keputusan dewan perwakilan daerah republik indonesia

advertisement
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48/DPD RI/III/2012-2013
TENTANG
HASIL PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
ATAS
PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013
JAKARTA
2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48/DPD RI/III/2012-2013
TENTANG HASIL PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
ATAS PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu
tujuan negara Republik Indonesia;
bahwa pemerintah mungusahakan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan Undang-Undang;
bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan guna menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
bahwa salah satu aspek yang menentukan kualitas penyelenggaraan
pendidikan adalah adanya kurikulum yang merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
guna mencapai tujuan pendidikan;
bahwa pemerintah mengajukan kebijakan pengembangan kurikulum 2013
di tahun 2013 dengan maksud menyempurnakan kurikulum tingkat satuan
pendidikan tahun 2006 dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah dan peserta didik;
bahwa jadwal dan kegiatan implementasi kurikulum serta dokumen
kurikulum yang jelas disusun dan ditetapkan oleh pemerintah kurang
terpublikasi di daerah sehingga terdapat kekhawatiran hal tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh pemerintah;
bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai
kewenangannya berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013;
bahwa Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
sesuai dengan kewenangannya telah melaksanakan pengawasan atas
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013;
bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, huruf f, huruf g dan huruf h di atas, perlu menetapkan Keputusan
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-
119
Mengingat
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Menetapkan
:
PERTAMA
:
KEDUA
:
KETIGA
:
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum 2013.
Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5043);
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5243);
Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2012 tentang Tata Tertib;
Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2/
DPD/2005 tentang Pedoman Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Tertentu;
Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor
25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009.
Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-10
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013
Tanggal 26 Februari 2013
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
TENTANG HASIL PENGAWASAN DPD RI ATAS PELAKSANAAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN
KURIKULUM 2013.
Hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas
pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Berkenaan dengan Kebijakan Kurikulum
2013, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
sebagai pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
Isi dan rincian hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum
PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari keputusan ini.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal, 26 Februari 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA
120
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR. HEMAS
DR. LAODE IDA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN KEPUTUSAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48/DPD/III/2012-2013
TENTANG
HASIL PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
ATAS PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BERKENAAN DENGAN KURIKULUM 2013
JAKARTA
2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
HASIL PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
ATAS PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BERKENAAN DENGAN KEBIJAKAN KURIKULUM 2013
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hak dasar sekaligus hak konstitusional yang harus dijamin
pemenuhannya oleh negara. Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan yang diusahakan dan diselenggarakan oleh
Pemerintah dengan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, seluruh komponen bangsa wajib
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
Implementasi ketentuan Pasal 31 UUD 1945 dituangkan dalam UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai landasan hukum
menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Di dalam konsiderans menimbang
UU Sisdiknas dirumuskan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global. Selain itu, secara operasional terbit Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk
memastikan adanya standar minimal di dalam penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu aspek yang menentukan kualitas penyelenggaraan pendidikan adalah
adanya kurikulum bermutu. Kurikulum merupakan jantung pendidikan sebab kurikulum
mencakup tiga hal penting, yakni (1) isi dan materi pelajaran; (2) rencana pembelajaran,
dan (3) pengalaman belajar. Pasal 1 angka 19 UU Sisdiknas merumuskan bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Di dalam konteks sistem penyelenggaraan
pendidikan, kurikulum itu sendiri termasuk standar nasional pendidikan, yakni bagian dari
standar isi sebagaimana diatur di Pasal 35 ayat (1) UU Sisdiknas.
Dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan, Pemerintah di tahun 2013 akan
memberlakukan Kurikulum 2013 secara bertahap. Kurikulum tersebut mengutamakan
pendekatan tematik integratif yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum
2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Implementasi kurikulum itu
sangat dipengaruhi oleh kecakapan guru dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian,
peran guru sangat vital dan esensial sehingga sudah sepatutnya apabila dilibatkan dalam
proses perencanaan suatu kurikulum hingga pengimplementasiannya selaku pemangku
kepentingan yang strategis. Di sisi lain, guru sebagai pemangku kepentingan yang paling
strategis dalam pengimplementasian kurikulum ternyata masih menghadapi setidaknya
lima persoalan, yakni (i) kekurangan jumlah guru dan pendistribusian yang tidak merata,
(ii) pembinaan guru sangat lemah, (iii) uji kompetensi yang dilakukan tidak sesuai dengan
peruntukan, (iv) proses sertifikasi yang berlarut-larut yang berdampak pada kesejahteraan
guru, dan (v) minimnya pelindungan terhadap profesi guru.
