2442-2622 INVENTARISASI ARTHROPODA

advertisement
29
BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2015
Vol. 1 No. 1, p 29-32
ISSN: 2442-2622
INVENTARISASI ARTHROPODA TANAH
GUNUNG API PURBA NGLANGGERAN
Hendro Kusumo EPM*1, Tatag Bagus1, Frendi2, Yogi2, Ilham2
2)
1)
Dosen Pendidikan Biologi, UAD, Yogyakarta
Mahasiswa Pendidikan Biologi, UAD, Yogyakarta
*Korespondensi: [email protected]
Gunung api purba Nglanggeran sangat unik karena termasuk gunung tersier dengan iklim transisi dari
basah ke arah kering (Jawa Barat–Jawa Timur) sehingga menarik untuk diteliti. Keberadaan suatu jenis
arthropoda di kawasan Nglanggeran tentu memiliki keunikan disebabkan kondisi edafik, klimatik, dan vegetasi
dari gunung api purba. Penelitian yang ada masih terbatas, sehingga menarik untuk mengetahui jenis
arthropoda tanah yang hidup dan dijumpai di Gunung api purba Nglanggeran. Penelitian dilaksanakan pada
April-Mei 2014. Penelitian dilakukan dengan membagi areal dalam lima kelompok (zona) yaitu : Zona pertama
Song Gudel, Zona kedua Senthong (Gardu pandang 1), Zona ketiga Tlatar Gedhe (Gardu pandang 2), Zona
keempat gardu pandang 3, dan Zona kelima gardu pandang 4. Metode pengambilan sampling menggunakan
pitfall trap yang dipasang malam dan pagi hari secara purposive random. Identifikasi menggunakan Brewer
(1981) dan Lilies (1991). Hasil penelitian menunjukkan arthropoda tanah yang dijumpai terdiri dari 5 ordo,
terdiri dari 4 Familia yakni : Carcinophoridae, Formicidae, Dermastidae, Blatidae, Tettigoniidae, Blatidae; 1
sub Familia yakni : Dorylinae, dan 3 Genus yakni : Lycosa; Formica; Raphidophora di setiap pos yang berbedabeda pada malam dan siang hari.
Kata kunci: Nglanggeran, Arthropoda tanah
PENDAHULUAN
Gunung api purba Nglanggeran sangat unik
karena termasuk gunung tersier berusia 20-25 juta tahun
(Wartono & Hendratno, 2010) dengan iklim transisi dari
basah ke arah kering (Jawa Barat–Jawa Timur).
Keunikan tersebut meliputi kondisiedafik, klimatik, dan
biotik yang berbeda dibandingkan dengan gunung api
lain di Indonesia (Whitten dkk, 1996), sehingga menarik
untuk diteliti. Keberadaan suatu jenis arthropoda di
kawasan tertentu ditentukan oleh beberapa faktor.
Faktor itu meliputi faktor biotik dan faktor fisikokimiawi (Michael, 1984) dan vegetasi. Jika faktor itu
tidak cocok untuk kelangsungan hidupnya maka hewan
tersebut akan hilang atau tidak dijumpai.
Kondisi habitat yang khas (gunung api purba)
akan memiliki vegetasi yang khas. Tumbuhan yang
dapat hidup dan terdistribusi di gunung api purba
merupakan tumbuhan yang telah teradaptasi sejak lama.
Hal ini mengakibatkan jenis arthropoda sebagai salah
satu organisme heterotrof disana juga unik. Keberadaan
arthropoda tanah gunung api purba yang hidup di tanah
teradaptasi oleh habitat dan vegetasi di atasnya
(Michael, 1984). Beberapa jenis arthropoda telah
dikenal dan diberikan nama, namun masih banyak jenis
yang belum diberi nama bahkan belum ditemukan
karena keragaman habitat di muka bumi (Mayr, 1969).
