bab ii dasar teori penerangan jalan umum dan pengukuran energi

advertisement
BAB II
DASAR TEORI PENERANGAN JALAN UMUM
DAN PENGUKURAN ENERGI LISTRIK (1, 2, 6, 8, 9, 10)
2.1.
FUNGSI PENERANGAN JALAN (1)
Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain :
1. Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan;
2. Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan;
2. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada
malam hari;
4. Mendukung keamanan lingkungan;
5. Memberikan keindahan lingkungan jalan.
2.2.
DASAR PERENCANAAN PENERANGAN JALAN (1)
1) Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini :
a) Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan
seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
b) Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan
jalan;
c) Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll;
d) Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya
lampu penerangan;
Universitas Sumatera Utara
e) Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu
dan lokasi sumber listrik;
f) Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar
perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis;
g) Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah
sekitarnya;
h) Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi.
2) Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan
penerangan jalan antara lain sebagai berikut :
a) Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan;
b) Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam;
c) Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll;
d) Jalan-jalan berpohon;
e) Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan
lampu di bagian median;
f) Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan);
g) Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan
jalannya.
2.3.
JENIS LAMPU PENERANGAN JALAN (1)
1) Jenis lampu penerangan jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya
secara umum dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Jenis Lampu Penerangan Jalan Secara Umum
Menurut Karakteristik dan Penggunaannya
2) Rumah lampu penerangan (lantern) dapat diklasifikasikan menurut tingkat
perlindungan terhadap debu/benda dan air. Hal ini dapat diindikasikan dengan
istilah IP (Index of Protection) atau indek perlindungan, yang memiliki 2(dua)
Universitas Sumatera Utara
angka, angka pertama menyatakan indek perlindungan terhadap debu/benda, dan
angka kedua menyatakan indek perlindungan terhadap air. Sistem IP merupakan
penggolongan yang lebih awal terhadap penggunaan peralatan yang tahan hujan
dan sebagainya, dan ditandai dengan lambang. Semakin tinggi indek
perlindungan
(IP),
semakin
baik
standar
perlindungannya.
Ringkasan
pengkodean IP mengikuti Tabel 2.2. (A Manual of Road Lighting in Developing
Countries). Pada umumnya, indek perlindungan (IP) yang sering dipakai untuk
klasifikasi lampu penerangan adalah : IP 23, IP 24, IP 25, IP 54, IP 55, IP 64, IP
65, dan IP 66.
Tabel 2.2. Kode Indek Perlindungan IP (Index of Protection)
Universitas Sumatera Utara
2.4.
KETENTUAN PENCAHAYAAN DAN PENEMPATAN (1, 9)
2.4.1. Pencahayaan Pada Ruas Jalan (1)
Kualitas pencahayaan pada suatu jalan diukur berdasarkan metoda iluminansi
atau luminansi. Meskipun demikian lebih mudah menggunakan metoda iluminansi,
karena dapat diukur langsung di permukaan jalan dengan menggunakan alat
pengukur kuat cahaya. Kualitas pencahayaan normal menurut jenis/klasifikasi fungsi
jalan ditentukan seperti pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Kualitas Pencahayaan Normal
2.4.2. Rasio Kemerataan Pencahayaan (Uniformity Ratio) (1)
Rasio maksimum antara kemerataan pencahayaan maksimum dan minimum