123
Berdasarkan hal di atas, DPD RI berpendapat bahwa pengawasan terhadap kebijakan
penyusunan kurikulum 2013 sebagai bagian dari impelementasi ketentuan UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sangatlah penting dan
strategis, terutama dalam rangka pemastian pengimplementasian kurikulum 2013 dapat
memenuhi kaidah pedagogis, filosofis-sosiologis, dan yuridis sehingga berkontribusi
terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
II.
LANDASAN YURIDIS
1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pasal 31 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945.
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan Pasal 224 ayat (1) huruf e (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043).
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
III. TUJUAN PENGAWASAN
Tujuan pengawasan pelaksanaan UU Sisdiknas terkait Kurikulum 2013 adalah:
1. menggali informasi, temuan, aspirasi, dan data dari berbagai kalangan yang terlibat dalam
penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013;
2. menetapkan dan merumuskan sikap dan pernyataan politik Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia atas kebijakan Pemerintah terhadap penyusunan dan implementasi
Kurikulum 2013; dan
3. menyampaikan hasil pengawasan dan rekomendasi agar terjadi perubahan kebijakan
yang konstruktif terhadap sistem pendidikan nasional secara umum dan secara khusus
terhadap penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013.
IV.
LANGKAH KERJA
Langkah kerja yang digunakan adalah:
1. pengamatan/observasi;
2. wawancara dan penyebaran kuesioner; dan
3. diskusi terbuka melalui RDPU dengan pakar dan dengan para pemangku kepentingan
yang terkait.
V.
RUANG LINGKUP PENGAWASAN
Pengawasan atas pelaksanaan UU Sisdiknas dilakukan oleh DPD RI terhadap seluruh
aspek dan proses penyusunan dan implementasi Kurikulum 2013. Secara keseluruhan,
pengawasan dimaksud dilaksanakan dalam bentuk sebagai berikut:
1. reses tanggal 27 Desember 2012--13 Januari 2013;
2. kunjungan kerja tanggal 4--6 Februari 2013;
3. rapat kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 13 Februari 2013;
4. rapat dengar pendapat umum tanggal 17--18 Februari 2013; dan
5. finalisasi pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas berkaitan dengan kurikulum 2013 tanggal 17--19 Februari 2013.
VI.
HASIL PENGAWASAN
Pengawasan DPD RI terhadap UU Sisdiknas khususnya menyangkut kurikulum 2013
difokuskan pada 4 hal, yaitu (a) umum, (b) penyusunan Kurikulum 2013, (c) substansi
Kurikulum 2013, dan (d) faktor pendukung Kurikulum 2013.
A. UMUM
Secara teoretis konseptual, kurikulum memiliki kedudukan dan peran penting dalam
pendidikan karena kurikulum menentukan arah, isi, dan proses pendidikan yang pada
akhirnya menentukan kualitas pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaiannya dengan
kekhasan, kondisi, dan potensi daerah serta satuan pendidikan dan peserta didik. Dengan
demikian, penyusunan kurikulum yang dilakukan satuan pendidikan dimungkinkan
disesuaikan dengan program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di
daerah. Konsep di atas tercermin dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Konsep dan pengaturan tersebut kemudian menjadi landasan
pembuatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
124
Keberhasilan implementasi kurikulum itu pada hakikatnya sangat dipengaruhi oleh
berbagai hal, yakni (1) kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan
kurikulum yang diajarkan dan buku teks yang digunakan; (2) ketersediaan buku sebagai
bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan keempat standar pembentuk
kurikulum sesuai dengan model interaksi pembelajaran serta sesuai dengan model
pembelajaran berbasis pengalaman individu dan berbasis deduktif yang mendukung
efektivitas sistem pendidikan; (3) penguatan manajemen dan budaya sekolah; (4) kesiapan
peserta didik; (5) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan.
Apabila kelima hal tersebut berjalan, akan didapat lulusan yang kompeten.