Gunung Nglanggeran telah menjadi daerah
wisata
dan
agroforesteri.
Keberadaan sistem
agroforesteri dikhawatirkan dapat menghilangkan jenis
endemik yang ada, sehingga perlu dilakukan
inventarisasi jenis tumbuhan dan hewan. Beberapa
lokasi di gunung api purba Nglanggeran telah
difungsikan sebagai daerah pariwisata seperti : Bukit
Wayang Abimayu, Goa Kaliwiyu yang belum di
eksplorasi keanekaragaman hayatinya, dan Air terjun
Musiman, dan Pendopo Joglo Kalisong itu sendiri
(Anonim, 2011).
Sampai saat ini belum ada publikasi tentang
inventarisasi hewan di Gunung Api Purba Nglanggeran.
Data dari Pemerintah Kabupaten Gunung kidul terbatas
pada informasi potensi pariwisata dan kondisi sosial
masyarakat di sekitarnya. Pendataan fauna yang tercatat
adalah survei untuk jenis kupu-kupu (Ardhiansyah M.A,
2012), sedangkan pendataan jenis arthropoda tanah
belum ada. Untuk itu permasalahan apasaja arthropoda
tanah
di
Gunung
api
purba
Nglanggeran,
inventarisasinya sangat penting dilakukan. Hal ini
karena dapat menjadi sumber informasi tentang
keanekaragaman jenis arthropoda tanah yang
implikasinya dapat digunakan untuk pengelolaan
ekosistem dan pemanfaatan dalam bidang pendidikan
maupun bidang lainnya. Penelitian ini bertujuan ingin
mengetahui jenis-jenis arthropoda tanah di Gunung Api
Purba Nglanggeran.
Saat ini kondisi Gunung api purba
Nglanggeran berupa deretan gunung batu raksasa
bernama Gunung Lima Jari, Gunung Kelir, dan Gunung
Wayang. Mengingat Gunung api purba Nglanggeran
merupakan gunung api purba satu-satunya di Jawa
Tengah yang mempunyai lingkungan fisik dan kimiawi
spesifik, sehingga merupakan suatu areal yang menarik
untuk diteliti.
30
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan
April-Mei 2014. Penelitian ini bertempat di Gunung api
purba Nglanggeran, Gunung Kidul. Penelitian dilakukan
dengan cara membagi areal menjadi lima kelompok
(zona) yaitu : Zona pertama Song Gudel, Zona kedua
Senthong (Gardu Pandang 1), Zona ketiga Tlatar Gedhe
(Gardu Pandang 2), Zona keempat Gunung Kelir (Gardu
Pandang 3), Zona kelima Sumber Comberan dan
Puncak Gunung Gede (Gardu Pandang 4). Masing–
masing zona ditempatkan jebakan arthropoda tanah
sejumlah 3 lokasi secara purposive random.
Alat yang digunakan untuk koleksi langsung
adalah sarung tangan, kuas, dan pinset untuk koleksi
data. Saringan digunakan untuk menyaring hewan yang
terjebak. Untuk konstruksi jebakan digunakan linggis 20
cm untuk menggali tanah kedalaman 100 mm. Loup dan
kamera digunakan untuk membantu identifikasi. Selain
itu juga digunakan botol plastik 50 mm untuk jebakan
pitfallnya. Bahan yang digunakan adalah larutan alkohol
70%, gliserin, dan asam pikrat untuk larutan penjebak,
serta air untuk membilas (Lincoln, R.J. & J.G. Sheals.,
1979). Untuk parameter lingkungan diukur dengan
termometer, soil tester, hygrometer, dan altimeter.
Pada metode ini ada tiga tahapan utama yakni :
survey untuk menentukan lokasi sampling, koleksi data,
dan identifikasi sampai katagori terendah. Penelitian
dilakukan secara spasial dengan membagi 5 zona,
masing–masing zona diletakan 3 lobang perangkap.