menurut lokasi penempatan tertentu adalah seperti yang ditentukan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Rasio Kemerataan Pencahayaan
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Pemilihan Jenis dan Kualitas Lampu Penerangan (1)
Pemilihan jenis dan kualitas lampu penerangan jalan didasarkan pada :
1) Nilai efisiensi (Tabel 2.1. kolom 2);
2) Umur rencana;
3) Kekontrasan permukaan jalan dan obyek.
2.4.4. Penempatan Lampu Penerangan (1)
1) Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan :
a) Kemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan Tabel 2.4.;
b) Keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan;
c) Pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan, dibanding
pada bagian jalan yang lurus;
d) Arah dan petunjuk (guide) yang jelas bagi pengguna jalan dan pejalan kaki.
2) Sistem penempatan lampu penerangan jalan disarankan pada Tabel 2.5.
3) Pada sistem penempatan parsial, lampu penerangan jalan harus memberikan
adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek kesilauan dan
ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi.
Tabel 2.5. Sistem Penempatan Lampu Penerangan Jalan
Universitas Sumatera Utara
4) Perencanaan dan penempatan lampu penerangan jalan dapat dilihat pada Gambar
2.1.
Gambar 2.1. Penempatan Lampu Penerangan
5) Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu, tinggi
lampu, lebar jalan dan tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan
digunakan. Jarak antar lampu penerangan secara umum dapat mengikuti batasan
seperti pada Tabel 2.6. (A Manual of Road Lighting in Developing Countries).
Dalam tabel tersebut dipisahkan antara dua tipe rumah lampu. Rumah lampu
(lantern) tipe A mempunyai penyebaran sorotan cahaya/sinar lebih luas, tipe ini
adalah jenis lampu gas sodium bertekanan rendah, sedangkan tipe B mempunyai
sorotan cahaya lebih ringan/kecil, terutama yang langsung ke jalan, yaitu jenis
lampu gas merkuri atau sodium bertekanan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Penataan Letak Lampu Penerangan Jalan (9)
Penataan/pengaturan letak lampu penerangan jalan diatur seperti pada Tabel 2.7.,
Gambar 2.2., 2.3, 2.4., 2.5.. Di daerah-daerah atau kondisi dimana median sangat
lebar (> 10 meter) atau pada jalan dimana jumlah lajur sangat banyak (> 4 lajur
setiap arah) perlu dipertimbangkan dengan pemilihan penempatan lampu
penerangan jalan kombinasi dari cara-cara tersebut di atas dan pada kondisi
seperti ini, pemilihan penempatan lampu penerangan jalan direncanakan sendirisendiri untuk setiap arah lalu-lintas.
Tabel 2.6. Jarak Antar Tiang Lampu Penerangan (E) Berdasarkan
Tipikal Distribusi Pencahayaan dan Klasifikasi Lampu
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7. Penataan Letak Lampu Penerangan Jalan
Gambar 2.2. Penempatan Lampu PJU di Kiri/Kanan Jalan di Jalan Dua Arah
Gambar 2.3. Penempatan Lampu PJU di Kiri dan Kanan Jalan
Berselang-seling di Jalan Dua Arah
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Penempatan Lampu PJU di Kiri dan Kanan Jalan Berhadapan di
Jalan Dua Arah
Gambar 2.5. Penempatan Lampu PJU di Median Jalan di Jalan Dua Arah
2.4.6. Penataan Letak Lampu Pada Perlintasan Kereta Api (1)
1) Penataan lampu penerangan jalan pada perlintasan kereta api (KA), apabila
kereta api pada perlintasan tersebut beroperasi pada malam hari.
2) Persyaratan kuat pencahayaan yang ditetapkan pada suatu area perlintasan KA
seperti pada Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Area Perlintasan Jalan Kereta Api Yang Perlu Penerangan
3) Penataan dengan 6 lampu (Gambar 2.7.)
Gambar 2.7. Penataan Dengan 6 Lampu
4) Penataan alternatif dengan 6 lampu (Gambar 2.8.)