Di dalam dinamikanya, kurikulum pendidikan perlu terus disempurnakan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, tuntutan kebutuhan lokal, nasional,
dan global. Penyempurnaan kurikulum merupakan keniscayaan yang berkelanjutan agar
sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Kurikulum sebagai bagian
dari teori pendidikan haruslah bersifat teoretis dan praktis. Dengan demikian, konsep
kurikulum perlu dievaluasi di dalam tataran praktik atau perlu dilakukan uji coba. Dari
hasil uji coba tersebut dapat diperoleh masukan-masukan untuk penyempurnaan konsep
kurikulum. Evaluasi kurikulum dapat berwujud evaluasi terhadap kurikulum yang sedang
berjalan ataupun berwujud proses uji coba terhadap suatu kurikulum baru. Dalam siklus
perencanaan kurikulum, hal seperti itu memerlukan waktu yang cukup lama sehingga
penyempurnaan, perubahan, dan pengembangan kurikulum harus dilakukan secara
cermat dan berhati-hati karena akan berdampak pada manusia yang sedang berkembang,
baik dalam aspek jiwa (psikis), moral, sosial, spiritual, maupun fisik.
Pada tahun 2013, pemerintah mengajukan kebijakan pengembangan kurikulum 2013
yang dimaksudkan sebagai respons terhadap (i) tantangan masa depan (globalisasi,
masalah lingkungan, kemajuan teknologi), (ii) persepsi masyarakat terkait beban siswa
dan dominasi aspek kognitif serta minimnya muatan karakter, (iii) perkembangan
pengetahuan dan pedagogis, dan (iv) kompetensi masa depan yang dapat mengatasi
persoalan negatif seperti perkelahian pelajar dan korupsi.
Di dalam perspektif pemerintah, terdapat kebutuhan melakukan evaluasi ulang
terhadap ruang lingkup materi kurikulum dengan tiga prinsip pendekatan, yaitu (1)
meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi siswa; (2) mempertahankan
materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa; dan (3) menambahkan materi yang
dianggap penting dalam perbandingan internasional. Selain itu, dilakukan evaluasi ulang
terhadap kedalaman materi sesuai dengan perbandingan internasional dan dilakukan
pula penyusunan kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.
Berdasarkan perspektif tersebut, penyusunan Kurikulum 2013 dimaksudkan
untuk menyempurnakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006. Dalam
perspektif pemerintah, pengembangan Kurikulum 2013 akan merumuskan penilaian
yang menekankan pada proses dan hasil sehingga diperlukan penilaian berbasis porto
folio. Selain itu, terdapat penguatan pendekatan saintifik dan penekanan kemampuan
berbahasa sebagai alat komunikasi, alat pembawa pengetahuan, serta alat berpikir logis,
sistematis, dan kreatif (pendekatan tematik integratif).
B. Proses Penyusunan Kurikulum 2013
1. Legalitas Kurikulum 2013
1.1. Nomenklatur Kurikulum
Penggunaan istilah atau nomenklatur Kurikulum 2013 secara
legalitas menimbulkan permasalahan sebagai berikut. Pertama, Pasal
38 ayat (2) UU Sisdiknas menggunakan istilah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Demikian pula Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya
dalam Pasal 16 secara eksplisit menggunakan istilah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Dengan demikian, apabila mengikuti dua
landasan hukum di atas, yakni UU Sisdiknas dan PP Nomor 19 Tahun
2005, nomenklatur Kurikulum 2013 tidak dapat digunakan sebagai
nomenklatur atau penamaan kurikulum karena yang disebutkan hanya
istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kedua, apabila konsisten
menggunakan dasar hukum UU Sisdiknas dan PP Nomor 19 Tahun
2005, nomenklatur yang tepat untuk kurikulum baru adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan yang Disempurnakan atau Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Implikasi dan konsekuensinya
diperlukan penyelarasan langkah-langkah lanjut pengembangan
kurikulum agar sejalan dengan semangat PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, kecuali apabila ada inisiatif
melakukan revisi terhadap peraturan yang ada.
125
1.2.
2.
3.
126
Pengembangan Kurikulum dan Silabus
Ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan,
“Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
lulusan di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung
jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.” Di sisi lain, Kurikulum 2013
merumuskan kebijakan pengembangan kurikulum hingga penyusunan
silabus dilakukan oleh pemerintah. Sekolah, dalam hal ini guru, hanya
mengembangkan materi yang sudah disiapkan oleh pemerintah. Di
dalam konteks ini, apabila Kurikulum 2013 diberlakukan, kurikulum
itu bertentangan dengan Pasal 17 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2005.
Secara substansial, apabila kewenangan pengembangan kurikulum
dan silabus dilakukan pemerintah, tidak dapat lagi dinyatakan bahwa
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan atau pengembangan
dari KTSP 2006. Hal itu disebabkan KTSP 2006 secara prinsipil dan
esensial meletakkan kewenangan mengembangkan kurikulum dan
silabus pada sekolah dalam hal ini guru.
