalmoplegi, Penatalaksanaan rinosinusitis kronis dengan komplikasi 1 2 3 orbita medikamentosa dapat baik berupa antibiotik pemberian intravena dengan spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan, kortikosteroid sistemik tindakan operatif. 6-8 maupun disertai dengan Selulitis periorbita dan selulitis orbita biasanya dapat sembuh hanya dengan terapi medikamentosa. Pada abses periorbita, selain terapi medikamentosa dilakukan juga drainase abses dan eradikasi sumber infeksi pada sinus yang terlibat. 4 Pada abses orbita diberikan terapi medikamentosa 5 dan operatif berupa drainase abses dan orbitotomi untuk dekompresi saraf optik. 7 Umumnya tindakan operatif dilakukan bila terdapat kegagalan terapi medikamentosa yang optimal atau sudah terdapat komplikasi orbita yang berat dan atau komplikasi Gambar 1. Klasifikasi sinusitis dengan komplikasi orbita : intrakranial. 6-8 1.selulitis periorbita, 2.selulitis orbita, 3.abses periorbita, 4.abses orbita, 5.trombosis sinus kavernosus6 LAPORAN KASUS Seorang pasien laki-laki umur 16 tahun Klasifikasi komplikasi Chandler terdiri dari (gambar.1): 1. orbita menurut 6-8 Darurat pada tanggal 23 Maret 2012 dengan keluhan Selulitis periorbita: peradangan pada kelopak mata yang ditandai dengan edema pada kelopak mata. 2. ke orbita, ditandai dengan adanya proptosis, kemosis dan gangguan pergerakan bola mata. Biasanya bisa meluas menjadi abses orbita dan kebutaan. 3. Abses utama bengkak di mata kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri tidak ada dan gangguan penglihatan tidak ada. Pasien sebelumnya sudah Selulitis orbita: peradangan dan edema sudah meluas dikonsulkan ke bagian THT dari Instalasi Gawat periorbita pembentukan dan Bukittinggi dengan diagnosis kerja abses retrobulber et causa rinosinusitis. Awalnya pasien merasakan pilek yang tidak sembuh sejak 1 tahun terakhir dan ingus terasa semakin kental dan berwarna kuning (abses subperiosteal): pengumpulan pus antara periorbita dan dinding tulang orbita, yang ditandai dengan proptosis dengan perubahan letak bola mata, gangguan pergerakan bola mata dan penurunan visus. dirawat selama 5 hari di Rumah Sakit Daerah kehijauan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, terus-menerus disertai dengan hidung tersumbat terutama sebelah kanan. Terdapat keluhan terasa ingus yang mengalir di tenggorok, gangguan penciuman dan nyeri di pipi kanan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan hidung berbau tidak ada. Demam 1 Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 314 http://jurnal.fk.unand.ac.id minggu sebelum masuk rumah sakit tapi sekarang fluktuatif, konjungtiva kemosis (+), hiperemis (+), tidak lagi. Riwayat sakit gigi atau gigi berlobang tidak gerakan terbatas, posisi protusio. Pasien saat ini ada, riwayat trauma pada wajah dan kepala tidak ada didiagnosis protusio bulbi OD dengan inflamasi dan riwayat infeksi mata tidak ada. retrobulber et causa rinosinusitis kronis + abses Pada pemeriksaan fisik THT, telinga tidak palpebral superior OD. Pasien dirawat bersama ditemukan kelainan, hidung terlihat kavum nasi kanan dengan bagian mata di bangsal THT, diberikan terapi sempit, konka inferior eutropi, konka media udem, seftriakson injeksi 2 x 1 gram, deksametason injeksi 3 terlihat sekret mukopurulen di meatus media, deviasi x 5 mg, metronidazol drip 3 x 500 mg, ranitidin injeksi septum tidak ada. Sedangkan kavum nasi kiri dalam 2 x 50 mg, pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg batas normal. Pemeriksaan rinoskopi posterior terlihat kapsul 2 x 1, ambroksol 3 x 30 mg dan direncanakan post nasal drip mukopurulen dan tenggorok dalam untuk dilakukan tindakan dekompresi orbita dalam batas normal. Pada mata kanan terlihat bengkak di narkose umum bila terdapat abses periorbita bersama palpebra superior, nyeri tekan tidak ada. Pemeriksaan bagian mata. penunjang tomografi komputer menunjukkan adanya Pada tanggal 24 Maret 2012 dilakukan perselubungan pada sinus maksila dekstra, etmoid pemeriksaan nasoendoskopi dengan hasil, kavum nasi anterior dekstra, frontal dekstra serta perselubungan di kanan terlihat konka inferior eutropi, konka media daerah superolateral yang meluas ke retroorbita udem, hiperemis, meatus media terbuka, terlihat dekstra, kesan multisinusitis dengan inflamasi orbita sekret mukopurulen di meatus media, deviasi septum dan (gambar.2). tidak ada. Dilakukan pungsi irigasi sinus maksila Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan adanya dekstra dalam narkose lokal untuk pemeriksaan kultur palpebra superior dekstra 3 leukositosis (10.400 /mm ). dan tes sensitivitas kuman serta kultur jamur. Sekret berjumlah + 10 cc, berbau, warna putih kental. Pada saat ini ditegakkan diagnosis rinosinusitis kronis dengan komplikasi curiga selulitis orbita OD dengan abses palpebra OD dan didiagnosis banding abses periorbita OD. Terapi sebelumnya dilanjutkan dan ditambah Kloramfenikol 1% + Polimiksin B sulfat 5000 iu/gram salf 4 x 1 OD. Anjuran tetap dipersiapkan bedah sinus endoskopi fungsional untuk dekompresi orbita, insisi serta evakuasi abses palpebra bersama dengan bagian mata dan observasi ketat selama dua hari (sampai tanggal 26 Maret 2012). Gambar 2. Tomografi komputer potongan axial dan coronal tanggal 21 Maret 2012 Gambar 4. Nasoendoskopi kavum nasi dextra pada saat pungsi irigasi sinus Gambar 3. Foto pasien saat masuk IGD Pada tanggal 26 Maret 2012, pasien Pasien dikonsulkan ke bagian mata dan mengeluhkan penurunan penglihatan pada mata diperoleh hasil pemeriksaan fisik mata kanan, visus kanan, mata kanan terasa nyeri, bengkak di mata 5/5, palpebra udem (+), benjolan kenyal, difus, kanan bertambah, keluar ingus dari hidung dan ingus Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 315 http://jurnal.fk.unand.ac.id terasa tertelan masih ada, demam tidak ada. ostium terlihat terbuka. Perdarahan diatasi, dipasang Pemeriksaan fisik THT, pada hidung kavum nasi tampon handscoen 1-0 longgar yang telah diolesi kanan sempit, konka inferior dan konka media udem, betadin dan salf kloramfenikol. Oral pack dikeluarkan, terlihat sekret mukopurulen di meatus media, deviasi operasi selesai. septum tidak ada. Pemeriksaan fisik bagian mata Diagnosis pasca operasi pasca bedah sinus diperoleh hasil visus mata kanan 5/7, palpebra udem endoskopi fungsional atas indikasi rinosinusitis kronis (+), benjolan kenyal, difus, fluktuatif, konjungtiva dengan komplikasi abses periorbita OD + post insisi kemosis (+), hiperemis (+), gerakan terbatas, posisi dan eksplorasi abses palpebra superior OD. Terapi protusio. setelah operasi sama seperti sebelumnya ditambah Diagnosis saat ini rinosinusitis kronis dengan tramadol drip. komplikasi curiga abses periorbita OD dengan abses Tanggal 28 Maret 2012 keluar hasil kultur palpebra superior OD dan didiagnosis banding curiga sekret hidung saat pungsi irigasi dengan hasil tidak selulitis orbita OD. Terapi sebelumnya