Gambar 2.8. Penataan Alternatif Dengan 6 Lampu
Universitas Sumatera Utara
5) Penataan dengan 4 lampu (Gambar 2.9.)
Gambar 2.9. Penataan Dengan 4 Lampu
6) Penataan Alternatif dengan 4 lampu (Gambar 2.10.)
Gambar 2.10. Penataan Alternatif Dengan 4 Lampu
7) Penataan dengan 2 lampu (Gambar 2.11.)
Gambar 2.11. Penataan Dengan 2 Lampu
Universitas Sumatera Utara
2.4.7. Penataan Lampu Penerangan Terhadap Tanaman Jalan
Dalam penempatan lampu penerangan jalan harus dipertimbangkan terhadap
tanaman jalan akan ditanam maupun yang telah ada, sehingga perlu adanya
pemangkasan pohon dengan batasan seperti pada Gambar 2.12. dan Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Tinggi Pemangkasan Pohon Terhadap
Sudut di Bawah Cahaya Lampu
Gambar 2.12. Penempatan Lampu Penerangan Terhadap Tanaman Jalan
Universitas Sumatera Utara
2.5.
PEMASANGAN RUMAH LAMPU PENERANGAN (1)
2.5.1. Pemasangan Tanpa Tiang (1)
Pemasangan rumah lampu tanpa tiang adalah lampu yang diletakkan pada
dinding ataupun langit-langit suatu konstruksi, seperti di bawah konstruksi jembatan,
di bawah konstruksi jalan layang atau di dinding maupun langit-langit terowongan,
dll. Dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Bentuk dan Kontruksi Lampu Tanpa Tiang
2.5.2. Pemasangan Dengan Tiang (1)
1) Tiang lampu dengan lengan tunggal;
Tiang lampu ini pada umumnya diletakkan pada sisi kiri atau kanan jalan. Tipikal
bentuk dan struktur tiang lampu dengan lengan tunggal seperti diilustrasikan
pada Gambar 2.14.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14. Tipikal Tiang Lampu Lengan Tunggal
2) Tiang lampu dengan lengan ganda
Tiang lampu ini khusus diletakkan di bagian tengah/median jalan, dengan catatan
jika kondisi jalan yang akan diterangi masih mampu dilayani oleh satu tiang.
Tipikal bentuk dan struktur tiang lampu dengan lengan ganda seperti
diilustrasikan pada Gambar 2.15.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15. Tipikal Tiang Lampu Lengan Ganda
3) Tiang lampu tegak tanpa lengan
Tiang lampu ini terutama diperlukan untuk menopang lampu menara, yang pada
umumnya ditempatkan di persimpangan-persimpangan jalan ataupun tempattempat yang luas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16. Jenis tiang lampu
ini sangat tinggi, sehingga sistem penggantian/perbaikan lampu dilakukan di
bawah
dengan
menurunkan
dan
menaikkan
kembali
lampu
tersebut
menggunakan kabel suspensi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16. Tipikal Lampu Tegak Tanpa Lengan
2.6.
LAMPU SODIUM/NATRIUM TEKANAN TINGGI (SON) (2,10)
Lampu sodium tekanan tinggi (HPS/SON) banyak digunakan untuk
penerapan di luar ruangan dan industri. Lampu inilah yang digunakan pada sistem
penerangan jalan umum kota Medan. Kelebihan dari lampu SON sehingga dipakai
sebagai lampu untuk PJU adalah karena lampu ini memiliki spektrum kontinu ;
reproduksi warnanya baik terutama dari kulit manusia yakni cahaya kuning dengan
daya tembus kabut yang besar ; dan penerangan dengan lampu jenis ini
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kecepatan penglihatan dan menghasilkan kontras yang besar. Lampu
HPS berbeda dari lampu merkuri dan metal halida karena tidak memiliki starter
elektroda; sirkuit balas dan starter elektronik tegangan tinggi. Tabung pemancar
listrik terbuat dari bahan keramik, yang dapat menahan suhu hingga 2372F. Di
dalamnya diisi dengan xenon untuk membantu menyalakan pemancar listrik, juga
campuran gas sodium – merkuri. Lampu HPS dan diagram alir energinya pada
Gambar 2.17.a. dan 2.17.b.
Gambar 2.17.a. Lampu Sodium Tekanan Tinggi
Gambar 2.17b. Diagram Alir Energi Lampu Sodium Tekanan Tinggi
Ciri-ciri :

