LAPORAN PENELITIAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN KAJIAN PRINSIP GOOD GOVERNACE DALAM EKONOMI ISLAM DAN PELAKSANAAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA OLEH Djanuardi,S.H.,MH. ( Ketua) Dr. HJ. Lastuti Abubakar.S.H.,MH. (Anggota) Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2009 Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Unversitas Padjadjaran Nomor : 866a/H6.7/Kep/FH/2009 Tanggal : 1 Juni 2009 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN TAHUN 2009 1 ABSTRAK Sejalan dengan perkembangan ekonomi global, saat ini terjadi transformasi sistem ekonomi dari sistem konvesional ke arah sistem ekonomi syariah. Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, memiliki peluang untuk mengambil peran dalam aktivitas ekonomi global, khususnya untuk menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia melalui instrumen syariah. Salah satu standar investasi yang dibutuhkan oleh para investor adalah perusahaan yang menerapkan prinsip good corporate governance. Berdasarkan hal itu, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan good corporate governance dalam aktivitas sariah. Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan ruang lingkup hukum Ekonomi Islam adalah penelitian hukum normatif. Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian dilakukan terhadap data primer, dan sekunder, yang berkaitan. Data dan bahan penelitian dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan, studi lapangan dan browsing di internet. Dalam rangka membatasi wilayah penelitian, dalam penelitian ini memfokuskan kepada penelitian hukum normatif dan penelitian asas-asas hukum. Peneltian dilakukan secara deskriptif analisis dan hasil penelitian disajikan secara analisis kualitatif yuridis. Hasil penelitian menyimpulkan 10 kareteristik good governance yang meliputi :Participation (Partisipasi),Rule of Law ( Penegakan Hukum ),Transparansi . Orientasi pada Konsensus/kesepakatan.Keadilan (kesetaraan),Effektivitas dan Effisien, Akuntabilitas, Strategic Vision ( wawasan ke depan ), Responsif ( daya tanggap), Pengawasan, ternyata dilakukan juga dalam etika bisnis yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan agama penjelasan pasal 49 huruf I yang dimaksud ruang lingkup ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah meliputi: bank syariah,asuransi syariah,reassuransi syariah,reksa dana syariah,obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,sekuritas syariah,pembiayaan syariah, pegadaian syariah,dana pension lembaga keuangan syariah,bisnis syariah Kata Kunci : Hukum Ekonomi Islam 3 ABSTRACT Long time ago, Moslem are contage with the economic pluralism deaseses. Where Moslem are lived in the middle of the others economic system. Such as liberal economic system as known as capitalism and also socialist economic system. This contagious occurred as an effect of the Moslem debility it self. Moslem doesn't have their own economic system which is comes as strong as the others economic system. To get trough to this situation, as the sustainable of the economic syaria system which already occurred in our country, this research could give us an inportant information especially on the Moslem economic system in Indonesia. The new era of born on Moslem economic such “Bank Muamalah Indonesia”, “Bank Perkreditan Rakyat Syariah”, Syaria insurance, Syaria Investment Market, and the other economic activity related to the syaria economic, which can be implemented in Indonesia. This research, are intended to the development of the syaria economic system which related to the normative law. This research are going to elaborate the primary and secondary which related to the main issues by using study on the theory which contain in books, internet research and practically research such observe to the field of object. In order to limited the areas of research, this kind of research are focus on the normative law and the legal basis of law. In way, descriptive analystic and as the result of this research are represented on the Yuridist analysis qualitatif. As the result of the research are conclude the ten characteristic of Good Govenance, which contain as a follow : Participation, Rule of Law, Transparancy, Orientation in Consensus, Fairness (equality), Effective and Efficient, Accountability, Strategic Vision, Responsive, and Actuating. which is this kind of the characteristic of Good Govenance, was being implemented before by Prophet Muhammad SAW. Bassed on the constitutional bill no 3 years 2006 about challenging of constitutional, bill no 7 years 1989 about Religious Court, further on the explanatory from the article 49 I, which told us about the Syaria areas, as be considers as an action or business, which is run by a syaria principle, such a follow : Bank syaria, syaria insurrance, syaria reasurrance,syaria mutual fund, syaria obligation, syaria valuable document and letter, syaria security, syaria funding, syaria collateral, syaria retirement institutions and syaria business. Key Word : Islamic Economic of Law 4 KATA PENGANTAR Segala puji saya sampaikan kehadirat Allah Subhanahuwataala. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pujian dan doa yang saya panjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas telah dapat diselesaikannnya laporan penelitian ini. Bahasan utama dari penelitiam ini adalah tentang Ruang Lingkup Hukum Ekonomi Islam di Indonesia, mudah-mudah menjadi bahan masukan baik Dunia Islam pada umumnya dan Dunia Universitas pada khususnya. Sebagai sesuatu yang baru tentunya masih belum banyak perhatian dari baik para ahli maupun masyarakat umum,demikian juga dengan bahan pustaka masih sulit didapatkan, oleh sebab itu saya menyadari masih diperlukan saran dan kritik yang membangun atas hasil penelitian ini untuk meningkatkan kualiatasnya Untuk kebaikan semua pihak yang telah diberikan kepada, saya ucapkan terima kasih semoga amal serta budi baik ibu bapak dicatat sebagai amal sholeh. Amin yaa robbal alamin. Wabilahitaufiqi wal hidayah wassalamu alaikum warohmatulohi Wabarakatuh. Bandung, Desember 2009 Peneliti 5 DAFTAR ISI Halaman JUDUL………..…………………………………………………………………… i LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN.………………………………… ii ABSTRACT……………………………………………………………………….. iii ABSTRAK……………………………………………………………………… …. iv KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. v DAFTAR ISI………………………………………………..……………………. vi BAB I PENDAHULUAN………………………….……………………………. 1 A. Latar Belakang Penelitian...…………………………………………… 1 B. Identifikasi Masalah……..…………………………………………… 3 E. Kerangka Pemikiran……..…………………………………………. 3 BAB II PENGERTIAN HUKUM EKONOMI ISLAM DAN RUANG LINGKUP HUKUM EKONOMI ISLAM…………………..………………………. 9 A. Pengertian Muammalah……………………..……………………….. 9 B.Pengertian Ekonomi Syariah………………..………………………. 12 C. Kegiatan Ekonomi Dalam Pandangan Islam…………………………. 13 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN…………………………….. 17 BAB IV METODE PENELITIAN.…………………………………………….… 18 BAB I 6 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah sistem menyeluruh yang menyentuh seluruh kehidupan manusia dari mulai masalah terkecil sampai kepada masalah yang sangat besar sekalipun dan Islam telah memformat dengan sempurna melalui pengaturannya serta menerangkan hukumnya. Sampai-sampai Islam digambarkan sebagai suatu risalah yang menjangkau dimensi yang terbentang memanjang sehingga mencakup keabadian zaman, menjangkau dimensi yang terbentang lebar sehingga mengatur seluruh antero bangsa-bangsa, dan ia menjangkau dimensi yang terbentang mendalam sehingga meliputi seluruh dunia dan akhirat. Negeri kita Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam adalah Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun dalam kehidupan perekonomian umat Islam berada dalam posisi minoritas. Hal itu disebabkan selain menyangkut etos kerja umat Islam, juga berkaitan erat dengan pemahaman kegiatan ekonomi. Banyak kalangan masyarakat Islam menilai/memahami persoalan ekonomi sebagai persoalan dunia yang lepas dari pesoalan agama. Akibatnya persoalan perekonomian merupakan hal teralienasi dalam kajian Keislaman. Hal itu terbukti dengan jarangnya kajian ekonomi Islam yang dipaparkan pada waktu ceramah agama atau pengajian. Kalau keadaan tersbut berlanjut terus, umat islam akan menajdi makanan empauk bagi pengusaha non muslim yang minoritas. Akhirnya perekonomian umat Islam di Indonesia, dikuasai, diatur, dan dikendalikan oleh kalangan luar Islam. Contoh sederhana ketika menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pengusaha non muslim mulai menghitung berapa kebutuhan umat Islam, antara lain pakaian, beras, gula, dan terigu. Bahkan mereka sudah dapat menargetkan keuntungan yang akan mereka peroleh. Tragisnya lagi, pada saat permintaan umat Islam melonjak ketika itu pula mereka menaikkan harga. 