dilanjutkan dan ditemukannya pertumbuhan jamur dan ditemukan direncanakan kuman Staphyloccocus epidermidis untuk dilakukan tindakan operasi bersama antara bagian THT dengan bagian mata terhadap berupa dekompresi orbita dengan pendekatan bedah sefotaksim, sinus endoskopi + insisi dan evakuasi abses palpebra meropenem dan netilmisin. OD. ampisilin-sulbaktam, seftazidin, yang sensitif sefoperazon, seftriakson, kloramfenikol, Tanggal 29 Maret 2012 tampon hidung Pada tanggal 27 Maret 2012 dilakukan dibuka, terlihat konka inferior edema, konka media operasi dekompresi orbita dengan pendekatan bedah edema, darah mengalir tidak ada, terlihat sekret sinus endoskopi dan insisi evakuasi abses palpebra mukoid putih kekuningan. Sedangkan kavum nasi superior OD. Operasi dimulai oleh bagian mata. sinistra Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam dibolehkan pulang dan diberi terapi roksitromisin tablet narkose dilakukan 2 x 150 mg, metronidazol tablet 3 x 500 mg, tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi metilprednisolon tablet 3 x 4 mg, pseudoefedrin 120 dan ditutup kain steril. Dilakukan aspirasi pada mg + loratadin 5 mg kapsul 3 x 1, ambroksol 3 x 30 palpebra superior OD, terdapat pus 1 cc. Dilakukan mg. Sedangkan dari bagian mata diberi tambahan pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas pada pus terapi kloramfenikol salf mata. umum. Dipasang oral pack, dalam batas normal. Pasien kemudian abses palpebra. Dilakukan insisi pada palpebra, keluar Kontrol pertama tanggal 31 Maret 2012, tidak pus 5 cc. Dilakukan kuret dan pencucian daerah insisi, ditemukan ingus yang keluar dari hidung atau tertelan dipasang drain, kemudian ditutup dengan perban. di tenggorok, hidung masih tersumbat, nyeri hidung Operasi Dilakukan tidak ada, demam tidak ada. Pemeriksaan kavum nasi pemasangan tampon hidung epinefrin: lidokain (1 : 4) kanan terlihat konka inferior udem, konka media pada KND dan ditunggu selama 15 menit. Evaluasi eutropi, meatus media terbuka, terdapat sekret mukoid KND dengan scope 0º, terlihat sekret putih kental di putih kekuningan dan krusta. Kavum nasi dibersihkan meatus media, konka inferior eutropi dan konka media dan terapi sebelumnya dilanjutkan, ditambahkan cuci edem. Sekret dihisap, terlihat prosesus unsinatus dan hidung dengan NaCl 0,9%. Hasil kultur pus dari abses ostium Dilakukan palpebra superior OD, tidak ditemukan pertumbuhan unsinektomi dan pelebaran ostium sinus maksila kuman aerob dan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan dekstra. Dilakukan pengangkatan bulla etmoid, terlihat bagian mata diperoleh hasil pada mata kanan visus sekret putih kental keluar dari dinding medial orbita 5/5, edem palpebra berkurang, tidak ada lagi pus dari dekstra (lamina papirasea) dan ostium sinus frontalis. tempat insisi, konjungtiva tidak hiperemis, kornea Bersamaan dengan penekanan pada mata kanan, bening, COA cukup dalam, iris coklat, rugae (+), pupil sekret yang keluar dari lamina papirasea dihisap bulat reflek +/+ 3 mm, lensa bening, gerakan bebas, sedangkan sekret dari sinus frontal dihisap dan tidak posisi ortho. Terapi berupa kloramfenikol salf mata 2 x dilakukan pelebaran ostium sinus frontalis karena OD. Dilanjutkan sinus bagian maksila THT. menyempit. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 316 http://jurnal.fk.unand.ac.id Kontrol tanggal 2 April 2012, tidak ditemukan gerakan bebas, posisi ortho. Bagian mata ingus yang keluar dari hidung atau tertelan di memberikan pengobatan yang sama dengan bagian tenggorok, hidung tidak tersumbat, hidung dan wajah THT ditambah tinoridin HCl 50 mg tablet 3 x 1 dan tidak nyeri, demam tidak ada. Pemeriksaan kavum metilprednisolon tablet 1 x 16 mg. nasi kanan terlihat konka inferior dan konka media eutropi, terdapat sekret mukoid dan krusta. Kavum DISKUSI nasi dibersihkan dan terapi sebelumnya dilanjutkan. Kontrol tanggal 7 April 2012, tidak ditemukan Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis dengan komplikasi abses periorbita OD pada pasien ingus yang keluar dari hidung atau tertelan di umur tenggorok, hidung tidak tersumbat, hidung dan wajah anamnesis, pemeriksaan fisik THT dan mata, serta tidak nyeri, demam tidak ada. Kavum nasi kanan pemeriksaan penunjang tomografi komputer sinus lapang, terlihat konka inferior dan konka media paranasal. eutropi, terdapat sekret serous. Kavum 16 tahun yang ditegakkan berdasarkan nasi Komplikasi abses periorbita OD ditegakkan dibersihkan, terapi dilanjutkan kecuali metronidazol 3 x berdasarkan keluhan bengkak di mata kanan sejak 5 500 mg dan metilprednisolon 3 x 4 mg dihentikan. hari, visus mata kanan yang awalnya baik kemudian Kontrol tanggal 14 April 2012, keluhan pada mengalami penurunan pada hari ketiga, udem yang hidung tidak ada. Pemeriksaan nasoendoskopi terlihat fluktuatif kavum nasi kanan lapang, konka inferior eutropi, konjungtiva hiperemis dan kemosis, gerakan bola mukosa merah muda, konka media eutropi, mukosa mata yang terganggu serta bola mata kanan yang merah muda, meatus media terbuka, sekret tidak ada, mengalami protusio. Beberapa literatur menyebutkan deviasi Terapi bahwa selain penyebaran infeksi sinus paranasal, sebelumnya dilanjutkan hingga 1 minggu dan pasien selulitis orbita atau abses periorbita (subperiosteal) dianjurkan untuk kontrol kembali. bisa disebabkan karena trauma pada orbita, infeksi septum tidak ada (gambar 5). pada palpebra superior mata kanan, sistem lakrimal, infeksi pada kulit di daerah mata atau operasi daerah orbita. 9-11 Penyebab tersebut dapat disingkirkan pada kasus ini dengan anamnesis yang terarah. Pada kasus ini saat masuk ditegakkan diagnosis selulitis orbita tapi setelah dua hari dirawat ternyata tidak terdapat perbaikan dan sudah ada penurunan visus sehingga pasien didiagnosis abses Gambar 5. Nasoendoskopi kavum nasi dextra pada saat periorbita. Keluhan penurunan penglihatan dan hasil kontrol 14 April 2012 tomografi komputer biasanya sudah dapat membedakan antara keduanya. Pada kasus ini penurunan visus baru terlihat setelah 3 hari perawatan dan pada saat operasi terlihat pus yang mengalir di dinding medial orbita sehingga diagnosis abses periorbita baru dapat dipastikan. Adanya proses inflamasi yang berlanjut karena tidak adekuatnya pemberian antibiotik, virulensi kuman yang tinggi atau terdapatnya infeksi campuran lebih dari satu kuman Gambar 6. Foto pasien saat kontrol hari ke-18 post operasi yang umumnya terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa sehingga antibiotik yang diberikan tidak dapat Pasien dikonsulkan kembali ke bagian mata dengan hasil pemeriksaan bagian mata diperoleh hasil pada mata kanan visus 5/5, palpebra udem minimal, mengeradikasi semua kuman juga dapat menyebabkan proses selulitis obita berlanjut menjadi 6,8 abses periorbita. lunak, nyeri tekan (-), konjungtiva tidak hiperemis, Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 317 http://jurnal.fk.unand.ac.id