Efficacy – 50 - 100 lumens/Watt
Universitas Sumatera Utara

Indeks Perubahan Warna – 1 – 2

Suhu Warna - Hangat

Umur Lampu – 24.000 jam

Pemanasan – 10 menit, pencapaian panas – dalam waktu 60 detik

Mengandung 1-6 mg sodium dan 20mg merkuri

Gas pengisinya adalah Xenon. Dengan meningkatkan jumlah gas akan
menurunkan merkuri, namun membuat lampu jadi sulit dinyalakan.

Arc tube (tabung pemacar cahaya) di dalam bola lampu mempunyai lapisan
pendifusi untuk mengurangi silau.
2.7.
INSTALASI LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM KOTA MEDAN
Instalasi lampu penerangan jalan umum di kota Medan dapat dilihat pada
Gambar 2.18.
LINE
N
F
Trafo
BSN 250 W
IGNITOR
SN 58
Lampu SON T
250 Watt
C
Gambar 2.18. Instalasi Lampu Penerangan Jalan Umum Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
2.8.
ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP) (6)
Untuk mengetahui besarnya tenaga listrik yang digunakan oleh pemakai /
pelanggan listrik (untuk keperluan rumah tangga, sosial, usaha/bangunan komersial,
gedung pemerintah dan instansi), maka perlu dilakukan pengukuran dan pembatasan
daya listrik.
APP merupakan bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab pengusaha
ketenagalistrikan (PT. PLN), sebagai dasar dalam pembuatan rekening listrik. Pada
sambungan tenaga listrik tegangan rendah, letak penempatan APP dapat dilihat pada
Gambar 2.19. berikut ini :
Gambar 2.19. Diagram Satu Garis Sambungan Tenaga Listrik
Tegangan Menengah
Keterangan:
GD : Gardu Distribusi
TR : Jaringan tegangan Rendah
SLP : Sambungan Luar Pelayanan
SMP : Sambungan Masuk Pelayanan
APP : Alat Pengukur dan Pembatas
PHB : Papan Hubung Bagi
SLTR : Sambungan Tenaga Listrik Tegangan Rendah
IP : Instalasi Pelanggan
Universitas Sumatera Utara
Seperti telah dijelaskan di muka bahwa pengukuran yang dimaksud adalah
untuk menentukan besarnya pemakaian daya dan energi listrik. Sedangkan yang
dimaksud dengan pembatasan adalah pembatasan untuk menentukan batas
pemakaian daya sesuai dengan daya tersambung. Gambar 2.20., 2.21.,dan 2.22.
berikut ini contoh gambar alat ukur KWH meter.
Gambar 2.20. KWH Meter Satu Fasa Analog dan Digital
Gambar 2.21. KWH Meter Tiga Fasa Analog dan Digital
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22. KWH Meter Tiga Fasa Dalam Panel Box
2.9.
KWH METER DAN PRINSIP KERJANYA (8)
Watt jam meter merupakan alat ukur untuk mengukur energi listrik dalam
orde KWH. Karena energi merupakan perkalian antara daya dengan waktu, maka
watt jam meter membutuhkan kedua faktor ini. Pada prinsipnya, watt jam meter
mempunyai kecepatan sebanding dengan daya yang melaluinya. Total putaran dalam
suatu waktu sebanding dengan total energi, atau watt-jam, yang dikonsumsi selama
waktu tersebut.
Alat ukur watt jam tidak sering digunakan di laboratorium tetapi banyak
digunakan untuk pengukuran energi listrik komersil. Kenyataannya adalah bahwa di
Universitas Sumatera Utara
semua tempat di manapun, perusahaan listrik menyalurkan energi listrik ke industri
dan pemakai setempat (domestik). Alat ini bekerja berdasarkan prinsip kerja induksi.
Elemen alat ukur watt jam satu fasa ditunjukkan pada Gambar 2.23. dalam
bentuk skema. Kumparan arus dihubungkan seri dengan jala-jala, dan kumparan
tegangan dihubungkan paralel. Kedua kumparan yang dililitkan pada sebuah
kerangka logam dengan desain khusus melengkapi dua rangkaian magnet. Sebuah
piringan aluminium ringan digantung di dalam senjang udara medan kumparan arus
yang menyebabkan arus pusar mengalir di dalam piringan. Reaksi arus pusar dan
medan kumparan tegangan membangkitkan sebuah torsi (aksi motor) terhadap
piringan dan menyebabkannya berputar.
Gambar 2.23. Watt Jam Meter Elektromagnet Satu Fasa dan Hubungannya