7 Apakah umat Islam Indonesia akan berkutat dalam kondisi yang tidak menguntungkan itu ? jawabanya ada pada umat Islam sendiri. Allah Swt mengingatkan dalam firmannya : “ bagi manusia adalah ,malaikat-malaikat yang menjaganya bergiliran, dimuka, dan dibelakangnya. Mereka menjaganya dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Allah menghendaki kehancuran sesuatu kaum, maka tidak ada yang sanggup mencegahnya. Dan tidak ada pelindung mereka selain Allah.” ( TQS : Surat Ar Rad ayat 11) Langkah perubahan perekonomian umat Islam Indonesia harus dimulai dengan pemahaman bahwa kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan tuntunan kehidupan dan anjuran yang berdimensi ibadah. Rasulullah SAW mengemukakan, seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya ( termasuk kebutuhan orang tua, isteri dan anaknya ) adalah orang yang berusaha karena Allah. Selain itu, juga ditegaskan bahwa dunia ini adalah lading/kebun ( tempat mencari bekal dan mempersiapkan diri ) untuk kehidupan di akhirat kelak. Memang sudah agak lama umat Islam ternjangkit penyakit pluralisme ekonomi, yaitu berda ditangah-tengah sistem ekonomi liberal ( sistem kapitalis ), sistem ekonomi sosialis. Penyakit itu muncul karena ketidak mampuan umat Islam melahirkan konsep sistem Islam. Kondisi ini oleh Muhammad Antonio Syafi’I dikatakan, “ di satu pihak kita menggerakan roda pembangunan ekonomi, tetapi lupa membawa pelita agama karena memang tidak menguasai syari’at terlebih fikih muamalah secara mendalam. Di lain pihak kita menemukan para kiai dan ulama yang menguasai secara mendalam konsep fikih ulumul qur’an, di sisi lainnya kurang menguasai dan memantau fenomena ekonomi dan gejolak bisnis di sekelilingnya. Akibatnya ada semacam tendensi da kulla umariddunya lil qaisar wa fawwiddh kulla umuril akhirah lil baba ( 8 biarlah kami menguasai urusan akhirat dan mereka untuk urusan dunia ). Padahal Islam risalah untuk dunia dan akhirat.1 Untuk keluar dari permasalahan tersebut, seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi yang bercorak syariah di negeri kita dewasa ini, kiranya makalah ini dapat menambah wawasan perekonomian umat Islam di Indonesia pada khususnya, sehingga kelahiran Bank Muammalat Indonesia ( BMI ), Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Asuransi Syariah, Gadai syariah Multi Level Syariah ( ditandai dengan lahirnya PT Ahad Net Intenasional), Pasar Modal Syariah, serta kegiatan ekonomi yang bercorak syariah lainnya dapat diterima keberadaannya oleh umat Islam Indonesia. Untuk itu, maka peneliti GOVERNACE akan mengkaji DALAM EKONOMI : “KAJIAN ISLAM DAN PRINSIP GOOD PELAKSANAAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengemukakan berbagai masalah yang akan dikaji lebih lanjut sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Prinsip Good Governance dapat di Implementasikan dalam sistem Ekonomi Islam ( Syariah ) dikaitkan dengan Etika Bisnis yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. 2. Ruang Lingkup apa sajakah yang telah dilaksanakan di Indonesia dengan adanya perkembangan Ekonomi Syariah. C. Kerangka Pemikiran 1 Muhmmad Antonio Syafi’i ,Bank, Bangking, and Financial tentang Bank Muammalat, LPIHMIBLAM, Jakarta, 1992, halaman 5 9 Dalam sebuah haditsnya yang panjang diriwayatkan oleh Imam Ahmad : Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya oleh seorang sahabat yang bernama Nu’man bin Basyir ra.tentang periodisasi yang akan dilalui umat Islam.2 Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan bahwa umat Islam akan mengalami : 1. Periode Masa Kenabian ( Nubuwwah ) di mana Rasulullah SAW, masih hidup ada diantara mereka sampai saat tertentu yang dikehendaki Allah Swt. Periode ini lahirnya Periode Mekkah dan Periode Madinah . 2. Periode masa kekhalifahan yang mengikuti .manhaj atau jalan Nabi Muhammad SAW ( khilafah ala Minhajin Nubuwwah ) sampai saat tertentu yang dikehendaki Alllah Swt. Periode ini berjalan kurang lebih 30 tahun atau sering dikenal dengan masa Al-Khulafa Al-Rasyidin.3 3. Periode masa raja-raja yang menggigit ( Malikan Adhdhon) sampai saat tertentu yang dikehendaki oleh Allah Swt. Pada periode ini lahirnya Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Abbasiyah sampai hilangnya kekhalifahan Utsmaniyah di Turki. 4. Periode masa-masa raja ditaktor ( Malikan Jabriyyatan ) sampai saat tertentu yang dikehendaki oleh Allah Swt. Periode ini munculnya pengertian Negara modern, akan tetapi format ketatanegaraan sudah berubah, yaitu pemisahan Negara dengan agama sehingga melahirkan Negara-negara sekuler ; 5. Setelah itu akan kembali ke masa Khilafah ala Minhajin Nubuwwah. Kalau kita analisis , maka kita sudah masuk ke masa ini hal ini terbukti dengan lahirnya gerakan gerakan Khilafah seperti Ikhwanul Muslim, Hizbut Tahir, Jamaah Tabliq , dan lain-lain, lahirnya wacana persatuan Islam ( Uni Islam ) yang dilontarkan Presiden Khatami ( Presiden Iran ) dalam kunjungannya ke Malaysia. Presiden Khatami mengusulkan pembentukan sebuah lembaga “ 2 Al ChaidardanHerdiSahraad, Negara MadinahRefleksitentang AgamadanPluralisme, Madani Press, Jakarta, 2000, halamani 3 DikenaldenganKhalifah Yang Empatyaitu, Abu Bajkar.r.a., Umar bin Khattabra, Utsman bin Affanra, Ali bin AbiThalibra. 10 Persatuan Islam “ sebagai sebuah kekuatan di dunia, saat bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad4 Berdasarkan hadits diatas maka akan lahir konsep Ekonomi Islam yang salah satu substansinya mengadopsi dari fiqih muammalat yang kemudian di sesuaikan dengan perkembangan Ilmu Hukum. Landasan akidah, nilai fundamental Islam menjadi landasan dalam berbagai aktivitas termasuk aktivitas ekonomi. Akidah Islam menjadi keyakinan dan sekaligus panduan bagi setiap muslim dalam melangkah sehingga aktivitas duniawi tidak hanya berorientasi untuk berkarya secara materi namun juga memiliki nilai tambah berupa kemenangan dan keuntungan (falaah) di akhirat. Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya ; “ Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan Sempurna pahala amalanamalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS Ali Imran ayat 57) Landasan akhlaq, ekonomi Islam merupakan bagian dari manifestasi akhlaq Islam dalam bidang ekonomi. Nilai dan kehormatan pada diri seorang manusia ditentukan oleh kualitas akhlaqnya. Akhlaq dalam Islam merupakan nilai yang strategis dalam eksistensi kehidupan manusia karena akhlaq menyangkut aspek yang multidimensional. Islam mengatur bagaimana akhlaq manusia dengan penciptanya, akhlaq manusia dengan lingkungannya, akhlak manusia dengan essamanya kesemuanya itu diatur untuk bisa menghadirkan suatu tatanan kehidupan yang lurus dan tertib selaras dengan prinsip dasar ajaran Islam. Akhlaq Islam dalam bidang ekonomi menyangkut semua dimensi dan aktivitas ekonomi sehingga tercapai keselarasan dan kesinambungan (sustainability) pembangunan bagi kesejahteraan umat manusia. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an : 4 HarianRepublikapadatanggal 7 Juli 2002 11 “ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (QS Al-Bayyinah : 7) Sedangkan Ekonomi Islam menurut M. Umar Chapra5 adalah seorang ahli ekonomi yang mendapat pendidikan S2 (master) di Karachi dan S3 (Ph.D) di Minnesota. Ia memiliki pengalaman mengajar dan meneliti di bidang ekonomi. Tercatat pernah mengajar di Universities of Wisconsin, Plattvile dan Kentucky, Lexington, USA. Selama masa karirnya ia juga pernah bergabung dengan lembaga pendidikan dan penelitian yang terkenal seperti Institute of Development Economic dan Central Institute of Islamic Research, Pakistan. Juga bertindak sebagai Senior Economic Adviser di the Saudi Arabian Monetary Agency. Karya tulisnya yang berkaitan dengan ilmu ekonomi Islam yaitu Toward a just Monetary System mengantarkannya meraih penghargaan yaitu The Islamic Development Bank Award dan The King Faisal International Prize. Ada Tiga masalah pokok perekonomian yaitu what (apa), How (bagaimana) dan for whom (untuk siapa) menjadi fokus kajian dalam aktivitas ekonomi. Menurut Chapra ketiga pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang ‘sarat nilai’. Interpretasi terhadap ketiga bentuk pertanyaan tersebut sangat dipengaruhi oleh sejauh mana worldview yang dipakai oleh seseorang atau masyarkat. Orientasi kehidupan di dunia ini mengenai hakikat manusia, makna hidup, hak milik, tujuan penggunaan sumberdaya, hubungan antar individu, hubungan antara manusia dan lingkungan dsb dipengaruhi oleh kerangka berfikir seseorang akan kehidupan ini. Dalam hubungannya dengan sistem ekonomi, Chapra memandang ada tiga prinsip dasar Islam yaitu Tauhid, Khilafah dan ‘Al a‘dalah (keadilan) sebagai suatu kerangka yang tidak saja membentuk Islamic Worldview tetapi juga maqasid dan strategi. Tauhid menjadi landasan utama bagi setiap muslim dalam menjalankan setiap aktivitasnya. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini Allah SWT Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Tauhid ini yang kemudian 5 M Umar Chapra, Islam dantantanganEkonomi, GemaInsaniPress,Jakarta, hlm 201 12 mendasari pada semua aspek dan pemikiran kehidupan Islam yaitu Khilafah dan ‘Adalah. Prinsip Khilafah merepresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya. Misi kekhalifahan manusia ini ia mempunyai kebebasan dalam berfikir, memilih, merubah kondisi hidupnya menurut keinginannya. Konsep Khalifah ini mempunyai beberapa implikasi yaitu persaudaraan universal (universal brotherhood), sumberdaya se bagai amanah (resources as a trust), gaya hidup sederhana (humble life style) dan kebebasan manusia (human freedom).Prinsip ‘Adalah menurut Chapra merupakan konsep yang tidak terpisahkan dari dua konsep sebelumnya yaitu Tauhid dan Khilafah, karena prinsip ini merupakan bagian yang integral dengan maqasid al-Syari’ah (tujuan syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Tuhan harus digunakan untuk merefleksikan maqasid al-syari’ah empat diantaranya adalah need fullfilment, respectable source of earning, equitable distribution of income and wealth dan growth and stability. Abdul Manan6adalah seorang guru besar di Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank, Jeddah. Gelar M.A diperoleh di Bangladesh, M.A in Economics dan Ph.D di Michigan. Abdul Manan termasuk salah satu pemikir ekonomi Islam kontemporer yang cukup menonjol. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya tulis yang telah dihasilkan salah satu karya tulisnya adalah Islamic Economics: Theory and Practice yang terbit tahun 1970 dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 6 Abdul Manan, TeoridanPraktekEkonomi Islam, diterjemahkanoleh M Nastagin, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995 ,hlm 5 13 Sebagai seorang ilmuwan, ia mengembangkan ekonomi Islam berdasarkan pada beberapa sumber hukum yaitu : 1. Al-Qur’an 2. Sunnah Nabi 3. Ijma’ 4. jtihad atau Qiyas 5. Prinsip hukum lainnya 14 BAB II PENGERTIAN HUKUM EKONOMI ISLAM DAN RUANG LINGKUP HUKUM EKONOMI ISLAM Sebelum menjelaskan apa yang dimaksud dengan Huklum Ekonomi Islam terlebih dulu , peneliti akan memaparkan apa yang dimaksud dengan pengertian muammalah dan fikih muammalah. A. PENGERTIAN MUAMMALAH7 Fikih Muammalah terdiri atas dua kata yaitu fiqih dan muammalah. Agar definisi fikih muammalah lebih jelas, terlebih dahulu akan diuraikan sekilas tentang pengertian fikih. 