Pemeriksaan komputer dan nasoendoskopi, MRI dapat tomografi digunakan untuk kebersihan, musim, ataupun alergen. Eviatar 17 dan Nageswaran, 24 1,2,22,23 318 Menurut keterlibatan sinus menegakkan diagnosis awal dan tomografi komputer paranasal yang menimbulkan komplikasi orbita pada serta MRI dapat membantu mengidentifikasi stadium anak-anak terutama disebabkan oleh infeksi pada komplikasi orbita sehingga pilihan terapi yang efektif sinus etmoid. Hal yang berbeda dinyatakan oleh 12,13 bisa ditentukan. komputer Pada kasus ini hasil tomografi memperlihatkan adanya multisinusitis dengan inflamasi orbita dan abses palpebra superior Nwaorgu yang menyatakan bahwa sinus maksila lebih berperan pada proses rinosinusitis yang menyebabkan komplikasi orbita baik anak ataupun dewasa. 19 dekstra. Gambaran ini sesuai dengan literatur yang Pada kasus ini, hasil kultur yang diambil dari menunjukkan adanya tanda-tanda peradangan sinus sekret pada sinus maksila saat pungsi dan irigasi paranasal disertai dengan proses inflamasi yang sinus ditemukan kuman Staphylococcus epidermidis mengarah ke selulitis di daerah orbita. 4 Clary yang sensitif terhadap sefoperazon, korelasi antara temuan operasi dengan pemeriksaan kloramfenikol, eritromisin, meropenem dan netilmisin. tomografi komputer. Salah satunya pada kasus antara Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang selulitis orbita dengan abses subperiosteal (periorbita), menyatakan dimana pada tomografi komputer terlihat edema otot Streptococcus, mata ekstrinsik dan perselubungan homogen antara menyebabkan rinosinusitis sedangkan kuman anaerob dinding orbita dan periorbita disertai pergeseran bola seperti Bacteroides, Fusobacterium merupakan kuman mata dengan kesan selulitis orbita tapi setelah patogen dilakukan operasi ternyata sudah terlihat adanya rinosinusitis. abses. 14 sefotaksim, ampisilin-sulbaktam, menjelaskan bahwa kadang-kadang tidak ditemukan bahwa yang golongan Haemophilus 16 serta Nwaorgu, 19 seftriakson, Staphylococcus, paling kadang-kadang 1,2,5 6,9-11,22,24 Ali seftazidin, sering menyebabkan Hal serupa dilaporkan oleh dari pasien sinusitis yang Insiden komplikasi orbita yang disebabkan diperiksa sekret sinus menunjukkan mayoritas kuman oleh rinosinusitis ini semakin berkurang setelah golongan Staphylococcus terutama Staphylococcus ditemukannya aureus. antibiotik, terutama kehilangan penglihatan hingga kematian karena penyebaran ke 15-17 Sedangkan menurut Jackson pada rinosinusitis bakterialis akut lebih sering ditemukan Penelitian Neto menyebutkan bahwa Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan dari 25 pasien sinusitis dengan komplikasi orbita pada Moraxella catarrhalis, dan pada rinosinusitis bakterialis tahun 1985-2004, 24 pasien mengalami selulitis kronis yang lebih dominan menyebabkan infeksi periorbita dan sisanya abses subperiosteal (abses adalah intrakranial. periorbita). Disebutkan juga bahwa kejadian paling sering pada laki-laki dengan rasio 2 : 1 dan paling sering terkena anak umur < 5 tahun. 