Evaluasi KTSP 2006 dan Uji Coba Melalui Proyek Percontohan (Pilot
Project) Kurikulum Tahun 2013
Secara konsep, perubahan kurikulum merupakan keniscayaan dalam
dunia pendidikan. Hal itu merupakan implikasi dari dinamika perkembangan
manusia dalam kehidupan modern. Konsekuensinya adalah kurikulum
senantiasa terbuka untuk dievaluasi dalam tataran empiris dan terbuka pula
untuk dilakukan uji coba yang dapat dikontribusikan sebagai masukan bagi
penyempurnaan atau perubahan kurikulum. Evaluasi kurikulum itu sendiri
dapat berbentuk evaluasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan atau
terhadap suatu proses uji coba pada kurikulum baru.
Hingga hasil pengawasan ini disusun, pemerintah belum pernah
memublikasikan kajian dan evaluasi KTSP 2006 yang menjadi dasar dan
argumentasi terhadap perubahan kurikulum itu secara komprehensif. Padahal,
kajian dan evaluasi KTSP 2006 merupakan hal yang harus dilakukan untuk
mengetahui efektifitas sebuah kurikulum serta untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangannya, sebelum kurikulum 2013. Pada saat yang sama sebuah
uji coba melalui proyek percontohan (pilot project) atas Kurikulum 2013 juga
harus dilakukan guna mengetahui akseptabilitas kurikulum baru tersebut.
Melalui sebuah ujicoba segala kelemahan, kekurangan, bahkan kesalahan
Kurikulum 2013 yang mungkin timbul dapat diantisipasi sesegera mungkin.
Selain paparan di atas, DPD RI juga menemukan daerah yang belum
menerapkan KTSP 2006. Padahal, penerapan Kurikulum 2013 telah berada di
depan mata. Berdasarkan hal-hal tersebut, Kurikulum 2013 seharusnya tidak
dapat dilakukan karena pemaksaan penerapan Kurikulum 2013 justru akan
berdampak buruk pada peserta didik.
Implikasi Jadwal dan Tahapan Kurikulum 2013
Jadwal dan tahapan di dalam pengembangan Kurikulum 2013 tidak
mencerminkan perencanaan yang dilakukan secara matang, khususnya dari
aspek ketepatan pemenuhan jadwal atau tahapan dimaksud. Berdasarkan
dokumen Penataan dan Penyempurnaan (Pengembangan) Kurikulum yang
diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 10 Desember
2012, halaman 18 terdapat informasi terkait jadwal penyelesaian kurikulum
2013.
Jadwal yang diuraikan dalam dokumen di atas disusun sedemikian ketat,
padat, dan singkat, bahkan terkesan tergesa-gesa. Misalnya, penyusunan
silabus dilakukan dan diselesaikan hanya dalam waktu 1 bulan, yaitu pada
November 2012; uji publik dilakukan hanya dalam waktu 2 bulan, yaitu
November--Desember 2012. Demikian pula pendidikan dan pelatihan guru
yang dijadwalkan mulai Februari–Maret 2013, saat penyusunan pengawasan
ini dilakukan, pendidikan dan pelatihan guru tersebut belum dilaksanakan.
Selain itu, kegiatan penulisan buku yang dilakukan pada bulan
Desember 2012 sampai dengan Januari 2013 bersamaan dengan tahapan uji
publik kurikulum 2013 menimbulkan kejanggalan dalam tataran konseptual.
Pertama, dokumen kurikulum belum tersedia, tetapi penulisan buku sudah
dilakukan. Padahal, dokumen kurikulum merupakan sumber utama penulisan
C.
buku. Kedua, penulisan buku dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan uji
publik. Padahal, seharusnya penulisan buku dilakukan setelah pelaksanaan
uji publik karena maksud dan tujuan uji publik adalah untuk memperoleh
masukan bagi penyempurnaan dokumen kurikulum sebagai dasar penulisan
buku.
Paparan tersebut juga menunjukkan ketidakkonsistenan atau
bahkan kekeliruan dalam menyusun dan menetapkan tahapan implementasi
kurikulum. Alur tahapan yang tepat dalam menyusun, menetapkan, dan
mengimplementasikan kurikulum adalah sebagai berikut.
a.
Penyiapan dokumen kurikulum.
b.
Sumber belajar dalam bentuk buku ajar dan/atau bentuk lainnya.
c.