1. Pengertian Fikih. Menurut terminologi , fikih pada umumnya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah ( ibadah ), yakni sama dengan arti Syariah Islamiyah. Namun perkembangan selanjutnya, fikih diartikan sebagai bagian dari Syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum Syariah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci. 2. Pengertian Muammalah. Menurut terminologi , kata muammalah adalah bentuk masdar dari kata ‘amala saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal. 7 RachmatSyafe’i ,FiqihMuammalahUntuk IAIN, STAIN, PTAIS, danUmum, PustakaSetia, Bandung, 2001, halaman 13-15. 15 3. Pengertian Fikih Muammalah Pengertian Fikih Muammalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi : a. Pengertian Fikih Muammalah dalam Arti Luas Di antara definisi yang dikemukakan oleh para ulama tentang definisi fikih muammalah yaitu : 1) Menurut Ad-Dimyati.8 “ Aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi “ 2) menurut Muhammad Yusuf Musa.9 “ Peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. “ Menurut pengertian ini manusia kapanpun dan dimanapun harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala aktivitas manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. b. Fikih Muammalah dalam arti Sempit Beberapa definisi fikih muammalah menurut ulama adalah : 1) menurut Hudhari Beik10 “ Muammalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling tukar manfaat.” 2) menurut Idris Ahmad “ Muammalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang baik.” Kalau kita telaah secara seksama defines di atas fikih muammalah dalam arti sempit menekankan keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah 8 Ad-Dimyati, IanahAth-Thalibin, Toha Putra Semarang, tanpatahun, halaman 2 Abdul Majid, Pokok-PokokFikihMuammalahdanHukumKebendaandalam Islam, IAIN SGD, Bandung, 1986, halaman 1. 10 HendiSuhendi, FikihMuammalah, SunungDjati Press, Bandung, 1997, halaman 2 9 16 ditetapkan untuk mengatur antara manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal ( harta benda). 4. Ruang Lingkup Fikih Mummalah11 Berdasarkan pembagian fikih muammalah di atas ruang lingkup fikih muammalah yaitu : a. ruang lingkup Muammalah Adabiyah Hal-hal yang termasuk ruang lingkup fikih muammalah adabiyah adalah ijab Kabul, saling meridoi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta. b. Ruang Lingkup Muammalah Madaniyah yaitu : 1) jual beli ( al-bai’ at-ijarah ), 2) gadai ( ar Rahan ), 3) jaminan dan tanggungan ( kafalah dan dhaman ), 4) pemindahan hutang ( hiwalah ), 5) pailit ( at Taflis ), 6) batas bertindak ( al-hajru ), 7) perseroan atau perkongsian ( asy syirkah ), 8) perseroan harta dan tenaga ( al-mudharabah ), 9) sewa menyewa tanah ( al musaqah, al mukhabarah ), 10) upah ( ujral al-amal ), 11) gugatan ( asy-syuf’ah ), 12) sayembara ( al-ji’alah ), 11 Rachmatsyafe’i ,fikih…., op.cit, halaman 17-18. 17 13) pembagian kekayaan bersama ( al qismah ), 14) pemberian ( al-hibah ), 15) pembebasan ( al Ibra ), 16) damai ( ash shulhu ), 17) beberapa masalah mu’ashirah seperti bunga bank, asuransi, kredit, dan lainnya. Jadi dengan demikian ruang lingkup fikih muammalah tediri atas (1) ruang lingkup fikih muammalah adabiyah, dan (2) ruang lingkup fikih muammalah Madaniyah. B. Pengertian Ekonomi Syariah H Zainuddin Ali memberikan rumusan Ekonomi syariah adalah ekonomi syariah yang merupakan bagian dari sitem perekonomian syariah, memiliki kareteristik dan nilai-nilai yang bercorak kepada amar ma’ruf nahi mungkar yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang12 Sedangkan menurut peraturan perundangan undangan yang dimaksud ekonomi syariah adalah : a. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan agama penjelasan pasal 49 huruf I yang dimaksud ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah meliputi : 1) bank syariah 2) asuransi syariah 3) reassuransi syariah 4) reksa dana syariah 5) obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah 6) sekuritas syariah 12 H Zainuddun Ali, HukumEkonomiSyariah, SinarGrafika, Jakarta, 2008, hlm2-3 18 7) pembiayaan syariah 8) pegadaian syariah 9) dana pension lembaga keuangan syariah 10) bisnis syariah 11) lembaga keuangan mikro syariah b. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2008.tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam Buku I Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum yang dimaksud ekonomi syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah. C. KEGIATAN EKONOMI DALAM PANDANGAN ISLAM Kegiatan Ekonomi Islam dalam pandangan islam merupakan tuntunan kehidupan. Di samping itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah. Hal itu dapat dilihat dalam firman Allah : “ sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu ( sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (TQS : Surat Al Ar’af ayat 10 ) Perintah untuk melakukan aktivitas yang produktif bagi pemenuhan kehidupan manusia diakhiri dengan kalimat “ apabila kamu telah menunaikan shalat bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah ( al-jum’ah :19). Selain itu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dikemukakan bahwa pada suatu waktu beberapa orang sahabat Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki rakus dalam mendapatkan hartanya. Kemudian itu diketahui oleh nabi. Rasulullah SAW bersabda : bahwa sikap yang rakus yang demikian, jika dilakukan atas nama Allah tentulah akan memberikan kebaikan kepada orang tersebut. Selanjutnya 19 Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “ Ketahuilah bahwa jika dia berusaha ( mendapatkan rezeki ) untuk keperluan kedua orang tua atau salah seorang mereka, maka dia berusaha karena Allah. Jika dia berusaha untuk mendapatkan rezeki guna kepentingan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya ( seperti anak dan isteri ), dia berusaha karena Allah.Bahkan jika dia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, dia berusaha karena Allah. Allah Maha Besar dan Maha Agung. Bahkan semasa hidupnya Nabi sering memberikan nasihat ekonomi kepada kaum muslimin “ berusahalah untuk mendapatkan perlindungan Allah dan kekafiran, kekurangan, dan kehinaan. “ ( hadits riwayat Nasai ) Berdasarkan ungkapan al Qur’an dan Al hadits tersebut jelas menunjukkan bahwa harta ( kekayaan materi ) merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kaum muslimin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa islam tidak menghendaki umatnya hidup dalam ketertinggalan dan keterbelakangan ekonomi, sejalan dengan ungkapan : sesungguhnya kefakiran mendekati kekafiran ( Al Hadits). 1. Pedoman Berdagang ( Berbisnis )13 Pedoman untuk berdagang meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Motivasi Mengutamakan Perdagangan. Rasulullah SAW memberikan gambaran mengenai posisi perdkagangan dibandingkan dengan usaha-usaha di bidang lain sebagaimana sabdanya : “ perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan pintu dari sepuluh pintu rezeki “ Jadi sepuluh pintu rezeki yang diberikan oleh Allah swt sembilan di antarannya ada di dunia perdagangan. Allah membuka sepuluh pintu bagi semua manusia untuk mendapatkan harta. Kalau sembilan pintu di antaranya di buka untuk 13 M Thalib, PedomanWiraswastadanManajemen Islam, PustakaMantiq, Solo, 1992, halaman 38-45. 20 dunia perdagangan, satu yang tersisa itu diperebutkan oleh ribuan usaha di bidang lain. b. Penghargaan Allah Kepada Pelaku Ekonomi. Bagaimana bentuk penghargaan Allah Swt kepada pedagang ? dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda : “ Pedagang yang jujur dan amanah akan tinggal bersama para nabi, para shiddiq dan para syuhada di hari kiamat. “ ( Hadits riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah) Maksud dari hadits tersebut kelak di akhirat para pedagang yang benar-benar jujur akan mendapat fasilitas dari Allah sebagaimana halnya fasilitas yang diberikan kepada para nabi. Jadi walaupun martabat kenabian itu hanya diberikan Allah kepada orang-orang tertentu serta tidak bisa diwariskan, tetapi tertutup pintu kepada setiap orang selain nabi untuk memperoleh fasilitas yang sama dengan nabi di akhirat, mereka adalah orang-orang yang menjadi pedagang jujur. Di samping itu hadits ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa dunia perdagangan mengandung resiko-resiko moral yang berat. Karena apa ? Karena jaminan yang akan diperoleh pedagang yang jujur begitu mulia, sehingga derajatnya sama dengan nabi. Melihat jaminan yang akan diperoleh para pedagang yang jujur akan disamakan beratnya dengan nabi, maka resikonya pun dapat dibayangkan sama beratnya seperti apa yang dihadapi oleh para nabi. c. Jaminan kebebasan Lalu Lintas Dagang Perdangan itu wajib dibiarkan bebas, tidak boleh dibatasi. Siapapun termasuk pemerintah tidak boleh ikut campur dalam pembatasan kebijaksanaan perdagangan. Rasulullah SAW bersabda : “ Biarkan sebagian manusia memberikan rezeki kepada sebagian manusia.” ( hadits diriwayatkan oleh Baihaqi ) Maksud dari hadits tersebut biarkanlah lalu lintas perdagangan itu bebas diatur oleh masyarakat itu. Perdagangan seperti ini menganut sistem perdagangan bebas yang sekarang menjadi issue politik aktual di dunia pedagangan internasional. 21 Negara Amerika memberlakukan politik pembatasan perdagangan atau proteksi. Jepang dilarang memasukan barang-barangnya, kecuali harus membayar cukai 40 %. Begitu pula Indonesia terkena dampak politik Amerika tersebut. Tekstil Indonesia dibatasi masuk ke Amerika. Bagaimana reaksinya? Jepang mengamuk, Indonesia menjerit, karena tindakan tidak adil Amerika! Kalau dunia perdagangan sudah dijepit sistem seperti itu, akan hancurlah perdagangan dunia ini. Karena itu tepat seruan islam, mewajibkan perdagangan bebas dari ikatan-ikatan yang menghambat lalu lintas perdagangan. Dengan demikian orang bebas mengadakan tawar-menawar barang dagangan sesuai hukum pasar. 