Teknik pengambilan data dengan koleksi langsung dan
jebakan lobang (pit fall trap). Teknik koleksi langsung
digunakan untuk hewan yang ditemukan saat berada di
tanah dengan menggunakan tangan, kuas, agar tidak
terjadi kerusakan pada spesimen pada saat pengambilan
sampel berlangsung. Untuk arthropoda yang berukuran
lebih besar digunakan pinset. Arthropoda yang dikoleksi
dimasukkan dalam botol koleksi yang berisi alkohol
70%.
Pengambilan
sampel
Arthropoda
pada
permukaan tanah menggunakan lubang jebakan (pitfall
trap) seperti metode Michael (1984) dan McEwen
(1997). Lokasi
perangkap tersebar secara acak
(purposive random) di lokasi pengamatan. Perangkap
tersebut lalu diisi larutan alkohol 70% satu perlima
tinggi gelas sebagai pengawet, gliserin sebagai atractan,
dan asam pikrat sebagai repelent. Arthropoda yang
terperangkap dalam lubang jebakan disaring dan
dibersihkan sambil dibilas dengan air mengalir.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam tabung film berisi
alkohol 70% untuk diidentifikasi di laboratorium
(Lincoln, R.J. & J.G. Sheals., 1979). Identifikasi
Artropoda didasarkan pada ciri morfologinya
menggunakan acuan buku Lilies (1991) dan Borror
(1992).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Arthropoda tanah di Gunung Api
Purba Nglanggeran berhasil dijumpai 30 individu.
Seluruhnya adalah kelompok Arthropoda tanah dari
ordo Orthoptera, Coleoptera, Hymenoptera, Dermaptera
dari Insecta dan 1 ordo Araneae dari Arachnida, yang
baru berhasil diidentifikasi sampai tingkat familia dan
genus. Seluruh individu dijumpai pada penangkapan
tanggal 25-26 September 2014. Pada tingkat familia
dijumpai 6 takson yakni : Carcinophoridae, Formicidae,
Dermastidae, Blatidae, Tettigoniidae, Blatidae; pada
tingkat sub familia dijumpai 1 takson, yakni :
Dorylinae; dan pada tingkat genus dijumpai 3 takson
yakni : Lycosa, Formica, dan Raphidophora pada setiap
pos yang berbeda-beda pada malam dan siang hari.
Untuk hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Arthropoda tanah di Gunung api Purba
Nglanggeran
Lokasi
Takson
Song Gudel (SG) Fam.Carcinophoridae;
Fam.
Formicidae; Subfam. Dorylinae
Genus Rhapidophora
Gardu Pandang 1 Fam.
Formicidae;
Subfam.
(GP1)
Dorylinae
Gardu Pandang 2 Fam.Carcinophoridae;
Fam.
(GP2)
Formicidae; Sub fam. Dorylinae;
Genus Formica
Gardu Pandang 3 Fam.
Formicidae;
Fam.
(GP 3)
Dermastidae;
Fam.
Tettigoniidae; Fam. Blatidae;
Sub fam. Dorylinae
Gardu Pandang 4 Fam.Carcinophoridae;
Fam.
(GP 4)
Formicidae; Sub fam.Dorylinae;
Genus Lycosa
Kunci identifikasi menuju ordo, Arthropoda tanah
di Gunung Api Purba Nglanggeran
1. a. Sayap ada..............................2
b. Sayap tidak ada ..................... O. Araneae
2. a. Antenna panjang.................... O. Lepidoptera*
b. Antenna pendek/ tidak ada .........3
3. a. Sayap bersifat membran ………….4
b. Sayap bersifat selain membran ……......5
4. a. Sayap bersifat membran, abdomen dengan
cerci................................ O. Dermaptera
b. Sayap bersifat membran, abdomen tidak dengan
cerci ..................... O. Hymenoptera
5. a. Sayap depan keras seperti tanduk tanpa vena
................................... O. Coleoptera
b. Sayap depan tumpang tindih seperti mika
dengan vena ................... O. Orthoptera
* diamati terbang namun bukan data arthropoda tanah
Ordo Orthoptera (Tettigoniidae; Rhapidophora)
Ukuran tubuh sedang sampai besar. Ada yang
bersayap dengan 2 pasang sayap dan tidak bersayap.