Penyiapan regulasi dan kebijakan pendukung.
d.
Sumber daya manusia, terutama pendampingan terhadap master
teacher dalam rangka pelatihan dan pembinaan guru.
e.
Implementasi kurikulum 2013 harus diterapkan dengan model proyek
percontohan.
Substansi Kurikulum 2013
1. Dokumen Kurikulum
Dalam suatu pengembangan kurikulum, keberadaan dokumen
kurikulum yang lengkap merupakan hal yang tidak dapat dinafikan. Dokumen
kurikulum yang lengkap terdiri atas ketentuan pokok kurikulum, deskripsi mata
pelajaran, sistem pembelajaran, pedoman penilaian (assesmen), pedoman
bimbingan dan konseling (advokasi perkembangan peserta didik), serta
manajemen dan budaya sekolah. Sampai saat ini, dokumen kurikulum yang
lengkap belum dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI kepada masyarakat.
Dokumen kurikulum wajib mencerminkan isi kurikulum dan implikasinya.
Desain Kurikulum 2013 jika dilihat isinya mementingkan terselenggaranya
proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
dan memotivasi siswa untuk berprakarsa, kreatif, dan mandiri. Kurikulum
2013 menyajikan kelompok mata pelajaran wajib, mata pelajaran peminatan,
dan mata pelajaran pilihan untuk pendidikan menengah yang diikuti peserta
didik sepanjang masa studinya. Di dalam konteks ini, terdapat peningkatan
kebutuhan guru bimbingan karier (BK) atau konselor untuk melakukan
pelayanan bimbingan dan konseling dalam membantu siswa memenuhi arah
peminatan dan pendalaman mata pelajaran sesuai dengan kemampuan dasar
umum, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing. Di sisi lain,
berdasarkan data Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2013), saat ini
guru BK baru berjumlah 32.000 guru, sedangkan yang dibutuhkan mencapai
125.572 guru dengan asumsi rasio 1:150. Fakta itu memberikan sinyalemen
bahwa pemerintah belum memiliki desain antisipatif yang utuh terkait dengan
kebutuhan guru BK yang meningkat sebagai konsekuensi pelaksanaan dari
Kurikulum 2013.
2. Kurikulum Berbasis Tematis Integratif
Kurikulum 2013 melakukan pendekatan sistem kurikulum berbasis
tematis integratif. Hal itu perlu mendapat pencermatan sebab seharusnya
terdapat perlakuan sama (nondiskriminasi) terhadap semua muatan mata
ajar yang namanya atau nomenklatur disebutkan dalam undang-undang dan
peraturan yang berlaku, terutama menyangkut mata pelajaran sains (misalnya
IPA dan IPS). Ketentuan Pasal 37 ayat (1) UU Sisdiknas menyebutkan
bahwa pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama;
pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam;
ilmu pengetahuan sosial, seni, dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga;
keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal. Pada saat satu atau dua materi
dari sepuluh materi tersebut dimasukkan ke dalam salah satunya, seperti IPA
dan IPS diintegrasikan dalam Bahasa Indonesia, misalnya, penyubordinasian
tersebut (meskipun memakai alasan konsep tematik integratif) menampakkan
kerancuan secara konsep dan basis kompetensinya serta menghilangkan
esensi perintah dalam muatan kurikulum tersebut.
Pada hakikatnya kurikulum yang akan dilaksanakan bukan sematamata sekadar menambah atau mengurangi mata pelajaran, tetapi lebih esensi
pada perubahan di dalam proses pendidikan itu sendiri yang menekankan
pada aspek kreativitas peserta didik dan pendidik sehingga melahirkan proses
belajar yang aktif, bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
127
3.
D.
128
Keberagaman dan Nilai Lokalitas
Pasal 36 ayat (1) UU Sisdiknas mengatakan bahwa pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sedangkan ayat (2) mengatakan
bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik. Sementara itu, ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan (a) peningkatan iman dan takwa;
(b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan
global; serta (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Kurikulum yang akan dilaksanakan pada tahun 2013, dalam
penyusunannya, sudah mengacu pada delapan standar nasional pendidikan,
yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Penyusunan
kurikulum di tingkat satuan pendidikan juga semestinya mengadopsi
prinsip diversifikasi, potensi daerah dan peserta didik, selain juga harus
memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan. Dengan ditariknya
kewenangan pengembangan kurikulum dan silabus di dalam Kurikulum 2013
dari sekolah, dalam hal ini guru kepada pemerintah (Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan), dikhawatirkan diversifikasi serta potensi daerah dan peserta
didik kurang terakomodasi di dalam kurikulum dan silabus.