22 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji dan mengetahui Prinsip Good Governance dapat di Implementasikan dalam sistem Ekonomi Islam ( Syariah ) dikaitkan dengan Etika Bisnis yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. 2. Untuk mengkaji dan mengetahui Ruang Lingkup Ekonomi Islam yang telah dilaksanakan di Indonesia dengan adanya perkembangan Ekonomi Islam B. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktek sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan untuk bahan pengembangan Kajian Hukum, khususnya yang berkaitan dengan Hukum Ekonomi Islam dan umumnya bagi Hukum Islam di Indonesia. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Negara dan masyarakat yang konsen terhadap pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia khusunya para praktisi di bidang ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan syariah , asuransi syariah, gadai syariah dan lain-lain. 3. Diharapkan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut. 23 BAB IV METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut : Dalam melakukan penelitian penulis akan mempergunakan metode penelitian dan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian bersifat deskriftif analitis, yaitu peneltian melukiskan fakta-fakta yang berupa data sekunder seperti bahan hukum primer dan bahanbahan hukum sekunder. 2. Metode Pendekatan Dalam penelitian akan digunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif 14 artinya penelitian dititik beratkan pada penggunaan data sekunder yaitu berupa asas-asas hukum dan norma hukum yang berlaku. 3. Tahap Penelitian. Tahap penelitian kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh data sekunder berupa : a. Bahan-bahan hukum primer ( primary source or authorities )15 Seperti peraturan perundang-undangan : 1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 14 SoerjonoSoekanto, PengantarPenelitianHukum, UI Press, Jakarta, 1986, halaman 52 SunaryatiHartono ,PeneltianHukum Di Indonesia PadaAkhirke 20, Alumni, Bandung. 15 24 2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara 3) Dan lain-lain b. bahan-bahan hukum primer , yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, antara lain disertasi, artikel, opini-opini masyarakat yang dimuat dalam majalah dan media masa cetak lainnya dan lain sebagainya. c. bahan-bahan hukum tersier antara lain berupa Kamus umum Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Bahasa Arab, dan lain sebagainya. 4. Teknik Pengumpulan Data Terhadap data sekunder dilakukan studi dokemen ( bahan pustaka ) guna mendapatkan landasan teoretis berupa pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak-pihak yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi. 5. Metode Analisis Data. Selanjutnya dari data yang diperoleh ,dianalis secara kaulitatif, artinya data tersebut disusun secara sistematis untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini secara yuridis normatif yang dilakukan dengan memperhatikan tiga hal yaitu : 1) Peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain tidak boleh saling bertentangan ; 2) Memperhatikan hirarkis peraturan perundang-undangan ; 3) Memperhatikan kepastian hukum. 6. Lokasi Penelitian Data sekunder diperoleh di Bandung 25 BAB V PENERAPAN ASAS-ASAS GOOD GOVERNANCE DALAM EKONOMI ISLAM DAN PELAKSANAAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA A. Penerapan Asas-asas Good Governance Dalam Ekonomi Islam Dalam menganalisis penerapan asas-asas good governance dalam ekonomi Islam, peneliti akan mempergunakan 10 kareteristik Good Governance sebagai tolak ukur , untuk kemudian mencoba membandingkannya dengan Etika Bisnis nabi Muhammad SAW.16 Kareteriatik asas-asas Good Governance itu penulis rinci sebagai berikut : a. Participation ( Partisipasi), yang mensyaratkan bahwa setiap warga Negara mempunyai suara dalam menentukan kebijakan Negara, berdasar kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi secara konstruktif. Dalam etika bisnis Nabi Muhammad SAW asas ini tidak disebut secara tegas dalam bentuk asas, akan tetapi hal ini dapat dilihat dari perilaku bisnis nabi. Nabi Muhammad SAW mampu mengelola dan memusatkan keja sama dengan staf bisnisnya secara berkelanjutan, salah satu kebiasaan yang ditunjukkkan nabi adalah pemberian hdiah atas kreativitas dan prestasi yang mereka tunjukkan. Hakim ibn HIzam: “ Nabi mengirim padanya uang saku satu dinar untuk membeli seekor hewan korban untuknya, ia membeli seekor domba seharga satu dinar, menjuanya kembali seharga dua dinar, membeli seekor hewan korban 16 K.H. Ali Yafiedkk, FiqihPerdaganganbebas, Teraju, Jakarta, 2003, halaman 21-23. 26 seharga satu dinar, dan membawanya bersama keuntungan satu dinar yang didapatnya. Nabi memberikan satu dinar tadi sebagai sedekah serta memohonkan berkah atasnya.” ( HR. Tirmidzi dan Abu Dawud ) Aspek pendelegasian dan kemitraan menjadi salah satu cirri rtansaksi ekonominya. Abdullah Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi menyerahkan pepohonan kelapa dan jazirah khaibar kepada orang-orang Yahudi dikota Khaibar dengan syarat mereka harus memnafaatkan apa yang merek miliki dan ia mandapat seperdua dari hasilnya ( HR. Tirmidzi ). b. Rule of Law ( Pengakkan Hukum ), yang menentukan bahwa pemerintah harus berdasarkan hukum bukan berdasrkan kekuasaan belaka. Asas ini dalam etika bisnis nabi dapat kita lihat dalam prinsip Tauhid. Tauhid rubuhiyyah merupakan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah miliki dan dikuasai oleh Allah Swt. Tauhid Uluhiyyah menyatakan adanya aturan dari-Nya dalam menjalankan kehidupan. Kedua nilai diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam kegiatan ekonomi, bahwa setiap harta ( asset ) dalam transaksi bisnis hakikatnya milik Allah Swt. Pelaku ekonomi ( manusia ) hanya mendapat amanah dan mengelola ( istikhlaf), dan oleh karenanya seluruh asset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad SAW dalam meninggalkan praktik riba ( usury-interest ), transaksi fiktif ( gharar ), perjudian dan spekulasi ( masyir ) serta komoditi haram adalah wujud dari keyakinan tauhid ini. c. Transparansi . Asas ini dalam etika bisnis nabi tercermin dari Akhlak-Nya. Penduduk Mekkah sendiri memanggilnya dengan sebutan Al-Amin (jujur). Tidak heran jika Khadijahpun menganggapnya sebagai mitra yang dapat dipercaya dan menguntungkan, sehingga ia mengutusnya dalam beberapa perjalanan dagang ke berbagai pasar di Utara dan selatan dengan modalnya. Ini dilakukan kadang-kadang dengan kotrak biaya, modal perdagangan, dan kotrak bagi hasil. 27 d. Orientasi pada Konsensus/kesepakatan. Asas ini dapat diihat dalam etika bisnis nabi. Pada saat beliau menjadi kepala Negara, law enforcement benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas “ facta Sun Servanda” yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi yang dibangun atas dasar saling setuju ( ridha) sebagaimana sabda nabi : “ sesungguhnya transaksi jual beli itu ( wajib ) didasarkan atas saling setuju… “ ( al hadits ). e. Keadilan (kesetaraan) Asas ini dalam etika bisnis nabi diwujudkan dalam kehidupan ekonomi. Sungguh dalam segala jenis bisnis yang dijalani Nabi Muhammad SAW, menjadikan nilai adil sebagai standar utama. Kedudukan dan tanggungjawab para pelaku bisnis ia bangun melalui prinsip “ akad yang saling setuju” ia meninggalkan transaksi riba dan memasyaratkan kontrak mudharabah atau kontrak musyarakah (equity participation), karena sistem “ profit sharing and lost sharing system “ ( bagi hasil ) dalam dua transaksi ini dianggap lebih mendekati nilai-nilai “ Adil” dan “ seimbang “ f. Effektivitas dan Effisien Al Qur’an mengandung pengarahan tentang bagamana seharusnya masnusia sebagai konsumen memamnfaatkan kekayaannya. Sebagaimana firman Allah Swt yang melarang berlaku boros dan kikir dalam memanfaatkan kekayaan. Dampak lebih jauh dari sifat kikir itu adalah pemborosan yang dapat mengakibatkan lenyapnya modal yang berharga, terjadinya penyaluran kekayaan pada tempat yang tidak selayaknya atau malah tidak pada tempatnya, dan pemborosan pada tingkat makro dapat menyengsarakan rakyat banyak. Oleh karena itu Al Qur’an mmelarang keras pemborosan. Larangan ini ditunjukkan kepada pemerintah dan rakyat, meskipun pemborosan itu dilakukan terhadap orang yang berhak menerima harta. Artnya Al Qur’an sangat menekankan asas tindakan efisiensi dan jangan berlebih-lebihan ( israf ). Sebagaimana firman Allah Swt “ Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat haknya begitu juga kepada orang-orang miskin, dan orang dalam 28 perjalanan. Dan janganlah kamu mengahmbur-hamburkan hartamu secara bebas . Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu bersikap sangat ingkar kepada Tuhannya. ) ( TQS: Al-Isra ayat 26-27 ). Hal ini dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW yang hidupnya sederhana tidak boros, nabi tidur hanya beralaskan tikar dan kadang-kadang banyak puasa dalam kehidupan sehari-harinya. g. Akuntabilitas Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawababkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai emegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nabi Muhammad Saw mewariskan pula pilar tanggungjawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menentukan daya pilih antara yang baik dann buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya. Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya ( TQS : Al Muddatsir : ayat 38 } Karena keuniversalannya mempertanggungjawabkan sifat al-a’dal tindakannya. Tak maka setiap seorangpun individu dapat lol os harus dari konsekuensi perbuatan jahatnya.hanya dengan mencari kambing hitam. Wujud dari etika ini adalah te rbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di samping itu beliau pun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan melarang diperjualbeilakan produk-produk tertentu ( yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan ) h. Strategic Vision ( wawasan ke depan ) 29 Reputasi nabi Muhammad Saw dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh Muhaddits, Abdul Razzaq : ketika mencapai usia dewasa memilih wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi manajer perdagangan para investor ( shohibul mal ) berdasarkan bagi hasil. Seorang investor besar Mekkah Khadijah mengangkatnya menjadi manajer ke pusat perdagangan Habashah di Yaman. Kecakapan sebagai wirausaha telah mendatangkan keuntungan dan tidak satupun jenis bisnis yang ia tangani mendapat kerugian. Ia juga empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain disebelah timur semenanjung Arab. Di antara ratusan pembantu bernama Abdul Qois menemuinya dan menceritakan ada utusan kabilah dari Bharain. Nabi Muhammad SAW menanyakan siapa pemimpinnya, dan dijawab bahwa pemimpin beliau adalah Al_Ashajj. Pada saat bertemu langsung Al-Ashajj ditanya berbagai masalah dan orang-orang yang terkemuka serta kota-kota perdagangan di Bahrain seperti Safa, Mushaqqar, dan Hijar. Pemimpin kabilah tersebut sangat terkejut dan tercegang atas keluasan pengetahuan dan kedalaman pemahaman beliau tentang geografi negerinya. i. Responsif ( daya tanggap ) Dimana proses pelaksanaan kebijakan dan proses pelayanan oleh lembaga- lembaga Negara dan pemerintahan dilaksanakan seefektif mungkin dan seramah mungkin, demi kepentingan masyarakat yang membutuhkan kebijaksanaan dan atau pelayanan tersebut. Asas ini dapat dilihat dalam manajemen bisnis Nabi Muhammad SAW . Jauh sebelum Fredrick W Taylor ( 1856-1915 ) mengangkat prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu. Nabi Muhammad SAW sudah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktik bisnisnya. Ia telah dengan sangat baik mengelola proses transaksi dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlibat da dalamnya. Banyak riwayat mencatat bagaimana komitmen dan loyalitas Nabi Muhammad SAW kepada pelanggannya, di antaranya terhadap Abdullah Ibn Abdul Hamzah. Abdullah berkata : Aku telah membeli sesuatu dari nabi sebelum ia menerima tugas kenabian, dank arena masih ada suatu urusan 30 dengannya, maka aku menjanjikan untuk mengantar kepadanya, tetapi aku lupa . ketika teringat tiga hari kemudian, aku pun pergi ke tempat tersebut dan menemukan nabi masih berada di sana , Nabi bersabda “ Engkau telah membuat resah, aku berada di sini selama tiga hari menunggumu “ ( Hadits riwayat Abu Dawud ) Pada posisinya sebagai pembeli, loyalitas dan kesungguhan itu pun ditunjukkan dengan sangat simpatik. Jabir berkata “ Saya sedang melakukan perjalanan dengan menunggang seekor unta yang sudah kelelahan, tetapi nabi lewat dan memukulnya, unta tadi berjalan lagi. Ini belum pernah ia lakukan sebelumnya. Nabi lalu bersabada : Jualah unta itu padaku seharga satu uqiyah ( 40 dirham ) saya setuju tetapi dengan syarat saya boleh mengendarainya sampai ke rumah. Ketika sampai di Madinah saya serahkan unta tersebut , dan ia membayar kontan. “ j. Pengawasan Jujur dan amanah itu adalah sifat seorang muslim ,karena hal itu maka pelaksanaan ekonomi Islam merupakan ibadah yang diawasi tidak hanya oleh manusianya itu sendiri tetapi diawasi oleh Allah Swt B. Ruang Lingkup Ekonomi Islam Yang Telah Dilaksanakan Di Negara Indonesia. Seperti telah diuraikan di atas begitu luasnya ruang lingkup ekonomi Islam, maka peneliti akan menganalisis ruang lingkup apa saja yang telah diterapkan di Indonesia, Ruang Lingkup tersebut di antaranya : 1. Perbankan Syariah dan BPR Syariah17 Perkembangan kantor Bank Umum Syariah dan jaringan kantor cabangnya secara national menunjukkan pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun, peningkatan jaringan kantor cabang tersebut terjadi pada tahun 1999 di mana tumbuh pada tahun 17 R.Nuriana, Implikasiotonomi Daerah terhadapperkembangan bank yang berprinsipsyariah di Indonesia, 2000, makalahdalam seminar nasionalpengembanganperbakansyariah di Indonesia menyikapiotonomidaerahdanperdaganganbebas, PanitiaMiladfakultasHukumUnisbake 42, 14 Oktober 2000, Bandung, halaman 11-12. 31 ini sebesar 144 % dengan 22 jaringan kantor cabang, sedangkan kantor Bank Perkreditan rakyat Syariah hanya berkembang 3 % dengan 79 kantor cabang. Untuk tahun 2000 perkembangan perbankan syariah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat mencatat pertumbuhan yang mengembirakan yaitu terjadi penambahan 3 (tiga ) bank umum dengan jaringan kantor menjadi 28 kantor cabang. Dan yang paling penting membanggakan telah lahir bank kantor syariah yang kantor pusatnya berada di Jawa Barat yaitu Bank Jabar Syariah. Dari sisi total asset perkembangan bank syariah dan BPR Syariah. Perkembangan asset bank umum syariah secara umum mengalami pertumbuhan positif, tahun 1998-1999 mengalami peningkatan sebesar 133% yaitu dari 479 miliar menjadi 1,1 Triliun menjadi 1.3 Triliun. 2. Asuransi Syariah18 Pada tanggal 24 Februari 1994 di Indonesia telah diadakan penandatanganan akta pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia. Menurut siaran pers sebagaimana dikutip oleh Republika bahwa Syarikat Takaful didirikan dengan modal Rp 80 miliar . Sedangkan modal setornya mencari Rp 16 miliar. Dalam Syarikat Takaful tersebut Bank Muammalat Indonesia memegang 15 % saham, sedangkan selebihnya dikuasai oleh PT Karya Abadi Bangsa. Takaful sebagai asuransi yang bertumpu pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketkawaan ( wa’taawaanu alal birri wat taqwa ) dan perlindungan ( at-ta’min), menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menangung satu sama lain. Sistem ini dengan meniadakan tiga unsur yang masih dipertanyakan yaitu gharar, maisir, dan riba. Dengan adanya sistem otonomi daerah, maka keleluasaan pada asuransi Takaful untuk membuka perwakilan-perwakilan di daerah. Oleh karena itu bermunculanlah kantor-kantor perwakilan di daerah yaitu di Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi, 18 Suhrawardi K Lubis.HukumEkonomi Islam, SinarGrafika , Jakarta, 2000,halaman 83-85. 32 Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Balikpapan, Ujung Pandang, Palembang, Samarinda, Batam, Banda Aceh dan Kendari. 3. Reksadana Syariah Reksadana Syariah adalah reksadana yang membatasi diri untuk berinvestasi hanya pada jenis efek yang memberi hasil sesuai dengan syariah Islam dan diterbitkan oleh perusahaan yang dalam operasinya tidak melanggar syariah Islam sementara pemilikan efek dilakukan dengan cermat agar investasi tersebut tidak termasuk kategori gharar. Lembaga ini masih baru yaitu didirikan pada tahun 2001 oleh PT Dana Reksa Investment Management. 4. Multi Level Syariah19 Untuk mengantisipasi trend globalisasi ekonomi dan informasi yang terkadang membawa dampak negatif terhadap umat Islam dan sebagai upaya menghadapi era globalisasi dalam bidang ekonomi, produk asing yang makin deras memasuki wilayah ekonomi umat Islam di Indonesia, maka pada tanggal 10 Sya’ban 1416 atau 1 Januari 1996 telah didirikan sebuah perusahaan dengan sistem Multi Level Marketing Syariah yang diberi nama PT Ahad Net International. Pada tanggal 17 Agustus 1996 diluncurkan produk pertamanya oleh Menko Kersa Azwar Anas yang didampingi Sekretaris ICMI Adi Sasono dan pada tanggal 1 September 1996 dimulai penerimaan mitra niaga, dan penjualan produk telah mulai dilakukan pada tanggal 19 September 1996. Sebagai sebuah perusahaan multi level marketing syariah tentunya hanya memasarkan produk yang Islami, dengan kata lain dijamin halal dan suci, sehingga tidak ada keraguan bagi umat slam I mengkonsumsinya. 5. Badan Arbitrase Syariah Nasional 19 Ibid halaman 173. 33 Indonesia untuk memakai adn Basyarnas 20 merupakan lembaga arbitrase yang berperan menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak yang melakukan akad ekonomi syariah , di luar jalur pengadilan , untuk mencapai penyelesaian terbaik ketika upaya musyawarah tidak menghasilkan mufakat. Putusan basyarnas bersifat final dan mengikat. Untuk melakukan eksekusi atas putusan tersebut, penetapan eksekusinya diberikan oleh pengadilan negeri setempat. Sedangkan sengketa ekonomi Islam yang akan diputus selain jalur non litigasi dapat pula dilakukan lewat jalur litigasi yaitu lewat Peradilan Agama 21 6. Badan Amil Zakat Penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam khususnya di Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu . Upaya penyempurnaan zakat lebih berhasilguna dan berdayaguna serta dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya beberapa alas an di atas, maka Pemerintah Indonesia pada tahun 1999 mengeluarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat ini dapat diselenggarakan oleh pemerintah dengan membentuk Badan Amil Zakat Nasional, Propinsi, Kota, dan Kabupaten, serta Kecamatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. 22 Pada masa sekarang di Indonesia berkembang lahirnya Zakat Profesi, Konsep Zakat Saham dan Zakat Obligasi. 20 SebelumbernamaBasyarnasdikenaldenganBadanArbitraseMuammalat Islam ( BAMUI ), dimana BAMUI masihdibawahMajelisUlama Indonesia, sedangkanBasyarnassekarangsudahindependen. 