18 aureus. golongan Staphylococcus terutama S. 23 Pada kasus ini diberikan terapi antibiotik Hampir sama intravena seftriakson kombinasi dengan metronidazol, dengan Nwaogru dari 90 pasien, laki-laki lebih sering kortikosteroid (deksametason) intravena, dekongestan terkena (2 : 1), umur antara 3,5 – 66 tahun, ditemukan dan mukolitik (ambroksol). Sedangkan saat pasien 47 dengan pulang diberikan antibiotik oral berupa roksitromisin. komplikasi selulitis orbita, 9 orang (19,2%) didiagnosis Pemberian kombinasi antibiotik diharapkan dapat pasien (52%) didiagnosis thrombosis sinus kavernosus. sinusitis 19 membunuh kuman sebelum keluarnya hasil kultur dan Komplikasi orbita ini umumnya terjadi pada anak-anak dengan rinosinusitis akut. 20,21 tes sensitivitas. Eviatar merekomendasikan seftriakson Sedangkan 100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis atau ampisilin pada orang dewasa komplikasi ini terjadi baik pada - sulbaktam 200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis rinosinusitis akut ataupun rinosinusitis kronis. 16,22 Hal sebagai terapi antibiotik intravena secara empiris. ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Kadang-kadang anatomi antara sinus paranasal dan orbita, kekebalan vankomisin 60 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis tubuh atau metronidazol bila hasil kultur kuman belum ada yang menurun imunodefisiensi, serta terutama faktor pasien lingkungan dengan seperti diperlukan kombinasi dengan dan diduga terdapat keterlibatan kuman anaerob. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 17 http://jurnal.fk.unand.ac.id 319 Pemberian antibiotik intravena umumnya diberikan Dilakukan identifikasi lamina papirasea dan atap selama 7 hari atau selama perawatan dan dilanjutkan etmoidalis. Jika terdapat lamina papirasea yang dengan pemberian antibiotik oral seperti amoksisilin + terbuka, pus/sekret dapat dibersihkan dan dihisap asam klavulanat selama 2-3 minggu. 6 Pemberian langsung melalui celah tersebut. Jika lamina papirasea kortikosteroid dianjurkan bila terdapat udem yang luas masih intak, dilakukan insisi horizontal pada bagian pada orbita ataupun intrakranial, sehingga diharapkan inferior lamina papirasea dengan elevator freer. Insisi dengan pemberian kortikosteroid, udem tersebut dapat dapat diperluas ke arah vertikal dan anterior. 25 berkurang. Yen menyebutkan bahwa pemberian Pada kasus ini dilakukan 28-30 pembedahan kortikosteroid sistemik sebagai terapi tambahan pada dengan pendekatan endoskopi transnasal, dan saat rinosinusitis akut dan kronis bersamaan antibiotik, evaluasi terlihat sekret yang mengalir dari lamina dekongestan dan irigasi hidung dapat menurunkan papirasea sehingga sekret hanya dihisap melalui celah jumlah yang sudah ada bersamaan dengan penekanan pada mediator inflamasi seperti sitokin yang ditemukan pada mukosa sinonasal pasien sinusitis bola mata. dalam jumlah banyak. Lama pemberian dan dosis pendekatan endoskopi transnasal pada pasien dengan steroid komplikasi abses periorbita menurut Younis sistemik tidak ditetapkan secara pasti, umumnya diberikan deksametason intravena 0,3-1 mg/KgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 7 hari. 26 29 operasi melalui 28 dan semuanya mengalami perbaikan total tanpa adanya komplikasi dan rekurensi. Bhargava Pada kasus ini indikasi dilakukan tindakan operatif dekompresi orbita dengan bedah Froehlich, Angka keberhasilan juga menyebutkan bahwa dari 3 pasien sinusitis sinus dengan komplikasi abses periorbita yang dilakukan endoskopi fungsional karena tidak ada perbaikan bedah sinus endoskopi, semuanya sembuh tanpa setelah 48 jam pemberian antibiotik intravena dan komplikasi sudah terdapat penurunan visus. Hal ini sesuai endoskopi fungsional sebagai teknik yang minimal dengan literatur yang menyebutkan bahwa terapi invasif dan lebih aman dibandingkan pendekatan pembedahan pada rinosinusitis dengan komplikasi eksterna orbita diindikasikan bila: 1. 