4. Penilaian Hasil Belajar
Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, penilaian hasil belajar tidak hanya
dilakukan oleh pendidik, tetapi juga dilakukan oleh satuan pendidikan dan
pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk
Ujian Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 66 PP No. 19 Tahun 2005
dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) itu
sendiri selama ini menimbulkan kontroversi. Pertama, Pasal 58 ayat (1) UU
Sisdiknas secara eksplisit dan tegas menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar
peserta didik hanya dilakukan oleh pendidik, bukan oleh pemerintah. Kedua,
Putusan Mahkamah Agung atas perkara Nomor 2596 K/Pdt/2009 menyangkut
Ujian Nasional menegaskan bahwa UN tidak dapat diselenggarakan sebelum
standar nasional pendidikan yang diatur dalam PP No. 19 Tahun 2005 dipenuhi.
Berdasarkan dokumen Standar Penilaian Untuk Satuan Pendidikan
Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Desember 2012, diperoleh informasi bahwa
penilaian hasil belajar menurut Kurikulum 2013 diselenggarakan secara
internal dan eksternal. Penilaian internal dilakukan oleh guru dalam bentuk
penilaian kelas, baik formatif maupun sumatif untuk mengetahui kemajuan dan
hasil belajar di kelas, sedangkan penilaian eksternal diselenggarakan oleh
pihak luar dalam bentuk ujian nasional. Meskipun demikian, dokumen tersebut
tidak menjelaskan secara terperinci dan mendalam apakah penyelenggaraan
UN berdasarkan kurikulum 2013 identik dengan UN berdasarkan KTSP 2006.
Dalam perspektif DPD RI, apabila Kurikulum 2013 konsisten dengan
pendekatan tematik integratif yang melihat kesesuaian antara proses dan
hasil disertai penilaian berkelanjutan
komprehensif terpadu sehingga
menggambarkan tingkat capaian peserta didik secara utuh, model UN
berdasarkan KTSP 2006 tidak dapat diterapkan sebab UN model seperti itu
hanya mengutamakan penilaian hasil belajar dari ranah kognitif yang tidak
sesuai dengan pendekatan tematik integratif di atas.
Faktor Pendukung Kurikulum 2013
1. Penulisan dan Distribusi Buku Pedoman
Kegiatan penulisan buku dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai
dengan Januari 2013 yang bersamaan dengan tahapan uji publik Kurikulum
2013. Hal tersebut menunjukan beberapa kejanggalan dalam tataran
konseptual. Pertama, dokumen kurikulum belum tersedia, tetapi penulisan buku
sudah dilakukan. Padahal, seharusnya dokumen kurikulum yang merupakan
sumber utama penulisan buku telah tersedia sebelum penulisan buku
dilakukan. Kedua, penulisan buku dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
uji publik. Padahal, seharusnya penulisan buku dilakukan setelah pelaksanaan
uji publik karena maksud dan tujuan uji publik adalah untuk memperoleh
2.
3.
masukan bagi penyempurnaan dokumen kurikulum sebagai dasar penulisan
buku. Buruknya penyusunan jadwal sebagaimana tampak pada paparan di
atas akan berdampak pada kualitas dan muatan buku tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
Selain itu, buku-buku pedoman tersebut harus sudah terdistribusi ke
seluruh Indonesia pada bulan Juli 2013 saat Kurikulum 2013 dilaksanakan.
Dengan proses penggandaan yang dijadwalkan rampung pada bulan Mei 2013,
buku yang akan digunakan pada Juli dikhawatirkan tidak akan terdistribusi
tepat waktu karena terdapat 44.609 SD, 36.434 SMP, 11.535 SMA, dan 9.875
SMK yang akan menggunakan buku tersebut pada bulan Juli 2013.