21 SetelahUndang-undangNomor 7 Tahun 1989 diamandemendenganUndang-undangNomor 3 Tahun 2006,maka wewenangPeradilan agama bertambah .pengadilan agama dapatmemutusperkaratentangsengketaekonomi Islam ( lihatpasal 49 ) 22 LihatPasal 6 dan 7 Undang-undangNomor 38 Tahun 1999 tentangPengelolaan Zakat 34 Zakat Profesi adalah zakat yang dihitung dari seluruh penghasilan yang didapatkan kemudian dikurangi oleh biaya kebutuhan hidup ( pasal 686 ayat 1 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ) Pengertian Dasar Saham dan Obligasi Saham merupakan hak kepemilikan terhadap sejumlah tertentu kekayaan suatu perseroan terbatas (PT). Setiap lembar saham memiliki nilai tertentu yang sama. Dan besarnya hak kepemilikan seseorang atas harta perusahaan ditentukan oleh jumlah lembar saham yang dimilikinya Obligasi adalah kertas berharga yang berisi pengakuan bahwa bank, perusahaan, atau pemerintah berhutang kepada pembawanya sejumlah tertentu dengan bunga tertentu pula. Baik saham maupun Obligasi, keduanya merupakan kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khusus yang disebut BURSA EFEK. Cara menghitung zakat Saham dan Obligasi adalah 2.5% (dua setengah persen) atas jumlah terendah dari semua saham/obligasi yang dimiliki selama setahun, setelah dikurangi pinjaman untuk membeli saham/obligasi tersebut (jika ada). Dalil dan Syarat Wajib zakat Saham dan Obligasi "Sayidina Ali telah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: Apabila kamu mempunyai (uang simpanan) 200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun), maka diwajbkan zakatnya 5 dirham. Dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunyai 20 dinar. Dan apabila kamu memiliki 20 dinar dan telah cukup setahun, maka diwajibkan zakatnya setengah dinar. Demikian juga 35 kadarnya jika nilainya bertambah, dan tidak diwajibkan zakat suatu harta kecuali genap setahun". (HR Abu Daud) Syarat wajib zakat saham dan obligasi a) Islam b) Milik sendiri c) Merdeka d) Cukup e) haul f) Cukup nisab 7. Baitul Mal Wat Tamwil Istilah baitul mal wat tamwil sebenarnya berasal dari dua suku kata yaitu baitul mal dan baitul tamwil. Istilah baitul mal berasal dari kata bait dan al mal artinya bangunan atau rumah. Sedangkan al-mal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi secara harfiah berarti rumah harta benda. Namun demikian kata baitul mal bisa diartikan sebagai perbendaharaan ( umum atau negara ). Sedangkan menurut fikih berarti suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.23 Pada decade tahun 2000-an lahirlah Kelompok Swadaya Masyarakat Baitul Mal Wat Tamwil ( KSM-BMT ) adalah kelompok orang yang menyatakan diri untuk saling membantu dan bekerja sama membangun sumber pelayanan keuangan guna memdorong dan membangun usaha produktif dan meningkatkan taraf hidup para anggota dan keluarganya.24 Setelah menyimak uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia membawa dampak positif bagi 23 HarunNasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jambatan, Jakarta, 1992, halaman 161. Suhrawardi K Lubis, op.cit, halaman 114. 24 36 pertumbuhan perekonomian nasional di Indonesia terbukti dengan meningkatnya pengerahan dana dari masyarakat yang jumlah assetnya semakin meningkat. 8. Gadai Syariah25 Menurut bahasa gadai ( al-rahn) berarti altsubut dan al-habs yaitu penetapan dan panahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa ar rahn adalah terkurung atau terjerat, sedangkan menurut syara gadai adalah akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya. 9. Pasar Modal Syariah26 Prinsip instrument pasar modal syariah berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrument syariah di pasar modal sudah diperkenalkan kepada masyarakat , misalnya saham yang berprinsipkan syariah dimana kriteria saham syariah adalah saham yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan usaha yang sesuai dengan syariah 10. Obligasi Syariah 27 Merujuk kepada Fatwa Dewan Syariah Nasiional MUI N0. 32/ DSNMUI/IX/2002 yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil /margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 11. Surat Berharga Syariah Negara Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dalam pasal 1 undang-undang ini yang dimaksud dengan Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat 25 HendiSuhendi, op.cit. halaman 105. HeriSudarsono. Bank danLembagaKeuangansyariahEkonisia, Yogyakarta,2004, halaman. 185 27 Nurulhudadan Mustafa Edwin Nasution, InvestasipadaPasar Modal Syariah, Predana Media Group, Jakarta, 2007, halaman 85-86. 26 37 berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian peneyertaan terhadap asset SBSN dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 12. Kartu Pembiayaan Berdasarkan Syariah Menurut fatwa Dewan Syariah Nasiional MUI 28 yang dimaksud dengan a. Syariah Charge Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh pemegang kartu (hamil al-bithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang memberikan talangan (mushdir al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan. b. Membership Fee (rusum al-'udhwiyah) adalah iuran keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan izin menggunakan fasilitas kartu; c. Merchant Fee adalah fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil aldayn); d. Fee Penarikan Uang Tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk penarikan uang tunai (rusum sahb alnuqud) e. Denda keterlambatan (Late Charge) adalah denda akibat keterlambatan pemba yaran yang akan diakui sebagai dana sosial. f. Denda karena melampaui pagu (Overlimit Charge) adalah denda yang dikenakan karena melampaui pagu yang diberikan (overlimit charge) tanpa persetujuan penerbit kartu dan akan diakui sebagai dana sosial. 13. Wakaf Aset wakaf di Indonesia terbilang besar. Menurut data Badan Wakaf Indonesia (BWI), sampai Oktober 2007, jumlah seluruh tanah wakaf di negeri ini sebanyak 28 Fatwa DewanSyariahNasional MUI No.42/DSN-MUI/V/2004 tentangSyariah Charge Card 38 366.595 lokasi, dengan luas 2.686.536.565,68 meter persegi. Sayangnya, potensi itu masih belum dimanfaatkan secara optimal. Maka, suatu langkah yang tepat, jika Badan Wakaf Indonesia tahun ini menitikberatkan pada pengelolaan aset-aset wakaf agar bernilai produktif. Ini tercermin dari pernyataan Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia Thalhah Hasan usai bertemu Wakil Presiden Yusuf Kalla, sebagaimana dilansir harian Umum Republika, . mengatakan bahwa Badan Wakaf Indonesia akan mengembangkan wakaf produktif yang hasilnya untuk kesejahteraan umat. Gagasan ini 29 sangat menarik, sebab selama ini pengembangan wakaf di Indonesia bisa dibilang mati us ri. Jika dibanding negara-negara mayoritas berpenduduk Islam lain, perwakafan di Indonesia tertinggal jauh. Sebut saja Mesir, Aljazair, Sudan, Kuwait, dan Turki, mereka jauh-jauh hari sudah mengelola wakaf ke arah produktif. Sekadar contoh, di Sudan, Badan Wakaf Sudan mengola aset wakaf yang tidak produktif dengan mendirikan bank. Lembaga keuangan ini digunakan untuk membantu proyek pengembangan wakaf, mendirikan perusahaan bisnis dan industri. Contoh lain, untuk mengembangkan produktifitas aset wakaf, pemerintah Turki mendirikan Waqf Bank and Finance Corporation. Lembaga ini secara khusus untuk memobilisasi sumber wakaf dan membiayai berbagai jenis proyek joint venture. Bahkan, di negara yang penduduk muslimnya minor, pengembangan wakaf juga tak kalah produktif. Sebut saja Singapura, satu misal. Aset wakaf di Singapura, jika dikruskan, berjumlah S$ 250 juta. Untuk mengelolanya, Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) membuat anak perusahaan bernama Wakaf Real Estate Singapura (WAREES). WAREES merupakan perusahaan kontraktor guna memaksimalkan aset wakaf. Contoh, WAREES mendirikan gedung berlantai 8 di atas tanah wakaf. Pembiayaannya diperoleh dari pinjaman dana Sukuk sebesar S$ 3 juta, yang harus dikembalikan selama lima tahun. Gedung ini disewakan dan penghasilan bersih 29 ww.padangekprss, padatanggal 28 Mei 2008. 39 mencapai S$ 1.5 juta per tahun. Setelah tiga tahun berjalan, pinjaman pun lunas. Selanjutnya, penghasilan tersebut menjadi milik MUIS yang dialokasikan untuk kesejahteraan umat. Menarik bukan? Kalau mereka bisa, mengapa negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini tak mampu. Masyarakat Islam Indonesia mampu melakukan, bahkan lebih dari itu, jika benar-benar serius menangani soal ini. Apalagi, pengembangan wakaf di Indonesia kini sudah menemukan titik cerahnya, sejak disahkannya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan. Kalau begitu, sekarang tinggal action saja, tak perlu banyak berwacana. Kalau dulu, banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, kini Badan Wakaf Indonesia disingkat dengan BWI sudah berdiri (sejak tahun 2007). Tinggal bagaimana memaksimalkan lembaga independen30 amanat undang-undang itu. (Bab VI, pasal 7, UU No. 41 tahun 2004). Untuk bisa mengoptimalakan pengelolaan aset wakaf ke arah produktif, perlu adanya persamaan persepsi atau sudut pandang tentang apa dan bagaimana mengembang perwakafan di Indonesia. Sebab, selama ini pemahaman masyarakat masih berbeda-beda dalam perkara ini. Di samping itu, batu sandungan juga tak jarang melintang di tengah-tengah upaya untuk memajukan perwakafan di Indonesia. Pertama, pemahaman tentang pemanfaatan dan harta benda wakaf. Selama ini, umat Islam masih banyak yang beranggapan bahwa aset wakaf itu hanya boleh digunakan untuk tujuan ibadah saja. Misalnya, pembangunan masjid, komplek kuburan, panti asuhan, dan pendidikan. Padahal, nilai ibadah itu tidak harus berwujud langsung seperti itu. Bisa saja, di atas lahan wakaf dibangun pusat perbelanjaan, yang keuntungannya nanti dialokasikan untuk beasiswa anak-anak yang tidak mampu, layanan kesehatan gratis, atau riset ilmu pengetahuan. Ini juga bagian dari ibadah. 30 BerdasarkanUndng-UndangNomor 41 tahun 2004 TentangWakaf BWI adalahlembaga independent untukmengembangkanperwakafan di Indonesia .BadanWakaf Indonesia keanggotaanBadanWakaf Indonesia diangkatdandiberhentikanolehPresiden. 40 Selain itu, pemahaman ihwal benda wakaf juga masih sempit. Harta yang bisa diwakafkan masih dipahami sebatas benda tak bergerak, seperti tanah. Padahal wakaf juga bisa berupa benda bergerak, antara lain uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, dan hak sewa. Ini sebagaimana tercermin dalam Bab II, Pasal 16, UU No. 41 tahun 2004, dan juga sejalan dengan fatwa MUI ihwal bolehnya wakaf uang. Kedua, jumlah tanah strategis dan kontroversi pengalihan tanah. Jika ditilik jumlah tanah wakaf, memang sangatlah luas. Tapi tak semuanya bisa dikategorikan tanah strategis. Hal ini bisa dicermati dari lokasi dan kondisi tanah. Kalau lokasinya di pedalaman desa dan tanahnya tak subur, secara otomatis, susah untuk diproduktifkan. Karena itu, jalan keluarnya adalah pengalihan tanah atau tukar guling (ruislag) untuk tujuan produktif. Dan ternyata, langkah ini pun berbuah kontroversi. Memang secara fikih, ada perbedaan pendapat. Imam Syafii berpendapat bahwa tukar guling harta wakaf itu tidak boleh secara mutlak, apapun kondisinya. Sementara sebagian Ulama Syafiiyah (murid-murid imam Syafii) membolehkan, asal digunakan untuk tujuan produktif. Selain itu, Imam Hambali dan Hanafi juga memperbolehkan tukar guling dengan tujuan produktif. Jadi, tukar guling itu hakikatnya diperbolehkan oleh para fuqaha asal untuk tujuan produktif. Apalagi, kini permasalahan ini sudah diatur secara gamblang dalam Bab VI, pasal 49-51, PP No. 42 tahun 2006. Ketiga, tanah wakaf yang belum bersertifikat. Ini lebih dikarenakan tradisi kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Menurut kaca mata agama, wakaf itu dipahami masyarakat sebagai ibadah yang pahalanya mengalir (shadaqah jariayah), cukup dengan membaca shighat wakaf seperti waqaftu (saya telah mewakafkan) atau kata-kata sepadan yang dibarengi dengan niat wakaf secara tegas. Dengan begitu, wakaf dinyatakan sah, jadi tidak perlu ada sertifikat dan administrasi yang diangap ruwet oleh masyarakat. Akibatnya, tanah wakaf yang tidak bersertifikat itu tidak bisa dikelola secara produktif karena tidak ada legalitasnya. Belum lagi, banyak terjadi kasus penyerobotan tanah wakaf yang tak bersertifikat. Untuk itu, penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikat tanah wakaf perlu digalakkan. 