2. 6,17,22 merekomendasikan untuk Keberhasilan drainase dengan bedah abses sinus periorbita. pendekatan 30 endoskopi Terlihat gambaran abses yang dibuktikan dengan transnasal tergantung pada keahlian dokter THT, tomografi computer. jumlah perdarahan lokal dan sinus paranasal yang Tidak terdapat perbaikan setelah 48 jam terlibat. pemberian antbiotik yang adekuat. 3. dan 27,30 Prognosis pasien rinosinusitis dengan Komplikasi orbita yang berat seperti kebutaan komplikasi orbita umumnya baik setelah ditemukannya atau reflek pupil yang meningkat. antibiotik, pemeriksaan penunjang tomografi komputer 4. Penurunan fungsi penglihatan. hingga MRI, dan teknik pembedahan endoskopi yang 5. Peningkatan tanda-tanda proptosis dan oftalmoplegi. Teknik subperiosteal eksterna pembedahan (periorbita) insisi pada kasus meliputi Lynch transkarunkuler abses Komplikasi yang mungkin terjadi komplikasi 6,22 Eviatar 17 serta Neto, 18 menyebutkan dalam laporannya bahwa dari semua (frontoetmoidal pasien sinusitis dengan komplikasi orbita yang diobati orbitotomi dan baik konservatif saja ataupun kombinasi dengan 6,15,27 pembedahan, semuanya sembuh tanpa ada gejala Bedah sinus endoskopi yang dilakukan pada pasien dengan neurologis hingga kematian. pendekatan pendekatan interna berupa endoskopi transnasal. rinosinusitis 22 dapat berupa kehilangan penglihatan, gejala sisa dengan orbitotomy), minimal invasif. abses periorbita sisa. Pasien tetap dianjurkan kontrol secara meliputi tindakan unsinektomi - maksila antrostomi, berkala untuk menilai keberhasilan operasi dan ada etmoidektomi dan bila perlu dilakukan tindakan tidaknya gejala sisa ataupun kekambuhan. Pemberian pembukaan obat antibiotik oral dan dekongestan tetap diberikan dan pembersihan resesus frontalis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) http://jurnal.fk.unand.ac.id hingga infeksi sinus paranasal diyakini tidak ada lagi. 12. Cruz. AAV et al. Orbital Complications of Acute Rhinosinusitis : A New Classification. Rev Bras Otorhinolaryngol. 2007; 73: 684-8. DAFTAR PUSTAKA 1. and 13. Oxford LE, McClay. J. Complications of acute Polyposis. In Otorhinolaryngology Head and Neck Sinusitis in Children. Otolaryngol Head and Neck Lane. A.P, Kennedy. D.W. Sinusitis th Surgery. 16 edition. B.C Decker 2003: p. 760-87. 2. Busquets. J.M, Hwang. P.M. Rhinosinusitis: Classification, Treatment. Head In Otorhinolaryngology. and 4 th Nonpolypoid Diagnosis Neck edition. and Surgery – Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 2006: p. 405- 4. 5. 6. 8. Computed Tomography Scan and Surgical Finding, Am Otorhinolaryngol. 1992; 101: 598600. Management of Subperiosteal Orbital Abscess Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. EPOS Secondary to Acute Sinusitis in Children. Int J of 2007. Ped Otorhinolaryngol. 2006; 70: 1853-61. Eustis. H.S, Mafee. M.F, Walton. C, Mondonca. J. 16. Ali. A, Kurien. M, Mathews. S, Mathew. J. MR Imaging and CT of Orbital Infections and Complication of Acute Infective Rhinosinusitis: Complications in Acute Rhinosinusitis. Radiologic Experience from Developing Country. Singapore Cli. N. Am.J. November 1998; 36: 1165-83. Med. J. 2005; 46(10): 540-4. Clement. P.A.R. Classification of Rhinosinusitis. In 17. Eviatar. E et al. Conservative Treatment in Sinusitis – From Microbiology to Management. Rhinosinusitis Orbital Complications in Children Taylor & Francis, New York 2006: p. 15-38. Aged 2 Years and Younger. Rhinol. J. March Schwartz. G and White. S. Complications of Acute 2008; 46: 334-7. 