Pelatihan dan Pembinaan Guru, Pengawas dan Kepala Sekolah disertai
Pendampingan Berkelanjutan
Implementasi Kurikulum memerlukan sumber daya manusia yang
memiliki mind set dan kecakapan baru dalam mewujudkan pembelajaran
yang mendidik. Pembinaan dan penyiapan sumber daya manusia pendidikan,
terutama yang bersentuhan langsung dengan tingkat satuan pendidikan,
harus dipastikan dapat menumbuhkan keutuhan mind set baru kecakapan
pembelajaran, advokasi, dan asssesment berbasis perkembangan perserta
didik serta manajemen dan leadership yang bersifat mendukung dan berbasis
kaidah pendidikan. Pelatihan dan pembinaan harus melibatkan semua unsur
sumber daya manusia pendidikan (guru, konselor, kepala sekolah, pengawas,
dan kepala dinas). Harus dipastikan agar pelatihan berada dalam alur kerja
grand design pengawalan kurikulum 2013 dan harus dihindari terjadinya
kegiatan proyek parsial yang lepas konteks yang hanya akan bersifat ritualistik
formalistik.
Pelatihan bagi semua sumber daya manusia pendidikan tersebut
dilakukan selama enam bulan dari Januari--Juni 2013 yang terdiri atas
enam bagian. Pertama, penyegaran narasumber nasional. Kedua, pelatihan
instruktur nasional yang terdiri atas instruktur nasional SD, instruktur nasional
SMP, dan instruktur nasional SMA dan SMK. Ketiga, pelatihan guru inti yang
terdiri atas guru inti SD, SMP, dan SMA/SMK. Keempat, pelatihan guru yang
terdiri atas guru kelas SD, guru mata pelajaran SMP, dan guru mata pelajaran
SMA/SMK. Kelima, pelatihan kepala sekolah dan pengawas sekolah inti.
Keenam, pelatihan kepala sekolah dan pengawas sekolah.
Sistem pelatihan dilakukan dengan cara narasumber nasional akan
melatih instruktur nasional, instruktur nasional akan melatih guru inti (master
teacher), dan guru inti akan melatih guru kelas/mata pelajaran. Hal itu
berlaku, baik untuk pelatihan guru SD, SMP, SMA/SMK, maupun untuk kepala
sekolah dan pengawas sekolah. Dengan melihat kondisi wilayah, distribusi,
dan skala prioritas serta kondisi geografis yang ada di Indonesia, sistem dan
mekanisme pendidikan dan pelatihan sebagaimana dipaparkan di atas sulit
untuk diterapkan.
Selain itu, efektivitas pelatihan dan pembinaan sumber daya manusia
pendidikan yang diselenggarakan tidak akan efektif dan efisien manakala
proses pendampingan secara berkelanjutan pascapelatihan dan pembinaan
tersebut tidak dilakukan terhadap seluruh sumber daya manusia pendidikan itu.
Berdasarkan hal tersebut pendampingan secara berkelanjutan pascapelatihan
dan pembinaan menjadi suatu keharusan. Berdasarkan jadwal dan tahapan
implementasi kurikulum tahun 2013, tidak terlihat dan tergambar adanya
tahapan pendampingan terhadap pelatihan dan pembinaan sumber daya
manusia pendidikan.
Permasalahan Guru
Pengembangan kurikulum 2013 tidak dapat dilepaskan dari peran
guru sebab guru merupakan pemangku kepentingan (stake holders) paling
utama yang mengimplementasikan kurikulum di dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, pengembangan kurikulum 2013 harus mempertimbangkan
kondisi dan permasalahan guru sebab hal itu merupakan faktor utama penentu
keberhasilan implementasi kurikulum.
Faktanya, hingga saat ini, permasalahan guru masih merupakan
bagian dari persoalan pendidikan yang belum tuntas diselesaikan. Temuan
Bank Dunia tahun 2011, kualitas guru Indonesia masih rendah. Selain itu,
bercermin dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) dengan peserta mencapai
243.619 orang sementara skor yang di dapat rata-rata 44,55 atau masih di
bawah rata-rata nasional. Hal itu memperkuat indikasi mutu guru yang harus
diperbaiki. Dampak rendahnya kualitas guru akan mempengaruhi tingkat
pencapaian keberhasilan implementasi kurikulum.