41 Keempat, nazhir (pengelola) masih tradisional dan cenderung konsumtif. Meski tidak termasuk rukun wakaf, para ahli fikih mengharuskan wakif (orang yang wakaf) untuk menunjuk nazhir wakaf. Nazhir inilah yang bertugas untuk mengelola harta wakaf. Tapi, sayangnya para nazhir wakaf di Indonesia kebanyakan masih jauh dari harapan. Pemahamannya masih terbilang tradisional dan cenderung bersifat konsumtif (nonproduktif). Maka tak heran, jika pemanfaatan harta wakaf kebanyakan digunakan untuk pembangunan masjid dan kuburan. Secara benefit, apa yang bisa dihasilkan dari masjid dan kuburan? Bisa-bisa tidak dapat keuntungan malah rugi untuk biaya perawatan. Kemudian pada masa sekarang munculnya istilah wakaf alternatif di Indonesia misalnya wakaf Tunai Wakaf Tunai31 Dalam catatan sejarah Islam , wakaf uang ternyata sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua Hijiriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Bahwa Imam al-Zuhri salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar kodifikasi hadits ( tadwin al Hadits ) memfatwakan , diajurkannya wakaf uang dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, social dan pendidikan umat islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyal urkan keuntungannya sebagai wakaf. Namun demikian faktor resiko seperti kerugian yang akan mengancam kesinambungan wakaf, perlu dipertimbangkan guna mengantisipasi madharat yang lebih besar. 14. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah) Bank Central dapat menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip syariah yang berupa Sertifikat Bank Indonesia syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditas bank syariah ( Pasal 600 KHES ). SBI syariah diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES ) dari pasal 600 sampai dengan pasal 604. 31 Depag RI, WakafTunaidalamperspektifHukum Islam, Depag RI DirjenBimbinganMasyarakat Islam danPenyelenggaraan Haji, DirjenPengembangan Zakat danWakaf, Jakarta, 2005, halaman 100. 42 15. Pembiayaan Rekening Koran Syariah Pembiayaan Rekening Koran Syariah dilakukan dengan perjanjian untuk perwakilan. Masalah pembiayaan rekening Koran diatur dalam KHES dari pasal 618 sampai dengan pasal 626. 16. Dana Pensiun Syariah. Jenis dana Pensiun Syariah terdiri atas : a. Dana Pensiun Pemberi Kerja Syariah dan atau, b. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, Dana Pensiun Syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diatur dalam Pasal 627 sampai dengan pasal 674. 17. Lahirnya Berbagai Dasar Hukum Ekonomi Syariah. a) Fatwa DSN Tentang ekonomi Syariah. Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian cepat, khususnya perbankan, asuransi, reksadana, pasar modal, pegadaian, leasing, dan lembaga keuangan mikro syariah. Jika pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang tersebar di seluruh Indonesia ditambah ribuan office channeling atau layanan syare di seluruh kantor pos di Indonesia. Asset perbankan syari’ah ketika itu hanya ratusan milyard, saat ini assetnya lebih dari Rp 41 triliun. Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994 hanya dua buah yakni Asuransi Takaful Keluarga dan Takaful Umum, kini telah berjumlah 47an lembaga asuransi syariah. Sehubungan dengan pesatnya pertumbuhan lembaga ekonomi dan keuangan syariah tersebut, maka para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah (regulator) 43 membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya memiliki landasan yang kuat secara syari’ah. Untuk itulah Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dilahirkan pada tahun 1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia. DSN adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalahmasalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsipprinsip hukum Islam (Syari`ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari`ah. Melalui Dewan Pengawas Syari`ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari`ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS). Kedudukan Fatwa Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid (Al-Fatwa fi Haqqil ’Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid). Artinya, Kedudukan fatwa bagi orang kebanyakan, seperti dalil bagi mujtahid. Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi islami yang tengah ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi syari’ah di Indonesia. Fatwa ekonomi syari’ah yang telah hadir itu secara teknis 44 menyuguhkan model pengembangan bahkan pembaharuan fiqh muamalah maliyah. (fiqh ekonomi) Secara fungsional, fatwa memiliki fungsi tabyin dan tawjih. Tabyin artinya menjelaskan hukum yang merupakan regulasi praksis bagi lembaga keuangan, khususnya yang diminta praktisi ekonomi syariah ke DSN dan aujih, t yakni memberikan guidance (petunjuk) serta pencerahan kepada masyarakat luas tentang norma ekonomi syari’ah. Memang dalam kajian ushul fiqh, kedudukan fatwa hanya mengikat bagi orang yang meminta fatwa dan yang memberi fatwa. Namun dalam konteks ini, teori itu tidak sepenuhnya bisa diterima, karena konteks, sifat, dan karakter fatwa saat ini telah berkembang dan berbeda dengan fatwa klasik. Teori lama tentang fatwa harus direformasi dan diperpaharui sesuai dengan perkembangan dan proses terbentuknya fatwa. Maka teori fatwa hanya mengikat mustaft (orang yang minta fatwa) tidak relevan untuk fatwa DSN. Fatwa ekonomi syariah DSN saat ini tidak hanya mengikat bagi praktisi lembaga ekonomi syariah, tetapi juga bagi masyarakat Islam Indonesia, apalagi fatwa-fatwa itu kini telah dipositivisasi melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Bahkan DPR baru-baru ini, telah mengamandemen UU No 7/1989 tentang Perdilan Agama yang secara tegas memasukkan masalah ekonomi syariah sebagai wewenang Peradilan Agama. Fatwa-fatwa ekonomi syari’ah saat di Indonesia dikeluarkan melalui proses dan formula fatwa kolektif, koneksitas dan melembaga yang disebut ijtihad jama’iy (ijtihad ulama secara kolektif), bukan ijtihad fardi (individu), Validitas jama’iy dan fardi jelas sangat berbeda. Ijtihad jama’iy telah mendekati ijma’. Seandainya hanya negara Indonesia yang ada di dunia ini, pastilah kesepakatan para ahli dan ulama Indonesia itu disebut Ijma’. 45 Fatwa dalam definisi klasik bersifat opsional ”ikhtiyariah” (pilihan yang tidak mengikat secara legal, meskipun mengikat secara moral bagi mustafti (pihak yang meminta fatwa), sedang bagi selain mustafti bersifat ”i’lamiyah” atau informatif yang lebih dari sekedar wacana. Mereka terbuka untuk mengambil fatwa yang sama atau meminta fatwa kepada mufti/seorang ahli yang lain.Jika ada lebih dari satu fatwa mengenai satu masalah yang sama maka ummat boleh memilih mana yang lebih memberikan qana’ah (penerimaan/kepuasan) secara argumentatif atau secara batin. Sifat fatwa yang demikian membedakannya dari suatu putusan peradilan (qadha) yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak yang berperkara. Namun, keberadaan fatwa ekonomi syari’ah yang dikeluarkan DSN di zaman kontemporer ini, berbeda dengan proses fatwa di zaman klasik yang cendrung individual atau lembaga parsial. Otoritas fatwa tentang ekonomi syari’ah di Indonesia, berada dibawah Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama Indonesia. Komposisi anggota plenonya terdiri dari para ahli syari’ah an d ahli ekonomi/keuangan yang mempunyai wawasan syari’ah. Dalam membahas masalahmasalah yang hendak dikeluarkan fatwanya, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) melibatkan pula lembaga mitra seperti Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dan Biro Syari’ah dari Bank Indonesia. Fatwa dengan definisi klasik mengalami pengembangan dan penguatan posisi dalam fatwa kontemporer yang melembaga dan kolektif di Indonesia. Baik yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI untuk masalah keagamaan dan kemasyarakatan secara umum, maupun yang dikeluarkan oleh DSN MUI untuk fatwa tentang masalah ekonomi syari’ah khususnya Lembaga Ekonomi Syari’ah. Fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI menjadi rujukan yang berlaku umum serta mengikat bagi ummat Islam di Indonesia, khususnya secara moral. Sedang fatwa DSN menjadi rujukan yang mengikat bagi lembaga-lembaga keuangan syari’ah (LKS) yang ada di tanah air, demikian pula mengikat masyarakat yang berinteraksi dengan LKS. Produk-Produk Fatwa DSN 46 Sejak berdirinya tahun 1999, Dewan Syariah Nasional, telah mengeluarkan sedikitnya 61 fatwa tentang ekonomi syariah, antara lain, fatwa tentang giro, tabungan, murabahah, jual beli salam, istishna’, mudharabah, musyarakah, ijarah, wakalah, kafalah, hawalah, uang muka dalam murabahah, sistem distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah, diskon dalam murabahah, sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, pencadangan penghapusan aktiva produktiv dalam LKS, al-qaradh, investasi reksadana syariah, pedoman umum asuransi syariah, jual beli istisna’ paralel, potongan pelunasan dalam murabahah, safe deposit box, raha (gadai), rahn emas, ijarah muntahiyah bit tamlik, jual beli mata uang, pembiayaan pengurusan haji di LKS, pembiayaan rekening koran syariah, pengalihan hutang, obligasi syariah, obligasi syariah mudharabah, Letter of Credit (LC) impor syariah, LC untuk export, sertifikat wadiah Bank Indoensia, Pasar Uang antar Bank Syariah, sertifikat investasi mudharabah (IMA), asuransi haji, pedoman umum penerapan prinsip syariah di pasar modal, obligasi syariah ijarah, kartu kredit, fatwa tentang ganti rugi (ta’widh), pembiayaan multi jasa, Line Fasility, (at-tashilat), pembiayaan rekening koran syari’ah, sejumlah fatwa tentang murabahah, seperti potongan tagihan murabahah, penyelesaian piutang murabahah, rescheduling murabahah dan konversi akad murabahah, mudharabah musyarakah pada asuransi syariah, akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, akad tabarru’ pada asuransi dan reasuransi syariah, L/C dengan akad kafalah bil ujrah, hiwalah bil ujrah, review ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah, Obligasi Syariah mudharabah konversi, penyelesaian piutang dalam ekspor dan penyelesaian hutang dalam impor.dsb. Memperhatikan banyaknya fatwa-fatwa ekonomi syariah tersebut, terlihat bahwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Memiliki kinerja yang baik, dinamis dan aktif meresponi berbagai persoalan yang dihadapi.32 b. Peraturan Perundang-undangan Tentang Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. 