Sayap depan panjang menyempit, banyak vena, seperti
kertas perkamen. Sayap belakang membraneus, melebar
dan banyak vena. Tipe mulut penggigit pengunyah.
Betina memiliki ovipositor sedangkan jantang dengan
alat penghasil suara di tibia atau abdomen. Habitat di
daerah budidaya atau sekitar rumah tinggal. Biasanya
sebagai predator atau hama bagi tanaman.
31
Ordo Coleoptera (Dermastidae; Blatidae)
Tubuh kecil sampai besar dengan sayap depan
keras, tebal, tanpa vena, dan menanduk untuk
pelindung. Sayap belakang membraneus dan melipat di
bawah sayap depan ketika istirahat. Larva dan dewasa
memiliki mulut tipe penggigit dan pengunyah. Ada yang
memiliki cucuk (rostrum) untuk penetrasi jaringan
tanaman. Larva tanpa kaki abdominal dan hidup dengan
3 pasang kaki thorakal. Habitatnya sangat luas
diberbagai ekosistem. Umumnya berperan sebagai hama
dan predator.
Ordo
Hymenoptera
(Formicidae;
Dorylinae,
Formica)
Ukuran tubuh sangat kecil sampai besar. Sayap
2 pasang seperti selaput dengan vena sedikit, namun
untuk yang tubuhnya sangat kecil hampir tidak
mempunyai vena. Sayap depan lebih besar dari sayap
belakang. Antena 10 ruas atau lebih dengan tipe mulut
penggigit penghisap. Betina memiliki ovipositor dan
diantaranya memiliki alat penyengat untuk pertahanan
diri. Habitat disekitar tanaman berbunga, diantara
reruntuhan, tanah, sedangkan larvanya bisa hidup di
dalam tubuh serangga lain. Umumnya sebagai predator
atau parasit serangga, sebagian membantu penyerbukan
dan menghasilkan madu.
Ordo Dermaptera (Carcinophoridae)
Tubuh pipih dengan ukuran kecil sampai
sedang. Memiliki cerci yang berbentuk seperti catut di
bagian belakang (anal). Jantan memiliki cerci kokoh dan
bergerigi, betina lebih ramping dan halus. Sayap depan
pendek seperti kulit, sayap belakang seperti selaput dan
melipat di bawah sayap depan ketika hinggap. Alat
mulut tipe penggigit pengunyah dan merupakan hewan
nocturnal. Habitat di bawah kayu, daun, timbunan atau
semua tempat yang terlindung. Umumnya sebagai
predator, hama tanaman dan pemakan bangkai
Ordo Araneae (Lycosa)
Tubuh berwarna abu-abu, kuning kecoklatan
atau hitam. Abdomen oval dan tidak lebih besar dari
cephalothorak. Kaki panjang dan runcing. Punggung
coklat dengan rambut-rambut abu-abu. Ada gambaran
seperti garpu dari mata sampai ke belakang. Abdomen
gambaran warna putih. Jantan mempunyai palpus
(bagian seperti daun telinga) yang besar. Tidak
membuat sarang dan hidup ditanah karena mampu
berlari cepat. Habitat lahan sawah dan tanaman sebagai
predator hama. Hidup mengembara dan jarang membuat
liang di tanah.