Torsi yang dibangkitkan sebanding dengan kuat medan kumparan tegangan
dan arus pusar di dalam piringan yang berturut-turut adalah fungsi kuat medan
kumparan arus. Berarti jumlah putaran piringan sebanding dengan energi yang telah
dipakai oleh beban dalam selang waktu tertentu, dan diukur dalam kilowatt-jam
(kWh, kilowatt jam). Poros yang menopang piringan aluminium dihubungkan
Universitas Sumatera Utara
melalui susunan roda gigi ke mekanisme jam dipanel alat ukur, melengkapi suatu
pembacaan kWh yang terkalibrasi dalam desimal.
Redaman piringan diberikan oleh dua magnet permanen kecil yang
ditempatkan saling berhadapan pada sisi piringan. Bila piringan berputar, magnetmagnet permanen menginduksi arus pusar di dalamnya. Arus-arus pusar ini bereaksi
dengan medan magnet dari magnet-magnet permanen kecil dan meredam gerakan
piringan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 2.24.
Gambar 2.24. Konstruksi Watt Jam Meter
Sebuah alat ukur watt jam satu fasa ditunjukkan pada Gambar 2.25.
Gambar 2.25. Mekanik Meter Induksi Elektromekanik
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
(1) Kumparan tegangan, yang dihubungkan paralel dengan beban
(2) Kumparan arus, dihubungkan seri dengan beban
(3) Stator
(4) Piringan Aluminium Rotor
(5) rotor brake magnets
(6) spindle dengan worm gear
(7) Display dial : 1/10, 10,1000 , 1, 100 dan 10000. Dials berputar searah jarum jam
Pengukuran energi dalam sistem tiga fasa dilakukan oleh alat ukur watt jam
fasa banyak. Kumparan arus dan kumparan tegangan dihubungkan dengan cara yang
sama seperti wattmeter tiga fasa. Masing-masing fasa alat ukur watt jam mempunyai
rangkaian magnetik dan piringan tersendiri, tetapi semua piringan dijumlahkan
secara mekanis dan putaran total permenit dari poros sebanding dengan energi total
tiga fasa yang dipakai.
Cakram aluminium dilengkapi dengan sebuah spindle yang mempunyai
worm-gear untuk menggerakkan register. Register seri dengan dial yang berfungsi
untuk merekam jumlah energi yang digunakan. Dial termasuk tipe cyclometer, yaitu
sebuah display seperti odometer yang menampilkan setiap dial digit tunggal lewat
jendela pada permukaan meter, atau tipe pointer dimana sebuah pointer menunjukkan
setiap digit. Pointer biasanya berputar dalam arah berlawanan dengan mekanik ulir.
Jumlah energi yang dipergunakan ditunjukkan oleh putaran cakram,
dinotasikan dengan simbol KWh yang diberikan dalam unit watt jam per putaran.
Dengan mengetahui nilai KWh, seorang pelanggan dapat menentukan konsumsi daya
Universitas Sumatera Utara
yang dipergunakan dengan cara menghitung putaran cakram dengan stopwatch. Jika
waktu yang dibutuhkan cakram dalam detik untuk menyelesaikan satu putaran adalah
t, dan daya dalam watt adalah P=3600xKWh/t. Contoh, jika KWh=7.2 dan satu
putaran membutuhkan waktu 14.4 detik, maka dayanya adalah 1800 watts. Metode
ini dapat digunakan untuk menentukan konsumsi daya dari peralatan rumah tangga.
KWH Meter berarti Kilo Watt Hour Meter dan kalau diartikan menjadi n ribu
watt dalam satu jamnya. Jika membeli sebuah KWH Meter maka akan tercantum x
putaran per KWH, artinya untuk mencapai 1 KWH dibutuhkan putaran sebanyak x
kali putaran dalam setiap jamnya. Contohnya jika 1200 putaran per KWH maka harus
ada 1200 putaran setiap jamnya untuk dikatakan sebesar satu KWH. Jumlah KWH itu
secara kumulatif dihitung dan pada akhir bulan dicatat oleh petugas besarnya
pemakaian lalu dikalikan dengan tarif dasar listrik (TDL) ditambah dengan biaya
abodemen dan pajak menghasilkan jumlah tagihan yang harus dibayarkan setiap
bulannya.
Sebagian besar meter listrik domestik masih dicatat secara manual, dengan
cara perwakilan/utusan dari perusahaan listrik atau oleh pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
Download