32 www.agustianto niriah.com 47 Perkembangan Ekomomi Islam di Indonesia banyak diformulasikan ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan . Peraturan perundangan-undangan itu adalah : 1) Undang-Undang republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang berisi : a). Bab I Ketentuan Umum b) Bab II Asas dan Tujuan c) Bab III Organisasi Pengelolaan Zakat d) Bab IV Pengumpulan Zakat e) Bab V pendayagunaan Zakat f) Bab VI Pengawas g) Bab VII Sanksi h) Bab VIII Ketentuan-ketentuan lain i) Bab IX Ketentuan Peralihan j. Bab X Ketentuan Penutup 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf yang berisi : a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II Dasar-dasar Wakaf c) Bab III Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf d) Bab IV Perubahan Status Harta Benda wakaf e) Bab V Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda wakaf f) Bab VI Badan Wakaf Indonesia g) Bab VII Penyelesaian Sengketa Wakaf h) Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan i) Bab IX Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif j) Bab X Ketentuan Peralihan k) Bab XI Ketentuan Penutup 48 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara yang berisi : a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II bentuk dan Jenis SBSN c) Bab III Tujuan Penerbitan SBSN d) Bab IV Kewenangan dan Pelaksanaan Penerbitan SBSN e) Bab V Penggunaan Barang Milik Negara dalam Rangka Penerbitan SBSN f) Bab VI Perusahaan Penerbitan SBSN dan Wali Amanat g) Bab VII Pengelolaan SBSN h) Bab VIII Akuntabilitas dan Transparansi i) Bab IX Ketentuan Pidana j) Bab X Ketentuan Penutup 4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang berisi : a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II Asas, Tujuan, dan Fungsi c) Bab III Perizinan ,Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar dan Kepemilikan, d) Bab IV jenis dan kegiatan Usaha , Kelayakan Penyaluran Dana dan Larangan bagi Bank Syariah dan UUS e) Bab V Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan Tenaga Kerja Asing f) Bab VI Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah g) Bab VII Rahasia Bank h) Bab VIII Pembinaan dan Pengawasan i) Bab IX Penyelesaian Sengketa j) Bab X Sanksi Aministratif 49 k) Bab XI ketentuan Pidana l) Bab XII Ketentuan Peralihan m) Bab XIII ketentuan Penutup 5) Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2005 Tentang Penjaminan simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah. 6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 Tentang penyelenggaraan Usaha Perasuransian. 7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008 Tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara yang berisi : a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II Status, Bentuk dan Pendirian c) Bab III Anggaran Dasar dan Perubahan Anggaran dasar d) Bab IV Fungsi Perusahaan Penerbit SBSN e) Bab V Organ Perusahaan Penerbit SBSBN f) Bab VI Modal dari Kekayaan Perusahaan Penerbit SBSN g) Bab VII Pembiayaan h) Bab VIII Pertanggungjawaban i) Bab IX Pembubaran j) Bab X Penutup. 8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2008 Tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat Berharga syariah Negara. Yang berisi a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II Pendirian c) Bab III Anggaran Dasar d) Bab IV Pertanggungjawaban e) Bab V Ketentuan Penutup 9) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2008 Tentang Besarnya Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan. 50 10) Peraturan Menteri Keuangan Re publik Indonesia Nomor 152/PMK.08/2008 Tentang Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Dalam Valuta Asing Di Pasar Perdana Internasional yang berisi : a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II Pelaksanaan Penerbitan SBSN c) Bab III Persiapan Penerbitan SBSN d) Bab IV Pelaksanaan Penjualan e) Bab V Dokumen Penerbitan f) Bab VI Setelmen Hasil Penjualan SBSN g) Bab VII Biaya Penerbitan SBSN h) Bab VIII Ketentuan Penutup 11) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Keguatan Usaha Bank Umum Konvesional menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank Konvesional Yang berisi : a) Bab I Ketentuan Umum b) Bab II menjadi Perubahan Kegiatan Usah a Bank Umum Konvensional Bank Umum yang melaksa nakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah c) Bab III Pembukaaan Kantor yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank d) Bab IV Ketentuan Peralihan e) Bab V Sanksi f) Bab VI Ketentuan Penutup 12) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES ) yang meliputi : 51 Buku I Tentang Subyek Hukum dan Amwal Buku II Tentang Akad Buku III Tentang Zakat dan Hibah Buku IV Tentang Akuntansi Syariah Itulah beberapa gambaran tentang perkembangan Hukum Ekonomi Islam di Indonesia insya Allah bisa menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan masyarakat sejahtera menuju Negara Kesejahteraan ( welfare state ) yang kita citacitakan. 52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. 10 kareteristik good governance yang meliputi :Participation (Partisipasi),Rule of Law ( Pengakkan Hukum Konsensus/kesepakatan.Keadilan ),Tra nsparansi . (kesetaraan),Effektivitas Orientasi dan pada Effisien, Akuntabilitas, Strategic Vision ( wawasan ke depan ), Responsif ( daya tanggap), Pengawasan, ternyata dilakukan juga dalam etika bisnis yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan agama penjelasan pasal 49 huruf I yang dimaksud ruang lingkup ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah meliputi : B. a) bank syariah b) asuransi syariah c) reassuransi syariah d) reksa dana syariah e) obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah f) sekuritas syariah g) pembiayaan syariah h) pegadaian syariah i) dana pension lembaga keuangan syariah j) bisnis syariah Saran 53 1. mensosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Hukum Ekonomi Syariah, 2. mensosialisasikan lembaga-lembaga ekonomi syariah kepada masyarakat karena banyak belum mengetahuinya, melalui jalur penyuluhan hukum, pelatihan, lokakarya dan seminar-seminar. 54 DAFTAR PUSTAKA A. Buku. Ad-Dimyati, Ianah Ath-Thalibin, Toha Putra Semarang, tanpa tahun, Abdul Majid, Pokok-Pokok Fikih Muammalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, IAIN SG Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh M Nastagin, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995 Al Chaidar dan Herdi Sahraad, Negara Madinah Refleksi tentang Agama dan Pluralisme, Madani Press, Jakarta, 2000 Depag RI, Wakaf Tunai dalam perspektif Hukum Islam, Depag RI Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Dirjen Pengembangan Zakat dan Wakaf, Jakarta, 2005, Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jambatan, Jakarta, 1992, Hendi Suhendi, Fikih Muammalah, Gunung Djati Press, Bandung, 1997 D, Bandung, 1986 Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan syariah Ekonisia, Yogyakarta,2004 H Zainuddun Ali, Hukum Ekonomi Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 K.H. Ali Yafie dkk, Fiqih Perdagangan bebas, Teraju, Jakarta, 2003 55 Muhmmad Antonio Syafi’i , Bank, Bangking, and Financial tentang Bank Muammalat, LPIHM-IBLAM, Jakarta 1992 M Thalib, Pedoman Wiraswasta dan Manajemen Islam, Pustaka Mantiq, Solo, 1992, M Umar Chapra, Islam dan tantanganEkonomi, Gema Insani Press,Jakarta , 1998, Nurul huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Predana Media Group, Jakarta, 2007, Rachmat Syafe’i , Fiqih Muammalah Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2001 Soejono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986 Sunaryati Hartono , Peneltian Hukum Di Indonesia Pada Akhir ke 20, Alumni, Bandung.2009. Suhrawardi K Lubis.Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika , Jakarta, 2000 B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Negara Syariah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah 56 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Surat Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun 2008 Tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. C. Makalah. R.Nuriana, Implikasi otonomi Daerah terhadap perkembangan bank yang berprinsip syariah di Indonesia, 2000, makalah dalam seminar nasional pengembangan perbakan syariah di Indonesia menyikapi otonomi daerah dan perdagangan bebas, Panitia Milad fakultas Hukum Unisba ke 42, 14 Oktober 2000, Bandung, D. Sumber lain Al Qur’an dan terjemahannya Al Hadits Fatwa DSN tentang Ekonomi Syariah. www.agustianto niriah.com ww.padang ekpress.com Harian Republika 57