129
Terdapat beberapa permasalahan guru menyangkut kurikulum 2013
yaitu sebagai berikut. Pertama, persoalan mentalitas guru. Dari berbagai
kajian, masih ditemukan guru yang belum mengubah pola mengajar yang
cenderung berfokus pada guru (teachers learning center) dan cenderung satu
arah dengan dominasi metode ceramah. Hal itu perlu pembenahan mengingat
kurikulum 2013 dengan pendekatan tematik integratif membutuhkan guru
yang kreatif, inovatif, serta memberikan ruang yang lebih luas kepada peserta
didik (student learning center). Kedua, kapasitas guru dalam penguasaan
teknologi informasi yang masih belum memadai merupakan tantangan dalam
penerapan kurikulum 2013. Penguasaan teknologi dan informasi merupakan
hal yang niscaya sebab kurikulum 2013 memerlukan dukungan penguasaan
untuk memudahkan transformasi ilmu pengetahuan. Ketiga, minimnya guru
yang rutin mengikuti pelatihan dalam pengembangan kapasitasnya. Hal itu
mempersulit di dalam percepatan adaptasi terhadap kurikulum 2013 sehingga
memerlukan pendekatan pelatihan yang lebih optimal dari segi waktu dan
metodogi untuk mempermudah penguasaan kurikulum 2013. Keempat,
terdapat kekhawatiran dari para guru, khususnya yang mengajar teknologi
informasi dan telah bersertifikasi atas hilangnya mata pelajaran teknologi
informasi dalam kurikulum 2013. Kelima, persoalan jumlah dan persebaran
guru tidak merata. Ada beberapa hal yang menonjol dalam konteks ini, yakni
(a) adanya kekurangan guru apabila dibandingkan jumlah peserta didik di
daerah; (b) pola rekrutmen guru belum dapat menjaring guru yang berkualitas,
khususnya menyangkut kompetensi, dan (c) persebaran guru di daerah tidak
merata, khususnya di daerah pedalaman sebagai dampak otonomi daerah
yang cenderung mendorong sentralisasi guru di kota-kota besar. Hal itu
berkontribusi pada kendala pengoptimalan capaian implementasi kurikulum
2013.
VII.
130
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan paparan di atas, DPD RI menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Pengembangan kurikulum 2013 dari aspek legalitas masih terdapat
permasalahan berkenaan dengan (i) nomenklatur penggunaan istilah Kurikulum
2013, (ii) kewenangan pemerintah dalam pengembangan kurikulum, dan (iii)
silabus yang tidak sesuai dengan Pasal 38 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (2) PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
2. Kurikulum 2013 belum mempertimbangkan aspek evaluasi kurikulum KTSP
2006 dan tanpa melalui proses uji coba (piloting project).
3. Jadwal Kurikulum 2013 telah disusun secara tergesa-gesa dengan waktu yang
singkat. Tahapan Kurikulum 2013 disusun secara tidak konseptual dan tidak
memperhatikan penyusunan tahapan kurikulum yang seharusnya.
4. Substansi kurikulum 2013 belum memenuhi secara komprehensif dokumen
kurikulum beserta implikasinya; kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
tematik integratif yang berpeluang diskriminatif, dan kurikulum 2013 kurang
mengakomodasi keberagaman dan nilai lokalitas serta masih menggunakan
UN sebagai bentuk penilaian hasil belajar.
5. Potensi daerah dan kearifan budaya lokal tidak terakomodasi dalam Kurikulum
2013 terlihat dari ditariknya kewenangan penyusunan silabus dari sekolah,
dalam hal ini guru, kepada pemerintah. Hal itu bertentangan dengan semangat
otonomi daerah.
6. Faktor pendukung kurikulum 2013 masih bermasalah khususnya berkenaan
dengan penulisan dan distribusi buku, ketiadaan proses pendampingan
berkelanjutan pascapelatihan dan pembinaan sumber daya manusia
pendidikan, kekurangan guru terutama guru BK, dan belum tuntasnya berbagai
permasalahan guru.
B. Rekomendasi
Berdasarkan uraian dan simpulan di atas, komite III DPD RI merekomendasikan
sebagai berikut:
1. mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melakukan evaluasi
menyeluruh terhadap Kurikulum KTSP 2006;
2. menyelesaikan
dokumen
kurikulum,
melakukan
sosialisasi,
dan
mengoptimalkan pelatihan guru di seluruh provinsi; dan
3. menunda implementasi Kurikulum 2013 dengan memperhatikan:
a.
penyiapan dokumen kurikulum;
b.
sumber belajar dalam bentuk buku ajar dan/atau bentuk lainnya;
c.
d.
e.
penyiapan regulasi dan kebijakan pendukung;
sumber daya manusia, terutama pendampingan terhadap master
teacher dalam rangka pelatihan dan pembinaan guru; dan
implementasi Kurikulum 2013 harus diterapkan dengan model piloting
project.
VIII. PENUTUP
Laporan hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan kebijakan kurikulum
2013 disampaikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan agar Pendidikan di
Indonesia pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.
Jakarta, 26 Februari 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR. HEMAS
DR. LAODE IDA
131
132
Download