18. Neto. L.M, Pignatari. S, Mitsud. S, Fava. A.S, – A Sinusitis – From Microbiology to Management. Stamm.A. Acute Sinusitis in Children Taylor & Francis, New York 2006: p. 269-90. Retrospective Study of Orbital Complications. Choi. S.S, Grundfast. K.M. Complications in Sinus Braz. J. of Otorhinol. February 2007; 73: 75-9. Disease. In Disease of The Sinuses, Diagnosis 19. Nwaorgu. O.G.B, Awoben. F.J, Onakoy. P.A, and Management. B.C.Decker Inc. 2001: p. 169- Awoben. 77. inusitis: A 15-years Review. Nigerian J Surg Res. Giannoni. C.M, Weinberger. D.G. Complications 2004; 6: 14-6. of Rhinosinusitis. In Head and Neck Surgery – Otorhinolaryngology. 4 th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 2006: p. 493- 9. Complications of Acute Sinusitis: Comparison of Fokkens. W, Lund. V, Mullol. J. European Position and Chronic Sinusitis and Their Management. In 7. 14. Clary RA, Cuningham. MJ, Eavery. RD. Orbital 15. Oxford LE, McClay. J. Medical and Surgical 16. 3. Surg. 2005; 133: 32-7. A.A. Orbital Cellulitis Complicating 20. Reid. J.R. Complications of Pediatric Paranasal Sinusitis. Pediatric Radiol. J. 2004; 34: 933-42 21. Herrmann. B.W, Forsen. J.W. Simultaneous 504. Intracranial and Orbital Complications of Acute Houser. A, Fogarasi. S. Periorbital and Orbital Rhinosinusitis in Children. Int. J. of Ped. Otorhinol. Cellulitis. Ped in Review J. June 2012; 31: 242-9 2004; 68: 619-25. 10. Carlisle. R.T, Fredrick. G.T. Preseptal and Orbital 22. Hoxworth. J.M, Glastonbury. C.M. Orbital and Cellulitis. Hospital Physician.J. October 2006: 15- Intracranial Complications of Acute Sinusitis. 9. Neuroimag Clin N Am. 2010; 20: 511-26. 11. Brook. I. Treatment Microbiology of Orbital and and Antimicrobial Intracranial 23. Jackson. L.L, Kountakis. S.E. Classification and Management of Rhinosinusitis and Its Complications of Sinusitis in Children and Their Complications. Otolaryngol. Clin. N. Am. J. 2005; Management. 2009; 73: 1183-6. 38: 1143-53. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 320 http://jurnal.fk.unand.ac.id 24. Nageswaran. S, Woods. C.R, Benjamin. D.K, Givner. L.B, Shetty. A.K. Orbital Cellulitis in Children. The Pediatric Inf Dis J. August 2006; 25: 695-9. Abscess. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg. July 2008; 134: 764-7. 28. Younis RT, Lazar. RH. Endoscopic Drainage of Subperiosteal Abscess in Children: A Pilot Study. 25. Kastner. J, Taudy. M, Lisy. J, Grabec. P, Betka. J. Orbital and Intracranial Complications After Acute Rhinosinusitis. Rhinology 2010; 48: 457-61. Am J of Rhinol. January-February 1996; 10: 11-5. 29. Froehlich. P, Pransky. SM, Fontaine. P, Stearns. G, Morgon. A. Minimal Endoscopic Approach to 26. Yen. MT, Yen. KG. Effect of Corticosteroids in The Acute Management of Pediatric Orbital Cellulitis with Subperiosteal Abscess. Ophtalmic, Subperiosteal Orbital Abscess. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. March 1997; 123: 280-2. 30. Bhargava. D, Sankhla. D, Ganesan. A, Chand. P. Plastic and Reconstructive Surgery. April 2005; Endoscopic 21: 363-7. Subperiosteal Abscess Secondary to Sinusitis. 27. Tanna. N, Preciado. DA, Clary. MS, Choi. SS. Surgical Treatment of Subperiosteal Sinus Surgery for Orbital Rhinology. April 2001; 39: 151-5. Orbital Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1) 321