Dari hasil penelitian ternyata hanya lima ordo
dari arthropoda tanah yang dijumpai di Gunung Api
purba Nglanggeran. Jumlah ordo ini bertambah jika
diambil data untuk arthropoda terbang seperti
Lepidoptera (kupu-kupu) dan Odonata (capung) yang
juga teramati disana. Kondisi gunung api Purba
Nglanggeran relatif sama dengan kondisi habitat di
sekitarnya. Hal ini terlihat dari arthropoda tanah yang
dijumpai dan parameter lingkungan yang terukur.
Kelima ordo merupakan takson yang umum dijumpai di
habitat sekitar daerah Nglanggeran. Keberadaan
arthropoda tanah di sana tidak menunjukkan adanya
keistimewaan walaupun secara geologis telah dikaji
sebagai ekosistem gunung api purba (Mulyaningsih &
Sanyoto, 2012). Kelima ordo tersebut dikenal
kosmopolitan dan kemungkinan besar bukan jenis
endemik gunung api purba Nglanggeran. Pemanfaatan
daerah gunung api purba sejak lama mengakibatkan
masuknya spesies introdus baik hewan maupun
tumbuhan yang hidup dan beradaptasi di sana. Kondisi
gunung api purba yang telah lama diintroduksi serta
pemanfaatan menjadi lokasi wisata alam (Anonim,
2011) menyebabkan hilangnya jenis endemik.
Kehadiran arthropoda tanah yang sedikit (5 ordo) lebih
karena kondisi tanah dan vegetasi yang menjadi faktor
pembatas (Michael 1984), disamping faktor waktu
pengambilan data yang kurang tepat.
KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
arthropoda tanah yang dijumpai 5 ordo, terdiri dari 4
familia
yakni:
Carcinophoridae,
Formicidae,
Dermastidae, Blatidae, Tettigoniidae, Blatidae; 1 sub
Familia yakni : Dorylinae, dan 3 genus yakni : Lycosa;
Formica; dan Raphidophora di setiap pos yang berbedabeda pada malam hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pesona Wisata Gunung Api Purba
Nglanggeran di Jogja.
http://novero2011.student.umm.ac.id/2011/08/
12/pesona-wisata-gunung-api-purbanglanggeran-di-jogja/
Ardhiansyah M.A. 2012. The Diversity of Butterfly in
Ancient Volcano Mount of Ngglanggerran
Yogyakarta Regency. Paper for International
Conference on Biology, Environment and
Chemistry (ICBEC). Bangkok.
Borror, D. J; Charles A. Triplehorn, dan F.J. Norman,
1992, Pengenalan Pelajaran Serangga,
Diterjemahkan oleh Soetiyono Partosoedjono,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Lilies, C S. 1991. Kunci determinasi Serangga.
Kanisius. Yogyakarta
Lincoln, R.J. & J.G. Sheals. 1979. Invertebrate Animals
: Collection and Preservation.
Cambridge University Press. London
Mayr, E. 1969. Principles of Systematic Zoology.
McGraw Hill, New York.
McEwen P. 1997. Sampling, handling and rearing
insect, p, 5-26, In Dent DR & Walton MP(eds)
Methods in Ecological & Agricultural
Entomology, University Press, Cambridge.
Mulyaningsih S dan S Sanyoto. 2012. Geologi Gunung
Api Merapi sebagai Acuan dalam
Interpretasi Gunung Api Komposit Tersier di
Daerah Gunung Gede Imogiri Daerah
Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar
Nasional Aplikasi Sains & Teknologi
(SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X.
Yogyakarta
Michael,P. 1984. Ecological Methods for fields &
Laboratories Investigation. McGraw-Hill
Publ.Co. Ltd. New Delhi
32
Wartono dan A. Hendratno. 2010. Survei Geologi
Gunung Purba Nglanggeran/ Wayang.
Tim Survei Geologi UGM. Yogyakarta.
Whitten, T., Soriaatmadja, R.E. dan S.A. Afif. 1996.
Ekologi Jawa dan Bali, Vol II.
Pradjna Paramita. Jakarta
Download